S BIO 0700007 Chapter4 -...
Transcript of S BIO 0700007 Chapter4 -...
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,
melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi
fotosintesis dilakukan dalam tiga pertemuan. Sebelum kegiatan pembelajaran
dimulai terlebih dahulu dilakukan tes awal, sedangkan tes akhir dilakukan setelah
pembelajaran. Pembelajaran ini dimulai dari mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi fotosintesis kemudian membimbing siswa untuk membuat
rancangan kegiatan praktikum. Pembelajaran dilakukan sesuai dengan langkah-
langkah pada pembelajaran berbasis praktikum sebagai berikut:
Pada pertemuan pertama dilakukan Fase Orientasi Masalah dan fase
perumusan masalah. Pada fase orientasi masalah, siswa diberikan suatu
permasalahan mengenai faktor yang mempengaruhi fotosintesis, misalnya Air.
Siswa dibimbing oleh guru untuk membuat rumusan masalah, hipotesis,
menentukan variabel penelitian dan langkah-langkah dalam kegiatan praktikum.
Pada fase perumusan masalah, guru membagi kelas menjadi 5 kelompok, masing-
masing kelompok terdiri atas 5-6 orang siswa. Setiap kelompok membuat satu
rancangan percobaan tentang beberapa faktor yang mempengaruhi fotosintesis
seperti pengaruh klorofil, cahaya dan karbondioksida dan membuktikannya
dengan percobaan Sach kemudian menuliskannya pada lembar kerja siswa yang
sudah disediakan guru. Rancangan percobaan yang mereka susun terdiri dari judul
45
percobaan, tujuan percobaan, rumusan masalah, hipotesis, variabel percobaan, alat
dan bahan, serta langkah kerja. Siswa diberikan waktu selama satu minggu untuk
mendiskusikan rancangan percobaan yang akan mereka lakukan.
Pada pertemuan kedua, dilakukan fase melakukan penyelidikan dan
fase mengatasi kesulitan. Pada fase penyelidikan, siswa mulai melakukan
kegiatan penyelidikan atau praktikum sesuai dengan rancangan percobaan yang
telah mereka buat yaitu mengenai pengaruh klorofil, cahaya dan karbondioksida
terhadap hasil akhir fotosintesis berupa amilum melalui percobaan Sach.
Siswa menyiapkan alat dan bahan yang akan mereka gunakan sesuai
dengan petunjuk praktikum yang telah mereka susun. Alat yang harus mereka
siapkan terdiri atas pembakar spirtus, tabung reaksi, pinset, gelas kimia, tripod,
korek api, cawan Petri, dan alumunium foil. Sedangkan bahan yang digunakan
terdiri atas daun tanaman, larutan iodin, air dan alkohol 70%.
Para siswa juga melakukan pengamatan selama kegiatan praktikum
berlangsung, mengelompokkan data hasil pengamatan ke dalam bentuk tabel.
Selain itu, para siswa diminta untuk mengemukakan kesulitan yang mereka alami
selama kegiatan praktikum.
Pada fase mengatasi kesulitan guru menugaskan siswa untuk memikirkan
berbagai cara dalam mengatasi kesulitan dalam proses penyelidikan, misalnya
ketika salah satu daun ada yang sulit untuk menjadi layu dan sulitnya
mendidihkan air dan alkohol kemudian siswa merancang ulang cara kerja yang
mereka gunakan selama kegiatan praktikum. Ketika siswa kesulitan dalam
46
menginterpretasikan data, siswa bersama teman kelompok melakukan diskusi
kecil kemudian mengkonsultasikan hasil diskusi tersebut kepada guru.
Pada pertemuan ketiga, dilakukan fase refleksi hasil penyelidikan.
Guru meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan hasil pengamatannya dan
dilakukan diskusi perbandingan mengenai hasil pengamatan pada masing-masing
kelompok di depan kelas. Guru mengarahkan siswa untuk mengaitkan hasil
pengamatan dengan teori atau konsep yang telah mereka pelajari mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Di akhir pembelajaran siswa diminta
untuk menyimpulkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, menyimpulkan
peran hasil fotosintesis (amilum) bagi makhluk hidup lainnya.
Data hasil penelitian didapatkan melalui tes berupa uraian, tes pilihan
ganda, dan lembar observasi, kemudian diolah dan dianalisis. Soal uraian
diberikan untuk mengetahui pengusaan keterampilan proses sains siswa pada
subkonsep faktor-faktor yang memepengaruhi fotosintesis yang terdiri atas faktor
cahaya, karbondioksida, dan klorofil diperoleh dari hasil pengolahan nilai tes awal
dan tes akhir yang dapat dilihat pada lampiran D1 sampai D12. Selain itu, terdapat
pula hasil pengolahan lembar observasi untuk mengetahui keterampilan proses
siswa dalam melaksanakan praktikum. Soal pilihan ganda diberikan kepada siswa
untuk mengetahui penguasaan konsep siswa.
1. Keterampilan Proses Sains
a. Hasil tes awal dan tes akhir soal uraian keterampilan proses sains
Tes awal dilakukan untuk mengetahui keterampilan proses sains awal
siswa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Setelah
47
pembelajaran, siswa diberikan tes akhir untuk mengukur keterampilan proses
sains setelah pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum.
