Sanitasi rumah sakit
-
Upload
mediaaprina -
Category
Documents
-
view
2.437 -
download
9
description
Transcript of Sanitasi rumah sakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sanitasi Rumah Sakit
2.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit (RS) adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan (Depkes RI, 2004).
Menurut perumusan WHO yang dikutip Harafiah dan Amir (1999),
Pengertian Rumah Sakit adalah suatu keadaan usaha yang menyediakan
pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka
panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, therapeutik, dan rehabilitasi
untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka yang mau
melahirkan.
2.1.2 Pengertian Sanitasi Rumah Sakit
Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit
menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan
usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap
berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Arifin, 2009).
Kesehatan lingkungan adalah: upaya perlindungan, pengelolaan, dan
modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat
kesejahteraan manusia yang semakin meningkat (Arifin, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan lingkungan rumah sakit diartikan sebagai upaya penyehatan dan
pengawasan lingkungan rumah sakit yang mungkin berisiko menimbulkan penyakit
dan atau gangguan kesehatan bagi masyarakat sehingga terciptanya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009).
Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit meliputi kegiatan-kegiatan yang
kompleks sehingga memerlukan penanganan secara lintas program dan lintas sektor
serta berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan prasarana yang
memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2004).
2.1.3 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Rumah sakit
Adapun persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan
Permenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004 adalah meliputi : sanitasi pengendalian
berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, biologi, dan sosial psikologi di rumah
sakit. Program sanitasi di rumah sakit terdiri dari penyehatan bangunan dan ruangan,
penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air, penyehatan tempat pencucian
umum termasuk tempat pencucian linen, pengendalian serangga dan tikus,
sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan,
pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah (Depkes RI,
2004).
2.2 Sumber Daya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
2.2.1 Pengertian Manajemen Rumah Sakit
Harold koonts dan Cyrill O. Donnel dalam bukunya yang berjudul prinsiple of
management yang dikutip oleh Marsum dan Siti Fauziah (2007), Manajemen ialah
Universitas Sumatera Utara
suatu usaha untuk mendapatkan sesuatu yang dilakukan melalui orang lain yang
meliputi manajemen tradisional yaitu pendekatan yang dilakukan adalah coba-coba,
keberhasilan yang dicapai bersifat kebetulan dan tidak efektif. Manajemen modern
yaitu pendekatan yang dilakukan menerapkan prinsip-prinsip ilmiah, upaya mencapai
tujuan dilakukan secara sistematis dan rasional didasarkan atas data dan informasi
yang dapat dipertanggungjawabkan, dan tujuan dapat tercapai secara efektik dan
efisien.
Manajemen dapat diartikan suatu proses untuk menciptakan, memelihara dan
mengoperasikan organisasi dengan tujuan tertentu melalui upaya manusia yang
sistematis, terkoordinasi dan koperatif. Suatu proses menganalisa, menerapkan
tujuan, sasaran, serta penjabaran tugas dan kewajiban secara baik dan efisien. Proses
pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), uang, bahan dan alat yang dianalisis dan
diatur secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dan
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan SDM, sumber
daya lainya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan ( Marsum.dkk, 2007).
Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, dan adanya kemampuan pengendalian
untuk mencapai tujuan. Tujuan manajemen rumah sakit seperti berikut ini:
a. Menyiapkan sumber daya.
b. Mengevaluasi efektifitas.
c. Mengatur pemakaian pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
d. Efisiensi.
e. Kualitas.
Dalam kegiatan organisasi rumah sakit yang kompleks pengalaman saja tidak
akan cukup, penanganannya tidak bisa lagi atas dasar kira-kira dan selera, hal ini
disebabkan oleh :
a. Sumber daya yang makin sulit dan mahal.
b. Era kompetisi yang menuntut pelayanan prima.
c. Tuntutan masyarakat yang makin berkembang.
Manajemen profesional berarti melaksanakan manajemen dengan tata cara
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka memerlukan orang yang
terlatih pula secara benar dan tepat. Dalam rangka melaksanakan pelayanan yang
berorientasi pada pasien, dan menjaga mutu pelayanan perlu dengan manajemen yang
handal, dengan demikian segala hal yang diperlukan akan tersedia dalam bentuk:
a. Tepat jumlah
b. Tepat waktu
c. Tepat sasaran (Hapsari, 2010)
Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan manajemen yang tidak statis,
tetapi sesuatu yang dinamis sehingga diperlukan adaptasi atau penyesuaian bila
terjadi perubahan di rumah sakit, yang mencakup sumber daya, proses dan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
rumah sakit, juga apabila terjadi perubahan di luar rumah sakit, misalnya perubahan
peraturan perundang-undangan dan pengetahuan yang disebabkan oleh
perkembangan teknologi. Berbagai manfaat yang bisa didapat apabila menerapkan
sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah yang terpenting perlindungan
terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Spesifikasi manajemen rumah sakit
akan memberikan garis besar pengelolaan lingkungan yang didesain untuk semua
aspek, yaitu operasional, produk, dan jasa dari rumah sakit secara terpadu dan saling
terkait satu sama lain (Adisasmito, 2007).
Penerapan manajemen pengolahan limbah dalam upaya kesehatan masyarakat
yang merupakan serangkaian kegiatan manajemen limbah mulai dari sumbernya
hingga hasil akhir limbah setelah diolah. Manajemen diterapkan mulai dari sumber
daya yang tersedia, proses pengelolaan limbah hingga evaluasi terhadap kegiatan
pengolahan ( Adisasmito, 2007)
2.2.2 Sumber Daya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Sumber daya diperlukan dalam mencapai tujuan pengelolaan limbah rumah
sakit. Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan sumber daya manusia
sebagai sumber daya aktif, dana atau keuangan, sarana dan prasarana (machine),
metode yang digunakan, pasar (market).
2.2.2.1 Man (SDM)
Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia
yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai
tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia
Universitas Sumatera Utara
adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang
yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Manajemen tidak lepas dari SDM ( sumber daya aktif), koordinasi antar
manusia yang dikendalikan untuk mencapai tujuan merupakan proses manajemen
yang meliputi 5 (lima) elemen dasar sumber daya manusia :
1. Kegiatan sumber daya untuk mencapai tujuan,
2. proses dilakukan secara rasional,
3. melalui manusia lain,
4. menggunakan metode dan teknik tertentu,
5. dalam lingkungan organisasi tertentu.
Prinsip-prinsip umum manajemen yang berkaitan dengan sumber daya
manusia, sebagai berikut:
1. Adanya pembagian kerja, kualitas anggota perlu diperhatikan baik fisik, mental,
pendidikan, pengalaman, keimanan,dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Disiplin, merupakan ketaatan, kepatuhan untuk mengikuti aturan yang menjadi
tanggung jawabnya
3. Kewenangan dan tanggung jawab setiap pekerja untuk melaksanakan
pekerjaannya sesuai pembagian tugas yang diberikan kepadanya
4. Memberi prioritas kepada kepentingan umum
5. Penggajian pegawai dan karyawan, sangat menentukan dalam kelancaran tugas
6. Pusat kewenangan yang berdampak kepada perumusan pertanggungjawaban
dalam rangka mencapai tujuan
Universitas Sumatera Utara
7. Mekanisme kerja dalam organisasi sehingga anggota tahu siapa yang menjadi
atasan dan bertanggung jawab kepada siapa dan sebaliknya
8. Keamanan
9. Inovasi, pengembangan inisiatif dari pekerja agar berkembang kearah perubahan
kemajuan
10. Semangat bekerja sama
Hubungan manajemen dengan sumber daya manusia, merupakan proses usaha
pencapaian tujuan melalui kerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan
(Marsum dkk, 2009).
