S2-2016-371973-introduction -...
Transcript of S2-2016-371973-introduction -...
1
Platelet merupakan mediator yang berperan penting pada proses hemostatis
(Broos dkk., 2011); trombosis (de Witt dkk., 2014); pertahanan terhadap bakteri
patogen (Yeaman, 2010); ateroskelosis (Massberg dkk., 2002); inflamasi (Nording
dkk., 2015); imunitas (Elzey dkk., 2011) dan metastase kanker (Lowe dkk., 2012).
Peran utama platelet adalah pada proses hemostatis di mana platelet akan
beragregasi membentuk suatu sumbat hemostatis saat terjadi luka pada pembuluh
darah (Clemetson, 2012). Walaupun mempunyai peran dalam proses hemostatik
aktivasi platelet yang tidak terkontrol menyebabkan peningkatan agregasi dan
trombogenesis yang menghasilkan trombus oklusif. Trombus pada arteri
menyebabkan lesi aterosklerosis dan menyebabkan gangguan kardiovaskuler
seperti jantung iskemik dan stroke (Kurabayashi dkk., 2010).
Platelet berkontribusi pada proses awal aterosklerosis dan robeknya plak
aterosklerosis. Inflamasi kronik pada dinding pembuluh darah yang diinduksi oleh
platelet meningkatkan lesi ateroskelotik dan aterotrombosis (Massberg dkk., 2002).
Robeknya plak aterosklerosis menciptakan lingkungan protrombik yang
mengaktivasi platelet sebagai respon fisiologi untuk proses perbaikan, namun
proses perbaikan yang tidak terkontrol menyebabkan pembentukan trombus,
penyempitan pembuluh darah dan iskemia (Okafor dan Gorog, 2015).
Regulasi platelet dengan antiplatelet merupakan salah satu strategi
pendekatan untuk mencegah terjadinya trombus arteri. Antiplatelet yang digunakan
2
secara klinik untuk pencegahan trombus antara lain yaitu aspirin yang bekerja
dengan menghambat pembentukan tromboksan, ticlopidin, klopidogrel dan
ticagrelor yang bekerja dengan menghambat reseptor ADP P2Y12; abciximab,
eptifibatide dan firofiban yang bekerja dengan menghambat reseptor GP IIb/IIIa.
Selain itu terdapat golongan penghambat fosfodiesterase seperti cilostazol dan
dipiridamol serta golongan antagonis PAR-1 seperti vorapaxaar dan atopaxar
(Capranzano dan Angiolillo, 2013).
Walaupun beberapa antiplatelet tersebut secara klinik digunakan sebagai
pilihan terapi, namun menimbulkan problem antara lain kegagalan relatif untuk
menghambat agregasi platelet dan atau kegagalan untuk memperpanjang waktu
perdarahan, atau perkembangan kejadian klinis sepanjang terapi (Sambu dkk.,
2013) dan efek samping perdarahan lambung (Casado-Arroyo dkk., 2012) seperti
yang ditunjukkan oleh aspirin. Polimorfisme genetik pada enzim CYP2C19
menyebabkan penurunan respon individu terhadap klopidogrel (Mega dkk., 2009)
yang berdampak pada kegagalan terapi (Louca dkk., 2014).
Penelitian tentang antiplatelet yang berasal dari tanaman terus dilakukan
sebagai salah satu usaha untuk mengurangi resistensi, efek samping dan
polimorfisme genetik dari pemakaian obat-obat sintetis serta pemanfaatannya
sebagai agen prevalensi yang relatif aman. Beberapa tanaman menunjukkan
aktivitas sebagai antiplatelet antara lain bawang putih (Allison dkk., 2012) dan
Ginseng Korea (Jeon dkk., 2015).
Daun sukun secara empiris digunakan sebagai obat tradisional untuk
mengobati berbagai penyakit seperti gangguan hati, hipertensi, dan diabetes (Jagtap
3
dan Bapat, 2010). Oleh masyarakat di daerah Kendal, Jawa Tengah digunakan
sebagai terapi tambahan pada penyakit stroke (Fajaryanti, 2015). Kandungan kimia
yang terdapat pada daun sukun antara lain steroid, fenol, tanin, fitosterol, gum, resin
dan terpenoid (Pradhan dan Mohanty, 2014). Daun sukun juga mengandung
flavonoid terprenilasi (Lan dkk., 2013), flavonoid geranilasi (Yu Wang, 2007) dan
flavonoid auron tergeranilasi (Mai dkk., 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Mozef dkk. (2011) menunjukkan flavonoid
tergeranilasi yang diisolasi dari ekstrak etil asetat daun sukun mempunyai aktivitas
penghambatan agregasi platelet yang diinduksi epinefrin, adenosin difosfat dan
kolagen. Selain itu isolat flavonoid terprenilasi dari akar tanaman sukun
menunjukkan aktivitas antiplatelet secara in vitro (Weng dkk., 2006). Flavonoid
terprenilasi dan tergeranilasi juga menunjukkan efek lain yang berhubungan dengan
penyakit kardiovaskuler antara lain sebagai antioksidan (Lan dkk., 2013),
antiinflamasi (Paoletti dkk., 2009) dan antiaterosklerosis (Wang dkk., 2006).