Kedua data tersebut masih merupakan data mentah, sehingga kemudian
dikonversikan ke dalam skala nilai 0-100. Selanjutnya dilakukan perhitungan
untuk mengetahui nilai rata-rata dan standar deviasi dari seluruh jenis
keterampilan proses sains. Adapun hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada
lampiran D.1 dan D.2, dan terangkum dalam Tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Hasil Analisis Nilai Tes Awal dan Tes Akhir Keterampilan Proses Sains
Hasil Tes Awal Tes Akhir Rata-rata 35 72,08
SD 8,0 1,16 Min 16 46
Maks. 52 92 Nilai ideal 100 100
n 26 26
N-Gain 0,57 (Sedang)
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan
penguasaan keterampilan proses sains. Peningkatan tersebut dapat terlihat dari
perolehan selisih nilai rata-rata tes awal dan nilai rata-rata tes akhir serta hasil
perhitungan nilai N-Gain yang diperoleh sebesar 0,57 termasuk kriteria sedang.
Setelah dilakukan analisis terhadap nilai rata-rata tes awal dan tes akhir
dari seluruh jenis keterampilan proses sains, kemudian dilakukan perhitungan
nilai rata-rata tes awal dan tes akhir dari setiap jenis keterampilan proses sains
serta menghitung indeks gain (gain ternormalisasi) dari skor hasil pretes dan
postes yang telah dilaksanakan oleh siswa. Nilai rata-rata tersebut kemudian
48
dikonversikan ke dalam nilai N-Gain untuk mengetahui kriteria peningkatan
keterampilan proses sains yang telah dicapai oleh siswa. Adapun hasil
perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran D.3 sampai lampiran D.12, dan
terangkum dalam Tabel 4.2 di bawah ini:
Tabel 4.2 Hasil Analisis Nilai Rata-rata Setiap Jenis Keterampilan Proses Sains
Melalui Tabel 4.2 terlihat nilai rata-rata dan kriteria peningkatan pada
setiap jenis keterampilan proses sains. Jenis keterampilan proses yang memiliki
kriteria peningkatan tinggi dengan perolehan nilai N-Gain sebesar 0,76 yaitu
keterampilan memprediksi dan keterampilan komunikasi, sedangkan jenis
keterampilan proses lainnya termasuk kriteria sedang dengan perolehan nilai N-
Gain yang bervariasi.
No. Jenis KPS Rata-
Rata Tes Awal
Rata-Rata Tes
Akhir
Rata-Rata
N-Gain Kriteria
1. Merencanakan Percobaan
34,62 63,71 0,41 Sedang
2. Mengajukan Pertanyaan
15,4 73,1 0,69 Sedang
3. Berhipotesis 17,3 75 0,63 Sedang 4. Mengklasifikasikan 76,92 96,15 0,40 Sedang 5. Mengamati 52,6 79,5 0,51 Sedang 6. Menerapkan Konsep 32,97 78,57 0,68 Sedang 7. Prediksi 44,23 94,23 0,76 Tinggi 8. Komunikasi 12,8 82,1 0,76 Tinggi 9. Interpretasi 44,23 77,8 0,49 Sedang 10. Menggunakan Alat Dan
Bahan 21,15 57,69 0,57 Sedang
Rata-rata 0,57 Sedang
49
b. Hasil Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui kemunculan
keterampilan proses sains pada pembelajaran berbasis praktikum dengan
pendekatan inkuiri. Keterampilan proses sains yang diharapkan muncul pada
lembar observasi terdiri atas keterampilan merencanakan percobaan,
mengajukan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, mengamati,
berkomunikasi, menerapkan konsep, prediksi, interpretasi, menggunakan alat
dan bahan serta melaksanakan percobaan. Lembar observasi digunakan pada
saat kegiatan praktikum berlangsung. Data yang telah diperoleh kemudian
dilakukan perhitungan dengan menggunakan perhitungan menurut Purwanto
(2004:102), untuk mengetahui persentase rata-rata kemunculan setiap jenis
keterampilan proses sains siswa. Adapun hasil perhitungan selengkapnya
terdapat pada lampiran D.13, dan terangkum dalam Tabel 4.3 di bawah ini:
Tabel 4.3 Persentase Kemunculan Keterampilan Proses Sains
No. Jenis KPS Rata-Rata (%)
1. Merencanakan Percobaan 73,47 2. Mengajukan Pertanyaan 84 3. Berhipotesis 88 4. Mengklasifikasikan 80 5. Mengamati 70 6. Menerapkan Konsep 76 7. Prediksi 84 8. Komunikasi 64 9. Interpretasi 84 10. Menggunakan Alat Dan Bahan 66,85
11. Melaksanakan percobaan 70,66
Rata-rata 76,45
50
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa persentase rata-rata
kemunculan setiap jenis keterampilan proses sains dalam kegiatan praktikum
dengan pendekatan inkuiri secara keseluruhan adalah sebesar 76,45%. Jenis
keterampilan yang memiliki persentase rata-rata kemunculan paling tinggi
adalah keterampilan berhipotesis dengan rata-rata kemunculan sebesar 88%
sedangkan persentase kemunculan keterampilan proses sains yang paling rendah
adalah keterampilan komunikasi dengan rata-rata kemunculan sebesar 64%.