Pengorganisasian usaha sanitasi rumah sakit harus mencerminkan fungsi
dinamis dengan wadah kegiatan terdiri dari unsur:
1. Pimpinan layanan sanitasi rumah sakit
2. Teknis sanitasi
3. Penunjang layanan sanitasi
Adapun tugas-tugas dalam sanitasi rumah sakit yaitu:
1. Mengembangkan prosedur rutin termasuk manual untuk pelaksanaannya.
2. Melatih dan mengawasi karyawan-karyawan tertentu termasuk petugas cleaning
service.
3. Membagi tugas dan tanggung jawab.
4. Melapor kepada atasan atau pimpinan rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
Petugas yang berwenang dalam pelaksanaan usaha sanitasi rumah sakit
merupakan kunci dalam panitia/komite keamanan dan harus melaksanakan tugasnya
dalam pengawasan infeksi. Petugas harus melakukan suatu pengamatan (surveilence)
sanitasi yang efektif dan melaporkan pelaksanaan programnya kepada pimpinan
rumah sakit. Petugas sanitasi rumah sakit menentukan hasil layanan yang paling
dominan dalam usaha pelayanan sanitasi rumah sakit. Petugas sebagai pemberi
layanan kepada penderita dapat mempengaruhi proses pengobatan. Hubungan
psikobiososial penderita dengan petugas maupun dengan pengunjung dapat
mempengaruhi hasil penyembuhan, lebih-lebih apabila interaksi faktor biopsikososial
ini berproses dalam suasana lingkungan yang bersih, nyaman, dan asri (Hapsari,
2010).
Tenaga sanitasi rumah sakit adalah unsur (provider) utama yang bertanggung
jawab terhadap layanan sanitasi rumah sakit. Upaya penyehatan lingkungan RS
meliputi kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan tenaga dengan
kualifikasi sebagai berikut:
1. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas A dan B (rumah sakit
pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi
sanitarian serendah-rendahnya berijazah sarjana (S1) di bidang kesehatan
lingkungan, teknik lingkungan, biologi, teknik kimia, dan teknik sipil.
2. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas C dan D (rumah sakit
pemerintah) dan yang setingkat adalah tenaga yang memiliki kualifikasi
Universitas Sumatera Utara
sanitarian serendah-rendahnya berijazah diploma (D3) dibidang kesehatan
lingkungan.
3. Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang sebagian kegiatan kesehatan
lingkungannya dilaksanakan oleh pihak ketiga, maka tenaganya harus
berpendidikan sanitarian dan telah mengikuti pelatihan khusus dibidang kesehatan
lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan olehpemerintah atau badan lain
sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
4. Tenaga sebagaimana yang dimaksud pada butir 1 dan 2, diusahakan mengikuti
pelatihan khusus di bidang kesehatan lingkungan rumah sakityang
diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak lain terkait, sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku (Depkes RI, 2004).
Tenaga pengelola limbah padat dan cair RS meliputi :
1. Tenaga pengelola limbah padat/sampah
a. Sampah dari tiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan
oleh tenaga perawat khususnya yang menyangkut pemisahan sampah medis
dan non medis, sedang ruang lain dapat dilakukan oleh tenaga kebersihan.
b. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifkasi
SMP ditambah latihan khusus.
c. Pengawasan pengelolaan sampah rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi
dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.
2. Tenaga pengelola limbah cair
Universitas Sumatera Utara
a. Tenaga pelaksana meliputi pengawas sistem plumbing dan operator proses
pengolahan
b. Kualifikasi tenaga untuk kegiatan tersebut dilakukan oleh tenaga sanitasi
dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus
c. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D3 atau
D4 ditambah latihan khusus (Depkes RI, 2002)
2.2.2.2 Money (Uang)
Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang
merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat
diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu, uang
merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu
harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang
yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan
dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi (Hapsari,
2010).
2.2.2.3 Sarana dan Prasarana (Machines)
Sarana dan prasarana adalah sarana yang minimal dapat menunjang
pelaksanaan Manajemen lingkungan sanitasi untuk kegiatan promotif dan preventif.
Pelaksanaan pelayanan sanitasi juga harus ditunjang kelengkapan materi yang
diperlukan berupa proses administrasi, pencatatan dan pelaporan, dan pedoman buku
petunjuk teknis sanitasi (Depkes RI, 2009)
Universitas Sumatera Utara
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Depkes RI,
2009).
2.2.2.4 Methods (Metode)
Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara
kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode dapat
dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan
berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia
dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun
metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak
mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian,
peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri (Marsum dkk, 2007).
Upaya pengelolaan limbah RS dapat dilaksanakan dengan menyiapkan
perangkat lunaknya yang berupa peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur
pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS. Unsur-unsur yang terkait
dengan penyelenggaraan kegitan pelayanan RS (termasuk pengelolaan limbahnya),
yaitu :
1. Pemrakarsa atau penanggung jawab RS
2. Pengguna jasa pelayanan RS
3. Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
Universitas Sumatera Utara
4. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas
yang diperlukan (Adisasmito, 2007).
2.2.2.5 Market (Pasar)
Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang
yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya,
proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti
menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan.
Supaya pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan
selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen (Hapsari, 2010).
2.2.3 Manfaat Manajemen RS
Beberapa manfaat yang diperoleh bila kita menerapkan sistem manajemen
lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap lingkungan
Dampak positif yang paling bermanfaat untuk lingkungan dengan diterapkannya
system manajemen rumah sakit adalah pengurangan limbah berbahaya dan
beracun (B3) termasuk di dalamnya limbah Infeksius. Selain itu minimisasi limbah
sebagai bagian kunci dari penerapan sistem manajemen lingkungan rumah sakit
melalui pendekatan 3R (Reuse, Recycle, dan Recovery) dapat mengurangi
pemakaian bahan baku sehingga jumlah limbah yang dihasilkan relatif lebih
sedikit yang berarti juga biaya pengolahannya relatif lebih murah.
Universitas Sumatera Utara
2. Manajemen lingkungan
Sistem manajemen lingkungan akan membantu rumah sakit membuat kerangka
manajemen lingkungan yang lebih konsisten dan dapat diandalkan baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Spesifikasi manajemen lingkungan akan
memberikan garis-garis besar pengelolaan lingkungan yang didesain untuk semua
aspek yaitu, operasional, produk, dan jasa di rumah sakit secara terpadu dan saling
terkait satu sama lain.
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Penerapan sistem manajemen lingkungan rumah sakit dapat membawa perubahan
kondisi kerja di rumah sakit. Hal ini merupakan harapan yang cukup realistis
karena sistem manajemen lingkungan rumah sakit menekankan peningkatan
kepedulian, pendidikan, pelatihan, dan kesadaran dari semua karyawan sehingga
mereka mengerti dan tanggap terhadap konsekuensi pekerjaannya. Keterlibatan
karyawan dalam proses manajemen lingkungan juga akan meningkatkan budaya
sadar dan kepedulian untuk bersama-sama memelihara dan meningkatkan kualitas
lingkungan di sekitarnya.
