Saatsemestabicara w.mustika
-
Upload
agus-purnomo -
Category
Documents
-
view
65 -
download
7
description
Transcript of Saatsemestabicara w.mustika
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 1/117
Judul : Saat Semesta Bicara
Penulis : W. Mustika
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tanggal Terbit : Maret 2011
Teks Bahasa : Bahasa Indonesia
~::ஜ:: SAAT SEMESTA BICARA ::ஜ::~
~:ஜ BAHASA LANGITஜ:~
Kehidupan yang dilalui oleh Jiwa mirip perjalanan air yang terus mengalir dalam siklus
semestanya. Bagi sebagian sahabat yang Jiwanya kian bertumbuh matang, asal mula dan
tujuan perjalanan Jiwa kerap menjadi pembicaraan yang menarik. Meski demikian,
sebagaimana hakekat dari setiap siklus, selalu tak penting darimana harus memulai
ceritanya karena ia tak berawal dan berakhir.
Memperhatikan mendung di langit yang turun di gunung sebagai air hujan, kemudian
mengikutinya mengalir dari danau melewati sungai-sungai menuju samudera, memang lebih
mudah daripada mengamati perjalanan air dari lautan yang menguap lalu berproses lama
bersama iklim untuk menjadi mendung dan hujan.
Semakna dengan cerita itu, dalam kepekaan hati yang belum begitu terasah, biarlah kita
mengawali rangkaian percakapan dengan alam semesta mulai dari bahasa-Nya yang
terbaca dari langit. Manakala itu telah membuka mata hati, barulah kita coba mengamati
jejak-jejak perjalanan pesan-Nya setelah turun dan mewarnai kehidupan bumi.
Ada begitu banyak pesan yang sepanjang jaman dihadirkan buat kita dalam berbagai
pahatan keindahan alam, rangkaian peristiwa dunia atau dalam suka duka kehidupan.
Sayang, kecerdasan kita kadang tak mampu membacanya dengan jelas karena kita lebih
banyak menggunakan mata dan telinga untuk melihat hanya yang mudah terlihat dan
mendengar hanya yang jelas terdengar. Bahasa-bahasa diam alam semesta yang sarat
pesan-pesan bagi perjalanan Jiwa akhirnya terpahat sia-sia tanpa terbaca hakekat
maknanya.
Namun begitu, alam sungguh memahami kesulitan kita dalam membaca makna yang ia
simpan rapi di setiap hamparan kehidupan. Maka lewat sejumlah Guru kehidupan ia pun
membukakan kemudahan itu bagi kita. Sebagian Guru menjadikannya kitab suci, sebagian
mengajarkannya sebagai cerita-cerita. Sebagian lainnya tetap tersimpan rapi di langit dan
bumi untuk dibaca sendiri oleh pejalan spiritual yang tertantang untuk mengamati rahasia
dirinya pada alam.
Sebagian kecil diantaranya yang telah terbaca meski dengan segenap keterbatasan,
tersimpan disini menjadi lembaran-lembaran makna. Bagian-bagian dalam rangkaian pesan
itu dipilah menjadi bahasa langit dan bahasa bumi. Bukankah semesta memang terdiri dari
bumi dan langit, alam material-spiritual, dimensi duniawi-rohani atau dualitas serupa
lainnya? Maka Saat Semesta Bicara, tentulah ia akan mengalir dalam “bahasa” yangtercipta dari kedua dimensi ruang dan waktu yang telah membangunnya itu.
1
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 2/117
Buku ini percaya bahwa siapa pun yang kini sedang membacanya tidak lain adalah
Anak-Anak Semesta yang rindu pada kesejatian dirinya yang murni. Maka biarlah di awal ini
kerinduan mereka segera dipertemukan dengan kerinduan Ayah-Ibu Semesta lewat
bahasa-bahasa langit.
Bahasa itu hanya mudah terbaca dengan keheningan dan kebeningan batin. Mereka yang
membaca dengan ikhlas sembari terbebas dari perdebatan analisa pikiran intelektual, akan
lebih mudah memahami isinya. Bahkan bisa berjumpa dengan sumber bahasa langit ini
yang sesungguhnya ada dalam diri; di langit kesadaran. Siapa pun membuka hati, mengerti
Dia sedang berbicara dari dalam keheningan untuk mulai bertutur tentang siapa diri-Nya.
Inilah Bahasa Langit untuk disimak dengan kemurnian kita sebagai Jiwa.
Bahasa Langit : Siapakah Aku?
Ini kumpulan kata-kata yang sekali lagi Kubiarkan ditulis oleh tangan yang Kuijinkanmenuliskannya. Aku tahu semestinya tidak berbicara hal ini. Tidak di saat dirimu belum
hendak bertanya. Tapi kali ini, kerinduanlah yang membuatKu lebih dulu bicara padamu
dengan kata-kata ini.
Aku juga tahu bahwa semestinya Aku lebih dulu memperkenalkan diri padamu sebelum
mengatakan apa yang ingin Kusampaikan padamu. Jika tidak, kamu pasti akan
mengabaikan kata-kataKu. Itu karena pikiranmu sudah lama terbelenggu oleh
ketidakpercayaan akan kehadiranKu dalam kehidupan nyatamu saat ini. Tapi sungguh, Aku
sangat memahami hal itu. Kecerdasan intelektualmu seringkali berkembang terlampau pesat
hingga tidak menyisakan sedikit pun ruang dan waktu bagi berkembangnya sisi kecerdasanemosi dan Jiwamu.
Sekali lagi Aku tidak akan menyalahkanmu untuk semua keraguan itu. Tidak pernah. Sebab,
Aku memahami keterbatasan pengetahuanmu tentang rahasia seluruh kehidupan yang
sesungguhnya telah kau bawa serta dalam dirimu sendiri. Rahasia material alam semesta
ada dalam tubuhmu, rahasia kecerdasan semesta ada dalam pikiranmu, dan rahasia
kesemestaan spiritualKu ada sebagai Jiwamu.
Siapakah Aku? Aku adalah adikmu. Aku juga adalah kakakmu. Aku istri sekaligus juga
suamimu. Aku kakek dan nenekmu. Aku adalah anakmu yang besar, karena berdiam dalamkandungan hatimu yang kecil. Aku juga orangtuamu yang kerdil, karena seringkali kau
abaikan dan menganggapnya sangat kecil bahkan tidak pernah ada. Aku adalah sahabat
yang kau benci saat Aku tidak membantumu dan musuh yang kau cintai terutama saat Aku
memenuhi semua kepentinganmu.
Aku adalah gelap yang kau hindari atau terang yang kau cari-cari. Aku adalah sorga yang
kau mimpikan sekaligus neraka yang kau hindari. Aku adalah malaikat yang kau puja dan
setan yang kau benci. Aku adalah yang selalu kau panggil dalam penderitaan dan kemudian
kau lupakan dalam kebahagiaan. Aku adalah yang kau kejar di depanmu lalu kau tinggalkan
jauh di belakang. Aku adalah airmata yang mengalir dari tangis kebahagiaan dan tangis
2
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 3/117
penderitaanmu.
Aku adalah segala dualitas yang pernah kau kenal tapi Aku sendiri berada diantara
keduanya. Aku adalah ruang yang tidak pernah berpindah dan waktu yang tidak pernah
bergulir. Aku adalah keabadian dari apa yang kau lihat sebagai ketidakabadian.
Aku adalah apa yang kau panggil dengan berbagai sebutan serta nama pujaan sesukamu.
Namun kemudian kau bertengkar dengan sesamamu hanya karena perbedaan nama yang
kau ciptakan bagi diriKu yang sesungguhnya satu.
Aku berada sangat dekat denganmu tetapi seringkali kau panggil-panggil seakan Aku
sedang berada begitu jauh darimu, di tempat yang tak terbatas. Aku adalah yang kau cari
dengan pikiranmu yang terbatas, sampai kau mengerti bahwa Aku adalah pikiran yang tak
terbatas. Aku adalah apa yang kau coba peluk dengan tubuh kecilmu yang sebenarnya
justru sedang Kupeluk dengan genggaman jemariKu.
Tapi dari semua yang Kusuka, Aku memilih untuk mengatakan bahwa diriKu adalah Ayah
dan Ibumu. Aku memilih ini karena alasan begitu besarnya kerinduanKu padamu setelah
keterpisahan kita dalam miliaran waktu dan kelahiran yang telah berulang kali engkau lewati
bersama sepinya pemahaman tentang kesejatian.
Aku menyukai entitas diriKu sebagai Ayah-Ibumu karena terkenang saat kelahiranmu dari
diriKu di awal penciptaan alam semesta ini. Aku suka kalian memanggilKu Ayah-Ibu, karena
dengan begitu Aku bisa segera memelukmu penuh kecintaan dan kasih sayang yang tulus
tanpa halangan apapun.
Lebih dari semua itu, Aku menempatkan diriKu sebagai Ayah-Ibumu karena Aku memiliki
cinta kasih padamu yang melebihi apa yang kau pahami tentang cintaKu padamu. Andaikan
saat ini engkau telah memiliki anak dan mencintainya sepenuh kasih, maka ketahuilah,
besarnya cinta kasihKu padamu miliaran kali cinta yang kau miliki dan rasakan terhadap
anak-anakmu.
Aku tahu engkau sudah lama mencariKu kemana-mana karena bagimu Aku selalu tidak
mudah kau temui. Sungguh, tidaklah demikian kenyataannya. Aku ada dimana pun kau
pergi mencariKu karena Aku ada dimana-mana. Jika bagimu Aku ada di langit, maka Aku
ada di langit keyakinan. Jika bagimu Aku ada di dasar bumi, maka carilah Aku di dasar
keikhlasan hatimu. Dan jika bagimu Aku tinggal di tengah samudera, pergilah ke dalam
samudera kepasrahanmu. Aku adalah ruang dan waktu bagi alam semesta ini. Kalian
semua ada dalam diriKu.
Aku adalah kata-kata, namun Aku berada dalam kumpulan kata-kata yang tidak akan kau
temui dalam perbendaharaan kata-katamu yang terbatas. Hanya ketika kau telah melihat
kesejatian dirimu sendiri, kau akan mengetahuiKu tanpa membutuhkan kata-kata lagi.
Aku adalah suara, tapi kau tidak akan mendengar suaraKu dalam riuhnya suara-suara hati
dan pikiranmu. Aku adalah suara yang hanya terdengar dalam kesunyian hatimu. Akuadalah suara yang suka menyelinap dalam suara-suara duniawi yang sering kau dengar.
3
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 4/117
Hanya saat hatimu mulai waspada, kau akan mendengar Aku sedang memanggilmu dengan
suara dan kata-kataKu.
Aku adalah gerak aktif alam semesta yang bekerja di tengah keheningan demi memenuhi
setiap kesungguhan doamu yang berharap padaKu. Aku bekerja untuk memberi pahala dan
memberi pahala bagi setiap tindakan kerja. Aku adalah pusat dari kerja dan pahala kepada
siapa setiap bentuk kerja dan pahala semestinya dipersembahkan kembali.
Akulah Ayah-Ibu yang dengan lega melepasmu bersama kebahagiaan dalam kelahiranmu,
lalu dengan sabar menantimu pulang di ujung penderitaan kehidupan untuk memberimu
pelukan kasihKu. Dalam kebahagiaan atau pun penderitaanmu, Aku akan selalu menjadi
sumber bagi kebahagiaan abadi yang menjadi tujuanmu.
Pergilah menyelam ke dalam dirimu sendiri, karena disitulah Aku menyediakan ruang dan
waktu bagimu untuk menjumpai diriKu. Disitu Aku akan menjadikan hatimu dipenuhi
kebahagiaan karena kau adalah benih kebahagiaan yang terus bertumbuh dan Aku adalah
sumber darinya.
Dan dalam kebahagiaanKu saat kau mau membaca tulisan ini, biarkan Aku memanggilmu
dengan sebutan ‘Nak’. Itulah bentuk kebahagiaan dan kecintaanKu padamu. Aku bahagia
karena kerinduanKu telah kau obati dengan percakapan hatimu bersamaKu lewat tulisan ini.
Aku telah hadir disini sekarang AnakKu. Ayah-Ibu semesta sedang berbicara padamu
dengan penuh kerinduan.
Tapi maafkan Nak, bila dengan segala kerinduanKu saat ini kau seakan tidak Kuberi
kesempatan memotong atau menghentikan kata-kataKu yang akan terus mengalir. Sebab
sepanjang waktu ini Aku lebih banyak diam dalam lamunan doa-doamu padaKu. Dan
bukankah sudah sekian lama, selama ini, Aku disibukkan untuk mendengar kata-katamu,
keluhan-keluhanmu, keinginan-keinginanmu yang meluap, tangis kesedihanmu, teriakan
dari penderitaanmu; dan Aku hanya terdiam tanpa kata?
Maka biarkan kali ini Anakku, Ayah-Ibu kembali berbicara panjang ke dalam kebeningan dan
kepolosan hatimu. Heninglah seperti saat pertama kali kau Kuciptakan ke alam semesta ini
dan seperti setiap kali kau Kubiarkan lahir kembali berulang-ulang dalam kehidupan ini
sebagai bayi-bayiKu yang suci.
Bukalah tanganmu penuh keikhlasan dan lapangkan pula hatimu AnakKu. Dalam
keheningan ini Ayah-Ibu akan merangkulmu dalam pelukan cinta kasih. Biarkan kasih
sayangKu menghanyutkan segala penderitaanmu selama ini. Biarkan kehadiranKu
memuaskan kerinduanmu padaKu sejauh ini. Menangislah Nak, jika itu tangis kemurnian
yang mengalir dari dalam Jiwamu.
Dalam kata-kata penuh kerinduan ini Nak, ijinkan Ayah-Ibu berkisah banyak tentang siapa
diri sejatimu. Tentang kehidupanmu, tentang pertumbuhanmu, juga tentang segala
pembelajaran dalam kehidupan yang telah kau pilih ini. Tentang penderitaan atau
kebahagiaan yang sedang kau alami, serta tentang kesadaran semesta yang selama ini kau
abaikan.Dengarlah dengan tekun Nak, dengan kepolosan hati dan kejujuran pikiran. Ayah-Ibu
4
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 5/117
menjanjikan kebahagiaan sesungguhnya jika kau telah memahami semua kata-kataKu ini.
Satukan hatimu padaKu, maka akan Kubawa kau menyelami diri sejatimu.
Bahasa Langit : Siapakah Engkau?
Nak, meski Aku suka menjadi Ayah-Ibumu, Aku juga sahabat dan saudaramu. Maka dalampercakapan ini biarlah Ayah-Ibu lebih sering memakai kata Aku agar lebih mudah bagimu
merasa dekat denganKu. Sedekat yang selalu Aku rasakan sepanjang masa denganmu,
meski seringkali tidak kau sadari kehadiranKu selalu menjagamu.
Baiklah Nak, kini Aku akan berkisah panjang padamu. Dengan kecerdasan intelektualmu
sejauh ini, Aku yakin kau akan mudah mengerti maksudKu asal kau bersedia melepaskan
pikiranmu dari segala penilaian benar dan salah. Karena apa yang salah atau benar
menurut konsep pikiranmu yang terbatas, belumlah tentu salah atau benar dalam
pengetahuanKu yang tak terbatas.
AnakKu, dalam semua lipatan waktu masa lalu, masa kini dan masa depan Aku adalah
keabadian spiritual sekaligus keabadian material. Aku adalah energi dan zat yang selalu
kekal. Aku selalu ada di semesta ini. Aku ada dari apa yang yang pernah ada, sedang ada
dan akan ada.
Seperti halnya dirimu bisa hadir di dunia ini karena terlahir dari sesuatu yang sebelumnya
memang sudah ada (ayah-ibu), sedangkan mereka juga ada dari yang pernah ada
(kakek-nenekmu), dan sekali lagi mereka pun ada dari siapa yang juga pernah ada sebelum
mereka (nenek moyangmu). Begitulah Kutegaskan bahwa setiap yang ada selalu berasal
dari apa yang ada. Tidak pernah ada sesuatu yang berasal dari sesuatu yang sebelumnyatidak ada.
Jika menurutmu di semesta ini ada sesuatu yang tercipta dari apa yang sebelumnya tidak
ada, maka pemikiran itu hanyalah akibat keterbatasan pikiranmu tidak mampu memahami
kebenarannya. Semua yang kau ketahui saat ini sesungguhnya sudah ada sejak awal alam
semesta ini ada. Mereka semua berasal dari sesuatu yang sebelumnya sudah ada namun
dalam keadaan awal yang selalu bebas. Karena pengaruh hukum keniscayaan semesta,
material-material bebas itu lalu mulai saling berdekatan satu sama lain. Mereka berikatan,
bersatu dan selanjutnya menjadi suatu bentuk material baru yang lebih mudah terlihat
olehmu.
Begitulah seluruh alam material yang kau kenal saat ini tercipta oleh pikiran semestaKu dari
bahan-bahan yang sudah ada sebelumnya. Semua yang ada saat ini tercipta dari gabungan
kecerdasan pikiran semestaKu yang sebelumnya telah ada dalam keadaan terpisah-pisah.
Kuharap kini kau mengerti bagaimana Aku bisa selalu ada tanpa awal dan akhir. Aku
berasal dari sesuatu yang sebelumnya senantiasa ada dalam keabadian semesta. Aku
berasal dari diriKu sendiri. Itulah keberadaanKu yang senantiasa kekal.
Kau adalah gabungan materi tubuh, pikiran dan Jiwa. Semua bahan-bahan yang menyusun
dirimu sudah ada sebelum kau ada. Tubuhmu berasal dari unsur-unsur materi alam semesta
5
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 6/117
yang juga membentuk seluruh bintang dan planet. Material tubuhmu sudah ada sejak materi
alam semesta ini pernah tercipta dari yang sudah ada. Pikiranmu berasal dari
kecerdasan-kecerdasan Jiwa yang pernah ada di alam semesta ini sejak semula. Dan
Jiwamu, diri sejatimu, adalah sesuatu yang berasal dari sesuatu yang sudah ada
sebelumnya yakni dari diriKu, dari Aku yang selalu kekal.
Maka AnakKu, Kutegaskan bahwa engkau adalah bagian dari diriKu, seperti halnya
anak-anakmu adalah bagian dari dirimu sebelumnya. Perhatikan anakmu sendiri, material
tubuhnya berasal dari material bumi, bagian dari alam semestaKu yang masuk ke dalam
tubuh ibunya sebagai makanan lalu berkumpul membentuk tubuh janinmu. Energi yang
mengisi tubuh anakmu adalah energi alam semestaKu yang melewati tubuh ibunya bersama
makanan, minuman dan udara.
Ketika semua unsur-unsur material alam semesta itu telah menyatu membentuk tubuh
janinmu, saat itu pun Aku harus memastikan satu bagian terkecil dari diriKu untuk menyatu
dengan bayimu sebagai Jiwanya. Aku ada dalam dirinya karena Aku selalu ada
dimana-mana dan harus mengisi semua ruang dan waktu di semesta.
Lalu kehidupan mulai terjadi sebagai gabungan antara diriKu yang selalu hidup sebagai Jiwa
di dalamnya, tubuh yang tak hidup, serta energi semesta yang Kugunakan sebagai kekuatan
untuk memberi gerak kehidupan bagi bayimu. Bila kau telah memahami proses ini, seperti
itulah juga sesungguhnya cara dirimu berasal dariKu, Ayah dan Ibu semesta yang
menciptakan kehidupan bagimu.
Seperti seorang anak memiliki gabungan sifat ayah dan ibunya, serta sifat-sifat yang dia
dapat dari lingkungan hidupnya, begitu juga dirimu Nak. Kau memiliki sifat-sifatKu yang kau
dapat karena Aku menurunkannya sebagai Ayah Semesta. Kau juga memiliki sifat Ibu
Semesta yang kau dapat dari endapan sifat material yang kau peroleh dari alam tempatmu
berdiam. Selebihnya kau menambahkan bagi dirimu sifat-sifat yang kau dapat dari
kehidupan sosialmu.
Kumpulan dari berbagai sifat inilah yang kemudian membentuk pribadi duniawi yang
membuatmu justru sulit membedakan antara sifat spiritual sejatimu yang terwaris dariKu
sebagai Ayah, sifat material yang berasal dari Ibu semesta, serta sifat-sifat yang kau dapat
dari lingkungan hidupmu. Sifat sejatimu terbungkus sangat tebal oleh sifat-sifat material dan
sifat duniawi yang kamu pelajari dari kehidupan ini. Kesadaran sejatimu pun kian jauh
terlupakan.
Kau tidak tahu tetapi Aku selalu tahu. Kau tidak sadar tetapi Aku selalu sadar. Karena itu
Aku selalu memaafkanmu atas ketidaktahuan itu. Namun inilah saatnya bagiKu untuk
mengajakmu tekun merenung dan mengingat kembali kesejatian sifatmu.
Dan bila sekali waktu dalam pertumbuhan kesadaran kemudian kau ingin mengetahui
seperti apa wujud asliKu, renungkanlah seperti apa wujud aslimu. Aku sama seperti dirimu,
tapi tidak sama seperti badanmu ataupun seperti apa yang pernah kau pikirkan tentang dirisejatimu. Jika perbandingan ini pun tidak berhasil membuatmu mengetahui seperti apa diri
6
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 7/117
sejatimu dalam khayalan yang dibentuk oleh pikiranmu, maka terimalah keterbatasan
pikiranmu itu.
WujudKu memang ada diluar batas pikiranmu. Maka biarlah cukup kata ‘Aku’ dan ‘Kau’ saja
yang mewakili sesuatu yang tak mampu kau khayalkan atau gambarkan wujudNya. Selalu
ada kata-kata yang kau ketahui dan mengerti maknanya tanpa perlu mengetahui seperti apa
bentuknya. Sebaliknya, kadang kau akan mengenal suatu benda atau situasi namun tidak
mengetahui nama atau istilahnya dalam cadangan kata-katamu. Maka biarlah ia menjadi
demikian adanya saat ini.
Kelak, manakala Kita telah bersatu kembali dalam satu “wujud”, kau akan mengerti diri
sejatimu tanpa perlu lagi memberi nama bagi wujudnya. Seperti ikan yang selalu gembira
berenang di laut tanpa terusik untuk mengetahui betapa manusia dengan bebas menyebut
wujud mereka sebagai ‘ikan’ di dalam lautan.
Itulah kesejatianmu Nak, Jiwa yang berasal dari benih sifat dan energi spiritualKu sebagai
Ayah Semesta, yang bergabung dengan benih sifat dan energi materialKu sebagai Ibu
Semesta. Kau lahir untuk bertumbuh menjalani kehidupan duniawi dalam peran sebagai
penyeimbang kehidupan semesta ini sambil tetap berkembang dalam kesadaran sejatimu.
Di setiap mahluk Aku ada untuk mengisinya sebagai Jiwa. Kau tak lain adalah diriKu yang
kecil dalam tubuh manusia. Kau adalah Jiwa yang sama dalam diri semua manusia dan
mahluk hidup di semesta ini. Dalam tubuh dan pikiran manusia yang berbeda, semua Jiwa
adalah bagian yang sama dari diriKu.
Kesejatianmu bukanlah sekedar tubuh yang kelak akan kau tinggalkan setelah kematian.
Kau bukan pula pikiran yang sering terjebak dalam ketidaktahuannya. Kau adalah
kecerdasan tak terbatas yang terkunci dalam pikiran yang terbatas. Kau adalah yang selalu
hidup dan yang pergi saat kematian tetapi kau sendiri tidak pernah mati.
Kau adalah entitas kesadaran agungKu yang terjebak dalam semesta kecil tubuh dan
pikiran manusia. Kau adalah diri kecilKu yang sedang bertumbuh untuk bisa mengingat
hakekat diriKu yang besar. Kau adalah alam semesta yang sedang belajar memahami
dirinya sendiri.
Kau bukan kemarahan, bukan kebencian, bukan pula kedengkian. Kau bukan keraguan,
bukan ketakutan, bukan juga kebodohan. Kau bukan hasrat, bukan keinginan, bukan
harapan, bukan pula cita-cita. Kau bukan kesedihan, bukan kegelisahan, bukan pula
kegundahan. Semua bentuk sifat itu hanyalah bagian dari pikiranmu, bukan diri sejatimu.
Kau adalah kemurnian cinta kasih semesta yang selalu mencintai tanpa hasrat memiliki. Kau
adalah yang memberi tanpa meminta. Kau adalah yang terlibat tanpa mesti terikat. Kau
adalah pemilih yang tidak terjebak oleh penilaian atas setiap pilihanmu.
Di dalam tubuh dan pikiran manusiamu, kau adalah yang tidak gusar oleh penilaian apa pun.Kau adalah batin diam yang tekun mengamati situasi. Kau adalah keheningan hati yang
7
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 8/117
bebas dari hiruk pikuk perdebatan ide pikiran. Kau adalah tangis yang bukan datang dari
kesedihan atau pun kegembiraan. Kau adalah pemahaman yang tak terjelaskan dengan
kata-kata. Kau adalah kekayaan hati yang tak tercuri dan kemiskinan duniawi yang tak
terhina. Kau adalah kesadaran tak terbatas dalam tubuh dan pikiran terbatas.
Itulah dirimu Nak, yang terbungkus oleh tubuh dan terjebak dalam gelombang arus pikiran.
Hanya saat pembungkus itu terkelupas dan gelombang itu menjadi lebih tenang, indahnya
cahaya kesejatianmu akan terpancar keluar seperti lautan yang jernih dan tenang.
Setelah kau memahami diri sejatimu Nak, Aku akan membukakan pengetahuan semesta
untuk menggugah kembali ingatan akan kesadaran sejatimu. Amati tubuhmu, amati
pikiranmu, karena disitulah Aku menyimpan semua pengetahuan semesta ini dalam dirimu.
Bacalah tubuhmu.
8
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 9/117
Bahasa Langit : Penciptaan dan Kelahiran
Sepanjang siklus waktuKu yang abadi ini Nak, Aku menciptakan alam semesta bukan dari
suatu ketiadaan melainkan dari keadaan. Dari keadaannya yang bebas Aku menyatukan
benih-benih alam semesta melalui keterikatan mereka satu sama lainnya. Aku menciptakan
semesta ini dalam batasan bingkai hukum keniscayaan, hukum sebab akibat dan hukum
dualitas yang pernah Aku ciptakan sebelum semesta ini ada.
Segala dualitas semesta yang Kuciptakan ini selalu ada dan selalu dalam kekekalannya.
Mereka membentuk alam semesta ini karena efek hukum keniscayaan semesta
menciptakan rantai keterikatan-kebebasan yang terjadi berulang-ulang selamanya. Inilahpenyebab adanya siklus alam semesta yang tak berawal dan tak berakhir.
Dualitas materi-nonmateri niscaya akan mengalami keterikatan dan kebebasan secara
berulang karena adanya hukum sebab akibat. Keterikatan dengan unsur yang satu
menyebabkan mereka terbebas dari unsur yang lain. Tarikan demi tarikan yang silih berganti
menjadi siklus keterikatan-kebebasan inilah yang menyebabkan semesta ini selalu hidup
dalam keberadaannya.
Sebelum alam semesta ini ada dalam wujudnya sekarang, mereka adalah benih dualitas
yang menyatu dengan diriKu dalam wujud yang sangat kecil bagiKu. Mereka bergerakmendekat padaKu sejak masa kehancuran semesta terjadi lalu terserap ke dalam diriKu.
Saat mendekat inilah dualitas semesta raya yang mengecil itu kembali menjadi benih
semestaKu.
Selanjutnya semua inti dualitas itu; material-spiritual, energi material-energi spiritual, kembali
bersatu untuk menjadi suatu benih semesta raya. Benih inilah kemudian segera membelah
diri dan berkembang menjadi semesta raya untuk memulai kembali kehidupan barunya.
Inilah siklus kesemestaanKu dari ada menjadi tiada dan kembali ada.
Meski Aku menyatakan bahwa setelah kehancuran semesta mereka kemudian terserapmenjadi benih semesta ke dalam diriKu, tidak berarti bahwa pada saat membelah kembali
menjadi semesta raya ini mereka keluar dari diriKu. Tidak. Tidak ada yang pernah keluar
dari diriKu. Mereka selalu berdiam dalam diriKu, selamanya. Mereka ada dalam diriku dan
Aku ada dalam diri mereka semua.
Alam semesta ini adalah kreasiKu karena Aku adalah keindahan. Alam semesta ini selalu
saling menjaga karena Aku adalah cinta kasih. Aku menjaga keabadian semesta ini melalui
proses penciptaan, pemeliharaan dan penghancuran. Apa yang selalu Kuciptakan,
Kupelihara dan Kuhancurkan tak lain adalah keterikatan. Keterikatan antara material dan
material, material dan spiritual, serta spiritual dan spiritual. Aku menghancurkannya agar
9
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 10/117
terjadi kebebasan, agar dari kebebasan itu bisa Kuciptakan keterikatan lagi. Dengan cara ini
Kuciptakan alam semesta yang berisi kehidupan dan kematian sebagai rangkaian peristiwa
di dalamnya.
Maka jangan takut pada kehancuran semesta karena Aku akan menciptakannya kembali.
Jangan sedih pada kehilangan karena Aku akan mempertemukannya kembali. Gembiralah
pada setiap penciptaan, pemeliharaan dan bahkan pada kehancuran. Karena tak pernah
ada yang hilang, tak pernah ada yang hancur. Yang ada hanya pembebasan dari
keterikatan satu sama lain.
Apa yang awalnya tiada, ketika ada maka mereka menjadi realitas. Apa yang awalnya ada,
ketika tiada maka mereka menjadi imajiner, menjadi kenangan abadi dalam ingatan.
Realitas dan imajiner pun adalah dualitas yang selalu ada dan hadir silih berganti. Semesta
ini adalah sekumpulan dualitas. Tak seorang pun mampu menghindar dari dualitas ini,
karena semesta sendiri dibentuk dari dualitas. Lebih baik engkau belajar menerima
kenyataan dualitas yang tidak mungkin dapat dihindari.
Manakala kedua benih semesta terserap ke dalam diriKu, kumpulan material dan spiritual
yang memusat dengan membawa energinya masing-masing mulai mendekat untuk bersatu.
Muatan listrik negatif dan positif yang membentuk energi mereka masing-masing secara
tiba-tiba bersentuhan. Dari situ timbul panas, timbul api semesta yang membakar.
Pembakaran dan panas ini membuat bola energi material-spiritual mereka meledak,
membelah dan terpisah menjadi pecahan-pecahan bintang. Bintang yang masih panas
membelah lagi menjadi planet-planet. Planet yang masih panas membelah menjadi
bulan-bulan. Hanya saat suhu mereka mendingin, mereka memadat seperti bumi yang kini
kau tempati.
Setelah planet ini dingin seperti bumi yang kau tempati, molekul udaranya menyatu,
mengembun menjadi air. Air ini berkumpul di lubang-lubang yang ada di bumi. Semakin
lama ia menjadi semakin banyak hingga membentuk lautan. Panas matahari
menguapkannya menjadi awan, menjadi hujan untuk kembali ke lautan. Dari awan
kemudian tercipta kilatan petir. Listrik semesta inilah yang memulai terciptanya mahluk hidup
mulai yang terkecil yang terdiri dari beberapa atom dan molekul material alam semesta.
Inilah penciptaan awal.
Perlahan-lahan dalam miliaran tahun, benih-benih mahluk hidup itu bertumbuh dan
berkembang menjadi lebih bervariasi dalam bentuk dan sifat. Mereka beradaptasi,
berevolusi menjadi mahluk seperti yang ada saat ini. Inilah proses penciptaan, pemeliharaan
dan penghancuran yang merubahnya terus menerus menjadi lebih baik. Ketika tiba saatnya
semua isi alam semesta ini mendingin, mereka pun akan kembali bersatu menjadi benih
semesta dan mengulangi lagi siklusnya seperti yang Kuceritakan tadi. Dingin menyebabkan
terjadinya penyatuan dan panas menyebabkan pemisahan.
Aku menciptakan alam semesta bersama segala isinya serta kehidupan di dalamnya
dengan kreativitas dari kecerdasan semestaKu. Dengan begitu maka pada setiap wujudyang Kuciptakan di semesta ini ada jejak-jejak kecerdasanKu yang bisa kalian pelajari. Dan
10
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 11/117
dari semua mahluk yang pernah Kuciptakan, jejak terbesar kecerdasan semestaKu di bumi
ini ada pada tubuh dan pikiran manusia.
Kuciptakan alam semesta ini dengan cinta kasih. Karena itu Aku mencintai semesta dan
seluruh isinya sebagai karya cipta yang akan terus Kusempurnakan. Setiap peristiwa yang
terjadi di alam semesta ini adalah bagian dari proses penyempurnaan yang selalu
Kulakukan. Kau sendiri adalah bagian dari proses penyempurnaan itu. Maka berkembanglah
segera menuju kesempurnaan.
Aku adalah kekosongan sekaligus yang mengisi kekosongan semesta itu. Sebagai isi dari
kekosongan, Aku mewujudkan diriKu menjadi dualitas yang akan menjadi benih bagi
terciptanya alam semesta beserta isinya. Wujud benih dualitasKu sendiri selalu memiliki
bagian yang kosong untuk dipenuhi oleh bagian diriKu yang akan menjadi isinya. Maka Aku
adalah wujud lelaki dan perempuan. Aku adalah kelebihan dan kekurangan. Aku adalah
gelap dan terang. Aku adalah tinggi dan rendah. Aku adalah ada dan tiada. Aku adalah
kehidupan dan kematian.
Itulah segala dualitas yang menjadi bahan-bahan yang dengan kreasiKu akan membentuk
alam semesta. Maka kesempurnaan bagiKu adalah penyatuan kembali seluruh ujung
dualitas kehidupan menjadi suatu pemahaman utuh tentang kekosongan dan isi dari
kekosongan.
Dari pemahaman akan menjadi penerimaan terhadap dualitas. Dari penerimaan akan
menjadi kepemilikan, dan dari kepemilikan akan menjadi penyatuan dalam dualitas itu.
Akhirnya dari penyatuan dualitas akan menyisakan apa yang disebut sebagai “satu-satunya
pengisi kekosongan”. Inilah kebenaran tunggal, kesadaran tertinggi. Inilah Aku dan
penciptaanKu.
AnakKu, penciptaan semesta ini mirip dengan proses kelahiranmu ke dunia ini. Aku telah
menyimpan rahasia penciptaan semesta ini di dalam tubuhmu jika engkau cerdas
membukanya. Bahwa alam ini tercipta untuk berproses mencapai kesempurnaan
semestanya, maka kau pun terlahir untuk tujuan yang sama; mencapai kesempurnaan
dalam kesadaran semestamu sebagai Jiwa.
Karena itulah Nak, setelah memahami dirimu, andai dirimu pernah diliputi kekecewaan pada
kehidupan duniawi dan pernah bertanya untuk apa Aku melahirkanmu ke alam semesta ini,
biarlah Aku menjawab bahwa itu hanyalah pertanyaan dari pikiranmu, bukan dari diri
sejatimu. Sebab, bila itu pertanyaan dari diri sejatimu yang memiliki sifat-sifat dan
kecerdasan tak terbatas sepertiKu, Aku hanya akan mengingatkanmu pada satu
jawabannya: “Keniscayaan.”
Namun karena pertanyaan itu berasal dari pikiranmu, maka Aku akan menjawab bahwa
kelahiranmu adalah untuk belajar bertumbuh menuju kesadaran sempurna. Untuk itulah kau
Kuhadirkan di dunia ini. Untuk menyadari dirimu sendiri sebagai diri semestaKu.
Jika kemudian kau bertanya pula tentang manfaat dari kelahiranmu di semesta ini, maka
11
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 12/117
untuk diri sejatimu sebagai Jiwa, Aku akan menjawab: “Kamu lahir untuk keberhasilan Kita
agar selalu ada dalam keabadian lingkaran keniscayaan”. Dan untuk pikiranmu Aku akan
menjawab bahwa kamu lahir untuk bisa menerima kehidupan duniawi apa adanya dalam
keseimbangan antara pikiran duniawi dan kesadaran rohanimu sebagai Jiwa.
Dan terakhir AnakKu, untuk selalu kau ingat, bertumbuhlah dalam kesadaran sebagai benih
spiritualKu. Di puncak kesadaran itu Aku menjanjikan kebahagiaan yang melebihi
kebahagiaan yang kau peroleh di dunia. Namun begitu, kau mesti tetap menjaga
keseimbangan antara kesadaran spiritual dan peranmu dalam kehidupan dunia material ini.
Tanpa keseimbangan, kehidupan alam semesta akan kehilangan keniscayaan dualitasnya.
Terikatlah pada peran dan tugas dalam kehidupan duniawimu, namun bebaskanlah
kesadaran Jiwamu dari kemelekatan terhadapnya. Tanpa pembebasan itu maka setelah
meninggalkan kehidupan dunia engkau akan terus melekat terhadap segala aspek duniawi.
Itulah yang selama ini telah membuatmu lahir dan lahir kembali ke dunia ini hanya untuk
merasakan kembali nikmatnya saat-saat membahagiakan dalam badan fisik yang pernah
kau alami. Bahagialah di duniamu saat ini, namun selalu persiapkan kebebasan diri dari
kemelekatan duniawi agar kau bisa berbahagia di kehidupan setelah kematian dalam
kesadaranmu sebagai Jiwa.
Nak, kelahiranmu ke dunia adalah kepergianmu dari diriKu. Kita terpisah dalam rentang
kesadaran. Kau adalah bagian dari diriKu yang terjebak dalam ruang dan waktu duniawi
yang terbatas, sementara ruang dan waktu itu sendiri ada dalam diri semestaKu yang tak
terbatas. Dengan begitu kau sesungguhnya masih ada dalam diriKu, hanya saja kita tidak
menyatu karena terpisahkan oleh perbedaan kesadaran.
Maka dalam setiap kelahiranmu Aku berharap kau berjuang untuk meraih kesadaran
semesta lewat proses pembelajaran di setiap peran duniawi yang pernah kau jalani. Aku
telah memahat jejak-jejak bagimu untuk jalan pulang kepadaKu, karena sudah begitu lama
Aku merindukanmu Nak. Bertumbuhlah menuju kesadaran semestamu untuk bisa kembali
padaKu. Aku selalu menantimu pulang ke rumah kesadaran semesta Kita yang dipenuhi
cahaya cinta kasih dan kedamaian. Pulanglah AnakKu, Ayah-Ibu rindu merangkulmu dalam
pelukan. Pulanglah Nak ....pulanglah.
12
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 13/117
Bahasa Langit : Kehidupan dan Kematian
Baiklah Nak, kini akan Kuceritakan padamu tentang kehidupan dan kematian, dua hal yang
menjadi dasar bagi bergulirnya siklus kesemestaan. Keduanyalah inti dari alam semesta.
Tak ada alam semesta tanpa kehidupan, tak ada kehidupan tanpa kematian. Kehidupan dan
kematian adalah perjalanan abadi dari keabadian alam semesta. Inilah kisah perjalanan
mereka.
Sesaat ketika terjadi kekosongan semesta setelah masa kiamatnya, seketika itu pula Aku
telah mengisinya kembali dengan dualitas pertama unsur alam semesta yakni material dan
spiritual yang memampatkan lagi diri mereka setelah sebelumnya tersebar. Dengan begitu,
sesungguhnya tak pernah ada kekosongan mutlak di alam semestaKu ini melainkan hanya
suatu jeda kosong dimana untuk sementara tidak ada lagi keterikatan diantara kedua unsur
tadi.
Segera setelah dualitas semesta tadi memulai lagi penyatuan mereka sebagai proses
penciptaan awal, maka kekosongan itu dengan sendirinya terisi kembali oleh kreasi
semestaKu. Dari sini semuanya kembali ‘berawal’ untuk memulai siklus semestanya yangbaru.
Dalam proses awal penciptaan kehidupan semesta ini, mulailah materi bergabung dengan
materi lain menjadi wujud benda mati. Ketika saatnya tiba maka benda mati ini akan
bergabung dengan Jiwa menjadi benda hidup untuk suatu rentang masa tertentu.
Kehidupan sendiri tak lain adalah keadaan ketika terjadi penyatuan antara apa yang hidup
dan apa yang mati. Sedangkan kematian adalah pelepasan antara apa yang hidup dari apa
yang mati. Kehidupan dan Kematian inilah dualitas yang kedua dari alam semesta yang
Kuciptakan dari unsur material dan spiritualKu. Mereka bergulir membentuk siklus abadikarena diputar oleh rantai penyatuan dan pelepasan yang silih berganti.
Di semesta ini, apa yang Kumaksud sebagai unsur yang selalu hidup adalah Jiwa,
sedangkan unsur yang selalu mati adalah material alam semesta. Inilah kenapa Aku tidak
pernah membatasi hidup dengan mati, karena apa yang hidup akan selalu hidup. Aku tidak
pula membatasi mati dengan hidup karena apa yang mati akan selalu mati. Namun Aku
membatasi masa kehidupan nyata ini dengan kematian dan membatasi masa kematian
dengan mulainya kehidupan baru.
Meski demikian, sungguhlah dalam kematian ketika Sang Hidup telah terlepas dari wujud
13
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 14/117
materi yang pernah ditempatinya, ia segera akan menempati wujud materi baru dalam
dimensi yang lain. Dengan pengetahuan ini pula Kutegaskan padamu bahwa kehidupan
sebenarnya selalu berlanjut bahkan setelah kematian di dunia nyatamu ini. Untuk itu
AnakKu, berhentilah kau bersedih untuk setiap kematian karena kehidupan itu selalu ada,
hanya saja ia berganti dimensi. Dari dimensi yang bisa terlihat menjadi sesuatu yang tidak
mudah terlihat.
Berkembang dari dualitas kehidupan dan kematian inilah kemudian Aku menciptakan
cabang-cabang dualitas semesta lainnya. Suka-duka, sedih,-gembira, kaya-miskin dan
pelangi dualitas lainnya. Berbagai dualitas itulah yang mewarnai duniamu untuk kalian alami
dan rasakan selama menjalani kehidupan dan juga saat menghadapi peristiwa penting
dalam kehidupanmu yakni kematian.
Karena itu AnakKu, dunia ini Kusediakan sebagai tempat pembelajaranmu mengenal segala
dualitas yang ada dalam kehidupan dan kematian yang kau jalani berkali-kali. Ketika kau
telah bisa memahami, menerima dan bersatu dengan semua dualitas dunia ini, kau akan
memahami, menerima dan juga bersatu dengan dualitas kehidupan dan kematian sebagai
bagian hakiki dari dirimu.
Bila setelah melampaui dualitas kehidupan dan kematian ini kau berhasil memahami,
menerima dan bersatu dengan keniscayaan dari adanya dualitas pertama semesta yakni
material dan spiritual, kau akan mudah memahamiKu sebagai kekosongan dan isi dari
kekosongan semesta. Akhirnya, setelah memahami pula semua itu, kau akan menyadari
siklus kesemestaanKu dan bergerak dalam diam bersamaKu dengan kesadaran semesta.
Aku bergerak karena Aku adalah Sang Hidup yang abadi dalam gerak semestaKu. Aku
bergerak dalam diam karena dalam gerak itu sesungguhnya Aku tidak kemana-mana. Aku
sudah ada dimana-mana selamanya. Inilah kehidupan semesta yang Kujalani dalam
keabadianKu melampaui segala ruang dan waktu.