2. Penguasaan konsep
a. Hasil tes awal dan tes akhir penguasaan konsep
Tes awal dilakukan untuk mengetahui penguasaan konsep awal siswa
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Setelah pembelajaran,
siswa diberikan tes akhir berupa soal pilihan ganda untuk mengukur penguasaan
konsep setelah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri melalui pembelajaran
berbasis praktikum. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai
rata-rata dan standar deviasinya. Adapun hasil perhitungan selengkapnya
terdapat pada lampiran D.14, dan terangkum dalam Tabel 4.4 di bawah ini:
Tabel 4.4 Hasil Analisis Nilai Tes Awal dan Tes Akhir Penguasaan konsep
Hasil Tes Awal Tes Akhir Rata-rata 49,23 68,07 SD 1,05 1,95 Min 30 30 Maks. 70 100 Nilai ideal 100 100 n 26 26
N-Gain 0,37 (Sedang)
51
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat
peningkatan hasil tes penguasaan konsep setelah pembelajaran berbasis
praktikum pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis.
Peningkatan penguasaan konsep terlihat dari perolehan nilai tes awal dan tes
akhir siswa yang cukup besar. Selain itu, peningkatan pengusaan konsep juga
dapat diketahui dari hasil perhitungan rata-rata nilai N-Gain yaitu sebesar 0,38
termasuk kriteria sedang.
3. Analisis Regresi dan Korelasi Keterampilan Proses Sains dengan
Penguasaan konsep
Perhitungan regresi dan korelasi antara keterampilan proses sains dengan
penguasaan konsep dilakukan dengan menggunakan bantuan prgram SPSS 16.0.
Nilai rata-rata tes akhir keterampilan proses sains dikorelasikan dengan nilai
rata-rata tes akhir penguasaan konsep. Hasil perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran D.17 dan terangkum dalam Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Rekap Hasil Perhitungan Analisis Regresi dan Korelasi
Rumus Regresi Korelasi Kesimpulan �� = −8,595 + 1,064 � 0,632 Tinggi
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa persamaan regresi yang
ditemukan antara keterampilan proses sains dengan penguasaan konsep
memenuhi persamaan :
�� = −8,595 + 1,064 �
52
Penguasaan konsep adalah variabel terikat (Y), sedangkan keterampilan
proses sains adalah variabel bebas (X). Diketahui pula bahwa koefisien korelasi
(dilihat dari persentase perbedaan dari variabel bebas dan variabel terikat)
sebesar 0,632 yang dikategorikan tinggi (Arikunto, 2007).
B. Pembahasan
1. Keterampilan proses sains
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada Tabel 4.1 dan
Tabel 4.2 secara keseluruhan terjadi peningkatan keterampilan proses sains
setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum. Melalui Tabel 4.1 diketahui
bahwa sebelum dilakukan pembelajaran berbasis praktikum nilai rata-rata
keterampilan proses sains sebesar 35. Rendahnya skor yang didapat oleh siswa
sebelum pembelajaran dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor
eksternal maupun faktor internal. Faktor internal misalnya ketika tes awal
dilakukan, ada beberapa siswa yang tidak memiliki persiapan untuk menjawab
soal karena tidak terbiasa belajar sehari atau pada malam hari sebelum
pembelajaran dimulai. Rendahnya pengetahuan siswa mengenai metode ilmiah
(indikator keterampilan proses sains) menyebabkan hasil tes awal yang dicapai
menjadi rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh pengalaman belajar siswa yang
kurang bermakna, karena guru cenderung mengajar dengan metode ceramah
dan kurang melatihkan keterampilan proses sains yang merupakan keterampilan
yang dapat diamati pada saat kegiatan praktikum berlangsung. Fakta tersebut
didukung juga dengan pernyataan yang dilaporkan oleh Subiantoro (2009)
53
bahwa kecenderungan guru membelajarkan siswanya dengan metode yang
kurang representatif dan mendukung pemenuhan kebutuhan keilmuan IPA
termasuk Biologi. Dengan kenyataan tersebut maka siswa kurang diberi
kesempatan untuk melatihkan keterampilan proses sains mereka.
Setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis
praktikum maka keterampilan proses sains siswa meningkat menjadi 72,08.
Salah satu hal yang mendukung pencapaian ini adalah karena pembelajaran yang
telah dilakukan dapat memotivasi siswa, siswa menjadi lebih aktif dalam
mencari informasi untuk memecahkan masalah mereka melalui kegiatan
praktikum. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh
Subiantoro (2009) bahwa di dalam kegiatan praktikum sangat dimungkinkan
adanya penerapan beragam keterampilan proses sains sekaligus pengembangan
sikap ilmiah yang mendukung proses perolehan pengetahuan (produk keilmuan)
dalam diri siswa. Peningkatan keterampilan proses sains ini didukung pula oleh
temuan-temuan sebelumnya yang telah dilakukan oleh beberapa penulis
(Sudargo, 2009 dan Trisnawati, 2009). Sudargo (2009) melaporkan bahwa
capaian keterampilan proses sains siswa setelah pembelajaran berbasis
praktikum menjadi meningkat dan memiliki kategori baik dan sangat baik.
Peningkatan keterampilan proses sains siswa dapat pula dilihat dari
perbedaan nilai Standar Deviasi (SD) antara tes awal dan tes akhir. Data tersebut
menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan, meskipun
angka peningkatan tersebut tidak terlalu besar. Kriteria peningkatan
keterampilan proses sains diperoleh dari hasil perhitungan indeks gain (N-Gain)
54
menunjukkan bahwa kriteria peningkatan keterampilan proses sains siswa
termasuk kriteria sedang dengan perolehan angka N-Gain sebesar 0,57.
