Sain Kimia Jul 2005

49
SAINS KIMIA Volume : 9, Nomor : 2, 2005 ISSN : 1410 – 5152 JURNAL (JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE) Daftar Isi 1. Pembuatan Pengganti Lemak Cocoa dari Lemak Susu dan Stearin Kelapa Sawit Melalui Reaksi Blending Lelya Hilda ......................................................................................................... 51-58 2. Aplikasi Supercritical Fluids (SFC) pada Reaksi Trans Esterifikasi Proses Pembuatan Biodesel Bode Haryanto .................................................................................................... 59-63 3. Sistem Induksi untuk Memproduksi Enzim Proteolitik Ekstraseluler Oleh Sel E.Coli Salah Satu Cara dalam Penanggulangan Limbah Tambak Udang yang Berupa Protein Harlinah SPW ..................................................................................................... 64-67 4. Perbandingan Metode Potensiometri Menggunakan Biosensor Urea dengan Metode Spektrofotometri untuk Penentuan Urea Khairi ................................................................................................................... 68-72 5. Analisa Kadar Logam Kadmium (Cd 2+ ) dari Kerang yang Diperoleh dari Daerah Belawan Secara Spektrofotometri Serapan Atom Zul Alfian............................................................................................................. 73-76 6. Sintesis Amida dari Asam Organik Alami dengan Amina Alami Jamaran Kaban .................................................................................................. 77-81 7. Isolasi Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Metanol DaunTumbuhan Jambu Keling Philippus H Siregar ............................................................................................ 82-84 8. Analisis Sumber Kitin dari Limbah Industri Perikanan di Sumatera Utara....................... Harry Agusnar .................................................................................................... 85-86 9. Pembuatan Mie Kering dari Tepung Terigu dengan Tepung Rumput Laut yang Difortifikasi dengan Kacang Kedelai Emma Zaidar Nasution ...................................................................................... 87-91

Transcript of Sain Kimia Jul 2005

Page 1: Sain Kimia Jul 2005

SAINS KIMIAVolume : 9, Nomor : 2, 2005 ISSN : 1410 – 5152

JURNAL

(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)

Daftar Isi

1. Pembuatan Pengganti Lemak Cocoa dari Lemak Susu dan Stearin Kelapa SawitMelalui Reaksi Blending

Lelya Hilda ......................................................................................................... 51-58

2. Aplikasi Supercritical Fluids (SFC) pada Reaksi Trans Esterifikasi Proses PembuatanBiodesel

Bode Haryanto .................................................................................................... 59-63

3. Sistem Induksi untuk Memproduksi Enzim Proteolitik Ekstraseluler Oleh Sel E.ColiSalah Satu Cara dalam Penanggulangan Limbah Tambak Udang yang Berupa Protein

Harlinah SPW..................................................................................................... 64-67

4. Perbandingan Metode Potensiometri Menggunakan Biosensor Urea dengan MetodeSpektrofotometri untuk Penentuan Urea

Khairi................................................................................................................... 68-72

5. Analisa Kadar Logam Kadmium (Cd2+) dari Kerang yang Diperoleh dari Daerah Belawan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

Zul Alfian............................................................................................................. 73-76

6. Sintesis Amida dari Asam Organik Alami dengan Amina AlamiJamaran Kaban .................................................................................................. 77-81

7. Isolasi Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Metanol DaunTumbuhan Jambu KelingPhilippus H Siregar ............................................................................................ 82-84

8. Analisis Sumber Kitin dari Limbah Industri Perikanan di Sumatera Utara.......................Harry Agusnar.................................................................................................... 85-86

9. Pembuatan Mie Kering dari Tepung Terigu dengan Tepung Rumput Laut yang Difortifikasi dengan Kacang Kedelai

Emma Zaidar Nasution...................................................................................... 87-91

Page 2: Sain Kimia Jul 2005

SAINS KIMIAVolume : 9, Nomor : 2, 2005 ISSN : 1410 – 5152

JURNAL

(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)

Ucapan Terima Kasih

Kepada para mitra bestari Jurnal Sains Kimia yang telah mengevaluasi artikel-artikel Jurnal Sains Kimia Volume 9 Nomor 2 Tahun 2005, kami mengucapkan banyak terima kasih:

1) Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D 2 artikel(Bidang Kimia Polimer, Universitas Sumatera Utara)

2) Prof. Dr. Harlinah SPW, M.Sc 2 artikel(Bidang Biokimia, Universitas Sumatera Utara)

3) Prof. Dr. Harlem Marpaung 2 artikel(Bidang Kimia Sensor, Universitas Sumatera Utara)

4) Dr. Bastian Arifin, M.Sc 1 artikel(Bidang Kimia Fisika, Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh)

5) Dr. Erdawati, M.Sc 1 artikel(Bidang Biokimia, Universitas Negeri Jakarta)

Page 3: Sain Kimia Jul 2005

Pembuatan Pengganti Lemak Cocoa dari Lemak Susu dan Stearin Kelapa Sawit(Lelya Hilda)

Koleksi BPAD Prov SU 51

PEMBUATAN PENGGANTI LEMAK COCOA DARI LEMAK SUSU DAN STEARIN KELAPA SAWIT

MELALUI REAKSI BLENDING

Lelya HildaFakultas Tarbiyah

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Padang Sidimpuan 22734

Abstrak

Pembuatan pengganti lemak cocoa (cocoa butter substitutes) melalui reaksi blending antara stearin kelapa sawit dan lemak susu untuk mendapatkan pengganti lemak cocoa yang baik, maka dilakukan analisis kandungan lemak padat dengan Spectroscopy Nuclear Magnetic Resonance (NMR) BS-684 dan pengukuran titik cair.Analisis hasil blending stearin kelapa sawit dengan lemak susu {(10%:90%); (20%:80%); (30%:70%); (40%:60%); (50%:50%); (60%:40%); (70%:30%); (80%:20%)} diperoleh kandungan lemak padat masing-masing (1.11; 5.40; 10.27; 13.69; 16.06; 25.07; 27.15; 30.23) pada temperatur 35oC dan titik cair masing-masing (32.0; 36.1; 37.8; 41.2; 42.2; 49.6; 50.6; 53.2).Perbandingan (20%:80%) memenuhi persyaratan sebagai pengganti lemak cocoa yang baik pada reaksi blending stearin kelapa sawit dan lemak susu berdasarkan sifat mentega coklat yang padat pada suhu kamar dan meleleh pada suhu tubuh serta kandungan lemak padat yang rendah.

Kata Kunci: Cocoa, Lemak Susu, Stearin, Reaksi Blending.

PENDAHULUAN

Susu merupakan bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat nutrisi yang diperlukan bagi tubuh. Adnan (1984)menjelaskan, lemak susu terdapat sebagai emulsi minyak dalam air. Bagian lemak tersebut dapat terpisah dengan mudah karena berat jenisnya yang kecil, karena mempunyai luas permukaan yang sangat besar, reaksi-reaksi kimia mudah sekali terjadi di permukaan perbatasan antara lemak dan mediumnya. Permukaan yang luas tersebut dapat terjadi karena lemak berada dalam bentuk globula-globula yang mempunyai diameter berkisar antara 0.1 sampai 15 . Lemak di dalam susu terdapat dalam tiga tempat yaitu dalam globula, pada membran material dan di dalam serum.

Jenis bahan pangan yang terbuat dari lemak menempati kedudukan penting dalam menu makanan, selain untuk menambah cita rasa makanan, keempukan

makanan, juga dari sudut gizi penting sekali artinya untuk meningkatkan kandungan kalori dalam makanan. Tanpa adanya lemak yang ditambahkan secara sengaja ke dalam makanan misalnya dengan menggoreng makanan itu, sukar sekali untuk mendapatkan kandungan energi yang cukup tinggi dalam makanan. Disamping itu, lemak dalam makanan diperlukan untuk beberapa jenis vitamin seperti vitamin A dan sebagainya (Moehji, 1992).

Lemak susu banyak dihasilkan karena banyak produksi susu non-fat (susu skim) yang sangat diminati dewasa ini sehingga mudah didapat dan harganya murah yang merupakan limbah produksi susu tersebut.

Stearin kelapa sawit adalah padat dan dapat dipergunakan untuk memperbaiki kualitas kelembutan lemak cocoa (lemakcoklat=cocoa butter). Stearin kelapa sawit mengandung 57% asam palmitat yang telah digunakan sebagai pengganti lemak cocoa dalam pembuatan permen coklat

Page 4: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.2, 2005: 51-58

Koleksi BPAD Prov SU52

pada pabrik Danish (Shukla, 1995). Stearin adalah pengganti lemak cocoa yang baik karena dapat menghasilkan produk yang memiliki kerapuhan yang baik dan mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengembangan lemak (bloom) (Basiron, et al., 2000). Kandungan terbanyak stearin merupakan campuran palmitat-oleat-palmitat (POP), palmitat-oleat-stearat (POS), dan stearat-oleat-stearat (SOS) (Silalahi, 2001). Stearin kelapa sawit harganya murah karena 40% produksi hasil kelapa sawit merupakan stearin kelapa sawit.

Lemak cocoa diekstraksi dari biji coklat dan membutuhkan biaya besar dalam memprosesannya yang digunakan sebagai bahan penyalut pembuatan permen coklat. Selain produksi lemak cocoadipengaruhi oleh produksi buah coklat perkebunan, menyebabkan harganya mahal (Shukla, 1997), karena terbatasnya persediaan lemak cocoa dan harganya mahal, maka perlu dilakukan modifikasi lemak untuk mendapatkan alternatif lain sebagai pengganti lemak cocoa.

BAHAN DAN METODA

BahanBahan – bahan kimia yang digunakan

dalam penelitian ini produk dari E-Merck seperti metanol p.a, natrium etoksida, natrium sulfat anhidrat, benzena, asam sulfat pekat, n-heksana teknis, aquades, dan asam sitrat 20 %. Bahan lainnya adalah susu sapi segar (langsung dari peternakan) dan stearin kelapa sawit yang diperoleh dari PTPN IV Parbaungan.

AlatAlat-alat gelas, labu leher tiga, corong

pisah, hot plate, stirer, oven, termometer, batang pengaduk, motor listrik dengan alat pemutar, labu aspirator, gelas ukur, rotari evaporator, pipa kapiler, pipet tetes, lemari pendingin. Proses blending dan

pengukuran titik cair dilakukan di laboratorium KO FMIPA-USU Medan, analisa GC di SOCI Medan. GC yang dipakai jenis Shimadzu GC-14B, dengan menggunakan kolom kaca fasa diam dan fasa pendukung kromosom weigh, detector FID, integrator cromatopac C-R5 A, suhu kolom 180oC, suhu injector 220oC dan suhu detector 230 oC, dan pengukuran kandungan lemak padat (SFC) menggunakan pulsa NMR BS-684 di laboratorium PT. SMART Belawan.

Metoda

Pemisahan Lemak Susu

Susu diekstraksi dengan n-heksana, campuran lemak dan heksana didistilasi vakum (rotari evaporator) untuk mendapatkan lemak susu sebagai residu.

Penentuan Komposisi Asam Lemak dari Lemak Susu

Sebanyak 10 gram lemak susu dimasukkan ke dalam labu alas ditambah 40 ml metanol dan 80 ml benzena sambil diaduk dan didinginkan, diteteskan 2 ml asam sulfat pekat secara perlahan. Campuran direfluks selama 5 jam. Kelebihan metanol dan pelarut benzena kemudian diuapkan dengan alat rotari evaporator. Residu yang diperoleh diekstraksi dengan 100 ml n-hensana dan dicuci dengan aquades sebanyak 3 kali. Lapisan atas diambil dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dirotari evaporator untuk mendapatkan n-heksana sehingga didapatkan metil ester asam lemak dan dianalisa dengan GC.

Penentuan Komposisi Asam Lemak dari Stearin Kelapa Sawit dan Komposisi Pengganti Lemak Cocoa

Dengan cara yang sama seperti lemak susu, dapat ditentukan komposisi asam

Page 5: Sain Kimia Jul 2005

Pembuatan Pengganti Lemak Cocoa dari Lemak Susu dan Stearin Kelapa Sawit(Lelya Hilda)

Koleksi BPAD Prov SU 53

lemak dari stearin kelapa sawit dan pengganti lemak cocoa proses blending.Blending antara Lemak Susu dengan Stearin Kelapa Sawit

Stearin kelapa sawit dimasukkan ke dalam botol aspirator dan ditambah lemak susu dengan perbandingan (50%:50%). Lalu diaduk dengan pengaduk mekanik pada putara 4000 rpm selama 1 jam, sehingga diperoleh hasil blending dan dilakukan juga hal yang sama pada perbandingan (10%:90%), (20%:80%), (30:70%), (40%:60%), (60%:40%), (70%:30%),(80%:20%).

Penentuan Kandungan Lemak Padat

Penetuan kandungan lemak padat dilakukan dengan menggunakan pulsa NMR BS-684 sampel minyak/lemak dicairkan dengan sempurna. Tabung NMR yang berdiameter 10 mm diisi minyak/lemak setinggi 3.5 cm dan dipanaskan pada suhu 70oC selama 20 menit. Sampel kemudian didinginkan pada 0oC selama 90 menit. Pengukuran pertama dilakukan pada suhu 20oC selama 30 menit lalu dilakukan kalibrasi alat. Pengukuran kandungan lemak padat kemudian dilakukan pada suhu 20oC, 25oC, 30oC, 35oC, dan 40oC masing-masing selama 30 menit.

Penentuan Titik Cair

Hasil blending dari berbagai perbandingan dipanaskan hingga mencair dan homogen asam lemak cair tersebut dimasukkan ke pipa kapiler setinggi 1 cm, ujung pipa ditutup dan disimpan dalam freezer selama 24 jam. Pipa kapiler diikatkan pada ujung bawah termometer sehingga bagian bawah pipa kapiler sejajar dengan ujung bawah termometer. Kemudian pipa kapiler lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer yang berisi air dingin yang dipanaskan dan suhunya dinaikkan bertahap sekitar 0.5oC, ujung bawah kapiler masuk dan terendam sedalam 3 cm dan erlenmeyer dilengkapi dengan pengaduk magnet. Lemak akan berangsur-angsur menjadi jernih sebelum mencair semua. Pemanasan air diteruskan sampai isi pipa kapiler menjadi jernih. Suhu yang menunjukkan dalam pipa kapiler jernih adalah merupakan titik cair lemak. Dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap perbandingan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Asam LemakHasil analisis GC menunjukkan

komposisi asam lemak dari lemak susu dan stearin kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak dari Lemak SusuAsam Lemak Jenuh Jumlah (%) Asam Lemak Tak Jenuh Jumlah (%)C6 (Kaproat)C8 (Kaprilat)C10 (Kaprat)C12 (Laurat)C14 (Miristat)C16 (Palmitat)C18 (Stearat)

1.25 0.76 1.48 2.83 8.3126.7913.75

C18F1 (Oleat)C18F2 (Linoleat)C18F3 (Linolenat)

31.672.711.46

Jumlah 55.17 Jumlah 35.84

Tabel 2. Komposisi Asam Lemak dari Stearin Kelapa SawitAsam Lemak Jenuh Jumlah (%) Asam Lemak Tak Jenuh Jumlah (%)C12 (Laurat)C14 (Miristat)

0.19 1.34

C18F1 (Oleat)C18F2 (Linoleat)

28.14 6.57

Page 6: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.2, 2005: 51-58

Koleksi BPAD Prov SU54

C16 (Palmitat)C18 (Stearat)C20 (Arakidat)

58.09 4.79 0.39

Jumlah 64.80 Jumlah 34.71

Komposisi asam lemak dari lemak susu dari analisis GC yang dapat dilihat dari kromatogram dijumpai asam lemak tidak jenuh sebanyak 35.84% yang terdiri dari C18:1=31.67%, C18:2=2.71% dan C18:3=1.46% serta kandungan asam lemak jenuh dengan atom karbon ≤ 16 yang cukup tinggi. Analisis GC pada lemak susu ini banyak nilai-nilai asam lemak yang tidak terbaca disebabkan standar dari banyak lemak pada lemak susu tidak ada. Dari data yang ada menunjukkan bahwa lemak jenuh tertinggi adalah palmitat (C16) sebesar 26.79%, stearat (C18) sebesar 13.75% dan miristat (C14) sebesar 8.31% sesuai dengan komponen asam lemak yang dapat dilihat pada Tabel 1. Perbedaan yang ada pada komponen asam lemak dengan literatur juga disebabkan pengaruh beberapa faktor dari sumber susu yang diperoleh antara lain faktor keturunan, jumlah dan komposisi makanan yang diberikan, iklim, suhu, waktu laktasi, prosedur pemerahan dan umur sapi (Adnan, 1984). Kandungan palmitat dan stearat yang cukup tinggi pada lemak susu menyebabkan lemak susu pada suhu kamar bersifat padat.

