SANRI3

73
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III Drs. Salamoen Soeharyo, MPA Dra. Nasri Effendy, M.Sc Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2006

description

SANRI

Transcript of SANRI3

Page 1: SANRI3

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PRAJABATAN GOLONGAN III

Drs. Salamoen Soeharyo, MPA Dra. Nasri Effendy, M.Sc

Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2006

Page 2: SANRI3

Hak Cipta ©©©© Pada : Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2006 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188 Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia Jakarta – LAN – 2006 142 hlm: 15 x 21 cm ISBN: 979 – 8619 – 83 – 8

iii

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2005 – 2009 telah menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah: (1) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; (2) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia; serta (3) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan menjadi PNS. PNS memainkan peran dan tanggungjawabnya yang sangat strategis dalam mendorong dan mempercepat perwujudan visi tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS mengamanatkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan amanat PP 101 Tahun 2000 maka seorang CPNS harus mengikuti dan lulus Diklat Prajabatan sebagai syarat untuk dapat diangkat menjadi PNS.

Page 3: SANRI3

iv

Untuk mempercepat upaya meningkatkan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dengan pengendalian kualitas dengan standar tertentu dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan dapat lebih menyebar disamping jumlah alumni yang berkualitas dapat meningkat pula. Standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran dan lain-lain sampai pada aspek administrasi seperti persyaratan peserta, administrasi penyelenggaraan, dan sebagainya. Dengan standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni diharapkan dapat lebih terjamin. Salah satu unsur Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan yang mengalami penyempurnaan antara lain modul atau bahan ajar untuk para peserta. Oleh karena itu, kami menyambut baik penerbitan modul yang telah disempurnakan ini, sebagai antisipasi dari perubahan lingkungan stratejik yang cepat dan luas diberbagai sektor. Dengan kehadiran modul ini, kami mengharapkan agar peserta Diklat dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali keluasan dan kedalaman substansinya bersama melalui diskusi sesama dan antar peserta dengan fasilitator para Widyaiswara dalam proses kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung. Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga buku hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, Desember 2006 KEPALA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUNARNO

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................. iii

DAFTAR ISI................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1

A. Deskripsi Singkat................................................. 1

B. Manfaat Pembelajaran ......................................... 1

C. Tujuan Pembelajaran ........................................... 1

BAB II SISTEM PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN NEGARA .................................. 3

A. Pengertian............................................................ 3

B. Penyelenggaraan Kekuasaan

Pemerintahan Negara........................................... 4

C. Rangkuman.......................................................... 6

D. Latihan/Diskusi.................................................... 6

BAB III PENYELENGGARAAN TATA

KEPEMERINTAHAN YANG BAIK

(GOOD GOVERNANCE) .......................................... 7

A. Pengertian dan Pemahaman

Tata Kepemerintahan Yang Baik

(Good Governance) ............................................. 7

B. Upaya Mewujudkan Tata Kepemerintahan

Page 4: SANRI3

vi

Yang Baik (Good Governance) ........................... 10

C. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah .......... 18

D. Peradilan Tata Usaha Negara............................... 24

E. Rangkuman .......................................................... 26

F. Latihan ................................................................. 28

BAB IV PEMBENTUKAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN................................... 29

A. Asas Peraturan Perundang-undangan .................. 29

B. Jenis dan Hierarki Peraturan

Perundang-undangan ........................................... 33

C. Tata Cara Mempersiapkan

Rancangan Undang-Undang................................ 36

D. Kerangka Peraturan Perundang-undangan........... 41

E. Rangkuman .......................................................... 42

F. Latihan ................................................................. 43

BAB V LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH ................ 44

A. Urusan Pemerintahan Yang Menjadi

Kewenangan Pemerintah ..................................... 45

B. Urusan Pemerintah Yang Menjadi

Kewenangan Daerah ............................................ 48

C. Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat .................... 51

D. Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah ................. 74

E. Lembaga Perekonomian Negara.......................... 81

vii

D. Rangkuman.......................................................... 85

D. Latihan................................................................. 87

BAB VI HUBUNGAN PRESIDEN DENGAN

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA LAINNYA

DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN NEGARA ................................. 88

A. Hubungan Presiden Dengan MPR....................... 88

B. Hubungan Presiden Dengan DPR........................ 89

C. Hubungan Presiden Dengan DPD ....................... 90

D. Hubungan Presiden Dengan BPK........................ 90

E. Hubungan Presiden Dengan MA......................... 91

F. Hubungan Presiden Dengan MK......................... 91

G. Hubungan Presiden Dengan Bank Indonesia............. 92

H. Rangkuman.......................................................... 93

I. Latihan................................................................. 93

BAB VII PROSES MANAJEMEN PEMERINTAHAN .......... 95

A. Perencanaan......................................................... 95

B. Pengorganisasian ................................................. 98

C. Pelaksanaan ......................................................... 102

D. Pengawasan ......................................................... 114

E. Rangkuman.......................................................... 126

F. Latihan................................................................. 128

Page 5: SANRI3

viii

BAB VIII PENUTUP.................................................................. 130

A. Tes........................................................................ 130

B. Tindak Lanjut....................................................... 131

REFERENSI ............................................................................. 132

Page 6: SANRI3

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Mata Diklat Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia membahas pengertian sistem

penyelenggaraan pemerintahan negara RI, penyelenggaraan tata

kepemerintahan yang baik (good governance), pembentukan

peraturan perundang-undangan, lembaga-lembaga pemerintah,

hubungan Presiden dengan lembaga-lembaga negara lainnya

dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, dan proses

manajemen pemerintahan dengan mengacu kepada UUD 1945

dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.

B. Manfaat Pembelajaran

Dengan mempelajari mata Diklat ini peserta Diklat akan

memperoleh pengetahuan tentang Pelaksanaan Sistem

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan RI yang

diharapkan dapat mendukung pelaksanaan tugas peserta.

C. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan

mampu memahami hal ikhwal tentang sistem

Page 7: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

2

penyelenggaraan pemerintahan negara kesatuan Republik

Indonesia.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan

mampu:

a. Menjelaskan sistem penyelenggaraan pemerintahan

negara;

b. Menjelaskan tata kepemerintahan yang baik (good

governance);

c. Menjelaskan pembentukan peraturan perundangan;

d. Menjelaskan lembaga-lembaga pemerintah;

e. Menjelaskan hubungan Presiden dengan lembaga-

lembaga negara lainnya dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan negara;

f. Menjelaskan proses manajemen pemerintahan.

3

BAB II SISTEM PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN NEGARA

A. Pengertian Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara pada hakikatnya

merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme pemerintahan

negara dijalankan oleh Presiden sebagai pemegang kekuasaan

Pemerintahan Negara. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan

Negara ialah sistem bekerjanya Pemerintahan sebagai fungsi

yang ada pada Presiden.

Pada dasarnya Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

tidak membicarakan Sistem Penyelenggaraan Negara oleh

Lembaga-lembaga Negara secara keseluruhan. Dalam arti

sempit, istilah Penyelenggaraan Negara tidak mencakup

lembaga-lembaga Negara yang tercantum dalam UUD 1945.

Sedangkan dalam arti luas, istilah penyelenggaraan negara

mengacu pada tataran supra struktur politik (lembaga negara dan

lembaga pemerintah), maupun pada tataran infrastruktur politik

(organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan). Dengan

demikian, yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan

Pemerintahan Negara sebenarnya adalah mekanisme bekerjanya

lembaga eksekutif, yang dipimpin oleh Presiden baik selaku

Kepala Pemerintahan maupun sebagai Kepala Negara.

Page 8: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

4

B. Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan

Negara

Menurut UUD 1945, Presiden adalah sebagai penyelenggara

atau pemegang kekuasaan Pemerintahan Negara. Dalam

melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang

Wakil Presiden. Selain itu, dalam menjalankan fungsinya

Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara, dimana setiap

Menteri Negara membidangi urusan tertentu dalam

pemerintahan. Menteri-menteri Negara ini diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden.

Sebagai Kepala Lembaga Eksekutif atau Kepala Pemerintahan,

Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang dan

menetapkan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan

Undang-undang sebagaimana mestinya. Presiden tidak dapat

membekukan dan atau membubarkan Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR).

Dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia, sebagai Kepala Negara, Presiden:

1. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Udara, dan Angkatan Laut;

2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian

dengan negara lain dengan persetujuan DPR;

3. Dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan

akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait

dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

5

perubahan atau pembentukan Undang-undang harus dengan

persetujuan DPR ;

4. Menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat

keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-undang ;

5. Mengangkat Duta dan Konsul. Dalam mengangkat Duta,

memperhatikan pertimbangan DPR ;

6. Menerima penempatan duta negara lain dengan

memperhatikan pertimbangan DPR ;

7. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan

pertimbangan Mahkamah Agung (MA) ;

8. Memberi abolisi dan amnesti dengan memperhatikan

pertimbangan DPR ;

9. Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan

yang diatur dengan Undang-undang ;

10. Membentuk Dewan Pertimbangan yang bertugas memberi

nasehat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya

diatur dengan Undang-undang;

11. Membahas rancangan Undang-undang untuk mendapatkan

persetujuan bersama DPR;

12. Mengesahkan Rancangan Undang-undang yang telah

disetujui bersama DPR untuk menjadi Undang-undang.

13. Dalam hal ikhwal kegentingan memaksa, Presiden berhak

menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti

Undang-undang;

14. Mengajukan Rancangan Undang-undang APBN untuk

dibahas bersama DPR dengan memperhatikan

pertimbangan DPD (Dewan Perwakilan Daerah);

Page 9: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

6

15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah

dipilih oleh DPR atas dasar pertimbangan DPD;

16. Menetapkan Calon Hakim Agung yang diusulkan Komisi

Yudisial dan telah mendapat persetujuan DPR untuk

menjadi Hakim Agung ;

17. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial

dengan persetujuan DPR ;

18. Menetapkan dan mengajukan anggota hakim konstitusi.

C. Rangkuman Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara tidak

membicarakan sistem penyelenggaraan negara oleh lembaga-

lembaga negara secara keseluruhan akan tetapi adalah

membicarakan mekanisme bekerjanya lembaga-lembaga

eksekutif yang dipimpin oleh Presiden baik selaku Kepala

Pemerintahan maupun sebagai Kepala Negara.

D. Latihan/Diskusi 1. Apakah yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan

Pemerintahan Negara?

2. Apa saja tugas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan

sebagai Kepala Negara?

3. Mengapa Menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada

DPR?

7

BAB III PENYELENGGARAAN TATA

KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)

A. Pengertian dan Pemahaman Tata Kepemerintahan Yang Baik (GOOD GOVERNANCE)

Sejalan dengan kemajuan masyarakat dengan peningkatan

permasalahannya, birokrasi cenderung terus semakin besar.

Akibatnya adalah timbul masalah kuantitas dan kualitas

birokrasi yang semakin lama semakin serius, termasuk beban

negara menjadi terus bertambah berat. Keadaan ini diperparah

dengan datangnya era globalisasi, yang merupakan era semakin

luas dan tajamnya kompetisi antar bangsa. Globalisasi

menimbulkan masalah yang harus di atasi agar kepentingan

nasional tidak dirugikan, di lain pihak menimbulkan pula

peluang yang perlu dimanfaatkan untuk kemajuan dan

kepentingan nasional. Namun hal itu tidak mungkin mampu

dihadapi dan ditanggulangi lagi oleh pemerintah sendiri.

ESCAP mengartikan governance sebagai proses pengambilan

keputusan dan proses diimplementasikan atau tidak

diimplementasikannya keputusan: “the process of decision

making and the process by which the decision are implemented

(or not implemented)”. Istilah governance menurut ESCAP

Page 10: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

8

dapat digunakan dalam beberapa konteks, seperti “corporate

governance”, “ international governance”, “ national

governance” dan “local governance”.

Osborn dan Gaebler (1992: 24) mendefinisikan governance

sebagai proses dimana kita memecahkan masalah kita

bersama dan memenuhi kebutuhan masyarakat “the process

in which we solve our problem collectivelly and meet the society

needs”. Meuthia Ganie – Rahman (Jakarta Post 26-10-1999: 2),

mendefinisikan governance sebagai “pengelolaan sumber daya

ekonomi dan sosial yang melibatkan negara dan sektor non

pemerintah dalam suatu usaha kolektif”.

Governance melibatkan berbagai pelaku, pelaku-pelaku yang

berkepentingan atau stakeholder, yang pada dasarnya terdiri atas

negara atau pemerintah dan non pemerintah atau masyarakat,

yang tergantung dari permasalahan dan peringkat

pemerintahannya dapat meliputi kalangan yang sangat luas dan

beraneka ragam seperti organisasi politik, LSM, organisasi

profesi, dunia usaha/swasta, koperasi, individu dan bahkan

lembaga internasional. Oleh karena itu, UNDP (PT. Wahana…,

1999: 14) juga menyebutkan bahwa governance yang baik

sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara

negara, sektor swasta dan masyarakat.

Berhubung dengan keterlibatan berbagai pihak: negara, dunia

usaha dan masyarakat tersebut, maka antara lain UNDP (ibid)

mengemukakan ciri governance yang baik adalah:

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

9

1. Partisipasi, bahwa setiap warga negara baik langsung mau

pun melalui perwakilan, mempunyai suara dalam pembuatan

keputusan dalam pemerintahan;

2. Aturan hukum ( rule of law), kerangka hukum harus adil

dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama untuk hak

asasi manusia;

3. Transparansi, yang dibangun atas dasar kebebasan arus

informasi. Informasi dapat diperoleh oleh mereka yang

membutuhkan serta dapat dipahami dan dimonitor;

4. Ketanggapan (responsiviness), yang berarti bahwa berbagai

upaya lembaga dan prosedur-prosedur harus berupaya untuk

melayani setiap stakeholder dengan baik, aspiratif;

5. Orientasi pada konsensus. Governance yang baik menjadi

perantara kepentingan-kepentingan yang berbeda untuk

memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih

luas;

6. Kesetaraan (equity). Semua warga negara, mempunyai

kesempatan yang sama untuk meningkatkan atau

mempertahankan kesejahteraannya;

7. Efektifitas dan efisiensi, penggunaan sumber-sumber daya

secara berhasilguna dan berdayaguna.

Demikianlah kini istilah “good governance” telah menjadi

perhatian orang dimana-mana.

Dalam bahasa Indonesia telah ada tiga terjemahan untuk

governance: kepemimpinan (Sofyan Effendi, lihat Bintoro),

pengelolaan (Sofyan Wanandi; Meuthia Ganie Rachman) dan

Page 11: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

10

penyelenggaraan (Bondan Gunawan). Mengingat istilah

governance dapat digunakan dalam beberapa konteks seperti

dikemukakan oleh ESCAP di atas, dan untuk negara/pemerintah

mestinya public governance, maka istilah pengelolaan dan

penyelenggaraan nampaknya lebih tepat. Akan tetapi

dikaitkan dengan istilah yang ada dalam UUD 1945

penyelenggara negara dan penyelenggara pemerintahan negara

nampaknya untuk kita, dalam penyelenggaraan negara/

pemerintahan, lebih baik governance diterjemahkan sebagai

penyelenggaraan.

BAPPENAS, melalui Tim Pengembangan Kebijakan Nasional

menyatakan bahwa “istilah tata kepemerintahan yang baik mulai

banyak dikenal di tanah air sejak tahun 1997, ketika krisis

ekonomi terjadi di Indonesia. Tata kepemerintahan yang baik

merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan

pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif sesuai

dengan cita-cita terbentuknya suatu masyarakat madani.

Selain sebagai suatu konsepsi tentang penyelenggaraan peme

rintahan, tata kepemerintahan yang baik juga merupakan suatu

gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara

pemerintah, dunia usaha/swasta, dan masyarakat”.

B. Upaya Mewujudkan Tata Kepemerintahan

Yang Baik (Good Governance)

Upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik

membutuhkan komitmen kuat, daya tahan, dan waktu yang

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

11

tidak singkat karena diperlukan pembelajaran, pemahaman,

serta implementasi nilai-nilai tata kepemerintahan yang baik

secara utuh oleh seluruh komponen bangsa termasuk oleh

aparatur pemerintah dan masyarakat luas. Di samping itu,

perlu adanya kesepakatan bersama serta rasa optimistik yang

tinggi dari seluruh komponen bangsa bahwa penyelenggaraan

tata kepemerintahan yang baik dapat diwujudkan demi

pencapaian masa depan bangsa dan negara yang lebih baik.

Untuk itu, Bappenas melalui Tim Pengembangan Kebijakan

Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik, menyatakan bahwa

dalam upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik perlu

diperhatikan prinsip-prinsip Tata Kepemerintahan Yang

Baik dengan indikator minimal dan perangkat pendukung

indikatornya sebagai berikut:

1. Wawasan Kedepan (Visionary): a. Indikator Minimal:

1) Adanya visi dan strategi yang jelas dan mapan

dengan menjaga kepastian hukum;

2) Adanya kejelasan setiap tujuan kebijakan dan

program;

3) Adanya dukungan dari pelaku untuk mewujudkan

visi.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Peraturan/kebijakan yang memberikan kekuatan

hukum pada visi dan strategi;

2) Proses penentuan visi dan strategi secara

partisipatif.

Page 12: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

12

2. Keterbukaan dan Transparansi (Openness and

Transparancy) a. Indikator Minimal:

1) Tersedianya informasi yang memadai pada setiap

proses penyusunan dan implementasi kebijakan

publik;

2) Adanya akses pada informasi yang siap, mudah

dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan

informasi;

2) Pusat/balai informasi ;

3) Website (e-government, e-procurement, dsb);

4) Iklan layanan masyarakat ;

5) Media cetak ;

6) Papan pengumuman.

