S PAUD 0702593 Chapter2x -...

35
17 BAB II KAJIAN TEORITIS KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TAMAN KANAK- KANAK DAN METODE BCCT (BEYOND CENTRES AND CIRCLE TIME) A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Taman Kanak-kanak 1. Definisi dan Teori Keterampilan Sosial Bandura (Santrock, 2007) sebagai pelopor teori belajar sosial mengemukakan bahwa teori belajar sosial (social learning theory) ialah pandangan para pakar psikologi yang menekankan perilaku, lingkungan, dan kognisi sebagai faktor kunci dalam perkembangan. Dalam teorinya Bandura yakin bahwa faktor-faktor pribadi (personal), kognitif (cognitive), perilaku (behavior) dan lingkungan (environment) mempunyai hubungan timbal balik, bukan searah dalam perkembangan sosial anak TK, dan Vigostsky meyakini pengalaman interaksi sosial sangat penting bagi perkembangan proses berpikir anak atau kognitifnya (Santrock, 2007). Dari teori tersebut di atas maka melahirkan beberapa definisi tentang keterampilan sosial, diantaranya sebagai berikut: Mussen, at al (Lismayanti, 2008) menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah istilah yang digunakan oleh para ahli psikologi untuk mengacu pada tindakan moral yang diekspresikan secara kultural, seperti berbagi, membantu seseorang yang membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati. Selanjutnya menurut Cartledge dan Milburn (Syaodih, 2007: 50) menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang saat memecahkan masalah sehingga dapat beradaptasi secara harmonis dengan

Transcript of S PAUD 0702593 Chapter2x -...

Page 1: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

17

BAB II

KAJIAN TEORITIS KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK DAN METODE BCCT (BEYOND CENTRES AND CIRCLE TIME)

A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Taman Kanak-kanak

1. Definisi dan Teori Keterampilan Sosial

Bandura (Santrock, 2007) sebagai pelopor teori belajar sosial mengemukakan

bahwa teori belajar sosial (social learning theory) ialah pandangan para pakar

psikologi yang menekankan perilaku, lingkungan, dan kognisi sebagai faktor kunci

dalam perkembangan. Dalam teorinya Bandura yakin bahwa faktor-faktor pribadi

(personal), kognitif (cognitive), perilaku (behavior) dan lingkungan (environment)

mempunyai hubungan timbal balik, bukan searah dalam perkembangan sosial anak

TK, dan Vigostsky meyakini pengalaman interaksi sosial sangat penting bagi

perkembangan proses berpikir anak atau kognitifnya (Santrock, 2007). Dari teori

tersebut di atas maka melahirkan beberapa definisi tentang keterampilan sosial,

diantaranya sebagai berikut:

Mussen, at al (Lismayanti, 2008) menyatakan bahwa keterampilan sosial

adalah istilah yang digunakan oleh para ahli psikologi untuk mengacu pada tindakan

moral yang diekspresikan secara kultural, seperti berbagi, membantu seseorang yang

membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

Selanjutnya menurut Cartledge dan Milburn (Syaodih, 2007: 50)

menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang saat

memecahkan masalah sehingga dapat beradaptasi secara harmonis dengan

Page 2: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

18

masyarakat di sekitarnya. Keterampilan sosial juga melibatkan faktor-faktor afektif,

terutama dalam pengungkapan keterampilan tersebut.

Sementara menurut Ahmad (Kurniati dalam Lismayanti, 2008) menyebutkan

bahwa keterampilan sosial yang dimiliki anak adalah kemampuan untuk mereaksi

secara efektif dan bermanfaat terhadap lingkungan sosial yang merupakan

persyaratan bagi penyesuaian yang baik, kehidupan yang memuaskan dan dapat

diterima masyarakat.

Secara singkat Setiawati (2008) mengungkapkan bahwa keterampilan sosial

pada anak adalah salah satu hal penting dalam membantu anak untuk bisa mempunyai

teman dan berinteraksi dengan orang lain, serta membantu perkembangan anak

dalam menjalani tugas perkembangannya.

Senada dengan pernyataan sebelunya, Nasution (2010) menyebutkan bahwa

keterampilan sosial anak merupakan cara anak dalam melakukan interaksi, baik

dalam bertingkah laku maupun dalam hal berkomunikasi dengan orang lain.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa:

• Keterampilan sosial adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

berinteraksi dengan orang lain secara baik sehingga mudah diterima sesuai harapan

lingkungan.

• Keterampilan sosial adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

menyeimbangkan kemampuan proses berpikir atau kognitif yang diekspresikan

Page 3: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

19

secara kultural, seperti berbagi, membantu seseorang yang sedang membutuhkan, dan

mengungkapkan simpati.

2. Jenis-jenis Keterampilan Sosial

Beaty (Afiati dalam Lismayanti, 2008) menyebutkan bahwa keterampilan

sosial atau disebut juga prosocial behavior mencakup perilaku-perilaku seperti:

a. Empati yang di dalamnya anak-anak mengekspresikan rasa haru dengan

memberikan perhatian kepada seseorang yang sedang tertekan karena suatu

masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik

sebagai bentuk bahwa anak menyadari perasaan orang lain.

b. Kemurahan hati atau kedermawanan yang di dalamnya anak-anak berbagi dan

memberikan barang sesuatu miliknya kepada seseorang.

c. Kerjasama yang di dalamnya anak-anak mengambil giliran atau bergantian

menuruti perintah secara suka rela tanpa menimbulkan pertengkaran.

d. Memberi bantuan yang di dalamnya anak-anak membantu seseorang untuk

melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang yang membutuhkan.

Menurut Hurlock (1996: 118) pola-pola perilaku sosial yang ditampilkan

anak-anak adalah sebagai berikut:

a. Meniru, agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang yang

sangat dikaguminya.

