sapi

109
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 25 Tutor: dr. Henry, Sp. S Disusun oleh: Kelompok B8 Anggia Fabelita 04011181320020 Aulia Hayyu R. 04011181320008 Devin Chandra 04011181320016 Dhanty Mukhlisa 04011381320014 Fania Rizkyani 04011181320098 Hanna Dwi Wiranti 04011381320008 Harvinder Kaur Indar Singh 04011381320080 Mukhlasinia Aprilita 04011181320026 Ray Suga Aulia Sentani 04011381320002 Septhia Imelda 04011381320046 Syahnas Masterina 04011181320104 Umi Salamah 04011181320110

description

sapi hijau

Transcript of sapi

Page 1: sapi

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 25

Tutor: dr. Henry, Sp. S

Disusun oleh: Kelompok B8

Anggia Fabelita 04011181320020

Aulia Hayyu R. 04011181320008

Devin Chandra 04011181320016

Dhanty Mukhlisa 04011381320014

Fania Rizkyani 04011181320098

Hanna Dwi Wiranti 04011381320008

Harvinder Kaur Indar Singh 04011381320080

Mukhlasinia Aprilita 04011181320026

Ray Suga Aulia Sentani 04011381320002

Septhia Imelda 04011381320046

Syahnas Masterina 04011181320104

Umi Salamah 04011181320110

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2016

Page 2: sapi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME sehingga kami dapat menyelesaikan

laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario A Blok 25” sebagai tugas

kompetensi kelompok.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan

saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih

kepada :

1. Tuhan YME, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,

2. dr. Henry, Sp.S selaku tutor kelompok B8

3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD B 2013

Semoga Tuhan YME memberikan balasan atas segala amal yang diberikan kepada

semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi

kita dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Palembang, 31 Maret 2016

Kelompok B8

ii

Page 3: sapi

KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. Henry, Sp.S

Moderator : Auliya Hayyu Ravenia

Sekretaris : Syahnas Masterina

: Septhia Imelda

Presentan : Umi Salamah

Pelaksanaan : 28 dan 30 Maret 2016

10.00 – 12.00 WIB

Peraturan selama tutorial:

- Diperbolehkan untuk minum

- Meminta izin kepada moderator untuk meninggalkan ruangan di tengah tutorial

- Alat komunikasi mode silent

- Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan tangan, lalu setelah diberi izin

moderator baru bicara

- Saling menghargai dan tidak saling menggurui

iii

Page 4: sapi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................... ii

KEGIATAN DISKUSI......................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI........................................................................................................................................ iv

SKENARIO A BLOK 25 TAHUN 2016.................................................................................................

I. Klarifikasi Istilah...........................................................................................................................

II. Identifikasi Masalah......................................................................................................................

III. Analisis Masalah...........................................................................................................................

IV. Learning Issue...............................................................................................................................

A. CEREBRAL PALSY...........................................................................................................

B. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN NORMAL USIA 10 BULAN....................

V. Kerangka Konsep..........................................................................................................................

VI. Kesimpulan...................................................................................................................................

iv

Page 5: sapi

Skenario A blok 25 tahun 2016Fariz, anak laki-laki, usia 10 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkurap. Fariz baru

bisa memiring-miringkan badannya pada usia 6 bulan. Sampai saat ini belum bisa makan

bubur, sehingga masih di beri susu formula. Fariz juga belum bisa makan biskuit sendiri.

Fariz belum bisa mengoceh dan meraih benda.

Fariz adalah anak pertama dari ibu usia 36 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada

kehamilan 7 minggu dengan berat badan waktu lahir 2.400 gram, skor APGAR di menit

pertama: 6 dan menit ke lima: 8. Ketuban pecah 20 jam sebelum lahir berwarna hijau dan

kental. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 3 kali. Kemudian

2 jam setelah lahir, fariz mengalami sesak nafas dan riwayat di NICU selama 2 hari dan di

bangsal selama 3 minggu dengan diagnosa bronkopneumonia dan meningitis.

Pemeriksaan Fisik :

Berat badan 6,4 kg, panjang badan 70 cm, lingkaran kepala 38 cm

Tidak ada gambaran dismorfik, anak sadar, kontak mata baik, mau melihat tapi tidak

mau tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras.

Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol.

Pada posisi di tengkurapkan dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik.

Refleks Moro dan refleks menggenggam masih ditemukan. Kekuatan kedua lengan

dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk di ketuk, refleks Tendon

meningkat, refleks Babinsky (+). Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan

kaki.

Ketika anak di angkat dalam posis horizontal ke 4 ekstremitas terlihat kaku, pada

posisi vertical kedua tungkai menyilang

Pada pemeriksaan KPSP usia 9 bulan anak tidak bisa melakukan semua kegiatan

5

Page 6: sapi

I. Klarifikasi Istilah

No. Istilah Klarifikasi

1. Bronkopneumonia Peradangan paru yang berawal pada

bronkiolus terminalis

2. Meningitis Infeksi pada selaput otak disertai radang

yang mengenai piameter dan arachnoid

3. Defek Morfologis Suatu keadaan dimana terdapat kelainan

pada strukur tubuh yang berhubungan

dengan kelainan kongenital, sindrom

genetic dan defek lahir.

4. Refleks Morro Gerakan lengan dan kaki yang terjadi

ketika bayi baru lahir di jatuhkan atau

gerakan yang keras.

5. Refleks Babinsky Reflex jari-jari kaki, yang normal selama

masa bayi tetapi abnormal setelah usia

12-18 bulan. Reflex ini merupakan

indikasi kelainan pada jalur control

motoric utama dari serebral (traktus

kortikospinalis)

6. Pemeriksaan KPSP (Kuesioner Pra Screening Perkembang)

gunanya untuk mengetahui apakah

perkembangan seorang anak dalam batas

normal atau menyimpang

7. Refleks menggenggam (palmar grasp) Refleks gerakan jari-jari tangan

mencengkram benda-benda yang

disentuhkan pada bayi. Indikasi saraf

berkembang normal-hilang setelah 3-4

bulan

6

Page 7: sapi

II. Identifikasi Masalah

1. Fariz, anak laki-laki, usia 10 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkurap. Fariz

baru bisa memiringk-miringkan badannya pada usia 6 bulan. Sampai saat ini belum

bisa makan bubur, sehingga masih di beri sus formula. Fariz juga belum bisa makan

biscuit sendiri. Fariz belum bisa mengoceh dan meraih benda. (Main Problem)

2. Fariz adalah anak pertama dari ibu usia 36 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada

kehamilan 37 minggu dengan berat badan waktu lahir 2.400 gram, skor APGAR di

menit pertama: 6 dan menit ke lima: 8. Ketuban pecah 20 jam sebelum lahir

berwarna hijau dan kental. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa

kehamilan ke bidan 3 kali. Kemudian 2 jam setelah lahir, fariz mengalami sesak

nafas dan riwayat di NICU selama 2 hari dan di bangsal selama 3 minggu dengan

diagnose bronkopneumonia dan meningitis.

3. Pemeriksaan Fisik :

Berat badan 6,4 kg, panjang badan 70 cm, lingkaran kepala 38 cm

Tidak ada gambaran dismorfik, anak sadar, kontak mata bak, mau melihat tapi

tidak mau tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya

dengan keras. Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol.

Pada posisi di tengkurapkan dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa

detik. Refleks Moro dan refleks menggenggam masih ditemukan. Kekuatan

kedua lengan dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk di ketuk,

refleks tendon meningkat, refleks Babinsky (+). Tidak ada kelainan anatomi

pada kedua tungkai dan kaki.

Ketika anak di angkat dalam posis horizontal ke 4 ekstremitas terlihat kaku,

pada posisi vertical kedua tungkai menyilang

Pada pemeriksaan KPSP usia 9 bulan anak tidak bisa melakukan semua

kegiatan.

7

Page 8: sapi

III.Analisis Masalah

1. Fariz, anak laki-laki, usia 10 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkurap. Fariz

baru bisa memiringk-miringkan badannya pada usia 6 bulan. Sampai saat ini belum

bisa makan bubur, sehingga masih di beri sus formula. Fariz juga belum bisa makan

biskuit sendiri. Fariz belum bisa mengoceh dan meraih benda.

a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan pada kasus?

Bayi laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya gangguan

perkembangan seperti yang terjadi pada kasus. Usia bayi tidak terlalu berpengaruh

terhadap angka kejadian pada kasus, biasanya gangguan dapat terjadi di antara

dari lahir hingga ± usia 3 tahun.

Fariz baru bisa memiringkan pada usia 6 bulan merupakan hal normal pada

usia tersebut.

Meraih benda dan memegang mainan sendiri: Keterlambatan motorik halus.

Seharusnya pada usia 9 bulan, fariz sudah bisa mempertemukan dua kubus

kecil yang dia pegang, tetapi pada kenyataannya, pada usia tersebut fariz

belum bisa meraih benda .

Seharusnya fariz sudah bisa berbicara pada umur 9 bulan bunyi konsonan

(b,d,m,g), mama papa spesifik.

Fariz umur 10 bulan belum bisa makan bubur dikarenakan adanya gangguan

motorik kasar pada mulutnya.

b. Bagaimana fase pertumbuhan dan perkembangan normal pada usia 1 tahun

pertama?

Tabel 1: Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

8

Page 9: sapi

c. Bagaimana etiologi dan mekanisme terjadinya gangguan pertumbuhan dan

perkembangan belum bisa makan bubur, belum bisa tengkurap, belum bisa makan

biscuit, belum bisa mengoceh dan meraih benda?

Penyebab dari keluhan Fariz adalah :

- Adanya riwayat asfiksia neonatal

- Adanya meningitis

Mekanisme Belum bisa makan bubur

Asfiksia Neonatorum dan Meningitis (sequele) perfusi oksigen ke otak menurun

hipoksia serebri iskemik serebri Reactive oxygen species, Reactive

nitrogen species, nekrosis serebri kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll)

perlambatan proses mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area presentralis,

korteks motorik, dan traktus piramidalis) hilangnya inhibisi sentral desendens

(tractus piramidalis → tractus kortikonuklearis (cabang tractus piramidalis yang

bercabang di otak tengah menuju nuclei nervi kranialis motorik bermanifestasi

9

Page 10: sapi

pada gangguan oromotor) → nervus kranialis motorik (N. trigeminus devisi

mandibularis, N. glossopharyngeus, N. hypoglosus)) pada sel-sel fusimotor

(neuron motor ɤ) yang mempersarafi spindel otot pengunyah, menelan dan lidah

hipersensitivitas spindel otot hiperaktif kontraksi otot kekakuan otot-otot

pengunyah, m. stylopharyngeus (membantu menelan) dan otot-otot lidah

disfungsi oromotor gangguan menelan belum bisa makan bubur.

Mekanisme Belum bisa tengkurap

Akibat adanya:

1) Riwayat asfiksia neonatal dapat mengakibatkan terjadinya Hipoksia

Iskemik Encephalopaty yang membuat terjadinya Kerusakan pada sel

neuron motorik di otak.

2) Riwayat meningitis mengakibatkan terjadinya peradangan pada ruang

sub arachnoid (lapisan meningen) sehingga terjadi hiperemi dan edema

pada otak, hal ini menimbulkan peningkatan pada TIK yang berdampak

pada penurunan aliran darah otak sehingga terjadilah cerebral hipoksia

yang mengakibatkan pula kerusakan sel neuron motorik di otak.

3) Kerusakan sel neuron motorik di otak (terutama fungsi motorik kasar)

bayi belum bisa tengkurap

Mekanisme belum bisa makan biskuit

Faktor kehamilan ibu bayi premature dan bblr maturasi paru belum

sempurna + infeksi bronkopneumonia dan meningitis suplai oksigen ke organ

<< hilangnya autoregulasi otak kerusakan jaringan otak area precentralis

area motorik primer B.4 motorik halus otot atas bag.wajah lidah,

mandibula, laring disfungsi oromotor kesulitan makan (gangguan menelan)

tidak bisa makan biscuit.

Normalnya, bayi usia 9-12 bulan sudah bisa memegang dan memasukan

biskuit ke mulutnya. Interpretasi: adanya gangguan dalam motorik halus dan oro

motor .

Mekanisme belum bisa mengoceh dan meraih benda

10

Page 11: sapi

KPD infeksi cairan ketuban terhirup bayi bronkopneumonia

bakteri menyebar melalui hematogen ke selaput otak meningitis

infeksi meluas ke serebrum kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll)

perlambatan proses mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area

presentralis (korteks motorik), dan traktus piramidalis) hilangnya inhibisi

sentral desendens (tractus piramidalis → tractus kortikonuklearis (cabang

tractus piramidalis yang bercabang di otak tengah menuju nuclei nervi

kranialis motorik) → nervus kranialis motorik (N. trigeminus devisi

mandibularis, N. glossopharyngeus, N. hypoglosus)) pada sel-sel fusimotor

(neuron motor ɤ) yang mempersarafi spindel otot pengunyah, menelan dan

lidah hipersensitivitas spindel otot hiperaktif kontraksi otot kekakuan

otot-otot pengunyah, m. stylopharyngeus (membantu menelan) dan otot-otot

lidah disfungsi oromotor gangguan menelan dan gangguan bicara

belum bisa makan bubur dan belum bisa mengoceh. (Hendy dan Soetjiningsih,

2013) (Mathias Baaehr dan Michael Frotscher, 2010) (Richard E. Behrman,

Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin, 1999).

2. Fariz adalah anak pertama dari ibu usia 36 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada

kehamilan 37 minggu dengan berat badan waktu lahir 2.400 gram, skor APGAR di

menit pertama: 6 dan menit ke lima: 8. Ketuban pecah 20 jam sebelum lahir berwarna

hijau dan kental. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan

3 kali. Kemudian 2 jam setelah lahir, fariz mengalami sesak nafas dan riwayat di

NICU selama 2 hari dan di bangsal selama 3 minggu dengan diagnosis

bronkopneumonia dan meningitis.

a. Bagaimana interpretasi dari status persalinan?

Tabel 2 : Interpretasi status persalinan

Ketuban pecah 20

jam sebelum lahir,

warna hijau kental

Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneous / early /

premature rupture of membrane (PROM) adalah pecahnya

ketuban sebelum in-partu; yaitu bila pembukaan pada primi

< 3 cm dan pada multipara < 5 cm. Bila periode laten terlalu

panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi

yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.

Penyebab KPD masih belum jelas, maka tidak dapat

dilakukan pencegahan. KPD memiliki etiologi lebih dari satu

11

Page 12: sapi

terhadap terjadinya CP. Pada etiologi KPD yang berbeda

mungkin hanya berpengaruh pada salah satu bentuk CP saja.

