RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

99
Draf 31 Agustus 2013 1 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR ...TAHUN... TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16, Pasal 17, Pasal 22, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 49, Pasal 52, Pasal 60, Pasal 67, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 74, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 81, Pasal 84, Pasal 93, Pasal 97, dan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelestarian Cagar Budaya. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5168). MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

description

RPP PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

Transcript of RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Page 1: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

1

RANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR ...TAHUN...

TENTANG

PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16, Pasal

17, Pasal 22, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 49, Pasal 52, Pasal 60, Pasal 67, Pasal 70, Pasal 71, Pasal

74, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 81, Pasal 84, Pasal 93,

Pasal 97, dan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, perlu menetapkan

Peraturan Pemerintah tentang Pelestarian Cagar Budaya.

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor

5168).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda

Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs

Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi

sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan

melalui proses penetapan.

Page 2: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

2

2. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan

manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki

hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

3. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang

berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.

4. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda

alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk

menampung kebutuhan manusia.

5. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,

dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau

bukti kejadian pada masa lalu.

6. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua

Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau

memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

7. Objek yang Diduga Cagar Budaya adalah objek yang diduga memenuhi

kriteria sebagai Cagar Budaya.

8. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya

dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.

9. Dikuasai oleh Negara adalah kewenangan tertinggi yang dimiliki oleh

negara dalam menyelenggarakan pengaturan perbuatan hukum berkenaan dengan pelestarian Cagar Budaya.

10. Pengalihan adalah proses pemindahan hak Kepemilikan dan/atau

penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada negara.

11. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari

Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

12. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain

bersifat nondana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari

Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

13. Tenaga Ahli Pelestarian adalah orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang Pelindungan,

Pengembangan, atau Pemanfaatan Cagar Budaya.

14. Pendaftaran adalah upaya pencatatan Objek Pendaftaran untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah atau

Page 3: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

3

perwakilan Indonesia di luar negeri dan selanjutnya dimasukkan dalam

Register Nasional Cagar Budaya.

15. Objek Pendaftaran adalah Benda Cagar Budaya dan/atau Situs Cagar

Budaya yang pernah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, dan/atau Objek yang diduga Cagar Budaya.

16. Tim Pendaftaran adalah tim yang dibentuk Pemerintah atau Pemerintah

Daerah yang terdiri atas petugas penerima pendaftaran, petugas pengolah

data, dan petugas penyusun berkas.

17. Tim Ahli Cagar Budaya yang selanjutnya disebut Tim Ahli adalah

kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki

sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.

18. Dokumen Pendukung adalah rekaman berupa suara, gambar, foto, film,

teks, atau dalam bentuk lain sebagai bukti yang tidak bisa dipisahkan dari Objek Pendaftaran.

19. Berkas adalah himpunan informasi yang berkaitan dengan Objek

Pendaftaran yang disusun sebagai bahan kajian penyusunan rekomendasi penetapan sebagai Cagar Budaya.

20. Pengkajian adalah proses pengujian materi oleh Tim Ahli terhadap Berkas

pengusulan Objek Pendaftaran.

21. Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap Objek Pendaftaran yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, provinsi,

dan pemerintah pusat berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.

22. Pemeringkatan adalah proses penyusunan urutan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya.

23. Pencatatan adalah tindakan mencatat data Cagar Budaya ke dalam

Register Nasional.

24. Register Nasional Cagar Budaya, selanjutnya disebut Register Nasional,

adalah daftar resmi kekayaan budaya bangsa berupa Cagar Budaya yang

berada di dalam dan di luar negeri.

25. Pencabutan adalah penarikan kembali keputusan penetapan status Cagar

Budaya atau surat keterangan kepemilikan Cagar Budaya oleh pejabat

yang berwenang.

26. Penghapusan adalah tindakan menghapus status Cagar Budaya dari Register Nasional.

27. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan,

dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya

kesejahteraan rakyat.

Page 4: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

4

28. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan

Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

29. Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan,

kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.

30. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi

Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.

31. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan.

32. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar

Budaya tetap lestari.

33. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya,

Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai

dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

34. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi

Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan

Pelestarian.

35. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan

metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu

pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan.

36. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan

penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip

pelestarian dan nilai budaya masyarakat.

37. Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang

lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan

terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

38. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan

sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan

kelestariannya.

39. Perbanyakan adalah kegiatan duplikasi langsung terhadap Benda Cagar

Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya, baik

seluruh maupun bagian-bagiannya.

40. Di Air adalah berada di laut, sungai, danau, waduk, sumur, kolam, rawa,

dan genangan air.

Page 5: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

5

41. Di Darat adalah tidak berada Di Air, termasuk di bukit, gunung, lembah,

dan di daratan yang terletak di dalam tanah di bawah air.

42. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan

Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.

43. Zona Inti adalah area pelindungan utama untuk menjaga bagian terpenting Cagar Budaya.

44. Zona Penyangga adalah area yang melindungi zona inti.

45. Zona Pengembangan adalah area yang diperuntukan bagi pengembangan

potensi Cagar Budaya bagi kepentingan rekreasi, daerah konservasi lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional,

keagamaan, dan kepariwisataan.

46. Zona Penunjang adalah area yang diperuntukan bagi sarana dan prasarana penunjang serta untuk kegiatan komersial dan rekreasi umum.

47. Instansi yang Berwenang di Bidang Pelestarian Cagar Budaya adalah

Instansi Pemerintah dan Instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

48. Instansi Pemerintah yang Berwenang di Bidang Pelestarian Cagar Budaya

adalah Direktorat yang bertanggungjawab di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

49. Unit Pelaksana Teknis adalah instansi Pemerintah yang berada di daerah,

yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

50. Museum adalah lembaga permanen yang bersifat nirlaba, untuk melestarikan koleksi museum yang bersifat bendawi, dan

mengomunikasikannya kepada masyarakat.

51. Polisi Khusus adalah polisi yang melaksanakan tugas fungsi kepolisian terbatas di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

52. Setiap Orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan

usaha berbadan hukum, dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum.

53. Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang bermukim di

wilayah geografis tertentu yang memiliki perasaan kelompok, pranata

pemerintahan adat, harta kekayaan/benda adat, dan perangkat norma hukum adat.

54. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

55. Pemerintah Daerah adalah gubernur, atau bupati/wali kota, dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Page 6: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

6

56. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang kebudayaan.

BAB II

PENGALIHAN KEPEMILIKAN CAGAR BUDAYA

Pasal 2

(1) Pengambilalihan Kepemilikan Cagar Budaya oleh Negara dilakukan apabila

pemilik Cagar Budaya: a. meninggal dunia:

1) tidak mempunyai ahli waris; atau

2) tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah.

b. Warga Negara Asing yang meninggalkan Indonesia selama 5 (lima)

tahun berturut-turut tanpa mengalihkan Kepemilikan dan penguasaan kepada Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat;

c. badan hukum asing yang tidak beroperasi lagi di Indonesia tanpa

mengalihkan kepemilikan dan penguasaan kepada Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat;

d. tidak dapat membuktikan sahnya Kepemilikan Cagar Budaya;

e. memperoleh Cagar Budaya secara tidak sah;

f. tidak diketahui; dan/atau g. memiliki Cagar Budaya yang sangat langka jenisnya, unik

rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia dengan diberikan

kompensasi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. (2) Pengalihan Kepemilikan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan

peringkatnya. (3) Pengalihan Kepemilikan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) dilakukan dengan memberitahukan kepada pemilik dan/atau

yang menguasai Cagar Budaya.

Pasal 3

(1) Pengalihan Kepemilikan Cagar Budaya dapat dilakukan oleh Setiap Orang

dan/atau Masyarakat Hukum Adat. dengan cara diwariskan, dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan, dijual, dan/atau berdasarkan penetapan atau

putusan pengadilan.

(2) Pengalihan Kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kepada:

a. Setiap Orang;

b. Masyarakat Hukum Adat; c. Pemerintah;

d. Pemerintah Daerah; dan/atau

Page 7: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

7

e. Museum.

(3) Pengalihan Kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan izin yang diajukan kepada Menteri,

gubernur, atau bupati/wali kota, sesuai dengan peringkat Cagar Budaya,

dilengkapi dengan surat keterangan status dan Kepemilikan Cagar Budaya, dilampiri dengan:

a. surat keterangan ahli waris untuk yang diwariskan;

b. surat pernyataan hibah untuk yang dihibahkan;

c. surat perjanjian tukar menukar untuk yang ditukarkan; d. surat pernyataan dari pemberi hadiah untuk yang dihadiahkan;

e. surat perjanjian jual-beli untuk yang dijual; atau

f. penetapan atau keputusan pengadilan untuk yang ditetapkan atau diputuskan oleh pengadilan.

(4) Gubernur, atau bupati/wali kota dalam memberikan izin sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), harus memperoleh rekomendasi terlebih dahulu dari Unit Pelaksana Teknis.

(5) Pengalihan Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

ditindaklanjuti dengan surat perubahan status Kepemilikan Cagar Budaya dan perubahan nama pemilik dalam register nasional.

(6) Dalam hal pemilik Cagar Budaya yang baru tidak mengajukan permohonan

perubahan Kepemilikan, maka tidak berhak mendapatkan Insentif dari

Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai peraturan yang berlaku.

Pasal 4

Ketentuan mengenai tata cara Pengalihan Kepemilikan Cagar Budaya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

BAB III

PENEMUAN DAN PENCARIAN

Bagian Kesatu

Penemuan

Pasal 5

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang menemukan Objek

yang Diduga Cagar Budaya wajib melaporkan secara langsung atau melalui

media elektronik seluruh temuannya kepada Unit Pelaksana Teknis, Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau instansi terkait yang wilayah

hukumnya meliputi tempat ditemukannya objek tersebut.

(2) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang menemukan Objek yang Diduga Cagar Budaya yang tidak melaporkan temuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), pengurusannya diambil alih oleh Unit Pelaksana

Page 8: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

8

Teknis untuk dilakukan Pendaftaran, dengan membuat surat

pemberitahuan kepada penemu.

(3) Temuan Objek yang Diduga Cagar Budaya yang tidak dilaporkan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah melalui proses Pendaftaran

dan apabila statusnya dinyatakan sebagai Cagar Budaya, maka penemu tidak berhak memperoleh Kompensasi.

Pasal 6

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang menemukan Objek yang Diduga Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)

dapat memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melaporkan.

(2) Laporan secara langsung dilakukan dengan mengisi formulir laporan yang harus disediakan oleh Unit Pelaksana Teknis, Kepolisian Negara Republik

Indonesia, atau instansi terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat

(1), yang memuat: a. identitas pelapor;

b. tanggal penemuan;

c. identitas objek: 1) nama/jenis objek;

2) lokasi, desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi;

3) dugaan pemilik atau yang menguasainya;

4) bentuk; 5) jumlah;

6) bahan;

7) warna; 8) ukuran: panjang, lebar, tinggi, tebal, diameter;

9) perkiraan beratnya; dan

10) hal lain yang berhubungan dengan deskripsi Objek yang Diduga Cagar Budaya.

d. dokumen pendukung berupa foto, film, video, teks, gambar, sket, peta,

dan/atau keterangan lain yang berhubungan dengan dokumen pendukung;

e. tanggal pelaporan; dan

f. tanda tangan pelapor dan yang menerima laporan.

(3) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang melaporkan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus:

a. menunjukkan Objek yang Diduga Cagar Budaya kepada Kepolisian

Negara Republik Indonesia atau instansi terkait; atau b. menyerahkan Objek yang Diduga Cagar Budaya kepada Unit Pelaksana

Teknis selama proses Pendaftaran dan Penetapan.

(4) Laporan melalui media elektronik ditujukan kepada Unit Pelaksana Teknis, Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau instansi terkait, dalam

keadaan darurat atau memaksa, dengan mengemukakan:

a. identitas pelapor;

Page 9: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

9

b. tanggal penemuan; dan

c. identitas Objek yang Diduga Cagar Budaya. (5) Unit Pelaksana Teknis, Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau

instansi terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus

mencatat serta menandatangani laporan dalam daftar laporan lisan. (6) Kepolisian Negara Republik Indonesia dan instansi terkait yang menerima

laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) meneruskan

laporan kepada Unit Pelaksana Teknis.

(7) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan ayat (7) ditindaklanjuti oleh Unit Pelaksana Teknis.

Pasal 7 (1) Unit Pelaksana Teknis yang menerima laporan menyerahkan bukti

laporan kepada Tim Pendaftaran.

(2) Tim Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Pendaftaran sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 8

Temuan Objek yang Diduga Cagar Budaya yang sudah ditetapkan sebagai

Cagar Budaya, status kepemilikannya ada pada:

a. Pemilik, apabila tidak langka jenisnya, tidak unik rancangannya, dan jumlahnya telah memenuhi kebutuhan negara; atau

b. Negara, apabila tidak diketahui pemiliknya dan /atau sedikit jumlahnya,

unik rancangannya, langka jenisnya, atau bernilai tinggi.

Bagian Kedua

Pencarian

Paragraf 1

Pencarian melalui Penelitian

Pasal 9

(1) Pemerintah berkewajiban melakukan pencarian Objek yang Diduga Cagar

Budaya hanya melalui Penelitian dengan penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan, baik Di Darat dan/atau Di Air.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

menggunakan metode dan prosedur penelitian arkeologi serta disiplin ilmu bantu lainnya sesuai dengan karakteristik objek kajian.

Pasal 10 (1) Kegiatan pencarian yang dilakukan Pemerintah dilaksanakan oleh:

a. instansi Pemerintah yang berwenang di bidang Penelitian arkeologi

dengan Penelitian dasar; dan/atau b. instansi Pemerintah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya

dengan Penelitian terapan.

Page 10: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

10

(2) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat melakukan pencarian Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

hanya melalui Penelitian dengan penggalian, penyelaman, dan/atau

pengangkatan, baik Di Darat dan/atau Di Air. (3) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang melakukan

pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan Penelitian, harus

bekerjasama dengan instansi Pemerintah yang berwenang di bidang

penelitian arkeologi dan/atau instansi Pemerintah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 11

(1) Kegiatan pencarian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan

ayat (2) dilaksanakan setelah memperoleh izin dari bupati/wali kota, dengan tembusan kepada:

a. Menteri;

b. gubernur; c. instansi terkait; dan

d. pemilik dan/atau yang menguasai lokasi penelitian.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) huruf b yang

dilakukan terhadap Objek yang Diduga Cagar Budaya dan/atau Cagar Budaya yang dimiliki/dikuasai sendiri tidak memerlukan izin.

(3) Pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap

Penelitian yang dilakukan di laut diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

(4) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus dilampiri dengan proposal yang memuat:

a. identitas pemohon;

b. maksud dan tujuan pencarian; c. metode dan teknik pencarian;

d. lokasi pencarian; dan

a. tenggang waktu pencarian.

(5) Setiap Orang yang berasal dari lembaga yang akan melakukan pencarian, untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

harus dilengkapi dengan surat tugas dari pimpinan lembaga.

(6) Bupati/wali kota dalam memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus memperoleh rekomendasi terlebih dahulu dari

Unit Pelaksana Teknis.

Pasal 12

(1) Hasil pencarian dengan cara Penelitian terhadap Objek yang Diduga Cagar

Budaya dianalisis sesuai dengan metode penelitian arkeologi serta disiplin ilmu bantu lainnya sesuai dengan karakteristik objek kajian.

Page 11: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

11

(2) Hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Tim

Pendaftaran untuk diproses sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 13

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang memiliki dan/atau

yang menguasai lahan tempat dilakukannya pencarian dengan Penelitian,

berhak mendapatkan ganti rugi atas hal-hal atau kerugian yang ditimbulkan akibat kegiatan pencarian.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh yang

melakukan pencarian, sesuai ketentuan yang berlaku.

Paragraf 2

Pencarian terhadap Cagar Budaya yang Hilang

Pasal 14

(1) Setiap orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang memiliki dan/atau

menguasai Cagar Budaya yang hilang karena bencana alam, perang, kecelakaan, kelalaian pengelolaan, tindak pidana, dan sebab-sebab lain,

wajib melaporkannya kepada Unit Pelaksana Teknis.

(2) Unit Pelaksana Teknis yang menerima laporan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) yang disebabkan tindak pidana, melakukan pencarian dan berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Pelaksanaan dan hasil pencarian terhadap Cagar Budaya yang hilang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dituangkan ke dalam berita acara.

(4) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:

a. tanggal dimulai dan berakhirnya pencarian; b. objek dan deskripsi Cagar Budaya yang dicari;

c. tempat pencarian;

d. hasil pencarian; dan e. penandatanganan berita acara di atas materai oleh pihak yang mencari

dan yang memiliki atau menguasai.

Pasal 15

(1) Cagar Budaya yang hilang dan ditemukan kembali, dikembalikan kepada

pihak yang memiliki dan/atau menguasai dan dibuatkan berita acara

penyerahan.

(2) Cagar Budaya yang hilang karena tindak pidana dan ditemukan kembali,

penyerahan kepada pemilik dan/atau yang menguasai dilakukan setelah

ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.