Komposisi asam lemak yang diperoleh dari lemak susu mengandung asam kaproat (C6) yang bersifat volatil dan memberikan bau yang keras, khas dan tidak menyenangkan seperti asam lemak butirat dan apabila terjadi kerusakan menyebabkan ketegikan pada lemak susu. Selain itu lemak susu yang dihasilkan mengandung asam lemak essensial seperti oleat, linoleat dan linolenat yang dapat mencegah kanker (Silalahi, 2002).

Stearin kelapa sawit adalah lemak padat dan berdasarkan hasil analisis terhadap metil ester asam lemak yang dihasilkan memberikan kromatogram dengan kandungan asam lemak jenuh yaitu C16:0=58.09% dan C18:0=4.79%. Hal ini menyebabkan bahwa stearin kelapa sawit bila dicampur dengan lemak susu melalui blending akanmemberikan suatu lemak yang diharapkan pada suhu kamar padat dan pada suhu tubuh cair.

Stearin kelapa sawit merupakan gliserida yang memiliki titik cair tinggi karena mengandung asam palmitat dan stearat dalam jumlah yang tinggi. Kandungan yang tinggi ini menyebabkan stearin kelapa sawit berada pada kondisi pasta-padat pada suhu kamar (Hamilton, 1989 dan Basiron, 2000).

Jenis dan komposisi asam lemak memainkan peranan yang sangat penting dalam sifat-sifat minyak/lemak, baik sifat-sifat fisika maupun karakteristik nutrisi minyak/lemak (Moran dan Rajah, 1994; Silalahi, 1999). Dengan demikian komposisi asam lemak pada lemak susu dan stearin kelapa sawit dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memperoleh perbandingan yang sesuai sehingga dapat diperoleh lemak padat dan memiliki sifat fisik seperti lemakcocoa melalui blending antara lemak susu/stearin kelapa sawit.

TITIK CAIR

Hasil penentuan titik cair sebelum dilakukan blending dari lemak susu

Tabel 3. Titik Cair Hasil Blending antara Stearin Kelapa Sawit dan Lemak Susu

Page 7: Sain Kimia Jul 2005

Pembuatan Pengganti Lemak Cocoa dari Lemak Susu dan Stearin Kelapa Sawit(Lelya Hilda)

Koleksi BPAD Prov SU 55

Hasil BlendingStearin Kelapa Sawit dan Lemak Susu

Titik Cair (oC)

10% : 90%20% : 80%30% : 70%40% : 60%50% : 50%60% : 40%70% : 30%80% : 20%

32.036.137.841.242.249.650.653.2

diperoleh 31oC sedangkan stearin kelapa sawit 55oC, setelah dilakukan blending untuk beberapa perlakuan diperoleh seperti yang tercantum pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa titik cair lemak cocoa hasil blending berbeda-beda menurut kombinasi campuran lemak susu dan stearin kelapa sawit, hal ini diduga berkaitan erat dengan komposisi asam lemaknya terutama perbandingan jumlah asam lemak tak jenuh dengan asam lemak jenuh dari masing-masing bahan yang dicampur. Dari hasil yang diperoleh ternyata semakin banyak lemak susu dan semakin rendah stearin kelapa sawit maka titik cair semakin rendah.

Kandungan Lemak Padat (Solid Fat Content: SFC)

Kandungan lemak padat (SFC) dari hasil blending antara lemak susu dan stearin kelapa sawit setelah dianalisis

dengan pulsa NMR BS-684. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.

Kandungan lemak padat untuk hasil blending antara stearin kelapa sawit dengan lemak susu (10%:90%), (20%:80%), (30%:70%), (40%:60%), (50%:50%), (60%:40%) dan (70%:30%) masing-masing 1.11%, 5.4%, 10.27%, 13.69%, 16.06%, 25.07%, dan 27.15% pada 35oC seperti pada Tabel 4. Dengan bertambahnya jumlah stearin kelapa sawit maka kandungan lemak padat meningkat dan sebaliknya dengan bertambahnya jumlah lemak susu maka kandungan lemak padatnya semakin berkurang.

Dari grafik hubungan temperatur dengan kandungan lemak padat reaksi blending menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur maka kandungan lemak padat semakin rendah. Hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi temperatur maka lemak padat semakin banyak yang mencair atau semakin banyak yang akan melebihi

Tabel 4. Kandungan Lemak Padat (SFC) Hasil Blending antara Stearin Kelapa Sawit dan Lemak SusuHasil Blending

Stearin Kelapa Sawit dan Lemak Susu

Kandungan Lemak Padat (%)

20oC 25oC 30oC 35oC 40oC

10% : 90%20% : 80%30% : 70%40% : 60%50% : 50%60% : 40%70% : 30%80% : 20%

23.3329.7332.2536.3239.1148.8953.3157.55

14.3718.2923.3327.4931.0439.6844.0450.05

8.0612.4716.8119.4922.4331.3034.6341.70

1.115.40

10.2713.6916.0625.0727.1530.23

02.045.389.02

10.8419.0220.9222.37

Page 8: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.2, 2005: 51-58

Koleksi BPAD Prov SU56

titik cairnya. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Pada grafik antara kandungan lemak padat versus temperatur tampak bahwa penurunan titik cair dari lemak juga menurunnya kandungan lemak padatnya. Keadaan ini menunjukkan bahwa kandungan lemak padat berbanding lurus dengan titik cair (Gambar 2). Hal ini dibuktikan bahwa korelasi linear blending adalah r=0.99, nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara kandungan lemak padat dengan titik cair terdapat hubungan linear yang baik untuk blending.

Dari nilai SFC yang diperoleh bahwa perbandingan (20%:80%) untuk stearin kelapa sawit berbanding lemak susu memenuhi sifat fisik sebagai lemak cocoa yaitu dengan nilai SFC sebesar 5.4% dengan titik cair 35.4oC sesuai dengan suhu tubuh (36oC-37oC)

dan padat pada suhu ruang (27oC). Penentuan kandungan lemak padat banyak digunakan sebagai metode untuk menentukan konsistensi lemak. Pengukuran ini sangat berhubungan dengan rasa dimulut dan sifat plastisitas produk.

Gunstone dan Norris (1983) mengemukakan bahwa kandungan lemak padat yang terlalu rendah dapat menurunkan plastisitas produk lemak cocoa, sebaliknya bila kandungan lemak padat terlalu tinggi dapat meningkatkan rasa seperti lilin di dalam mulut.

Menurut Willis et al., (1998), bahwa cara blending sangat sederhana dan menguntungkan karena dapat dilakukan hanya dengan cara mencampur lemak tanpa menggunakan pemanasan. Proses secara blending bertujuan untuk mendapatkan titik cair sesuai dengan yang

Gambar 1. Hubungan Temperatur (oC) dengan Lemak Padat (%)

Gambar 2. Hubungan antara Lemak Padat (%) dan Titik Cair (oC) pada Reaksi Blending

B l e n d i n g

-

1 0 . 0 0

2 0 . 0 0

3 0 . 0 0

4 0 . 0 0

5 0 . 0 0

6 0 . 0 0

3 0 . 2 32 7 . 1 52 5 . 0 71 6 . 0 61 3 . 6 91 0 . 2 75 . 4 01 . 1 1

L e m a k P a d a t ( % )

f ( x ) = 0 . 6 6 x 3 1 . 7 4r = 0 . 9 9

Titk

Cai

r (o

C)

B L E N D IN G

-

1 0 .0 0

2 0 .0 0

3 0 .0 0

4 0 .0 0

5 0 .0 0

6 0 .0 0

7 0 .0 0

2 0 2 5 3 0 3 5 4 0

T E M P E R A T U R (o C )

LE

MA

K P

AD

AT

(%

) 8 0 :2 0

7 0 :3 0

6 0 :4 0

5 0 :5 0

4 0 :6 0

3 0 :7 0

2 0 :8 0

1 0 :9 0

Page 9: Sain Kimia Jul 2005

Pembuatan Pengganti Lemak Cocoa dari Lemak Susu dan Stearin Kelapa Sawit(Lelya Hilda)

Koleksi BPAD Prov SU 57

diinginkan dan dapat dilakukan dengan menambahkan lemak/minyak yang mempunyai titik cair tinggi ke dalam campuran minyak/lemak yang mempunyai titik cair rendah. Perubahan nilai titik cair akibat pencampuran secara fisik dikarenakan kandungan asam lemak dari minyak yang dicampurkan mempunyai komposisi asam lemak yang titik cairnya tinggi atau lebih rendah.

Pada proses blending ini pencampuran yang terjadi tidak merubah struktur molekul dari masing-masing trigliserida, oleh karena itu kandungan lemak padat hanya ditentukan oleh peranan bahan baku lemak susu dan stearin kelapa sawit dengan kecepatan pengadukan serta lamanya waktu pengadukan. Pada proses blending hanya terjadi pencampuran dua lemak yang tidak sama dapat menyebabkan campuran yang tidak kompatibel dan pada waktu tertentu campuran tersebut dapat terpisah kembali.

Hasil blending antara stearin kelapa sawit dan lemak susu pada perbandingan (20%:80%) mempunyai kandungan lemak padat yang relatif rendah, dan menyebabkan mudah dicerna oleh usus, sehingga layak digunakan sebagai pengganti lemak cocoa.

KESIMPULAN

1. Titik cair pada reaksi blending antara stearin kelapa sawit dan lemak susu semakin tinggi dengan bertambahnya stearin kelapa sawit, begitu juga sebaliknya.

2. Perbandingan (20%:80%) pada reaksi blending antara stearin kelapa sawit dan lemak susu pada temperatur 35oC memberikan hasil yang baik sebagai pengganti lemak cocoa pada pengukuran kandungan lemak padat sebesar 5.4% dan titik cair sebesar 36.1oC mendekati temperatur tubuh (36oC-37oC).

3. Titik cair reaksi blending berbanding lurus dengan kandungan lemak padat (SFC) yang menunjukkan bahwa titik cair semakin tinggi maka kandungan lemak padat juga akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya dengan korelasi r=0.99.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M., 1984, “Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu”, Andi offset, Yogyakarta.

Basiron, Jalani B.S, Chan K.W., 2000, “Advances in Oil Palm Research”, Malaysian Palm Oil Build Ministry of Primary Industries Malaysia.

Belitz, H. D. dan Grosch, W., 1987, “Food Chemistry”, Springer Verlag, Berlin, Heidelberg.

Buckle, K. A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., Wootton, M., 1985, “Food Science”,International Development Program of Australian Universities and Colleges.

Gunstone, F. D. and Norris, F. A., 1983, “Lipids in Foods”, Chemistry, Biochemistry and Technology, Maxwell, R (Ed), PergamonPress, Oxford.

Hamilton, R. J., 1998, “Esterification and Interesterification”, INFORM 67-80.

Haumann, B.F., 1994, “Tools Hydrogeneration Interesterification”, INFORM 5(6): 215-219.

Hurley, W. L., 2003, “Milk Fat Synthesis”,Department of Animal Science, University of Illinois, Urbana, Champagn.

Ketaren, S., 1986, “Minyak dan Lemak Pangan”,Penerbit UI, Jakarta.

Minifie, B.W., 1989, “Chocolate, Cocoa and Confectionary”, Science and Technology, Consultant to the Confectionery Industry Richardson Research Inc., Hayward, California.

Moehji, S., 1992, “Penyelenggaraan Makanan Instan dan Jasa Boga”, Bharata, Jakarta.

Moran, D.P.J and Rajah, K.K., 1994, “Fats in Food Product”, Blackie Academic and Professional,. Glasgow.

O’Brien, R.D., 1998, “Fats and Oils Formulating and Processing For Aplication”,Technomic Publishing Company,. Inc. USA.

Page 10: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.2, 2005: 51-58

Koleksi BPAD Prov SU58

Sara, W. D., 1997, “Mixture of Palm Kernel Oil with Cocoa Butter and Milk Fat inCompound Coatings”, JAOCS, 74: 4.

Shukla, V.K.S., 1995, “Confectionary Fats”, Developments in Oils and Fats, edited by R. J. Hamilton, School of Chemistry and Physical Sciences Liverpool John Moores University Liverpool, 66-94.

Silalahi, J., 1999, “Modification of Fats and Oils”, Media Farmasi, 7(1): 1-16.

Oleochemistry”, Postgraduate Section University of North Sumatera.” Medika, 28(11): 724-726.

Susanto, 1992, “Budidaya Kakao, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya”,Kanisius, Jakarta.

Willis, M.W., Lencki, R.W and Marangoni, A.G., 1998, “Lipid Modification Strategis in the Production of Nutritiomal Fats and Oils”, Critical Review in Food Science and Nutrition, 38(8):639-674.

Page 11: Sain Kimia Jul 2005

Aplikasi Supercritical Fluids (SCF) pada Reaksi Trans-Esterifikasi Proses Pembuatan Biodiesel(Bode Haryanto)

59

APLIKASI SUPERCRITICAL FLUIDS (SCF) PADA REAKSI TRANS-ESTERIFIKASI PROSES PEMBUATAN BIODIESEL

Bode HaryantoJurusan Teknik Kimia

Universitas Sumatera UtaraJl. Tri Dharma No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Sumber energi terbarukan yang dikenal dengan Biodiesel yang merupakan hasil reaksi trans-esterifikasi minyak nabati dengan pereaksi alkil alkohol telah diproduksi secara masal. Kendala produksi yang ditemukan adalah pada tahap pemisahan untuk memperoleh biodiesel murni. Upaya produksi ini memicu research dalam rangka mempersingkat tahapan proses dan tentunya juga menurunkan energi input pada proses produksi. Operasi batch, kontinue, operasi multi tahap, operasi non katalis alkali, homogen dan heterogen serta memanfaatkan enzyme lipase telah dilakukan, tetapi kendala pada tahap pemisahan tetap ditemukan, Aplikasi dari supercritical fluid memungkinkan mempersingkat tahap reaksi dan menghasilkan biodiesel tanpa melalui proses separasi lanjut. Tulisan ini akan membahas metoda dan aplikasi dari SCF dalam produksi biodiesel.

Kata Kunci :Biodiesel, Trans-Esterifikasi, SCF.

PENDAHULUAN

Biodiesel dikenal sebagai bahan bakar alternatif pengganti diesel fosil; diproduksidari sumber terbarukan dan menunjukkan keunggulan karena ramah lingkungan. Biodiesel didefinisikan sebagai mono alkil ester dari rantai panjang asam lemak dari berbagai sumber minyak nabati. Biodiesel dihasilkan melalui proses trans-esterifikasi dengan alkohol.

Trans-esterifikasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan katalis atau dengan tanpa katalis. Katalis yang biasa digunakan adalah dari alkali (NaOH, KOH), asam (H2SO4, HCL) dan enzyme (lipase). Reaksi trans-esterifikasi ini telah dipahami secara baik, studi mengenai kinetika dan prosesnya telah diaplikasikan secara komersil.

Proses esterifikasi adalah seluruh aktifitas hingga diperoleh produk biodiesel yang murni yaitu, reaksi transesterifikasi, recovery reaktan tersisa, memurnikan produk yaitu memisahkan gliserol, katalis dan produk pengotor dari produk alkil ester. Sebagai sumber energi terbarukan seharusnya memenuhi persyaratan

kelayakan energi yaitu energi out put dari suatu proses produksi suatu bahan bakar harus lebih besar dari total energi input proses pembuatanya (Batchelor et al., 1995). Lamanya waktu reaksi dengan proses batch hingga dua jam, besarnya energi motor pengaduk untuk rpm tinggi, serta panjangnya tahap pemurnian pasca reaksi adalah bagian dari kendala menurunkan input energi pembuatan biodiesel. Upaya-upaya terus dilakukan agar dapat menurunkan energi input adalah mempersingkat waktu reaksi dengan mengembangkan proses continue hingga diperoleh waktu tinggal yang lebih singkat (Darnoko, et al., 2000). Pemanfaatan biocatalyst enzyme lipase juga bertujuan mengurangi energi yang dikonsumsi untuk proses ini.

Penelitian untuk menghasilkan biodiesel telah sampai pada tahap pemanfaatan teknologi supercritical fluids, upaya ini dilakukan dengan atau tanpa katalis. Selain dapat mempersingkat waktu reaksi juga tidak diperlukan pemisahan lanjut untuk mendapatkan produk biodiesel. Makalah ini bertujuan untuk

Page 12: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.2, 2005: 59-63

60

memaparkan mekanisme aplikasi SCF pada proses pembuatan biodiesel saat ini

BAHAN DAN METODA

Trans-Esterifikasi.

Reaksi dengan katalis standar batch dan berkesinambungan

Pada proses batch dengan menggunakan katalis asam atau alkali akan memerlukan waktu berkisar dua jam. Temperatur operasi biasanya berkisar temperatur didih metanol akibatnya operasi standar berlangsung dalam dua fase. Untuk meningkatkan jumlah kontak dilakukan pengadukan dengan rpm tinggi. Operasi berkesinambungan (continue) dapat menurunkan lama waktu reaksi hingga 60 menit dengan konversi mencapai 97,3% (Darnoko, et al. 2000). Perlakuan terhadap operasi juga dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan kandungan minornya.

Katalis padat reaksi fase heterogenPenelitian dengan memanfaatkan

berbagai katalis padat (phase heterogeneous) seperti logam dan abu masih dilakukan dan dapat dilaporkan bahwa, peneliti sebelumnya, Frederique et al. (2003) melaporkan bahwa katalis dari synthesis of pyrone metal complexes with Sn and Zn memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengkonversi metil ester, dibanding katalis standar seperti NaOH dan H2SO4. Gryglewicz (1999), menggunakan katalis heterogen untuk proses esterifikasi rapseed ester. Peterson dan Scarrah (1984) melaporkan jenis penyangga yang digunakan dan bentuk penyangga yaitu, Tablet MgO (98%), Tablet Al2O3 (97%) dan Bulat SiO2 (93%) + Al2O3 (3%). Hartman (1956) meneliti bahwa abu janjang sawit bersifat tidak larut dalam trigliserida dan metanol, sehingga bersifat heterogen pada proses transesterifikasi. Abu batang kelapa

memiliki kandungan Kalium hingga 40% Peterson dan Scarrah (1984).

Bio-katalis Enzim LipaseProses esterifikasi telah menggunakan

enzim sebagai katalis. Enzim lipase memiliki kemampuan untuk menghidrolisa trigliserida asam lemak menjadi bentuk asam lemak bebas dan dengan kehadiran senyawa pereaksi etanol dan metanol menghasilkan metil ester. Faktor yang mempengaruhi jalannya reaksi adalah konsentrasi enzim, lama inkubasi, tekanan dan temperatur. Madras et al. (2004) melaporkan proses sintesa enzimatik biodiesel dari minyak bunga matahari dengan pereaksi metanol dan etanol dengan hadirnya SCF CO2 dengan persen enzim 1 hingga 6 mg dengan waktu inkubasi 1 hingga 12 jam dan temperatur operasi 45 0C diperoleh jumlah metil ester maksimum 27–30%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Proses Reaksi Esterifikasi dengan Katalis Enzim di dalam

SCF CO2TK (Liquid CO2 Tank), V1-V3 (High Pressure Needle Valve), P (Pressure Transducer), H (Heater), MS (Magnetic Stirrer), PI (Pressure Indicator), INV (Incubation Vessel), BPR (Back Pressure Regulator), CT (Cold Trap), WGM (Wet Gas Meter)

Gambar 1 secara singkat dapat dilihat bahwa minyak kedelai untuk selang masa inkubasi tiga jam pada INV dialiri SCF CO2 pada tekanan 122 bar dan temperatur 360dengan pereaksi butanol 1.2 M dan

BPR

PI

V1

V2

V3

MSH

TK

P

INVWGM

CT

P

Page 13: Sain Kimia Jul 2005

Aplikasi Supercritical Fluids (SCF) pada Reaksi Trans-Esterifikasi Proses Pembuatan Biodiesel(Bode Haryanto)

61

konsentrasi enzim 15% (w/w) dapat menghasilkan Fatty Acid Butil Ester (FABE) hingga 100%. Reaksi berlangsung satu tahap dimana produk FABE akan terlepas dari CO2 di CT ketika tekanan mengalami penurunan (Nagesha et al., 2004)

Trans-Esterifikasi non-Katalis.

Dengan mengkondisikan metanol atau etanol pada supercritical area ternyata memiliki kemampuan untuk bereaksi terhadap trigliserida membentuk metil ester biodiesel tanpa kehadiran katalis. Penelitian yang dilakukan Kusdiana dan Saka (2001) melaporkan bahwa pada tekanan 14 M.Pa, temperatur 3500C, dengan perbandingan ratio metanol rapeseed oil 42 dapat dihasilkan ester 95% dalam selang waktu produksi 240 detik. Peneliti yang sama melaporkan bahwa dengan kondisi supercritical metanol dapat mengkonversi 100% untuk selang waktu 15 menit, etanol dan 1 propanol setelah 45 menit. (Warabi, et al., 2004). Dengan kondisi operasi yang berbeda Madras et al. (2004) pengaruh temperatur terhadap konversi metil ester dan waktu reaksi, lihat Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Pengaruh Waktu vs Konversi Metil Ester

Madras et al. (2004) melaporkan pengaruh kenaikan temperatur dari 200 hingga 4000C dalam SCF metanol.

Ditunjukkan bahwa kenaikan temperatur secara umum akan menaikkan perolehan metil ester. Secara khusus untuk temperatur operasi 4000C kenaikan konversi sangat besar dan ketika waktu reaksi mencapai 40 menit, ester telah terbentuk 100%.

Gambar 3. Sistem pada Supercritical Metanol

1. autoclave, 2. furnace listrik, 3. kontrol temperatur , 4. kontrol tekanan, 5. produk keluar, 6. condenser, 7. penimbun produk.

Secara singkat dapat dilihat dimana minyak dan metanol cair dimasukkan ke dalam autoclave dengan perbandingan yang ditentukan, selanjutnya dinaikkan tekanan dan temperatur hingga kondisi kritiknya. Dalam kondisi gas produk keluar dan melalui condenser diperoleh metil ester (Demirbas, 2002) seperti pada Gambar 3.

Air dan FFA pada reaksi Trans-Esterifikasi di SCF non katalis.

Kehadiran air dan asam lemak pada proses trans-esterifikasi SCF tidak mempengaruhi jalannya reaksi. Gambar di bawah menyajikan perbandingan antara SCF metanol, katalis asam dan basa terhadap pengaruh air dan asam lemak bebas (Kusdiana et al., 2004)

Konversi ME vs Waktu Operasi

0

20

40

60

80

100

0 10 20 30 40 50

Waktu Reaksi, menit

me

til e

ste

r,%

T= 200C

T= 250C

T= 300 C

T= 350 C

T= 400 C

1

2

6

7

4

3 5

Page 14: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.2, 2005: 59-63

62

Gambar 4. Grafik Konversi Metil Ester vs Kandungan Air

Gambar 4 menyajikan informasi dari hasil penelitian terhadap kandungan air dimana kandungan air tidak mempengaruhi reaksi menggunakan SCF metanol (non-katalis).

Gambar 5. Grafik Pengaruh Kandungan FFA vs Konversi Metil Ester

Gambar 5 menyajikan pengaruh asam lemak bebas pada proses trans-esterifikasi. Reaksi menggunakan SCF metanol (non-katalis) tidak dipengaruhi oleh kandungan FFA pada minyak. Pada katalis asam menurun kemampuannya dengan bertambahnya FFA dan diikuti katalis alkali yang kemampuan lebih menurun dengan bertambahnya air.

Permasalahan yang ada pada proses pembuatan biodiesel secara standar adalah lamanya waktu reaksi dan panjangnya tahap pemisahan/pemurnian sehingga

memperbesar energi input akibat pengadukan yang besar. Di sisi lain proses standar ini memiliki kemudahan dalam kondisi operasi dan pengendaliannya.

Dengan menggunakan biokatalis seperti lipase ternyata mampu menurunkan kebutuhan energi motor. Tetapi dengan waktu inkubasi dan kemampuan konversi dan perolehan metil ester dengan SCF CO2

yang relatif bervariasi maka perlu dilakukan studi optimasi dan tentunya diperlukan kondisi yang khusus untuk menjamin kerja enzim.

Kajian SCF-metanol, etanol dan sebagainya memiliki kualitas konversi yang sangat baik dengan waktu reaksi yang singkat dan tidak lagi memerlukan perlakuan khusus pada tahap pemurnian. Di sisi lain dibutuhkan energi yang cukup besar untuk mencapai kondisi operasi pada temperatur 200 hingga 5000C dan tekanan 20 M.Pa. Selain itu, diperlukan material yang khusus dan mahal dalam merancang proses supercrital non katalis ini.

Dari keunggulan dan kelemahan yang dimiliki perlu dilakukan analisa lebih lanjut terhadap kemungkinan pemanfaatan metoda di atas dalam memproduksi secarakomersial. Sebagai bahan bakar baru maka juga harus memenuhi persyaratan energi dimana output energi suatu produk bahan bakar harus lebih besar dari input energi untuk menghasilkan produk tersebut.

KESIMPULAN

SCF metanol, etanol memiliki potensi dikembangkan dalam memproduksi biodiesel. Tahap operasi non-katalis tersebut ternyata lebih singkat dibandingkan dengan operasi katalis yang cendrung membutuhkan waktu reaksi dan perlakuan pasca reaksi yang lebih panjang.

Kajian lebih mendalam perlu dilakukan hingga diperoleh kondisi optimum tetapi harus diikuti dengan menurunnya input energi pada SCF-Metanol dan Etanol.

Disarankan untuk melakukan perlakuan mekanik pada tahap pemisahan

Konversi Metil Ester vs Kandungan Air

0

20

40

60

80

100

0 1 2 3 4 5 6

Kandungan Air,%

Me

til E

ste

r.%

SCF Metanol Katalis Asam Katalis Alkali

Pengaruh Kandungan FFA,% vs Konversi Metil Ester,%

0

20

40

60

80

100

120

0 10 20 30 40

Kandungan FFA,%

Me

til E

ste

r,%

SCF Metanol Katalis Asam Katalis Alkali

Page 15: Sain Kimia Jul 2005

Aplikasi Supercritical Fluids (SCF) pada Reaksi Trans-Esterifikasi Proses Pembuatan Biodiesel(Bode Haryanto)

63

sehingga operasi standar dan enzimatik tetap memiliki potensi untuk dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Batchelor, S.E., Booth, J.E., Walker, K.C. 1995, Energy analysis of rape methyl mster (RME) production from winter oilseed rape, J. Industrial Crops and Product, no.4, 197-202.

Darnoko D. and Cheryan M. 2000. Continuous production of palm methyl esters. J. Am. Oil Chem. Soc. No.77, 1269-1273.

Demirbas Ayhan, 2002. Biodiesel fuels from vegetable oils via catalytic and non catalytic supercritical alcohol and other methods: a survey, Energy Conversion and Management, no.44, 2093-2109.

Frederique R. Abreu, Daniela G. Lima, Elias H. Hamu, Sandra Einloft, Joel C. Rubim and Paulo A.Z. Suarez.2003. New metal catalyst for soybean oil transesterification. J. Am. Oil Chem. Soc. No. 80, 601- 604.

Gale G. Hoyer, 1985. Extraction with supercritical fluids: Why,how and so what, Chemtech, July, 440-448

Greyglewicz, S. 1999. Rapeseed oil methyl ester preparation using heterogeneous catalyst. Bioresource Technol,, No.70, 249 – 253.

Hartman, L.1956. Methanolysis of triglycerides, J. Am. Oil Chem. Soc. No.33, .129

Kusdiana D. and Saka S., 2001, Kinetics of transesterification in rapseed oil to biodiesel fuel as treated in supercritical methanol, Fuel, no.80, 693-698.

Kusdiana D. and Saka S., 2004, Effect of water on biodiesel fuel production by as treated in supercritical methanol, Bioresource Technology, no.91, 289-295.

Madras G, Kolluru C and Kumar R, 2004, Synthesis of biodiesel in supercritical fluids, Fuel, no. 83, 2009-2033.

Mark A.McHugh and Val J.Krukonis,1994. Supercritical Fluids Extraction, Principle and practice, Elsevier Group,Butterwort-Heinemann,USA.

Nagesha G.K, Manohar B and Sankar KU, 2004. Enzymatic esterification of free fatty acid of hydrolyzed soy deodorizer distillate in supercritical carbon dioxide, Supercritical Fluids, no.32, 137- 145.

Peterson G.R. and Scarrah W.P. 1984. Rapeseed 0il transesterification by heterogeneous catalysis. J Am. Oil Chem. Soc. No. 61,1593 – 1597.

Warabi, Y, Kusdiana D. and Saka S., 2004,Reactivity of triglycerides and fatty acid of rapeseed oil in supercritical Alcohol, Bioresource Technology , no.91, 283-287.

Zarina I. 2000, Study of Affectivity Catalyst from Ash Palm Bunch in Metanolizing Stearin, Magister Thesis, Chemical Engineering Dept. ITB.

Page 16: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.2, 2005: 64-67

64

SISTEM INDUKSI UNTUK MEMPRODUKSI ENZIM PROTEOLITIK EKSTRASELULER OLEH SEL E. Coli, SALAH SATU CARA DALAM PENANGULANGAN LIMBAH TAMBAK

UDANG YANG BERUPA PROTEIN SEDIMEN

Harlinah SPWJurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera UtaraJl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Seperti halnya episin yang dapat mendegradasi protein sedimen tambak udang (0,374% kandungan proteinnya) akibat akumulasi sisa pakan udang yang membentuk sedimen, ternyata E. Coli mampu memproduksi enzim proteolitik ekstraseluler melalui sistem induksi oleh protein sedimen.Setelah dilakukan penelitian untuk menggantikan peranan episin, enzim proteolitik ekstraseluler itu memiliki aktifitas potensial pada kondisi pH optimum = 6,5 (buffer fosfat 0,058 M), suhu optimum = 35oC dengan lama inkubasi optimum = 30 menit dan hasil aktivitas spesifiknya = 0,0416 u/mg protein enzim.Kandungan protein dalam larutan enzim proteolitik ekstraseluler yang diekstraksi secara sentrifugasi pada 5000 rpm dengan suhu 4oC selama 20 menit 0,35152 mg / ml.Pengujian aktivitas enzim proteolitik ekstraseluler itu adalah bertahap Bovin, Serum Albumin (BSA) sebagai substrat senyawa protein murni.Adapun cara penanggulangan limbah protein sedimen tambak udang dilakukan dengan mengencerkan sedimen secara 3 : 2 (v/v) dan juga dilakukan penggantian petakan – petakan tambak guna membersihkan air dari mitoksin dan E. Coli dengan menggunakan air laut plus air kapur.

Kata Kunci: Sistem induksi, Enzim proteolitik, E. Coli.

Page 17: Sain Kimia Jul 2005

Sistem Induksi untuk Memproduksi Enzim Proteolitik Ekstraseluler Oleh Sel E. Coli(Harlinah SPW)

65

PENDAHULUAN

Udang merupakan salah satu komoditi di sub sektor yang diharapkan dapat meningkatkan sumber devisa negara.

Peningkatan produksi udang di Indonesia dilakukan dengan cara budidaya udang berpola intensif, dimana pola ini udang dapat dipanen setiap bulan yang hanya dimungkinkan dengan petakan –petakan tambak.

Meskipun sistem budidaya udang itu memiliki keunggulan namun ada juga permasalahan, yaitu: air tambak cepat mengalami kekeruhan yang disebabkan oleh pakan udang yang bersisa membentuk sedimen, dimana pakan mengandung sedimen protein 30 – 40% (Buwono, 1993)

Protein sedimen tersebut merupakan media pertumbuhan mikroorganisme dengan memproduksi mitotoksin yang akan menyebabkan keracunan pada udang.Selama ini protein para pengusaha tambak udang mengundang episin yang diimpor dengan harga yang sangat mahal dan episin ini berperan dalam mengurangi kematian udang yaitu dengan mendegradasi protein sedimen.

Karena itu perlu dilakukan penelitian guna menggantikan peranan episin yaitu menggunakan sel E. coli yang mampu memproduksi enzim proteolitik ekstraseluler dalam sel E. coli terjadi setelah diinduksi oleh protein sedimen sesuai dengan teori induksi enzim yang model penginduksiannya diciptakan oleh Jacob – Monod, dimana sel E. coli tidak dapat mensintesis enzim intraseluler dengan substratnya berupa protein sedimen, tetapi yang disintesis adalah enzim proteolitik ekstraseluler.

Guna pengujian aktivitas enzim proteolitik ekstraseluler tersebut digunakan substrat berupa Bovin Seum Albumin

(BSA) dan 1 unit aktivitas enzim dinyatakan sebagai banyaknya mikro mol hasil degradasi BSA oleh 1 ml larutan enzim/menit pada kondisi optimalnya.

BAHAN DAN METODA

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap perlakukan dan masing-masing perlakuan menggunakan metode yang spesifik

Tahap IOrientasi mengenai mikroba yang

dapat menggantikan peranan episin dimana ada 3 macam mikroba yang digunakan yaitu Pseudomonas spp, Necordia spp, dan Eschericia Coli yang disiapkan untuk diinokulasi di dalam LBG padat (Luria-Bertani Glukose) dengan suplimen nutrien.

Tahap IISetelah ditemukan mikroba yang

potensial yaitu E. coli, maka dilakukan orientasi konsentrasi protein sedimen dengan cara pengenceran (v/v) yaitu 1:2; 1:3; 2:2; 2:3; 3:1; 3;2; 3:3.

Tahap IIIOrientasi untuk menentukan pH

optimum dari buffer fosfat 0,058 M, juga orientasi untuk menentukan suhu optimum dan lama pemprosesan (inkubasi) yang optimum guna menentukan hasil degradasi yang maksimal secara spektrofotometri (metode Lowry) yang memerlukan kurva standar tirosin dan maksimumnya, untuk ini perlu dilakukan orientasi maksimum.Tahap IV

Menentukan kandungan protein dalam sedimen secara volumetri dengan metode Kjeldahl, sehingga dapat menentukan konsentrasi substrat yang optimum bagi proses degradasi protein sedimen oleh enzim proteolitik ekstraseluler yang

Page 18: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.2, 2005: 59-63

66

disintesis dalam sel E. coli secara sistem induksi.

Tahap VMelakukan sentrifugasi untuk

memperoleh supernatan yang mengandung enzim proteolitik ekstraseluler yang disekresikan oleh sel E. coli ke media cair dari LBG

Tahap VIMentukan kandungan tirosin hasil

degradasi BSA oleh enzim proteolitik ekstraseluler tersebut dengan metode Lowry secara spektrofotometri dengan kurva standar tirosin pada maksimumnya (maks = 776 nm) juga menentukan kandungan protein dalam 1 L supernatan yang mengandung enzim proteolitik ekstraseluler tersebut secara spektrofotometri dengan metode Biuret dan kurva standar BSA pada maks (540 nm), untuk menghitung besarnya aktivitas spesifik proteolitik ekstraseluler tersebut.

Hasil orientasi mengenai mikroba yang potensial dalam mendegradasi protein sedimen

Untuk ini digunakan 3 macam mikroba yaitu Pseudomonas spp, Necordia spp dan Eschericia coli.

Dalam menentukan mikroba mana yang potensial maka protein sedimen sampel harus disterilkan dahulu pada 121oC selama 15 menit, tetapi pada penerapan di lapangan sampel tidak perlu disterilkan. Karena itu dilakukan juga percobaan pengujian aktivitas mikroba yang potensial itu terhadap sampel yang tidak distrilkan. Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa mikroba yang potensial adalah Eschericia coli.

Hasil orientasi mengenai sampel (protein sedimen) yang diencerkan dengan air laut

Untuk ini dilakukan pencampuran antara sampel dengan air laut dengan perbandingan (v/v): 1;1; 1:2 ; 1:3 ; 2:1 ; 2:3 ; 3:1; 3:2 dan 3:3.

Ternyata rasio yang cocok artinya yang memberikan hasil degradasi protein sedimen paling tinggi yaitu rasio dengan perbandingan 3:2 ; ini berarti bahwa kandungan protein dalam substrat yang optimal adalah : 0,2035% (300 cc sampel + 200 cc air laut mengandung protein 300 / 100 x 0,374 gr = 1,016 gr dalam 500 cc jadi 100 cc sampel encer mengandung 100 / 500 x 1,016 = 0,2035 gr = 02335%).

Hasil orientasi kondisi optimum untuk proses degradasi protein sedimen oleh sel Eschericia coli

Kondisi optimum yang diperlukan untuk prosesdegradasi protein sedimen oleh sel Eschercia coli adalah pH optimum, suhu optimum dan lama inkubasi optimum. Buffer fosfat yang dipakai dalam proses tersebut adalah dengan molaritas 0,058 M dan berbagai pH yang diteliti adalah pH 6,2 ; pH 6,5 ; pH 7,2 ; pH 7,5 dan pH 8,2.

Ternyata buffer fosfat 0,058 M yang optimum adalah pH 6,5.

Kondisi otimum untuk suhu divariasikan dari 30oC s/d 70oC ternyata suhu optimum untuk proses degradai protein sedimen oleh sel Eschericia coliadalah suhu 35oC sedangkan lama inkubasi untuk kondisi optimum yaitu lamanya proses degradasi yang memberikan hasil degradasi yang optimal adalah 30 menit (variasi yang digunakan adalah 20 menit sampai 60 menit)Hasil pengujian aktivitas enzim proteolitik ekstraseluler dengan menggunakan BSA (5 mg/ml)

Untuk pengujian aktivitas enzim proteolitik ekstraseluler yang diproduksi oleh sel Eschericia coli dengan sistem induksi pada kondisi optimum yaitu pH buffer fosfat 0,058 M = 6,5 dengan suhu 35oC dan lama inkubasi 30 menit. Perlu dihentikan prosesnya secara dipanaskan

Page 19: Sain Kimia Jul 2005

Sistem Induksi untuk Memproduksi Enzim Proteolitik Ekstraseluler Oleh Sel E. Coli(Harlinah SPW)

67

pada suhu 70oC setelah 30 menit, sehingga enzim proteolitik ekstraseluler dalam pemprosesan tersebut menjadi tidak aktif lagi dan selanjutnya disaring, lalu filtratnya ditampung dalam labu ukur 10 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas. Guna menentukan kandungan tirosin hasil degradasi protein sedimen dengan metode Lowry secara spektrofotometri memerlukan kurva standar tirosin dan panjang gelombang maksimum yaitu 767 nm, maka diperoleh garis regresi liner ; y= 0,0145 + 0,0102 x, sehingga diperoleh hasil aktivitas enzim proteolitik ekstraaseluler = 0,0146 Uxml-1 supernatan x menit –1, sedangkan untuk menentuklan besarnya aktivitas speasifik enzim proteolitik ekstraseluler itu diperlukan penentuan kandungan proteinnya spektro-fotometri dengan metode Biuret pada maks

= 540 nm dengan kurva standar BSA yang memberikan garis regresi linier: y = 0,0276 + 0,0495 x; maka besarnya aktivitas spesifik 0,0416 U/mg protein enzim.

Hasil penentuan kandungan protein dalam sedimen yang dipakai sebagai sampel.

Sedimen tambak udang yang digunakan sebagai sampel ditentukan kandungan proteinnya dengan metode kjeldahl maka diperoleh hasil sebesar 0,372%, sehingga sampel yang diencerkan dengan rasio 3:2 (v/v) hanya akan mengandung 0,2035% protein yaitu merupakan kandungan protein dalam substrat yang optimum.

KESIMPULAN

Data hasil penelitian membutikan bahwa memang terjadi sistem induksi guna sintesis enzim proteolitik ekstraseluler oleh sel E.coli karena enzim proteolitik ekstraseluler tersebut ternyata berhasil diuji aktivitasnya terhadap BSA. Selain itu dapat disimpulkan bahwa;

1. Kami berhasil menanggulangi limbah tambah udang yang berupa protein sedimen yang kandungan proteinnya = 0,372%

2. Kondisi optimum untuk aktivitas enzim proteolitik ekstraseluler dalam pengujiannya terhadap BSA adalah pH (buffer fosfat 0,058) = 6,5 ; suhu optimum 35oC dan lama proses (inkubasi) = 30 menit dengan menghasilkan tirosin sebanyak 79,491 g/ml supernatan enzim proteolitik ekstraseluler dengan konsentrasi protein sedimen yang optimum = 223,2 mg%

3. Aktivitas enzim proteolitik ekstraseluler tersebut adalah 0,0146 U/mg protein enzim.

DAFTAR PUSTAKA

Boyer, R.F., Modren Experimental Biochemistry, Second Edition, Cummings Publishing Co, Inc, California, 1993, 54 – 55

Brojonegoro, Kemampuan Cerithidea sp dan Hydrobia sp Dalam Mereduksi Bahan Organik Dari Limbah Tambak Udang, Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Vol 4, No.2, 1998, 216 – 224

Buwono, I.D, Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Berpola Intensif, Edisi Pertama Kanisius, Yogyakarta, 1993, 29, 90 – 96, dan 105

Clark,J.M. dan Switzer, R.L., Experimental Biochemistry, Second Edition, W.H., Freeman and Co., New York., 1997, 75 – 76, 78 – 79

DwijosEPUTRA, Mikrobiologi Umum, Edisi Pertama, Djambatan, Jakarta, 1994, 59 – 62

Girindra, A., Biokimia I, gramedia, Jakarta, 1993, 94 – 100

Haroan ,S., Pengaruh Pemberian Hasil Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Pada Tanaman Tembacau Deli (Nicotiana tabacum), Terhadap Kadar N,P dan K, Daunnya, FMIPA – USU, 1998, 34 – 35.

Holme, D.J., Peek, H., Analytical Biochemistry, Longman, London, 1983

Lehniger, A.L., Dasar-Dasar Biokimia, Alih Bahasa Maggy Thenawijaya, Erlangga, Jakarta, 1988

Mihalyi, T., Application of Proteolytic Enzymes to Protein Structure Studies, Vol I., CRC Press, Inc., Florida, 1978

Page 20: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.2, 2005: 59-63

68

Mudjiman, Ahmad, Budidaya Udang Galah, Ke Enam, Penebar Swadaya, Jakarta, 1991, 4-5

Nurhasah, Karakterisasi Enzim Proteolitik Dalam Ekstrak Getah Kambojo (Plumeri accuminata), FMIPA – USU Medan, 1998

Ritzmann, M., Metodelogi Isolasi Enzim dan Aktivitasnya, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati, ITB, 1991, 34 – 36

Shahib, M. N., Pemahaman Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim, Citya Aditya Bakti, Bandung, 1992, 36 – 37

Srikandi, Fardiaz, Analisis Mikrobiologi Pangan, Edisi I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, 120 – 121

Sumeru, S.U., Ir & Anna Suzy, Dra., Pakan Udang Windu (penaeus Monodon), Edisi Pertama, Kanisius, Yogyakarta, 1992, 11 – 14 dan 38

Sutejo, M.M., Mikrobiologi Tanah, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1991, 285

Tim Penulis PS., Karet, Penebar Swadaya, Jakarta, 1997, 292 – 293

Trevor, P., Understanding Enzymes, Third Edition,Ellis Harwood Limited, 1991, 89 – 90

Wagino, Studi Pemisahan Parsial Enzim Urease dari Kacang Kedelai Secara Salting Out dan Kromatografi Kolom dengan Gel Hidroksiapatit, FMIPA – USU

Winarno, F.G., Enzim Pangan, Gramedia, Jakarta,1995, 11-12 dan 38

Wirahadikusumah, M., Biokimia – Protein, Enzim dan asam Nukleat, ITB, Bandung, 1981, 6-9, 40 - 56

Page 21: Sain Kimia Jul 2005
Page 22: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 68-72

68

PERBANDINGAN METODE POTENSIOMETRI MENGGUNAKAN BIOSENSOR UREA DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

UNTUK PENENTUAN UREA

KhairiJurusan Kimia FMIPA

Unsyiah Banda Aceh , 23111

Abstrak

Telah dilakukan analisis urea dalam larutan serum dengan metode potensiometri menggunakan biosensor urea berbasis membran kitosan. Hasil pengukuran dibandingkan dengan metode spektrofotometri. Pada metode potensiometri digunakan biosensor urea berbasis membran khitosan sebagai matriks immobilisasi urease pada elektroda pH. Elektroda tersebut digunakan untuk menentukan potensial larutan standar urea 10-1 – 10-8 M, dengan konsentrasi urea dalam larutan serum adalah 4 ppm. Konsentrasi larutan serum yang diperoleh pada metode potensiometri 4,28 ppm dan 4,08 ppm pada metode spektrofotometri. Hasil uji t antara kedua metode tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Kata Kunci: Potensiometri, Biosensor, Urea, Spektrofotometri.

PENDAHULUAN

Urea merupakan molekul dari amonia yang dibentuk pada proses deaminasi asam amino dalam hati. Menurut Dahliani (1995) bahan dasar urea adalah ammonia, karbondioksidadan kadar urea dalam darah orang dewasa adalah 1,8 – 4,0 mg/L. Jika kuantitas urea melebihi batas normal akan mengakibatkan tingginya kandungan urea dalam darah dan umumnya terjadi pada penderita gagal ginjal. Oleh karena itu sangat dibutuhkan analisis kandungan urea untuk keperluan diagnosa. Salah satu contoh analisis yang dapat dilakukan adalah penentuan kadar urea dalam larutan serum.

Penentuan urea dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri dan potensiometri. Pada metode ini digunakan metode Berthelot untuk menentukan senyawa urea dalan larutan serum kontrol. Hasil hidrolisis urea dengan urease menghasilkan amonia dan karbondioksida. Ion amonium yang terbentuk bereaksi dengan hipoklorit dan salisilat membentuk larutan kuning

kehijau-hijauan yang dapat diukur secara spektrofotometri (Dahliani, 1995).

Penentuan urea secara potensiometri dilakukan berdasarkan reaksi antara urea dengan urease membentuk amonium hiroksida (NH4OH). Elektroda pH merupakan sensor pada potensiometri yang digunakan untuk menentukan urea. Elektroda tersebut dilapisi dengan membran PVC (polivinilklorida) yang mengandung urease dengan sensitivitas 7 mV/dekade (Eggins, 1999).

Senyawa NH4OH yang terdapat dalam larutan akan membentuk keseimbangan pada permukaan membran. Hal ini disebabkan oleh proses homogenasi dalam larutan untuk mencapai keseimbangan, dan selanjutnya dapat dijadikan dasar penentuan kuantitas urea dalam sampel. Perubahan nilai pH larutandikonversikan dengan potensial dan sebanding dengan konsentrasi urea (Morf, 1991). Pada peralatan ini urease yang digunakan dalam keadaan terimmobilisasi dengan menggunakan sejumlah senyawa kimia sebagai

Page 23: Sain Kimia Jul 2005

Perbandingan Metode Potensiometri Menggunakan Biosensor Urea dengan Spektrofotometri(Khairi)

69

matriks untuk mengikat urease seperti PVC, khitosan, sedangkan glutaraldehid dan zat kimia lain berfungsi sebagai penyusun membran.

Khitosan adalah matriks yang sangat baik untuk immobilisasi enzim dalam industri makanan karena zat tersebut tidak toksik, tersedia dalam berbagai bentuk (seperti gel, powder, fiber dan membran). Aktifitas khitosan terhadap enzim tinggi, banyak tersedia di alam dan harganya sangat murah (Spagna, 2002). Penelitian tentang pemanfaatan khitosan sebagai matriks immobilisasi telah dilakukan, diantaranya adalah biosensor fenol dengan menggunakan tirosinase yang diimmobilisasi dalam khitosan (Wang, 2002).

Pada penelitian ini elektroda pH dilapisi oleh membran khitosan yang mengimmobilisasi urease. Selanjutnya alat ini digunakan untuk menentukan kadar urea pada larutan serum. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan metode spektrofotometri yang dianggap sebagai metode standar.

BAHAN DAN METODA

BahanBahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah urease tipe IX 66000 IU/g (sigma), urea (May dan Baker), khitosan (E. Merck), pereaksi I, pereaksi II, natrium hidroksida (E. Merck), asam klorida (E. Merck), asam asetat (E. Merck) dan serum (E. Merck).

Metoda1. Pembuatan membran khitosan

Sebanyak 0,25 g khitosan dilarutkan dalam 2 mL asam asetat 1 %, diaduk dengan magnetik stirer dan ditambahkan 0,005 g urease. Elektroda pH dicelupkan ke dalam campuran khitosan, dikeringkan pada suhu ruang selama ± 2,5 jam, dan direndam dalam glutaraldehid 2,5 % selama 15 menit. Elektroda kemudian diangkat dan dikeringkan selama 4 jam (Eggins, 1999).

2. Pengukuran urea secara potensiometriLarutan standar urea disiapkan dengan konsentrasi 10-1 – 10-8 M. Masing-masing larutan diukur potensial elektrodanya. Potensial E (mV) terukur dialurkan terhadap konsentrasi, dan diukur potensial larutan serum kontrol menggunakan elektroda khitosan. Potensial larutan serum kontrol yang diperoleh diplotkan terhadap kurva kalibrasi larutan standar urea, sehingga dapat diketahui konsentrasi urea pada serum.

3. Pengukuran urea secara spektrofotometri Disiapkan sederetan larutan standar urea dengan konsentrasi 3 - 9 ppm, dan cara kerja metode spektrofotometri adalah:

Tabel 1. Cara kerja penentuan serum kontrol dengan metode spektrofotometri

Blanko Standar Sampel

Standar - 30 L -

Serum (sampel) - - 30 L

Pereaksi I + enzim 3 mL 3 mL 3 mL

Dikocok dan diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang

Pereaksi II 3 mL 3 mL 3 mL

Page 24: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 68-72

70

Dikocok dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang

Absorbansi standar dan sampel dibaca pada = 573 - 581 nm

4. Perbandingan hasil pengukuranHasil pengukuran dari kedua metode diuji dengan menggunakan uji t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penentuan Kadar Urea dengan Metode PotensiometriMetode immobilisasi enzim yang

digunakan adalah metode cross linkingdengan menggunakan pereaksi glutaraldehid. Metode cross linking antara khitosan dengan glutaraldehid berdasarkan pembentukan ikatan silang antara gugus fungsional amino dari polimer khitosan dengan gugus karbonil dari pereaksi glutaraldehid. Akibat adanya ikatan silang maka rantai polimer khitosan semakin rapat sehingga enzim semakin mudah untuk diimmobilisasi (Said, 1987). Biosensor dapat mengukur urea karena terjadinya hidrolisis dari urea yang dikatalitik oleh urease membentuk ammonium hidroksida. Senyawa tersebut di dalam air akan terhidrolisis menjadi ion ammonium dan ion hidroksida, dan konsentrasi urea yang digunakan adalah 10-1 - 10-8 M.

Konsentrasi serum dengan metode potensiometri adalah adalah 4,28 ppm dengan simpangan baku 0,103.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9- 1 2 0

- 1 0 0

- 8 0

- 6 0

- 4 0

- 2 0

0

2 0

Pot

ens

ial (

mV

)

- l o g ( u r e a ) ( M )

y = - 1 2 5 , 1 3 + 1 7 , 2 6 xR = 0 , 9 9 9 1 1

Gambar 1. Kurva kalibrasi larutan standar urea biosensor urea berbasis membran khitosan

Sensitivitas biosensor urea menggunakan membran khitosan adalah 17,26 mV/dekade, dan nilai ini masih jauh dari nilai ideal yaitu 59,1 mV/dekade. Akan tetapi nilai ini masih lebih baik bila dibandingkan yang diperoleh Eggins (1999) yaitu 7 mV/dekade. Hal ini disebabkan kurang aktifnya urease dalam menghidrolisis urea, sehingga perbedaan potensial dari sederetan larutan standar tidak jauh berbeda.

2. Penentuan Kadar Urea dengan Spektrofotometri

Penentuan senyawa urea dalam serum dilakukan pada konsentrasi 3–9 ppm. Larutan serum diukur pada panjang gelombang 578 nm, dan persamaan garis lurus yang diperoleh adalah y = - 1,57.10-3 + 6,79.10-3 x.

Tabel 2. Uji keterulangan serum menggunakan biosensor urea berbasis membran khitosan

No. Potensial (mV = y) Konsentrasi (pM = x) Konsentrasi (ppm = x)1 -52,51 4,20 3,782 -53,4 4,15 4,253 -53,57 4,14 4,354 -54,44 4,09 4,885 -53,4 4,15 4,256 -53,4 4,15 4,257 -53,4 4,15 4,25∑ x 29,03 30,01

x4,15 4,28

Page 25: Sain Kimia Jul 2005

Perbandingan Metode Potensiometri Menggunakan Biosensor Urea dengan Spektrofotometri(Khairi)

71

Gambar 2 menunjukkan bahwa absorbansi larutan semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan hukum Lambert-Beer yang menyatakan absorbansi dan konsentrasi adalah berbanding lurus.

3 4 5 6 7 8 9

0,02

0,03

0,04

0,05

0,06

Ab

sorb

ans

i

Konsentrasi (ppm )

y = 1,57.10-3

+ 6,79.10-3

xR = 0,99554

Gambar 2 Kurva kalibrasi larutan standar urea dengan metode spektrofotometri

3. Analisis Data Potensiometri dan SpektrofotometriPada penelitian ini digunakan uji

statistik (uji t) untuk membandingkan hasil penentuan kadar urea pada serum dari kedua metode tersebut, dengan konsentrasi serum adalah 4 ppm. Dari perhitungan diperoleh nilat t hitung sebesar -0,86 dan t tabel sebesar 2,18. Sehingga t hitung < t tabel, hal ini menunjukkan bahwa kedua metode

tersebut tidak berbeda nyata (Suroso, 1991). Dengan demikian penentuan kadar urea dapat dilakukan dengan metode spektrofometri maupun potensiometri.

Pada penelitian ini digunakan uji statistik (uji t) untuk membandingkan hasil penentuan kadar urea pada serum dari kedua metode tersebut, dengan konsentrasi serum adalah 4 ppm. Dari perhitungan diperoleh nilat t hitung sebesar -0,86 dan t tabel sebesar 2,18. Sehingga t hitung < t tabel, hal ini menunjukkan bahwa kedua metode tersebut tidak berbeda nyata (Suroso, 1991). Dengan demikian penentuan kadar urea dapat dilakukan dengan metode spektrofometri maupun potensiometri.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kadar urea yang terukur dengan metode potensiometri 4,28 ppm, sedangkan dengan metode spektrofotometri 4,08 ppm dan kadar serum sebenarnya adalah 4 ppm. Hasil uji t antara kedua metode tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Tabel 3. Uji keterulangan serum kontrol dengan metode spektrofotometri

No Absorbansi (A = y) Konsentrasi (ppm = x)

1 0,0233 3,66

2 0,0207 3,28

3 0,0261 4,08

4 0,0318 4,91

5 0,0261 4,08

6 0,0261 4,08

7 0,0287 4,46

∑x 28,55

x4,08

Page 26: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 68-72

72

DAFTAR PUSTAKA

Dahliani, R. A., 1995, Pengaruh Hemodialisis terhadap Kadar Ureum pada Penderita Gagal Ginjal di Bagian Instalasi Patologi Klinik Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.

Eggins, B. R., 1999, Biosensors : an Introduction, John Wiley and Sons, New York.

Morf, W.E., 1991, The Principles of Ion-Selective Electrodes and of Membrane Transport, Elsevier Scientific Publisihing Company, Amsterdam.

Said, E.G., 1987, Bioindustri, Penerapan Teknologi Fermentasi, PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Edisi Pertama, Jakarta.

Spagna, G. Et al, 2002, A Mixture of Purified Glycosidase from Aspergillus niger for Oenological Application Immobilisd by Inclusion in Chitosan Gels, Enzyme and Microbial Technology, 30 (10) 80-89.

Suroso, 1991, Statistika untuk Kimia Analitik, Terjemahan dari Statistical for Analytical Chemistry, oleh Miller, J. C. Dan Miller

Page 27: Sain Kimia Jul 2005

Analisa Kadar Logam Cd2+ dari Kerang Secara Spektrofotometer Serapan Atom(Zul Alfian)

73

ANALISIS KADAR LOGAM KADMIUM (Cd2+) DARI KERANG YANG DIPEROLEH DARI DAERAH BELAWAN SECARA

SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

Zul AlfianJurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera UtaraJl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Kerang adalah hewan yang termasuk Phylum Mollusca dari klass pelecypoda. Kerang merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang berasal dari laut yang digemari oleh masyarakat Sumatera Utara. Pada umumnya kerang diperoleh dari daerah perairan Belawan.Metode destruksi yang digunakan dalam analisis ini adalah destruksi basah yang dilakukan secara spektrofotometer serapan atom. Dari data yang diperoleh bahwa kadar kadmium pada sampel ternyata telah melewati batas maksimum konsentrasi Kadmium yang masih diperbolehkan dalam bahan makanan hasil laut yaitu 0.2 ppm (SNI).

Kata Kunci: Analisis, Spektrofotometer Serapan Atom.

PENDAHULUAN

Kerang merupakan salah satu bahan makan tambahan hasil laut yang memperoleh makananya juga berasal dari laut, yaitu berupa plankton algae.

Air laut yang telah mengandung kadmium dalam konsentrasi tinggi yang berasal dari sisa-sisa buangan industri akan segera diubah oleh mikroorganisme- mikroorganisme dari bentuk anorganik menjadi organiknya.

Senyawa organik tersebut akan terserap oleh plankton algae, selanjutnya plankton algae ini merupakan makanan dari kerang dan binatang laut lainnya. Akibatnya, melalui rantai makanan ini dalam tubuh kerang terdapat kadmium. Apabila kerang-kerang tersebut dimakan oleh manusia, akan merupakan racun yang berbahaya karena terjadi penumpikan kadmium dalam tubuh manusia.

Sebagai contoh kasus yang terjadi di Jepang yang dikenal dengan penyakititai-itai (ouch-ouch). Penyakit itai-itai terjadi akibat keracunan kadmium. Peristiwa ini terjjadi di Fuchu, dimana terdapat pertambangan Pb, Zn, Cd yang

airnya menuju ke hulu sungai yang kemudian mengalir kedaerah persawahan penduduk. Karena beras yang dimakan telah mengandung kadmium, mengakibatkan penduduk di daerah sekitar itu menderita penyakit rematik dan mialgia (nyeri otot) yang disebut dengan penyakit itai-itai.

Kadmium adalah logam berat yang termasuk dlam golongan II B dalam periodik sistem. Logam-logam ini akan mudah bereaksi dengan ligan-ligan yang mengandung unsur-unsur O,S dan N. dalam tubuh logam-logam ini bersifat toksik, karena bereaksi dengan ligan-ligan yang penting untuk fungsi normal tubuh.

Didalam sel hidup terdapat berbagai ligan, seperti: OH, - COO-, -OPO3H

-, -C=O,-SH, -S-S-, -NH2 dan NH yang dpat membentuk ikatan kompleks dengan logam.

Afinitas yang kuat dari kadmium dengan gugus sulfhidril, menyebabkan inaktivasi enzim yang mengandung gugusan sulfhidril sehingga hal ini akan menggangu funsi normal tubuh.

Kadmium sangat sedikit diabsorbsi disaluran cerna, yaitu paling banyak ± 5

Page 28: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 73-76

74

%, sedangkan absorbsinya melalui saluran napas lebih sempurna. Setelah diabsorbsi, kadmium akan terikat kuat dalam hati dan ginjal. Pada pemberian suntikan Kadmium secara intravena terhadap binatang percobaan, ekskresinya lebih banyak melalui empedu dari pada melalui urine. (Klassen dan kotsonis, 1977).

Keracunan akut kadmium dapat disebabkan karena pemasukannya baik melalui pernafasan maupun melalui oral. Efek keracunan yang umum adalah iritasi saluran pernafasan bagian atas, mual, muntah, salivasi, mencret dan kejang pada perut.

Kadmium lebih bersifat toksis bila terhirup melalui pernafasan. Keracunan kronis timbul bila konsentrasi kadmium dalam ginjal mencapai 200 µg per gram terjadi kerusakan ginjal. Efek keracunan kronis yang lain yaitu: emphysema, hipertensi dan osteomalacia.

Untuk itulah penulis ingin menganalisa logam cd yang terdapat dalam kerang dari daerah Belawan dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

BAHAN DAN METODA

BahanMerkuri Klorida, Kadmium asetat, Asam Nitrat pekat, NatriumSulfida, Dithizon, Kloroform, Asam Klorida pekat, Asam sitrat, Amonium Hidroksida pekat, Aquadest, Thymol

AlatAtomic Absorption Spectrophotometer (Shimadzhu AA – 640), Neraca listrik (Sartorius), Penangas uapBlender, Krusentang, Oven, Lemari es, pH meter Hot Plate, Alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium kimia Batu didih, kapas, dan kertas saring, Pendingin balik,Tabung Reaksi, Indikator UniversilBlue.

Cara Kerja

Pengambilan SampelSampel diambil dari nelayan,

dilakukan secara cuplikan, untuk masing-masing sampel sebanyak 2 kg. Kemudian sampel dicuci, lalu diikuliti dan diambil isi bagian dalamnya. Kemudian isi bagian dalam sampel tersebut dicuci dengan aquadest lalu masukkan dalam blender, digiling sampai halus. Masukkan masing-masing sampel yang telah halus kedalam beaker glass yang telah diberi nomor kode, dan sampel siap untuk ditimbang dan diperiksa.

Pemeriksaan Kuantatif Kadmium secara Spektrofotometri Serapan AtomPembuatan kurva kalibrasi Kadmium- Timbang seksama 237,2 mg Cd

(CH3COO)2.2H2O, kemudian larutkan dalam aquadest. Pindahkan kedalam labu takar 100 ml, cukupkan dengan aquadest sampai garis tanda. Larutan ini mengandung Cd = 1,003 mg/ml, lalu diberi tanda sebagai larutan induk I.

- Pipet 10 ml larutan induk I kedalam labu takar 1ltr, encerkan dengan HCl 2N sampai garis tanda. Larutan ini mengandung Cd = 10 mg/ml, lalu diberi tanda sebagai larutan induk II.

- Dari larutan induk II ini dipipet masing-masing sebanyak 4; 5; 6; 8; 10; 12 dan13 ml kedalam labu takar 100 ml, kemudian encerkan dengan HCl 2N sampai garis tanda dan buat seri kepekatan larutan standar 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; dan 4

- Ukur resapan dari masing-masing larutan standard pada panjang gelombang 288 nm, dengan bllanko HCl 2N.

Page 29: Sain Kimia Jul 2005

Analisa Kadar Logam Cd2+ dari Kerang Secara Spektrofotometer Serapan Atom(Zul Alfian)

75

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Data larutan standar Cd pada panjang gelombang 228,8 nm secara spektrofotometer serapan atom (SSA).

Konsentrasi Cd (ppm) Absorbansi1,01,52,02,53,03,54,0

0,02220,02780,03240,04320,05420,06440,0694

Tabel 2. Data-data hasil pemeriksaan Kadmium dalam sampel secara spektrofotometer serapan atom.

Kode Sam-pel

Berat sampel (gram)

Serapan(Abs)

Kadar Cd

(ppm)

Deviasi Standar

Kadar rata-rata

HB2

BB2

DB2

25,100325,113225,104525,064025,075525,105325,214625,225025,2216

0,03620,03610,03620,04770,04780,04770,03360,03370,0338

0,25250,25140,25240,35690,35760,35720,22790,22870,2297

5,586 X 10-3

4,426 X 10-3

8,554 X 10-3

0,2521

0,3573

0,2288

Keterangan:H = kerang hijau D = kerang batuB = kerang bulu B2 = Belawan

PEMBAHASAN

Penetapan kadar kadmium dalam kerang yang diperoleh dari daerah Belawan karena daerah tersebut merupakan tempat penghasil kerang. Dimana pantai daerah tersebut merupakan muara sungai yang dilalui daerah-daerah industri, sehingga limbah dari industri kemungkinan telah mencemari air sungai tersebut.

Kadar Kadmium pada kerang yang diperoleh dari daerah Belawan

dengan menggunakan metodespektrofotometer serapan atom yang diperoleh, yaitu: kerang hijau (HB2) =

0,2525 ppm, kerang bulu (BB2) = 0,3570 ppm dan kerang batu (DB2) = 0,2286 ppm.

Dari hasil pemeriksaan ini kadar Kadmium dari Belawan ternyata dari ketiga jenis kerang tersebut telah melebihi ambang batas SNI.

Diusahakan inaktivasi dan mengeluarkan logam-logam ini dari saluran cerna dengan bilas lambung memakai anti dotum, yaitu sering menggunakan protein, diantaranya dalam bentuk protein susu.

Untuk menginaktivasi logam yang telah diabsorbsi, disuntikkan Dimekaprol atau N-asetilpenisilamin secara intra muskuler, namun gejala kilnik sukar dihilangkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanDari hasil pemeriksaan kadar

Kadmium dalam sampel dari daerah Belawan dengan metode spektrofotometri Serapan atom (SSA), ternyata keseluruhan sampel yang diperiksa telah melebihi ambang batas SNI

SaranDari hasil percobaan ini disarankan

kepada pemerintah melalui Instansi yang berwenang, agar memberikan bimbingan atau penyuluhan tentang cara-cara pembuangan limbah, terutama industri-industri yang mempergunakan senyawa-senyawa logam berbahaya seperti Hg, Pb, As dan lain-lain.

Page 30: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 73-76

76

DAFTAR PUSTAKA

Arthur L, Vogel, Text Book of Semi Macro andSemi Micro Qualitative Inorganic Analysis, 4th ed, The English Langage Book Sociaty And Longman.

Association of Offcial Agriculture Chemists (1980), William Mor with Editor, Halaman 388-389 dan 405-407

Ewing G.W.Instrumental Methods of Chemical Analysis, 4th edition, Mc.Craw Hill.Ltd (1969), Halaman 183-188.

Fries J. H. Getrost. Organic Reagent For Trace analysis, E. merck Darmstadt, 1977

Majalah BA TAN, volume XIV, No.1 April 1981, halaman 2-8

Majalah Intisari, Terbitan Februari 1984, Halaman 57-64

Morris, B. Jacobs. The Chemical Analysis of Foodsand, Food Product, Third Edition, Halaman 182-238

Robinson, J.W. Atomic Absorbtion Spectroscopy, 1st edition, Marcel DekkerInc, New York, (1964), halaman 8-9

Sudjana M. A. Metoda Stastika, Penerbit Tarsito, Bandung, 1982

Shimadzu, Atomic Absorption Spectrophotometri for Beginners.

Page 31: Sain Kimia Jul 2005

Sintesis Amida dari Asam Organik Alami dengan Amina Alami(Jamaran Kaban)

77

SINTESIS AMIDA DARI ASAM ORGANIK ALAMI DENGAN AMINA ALAMI

Jamaran KabanJurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera UtaraJl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Senyawa N-Stearoil glutamida dapat dihasilkan dari asam stearat (asam organik alami) dan asam glutamat (asam amino alami) melalui amidasi turunan asam stearat yakni stearoil klorida dengan asam glutamat.Amidasi stearoil klorida dengan asam glutamat menghasilkan senyawa N-stearoil glutamida dengan rendemen sebesar 77, 13 % dan titik lebur 135 – 136 0C.Hasil analisis produk N-stearoil glutamida didukung oleh data spektroskopi FT-IR dan 1H-NMR serta mempunyai harga HLB 3,39.

Kata Kunci: Sintesis, Amida, Amina alami

Page 32: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 77-81

78

PENDAHULUAN

Turunan senyawa alpha asam amino sebagai amida maupun poliamida dengan berbagai asam lemak dapat dimanfaatkan sebagai bahan antimikroba dan surfaktan. Turunan asam lemak dengan asam amino tersebut telah banyak dikembangkan sebagai antimikroba yang memberikan efek yang positif dan efektif terhadap jenis mikroba seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, aeruginosa, Microccus luteus, Bacillus cerceus, dan candida albicans (Sivasamy, A, et al., 2001).

Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan amidasi langsung melalui pemanasan antara asam karbosilat dengan senyawa amin yaitu reaksi antara asam azelat dengan urea menghasilkan senyawa amida yang berguna sebagai surfaktan (Budijanto, 2002) dan reaksi antara dodekilamania dengan asam ß-hidroksi pelargonat yang merupakan turunan asam azelat menghasilkan dodekil ß-hidroksi pelargonamida yang berguna sebagai zat anti penuaan dan anti keriput dalam industri kosmetika (Silsia, D, 2000).

Asam stearat merupakan asam lemak yang banyak dijumpai dalam miyak nabati dan hewani. Asam stearat tersebut di Sumatera-Utara telah diproduksi dari minyak sawit melalui hidrogenasi asam oleat seperti dilakukan oleh PT. SOCI (Weni., H, 1997).

Asam glutamat merupakan senyawa asam alpha amino yang sumbernya banyak diperoleh dari protein kedelai melalui hdrolisis enzimatik yang selanjutnya difermentasikan (Fox, B.A, et al., 1983). Dalam hal ini peneliti mengembangkan sintesis N-stearoil glutamida dari bahan dasar asamglutamat yang merupakan asam amino alami mengandung 2 gugus karboksilat

dan satu gugus amino dengan asam stearat yang merupakan asam organik alami.

BAHAN DAN METODA

BahanAsam stearat diperoleh dari

PT.Sinar Mas Oleochemical Industry (SOCI), posfor triklorida, chloroform, asam glutamat, natrium hidrooksida, asam sulfat, petroleum benzine dan ethanol diperoleh dari E’merkPembuatan Stearoil Klorida.

Sebanyak 0, 025 mol (7,11 gr) asam stearat dimasukkan kedalam labu alas bulat 250 ml yang dilengkapi dengan magnetik stirrer, dilarutkan dengan 20 ml chloroform kemudian melalui corong penetes ditambahkan sebanyak 0,03 mol (2,63 ml) PCl3. Selanjutnya dilakukan refluks pada suhu 60-70 oC selama 3 jam lalu dilakukan penyaringan dan filtrat hasil saringan ditambah 0,03 mol (4,41 gr) asam glutamat dalam campuran air dan aceton (pada pH 12 dengan NaOH) lalu diaduk pada suhu 0 0C selama 25 menit. Setelah pengadukan berikutnya selama 30 menit, campuran diasamkan dengan asam sulfat untuk membentuk kristal N-Stearoil glutamida. Selanjutnya dicuci dengan petroleum benzine, kristal yang diperoleh dilakukan rekristalisasi menggunakan campuran etanol / petroleum benzine. Selanjutnya dikeringkan dalam desikator, dan hasil tersebut ditentukan titik leburnya, harga HLB dengan metode titrasi dan analisis spektroskopi FT-IR beserta 1H-NMR.

Penentuan Harga HLB dengan Metode Titrasi.a) Penentuan Bilangan Penyabunan.

Sebanyak 5,0 gr N-Stearoil Glutamida dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer kemudian ditambahkan 50 ml KOH 0,5 N,

Page 33: Sain Kimia Jul 2005

Sintesis Amida dari Asam Organik Alami dengan Amina Alami(Jamaran Kaban)

79

selanjutnya di didihkan sampai N-Steroil Glutamida larut. Setelah didinginkan, dititrasi dengan HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator phenolptalein hingga warna merah hilang. Kemudian dicatat volume HCl 0,5 N yang digunakan.

b) Penentuan Bilangan Asam.Sebanyak 10 gr N-Steroil Glutamida dimasukkan kedalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 50 ml alkohol 95%. Selanjutnya dipanaskan selama 10 menit sambil diaduk. Setelah didinginkan dititrasi dengan KOH 0,0463 N menggunakan indicator phenolphthalein sampai terbentuk warna merah jambu, lalu dicatat volume KOH 0,0634 N yang di gunakan.

Untuk menentukan harga HLB digunakan rumus sebagai berikut:

HLB = 20 (1 - P/A) P = Bilangan Penyabunan A = Bilangan Asam

HASIL DAN PEMBAHASAN

HasilSenyawa N-stearoil glutamida yang

diperoleh dari reaksi antara 0,025 mol (7,56 ml) stearoil klorida dengan 0,03 mol (4,41 gr) asam glutamat diperoleh rendemen sebesar 77,13 % (7,96 gr) dengan titik lebur 135 – 136 o C dan

harga HLB sebesar 3,39. Hasil analisis spektroskopi FT-IR dari dari N-stearoil glutamida memberikan spektrum dengan puncak serapan kimia pada daerah bilangan gelombang 3415, 2918, 2848, 1701, 1471, 463, 1186, 1055, dan 719 cm-1 (lampiran 1) sedangkan analisis spektroskopi 1H-NMR memberikan spektrum sebanyak 4 lingkungan proton pada daerah pergeseran kimia ( δ ) 0,9 ppm; 1,3 ppm; 1,8 ppm dan 2,3 ppm (lampiran 2).

Dari Penentuan Bilangan Penyabunan (P) dan Bilangan asam (A) dengan menggunakan metode titrasi diperoleh harga P dan A untuk stearoil glutamida sebesar 11,22 dan 13,24. Dengan menggunakan rumus diatas diperoleh harga HLB sebesar 3,39. Selanjutnya dengan menngunakan tabelskala keseimbangan hidrofil lifofil maka senyawa N-stearoil glutamida dapat digunakan sebagai pengemulsi W/O.

Diskusi Amidasi N-stearoil klorida dengan

asam glutamat dapat menghasilkan N-stearoil glutamida berdasarkan prinsip Hard Soft Acid Base (HSAB). H+ dari NH2 merupakan asam keras (Hard Acid) yang mudah bereaksi dengan Cl- dari stearoil klorida yang merupakan basa keras (Hard Base) dan NH- dari asam glutamat merupakan basa lunak (Soft Base) yang mudah mudah bereaksi dengan gugus asil R-C+ =O yang merupakan asam lunak. Reaksi yang terjadi ialah:

H 3 C ( C H 2 ) 1 6

O

O H

A s a m S t e a r a t

+ P C l 3 H 3 C ( C H 2 ) 1 6

O

C l

S t e a r o i l K l o r i d a

+ H 3 P O 3

H 3 C ( C H 2 ) 1 6

O

C l

S t e a r o i l K l o r i d a

+N H 2

O

H O

O

O H

A s a m G l u t a m a t

H 3 C ( C H 2 ) 1 6

O

N H

O

H O

O

O H+ H C l

N - S t e a r o i l G l u t a m i d a

Page 34: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 77-81

80

Gambar 1. Spektrum FT-IR N-Stearoil Glutamida dari Reaksi antara Stearoil Klorida dengan Asam Glutamat

Senyawa N-stearoil glutamida dimurnikan dari campuran pelarut petroleum benzine: etanol (1:1 v/v). Kristal yang diperoleh dianalisis dengan spektroskopi FT-IR (lampiran 1) memberikan serapan pada daerah bilangan gelombang 3415 cm-1

menunjukkan adanya gugus O-H. Hal ini didukung oleh adanya vibrasi bending pada daerah bilangan gelombang 1616 cm-1 untuk gugus N-H, bilangan gelombang pada daerah 2918-2848 cm-1 adalah merupakan vibrasi streching pada –(CH2)16 yang didukung

adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1471-1463 cm-1

menunjukkan adanya vibrasi bending dari –C-H sp3 dan serapan pada daerah bilangan gelombang 719 cm-1

menunjukkan adanya vibrasi bending dari CH2, sedangkan serapan pada daerah bilangan gelombang 1701 dan 1055 cm-1 menunjukkan vibrasi dari gugus C=O amida dan vibrasi strching dari gugus C-N.

Terbentuknmya senyawa N-stearoil glutamida ini ditandai dengan meunculnya gugus N-H pada bilangan gelombang 3753 cm-1 dan gugus karbonil (C=O) amida pada bilangan gelombang 1701 cm-1.

Analisis spekktroskopi 1H NMR (lampiran 2) memberikan spektrum dengan lingkungan proton pada pergeseran kimia (δ) 0,9 ppm menunjukkan 3 buah proton pada CH3

dan pada daerah pergeseran kimia 1,3 ppm menunjukkan 30 buah proton pada –(CH2)15-. Pada daerah pergeseran kimia1,8 ppm menunjukkan 4 buah proton masing-masing 2 proton pada gugus –CH2 yang terikat pada gugus karbonil dan 2 buah proton pada gugus –CH2

yang terikat pada posisi dari gugus karbosilat pada asam glutamat. Sedangkan pergeseran kimia pada 2,3 ppm menunjukkan 3 buah proton yang terikat pada posisi β dari gugus karbosilat dari asam glutamat seperti yang digambarkan pada struktur berikut :

H 3 C ( C H 3 ) 1 5 C

O

C

N H

C HC H 2

C H 2C

O

H O

O

O H

C H 2

1 , 8 p p m

2 , 3 p p m

1 , 3 p p m

0 , 9 p p m

Page 35: Sain Kimia Jul 2005

Sintesis Amida dari Asam Organik Alami dengan Amina Alami(Jamaran Kaban)

81

Tidak munculnya puncak proton dari gugus N-H karena terjadi coupling antara hidrogen dengan oksigen dari karbonil sehingga membentuk jembatan hidrogen, sedangkan tidak terdapatnya puncak proton dari gugus karbosilat karena pergeseran kimia 11-12 ppm sedangkan spektrum hanya menunjukkan pergeseran kimia sampai 10 ppm

Gambar 2. Spektrum 1H-NMR N-Stearoil Glutamida

Tidak munculnya puncak proton dari gugus N-H karena terjadi coupling antarahidrogen dengan oksigen dari karbonil sehingga membentuk jembatan hidrogen,sedangkan tidak terdapatnya puncak protondari gugus karbosilat karena pergeserankimia 11-12 ppm sedangkan spektrumhanya menunjukkan pergeseran kimiasampai 10 ppm

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan1. Senyawa N-stearoil glutamida dapat

dihasilkan melalui amidasi stearoil klorida dengan asam glutamat.

2. Rendemen yang dipoeroleh bessarnya 77,13 %

3. Senyawa N-stearoil glutamida yang diperoleh berdasarkan ppenentuan harga HLB dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi W/O

SaranDisarankan untuk melakukan amidasi

terhadap asam alpha amino lainnya sekaligus melakukan uji aktivitasnya sebagai anti mikroba.

DAFTAR PUSTAKA

Budijanto, (2002),” Sintesis Senyawa Surfaktan 1,9-Dilaktosil Nonanadiamin Melalui Reaksi Amidasi Antara asam Laktat Dengan 1,9- Nonanadiamin Yang Diturunkan dari Asam Oleat”, Program Pasca Sarjana USU, Medan.

Fox, B.A., Allan G. Cameron (1983), “FoofScience: a chemical approach “, 4th Ed.,

Hodder and Stoughton, London.Gabriel, R, (1984), Selective Amidation of

Fatty Methyl Esters with N- (2- Aminoethyl) - Ethenolamine under

Base Catalysis.Silsia, D, (2000) “Sintesis Dedokil - Pelargonamida

Melalui Reaksi Amidasi Dodekilamina dengan asam -Hidroksi Pelargonat yang Diturunkan dari asam Risinoleat”.

Sivasamy, A.M.Krishnaveni, and P.G. Rao (2001), “Preparation, Characterization, and Surface and Biological Properties of N -Stearoyl Amino Acids” J.Am.Oil.Chem.Soc, 78 (9).

Weni, H., (1997), “Laporan Kerja Praktek PTSOCI”, Jurusan Kimia, Program D3 Kimia Analis, FMIPA USU, Medan.

Page 36: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 82-84

82

ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK METANOLDAUN TUMBUHAN JAMBU KELING

Philippus H SiregarJurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera UtaraJl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Isolasi senyawa dari daun Jambu keling (Eugenia cumini (L) Druce) dilakukan isolasi dengan menggunakan pelarut metanol . Ekstrakhasil maserasi diasankan dengan HCL (pH<2) ditambahkan NH4OH pekat diatur pH 9-13 , terbentuk endapan ,dikeringkan lalu diekstraksi dengan Khloroform ,dipisahkan diambil larutan,dipekatkan hingga diperoleh ekstrak kasar alkaloida , Lalu dianalisis secara khromatografi lapis tipis dan disolasi dengan khromatografi kolom menggunakan fasa diam silika gel 60 G Kemudian dielusi dengan metanol 100 %dan dilanjutkan dengan campuran Metanol : Khloroform (`18 :2) – (v/v).Kristal yang diperoleh berbentuk jarum Warna Kuning Kecoklatan dan direkristalisasi dengan metanol : Khloroform , titik lebur yang diperoleh 293 – 295 oCDan kristal yang diperoleh berbentuk jarum warna kuning kecoklatan dan direkristalisasi dengan metanol lalu dengan khloroform . jumlah kristal yang diperoleh banyaknya 59 mgram dan di identifikasi kristal dilakukan dengan menggunakan spektroskopi Inframerah dan Resonansi Magnit Inti Proton (1H –NMR)

Kata Kunci: Destruksi dan Netralisasi, isolasi, Alkaloid

PENDAHULUAN

Salah satu sumber senyawa bahan alam hayati yang memegang peranan penting dalam pemanfaatan zat kimia berkhasiat yang terdapat di alam. Hampir setiap daerah di Indonesia mengenal ramuan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan tertentu secara tradisionil.Penggunaan tumbuh-tumbuhan tetentu sebagai obat merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang kita sewjak dahulu hingga sekarang ini untuk penyakit tertentu. Bahan obat yang digunakan dapat berasal dari daun, batang,akar, bunga dan biji bijian. Sebagai langkah awal penelitian dilakukan skrining fito kimia untuk memberikan gambaran dasar golongan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan tersebut.

Salah satu tumbuhan berkhasiat dan digunakan sebagai obat adalah tumbuhan Jambu Keling (Eugenia Cumini (L) Druce). Tumbuhan Jambu keling ini seing digunakan sebagai obat penambah darah, peluruh air

kencing, obat untuk diabetes, obat luka sakit perut dan juga pecah-pecah dalam lidah. Dengan melakukan metode pemisahan, uji sifat fisika dan kimia serta analisis gugus fungsi dengan alat spektrofometer infra merah serta analisa pergeseran proton – proton dengan alat spektrofotometer 1H-NMR.

METODA DAN BAHAN

Bahan

Serbuk tumbuhan Jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce.), HCl (p), NH4OH, Khloroform, Metanol, Pereaksi Maeyer, Pereaksi Dragendorf.

Alat

Corong Pisah, Rotary Evaporator, Khromatografi kolom, I.R, HNMR, C-NMR’

Page 37: Sain Kimia Jul 2005

Isolasi Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Jambu Keling(Philippus H Siregar)

83

Cara kerja

Uji Pendahuluan

Bagian tumbuhan Jambu Keling(Eugenia cumini (L.) Druce) bagian dari daun dilakukan uji pendahuluan untukmengetahui kandungan senyawanya.

Destruksi

Bagian daun tumbuhan jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce) didestruksi basah dengan HCl dalam metanol sebesar 2M kemudian dinetralisasi dengan penambahan basa NH4OH dan terjadi padatan berupa endapan.

Ekstraksi

Endapan dikeringkan dan diektraksi dan direndam dalam khloroform dan dipekatkan dengan alat rota-evaporator.

Pemisahan dan Pemurnian

Ekstrak pekat khloroform (2 g) dikhromatografi kolom dengan fasa diam silika gel 60 sebanyak 60 gram dengan fasa gerak khloroform: metanol dengan menaikkan kepolaran bertingkat. Fraksi yang keluar kolom khromatografiditampung menggunakan vial sertadimonitor dengan khromatografi lapis tipis. Fraksi dengan Rf yang sama dan positip dengan pereaksi Maeyer yang ditandai dengan munculnya warna putih, digabung selanjutnya, diuapkan pelarutnya kemudian fraksi ini direkristalisasi untuk memperoleh kristal murni.

Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi

Terhadap kristal hasil isolasi dilakukan analisis Spektroskopi IR, 1H- NMR dan 13C- NMR dan penentuan titik leleh untuk menentukan senyawa hasil isolasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. FTIR Isolasi Daun Jambu

Dari hasil destruksi dan netralisasi dan didapat padatan lalu pemisahan dan pemurnian serbuk daun jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce) diperoleh kristal berwarna kuning dengan titik leleh 293 oC – 295 oC. Analisa Spektrum IR (Gambar 1). Pada daerah paling utama dari senyawa alkaloid munculnya bilangan gelombang 1635,78 cm-1 dengan puncak tajam menunjukkan serapan kharakteristik N-C = C dari rentangan -C=C atau vinil serta bilangan 1541,26 –1508,47 cm–1

dengan puncak lemah menunjukkan serapan kharakteristik –NH3, NH2 dari –NH+ sedangkan pada bilangan gelombang 3443,25 cm-1 dengan puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi O-H dengan puncak tajam menunjukkan vibrasi C=O pada bilangan gelombang 2959,07 cm-1.

Gambar 2. NMR Isolasi Daun Jambu

Analisa spektrum 1H-NMR (Gambar 2)terlihat adanya pergeseran kimia 1,18 –1,28 ppm multiplet –CH3, pergeseran kimia pada daerah 1,97 –2,07 ppm terdapat

Page 38: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 82-84

84

puncak kuartet ini menunjukkan adanya proton dari karbon CH3 –(C=C) pergeseran kimia 3,29 –5,41 ppm merupakan puncak multiplet ini menunjukkan proton yang terikat pada atom N, H(N)-aromatis dan juga pada 6,14 ppm adanya atom N yang terjadi pada senyawa alkaloid.

KESIMPULAN

Isolasi daun tumbuhan jambu keling (Eugenia Cumini (L.) Druce).Mengandung senyawa alkaloida dan diperoleh kristal berwarna kuning berbentuk jarum dan mempunyai titik Lebur 2930 – 2950 C. yang diduga strukturnya mirip golongan indol alkaloid.

TINJAUAN PUSTAKA

Prapti,U. Tanaman Obat untuk Mengatasi Diabetes Melitus, 2003, Cetakan Pertama, PenerbitAgromedia, hal. 61-63.

Heyne, K., Tumbuhan Berguna Indonesia, 1987,Jilid III, cetakan pertama, Jakarta, hal. 1515-1516.

Verheij, E., W., M.; Coronel, R.E Proses Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2, 1995, Bogor, hal. 441-446.

Oswald, T.T. Tumbuhan Obat, 1995, Penerbit Bhrata, Jakarta, hal. 31-33.

Van Steenis, C.G.G.J., Flora, 1987. Cetakan kedua, PT Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 326-327

George, H.M.; Lawrence, Taxonomy of VascularPlant 1955, MacMillan, Co., New York. P.624-634.

Lemmen, R.H.M.; Soerianegara. Plant Resources of Souih East Asia 1995, Timber Trees, Bogor, hal 441.

Dalimart, S. Atlas Tumbuhan Indo-Nesia, 2003, Jilid III, Trubus Agriwidya Jakarta, hal. 19-23.

Nakanishi, K., Natural Product Chemistry, 1974, Vol. II, Kodansa Ltd., New York and London, p. 48.

Mannito, P. Bio Sintetis Produk Alami 1992,Koensoemdyah Apt., SU, Cetakan Pertama IKIP Semarang, hal. 2-4.

Page 39: Sain Kimia Jul 2005

Analisis Sumber Kitin dari Limbah Industri Perikanan(Harry Agusnar)

85

ANALISIS SUMBER KITIN DARI LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

DI SUMATERA UTARA

Harry AgusnarJurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera UtaraJl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Kitin dari limbah perikanan yang telah diindustri dari perdangangan adalah dari kulit udang dan kulit kepiting. Sdalam kajian ini sumber kitin dari buangan perikanan lainnya yang mempunyai potensi tinggi untuk dikembangkan adalah dari kulit balangkas dan tulang sotong (cumi-cumi). Pada sumber kitin tersebut dilakukan pemisahan untuk mendapatkan kitin yang baik. Anilisis spektrofotometri inframerah, analisis termogravimetri dan analisis unsur (C, H, O, N) telah menujukkan bahwa sumber-sumber tersebut mengandung kitin yang tinggi.

Kata Kunci: Limbah, Kitin

PENDAHULUAN

Kitin merupakan polmer alam yang kedua terbanyak di dunia setelah selulosa. Kitin dan selulosa adalah

turunan polisakarida, pada kitin struktur kimianya pada C-2, sedangkan pada selulosa gugusan (OH) (Muzzareli, 1978)

Gambar 1. Struktur Kitin

Penyelidikan kitin untuk penggunaan berbagai bidang telah berkembang dengan pesat seperti bioteknologi, elektronik, farmasi, kedokteran, kosmetik, pertanian dan perawatan limbah (Zikakis, 1984). Dengan banyaknya bidang yang memerlukan, sudah barang tertentu akan berlaku permintaan yang banyak sehingga sumber-sumber yang lain perlu digali agar dapat terpenuhi. Penyelidikan ini bertujuan untuk mencari sumber baru untuk

kegunaan indsutri dengan kualitas yang sama.

METODOLOGI PENELITIAN

Sumber-sumber kitin seperti kulit belangkas dan tulang sotong terlebih dahulu dikeringkan. Pemakaian bahan kimia seperti asam klorida, asam sulfat, hidrogen peroksida dan natrium hidroksia dari merek BHD. Pemisahan kitin menggunakan metode Hackman (1945),

Page 40: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 85-86

86

Hackman dan Golberg (1964). Horowitz (1957) dan Be Miller (1963) juga dilakukan beberapa variasi.

Pada kitin yang dihasilkan telah dilakukan analisis dengan menggunakan alat spektrofotometri infra merah (Parkin elemer), analisis termogravimetri (Du pont) dan analisis unsur (C, H, N, O) (carlo Erba)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum proses pemisahan kitin dari komponen-komponen yang bukan kitin adalah dengan menghilangkan mineral atau menghilangkan kapur dengan menggunakan larutan asam klorida dan proses menghilangkan protein dengan menggunakan Natrium hidroksida campuran. Perbandingan jumlah kitin yang dihasilkan dapat ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Jumlah Hasil Kitin

Sumber Berat kering sampel (gr)

KitinBerat

Hasil (gr)Hasil

Bersih (gr)

Kulit kepitingKulit udangKulit BelangkasKulit Sotong

150100600200

50,330,068,0140,0

33,530,010,270,0

Tabel 2. Analisis Unsur Kitin dari Beberapa Sumber

Sumber Data Analisa (%)C H N o

Kulit kepitingKulit udangKulit BelangkasKulit Sotong

46,6045,3248,2847,30

6,976,807,416,95

6,506,105,796,42

41,6140,3038,5240,45

Spektrum infra merah kitin keempat-empat adalah sama dan ini adalah sangat bersesuaian dengan yang dilaporkan Pearson (1960). Begitu juga dengan termogram menujukkan suhu antara 2250C, 400C dan degradasi yang tertinggi pada suhu 405 0C. Analisis unsur setiap sumber kitin telah ditunjukan pada Tabel 2. Data yang diperoleh menunjukkan tidak jauh perbedaanya diantara sumber-sumber kitin

yang sama seperti yang dilaporkan Muzzarelli (1978).

KESIMPULAN

Kulit udang, kulit kepiting, tulang sotong dan kulit belangkas sangat potensial dikembangkan karena kitin yang dihasilkan cukup tinggi sekitar 70% untuk tulang sotong dan 10% untuk tulang belangkas. Apabila kedua bahan tersebut merupakan bahan yang terbuang/terbiar tanpa pemanfaatan yang jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Be Miller, J. N. and Whistler, R. L. 1962, “Alkaline Degradation of Amino Sugar”, J. Org. Chem. 27: 1161 - 1163

Hackman, R. H. 1954. “Enzyim Degradation of Chitin and Chitin Ester”, J. Biol Sci. 7. 168 – 178.

Herowitz, S. T., Roseman, S., and Bhumental, H. J. 1957, “The Preparation of Glucosamine Oligosacharides”. J. Amer. Chem. Sec. 79:5046 - 5049

Muzzarelli, R. A. A., 1978. “Chitin Pergamon”, Press. Oxford.

Zikakis, J.P., 1984, “Chitin, Chitosan and Related Enzymes”, Proceed of Joint Us-Japan Seminar on Advances in Chitin Academic, Press, New York.

Page 41: Sain Kimia Jul 2005

Pembuatan Mie Kering dari Tepung Terigu dengan Tepung Rumput Laut yang Difortifikasi dengan Kacang Kedelai(Emma Zaidar Nasution)

87

PEMBUATAN MIE KERING DARI TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG RUMPUT LAUT YANG DIFORTIFIKASI

DENGAN KACANG KEDELAI

Emma Zaidar NasutionJurusan Kimia FMIPA

Universitas Sumatera UtaraJl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan mie kering dari tepung terigu dengan tepung rumput laut yang difortifikasi dengan kacang kedelai.Mie diperoleh dengan pencampuran 60 g tepung terigu, 20 g tepung rumput laut dan 20 g tepung kacang kedelai, diolah dan dicetak lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 600 C.Dilakukan karakterisasi terhadap mie yang diperoleh yang meliputi: kadar protein, kadar air, kadar abu, kadar vitamin A dan uji organoleptik.

Kata Kunci: Mie, Difortifikasi.

PENDAHULUAN

Mie (noodle) adalah salah satu produk pangan yang terbuat dri tepung dan menyerupai tali yang berasal dari Cina, yang telah lama dikenal masyarakat luas. Bahkan seluruh dunia telah mengenalnya dengan masing –masing nama atau istilahnya. Dalam bahasa Inggris disebut Noodle, bahasa Jepang terdapat beberapa istilah yaitu: ramen, udon, kisimen.

Mie merupakan suatu jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa jenis makanan ini digemari oleh berbagai lapisan masyarakat yang telah mengenalnya. Hal ini antara lain karena penyajiannya untuk siap dikonsumsi sangat mudah dan cepat. Disamping itu, selalu dapat digunakan sebagai variasi dalam lauk pauk juga dapat digunakan sebagai pengganti nasi.

Pada umumnya mie kering yang telah beredar dipasaran bahan baku

utamanya adalah tepung terigu dimana komposisi kimianya tidak mengandung vitamin A, tetapi tepung terigu sebagai bahan baku utama membuat mie yang terbuat dari biji gandum pilihan yang berkualitas tinggi, dapat merupakan zat gizi yang menyediakan energi bagi tubuh dan juga dapat membantu memperbaiki tekstur serta menambah cita rasa dari bahan pangan.

Rumput laut memiliki nilai ekonomi cukup tinggi apalagi jika telah melalui pengolahan lebih jauh. Manfaat rumput laut dan hasil olahannya telah semakin meluas sebagai bahan baku industri pangan, farmasi, kosmetik sebagai bahan penstabil, pengental, pembentuk gel, pengemulsi dan lainnya, selain kaya akan kandungan mineral rumput laut juga kaya akan vitamin A.

Kacang kedelai merupakan sumber protein yang paling baik dibandingkan dengan jenis kacang – kacangan yang lain. Disamping itu kacang kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat. Ketiga bahan tersebut diatas masing-masing

Page 42: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 87-91

88

mempunyai kandungan serat. Serat ini juga mampu mengikat sisa-sisa hasil metabolisme dalam saluran pencernaan.

Berdasarkan keunggulan dari ketiga bahan di atas maka peneliti mencoba melakukan penelitian dari ketiga bahan tersebut dimana tepung rumput laut dan tepung terigu difortifikasi dengan kacang kedelai menjadi mie kering.

Maka dari itu diharapkan dari hasil penelitian diperoleh mie kering yang tidak hanya kaya akan mineral dan serat tetapi juga kaya akan vitamin khususnya vitamin A dan harganya terjangkau oleh masyarakat untuk memenuhi nilai gizi tambahan. Hal ini menjadikan mie menjadi bahan pangan yang baik karena mengandung nilai gizi yang tinggi, serta alami dan mudah dalam penyajian untuk dikonsumsi. Dengan adanya kandungan vitamin A pada mie ini membuat mie ini memiliki suatu keistimewaan atau keunggulan dibanding mie-mie kering yang beredar dipasaran selama ini.

BAHAN DAN METODA

BahanRumput laut diperoleh dari Pasar

Sambas Medan. Tepung terigu dan

kacang kedelai yang digunakan diperoleh dari Pajak Pagi Kampung Durian Medan.

AlatAyakan, open, alat-alat laboratorium

yang sering digunakan.

MetodaRumput laut dan Kacang kedelai

sebelumnya dibersihkan lalu dicuci kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan 80 mesh hingga diperoleh tepung Rumput laut dan tepung Kacang kedelai. Tepung terigu dicampur dengan tepung rumput laut yang difortifikasi dengan tepung kacang kedelai lalu diolah dan selanjutnya diproses menjadi mie kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 60o

C.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HasilMie kering yang diperoleh dari

variasi berat tepung terigu, tepung rumput laut dan tepung kacang kedelai dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Variasi berat tepung terigu, tepung rumput laut dan tepung kacang kedelai

NO TT (g) TRL (g) TKK (g) HASIL1 10 45 45 Tidak dapat dicetak2 20 40 40 Tidak dapat dicetak3 30 35 35 Tidak dapat dicetak4 40 30 30 Tidaka dapat dicetak5 50 25 25 Dapat dicetak tapi putus-

putus6 60 20 20 Dapat dicetak dengan baikKeterangan: TT = Tepung Terigu

TRL = Tepung Rumput Laut TKK = Tepung Kacang Kedelai

Page 43: Sain Kimia Jul 2005

Pembuatan Mie Kering dari Tepung Terigu dengan Tepung Rumput Laut yang Difortifikasi dengan Kacang Kedelai(Emma Zaidar Nasution)

89

Dari tabel dapat diketahui bahwa pencampuran 60 g tepung terigu dengan 20 g tepung rumput laut yang difortifikasi dengan 20 g tepung kacang kedelai diperoleh bentuk mie yang dapat dicetak dengan baik dan inilah yang selanjutnya dianalisa.

Penentuan Kadar ProteinKadar peotein pada mie dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:

N%

%1001000

008.14

xxsampelg

FPxxHClNxHClV

FKxN%P%

di mana: _

V HCl = volume rata-rata peniterN HCl = Normalitas peniterFP = Faktor pengenceranFK = Faktor konversiDari penelitian yang dilakukan diketahui:

_

V HCl = 0,33 mlN HCl = 0,100 NFK = 6,25FP = 274,19

Maka:

%10010002

19,274008,14100,033,0% x

x

xxxN

= 6,3374% P = 6,3374 % x 6,25 = 39,6087 %

Jadi kadar protein mie yang diperoleh sebesar 39,6087 %.

Penentuan Kadar AirUntuk kadar air dihitung dengan cara

sebagai berikut:

%100xsemulaberat

beratkehilanganairkadar%

%100x9943,54

8934,1

%4429,3Maka diperoleh kadar mie sebesar 3,4429 %

Penentuan Kadar AbuUntuk kadar abu diperoleh melalui

perhitungan sebagai berikut:

%100xsampelgram

abugramabukadar%

%100xg2

g032,0

%6,1Jadi kadar abu diperoleh sebesar 1,6 %

Penentuan kadar vitamin ADiketahui hasil pembacaan intensitas

maksimum dari Tintometer yaitu: 1,1 maka untuk menghitung kadar vitamin A dalam 1 gram sampel adalah sebagai berikut :

CspXWsp

AstxAspAVitaKadar min

100

20

20

.28,11,1X

g

uix

gramperui.014,0

di mana: Asp = nilai pembacaan (intesitas maksimum)Ast = nilai standartWsp = berat sampelCsp = konsentrasi sampelJadi kadar Vitamin A yang diperoleh dalam 1 gram sampel adalah sebesar 0,014 i.u per gram.

Uji OrganoleptikUntuk uji organoleptik data diolah

dengan statistik nonparametrik yaitu dengan uji Kruskal-Wallis. Perhitungannyaadalah sebagai berikut:

Page 44: Sain Kimia Jul 2005

Jurnal Sains KimiaVol 9, No.2, 2005: 87-91

90

K

1k k

2

1N3n

KR

1NN

12H

di mana: R = total jenjang N = total dari panelisdiketahui: N = n1 + n2 + n3

= 25 + 25 + 25= 75R1 = 1202, R2 = 1102, R3 = 242

Maka:

H 865,0Kriteria pengambilan keputusannya adalah:H0 diterima apabila : H X2 ; K-1H0 ditolak apabila : H X2 ; K-1 = 0.05, maka menurut tabel X2

0,05 ; 3-1 = 5.991.Nilai H (0,865) ternyata lebih kecil daripada 5,991, maka H0 diterima pada taraf nyata 0,05.

PembahasanDari hasil penelitian diketahui bahwa,

kondisi fisik mie yang paling baik dilihat dari segi warna dan bentuk adalah pada pencampuran 60 g tepung terigu, 20 g tepung rumput laut yang difortifikasi dengan 20 g tepung kacang kedelai.

Hal ini disebabkan karena pada perlakuan tersebut diatas, berat tepung terigu lebih besar (banyak) daripada berat tepung rumput laut dan tepung kacang kedelai. Seperti yang telah diketahui bahwa terigu memiliki protein khusus, yaitu gluten sebesar 80 % dari total protein. Gluten terdiri dari komponen gliadin dan glutelin yang menghasilkan sifat viskoelastis. Atau dengan kata lain gluten adalah protein yang merupakan suatu massa kohesif dan mempunyai sifat viskoelastis yang dapat meregang dan elastis.

Kandungan tersebut yang dapat membuat adonan tepung terigu dapat dibuat menjadi lembaran, digiling, dicetak ataupun dibuat mengembang. Dari karakter itu dapat dihasilkan beratus-ratus produk

yang sukar ditiru oleh bahan non-terigu.(Utami, 1998)

Dan dari hasil pengolahan data untuk analisa mie diperoleh kadar protein, kadar air, kadar abu yang telah memenuhi syarat mutu mie kering, Standart Nasional Industri (SNI) 01-2774-1992.

Sedangkan untuk kadar vitamin A yang diperoleh sangat rendah, hal ini disebabkan pada saat pengolahan ada pengaruh panas yaitu pengeringan mie dalam oven dengan suhu 600 C. Dimana bahan makanan yang dikeringkan sangat mudah mengalami kehilangan aktivitas vitamin A dan provitamin A, karena pengeringan ini memberi kesempatan terjadinya oksidasi dan juga karena adanya degradasi thermal, sehingga terjadi penyusutan vitamin A.

Suatu bahan makanan dapat dipertahankan vitamin A-nya dengan cara menambahkan vitamin A sintetik tanpa menimbulkan masalah cita rasa, dengan aktivitas biologis yang baik dan mempunyai stabilitas yang baik. Vitamin A yang disemprot kering juga berguna dalam bahan makanan campuran yang ditambah dengan vitamin lain.(Andarwulan, 1998).

Kemudian untuk organoleptik dari uji Kruskal-Wallis diperoleh hasil bahwa H0

diterima pada taraf nyata 0,05. Dan dari perolehan persentase skor untuk bau mie yang dihasilkan, 68 % menyatakan tidak normal yaitu bau langu. Adanya bau langu pada mie disebabkan dari kacang kedelai yang mengandung SBTI ( Soybean Tripsin Inhibitor) oleh enzim – enzim Lypoksigase, Urease yang terdapat pada kacang kedelai. (Lindawati).

Adanya enzim Lypoksigase dalam biji kacang kedelai akan mengoksidasi Lipid yang akan menghasilkan senyawa etil vinil keton yang menyebabkan bau langu pada mie yang dihasilkan. Bau langu tersebut akan semakin kuat (jelas) bila dilakukan perendaman serta penggilingan kacang kedelai mentah. (Mustakas, 1996).

Page 45: Sain Kimia Jul 2005

Pembuatan Mie Kering dari Tepung Terigu dengan Tepung Rumput Laut yang Difortifikasi dengan Kacang Kedelai(Emma Zaidar Nasution)

91

Menurut Soekarto (1990) bahwa pengawasan mutu pangan juga mencakup penilaian pangan yaitu kegiatan yang dilakukan berdasarkan kemampuan alat indera. Cara inilah yang disebut penilaian inderawi atau organoleptik. Di samping menggunakan analisis mutu berdasarkan prinsip-prinsip ilmu yang makin canggih, pengawasan mutu dalam industri pangan modern tetap mempertahankan penilaian secara inderawi atau organoleptik. (http:// www.yahoo.com /ref-organoleptik.htm).

KESIMPULAN

1. Hasil karakterisasi dari mie dapat disimpulkan sebagai berikut :

2. Kadar protein mie yang diperoleh telah memenuhi syarat mutu mie kering Standart Nasional Industri, yaitu sebesar 39,6087 %.

3. Kadar air mie yang diperoleh telah memenuhi syarat mutu mie kering Standart Nasional Industri, yaitu sebesar 3,4429 %.

4. Kadar abu mie yang diperoleh telah memenuhi syarat mutu mie kering Standart Nasional Industri, yaitu sebesar 1,6 %.

5. Kadar vitamin A yang diperoleh sebesar 0,014 i.u per gram, yang mana pada produk mie biasanya tidak mengandung vitamin A.

DAFTAR PUSTAKA

Belitz & Grosch, (1987), dalam Skripsi Hariani Linda, Sebayang Firman., (2001),“Pengaruh pH Dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen dan Mutu Pektin Dari Kulit Jeruk Manis Jenis Kerotan (Citrus unshu)”, Jurusan Kimia, FMIPA –USU, Medan.

Hardjo, (1996), “Pengolahan dan Pengawetan Kedelai Untuk Bahan Makanan Manusia“, Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal: 41-47.

Http ://www.bogasariflour.com/ref – noodle.htm.Http ://www.yahoo.com/ref-organoleptik.htm.

Indriani & Sumiarsih, (1999), “Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput laut“, Penebar Swadaya, Jakarta. Hal: 7.

James, (1990) dalam Skripsi Bernando Rio, (1999),“Pengaruh Konsentrasi Natrium Propionat dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Mie Basah ((Boiled Noodle)“, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian – USU, Medan. Hal: 4.

Judoadmidjojo.M, (1992), “Pengaruh dan Pengawetan Pangan“, Cetakan ke-8, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Hal: 18-20.

Kastyanto, (1998), “Membuat Tahu“, Cetakan ke-6, Penebar Swadaya, Jakarta. Hal: 3-5.

Robsons, (1976) dalam Skripsi Arafat Yaser, (1999), “ Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dengan Tepung Sagu dan Konsentrasi Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) Pada Pembuatan Mie Basah (Boiled Noodle) “, Jurusan Teknologi Pertanian, FP – USU, Medan.

Sibuea, (1998), “Susu Sapi dan Susu Kedelai“, P.T Bina Ilmu, Surabaya. Hal: 21-22.

Sufi.S, (1999)., “ Kreasi Roti “, P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal: 2-5.

Suprapto.S.H, (1998), “Bertanam Kedelai“, Cetakan ke-17, Penebar Swadaya, Bogor. Hal: 4-5.

Winarno.F.G, (1999), “Teknologi Pengolahan Rumput laut “, Cetakan ke-8, Pustaka Sinar Utama, Jakarta. Hal: 7-10.Winarno.F.G, (1996), “Kimia Pangan dan Gizi“, P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal: 64-65.

Page 46: Sain Kimia Jul 2005

SAINS KIMIAVolume : 9, 2005 ISSN : 1410 – 5152

92

JURNAL

(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)

AUTHORS-CO AUTHOR INDEX

Agusnar, Harry, 35, 85 Khairi, 62Alfian, Zul, 25, 73 Misdawati, 38Barus, Pina, 21 Mustafa, Irfan, 8Batubara, Irmanida, 28 Nasution, Emma Zaidar, 87Daniel, 1 Risnawaty, Lely, 16Haryanto, Bode, 59 Simanjuntak, Matheus T, 46Hilda, Lelya, 51 SPW, Harlinah, 64Kaban, Jamaran, 77 Siregar, Philippus H, 82

Page 47: Sain Kimia Jul 2005

93

INDEX OF SUBJECT

Absorpsi, 21 Kitosan, 35, Alkaloid, 84 Koagulasi, 35Amida, 79 Kompabilitas, 16Amina Alami, 79 Kurkumin, 28Analisa, 25, 73 Lemak Susu, 51Anhidrida maleat, 16 Limbah, 85Anti Oksidan. 8, 21 Limbah Karet, 35BHT, 8 Metil Ester Asam Lemak, 1Biji Buah Pinang, 21 Mie, 87Bilangan Peroksida, 21 Netralisasi, 84Biodiesel, 59 Polietilen, 16Cocoa, 51 Pulp, 16Destruksi, 83 Reaksi Blending, 51Difortifikasi, 87 SCF, 59Eritrosit, 64 Selulosa Kaproat, 38Enzim Proteolitik, 70 Sefaleksin, 64E. Coli, 70 Sintesis, 38, 70, 79Gliserol, 73 Sistem Induksi, 70Herbal, 28 Spektrofotometri, 28Ikatan Protein, 70 SSA, 25, 73Impregnasi, 8 Stabilitas Termal, 8nteresterifikasi, 1, 38 Stabiliser, 8In Vitro, 64 Stearin, 51Karet Alam, 16 Surfaktan, 1Kitin, 85 Trans-Esterifikasi, 59

Page 48: Sain Kimia Jul 2005

94

Daftar IsiVolume 9 Nomor 1

Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi DiikutiReaksi Amidasi

Daniel ........................................................................................................ 1-7

Peranan 2,6-Di-Tert-Butil-4-Metil Fenol Terhadap Stabilitas Panas dan Nyala Kayu Kelapa Sawit yang Terimpregnasi Polistirena

Irfan Mustafa ............................................................................................ 8-15

Peranan Anhidrida Maleat Terhadap Kompabilitas Polietilena dan Karet Alam SIR 20 dengan Pengisi Pulp Tandan Kosong Sawit

Lely Risnawaty.......................................................................................... 16-20

Pemanfaatan Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca Catechu L) sebagai Anti Oksidan Terhadap Minyak dan Lemak

Pina Barus ................................................................................................. 21-24

Analisa Kadar Ion Cu2+ Pada Gliserol dengan Metode SpektrofotometriSerapan Atom

Zul Alfian................................................................................................... 25-27

Estimasi Kandungan Kurkumin pada Sediaan Herbal Komersial Secara Spektrofotometri Derivatif

Irmanida Batubara................................................................................... 28-34

Analisa Keefektifan Kitosan dalam Pengujian Limbah Industri Koagulasi KaretHarry Agusnar.......................................................................................... 35-37

Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi Antara Selulosa Asetat dengan Metil Kaproat

Misdawati .................................................................................................. 38-45

Pengujian Terhadap Pengikatan dan Pelepasan Safaleksin pada EritrositMatheus T Simanjuntak .......................................................................... 46-50

Volume 9 Nomor 2

Pembuatan Pengganti Lemak Cocoa dari Lemak Susu dan Stearin Kelapa SawitMelalui Reaksi Blending

Lelya Hilda ............................................................................................... 51-58

Aplikasi Supercritical Fluids (SFC) pada Reaksi Trans Esterifikasi Proses PembuatanBiodesel

Page 49: Sain Kimia Jul 2005

SAINS KIMIAVolume : 9 ISSN : 1410 – 5152

95

JURNAL

(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)

Bode Haryanto .......................................................................................... 59-63

Sistem Induksi untuk Memproduksi Enzim Proteolitik Ekstraseluler Oleh Sel E.ColiSalah Satu Cara dalam Penanggulangan Limbah Tambak Udang yang Berupa Protein

Harlina SPW ............................................................................................. 64-67

Perbandingan Metode Potensiometri Menggunakan Biosensor Urea dengan MetodeSpektrofotometri untuk Penentuan Urea

Khairi......................................................................................................... 68-72

Analisa Kadar Logam Kadmium (Cd2+) dari Kerang yang Diperoleh dari Daerah Belawan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

Zul Alfian................................................................................................... 73-76

Sintesis Amida dari Asam Organik Alami dengan Amina AlamiJamaran Kaban ........................................................................................ 77-81

Isolasi Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Metanol DaunTumbuhan Jambu KelingPhilippus H Siregar .................................................................................. 82-84

Analisis Sumber Kitin dari Limbah Industri Perikanan di Sumatera UtaraHarry Agusnar.......................................................................................... 85-86

Pembuatan Mie Kering dari Tepung Terigu dengan Tepung Rumput Laut yang Difortifikasi dengan Kacang Kedelai

Emma Zaidar Nasution............................................................................ 87-91