Tidak semua bentuk CP memiliki KPD sebagai factor

risikonya.

Selama hamil tidak

ada keluhan, periksa

kehamilan ke bidan 3

kali

Minimal ANC 4x

Jika antenatal care yang baik dapat mencegah terjadinya CP,

maka penurunan angka kejadian CP lebih dipengaruhi oleh

antenatal care yang baik daripada yang buruk. Hanya sedikit

bukti yang kuat yang mendukung pernyataan tersebut.

Beberapa dekade terakhir, teknologi – teknologi baru seperti

electronic fetal monitoring diperkenalkan pada dunia

obstetrik. Diduga dengan deteksi dini fetal distress akan

mencegah terjadinya kerusakan otak janin dan CP, yang

terjadi pada kelahiran dini (misalnya dengan seksio caesar).

Meskipun cara ini terbukti mencegah kematian perinatal,

namun belum ada bukti yang cukup bahwa teknik ini

menurunkan angka kejadian CP. Di lain pihak pemeriksaan

ini justru meningkatkan angka seksio caesar.

b. Bagaimana interpretasi dari APGAR skor menit pertama: 6 dan menit ke lima: 8?

Table 3 : Skor APGAR

12

Page 13: sapi

TABEL 4 : Interpretasi Skor Apgar

Penilaian Pada kasus Normal Interpretasi

Apgar score Menit pertama = 6

Menit kelima = 8

Lebih dari sama

dengan 7

Asfiksia ringan di

menit pertama

Score APGAR digunakan untuk menentukan kerentanan bayi terhadap CP dan

trauma lain akibat proses persalinan. Setiap penilaian diberi angka 0,1,2 , dari hasil

penilaian tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar

7-10 ) , asfiksia ringan (nilai apgar 4-6 ) , asfiksia berat ( nilai apgar = 0-3)

c. Bagaimana hubungan riwayat persalinan dan riwayat terdiagnosa

bronkopneumonia dan meningitis pada kasus?

Anak pertama

Pada ibu yang melahirkan cenderung memiliki resiko besar untuk terjadinya

cerebral palsy, hal ini diakibatkan karena pada anak pertama lebih sering

mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan (faktor masih kaku pada organ

reproduksi ibu) sehingga bisa mengakibatkan resiko kelahiran anak dengan

asfiksia neonatal, yang merupakan faktor resiko untuk terjadinya cerebral

palsy.

Ibu usia 36 tahun

Usia >35 tahun cenderung memiliki kualitas ovum yang kurang baik,

sehingga lebih mudah untuk terkena gangguan genetic atau kromosom

(seperti sindrom down) dan juga berpengaruh terhadap gangguan maturasi

saraf saat intrauterine sehingga meningkatkan resiko untuk terjadinya

cerebral palsy.

- Ketuban pecah 20 jam bewarna hijau dan kental

Normal ketuban pecah 8 jam sebelum kelahiran

Penyebab

Riwayat Infeksi pada ibu

Peningkatan tekanan intrauterine

Inkompatibilitas serviks

13

Page 14: sapi

Riwayat merokok pada ibu

Mekanisme

Diawali dari ibu yang sudah ada riawayat infeksi merangsang peningkatan

MMP (berperan dalam degradasi Kolagen terutama tipe III) dan penurunan TIMPs

terjadi depolimerisasi kolagen pada chorion dan amnion Ketuban jadi tipis,

lembek dan mudah pecah sehingga terjadi Ketuban Pecah Dini pH vagina

dari asam berubah menjadi basa terjadinya Infeksi ascenden cairan ketuban

mengandung bakteri tertelan oleh si bayi distress pada bayi

mengeluarkan mekoniumnya cairan ketuban berwarna hijau dan kental.

Gambar 1 : Ketuban Pecah Dini

- ANC 3 kali selama kehamilan

Ante Natal Care berguna untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan

ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu, yaitu:

1) kehamilan trimester I (<14 minggu) satu kali kunjungan

2) kehamilan trimester II (14-28 minggu) satu kali kunjungan

3) kehamilan trimester III (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali

kunjungan (Hanafiah, 2006).

Dampaknya ANC dari kurang dari 4x:

1) Meningkatnya angka mortalitas dan morbilitas ibu

2) Tidak terdeteksinya kelainan-kelainan kehamilan

14

Page 15: sapi

3) Kelainan fisik yang terjadi pada saat persalinan tidak dapat dideteksi

secara dini.

4)  Tidak dapat diketahui faktor-faktor resiko yang mungkin terjadi pada ibu.

Dengan AnteNatalCare yang teratur minimal 4x, dapat menurunkan resiko

terjadinya cerebral palsy, karena dapat mendeteksi adanya riwayat penyakit

yang diderita oleh ibu seperti halnya pada kasus sehingga bila riwayat infeksi

ibu diketahui lebih cepat akan menurunkan resiko terjadinya KPD yang

berdampak pada cerebral palsy.

Keadaan asfiksia dan terdiagnosis bronkopneumonia dan meningitis bearti

kemungkinan besar terjadi iskemik dan kerusakan pada otak sehingga akan

menimbulkan squele yang meyebakan gangguan pada kasus seperti sekarang.

d. Bagaimana hubungan bronkopneumonia dan meningitis terhadap gangguan

tumbuh kembang?

Bronkopneumonia dan meningitis yang diderita bayi dapat meningkatkan resiko

gangguan tumbuh kembang bayi itu sendiri.

Perjalanan penyakit :

Riwayat infeksi mencetuskan KPD pada ibu fariz → peningkatan MMP dan

penurunan TIMPs→bayi menelan air ketuban yang terinfeksi bakteri → distress

pada bayi → bayi melepaskan meconium → cairan ketuban bayi hijau dan kental

→ bakteri terdapat di epitel nasofaring → masuk ke saluran nafas dan darah →

hiperekskresi dan mucus dan edem parenkim, pada darah masuk ke mukosa lalu

ke csf setelah itu ke subarachnoid sehingga terjadi hiperemi dan edem otak →

terjadi Hipoksia Iskemik Enchephalopaty dan cerebral hipoksia → kerusakan sel

neuron pada otak → gangguan maturasi SSP dan lesi UMN → sehingga terjadi

gangguan tumbuh kembang

3. Pemeriksaan Fisik :

Berat badan 6,4 kg, panjang badan 70 cm, lingkaran kepala 38 cm

Tidak ada gambaran dismorfik, anak sadar, kontak mata bak, mau melihat tapi

tidak mau tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya

dengan keras. Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol.

15

Page 16: sapi

Pada posisi di tengkurapkan dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa

detik. Refleks Moro dan refleks menggenggam masih ditemukan. Kekuatan kedua

lengan dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk di ketuk, refleks

tendon meningkat, refleks Babinsky (+). Tidak ada kelainan anatomi pada kedua

tungkai dan kaki.

Ketika anak di angkat dalam posis horizontal ke 4 ekstremitas terlihat kaku, pada

posisi vertical kedua tungkai menyilang

Pada pemeriksaan KPSP usia 9 bulan anak tidak bisa melakukan semua kegiatan.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan berat badan 6,4

kg, panjang badan 70 cm, lingkaran kepala 38 cm?

Tabel 5 : Berat badan terhadap Usia

Table 6 : Panjang Badan Terhadap Usia

16

Page 17: sapi

Table 7 : Berat Badan Terhadap Panjang Badan

Tabel 8 : Lingkar Kepala Terhadap Usia

17

Page 18: sapi

Table 9 : Interpretasi Grow Chart Z - Score

Interpretasi kasus : BB = 6,4 kg , PB = 70cm , LK = 38 cm

18

Page 19: sapi

1) BB / U : < -3SD = Severely underweight

- BB rendah / Sangat kurus (Normal usia 10 bulan: 9,3 kg)

- Penyebab: belum bisa menegakkan kepala sehingga sulit untuk dilakukannya MP-

ASI

- Mekanisme:

Riwayat Infeksi pada ibu KPD Infeksi pada anak (Bronkopneumonia dan

Meningitis) terjadi kerusakan pada sel neuron otak (terutama fungsi motorik)

bayi belum bisa tengkurap sulit menegakkan kepala untuk makan Malnutrisi

2) TB / U : 0 dan -2SD = normal

- PB Normal (usia 10bulan 70cm)

3) BB/TB : < - 3 SD = Severe malnutrisi / gizi buruk

4) LK : < - 3SD = Mikrosefali

- (Lingkar kepala normal usia 10 bulan 42 -48,5 cm)

- Penyebab:

Atrofipadaotak, giziberkurang, danadanyariwayatinfeksipadasaat intrauterine

- Mekanisme:

Riwayat Infeksi pada ibu KPD Infeksi pada anak (Bronkopneumonia

dan Meningitis) terjadi kerusakan pada sel neuron otak (terutama fungsi

motorik) Atrofi pada otak kepala jadi lebih kecil (mikrosefali)

Akibat dari hanya minum susu formula (akibat belum bisa makan bubur)

kekurangan gizi pada anak pertumbuhan otak jadi menurun

mikrosefali

b. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan tidak ada

gambaran dismorfik, anak sadar, kontak mata baik, mau melihat tapi tidak mau

tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras. Tidak

terdapat gerakan yang tidak terkontrol?

Tabel 10 : Interpretasi Pemeriksaan Fisik

Gambaran dismorfik - - Normal, Bukan sindrom

19

Page 20: sapi

Down.

Sadar, kontak mata baik, mau

melihat tapi tidak mau

tersenyum kepada pemeriksa

- +

Melihat dan

tersenyum

Interaksi sosial kurang baik

karena kurang peduli

keadaan sekitar akibat

gangguan pada lobus

frontalis (fungsi eksekutif)

Menoleh ketika dipanggil

namanya

Menoleh saat

dipanggil

dengan keras

Menoleh

ketika

dipanggil

Normal

Gerakan tidak terkontrol - - (pada usia 4

bulan harus

sudah

menghilang)

Normal

Jika + Gangguan Uper

Motor Neuron,

keterlambatan motorik

halus, CP diskinetik

c. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan pada posisi di

tengkurapkan dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik. Refleks Moro

dan refleks menggenggam masih ditemukan. Kekuatan kedua lengan dan tungkai 3,

lengan dan tungkai kaku dan susah untuk di ketuk, refleks tendon meningkat, refleks

Babinsky (+). Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan kaki?

i. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik

normalnya bayi mulai bisa mengangkat kepala dan menahannya beberapa

detik sejak usia 3 bulan (gerakan motorik kasar bayi pada usia 3 bulan), hal ini

menandakan adanya keterlambatan perkembangan motorik yang dapat

diakibatkan oleh palsi serebral.

ii. Refleks Moro dan refleks menggenggam (+) menandakan bahwa refleks

primitif belum hilang, yang normalnya refleks primitif akan hilang pada usia 6

bulan. Hal ini menandakan bahwa perkembangan otak terhambat sehingga

refleks primitif masih ada.

iii. Kekuatan kedua lengan dan tungkai 3 anak dapat melawan gravitasi namun

tidak dapat mengatasi tahanan (resistansi). Hal ini dapat diakibatkan oleh palsi

serebral.

Kekuatan otot :

20

Page 21: sapi

0 = tidak terdeteksi adanya gerakan

1 = pergerakan lemah dan singkat atau tidak ada gerakan.

2 = pergerakan sendi mungkin bila eliminasi gravitasi

3 = dapat kontraksi otot melawan gravitasi tapi tanpa resistansi

4 = dapat melawan gravitasi dan mampu mengatasi sedikit tahanan yang

diberikan

5 = tidak ada kelumpuhan/ normal

iv. Lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekuk, refleks tendon meningkat

menandakan adanya lesi pada Upper Motor Neuron dan merupakan tanda

dari palsi serebral tipe spastic.

v. Refleks Babinski (+) normal, refleks Babinski pada anak akan hilang pada

usia 18 bulan.

vi. Tidak ada kelainan anatomi pada tungkai dan kaki normal, menyingkirkan

adanya gangguan otot dan tulang

Mekanisme

Refleks Moro hilang pada usia 6 bulan

Refleks menggenggam hilang pada usia 3-4 bulan

Bila pada usia 10 bulan, refleks-refleks tersebut belum hilang berarti terdapat

gangguan perkembangan motorik pada bayi.

Akibat adanya:

1) Riwayat asfiksia neonatal dapat mengakibatkan terjadinya Hipoksia

Iskemik Encephalopaty yang membuat terjadinya Kerusakan pada sel

neuron motorik di otak.

2) Riwayat meningitis mengakibatkan terjadinya peradangan pada ruang sub

arachnoid (lapisan meningen) sehingga terjadi hiperemi dan edema pada

otak, hal ini menimbulkan peningkatan pada TIK yang berdampak pada

penurunan aliran darah otak sehingga terjadilah cerebral hipoksia yang

mengakibatkan pula kerusakan sel neuron motorik di otak.

Kerusakan sel neuron motorik di otak mengakibatakn Terdapat defek

neurologis, yaitu terhambatnya maturasi SSP, karena saat maturasi SSP

terjadi, korteks akan menghambat subkorteks untuk menimbulkan refleks

primitif sehingga gerakan akan digantikan dengan gerakan yang lebih

terarah.

21

Page 22: sapi

Gambar 2: Letak Lesi Pada Otak Dan Tipe Cerebral Palsy

22

Page 23: sapi

d. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan ketika anak di

angkat dalam posis horizontal ke 4 ekstremitas terlihat kaku, pada posisi vertical

kedua tungkai menyilang?

Lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekuk, refleks tendon meningkat: karena

terjadi spasticity. Pada serebral palsy, pasien mengalami atrofi serebri yang

berdasarkan pemeriksaan kemampuan fungsional anak, mengenai pada sebagian

korteks serebri, traktus ekstrapiramidalis dan traktus kortikospinal yang menyebabkan

gangguan gross motor, fine motor, bicara dan kognisi. Pada cerebral palsy terjadi

kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan terganggunya fungsi gerak yang

normal. Pada kerusakan korteks serebri terjadi kontraksi otot yang terus menerus

dimana disebabkan oleh karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung

refleks.

e. Bagaimana cara pemeriksaan KPSP serta interpretasi dan mekanisme abnormal dari

pemeriksaan pada pemeriksaan KPSP usia 9 bulan anak tidak bisa melakukan semua

kegiatan?

Formulir KPSP adalah alat/instrumen yang digunakan untuk mengetahui

perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.

23

Page 24: sapi

- KPSP usia: 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72 bulan

Bila anak berusia diantaranya maka KPSP yang digunakan adalah yang lebih kecil

dari usia anak.

- Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan.

Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan

Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari dibulatkan menjadi 4 bulan bila umur bayi 3

bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan.