Page 4: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

20

b. Persaingan, keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang lain tampak

pada usia empat tahun. Ini dimulai di rumah dan kemudian berkembang dalam

bermain dengan anak di luar rumah.

c. Kerjasama, pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan kegiatan kelompok

mulai berkembang dan meningkat baik dalam frekuensi maupun lamanya

berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya kesempatan untuk bermain dengan

anak lain.

d. Simpati, karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan dan

emosi orang lain maka hal ini hanya kadang-kadang timbul sebelum tiga tahun,

semakin banyak kontak bermain, semakin cepat simpati akan berkembang.

e. Dukungan sosial, menjelang berakhirnya masa anak-anak, dukungan dari teman-

teman menjadi lebih penting daripada persetujuan orang-orang dewasa. Anak

beranggapan bahwa perilaku nakal merupakan cara untuk memperoleh dukungan

dari teman-teman sebaya.

f. Membagi, dari pengalaman bersama orang lain, anak mengetahui bahwa salah

satu cara memperoleh persetujuan sosial adalah dengan membagi miliknya,

terutama mainan unuk anak lain. Lambat laun sifat mementingkan diri sendiri

berubah menjadi sifat murah hati.

g. Perilaku akrab, anak yang pada bayi memperoleh kepuasan dari hubungan yang

hangat, erat, dan personal dengan orang lain berangsur-angsur memberikan kasih

sayang kepada orang di luar rumah, seperti guru taman kanak-kanak atau benda-

Page 5: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

21

benda mati seperti mainan kesukaannya atau bahkan selimut. Benda-benda ini

disebut “objek kesayangan”.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pada masa usia dini (TK) kondisi

sosial emosi anak-anak masih sangat rentan dan membutuhkan stimulasi yang

berkesinambungan yang disesuaikan dengan tahap perkembangannya dan

didukung dengan lingkungan yang kondusif, agar potensi keterampilan sosial

yang sudah ada dapat dikembangkan dengan optimal. Seperti, memberikan

kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan pengetahuan dan

pengalamannya melalui kegiatan yang bermanfaat baik di rumah ataupun di

sekolah.

3. Tahap Perkembangan Keterampilan Sosial

Bar-Tal, et al. (Martini dalam Lismayanti, 2008:18) mengemukakan enam

tahap perkembangan perilaku sosial. Ke enam tahap perkembangan perilaku

sosial tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap Compliance and Concrete Defined Reinforcement

Pada tahap ini seseorang akan melakukan perilaku menolong berdasarkan

permintaan dan perintah yang disertai oleh janji akan adanya reward kongkrit

atau ancaman nyata akan adanya punishment. Pada tahap ini perspektif sosial

anak akan bersifat egosentris, sehingga tidak menyadari bahwa orang lain dapat

memiliki pikiran dan perasaan yang berbeda dengan perilaku sosial yang

Page 6: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

22

ditampilkan anak berdasarkan pada pemahaman terhadap reward atau punishment

secara kongkrit.

b. Tahap Compliance

Pada tahap ini individu akan melakukan perilaku menolong karena tunduk

dan taat pada otoritas atau orang yang dianggap memiliki kekuasaan. Individu

tidak memiliki inisiatif sendiri untuk melakukan pertolongan, melainkan

pertolongan dilakukan karena taat pada perintah dan permintaan orang yang

memiliki kekuasaan. Perilaku menolong dimotivasi oleh kebutuhan untuk

mendapatkan persetujuan dan menghindari punishment. Pada tahap ini individu

tidak lagi membutuhkan reinforcement kongkrit sebab dia menyadari adanya

kekuasaan ototritas, dalam hal ini, reinforcement diartikan sebagai persetujuan.

c. Tahap Internal Initiative and Concrete Reward

Pada tahap ini, individu secara spotan berinisiatif untuk menolong agar

memperoleh reward. Perilaku individu dimotivasi oleh keinginanya untuk

mendapatkan keuntungan atau reward untuk memuaskan dirinya. Perilaku

menolong dilakukan seseorang jika dia menganggap bahwa hal tersebut

merupakan sesuatu kesempatan untuk memperoleh reward kongkrit.

d. Tahap Normative Behavior

Pada tahap ini, individu melakukan perilaku menolong karena tunduk

pada norma atau untuk mematuhi tuntutan sosial, agar tidak melanggar norma

yang berlaku. Individu menyadari adanya berbagai perilaku yang memiliki

kesesuaian dengan norma yang dapat mendatangkan sangsi positif, dan

Page 7: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

23

menghindari adanya pelanggaran norma yang mendatangkan sangsi negatif.

Perilaku menolong pada tahap ini, dilakukan individu agar dapat dikatakan

sebagai orang yang baik dimata orang lain.

e. Tahap Generalized Reciprocity

Pada tahap ini, perilaku menolong individu didasari oleh prinsip-prinsip

umum dan pertukaran. Individu memberikan pertolongan karena dia percaya pada

suatu saat jika membutuhkan pertolongan, maka dia akan mendapatkannya dari

orang lain. Hal ini merupakan persetujuan sosial yang resiprositas atas dasar

kontrak yang abstrak. Reward yang diharapkan oleh seseorang dalam melakukan

perilaku menolong adalah non kongkrit. Prinsip-prinsip pertukaran terhadap

norma resiprositas, yaitu: 1) seseorang akan menolong pada orang yang telah

menolongnya, dan 2) seseorang tidak akan merugikan orang yang telah

menolongnya. Norma ini sangat berfungsi untuk menstabilkan hubungan antara

manusia dalam masyarakat, melindungi seseorang dari kekuasaan yang akan

menodai statusnya, memotivasi dan mengtur hukum resiprositas sebagai pola

pertukaran, dan melindungi seseorang dari hubungan yang eksploitatif

f. Tahap Altruistik Behavior

Pada tahap ini inisiatif individu untuk memberikan pertolongan sukarela

dan hanya untuk menguntungkan orang lain, tanpa mengharapkan reward

eksternal. Perilaku menolong dilakukan karena kemauan sendiri yang didasari

oleh prinsip-prinsip moral, individu memperhatikan keselamatan, kebutuhan, dan

simpatik pada orang lain yang membutuhkan pertolongan. Itu semua dilakukan

Page 8: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

24

individu tanpa mengharapkan keuntungan timbal balik dari orang lain, kecuali

adanya rasa self-rewarded, yaitu adanya rasa kepuasan dan penghargaan pada diri

sendiri.