Page 12: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

12

(3) Cagar Budaya yang hilang dan ditemukan kembali sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diambil alih kepemilikannya dan/atau penguasaannya oleh negara dalam hal tidak diketahui lagi pemiliknya atau pihak yang

menguasainya.

(4) Berita acara penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sekurang-kurangnya memuat:

a. tanggal pembuatan berita acara;

b. identitas yang menemukan;

c. deskripsi hasil penemuan yang meliputi: 1) jumlah;

2) jenis; dan

3) kondisi. d. tempat penemuan;

e. tanggal penemuan; dan

f. penandatangan berita acara di atas materai oleh pihak yang menemukan dan yang memiliki dan/atau yang menguasai.

Pasal 16

Ketentuan mengenai tata cara Penemuan dan Pencarian Cagar Budaya

dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Menteri.

BAB IV

REGISTER NASIONAL

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 17

(1) Register Nasional dibentuk untuk menghimpun data dan Kepemilikan

Cagar Budaya, baik di dalam maupun di luar negeri, yang disusun secara sistematis dengan tetap menghormati Kepemilikan, kerahasiaan, dan

kesuciannya.

(2) Kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sifatnya tidak dapat

diakses, kecuali untuk kepentingan penyidikan dengan diketahui oleh Tim Pendaftaran dan Tim Ahli.

Pasal 18

(1) Register Nasional mencakup Pendaftaran, Pengkajian, Penetapan,

Pencatatan, Pemeringkatan, dan Penghapusan, yang diselenggarakan

tanpa dipungut biaya. (2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara

digital maupun nondigital, atau secara manual maupun daring.

Page 13: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

13

Bagian Kedua

Pendaftaran

Paragraf 1

Umum

Pasal 19

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan/atau Masyarakat

Hukum Adat yang memiliki dan/atau menguasai Objek Pendaftaran wajib mendaftarkan kepada Menteri, bupati/wali kota, gubernur, sesuai

kewenangannya melalui Tim Pendaftaran terhadap:

a. Benda Cagar Budaya dan/atau Situs Cagar Budaya yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang

Benda Cagar Budaya, untuk memperoleh Pengkajian ulang dan

Pemeringkatan; atau b. Objek yang Diduga Cagar Budaya, untuk memperoleh Pengkajian dan

Pemeringkatan.

(2) Dalam hal kewajiban melakukan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tidak dipenuhi, Unit Pelaksana Teknis mengambil alih Pendaftaran. (3) Dalam hal bupati/wali kota atau gubernur tidak menjalankan tugas

Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Pendaftaran

diambil alih oleh Menteri melalui Unit Pelaksana Teknis.

Pasal 20

(1) Objek Pendaftaran berasal dari: a. koleksi Museum;

b. milik dan/atau yang dikuasai oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah,

Setiap Orang, dan/atau Masyarakat Hukum Adat; c. hasil Penemuan; dan/atau

d. hasil Pencarian.

(2) Objek Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:

a. berada di dalam negeri atau di luar negeri; dan/atau b. berlokasi Di Darat dan/atau Di Air.

Pasal 21

Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus melindungi Objek Pendaftaran dari:

a. kerusakan;

b. kehancuran; c. kemusnahan; dan/atau

d. kehilangan

Page 14: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

14

Paragraf 2

Tim Pendaftaran

Pasal 22

(1) Pemerintah atau Pemerintah Daerah membentuk Tim Pendaftaran yang merupakan bagian dari instansi yang berwenang di bidang Pelestarian

Cagar Budaya.

(2) Tim Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Tim Pendaftaran Pemerintah; b. Tim Pendaftaran provinsi; dan

c. Tim Pendaftaran kabupaten/kota.

Pasal 23

(1) Tim Pendaftaran terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang

sekretaris merangkap anggota, dan paling sedikit 3 (tiga) orang anggota.

(2) Anggota Tim Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. paling sedikit 1 (satu) orang petugas penerima Pendaftaran yang

memeriksa kelengkapan persyaratan Pendaftaran; b. paling sedikit 3 (tiga) orang petugas pengolah data yang melakukan

deskripsi, dokumentasi, dan verifikasi; dan

c. paling sedikit 1 (satu) orang petugas penyusun Berkas yang melakukan

pemberkasan hasil pengolahan data.

(3) Tim Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai masa

kerja 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang.

(4) Apabila anggota Tim Pendaftaran tidak dapat melaksanakan tugas secara tetap sebelum masa kerja berakhir, dapat diganti oleh anggota baru

sampai selesainya masa kerja.

Pasal 24

Tim Pendaftaran bertugas:

a. menerima, memeriksa kelengkapan persyaratan Pendaftaran; b. melakukan deskripsi, klasifikasi, verifikasi, dan dokumentasi; dan

c. melakukan pemberkasan hasil pengolahan data.

Paragraf 3 Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Pasal 25

Pemerintah berwenang mendaftar Objek Pendaftaran yang:

a. lokasinya berada di 2 (dua) provinsi atau lebih;

b. merupakan objek vital nasional dan/atau warisan budaya dunia; c. berada di kawasan strategis nasional;

Page 15: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

15

d. memiliki nilai kerahasiaan dan keamanan negara; dan/atau

e. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Pasal 26

Pemerintah Provinsi berwenang mendaftar Objek Pendaftaran yang lokasinya berada di 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih.

Pasal 27

Pemerintah kabupaten/kota berwenang mendaftar Objek Pendaftaran yang berada di wilayah administrasinya.

Paragraf 4 Pendaftaran di luar negeri

Pasal 28

(1) Pendaftaran terhadap Objek Pendaftaran milik warga negara Indonesia atau Pemerintah Indonesia yang berada di luar negeri dilakukan oleh

pemilik, atau pihak lain yang diberi kuasa melakukan Pendaftaran.

(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Menteri melalui perwakilan Republik Indonesia di luar negeri tempat Objek

Pendaftaran berada.

(3) Data Objek Pendaftaran yang berada di luar negeri sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diserahkan kepada Kementerian Luar Negeri, untuk kemudian diteruskan kepada Menteri melalui Tim Pendaftaran Pemerintah.

(4) Apabila di negara tempat Objek Pendaftaran belum terdapat perwakilan

Indonesia, maka Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh perwakilan Indonesia terdekat dengan Negara tempat Objek

Pendaftaran.

Paragraf 5 Partisipasi Pendaftaran

Pasal 29

(1) Setiap orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat berpartisipasi

dalam Pendaftaran Objek Pendaftaran.

(2) Partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :

a. memberikan motivasi atau dorongan kepada pemilik dan/atau yang menguasai Objek Pendaftaran untuk melakukan Pendaftaran;

b. melaporkan Objek Pendaftaran yang belum didaftarkan kepada Tim

Pendaftaran sesuai dengan kewenangannya; c. memberikan informasi dan/atau membantu mencatat Objek

Pendaftaran;

Page 16: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

16

d. membantu proses pengumpulan data; dan/atau

e. melakukan pengawasan terhadap proses Pendaftaran.

Pasal 30

Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang berpartisipasi dalam Pendaftaran harus menjaga kerahasiaan data.

Pasal 31

Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang berpartisipasi dalam Pendaftaran dapat diberikan penghargaan.

Paragraf 6 Fasilitasi Pembentukan Sistem dan Jejaring Pendaftaran

Pasal 32

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pembentukan sistem dan jejaring Pendaftaran baik secara digital maupun non digital.

(2) Pembentukan sistem dan jejaring Pendaftaran secara digital sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi penyediaan perangkat keras, perangkat lunak, dan sumber daya manusia.

(3) Perangkat keras sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyediaan:

a. komputer;

b. alat dokumentasi; c. tempat/ruang penyimpanan Objek Pendaftaran yang didaftar; dan

d. sarana transportasi.

(4) Perangkat lunak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyediaan:

a. aplikasi pendaftaran;

b. program pengunggahan data untuk proses pendaftaran; dan c. program akses informasi hasil pendaftaran.

(5) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa

penyediaan tenaga yang kompeten.

Paragraf 7

Syarat dan Prosedur Pendaftaran

Pasal 33

(1) Pendaftaran dapat dilakukan secara manual dan/atau melalui laman (web site).

(2) Pendaftaran secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan cara mendaftar langsung ke Tim Pendaftaran sesuai

dengan kewenangannya, dengan mengisi data baik secara digital maupun non digital.

Page 17: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

17

(3) Pendaftaran melalui laman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan cara mengunggah data Objek Pendaftaran melalui alamat laman Tim Pendaftaran sesuai dengan kewenangannya.

(4) Laman Pendaftaran setiap kabupaten/kota harus tersambung dengan

laman Pendaftaran provinsi dan laman Pendaftaran pada instansi Pemerintah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya

menyediakan aplikasi dan isian Pendaftaran melalui alamat laman untuk

Pendaftaran.

Pasal 34

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat mendaftarkan Objek Pendaftaran kepada Tim Pendaftaran sesuai dengan kewenangannya,

disertai syarat Pendaftaran.

(2) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat memberikan surat kuasa kepada pihak lain untuk melakukan Pendaftaran.

(3) Syarat Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. foto kopi identitas diri pemilik dan/atau yang menguasai, dan/atau yang diberi kuasa mendaftarkan;

b. data Objek Pendaftaran;

c. Dokumen Pendukung; dan

d. Objek Pendaftaran apabila memungkinkan untuk dibawa. (4) Identitas diri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berupa Kartu

Tanda Penduduk (KTP) atau Pasport bagi Warga Negara Asing, yang masih

berlaku. (5) Data Objek Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b

berupa:

a. nama/jenis; b. bentuk;

c. ukuran;

d. bahan; e. warna;

f. tempat atau lokasi;

g. pemilik atau yang menguasainya;

h. pemanfaatan dan penggunaan; dan/atau i. informasi lain yang diperlukan.

(6) Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c berupa

rekaman suara, gambar, foto, film, teks, atau bentuk lain yang terkait dengan Objek Pendaftaran.

(7) Petugas penerima Pendaftaran memberikan:

a. bukti Pendaftaran kepada pendaftar; dan b. bukti penerimaan penitipan Objek Pendaftaran apabila ada penitipan.

(8) Petugas penerima Pendaftaran menyerahkan data Pendaftaran kepada

petugas pengolah data.

Pasal 35

Page 18: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

18

(1) Data Pendaftaran yang dinyatakan lengkap oleh petugas penerima

Pendaftaran diserahkan kepada petugas pengolah data untuk dilakukan deskripsi, dokumentasi, dan verifikasi.

(2) Deskripsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi uraian tentang:

a. jenis/nama; b. bentuk;

c. ukuran;

d. bahan;

e. warna; f. kondisi;

g. lokasi;

h. pemilik atau yang menguasainya; i. pemanfaatan dan penggunaan; dan/atau

j. hal lain yang berhubungan dengan deskripsi Objek Pendaftaran.

(3) Hasil deskripsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk tertulis sebagai data verbal yang selanjutnya dilakukan

dokumentasi untuk memperoleh data piktorial.

(4) Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:

a. setidak-tidaknya dalam bentuk foto; dan

b. dilakukan dari semua sisi.

(5) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh:

a. kebenaran informasi, yaitu pada aspek keakuratan; dan

b. kelengkapan data pada aspek pemenuhan jumlah informasi.

Pasal 36

(1) Petugas pengolah data melakukan deskripsi, dokumentasi, verifikasi, dan pemeriksaan kelengkapan data dari petugas penerima Pendaftaran.

(2) Petugas pengolah data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu

oleh Unit Pelaksana Teknis dan/atau narasumber. (3) Petugas pengolah data dapat mengembalikan data Pendaftaran apabila:

a. diragukan keaslian Objek Pendaftarannya;

b. diragukan asal usul Kepemilikan dan perolehannya; dan/atau

c. diragukan datanya. (4) Apabila dari hasil deskripsi, dokumentasi, verifikasi, dan pemeriksaan

kelengkapan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan

lengkap dan memenuhi syarat, maka diserahkan kepada petugas penyusun Berkas.

Pasal 37

(1) Petugas penyusun Berkas melakukan pemberkasan yang memuat:

a. data Pendaftaran yang telah dinyatakan lengkap;

Page 19: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

19

b. deskripsi;

c. dokumentasi; dan d. Dokumen Pendukung.

(2) Berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diserahkan

kepada Tim Ahli untuk dilakukan Pengkajian.

Pasal 38

(1) Instansi yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya dapat

memberi fasilitas Pendaftaran apabila Objek Pendaftaran: a. lokasinya sukar dijangkau;

b. berjumlah banyak dan beragam jenisnya; dan/atau

c. berada di luar negeri dan tidak ada perwakilan Indonesia di negara yang bersangkutan.

(2) Fasilitas Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. petugas penerima Pendaftaran mendatangi lokasi; dan/atau b. bantuan sarana transportasi.

Bagian Ketiga Pengkajian

Paragraf 1

Tim Ahli

Pasal 39

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya mengangkat dan memberhentikan Tim Ahli.

(2) Syarat untuk dapat diangkat menjadi anggota Tim Ahli meliputi:

a. warga negara Indonesia; b. sehat jasmani dan rohani;

c. berkelakuan baik;

d. berusia paling rendah 28 (dua puluh delapan) tahun; e. memiliki keahlian arkeologi dengan pengalaman kerja paling sedikit 5

(lima) tahun di bidangnya atau memiliki keahlian sejarah, filologi,

antropologi, kesenian, arsitektur struktur dan mekanik, biologi, geologi,

geografi, dan/atau keahlian lain yang memiliki wawasan kepurbakalaan dengan pengalaman kerja paling sedikit 5 (lima) tahun di bidangnya;

f. berasal dari lembaga formal, non formal dan perseorangan;

g. memiliki komitmen di bidang Pelestarian Cagar Budaya; dan h. memiliki sertifikat kompetensi.

(3) Memiliki sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

h melalui uji kompetensi, sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 40

Page 20: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

20

(1) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2)

huruf h berlaku selama 5 (lima) tahun yang dapat diperpanjang setelah mengikuti uji kompetensi dan dinyatakan lulus.

(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibekukan

apabila pemegang: a. dinyatakan sebagai tersangka karena melakukan tindak pidana yang

diancam pidana 5 tahun atau lebih dan/atau melakukan tindak pidana

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Cagar Budaya;

dan/atau b. sakit jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya

yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, psikiater, dan/atau

psikolog. (3) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut apabila

pemegang:

a. melanggar kode etik profesi atau etika pelestarian; b. tidak bekerja sebagai anggota Tim Ahli selama 3 (tiga) tahun;

c. dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang diancam pidana 5

tahun atau lebih dan/atau melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Cagar Budaya, berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

atau

d. sakit jasmani atau rohani yang tidak bisa disembuhkan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan

dokter, psikiater, dan/atau psikolog.

(4) Pemegang sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengikuti uji kompetensi kembali, kecuali yang bersangkutan

terbukti melakukan tindak pidana korupsi, kolusi, nepotisme, hak asasi

manusia, dan pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Cagar Budaya tetap.

Pasal 41

(1) Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) memiliki susunan

keanggotaan yang terdiri atas ketua merangkap anggota, sekretaris

merangkap anggota, dan anggota.

(2) Anggota Tim Ahli berjumlah gasal dan terdapat ahli arkeologi yang memiliki pengalaman kerja sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (2) huruf

e, serta terdiri dari unsur lembaga formal, nonformal, dan perseorangan.

(3) Anggota Tim Ahli nasional berjumlah: a. paling banyak 15 (lima belas) orang, terdiri atas 5 (lima) orang dari

unsur lembaga formal, 10 (sepuluh) orang dari unsur lembaga

nonformal, dan perseorangan; atau b. paling sedikit 9 (sembilan) orang, terdiri atas 3 (tiga) orang dari unsur

lembaga formal, 6 (enam) orang dari unsur lembaga nonformal, dan

perseorangan.

Page 21: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

21

(4) Anggota Tim Ahli provinsi berjumlah:

a. paling banyak 9 (sembilan) orang, terdiri atas 3 (tiga) orang dari unsur lembaga formal, 6 (enam) orang dari unsur lembaga nonformal, dan

perseorangan; atau

b. paling sedikit 7 (tujuh) orang terdiri atas 2 (dua) orang dari unsur lembaga formal, 5 (lima) orang dari unsur lembaga nonformal, dan

perseorangan.

(5) Anggota Tim Ahli kabupaten/kota berjumlah:

a. paling banyak 7 (tujuh) orang, terdiri atas 2 (dua) orang dari unsur lembaga formal, 5 (lima) orang dari unsur lembaga nonformal, dan

perseorangan; atau

b. paling sedikit 5 (lima) orang terdiri atas 2 (dua) orang dari unsur lembaga formal, 3 (tiga) orang dari unsur lembaga nonformal, dan

perseorangan.

(6) Tim Ahli yang anggotanya kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ayat (4) dan ayat (5) tidak dapat memberikan rekomendasi

Objek Pendaftaran sebagai Cagar Budaya.

(7) Tim Ahli yang jumlah anggotanya kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dibantu oleh:

a. anggota Tim Ahli provinsi untuk Tim Ahli kabupaten/kota; dan

b. anggota Tim Ahli nasional untuk Tim Ahli provinsi.

