Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk...

15
1 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin redaksi panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas terbitnya edisi pertama bulletin ASWAJA. Kelahiran bulletin ini tentu bu- kan hanya sebagai ajang “gaya-gayaan” apalagi ikut-ikutan, namun merupak- an ajang pembuktian diri bahwa selama ini, redaksi sedang mempersiapkan sesuatu yang baru dan besar di INSURI yang akan dibagikan kepada pem- baca sekalian melalui berbagai rubrik dalam buletin. Mungkin redaksi sedikit terlambat memulai, tetapi keterlambatan ini bukan berarti wujud ketidaksiapan melainkan karena redaksi ingin mempersiakan kehadiran buletin ini dengan sebaik-baiknya. Pada edisi pertamanya, redaksi Buletin Sunan Giri menyajikan beberapa hal mengenai Insuri yang selama ini belum diketahui oleh pembaca dan berbagai informasi yang sekiranya membuat pembaca mendapatkan sesuatu yag baru. Redaksi sangat yakin bahwa edisi pertama ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, sehingga demi kemajuan di edisi selanjutnya, redaksi membuka lebar pintu saran dan kritik dari para pembaca. Salam hangat, Redaksi Sunan Giri Wassalamualaikum Wr. Wb. Redaksi Buletin Sunan Giri: Penanggung jawab Ahmad Syafi’i SJ, M.Si. Anggota Rizki Amalia S, M.Pd. Heri Setiawan, S.Kom.I. Suwanto, SE.Sy. Alamat Jl. Batoro katong No.32, Ponorogo, Jawa Timur 63411 Telp. (0352) 461037 HP. 081332007779 Salam Redaksi Mengenal INSURI lebih dekat Relasi Agama dan Budaya: Mencari Titik Temu antara Nilai-nilai Syari’at dan Adat Liputan Khusus: Wisuda Insuri Sekilas Kegiatan Mahasiswa Liputan Utama: Universitas NU dan Masa Depannya Kita Perlu Tahu: Menengok Pabrik Canggih Dibentuknya Manusia: Plasenta Batoro Katong’s Dreams, Pesantren dan Politik di Ponorogo (Analisis Psiko-historis) Dari INSURI untuk Negeri Kalam Hikmah Dosen INSURI terima BEASISWA S3 INSURI di Masa Datang 2 15 9 25 4 21 10 26 27 8 24

Transcript of Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk...

Page 1: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

1Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin redaksi panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas terbitnya edisi pertama bulletin ASWAJA. Kelahiran bulletin ini tentu bu-kan hanya sebagai ajang “gaya-gayaan” apalagi ikut-ikutan, namun merupak-an ajang pembuktian diri bahwa selama ini, redaksi sedang mempersiapkan sesuatu yang baru dan besar di INSURI yang akan dibagikan kepada pem-baca sekalian melalui berbagai rubrik dalam buletin. Mungkin redaksi sedikit terlambat memulai, tetapi keterlambatan ini bukan berarti wujud ketidaksiapan melainkan karena redaksi ingin mempersiakan kehadiran buletin ini dengan sebaik-baiknya.

Pada edisi pertamanya, redaksi Buletin Sunan Giri menyajikan beberapa hal mengenai Insuri yang selama ini belum diketahui oleh pembaca dan berbagai informasi yang sekiranya membuat pembaca mendapatkan sesuatu yag baru. Redaksi sangat yakin bahwa edisi pertama ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, sehingga demi kemajuan di edisi selanjutnya, redaksi membuka lebar pintu saran dan kritik dari para pembaca.

Salam hangat, Redaksi Sunan Giri

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Redaksi Buletin Sunan Giri: Penanggungjawab AhmadSyafi’iSJ,M.Si. Anggota Rizki Amalia S, M.Pd. Heri Setiawan, S.Kom.I. Suwanto, SE.Sy. Alamat Jl. Batoro katong No.32, Ponorogo, Jawa Timur 63411 Telp. (0352) 461037 HP. 081332007779

Salam Redaksi

Mengenal INSURI lebih dekat

Relasi Agama dan Budaya: Mencari Titik TemuantaraNilai-nilaiSyari’atdanAdat

Liputan Khusus: Wisuda Insuri

Sekilas Kegiatan MahasiswaLiputan Utama: Universitas NU dan Masa Depannya

Kita Perlu Tahu: Menengok Pabrik Canggih Dibentuknya Manusia: Plasenta

BatoroKatong’sDreams,PesantrendanPolitik di Ponorogo (Analisis Psiko-historis)

Dari INSURI untuk Negeri

Kalam Hikmah

Dosen INSURI terima BEASISWA S3

INSURI di Masa Datang2

15

9

254

21

10

26

27

8

24

Page 2: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

2 3Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

Pendiri INSURI membentuk suatu Yayasan yang bernama “YAYASAN PER-GURUAN TINGGI BATORO KATONG PONOROGO” dengan Akte Notaris RN Sinulinggo, SH. Nomor 17 tanggal 22 Agustus 1974, dengan susunan pengu-rus: Ketua I K.H. Oemar Achmadi, Ketua II H. Muchari Hadisarjono, Ketua III Drs. Adam Basori, Sekretaris Drs. A. Cho-liq Ridwan, Bendahara Drs. Hery Aman Zainuri, dan anggota Drs. Syarwani Maksum, Drs. Wagijo, Drs. Tontowi Dja-maludin serta Drs. Imam Sajuti Farid.

INSURI Ponorogo disahkan berdirinya pada tanggal 8 Nopember 1968 M (17 Sya’ban 1388 H) oleh Drs. Maksum Umar Wakil Rektor Universitas NU Sunan Giri Malang. Dalam musyarawah kerja Pimp-inan dan Dosen Perguruan Tinggi NU se Jawa Timur dan Jawa Tengah tanggal 24 s/d 25 Juni 1972 maka nama UNU

Mengenal INSURI lebih dekat

diubah menjadi Universitas Sunan Giri dengan disingkat UNSURI. Insuri memi-liki Visi yaitu Perguruan Tinggi unggul, berorientasi masa depan, sebagai pusat kajian Islam dan budaya, berakhlakul karimah ala Ahlussunah wal jama’ah an Nahdhiyah. Misi meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian masyarakat yang ber-pihak pada kemaslahatan umat yang mengembangkan dan menyebarluaskan akses pendidikan, budaya dan nilai-nilai keislaman berlandaskan Ahlussunah wal jama’ah an Nahdhiyah, mengembangkan manajemen pengelolaan institut yang akuntabel dengan pencitraan publik dan tata kelola yang baik (good governance). Untuk tujuan yaitu mengembangkan ilmu-ilmu keislaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-

hatan umat, menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas, beriman dan bertaqwa serta mampu bersaing di era global dengan tetap berpegang teguh pada Ahlussunah wal jama’ah an Nahd-liyah, dan mewujudkan Insuri sebagai perguruan tinggi keislaman yang berta-takelola baik (good governance).

Pada tahun 2013 – 2017 ini pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama yaitu Pembina Drs. H. Herry Aman Zainuri, M.Ag. dan Drs. H. A. Cho-liq Ridwan, Ketua Drs. H. Moh. Muhsin, Sekretaris Drs. H. Khoirul Fatha, M.Pd.I., Bendahara Alim Nurfaizin, M.Si., Ang-gota DR. Murdianto, M.Si., Drs. Sugeng Hariono, ST., Drs. H. Marwan Salahuddin, M.Ag., Asaduddin Lukman, M.Pd.I., dan Pengawas Drs. Fathul Aziz, M.A.

Untuk susunan organisasi Pengelola Insuri Ponorogo periode 2014-2017 adalah Rektor Drs. H. Imam Sayuti Farid, SH, Msi., Pembantu Rektor I DR. Murdi-anto, M.Si., Pembantu Rektor II H. Kade-nun Hasan, M.Ag., Pembantu Rektor III Drs. Moh Daroini, M.Pd.I. Di Fakultas Tarbiyah, Dekan Drs. Bahtiar, M.Pd.I., Ketua Prodi PAI Samsudin, S.Pd.I., M.Pd. , Ketua Prodi PBA Faiq Ainurrofiq, S.Pd.I., M.A., Ketua Prodi PGMI Nanik Setyowati, M.Pd.I., Ketua Prodi PGRA Umi Hanifah, M.Pd.I. Di Fakultas Dakwah DekanDrs. H. Wahyu Ari Basuki, M.Si., Ketua Prodi KPI Tajul Mujahidin, S.Ag, M.Pd.I., Ket-ua Prodi PMI Agus Setyawan, M.Si. Di Fakultas Syari’ah, Dekan Ahmad Syafi’i SJ, S.H.I, M.S.II., Ketua Prodi Mua Suad

Fikriawan, M.A. Untuk Program Pas-casarjana, Direktur Dr. H. M. Marwan Shalahuddin, M.Ag., dan Ketua Prodi Moh. Asvin Abdurrahman, S.Pd.I, M.Pd.I. Di luar fakultas, terdapat Kepala Biro Admin Jauhan Budiwan, S.I.P, M.Ag., Ke-pala LP2M DR. Abid Rahmanu, M.H.I., Kepala LPMP Drs. Subandi, M.Pd.I., Ke-pala Perpustakaan Drs. H. Moh. Junaidi, Kepala Lab. Komputer Fuad Fitriawan, S.Si, M.Si., dan Kepala Lab. Bahasa Kholis Zamroni, S.Pd, M.Pd.I.

Insuri sebagai satuan pendidikan tinggi yang menyelenggarakan program pen-didikan akademik dan atau professional dalam kelompok ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian yang berlan-daskan Islam (sejenis) telah memiliki tiga fakultas dan lima jurusan/program studi serta satu Program Pascasarjana. Fakultas Tarbiyah, dengan Program Studi Pendidikan Agama Islam (Pro-gram Sarjana S1), Pendidikan Bahasa Arab (Program Sarjana S1), Pendidi-kan Guru MI (Program Sarjana S1), dan Pendidikan Guru RA (Program Sarjana S1). Fakultas Dakwah, dengan Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (Program Sarjana S1) dan Pengemban-gan Masyarakat Islam ((Program Sarja-na S1). Fakultas Syari’ah, Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah (Mu’amalah) (Program Sarjana S1). Program Pascasa-rjana, Program Studi Pendidikan Islam dengan konsentrasi Pendidikan Agama Islam dan Manajemen Pendidikan Islam (Program Sarjana S2).

Page 3: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

4 5Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

Cendekiawan kondang, Almarhum Prof Nurcholish Madjid atau yang akrab disapa Cak Nur, suatu ketika pernah bikin prediksi kecil-kecilan. Nahdlatul Ulama (NU), katanya, bakal mengalami masa “panen raya” munculnya generasi muda intelektual baru dalam 25 tahun ke depan. Mereka-lah yang akan mewarnai diskursus keislaman di tanah air.

Prediksi itu dilontarkan Cak Nur pada pertengahan tahun 1990-an, setelah menyaksikan kehausan intelektual dalam diri sejumlah anak muda NU. Rata-rata mereka lulusan pesantren dan madrasah, dibentuk dalam mileu, spirit dan mentalitas pesantren, yang lalu berkesempatan melanjut-kan belajar di perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri. Saat itu Kiai Abdurrahman Wahid, kolega Cak Nur

Universitas NU dan Masa Depannya*

Oleh: Mh Nurul Huda

sesama asal Jombang, dinilai mampu menempatkan diri sebagai pemimpin, pengayom dan inspirator generasi muda, sekaligus menjadi lokomotif pe-rubahan sosial dan gerakan pemikiran di tubuh organisasi sosial keagamaan ini. Gus Dur bukan hanya seorang penu-lis produktif dengan pikiran yang brilian dan melintasi batas, ia juga sepenuhnya tahu “how to get something done”.

Selanjutnya penulis tidak tahu apakah masa “panen raya” itu telah tiba. Adakah gambaran detilnya corak generasi baru itu bekerja sebagai intelektual “individu-al”, ataukah menjadi bagian integral dari gerakan epistemik dan organik dari ba-sis komunitas masyarakatnya yang lebih besar. Bila yang terakhir coraknya, maka itu berarti mereka cenderung akan ber-watak populis dalam pengertian men-jadi bagian dari tindakan kolektif dari suatu “political project” berskala besar untuk membebaskan sektor-sektor so-sial yang termarjinalkan dalam kehidu-pan, serta bersifat egalitarian yang ber-orientasi terwujudnya perubahan sosial yang berlangsung secara substansial. Mengenai hal-hal itu, biarlah pengamat dan penulis lain yang menilainya.

Sambil mendengarkan penilaian itu –meskipun sebagian besar terdengar san-gat menggembirakan, ada baiknya kita mencatat perkembangan-perkemban-gan baru yang belakangan sedang ber-langsung. Dalam sepuluh tahun terakhir, bersamaan dengan tumbuhnya wacana Islam Nusantara (sebagai gerakan epis-

temik sekaligus artikulasi pengetahuan-diri, self-knowing), PBNU mendirikan se-jumlah universitas di berbagai tempat. Setidaknya hingga sekarang ada 24 uni-versitas, institut maupun sekolah tinggi yang berbadan hukum resmi Perkum-pulan Nahdlatul Ulama. Yang terbaru adalah Universitas Nahdlatul Ulama In-donesia di Jakarta.

Rupanya NU terus bergerak maju, dibu-kanya aneka program studi ilmu-ilmu humaniora, sains dan teknologi di semua universitas yang didirikan. Tanpa sedikit pun mengabaikan bidang ilmu-ilmu keis-laman, paling tidak peranan pesantren –seminari-nya Islam-- dalam menjalankan tugas moral dan nilai-nilai etik menjadi bagian utama dari spirit universitas. Seb-agaimana dinyatakan Prof Said AqilSiradj dalam sambutan peresmian Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia:

”Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia didedikasikan untuk anak bangsa yang mempunyai spirit maju dan berperan aktif membangun peradaban (syuhud tsaqafiy) melalui pengembangan ilmu pengetahuan (science) dan teknologi. Mencetak ma-hasiswa yang memiliki keimanan, ketak-waan, dan keilmuan yang tinggi adalah tujuan utama UNU Indonesia. Integrasi ketiganya adalah sebuah keniscayaan untuk melahirkan ilmuwan yang mampu menjawab tantangan zaman”.

Pidato Ketua Umum PBNU diatas bila direnung-renungkan menyiratkan satu visi besar. Tidak hanya memproduksi intelektual, universitas ini dimaksudkan

* Diunduh dari NU Online (www.nu.or.id)

Mh Nurul Huda, pekerja budaya, dosen Program Studi Sosiologi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia di Jakarta

Liputan Khusus

Page 4: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

6 7Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

untuk membangun peradaban (syuhud tsaqafiy) dengan spiritualitas sebagai pondasi kulturalnya.

Sekonyong-konyong, penulis lalu terin-gat kembali catatan-catatan Prof Nur-cholish Madjid tahun 1970-an tentang pendidikan pesantren. Katanya, lem-baga ilmiah di Barat yaitu universitas-universitas sebagian bercikalbakal dari lembaga keagamaan, yakni seminari gereja atau semacam “pesantren” Kris-ten. Tetapi karena terkena hukum besi modernisasi, ilmu pengetahuan ini akh-irnya bersikap independen atau sedikit-nya otonom dari teologi, dan menempuh jalan pertumbuhannya sendiri sehingga tak lagi berada dalam kontrol agama (Kristen). Diibaratkan sebuah busur, ge-reja telah rnelepaskan anak panah ilmu pengetahuan, namun sayangnya anak panah itu melesat begitu hebat sehingga tidak lagi dapat diketemukan kembali (Bilik-Bilik Pesantren, 1997).

Di Indonesia, sedikit tanda-tanda uni-versitas bergerak seperti busur panah macam itu. Skema modernisme tidak selamanya jalan. Setidaknya Universitas Nahdlatul Ulama, sepengetahuan penulis, merupakan transformasi besar dari spirit pesantren ke dalam tubuh universitas.

Apalagi trend global sekarang juga menunjukkan sesuatu yang lain. Ber-laku di berbagai universitas di banyak negara, sistem pedagogi sedang menuju ke arah sintesis atau konvergensiantara pendidikan sains yang menekankan as-

pek intelektual-kognitif dan penguasaan skill yang bersumber dari spirit rasion-alitas, dan pendidikan moral, etika dan kearifan lokal yang bersumber dari nilai-nilai spiritualitas dan tradisi agung (gre-attradition) masyarakatnya.

Perkembangan yang konstruktif ini me-mandang pendidikan bersifat integratif dan holistik. Menggabungkan kecer-dasan intelektual dan aspek psycho-spiritual manusia.

Kini, tren pendidikan sedang menuju ke arah model integral antara pendidi-kan sains dan teknologi plus pendidikan spiritual, moral dan etika. Ada pesantren dan seminari (pesantrennya Kristen) lengkap dengan madrasah dan pergu-ruan tingginya.

Indonesia sama sekali bukan suatu keke-cualian. Di India ada “Ananda Marga” yang dikenal populer dengan meditasi yoga-nya. Neohumanisme-nya Prabhat Ranjan Sarkaratau yang dipanggil Shrii Shrii Ananda Murti oleh pengikutnya membentuk suatu komunitas epistemik yang luas pengaruhnya.

Itu artinya skema modernisme, seperti yang disinggung sebelum-sebelumnya, tidak seutuhnya jalan. Begitu pula skema pasangannyayakni sekularisme. Ia kian dianggap kurang memenuhi atau hanya secara parsialsaja memenuhi kebutuhan hakiki manusia dan alam semesta.

Kata “skema” (modernisme, sekular-isme) yang dimaksud di sini adalah pola yang terjadi di universitas-universitas

Barat yang hendak dijadikan model sempurna untuk lembaga pendidikan di semua tempat. Padahal sebetulnya ia adalah produk “conceptual construct”, suatu ideal-type, yang menggolongkan realitas kompleks nan kaya ke dalam dua buah kutub dari satu garis kontinuum yang saling berlawanan. Dalam dirinya ia problematik, meskipun kenyataannya berlaku karena dimungkinkan oleh ad-anya komunitas epistemik berikut infra-struktur pendukungnya.

Umpamanya boleh-boleh saja penulis bilang “manusia adalah rasionya”, dan bekerja dalam skema menurut citra diri manusia (image of man) macam itu. Tetapi secara bersamaan penulis telah membodohi diri sendiri bahwa manusia menyangkut fisiknya (jism), psikisnya (nafs), rasionya(‘aql), hatinya (qalb), spiritualnya (ruh) yang semua itu dapat diketahui dan diolah lewat pengena-lan terhadap diri dan kehidupan, lewat agama atau kearifan dan tradisi-tradisi agung (greattradition) masyarakat. Ahli pedagogi akan mengatakan skema pen-didikan pada akhirnya akan ditentukan oleh asumsi-asumsi mengenai citra diri manusia yang mendasarinya dan kon-teks kebutuhan yang melingkupinya.

Sekarang ini sebuah momen menarik bagi kita semua. Universitas NU hadir dan dinyatakan merupakan trans-forma-si spirit pesantren ke dalam tubuh uni-versitas. Jika hal ini benar maka berarti suatu skema alternatif umum sedang dijalankan untuk mengatasi kekurangan-

kekurangan modernisme dan sekular-isme. Skema yang muncul dari kebutuhan akan konvergensi antara sains dan moral dalam pedagogi kontemporer.

Di Indonesia, pesantren memang sudah lama dipandang sebagai mata air ilmu dan kearifan, bahkan dianggap salah satu tradisi agung (greattradition) masyara-kat. Setidaknya dinyatakan demikian oleh Prof Martin van Bruinessen (1995), salah satu sarjana yang selama ini tekun meneliti pesantren. Mungkin saja per-nyataan ini ada yang menyangkal, diang-gap eksagerasi (berlebih-lebihan) oleh satu-dua orang dari segolongan kecil komunitas epistemik yang lain. Namun penyangkalan itu tidak menghapus ke-nyataan dipeganginya spirit dan nilai-ni-lai agungnya oleh komunitas pesantren sendiri dan diakui demikian peranan pentingnya dalam sejarah pendidikan nasional dan dalam kehidupan secara umum oleh masyarakat luas hingga kini.

Sejak sebelum kemerdekaan, tokoh na-sionalis Indonesia Dr. Sutomo lewat ar-tikelnya “Nationaal-onderwijs-congres” dalam rangka polemiknya dengan Sutan Takdir Alisyahbana sang“pelopor pem-baratan”, demikian tulis van Bruines-sen, sudah memuji pesantren sebagai lembaga pendidikan dasar pribumi yang mandiri. Pesantren menanamkan se-mangat kooperasi, kerjasama, kepada para santri. Dan kepada mereka semua, pesantren memperlakukan sama tanpa memandang latar belakang kelas sosia-lnya (van Bruinessen, 1994).

Page 5: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

8 9Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, tokoh pendidikan kita sebagaimana diketahui, menggunakan sistem among dalam per-guruan Taman Siswa yang didirikannya. Pendidikan pesantren dan lalu perjump-aan pemikirannya dengan Maria Montes-sori, John Dewey serta persahabatannya dengan tokoh pendidikan India Rabin-dranath Tagore,memberi inspirasi untuk membangun perguruan yang setara para-digmanya. Paguron dan pesantren dijadi-kannya model khas pendidikan pribumi. Gelar ningratnya pun ia tanggalkan, lalu berganti nama Ki Hajar Dewantara.

Tidak perlulah rasanya penulis memapar-kan lebih jauh kesaksian-kesaksian tertu-lis dari para cendekiawan dan intelektual pesantren sendiri, ataupun kajian-kajian terbaru historiografi pesantren atau karya-karya sastra dari tradisi agung pesantren. Mengingat semua itu sudah sewajarnya menjadi diantara bacaan wa-jib para pembelajar, sebagaimana halnya bacaan wajid dari karya-karya lainnya.

Bukan maksud penulis disini untuk me-nimang-nimang kisah masa lalu. Tapi

sungguh-sungguh apa jadinya kita semua pada masa kini, jika tanpa wawasan dan belajar dari masa lalu. Karena itu kita patut berterima kasih kepada para seja-rahwan yang telah menulis kembali masa lalu dan menemukan kembali relevansi dan signifikansinya bagi kita, kini dan di masa depan.

Bagaimanapun juga, masa lalu sebet-ulnya bukanlah entitas yang terpisah dari masa depan. Keduanya juga bagian yang tak terpisahkan dari masa kini. Di-pandang secara eksistensial, masa lalu adalah masa kini yang sudah berjalan (having-been present) dan masa depan adalah masa kini yang akan terjadi (will-be present).

Akhirnya, perkenankan penulis mengutip dari artikel Dr Sutomo dalam Polemik Ke-budayaan. “Di dalam kemajuan apa pun juga, di dalam ilmu mana pun kemajuan baru tercapai, dapat berjalan terus, dapat ‘melihat ke depan’ dengan selamat dan bahagia, kalau lebih dulu menengok ke belakang”. (bersambung)

Sabtu, tanggal 7 Nopember 2015 M, bertepatan dengan tanggal 25 Mu-harram 1437 H, segenap Keluarga Besar Institut Agama Islam Sunan Giri Ponoro-go menyelenggarakan tradisi akademik yaitu Wisuda Sarjana INSURI ke-25, Pasca Sarjana ke X. Suatu kebanggaan dan keistimewaan bahwa acara wisuda kali ini hampir bertepatan dengan per-ingatan harlah INSURI yang ke 48 tahun yaitu pada tanggal 8 November 2015.

INSURI mengemban misi lembaga yakni menyelenggarakan pendidikan tinggi. Dengan segala daya, upaya, dan pengor-banan, para pendiri INSURI dan segenap civitas akademika saat ini, berupaya mengembangkan INSURI dari tahun ke tahun. Walaupun belum optimal namun upaya kerja keras ini telah membuahkan hasil sebagaimana yang dicita-citakan, yaitu suatu Perguruan Tinggi Islam yang menjadi bagian dari Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ yang mampu memberikan peran dan kontribusi di tengah-tengah ma-syarakat serta memberikan andil aka-demis dalam mengembangkan wawasan ke Islaman Ahlussunah Wal Jama’ah.

Liputan Khusus

INSURIWisuda

Pada hari ini INSURI mewisuda 176 orang dengan perincian: 57 orang Magis-ter Pendidikan Islam, 119 orang Sarjana Strata 1, dengan rincian Sarjana Pendidi-kan Agama Islam 54 wisudawan, Sarjana Pendidikan Bahasa Arab 35 wisudawan, Sarjana Pendidikan Guru MAdrasah Ibti-daiyah 12 wisudawan, Sarjana Komu-nikasi Islam 6 wisudawan, dan Sarjana Hukum Islam 12 wisudawan.

“Suatu kampus ‘rakyat’ dengan pranata baru dan sarat dengan perubahan tata nilai dan budaya. Kalian akan ditantang mengembangkan profesi dari profesi yang selama ini telah kalian pelajari. Kalian akan diuji oleh realitas dan prob-lema kahidupan yang kompleks yang bisa muncul setiap saat di masyarakat. Sebagai sarjana muslim dan orang yang memiliki keahlian, kalian harus mem-perkuat spiritualitas diri, mengimple-mentasikan tugas-tugas khalifatullah fil ardh, menjaga karakter dan kepribadian, menguatkan mental, memiliki rasa tang-gung jawab dan solidaritas sosial” seb-agaimana diungkap Drs. H. Imam Sayuti Farid, SH, M.S.I.

Dosen INSURI terima BEASISWA S3Dalam rangka peningkatan SDM, pada saat ini INSURI mendapat kesempatan mengirimkan salah satu dosen untuk menempuh studi doktoral (S3) Ekonomi di Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta selama 4 tahun (2015-2019) dengan mendapat beasiswa Pendidikan Indonesia LPDP Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Sebelumnya, salah satu dosen Insuri Ponorogo, Dr. Murdianto, M.Si berhasil menyelesaikan studi doktoralnya di bidang Psikologi di Universitas Negeri Malang pada tahun 2015.

Page 6: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

10 11Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

Hantaran Batoro Katon, yang kemudian lazim di sebut Batoro Katong, bagi masyarakat Ponorogo mungkin bukan sekedar figur sejarah semata. Hal ini terutama terjadi di kalangan santri- meyakini Batoro Ka-tong lah penguasa pertama Ponorogo, sekaligus pelopor penyebaran agama Islam di Ponorogo. Batoro Katong alias Lembu Kanigoro bersama para pengikut-nya antara lain Ki Selo Aji, Kiai Muslim (Ki Ageng Mirah) adalah pengemban misi suci melakukan ‘Islamisasi’ sekaligus ‘menundukkan’ tanah Wengker, sebuah daerah tenggara Gunung Lawu sampai le-reng barat Gunung Wilis.1 Yang kemudian kita kenal dengan nama Ponorogo.

Sampai saat ini, nama Batoro Katong, di abadikan sebagai nama Stadion dan se-buah jalan utama Ponorogo. Batoro Ka-

1 KH Mudjab Thohir, Sejarah Lahirnya Reog Ponorogo, Ponorogo; tt hal. 13

Batoro Katong’s DreamsPesantren dan Politik di Ponorogo

(Analisis Psiko-Historis)

Oleh : Dr. Murdianto, M.Si.

tong-pun selalu di ingat pada peringatan Hari Jadi Ponorogo, tanggal 1 Suro. Pada saat itu, pusaka tumbak Kara Welang di kirab dari makam Batoro Katong di kelu-rahan Setono, Kota Lama, menuju Pendo-po Kabupaten. Menurut Amrih Widodo (1995), pusaka sebagai artefact2 budaya memang seringkali diangkat statusnya oleh kekuasaan pemerintah lokal, seb-agai ‘totems’, suatu yang secara sengaja di keramatkan dan menjadi simbol identitas lokal.

Hal inilah yang menunjukkan Batoro Ka-tong memang tak bisa lepas dari ‘alam bawah sadar’ masyarakat Ponorogo, dan menjadi simbol masa lalu (sejarah) sekal-igus bagian dari masa kini. Batoro Katong bukan sekedar bagian dari realitas masa lalu, namun adalah bagian dari masa kini. Hidup di alam ‘hiperealitas’, dan menjadi semacam belief yang boleh emosi, keya-kinan, kepercayaan masyarakat. Meng-utip The Penguin Dictionary of Psycology, Niniek L.Karim mendefinisikan belief se-bagai penerimaan emosional terhadap suatu proposisi, pernyataan dan doktrin tertentu.3

Sebagaimana yang telah di sebutkan di depan, bagi kalangan tokoh-tokoh mus-lim tradisional, Batoro Katong tidak lain

2 Artefact, peninggalan material yang di catat sebagai bagian sejarah penting suatu tempat. (lih. Amrih Widodo, The Stage of The State, arts of the people and rites of hegemonization, artikel yang disampaikan dalam seminar “Material Bases for Culture”, yang dilaksanakan oleh SPES Foundation bersama Universitas Kristen Satyawacana Salatiga, 4 September 1991. hal 8

3 Ninik L Kariem, Soekarno di dunia Hipperre-al, Kompas, 1 Juni 2001 edisi 100 tahun Soekarno.

adalah peletak dasar kekuasaan politik di Ponorogo, dan lebih dari itu seorang pengemban misi dakwah Islam pertama. Posisinya sebagai penguasa sekaligus ‘ulama pertama Ponorogo inilah yang menjadi menarik untuk dilacak lebih jauh, terutama dalam kaitan membaca wilayah alam bawah sadar yang mengger-akkan kultur politik kalangan pesantren, khususnya elit-elitnya (kyai dan para pengasuh pesantren) di Ponorogo. Alam bawah sadar inilah yang menurut psiko-log Freudian, dominan menggerakkan perilaku manusia. Dan alam bawah sadar ini terbentuk dari tumpukan keyakinan, nilai, trauma-trauma yang terjadi dimasa lalu, yang kemudian hidup terus di bawah kesadaran individu dan suatu masyara-kat dari waktu ke waktu.4

Dalam konteks inilah penting, mencoba mencari kaitan antara ambisi-ambisi, ci-ta-cita atau bahkan impian Batoro Katong sebagai Peng-Islam dan penguasa Politik Ponorogo dengan kultur politik yang muncul dikalangan pesantren yang tidak lain adalah para keturunan dan penerus ‘perjuangan’ Batoro Katong.

Batoro Katong dalam tradisi lesanSejarah lesan, yang berkembang dari mulut ke mulut satu generasi selanjut-nya menjadi penting posisinya, terutama dalam kaitan analisis psiko historis. Kare-na dari sejarah lesan, yang berkembang inilah muncul imajinasi, struktur keyaki-

4 Ibid

Page 7: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

12 13Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

nan dan nilai masyarakat. Terlepas, dari apakah sejarah lesan tidak merupakan hasil obyektif dari penelitian sejarah? atau sering bercampur dengan berbagai mitologi? Sejarah yang berkembang le-wat tradisi lesan, bahkan menjadi sema-cam belief sebagaimana telah di sebutkan di atas. Dibawah ini akan, mencoba di deskripsikan beberapa hasil investigasi, penelitian dokumen yang kesemuanya tidak lain adalah pernyataan lesan beber-apa tokoh dan sesepuh dimasing-masing komunitas di Ponorogo.5

Sebagaimana telah di ulas di awal tulisan ini bagi masyarakat Ponorogo, Batoro Ka-tong adalah tokoh dan penguasa pertama yang paling legendaris dalam masyarakat Ponorogo. Sampai saat ini Batoro Katong adalah simbol kekuasaan politik yang ter-us dilestarikan oleh penguasa didaerah ini dari waktu ke waktu. Tidak ada pen-guasa Ponorogo, yang bisa melepaskan dari figur sejarah legendaris ini.

Batoro Katong, memiliki nama asli Lembu Kanigoro, tidak lain adalah salah seorang

5 wawancara kami lakukan berkali kali den-gan Mbah Mohammad Yusuf, salah seorang dalang Jemblung Katong Wecono, dan juga ketu-runan Batoro Katong yang ke 12 dari kelurahan Se-tono. Versi serupa ini kami dapatkan dari tulisan KH Mudjab Thohir (ibid), penelitian Ridho Kurni-anto, Sikretisme Budaya Islam Jawa (Sejarah Sebni Jemblung Katong Wecono, Ponorogo (Fak. Tarbiyah UNMUH PO). Juga berasal Mbah Toikromo, adalah dalang Ruwatan Purwokolo, dan Mbah Saimin seorang pemimpin spriritual masyarakat Gelang Kulon Sampung keduanya adalah pengagum Ki Ageng Kutu musuh bebuyutan Batoro Katong. Dan juga dari hasil penelitian peneliti lain. Seperti Bisri Effendi (1991), tentang Reog dan Kekuasaan yang merupakan desertasi Universitas Leiden.

putra Prabu Brawijaya V dari selir yakni Putri Campa yang beragama Islam. Mu-lai redupnya kekuasaan Majapahit, saat kakak tertuanya, Lembu Kenongo yang berganti nama sebagai Raden Fattah, mendirikan kesultanan Demak Bintoro. Lembu Kanigoro mengikut jejaknya, untuk berguru dibawah bimbingan Wali Songo di Demak. Brawijaya V yang pada masa hidupnya berusaha di Islamkan oleh wali Songo, para Wali Islam terse-but membujuk Prabu Brawijaya V dengan menawarkan seorang Putri Campa yang beragama Islam untuk menjadi Istrinya.

Walaupun kemudian Prabu Brawijaya sendiri gagal untuk di Islamkan, tetapi perkawinannya dengan putrid Campa mengakibatkan meruncingnya konflik politik di Majapahit. Diperistrinya putri Campa oleh Prabu Brawijaya V memun-culkan reaksi ‘protes’ dari elit istana yang lain. Sebagaimana dilakukan oleh seorang punggawanya bernama Pujang-ga Anom Ketut Suryongalam. Seorang penganut Hindu, yang berasal dari Bali. Tokoh yang terakhir ini, kemudian ‘de-sersi’ untuk keluar dari Majapahit, dan membangun peradaban baru di tenggara Gunung Lawu. Ki Ageng Ketut Suryan-galam ini kemudian di kenal sebagai Ki Ageng Kutu atau Demang Kutu. Dan dae-rah yang menjadi tempat tinggal Ki Ageng Kutu ini namakan Kutu, kini merupakan daerah yang terdiri dari beberapa desa di wilayah Kecamatan Jetis.6

6 Patung-patung Ki Ageng Kutu kini banyak kita temuai di pintu-pintu masuk desa Kutu Ku-lon dan Kutu Wetan sampai daerah Mbibis, yang

Ki Ageng Kutu-lah yang kemudian men-ciptakan sebuah seni Barongan, yang ke-mudian disebut Reog. Dan reog tidak lain merupakan artikulasi kritik simbolik Ki Ageng Kutu terhadap raja Majapahit (di-simbolkan dengan kepala harimau), yang ditundukkan dengan rayuan seorang perempuan/Putri Campa (disimbolkan dengan dadak merak). Dan Ki Ageng Kutu sendiri di simbolkan sebagai Pujangga Anom atau sering di sebut sebagai Bujang Ganong, yang bijaksana walaupun berwa-jah buruk. 7

Pada akhirnya, upaya Ki Ageng Kutu un-tuk memperkuat basis di Ponorogo inilah yang pada masa selanjutnya di anggap sebagai ancaman oleh kekuasaan Maj-apahit. Dan selanjutnya pandangan yang sama dimiliki juga dengan kasultanan Demak, yang nota bene sebagai penerus ‘kejayaan’ Majapahit walaupun dengan warna Islamnya. Sunan Kalijaga, bersama muridnya Kiai Muslim (atau Ki Ageng Mirah) mencoba melakukan ‘investi-gasi’ terhadap keadaan Ponorogo, dan mencermati kekuatan-kekuatan yang paling berpengaruh di Ponorogo. Dan mereka menemukan Demang Kutu seb-agai penguasa paling berpengaruh saat itu. Demi kepentingan ekspansi kekua-saan dan Islamisasi, penguasa Demak mengirimkan seorang ‘putra terbaiknya’ yakni yang kemudian di kenal luas den-gan Batoro Katong dengan salah seorang santrinya bernama Selo Aji dan diikuti

masuk kawedanan Arjowinangun di sebelah barat Kec. Sambit.

7 KH Mudjab Thohir, Ibid.

oleh 40 orang santri senior yang lain. Saat Batoro Katong datang memasuki Ponoro-go, kebanyakan masyarakat Ponorogo adalah penganut Budha, animisme dan dinamisme.8

Singkat cerita, terjadilah pertarungan antara Batoro Katong dengan Ki Ageng Kutu. Ditengah kondisi yang sama sama kuat, Batoro Katong kehabisan akal untuk menundukkan Ki Ageng Kutu. Kemudian dengan ‘akal cerdasnya’ Batoro Katong berusaha mendekati putri Ki Ageng Kutu yang bernama Niken Gandini, dengan di ‘iming-imingi’ akan di jadikan istri.

Kemudian Niken Gandini inilah yang ‘di-manfaatkan’ Batoro Katong untuk men-gambil pusaka Koro Welang9, pusaka pamungkas dari Ki Ageng Kutu. Pertem-puran berlanjut dan Ki Ageng Kutu meng-hilang, pada hari Jumat Wage di sebuah pegunungan di daerah Wringin-Anom Sambit Ponorogo. Hari ini oleh para pengikut Kutu dan masyarakat Ponorogo (terutama dari abangan), menganggap hari itu sebagai hari naas-nya Ponorogo. Tempat menghilangnya Ki Ageng Kutu ini di sebut sebagai Gunung Bacin, ter-letak di daerah Bungkal. Batoro Katong kemudian, mengatakan bahwa Ki Ageng Kutu akan moksa dan terlahir kembali di kemudian hari. Hal ini di mungkinkan dilakukan untuk meredam kemarahan warga atas meninggalnya Ki Ageng Kutu.

Setelah ‘dihilangkannya’ Ki Ageng Kutu, 8 Ridho Kurnianto, Ibid9 Pusaka ini masih, dan di arak setiap tahun

dalam Hari Jadi Ponorogo dari Makam Batoro Ka-tong menuju Pendopo Agung Ponorogo.

Page 8: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

14 15Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

PendahuluanMisi utama Nabi Muhammad sawa adalah untuk menyem-purnakan budaya umatnya. Beliau berusaha menebarkan rahmat (kasih sayang) yang menjadi satu-satunya misi ri-salah. Allah SWT berfirman:

“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyâ’: 107).

Sejarah telah membuktikan, bahwa Islam hanya bisa dikem-bangkan dengan nilai-nilai santun dan penuh etika. Ia akan mengakar kuat di tengah-tengah komunitas masyarakat bila mampu bersinergi dengan budaya setempat tanpa menim-bulkan gejolak. Hal mana juga dibuktikan oleh kearifan dan kecerdikan Wali Sangan yang dalam dakwahnya bisa mem-posisikan budaya (‘âdah) sebagai jembatan atau sarana

Relasi Agama dan Budaya: Mencari Titik Temu Antara Nilai-Nilai

Syariat dan AdatOleh: Ahmad Syafi’i SJ

Ahmad Syafi’i SJ adalah Rois Syuryah MWC

NU Kec. Pulung, Dekan Fakultas Syariah INSURI

Ponorogo dan Sekjen Ikatan Sarjana NU (ISNU)

Kab. Ponorogo

Batoro Katong mengumpulkan rakyat Ponorogo dan berpidato bahwa dirinya tidak lain adalah Batoro, manusia seten-gah dewa. Hal ini dilakukan, karena Ma-syarakat Ponorogo masih mempercayai keberadaan dewa-dewa, dan Batara. Dari pintu inilah Katong kukuh menjadi pen-guasa Ponorogo, mendirikan istana, dan pusat Kota.10 dan kemudian melakukan Islamisasi Ponorogo secara perlahan na-mun pasti. Kesenian Reog yang menjadi seni perlawanan masyarakat Ponorogo mulai di eliminasi dari unsur-unsur pem-berontakan, dengan menampilkan cerita fiktif tentang Kerajaan Bantar Angin se-bagai sejarah reog. Membuat kesenian tandingan, semacam jemblungan dan lain sebagainya. Para punggawa dan anak cucu Batoro Katong, inilah yang kemudi-an mendirikan pesantren-pesantren seb-agai pusat pengembangan agama Islam.11

Dalam konteks inilah, keberadaan Islam sebagai sebuah ajaran, kemudian bersi-

10 Kini di sebut kota lama, daerah sekitar Desa Setono, Kec, Kota Ponorogo

11 Keterangan dari Mbah Yusuf, 16 Desember 2004

lang sengkarut dengan kekuasaan politik. Perluasan agama Islam, membawa dam-pak secara langsung terhadap perluasan pengaruh, dan berarti juga kekuasaan. Dan Batoro Katonglah yang menjadi figur yang di idealkan, penguasa sekaligus ‘ulama. Pelacakan ‘genealogi’ kultur poli-tik pesantren dan elite Ormas Islam di Ponorogo, setidaknya dapat dimulai dari titik ini.

Dan terdapat dua konklusi penting yang menurut penulis dapat ditarik upaya Batoro Katong yakni: pertama, upaya meraih kekuasaan (berpolitik praktis) tidak lain adalah bagian dari misi suci ‘berdakwah’ melalui politik. Kedua, mer-eka yang memiliki kultur berbeda, dan dianggap seringkali berlawanan dengan nilai agama, berarti juga adalah musuh secara politis yang harus ‘di kuasai’ dan kemudian ‘di beradabkan’. Ketiga, untuk melakukan proses memberadabkan ma-syarakat melalui agama, dan melakukan proses penjinakan-penjinakan unsur-un-sur subversif yang ada dalam masyarakat Ponorogo.

Page 9: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

16 17Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

dakwah, sehingga mampu membumikan ajaran-ajarannya di hamparan bumi Nu-santara sampai kini. Jauh-jauh hari Nabi saw telah bersabda:

“Niscaya aku hanyalah diutus guna menyem-purnakan moralitas yang mulia” (HR. Baihaqi).

Dalam hadis tersebut Nabi Muhammad saw menegaskan bahwa beliau diperin-tahkan untuk menyempurnakan akhlâqul karîmah yang juga berarti budaya, tradisi dan adat masyarakat, bukan sebaliknya, justru melenyapkannya. Hal ini seb-agaimana disabdakan beliau:

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, ikutilah kejelekan dengan kebajikan yang bisa meleburnya dan berprilakulah kepa-da orang lain dengan perilaku yang baik”. (HR. Turmudzi dan Hakim)

Adapun maksud dari perilaku yang baik tersebut adalah “penyesuaian dengan bu-daya masyarakat.” Hal ini sebagaimana ditegaskan Sayyidina Ali bin Abi Thalib saat ditanya tentang maksud prilaku baik dalam hadis tersebut, beliau berkata:

“(Maksud perilaku baik tersebut adalah) ber-adaptasi dengan masyarakat dalam setiap hal selama bukan maksiat”.1

Dari statemen Ali inilah kemudian be-lakangan populer menjadi peribahasa:

1 Lihat Muhammad Nawawi, Mirqâh Shu’ûd at-Tashdîq (Surabaya: al-Hidayah, tt), 61.

“Andaikan tidak ada adaptasi (dalam per-gaulan) niscaya manusia akan sirna”.

Berdasarkan penjelasan di atas, menjadi jelas kiranya, bahwa ajaran Islam mesti disampaikan dengan santun dan meng-hargai budaya. Nilai-nilai toleransi, adap-tasi, akomodasi dan pembaruan pada bu-daya dengan sendirinya akan membuat masyarakat lebih mencintainya. Kendati begitu, tidak setiap budaya bisa ditol-eransi. Sebab, seringkali budaya yang berkembang di tengah-tengah masyara-kat bertentangan dengan fithrah manu-sia sendiri dan disinyalir berseberangan dengan nilai-nilai agama, seperti “pitun-gan jodo”, sesajen, dan mitos-mitos semi-salnya. Oleh karenanya, diperlukan filter yang jelas agar budaya dan agama dapat beriringan menuntun masyarakat ke arah akidah yang benar. Filter dimaksud adalah Filter Akidah dan Filter Amali-yah. Filter akidah menjadi faktor utama karena merupakan dasar keimanan para pelaku budaya dan filter amaliyah meru-pakan penjelas apakah suatu budaya bisa menemukan legalitasnya atau tidak.

Filter AkidahSebelum menjadikan suatu budaya se-bagai jembatan dakwah, perlu dikenal lebih dahulu keyakinan para pelaku-nya atas hukum kausalitas (sebab akibat), yang diklasifikasi-kan menjadi 4 (empat) macam:

1. Pelaku yang meyakini sebuah sebab bisa menghasilkan akibat tanpa ‘cam-pur tangan’ Allah SWT. Seperti ses-eorang yang meyakini bahwa api den-gan sendirinya tanpa ‘campur tangan’ Allah SWT bisa membakar dan makan-an dengan sendirinya tanpa ‘campur tangan’ Allah SWT bisa mengeyang-kan, maka ia secara ijma’, telah dinilai keluar dari agama Islam.

2. Pelaku yang meyakini sebuah sebab bisa menghasilkan akibat dengan kekuatan (rahasia) yang Allah cip-takan pada sebab tersebut. Seperti se-seorang yang meyakini bahwa api bisa membakar dengan kekuatan yang Al-lah ciptakan padanya. Maka status aga-manya masih diperselesaikan. Meru-juk pendapat Ashah (pendapat yang lebih valid) ia tidak di hukumi kafir , namun termasuk orang fasiq dan ahli bid’ah.

3. Pelaku yang menyakini bahwa relasi (hubungan) antara sebab dan aki-bat bersifat mutlak, tidak terbantah-kan dan pasti tidak meleset (talâzum ‘aqli) namun menyakini pula bahwa semuanya terjadi atas takdir Allah SWT. Seperti seseorang yang menyaki-ni bahwa kebakaran atau rasa kenyang tergantung dengan api dan makanan, bila api dinyalakan dan didekatkan pada kertas misalnya, maka api pasti akan membakarnya dan bila seseorang makan ia akan kenyang, namun ia ma-sih meyakini bahwa semuanya tidak keluar dari takdir Allah SWT. Orang yang berkenyakinan semacam ini di-

kategorikan sebagai orang yang bodoh dalam akidahnya.

4. Pelaku yang menyakini bahwa relasi sebab akibat tidak bersifat mutlak, bisa terbantahkan dan bisa meleset (talâzum ‘âdi). Semua kebaikan dan keburukan hanya tergantung pada tak-dir Allah. seperti seseorang yang me-nyakini bahwa memang pada umum-nya api bisa mem-bakar dan makanan bisa mengenyangkan, namun tetap menyakini , bahwa pada hakikatnya keduanya hanyalah sebuah sebab yang bisa saja meleset dari kebisaaannya, yang menentukan kebakaran dan rasa kenyang hanyalah Allah SWT, maka dia dinilai sebagai seorang mukmin yang lurus akidahnya.2

Pentingnya pemahaman tentang hukum kausalitas di atas adalah untuk menyikapi kenyakinan masyarakat atas budaya mer-eka yang cukup bervariasi. Semisal pitun-gan jodo (perhitungan perjodohan dalam adat jawa) yang oleh sebagian orang ma-sih diyakini sebagai penentu keharmoni-san dan kesialan sebuah keluarga,

Selain itu, tidak kalah pentingnya pula pengetahuan kekhawatiran atas kesialan atau petaka yang sering diasumsikan se-bagai akibat pelanggaran suatu budaya tertentu. Dalam hal ini dikenal konsep ta-thayyur dan thiyarah. Tathayyur sendiri didefinisikan sebagai prasangka buruk dan thiyarah adalah aksi (perbuatan)

2 Ibrâhim bin Muhammad al-Bâjûri, Tuhfah al-Murîd (Surabaya: al-Hidayah, tt), 61.

Page 10: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

18 19Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

yang muncul darinya. Sementara media atau perkara yang memicu kekhawatiran dan prasangka buruk terbagi menjadi 4 (empat) macam;

1. Perkara yang bisaanya (secara ‘âdatul-lâh) pasti (iththirad) membahayakan. Seperti bahaya racun bagi kesehatan, senjata tajam bisa mengancam jiwa dan semisalnya. Maka kekhawatiran dari hal-hal semacam ini dibenarkan (tidak haram) mengingat bisaanya aki-bat dari hal-hal tersebut pasti menjadi kenyataan (muhaqqaq) seperti kha-watir lapar bila tidak makan, haus bila tidak minum dan semisalnya.

2. Perkara yang secara’âdatullâh sering kali (aktsariyah) membahayakan. Seperti keengganan berobat bagi orang yang sedang sakit akan mem-perlama atau memperparah sakitnya. Maka kekhawatiran semacam ini juga dibenarkan.

3. Perkara yang secara âdatullâh masih simpang siur antara bahaya dan ti-daknya. Keduanya memiliki kemung-kinan yang sama. Seperti khawatir tertular penyakit. Maka kekhawatiran semacam ini hendaknya ditinggalkan, agar tidak menggiring pada thiyarah yang diharamkan.

4. Perkara yang secarea ‘âdatullâh sama sekali tidak membahayakan. Seperti trasdisi menyembelih kambing dan mengitarinya karena khawatir tidak akan terpenuhi suatu hajat tertentu dan mitos-mitos semisalnya. Maka kekhawatiran pada hal tersebut tidak diperbolehkan (haram), mengingat

kekhawatiran semacam ini tidak ber-dasarkan pada suatu sebab. Nabi Mu-hammad SAW bersabda :

“Nabi SAW suka mengikuti tanda-tanda keberuntungan dan benci mengikuti tanda-tanda kesialan.” (HR. Ibn Majjah)

Kebencian Nabi SAW pada Thiyarah dalam Hadits tersebut mesti difahami pada kekhawatiran tentang mitos-mitos sema-cam ini karena termasuk su’uzhan atau berprasangka buruk kepada Allah. Bila seseorang sampai meyakininya, kemung-kinan besar dia tidak selamat dari bahaya yang dikhawatirkan sebagai balasan atas prasangka buruknya. Sementara bila tidak meyakininya, maka ia akan selamat. Dalam sepenggal Hadits Qudsi disebutkan;

“Aku (Allah) selaras dengan prasangka Ham-baku, maka berprasangkalah padaku dengan apa yang ia mau.” (HR.Hakim, Ibn Hibban dan Ahmad)3

Untuk menilai suatu budaya bisa dija-dikan jembatan dakwah, maka dalam prakteknya konseptathayyur tersebut diterapkan sebelum pendekatan den-gan konsep hukum kausalitas. Semisal dalam pitungan jodo, sebelum mengenal keyakinan para pelaku, semestinya dikaji dulu apakah pitungan jodo tersebut layak

3 Muhammad ‘Ali Ibn Husein al-Makki al-Mâ-liki, Tahdzîb al-Furûq wa al-Qawâid as-Saniyyah fî al-Asrâr al-Fiqhiyyah (Beirut: ‘Alam al-Kutub, tt), Juz IV, hal. 259-260.

dinilai sebagai sebuah sebab keharmoni-san dan kesialan sebuah keluarga atau tidak? minimal termasuk dalam kategori ke tiga, yaitu perkara yang secara âdatul-lâh (bisaanya) masih simpang siur an-tara bahaya dan tidaknya. Andaikan layak dinilai sebagai sebuah sebab maka para pelakunya tinggal diarahkan pada akidah yang benar, minimal dengan meyakinkan bahwa semua peristiwa hanya terjadi atas takdir Allah SWT. Sementara bila suatu perkara tidak layak dinilai sebagai sebuah sebab, tentu sama sekali perkara tersebut tidak perlu dikhawatirkan.

Di ruang lain terdapat pula konsep fa’l yang lebih umum dari pada thiyarah. Fa’l diartikan sebagai tanda yang menghan-tarkan kepada prasangka baik atau pra-sangka buruk dan tafa’ul bisa diartikan sebagai upaya memperoleh tanda yang bisa menghantarkan kepada prasangka baik atau prasangka buruk. Fa’l sendiri terbagi menjadi 3(tiga) macam :

1. Fa’l (tanda) yang pasti menunjuk-kan keberuntungan. Seperti memberi nama baik, sehingga ketika nama itu dipanggil akan membuat nyaman pendengarnya, mende-ngar kata-kata yang memupuk optimisme dan meng-utus diplomat yang rupawan agar ber-hasil. Fa’l semacam ini diperbolehkan, sebab bisa menjadi media khsnuzhan kepada Allah SWT, yang menjadi ke-wajiban hamba-Nya setiap saat.

2. Fa’l yang pasti menunjukkan kesialan. Seperti menghindari pemberian nama jelek, mendengar kata-kata yang mem-

buat pesimis dan tidak mengirim dip-lomat yang berwajah jelek. Walaupun berpotensi menjadikan su’uzhan ke-pada Allah SWT namun fa’l ini tetap di-perbolehkan, mengingat sebab-sebab-nya masih dalam kerangka âdatullâh (bisaanya) yang harus dipercaya.

3. Fa’l yang mungkin menunjukkan ke-beruntungan atau kesialan. Semisal mencari isyarat kebaikan (tafa’ul) den-gan mushaf Al-Qur’an. Fa’l seperti ini tidak diperbolehkan karena berpoten-si menimbulkan su’uzhan kepada Allah dengan sebab-sebab diluar ‘âdatullâh.4

Fungsi utama dari konsep fa’l ini adalah untuk menyikapi dampak sebuah budaya pada prasangka baik dan buruk (khus-nuzhan dan su’uzhan) para pelakunya. Bila sebuah budaya bisa mendorong op-timisme (khusnuzhan) atas takdir Allah SWT bagi mereka, maka budaya terse-but bisa dinilai sebagai perantara khus-nuzhan yang tentunya diperbolehkan. Sedangkan bila suatu budaya membuat pesimis (su’u-dhan) para pelakunya, maka budaya tersebut boleh dilakukan dan dilestarikan selama sebab-sebabnya masih dalam kerangka ‘âdatullâh. Semen-tara bila suatu budaya bisa mem-buat optimis dan peseimis sekaligus, maka budaya tersebut tidak boleh dilestarikan, sebab berpotensi menimbulkan su’uzhan kepada Allah SWT dengan sebab-sebab di luar ‘âdatullâh. Yang jelas, segala musibah

4 Muhammad ‘Ali Ibn Husein al-Makki al-Mâ-liki, Tahdzîb al-Furûq wa al-Qawâid as-Saniyyah….., 261-263.

Page 11: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

20 21Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

Pernahkah kita berfikir tentang satu hal ini? Plasenta, dalam ba-hasa umumnya disebut dengan ari-ari –dalam bahasa al-qur’an disebut (istawda’= mustawda’). Iya sebuah pabrik tercanggih, di mana saya, anda, Beliau Nabi Muhammad SAW, para waliyul-lah, sampai Bill Gate tumbuh dan berkembang dari plasenta itu, plasenta menjadi sejarah saksi terbentuknya manusia, dari plasenta semua hal yang dibutuhkan janin tersedia, mulai dari oksigen, gizi makanan, karbondioksida, hingga penghalang dari semua racun dan obat obatan yang akan masuk kedalam tu-buh janin. Sangat besar peranan plasenta bagi berlangsungnya pertumbuhan sang janin. Namun belum banyak dari kita khu-susnya seorang ibu yang berfikir tentang satu hal ini, sehingga pada kesempatan ini penulis mencoba menguraikan dari ber-bagai referensi yang dikutip mengenai pabrik cangging dalam tubuh seorang ibu sebagai penyokong kehidupan sang janin.

Plasenta berperan penting dalam pertumbuhan, perkem-ban-gan, dan kelangsungan hidup bayi. Plasenta baru terbentuk pada minggu keempat kehamilan. Ia lalu tumbuh dan berkem-bang bersama janin dan akan lepas saat bayi dilahirkan. Jadi,

hanya bisa terjadi atas izin Allah SWT, se-bagaiman difirmankan:

“Tidak ada Suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan ba-rang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan member petunjuk kepada hatinya, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun : 11)

Filter AmaliahMaksud dari filter ‘amaliyah adalah seleksi atau penilaian pada suatu budaya, apakah budaya tersebut bisa ditolerir oleh syariat atau tidak. Bila suatu budaya mau tidak mau (lâzim) pasti mengand-ung larangan agama seperti penyia-ny-iaan harta, maka budaya tersebut tidak layak dilestarikan. Sementara bila laran-gan agama tersebut masih bisa dihindari (ghair al-lâzim), maka sebisa mungkin larangan agama itu dihindari, sehingga budaya tersebut bisa menjadi jembatan dalam menyebarkan syiar Islam.

Kendati begitu, pada realitanya penga-komodiran suatu budaya tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh kes-abaran dan keuletan. Namun setidaknya sedikit demi sedikit budaya yang telah mengakar kuat di tengah masyarakat di-

upayakan agar tidak berseberangan den-gan agama. Selaras dengan anjuran Imam Ghazali dalam Ihya’ nya;

“Termasuk dari riadhah yang ampuh adalah bila seorang murid tidak mau meninggalkan kerendahan sama sekali atau meninggalkan si-fat buruk yang lain dan tidak mau menggantin-ya dengan sifat (baik) yang berlawanan, maka sebaiknya seorang guru memindahnya dari akhlak tercela kepada akhlak tercela lain yang lebih ringan, separti seseorang yang membasuh darah dengan air seni kemudian membasuh air seni tersebut dengan air ketika air tidak bisa (secara langsung) menghilangkan darah. Sep-erti seorang bocah yang dibujuk masuk sekolah dengan bermain bola dan tongkat pemukulnya dan permainan yang semisalnya, lalu memin-dahnya dari (menggemari) permainan kepada (menggemari) perhiasan dan pakaian mewah, lalu darinya dialihkan agar menggemari kepe-mimpinan dan jabatan, dan dari jabatan diali-hkan agar menggemari akhirat.”

MENENGOK PABRIK CANGGIH DIBENTUKNYA MANUSIA:

PLASENTAOleh: Fuad Fitriawan, M.Si.

Fuad Fitriawan, M.Si., adalah dosen FAkultas Tarbiyah Insuri Ponorogo

Kita Perlu Tahu

Page 12: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

22 23Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

plasenta merupakan bagian dari konsep-si atau bagian dari sel telur yang dibuahi sperma. Sel telur yang dibuahi sperma itu kelak akan berkembang menjadi janin, air ketuban, selaput ketuban, dan plasen-ta. Plasenta berbatasan dan berhubungan dengan selaput ketuban. Di dalam selaput terdapat kantong amnion (ketuban), di mana di dalamnya terdapat bayi berada. Plasenta dikenal juga dengan istilah uri/tembuni. Plasenta merupakan organ se-mentara yang menghubungkan ibu den-gan janin. Plasenta merupakan alat per-tukaran zat antara ibu dan janin.

Awal mula terbentuknya plasenta adalah adanya trofoblas (semacam lapisan yang terbentuk dari sel telur sesaat setelah ter-jadinya pertemuan antara sel sperma dan sel telur) yang berkem- bang dan mem-perbanyak diri, ia tetap terpisah dari sel-sel janin. Ia bertugas menyiapkan segala bantuan yang dibutuhkan janin. Pada hari ketujuh kehamilan, sel-sel ini mulai tum-buh di sekeliling trofoblas. Pertumbuhan ini untuk membantunya masuk ke dalam dinding rahim. Ketika mulai memasuki dinding rahim, sel-sel ini bersama pem-buluh darah kapiler akan menembus ba-gian luar kapiler darah ibu sehingga janin benar-benar terhubung dengan darah ibu antara hari ketujuh dan kedelapan kehamilan. Dengan bertambahnya bilan-gan minggu, sebagian sel-sel trofoblas ini membuat bendungan penyaring di depan pembuluh darah ibu. Nah penyaring ini-lah yang disebut dengan plasenta.

Ketika kita memperhatikan jembatan

yang menghubungkan sang ibu dengan janin yang dibuat oleh sel-sel trofoblas ini, kita menyaksikan kemampuan ar-sitektur dan teknik yang sempurna di dalamnya. Ia dapat menjadi bendungan bagi zat-zat berbahaya bagi janin namun pada saat yang sama mampu menjadi sarana masuknya aliran makanan yang dibutuhkan janin.

Perlu kita ketahui bahwa plasenta ter-diri dari 200 lebih pembuluh arteri dan vena halus, berbentuk mirip gumpalan hati mentah. Permukaan maternal yang menempel pada rahim, tampak kasar dan berongga. Warnanya merah tua dan terb-agi dalam 15-20 tonjolan cotyledon, yang merupakan villi atau tonjolan berbentuk jari. Permukaan fetus (bakal janin) amat lembut, dengan tali pusar biasanya ter-dapat di bagian tengah. Bila tali pusar di bagian pinggir disebut battledore plasen-ta. Plasenta yang sudah dewasa, berben-tuk seperti piringan datar. Beratnya seki-tar 500 gram, diameternya 20 cm (8 inci).

Kita mengetahui adanya peralatan cang-gih dan mutakhir yang digunakan untuk membantu pasien agar tetap hidup. Pera-latan ini bernilai jutaan dolar dan ter-dapat di rumah-rumah sakit termodern. Bila kita bandingkan dengan plasenta yang beratnya hanya sekian kilogram, maka peralatan-peralatan itu betul-betul “primitif dan ketinggalan zaman.” kare-nanya tepat sekali jika plasenta dijuluki sebagai “pabrik canggih pembentuk ma-nusia”. Plasenta dipenuhi pembuluh da-rah yang lembut, dan bertugas membawa

zat makanan ke janin. Pertama, plasenta membawa oksigen dan zat makanan sep-erti zat besi dan kalsium ke tali pusar untuk kemudian diteruskan ke kapiler darah pada janin. Tidak hanya itu, plasen-ta juga bertugas memilih makanan yang diperlukan bagi pembentukan jaringan baru pada janin.

Untuk memenuhi kebutuhan janin akan lemak, karbohidrat, dan pembentukan DNA, janin harus memperoleh berbagai asam amino. Darah dari ibu digunakan plasenta sesuai keperluan (dipakai atau disimpan) melalui aliran khusus. Ion-ion penting yang disimpan dalam jumlah be-sar untuk kebutuhan janin adalah zat besi dan kalsium. Besi diperlukan untuk mem-perbesar ukuran sel darah, sedangkan kalsium sangat penting bagi pembentu-kan tulang. Kedua ion ini disuplai secara terus- menerus dalam jumlah yang men-cukupi. Jika terjadi kekurangan, plasenta akan mengisapnya dari darah ibu apa pun resikonya asalkan kehidupan janin terjaga dari bahaya, Jangan pernah lupa bahwa plasenta yang kita sebut mampu “mengambil, membawa, memilih”. hany-alah sekumpulan sel. Kemampuan sel tertentu mengenal atom-atom tertentu, dan mengambilnya dalam kadar yang te-

pat merupakan keajaiban besar. Semua informasi yang telah, sedang, dan akan diketengahkan harus selalu kita pandang dari sudut ini, bahwa kemampuan dan kecerdasan tidaklah dimiliki oleh materi tak berakal itu. Tapi ini adalah milik Allah yang telah mengilhamkan tentang apa yang harus mereka lakukan, dan semua ini adalah bukti nyata penciptaan.

Plasenta juga memiliki tugas mem-produksi hormon-hormon penting bagi janin seperti estrogen dan progesteron. Hormon progesteron berfungsi mengisti-rahatkan rahim ibu agar janin merasa nyaman dan terpenuhi kebutuhannya. Plasenta juga mengaktifkan sel-sel dan kelenjar susu ibu agar siap menyusui pada saatnya nanti. Yang tidak kalah pentingnya, hormon progesteron mem-bantu meningkatkan kemampuan me-tabolisme dalam tubuh ibu agar tetap sehat dan nyaman. Produksi hormon ini secara sempurna dan dalam jumlah yang tepat amatlah penting agar kondisi rahim tetap nyaman bagi janin sekaligus mem-buatnya sehat hingga saat kelahiran. Di samping semua tugas itu, pada tiga bulan terakhir kehamilan, plasenta memberi-kan tambahan imunitas (kekebalan) bagi janin dari berbagai gangguan.

Page 13: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

24 25Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

na kampus yang kondusif untuk terlaksananya kegiatan pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana, penggalian sumber dana, serta penjalinan kerjasama dengan berbagai pihak. Pada tahun ini pula dibawah koordinasi dengan Yayasan Perguruan Tinggi Batoro Katong Ponorogo INSURI telah membangun kerjasama dengan beberapa pihak dalam mewujudkan pengembangan INSURI. Pengembangan INSURI yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir adalah:

Untukmewadahi kegiatandankreatifitasmahasiswa Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo, terdapat 5 unit kegiatan mahasiswa. Pertama UKM Al Ikrom, UKM Al-Ikrom sebagai wahana untuk pembinaan kepribadian mahasiswa yang berakhklakul kharimah, wahana penyal-uran aspirasi mahasiswa terkait kebijakan yang otoritas serta menumbuh kembang-kan kreatifitas dan keintelektualan ma-hasiswa dalam bidang kerohanian, keg-iatan dari UKM ini adalah rutinan khotmil Qur`an, Sholawat Al-Habsy dll.

Selanjutnya ada UKM Pers Metamorfos-is UKM ini mewadahi kegiatan mahasiswa yang memiliki ketertarikan pada bidang ju-rnalistik mereka aktif mengabarkan berita kampus dengan segmen INSURI Ponoro-go serta menerbitkan buletin. Ketiga UKM Olahraga (Olga) fokus kegiatan maha-siswa yangbernaung di UKM Olga adalah mengembangkan bakat-bakat mahasiswa INSURI Ponorogo dalam bidang olah-raga keseluruhan, di antaranya bola voli, sepak bola, silat dll. Keempat, UKM Seni Budaya (Seiba), UKM Seiba merupakan

INSURIdi Masa Datang

Ke depan INSURI akan terus meningkatkan upaya di dalam mengemban visi dan misinya ialah mewujudkan INSURI sebagai perguruan tinggi yang handal, mem-berikan kontribusi dalam mencerdaskan anak bangsa dan mampu mencetak kader pemimpin bangsa, secara bertahap serta terus menerus mengembangkan suasa-

Hal tersebut tak lepas dari kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak, yakni Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI khususnya Dirjen Pendidikan Islam, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Jamiyyah NU danBanomnya,BankSyariahMandiri,MediaMassaCetakdanelektronik,danfihaklainyangtidakbisadisebutkansatu persatu. Hal tersebut sudah barang tentu dilaksanakan berdasarkan azas dan tujuan dari berdirinya INSURI yakni untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan baik umum maupun agama khususnya Agama Islam Ahlussunah wal jama’ah, dengan tujuan membentuk sarjana-sarjanamuslimyangberimandanbertaqwakepadaAllahsubhanahuwata’ala,mampumenguasai,mengembangkandanmengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, berjiwa penuh pengabdian serta memiliki rasa tanggung jawab sosial terhadap masa depan bangsa dan Negara Republik Indonesia.

di bidang Penyelenggaraan Akademik dan Kemahasiswaan antara lain:

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Pengembangan Jaringan Eksternal untuk memperkuat eksistensi INSURI, menginisiasi kerjasama dengan Majelis Ulama Narathiwath Pattani Thailand Selatan, seluruh Per-guruan Tinggi NU di Nusantara, DPRD Ponorogo, Pemerintah Provinsi Jawa Timur .

Pertama

Kedua

Ketiga

1. Peningkatan Tekhnologi dan Media Pembela-jaran, yakni seluruh kelas INSURI Ponorogo, telah menggunakan LCD Projector dan Cross Circuit Television

2. Pendirian 1 unit ruang kuliah baru (lantai 3) dengan jumlah 15 ruang dan saat ini sedang dibangun gedung pusat lantai 3 dengan 15 ru-angan

3. Pendirian dan Penguatan unit pendukung ke-giatan akademik Laboratorium Bahasa, Labo-ratorium Komputer, Laboratorium Dakwah, Laboratorium Microbank

4. Membangun Sistem Administrasi Akademik (SIAKAD) dan Keuangan (SIMAKSIS) Terpadu untuk memudahkan layanan

1. Penerbitan dan Penguatan Jurnal Penelitian Ilmiah, yang telah terbit reguler dan tematik selama 7 tahun terakhir

2. Pelibatan Dosen dalam Penelitian Kompetitif Nasional, Pelatihan Penelitian Internasional dan Nasional

3. Menyediakan Fasilitas bagi Kegiatan Warga NU di Ponorogo dalam bentuk kegiatan NU, Muslimat dan BANOM lain di INSURI Ponorogo

5. Membuat website terkoneksi yang jejaring so-sial diinternet untuk mempermudah layanan informasi

6. Penambahan koleksi judul perpustakaan, baik online maupun

7. Pengembangan Kurikulum Berbasis KKNI8. Fasilitasi Studi Lanjut Program Doktor bagi em-

pat Dosen di berbagai Universitas bereputasi Nasional

9. Pengembangan Program Kreativitas Maha-siswa berupa fasilitas kegiatan untuk Unit kegiatan Mahasiswa di Bidang Seni Budaya, Pramuka, Olah raga, Lingkungan Hidup, Jur-nalistik serta Kajian KeIslaman.

4. Jamaah Pengajian Ahad Pagi Tombo Ati Mas-jid Sunan Giri

5. Memfasilitasi berdirinya lembaga pendidikan RA – MA rintisan yang melayani warga tidak mampu yang berprestasi

6. Pemberian Beasiswa bagi mahasiswa ber-bakat, aktivis NU dan guru Madrasah Dinniyah

wadah bagi mahasiswa INSURI Ponorogo yang memiliki ketertari-kan pada bidang seni dan budaya khususnya dalam bidang seni peran atau teater, music dan vocal, terakhir UKM Pramuka, UKM Pramuka adalah unit kegiatan yang merangkul mahasiswa IN-SURIdibidangkepanduandanberkegiatanrutinsertaakfifmengi-kuti kegiatan-kegian kepramukaan, baik di Kabupaten Ponorogo maupun Provinsi Jawa Timur.

Sekilas Kegiatan Mahasiswa

Page 14: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

26 27Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

“Nalar tanpa moral laksana pepohonan yang tak berbuah. Sementara nalar plus moral

laksana pohon yang berbuah”.

“Manusia yang tercerahkan, mencari kebenaran pada makna, bukan pada

kata. Manusia yang lemah melakukan kebalikannya, mencari kebenaran dari kata,

bukan dari makna”.

Socrates menuturkan, “Barangsiapa membungkus nikmat dengan kesyukuran,

niscaya ia akan diberi tambahan kenikmatan yang lebih besar”.

“Nalar tanpa moral laksana pepohonan yang tak berbuah. Sementara nalar plus moral

laksana pohon yang berbuah”.

Nasehat Imam Syafi’i:Menarik sekali nasehat Al-Imam Asy-Syafi’i

dalam salah satu syi’ir gubahannya ini:

“Mereka yang luput dari belajar di masa mudanya, maka bertakbirlah empat kali

atasnya”.

“Jadilah engkau seperti hujan.... Dimana ia turun selalu bermanfaat. Lihatlah hujan tidak pernah membedakan saat ia turun,

antara istana orang-orang kaya dan gubuk orang-orang miskin”

Kalam Hikmah:Mencari Noumena di Balik Fenomena*

* Quoted dari Akun Facebook Bpk. Ahmad Syafi’i SJ. Dekan Fakultas Syariah INSURI Ponorogo serta Sekjen Ikatan Sarjana NU (ISNU) Kab. Ponorogo

Dari INSURIuntuk NEGERI

Pada tahun 2014, Lembaga Penelitian dan Pen-gabdian Masyarakat (LP2M) Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo mengadakan Penelitian Kompetitif Kolektif untuk seluruh dosen, yang dii-kuti oleh 8 kelompok penelitian, terdiri dari 3 dosen untuk setiap kelompok.

1

2

3

456

78

Perspektif Filsafat Hukum Islam Terhadap Nalar Kepentingan umum dalam Pengadaan Tanah bagi Pembangunan (Tinjauan Kritis atas UU No. 2 Tahun 2012) olehAhmadSyafi’iSJ,M.S.I.,UnunRoudlattulJannash,M.Ag.,danFaridaSaktiPahlevi,M.H.

Penggunaan Media Sosial Facebook dalam Pembelajaran (Studi Kasus di Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo) oleh Asaduddin Luqman, M.Pd.I., Murdianto, M.Si., dan Habibi Al-Amin, M.Ag.

Analisis Strategi Promotion Mix dalam Menciptakan Word of Mouth Communication (Studi Kasus di INSURI Ponorogo) oleh Suad Fikriawan, M.A., Ramadhita, M.H.I., dan H. Kadenun, M.Ag.

Analisis Tarjamah Idiomatik di PBA MADIN INSURI Ponorogo Tahun Akademik 2013/2014 oleh Sriana, M.Pd., Fitri Wahyuni, M.S.I., dan Nanik Setyowati, M.Pd.I.

Perubahan Sosial Akibat Kedatangan Islam (Studi Kasus Masyarakat Surabaya Abad ke-16) oleh M. Misbahuddin, M.Hum., Agus Setyawan, M.Si., dan Kayyis Fithri Ajhuri, M.A.

Kearifan Lokal Masyarakat Kampung Idiot dalam Upaya Mengembalikan Daerah Aliran Sungai dan Sumber Mata Air Dukuh Sidowayah Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo oleh Fuad Fitriawan, M.Si., Drs. Subandi, M.Pd., dan Jauhan Budiwan, M.Ag.

Problematika Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah di Kecamatan Sooko Tahun 2014 olehMoh.Masduki,M.S.I.,NiilaKhoiruAmaliya,M.S.I.,danWiwinRif’atulFauziyati,M.S.I.

Pendidikan Islam yang Berperspektif gender: Telaah Terhadap Konsep Pendidikan Kritis Mansour Fakih oleh Akrimi Matswah, S.Th.I., M.Hum., Medina Nur Asyifah Purnama, M.Pd.I., dan Rizki Amalia Sholihah, S.Hum., M.Pd.

Dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh para dosen, diharapkan tidak hanya sebagai kepentingan akademik, melainkan juga untuk kepentingan msyarakat sekitar. Missal pada penelitian mengenai “Kearifan Lokal Masyara-kat Kampung Idiot dalam Upaya Mengembalikan Daerah Aliran Sungai dan Sumber Mata Air Dukuh Sidowayah Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo” tentu saja hasil penelitian ini berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat. Kearifan lokal yang terdapat di Dusun Sidowayah banyak dilakukan dalam kegiatan ber-masyarakat yang diorganisasikan. Selain itu bentuk nyata dari upaya mengembalikan Daerah Aliran Sungai dan sumber mata air yaitu berupa program penghijauan, program pipanisasi, dan program pendidikan lingkungan hidup. Penelitian lain yang berdampak secara langsung terhadap kehidupan bermasyarakat adalah “Problematika Ma-drasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah di Kecamatan Sooko Tahun 2014”. Pada penelitian ini ditemukan bahwasanya kuantitas atau jumlah lembaga Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah masih kurang, selain minat masyakat yang rendah untuk mendorong anaknya bersekolah.

Page 15: Salam Redaksi - drmurdianto.files.wordpress.com · dan teknologi, dan seni-budaya untuk meningkatkan taraf hidup dan kemasla-hatan umat, menghasilkan sumberdaya ... nya otonom dari

28 Buletin Sunan Giri, Edisi 1, 2015

“Apabila seseorang mengatakan bahwa keburukan dapat dipadamkan dengan

keburukan, maka orang itu telah berbohong. Sebab, jika hal itu memang benar,

nyalakanlah dua api, lalu lihatlah apakah yang satu dapat memadamkan yang lain? Keburukan hanya dapat dipadamkan oleh

kebaikan, sebagaimana halnya api yang hanya bisa dipadamkan oleh air”

“Setiap manusia memiliki dua rumah, rumah yang dia lihat dan rumah yang tidak dia

lihat. Maka, janganlah kau terninabobokkan oleh rumah yang waktumu hanya sebentar di dalamnya, dengan mengabaikan rumah

di mana engkau akan lama tinggal di dalamnya.”

“Tundukkan dirimu pada kebenaran, maka engkau akan menjadi orang yang paling

cerdas”.

“Barangsiapa yang menjadikan kearifan sebagai kendalinya, niscaya manusia akan menjadikan ia sebagai pemimpinnya. Dan

barang siapa yang tidak bisa bijaksana dalam hidupnya, niscaya ia akan menderita

selamanya”

Menyambut Hari Santri:Siapakah Santri itu?? Aku menemukan definisi dari Hadratussyekh KH. Hasani Nawawie berikut: “Santri, berdasarkan

peninjauan prilakunya, adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada Al-Qur’an

dan mengikuti sunnah Rasul saw, serta teguh pendirian. Ini adalah arti berdasar pada sejarah dan kenyataan, yang tidak dapat

diganti dan diubah selama -lamanya. Allah Maha Mengetahui atas kebenaran sesuatu

dan kenyataannya”.

“Ambillah saripati jika engkau seorang cendikia sejati”