sapi
-
Upload
shali-novizar -
Category
Documents
-
view
14 -
download
2
description
Transcript of sapi
![Page 1: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/1.jpg)
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO A BLOK 25
Tutor: dr. Henry, Sp. S
Disusun oleh: Kelompok B8
Anggia Fabelita 04011181320020
Aulia Hayyu R. 04011181320008
Devin Chandra 04011181320016
Dhanty Mukhlisa 04011381320014
Fania Rizkyani 04011181320098
Hanna Dwi Wiranti 04011381320008
Harvinder Kaur Indar Singh 04011381320080
Mukhlasinia Aprilita 04011181320026
Ray Suga Aulia Sentani 04011381320002
Septhia Imelda 04011381320046
Syahnas Masterina 04011181320104
Umi Salamah 04011181320110
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2016
![Page 2: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/2.jpg)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario A Blok 25” sebagai tugas
kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Tuhan YME, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Henry, Sp.S selaku tutor kelompok B8
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD B 2013
Semoga Tuhan YME memberikan balasan atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi
kita dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Palembang, 31 Maret 2016
Kelompok B8
ii
![Page 3: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/3.jpg)
KEGIATAN DISKUSI
Tutor : dr. Henry, Sp.S
Moderator : Auliya Hayyu Ravenia
Sekretaris : Syahnas Masterina
: Septhia Imelda
Presentan : Umi Salamah
Pelaksanaan : 28 dan 30 Maret 2016
10.00 – 12.00 WIB
Peraturan selama tutorial:
- Diperbolehkan untuk minum
- Meminta izin kepada moderator untuk meninggalkan ruangan di tengah tutorial
- Alat komunikasi mode silent
- Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan tangan, lalu setelah diberi izin
moderator baru bicara
- Saling menghargai dan tidak saling menggurui
iii
![Page 4: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/4.jpg)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................... ii
KEGIATAN DISKUSI......................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ iv
SKENARIO A BLOK 25 TAHUN 2016.................................................................................................
I. Klarifikasi Istilah...........................................................................................................................
II. Identifikasi Masalah......................................................................................................................
III. Analisis Masalah...........................................................................................................................
IV. Learning Issue...............................................................................................................................
A. CEREBRAL PALSY...........................................................................................................
B. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN NORMAL USIA 10 BULAN....................
V. Kerangka Konsep..........................................................................................................................
VI. Kesimpulan...................................................................................................................................
iv
![Page 5: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/5.jpg)
Skenario A blok 25 tahun 2016Fariz, anak laki-laki, usia 10 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkurap. Fariz baru
bisa memiring-miringkan badannya pada usia 6 bulan. Sampai saat ini belum bisa makan
bubur, sehingga masih di beri susu formula. Fariz juga belum bisa makan biskuit sendiri.
Fariz belum bisa mengoceh dan meraih benda.
Fariz adalah anak pertama dari ibu usia 36 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada
kehamilan 7 minggu dengan berat badan waktu lahir 2.400 gram, skor APGAR di menit
pertama: 6 dan menit ke lima: 8. Ketuban pecah 20 jam sebelum lahir berwarna hijau dan
kental. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 3 kali. Kemudian
2 jam setelah lahir, fariz mengalami sesak nafas dan riwayat di NICU selama 2 hari dan di
bangsal selama 3 minggu dengan diagnosa bronkopneumonia dan meningitis.
Pemeriksaan Fisik :
Berat badan 6,4 kg, panjang badan 70 cm, lingkaran kepala 38 cm
Tidak ada gambaran dismorfik, anak sadar, kontak mata baik, mau melihat tapi tidak
mau tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras.
Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol.
Pada posisi di tengkurapkan dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik.
Refleks Moro dan refleks menggenggam masih ditemukan. Kekuatan kedua lengan
dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk di ketuk, refleks Tendon
meningkat, refleks Babinsky (+). Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan
kaki.
Ketika anak di angkat dalam posis horizontal ke 4 ekstremitas terlihat kaku, pada
posisi vertical kedua tungkai menyilang
Pada pemeriksaan KPSP usia 9 bulan anak tidak bisa melakukan semua kegiatan
5
![Page 6: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/6.jpg)
I. Klarifikasi Istilah
No. Istilah Klarifikasi
1. Bronkopneumonia Peradangan paru yang berawal pada
bronkiolus terminalis
2. Meningitis Infeksi pada selaput otak disertai radang
yang mengenai piameter dan arachnoid
3. Defek Morfologis Suatu keadaan dimana terdapat kelainan
pada strukur tubuh yang berhubungan
dengan kelainan kongenital, sindrom
genetic dan defek lahir.
4. Refleks Morro Gerakan lengan dan kaki yang terjadi
ketika bayi baru lahir di jatuhkan atau
gerakan yang keras.
5. Refleks Babinsky Reflex jari-jari kaki, yang normal selama
masa bayi tetapi abnormal setelah usia
12-18 bulan. Reflex ini merupakan
indikasi kelainan pada jalur control
motoric utama dari serebral (traktus
kortikospinalis)
6. Pemeriksaan KPSP (Kuesioner Pra Screening Perkembang)
gunanya untuk mengetahui apakah
perkembangan seorang anak dalam batas
normal atau menyimpang
7. Refleks menggenggam (palmar grasp) Refleks gerakan jari-jari tangan
mencengkram benda-benda yang
disentuhkan pada bayi. Indikasi saraf
berkembang normal-hilang setelah 3-4
bulan
6
![Page 7: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/7.jpg)
II. Identifikasi Masalah
1. Fariz, anak laki-laki, usia 10 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkurap. Fariz
baru bisa memiringk-miringkan badannya pada usia 6 bulan. Sampai saat ini belum
bisa makan bubur, sehingga masih di beri sus formula. Fariz juga belum bisa makan
biscuit sendiri. Fariz belum bisa mengoceh dan meraih benda. (Main Problem)
2. Fariz adalah anak pertama dari ibu usia 36 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada
kehamilan 37 minggu dengan berat badan waktu lahir 2.400 gram, skor APGAR di
menit pertama: 6 dan menit ke lima: 8. Ketuban pecah 20 jam sebelum lahir
berwarna hijau dan kental. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa
kehamilan ke bidan 3 kali. Kemudian 2 jam setelah lahir, fariz mengalami sesak
nafas dan riwayat di NICU selama 2 hari dan di bangsal selama 3 minggu dengan
diagnose bronkopneumonia dan meningitis.
3. Pemeriksaan Fisik :
Berat badan 6,4 kg, panjang badan 70 cm, lingkaran kepala 38 cm
Tidak ada gambaran dismorfik, anak sadar, kontak mata bak, mau melihat tapi
tidak mau tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya
dengan keras. Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol.
Pada posisi di tengkurapkan dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa
detik. Refleks Moro dan refleks menggenggam masih ditemukan. Kekuatan
kedua lengan dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk di ketuk,
refleks tendon meningkat, refleks Babinsky (+). Tidak ada kelainan anatomi
pada kedua tungkai dan kaki.
Ketika anak di angkat dalam posis horizontal ke 4 ekstremitas terlihat kaku,
pada posisi vertical kedua tungkai menyilang
Pada pemeriksaan KPSP usia 9 bulan anak tidak bisa melakukan semua
kegiatan.
7
![Page 8: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/8.jpg)
III.Analisis Masalah
1. Fariz, anak laki-laki, usia 10 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkurap. Fariz
baru bisa memiringk-miringkan badannya pada usia 6 bulan. Sampai saat ini belum
bisa makan bubur, sehingga masih di beri sus formula. Fariz juga belum bisa makan
biskuit sendiri. Fariz belum bisa mengoceh dan meraih benda.
a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan pada kasus?
Bayi laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya gangguan
perkembangan seperti yang terjadi pada kasus. Usia bayi tidak terlalu berpengaruh
terhadap angka kejadian pada kasus, biasanya gangguan dapat terjadi di antara
dari lahir hingga ± usia 3 tahun.
Fariz baru bisa memiringkan pada usia 6 bulan merupakan hal normal pada
usia tersebut.
Meraih benda dan memegang mainan sendiri: Keterlambatan motorik halus.
Seharusnya pada usia 9 bulan, fariz sudah bisa mempertemukan dua kubus
kecil yang dia pegang, tetapi pada kenyataannya, pada usia tersebut fariz
belum bisa meraih benda .
Seharusnya fariz sudah bisa berbicara pada umur 9 bulan bunyi konsonan
(b,d,m,g), mama papa spesifik.
Fariz umur 10 bulan belum bisa makan bubur dikarenakan adanya gangguan
motorik kasar pada mulutnya.
b. Bagaimana fase pertumbuhan dan perkembangan normal pada usia 1 tahun
pertama?
Tabel 1: Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
8
![Page 9: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/9.jpg)
c. Bagaimana etiologi dan mekanisme terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan belum bisa makan bubur, belum bisa tengkurap, belum bisa makan
biscuit, belum bisa mengoceh dan meraih benda?
Penyebab dari keluhan Fariz adalah :
- Adanya riwayat asfiksia neonatal
- Adanya meningitis
Mekanisme Belum bisa makan bubur
Asfiksia Neonatorum dan Meningitis (sequele) perfusi oksigen ke otak menurun
hipoksia serebri iskemik serebri Reactive oxygen species, Reactive
nitrogen species, nekrosis serebri kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll)
perlambatan proses mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area presentralis,
korteks motorik, dan traktus piramidalis) hilangnya inhibisi sentral desendens
(tractus piramidalis → tractus kortikonuklearis (cabang tractus piramidalis yang
bercabang di otak tengah menuju nuclei nervi kranialis motorik bermanifestasi
9
![Page 10: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/10.jpg)
pada gangguan oromotor) → nervus kranialis motorik (N. trigeminus devisi
mandibularis, N. glossopharyngeus, N. hypoglosus)) pada sel-sel fusimotor
(neuron motor ɤ) yang mempersarafi spindel otot pengunyah, menelan dan lidah
hipersensitivitas spindel otot hiperaktif kontraksi otot kekakuan otot-otot
pengunyah, m. stylopharyngeus (membantu menelan) dan otot-otot lidah
disfungsi oromotor gangguan menelan belum bisa makan bubur.
Mekanisme Belum bisa tengkurap
Akibat adanya:
1) Riwayat asfiksia neonatal dapat mengakibatkan terjadinya Hipoksia
Iskemik Encephalopaty yang membuat terjadinya Kerusakan pada sel
neuron motorik di otak.
2) Riwayat meningitis mengakibatkan terjadinya peradangan pada ruang
sub arachnoid (lapisan meningen) sehingga terjadi hiperemi dan edema
pada otak, hal ini menimbulkan peningkatan pada TIK yang berdampak
pada penurunan aliran darah otak sehingga terjadilah cerebral hipoksia
yang mengakibatkan pula kerusakan sel neuron motorik di otak.
3) Kerusakan sel neuron motorik di otak (terutama fungsi motorik kasar)
bayi belum bisa tengkurap
Mekanisme belum bisa makan biskuit
Faktor kehamilan ibu bayi premature dan bblr maturasi paru belum
sempurna + infeksi bronkopneumonia dan meningitis suplai oksigen ke organ
<< hilangnya autoregulasi otak kerusakan jaringan otak area precentralis
area motorik primer B.4 motorik halus otot atas bag.wajah lidah,
mandibula, laring disfungsi oromotor kesulitan makan (gangguan menelan)
tidak bisa makan biscuit.
Normalnya, bayi usia 9-12 bulan sudah bisa memegang dan memasukan
biskuit ke mulutnya. Interpretasi: adanya gangguan dalam motorik halus dan oro
motor .
Mekanisme belum bisa mengoceh dan meraih benda
10
![Page 11: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/11.jpg)
KPD infeksi cairan ketuban terhirup bayi bronkopneumonia
bakteri menyebar melalui hematogen ke selaput otak meningitis
infeksi meluas ke serebrum kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll)
perlambatan proses mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area
presentralis (korteks motorik), dan traktus piramidalis) hilangnya inhibisi
sentral desendens (tractus piramidalis → tractus kortikonuklearis (cabang
tractus piramidalis yang bercabang di otak tengah menuju nuclei nervi
kranialis motorik) → nervus kranialis motorik (N. trigeminus devisi
mandibularis, N. glossopharyngeus, N. hypoglosus)) pada sel-sel fusimotor
(neuron motor ɤ) yang mempersarafi spindel otot pengunyah, menelan dan
lidah hipersensitivitas spindel otot hiperaktif kontraksi otot kekakuan
otot-otot pengunyah, m. stylopharyngeus (membantu menelan) dan otot-otot
lidah disfungsi oromotor gangguan menelan dan gangguan bicara
belum bisa makan bubur dan belum bisa mengoceh. (Hendy dan Soetjiningsih,
2013) (Mathias Baaehr dan Michael Frotscher, 2010) (Richard E. Behrman,
Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin, 1999).
2. Fariz adalah anak pertama dari ibu usia 36 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada
kehamilan 37 minggu dengan berat badan waktu lahir 2.400 gram, skor APGAR di
menit pertama: 6 dan menit ke lima: 8. Ketuban pecah 20 jam sebelum lahir berwarna
hijau dan kental. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan
3 kali. Kemudian 2 jam setelah lahir, fariz mengalami sesak nafas dan riwayat di
NICU selama 2 hari dan di bangsal selama 3 minggu dengan diagnosis
bronkopneumonia dan meningitis.
a. Bagaimana interpretasi dari status persalinan?
Tabel 2 : Interpretasi status persalinan
Ketuban pecah 20
jam sebelum lahir,
warna hijau kental
Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneous / early /
premature rupture of membrane (PROM) adalah pecahnya
ketuban sebelum in-partu; yaitu bila pembukaan pada primi
< 3 cm dan pada multipara < 5 cm. Bila periode laten terlalu
panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi
yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.
Penyebab KPD masih belum jelas, maka tidak dapat
dilakukan pencegahan. KPD memiliki etiologi lebih dari satu
11
![Page 12: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/12.jpg)
terhadap terjadinya CP. Pada etiologi KPD yang berbeda
mungkin hanya berpengaruh pada salah satu bentuk CP saja.
Tidak semua bentuk CP memiliki KPD sebagai factor
risikonya.
Selama hamil tidak
ada keluhan, periksa
kehamilan ke bidan 3
kali
Minimal ANC 4x
Jika antenatal care yang baik dapat mencegah terjadinya CP,
maka penurunan angka kejadian CP lebih dipengaruhi oleh
antenatal care yang baik daripada yang buruk. Hanya sedikit
bukti yang kuat yang mendukung pernyataan tersebut.