3. Partisipasi masyarakat (Participation): a. Indikator Minimal:

1) Adanya pemahaman penyelenggara negara tentang

proses/metode partisipatif;

2) Adanya pengambilan keputusan yang didasarkan

atas konsensus bersama.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Pedoman pelaksanaan proses partisipatif;

2) Forum konsultasi dan temu publik, termasuk forum

stakeholder ;

3) Media massa nasional maupun media lokal sebagai

sarana penyaluran aspirasi masyarakat;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

13

4) Mekanisme/peraturan untuk mengakomodasi

kepentingan yang beragam.

4. Tanggung Gugat (Accountability):

a. Indikator Minimal:

1) Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan

standar prosedur pelaksanaan;

2) Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau

kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Mekanisme pertanggungjawaban;

2) Laporan tahunan;

3) Laporan pertanggungjawaban;

4) Sistem pemantauan kinerja penyelenggara negara;

5) Sistem pengawasan;

6) Mekanisme reward and punishment.

5. Supremasi Hukum (Rule of Law): a. Indikator Minimal:

1) Adanya kepastian dan penegakkan hukum;

2) Adanya penindakan setiap pelanggar hukum;

3) Adanya pemahaman mengenai pentingnya

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Sistem yuridis yang terpadu/terintegrasi

(kepolisian, kejaksaan, pengadilan);

2) Reward and punishment yang jelas bagi aparat

penegak hukum (kepolisian, kejaksaan,

kehakiman);

Page 13: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

14

3) Sistem pemantauan lembaga peradilan yang objektif,

independen, dan mudah diakses publik (ombudsman);

4) Sosialisasi mengenai kesadaran hukum.

6. Demokrasi (Democracy): a. Indikator Minimal:

1) Adanya kebebasan dalam menyampaikan aspirasi

dan berorganisasi;

2) Adanya kesempatan yang sama bagi setiap anggota

masyarakat untuk memilih dan membangun

konsensus dalam pengambilan keputusan kebijakan

publik.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

Peraturan yang menjamin adanya hak dan kewajiban

yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk turut

serta dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.

7. Profesionalisme dan Kompetensi (Profesionalism and

Competency): a. Indikator Minimal:

1) Berkinerja tinggi;

2) Taat asas;

3) Kreatif dan inovatif;

4) Memiliki kualifikasi di bidangnya.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Standar kompetensi yang sesuai dengan fungsinya;

2) Kode etik profesi;

3) Sistem reward and punishment yang jelas;

4) Sistem pengembangan SDM;

5) Standar dan indikator kinerja.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

15

8. Daya Tanggap (Responsiveness):

a. Indikator Minimal:

1) Tersedianya layanan pengaduan dengan prosedur

yang mudah dipahami oleh masyarakat;

2) Adanya tindak lanjut cepat dari laporan dan

pengaduan.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Standar pelayanan publik;

2) Prosedur dan layanan pengaduan hotlin ;

3) Fasilitas komunikasi dan informasi.

9. Keefesienan dan Keefektifan (Efficiency and

Effectiveness): a. Indikator Minimal:

1) Terlaksananya administrasi penyelenggaraan

negara yang berkualitas dan tepat sasaran dengan

penggunaan sumber daya yang optimal;

2) Adanya perbaikan berkelanjutan;

3) Berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan

fungsi organisasi/unit kerja.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Standar dan indikator kinerja untuk menilai

efisiensi dan efektifitas pelayanan;

2) Survei-survei kepuasan stakeholders.

10. Desentralisasi (Decentralization): a. Indikator Minimal:

Adanya kejelasan pembagian tugas dan wewenang

dalam berbagai tingkatan jabatan.

Page 14: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

16

b. Perangkat Pendukung Indikator:

Peraturan perundang-undangan mengenai:

1) Struktur organisasi yang tepat dan jelas;

2) Job description (uraian tugas) yang jelas.

11. Kemitraan Dengan Dunia Usaha Swasta dan

Masyarakat (Private Sector and Civil Society

Partnership): a. Indikator Minimal:

1) Adanya pemahaman aparat pemerintah tentang pola

kemitraan;

2) Adanya lingkungan yang kondusif bagi masyarakat

kurang mampu (powerless) untuk berkarya;

3) Terbukanya kesempatan bagi masyarakat/dunia

usaha swasta untuk turut berperan dalam

penyediaan pelayanan umum;

4) Adanya pemberdayaan institusi ekonomi

lokal/usaha mikro, kecil, dan menengah, serta

koperasi.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Peraturan-peraturan dan pedoman yang mendorong

kemitraan pemerintah-dunia usaha swasta-

masyarakat;

2) Peraturan-peraturan yang berpihak pada masyarakat

kurang mampu;

3) Program-program pemberdayaan.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

17

12. Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan

(Commitment to Reduce Inequality): a. Indikator Minimal:

1) Adanya langkah-langkah atau kebijakan yang

berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar bagi

masyarakat yang kurang mampu (subsidi silang,

affirmative action, dan sebagainya);

2) Tersedianya layanan-layanan/fasilitas-fasilitas

khusus bagi masyarakat tidak mampu;

3) Adanya kesetaraan dan keadilan gender;

4) Adanya pemberdayaan kawasan tertinggal.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Peraturan-peraturan yang berpihak pada pember

dayaan gender, masyarakat kurang mampu, dan

kawasan tertinggal;

2) Program-program pemberdayaan gender, masyara

kat kurang mampu, dan kawasan tertinggal.

13. Komitmen pada Lingkungan Hidup (Commitment to

Environmental Protection): a. Indikator Minimal:

1) Adanya keseimbangan antara pemanfaatan sumber

daya alam dan perlindungan/konservasinya;

2) Penegakan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan;

3) Rendahnya tingkat pencemaran dan kerusakan

lingkungan;

4) Rendahnya tingkat pelanggaran perusakan

lingkungan.

Page 15: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

18

b. Perangkat Pendukung Indikator:

1) Peraturan dan kebijakan yang menjamin

perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dan

ling kungan hidup;

2) Forum kegiatan peduli lingkungan ;

3) Reward and punishment dalam pemanfaatan

sumber daya dan perlindungan lingkungan hidup.

14. Komitmen pada Pasar Yang Fair (Commitment to

Fair Market): a. Indikator Minimal:

1) Tidak ada monopoli;

2) Berkembangnya ekonomi masyarakat;

3) Terjaminnya iklim kompetisi yang sehat.

b. Perangkat Pendukung Indikator:

Peraturan-peraturan mengenai persaingan usaha yang

menjamin iklim kompetisi yang sehat.

C. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang

berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggung jawab, telah

diterbitkan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).

Pelaksanaannya lebih lanjut didasarkan atas Pedoman

Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara

(Keputusan Kepala LAN No. 589/ IX/6/4/1999 dan telah

dirubah dengan Keputusan Kepala LAN No. 239/IX/6/8/2003).

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

19

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah perwujudan

kewajiban suatu instansi pemerintah untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan

misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.

1. Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan

pertanggung jawaban atau menjawab dan menerangkan

kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu

organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau

berkewenangan untuk meminta keterangan atau

pertanggungjawaban. Berdasarkan pengertian ini, maka

semua instansi pemerintah, badan dan lembaga negara di

pusat dan daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing

harus memahami lingkup akuntabilitasnya masing-masing,

karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan

juga kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan.

2. Prinsip-Prinsip Akuntabilitas

Dalam pelaksanaan akuntabilitas di lingkungan instansi

pemerintah, perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai

berikut:

a. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf

instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi

agar akuntabel;

b. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin

penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Page 16: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

20

c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan

sasaran yang telah ditetapkan;

d. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta

hasil dan manfaat yang diperoleh;

e. Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai

katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah

dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik

pengukuran kinerja dan penyusunan laporan

akuntabilitas.

Di samping itu, akuntabilitas kinerja harus pula menyajikan

penjelasan tentang deviasi antara realisasi kegiatan dengan

rencana serta keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian

sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,

pengukuran kinerja dimulai dari perencanaan strategis dan

berakhir dengan penyerahan laporan akuntabilitas kepada

pemberi mandat (wewenang). Dalam pelaksanaan

akuntabilitas ini, diperlukan pula perhatian dan komitmen

yang kuat dari atasan langsung instansi yang

memberikan akuntabilitasnya, lembaga perwakilan dan

lembaga pengawasan, untuk mengevaluasi akuntabilitas

kinerja instansi yang bersangkutan.

3. Perencanaan Strategis Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah

perencanaan strategis merupakan langkah awal untuk

melaksanakan mandat. Perencanaan strategis instansi

pemerintah memerlukan integrasi antara keahlian sumber

daya manusia dan sumber daya lain agar mampu menjawab

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

21

tuntutan perkembangan lingkungan strategis, nasional dan

global. Analisis terhadap lingkungan organisasi, baik internal

maupun eksternal merupakan langkah yang sangat penting

dalam memperhitungkan kekuataan (strengths), kelemahan

(weaknesses), peluang (opportunities), dan tantangan/kendala

(threats) yang ada. Analisis terhadap unsur-unsur tersebut

sangat penting dan merupakan dasar bagi perwujudan visi

dan misi serta strategi instansi pemerintah.

Dengan perkataan lain, perencanaan strategis yang disusun

oleh suatu instansi pemerintah harus mencakup: (1)

pernyatan visi, misi, strategi, dan faktor-faktor keberhasil an

organisasi; (2) rumusan tentang tujuan, sasaran dan uraian

aktivitas organisasi; dan (3) uraian tentang cara mencapai

tujuan dan sasaran tersebut. Dengan visi, misi, dan strategi

yang jelas maka diharapkan instansi pemerintah akan dapat

menyelaraskan dengan potensi, peluang dan kendala yang

dihadapi. Perencanaan strategis bersama dengan

pengukuran kinerja serta evaluasinya merupakan

rangkaian sistem pengukuran kinerja yang penting.

4. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan

akuntabilitas. Sebenarnya pengukuran kinerja punya makna

ganda, yaitu pengukuran kinerja sendiri dan evaluasi kinerja.

Untuk melaksanakan kedua hal tersebut, terlebih dahulu

harus ditentukan tujuan dari suatu program secara

keseluruhan. Setelah program didesain, haruslah sudah

Page 17: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

22

termasuk penciptaan indikator kinerja atau pengukuran

keberhasilan pelaksanaan program, sehingga dengan

demikian dapat diukur dan dievaluasi tingkat keberhasilan

nya.

Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan

strategis dengan akuntabilitas. Suatu instansi pemerintah

dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti atau

indikator-indikator atau ukuran-ukuran pencapaian yang

mengarah pada perencanaan misi. Tanpa adanya pengukuran

kinerja sangat sulit dicari pembenaran yang logis atau

pencapaian misi organisasi instansi. Sebaliknya dengan

disusunnya perencanaan strategis yang jelas, perencanaan

operasional yang terukur, maka dapat diharapkan tersedia

pembenaran yang logis dan argumentasi yang memadai

untuk mengatakan suatu pelaksanan program berhasil atau

tidak. Dalam pengukuran kinerja perlu adanya:

a. Penetapan Indikator Kinerja

Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifi

kasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem

pengumpulan dan pengolahan data/informasi untuk

menentukan capaian tingkat kinerja kegiatan/program.

b. Penetapan Capaian Kinerja

Penetapan capaian kinerja dimaksudkan untuk

mengetahui dan menilai capaian indikator kinerja

pelaksanaan kegiatan/program dan kebijakan yang telah

ditetapkan oleh suatu instansi pemerintah.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

23

5. Evaluasi Kinerja Setelah tahap pengukuran kinerja dilalui, berikutnya adalah

tahap evaluasi kinerja. Tahapan ini dimulai dengan

menghitung nilai capaian dari pelaksanaan perkegiatan.

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung capaian kinerja

dari pelaksanaan program didasarkan pembobotan dari setiap

kegiatan yang ada di dalam suatu program.

6. Pelaporan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

harus disampaikan oleh instansi-instansi dari Pemerintah

Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota. Penyusunan laporan harus mengikuti

prinsip-prinsip yang lazim, suatu laporan harus disusun

secara jujur, objektif dan transparan. Di samping itu perlu

pula diperhatikan prinsip-prinsip:

a. Prinsip pertanggungjawaban, sehingga harus cukup

jelas hal–hal yang dikendalikan maupun yang tidak

dikendalikan oleh pihak yang melaporkan harus dapat

di mengerti pembaca laporan;

b. Prinsip pengecualian, yang dilaporkan yang penting

dan terdepan bagi pengambilan keputusan dan

pertanggungjawaban instansi yang bersangkutan

instansi yang bersangkutan seperti keberhasilan dan

kegagalan, perbedaan realisasi dan target;

c. Prinsip manfaat yaitu manfaat laporan harus lebih

besar daripada biaya penyusunan.

Page 18: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

24

Selanjutnya, perlu pula diperhatikan beberapa ciri laporan

yang baik seperti relevan, tepat waktu, dapat

dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan

cermat), dalam bentuk yang menarik (tegas dan konsisten,

tidak kontradiktif), berdaya banding tinggi, berdayasaing,

lengkap, netral, padat dan terstandarisasi. Agar LAKIP

dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak

yang berkepentingan, maka bentuk dan isinya diseragamkan

tanpa mengabaikan keunikan masing-masing instansi

pemerintah. Penyeragaman ini paling tidak dapat mengurangi

perbedaan cara pengkajian yang cenderung menjauhkan

pemenuhan prasyarat minimal akan informasi yang

seharusnya dimuat dalam LAKIP. Penyeragaman juga

dimaksudkan untuk pelaporan yang bersifat rutin, sehingga

perbandingan atau evaluasi dapat dilakukan secara memadai.

LAKIP dapat dimasukkan dalam ketegori laporan rutin,

karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-

pihak yang berkepentingan setahun sekali.

D. Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku

kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap

sengketa Tata Usaha Negara. Negara Republik Indonesia adalah

negara hukum yang dinamis, bertujuan mewujudkan tata

kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram,

serta tertib. Dalam tata kehidupan yang demikian itu, dijamin

persamaan warga negara di dalam hukum. Dalam usaha

mewujudkan tujuan tersebut di atas, sesuai dengan sistem

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

25

pemerintahan negara yang dianut dalam UUD 1945, melalui

aparaturnya di bidang Tata Usaha Negara, Pemerintah

diharuskan berperan aktif dan positif.

Pemerintah wajib secara terus menerus membina,

menyempurnakan, dan menertibkan aparatur tersebut agar

menjadi aparatur yang efisien, efektif, bersih dan

berwibawa yang dalam melaksanakan tugasnya selalu

berdasarkan hukum dengan dilandasi semangat dan sikap

pengabdian bagi masyarakat.

Sadar terhadap peran aktif dan positif tersebut di atas,

Pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah untuk

menghadapi timbulnya benturan kepentingan, perselisihan atau

sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan

warga masyarakat. Sengketa yang terjadi antara Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga negara ini

disebut sengketa Tata Usaha Negara.

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dibentuk berdasarkan

Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata

Usaha Negara dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang

Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara

melengkapi 3 peradilan lain yang sudah lama ada di bawah

Mahkamah Agung yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama dan

Peradilan Militer, sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman

berdasarkan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Page 19: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

26

Kehakiman. PTUN diciptakan untuk menyelesaikan sengketa

antara Pemerintah dengan warga Negaranya. Dalam hal ini

sengketa timbul sebagai akibat dari adanya tindakan-tindakan

Pemerintah yang melanggar hak warga negaranya. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa PTUN diadakan dalam rangka

memberi perlindungan kepada rakyat. Dengan kata lain tujuan

PTUN sebenarnya tidak semata-mata untuk memberikan

perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, melainkan juga

untuk melindungi hak-hak masyarakat.

Di samping itu dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan

pemerintahan negara yang bersih, efisien dan efektif telah

dikembangkan pula berbagai pengawasan. Keseluruhan sistem

pengawasan tersebut akan diuraikan dalam Bab VII.

E. Rangkuman

Penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik sudah menjadi

suatu tuntutan dan kebutuhan universal yang tidak dapat

ditunda-tunda lagi. Upaya mewujudkan tata kepemerintahan

yang baik membutuhkan komitmen kuat, daya tahan, waktu

yang relatif panjang. Karena itu diperlukan pembelajaran,

pemahaman, serta implementasi nilai-nilai tata kepemerintahan

yang baik secara utuh oleh seluruh komponen bangsa termasuk

oleh aparatur pemerintah dan masyarakat luas.

Berbagai kebijakan pendukung untuk mewujudkan tata

kepemerintahan yang baik telah dikeluarkan pemerintah

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

27

Indonesia baik dalam era reformasi maupun sebelum reformasi.

Kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan

dalam era reformasi seperti TAP MPR No. XI/MPR/1998

tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; UU No. 28 Tahun 1999 yang

juga tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Instruksi Presiden No. 7 Tahun

1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).

Adapun peraturan perundangan yang dikeluarkan pemerintah

sebelum era reformasi yang berkaitan dengan upaya perwujudan

tata kepemerintahan yang baik adalah UU No. 8 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang diubah dengan UU

No. 9 Tahun 2004.

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) adalah

perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan

pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran

yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara

periodik.

Sedangkan Peradilan Tata Usaha Negara ini dimaksudkan untuk

menyelesaikan sengketa antara Pemerintah dengan warga

negaranya yang mencari keadilan terhadap sengketa tata usaha

negara. Jadi PTUN dibentuk sebenarnya untuk memberi

perlindungan kepada hak warga negara dan masyarakat.