4. Kontinuitas peningkatan performa lingkungan rumah sakit
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit tidak didesain untuk menilai tingkat
lingkungan misalnya tingkat teknologi pengelolaan lingkungan atau limbah.
Namun dengan melakukan sistem manajemen lingkungan rumah sakit, manajemen
lingkungan rumah sakit dapat menjamin dan mengembangkan kemampuannya
Universitas Sumatera Utara
untuk memenuhi kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan. Dengan demikian
kinerja pengelolaan lingkungan berjalan seperti spiral yang terus berputar kearah
dan mengarah ke kondisi yang lebih baik.
5. Peraturan perundang-undangan
Dengan menerapkan sistem manajemen lingkungan maka ada peluang bagi rumah
sakit untuk membuktikan kepatuhannya terhadap peraturan perundangundangan
atau menunjukan kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
Sebagian rumah sakit yang telah berdiri selama beberapa tahun kemungkinan telah
dapat menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang telah di tetapkan.
Apabila tidak saat ini rumah sakit tersebut pasti terkena tuntutan hukum dan
publisitas negatif. Pemberian denda juga dapat menyebabkan bangkrutnya rumah
sakit.
6. Bagian dari manajemen mutu terpadu
Manajemen mutu terpadu atau yang lebih dikenal sebagai total quality
management (TQM) merupakan strategi utama rumah sakit dalam mencapai
tujuannya, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan
pendokumentasian. Sistem manajemen rumah sakit dalam hal ini juga
mengandung berbagai tehnik manajemen yang menggunakan pendekatan TQM
sehingga implementasi sistem manajemen lingkungan rumah sakit secara langsung
mendukung pelaksanaan manajemen mutu terpadu.
7. Pengurangan dan penghematan biaya
Universitas Sumatera Utara
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit menawarkan keuntungan financial baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Efisiensi pemakaian berbagai sumber daya
dan minimisasi limbah yang dihasilkan berarti mengurangi biaya untuk
pengadaaan sumber daya dan biaya untuk pengolahan limbah. Penggunaan
kembali dan pendaurulangan limbah dapat menjadi tambahan pemasukan financial
rumah sakit. Setelah sejumlah biaya dikeluarkan untuk membuat dan menerapkan
program-program lingkungan yang belum ada dalam rangka memperoleh
sertifikasi secara tidak langsung akan menjadi suatu penghematan biaya dalam
jangka panjang terutama dalam hal pembersihan dan pengawasan lingkungan.
8. Meningkatkan citra rumah sakit.
Rumah Sakit yang memiliki sertifikasi ISO 14001 telah menunjukkan bahwa
rumah sakit tersebut benar-benar peduli kepada lingkungan. Dengan telah
memenuhi standar dalam ISO 14001 pasien akan merasa bahwa lingkungan rumah
sakit tersebut telah terlindungi. Hal ini erat kaitannya dengan usaha rumah sakit
meningkatkan hubungan baik dengan masyarakat melalui kepercayaan dan
kepuasan pasien (Adisasmito, 2007)
2.3 Limbah Rumah Sakit
2.3.1 Pengertian Limbah Rumah Sakit
Limbah RS adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS dalam
bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme
pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif
(Depkes, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Limbah RS yaitu buangan dari kegiatan pelayanan yang tidak dipakai ataupun
tidak berguna termasuk dari limbah pertamanan. Limbah rumah sakit cenderung
bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia,
memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik.
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
dalam bentuk padat dan cair (KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004).
Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran
limbah yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas sendiri
yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu :
1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat.
Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan
harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya,
beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang.
2. Fasilitas Pembangunan Limbah Cair
Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan
karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan
penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair
sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang
memenuhi persyaratan teknis.
Universitas Sumatera Utara
Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah
rumah sakit. Limbah padat (sampah) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak
disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang
dilakukan oleh manusia, dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990)
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis
(Keputusan MenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004).
Limbah padat RS adalah semua limbah RS yang berbentuk padat sebagai
akibat kegiatan RS yang terdiri dari limbah medis dan non medis, yaitu :
1. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di RS di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dari halaman yang
dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi.
2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang
tinggi.
3. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme pathogen
yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam
jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia
yang rentan.
4. Limbah sangat infeksius adalah limbah yang berasal dari pembiakan dan stock
(sediaan) bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan
Universitas Sumatera Utara
lain yang diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat
infeksius.
Limbah cair RS adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan RS, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan
radio aktif serta darah yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2006).
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil
proses seluruh kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah cair domestik, yakni
buangan kamar dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun dan radioaktif (Said, 1999).
Menurut Azwar (1990), air limbah atau air bekas adalah air yang tidak bersih
dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau
hewan, yang lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk industri.
Menurut Keputusan MenKes R.I.No.1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, pengertian limbah cair adalah
semua buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif
yang berbahaya bagi kesehatan.
2.3.2 Sumber Limbah Rumah Sakit
Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan
sebagian dari limbah tersebut merupakan limbah yang berbahaya. Sumber air limbah
rumah sakit dibagi atas tiga jenis yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Air limbah infeksius : air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis
seperti pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan, penyakit menular
dan lain – lain.
2. Air limbah domestik : air limbah yang tidak ada berhubungan tindakan medis
yaitu berupa air limbah kamar mandi, toilet, dapur dan lain – lain.
3. Air limbah kimia : air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, laboratorium, sterilisasi, riset dan lain – lain (Chandra,
2007).
Sampah Rumah Sakit dapat digolongkan antara lain menurut jenis unit
penghasil dan untuk kegunaan desain pembuangannya. Namun dalam garis besarnya
dibedakan menjadi sampah medis dan non medis.
A. Sampah Medis
Sampah medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis
dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga
kegiatan medis di ruang polikllinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan
ruang laboratorium. Limbah padat medis sering juga disebut sampah biologis.
Sampah biologis terdiri dari :
1. Sampah medis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, ruang peralatan, ruang
bedah, atau botol bekas obat injeksi, kateter, plester, masker, dan sebagainya.
2. Sampah patologis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, bedah, kebidanan,
atau ruang otopsi, misalnya, plasenta, jaringan organ, anggota badan, dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
3. Sampah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium
diagnostik atau penelitian, misalnya, sediaan atau media sampel dan bangkai
binatang percobaan.
B. Sampah Nonmedis
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis
yang dihasilkan dari berbagai kegiatan, seperti berikut :
2. Kantor/administrasi
3. Unit perlengkapan
4. Ruang tunggu
5. Ruang inap
6. Unit gizi atau dapur
7. Halaman parkir dan taman
8. Unit pelayanan
Selain dibedakan menurut jenis unit penghasil, sampah RS dapat dibedakan
berdasarkan karakteristik sampah yaitu :
1. Sampah infeksius : yang berhubungan atau berkaitan dengan pasien yang
diisolasi, pemeriksaan mikrobiologi, poliklinik, perawatan, penyakit menular dan
lain – lain.
2. Sampah sitotoksik : bahan yang terkontaminasi dengan radioisotope seperti
penggunaan alat medis, riset dan lain – lain.
3. Sampah domestik : buangan yang tidak berhubungan dengan tindakan pelayanan
terhadap pasien (Depkes RI, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kualitas Limbah Padat dan Cair
2.4.1 Kualitas limbah padat
Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber,
mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun,
pengelolaan stok kimia dan farmasi, dan peralatan dimulai dari pengumpulan,
pengangkutan, dan pemusnahan.