Penelitian yang dilakukan Fajaryanti (2015) menunjukkan ekstrak etil asetat
dan ekstrak etanol 96% daun sukun menunjukkan profil kromatogram yang mirip.
Penelitian-penelitian tersebut mendasari dilakukan penelitian uji aktivitas anti
agregasi platelet dan antitrombotik ekstrak etanol daun sukun (EEDS).
4
1.
1.
2.
3. Apakah pemberian EEDS mampu memberikan proteksi terhadap kematian dan
atau paralisis, menurunkan jumlah dan ukuran trombus pada acute pulmonary
thromboembolism?
4. Berapa persentase kemampuan proteksi EDDS terhadap kematian dan atau
paralisis pada acute pulmonary thromboembolism?
2.
Penelitian yang dilakukan oleh (Weng dkk., 2006) menunjukkan 3 senyawa
flavonoid yaitu dihydroantomunoxanthone, artochamins dan artocommunol CC
yang diisolasi dari akar sukun mempunyai aktivitas anti agregasi platelet. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Mozef dkk. (2011) menunjukkan senyawa 2-
Geranyl- -tetrahydroxydihydrochalcone mempunyai aktivitas anti agregasi
platelet yang diinduksi dengan epinefrin, ADP dan kolagen. Daun sukun diketahui
banyak mengandung senyawa flavonoid terprenilasi dan tergeranilasi lainnya yang
kemungkinan mempunyai aktivitas sebagai anti agregasi platelet dan antitrombotik.
Sejauh ini belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas anti
agregasi platelet dan antitrombotik ekstrak etanol daun sukun.
3.
Daun sukun secara empiris digunakan untuk membantu pengobatan stroke.
Beberapa penelitian menunjukkan isolat flavonoid terprenilasi dan tergeranilasi
5
dari daun sukun mempunyai aktivitas antiplatelet. Daun sukun berpotensi untuk
dikembangkan sebagai sediaan obat tradisional atau fitofarmaka sehingga perlu
dilakukan penilaian aktivitas anti agregasi platelet dan antitrombotik dari EEDS.
1.
2.
3. Untuk mengetahui apakah pemberian EEDS mampu memberikan proteksi
terhadap kematian dan atau paralisis, menurunkan jumlah dan ukuran trombus
pada acute pulmonary thromboembolism.
4. Untuk menentukan persentase kemampuan proteksi EDDS terhadap kematian
dan atau paralisis pada acute pulmonary thromboembolism.
6
A.
Tanaman sukun (Gambar 1) memiliki habitus pohon yang tingginya dapat
mencapai 30 m, namun rata-rata tingginya berkisar 12-15 m. Pohon sukun dapat
tumbuh baik sepanjang tahun (evergreen) di daerah tropis basah dan serta di daerah
yang beriklim lembab tropika. Batang pohon memiliki kayu yang lunak, bertajuk
rimbun dengan percabangan melebar ke arah samping. Kulit batang berwarna hijau
kecokelatan, berserat kasar dan pada semua bagian tanaman memiliki getah encer.
Sukun memiliki daun yang lebar, tebal, kasar dan menjari dan merupakan daun
tunggal, berseling, lonjong, ujung runcing, pangkal runcing, tepi bertoreh, panjang
50-70 cm, lebar 25-50 cm dan pertulangan daun menyirip. Warna daun di sebelah
atas hijau tua mengkilap, di sebelah bawah berwarna hijau pucat dan kasar dan
berbulu halus. Pangkal daun utuh dan kukuh, panjangnya sekitar 3-5 cm. Tepi daun
bercangap atau melekuk sekitar ¾ daun (Ragone, 1997).
a.
Menurut Integrated Taxonomic Information System (ITIS) (2014) tanaman
sukun diklasifikasikan sebagai berkut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
7
Gambar 1. Tanaman sukun
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Hamamelidae
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus J.R. Forst. & G. Forst.
Spesies : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
(Dokumentasi pribadi, 2015)
b.
Seperti spesies Artocarpus lainnya, tanaman sukun memiliki banyak
komponen fenolik, yaitu flavonoid, stilbenoid, dan arilbenzofuran (Jagtap dan
Bapat, 2010). Kandungan senyawa yang terdapat di dalam daun sukun sukun antara
lain steroid, fenol, tanin, fitosterol, gum, resin dan terpenoid (Pradhan dan Mohanty,
2014).
