SAJAK CERITA : KITA, SAMA (KITA, SAYA, DAN MEREKA)
-
Upload
dhinar-dewi-istini -
Category
Education
-
view
871 -
download
8
description
Transcript of SAJAK CERITA : KITA, SAMA (KITA, SAYA, DAN MEREKA)
SAJAK CERITA : KITA, SAMA (KITA, SAYA DAN MEREKA)
Sekitar 11 bulan yang lalu, sebuah niat dan tekad telah dinanti untuk
pembuktian nyata. Niat dan tekad untuk siap ditempatkan di seluruh NKRI.
Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu
daerah 3T yang menjadi tujuan program Maju Bersama. Sejumlah 57 Sarjana
pendidikan diantar dari halaman rektorat Universitas Negeri Semarang menuju
Pulau Flores.
SMPK Sinar Ponggeok adalah SMP Katolik yang terletak di Desa
Ponggeok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai dan didirikan pada tahun
1984. Berawal dari Kantor Dinas PPO ketika penyerahan SM-3T menuju
penempatan sekolah masing-masing, sebuah pengalaman dan beberapa hal yang
baru segera dimulai.
Saya bersama dengan satu rekan penempatan telah dijemput wakil kepala
sekolah, pak Siprianus Bobat, dan SM-3T angkatan pertama. Awal mula melihat
pak Sipri yang berperawakan tinggi, besar, kulit eksotis khas Indonesia timur
membuat saya sedikit takut dan beranggapan bahwa masyarakat Manggarai
memiliki peringai kasar dan tak sabaran. Ternyata anggapan saya salah besar.
Pak Sipri menitipkan kami pada sopir bemo (angkutan transportasi)
untuk dibawa ke Paroki Ponggeok. Selama perjalanan, saya menikmati
pemandangan berupa jalan berkabut, sempit, jarang percabangan atau tanpa
perempatan, dikelilingi bukit dan hutan, bahkan pada beberapa titik banyak jalan
berlubang. Di dalam bemo-pun ada hal baru bagi saya, musik DJ kencang selalu
diputar. Saya penasaran dan akhirnya bertanya pada pak sopir dengan suara keras
mengimbangi DJ ala Manggarai yang sedang diputar, “Bapak, saya perhatikan
angkutan di sini selalu putar musik keras. Memang harus begini ya bapak?” Pak
sopir menjawab “Kalau saya tidak putar musik kencang-kencang, tidak ada yang
mau naik bemo ini mbak. Mereka tidak mau naik kalau tidak ada musik.”
Setelah perjalanan sekitar 2 jam, kami sampai di paroki Ponggeok. Di
sana terdapat satu gereja besar dan bangunan seperti asrama. Asrama wajib bagi
siswa SMPK Sinar Ponggeok kelas VIII dan IX, serta diperuntukkan bagi siswa
kelas VII yang rumahnya jauh dari jangkauan sekolah. Saya tinggal di Paroki
selama 7 hari, selanjutnya tinggal di Desa Paka bersama rekan lainnya yang masih
termasuk satu kecamatan.
Selama 7 hari di Paroki ada beberapa cerita unik. Sore hari, ketika saya
dan Frater Paroki berjalan melihat-lihat kondisi asrama, sekolah dan lingkungan
sekitar, kebetulan anak-anak asrama sedang bekerja bakti. Saat itu saya memakai
jilbab warna putih. Ketika melewati kumpulan anak laki-laki, sayup-sayup saya
mendengar ada yang bersuara “Sore Suster! Ada suster baru, teman.” Anak itu
mengira kalau saya adalah suster gereja. Akhirnya, Frater menjelaskan kepada
mereka kalau saya adalah guru baru dari Jawa.
Cerita lain, ketika hari Minggu setelah Misa. Romo Paroki mengajak
saya untuk pergi pesiar ke Ulumbu, sebuah desa yang memiliki potensi PLTU.
Sampai di Ulumbu, Romo bilang “Kita singgah nanti waktu pulang saja ya!”
Mobil melewati jalan berbatu yang hanya memiliki lebar beberapa meter saja.
Akhirnya sampai di desa Kaca, mobil berhenti di sebelah gereja. Ternyata Romo
ada pelayanan di gereja tersebut. Saya yang belum terbiasa dengan hal seperti ini
sedikit kaget dan agak heran. Lagi-lagi karena saya berjilbab, banyak anak kecil
yang memperhatikan saya atau mungkin perasaan saya saja yang ke-GR-an.