Peningkatan keterampilan proses sains tersebut sesuai dengan pernyataan
Rustaman, et al., (2003:129) bahwa dengan kegiatan praktikum berarti siswa
melakukan kegiatan yang mencakup pengendalian variabel, pengamatan,
melibatkan pembanding atau kontrol, dan penggunaan alat-alat praktikum.
Subiantoro (2009) menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
keterampilan proses merupakan pembelajaran yang ideal bagi pemenuhan
tuntutan penerapan proses sains serta sikap ilmiah. Secara umum, pembelajaran
dengan pendekatan keterampilan proses ini dapat dilakukan melalui
pembelajaran model inkuiri atau pembelajaran berbasis praktikum. Berdasarkan
uraian yang telah dipaparkan di atas maka melalui pembelajaran berbasis
praktikum dengan pendekatan inkuiri dapat melatihkan siswa untuk menemukan
sendiri mengenai suatu konsep dan siswa juga terlatihkan untuk mempelajari
sains melalui proses sains dengan menggunakan metode ilmiah. Adapun
kegiatan yang dipraktikumkan oleh siswa yaitu beberapa percobaan mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis melalui pembuktian percobaan
Sach. Dalam pembelajaran ini, siswa dilatihkan seluruh jenis keterampilan
proses sains, mulai dari merencanakan percobaan, membuat pertanyaan,
membuat hipotesis, mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, berkomunikasi,
interpretasi, menggunakan alat dan bahan sampai melakukan kegiatan
eksperimen. Untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai peningkatan
55
keterampilan proeses sains siswa, berikut ini penjelasan setiap jenis
keterampilan proses sains.
1) Keterampilan merencanakan percobaan
Rustaman et.al. (2003) menyatakan bahwa ada beberapa kegiatan yang
dilakukan oleh siswa dalam merencanakan percobaan meliputi menentukan alat
dan bahan, menentukan variabel, menentukan apa yang akan di ukur, diamati,
dicatat serta menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja.
Keterampilan merencanakan percobaan yang terdiri atas indikator
menentukan alat dan bahan, menentukan variabel, dan menentukan apa yang
akan dilaksanakan berupa langkah kerja memperoleh nilai rata-rata tes awal
sebesar 34,62 dan tes akhir sebesar 63,7 dengan nilai N-Gain sebesar 0,41
termasuk kriteria sedang. Adanya peningkatan ini juga didukung oleh data hasil
observasi yang menunjukan rata-rata 73,47% memunculkan keterampilan
merencanakan percobaan.
Peningkatan keterampilan merencanakan percobaan terjadi karena
pengaruh pembelajaran berbasis praktikum yang telah dilakukan. Seperti telah
diketahui bahwa dalam pembelajaran berbasis praktikum memalui pendekatan
inikuiri bebas, siswa terlebih dahulu harus membuat rancangan kegiatan
praktikum secara berkelompok kemudian rancangan tersebut dikonsultasikan
kepada guru sebelum dilakukan percobaan. Siswa diberi waktu selama satu
minggu untuk membuat suatu rancangan kegiatan praktikum. Lamanya waktu
yang diberikan guru kepada siswa dalam membuat rancangan suatu kegiatan
praktikum menyebabkan pemahaman siswa dalam merancang suatu praktikum
56
menjadi lebih bertambah. Dengan demikian, keterampilan siswa dalam
merencanakan percobaan menjadi meningkat.
2) Keterampilan mengajukan pertanyaan
Keterampilan mengajukan pertanyaan dapat berupa meminta penjelasan,
tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis.
(Rustaman et al., 2003:102). Dalam penelitian ini pertanyaan yang diajukan
berupa pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis yaitu membuat rumusan
masalah.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari tes uraian yang
dipaparkan pada Tabel 4.2, keterampilan mengajukan pertanyaan memperoleh
nilai N-Gain sebesar 0,69 termasuk kriteria sedang. Selain itu, data yang
diperoleh dari lembar observasi menunjukkan sebesar 84% siswa mampu
memunculkan keterampilan dalam mengajukan pertanyaan.
Di awal pembelajaran, secara keseluruhan siswa masih tidak mengerti
dalam membuat rumusan masalah bahkan ada beberapa siswa yang tidak tahu
apa yang dimaksud dengan rumusan masalah atau pertanyaan penelitian,
sehingga pada tes awal yang telah dilakukan nilai rata-rata yang diperoleh hanya
15,4. Hal ini dapat disebabkan karena pembelajaran yang dilakukan selama ini
hanya menuntut siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru tanpa
melatihkan siswa untuk mempelajari biologi melalui kegiatan praktikum
khususnya dengan pendekatan inkuiri. Berdasarkan hasil temuan peneliti selama
di lapangan, diketahui bahwa di sekolah tersebut jarang sekali dilakukan
57
kegiatan praktikum walaupun alat dan bahan yang tersedia di laboratorium
sebenarnya sudah sangat mendukung terlaksananya kegiatan praktikum.
Setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis
praktikum nilai rata-rata tes akhir siswa mengalami peningkatan. Peningkatan
keterampilan siswa dalam mengajukan pertanyaan dapat disebabkan oleh siswa
sudah terlatih dalam membuat rumusan masalah selama kegitan merancang
percobaan. Lamanya waktu yang diberikan kepada siswa dalam melatihkan
keterampilan mengajukan pertanyaan sama dengan waktu siswa dalam
merencanakan percobaan, sehingga capaian peningkatan siswa dalam
mengajukan pertanyaan termasuk kriteria sedang dengan persentase kemunculan
yang baik.
