sampah

6
Pelatihan mengolah sampah rumah tangga "Sebagai wakil Allah SWT di bumi, kita mendapat titipan memelihara apa yang ada di bumi. Kita diberi Allah SWT makanan, pakaian, rumah, semuanya dari hasil bumi. Lalu apakah pantas kita kembalikan sebagai sampah dan racun yang merusak bumi?" Itu adalah tulisan pak Djamaludin Suryohadikusumo, mantan menteri Kehutanan RI yang sangat peduli lingkungan, dan di masa purna tugasnya masih melakukan pekerjaan sosial bersama-sama bu Niniek - istrinya - membuat Kebun Karinda di lingkungan rumahnya yang merupakan tempat pelatihan pengolahan sampah menjadi kompos skala rumah tangga. Selama ini, jujur, saya masih menganut paham "Jangan buang sampah sembarangan !!" Artinya, saya juga mengajarkan anak-anak untuk 'buanglah sampah di tempat sampah'. Ternyata memang sekarang itu aja ngga cukup . Belakangan ini, saya memang sudah mulai sedikit-sedikit memisahkan sampah dapur (organik) dengan sampah plastik (anorganik). Tapi masih belum konsisten karena masih belum ngerti sesudah dipisahkan lalu mau diapain sampah organiknya. Sebenernya sih, sudah lama juga saya pengen ikut pelatihan di kebun karinda, tapi kesempatan itu baru ada kemarin. Sesudah kebun TOGA ( tanaman obat keluarga ) mulai berjalan di lingkungan kami, kami pengurus arisan berpikir mungkin program berkebun ini bisa 'disambung' dengan program pengolahan sampah rumah tangga. Dan beberapa waktu yang lalu, saya dapat kesempatan bicara di depan forum arisan ibu-ibu mengenai pengolahan sampah rumah tangga. Pertanyaan pertama yang saya ajukan pada mereka adalah "Bagaimana cara ibu 'membuang' sampah ?" Hampir 100% mengatakan "Buang segala macam sampah ke tempat sampah dalam rumah, masuk dalam plastik kresek, diiket, buang ke tempat sampah depan rumah, lalu diangkut deh oleh petugas kebersihan..." Ok, lalu....dibawa ke mana sampah-sampah itu oleh petugas kebersihan di perumahan ? Sebagian besar ibu masih bisa menjawab, dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS), tapi sesudah dari sana entah diangkut ke mana lagi

description

m

Transcript of sampah

Pelatihan mengolah sampah rumah tangga

"Sebagai wakil Allah SWT di bumi, kita mendapat titipan memelihara apa yang ada di bumi. Kita diberi Allah SWT makanan, pakaian, rumah, semuanya dari hasil bumi. Lalu apakah pantas kita kembalikan sebagai sampah dan racun yang merusak bumi?"

Itu adalah tulisan pak Djamaludin Suryohadikusumo, mantan menteri Kehutanan RI yang sangat peduli lingkungan, dan di masa purna tugasnya masih melakukan pekerjaan sosial bersama-sama bu Niniek - istrinya - membuat Kebun Karinda di lingkungan rumahnya yang merupakan tempat pelatihan pengolahan sampah menjadi kompos skala rumah tangga.

Selama ini, jujur, saya masih menganut paham "Jangan buang sampah sembarangan !!"Artinya, saya juga mengajarkan anak-anak untuk 'buanglah sampah di tempat sampah'.Ternyata memang sekarang itu aja ngga cukup .

Belakangan ini, saya memang sudah mulai sedikit-sedikit memisahkan sampah dapur (organik) dengan sampah plastik (anorganik). Tapi masih belum konsisten karena masih belum ngerti sesudah dipisahkan lalu mau diapain sampah organiknya.

Sebenernya sih, sudah lama juga saya pengen ikut pelatihan di kebun karinda, tapi kesempatan itu baru ada kemarin. Sesudah kebun TOGA ( tanaman obat keluarga ) mulai berjalan di lingkungan kami, kami pengurus arisan berpikir mungkin program berkebun ini bisa 'disambung' dengan program pengolahan sampah rumah tangga.

Dan beberapa waktu yang lalu, saya dapat kesempatan bicara di depan forum arisan ibu-ibu mengenai pengolahan sampah rumah tangga. Pertanyaan pertama yang saya ajukan pada mereka adalah "Bagaimana cara ibu 'membuang' sampah ?"

Hampir 100% mengatakan "Buang segala macam sampah ke tempat sampah dalam rumah, masuk dalam plastik kresek, diiket, buang ke tempat sampah depan rumah, lalu diangkut deh oleh petugas kebersihan..."