Karena belum terbiasa, saya dan salah satu rekan menunggu di luar gereja. Selesai
misa, kami pulang dan melewati jalan yang sama. Sampai di Ulumbu, Romo
bilang “Lihat-lihat PLTU Ulumbunya kapan-kapan saja ya! Kalian datang main-
main sendiri ke sini!” Dalam hati, “Baiklah Romo, tak apa.”
Senin pagi, hari pertama datang ke sekolah dari asrama. Sekolah sedang
mengagendakan ujian tengah semester. Saya dan rekan diminta bantuannya untuk
ikut mengawas ujian. Jadwal ujian di SMPK Sinar Ponggeok disusun 3 mata
pelajaran dalam sehari dengan alasan agar cepat selesai dan segera bisa dikoreksi.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kesiapan mereka menghadapi ujian.
Pelaksanaannyapun seperti ulangan harian di kelas.
Ada banyak hal baru yang memberikan banyak pelajaran, pengalaman
serta hikmah ketika saya di sini. Beberapa hal yang saya lihat, alami, dan rasakan
bersama murid-murid, guru, warga masyarakat juga alam sekitar yang masih alami.
Pelbagai cerita bersama siswa dan anak asli Manggarai
Sebuah pagi dimulai, saya melihat dua anak SD menjual kue pao dengan
mengenakan seragam sekolah, berteriak keras-keras “Kue pao... kue pao...”
Mereka rutin menjajakan kue pao setiap pagi sebelum berangkat sekolah untuk
membantu ekonomi orang tua. Ketika berangkat dari tempat tinggal sementara (di
desa Paka) menuju SMPK Sinar Ponggeok saya melewati 4 sekolah, yaitu SDK
Paka, SDK Lada, SDK Ponggeok dan SMPN 12 Satarmese. Murid-murid datang
jauh dari sekolah dengan berjalan kaki. Mereka berangkat pagi-pagi agar tidak
terkena sanksi apabila terlambat masuk, sampai di sekolah seragam yang mereka
pakai sedikit basah karena keringat. Terkadang saya sedikit kecewa jika guru
tidak hadir ketika jamnya mengajar.
Di tengah perjalanan pula, saya berpapasan dengan mereka. Mereka
memiliki semangat dan motivasi tinggi untuk belajar, rasa hormat dan sopan
santun tinggi kepada guru. Setiap kali saya berangkat ataupun
pulang dari sekolah, mereka tidak segan-segan menyapa
dengan lantang “Selamat pagi Bu, selamat siang Bu..” sambil
melambaikan tangan, bahkan ada yang sampai mengejar. Seragam sekolah kadang
dipakai tidak sesuai dengan kaidahnya. Atasan putih, bawahan coklat pramuka.
Atasan coklat pramuka, bawahan merah. Semuanya tidak menjadi masalah di sini.
Saya sedikit heran ketika pertama kali masuk di kelas. Baru saja saya
sampai di depan pintu, tiba-tiba dikagetkan oleh suara meja yang dipukul 3 kali
oleh salah satu murid. Dengan serempak, murid lain berdiri sambil mengucapkan
salam pada guru “Selamat pagi Bu.” Hal baru yang tidak saya alami di Jawa.
Saya mengajar IPA dan TIK di sekolah. Suasana belajar terkadang
membosankan. Guru menerangkan materi, siswa ada yang melamun. Guru
membelajarkan pengalaman dengan metode atau strategi pembelajaran, siswa
tidak cepat mengerti langkah-langkahnya. Guru memberi tugas atau PR, tidak
pernah dikerjakan dengan tuntas alasan lupa atau ketinggalan dan tidak bisa.
Benar-benar melatih kesabaran serta perlu kreativitas dalam mengajar. Belum lagi
siswa kelas VII yang baru saja lulus dari SD, diajak berkomunikasi menggunakan
bahasa Indonesia tetapi siswa menjawab dengan bahasa daerah. Menugaskan
siswa membentuk kelompok, membaca buku, menjelaskan materi, kadang harus
diulang 3 kali bahkan lebih, baru mereka akan mengerti. Walaupun begitu, saya
tidak boleh patah hati atau putus asa untuk tetap membuat mereka maju bersama,
senantiasa menyemangati dan memotivasi. Lelah saya sedikit terobati, melihat
senyum khas mereka yang menyimpan harapan untuk menjadi lebih baik.
Sepulang dari sekolah, mereka mencari kayu bakar di ladang atau hutan.
Menimba air dari sungai karena pasokan air di sini belum merata.
Klasikkus Pagiku (Manggarai)
Pagi kujelang, kala surya belum tinggi benarDua gadis kecil penjaja pao berjalandan teriak kencangKeliling berdagang habiskan pao membawa uang
Surya masih belum tinggi benarDua mudi melaju di mesin dua rodaMenyambut silir angin menerpa sesukaMelirik mentari yang sembunyi di balik kebun jati tua
Diberi sapa dan salam anak-anak desaBerseragam tapi tak beralasBerseragam tapi tak selarasPutih atasan, coklat pramuka bawahanSambil menenteng aksesoris tas plastik jadi andalan
Melambai tangan, memanggil “ibu, ibu.. Selamat pagi ibu.”dengan suara lantangDelapan kilometer, akhirnya sampai jugaRutin doa tak pernah lupa, 'bapa kami, salam maria'Bukanlah doktrin, melainkan hak mereka
Masuk ruang-ruang, melangkah pada bocah-bocahyang menanti dengan harapanSelangkah kaki menjejak ruang,satu orang berdiri memukul meja keras-kerasMengomando dengan lisan percaya diri tanpa keraguan,"SIAP BERI SALAM"Semua di ruang berdiri dan menjawab dengan lantang,"SLAMAT PAGI BU”
Santana, Gadis Desa (Manggarai)
Tanah Flores ibumu, nakIbu asuhmu..
Mendidik ketegaran hati,memaksa kaki menapak bukit tinggi
Mencetak harapan cita dari mimpi
Lengan kuat memanggul kayuTelapak erat genggam jerigen air
jauh-jauh kau angsuRambut tergerai,
lusuh tak terbasuh shampo merk R, S, T, UApalagi conditioner W, X, Y, Z
Kadang kutu tak malu-malu sembunyi di rambutmu
Kulit sawo matang campur legamSantana tersimpul malu
lihat kawannya ada putih bak remaja Portugis
Bayu ibu asuh membelai badan beranjak remaja
Dia mengungkungmu,Topografi mengurung dari fiksi dunia fantasi
Banyak kau dengar cerita tentang Habibi, Kartini, Joko Wi
Berangan-angan, bermain dengan imajiTerpatah mimpi kala sampai rumah, pulang sekolah:
Timang adik bayi, panggul kayu, timba air, cuci baju, membelai padi.
Seolah sekolah adalah wadah hiburan ketenanganDan pulang rumah, menanggung kehidupan.
Santana senyum girangBetapapun sulitnya, motivasi tak pernah lari dari hati.
Pelbagai cerita bersama guru dan warga asli Manggarai
“Don’t judge the book from the cover!” Ya, mungkin kalimat itu cocok
untuk warga asli Manggarai. Fisik yang terlihat menakutkan bagi saya (karena
tidak biasa), berbanding terbalik dengan hati yang mereka punya. Rasa sosial yang
tinggi, toleransi agama tinggi (dengan memberi pengertian dan penjelasan), tolong
menolong dalam berbagai hal.
Beberapa kali saya dibantu oleh warga. Pernah ketika malam hari ban
motor saya pecah, semua bengkel tutup, masih ada bapak yang berkenan
menambalkan ban tanpa imbalan. Ketika motor kehabisan bensin di tengah hutan
ada warga yang memberikan bensinnya dengan cuma-cuma. Ketika saya pulang
dari kota, tiba-tiba motor mogok karena laher pecah, sekelompok warga yang
berpapasan saat itu tiba-tiba berhenti dan membongkar motor sampai akhirnya
bisa digunakan lagi, bahkan dikawal dari belakang sampai tempat saya pulang.
Ketika saya tersesat dengan rekan, kebetulan bertemu warga setempat. Sambutan
mereka begitu hangat, padahal sama sekali belum mengenal. Dan masih banyak
lagi. Kesederhanaan laku dalam keterbatasan tidak menghalangi mereka menjadi
bermanfaat bagi orang lain. Keramahan yang mereka punya membuat saya
kerasan, bahkan tidak terasa hampir 1 tahun sudah saya memasyarakat dengan
keluarga baru di sini. Saya tidak malu bertanya untuk bisa belajar bahasa
Manggarai, dengan jelas dan senyum ramah mereka mengajari saya hingga
‘sedikit’ mengerti.
Rasa sosial tinggi, seperti kumpul dana apabila ada anak yang akan
melanjutkan sekolah ke tingkat lebih tinggi; duduk bersama
apabila salah satu warga bermasalah, yang akrab disebut lonto
leok bantang cama (duduk melingkar sambil musyawarah
bersama/sidang adat); kebersamaan di setiap acara pesta pernikahan atau kematian
sama-sama merasa suka dan duka.
Banyak hal yang mengajarkan saya untuk memahami apa arti toleransi
hak beragama. Bersama guru-guru, murid dan warga, dengan tetap menjaga dan
meyakini apa yang saya yakini. Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.
Pelbagai cerita di tengah alam asri Manggarai
Pertama datang di tanah ini, saya benar-benar terpesona dengan geografis
alam yang ada. Berjalan, di depan saya melihat bukit hijau tinggi dan daratan
bergelombang, menoleh ke belakang laut biru luas yang berbatas langit indah.
Berpaling ke kiri, langit cerah; menengok ke kanan, mega mendung gelap. Jika
siang panas, sore tak segan datang kabut pekat. Ya, inilah Kecamatan Satarmese,
Kabupaten Manggarai. Sebagian besar pekerjaan masyarakat sebagai petani.
Semua yang ada saat ini....Natural pemandangan iniBentang luas laut iniHamparan sawah-sawah ini;yang hijau dan menguningmenduduki terasiring tanah geografis
Syahdunya ladang pohon-pohon di siniGagahnya bukit-bukit yang berdiriAnak kecil berseragam putih merah, berjalan lincahdi tengah sawah menuju sekolah mengejar mimpi
Senyum khas,teriakan ramah "ibuuu"salam hangat "selamat pagi, selamat siang"anak-anak SD menggodadan menemani sepanjang lintas perjalanankupulang-pergi di SMP ini
Semangat belajar dan motivasi tinggi siswa-siswi,
meski sedikit sulit memahami, ditambah lagipekerjaan berat di rumah yang sudah menanti,Melihat mereka, menumbuhkan inspirasi dalam diriAdat, kebiasaan, budaya, bahasa
dan lain sebagainya di sini
Sejuk, segar, panasnya atmosfir di desa iniKecamatan Satar Mese, Datar Luas,lebih kurang 1 tahun di sini
Semua yang ada saat ini, yang telah dilaluidan masa-masa yang masih tersisa lagi,semuanya tersimpan rapi dalam memori,terkenang dari hati.
Aku menikmati.......Di sini, di tempat aku berpijak ini, masih satu:INDONESIA, berlambang Burung Garuda,bertuliskan Bhineka Tunggal Ika,satu bendera, berpadu, satu, NKRI.
Manggarai, Nusa Tenggara Timur04/03/2013_09.00 WITA
*) menikmati sisa waktu di sini
Di sini saya pernah bersandar, melepas penasaran yang sempat tertahan,
tak menyesal saya pernah datang. Meski sementara, kusebut ini 'pelajaran,
pengalaman'. Suatu saat, saya akan sangat merindukan kalian, kalian yang ada di
sini, yang pernah bersama kami. Semoga kalian menjadi orang yang benar-benar
"orang", bermanfaat untuk sendiri dan orang lain.
Untuk kita, semangatlah berjuang! Hilangkan keluh dan gundah gulana!
Mereka, anak-anak bangsa menunggu kita. Datanglah dengan senyum dan jangan
ragu bahwa kita bisa MAJU BERSAMA!!! Mengukir sesuatu yang bermanfaat
untuk diri sendiri, kita, dan mereka.
Dhinar Dewi Istini (SM-3T 201210455)Dhinar Dewi Istini (SM-3T 201210455)Kecamatan Satarmese, Kabupaten ManggaraiKecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai
Provinsi Nusa Tenggara TimurProvinsi Nusa Tenggara TimurOktober 2012 – September 2013Oktober 2012 – September 2013