Dari uraian tentang tahapan perilaku sosial di atas dapat disimpulkan bahwa

perkembangan keterampilan sosial setiap individu akan berkembang sesuai dengan

tahapannya secara optimal apabila didukung dengan treatment yang diperoleh dari

lingkungannya. Pola-pola interaksi yang diterima oleh individu pada masa usia dini

akan sangat penting karena akan berpengaruh bagi perkembangan kepribadian dan

perilaku seseorang di masa mendatang. Maka seyogianya keterampilan sosial perlu

dibina sejak dini karena akan menjadi pondasi bagi perilaku anak selanjutnya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial

Sunarto dan Hartono (1995:130) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial anak TK, diantarnya adalah:

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu

antara lain: kapasitas mental, emosi dan inteligensi serta kematangan harga diri.

1) Kapasitas Mental, Emosi dan Inteligensi

Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa

secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa

Page 9: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

25

baik dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan

dalam perkembangan sosial anak.

2) Kematangan

Bersosialisasi membutuhkan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu

mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,

memerlukan kematangan intelektual dan emosional.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan yang berpengaruh

terhadap perilaku sosial anak antara lain; faktor keluarga, status sosial ekonomi, dan

guruan (Hafi, 2008).

1) Keluarga

a) Lingkungan rumah

Jika lingkungan rumah secara keseluruhan memupuk sikap sosial yang baik,

kemungkinan besar anak akan menjadi pribadi sosial dan sebaliknya.

b) Hubungan antara ayah dan ibu, anak dan saudaranya mempunyai pengaruh yang

sangat kuat.

c) Posisi Anak dalam Keluarga

Anak yang lebih tua atau yang jarak umurnya dengan saudaranya terlalu jauh,

atau satu-satunya anak yang jenis kelaminnya lain dari saudara-saudaranya,

cenderung lebih banyak menyendiri ketika bersama anak-anak lain. Anak yang jenis

kelaminnya sama dengan saudara-saudaranya menemukan kesulitan dalam bergaul

Page 10: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

26

dengan teman yang jenis kelaminnya berlainan tetapi mudah membina pergaulan

dengan anak yang jenis kelaminnya sama.

d) Ukuran Keluarga

Sebagai contoh, anak tunggal sering mendapatkan perhatian yang lebih dari

semestinya. Akibatnya mereka mengharapkan perlakuan yang sama dari orang luar

dan jengkel jika mereka tidak mendapatkannya.

e) Perilaku Sosial dan Sikap Anak Mencerminkan Perlakuan yang Diterima Di

rumah

Anak yang merasa ditolak oleh orang tua, atau saudara kandungnya mungkin

menganut sikap kesyahidan (attitude of martyrdom) di luar rumah dan membawa

sikap ini sampai dewasa. Anak semacam itu mungkin akan suka menyendiri dan

menjadi introvert. Sebaliknya penerimaan dan sikap orang tua yang penuh cinta

kasih mendorong anak bersikap ekstrovert.

2) Status Sosial Ekonomi

Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga

dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang

telah ditanamkan oleh keluarganya.

3) Pendidikan

Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang demokratis

mungkin melakukan penyesuaian sosial yang paling baik. Mereka aktif secara sosial

dan mudah bergaul. Sebaliknya, mereka yang dimanjakan cenderung menjadi tidak

Page 11: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

27

aktif dan menyendiri. Anak-anak yang dididik dengan cara otoriter cenderung

menjadi pendiam dan tidak suka melawan, dan keingintahuan serta kreativitas

mereka terhambat oleh tekanan orang tua.

5. Hambatan dalam Keterampilan Sosial Anak

Nasution (2010) mengungkapkan beberapa indikasi untuk melihat hambatan

dalam perkembangan keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak, yaitu:

a. Anak mudah merajuk dan merengek

b. Anak lebih banyak diam dan tidak mau ikut serta dalam kegiatan bersama

temannya.

c. Anak sering membuat orang lain atau temannya marah

d. Sukar bergaul dan tidak disukai oleh orang lain atau temannya

e. Bertengkar dan suka mengganggu temannya atau orang lain

f. Tidak mau menuruti kata yang disampaikan

g. Berusaha menarik perhatian orang lain

h. Banyak menyerah dan sering mengikuti orang lain atau temannya

i. Lebih suka bermain dengan orang yang lebih tua.

Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada masa usia dini khususnya

anak usia 4-6 tahun adalah bagian dari anak usia dini dimana pada usia ini anak-

anak memiliki keinginan kuat untuk bersosialisasi dan dapat diterima oleh

lingkungan sosialnya. Karena anak belum bisa mengungkapkannya secara lisan

apa yang mereka sampaikan, maka mereka menunjukkannaya dengan caranya

Page 12: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

28

sendiri melalui perilaku-perilaku yang dapat menarik perhatian orang lain.

Beberapa indikasi yang ditunjukkan dengan berbagai perilaku di atas merupakan

bagian dari cara anak untuk mengungkapkan atau mengekspresikan apa yang

sedang dirasakannya agar orang disekitarnya memahaminya.

B. Konsep BCCT (Beyond Centres and Circle Time)

1. Definisi dan Teori BCCT (Beyond Centres ang Circle Time)

a. Definisi BCCT (Beyond Centres ang Circle Time)

Metode BCCT (Beyond Centres and Circle Time) adalah suatu konsep

belajar yang difokuskan agar guru sebagai guru menghadirkan dunia nyata di dalam

kelas dan mendorong anak didik membuat hubungan antara pengetahuan,

pengalaman, dan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari (Hidayatullah:

2009). Sehingga otak anak dirangsang untuk terus berpikir secara aktif dalam

menggali pengalamannya sendiri bukan sekedar mencontoh dan menghapal saja.

Menurut Piaget (Hidayatullah, 2009), “anak-anak seharusnya mampu melakukan

percobaan dan penelitian sendiri, guru tentu saja dapat menuntun anak-anak dengan

menyediakan bahan-bahan yang tepat tetapi yang terpenting agar anak dapat

memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, ia harus

menemukan sendiri”.

Metode BCCT di Indonesia dipopulerkan dengan istilah SELING (Sentra &

Lingkaran) yaitu suatu metode atau pendekatan dalam penyelenggaraan TK yang

Page 13: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

29

dikembangkan berdasarkan hasil kajian teoritik dan empirik dan metode ini

dirancang dalam bentuk sentra-sentra, sehingga kita sering menyebutnya dengan

metode sentra (Tim Petutor TK Jawa Timur, 2010).

Selanjutnya (Tim Petutor Jawa Timur, 2010) menyebutkan bahwa metode

BCCT adalah suatu metode pengajaran yang menempatkan anak pada posisi yang

proporsional, karena dunia anak adalah dunia bermain maka selayaknyalah konsep

guruan untuk anak usia dini dirancang dalam bentuk bermain, karena intinya

bermain adalah belajar, dan belajar adalah bermain.

Parkhust (Kartini, 2000), mengungkapkan bahwa metode BCCT adalah

kegiatan pengajaran yang disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu yang

mempunyai tempat dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan yang

lainnya. Setiap anak akan maju dan berkembang sesuai dengan kapasitas

kemampuannya masing-masing. Walaupun demikian kegiatan pengajaran harus

memberikan kemungkinan kepada murid untuk berinteraksi, bersosialisasi dan

bekerja sama dengan murid lain dalam mengerjakan tugas tertentu secara mandiri.

Senada dengan pendapat yang diungkapkan Parkhust (Kartini, 2000) bahwa

kegiatan pembelajaran sentra tidak hanya mementingkan aspek individu, tapi juga

aspek sosial, untuk itu bentuk pengajaran ini merupakan keterpaduan antara bentuk

klasikal dan bentuk individual.

Page 14: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

30

Dipaparkan secara sistematis lagi bahwa metode BCCT adalah pengelolaan

kelas yang terpusat pada satu kegiatan dan ditangani oleh satu orang guru secara

khusus (TKPN, 2009).

Pengertian dalam metode BCCT dalam penelitian ini adalah suatu metode

atau pendekatan dalam penyelenggaraan guruan anak usia dini yang dirancang

secara khusus sesuai dengan kemampuan individu agar terjalin hubungan antara

pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan sehari-hari.

b. Filosofi dan Landasan BCCT

Menurut Parkhust (Kartini, 2000) landasan filosofi BCCT ini adalah

konstrukivisme, yakni filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak

sekedar menghapal, bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-

fakta yang terpisah namun mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

Maslow (Fardiana, 2008) memaparkan dalam teorinya tentang kebutuhan

manusia yang pada intinya membantu anak terpenuhi kebutuhan fisik, non fisik dan

membangun konsep diri positif. Dan diharapkan dapat diaplikasikan melalui guruan

yang holistic dengan layanan peningkatan gizi dan kesehatan, dan menciptakan

atmosfir lingkungan yang aman, nyaman, menghargai, memahami keunikan individu

dan membolehkan anak berkreasi.

Selanjutnya Erikson dengan teori psikososialnya (Fardiana, 2008) yang pada

intinya mennguraikan bahwa proses belajar itu dapat membangun konsep diri anak,

Page 15: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

31

memotivasi anak untuk bereksperimen, eksplorasi dan membangun motivasi intrinsik.

Dan diaplikasikan dengan cara; mengembangkan hubungan positif setiap anak,

membangun jadwal konsisten, menginformasikan rencana dan hal-hal yang akan

dilakukan, menata lingkungan dan alat main yang memungkinkan anak mengunakan

dan menyimpan kembali alat main, menyediakan alat & bahan main yang mendukung

dan menantang kemampuan anak, membantu anak mengekspresikan perasaannya saat

main pembangunan, mendukung anak dalam melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya, memotivasi anak untuk membangun kemampuan start dan finish,

menyediakan kesempatan untuk memilih mainan, menyediakan bahan yang

memungkinkan anak untuk mengembangkan daya kreativitasnya, membolehkan anak

secara bebas melakukan eksplorasi terhadap lingkungan, mengizinkan anak untuk

kotor selama bermain.

Vigotsky tentang perkembangan sosial (Fardiana, 2008) menyebutkan bahwa

perkembangan kognitif dipengaruhi oleh interaksi sosial dan budaya. Interaksi sosial

anak dengan orang dewasa yang lebih terampil serta teman sebaya adalah penting

dalam meningkatkan perkembangan kognitif, juga dapat ditingkatkan lewat pijakan

(Scaffolding) yang tepat. Dan diaplikasikan dengan; menciptakan lingkungan kelas

sebagai kumpulan masyarakat yang mendukung interaksi sosial, menjadi modeling,

motivator dan fasilitator bagi anak, membangun hubungan dengan semua anak dalam

kelompok atau dengan anak secara perseorangan, guru atau orang dewasa harus

memiliki kemampuan yang diperlukan untuk memberi pijakan tepat bagi anak,

Page 16: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

32

observasi dan dokumentasi apa yang anak lakukan dan katakan merupakan cara yang

sangat penting dalam memahami perkembangan setiap anak sebagai dasar untuk

memberikan pijakan

Secara sistematisnya metode BCCT ini menekankan pada suasana belajar

sebagai berikut (Tim Petutor TK, 2010):

1) Belajar tidak sekedar menghapal. Anak harus mengkonstruksikan pengetahuan

di benak mereka

2) Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari

pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru

3) Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi

yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

4) Anak perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang

berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.

5) Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit),

sedikit demi sedikit.

6) Penting bagi anak tahu untuk apa ia belajar, dan bagaimana ia menggunakan

pengetahuan dan keterampilan itu.

7) Tugas guru memfasilitasi agar informasi yang baru menjadi bermakna, memberi

kesempatan kepada anak untuk menemukan dan menerpakan ide mereka

sendiri, dan menyadarkan anak untuk menerapkan cara mereka sendiri.

Page 17: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

33

8) Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara anak menggunakan

pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan daripada

hasilnya.

Pada kesimpulannya pembelajaran yang baik untuk anak usia dini harus

disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Saat ini guruan masih

didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang

harus dihapal. Guru masih menjadi center (pengetahuan, informasi dll) dan metode

ceramah yang hanya mendengarkan penjelasan dari guru selalu menjadi pilihan

utama strategi belajar. Dan hal tersebut dapat menjadi suatu penghambat bagi anak

untuk aktif. Maka dari itu sebagai guru, harus mengembalikan ruang kelas menjadi

arena bermain, bernyanyi, bergerak bebas, dan menjadikan ruang kelas sebagai ajang

kreaktif bagi anak.

2. Karakteristik BCCT

Adapun karakteristik BCCT (Hidayatullah, 2009) adalah sebagai berikut:

a. Anak distimulus untuk menjadi anak yang aktif, kreatif, dan berani

b. Anak dibiasakan memecahkan masalah

c. Anak menentukan sesuatu yang berguna bagi dirinya

d. Anak mengeluarkan ide-ide yang dimilikinya

e. Anak menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah dialami, serta

f. Anak dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal

Page 18: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

34

g. Guru bertanggungjawab dalam mengatur kegiatan di sentra masing-masing

h. Guru dapat lebih fokus dalam mengamati perkembangan anak di setiap sentra

i. Sarana yang mendukung pengembangan kemampuan

j. Proses pembelajaran lebih optimal

3. Prosedur Metode BCCT

Prosedur penerapan metode BCCT dalam meningkatkan keterampilan sosial anak

terdiri dari tiga tahapan yakni pertama, langkah-langkah pelaksanaan; kedua, proses

pembelajaran pembelajaran; dan yang ketiga, evaluasi pembelajaran. Penulis akan

memaparkan dengan terperinci ketiga prosedur sebagai berikut:

a. Langkah-langkah Pelaksanaan

1) Persiapan

a) Penyiapan guru dan pengelola melalui pelatihan dan pemagangan. Pelatihan

dapat memberikan pembekalan konsep sedangkan magang memberikan

pengalaman praktik.

b) Penyiapan tempat dan alat permainan edukatif (APE) sesuai dengan jenis sentra

yang akan di buka dan tingkatan usia anak.

c) Penyiapan administrasi kelompok dan pencatatan perkembangan anak.

d) Pengenalan metode pembelajaran kepada orang tua. Kegiatan ini penting agar

orang tua mengenal metode ini sehingga tidak protes ketika kegiatan anaknya

hanya bermain. Mintalah orang tua untuk mencoba bermain disetiap sentra

main yang disiapkan untuk anak agar merasakan sendiri nuansanya. Kegiatan

Page 19: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

35

ini hendaknya dilakukan setiap awal tahun ajaran baru sebelum anak mulai

belajar.

2) Pelaksanaan

a) Bukalah sentra secara bertahap, sesuai dengan kesiapan guru dan sarana

pendukung lainnya.

b) Gilirlah setiap kelompok anak untuk bermain di sentra sesuai dengan jadwal.

Setiap kelompok dalam satu hari hanya bermain di satu sentra saja.

c) Berikan variasi dan kesempatan bermain yang cukup kepada setiap anak agar

tidak bosan dan tidak berebut.

d) Seiring dengan kesiapan guru dan sarana pendukung, tambahlah sentra baru

apabila belum lengkap.

e) Lengkapilah setiap sentra dengan berbagai jenis APE baik yang buatan pabrik

maupun yang dikembangkan sendiri dengan memanfaatkan bahan limbah dan

lingkungan alam sekitar.

b. Proses Pembelajaran

1) Penataan Lingkungan Main

a) Sebelum anak datang, guru menyiapkan bahan dan alat main yang akan

digunakan sesuai rencana dan jadwal kegiatan yang telah disusun untuk

kelompok anak yang dibinanya.

Page 20: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

36

b) Guru menata alat dana bahan main yang akan digunakan sesuai dengan

kelompok yang dibimbingnya.

c) Penataan alat main harus mencerminkan rencana pembelajaran yang sudah

dibuat. Artinya tujuan yang ingin dicapai anak selama bermain dengan alat

main tersebut.

2) Penyambutan Anak

Sambil menyiapkan tempat dan alat main, agar ada seorang guru yang

bertugas menyambut kedatangan anak. Anak-anak langsung diarahkan untuk

bermain bebas dulu dengan teman-teman lainnya sambil menunggu kegiatan

dimulai. Sebaiknya para oarang tua sudah tidak bergabung dengan anak.

3) Bermain Pembukaan (Pengalaman Gerakan Kasar)

Guru menyiapkan seluruh anak dalam lingkaran lalu menyebutkan kegiatan

pembuka yang akan dilakukan. Kegiatan pembuka bisa berupa permainan

tradisional, gerak dan musik, atau sebagainya. Satu guru yang memimpin, guru

lain menjdi peserta bersama anak (mencontohkan). Kegiatan ini berlangsung

sekitar 15 menit.

Page 21: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

37

4) Transisi 10 menit

a) Setelah selesai pemainan pembukaan, anak-anak diberi waktu untuk

pendinginan dengan cara bernyanyi dalam lingkaran, atau main tebak-

tebakaan. Tujuannya agar anak kembali tenang. Setelah anak tenang, anak

secara bergiliran dipersilahkan minum atau ke kamar kecil. Gunakan

kesempatan ini untuk mendidik (pembiasaan) kebersihan diri anak.

Kegiatannya bisa berupa cuci tangan, muka, kaki maupun BAK (buang air

kecil).

b) Sambil menunggu anak minum/ke kamar kecil masing-masing guru siap di

tempat bermain yang sudah siapkan untuk kelompoknya

5) Kegiatan Inti di Masing-masing Kelompok

a) Pijakan Pengalaman Sebelum Bermain (15 menit)

1) Guru dan anak duduk melingkar. Guru memberi salam dan menanyakan

kabar anak-anak.

2) Guru meminta anak-anak untuk mmeperhatikan siapa saja yang tidak hadir

hari ini (mengabsen)

3) Berdoa bersama, mintalah anak secara bergilir menjadi pemimpin doa.

4) Guru menyampaikan tema hari ini dan dikaitkan dengan kehidupan anak.

5) Guru membacakan buku yanng terkait dengan tema, setelah membaca, guru

menanyakan kembali isi cerita

6) Guru mengaitkan isi cerita dengan kegiatan main yang akan dilakukan anak.

Page 22: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

38

7) Guru mengenalkan semua tempat dan alat main yang sudah disiapkan.

8) Dalam memberi pijakan, guru harus mengaitkan kemampuan apa yang

diharapakan muncul pada anak, sesuai dengan rencana belajar yang sudah

disusun

9) Guru menyampaikan bagaimana aturan main (digali dari anak), memilih

teman main, memilih mainan, cara menggunakkan alat, kapan memulai dan

mengakhiri main, serta merapikan kembali alat yang sudah dimainkan.

10) Guru mengatur teman main dengan memberi kesempatan kepada anak

untuk memilih teman mainnya. Apabila ada anak yang hanya memilih anak

tertentu sebagai teman mainnya, maka guru agar menawarkan untuk

menukar teman mainnya.

11) Setelah anak siap untuk main, guru mempersilahkan anak untuk mulai

bermain. Agar tidak berebut serta lebih tertib, dapat menggilir kesempatan

setiap anak untuk mulai bermain, misalnya berdasarkan warna baju, usia

anak, huruf depan nama anak, atau cara lain agar lebih teratur.

b) Pijakan Pengalaman Selama Anak Main (60 menit)

1) Guru berkeliling diantara anak-anak yang sedang bermain.

2) Memberi contoh cara main pada anak yang belum bisa menggunakkan alat.

3) Memberi dukungan berupa pernyataan positif tentang pekerjaan yang

dilakukan anak.

Page 23: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

39

4) Memancing dengan pertanyaan terbuka untuk memperluas cara main anak.

Pertanyaan terbuka artinya pertanyaan yang tidak cukup dijawab ya atau

tidak, tetapi banyak kemungkinana jawaban dari anak.

5) Memberikan bantuan kepada anak yang membutuhkan

6) Mendorong anak untuk mencoba dengan cara lain, sehingga anak memiliki

pengalaman main yang kaya.

7) Mencatat yang dilakukan anak (jenis main, tahap perkembangan, tahapan

sosial).

8) Mengumpulkan hasil kerja anak. Jangan lupa mencatat nama dan tanggal di

lembar kerja anak.

9) Bila waktu tinggal 5 menit, guru memberitahukan kepada anak untuk

bersiap-siap menyelesaikan kegiatan.

c) Pijakan Pengalaman Setelah Main (30 menit)

1) Bila waktu main habis, guru memberitahukan saatnya membereskan alat dan

bahan yang sudah digunakan dengan melibatkan anak.

2) Bila anak belum terbiasa untuk membereskan, guru bisa membuat permainan

yang menarik agar anak ikut membereskan.

3) Saat membereskan, guru menyiapkan tempat yang berbeda untuk setiap jenis

alat, sehingga anak dapat mengelompokkan alat main sesuai dengan

tempatnya.

4) Bila anak sudap rapi, mereka diminta duduk melingkar bersama guru.

Page 24: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

40

5) Setelah semua anak duduk dalam lingkaran, guru menanyakan pada setiap

anak kegiatan main yang tadi dilakukannya. Kegiatan menanyakan kembali

(recalling) melatih daya ingat anak dan melatih anak mengemukakan

gagasan dan pengalaman mainnya (memperluas perbendaharaan kata anak).

6) Makan Bekal Bersama

a) Usahakan setiap pertemuan ada kegiatan makan bersama. Jenis makanan berupa

kue atau makanan lainnya yang dibawa oleh masing-masing anak.

b) Sekali dalam 1 minggu diupayakan ada makanan yang disediakan untuk

perbaikan gizi.

c) Sebelum makan bersama, guru mengecek apakah ada anak yang tidak membawa

makanan. Jika ada tanyakan siapa yang mau memberi makan pada temannya

(konsep berbagi).

d) Guru memberitahukan jenis makanan yang baik dan kurang baik.

e) Jadikan waktu makan bekal bersama sebagai pembiasaan tata cara makan yang

baik (adab makan).

f) Libatkan anak untuk membereskan bekas makanan dan membuang bungkus

makanan ke tempat sampah.

7) Kegiatan Penutup (15 Menit)

a) Setelah semua anak berkumpul membentuk lingkaran, guru dapat mengajak

anak bernyanyi atau membaca puisi. Guru menyampaikan rencana kegiatan

Page 25: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

41

minggu depan, menganjurkan anak untuk bermain yang sama di rumah masing-

masing.

b) Guru meminta anak yang sudah besar secara bergiliran untuk memimpin doa

penutup.

c) Untuk menghindari berebut saat pulang. Digunakan urutan berdasarkan warna

baju, usia, atau cara lain untuk keluar dan bersalaman terlebih dahulu.

c. Evaluasi

1) Evaluasi Program

Bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program TK. Evaluasi

program mengukur sejauh mana indikator keberhasilan penyelenggaraan TK yang

bersangkutan.

Evaluasi program mencakup penilaian terhadap:

a) Kinerja guru dan pengelola.

b) Program pembelajaran.

c) Administrasi kelompok

Evaluasi program dilakukan oleh petugas Dinas Guruan Kecamatan

(pengawas) bersama unsur terkait. Evaluasi Program dapat dilakukan setidaknya

setiap akhir tahun kegiatan belajar anak.

Page 26: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

42

2) Evaluasi Kemajuan Perkembangan Anak

Pencatatan kegiatan belajar anak dilakukan setiap pertemuan dengan cara

mencatat perkembangan kemampuan anak dalam hal motorik kasar, motorik

halus, berbahasa, sosial dan aspek-aspek lainnya.

Pencatatan kegiatan main anak dilakukan oleh guru. Selain mencatat

kemajuan belajar anak, guru juga dapat menggunakan lembaran ceklis

perkembangan anak. Dilihat dari perkembangan dari hasil karya anak, karena itu

semua hasil karya anak dijadikan sebagai bahan evaluasi dan laporan

perkembangan belajar kepada orang tua masing-masing.

Tabel 2.1

Format Evaluasi Perkembangan Anak

Semester /Minggu : 2/minggu 1

Kelompok : TK A Sentra : Bermain peran Tema : Pakaian Hari/tanggal : Selasa, 8 Maret

2011

Jenis Bermain Nama Anak

Dzaki Angel Feryl Zahra Bhintang

Kognitif Mengurutkan proses pembuatan pakaian Membedakan perbedaan dua buah benda Menghitung dengan benda

Fisik Motorik Menjiplak pola yang telah dicontohkan. Menjahit sederhana (jahitan selusur) pola baju

Page 27: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

43

Dapat melipat pakaian Bahasa

Menyebutkan warna baju

Seni Melipat pakaian

Masek Memakai pakaian Senang bermain dengan teman Berdoa sebleum dan sesudah kegiatan

d. Sentra-sentra BCCT

Idealnya, setiap sekolah memiliki ke-7 sentra. Tetapi, berapa pun yang bisa

sekolah selenggarakan, itu sudah lebih baik daripada menggunakan sistem klasikal

(direct teaching) atau belajar dengan cara menggurui. Dibawah ini contoh-contoh

sentra yang bisa di selenggarakan dalam pendekatan BCCT. Meskipun pada

pelaksanaanya diserahkan kepada kemampuan guru dan sekolah di setiap TK itu

sendiri.

1) Sentra Imajinasi/Bermain Peran

Tempat bermain sambil belajar, dimana anak dapat mengembangkan daya

imajinasi dan mengekspresikan perasaan saat ini, kemarin, dan yang akan datang.

Penekanan sentra ini terletak pada alur cerita sehingga anak terbiasa untuk berpikir

secara sistematis.

Tujuan :

a) Mengembangkan kemampuan imajinasi, akhlaq, sosialisasi dan berbahasa

b) Anak mengetahui cara menggunakan peralatan Rumah Tangga

Page 28: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

44

c) Mengenal kegiatan dalam profesi tertentu

d) Mengenal peran dan fungsi anggota keluarga

Contoh Kegiatan :

a) Bermain drama pekerjaan/kegiatan rumah tangga

b) Bermain dramatisasi kehidupan keluarga

c) Bermain drama macam-macam profesi

d) Kegiatan ibadah dalam keluarga

2) Sentra Persiapan

Tempat bermain sambil belajar untuk mengembangkan pengalaman keaksaraan.

Di sentra ini anak difasilitasi dengan permainan yang dapat mendukung pengalaman

baca, tulis, hitung dengan cara yang menyenangkan dan anak dapat memilih kegiatan

yang diminati

Tujuan :

a) Menumbuhkan kecintaan anak terhadap ilmu dan Tuhan

b) Mengembangkan kognitif, motorik dan emosi

c) Menumbuhkan minat baca dan tulis

Contoh Kegiatan :

a) Permainan matematika / berhitung

b) Persiapan membaca dan menulis

c) Puzzle, menyusun pola, meniru pola

d) Menjahit, meronce, bermain papan pasak

Page 29: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

45

e) Bermain kartu bilangan, angka, gambar, huruf, kata

f) Menjiplak, mengelompokkan, bermain jam

g) Menggambar, membaca cerita

h) Diskusi sains

3) Sentra Seni Kreasi

Tempat bermain sambil belajar yang menitik beratkan pada kemampuan anak

dalam berkreasi. Kegiatan di sentra ini dilaksanakan dalam bentuk proyek, dimana

anak diajak untuk menciptakan kreasi tertentu yang akan menghasilkan sebuah karya.

Tujuan :

a) Melatih rasa estetika (keindahan)

b) Melatih motorik halus

c) Anak dapat berpikir secara kreatif

Contoh Kegiatan :

a) Melukis / menggambar

b) Melipat, meronce, menganyam, menjahit

c) Merobek, menggunting, merekat

d) Menyanyi, main musik dan menari

4) Sentra rancang bangun

Tempat bermain sambil belajar untuk mempresentasikan ide ke dalam bentuk

nyata (bangunan). Di sentra ini anak dapat memainkan balok dengan perbandingan 1

Page 30: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

46

anak ± 100 balok plus asesoris. Penekanan sentra ini pada start and finish, dimana

anak mengambil balok sesuai kebutuhan dan mengembalikan dengan mengklasifikasi

berdasarkan bentuk balok

Tujuan :

a) Mengembangkan daya pikir, daya cipta dan kreativitas

b) Mengenal konsep ruang, bentuk dan ukuran

c) Mengembangkan kemampuan matematika dan logika

d) Koordinasi mata dan tangan

e) Sosialisasi, kerjasama, disiplin dan tanggung jawab

Contoh Kegiatan :

a) Sosialisasi aturan sentra

b) Menyusun balok, lego, kardus bekas, gelas plastik bekas atau puzzle busa

c) Bermain sosiodrama dan microplay

5) Sentra Kebun

Tujuan :

a) Memperkenalkan cara menanam tanaman dan mempraktekkannya

b) Memperkenalkan dan mempraktekkan bagaimana cara memelihara tanaman

c) Memperkenalkan proses pertumbuhan tumbuhan secara langsung dan nyata

d) Membangkitkan rasa tanggung jawab anak

e) Membangkitkan rasa kagum anak terhadap ciptaan-Nya

Page 31: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

47

Contoh Kegiatan :

a) Mengamati bibit tanaman

b) Menyemai bibit tanaman, merawat dan mengamati pertumbuhannya

c) Memperkenalkan bagian-bagian tanaman

d) Kunjungan ke perkebunan/sawah

e) Menyiram tumbuhan

6) Sentra Cooking

Tujuan :

a) Melatih motorik halus

b) Mengembangkan dasar-dasar kemampuan membaca dan menulis, matematika,

proses kimia dan fisika

c) Mengenal bentuk dan warna

Contoh Kegiatan :

a) Membedakan bahan makanan yang bagus dan yang tidak dengan cara melihat,

memegang dan mencium

b) Mencuci bahan, mengupas, menimbang, memeras, memecah, mematahkan,

memotong, mencicipi

c) Memasak

Page 32: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

48

7) Sentra Ibadah

Tempat bermain sambil belajar untuk mengembangkan kecerdasan jamak

dimana kegiatan main lebih menitikberatkan pada kegiatan keagamaan. Di sentra ini

anak di fasilitasi dengan kegiatan bermain yang memfokuskan pada pembiasaan

beribadah dan mengenal huruf hijaiyyah dengan cara bermain sambil belajar.

Tujuan :

a) Membangkitkan rasa kecintaan anak terhadap Penciptanya

b) Memperkenalkan cara mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan kepada kita

c) Memperkenalkan kewajiban-kewajiban sebagai umat beragama

d) Memperkenalkan budi pekerti kepada sesama makhluk Tuhan.

Contoh Kegiatan :

a) Memperkenalkan cara beribadah

b) Memperkenalkan dan membiasakan mengucapkan kalimat thoyyibah

c) Memperkenalkan doa-doa dan artinya serta tujuan kita berdoa

d) Lagu-lagu keagamaan

e) Berbagi cerita tentang kebaikan

f) Menonton VCD tentang keagamaan

C. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

Beberapa hasil penelitian yang relevan dalam meningkatkan keterampilan

sosial anak melalui penerapan metode BCCT dengan pendekatan kontruktivisme

adalah sebagai berikut:

Page 33: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

49

Hasil penelitian yang dilakukan Kartini (2009) pada sekolah Taman Kanak-

kanak di wilayah Bandung Tengah menyebutkan bahwa pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan konstruktivisme dapat menantang anak untuk

meningkatkan sosiobilitas dan kreativitas sehingga mendorong anak bermain sambil

belajar sesuai dengan prinsip pokok guruan di TK. Melalui pendekatan

konstruktivisme anak dapat bermain sambil mempelajari berbagai hal tentang bahasa,

intelektual, motorik, disiplin, emosi dan sosial. Selain itu juga dengan pendekatan

konstruktivisme mendorong munculnya inovasi dan kreativitas guru dalam

menciptakan dan mengembangkan iklim guruan yang kondusif di TK.

Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan Nuraliah (2008) menunjukkan

bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dapat

meningkatkan pemahaman anak dilihat dari peningkatan hasil belajar matematika

sehingga dapat dilakukan guru dalam upaya meningkatkan motivasi belajar di

Sekolah Dasar. Pendekatan ini dapat meningkatkan motivasi anak di dalam kelas

dimana siswa dilibatkan langsung untuk berperan aktif. Anak mendapatkan

pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan tidak lagi

membosankan. Melalui pendekatan konstruktivisme perkembangan anak dalam

ranah kognitif, afektif, psikomotor mendapat pengaruh yang utuh. Dengan demikian

pendekatan konstruktivisme tepat digunakan karena sesuai dengan perkembangan

anak yang memerlukan pengalaman langsung dalam memahami setiap pembelajaran.

Adapun hasil penelitian yang dilakukan Riswandi (2008) menunjukkan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dapat memberikan

Page 34: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

50

pengalaman belajar secara langsung dan beragam kepada anak Sekolah Dasar. Anak

secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran yang didukung dengan menggunakan

alat yang dapat mempermudah siswa untuk memahami materi pembelajaran.

Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme anak dipandang sebagai

pembelajar yang aktif, yang membangun pemahamannya sendiri. Pendekatan

konstruktivisme membantu anak dalam menemukan konsep sendiri dan mampu

memecahkan masalah secara ilmiah dan sistematis. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa pendekatan ini efektif dan efisien untuk digunakan dalam proses

pembelajaran karena memiliki dampak baik terhadap peningkatan hasil belajar dan

aktivitas anak pada saat pembelajaran.

Irmansyah et al. (2006) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa secara

umum respon siswa terhadap pendekatan kontekstual (contextual teaching and

learning = CTL) yang diterapkan tergolong kategori baik. Demikian juga aspek minat

dan motivasi belajar siswa untuk masing-masing item tergolong sangat tinggi, dengan

skor rata-rata item 4,45 atau 89% dari skor maksimal 5. Secara umum siswa yang

diberi perlakuan model pembelajaran konstruktivis dengan pendekatan CTL memiliki

motivasi dan minat yang tinggi dalam belajar matematika. Dengan melihat aktivitas,

kesungguhan, dan keceriaan siswa dalam proses belajar mengajar serta berdasarkan

hasil wawancara dengan siswa maka dapat disimpulkan bahwa respon/pandangan

siswa terhadap model belajar konstruktivis sangat positif dan dapat memberikan

kemudahan dalam pembelajaran konsep-konsep matematika khususnya tentang

Page 35: S PAUD 0702593 Chapter2x - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_paud_0702593_chapter2x.pdf · membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.

51

konsep pecahan. Dengan memperoleh kesempatan yang cukup untuk mengemukakan

gagasannya, siswa dapat bertukar pikiran sesama teman sejawatnya, menjadi lebih

kreatif, maka minat dan motivasi belajar lebih tinggi, sehingga proses belajar

dirasakan lebih bermakna bagi mereka. Indikasi ini menunjukkan bahwa model

belajar konstruktivis memiliki keunggulan komparatif terhadap model belajar

konvensional.

Adapun yang menjadi motivasi serta alasan penulis untuk melakukan

penelitian ini berharap agar pihak yang terkait dalam penyelenggaraan guruan

khususnya untuk anak usia dini bisa memberikan proses pengajaran yang lebih

bermakna sesuai dengan perkembangan anak khususnya dalam meningkatkan

keterampilan sosial anak melalui penerapan metode BCCT.

Meskipun telah cukup sumber dan hasil penelitian mengenai pembelajaran

dengan pendekatan konstruktivisme terhadap perkembangan anak, akan tetapi sumber

dan hasil penelitian pendekatan konstruktivisme dengan metode BCCT terhadap

peningkatan keterampilan sosial anak masih sangat sedikit. Latar belakang ini

memberikan motivasi bagi penulis untuk melakukan penelitian tentang

meningkatakan keterampilan sosial anak taman kanak-kanak melalui penerapan

metode BCCT.