Page 20: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

28

F. Latihan 1. Penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (good

governance) perlu melibatkan semua pihak yang terkait

(stakeholder) yang pada dasarnya terdiri dari 3 sektor. Apa

saja sektor-sektor itu dan jelaskan peranan masing-masing

sektor tersebut!

2. Apakah prinsip-prinsip penyelenggaraan tata kepemerintahan

yang baik (good governance) ini menurut UNDP?

3. Menurut Bappenas apa saja upaya yang diperlukan untuk

mewujudkan tata kepemerintahan yang baik di Indonesia?

Sebutkan pula prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan beserta

indikator-indikator minimal dan perangkat pendukung

indikatornya!

4. Apa pengertian akuntabilitas yang resmi dianut pemerintah

dan apa prinsip-prinsipnya?

5. Mengapa Peradilan Tata Usaha Negara juga merupakan

upaya yang diperlukan dalam mewujudkan tata

kepemerintahan yang baik?

29

BAB IV PEMBENTUKAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang

dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan

mengikat secara umum. Keseluruhan aspek penyelenggaraan

pemerintahan negara dalam pelaksanaannya diatur dengan dan

berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Hal ini dimaksudkan untuk:

1. Menjamin kepastian hukum, karena Indonesia adalah negara

hukum;

2. Melindungi masyarakat dari tindakan aparatur dan pihak lain yang

sewenang-wenang;

3. Melindungi aparatur dari tindakan masyarakat yang melawan

hukum.

A. Asas Peraturan Perundang-Undangan Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus

berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-

undangan yang baik yang meliputi:

1. Kejelasan Tujuan Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

Page 21: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

30

2. Kelembagaan atau Organisasi Pembentuk yang

Tepat Setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh

lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan

yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut

dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh

lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

3. Kesesuaian antara Jenis dan Materi Muatan Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus

benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat

dengan jenis peraturan perundang-undangannya.

4. Dapat Dilaksanakan Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan

tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis

maupun sosiologis.

5. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan Setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang

benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

6. Kejelasan Rumusan Setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi

persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-

undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi,

serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti,

sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi

dalam pelaksanaannya.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

31

7. Keterbukaan Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan

mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan

pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demi

kian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan

yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam

proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan materi muatan Peraturan perundang-undangan

mengandung asas:

1. Pengayoman Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus

berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka

menciptakan ketentraman masyarakat.

2. Kemanusiaan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak

asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara

dan penduduk Indonesia secara proporsional.

3. Kebangsaan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang

pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip

negara kesatuan Republik Indonesia.

4. Kekeluargaan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam

setiap pengambilan keputusan.

Page 22: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

32

5. Kenusantaraan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan

senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah

Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan

yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum

nasional yang berdasarkan Pancasila.

6. Bhinneka Tunggal Ika Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus

memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan

golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya

yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

7. Keadilan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap

warga negara tanpa kecuali.

8. Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan

Pemerintahan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak

boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan

latar belakang, antara lain; agama, suku, ras, golongan,

gender, atau status sosial.

9. Ketertiban dan Kepastian Hukum Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus

dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui

jaminan adanya kepastian hukum.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

33

10. Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan. Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus

mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,

antara kepentingan individu dan masyarakat dengan

kepentingan bangsa dan negara.

B. Jenis Dan Hierarkhi Peraturan Perundang-Undangan

1. Jenis Dalam ketentuan Pasal 7 Undang-undang No. 10 Tahun 2004

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis

peraturan perundang-undangan meliputi: UUD Negara RI

1945; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden;

dan Peraturan Daerah.

Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana

tersebut di atas, diakui keberadaannya dan mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Adapun jenis peraturan perundang-undangan selain

sebagimana tersebut di atas, antara lain adalah peraturan-

peraturan yang dikeluarkan oleh MPR; DPR; DPD; MA;

MK; BPK; Gubernur BI; Menteri; DPRD Provinsi; DPRD

Kabupaten/Kota; Gubernur; Bupati/Walikota; Kepala

Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh

Page 23: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

34

Undang-undang atau Pemerintah atas perintah Undang-

undang; Kepala Desa atau yang setingkat.

2. Hierarki Yang dimaksud hierarki adalah penjenjangan setiap jenis

peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada

asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih

rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Kekuatan hukum

peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan

hierarkinya.

Hierarki peraturan perundang-undangan sesuai dengan Pasal

7 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 adalah:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan

Perundang-undangan.

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (Perpu)

Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan

yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan

persetujuan bersama Presiden. Sedangkan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan

Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden

dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi

muatan yang harus diatur dengan UU atau peraturan

pemerintah pengganti undang-undang adalah: hak-hak

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

35

asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara;

pelaksanaan dan penegakkan kedaulatan negara serta

pembagian kekuasaan negara; wilayah negara dan

pembagian daerah; kewarganegaraan dan kependudukan;

dan keuangan negara.

c. Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang

undangan yang ditetapkan oleh Presiden berisi materi

untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mesti

nya.

d. Peraturan Presiden

Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan

yang dibuat oleh Presiden berisi materi yang

diperintahkan oleh UU atau materi untuk melaksanakan

Peraturan Pemerintah.

e. Peraturan Daerah

Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan

yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Materi

muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan

dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas

pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta

penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi.

Peraturan Daerah yang dimaksud meliputi:

1) Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan

Gubernur. Termasuk dalam Peraturan Daerah

Page 24: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

36

Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus

serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua;

2) Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota bersama

Bupati/Walikota;

3) Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh

badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama

dengan kepala desa atau nama lainnya.

C. Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-

Undang

Tata cara mempersiapkan RUU diatur dalam Keputusan

Presiden No. 188 Tahun 1998. Dalam Keppres ini diatur tentang

Prakarsa Penyusunan RUU; Panitia Antar Departemen dan

Lembaga; Konsultasi RUU; Penyampaian RUU kepada DPR;

Tata Cara Pembahasan RUU yang disusun oleh DPR;

Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Undang-

Undang.

1. Prakarsa Penyusunan RUU Menteri atau pimpinan LPND selanjutnya disebut Pimpinan

Lembaga dapat mengambil prakarsa penyusunan RUU

untuk mengatur masalah yang menyangkut bidang tugasnya.

Prakarsa ini wajib dimintakan persetujuan lebih dahulu

kepada Presiden dengan dilengkapi penjelasan mengenai

konsepsi pengaturan yang meliputi: latar belakang dan tujuan

penyusunan; sasaran yang ingin diwujudkan; pokok pikiran,

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

37

lingkup atau obyek yang akan diatur, dan jangkauan dan arah

pengaturan.

Untuk pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan

yang akan dituangkan dalam RUU, Menteri atau Pimpinan

Lembaga pemrakarsa penyusunan UU wajib

mengkonsultasikan terlebih dahulu konsep tersebut dengan

Menteri Kehakiman (dalam Kabinet Indonesia Bersatu:

Menteri Hukum dan HAM) dan Pimpinan lembaga lainnya

yang terkait.

Apabila keharmonisan, kebulatan dan kemantapan konsepsi

tidak dapat dihasilkan dalam forum konsultasi, maka Menteri

Kehakiman dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga

pemrakarsa bersama-sama Menteri Sekretaris Negara

melaporkannya kepada Presiden untuk mendapatkan

keputusan.

Sebaliknya dalam hal telah diperoleh keharmonisan,

kebulatan dan kemantapan konsepsi, Menteri atau Pimpinan

Lembaga pemrakarsa secara resmi mengajukan permintaan

persetujuan prakarsa penyusunan RUU kepada Presiden.

2. Panitia Antar Departemen dan Lembaga Berdasarkan persetujuan dari Presiden atas prakarsa

penyusunan RUU, Menteri atau Pimpinan Lembaga

pemrakarsa membentuk Panitia Antar Departemen dan

Page 25: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

38

Lembaga yang diketuai pejabat yang ditunjuk untuk

menyusun RUU tersebut.

Permintaan keanggotan Panitia dilakukan langsung oleh

Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa kepada Menteri

Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, Menteri atau

Pimpinan Lembaga yang terkait dengan materi yang akan

diatur.

Surat keputusan Pembentukan Panitia Antar Departemen dan

Lembaga ditetapkan paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal

diterimanya surat Menteri Sekretaris Negara mengenai

persetujuan pemrakarsa. Kepala Biro Hukum atau Kepala

Satuan Kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang

perundang-undangan pada Departemen atau Lembaga

pemrakarsa, secara fungsional bertindak sebagai

Sekretaris Panitia Antar Departemen.

3. Konsultasi RUU Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa menyampaikan

RUU yang dihasilkan Panitia kepada Menteri Kehakiman

dan Menteri atau Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait,

untuk memperoleh pendapat dan pertimbangan terlebih

dahulu. Pendapat dan pertimbangan dapat pula dimintakan

kepada Perguruan Tinggi dan organisasi di bidang sosial,

politik, profesi atau kemasyarakatan lainnya sesuai

kebutuhan.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

39

Penyampaian pendapat dan pertimbangan dilakukan paling

lambat 30 hari kerja sejak diterimanya pemintaan pendapat

dan pertimbangan tersebut.

Apabila RUU tersebut telah memperoleh kesepakatan,

Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa mengajukan

RUU tersebut kepada Presiden. Kemudian Menteri Sekretaris

Negara melaporkan RUU kepada Presiden dan sekaligus

mempersiapkan Amanat Presiden bagi penyampaiannya

kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

4. Penyampaian RUU kepada DPR Dalam Amanat Presiden kepada pimpinan DPR ditegaskan

hal-hal yang dianggap perlu, antara lain:

a. Sifat penyelesaian RUU yang dikehendaki ;

b. Cara penanganan atau pembahasannya, dalam hal RUU

yang disampaikan lebih dari satu ;

c. Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam

pembahasan RUU di DPR.

Amanat Presiden disampaikan juga kepada Wakil Presiden,

para Menteri Koordinator, Menteri atau Pimpinan Lembaga

Pemrakarsa dan Menteri Kehakiman (dalam Kabinet

Indonesia Bersatu, 2004-2009 disebut Menteri Hukum dan

HAM).

Apabila dalam pembahasan di DPR terdapat masalah yang

bersifat prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi

Page 26: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

40

serta arah RUU, Menteri yang mewakili Presiden wajib

terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden dengan

disertai saran pemecahan yang diperlukan untuk memperoleh

keputusan.

5. Tata Cara Pembahasan RUU Yang Disusun dan

Disampaikan Oleh DPR. RUU yang disusun oleh DPR dan disampaikan kepada

Presiden dilaporkan oleh Menteri Sekretaris Negara

disertai saran mengenai Menteri yang akan ditugasi untuk

mengkoordinasikan pembahasannya dengan Menteri atau

Pimpinan Lembaga lain yang terkait. Tata cara selanjutnya

sama seperti tata cara yang telah disebutkan pada butir 2, 3,

dan 4.

6. Pengesahan, Pengundangan & Penyebarluasan UU Menteri Sekretaris Negara menyiapkan naskah RUU yang

telah disetujui DPR dan selanjutnya diajukan kepada

Presiden guna memperoleh pengesahan (persetujuan

bersama). Bila RUU yang telah disetujui tersebut tidak

ditanda-tangani Presiden dalam jangka waktu paling lambat

30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, maka RUU

tersebut tetap sah dan menjadi UU dan wajib diundangkan.

Kemudian Menteri Sekretaris Negara mengundangkan UU

tersebut dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara.

Sedangkan Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa

berkewajiban secepatnya menyebar luaskan jiwa, semangat

dan substansi UU tersebut kepada masyarakat.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

41

7. Ketentuan Lain-Lain Persetujuan pemrakarsa penyusunan RUU juga merupakan

persetujuan bagi penyusunan Rancangan Peraturan

Pemerintah, Rancangan Keputusan Presiden (Perpres) dan

peraturan lainnya, yang pelaksanaannya dilakukan sebagai

satu kesatuan kegiatan.

Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya

diselesaikan paling lambat satu tahun setelah pengundangan

UU yang bersangkutan.

D. Kerangka Peraturan Perundang-Undangan

Kerangka peraturan perundang-undangan terdiri atas: judul,

pembukaan, batang tubuh, penutup, penjelasan (jika diperlukan)

dan lampiran (jika diperlukan).

1. Judul a. Judul memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun

pengundangan atau penetapan dan nama Peraturan

Perundang-undangan ;

b. Nama peraturan perundang-undangan dibuat secara

singkat dan mencerminkan isi peraturan perundang-

undangan;

c. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang

diletakkan ditengah marjin tanpa diakhiri tanda baca.

2. Pembukaan a. Frase Dengan Rahmat Tuhan YME;

b. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan;

c. Konsiderans;

Page 27: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

42

d. Dasar Hukum;

e. Diktum.

3. Batang Tubuh a. Ketentuan Umum;

b. Materi Pokok Yang Diatur;

c. Ketentuan Pidana (jika diperlukan);

d. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan);

e. Ketentuan Penutup.

4. Penutup a. Penjelasan (jika diperlukan);

b. Lampiran (jika diperlukan).

E. Rangkuman

Keseluruhan aspek penyelenggaraan pemerintahan negara dalam

pelaksanaannya diatur dengan dan berdasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang dimaksudkan agar ada jaminan

kepastian hukum, ada perlindungan masyarakat dari tindakan

aparatur dan pihak lain yang sewenang-wenang dan juga agar

aparatur terlindungi dari tindakan masyarakat yang melawan

hukum.

Oleh karena itu, agar setiap peraturan perundang-undangan yang

dibentuk oleh lembaga-lembaga negara atau pejabat yang

berwenang berkualitas dan tidak bertentangan satu sama lain

maka dalam pembentukannya perlu memperhatikan asas

pembentukan, asas tentang materi muatannya, jenis dan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

43

hierarkinya, dan tata cara mempersiapkan rancangan undang-

undangnya.

F. Latihan

1. Apakah konsekuensi bahwa Indonesia adalah negara hukum

dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara?

2. Apa perlunya ada ketetapan tentang Hierarki Peraturan

Perundang-undangan?

3. Dalam strata kebijakan publik, kebijakan Menteri adalah

kebijakan pelaksanaan, sebagai penjabaran kebijakan umum

yang ditetapkan oleh Presiden. Bagaimana dalam

hubungannya dengan UU No. 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?

4. Mengapa dalam penyusunan RUU dan RPP semua instansi

terkait perlu diikutsertakan?

Page 28: SANRI3

44

BAB V LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, pemerintah

membentuk lembaga-lembaga pemerintahan seperti Departemen,

Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Lembaga-Lembaga

lainnya. Pada dasarnya lembaga-lembaga pemerintah ini dapat dibagi

dua, yaitu lembaga-lembaga pemerintah tingkat Pusat dan

lembaga-lembaga pemerintah tingkat Daerah. Lembaga-lembaga

penyelengara pemerintahan negara tersebut merupakan aparatur

pemerintah atau disebut juga sebagai birokrasi pemerintah. Presiden

bersama-sama lembaga-lembaga pemerintah menyelenggarakan

tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dalam rangka

mewujudkan tujuan nasional.

Tugas umum pemerintahan adalah tugas-tugas atau urusan-urusan

pemerintahan yang sejak dahulu dilaksanakan oleh pemerintah

dimana saja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan

masyarakat, seperti pemeliharaan keamanan dan ketertiban,

penyelenggaraan pendidikan, pelayanan kesehatan dan lain-lain.

Sedangkan tugas pembangunan adalah tugas-tugas atau urusan-

urusan dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan.

Dengan adanya lembaga-lembaga pemerintah ini, maka urusan-

urusan pemerintahan akan terbagi habis ke dalam lembaga lembaga

pemerintahan yang ada. Akan tetapi tidak harus setiap urusan

pemerintahan diwadahi dalam satu lembaga pemerintahan.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

45

A. Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah

Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan

pemerintah adalah urusan-urusan yang menyangkut

terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara

keseluruhan.

Urusan pemerintahan yang menjadi Urusan Pemerintah tersebut

adalah:

1. Politik Luar Negeri , antara lain meliputi:

a. Mengangkat pejabat politik dan menunjuk warga negara

untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional;

b. Menetapkan kebijakan luar negeri;

c. Melaksanakan perjanjian dengan negara lain;

d. Menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri.

2. Pertahanan, antara lain meliputi:

a. Mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata;

b. Menyatakan damai dan perang;

c. Menyatakan negara atau sebagai wilayah negara dalam

keadaan bahaya;

d. Membangun dan mengembangkan sistem pertahanan

negara dan persenjataan;

e. Menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara

bagi setiap warga negara.

3. Keamanan, antara lain meliputi:

a. Mendirikan dan membentuk kepolisian negara;

b. Menetapkan kebijakan keamanan nasional;

c. Menindak setiap orang yang melanggar hukum negara;

Page 29: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

46

d. Menindak kelompok atau setiap organisasi yang

kegiatannya melanggar keamanan negara.

4. Moneter dan Fiskal, antara lain:

a. Mencetak uang dan menentukan nilai mata uang;

b. Menetapkan kebijakan moneter;

c. Mengendalikan peredaran uang.

5. Yustisi, antara lain:

a. Mendirikan lembaga peradilan;

b. Mengangkat hakim dan jaksa;

c. Mendirikan lembaga permasyarakatan;

d. Menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian,

memberi grasi, amnesti, abolisi, membentuk Undang-

Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang

berskala nasional.

6. Agama, antara lain:

a. Menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara

nasional;

b. Memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu

agama;

c. Menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan

kehidupan keagamaan.

Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat

concurrent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya

dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama

antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dengan demikian

setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

47

urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, ada bagian

urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan ada bagian

urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota.

Dengan kata lain bahwa Pemerintah dapat:

a. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

b. Melimpahkan sebagai urusan pemerintahan kepada Gubernur

selaku Wakil Pemerintah; atau

c. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah

dan/atau pemerintahan dengan berdasarkan asas tugas

pembantuan.

Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent

secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah

Kabupaten dan Kota, maka disusun kriteria yang meliputi:

eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan

mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan

pemerintahan antar tingkat pemerintahan.

Kriteria Eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian

urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat

yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan

tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka

urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan

Kabupaten/Kota, apabila regional menjadi kewenangan

Provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan

Pemerintah.

Page 30: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

48

Kriteria Akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian

urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat

pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah

tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan

dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan

demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan

pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.

Kriteria Efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan

pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber

daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan

ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai

dalam penyelenggaraan bagian urusan.

B. Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Daerah Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan

wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah

urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar

seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan

hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan

urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan

potensi unggulan dan kekhasan daerah.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah

provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang

meliputi:

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

49

2. Perencanaan, pemanfataan, dan pengawasan tata ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya

manusia potensial;

7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/ kota;

8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/ kota;

9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan

menengah termasuk lintas kabupaten/kota;

10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/ kota;

12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas

kabupaten/kota;

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat

dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan.

Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi

urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai

dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang

bersangkutan.

Page 31: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

50

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan

daerah Kabupaten/Kota merupakan urusan yang berskala

kabupaten/kota meliputi:

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfataan, dan pengawasan tata ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan;

7. Penanggulangan masalah sosial;

8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan

menengah;

10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan pertanahan;

12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal;

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan.

Urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan

meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan

berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan

daerah yang bersangkutan.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

51

Gambar V.1: Pembagian Urusan Pemerintahan Provinsi,

Kabupaten/Kota

Sumber: Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

C. Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat

Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dikatakan bahwa

Pemerintah Pusat atau Pemerintah adalah Presiden RI yang

memegang kekuasaan pemerintahan negara RI. Dalam

penyelenggaraan pemerintahan, lembaga-lembaga pemerintah

tingkat pusat meliputi: Kementerian Negara, Lembaga

Page 32: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

52

Pemerintah Non Departemen (LPND), Kesekretariatan yang

membantu Presiden; Kejaksaan Agung; Perwakilan RI di Luar

Negeri; Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara

RI (Polri); Badan/Lembaga Ekstra Struktural.

1. Kementerian Negara Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2005 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian Negara, disebutkan bahwa Kementerian

Negara terdiri dari Kementerian Koordinator, Kementerian

Negara yang berbentuk Departemen dan Kementerian

Negara.

a. Kementerian Koordinator

Kedudukan

Kementerian Koordinator adalah unsur pelaksana

Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Koordinator

yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden.

Tugas

Kementerian Koordinator mempunyai tugas membantu

Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan

penyusunan kebijakan, serta mensikronkan pelaksanaan

kebijakan di bidangnya.

Fungsi

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian

Koordinator menyelenggarakan fungsi:

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

53

1) Koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan

di bidangnya;

2) Sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;

3) Pengendalian penyelenggaraan kebijakan, sebagai

mana dimaksud pada huruf 1) dan 2);

4) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang

menjadi tanggung jawabnya;

5) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

6) Pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh

Presiden;

7) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan

pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada

Presiden.

Dalam Kabinet Indonesia Bersatu di bawah pimpinan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada tiga

Kementerian Koordinator, yaitu: Kementerian

Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;

dan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan

Rakyat.

a). Kementerian Koordinator Bidang Politik,

Hukum, dan Keamanan mengkoordinasikan:

Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar

Negeri, Departemen Pertahanan; Departemen Hukum

dan HAM; Kejaksaan Agung; BIN; TNI; POLRI;

dan Instansi yang dianggap perlu.

b). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

mengkoordinasikan: Departemen Keuangan; Depar

Page 33: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

54

temen Energi dan SDM; Departemen Perindustrian;

Departemen Perdagangan; Departemen Pertanian;

Departemen Kehutanan; Departemen Perhubungan;

Departemen Kelautan dan Perikanan; Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Departemen

Pekerjaan Umum; Departemen Kominfo;

Kementerian Negara Ristek; Kementerian Negara

Koperasi dan UKM; Kementerian Negara

Pembangunan Daerah Tertinggal; dan Instansi yang

dianggap perlu.

c). Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan

Rakyat mengkoordinasikan: Departemen Kesehatan;

Departemen Diknas; Departemen Sosial;

Departemen Agama; Departemen Kebudayaan dan

Pariwisata; Kementerian Negara Lingkungan Hidup;

Kementerian Negara PP; Kementerian Negara PAN;

Kementerian Negara Perumahan Rakyat; Kementeri

an Negara Pemuda dan Olah Raga; dan Intansi lain

yang dianggap perlu.

Susunan Organisasi

Kementerian Koordinator dibantu oleh:

1) Sekretariat Kementerian Koordinator;

2) Deputi;

3) Staf Ahli;

4) Di lingkungan Kementerian Koordinator dapat

diangkat tiga orang Staf Khusus Menteri (Perpres

No.62 Tahun 2005).

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

55

b. Departemen

Kedudukan

Departemen adalah unsur pelaksana Pemerintah yang

dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Presiden.

Tugas

Departemen mempunyai tugas membantu Presiden

dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan.

Fungsi

Dalam pelaksanaan tugasnya, Departemen

menyelenggarakan fungsi:

1) Perumusan kebijakan nasional, kebijakan

pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidangnya;

2) Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan

bidang tugasnya;

3) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang

menjadi tanggung jawabnya;

4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

5) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan

pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada

Presiden.

Dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009) ada 20

(dua puluh) Departemen, yaitu:

1) Departemen Dalam Negeri;

2) Departemen Luar Negeri;

3) Departemen Pertahanan;

4) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia;

5) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral;

Page 34: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

56

6) Departemen Perindustrian;

7) Departemen Perdagangan;

8) Departemen Pertanian;

9) Departemen Kehutanan;

10) Departemen Perhubungan;

11) Departemen Kelautan dan Perikanan;

12) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi;

13) Departemen Pekerjaan Umum;

14) Departemen Kesehatan;

15) Departemen Pendidikan Nasional;

16) Departemen Sosial;

17) Departemen Agama;

18) Departemen Kebudayaan dan Pariwisata;

19) Departemen Komunikasi dan Informatika;

20) Departemen Keuangan.

Susunan Organisasi

Departemen terdiri dari:

1) Menteri;

2) Sekretariat Jenderal, bertugas melaksanakan

pembinaan dan koordinasi pelaksanan tugas dan

administrasi Departemen;

3) Direktorat Jenderal, bertugas melaksanakan

rumusan dan pelaksanaan kebijakan serta

standardisasi teknis di bidangnya;

4) Inspektorat Jenderal, bertugas melaksanakan

pengawasan fungsional;

5) Badan dan/atau Pusat;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

57

6) Staf Ahli;

7) Di lingkungan Departemen dapat diangkat 3 (tiga)

orang Staf Khusus Menteri (Perpres No.62 Tahun

2005).

Departemen yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang tidak diserahkan kepada Daerah

dapat membentuk Instansi Vertikal yang ditetapkan

dengan Peraturan Presiden. Departemen secara selektif

dapat membentuk UPT sebagai pelaksana tugas teknis

operasional dan/atau tugas teknis penunjang.

c. Kementerian Negara

Kedudukan

Kementerian Negara adalah unsur pelaksana pemerintah

yang dipimpin oleh Menteri Negara yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Tugas

Kementerian Negara mempunyai tugas membantu

Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di

bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara.

Fungsi

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Negara

menyelenggarakan fungsi:

1) Perumusan kebijakan nasional di bidangnya;

2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;

3) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang

mengabdi tanggung jawabnya;

Page 35: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

58

4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

5) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan

perimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada

Presiden.

Berdasarkan Perpres No. 62 Tahun 2005, Kementerian

Negara Koperasi dan UKM, Kementerian Negara

Perumahan Rakyat, dan Kementerian Negara Pemuda

dan Olah Raga, di samping melaksanakan fungsi-fungsi

sebagaimana tersebut di atas, juga melaksanakan fungsi

teknis pelaksanaan/fungsi operasionalisasi kebijakan di

bidang masing-masing.

Dalam Kabinet Indonesia Bersatu, Kementerian Negara

terdiri dari:

1) Kementerian Negara Riset dan Teknologi;

2) Kementerian Negara Koperasi dan UKM;

3) Kementerian Negara Lingkungan Hidup;

4) Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan;

5) Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara;

6) Kementerian Negara Pembangunan Daerah

Tertinggal;

7) Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Bappenas (Kepres No. 171/M/

Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Kepres No.

187/M/Tahun 2005);

8) Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

59

9) Kementerian Negara Perumahan Rakyat;

10) Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga.

Susunan Organisasi

Kementerian Negara dibantu oleh:

1) Sekretariat Kementerian Negara;

2) Deputi;

3) Staf Ahli;

4) Dilingkungan Kementerian Negara dapat diangkat 3

(tiga) orang Staf Khusus Menteri (Perpres No. 62

Tahun 2005).

d. Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)

LPND diatur dengan Keppres No. 103 Tahun 2001 yang

telah enam kali mengalami perubahan terakhir

perubahannya dengan Peraturan Presiden No. 64 Tahun

2005.

Kedudukan

LPND dalam Pemerintahan Negara RI adalah lembaga

pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan

tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. LPND berada

di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Tugas

LPND mempunyai tugas melaksanakan tugas

pemerintahan tertentu dari Presiden sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Perpres No. 11 Tahun 2005 tentang Perubahan

Kelima atas Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang

Page 36: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

60

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan

Organisasi dan Tata Kerja LPND, pada Pasal 3

menyebutkan bahwa LPND terdiri dari:

1) Lembaga Administrasi Negara (LAN);

2) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI);

3) Badan Kepegawaian Negara (BKN);

4) Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas);

5) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(Bappenas);

6) Badan Pusat Statistik (BPS);

7) Badan Standarisasi Nasional (BSN);

8) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN);

9) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN);

10) Badan Intelijen Negara (BIN);

11) Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG);

12) Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN);

13) Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional

(LAPAN);

14) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional

(BAKOSURTANAL);

15) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP);

16) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);

17) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT);

18) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);

19) Badan Pertanahan Nasional (BPN);

20) Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM);

21) Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS);

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

61

22) Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Sesuai dengan Perpres No. 64 Tahun 2005, masing-

masing LPND melaksanakan tugasnya dikoordinasikan

oleh Menteri, yang meliputi:

1) Menteri Dalam Negeri bagi BPN;

2) Menteri Pertahanan bagi LEMHANAS dan

LEMSANEG;

3) Menteri Perdagangan bagi BKPM;

4) Menteri Kesehatan bagi BPOM dan BKKBN;

5) Menteri Pendidikan Nasional bagi PERPUSNAS;

6) Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

bagi LAN, BKN, BPKP, dan ANRI;

7) Menteri Negara Riset dan Teknologi bagi LIPI,

LAPAN, BPPT, BATAN, BAPETEN, BAKOSUR

TANAL, dan BSN;

8) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional

bagi BPS;

9) Menteri Perhubungan bagi BMG.

Dalam Keppres No. 103 Tahun 2001, Susunan Organisasi

LPND diatur sebagai berikut:

1) Kepala;

2) Bila dipandang perlu Kepala dapat dibantu oleh

seorang Wakil Kepala;

3) Sekretariat Utama, sebagai pelaksana fungsi

staf/penunjang dan mengkoordinasikan perencanaan,

pembinaan dan pengendalian terhadap program

Page 37: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

62

administrasi dan sumber daya yang dipimpin oleh

seorang Sekretaris Utama;

4) Deputi, pelaksana fungsi lini dan membawahi

direktorat dan/atau pusat. Direktorat digunakan

sebagai nomenklatur unit yang fungsinya Pembinaan.

Sedangkan Pusat untuk unit yang fungsinya

pelaksanaan;

5) Unit pengawasan dapat berbentuk Inspektorat

Utama atau Inspektur, dan bertugas untuk

melaksanakan pengawasan fungsional.

e. Kesekretariatan Yang Membantu Presiden

1) Sekretariat Negara

Berdasarkan Kepres No. 117 Tahun 2000, Sekre

tariat negara adalah lembaga pemerintah yang

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas

untuk memberikan dukungan staf dan pelayanan

administrasi kepada Presiden selaku Kepala Negara

dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan

negara. Sekretariat Negara dipimpin oleh Sekretaris

Negara.

2) Sekretariat Kabinet

Berdasarkan Kepres No. 111 Tahun 2000, Sekretariat

Kabinet adalah lembaga pemerintah yang

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas

memberikan dukungan staf dan pelayanan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

63

administrasi kepada Presiden selaku Kepala

Pemerintahan dalam menyelenggarakan kekuasaan

pemerintahan negara. Sekretariat Kabinet dipimpin

oleh Sekretaris Kabinet.

f. Kejaksaan Agung

Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004

tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya

disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang

melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka di

bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan

Undang-Undang. Kejaksaan adalah satu dan tidak

terpisahkan.

Pelaksanaan kekuasaan negara bidang penuntutan ini

diselenggarakan oleh Kejaksaaan Agung, Kejaksaan

Tinggi, dan Kejaksaan Negeri.

Kejaksaan Agung berkedudukan di Ibukota Negara RI

dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan

negara RI.

Kejaksaan Tinggi berkedudukan di Ibukota Provinsi

dan dasar hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

Kejaksaan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupa

ten/Kota yang dasar hukumnya meliputi wilayah daerah

kabupaten/kota yang dasar hukumnya meliputi wilayah

daerah kabupaten/kota.

Dalam hal tertentu di daerah hukum kejaksaan negeri

dapat dibentuk cabang Kejaksaan Negeri.

Page 38: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

64

a. Tugas dan Wewenang

Umum

1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas

dan wewenang:

a) Melakukan penuntutan;

b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap;

c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

putusan pidana bersyarat, putusan pidana

pengawasan, dan putusan lepas bersyarat;

d) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana

tertentu berdasarkan UU;

e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk

itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan

sebelum dilimpahkan kepengadilan yang

dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan

penyidik.

2) Di bidang perdata dan tata usaha negara,

kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak

baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk

dan atas nama negara atau pemerintah.

3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman

umum, kejaksaan turut menyelenggarakan

kegiatan:

a) Peningkatan kesadaran hukum;

b) Pengamanan kebijakan penegakkan hukum;

c) Pengawasan peredaran barang cetakan;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

65

d) Pengawasan aksi kepercayaan yang dapat

membahayakan masyarakat dan Negara;

e) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau

penodaan agama;

f) Penelitian dan pengembangan hukum serta

statistik kriminal.

4) Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang

lain berdasarkan Undang-Undang.

5) Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana

yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2001

tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah

Istimewa Aceh sebagai Provinsi NAD sesuai

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana.

Khusus

Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:

1) Menetapkan serta mengendalikan kebijakan

penegakkan hukum dan keadilan dalam ruang

lingkup tugas dan wewenang kejaksaan.

2) Mengefektifkan proses penegakkan hukum yang

diberikan oleh Undang-undang.

3) Mengesampingkan perkara demi kepentingan

umum.

4) Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum

kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana,

perdata, dan tata usaha negara.

Page 39: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

66

5) Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada

Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi

perkara pidana.

6) Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk

masuk atau keluar wilayah NKRI karena

keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

g. Perwakilan RI di Luar Negeri

Perwakilan RI di luar negeri adalah satu-satunya

Aparatur yang mewakili kepentingan Negara RI secara

keseluruhan di negara lain atau pada Organisasi

Internasional, dan dapat berupa Kedutaan Besar RI

(KBRI), Konsulat Jenderal RI (KONJENRI), Konsulat

RI, Perutusan Tetap RI (PTRI) pada PBB maupun

Perwakilan RI tertentu yang bersifat sementara.

Perwakilan RI terdiri atas Perwakilan Diplomatik dan

Perwakilan Konsulat.

1) Perwakilan Diplomatik

Cakupan kegiatan Perwakilan Diplomatik

menyangkut semua kepentingan Negara RI dan

wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara

penerima atau yang bidang kegiatannya meliputi

bidang kegiatan suatu Organisasi Internasional.

Perwakilan Diplomatik terdiri atas Kedutaan

Besar RI dan Perwakilan Tetap RI yang dipimpin

oleh seorang Duta Besar Luar Biasa dan

Berkuasa Penuh dan bertanggung jawab kepada

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

67

Presiden selaku Kepala Negara melalui Menteri

Luar Negeri.

Tugas Pokok Perwakilan Diplomatik adalah

mewakili Negara RI dalam melaksanakan hubungan

diplomatik dengan negara penerima atau Organisasi

Internasional serta melindungi segenap kepentingan

negara dan warga negara RI di negara penerima

sesuai dengan kebijakan pemerintah yang ditetapkan

dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku termasuk hukum dan tata cara hubungan

internasional.

2) Perwakilan Konsuler

Kegiatan Perwakilan Konsuler meliputi semua

kepentingan negara RI di bidang konsuler dan

mempunyai wilayah kerja tertentu dalam wilayah

negara penerima.

Perwakilan Konsuler terdiri atas Konsulat

Jenderal RI dan Konsulat RI yang dipimpin oleh

Konsul Jenderal dan Konsul, yang bertanggung

jawab kepada Duta Besar Luar Biasa dan

Berkuasa Penuh, bertanggung jawab langsung

kepada Menteri Luar Negeri.