Pemilahan harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah.
Limbah padat yang akan/dapat dimanfaatkan lagi harus melalui proses sterilisasi.
Pengolahan dan pemusnahan limbah medis tidak diperbolehkan membuang langsung
ke tempat pembuangan akhir sebelum di anggap aman bagi kesehatan (Depkes RI,
2004).
2.4.2 Parameter Kualitas Limbah Cair
Menurut pendapat Okun dan Ponghis yang dikutip Soeparman dan Soeparmin
(2002) berbagai kualitas limbah cair yang penting untuk diketahui adalah bahan padat
terlarut (dissolved solid), kebutuhan oksigen biokimia (biochemical oxygen demand).
Kebutuhan oksigen kimiawi (chemical Oxygen Demand ) dan pH (power Hidrogen).
a. Bahan Padat terlarut
Bahan padat terlarut penting diketahui terutama apabila limbah cair akan
dipergunakan setelah pengolahan.
b. Kebutuhan Oksigen biokimia
Merupakan ukuran kandungan bahan organik dalam limbah cair dan ditentukan
dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh akibat adanya
mikroorganisme selama satu periode waktu tertentu. Juga merupakan petunjuk
Universitas Sumatera Utara
dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air penerima berkaitan
dengan pengurangan kandungan oksigennya.
c. Kebutuhan oksigen kimiawi
Merupakan ukuran persyaratan kebutuhan oksigen limbah cair yang berada dalam
kondisi tertentu, yang ditentukan dengan menggunakan suatu oksidan kimiawi.
d. pH
pH merupakan ukuran keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) limbah cair.
pH menunjukkan perlu atau tidaknya pengolahan pendahuluan untuk mencegah
terjadinya gangguan pada proses pengolahan limbah cair
2.5 Dampak Limbah Terhadap Kesehatan dan Lingkungan
RS selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai
macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus
karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan RS, seperti
udara, air, lantai, makanan dan benda-benda peralatan medis maupun non medis.
Dari lingkungan, kuman dapat sampai ke tenaga kerja, penderita baru. Ini disebut
infeksi nosokomial (Anies, 2006).
Limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah cair dan limbah padat memiliki
potensi yang mengakibatkan keterpajanan yang dapat mengakibatkan penyakit atau
cedera. Sifat bahaya dari limbah rumah sakit tersebut mungkin muncul akibat satu
atau beberapa karakteristik berikut :
- Limbah mengandung agent infeksius
- Limbah bersifat genoktosik
- Limbah mengandung zat kimia atau obat – obatan berbahaya atau baracun
Universitas Sumatera Utara
- Limbah bersifat radioaktif
- Limbah mengandung benda tajam
Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan
kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam
fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada diluar fasilitas serta
memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau yang beresiko akibat
kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama yang beresiko
antara lain :
- Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga pemeliharaan rumah
sakit
- Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau dirumah
- Penjenguk pasien rawat inap
- Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan
kesehatan masyarakat, misalnya, bagian binatu, pengelolaan limbah dan bagian
transportasi.
- Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya, ditempat penampungan
sampah akhir atau incinerator, termasuk pemulung (Pruss. A, 2005).
2.5.1 Bahaya Akibat Limbah Infeksius Dan Benda Tajam
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme
pathogen. Pathogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur :
- Akibat tusukan, lecet, atau luka dikulit
- Melalui membrane mukosa
- Melalui pernafasan
Universitas Sumatera Utara
- Melalui ingesti
Contoh infeksi akibat terpajan limbah infeksius adalah infeksi gastroenteritis
dimana media penularnya adalah tinja dan muntahan, infeksi saluran pernafasan
melalui secret yang terhirup atau air liur dan lain – lain. Benda tajam tidak hanya
dapat menyebabkan luka gores maupun luka tertusuk tetapi juga dapat menginfeksi
luka jika benda itu terkontaminasi pathogen. Karena resiko ganda inilah (cedera dan
penularan penyakit), benda tajam termasuk dalam kelompok limbah yang sangat
berbahaya. Kekhawatiran pokok yang muncul adalah bahwa infeksi yang ditularkan
melalui subkutan dapat menyebabkan masuknya agens penyebab panyakit, misalnya
infeksi virus pada darah (Pruss. A, 2005).
2.5.2 Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi
Kandungan zat limbah dapat mengakibatkan intosikasi atau keracunan sebagai
akibat pajanan secara akut maupun kronis dan cedera termasuk luka bakar. Intosikasi
dapat terjadi akibat diabsorbsinya zat kimia atau bahan farmasi melalui kulit atau
membaran mukosa, atau melalui pernafasan atau pencernaan. Zat kimia yang mudah
terbakar, korosif atau reaktif (misalnya formaldehide atau volatile/mudah menguap)
jika mengenai kulit, mata, atau membrane mukosa saluran pernafasan dapat
menyebabkan cedera. Cedera yang umum terjadi adalah luka bakar (Pruss.A, 2005).
2.5.3 Bahaya Limbah Radioaktif
Jenis penyakit yang disebabkan oleh limbah radioaktif bergantung pada jenis
dan intensitas pajanan. Kesakitan yang muncul dapat berupa sakit kepala, pusing, dan
muntah sampai masalah lain yang lebih serius. Karena limbah radioaktif bersifat
genotoksik, maka efeknya juga dapat mengenai materi genetik. Bahaya yang
Universitas Sumatera Utara
mungkin timbul dengan aktifitas rendah mungkin terjadi karena kontaminasi
permukaan luar container atau karena cara serta durasi penyimpanan limbah tidak
layak. Tenaga layanan kesehatan atau tenaga kebersihan dan penanganan limbah
yang terpajan radioaktif merupakan kelompok resiko (Pruss.A, 2005).
2.6 Pengelolaan Limbah Padat RS
2.6.1 Teknologi pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit
Konsep pengelolaan lingkungan yang memandang pengelolaan lingkungan
sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal
sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environment Management System), melalui
pendekatan ini, pengelolaan lingkungan tidak hanya meliputi bagaimana cara
mengolah limbah sebagai by product (output), tetapi juga mengembangkan strategi-
strategi manajemen dengan pendekatan sistematis untuk meminimasi limbah dari
sumbernya dan meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya sehingga mampu
mencegah pencemaran dan meningkatkan performa lingkungan. Hal ini berarti
menghemat biaya untuk remediasi pencemaran lingkungan ( Adisasmito, 2007).
Ada beberapa konsep tentang pengelolaan lingkungan sebagai berikut :
1. Reduksi limbah pada sumbernya (source reduction)
2. Minimisasi limbah
3. Produksi bersih dan teknologi bersih
4. Pengelolaan kualitas lingkungan menyeluruh (total quality environmental
management/TQEM)
Universitas Sumatera Utara
5. Continous quality improvement (CQI)
Pengolahan limbah secara skematis dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Penanganan Limbah Konvensional Sumber : Adisasmito, 2007
Penanganan dan penampungan limbah meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Pemisahan dan pengurangan
Limbah dipilah-pilah dengan mempertimbangkan hal-hal yaitu kelancaran
penanganan dan penampungan, pengurangan jumlah limbah yang memerlukan
Pewadahan dan pemilahan pada
sumber
pengumpulan
pengangkutan
pemilahan
pengolahan
Pembuangan akhir
pemotongan
Pemindahan pada transfer depo
Universitas Sumatera Utara
perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non B3, diusahakan sedapat
mungkin menggunakan bahan kimia non B3, pengemasan dan pemberian label
yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja, dan
pembuangan, pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat
penghasil limbah akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dan
penanganan.