Beberapa dekade terakhir, teknologi – teknologi baru seperti
electronic fetal monitoring diperkenalkan pada dunia
obstetrik. Diduga dengan deteksi dini fetal distress akan
mencegah terjadinya kerusakan otak janin dan CP, yang
terjadi pada kelahiran dini (misalnya dengan seksio caesar).
Meskipun cara ini terbukti mencegah kematian perinatal,
namun belum ada bukti yang cukup bahwa teknik ini
menurunkan angka kejadian CP. Di lain pihak pemeriksaan
ini justru meningkatkan angka seksio caesar.
b. Bagaimana interpretasi dari APGAR skor menit pertama: 6 dan menit ke lima: 8?
Table 3 : Skor APGAR
12
![Page 13: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/13.jpg)
TABEL 4 : Interpretasi Skor Apgar
Penilaian Pada kasus Normal Interpretasi
Apgar score Menit pertama = 6
Menit kelima = 8
Lebih dari sama
dengan 7
Asfiksia ringan di
menit pertama
Score APGAR digunakan untuk menentukan kerentanan bayi terhadap CP dan
trauma lain akibat proses persalinan. Setiap penilaian diberi angka 0,1,2 , dari hasil
penilaian tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar
7-10 ) , asfiksia ringan (nilai apgar 4-6 ) , asfiksia berat ( nilai apgar = 0-3)
c. Bagaimana hubungan riwayat persalinan dan riwayat terdiagnosa
bronkopneumonia dan meningitis pada kasus?
Anak pertama
Pada ibu yang melahirkan cenderung memiliki resiko besar untuk terjadinya
cerebral palsy, hal ini diakibatkan karena pada anak pertama lebih sering
mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan (faktor masih kaku pada organ
reproduksi ibu) sehingga bisa mengakibatkan resiko kelahiran anak dengan
asfiksia neonatal, yang merupakan faktor resiko untuk terjadinya cerebral
palsy.
Ibu usia 36 tahun
Usia >35 tahun cenderung memiliki kualitas ovum yang kurang baik,
sehingga lebih mudah untuk terkena gangguan genetic atau kromosom
(seperti sindrom down) dan juga berpengaruh terhadap gangguan maturasi
saraf saat intrauterine sehingga meningkatkan resiko untuk terjadinya
cerebral palsy.
- Ketuban pecah 20 jam bewarna hijau dan kental
Normal ketuban pecah 8 jam sebelum kelahiran
Penyebab
Riwayat Infeksi pada ibu
Peningkatan tekanan intrauterine
Inkompatibilitas serviks
13
![Page 14: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/14.jpg)
Riwayat merokok pada ibu
Mekanisme
Diawali dari ibu yang sudah ada riawayat infeksi merangsang peningkatan
MMP (berperan dalam degradasi Kolagen terutama tipe III) dan penurunan TIMPs
terjadi depolimerisasi kolagen pada chorion dan amnion Ketuban jadi tipis,
lembek dan mudah pecah sehingga terjadi Ketuban Pecah Dini pH vagina
dari asam berubah menjadi basa terjadinya Infeksi ascenden cairan ketuban
mengandung bakteri tertelan oleh si bayi distress pada bayi
mengeluarkan mekoniumnya cairan ketuban berwarna hijau dan kental.
Gambar 1 : Ketuban Pecah Dini
- ANC 3 kali selama kehamilan
Ante Natal Care berguna untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan
ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu, yaitu:
1) kehamilan trimester I (<14 minggu) satu kali kunjungan
2) kehamilan trimester II (14-28 minggu) satu kali kunjungan
3) kehamilan trimester III (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali
kunjungan (Hanafiah, 2006).
Dampaknya ANC dari kurang dari 4x:
1) Meningkatnya angka mortalitas dan morbilitas ibu
2) Tidak terdeteksinya kelainan-kelainan kehamilan
14
![Page 15: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/15.jpg)
3) Kelainan fisik yang terjadi pada saat persalinan tidak dapat dideteksi
secara dini.
4) Tidak dapat diketahui faktor-faktor resiko yang mungkin terjadi pada ibu.
Dengan AnteNatalCare yang teratur minimal 4x, dapat menurunkan resiko
terjadinya cerebral palsy, karena dapat mendeteksi adanya riwayat penyakit
yang diderita oleh ibu seperti halnya pada kasus sehingga bila riwayat infeksi
ibu diketahui lebih cepat akan menurunkan resiko terjadinya KPD yang
berdampak pada cerebral palsy.
Keadaan asfiksia dan terdiagnosis bronkopneumonia dan meningitis bearti
kemungkinan besar terjadi iskemik dan kerusakan pada otak sehingga akan
menimbulkan squele yang meyebakan gangguan pada kasus seperti sekarang.
d. Bagaimana hubungan bronkopneumonia dan meningitis terhadap gangguan
tumbuh kembang?
Bronkopneumonia dan meningitis yang diderita bayi dapat meningkatkan resiko
gangguan tumbuh kembang bayi itu sendiri.
Perjalanan penyakit :
Riwayat infeksi mencetuskan KPD pada ibu fariz → peningkatan MMP dan
penurunan TIMPs→bayi menelan air ketuban yang terinfeksi bakteri → distress
pada bayi → bayi melepaskan meconium → cairan ketuban bayi hijau dan kental
→ bakteri terdapat di epitel nasofaring → masuk ke saluran nafas dan darah →
hiperekskresi dan mucus dan edem parenkim, pada darah masuk ke mukosa lalu
ke csf setelah itu ke subarachnoid sehingga terjadi hiperemi dan edem otak →
terjadi Hipoksia Iskemik Enchephalopaty dan cerebral hipoksia → kerusakan sel
neuron pada otak → gangguan maturasi SSP dan lesi UMN → sehingga terjadi
gangguan tumbuh kembang
3. Pemeriksaan Fisik :
Berat badan 6,4 kg, panjang badan 70 cm, lingkaran kepala 38 cm
Tidak ada gambaran dismorfik, anak sadar, kontak mata bak, mau melihat tapi
tidak mau tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya
dengan keras. Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol.
15
![Page 16: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/16.jpg)
Pada posisi di tengkurapkan dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa
detik. Refleks Moro dan refleks menggenggam masih ditemukan. Kekuatan kedua
lengan dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk di ketuk, refleks
tendon meningkat, refleks Babinsky (+). Tidak ada kelainan anatomi pada kedua
tungkai dan kaki.
Ketika anak di angkat dalam posis horizontal ke 4 ekstremitas terlihat kaku, pada
posisi vertical kedua tungkai menyilang
Pada pemeriksaan KPSP usia 9 bulan anak tidak bisa melakukan semua kegiatan.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan berat badan 6,4
kg, panjang badan 70 cm, lingkaran kepala 38 cm?
Tabel 5 : Berat badan terhadap Usia
Table 6 : Panjang Badan Terhadap Usia
16
![Page 17: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/17.jpg)
Table 7 : Berat Badan Terhadap Panjang Badan
Tabel 8 : Lingkar Kepala Terhadap Usia
17
![Page 18: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/18.jpg)
Table 9 : Interpretasi Grow Chart Z - Score
Interpretasi kasus : BB = 6,4 kg , PB = 70cm , LK = 38 cm
18
![Page 19: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/19.jpg)
1) BB / U : < -3SD = Severely underweight
- BB rendah / Sangat kurus (Normal usia 10 bulan: 9,3 kg)
- Penyebab: belum bisa menegakkan kepala sehingga sulit untuk dilakukannya MP-
ASI
- Mekanisme:
Riwayat Infeksi pada ibu KPD Infeksi pada anak (Bronkopneumonia dan
Meningitis) terjadi kerusakan pada sel neuron otak (terutama fungsi motorik)
bayi belum bisa tengkurap sulit menegakkan kepala untuk makan Malnutrisi
2) TB / U : 0 dan -2SD = normal
- PB Normal (usia 10bulan 70cm)
3) BB/TB : < - 3 SD = Severe malnutrisi / gizi buruk
4) LK : < - 3SD = Mikrosefali
- (Lingkar kepala normal usia 10 bulan 42 -48,5 cm)
- Penyebab:
Atrofipadaotak, giziberkurang, danadanyariwayatinfeksipadasaat intrauterine
- Mekanisme:
Riwayat Infeksi pada ibu KPD Infeksi pada anak (Bronkopneumonia
dan Meningitis) terjadi kerusakan pada sel neuron otak (terutama fungsi
motorik) Atrofi pada otak kepala jadi lebih kecil (mikrosefali)
Akibat dari hanya minum susu formula (akibat belum bisa makan bubur)
kekurangan gizi pada anak pertumbuhan otak jadi menurun
mikrosefali
b. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan tidak ada
gambaran dismorfik, anak sadar, kontak mata baik, mau melihat tapi tidak mau
tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras. Tidak
terdapat gerakan yang tidak terkontrol?
Tabel 10 : Interpretasi Pemeriksaan Fisik
Gambaran dismorfik - - Normal, Bukan sindrom
19
![Page 20: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/20.jpg)
Down.
Sadar, kontak mata baik, mau
melihat tapi tidak mau
tersenyum kepada pemeriksa
- +
Melihat dan
tersenyum
Interaksi sosial kurang baik
karena kurang peduli
keadaan sekitar akibat
gangguan pada lobus
frontalis (fungsi eksekutif)
Menoleh ketika dipanggil
namanya
Menoleh saat
dipanggil
dengan keras
Menoleh
ketika
dipanggil
Normal
Gerakan tidak terkontrol - - (pada usia 4
bulan harus
sudah
menghilang)
Normal
Jika + Gangguan Uper
Motor Neuron,
keterlambatan motorik
halus, CP diskinetik
c. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan pada posisi di
tengkurapkan dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik. Refleks Moro
dan refleks menggenggam masih ditemukan. Kekuatan kedua lengan dan tungkai 3,
lengan dan tungkai kaku dan susah untuk di ketuk, refleks tendon meningkat, refleks
Babinsky (+). Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan kaki?
i. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik
normalnya bayi mulai bisa mengangkat kepala dan menahannya beberapa
detik sejak usia 3 bulan (gerakan motorik kasar bayi pada usia 3 bulan), hal ini
menandakan adanya keterlambatan perkembangan motorik yang dapat
diakibatkan oleh palsi serebral.
ii. Refleks Moro dan refleks menggenggam (+) menandakan bahwa refleks
primitif belum hilang, yang normalnya refleks primitif akan hilang pada usia 6
bulan. Hal ini menandakan bahwa perkembangan otak terhambat sehingga
refleks primitif masih ada.
iii. Kekuatan kedua lengan dan tungkai 3 anak dapat melawan gravitasi namun
tidak dapat mengatasi tahanan (resistansi). Hal ini dapat diakibatkan oleh palsi
serebral.
Kekuatan otot :
20
![Page 21: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/21.jpg)
0 = tidak terdeteksi adanya gerakan
1 = pergerakan lemah dan singkat atau tidak ada gerakan.
2 = pergerakan sendi mungkin bila eliminasi gravitasi
3 = dapat kontraksi otot melawan gravitasi tapi tanpa resistansi
4 = dapat melawan gravitasi dan mampu mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan
5 = tidak ada kelumpuhan/ normal
iv. Lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekuk, refleks tendon meningkat
menandakan adanya lesi pada Upper Motor Neuron dan merupakan tanda
dari palsi serebral tipe spastic.
v. Refleks Babinski (+) normal, refleks Babinski pada anak akan hilang pada
usia 18 bulan.
vi. Tidak ada kelainan anatomi pada tungkai dan kaki normal, menyingkirkan
adanya gangguan otot dan tulang
Mekanisme
Refleks Moro hilang pada usia 6 bulan
Refleks menggenggam hilang pada usia 3-4 bulan
Bila pada usia 10 bulan, refleks-refleks tersebut belum hilang berarti terdapat
gangguan perkembangan motorik pada bayi.
Akibat adanya:
1) Riwayat asfiksia neonatal dapat mengakibatkan terjadinya Hipoksia
Iskemik Encephalopaty yang membuat terjadinya Kerusakan pada sel
neuron motorik di otak.
2) Riwayat meningitis mengakibatkan terjadinya peradangan pada ruang sub
arachnoid (lapisan meningen) sehingga terjadi hiperemi dan edema pada
otak, hal ini menimbulkan peningkatan pada TIK yang berdampak pada
penurunan aliran darah otak sehingga terjadilah cerebral hipoksia yang
mengakibatkan pula kerusakan sel neuron motorik di otak.
Kerusakan sel neuron motorik di otak mengakibatakn Terdapat defek
neurologis, yaitu terhambatnya maturasi SSP, karena saat maturasi SSP
terjadi, korteks akan menghambat subkorteks untuk menimbulkan refleks
primitif sehingga gerakan akan digantikan dengan gerakan yang lebih
terarah.
21
![Page 22: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/22.jpg)
Gambar 2: Letak Lesi Pada Otak Dan Tipe Cerebral Palsy
22
![Page 23: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/23.jpg)
d. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan ketika anak di
angkat dalam posis horizontal ke 4 ekstremitas terlihat kaku, pada posisi vertical
kedua tungkai menyilang?
Lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekuk, refleks tendon meningkat: karena
terjadi spasticity. Pada serebral palsy, pasien mengalami atrofi serebri yang
berdasarkan pemeriksaan kemampuan fungsional anak, mengenai pada sebagian
korteks serebri, traktus ekstrapiramidalis dan traktus kortikospinal yang menyebabkan
gangguan gross motor, fine motor, bicara dan kognisi. Pada cerebral palsy terjadi
kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan terganggunya fungsi gerak yang
normal. Pada kerusakan korteks serebri terjadi kontraksi otot yang terus menerus
dimana disebabkan oleh karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung
refleks.
e. Bagaimana cara pemeriksaan KPSP serta interpretasi dan mekanisme abnormal dari
pemeriksaan pada pemeriksaan KPSP usia 9 bulan anak tidak bisa melakukan semua
kegiatan?
Formulir KPSP adalah alat/instrumen yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.
23
![Page 24: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/24.jpg)
- KPSP usia: 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72 bulan
Bila anak berusia diantaranya maka KPSP yang digunakan adalah yang lebih kecil
dari usia anak.
- Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan.
Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan
Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari dibulatkan menjadi 4 bulan bila umur bayi 3
bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan.
- Setelah menentukan umur anak pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.
- KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu :
• Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak. Contoh : “dapatkah bayi
makan kue sendiri?”
• Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas
yang tertulis pada KPSP. Contoh : “pada posisi bayi anda terlentang, tariklah
bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk”
- Baca dulu dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas atau ragu-
ragu tanyakan lebih lanjut agar mengerti sebelum melaksanakan.
- Pertanyaan dijawab berurutan satu persatu.