(8) Tim Ahli yang anggotanya berkurang karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan belum ditetapkan penggantinya, tetap dapat

menjalankan tugasnya selama masih memenuhi jumlah minimal.

Pasal 42

(1) Tim Ahli bertugas untuk: a. melakukan kajian atas Berkas yang diusulkan sebagai Cagar Budaya

nasional oleh Tim Pendaftaran Cagar Budaya;

b. menyusun dan menetapkan mekanisme kerja; dan c. melakukan klasifikasi atas jenis Cagar Budaya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan tentang Cagar Budaya.

(2) Tim Ahli berwenang untuk:

a. meminta keterangan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, atau Masyarakat Hukum Adat, dan narasumber yang

mendaftarkan Objek Pendaftaran;

b. mengusulkan perbaikan berkas kepada Tim Pendaftaran Cagar Budaya;

c. merekomendasikan Objek Pendaftaran, untuk ditetapkan sebagai

Cagar Budaya berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang Cagar Budaya kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai

dengan kewenangannya;

d. merekomendasikan peringkat kepentingan Cagar Budaya;

Page 22: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

22

e. merekomendasikan pencatatan kembali Cagar Budaya yang hilang

dan telah dihapus dari Register Nasional kemudian ditemukan; f. merekomendasikan penghapusan Cagar Budaya;

g. memberikan pertimbangan dan/atau pandangan kepada Tim Ahli

Cagar Budaya Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan h. merekomendasikan tindakan pencegahan dan penanggulangan

segera terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan kepada Menteri,

Gubernur, Bupati/Walikota.

Pasal 43

(1) Masa kerja anggota Tim Ahli adalah 5 (lima) tahun.

(2) Tim Ahli dapat diangkat kembali setelah masa kerja berakhir setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

(3) Anggota Tim Ahli dapat diganti sebelum masa kerja berakhir apabila:

a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri;

c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota Tim Ahli; atau

d. tidak melaksanakan tugas selama 4 (empat) kali berturut-turut atau 6 (enam) kali secara keseluruhan tanpa keterangan yang sah.

(4) Dalam hal keanggotaan Tim Ahli berakhir sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) maka diangkat anggota Tim Ahli pengganti.

Pasal 44

Pembinaan terhadap Tim Ahli provinsi dan Tim Ahli kabupaten/kota

dilakukan oleh Tim Ahli nasional.

Paragraf 2

Pengkajian kelayakan

Pasal 45

(1) Tim Ahli melakukan kajian Objek Pendaftaran berdasarkan Berkas yang

diserahkan oleh petugas penyusun Berkas.

(2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan metode dan tata cara yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 46 (1) Kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 meliputi:

a. identifikasi dan klasifikasi Objek Pendaftaran; dan

b. penilaian kriteria Objek Pendaftaran.

Page 23: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

23

(2) Penilaian kriteria Objek Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b sesuai dengan kriteria Cagar Budaya.

Pasal 47

Hasil kajian yang dilakukan Tim Ahli berupa kesimpulan bahwa: a. Objek Pendaftaran yang merupakan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs

Cagar Budaya berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang

Benda Cagar Budaya, tetap sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar

Budaya; dan/atau b. Objek Pendaftaran yang merupakan Objek yang Diduga Cagar Budaya,

sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya.

Pasal 48

(1) Dalam hal kesimpulan Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47

menyatakan bahwa Objek Pendaftaran sebagai Cagar Budaya, maka Tim Ahli menyampaikan surat rekomendasi Penetapan sebagai Cagar Budaya

kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan

kewenangannya. (2) Tim Ahli selain memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) juga memberikan rekomendasi Pemeringkatan Cagar Budaya atau

Penghapusan Cagar Budaya.

(3) Tim Ahli sebelum memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memperhatikan hasil telaah administrasi

terhadap:

a. status kepemilikan; b. status kependudukan dan/atau kewarganegaraan pemilik;

c. sengketa atas kepemilikan; dan

d. kerawanan sosial yang dapat terjadi sebagai akibat dari Penetapan. (4) Dalam hal kesimpulan Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47

menyatakan bahwa Objek Pendaftaran bukan sebagai Cagar Budaya, maka

Tim Ahli menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pendaftar. (5) Data dan Dokumen Pendukung Objek Pendaftaran yang dinyatakan bukan

Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilarang dihapus dari

pangkalan data.

Pasal 49

(1) Tim Ahli dapat menghentikan atau membatalkan kajian sebelum atau

sesudah rekomendasi disampaikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Penghentian kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam

hal Objek Pendaftaran hilang, hancur, atau musnah sebelum direkomendasikan untuk Penetapan sebagai Cagar Budaya.

(3) Pembatalan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah

direkomendasikan untuk Penetapan sebagai Cagar Budaya, dalam hal: a. Objek Pendaftaran hilang, hancur, atau musnah; dan/atau

b. terjadi pelanggaran terhadap kode etik profesi dan/atau etika pelestarian

Page 24: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

24

Pasal 50

Objek Pendaftaran diperlakukan sebagai Cagar Budaya selama proses Pendaftaran, Pengkajian sampai dengan Penetapan.

Pasal 51

Tim Ahli pada saat memberikan rekomendasi Penetapan Cagar Budaya kepada

Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya

sekaligus memberikan rekomendasi mengenai peringkat Cagar Budaya.

Bagian Keempat

Penetapan

Pasal 52

Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya mengeluarkan Surat Keputusan Penetapan Cagar Budaya dan Surat

Keterangan Kepemilikan Cagar Budaya, dalam hal Tim Ahli setelah

merekomendasikan Objek Pendaftaran sebagai Cagar Budaya.

Pasal 53

(1) Surat Keputusan Penetapan Cagar Budaya dikeluarkan oleh:

a. Menteri, untuk Cagar Budaya: 1) milik warga negara Indonesia atau pemerintah Indonesia yang berada

di luar negeri;

2) yang berada di objek vital nasional; 3) yang berada di kawasan strategis nasional;

4) yang berada dan berhubungan dengan kawasan warisan dunia; dan

5) yang berupa lokasi atau satuan ruang geografis yang berada di 2 (dua) provinsi atau lebih.

b. gubernur, untuk Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya yang

berada di 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih, atau kawasan strategis provinsi; atau

c. bupati/wali kota, untuk Cagar Budaya yang berada di wilayah

kabupaten/kota selain yang disebut dalam huruf a dan huruf b.

(2) Surat Keputusan Penetapan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:

a. nama dan/atau jenis;

b. bentuk; c. ukuran;

d. bahan;

e. lokasi atau tempat penyimpanan; f. koordinat astronomis;

g. usia;

h. latar belakang sejarah; dan

Page 25: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

25

i. informasi lain.

Pasal 54

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya

mengeluarkan Surat Keterangan Kepemilikan Cagar Budaya kepada pemilik yang sah.

(2) Surat Keterangan Kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), diberikan oleh:

a. Menteri, untuk Cagar Budaya: 1) milik warga negara Indonesia atau Pemerintah Indonesia yang

berada di luar negeri;

2) berupa Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya yang berada di 2 (dua) provinsi atau lebih;

3) yang berada di objek vital nasional;

4) yang berada di kawasan strategis nasional; dan 5) yang berada dan berhubungan dengan kawasan warisan dunia.

b. gubernur, untuk Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya yang

berada di 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih, atau kawasan strategis provinsi; atau

c. bupati/wali kota, untuk Cagar Budaya yang berada di wilayah

kabupaten/kota.

(3) Surat Keterangan Kepemilikan Cagar Budaya berisi: a. identitas pemilik;

b. kode register;

c. nama dan/atau jenis; dan d. lokasi.

(4) Surat Keterangan Kepemilikan Cagar Budaya dapat diubah sesuai dengan

Pengalihan kepemilikannya, dan diterbitkan Surat Keterangan Kepemilikan Cagar Budaya yang baru oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota

sesuai kewenangannya.

Pasal 55

Pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh Surat Keterangan Status Cagar

Budaya dan Surat Keterangan Kepemilikan setelah Cagar Budaya tercatat

dalam Register Nasional.

Pasal 56

(1) Warga negara asing atau lembaga asing yang berdomisili atau berkedudukan di Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut

atau 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut dapat:

a. ditetapkan sebagai pemilik Cagar Budaya; b. menerima atau menyimpan Surat Keterangan Kepemilikan Cagar

Budaya; dan/atau

c. menerima atau menyimpan Surat Penetapan Cagar Budaya.

Page 26: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

26

(2) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya

mencabut Surat Keterangan Kepemilikan Cagar Budaya yang dimiliki warga negara asing atau lembaga asing sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) apabila diketahui tidak berdomisili atau berkedudukan di Indonesia.

Pasal 57

(1) Menteri, gubernur, bupati dan/wali kota sesuai dengan kewenangannya

dapat mengubah Surat Keputusan Penetapan Cagar Budaya dan/atau

Surat Keterangan Kepemilikan Cagar Budaya apabila: a. terjadi pemekaran atau penggabungan wilayah;

b. terjadi perubahan nama provinsi, kabupaten, kota, kecamatan,

kelurahan, desa, dan/atau nama wilayah sesuai nama wilayah hukum adat; dan/atau

c. terdapat kekeliruan dalam pencantuman identitas pemilik, kode

register, nama dan/atau jenis, lokasi, dan/atau informasi lain yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.

(2) Perubahan terhadap Surat Keputusan Cagar Budaya dan/atau Surat

Keterangan Kepemilikan Cagar Budaya dikeluarkan setelah memperoleh rekomendasi dari Tim Ahli.

(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus diikuti

dengan perubahan pangkalan data yang dikelola oleh pemerintah

kabupaten/kota, untuk disampaikan kepada pemerintah provinsi dan selanjutnya disampaikan kepada Pemerintah guna memperbaiki data

Register Nasional.

Pasal 58

Cagar Budaya yang telah ditetapkan, disusun dalam daftar Cagar Budaya oleh

Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Kelima

Pemeringkatan

Pasal 59

(1) Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/wali kota,

berdasarkan: a. Cagar Budaya yang telah didaftar di kabupaten/kota;

b. rekomendasi Tim Ahli kabupaten/kota sesuai dengan syarat-syarat

Pemeringkatan. (2) bupati/wali kota dapat mengusulkan Cagar Budaya yang telah dipilih dari

daftar Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota, menjadi Cagar Budaya

peringkat provinsi kepada gubernur, setelah mendapat rekomendasi dari Tim Ahli kabupaten/kota.

Pasal 60

(1) Cagar Budaya peringkat provinsi ditetapkan oleh gubernur, berdasarkan:

Page 27: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

27

a. Cagar Budaya yang telah didaftar di provinsi;

b. rekomendasi Tim Ahli provinsi sesuai dengan syarat-syarat Pemeringkatan;

c. usulan dari bupati/wali kota.

(2) Gubernur dapat mengusulkan Cagar Budaya yang telah dipilih dari daftar Cagar Budaya peringkat provinsi, menjadi Cagar Budaya peringkat

nasional kepada Menteri, setelah mendapat rekomendasi dari Tim Ahli

provinsi.

Pasal 61

(1) Cagar Budaya peringkat nasional ditetapkan oleh Menteri, berdasarkan:

a. Cagar Budaya yang telah didaftar di Direktorat yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya;

b. rekomendasi Tim Ahli nasional sesuai dengan syarat-syarat

Pemeringkatan; dan c. usulan dari gubernur.

(2) Menteri dapat mengusulkan Cagar Budaya yang telah dipilih dari daftar

Cagar Budaya peringkat nasional, menjadi warisan budaya dunia kepada badan dunia yang membidangi kebudayaan sesuai konvensi internasional

dan kelaziman tata cara di dunia internasional.

Pasal 62 Tim Ahli dalam memberikan rekomendasi dapat memperoleh dukungan dari

lembaga penelitian formal dan/atau lembaga penelitian non formal yang

memiliki akreditasi sebagai lembaga penelitian di tingkat Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Pasal 63 (1) Tim Ahli provinsi atau Tim Ahli nasional dapat merekomendasikan

penurunan peringkat Cagar Budaya peringkat provinsi atau peringkat

nasional kepada gubernur atau Menteri sesuai dengan kewenangannya. (2) Gubernur atau Menteri sesuai dengan kewenangannya dapat menurunkan

peringkat Cagar Budaya peringkat provinsi atau peringkat nasional

dengan memperhatikan syarat pemeringkatan.

Pasal 64

(1) Tim Ahli dapat merekomendasikan Pencabutan Penetapan peringkat Cagar

Budaya kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya, berdasarkan syarat Pencabutan peringkat Cagar Budaya.

(2) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencabut penetapan peringkat Cagar Budaya berdasarkan syarat-syarat Pencabutan peringkat Cagar

Budaya.

Bagian Keenam

Pencatatan

Page 28: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

28

Pasal 65 (1) Pemerintah membentuk sistem Register Nasional untuk mencatat data

Cagar Budaya.

(2) Data Cagar Budaya dalam Register Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:

a. daftar Cagar Budaya kabupaten/kota;

b. daftar Cagar Budaya provinsi;

c. daftar Cagar Budaya nasional; dan d. daftar Cagar Budaya yang berada di luar negeri.

(3) Daftar Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi:

a. nomor urut; b. nomor register

c. nama dan/atau jenis;

d. peringkat; e. lokasi; dan

f. keterangan tentang Pencabutan, perubahan, Penghapusan, hilang dan

ditemukan kembali.

Pasal 66

(1) Instansi kabupaten/kota yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar

Budaya, menyampaikan daftar Cagar Budaya kabupaten/kota kepada instansi provinsi yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(2) Instansi provinsi yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya,

menyampaikan daftar Cagar Budaya provinsi kepada instansi Pemerintah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(3) Instansi Pemerintah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya

mencatat daftar Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke dalam Register Nasional.

(4) Data Cagar Budaya yang dicatat dalam sistem Register Nasional meliputi:

a. nomor urut; b. nomor registrasi;

c. jenis/nama Cagar Budaya;

d. tanggal penetapan Cagar Budaya;

e. lokasi asal Cagar Budaya; f. peringkat;

g. pemilik/penguasa;

h. deskripsi; i. dokumentasi; dan

j. keterangan lain yang diperlukan.

(5) Sistem Register Nasional meliputi: a. penyediaan perangkat lunak dan keras;

b. sistem Pencatatan, akses, dan pengamanan data;

c. penyediaan sumberdaya manusia; dan

Page 29: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

29

d. pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan.

(6) Sistem Register Nasional dikelola oleh Pemerintah.

Pasal 67

Data Cagar Budaya tingkat nasional, tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota dapat dilakukan perbaikan, penggabungan, atau Penghapusan.

Pasal 68

(1) Usul perbaikan data Cagar Budaya dapat diajukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan/atau Masyarakat Hukum Adat

kepada Menteri, gubernur, bupati/wali kota sesuai dengan

kewenangannya.

(2) Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim

Pendaftaran, dalam hal terdapat kekeliruan, perubahan data, dan/atau

kesalahan dalam Pencatatan.

(3) Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

rekomendasi dari Tim Ahli.

Pasal 69

(1) Penggabungan data dari 2 (dua) atau lebih Cagar Budaya yang merupakan

kesatuan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai

dengan kewenangannya setelah melalui kajian Tim Ahli. (2) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal

terdapat Cagar Budaya yang merupakan satu kesatuan dan/atau memiliki

hubungan satu sama lain akan tetapi didaftar secara terpisah; (3) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

cara memberikan keterangan hubungan antara beberapa Cagar Budaya

yang didaftarkan secara terpisah, tanpa mengubah daftar Cagar Budaya sebelumnya.

(4) Penggabungan dilakukan tanpa menghapus data Cagar Budaya yang

disatukan dalam Register Nasional, dengan menggunakan salah satu nomor Pendaftaran Cagar Budaya.

(5) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti

dengan perbaikan Surat Keputusan Penetapan Cagar Budaya dan

peringkatnya.

Pasal 70

(1) Pemerintah Daerah mengusulkan Penghapusan Cagar Budaya kepada Menteri.

Page 30: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

30

(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan

Keputusan Menteri atas rekomendasi Tim Ahli nasional. (3) Penghapusan dilakukan apabila Cagar Budaya:

a. musnah;

b. hilang dan dalam jangka waktu 6 (enam) tahun tidak ditemukan; c. mengalami perubahan wujud dan gaya, sehingga kehilangan

keasliannya; atau

d. di kemudian hari diketahui statusnya bukan Cagar Budaya.

(4) Pemerintah Daerah melakukan Penghapusan dari daftar Cagar Budaya daerah sebagai tindak lanjut Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud

pada ayat (2).

(5) Setelah Pemerintah Daerah melakukan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditindaklanjuti dengan:

a. pencabutan Surat Keputusan Penetapan Cagar Budaya; dan

b. pencabutan surat keterangan Kepemilikan Cagar Budaya. (6) Penghapusan dilakukan tanpa menghilangkan data dalam Register

Nasional.

(7) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memberi tanda pada data Cagar Budaya yang tercatat dalam Register

Nasional.

Pasal 71

(1) Cagar Budaya yang statusnya telah dihapus dari Register Nasional dapat

didaftarkan kembali apabila:

a. Cagar Budaya yang hilang ditemukan kembali setelah lebih dari 6 (enam) tahun; atau

b. terdapat kesalahan pada hasil kajian atau penelitian terdahulu.

(2) Pendaftaran kembali dapat diajukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, atau Masyarakat Hukum Adat yang memiliki dan/atau

menguasai Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tim Ahli melakukan evaluasi terhadap kajian sebelumnya sesuai dengan kondisi terakhir Cagar Budaya untuk direkomendasikan kepada Menteri,

gubernur, bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

(4) Pendaftaran kembali dilakukan dengan mengubah keterangan pada data

Cagar Budaya yang tersimpan di dalam Register Nasional. (5) Perubahan data pada Register Nasional atas Cagar Budaya yang

didaftarkan kembali dilakukan tanpa mengubah nomor pendaftaran.

Pasal 72

Ketentuan mengenai tata cara Register Nasional diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Menteri.

BAB V

PELINDUNGAN

Page 31: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

31

Bagian kesatu Umum

Pasal 73 (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan/atau Masyarakat

Hukum Adat berperan aktif melindungi Cagar Budaya dan/atau Objek

yang Diduga Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya.

(2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi.

(3) Pelindungan terhadap Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar

Budaya bertujuan untuk mempertahankan keberadaannya dari ancaman kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan yang disebabkan oleh faktor

alam dan/atau gangguan manusia.

(4) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.

(5) Perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri melakukan

pelindungan terhadap Benda Cagar Budaya milik Pemerintah Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri.

Bagian Kedua

Penyelamatan

Pasal 74

(1) Penyelamatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dilakukan sesuai kaidah keilmuan dan etika pelestarian, dengan

meminimalisir dampak kerusakannya.

(2) Kegiatan Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diketahui adanya indikasi dan/atau ancaman kerusakan,

kehancuran, dan kemusnahan pada Cagar Budaya dan/atau Objek yang

Diduga Cagar Budaya baik yang berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal.

(3) Faktor internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi faktor usia,

kualitas bahan, dan teknologi pengerjaan.

(4) Faktor eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi faktor alam, binatang, tumbuhan dan/atau manusia.

(5) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam

keadaan biasa dan keadaan darurat.

Pasal 75

(1) Penyelamatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dalam keadaan biasa dilakukan dengan cara:

a. perawatan;

b. perkuatan; dan/atau c. konsolidasi;

Page 32: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

32

(2) Penyelamatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

yang disebabkan oleh faktor eksternal selain dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dilakukan dengan:

a. memberi talud;

b. memberi atap; c. memberi pagar;

d. menempatkan petugas Pengamanan; dan/atau

e. pemindahan ke tempat yang aman.

(3) Penyelamatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dalam keadaan biasa karena dampak kegiatan pembangunan harus

dilakukan melalui kegiatan terencana dengan:

a. didahului kajian; b. dilakukan oleh Tenaga Ahli Pelestarian; dan

c. mempertahankan nilai penting Cagar Budaya dan/atau Objek yang

Diduga Cagar Budaya. (4) Penyelamatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan oleh Unit

Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(5) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang memiliki,

menguasai, atau mengelolanya dapat melakukan Penyelamatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang

Pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 76

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat melaporkan kepada Unit

Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya, apabila mengetahui Cagar Budaya

dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau yang

dikuasainya berada dalam keadaan darurat atau memaksa, baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia.

(2) Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang

berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya setelah menerima laporan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera melakukan Penyelamatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dalam keadaan

darurat atau memaksa baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia.

(3) Penyelamatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan manajemen

Penyelamatan sebagai berikut:

a. mitigasi bencana; b. tindakan siaga bencana;

c. tanggap darurat;

d. tindakan pemulihan; e. koordinasi; dan

Page 33: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

33

f. pemantauan serta pembinaan.

(4) Manajemen Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang

berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya bekerja sama dengan

instansi terkait.

Pasal 77

Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf a

berupa tindakan terhadap Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya, meliputi:

a. melakukan pendataan lengkap di daerah rawan bencana;

b. melakukan pemetaan dan permasalahan di daerah rawan bencana serta analisis resikonya;

c. menentukan prioritas Penyelamatan;

d. sosialisasi dan penyebarluasan informasi tentang tata cara Penyelamatan dalam menghadapi bencana; dan

e. meningkatkan kerja sama dengan kelompok sosial masyarakat di sekitar

lokasi.

Pasal 78

Tindakan siaga bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf

b, meliputi: a. penyusunan kebijakan dan strategi;

b. penyiapan sumber daya manusia;

c. penyiapan sarana dan prasarana; d. penyusunan prosedur operasi standar;

e. pelatihan dan simulasi secara berkala;

f. membuat dan menempatkan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana;

g. membuat rencana dan memberi informasi jalur-jalur evakuasi jika terjadi

bencana; h. penyimpanan sementara Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga

Cagar Budaya; dan

i. tindakan lain yang dipandang perlu sesuai peraturan perundang-

undangan.

Pasal 79

Tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf c terhadap Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dilakukan

melalui tindakan:

a. penjagaan; b. pemasangan sarana pelindung;

c. pemasangan garis Pengamanan;

d. pengumpulan bagian-bagian yang hancur;

Page 34: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

34

e. pengangkatan, pemindahan, dan penyimpanan sebagian atau seluruhnya ke

tempat aman; dan/atau f. pencatatan dan perekaman.

Pasal 80

Tindakan pemulihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf d

meliputi pembersihan, perbaikan, pemulihan keterawatan objek, pemulihan

lingkungan, dan Pemeliharaan, dengan melibatkan Setiap Orang dan/atau

Masyarakat Hukum Adat.

Pasal 81

(1) Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf e, meliputi:

a. identifikasi pihak-pihak yang terlibat;

b. penentuan tugas, peran dan tanggung jawab masing-masing pihak; dan c. penyediaan dana yang diperlukan.

(2) Pihak-pihak yang terlibat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

terdiri atas: a. instansi yang yang bertanggung jawab di bidang Pekerjaan Umum,

Perhubungan, Energi dan Sumber Daya Mineral, Kehutanan,

Lingkungan Hidup, Kelautan, dan/atau Badan Penanggulangan

Bencana Nasional/Daerah; b. Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik

Indonesia;

c. lembaga penelitian dan/atau perguruan tinggi; d. lembaga swadaya masyarakat; dan/atau

e. Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat.

(3) Penentuan tugas, peran dan tanggung jawab masing-masing pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan ketentuan yang

berlaku.

(4) Koordinasi dalam pencegahan dan penanggulangan resiko bencana terhadap Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah

Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(5) Penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menjadi tanggung jawab Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi yang berwenang

di bidang Pelestarian Cagar Budaya, dengan bantuan dana dari instansi

terkait serta pihak-pihak yang terlibat.

Pasal 82

Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf f meliputi langkah-langkah untuk:

a. mengetahui pelaksanaan penanggulangan bencana;

b. melakukan penilaian;

Page 35: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

35

c. melakukan pembenahan terhadap pelaksanaan penanggulangan bencana;

dan d. memantau secara terus-menerus terhadap proses penanggulangan bencana.

Pasal 83 (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf f

dilakukan dengan cara pendidikan dan pelatihan atau bimbingan teknis.

(2) Pendidikan dan pelatihan atau bimbingan teknis sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kesadaran, kepedulian, kesiapsiagaan dalam mencegah dan menghadapi

bencana terhadap Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar

Budaya. (3) Bentuk pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. memasukkan pengetahuan tentang resiko bencana terhadap Cagar

Budaya dalam kurikulum pendidikan formal; dan b. menyelenggarakan penyuluhan dan sosialisasi.

(4) Bentuk pelatihan atau bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) meliputi: a. pelatihan dasar;

b. pelatihan lanjutan;

c. pelatihan teknis; dan/atau

d. simulasi.

Paragraf 1

Pengangkatan

Pasal 84

(1) Pengangkatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya Di Air dalam rangka penyelamatan hanya dapat dilakukan dalam keadaan

darurat, oleh Unit Pelaksana Teknis, instansi Pemerintah Daerah yang

berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya, Setiap Orang, dan/atau Masyarakat Hukum Adat.

(2) instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar

Budaya, Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat, yang

melakukan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berkoodinasi dengan Unit Pelaksana Teknis.

(3) Unit Pelaksana Teknis dan instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di

bidang Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki kualifikasi di bidang

pengangkatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

Di Air.

Pasal 85

Page 36: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

36

(1) Pengangkatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan keutuhan, keselamatan, dan keamanan, sesuai standar

pengangkatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

Di Air.

(2) Pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan

kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan menjadi tanggung jawab

pelaksana.

(3) Pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan perawatan, sesuai standar perawatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang

Diduga Cagar Budaya Di Air, dan dilakukan pemindahan ke tempat lain

yang aman.

(4) Lokasi asal Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya Di

Air yang diangkat harus dicatat kedalaman serta titik koordinatnya.

Paragraf 2

Pemindahan

Pasal 86

(1) Pemindahan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

dalam rangka Penyelamatan dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis dan

instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang pelestarian Cagar

Budaya, dapat bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki kualifikasi di bidang pemindahan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar

Budaya.

(2) Pemindahan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dapat dilakukan oleh Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat

dengan melaporkan kepada Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi yang

berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(3) Pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat

didahului dengan tindakan ekskavasi penyelamatan.

Pasal 87

(1) Pemindahan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

dilakukan dengan memperhatikan keutuhan bentuk, keselamatan, dan

keamanan, serta dilakukan sesuai standar pemindahan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya.

(2) Pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan

kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan menjadi tanggung jawab pelaksana.

Page 37: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

37

(3) Keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor:

a. lingkungan, berupa tingkat kelembaban udara, suhu udara, pencahayaan, curah hujan, air, angin, dan/atau api; dan

b. tindakan, berupa benturan, gerakan, tekanan, dan/atau gesekan.

(4) Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kemungkinan terjadinya:

a. pencurian;

b. perusakan;

c. penyanderaan; d. pemusnahan; dan/atau

e. penghancuran.

(5) Pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan ke tempat lain yang aman serta lokasi asal Cagar Budaya dan/atau Objek

yang Diduga Cagar Budaya yang dipindah harus diberi tanda dan dicatat

titik koordinatnya.

Paragraf 3

Penyimpanan

Pasal 88

(1) Penyimpanan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

dalam rangka Penyelamatan dilakukan dengan memperhatikan keutuhan, keselamatan, dan keamanannya.

(2) Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di

dalam ruangan, di bawah pelindung, maupun di alam terbuka.

(3) Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan

memperhatikan faktor:

a. lokasi; b. kondisi;

c. jenis bahan;

d. kerapuhannya; e. kelompok; dan

f. kesatuannya.

(4) Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan

dengan menggunakan metode, teknik, dan peralatan yang sesuai.

(5) Penyimpanan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

yang sedikit jumlahnya, unik rancangannya, langka jenisnya, atau bernilai

tinggi harus dilakukan pada tempat khusus untuk menjaga keamanan dan keselamatannya.

Pasal 89

Page 38: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

38

(1) Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, dilakukan oleh Unit

Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(2) Penyimpanan dalam rangka Penyelamatan dapat dilakukan oleh Setiap

Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dengan melaporkan kepada Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di

bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(3) Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang

berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya melakukan pemeriksaan terhadap lokasi penyimpanan.

(4) Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang

berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya memerintahkan pemindahan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya ke

tempat yang lebih aman apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) terbukti lokasi penyimpanan tidak memenuhi syarat.

Bagian Ketiga Pengamanan

Pasal 90

(1) Pengamanan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dilakukan untuk mencegah atau menanggulangi terjadinya kerusakan,

kehancuran, atau kemusnahan, baik disebabkan oleh faktor alam atau

tindakan manusia dengan tetap memperhatikan pemanfaatannya bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, agama, kebudayaan, dan/atau pariwisata.

(2) Pengamanan terhadap Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dilakukan dengan tindakan:

a. memberi pelindung;

b. menyimpan; c. menempatkannya pada tempat yang terhindar dari gangguan alam dan

manusia; dan/atau

d. menempatkan juru pelihara, Polisi Khusus dan/atau memberi sarana

Pengamanan. (3) Memberi pelindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a

dilakukan dengan memagar, menutup, atau memberi atap pada Cagar

Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya. (4) Memberi sarana Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

d dilakukan dengan menempatkan peralatan untuk melakukan

pemantauan, pemindaian, dan pelacakan.

Pasal 91

Page 39: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

39

(1) Pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, dilakukan oleh pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya dan/atau Objek yang

Diduga Cagar Budaya dengan pendanaan ditanggung oleh pemilik

dan/atau yang menguasainya. (2) Unit Pelaksana Teknis dan/atau Instansi yang berwenang di bidang

Pelestarian Cagar Budaya dapat memberikan bantuan juru pelihara

dan/atau Polisi Khusus apabila pemilik Cagar Budaya dan/atau Objek

yang Diduga Cagar Budaya tidak mampu menyediakannya.

Pasal 92

(1) Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya melakukan pembinaan

dan/atau pemantauan terhadap upaya Pengamanan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 90. (2) Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang

berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya dapat mengambil alih

Pengamanan apabila pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya tidak melakukan Pengamanan

sesuai ketentuan yang berlaku dengan biaya ditanggung oleh pemilik

dan/atau yang menguasainya.

(3) Pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dapat mengajukan permohonan agar Pengamanan

dikembalikan kepadanya, dengan membuat pernyataan bahwa pemilik

dan/atau yang menguasai Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya akan melakukan Pengamanan sesuai ketentuan yang

berlaku.

Pasal 93

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengangkat juru pelihara

dan/atau Polisi Khusus untuk melakukan Pengamanan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya.

(2) Juru pelihara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berstatus

Pegawai Negeri Sipil maupun tenaga honorer.

(3) Polisi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berstatus Pegawai Negeri Sipil.

(4) Polisi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan

tugasnya, berkoordinasi dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelestarian Cagar Budaya,

Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Unit Pelaksana Teknis

dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 94

Page 40: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

40

(1) Pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya dan/atau Objek yang

Diduga Cagar Budaya dapat mengalihkan Kepemilikan, memindahkan, memisahkan, membawa ke luar wilayah Indonesia, ke luar wilayah

provinsi, ke luar wilayah kabupaten/kota, mengubah fungsi, dan/atau

melakukan Perbanyakan dalam rangka Pengamanan Cagar Budaya, setelah memperoleh izin.

(2) Membawa ke luar wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a. hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penelitian, promosi

kebudayaan, dan/atau pameran; b. sedapat mungkin diasuransikan; dan

c. melampirkan sistem Pengamanan untuk memindahkan dan/atau

memisahkan. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan syarat-syarat:

a. diajukan oleh pemilik dan/atau yang menguasai dengan surat

permohonan yang memuat: 1) identitas pemohon;

2) identitas Cagar Budaya; dan

3) maksud dan tujuan. dan

b. melampirkan proposal apabila bertujuan untuk kegiatan.

(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diajukan kepada

Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. (5) Gubernur, atau bupati/wali kota dalam memberikan izin sebagaimana

dimaksud pada ayat (4), harus memperoleh rekomendasi terlebih dahulu

dari Unit Pelaksana Teknis.

Pasal 95 (1) Petugas imigrasi dan bea cukai memeriksa benda yang dicurigai Cagar

Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya yang dibawa ke luar

wilayah Indonesia dengan memeriksa surat izin untuk kepentingan

penelitian atau promosi. (2) Dalam hal surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat

ditunjukkan, petugas imigrasi dan/atau bea cukai melakukan penegahan

terhadap benda yang dicurigai Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya.

(3) Benda yang ditegah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diserahkan

kepada Instansi yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya untuk dilakukan pengkajian sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar

Budaya.

Bagian Keempat

Zonasi

Pasal 96

Page 41: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

41

(1) Zonasi dibuat berdasarkan prinsip:

a. pelindungan; b. keseimbangan;

c. kelestarian;

d. koordinasi; dan e. pemberdayaan masyarakat.

(2) Zonasi dibuat berdasarkan kriteria lokasi atau satuan ruang geografis yang

sudah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar

Budaya yang: a. rawan ancaman yang disebabkan faktor alam maupun manusia;

b. mempunyai potensi Pengembangan dan Pemanfaatan; dan/atau

c. memerlukan pengelolaan khusus.

Pasal 97

(1) Zonasi dibuat berdasarkan hasil kajian terhadap ruang Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya untuk kepentingan Pelindungan

Cagar Budaya.

(2) Kajian Zonasi dilakukan oleh Direktorat yang bertanggungjawab di bidang Pelestarian Cagar Budaya, Unit Pelaksana Teknis, atau instansi

Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya

bekerja sama dengan:

a. kementerian teknis di bidang tata ruang dan/atau instansi yang berwenang di bidang tata ruang; dan

b. akademisi.

(3) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk menentukan luas zona, batas zona, sistem zona, dan tata letak dengan

memperhatikan:

a. kepentingan negara, kepentingan daerah, dan kepentingan masyarakat; b. kepadatan serta persebaran Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga

Cagar Budaya dalam satuan ruang geografis;

c. pelestarian kebudayaan pendukung Cagar Budaya yang masih hidup di masyarakat; dan

d. lingkungan alam.

(4) Penentuan luas zona, batas zona, dan sistem zona sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal terhadap Cagar Budaya maupun lingkungannya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(5) Lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa: a. daratan;

b. perairan;

c. perbatasan antara daratan dengan perairan; atau d. udara dan angkasa.

Pasal 98

Page 42: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

42

(1) Zonasi dilakukan dengan membagi ruang menjadi beberapa zona

berdasarkan tingkat kepentingan dan rencana pemanfaatannya, yaitu: a. Zona Inti;

b. Zona Penyangga;

c. Zona Pengembangan; dan/atau d. Zona Penunjang.

(2) Zona Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan area

pelindungan utama untuk menjaga bagian dari Situs Cagar Budaya

dan/atau Kawasan Cagar Budaya yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya yang paling penting.

(3) Zona Penyangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan

area yang melindungi Zona Inti. (4) Zona Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

merupakan area yang diperuntukan bagi Pengembangan potensi Cagar

Budaya untuk kepentingan rekreasi, konservasi lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan kepariwisataan.

(5) Zona Penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan

area yang diperuntukkan bagi penempatan sarana dan prasarana penunjang untuk mendukung kegiatan usaha dan/atau rekreasi umum.

(6) Zonasi pada satu Kawasan Cagar Budaya dapat terdiri atas lebih dari satu

Zona Inti.

(7) Komposisi jumlah zona, penempatan, dan keluasannya dibuat berdasarkan keadaan dengan mengutamakan Pelindungan Benda Cagar Budaya,

Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau lanskap

budaya yang berada di dalam Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya.

Pasal 99

(1) Zona Inti, Zona Penyangga, Zona Pengembangan, dan Zona Penunjang,

dapat dimanfaatkan untuk rekreasi, edukasi, apresiasi, dan religi.

(2) Pemanfaatan Zona Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kriteria:

a. mutlak untuk mempertahankan keaslian Cagar Budaya;

b. tidak boleh merusak atau mencemari Cagar Budaya maupun nilainya;

c. tidak boleh mengubah fungsi, kecuali tetap mempertahankan prinsip Pelestarian Cagar Budaya;

d. tidak boleh untuk kepentingan komersial, kecuali memenuhi kepatutan;

e. tidak boleh didirikan bangunan baru atau fasilitas lain kecuali taman, fasilitas pelindung, dan fasilitas Pengamanan; dan

f. tidak menjadi ruang kegiatan yang bertentangan dengan sifat

kesakralan.

(3) Pemanfaatan Zona Penyangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

memenuhi ketentuan:

a. untuk melindungi Zona Inti;

Page 43: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

43

b. tidak boleh untuk kepentingan komersial, kecuali memenuhi kepatutan;

c. tidak boleh didirikan bangunan baru atau fasilitas lain kecuali taman, fasilitas pendukung, dan fasilitas Pengamanan; dan

d. dapat digunakan untuk ruang kegiatan yang tidak bertentangan dengan

kelestarian.

(4) Pemanfaatan Zona Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

didasarkan pada kriteria:

a. mengembangkan nilai manfaat dari Cagar Budaya;

b. dapat dipergunakan untuk tempat fasilitas umum; c. dapat dipergunakan untuk kawasan permukiman dan fasilitas

pendukung; dan/atau

d. dapat untuk kepentingan komersial dengan mempertahankan nilai lingkungan budaya.

(5) Pemanfaatan Zona Penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

didasarkan pada kriteria: a. diperuntukkan bagi penempatan sarana dan prasarana penunjang;

b. untuk kegiatan komersial dan rekreasi umum; dan

c. luas Zona Penunjang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan setempat.

Pasal 100

(1) Pemanfaatan ruang secara vertikal dapat dilakukan pada zona horizontal, yaitu ruang yang berada di atas dan di bawah Zona Inti, Zona Penyangga,

Zona Pengembangan, dan Zona Penunjang.

(2) Pemanfaatan ruang secara vertikal di atas Zona Inti dan Zona Penyangga harus memenuhi kriteria:

a. tidak boleh mengganggu kelayakan pandang Bangunan Cagar Budaya;

b. tidak boleh melakukan penerbangan di atasnya yang dapat menimbulkan kerusakan Cagar Budaya;

c. tidak boleh dilewati kabel jaringan saluran ultra tegangan tinggi; dan

d. ketinggian fasilitas pendukung, dan fasilitas Pengamanan tidak boleh menyamai dan melebihi Bangunan Cagar Budaya.

(3) Pemanfaatan ruang secara vertikal di bawah Zona Inti dan Zona Penyangga

tidak boleh mengancam keberadaan Cagar Budaya yang ada di atasnya.

(4) Pemanfaatan ruang secara vertikal dalam Zona Pengembangan dan Zona Penunjang untuk berbagai kepentingan dilakukan dengan tetap

mengutamakan kelestarian Cagar Budaya.

Pasal 101

Zonasi Cagar Budaya harus diikuti sebagai acuan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah sesuai peringkat Cagar Budaya.

Pasal 102

Page 44: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

44

(1) Cara penentuan Zonasi dilakukan dengan: a. teknik blok;

b. teknik sel; dan

c. teknik gabungan. (2) Teknik blok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diterapkan

jika Zonasi mencakup keseluruhan Situs Cagar Budaya atau Kawasan

Cagar Budaya menjadi satu kesatuan.

(3) Teknik sel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterapkan pada wilayah yang mengandung sebaran Situs Cagar Budaya yang jaraknya

relatif dekat dan tidak teratur.

(4) Teknik gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterapkan pada satu Kawasan Cagar Budaya jika persebaran Situs Cagar Budaya

tidak merata.

Pasal 103

(1) Penentuan batas zona dapat dibedakan atas:

a. batas asli; b. batas budaya;

c. batas arbitrer;

d. hubungan kontekstual;

e. cakupan pandangan; dan/atau f. batas alam.

(2) Batas asli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan batas

Cagar Budaya yang masih dapat dikenali berdasarkan sebaran dan kepadatan temuan arkeologi.

(3) Batas budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan

batas kewilayahan menurut kesepakatan pendukung yang berbeda atau persebaran kelompok etnik tertentu.

(4) Batas arbitrer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan

batas yang ditentukan berdasarkan kebutuhan Pengamanan, batas wilayah pemerintahan, atau batas Kepemilikan tanah.

(5) Batas hubungan kontekstual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d

merupakan batas antara Cagar Budaya dengan lingkungan alam dan sosial

budaya. (6) Batas cakupan pandangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e

merupakan batas pandangan mata terhadap Bangunan Cagar Budaya atau

Struktur Cagar Budaya. (7) Batas alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan batas

yang terbentuk secara alamiah.

Pasal 104

Penetapan Zonasi terhadap Bangunan Cagar Budaya peninggalan kolonial

dan/atau Situs Cagar Budaya yang berada di perkotaan dilakukan dengan radius 100 (seratus) meter dari batas terluar Zona Inti.

Page 45: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

45

Pasal 105

(1) Zonasi untuk Cagar Budaya Di Air dibagi menjadi Zona Inti, Zona Penyangga Zona Pengembangan, dan Zona Pemanfaatan.

(2) Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan

posisi dan persebaran Cagar Budaya. (3) Penetapan Zonasi Cagar Budaya Di Air dilakukan oleh:

a. Menteri, apabila Cagar Budaya Di Air berada di laut dengan jarak lebih

dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;

b. gubernur, apabila Cagar Budaya Di Air berada di laut dengan jarak antara 4 (empat) sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai; dan

c. bupati atau wali kota, apabila Cagar Budaya Di Air berada di laut

dengan jarak kurang dari 4 (empat) mil dari garis pantai.

Pasal 106

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya mengeluarkan Surat Keputusan tentang luas dan batas-batas zona

berdasarkan hasil kajian teknis Unit Pelaksana Teknis.

(2) Pengaturan Zonasi Cagar Budaya yang berada di dalam atau bersinggungan dengan sistem Zonasi lain:

a. ditetapkan tanpa dilakukan perubahan batas selama zonasi lain

mempunyai fungsi Pelestarian;

b. ditetapkan batas baru yang disepakati oleh pihak yang berkepentingan apabila fungsi zonasi lain bukan untuk Pelestarian akan tetapi dapat

mendukung upaya Pelestarian; atau

c. apabila fungsi zonasi lain bertentangan dengan upaya Pelestarian, sistem Zonasi lain dapat:

1) dibatalkan sebagian atau seluruhnya untuk kepentingan

Pelestarian Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya; atau 2) dilakukan perubahan atas luas dan batasnya untuk disesuaikan

dengan kebutuhan Pelestarian Situs Cagar Budaya atau Kawasan

Cagar Budaya. (3) Pengaturan Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas

hasil Penelitian yang melibatkan pemangku kepentingan.

Pasal 107

(1) Zonasi dibuat setelah suatu lokasi ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya

atau satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau

lebih ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya.

(2) Zonasi dilakukan tanpa mengubah luas dan batas Situs Cagar Budaya

atau Kawasan Cagar Budaya yang telah ditetapkan.

Bagian Kelima

Pemeliharaan

Page 46: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

46

Pasal 108

(1) Pemeliharaan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dilakukan dengan perawatan secara preventif maupun kuratif.

(2) Perawatan secara preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan cara perawatan rutin, sehari-hari, maupun berkala dengan tujuan untuk menjaga kebersihan atau keterawatan Cagar Budaya dan/atau

Objek yang Diduga Cagar Budaya.

(3) Perawatan secara kuratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan cara perawatan tradisional maupun modern untuk menanggulangi Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya yang telah

rusak dan/atau lapuk.

Pasal 109

(1) Biaya perawatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar

Budaya dibebankan kepada pemilik dan/atau yang menguasai.

(2) Pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya dan/atau Objek yang

Diduga Cagar Budaya yang tidak mampu membiayai perawatan dapat

mengajukan permohonan bantuan biaya perawatan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah, disertai dengan surat keterangan tidak mampu

dari pejabat yang berwenang.

Pasal 110

(1) Perawatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

dilakukan melalui tahap studi teknis perawatan, pelaksanaan perawatan,

dan pengawasan perawatan. (2) Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang

berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya melaksanakan perawatan

Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya, dengan mengangkat juru pelihara yang bertugas merawat dan memelihara Cagar

Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya sesuai dengan

keterampilannya.

Bagian Keenam

Pemugaran

Pasal 111

(1) Unit Pelaksana Teknis atau instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di

bidang Pelestarian Cagar Budaya melakukan Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya sesuai dengan peringkat Cagar

Budaya.

(2) Pemilik dan/atau yang menguasai Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya dapat melakukan Pemugaran didasarkan izin

dengan syarat:

Page 47: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

47

a. mengajukan surat permohonan izin Pemugaran yang memuat:

1) identitas pemohon; 2) identitas Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar

Budaya yang akan dipugar; dan

3) waktu dan lokasi Pemugaran. b. melampirkan foto kopi surat Penetapan Cagar Budaya yang dilegalisir;

c. melampirkan foto kopi Surat Keterangan Kepemilikan Cagar Budaya

yang dilegalisir;

d. dokumen studi kelayakan untuk dapat dipugar; e. rencana studi teknis dan rencana Pemugaran;

f. menginformasikan Tenaga Ahli Pelestarian yang akan menjadi

konsultan; g. dokumen analisis mengenai dampak lingkungan apabila Pemugaran

berpotensi menimbulkan dampak pada kerusakan lingkungan; dan

h. surat keterangan pendanaan. (3) Permohonan izin Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan

kewenangannya. (4) Gubernur, atau bupati/wali kota dalam memberikan izin sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), harus memperoleh kajian teknis terlebih dahulu

dari Unit Pelaksana Teknis.

(5) Pemilik dan/atau yang menguasai Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya dalam melakukan Pemugaran sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) didampingi oleh Unit Pelaksana Teknis dan/atau

instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya dalam bentuk konsultasi.

Pasal 112

(1) Pemugaran terhadap Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar

Budaya dapat dilakukan, baik sebagai satu kesatuan maupun kompleks,

untuk mengembalikan kondisi fisik yang rusak. (2) Kondisi fisik yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

keadaan melesak, miring, roboh, retak, pecah, runtuh, patah, lapuk,

dan/atau melendut pada struktur maupun komponen Bangunan Cagar

Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya. (3) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya

harus memperhatikan:

a. prinsip-prinsip keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan;

b. kondisi semula, dengan kemungkinan tingkat perubahan sekecil

mungkin; c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak;

dan

d. kompetensi pelaksana di bidang Pemugaran.

Page 48: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

48

Pasal 113

(1) Prinsip keaslian bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (3) huruf a merupakan prinsip bahan bangunan yang dipakai pada saat

dibangun atau ketika pertama kali ditemukan sesuai dengan data yang ada

yang mencakup jenis, kualitas, dan asal bahan. (2) Prinsip keaslian bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (3)

huruf a merupakan prinsip bentuk bangunan pada saat awal dibangun

atau ketika pertama kali ditemukan sesuai dengan data yang ada yang

mencakup komponen, unsur, dan warna. (3) Prinsip keaslian tata letak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (3)

huruf a merupakan prinsip tata letak bangunan pada saat dibangun atau

ketika pertama kali ditemukan sesuai dengan data yang ada yang mencakup kedudukan, arah hadap, orientasi bangunan terhadap

lingkungannya.

(4) Prinsip keaslian gaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (3) huruf a merupakan prinsip gaya bangunan yang dipakai pada saat

dibangun atau ketika pertama kali ditemukan sesuai dengan data yang ada

yang mencakup komponen langgam, gaya, dan ragam hias. (5) Prinsip keaslian teknologi pengerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

112 ayat (3) huruf a merupakan prinsip pengerjaan teknologi bangunan

yang dipakai pada saat dibangun atau ketika pertama kali ditemukan

sesuai dengan data yang ada yang mencakup teknologi dan cara pembangunannya.

(6) Penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (3) huruf c merupakan penggunaan teknik, metode dan bahan yang tidak menyebabkan

berkurangnya nilai arsitektur, seni, dan/atau kelestarian fisik Bangunan

Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya. (7) Kompetensi pelaksana di bidang Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 112 ayat (3) huruf d, dinilai oleh Unit Pelaksana Teknis dengan

memperhatikan keahlian dan pengalaman pelaksana dalam Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya.

Pasal 114

Pemugaran terhadap Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya dilakukan dengan tahapan pra Pemugaran, Pemugaran, dan pasca

Pemugaran.

Pasal 115

(1) Tahapan pra Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 meliputi

kegiatan studi kelayakan, studi teknis, dan perencanaan Pemugaran. (2) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk

menetapkan kelayakan Pemugaran berdasarkan penilaian atas nilai

sejarah dan kepurbakalaan yang terkandung dalam Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya.

Page 49: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

49

(3) Studi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan

untuk mengumpulkan data teknis sebagai bahan perencanaan Pemugaran. (4) Perencanaan Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

tatacara dan teknik Pemugaran berdasarkan data studi teknis.

Pasal 116

(1) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dilakukan dengan

memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkan Bangunan Cagar

Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya dengan tujuan memperbaiki struktur dan pemulihan arsitekturalnya.

(2) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara

rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.

Pasal 117

(1) Perbaikan struktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) dilaksanakan untuk menanggulangi atau mencegah kerusakan lebih lanjut

terhadap Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya.

(2) Perbaikan struktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memperkuat struktur dari Bangunan Cagar Budaya dan/atau

Struktur Cagar Budaya.

(3) Pemulihan arsitektural sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1)

dilaksanakan untuk mengembalikan bentuk arsitektural sesuai bentuk aslinya berdasarkan hasil studi teknis.

(4) Pengembalian arsitektural sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan

dengan cara memperbaiki Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya.

Pasal 118 Pasca Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dilaksanakan

dalam bentuk penataan lahan dan lingkungan Situs Cagar Budaya dan/atau

Kawasan Cagar Budaya, yang bertujuan untuk kelestarian Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya.

Pasal 119

(1) Setiap tahapan Pemugaran dilakukan Penelitian, pendokumentasian, dan pengawasan.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

pengamatan dan pengkajian terhadap temuan-temuan yang diperoleh dalam seluruh proses Pemugaran.

(3) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk

perekaman data dan nilai-nilai yang terkandung dalam Cagar Budaya dalam bentuk tulisan, gambar, dan foto atau film sebagai sumber informasi

bagi Pengembangan dan Pemanfaatan Cagar Budaya.

(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menjamin dan mengarahkan agar pelaksanaan teknis Pemugaran tidak

Page 50: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

50

menyimpang dari rencana dan tujuan yang telah ditetapkan sesuai

peraturan yang berlaku.

Pasal 120

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan dana kepada pemilik dan/atau yang menguasai Bangunan Cagar Budaya

dan/atau Struktur Cagar Budaya yang akan melakukan Pemugaran.

(2) Besarnya bantuan dana ditentukan berdasarkan kebutuhan Pemugaran

dan kemampuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dengan tetap memperhatikan peringkat Cagar Budaya, kondisi ekonomi pemilik

dan/atau yang menguasai Cagar Budaya, serta kelestarian Cagar Budaya

yang akan dipugar. (3) Pemilik dan/atau yang menguasai Bangunan Cagar Budaya dan/atau

Struktur Cagar Budaya dapat memperoleh bantuan dana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan syarat: a. mengajukan surat permohonan yang memuat:

1) identitas pemohon;

2) identitas Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya; 3) kebutuhan dana Pemugaran;

4) alasan pengajuan bantuan dana; dan

5) waktu dan lokasi Pemugaran.

dan b. melampirkan surat keterangan tidak mampu dari lurah/kepala desa

yang dikuatkan oleh camat.

(4) Selain bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) instansi yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya dapat memberikan

bantuan lain dalam bentuk tenaga teknis, bahan, peralatan, advokasi,

dan/atau fasilitas lainnya.

Pasal 121

Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan/atau Masyarakat Hukum Adat dilarang melakukan Pemugaran dengan membuat bangunan baru

dan/atau struktur baru yang menggunakan keseluruhan dan/atau bagian-

bagian Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya yang ada.

Pasal 122

Ketentuan mengenai Pelindungan diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Menteri.

BAB VI PENGEMBANGAN

Bagian Kesatu Umum

Page 51: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

51

Pasal 123

(1) Pengembangan Cagar Budaya bertujuan untuk meningkatkan potensi nilai, informasi, promosi, dan Pemanfaatan Cagar Budaya.

(2) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui

kegiatan Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi. (3) Peningkatan potensi nilai dalam rangka Pengembangan Cagar Budaya

meliputi peningkatan potensi nilai akademis, nilai ideologis serta nilai

ekonomis.

(4) Peningkatan informasi dan promosi untuk Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan cara:

a. penerbitan buku, leaflet, brosur, poster;

b. pameran, sosialisasi, workshop.

Pasal 124

Perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengembangan Benda Cagar Budaya milik

Pemerintah Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri.

Bagian Kedua

Penelitian

Pasal 125 (1) Penelitian dalam rangka Pengembangan Cagar Budaya bertujuan untuk

menghimpun informasi serta mengungkap, memperdalam, dan

menjelaskan nilai-nilai budaya. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:

a. instansi Pemerintah yang berwenang di bidang Penelitian arkeologi;

b. Instansi Pemerintah yang Berwenang di Bidang Pelestarian Cagar Budaya;

c. Instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar

Budaya; d. instansi Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lainnya; dan/atau

e. Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat.

(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan terhadap

Cagar Budaya milik dan/atau yang dikuasai oleh: a. Setiap Orang dan/atau Masyarakat hukum Adat;

b. Pemerintah; dan/atau

c. Pemerintah Daerah. (4) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan izin dari

Menteri, gubernur, bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

(5) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disertai syarat: a. mengajukan surat permohonan yang memuat:

1) identitas peneliti;

2) Cagar Budaya yang akan diteliti; 3) jenis Penelitian;

Page 52: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

52

4) tujuan Penelitian;

5) jangka waktu Penelitian; dan 6) lokasi Penelitian.

b. melampirkan proposal Penelitian;

c. pernyataan kesanggupan menyerahkan laporan Penelitian dan mempublikasikan hasil Penelitian; dan

d. menyerahkan laporan Penelitian dan bukti publikasi hasil Penelitian

apabila sebelumnya pernah melakukan Penelitian.

(6) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya memeriksa dan mempertimbangkan:

a. kelengkapan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

b. prinsip keamanan, kemanfaatan, keterawatan, keaslian, serta nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya;

c. kemanfaatan hasil Penelitian bagi Pengembangan Cagar Budaya; dan

d. dipenuhinya kewajiban publikasi laporan Penelitian yang sudah dilakukan pada masa sebelumnya.

Pasal 126 (1) Penelitian untuk Pengembangan Cagar Budaya meliputi Penelitian dasar

dan/atau Penelitian terapan.

(2) Penelitian dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

tujuan untuk Pengembangan ilmu pengetahuan, rekonstruksi sejarah kebudayaan, cara hidup manusia masa lampau, dan proses budaya.

(3) Penelitian terapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

tujuan untuk mengembangkan metode dan teknik Pelestarian, promosi dan Pemanfaatan Cagar Budaya.

(4) Penelitian dasar dan Penelitian terapan untuk Pengembangan Cagar

Budaya dilakukan dengan menggunakan metodologi Penelitian ilmiah yang berlaku.

Pasal 127 (1) Penelitian yang dilakukan orang asing atau lembaga asing berlaku

ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 125 ayat (1), ayat (3), dan ayat

(5), dan Pasal 126.

(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penelitian bagi orang asing atau lembaga asing harus izin Menteri, disertai:

a. rekomendasi dari kementerian atau lembaga yang membidangi

Penelitian dan Pengembangan; dan b. bermitra kerja dengan Instansi Pemerintah yang Berwenang di

Bidang Pelestarian Cagar Budaya yang dituangkan dalam bentuk

nota kesepahaman atau bentuk lain dari perjanjian. (3) Menteri memeriksa dan mempertimbangkan:

a. kelengkapan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

b. prinsip keamanan, kemanfaatan, keterawatan, keaslian, serta nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya;

c. kemanfaatan hasil Penelitian bagi Pengembangan Cagar Budaya; dan

Page 53: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

53

d. dipenuhinya kewajiban publikasi laporan Penelitian yang sudah

dilakukan pada masa sebelumnya.

Bagian Ketiga

Revitalisasi

Pasal 128

(1) Revitalisasi dilakukan terhadap Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar

Budaya, dengan melakukan kegiatan yang berupa: a. menata kembali fungsi ruang;

b. menumbuhkan kembali nilai budaya; dan

c. menguatkan informasi tentang Cagar Budaya.

(2) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh

Instansi yang Berwenang di Bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(3) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat melakukan Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 129 (1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang akan melakukan

Revitalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (3) didasarkan

izin.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan syarat:

a. mengajukan surat permohonan yang berisi identitas pemohon, identitas Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya, jenis kegiatan,

tujuan, jangka waktu, dan lokasi;

b. melampirkan izin pemilik dan/atau yang menguasai Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya bagi pemohon yang bukan pemilik

dan/atau yang menguasai;

c. melampirkan rencana induk (master plan) kegiatan Revitalisasi; d. melampirkan hasil kajian teknis dari Unit Pelaksana Teknis;

e. melampirkan izin mengubah fungsi ruang situs Cagar Budaya dan/atau

kawasan Cagar Budaya;

f. melampirkan perjanjian kerja sama tentang pemanfaatan hasil Revitalisasi antara pemilik dan/atau yang menguasai Situs Cagar

Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya, dengan pengelola; dan

g. melampirkan dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. (4) Gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melimpahkan kewenangan

kepada instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat dicabut

apabila pelaksanaan kegiatan Revitalisasi tidak sesuai dengan prinsip Pelestarian Cagar Budaya.

Page 54: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

54

Bagian Keempat Adaptasi

Pasal 130 (1) Adaptasi dapat dilakukan terhadap Bangunan Cagar Budaya dan/atau

Struktur Cagar Budaya, dengan melakukan kegiatan yang berupa:

a. mempertahankan nilai-nilai yang melekat;

b. menambah fasilitas sesuai kebutuhan; c. mengubah susunan ruang secara terbatas; dan/atau

d. mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan

estetika lingkungan di sekitarnya. (2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh

Instansi yang Berwenang di Bidang Pelestarian Cagar Budaya, Setiap

Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat.

Pasal 131

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang akan melakukan Adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (2) didasarkan izin.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada

Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Permohonan izin untuk melakukan Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat:

a. mengajukan surat permohonan berisi identitas pemohon, identitas

Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya, jenis kegiatan, tujuan kegiatan, jangka waktu kegiatan, dan lokasi;

b. melampirkan izin dari pemilik dan/atau yang mengusai Bangunan

Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya; c. melampirkan rencana induk (master plan) kegiatan Adaptasi; dan

d. melampirkan hasil kajian teknis dari Unit Pelaksana Teknis.

(4) Gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melimpahkan kewenangan

kepada instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian

Cagar Budaya.

(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat dicabut apabila pelaksanaan kegiatan Adaptasi tidak sesuai dengan prinsip

Pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 132

Setiap orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang melakukan kegiatan

Pengembangan wajib mendokumentasikan proses dan hasil kegiatan Pengembangan dalam bentuk laporan, serta menyerahkannya kepada pemberi

izin.

Pasal 133

Page 55: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

55

Ketentuan mengenai Pengembangan diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Menteri.

BAB VII PEMANFAATAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 134

(1) Pemanfaatan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan upaya Pelestarian Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(2) Pemanfaatan Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya harus

sesuai dengan Zonasi berdasarkan pembagian zona yang telah ditetapkan. (3) Pemanfaatan Cagar Budaya dapat dilakukan untuk kepentingan agama,

sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, dan

pariwisata. (4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemantauan terhadap

Pemanfaatan yang dilakukan oleh Setiap Orang dan/atau Masyarakat

Hukum Adat.

Pasal 135

Perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri melakukan pembinaan

dan pengawasan terhadap pemanfaatan Benda Cagar Budaya milik Pemerintah Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri.

Bagian Kedua Pemanfaatan untuk Kepentingan Agama

Pasal 136 (1) Pemanfaatan Cagar Budaya untuk kepentingan agama sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 134 ayat (3) dapat dilakukan untuk kegiatan

penyelenggaraan perayaan hari besar dan upacara/ritual keagamaan.

(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan pada semua zona.

(3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka perayaan

hari besar keagamaan tidak dipungut biaya.

Pasal 137

(1) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 didasarkan izin, kecuali untuk living monument.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat:

a. mengajukan surat permohonan yang berisi identitas penanggung jawab kegiatan, bentuk perayaan dan upacara, waktu pelaksanaan, dan

jumlah peserta; dan

Page 56: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

56

b. melampirkan proposal kegiatan.

(3) Jumlah peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus

disesuaikan dengan luas Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar

Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya.

Bagian Ketiga

Pemanfaatan untuk Kepentingan Sosial

Pasal 138

(1) Pemanfaatan Cagar Budaya untuk kepentingan sosial sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 134 ayat (3) dapat dilakukan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan.

(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap

memperhatikan dan menghormati nilai yang terkandung dalam Cagar Budaya dan dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap Cagar

Budaya.

(3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan pada Zona Penyangga, Zona Pengembangan, Zona Pendukung, dan Zona

Penunjang.

(4) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk living monument dapat dilaksanakan pada semua Zona.

Pasal 139

(1) Pemanfaatan Cagar Budaya untuk kegiatan sosial kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 didasarkan izin.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat:

a. mengajukan surat permohonan yang berisi identitas penanggung jawab kegiatan, bentuk kegiatan sosial, waktu pelaksanaan, jumlah peserta;

b. melampirkan proposal kegiatan.

(3) Jumlah peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus disesuaikan dengan luas Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar

Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya.

Bagian Keempat Pemanfaatan untuk Kepentingan Pendidikan

Pasal 140

(1) Pemanfaatan Cagar Budaya untuk kepentingan pendidikan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 134 ayat (3) dapat dilakukan melalui kegiatan: a. kemah budaya;

b. lokakarya; dan

c. kegiatan lainnya yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat tentang Pelestarian Cagar

Budaya.

Page 57: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

57

(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap

memperhatikan dan menghormati nilai yang terkandung dalam Cagar Budaya dan dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap Cagar

Budaya.

(3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan pada semua Zona.

Pasal 141

(1) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 didasarkan izin. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat:

a. mengajukan surat permohonan yang berisi identitas penanggung jawab

kegiatan, bentuk kegiatan pendidikan, waktu pelaksanaan, jumlah peserta; dan

b. melampirkan proposal kegiatan.

(3) Jumlah peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus disesuaikan dengan luas Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar

Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya.

Bagian Kelima

Pemanfaatan untuk Kepentingan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pasal 142

(1) Pemanfaatan Cagar Budaya untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan

teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (3) dapat dilakukan melalui kegiatan Penelitian dengan memanfaatkan Cagar Budaya sebagai

objek Penelitian, serta kegiatan lain yang bertujuan untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap

memperhatikan dan menghormati nilai yang terkandung dalam Cagar

Budaya, meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap Cagar Budaya, dan/atau meningkatkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi yang

berbasis pada nilai-nilai kearifan budaya lokal.

(3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan

pada semua Zona.

Pasal 143

(1) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 didasarkan izin. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat:

a. mengajukan surat permohonan yang berisi identitas koordinator

kegiatan, bentuk kegiatan kebudayaan, waktu pelaksanaan, dan jumlah peserta; dan

b. melampirkan proposal kegiatan.

(3) Jumlah peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus disesuaikan dengan luas Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar

Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya.

Page 58: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

58

Bagian Keenam Pemanfaatan untuk Kepentingan Kebudayaan

Pasal 144 (1) Pemanfaatan Cagar Budaya untuk kepentingan kebudayaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 134 ayat (3) dapat dilakukan melalui kegiatan

pagelaran, festival, pameran seni dan budaya, dan kegiatan lain yang

bertujuan meningkatkan upaya Pelestarian, memperkuat identitas nilai budaya, serta meningkatkan promosi budaya.

(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap

memperhatikan dan menghormati nilai yang terkandung dalam Cagar Budaya, meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap Cagar Budaya dan

kearifan lokal.

(3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan pada Zona Penyangga, Zona Pengembangan, Zona Pendukung, dan Zona

Penunjang.

(4) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk living monument dapat dilakukan pada semua Zona.

Pasal 145

(1) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 didasarkan izin.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat: a. mengajukan surat permohonan yang berisi identitas penanggung jawab

kegiatan, bentuk kegiatan budaya, waktu pelaksanaan, dan jumlah

peserta; dan b. melampirkan proposal kegiatan.

(3) Jumlah peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus

disesuaikan dengan luas Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar

Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya.

Bagian Ketujuh

Pemanfaatan untuk Kepentingan Pariwisata

Pasal 146

(1) Pemanfaatan Cagar Budaya untuk kepentingan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (3) dapat dilakukan melalui kegiatan

kunjungan wisata dan kegiatan lain yang bertujuan untuk wisata religi,

wisata minat khusus, wisata arkeologi, atau wisata alam yang berkaitan dengan Cagar Budaya.

(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tetap

memperhatikan dan menghormati nilai yang terkandung dalam Cagar

Budaya, meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap Cagar Budaya, dan kesejahteraan masyarakat.

Page 59: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

59

(3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan

pada semua Zona.

Pasal 147

(1) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 untuk wisata arkeologi didasarkan izin.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat:

a. mengajukan surat permohonan yang berisi identitas penanggung jawab

kegiatan, bentuk kegiatan pariwisata, waktu pelaksanaan, dan jumlah peserta; dan

b. melampirkan proposal kegiatan dan mengisi surat pernyataan tentang

kesanggupan untuk menjaga kelestarian Cagar Budaya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Jumlah peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus

disesuaikan dengan luas Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya.

Bagian Kedelapan Izin dan Pelaksanaan Pemanfaatan

Pasal 148

(1) Izin Pemanfaatan Cagar Budaya diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Gubernur atau bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat melimpahkan kewenangannya kepada Instansi Pemerintah Daerah yang Berwenang di Bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dicabut

apabila pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Cagar Budaya tidak sesuai dengan tujuannya.

Pasal 149 Pelaksanaan Pemanfaatan Cagar Budaya harus dikonsultasikan kepada dan

didampingi oleh Unit Pelaksana Teknis dan/atau Instansi Pemerintah Daerah

yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan

kewenangannya.

Bagian Kesembilan

Pemberian Fasilitasi Pemanfaatan dan Promosi

Pasal 150

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi Pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya yang dilakukan oleh Setiap Orang dan/atau

Masyarakat Hukum Adat.

(2) Fasilitasi Pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. pemberian izin Pemanfaatan;

Page 60: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

60

b. dukungan Tenaga Ahli Pelestarian;

c. dukungan dana; dan/atau d. pelatihan.

(3) Fasilitasi Pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan terhadap Pemanfaatan yang: a. mengutamakan kelestarian;

b. menambah potensi nilai Cagar Budaya; dan

c. memberdayakan masyarakat;

(4) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat memperoleh fasilitasi Pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dan ayat (3) dengan mengajukan permohonan kepada

Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Kesepuluh

Pemanfaatan yang dapat Menyebabkan Terjadinya Kerusakan

Pasal 151

(1) Pemanfaatan Cagar Budaya oleh Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan wajib

didahului kajian, Penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak

lingkungan.

(2) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang memanfaatkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan

proposal dan mempresentasikan kegiatan Pemanfaatan pada saat

pengajuan permohonan izin kepada: a. Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan

kewenangannya, apabila dapat menimbulkan kerusakan terhadap Cagar

Budaya, beserta nilainya; dan b. Instansi lingkungan hidup apabila dapat menimbulkan kerusakan

terhadap lingkungan sekitar Cagar Budaya.

(3) Pemberi izin memverifikasi proposal beserta kajian, Penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan.

Bagian Kesebelas

Pemanfaatan dengan Cara Perbanyakan

Pasal 152

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat melakukan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya dengan cara Perbanyakan hanya

dengan izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan

kewenangannya. (2) Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat:

a. mengajukan surat permohonan yang berisi identitas pihak yang akan

melakukan Perbanyakan;

Page 61: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

61

b. melampirkan rencana Perbanyakan yang memuat ukuran, bahan,

bentuk, warna, corak, dan gaya Perbanyakan yang sama dengan bentuk asli;

c. melampirkan teknik, alat, dan proses Perbanyakan, yang tidak merusak

dan/atau mengurangi bentuk asli Benda Cagar Budaya serta nilai yang terkandung di dalamnya; dan

d. untuk kepentingan koleksi Museum, Penelitian dan pendidikan.

(3) Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Benda Cagar

Budaya yang dimililiki dan/atau dikuasai Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat, dilakukan dengan seizin pemilik dan/atau yang

menguasainya.

(4) Gubernur atau bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melimpahkan kewenangannya kepada instansi Pemerintah Daerah

yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

(5) Hasil Perbanyakan Benda Cagar Budaya harus diberi tanda. (6) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)

dapat dicabut apabila pelaksanaan Perbanyakan tidak sesuai dengan

tujuannya.

Bagian Keduabelas

Pendokumentasian Cagar Budaya

Pasal 153

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat melakukan

pendokumentasian Cagar Budaya untuk kepentingan komersial hanya dengan izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan

kewenangannya.

(2) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan syarat:

a. mengajukan surat permohonan yang memuat identitas pemohon, tujuan

pendokumentasian, bentuk pendokumentasian, dan waktu pelaksanaan;

b. tidak menyebabkan kerusakan, mengurangi keaslian serta nilai-nilai

yang terkandung di dalamnya; dan

c. menyerahkan hasil dokumentasi kepada pemberi izin dan kepada pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya.

(3) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

terhadap Benda Cagar Budaya yang dimililiki dan/atau dikuasai Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat, dilakukan dengan seizin pemilik

dan/atau yang menguasainya.

(4) Gubernur, atau bupati/wali kota dalam memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memperoleh rekomendasi terlebih dahulu

dari Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang

berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

Page 62: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

62

(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)

dapat dicabut apabila pelaksanaan pendokumentasian tidak sesuai dengan tujuannya.

Pasal 154 Ketentuan mengenai Pemanfaatan diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Menteri.

BAB VIII PENGELOLAAN KAWASAN CAGAR BUDAYA

Pasal 155 (1) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dilakukan oleh Badan Pengelola.

(2) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat Hukum Adat. (3) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas

unsur Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan

masyarakat.

Pasal 156

Badan Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 diatur lebih lanjut

dengan: a. Peraturan Presiden, untuk Kawasan Cagar Budaya peringkat nasional

dan/atau Kawasan Cagar Budaya yang sudah ditetapkan sebagai Warisan

Dunia atau Cagar Budaya bersifat internasional; b. Peraturan gubernur, untuk Kawasan Cagar Budaya peringkat provinsi; dan

c. Peraturan bupati/wali kota, untuk Kawasan Cagar Budaya peringkat

kabupaten/kota.

BAB IX

PENGAWASAN

Pasal 157

(1) Pengawasan terhadap Pelestarian Cagar Budaya dilakukan Pemerintah dan

Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat ikut berperan serta dalam

pengawasan Pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 158

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

157 ayat (1) dalam melakukan Pengawasan dilaksanakan secara fungsional maupun struktural.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan Pengawasan Pelestarian

Cagar Budaya yang dilakukan Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat melalui Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah

yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

Page 63: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

63

Pasal 159

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat berperan serta dalam pengawasan Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 157 ayat (2) dengan cara:

a. memantau upaya Pelestarian Cagar Budaya; b. mencegah terjadinya pelanggaran;

c. meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;

d. memberi masukan terhadap upaya Pelestarian Cagar Budaya ;

e. melaporkan terjadinya pelanggaran; dan/atau f. mengajukan gugatan perwakilan kelompok atau gugatan oleh Lembaga

Swadaya Masyarakat terhadap perbuatan melawan hukum yang

berkaitan dengan Cagar Budaya. (2) Laporan oleh Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disampaikan kepada:

a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelestarian Cagar Budaya; atau

b. Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Laporan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan dalam hal belum ada

Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diangkat.

(4) Dalam hal Penyidik Pegawai Negeri Sipil belum dapat melaksanakan tugas

dan fungsinya, tindakan penyelidikan dan penyidikan diambil alih oleh penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB X PENDANAAN

Pasal 160 (1) Pendanaan Pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggung jawab bersama

antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

(2) Pendanaan Pelestarian Cagar Budaya dilakukan dengan prinsip proporsional yang berasal dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk Cagar Budaya

peringkat nasional;

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi untuk Cagar Budaya peringkat provinsi;

c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota untuk

Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota; (3) Pendanaan Pelestarian Cagar Budaya selain disebutkan pada ayat (2)

dapat berasal dari:

a. hasil pemanfaatan Cagar Budaya; dan/atau b. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk Penyelamatan Cagar Budaya dalam keadaan darurat dan penemuan yang

telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

Page 64: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

64

(5) Pendanaan untuk Insentif dan Kompensasi disediakan oleh:

a. Pemerintah, dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan b. Pemerintah Daerah, dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

BAB XI

INSENTIF DAN KOMPENSASI

Bagian Kesatu Umum

Pasal 161 (1) Insentif dapat diberikan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah

kepada Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang memiliki

dan/atau menguasai Cagar Budaya yang telah melakukan Pelindungan Cagar Budaya.

(2) Kompensasi dapat diberikan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah

kepada: a. Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat yang menemukan

Objek yang Diduga Cagar Budaya yang temuannya ditetapkan sebagai

Cagar Budaya;

b. pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya yang telah melakukan Pelindungan Cagar Budaya.

Bagian Kedua Insentif

Pasal 162 (1) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1) berupa

pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau Pajak Penghasilan.

(2) Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang perpajakan

nasional atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya.

(3) Pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang perpajakan nasional.

(4) Pengajuan Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus

disertai rekomendasi dari Unit Pelaksana Teknis dan/atau instansi Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang Pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 163 (1) Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 162 ayat (1) terhadap bangunan dan tanah tempat Cagar Budaya

berada, diberikan paling banyak 100% (seratus persen).

Page 65: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

65

(2) Pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162

ayat (1) diberikan dengan memperlakukan biaya Pelestarian Cagar Budaya sebagai pengurangan terhadap penghasilan bruto.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Insentif sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 162 diatur dalam Peraturan Menteri yang bertanggungjawab di bidang keuangan negara.

Pasal 164

(1) Insentif selain pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1) dapat

berupa:

a. bantuan advokasi; b. bantuan tenaga teknis;

c. bantuan Tenaga Ahli Pelestarian;

d. bantuan sarana dan prasarana; dan/atau e. pemberian tanda penghargaan.

(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh pemilik

dan/atau yang menguasai Cagar Budaya yang telah melakukan Pelindungan, kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai

kewenangannya dengan syarat:

a. dalam keadaan darurat;

b. belum mempunyai tenaga teknis; c. belum mempunyai Tenaga Ahli Pelestarian; dan/atau

d. belum mempunyai sarana dan prasarana.

Bagian Ketiga

Kompensasi

Pasal 165

(1) Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat dapat memperoleh

Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (2) apabila: a. memiliki Cagar Budaya yang sangat langka jenisnya, unik

rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia yang diambil alih

oleh Negara;

b. menemukan Objek yang Diduga Cagar Budaya yang statusnya dinyatakan sebagai Cagar Budaya; dan/atau

c. Pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya telah melakukan

pelindungan Cagar Budaya. (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa uang

dan/atau bukan uang.

(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berupa uang besarnya ditentukan berdasarkan nilai Cagar Budaya dan/atau harga

umum.

(4) Penentuan nilai Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh tim penilai Kompensasi.

Page 66: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

66

(5) Tim penilai Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas

unsur: a. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai peringkat Cagar

Budaya;

b. Tenaga Ahli Pelestarian; c. akademisi; dan

d. juru taksir harga.

(6) Tim penilai Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)

dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

(7) Kompensasi yang bukan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

berupa tanda penghargaan. (8) Pengajuan Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disertai

rekomendasi dari Instansi yang Berwenang di Bidang Pelestarian Cagar

Budaya.

Pasal 166

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian Insentif dan Kompensasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

BAB XII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 167 Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua ketentuan yang

mengatur Pelestarian Cagar Budaya dan Objek yang Diduga Cagar Budaya

masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

BAB XIII PENUTUP

Pasal 168

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal…

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Page 67: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

67

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal… MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR ...

Page 68: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

68

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR ...TAHUN...

TENTANG

PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

I. UMUM

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menegaskan

bahwa Cagar Budaya adalah Benda, Bangunan, Struktur, Situs, dan Kawasan yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,

agama, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Oleh karena itu harus didata, dilestarikan, dikelola secara tepat supaya dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada bangsa Indonesia.

Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya diperlukan pengaturan lebih lanjut tentang Pengalihan Kepemilikan

Cagar Budaya, Penemuan dan Pencarian, Register Nasional, Pelestarian,

pengelolaan, serta peran serta masyarakat. Pengaturan lebih lanjut tersebut

bertujuan agar upaya Pelestarian dan pengelolaan Cagar Budaya dapat dilaksanakan dengan benar, serta operasional sesuai tujuan Pelestarian.

Pengaturan lebih lanjut kepemilikan Cagar Budaya bertujuan untuk mengatur agar ada kepastian dan pelindungan hukum dalam kepemilikan

dan penguasaan Cagar Budaya. Cagar Budaya sering dihadapkan pada

perlakuan-perlakuan yang tidak benar dengan memperjualbelikannya secara ilegal, hilang, diterlantarkan, dirusak, dipisah-pisahkan, atau

dipindahkan dari wilayah satu ke wilayah lain, sehingga di tempat asalnya

secara perlahan jumlahnya terus menurun. Untuk mensikapi hal itu diperlukan sebuah upaya Pendaftaran secara nasional.

Pendaftaran mempunyai arti penting untuk mengetahui jumlah, jenis, dan

persebaran Cagar Budaya di wilayahnya. Oleh karena sebagian besar Cagar Budaya berada di tangan masyarakat, perlu pula diupayakan agar

masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan Pendaftaran, sehingga

tidak seluruhnya dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Dengan demikian Cagar Budaya berupa koleksi, hasil penemuan, atau hasil

pencarian dapa dicatat dan diberi pelindungan hukum terhadapnya. Berkas

Pendaftaran dan dokumentasi yang dibuat terhadap Cagar Budaya disimpan, karenanya sebagai arsip untuk kepentingan masa depan sebagai

sumber informasi Pengembangan kebudayaan nasional. Peraturan

Pemerintah ini turut melindungi pula Objek yang Diduga Cagar Budaya layaknya sebagai Cagar Budaya. Selain itu dalam rangka Pelestarian Cagar

Budaya diperlukan Pelindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan.

Page 69: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

69

Pelindungan yang berupa penyelamatan dan Pengamanan diperlukan terhadap Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya.

Pelindungan yang berupa Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran,

diperlukan terhadap Cagar Budaya.

Cagar Budaya tidak berorientasi pada pelindungannya saja, melainkan juga

dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan

masyarakat, sehingga peran masyarakat mendapat tempat dalam pelestarian Cagar Budaya. Pengembangan terhadap Cagar Budaya dapat

dilakukan oleh Setiap Orang maupun Masyarakat Hukum Adat dengan cara

Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi.

Pelestarian Cagar Budaya merupakan upaya untuk mempertahankan

warisan budaya bangsa yang tersebar di wilayah negara Indonesia maupun yang berada di luar negeri. Pelestarian ini merupakan realisasi amanat

Undang-Udang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 untuk menjaga

kekayaan yang tersimpan di darat, air, dan udara. Pelestarian yang semula dipahami secara sempit hanya sebagai upaya pelindungan, kini diperluas

tidak saja untuk maksud tersebut tetapi terkait juga dengan upaya

Pengembangan dan Pemanfaatan. Perluasan pemahaman ini

dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa tidak satu pun unsur dari pengertian Pelestarian itu yang berdiri sendiri, melainkan merupakan

sebuah kesatuan yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan.

Upaya pelestarian menjadi tanggung jawab baik Pemerintah dan Pemerintah

Daerah dengan dukungan Setiap Orang dan Masyarakat Hukum Adat.

Terhadap hal tersebut diperlukan pengawasan. Pelestarian Cagar Budaya oleh Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat merupakan sesuatu

yang penting dan mendapatkan penghargaan, oleh karena itu dalam

Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai Insentif dan Kompensasi.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup Jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Page 70: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

70

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “instansi terkait” seperti instansi yang yang bertanggung jawab di bidang Kehutanan, Energi dan

Sumberdaya Mineral.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 6 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Angka 1)

Cukup jelas.

Angka 2)

Cukup jelas.

Angka 3)

Cukup jelas.

Angka 4)

Cukup jelas.

Angka 5)

Cukup jelas.

Angka 6)

Cukup jelas.

Angka 7)

Cukup jelas.

Angka 8)

Cukup jelas.

Page 71: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

71

Angka 9) Cukup jelas.

Angka 10) Yang dimaksud dengan “hal lain yang berhubungan

dengan deskripsi Objek yang Diduga Cagar Budaya”

misalnya dalam hal temuan bawah air perlu

mencantumkan koordinat atau kedalaman Objek yang Diduga Cagar Budaya, penggunaan atau pemanfaatan

Objek yang Diduga Cagar Budaya.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Ayat (3)

Objek yang Diduga Cagar Budaya yang ditunjukkan atau diserahkan adalah Objek yang Diduga Cagar Budaya bergerak

yang memungkinkan untuk dibawa.

huruf a

Yang dimaksud dengan “menunjukkan Objek yang Diduga

Cagar Budaya” adalah membawa sebagian atau keseluruhan Objek yang Diduga Cagar Budaya untuk diperlihatkan

kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atau instansi

terkait.

huruf b

Yang dimaksud dengan “menyerahkan Objek yang

Diduga Cagar Budaya” adalah membawa sebagian atau keseluruhan Objek yang Diduga Cagar Budaya untuk

diserahkan kepada Unit Pelaksana Teknis.

Ayat (4) Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” adalah kondisi yang

mengancam kelestarian Cagar Budaya, karena kebakaran, banjir,

gempa bumi, bencana alam, dan perang.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Page 72: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

72

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8 Cukup jelas.

Pasal 9 Cukup jelas.

Pasal 10 Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “penelitian arkeologi” adalah penelitian yang dilakukan terhadap Cagar Budaya ataupun

Objek yang Diduga Cagar Budaya berdasarkan kaidah-

kaidah keilmuan arkeologi.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12 Cukup jelas.

Pasal 13 Cukup jelas.

Pasal 14 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “sebab-sebab lain” seperti huru-hara atau

kerusuhan.

Ayat (2)

Page 73: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

73

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 15 Cukup jelas.

Pasal 16 Cukup jelas.

Pasal 17 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kerahasiaan” mencakup data dan/atau

Dokumen Pendukung, identitas pemilik, lokasi atau tempat Cagar Budaya berada.

Yang dimaksud dengan “kesucian” adalah status benda,

bangunan, struktur, ruang, fungsi, atau simbol-simbol yang berhubungan erat dengan penghormatan terhadap agama,

kepercayaan, atau tokoh yang disucikan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “sifatnya tidak dapat diakses” adalah

informasi yang apabila diketahui oleh pihak yang tidak berhak, dapat mengancam keamanan dan keselamatan Objek yang

Diduga Cagar Budaya dan/atau Cagar Budaya.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

“Daring” merupakan istilah baku dari online.

Pasal 19

Ayat (1)

Pengkajian ulang dimaksudkan untuk menentukan kelayakan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs Cagar Budaya berdasarkan

kriteria Cagar Budaya berdasarkan Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya.

Page 74: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

74

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup Jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Yang dimaksud dengan “objek vital nasional” adalah kawasan/lokasi,

bangunan/ instalasi, dan atau usaha yang menyangkut hajad hidup orang banyak, kepentingan negara dan/atau sumber pendapatan negara

yang bersifat strategis.

Yang dimaksud dengan “kawasan strategis nasional” adalah Wilayah

yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh

sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau

lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan

budaya dunia.

Yang dimaksud dengan “warisan budaya dunia” adalah hasil karya

manusia yang memiliki nilai universal luar biasa dan ditetapkan oleh

UNESCO.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Page 75: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

75

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31 Cukup jelas.

Pasal 32 Cukup jelas.

Pasal 33 Cukup jelas.

Pasal 34 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Huruf a

Yang dimaksud dengan “nama” adalah identitas Objek

Pendaftaran yang diberikan dan dimengerti oleh masyarakat

umum.

Yang dimaksud dimaksud dengan “jenis” adalah

pengelompokan Objek Pendaftaran berdasarkan klasifikasinya.