8
Beberapa senyawa yang terkandung dalam daun sukun merupakan senyawa
flavonoid terprenilasi. Prenilasi merupakan istilah umum dari penambahan rantai
samping isoprenoid hidrofobik pada molekul penerima (isoprenoid lain, misalnya
molekul aromatis, protein). Prenilasi dari produk natural aromatis berperan penting
dalam biosintesis bermacam-macam bahan aktif dalam tanaman maupun hewan.
Banyak terdapat produk bahan alam yang terprenilasi telah menunjukkan aktivitas
antitumor, antikanker, dan anti inflamasi yang baik (Kuzuyama dkk., 2005).
Sebagian besar flavonoid terprenilasi yang berhasil diisolasi berasal dari keluarga
Leguminosae dan Moracea (Botta dkk., 2005).
Penambahan rantai prenil pada flavonoid meningkatkan lipofilitas flavonoid
yang berdampak pada peningkatan afinitas terhadap membran sel sehingga
menghasilkan aktivitas famakologi yang meningkat atau termodifikasi (Chen dkk.,
2014). Terdapat 4 tipe dari rantai samping prenil yang telah teridentifikasi
berdasarkan ukuran karbon yaitu: C5 11 (isopentenyl), C10 (geranyl), C15
(farnesyl), dan C20 (geranyl geranyl) (Kuzuyama dkk., 2005). Subsitusi gugus
prenil pada flavonoid mempunyai pola tertentu. Pada keluaga Moraceae subsitusi
flavonoid aglikon umumnya terdiri dari 5 atau 10 unit karbon .
Flavonoid terprenilasi dan tergeranilasi berhasil diisolasi dari daun sukun, antara
lain altilisin H, I dan J (Gambar 2) yang mempunyai aktivitas inhibitor tirosinase
(Mai dkk., 2012).
9
O
O H
H O
O H
O H
(Mai dkk., 2012)
Selain itu fraksi etil asetat daun sukun mengandung 2-Geranyl- -
tetrahydroxydihydrochalcone (Gambar 3) yang mempunyai aktivitas antiplatelet
(Mozef dkk., 2011).
(Mozef dkk., 2011)
Altisilin H Altisilin I
Altisilin J
Gambar 2. Struktur kimia altilisin H, altilisin I dan altisilin J
Gambar 3. 2-Geranyl- -tetrahydroxydihydrochalcone
10
(Fajriah dkk., 2008)
Fraksi diklorometan juga mengandung flavonoid terprenilasi [1-(2,4-
dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-2H-1-
benzopyran-5-yl]-1-propanone] (Gambar 4) yang mempunyai aktivitas antioksidan
(Fajriah dkk., 2008).
Wang, dkk. (2006) telah melakukan isolasi senyawa yang mempunyai
aktivitas antisklerosis dari ekstrak etil asetat daun sukun yaitu -sitosterol, 1-(2,4-
dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-2H-1-benzopy
ran-5-yl-1-propanone, 8-geranyl- -tirhydroxyflavone, 2-geranyl- -
tetrahydroxydihydrochalcone, cyclochampedol, -trihydroxy-7-methoxy-8-
prenylflavone dan -geranyl- ,7-trihydroxyflavone (Gambar 5).
O
O
OH
HO OH
Gambar 4. [1-(2,4- Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-
methyl-3- pentenyl)-2H-1- benzopyran-5-yl]-1-propanone]
11
1-(2,4-dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-2H-1-benzopyran-5-yl-1-
propanone
8-geranyl- -tirhydroxyflavone 2-geranyl- -
tetrahydroxydihydrochalcone
-sitosterol
cyclochampedol -trihydroxy-7-methoxy-8-prenylflavone
2 -geranyl- ,7-trihydroxyflavone
O H O
O H
O H
Gambar 5. Tujuh senyawa yang mempunyai aktivitas antisklerosis
12
B.
1.
Platelet dihasilkan dari megakariotik sumsum tulang belakang, sebuah sel
raksasa yang memiliki 8-32 inti hasil dari pembelahan inti tanpa disertai
pembelahan sel. Platelet merupakan komponen korpuskular terkecil pada sirkulasi
darah dengan diameter 2-4 µm. Kontras dengan leukosit dan sel eukariotik lainnya,
platelet tidak memiliki inti sel. Meskipun platelet tidak berinti tetapi masih dapat
melakukan sintesis protein walaupun sangat terbatas, karena di dalam sitoplasma
masih terdapat sejumlah RNA (Gawaz, 2001).
Secara normal, platelet beredar dalam darah dalam bentuk tidak aktif, tetapi
menjadi aktif karena berbagai rangsangan. Rangsangan dapat muncul oleh adanya
perlukaan pada sel endotel ataupun pemberian agonis pada platelet (White dkk.,
1999). Platelet yang tidak teraktivasi berbentuk cakram dengan luas permukaan
rata-rata 8 µm2. Aktivasi platelet oleh agonis seperti ADP dan thrombin
menyebabkan perubahan bentuk menjadi sferis berpseudopoda (echinosperochytes)
dan peningkatan area permukaan rata-rata hingga 13 µm2 (White, 1994).
Struktur anatomi platelet dapat dibagi menjadi 4 zona dengan masing-masing
zona mempunyai fungsi khusus. Keempat zona tersebut adalah zona perifer, zona
sol gel, zona organel dan zona membran. Zona perifer berguna untuk agregasi dan
adhesi. Zona ini mengandung membran sitoplasma yang dilindungi oleh lapisan
tipis yang terdiri dari beberapa glikoprotein, protein dan mukopolisakarida
(Glycocalix) (Gawaz, 2001). Zona sol-gel menunjang struktur dan mekanisme
kontraksi, terdiri dari matriks interior trombosit atau sitoskeleton, termasuk di
13
Gambar 6. Struktur platelet
dalamnya adalah mikrofilamen aktin, struktur filamen (myosin) dan sirkum
ferensial mengelilingi sel trombosit, mengandung 5-20 bundel (White, 1994). Zona
organel termasuk di dalamnya adalah mitokondria, peroksisom, lisosom dan
granula, yang berperan pengeluaran isi trombosit. Zona sistem membran terdiri dari
Surface-connected Open Canalicular System (SCOCS), dense tubular system
(DTS), dan sistem membran kompleks (Gawaz, 2001).
Zona Organel mengandung -granul dan dense granul yang memiliki peran
dalam aktivasi agregasi platelet. -granul mengandung beberapa protein seperti
fibrinogen, Factor V, vWF, glikoprotein. Dense granul mengandung ADP,
serotonin, serta kalsium (Gambar 6) (Ziedins dkk., 2014).
(de Jong dan Dekker, 2010)
Terdapat 4 reseptor glikoprotein yang penting pada membran platelet, yaitu
Kompleks Gp Ib-V-IX yang berikatan dengan vWF pada kolagen; Gp Ia/IIa
yang berikatan dengan kolagen; GP VI yang berikatan dengan
kolagen dan yang berikatan dengan fibrinogen dan
vWF (White dkk., 1999).
14
2.
Platelet bergerak lambat sepanjang endotelia dalam pembuluh darah dan
akan membentuk sumbat mekanis berupa bekuan darah yang terbentuk dari agregat
platelet atau yang disebut sebagai trombus sebagai respon hemostatik terhadap
cedera vaskular (Rumbaut dan Thiagarajan, 2010). Pada keadaan patologi,
kerusakan vaskular tanpa transeksi pembuluh darah dapat memicu pembentukan
trombus dan menyebabkan penyumbatan pada vaskuler dan menyebabkan penyakit
kardiovaskular antara lain infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer
lainnya (Weyrich dan Zimmerman, 2013).
Menurut Franchi dan Angiolillo (2015) aktivasi platelet melibatkan tiga
langkah utama yaitu adhesi platelet; aktivasi dan rekruitmen platelet; agregasi
platelet. Adhesi platelet berkaitan dengan peningkatan daya lekat satu platelet
dengan platelet lainnya juga perlekatan antara platelet dengan endotel atau jaringan
yang cedera sehingga menghasilkan sumbat hemostatik primer. Adhesi platelet
terjadi karena interaksi antara reseptor glikoprotein (GP) Ib/V/IX pada permukaan
platelet dengan Von Willebrand Factor (vWF) dan juga interaksi antara GP VI dan
GPIa dengan kolagen pada tempat terjadinya kerusakan. Interaksi antara vWF dan
reseptor GP Ib/V/IX pada permukaan platelet membutuhkan inisiasi perlekatan
platelet dengan lapisan sub endotelia pada keadaan tegangan geser yang tinggi
seperti pada arteri dan stenosis arteri (Ruggeri dkk., 2006). Von Willebrand Factor
pada kondisi normal berada dalam kondisi terlarut sehingga tidak berinteraksi
secara signifikan dengan GPIb/V/IX (Jennings, 2009).
15
Ikatan GPVI dan GPIa/IIa dengan kolagen merupakan ikatan dengan afinitas
lemah dan tidak dapat untuk memediasi adhesi itu sendiri, namun hal ini dapat
memicu sinyal intraseluler yang mengakibatkan perubahan bentuk platelet serta
menginduksi pelepasan beberapa faktor aktivasi seperti ADP, epinefrin, serotonin,
trombin dan tromboksan A2 yang mempropagasi agregasi melalui pengikatannya
pada reseptor yang khas. Sebagai secondary mediators, ADP dan TXA2 akan
memberikan kontribusinya terhadap aktivasi sel dengan menstimulasi reseptor G
protein (Gq, G12/G13, Gi), yang akan memberikan pesan yang berbeda untuk
menginduksi platelet. ADP akan berperan pada terjadinya perubahan konformasi
yang diperlukan reseptor GP IIb/IIIa-kalsium platelet untuk dapat berikatan dengan
fibrinogen. Fibrinogen secara simultan akan berikatan dengan reseptor GP IIb/IIIa-
kalsium dari 2 platelet yang terpisah dan menyebabkan terjadinya agregasi platelet
(Jennings, 2009). Aktivasi platelet juga dimediasi oleh kolagen yang menginduksi
perubahan platelet dan pelepasan molekul proinflamasi. Agregasi platelet yang
terjadi ditingkatkan oleh trombin (IIA) yang diaktivasi oleh protease (PAR 1 dan
PAR 4) (Coughlin, 2000).
3.
Aktivasi platelet dapat pula terjadi bila suatu agonis seperti epinefrin, ADP,
atau trombin berikatan pada permukaan reseptornya pada platelet. Ikatan tersebut
mengaktivasi platelet dan menstimulasi reaksi kaskade berikutnya hingga terjadi
agregasi platelet. Beberapa agonis menunjukkan efek sinergis dalam mengaktivasi
platelet (Huang dan Detwiler, 1981); (Sturk dkk., 1985). Aktivasi platelet secara
independen dapat terjadi jika agonis-agonis tersebut tersedia pada konsentrasi
16
tinggi (Hayward dan Moffat, 2012). Tabel 1 menunjukkan beberapa agonis dan
reseptornya.
Tabel 1. Agonis dan Reseptor yang berperan dalam aktivasi platelet
(Badimon dan Vilahur, 2008)
Agonis Reseptor Platelet
ADP P2Y1, P2Y12
ATP P2X1
Kolagen GPIa/IIa, GP IIb/IIIa, GP IV, GP VI Ephrin Reseptor Ephrin
Ga s6 Ax1
Tyro-3 Mer
Adrenalin -2 Platelet Activating Factor Reseptor PAF
Von Willebrand Factor -V-IX), GP IIb/IIIa,
Fibrinogen GP IIIb/IIIa Fibronectin GP Ic/II a, GP II b/III a
Laminin GP Ic/II a
Serotonin 5-HT2 Thrombin PAR-1, PAR-4,
Trombospodin Reseptor Vitronectin, GP IIb/IIIa
Tromboksan A2 TP
Vasopressin V1 Vitronectin Reseptor Vitonectrin
a.
(Woulfe
dkk., 2001)
(Dorsam dan Kunapuli, 2004)
17
Gambar 7. Aktivasi platelet oleh ADP
(Dorsam dan Kunapuli, 2004)
b.
Aktivasi platelet oleh epinefrin dimediasi oleh interaksinya dengan reseptor
adrenergik . Ikatan epinefrin pada 2AR menyebabkan aktivasi Protein Gi,
akibatnya akan menurunkan aktivitas adenilil siklase yang pada akhirnya akan
menurunkan kadar cAMP. Penurunan kadar cAMP menyebabkan peningkatan
kadar Ca2+ intrasel yang selanjutnya dapat menginduksi perubahan bentuk dan
pelepasan granul platelet yang mengamplifikasi agregasi platelet (Spalding dkk.,
1998). Epinefrin merupakan agonis lemah yang dapat meningkatkan kerja agonis
lainnya (Nilsson dkk., 2002). Spalding dkk., (1998) menunjukkan potensiasi
epinefrin pada aktivasi platelet yang diinduksi trombin.
c. Aktivasi Platelet oleh kolagen
Platelet merupakan agen trombogenik pada subendotelia yang paling kuat.
Platelet berperan pada adhesi platelet melalui ikatannya dengan integrin (Ruggeri
dan Mendolicchio, 2007) dan pada aktivasi platelet melalui ikatannya dengan GPVI
18
Gambar 8. Aktivasi platelet oleh kolagen
(Santoro dkk., 1991). GPVI merupakan kompleks konstitusif dengan yang
memiliki Immunoreceptor Tyrosine Based Activation Motif (ITAM). ITAM
berfungsi sebagai sub unit signal transduksi. Ikatan Kolagen dengan GPVI
menyebabkan fosforilasi urutan ITAM oleh scr kinase. Fosforilasi ini
kemudian mengaktivasi syk dan selanjutnya mengaktivasi
2) (Rivera dkk., 2009). phosphatidylinositol 4,5-
bisphosphate menjadi inositol 1,4,5-trisphosphate dan 1,2-diacylglycerol. Inositol
1,4,5-trisphosphate akan berikatan dengan molekul spesifik pada retikulum
endoplasmik (RE) yang terkait dengan kanal Ca2+ memicu pelepasan Ca2+ dari RE
ke sitosol sehingga meningkatkan kadar Ca2+ intrasel yang selanjutnya dapat
menginduksi perubahan bentuk dan pelepasan granul platelet yang
mengamplifikasi agregasi platelet (Gambar 8) (Roberts dkk., 2004).
19
4.
Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya
akumulasi lipid ekstra sel, rekruitmen dan migrasi leukosit, pembentukan sel busa
dan deposit matrik ekstraseluler yang menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri.
Aterosklerosis pada arteri besar dan kecil ditandai dengan penimbunan endapan
dari lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan makrofag di seluruh kedalaman
tunika intima dan akhirnya ke tunika media. Aterosklerosis bukan merupakan suatu
proses degeneratif, tetapi merupakan proses inflamasi kronik yang diikuti oleh
suatu proses reparasi di dinding arteri (Libby dkk., 2009).
Platelet berperan pada tahap awal inflamasi yang memicu terjadinya plak dan
juga pada tahap akhir yaitu pecahnya plak aterosklerosis. Platelet berperan pada
awal aterogenesis dengan melepaskan kemokin (Koenen dkk., 2009; Strüßmann
dkk., 2013; Rossaint dkk., 2014). Selain itu Platelet juga berasosiasi dengan oxLDL
yang menghambat regenerasi endotelia dan meningkatkan jumlah foam (Daub dkk.,
2010). Platelet pada keadaan teraktivasi akan melepaskan P-selektin yang dapat
memfasilitasi perkembangan lesi ateroskerotik (Burger dan Wagner, 2003). Platelet
CD40 L juga diketahui memediasi terjadinya trombus dan inflamasi pada
ateroskeloris (Elzey dkk., 2011). Platelet pada plak ateroskeloris tetap aktif pada
waktu yang lama dan membantu produksi agen proinflamasi IL- (Lindemann
dkk., 2001). Selain beberapa peran platelet tersebut, salah satu peran platelet yang
paling penting dalam ateroskeloris adalah rekrutmen leukosit melalu ikatan
langsung reseptor-ligan dengan melepaskan kemokin (Gawaz dkk., 2005).
20
Platelet juga berperan pada tahap rupturnya plak dengan beberapa
mekanisme antara lain dengan memodulasi angiogenesis yang berperan dalam
stabilitas plak. Platelet juga meningkatkan rekrutmen progenitor sel otot polos
(SMC) melalui signal CRC4-SDF-1 , dimana sel-sel otot polos tersebut berperan
pada stabilitas sel ekstraseluler matriks fibrous cap plak (Nording dkk., 2015).
Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi platelet sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan plak yang terutama sering ditemukan
pada sistem arteri. Aktivasi platelet diketahui berperan penting pada pembentukan
trombus, dimana aktivasi tersebut dianggap sebagai proses yang melibatkan ikatan
kovalen antara integrin IIb 3 dengan reseptornya pada permukaan platelet
dengan bantuan protein fibrinogen. Penelitian menunjukkan bahwa proses
pembentukan trombus lebih kompleks dari mekanisme yang diketahui sebelumnya.
Aktivasi platelet melibatkan mekanisme yang melibatkan reseptor dan ligan yang
berbeda juga transduksi sinyal yang berbeda (Lazarus dkk., 2003). Proses ini
melibatkan berbagai agonis agregasi platelet, dan protein G (Offermanns, 2006).
Proses ini bertambah kompleks dimana hampir sebagian agonis berikatan lebih dari
satu reseptor (vWF mengikat GPIb dan IIb 3, kolagen mengikat GPVI dan 2 1,
trombin berinteraksi dengan reseptor PAR maupun GPIb dan ADP berikatan
setidaknya dengan dua reseptor ADP di platelet). Selain itu aktivasi platelet juga
secara cepat menginduksi sekresi agonis lain (Tromboksan A2, ADP, 5-HT dan
ATP) sebagai mediator feed back positif yang memperkuat sinyal untuk aktivasi
dan perekrutan platelet menjadi trombus. Berdasarkan sinyal aktivasi platelet
21
terdapat sekurangnya empat strategi penghambatan fungsi platelet dan target
antiplatelet yaitu a). Penghambatan regenerasi agonis, b). Penghambatan reseptor,
c). Penghambatan protein G dan d). Penghambatan proses kaskade enzimatik.
Beberapa obat antiplatelet yang digunakan secara klinik diketahui memiliki
mekanisme kerja yang berbeda. Aspirin mempunyai mekanisme penghambatan
enzim siklooksigenase, dipiridamol dan cilostazol sebagai penghambatan enzim
fosfodiesterase, tiklopidin, klopidogrel, ticagrelor dan prasurgel sebagai
penghambat P2Y12 dan abciximab, eptifibatid serta tiroban yang menghambat
reseptor IIb/IIIa (Xiang dkk., 2008).
Ticagrelor merupakan antiplatelet yang bekerja dengan menghambat
reseptor P2Y12 secara langsung yang tidak membutuhkan proses metabolisme
seperti klopidogrel (Capodanno dkk., 2010). Penelitian menunjukkan ticagrelor
lebih efektif didalam pencegahan kejadian iskemik pada pasien acute coronary
syndrome tanpa peningkatan resiko perdarahan mayor (Kowalczyk dkk., 2009).
Secara klinik ticagrelor diberikan sebanyak 180 mg sebagai dosis dalam dosis
tunggal dilanjutnya dengan 180 mg dalam 2 dosis sebagai dosis pemeliharaan (Park
dkk., 2016).
5.
Salah satu pemeriksaan untuk menilai aktivitas antiplatelet adalah
menggunakan metode turbidimetri mengikuti model Born dengan menggunakan
light transmission aggregometry (LTA) (Vogel dan Vogel, 2013). LTA sendiri
merupakan gold standart untuk pemeriksaan fungsi trombosit pada klinik (Cattaneo
dkk., 2009). Prinsip kerjanya yaitu dengan mengukur perubahan transmisi cahaya
22
Gambar 9. Prinsip kerja aggregometer
yang melewati suspensi platelet yang ditambahkan agonis pada kondisi
pengadukan. Sebelum penambahan agonis, transmisi cahaya melalui platelet rich
plasma (PRP) rendah karena platelet masih tersuspensi homogen dan menyebabkan
skatering cahaya. Penambahan agonis menyebabkan agregasi platelet dan
menyebabkan kenaikan transmisi cahaya yang diteruskan karena berkurangnya
kekeruhan platelet. Sinar yang diteruskan dicatat dan dihitung sebagai ukuran
kepadatan optik dari suspensi platelet dan di konversi menjadi suatu kurva grafik
yang paralel terhadap kenaikan transmisi cahaya selama agregasi platelet
berlangsung (Gambar 9) (White dkk., 1999).
Kalibrasi diperlukan sebelum menggunakan aggregometer untuk
menghitung densitas optik. Prinsip kalibrasi adalah dengan menggunakan platelet
poor plasma (PPP) sebagai standar baku 100% transmitan dan PRP sebagai standar
baku 0% transmitan. Beberapa aggregometer menghasilkan output kalibrasi berupa
superimpose waktu dan grid kalibrasi (Jarvis, 2004).
(White dkk., 1999)
23
Untuk mengukur persentasi agregasi yang terjadi, jarak antara baseline dan
100% agregasi diukur dan dibandingkan dengan jarak antara baseline dengan
amplitudo maksimum yang terbentuk. Pembagian jarak antara baseline dan 0%
amplitudo maksimum dengan baseline dan 100% merupakan persentasi maksimal
agregasi (Jarvis, 2004).
Pola agregasi yang tercatat merupakan kurva waktu terhadap optical density
(OD), yang dapat memperlihatkan lag phase, shape phase, gelombang pertama dan
kedua dari proses agregasi. Agonis yang berbeda menghasilkan pola agregasi yang
berbeda. Pola agregasi platelet dikenal dengan istilah respon primer platelet yang
timbul akibat penambahan agonis eksogen seperti ADP, diikuti oleh respon
sekunder yang timbul dari pelepasan adenin nukleotida yang terdapat dalam dense
granul platelet. Respon bifasik ini dapat tidak terlihat pada penambahan agonis
konsentrasi tinggi (White dkk., 1999). Agonis kuat seperti kolagen juga
menyebabkan pelepasan isi dense granul secara langsung dengan mengaktivasi
reseptor GP VI dan GP Ia/IIa sehingga juga tidak memperlihatkan kurva bifasik.
Berikut beberapa agonis yang biasa digunakan dalam aggregometri (Tabel 2).
Tabel 2 . Agonis yang digunakan pada studi agregasi platelet
(Hayward dan Moffat, 2012).
Agonis LTA Whole Blood (Impedance)
ADP 0,5-20 µM 5-10 µM
Epinefrin 0,5-10 µM Not recomended
Kolagen (type 1) 11-5 µM/mL- 2 µM 1,5 µM/mL
Asam Arakidonat 0,5-1,6 mM 0,5-10 mM
Tromboksan 1-2 µM Not provided Ristocetin ,6 mg/mL (low dose) 0,25 mg/mL
0,8-1,5 mg/mL (high dose) 1,0 mg/mL
Keterangan :
ADP : Adenosine diphosphate
LTA : Light transmission aggregometer
24
Menurut Cattaneo, dkk (2013) beberapa hal berpengaruh terhadap
pemeriksaan agregasi platelet yang harus dipertimbangkan selama studi dilakukan
yaitu :
1. Sampel darah diambil setelah subyek diistirahatkan untuk mengurangi efek
induksi pelepasan adrenalin karena exercise.
2. Darah diambil dari subyek yang tidak merokok setidaknya 30 menit sebelum
pengambilan darah.
3. Darah diambil dari subyek yang tidak mengkonsumsi kafein setidaknya 2 jam
sebelum pengambilan darah.
4. Penggunaan obat-obatan yang secara reversible mengurangi fungsi platelet
(NSAID) tidak boleh digunakan setidaknya 3 hari sebelum pengambilan darah.
5. Penggunaan obat-obatan yang secara ireversible mengurangi fungsi platelet
(aspirin dan golongan thienopyridines) tidak boleh digunakan setidaknya 10 hari
sebelum pengambilan darah.
6. Pengambilan darah (venipucture) pada orang dewasa dianjurkan menggunakan
jarum dengan ukuran setidaknya 21 Gauge.
7. Antikoagulan yang sesuai untuk pemeriksaan agregasi trombosit adalah sodium
sitrat (0,109 M, 0,129 M sitrat buffered atau non buffered) dengan rasio
perbandingan 9 bagian darah dengan 1 bagian antikoagulan.
8. Darah ditampung pada tabung plastik atau tabung kaca yang dilapisi silikon.
Tabung kaca yang tidak dilapisi akan menyebabkan aktivasi platelet, dan
akhirnya mempengaruhi hasil.
25
9. Darah yang diambil dibiarkan pada temperatur kamar selama 15 menit sebelum
disentrifugasi.
10. Jumlah Platelet yang digunakan tidak boleh di bawah 150.000/µL.
11. Suhu Pemeriksaan agregasi platelet dilakukan pada suhu 37o C.
6.
26
7.
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut. Ekstraksi
dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
Maserasi merupakan metode penyarian yang digunakan secara luas,
umumnya dengan merendam serbuk bagian tanaman atau tanaman utuh dengan
pelarut yang cocok pada suhu ruangan dalam wadah tertutup. Pengadukan secara
konstan dapat menjamin homogenitas dan meningkatkan kecepatan ekstraksi.
Ekstraksi di hentikan setelah terjadi kesetimbangan antara metabolit di dalam
ekstrak dan dalam tanaman. Setelah diekstraksi, maserat dipisahkan dari sisa bahan
tanaman, didekantasi dan dilanjutkan dengan filtrasi. Kerugian metode maserasi
adalah membutuhkan waktu yang lebih lama, menggunakan pelarut yang lebih
27
banyak dan beberapa metabolit sekunder tidak dapat ditarik secara optimal pada
suhu ruangan (Sarker dkk., 2005).
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut sampai sempurna (exhaustive
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) (Depkes RI, 2000).
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik (Depkes RI, 2000).
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit (Depkes RI, 2000)
Kandungan senyawa yang terdapat di dalam daun sukun sukun antara lain
steroid, fenol, tanin, fitosterol, gum, resin, terpenoid, flavonoid terprenilasi dan
tergeranilasi. Flavonoid terprenilasi dan tergeranilasi diketahui memiliki aktivitas
28
anti platelet dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan penyakit
kardiovaskuler seperti antioksidan, antiateroslerotik dan antiinflamasi. Selain
senyawa -sitosterol yang terkandung dalam daun sukun juga menunjukkan
aktivitas sebagai antiateroslerotik. Penelitian yang dilakukan oleh Weng dkk.,
(2006) menunjukkan 3 senyawa flavonoid yaitu dihydroantomunoxanthone,
artochamins dan artocommunol CC yang diisolasi dari akar sukun mempunyai
aktivitas antiplatelet. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh (Mozef dkk., 2011)
menunjukkan senyawa 2-Geranyl- -tetrahydroxydihydrochalcone yang
diisolasi dari ekstrak etil asetat daun sukun mempunyai aktivitas antiplatelet yang
diinduksi dengan epinefrin, ADP dan kolagen. Penelitian lain juga menunjukkan
bahwa flavonoid terprenilasi dan tergeranilasi memiliki aktivitas yang berhubungan
dengan penyakit kardiovaskuler seperti antioksidan (Lan dkk., 2013), anti
inflamasi (Paoletti dkk., 2009), antiaterosklerosis (Wang dkk., 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh (Fajaryanti, 2015) menunjukkan ekstrak etil
asetat dan ekstrak etanol 96% daun sukun menunjukkan profil kromatogram yang
mirip. Penelitian-penelitian tersebut mendasari dilakukan penelitian uji aktivitas
anti agregasi platelet dan antitrombotik ekstrak etanol daun sukun.
29
1.
2.
3. EEDS mampu memberikan proteksi terhadap kematian dan atau paralisis,
menurunkan jumlah dan ukuran trombus pada acute pulmonary
thromboembolism.
4. EDDS memberikan persentase kemampuan proteksi yang besar terhadap
kematian dan atau paralisis pada acute pulmonary thromboembolism.