- Setiap pertanyaan hanya mempunyai satu jawaban YA atau TIDAK.
- Teliti kembali semua pertanyaan dan jawaban.
Interpretasi Hasil KPSP
- Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang-kadang)
- Hitung jawaban Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah)
- Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan
perkembangan (S)
- Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M)
- Bila jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P).
- Rincilah jawaban TIDAK pada nomer berapa saja.
Untuk Anak dengan Perkembangan SESUAI (S)
- Orangtua/pengasuh anak sudah mengasuh anak dengan baik.
- Pola asuh anak selanjutnya terus lakukan sesuai dengan bagan stimulasi sesuaikan
dengan umur dan kesiapan anak.
24
![Page 25: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/25.jpg)
- Keterlibatan orangtua sangat baik dalam tiap kesempatan stimulasi. Tidak usah
mengambil momen khusus. Laksanakan stimulasi sebagai kegiatan sehari-hari
yang terarah.
- Ikutkan anak setiap ada kegiatan Posyandu.
Untuk Anak dengan Perkembangan MERAGUKAN (M)
- Konsultasikan nomer jawaban tidak, mintalah jenis stimulasi apa yang diberikan
lebih sering .
- Lakukan stimulasi intensif selama 2 minggu untuk mengejar ketertinggalan anak.
- Bila anak sakit lakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter/dokter anak.
Tanyakan adakah penyakit pada anak tersebut yang menghambat
perkembangannya.
- Lakukan KPSP ulang setelah 2 minggu menggunakan daftar KPSP yang sama
pada saat anak pertama dinilai.
- Bila usia anak sudah berpindah golongan dan KPSP yang pertama sudah bisa
semua dilakukan. Lakukan lagi untuk KPSP yang sesuai umur anak.
Misalnya umur anak sekarang adalah 8 bulan 2 minggu, dan ia hanya bisa 7-8 YA.
Lakukan stimulasi selama 2 minggu. Pada saat menilai KPSP kembali gunakan
dulu KPSP 6 bulan. Bila semua bisa, karena anak sudah berusia 9 bulan, bisa
dilaksanakan KPSP 9 bulan.
- Lakukan skrining rutin, pastikan anak tidak mengalami ketertinggalan lagi.
- Bila setelah 2 minggu intensif stimulasi, jawaban masih (M) = 7-8 jawaban YA.
Konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau ke rumah sakit dengan fasilitas
klinik tumbuh kembang.
Untuk Anak dengan kemungkinan ada penyimpangan (P)
Buatlah rujukan ke RS dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan
perkembangan.
Interpretasi: terdapat penyimpangan perkembangan anak.
Mekanisme abnormal:
Bronkopneumoni penyebaran infeksi lewat hematogen Meningitis Neutrofil
memanggil banyak sitokin permeabilitas pembuluh darah meningkat cairan
keluar ke jaringan kompresi pembilih darah blood flow kurang hipoksia
25
![Page 26: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/26.jpg)
serebri iskemik serebri Reactive oxygen species, Reactive nitrogen species,
nekrosis serebri kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll) perlambatan proses
mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area presentralis (korteks motorik)) dan
traktus piramidalis) hilangnya inhibisi sentral desendens pada sel-sel fusimotor
(neuron motor ɤ) yang mempersarafi spindel otot dan perlambatan maturasi area
motorik serta gangguan implus di area motorik Spastisitas dan perlambatan
perkembangan respon postural gangguan perkembangan motorik halus dan kasar,
gangguan bahasa, dll Cerebral Palsy (CP)
1) Pada posisi bayi telentang, pegang kedua tangannya lalu tarik perlahan-lahan ke
posisi duduk. Dapatkah bayi mempertahankan lehernya secara kaku seperti
gambar di sebelah kiri ? Jawab TIDAK bila kepala bayi jatuh kembali seperti
gambar sebelah kanan.
Gambar 3 : Tes KPSP
2) Pernahkah anda melihat bayi memindahkan mainan atau kue kering dari satu
tangan ke tangan yang lain? Benda-benda panjang seperti sendok atau kerincingan
bertangkai tidak ikut dinilai.
3) Tarik perhatian bayi dengan memperlihatkan selendang, sapu tangan atau serbet,
kemudian jatuhkan ke lantai. Apakah bayi mencoba mencarinya? Misalnya
mencari di bawah meja atau di belakang kursi?
4) Apakah bayi dapat memungut dua benda seperti mainan/kue kering, dan masing-
masing tangan memegang satu benda pada saat yang sama? Jawab TIDAK bila
bayi tidak pernah melakukan perbuatan ini.
5) Jika anda mengangkat bayi melalui ketiaknya ke posisi berdiri, dapatkah ia
menyangga sebagian berat badan dengan kedua kakinya? Jawab YA bila ia
mencoba berdiri dan sebagian berat badan tertumpu pada kedua kakinya.
6) Dapatkah bayi memungut dengan tangannya benda-benda kecil seperti kismis,
kacang?kacangan, potongan biskuit, dengan gerakan miring atau menggerapai
26
![Page 27: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/27.jpg)
seperti gambar ?
Gambar 4 : Tes meraih benda
7) Tanpa disangga oleh bantal, kursi atau dinding, dapatkah bayi duduk sendiri
selama 60 detik?
Gambar 5 : Tes duduk tanpa disangga
8) Apakah bayi dapat makan kue kering sendiri?
9) Pada waktu bayi bermain sendiri dan anda diam-diam datang berdiri di
belakangnya, apakah ia menengok ke belakang seperti mendengar kedatangan
anda? Suara keras tidak ikut dihitung. Jawab YA hanya jika anda melihat
reaksinya terhadap suara yang perlahan atau bisikan.
10) Letakkan suatu mainan yang dinginkannya di luar jangkauan bayi, apakah ia
mencoba mendapatkannya dengan mengulurkan lengan atau badannya?
f. Apa saja refleks-refleks primitive dan refleks patologis pada bayi?
1) Refleks palmar grasp
Refleks dianggap positif bila terjadi fleksi jari-jari tangan membentuk genggaman
ketika tangan bayi diberikan rangsang benda atau jari pemeriksa, hilang pada usia
6 bulan.
2) Refleks plantar grasp
Refleks dianggap positif bila terjadi fleksi jari kaki ketika benda atau jari
pemeriksa menyentuh telapak kaki dekat jari bayi, hilang pada usia 15 bulan.
3) Refleks Gallant
Refleks dianggap positif bila terjadi pembengkokan trunkus, di mana bagian yang
distimulasi (bagian punggung bayi digores ke bawah) melengkung ke dalam,
hilang pada usia 4 bulan.
4) Refleks asymmetrical tonic neck
27
![Page 28: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/28.jpg)
Refleks dianggap positif bila terjadi ekstensi ekstremitas pada sisi muka dan fleksi
ekstremitas pada sisi belakang kepala ketika kepala bayi diputar ke samping dan
ditahan, hilang pada usia 3 bulan.
5) Refleks Moro
Refleks dianggap positif bila terjadi abduksi diikuti fleksi ekstremitas atas (seperti
gerakan memeluk) ketika bayi diberi rangsangan seperti dijatuhkan mendadak,
hilang pada usia 6 bulan.
6) Refleks Babinski
Reaksi dianggap positif bila terjadi dorsofleksi jari I diikuti gerakan saling
menjauh (fanning) jari lainnya ketika diberikan goresan pada sisi lateral telapak
kaki dari tumit hingga metatarsal jari lima, hilang pada usia 18 bulan.
Refleks patologis pada bayi:
1) Refleks Hoffmann
Refleks dianggap positif bila terjadi fleksi phalanx terminal jempol ketika jari
manis disentil.
2) Tanda Gordon
Dicetuskan dengan memencet otot betis, positif bila terjadi refleks seperti pada
refleks Babinski.
3) Tanda Oppenheim
Dicetuskan dengan menggores bagian medial tibia ke bawah, positif bila terjadi
refleks seperti pada refleks Babinski.
4) Tanda Schaeffer
Dicetuskan dengan memencet tendon achilles, positif bila terjadi refleks seperti
pada refleks Babinski.
5) Tanda Gonda
Dicetuskan dengan memfleksikan jari kaki IV dan kemudian mendadak dilepas,
positif bila terjadi refleks seperti pada refleks Babinski.
28
![Page 29: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/29.jpg)
IV. Analisa Aspek Klinis
a. Bagaimana penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang?
Anamnesis
Riwayat Kehamilan
- Status obstetrik
- Penyakit yang diderita saat hamil (plasenta previa, solution plasenta,
preeklampsia, infeksi, toksemia gravidarum, infeksi TORCH, paparan radiasi)
- Asupan gizi saat hamil
- Pengobatan yang pernah diterima saat hamil
Riwayat Perinatal
- Spontan atau sectio caesarea
- APGAR score
- Riwayat asfiksia
- Berat badan lahir
- Usia kehamilan
- Riwayat trauma, ikterus, kejang
Riwayat Posnatal
- Trauma
- Infeksi
- Perdarahan intrakranial
- Riwayat koagulopati
Riwayat Tumbuh Kembang
- Growth Chart
- KPSP
- Asupan gizi
29
![Page 30: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/30.jpg)
Cerebral Palsy sangat sulit didiagnosis semasa balita, dan gejala-gejala spesifik belum
bisa dipastikan sebelum usia 2 tahun. Anak-anak dengan risiko tinggi (pernah
asfiksia, stroke, ikterus, meningitis, kejang) harus di follow up dengan ketat.
Pemeriksaan Fisik
1. Growth Chart
Meliputi pemeriksaan tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala.
Kuisioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
Pemeriksaan refleks tendon
Pemeriksaan refleks primitif menetap
Meliputi pemeriksaan refleks moro, refleks genggam, refleks babinski,
asimetric tonic neck reflex.
Kontraktur pada persendian
- Lengan dalam aduksi, fleksi sendi siku, pergelangan tangan dalam
pronasi, jari-jari dalam fleksi, posisi jari melintang di telapak tangan.
- Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi sendi paha dan lutut, kaki dalam
fleksi plantar, telapak kaki berputar ke dalam.
Gangguan postural
2. Growth delay
Pemeriksaan mata dan telinga
Pada anak penderita cerebral palsy juga sering terdapat gangguan
penglihatan berupa strabismus konvergen, kelainan refraksi, dan katarak
serta gangguan pendengaran.
Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG)
EEG dapat dilakukan dari usia bayi sampai dewasa. Merupakan salah satu
pemeriksaan penting pada pasien dengan kelainan susunan saraf pusat. Alat ini
bekerja dengan prinsip mencatat aktivitas elektrik di dalam otak, terutama pada
bagian korteks (lapisan luar otak yang tebal). Dengan pemeriksaan ini, aktifitas sel-sel
saraf otak di korteks yang fungsinya untuk kegiatan sehari-hari, seperti tidur, istirahat
30
![Page 31: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/31.jpg)
dan lain-lain, dapat direkam. Pada infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis,
ensefalitis, pemeriksaan EEG perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan, misalnya
terjadi kejang yang tersembunyi atau adanya bagian otak yang terganggu.
2. Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)
Alat ini sangat berguna untuk membuktikan dugaan adanya kerusakan pada otot atau
syaraf. NCV digunakan terlebih dahulu sebelum EMG, dan digunakan untuk
mengukur kecepatan saat dimana saraf–saraf mentransmisikan sinyal.
Selama pemeriksaan NCV, elektroda ditempelkan pada kulit yang dilalui syaraf yang
spesifik untuk suatu otot atau sekelompok otot. Prinsip kerja NCV adalah
memberikan stimulus elektrik yang dihantarkan melalui elektrode, kemudian respon
dari otot dideteksi, diolah dan ditampilkan. Kekuatan dari sinyal yang diberikan juga
dihitung. Kondisi neurologis dapat menyebabkan NCV melambat atau menjadi lebih
lambat pada salah satu sisi tubuh.
EMG mengukur impulse dari saraf dalam otot. Elektrode kecil diletakkan dalam otot
pada lengan dan kaki dan respon elektronik diamati dengan menggunakan suatu alat
yang menampilkan gerakan suatu arus listrik (oscilloscope). Alat ini mendeteksi
bagaimana otot bekerja.
3. Tes Laboratorium
a. Analisis kromosom
Analisis kromosom dapat menunjukkan identifikasi suatu anomaly genetik
(contohnya Down’s Syndrome) ketika anomali tersebut muncul pada sistem organ.
b. Tes fungsi tiroid
Tes fungsi tiroid dapat menunjukkan kadar hormon tiroid yang rendah yang dapat
menyebabkan beberapa cacat bawaan dan retardasi mental berat.
c. Tes kadar ammonia dalam darah
Kadar ammonia yang tinggi di dalam darah (hyperammonemia) bersifat toksik
terhadap sistem saraf pusat (seperti otak dan sumsum tulang belakang). Defisiensi
beberapa enzim menyebabkan kerusakan asam amino yang menimbulkan
hyperammonemia. Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan liver atau kelainan
metabolisme bawaan.
4. Imaging test
31
![Page 32: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/32.jpg)
Tes gambar sangat membantu dalam mendiagnosa hidrosefalus abnormalitas
struktural dan tumor. Informasi yang diberikan dapat membantu dokter memeriksa
prognosis jangka panjang seorang anak.
a. Magnetic Resonance Imaging atau MRI
MRI menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menciptakan
gambar dari struktur internal otak. Studi ini dilakukan pada anak–anak yang lebih
tua. MRI dapat mendefinisikan abnormalitas dari white matter dan korteks
motorik lebih jelas daripada metode–metode lainnya.
b. CT scan
Teknik ini merupakan gabungan sinar X dan teknologi komputer, menghasilkan
suatu gambar yang memperlihatkan setiap bagian tubuh secara terinci termasuk
tulang, otot, lemak dan organ-organ tubuh. Suatu computed tomography scan dapat
menunjukkan malformasi bawaan, hemorrhage dan PVL pada bayi.
c. Ultrasound
Ultrasound menggunakan echo dari gelombang suara yang dipantulkan ke dalam
tubuh untuk membentuk suatu gambar yang disebut sonogram. Alat ini seringkali
digunakan pada bayi sebelum tulang tengkorak mengalami pengerasan dan
menutup untuk mendeteksi kista dan struktur otak yang abnormal. (Anonim, 2004)
b. Apa diagnosis banding?
a. Mental subnormal
Sukar membedakan CP yang disertai retardasi mental dengan anak yang hanya
menderita retardasi mental. Kedua keadaan ini pada umumnya saling menyertai.
Oleh karena itu kalau ditemukan anak dengan retardasi mental, maka harus dicari
tanda–tanda CP, demikian pula sebaliknya.(Soetjiningsih, 1995)
b. Retardasi motorik terbatas
Sukar untuk membedakan CP tipe diplegia yang ringan, dengan kelainan motorik
terbatas pada tungkai bawah.(Soetjiningsih, 1995)
c. Tahanan volunter terhadap gerakan pasif
Anak mungkin didiagnosis sebagai tipe spastik, padahal sebenarnya hanya
menunjukkan adanya tahanan terhadap gerakan pasif, biasanya pada abduksi paha.
(Soetjiningsih, 1995)
d. Penyakit–penyakit degeratif pada susunan saraf
32
![Page 33: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/33.jpg)
Penyakit–penyakit seperti lipoidosis, leukoensefalopati, penyakit Schilder
(ensefalitis periaksialis) dan multiple sklerosis sering dikelirukan dengan CP
dengan penyebab pranatal. Toksoplasmosis dapat meyebabkan kejang–kejang atau
spastisitas, sehingga sering mengaburkan penyebab utamanya. Phenyl ketonuria,
walaupun jarang juga dapat menyebabkan spastisitas. (Soetjiningsih, 1995)
e. Kelainan pada medula spinalis
Kelainan disini adalah diastematomieli, siringomieli dan disrafisme spinal.
Diastematomieli adalah kelainan kongenital pada medula spinalis yang
menyebabkan paresis progresif pada tungkai bawah. Siringomieli terjadi pada
anak yang agak besar, yang ditandi dengan adanya atrofi otot, arthropati,
kelemahan atau spastisitas dan terdapat gangguan pada rasa sakit.
Kelainan kongenital lain adalah tidak terbentuknya tulak sakrum, menyebabkan
kelemahan pada kaki dan disertai gangguan kontrol spingter. Spastis diplegia atau
monoplegia adalah sangat jarang, oleh karena itu harus dicari gejala–gejala lain
pada ekstremitas atas. (Soetjiningsih, 1995)
c. Apa diagnosis kerja dan definisi?
Fariz, laki-laki, 10 bulan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
(motorik kasar, motorik halus, komunikasi dan sosial) et causa palsi serebral
kuadriplegia spastik disertai gizi buruk dan mikrosefali.
Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif,
karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel motorik di susunan saraf pusat yang
sedang tumbuh/belum selesai tumbuh. Kerusakan tidak hanya terjadi pada korteks
serebri, tetapi juga dapat mengenai ganglia basalis, pons, pusat-pusat pada bagian
subkortikal otak tengah (midbrain), atau serebelum.
d. Bagaimana epidemiologi?
Cerebral Palsy Merupakan kelainan motorik yang banyak ditemukan pada anak,
Angka kejadian 1-5 per 1000 anak. Laki-laki lebih sering dari pada wanita,Sering
terdapat pada anak pertama, karena pada anak pertama cenderung mengalami
kesulitan saat persalinan. Angka kejadian lebih tinggi pada bayi BBLR, anak
kembar, ibu diatas usia 40 th, dan ibu multipara.
mengalami kesulitan saat persalinan
33
![Page 34: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/34.jpg)
e. Apa etiologi dan faktor resiko?
Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian :
1) Pranatal
a) Infeksi intrauterin TORCH, sifilis, rubella, toksoplasmosis,
dansitomegalovirus
b) Radiasi
c) Asfiksia intrauterin
(abrupsio plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilicus,
perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain-lain)
d) Toksemia gravidarum
e) DIC
2) Perinatal
a) Anoksia/hipoksia
Merupakan kejadian tersering hal ini menyebabkan brain injury faktor
penyebab tersering adalah partus lama, kelahiran menggunakan alat bantu,
disproporsi sefalopelvik, presentasi bayi abnormal, SC.
b) Perdarahan otak
c) Korioamnionitis
d) BBLR
e) Prematuritas
f) Ikterus
g) Meningitis
3) Postnatal
a) Trauma kepala
b) Infeksi (meningitis, ensefalitis, yang terjadi pada 6 bulan awal
kehidupan)
c) Hipoksik-iskemik (pada aspirasi mekonium), HIE (hipoksik-iskemik
ensefalopati)
d) Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan
e) Racun : logam berat
34
![Page 35: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/35.jpg)
f) Luka Parut pada otak pasca bedah
Faktor resiko cerebral palsy :
Bagan 1 : Faktor – factor risiko Cerebral Palsy
f. Bagaimana manifestasi klinis?
Tanda awal palsi serebral, biasanya terlihat pada usia kurang dari tiga tahun. Orang
tua mulai mencurigai ketika fungsi motorik anak tidak normal. Bayi dengan palsi
serebral sering mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya pada usia enam
bulan belum bisa tengkurap.
Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus otot/hipotonia
membuat bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy. Peningkatan tonus
otot/hipertonia membuat bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus, bayi pada periode
awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang menjadi hipertonia setelah dua
sampai tiga bulan pertama. Anak-anak palsi serebral dapat pula menunjukan postur
abnormal pada satu sisi tubuh. Kesulitan makan, mengiler berlebihan, gagal tumbuh,
refleks primitif menetap dan refleks postural terlambat.
35
![Page 36: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/36.jpg)
g. Bagaimana patofisiologi?
Pathogenesis Cerebral Palsy
Bronkopneumoni penyebaran infeksi lewat hematogen Meningitis Neutrofil
memanggil banyak sitokin permeabilitas pembuluh darah meningkat cairan
keluar ke jaringan kompresi pembilih darah blood flow kurang hipoksia
serebri iskemik serebri Reactive oxygen species, Reactive nitrogen species,
nekrosis serebri kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll) perlambatan proses
mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area presentralis (korteks motorik)) dan
traktus piramidalis) hilangnya inhibisi sentral desendens pada sel-sel fusimotor
(neuron motor ɤ) yang mempersarafi spindel otot dan perlambatan maturasi area
motorik serta gangguan implus di area motorik Spastisitas dan perlambatan
perkembangan respon postural gangguan perkembangan motorik halus dan kasar,
gangguan bahasa, dll Cerebral Palsy (CP)
36
![Page 37: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/37.jpg)
Patofisiologi
37
Riwayat infeksi pada ibu fariz
ANC <4x
Ibu usia 36 tahun
BBLR Peningkatan MMP dan Penurunan TIMPs
KPD
Bayi menelan air ketuban yg terinfeksi bakteri
Distress pada bayi
Cairan ketuban hijau dan kental
Bayi melepaskan mekonium
Bakteri terdapat di epitel nasofaring
Masuk ke sal. Nafas (parenkim paru)
Hipersekresi mucus dan edem parenkim paru
Kolaps alveolus
Sesak nafas
Asfiksia neonatal
HIE
Masuk ke darah
Menembus mukosa lalu ke CSF (replikasi)
Masuk ke ruang subarachnoid
Hiperemi dan edema otak
Peningkatan TIK
Penurunan aliran darah ke otak
Cerebral Hipoksia
Kerusakan sel neuron di otak
Gangguan maturasi SSP Lesi pada UMN
Cerebral palsy tipe spastic quadriplegia
Belum bisa tengkurap (gross motor)
Belum bisa mengoceh (communication)
Belum bisa meraih benda (fine motor)
Belum bisa makan biscuit sendiri (personal social)
Gangguan perkembangan (Global Developmental delayed)
Malnutrisi
BB/U menurun (underweight)
BB/TB menurun (gizi buruk)
HC menurun (mikrosefali)
Refleks primitif masih tetap ada
![Page 38: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/38.jpg)
h. SKDI ?
2
Lulusan dokter mampu membuat diagnose klinik penyakit dan mengetahui cara yang
paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penykit tersebut,
selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
i. Bagaimana tatalaksana?
Tujuan tatalaksana bukan membuat anak seperti anak normal lainnya. tetapi
mengembangkan sisa kemampuan yang ada pada anak tersebut seoptimal
mungkin, sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktifitas sehari-hari
tanpa bantuan atau dengan sedikit bantuan.
Penatalaksanaan palsi serebralis dibagi menjadi 2 aspek
ASPEK MEDIS
Aspek medis umum
Gizi
Usia 9 bulan panjang badan 73cm BB sekarang : 6,4 kg BB ideal 8,5 kg
Kebutuhan kalori Indra per hari = 120 kkal/kg BB x 8,5 kg = 1.020 kkal
Target BB antara ditetapkan 7 kg
Table 11 : Kebutuhan Energi Kkal Perhari Berdasarkan Usia 6 – 23 Bulan
Usia (bulan)
Energi yang dibutuhkan sebagai tambahan ASI
Tekstur Frekuensi Jumlah rata-rata makanan yang biasanya dimakan per kali
6-8 200 kkal per hari
Mulai dengan bubur kental, makanan yang dihaluskanLanjutkan dengan makanan keluarga yang dihaluskan
2-3 kali perhari
Tergantung nafsu makan anak, dapat diberikan 1-2 kali snack
Mulai dengan 2-3 sendok makan per makan, tingkatkan bertahap, maksimal waktu makan ½ jam
9-11 300 kkal per hari
Makanan yang dicincang halus atau dihaluskan, dan makanan yang dapat diambil sendiri oleh bayi
3-4 kali per hari
Tergantung nafsu makan anak, dapat diberikan 1-2 kali snack
Makanan ditingkatkan bertahap sesuai dengan kemampuan bayi.Waktu makan maksimal ½ jam.
12-23 550 kkal per hari
Makanan keluarga, dicincang atau dihaluskan bila perlu
3-4 kali per hari
Tergantung nafsu makan anak, dapat diberikan 1-2 kali snack
Makanan ditingkatkan bertahap sesuai dengan kemampuan bayi. Waktu makan maksimal ½ jam
38
![Page 39: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/39.jpg)
Kebutuhan kalori (RDA) untuk BB antara = 120 kkal/kgBB x 7 kg = 840
kkal Mulai dengan MP-ASI lumat, misal bubur susu, diberikan secara
bertahap mulai 2-3 sendok makan per kali makan target setengah gelas
(125 mL) 1-2 kali per hari
Bila MP ASI 3 x 1/2 porsi = 240 kalori (1 sachet @40 g = 160 kalori)
Kalori dari susu formula 600 kkal = 900 mL → 6 x 150 mL
Bila MP ASI 2 x 1 porsi bubur susu = 320 kalori
Kalori dari susu formula 520 kkal = 820 mL → 6 x 136 mL
Selanjutnya, dilakukan evaluasi dan pemantauan. Bila BB sudah mencapai
7 kg, diet dinaikkan untuk mencapai BB target 8,5 kg.
Kebutuhan kalori (RDA) untuk BB 8,5 kg = 120 kkal/kgBB x 8,5 kg =
1020kkal
MP ASI 3 x 1 porsi bubur susu (480 kkal) ditambah 1 kali pisang (40
kkal) = 520 kkal
Kalori dari susu formula 500 kkal = 750 mL → 5 x 150 mL
Karena belum bias menelan di berikan bias lewat NGT
Terapi dengan obat-obatan
Sesuai kebutuhan anak (tergantung gejala), seperti obat-obatan untuk
relaksasi otot (untuk spastisitas bisa diberikan baclofen dan diazepam; bila
gejala berupa rigiditas bisa diberikan levodopa; Botolinum toxin (Botox)
intramuskuler bisa mengurangi spastisitas untuk 3-6 bulan. Hal ini akan
meningkatkan luas gerak sendi (ROM), menurunkan deformitas,
meningkatkan respon terhadap fisioterapi dan okupasional terapi dan
mengurangi tindakan operasi untuk spastisitas.), anti kejang, athetosis,
ataksia, psikotropik, dan lain-lain.
Skeletal muscle relaxant
Baclofen merupakan analog GABA yang menginhibisi influks Ca ke terminal
presinaptik dan mensupresi neurotransmitter eksitasi
Piracetam 120 mg / kgBB
10-15 mg/hari PO dinaikkan 5 mg/hari. Tidak > 60 mg/hari
39
![Page 40: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/40.jpg)
Dantrolene 0,5 mg/kg PO , dimulai dari 25 mg/hari, dapat dinaikkan sampai
40 mg/hari
Benzodiazepine untuk memicu relaksasi otot, tidak direkomendasikan
untuk > 6 bln, diazepam 0,8-0,12 mg/kg PO
Dosis 12 U/kg, max 400U, masing-masing otot kecil menerima 1-2 U/kg dan
otot besar 4-6 U/kg, injeksi, Usia > 12 tahun: 1,25-2,5 ml (0,05-0,1 ml tiap 3-4
bulan)Apabila belum berhasil dosis berikutnya dinaikkan 2 x/tidak lebih 25 ml
perkali atau 200 ml perbulan
terapi melalui pemebedahan ortopedi
banyak hal yang dapat dibantu dengan tindakan ortopedi, misalnya tendon
yang memendek akibat kekakuan/spastisistas otot, rasa sakit yang terlalu
menggangu dan lain-lain yang dengan fisioterapi tidak berhasil. tujuan
tindakan ini adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat
atau untuk transfer dari fungsi.
fisioterapi
- teknik tradisional
latihan luas gerak sendi, “streching”, latihan penguatan dan
peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri, latihan
pindah, latihan jalan,. contohnya teknik dari deaver.
- “motor function training” dengan menggunakan sistemkhusus, yang
umumnya dikelompokkan sebagai neuromuskular facilitation
excercises. dimana digunakan pengetahuan neurofisiologidan
neuropatologi dari refleks didalam latihan, untuk mencapai suatu
postur dan gerak yang dikehendaki. Secara umum konsep latihan ini
berdasarkan prinsip bahwa dengan beberapa bentuk stimulasi akan
ditimbulkan reaksi otot yang dikehendaki, yang kemudian bila
dilakuakn berulang-ulang akan berintergrasi ke dalam pola gerak
motorik yang bersangkutan.
terapi okupasi
terytama latihan untuk melakukan akvitas sehari-hari, evaluasi penggunaan
alat bantu, latihan keterampilan tangan dan aktivitas bimanual. latihan
40
![Page 41: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/41.jpg)
bimanual ini dimaksudkan agar menghasilkan pola dominan pada salah
satu sisi hemisfer otak.
ortotik
dengan menggunakan brace dan bidai, tongkat ketiak, tripod, walker, kursi
roda, dll.
terapi wicara
ASPEK NON MEDIS
a. pendidikan
memerlukan pendidikan khusus (sekolah luar biasa)
b. pekerjaan
pemeberian kesempatan kerja tetap diperlukan agar dapat meningkatkan
harga diri bagi penderita yang bersangkutan
c. masalah sosial
diperlukan pekerja sosiala untuk menyelesaikannya
d. lain-lain
rekreasi, olahraga, kesenian, dan aktivitas-aktivitas kemasyarakatan perlu
dilaksanakan oleh pederita ini.