Kau sendiri adalah bagian dari keabadianKu yang bergerak dalam siklus kehidupan dan
kematian. Kau hidup dalam berbagai jenis badan fisik, menjalaninya sebagai pembelajaran
tugas dan peran Jiwa, meninggalkannya dalam kematian untuk hidup dalam dimensi lain,
kemudian kembali lagi dengan wujud fisik yang lain. Dalam pandanganKu, Kau mirip suatu
Jiwa yang sedang melompati batu-batu pijakan yang membentuk lingkar kehidupan dalam
berbagai badan fisik. Maka fokuslah menatap setiap ruang dan waktu yang sedang kau
pijak. Itu akan memudahkan jalanmu.
Jika bagimu kehidupan ini permainan, maka disitulah Aku sedang bermain-main sebagai
Jiwa dalam badan fisik. Aku menggunakan tubuh dan pikiran yang terbatas itu untuk
menjalankan semua peran dalam permainan kehidupan. Maka bergembiralah dalam
permainan ini Nak. Kesedihan hanya ada dalam pikiranmu, rasa sakit hanya ada dalam
tubuhmu. Karena bagi kesadaran sejati Kita, kehidupan ini hanyalah tempat Kita berjalan,
berlari-lari atau melompat kesana kemari dengan tubuh dan pikiran. Tak ada salahnya
menikmati kegembiraan meski masih dalam keterbatasan.
Jika bagimu kehidupan ini adalah belenggu penjara dalam badan yang dipenuhi suka-duka,
14
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 15/117
sakit dan kematian, nikmatilah Nak. Bukankah Kita sudah terlampau lama berada dalam
kebebasan tak terbatas. Dan kehidupan ini Kuciptakan sebagai ruang dan waktu bagimu
untuk mengalami keterbatasan duniawi hingga kau merindukan kembali kebebasan
rohanimu yang tak terbatas oleh ruang dan waktu.
Dari tahu menjadi tidak tahu sampai kelak kembali tahu. Dari bebas menjadi terikat untuk
kembali pada kebebasan. Dari sadar menjadi tidak sadar hingga kembali dalam kesadaran.
Dari tak terbatas menjadi terbatas sampai kembali sebagai yang tak terbatas. Begitulah
kehidupan ini Kuciptakan bagi perputaran abadi tanpa awal dan akhir itu AnakKu. Jalani saja
siklusmu dengan penuh kegembiraan.
Namun jika kelak kesedihan datang menghampirimu dalam kematian yang membatasi masa
kehidupanmu, bersedihlah bukan untuk apa yang telah kamu tinggalkan melainkan pada
apa yang belum kamu tinggalkan. Karena setiap beban pikiranmu yang terbawa dalam
kematian akan menjadi keterikatanmu pada apa yang telah berlalu di dunia.
Sebaliknya, bergembiralah setelah kematian bukan untuk apa yang belum kamu sadari
melainkan pada apa yang telah kamu sadari selama kehidupan itu. Karena untuk itulah
tugasmu selama bertumbuh dalam siklus kehidupan dan kematian. Kau mengalami dan
melintasinya berulang kali hanya untuk mencapai kesadaranmu sebagai diriKu.
Kematian bukan hukuman. Kematian adalah cara yang Kuciptakan untuk memberimu
kembali energi dan wujud fisik baru agar dapat terus tumbuh untuk mencapai kesadaranKu.
Dengan kematian Aku memutuskanmu dari keterikatan pada fisik yang telah usang dan
tidak berguna lagi bagi perjalanan kesadaran. Kematian adalah tangga-tangga menuju
rumahmu di sebuah puncak kesadaran dan kedamaian, dimana Aku selalu menanti
kepulanganmu.
Kematian semestinya bukan pintu menuju ruang kegelapan yang dingin melainkan pintu ke
ruang penuh cahaya cinta yang menghangatkan dan memberi energi baru bagi Jiwa.
Namun jika pintu itu membukakan bagimu ruang gelap yang dingin dan menakutkan, itu
bukan ruangan sejatiKu melainkan ruangan yang dibentuk sendiri oleh pilihan pikiranmu.
Pikiranmu adalah kegelapan yang dingin, karena ia seringkali memiliki cahaya kesadaran
dan kehangatan yang terbatas. Hanya kesejatian Jiwa yang memiliki cahaya cinta tanpa
batas yang akan membuka pintu kematian yang menuju alam penuh kehangatan cahaya.
Karena itulah Nak, kehidupan ini Kusediakan bagimu untuk belajar memilih pintu kematian
bagi dirimu sendiri.
Pintu kematian yang menuju ruang gelap dan dingin dibukakan oleh kunci pikiran yang
digantungi kesedihan, kemelekatan, dendam, penyesalan, kemarahan, putus asa dan
ketidakikhlasan. Sebaliknya, pintu menuju ruanganKu yang penuh cahaya dan kehangatan
akan terbuka oleh kunci kesadaran nurani yang digantungi kegembiraan, keikhlasan,
penerimaan, pengampunan, kebebasan dari kemelekatan.
Kehidupan memiliki sisi terang dan gelap, pun demikian halnya dengan kematian. Kalian
15
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 16/117
bebas menentukan pilihan untuk berada di sisi yang mana. Aku hanya membawa kalian
pada pilihan yang telah kalian tentukan. Disitulah keterlibatanKu pada apa yang kalian alami
dan rasakan dalam masa kehidupan maupun kematian. Maka pilihlah apa yang tidak akan
kalian sesali di kemudian hari.
Terakhir tentang kehidupan dan kematian, apapun pilihanmu selama menjalani keduanya,
Aku tetap menantimu di ujung perjalanan kesadaran. Kalian semua akan sampai padaKu
dan kalian tak punya kuasa mencegahnya. Hanya saja kalian Kuberi hak untuk memilih
akan berjalan lamban ataukah cepat menuju kepadaKu. Aku adalah tangan yang selalu
terbuka untuk memberimu pelukan dalam penyatuan.
Maka tundukkanlah kepalamu selama kehidupan agar bisa kau renungkan makna jejak
perjalanan yang kau lalui di sana. Lalu tegakkan kepalamu dalam kematian agar mudah kau
pilih pintu yang akan membawamu menuju ruang kedamaian penuh cahaya. Dan lihatlah
olehmu dengan mata kerinduan, betapa Aku disana sedang menantimu dengan penuh
kerinduan pula. Datanglah Nak. Datanglah kembali pada Ayah-Ibu semestaMu. Aku
merindukanMu.
16
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 17/117
Bahasa Langit : Bekal Kehidupan
Untuk setiap kehidupan yang akan Kujalani sebagai Jiwa dalam tubuh manusia, Aku telah
memenuhi diri kecilKu dengan empat hal sebagai bekal kehidupan. Suka-Duka-Lara dan
Kematian. Itulah bekal yang akan menjadi bagian dari proses pertumbuhan kesadaranmu
Nak, dari yang terbatas menjadi tak terbatas.
Bukan suatu kebetulan melainkan sudah Kuatur sedemikian rupa bahwa bekal kehidupanmu
seperti itu. Hanya ada satu yang membahagiakan namun tiga lainnya membuatmu merasa
menderita. Ini Kulakukan agar kau mengerti bahwa tidaklah sulit untuk merasa bahagia
ketika kau sedang mengalami suka, namun sangatlah susah menjadi bahagia saat kau
mengalami duka, lara atau pun kematian.
Aku membekalimu dengan suka agar kau menikmati kehidupan ini sebagai sesuatu yang
berharga untuk dijalani sebagai pilihanmu. Sebaliknya, Aku juga membekalimu dengan duka
dan lara agar kau tidak mudah melekat pada kehidupan ini hanya karena perasaan suka
yang kau alami. Terakhir, Aku membekalimu dengan satu kepastian akan hadirnyakematian, agar kau mengerti bahwa kehidupan duniawimu ini akan berujung pada kematian.
Maka nikmatilah kehidupan ini dengan bekal rasa suka yang Kuberikan padamu. Lalu
pahami duka dan lara yang juga kau rasakan di dalamnya sebagai pembelajaran menuju
penerimaan terhadap keniscayaan dualitas semesta. Jadikan keduanya sebagai pengingat
bagimu agar tidak mudah melekat pada kehidupan duniawi yang tak abadi ini.
Aku tahu kau telah terlalu sering mencari rasa suka itu di berbagai tempat dan waktu,
namun kadang sukar atau bahkan gagal kau temui. Sebaliknya, meski kau terlalu sering
menghindari duka, lara dan kematian itu dengan berbagai cara, namun ketiganya justrudengan mudah menemukanmu meski kau mencoba bersembunyi darinya. Dengan semua
kegagalan yang kau alami ini, kehidupan menjadi begitu mudah membuatmu menderita.
Untuk itu anakKu, kini akan Kuajarkan padamu bagaimana cara menjadikan semua bekal itu
membahagiakan.
Sesungguhnya kau tidak terlalu perlu mencari kemana-mana untuk memiliki apa yang kau
sukai agar kau merasa suka. Kau hanya perlu menyukai apa yang sudah kau cari dan miliki
saat ini. Jika kau masih menginginkan hal lain untuk dimiliki, maka inginkanlah hal itu tanpa
perlu kehilangan rasa suka yang sudah kau alami pada hal-hal yang masih kau miliki.
Dengan begitu kau akan selalu berada dalam pelukan rasa suka yang membahagiakan.
17
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 18/117
Sesungguhnya pula kau tidak perlu menghindar dari duka dan lara agar kau tetap merasa
suka dan bahagia. Kau hanya perlu belajar melihat dan memaknai duka-lara itu dari sudut
yang bisa membuatmu suka dan merasa bahagia. Rasa sakit akan membahagiakan jika kau
mengerti bahwa itu adalah pertanda bahwa tubuhmu sedang berproses menuju
kesembuhannya. Duka akan membahagiakanmu jika kau benar-benar memahami bahwa itu
adalah proses pemurnian Jiwa. Saat kau bisa ikhlas menerima duka-lara sebagai bagian
dari dirimu, kau akan mengerti seperti apa Aku menerima dualitas rasa itu sebagai bagian
tak terpisahkan dari diri semestaKu.
Aku adalah pencipta kehidupan ini. Akulah sutradara yang mengatur permainan peran Jiwa
di kehidupan ini sebagai proses pembelajaran mencapai kesadaranKu yang tak terbatas.
Dan untuk proses itulah Aku membekalimu ke-empat hal tadi. Hanya ketika kau memahami
bahwa setiap bekal yang Kuberikan akan memberi manfaat bagi proses pencerahan
kesadaranmu, kau akan berhenti menderita dan mulai bersyukur atas sukamaupun
duka-lara dan kematian yang menemani perjalanan peranmu.
Kalian adalah anak-anak yang Kucintai, Kurindui dan Kutunggu untuk pulang dalam
kesadaranKu. Sebagai Ayah-Ibu semesta, Aku membekali perjalanan kalian di dunia ini
bukan untuk membuat kalian tidak pernah kembali lagi padaKu. Setiap bekal yang
Kuberikan pada kehidupan kalian adalah bekal yang Kuharap akan membawa kalian
kembali selamat pulang ke pelukan cinta kasihKu dengan kesadaran semesta yang lebih
maju.
Dan untuk mencapai kesadaran semesta itu anakKu, belajarlah kau untuk tidak terlalu
merasa bahagia saat suka karena itu akan membuatmu terjebak dan melekat pada
kehidupan duniawi. Bergembiralah pada rasa suka itu sebatas untuk membuatmu bisa
ikhlas bersyukur atas setiap hal yang membahagiakan itu.
Sebaliknya, berhentilah terlalu bersedih atas duka-lara dan kematian karena kesedihan
hanya memperberat penderitaanmu. Bersedihlah hanya sebatas agar kau mengerti bahwa
kehidupan duniawi bukanlah tujuan akhir. Bahwa setiap keadaan duniawi tidak layak
membuatmu melekat di dalamnya. Semua pada akhirnya akan berlalu juga menjadi
kenangan semata. Entah itu indah entah itu menyedihkan.
Hanya ketika kau tidak terlalu larut dalam bahagia ketika mendapat suka dan tidak
terlampau bersedih saat mengalami duka-lara dan kematian, kau akan mudah tercerahkan
dalam kesadaran semesta. Keseimbangan batin itu akan membuatmu mampu melihat
makna dan manfaat dalam setiap peristiwa kehidupan.
Maka anakKu, manfaatkanlah ke-empat bekal yang telah kusertakan dalam kehidupanmu ini
untuk melengkapi proses pembelajaranmu menuju kesempurnaan kesadaran. Aku tidak
akan memberikan sesuatu bagimu jika bagiKu hal itu tidak akan membuatmu menjadi
sempurna. Akulah Yang Mahasempurna dan Aku tahu bagaimana jalan dan proses yang
kalian butuhkan untuk menjadi sempurna seperti kesempurnaanKu. Jika kalian sungguh
ingin menyatu dalam puncak kesempurnaanKu, ikutilah jalan pembelajaran untuk mencapaikeseimbangan ini.
18
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 19/117
Terakhir anakKu, berhentilah saat ini juga untuk berpikir bahwa kehidupan duniawi ini akan
terbebas dari suka-duka-lara dan kematian. Sia-sia bagimu untuk menghindari mereka. Itu
semua adalah sebuah keniscayaan bagi dunia fana ini. Mulailah berpikir bahwa semua itu
adalah bahan-bahan untuk mencapai kebahagiaan abadi bagi diri sejatimu, Sang Jiwa di
dalam yang terus bertumbuh menuju kesadaran semestaNya.
Saat kau memahami semua ini, saat itu pula Aku tahu bahwa kau tidak lagi menyia-nyiakan
bekal kehidupan yang Kusertakan bagi perjalananmu. Dan yakinlah bahwa di ujung
pertumbuhan Jiwamu itu, Aku pasti akan menyambut kepulanganmu kembali padaKu untuk
menyatu lagi sebagai diri semestaKu yang abadi.
Bahasa Langit : Penderitaan dan Kebahagiaan
Kali ini Aku akan bertutur tentang penderitaan dalam kehidupanmu Nak. Sebuah
pengalaman rasa yang dulu pernah kau pilih untuk menjadi bagian dari pembelajaran danproses pertumbuhan kesadaranmu, namun justru lebih banyak kau sesali saat menjalaninya
di dunia ini.
Maafkan Aku mesti mengingatkanmu kembali Nak. Semua bentuk penderitaan yang kau
rasakan di kehidupanmu kali ini adalah hasil dari pilihanmu sendiri. Kau telah memilihnya
dengan pikiran, kata-kata, sikap dan perilakumu pada kehidupan terdahulu. Aku tidak
pernah menghukummu melalui semua bentuk penderitaan itu.
Kau mengalaminya karena kau membutuhkan semua itu. Hanya agar kau bisa memahami
penderitaan yang sama sebagaimana pernah kau ciptakan bagi orang dan mahluk lain.Bukan Aku, bukan pula dirimu yang menghukum diri sendiri dengan semua penderitaan.
Penderitaan bukanlah hukuman, ia hanya pembelajaran bagi pikiran dan rasamu.
Aku tidak berharap kau menikmati penderitaan itu ataupun menyesalinya sepanjang hidup.
Aku hanya berharap kau mengerti bahwa penderitaan itu sedang memberimu pemahaman
utuh atas rasa yang tidak benar-benar kau pahami sebelumnya. Pelajarilah setiap
penderitaan sampai kau tidak lagi merasakannya sebagai penderitaan.
Setiap penderitaan hidup yang kau rasakan Nak, sesungguhnya hanya terbatas pada
pikiran. Ia hanyalah persepsi pikiran yang tidak bisa memahami tujuan positif dari sebuahpengalaman hidup.
Saat pikiranmu memahami dan bisa menerima bahwa penderitaan itu adalah kebutuhan
Jiwa yang berhasil kau dapatkan di kehidupan ini, ia akan berubah rasa menjadi
kebahagiaan. Bukankah sebuah harapan yang bisa terpenuhi adalah kunci dari
kebahagiaan?
Aku tahu pikiranmu tidak menginginkan penderitaan, ia hanya menginginkan kebahagiaan.
Tapi kau tidak tahu bahwa sebagai Jiwa, kau sangat memerlukan penderitaan itu untuk
memahami kehidupan semesta ini secara utuh.
19
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 20/117
Akulah sumber segala kebahagiaan semesta. Aku tidak memiliki penderitaan karena semua
hal dalam pandanganKu hanyalah kebahagiaan. Dan jika kau masih ingin mengalami
kebahagiaan abadi sepertiKu, maka jadilah Jiwa dalam tubuh manusia yang mampu
menggunakan pikiran untuk belajar mengubah setiap penderitaan duniawi menjadi
kebahagiaan rohani.
Semoga dengan semua pemahaman ini AnakKu, pada hari-hari yang lain Aku tidak lagi
mendengar doamu agar kau Kubebaskan dari penderitaan hidup. Bebaskanlah dirimu
sendiri dengan membebaskan pikiran dari cara pandang yang menderitakan. Jika karena
kasih sayangKu padamu lalu Aku sendiri melenyapkan penderitaan itu, maka kau tak akan
pernah memahami makna penderitaan itu. Kau tak akan pernah bertumbuh menjadi Jiwa
yang matang.
Kelahiran dan kehidupan yang kau jalani saat ini Nak, menjadi ruang dan waktu bagimu
untuk bertumbuh semakin matang dalam kesadaran. Kau tidak memerlukan kebahagiaan
untuk kau lihat sebagai penderitaan, tapi kau butuh penderitaan untuk kau lihat sebagai
kebahagiaan. Itulah kematangan sempurna dari kesadaran Jiwa semesta.
Maka anakKu, mintalah agar cahaya kesadaranKu membukakan makna terang bagi
penderitaanmu. Mintalah kekuatan dan ketabahan untuk menghadapi dan mempelajari
penderitaan itu, bukan kekuatan untuk menghindarinya. Jika kau menghindarinya saat ini, ia
akan datang di saat yang lain. Namun jika kau telah memahaminya, penderitaan itu akan
berhenti mendatangimu.
Ketahuilah Nak, Aku memiliki tubuh yang tak terbatas yaitu alam semesta ini dan memiliki
pikiran yang tak terjangkau yakni kecerdasan semesta. Dan kau sendiri memiliki semesta
yang kecil yaitu tubuhmu serta kecerdasan semesta yang terbatas yakni pikiranmu.
Kau adalah Jiwa kecil yang akan tumbuh menjadi Jiwa besar sepertiKu. Kau mesti terus
berkembang dari kesadaran semesta kecil dalam tubuh manusia agar kelak bisa memiliki
kesadaran semesta raya seperti kesadaranKu. Saat mana setiap penderitaan tubuh dan
pikiranmu bisa kau rasakan hanya sebagai sebuah kebahagiaan, kau akan memahami
caraKu memandang alam semesta ini sebagai ruang dan waktu yang selalu
membahagiakan bagiKu.
Tak ada satupun kejadian di alam semesta yang bisa membuatKu menderita Nak, karena
Aku adalah kebahagiaan sempurna yang abadi. Jika kau sungguh-sungguh ingin menjadi
diriKu, belajarlah untuk tidak melihat segala kejadian pada tubuh dan pikiranmu sebagai
penderitaan. Pahami semua itu hanya sejumlah proses untuk memahami kesempurnaan
tubuh, pikiran serta kehidupanmu. Saat kau memahaminya, begitulah akan kau pahami
kesempurnaan alam semesta dengan kecerdasan dan kehidupan yang terus bergulir di
dalamnya dari masa ke masa.
Dan untuk setiap penderitaan yang kau alami di kehidupan ini AnakKu, janganlah bersedih
dan takut. Karena sesungguhnya Aku selalu ada bersamamu saat kau menjalani
penderitaan itu. Aku diam memperhatikanmu selama dalam proses pemahaman ataspenderitaan itu. Aku mendengar setiap doa dan kepedihanmu.
20
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 21/117
Tapi anakKu, dalam kuasaKu yang tak terbatas, Aku mesti membatasi diriKu. Tidak setiap
penderitaanmu harus Kulenyapkan karena bukan untuk itu Aku mendampingimu. Aku
membawa kebahagiaan bagimu bukan saat kau masih menderita oleh ketidaktahuan
pikiranmu. Hanya ketika kau telah memahami makna penderitaanmu sebagai bagian dari
pemurnian Jiwa, saat itulah kebahagiaan akan Kuberikan bagimu. Pemahaman akan makna
penderitaan adalah kunci bagimu untuk mencapai kebahagiaan Jiwa.
Sumber dari setiap penderitaan dan kebahagiaan adalah harapan. Pikiran akan bahagia
ketika harapan itu terpenuhi dan menderita saat ia tak tercapai. Aku tidak bermaksud
meniadakan harapan bagimu karena harapanlah yang bisa membuatmu hidup dalam
semangat. Jadi tetaplah berharap pada sesuatu lalu kerjakan sesuatu bagi harapanmu.
Namun begitu, bekerjalah hanya demi kerja itu sendiri tanpa terbelenggu oleh harapan atas
hasil kerja. Fokuslah pada tugas dan kerjamu di dunia ini dengan penuh keyakinan. Sisanya,
biarlah Aku sendiri yang akan menentukan hasil yang layak bagi setiap kerja yang telah kau
lakukan demi kelangsungan alam semesta. Aku adalah penentu hasil kerjamu karena
Akulah pemilik semesta tempatmu menjalankan kerja ini. Maka berbahagialah pada setiap
kerjamu dan berbahagialah pula pada setiap hasilnya.
21
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 22/117
Bahasa Langit : Pahala Karma
Semesta ini Kuciptakan dalam keteraturan sempurna sehingga ketika tiba saatnya ia
berakhir, itu akan menjadi awal bagi semesta berikutnya. Untuk menjaga keteraturan itu Aku
menciptakan hukum sebab akibat, hukum kerja atau karma sebagai pengatur perjalanan
alam semesta ini agar tetap berada dalam siklus sempurnanya.
Dengan hukum ini pula Aku mengatur segala aspek dalam kehidupan semesta seperti saat
pertama ia Kuciptakan sampai tiba di akhir masanya. Kehidupan di dalam semesta selalu
bergerak dalam arahan hukum aksi-reaksi, hukum karma ini. Tak ada sesuatu pun dalam
kehidupan ini terbebas dari hukum karma, meski kalian tidak memahami atau bahkan tidak
meyakininya. Ini adalah sebuah hukum keniscayaan alam semesta.
Hukum ini memastikan agar api memberi panas, air memberi basah dan angin memberi
kering. Hukum karma memastikan agar setiap mahluk mendapatkan akibat dari setiap
sebab yang mereka pilih. Setiap kerja pasti akan mendatangkan hasil, sekalipun kerja itu
adalah kerja diam. Kerja menciptakan hasil kerja, diam menciptakan hasil diam.
Sebagaimana alam semesta meliputi seluruh ruang dan waktu yang ada, begitulah hukum
ini meliputi seluruh ruang dan waktu yang membentuk alam semesta. Dengan begitu, hukum
karma ini akan memberimu pahala atau hasil dalam rentang waktu dan ruang yang tidak
terbatas oleh kelahiran dan kematian. Pahala atas kerja ini terus melekat padamu sepanjang
siklus semesta yang kamu jalani melalui begitu banyak kelahiran, kehidupan dan kematian.
Hanya ketika Jiwamu berhasil membebaskan diri dari kemelekatan atas hasil kerja, disitulah
hukum kerja ini membebaskanmu dari pahala karma. Itulah saat engkau mengenal
keikhlasan murni, sebuah kerja tanpa kemelekatan pada hasil. Engkau akan mencapai
kebebasan kerja, bekerja dalam pikiran yang diam tanpa keinginan.
Setiap kerja yang kau lakukan pada kehidupan ini akan mendatangkan pahala pada ruang
dan waktu yang tidak pasti dan sama. Pahala itu bisa datang saat ini disini atau saat itu
disana, dan selalu menanti di masa depan kehidupan. Dan karena kehidupanmu
sesungguhnya abadi, maka pahala karma bahkan bisa datang pada kehidupan masa
depanmu dalam dimensi yang lain setelah kematian.
22
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 23/117
Kehidupan ini sendiri memberi begitu banyak pilihan bebas untuk kau pilih dengan
kecerdasanmu. Sedangkan hukum karma bertugas memastikan agar kau mendapatkan
hasil bagi setiap pilihanmu. Karena itu AnakKu, berhentilah menyalahkan orang lain atas
setiap hasil yang kau peroleh di kehidupan ini. Semua hasil itu tak lain adalah akibat dari
pilihanmu sendiri. Aku sudah menciptakan kesempurnaan pada hukum karma, sehingga
hanya aksi yang menimbulkan reaksi, hanya sebab yang dapat menimbulkan akibat.
Jika untuk sebuah akibat atau pahala yang kau alami ternyata engkau tidak mengerti dan
menemukan sumber sebabnya pada dirimu, itu bukanlah berarti bahwa penyebab itu ada
pada orang lain. Penyebab dari pahala itu tetap ada pada dirimu. Hanya saja ketidaktahuan
akan rangkaian karma masa lalu telah membuatmu sulit memahaminya.
Aku memahami bahwa ketidaktahuan itu terjadi karena keterbatasan pikiran sadarmu untuk
mengingat setiap hal secara rinci pada semua kehidupan masa lalumu. Namun satu hal
penting untuk selalu kau pahami, tak ada akibat tanpa suatu sebab. Dan akibat itu hanya
akan kembali ke tempat darimana sebabnya berasal. Pahala karmamu niscaya adalah hasil
kerjamu.
Kualitas karma hanya menentukan kualitas pahala dan jumlah karma hanya menentukan
jumlah pahala. Bukan kualitas karma yang menentukan jumlah pahala, bukan pula jumlah
karma yang menentukan kualitas pahala. Dengan demikian, setiap penyesalan tidak akan
bisa menghentikan jalannya hukum karma. Penyesalan hanya membantumu menjadi lebih
siap untuk menerima pahala karma dengan ikhlas, sehingga suatu pahala buruk bahkan
bisa berubah menjadi sesuatu yang membahagiakan. Pikiran yang bisa mengartikan pahala
dengan makna yang berbeda akan membangun suatu bentuk perasaan yang juga berbeda.
Aku tidak berhak mengurangi atau menghentikan pahala atas setiap kerja yang kau lakukan.
Aku hanya bisa menemanimu menerima pahala itu dengan rasa sebagaimana yang kau
harapkan. Pahala karma akan terasa seolah tidak pernah ada manakala kesadaranmu telah
ikhlas menerimanya sebagai sesuatu yang biasa dan mesti terjadi.
Sebagaimana kau melakukan setiap karmamu dengan kesadaran dan ketetapan hati,
begitulah semestinya kau ikhlas menerima setiap pahala dari karma itu. Hanya dengan cara
ini maka kau tidak akan mudah terguncang oleh setiap pahala yang kau terima sebagai
akibat dari kerjamu. Pahala buruk tidak terlalu mengecewakanmu, pahala baik tidak pula
terlalu membahagiakanmu.
Bahkan ketika engkau bisa menyadari bahwa pahala yang kau terima dari hasil kerjamu itu
sebenarnya adalah sebuah kerja dari mahluk lain atau dari alam semesta yang sedang
dilakukan terhadapmu, maka kau akan mengerti bahwa sesungguhnya tak pernah ada
pahala di alam semesta. Semua yang ada ini hanyalah kerja yang saling berkaitan satu
sama lain. Alam semesta adalah serangkaian karma.
Saat kau bisa melihat bahwa pahala sesungguhnya bukanlah pahala melainkan hanyasebuah kerja yang lain, maka kau akan berhenti mengharapkan pahala dari sebuah karma.
23
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 24/117
Dengan kesadaran inilah kau mesti mulai bekerja hanya demi kerja itu sendiri untuk
kelangsungan siklus alam semesta. Kau akan terbebas dari pahala karma.
Maka ikhlaslah dalam kerja AnakKu. Kerjamu akan menjadi pahala bagi orang lain dan
pahalamu menjadi kerja bagi orang lainnya. Inilah lingkar kesempurnaan kerja alam
semesta, kesempurnaan karma. Dan Aku adalah pusat dari lingkaran semesta ini. Pusat
yang berada di dalam sekaligus diluar lingkaran karma itu.
Bahasa Langit : Nasib dan Takdir
Maafkan Nak, hari ini Aku akan mengubah pemahaman kalian selama ini tentang nasib dantakdir. Sebab pemahaman yang telah kalian miliki tentang nasib dan takdir itu membuat
kalian tidak mengerti bagaimana menggunakan apa yang menjadi kuasa kalian atas diri
kalian sendiri.
Nasib adalah takdir yang belum ditetapkan dan takdir adalah nasib yang sudah dipastikan.
Nasib adalah apa pun keadaan yang kau harapkan terjadi sebagai takdir bagimu di
kehidupan masa depan. Sedangkan takdir adalah keadaan yang harus kau terima dan jalani
sebagai nasibmu saat ini, sebagaimana telah kau pilih dan tuliskan sendiri bagimu pada
kehidupan terdahulu. Dengan demikian, sesungguhnya kaulah yang telah menetapkan
takdir bagi dirimu sendiri. Aku hanyalah sutradara yang memastikan takdirmu itu berjalansesuai skenario kehidupan yang telah kau tetapkan bagi dirimu. Maka anakKu,
berhati-hatilah mulai saat ini menetapkan takdir masa depanmu.
Kuingatkan bagimu Nak, meski tidak kau mengerti atau pun kau sadari, nasib dan takdir di
kehidupan masa depanmu telah kau ciptakan melalui setiap pikiran, kata-kata dan
tindakanmu saat ini. Segala bentuk pikiran, ucapan dan perbuatan keseharianmu menjadi
doa yang akan tertulis sebagai rangkaian skenario bagi masa depanmu. Inilah
kesempurnaan karma, hukum semesta dengan mana sadar atau tak sadar kau sedang
menulis skenariomu itu. Dengan aksimu saat ini kau sedang menciptakan reaksi masa
depan sebagai nasib dan takdirmu nanti. Camkanlah ini anakKu.
Aku memang penguasa semesta raya yang berkuasa menentukan segala hal bagi
semestaKu. Namun kau, sebagai bagian dari diriKu, tak lain adalah penguasa atas tubuh
sebagai semesta kecilmu di dunia ini. Kaulah yang menentukan takdir kehidupanmu dalam
tubuh yang kau pilih saat ini. Aku tidak mengendalikanmu untuk apa yang kau inginkan,
namun Aku ada untuk memberimu tuntunan dalam memilih jalan mencapai apa yang kau
inginkan.
Bahwa kau tidak berkuasa lagi mengubah takdirmu saat ini, tentu saja itu sebuah kepastian
karena kuasa itu telah kau gunakan pada masa kehidupan sebelumnya. Kau telah
24
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 25/117
mengetahui dan menetapkan takdirmu sebelum memilih tubuh dan peran dalam
kehidupanmu saat ini. Dengan begitu yang bisa kau lakukan saat ini hanya menjalaninya
dengan keikhlasan. Namun demikian, kau masih punya kuasa untuk menentukan nasib dan
takdir masa depanmu. Gunakanlah kuasamu itu dengan baik sebelum kau menyesalinya
lagi pada kehidupan mendatang.
Jika nasib dan takdir ini masih membingungkanmu, baiklah akan Kutegaskan lagi perbedaan
keduanya. Dalam kehidupan yang kau jalani ini, kau masih bisa berusaha keras untuk
mengubah nasibmu saat ini agar menjadi lebih baik. Namun untuk takdirmu kini, seberapa
pun keras usahamu kau tak akan mampu mengubahnya karena ia telah menjadi ketetapan
hidup bagimu. Kau akan memahami prinsip sederhananya saat kau benar-benar
menjalaninya. Setiap keadaan hidup yang berusaha untuk kau ubah dan kau berhasil
mengubahnya, itulah nasibmu. Sedangkan untuk sesuatu yang berusaha kau ubah namun
kau tidak berhasil juga mengubah kenyataannya, itulah takdirmu.
Jadi sebelum kau lebih larut dalam kebingungan menyangkut nasib dan takdirmu, tetaplah
berharap dan berusaha unuk mengalami perbaikan bagi setiap keadaanmu saat ini. Biarlah
waktu yang memastikan yang mana nasib dan takdir bagimu di kehidupan kali ini.
Berusahalah untuk nasibmu dan ikhlaslah bagi takdirmu. Jika kau hanya menyesali nasib,
maka nasib itu akan menjadi takdirmu. Jika kau hanya menyesali takdir, maka takdir itu akan
menghentikan perubahan nasibmu di masa depan.
Nasib itu terbatas hanya dalam satu masa kehidupan tetapi takdir akan berkelanjutan dari
satu masa kehidupan ke masa kehidupan lain berikutnya. Jadi anakKu, berhentilah
menyesali takdirmu saat ini namun belajarlah menentukan takdirmu di kehidupan
selanjutnya. Kau berhak sepenuhnya atas perjalanan Jiwamu. Itulah kuasamu sebagai Jiwa.
Aku telah memberi alat dan cara untuk mencipta nasib dan takdir yang ingin kau miliki
selama perjalanan Jiwa. Alat itu adalah pikiran dan hatimu. Kau hanya perlu belajar
menggunakannya dengan sebaik-baiknya untuk memilih dan menuliskan nasib serta
takdirmu. Jika kau menggunakannya untuk hal-hal yang baik dan positif, kau sedang
membangun nasib dan takdir yang juga baik serta positif bagi dirimu. Begitu pun sebaliknya.
Ucapkan ide-ide dari pikiran baikmu, lakukan tindakan dari kata-kata kebaikanmu, lalu
sertakan semua itu dengan keikhlasan dan kemurnian hati. Maka Aku akan mencatatkannya
bagimu sebagai nasib dan takdir yang telah kau tetapkan dengan yakin bagi masa
depanmu. Aku mampu mencatatnya secara detail dan mengetahui kejujuran serta
keyakinanmu, karena Aku ada dalam dirimu sebagai Jiwa itu sendiri.
Itulah hakekat makna bila bagimu Aku adalah yang menentukan takdirmu. Sebab sekali lagi,
kau tak lain adalah diriKu dalam tubuh manusia. Tapi jangan coba memahami kata-kataKu
ini dengan pikiran sadarmu karena pikiranmu bukanlah Jiwa dan tentu saja itu juga bukan
diriKu. Pikiran sadar dan intelektualmu tak akan mengerti kecuali ia telah dibimbing oleh
kesadaran murnimu sebagai Jiwa.
Berhentilah juga menyalahkan apa pun atau siapa pun atas nasib dan takdirmu di dunia ini.Bukan orang lain atau mahluk lain yang terlibat dalam penciptaan nasib dan takdirmu. Kau
25
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 26/117
sendirilah sesungguhnya yang telah memilih untuk mengundang mereka agar terlibat
menyempurnakan kisah dalam nasib dan takdirmu, sebagaimana telah kau tuliskan dalam
skenario semestamu. Itulah rahasia nasib dan takdir yang ada di tanganmu anakKu.
Setiap takdir yang kau jalani saat ini anakKu, yakinlah bahwa itu adalah pilihan terbaik yang
telah kau tetapkan sebelum kelahiran dan kehidupanmu kali ini. Tidak ada alasan bagimu
untuk kecewa atas takdir yang telah kau pastikan dengan begitu banyak pertimbangan
kesadaran Jiwa. Jika pikiranmu merasa kecewa pada takdirmu, menjadi tugasmulah untuk
menerangkan hal itu baginya. Pastikan pikiranmu bisa mengerti bahwa kisah kehidupan
yang kau jadikan takdirmu adalah cara yang kau pilih untuk mencapai kemurnianmu sebagai
Jiwa. Dan untuk hal ini, tentu saja kau harus mengenal betul pikiranmu sendiri. Belajarlah
untuk mengenalnya lebih jauh. Karena sekali lagi, pikiran dan hati adalah alat pencipta nasib
dan takdir bagi manusia. AnakKu, Aku menunggu skenario berikutnya yang harus Kucatat
bagimu lewat caramu memakai hati dan pikiranmu.
26
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 27/117
Bahasa Langit : Kebenaran Nurani
Diantara bahasa-bahasa pikiran yang sering bergolak dalam dirimu Nak, bahasaKu adalahbahasa nurani. Sebagai bahasa nurani, Aku adalah bahasa tanpa kata-kata. Aku adalah
bahasa rasa. Dan sebagai rasa dari nurani, Aku adalah rasa tanpa penjelasan pikiran.
Aku membimbing setiap langkah dalam kehidupan kalian dengan bahasa nurani, dengan
bahasa rasa itu. Dengan rasa itulah Aku selalu mendengar dan memenuhi setiap doamu.
Dari situ pula Aku memberi terang pada setiap jalan hidup yang kau pilih untuk dijalani.
Dengan rasa terang itulah caraKu agar selalu ada bersamamu melewati setiap penderitaan
dan kebahagiaan dalam kehidupan.
Dengan bahasa nurani pula Aku selalu bicara padamu meski kau tak selalu mau mendengarkata-kataKu. Atau mungkin kau tak tahu bagaimana cara mendengar kata-kataKu. Maka
biarlah hari ini akan Kuperjelas bahasa nurani bagimu. Karena dalam setiap terang bahasa
nurani yang kau rasakan, disana Aku sedang menjaga langkahmu tetap di jalan yang dulu
pernah kau pilih sebelum kehidupan ini.
Bahasa pikiran selalu disibukkan dengan analisa terhadap setiap keadaan yang sedang kau
hadapi. Bahasa itu bukanlah bahasa nurani. BahasaKu bebas dari pertimbangan yang
didasarkan pada penilaian baik-buruk tetapi selalu berujung pada kebaikan bagi semesta. Ia
mengandung hakekat rasa kebaikan dan bukan sekedar norma kebaikan. BahasaKu adalah
dorongan bagi suatu kebenaran Jiwa, bukan dorongan bagi pembenaran pikiran.
BahasaKu adalah bahasa terang yang menyinari kegelapan batin. Ia akan mengantar
hidupmu pada jalan yang lapang tanpa terhalang oleh penilaian atas dirimu. Ia tidak
membuatmu terjebak dalam sebutan baik atau buruk, tapi akan mengantarmu untuk merasa
lebih baik. Ia tidak mengungkungmu dalam penjara amal dan dosa, tetapi ia membuat
Jiwamu beramal untuk terbebas dari rasa berdosa.
Kebenaran bahasa nurani tidak terbelenggu oleh ruang dan waktu atau oleh kehidupan dan
kematian karena ia adalah kebenaran semesta tanpa batas. Ia adalah kebenaran tunggal
yang melampaui segala bentuk dualitas. Ia adalah bahasa yang tak mampu didebat oleh
27
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 28/117
kecerdasan pikiran karena ia melampaui pemahaman pikiran.
Saat kebenaran nurani berbicara, pikiran sadarmu menjadi pendengar yang kadang gelisah
dan kemudian selalu mencoba untuk memahami atau bahkan mendebatnya dengan
pembenaran. Kebenaran nurani adalah ide-ide murni yang bukan berasal dari ingatan dalam
pikiran sadar. Ia adalah bahasa yang bahkan belum pernah didengar oleh pikiran sadarmu
yang terbatas.
Tidak seperti bahasa pikiran sadarmu yang hanya berasal dari ingatan masa kini, bahasa
nurani berasal dari ingatan masa lampau, masa kini dan masa depan yang selalu ada sejak
semesta ini ada. Ia berisi konsep utuh tentang proses penciptaan, pemeliharaan dan daur
ulang kehidupan semesta. Ia mengarahkan kehidupan material dan spiritual semesta ini
pada alur yang sangat teratur. Begitulah caranya menemanimu sebagai Jiwa yang melintasi
kehidupan demi kehidupan dari masa ke masa. Ia adalah bahasa kecerdasan yang abadi
seperti alam semesta, seabadi Jiwa itu sendiri.
Kau tidak layak memberi penilaian kebaikan atau keburukan terhadap isi bahasa nurani
dengan aturan yang kau miliki di kehidupan sosialmu. Kebaikan nurani adalah kebaikan
alam semesta yang mencakup secara sekaligus hukum yang mengatur siklus penciptaan,
pemeliharaan dan penghancuran alam semesta. Jika kalian mencoba menilai dengan
pemahaman yang terbatas, kalian hanya akan menciptakan perdebatan dalam diri bahkan
dengan sesama kalian. Bahasa nurani tidaklah untuk diperdebatkan tapi untuk diikuti
dengan keikhlasan karena ia adalah bahasa cinta kasih semesta.
Nurani menciptakan bahasa penuh makna. Sehingga ketika kau mendengarnya, bimbingan
nurani akan hadir sebagai sebuah kata atau kalimat singkat namun mampu menjawab
segala kegundahan dan keraguanmu. Bahkan ia bisa menghentikan semua perdebatan
analisa pikiranmu. Ia mencerahkanmu dari gelapnya ketidaktahuan dan keraguan. Dan
tatkala hatimu telah mulai mengenal kehadiran nurani sepenuhnya, ia akan menjadi pintu
yang membuka rahasia semesta dengan aliran bahasanya yang lebih luas.
Namun demikian, bahasa nurani bukan segalanya. Ia hanyalah salah satu bahasa yang bisa
kau pilih diantara berbagai pilihan bahasa yang muncul di pikiranmu. Jika kau menghendaki
kebaikan dan kebahagiaan duniawi pilihlah pikiran baikmu. Jika kau menginginkan
penderitaan dan keburukan duniawi, pilihlah pikiran burukmu. Hanya ketika kau
memutuskan untuk mencapai kebahagiaan sejati dalam keberhasilan peran kehidupanmu
sebagai Jiwa, maka ikutilah bahasa nuranimu. Bahasa terang alam semesta.
Di saat menderita ia akan memberimu kata atau kalimat yang bisa mengubah penderitaan
menjadi rasa kebahagiaan. Ia juga menjadi bahasa yang mengingatkanmu pada
penderitaan dibalik kebahagiaan yang kau rasakan. Ia mengajarimu menerima dan
mensyukuri setiap tahap dalam pembelajaran kehidupan yang kau pilih saat ini.
Hidup adalah tempat belajar memilih apa yang kau inginkan serta untuk merasakan dengan
ikhlas hasil dari setiap pilihanmu. Kau berhak mengikuti kebutuhan tubuhmu, keinginanpikiranmu atau hanya berjalan dalam kesadaran Jiwamu. Tubuh akan membimbingmu
28
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 29/117
dengan bahasa rasa agar kau memenuhi apa yang dibutuhkannya. Rasa lapar, haus,
mengantuk, lelah, sakit dan seterusnya. Lalu pikiran akan mengarahkanmu dengan bahasa
hasratnya agar kau memenuhi setiap keinginannya. Sedangkan Jiwa akan menuntun tubuh
dan pikiranmu dengan bahasa nurani agar bekerja sesuai rencananya dalam peran
kehidupan kali ini.
Kebenaran tubuh adalah menjaga dirinya agar selalu siap menjadi kendaraan bagi Jiwa.
Kebenaran pikiran adalah menciptakan ide yang mampu mengarahkan tubuh menjadi alat
bagi Jiwa menjalankan tugasnya. Terakhir, kebenaran nurani adalah membimbing dan
menjaga kesadaran pikiran dan tubuh agar tetap mampu menjalankan tugas dan peran Jiwa
sesuai rencananya sebelum memasuki setiap kehidupan.
Inilah kebenaran nurani anakKu. Aku tidak akan banyak menjelaskan tentang ia yang tak
terbatas dengan kata-kata yang terbatas ini. Kenalilah bahasa nuranimu maka kau akan
mengerti tanpa memerlukan penjelasan lebih banyak. Dengarlah, ia sedang bicara padamu
sekarang tepat setelah kau membaca kata terakhir ini.
29
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 30/117
Bahasa Langit : Pikiran dan Agama
Aku adalah cahaya kecerdasan yang memenuhi alam semesta. Aku menciptakan alam inidengan kreasi dari kecerdasanKu yang tak terbatas. Aku menggunakan pikiran sebagai
wujud dari kecerdasan semestaKu yang tak berwujud. Diantara wujud pikiran yang nyaris
menyimpan sempurna kecerdasanKu adalah wujud pikiran manusia. Meski demikian,
kesempurnaan dari kecerdasanKu masih terjebak dalam keterbatasan pikiran manusia.
Lebih banyak dari kalian hanya menggunakan pikiran kalian yang berkembang selama
berada dalam kehidupan jasmani. Itu bukanlah mewakili kecerdasanKu melainkan hanya
percikan sangat kecil dari samudera kecerdasanKu. Hanya saat kecerdasanKu sepenuhnya
menggunakan pikiran sadar manusia, disitulah Aku akan menunjukkan padamu segala
kuasa dari kesejatianKu.
Pikiran kalian pun adalah hasil kreasi dari kecerdasan semestaKu. Dengan pikiran kalian
itulah Aku mencipta, memelihara dan mengembalikan seluruh isi kehidupan yang telah
Kuciptakan di dunia. Pikiran kalian adalah jejak-jejak kecerdasanKu yang bisa kalian nikmati
di kehidupan dunia.
Namun sayang AnakKu, kesadaran yang terbatas itu membuat kebanyakan kalian tidak
mampu menggunakan dengan sempurna jejak kecerdasanKu dalam pikiran kalian.
Akibatnya, kalian tidak mampu memahami sepenuhnya bagaimana menggunakan sebagian
kecerdasanKu yang tersimpan dalam pikiran sadar kalian.
Aku melengkapi tubuh manusia yang kau tempati itu dengan hati dan pikiran yang
menyimpan kecerdasanKu agar dengannya kau bisa bertumbuh dalam pemahaman akan
diri sejatimu yang lebih besar. Aku menggunakan pikiran itu untuk menyampaikan
pesan-pesanKu bagi kehidupan kalian.
Untuk menyampaikan pesan-pesan kesadaran bagi kehidupanmu, Aku telah berkali-kali
datang di dunia ini sepanjang jaman. Aku telah menuliskan pesan-pesan itu dalam kitab
yang kemudian kalian sucikan. Aku hadir sebagai manusia yang kalian hormati sebagai
pemimpin spiritual. Aku datang sebagai guru-guru kehidupan, bahkan sebagai orang yang
30
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 31/117
tidak pernah kalian duga adalah diriKu.
Semua kehadiran itu Kulakukan untuk menyadarkan kalian agar kembali menggunakan
pikiran sebagai alat untuk mencapai cahaya kesadaran semestaKu. Aku bahkan telah
menciptakan agama-agama, kepercayaan, keyakinan dan tradisi. Semua itu hanya agar
kalian mampu menggunakan pikiran yang Kulengkapkan pada tubuhmu itu untuk tujuan
perjalanan tugas dirimu sebagai Jiwa yang penuh cinta kasih.
AnakKu, Aku menciptakan agama sebagai alat untuk membimbingmu menggunakan rahasia
kecerdasan hati dan pikiran untuk memenuhi kebutuhanmu akan bahan-bahan kebaikan di
dunia ini. Bahan kebaikan inilah yang akan menyuburkan tumbuhnya kesadaranmu sebagai
benih cinta kasih semesta. Aku menurunkan ajaranKu lewat agama bukan sebagai alasan
bagi kalian untuk saling menyakiti, saling membunuh atau saling membenci sesama kalian.
Aku membukakan bagimu rahasia semestaKu lewat ajaran agama-agama, sekali lagi bukan
untuk membawamu pada pertengkaran dan permusuhan dengan sesamamu. Aku
menciptakannya untuk membuatmu mampu menjalani cara-cara Jiwa mengasihi alam
semesta. Dengan agama-agama yang berbeda itu Aku berharap kalian bersatu satu sama
lain untuk menjaga kedamaian bumi sebagai bagian dari semesta yang Kuciptakan.
Namun hari ini, sebagai Ayah dan Ibu semestamu, Aku hanya bisa terdiam menatap apa
yang kalian lakukan dengan agama, kepercayaan, keyakinan dan tradisi itu. Aku melihat
anak-anakKu sendiri bertikai satu sama lain demi agama, yang sesungguhnya Kuciptakan
untuk membangun alam pikiran dan dunia yang penuh cinta kasih. Jika Aku bisa bersedih,
maka Aku akan bersedih anakKu.
Kalian memanggilKu dengan berbagai nama yang kalian sukai. Namun kalian justru
bertengkar hanya demi sebuah nama yang kalian sebutkan bagiKu. Aku menghargai setiap
nama yang kalian berikan bagiKu. Aku mencintai kalian semua dalam rasa yang sama besar
untuk nama-nama berbeda itu. Kalian semua adalah anak-anakKu. Berhentilah berdebat,
berhentilah bertengkar, berhentilah kau berperang dengan dirimu sendiri Nak. Kalian semua
sesungguhnya satu. Kalian semua adalah bagian dari diriKu sendiri.
Sudahilah permusuhan atas nama agama anakKu. Aku sengaja menciptakan berbagai jalan
untuk menuju pada kesadaranKu karena Aku menghormati keberagaman kalian dalam
memilih. Hormatilah pilihan kalian masing-masing karena betapapun juga dengan semua
pilihan itu kalian semua sesungguhnya sedang menuju padaKu yang satu.
Jika kalian merasa agama kalian terganggu oleh mereka yang berada di jalan yang lain, lalu
kalian ingin berjuang mempertahankannya, pertahankanlah agar agama yang Kuciptakan itu
tetap menjadi agama yang memiliki cinta kasih. Kekerasan atas nama agama, sekalipun itu
kalian maksudkan untuk menjaga kesucian agama yang Kuciptakan, justru telah menodai
kesucian agama itu sendiri yang bersumber dariKu yang penuh cinta kasih.
Ketika kalian berkelahi atau bahkan berperang atas nama agama, ketahuilah Nak, saat itukalian seperti sedang membuktikan pada alam semesta bahwa Aku tidak mampu
31
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 32/117
menciptakan kedamaian dunia bagi kalian, bahkan dengan ajaran agama yang suci itu. Aku
tahu kalian tidak menyadari semua kekhilafan itu, maka inilah saatnya kalian mulai
menyadarinya. Agama itu Kuciptakan untuk mendamaikan hati kalian, dunia kalian dan
kehidupan Jiwa kalian setelah kematian nanti. Gunakanlah itu demi kedamaian, bukan
sebagai alasan menciptakan perdebatan, perkelahian, apalagi peperangan yang menodai
kesucian agama itu sendiri.
Tidak perlu menjagaKu karena Akulah yang akan menjaga kalian. Tidak perlu membelaKu
karena Akulah yang harus membela kalian dari penyimpangan pikiran sendiri. Jika kalian
menghormati dan mencintaiKu, maka hormati dan cintai setiap mahluk hidup, setiap isi alam
semesta, karena pada diri mereka semualah Aku berada.
Aku ada pada setiap manusia yang mungkin kau benci. Aku ada pada setiap mahluk yang
mungkin kau sakiti. Aku ada pada apa saja yang mungkin kau telantarkan. Aku ada
dimana-mana. Dengan demikian, Aku selalu menyaksikan semua sifat, sikap dan perilaku
setiap pikiran, kata-kata dan perbuatanmu padaKu. Aku menjadi saksi untuk setiap napas
yang kau hirup dari alam semesta ini. Aku mengetahui segalanya.
AnakKu, jika kalian ingin menjaga rasa hormat dan cinta kalian padaKu, jagalah Aku tetap
ada dalam diri kalian. Berkatalah, bersikaplah, bertindaklah, seakan kalian sedang
melakukannya untuk mewakili cinta kasihKu yang sedang memancar dari dalam diri kalian.
Aku adalah Jiwa kalian di dalam. Jagalah Aku dari kegelapan pikiran yang ingin mengambil
alih tubuh kalian dan bertindak atas nama pembenaran pikiran itu. Jika kalian
sungguh-sungguh ingin berbuat atas namaKu, lakukanlah itu atas nama diriKu yang penuh
cinta kasih dan diliputi kesadaran terang tanpa batas. Karena itulah diriKu.
Di setiap agama yang Kuajarkan ke dunia ini melalui Jiwa yang telah Kuutus berkali-kali
mengajarinya, Aku selalu menyatakan bahwa Aku hanyalah satu. Jika kau mengerti bahwa
Aku hanya satu, berhentilah berpikir atau merasa takut bahwa akan ada sesuatu di dunia ini
yang bisa menduakanKu. Selama kalian masih menyangka diriKu dapat dipisahkan atau
dibeda-bedakan dengan nama pujaan kalian yang beraneka ragam itu, saat itu pula
sesungguhnya kalian belum sepenuhnya paham dan meyakini keesaanKu.
Kutegaskan sekali lagi Nak, semua Jiwa mahluk hidup adalah bagian dari diriKu. Semua
yang mengisi alam semesta ini adalah bagian dari tubuhKu. Itulah keesaanKu. Berhentilah
merasa berbeda dengan semua kehidupan yang mengisi alam semesta ini. Mulailah
merasakan bahwa semua itu adalah bagian dari diri kalian sendiri. Untuk itulah Aku
menciptakan agama. Untuk membuatmu menyadari dirimu sebagai diriKu dalam tubuh
manusia, lalu mengambil bagian dari tugasKu menjaga dunia dan alam semesta ini. Itulah
tugasmu anakKu, tugas sebagai Jiwa dalam tubuh manusia.
Maka ketahuilah anakKu, kalian tidak membuatKu bahagia dengan menyakiti sesama atas
nama agama yang Kuciptakan dari cinta kasihKu. Aku tidak bergembira melihat
anak-anakKu sendiri saling menghancurkan diri mereka. Aku adalah Ayah-Ibu semesta yanglebih mudah berbahagia dalam kebersamaan hidup kalian yang damai.
32
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 33/117
Kuhadirkan agama ke dunia untuk membukakan pintu dunia rohani bagi kalian agar mampu
melihat terangnya cahaya kesadaran Jiwa semesta disana. Bukan untuk menjerumuskan
kalian ke ruang dan waktu yang diliputi gelapnya pemahaman. Agama adalah jalan untuk
mendekati duniaKu yang penuh cinta kasih, bukan menjauhi duniaKu menuju dunia yang
dipenuhi amarah dan kebencian.
Jika pun dengan pemahaman agama itu kalian masih ingin menjagaKu, maka jagalah
semua ciptaanKu dengan penuh cinta dan keikhlasan. Jika kalian berani membelaKu, Aku
ingin kalian membela ciptaanKu dari kehancurannya. Jika kalian benar-benar mencintaiKu,
cintailah semua mahluk yang Kuciptakan dengan sepenuh cinta kasihKu.
Aku adalah keindahan tak berwujud. Namun jika dengan mewujudkan keindahanKu dapat
membuat kalian lebih mudah menyatukan rasa padaKu, Aku akan menerima apapun cara
kalian itu. Nyanyikanlah semua namaKu lukislah kecemerlanganKu, pahatlah wajahKu,
renungkanlah wujudKu sesuka dan semampu yang membuatmu bisa memandangKu. Itu
semua adalah wujudKu bagimu namun bukan wujudKu bagi kecerdasanKu. Sekali lagi Aku
akan ikhlas menerima caramu itu karena memahami keterbatasan kalian tentang diriKu.
Aku adalah maha raja penguasa cinta kasih semesta yang akan menerima apa pun
persembahan kalian. Maka persembahkanlah padaKu apa pun yang ingin kalian
persembahkan dengan cinta kasih yang total dan murni. Persembahkanlah padaKu apa
yang kemudian akan berguna lagi bagimu.
Persembahkan padaKu cinta kasih maka kau akan mendapatkan kembali cinta kasihmu.
Persembahkan padaKu kemarahan, kebencian dan dendam maka kalian akan menerima
kembali kemarahan, kebencian dan dendam kalian. Aku adalah maha raja yang menerima
persembahan tanpa memilikinya. Kaulah lagi yang akan memiliki persembahan yang telah
Kuterima itu. Maka persembahkan padaKu apa yang benar-benar ingin kalian miliki.
Aku menikmati kidung suci kalian, doa-doa pujaan, sesaji buah atau apa pun yang mampu
kalian haturkan padaKu. Dari seluruh bentuk persembahan kalian itu, Aku paling menyukai
persembahan kerja yang ikhlas. Aku akan membuka hatiKu pada hati kalian yang terbuka.
Aku suarakan keheninganKu ke dalam keheningan hati kalian.
Aku hadir dalam setiap upacara persembahan kalian. Aku merasakan setiap keikhlasan dan
ketidakikhlasan yang ada sebelum, selama dan setelah upacara persembahan itu.
Keikhlasan kalian akan membahagiakanKu. Keikhlasan itu mengharukanKu,
membangkitkan kerinduanKu pada kalian. Dengan rasa itu pula kalian telah membuka lebar
bentangan tanganKu untuk memeluk kalian dalam kerinduan dan kasih sayang. Maka
anakKu, persembahkanlah keikhlasan dan ketulusan kalian padaKu, Ayah-Ibu semesta.
Aku pesankan ini semua pada kalian, karena kalian semua adalah anak-anakKu.
Mendekatlah ke pelukan cinta kasihKu dengan perasan cinta kasih kalian. Jangan
mendekatiKu dengan kebencian, amarah dan dendam yang masih terpendam di dadakalian. Semua perasaan buruk itu akan sulit mendamaikan diri kalian dalam pelukanKu.
33
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 34/117
Akhirnya Nak, sebagai anak yang saat ini berada paling dekat denganKu dalam percakapan
ini, sampaikanlah pesan Ayah-Ibu ini kepada semua saudara-saudaramu. Gunakanlah
agama untuk mengendalikan gerak pikiran ke arah cinta kasih, karena disitu Aku menanti
kalian semua.
Bahasa Langit : Kesempurnaan Doa
Jika muncul kerinduanmu padaKu, jumpailah Aku dalam doa-doamu Nak, Aku akanmenghampirimu. Tak penting bahasa mana yang kau gunakan, Aku akan mengerti karena
Aku adalah samudera bahasa. Tapi diantara semua bahasa, Aku paling mudah tersentuh
oleh bahasa hati, bahasa yang mengalir murni dari kedalaman Jiwamu.
Aku mendengar tangis dalam doa kesedihan atas penderitaanmu. Aku merasakan itu
AnakKu. Namun dalam kekuasaanKu yang tak terbatas, Aku tetap tak selalu kuasa
menghilangkan seketika semua penderitaanmu itu. Sebab kau sendirilah yang telah memilih
jenis penderitaan itu sebagai caramu memahami kehidupan.
Sesungguhnya penderitaan itu hanyalah penderitaan bagi pikiranmu, bukan bagi dirisejatimu sebagai Jiwa. Keinginan agar terbebas dari penderitaan itu hanyalah keinginan
pikiran dan tubuhmu yang tak kuasa lagi menahannya. Tapi bagi Jiwamu, itulah kepahitan
yang kau butuhkan untuk mengalami pemurnian.
Kau telah lama memilih peran kehidupanmu sendiri beserta segala suka duka yang akan
kau alami dalam tubuh pilihanmu itu. Kau memilih semua itu untuk bisa merasakan
kesempurnaan hidup yang dipenuhi segala dualitas. Dalam kehidupan yang kau pilih ini, kau
sedang belajar menerima suka-duka dan segala dualitas lainnya sebagai bagian dari
kesemestaanmu. Maka rasakanlah segala kesedihan dalam penderitaan dan kegembiraan
dalam kebahagiaanmu. Itu akan memperkaya pengalamanmu akan rasa hati.
Aku hanya menjadikan diriKu sebagai tujuan dari pencapaian agar kau mampu menerima
dan merasakan suka-duka serta segala dualitas hidup dengan cara yang sama. Bila kau
berhasil melampaui semua itu dalam suasana hati yang tenang dan mengalir dalam rasa
memiliki yang ikhlas, kau sedang mendekat pada kesemestaanKu.
Namun begitu anakKu, jika kesedihan itu tetap tak kuasa kau jalani, datanglah saja padaKu
dalam doa-doamu. KehadiranKu akan menguatkan hatimu dan memberimu ketenangan
untuk bisa menjalaninya sampai tiba saatnya kesedihan itu berlalu.
34
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 35/117
Di kehidupan ini tidak ada yang tak berlalu. Semua pada akhirnya akan berlalu juga.
Kesedihan, kebahagiaan, kemarahan, kesenangan, semua itu bukanlah keabadian dan pasti
akan berganti. Kau hanya memerlukan kesadaran dan kesabaran untuk melewatinya.
Hari ini Kuajarkan padamu tentang kesempurnaan doa agar doamu itu menggerakkan
semua kecerdasan semesta untuk memenuhi harapanmu. Jika bagimu doa adalah
rangkaian kata-kata rahasia untuk kau ucapkan padaKu, maka bagiKu doa adalah semua
bahasa hatimu yang terucap atau pun tak terucap namun diliputi keyakinan dan rasa.
Doa bagiKu adalah pikiran yang terkatakan dan kau jalankan sebagai perilakumu. Doa
adalah juga kata-kata yang menjadi pikiran dan perilakumu. Terakhir, doa adalah perilaku
dalam pikiran dan kata-katamu. Jika kau telah memahami keseluruhan makna doa bagiKu,
kau akan mengerti bahwa pikiran, kata-kata dan perbuatanmu sendiri adalah doa
keseharianmu kepadaKu.
Dengan cara pandang inilah maka kesempurnaan doamu baru akan tercapai ketika pikiran,
kata dan perilakumu selalu selaras dengan isi doa yang kau panjatkan padaKu. Jika kau
memohon kebahagiaan dariKu, berikanlah bahan-bahan kebahagiaan itu lewat kata-kata
dan perilakumu pada orang lain, karena Aku ada pada orang itu.
Aku mendengar doamu sepanjang hari. Jika isi doa itu tidak selaras antara apa yang kau
ucapkan dalam sujud sembahmu dengan apa yang kau panjatkan melalui kata-kata dan
perilaku dalam kehidupan keseharianmu, Aku masih harus menunggu kepastian dari apa
yang paling kau inginkan. Aku tidak berhak menentukan pilihanmu, kaulah yang berhak atas
dirimu sendiri selama pembelajaran kehidupan ini. Aku hanya bisa membantumu mencapai
pilihan yang telah kau yakini sepenuhnya.
Jika bagi pemahamanmu selama ini Akulah yang menentukan segala aspek kehidupanmu,
maka hari ini sekali lagi harus kutegaskan bahwa Aku hanya menentukan bagimu apa yang
telah menjadi pilihan dari keyakinan hatimu. Belajarlah menentukan pilihanmu dengan
penuh keyakinan dan biarkan kemudian Aku mengantarmu pada pencapaian atas pilihan itu.
Dalam posisiKu sebagai Ayah-Ibu semesta, sujud doamu adalah pintu terbuka yang
mempertemukan Kita dalam ruang kerinduan yang sama. Menangislah jika kau rasakan
kehadiranKu dalam doamu. Itulah saat Aku memeluk hatimu dalam kebahagiaanKu.
Tertawalah jika kau telah rasakan kebahagiaan pertemuan denganKu. Jika kau telah
mencapai kesempurnaan doa, disitulah kau akan menyadari kehadiranKu selalu bersamamu
sepanjang jaman.
35
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 36/117
Bahasa Langit : Amal dan Dosa
Alam semestaKu ini adalah tempat dimana berlangsung segala kerja dalam keteraturansempurnanya. Kerja yang searah dengan rencana awalnya adalah amal dan kerja yang tak
searah dengan rencananya adalah dosa.
Setiap kehidupan memiliki rencananya sendiri untuk melangkah di jalan masing-masing
untuk mencapai tujuan. Kadang rencana pribadi tersebut memiliki kesamaan lalu hidup
dalam kelompok perjalanan dan menetapkan pula arah duniawi mereka. Rencana kelompok
inilah pula yang kemudian dijadikan penentu amal dan dosa di kehidupan duniawi. Namun
bagiKu, amal dan dosa tidak terbatas pada apa yang kamu ketahui dengan pengetahuan
duniawi.
Amal dan dosa berkaitan dengan rencana dirimu sebelum memasuki kehidupan ini. Apa
yang hendak kamu pahami, sadari dan perbaiki, serta tugas apa yang ingin kamu tuntaskan
dalam kehidupanmu kali ini, itulah menjadi arah dari tujuan kelahiranmu. Manakala pikiran,
kata-kata, sikap dan perilakumu menyimpang dari tujuan yang telah kamu tetapkan sebelum
menapaki kembali kehidupan dalam tubuh manusia ini, itulah dosa bagimu. Bila kamu masih
searah di jalan yang kamu pilih untuk tujuan kebaikanmu sebagai Jiwa yang sempurna,
itulah amal bagi dirimu dan alam semesta.
Nak, Aku telah memberi kebebasan bagimu untuk menggunakan tubuh dan pikiranmu itu
sesuai rencana yang telah kau tetapkan bagi kehidupanmu. Aku tidak akan mencampurinyakecuali menuntunmu ketika kau meminta tuntunanKu. Dunia ini adalah tempat dan sarana
belajarmu, Aku hanyalah guru yang akan membimbingmu dari dalam saat kau
membutuhkanKu. Maka dalam amal dan dosa yang akan kau lakukan, Aku tidak
memberimu pahala bagi amal itu atau hukuman bagi dosamu.
Kaulah yang memilih pahala dari amal yang kau lakukan atau mendapat hukuman dari dosa
yang kau pilih. Aku bukanlah penghukum, Aku adalah guru pembimbing dari dalam batin
heningmu. Aku adalah Ayah-Ibu yang mendampingimu menjalani pembelajaran untuk
mencapai kesadaran semestamu.
36
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 37/117
Amal tidaklah sama dengan kebaikan dan dosa bukanlah semata-mata keburukan. Dalam
kesadaran semesta sesungguhnya ada amal dalam kebaikan dan keburukan, juga ada dosa
dalam kebaikan dan keburukan. Apabila kau telah memahami dan melampaui kebenaran
dualitas semesta, kau akan mudah mengerti maksudKu.
Amal seorang prajurit mungkin menjadi dosa bagi seorang pendeta. Dosa seorang pencuri
bisa jadi merupakan amalnya bagi peningkatan kesadaran orang yang dicuri. Konsep
pikiranmu bukanlah penentu utama antara mana amal dan mana dosa. Kesadaran
Jiwamulah yang dapat memahami dan memilahnya dengan baik. Maka raihlah kesadaran
Jiwamu agar kau mengerti apa sesungguhnya amal dan dosa bagi peranmu di kehidupan ini
sebagai Jiwa dalam tubuh manusia.
Namun jika sulit bagimu memahami amal dan dosa dengan menyadari terlebih dulu diri
sejatimu, Aku akan mengingatkanmu pada hakekat Jiwa. Jiwa adalah kemurnian dan
kesucian. Kesucian disini bukanlah terbebas dari dosa karena penilaian itu hanya layak bagi
pemahamanmu disini.
Makna kesucian adalah tidak ternoda oleh penilaian baik buruk, serta tidak melekat dengan
penilaian tersebut. Maka dalam pemahaman kesucian ini, amal adalah perilaku yang tidak
terjebak oleh penilaian baik buruk. Amal adalah kerja pikiran, kata-kata dan perbuatan yang
suci, tidak melekat oleh penilaian dan penghakiman. Amal adalah tugas Jiwa dalam
kehidupan untuk menjalankan cinta dan kasih-sayangnya bagi kehidupan semesta.
Amal adalah setiap kerja yang terlibat dalam kegiatan penciptaan, pemeliharaan dan
pengembalian seluruh isi alam semesta ke dalam siklusnya. Inilah amal yang terbebas dari
penilaian baik-buruk. Ia hanya berkaitan dengan tugas-tugas Jiwa dalam ketiga aspek
kegiatan semesta itu.
Sedangkan dosa adalah segala kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tugas untuk
mendukung ketiga aspek kerja semesta. Dosa adalah penyimpangan pikiran, kata-kata dan
perbuatan terhadap jalan yang telah dipilih oleh Jiwa sebagai bagian dari tugasnya dalam
kehidupan ini.
Bila semua penjelasan ini pun belum kau pahami dengan baik, maka amal dan dosa ini
cukup kamu pahami dengan menjalankan segala bentuk kebaikan dan cinta kasih yang
mampu kamu pahami. Biarlah sisanya Aku yang menentukan amal dan dosamu itu dari cara
pandang kesadaranKu yang melampaui kesadaranmu yang terbatas.
Lakukan tugas kebaikan karena kamu bersumber dari kebaikanKu, kebaikan ayah-ibu,
kebaikan orang-orang yang merawatmu sejak dalam kandungan hingga menjadi dewasa
seperti saat ini. Lakukan saja, maka itu akan menjadi amal bagimu. Tetaplah berjalan dalam
lingkaran perilaku cinta kasih, itu sudah cukup menjadi amal bagi pemahamanmu.
Hindari saja hal-hal yang tidak sejalan dengan perilaku cinta kasih sebagaimana yang kamu
pahami, karena sifat sejatimu adalah cinta kasih. Itu pun sudah cukup untuk menjauhkanmudari dosa akibat penyimpangan terhadap tugas dan jalan yang telah kamu pilih bagi
37
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 38/117
kehidupanmu ini.
Setiap Jiwa memahami dan menyadari tugas, peran dan tujuan dari kelahirannya. Setelah
kematiannya maka Jiwa akan menilai seberapa selaras tugas dan peran itu telah ia jalani
selama hidupnya. Setiap amal kehidupan akan memberinya kebahagiaan karena sebanyak
itulah tugas dan peran telah berhasil ia jalankan sesuai rencana. Sebaliknya, setiap dosa di
kehidupan akan memberinya penyesalan yang menyedihkan. Ia menyadari bahwa sebanyak
dosa itulah tugas dan peran kehidupan yang ia jalani telah menyimpang dari tujuan
kelahirannya.
Rasa kebahagiaan membawa suasana sorga bagi Jiwa, sedangkan rasa penyesalan
membawa suasana neraka baginya. Maka sesungguhnya dengan amal dan dosa inilah kau
menentukan sendiri apa yang kau kehendaki bagi dirimu sendiri kelak sebagai Jiwa setelah
kematian.
Aku hanya bisa mengingatkanmu satu hal anakKu. Lakukan saja apa yang tidak akan kamu
sesali sebagai Jiwa setelah kematian. Kunci utama dari tugas dan peran kehidupanmu
sebagai Jiwa di kelahiran kali ini adalah menuntaskan peran cinta kasih bagi kehidupan
semesta ini. Amalkanlah peran cinta kasihmu itu Nak, dan bangunlah sorga dunia dan
akhirat yang membahagiakan bagi dirimu sendiri. Aku bersaksi atas setiap amal dan
dosamu.
38
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 39/117
Bahasa Langit : Kesucian Jiwa
Dalam perjalanan tugas dan proses pembelajaran diri di kehidupan untuk mencapai kembali
kesucianmu sebagaimana diriKu Nak, akan Aku terangkan tentang kesucian itu dari sisiKu.
Aku tidak ingin kau terjebak pada tingkat kesucian yang kau pahami selama ini.
Keterjebakan itu justru membuatmu tidak pernah memahami arti kesucian semestamu
sebagai Jiwa.
Kesucian semesta itu seperti intan dalam kubangan lumpur. Lumpur tidak mengubah intan
itu menjadi lumpur dan intan tidak mengubah lumpur menjadi intan. Intan tetaplah intan,
lumpur tetaplah lumpur. Namun intan mampu menjadikan lumpur itu sebagai lumpur yangberharga. Kuharap kau memahami makna yang Kusampaikan ini. Inilah kesucian yang tak
ternoda. Bukan karena ia tidak ada bersama noda, namun karena ia tidak melihat noda itu
sebagai sebuah noda. Ia ada seperti apa adanya.
Jika bagimu kesucianKu adalah ibarat cahaya matahari yang putih dan terang, Aku ingatkan
bahwa dalam putih cahaya itu ada warna-warni pelangi. Putih cahayaKu dibentuk dari
beraneka warna semesta. Aku menerima segala warna kehidupan yang ada di semestaKu.
Dan dengannya Aku memberi warna pula pada kehidupan semesta ini tanpa merasa
ternoda oleh warna-warni itu.
Aku memberi merah pada apa yang semestinya berwarna merah. Memberikan kuning, hijau,
biru, hitam, atau warna lainnya pada apa yang semestinya Kuberi warna seperti itu. Aku
tidak terjebak untuk menilai satu warna lebih baik dari warna lainnya. Karena itulah
warna-warni yang Kumiliki bagi semesta ciptaanKu. Inilah kesucianKu yang tak ternoda
karena Aku tidak melihat apapun sebagai noda bagiKu.
Benih cahaya kesucian dimulai ketika kau tidak terjebak untuk menilai benar atau salah
berdasarkan pikiran. Karena penilaian pikiran atas benar-salah seperti itu mudah
menjebakmu terperangkap dalam rasa suka dan benci. Dari rasa ini kau dibawa pada
persahabatan dan permusuhan, damai dan peperangan. Penilaian inilah noda bagi kesucian
39
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 40/117
Jiwa. Karena penilaian pikiran ini akan membuat Jiwa sulit menerima dualitas kehidupan
sebagai bagian utuh dari diri semestanya. Hanya mereka yang tidak terperangkap dalam
penilaian pikiran akan mudah memahami dirinya sendiri.
Inilah sifat kesucianmu anakKu. Bukan pada atribut apa pun yang kau gunakan, namun
pada apa pemahaman yang kau miliki. Kesucian sejati bukanlah semata-mata pikiran yang
selalu ada dalam sifat-sifat kebaikan. Sebab kebaikan duniawi yang kau miliki bukanlah
kebaikan yang sesungguhnya. Hal itu hanya sesuatu yang kalian sepakati bersama sebagai
sebuah kebaikan. Kebaikan duniawi tidak kekal karena kesepakatan kalian bisa berubah
sepanjang jaman. Bahkan di dunia kalian yang sama, kebaikan itu dapat memiliki sisi yang
berbeda makna. Ini bukanlah kebaikan sejati yang menjadi jejak bagi kesucian sejati.
Seorang yang tidak mau melakukan sesuatu karena ia menganggapnya sebagai noda bagi
kesuciannya, ia belumlah orang suci. Namun bila ia tidak mau melakukan sesuatu bukan
karena hal itu baginya adalah noda, dialah orang suci. Ia menjadi suci karena tidak ternoda
oleh penilaiannya.
Seseorang menjadi suci bukan karena membenci apa yang disebut ketidaksucian oleh
dunia. Tidak pula karena ia selalu berusaha berada jauh dari hal-hal yang disebut noda
dalam pemahaman duniawi. Ia menjadi suci semata-mata karena keteguhannya untuk
berjalan di kehidupan ini dalam kesadaran Jiwa yang penuh cinta kasih.
Kesucian Jiwa juga tidak disebabkan oleh kedudukan seseorang dalam status keagamaan.
Siapa pun yang kehidupannya dipenuhi cinta kasih, bebas dari segala bentuk penilaian,
ikhlas dalam penerimaan atas dualitas kehidupan, ia sedang memancarkan kesucian
Jiwanya.
AnakKu, apa yang dengan mudah dapat ternoda sesungguhnya bukanlah sesuatu yang
suci. Kesucian sejati justru dapat menghilangkan segala noda karena ia ikhlas melebur noda
itu menjadi bagian dari diri semestanya. Perhatikanlah Nak, seseorang yang memancarkan
kesucian Jiwa akan sanggup menggetarkan perasaan segala mahluk. Orang seperti itu
dapat menenangkan batin yang gelisah hanya dengan ketenangannya. Ia melenyapkan
kebencian hanya dengan penerimaannya. Ia mengatasi kesedihan hanya dengan
ketidakmelekatannya atas segala hal.
Begitulah dirimu manakala telah mencapai kesucian Jiwa. Pancaran kesucian itu akan
melampaui apa pun penampilan duniawimu. Karena kesucian Jiwa bukanlah apa yang
dapat terlihat oleh mata fisik melainkan oleh mata hati. Bukan kata-kata yang terdengar oleh
telinga pikiran namun oleh telinga batin. Demikianlah getar kesucian sejati tidak akan
terhalang oleh apa pun. Maka sadarilah dirimu sebagai Jiwa, dan kesucian itu akan tumbuh
dengan sendirinya.
Nak, jika setiap bagian dalam kisah kehidupan yang pernah kau lalui berulang kali ini telah
kau sadari sebagai proses pemurnian Jiwa, maka mencapai kesucian sejati inilah tujuan
pembelajaranmu disini. Dan untuk tujuanmu itu Aku telah menyediakan begitu banyak
dualitas kehidupan sebagai bahan pembelajaran. Sekali lagi, kapan saja kesadaranmu telahmampu menerima semuanya tanpa dinodai penilaian, kau akan memahami makna kesucian
40
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 41/117
yang Aku tuturkan ini.
Setiap Jiwa dalam setiap kelahiran sesungguhnya sedang bertumbuh untuk memurnikan
dirinya sendiri. Bahkan Aku tak hendak mencampuri proses pertumbuhan itu meski Aku
memiliki kuasa atasnya. Pertumbuhan ke arah kesucian mesti dilandasi oleh kesadaran Jiwa
itu sendiri. Maka anakKu, sebelum kau disibukkan oleh keinginan untuk mensucikan orang
lain, lebih bermanfaat bila kau berupaya membangun kesadaranmu sendiri untuk meraih
kesucian itu. Kesucian sejati harus dimulai dari diri sendiri Nak. Itulah kunci untuk memasuki
kemurnian Jiwa.
Terakhir, kesucian semestaKu seperti langit. Ia menerima segala hal tetapi tidak untuk
memilikinya. Memberi banyak hal tetapi tidak mengharapkan balasan. Ia seakan memiliki
batas namun sesungguhnya tak terbatas. Ia mengetahui segala hal tapi menyimpannya
sebagai misteri. Ia tampak diatas meski sebenarnya ada di segala arah. Ia terang bukan
karena ia bersinar atau tampak gelap bukan karena ia tak bersinar. Seperti ini jugalah
kesucian Jiwamu Nak. Misterinya dapat kau pahami hanya setelah kau benar-benar
mencapainya dengan penerimaan atas segala isi alam semesta sebagai bagian dari dirimu,
bukan sebagai noda bagi kesemestaanmu. Karena Aku bahkan ada pada semuanya itu.
Bahasa Langit : Sorga dan Neraka
Aku terlampau sering mendengar doamu tentang keinginan mencapai sorga setelah
kematian. Namun begitu, Aku justru terlampau sering menyaksikan kalian mengumpulkan
bahan-bahan neraka untuk sorga yang kalian idamkan itu. Dalam kebingungan kalian itu
anakKu, akan Kuingatkan kalian lebih terang tentang sorga dan neraka.
Sesungguhnya Aku tidak menciptakan sorga dan neraka bagi kalian. Namun sebagai Jiwa,
bagian dari diriKu, kalian sendirilah yang menciptakan sorga dan neraka itu dengankesadaran yang kalian miliki. Kebahagiaan kalian setelah kematian akan menciptakan sorga
dan penderitaan Jiwa akan membangun suasana neraka bagi diri kalian.
Ingatlah Nak, kalian menciptakan sorga itu di alam kematian sebagai hadiah atas
keselarasan dan keharmonisan Jiwa yang telah kalian raih saat menjalani tugas cinta kasih
serta pembelajaran selama kehidupan duniawi. Dan kalian menciptakan sendiri neraka
sebagai bentuk penyesalan atas kegagalan kalian menjalani tugas kehidupan dengan baik.
Aku tidak menciptakan sorga dan neraka itu. Aku hanya memberi kesempatan dan
kebebasan bagi kalian untuk mengalami apa yang ingin kalian rasakan di alam kematian.
Bahwa kemudian kalian tidak dengan mudah dan bebas mengalami suasana sorga saat
begitu banyak hal buruk pernah kalian lakukan di dunia, itu lebih karena di alam kematian,
sebagai Jiwa, kalian adalah kejujuran tanpa batas. Di kehidupan setelah kematian kalian
kembali menjadi Jiwa yang dipenuhi cinta kasih. Inilah kesejatian kalian.
Maka di alam sana AnakKu, kalian tidak akan mudah menghindari rasa penyesalan atas
pikiran, kata-kata dan tindakan di dunia yang tidak kalian landasi dengan cinta kasih kalian.
Kalian menyesalinya karena tujuan awal kalian lahir kembali sesungguhnya untuk membagi
cinta kasih itu kepada dunia. Kesejatian kalian adalah sumber cinta kasih sorgawi. Ketika
kalian, sang pemilik cinta kasih yang hadir kembali di dunia untuk memberikan hal itu pada
41
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 42/117
bumi ternyata mengabaikan tujuan kelahiran, maka alam kematian akan menyisakan
penyesalan bagi Jiwa murni kalian.
Kalian adalah benih cinta kasihKu. Sejak awal alam semesta ini tercipta, kalian memilih
hadir di bumi untuk menyemaikan benih-benih cinta kasihKu pada dunia. Namun lingkungan
duniawi telah membuat kebanyakan kalian kemudian melupakan tujuan itu. Kalian
menyimpang dari kemurnian Jiwa saat kesempatan hidup di dunia telah kalian miliki. Kalian
telah mengabaikan keberadaan benih cinta kasih dalam diri. Inilah menjadi sumber
kegelapan pikiran yang menciptakan neraka bagi diri kalian sendiri.
Untuk itu Nak, Aku ingatkan padamu sekali lagi. Ketika kau ingin mengalami sorga di alam
kematian, ciptakanlah terlebih dahulu sorga itu dalam kehidupan duniawimu. Dengan begitu,
setelah kematian nanti kau akan terbebas dari rasa penyesalan atas apa yang telah kau
lakukan pada kehidupan kali ini. Kau akan pulang dengan bahagia dan membawa serta
kebahagiaan sorga duniamu dalam kehidupanmu nanti di alamKu. Hukum keteraturan kerja
dan hasil ini kau kenal sebagai hukum karma. Jadi, bangunlah sorga dunia untuk
mendapatkan sorga akhirat, atau bangun neraka dunia sebagai neraka akhirat bagimu.
Jika bagimu kau adalah Jiwa dari sorga yang lahir ke dunia untuk berbagi kebahagiaan,
maka pastilah kau akan membangun sorgamu di dunia. Jika bagimu kau adalah Jiwa yang
pernah menderita di alam neraka penyesalan, maka kelahiranmu kali ini pastilah bukan
untuk membawa neraka akhirat itu ke dalam kehidupan duniawimu. Bahkan jika bagimu kau
adalah bagian dari diriKu, Aku tidak dapat menemukan alasan bagimu untuk tidak menjadi
mahluk duniawi yang penuh cinta kasih. Karena itulah diri sejatimu Nak, mahluk cinta kasih
dalam tubuh manusia.
Tetapi harus Kuingatkan lagi padamu Nak, manakala kau gunakan pikiran untuk
menciptakan sorga dunia hanya bagi dirimu sendiri, tanpa kau sadari kau dapat saja sedang
menciptakan neraka di sisi yang lain bagi duniamu. Aku telah melihat begitu banyak hal
seperti ini di kehidupanmu. Sekelompok orang menciptakan sorga bagi dirinya namun
menyisakan neraka bagi orang lainnya. Itu bukan sifat sejatimu Nak, itu bukan dirimu.
Maka sebagai benih cinta kasih semesta anakKu, ciptakanlah sorga itu bagi seluruh
penghuni duniamu. Karena untuk itulah sesungguhnya tujuan kehadiran kalian di dunia ini,
menghadirkan sorga akhirat di dunia. Kalian menciptakannya disini untuk membuat kalian
selalu merasa sedang berada di rumah kesejatian kalian, di rumahKu.
Jika dengan apa pun yang kalian lakukan di dunia telah menciptakan neraka bagi mahluk,
maka neraka yang sama akan menyertai kalian di alam kematian. Neraka yang tercipta
sebagai bentuk penyesalan kalian terhadap diri sendiri sebagai Jiwa yang penuh cinta kasih.
Kalianlah yang menghukum diri sendiri atas kekeliruan duniawi itu.
Pahamilah bahwa kesadaran kalian sebagai Jiwa adalah tak terbatas, namun kesadaran
pikiran kalian sangat terbatas. Keterbatasan pikiran inilah yang membuat kalian sering
menyimpang dari tujuan kelahiran kalian di dunia. Maka sekali lagi Aku harusmengingatkanmu Nak, hati-hatilah menggunakan pikiranmu tanpa diterangi kesadaran Jiwa.
42
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 43/117
Kau akan lebih mudah terjerumus untuk menjadikan dunia ini neraka meskipun bukan
seperti itu sesungguhnya yang kau inginkan. Inilah kegelapan pikiran duniawi yang tidak
diterangi cahaya Jiwa, cahaya nurani.
Akhirnya untuk kesempurnaan pengetahuanmu, akan Kuajarkan padamu bahwa sorga dan
neraka akhirat bukanlah tempat abadi. Keduanya hanyalah ruang dan waktu yang kau
ciptakan dari suasana hati yang kau rasakan saat Jiwamu berada di kehidupan setelah
kematian. Satu-satunya yang abadi di alam kematian hanyalah kebahagiaan bersama cinta
kasihKu. Kebahagiaan itu ada dalam dimensi kesadaran semestaKu. Kau akan
memahaminya saat kau menjalaninya.
Maka ciptakan sorga duniamu dengan mengasihi dan menyayangi segala kehidupan yang
nyata ataupun tak nyata. Bahkan berupayalah membenahi neraka dunia ini menjadi sorga
sebagaimana tugas dari kelahiran setiap Jiwa di sini. Setelah semua tugas itu kau lalui
dengan selaras, tinggalkan penderitaan neraka atau pun kebahagiaan sorga yang tak kekal
itu untuk menyatu dalam kebahagiaan abadiKu. Itulah nirvana anakKu, tempat darimana kau
berasal dan akan kembali kelak saat kau mencapai kesadaran semestamu. Aku, Ayah-Ibu
menantimu di sana dalam kerinduan.
Bahasa Langit : Penyatuan Jiwa
Di ujung semua kelahiran, kehidupan dan kematian yang pernah kamu jalani dan lewati
AnakKu, Aku menanti penyatuanmu kembali ke dalam diriKu. Jika bagimu Aku berwujud,
maka dalam penyatuan itu kau boleh menyebut dirimu berada disisiKu. Jika bagimu Aku tak
berwujud, maka penyatuan itu adalah terserap ke dalam diri semestaKu yang tak berwujud.
Apakah kau sungguh-sungguh ingin berada disisiKu Nak? Karena dari tempatKu itu kamu
harus bisa melihat semua hal adalah baik dan sudah sempurna apa adanya. Dari sudutpandangKu kalian semua adalah anak-anak yang Kuciptakan dengan cinta yang sama.
Apakah kamu juga sudah siap untuk tidak membedakan segala dualitas semesta?
Aku adalah kebijaksanaan tertinggi yang memahami sesuatu dari segala sisi. Aku
memahami kebaikan dari keburukan dan keburukan dari kebaikan. Aku melihat yang tampak
dari yang tersembunyi dan melihat yang tersembunyi pada apa yang tampak.
KebijaksanaanKu melihat segala sesuatu sedang berjalan ke arah kebaikan. Aku terbebas
dari penilaian baik dan buruk, karena Aku adalah kesempurnaan dalam kebaikan dan
keburukan. Apakah kamu memahami diriKu agar kelak bisa menyatu denganKu?
Aku menyinari kegelapan, membasahi yang kering, mengeringkan yang basah. Aku mengisi
yang kosong, memberi yang meminta, melepaskan yang terikat. Apakah kamu sungguh
telah mengerti bagaimana menyayangi apa yang dibenci, melepaskan apa yang dimiliki,
meninggalkan apa yang ditempati, melupakan apa yang tak terlupakan?
Dalam penyatuan bukanlah tubuhmu yang menyatu denganKu karena tubuhmu sudah sejak
awal ada dalam diri semestaKu. Bukan pula pikiranmu menyatu denganKu karena sejak
semula pikiranmu adalah pikiran semestaKu. Bukan juga Jiwamu yang menyatu denganKu
karena sejak awal Jiwamu adalah bagian dari diriKu. Dalam penyatuan itu yang menyatu
adalah kesadaranmu yang terbatas menjadi kesadaranKu yang tak terbatas. Apakah kamu
43
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 44/117
telah belajar untuk mencapai kesadaran semestaKu?
Nak, rasakanlah semesta ini sebagaimana ia adalah milikmu. Rasakanlah posisimu
sebagaimana posisiKu di semesta ini. Rasakan dirimu adalah Ayah-Ibu semesta yang
mencipta, menjaga dan memulangkan anak-anak semesta ke dalam diriNya. Rasakan
dirimu adalah Ayah-Ibu yang lebur menjadi satu tubuh, satu pikiran, satu kesadaran, satu
Jiwa Semesta. Rasakan dirimu adalah sesuatu yang mengisi sekaligus yang meliputi alam
semesta ini, berada di dalam sekaligus di luar alam semesta. Apakah kamu memahami dan
menyadari apa yang Aku rasakan?
Aku mendengar doa dari anak-anakKu yang saling mencintai dan juga dari mereka yang
saling membenci satu sama lainnya. Aku mendengar pujian dari anak-anakKu yang
mengenal dan meyakiniKu. Di saat yang sama Aku juga mendengar caci maki anak-anakKu
yang tidak meyakini keberadaanKu. Dan untuk kedua hal berbeda itu Aku memiliki
kebenaranKu sendiri untuk menentukan keadilan dan kebijaksanaan semesta bagi mereka
semua. Apakah kamu sungguh telah mengerti keadilan semestaKu?
Aku adalah kesadaran yang tak berwujud. Tapi jika Aku berwujud, maka wujudKu tak lain
adalah kesadaran itu sendiri. Apakah kamu mengerti bagaimana bersatu dengan wujud
kesadaranKu yang tak berwujud? Dalam wujud kesadaranKu penderitaan adalah
kebahagiaan, kesedihan adalah suka cita. Segala sesuatu membahagiakan bagiKu karena
dalam kesadaranKu semesta ini adalah kebahagiaan abadi. Apakah kamu telah melihat
kebahagiaan semesta ini dari sudut kesadaranKu?
Apakah kamu melihat dirimu pada semua mahluk sebagaimana Aku melihat diriKu pada
mereka? Seperti itulah semua hal yang akan terjadi saat engkau sungguh-sungguh
mengalami penyatuan dengan kesadaranKu. Saat kau benar-benar berada di sisiKu,
menjadi bagian dari diriKu sepenuhnya. Memiliki semesta ini sebagai ciptaanmu yang harus
kamu jaga dan kembalikan ke dalam dirimu pada saat yang telah ditentukan oleh dirimu
sendiri.
Nak, jika kamu sungguh-sungguh ingin menyatu denganKu kelak setelah kematian nanti,
rasakanlah dirimu saat ini dalam semesta kecil sebagaimana diriKu dalam semesta raya ini.
Jadilah seperti Aku dalam kehidupanmu kini sebagaimana Aku dalam kehidupan semestaKu
kini. Miliki cara berpikirKu, kesadaranKu, posisiKu, serta cinta kasihKu yang sama pada
semesta dan segala isinya.
Hanya dengan menyadari sepenuhnya diri sejatimu sebagai diriKu yang kecil, memahami
dan merasakan diriKu yang besar memenuhi alam semesta, di saat itulah Kau telah
menyatu denganKu dalam kesadaran semesta. Aku menanti penyatuan Kita Nak, sejak
lama, sejak semesta ini ada dan mulai bergulir dalam perjalanan panjangnya. Pulanglah.
44
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 45/117
Bahasa Langit : Kesadaran Semesta
Nah, setelah kau memahami tujuan kelahiranmu untuk mencapai kesadaran semestamu,
kini akan Aku terangkan sedikit bagimu tentang kesadaran semestaKu. Aku hanya akan
memercikkan bagimu setitik nyala kesadaranKu, selebihnya silahkan kau bertumbuh
matang.
Dalam kesadaran semestaKu Nak, alam semesta beserta segala isinya ini menjadi bagiandariKu yang tak terpisahkan dan selalu Kuterima dengan rasa yang sama. Rasa
kepemilikanKu atas semesta ini persis seperti rasa kepemilikanmu pada tubuhmu ketika kau
masih bayi. Rasa kepemilikan tanpa dinodai keterikatan.
Dalam rasa yang sama seperti dirimu saat bayi itu, Aku tidak memiliki kebencian ataupun
kecintaan selain penerimaan ikhlas atas segala hal. Aku memiliki kebutuhan namun bukan
keinginan. Aku memiliki tangis yang bukan kesedihan serta tawa yang bukan kebahagiaan.
Aku memiliki hidup yang tidak ditakutkan oleh kematian. Aku memiliki rasa yang bukan
sebuah perasaan. Seperti itulah rasa murni yang Kumiliki dalam kesadaran semestaKu.
Aku tidak memberi penilaian positif atau negatif terhadap siapa pun yang sedang merangkul
atau yang tidak merangkulKu. Aku tidak membenci mereka yang membenci kehadiranKu,
tidak pula mencintai siapa yang mencintaiKu. Aku hanya menerima mereka dalam rasa yang
sama; ketulusan. Semua itu bukan karena Aku seperti bayi yang tidak mengetahui risiko apa
pun, melainkan karena Aku adalah kemurnian Jiwa yang mahatahu segala rahasia.
Seperti engkau memahami setiap sel dalam tubuhmu, begitulah Aku memahami setiap hal
yang mengisi kehidupan di alam semestaKu. Seperti kau memahami proses kelahiran,
kehidupan, kematian dan kelahiranmu kembali dari waktu ke waktu, begitulah dalam
kesadaran Aku memahami siklus kesemestaanKu. Dan seperti engkau berdiam dalam
45
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 46/117
kesadaran Jiwa saat tubuh dan pikiranmu bekerja menjalani peran duniawinya, begitu pula
Aku diam dalam kesadaranKu sebagai Jiwa Semesta ketika tubuh dan pikiran semestaKu
sedang bekerja dalam ruang kesemestaannya.
Aku adalah kesadaran yang selalu terjaga meski tubuh dan pikiran semestaKu sedang sibuk
bekerja. Maka tetaplah kau terjaga dalam kesadaranmu saat tubuh dan pikiranmu bekerja.
Hanya dengan begitu kau akan mengerti seperti apa Aku menggunakan kesadaranKu di
alam semesta. Lapangkan kesadaranmu tidak hanya terbatas pada tubuh dan pikiran
namun melampaui keduanya, maka kau akan mengerti seperti apa kesadaranKu yang tak
terbatas.
Inilah sedikit tentang kesadaran semestaKu. Ketika tiba saatnya kau mencapai kesadaran
sejatimu, kau akan mengerti tanpa perlu penjelasan apa-apa lagi dan akan menjadi
kesadaran semesta itu sendiri. Bertumbuhlah mulai sekarang juga, hanya itu cara termudah
bagimu. Bila sampai, Aku menjanjikan kesemestaanKu menjadi milikmu.
Bahasa Langit : Pulang dengan Bahagia
Ada satu kepastian yang tak mungkin bisa kau hindari kelak anakKu; Kematian. Dan untuk
setiap waktu serta lembaran hari yang kau lewati, kau sedang mendatangi kematian dan
kepastian itu semakin mendekatimu. Meski demikian, ia selalu datang tanpa hari yang dapat
kau pastikan. Apakah saat ini kau sudah bersiap diri demi menerima kepastiannya yang takpasti itu? Apakah kau berani atau takut menghadapinya?
Keberanian bukanlah kesiapan, ketakutan bukan pula tanda ketidaksiapan. Hanya ketika
kau telah mengerti tujuan hidupmu serta telah menjalaninya dengan sepenuh hati dan
pemahaman, lalu ikhlas meninggalkan kehidupan ini dengan kebahagiaan, itulah kesiapan
yang sesungguhnya. Tanpa semua itu, kematian masih akan memberimu bayang-bayang
penderitaan oleh rasa kehilangan.
Tepat saat waktu kematian datang untuk memisahkan dirimu dari tubuh yang kau tempati
selama ini, kau pun akan kehilangan kuasa atas tubuhmu. Kau juga kehilangan kesempatanuntuk tetap berada di dalamnya meskipun kau masih menginginkannya. Jika tubuh dan
pikiranmu sedang menderita, mungkin dengan mudah kau akan menerima kematianmu.
Tetapi itu akan berbeda manakala tubuh dan pikiran sedang memberimu kebahagiaan
duniawi saat sang waktu datang untuk menghentikan kebahagiaan itu secara tiba-tiba. Inilah
sumber dari rasa takut pada kematian, anakKu. Rasa takut akan kehilangan sesuatu yang
sesungguhnya tak pernah hilang darimu.
Semua hal membahagiakan yang pernah kau miliki harus rela kau tinggalkan di dunia ini.
Perpisahan dengan semua bentuk kepemilikan selama hidup ini dapat membuatmu merasa
sangat kehilangan. Dan rasa kehilangan itulah yang akan membawamu pada penderitaan di
46
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 47/117
alam kehidupan setelah kematian. Sebelum mencapai keikhlasan, kau akan merasakan
seluruh kehilangan itu seperti apa yang kau sebut sebagai rasa neraka.
Maka hari ini Nak, Ayah-Ibu akan mengingatkanmu lagi agar sejak awal bersiap diri
menghadapi kepastian itu. Kau pernah melewatinya dengan kegagalan pada kehidupan
terdahulu. Kini belajarlah untuk berangkat pulang dalam keadaan yang lebih baik daripada
hidupmu sebelumnya. Belajarlah untuk selalu siap saat tiba waktunya kau pulang.
Sumber dari segala penderitaan Jiwa yang kau sebut neraka adalah ketidakikhlasanmu
melepas hal-hal duniawi setelah kematian. Segala bentuk kemelekatan pikiran dan
emosional terhadap apa yang pernah kau miliki atau alami di kehidupan duniawi ini akan
menjadi penghambat kuat bagimu untuk dapat pulang kembali kepadaKu dalam damai.
Maka Nak, jika kelak kau ingin bisa pulang dalam kedamaian, belajarlah agar bisa tenang
dan ikhlas tepat saat kematian itu tiba bagimu. Untuk mencapai hal ini, sepanjang hidup kau
harus belajar dan melatih pikiranmu untuk tidak terjebak dalam kemelekatan terhadap setiap
kepemilikan di dunia ini. Tidak melekat terhadap tubuhmu, terhadap hartamu, terhadap
orang-orang yang menyayangimu. Juga tidak terhadap kepintaran, kesuksesan, atau
kebahagiaan duniawimu. Kau memang boleh memiliki semua ini namun ikhlaslah
meninggalkannya disini di saat kematianmu tiba.
Kapanpun kematian itu datang bagimu Nak, bebaskanlah segera dirimu dari segala hal
duniawi ini. Lupakan, tinggalkan semuanya dengan ikhlas karena kau tidak
membutuhkannya lagi di duniaKu. Di duniaKu, di dunia Kita anakKu, kebahagiaan itu tidak
bersumber dari luar dirimu. Kebahagiaan itu menjadi milikmu sepenuhnya dalam sentuhan
rasa yang tak mudah kau mengerti saat ini.
Jangan takut bahwa kau akan sendiri dalam dunia kematian. Aku akan mengirim Jiwa-Jiwa
saudara, sahabat, kerabat pendahulumu untuk menemanimu menenangkan diri sesaat
setelah di dunia kematian. Kau tidak akan kesepian kecuali kau sendiri yang memilih rasa
kesepian itu akibat kemelekatan pada hal-hal yang telah kau tinggalkan di dunia.
Hindari segala pikiran, sikap, kata-kata dan perilaku yang dapat membuat Jiwamu merasa
bersalah setelah kematian. Rasa penyesalan akan membuatmu menderita dan terjebak oleh
keinginan untuk segera memperbaiki kesalahan itu. Itulah sebagian alasan Jiwa untuk
kembali ke dunia ini dalam tubuh yang baru. Memperbaiki apa yang mereka sesali selama
kehidupan terdahulunya.
Sesuatu yang bagi Jiwa dapat menimbulkan penyesalan adalah ketika dalam kehidupan
duniawinya ia melakukan sesuatu yang tidak dilandasi kesadaran cinta kasih. Maka anakKu,
landasilah segala yang kau pikirkan, katakan dan lakukan di dunia ini dengan cinta kasih
dan kesadaran. Dengan begitu kau akan selalu berada di jalur yang searah dengan tujuan
kelahiran dan peran kehidupanmu disini. Percayalah Nak, cinta kasih dan kesadaran itulah
sumber kebahagiaan bagimu setelah melewati kehidupan duniawimu ini yang kelak akan
membawamu bersatu denganKu.
Aku telah menyaksikan begitu banyak Jiwa anak-anakKu menderita setelah kematian.
47
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 48/117
Ketahuilah Nak, bukan Aku yang menghukum mereka karena Aku bukanlah sang
penghukum. Mereka telah menghukum diri mereka sendiri dengan rasa penyesalan itu.
Mereka ingin memperbaikinya namun keadaan sudah berubah. Tubuh fisik itu tidak bisa lagi
mereka gunakan untuk menuntaskan rasa penyesalan. Akibatnya mereka terjebak di antara
dunia kematian dan dunia kehidupan yang telah mereka tinggalkan. Inilah yang kau kenal
sebagai neraka anakKu.
Sungguh, Aku tidak menghendaki kalian menderita setelah kematian. Tetapi Aku sendiri
tidak bisa memaksakan kalian bertumbuh sekehendakKu. Kalian memiliki kuasa atas diri
kalian. Aku hanya bisa menawarkan jalan bagi kalian untuk bisa mencapai kebahagiaan
bersamaKu setelah kematian. Jalan itu adalah jalan cinta kasih dan kesadaran.
Benamkanlah setiap langkah kehidupanmu di jalan ini Nak, kelak kau akan memahami
maksudKu. Di ujung jalan ini Aku menantimu pulang ke rumah kesadaran sejati dalam
kebahagiaan abadi bersamaKu.
Sejauh ini banyak hal telah Kukatakan padamu Nak. Pahamilah semua itu semata-mata
karena kerinduanKu pada kalian semua. Jalani kehidupan duniawi ini dalam kesejatian
kalian sebagai Jiwa yang penuh cinta kasih. Dan kelak setelah kematian, pulanglah dengan
damai dan bahagia anakKu. Ayah-Ibu telah menantimu sejak lama. Aku cukupkan pesanKu
sampai disini, sisanya boleh kau baca dalam rangkaian makna yang Kutulis di alam
sekitarmu. Selamat menjalani kehidupan anakKu. Ayah-Ibu mencintai kalian semua dalam
besar rasa yang sama. Sampai jumpa.
Begitulah bahasa langit. Di saat langit biru cerah, ia seperti matahari yang menyinari apa
pun dengan pandangan sama. Di saat gelap malam, ia seperti bintang yang menampilkan
lukisan keindahan dan menjadi navigasi bagi kehidupan. Dan disaat bermendung, ia
memberi kesejukan dengan hujannya sekaligus memberi cahaya terang petir yang tiba-tiba.
Ia juga bagai gemuruh suara guntur yang tiba-tiba saja terdengar. Kita tidak tahu pasti
kapan ia akan hadir menyentak sunyinya kesadaran kita. Meski mendung dapat menjadi ciri
akan kehadirannya, tapi tidak selalu memberi janji kapan pastinya ia akan terdengar.
Hanya ketika kilatan petir menjadi cahaya penerang kegelapan langit, tak lama kemudian
suaranya terdengar. Begitulah tutur bahasa langit, ia terdengar hanya ketika cahaya
kesadaran yang dibentuk oleh mendung kesejukan telah menerangi redupnya langit
pemahaman kita.
~: :~akhir dari bagian satu
48
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 49/117
Bahasa Bumi
Ada kalimat yang tersisa usai Ayah-Ibu Semesta bertutur panjang bagi kita, anak-anakNya.
“Aku telah menyediakan kata-kataKu yang lain untuk kau baca pada langit, pada danau,
pada gunung, pada awan, dan seluruh isi alam semesta. Belajarlah agar bisa membaca dan
memahaminya, karena untuk itulah kelahiranmu di dunia ini, memahami semesta sebagai
bagian dari diri sejatimu.”
“Andai sebagian terlewatkan olehmu selama ini, maka disini akan Kubuka hatimu dari dalam
agar kau bisa membacanya lagi. Simpanlah olehmu semua makna kehidupan itu sebagai
bekal bagi lanjutan perjalananmu di kemudian hari. Manakala kesadaranmu telah terbuka
oleh kisahKu ini, resapkanlah itu menjadi bagian dari pemahamanmu akan kesemestaan
dirimu yang sejati. Sebab hanya dengan itu kau akan lebih mudah menjumpaiKu dalam
dirimu AnakKu.” *
“Aku tidak menciptakan kebetulan bagimu sepanjang hidup yang pernah kau lalui.
Sungguhlah semua itu sudah diatur sedemikian rupa demi kebutuhanmu untuk mencapai
kesadaran. Untuk setiap pelajaran kehidupan yang belum kau pahami, alam semesta akan
terus memberikannya hingga kau mengerti sendiri maknanya bagi dirimu. Segala hal itu tak
lain adalah hal-hal yang ingin kau ingat kembali saat berada dalam kehidupan ini. Maka
tekunlah kau belajar memahaminya dalam kehidupanmu kali ini. Kini akan Aku bantu
membuka sebagian maknanya bagimu. Bacalah Nak.”
49
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 50/117
Begitulah pesan tersisa dari kemurnian bahasa langit yang disampaikan Ayah Ibu Semesta
bagi kita. Bila sebelum ini kita hanya bisa pasrah mengalir bersama pemahaman semesta
lewat bahasanya, inilah saatnya kita mencoba membaca sendiri pesan-pesan semesta saat
ia bicara dalam diam dengan bahasa-bahasa bumi dan penghuni langit.
Bahasa bumi tentu saja bahasa kehidupan yang akrab dalam keseharian kita meski
maknanya terkadang masih asing dalam pemahaman. Bahasanya dipenuhi warna-warni
yang boleh kita pilih sesuai pemahaman hati yang disukai. Bagi yang ikhlas mengenal
dirinya, begitulah ternyata di dalam diri kita dipenuhi warna-warni yang ketika menyatu akan
menjadi warna putih tanpa noda. Tak lagi ternoda karena tak ada satu pun warna yang
masih terlihat salah. Semua sudah demikian adanya sebagai bagian dari warna alam
semesta. Kita hanya perlu rasa memiliki yang ikhlas agar dapat menikmatinya, seperti
halnya menikmati warna-warni pelangi dalam kehidupan ini.
Dan lewat serangkaian makna yang terbaca dalam kumpulan bahasa bumi setelah ini,
semoga ada satu-dua diantaranya yang bisa bermanfaat bagi kita masing-masing. Kunci
pemahaman yang semoga dapat membukakan pintu kesadaran hati hingga kita semua bisa
menemukan jalan pencerahan bagi Jiwa sendiri. Jika ternyata Anda telah memiliki
pemahaman makna yang lain, semoga makna yang tertuang disini ikut memperkaya
pemahaman yang sudah Anda miliki selama ini. Sesudahnya, berbagi pemahaman akan
menjadi kunci mencapai kekayaan spiritualitas dalam kehidupan kita kali ini. Untuk kita
semua, untuk generasi manusia di masa mendatang.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit : Awan Putih
Awan Hitam
Awan putih menjadi lukisan keindahan bagi langit sedangkan awan hitam memberi janjikesejukan bagi langit. Tidak ada putih yang lebih baik dari hitam atau sebaliknya. Keduanya
membangun makna yang sempurna.
(W. Mustika)
"Manakah bagimu yang lebih baik ketika aku dipenuhi awan putih ataukah awan hitam?”
Andaikan langit bertanya seperti ini kita pasti selalu memiliki jawaban yang kontroversial
satu sama lain. Ada yang memilih awan putih karena baginya kehadiran awan bersih ini
dapat merangkai lukisan indah yang kadang misterius di langit. Sebagian lainnya lebih
memilih awan hitam karena baginya itu pertanda hadirnya berkah kesuburan bagi bumi.
Kontroversi yang bisa meluas dan tak pernah usai untuk diperdebatkan.
Di sebuah rumah ketika musimnya langit biru cerah tanpa awan, seorang ibu tua meratap
sedih sepanjang sore hingga malam saat menyaksikan putrinya pulang dengan tangan
hampa. Sejak berangkat pagi hari tadi tak satupun jas hujan yang terjual. Padahal putranya
yang lain berhasil menjual habis es krim yang dijajakannya. Di lain hari saat musim langit
berawan dan hujan tercurah sepanjang hari, ia kembali bersedih untuk putranya karena tak
satu pun es krim laku terjual, meskipun putrinya sendiri berhasil menjual cukup banyak
payung dan jas hujan.
50
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 51/117
Serupa ibu itulah sebagian dari keseharian kita, lebih memilih untuk terjebak meratapi
kesedihan. Kita kecewa pada keadaan alam yang sudah demikian adanya. Dalam pilihan
cara pandang seperti itu, kita kerap lupa bersyukur atas hal berharga lainnya yang sudah
kita miliki selama ini.
Suatu saat dalam sebuah diskusi dengan sejumlah peserta ceramah, seluruh yang hadir
spontan menaikkan tangan tanda setuju saat ditanya apakah kehidupan ini telah memberi
mereka penderitaan. Sebaliknya ketika ditanya apakah mereka sudah diberikan kekayaan
yang cukup selama ini, tak satu pun menaikkan tangan. Andaikan anda adalah salah satu
peserta, apakah yang akan anda setujui?
Menariknya, saat diminta untuk bernapas panjang tiga kali dan merasakan napasnya,
mereka melakukannya dengan perasaan lapang tanpa mengerti ada sesuatu yang pantas
disyukuri saat itu. Baru ketika diceritakan bahwa di sebagian besar ruang ICU (ruangperawatan intensif) rumah sakit, ada banyak pasien yang harus menghabiskan puluhan juta
rupiah hanya agar bisa bernapas dan tetap hidup, mereka mulai sadar dirinya masih diberi
keberuntungan.
Lebih dari itu, saat beberapa diantaranya dijanjikan akan kaya dengan ikut menjadi donor
ginjal, mata atau donor hati secara ilegal agar bisa kaya lewat biaya pengganti organ yang
cukup mahal, barulah mereka sadari bahwa selama ini Tuhan telah memberi kekayaan
nyata yang cukup besar di dalam tubuh mereka. Semoga kita pun diberi kesadaran betapa
kekayaan telah banyak kita miliki selama ini.
Kehidupan ini memang alami seperti langit yang terkadang cerah, kadang diliputi awan putih
atau bahkan mendung hitam. Saat kita fokus pada apa yang tidak kita sukai, seringkali kita
mudah menyalahkan keadaan alam yang ada. Namun tatkala kita mampu menyesuaikan diri
dengan apa yang ada, rasa syukur lebih mudah mengalir. Saat cuaca cerah dan hangat,
menjual minuman dingin membuat kita menjadi sukses. Saat musim hujan tentu menjual
payung atau jas hujan akan lebih berguna. Bahagia tidaknya kehidupan ini rupanya
tergantung pada bagaimana kita menyikapi perubahannya yang datang silih berganti.
Burung-burung, ayam, angsa, rusa atau hewan-hewan liar lainnya di padang rumput tidak
pernah mengeluh pada perubahan alam namun ikhlas mengikutinya secara alami.Dibanding mereka, kita memiliki kelebihan pikiran untuk bisa mengambil sikap yang lebih
positif dan optimis dalam segala perubahan alam. Sayangnya kebanyakan kita tidak
menyadari kelebihan potensi yang ada dalam diri. Bahkan ironisnya, kelebihan kita
dibanding penghuni bumi lainnya hanyalah bahwa kita lebih banyak mengeluh pada
keadaan.
Banyak orang yang mengeluh atas kekurangan dan kemiskinan tanpa upaya keras untuk
dapat mengatasinya sendiri. Ada yang mengeluh atas penderitaan batin tanpa berusaha
memahami makna dan tujuan dari penderitaannya sendiri. Banyak pula orang kaya yang
merasa tetap miskin. Namun di sejumlah tempat dimana masyarakat hidup dalamkemiskinan, ada ungkapan rasa syukur yang lebih mudah terdengar dibanding dalam rumah
51
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 52/117
orang-orang kaya.
Akan selalu ada awan putih dan awan hitam di langit sebagaimana adanya, meskipun kita
gemar mengeluh atas apa yang tidak kita sukai. Begitulah kehidupan selalu akan memberi
suka-duka silih berganti. Namun mereka yang memilih ikhlas menyikapi keduanya dengan
kelebihan pikiran positifnya, akan merasakan kebahagiaan sepanjang hidup. Sebaliknya
mereka yang memilih mengeluh dengan pikiran negatif, rupanya sedang mengundang
penderitaan agar menemani kehidupan mereka sepanjang waktu. Kitalah yang paling
berhak menentukan pilihan sikap atas kisah kehidupan kita sendiri. Betapa pun, suatu saat
awan putih dan awan hitam akan berlalu juga menyisakan langit biru cerah yang kosong
namun dipenuhi terang cahaya.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit : Saat MatahariTenggelam
Emosi dan kemarahan itu seperti matahari. Selalu ada saat dimana kegarangan panasnya
reda manakala ia tenggelam dalam kesejukan samudera pemahaman hati nurani.
(W. Mustika)
Andai kita berhak menduga seperti apa yang dirasakan matahari saat ia bersinar terik bagi
bumi, mungkin kita akan suka menyebutnya sedang marah. Bolehlah. Bukankah mentari
tidak pernah menolak apa pun bentuk penilaian kita terhadapnya? Kita kerap
mengatakannya demikian karena rupanya begitulah panas yang ditimbulkan dari sorot mata
kemarahan seorang manusia. Sinar mata merah yang dapat membakar segala hal terutama
emosi di dalam diri kita.
Maka mudah ditebak bahwa api kemarahan kita cepat menular dan menyentuh titik api
emosi orang lain, lalu menciptakan “kebakaran” hati yang meluas dengan cepat. Peristiwa
kemarahan hati seorang manusia dapat menyulut pertikaian antar sekelompok orang,
bahkan pada orang-orang dewasa yang telah mengerti akan dampak buruk dari suatu
kemarahan. Apa yang membuat kemarahan kecil itu cepat membesar? Pemicunya tak lain
adalah rasa kebersamaan yang diaplikasikan secara keliru oleh banyak orang-orang
dewasa. Mereka gemar untuk marah bersama-sama.
52
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 53/117
Banyak orang menyadari bahwa api kecil dapat menjadi kawan yang memberi terang dan
kehangatan. Sebaliknya api besar bisa menjadi lawan yang menciptakan musibah
memilukan. Faktanya, banyak kita jumpai orang-orang menangis pilu karena kehilangan
harta benda atau sanak keluarga akibat suatu kebakaran. Namun begitu, tidak banyak
diantara kita menyadari bahwa ada api kecil kemarahan di dalam diri yang juga berpotensi
menimbulkan kehancuran serupa. Bahkan dapat menyisakan puing-puing harta benda dan
jasad sanak keluarga atau sahabat kita.
Semua orang mengetahui dan bisa simpati pada rasa kesedihan yang disisakan oleh api
besar yang membakar seperti ini. Karenanya semua berusaha menyelamatkan diri,
keluarga, sahabat maupun harta bendanya dari kebakaran. Kita bahkan berusaha
menghindari kejadian serupa dengan mewaspadai dan mematikan setiap api kecil yang
dianggap dapat berbahaya. Tetapi terhadap api kecil kemarahan dalam diri, rupanya kita
belum melakukan hal serupa.
Renungkan apa yang pernah dilakukan kebanyakan sahabat atau keluarga saat kita sedang
dilanda api kemarahan. Hanya sedikit atau bahkan tidak ada yang mau berusaha
memadamkannya dengan menenangkan hati kita. Mereka malah mengipasi dan menyirami
bahan bakar berupa ego dan alasan yang memperkuat nyala api kemarahan. Mereka
mendukung dengan ikut menjadikan dirinya kayu bakar yang rela terbakar hangus bersama
api kemarahan kita. Mereka merelakan diri menjadi “pahlawan” yang membela mati-matian
kemarahan yang kita rasakan. Tanpa disadari, sesungguhnya mereka ikut mengantar kita
pada kehancuran. Bukankah demikian dampak api kemarahan? Menariknya, kita setuju dan
senang digiring pada kehancuran itu.
Jika api dapat menjadi cahaya penerang, kenapa api kecil kemarahan justru membawa
kegelapan? Karena terang dan panasnya seperti cahaya matahari yang secara tiba-tiba
langsung menembus ke pupil mata kita. Bila api kemarahan seperti ini berlangsung tiba-tiba
dan lama, tentu saja “pupil” mata hati akan terbakar dan membutakan diri kita dari
pandangan terang kebenaran logika dan spiritual. Akibatnya kita akan berusaha
menciptakan pembenaran atas tindakan yang didasari kemarahan tersebut.
Api kemarahan yang kian besar bahkan dapat membuat seseorang tega membunuh.
Manakala ada orang berani melakukan pembunuhan atas nama pembenaran dari
kemarahan atau aturan hukum duniawi, mereka berlaku seakan dirinya menjadi Tuhan yang
berhak menentukan hidup mati seseorang. Anehnya banyak yang justru membela dan
mewajarkan tindakan itu. Namun saat ada orang yang oleh pengikutnya dengan berani dan
hormat disebut sebagai ‘utusan’ Tuhan untuk mengajarkan sifat-sifat kebaikan bagi dunia,
semua orang pasti segera menghujat dan menyangkal pengakuan itu. Lihatlah kontradiksi
dalam kehidupan ini.
Kita memiliki banyak pilihan sikap dalam mengatasi kemarahan saat ia mulai membara di
dalam diri. Kita boleh memilih membesarkannya dengan “minyak” pembenaran ego di dalam
dan mencari dukungan “kayu bakar” dari keluarga atau sahabat di luar. Itu pun jika kita
memilih kehancuran sebagai sisa dari kebakaran hati ini. Atau kita memilih meredakannya
agar terhindar dari kehancuran. Kedewasaanlah yang membimbing pilihan kita.
53
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 54/117
Andai saja kita bisa belajar bersikap seperti lautan yang “menenggelamkan” matahari.
Lihatlah, betapa pun garangnya matahari siang membakar lautan dan menguapkan airnya,
lautan tetap menjadi air sejuk yang tidak ikut mendidih. Pada saatnya tiba, senja akan
“menenggelamkan” matahari itu di bawah garis cakrawala seakan ia masuk ke dalam
kesejukan air samudra. Seperti itulah api kemarahan dalam diri, selalu ada saat dimana ia
tenggelam dalam kesejukan hati nurani. Asal kita tidak ikut mendidih dan ikhlas menunggu
saat yang tepat, semua kemarahan akan sirna saat kesejukan hati menyadarkan
kekhilafannya.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit : Bintang
Navigasi
Dalam setiap kegelapan di langit pemahaman, seringkali setitik cahaya nurani yang terang
bisa menjadi bintang navigasi yang akan menuntun arah dan menyelamatkan kita saat
bimbang di tengah arus samudra kehidupan.
(W. Mustika)
Berjalan di gurun pasir yang luas tanpa jalan setapak, mirip seperti berlayar di tengah
samudera tanpa rute pelayaran yang jelas untuk diikuti. Tidak ada jejak arah yang pasti
untuk mencapai tujuan. Apalagi tatkala malam telah tiba melengkapi keraguan dengan
suasana kegelapannya. Begitulah perjalanan hidup ini, terkadang membawa kita pada
sebuah waktu dimana semuanya terasa gelap dan tanpa jejak arah yang terang untuk
ditelusuri.
Dalam kegelapan seperti itu, apakah yang mungkin bisa menjadi sebuah kompas penunjuk
arah bagi langkah kita selanjutnya? Disini kita layak belajar pada para nelayan atau suku
Bushman di gurun pasir Afrika. Mereka tidak gentar oleh kesunyian malam ataupun
menyesali kegelapan langit. Mereka tekun mengamati titik-titik terang rasi bintang yang
menghiasi kegelapan langit lalu menjadikan mereka sebagai bintang navigasi. Mereka
54
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 55/117
berhasil kembali ke rumah yang hangat dan aman hanya dengan berfokus pada tuntunan
titik-titik cahaya di langit yang gelap.
Dalam cerita kehidupan serupa, ternyata apa yang kerapkali kita lakukan saat menghadapi
gelapnya kisah kehidupan adalah justru lebih banyak menyesali kegelapan yang terjadi. Kita
fokus pada kemarahan, tenggelam dalam kesedihan, hanyut pada kekecewaan dan terkubur
dalam keputusasaan. Hanya sebagian dari kita yang sudah belajar berjiwa ala nelayan,
mudah beralih mencari titik terang di setiap kegelapan nasib dan takdir. Orang-orang seperti
ini biasanya mudah keluar dari keterpurukan dan kembali berada dalam kehangatan dan
terang kehidupannya.
Di lain waktu, seorang sahabat bertanya tentang teknik meditasi yang cukup baik untuk
dipakai berlatih meningkatkan kesadaran diri. Sepengetahuannya, ada yang berlatih
memandang titik putih di latar belakang berwarna hitam, atau berlatih fokus memandang
cahaya lilin di ruang kamar yang gelap. Ada juga yang berlatih fokus pada napas yang
keluar masuk melalui hidungnya.
Mungkin semua teknik tadi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun
begitu, rupanya yang lebih penting untuk dipahami adalah manfaat apa yang dapat dipetik
dari semua teknik tersebut saat diaplikasikan pada kehidupan yang kita jalani. Terutama
sekali tatkala kita sedang mengalami kegelapan dalam kisah kehidupan ini.
Belajar dari nelayan dan suku Bushman di Afrika yang mengamati titik terang di langit yang
gelap untuk menjadikannya navigasi, teknik meditasi tadi rupanya punya manfaat sama.
Meditasi bisa juga mengajari kita melihat titik putih (manfaat positif) di tengah-tengah hal
gelap (negatif) yang kita alami. Atau belajar untuk fokus pada secercah cahaya terang
dalam kegelapan hidup seperti saat mengamati nyala lilin di ruang yang gelap. Bahkan saat
kita belajar fokus pada aliran napas dalam dada, kita sedang belajar bersyukur bahwa alam
masih memberi waktu untuk bernapas dan hidup, meski kegelapan hidup sedang hadir
menerpa.
Dengan semua pemahaman ini, bahkan bila kita tidak mengenal satu pun teknik meditasi
atau enggan untuk duduk berlama-lama demi melakukan suatu meditasi, kehidupan ini
sendiri telah menyediakan banyak waktu bagi kita untuk berlatih meditasi secara nyata.
Kehidupan adalah rangkaian meditasi hati dan pikiran bagi mereka yang memahaminya.
Tak bisa dihindari dan dipungkiri bahwa kehidupan sesekali atau bahkan seringkali memberi
kita suasana yang kita sebut sebagai masa-masa kegelapan. Kegagalan datang menunda
kesuksesan. Kekecewaan hadir untuk menghalangi kepuasan. Mendung kesedihan
terhembus menutupi cahaya kegembiraan. Dan seperti malam yang mendahului siang,
kematian menyembunyikan kehidupan yang sesungguhnya.
Bagi kebanyakan kita, kegelapan hidup semacam ini terlihat seperti kegelapan pekat tanpa
cahaya. Namun bagi pelajar kehidupan yang meniru nelayan atau suku Bushman, mereka
akan tekun mencari setitik cahaya untuk memastikan bahwa selalu ada terang di balikkegelapan. Mereka fokus membaca secelah cahaya makna di balik setiap gelapnya
55
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 56/117
peristiwa kehidupan. Dan inilah cara yang mengantarkan mereka pada rasa syukur,
penerimaan yang ikhlas serta keyakinan yang penuh bahwa dalam setiap kegelapan selalu
ada terang yang menunggu gilirannya untuk hadir.
Nelayan dan Bushman menyadarkan kita untuk tidak gentar pada kegelapan nasib dan
takdir, serta selalu memfokuskan perhatian pada makna dibalik setiap peristiwa gelap
kehidupan. Langit pemahaman menantang kita untuk membaca kilasan titik-titik terang
cahaya kesadaran yang muncul dalam pikiran yang hening. Untuk kemudian kita jadikan
navigasi yang menuntun langkah kehidupan kita menuju daratan terang yang kita harapkan.
Alam bertutur bahwa selalu ada terang di kegelapan langit yang dapat menenangkan kita
menjalani hari-hari kehidupan. Kita hanya perlu menjaganya menjadi rasa syukur dan
pengharapan positif, karena kita adalah penguasa atas nasib dan takdir masa depan kita.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit : Mengubah
Mendung
Hati-hati dengan mendung kesedihan yang menggelayut di kelopak mata. Ia bisa menjadi
tetesan hujan air mata atau bahkan menciptakan petir kemarahan.
(W. Mustika)
Apakah anda percaya bahwa api bisa diciptakan dari air? Saat pertanyaan ini disampaikan
di sebuah ceramah kehidupan, tentu tak satu pun yang seketika itu setuju apalagi percaya.
Apakah anda sendiri percaya atau menganggapnya suatu kemustahilan?
Keraguan peserta ceramah seketika terhenti ketika diterangkan bahwa mendung di langit
tak lain adalah sekumpulan uap air yang dapat menciptakan kilatan bunga api berupa petir.
Barulah mereka sadar bahwa alam begitu banyak menghadirkan keajaiban di langit.
Dan serupa cahaya matahari yang suram ditutupi mendung, begitulah rupanya cahaya mata
manusia akan muram saat tertutup mendung kesedihan. Lebih dari itu, mendung kesedihan
di mata manusia kadang tidak saja dapat menetes sebagai hujan air mata, juga dapat
menciptakan api kemarahan saat ia terhempas oleh badai keputusasaan. Dari sini, layaklah
56
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 57/117
kita berhati-hati dengan mendung kesedihan.
Siapa pun yang pernah mengalami kesedihan akan mengerti kiasan makna di atas. Dan
tampaknya selama ini, kebanyakan kita mudah menciptakan api kemarahan dan
keputusasaan dari mendung kesedihan tadi. Namun mereka yang benar-benar terlatih
bergerak alami akan mengubahnya menjadi airmata yang menyejukkan suasana hati yang
panas, lalu menghanyutkan segala beban batin yang menyebabkan kesedihan itu ada.
Menangis dengan ikhlas memang bisa menjadi sebuah cara menyembuhkan luka batin yang
terjadi.
Bila tubuh fisik yang terluka dapat terasa pedih, begitulah batin Jiwa yang terluka bisa
mengalami kepedihan. Kepedihan dan kesedihan memang bukan sesuatu yang salah bagi
siapa saja dalam usia berapa pun. Itu sesuatu yang alami. Namun ia juga sebuah pertanda
bahwa batin Jiwa kita masih rentan dan belum kebal terhadap dualitas kehidupan, sehingga
ia mudah terluka oleh peristiwa yang memilukan.
Apa yang bisa dilakukan saat mendung kesedihan itu hadir dalam perjalanan hidup kita?
Mirip dengan petani yang menyiasati kehadiran mendung dengan mulai bercocok tanam,
begitulah dalam kesedihan kita bisa mulai menanam bibit harapan bagi masa depan yang
lebih cerah. Bahkan pernah diyakini bahwa doa yang mengalir dalam kesedihan akan
sangat kuat efeknya bagi sang pendoa. Jadi, daripada mengubah mendung kesedihan
menjadi api kemarahan dan keputusasaan, lebih bermanfaat kita mengubahnya menjadi
airmata keikhlasan yang dapat menyuburkan benih harapan yang kita tanam ke alam
semesta melalui alunan doa-doa.
Bagi mereka yang sudah terlatih, kesedihan tidak akan bergerak menuju keputusasaan
melainkan mendekati zona kepasrahan dan keikhlasan. Dalam keadaan pasrah dan ikhlas,
telah terbukti bahwa doa manusia mudah menembus kesadaran semesta yang akan
bergerak memenuhi harapan dalam doanya. Begitulah kesedihan dapat memberi manfaat
besar bila orang memahami rahasianya. Karena dalam kesedihan, seseorang sedang
terhubung dengan perasaan terdalamnya yang penuh kasih sayang. Sama halnya dengan
kegembiraan, membawa orang terhubung dengan sumber kebahagiaan di dalam dirinya.
Keduanya memberi peluang bagi kita untuk bersentuhan dengan rasa Jiwa.
Itulah sebab kenapa kesedihan dan kegembiraan begitu mudah menular dari satu manusiake manusia lain, karena ada Jiwa yang sama ikut tersentuh dalam peristiwa tersebut.
Berdoa dengan penuh pengharapan saat kesedihan datang dan berdoa dengan penuh rasa
syukur tatkala kegembiraan tiba, akan dapat menyentuh Jiwa Semesta sebagai tempat kita
berbagi kesedihan dan kegembiraan.
Dengan seluruh pengertian ini, mendung di langit sedang mengajari kita untuk menerima
mendung kesedihan sebagai bagian alami dari langit emosional kita. Dan seperti mendung
yang mengubah dirinya menjadi hujan yang menyuburkan bumi, begitulah kesedihan mesti
diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi tubuh, pikiran dan juga bagi kesadaran Jiwa.
57
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 58/117
Kesedihan membuat Jiwa dapat memahami hakekat penderitaan sebagai bagian yang mesti
dipelajari. Kesedihan juga mengajari Jiwa untuk mengalami penderitaan yang sama, seperti
yang pernah diciptakannya bagi orang lain pada kehidupan terdahulu. Kesedihan tak lain
adalah bagian dari rangkaian karma. Ia mesti dirasakan dengan ikhlas tanpa suatu cetusan
ide pembalasan dendam. Jika kesedihan hanya melahirkan rasa dendam terhadap
seseorang yang telah menimbulkan kesedihan itu, maka kesedihan tersebut telah hadir
sia-sia dalam kehidupan kita.
Siapa saja mengerti rahasia hukum karma, akan ikhlas menerima kesedihan tanpa perlu
menjadi dendam pada apa atau siapa pun. Sebagaimana hujan yang turun untuk
melenyapkan debu dan menyuburkan bumi, begitulah kesedihan akan melenyapkan
penderitaan dan menyuburkan proses bertumbuhnya kematangan dan kemurnian Jiwa.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni
Langit : Menanti Hujan dari Matahari
Seperti air menciptakan api atau api menciptakan air dengan caranya sendiri, begitulah
seringkali dalam kehidupan ini sesuatu yang pernah kita harapkan justru kita dapatkan dari
sesuatu atau seseorang yang tidak terduga.
(W. Mustika)
Suatu ketika sekelompok petani bergabung dengan sekelompok penjual payung dan jas
hujan melakukan demo ke rumah suci Tuhan. Mereka berunjuk rasa memrotes panas
matahari sepanjang musim kemarau yang membuat sawah mereka kekeringan. Dan hujan
yang tidak pernah datang lebih dari separuh tahun itu membuat penjual jas hujan tidak
mendapat penghasilan sama sekali.
Tuhan yang mahamendengar tentu saja memahami perasaan dan keinginan dari
sekelompok umatnya tersebut. Namun untuk mengajari mereka kebenaran, sesuatu harus
dilakukan. Dengan kuasaNya, maka ditutupilah cahaya matahari dengan bulan selama siang
58
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 59/117
hari sepanjang musim kemarau. Para petani dan penjual jas hujan gembira luar biasa
karena doa mereka didengar dan dikabulkan Tuhan. Mulailah mereka berharap dan
menunggu datangnya hujan.
Berbulan-bulan dinantikan, nyatanya hujan tak juga kunjung datang. Padahal matahari
sudah tak lagi bersinar terik dan panas akibat gerhana. Bahkan ketika musim sudah
semestinya memasuki masa hujan, tak satu pun tetes air bahkan dalam wujud embun
menetes dari langit. Tak tahan dengan keadaan ini, mereka kembali berunjuk rasa menagih
janji Tuhan. Tentu saja Tuhan berdalih bahwa Dia tak pernah menjanjikan turunnya hujan
kecuali berjanji akan menutupi cahaya matahari sepanjang musim kemarau. Tanpa mereka
ketahui, matahari yang lama tak bersinar di bumi akan menyebabkan sangat sedikit air yang
menguap dari lautan untuk menjadi awan dan mendung. Ujungnya, tentu saja hujan tak
akan pernah turun lagi ke bumi.
Seperti kisah petani dan penjual jas hujan itulah rupanya kebanyakan perilaku kita di
hadapan takdir alam semesta. Begitu banyak mengeluh untuk apa yang kita alami, hanya
karena kita tidak mengetahui pasti makna yang tersembunyi dibalik peristiwa yang terjadi.
Penderitaan kita rasakan hanya sebagai penderitaan, dan kebahagiaan terbatas pada rasa
bahagia. Padahal, hidup ini sesungguhnya menyimpan banyak penderitaan yang
membahagiakan atau kebahagiaan yang menderitakan.
Tugas matahari memang mengirimkan panasnya ke bumi untuk menguapkan air yang ada
di bumi. Dalam wawasan pengetahuan yang terbatas, tentu saja peran matahari yang
sesungguhnya menjadi awal dari terciptanya hujan tidak akan mudah dimengerti. Begitu pun
pemahaman bahwa penderitaan sebenarnya membuat manusia memahami kebahagiaan
atau sebaliknya, tentu tidak mudah pula untuk dipahami dengan wawasan pikiran yang
terbatas.
Ketidakpahaman semacam ini membuat kita mudah kecewa dan putus asa pada
penderitaan dalam kehidupan. Dalam keputusasaan, mulailah kita gemar menghujat nasib
dan takdir yang tanpa disadari sesungguhnya telah kita tetapkan sendiri bagi kehidupan
yang kita jalani saat ini. Bahkan dalam kekecewaan atas doa-doa kita yang tak terkabul, kita
mulai kehilangan keyakinan bahwa Tuhan itu memang ada. Hingga suara hati dari dalam
bertanya, “Jika Tuhan pun tidak lagi kau yakini, lalu siapa lagi yang mesti diyakini?” Namun
bagi mereka yang ikhlas dalam keyakinan bahwa doa mereka pasti terkabul, akan menerima
segala peristiwa kehidupan sebagai rangkaian proses kerja semesta untuk mengabulkan
doa atau merealisasi harapan mereka.
Sayangnya kebanyakan kita belum berlatih sabar dalam mengikuti proses alam demi
terkabulnya doa kita. Kita justru mudah tergelincir untuk kehilangan keyakinan dan bahkan
membalikkan doa dan harapan di awal menjadi rasa keputusasaan. Akibatnya, tentu saja
kecerdasan alam metafisika akan menghentikan proses pengabulan doa awal, karena
bagiNya kita tidak lagi menginginkan hal itu.
Belajar dari kenyataan alam bahwa hujan yang dingin sesungguhnya tercipta dari cahayamatahari yang panas, rupanya layak bagi kita untuk mencoba melihat sesuatu dari dua sisi
59
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 60/117
yang berbeda. Saat berharap pada kebahagiaan, perjalanan waktu kerap dimulai dengan
terpahatnya jejak-jejak penderitaan. Sebaliknya, penderitaan yang menanti di depan kerap
tersembunyi di balik sejumlah kebahagiaan yang sedang kita rasakan. Dengan cara ini alam
mengajari kita agar selalu waspada sebelum menilai sebuah peristiwa. Kewaspadaan
seperti ini membuat sejumlah orang yang telah terlatih, menjadi lebih stabil dalam suka duka
kehidupan.
Tatkala penderitaan datang menghampiri kehidupan kita, yang justru perlu menjadi
pertanyaan, tidakkah ada yang salah dalam “doa-doa” yang tanpa sadar kita panjatkan
melalui pikiran, kata dan perilaku keseharian. Sebab, kitalah yang telah menciptakan setiap
peristiwa yang kita alami ini melalui isi keseharian pikiran dan hati kita. Sedangkan alam ada
untuk memenuhi semua harapan itu.
Sekali lagi, kisah matahari pencipta hujan di atas mengingatkan kita untuk tidak mudah
terjebak pada kekecewaan terhadap kinerja alam semesta. Bukan alam yang salah bekerja,
tetapi kitalah yang belum memahami rahasia kerja pikiran dan hati dalam membangun
harapan.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit : Bercahaya
Bagai Mentari
Bukan matahari yang tak bersinar di musim hujan, melainkan mendung menabiri cahayanya.
Begitulah cahaya Illahi manusia meredup karena mendung pikiran menabiri kesadaran
nuraninya.
(W. Mustika)
Bermula dari setitik benih yang kasat mata, begitulah tubuh manusia bertumbuh besar
dengan merangkai dirinya dari unsur-unsur fisik dan kimia yang terkandung dalam makanan
dan minuman. Semua mengerti, bersumber dari bumilah makanan dan minuman manusia.
Dan banyak yang tahu, bahwa dari pecahan matahari miliaran tahun yang lalu, bumi ini
pernah berasal.
Merunut jalan panjang garis “keturunan” dari tubuh manusia, dengan mudah akan kita
mengerti bahwa manusia dan mahluk hidup lain sesungguhnya berasal dari matahari.
Mungkin ini menjadi alasan orang-orang di Bali, Jepang atau dalam peradaban Mesir Kuno,
60
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 61/117
memuja matahari sebagai Sang Sumber kehidupan. Matahari adalah juga bintang, bagian
dari alam semesta. Tentu saja, dengan demikian ada bagian alam semesta dalam tubuh kita
yang semestinya memancarkan sinar layaknya matahari dan bintang-bintang.
Dan Jiwa manusia, kita pernah mendengarnya berasal dari Tuhan. Sebagai bagian terkecil
dari Tuhan yang berdiam dalam tubuh manusia, rupanya ini menjadi alasan bagi para suci
untuk menyebar pemahaman bahwa Tuhan menyertai kita di dalam diri (tubuh). Andai
kebenaran ini tak bisa dipungkiri, maka kita (Jiwa) adalah mahluk cahaya di dalam tubuh
manusia. Mirip kata-kata bijak dari guru-guru pencerahan; “Manusia bukanlah mahluk hidup
yang sedang berjuang menuju cahaya, melainkan mahluk cahaya yang sedang ada dalam
tubuh manusia, untuk hidup dan menjalani peran duniawinya.”
Tubuh dan Jiwa kita keduanya berasal dari sumber-sumber cahaya. Lalu apa yang telah
membuat redup satu per satu cahaya kita sebagai mahluk ‘sempurna’ ciptaan Illahi?
Saat langit melukiskan matahari dan bintang-bintang dengan cahaya yang terlihat redup dari
bumi, ia sedang bertutur bahwa setiap mendung yang menabiri langit dapat
menyembunyikan cahaya terang matahari dan bintang. Serupa dengan itu, cahaya tubuh
dan Jiwa manusia meredup saat mendung dalam pikiran menjadi tabir penghalang bagi
terpancarnya cahaya semesta dan Illahi dari dalam.
Bukan semata-mata kemiskinan atau kekayaan yang menjadi mendung penghalang itu.
Sebab, ada orang miskin yang cahaya kesadaran Illahinya lebih terang daripada orang
kaya. Bukan pula kebodohan atau kepintaran. Sebab ada orang bodoh yang cahaya
keikhlasan dan kejujurannya lebih terang dibanding orang pintar. Bukan pula kesehatan ataupenyakit. Sebab, ada orang cacat dan sakit yang cahaya ketegaran serta rasa syukurnya
pada Tuhan lebih besar dibanding orang sehat dan bertubuh normal. Mendung itu adalah
mendung penderitaan. Batin yang menderita oleh suatu sebab akan menghalangi cahaya
Illahi pada manusia.
Bukan semata-mata penderitaan oleh suatu rasa sakit. Penderitaan batin kita kebanyakan
datang dari kesedihan dan kekecewaan oleh berbagai sebab. Juga dari kemarahan,
ketakutan, kecemasan, kebencian, dendam, atau sederet pikiran negatif lainnya. Mereka
menjadi selimut mendung yang menghalangi pancaran cahaya dari tubuh dan Jiwa kita.
Cairan di seluruh sel tubuh kita bagai menguap oleh api kemarahan, kekecewaan dan baradendam. Seperti di langit, seakan “uap air” inilah membentuk mendung pemahaman yang
menyelimuti tubuh dan Jiwa, hingga kita kehilangan identitas sejati sebagai mahluk cahaya.
Akibatnya, tidak saja pikiran menjadi gelap, suasana sekitar pun terasa berkabut.
Perhatikan cahaya mata yang membedakan orang-orang positif dengan mereka yang gemar
berada di sisi negatif pikirannya. Dalam kenyataan, hilangnya cahaya cinta kasih Illahi pada
mata orang-orang negatif seperti membawa kita kepada begitu banyak ruang-ruang suram
bahkan ke masa-masa kegelapan. Perdebatan, perkelahian, peperangan, pembunuhan.
Kesedihan menjadi kekecewaan. Kekecewaan menjadi kemarahan. Kemarahan menjadi
perkelahian. Di ujung semua itu, perkelahian menyisakan kekalahan dan kesedihan. Seperti
61
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 62/117
lingkaran kegelapan yang tak pernah berkesudahan.
Sebaliknya, seperti laron-laron yang terbang menari mengelilingi cahaya, begitulah dengan
mudah hati kita akan tertarik pada cahaya mata orang-orang yang memandang kehidupan
dengan tenang tanpa rasa takut atau kecemasan. Penuh rasa optimis, stabil dalam
emosional serta bijak menangani berbagai masalahnya. Kehadiran mereka seperti matahari
pagi yang memberi kehangatan dan kepergian mereka bagai matahari senja yang
menentramkan hati. Kehadiran yang selalu dinanti dan kepergian yang selalu dirindui. Itulah
diri kita saat cahaya Jiwa di dalam mulai memancar keluar.
Jika tubuh kita adalah benih matahari dan Jiwa kita adalah seberkas cahaya Illahi, kenapa
tidak kembali menjadi diri kita apa adanya; cahaya cinta kasih Illahi dalam tubuh manusia.
Semoga tabir gelap pikiran segera berlalu.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni
Langit : Pelangi - Pelangi Jiwa
Ia yang melihat kehidupan ini seperti pelangi, akan menikmati segala warna-warni di
dalamnya sebagai keindahan dan kesempurnaan semesta apa adanya. Tak ada warna yang
menjadi noda.
(W. Mustika)
Sembari memasang wajah serius seorang guru spiritual bertanya,”Apakah satu-satunya
ciptaan Tuhan di dunia ini?” Tentu saja peserta kebingungan menjawab. Ciptaan Tuhan
begitu banyak untuk hanya disebutkan sebagai satu-satunya. Baru ketika sang guru
bersenandung; ‘pelangi-pelangi... ciptaan Tuhan’ , seketika tawa mereka memecah
keheningan. Lagu ringan yang mengingatkan mereka ke masa kanak-kanak.
Namun kini ketika kita ikhlas membuka kecerdasan hati, nyatalah bahwa satu-satunya‘ciptaan’ Tuhan seperti syair di lagu kecil kita itu bermakna sangat luas. Mirip pemahaman
62
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 63/117
orang suci bahwa satu-satunya yang ada di alam semesta adalah Tuhan, bukan berarti
meniadakan segala kenyataan lain yang terlihat oleh mata kita di dunia ini. Pesan ini
bermakna lebih dalam bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah Tuhan itu
sendiri. Semuanya ada di dalam Tuhan, selamanya.
Dan seperti halnya pelangi, begitulah semua warna-warni kehidupan, dalam segala aspek
yang luas, adalah ‘satu-satunya’ ciptaan Tuhan. Tidak ada warna yang bukan ciptaanNya.
Tidak ada peran, tidak ada karakter, tidak ada bentuk, tidak ada mahluk hidup, nyata atau
tak nyata, isi atau pun kekosongan yang bukan bagian dari ciptaanNya. Dalam pandangan
kesadaran seperti ini, bukankah semua warna adalah perangkai keindahan pelangi karya
Tuhan? Tak satu pun warna layak disebut noda bagi pelangi kehidupan.
Bahwa dalam kenyataan kita seringkali melihat hitam sebagai ‘noda’ pada warna putih, atau
sebaliknya putih menjadi noda bagi warna hitam, hanyalah karena pikiran kita tidak
menerima keberadaan hitam pada putih atau putih pada hitam. Setiap yang kita sebut ‘noda’dalam kehidupan ini sesungguhnya tak lain hanya sesuatu yang tidak mau kita terima dalam
kesepakatan yang telah kita buat.
Hanya saat seseorang bisa ikhlas menerima segala sesuatu sebagai warna-warni milikNya,
tanpa penilaian suka-tidak suka, itulah saat dia kembali suci. Tak ternoda karena tak satu
pun lagi hal yang terlihat sebagai noda baginya. Karena di situ ia telah bercahaya bagai
matahari, pencipta warna-warni pelangi kehidupan.
Berbeda saat mengamati hiruk-pikuk penilaian yang ada dalam kehidupan sosial kita.
Kebanyakan kita gemar menghujat apa yang kita sebut sebagai ‘noda’ bagi tatananmasyarakat. Kita sibuk menolak apa yang sebenarnya tidak bisa kita tolak, karena ia adalah
bagian dari pelangi kehidupan. Dampaknya, penolakan hanya berkembang menjadi
penghujatan, lalu berujung pada perselisihan hingga pertempuran yang menghancurkan.
Padahal kita tidak perlu menolak apalagi menghujat apa yang tidak kita mau. Kita hanya
perlu memilih yang kita sukai tanpa menghujat apa yang tidak disukai. Inilah konsep
penerimaan pelangi sebagai satu-satunya ciptaan Tuhan. Kita bebas memilih warna yang
kita suka tanpa perlu menghujat warna yang lain.
Saat banyak diantara kita menghujat apa yang tidak kita sukai, tanpa sadar sesungguhnya
kita justru semakin sibuk membawa hal yang tidak kita sukai itu masuk ke dalam wacanakehidupan kita sepanjang waktu.
Belajar agar bisa ikhlas menerima setiap warna-warni kehidupan sebagai ‘pelangi’ indah
ciptaan Tuhan, mesti dimulai dari cara ia diciptakan oleh cahaya matahari. Lihatlah, bukan
panas matahari dan kegelapan mendung yang melukis keindahan pelangi, tetapi cahaya
matahari dan kesejukan gerimislah yang menciptakannya.
Dengan cara yang serupa, bukan hati yang panas dan pikiran yang gelap menjadi cara agar
kita bisa menerima warna-warni kehidupan sebagai milik Tuhan. Hanya cahaya kesadaran
hati yang terang dan kesejukan pikiranlah yang mampu membuat kita seperti matahari,
63
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 64/117
menerima pelangi kehidupan sebagai ciptaan ‘Kita’ sendiri.
Penerimaan adalah kunci kebahagiaan dan penolakan adalah pintu ke ruang penderitaan.
Tubuh telah mengajarkan betapa saat ia berusaha menolak kuman-kuman yang masuk, ia
akan bereaksi menciptakan gejala penyakit. Namun ketika tubuh menerima dengan ikhlas,
tidak ada reaksi penderitaan yang muncul sebagai gejala penyakit.
Dengan dasar pemahaman ini, penerimaan ikhlas atas warna-warni peran Jiwa yang
sedang menjalani kehidupan duniawinya akan membuat hati kita mudah menerima dan
memahami kesemestaan kita sebagai Jiwa. Dari sini, tentu akan mudah pula bagi kita
menghormati cara perjalanan masing-masing Jiwa ke tujuannya. Tidak perlu lagi segala
penghujatan atau perselisihan antar agama dan cara menuju Tuhan. Kita hanya perlu
menerima pelangi-pelangi peran Jiwa yang akan menuntun kita ke gerbang kesadaran
semesta tanpa batas.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit : Angin
Berhembus Air Mengalir
Sebagaimana angin dan air mengalir menuju tempat yang lebih rendah, begitulah kesejukan
menuju mereka yang rendah hati. Sebaliknya, bagai lidah api yang menjilat ke tempat yang
lebih tinggi, begitulah kehancuran akan mendekati mereka yang tinggi hati.(W. Mustika)
Sebagai mahluk yang tubuh dan Jiwanya dibentuk oleh alam semesta, manusia tidak bisa
menghindar dari hukum-hukum yang juga berlaku bagi alam semesta. Untuk setiap makna
dalam peristiwa alam, manusia menyimpan rahasia yang sama dalam dirinya. Maka ketika
dipahami bahwa alam semesta adalah sekumpulan pengetahuan tanpa batas, dan manusia
adalah alam semesta kecil, para suci kemudian menulis; “Tubuh manusia adalah kitab suci
tertua yang ditulis sendiri oleh Tuhan.”
Ada yang kemudian mencoba membaca takdir lewat garis tangan. Ada juga yang mencobamembaca kehendak Jiwa lewat bahasa wajah dan tubuh. Yang lainnya mencoba memahami
64
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 65/117
Jiwa lewat pancaran cahaya mata. Dan dalam penyelidikannya, sejumlah cendekiawan
astronomi bahkan berani menyimpulkan; ”Manusia tak lain adalah alam semesta yang
sedang memahami dirinya sendiri.” Namun sedikit di antara kita yang kemudian dengan
tekun mencoba memahami Tuhan dan alam semesta dengan jalan mengenali tubuh, pikiran
dan Jiwa sendiri.
Dalam konsep pembelajaran ke dalam diri seperti ini, alam semesta sejak awal sudah
“menulis’ satu pesan lewat hembusan angin dan aliran air. Untuk tujuan yang sama, alam
juga mengingatkan kita lewat jilatan api. Ketiga unsur alam ini merangkai sebuah makna
yang menjadi pintu pembuka bagi kita untuk memasuki kesadaran sejati lewat pengenalan
diri seutuhnya.
Perhatikan hembusan angin yang terjadi karena udara selalu bergerak menuju
tempat-tempat yang bertekanan lebih rendah. Atau air yang selalu mengalir alami menuju
lokasi yang juga lebih rendah. Jika angin dan air adalah bahan-bahan kesejukan, mereka
seperti sedang berpesan; kesejukan selalu mengalir kepada orang-orang yang rendah hati.
Pesan alam yang masuk akal. Saat seseorang dengan sifat rendah hati sedang menghadapi
masalah, tarikan napas panjang yang masuk ke paru-paru akan melapangkan batas
kesabarannya. Kesejukan udara yang kaya oksigen itu akan mengurangi beban pikiran.
Tatkala pikiran menjadi lebih tenang, kepala terasa lebih dingin dan aliran darah akan
menyebar kesejukan bagi perasaan. Kedamaian pun mudah datang bagi orang-orang yang
rendah hati.
Sebaliknya saat kita amati lidah-lidah api, ia selalu menjilat dan melumat apa pun yang ada
di atasnya. Seperti mengingatkan bahwa kehancuran selalu mendekati mereka yang tinggi
hati. Pesan ini pun mudah dipahami saat kita mengamati orang-orang tinggi hati yang begitu
mudah tersinggung bila merasa ada yang meremehkannya. Panasnya hati ini akan
menciptakan ‘api’ kemarahan yang lidahnya menjilat ke kepala di atasnya. Pikiran yang
terbakar amarah akan mengalirkan ide atau jalan keluar yang akhirnya lebih banyak
menyisakan kehancuran.
Lain dari itu, kita paham bahwa samudera tercipta karena dengan segala kerendahannya ia
ikhlas menerima semua air yang mengalir kepadanya. Sementara itu gunung cepat
kehilangan airnya karena ia menempatkan dirinya selalu lebih tinggi. Begitulah batin
seseorang menjadi seluas samudera oleh sifat kerendahan hati yang ikhlas menerima.
Pikiran seseorang yang dibimbing oleh kerendahan hati suatu ketika akan menjadi
narasumber pengetahuan yang luas bagi sesamanya. Ia menjadi samudera karena ikhlas
menerima segala pengetahuan orang lain yang ingin melengkapinya. Sebaliknya, seperti
danau di gunung yang selalu berada di ketinggian, orang yang tinggi hati cenderung
memiliki pengetahuan terbatas karena selalu merasa dirinya telah berada di puncak
pengetahuan dan pemahaman.
Dan sekali lagi seperti samudera, betapa pun banyak airnya menguap bagi langit, sebanyakitulah yang akan kembali lagi menjadi bagian dari dirinya. Juga orang-orang dengan
65
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 66/117
pengetahuan yang luas, seberapa pun pengetahuan itu disebarkannya bagi langit
pengetahuan dan pemahaman orang lain, semua akhirnya akan kembali menjadi miliknya.
Di dalam tubuh, hembusan angin dan aliran air ke tempat bertekanan lebih rendah juga
terjadi dengan cara serupa, sebagai syarat vital bagi berlangsungnya kehidupan kita.
Begitulah adanya sifat gerak alami dalam diri kita. Dari kealamian seperti ini, betapa indah
dan damai bila kita bisa menjadi manusia apa adanya, dimana kesejukan mengalir ke dalam
diri melalui pintu kerendahan hati.
Sesungguhnya siapa pun diri kita, jauh di dalam batin tersimpan samudra pengetahuan,
pemahaman dan kesadaran semesta tanpa batas. Kita hanya perlu mengamati dan
menyadarinya untuk kemudian berbagi kepada dunia. Alam semesta sedang menunggu kita
membuka pintu kerendahan hati bagi mengalirnya air kesejukan dari samudera kesadaran
cinta kasih yang kita miliki di dalam.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit : Langit Kosong
Langit Berisi
Jadilah seperti langit yang kaya tetapi seakan tidak memiliki apa-apa. Tampak terbatas
namun jelas tanpa terbatas. Tampak jauh meski sesungguhnya sangat dekat bersama kita.
Jadilah langit yang mengawasi tanpa mata, hanya dengan kesadaranNya.
(W. Mustika)
Beberapa anak kecil bernyanyi-nyanyi sepanjang jalan sepulang sekolah. Mereka
mengulang-ulang kalimat motivasi yang diajarkan guru mereka; “Gantungkan cita-citamu
Nak, setinggi langit.” Tanpa sengaja, saat melewati sebuah rumah dimana seorang
pengusaha sedang gelisah memikirkan belitan hutang perusahaan dan kasus hukum dan
masalah keluarga yang menimpanya, nyanyian itu memberinya inspirasi. Maka keesokan
harinya, tersiar kabar pengusaha tadi mencapai tujuannya bebas dari hutang dengan
menggantung diri di langit-langit rumah.
Dalam pemahaman yang positif, menggantung cita-cita setinggi langit dapat memberi
66
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 67/117
inspirasi dan memacu siapa saja untuk optimis menghadapi kehidupan. Kalimat ini
mengingatkan manusia akan potensi luar biasa yang telah diberikan alam sebagai bekal
kehidupan berupa kekuatan hati dan pikiran. Dengan demikian, seakan tak ada sesuatu pun
yang mustahil untuk diraih di dunia ini selama kita mampu menggunakan kekuatan kedua
potensi diri tersebut.
Dengan optimalisasi kekuatan pikiran sadar dan bawah sadar, serta keikhlasan dan
keyakinan hati, tujuan kehidupan duniawi manusia bisa dipenuhi dengan mudah. Inilah yang
kemudian banyak dibahas dalam ilmu rahasia pikiran dan hati. Rahasia yang memudahkan
manusia untuk menggapai segala kebutuhan duniawi yang diinginkannya dalam kehidupan.
Jadi, sangatlah masuk akal bila lagu anak-anak tadi adalah sebuah lagu rahasia bagi jalan
kesuksesan.
Pertanyaan mendalam yang kemudian muncul, untuk apakah sebenarnya kesuksesan
dalam kehidupan material duniawi ini? Segala materi itu pada saatnya nanti, yang tak
terduga, akan kita tinggalkan setelah kematian. Bila melihat hidup dari sisi yang ini, kenapa
juga mesti menggantungkan harapan dan cita-cita setinggi langit yang tak terbatas jika
hanya dapat digunakan dalam waktu yang sangat terbatas?
Jawaban atas pertanyaan seperti ini mungkin lebih mudah ditemukan bila mencerna kalimat
tadi dari sudut pandang yang lain; sisi perjalanan Jiwa. Kehidupan duniawi penting bagi Jiwa
dalam menjalani perannya. Mengingat Jiwa sendiri berasal dari suatu ‘tempat’ yang
menyenangkan, rupanya kehidupan duniawi ini memang bukan semata-mata untuk
menyenangkan diri sendiri. Kelahiran Jiwa di dunia selain mencapai sukses dan
kebahagiaan dalam hidup, sesungguhnya lebih pada tujuan untuk menyenangkan dunia.
Maka wajarlah jika kemudian Jiwa menggantungkan cita-cita duniawi dan rohaninya setinggi
langit. Tentang menggantung cita-cita duniawi setinggi langit sudah kita mengerti yakni
mencapai kesuksesan dunia secara maksimal dengan kekuatan hati dan pikiran. Namun
menggantungkan cita-cita rohani setinggi langit, lebih bermakna saat kita memiliki
pemahaman utuh tentang langit itu sendiri.
Langit adalah ruang kosong yang berisi segala isi alam semesta; bumi dan planet-planet
lain, matahari, bintang dan rembulan, serta isi galaksi lainnya. Namun langit tetaplah langit
yang kosong, karena ia tahu isinya bukanlah langit itu sendiri. Sehingga meski di langit ada
alam semesta tapi ia tidak mengklaim isi alam semesta itu sebagai hak miliknya. Begitulah
ia bebas tanpa keterikatan pada isinya.
Dalam pemahaman mendalam tentang cita-cita Jiwa mencapai kesadaran rohaninya,
langitlah semestinya menjadi tempat kita bergantung. Perjalanan panjang peran kehidupan
ini semestinya membawa kita mencapai kesadaran setinggi langit namun tak terbatas,
sekaya langit namun juga bebas tanpa terikat. Berisi alam semesta namun tetap terjaga
dalam rasa kekosongan yang terpuaskan. Itulah langit kesadaran, tempat kita mesti
menggantungkan cita-cita perjalanan Jiwa melalui kehidupan demi kehidupan.
Jika kita masih menjadi orang kaya yang terikat pada kekayaan, atau orang pintar yang
67
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 68/117
masih hanyut oleh kepintaran, atau orang sukses yang mabuk oleh kesuksesan, sepertinya
kita masih serupa dengan anak-anak kecil yang bernyanyi dan menggantungkan cita-citanya
hanya sebatas muka bumi. Dalam kesadaran bumi seperti inilah banyak Jiwa yang
menderita setelah kematian. Mereka enggan meninggalkan kesuksesan buminya untuk
meraih cita-cita Jiwa yang bebas dari keterikatan duniawi. Terjebak diantara dua dimensi
alam setelah kematian akibat kemelekatan duniawi, membuat Jiwa terjebak antara sorga
dan neraka.
Hanya mereka yang menggantung cita-cita duniawi setinggi langit, lalu berbagi kebahagiaan
dan kesuksesannya akan mencapai tujuan kelahiran mereka untuk berbagi sorga bersama
dunia. Bahkan ketika orang ini juga menggantung cita-cita Jiwanya setinggi langit dan
berhasil meraihnya, ia akan mencapai kesadaran serupa Jiwa semesta, sang pemilik alam
semesta yang tidak terikat oleh rasa kepemilikanNya. Pelaku spiritual yang tercerahkan,
serupa langit yang berisi namun tetap bebas seperti langit yang kosong.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit : Yang Memberi
Yang Menerima
Tak mesti menjadi danau untuk bisa berguna sebagai sorga bagi sebuah desa yang dilanda
kehausan. Cukuplah jadi sebuah pancuran kecil yang terus mengeluarkan air. Sekalipuntidak deras mengalirkan air tetap saja ia sorga di musim kemarau.
(W. Mustika)
Selama musim kemarau matahari dengan garangnya menerpa bumi dan menguapkan air
danau, sungai dan lautan sepanjang siang. Bumi tak kuasa menahan cahayanya. Hari demi
hari bumi mengirim uap airnya bagi langit. Tapi itulah kelak akan menjadi mendung yang
diterima matahari sebagai penghalang bagi cahayanya ke bumi. Sebaliknya, setelah sedikit
demi sedikit memberi air ke langit di musim kemarau, bumi menerima kembali air yang
banyak dari langit di musim hujan.
68
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 69/117
Sesederhana itulah hukum memberi dan menerima di alam semesta. Matahari, langit, bumi
dan awan mengajarkan kenyataan itu bagi kita. Kita mengenalnya sebagai hukum
aksi-reaksi, hukum karma, hukum sebab-akibat, atau istilah lainnya. Sebagai bagian dari
alam semesta, tentu kehidupan manusia sendiri tak bisa lepas dari aturan yang berlaku bagi
alam semesta ini. Percaya atau tidak percaya, kita terjebak di dalam hukum karma ini dan
mesti mengikuti aturannya.
Perhatikan gurun pasir yang sangat jarang bahkan sedikit memberi uap air bagi langit. Ia
pun menerima hujan yang juga sedikit. Sebaliknya, danau di gunung dan lautan di pesisir
memberi banyak air kepada langit dan akhirnya menerima banyak hujan baginya. Sebanyak
kita memberi, sebanyak itulah kita akan menerima. Sesering kita memberi, sesering itu pula
kita akan menerima. Hukum karma adalah hukum keseimbangan. Sayangnya, kebanyakan
kita ingin menerima banyak dengan memberi sangat jarang atau bahkan dengan keikhlasan
hati yang sedikit.
Bahwa apa yang diberi itulah akan diterima dalam kehidupan ini, tentu bukan dilihat dalam
konteks kuantitas matematis melainkan dalam kuantitas dan kualitas rasa. Jadi, ketika
seorang miskin memberi seribu rupiah kepada seorang kaya yang kebetulan sangat
membutuhkannya pada suatu saat, bisa jadi ia akan menerima balasan dengan jumlah yang
lebih besar namun setara seribu rupiah bagi orang kaya tadi. Hukum karma di kehidupan
kita rupanya bergerak dalam tataran rasa hati, dimana reaksi atau pahala yang diterima
tergantung perasaan yang timbul oleh suatu aksi.
Sesungguhnya banyak diantara kita yang ingin atau suka memberi sesuatu kepada orang
lain. Anda pun pasti demikian. Namun keinginan baik seperti ini kerap terhalang oleh pikiran
bahwa kita belum cukup layak untuk memberi. Belum ada keberanian menyumbang karena
belum merasa kaya. Belum berani menolong karena belum cukup modal untuk menolong.
Kita menjadi seperti danau yang merasa malu mengaliri sungai sebelum permukaan air
danau meluap melampaui puncak gunung.
Seorang guru bijak pernah berpesan indah; “Jika kita tak bisa menjadi jalan raya, cukuplah
menjadi gang-gang kecil yang bisa dilalui orang untuk pulang ke rumahnya.” Mirip seperti
pesan bahwa kita tak mesti menjadi danau hanya untuk bisa memberi minum bagi sebuah
desa yang kehausan. Menjadi pancuran kecil saja bahkan sudah cukup bermanfaat di saat
yang tepat. Sesungguhnya setiap saat kita adalah seseorang yang sudah cukup untuk bisa
membagi kebaikan bagi orang lain. Bila belum mampu memberi satu kebaikan, bahkan
dengan tidak melakukan suatu keburukan sesungguhnya kita sudah sangat membantu
dunia.
Melakukan satu kebaikan kecil setara manfaatnya dengan tidak melakukan keburukan besar
bagi dunia. Melakukan keburukan kecil setara dengan tidak melakukan kebaikan besar.
Dengan pengertian semacam ini, lebih baik belajar melakukan kebaikan-kebaikan kecil atau
sekalian tidak melakukan keburukan-keburukan kecil apalagi besar. Saat konsep ini menjadi
pijakan dalam peran kehidupan, kita bahkan sudah berbuat sangat besar bagi dunia hanya
dengan tidak membuang segenggam sampah secara sembarangan.
69
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 70/117
Kebaikan itu mudah, kata seorang guru bijak. “Jika kau tidak mampu menghargai orang,
setidaknya jangan ikut mencemooh. Jika kau tidak sanggup menjaga sesuatu, setidaknya
jangan ikut merusaknya. Bila kau belum sanggup untuk membantu, setidaknya jangan kau
ikut memperburuk keadaan.” Kebaikan besar ternyata mudah dilakukan hanya dengan cara
menjauhi keburukan-keburukan kecil seperti ini.
Ada orang yang memberi sebagian minyak bagi orang yang motornya kehabisan bensin. Itu
bukanlah hal besar, tapi sudah cukup membantu. Membukakan pintu bagi orang tua,
memberikan tempat duduk dalam bus bagi wanita hamil dan orang tua, atau sekedar
memberi senyum hangat bagi seseorang. Ini kebaikan-kebaikan kecil yang mampu
dilakukan tanpa perlu modal atau kekayaan berlimpah. Hanya dibutuhkan keikhlasan untuk
mau melakukannya.
Andaikan kita adalah Jiwa sorgawi yang lahir ke dunia, kenapa tidak membagi sorga itu bagi
dunia lewat kebaikan-kebaikan kecil? Bahkan jika kehidupan ini untuk menerima kebaikan,
setidaknya kita bisa seperti matahari dan bumi yang memberi agar bisa menerima hal yang
sama di kemudian hari. Kitalah yang memberi untuk menerima.
Bahasa Bumi | Bag. 1 Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit : Awan di
Puncak Langit
Semakin tinggi awan berada di langit, semakin tenang dan stabil mereka dalam keindahan
hingga akhirnya sirna dalam kehampaan dan keheningan angkasa. Pejalan spiritual serupa
dengan awan di puncak langit.
(W. Mustika)
Dalam cahaya dan panas matahari semua air samudera terbang menguap, seperti berusaha
menuju kepada sang matahari. Begitu pun segala pepohonan, batangnya tumbuh ke atas
seperti ingin memeluk matahari yang memberinya kehidupan. Saat matahari hadir memulai
pagi, ia datang seakan membawa kegembiraan yang mengaktifkan kembali pelangi
kehidupan. Sebaliknya, saat ia pergi ke balik cakrawala untuk menutup hari, hampir semua
kehidupan seakan mengikuti jejaknya menutup agenda hari. Sebuah kebersamaan yang
70
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 71/117
indah antara matahari dan kehidupan mahluk-mahluk bumi.
Seindah semua itu, rupanya dalam perjalanan Jiwa pun terjadi hal yang sama; semua
sedang berjalan menuju arah pulang ke tempat cahayaNya di puncak kekosongan. Mereka
berjalan di atas jejak-jejak peran kehidupan lewat tuntunan agama, kepercayaan, adat atau
media spiritualitas lainnya. Ada yang telah sampai, ada yang di pertengahan jalan. Ada juga
yang istirahat kelelahan oleh beratnya perjalanan pemahaman dan pemurnian Jiwa. Ada
pula yang bahkan belum berangkat kemana-mana dan benar-benar tenggelam menikmati
keindahan sementara di bumi.
Jika kita adalah salah satu yang mulai berjalan pulang menuju cahayaNya, sejauh mana
sesungguhnya kita telah sampai saat ini? Kita masih memerlukan ciri-ciri untuk menilai
posisi keberadaan kita sejauh ini. Kadang ciri yang ada membuat kita terjebak pada
kekeliruan dan menduga diri telah sampai di puncak cahayaNya. Untuk itu mungkin layak
bila kita belajar pada pesan-pesan perjalanan awan.
Semua mengerti bahwa awan adalah perjalanan air yang menguap ke langit oleh cahaya
dan panas mentari. Ia menguap karena angin menerbangkannya ke atas, ke tempat yang
lebih kosong. Lalu pada ketinggian tertentu menjadi awan putih yang terombang-ambing
oleh pergerakan udara yang mengalir dari tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan
rendah. Sebagian besar yang ingin kembali turun untuk menyatu dengan kehidupan bumi
akan menjadikan dirinya mendung berwarna gelap. Ketika bertemu satu sama lain, mereka
menciptakan kilatan petir dan suara guntur yang mengerikan bagai api dan pekikan neraka.
Dari mereka pula tercipta badai yang kerap menyisakan kehancuran bagi bumi.
Sebaliknya, sebagian yang berhasil naik hingga jauh ke atas akan mulai bergerak
pelan-pelan. Bahkan saat mulai mendekati puncak ketinggian, awan itu tampak seperti
lukisan langit yang terdiam tanpa gerakan. Sebagian kecil yang berhasil naik lebih jauh
mendekati kehampaan dan kesunyian langit, wujudnya mulai menghilang lalu mengisi
kekosongan langit, bersatu dengan keheningan angkasa.
Ibarat perjalanan awan inilah perjalanan Jiwa. Di awal kehidupan, semua ingin terbang ke
tempat yang lebih tinggi. Entah dalam bentuk kesuksesan duniawi ataupun pencapaian
rohani. Pada ketinggian tertentu banyak yang malah terombang-ambing dan berpindah
kesana kemari oleh hembusan angin pemahaman yang bergerak liar. Mereka terjebak dan
ikut mengalir dalam perdebatan dualitas tinggi rendah, benar salah dan sebagainya.
Sebagian yang malah menjadi kian berat dibebani oleh keterikatan pada duniawi, ingin
kembali menikmati perjalanan bumi dan mengubah pemahaman mereka menyerupai
mendung yang gelap.
Mereka inilah yang kemudian gemar berdebat dan bahkan menciptakan api kemarahan
dengan benturan muatan positif-negatif dalam mendung pemikirannya. Suara mereka bagai
gemuruh yang mewakili kegusaran, seolah berharap semua bumi mengakui keberadaan
mereka di langit kekuasaan. Mereka bahkan membuktikan hal itu dengan membakar isi
bumi atau melesakkan diri demi menciptakan banjir air mata yang menghanyutkan.
71
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 72/117
Berbeda dari mereka yang tetap membiarkan diri mereka menjadi awan putih yang ikhlas
meninggalkan keterikatan dengan bumi. Di sebuah tempat mendekati langit, mereka
menjadi Jiwa-Jiwa dalam pribadi yang stabil serupa awan Sirrus yang lebih banyak diam
dan merenung. Bahkan ketika mereka masih membiarkan kekosongan dan kesunyian
menariknya kian jauh ke puncak langit, mereka seakan menghilang dari pandangan bumi.
Mereka lenyap menjadi ada yang tiada, menyatu dengan kekosongan. Begitulah Jiwa-Jiwa
yang telah berhasil mencapai puncak perjalanannya menyatu dengan kesadaran semesta.
Mereka serupa awan di puncak langit yang ada dan tiada.
Belajar pada awan, inilah saatnya menyadari sejauh mana kita kini berada. Apakah baru
mulai menguap menuju setiap langit agar tampak sebagai kesuksesan dari bumi, ataukah
masih terombang-ambing dalam gerakan dualitas tinggi-rendahnya pemahaman. Mungkin
juga tanpa sadar kita bahkan telah memilih menjadi bagian dari kegelapan mendung yang
hadir di bumi untuk menciptakan badai bagi kehidupan. Dengan labilnya pemahaman akan
kesadaran Jiwa, kita justru ikut menciptakan perdebatan, menyulut api kemarahan dan
menggelegarkan gemuruh suara-suara gusar yang menggiring dunia pada air mata dan
kehancuran.
Dalam perjalanan jiwa serupa itu, semoga saja kita bisa tetap sebagai awan putih yang terus
bergerak kian mendekat ke puncak cahaya dan kekosonganNya untuk kemudian sirna
menjadi unsur ada dan tiada. Menyatu denganNya untuk mengisi kekosongan dan
keheningan di puncak langit kesadaran. Atau jika akhirnya kita harus menjadi mendung
gelap yang ingin turun kembali ke bumi, setidaknya kita hanya menciptakan kesejukan
gerimis dan menghadirkan tutur tentang indahnya pelangi kehidupan bagi penghuni bumi.
Kita hanya perlu melakukan perjalanan Jiwa bagai perjalanan awan. Memulainya sebagai
pribadi yang sejuk dan mudah mengalir dalam kehidupan bagaikan air. Lalu mengijinkan
cahaya terang kesadaran langit meringankan kita dari beban keterikatan dengan bumi.
Terbang bebas, ringan bagai udara tanpa kemelekatan. Mewarnai diri kita dengan
kelembutan dan kesucian hati bagai awan putih. Dan tentu saja, terus mengarahkan diri ke
puncak cahaya dan keheningan, hingga seakan lenyap untuk menyatu kembali dengan
kesemestaan langit. Dan begitulah Jiwa kita di puncak pencapaian perjalanannya, mirip
sekumpulan awan yang lenyap di puncak langit. Tetap ada namun menjadi sunyata.
BAGIAN SATU
~:: Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit ::~
-selesai-
72
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 73/117
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia : Sekeranjang Apel
Selalu ada yang terbaik untuk dipilih dalam sekeranjang apel. Jika kita boleh memilih,
kenapa tidak memilih yang terbaik dalam segala hal di kehidupan?(W. Mustika)
Seorang ibu sedang memilih apel dalam keranjang bambu di sebuah pasar. Ia menyisihkan
apel-apel yang busuk untuk mendapatkan beberapa yang segar. Diantara yang segar dia
memilih lagi yang matang. Diantara yang matang dia mengembalikan yang kecil ke dalam
keranjang untuk mengumpulkan yang besar-besar. Terakhir dia pun tawar menawar untuk
mendapatkan apel yang termurah diantara apel-apel besar tadi. Seorang ibu selalu memilih
yang terbaik dari apel yang ada, karena itu akan menjadi miliknya untuk dimakan dan
menjadi unsur pembentuk tubuhnya.
73
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 74/117
Mayoritas orang tampaknya mirip seperti ibu tadi dalam memilih apa yang akan menjadi
barang miliknya. Apalagi untuk sesuatu yang hendak menjadi bagian dari tubuh kita yang
masuk melalui makanan. Tidak banyak orang yang mau menderita sakit karena kuman atau
sesuatu yang ada dalam makanan yang busuk atau tidak sehat. Inilah sifat alami yang wajar
pada siapa saja; memilih yang terbaik.
Sayangnya, tidak seperti saat memilih yang terbaik sebagai makanan atau minuman bagi
tubuh, kebanyakan kita tidak demikian tatkala memilih hal-hal dalam kehidupan sehari-hari
untuk disimpan sebagai ‘makanan’ bagi pikiran. Bila saja cermat mengamati diri, betapa
dalam keseharian ternyata kita lebih banyak menyerap hal-hal negatif untuk menjadi
bahan-bahan yang akan membangun pikiran kita. Kemarahan, kebencian, isu dan fitnah,
dendam, iri hati dan sejenisnya. Tanpa sadar kita sedang menyerap virus akal budi ke
dalam pikiran yang nantinya akan membangun seluruh sel-sel tubuh kita.
Dan sudah menjadi sebuah rumusan bahwa setiap bahan yang terkumpul akan membentuk
apa yang pantas terbentuk. Dengan kumpulan bahan-bahan negatif seperti tadi, nyatalah
bahwa harapan agar bisa memiliki kedamaian, kebahagiaan, ketenangan, kesuksesan dan
sejenisnya dalam kehidupan akan lebih sulit tercapai. Seperti berharap dapat makan nasi
goreng tetapi yang dikumpulkan adalah buah-buahan, es, susu, kolang-kaling dan
sejenisnya. Mustahil.
Kelemahan terbesar dalam kehidupan ini yang paling sering membawa kita pada kegagalan
adalah sifat tidak konsisten. Seperti tadi, untuk memilih makanan tubuh kita mencari yang
terbaik, namun untuk ‘makanan’ bagi pikiran kita justru lebih gemar memilih yang terburuk.
Rupanya ini menjadi alasan ada banyak orang kaya yang tubuhnya sehat karena bisa
memilih makanan sehat, tetapi batinnya sakit karena gagal memilih hal-hal yang baik bagi
pikirannya. Begitu sebaliknya, ada orang-orang miskin bersahaja yang sehat lahir dan batin,
karena bisa memilih segala yang terbaik bagi tubuh dan pikirannya, sekalipun itu sederhana.
Kehidupan duniawi ini seperti pasar. Ramai dan padat oleh berbagai pilihan hidup, dipenuhi
berbagai aktivitas yang penting bagi kelangsungan hidup, sekaligus juga banyak hal-hal
negatif di dalamnya. Kadang ada pemalak dan pencopet, ada sampah, kecoa dan tikus, ada
aroma amis dan busuk, ada senyum sinis, ada kemarahan dan sebagainya. Begitu riuh oleh
warna-warni kehidupan yang harus dipilih dengan sangat hati-hati. Siapa saja yang pernah
bersentuhan dengan kehidupan pasar, mengerti bahwa dibutuhkan cukup latihan untuk bisa
memilih dan menawar hal terbaik untuk dibawa pulang bagi keluarga.
Berbagai peristiwa dalam kehidupan ini mirip juga sekeranjang apel. Mereka menjadi
bahan-bahan yang akan menentukan seperti apa kehidupan yang kita miliki. Pun demikian
diri setiap orang yang kita temui sehari-hari di kehidupan sosial. Dalam diri mereka terdapat
sekeranjang sifat yang tercampur antara sifat kebaikan dan keburukan. Tanpa bermaksud
mencemooh sifat-sifat negatif yang pada dasarnya dimiliki setiap orang, kita hanya perlu
memilih sifat terbaik pada orang itu yang layak diteladani.
Memilih dan meneladani sifat-sifat baik yang ada pada diri seseorang untuk dijadikan bagiandari sifat-sifat baik kita, tak bisa dipungkiri akan memberi banyak kebaikan bagi kita. Namun
74
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 75/117
sebagaimana halnya memilih apel terbaik diantara sekeranjang apel, tentu memilih kebaikan
seseorang juga memerlukan latihan. Faktanya, kebanyakan kita lebih mudah melihat dan
menilai keburukan orang lain, lalu mencemooh bahkan menghujat mereka atas keburukan
itu. Seakan lupa bahwa kita pun tak luput dari keburukan serupa.
Mengenali keburukan atau kesalahan orang memang bukan hal yang mutlak keliru. Namun
mencemooh dan menghujat sisi negatif itu bukan pula tindakan produktif. Bahkan kedua
sikap seperti ini justru membuat kita tergiring melakukan suatu keburukan yang lain. Kita
memang perlu mengetahui untuk dapat menghindarinya agar tidak menjadi perilaku yang
sama dalam keseharian kita. Bagi yang bijak, kesalahan, keburukan atau kekeliruan
seseorang dapat dijadikan guru yang akan memberi contoh tentang hal-hal yang layak
dihindari. Inilah cara belajar menjadi baik tanpa perlu mencemooh atau menghujat
keburukan. Mengenali apel busuk untuk tidak memilihnya.
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia : Kesegaran Pagi
Matahari selalu hadir mencerahkan dan menyegarkan pagi, karena ia selalu ikhlas melepas
kegelapan malam yang sejak petang kemarin membelenggunya. Inilah rahasia kesegaranJiwa.
(W. Mustika)
Banyak ibu-ibu lebih suka berbelanja kebutuhan dapur di pasar tradisional saat pagi hari.
Kalau pun akhirnya mereka harus berbelanja pada sore atau malam hari, mereka akan
memilih pergi ke supermarket yang bisa menyediakan sayur-mayur, buah-buahan dan ikan
dalam mesin pendingin yang besar. Semua usaha ini dilakukan hanya untuk bisa
mendapatkan segala sesuatu yang segar untuk dipakai bahan makanan sehari-hari.
Rupanya secara alami kita semua memang membutuhkan suatu kesegaran di setiap hari
baru, termasuk juga untuk tubuh, pikiran dan Jiwa.
75
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 76/117
Manusia butuh makan dan tidur demi memperbaharui sel-sel dan jaringan tubuh hingga
menjadi sel-sel baru yang lebih segar keesokan harinya. Bahkan ampas makanan yang
tersimpan dalam usus sebagai kotoran juga dikeluarkan dengan rasa senang hati setiap
paginya. Sedikit atau hampir semua orang tidak menyesal ketika akhirnya ‘kehilangan’
kotoran tubuh itu. Ada rasa kehilangan yang melegakan. Sebab semua mengerti dan
bahkan pernah merasakan efek yang dirasakan tubuh, terutama sakit perut, manakala
ampas makanan kemarin itu masih tersimpan di usus.
Namun tidak demikian halnya dengan kotoran dalam pikiran. Perhatikan betapa sedikit
orang yang merasa lega saat kehilangan ‘kotoran’ pikirannya. Mereka bahkan merasa puas
bila masih menyimpan ‘kekotoran’ itu. Kadang gemar membaginya dengan orang lain.
Bukan untuk membantunya menghilangkan sisa emosi itu, tapi justru untuk memohon
dukungan pembenar yang membuat masalah kian runyam.
Dan sebagaimana kotoran usus akan menjadi sumber penyakit bagi tubuh, begitulah
‘kotoran’ emosional dapat menjadi penyakit bagi pikiran yang ujungnya memberi pula gejala
penyakit pada tubuh. Mungkin juga sebenarnya kita sendiri tidak nyaman menyimpan
‘kotoran’ emosi dalam pikiran, namun tidak tahu bagaimana cara membuangnya. Ini karena
sejak kecil kebanyakan kita dipaksa menyimpan emosi karena takut penyalurannya
menimbulkan masalah. Akibatnya kita justru menjadi orang-orang yang mengalami
konstipasi atau ‘sembelit’ pikiran.
Kemarahan dibiarkan terpendam menjadi dendam, ketakutan dibiarkan mengendap menjadi
kecemasan. Rasa malu dikubur menjadi perasaan rendah diri, rasa kecewa ditimbun
menjadi putus asa. Sejak kecil kebanyakan kita tidak dilatih mengubah hal negatif menjadi
hal positif. Maka ketika beranjak dewasa kita kesulitan mengatasi emosi negatif dengan cara
yang benar. Kemarahan tersalur menjadi tindakan perusakan, ketakutan dan kecemasan
menjadi isolasi diri, rendah diri menjadi kebencian pada lingkungan.
Andai saja saat masih kecil ada yang mengajari kita mengubah amarah menjadi nasehat,
ketakutan menjadi kedisiplinan, kebencian menjadi ketegaran, dan sebagainya, bukan tidak
mungkin segala pikiran dan emosi negatif akan mudah berlalu dari ingatan bawah sadar.
Dengan begitu, setiap kali bangun dari tidur, bukan hanya tubuh yang segar, pikiran dan
Jiwa juga menjadi lebih segar dibanding hari kemarin. Bukan seperti apa yang kerap terjadi
saat ini, emosi negatif yang kemarin, bahkan yang sudah lama, tidak pernah berlalu dari
pikiran dan hati. Mereka justru tersimpan di bawah sadar sebagai benih penyakit bagi
mental.
Pikiran selalu membutuhkan makanan sebagaimana halnya tubuh agar kita bisa hidup
dengan normal. Namun alam mengingatkan bahwa makanan tubuh itu sebagian akan
tersisa sebagai ampas yang tidak lagi berguna. Dalam pengertian seimbang, sesungguhnya
kita belumlah normal jika hanya bisa mengeluarkan kotoran tubuh secara rutin dan normal
setiap hari. Sebab manusia bukan hanya terdiri dari tubuh, melainkan juga meliputi pikiran
dan Jiwa. Hanya ketika kita juga berhasil melepaskan ‘kotoran’ emosional dari pikiran setiap
hari, barulah kita layak merasa normal, berbahagia dan lega bahwa udara dan cahaya hari
76
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 77/117
pagi telah datang menyegarkan seluruh kehidupan kita.
Kehidupan memang memberi kita masalah setiap harinya. Masalah-masalah yang dapat
menyisakan berbagai emosi dalam pikiran. Memilih untuk menyimpan sisa-sisa emosi yang
semestinya telah berlalu kemarin, hanya akan menambah tebal tumpukan emosi yang ada.
Sebab, setiap hari sepanjang hidup ini kita akan berjumpa lagi dengan pengalaman atau
peristiwa baru yang menimbulkan masalah dan emosi negatif yang juga baru.
Ketika berharap menjadi Jiwa yang selalu segar, tak ada salahnya meniru sifat alami tubuh;
membuang kotoran dari organ cernanya setiap hari. Dan dengan pikiran sebagai organ
cerna bagi Jiwa, biarlah ia selalu bersih dan bebas dari sisa ‘kotoran’ emosional yang
terbentuk dari permasalahan hari kemarin. Siapa saja pribadinya segar serupa ‘pasar pagi’,
dengan tubuh dan pikiran selalu dalam keadaan segar, bebas dari ampas makanan dan
emosional, bisa dipastikan akan banyak orang yang datang kepadanya demi mencari
‘makanan’ segar bagi Jiwa di perjalanan kehidupan ini.
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia :
Meraih KemenanganJika persaingan tidak mampu membuat setiap orang menjadi nomor satu sesuai
harapannya, ada cara mudah untuk itu. Hentikan persaingan, maka semua akan merasa
dirinya sudah menjadi normor satu.
(W. Mustika)
Dalam setiap kompetisi yang sering dilakukan di kehidupan manusia, hampir semua pihak
menginginkan kemenangan. Juga demikian dalam segala alasan maupun bentuk
pertempuran, kemenangan menjadi tujuan meskipun harus mengorbankan nyawa. Ada yang
bertempur demi negara, demi keluarga dan harta benda, demi ideologi, demi
mempertahankan hidup atau bahkan demi ‘membela’ agama.
77
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 78/117
Segala pertempuran melawan sesuatu yang ada diluar diri membutuhkan pengorbanan dan
rasa sakit. Namun pada akhirnya, kemenangan ataupun kekalahan yang dialami selalu saja
menyisakan kerugian bagi kedua pihak yang bertikai. Pertengkaran dan perkelahian juga
berefek serupa. Menimbulkan rasa sakit, penderitaan fisik dan hati, bahkan kematian. Ketika
berhasil menang dan musuh pun terbunuh, kemenangan itu justru tidak lagi berharga.
Musuh yang berhasil kita tundukkan dan semestinya menjadi kian hormat serta menghargai
kemenangan kita nyatanya sudah tiada lagi. Kemenangan yang sesungguhnya kadang
terasa sia-sia.
Beda efeknya dengan kemenangan atas pertempuran ke dalam diri melawan
keinginan-keinginan negatif yang akan menghancurkan kita. Mereka yang pernah
mengalami kemenangan semacam ini mengerti indahnya kemenangan sejati. Tak ada yang
hancur atau tersakiti. Yang merasa menang akan bahagia karena berpikir dirinya sudah
menang. Sedangkan yang mengalah juga merasa bahagia karena merasa telah berhasil
mengalahkan musuh terberat yang ada dalam dirinya; dorongan ego negatif. Pertempuran
seperti ini indah dan membahagiakan dalam kalah maupun menang.
Dalam pertempuran internal ini, saat masing-masing pihak merasa dirinya telah menang, itu
menjadi kemenangan tanpa dendam yang benar-benar bisa mendamaikan. Hanya saja,
pertempuran melawan dorongan pikiran yang selalu ingin memilih ego negatif ini
membutuhkan banyak latihan serta perjuangan hati yang berat. Tetapi, bukankah setiap
pertempuran memang demikian berat dan penuh risiko?
Jika seseorang berani bertempur mengorbankan diri sampai mati hanya demi meraih
kemenangan melawan ide-ide luar yang tidak dia setujui, kenapa tidak memberanikan diri
bertempur melawan ide-ide di dalam pikiran yang akan menghancurkan arah kehidupan jika
diikuti? Bukankah tidak diperlukan pengorbanan nyawa untuk menang dalam pertempuran
di dalam diri? Senjata kita hanya keikhlasan dan kesabaran serta keberanian untuk
menerima andaikan orang lain menilai kita sebagai seorang pengecut. Bagi yang paham,
penilaian ini sebenarnya tidaklah beralasan. Sebab, keberanian melawan satu ‘musuh’
utama di dalam diri sungguh sama hebatnya dengan keberanian saat menghadapi seribu
pertempuran untuk menundukkan ribuan musuh.
Bagi mereka yang menyadari, semakin besar dan sengit pertempuran di luar diri,
sebenarnya sebuah pertanda bahwa pelaku pertempuran luar itu semakin kalah dalam
pertempuran menentukan pilihan ego di dalam diri. Saat mana pilihan ego negatif sudah
mengusai arena pertempuran di dalam, siapa pun tak akan kuasa lagi menghentikan
pertempuran gabungan ego negatif di luar. Benih kesadaran cinta kasih segelintir orang
akan terkalahkan oleh persatuan ego negatif yang telah menemukan ide pembenaran dalam
kelompoknya. Inilah sumber meluasnya suatu pertikaian.
Dalam pemahaman sederhana, sesungguhnya segala bentuk perdebatan, perkelahian,
bahkan pertempuran yang terjadi dalam kehidupan manusia dimulai dari kebutuhan akan
pengakuan. Itu saja. Semua orang ingin diakui oleh orang lain. Diakui ide-idenya, diakuikeberadaannya, diakui segala yang menjadi bagian berharga dari tubuh dan konsep
78
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 79/117
pikirannya. Kebutuhan alami yang sama-sama ingin diakui dan dihargai ini sesungguhnya
dapat membuat manusia menyadari bahwa mereka semua adalah mahluk yang diakui dan
berharga bagi alam semesta.
Menariknya, pada semua pribadi manusia yang membutuhkan pengakuan ini, hanya sedikit
yang menyadari bahwa hanya dibutuhkan satu jalan keluar yang mudah. Sangat mudah.
Kenapa kita tidak memberikan saja bentuk pengakuan dan penghargaan itu satu sama lain?
Saat masing-masing dari kita sibuk mencari pengakuan, tentu saja pengakuan tidak akan
diperoleh karena semua orang masih sibuk mencarinya. Bayangkan bila sebaliknya, ketika
semua orang sudah sibuk memberi pengakuan dan penghargaan bagi orang lainnya,
bukankah kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan itu akan terpenuhi sampai
berlimpah?
Dari seluruh pemahaman alam ini, kemenangan rupanya mudah diraih tanpa perlu
pertempuran dan pengorbanan besar hanya demi mendapat pengakuan dan penghargaan.
Kita hanya perlu ikhlas untuk saling mengakui dan menghargai kelebihan sesama kita.
Sederhana. Tapi bila cara ini ternyata sulit untuk dilaksanakan dalam keseharian, itu hanya
karena kita belum bisa mencobanya dengan ikhlas. Hanya dengan mulai mencoba
menghargai orang, maka kemenangan sejati itu akan datang dengan sendirinya.
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia : Memandang Jiwa
Tak ada kebohongan bersembunyi pada mata, karena ia adalah jendela Jiwa. Maka ia yangmelihat Jiwa Semesta dari tubuh manusia, akan mudah melihat kejujuran alam dibalik
semua peristiwa kehidupan.
(W. Mustika)
Menarik saat mengetahui bahwa tatkala sejumlah orang bijak bertutur tentang mata adalah
jendela Jiwa, ternyata dari dunia medis hal ini juga memiliki makna yang sama. Perhatikan
saat seorang dokter menetapkan seseorang telah mengalami kematian, ia akan memeriksa
pupil atau orang-orangan mata dengan sorotan lampu. Pada orang yang masih hidup,
cahaya yang masuk ke mata akan membuat pupil mengecil. Namun pada orang yang telah
meninggal, ‘jendela’ Jiwa (pupil) itu tetap melebar saat disinari. Seperti jendela yang sedang
79
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 80/117
membuka diri untuk celah mengintip kepergian Jiwa dari ruangannya dalam tubuh fisik.
Para polisi juga melakukan hal serupa. Berbasis pengetahuan agama bahwa Jiwa tak
pernah berbohong, maka saat menginterograsi penjahat mereka kerap memperhatikan
gerakan pupil mata untuk melihat tanda-tanda pengakuan jujur dari Jiwa atas kebohongan
yang dilakukan pikiran sadar. Kedua teknis ilmiah ini seperti menegaskan bahwa dengan
keahlian tertentu, kita bisa mengamati perilaku Jiwa manusia melalui pupil atau
orang-orangan mata.
Jika melalui pupil atau orang-orangan mata kita bisa ‘melihat’ Jiwa dalam tubuh manusia
atau semesta kecil, rasanya dengan cara yang sama kita bisa melihat Jiwa Semesta
(Tuhan) melalui orang-orang ( people) yang ada di bumi. Dan bukankah segala agama
sendiri telah mengajarkan bahwa Tuhan ada dalam diri manusia sebagai Jiwa? Pupil dan
people adalah jendela darimana mata hati kita bisa melihat keberadaan Tuhan di bumi ini.
Tapi tidak banyak dari kita yang berlatih tekun melihat Jiwa melalui pupil mata. Diantara
mereka yang sudah bisa ‘melihat’ tanda-tanda kehadiran Jiwa dalam tubuh manusia lewat
pupil atau orang-orangan mata ini, tidak banyak yang bisa ‘melihat’ Tuhan pada orang-orang
di bumi. Maka sangat sedikitlah dari kita yang bisa memperlakukan manusia sebagaimana
memperlakukan Tuhan, padahal Dia ada di dalam manusia atau mahluk lain sebagai Jiwa.
Bahkan banyak telah kita saksikan betapa kaum manusia, entah ia beragama atau tidak,
tega memperlakukan manusia lain seperti sedang memperlakukan hewan. Atau
memperlakukan hewan seperti sedang memperlakukan batu, kayu atau benda mati lainnya.
Ada mata hati yang belum terbuka untuk bisa ‘melihat’ jelas lewat sikap dan perilaku, bahwa
ada Tuhan yang kita puja dalam setiap manusia atau mahluk yang kita benci.
Alasan ketidakmampuan kita untuk ‘melihat’ Tuhan melalui orang-orang di sekitar kita,
mungkin sama seperti ketidakmampuan kita untuk ‘melihat’ Jiwa melalui pupil mata, saat
kita tidak menggunakan cahaya untuk disorotkan ke pupil itu. Jadi, tatkala kita belum
memiliki cahaya kesadaran hati untuk dipakai menatap orang-orang (people) di sekitar kita,
kita tak akan mampu ‘melihat’ Jiwa Semesta atau Tuhan di dalamnya.
Kita membutuhkan cahaya untuk ‘melihat’ Tuhan di sekitar kehidupan kita. Cahaya itu
adalah nurani. Suatu cahaya dalam diri yang tidak perlu dinyalakan lagi karena ia adalah
benih nyala abadi. Kita hanya perlu membersihkan kabut pikiran yang selama ini telah
menabiri cahayanya. Kesejukan dan kedamaian hatilah air pembersih baginya.
Perhatikan Gandhi, Buddha, para Nabi, Nelson Mandella, Bunda Theressa dan barisan para
guru suci lainnya telah hidup dengan memancarkan cahaya nurani di dunia ini. Mereka telah
melihat Tuhan dimana-mana, lalu memperlakukan dan melayani semua manusia
sebagaimana mereka memperlakukan dan melayani Tuhan.
Sedangkan kita, sebagian besar hanya menyangka Tuhan ada di langit lalu memuja ke arah
langit yang kosong dan tanpa batas. Lalu kita mempersembahkan serta melayani langitdengan penuh sujud dan hormat, sembari melupakan bahwa Tuhan sendiri menyatakan
80
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 81/117
diriNya ada dimana-mana. Kita lupa melayani Tuhan yang ada di bumi, dalam tubuh setiap
manusia, dalam diri setiap mahluk.
Kita memuja Tuhan sambil menyakiti sebagian mahluk yang tak lain adalah ciptaanNya
juga. Ada yang bahkan juga membenci mahluk-mahluk gaib, seakan semua mahluk gaib
adalah jahat dan bukan diciptakan oleh Tuhan Sang Maha Pencipta untuk dirawat oleh alam
semesta. Ketidaktahuan memang tak selamanya bermanfaat baik.
Ketidaktahuan akan keberadaan Tuhan dimana-mana dalam setiap mahluk pada
kenyataannya telah banyak menimbulkan kehancuran. Manusia saling menghujat, saling
menyakiti, saling membunuh sesama mahluk. Isi pikiran kita yang berbeda telah membawa
Jiwa manusia yang sama ini masuk ke dalam arena perkelahian dunia. Seperti melihat Jiwa
melalui pupil mata, mungkin sudah saatnya kini kita belajar melihat Tuhan dari people atau
orang-orang bumi. Mungkin pula ini satu-satunya cara kita bisa membangun sorga di bumi
sebelum menikmatinya pula di akhirat. Dan untuk diingat, ada Jiwa sorgawi dibalik mata
anda.
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia : Raksasa Kecil danSemut Raksasa
Segudang emas bisa aman dari bahaya hanya dengan satu pintu kecil terkunci. Sebaliknya
ia juga bisa terbakar oleh setitik api kecil. Begitulah masalah besar bisa teratasi jika
diperkecil dan masalah kecil bisa berbahaya bila diperbesar.
(W. Mustika)
Manakah yang lebih mengerikan, raksasa sekecil semut ataukah semut sebesar raksasa?
Ketika pertanyaan ini diajukan ke sejumlah orang, serta merta mereka memilih semut
raksasa. Dengan mudah mereka membayangkan betapa seekor semut sekalipun, ketika
berukuran raksasa tetap saja akan berbahaya. Beda dengan raksasa, meski nyatanya
81
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 82/117
seram namun jika raksasa itu seukuran semut tentu tidak begitu mengerikan lagi.
Percayalah, jika kita pun disuruh memilih berjumpa dengan raksasa sekecil semut ataukah
semut sebesar raksasa, maka naluri penyelamatan diri kita akan memilih berjumpa raksasa
sekecil semut. Karena ia sama sekali tidak berbahaya dan mudah ditundukkan hanya
dengan tiupan napas. Dalam konteks seperti ini, tampaknya jenis mahluk bukan lagi
masalah bagi pikiran namun ukuranlah yang muncul sebagai pertimbangan. Bahkan jika
mungkin memilih, biarlah apa yang kecil dan awalnya tidak seram tetap berukuran kecil.
Sebab apa pun yang jinak manakala berukuran besar akan menjadi berbahaya. Sebaliknya,
seseram apa pun raksasa itu, jika berukuran kecil akan lebih mudah diatasi.
Namun dalam kenyataan hidup keseharian, kerapkali lebih mudah dijumpai orang-orang
yang membuat masalah sekecil semut menjadi sebesar raksasa. Sebaliknya, masalah
sebesar raksasa tidak berusaha untuk diredam hingga tampak seperti semut agar mudah
diatasi. Kita gemar memperbesar masalah kecil namun enggan memperkecil masalah
besar. Akibatnya tentu saja solusi masalah makin sulit ditemukan.
Tentu juga benar bahwa kita perlu selalu mewaspadai setiap masalah sekecil apa pun.
Memperkecil masalah bukan pula berarti bahwa kita mengabaikan masalah itu begitu saja.
Setidaknya kita tidak membuatnya bertambah besar dengan berbagai pertimbangan pikiran
yang malah kontraproduktif. Sayangnya, selama ini dalam kehidupan kita, masalah sepele
kerapkali bertambah rumit justru oleh masalah-masalah baru yang muncul akibat
perdebatan yang tidak perlu. Tanpa sadar kita gemar mengubah ‘semut kecil’ menjadi
‘semut raksasa’ yang kemudian berbalik membuat kita memilih lari ketakutan darinya.
Perhatikan pertikaian dua desa bertetangga hanya gara-gara ocehan pemuda mabuk. Atau
perkelahian dua kelompok orang-orang terpelajar hanya karena tatapan mata. Bahkan
sejumlah negara bertempur hanya karena ideologi dalam agama yang sesungguhnya
mengajarkan kedamaian. Rupanya semua peristiwa besar yang akhirnya menyisakan
kehancuran ini lebih banyak dimulai dari hal-hal kecil dan sepele. Pikiran yang awalnya lebih
berani menghadapi raksasa kecil ternyata lebih memilih bertemu semut raksasa. Nyatalah
saat ini secara kolektif kita makin gemar berselisih, berdebat, berkelahi bahkan bertempur
sengit semata-mata demi mempertahankan hal-hal sepele.
Padahal, mayoritas orang dalam kesehariannya begitu waspada demi mencegah hal-hal
kecil pada tubuhnya agar tidak menjadi lebih besar. Betapa sering orang rela antri berobat
demi kesembuhan sebuah luka atau ruam kecil di tubuhnya. Mereka takut penyakit itu
berlangsung kronis, bertambah besar atau menjadi parah. Ini sikap baik yang semestinya
juga dilakukan secara konsisten terhadap pikiran.
Namun sayangnya, sikap tepat seperti ini tidak muncul ketika menghadapi masalah kecil
yang bisa saja menjadi bibit kehancuran di kemudian hari. Manusia malah gemar
memendamnya semakin lama dalam ingatan hingga menjadi warisan dendam. Bukan hanya
menjadi masalah kecil yang kian rumit, juga menjadi masalah yang akhirnya
mempertentangkan orang dalam jumlah yang semakin besar. Semua pihak justru ikut
menyumbang pupuk yang semakin menyuburkan benih ketidakharmonisan.
82
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 83/117
Begitulah, dalam ketidaksadaran kita sehari-hari, kita lebih banyak mengundang hadir apa
yang tidak kita sukai. Kita juga memendam dan menyuburkan benih masalah yang
semestinya kita singkirkan dari perjalanan hidup ke depan. Kita enggan menderita namun
malah dengan rajinnya mengumpulkan bahan-bahan masalah yang justru membuat kita
menderita oleh masalah yang kian banyak itu. Ujung-ujungnya, dalam kerumitan masalah
yang diciptakannya sendiri, sejumlah orang lalu memilih melarikan diri darinya. Ada yang
berlindung pada obat penenang, ada juga yang bersembunyi di balik minuman pemabuk.
Sebagian kecil akhirnya berlari menuju gerbang kematian.
Kisah raksasa kecil dan semut raksasa seperti sedang mengajari kita cara menyikapi
masalah kehidupan. Saat memperbesar masalah kecil, kita seperti menyuapi semut hingga
menjadi raksasa yang akhirnya mengejar kita hingga lari terpontang-panting ketakutan,
kelelahan, putus asa lalu menuntaskan riwayat hidup sendiri. Hanya bagi mereka yang telah
mengerti rahasia kedamaian, akan berusaha mengubah masalah raksasa hingga ukurannya
jadi sebesar semut agar bisa teratasi dengan mudah.
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia : Rumahmu RahimmuRahim adalah rumah teraman bagi setiap bayi sebelum ia siap memasuki kehidupan
barunya. Dan rumah adalah ‘rahim’ paling aman bagi ‘bayi-bayi’ kehidupan untuk jeda
sebelum memulai perjalanan barunya bersama cahaya pagi.
(W. Mustika)
Semua mengerti bahwa secara alami, rahim adalah rumah paling aman bagi janin untuk
berkembang menjadi bayi hingga ia siap memasuki kehidupan duniawinya yang penuh
tantangan. Kondisi yang demikian alami ini rupanya terus berlanjut sepanjang kehidupan
manusia. Sejak jaman purba hingga jaman modern kini, manusia berusaha mencari
perlindungan dan rasa aman dengan cara kembali masuk ke dalam ‘rahim’nya.
83
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 84/117
Perhatikan rumah manusia di jaman purba, mereka tinggal aman dan nyaman di dalam
goa-goa batu. Meski gelap namun ada kebersamaan disana. Saat peradaban manusia kian
maju, kita mulai menciptakan rumah yang pada konsepnya masih sebentuk dengan goa.
Ada atap dan tembok dari bahan tanah atau pasir dengan pintu kecil serupa lobang goa.
Jika dicermati, secara turun temurun manusia sepanjang hidupnya seperti ingin mengalami
lagi rasa nyaman dan aman yang mereka peroleh selama dalam rahim ibunya. Apa yang
terjadi pada kita selama dalam rahim ibu?
Disana ada kehangatan dan energi yang mengalir sepanjang hari bersama darah ibu yang
masuk lewat plasenta dan tali pusat. Ada cinta kasih ibu yang menjaga bayi dari segala
bentuk kebencian, kemarahan dan emosi negatif di luar rahim. Ada air ketuban yang
menjaga bayi dari guncangan di kehidupan. Ada keheningan yang memberi ketenangan
bagi bayi dalam perenungan sebelum memasuki kerasnya kehidupan. Lalu suara napas dan
detak jantung ibu mengalun bagai musik rohani yang mengharmoniskan pertumbuhan tubuh
dan Jiwa bayi menjadi matang.
Bila begitu besar peran rahim ibu sebagai rumah persiapan bagi bayi sebelum memasuki
kehidupan duniawi, tidakkah konsep rumah yang kita miliki saat ini dibuat agar bisa menjadi
tempat aman dan nyaman sebagaimana ‘rahim’ ibu? Kita hanya perlu mengamati rumah kita
sendiri untuk bisa menjawab pertanyaan tadi. Sudahkah ada kenyamanan dan kehangatan
cinta kasih dalam rumah kita? Atau selama ini ia telah membuat kita merasa tidak nyaman
berada di dalamnya. Adakah kekerasan, kemarahan dan pertengkaran justru telah
memenuhi setiap rongga udara dalam rumah?
Adakah rumah kita telah dijaga oleh kelembutan, kelenturan dan ketegaran seperti air
ketuban dalam rahim yang menjaga kita agar tidak terguncang oleh berbagai dualitas dalam
kehidupan? Ataukah di dalamnya dipenuhi oleh rasa putus asa, egoisme yang kaku serta
sikap dan perilaku otoriter. Hingga rumah menjadi tempat dimana guncangan hidup dari luar
justru menjadi semakin keras saat memasuki ruang-ruang perenungan di dalam.
Guncangan luar ini justru menjadi badai pemisah kebersamaan keluarga.
Adakah rumah kita seperti rahim yang melantunkan suara detak jantung yang harmonis
demi ketenangan tubuh, pikiran dan Jiwa? Menjadi tempat dimana keheningannya membuat
kita mudah merenung tentang perjalanan hidup keseharian, agar kita siap memasuki
kembali kehidupan baru esok paginya. Ataukah ia hanya menggelegarkan suara-suara
nyaring kemarahan, detak jantung yang kencang oleh emosi penghuninya, serta
hentakan-hentakan kaki yang gusar oleh ketidaksabaran hingga meruntuhkan keutuhan
dinding rumah tangga. Butuh kejujuran untuk melihat semua kenyataan ini.
Kita tak lebih dari ‘bayi-bayi’ kehidupan yang mulai beranjak besar dan dewasa namun tetap
rindu akan rasa kehangatan dan kenyamanan dalam rahim Ibu Semesta. Setiap malam
naluri terdalam kita ingin kembali kepada suasana hening, kehangatan cinta kasih,
kenyamanan dan keamanan rahim ibu. Kita butuh merenung dalam keheningan untuk
mendengar suara-suara hati yang mampu membuat Jiwa kembali dalam keharmonisan.
Guncangan hidup sepanjang hari memang kerap menyisakan beban yang membuat pikiran
84
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 85/117
dan batin mengalami ketidakharmonisan.
Sebelum rumah kita menjadi ‘rahim’ yang mudah terguncang dan menggugurkan kita ke
dalam kematian, tak ada orang lain yang layak menjaganya. Hanya kebersamaan penghuni
rumah menjadi kekuatan yang akan menjaganya tetap kokoh sebagai pelindung dari
guncangan dualitas kehidupan yang datang dari luar. Dan ‘air ketuban’ yang kita butuhkan
untuk menahan guncangan itu adalah kelenturan mekanisme pembelaan ego. Saatnya kini
belajar memilih ego yang positif dalam mengatasi guncangan kehidupan.
Rahim adalah rumah sebelum memasuki kehidupan dan rumah adalah rahim kedua selama
menjalani kehidupan. Apakah kita sudah menciptakan rumah seperti ‘rahim’ yang kita
butuhkan? Adakah cahaya cinta kasih dari penghuni rumah telah menghangatkannya?
Adakah suara-suara lembut telah mengisi keheningannya? Apakah kelembutan dan
kesejukan telah merawat udaranya? Adakah ketegaran telah mengatasi segala guncangan
yang dibawa penghuninya dari kehidupan luar? Adakah ia telah menjadi tempat suci bagi
penghuninya untuk merenung tentang perjalanan Jiwa sepanjang hari ini? Semua jawaban
ada pada kejujuran kita.
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia : Tutur Tiga BocahKemurnian adalah saat kita tidak mau melihat, mendengar atau membicarakan apa pun
yang tidak mau kita lihat, kita dengar atau kita bicarakan.
(W. Mustika)
Tiga bocah di sebuah taman kanak-kanak sedang diuji di depan kelas oleh gurunya. Bocah
yang satu disuruh melihat sebuah kotak lalu tiba-tiba tutup kotak itu dibuka hingga terlihat
seekor ular disana. Seketika bocah tadi menutup mata agar tidak melihat ular yang
menakutkan itu. Bocah yang lain disuruh mendengar saat sang guru mulai bercerita. Tepat
saat sang guru berkisah tentang keluarnya sesosok hantu yang menyeramkan dari balik
pohon, seketika itu pula bocah tadi menutup telinganya.
85
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 86/117
Sementara itu bocah yang terakhir disuruh bercerita tentang ibu dan ayahnya. Dengan
lancar ia segera berkisah tentang kebaikan ibu dan ayah yang selalu memanjakan dan
menyayanginya sepanjang hari. Namun saat sang guru memintanya bercerita tentang
hal-hal buruk yang dilakukan ayah ibunya, serta merta bocah tadi menutup mulutnya. Ia
menghentikan ceritanya dan berlari ke tempat duduknya.
Tiga bocah, yang menutup mata untuk apa yang tidak ingin dilihatnya, yang menutup telinga
pada apa yang tak mau didengarnya, dan yang menutup mulut untuk apa yang tak mau
diceritakannya, sedang bertutur pada kita tentang kemurnian dan kejernihan hati. Dalam
ke”dewasa”an kita saat ini, kebanyakan kita justru kehilangan pancaran cahaya kemurnian
Jiwa sebagaimana yang ditunjukkan ketiga bocah tadi. Kerapkali pertambahan umur
manusia bukan semakin menambah pancaran cahaya Jiwanya melainkan justru kian redup.
Entah oleh kebodohan atau justru oleh kepintaran pikiran, kemurnian Jiwa tersembunyi
dibalik sikap kita.
Perhatikan dalam pergaulan keseharian kita. Betapa lebih banyak kita memperhatikan
hal-hal yang tidak kita sukai. Entah melalui kehidupan sosial, majalah, televisi dan media
lainnya. Orang-orang begitu gemar mendengar dan membicarakan keburukan atau
kesalahan orang. Bukan sebagai bahan introspeksi agar terhindar dari masalah serupa,
namun justru untuk memperoleh kepuasan batin belaka. Disadari atau tidak, inilah sebagian
sikap dan perilaku yang lebih banyak kita lewati dalam keseharian.
Bayangkan berapa sering dalam sehari kita dengar atau mungkin ikut terlibat membicarakan
keburukan atau kesalahan orang. Bandingkan dengan berapa banyak waktu kita gunakan
untuk memuji dan meniru kebaikan yang dilakukan para guru-guru spiritual atau para
dermawan. Perhatikan berapa tinggi rating acara televisi atau isi surat kabar yang memuat
berita-berita negatif dibanding muatan positifnya. Berapa banyak dunia ‘dewasa’ kita
dipenuhi oleh input-input negatif dibanding hal positif yang berguna untuk menjadi bahan
kebahagiaan dan kedamaian sebagaimana harapan begitu banyak orang.
Sepanjang hari kita telah mengundang hal-hal negatif ke dalam pikiran untuk dicerna. Persis
seperti kita menyuapi mulut dengan makanan atau minuman beracun untuk dicerna dan
diedarkan ke seluruh tubuh sebagai bahan pembentuk sel-sel dan jaringan badan. Dengan
bahan-bahan negatif ke dalam pikiran, tentu saja kecerdasan negatif juga akan tersebar dan
menguasai kecerdasan seluruh sel-sel tubuh kita. Tentu bisa diduga seperti apa pribadi
yang akan dibentuk oleh seratus triliun sel tubuh yang kecerdasan selulernya dipenuhi
vibrasi pikiran negatif.
Jika pikiran manusia saat bayi diibaratkan lahan kosong, rupanya sejauh ini orang-orang
lebih banyak memilih mengumpulkan sampah, rongsokan serta bangkai-bangkai busuk
untuk diserakkan di lahan tubuh dan pikirannya. Padahal setiap orang tentunya akan
berharap di lahan kosong itu kelak terbangun sebuah rumah yang besar, bersih, indah,
damai, nyaman dan membahagiakan.
Sayangnya, tanpa disadari kita sendirilah yang tidak mengerti bagaimana cara memenuhi
86
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 87/117
semua harapan tadi. Kita justru lebih banyak mengumpulkan bahan-bahan yang nyatanya
tidak selaras atau tidak diperlukan untuk bisa menciptakan harapan tadi. Ketika harapan
tidak terpenuhi, jadilah kita menyalahkan orang lain, menggugat nasib atau bahkan takdir
dan Tuhan.
Tiga bocah diatas sesungguhnya menjadi cermin bahasa Jiwa yang bertutur pada kita. Jika
kita serius ingin membangun sesuatu yang dapat membahagiakan Jiwa kita selama
menjalani kehidupan ini, kemurnian Jiwa itu sendiri telah menuturkan caranya lewat bibir,
mata dan telinga tiga bocah. Seperti bocah yang lebih suka melihat, mendengar atau
membicarakan apa yang mereka sukai dan menutup mata, bibir dan telinga untuk apa yang
tidak mereka sukai, begitulah kita hanya perlu menghindar dari apa yang tidak ingin kita
lihat, dengar atau bicarakan.
Dengan cara tadi kita akan lebih fokus untuk hanya mempelajari hal-hal baik yang ingin kita
kumpulkan menjadi bahan bagi kebaikan di dalam diri. Kita pernah menjadi bocah dan
mungkin inilah saatnya kita kembali dalam kemurnian kita sebagai bocah yang selektif
memilih hanya kebaikan, demi membangun kebaikan kita sendiri.
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia : Kanvas Putih KanvasPelangi
Jika langit yang hanya bercahaya biru akan terlihat cerah, maka langit berhias pelangi akan
terlihat indah. Tak ada warna pencapaian yang salah bagi langit di puncak pemahaman dan
kesadaran.
(W. Mustika)
Andai kita kembali dalam kemurnian Jiwa anak-anak yang menghindari semua hal-hal yang
tidak mereka sukai atau inginkan, tidakkah itu justru membuat kita gagal mencapai
penerimaan atas segala dualitas kehidupan? Jika kita hanya menyukai hal-hal positif dan
membenci hal-hal negatif, bukankah itu tanda-tanda bahwa kita sulit mencapai kesadaran
87
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 88/117
semesta tanpa batas? Sejumlah pertanyaan ini mengalirkan inspirasi tentang cerahnya
cahaya putih matahari dan indahnya warna-warni pelangi.
Tidak pernah ada yang lebih rendah atau pun lebih tinggi dalam titik-titik pencapaian
kesadaran. Setiap titik pencapaian selalu menghadirkan bentuk pemahaman yang kian
sempurna. Sebab pencapaian kesadaran itu sendiri sesungguhnya serupa bulatan bulan
purnama; sebuah siklus sempurna. Bila kemurnian Jiwa anak-anak dicapai dengan
menghindari segala hal-hal yang tidak mereka butuhkan untuk mencapai kebahagiaan,
maka kemurnian Jiwa yang lebih matang pada orang dewasa diraih dengan mencapai
penerimaan sempurna atas segala dualitas kehidupan.
Sebuah kanvas baru akan terlihat sebagai kanvas yang murni dan layak dibeli jika masih
putih bersih. Dalam keadaan ini kehadiran setitik warna pun akan membuatnya menjadi
kanvas ternoda. Namun tatkala seorang pelukis membiarkan berbagai warna-warni berpadu
menjadi lukisan di atasnya, maka ia berubah menjadi sebuah lukisan kanvas yang indah,
bukan kanvas penuh noda. Jadi, kanvas putih tampak murni dan kanvas terlukis tampak
indah dipandang.
Dalam pemahaman serupa ini, kemurnian Jiwa bisa diraih setidaknya dengan dua cara;
menghindari setiap hal yang dapat menodainya, atau menerima segala warna dualitas
kehidupan untuk menjadikannya lukisan keindahan. Kemurnian bukan saja tercipta dari
warna putih bersih tanpa warna-warni lain. Sebab, seluruh warna-warni pelangi ketika
digabung juga akan menghasilkan warna putih. Inilah alasan warna putih dijadikan simbol
kemurnian. Dia tidak saja berarti sebuah warna tanpa warna, ia juga merupakan warna yang
tercipta dari gabungan seluruh warna yang ada.
Dengan demikian, kita bisa menjadi murni tatkala sebersih warna putih atau berwarna-warni
seindah pelangi. Seperti langit yang tampak cerah saat sinar putih matahari memberi biru
pada kekosongannya, atau ia berubah indah saat seluruh warna-warni pelangi
menghiasinya. Masalahnya sekarang, sejauh mana kemampuan spiritual kita saat ini. Jika
dalam pembelajaran spiritual ini kita belum mampu menerima segala warna-warni untuk kita
ramu menjadi lukisan keindahan, setidaknya kita bisa menghindarinya agar tetap terlihat
putih bersih seperti kemurnian Jiwa anak-anak.
Kemurnian Jiwa sekali lagi adalah proses yang menyerupai siklus, akan kembali ke
tempatnya semula. Dari putih bersih lalu berbias menjadi warna-warni pelangi, lalu kembali
menjadi putih bersih setelah seluruh warna diterima dan diolah menjadi satu kesatuan
warna. Inilah dualitas kemurnian Jiwa yang juga layak kita pahami sebagai titik-titik
pencapaian kesadaran yang mesti terlewati selama proses pematangan Jiwa. Pencapaian
sempurna tercapai saat kita telah mengalami kedua bentuk kemurnian Jiwa tadi. Kemurnian
Jiwa anak-anak dan dewasa.
Saat kanak-kanak kita secara alami dengan mudah mengalami kemurnian Jiwa dengan
menghindari hal-hal yang dapat menodai pikiran dan batin. Namun begitu, saat bertumbuh
dewasa ini kita perlu belajar menerima warna-warni dualitas kehidupan. Manakalakesadaran kita telah menerima semua warna sifat di kehidupan ini menjadi bagian dari
88
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 89/117
warna putih kemurnian Jiwa kita, disitulah kita mencapai pencerahan sempurna.
Sayangnya, tidak semua kita telah beruntung terlahir sebagai roh matang dalam tubuh
manusia. Tidak semua dari kita dengan mudah memadukan warna-warni kehidupan menjadi
lukisan indah pelangi untuk kita nikmati. Sebagian orang masih harus belajar untuk hanya
memikirkan hal-hal baik, jika hal-hal buruk membuat hidup menderita. Hanya ketika
seseorang mulai berhasil membebaskan diri dari penilaian dan bisa menerima segala hal
apa adanya tanpa penilaian baik-buruk, disitulah persepsinya akan mulai mampu melukis
kehidupan dengan segala dualitas yang ada. Tatkala telah berhasil melukisnya menjadi
indah, itulah saat dia mulai bisa menerima kehidupan ini sebagai suatu keindahan sempurna
apa adanya.
Untuk melewati seluruh proses pemurnian tadi, kita bisa memulainya dengan memahami
pada titik mana kita sedang berada saat ini. Jika masih gemar memilih satu sisi warna putih
yang tidak ternoda oleh warna lain, maka kita boleh memilih hanya hal-hal yang kita sukai
dalam kehidupan ini. Jika kita mulai belajar menciptakan warna putih dari warna-warni
pelangi, saatnya kini kita belajar menerima dan memadukan segala warna dengan penilaian
yang sama; semua berguna dan sudah sempurna apa adanya.
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia : Basah Peluh MandiHujan
Sealami tubuh yang menyikapi suasana dengan bijak agar suhunya tetap stabil, selayaknya
pikiran juga dibiarkan agar bertumbuh alami dalam menyikapi setiap perubahan suasana
dalam kehidupan.
(W. Mustika)
Setiap keindahan pelangi tercipta dari cahaya (bukan dari panasnya) matahari yang
menerpa gerimis yang turun dari kesejukan (bukan dari kegelapan) mendung. Begitulah
pelangi kehidupan dapat terlihat indah saat dipahami dengan cahaya kesadaran (bukan
dengan panasnya) hati yang ditemani oleh kesejukan (bukan oleh kegelapan) pikiran.
89
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 90/117
Saat pesan alam tadi dikirim lewat facebook kepada seorang sahabat di Jepang, dibalasnya
dengan sebuah pesan yang tak kalah mendalam; “Lalu, apa yang salah bila memilih
bermandi keringat saat bekerja di bawah panas terik matahari yang menyengat sepanjang
hari atau menari riang di bawah hujan yang mengguyur bumi?” Sungguh sebuah kalimat
indah yang menyimpan tutur alam bagi Jiwa dalam perjalanan hidupnya mengarungi
dualitas.
Matahari adalah pencipta kemarau dan juga musim penghujan. Pada musim kemarau ia
menguapkan air di bumi dan memanaskan udara bumi dengan radiasinya. Manusia, sebagai
mahluk hidup berdarah panas akan mengeluarkan keringat untuk mengatasi teriknya cahaya
matahari agar tubuhnya tidak terbakar. Tubuh kita bisa menyejukkan dirinya sendiri saat
musim kemarau menyengat. Dan saat musim hujan tiba menebar hawa dingin, tubuh
berupaya menjaga kehangatan dirinya bahkan dengan cara menggigil. Kedua reaksi alami
ini melengkapi kesempurnan tubuh agar kehidupan kita sebagai manusia tetap bisa
berlangsung optimal dalam segala cuaca yang masih bisa diatasi.
Dalam bahasa makna yang lain, keringat yang membasahi tubuh saat kemarau membakar
atau musim hujan membasahi kita dari langit, seperti sederet pesan. Bahwa tidak saja kita
layak bergembira dan menari dalam guyuran berkahNya saat kehidupan datang memberi
kesejukan bagaikan musim hujan, bahkan saat panasnya kehidupan datang membawa
penderitaan pun kita layak menyejukkan diri dengan air keikhlasan dari dalam.
Tubuh yang berkeringat saat musim panas dan menggigil di musim dingin adalah fakta
kecerdasan alami diri kita menghadapi segala perubahan alam. Tubuh selalu berupaya
mempertahankan kestabilan suhunya agar tetap bisa digunakan dengan baik. Reaksinya ini
seperti sedang mengingatkan pikiran kita agar dengan kecerdasannya selalu berusaha
menyikapi segala perubahan yang terjadi di jalan kehidupan. Sayangnya, kebanyakan orang
selama ini lebih mudah mengeluh saat mengalami penderitaan namun lupa bersyukur saat
mengalami kebahagiaan. Keadaan “suhu” pikiran kita selalu mudah berubah oleh perubahan
situasi. Mudah marah, mudah sedih, mudah suka mudah membenci.
Ketidakstabilan pikiran kita saat menyikapi suatu perubahan situasi kehidupan rupanya
terjadi karena pikiran kita tidak lagi bekerja secara alami sebagaimana halnya tubuh.
Semakin banyak input negatif memenuhi memori pikiran, semakin sulit baginya menemukan
jalan keluar yang positif bagi permasalahan hidup yang dihadapi. Maka muncullah
penyesalan atas nasib dan takdir, putus asa, pengalihan kesalahan kepada orang lain atau
situasi luar, atau bahkan upaya mengakhiri kehidupan. Pikiran kian tak berdaya mengatasi
masalah yang mungkin awalnya sepele.
Pikiran negatif akan memunculkan perasaan diri yang tidak mampu, terdominasi, kehilangan
kuasa, bernasib buruk dan sederet konsep pikiran kontraproduktif lainnya. Tentu saja
dengan demikian kita tidak akan mampu membangun jalan keluar bagi masalah yang
sedang dihadapi. Pikiran negatif mencegah kita menggali potensi luar biasa yang terpendam
alami dalam diri.
90
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 91/117
Sesungguhnya semua potensi diri telah ditanamkan di batin bawah sadar setiap manusia.
Sayangnya kemudian kehidupan lebih banyak mengajak kita meredam tumbuhnya potensi
diri ini dengan lebih banyak menyuburkan lahirnya ide-ide atau konsep negatif tentang diri
sendiri. Bandingkan dengan tubuh kita yang dibiarkan berkembang alami tanpa keterlibatan
pikiran. Ia pun mampu menjalankan potensi penyembuhannya dengan optimal.
Dengan konsep alamiah ini, rupanya kita hanya perlu membiarkan benih-benih alami pikiran
positif kita untuk tumbuh subur. Tidak perlu menekannya terlalu kuat dengan ketakutan,
kecemasan, ide-ide negatif dan ketidakikhlasan terhadap perubahan hidup. Pikiran sadar, di
bawah tuntunan kecerdasan bawah sadar, akan diarahkan pada solusi yang tepat dalam
mengatasi segala permasalahan. Inilah rahasia keikhlasan pikiran dan hati untuk menerima
tuntunan nurani. Membangkitkan ide-ide pikiran sadar yang negatif atau pun mendatangkan
hal serupa dari luar, hanya akan menutup rapat-rapat pintu yang menguakkan cahaya
kesadaran nurani dari dalam. Akibatnya, pikiran sadar tetap berada pada sisi “kegelapan”
hingga tak satu pun solusi terlihat olehnya. Kita butuh keikhlasan sebagai kunci untuk
membuka pintu nurani demi terpancarnya cahaya penuntun hidup dari dalam.
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia : Di Puncak Tangis dan
Tawa
DI puncak tangis dan tawa yang sama-sama mengeluarkan airmata, Jiwa sedang berpesan;
jangan tenggelam pada kesedihan atau melekat pada kebahagiaan.
(W. Mustika)
Kesedihan dan kebahagian adalah bagian dari dualitas rasa yang dialami setiap manusia
sepanjang perjalanan Jiwa di kehidupan duniawinya. Sebagai bagian dari dualitas alamiah,
tentu saja kedua rasa berbeda itu memiliki manfaat yang perlu dipahami kedalamannya.
Tidak saja ia berguna bagi pertumbuhan emosional, keduanya juga mematangkan Jiwa
91
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 92/117
dalam penerimaan atas dualitas diri sejatinya.
Tidak semua kesedihan akan menimbulkan tangis dan tidak semua tangis akan meneteskan
air mata. Dalam ruang rasa yang berbeda, tidak semua kebahagiaan akan menghadirkan
tawa dan tidak semua tawa mengeluarkan air mata. Namun di puncak tawa dan tangis,
selalu ada air mata yang mengalir dari sudut-sudut mata, menyisakan pesan makna yang
menarik untuk dikupas. Bagaimana dua rasa emosi yang tentu saja berbeda namun
kenyataannya bisa meneteskan air mata yang sama?
Bila sepakat bahwa mata adalah jendela Jiwa, darimana kita bisa belajar memahami
kehendak Jiwa yang ada di dalam diri, maka air mata yang menetes setidaknya layak
diterima sebagai bagian dari kehendak Jiwa untuk membersihkan ‘jendela’nya. Bukankah air
mata secara alami adalah cara tubuh membersihkan bola mata dan lensanya? Debu, asap
atau kotoran lain memang selalu merangsang bola mata memproduksi lebih banyak air mata
untuk menghanyutkan kotoran itu. Namun kenapa pula mata mesti dibersihkan saat
mengalami kesedihan atau kegembiraan? Apakah kedua emosi ini telah “mengotori” Jiwa?
Bila kesedihan dan kebahagiaan adalah dualitas rasa alami yang harus dipahami oleh Jiwa
dalam kehidupan ini, lalu untuk apa Jiwa menciptakan air mata saat kedua rasa ini hadir?
Rupanya, mengalami dan merasakan sesuatu untuk bisa memahaminya tidaklah berarti
bahwa kita harus melekat terhadap setiap rasa itu. Seperti petani yang mengalami dan
merasakan lumpur saat bercocok tanam, tidaklah berarti ia harus membiarkan lumpur itu
melekat selamanya pada dirinya. Mesti ada saat dimana ia mengalaminya lalu
membersihkan lumpur itu dari tubuhnya.
Setiap Jiwa layak mengalami kesedihan agar bisa memahami kesedihan serupa yang
dialami orang lain. Pengalaman rasa itu akan menumbuhkan empati dalam pikirannya
tatkala melihat orang lain mengalami hal yang sama. Pun demikian dalam kebahagiaan.
Dengan merasakan sendiri suatu kebahagiaan, seseorang mestinya mudah untuk ikut
merasakan kegembiran serta kebahagiaan orang lain. Bukan sebaliknya, justru merasa
gembira atas kesedihan orang lain atau iri atas kebahagiaan seseorang.
Namun demikian, sebagai mahluk cahaya yang bebas dari kemelekatan, rupanya kemurnian
Jiwa senantiasa mengingatkan pikirannya agar tidak melekat pada apa pun rasa yang
pernah dia alami dalam kehidupan. Melekat pada kesedihan membuat pikiran tenggelam
dalam penderitaan hingga enggan ‘mengendarai’ tubuh untuk mengantar Jiwa ke tujuannya.
Sebaliknya, kemelekatan pada kebahagiaan akan membuat pikiran terjerumus dalam ruang
dan waktu yang menggembirakan, hingga lupa melanjutkan perjalanan Jiwa ke tujuan utama
kehidupannya.
Tangis saat mengalami kesedihan memang sebuah jalan keluar agar emosi itu tidak
tersimpan di bawah sadar dan menjadi bibit yang kelak bisa menimbulkan penyakit bagi
tubuh dan pikiran. Jika kesedihan adalah ‘kotoran’ emosional yang menyentuh Jiwa dan
layak dilepaskan keluar, tentu ia akan dikeluarkan lewat mata, ‘jendela’nya Jiwa. Begitu pun
bila kegembiraan dapat menjadi ‘kotoran’ emosi yang melekatkan Jiwa pada kebahagiaan
duniawi, ia layak pula dihanyutkan keluar bersama air mata.
92
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 93/117
Gelapnya kesedihan memang dapat menutupi cahaya Jiwa pada mata hingga pikiran tidak
lagi mampu melihat kehidupan dengan terang. Kebahagiaan juga serupa, saat ia hadir
memberi terang bagi kehidupan, kadang cahayanya malah ‘membutakan’ pikiran hingga tak
melihat sisi lain dibalik kebahagiaan yang dialami. Mungkin Jiwa dengan kemurniannya
mampu melihat risiko kegelapan maupun benderang yang bisa disebabkan oleh kesedihan
maupun kebahagiaan ini. Maka layaklah Jiwa membersihkan mata dari sisa rasa yang bisa
saja mengotori ‘jendela’nya hingga memudarkan pancaran cahayanya dari dalam.
Dalam bingkai pesan makna seperti ini, rupanya kesedihan dan kebahagiaan wajar dialami
oleh pikiran sebagai bagian dari ekspresi dan pelepasan dualitas emosional. Namun air
mata yang menetes di puncak tangis dan tawa seperti mengingatkan pikiran, bahwa kedua
rasa itu pun mesti dibersihkan dari Jiwa. Terpuruk oleh kesedihan atau melekat pada
kebahagiaan duniawi bukanlah tujuan Jiwa dalam kehidupannya. Jiwa memang
membutuhkan pengalaman rasa, namun kita mesti tetap menjaga kemurnian cahayanya
dengan selalu bebas dari segala kemelekatan.
Bahasa Bumi | Bag. 2 Spiritualitas Kehidupan Manusia : Bahasa Tubuh Menua
Bila kematian adalah jalan pulang kembali ke rumah Tuhan, adakah Jiwa telah
membebaskan dirinya dari kemelekatan pikiran bumi? Atau bahasa terakhir Jiwa lewat
tubuh yang menua pun tersirat sia-sia?
(W. Mustika)
Seorang lelaki tua duduk termangu di depan kamar sunyinya. Menatap cerah pagi seolah
sedang menjamu sore yang samar karena matanya yang telah rabun. Ia masih belum
menoleh saat dipanggil meski dengan suara terkeras. Gendang telinganya telah kaku, takmampu lagi menghantar getar suara di udara ke tulang-tulang audio dalam telinganya. Saat
93
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 94/117
memanggil, kata-katanya pun tak lagi jelas. Tersamar oleh geligi yang kini hanya berupa
gusi tipis membungkus rahang rapuhnya. Ia duduk bungkuk seperti meringkuk dalam
penjara tubuhnya yang melemah. Ia lelaki yang telah mengabdi pada kehidupan selama
sembilan puluh tahun, dan kini menunggu saat-saat semesta memanggilnya pulang.
Jika beruntung masih menghirup napas seusianya, kita mungkin tak jauh berbeda dari lelaki
tua itu. Duduk meniti hari-hari sembari melakukan perjalanan dengan pikiran yang tak lagi
kencang dan liar. Mata kita mulai rabun dan telinga sama pekak. Hidung tak lagi mengerti
bau harum Casablanca atau bau pesing aroma tubuhnya sendiri. Tangan dan kaki melemah
oleh jaringan otot yang menipis termakan usia. Dengan rambut tersisa sedikit, itu pun putih
pucat sepucat keriput di wajah kita.
Kita tentu saja hanya mampu menyuapi usus dengan bubur dingin bertabur sedikit serpihan
daging ayam yang lunak. Meski lambung sudah mohon maaf pada mulut lewat habisnya gigi
geligi sebagai pertanda ia kini hanya ingin kelembutan, enam tusuk sate masih nekat
dipaksakan masuk demi memenuhi sisa selera yang masih menggoda.
Tetapi begitulah pikiran. Kerap ia lebih cepat merasa tumbuh dewasa saat tubuh masih
kanak-kanak atau remaja, namun selalu merasa tetap muda saat tubuh mulai ringkih ditelan
usia. Tubuh selalu tertinggal dalam segala hal saat berusaha mengikuti hasrat pikiran yang
selalu enerjik. Dan Jiwa, sebagai ‘bos’ di dalam diri hanya dipandang layaknya penumpang
angkutan kota yang penurut. Mungkin beginilah kebanyakan hari-hari di kehidupan dunia ini
terlewati oleh sebagian besar orang. Bukan sia-sia, namun mungkin hanya belum sampai
pada tujuan Jiwa di kehidupan itu sendiri.
Tubuh kita yang menua seperti menyimpan sejumlah pesan dari Jiwa kepada pikiran yang
masih saja liar dengan imajinasinya. Saat itulah Jiwa, sang penumpang sejati yang
sesungguhnya menjadi pemilik tubuh dan kehidupan ini seperti ingin bertutur untuk terakhir
kali kepada pikiran, sang sopir yang kadang bergerak semaunya. Bila bagian yang berikut
ini kita baca dengan pikiran, inilah saatnya pikiran merenungkan bahasa-bahasa terakhir
dari Jiwa kepada kita. Sederet bahasa pengantar kepergian Jiwa dari tubuh menua.
Tubuh adalah kitab suci tertua yang ditulis oleh Tuhan sendiri. Dan lewat tubuh yang menua,
ia sedang membacakan pesan dirinya bagi kita. Dengan mata yang mulai rabun dan sukar
melihat orang dalam jarak yang lebih jauh dari lima meter, ia seakan sedang mengajak kita
untuk lebih banyak melihat orang terdekat yakni diri kita sendiri. Mengajak kita merenung
tentang perjalanan Jiwa sendiri sejauh usia yang masih kita miliki saat ini. Adakah sikap dan
perilaku sepanjang hidup telah selaras dengan tujuan kelahiran dan berhasil mengantar kita
pada tujuan Jiwa. Atau kita bahkan tak mengerti satu pun dari semua ini.
Telinga yang mulai pekak seolah mengajak kita untuk lebih banyak ‘meditasi’ dan fokus
mendengar suara-suara dari dalam keheningan batin; suara nurani. Menyimak setiap detak
jantung dan aliran suara napas yang masih terdengar di dalam dada, lalu mengalunkan kata
syukur atas kehidupan ini dalam sisa-sisa waktu yang ada. Sebuah kata yang mungkin
cukup lama kita abaikan karena terjebak oleh hiruk pikuk perjalanan hidup.
94
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 95/117
Hidung yang mulai kehilangan kepekaannya hingga kita bahkan tak sadar lagi pada bau
pesing dan kotoran yang mewarnai celana, seperti sedang mengajak kita belajar menerima
dualitas baik-buruk diri kita apa adanya. Melepas seluruh rasa penyesalan atas kekhilafan
dengan kata maaf pada Sang Pemilik kehidupan. Juga melepas segala harapan duniawi
yang dulu pernah terbangun dalam ide-ide pikiran. Ikhlas mengantar Jiwa yang akan
bersiap-siap untuk pulang.
Geligi yang telah habis meninggalkan singgasananya, lidah yang mulai kelu serta napas dan
langit-langit yang tak lagi mampu membentuk kata-kata, seperti mengingatkan kita untuk
hanya mengucapkan kata-kata seperlunya. Berhenti menyakiti orang lain dan diri sendiri
dengan kata-kata yang tak penting. Hanya mengalunkan doa-doa lembut dari batin yang
pasrah menunggu saat kepulangan kepada Tuhan.
Tubuh membungkuk pun seperti memaksa kita untuk merunduk pada kehidupan,
merendahkan hati pada alam seberapa pun angkuhnya kita dahulu kepada kehidupan.
Karena sebentar lagi sisa-sisa tubuh akan kembali kepada sumbernya di bumi. Lalu tangan
dan kaki yang lemah menyisakan sedikit energi bagi kita untuk sekedar belajar duduk diam,
menjadi lebih tenang dari sebelumnya.
Tak lupa, mulut yang tak lagi mampu memberi kenikmatan rasa dan aneka jenis makanan
kepada usus yang juga menua, ikut mengingatkan agar di saat-saat terakhir ini apa yang
layak kita serap sebagai makanan tubuh dan pikiran mestinya hanya rasa yang
lembut-lembut.
Lain dari itu, tubuh yang menua menjadi kian kurus dan ringan karena otot-otot telah
mengalami atropi atau mengecil akibat jarang digunakan. Seakan menegaskan lagi kepada
kita agar belajar ikhlas meninggalkan segala material duniawi yang selama ini telah setia
menemani perjalanan Jiwa. Tidak saja karena semua itu mustahil dibawa serta ke alam
kematian, juga karena kita tidak memerlukannya lagi di alam sana yang penuh dengan
kebahagiaan sorgawi. Kecuali kemelekatan pada dunia telah membawa kita pada neraka
yang kita buat sendiri akibat kemelekatan duniawi itu.
Dengan semua pesan bahasa tubuh menua itu, kita bisa belajar untuk kembali menjadi
semurni bayi yang akan segera ‘lahir’ ke dimensi dunia yang lain. Bisa pulang ke ‘rumah’
dengan ikhlas, tanpa keterikatan akan penyesalan atau pengharapan pada bumi yang akan
ditinggal. Jika bahasa tubuh menua adalah pesan-pesan terakhir dari Jiwa sebelum
meninggalkan kehidupan dunia, masihkah layak untuk diabaikan?
BAGIAN DUA
95
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 96/117
~:: Spiritualitas Kehidupan Manusia ::~
-selesai-
Bahasa Bumi | Bag. 3 Spiritualitas Kehidupan Alam : Siput dan Ayam Jago
Selalu ada bagian diri yang membuat seseorang berbeda dari orang lain dan membuatnya
menjadi pribadi unik. Adakah yang lebih baik daripada menjadi diri sendiri seutuhnya?
(W. Mustika)
Suatu saat di sebuah tempat, dua ekor ayam jago telah dipasangi taji (semacam pisau kecil
dan tajam) pada kakinya oleh penjudi sabungan ayam. Ayam berbulu merah tampak lebih
besar dan gagah, sedangkan ayam putih berpostur sedikit lebih kecil namun termasuk jenis
ayam yang ganas dalam sabungan. Dan benar saja, setelah semua pengunjung memasangtaruhan, kedua ayam jago langsung berlaga sengit begitu dilepas.
96
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 97/117
Tentu saja pertarungan berlangsung lama hingga tak juga ada yang tumbang meski darah
mulai mengucur dari sejumlah luka-luka kecil di tubuh kedua ayam itu. Entah karena kalah
tenaga atau nyalinya mulai menciut, ayam putih berlari menghindari serbuan si jago merah.
Petaruh yang tak puas tentu saja mengejar kemana pun si putih bersembunyi lalu melepas
kembali ayam merah di dekatnya hingga ia terpaksa bertarung lagi. Pertarungan tak
seimbang itu baru terhenti saat si putih yang kelelahan berhasil ditumbangkan oleh si
merah, yang akhirnya juga menyusul ke alam baka akibat kehabisan darah dan tenaga.
Tak jauh dari situ, sekelompok bocah sedang marah-marah pada siput-siput yang mereka
adu. Dengan mimik serius meniru gaya orang dewasa bertaruh, mereka melepas siput-siput
jagoan mereka untuk berlomba lari. Tentu saja siput tak mematuhi aba-aba. Mereka hanya
melata pelan-pelan dibawah tatapan jengkel petaruhnya. Apalagi saat mereka dipaksa
bertempur dengan sesamanya seperti ayam aduan, mereka tetap saja siput yang lamban
dan penyabar.
Ini cerita yang mungkin mudah kita analogikan dalam kehidupan manusia, dimana dengan
mudah pula kita temukan peran-peran serupa. Ada beberapa jenis orang yang begitu saja
mau diadu oleh orang yang berkuasa atas diri mereka. Entah karena dikuasai dengan uang,
dengan cinta, atau dengan tahta. Tanpa sadar telah menjadi ayam jago bagi para
‘penguasa’ ini, mereka rela mengorbankan dirinya bagi sang ‘majikan’. Bahkan dalam
pemahaman yang lebih dalam, mereka rela menghentikan perjalanan Jiwanya hanya demi
memuaskan kebutuhan pikiran seseorang yang telah berkuasa atas diri mereka.
Sebaliknya, ada sejumlah orang yang tetap tegar menjadi diri mereka sendiri apa adanya.Meski diiming-imingi segala kemewahan, segala kepuasan hidup, namun mereka tetap
mengikuti kata hatinya sendiri. Seperti halnya siput yang tidak peduli dirinya dinilai lamban,
malas atau pengecut, mereka memilih untuk mengikuti perjalanan Jiwa mereka sendiri.
Namun dengan kesabaran yang mereka miliki, seekor siput bahkan mampu mendaki
dahan-dahan pohon hingga sampai di puncak tertinggi, melampaui keberanian ayam jago
yang memiliki sayap.
Kedua peran dalam cerita tadi sama-sama memiliki keberanian. Ada ayam jago yang berani
berkelahi demi memberi kebanggaan dan kepuasan orang lain, ada siput yang berani
bertahan menjadi diri sendiri demi kepuasan atas perannya sendiri. Dan pribadi sepertimereka adalah dua pilihan sikap yang juga ada dalam kehidupan ini untuk kita pilih. Menjadi
pribadi yang gemar mengikuti setiap kehendak orang lain atau menjadi pribadi sebagaimana
yang kita kehendaki sendiri.
Sesungguhnya siput dan ayam jago memang bukanlah mahluk yang salah karena mereka
sendiri telah menjadi diri mereka apa adanya. Ayam jago memang gemar berkelahi dengan
sesamanya untuk memperebutkan lahan atau pasangan pada musim kimpoi. Sebaliknya
siput memang hewan penyabar dan selalu melangkah pasti meski hanya melata sedikit
demi sedikit. Mereka memang tidak menjadikan diri mereka contoh untuk ditiru oleh
manusia. Namun ketika dalam kehidupan ini kita seperti mencontoh mereka, maka menjaditugas dari kecerdasan kita untuk memilih apa yang layak dicontoh diantara sifat-sifat
97
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 98/117
mereka.
Namun jika menjadi manusia apa adanya adalah pilihan kita, sudah selayaknya kita
memahami seperti apa sejatinya manusia yang apa adanya. Dari kata manasya (manas =
pikiran), maka adanya manusia adalah mahluk yang bisa berpikir untuk mencapai segala
kebaikan dalam kehidupan yang dijalaninya. Manakala kehidupan kita tidak mengalami
kebaikan dan justru mengalami keburukan, itu seperti tanda-tanda bahwa kita belum bisa
menggunakan pikiran dan hati dengan sebaik-baiknya.
Dengan memahami diri sebagai mahluk yang dapat bertahan hidup dengan baik lewat
penggunaan pikiran dan hati, sudah selayaknya kita menjadi manusia apa adanya, yakni
manusia yang bisa berpikir baik demi kebaikan kita sendiri. Kita mungkin tidak perlu seperti
ayam jago yang dikendalikan oleh isi pikiran orang, yang baik bagi mereka namun
merugikan bagi kita. Kita layak meniru siput, yang melangkah sesuai kemampuan dan isi
pikiran sendiri. Namun sungguhlah, kita lebih layak menjadi diri sendiri, mahluk cahaya
dengan pikiran secerdas alam semesta.
Bahasa Bumi | Bag. 3 Spiritualitas Kehidupan Alam :
Aquarium dan Samudera
Kenapa mesti puas memandang aquarium jika menyelam ke dalam samudera akan lebih
memberi keindahan.
(W. Mustika)
Di setiap rumah dimana ada aquarium terpajang, entah isinya ikan air tawar atau ikan laut,
pemandangan indah yang dikemas oleh sang pemilik selalu saja mudah menghanyutkan
perasaan. Bagi mereka yang benar-benar penghobi, segala pembicaraan menyangkut
98
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 99/117
aquarium bisa saja menjadi pendamping keseharian sejak sarapan pagi. Ikan-ikan kecil atau
besar yang menari-nari di dalamnya serta interior aquarium yang berhasil dibuat begitu
alami menyerupai lautan atau danau memang dapat menghilangkan kepenatan rasa. Maka
kehadiran aquarium dalam ruangan ataua kamar tidur memang menghadirkan ketenangan
Jiwa.
Namun bayangkan apa yang mungkin akan terjadi ketika sejumlah pemilik aquarium
berdebat untuk saling membanggakan aquarium masing-masing. Saling berusaha
menunjukkan bahwa interior yang mereka ciptakan lebih indah dari aquarium orang lain.
Atau bahwa koleksi ikan-ikan yang ada dalam aquarium mereka lebih banyak dan lebih
indah dari milik siapa pun. Dari cerita seperti ini, mudah dianggap bahwa mereka yang
berdebat tadi tak lebih dari anak-anak kecil yang bersaudara kandung tapi masing-masing
dibuatkan aquarium yang berbeda oleh ayahnya.
Saat ayah yang bijak kemudian mengajak anak-anak yang berselisih itu menyelam ke dasar
samudera, mungkin disana baru mereka mengerti. Bahwa ternyata keindahan yang ada
dalam aquarium sesungguhnya belumlah apa-apa dibanding apa yang tersimpan dalam
samudera itu sendiri. Keindahan sejati alam laut yang layak dinikmati bersama.
Dalam analogi yang sama di kehidupan sosial kita, agama terlihat sangat mirip dengan
aquarium. Disana ada keindahan rahasia alam semesta yang diungkap melalui
ajaran-ajaran filsafat dan agama. Sesungguhnya, keindahan ajaran agama dapat memberi
hati kita ketenangan setelah menghadapi penatnya kehidupan. Agama dapat membuat kita
dapat ‘berbicara’ pada samudera keindahan yang jarang kita selami di kehidupan ini.
Sayangnya, kebanyakan kaum beragama kemudian malah terjebak untuk berdebat tentang
agama masing-masing dan saling mengklaim diri sebagai pemeluk agama terindah. Kita
gemar berdebat tentang ‘aquarium’ alam semesta yang sesungguhnya sama-sama indah
dalam bentuknya sendiri. Lihatlah betapa sebagian besar kaum beragama justru gemar
berselisih tentang isi agama yang sesungguhnya diciptakan untuk membuat kita menjadi
lebih damai dan bisa belajar menghindari perselisihan. Lebih dari sekedar berselisih,
pertempuran bahkan tercipta dari kegelapan pikiran yang tidak memahami hakekat
kehadiran agama bagi kehidupan. Bagi mereka yang tidak percaya pada agama, tentu saja
perilaku itu seolah menjadi pembenar baginya bahwa agama lebih banyak sebagai
penyebab manusia menjauh dari kesejatiannya yang damai. Padahal tidak demikian
adanya.
Hanya ketika seorang ayah atau penyelam kehidupan yang lebih bijak datang untuk
mengajak kita menyelam ke samudera dalam diri, disanalah kita akan mengerti bahwa
seluruh rahasia keindahan semesta sudah ada dalam diri kita sendiri. Tanpa perlu
perdebatan lagi kita akan menyadari hakekat kehadiran agama sebagai duplikat keindahan
semesta yang sengaja dihadirkan oleh alam agar bisa lebih dekat dalam kehidupan kita
sehari-hari.
Sejumlah penghobi aquarium yang sudah dewasa gemar bertukar pengalaman atau
bertukar isi aquarium untuk memahami keindahan lain yang tidak ada di rumah mereka.
99
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 100/117
Atau setidaknya mereka bisa sekedar saling menikmati dan menghargai keindahan
aquarium yang ada di rumah sahabat atau penghobi lainnya, meski tidak harus memiliki
aquarium yang sama. Begitulah penganut agama yang telah dewasa dan matang dalam
pemahaman agama, mereka lebih gemar saling menghormati keindahan agama orang lain.
Sebab mereka telah bertemu samudera keindahan sejati dalam diri.
Andai pun di awal aquarium kita terlihat seolah lebih indah dari milik orang lain, jika kita mau
mengamatinya lebih rajin mungkin suatu ketika kita akan merasa ‘bosan’ juga. Wajar jika
kemudian kita ingin melihat keindahan di aquarium lain. Pun demikian saat seseorang mau
serius mengamati agamanya sendiri secara mendalam, suatu ketika mereka akan tertarik
untuk sekedar mengamati keindahan dalam agama orang lain. Dan pada saatnya nanti,
mereka akan memilih menyelam ke dalam samudera diri untuk menyaksikan keindahan
semesta yang sesungguhnya.
Siapa saja yang telah berusaha memuaskan dirinya dengan memandang ‘aquarium’ agama,
suatu ketika akan mengerti pentingnya sesekali menyelam ke samudera dalam diri untuk
menemukan keindahan sejati. Dan mereka yang pernah menyelam ke dalam diri, akan
mudah memahami segala isi kehidupan sebagai bagian dari dirinya sendiri. Dari sinilah
lahirnya sikap empati, cinta kasih dan rasa penuh hormat pada segala ciptaan alam
semesta. Inilah perilaku mereka yang telah mencapai kesadaran sejatinya. Jadi, kenapa kita
tidak menyelam saja ke dalam diri?
Bahasa Bumi | Bag. 3 Spiritualitas Kehidupan Alam : Misteri
Semut dan Laba - Laba
Sesungguhnya keajaiban Tuhan selalu ada dimana-mana sepanjang hari dalam kehidupan
kita. Semua itu hadir untuk menegaskan bahwa Tuhan selalu ada sepanjang hari dalam
dunia kita.
(W. Mustika)
100
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 101/117
Dalam banyak hal kita lebih suka mencari keajaiban Tuhan dalam berbagai kegaiban mistis.
Terutama pada peristiwa parapsikologis yang mudah membuat akal logika terdesak pada
batas kemampuan analisanya. Dengan kebiasaan seperti ini, keajaiban kreasi cipta Tuhan
menjadi sesuatu yang langka dalam pandangan kita. Akibatnya pula, Tuhan seakan berada
sangat jauh dari dunia kita dan hanya datang sesekali sekedar untuk menunjukkan
keajaiban dan kemahakuasaanNya pada kehidupan manusia.
Namun coba perhatikan semut-semut kecil, yang bekerja siang dan malam mengumpulkan
bahan makanan tanpa henti. Bagi mereka bumi seakan-akan hanya memiliki satu musim
yakni musim kerja. Saat ribuan semut keluar masuk beriringan lewat satu lubang kecil
menuju goa bawah tanah rumah mereka, adakah yang melihat keajaiban terjadi disana?
Kesabaran dan kedisplinan mereka mengalahkan apa yang mampu diperbuat manusia. Tak
pernah ada semut mati terinjak-injak selama ribuan koloni semut itu pulang pergi ke
rumahnya lewat lubang sempit. Sementara pada kehidupan manusia, dalam situasi yang
serupa nyaris sering kita dengar berita adanya anak-anak, ibu-ibu atau orang tua yang mati
terjepit atau terinjak-injak.
Perhatikan pula bagaimana semut yang sebelum tidak terlihat satu pun, dalam beberapa
menit sudah mulai berbaris menuju larutan gula atau makanan yang bahkan diletakkan
sangat jauh dari jangkauan mereka. Siapakah yang telah membimbing mereka? Apakah
para semut memiliki volume otak yang sangat besar untuk menganalisa situasi?
Bandingkan dengan manusia yang memiliki otak memenuhi tempurung kepala. Kita bahkan
tidak mengetahui ada tidaknya makanan di atas meja makan sehingga lebih memilih
marah-marah pada pembantu sepulang dari kerja. Entah sistem apa yang dimiliki para
semut hingga mereka memiliki kemampuan navigasi sehebat itu. Mereka bahkan bisa
mengangkut benda yang beberapa kali ukuran tubuhnya tanpa perlu ikut senam kebugaran.
Mereka menggali goa untuk membuat rumah dengan arsitektur bertingkat yang luar biasa.
Tentu saja semut tidak memiliki sekolah dalam kelompok mereka. Lalu dimana mereka
belajar membangun rumah sehebat itu? Di tubuh bagian manakah kemampuan arsitektur itu
tersimpan sebagai ingatan turun temurun?
Semua pertanyaan di atas justru membawa kita pada sesuatu yang telah menciptakannya di
alam ini. Pada suatu kecerdasan yang telah berkreasi sehebat itu. Dan kita tidak
menemukan pilihan lain selain menyatakan bahwa kreator itu adalah sesuatu yang kita
sebut Tuhan. Syukurlah kita telah punya sesuatu yang bisa diduga menjadi penciptanya.
Bagi mereka yang tidak yakin pada keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta,
entah dimana mereka akan menemukan sumber keajaiban kecil di semesta raya ini.
Serupa hebatnya dengan apa yang dilakukan laba-laba. Mahluk kecil berkaki delapan yang
suka gelantungan pada tali super kecil yang keluar dari perutnya. Siapakah yang sejak awal
meyakinkan mereka bahwa mereka akan aman bergelantungan dengan seutas tali yang
sangat kecil dibanding ukuran tubuhnya. Lebih dari itu, di bagian mana pula kemampuan
leluhur mereka dalam membangun jaring-jaring telah diteruskan secara turun temurun?
Dengan cara apa mereka mengajari generasi berikutnya?
101
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 102/117
Perhatikan bagaimana mereka memilih mana dahan pertama yang bisa dipakai sebagai titik
awal untuk membuat suatu jejaring. Di posisi mana mereka harus melekatkan tali yang satu
dengan lainnya, atau dengan ukuran berapa tiap celah-celah jaring harus dibuat. Betapa
menakjubkan mereka menciptakan rumah sekaligus perangkap mangsa. Terlihat sangat
rumit namun tidak demikian bagi mereka. Adakah yang sudah melihat hal ini sebagai salah
satu keajaiban semesta yang mudah kita perhatikan sehari-hari?
Jika bagi seekor semut dan laba-laba sekecil itu ada jejak-jejak keajaiban Tuhan Sang
Pencipta, lalu keajaiban apakah yang di-instal dalam diri kita? Sungguh, keajaiban dan
rahasianya telah kita gunakan sehari-hari, namun tidak pernah kita sadari bagaimana
menggunakannya dengan baik. Jejak keajaiban Tuhan dalam diri kita adalah pikiran dan
hati. Kecerdasan pikiran sadar, keajaiban pikiran bawah sadar serta kekuatan keikhlasan
hati sangat jarang kita gunakan dengan benar sesuai rahasianya. Padahal kunci rahasia
penggunaannya sebenarnya sangat mudah. Kita cukup menginginkan dengan benar apa
yang kita harapkan disertai dengan keikhlasan hati.
Sayangnya. Seringkali dalam kehidupan dimana kita sangat menginginkan kebaikan,
kebahagiaan, kedamaian dan hal-hal positif lainnya, kita justru mengumpulkan hal-hal
negatif lewat pikiran, kata-kata dan perilaku keseharian. Kita memang memilih harapan yang
baik namun enggan mengumpulkan bahan-bahan yang tepat sesuai harapan. Akibatnya,
hidup yang kita jalani menjadi sangat rumit dan sulit seakan keajaiban Tuhan sangat jauh
dari kehidupan kita. Padahal, sumber keajaiban itu sendiri ada bersama kita; pikiran dan
hati. Adakah yang telah melihat rahasia dirinya?
Bahasa Bumi | Bag. 3 Spiritualitas Kehidupan Alam : Tikus - Tikus Dalam Diri
Tanpa kita sadari, tubuh dan pikiran kita sedang digerogoti dari dalam oleh ‘tikus-tikus’
hingga kita menjadi pribadi yang rapuh dan mudah hancur di tengah-tengah perjalanan Jiwa
menuju kesadaran semestaNya.
(W. Mustika)
Diantara banyaknya jenis hewan pengerat yang ada di alam, mungkin tikus adalah jenis
102
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 103/117
yang paling meresahkan kita. Terutama bagi mereka yang pernah dibikin masalah oleh
kenakalan hewan ini. Kabel-kabel rumah yang terkelupas hingga menimbulkan korsleting.
Makanan di dapur diobrak-abriknya, atau atap rumah kian rapuh karena kayunya mereka
gerogoti sedikit demi sedikit. Belum lagi risiko penularan penyakit Pes karena gigitannya
atau demam Leptospirosis yang menular lewat air seninya.
Sulit menemukan sisi manfaat dari kehadiran tikus di rumah kita.. Maka tidak salah bila
begitu banyak upaya yang akan dilakukan demi mengusir koloni mereka dari dalam rumah.
Dari perangkap yang menjepit, memenjara, hingga lem yang melekatkan mereka pada
jebakan. Bahkan kini tersedia berbagai jenis racun yang mematikan bagi mereka, karena
kucing-kucing rumah saat ini seperti tidak doyan lagi memakan daging tikus.
Begitulah kehadiran tikus dalam kehidupan manusia sejak jaman dahulu. Mereka tidak
pernah mudah menjadi hewan yang akan diterima dengan ikhlas, kecuali saat mereka akan
dipakai sebagai hewan percobaan. Untuk peran yang satu ini, tikus memang telah banyak
membantu para ahli menemukan obat yang layak dan aman digunakan bagi spesies
manusia. Maklum, tikus dan manusia sama-sama keluarga mamalia, sehingga ada
kedekatan dalam tipe sel-sel dan jaringan mereka. Bagi manusia mungkin inilah manfaat
terbaik yang bisa diberikan para tikus dengan kehadirannya di bumi, tapi bukan saat
membuat rusuh di rumah kita.
Sayangnya, tidak saja mereka ada di dalam rumah dan menimbulkan keresahan, ternyata
mereka juga ada di dalam diri sejak kecil hingga mengantar kita pada kematian. Koloni
‘tikus-tikus’ ini begitu bervariasi dalam tubuh dan pikiran. Ada yang memang menetap
secara alami, ada juga yang tanpa sadar telah kita ijinkan masuk lewat pintu pikiran sadar.
Sebagian dari mereka menetap di ruang terbawah yakni di alam pikiran bawah sadar kita
untuk merapuhkan diri kita dari dalam sedikit demi sedikit.
Usia adalah ‘tikus’ dalam diri yang paling bandel. Ia menggerogoti seluruh sel dan jaringan
tubuh sejak lahir hingga di ujung kehidupan. Ia membuat kita menjadi kian menua dalam
tubuh dan makin pelupa dalam pikiran. Sayangnya, ia belum tentu berpengaruh pada Jiwa
dengan ikut membuatnya makin dewasa dan matang. Maka mudah dijumpai orang tua yang
kian pikun namun Jiwanya belum matang dalam kesadaran.
‘Tikus-tikus’ lain juga menggerogoti kita dari dalam terutama yang tanpa disadari masuk
lewat pikiran sadar dan bersembunyi di ruang pikiran bawah sadar. Ia merapuhkan begitu
banyak kemurnian dan kekuatan Jiwa yang kita bawa semenjak lahir. Ketakutan dan
kecemasan adalah ‘tikus’ mental yang menggerogoti keberanian kita menghadapi masa
depan kehidupan.
Kemarahan adalah ‘tikus’ yang telah merapuhkan kesabaran dan kelembutan kita sebagai
Jiwa. Ada juga kesedihan sebagai ‘tikus’ penggerogot ketegaran dan keikhlasan kita
menghadapi duka lara kehidupan. Dan dendam adalah ‘tikus’ paling berbahaya dalam diri
kita. Sebab ia bersembunyi jauh di bawah sadar dan menggigit sedikit demi sedikit
kebahagiaan kita dari dalam. Ia menjadi sumber bibit penyakit yang kita kenal
sebagai psikosomatik .Iri dan dengki pun tak lupa memperkenalkan diri mereka sebagai ‘tikus’ yang berbahaya di
103
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 104/117
dalam diri. Mereka membuat kita susah meraih kebahagiaan lewat rasa syukur atas apa
yang telah berhasil kita capai. Kedua ‘tikus’ ini justru membuat kita sibuk membenci
kesuksesan orang lain dan lupa meraih kesuksesan kita sendiri. Putus asa apalagi. Mereka
menjadi ‘tikus’ terburuk dalam pikiran kita. Mereka bahkan berhasil mematahkan semangat
hidup hingga membawa korbannya sampai nekat mengakhiri perjalanan Jiwa dan memasuki
pintu kematian dengan sia-sia.
Jika tikus bisa bermanfaat sebagai hewan percobaan yang membantu para ahli menemukan
obat bagi manusia, bisa jadi ‘tikus-tikus’ dalam pikiran bisa memberi manfaat serupa. Kita
bisa menjadikan rasa ketakutan dan kecemasan untuk menguji tingkat keberanian kita
menghadapi hidup. Menguji kesabaran kita lewat hadirnya ‘tikus’ kemarahan. Begitu pula
untuk ‘tikus-tikus’ pikiran lainnya bisa menjadi alat penguji bagi pertumbuhan kebaikan dan
nilai positif dalam diri.
Lebih dari itu, kita bisa menggunakan mereka untuk menguji berbagai ‘obat’ mental berupa
nasehat, jalan keluar, perilaku positif, meditasi dan sejenisnya yang akan kita pakai untuk
menyembuhkan diri. Inilah saatnya mengamati kehadiran ‘tikus-tikus’ itu dalam diri kita
masing-masing. Melihatnya sesekali masuk lewat pikiran sadar atau pun bersembunyi di
pikiran bawah sadar kita. Hanya mereka yang benar-benar mengerti tentang peran positif
‘tikus-tikus’ negatif ini bagi pikiran dan hati, akan bisa menggunakan mereka untuk imunisasi
Jiwa. Dengan cara yang lebih bijak kita dapat bertumbuh menjadi Jiwa yang lebih kokoh,
sehat dan berstamina tinggi dalam menjalani peran kehidupan.
Bahasa Bumi | Bag. 3 Spiritualitas Kehidupan Alam : Kupu - Kupu Sutera
Jika ulat saja bisa mengubah diri menjadi kupu-kupu indah seperti induknya, kenapa kita
tidak bisa bertumbuh menjadi pribadi yang serupa dengan sumber kita, Sang Mahluk
Cahaya yang penuh cinta kasih?
(W. Mustika)
Mendengar kata ulat mungkin segera membuat banyak orang merasa geli. Bahkan ada
104
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 105/117
yang menganggap mereka binatang yang jorok dan menjijikkan. Mungkin karena asosiasi
mereka langsung tertuju pada ulat belatung yang berkerubung pada bangkai. Namun agak
berbeda saat yang diceritakan adalah ulat sutera. Dengan kehalusan benang serta
keindahan kain yang dapat tercipta darinya, ulat sutera menjadi sesuatu yang berharga
untuk dibicarakan di banyak kesempatan.
Namun ulat sutera dan ulat lain tentu tidak saja hadir dalam kehidupan manusia sebagai
produsen yang dapat memberi rasa kemewahan bagi sebagian orang-orang kaya. Pastilah
ada sesuatu yang ingin dituturkan secara dalam oleh alam bagi perjalanan Jiwa. Bukankah
Tuhan kita gemar menitipkan pesan-pesan bagi Jiwa lewat jejak-jejak yang terpahat di
kehidupan nyata? Ulat sutera mungkin sebagian dari jejak yang layak dibaca dengan
keheningan hati.
Tidak seperti kebanyakan hewan bersayap lainnya yang begitu terlahir dari telur akan
langsung bersayap, kupu-kupu tidak demikian. Dari induk kupu-kupu yang begitu indah,
awalnya kupu-kupu muda akan terlahir dari telur. Beberapa hari kemudian mereka menetas
keluar sebagai seekor ulat berbulu. Menggeliat kesana kemari dan tampak menggelikan
bagi mereka yang tidak tahu bahwa mereka adalah ulat sutera. Setelah cukup lama
bertumbuh sebagai ulat yang lahap memakan daun-daun hijau segar, mereka pun
menggulung diri dengan untaian serat-serat selembut sutera yang keluar dari tubuhnya.
Lama mereka bertapa dalam rumah yang menjadikan mereka sebagai kepompong.
Menutup mata dari hijaunya daun-daun yang sebelumnya begitu lahap mereka nikmati.
Kepompong yang kokoh itu juga seketika menghentikan tarian tubuh mereka yang gemar
menggeliat bagai kegelian. Mereka sedang mengasingkan diri dari dunia luar. Seperti
sedang merenung tentang masa lalunya sebagai ulat. Menjadi incaran para pemangsa atau
menjadi sesuatu yang kadang dinilai jorok atau menjijikkan oleh sebagian manusia, tanpa
pernah mereka mengerti alasannya.
Dan tatkala Sang Waktu telah memberi mereka kesempatan, maka dari ulat berbulu yang
geli menjijikkan mereka pun seperti terlahir kembali dari sorga sebagai kupu-kupu dengan
sayap yang dilukis begitu indah oleh alam semesta. Dua sayap tipis dengan ukuran, bentuk,
serta lukisan yang keindahannya begitu simetris, membuat mereka menjelma bagai peri
sorgawi. Tugas mereka pun berubah dari ‘hama’ pelahap dedaunan kini menjadi ‘penghulu’
yang menikahkan putik dan benang sari yang menghiasi mahkota berbagai bunga-bunga
taman alam yang indah. Dari sesuatu yang awalnya menjijikkan, mereka mengekspresikan
diri barunya sebagai keindahan alam yang begitu mempesona.
Metamorfosa kehidupan yang mereka alami dari satu pribadi yang tampak bernilai rendah
hingga mencapai kesejatian diri mereka sebagai kupu-kupu yang begitu indah dan berharga,
seperti sedang bertutur tentang hal serupa yang bisa terjadi pada manusia. Bahwa tidak
peduli seberapa pun hinanya keadaan kita saat ini atau sebelumnya, kelahiran sebagai
manusia adalah potensi untuk bisa mengalami metamorfosa menjadi satu pribadi sejati yang
lebih mengagumkan dan berharga bagi kehidupan.
Kemiskinan, kebodohan, kegelapan masa lalu, sakit dan kesengsaraan adalah sebagian
keadaan yang mungkin menempatkan manusia mirip seperti seekor ulat. Kadang kita
105
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 106/117
dipandang begitu rendah dan tidak berharga bagi dunia. Namun dengan meniru keteguhan
ulat sutera, tidak mustahil kita bisa ‘lahir’ kembali menjadi pribadi yang seindah dan
seberharga kupu-kupu sutera.
Perhatikan sejumlah besar orang suci atau para guru yang begitu mengagumkan hati kita di
dunia ini. Kita memang tidak selalu harus menjadi seperti mereka secara total. Namun
dengan satu keikkhlasan yang sama untuk mengendalikan diri, mengekang sedikit keinginan
dan hasrat yang dulu pernah memberi kenikmatan, kita bisa seperti ulat yang bertapa dalam
kepompong. Dalam ‘kepompong’ perenungan diri itulah setidaknya kita bisa memahami
kesejatian diri kita dalam kehidupan ini. Bertumbuh matang dalam keheningan dengan
melupakan segala kegelapan masa lalu, agar bisa terlahir kembali ke dunia yang lebih
terang.
Dan Sang Waktu pasti akan memberi kesempatan bagi alam semesta untuk menjelmakan
kita menjadi sebuah pribadi baru. Tatkala kesadaran murni telah membuat kita bisa
menerima segala dualitas dunia menjadi sesuatu yang sama-sama indah, maka keindahan
dualitas yang simetris itu akan berkembang menjadi sayap-sayap cinta kasih. Dengan sayap
itulah kita akan terbang bebas tanpa keterikatan untuk menjalankan tugas kesejatian Jiwa
yang baru bagaikan kupu-kupu. Menikahkan keindahan-keindahan lain yang ada di dunia ini
agar mekar menjadi sesuatu yang lebih berharga dan mengharumkan bagi kehidupan.
Apakah kita telah siap memulai diri menjadi kepompong ulat sutera?
Bahasa Bumi | Bag. 3 Spiritualitas Kehidupan Alam : Terima Kasih Lalat
Bahkan suatu keburukan memiliki kebaikan bagi pertumbuhan Jiwa kita, karena ia rela
menjadi contoh yang mesti kita hindari untuk meraih kebaikan itu sendiri.
(W. Mustika)
Mereka yang terbiasa hidup bersih dan sehat akan mengerti bahwa lalat adalah vektor atau
106
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 107/117
serangga penyebar penyakit. Bukan hanya menyebarkan kuman penyebab diare karena
mereka suka hinggap di tempat yang kotor berkuman lalu pindah ke berbagai makanan kita.
Salah satu spesies mereka bernama lalat Tse-Tse dapat menularkan penyakit tidur kepada
manusia. Maka ketika ada kalimat ucapan terima kasih mengalir kepada serangga ini, tentu
mudah dimengerti bilamana muncul perasaan heran dan sedikit ketidakikhlasan dari yang
mendengarnya.
Sesungguhnya lalat telah bekerja alami apa adanya. Mereka menjadi bagian dari pasukan
alam yang bertugas melakukan penguraian terhadap benda-benda mati termasuk pada
makanan. Tak ada yang salah dalam tugasnya sebagai pasukan pembersih yang begitu
cekatan bagi dunia. Hanya saja, ketika karena tugasnya itu mereka telah menyebabkan
tersebarnya penyakit yang membuat manusia menderita, mereka pun mendapat penilaian
sebagai mahluk terjorok di dunia. Itu pun rupanya hanya penilaian dari manusia saja, yang
bahkan sesungguhnya sedang belajar menjadi mahluk spiritual yang sempurna, bebas dari
segala dualitas penilaian.
Memang, dari kebiasaannya yang suka berpindah dari tempat kotor ke makanan yang
bersih tanpa ‘mencuci’ kaki dan tangan, lalat menjadi serangga yang jorok. Belum lagi bila
mereka bertelur dan menetaskan belatung yang menjijikkan di atas daging atau bangkai.
Perilaku reproduksi itu membuat mereka semakin lekat dengan penilaian negatif bagi
manusia, terutama pencinta kebersihan dan kesehatan.
Namun begitu, adakalanya perilaku alamiah yang dikerjakan oleh para lalat sebagai ‘titah’
dari alam semesta ini bisa memunculkan rasa syukur atas kehadiran mereka. Meski dinilai
sebagai serangga jorok, namun justru dengan itu mereka dapat membantu kita. Ini terjadi
ketika suatu hari tersebar bau busuk yang menyengat dalam sebuah rumah. Bau khas yang
menandakan ada bangkai yang tak terkubur disana. Sebagai manusia dengan penciuman
yang tak setajam hewan pelacak, tentu akan sulit bagi kita menemukan lokasi tempat
bangkai itu berada. Lalu apakah yang bisa dijadikan pedoman bila kita sulit menemukan
sumber bau tersebut?
Ya, lalat. Segerombolan lalat yang beterbangan di tempat yang tidak biasanya telah menjadi
petunjuk lokasi sumber bau tersebut dalam rumah; yang ternyata adalah bau bangkai
kucing. Dengan metode sederhana ini, rupanya kehadiran lalat dengan tugas alaminya itu
sebenarnya sangat membantu. Tidak terbayang bila di dunia ini tidak ada lalat, maka
tumpukan bangkai tidak akan terurai kembali menjadi unsur-unsur bumi sebagaimana
asalnya. Terbuktilah bahwa alam semesta dan Tuhan sebagai pencipta segala hal adalah
kumpulan kehidupan yang telah terencana secara sangat sempurna. Semua memiliki
manfaat apa adanya. Segala hal tanpa kecuali, sesungguhnya tercipta dengan manfaatnya
masing-masing. Inilah kehidupan yang begitu sempurna.
Dalam pemahaman serupa, bukankah sudah saatnya kita belajar untuk melampaui segala
dualitas penilaian dan menerima segala hal apa adanya. Mengerti bahwa segala sesuatu
sudah sedemikian adanya adalah sebuah pencapaian kesadaran tentang kesempurnaan
semesta. Dan kita hanya perlu menjadi berguna apa adanya sebagai diri kita sendiri.
107
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 108/117
Tidak ada yang layak dibenci karena mereka ada untuk kebaikan kita sendiri. Orang dengan
sifat dan perilaku yang menurut kita adalah hal buruk, sesungguhnya sangat berguna bagi
kita. Mereka telah ikhlas menjadi contoh yang mungkin tidak layak kita tiru, sebab itu bukan
pribadi kita. Itulah kegunaannya. Kesalahan ada untuk dijadikan contoh yang salah,
kebenaran ada untuk menjadi contoh yang benar. Tanpa ada yang salah, kita tidak mengerti
mana yang benar. Dan jika kebetulan kita berada di sisi kebaikan, kita hanya perlu
bersyukur bahwa bukan kita yang harus bertugas di dunia ini untuk menjadi contoh yang
buruk.
Sayangnya, selama ini kebanyakan kita begitu mudah membenci contoh-contoh buruk yang
ada di lingkungan kita. Kita sibuk membicarakan keburukan orang bukan sekedar untuk
mengerti seperti apa contoh buruk yang layak kita hindari. Sebaliknya, dengan cara itu kita
justru membangun kebencian berlebihan terhadap contoh keburukan. Padahal dengan
hadirnya kebencian dalam hati atas contoh buruk tadi, tanpa sadar kita telah menjadikan diri
kita sendiri sebagai contoh pribadi yang dipenuhi kebencian.
Seekor lalat akhirnya mengajarkan kita bagaimana semestinya bersikap positif pada sesuatu
yang negatif. Jika kita adalah orang positif, tentu kita tidak perlu mengubah diri menjadi
negatif meskipun telah bisa menerima keberadaan hal negatif sebagai bagian dari alam
semesta. Kita menerima hanya untuk bisa bersyukur bahwa kita tidak ditugaskan berada
pada sisi negatif yang mungkin tidak cocok bagi kita. Itu saja. Dengan demikian, kita bisa
menjadi diri sendiri tanpa perlu membenci, menilai berlebihan atau menghakimi sesuatu
yang bukan kita. Sebab, bukankah kebencian justru mengubah kita menjadi sama dengan
apa yang kita benci?
Bahasa Bumi | Bag. 3 Spiritualitas Kehidupan Alam : Serdadu Lebah Madu
Sesungguhnya hal-hal negatif ada di dunia ini untuk menjaga agar kita bisa tetap berada di
jalur positif yang kita pilih dalam menjalani kehidupan.
(W. Mustika)
108
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 109/117
Dari sekian banyak serangga yang telah kita kenal dekat dalam kehidupan manusia, lebah
madu menjadi simbolis kebaikan sempurna. Bukan saja karena kita lebih senang
memikirkan madu yang ia kumpulkan daripada racun yang melumasi sengat di ekornya.
Apalagi saat ini sengat lebah pun ternyata bermanfaat untuk mengobati sejumlah penyakit
lewat teknik akupunturnya. Lengkaplah ia menjadi simbol penyebar kesehatan bagi
manusia. Tempat kerjanya adalah wewangian bunga-bunga, tidak seperti lalat, kecoa dan
tikus. Lebah madu menjadi serangga alam yang cukup beruntung dalam penilaian di mata
manusia.
Lebih dari sekedar bermanfaat bagi dunia kesehatan manusia, perilaku sosial dan
kehidupan mereka juga turut memberi pesan penuh makna bagi kehidupan manusia. Paling
nyata terbaca oleh kita tentulah gotong royong dan kebersamaan diantara mereka. Sejak
pagi mereka terbang menyebarkan diri ke seluruh taman dan hutan demi mengumpulkan
nektar bagi koloninya. Sebuah ketulusan kerja dan bakti kepada lebah ratu, sang pemimpin
koloni.
Mereka juga simbolis dualitas yang diterima secara ikhlas dan hidup berdampingan dengan
damai di dalam diri. Ada madu yang manis membahagiakan di bagian depan tubuh dan ada
racun sengat yang menyakitkan di belakang. Dengan sengat itulah para serdadu lebah
madu menjaga harta kebaikan yang ada pada diri mereka. Seperti bertutur bahwa begitulah
hal-hal yang kita sebut negatif semestinya menjaga kebaikan yang ada dalam diri agar tetap
berada di jalurnya.
Rasa kebersamaan yang ada dalam keluarga besar lebah madu terasa menyindir manakala
dalam keluarga kecil yang kita miliki saja nyatanya rasa kebersamaan itu kadang tidak
mudah tercipta. Setiap lebah madu memang memiliki sengat mematikan pada dirinya
namun mereka tidak pernah saling menyakiti diantara anggota keluarganya. Sementara
dalam kehidupan kita yang dipenuhi pemikiran cerdas ini, pertengkaran, perselisihan,
bahkan perkelahian begitu mudah terjadi. Bagian terkuat dari tubuh dan pikiran justru kerap
kita gunakan untuk menyakiti sesama, bukan untuk menjaga harta kebaikan yang telah kita
peroleh bersama.
Lebah madu juga sebuah simbolis persembahan kerja tanpa pamrih. Mereka mencintai
keluarga tanpa syarat. Ikhlas bekerja demi ketulusan cinta itu sendiri. Berbeda dengan
beberapa keluarga di kehidupan kita, dimana kadang-kadang sebuah cinta justru dibangun
dengan sejumlah syarat tertentu. Ada istri yang hanya mencintai suami jika bisa memberi
nafkah baginya. Ada suami mencintai istri dan anak-anak jika mau menuruti kehendaknya.
Tanpa disadari keluarga manusia lebih sering memilih cinta penuh syarat.
Jika penerimaan ikhlas terhadap dualitas diri adalah sebuah puncak pencapaian kesadaran,
maka kita layak berguru kepada para lebah. Lihatlah betapa mereka dengan bebas
menerima dualitas madu dan racun dalam diri mereka. Mereka juga tidak menilai buruk
terhadap dualitas serupa yang dimiliki lebah lain dalam koloni mereka. Mereka mampu
menggunakan dualitas miliknya dengan sempurna. Bandingkan dengan diri kita yang kerap
membenci bagian negatif yang kita miliki. Kita gemar menerima bagian positif namun
membenci bagian negatif diri kita. Maka jadilah kita sebagai mahluk yang gampang
109
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 110/117
mengeluh atas siklus dualitas.
Kita hanya bersyukur saat mendapat bahagia, lalu mengeluh saat didatangi penderitaan.
Kita bersemangat saat mengalami kesuksesan namun gampang putus asa saat diterpa
kegagalan. Kita membenci bagian yang buruk dari diri kita, karena kita hanya menginginkan
segala hal positif dan kebaikan. Sifat ini tidak tidak terlepas dari konsep kesempurnaan yang
diajarkan pada kita sejak lahir, bahwa kesempurnaan hanya dibentuk oleh kebaikan.
Padahal, sejatinya kesempurnaan itu adalah dualitas alami yang saling menjaga. Ada siang
dan malam, ada sakit dan sembuh, ada panas dan dingin, dan sebagainya. Itulah
kesempurnaan sejati. Seperti tubuh kita sempurna karena memiliki bagian kiri dan kanan
yang saling melengkapi.
Bahwa racun sengat berguna untuk menjaga koloni lebah dari para pencuri madu, begitulah
dualitas yang ada dalam diri kita seharusnya saling menjaga. Tidak saja untuk menjaga
kedamaian dalam diri, juga menjaga kedamaian dengan seluruh orang dalam keluarga kecil,
keluarga besar dan bahkan menjaga sesama kita dalam bingkai kedamaian yang sama.
Kemarahan yang menyakitkan mengingatkan kita pentingnya kesabaran. Ketakutan yang
menyiksa hati menggugah kita agar tetap menjaga keberanian. Penderitaan oleh rasa sakit
menyadarkan kita betapa pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan pikiran.
Begitulah sejatinya dualitas dalam kehidupan ini ada dalam kesempurnaan perannya
masing-masing. Segala hal yang kita sebut negatif sesungguhnya adalah bagian diri kita
yang bertugas menjaga hal-hal positif yang kita miliki agar kita tetap ada dijalur kesejatian
Jiwa yang penuh cinta kasih. Begitulah serdadu lebah madu mengajarkan kita bagaimana
menerima dan saling menjaga dualitas diri dalam jalur alami.
Bahasa Bumi | Bag. 3 Spiritualitas Kehidupan Alam : Gugurnya Sang Kecoa
Terkadang dengan membalikkan segala sesuatu kepada diri sendiri, membuat kita lebih
mudah menerima apa pun kenyataan yang awalnya begitu sulit diterima.
110
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 111/117
(W. Mustika)
Serangga kecil yang cukup kuat bertahan hidup adalah kecoa. Ia salah satu hewan yang
lagi-lagi menjadi bagian dari kelompok hewan ‘jorok’ bagi manusia selain lalat dan tikus.
Maka tak heran ia lebih dipilih menjadi musuh oleh manusia alih-alih menjadikannya sebagai
sahabat hidup yang menguntungkan. Seperti tikus dan rayap, mereka juga gemar
menggerogoti buku-buku yang bahkan telah tersimpan rapi dalam lemari. Mereka masuk
lewat celah-celah kecil yang luput dari perhatian.
Keunikan serangga terbang yang lebih banyak tinggal di pojokan lembab dalam kamar atau
rumah ini adalah daya tahannya. Meski banyak pabrik mengklaim telah berhasil
memproduksi obat anti kecoa yang ampuh, sayangnya tidak banyak yang benar-benar
memuaskan. Mereka tidak mudah mati dalam sekali semprot. Dengan cepat mereka bisa
berlari atau terbang menghindar. Namun yang menarik, ketika tubuhnya telah terguling dan
berada dalam posisi tengkurap, disitulah tampak ketidakberdayaan mereka. Kadang mereka
butuh waktu yang begitu lama untuk bisa membalikkan tubuh ke posisi normal untuk bisa lari
bersembunyi dari pemangsa. Jika gagal, akibatnya tentu saja dengan sekali injak mereka
binasa di tangan manusia yang membencinya.
Sebagaimana tikus dan lalat yang tampak jorok dan berperan negatif bagi kehidupan
manusia namun masih menyisakan makna positif untuk kita kita cermati, kecoa pun serupa.
Kedekatan mereka dengan dunia manusia seperti menyimpan suatu pesan alam untuk kita
simak sebagai pelajaran berharga bagi pertumbuhan Jiwa.
Kecoa mungkin teguh atau bahkan terkesan kukuh mempertahankan diri, namun ternyata
mudah menyerah saat tubuhnya berada pada posisi terbalik. Dengan itu ia seperti bertutur
bahwa begitulah ego kita sesungguhnya akan mudah menyerah dari kukuhnya
mempertahankan pembenaran diri, jika posisi kita dibalikkan oleh kebijaksanaan dari dalam.
Kita mungkin betapa jengkel dengan kesalahan orang lain, apalagi saat orang itu mencari
berbagai alasan pembenar atas kesalahan yang diperbuatnya. Namun dengan mudah kita
akan memahaminya saat menyadari bahwa jika kita ada dalam posisinya kita pun pasti
mencari alasan pembenar bagi mekanisme pembelaan ego yang telah kita pilih.
Kebanyakan selama ini dalam pergaulan atau dalam penilaian terhadap sifat, sikap dan
perilaku orang lain, kita lebih banyak lupa atau enggan menempati posisi orang tersebut.
Padahal dalam kenyataan sehari-hari, tanpa disadari kita pun seringkali memilih sikap dan
perilaku yang sama bila berada pada posisinya. Kita membenarkan setiap alasan yang kita
buat namun enggan memahami alasan yang dibuat orang lain, sekalipun itu sama
hakekatnya.
Andai disadari bahwa salah satu tujuan pembelajaran di dunia dalam mencapai kematangan
Jiwa adalah untuk mengalami proses perubahan dari kebiasaan antipati menjadi simpati dan
dari simpati menjadi empati terhadap orang lain, maka kecoa terbalik adalah guru simbolik
yang tepat. Dengan terbiasa menempati posisi terbalik, memposisikan diri pada situasi
orang yang kita nilai, rupanya proses belajar mencapai empati akan lebih mudah. Bahkan
dalam suatu fase pembelajaran yang lebih mendalam, saat empati telah menjadi bagian dari
111
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 112/117
mental keseharian, mungkin kita bisa ‘empati’ pada posisi Tuhan dalam kehidupan semesta
ini.
Kelelawar juga bertutur dalam makna yang serupa. Perhatikan bagaimana ia terbang dalam
kegelapan goa atau kegelapan malam. Hanya dengan mengirimkan sinyal yang akan
memantul kembali pada dirinya, ia menentukan jalan yang tidak akan membahayakan
dirinya. Begitulah dengan mengembalikan segala sesuatu dalam kehidupan ini seolah kita
berada pada posisi tersebut, kita akan mudah memahami dan menghormati setiap jalan
yang dipilih orang lain. Dan dengan rasa empati itulah kita bisa membangun ‘jalan-jalan’
kehidupan yang bisa mengantar Jiwa meraih kesadaran sejatinya sebagai Jiwa Semesta.
Selama masih ditingkat antipati terhadap orang lain, proses pembelajaran untuk memahami
diri sendiri biasanya akan lebih panjang untuk dilalui. Saat antipati terlampaui dan pikiran
mulai mengerti orang lain, kita telah sampai pada tahap simpati . Baru setelah benar-benar
merasakan posisi orang lain, langkah perjalanan hati kita sedang menjejak di tingkat empati .
Sebuah tingkatan hati saat mana jendela pemahaman semesta perlahan sedang terbuka
menyambut datangnya kesadaran kita.
Jika kecoa adalah simbolis antipati, maka dengan membalikkan posisi diri setidaknya bisa
membuat kita menyerah pada kukuhnya ego negatif untuk beralih menjadi sikap simpati.
Jika kelelawar adalah simbolis sikap simpati, maka dengan lebih sering memancarkan pada
orang lain apa yang ingin kita terima dari mereka, kita sedang bertumbuh menuju sikap
empati. Manakala sikap empati telah terkuasai dengan baik sebagai bagian dari pencapaian
kesadaran, maka tibalah saatnya mencoba empati dengan posisi Tuhan di alam semesta.
Itulah titik terang dimana Jiwa kita akan tiba pada pemahaman dirinya sebagai Jiwa
Semesta.
Bahasa Bumi | Bag. 3 Spiritualitas Kehidupan Alam : Ayam Kampung dan
112
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 113/117
Ayam Petelur
Siapa saja telah mengerti rahasia penderitaan duniawi terletak pada kemelekatan, ia akan
membebaskan dirinya dari keterikatan. Mereka akan memiliki tanpa rasa kemelekatan dan
melepaskannya tanpa rasa kehilangan.
(W. Mustika)
Di sebuah kampung suatu siang terdengar seekor ayam betina berkotek riuh mengusir
keheningan hari yang lengang. Ia baru saja turun dari sarangnya di sebuah sudut rumah
gubuk. Saat diamati, ternyata ayam tadi baru saja menambah sebutir lagi jumlah telurnya.
Kotekannya seperti nyanyian kegembiraan yang mengabarkan pada seluruh ayam pejantan
di kampung bahwa ia adalah betina subur yang sukses dengan peran kehidupannya.
Namun tanpa sadar, kabar itu juga tak luput dari pendengaran sekelompok anak-anak nakal
yang bermain di sekitar sana. Maka tanpa panjang waktu, telur tadi segera lenyap dari
sarangnya. Sebagian ditukar di warung menjadi segenggam permen, sebagian direbus
menjadi menu mewah makan siang ala anak-anak kampung. Kini hanya tersisa kotekan lirihsi betina yang sibuk mengorek tumpukan jerami di sarang demi mencari telurnya yang
hilang tanpa bekas. Penyesalan yang tercipta oleh ulahnya sendiri.
Di sisi kampung yang lain, di sebuah peternakan ayam petelur, setiap hari para induk ayam
mengeluarkan satu demi satu telurnya. Namun mereka tidak berkotek riuh tanda suka cita
atas seluruh pencapaian yang menggembirakan itu. Begitu pun saat tangan-tangan para
peternak dengan tenang mengambil telur-telur tadi tepat di hadapan mereka. Mereka tetap
saja tenang seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Tak ada kegembiraan berlebihan dalam
pencapaian atau pun kesedihan berat saat kehilangan. Sepertinya sedang bertutur tentang
keikhlasan yang sangat tinggi dalam menjalani peran dan risiko dalam kehidupan.
Dalam situasi serupa di kehidupan manusia, mudah ditemui orang-orang yang sangat suka
cita saat mendapat berkah kesuksesan. Dengan ekspresi hati yang kadang berlebihan
mereka berusaha memamerkan apa pun bentuk pencapaian duniawi yang telah diraih.
Tidak saja dalam hal harta, tahta atau cinta, juga dalam hal kepintaran, kesaktian dan
sebagainya. Namun tatkala semua bentuk kepemilikan itu harus lepas dari tangan, seakan
semua ruang dan waktu kehidupan hanya menyisakan kepedihan atas kehilangan.
Kepemilikan dan kemelekatan terhadap apa pun yang pernah diraih di dunia ini, tanpa
siapnya kesadaran bahwa semua itu sesungguhnya tidak kekal, kerap begitu mudahmenjerumuskan kita pada penderitaan. Apalagi bila bentuk kepemilikan itu begitu lama dicari
hingga membutuhkan perjuangan berat namun lenyap secara seketika, penderitaan atas
kehilangan ini pun semakin terasa menyesakkan.
Memilih perilaku ayam kampung dalam menikmati sebuah pencapaian sukses duniawi
memang bukan sebuah kekeliruan. Hanya saja, tanpa kesiapan mental menghadapi situasi
sebaliknya yang datang tak terduga, guncangan batin sangat mudah merombak
kebahagiaan yang dulu pernah terasa. Namun sebagian kecil orang-orang yang berhasil
meniru gaya ayam petelur dalam menikmati kesuksesannya, seringkali memancarkan aura
kebahagiaan yang tak mudah surut oleh perubahan situasi. Mereka bahagia secukupnyadalam pencapaian sekaligus ikhlas saat menghadapi masa kehilangan. Mereka mampu
113
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 114/117
mensyukuri setiap kesuksesan sebagai berkah dari alam semesta. Sekaligus juga mampu
mengikhlaskan kehilangan sebagai bagian dari proses pembebasan Jiwa terhadap
kemelekatan duniawi.
Menariknya, bahkan bila kita adalah pengikut dari perilaku ayam kampung yang bahagia
dengan kesuksesan dan sedih pada kehilangan hal-hal yang membahagiakan itu,
semestinya kita sedih bila mendapat hal-hal negatif dan bisa bahagia bila kehilangan hal-hal
negatif itu. Nyatanya kadang-kadang kita justru dengan mudah merasa bahagia memiliki hal
negatif dan enggan bila kehilangannya. Ada yang merasa begitu puas saat mengalami
kemarahan, kebencian, dendam, iri hati, atau membicarakan keburukan dan kesalahan
orang lain. Namun ketika disarankan untuk menghilangkan semua sikap dan perasaan
negatif tersebut, banyak yang justru berusaha mencari pembenaran atas sikap yang telah
dipilihnya itu.
Tanpa pernah kita sadari, dengan gemar menyusun argumen pembenaran atas sikap
negatif yang kita pilih, sesungguhnya kita sedang menyimpan semua itu ke dalam ruang
pikiran bawah sadar. Kemarahan tersimpan sebagai dendam, ketakutan tersimpan sebagai
kecemasan. Kebiasaan berpkir negatif tentang orang lain terpendam menjadi sikap
pesimistis dan pemalu. Kesedihan terkumpul menjadi benih keputusasaan terhadap dunia.
Demikian pula halnya dengan ego negatif lain yang pernah yang kita pilih lalu mendapat
pembenaran dari analisa pikiran sadar.
Kelak, semua emosi negatif yang terpendam di bawah sadar ini akan menjadi benih-benih
penyakit yang dapat memunculkan berbagai gejala fisik. Kita mengenalnya sebagai gejala
psikosomatik. Sekumpulan gejala fisik yang berpindah-pindah tanpa penyebab yang jelas,
karena ia bersumber dari pendaman emosi negatif di bawah sadar. Dengan inilah kita telah
memilih kualitas kehidupan masa depan, karena hidup kita adalah apa yang kita pilih sendiri.
Bahasa Bumi | Bag. 3 Spiritualitas Kehidupan Alam : Kematian Caplak dan
114
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 115/117
Laron
Dalam setiap kematian, tubuh yang berasal dari bumi akan kembali ke bumi. Dan Jiwa
sendiri kembali kepada sumberNya kecuali kemelekatan pada bumi telah menghalangi
jalanNya untuk kembali pulang ke cahaya.
(W. Mustika )
Siapa yang tidak mengenal caplak, kutu yang gemar melekat dan mengisap darah anjing.
Bagi para penyayang anjing atau pun mereka yang suka dengan rumah yang bersih, ia
adalah kutu yang menjengkelkan. Sebelum kenyang mengisap darah inangnya, mereka
sangat sulit dilepaskan dari kulit tempatnya menempel. Dan ketika sudah kenyang, tak
jarang ia mengotori tangan atau lantai dengan darah dalam perutnya saat tanpa sengaja ia
mati tergencet. Mereka parasit yang tidak saja menjengkelkan anjing, juga meresahkan para
pemilik anjing. Entah untuk apa alam menciptakannya bagi anjing.
Dalam pencarian terhadap manfaat kehadiran caplak di dunia ini, suatu ketika mereka maumembukakan makna keberadaan mereka di bumi. Setidaknya dilihat dari sisi spiritual yang
berguna bagi perjalanan hidup manusia. Suatu saat seekor anjing berbaring kelelahan di
tanah pekarangan yang lembab tak jauh dari lantai beranda rumah seorang sahabat.
Tidak ada yang istimewa dari kejadian ini kecuali saat sekelompok caplak-caplak kecil
keluar dari balik bulu lebat anjing tadi. Mereka bergerak menyebar lalu menuju ke satu
tempat setelah naik dan menyeberangi lantai. Mereka menuju ke tembok rumah. Mereka
memanjatnya sedikit demi sedikit lalu mencari celah yang cukup untuk berdiam disana.
Tentu mereka disana bukan untuk mencari makan, karena nyatanya sumber makanan telah
mereka tinggalkan. Sepertinya mereka hanya mencari tempat yang tinggi dan hangat untukakhirnya bisa mati disana.
Laron juga serupa. Meski tidak terlalu meresahkan seperti halnya caplak, namun menjelang
kematian mereka meninggalkan tempat tidurnya yang dingin di bawah tanah hanya untuk
mencari cahaya dan kehangatan lampu. Dengan sayap-sayapnya yang rapuh mereka
mencoba mendekat ke sumber cahaya dan kehangatan. Kadang mereka disantap cecak,
tokek atau jatuh tenggelam ke dalam baskom air yang disiapkan penghuni rumah yang
merasa terganggu dengan kehadiran mereka. Laron-laron itu terbang di musim hujan,
meninggalkan dunia asalnya yang gelap hanya untuk bisa mati setelah bersentuhan dengan
sumber cahaya terang dan kehangatan di langit-langit kamar.
Kedua serangga ini mungkin sulit ditemukan peran positifnya bagi kehidupan. Caplak
mengisap darah anjing hingga anjing kesayangan terlihat jorok, menderita penyakit kulit dan
kekurangan darah. Laron adalah rayap perusak kayu yang membuat tiang-tiang bangunan
menjadi lapuk. Keduanya hadir dengan tujuan yang sulit dipahami. Namun bagi kita, mereka
berdua bisa menjadi guru yang bertutur tentang indahnya proses kematian yang mendekati
langit kosong penuh cahaya dan kehangatan cinta kasih.
Menjelang ajalnya, caplak dan laron dengan ikhlas meninggalkan keterikatannya dengan
sumber kebahagiaan duniawi. Sebelum mati, caplak rela meninggalkan inang darimanamereka dikenyangkan oleh rasa darah yang mereka hisap selama hidup. Dan rayap, saat
115
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 116/117
bumi tempat tinggal mereka telah memberikan sayap yang mengubah mereka menjadi
laron-laron yang bisa terbang, mereka ikhlas meninggalkan bumi. Mereka pergi hanya untuk
menemukan sumber cahaya dan kehangatan menjelang kematian yang akan mereka alami
di ujung siklus kehidupannya.
Lalu bagaimana dengan kita? Jiwa yang sejak awal adalah mahluk cahaya dari langit yang
ada dalam tubuh manusia, yang juga dibentuk dari unsur-unsur matahari yang bercahaya,
adakah untuk setiap perjalanan kematian nanti kita benar-benar telah mengarah menuju
cahaya dan kehangatan cinta kasih semesta? Adakah kita telah ikhlas seperti caplak dan
laron untuk meninggalkan kemelekatan pada sumber kebahagiaan duniawi?
Nyatanya kebanyakan kita masih mudah melekat saat menghadapi kematian. Tidak saja kita
melekat dalam kesedihan pada mereka yang telah lebih dulu meninggalkan kita. Saat kita
dijemput pulang oleh kematian, kita sendiri mungkin masih melekat pula pada apa yang
kelak tertinggal di bumi. Dan sebagaimana kita mengerti, kemelekatan itu menjadi bibit-bibit
pikiran yang akan menciptakan neraka di dunia kematian. Hanya keikhlasan untuk melepas
keterikatan pada segala hal keduniawian akan membebaskan Jiwa kita dan membawanya
pada dimensi kebahagiaan abadi.
Meraih cahaya dan kehangatan cinta kasih di alam kematian mungkin masih terasa sulit
untuk kita bayangkan caranya. Namun begitu, setidaknya kita bisa mulai dengan menjumpai
dan meraih cahaya kemurnian dan kehangatan cinta kasih yang ada dalam kesejatian kita
sebagai Jiwa. Kita hanya perlu memancarkan cahaya dan kehangatan itu keluar untuk
memberi bahagia bagi kehidupan bumi sekitar kita saat ini. Biarlah dengan cahaya dan
kehangatan cinta kasih kita, bumi kemudian menumbuhkan sayap-sayap lembut bagi kita
Kelak sayap-sayap cinta itulah yang akan mengantar kita terbang menuju cahaya dan
kehangatan langit semesta di saat kematian tiba.
~: :~akhir dari bagian tiga
~::ஜ:: SAAT SEMESTA BICARA ::ஜ::~
116
7/17/2019 Saatsemestabicara w.mustika
http://slidepdf.com/reader/full/saatsemestabicara-wmustika 117/117
Jangan persembahkan tubuhmu padaKu karena tubuh itu telah keberkahkan padamu.
Jangan pula persembahkan Jiwamu padaKu karena Jiwamu sudah bagian dariKu.
Persembahkan saja pikiran dan hatimu agar Aku bisa menggunakannya demi
kepentinganKu sebagai Jiwa dalam tubuhmu
(W. Mustika)
Aku telah mengalirkan sejumlah pesan tentangKu dan tentang diriMu Nak. Aku juga telah
membukakan banyak pesan-pesan kehidupan bagi pemahaman pikiran dan hatimu. Telah
terpenuhi kerinduanKu untuk bertutur padamu sebagai alam semesta. Aku telah berbicara
kepada dirimu sebagai Jiwa. KecerdasanKu telah pula Kubagi dengan kecerdasan
pikiranmu. Dan material alam semestaKu telah menyelaraskan pengetahuannya dengan
tubuhmu.
Maka setelah usai perjumpaan kita lewat seluruh perbincangan ini AnakKu, jumpailah Aku
dalam dirimu sebagai Jiwa itu sendiri. Bacalah pesan-pesan semesta kecil dari tubuhmu itu
sebagaimana kau membaca pesan-pesan pada semesta rayaKu. Dan kuasailah pula
pikiranmu seperti Aku menguasai kecerdasan semestaKu. Dengan semua yang telah kau
miliki itu, temukanlah kesadaran sejatimu sebagai Jiwa, sebagai diriKu yang penuh cinta
kasih.
Kau tidak perlu mempersembahkan tubuhmu sebagai wujud pengorbanan diri yang tulus
dan ikhlas kepadaKu, karena tubuh itu telah lama Kuberikan bagimu sejak kau memilihnya
dalam kehidupan ini. Tidak pula kau perlu mempersembahkan Jiwamu padaKu karena Jiwa
itu sudah menjadi bagian dari diriKu sepanjang masa semesta. Namun persembahkanlah
keikhlasan hati dan kemurnian pikiranmu padaKu. Agar sebagai Jiwa dalam tubuhmu, Aku
bisa menggunakan keduanya demi kepentinganKu menjaga alam semesta ini dalam
kebaikan sempurnanya.
Pesan terakhirKu Nak, sadarilah diri sejatimu sebagai benih cinta kasih dan kebahagiaan
yang Kulahirkan ke dunia ini untuk menumbuhkan serta menyebarkan cinta kasih dan
k b h i K k d l K i k i i L j k ikhl k b ik l