- Setelah menentukan umur anak pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.

- KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu :

• Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak. Contoh : “dapatkah bayi

makan kue sendiri?”

• Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas

yang tertulis pada KPSP. Contoh : “pada posisi bayi anda terlentang, tariklah

bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk”

- Baca dulu dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas atau ragu-

ragu tanyakan lebih lanjut agar mengerti sebelum melaksanakan.

- Pertanyaan dijawab berurutan satu persatu.

- Setiap pertanyaan hanya mempunyai satu jawaban YA atau TIDAK.

- Teliti kembali semua pertanyaan dan jawaban.

Interpretasi Hasil KPSP

- Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang-kadang)

- Hitung jawaban Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah)

- Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan

perkembangan (S)

- Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M)

- Bila jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P).

- Rincilah jawaban TIDAK pada nomer berapa saja.

Untuk Anak dengan Perkembangan SESUAI (S)

- Orangtua/pengasuh anak sudah mengasuh anak dengan baik.

- Pola asuh anak selanjutnya terus lakukan sesuai dengan bagan stimulasi sesuaikan

dengan umur dan kesiapan anak.

24

Page 25: sapi

- Keterlibatan orangtua sangat baik dalam tiap kesempatan stimulasi. Tidak usah

mengambil momen khusus. Laksanakan stimulasi sebagai kegiatan sehari-hari

yang terarah.

- Ikutkan anak setiap ada kegiatan Posyandu.

Untuk Anak dengan Perkembangan MERAGUKAN (M)

- Konsultasikan nomer jawaban tidak, mintalah jenis stimulasi apa yang diberikan

lebih sering .

- Lakukan stimulasi intensif selama 2 minggu untuk mengejar ketertinggalan anak.

- Bila anak sakit lakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter/dokter anak.

Tanyakan adakah penyakit pada anak tersebut yang menghambat

perkembangannya.

- Lakukan KPSP ulang setelah 2 minggu menggunakan daftar KPSP yang sama

pada saat anak pertama dinilai.

- Bila usia anak sudah berpindah golongan dan KPSP yang pertama sudah bisa

semua dilakukan. Lakukan lagi untuk KPSP yang sesuai umur anak.

Misalnya umur anak sekarang adalah 8 bulan 2 minggu, dan ia hanya bisa 7-8 YA.

Lakukan stimulasi selama 2 minggu. Pada saat menilai KPSP kembali gunakan

dulu KPSP 6 bulan. Bila semua bisa, karena anak sudah berusia 9 bulan, bisa

dilaksanakan KPSP 9 bulan.

- Lakukan skrining rutin, pastikan anak tidak mengalami ketertinggalan lagi.

- Bila setelah 2 minggu intensif stimulasi, jawaban masih (M) = 7-8 jawaban YA.

Konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau ke rumah sakit dengan fasilitas

klinik tumbuh kembang.

Untuk Anak dengan kemungkinan ada penyimpangan (P)

Buatlah rujukan ke RS dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan

perkembangan.

Interpretasi: terdapat penyimpangan perkembangan anak.

Mekanisme abnormal:

Bronkopneumoni penyebaran infeksi lewat hematogen Meningitis Neutrofil

memanggil banyak sitokin permeabilitas pembuluh darah meningkat cairan

keluar ke jaringan kompresi pembilih darah blood flow kurang hipoksia

25

Page 26: sapi

serebri iskemik serebri Reactive oxygen species, Reactive nitrogen species,

nekrosis serebri kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll) perlambatan proses

mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area presentralis (korteks motorik)) dan

traktus piramidalis) hilangnya inhibisi sentral desendens pada sel-sel fusimotor

(neuron motor ɤ) yang mempersarafi spindel otot dan perlambatan maturasi area

motorik serta gangguan implus di area motorik Spastisitas dan perlambatan

perkembangan respon postural gangguan perkembangan motorik halus dan kasar,

gangguan bahasa, dll Cerebral Palsy (CP)

1) Pada posisi bayi telentang, pegang kedua tangannya lalu tarik perlahan-lahan ke

posisi duduk. Dapatkah bayi mempertahankan lehernya secara kaku seperti

gambar di sebelah kiri ? Jawab TIDAK bila kepala bayi jatuh kembali seperti

gambar sebelah kanan.

Gambar 3 : Tes KPSP

2) Pernahkah anda melihat bayi memindahkan mainan atau kue kering dari satu

tangan ke tangan yang lain? Benda-benda panjang seperti sendok atau kerincingan

bertangkai tidak ikut dinilai.

3) Tarik perhatian bayi dengan memperlihatkan selendang, sapu tangan atau serbet,

kemudian jatuhkan ke lantai. Apakah bayi mencoba mencarinya? Misalnya

mencari di bawah meja atau di belakang kursi?

4) Apakah bayi dapat memungut dua benda seperti mainan/kue kering, dan masing-

masing tangan memegang satu benda pada saat yang sama? Jawab TIDAK bila

bayi tidak pernah melakukan perbuatan ini.

5) Jika anda mengangkat bayi melalui ketiaknya ke posisi berdiri, dapatkah ia

menyangga sebagian berat badan dengan kedua kakinya? Jawab YA bila ia

mencoba berdiri dan sebagian berat badan tertumpu pada kedua kakinya.

6) Dapatkah bayi memungut dengan tangannya benda-benda kecil seperti kismis,

kacang?kacangan, potongan biskuit, dengan gerakan miring atau menggerapai

26

Page 27: sapi

seperti gambar ?

Gambar 4 : Tes meraih benda

7) Tanpa disangga oleh bantal, kursi atau dinding, dapatkah bayi duduk sendiri

selama 60 detik?

Gambar 5 : Tes duduk tanpa disangga

8) Apakah bayi dapat makan kue kering sendiri?

9) Pada waktu bayi bermain sendiri dan anda diam-diam datang berdiri di

belakangnya, apakah ia menengok ke belakang seperti mendengar kedatangan

anda? Suara keras tidak ikut dihitung. Jawab YA hanya jika anda melihat

reaksinya terhadap suara yang perlahan atau bisikan.

10) Letakkan suatu mainan yang dinginkannya di luar jangkauan bayi, apakah ia

mencoba mendapatkannya dengan mengulurkan lengan atau badannya?

f. Apa saja refleks-refleks primitive dan refleks patologis pada bayi?

1) Refleks palmar grasp

Refleks dianggap positif bila terjadi fleksi jari-jari tangan membentuk genggaman

ketika tangan bayi diberikan rangsang benda atau jari pemeriksa, hilang pada usia

6 bulan.

2) Refleks plantar grasp

Refleks dianggap positif bila terjadi fleksi jari kaki ketika benda atau jari

pemeriksa menyentuh telapak kaki dekat jari bayi, hilang pada usia 15 bulan.

3) Refleks Gallant

Refleks dianggap positif bila terjadi pembengkokan trunkus, di mana bagian yang

distimulasi (bagian punggung bayi digores ke bawah) melengkung ke dalam,

hilang pada usia 4 bulan.

4) Refleks asymmetrical tonic neck

27

Page 28: sapi

Refleks dianggap positif bila terjadi ekstensi ekstremitas pada sisi muka dan fleksi

ekstremitas pada sisi belakang kepala ketika kepala bayi diputar ke samping dan

ditahan, hilang pada usia 3 bulan.

5) Refleks Moro

Refleks dianggap positif bila terjadi abduksi diikuti fleksi ekstremitas atas (seperti

gerakan memeluk) ketika bayi diberi rangsangan seperti dijatuhkan mendadak,

hilang pada usia 6 bulan.

6) Refleks Babinski

Reaksi dianggap positif bila terjadi dorsofleksi jari I diikuti gerakan saling

menjauh (fanning) jari lainnya ketika diberikan goresan pada sisi lateral telapak

kaki dari tumit hingga metatarsal jari lima, hilang pada usia 18 bulan.

Refleks patologis pada bayi:

1) Refleks Hoffmann

Refleks dianggap positif bila terjadi fleksi phalanx terminal jempol ketika jari

manis disentil.

2) Tanda Gordon

Dicetuskan dengan memencet otot betis, positif bila terjadi refleks seperti pada

refleks Babinski.

3) Tanda Oppenheim

Dicetuskan dengan menggores bagian medial tibia ke bawah, positif bila terjadi

refleks seperti pada refleks Babinski.

4) Tanda Schaeffer

Dicetuskan dengan memencet tendon achilles, positif bila terjadi refleks seperti

pada refleks Babinski.

5) Tanda Gonda

Dicetuskan dengan memfleksikan jari kaki IV dan kemudian mendadak dilepas,

positif bila terjadi refleks seperti pada refleks Babinski.

28

Page 29: sapi

IV. Analisa Aspek Klinis

a. Bagaimana penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang?

Anamnesis

Riwayat Kehamilan

- Status obstetrik

- Penyakit yang diderita saat hamil (plasenta previa, solution plasenta,

preeklampsia, infeksi, toksemia gravidarum, infeksi TORCH, paparan radiasi)

- Asupan gizi saat hamil

- Pengobatan yang pernah diterima saat hamil

Riwayat Perinatal

- Spontan atau sectio caesarea

- APGAR score

- Riwayat asfiksia

- Berat badan lahir

- Usia kehamilan

- Riwayat trauma, ikterus, kejang

Riwayat Posnatal

- Trauma

- Infeksi

- Perdarahan intrakranial

- Riwayat koagulopati

Riwayat Tumbuh Kembang

- Growth Chart

- KPSP

- Asupan gizi

29

Page 30: sapi

Cerebral Palsy sangat sulit didiagnosis semasa balita, dan gejala-gejala spesifik belum

bisa dipastikan sebelum usia 2 tahun. Anak-anak dengan risiko tinggi (pernah

asfiksia, stroke, ikterus, meningitis, kejang) harus di follow up dengan ketat.

Pemeriksaan Fisik

1. Growth Chart

Meliputi pemeriksaan tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala.

Kuisioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)

Pemeriksaan refleks tendon

Pemeriksaan refleks primitif menetap

Meliputi pemeriksaan refleks moro, refleks genggam, refleks babinski,

asimetric tonic neck reflex.

Kontraktur pada persendian

- Lengan dalam aduksi, fleksi sendi siku, pergelangan tangan dalam

pronasi, jari-jari dalam fleksi, posisi jari melintang di telapak tangan.

- Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi sendi paha dan lutut, kaki dalam

fleksi plantar, telapak kaki berputar ke dalam.

Gangguan postural

2. Growth delay

Pemeriksaan mata dan telinga

Pada anak penderita cerebral palsy juga sering terdapat gangguan

penglihatan berupa strabismus konvergen, kelainan refraksi, dan katarak

serta gangguan pendengaran.

Pemeriksaan Penunjang

1. Elektroensefalogram (EEG)

EEG dapat dilakukan dari usia bayi sampai dewasa. Merupakan salah satu

pemeriksaan penting pada pasien dengan kelainan susunan saraf pusat. Alat ini

bekerja dengan prinsip mencatat aktivitas elektrik di dalam otak, terutama pada

bagian korteks (lapisan luar otak yang tebal). Dengan pemeriksaan ini, aktifitas sel-sel

saraf otak di korteks yang fungsinya untuk kegiatan sehari-hari, seperti tidur, istirahat

30

Page 31: sapi

dan lain-lain, dapat direkam. Pada infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis,

ensefalitis, pemeriksaan EEG perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan, misalnya

terjadi kejang yang tersembunyi atau adanya bagian otak yang terganggu.

2. Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)

Alat ini sangat berguna untuk membuktikan dugaan adanya kerusakan pada otot atau

syaraf. NCV digunakan terlebih dahulu sebelum EMG, dan digunakan untuk

mengukur kecepatan saat dimana saraf–saraf mentransmisikan sinyal.

Selama pemeriksaan NCV, elektroda ditempelkan pada kulit yang dilalui syaraf yang

spesifik untuk suatu otot atau sekelompok otot. Prinsip kerja NCV adalah

memberikan stimulus elektrik yang dihantarkan melalui elektrode, kemudian respon

dari otot dideteksi, diolah dan ditampilkan. Kekuatan dari sinyal yang diberikan juga

dihitung. Kondisi neurologis dapat menyebabkan NCV melambat atau menjadi lebih

lambat pada salah satu sisi tubuh.

EMG mengukur impulse dari saraf dalam otot. Elektrode kecil diletakkan dalam otot

pada lengan dan kaki dan respon elektronik diamati dengan menggunakan suatu alat

yang menampilkan gerakan suatu arus listrik (oscilloscope). Alat ini mendeteksi

bagaimana otot bekerja.

3. Tes Laboratorium

a. Analisis kromosom

Analisis kromosom dapat menunjukkan identifikasi suatu anomaly genetik

(contohnya Down’s Syndrome) ketika anomali tersebut muncul pada sistem organ.

b. Tes fungsi tiroid

Tes fungsi tiroid dapat menunjukkan kadar hormon tiroid yang rendah yang dapat

menyebabkan beberapa cacat bawaan dan retardasi mental berat.

c. Tes kadar ammonia dalam darah

Kadar ammonia yang tinggi di dalam darah (hyperammonemia) bersifat toksik

terhadap sistem saraf pusat (seperti otak dan sumsum tulang belakang). Defisiensi

beberapa enzim menyebabkan kerusakan asam amino yang menimbulkan

hyperammonemia. Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan liver atau kelainan

metabolisme bawaan.

4. Imaging test

31

Page 32: sapi

Tes gambar sangat membantu dalam mendiagnosa hidrosefalus abnormalitas

struktural dan tumor. Informasi yang diberikan dapat membantu dokter memeriksa

prognosis jangka panjang seorang anak.

a. Magnetic Resonance Imaging atau MRI

MRI menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menciptakan

gambar dari struktur internal otak. Studi ini dilakukan pada anak–anak yang lebih

tua. MRI dapat mendefinisikan abnormalitas dari white matter dan korteks

motorik lebih jelas daripada metode–metode lainnya.

b. CT scan

Teknik ini merupakan gabungan sinar X dan teknologi komputer, menghasilkan

suatu gambar yang memperlihatkan setiap bagian tubuh secara terinci termasuk

tulang, otot, lemak dan organ-organ tubuh. Suatu computed tomography scan dapat

menunjukkan malformasi bawaan, hemorrhage dan PVL pada bayi.

c. Ultrasound

Ultrasound menggunakan echo dari gelombang suara yang dipantulkan ke dalam

tubuh untuk membentuk suatu gambar yang disebut sonogram. Alat ini seringkali

digunakan pada bayi sebelum tulang tengkorak mengalami pengerasan dan

menutup untuk mendeteksi kista dan struktur otak yang abnormal. (Anonim, 2004)

b. Apa diagnosis banding?

a. Mental subnormal

Sukar membedakan CP yang disertai retardasi mental dengan anak yang hanya

menderita retardasi mental. Kedua keadaan ini pada umumnya saling menyertai.