Tugas Pokok Perwakilan Konsuler adalah mewakili

negara RI dalam melaksanakan hubungan konsuler

dengan negara penerima di bidang perekonomian,

perdagangan, perhubungan, kebudayaan dan ilmu

Page 40: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

68

pengetahuan serta mengeluarkan izin prinsip

penanaman modal asing di Indonesia untuk Menteri

Luar Negeri atas nama Menteri yang bertanggung

jawab di bidang investasi sesuai dengan kebijakan

pemerintah yang ditetapkan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

h. Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Peran, tugas, susunan dan kedudukan TNI secara pokok-

pokoknya diatur dalam TAP No. VI/MPR/2000 tentang

Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Negara Republik Indonesia; TAP No. VII/ MPR/2000

tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran

Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan kemudian

diatur dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004

tentang Tentara Nasional Indonesia.

Kedudukan

Sesuai dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004

kedudukan TNI diatur sebagai berikut:

1) Dalam pengesahan dan penggunaan kekuatan

militer , TNI berkedudukan di bawah Presiden.

2) Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta

dukungan administrasi; TNI di bawah koordinasi

Departemen Pertahanan.

TNI terdiri dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan

Laut, dan TNI Angkatan Udara yang melaksanakan

tugasnya secara merata atau gabungan di bawah

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

69

pimpinan Panglima. Tiap-tiap angkatan (AD, AL, dan

AU) mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.

Peran

TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan

yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan

kebijakan dan keputusan politik negara.

Fungsi

Sebagai alat pertahanan negara, TNI berfungsi sebagai:

1) penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer

dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri

terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan

keselamatan bangsa.

2) penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagai

mana tersebut butir 1.

3) pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang

terganggu akibat kekacauan keamanan.

Dalam melaksanakan fungsi tersebut, TNI merupakan

komponen utama Sistem Pertahanan Negara.

Tugas Pokok

TNI mempunyai tugas pokok untuk:

1) menegakkan kedaulatan Negara;

2) mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;

3) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah

darah Indonesia dari ancaman dan gangguan

terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Page 41: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

70

Susunan Organisasi

Organisasi TNI terdiri dari:

1) Markas Besar TNI yang membawahkan: Markas

Besar TNI Angkatan Darat, Markas Besar TNI

Angkatan Laut, dan Markas Besar TNI Angkatan

Udara;

2) Markas Besar TNI terdiri dari: Unsur Pimpinan,

Unsur Pembantu Pimpinan, Unsur Pelayanan, Badan

Pelaksana Pusat, dan Komando Utama Operasi;

3) Markas Besar Angkatan terdiri atas Unsur Pimpinan,

Unsur Pembantu Pimpinan, Unsur Pelayanan, Badan

Pelaksana Pusat, dan Komando Utama Pembinaan.

TNI dipimpin oleh seorang Panglima yang diangkat

dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat

persetujuan DPR.

Angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf

Angkatan dan berkedudukan di bawah Panglima serta

bertanggung jawab kepada Panglima. Kepala Staf

Angkatan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas

usul Panglima.

i. Kepolisian Negara RI (POLRI)

Peran, tugas, susunan dan kedudukan POLRI,

sebagaimana TNI secara pokok-pokoknya diatur dalam

TAP No. VI/MPR/2000 dan TAP No. VII/MPR/2000.

Kemudian diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

71

Peran dan Tugas POLRI

POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan

pelayanan kepada masyarakat.

Selain tugas pokok tersebut di atas, POLRI juga

melaksanakan tugas bantuan:

1) dalam keadaan darurat memberikan bantuan kepada

TNI yang diatur dengan undang-undang;

2) turut secara aktif dalam tugas-tugas penanggulangan

kejahatan internasional sebagai anggota

International Criminal Police Organization –

Interpol;

3) membantu secara aktif tugas pemeliharaan

perdamaian dunia (peace keeping operation) di

bawah bendera PBB.

Susunan dan Kedudukan POLRI:

1) POLRI merupakan Kepolisian Nasional yang

organisasinya disusun secara berjenjang dari tingkat

pusat sampai tingkat daerah;

2) POLRI berada di bawah Presiden;

3) POLRI dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara RI

(KAPOLRI) yang diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden dengan persetujuan DPR;

Page 42: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

72

4) Anggota POLRI tunduk pada kekuasaan peradilan

umum.

j. Lembaga Kepolisian Nasional

1) Presiden dalam menetapkan arah kebijakan

Kepolisian Negara RI dibantu oleh Lembaga

Kepolisian Nasional, yang dibentuk oleh Presiden

yang diatur dengan undang-undang.

2) Lembaga Kepolisian Nasional memberikan

pertimbangan kepada Presiden dalam

pengangkatan dan pemberhentian KAPOLRI.

Keikutsertaan POLRI dalam penyelenggaraan negara:

1) POLRI bersikap netral dalam politik dan tidak

melibatkan diri pada kegiatan politis praktis;

2) Anggota POLRI dapat menduduki jabatan diluar

kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun

dari dinas kepolisian.

k. Badan / Lembaga Ekstra Struktural

Badan/Lembaga Ekstra Struktural pada dasarnya adalah

badan/lembaga yang bersifat penunjang dan/atau

pelengkap tatanan organisasi pemerintahan yang

melaksanakan fungsi-fungsi khusus di bidang tertentu

untuk menunjang pelaksanaan urusan pemerintahan.

Badan/ Lembaga ini secara organik tidak termasuk

dalam struktur organisasi Kementrian Negara

(Kementerian Koordinator, Departemen, Kementerian

Negara) dan atau LPND. Badan/Lembaga Ekstra

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

73

Struktural dapat dipimpin atau di Ketuai oleh Menteri,

bahkan Presiden atau Wakil Presiden.

Badan/Lembaga ini mempunyai karakteristik yang

berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang

signifikan terletak pada dasar hukum pembentukannya.

Nomenklatur yang digunakan juga beragam seperti:

Dewan, Badan, Komisi, Komite, Lembaga, dan Tim.

Badan/Lembaga Ekstra Struktural yang terbentuk:

1) Dewan, antara lain: Dewan Ekonomi Nasional,

Dewan Ketahanan Pangan, Dewan Maritim

Nasional, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.

2) Badan, antara lain: Badan Koordinasi Nasional

Penanggulangan Bencana dan Penanganan

Pengungsi (BAKORNAS PBP), Badan Koordinasi

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BKPTKI),

Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan

Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan

Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, Badan

Pertimbangan dan Pendidikan Nasional.

3) Komisi, antara lain: Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan

Umum (KPU), Komisi Ombudsman, Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

4) Komite, antara lain: Komite Kebijakan Sektor

Keuangan, Komite Nasional Keselamatan

Page 43: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

74

Transportasi, Komite Olah Raga Nasional, Komite

Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran.

5) Lembaga, antara lain: Lembaga Sensor Film,

Lembaga Koordinasi Pangan Dalam Peningkatan

Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.

D. Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah

Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Sedangkan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau

Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah. Dengan demikian lembaga pemerintah

tingkat daerah disebut perangkat daerah sebagaimana tercantum

dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kepala Daerah dibantu

oleh perangkat daerah.

Secara umum perangkat daerah terdiri dari:

1. Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan

koordinasi, diwadahi dalam Lembaga Sekretariat.

2. Unsur pendukung tugas Kepala Daerah dalam

penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat

spesifik, diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah.

3. Unsur pelaksana urusan daerah, diwadahi dalam

Lembaga Dinas Daerah.

Perangkat Daerah Provinsi terdiri dari:

1. Sekretariat Daerah;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

75

2. Sekretariat DPRD;

3. Dinas Daerah; dan

4. Lembaga Teknis Daerah.

Perangkat Daerah Kabupaten / Kota, terdiri atas:

1. Sekretariat Daerah;

2. Sekretariat DPRD;

3. Dinas Daerah;

4. Lembaga Teknis Daerah;

5. Kecamatan; dan

6. Kelurahan.

Sekretariat Daerah

Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris

Daerah Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas

usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan

oleh Gubernur atas usul Bupati/ Walikota sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang

memenuhi persyaratan dan karena kedudukannya Sekretaris

Daerah sebagai pembina Pegawai Negeri Sipil di daerahnya.

Sekretaris Daerah mempunyai tugas dan kewajiban

membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan

mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.

Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, Sekretaris Daerah

bertanggung jawab kepada kepala daerah.

Page 44: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

76

Sekretariat DPRD

Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris

DPRD diangkat dan diberhentikan oleh

Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD.

Tugas Sekretaris DPRD adalah:

1. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;

2. Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;

3. Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD;

4. Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang

diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai

dengan kemampuan keuangan daerah.

Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat DPRD secara teknis

operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab

kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Dinas

Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah

yang dipimpin oleh Kepala Dinas. Kepala Dinas diangkat dan

diberhentikan oleh Kepala Daerah dari pegawai negeri sipil

yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

Lembaga Teknis Daerah

Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas

kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

77

daerah yang bersifat spesifik. Lembaga teknis daerah berbentuk

badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah.

Badan, Kantor, atau Rumah Sakit Umum Daerah masing-masing

dipimpin oleh Kepala yang diangkat oleh Kepala Daerah dari

pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul

Sekretaris Daerah.

Kepala Badan, Kepala Kantor, atau Kepala Rumah Sakit Umum

Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui

Sekretaris Daerah.

Kecamatan

Kecamatan dibentuk di wilayah Kebupaten/Kota dengan

peraturan daerah (Perda) dengan berpedoman pada peraturan

pemerintah.

Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan

tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati

atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.

Di samping itu, Camat juga menyelenggarakan tugas umum

pemerintahan yang meliputi:

1. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

2. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentuan dan

ketertiban umum;

3. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakkan peraturan

perundang-undangan;

Page 45: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

78

4. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas

pelayanan umum;

5. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan

di tingkat kecamatan;

6. Membina penyelenggaraan pemerintahan dasar dan/atau

kelurahan;

7. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang

lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan

pemerintahan daerah atau kelurahan.

Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris

Daerah Kabupaten/Kota dari pegawai negeri sipil yang

menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi

persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Camat dibantu oleh

Perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada

Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.

Perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada Camat.

Kelurahan

Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan peraturan

daerah (Perda) pada Peraturan Pemerintah.

Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan

tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/ Walikota.

Di samping itu, Lurah mempunyai tugas:

1. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;

2. Pemberdayaan masyarakat;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

79

3. Pelayanan masyarakat;

4. Penyelenggaraan ketentuan dan ketertiban umum;

5. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.

Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari

pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis

pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Lurah dibantu oleh

perangkat kelurahan dan bertanggung jawab kepada

Bupati/Walikota melalui Camat. Perangkat kelurahan

bertanggung jawab kepada Lurah. Untuk kelancaran pelaksanaan

tugas lurah, pada kelurahan dapat dibentuk lembaga lainnya

sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Peraturan

Daerah.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk

suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang

perlu ditangani. Akan tetapi tidak berarti bahwa setiap

penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk atau

diwadahi dalam organisasi tersendiri.

Besaran organisasi atau susunan organisasi perangkat

daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor:

1. Kemampuan keuangan;

2. Kebutuhan daerah;

Page 46: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

80

3. Cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus

diwujudkan;

4. Jenis dan banyaknya tugas;

5. Luas wilayah kerja dan kondisi geografis;

6. Jumlah dan kepadatan penduduk;

7. Potensi daerah yang bertahan dengan urusan yang akan

ditangani;

8. Sarana dan prasarana penunjang tugas.

Dengan demikian kebutuhan organisasi perangkat daerah bagi

masing-masing daerah tidak selalu sama.

Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam

Peraturan Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu

(beban tugas, cakupan wilayah, jumlah pegawai) dan

berpedoman pada Peraturan Pemerintah tentang Pedoman

Organisasi Perangkat Daerah (catatan: pada waktu penulisan

modul ini Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Organisasi

Perangkat Daerah adalah PP No. 8 Tahun 2003 dalam proses

Revisi karena akan disesuaikan dengan makna Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004 dan kondisi obyektif lainnya).

Pengendalian penataan organisasi perangkat daerah dalam

arti: penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan

simplifikasi dilakukan oleh:

1. Pemerintah untuk perangkat daerah provinsi, dan

2. Gubernur untuk perangkat daerah Kabupaten/ Kota.

Dengan tetap berpedoman pada Peraturan pemerintah.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

81

E. Lembaga Perekonomian Negara Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara juga

dikenal adanya lembaga perekonomian negara yang disebut

dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD).

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) BUMN saat ini diatur dengan UU No.19 Tahun 2003.

BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya

berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan,

merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam Sistem

Perekonomian Nasional, di samping usaha swasta dan

koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN,

Swasta dan Koperasi melaksanakan peran saling mendukung

berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam sistem

perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan

barang dan/atau jasa yang dipasarkan dalam rangka

mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.

Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor

dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum

diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga

mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan

publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar,

dan turut membantu pengembangan usaha kecil/

koperasi.

Page 47: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

82

BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan

negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis

pajak, dividen dan hasil privatisasi.

2. Maksud dan Tujuan Pendirian BUMN Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 19 Tahun

2003, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan

perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan

negara pada khususnya;

b. Mengejar keuntungan;

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa

pengendalian barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi

dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang

banyak;

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum

dapat diselesaikan oleh sektor swasta dan koperasi;

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada

pengusaha golangan ekonomi lemah, koperasi dan

masyarakat.

3. Jenis BUMN BUMN terdiri dari: Perusahaan Perseroan (Persero) dan

Perusahaan Umum (Perum).

a. Perusahaan Perseroan (Persero) adalah BUMN yang

berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi

dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 %

(lima puluh satu persen). Sahamnya dimiliki oleh

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

83

Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya

mengejar keuntungan.

b. Perusahaan Perseroan Terbuka yang selanjutnya

disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal

dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria

tertentu atau Persero yang melakukan penawaran

umum yang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan di bidang pasar modal.

Terhadap Persero Terbuka berlaku segala ketentuan dan

prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas

sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas.

Maksud dan Tujuan Pendirian Persero adalah

1) Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu

tinggi dan berdaya saing kuat;

2) Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai

perusahaan.

Organ Persero adalah: Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS), Direksi, dan Komisaris.

c. Perusahaan Umum (Perum) adalah BUMN yang

seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi

atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan

umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa

yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar

keuntungan berdasarkan prinsip pengolahan

perusahaan.

Page 48: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

84

Maksud dan Tujuan pendirian Perum adalah untuk

kemanfaatan umum berupa pengendalian barang

dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang

terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip

pengolahan perusahaan yang sehat.

Organ Perum adalah: Menteri, Direksi, dan Dewan

Pengawas.

d. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004; Pasal 177

disebutkan bahwa Pemerintah Daerah dapat memiliki

BUMD yang pembentukan penggabungan, pelepasan

kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan

dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada

peraturan perundang-undangan.

Perusahaan Daerah dibentuk berdasarkan Undang

undang No. 5 Tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah

dan yang dimaksud adalah semua perusahaan yang

modal seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan

daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain

dengan atau berdasarkan undang-undang. Perusahaan

Daerah didirikan dengan Peraturan Daerah.

Pembinaan umum terhadap Perusahaan Daerah

dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

85

Agar pengelolaan Perusahaan Daerah dapat

diselenggarakan secara efisien, efektif dan produktif,

sehingga benar-benar dapat menunjang perwujudan

otonomi seluas-luasnya, maka sambil menunggu

berlakunya undang-undang yang baru tentang

Perusahaan Daerah, sudah diterbitkan Instruksi Menteri

Dalam Negeri No. 5 Tahun 1990 tentang Perubahan

Bentuk Badan Usaha Milik Daerah kedalam dua bentuk,

yaitu Perumda dan Perseroda.

a. Perumda (Perusahaan Umum Daerah – Public

Corporation/Service)

Didirikan dengan maksud, tujuan dan sifat usahanya

adalah mengutamakan penyelenggaraan pelayanan

umum (public service) di samping mencari

keuntungan sebagai sumber pendapatan asli daerah,

dengan tetap berpegang teguh pada: (1) syarat-syarat

efisiensi dan efektivitas, (2) prinsip-prinsip ekonomi

perusahaan dan (3) pelayanan yang baik pada

masyarakat.

b. Perseroda (Perusahaan Perseroan Daerah)

Maksud dan tujuan usaha Perseroda adalah untuk

memupuk keuntungan dalam arti baik pelayanan dan

pembinaan organisasinya harus secara efektif dan

efisien dengan orientasi bisnis.

F. Rangkuman

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara

pemerintah membentuk lembaga-lembaga pemerintah baik di

Page 49: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

86

tingkat pusat maupun di tingkat daerah dengan memperhatikan

peraturan perundang-undangan yang terkait.

Setiap lembaga-lembaga pemerintah melaksanakan urusan

pemerintahan tertentu. Urusan-urusan yang menjadi

kewenangan pemerintah pusat adalah politik luar negeri,

pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal, yustisi, dan agama.

Sedangkan urusan-urusan yang menjadi kewenangan daerah

terbagi kedalam dua pula, yaitu: urusan wajib dan urusan

pilihan.

Lembaga pemerintah tingkat pusat meliputi: Kementerian

Koordinator, Departemen, Kementerian Negara, LPND,

Kesekretariatan yang membantu Presiden, Kejaksaan Agung,

Perwakilan RI di Luar Negeri, TNI, POLRI, Lembaga Ekstra

Struktural. Lembaga pemerintah tingkat daerah meliputi:

Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga

Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Lembaga

Perekonomian Negara meliputi: Badan Usaha Milik Negara dan

Badan Usaha Milik Derah. BUMN berbentuk Persero dan

Perum. Sedangkan BUMD berbentuk Persero dan Perumda.