Huruf b Yang dimaksud dengan “bentuk” adalah wujud Objek

Pendaftaran sesuai ciri fisiknya.

Huruf c

Page 76: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

76

Yang dimaksud dengan “ukuran” Objek Pendaftaran meliputi

informasi: tinggi, panjang, lebar, tebal, diameter, luas, dan/atau berat dalam ukuran metrik.

Huruf d Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “pemanfaatan” adalah pendayagunaan Objek Pendaftaran saat didaftarkan.

Misalnya memanfaatkan bangunan purbakala sebagai

Museum atau objek wisata.

Yang dimaksud dengan “penggunaan” adalah kegiatan

memakai Objek Pendaftaran untuk memenuhi kebutuhan

tertentu. Misalnya arca kuno sebagai hiasan hotel.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “informasi lain” adalah informasi yang berhubungan dengan deskripsi Objek Pendaftaran

meliputi informasi latar belakang sejarah, langgam seni,

dan/atau analisis kepurbakalaan yang menjadi ciri Cagar Budaya.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 35

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “deskripsi” adalah tindakan menguraikan kondisi Objek Pendaftaran secara verbal dan lengkap.

Page 77: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

77

Apabila Objek Pendaftaran yang dideskripsikan berjumlah banyak,

atau tingkat kesulitannya tinggi maka dapat disesuaikan dengan kepatutan.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3)

Dokumentasi terhadap situs selain dalam bentuk foto juga dapat dilakukan antara lain dalam bentuk peta, video, dan gambar.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 36 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “narasumber” adalah mereka yang

memiliki keahlian khusus di bidang tertentu yang mendukung

pengolahan data. Misalnya : Arkeologi, Arsitektur, Geologi, Sejarah, Antropologi.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) huruf a

Cukup jelas.

Page 78: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

78

huruf b Cukup jelas.

huruf c Cukup jelas.

huruf d

Cukup jelas.

huruf e

Yang dimaksud dengan “keahlian lain” adalah keahlian bidang ilmu tertentu atau keahlian unsur budaya tertentu,

misalnya ahli keris, ahli topeng, dan ahli gamelan.

Yang dimaksud dengan “memiliki wawasan” adalah

kemampuan dalam membedakan antara objek berusia tua

atau muda, atau objek yang memiliki arti penting atau tidak. Wawasan kepurbakalaan dapat diperoleh antara lain melalui

pelatihan dan pengalaman kerja yang berhubungan dengan

kepurbakalaan.

huruf f

Yang dimaksud dengan “lembaga formal” adalah perguruan

tinggi dan Instansi yang Berwenang di Bidang Pelestarian Cagar Budaya.

Yang dimaksud dengan “lembaga nonformal” adalah organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan/atau

masyarakat hukum adat.

huruf g

Cukup jelas.

huruf h Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 40 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Page 79: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

79

Selama sertifikat kelayakan dibekukan, yang bersangkutan tidak

dapat bekerja sebagai anggota Tim Ahli. Apabila yang bersangkutan terbukti tidak melakukan tindak pidana atau telah

sembuh dari sakit jasmani atau rohani maka yang bersangkutan

dapat melakukan pekerjaan sebagai Tim Ahli.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

huruf a

Cukup jelas.

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas.

huruf d

Yang dimaksud dengan “tidak melaksanakan tugas” adalah

sengaja tidak memberikan analisis dan/atau tidak menyampaikan hasil kelayakan usulan penetapan Cagar

Budaya kepada Tim Ahli.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas.

Page 80: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

80

Pasal 45 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksudkan dengan “yang dapat dipertanggungjawabkan”

adalah pengkajian dilakukan berdasarkan asas kejujuran,

kebenaran, keterbukaan, keadilan, akurasi, efisiensi, dan profesionalitas.

Pasal 46 Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “identifikasi” adalah penentuan identitas Objek Pendaftaran.

Yang dimaksud dengan “klasifikasi” adalah melakukan

pengelompokan berdasarkan karakter atau ciri-ciri Objek Pendaftaran.

Huruf b

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “pangkalan data” adalah sistem

pencatatan informasi dasar yang seragam terhadap setiap jenis Cagar Budaya.

Page 81: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

81

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “informasi lain” antara lain motif

hias, warna, desain, dan cara perolehan.

Pasal 54

Page 82: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

82

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pemilik yang sah” adalah setiap orang yang memiliki bukti legal atau diakui kepemilikannya oleh

Masyarakat Hukum Adat setempat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan “kode Cagar Budaya” adalah penomeran

secara khusus yang dibuat dengan menggunakan tata cara

tertentu terhadap Cagar Budaya tertentu.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61 Cukup jelas.

Pasal 62 Cukup jelas.

Pasal 63 Cukup jelas.

Pasal 64 Cukup jelas.

Page 83: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

83

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72 Cukup jelas.

Pasal 73 Cukup jelas.

Pasal 74 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kerusakan” adalah fenomena penurunan

karakteristik dan kualitas Cagar Budaya dan/atau Objek yang

Diduga Cagar Budaya, baik akibat faktor fisik (misalnya air, api, dan cahaya), mekanis (misalnya retak, dan patah), kimiawi

(misalnya asam keras, dan basa keras), maupun biologis (misalnya

jamur, bakteri, dan serangga).

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Page 84: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

84

Cukup jelas.

Pasal 75

Ayat (1)

huruf a Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

Yang dimaksud dengan “konsolidasi” adalah perbaikan terhadap Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar

Budaya yang bertujuan memperkuat konstruksi untuk

menghambat proses kerusakan lebih lanjut. Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 76 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “keadaan darurat atau memaksa” adalah

kondisi, situasi, atau kejadian yang mengancam kelestarian Cagar Budaya yang tidak normal atau terjadi tiba-tiba diluar kekuatan

yang perlu segera ditanggulangi.

Keadaan darurat atau memaksa disebabkan karena faktor alam maupun manusia. Faktor alam seperti terjadi gempa bumi, tanah

longsor, kebakaran, gunung meletus, angin topan, petir, atau

banjir. Faktor manusia dapat berupa perang, terorisme, separatisme, huru-hara, demonstrasi, atau vandalisme.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Page 85: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

85

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83 Cukup jelas.

Pasal 84 Cukup jelas.

Pasal 85 Cukup jelas.

Pasal 86 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan “ekskavasi penyelamatan” adalah

penggalian arkeologis yang dilakukan dalam keadaan terdesak

oleh waktu karena ancaman bencana untuk mendapatkan sebagian atau seluruh Cagar Budaya beserta data yang

menyertainya.

Pasal 87

Ayat (1)

Page 86: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

86

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4) huruf a

Cukup jelas.

huruf b

Yang dimaksud dengan “perusakan” adalah perbuatan

secara sengaja yang mengakibatkan kerusakan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya.

huruf c Yang dimaksud dengan “penyanderaan” adalah penempatan

Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya

dalam suatu tempat di bawah kekuasaan seseorang secara

melawan hukum.

huruf d

"Yang dimaksud dengan “pemusnahan” adalah tindakan yang menyebabkan Cagar Budaya dan/atau Objek yang

Diduga Cagar Budaya tidak dapat ditemukan lagi.

huruf e

Yang dimaksud dengan “penghancuran” adalah tindakan

yang mengakibatkan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya tidak tampak lagi wujudnya.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “tempat lain yang aman” adalah tempat

yang tidak rawan terhadap bencana susulan atau bencana lainnya, pencurian, perusakan, pelapukan, dan/atau kerusakan.

Pasal 88 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Page 87: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

87

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Huruf e Cukup jelas.

Huruf f Yang dimaksud dengan “kesatuannya” adalah bagian-bagian

atau unsur-unsur Cagar Budaya dan/atau Objek yang

Diduga Cagar Budaya sesuai kelengkapan aslinya.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “tempat khusus” misalnya penempatan

dalam Museum yang mempunyai Pengamanan memadai dengan memasukannya ke dalam brankas.

Pasal 89 Cukup jelas.

Pasal 90

Cukup jelas.

Pasal 91

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “tidak mampu menyediakannya“ adalah tidak mampu memberi gaji juru pelihara atau polisi khusus.

Pasal 92 Cukup jelas.

Pasal 93 Cukup jelas.

Page 88: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

88

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96

Ayat (1)

huruf a Yang dimaksud dengan “pelindungan” adalah melindungi

Cagar Budaya dari ancaman luar maupun dalam dengan

menentukan batas zona sesuai dengan kebutuhan.

huruf b

Yang dimaksud dengan “keseimbangan” adalah mengutamakan keseimbangan dalam mengatur dan

mengendalikan pemanfaatan ruang serta rencana

pengembangan.

huruf c

Yang dimaksud dengan “kelestarian” adalah mengupayakan

kelestarian lingkungan yang mendukung upaya pelindungan Cagar Budaya.

huruf d Yang dimaksud dengan “koordinasi” adalah melakukan

koordinasi lintas sektoral, antara lain Pemerintah,

Pemerintah Daerah, akademisi, Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat.

huruf e Yang dimaksud dengan “pemberdayaan masyarakat” adalah

meningkatkan peran serta masyarakat dalam memanfaatkan

Cagar Budaya.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 97 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

huruf a

Page 89: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

89

Cukup jelas.

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas.

huruf d Yang dimaksud dengan “ingkungan alam” adalah lingkungan

di sekitar Cagar Budaya seperti perbukitan, sungai, danau,

persawahan. Sebagai contoh di kawasan Borobudur terdapat danau purba, di Sangiran terdapat tebing yang menunjukan

perlapisan tanah dengan unsur Cagar Budaya, dan di Candi

Prambanan terdapat sungai Opak yang dialihkan, seperti yang diceritakan dalam prasasti Çiva Grha.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 98

Cukup jelas.

Pasal 99

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) huruf a

Cukup jelas.

huruf b Cukup jelas.

huruf c Cukup jelas.

huruf d Yang dimaksud dengan “memenuhi kepatutan” adalah

menjaga kesopanan, jangka waktu terbatas, jumlah orang,

sarana prasarana terbatas, dan tidak mengancam kelestarian Cagar Budaya, misalnya pengambilan gambar di

Borobudur antara pengambil foto dan orang yang difoto

Page 90: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

90

harus berpakaian sopan dan menggunakan peralatan yang

tidak mengganggu kelestarian Cagar Budaya.

huruf e

Cukup jelas.

huruf f

Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 100 Cukup jelas.

Pasal 101

Cukup jelas.

Pasal 102

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Contoh Zonasi dengan teknik blok seperti Kawasan Cagar Budaya

Borobudur.

Ayat (3)

Contoh penetapan Zonasi dengan teknik sel adalah Kawasan

Cagar Budaya Candi Prambanan yang terdiri atas, Situs Cagar

Budaya Candi Lumbung, Situs Cagar Budaya Candi Bubrah, Situs Cagar Budaya Candi Sojiwan, dan Situs Cagar Budaya Candi

Plaosan.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “tidak merata” adalah terdapat beberapa

Situs Cagar Budaya yang letaknya relatif berjauhan dan masing-masing menggunakan sistem sel namun karena memiliki

hubungan kontekstual secara keseluruhan, sehingga dapat

disatukan dalam sistem blok.

Page 91: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

91

Contoh penetapan Zonasi dengan teknik gabungan adalah

Kawasan Strategis Nasional Candi Prambanan dan Kawasan Strategis Nasional Candi Borobudur.

Pasal 103 Ayat (1)

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Batas alam dapat berupa sungai, bukit, lembah, laut, danau.

Pasal 104

Cukup jelas.

Pasal 105

Ayat (1)

Cagar Budaya Di Air merupakan Cagar Budaya yang sebagian besar masanya berada di bawah permukaan air, baik di laut, di

danau, di rawa atau di sungai, termasuk Cagar Budaya yang

terendap di dalam lumpur maupun tanah atau pasir yang berada

di bawah air. Sebagai contoh: kapal yang tenggelam beserta muatannya, bangunan di pinggir pantai yang tenggelam Di Air

karena pergerakan lempeng tektonik.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

Page 92: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

92

Pasal 107 Cukup jelas.

Pasal 108 Cukup jelas.

Pasal 109

Cukup jelas.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.

Pasal 113

Cukup jelas.

Pasal 114

Cukup jelas.

Pasal 115

Cukup jelas.

Pasal 116

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “rekonstruksi” adalah upaya

mengembalikan Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya sebatas kondisi yang diketahui dengan tetap

mengutamakan prinsip keaslian bahan, teknik pengerjaan, dan

tata letak, termasuk dalam menggunakan bahan baru sebagai pengganti bahan asli.

Yang dimaksud dengan “konsolidasi” adalah perbaikan terhadap Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya yang

bertujuan memperkuat konstruksi dan menghambat proses

kerusakan lebih lanjut.

Page 93: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

93

Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah upaya perbaikan dan

pemulihan Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang kegiatannya dititikberatkan pada penanganan yang sifatnya

parsial.

Yang dimaksud dengan “restorasi” adalah serangkaian kegiatan

yang bertujuan mengembalikan keaslian bentuk, Bangunan Cagar

Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118

Cukup jelas.

Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas.

Pasal 121

Yang dimaksud dengan “bangunan baru dan/atau struktur baru” adalah

bangunan yang berbeda dengan Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya yang dipugar, dengan menggunakan bahan yang

berasal dari bagian Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar

Budaya yang ada.

Pasal 122

Cukup jelas.

Pasal 123

Cukup jelas.

Pasal 124

Cukup jelas.

Pasal 125

Cukup jelas.

Pasal 126

Cukup jelas.

Pasal 127

Cukup jelas.

Page 94: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

94

Pasal 128 Cukup jelas.

Pasal 129 Cukup jelas.

Pasal 130

Cukup jelas.

Pasal 131

Cukup jelas.

Pasal 132

Cukup jelas.

Pasal 133

Cukup jelas.

Pasal 134

Cukup jelas.

Pasal 135

Cukup jelas.

Pasal 136

Cukup jelas.

Pasal 137

Ayat (1)

Yang dimaksud “living monument” (monumen hidup) merupakan Cagar Budaya yang masih difungsikan seperti semula, misalnya:

mesjid Demak, Pura Besakih, Taman Ayun yang ada di Bali, dan

sebagainya, yang masih difungsikan untuk kegiatan keagamaan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 138

Ayat (1)

Kegiatan sosial kemasyarakatan dapat berupa pameran, lomba, festival, dan lain-lain.

Page 95: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

95

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 139

Cukup jelas.

Pasal 140

Cukup jelas.

Pasal 141

Cukup jelas.

Pasal 142

Cukup jelas.

Pasal 143 Cukup jelas.

Pasal 144 Cukup jelas.

Pasal 145 Cukup jelas.

Pasal 146 Cukup jelas.

Pasal 147

Ayat (1) Yang dimaksud dengan “wisata arkeologi” adalah wisata yang

melibatkan wisatawan dalam kegiatan Pelestarian, Penelitian

arkeologi, atau permuseuman, misalnya wisatawan dilibatkan dalam penggalian.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Page 96: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

96

Pasal 148

Cukup jelas.

Pasal 149

Cukup jelas.

Pasal 150

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “promosi” adalah mempropagandakan atau memperkenalkan Cagar Budaya seperti pameran, kesenian

(tari, musik, lukis, drama, patung, karya sastra, dan lain-lain),

melalui pameran, pembuatan film, pertunjukan, dan publikasi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 151

Cukup jelas.

Pasal 152

Cukup jelas.

Pasal 153

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pendokumentasian” adalah kegiatan untuk menggambarkan atau menguraikan Cagar Budaya dalam

bentuk uraian teks, grafis, gambar, audio, video, foto, film.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Page 97: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

97

Pasal 154

Cukup jelas.

Pasal 155

Cukup jelas.

Pasal 156

Cukup jelas.

Pasal 157

Cukup jelas.

Pasal 158

Ayat (1)

Pengawasan secara fungsional oleh Pemerintah adalah pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian yang bertanggung

jawab di bidang kebudayaan. Untuk Pemerintah Daerah dilakukan oleh

Badan Pengawas Daerah.

Pengawasan “secara struktural” adalah pengawasan yang dilakukan

secara berjenjang dari atasan kepada bawahan, misalnya Menteri

mengawasi Direktorat Jenderal, Direktur Jenderal mengawasi Direktur.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 159

Cukup jelas.

Pasal 160

Cukup jelas.

Pasal 161

Cukup jelas.

Pasal 162

Cukup jelas.

Pasal 163

Cukup jelas.

Pasal 164

Ayat (1)

Huruf a

Page 98: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

98

Yang dimaksud dengan “advokasi” adalah berupa

pendampingan dalam penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan Cagar Budaya.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 165

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “harga umum” adalah harga yang berlaku dalam pasaran secara wajar. Cagar Budaya yang berupa

Bangunan, Struktur, Situs, dan Kawasan dapat ditentukan

berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Page 99: RPP Tentang Pelestarian Cagar Budaya

Draf 31 Agustus 2013

99

Cukup jelas.

Pasal 166

Cukup jelas.

Pasal 167

Cukup jelas.

Pasal 168 Cukup jelas.