Oleh karena itu kalau ditemukan anak dengan retardasi mental, maka harus dicari

tanda–tanda CP, demikian pula sebaliknya.(Soetjiningsih, 1995)

b. Retardasi motorik terbatas

Sukar untuk membedakan CP tipe diplegia yang ringan, dengan kelainan motorik

terbatas pada tungkai bawah.(Soetjiningsih, 1995)

c. Tahanan volunter terhadap gerakan pasif

Anak mungkin didiagnosis sebagai tipe spastik, padahal sebenarnya hanya

menunjukkan adanya tahanan terhadap gerakan pasif, biasanya pada abduksi paha.

(Soetjiningsih, 1995)

d. Penyakit–penyakit degeratif pada susunan saraf

32

Page 33: sapi

Penyakit–penyakit seperti lipoidosis, leukoensefalopati, penyakit Schilder

(ensefalitis periaksialis) dan multiple sklerosis sering dikelirukan dengan CP

dengan penyebab pranatal. Toksoplasmosis dapat meyebabkan kejang–kejang atau

spastisitas, sehingga sering mengaburkan penyebab utamanya. Phenyl ketonuria,

walaupun jarang juga dapat menyebabkan spastisitas. (Soetjiningsih, 1995)

e. Kelainan pada medula spinalis

Kelainan disini adalah diastematomieli, siringomieli dan disrafisme spinal.

Diastematomieli adalah kelainan kongenital pada medula spinalis yang

menyebabkan paresis progresif pada tungkai bawah. Siringomieli terjadi pada

anak yang agak besar, yang ditandi dengan adanya atrofi otot, arthropati,

kelemahan atau spastisitas dan terdapat gangguan pada rasa sakit.

Kelainan kongenital lain adalah tidak terbentuknya tulak sakrum, menyebabkan

kelemahan pada kaki dan disertai gangguan kontrol spingter. Spastis diplegia atau

monoplegia adalah sangat jarang, oleh karena itu harus dicari gejala–gejala lain

pada ekstremitas atas. (Soetjiningsih, 1995)

c. Apa diagnosis kerja dan definisi?

Fariz, laki-laki, 10 bulan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan

(motorik kasar, motorik halus, komunikasi dan sosial) et causa palsi serebral

kuadriplegia spastik disertai gizi buruk dan mikrosefali.

Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif,

karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel motorik di susunan saraf pusat yang

sedang tumbuh/belum selesai tumbuh. Kerusakan tidak hanya terjadi pada korteks

serebri, tetapi juga dapat mengenai ganglia basalis, pons, pusat-pusat pada bagian

subkortikal otak tengah (midbrain), atau serebelum.

d. Bagaimana epidemiologi?

Cerebral Palsy Merupakan kelainan motorik yang banyak ditemukan pada anak,

Angka kejadian 1-5 per 1000 anak. Laki-laki lebih sering dari pada wanita,Sering

terdapat pada anak pertama, karena pada anak pertama cenderung mengalami

kesulitan saat persalinan. Angka kejadian lebih tinggi pada bayi BBLR, anak

kembar, ibu diatas usia 40 th, dan ibu multipara.

mengalami kesulitan saat persalinan

33

Page 34: sapi

e. Apa etiologi dan faktor resiko?

Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian :

1) Pranatal

a) Infeksi intrauterin  TORCH, sifilis, rubella, toksoplasmosis, 

dansitomegalovirus

b)  Radiasi

c) Asfiksia intrauterin

(abrupsio plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilicus,

perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain-lain)

d)  Toksemia gravidarum

e) DIC

2) Perinatal

a) Anoksia/hipoksia

Merupakan kejadian tersering hal ini menyebabkan brain injury faktor

penyebab tersering adalah partus lama, kelahiran menggunakan alat bantu,

disproporsi sefalopelvik, presentasi bayi abnormal, SC.

b) Perdarahan otak

c) Korioamnionitis

d) BBLR

e) Prematuritas

f) Ikterus

g) Meningitis

3) Postnatal

a) Trauma kepala

b) Infeksi (meningitis, ensefalitis, yang terjadi pada 6 bulan awal

kehidupan)

c) Hipoksik-iskemik (pada aspirasi mekonium), HIE (hipoksik-iskemik

ensefalopati)

d) Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan

e) Racun : logam berat

34

Page 35: sapi

f) Luka Parut pada otak pasca bedah

Faktor resiko cerebral palsy :

Bagan 1 : Faktor – factor risiko Cerebral Palsy

f. Bagaimana manifestasi klinis?

Tanda awal palsi serebral, biasanya terlihat pada usia kurang dari tiga tahun. Orang

tua mulai mencurigai ketika fungsi motorik anak tidak normal. Bayi dengan palsi

serebral sering mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya pada usia enam

bulan belum bisa tengkurap.

Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus otot/hipotonia

membuat bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy. Peningkatan tonus

otot/hipertonia membuat bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus, bayi pada periode

awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang menjadi hipertonia setelah dua

sampai tiga bulan pertama. Anak-anak palsi serebral dapat pula menunjukan postur

abnormal pada satu sisi tubuh. Kesulitan makan, mengiler berlebihan, gagal tumbuh,

refleks primitif menetap dan refleks postural terlambat.

35

Page 36: sapi

g. Bagaimana patofisiologi?

Pathogenesis Cerebral Palsy

Bronkopneumoni penyebaran infeksi lewat hematogen Meningitis Neutrofil

memanggil banyak sitokin permeabilitas pembuluh darah meningkat cairan

keluar ke jaringan kompresi pembilih darah blood flow kurang hipoksia

serebri iskemik serebri Reactive oxygen species, Reactive nitrogen species,

nekrosis serebri kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll) perlambatan proses

mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area presentralis (korteks motorik)) dan

traktus piramidalis) hilangnya inhibisi sentral desendens pada sel-sel fusimotor

(neuron motor ɤ) yang mempersarafi spindel otot dan perlambatan maturasi area

motorik serta gangguan implus di area motorik Spastisitas dan perlambatan

perkembangan respon postural gangguan perkembangan motorik halus dan kasar,

gangguan bahasa, dll Cerebral Palsy (CP)

36

Page 37: sapi

Patofisiologi

37

Riwayat infeksi pada ibu fariz

ANC <4x

Ibu usia 36 tahun

BBLR Peningkatan MMP dan Penurunan TIMPs

KPD

Bayi menelan air ketuban yg terinfeksi bakteri

Distress pada bayi

Cairan ketuban hijau dan kental

Bayi melepaskan mekonium

Bakteri terdapat di epitel nasofaring

Masuk ke sal. Nafas (parenkim paru)

Hipersekresi mucus dan edem parenkim paru

Kolaps alveolus

Sesak nafas

Asfiksia neonatal

HIE

Masuk ke darah

Menembus mukosa lalu ke CSF (replikasi)

Masuk ke ruang subarachnoid

Hiperemi dan edema otak

Peningkatan TIK

Penurunan aliran darah ke otak

Cerebral Hipoksia

Kerusakan sel neuron di otak

Gangguan maturasi SSP Lesi pada UMN

Cerebral palsy tipe spastic quadriplegia

Belum bisa tengkurap (gross motor)

Belum bisa mengoceh (communication)

Belum bisa meraih benda (fine motor)

Belum bisa makan biscuit sendiri (personal social)

Gangguan perkembangan (Global Developmental delayed)

Malnutrisi

BB/U menurun (underweight)

BB/TB menurun (gizi buruk)

HC menurun (mikrosefali)

Refleks primitif masih tetap ada

Page 38: sapi

h. SKDI ?

2

Lulusan dokter mampu membuat diagnose klinik penyakit dan mengetahui cara yang

paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penykit tersebut,

selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga

mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

i. Bagaimana tatalaksana?

Tujuan tatalaksana bukan membuat anak seperti anak normal lainnya. tetapi

mengembangkan sisa kemampuan yang ada pada anak tersebut seoptimal

mungkin, sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktifitas sehari-hari

tanpa bantuan atau dengan sedikit bantuan.

Penatalaksanaan palsi serebralis dibagi menjadi 2 aspek

ASPEK MEDIS

Aspek medis umum

Gizi

Usia 9 bulan panjang badan 73cm BB sekarang : 6,4 kg BB ideal 8,5 kg

Kebutuhan kalori Indra per hari = 120 kkal/kg BB x 8,5 kg = 1.020 kkal

Target BB antara ditetapkan 7 kg

Table 11 : Kebutuhan Energi Kkal Perhari Berdasarkan Usia 6 – 23 Bulan

Usia (bulan)

Energi yang dibutuhkan sebagai tambahan ASI

Tekstur Frekuensi Jumlah rata-rata makanan yang biasanya dimakan per kali

6-8 200 kkal per hari

Mulai dengan bubur kental, makanan yang dihaluskanLanjutkan dengan makanan keluarga yang dihaluskan

2-3 kali perhari

Tergantung nafsu makan anak, dapat diberikan 1-2 kali snack

Mulai dengan 2-3 sendok makan per makan, tingkatkan bertahap, maksimal waktu makan ½ jam

9-11 300 kkal per hari

Makanan yang dicincang halus atau dihaluskan, dan makanan yang dapat diambil sendiri oleh bayi

3-4 kali per hari

Tergantung nafsu makan anak, dapat diberikan 1-2 kali snack

Makanan ditingkatkan bertahap sesuai dengan kemampuan bayi.Waktu makan maksimal ½ jam.

12-23 550 kkal per hari

Makanan keluarga, dicincang atau dihaluskan bila perlu

3-4 kali per hari

Tergantung nafsu makan anak, dapat diberikan 1-2 kali snack

Makanan ditingkatkan bertahap sesuai dengan kemampuan bayi. Waktu makan maksimal ½ jam

38

Page 39: sapi

Kebutuhan kalori (RDA) untuk BB antara = 120 kkal/kgBB x 7 kg = 840

kkal Mulai dengan MP-ASI lumat, misal bubur susu, diberikan secara

bertahap mulai 2-3 sendok makan per kali makan target setengah gelas

(125 mL) 1-2 kali per hari

Bila MP ASI 3 x 1/2 porsi = 240 kalori (1 sachet @40 g = 160 kalori)

Kalori dari susu formula 600 kkal = 900 mL → 6 x 150 mL

Bila MP ASI 2 x 1 porsi bubur susu = 320 kalori

Kalori dari susu formula 520 kkal = 820 mL → 6 x 136 mL

Selanjutnya, dilakukan evaluasi dan pemantauan. Bila BB sudah mencapai

7 kg, diet dinaikkan untuk mencapai BB target 8,5 kg.

Kebutuhan kalori (RDA) untuk BB 8,5 kg = 120 kkal/kgBB x 8,5 kg =

1020kkal

MP ASI 3 x 1 porsi bubur susu (480 kkal) ditambah 1 kali pisang (40

kkal) = 520 kkal

Kalori dari susu formula 500 kkal = 750 mL → 5 x 150 mL

Karena belum bias menelan di berikan bias lewat NGT

Terapi dengan obat-obatan

Sesuai kebutuhan anak (tergantung gejala), seperti obat-obatan untuk

relaksasi otot (untuk spastisitas bisa diberikan baclofen dan diazepam; bila

gejala berupa rigiditas bisa diberikan levodopa; Botolinum toxin (Botox)

intramuskuler bisa mengurangi spastisitas untuk 3-6 bulan. Hal ini akan

meningkatkan luas gerak sendi (ROM), menurunkan deformitas,

meningkatkan respon terhadap fisioterapi dan okupasional terapi dan

mengurangi tindakan operasi untuk spastisitas.), anti kejang, athetosis,

ataksia, psikotropik, dan lain-lain.

Skeletal muscle relaxant

Baclofen merupakan analog GABA yang menginhibisi influks Ca ke terminal

presinaptik dan mensupresi neurotransmitter eksitasi

Piracetam 120 mg / kgBB

10-15 mg/hari PO dinaikkan 5 mg/hari. Tidak > 60 mg/hari

39

Page 40: sapi

Dantrolene 0,5 mg/kg PO , dimulai dari 25 mg/hari, dapat dinaikkan sampai

40 mg/hari

Benzodiazepine untuk memicu relaksasi otot, tidak direkomendasikan

untuk > 6 bln, diazepam 0,8-0,12 mg/kg PO

Dosis 12 U/kg, max 400U, masing-masing otot kecil menerima 1-2 U/kg dan

otot besar 4-6 U/kg, injeksi, Usia > 12 tahun: 1,25-2,5 ml (0,05-0,1 ml tiap 3-4

bulan)Apabila belum berhasil dosis berikutnya dinaikkan 2 x/tidak lebih 25 ml

perkali atau 200 ml perbulan

terapi melalui pemebedahan ortopedi

banyak hal yang dapat dibantu dengan tindakan ortopedi, misalnya tendon

yang memendek akibat kekakuan/spastisistas otot, rasa sakit yang terlalu

menggangu dan lain-lain yang dengan fisioterapi tidak berhasil. tujuan

tindakan ini adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat

atau untuk transfer dari fungsi.

fisioterapi

- teknik tradisional

latihan luas gerak sendi, “streching”, latihan penguatan dan

peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri, latihan

pindah, latihan jalan,. contohnya teknik dari deaver.

- “motor function training” dengan menggunakan sistemkhusus, yang

umumnya dikelompokkan sebagai neuromuskular facilitation

excercises. dimana digunakan pengetahuan neurofisiologidan

neuropatologi dari refleks didalam latihan, untuk mencapai suatu

postur dan gerak yang dikehendaki. Secara umum konsep latihan ini

berdasarkan prinsip bahwa dengan beberapa bentuk stimulasi akan

ditimbulkan reaksi otot yang dikehendaki, yang kemudian bila

dilakuakn berulang-ulang akan berintergrasi ke dalam pola gerak

motorik yang bersangkutan.

terapi okupasi

terytama latihan untuk melakukan akvitas sehari-hari, evaluasi penggunaan

alat bantu, latihan keterampilan tangan dan aktivitas bimanual. latihan

40

Page 41: sapi

bimanual ini dimaksudkan agar menghasilkan pola dominan pada salah

satu sisi hemisfer otak.

ortotik

dengan menggunakan brace dan bidai, tongkat ketiak, tripod, walker, kursi

roda, dll.

terapi wicara

ASPEK NON MEDIS

a. pendidikan

memerlukan pendidikan khusus (sekolah luar biasa)

b. pekerjaan

pemeberian kesempatan kerja tetap diperlukan agar dapat meningkatkan

harga diri bagi penderita yang bersangkutan

c. masalah sosial

diperlukan pekerja sosiala untuk menyelesaikannya

d. lain-lain

rekreasi, olahraga, kesenian, dan aktivitas-aktivitas kemasyarakatan perlu

dilaksanakan oleh pederita ini.