Dasar utama penyusunan lembaga-lembaga pemerintah dalam

bentuk organisasi baik di tingkat pusat maupun di daerah adalah

adanya urusan pemerintahan yang harus ditangani. Namun tidak

semua urusan-urusan pemerintahan tersebut dibentuk dalam

organisasi tersendiri.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

87

G. Latihan

1. Sebutkan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat?

2. Sebutkan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan Pemerintah Daerah?

3. Apa saja yang termasuk lembaga-lembaga pemerintah

tingkat Pusat?

4. Apa saja yang termasuk lembaga-lembaga pemerintah

tingkat Daerah?

5. Apa tujuan dibentuknya Lembaga Perekonomian Negara?

Page 50: SANRI3

88

BAB VI HUBUNGAN PRESIDEN DENGAN

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA LAINNYA DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN NEGARA

Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara terjadi hubungan

antara Presiden dengan Lembaga-Lembaga Negara yang lain.

Hubungan tersebut diatur dalam UUD 1945, UU No. 22 Tahun 2003

tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD; UU

No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; UU No. 5 Tahun

2004 tentang MA, UU No. 5 Tahun 1973 tentang BPK; UU No. 23

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; dan peraturan perundang-

undangan lain yang terkait.

A. Hubungan Presiden Dengan MPR

1. Presiden dan wakil Presiden dilantik oleh MPR;

2. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil

Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan

sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR;

Jika MPR dan DPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden

dan Wakil Presiden bersumpah atau berjanji di hadapan

Pimpinan MPR disaksikan oleh Pimpinan MA;

3. Apabila Wakil Presiden berhalangan, Presiden dan/atau DPR

dapat meminta MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk

memilih Wakil Presiden;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

89

4. Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh MPR

sebelum habis masa jabatannya, baik apabila telah terbukti

telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan

terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;

5. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden, MPR

memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh

Presiden;

6. Presiden dan Wakil Presiden menyampaikan penjelasan

dalam sidang paripurna MPR sebelum MPR memutuskan

usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil

Presiden;

7. Presiden meresmikan keanggotaan MPR dengan Keputusan

Presiden.

B. Hubungan Presiden Dengan DPR

1. Presiden bekerjasama dengan DPR, tetapi tidak

bertanggungjawab kepada DPR dan tidak dapat membekukan

dan/atau membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat

memberhentikan Presiden;

2. DPR berkewajiban mengawasi tindakan-tindakan Presiden

dalam menjalankan UU;

3. Sebelum memangku jabatannya Presiden dan wakil Presiden

bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-

sungguh di hadapan MPR atau DPR;

4. DPR bersama Presiden menjalankan fungsi legislatif;

Page 51: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

90

5. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang,

membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain;

6. Presiden mengangkat duta dan menerima penempatan duta

dari negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR;

7. Presiden memberi amnesti, abolisi dengan memperhatikan

pertimbangan DPR;

8. Presiden menetapkan Hakim Agung dan meresmikan

anggota BPK yang telah diplih dan disetujui DPR dan 3

orang hakim konstitusi yang diajukan DPR serta mengangkat

dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan

persetujuan DPR.

C. Hubungan Presiden Dengan DPD

1. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-

undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran

dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,

pengelolaan sumber daya dan belanja negara, pajak,

pendidikan dan agama yang dilaksanakan oleh Presiden;

2. Presiden meresmikan keanggotaan DPD;

3. Pimpinan DPD berkonsultasi dengan Presiden sesuai putusan

DPD.

D. Hubungan Presiden Dengan BPK

1. BPK memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara;

2. Presiden meresmikan Anggota BPK dari calon-calon yang

telah dipilih dan disetujui oleh DPR.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

91

E. Hubungan Presiden Dengan MA

1. MA dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum

kepada Presiden, baik diminta maupun tidak;

2. MA memberikan nasehat hukum kepada Presiden/ Kepala

Negara untuk pemberian/penolakan grasi dan rehabilitasi;

3. Hakim agung ditetapkan oleh Presiden atas calon yang

diusulkan oleh Komisi Yudisial dan telah disetujui DPR;

4. MA mengajukan tiga calon untuk ditetapkan sebagai Hakim

Konstitusi oleh Presiden.

F. Hubungan Presiden Dengan MK

1. MK memberikan putusan tentang dugaan pelanggaran oleh

Presiden dan/atau Wakil Presiden;

2. Presiden menetapkan hakim konstitusi;

3. Putusan MK mengenai pengujian Undang-Undang terhadap

UUD 1945 disampaikan kepada Presiden;

4. Putusan MK mengenai sengketa kewenangan lembaga

negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD

disampaikan kepada Presiden;

5. Putusan MK mengenai perselisihan hasil Pemilu

disampaikan kepada Presiden.

Page 52: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

92

G. Hubungan Presiden Dengan Bank Indonesia (BI) 1. BI bertindak sebagai pemegang Kas Pemerintah;

2. Untuk dan atas nama Pemerintah, BI dapat menerima

pinjaman luar negeri, menatausahakan serta menyelesaikan

tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak

luar negeri;

3. Pemerintah wajib meminta pendapat BI dan atau

mengundangnya dalam sidang kabinet yang membahas

masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan

dengan tugas BI, atau masalah lain yang termasuk

kewenangan BI;

4. Di samping wajib berkonsultasi dengan DPR, dalam hal

pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara,

Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan BI;

5. BI dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang

diterbitkan Pemerintah;

6. BI dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang

negara, kecuali di pasar sekunder dinyatakan batal demi

hukum;

7. BI dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah. Dalam

hal BI melanggar ketentuan tersebut, perjanjian pemberian

kredit kepada Pemerintah itu batal demi hukum;

8. Rapat Dewan Gubernur untuk menetapkan kebijakan Umum

di bidang moneter dapat dihadiri oleh seorang menteri atau

lebih yang mewakili Pemerintah dengan hak bicara tanpa hak

suara;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

93

9. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan

diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sedangkan

Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh

Presiden dengan persetujuan DPR;

10. Selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum tahun

anggaran, Dewan Gubernur menyampaikan anggaran BI

yang telah ditetapkan Pemerintah dan DPR.

H. Rangkuman

Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, Presiden/

Pemerintah mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga

negara lain, sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, dan

berbagai Undang-Undang yang terkait.

I. Latihan

1. Dalam UUD 1945, dimana fungsi pengawasan oleh DPR

terhadap Presiden/Pemerintah, itu disebutkan? Dan

pengawasan apakah yang dilakukan oleh DPR itu?

2. Mengapa dikatakan bahwa DPR bersama Presiden

mengajukan fungsi legislatif?

3. Apakah MPR dapat memberhentikan Presiden dan Wakil

Presiden?

4. Apa peran Mahkamah Konstitusi dalam hal pemberhentian

Presiden?

Page 53: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

94

5. Apakah DPD dapat melakukan pengawasan pelaksan an UU

yang dilakukan Presiden selain pelaksanaan UU mengenai

Otonomi Daerah? Pengawasan apa saja selain pelaksanaaan

UU mengenai Otonomi Daerah yang dapat dilakukan oleh

DPD terhadap Presiden?

6. Mengapa BI dikatakan sebagai pemegang kas pemerintah?

95

BAB VII PROSES MANAJEMEN

PEMERINTAHAN

Dalam modul ini uraian tentang proses manajemen pemerintahan

mencakup empat aspek, yaitu perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan pengawasan.

A. Perencanaan Landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah Undang-

Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional.

Dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan

tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan

rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka

menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur

penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan

melibatkan masyarakat. Perencanaan Pembangunan Nasional

terdiri dari atas perencanaan pembangunan yang disusun secara

terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan

pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya.

Page 54: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

96

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:

1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan;

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik

antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi

pemerintah maupun antar Pusat dan Derah;

3. Menjamin keterkaitan dan konstitusi antara perencanaan,

penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat;

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara

efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Sebagai tindak lanjut dari UU No. 25 Tahun 2004 ini, Presiden

mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional

Tahun 2004 – 2009.

RPJM Nasional Tahun 2004 – 2009 merupakan penjabaran dari

visi, misi, dan program Presiden hasil Pemilihan Umum yang

dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004.

RPJM Nasional ini menjadi pedoman bagi:

1. Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis

Kementerian/Lembaga;

2. Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah;

3. Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

97

Tahap-Tahap Perencanaan Pembangunan:

1. Penyusunan Rencana Dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu

sistem rencana yang siap untuk ditetapkan, yang terdiri dari 4

(empat) langkah yaitu:

a. Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat

teknokratik, menyeluruh, dan terukur;

b. Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan

rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada

rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan;

c. Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan

rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing

jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan

pembangunan;

d. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

2. Penetapan Rencana Menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak

untuk melaksanakannya.

Menurut UU No. 25 Tahun 2004, Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional/Daerah (20 Tahun) ditetapkan

sebagai UU/Perda, Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional/Daerah (5 Tahun) ditetapkan sebagai

Perpres/Kepala Daerah, dan Rencana Pembangunan

Tahunan Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Perpres/

Kepala Daerah.

3. Pengendalian Pelaksanaan Rencana Dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan

sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana

Page 55: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

98

melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian

selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan

Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Selanjutnya, Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan

menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana

pembangunan dari masing-masing pimpinan

Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah

sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

4. Evaluasi Pelaksanaan Rencana Bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara

sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan

informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan

kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan

berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum

dalam dokumen rencana pembangunan.

B. Pengorganisasian Fungsi pengorganisasian sangat erat kaitannya dengan fungsi

perencanaan. Pengorganisasan dapat diartikan sebagai

penetapan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan,

pengelompokkan tugas-tugas dan pembagian pekerjaan

kepada setiap pegawai dan penetapan hubungan-hubungan

kerja. Misalnya jika pengorganisasian dilaksanakan dengan baik,

maka organisasi yang dihasilkannyapun akan lebih baik dan

tujuan organisasi relatif akan mudah dicapai.

Untuk membentuk atau menyempurnakan

organisasi/kelembagaan perlu diperhatikan prinsip

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

99

pengorganisasian dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional

lainnya seperti ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dari hasil analisis jabatan.

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.

21 Tahun 1990 tentang Pedoman dan Proses Pembentukan atau

Penyempurnaan Kelembagaan di lingkungan Instansi Pemerintah

Pusat, Perwakilan RI diluar negeri dan pemerintah di Daerah,

disebutkan prinsip-prinsip pengorganisasian sebagai berikut:

1. Prinsip Pembagian Habis Tugas Prinsip ini dimaksudkan agar supaya tugas pokok dan fungsi

pemerintah terbagi habis dalam Departemen-Departemen dan

Lembaga-Lembaga Non Departemen, sehingga

bagaimanapun cara yang dipergunakan untuk menyusun

organisasi aparatur pemerintah secara fungsional, ada yang

mengurus dan bertanggung jawab atas setiap fungsi.

2. Prinsip Perumusan Tugas Pokok dan Fungsi Yang

Jelas Usaha yang sungguh-sungguh harus dilaksanakan untuk

menjamin bahwa tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah

adalah jelas, sehingga dapat dihindarkan timbulnya duplikasi,

ataupun overlapping atau paling tidak dapat dikurangi.

3. Prinsip Fungsionalisasi Prinsip fungsionalisasi dimaksudkan di dalam

penyelenggaraan pemerintahan ada organisasi yang secara

fungsional bertanggung jawab atas sesuatu bidang dan tugas

pemerintahan dan prinsip ini juga menentukan batas-batas

Page 56: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

100

kewenangannya. Dalam kerjasama dengan instansi lain

fungsionalisasi menentukan instansi mana yang harus

memprakarsai kerjasama tersebut.

4. Prinsip Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi Mengingat bahwa tidak ada satupun kegiatan pemerintahan,

baik tugas umum pemerintahan maupun pembangunan yang

sepenuhnya dapat dilaksanakan hanya oleh satu instansi

pemerintah saja, maka mutlak diperlukan organisasi yang

benar-benar sadar terhadap kerjasama dengan instansi lain.

Lebih-lebih kegiatan pembangunan pada dasarnya harus

ditangani secara multi fungsional dan interdisipliner, baik di

dalam perumusan kebijakan maupun pelaksanaannya.

Kebijakan-kebijakan yang dirumuskan oleh berbagai instansi

harus serasi satu sama lainnya (mutually consistent policies).

5. Prinsip Kontinuitas Pelaksanaan kegiatan pemerintah yang efektif dan efisien

akan lebih terjamin apabila ada kontinuitas dalam perumus

an kebijakan, perencanaan penyusunan program dan

pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional. Aparatur

pemerintah tidak seharusnya menggantungkan diri pada

individu pejabat tetapi kepada kelangsungan kelembagaan.

6. Prinsip Lini dan Staf Bentuk organisasi yang dipandang baik yaitu apabila

menggunakan bentuk lini dan staf. Bentuk ini dipandang

cocok untuk digunakan di Indonesia terutama karena dengan

bentuk lini dan staf terdapat pembagian tugas dan fungsi

yang jelas antara unit-unit organisasi yang bertanggung

jawab untuk melaksanakan tugas pokok organisasi dengan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

101

unit-unit organisasi yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan kegiatan yang bersifat penunjang.

7. Prinsip Kesederhanaan Organisasi yang efektif adalah organisasi yang bentuknya

sederhana dalam arti bahwa bentuknya disesuaikan dengan

tugas pokok dan fungsi, besar kecilnya organisasi itu

ditentukan oleh beban kerja yang harus dilaksanakan.

8. Prinsip Fleksibilitas Fleksibilitas menghendaki agar organisasi dapat mengikuti

dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan

keadaaan sehingga dapat dihindari kekacauan dalam

pelaksanaan tugasnya.

9. Prinsip Pendelegasian Wewenang Yang Jelas Mengingat luasnya wilayah Republik Indonesia dan

mengingat pula kondisi geografisnya, maka perlu ada

pendelegasian wewenang pelaksanaan tugas-tugas umum

pemerintahan maupun pembangunan kepada unit organisasi

atau pejabat pada eselon ditingkat bawah untuk bertindak

secara efektif tanpa setiap kali memerlukan petunjuk dari

pusat.

10. Prinsip Pengelompokkan Yang Homogen Karena sedemikian luasnya tugas-tugas yang harus dilakukan

oleh pemerintah baik tugas umum pemerintahan maupun

pembangunan, maka sudah barang tentu tidak semua tugas

tersebut dapat dituangkan kedalam bentuk Departemen

pemerintahan atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Oleh karena itu, sesuai pula dengan prinsip kesederhanaan

maka pengelompokkan tugas-tugas harus diusahakan

Page 57: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

102

sehomogen mungkin, karena dengan demikian maka prinsip

KIS akan dapat diterapkan dengan lebih mudah.

11. Prinsip Rentang/Jenjang Pengendalian Mengingat terbatasnya kemampuan seseorang

pimpinan/atasan untuk mengadakan pengendalian terhadap

bawahannya, maka perlu diperhitungkan secara rasional

dalam menentukan jumlah unit atau orang yang di bawahkan

oleh seorang pejabat pimpinan.

12. Prinsip Akordion Pada prinsipnya kegiatan pemerintah baik berupa tugas

umum pemerintahan maupun pembangunan dapat diperluas

atau dipersempit sesuai dengan beban kerja/kondisi dan

situasi, demikian pula susunan organisasinya.

C. Pelaksanaan Dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan

pembangunan, setiap aparatur pemerintah atau lembaga-lembaga

pemerintah bertugas melaksanakan sebagian tugas-tugas umum

pemerintahan dan pembangunan di bidang masing-masing.

Namun demikian tujuan dan sasaran yang harus dicapai oleh

pemerintah selalu menyangkut kegiatan-kegiatan atau tugas lebih

dari satu aparatur pemerintah. Oleh karena itu dalam pencapaian

tujuan atau sasaran tersebut perlu dilakukan pendekatan multi

fungsional. Artinya bahwa setiap persoalan harus ditinjau dari

berbagai fungsi aparatur pemerintah yang terkait, baik antar dan

antara instansi ditingkat pusat maupun daerah. Dengan demikian

setiap pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

103

pembangunan mau tidak mau melibatkan berbagai aparatur

pemerintah yang terkait sebagaimana dimaksud di atas.

Sehubungan dengan itu baik dalam rangka pelaksanaan tugas-

tugas umum pemerintahan maupun dalam rangka menggerakkan

dan memperlancar pelaksanaan pembangunan, kegiatan aparatur

pemerintah perlu dipadukan, diserasikan dan diselaraskan untuk

mencegah timbulnya tumpang tindih, perbenturan,

kesimpangsiuran dan atau kekacauan. Oleh karena itu, dalam

pelaksanaan kegiatan-kegiatan pemerintahan, koordinasi

antar kegiatan aparatur pemerintah harus dilakukan.

Atas dasar hal tersebut maka koordinasi dalam pelaksanaan

tugas-tugas pemerintahan pada hakekatnya merupakan

upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan

menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang

saling berkaitan, beserta segenap gerak, langkah dan

waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran

bersama. Koordinasi perlu dilaksanakan mulai dari proses

perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada

pengawasan dan pengendaliannya.