2. Penampungan
Sarana penampungan harus memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman,
dan higienis. Pemadatan merupakan cara yang paling efisien dalam penyimpanan
limbah yang bisa dibuang dan ditimbun. Namun tidak boleh dilakukan untuk
limbah infeksius dan benda tajam.
3. Pemisahan limbah
Untuk memudahkan pengenalan jenis limbah adalah dengan cara menggunakan
kantong berkode (umumnya dengan kode berwarna). Kode berwarna yaitu
kantong warna hitam untuk limbah domestik atau limbah rumah tangga biasa,
kantong kuning untuk semua jenis limbah yang akan dibakar (limbah infeksius),
kuning dengan strip hitam untuk jenis limbah yang sebaiknya dibakar tetapi bisa
juga dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan pengumpulan terpisah dan
pengaturan pembuangan, biru muda atau transparan dengan strip biru tua untuk
limbah autoclaving (pengolahan sejenis) sebelum pembuangan akhir.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengolahan limbah klinis adalah
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Penghasil limbah klinis dan yang sejenis harus menjamin keamanan dalam
memilah-milah jenis sampah, pengemasan, pemberian label, penyimpanan,
pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan
2. Penghasil limbah klinis hendaknya mengembangkan dan secara periodik
meninjau kembali strategi pengolahan limbah secara menyeluruh
3. Menekan produksi sampah hendaknya menjadi bagian integral dari strategi
pengelolaan
4. Pemisahan sampah sesuai sifat dan jenisnya adalah langkah awal prosedur
pembuangan yang benar
5. Limbah radioaktif harus diamanakan dan dibuang sesuai dengan peraturan yang
berlaku oleh instansi berwenang
6. Incinerator adalah metode pembuangan yang hanya disarankan untuk limbah
tajam, infeksius, dan jaringan tubuh
7. Incinerator dengan suhu tinggi disarankan untuk memusnahakan limbah
citotoksis (110°C)
8. Incinerator harus digunakan dan dipelihara sesuai dengan spesifikasi desain.
Mutu emisi udara harus dipantau dalam rangka menghindari pencemaran udara.
9. Sanittary landfill mungkin diperlukan dalam keadaan tertentu bila sarana
incinerator tidak mencukupi
10. Perlu diperhatikan bahwa program latihan karyawan atau staf RS menjadi bagian
integral dalam strategi pengelolaan limbah (Adisasmito, 2007).
Limbah padat organik dibakar
Dibuat kompos
Biogas
Dibuang
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Penanganan Limbah Padat Tidak Berbahaya Sumber : Adisamito, 2007
Gambar2.3 Penanganan Limbah Padat Berbahaya Sumber : Adisamito, 2007
Persyaratan minimal bak penampung sampah sebagai berikut : bahan tidak
mudah berkarat, kedap air, terutama untuk penampung sampah basah, bertutup rapat
mudah dibersihkan, mudah dikosongkan, tidak menimbulkan bising, tahan terhadap
benda tajam dan runcing(Depkes RI, 2004).
2.6.2 Penanganan Limbah di Sumber Limbah
Menurut Wiku Adisasmito (2007), rumah sakit mempunyai berbagai cara
dalam mengolah limbah, namun hal ini membawa konsekuensi besarnya biaya
Sumber
Incinerator
prapengolahan
Pembuangan akhir
pengolahan
Dised Containment
Secured Landfill
Laut
Universitas Sumatera Utara
pengadaan dan operasional yang harus dikeluarkan. Adapun saran pengolahan limbah
padat tersebut adalah melalui pewadahan dan pemilahan pada sumber, pengumpulan,
pemindahan pada trolli bak pengangkut sampah, pengangkutan, pemilahan,
pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir.
Salah satu langkah pokok pengolahan limbah adalah menentukan jumlah
limbah yang dihasilkan. Jumlah ini memnentukan jumlah dan volume sarana
penampung lokal yang harus disediakan, pemilihan incinerator dan kapasitasnya.
1. Jumlah menurut berat
Jumlah produksi sampah domestik diperkirakan 2 Kg per orang per hari. Untuk
mendapatkan angka yang lebih tepat sebaiknya dilakukan survei sampah di
rumah sakit yang bersangkutan. Jumlah sampah dengan 500 tempat tidur adalah
3,25 Kg per pasien per hari (Depkes RI, 2002).
2. Jumlah disposibel
Meningkatkan jumlah sampah berkaitan erat dengan meningkatkan penggunaan
barang disposibel. Daftar barang disposibel merupakan indicator jumlah dan
kualitas sampah rumah sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi
barang-barang disposibel mungkin perlu dipelajari sehingga dapat diperoleh
informasi yang bermanfaat dalam pengelolaan sampah (Depkes RI, 2002).
3. Jumlah menurut volume
Universitas Sumatera Utara
Volume juga harus diketahui untuk menentukan ukuran bak dan sarana
pengangkutan. Konversi dari berat ke volume dapat dilakukan dengan membagi
berat total dengan kepadatan (Depkes RI, 2002).
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses
fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama
yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya
limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah
pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah.
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan
pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi
terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya
adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah
yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal
ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta
mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah. Berbagai
cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah:
1. Penanganan yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga
kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau
kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah
menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan
limbah.
3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau
bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan
bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak
berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan
penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang
kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup
tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau
penggantian sebagian unitnya (Adisasmito, 2007).
Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di
seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat
dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk
limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik. Limbah dari
kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.
3. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah
klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi
dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut:
1. Pemisahan limbah
a. Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
b. Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
c. Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang
menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang.
Adapun kode, lambang, warna tempat dalam pemilahan sampah adalah
seperti tabel dibawah ini:
Tabel 2.1. Jenis Wadah Dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori
No Kategori
Warna
Kontainer/ Kantong
Plastik
Lambang Keterangan
1. Radioaktif Merah
Kantong boks timbal dengan simbol radioaktif
2. Sangat Infeksius
Kuning
Kantong plastik kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf
3. Limbah Infeksius,
patologi dan anatomi
Kuning
Kantong plastik kuat dan anti bocor, atau container
Universitas Sumatera Utara
4. Sitotoksis Ungu
Kontainer plastik kuat dan anti bocor
5.
Limbah kimia dan farmasi
Coklat -
Kantong plastik atau kontainer
Sumber: Kepmenkes RI Nomor: 1204/Menkes/SK/X/2004
2. Penyimpanan limbah
a. Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian.
Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
b. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau
dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat
tertentu untuk dikumpulkan
c. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan
warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
d. Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan
hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
a. Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah
ditutup
b. Kantung dipegang pada lehernya
c. Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai
sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu
mengangkut kantong tersebut
Universitas Sumatera Utara
d. Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang
bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya
(double bagging)
e. Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang
dapat mencederainya di dalma kantung yang salah
f. Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam
kantung limbah
2.6.3. Pengangkutan limbah Padat
Kantung limbah dikumpulkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode
warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah
bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin
ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk
mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau
perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan
menggunakan larutan klorin.
Kereta atau troli yang digunakan untuk transportasi sampah medis harus
didesain sedemikian sehingga:
1) Permukaan harus licin, rata dan tidak mudah tembus
2) Tidak menjadi sarang serangga
3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan
4) Sampah tidak menempel pada alat angkut
Universitas Sumatera Utara
5) Sampah mudah diisikan, diikat dan dituang kembali
Dalam beberapa hal dimana tidak tersedia sarana setempat, sampah medis
harus diangkut ketempat lain:
1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut, dan
harus dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi
kebocoran atau tumpah.
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan
eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau ke insinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal
biasanya digunakan kereta dorong , dan dibersihkan secara berkala serta petugas
pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan
eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site).
Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus
dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan
angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak
bocor (Hapsari, 2010).
Sampah medis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan
kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke insinerator, atau
pengangkutan oleh Dinas Kesehatan hendaknya:
Universitas Sumatera Utara
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
2) Ditempatkan dilokasi yang strategis, merata dengan ukuran disesuaikan dengan
frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan
secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dari binatang dan bebas
dari infestasi serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpulan sampah (Depkes RI, 2002).
Petugas penanganan limbah harus menggunakan alat pelindung diri (APD)
yang terdiri dari topi/helm, masker, pelindung mata, pakaian panjang, apron,
pelindung kaki/ sepatu boot, dan sarung tangan khusus (Depkes RI, 2004).
2.6.4 Pembuangan dan Pemusnahan Limbah
Setelah dimanfatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang
ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar
(insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah
dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri, insinerator
berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 - 1500ºC atau
lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh
penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakit yang berasal
dari rumah sakit lain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa
keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan
klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Arifin, 2007).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan
kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang
berikut:
a. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
b. Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
Tambahkan lapisan kapur. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih
bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
c. Akhirnya lubang tersebut harus ditututup dengan tanah.
Keseragaman standar kantong dan kontainer limbah mempunyai keuntungan
sebagai berikut:
1) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar
instansi/unit.
2) Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan
rumah sakit maupun pada penanganan limbah diluar rumah sakit.
3) Pengurangan biaya produksi kantong dan container (Hapsari, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan pengelolaan limbah medis untuk masing-masing golongan adalah
sebagai berikut :
a. Golongan A
1) Dressing bedah yang kotor, swab, dan limbah lain yang terkontaminasi deri
ruang pengobatan hendaknya di tampung pada bak penampungan limbah
medis/medis yang mudah dijangkau atau bak sampah yang dilengkapi dengan
pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong pelapis tersebut hendaknya
diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila tiga perempat penuh. Kemudian
diikat dengan kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah
medis. Bak ini juga hendaknya jadwal pengumpulan sampah. Isi kantong jangan
sampai longgar pada saat pengangkutan dari bak ke bak, sampah hendaknya
dibuang sebagai berikut:
(a) Sampah dari unit haemodialisis: sampah hendakmya dimusnahkan dengan
insinerator. Bisa juga dengan autoclaving tetapi kantong harus dibuka dan
dibuat sedemikian sehingga uap panas bisa menembus secara efektif.
(b) Limbah dari unit lain: limbah hendaknya dimusnahkan dengan insinerator. Bila
tidak memungkinkan bisa dengan menggunakan cara lain, misalnya dengan
membuat sumuran dalam yang aman.
2) Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh pimpinan
yang bertanggung jawab. Kepala Instalasi Sanitasi dan Dinas Kesehatan c/q. Sub
Dinas PKL setempat.
Universitas Sumatera Utara
3) Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak
limbah medis atau kantong lain yang tepat dan kemudian dimusnahkan dengan
insinerator. Kecuali bila terpaksa, jaringan tubuh tidak boleh dicampur dengan
sampah lain pada saat pengumpulan.
4) Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan
insinerator. Insinerator harus dioperasikan dibawah pengawasan bagian sanitasi
atau bagian laboratorium.
b. Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup.
Sampah jenis ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bila
telah penuh diikat dan ditampung dalam bak sampah medis sebelum diangkut dan
dimusnahkan dengan insinerator.
c. Golongan C
Pembuangan sampah medis yang berasal dari Laboratorium patologi kimia,
haemotologi, dan transfusi darah, mikrobiologi, histologi dan post-mortum serta
unit sejenis (misalnya tempat binatang percobaan disimpan), dibuat dalam kode
pencegahan infeksi dalam laboratorium medis dan ruang post-mortum dan
publikasi lain.
d. Golongan D
Universitas Sumatera Utara
Barang dari produk medis yang baru sebagian digunakan hendaknya dikembalikan
kepada petugas yang bertanggung jawab dibagian farmasi.
e. Golongan E
Kecuali yang berasal dari ruang dengan risiko tinggi, isi dari sampah dari
golongan ini bisa dibuang melalui saluran air, WC atau unit pembuangan untuk
itu. Sampah yang tidak dapat dibuang melalui saluran air hendaknya disimpan
dalam bak sampah medis dan dimusnahkan dengan incinerator (Adisasmito,
2007).
Kebijakan pembuangan sampah lokal hendaknya tercantum berbagai prosedur
yang digunakan bila terjadi tumpahan sampah medis. Peringatan hendaknya
disertakan terutama pada sampah yang dapat membahayakan petugas atau orang-
orang yang berkaitan dengan pengankutan/pembuangan sampah atau pembersihan
sampah atau kepada masyarakat umum. Prosedur tersebut hendaknya dikonsultasikan
dengan unit-unit yang berkaitan seperti unit pemadam kebakaran, kesehatan, polisi,
otorita air dan sampah serta Dinas Kesehatan.
Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan
adalah:
a. Incinerasi.
b. Sterilisasi dengan uap panas/autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 ºC.
Universitas Sumatera Utara
c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde).
d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai
desinfektan).
e. Inaktivasi suhu tinggi.
f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60).
g. Microwave treatment.
h. Grinding and shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah).
i. Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk
(Depkes RI, 2006).
2.7 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit
2.7.1 Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan dapat
dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologis atau gabungan ketiga sistem
pengolahan tersebut. Pengolahan limbah cara biologis digolongkan menjadi
pengolahan cara aerob dan pengolahan limbah cara anaerob (Ginting, 2007).
Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan
sebagian dari limbah tersebut merupakan limbah yang berbahaya. Sumber air limbah
rumah sakit dibagi atas tiga jenis yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Air Limbah Infeksius
Air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis seperti pemeriksaan
mikrobiologis dari poliklinik, perawatan penyakit menular, dll.
2. Air Limbah Domestik
Air limbah yang tidak berhubungan dengan tindakan medis yaitu berupa air
limbah kamar mandi, dapur, dll.
3. Air Limbah Kimia
Air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis,
Laboratorium, sterilisasi, riset, dll (Ginting, 2008)
Menurut Adisasmito (2007) dalam buku Sistem Manajemen Lingkungan
Rumah Sakit, Limbah cair rumah sakit terdiri dari limbah cair infeksius dan non
infeksius berasal dari kegiatan
1. Pelayanan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) pasien berupa limbah cair dalam kamar
mandi dan pencucian peralatan yang digunakan.
2. Laboratorium klinis, berupa air limbah dari pencucian peralatan laboratorium dan
sejenisnya.
3. Pengobatan/ perawatan klinis, terutama berasal dari kegiatan pencucian ginjal dan
pencucian peralatan.
4. Ruang operasi.
5. Laundry dan pembersihan ruang infeksi.
6. Emergency (Rawat Darurat).
Universitas Sumatera Utara
7. Radiologi.
2.7.2 Sifat Limbah yang dibuang ke saluran
Menurut Dirjen PPM & PL serta Pelayanan Medik Depkes RI (2002)
dalam Buku Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, sifat ukuran, fungsi dan
kegiatan rumah sakit mempengaruhi kondisi air limbah yang dihasilkan. Secara
umum air limbah mengandung buangan pasien, bahan otopsi jaringan hewan yang
digunakan di laboratorium, sisa makanan dari dapur, limbah laundry, limbah
laboratorium berbagai macam bahan kimia baik toksik maupun non toksik, dan lain-
lain. Apabila limbah laboratorium cukup besar (lebih dari 1 pin atau 0,568 liter)
disarankan untuk disediakan kontainer khusus atau dilakukan pengolahan khusus.
Limbah ini harus dipisah dan ditampung kemudian diolah secara kimia-
fisika, baru dialirkan bersama-sama dengan limbah cair lainnya dan diolah dengan
pengolahan secara biologis. Secara skematis penanganan limbah cair di rumah sakit
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.4. Penanganan Limbah Cair
Pembuangan Akhir
Pengolahan Lengkap Pra Pengolahan
Pengolahan B3 Badan Air
Sungai Laut
Sumber
Sludge Treatment
Berbahaya
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Adisasmito, 2007
Pengolahan air limbah dapat menggunakan teknologi pengolahan secara
biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses
secara biologi dapat dilakukan secara aerobik (dengan udara) dan anaerobik (tanpa
udara) atau kombinasi aerobik dan anaerobik. Proses biologis biasanya digunakan
untuk pengolahan air limbah dengan BOD yang tidak terlalu besar.
1. Pengolahan Biologi Aerobik
Pengolahan limbah secara biologis aerobik dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a) Proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture)
Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan
menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan
yang ada dalam air dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara
tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan
sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar/konvesional (standard
activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration,
oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya (Adisasmito, 2007).
b) Proses biologis dengan biakan melekat (attached culture)
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah
dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media
sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa
contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling
Universitas Sumatera Utara
filter atau biofilter, rotating biological contractor (RBC), contac
aeration/oxidation (aerasi kontak) (Adisasmito, 2007).
c) Proses biologis dengan sistem kolam atau lagoon
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam
adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan
waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme
yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai.
Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek
waktu tinggal dapat juga dilakukam proses aerasi. Salah satu contoh proses
pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam
stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-
kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi
(Adisasmito, 2007).
2. Pengolahan Biologi Anaerobik
Beberapa teknologi pengolahan limbah cair yang sering digunakan di rumah
sakit yaitu proses lumpur aktif (active sludge proces), reaktor putar biologis (rotating
biological contactor/RBC), proses aerasi kontak, proses pengolahan dengan biofilter
“up flow”, dan pengolahan dengan sistem “biofilter anaerob-aerob”. Untuk memilih
jenis teknologi atau proses yang akan digunakan untuk pengolahan air limbah,
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : karakteristik air limbah, jumlah
limbah serta standar kualitas air olahan yang diharapkan (Adisasmito, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Klasifikasi proses pengolahan air limbah secara biologis aerobik
Sumber : Said dkk, 2011
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Karakterisiti operasional proses pengolahan air limbah dengan Proses biologis.
JENIS PROSES
EFISIENSI PENGHILANGAN
BOD (%)
KETERANGAN
Lumpur Aktif Standar
85 – 95 -
Step Aeration
85 – 95 Digunakan untuk beban pengolahan yang besar.
Modified Aeration
60 – 75 Untuk pengolahan dengan kualitas air olahan sedang.
PPROSES BIOMASA
TERSUSPENSI
Contact Stabilization
80 – 90 Digunakan untuk pengolahan paket. Untuk mereduksi ekses lumpur.
High Rate Aeration
75 – 90 Untuk pengolahan paket, bak aerasi dan bak pengendap akhir merupakan satu paket. Memerlukan area yang kecil.
Pure Oxygen Process
85 – 95 Untuk pengolahan air limbah yang sulit diuraikan secara bilogis. Luas area yang dibutuhkan kecil.
Oxidation Ditch
75 – 95 Konstruksinya mudah, tetapi memerlukan area yang luas.
Universitas Sumatera Utara
Trickling Filter
80 – 95 Sering timbul lalat dan bau. Proses operasinya mudah.
PROSES BIOMASA MELEKAT
Rotating Biological Contactor
80 – 95 Konsumsi energi rendah, produksi lumpur kecil. Tidak memerlukan proses aerasi.
Contact Aeration Process
80 – 95 Memungkinkan untuk penghilangan nitrogen dan phospor.
Biofilter
Unaerobic
65 – 85 memerlukan waktu tinggal yang lama, lumpur yang terjadi kecil.
LAGOON Kolam stabilisai
60 – 80 memerlukan waktu tinggal yang cukup lama, dan area yang dibutukkan sangat luas
Sumber : Said dkk, 2011
2.7.3 Pengolahan sekunder dengan Lumpur Aktif (Actived Sludge)
Teknologi pengolahan limbah dengan Activated Sludge (Lumpur Aktif) ini
sangat cocok untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar. Karena jika diterapkan
untuk rumah sakit dengan kapasitas yang kecil, teknologi ini kurang ekonomis karena
biaya yang diperlukan cukup besar.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Diagram proses pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif
Sumber : Said dkk, 2011
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
Effluen = Limbah hasil pengolahan yang dibuang dapat dimanfaatkan kembali, misalnya untuk menyiram tanaman dan lain-lain
Gambar 2.7 Teknologi Pengolahan Limbah Sekunder dengan Actived Sludge
Sumber : Adisasmito, 2007
Prinsip kerja
Terdapat dua inti aktivitas dalam proses ini, yaitu :
a. Penguraian secara biologis pada tangki aerasi, periode tinggal kurang lebih 6-8
jam
b. Limbah dialirkan ke tangki sedimentasi lalu didiamkan, diharapkan lumpur
mengendap (kurang lebih 1-2 jam) sehingga air yang dapat dihasilkan cukup
jernih.
Limbah Cair
Tangki Aerasi Tertutup/Terbuka
Tangki Sedimentasi
Aerator
Badan Air
Lumpur
Efluent (Jernih)
Pelumatan/Dewartering Lumpur Diperas
Pengeringan Lumpur Sinar Matahari/Pemanasan
50% Lumpur Dialirkan Kembali Sebagai Pembenihan
(Mengandung Banyak Bakteri)
Universitas Sumatera Utara
TANAH
2.7.4 Pengolahan dengan sistem Kolam Oksidasi
Sistem kolam oksidasi ini telah dipilih untuk pengolahan air limbah rumah
sakit yang terletak ditengah-tengah kota karena tidak memerlukan lahan yang luas.
Kolam Oksidasinya dibuat bulat atau elip dan air limbah dialirkan secara
berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara
(aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk
mengendapkan benda-benda pada dan lumpur lainnya. Selanjutnya air yang sudah
nampak jernih dialirkan ke bak klorinasi sebelum dibuang ke dalam sungai atau
kebadan air lainnya. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan
pada sludge drying bed.