KEP

Prinsip dasar penanganan 10 lanhkah utama (diutamakan penanganan

kegawatan)

- penanganan hipoglokemi, hipotermi, dan dehidrasi

- koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

- pengobatan infeksi

- pemberian makanan

- fasilitas tumbuh kembang

- koreksi defisiensi nutrisi mikro

- melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental

- penrencanaan tindak lanjut setelah sembuh

Mikrosefali

Dilakukan fisioterapi, speech therapy, dan sebagainya. Mikrosefali tidak dapat

diobati, sehingga pencegahan sangat penting. Pencegahan meliputi bimbingan

41

Page 42: sapi

dan penyuluhan genetika, pencegahan bahaya infeksi terutama selama

kehamilan, obat-obatan.

Pencegahan yang dapat dilakukan oleh ibu atau keluarga antara lain:

1) Hindari pernikahan pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun yang merupaka

faktor resiko bayi prematur dan hipoksia.

2) Sebelum mengandung, ibu harus menjaga kondisi tubuh dan mengelola

gangguan kesehatan dengan baik .

3) Saat ibu mengandung, ibu melakukan kontrol rutin dan melakukan

perawatan kesehatan dengan baik sesuai dengan anjuran dokter kandungan.

4) Mengontrol diabetes, anemia, hypertension, seizures, and nutritional

deficiencies selama mengandung dapat mencegah beberapa kelahiran

prematur yang dalam beberapa kasus dapat mengakibatkan CP.

5) Setelah bayi dilahirkan, orang tua mengurangi resiko untuk kerusakan otak

seperti tidak menggoncang-goncangkan bayi dan menjaga keamanan bayi saat

dalam kendaraan.

6) Selalu peduli/waspada dengan keadaan di rumah.

7) Memberikan imunisasi tepat waktu untuk melawan infeksi yang serius

j. Bagaimana prognosis?

Quo at vitam: Dubia

Quo at fungsionam: Dubia

k. Bagaimana komplikasi?

Problem pencernaan, misalnya muntah dan refluks (GERD). Dikarenakan ototnya

spastis termasuk klep di lambungnya. Akibatnya makanan yang masuk ke

lambung akan kembali lagi ke kerongkongan, lalu ke mulut, dan muntah.

Problem oromotor, saraf-saraf otak yang terganggu mempengaruhi saraf-saraf

oromotornya (saraf di sekitar mulut, pipi, dan rahang) sehingga anak akan sulit

menelan atau makan, mengiler, dan gangguan artikulasi

Mudah terjadi trauma, misalnya mudah jatuh saat berlari atau olahraga pada anak

dengan CP ringan

Problem pernapasan. Anak CP yang lebih sering pada posisi tidur akan sulit untuk

batuk atau mengeluarkan lendir. Manusia dapat batuk jika posisinya tegak (duduk

42

Page 43: sapi

atau berdiri). Pilek, batuk, dan demam pada anak CP sebaiknya ditangani segera

agar tidak berlanjut lebih parah dan beresiko terkena pneumonia (radang paru-

paru). Problem pernapasan ini bisa teratasi dengan rutin menjemur anak setiap

pagi, kamar tidurnya tidak boleh lembab, dan diinhalasi jika perlu.

Problem tulang dikarenakan kurang aktifitas dan kurang matahari. Misalnya

osteoporosis atau pengeroposan tulang dan nyeri tulang.

Problem kekakuan otot dan sendi, dapat menyebabkan gangguan tidur dan nyeri

Gangguan berkemih dan defekasi, dikarenakan otot kandung kemih yang kaku.

Pada kondisi berat perlu digunakan kateter.

Konstipasi dan sulit buang air besar , dapat menyebabkan gelisah dan sulit tidur.

Gangguan ini tergantung aktifitas anak. Jika anak pasif akan cenderung sulit untuk

mengedan.

43

Page 44: sapi

V. Learning Issue

Cerebral Palsy

A. Definisi dan Klasifikasi

Cerebral palsy didefinisikan sebagai suatu kelainan pada gerakan dan postur yang

bersifat menetap, disebabkan oleh kecacatan nonprogresif atau lesi yang terjadi pada otak

yang belum matur

Pada otak, terdapat 3 bagian berbeda yang bekerja bersama menjalankan dan mengontrol

kerja otot yang berpengaruh pada pergerakan dan postur tubuh. Bila terjadi kerusakan pada

bagian otak itulah yang membuat seseorang menderita CP. Bagian–bagian otak tersebut

adalah sebagai berikut :

Gambar 2 Bagian-Bagian Otak yang Mengalami Kelainan pada Beberapa Bentuk CP

Terdapat bermacam–macam klasifikasi CP, tergantung berdasarkan apa klasifikasi itu dibuat.

1. Berdasarkan gejala dan tanda neurologis

a. Spastik

− Monoplegia

Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.

Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas atas.

− Diplegia

Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Hal ini

disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus kortikospinal bilateral atau

lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan sistem–sistem lain normal.

44

Page 45: sapi

− Hemiplegia

Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya

menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang lengan pada salah satu sisi

tubuh.

− Triplegia

Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya menyerang

lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah salah satu sisi

tubuh.

− Quadriplegia

Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga ekstremitas

bawah dan juga terjadi keterbatasan (paucity) pada tungkai.

b. Ataksia

Kondisi ini melibatkan cerebelum dan yang berhubungan dengannya. Pada CP tipe ini

terjadi abnormalitas bentuk postur tubuh dan / atau disertai dengan abnormalitas

gerakan. Otak mengalami kehilangan koordinasi muskular sehingga gerakan–gerakan

yang dihasilkanmengalami kekuatan, irama dan akurasi yang abnormal.

Gambar 3: Ilustrasi Cerebral palsy Spastik

c. Athetosis atau koreoathetosis

45

Page 46: sapi

Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang ditampakkan

adalah gerakan–gerakan yang involunter dengan ayunan yang melebar. Athetosis

terbagi menjadi :

− Distonik

Kondisi ini sangat jarang, sehingga penderita yang mengalami distonik dapat

mengalami misdiagnosis. Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan

oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah

proximal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang, terutama pada

leher dan kepala.

− Diskinetik

Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan–gerakan involunter, tidak

terkontrol, berulang–ulang dan kadangkala melakukan gerakan stereotype.

d. Atonik

Anak–anak penderita CP tipe atonik mengalami hipotonisitas dan kelemahan pada

kaki. Walaupun mengalami hipotonik namun lengan dapat menghasilkan gerakan

yang mendekati kekuatan dan koordinasi normal.

e. Campuran

Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan ektrapiramidal,

seringkali ditemukan adanya komponen ataksia.

2. Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan penderita untuk melakukan

aktifitas normal (Swaiman, 1998; Rosenbaum, 2003)

a. Level 1 (ringan)

Anak dapat berjalan tanpa pembatasan/tanpa alat bantu, tidak memerlukan

pengawasan orangtua, cara berjalan cukup stabil, dapat bersekolah biasa, aktifitas

kehidupan sehari–hari 100 % dapat dilakukan sendiri

b. Level 2 (sedang)

Anak berjalan dengan atau tanpa alat bantu, alat untuk ambulasi ialah brace, tripod

atau tongkat ketiak. Kaki / tungkai masih dapat berfungsi sebagai pengontrol gaya

berat badan. Sebagian besar aktifitas kehidupan sehari–hari dapat dilakukan sendiri

dan dapat bersekolah.

c. Level 3 (berat)

Mampu untuk makan dan minum sendiri, dapat duduk, merangkak atau mengesot,

dapat bergaul dengan teman–temannya sebaya dan aktif. Pengertian kejiwaan dan rasa

46

Page 47: sapi

keindahan masih ada, aktifitas kehidupan sehari–hari perlu bantuan, tetapi masih

dapat bersekolah.

Alat ambulasi yang tepat ialah kursi roda.

d. Level 4 (berat sekali)

Tidak ada kemampuan untuk menggerakkan tangan atau kaki, kebutuhan hidup yang

vital (makan dan minum) tergantung pada orang lain. Tidak dapat berkomunikasi,

tidak dapat ambulasi, kontak kejiwaan dan rasa keindahan tidak ada.

B. Diagnosis

Cerebral palsy adalah suatu keadaan penurunan fungsi motorik yang terjadi saat awal

kehidupan. Defisit ini dapat mempengaruhi satu atau lebih bagian–bagian dari sistem syaraf

yang akan mengakibatkan berbagai gejala. Beberapa tipe yang utama antara lain : (1)

piramidal, yaitu spatikquadriplegia, yang biasanya berhubungan dengan retardasi mental dan

epilepsi; diplegia (biasanya terdapat pada bayi prematur) atau hemiplegia; (2)

ekstrapiramidal, termasuk tipe distonik dan koreoathetonik; serta (3) tipe campuran yang

melibatkan sistem piramidal dan ekstrapiramidal. (Freeman & Nelson, 1988)

Probabilitas kejadian CP meningkat seiring dengan meningkatnya prematuritas,

kehamilan kembar dan juga meningkatnya intracranial hemorrhage, meningitis atau kejang

neonatal. Untuk mengetahui adanya disfungsi otak yang serius, dapat dilakukan dengan

menggunakan indicator yang reliabel yaitu lingkar kepala per umur. Salah satu bentuk yang

dapat teraba oleh tangan adalah tolakan dari sutura cranial dan fontanella yang menutup dini,

yang merupakan indikasi microcephaly. Tanda–tanda pada konjungsi dengan bentuk–bentuk

sebagai berikut, meningkatkan keparahan pada kerusakan motorik di masa yang akan datang :

1. Kesulitan makan dan komunikasi

Kesulitan makan yang terjadi pada bayi berumur 34 minggu atau lebih adalah suatu

pointer diagnosis jika sebab–sebab spesifik lainnya diabaikan. Kesulitan makan dan

komunikasi ini kemungkinan disebabkan karena adanya air liur yang berlebihan

akibat fungsi bulbar yang buruk, aspirasi pneumonia yang berulang dan terdapat

kegagalan pertumbuhan paru-paru.

Masalah kesulitan makan yang menetap dapat menjadi gejala awal dari kesulitan

untuk mengekspresikan bahasa di masa yang akan datang. Penilaian awal kemampuan

berkomunikasi dilakukan dengan bantuan ahli terapi bicara dan bahasa adalah penting

dilakukan untuk mengetahui alat yang sesuai sebagai alternatif untuk membantu

47

Page 48: sapi

berkomunikasi. Hal ini penting dilakukan untuk memantau perkembangan kognitif

anak.

2. Hipotonia, stereotipe motorik dan kelainan postur tubuh

Hipotonia berat merupakan tanda awal yang penting dari adanya kerusakan

neurologis. Dan dalam ketidakhadiran sebab–sebab sistemik, harus dilakukan

tindakan tertentu untuk melakukan penyelidikan secara mendetail. Bayi yang

mengalami lemas (floppy) dapat berkembang menjadi distonia atau diskinesia sampai

akhir tahun pertama usia kehidupannya. Sedikitnya variabilitas pada gerakan tungkai

atau gerakan yang terus–menerus atau cramped postures, juga merupakan indikasi

adanya kemungkinan kerusakan motorik.

3. Kejang

Kejang pada bayi dan neonatal menunjukkan adanya penyakit padastruktur utama

otak dengan kemungkinan konsekuensi kerusakan pada sistem motorik. Walaupun

cedera struktural meningkat, hubungan antara spasme dan kejang pada bayi,

mempengaruhi kejadian CP sebanyak 20%, terutama pada mereka yang menderita

quadriplegia dan hemiplegia yang disertai pre-existing cortical. Anak–anak yang

mengalami diplegia jarang mengalami kejang.

4. Penglihatan

Masalah penglihatan yang biasanya muncul adalah juling. Untuk mengetahui apakah

retinopati pada bayi prematur dapat menyebabkan retinal detachment, membutuhkan

surveillance yang menyeluruh terhadap semua penderita CP dewasa muda sampai

setelah 10 tahun kedua kehidupannya. Kerusakan pada kortikal atau white matter

menyebabkan field loss reflect pada organ penglihatan. Anak–anak yang mengalami

kerusakan visual, biasanya disertai dengan keterlambatan perkembangan motorik,

walaupun tanpa adanya gejala neurologis pada fokal. Dalam PVL, kelainan pada

bagian inferior dapat menyebabkan munculnya suatu gejala dimana penderita

mengalami jalan terhuyung–huyung, tersandung dan jatuh yang dapat menimbulkan

kesalahan diagnosa bahwa penderita mengalami fungsi motorik yang buruk. Secara

keseluruhan, 11% penderita CP mengalami kerusakan visual yang parah.

5. Pendengaran

Kehilangan pendengaran berhubungan dengan mikrosefali, mikroftalmiadan penyakit

jantung bawaan, dimana disarankan untuk memeriksa ada tidaknya infeksi TORCH

(toksoplasma, rubella, sitomegalovirus dan herpes simpleks). Pada sebagian penderita

diskinesia, kernikterus dapat menyebabkan ketulian sensorineural frekuensi tinggi.

48

Page 49: sapi

6. Fungsi kognitif dan perilaku

Sebanyak 20 % penderita CP mengalami masalah kognitif dan tidak dapat berjalan.

Pemeriksaan pada anak hemiplegia berusia 6 – 10 tahun menunjukkan 61%

mengalami satu atau lebih masalah psikiatrik, antara lain gelisah dan depresi (25%),

kelainan tingkah laku (24%), hiperaktifitas berat dan inattention (10%) dan autisme

(13%).

Diagnosis tersangka CP dilakukan oleh neonatologis, dokter anak atau komunitas

dokter anak yang telah berpengalaman mendiagnosis CP. Gejala kelainan neurologi yang

terjadi pada masa perkembangan otak, seringkali tersembunyi hingga struktur otak cukup

matang untuk mengetahuinya. Sehingga sebagian besar dokter akan menunda diagnosis

formal hingga anak berusia 2 tahun. The National Collaborative Perinatal Project di

Amerika Serikat merekomendasikan peringatan bahwa ⅔ dari anak–anak yang didiagnosa

mengalami diplegia spastik dan ½ dari semua anak yang menunjukkan tanda–tanda CP pada

tahun pertama kehidupan mereka, akan tampak sebagai gejala CP setelah mereka berusia 7

tahun.