KEP
Prinsip dasar penanganan 10 lanhkah utama (diutamakan penanganan
kegawatan)
- penanganan hipoglokemi, hipotermi, dan dehidrasi
- koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
- pengobatan infeksi
- pemberian makanan
- fasilitas tumbuh kembang
- koreksi defisiensi nutrisi mikro
- melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
- penrencanaan tindak lanjut setelah sembuh
Mikrosefali
Dilakukan fisioterapi, speech therapy, dan sebagainya. Mikrosefali tidak dapat
diobati, sehingga pencegahan sangat penting. Pencegahan meliputi bimbingan
41
![Page 42: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/42.jpg)
dan penyuluhan genetika, pencegahan bahaya infeksi terutama selama
kehamilan, obat-obatan.
Pencegahan yang dapat dilakukan oleh ibu atau keluarga antara lain:
1) Hindari pernikahan pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun yang merupaka
faktor resiko bayi prematur dan hipoksia.
2) Sebelum mengandung, ibu harus menjaga kondisi tubuh dan mengelola
gangguan kesehatan dengan baik .
3) Saat ibu mengandung, ibu melakukan kontrol rutin dan melakukan
perawatan kesehatan dengan baik sesuai dengan anjuran dokter kandungan.
4) Mengontrol diabetes, anemia, hypertension, seizures, and nutritional
deficiencies selama mengandung dapat mencegah beberapa kelahiran
prematur yang dalam beberapa kasus dapat mengakibatkan CP.
5) Setelah bayi dilahirkan, orang tua mengurangi resiko untuk kerusakan otak
seperti tidak menggoncang-goncangkan bayi dan menjaga keamanan bayi saat
dalam kendaraan.
6) Selalu peduli/waspada dengan keadaan di rumah.
7) Memberikan imunisasi tepat waktu untuk melawan infeksi yang serius
j. Bagaimana prognosis?
Quo at vitam: Dubia
Quo at fungsionam: Dubia
k. Bagaimana komplikasi?
Problem pencernaan, misalnya muntah dan refluks (GERD). Dikarenakan ototnya
spastis termasuk klep di lambungnya. Akibatnya makanan yang masuk ke
lambung akan kembali lagi ke kerongkongan, lalu ke mulut, dan muntah.
Problem oromotor, saraf-saraf otak yang terganggu mempengaruhi saraf-saraf
oromotornya (saraf di sekitar mulut, pipi, dan rahang) sehingga anak akan sulit
menelan atau makan, mengiler, dan gangguan artikulasi
Mudah terjadi trauma, misalnya mudah jatuh saat berlari atau olahraga pada anak
dengan CP ringan
Problem pernapasan. Anak CP yang lebih sering pada posisi tidur akan sulit untuk
batuk atau mengeluarkan lendir. Manusia dapat batuk jika posisinya tegak (duduk
42
![Page 43: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/43.jpg)
atau berdiri). Pilek, batuk, dan demam pada anak CP sebaiknya ditangani segera
agar tidak berlanjut lebih parah dan beresiko terkena pneumonia (radang paru-
paru). Problem pernapasan ini bisa teratasi dengan rutin menjemur anak setiap
pagi, kamar tidurnya tidak boleh lembab, dan diinhalasi jika perlu.
Problem tulang dikarenakan kurang aktifitas dan kurang matahari. Misalnya
osteoporosis atau pengeroposan tulang dan nyeri tulang.
Problem kekakuan otot dan sendi, dapat menyebabkan gangguan tidur dan nyeri
Gangguan berkemih dan defekasi, dikarenakan otot kandung kemih yang kaku.
Pada kondisi berat perlu digunakan kateter.
Konstipasi dan sulit buang air besar , dapat menyebabkan gelisah dan sulit tidur.
Gangguan ini tergantung aktifitas anak. Jika anak pasif akan cenderung sulit untuk
mengedan.
43
![Page 44: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/44.jpg)
V. Learning Issue
Cerebral Palsy
A. Definisi dan Klasifikasi
Cerebral palsy didefinisikan sebagai suatu kelainan pada gerakan dan postur yang
bersifat menetap, disebabkan oleh kecacatan nonprogresif atau lesi yang terjadi pada otak
yang belum matur
Pada otak, terdapat 3 bagian berbeda yang bekerja bersama menjalankan dan mengontrol
kerja otot yang berpengaruh pada pergerakan dan postur tubuh. Bila terjadi kerusakan pada
bagian otak itulah yang membuat seseorang menderita CP. Bagian–bagian otak tersebut
adalah sebagai berikut :
Gambar 2 Bagian-Bagian Otak yang Mengalami Kelainan pada Beberapa Bentuk CP
Terdapat bermacam–macam klasifikasi CP, tergantung berdasarkan apa klasifikasi itu dibuat.
1. Berdasarkan gejala dan tanda neurologis
a. Spastik
− Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.
Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas atas.
− Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Hal ini
disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus kortikospinal bilateral atau
lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan sistem–sistem lain normal.
44
![Page 45: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/45.jpg)
− Hemiplegia
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya
menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang lengan pada salah satu sisi
tubuh.
− Triplegia
Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya menyerang
lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah salah satu sisi
tubuh.
− Quadriplegia
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga ekstremitas
bawah dan juga terjadi keterbatasan (paucity) pada tungkai.
b. Ataksia
Kondisi ini melibatkan cerebelum dan yang berhubungan dengannya. Pada CP tipe ini
terjadi abnormalitas bentuk postur tubuh dan / atau disertai dengan abnormalitas
gerakan. Otak mengalami kehilangan koordinasi muskular sehingga gerakan–gerakan
yang dihasilkanmengalami kekuatan, irama dan akurasi yang abnormal.
Gambar 3: Ilustrasi Cerebral palsy Spastik
c. Athetosis atau koreoathetosis
45
![Page 46: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/46.jpg)
Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang ditampakkan
adalah gerakan–gerakan yang involunter dengan ayunan yang melebar. Athetosis
terbagi menjadi :
− Distonik
Kondisi ini sangat jarang, sehingga penderita yang mengalami distonik dapat
mengalami misdiagnosis. Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan
oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah
proximal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang, terutama pada
leher dan kepala.
− Diskinetik
Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan–gerakan involunter, tidak
terkontrol, berulang–ulang dan kadangkala melakukan gerakan stereotype.
d. Atonik
Anak–anak penderita CP tipe atonik mengalami hipotonisitas dan kelemahan pada
kaki. Walaupun mengalami hipotonik namun lengan dapat menghasilkan gerakan
yang mendekati kekuatan dan koordinasi normal.
e. Campuran
Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan ektrapiramidal,
seringkali ditemukan adanya komponen ataksia.
2. Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan penderita untuk melakukan
aktifitas normal (Swaiman, 1998; Rosenbaum, 2003)
a. Level 1 (ringan)
Anak dapat berjalan tanpa pembatasan/tanpa alat bantu, tidak memerlukan
pengawasan orangtua, cara berjalan cukup stabil, dapat bersekolah biasa, aktifitas
kehidupan sehari–hari 100 % dapat dilakukan sendiri
b. Level 2 (sedang)
Anak berjalan dengan atau tanpa alat bantu, alat untuk ambulasi ialah brace, tripod
atau tongkat ketiak. Kaki / tungkai masih dapat berfungsi sebagai pengontrol gaya
berat badan. Sebagian besar aktifitas kehidupan sehari–hari dapat dilakukan sendiri
dan dapat bersekolah.
c. Level 3 (berat)
Mampu untuk makan dan minum sendiri, dapat duduk, merangkak atau mengesot,
dapat bergaul dengan teman–temannya sebaya dan aktif. Pengertian kejiwaan dan rasa
46
![Page 47: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/47.jpg)
keindahan masih ada, aktifitas kehidupan sehari–hari perlu bantuan, tetapi masih
dapat bersekolah.
Alat ambulasi yang tepat ialah kursi roda.
d. Level 4 (berat sekali)
Tidak ada kemampuan untuk menggerakkan tangan atau kaki, kebutuhan hidup yang
vital (makan dan minum) tergantung pada orang lain. Tidak dapat berkomunikasi,
tidak dapat ambulasi, kontak kejiwaan dan rasa keindahan tidak ada.
B. Diagnosis
Cerebral palsy adalah suatu keadaan penurunan fungsi motorik yang terjadi saat awal
kehidupan. Defisit ini dapat mempengaruhi satu atau lebih bagian–bagian dari sistem syaraf
yang akan mengakibatkan berbagai gejala. Beberapa tipe yang utama antara lain : (1)
piramidal, yaitu spatikquadriplegia, yang biasanya berhubungan dengan retardasi mental dan
epilepsi; diplegia (biasanya terdapat pada bayi prematur) atau hemiplegia; (2)
ekstrapiramidal, termasuk tipe distonik dan koreoathetonik; serta (3) tipe campuran yang
melibatkan sistem piramidal dan ekstrapiramidal. (Freeman & Nelson, 1988)
Probabilitas kejadian CP meningkat seiring dengan meningkatnya prematuritas,
kehamilan kembar dan juga meningkatnya intracranial hemorrhage, meningitis atau kejang
neonatal. Untuk mengetahui adanya disfungsi otak yang serius, dapat dilakukan dengan
menggunakan indicator yang reliabel yaitu lingkar kepala per umur. Salah satu bentuk yang
dapat teraba oleh tangan adalah tolakan dari sutura cranial dan fontanella yang menutup dini,
yang merupakan indikasi microcephaly. Tanda–tanda pada konjungsi dengan bentuk–bentuk
sebagai berikut, meningkatkan keparahan pada kerusakan motorik di masa yang akan datang :
1. Kesulitan makan dan komunikasi
Kesulitan makan yang terjadi pada bayi berumur 34 minggu atau lebih adalah suatu
pointer diagnosis jika sebab–sebab spesifik lainnya diabaikan. Kesulitan makan dan
komunikasi ini kemungkinan disebabkan karena adanya air liur yang berlebihan
akibat fungsi bulbar yang buruk, aspirasi pneumonia yang berulang dan terdapat
kegagalan pertumbuhan paru-paru.
Masalah kesulitan makan yang menetap dapat menjadi gejala awal dari kesulitan
untuk mengekspresikan bahasa di masa yang akan datang. Penilaian awal kemampuan
berkomunikasi dilakukan dengan bantuan ahli terapi bicara dan bahasa adalah penting
dilakukan untuk mengetahui alat yang sesuai sebagai alternatif untuk membantu
47
![Page 48: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/48.jpg)
berkomunikasi. Hal ini penting dilakukan untuk memantau perkembangan kognitif
anak.
2. Hipotonia, stereotipe motorik dan kelainan postur tubuh
Hipotonia berat merupakan tanda awal yang penting dari adanya kerusakan
neurologis. Dan dalam ketidakhadiran sebab–sebab sistemik, harus dilakukan
tindakan tertentu untuk melakukan penyelidikan secara mendetail. Bayi yang
mengalami lemas (floppy) dapat berkembang menjadi distonia atau diskinesia sampai
akhir tahun pertama usia kehidupannya. Sedikitnya variabilitas pada gerakan tungkai
atau gerakan yang terus–menerus atau cramped postures, juga merupakan indikasi
adanya kemungkinan kerusakan motorik.
3. Kejang
Kejang pada bayi dan neonatal menunjukkan adanya penyakit padastruktur utama
otak dengan kemungkinan konsekuensi kerusakan pada sistem motorik. Walaupun
cedera struktural meningkat, hubungan antara spasme dan kejang pada bayi,
mempengaruhi kejadian CP sebanyak 20%, terutama pada mereka yang menderita
quadriplegia dan hemiplegia yang disertai pre-existing cortical. Anak–anak yang
mengalami diplegia jarang mengalami kejang.
4. Penglihatan
Masalah penglihatan yang biasanya muncul adalah juling. Untuk mengetahui apakah
retinopati pada bayi prematur dapat menyebabkan retinal detachment, membutuhkan
surveillance yang menyeluruh terhadap semua penderita CP dewasa muda sampai
setelah 10 tahun kedua kehidupannya. Kerusakan pada kortikal atau white matter
menyebabkan field loss reflect pada organ penglihatan. Anak–anak yang mengalami
kerusakan visual, biasanya disertai dengan keterlambatan perkembangan motorik,
walaupun tanpa adanya gejala neurologis pada fokal. Dalam PVL, kelainan pada
bagian inferior dapat menyebabkan munculnya suatu gejala dimana penderita
mengalami jalan terhuyung–huyung, tersandung dan jatuh yang dapat menimbulkan
kesalahan diagnosa bahwa penderita mengalami fungsi motorik yang buruk. Secara
keseluruhan, 11% penderita CP mengalami kerusakan visual yang parah.
5. Pendengaran
Kehilangan pendengaran berhubungan dengan mikrosefali, mikroftalmiadan penyakit
jantung bawaan, dimana disarankan untuk memeriksa ada tidaknya infeksi TORCH
(toksoplasma, rubella, sitomegalovirus dan herpes simpleks). Pada sebagian penderita
diskinesia, kernikterus dapat menyebabkan ketulian sensorineural frekuensi tinggi.
48
![Page 49: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/49.jpg)
6. Fungsi kognitif dan perilaku
Sebanyak 20 % penderita CP mengalami masalah kognitif dan tidak dapat berjalan.
Pemeriksaan pada anak hemiplegia berusia 6 – 10 tahun menunjukkan 61%
mengalami satu atau lebih masalah psikiatrik, antara lain gelisah dan depresi (25%),
kelainan tingkah laku (24%), hiperaktifitas berat dan inattention (10%) dan autisme
(13%).
Diagnosis tersangka CP dilakukan oleh neonatologis, dokter anak atau komunitas
dokter anak yang telah berpengalaman mendiagnosis CP. Gejala kelainan neurologi yang
terjadi pada masa perkembangan otak, seringkali tersembunyi hingga struktur otak cukup
matang untuk mengetahuinya. Sehingga sebagian besar dokter akan menunda diagnosis
formal hingga anak berusia 2 tahun. The National Collaborative Perinatal Project di
Amerika Serikat merekomendasikan peringatan bahwa ⅔ dari anak–anak yang didiagnosa
mengalami diplegia spastik dan ½ dari semua anak yang menunjukkan tanda–tanda CP pada
tahun pertama kehidupan mereka, akan tampak sebagai gejala CP setelah mereka berusia 7
tahun.
Dokter–dokter mendiagnosa CP pada bayi–bayi dengan melakukan tes pada
kemampuan motorik dan analisis menyeluruh pada catatan medis mereka. Suatu riwayat
medis, tes diagnosis dan regular check-up dapat digunakan untuk memastikan diagnosis CP
atau untuk mengeliminasi kemungkinan terjadinya penyakit yang lain. (Anonim, 2004)
Untuk mendiagnosis CP disamping berdasarkan anamnesis yang teliti, gejala–gejala
klinis, juga diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya. (Soetjiningsih, 1995) Berikut adalah
beberapa tes yang digunakan untuk mendiagnosis CP :
5. Elektroensefalogram (EEG)
EEG dapat dilakukan dari usia bayi sampai dewasa. Merupakan salah satu
pemeriksaan penting pada pasien dengan kelainan susunan saraf pusat. Alat ini
bekerja dengan prinsip mencatat aktivitas elektrik di dalam otak, terutama pada
bagian korteks (lapisan luar otak yang tebal). Dengan pemeriksaan ini, aktifitas sel-sel
saraf otak di korteks yang fungsinya untuk kegiatan sehari-hari, seperti tidur, istirahat
dan lain-lain, dapat direkam. Pada infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis,
ensefalitis, pemeriksaan EEG perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan, misalnya
terjadi kejang yang tersembunyi atau adanya bagian otak yang terganggu.
6. Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)
49
![Page 50: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/50.jpg)
Alat ini sangat berguna untuk membuktikan dugaan adanya kerusakan pada otot atau
syaraf. NCV digunakan terlebih dahulu sebelum EMG, dan digunakan untuk
mengukur kecepatan saat dimana saraf–saraf mentransmisikan sinyal.
Selama pemeriksaan NCV, elektroda ditempelkan pada kulit yang dilalui syaraf yang
spesifik untuk suatu otot atau sekelompok otot. Prinsip kerja NCV adalah
memberikan stimulus elektrik yang dihantarkan melalui elektrode, kemudian respon
dari otot dideteksi, diolah dan ditampilkan. Kekuatan dari sinyal yang diberikan juga
dihitung. Kondisi neurologis dapat menyebabkan NCV melambat atau menjadi lebih
lambat pada salah satu sisi tubuh.
EMG mengukur impulse dari saraf dalam otot. Elektrode kecil diletakkan dalam otot
pada lengan dan kaki dan respon elektronik diamati dengan menggunakan suatu alat
yang menampilkan gerakan suatu arus listrik (oscilloscope). Alat ini mendeteksi
bagaimana otot bekerja.
7. Tes Laboratorium
d. Analisis kromosom
Analisis kromosom dapat menunjukkan identifikasi suatu anomaly genetik
(contohnya Down’s Syndrome) ketika anomali tersebut muncul pada sistem
organ.
e. Tes fungsi tiroid
Tes fungsi tiroid dapat menunjukkan kadar hormon tiroid yang rendah yang
dapat menyebabkan beberapa cacat bawaan dan retardasi mental berat.
f. Tes kadar ammonia dalam darah
Kadar ammonia yang tinggi di dalam darah (hyperammonemia) bersifat toksik
terhadap sistem saraf pusat (seperti otak dan sumsum tulang belakang).
Defisiensi beberapa enzim menyebabkan kerusakan asam amino yang
menimbulkan hyperammonemia. Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan
liver atau kelainan metabolisme bawaan.
8. Imaging test
Tes gambar sangat membantu dalam mendiagnosa hidrosefalus abnormalitas
struktural dan tumor. Informasi yang diberikan dapat membantu dokter memeriksa
prognosis jangka panjang seorang anak.
d. Magnetic Resonance Imaging atau MRI
MRI menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menciptakan
gambar dari struktur internal otak. Studi ini dilakukan pada anak–anak yang
50
![Page 51: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/51.jpg)
lebih tua. MRI dapat mendefinisikan abnormalitas dari white matter dan
korteks motorik lebih jelas daripada metode–metode lainnya.
e. CT scan
Teknik ini merupakan gabungan sinar X dan teknologi komputer,
menghasilkan suatu gambar yang memperlihatkan setiap bagian tubuh secara
terinci termasuk tulang, otot, lemak dan organ-organ tubuh. Suatu computed
tomography scan dapat menunjukkan malformasi bawaan, hemorrhage dan
PVL pada bayi.
f. Ultrasound
Ultrasound menggunakan echo dari gelombang suara yang dipantulkan ke
dalam tubuh untuk membentuk suatu gambar yang disebut sonogram. Alat ini
seringkali digunakan pada bayi sebelum tulang tengkorak mengalami
pengerasan dan menutup untuk mendeteksi kista dan struktur otak yang
abnormal. (Anonim, 2004)
C. Gejala Klinis
Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang
menyulitkan gambaran klinis CP. Kelainan fungsi motorik terdiri dari : (Anonim, 2002)
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan
refleks Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan kecemderungan
terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan
pergelangan tangan pronasi, serta jari–jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan
lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam.
Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan
biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi ⅔ – ¾
penderita CP.
Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya kerusakan,
yaitu:
Monoplegia / monoparesis : kelumpuhan pada keempat anggota gerak, tetapi salah
satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
51
![Page 52: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/52.jpg)
Hemiplegia / hemiparesis : kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak / belahan tubuh
yang sama
Diplegia / diparesis : kelumpuhan pada keempat anggota gerak, tetapi tungkai
lebih hebat daripada lengan
Tetraplegia / tetraparesis : kelumpuhan pada keempat anggota gerak, tetapi lengan
lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada bulan pertama kehidupannya tampak flasid dan
berbaring seperti kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada lower
motor neuron. Menjelang usia 1 tahun terjadi perubahan tonus otot dari yang rendah
hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring akan tampak flasid dan seperti kodok
terlentang, tetapi apabila dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah
menjadi spastis.
3. Koreoatetosis
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak bayi flasid,
tetapi setelah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan
tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia.
Kerusakan terletak di ganglia basal dan disebabkan oleh asfiksia berat atau
kernikterus pada masa neonatus. Golongan ini meliputi 5 – 15 % dari kasus CP.
4. Ataksia
Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid dan
menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan keseimbangan
tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan
canggung dan kaku. Kerusakan terletak di serebelum. Terdapat kira–kira 5 % dari
kasus CP.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5 – 10 % anak dengan CP. Gangguan berupa kelainan neurologen
terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata–kata. Terdapat pada
golongan koreoatetosis.
6. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot–otot
tersebut sehingga anak sulit membentuk kata–kata dan sering tampak anak berliur.
52
![Page 53: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/53.jpg)
7. Gangguan penglihatan
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25 % penderita CP
menderita kelainan mata.
D. Diagnosis Banding
1. Mental subnormal
Sukar membedakan CP yang disertai retardasi mental dengan anak yang hanya
menderita retardasi mental. Kedua keadaan ini pada umumnya saling menyertai. Oleh
karena itu kalau ditemukan anak dengan retardasi mental, maka harus dicari tanda–
tanda CP, demikian pula sebaliknya. (Soetjiningsih, 1995)
2. Retardasi motorik terbatas
Sukar untuk membedakan CP tipe diplegia yang ringan, dengan kelainan
motorik terbatas pada tungkai bawah. (Soetjiningsih, 1995)
3. Tahanan volunter terhadap gerakan pasif
Anak mungkin didiagnosis sebagai tipe spastik, padahal sebenarnya hanya
menunjukkan adanya tahanan terhadap gerakan pasif, biasanya pada abduksi paha.
4. Kelainan persendian
Keterbatasan abduksi sendi paha dapat terjadi pada dislokasi kongenital. Gerakan
yang terbatas, terdapat pula arthrogryposis multiplex congenital, seringkali
dikelirukan dengan tipe spastik. Pada anak dengan mental subnormal atau hipotonia
berat yang tidur pada satu sisi, dapat menyebabkan kontraktur otot yang menyebabkan
gerakan abduksi paha terbatas. (Soetjiningsih, 1995)
5. Cara berjalan yang belum stabil
Cara anak yang baru belajar berjalan terutama pada mereka yang terlambat berjalan,
sering diduga menderita CP. (Soetjiningsih, 1995)
6. Gerakan normal
Gerakan lengan dan kaki yang normal pada bayi sering dikelirukan dengan tipe
athetoid. Terutama pada bayi dengan risiko athetoid, seperti pada hiperbilirubinemia.
Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan yang teliti. (Soetjiningsih, 1995)
7. Berjalan berjinjit
Sebagian besar penderita tipe spatik berjalan dengan cara berjinjit. Tetapi cara
berjalan dengan berjinjit kadang-kadang terdapat pada anak yang normal yang mulai
belajar berjalan dengan cara ini. Untuk membedakan dengan tipe spastik, maka pada
53
![Page 54: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/54.jpg)
anak yang masih belajar berjalan dengan tonus otot, tendon jerk dan reaksi plantar
yang normal. Cara berjalan berjinjit juga terdapat pada tendon akiles yang pendek
kongenital, muskular distrofi, dislokasi sendi paha unelateral, autisme dan distonia
muskolorum. (Soetjiningsih, 1995)
8. Pemendekan kongenital pada gluteus maksimus, gastroknemius dan hamstring.
Keadaan ini menyebabkan anak sulit duduk, sehingga terlambat duduk. Tetapi tendon
Jerk pada anak ini normal, untuk membedakannya dengan penderita tipe spastik.
9. Kelemahan otot–otot pada miopati, hipotoni atau palsy Erb.
Pada semua kasus ini akan ditemukan kelamahan otot. Knee Jerk, abduksi paha dan
dorsofleksi sendi pergelangan kaki adalah normal. Palsy Erb jarang yang menetap.
10. Penyebab lain dari gerakan involunter
Penyebab yang dimaksud termasuk didalamnya adalah tremor, spasme torsi, spasme
nutans, korea dan tik. Sering membingungkan adalah antara athetosis dangan ataksia,
sebelum gerakan involunter yang khas timbul. Pada spasme torsi, gejala pertama
adalah sering terdapat hipertonus pada otot–otot betis, fleksi plantar dan inversi
dengan aduksi kaki. Kemudian terjadi tortikolis, yang diikuti dengan spame torsi yang
khas. Spasme nutans sering dikelirukan dengan tremor, tetapi tanda yang khas adalah
kepala yang mengangguk–angguk atau twitching, disertai dengan kebiasaan melihat
dengan ujung mata. Harus dapat membedakan athetosis dengan gerak yang lebih tidak
teratur pada korea Sydenham atau Huntington. (Soetjiningsih, 1995)
11. Penyakit–penyakit degeratif pada susunan saraf
Penyakit–penyakit seperti lipoidosis, leukoensefalopati, penyakit Schilder (ensefalitis
periaksialis) dan multiple sklerosis sering dikelirukan dengan CP dengan penyebab
pranatal. Toksoplasmosis dapat meyebabkan kejang–kejang atau spastisitas, sehingga
sering mengaburkan penyebab utamanya. Phenyl ketonuria, walaupun jarang juga
dapat menyebabkan spastisitas. (Soetjiningsih, 1995)
12. Kelainan pada medula spinalis
Kelainan disini adalah diastematomieli, siringomieli dan disrafisme spinal.
Diastematomieli adalah kelainan kongenital pada medula spinalis yang menyebabkan
paresis progresif pada tungkai bawah.
Siringomieli terjadi pada anak yang agak besar, yang ditandi dengan adanya atrofi
otot, arthropati, kelemahan atau spastisitas dan terdapat gangguan pada rasa sakit.
Kelainan kongenital lain adalah tidak terbentuknya tulak sakrum, menyebabkan
kelemahan pada kaki dan disertai gangguan control spingter.
54
![Page 55: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/55.jpg)
Spastis diplegia atau monoplegia adalah sangat jarang, oleh kareba itu harus dicari
gejala–gejala lain pada ekstremitas atas. (Soetjiningsih, 1995)
13. Sindrom lain
Kleidokranial diastosis yaitu tidak terbentuknya 1/3 bagian medial klavikula, kadang–
kadang diikuti spastisitas dan mental subnormal. Platibasia dan kelainan lain pada
dasar kepala, kadang–kadang disertai leher yang pendek, ataksia atau hipotonia.
E. Patofisiologi
Cerebral palsy didefinisikan sebagai suatu kelainan pada gerakan dan postur yang
bersifat menetap, disebabkan oleh kecacatan nonprogresif atau lesi yang terjadi pada otak
yang belum matur. Presentasi klinik yang tampak dapat disebabkan oleh abnormalitas
struktural yang mendasar pada otak; cedera yang terjadi pada prenatal awal, perinatal atau
postnatal karena vascular insufficiency; toksin atau infeksi risiko–risiko patofisiologi dari
kelahiran prematur. Bukti–bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor–factor prenatal
berperan dalam 70 – 80 % kasus CP. Dalam banyak kasus, penyebab yang pasti belum
diketahui, tetapi hampir sebagian besar kasus disebabkan oleh multifaktor. Selama periode
prenatal, pertumbuhan yang abnormal dapat terjadi kapan saja (dapat karena abnormalitas
yang bersifat genetik, toksik atau infeksi, atau vascular insufficiency). (Boosara, 2004)
Menurut Volpe, dalam perkembangan otak manusia terdapat beberapa waktu penting,
dan waktu–waktu puncak terjadinya, sebagai berikut
1. Primary neurulation – terjadi pada 3 – 4 minggu kehamilan.
2. Prosencephalic development – terjadi pada 2 – 3 minggu kehamilan.
3. Neuronal proliferation – penambahan maksimal jumlah neuron terjadi pada bulan ke
3 – 4 kehamilan.
4. Organization – pembentukan cabang, mengadakan sinaps, kematian sel, eliminasi
selektif, proliferasi dan diferensiasi sel glia terjadi bulan ke 5 kehamilan sampai
beberapa tahun setelah kelahiran
5. Myelination – penyempurnaan sel–sel neuron yang terjadi sejak kelahiran
sampai beberapa tahun setelah kelahiran
Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,
menyebabkan otak sebagai subyek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia yang
terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi neuronal, antara
minggu ke–24 sampai ke–34 menyebabkan periventricular leucomalacia (PVL) dan antara
55
![Page 56: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/56.jpg)
minggu ke–34 sampai ke–40 menyebabkan focal atau multifocal cerebral injury.
Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat
terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak dan
sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan oksigenasi.
(Boosara, 2004) Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak.
Pada keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang
menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikular
substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri.
Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena. (Anonim, 2002)
Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran premature seperti
imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti yang menjelaskan
mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian CP.
Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan tendensi
terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter. Hipoperfusi dapat
menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal atau PVL, yang berhubungan dengan
kejadian diplegia spastik. (Boosara, 2004)
Pada saat dimana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak dewasa,
hipoperfusi kebanyakan merusak area batas air korteks (zona akhir dari arteri cerebral
mayor), yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia basal juga
dapat terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya
ekstrapiramidal (seperti koreoathetoid atau distonik). Kerusakan vaskular yang terjadi pada
saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi arteri cerebral bagian tengah, yang
menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia. (Boosara, 2004)
Tidak ada hal–hal yang mengatur dimana kerusakan vaskular akan terjadi, dan
kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak janin.
Autoregulasi peredaran darah cerebral pada neonatal sangat sensitif terhadap asfiksia
perinatal, yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia. Terjadinya
kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional dan faktor metabolik,
serta distribusi regional dari rangsangan pembentukkan synaps. (Boosara, 2004)
Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa kehamilan, area
periventricular white matter yang dekat dengan lateral ventricles sangat rentan terhadap
cedera. Apabila area ini membawa fiber yang bertanggungjawab terhadap kontrol motorik
dan tonus otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastik diplegia (yaitu spastisitas utama
dan kelemahan pada kaki, dengan atau tanpa keterlibatan lengan dengan derajat agak ringan).
56
![Page 57: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/57.jpg)
Saat lesi yang lebih besar menyebar sebelum area fiber berkurang dari korteks motorik, hal
ini dapat melibatkan centrum semiovale dan corona radiata, yang dapat menyebabkan
spastisitas pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. (Boosara, 2004)
Suatu pengetahuan tentang urutan fase embrionik dan perkembangan otak janin, dapat
ditentukan kapan waktu terjadinya kerusakan otak (gambar 4). Suatu penemuan tentang
kelainan migrasi (disordered migration), seperti lissencephaly atau heterotopia grey matter,
mengindikasikan bahwa kerusakan yang terjadi sebelum 22 minggu masa gestasi akan
mengganggu migrasi neuronal normal. Periventricular leucomalacia (PVL) menunjukkan
kerusakan pada white matter. (Lin, 2003) PVL pada umumnya simetris dan diduga
disebabkan oleh iskemik white matter pada anak–anak prematur. Cedera asimetrik pada
periventrikular white matter dapat menyebabkan salah satu sisi tubuh lebih kuat daripada
yang lainnya. Keadaan ini menyebabkan gejala yang menyerupai spastik hemiplegia tetapi
karakteristiknya lebih menyerupai spastik diplegia. Matriks kapiler germinal dalam daerah
periventrikular, sebagian rentan terhadap cedera akibat hipoksik-iskemik. Hal ini disebabkan
karena lokasinya yang terletak pada zona batas vascular diantara zona akhir striate dan arteri
thalamik. (Boosara, 2004)
Gambar 4: Perkembangan Otak selama Masa Gestasi dan Awal Kehidupan
Postnatal (Lin, 2003)
Kerentanan otak janin terhadap PVL bervariasi tergantung pada usia gestasi,
mencapai puncak pada usia gestasi 22 minggu dengan satu step penurunan pada awal
kematian postnatal dan setelah PVL (tabel 2.1). PVL akan tampak sebagai diplegia dan
sekitar 70 % bayi yang mengalami CP dilahirkan sebelum usia gestasi mencapai 32 minggu
dan 30 % bayi yang mengalami CP lahir tepat waktu (cukup bulan). (Lin, 2003)
57
![Page 58: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/58.jpg)
Tabel 10: Insiden kematian neonatal awal periventricular leucomalacia
Volpe mengklasifikasikan sistem tingkatan untuk periventricularintraventricular
hemorrhages, sebagai berikut : (Boosara, 2004)
a. grade I adalah hemorrhage yang berdampak hanya perdarahan pada subependymal
(<10% dari area periventrikular terisi dengan darah).
b. grade II adalah hemorrhage yang melibatkan 10 – 50% area periventrikular.
c. grade III adalah hemorrhage yang melibatkan >50% area periventrikular
d. beberapa ahli lain mengemukan grade IV, yaitu ada tidaknya darah parenchymal. Hal
ini diduga tidak berhubungan dengan ekstensi pendarahan ventrikular. Tetapi
sebaliknya, hemorrhagic infarction dapat berhubungan dengan periventricular-
intraventricular hemorrhage.
Hiperbilirubin encephalopathy akut dapat menyebabkan bentuk CP diskinetik (atau
ekstrapiramidal) yang dapat terjadi baik pada bayi lahir cukup bulan yang ditandai dengan
hiperbilirubinemia atau pada bayi prematur tanpa ditandai hiperbilirubinemia. Kernikterus
mengacu pada encephalopathy dari hiperbilirubinemia yang termasuk di dalamnya noda
kelompok nuclear yang spesifik dan nekrosis neuronal. Efek–efek ini utamanya melibatkan
ganglia basalia, sebagian globus pallidus dan subthalamic nucleus; hippocampus; substantia
nigra; beberapa nervus cranial nuclei – sebagian oculomotor, vestibular, cochlear dan facial
nerve nuclei; saraf batang otak seperti formasi retikular pada pons; saraf olivary inferior,
saraf cerebellar seperti pada dentate dan horn cells anterior dari tulang belakang.
Hal–hal yang memberikan distribusi kerusakan dalam kernikterus, kehilangan
pendengaran dan kelainan gerakan (terutama koreoathetosis atau distonia) adalah ciri–ciri
utama hiperbilirubin encephalopathy. Dengan perbaikan dalam manajemen awal
58
![Page 59: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/59.jpg)
hiperbilirubinemia, banyak kasus CP diskinetik (atau ekstrapiramidal) tidak berhubungan
dengan riwayat hiperbilirubinemia tetapi sebaliknya diduga berhubungan dengan hypoxic
injury pada ganglia basal. Dalam ketidakhadiran hiperbilirubinemia, prematuritas, atau
hipoksia, kemungkinan suatu kelainan metabolik atau neurodegeneratif sebagai dasar
fenotipe, perlu dipertimbangkan. (Boosara,2004)
Cerebral palsy diskinetik berjumlah kurang lebih 10 % dari semua bentuk CP,
umumnya terjadi pada bayi cukup bulan. Kernicterus akibat haemolitik pada bayi baru lahir
terjadi akibat Rhesus isoimmunisation yang menjelaskan peningkatan insiden pada dekade
terakhir. Sosialisasi kebijakan antenatal untuk memberikan antibodi “anti-D” pada ibu
dengan Rhesus negatif setelah kelahiran bayi dengan Rhesus positif telah menunjukkan
eradikasi pada seluruh bentuk CP. (Lin, 2003)
Status marmoratus adalah suatu akibat neuropatologi yang ditimbulkan oleh neonatal
hypoxic-ischemic encephalopathy dan diduga lebih banyak terjadi pada bayi cukup bulan
daripada bayi prematur. Lesi ini adalah keadaan khusus munculnya gumpalan karena suatu
abnormalitas pembentukan myelin. Lesi ini merusak ganglia basal dan thalamus yang
menyebabkan fenotipe CP diskinetik. (Boosara, 2004)
Neuroimaging dalam penggunaan MRI, telah membantu mengklarifikasi dugaan–
dugaan tentang penyebab dan waktu terjadinya, yang mengalihkan perdebatan dari
intrapartum event (asfiksia neonatal) yang kemungkinan sebanyak 10 % kasus, menuju
evaluasi faktor–faktor antenatal atau “antecedents”. (Lin, 2004)
Anomali otak yang mendasar yang terjadi dalam CP bersifat statis, sedangkan akibat
dari pelemahan motorik dan fungsional dapat bervariasi berdasarkan waktu. Kasus yang
disebabkan terutama oleh kelainan yang bersifat progresif atau degeneratif alami, oleh
definisi dikeluarkan saat mendiagnosa CP. (Boosara, 2004)
F. Patogenesis
Dahulu diperkirakan bahwa penyebab sebagian besar kasus yangdisebut CP adalah akibat
adanya cedera (injury) pada sistem saraf yangterjadi saat kelahiran. Hal ini sangat mungkin
terjadi bahwa luka pada systemsaraf saat proses kelahiran dan pada sesaat segera setelah
proses kelahiran, bertanggungjawab terhadap kelainan/kecacatan yang terjadi pada beberapa
kasus. Namun, faktor–faktor lain yang menjadi penyebab kelainan ini belum diketahui pasti.
Untuk memudahkan, faktor–faktor penyebab tersebut dibagi menjadi 5 kelompok yaitu (1)
kelainan genetik yang berhubungan dengan abnormalitas kromosom, (2) kelainan metabolik
59
![Page 60: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/60.jpg)
yang diturunkan/diwariskan, (3) cedera prenatal pada saat perkembangan janin, (4) kerusakan
saatperinatal dan (5) cedera posnatal.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang kelainan kromosom, ditemukan
bukti bahwa sebagian besar abnormalitas yang terjadi pada tulang, otak dan organ–organ lain
dapat disebabkan oleh kelainan kromosom.
Kasus kelainan metabolisme bawaan yang dapat menimbulkan kerusakan pada sistem
saraf meningkat tiap tahunnya. Sebagian besar dari kasus ini berhubungan dengan kelainan
pada metabolisme asam amino atau glukosa. Dimana sebagian besar kasus kelainan
metabolisme mengalami kerusakan pada sistem saraf menyebar (diffuse) dan menyebabkan
retardasi mental, namun dalam beberapa kasus kerusakan ini juga dapat merusak organ bicara
(focal) yang mengarah pada gejala–gejala CP.
Perkembangan janin sangat rentan terhadap kerusakan terutama pada beberapa bulan
pertama perkembangannya. Kerusakan–kerusakan ini dapat disebabkan oleh antara lain
infeksi maternal, terutama oleh virus seperti rubella dan sitomegalik dan bakteri dan
organisme–organisme lain terutama toksoplasma. Faktor–faktor lain yang dapat
menimbulkan efek merugikan perkembangan janin antara lain ionisasi radiasi, malnutrisi
pada ibu dan konsumsi obat–obatan. Prematuritas juga merupakan penyebab yang umum
terjadi pada kejadian defisiensi mental dan CP.
Dalam periode perinatal, faktor–faktor yang signifikan menjadi penyebab adalah
trauma saat proses kelahiran dan anoksia sesaat setelah selang waktu kelahiran.
Inkompatibiltas Rh, seringkali disertai oleh hiperbilirubinemia dan kernikterus.
Pada periode neonatal, otak dapat cedera akibat adanya trauma, lesi pada cerebral
vaskular, infeksi dan malnutrisi. Serangan kejang yang tiba–tiba dan berlangsung lama,
apapun sebabnya, dapat mengakibatkan kerusakan otak yang parah bila terjadi anoksia yang
berat. (Houston, 1973)
G. Penatalaksanaan
Perlu ditekankan pada orang tua penderita CP, bahwa tujuan dari pengobatan bukan membuat
anak menjadi seperti anak normal lainnya. Tetapi mengembangkan sisa kemampuan yang ada
pada anak tersebut seoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktifitas
sehari–hari tanpa bantuan atau hanya membutuhkan sedikit bantuan saja. (Anonim, 2002).
Sehingga dalam menangani anak dengan CP, harus memahami berbagai aspek dan
diperlukan kerjasama multidisiplin seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah orthopedi,
60
![Page 61: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/61.jpg)
bedah syaraf, psikologi, rehabilitasi medis, ahli wicara, pekerja sosial, guru sekolah luar
biasa. Disamping itu juga harus disertakan peranan orangtua dan masyarakat. (Lin, 2003)
Secara garis besar, penatalaksanaan penderita CP adalah sebagai berikut : (Anonim, 2002)
1. Aspek Medis
a. Aspek Medis Umum
− Gizi
Gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita CP. Karena sering
terdapat kelainan pada gigi, kesulitan menelan, sukar untuk menyatakan keinginan
untuk makan. Pencatatan rutin perkembangan berat badan anak perlu
dilaksanakan.
− Hal–hal yang sewajarnya perlu dilaksanakan seperti imunisasi, perawatan
kesehatan dan lain–lain.
Konstipasi sering terjadi pada penderita CP. Dekubitus terjadi pada anak–anak
yang sering tidak berpindah–pindah posisi.
b. Terapi dengan obat–obatan
Dapat diberikan obat–obatan sesuai dengan kebutuhan anak, seperti obat–obatan
untuk relaksasi otot, anti kejang, untuk athetosis, ataksia, psikotropik dan lain–lain.
c. Terapi melalui pembedahan ortopedi
Banyak hal yang dapat dibantu dengan bedah ortopedi, misalnya tendon yang
memendek akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakit yang terlalu mengganggu dan
lain–lain yang dengan fisioterapi tidak berhasil. Tujuan dari tindakan bedah ini adalah
untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat atau untuk transfer dari fungsi.
d. Fisioterapi
− Teknik tradisional
Latihan luas gerak sendi, stretching, latihan penguatan dan peningkatan daya
tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri, latihan pindah, latihan jalan. Contohnya
adalah teknik dari Deaver.
− Motor function training dengan menggunakan sistem khusus yang umumnya
dikelompokkan sebagai neuromuskular facilitation exercise. Dimana digunakan
pengetahuan neurofisiologi dan neuropatologi dari refleks di dalam latihan, untuk
mencapai suatu postur dan gerak yang dikehendaki. Secara umum konsep latihan
ini berdasarkan prinsip bahwa dengan beberapa bentuk stimulasi akan
menimbulkan reaksi otot yang dikehendaki, yang kemudian bila ini dilakukan
berulang–ulang akan berintegrasi ke dalam pola gerak motorik yang bersangkutan.
61
![Page 62: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/62.jpg)
Contohnya adalah teknik dari : Phelps, Fay-Doman, Bobath, Brunnstrom, Kabat-
Knott-Vos.
e. Terapi Okupasi
Terutama untuk latihan melakukan aktifitas sehari–hari, evaluasi penggunaan alat–
alat bantu, latihan keterampilan tangan dan aktifitas bimanual. Latihan bimanual ini
dimaksudkan agar menghasilkan pola dominan pada salah satu sisi hemisfer otak.
f. Ortotik
Dengan menggunakan brace dan bidai (splint), tongkat ketiak, tripod, walker, kursi
roda dan lain–lain.
Masih ada pro dan kontra untuk program bracing ini. Secara umum program bracing
ini bertujuan :
− Untuk stabilitas, terutama bracing untuk tungkai dan tubuh
− Mencegah kontraktur
− Mencegah kembalinya deformitas setelah operasi
− Agar tangan lebih berfungsi
g. Terapi Wicara
Angka kejadian gangguan bicara pada penderita ini diperkirakan berkisar antara 30 %
- 70 %. Gangguan bicara disini dapat berupa disfonia, disritmia, disartria, disfasia dan
bentuk campuran. Terapi wicara dilakukan oleh terapis wicara.
2. Aspek Non Medis
a) Pendidikan
Mengingat selain kecacatan motorik, juga sering disertai kecacatan mental, maka
pada umumnya pendidikannya memerlukan pendidikan khusus (Sekolah Luar
Biasa).
b) Pekerjaan
Tujuan yang ideal dari suatu rehabilitasi adalah agar penderita dapat bekerja
produktif, sehingga dapat berpenghasilan untuk membiayai hidupnya. Mengingat
kecacatannya, seringkali tujuan tersbut silut tercapai. Tetapi meskipun dari segi
ekonomis tidak menguntungkan, pemberian kesempatan kerja tetap diperlukan,
agar menimbulkan harga diri bagi penderita CP.
c) Problem sosial
62
![Page 63: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/63.jpg)
Bila terdapat masalah sosial, diperlukan pekerja sosial untuk membantu
menyelesaikannya.
d) Lain–lain
Hal–hal lain seperti rekreasi, olahraga, kesenian dan aktifitas–aktifitas
kemasyarakatan perlu juga dilaksanakan oleh penderita ini.
H. PROGNOSIS
Kesembuhan dalam arti regenerasi otak yang sesungguhnya, tidak pernah terjadi pada
CP. Tetapi terjadi perbaikan sesuai dengan tingkat maturitas otak yang sehat sebagai
kompensasinya. Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk menunjukkan
adanya tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur
pada anak yang mendapat stimulasi dengan baik. (Adnyana, 1995)
Morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan tingkat keparahan CP dan bersamaan
dengan komplikasi–komplikasi medis lain (seperti kesulitan pernafasan dan kelainan
gastrointestinal). Pada penderita quadriplegia lebih berisiko mengalami epilepsi, abnormalitas
ekstrapiramidal dan kelainan kognitif berat daripada mereka yang menderita diplegia atau
hemiplegia.
Epilepsi terjadi pada 15 – 60 % penderita CP dan lebih sering terjadi pada pasien
dengan spastik quadriplegia atau retardasi mental. Ketika dibandingkan dengan kontrol,
anak–anak penderita CP memiliki insidensi epilepsi lebih tinggi dengan onset selama tahun
pertama kehidupannya dan lebih banyak memiliki riwayat kejang neonatal, status epilepticus,
politerapi dan pengobatan dengan menggunakan anti konvulsan baris kedua.
Di Inggris dan Skandinavia sebanyak 20 – 30 % dari penderita dengan kelainan ini
mampu bekerja sebagai buruh penuh. Sedangkan 30 – 35 % penderita yang disertai dengan
retardasi mental, memerlukan perawatan khusus. Prognosis yang paling baik pada derajat
fungsional ringan. Prognosis bertambah berat bila disertai retardasi mental, bangkitan kejang,
gangguan penglihatan dan pendengaran. Angka kematian penyakit ini adalah 53 % pada
tahun pertama dan 11 % meninggal pada umur 7 tahun.
63
![Page 64: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/64.jpg)
Pertumbuhan dan Perkembangan Normal usia 10 bulan
I. Definisi
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler, yang
bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan mempergunakan satuan panjang atau satuan
berat.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari
proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi.
Perkembangan bersifat kualitatif, pengukurannya dengan menggunakan milestone.
A. Ciri-Ciri Tumbuh Kembang Anak yang Normal
Tumbuh kembang anak yang sudah dimulai sejak konsepsi sampai dewasa itu mempunyai
ciri-ciri tersendiri, yaitu :
1) Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai
maturitas/dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.
2) Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan, serta
laju tumbuh kembnag yang berlainan diantara organ-organ.
3) Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak, tetapi kecepatannya berbeda
antara anak satu dengan lainnya.
4) Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan saraf.
5) Aktifitas seluruh tubuh diganti respons individu yang khas.
6) Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal.
7) Refleks primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum
gerakan volunter tercapai.
8) Perubahan proporsi tubuh yang daat diamati pada masa bayi dan dewasa.
9) Hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru yang ditandai dengan lepasnya
gigi susu dan timbulnya gigi permanen, hilangnya refleks primitif pada masa bayi,
timbulnya tanda seks sekunder dan perubahan lainnya.
10) Kecepatan pertumbuhan tidak teratur yang ditandai dengan adanya masa-masa
tertentu, yaitu masa pranatal, bayi, dan adolesensi, dimana terjadi pertumbuhan cepat
dan masa prasekolah dan masa sekolah, dimana pertumbuhan berlangsung lambat.
B. Tahapan Tumbuh Kembang Anak
Pertumbuhan
64
![Page 65: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/65.jpg)
a. Berat badan
BBL : 2,7 – 4,1 kg
Minggu I : BB turun tidak > 10%
Minggu II : BB minimal = BBL
Tw I : naik 150-250 g/mg
Tw II : naik 500-600 g/bl
Tw III : naik 350-450 g/bl
TW IV : naik 250-350 g/bl
Atau :
5-6 bulan : 2 x BBL
1 tahun : 3 x BBL
2 tahun : 4 x BBL
5 tahun : 5 x BBL
b. Panjang badan
Lahir : + 50 cm
1 tahun : 1 ½ x PBL
4 tahun : 2 x PBL
5 tahun : 2 x PBL + 5 cm
13 tahun : 3 x PBL
c. Lingkar kepala
Lahir : 33 – 35,6 cm
1 tahun : 43,2-45,7 cm
2 tahun : 49,5-52,1 cm
d. Gigi
6 – 8 bulan : gigi I
2 tahun : gigi susu lengkap (20 buah)
6 tahun : gigi permanen I (24 buah)
12 tahun : gigi permanen II (28 buah)
Perkembangan
i. Motorik Kasar
1. BBL : refleks menolehkan kepala
2. 1 bulan : mengangkat kepala bila ditengkurapkan
3. 2 bulan : mengangkat bahu bila ditengkurapkan
4. 3 bulan : mengangkat dada, kepala tegak bila ditengkurapkan
65
![Page 66: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/66.jpg)
5. 4 bulan : berbalik dari depan ke belakang, bersanggah pada tangan,
kepala tidak jatuh bila didudukkan
6. 5 bulan : berbalik dr belakang ke depan
7. 6 bulan : duduk sendiri
8. 7-8 bulan : merangkak, duduk dg baik
9. 9-10 bulan : bangkit untuk berdiri
10. 10-11 bulan : berjalan pegangan, merambat
11. 12 bulan : berjalan
12. 15 bulan : berjalan maju mundur
13. 18 bulan : berlari, menendang bola
14. 24 bulan : naik turun tangga dg langkah satu-satu
15. 30 bulan : berdiri satu kaki
16. 36 bulan : naik tangga dg langkah bergantian, bersepeda roda 3
17. 48 bulan : turun tangga dg langkah bergantian
18. 60 bulan : meloncat
ii. Motorik Halus
1 bulan : mengikuti objek ke garis tengah
2 bulan : mengikuti objek melewati garis tengah
3 bulan : telapak tangan terbuka
4 bulan : menggapai benda-benda, membawa ke mulut
6 bulan : memindahkanbenda dari satu tangan ke tangan lain
7 bulan : memegang dg 3 jari
9 bulan : memegang dg 2 jari
12 bulan : membalik halaman buku
14 bulan : menara dari 2 kubus
18 bulan : menara dari 4 kubus
24 bulan : menggambar garis vertikal & horizontal, menara dari 6 kubus
c) Bicara
BBL : bereaksi terhadap suara
1 bulan : bersuara
2 bulan : tertawa & bersuara bila bermain
4 bulan : menoleh ke arah suara
6 bulan : mengoceh, mama papa tidak spesifik
66
![Page 67: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/67.jpg)
9 bulan : bunyi konsonan (b,d,m,g), mama papa spesifik
12 bulan : meniru beberapa kata baru,
18 bulan : 10 kata, menunjuk bagian tubuh
24 bulan : menyebut nama, kalimat dengan 3 kata
30 bulan : kata ganti kepunyaan, kata tanya
36 bulan : tahu umur, jenis kelamin, menghitung 3 objek
48 bulan : bercerita, menghitung 4 mainan
60 bulan : menyebut 4 warna, menghitung sampai 10.
d). Sosial dan emosi
BBL : memperhatikan wajah
1-2 bulan : senyum sosial spontan
3 bulan : melihat ke pembicara
5 bulan : bereaksi (+) bila diajak bicara
6 bulan : senyum diskriminatif
7 bulan : sulit dipisah dari orang tua, cemas terhadap orang lain
24 bulan : mencuci & mengeringkan tangan
36 bulan : menggunakan sendok dg benar, bermain paralel sederhana
48 bulan : mencuci & mengeringkan wajah, bermain koordinatif
(bermain rumah-rumahan)
60 bulan : berpakaian tanpa dibantu
67
![Page 68: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/68.jpg)
68
![Page 69: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/69.jpg)
VI. Kerangka Konsep
69
Riwayat infeksi pada ibu fariz
ANC <4x
Ibu usia 36 tahun
BBLR Peningkatan MMP dan Penurunan TIMPs
KPD
Bayi menelan air ketuban yg terinfeksi bakteri
Distress pada bayi
Cairan ketuban hijau dan kental
Bayi melepaskan mekonium
Bakteri terdapat di epitel nasofaring
Masuk ke sal. Nafas (parenkim paru)
Hipersekresi mucus dan edem parenkim paru
Kolaps alveolus
Sesak nafas
Asfiksia neonatal
HIE
Masuk ke darah
Menembus mukosa lalu ke CSF (replikasi)
Masuk ke ruang subarachnoid
Hiperemi dan edema otak
Peningkatan TIK
Penurunan aliran darah ke otak
Cerebral Hipoksia
Kerusakan sel neuron di otak
Gangguan maturasi SSP Lesi pada UMN
Cerebral palsy tipe spastic quadriplegia
Belum bisa tengkurap (gross motor)
Belum bisa mengoceh (communication)
Belum bisa meraih benda (fine motor)
Belum bisa makan biscuit sendiri (personal social)
Gangguan perkembangan (Global Developmental delayed)
Malnutrisi
BB/U menurun (underweight)
BB/TB menurun (gizi buruk)
HC menurun (mikrosefali)
Refleks primitif masih tetap ada
![Page 70: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/70.jpg)
VII. Kesimpulan
Fariz, laki-laki, 10 bulan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
(motorik kasar, motorik halus, komunikasi, sosial, dan bahasa) et causa palsi serebral
kuadriplegia spastik disertai gizi buruk dan mikrosefali.
70
![Page 71: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/71.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Alvian. 2012.Cerebral Palsy. eprints.uny.ac.id/9555/2/bab%202%20-%2005103241017.pdf.
diunduh pada tanggal 29 Maret 2016.
Annisa, F. KemampuanBicaradanKeterlambatanBicara. http://eprints. undip.ac.id/ 43722/3/
ANISAFITRIG2A009074_BABIIKTI.pdf. diunduh pada tanggal 28 Maret 2016
Arifputera, Andy, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.
Darto, S. Cerebral Palsy. http://old.pediatrik.com/pkb/061022021726-bvxh131.pdf. diunduh
pada tanggal 28 Maret 2016
Devine, A. 2016. Spastic Cerebral Palsy dalam
https://www.cerebralpalsyguide.com/cerebral-palsy/types/spastic/ diunduh pada
tanggal 28 Maret 2016
Fitriadi, Y. Tinjauan Pustaka Cerebral Palsy.
http://eprints.undip.ac.id/44903/3/YogiFitriadi_22010110130153_Bab2KTI.pdf.
diunduh pada tanggal 28 Maret 2016 di Lumbung Pustaka UNY
Guyton, Arthur C., dkk. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. Jakarta: EGC.
Hendy, danSoetjiningsih. 2013. TumbuhKembangAnak: PalsiSerebral. Jakarta: EGC
Idris FH. 2002.Rehabilitasi Medik pada Cerebral Palsy. In: Pelatihan
tim rehabilitasi medik pediatrik Indonesia : Semarang.
Indriastuti L. 2002. Dasar Teori Cerebral Palsy. Dalam Pelatihan Tim
Rehabilitasi Pediatrik Indonesia : Semarang.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Petunjuk Teknis Tatalaksana Gizi Buruk Anak. Jakarta:
Direktorat Bina Gizi.
Kliegman et al. 2007. Nelson Textbook of Pediateric 18th Edition.Philadelphia : Elsevier
Latief, Abdul dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesahatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Marcdante, Karen J., dkk. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial, edisi 6. Jakarta:
Saunders Elsevier.
Matthews D J, Wilson P. Cerebral Palsy. 1999. In: Pediatric Rehabilitation. 3rded.
Philadelphia: Hanley and Belfus.
Noah’s Ark Children’s Services Resource Unit. 2008. Global Developmental Delay.
[Online]www.noahsark.net.au. Diunduh pada tanggal 28 Maret 2016
Passat J. Kelainan Perkembangan. In : Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI, 1999.
Puput, IP. 2013. Cerebral Palsy. https://www.scribd.com/doc/153544068/Referat-Cerebral-
Palsy-Puput. diunduh pada tanggal 29 Maret 2016.
71
![Page 72: sapi](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022070508/577c82111a28abe054af4c97/html5/thumbnails/72.jpg)
Rahmi, S. 2011. Komplikasi Cerebral Palsy. https://www.scribd.com/doc/58908323/
Manifestasi-Dan-Komplikasi-Cerebral-Palsy. Diunduh pada tanggal 28 Maret 2016
Saharso, Darto. 2006. Cerebral Palsy: Diagnosis dan Tatalaksana. Kelompok Studi Neuro-
developmental Bagian Ilmu Keseharan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo, Surabaya.
Siregar, TL. 2010. Makanan Pendamping ASI dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678/16932/4/Chapter%20II.pdf diunduh
padatanggal 28 Maret 2016
Soetjiningsih.2012.Tumbuh Kembang Anak.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Suwarba, I Gusti Ngurah et al. 2008. Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan
Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jakarta :
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia -
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
Suyitno, H, dan Narendra, M. B. 2003. Pertumbuhan Fisik Anak. Jakarta: EGC.
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. 1995. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Tim Penyusun. 2002. Modul1 :TumbuhKembangAnak Normal SebagaiTolokUkur
Kemampuan Gerak Anak CP. Pemda Provinsi Sul-Sel : Dinas Kesehatan.
Tjandrajani,Anna,dkk.2012.Keluhan UtamapadaKeterlambatanPerkembangan Umum di
KlinikKhususTumbuhKembang RSAB Harapan Kita http://saripediatri. idai.or.id/
pdfile/13-6-1.pdf , diunduhpada tanggal 28 Maret 2016
72