1. Jenis Koordinasi Koordinasi dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan

dapat dibedakan atas:

a. Koordinasi hierarkis (vertical) yang dilakukan oleh

seorang pejabat pimpinan dalam suatu instansi

pemerintah terhadap pejabat (pegawai) atau instansi

bawahannya. Misalnya Kepala Biro terhadap Kepala

Page 58: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

104

Bagian dalam lingkungannya, Direktur Jenderal terhadap

Kepala Direktorat dan sebagainya.

b. Koordinasi fungsional, yang dilakukan oleh seorang

pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi

lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasar kan asas

fungsionalisasi. Dalam Peraturan Pemerintah No. 6

Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi

Vertikal di Daerah, koordinasi ini disebut dengan

koordinasi instansional. Koordinasi ini dapat dibedakan

atas koordinasi fungsional horizontal, koordinasi

fungsional diagonal dan koordinasi fungsional terito

rial.

1) Koordinasi fungsional horizontal, dilakukan oleh

seorang pejabat atau suatu unit/instansi terhadap

pejabat atau unit/instansi lain yang setingkat.

Misalnya Sekretaris Jenderal mengkoordinasikan

para Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan

Kepala Badan dalam menyusun rencana

dilingkungan departemennya. Dinas Kesehatan

mengkoordinasikan kegiatan Dinas Pendidikan dan

Pengajaran, Dinas Kebersihan dan lain-lain yang

mempunyai kaitan tugas dengan pelaksanaan

program kesehatan.

2) Koordinasi fungsional diagonal, dilakukan oleh

seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau

instansi lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi

bukan bawahannya. Misalnya Biro Keuangan pada

Sekretariat Jenderal mengkoordinasikan kegiatan-

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

105

kegiatan Bagian Keuangan dari Sekretariat

Direktorat Jenderal dalam lingkungan departemen

yang bersangkutan, Badan Kepegawaian Negara

mengkoordinasikan Biro-Biro Kepegawaian pada

Departemen atau Instansi Pemerintah lainnya dalam

bidang Kepegawaian;

3) Koordinasi fungsional teritorial , dilakukan oleh

seorang pejabat pimpinan atau instansi lainnya yang

berada dalam suatu wilayah (teritorial) tertentu

dimana semua urusan yang ada dalam wilayah

(teritorial) tersebut menjadi wewenang atau tanggung

jawab pejabat/pimpinan yang bersangkutan.

Misalnya, koordinasi yang dilakukan oleh

Administrator Pelabuhan, koordinasi oleh Pembina

Lokasi Transmigrasi yang belum diserahkan kepada

pemerintah daerah, koordinasi oleh Gubernur selaku

kepala wilayah, wakil Pemerintah Pusat terhadap

instansi-instansi vertikal yang ada diwilayahnya.

2. Pedoman Koordinasi Beberapa hal yang perlu diperhatikan atau dipedomani dalam

koordinasi antara lain:

a. Koordinasi sudah harus dimulai pada saat perumusan

kebijakan;

b. Perlu ditentukan secara jelas siapa atau satuan kerja

mana yang secara fungsional berwenang dan

bertanggungjawab atas sesuatu masalah;

Page 59: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

106

c. Pejabat atau instansi yang secara fungsional berwenang

dan bertanggungjawab menangani sesuatu masalah,

berkewajiban memprakarsai penyelenggaraan

koordinasi;

d. Perlu kejelasan wewenang, tanggung jawab dan tugas

unit/instansi yang terkait;

e. Perlu dirumuskan program kerja organisasi secara jelas

yang memperlihatkan keserasian kegiatan di antara

satuan-satuan kerja;

f. Perlu ditetapkan prosedur dan tata cara melaksanakan

koordinasi;

g. Perlu dikembangkan komunikasi dan konsultasi timbal-

balik untuk menciptakan kesatuan bahasa dan

kerjasama;

h. Koordinasi akan lebih efektif apabila pejabat yang

berkewajiban mengkoordinasikan mempunyai

kemampuan kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi;

i. Dalam pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana

koordinasi yang paling tepat.

3. Sarana atau Mekanisme Koordinasi a. Kebijakan

Kebijakan sebagai alat koordinasi memberikan arah

tujuan yang harus dicapai oleh segenap organisasi atau

instansi sebagai pedoman, pegangan atau bimbingan

untuk mencapai kesepakatan sehingga tercapai

keterpaduan, keselarasan dan keserasian dalam

pencapaian tujuan.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

107

b. Rencana

Rencana dapat digunakan sebagai alat koordinasi karena

di dalam rencana yang baik tertuang secara jelas,

sasaran, cara melakukan, waktu pelaksanaan, orang yang

melaksanakan dan alokasi.

c. Prosedur dan Tata Kerja

Prosedur dan tata kerja pada prinsipnya dapat digunakan

sebagai alat untuk kegiatan yang sifatnya berulang-

ulang. Prosedur dan tata kerja dapat digunakan sebagai

alat koordinasi karena di dalamnya memuat ketentuan

siapa melakukan apa, kapan dilaksanakan dan dengan

siapa harus berhubungan. Untuk itu prosedur perlu

dituangkan dalam manual, petunjuk pelaksanaan

(juklak), petunjuk teknis (juknis) atau pedoman kerja

agar mudah diikuti oleh semua pihak-pihak yang

berkepentingan.

d. Rapat (Briefing)

Untuk menyatukan bahasa dan saling pengertian

mengenai sesuatu masalah, rapat dapat digunakan

sebagai sarana koordinasi. Rapat sabagai sarana

koordinasi digunakan uuntuk memberikan pengarahan,

memperjelas atau menegaskan kebijakan sesuatu

masalah.

e. Surat Keputusan Bersama (SKB)/Surat Edaran

Bersama (SEB)

Untuk memperlancar penyelesaian sesuatu kegiatan

yang tidak dapat dilaksanakan hanya oleh satu instansi,

dapat diterbitkan Surat Keputusan Bersama atau Surat

Page 60: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

108

Edaran Bersama. Sarana koordinasi ini sangat efektif

dalam mewujudkan kesepakatan dan kesatuan gerak

dalam pelaksanaan tugas antara dua atau lebih instansi

yang terkait. Namun demikian, SKB/SEB perlu

ditindaklanjuti dengan petunjuk pelaksanaan dan

petunjuk teknis yang disusun oleh masing-masing

instansi secara serasi dan saling menunjang.

f. Tim, Panitia, Kelompok Kerja, Gugus Tugas atau

Satuan Tugas

Apabila sesuatu kegiatan yang dilakukan bersifat

kompleks, mendesak, multisektor, multidisiplin,

multifungsi sehingga asas fungsionalisasi secara teknis

operasional sulit dilaksanakan, maka untuk lebih

memantapkan koordinasi dapat dibentuk Tim, Panitia,

Kelompok Kerja, Gugus Tugas atau Satuan Tugas yang

bersifat sementara dengan anggota-anggota dari

berbagai instansi terkait.

g. Dewan atau Badan

Dewan atau Badan sebagai sarana koordinasi, untuk

menangani masalah yang sifatnya kompleks, sulit dan

terus menerus, serta belum ada sesuatu instansi yang

secara fungsional menangani atau tidak mungkin

dilaksanakan oleh sesuatu instansi fungsional yang

sudah ada. Misalnya, Dewan Ketahanan Pangan, Dewan

Maritim Nasional, Badan Pertimbangan Pendidikan

Nasional, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan

Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS

PBP).

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

109

h. Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap

(SAMSAT atau One Roof System) dan Sistem

Pelayanan Satu Pintu (One Door Service):

1) SAMSAT dibentuk untuk memperlancar dan

mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat

yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu atap.

Misalnya dalam pengurusan surat-surat kendaraan

bermotor, pelayanan pembayaran pajak kendaran

bermotor dan bea balik nama diberikan oleh Dinas

Pendapatan Daerah, asuransi kecelakaan lalu lintas

oleh Perum Asuransi Jasa Raharja, sedangkan

pengurusan surat-surat kendaraan bermotor seperti

BPKB dan plat nomor serta STNK diberikan

kepolisian, yang semuanya dilakukan pada satu

tempat;

2) Sistem pelayanan satu pintu diselenggarakan untuk

memperlancar dan mempercepat pelayanan

kepentingan masyarakat oleh satu instansi yang

mewakili berbagai instansi lain yang masing-masing

mempunyai kewenangan tertentu atas sebagian

urusan yang harus diselesaikan. Misalnya dalam

proses penanaman modal yang dilakukan oleh Badan

Koordinasi Penanaman Modal;

3) Baik pelayanan satu atap maupun satu pintu

dimaksudkan juga untuk mempermudah masyarakat

dalam mengurus kepentingannya yang melibatkan

berbagai instansi.

Page 61: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

110

4. Pelaksanaan Koordinasi dalam Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

a. Sidang Kabinet

Sidang Kabinet adalah suatu forum koordinasi tertinggi

yang dipimpin langsung oleh Presiden. Sidang Kabinet

itu ada dua macam:

1) Sidang Kabinet Paripurna yaitu Sidang Kabinet

lengkap yang dihadiri oleh seluruh anggota Kabinet

dan pejabat-pejabat lain yang dianggap perlu oleh

Presiden.

2) Sidang Kabinet Terbatas yaitu Sidang Kabinet

yang dihadiri oleh Menteri-menteri tertentu sesuai

dengan bidang yang akan dibahas. Sidang Kabinet

ini dihadiri pula oleh pejabat lainnya yang bukan

Menteri yang ditunjuk oleh Presiden.

b. Rapat di Lingkungan Menteri Koordinator

Oleh karena menteri-menteri yang harus

dikoordinasikan oleh Presiden jumlahnya banyak,

dengan beraneka ragam permasalahan, maka Presiden

mengangkat Menteri Koordinator, seperti dalam Kabinet

Indonesia Bersatu sekarang ini ada Menteri Koordinator

Politik, Hukum dan Keamanan; Menteri Koordinator

Perkonomian; dan Menteri Koordinator Kesejahteraan

Rakyat. Rapat-rapat Menteri Koordinator sesuai dengan

bidangnya dipimpin oleh Menko yang bersangkutan

dengan dihadiri oleh Menteri dan pejabat-pejabat lain

bukan Menteri yang tugasnya berkaitan erat dengan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

111

bidang permasalahan yang sedang dibahas. Hasil rapat-

rapat Menteri Koordinator yang dipimpin oleh Menteri

Koordinator ini dilaporkan kepada Presiden.

c. Koordinasi antara Departemen/Instansi pemerintah

Tingkat Pusat

Dilaksanakan antara Departemen/Instansi Pemerintah

Tingkat Pusat yang satu dengan Departemen/Instansi

Pemerintah Tingkat Pusat lainnya, yang dalam pelaksa

naannya dapat terjadi baik tanpa wadah tertentu,

maupun dengan menggunakan suatu wadah seperti

Rapat Koordinasi Sektor-sektor, Panitia-panitia Antar-

Departemen dan lain-lain.

Pola koordinasi tersebut berlaku pula untuk koordinasi

antara suatu satuan organisasi dalam suatu

Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat dengan

satuan organisasi Departemen/Instansi Pemerintah

Tingkat Pusat lainnya. Peningkatan koordinasi tersebut

merupakan suatu keharusan dalam pelaksanaan

pembangunan nasional.

d. Koordinasi Aparatur Pemerintah Pusat di Luar

Negeri

Untuk melaksanakan kebijakan hubungan Luar Negeri

antara lain dibentuk perwakilan Pemerintah Republik

Indonesia di Luar Negeri yang pembinaannya dilakukan

oleh Departemen Luar Negeri.

Page 62: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

112

Sebagai wakil dari Pemerintah Republik Indonesia,

perwakilan-perwakilan di luar negeri itu mempunyai

hubungan fungsional dengan instansi-instansi

Pemerintah Tingkat Pusat. Jika dipandang perlu instansi-

instansi tersebut dapat mempunyai Atase di dalam

Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri di

Negara-negara tertentu sesuai dengan kebutuhan, seperti

Atase Kebudayaan, Atase Pertahanan, setelah

berkonsultasi dengan Departemen Luar Negeri. Dalam

pelaksanaan tugasnya di Luar Negeri, para Atase

tersebut dikoordinasikan oleh Kepala Perwakilan RI

setempat.

e. Koordinasi Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah

Daerah

1) Selaku aparatur pusat yang secara fungsional

membantu Presiden dalam urusan-urusan daerah

pada umumnya, Menteri Dalam Negeri

a) Secara fungsional horizontal mengkoordinasikan

departemen dan instansi tingkat pusat lainnya

sepanjang mengenai masalah-masalah umum di

daerah;

b) Secara fungsional diagonal mengkoordinasikan

provinsi, kabupaten dan kota.

2) Menteri/Departemen dan instansi teknis

melakukan koordinasi baik terhadap instansi pusat

lainnya (koordinasi fungsional horizontal) maupun

terhadap provinsi, kabupaten dan kota (koordinasi

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

113

fungsional diagonal) sepanjang mengenai bidang

tugas pokoknya.

f. Koordinasi Tingkat Daerah

1) Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat

melakukan koordinasi fungsional teritorial di

samping terhadap instansi vertikal, juga terhadap

Bupati dan Walikota;

2) Kepala Daerah, di samping mengkoordinasikan

aparatur daerahnya sendiri (koordinasi hierarkis),

berwenang pula secara operasional

mengkoordinasikan instansi-instansi lain yang

berada di daerahnya (koordinasi fungsional

teritorial).

5. Koordinasi dan Hubungan Kerja Koordinasi dan hubungan kerja merupakan dua hal yang

tidak identik, namun sulit untuk dibedakan secara tegas,

apalagi dipisahkan. Untuk mengefektifkan koordinasi

mutlak diperlukan adanya hubungan kerja, baik formal

maupun informal.

Koordinasi selalu bersifat hubungan kerja, namun

demikian, hubungan kerja tidak selalu bersifat

koordinatif , karena hubungan kerja dapat pula bersifat

konsultatif dan informatif saja.

Page 63: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

114

D. Pengawasan Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang

merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan

menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas

organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai

dengan rencana, kebijakan, instruksi dan ketentuan-

ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan sebagai fungsi

manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap

pimpinan pada tingkat manapun. Hakekat pengawasan adalah

untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan,

pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan

kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta

pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

Jenis-Jenis Pengawasan

a. Pengawasan Melekat (Waskat)

Waskat menurut Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989

adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai

pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan

langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau

represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut

berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana

kegiatan dan peraturan perundangan yang berlaku.

Berhasil tidaknya pencapaian tujuan dan pelaksanaan

tugas-tugas suatu organisasi, atau baik buruknya citra

suatu organisasi dalam pandangan masyarakat adalah

merupakan tanggung jawab atasan langsung/pimpinan

nya. Demikian pula, masalah-masalah yang telah, sedang

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

115

dan mungkin akan dihadapi, termasuk bagaimana

kualitas orang-orang yang ada dalam organisasi

semuanya menjadi tanggungjawab pimpinan untuk

menyelesaikan dan membinanya sebaik mungkin.

Setiap pimpinan instansi pemerintah ataupun pimpinan

satuan/unit kerja termasuk pimpinan proyek, pimpinan

kelompok kerja yang ada dalam organisasi tersebut

memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang melekat

pada dirinya mengawasi pelaksanaan kegiatan diorgani

sasinya. Untuk itu pimpinan harus selalu berusaha sedini

mungkin dapat memonitor dan mengetahui kemungkinan

akan terjadinya penyimpangan, hambatan, kesalahan dan

atau kegagalan dari pelaksanaan tugas-tugas satuan kerja

yang dipimpinnya dalam rangka pencapaian tujuan

organisasi secara keseluruhan.

Selanjutnya pimpinan berkewajiban pula untuk secepat

mungkin mengadakan langkah-langkah tindak lanjut

(follow up) guna dapat meniadakan dan mencegah

terjadinya atau berlanjutnya keadaan tersebut. Pimpinan

juga perlu berusaha untuk mempertahankan hal-hal yang

sudah baik, dan bahkan bila masih mungkin juga

meningkatkannya. Semuanya itu hanya dapat

diwujudkan dengan baik, kalau pimpinan melakukan

pengawasan sendiri dengan sebaik-baiknya atas kegiatan

organisasi dan bawahan yang dipimpinnya.

Page 64: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

116

Sasaran Waskat:

1) Meningkatkan disiplin, prestasi kerja, pencapaian

sasaran pelaksanaan tugas;

2) Menekan hingga sekecil mungkin penyalahgunaan

wewenang;

3) Menekan hingga sekecil mungkin kebocoran,

pemborosan keuangan negara dan segala bentuk

pungutan liar;

4) Mempercepat penyelesaian perizinan dan

peningkatan pelayanan kepada masyarakat;

5) Mempercepat penyusunan kepegawaian sesuai

ketentuan perundangan yang berlaku.

Prinsip-Prinsip Pokok Waskat

Agar pelaksanaan Waskat dapat tercapai dengan baik,

maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pokoknya, yaitu:

1) Berjenjang

Pada prinsipnya Waskat dilakukan secara berjenjang.

Namun demikian setiap pimpinan pada saat-saat

tertentu dapat melakukan Waskat pada setiap jenjang

yang ada di bawahnya.

2) Kesadaran dan Kewajiban

Waskat harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan

secara sadar dan wajar sebagai salah satu fungsi

manajemen yang penting dan tak terpisahkan dari

perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

117

3) Pencegahan

Waskat lebih diarahkan pada usaha pencegahan

terhadap penyimpangan, karena itu perlu ada sistem

yang jelas yang dapat mencegah terjadinya

penyimpangan. Dalam setiap fungsi manajemen

perlu dilakukan Waskat untuk menjamin agar tujuan

dapat dicapai secara efisien dan efektif.

4) Pembinaan

Waskat harus bersifat membina, karena itu

penentuan adanya suatu penyimpangan harus

didasarkan pada kriteria yang jelas dan

penyimpangan tersebut harus dapat dideteksi sedini

mungkin.