Ok, lalu....dibawa ke mana sampah-sampah itu oleh petugas kebersihan di perumahan ?Sebagian besar ibu masih bisa menjawab, dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS), tapi sesudah dari sana entah diangkut ke mana lagi oleh petugas Dinas Kebersihan Kota.

Yang jelas, sebagian besar kita yang tinggal di perumahan - termasuk saya - merasa sesudah sampah hilang dari pandangan mata kita, kita menganggap sudah menjaga kebersihan lingkungan.

Padahal sebenernya, sampah kita yang mungkin cuma 1 kantong plastik 'kresek', sampai di TPS bergabung dengan 'teman2nya' sesama kantong plastik 'kresek' di satu perumahan itu menjadi bukit 'kecil', bau, kotor, dan jadi sumber penyakit.

Belum selesai di sini, mereka semua ( kantong2 plastik kresek ) diangkut lagi dan berkumpul lagi dengan 'teman2nya' di Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ) menjadi gunung 'besar' yang jelek, bau, kotor, beracun dan beratnya berton-ton ! Dan di sana juga numpuk ngga bisa diapa-apain, karena semua bercampur baur...

Lalu muncullah berita, TPA di daerah sana longsor menimpa rumah2 penduduk, atau Bandung menjadi lautan sampah, dst. Belum lagi banjir, penyakit dan pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh sampah2 itu.

Kita cuma bisa prihatin dan mungkin yang ada dalam benak kita...aah, kan kita 'cuma' berkontribusi menyumbang 1 kantong plastik 'kresek' aja sehari kok. Bener ngga ?

Sesudah itu saya juga masih bertanya,"Apa ada ibu yang membakar sampahnya ?" Alhamdulillah semua menjawab,"Wah, kalau dibakar kan polusi". Iya memang, selain polusi dan bisa 'dipentung' tetangga, juga bisa memperparah pemanasan global.

Dan mudah2an sih, ngga ada di antara teman-teman yang menganggap jalan dan sungai itu adalah 'tempat sampah raksasa'..hehehe...

Hmmm...rasanya kok ngga adil ya kalau kita sebagai manusia penghasil sampah cuma bisa menyalahkan Dinas Kebersihan kota kalau ngeliat sampah kota berserakan di mana-mana, dengan alasan "Kan kita sudah bayar uang kebersihan" selanjutnya kan jadi urusan pemerintah kota...

Lalu, apa sih yang bisa kita lakukan ?

Kita harus merubah mind set kita dari "buang sampah pada tempatnya" menjadi "jangan malas memilah sampah". Mulai dari diri kita sendiri, dari rumah tangga kita sendiri aja dulu..

Saya juga sempet berpikir, duh, kayaknya kok susah ya mengolah sampah jadi kompos....gimana caranya yaaa ??

Alhamdulillah, kemarin saya dan keluarga bersama teman-teman kompleks perumahan tempat saya tinggal, bisa belajar mengolah sampah dan pembibitan tanaman di Kebun Karindanya Bapak Ibu Djamaludin yang terletak di daerah Lebak Bulus Jakarta Selatan.

Dan ternyata...bapak ibu Djamal bisa membuat pekerjaan yang tadinya ( di mata saya ) keliatannya susah dan sangat teoritis, jadi keliatan sederhana...dan bisa langsung dipraktekin di rumah, terutama karena blio juga menyediakan keranjang sakti tempat pengomposan, lengkap dengan petunjuk penggunaannya.

keranjang sakti Takakura

Ini sebagian ilmu yang bisa saya share di sini tentang bagaimana mengolah sampah organik rumah tangga menjadi kompos.

Pertama, pilahkan sampah organik ( sampah dapur dan halaman ) dan sampah non organik. Komposisi terbesar dari sampah rumah tangga sekitar 70% sebenarnya adalah sampah organik. Dan ini bisa 'ditahan' di rumah, dan diolah menjadi kompos.

Jenis sampah organik yang bisa diolah menjadi kompos itu adalah :

sampah sayur baru

sisa sayur basi, tapi ini harus dicuci dulu, peras, lalu buang airnya

sisa nasi

sisa ikan, ayam, kulit telur

sampah buah ( anggur, kulit jeruk, apel dll ). Tapi tidak termasuk kulit buah yang keras seperti kulit salak.

Sampah organik yang tidak bisa diolah :

protein seperti daging, ikan, udang, juga lemak, santan, susu karena mengundang lalat sehingga tumbuh belatung

biji2 yang utuh atau keras seperti biji salak, asam, lengkeng, alpukat dan sejenisnya. Buah utuh yang tidak dimakan karena busuk dan berair seperti pepaya, melon, jeruk, anggur.

sisa sayur yang berkuah harus dibuang airnya, kalau bersantan harus dibilas air dan ditiriskan.