Data mengenai peningkatan keterampilan siswa dalam mengajukan
pertanyaan sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Kholil (2009)
bahwa keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan -
keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah. Hal
ini menunjukkan bahwa setelah siswa mengikuti kegiatan praktikum dengan
pembelajaran berbasis praktikum, kemampuan siswa dalam membuat pertanyaan
dapat dilatihkan dengan baik.
3) Keterampilan berhipotesis
Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel, atau mengajukan
perkiraan penyebab sesuatu terjadi (Rustaman, et.al. 2003:95). Perumusan
Hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang dapat diuji tentang
58
bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi (Kholil, 2008). Dalam penelitian ini,
indikator yang digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam membuat
hipotesis yaitu mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan
dalam suatu kejadian.
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.2, melalui tes uraian terlihat
bahwa keterampilan berhipotesis siswa memiliki rata-rata hasil tes awal sebesar
17,3. Seperti halnya keterampilan merumuskan masalah, dalam membuat
hipotesis pun siswa cenderung mengalami kesulitan bahkan ada beberapa siswa
yang tidak mengisi jawaban tes sama sekali. Rendahnya rata-rata tes awal dapat
disebabkan oleh ketidaktahuan siswa mengenai cara membuat hipotesis, karena
pada pembelajaran biasanya siswa tidak dilatihkan untuk membuat hipotesis
yang merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa dalam
mempelajari biologi sebagai proses sains.
Setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis
praktikum, terdapat peningkatan rata-rata tes akhir siswa menjadi 75 dan
persentase kemunculan berhipotesis siswa sebesar 88% dengan kriteria
peningkatan yang sedang. Fakta tersebut didukung oleh suatu pernyataan yang
dikemukakan oleh Trihastuti, et al. (2009) bahwa eksperimen melibatkan
pertanyaan-pertanyaan, pengamatan-pengamatan dan pengukuran. Eksperimen
(praktikum) merupakan landasan sains yang dirancang untuk menguji
pertanyaan-pertanyaan dan ide-ide. Dengan demikian, melalui kegiatan
pembelajaran berbasis praktikum siswa tidak hanya dituntut untuk melakukan
kegiatan praktikum akan tetapi mereka juga dilatihkan untuk membuat suatu
59
pertanyaan dan kemudian membuat dugaan sementara (hipotesis) yang pada
kegiatan selanjutnya menguji pertanyaan tersebut melalui kegiatan praktikum.
4) Keterampilan mengklasifikasi
Sejumlah besar objek, peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di
sekitar, lebih mudah dipelajari apabila dilakukan dengan cara menentukan
berbagai jenis golongan. Menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan
dan hubungan serta pengelompokan objek berdasarkan kesesuaian dengan
berbagai tujuan. Keterampilan mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya sehingga didapatkan
golongan atau kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud (Trihastuti,
et.al. 2009). Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa
membandingkan hasil kegiatan praktikum mereka.
Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dipaparkan pada Tabel 4.2,
keterampilan mengklasifikasikan memperoleh nilai rata-rata hasil tes awal
sebesar 76,92. Pada tes awal secara keseluruhan siswa mampu membedakan data
hasil penelitian yang dijabarkan dalam bentuk tabel, sehingga nilai rata-rata tes
awal siswa cukup baik. Artinya pada pembelajaran biasanya siswa sudah
terbiasa dengan kegiatan mengklasifikasikan (membedakan) data hasil
pengamatan. Setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum, nilai rata-rata
siswa mengalami peningkatan menjadi 96,15. Hal ini menunjukkan bahwa
melalui pembelajaran berbasis praktikum keterampilan siswa dalam
mengklasifikasikan data lebih terlatihkan. Kriteria peningkatan yang diperoleh
dari hasil perhitungan N-Gain termasuk kriteria sedang. Data tersebut juga
60
didukung dengan hasil persentase kemunculan keterampilan mengklasifikasikan
sebesar 80%. Artinya bahwa secara keseluruhan siswa sudah menguasai
keterampilan mengklasifikasikan data. Klasifikasi merupakan keterampilan yang
didasarkan pada keterampilan observasi (Rustaman, et al., 2003:98). Jadi
keterampilan klasifikasi merupakan keterampilan yang muncul setelah siswa
melalukan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan
observasi siswa juga memiliki kriteria yang sedang.
5) Keterampilan mengamati
Pengamatan adalah penggunaan beberapa indera. Mengamati dengan
penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan (Kholil, 2008).
Keterampilan mengamati terdiri atas beberapa indikator diantaranya
menggunakan sebanyak mungkin indera dan mengumpulkan/ menggunakan
fakta yang relevan (Rustaman et.al.2003: 102). Idikator yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan fakta yang relevan (menggunakan fakta hasil
pengamatan).
Melalui Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa keterampilan mengamati
mengalami peningkatan penguasaan dilihat dari nilai rata-rata tes awal dan tes
akhir, serta hasil perhitungan indeks gain (N-Gain) yang termasuk kriteria
sedang. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa melalui penerapan
pembelajaran berbasis praktikum, terjadi peningkatan penguasaan keterampilan
siswa dalam mengamati (menggunakan fakta hasil penelitian). Peningkatan
keterampilan siswa dalam mengamati dapat disebabkan oleh keterlibatan siswa
secara langsung dalam melakukan pengamatan secara menyeluruh untuk
61
mengamati proses yang berlangsung selama kegiatan praktikum, sehingga
setelah kegiatan praktikum selesai siswa mampu menggunakan fakta-fakta yang
mereka temukan (melalui proses pengamatan) secara lebih baik. Selama
kegiatan praktikum berlangsung, siswa sangat termotivasi untuk mengamati
setiap kegiatan yang mereka lakukan. Siswa sangat tertarik untuk melakukan
pengamatan terhadap objek praktikum. Hal ini juga didukung hasil perhitungan
yang diperoleh melalui lembar observasi yang menunjukkan bahwa 70% siswa
mampu memunculkan keterampilan mengamati. Fakta ini juga sejalan dengan
pernyataan yang disampaikan oleh Rustaman, et al., (2005) bahwa praktikum
merupakan sarana terbaik untuk pengembangan KPS, karena dalam praktikum
siswa dilatih untuk mengembangkan segenap inderanya.
6) Keterampilan menerapkan konsep
Peningkatan keterampilan siswa dalam menerapkan konsep terlihat dari
nilai N-Gain sebesar 0,68 termasuk kriteria sedang. Hal ini menunjukkan bahwa
setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum secara keseluruhan siswa
mampu menerapkan konsep yang sudah mereka miliki pada situasi yang baru.
Konsep fotosintesis telah mereka dapatkan semasa sekolah dasar dahulu
sehingga ketika siswa mempelajari kembali konsep fotosintesis, siswa tersebut
sebenarnya sudah memiliki suatu pemahaman mengenai konsep-konsep yang
dipelajari pada materi fotosintesis. Sehingga pada saat mereka melakukan
kegiatan praktikum mengenai konsep faktor-faktor yang mempengaruhi
fotosintesis, mereka mampu mengaplikasikan pengetahuan yang sudah mereka
miliki pada situasi yang baru yaitu pada saat mereka melakukan kegiatan
62
praktikum. Fakta ini sejalan dengan penyataan yang dikemukakan oleh
Rustaman, et al., (2003:96) yang menyatakan bahwa apabila seorang siswa
mampu menjelaskan peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah
dimiliki, berarti ia menerapkan prinsip yang telah dipelajarinya. Begitu pula
apabila siswa menerapkan konsep yang telah dipelajarinya pada situasi baru.
Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Funk dalam Trihastuti, et al (2009)
bahwa keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan
siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena
lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan.
7) Keterampilan prediksi
Prediksi merupakan keterampilan meramal yang akan terjadi, berdasarkan
gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk
mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin
dapat diamati. Dimyati dan Mudjiono (dalam Trihastuti, et al. 2009) menyatakan
bahwa memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat
ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang,
berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan
antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan. Indikator yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan pola-pola hasil pengamatan.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan siswa
dalam melakukan prediksi. Kriteria peningkatan keterampilan siswa dalam
memprediksi dapat terlihat dari nilai N-Gain sebesar 0,76 termasuk kriteria
tinggi. Tingginya kriteria keterampilan siswa dalam memprediksi dapat
63
disebabkan oleh keterampilan siswa dalam melakukan interpretasi suatu data.
Menurut Rustaman, et al., (2003:100) melalui interpretasi, siswa akan
menemukan suatu pola. Setelah siswa mengenali pola tertentu, mereka diajak
untuk memperkirakan hal-hal yang belum terjadi berdasarkan pola tersebut.
Melalui cara ini prediksi akan lebih nyata bagi siswa dan jelas perbedaannya
dengan meramal biasa atau berhipotesis.
Tingginya kriteria peningkatan keterampilan siswa dalam memprediksi
juaga didukung oleh data yang diperoleh melalui lembar observasi mengenai
persentase kemunculan keterampilan prediksi sebesar 84%. Hal ini disebabkan
oleh pada pembelajaran sebelumnya siswa belum terbiasa untuk membuat
prediksi mengenai suatu kejadian yang akan mereka amati pada kegiatan
praktikum. Akan tetapi setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum
dengan pendekatan inkuiri bebas, siswa sudah mulai terlatihkan untuk
memperkirakan hal-hal yang belum terjadi berdasarkan pola hasil pengamatan
yang diperoleh dari kegiatan praktikum. Kenyataan tersebut menunjukkan
bahwa keterampilan memprediksi dapat dilatihkan melalui pembelajaran
berbasis praktikum. Hal ini sesuai dengan pendapat Subiantoro (2009) bahwa
Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri atau pembelajaran berbasis praktikum
merupakan pembelajaran yang ideal bagi pemenuhan tuntutan penerapan proses
sains serta sikap ilmiah salah satunya keterampilan siswa dalam memprediksi.
8) Keterampilan komunikasi
Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi
merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Menurut Dimyati dan Mudjiono
64
(dalam Trihastuti, et al 2009) mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai
penyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan
dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual. Contoh membaca peta, Tabel,
grafik, bagan, lambang-lambang, diagram, dan demontrasi visual.
Peningkatan keterampilan komunikasi terlihat dari nilai N-Gain sebesar
0,76 termasuk kriteria tinggi. Artinya siswa dapat dikatakan sudah mampu
mengkomunikasikan hasil pengamatannya baik secara lisan maupun tulisan.
Keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan secara tulisan
diukur melalui tes keterampilan proses dan kegiatan siswa dalam membuat
laporan praktikum sementara, sedangkan keterampilan siswa dalam
mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan diukur pada saat kegiatan
diskusi berlangsung. Luasnya kesempatan bagi siswa dalam melatihkan
keterampilan komunikasi dapat menyebabkan keterampilan komunikasi siswa
menjadi meningkat dengan sangat baik. Kenyataan ini didukung pula oleh data
yang diperoleh melalui lembar observasi siswa, menunjukkan 64% siswa
mampu memunculkan keterampilan komunikasi. Selama kegiatan praktikum
berlangsung, siswa sangat antusias dalam mengkomunikasikan hasil
pengamatannya baik secara lisan maupun tulisan. Fakta tersebut sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Susanto (2002:65) bahwa dalam kegiatan
eksperimen banyak keterampilan proses yang dapat digunakan.
9) Keterampilan interpretasi
Keterampilan interpretasi merupakan keterampilan siswa dalam mencatat
setiap hasil pengamatan secara terpisah, menghubung-hubungkan hasil
65
pengamatan, dan menemukan pola atau keteraturan dari satu seri pengamatan
tentang suatu pengamatan. (Rustaman, et.al. 2003: 94). Dalam penelitian ini
indikator yang dilatihkan adalah menarik kesimpulan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 4.2, keterampilan interpretasi
(menarik kesimpulan) setelah pembelajaran berbasis praktikum termasuk
kategori sedang dengan perolehan nilai N-Gain sebesar 0,49. Fakta tersebut
didukung pula oleh data yang diperoleh melalui lembar observasi siswa
menunjukkan persentase kemunculan sebesar 84%. Menurut Rustaman, et al.,
(2003:99), dalam mengembangkan keterampilan interpretasi dapat dilakukan
dengan meminta kepada siswa untuk menemukan pola dari sejumlah data yang
sudah dikumpulkan, kemudian mengajak siswa untuk mengartikan maksud atau
makna dari suatu data dengan menarik kesimpulan.
Peningkatan keterampilan interpretasi berpengaruh pula terhadap
keterampilan siswa dalam memprediksi. Hal ini menunjukkan bahwa ketika
siswa sudah sangat baik dalam melakukan prediksi berdasarkan pola hasil
pengamatan, maka keterampilan siswa dalam menginterpretasikan data juga
mengalami peningkatan.
Pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas, dapat
melatihkan keterampilan siswa dalam menginterpretasikan suatu data dengan
baik. Hal ini didukung dengan pernyataan yang dipaparkan oleh Funk (dalam
Trihastuti, et.al. 2009) bahwa pembelajaran melalui keterampilan proses akan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan,
tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan.
66
Melalui kegiatan praktikum siswa dituntut untuk dapat menginterpretasikan hasil
penelitiannya yang kemudian akan dikomunikasikan kepada banyak orang.
10) Keterampilan menggunakan alat dan bahan
Kegiatan praktikum tidak terlepas dari keterampilan siswa dalam
menggunakan alat dan bahan, terdiri atas beberapa indikator memakai alat/
bahan, mengetahui alasan mengapa menggunakan alat dan bahan, dan
mengetahui bagaimana menggunakan alat dan bahan. (Rustaman, et.al.
2003:103). Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan adalah menentukan
alat dan bahan atau sumber yang akan digunakan dan mengetahui alasan
mengapa mengggunakan alat atau bahan.
Peningkatan keterampilan menggunakan alat dan bahan terlihat dari
besarnya nilai N-Gain yang diperoleh yaitu sebesar 0,57 termasuk kriteria
sedang. Pada awal pembelajaran, ada beberapa siswa yang masih belum
mengenal alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum dan mereka juga
kurang mengerti alasan mengapa mereka menggunakan alat dan bahan dalam
kegiatan praktikum. Hal ini disebabkan karena pada saat kegiatan praktikum,
siswa hanya melakukan pengamatan pada objek yang akan mereka amati tanpa
mengetahui alat dan bahan apa saja yang harus mereka gunakan, karena pada
umunya guru sudah mempersiapkan sebelum kegiatan praktikum berlangsung
tanpa melibatkan siswa untuk menentukan alat dan bahan yang akan digunakan.
Setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri
bebas, siswa dituntut untuk menentukan alat dan bahan, mengetahui alasan
mengapa menggunakan alat dan bahan serta mengetahui bagaimana cara
67
menggunakan alat/ bahan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
disampaikan oleh Rustaman, et al. (2003) yang menyatakan bahwa kegiatan
praktikum dapat dikategorikan sebagai belajar penemuan atau Hands on.
Kegiatan praktikum merupakan kegiatan belajar mengajar yang memberikan
pengalaman belajar langsung kepada siswa.
Rustaman, et al. (2003:93) menyatakan bahwa keterampilan proses
melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan
sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan
keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas
terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan
penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan, atau perakitan alat.
Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan
sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan
proses, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan.
11) Keterampilan melaksanakan kegiatan praktikum
Data yang diperoleh melalui lembar observasi siswa menunjukan bahwa
keterampilan melaksanakan percobaan memiliki persentase kemunculan sebesar
70,66%. Keterampilan siswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum secara
keseluruhan termasuk kategori sedang. Artinya melalui pembelajaran berbasis
praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas siswa sudah mampu melakukan
kegiatan praktikum yang sudah mereka rancang sendiri dengan sedang baik. Hal
ini didukung dengan pernyataan yang dikemukan oleh Dimyati (dalam
Trihastuti, et.al. 2009) memuat ulasan mengenai keterampilan proses yang
68
diambil dari pendapat Funk sebagai berikut: (1) Keterampilan proses dapat
mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk
memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan
konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan,
tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan; (3)
Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan
sekaligus produk ilmu pengetahuan. Keterampilan Proses sains memberikan
kesempatan kepada siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan
(Dimyati dalam Trihastuti, et al. 2009).
Dari uraian di atas dapat diutarakan bahwa penerapan pembelajaran
berbasis praktikum menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-intelektual
siswa. Hal ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan
intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan
sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan
mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan.
2. Penguasaan Konsep
Menurut Oemar Hamalik (2006:30), berdasarkan teori Taksonomi Bloom
hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain
kognitif, afektif, psikomotor. Ranah Kognitif berkenaan dengan penguasaan
konsep intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan peskoran. Mengacu pada teori yang
69
dikemukakan oleh Bloom, maka pada penelitian ini tes penguasaan konsep siswa
berupa tes pilihan ganda disusun mulai dari jenjang kognitif C1 (ingatan), C2
(pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi) dan C6 (sintesis).
Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian, dapat terlihat bahwa
perolehan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran berbasis
praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas memperoleh peningkatan nilai rata-
rata tes awal dan tes akhir. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Rustaman, et.al (2003:129) bahwa dengan melakukan kegiatan praktikum
penguasaan konsep siswa akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa.
Sehingga pada saat dilakukan tes akhir mengenai penguasaan konsep yang
dilakukan setelah pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri
bebas terdapat peningkatan yang cukup baik, hal ini disebabkan karena konsep
yang mereka dapatkan pada saat kegiatan praktikum berlangsung tertanam lebih
lama dalam ingatan siswa.
Kriteria peningkatan penguasaan konsep siswa setelah penerapan
pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas dapat dilihat
pada Tabel 4.4. Hasil rata-rata tes awal sebesar 49,23 sedangkan setelah
pembelajaran berbasis praktikum rata-rata tes akhir siswa menjadi meningkat
sebesar 68,07 dengan N-Gain sebesar 0,384 (rendah). Peningkatan penguasaan
konsep yang rendah setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum dengan
pendekatan inkuiri bebas, dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut
Baharudin (2008:19), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
70
Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu
sehingga menentukan kualitas penguasaan konsep. Faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi rendahnya peningkatan penguasaan konsep siswa adalah kondisi
saat praktikum berlangsung. Kegiatan praktikum lebih menuntut kepada
melatihkan keterampilan proses sains siswa dan proses sains tersebut tidak boleh
dibebani dengan konsep, menyebabkan ada beberapa konsep yang tidak bisa
mereka dapatkan dalam kegiatan praktikum dan mereka mendapatkan melalui
metode pembelajaran lainnya. Dengan demikian perolehan penguasaan konsep
siswa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis menjadi lebih
utuh. Meskipun nilai N-Gain penguasaan konsep termasuk kategori rendah,
namun tetap saja dapat dikatakan terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa
setelah pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas pada
sub konsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis.
3. Korelasi penguasaan konsep dengan keterampilan proses sains
Berdasarkan analisis regresi dan perhitungan koefisien korelasi yang
telah dilakukan, ditemukan bahwa korelasi antara keterampilan proses sains dan
penguasaan konsep siswa sebesar +0,632 yang dikategorikan tinggi menurut
Arikunto (2007). Sedangkan untuk nilai r2 yang ditemukan sebesar 0,399
(39,9%) atau dapat dikatakan bahwa keterampilan proses sains mempengaruhi
sebesar 39,9% penguasaan konsep siswa.
Besarnya korelasi yang ditemukan di atas dimungkinkan karena penerapan
pembelajaran berbasis praktikum yang telah dilakukan. Dalam pembelajaran ini
71
siswa dituntut untuk merumuskan masalah, berhipotesis, merancang kegiatan
percobaan secara berkelompok, mengklasifikasikan, menginterpretasikan suatu
data, mengkomunikasikan data, memprediksi, menerapkan konsep, menggunakan
alat dan bahan, dan melaksanakan kegiatan praktikum secara berkelompok,
sehingga dari kegiatan tersebut pengetahuan siswa menjadi bertambah, dikonstruk
dalam otak dan dikaitkan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru.
Gagne (Dahar, 1989:34) mengemukakan bahwa informasi diperoleh dalam
memori jangka panjang melalui pengintegrasian. Informasi dalam proses
pembelajaran merupakan konsep-konsep yang dipelajari oleh siswa. Kualitas
pembelajaran yang baik akan memberikan pengalaman belajar yang bermakna.
Pengalaman belajar yang bermakna dapat dilakukan antara lain dengan model
pembelajaran berbasis praktikum. Subiantoro (2009) menyatakan bahwa
pendekatan inkuiri atau pembelajaran berbasis praktikum merupakan
pembelajaran yang ideal bagi pemenuhan tuntutan penerapan proses sains serta
sikap ilmiah. Rustaman, et al (2003:129) menyatakan bahwa melalui eksperimen
siswa menjadi lebih yakin atas suatu hal dari pada menerima langsung dari buku
atau guru, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan
penguasaan konsep akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa.