S K R I P S I - digilib.uns.ac.id... · 2) Mereka yang tidak memiliki persepsi cahaya (no light...

36
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN ALAT BANTU HITUNG SEMPOA BAGI SISWA TUNA NETRA KELAS D2 SLB/A YKAB KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009 S K R I P S I Oleh : Siti Sumini NIM: X.5107596 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Transcript of S K R I P S I - digilib.uns.ac.id... · 2) Mereka yang tidak memiliki persepsi cahaya (no light...

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN ALAT

BANTU HITUNG SEMPOA BAGI SISWA TUNA NETRA KELAS D2

SLB/A YKAB KOTA SURAKARTA TAHUN

PELAJARAN 2008/2009

S K R I P S I

Oleh :

Siti Sumini NIM: X.5107596

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 32 disebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan

pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti

proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosioinal, mental, sosial” (UU

Sisdiknas, 2003: 21). Amanat Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi

anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat

bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatran yang sama sebagaimana

yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.

Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk

memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka

partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Untuk bisa

memberikan layanan pendidikan yang relevan dengan kebutuhannya, guru perlu

memahami sosok anak berkelainan, jenis dan karakteristik, etiologi penyebab

kelainan, dampak psikologis serta prinsip-prinsip layanan pendidikan anak

berkelainan. Hal ini dimaksudkan agar guru memiliki wawasan yang tepat tentang

keberadaan anak berkelainan penglihatan, dalam hal ini anak tuna netra sebagai

sosok individu masih berpotensi dapat terlayani secara maksimal.

Siswa penyandang tuna netra juga perlu mendapatkan perhatian yang sama

dengan warga negara lainnya. Lingkup pendidikan meliputi keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Alat peraga memegang peranan penting dalam meningkatkan prestasi

belajar matematika bagi anak tuna netra yang mengalami hambatan dalam

penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan. Heather and Stephen (1998: 45)

mengemukakan bahwa anak tuna netra memiliki keterbatasan dalam penglihatan

antara lain: a) Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu)

meter; b) Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat

suatu benda pada jarak 20 kaki; dan c) Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari

20º.

1

3

Anak tuna netra secara medis dikatakan, jika dalam mekanisme penglihatan

karena suatu atau lain sebab, terdapat satu atau lebih organ mata mengalami

gangguan atau rusak. Akibatnya organ tersebut tidak mampu menjelaskan

fungsinya untuk menghantarkan dan mempersepsi cahaya yang ditangkap. Menurut

Mohammad Efendi (2006: 6), “Secara pedagogis, seorang anak dapat diketegorikan

berkelainan indra penglihatan atau tunanetra, jika dampak dari disfungsinya organ-

organ yang berfungsi sebagai penghantar dan persepsi penglihatan mengakibatkan

ia tidak mampu mengikuti program pendidikan anak normal sehingga memerlukan

layanan pendidikan khusus untuk meniti tugas perkembangannya.”

Matematika merupakan pelajaran berhitung, karena dalam matematika yang

pertama kali diajarkan adalah agar para siswa mengenal dan dapat menghitung

bilangan yang sederhana sampai bilangan yang komplek. Menurut Jujun S.

Suriasumantri (2005:189), “matematika adalah bahasa yang melambangkan

serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan”. Lambang-lambang

matematika bersifat “artifisial”, baru mempunyai arti setelah sebuah makna

diberikan padanya. Matematika timbul sebagai hasil pikiran manusia yang

berhubungan dengan ide, proses dan penalaran, sehingga dalam mempelajari

matematika sangat dibutuhkan pengertian, pemikiran dan pemahaman serta tidak

cukup hanya bermodalkan hafalan saja.

Pada kenyataannya para siswa enggan dalam pelajaran matematika, bahkan

ilmu matematika dijadikan momok tersendiri bagi para siswa, sehingga para siswa

menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dibandingkan dengan

mata pelajaran yang lain. Padahal sebenarnya ilmu matematika sangat mudah untuk

dimengerti dan ada metode-metode khusus dalam pelajaran matematika, sehingga

para siswa itu akan merasa pelajaran matematika pelajaran yang menyenangkan

dan mengasyikkan.

Dalam suatu kegiatan belajar mengajar matematika akan menghasilkan

keluaran (ouput) yang berkualitas jika didukung oleh pemanfaatan semua

komponen yang ada secara maksimal. Dilihat dari komponen-komponen yang ada

satu diantaranya adalah penggunaan alat bantu hitung yang tepat.

4

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru maupun siswa tentu mempunyai

tujuan. Lebih-lebih guru dalam pelaksanaan tugasnya mengajar atau melakukan

kegiatan belajar mengajar selalu dan harus berorientasi pada tujuan yang sudah

ditentukan. Untuk itu perlu dipikirkan bagaimana metode yang sesuai agar dalam

waktu yang relatif terbatas dapat tercapai tujuan pendidikan yang diinginkan.

Berpikir matematik merupakan kegiatan yang tinggi dalam menghadapi

kesulitan siswa memecahkan permasalahan mengenai penyelesaian suatu soal

matematik. Pada akhir-akhir ini mental aritmatika sempoa sedang menjamur di

kalangan masyarakat dan orang tua berharap anak didiknya mampu mencapai

tingkat kepandaian yang optimal. Salah satu cara untuk mencapainya adalah

melalui pendidikan mental aritmatika, karena dengan belajar mental aritmatika

sempoa anak akan berlatih untuk menghitung dengan cepat dan tepat. Usia ideal

belajar mental aritmatika sempoa dimulai pada saat anak memasuki usia sekolah di

TK, SD, dan paling tinggi di SLTP. Menurut Nany Ratnawati (2003:iii),

“pengenalan sempoa sejak dini secara tepat dapat menjadi salah satu stimulus bagi

mereka. Banyak manfaat yang dapat dilihat dan dirasakan, baik untuk jangka

panjang maupun jangka pendek. Di antaranya, melatih daya ingat, konsentrasi, dan

pengembangan motorik halus anak.”

Tampaknya mental aritmatika sempoa sangat efektif dan berpengaruh

terhadap peningkatan prestasi belajar siswa tuna netra, sehingga bisa saja sekolah

khususnya SLB/A yang menganggap penting penggunaan sempoa memasukkannya

ke dalam jam pelajaran matematika. Untuk itulah diharapkan agar penggunaan

sempoa dimasukkan ke dalam jam pelajaran matematika atau jam pelajaran khusus

aritmatika sebagai solusi alternatif dan mampu memecahkan persoalan matematika

khususnya dalam aritmatika agar lebih efektif.

Meningkatka prestasi belajar matematika di sekolah khususnya di sekolah

dasar dapat berhasil dengan baik dan maksimal bila didukung oleh alat bantu yang

efektif dari guru. Penggunaan alat bantu hitung sempoa termasuk faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar yang berasal dari luar diri siswa, terutama pada

pokok bahasan aritmatika dalam meningkatkan kemampuan berhitung.

5

Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengadakan penelitian dengan

judul: ”Meningkatan Prestasi Belajar Matematika Dengan Alat Bantu Hitung

Sempoa Bagi Siswa Tuna Netra Kelas D2 SLB/A YKAB Kota Surakarta Tahun

Pelajaran 2008/2009.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah seperti telah diuraikan di depan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah alat bantu hitung sempoa dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa tuna netra Kelas D2 SLB/A YKAB Surakarta tahun pelajaran 2008/2009 ?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan

prestasi belajar matematika melalui penggunaan alat bantu hitung sempoa pada

siswa tuna netra kelas D/2 SLB/A YKAB Surakarta tahun pelajaran 2008/2009.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai sumbangan pemikiran dalam mengajar matematika untuk siswa tuna

netra, agar siswa lebih memhami materi pelajaran yang diberikan.

b. Sebagai sumbangan untuk pengembangan pendidikan dalam memberikan

pelayanan pendidikan bagi anak tuna netra.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

1) Siswa akan memperoleh gambaran nyata tentang prestasi belajar

matematika.

2) Sebagai motivasi belajar untuk meningkatkan prestasi belajar matematika.

b. Bagi guru

1) Guru akan mendapatkan hasil yang maksimal dari perkembangan peserta

didiknya.

6

2) Sebagai bahan umpan balik terhadap penggunaan sempoa dalam

pembelajaran matematika.

3) Sebagai bahan kajian bagi guru untuk menciptakan inovasi pembelajaran

untuk meningkatkan prestasi belajar matematika khususnya bagi siswa

tuna netra.

c. Bagi Orangtua Siswa

1) Sebagai sarana untuk memberi motivasi kepada anak untuk memanfaat

alat bantu hitung sempoa.

2) Sebagai sarana untuk melatih anak untuk lebih lancar dalam mempelajari

matematika.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Siswa Tuna Netra

a. Pengertian Siswa Tuna Netra

“Siswa tuna netra adalah anak yang memiliki hambatan dalam

penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan” (Sam Isbani dan Ravik

Karsidi, 1998:74). Siswa tuna netra memiliki keterbatasan dalam penglihatan

antara lain:

1) Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu) meter.

2) Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki.

3) Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20º. (Heather Mason and Stephen Mc. Call, 1998:45)

Pengertian tuna netra menurut Rusli Ibrahim (2005: 20) ialah seluruh

anak yang terganggu kemampuan penglihatannya, sehingga tidak mampu lagi

menggunakan matanya untuk membaca, walaupun menggunakan kacamata.”

Menurut Munawir Yusuf (2005: 6), “siswa tuna netra adalah seseorang

yang karena sesuatu hal tidak dapat menggunakan matanya sebagai saluran

utama dalam memperoleh informasi dari lingkungannya.” Ibrahim Hasmi (2002:

25) menjelaskan bahwa, “siswa tuna netra adalah mereka yang penglihatannya

terganggu, sehingga menghalangi dirinya untuk berfungsi dalam pendidikan

tanpa menggunakan alat khusus, material khusus, latihan khusus dan atau

bantuan lain secara khusus.”

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa siswa

tuna netra yaitu mereka yang mengalami gangguan penglihatan, sehingga tidak

dapat menggunakan penglihatannya sebagai saluran utama dalam proses belajar

mengajar dan atau memperoleh informasi dari lingkungannya tanpa

menggunakan alat khusus material khusus, latihan khusus dan atau bantuan lain

secara khusus.

6

8

Keadaan fisik siswa tunanetra tidak berbeda dengan siswa sebaya

lainnya. Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ

penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya:

mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata

infeksi, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair (mengeluarkan

air mata), dan pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

b. Klasifikasi Anak Tuna Netra

Ditinjau dari keterbatasan penglihatan, anak tuna netra dikelompokkan

menjadi:

1) Mereka yang mengenal bentuk atau obyek dari berbagai jarak.

2) Mereka yang dapat menghitung jari dari berbagai jarak.

3) Mereka yang tidak dapat atau tidak mengenal tangan yang digerakkan.

Ditinjau berdasarkan kelompok yang mengalami keterbatasan

penglihatan yang berat, yaitu:

1) Mereka yang mempunyai persepsi cahaya (light perception).

2) Mereka yang tidak memiliki persepsi cahaya (no light perception).

Berdasarkan pengelompokan keterbatasan penglihatan tetsebut di atas,

siswa tuna netra dapat dikelompokkan menjadi:

1) Mereka yang mampu membaca cetakan standart.

2) Mereka yang mampu membaca cetakan standart dengan memakai alat

pembesar (magnification devices).

3) Mereka yang hanya mampu membaca cetakan besar (nomor 28).

4) Mereka yang mampu membaca kombinasi antara cetakan besar/regular print.

5) Mereka yang mampu membaca cetakan besar dengan menggunakan alat

pembesar.

6) Mereka yang hanya mampu dengan braille tapi masih bisa melihat cahaya

(sangat berguna bagi mobilitas).

7) Mereka yang hanya menggunakan braille tetapi sudah tidak mampu melihat

cahaya.

9

Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya.

Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.

Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya:

1) Mata juling

2) Sering berkedip

3) Menyipitkan mata

4) Kelopak mata merah

5) Mata infeksi

6) Gerakan mata tak beraturan dan cepat

7) Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)

8) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

c. Anak Berkebutuhan Khusus dan Alat Pendidikan Anak Tuna Netra

1) Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses

pertumbuhan/perkembangannya secara signifikan (bermakna) mengalami

kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, sosial, emosional)

dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan

pelayanan pendidikan khusus (A. Salim Choiri dan Munawir Yusuf, 2008:1).

Jenis anak berkebutuhan khusus meliputi (1) tuna netra, (2) tuna

rungu, (3) tuna daksa, (4) tuna grahita, (5) anak lambat belajar, (6) anak

berkesulitan belajar, (7) anak berbakat, (8) tula laras, dan (9) anak dengan

gangguan komunikasi (A. Salim Choiri dan Munawir Yusuf, 2008:1)

2) Alat Pendidikan Anak Tuna Netra

Alat pendidikan bagi tuna netra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu

alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga.

a) Alat pendidikan khusus anak tuna netra antara lain: reglet dan pena, mesin

tik Braille, computer dengan program Braille, printer Braille, abacus,

calculator bicara, kertas braille, penggaris Braille, dan kompas bicara.

b) Alat Bantu

Alat bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya menggunakan materi

perabaan dan pendengaran.

10

(1) Alat bantu perabaan sebagai sumber belajar menggunakan buku-buku

dengan huruf Braille.

(2) Alat bantu pendengaran sebagai sumber belajar diantaranya talking

books (buku bicara), kaset (suara binatang), CD, kamus bicara

c) Alat Peraga

Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui

perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:

(1) Benda asli: makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam,

ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik,

kaset, dll.

(2) Benda asli yang diawetkan : binatang liar/buas atau yang sulit di

dapatkan,

(3) Benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)

(4) Benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan,

dll.

(5) Gambar timbul sesuai dengan bentuk asli; grafik, diagram dll.

(6) Gambar timbul skematik; rangkaian listrik, denah, dll.

(7) Peta timbul; provinsi, pulau, negara, daratan, benua, dll.

(8) Globe timbul, papan baca, dan papan paku

d. Sarana Anak Tuna Netra

1) Alat Asesmen

Bervariasinya kelainan penglihatan pada anak tunanetra, menuntut

adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan

kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya menentukan apa

yang dibutuhkan dapat mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan

kemampuan dan keadaannya.

Asesmen kelainan penglihatan dilakukan untuk mengukur

kemampuan penglihatan dalam bentuk geometri, mengukur kemampuan

penglihatan dalam mengenal warna, serta mengukur ketajaman penglihatan.

Alat untuk asesmen penglihatan anak tunanetra meliputi: a) SSVR Trial Lens

11

Set; b) Snellen Chart; c) Ishihara Test; dan d) Snellen Chart Electronic

(http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=56).

2) Orientasi dan Mobilitas

Pada umumnya anak tunanetra mengalami gangguan orientasi

mobilitas baik sebagian maupun secara keseluruhan. Untuk pengembangan

orientasi mobilitasnya dapat dilakukan mengunakan alat-alat berikut ini: a)

Tongkat panjang; b) Tongkat lipat; c) Blind fold; d) Bola bunyi; dan e) Tutup

kepala (http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=56)

3) Alat Bantu Pelajaran/Akademik

Layanan pendidikan untuk anak tunanetra selain membaca, menulis,

berhitung juga mengembangkan sikap, pengetahuan dan kreativitas. Akibat

kelainan penglihatannya anak tunanetra mengalami kesulitan dalam

menguasai kemampuan membaca, menulis, berhitung.

Untuk membantu penguasaan kemampuan di bidang akademik, maka

dibutuhkan layanan dan peralatan khusus. Alat-alat yang dapat membantu

mengembangkan kemampuan akademik dapat berupa:

a) Globe Timbul; b) Peta Timbul; c) Abacus; d) Penggaris Braille; e) Blokies (Sejumlah dadu dengan simbol braille dengan papan berkotak); f) Puzzle Ball; g) Papan Baca; h) Model Anatomi Mata; i) Meteran Braille; j) Puzzle Buah-buahan; k) Puzzle Binatang; l) Kompas Braille; m) Talking Watch; n) Gelas Rasa; o) Botol Aroma; p) Bentuk-bentuk Geometri; q) Collor Sorting Box; r) Braille Kit; s) Reglets & Stylush; t) Mesin Tik Biasa; u) Mesin Tik Braille; v) Komputer dan Printer Braille; x) Kompas bicara (http://www. ditplb.or.id/profile.php?id=56).

4) Alat Bantu Visual

Kelainan penglihatan anak tunanetra bervariasi dari yang ringan (low

vision) sampai yang total (total blind). Untuk membantu memperjelas

penglihatannya pada anak tunanetra yang jenisnya low vision dapat

digunakan alat bantu sebagai berikut: a) Magnifier Lens Set; b) CCTV; c)

View Scan; d) Televisi; dan e) Microscope (http://www.ditplb.or.id/profile.

php?id=56)

12

5) Alat Bantu Auditif

Untuk melatih kepekaan pendengaran anak tunanetra agar dapat

mengikuti pendidikan dengan lancar dapat digunakan alat-alat seperti berikut

ini: a) Tape Recorder Double Deck; b) Alat Musik Pukul; c) Alat Musik Tiup

(http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=56)

6) Alat Latihan Fisik

Pada umumnya anak tunanetra mengalami kesulitan dan kelambanan

dalam melakukan aktivitas fisik/motorik. Hal ini akan berpengaruh terhadap

kekuatan fisiknya, yang dapat menimbulkan kerentanaan terhadap

kesehatannya. Untuk mengembangkan kemampuan fisik alat yang dapat

digunakan untuk anak tunanetra adalah sebagai berikut:

1) Catur Tunanetra 2) Bridge Tunanetra 3) Sepak Bola dengan Bola Berbunyi 4) Papan Keseimbangan 5) Power Raider 6) Static Bycicle (http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=56)

2. Sempoa

a. Sejarah Sempoa

Alat bantu dalam pendidikan mental aritmatika adalah sebuah alat yang

disebut sempoa (bahasa bakunya: swipoa) atau abakus. Alat hitung ini pertama

kali ditemukan dalam sejarah Babilonia kuno dalam bentuk sebilah papan yang

di atasnya ditaburi pasir sehingga orang bisa menghitung atau menulis. Itu

sebabnya alat tersebut dinamakan abakus yang berasal dari bahasa Yunani

abacos yang artinya menghapus debu.

Bangsa Cina mengembangkan abakus ini menjadi dua bagian. Pada

jeruji atas dimasukkan 2 manik-manik dan 5 pada jeruji bawah. Pada abad ke 16

abakus dibawa masuk ke Jepang oleh para pedagang dan biksu-biksu Budha dari

Cina. Dan bangsa Jepang akhirnya mempunyai ide untuk menguragi jumlah

manik-maniknya menjadi satu jeruji pada jeruji atas dan empat pada jeruji

bawah.metode ini amat praktis sehingga membuat anak-anak Jepang amat

13

menyujai aritmatika. Hal inilah yang membuat Jepang begitu cepat bangkit dari

puing-puing kekalahanya pada perang dua kedua.

b. Manfaat Belajar Aritmatika Sempoa

Melalui belajar mental aritmatika sempoa seorang anak akan

memperoleh banyak hal diantaranya:

1) Meningkatkan kemampuan berhitung lebih cepat di atas rata-rata anak.

2) Kemampuan mencongak lebih cepat dan tepat. 3) Menyeimbangkan penggunaan otak kiri dan kanan serta

mengoptimal-kannya untuk mencapai tingkat berfikir yang analisis dan logika berfikir yang benar.

4) Terlatihnya daya berfikir dan konsentrasi, membantu anak untuk menguasai mata pelajaran yang lainnya.

5) Menumbuhkembangkan imajinasi sehingga kreatifitas anak berkembang.

6) Membiasakan diri dengan angka-angka, membuat anak tidak lagi alergi pada pelajaran eksakta.

7) Melatih kesabaran, rasa percaya diri tinggi dan melihat jauh ke depan. (http://kazeru-fantastic-bizhosting.com/hal2.htm)

c. Metode Berhitung dan Cara Penggunaan Sempoa

Metode berhitung sama halnya dengan belajar matematika dasar, yakni

dengan belajar menambah (+), mengurangi (), mengalikan (x) dan membagi (:)

dengan memakai alat sempoa. Pada tahap awal anak diajarkan menguasai

sempoa sampai mahir lalu keterampilan tangan itu dipindahkan ke dalam alam

imajinasi sampai akhirnya anak-anak tidak memerlukan sempoa lagi.

Abakus yang akan peneliti kemukakan di sini adalah abakus yang

berpola satu, yang bagiannya terdiri atas:

a) Bingkai atau kerangka. b) Poros, merupakan tempat bergesernya manik-manik. c) Manik-manik, setiap poros terdiri dari 5 buah yang terbagi menjadi

2 bagian, yaitu manik bernilai satu ada 4 buah dan sebuah bernilai 5.

d) Titik period, berfungsi untuk menandai tempat perhitungan dan bilangan ribuan. (Supriyono Supriyanto, 2000:1)

Perhatikan gambar sempoa berikut ini:

14

Manik Nilai 5 Bingkai Sempoa Titik Period

Poros Manik Nilai 1

Gambar 1

Bagian-Bagian Sempoa

Nilai tempat sebelum dioperasikan abakus dalam keadaan nol. Letak semua manik satuan di bawah dan manik nilai 5 di atas. Urutan nilai tempat dari poros yang bertanda titik period (titik penentu) adalah satuan, di sebelah kiri secara berurutan, puluhan, ratusan, ribuan dan seterusnya. Sebelah kanan sepersepuluh, perseratus dan seterusnya. Letak satuan bisa berubah an nilai tempat bilangan yang lain mengikutinya. Yang penting perubahannya itu harus tetap pada titik period. (Supriyono Supriyanto, 2000: 1-2).

Perhatikan Gambar Sempoa Berikut Ini:

Gambar 2

Nilai Tempat pada Sempoa

Puluhan Ribu

Ribuan Ratusan Puluhan Satuan Seper sepuluh

Seper seratus

Seper seribu

Dan Seterusnya

15

Ingat:

Dalam menyusun atau menghapus bilangan dimulai dari bilangan paling kiri

atau bilangan paling besar.

a) Cara Menambah

Perhatikan gambar di bawah ini:

Untuk menambah 1, 10, 100, 1000, dan seterusnya, geser satu manik

dengan ibu jari.

Gambar 3

Cara Menambah 1

Perhatikan gambar di bawah ini:

Untuk menambah 2, 20, 200, 2000, dan seterusnya. Geser

dua manik ke atas dengan ibu jari.

Gambar 4

Cara menambah 2

16

Untuk penambahan 3, 30, 300, 3000, dan seterusnya. Geser

tiga manik ke atas dengan ibu jari. Untuk penambahan 4, 40, 400,

4000, dan seterusnya. Geser empat manik ke atas dengan ibu jari.

Perhatikan gambar di bawah ini:

Untuk menambah 5, 50, 500,5000, dan seterusnya. Geser

satu manik atas ke bawah dengan telunjuk.

Gambar 5

Cara Menambah 5

b) Cara Mengurang Perhatikan gambar di bawah ini: Untuk mengurang 1, 10, 100, 1000, dan seterusnya. Geser satu manik bawah ke bawah dengan telunjuk.

Gambar 6

Cara Mengurang 1

Untuk mengurang 2, 20, 200, 2000, dan seterusnya. Geser dua

manik bawah ke bawah dengan telunjuk.

17

Untuk mengurang 3, 30, 300, 3000, dan seterusnya. Geser tiga

manik bawah ke bawah dengan telunjuk.

Untuk mengurang 4, 40, 400, 4000, dan seterusnya. Geser empat

manik bawah ke bawah dengan telunjuk.

Perhatikan gambar di bawah ini:

Untuk mengurang 5, 50, 500, 5000, dan seterusnya. Geser satu

manik atas ke atas dengan telunjuk.

Gambar 7

Cara mengurang 5

a) Membaca Bilangan Pada Sempoa

Perhatikan gambar dan cara membacanya. Manik hitam

dianggap manik yang dioperasikan.

Gambar 8

Cara Membaca Sembilan

b) Penambahan Kombinasi 5

Penambahan yang melibatkan proses manik 5 dapat

menggunakan rumus di bawah ini:

Limaan

Satuan

18

1) Rumus untuk satuan adalah sebagai berikut:

4 = 5 – 1

3 = 5 – 2

2 = 5 – 3

1 = 5 – 4

2) Rumus untuk puluhan adalah sebagai berikut:

40 = 50 – 10

30 = 50 – 20

20 = 50 – 30

10 = 50 – 40

Untuk memahami rumus di atas perhatikan contoh berikut:

2 + 4 =

Soal di atas tidak dapat dikerjakan secara langsung. Untuk

menambah 4, manik bawah tidak cukup. Cara mengerjakannya

harus melibatkan manik nilai 5 dikurangi 1 (4 = 5 – 1). Untuk lebih

jelasnya perhatikan gambar di bawah.

Langkah pertama set dua manik bawah ke atas dengan ibu

jari.

Gambar 9

Menunjukkan angka 2

Langkah berikutnya set manik lima, dan satu manik bawah

ke bawah bersama-sama, telunjuk menurunkan manik lima dan ibu

jari menurunkan satu manik bawah secara serentak.

19

Gambar 10

Menunjukkan Penambahan 2 + 4 = 6

c) Pengurangan Kombinasi 5

Pengurangan yang melibatkan proses manik 5 dapat

menggunakan rumus di bawah ini:

1) Rumus untuk satuan adalah sebagai berikut:

-4 = -5 + 1

-3 = -5 + 2

-2 = -5 + 3

-1 = -5 + 4

1) Rumus untuk puluhan adalah sebagai berikut:

-40 = -50 + 10

-30 = -50 + 20

-20 = -50 + 30

-10 = -50 + 40

Untuk memahami rumus di atas perhatikan contoh berikut:

3 – 2 =

Soal di atas tidak dapat dikerjakan secara langsung. Untuk

mengurang 2, manik 5 terlalu besar nilainya. Cara mengerjakannya

harus melibatkan manik nilai 5. Mengurang 2 sama dengan

mengurang 5 ditambah 3 (-2 = -5 + 3). Untuk lebih jelasnya

perhatikan gambar di bawah.

Langkah pertama set manik 5 ke bawah dengan telunjuk.

20

Gambar 11

Menunjukkan angka 5

Langkah berikutnya set manik lima, dan 3 manik bawah ke

atas bersama-sama, telunjuk menaikkan manik lima dan ibu jari

menaikkan 3 manik bawah secara serentak.

Gambar 12

Menunjukkan Pengurangan 5 – 2 = 3

3. Prestasi Belajar Matematika

a. Pengertian Prestasi

Prestasi merupakan hasil yang didapat oleh seseorang setelah melakukan

kegiatan. “Prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai”

(Winkel, 2001: 15). “Achievement (prestasi) adalah isi dari kapasitas seseorang,

yang dimaksud di sini ialah hasil yang diperoleh seseorang setelah mengikuti

didikan atau latihan tertentu” (Pasaribu dan Simanjuntak, 2003: 85). Dari

ungkapan tersebut jelaslah bahwa prestasi akan terjadi, setelah adanya kegiatan

tertentu.

21

Dari kedua pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi

merupakan hasil usaha yang telah dicapai, melalui ketekunan yang dilakukan

dan menghasilkan perubahan dalam mencapai hasil kerja dalam waktu tertentu.

b. Pengertian Belajar

Berbagai ahli mengemukakan pendapatnya tentang belajar, yang

mengatakan bahwa “belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang

berlangsung, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara dinamis

dan membekas” (Winkel, 2001: 36). Lebih lanjut dinyatakan bahwa “belajar

adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau

pengalaman” (Wasty Soemanto, 1999: 99).

Pengertian belajar menurut Hilgard yang dikutip oleh Nasution (2000:

35): “Learning is the prosess by which an activity originates or is changed

through training procedures (Whether in the laboratory on in the

naturalenvironment) as distinguished from changes by factors not attributable

to training.” (Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu

kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam

lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-

faktor yang tidak termasuk latihan, misalnya perubahan karena mabuk atau

minum ganja bukan termasuk hasil belajar).

Dari ketiga tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang telah

belajar kalau terdapat perubahan tingkah laku melalui pengalaman atau latihan

dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut, menyangkut baik perubahan

yang bersifast pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun

yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Perubahan tersebut terjadi akibat

interaksi dengan lingkungannya, tidak terjadi karena pertumbuhan fisik atau

kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau perubahan karena obat-

obatan. Kecuali itu perubahan tersebut relatif bersifat lama atau permanen dan

menetap.

22

c. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Sturatinah Tirtonagoro (2001: 43) bahwa: “Prestasi belajar

adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam

bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil

yang dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.”

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001:70) yang dimaksud

prestasi belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau

angka yang diberikan oleh guru.”

Sedangkan pengertian prestasi belajar menurut Maslow (dalam Nana

Sudjana, 2007: 22) bahwa:

Prestasi belajar suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia karena sepanjang rentang kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing kehadiran prestasi belajar dalam kehidupan manusia pada tingkat dan jenis tertentu pula manusia yang berada di bangku sekolah.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa prestasi

belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa dengan bekerja keras, ulet, tekun,

sehingga bisa memberikan kepuasan dan pemenuhan hasrat ingin tahu siswa.

Berdasarkan pendapat tersebut jelaslah bahwa prestasi belajar merupakan hasil

siswa setelah melakukan suatu proses pembelajaran. Sedangkan prestasi belajar

matematika adalah hasil siswa setelah melakukan suatu proses belajar

matematika.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai

faktor. Faktor-faktor termaksud akan selalu ada sepanjang proses belajar

mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Ngalim

Purwanto (2002: 107) sebagai berikut: “a. Faktor dari luar, meliputi: lingkungan

dan instrumental; b. Faktor dari dalam, meliputi: fisiologis, psikologis,

kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.”

Dari faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut:

23

1) Faktor dari luar

a) Faktor lingkungan

Lingkungan yang berujud alam dan sosial. Lingkungan alam seperti

keadaan udara, suhu, kelembaban. Belajar dengan udara yang segar, akan

lebih baik hasilnya, bila dibandingkan dengan keadaan udara yang panas

dan pengap. Lingkungan sosial merupakan hubungan antara individu

dengan keluarga, maupun lingkungan masyarakat.

b) Faktor instrumental

Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaannya dan

penggunaannya sudah direncanakan, sesuai dengan hasil belajar yang

diharapkan. Seperti: gedung, perlengkapan belajar dan administrasi kelas

atau sekolah.

2) Faktor dari dalam

a) Faktor fisiologi

Kondisi fisiologi pada umumnya, seperti kesehatan jasmani akan

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Jasmani yang sehat, segar, akan

mudah menerima informasi dari guru. Lain halnya bagi siswa yang tidak

sehat jasmaninya, maka hasil belajarnya juga kurang baik.

b) Faktor psikologis

Setiap manusia pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-

beda, karena perbedaan itu juga mempengaruhi hasil belajar. Faktor

psikologis yang dianggap berpengaruh terhadap hasil belajar adalah:

(1) Bakat

Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap hasil

belajar seseorang. Apabila seseorang belajar pada bidang yang sesuai

dengan bakatnya, maka kemungkinan berhasilnya akan lebih besar.

(2) Minat

Kalau seseorang tidak berminat mempelajari sesuatu, tidak dapat

diharapkan akan berhasil dengan baik, sebaliknya bila seseorang

berminat untuk mempelajari sesuatu, maka hasilnya akan lebih baik.

24

(3) Kecerdasan

Kecerdasan besar peranannya dalam menentukan berhasil tidaknya

seseorang mempelajari sesuatu. Orang yang cerdas pada umumnya

lebih mampu belajar, daripada orang yang kurang cerdas. Kecerdasan

seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat tertentu,

sedangkan hasil pengukuran dinyatakan dengan angka yang

menunjukkan perbandingan kecerdasan, yang terkenal dengan sebutan

Inteligence Quotient (IQ). Dengan memahami taraf IQ setiap siswa,

maka seorang guru dapat memperkirakan tindakan yang harus

diberikan kepada siswa secara tepat.

(4) Motivasi

Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu. Motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang

mendorong seseorang untuk belajar. Oleh karena itu, meningkatkan

motivasi belajar siswa menjadi bagian yang amat penting, dalam

rangka mencapai hasil belajar yang maksimal.

(5) Kemampuan kognitif

Tujuan belajar meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan

psikomotor. Namun pada umumnya pengukuran kognitif lebih

diutamakan dalam rangka menentukan keberhasilan belajar di

sekolah. Karena itu, kemampuan kognitif merupakan faktor penting

dalam belajar siswa.

e. Pengertian Matematika

Menurut Maryana dan Soedarinah (2001: 65) Matematika adalah

“pengetahuan yang bersifat hirarkis, artinya tersusun dalam urutan tertentu,

bermula dari urutan sederhana kemudian menuju ke hal yang rumit, bermula

dari hal yang konkret menuju ke hal yang abstrak.” Menurut Purwoto (1998:14),

“Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan tentang

struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan

25

ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke

dalil.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan yang bersifat hirarkis,

bermula dari urutan sederhana kemudian menuju ke hal yang rumit, dari yang

konkrit menuju ke hal yang abstrak untuk menyelesaikan permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari.

Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah matematika yang

dipelajari di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terdiri dari bagian-bagian

matematika yang dipilih guna mengembangkan kemampuan-kemampuan dan

membentuk pribadi siswa serta berpadu kepada perkembangan IPTEK.

f. Tujuan Pelajaran Matematika

Dalam perumusan tujuan pelajaran matmetika di Sekolah Luar Biasa

(SLB) adalah untuk mengembangkan keterampilan berhitung, mengembangkan

kemampuan siswa yang dapat dialih-gunakan, memberikan bekal kemampuan

dasar matematika, serta membentuk sikap, logis, kritis, cermat, kreatif dan

disiplin.

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa tujuan pelajaran

matematika adalah untuk mempersiapkan siswa upaya dapat menghadapi hidup

dan kehidupan yang cenderung selalu berubah dan berkembang. Dengan cara

bertindak atas dasar pemikiran yang rasional, logis, kritis, cermat, kreatif dan

disiplin.

g. Manfaat Belajar Matematika

Matematika sebenarnya tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dalam

arti Matematika mempunyai kegunaan yang praktis dalam kehidupan sehari-

hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Jujun S. Suriasumantri (2005:199) yang

mengatakan bahwa: “matematika mempunyai kegunaan praktis dalam

kehidupan sehari-hari. Semua masalah kehidupan yang membutuhkan

pemecahan secara cermat dan teliti mau tidak mau harus berpaling kepada

Matematika”.

26

Seseorang akan berpikir sesuatu, tentu saja mempunyai maksud dan

tujuan tertentu, bagitu juga dalam belajar matematika. Tujuan siswa belajar

matematika menurut Purwoto (1998: 24) adalah, “agar siswa memiliki sikap dan

nilai, teliti, hati-hati, cermat, cerdas, tangkas, terampil, aktif, belajar untuk cinta

kepada keindahan, senang kepada keteraturan, jujur kepada diri sendiri sehingga

mempunyai keberanian untuk mengemukakan pendapat.”

Dari pandangan di atas penulis berpendapat bahwa siswa dapat belajar

dengan baik dan efisien bila bahan pelajaran yang mereka terima sesuai dengan

kesiapan intelektualnya atau cocok dengan kemampuannya dan telah tersusun

menurut urutan tingkat kesukaran dari mudah, sedang, dan sukar berdasarkan

atas pengalaman belajar sebelumnya.

h. Evaluasi Belajar Matematika

Untuk mengungkapkan dan mengukur hasil belajar harus dilakukan

evaluasi. Pengertian evaluasi menurut Winkel (2001:313) dijelaskan sebagai

berikut:

Evaluasi berarti penentuan sampai seberapa jauh sesuatu berharga, bermutu atau bernilai. Evaluasi terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa dan terhadap proses belajar mengajar mengandung penilaian terhadap hasil belajar atau proses belajar itu, sampai seberapa jauh keduanya dapat dinilai baik.

Kegiatan evaluasi meliputi pengukuran dan menilai. Kegiatan mengukur

adalah kegiatan untuk menerapkan alat ukur pada suatu objek tertentu.

Sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan cara

membandingkan hasil pengukuran dengan suatu kriteria.

Sedangkan mengenai jenis penilaian sesuai dengan Kurikulum

Pendidikan Dasar (1999:13) adalah meliputi ulangan harian dan ulangan umum.

Ulangan harian dilaksanakan setelah selesai satu atau beberapa satuan bahasan,

yang minimal dua kali dalam satu semester. Sedangkan ulangan umum

dilaksanakan pada akhir semester.

Jenis penilaian meliputi ulangan harian dan ulangan umum. Ulangan

harian dilaksanakan setelah selesai satu atau beberapa satuan bahasan, yang

27

minimal tiga kali dalam satu semester secara bersama-sama, yang bahannya

meliputi semester I dan semester II.

B. Kerangka Pemikiran

Di dalam belajar aritmatika terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi serta komponen dalam proses pengajaran, sedangkan materi pengajaran mental aritmatika meliputi operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Di dalam belajar mental aritmatika siswa dituntut agar dapat menggunakan alat sempoa dan menguasai mental aritmatika sehingga siswa dapat mneningkatkan kemampuan berhitung. Proses terjadinya penggunaan sempoa dalam upaya meningkatkan kemampuan berhitung.

Gambar 13

Bagan Kerangka Berfikir

Kondisi awal prestasi belajar

matematika rendah

1. Pembelajaran lebih berpusat pada guru dengan ceramah.

2. Siswa enggan atau malas belajar matematika perkalian.

3. Prestasi belajar matematika rendah.

Tindakan

Siklus I : 1. Guru menerapkan sempoa. 2. Guru memberi motivasi kepada siswa. 3. Guru memberi penjelasan tentang cara

belajar matematika dengan sempoa. SiklusII: 1. Guru menerapkan sempoa. 2. Guru memberi motivasi kepada siswa

untuk meningkatkan belajar. 3. Guru memberi penjelasan tentang cara

meningkatkan belajar matematika dengan sempoa.

Kondisi Akhir

1. Prestasi matematika meningkat. 2. Siswa lebih senang untuk belajar

matematika dengan sempola.

28

C. Perumusan Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis tindakan penelitian yang

diajukan dalam penelitian ini adalah: “Alat bantu hitung sempoa dapat

meningkatkan prestasi belajar matematika siswa tuna netra kelas D/2 SLB-A

YKAB Surakarta tahun pelajaran 2008/2009.”

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

dalam bahasa Inggris diartikan Classroom Action Research (CAR) yaitu penelitian

yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar, dengan

penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam

pembelajaran (Susilo, 2007: 16). Penelitian dilaksanakan di kelas D/2 siswa Tuna

Netra SLB-A YKAB Surakarta pada pembelajaran mata pelajaran matematika

penjumlahan dan pengurangan pada semester II tahun pelajaran 2008/2009.

B. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini subyek penelitian adalah siswa kelas D/2 Tuna

Daksa SLB-A YKAB Surakarta berjumlah 1 siswa.

C. Sumber Data

Sumber data penelitian tindakan kelas ini berasal dari siswa kelas D/2 Tuna

Netra SLB-A YKAB Surakarta sebagai subjek penelitian. Data yang berupa

prestasi belajar matematika penjumlahan dan pengurangan diperoleh dengan

menggunakan tes sebelum dan sesudah dalam proses pembelajaran dengan

menggunakan sempoa.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan

dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan

agar lebih efektif dan efisien. Observasi dipusatkan pada proses dan hasil tindakan

pembelajaran beserta peristiwa-peristiwa yang melingkupinya. Langkah-langkah

28

30

observasi meliputi: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan observasi kelas, dan (3)

pembahasan balikan.

Pada tahap perencanaan, diperhatikan mengenai urutan kegiatan observasi

dan penyamaan persepsi antara pengamat dan yang diamati mengenai fokus,

kriteria, atau kerangka pikir interpretasi, di samping teknik observasi yang akan

dilakukan. Pada tahap pelaksanaan observasi kelas, peneliti mengamati proses

pembelajaran dan mengumpulkan data mengenai segala sesuatu yang terjadi pada

proses pembelajaran, baik yang terjadi pada guru, siswa maupun situasi kelas. Pada

tahap diskusi balikan, membahas hasil pengamatan selama observasi dalam situasi

yang saling mendukung (mutually supportive).

2. Dokumentasi

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh

data tentang kemampuan awal matematika siswa yang diambil dari nilai ulangan

harian kelas D/2 siswa Tuna Netra SLB-A YKAB Surakarta.

3. Tes

Prestasi belajar matematika penjumlahan dan pengurangan siswa diukur

melalui tes. Setelah dilaksanakan tindakan, siswa dites dengan menggunakan soal

uraian yang menitikberatkan pada segi penerapan pada akhir pembelajaran setiap

siklus. Hasil setiap siklus dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui keefektifan

tindakan dengan jalan melihat kembali (merujuk silang) pada indikator

keberhasilan yang telah ditentukan.

E. Validitas Data

Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan dijadikan

data dalam penelitian ini perlu diperiksa validitasnya sehingga data validitas

tersebut dapat dipertanggungjawbkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat

dalam menarik kesimpulan. Adapun teknik yang digunakan untuk memeriksa

validitas dalam penelitian ini adalah triangulasi.