Kedua, semua sampah itu dicacah/dipotong kecil2/ digunting2 jadi kecil, trus masukin deh ke keranjang sakti Takakura, dan diaduk2 dengan kompos activator (kompos lama) . Setiap hari bisa dimasukin sampah baru. Untuk keluarga yang anggotanya sekitar 4-7 orang, keranjang ini akan penuh dalam waktu sekitar 2-4 bulan. Jadi kita bisa panen kompos sekitar 2-4 bulan kemudian. Dan kalau prosesnya benar, maka pengomposan ini sama sekali ngga menimbulkan bau busuk.

Dan istimewanya lagi, kompos yang dihasilkan ini bisa dipake kapan aja dan terserah berapa banyak untuk mupuk tanaman kita...

Udah deh, gitu aja...simpel kan..

Iya, kenapa kita ngga mulai mengubah kebiasaan 'membuang' sampah menjadi 'mengolah' ?

Ayo, siapa yang berminat bergabung dengan jutaan orang di seluruh dunia yang berusaha menjaga kebersihan dan kelestarian alam ?

Bersama pak Djamal di depan Kebun Karinda sebagai kebun percontohan, penyuluhan, pelatihan, termasuk juga pembibitan dan pengomposan.

http://catatanlita.blogspot.com/2007/07/pelatihan-mengolah-sampah-rumah-tangga.htmlPakar Sampah Jepang Ajari Kelola Sampah Rumah Tangga

SURABAYAMIOL: Pakar sampah dari Jepang mengajari warga kota Surabaya di seputar Universitas Surabaya (Ubaya) untuk mengelola sampah rumah tangga (RT) secara praktis.

"Hal itu terkait dengan kerjasama antara Pemkot Surabaya, Pemkot Kita-khyusu, dan Ubaya," kata Humas Pusat Pemberdayaan Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Ubaya, Alpha Savitri, Kamis.

Di sela-sela seminar "Teknososial Pengelolaan Sampah Rumah Tangga" di Ubaya itu, ia menjelaskan pakar sampah dari Jepang yang dimaksud adalah Prof Koji Takakura dari JPEC Jepang.

"Dia mengajari pengelolaan sampah rumah tangga dengan memasukkan sampah basah ke dalam keranjang sampah yang diisi sekam dan pupuk sehingga menjadi kompos secara otomatis," katanya.

Menurut dia, cara praktis mengelola sampah rumah tangga itu merupakan alternatif yang mudah bagi warga kota Surabaya dan bermanfaat bagi kota Surabaya yang memiliki sampah organik hingga 70 persen.

"Praktek pengelolaan sampah seperti itu telah kami laksanakan di dua kelurahan yakni RW XIV kelurahan Kalirungkut, kecamatan Rungkut, dan RW IV kelurahan Tenggilis Mejoyo, kecamatan Tenggilis Mejoyo," katanya.

Bahkan, katanya, upaya yang dilakukan sejak Oktober 2004 itu didukung sepenuhnya oleh staf ahli kementerian Lingkungan Hidup JICA, Tetsuro Fujitsuka, dan staf ahli Lingkungan Hidup Pemkot Kita-khyusu, Emiko Murakami.

"Kerjasama kami (Pusdakota Ubaya) dengan Pemkot Surabaya dan Pemkot Kita-khyusu memang meliputi teknologi, pengorganisasian masyarakat peduli sampah, dan pendidikan Lingkungan Hidup," katanya.

Ke depan, katanya, kerjasama ketiga lembaga akan ditingkatkan pada pengelolaan sampah di pasar, rumah sakit, dan sebagainya.

Seminar itu menampilkan pembicara yakni staf ahli kementerian Lingkungan Hidup JICA, Tetsuro Fujitsuka; staf ahli Lingkungan Hidup Pemkot Kita-khyusu, Emiko Murakami; Kepala Dinas Kebersihan Kota Surabaya Ir Samsul Arifin MM; dan Christianto (Pusdakota).

"Alternatif terbaik memang mengurangi sampah dari sumber-nya melalui proses pemilahan, karena di Surabaya ada 8.700 meterkubik sampah setiap hari," kata Kepala Dinas Kebersihan Kota Surabaya Ir Samsul Arifin MM.

Selain itu, katanya, daur-ulang sampah menjadi kompos merupakan cara paling ramah lingkungan dibanding pembakaran sampah dengan incenerator, membuang sampah di belakang rumah, dan membuang sampah di sembarang tempat, termasuk sungai. (Ant/O-2)

http://gtps.ampl.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=55&Itemid=57