Scleroderma

16
A. Pendahuluan Pada umumnya, scleroderma terbagi menjadi dua kelompok yaitu: scleroderma lokal dan sclerosis sistemik. Namun, beberapa sumber pustaka mendefinisikan scleroderma sebagai sclerosis sistemik. 1 Scleroderma atau sclerosis sistemik adalah suatu penyakit sistemik yang mengenai jaringan ikat di kulit, organ dalam dan dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan disfungsi endotel, fibrosis, dan produksi autoantibodi. Terdapat beberapa perbedaan gambaran klinis antara scleroderma dan sclerosis sistemik seperti yang terlihat pada tabel berikut ini 2 : Gambaran Klinis Scleroderma lokal Sclerosis sistemik Keterlibatan kulit Distribusi pengerasan kulit linear atau patch Sclerodaktili dengan atau tanpa penebalan kulit proksimal Fenomena Raynaud Tidak ada Ada Iskemik pada ujung jari Tidak ada Biasanya ada Keterlibatan organ dalam Tidak ada Ada Antibody antinuclear Positif pada >=50% kasus Positif pada >=85% kasus Antibody spesifik scleroderma Negatif Positif pada 60% kasus Temuan histology pada biopsy Fibrosis kulit Fibrosis kulit Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 1

description

penyakit scleroderma

Transcript of Scleroderma

A. PendahuluanPada umumnya, scleroderma terbagi menjadi dua kelompok yaitu: scleroderma lokal dan sclerosis sistemik. Namun, beberapa sumber pustaka mendefinisikan scleroderma sebagai sclerosis sistemik.1 Scleroderma atau sclerosis sistemik adalah suatu penyakit sistemik yang mengenai jaringan ikat di kulit, organ dalam dan dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan disfungsi endotel, fibrosis, dan produksi autoantibodi. Terdapat beberapa perbedaan gambaran klinis antara scleroderma dan sclerosis sistemik seperti yang terlihat pada tabel berikut ini2:Gambaran KlinisScleroderma lokalSclerosis sistemik

Keterlibatan kulitDistribusi pengerasan kulit linear atau patchSclerodaktili dengan atau tanpa penebalan kulit proksimal

Fenomena RaynaudTidak adaAda

Iskemik pada ujung jariTidak adaBiasanya ada

Keterlibatan organ dalamTidak adaAda

Antibody antinuclearPositif pada >=50% kasusPositif pada >=85% kasus

Antibody spesifik sclerodermaNegatifPositif pada 60% kasus

Temuan histology pada biopsyFibrosis kulitFibrosis kulit

Tabel 1: Perbedaan scleroderma lokal dengan sclerosis sistemik

Hampir seluruh penderita scleroderma atau skleorsis sistemik akan menunjukkan manifetasi klinis seperti diatas, namun keterlibatan organ dalam seperti pada saluran pencernaan, paru, ginjal, jantung, dan otot rangka menjadi penyebab utama kematian pada penyakit ini.1Berdasarkan perjalanan penyakitnya, scleroderma diklasifikasikan menjadi scleroderma difus dengan serangan kulit yang luas dan serangan dini pada organ dalam, serta scleroderma limitan dengan serangan kulit yang minimal hanya terbatas pada wajah dan tangan dan serangan pada organ dalam timbul relatif lambat. Scleroderma limitan disebut juga sindrom CREST karena sering disertai gambaran calsinosis, fenomena Raynaud, sklerodaktili, dismotilitas esophagus, dan telangiektasia.1B. EpidemiologiPenyakit ini tergolong penyakit yang jarang dijumpai bila dibandingkan dengan penyakit lain.2 Scleroderma terdistribusi diseluruh dunia dan mengenai semua ras, umumnya terjadi pada usia dekade ketiga sampai kelima dengan angka kejadian yang lebih tinggi pada perempuan dengan kisaran usia 30-50 tahun.1,3 Penyakit ini sering ditemukan pada dewasa, tidak seperti scleroderma lokal yang sering ditemukan pada anak. Insidensi pada orang dewasa berkisar antara 2,6 sampai 28 kasus per satu juta penduduk pertahun.2

C. Etiologi Penyebab penyakit yang ditandai dengan aktivasi fibroblast dan fibrosis yang berlebihan ini belum diketahui. Namun, penyakit ini dikatakan berkaitan dengan aktivasi abnormal sistem imun dan jejas mikrovaskular, bukan karena gangguan intrinsik dari fibroblast atau pun gangguan sintesis kolagen1. Beberapa faktor yang diduga berperan dalam penyakit ini antara lain: genetik, zat kimia (silica, logam berat, merkuri, kimia organic, vinil klorida, benzene, toluen, dan trikloroetilen), obat-obatan (bleomisin, pentazosin, taksol dan kokain, suplemen atau penekan napsu makan), infeksi, imuntubuh, dan kerusakan vaskular.2 Walaupun bahan kimia dapat menyebabkan timbulnya scleroderma, namun sebagian besar pasien scleroderma tidak memiliki riwayat terpapar bahan kimia.3