Dokter–dokter mendiagnosa CP pada bayi–bayi dengan melakukan tes pada

kemampuan motorik dan analisis menyeluruh pada catatan medis mereka. Suatu riwayat

medis, tes diagnosis dan regular check-up dapat digunakan untuk memastikan diagnosis CP

atau untuk mengeliminasi kemungkinan terjadinya penyakit yang lain. (Anonim, 2004)

Untuk mendiagnosis CP disamping berdasarkan anamnesis yang teliti, gejala–gejala

klinis, juga diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya. (Soetjiningsih, 1995) Berikut adalah

beberapa tes yang digunakan untuk mendiagnosis CP :

5. Elektroensefalogram (EEG)

EEG dapat dilakukan dari usia bayi sampai dewasa. Merupakan salah satu

pemeriksaan penting pada pasien dengan kelainan susunan saraf pusat. Alat ini

bekerja dengan prinsip mencatat aktivitas elektrik di dalam otak, terutama pada

bagian korteks (lapisan luar otak yang tebal). Dengan pemeriksaan ini, aktifitas sel-sel

saraf otak di korteks yang fungsinya untuk kegiatan sehari-hari, seperti tidur, istirahat

dan lain-lain, dapat direkam. Pada infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis,

ensefalitis, pemeriksaan EEG perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan, misalnya

terjadi kejang yang tersembunyi atau adanya bagian otak yang terganggu.

6. Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)

49

Page 50: sapi

Alat ini sangat berguna untuk membuktikan dugaan adanya kerusakan pada otot atau

syaraf. NCV digunakan terlebih dahulu sebelum EMG, dan digunakan untuk

mengukur kecepatan saat dimana saraf–saraf mentransmisikan sinyal.

Selama pemeriksaan NCV, elektroda ditempelkan pada kulit yang dilalui syaraf yang

spesifik untuk suatu otot atau sekelompok otot. Prinsip kerja NCV adalah

memberikan stimulus elektrik yang dihantarkan melalui elektrode, kemudian respon

dari otot dideteksi, diolah dan ditampilkan. Kekuatan dari sinyal yang diberikan juga

dihitung. Kondisi neurologis dapat menyebabkan NCV melambat atau menjadi lebih

lambat pada salah satu sisi tubuh.

EMG mengukur impulse dari saraf dalam otot. Elektrode kecil diletakkan dalam otot

pada lengan dan kaki dan respon elektronik diamati dengan menggunakan suatu alat

yang menampilkan gerakan suatu arus listrik (oscilloscope). Alat ini mendeteksi

bagaimana otot bekerja.

7. Tes Laboratorium

d. Analisis kromosom

Analisis kromosom dapat menunjukkan identifikasi suatu anomaly genetik

(contohnya Down’s Syndrome) ketika anomali tersebut muncul pada sistem

organ.

e. Tes fungsi tiroid

Tes fungsi tiroid dapat menunjukkan kadar hormon tiroid yang rendah yang

dapat menyebabkan beberapa cacat bawaan dan retardasi mental berat.

f. Tes kadar ammonia dalam darah

Kadar ammonia yang tinggi di dalam darah (hyperammonemia) bersifat toksik

terhadap sistem saraf pusat (seperti otak dan sumsum tulang belakang).

Defisiensi beberapa enzim menyebabkan kerusakan asam amino yang

menimbulkan hyperammonemia. Hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan

liver atau kelainan metabolisme bawaan.

8. Imaging test

Tes gambar sangat membantu dalam mendiagnosa hidrosefalus abnormalitas

struktural dan tumor. Informasi yang diberikan dapat membantu dokter memeriksa

prognosis jangka panjang seorang anak.

d. Magnetic Resonance Imaging atau MRI

MRI menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menciptakan

gambar dari struktur internal otak. Studi ini dilakukan pada anak–anak yang

50

Page 51: sapi

lebih tua. MRI dapat mendefinisikan abnormalitas dari white matter dan

korteks motorik lebih jelas daripada metode–metode lainnya.

e. CT scan

Teknik ini merupakan gabungan sinar X dan teknologi komputer,

menghasilkan suatu gambar yang memperlihatkan setiap bagian tubuh secara

terinci termasuk tulang, otot, lemak dan organ-organ tubuh. Suatu computed

tomography scan dapat menunjukkan malformasi bawaan, hemorrhage dan

PVL pada bayi.

f. Ultrasound

Ultrasound menggunakan echo dari gelombang suara yang dipantulkan ke

dalam tubuh untuk membentuk suatu gambar yang disebut sonogram. Alat ini

seringkali digunakan pada bayi sebelum tulang tengkorak mengalami

pengerasan dan menutup untuk mendeteksi kista dan struktur otak yang

abnormal. (Anonim, 2004)

C. Gejala Klinis

Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang

menyulitkan gambaran klinis CP. Kelainan fungsi motorik terdiri dari : (Anonim, 2002)

1. Spastisitas

Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan

refleks Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang

meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya

pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan kecemderungan

terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan

pergelangan tangan pronasi, serta jari–jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari

melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan

lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam.

Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan

biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi ⅔ – ¾

penderita CP.

Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya kerusakan,

yaitu:

Monoplegia / monoparesis : kelumpuhan pada keempat anggota gerak, tetapi salah

satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.

51

Page 52: sapi

Hemiplegia / hemiparesis : kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak / belahan tubuh

yang sama

Diplegia / diparesis : kelumpuhan pada keempat anggota gerak, tetapi tungkai

lebih hebat daripada lengan

Tetraplegia / tetraparesis : kelumpuhan pada keempat anggota gerak, tetapi lengan

lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

2. Tonus otot yang berubah

Bayi pada golongan ini pada bulan pertama kehidupannya tampak flasid dan

berbaring seperti kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada lower

motor neuron. Menjelang usia 1 tahun terjadi perubahan tonus otot dari yang rendah

hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring akan tampak flasid dan seperti kodok

terlentang, tetapi apabila dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah

menjadi spastis.

3. Koreoatetosis

Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi

dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak bayi flasid,

tetapi setelah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan

tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia.

Kerusakan terletak di ganglia basal dan disebabkan oleh asfiksia berat atau

kernikterus pada masa neonatus. Golongan ini meliputi 5 – 15 % dari kasus CP.

4. Ataksia

Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid dan

menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan keseimbangan

tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan

canggung dan kaku. Kerusakan terletak di serebelum. Terdapat kira–kira 5 % dari

kasus CP.

5. Gangguan pendengaran

Terdapat pada 5 – 10 % anak dengan CP. Gangguan berupa kelainan neurologen

terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata–kata. Terdapat pada

golongan koreoatetosis.

6. Gangguan bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi

dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot–otot

tersebut sehingga anak sulit membentuk kata–kata dan sering tampak anak berliur.

52

Page 53: sapi

7. Gangguan penglihatan

Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada

keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25 % penderita CP

menderita kelainan mata.

D. Diagnosis Banding

1. Mental subnormal

Sukar membedakan CP yang disertai retardasi mental dengan anak yang hanya

menderita retardasi mental. Kedua keadaan ini pada umumnya saling menyertai. Oleh

karena itu kalau ditemukan anak dengan retardasi mental, maka harus dicari tanda–

tanda CP, demikian pula sebaliknya. (Soetjiningsih, 1995)

2. Retardasi motorik terbatas

Sukar untuk membedakan CP tipe diplegia yang ringan, dengan kelainan

motorik terbatas pada tungkai bawah. (Soetjiningsih, 1995)

3. Tahanan volunter terhadap gerakan pasif

Anak mungkin didiagnosis sebagai tipe spastik, padahal sebenarnya hanya

menunjukkan adanya tahanan terhadap gerakan pasif, biasanya pada abduksi paha.

4. Kelainan persendian

Keterbatasan abduksi sendi paha dapat terjadi pada dislokasi kongenital. Gerakan

yang terbatas, terdapat pula arthrogryposis multiplex congenital, seringkali

dikelirukan dengan tipe spastik. Pada anak dengan mental subnormal atau hipotonia

berat yang tidur pada satu sisi, dapat menyebabkan kontraktur otot yang menyebabkan

gerakan abduksi paha terbatas. (Soetjiningsih, 1995)

5. Cara berjalan yang belum stabil

Cara anak yang baru belajar berjalan terutama pada mereka yang terlambat berjalan,

sering diduga menderita CP. (Soetjiningsih, 1995)

6. Gerakan normal

Gerakan lengan dan kaki yang normal pada bayi sering dikelirukan dengan tipe

athetoid. Terutama pada bayi dengan risiko athetoid, seperti pada hiperbilirubinemia.

Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan yang teliti. (Soetjiningsih, 1995)

7. Berjalan berjinjit

Sebagian besar penderita tipe spatik berjalan dengan cara berjinjit. Tetapi cara

berjalan dengan berjinjit kadang-kadang terdapat pada anak yang normal yang mulai

belajar berjalan dengan cara ini. Untuk membedakan dengan tipe spastik, maka pada

53

Page 54: sapi

anak yang masih belajar berjalan dengan tonus otot, tendon jerk dan reaksi plantar

yang normal. Cara berjalan berjinjit juga terdapat pada tendon akiles yang pendek

kongenital, muskular distrofi, dislokasi sendi paha unelateral, autisme dan distonia

muskolorum. (Soetjiningsih, 1995)

8. Pemendekan kongenital pada gluteus maksimus, gastroknemius dan hamstring.

Keadaan ini menyebabkan anak sulit duduk, sehingga terlambat duduk. Tetapi tendon

Jerk pada anak ini normal, untuk membedakannya dengan penderita tipe spastik.

9. Kelemahan otot–otot pada miopati, hipotoni atau palsy Erb.

Pada semua kasus ini akan ditemukan kelamahan otot. Knee Jerk, abduksi paha dan

dorsofleksi sendi pergelangan kaki adalah normal. Palsy Erb jarang yang menetap.

10. Penyebab lain dari gerakan involunter

Penyebab yang dimaksud termasuk didalamnya adalah tremor, spasme torsi, spasme

nutans, korea dan tik. Sering membingungkan adalah antara athetosis dangan ataksia,

sebelum gerakan involunter yang khas timbul. Pada spasme torsi, gejala pertama

adalah sering terdapat hipertonus pada otot–otot betis, fleksi plantar dan inversi

dengan aduksi kaki. Kemudian terjadi tortikolis, yang diikuti dengan spame torsi yang

khas. Spasme nutans sering dikelirukan dengan tremor, tetapi tanda yang khas adalah

kepala yang mengangguk–angguk atau twitching, disertai dengan kebiasaan melihat

dengan ujung mata. Harus dapat membedakan athetosis dengan gerak yang lebih tidak

teratur pada korea Sydenham atau Huntington. (Soetjiningsih, 1995)

11. Penyakit–penyakit degeratif pada susunan saraf

Penyakit–penyakit seperti lipoidosis, leukoensefalopati, penyakit Schilder (ensefalitis

periaksialis) dan multiple sklerosis sering dikelirukan dengan CP dengan penyebab

pranatal. Toksoplasmosis dapat meyebabkan kejang–kejang atau spastisitas, sehingga

sering mengaburkan penyebab utamanya. Phenyl ketonuria, walaupun jarang juga

dapat menyebabkan spastisitas. (Soetjiningsih, 1995)

12. Kelainan pada medula spinalis

Kelainan disini adalah diastematomieli, siringomieli dan disrafisme spinal.

Diastematomieli adalah kelainan kongenital pada medula spinalis yang menyebabkan

paresis progresif pada tungkai bawah.

Siringomieli terjadi pada anak yang agak besar, yang ditandi dengan adanya atrofi

otot, arthropati, kelemahan atau spastisitas dan terdapat gangguan pada rasa sakit.

Kelainan kongenital lain adalah tidak terbentuknya tulak sakrum, menyebabkan

kelemahan pada kaki dan disertai gangguan control spingter.

54

Page 55: sapi

Spastis diplegia atau monoplegia adalah sangat jarang, oleh kareba itu harus dicari

gejala–gejala lain pada ekstremitas atas. (Soetjiningsih, 1995)

13. Sindrom lain

Kleidokranial diastosis yaitu tidak terbentuknya 1/3 bagian medial klavikula, kadang–

kadang diikuti spastisitas dan mental subnormal. Platibasia dan kelainan lain pada

dasar kepala, kadang–kadang disertai leher yang pendek, ataksia atau hipotonia.

E. Patofisiologi

Cerebral palsy didefinisikan sebagai suatu kelainan pada gerakan dan postur yang

bersifat menetap, disebabkan oleh kecacatan nonprogresif atau lesi yang terjadi pada otak

yang belum matur. Presentasi klinik yang tampak dapat disebabkan oleh abnormalitas

struktural yang mendasar pada otak; cedera yang terjadi pada prenatal awal, perinatal atau

postnatal karena vascular insufficiency; toksin atau infeksi risiko–risiko patofisiologi dari

kelahiran prematur. Bukti–bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor–factor prenatal

berperan dalam 70 – 80 % kasus CP. Dalam banyak kasus, penyebab yang pasti belum

diketahui, tetapi hampir sebagian besar kasus disebabkan oleh multifaktor. Selama periode

prenatal, pertumbuhan yang abnormal dapat terjadi kapan saja (dapat karena abnormalitas

yang bersifat genetik, toksik atau infeksi, atau vascular insufficiency). (Boosara, 2004)

Menurut Volpe, dalam perkembangan otak manusia terdapat beberapa waktu penting,

dan waktu–waktu puncak terjadinya, sebagai berikut

1. Primary neurulation – terjadi pada 3 – 4 minggu kehamilan.

2. Prosencephalic development – terjadi pada 2 – 3 minggu kehamilan.

3. Neuronal proliferation – penambahan maksimal jumlah neuron terjadi pada bulan ke

3 – 4 kehamilan.

4. Organization – pembentukan cabang, mengadakan sinaps, kematian sel, eliminasi

selektif, proliferasi dan diferensiasi sel glia terjadi bulan ke 5 kehamilan sampai

beberapa tahun setelah kelahiran

5. Myelination – penyempurnaan sel–sel neuron yang terjadi sejak kelahiran

sampai beberapa tahun setelah kelahiran

Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,

menyebabkan otak sebagai subyek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia yang

terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi neuronal, antara

minggu ke–24 sampai ke–34 menyebabkan periventricular leucomalacia (PVL) dan antara

55

Page 56: sapi

minggu ke–34 sampai ke–40 menyebabkan focal atau multifocal cerebral injury.

Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat

terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak dan

sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan oksigenasi.

(Boosara, 2004) Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak.

Pada keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang

menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikular

substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri.

Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena. (Anonim, 2002)

Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran premature seperti

imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti yang menjelaskan

mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian CP.

Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan tendensi

terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter. Hipoperfusi dapat

menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal atau PVL, yang berhubungan dengan

kejadian diplegia spastik. (Boosara, 2004)

Pada saat dimana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak dewasa,

hipoperfusi kebanyakan merusak area batas air korteks (zona akhir dari arteri cerebral

mayor), yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia basal juga

dapat terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya

ekstrapiramidal (seperti koreoathetoid atau distonik). Kerusakan vaskular yang terjadi pada

saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi arteri cerebral bagian tengah, yang

menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia. (Boosara, 2004)

Tidak ada hal–hal yang mengatur dimana kerusakan vaskular akan terjadi, dan

kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak janin.

Autoregulasi peredaran darah cerebral pada neonatal sangat sensitif terhadap asfiksia

perinatal, yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia. Terjadinya

kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional dan faktor metabolik,

serta distribusi regional dari rangsangan pembentukkan synaps. (Boosara, 2004)

Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa kehamilan, area

periventricular white matter yang dekat dengan lateral ventricles sangat rentan terhadap

cedera. Apabila area ini membawa fiber yang bertanggungjawab terhadap kontrol motorik

dan tonus otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastik diplegia (yaitu spastisitas utama

dan kelemahan pada kaki, dengan atau tanpa keterlibatan lengan dengan derajat agak ringan).

56

Page 57: sapi

Saat lesi yang lebih besar menyebar sebelum area fiber berkurang dari korteks motorik, hal

ini dapat melibatkan centrum semiovale dan corona radiata, yang dapat menyebabkan

spastisitas pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. (Boosara, 2004)

Suatu pengetahuan tentang urutan fase embrionik dan perkembangan otak janin, dapat

ditentukan kapan waktu terjadinya kerusakan otak (gambar 4). Suatu penemuan tentang

kelainan migrasi (disordered migration), seperti lissencephaly atau heterotopia grey matter,

mengindikasikan bahwa kerusakan yang terjadi sebelum 22 minggu masa gestasi akan

mengganggu migrasi neuronal normal. Periventricular leucomalacia (PVL) menunjukkan

kerusakan pada white matter. (Lin, 2003) PVL pada umumnya simetris dan diduga

disebabkan oleh iskemik white matter pada anak–anak prematur. Cedera asimetrik pada

periventrikular white matter dapat menyebabkan salah satu sisi tubuh lebih kuat daripada

yang lainnya. Keadaan ini menyebabkan gejala yang menyerupai spastik hemiplegia tetapi

karakteristiknya lebih menyerupai spastik diplegia. Matriks kapiler germinal dalam daerah

periventrikular, sebagian rentan terhadap cedera akibat hipoksik-iskemik. Hal ini disebabkan

karena lokasinya yang terletak pada zona batas vascular diantara zona akhir striate dan arteri

thalamik. (Boosara, 2004)

Gambar 4: Perkembangan Otak selama Masa Gestasi dan Awal Kehidupan

Postnatal (Lin, 2003)

Kerentanan otak janin terhadap PVL bervariasi tergantung pada usia gestasi,

mencapai puncak pada usia gestasi 22 minggu dengan satu step penurunan pada awal

kematian postnatal dan setelah PVL (tabel 2.1). PVL akan tampak sebagai diplegia dan

sekitar 70 % bayi yang mengalami CP dilahirkan sebelum usia gestasi mencapai 32 minggu

dan 30 % bayi yang mengalami CP lahir tepat waktu (cukup bulan). (Lin, 2003)

57

Page 58: sapi

Tabel 10: Insiden kematian neonatal awal periventricular leucomalacia

Volpe mengklasifikasikan sistem tingkatan untuk periventricularintraventricular

hemorrhages, sebagai berikut : (Boosara, 2004)

a. grade I adalah hemorrhage yang berdampak hanya perdarahan pada subependymal

(<10% dari area periventrikular terisi dengan darah).

b. grade II adalah hemorrhage yang melibatkan 10 – 50% area periventrikular.

c. grade III adalah hemorrhage yang melibatkan >50% area periventrikular

d. beberapa ahli lain mengemukan grade IV, yaitu ada tidaknya darah parenchymal. Hal

ini diduga tidak berhubungan dengan ekstensi pendarahan ventrikular. Tetapi

sebaliknya, hemorrhagic infarction dapat berhubungan dengan periventricular-

intraventricular hemorrhage.

Hiperbilirubin encephalopathy akut dapat menyebabkan bentuk CP diskinetik (atau

ekstrapiramidal) yang dapat terjadi baik pada bayi lahir cukup bulan yang ditandai dengan

hiperbilirubinemia atau pada bayi prematur tanpa ditandai hiperbilirubinemia. Kernikterus

mengacu pada encephalopathy dari hiperbilirubinemia yang termasuk di dalamnya noda

kelompok nuclear yang spesifik dan nekrosis neuronal. Efek–efek ini utamanya melibatkan

ganglia basalia, sebagian globus pallidus dan subthalamic nucleus; hippocampus; substantia

nigra; beberapa nervus cranial nuclei – sebagian oculomotor, vestibular, cochlear dan facial

nerve nuclei; saraf batang otak seperti formasi retikular pada pons; saraf olivary inferior,

saraf cerebellar seperti pada dentate dan horn cells anterior dari tulang belakang.

Hal–hal yang memberikan distribusi kerusakan dalam kernikterus, kehilangan

pendengaran dan kelainan gerakan (terutama koreoathetosis atau distonia) adalah ciri–ciri

utama hiperbilirubin encephalopathy. Dengan perbaikan dalam manajemen awal

58

Page 59: sapi

hiperbilirubinemia, banyak kasus CP diskinetik (atau ekstrapiramidal) tidak berhubungan

dengan riwayat hiperbilirubinemia tetapi sebaliknya diduga berhubungan dengan hypoxic

injury pada ganglia basal. Dalam ketidakhadiran hiperbilirubinemia, prematuritas, atau

hipoksia, kemungkinan suatu kelainan metabolik atau neurodegeneratif sebagai dasar

fenotipe, perlu dipertimbangkan. (Boosara,2004)

Cerebral palsy diskinetik berjumlah kurang lebih 10 % dari semua bentuk CP,

umumnya terjadi pada bayi cukup bulan. Kernicterus akibat haemolitik pada bayi baru lahir

terjadi akibat Rhesus isoimmunisation yang menjelaskan peningkatan insiden pada dekade

terakhir. Sosialisasi kebijakan antenatal untuk memberikan antibodi “anti-D” pada ibu

dengan Rhesus negatif setelah kelahiran bayi dengan Rhesus positif telah menunjukkan

eradikasi pada seluruh bentuk CP. (Lin, 2003)

Status marmoratus adalah suatu akibat neuropatologi yang ditimbulkan oleh neonatal

hypoxic-ischemic encephalopathy dan diduga lebih banyak terjadi pada bayi cukup bulan

daripada bayi prematur. Lesi ini adalah keadaan khusus munculnya gumpalan karena suatu

abnormalitas pembentukan myelin. Lesi ini merusak ganglia basal dan thalamus yang

menyebabkan fenotipe CP diskinetik. (Boosara, 2004)

Neuroimaging dalam penggunaan MRI, telah membantu mengklarifikasi dugaan–

dugaan tentang penyebab dan waktu terjadinya, yang mengalihkan perdebatan dari

intrapartum event (asfiksia neonatal) yang kemungkinan sebanyak 10 % kasus, menuju

evaluasi faktor–faktor antenatal atau “antecedents”. (Lin, 2004)

Anomali otak yang mendasar yang terjadi dalam CP bersifat statis, sedangkan akibat

dari pelemahan motorik dan fungsional dapat bervariasi berdasarkan waktu. Kasus yang

disebabkan terutama oleh kelainan yang bersifat progresif atau degeneratif alami, oleh

definisi dikeluarkan saat mendiagnosa CP. (Boosara, 2004)

F. Patogenesis

Dahulu diperkirakan bahwa penyebab sebagian besar kasus yangdisebut CP adalah akibat

adanya cedera (injury) pada sistem saraf yangterjadi saat kelahiran. Hal ini sangat mungkin

terjadi bahwa luka pada systemsaraf saat proses kelahiran dan pada sesaat segera setelah

proses kelahiran, bertanggungjawab terhadap kelainan/kecacatan yang terjadi pada beberapa

kasus. Namun, faktor–faktor lain yang menjadi penyebab kelainan ini belum diketahui pasti.

Untuk memudahkan, faktor–faktor penyebab tersebut dibagi menjadi 5 kelompok yaitu (1)

kelainan genetik yang berhubungan dengan abnormalitas kromosom, (2) kelainan metabolik

59

Page 60: sapi

yang diturunkan/diwariskan, (3) cedera prenatal pada saat perkembangan janin, (4) kerusakan

saatperinatal dan (5) cedera posnatal.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang kelainan kromosom, ditemukan

bukti bahwa sebagian besar abnormalitas yang terjadi pada tulang, otak dan organ–organ lain

dapat disebabkan oleh kelainan kromosom.

Kasus kelainan metabolisme bawaan yang dapat menimbulkan kerusakan pada sistem

saraf meningkat tiap tahunnya. Sebagian besar dari kasus ini berhubungan dengan kelainan

pada metabolisme asam amino atau glukosa. Dimana sebagian besar kasus kelainan

metabolisme mengalami kerusakan pada sistem saraf menyebar (diffuse) dan menyebabkan

retardasi mental, namun dalam beberapa kasus kerusakan ini juga dapat merusak organ bicara

(focal) yang mengarah pada gejala–gejala CP.

Perkembangan janin sangat rentan terhadap kerusakan terutama pada beberapa bulan

pertama perkembangannya. Kerusakan–kerusakan ini dapat disebabkan oleh antara lain

infeksi maternal, terutama oleh virus seperti rubella dan sitomegalik dan bakteri dan

organisme–organisme lain terutama toksoplasma. Faktor–faktor lain yang dapat

menimbulkan efek merugikan perkembangan janin antara lain ionisasi radiasi, malnutrisi

pada ibu dan konsumsi obat–obatan. Prematuritas juga merupakan penyebab yang umum

terjadi pada kejadian defisiensi mental dan CP.

Dalam periode perinatal, faktor–faktor yang signifikan menjadi penyebab adalah

trauma saat proses kelahiran dan anoksia sesaat setelah selang waktu kelahiran.

Inkompatibiltas Rh, seringkali disertai oleh hiperbilirubinemia dan kernikterus.

Pada periode neonatal, otak dapat cedera akibat adanya trauma, lesi pada cerebral

vaskular, infeksi dan malnutrisi. Serangan kejang yang tiba–tiba dan berlangsung lama,

apapun sebabnya, dapat mengakibatkan kerusakan otak yang parah bila terjadi anoksia yang

berat. (Houston, 1973)

G. Penatalaksanaan

Perlu ditekankan pada orang tua penderita CP, bahwa tujuan dari pengobatan bukan membuat

anak menjadi seperti anak normal lainnya. Tetapi mengembangkan sisa kemampuan yang ada

pada anak tersebut seoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktifitas

sehari–hari tanpa bantuan atau hanya membutuhkan sedikit bantuan saja. (Anonim, 2002).

Sehingga dalam menangani anak dengan CP, harus memahami berbagai aspek dan

diperlukan kerjasama multidisiplin seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah orthopedi,

60

Page 61: sapi

bedah syaraf, psikologi, rehabilitasi medis, ahli wicara, pekerja sosial, guru sekolah luar

biasa. Disamping itu juga harus disertakan peranan orangtua dan masyarakat. (Lin, 2003)

Secara garis besar, penatalaksanaan penderita CP adalah sebagai berikut : (Anonim, 2002)

1. Aspek Medis

a. Aspek Medis Umum

− Gizi

Gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita CP. Karena sering

terdapat kelainan pada gigi, kesulitan menelan, sukar untuk menyatakan keinginan

untuk makan. Pencatatan rutin perkembangan berat badan anak perlu

dilaksanakan.

− Hal–hal yang sewajarnya perlu dilaksanakan seperti imunisasi, perawatan

kesehatan dan lain–lain.

Konstipasi sering terjadi pada penderita CP. Dekubitus terjadi pada anak–anak

yang sering tidak berpindah–pindah posisi.

b. Terapi dengan obat–obatan

Dapat diberikan obat–obatan sesuai dengan kebutuhan anak, seperti obat–obatan

untuk relaksasi otot, anti kejang, untuk athetosis, ataksia, psikotropik dan lain–lain.

c. Terapi melalui pembedahan ortopedi

Banyak hal yang dapat dibantu dengan bedah ortopedi, misalnya tendon yang

memendek akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakit yang terlalu mengganggu dan

lain–lain yang dengan fisioterapi tidak berhasil. Tujuan dari tindakan bedah ini adalah

untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat atau untuk transfer dari fungsi.

d. Fisioterapi

− Teknik tradisional

Latihan luas gerak sendi, stretching, latihan penguatan dan peningkatan daya

tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri, latihan pindah, latihan jalan. Contohnya

adalah teknik dari Deaver.

− Motor function training dengan menggunakan sistem khusus yang umumnya

dikelompokkan sebagai neuromuskular facilitation exercise. Dimana digunakan

pengetahuan neurofisiologi dan neuropatologi dari refleks di dalam latihan, untuk

mencapai suatu postur dan gerak yang dikehendaki. Secara umum konsep latihan

ini berdasarkan prinsip bahwa dengan beberapa bentuk stimulasi akan

menimbulkan reaksi otot yang dikehendaki, yang kemudian bila ini dilakukan

berulang–ulang akan berintegrasi ke dalam pola gerak motorik yang bersangkutan.

61

Page 62: sapi

Contohnya adalah teknik dari : Phelps, Fay-Doman, Bobath, Brunnstrom, Kabat-

Knott-Vos.

e. Terapi Okupasi

Terutama untuk latihan melakukan aktifitas sehari–hari, evaluasi penggunaan alat–

alat bantu, latihan keterampilan tangan dan aktifitas bimanual. Latihan bimanual ini

dimaksudkan agar menghasilkan pola dominan pada salah satu sisi hemisfer otak.

f. Ortotik

Dengan menggunakan brace dan bidai (splint), tongkat ketiak, tripod, walker, kursi

roda dan lain–lain.

Masih ada pro dan kontra untuk program bracing ini. Secara umum program bracing

ini bertujuan :

− Untuk stabilitas, terutama bracing untuk tungkai dan tubuh

− Mencegah kontraktur

− Mencegah kembalinya deformitas setelah operasi

− Agar tangan lebih berfungsi

g. Terapi Wicara

Angka kejadian gangguan bicara pada penderita ini diperkirakan berkisar antara 30 %

- 70 %. Gangguan bicara disini dapat berupa disfonia, disritmia, disartria, disfasia dan

bentuk campuran. Terapi wicara dilakukan oleh terapis wicara.