Gambar 2.8 Pembagian Kolam Oksidasi
Sumber : Adisasmito, 2007
2.7.5 Pengolahan dengan sistem Biofilter
2.7.5.1 Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter "Up Flow"
Proses pengolahan air limbah dengan biofilter "up flow" ini terdiri dari bak
pengendap, ditambah dengan beberapa bak biofilter yang diisi dengan media kerikil
atau batu pecah, plastik atau media lain. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam
SUMUR
25 M
PENGURAIAN STABILISASI PEMATANGANA
Limbah Cair
Universitas Sumatera Utara
air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Bak pengendap
terdiri atas 2 ruangan, yang pertama berfungsi sebagai bak pengendap pertama,
sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur sedangkan ruang kedua
berfungsi sebagai pengendap kedua dan penampung lumpur yang tidak terendapkan
di bak pertama, dan air luapan dari bak pengendap dialirkan ke media filter dengan
arah aliran dari bawah ke atas.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh
lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat
organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter
kemudian dibubuhi dengan khlorine atau kaporit untuk membunuh mikroorganisme
patogen, kemudian dibuang langsung ke sungai atau saluran umum. Skema proses
pengolahan air limbah dengan biofilter "Up Flow" dapat dilihat seperti terlihat dalam
Gambar dibawah ini.
Gambar 2.9 Diagram proses pengolahan air limbah dengan sisten biofilter "Up Flow"
Sumber : Said dkk, 2007
Universitas Sumatera Utara
2.7.5.2 Proses Pengolahan Dengan Sistem Biofilter Anaerob-Aerob
Proses ini pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob ini merupakan
pengembangan dari proses biofilter anaerob dengan proses aerasi kontak Pengolahan
air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni
bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir,
dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor.
Skema proses pengolahan air limbah rumah tangga dengan sistem biofilter
anaerob-aerob dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Gambar 2.10 Diagram proses pengolahan air limbah rumah tangga (domistik) dengan proses biofilter anaerob-aerob.
Sumber : Said dkk, 2011
Universitas Sumatera Utara
2.7.6 Pengolahan dengan Sistem Aerasi Kontak
Proses pengolahan air limbah dengan aerasi ini merupakan pengembangan
dari proses lumpur aktif dan proses biofilter. Pengolahan air limbah dengan proses
aerasi kontak ini terdiri dari dua bagian yakni pengolahan primer dan pengolahan
sekunder.
a. Pengolahan Primer
Pada pengolahan primer ini, air limbah dialirkan melalui saringan kasar (bar
screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun, kertas,
plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendapan awal,
untuk mengendapkan parikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak
pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengontrol aliran.
b. Pengolahan Sekunder
Proses pengolahan sekunder ini terdiri dari bak kontaktor anaerob (Anoxic)
dan bak kontaktor aerob. Air limpasan dari bak pengendapan awal dipompa dan
dialirkan ke bak penenang, kemudian dari bak penenang air limbah mengalir ke
kontaktor anaerob dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Di dalam bak
kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu
split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan
kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Air limpasan dari bak kontaktor
anaerob dialirkan ke bak aerasi. Di dalam bak aerasi ini diisi dengan media dari
bahan platik (Polyethylen), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau
dihembus dengan udara sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat
Universitas Sumatera Utara
organik yang ada di dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan
media. Dengan demikian air limbah akan dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi
dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal
tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik. Proses ini sering
dinamakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).
2.7.7 Pengolahan dengan Sistem Kolam Aerasi atau Kolam Stabilisasi
Sistem pengolahan air limbah “kolam stabilisasi” adalah memenuhi semua
kriteria tersebut diatas kecuali masalah lahan yang diperlukan, sebab untuk kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas, maka biasanya sistem ini dianjurkan
untuk rumah sakit di pedalaman (di luar kota) yang biasanya masih tersedia lahan
yang cukup. Sistem ini hanya terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
a. Pump (Pompa air kotor)
b. Stabilization Pond (Kolam Stabilisasi) biasanya 2 buah
c. Bak klorinasi
d. Control Room (Ruangan untuk Kontrol)
e. Inlet
f. Interconnection antara 2 kolam stabilisasi
g. Outlet dari kolam stabilisasi menuju ke sistem chlorinasi (Bak Chlorinasi)
2.7.8 Anaerobic Filter Treatment System
Proses pengolahan anaerobik yaitu proses pengolahan air yang menggunakan
organisme yang aktif dimana oksigen tidak ada dan proses ini ditunjukkan oleh
proses fermentasi metan. Sebagai hasil fermentasi metan oleh bakteri anaerobik zat
Universitas Sumatera Utara
organik yang komplek seperti karbohidrat, lemak dan protein dibusukkan ke dalam
metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2).
Proses pengolahan anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah air limbah
yang konsentrasinya tinggi atau lumpur, seperti pengolahan pada kotoran manusia
atau air limbah dari proses fermentasi alkohol dari tetes. Pada umumnya air limbah
yang di proses dengan pengolahan anaerobik dilanjutkan dengan pengolahan aerobik.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain
sebagai berikut :
a. Pump Sump (Pompa Air kotor)
b. Septic Tank (Inhoff Tank)
c. Anaerobic Filter
d. Stabilization Tank (Bak Stabilisasi)
e. Chlorination Tank (Bak Chlorinasi)
f. Sludge Drying Bed (Tempat Pengeringan Lumpur)
g. Control Room (Ruang Control)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari
besar kecilnya rumah sakit atau jumlah tempat tidur, maka konstruksi anaerobic
Filter Treatment System dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut misalnya :
a. Volume Septic Tank
b. Jumlah Anaerobik Filter
c. Volume Stabilization Tank
Universitas Sumatera Utara
d. Jumlah Chlorinasi Tank
e. Jumlah Sludge drying bed
f. Perkiraan luas lahan yang diperlukan.
2.8 Persyaratan Limbah Cair Rumah Sakit
Menurut Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit, limbah cair rumah sakit harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
1. Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan
karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan
penyimpangannya.
2. Saluran pembungan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap
air dan limbah harus mengalir dengan lancar serta terpisah dengan saluran air
hujan.
3. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau
bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang mememnuhi
persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan
air limbah perkotaan.
4. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit harian
limbah yang dihasilkan
5. Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan saluran air limbah
harus dilengkapi/ditutup dengan grill.
Universitas Sumatera Utara
6. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola sesuai
kebutuhan yang berlaku melalui kerjasama dengan pihak lain atau pihak yang
berwenang.
7. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent) dilakukan setiap
bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
8. Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena zat
radioaktif, pengelolaanya dilakukan sesuai ketentuan BATAN
9. Parameter radioaktif diperlukan bagi rumah sakit sesuai dengan bahan
radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang bersangkutan.
2.9 Kerangka konsep
Gambar 2.11 Kerangka Konsep
Sumber daya penanganan limbah padat dan cair:
- Tenaga/Petugas - Dana - Sarana dan
prasarana - Pedoman teknis
Penanganan limbah padat :
- Pemilahan/penampungan
- Pengumpulan - Pemindahan
dan pengangkutan
- Penyimpanan sementara
- Pembuangan/ph
KepMenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/
2004
Penanganan limbah cair: - Saluran - Penampungan - Pengolahan/
pembuangan
Analisis pengelolaan limbah padat dan cair RSU dr. Djasamen Sragih Pematangsiantar
Universitas Sumatera Utara