Moeleong (2004: 330) mengemukakan bahwa “Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu

31

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Teknik

triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan

triangulasi metode. Triangulasi data (sumber) dilakukan dengan mengumpulkan

data tentang permasalahan dalam penelitian dari beberapa sumber data yang

berbeda. Sedang triangulasi metode dilakukan dengan menggali data yang sama

dengan metode yang berbeda, seperti disinkronkan dengan hasil observasi atau

dokumen yang ada.

Untuk menjaga validitas, secara kolaboratif data dalam penelitian ini akan

didiskusikan/dikonsultasikan dengan teman sejawat atau tim ahli, serta diupayakan

memperhatikan hal-hal asebagai berikut: 1) observer akan mengamati keseluruhan

sekuensi peristriwa yang terjadi di kelas; 2) tujuan, batas waktu dan rambu-rambu

observasi jelas; 3) hasil observasi dicatat lengkap dan hati-hati; dan 4) observasi

harus dilakukan secara obyektif.

F. Analisis Data

Data berupa hasil tes diklasifisikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut

dianalisis secara desktiprif, yakni dengan membandingkan nilai tes atarsiklus. Yang

dianalisis adalah nilai tes siswa sebelum melalui menggunakan sempoa; dan nilai

tes siswa setelah melalui menggunakan sempoa; sebanyak 2 siklus. Kemudian, data

yang berupa nilai tes antarsiklus tersebut dibandingkan hingga hasilnya dapat

mencapai batas ketercapaian atau indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang dilakukan oleh

Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin.

Suharsimi Arikunto (2003: 83) mengemukakan model yang didasarkan atas konsep

pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga

menunjukkan langkah, yaitu:

1. Perencanaan atau planning

2. Tindakan atau acting

3. Pengamatan atau observing

4. Refleksi atau reflecting

32

Langkah-langkah tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar 3 berikut:

Gambar 14

Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas Kurt Lewin dalam Suharsimi Arikunto (2003: 84)

Model Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen tersebut kemudian

dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Kedua ahli ini memandang

komponen sebagai langkah dalam siklus, sehingga mereka menyatukan dua

komponen yang kedua dan ketiga, yaitu tindakan dan pengamatan sebagai suatu

kesatuan. Hasil dari pengamatan ini kemudian dijadikan dasar sebagai langkah

berikutnya, yaitu refleksi kemudian disusun sebuah modifikasi yang

diaktualisasikan dalam bentuk rangkaian tindakan dan pengamatan lagi, begitu

seharusnya.

G. Indikator Kinerja

Indikator pencapaian dalam penelitian ini ditetapkan: nilai matematika

60,00 atau lebih sebagai batas tuntas pembelajaran matematika perkalian.

Penetapan indikator pencapaian ini disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti

batas minimal nilai yang dicapai dan ketuntasan belajar bergantung pada guru kelas

yang secara empiris tahu betul keadaan murid-murid di kelasnya (sesuai dengan

KTSP).

Tindakan

Refleksi

Perencanaan

Pengamatan

33

H. Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Tiap siklus dilaksanakan

sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti yang telah didesain dalam

variabel yang diteliti. Hasil observasi tersebut sebagai dasar untuk menentukan

tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan prestasi belajar matematika.

Tabel 1. Prosedur Penelitian

1 Persiapan 2 Deskripsi awal Masalah pembelajaran matematika

Siklus I

3 Penyusunan Rencana Tindakan

Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran.

Menentukan pokok bahasan. Mengembangkan skenario pembelajaran. Menyiapkan sumber belajar. Mengembangkan format evaluasi. Mengembangkan format observasi.

4 Pelaksanaan

Tindakan Menerapkan tindakan mengacu pada

skenario pembelajaran. 5 Pengamatan Melakukan observasi dengan memakai

format observasi. 6 Evaluasi/Refleksi Melakukan evaluasi tindakan yang telah

dilakukan. Melakukan pertemuan untuk membahas

hasil evaluasi tentang skenario pem-belajaran dan lain-lain.

Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan siklus berikutnya.

Evaluasi tindakan I. Refleksi.

Siklus II

7 Perencanaan dan penyempurnaan tindakan

Atas dasar hasil siklus I, dilakukan penyempurnaan tindakan.

Pengamatan program tindakan II. 8 Tindakan Pelaksanaan program tindakan II. 9 Pengamatan Pengumpulan data tindakan II. 10 Evaluasi/Refleksi Evaluasi tindakan II (berdasarkan

indikator pencapaian). Kesimpulan

34

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. 2004. Perkembangan Kemampuan Menyunting, Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa Indonesia. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

http://Kazoeru-fantastic-bizhosting.com/hal 2.htm. http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=56. Sarana Prasarana Pendidikan

Dalam Pendidikan Iklusif.

Heather Mason and Stephen Mc. Call. 1998. Visual Impairment. London: David Fulcon Publisher Ltd.

Jujun S. Suriasumantri. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Kamus Umum Bahasa Indonesia. 2001. Jakarta: Balai Pustaka.

Maryana W. dan Soedarinah Padmodisastro. 2001. Dasar-dasar PMIPA. Surakarta: UNS Press.

Moeleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mohammad Efendi, 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nana Sudjana, 2001. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Nasution. 2000. Didaktif Asas-asas Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Neny Rahmawati. 2003. Sempoa Untuk Junior. Jakarta: Puspa Swara. Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Oemar Hamalik. 2000. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Purwoto. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press. Salim Choiri, A. dan Munawir Yusuf. 2008. Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan

Khusus. Surakarta: Panitia Setifikasi Guru Rayon 13. Sam Isbani dan Ravik Karsidi. 1998. Rehabilitasi ALB I. Surakarta: FKIP UNS.

Suharsimi Arikunto. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Supriyono Supriyanto. 2000. Abakus 2 & 3. Surabaya: SIC. Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustak Book

Publisher.

35

Sutratinah Tirtonegoro. 2001. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Gramedia.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Bandung: Citra Umbara.

Winkel, WS. 2001. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

36

ii