2. Aspek Non Medis

a) Pendidikan

Mengingat selain kecacatan motorik, juga sering disertai kecacatan mental, maka

pada umumnya pendidikannya memerlukan pendidikan khusus (Sekolah Luar

Biasa).

b) Pekerjaan

Tujuan yang ideal dari suatu rehabilitasi adalah agar penderita dapat bekerja

produktif, sehingga dapat berpenghasilan untuk membiayai hidupnya. Mengingat

kecacatannya, seringkali tujuan tersbut silut tercapai. Tetapi meskipun dari segi

ekonomis tidak menguntungkan, pemberian kesempatan kerja tetap diperlukan,

agar menimbulkan harga diri bagi penderita CP.

c) Problem sosial

62

Page 63: sapi

Bila terdapat masalah sosial, diperlukan pekerja sosial untuk membantu

menyelesaikannya.

d) Lain–lain

Hal–hal lain seperti rekreasi, olahraga, kesenian dan aktifitas–aktifitas

kemasyarakatan perlu juga dilaksanakan oleh penderita ini.

H. PROGNOSIS

Kesembuhan dalam arti regenerasi otak yang sesungguhnya, tidak pernah terjadi pada

CP. Tetapi terjadi perbaikan sesuai dengan tingkat maturitas otak yang sehat sebagai

kompensasinya. Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk menunjukkan

adanya tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur

pada anak yang mendapat stimulasi dengan baik. (Adnyana, 1995)

Morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan tingkat keparahan CP dan bersamaan

dengan komplikasi–komplikasi medis lain (seperti kesulitan pernafasan dan kelainan

gastrointestinal). Pada penderita quadriplegia lebih berisiko mengalami epilepsi, abnormalitas

ekstrapiramidal dan kelainan kognitif berat daripada mereka yang menderita diplegia atau

hemiplegia.

Epilepsi terjadi pada 15 – 60 % penderita CP dan lebih sering terjadi pada pasien

dengan spastik quadriplegia atau retardasi mental. Ketika dibandingkan dengan kontrol,

anak–anak penderita CP memiliki insidensi epilepsi lebih tinggi dengan onset selama tahun

pertama kehidupannya dan lebih banyak memiliki riwayat kejang neonatal, status epilepticus,

politerapi dan pengobatan dengan menggunakan anti konvulsan baris kedua.

Di Inggris dan Skandinavia sebanyak 20 – 30 % dari penderita dengan kelainan ini

mampu bekerja sebagai buruh penuh. Sedangkan 30 – 35 % penderita yang disertai dengan

retardasi mental, memerlukan perawatan khusus. Prognosis yang paling baik pada derajat

fungsional ringan. Prognosis bertambah berat bila disertai retardasi mental, bangkitan kejang,

gangguan penglihatan dan pendengaran. Angka kematian penyakit ini adalah 53 % pada

tahun pertama dan 11 % meninggal pada umur 7 tahun.

63

Page 64: sapi

Pertumbuhan dan Perkembangan Normal usia 10 bulan

I. Definisi

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler, yang

bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan mempergunakan satuan panjang atau satuan

berat.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari

proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi.

Perkembangan bersifat kualitatif, pengukurannya dengan menggunakan milestone.

A. Ciri-Ciri Tumbuh Kembang Anak yang Normal

Tumbuh kembang anak yang sudah dimulai sejak konsepsi sampai dewasa itu mempunyai

ciri-ciri tersendiri, yaitu :

1) Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai

maturitas/dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.

2) Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan, serta

laju tumbuh kembnag yang berlainan diantara organ-organ.

3) Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak, tetapi kecepatannya berbeda

antara anak satu dengan lainnya.

4) Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan saraf.

5) Aktifitas seluruh tubuh diganti respons individu yang khas.

6) Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal.

7) Refleks primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum

gerakan volunter tercapai.

8) Perubahan proporsi tubuh yang daat diamati pada masa bayi dan dewasa.

9) Hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru yang ditandai dengan lepasnya

gigi susu dan timbulnya gigi permanen, hilangnya refleks primitif pada masa bayi,

timbulnya tanda seks sekunder dan perubahan lainnya.

10) Kecepatan pertumbuhan tidak teratur yang ditandai dengan adanya masa-masa

tertentu, yaitu masa pranatal, bayi, dan adolesensi, dimana terjadi pertumbuhan cepat

dan masa prasekolah dan masa sekolah, dimana pertumbuhan berlangsung lambat.

B. Tahapan Tumbuh Kembang Anak

Pertumbuhan

64

Page 65: sapi

a. Berat badan

BBL : 2,7 – 4,1 kg

Minggu I : BB turun tidak > 10%

Minggu II : BB minimal = BBL

Tw I : naik 150-250 g/mg

Tw II : naik 500-600 g/bl

Tw III : naik 350-450 g/bl

TW IV : naik 250-350 g/bl

Atau :

5-6 bulan : 2 x BBL

1 tahun : 3 x BBL

2 tahun : 4 x BBL

5 tahun : 5 x BBL

b. Panjang badan

Lahir : + 50 cm

1 tahun : 1 ½ x PBL

4 tahun : 2 x PBL

5 tahun : 2 x PBL + 5 cm

13 tahun : 3 x PBL

c. Lingkar kepala

Lahir : 33 – 35,6 cm

1 tahun : 43,2-45,7 cm

2 tahun : 49,5-52,1 cm

d. Gigi

6 – 8 bulan : gigi I

2 tahun : gigi susu lengkap (20 buah)

6 tahun : gigi permanen I (24 buah)

12 tahun : gigi permanen II (28 buah)

Perkembangan

i. Motorik Kasar

1. BBL : refleks menolehkan kepala

2. 1 bulan : mengangkat kepala bila ditengkurapkan

3. 2 bulan : mengangkat bahu bila ditengkurapkan

4. 3 bulan : mengangkat dada, kepala tegak bila ditengkurapkan

65

Page 66: sapi

5. 4 bulan : berbalik dari depan ke belakang, bersanggah pada tangan,

kepala tidak jatuh bila didudukkan

6. 5 bulan : berbalik dr belakang ke depan

7. 6 bulan : duduk sendiri

8. 7-8 bulan : merangkak, duduk dg baik

9. 9-10 bulan : bangkit untuk berdiri

10. 10-11 bulan : berjalan pegangan, merambat

11. 12 bulan : berjalan

12. 15 bulan : berjalan maju mundur

13. 18 bulan : berlari, menendang bola

14. 24 bulan : naik turun tangga dg langkah satu-satu

15. 30 bulan : berdiri satu kaki

16. 36 bulan : naik tangga dg langkah bergantian, bersepeda roda 3

17. 48 bulan : turun tangga dg langkah bergantian

18. 60 bulan : meloncat

ii. Motorik Halus

1 bulan : mengikuti objek ke garis tengah

2 bulan : mengikuti objek melewati garis tengah

3 bulan : telapak tangan terbuka

4 bulan : menggapai benda-benda, membawa ke mulut

6 bulan : memindahkanbenda dari satu tangan ke tangan lain

7 bulan : memegang dg 3 jari

9 bulan : memegang dg 2 jari

12 bulan : membalik halaman buku

14 bulan : menara dari 2 kubus

18 bulan : menara dari 4 kubus

24 bulan : menggambar garis vertikal & horizontal, menara dari 6 kubus

c) Bicara

BBL : bereaksi terhadap suara

1 bulan : bersuara

2 bulan : tertawa & bersuara bila bermain

4 bulan : menoleh ke arah suara

6 bulan : mengoceh, mama papa tidak spesifik

66

Page 67: sapi

9 bulan : bunyi konsonan (b,d,m,g), mama papa spesifik

12 bulan : meniru beberapa kata baru,

18 bulan : 10 kata, menunjuk bagian tubuh

24 bulan : menyebut nama, kalimat dengan 3 kata

30 bulan : kata ganti kepunyaan, kata tanya

36 bulan : tahu umur, jenis kelamin, menghitung 3 objek

48 bulan : bercerita, menghitung 4 mainan

60 bulan : menyebut 4 warna, menghitung sampai 10.

d). Sosial dan emosi

BBL : memperhatikan wajah

1-2 bulan : senyum sosial spontan

3 bulan : melihat ke pembicara

5 bulan : bereaksi (+) bila diajak bicara

6 bulan : senyum diskriminatif

7 bulan : sulit dipisah dari orang tua, cemas terhadap orang lain

24 bulan : mencuci & mengeringkan tangan

36 bulan : menggunakan sendok dg benar, bermain paralel sederhana

48 bulan : mencuci & mengeringkan wajah, bermain koordinatif

(bermain rumah-rumahan)

60 bulan : berpakaian tanpa dibantu

67

Page 68: sapi

68

Page 69: sapi

VI. Kerangka Konsep

69

Riwayat infeksi pada ibu fariz

ANC <4x

Ibu usia 36 tahun

BBLR Peningkatan MMP dan Penurunan TIMPs

KPD

Bayi menelan air ketuban yg terinfeksi bakteri

Distress pada bayi

Cairan ketuban hijau dan kental

Bayi melepaskan mekonium

Bakteri terdapat di epitel nasofaring

Masuk ke sal. Nafas (parenkim paru)

Hipersekresi mucus dan edem parenkim paru

Kolaps alveolus

Sesak nafas

Asfiksia neonatal

HIE

Masuk ke darah

Menembus mukosa lalu ke CSF (replikasi)

Masuk ke ruang subarachnoid

Hiperemi dan edema otak

Peningkatan TIK

Penurunan aliran darah ke otak

Cerebral Hipoksia

Kerusakan sel neuron di otak

Gangguan maturasi SSP Lesi pada UMN

Cerebral palsy tipe spastic quadriplegia

Belum bisa tengkurap (gross motor)

Belum bisa mengoceh (communication)

Belum bisa meraih benda (fine motor)

Belum bisa makan biscuit sendiri (personal social)

Gangguan perkembangan (Global Developmental delayed)

Malnutrisi

BB/U menurun (underweight)

BB/TB menurun (gizi buruk)

HC menurun (mikrosefali)

Refleks primitif masih tetap ada

Page 70: sapi

VII. Kesimpulan

Fariz, laki-laki, 10 bulan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan

(motorik kasar, motorik halus, komunikasi, sosial, dan bahasa) et causa palsi serebral

kuadriplegia spastik disertai gizi buruk dan mikrosefali.

70

Page 71: sapi

DAFTAR PUSTAKA

Alvian. 2012.Cerebral Palsy. eprints.uny.ac.id/9555/2/bab%202%20-%2005103241017.pdf.

diunduh pada tanggal 29 Maret 2016.

Annisa, F. KemampuanBicaradanKeterlambatanBicara. http://eprints. undip.ac.id/ 43722/3/

ANISAFITRIG2A009074_BABIIKTI.pdf. diunduh pada tanggal 28 Maret 2016

Arifputera, Andy, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.

Darto, S. Cerebral Palsy. http://old.pediatrik.com/pkb/061022021726-bvxh131.pdf. diunduh

pada tanggal 28 Maret 2016

Devine, A. 2016. Spastic Cerebral Palsy dalam

https://www.cerebralpalsyguide.com/cerebral-palsy/types/spastic/ diunduh pada

tanggal 28 Maret 2016

Fitriadi, Y. Tinjauan Pustaka Cerebral Palsy.

http://eprints.undip.ac.id/44903/3/YogiFitriadi_22010110130153_Bab2KTI.pdf.

diunduh pada tanggal 28 Maret 2016 di Lumbung Pustaka UNY

Guyton, Arthur C., dkk. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. Jakarta: EGC.

Hendy, danSoetjiningsih. 2013. TumbuhKembangAnak: PalsiSerebral. Jakarta: EGC

Idris FH. 2002.Rehabilitasi Medik pada Cerebral Palsy. In: Pelatihan

tim rehabilitasi medik pediatrik Indonesia : Semarang.

Indriastuti L. 2002. Dasar Teori Cerebral Palsy. Dalam Pelatihan Tim

Rehabilitasi Pediatrik Indonesia : Semarang.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Petunjuk Teknis Tatalaksana Gizi Buruk Anak. Jakarta:

Direktorat Bina Gizi.

Kliegman et al. 2007. Nelson Textbook of Pediateric 18th Edition.Philadelphia : Elsevier

Latief, Abdul dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu

Kesahatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Marcdante, Karen J., dkk. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial, edisi 6. Jakarta:

Saunders Elsevier.

Matthews D J, Wilson P. Cerebral Palsy. 1999. In: Pediatric Rehabilitation. 3rded.

Philadelphia: Hanley and Belfus.

Noah’s Ark Children’s Services Resource Unit. 2008. Global Developmental Delay.

[Online]www.noahsark.net.au. Diunduh pada tanggal 28 Maret 2016

Passat J. Kelainan Perkembangan. In : Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI, 1999.

Puput, IP. 2013. Cerebral Palsy. https://www.scribd.com/doc/153544068/Referat-Cerebral-

Palsy-Puput. diunduh pada tanggal 29 Maret 2016.

71

Page 72: sapi

Rahmi, S. 2011. Komplikasi Cerebral Palsy. https://www.scribd.com/doc/58908323/

Manifestasi-Dan-Komplikasi-Cerebral-Palsy. Diunduh pada tanggal 28 Maret 2016

Saharso, Darto. 2006. Cerebral Palsy: Diagnosis dan Tatalaksana. Kelompok Studi Neuro-

developmental Bagian Ilmu Keseharan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo, Surabaya.

Siregar, TL. 2010. Makanan Pendamping ASI dalam

http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678/16932/4/Chapter%20II.pdf diunduh

padatanggal 28 Maret 2016

Soetjiningsih.2012.Tumbuh Kembang Anak.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI

Suwarba, I Gusti Ngurah et al. 2008. Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan

Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jakarta :

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia -

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta

Suyitno, H, dan Narendra, M. B. 2003. Pertumbuhan Fisik Anak. Jakarta: EGC.

Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. 1995. Patofisiologi

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Tim Penyusun. 2002. Modul1 :TumbuhKembangAnak Normal SebagaiTolokUkur

Kemampuan Gerak Anak CP. Pemda Provinsi Sul-Sel : Dinas Kesehatan.

Tjandrajani,Anna,dkk.2012.Keluhan UtamapadaKeterlambatanPerkembangan Umum di

KlinikKhususTumbuhKembang RSAB Harapan Kita http://saripediatri. idai.or.id/

pdfile/13-6-1.pdf , diunduhpada tanggal 28 Maret 2016

72