D. PatogenesisFaktor genetik diduga merupakan salah satu faktor yang berperan pada scleroderma. Jika di dalam keluarga terdapat anggota keluarga yang menderita scleroderma, maka kemungkinan orang tersebut menderita scleroderma meningkat sebesar 13-15 kali. Berdasarkan hasil penelitian, pada beberapa pasien scleroderma ditemukan antibodi terhadap epitop UL83 dan UL94 virus human cytomegalovirus (hCMV). Jadi, terjadi mimikri molekul antara scleroderma dengan hCMV. Antibody UL94 tersebut mampu mengaktifkan fibroblast dan menginduksi apoptosis sel endotel, sehingga terjadi kerusakan vaskular dan fibrosis.2Penyakit scleroderma, diawali oleh aktivasi sel T CD4+ akibat adanya suatu antigen yang sampai saat ini belum teridentifikasi. Respon CD4+ terhadap antigen akan berakumulasi pada kulit menyebabkan pelepasan sitokin yang akan mengaktifkan sel mast dan makrofag. Sel mast dan makrofag yang teraktivasi tersebut selanjutnya akan melepaskan IL1, TNF, PDGF, TGF-, dan faktor pertumbuhan fibroblast. Pelepasan dan aktivasi sitokin fibrinogenik juga terbukti disebabkan oleh tirosin kinase Sitokin-sitokin fibrinogenik tersebut akan menyebabkan terjadinya fibrosis. Aktivasi fibroblast menghasilkan akumulasi kolagen dan molekul matriks eketra seluler pada kulit, organ dalam dan juga dinding pembuluh darah. Fibrosis jaringan juga disebabkan ekspansi klon fibrinogenik jaringan fibroblast dan transformasinya menjadi miofibroblas yang bekerja secara autoimun, serta ekspresi berlebihan gen yang mengkode matriks ekstraseluler.2 Karakteristik scleroderma adalah terjadinya akumulasi berlebih baik kolagen tipe I maupun tipe III akibat aktivasi fibroblast atau mioblast. Fibroblast yang teraktivasi atau miofibroblas dapat berasal dari sel-sel seperti sel endotel, sel epitel, dan sel otot polos yang berdiferensiasi menjadi fibroblast. Diferensiasi sel-sel ini diduga berperan besar terhadap terjadinya fibrosis. Infiltrasi sel akibat rekruitmen dan diferensiasi sel fibrosit serta BMDC (bone-marrow derived cell) juga dapat menyebabkan akumulasi populasi miofibroblast di dalam jaringan. Fibrosis juga semakin meningkat akibat fibroblast merangsang menyekresian faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang secara autokrin dan parakrin mengaktivasi aktivitas sel-sel yang berdiferensiasi tersebut serta sel yang mengalami infiltrasi.4

Gambar 1: FibrosisSelain itu, juga terjadi jejas endotel yang masih belum diketahui penyebabnya. Kemungkinan jejas endotel terjadi akibat aktivasi sel T. Aktivasi sel T akan menginduksi sel endotel untuk mengeluarkan PDGF dan faktor kemotaksis fibroblast. Jadi, kemungkinan besar penyakit ini terjadi karena kelainan imunologis primer yang menyebabkan kerusakan vaskular dan fibrosis.1 Selain itu, sel-sel progenitor mesenkim dan sel vaskular yang berdiferensiasi menjadi miofibroblas juga menyebabkan fibrinogenesis. Insufiensi vaskular dan fibrosis jaringan tersebut menimbulkan gangguan pada organ-organ yang terlibat.2

Gambar 2: Mekanisme yang mungkin terjadi pada sklerosis sistemik

E. Manifestasi KlinisCiri khas sclerosis sistemik yang membedakannya dengan penyakit jaringan ikat yang lain adalah pada sclerosis sistemik terjadi kelainan struktur mikrovaskular berupa hipoksia, ulkus pada jari-jari, hipertensi pulmonal, gangguan sistem imun, serta kolagen yang banyak terdeposisi pada jaringan di kulit dan organ-organ dalam.2Scleroderma dapat menyerang berbagai organ, namun manifestasi klinis yang paling mencolok dan paling sering muncul didapatkan pada kulit, sistem musculoskeletal, saluran pencernaan, paru, ginjal, dan jantung.1 Manifestasi KulitPada kulit pasien scleroderma sering terjadi atrofi kulit yang sklerotik dan difus dimulai dari jari tangan dan regio distal ekstremitas superior, lalu melebar lengan atas, leher, bahu, dan wajah. Atrofi kulit yang skelrotik awalnya berupa edematosa dengan konsistensi liat, seiring dengan perjalanan penyakit edematosa tersebut digantikan oleh fibrosis progresif pada dermis yang akan melekat erat dengan lapisan subkutan. Pada dermis terjadi peningkatan kolagen padat, atrofi jaringan penyokong dermis, serta penebalan hialin, sedangkan pada epidermis terjadi penipisan. Akibat hal-hal tersebut, jari tangan menjadi berbentuk meruncing seperti cakar yang disertai dengan keterbatasan gerak pada sendi, serta wajah akan terlihat seperti topeng. Dapat pula terjadi autoamputasi pada ruas terkahir jari akibat hilangnya pasokan darah.1 Akibat pengerasan kulit terjadi keterbatasan gerak sehingga dapat menimbulkan kontraktur pada jari dan keterbatsan dalam membuka mulut.2 Manifestasi GastrointestinalManifestasinya berupa: mual,muntah, kekeringan mulut, rasa kembung, disfagia, heartburn, gangguan esophagus, diverikulitis kolon, kontipasi, diare, dan malabsorbsi. Sebagian besar pasien scleroderma akan menunjukkan manifestasi klinis yang melibatkan traktus gastrointestinal.2 Sering terjadi atrofi progresif serta penggantian otot oleh fibrosa kolagen, terutama pada duapertiga esophagus bagian inferior sehingga esophagus mengalami kekakuan seperti pipa karet. Akibat kekakuan esophagus ini, dapat terjadi gangguan menelan dan disfungsi sfingter esophagus yang menyebabkan refluks gastrointestinal beserta komplikasinya. Malabsorpsi juga dapat terjadi sebagai salah satu manifestasi klinis scleroderma pada sistem pencernaan. Hal tersebut disebabkan oleh hilangnya vili dan mikrovili pada usus halus karena penipisan dan ulserasi mukosa usus halus, atrofi submukosa, atrofi otot, serta kolagenisasi berlebih pada lamina propia dan submukosa.1 Manifestasi MuskuloskeletalPada sistem muskuloskeletal dapat timbul hyperplasia dan peradangan sinovial pada tahap awal, diikuti dengan fibrosis kemudian.1 Gangguan musculoskeletal yang dapat timbul pada sklerosis sistemik antara lain: keterbatasan gerak sendi, miopati, dan miositosis.2 Manifestasi PulmonalManifestasi klinis yang dapat timbul pada sistem pernapasan antara lain hipertensi pulmonal dan fibrosis interstisial. Hipertensi pulmonal yang terjadi tersebut diakibatkan oleh disfungsi endotel pembuluh darah pulmonal sehingga terjadi vasospasme pulmonal yang pada akhirnya menyebabkan terjadi hipertensi pulmonal. Keterlibatan sistem pernapasan pada scleroderma biasanya ditandai dengan dispnea dan batuk kronis.1 Manifestasi GinjalTidak seperti manifetasi pada paru yang terjadi pada sebagian penderita scleroderma, kelainan pada ginjal terjadi pada dua pertiga pasien scleroderma. Dimana terjadi proliferasi sel intima dinding pembuluh darah disertai pengendapan berbagai glikoprotein dan mukopolisakarida asam sehingga menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri interlobularis. Perubahan ini hanya terjadi pada pembuluh darah yang berdiameter 150-500 m tanpa disertai perubahan glonerulus yang spesifik. Walaupun terjadi penebalan pada pembuluh darah di ginjal, namun hal tersebut tidak selalu menyebabkan terjadinya hipertensi. Hipertensi hanya terjadi pada sekitar 30% pasien scleroderma. Pasien scleroderma yang bermanifestasi klinis hipertensi akan cenderung mengalami gagal ginjal dan akhirnya meninggal akibat gagal ginjal tersebut. Gagal ginjal merupaka penyebab kematian pada separuh dari keseluruhan penderita scleroderma.1 Manifestasi KardiovaskularSeperti hal nya sistem organ lain, sistem kardiovaskular juga dapat diserang oleh scleroderma. Pada spertiga pasien scleroderma terjadi fibrosis miokard disertai penebalan arteriol intramiokard yang diakibatkan oleh jejas mikrovaskular dan iskemia yang terjadi akibat scleroderma. Hal ini disebut fenomena Raynaud yaitu vasospasme arteri yang reversibel. Perubahan pada paru akibat scleroderma juga tentunya berdampak pada jantung, dimana sering terjadi hipertrofi dan kegagalan jantung kanan akibat perubahan struktur yang terjadi pada paru.1Fenomena Raynaud umumnya terjadi pada pasien scleroderma limitans yang timbul berpuluh-puluh tahun sebelum terjadinya lesi visceral. Jika terjadi fenomena Raynaud akibat terpajan suhu dingin, tangan akan berubah menjadi memutih akibat spasme vaskuler. Selanjutnya tangan akan berwarna kebiruan karena kapiler dan venula mengalami dilatasi dan stagnansi aliran darah. Akhirnya tangan akan berubah warna kembali menajdi berwarna merah karena terjadi vasodilatasi reaktif.1 Manifestasi HematologiTidak ada manifestasi hematologi yang spesifik, anemia terjadi umumnya akibat penyakit kronis atau perdarahan kronis seperti pada teleangiektasi saluran cerna. Dapat pula terjadi trombositopenia akibat angiopati mikroskopik.2

F. Diagnosis Penderita didiagnosis menderita sklerosis sistemik jika memenuhi kriteria mayor atau minimal 2 kriteria minor dari American College of Rheumatology. Adapun kriteria-kriteria tersebut antara lain2: Kriteria mayorScleroderma proksimal pada kulit dan jari di proksimal sendi metacarpophalangeal atau metatarsophalangeal, atau pada wajah, seluruh ekstremitas, leher, maupun badan. Kriteria minor Sclerodaktili Hilangnya jaringan pada ujung jari akibat iskemia (digital pitting scars) Fibrosis pulmonal bibasilarPemeriksaan autoantibodi dapat dilakukan untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum pasien. Tiga autoantibodi yang penting dalam diagnosis sklerosis sistemik adalah2: Antibodi anti topoisomerase (ATA)Ditemukan pada 30-35% pada pasien scleroderma tipe difus dan 10-20% pada tipe limitan. Antibodi anti centromere (ACA)Ditemukan pada 40-50% pasien scleroderma limitan dan 5-10% pada pasien scleroderma difus. Antibody anti RNAP IIIDitemukan pada pasin scleroderma limitan. Terdeteksinya antibodi ini berkaitan dengan krisis renal. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan antara lain: pemriksaan darah untuk memantau penyakit, pemeriksaan esophagus barium untuk melihat dismotilitas esophagus, endoskopi saluran cerna bagian atas, rontgen untuk melihat adanya fibrosis pulmonum basilar, serta pemeriksaan kapiloroskopi pangkal kuku untuk menilai kelainan pembuluh darah kapilr pasien.2

G. PenatalaksanaanGejala klinis yang timbul pada pasien berbeda-beda. Sehingga prinsip terapinya adalah untuk memperbaiki kondisi umum dengan memperhatikan faktor nutrisi, hygiene, serta dukungan psikologis. Karena pathogenesis penyakit yang belum diketahui secara pasti, maka dilakukan terapi umum berupa terapi simptomatik yang terdiri atas pemberian penghambat kanal kalsium untuk vasodilator, antagonis angiotensin II untuk mrncegah krisis ginjal, aspirin dan statin untuk menurunkan resiko keterlibatan kardiovaskular, dan antibiotic jika terjadi malabsorpsi atau pertumbuhan berlebih bakteri usus.2 Terapi farmakologis jangka panjang menggunakan rituximab terbukti mampu meningkatkan fungsi paru pada pasien sclerosis sistemik, namun secara sebanding juga menyebabkan peningkatan penebalan kulit.5 Berdasarkan uraian diatas, penatalaksanaan sclerosis sistemik lebih didasarkan pada keterlibatan masing-masing organ. Terapi ditujukan pada tiga kompartemen yang berperan dalam pathogenesis yaitu:gangguang vaskulopati, fibrosis, dan imunologis.2 Terapi vasoaktifUntuk mengurangi keparahan fenomena Raynaud dan menginduksi penyembuhan ulkus pada jari-jari, diberikan infuse intravena secara kontinu dengan protasiklin. Sedangkan pemberian antagonis reseptor endotelin 1 (bosentan, sitaxsentan) dapat mengatasi hipertensi pulmonal dan menyembuhkan ulkus digit.2 Terapi antifibrotikPenghambat tirosin kinase dan platelet derived growth factor reseptor (PDGFR) kinase seperti imatinib atau mesylate terbukti mampu manghambata aktivasi fibroblast dan mengurangi fibrosis di berbagai jaringan. Untuk mengurangi penebalan kulit dapat diberikan kolagen bovin tipe I 500mg peroral.2 Terapi ImunosupresanSiklofosfamid dan metrotreksat direkomendasikan untuk mengatasi penebalan kulit dan gangguan fungsi paru. Terapi transplantasi sel punca hematopoetik dewasa ini menjelaskan peran siklofosfamid sebagai agen mayor imunosupresif pada sclerosis sistemik.Terapi yang cukup menjanjikan adalah dengan menetralkan antibody anti TGF, dan dengan menghambat peptide TGF serta connective tissue growth faktor.2Selain tatalaksana farmakologis, pasien scleroderma juga dapat diberikan terapi nonfarmakologis, seperti terapi fisik serta melindungi persendian. Terapi fisik ini terdiri dari latihan jangkaun gerak dengan meletakkan tangan sedatar mungkin di atas meja, tempatkan tangan satunya pada jari-jari secara miring kemudian tekan ke bawah secara perlahan untuk meluruskan jari-jari. Latihan jangkauan gerak ini penting dilakukan setiap hari untuk mencegah atau memperlambat kontraktur sendi dan agar sendi-sendi tetap fleksibel. Terapi fisik lainnya dapat berupa hidroterapi, latihan penguatan oto yang lemah dan pijatan yang lembut. Untuk terapi melindungi persendian ditujukan agar persendian terlindungi, meminimalisir kerusakan lebih lanjut, dan mengurangi kemungkinan kulit bernanah dan infeksi. Prinsip dasarnya adalah menimalkan tekanan dan stress pada sendi dengan penggunaan yang tepat. Dapat pula dibantu dengan berbagai alat bantu mekanik adaptif yang tersedia.6

H. PrognosisResiko mortalitas penyakit ini sebesar 1,5 sampai 7 kali dibandingkan dengan populasi normal. 50% pasien mengalami komplikasi organ mayor atau meninggal setelah tiga tahun didiagnosis. Kematian umumnya diakibatkan oleh hipertensi pulmonal dan krisis renal, sehingga prognosis akan menjadi lebih buruk jika terdapat hipertensi pulmonal dan krisis renal. Angka harapan hidup 5 tahun adalah 80%, sedangkan angka harapan hidup 10 tahun mencapai 55,1-76,8%. Angka harapan hidup 10 tahun pada penyakit ini dapat ditingkatkan sebesar 80% dengan memberikan terapi terhadap penyakit ginjal, hipertensi pulmonal, dan gangguan esophagus.2

I. PenutupScleroderma merupakan penyakit yang diduga disebabkan oleh gangguan pada sistem imun. Scleroderma atau sclerosis sistemik ini akan melibatkan berbagai sistem organ dimana terjadi fibrosis pada organ-organ sehingga timbul berbagai kerusakan dan gangguan. Kulit merupakan salah satu bagian tubuh yang cukup berdampak akibat penyakit ini. Kulit akan mengeras, menebal, dan mengalami kekakuan akibat fibrosis. Sampai saat ini belum ada obat yang terbukti menyembuhkan scleroderma, hal ini diperburuk dengan gejala yang berbeda-beda pada setiap pasien. Sehingga tatalaksana untuk penyakit ini lebih bersifat tatalaksana simptomatis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins, Kumar, Cotran. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007.2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi B, Syam AF et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.3. American College of Rheumatology. Scleroderma. [Internet]. 2013. Available from: http://www.rheumatology.org/practice/clinical/patients/diseases_and_conditions/scleroderma.pdf4. Gilbane AJ, Denton CP, Holmes AM. Scleroderma Pathogenesis: A Pivotal Role of Fibroblast as Effector Cells. Arthritis Research and Therapy [Internet]. 2013 [cited 2015 April 22];15(215):1-8. Available from: http://arthritis-research.com/content/pdf/ar4230.pdf5. Daoussis D, Liossis SC, Tsamandas AC, Kalogeropoulou C, Paliogianni F, Sirinian C, Yiannopoulos G, Andonopoulos AP. Effect of Long-term Treatment with Rituximab on Pulmonary Function and Skin Fibrosis in Patients with Diffuse Systemic Sclerosis. Clinical and Experimental Rheumatology [Internet]. 2012 [cited 2015 April 24];30:17-22. Available from: http://downloads.hindawi.com/journals/ijr/2011/721608.pdf6. Scleroderma Australia. Memahami dan Penatalaksanaan Scleroderma. [Internet]. 2010. Available from: http://www.komunitas-scleroderma.com/MemahamiPenatalaksanaanScleroderma.pdf