5) Obyektif

Tindak lanjut terhadap temuan-temuan dalam

Waskat harus dilakukan secara tepat dan tertib,

didasarkan pada penilaian yang obyektif melalui

analisis yang cermat sesuai dengan kebijakan dan

peraturan perundangan yang berlaku termasuk tindak

lanjut berupa penghargaan bagi pegawai yang

berprestasi baik.

6) Terus Menerus

Waskat harus merupakan kegiatan yang dilakukan

secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai

kegiatan rutin sehari-hari dalam rangka pelaksanaan

tugas umum pemerintahan dan pembangunan.

Page 65: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

118

7) Sistematis

Waskat harus dilaksanakan secara tertib dan teratur,

mengikuti prosedur dan ketentuan-ketentuan yang

berlaku.

8) Diterministik

Waskat merupakan pengawasan yang pokok dan

menentukan, sedangkan pengawasan-pengawasan

lainnya menunjukkan keberhasilan Waskat.

Di samping memperhatikan prinsip-prinsip Waskat,

dalam pelaksanaan Waskat baik pimpinan manapun

bawahan harus pula berpedoman pada Sarana Waskat

(Sarwaskat), yaitu: struktur organisasi, kebijakan

pelaksanaan, rencana kerja, prosedur kerja dan

pencatatan hasil kerja dan pelaporan.

Dengan berpedoman pada Sarwaskat ini, pimpinan dapat

dengan mudah memastikan:

1) Apakah bawahan telah bekerja sesuai dengan bidang

pekerjaan, wewenang dan tanggung jawabnya;

2) Apakah bawahan telah melaksanakan

tugas/pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab

dengan hasil yang baik.

b. Pengawasan Fungsional (Wasnal)

Wasnal adalah pengawasan yang dilakukan oleh

aparat/pegawai yang tugas pokoknya khusus membantu

pimpinan untuk melaksanakan tugasnya masing-masing

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

119

Wasnal pada dasarnya bersifat intern. Oleh karena itu,

aparat Wasnal dalam suatu instansi secara umum disebut

Satuan Pengawasan Intern (SPI).

Pada dasarnya peranan SPI atau aparat wasnal hanyalah

membantu pimpinan agar dapat melakukan

manajemennya, melakukan Waskat atau

pengendaliannya dengan baik. Dengan demikian, SPI

melaksanakan pengawasan atas nama pimpinan.

Beda dengan Waskat, aparat Wasnal tidak berwenang

mengambil tindak lanjut sendiri. Untuk hal-hal yang

bersifat teknis dan tidak prinsipil, aparat wasnal dapat

langsung memberikan petunjuk-petunjuk perbaikan.

Tetapi untuk hal-hal yang prinsipil, aparat Wasnal hanya

berkewajiban melaporkan temuannya kepada pimpinan

disertai saran-saran tindak lanjutnya. Tindak lanjut

merupakan wewenang pimpinan, Oleh karena itu Wasnal

bukan pengendalian. Walaupun Waskat ditingkatkan,

Wasnal tetap masih diperlukan.

Dilingkungan instansi pemerintah, aparat Wasnal dapat

dibedakan, sebagai berikut:

1) Aparat Wasnal Intern Instansi, meliputi:

a) Inspektorat Jenderal di Departemen;

b) Inspektorat/Inspektorat Utama di LPND;

c) Badan Pengawas Daerah Provinsi,

Kabupaten/Kota;

Page 66: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

120

d) Satuan Pengawas Intern di berbagai

BUMN/BUMD.

2) Aparat Wasnal Ekstern Instansi/Intern

Pemerintah

BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan).

c. Pengawasan Teknis Fungsional

Setiap instansi berkewajiban untuk melakukan

pengawasan agar kebijakan-kebijakan

Negara/Pemerintah, sesuai dengan bidang tugas

pokoknya masing-masing, ditaati oleh masyarakat

dan/atau aparatur. Pengawasan ini merupakan

konsekwensi dari pelaksanaan asas fungsionalisasi dan

merupakan fungsi lini/operasional, dari instansi tersebut.

Sesuai dengan bidang tugas pokoknya, berkaitan dengan

pengawasan dalam rangka asas fungsionalisasi, instansi

Pemerintah dapat dibedakan menjadi:

a. Pengawasan yang ditujukan kepada aparatur saja,

yaitu pengawasan yang dilakukan oleh instansi-

instansi pemerintah yang secara keseluruhan

melaksanakan fungsi staf, misalnya:

1) Kantor MENPAN, di bidang pendayagunaan

aparatur;

2) BKN, di bidang kepegawaian;

3) LAN, di bidang Diklat Pegawai Negeri dan

Litbang Administrasi Negara;

4) Ditjen Anggaran, di bidang anggaran;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

121

5) Bappenas, di bidang perencanaan pembangunan

nasional.

b. Pengawasan yang ditujukan kepada masyarakat dan

aparatur, yaitu instansi-instansi pemerintah yang

secara keseluruhan berkewajiban melaksanakan

fungsi pengayoman, pelayanan dan pemberdayaan

kepada masyarakat, yang pada dasarnya juga

mencakup Aparatur Pemerintah sendiri. Misalnya

yang dilakukan oleh:

a) Dinas Tata Kota, mengenai bangunan;

b) BPN, mengenai pertanahan;

c) Depdikbud, mengenai pendidikan sekolah, baik

sekolah negeri/swasta, termasuk kedinasan;

d) Kepolisian, mengenai keamanan dan ketertiban.

d. Pengawasan Legislatif (Wasleg) atau Pengawasan

Politik (Waspol)

Berdasarkan Pasal 20A ayat (1) UUD 1945, DPR

memiliki fungsi legislatif, fungsi anggaran, dan fungsi

pengawasan.

Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 tentang

Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD,

masing-masing fungsi ini dijelaskan sebagai berikut:

Fungsi Legislatif adalah fungsi membentuk Undang-

Undang yang dibahas dengan Presiden untuk

mendapatkan persetujuan bersama.

Page 67: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

122

Fungsi Anggaran adalah fungsi menyusun dan

menetapkan APBN bersama Presiden dengan

memperhatikan pertimbangan DPD.

Fungsi Pengawasan adalah fungsi melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan UUD Republik

Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang dan peraturan

pelaksanannya.

Dalam Pasal 20A ayat (2), dikatakan bahwa dalam

melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak

interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan

pendapat.

Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2003, masing-

masing hak ini dijelaskan sebagai berikut:

Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta

keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan

pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak

luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan

penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang

penting dan strategis serta berdampak luas pada

kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR untuk

menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah

atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi ditanah air

atau situasi dunia internasional disertai dengan

rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut

pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

123

dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden

melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan

terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil

Presiden.

Setiap pejabat/instansi berkewajiban memberi tanggapan

terhadap pandangan, kritik, saran ataupun pertanyaan

dari DPR/DPRD, dengan sebaik-baiknya. Pandangan,

kritik, saran ataupun pertanyaan itu harus dimanfaatkan

sebagai masukan baik bagi pelaksanaan waskat maupun

wasnal, termasuk dalam rangka mengambil langkah-

langkah tindak lanjut. Pandangan, kritik, saran, temuan,

pertanyaan dari DPR/DPRD harus dijadikan salah satu

indikator keberhasilan Waskat dan Wasnal pada

khususnya, dan pelaksanaan tugas pemerintahan dan

pembangunan pada umumnya.

e. Pengawasan Masyarakat (Wasmas)

Pengawasan masyarakat (Wasmas) atau kontrol sosial

adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat

sendiri atas penyelenggaraan pemerintahan dan pemba

ngunan. Wasmas perlu sekali ditumbuh kembangkan,

sehingga merupakan pengawasan yang efisien dan

efektif. Adapun alasan-alasannya, antara lain adalah

seperti berikut:

Page 68: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

124

1) Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan

demokrasi, dimana kedaulatan ditangan rakyat.

Pegawai Negeri bukan saja unsur aparatur negara

dan abdi negara, tetapi sekaligus juga abdi

masyarakat;

2) Keberhasilan penyelenggaraan negara antara lain

tergantung kepada partisipasi seluruh rakyat.

Wasmas merupakan suatu bentuk partipasi

masyarakat tersebut;

3) Salah satu arah kebijakan bidang penyelenggara

negara adalah membersihkan penyelenggara negara

dari praktek KKN dengan memberikan sanksi

seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum

yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan

intern dan fungsional serta pengawasan masyarakat

dan mengembangkan etika dan moral.

4) Wasmas diperlukan karena keterbatasan kemampuan

Waskat dan Wasnal. Wasmas mendukung

keberhasilan Waskat dan Wasnal.

5) Tujuan pengembangan Wasmas yang sehat dan

positif adalah makin tumbuh dan meningkatnya

tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan negara. Oleh karena itu aparatur

pemerintah berkewajiban untuk selalu memberikan

kesempatan agar masyarakat mampu melaksanakan

Wasmas atau kontrol sosial dengan sebaik-baiknya.

Bagaimanapun kecilnya nilai informasi yang

disampaikan, Wasmas harus diperhatikan dan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

125

dihargai pula. Surat kaleng sekalipun misalnya, perlu

mendapat perhatian, karena seringkali informasi

yang disampaikan ternyata memang benar dan sangat

berharga.

Kriteria Wasmas yang baik

Wasmas yang baik antara lain memiliki kriteria

berikut:

1) Obyektif tidak bersifat memfitnah;

2) Dimaksudkan untuk adanya perbaikan;

3) Memberitahukan faktanya dengan jelas dan

lengkap dengan bukti-buktinya;

4) Memberitahukan bentuk-bentuk pelanggaran,

penyimpangan, penyelewenangan,

penyalahgunaaan wewenang, kesalahan atau

kelemahan yang terjadi;

5) Menjelaskan patokan-patokan yang dilanggar;

6) Memuat saran-saran;

7) Jelas identitas yang menyampaikannya.

Memang tidak dapat selalu diharapkan, Wasmas

memenuhi kriteria tersebut. Adalah kewajiban

instansi untuk berusaha melengkapi, memperjelas,

memastikan kebenaran serta mengungkapnya lebih

lanjut, sehingga dapat diambil langkah-langkah

tindak lanjut yang tepat.

Page 69: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

126

f. Pengawasan Yudikatif

Salah satu fungsi Mahkamah Agung adalah mengawasi

peraturan perundangan yang antara lain dilaksanakan

dengan:

1) Menguji secara material terhadap peraturan

perundangan di bawah Undang-Undang;

2) Menyatakan tidak sah semua peraturan perundangan

di bawah Undang-Undang apabila bertentangan

dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan

bersifat formal untuk menguji UU terhadap UUD 1945.

Dengan demikian, Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi memiliki wewenang sekaligus kewajiban

untuk melakukan pengawasan ekstern terhadap

pemerintah. Pengawasan ini sangat penting, karena

negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga:

1) Dapat dicegah penyalahgunaan wewenang baik yang

disengaja maupun tidak;

2) Kepastian dan tertib hukum dapat diwujudkan

dengan baik.

E. Rangkuman Proses manajemen pemerintahan negara pada dasarnya meliputi

empat aspek, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan

dan pengawasan.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

127

Perencanaan pembangunanan Nasional dasar hukumnya adalah

UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional. Sistem perencanaan pembangunan

nasional bertujuan untuk; mendukung koordinasi antar pelaku

pembangunan; menjamin terciptanya integrasi; sinkronisasi dan

sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi

pemerintah maupun antara pusat dan daerah; menjamin

keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi

masyarakat; tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,

efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Pengorganisasian dapat diartikan sebagai penetapan pekerjaan-

pekerjaan yang harus dilaksanakan, pengelompokkan tugas dan

pembangunan pekerjaan kepada setiap pegawai dan penetapan

hubungan kerja. Agar pengorganisasian dapat dilaksanakan

dengan baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip pengorganisasian.

Pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan pada

dasarnya terbagi habis kepada setiap aparat pemerintah atau

lembaga-lembaga pemerintah. Dengan kata lain bahwa setiap

aparat pemerintah atau masing-masing lembaga-lembaga

pemerintah melaksanakan sebagian urusan-urusan pemerintahan

di bidangnya masing-masing. Agar pelaksanaan tugas-tugas

pemerintahan tersebut berjalan dengan baik maka sangat

diperlukan koordinasi yang baik pula.

Page 70: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

128

Koordinasi sudah harus dimulai sejak penyusunan kebijakan dan

perencanaan. Pada dasarnya koordinasi ada dua jenis, yaitu

koordinasi vertikal dan koordinasi fungsional. Koordinasi

fungsional dapat dibedakan atas koordinasi fungsional horizontal,

koordinasi fungsional diagonal, dan koordinasi fungsional

teritorial.

Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara secara

menyeluruh koordinasi dapat dilaksanakan melalui: sidang

kabinet; rapat-rapat koordinasi oleh Menko; rapat-rapat

koordinasi antar Departemen ditingkat pusat dan daerah, rapat

koordinasi antara aparat pusat dan aparat daerah, dan lain-lain.

Pengawasan, yang pada dasarnya adalah kegiatan pimpinan yang

berupaya agar tugas-tugas terlaksana sesuai dengan rencana yang

telah ditetapkan atau dapat mencapai hasil sebagaimana yang

diharapkan.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara terdapat berbagai

jenis pengawasan seperti: pengawasan melekat; pengawasan

fungsional; pengawasan teknis fungsional; pengawasan legislatif;

pengawasan masyarakat; dan pengawasan yudikatif.

F. Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional? Dan apa pula yang dimaksud

dengan RPJM Nasional?

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

129

2. Mengapa pengorganisasian diperlukan dalam

penyelenggaraan pemerintahan negara? Sebutkan pula

prinsip-prinsip pengorganisasian.

3. Mengapa koordinasi sangat diperlukan dalam pelaksanaan

tugas-tugas pemerintahan?

4. Apa saja fungsi DPR dan apa saja hak yang dimiliki DPR

dalam rangka pelaksanaan pengawasan bagi pemerintah?

5. Mengapa Waskat merupakan pengawasan intern yang paling

pokok?

6. Bagaimana sikap aparat pemerintah sebaiknya dalam

menghadapi Wasmas?

Page 71: SANRI3

130

BAB VIII PENUTUP

A. Tes Dari uraian yang telah disajikan dalam Bab II sampai dengan

Bab VII, diharapkan peserta dapat memahami pengertian dari

beberapa hal penting dalam sistem penyelenggaraan

pemerintahan negara.

Sebagai salah satu sarana untuk mengukur keberhasilan

pembangunan tersebut, di bawah ini disiapkan bahan tes yang

dapat membantu peserta.

1. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan Sistem

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara berdasarkan UUD

1945?

2. Berdasarkan sistem pemerintahan negara tersebut, apakah

kedudukan Presiden itu kuat?

3. Apakah arti pentingnya UU No. 28 Tahun 1999 dalam pene

rapan Tata Kepemerintahan Yang Baik (good governance)?

4. Apakah akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah itu?

5. Apakah yang dimaksud dengan hukum dasar dalam

ketatanegaraan RI? Mengapa?

6. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara Departemen dan

Lembaga Pemerintah Non Departemen!

7. Apakah “Presiden dapat diberhentikan oleh MPR”?

8. Mengapa pengawasan melekat merupakan pengawasan yang

paling pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara?

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

131

9. Apakah perbedaan antara BPK dan BPKP, baik dari segi

kelembagaan maupun fungsinya?

B. Tindak Lanjut

Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara mencakup bahasan

yang sangat luas. Apa yang telah diuraikan dalam Bab II sampai

dengan Bab VII di muka, baru memberikan pengertian tentang

sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan beberapa hal

yang penting saja. Masih banyak lagi hal-hal penting yang tidak

disampaikan dalam modul ini. Ada diantaranya yang telah

menjadi mata pelajaran tersendiri dalam Diklat ini. Di samping

itu ada pula bagian-bagian lain yang menjadi mata Diklat pada

Program Diklat jenjang yang lebih tinggi.

Oleh karena itu untuk lebih memahami tentang sistem

penyelenggaraan pemerintahan negara ini, peserta dianjurkan

untuk mempelajari, antara lain:

� bahan bacaan yang telah digunakan untuk menulis modul ini,

sebagaimana tersebut dalam referensi.

� Modul mata pelajaran lain seperti tentang kepegawaian,

administrasi keuangan dan lain-lain.

Page 72: SANRI3

132

REFERENSI

Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.

Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara.

Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme.

Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik

Indonesia.

Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara.

Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan

MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-

undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia.

Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.

Undang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Peradilan

Tata Usaha Negara.

Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Nasional.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

133

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional

Indonesia.

TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 –

2009.

Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Negara.

Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan

Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima

Atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan

Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non

Departemen.

Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam

Atas Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang

Unit Organisasi dan Tugas eselon I Lembaga Pemerintah

Non Departemen.

Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam

Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang

Page 73: SANRI3

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

134

Kedududkan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan

Oraganisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non

Departemen.

Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara

Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang.

Keputusan Presiden No. 111 Tahun 2000 tentang Sekretariat

Kabinet.

Keputusan Presiden No. 117 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara.

Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,

Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pengawasan.

Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah.

Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pengawasan Melekat.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 20 Tahun

1990 tentang Pedoman dan Proses Pembentukan

Kelembagaan di Lingkungan Instansi Pusat, Perwakilan,

Republik Indonesia di Luar Negeri dan Pemerintah

Daerah.

Bappenas, Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata

Kepemerintahan Yang Baik.

Lembaga Administrasi Negara RI, Modul Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah.