RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

38
Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan KODEFIKASI RPI 20

description

gggggggggggggggggggg

Transcript of RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

Page 1: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

KODEFIKASIRPI 20

Page 2: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf
Page 3: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

527Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

LEMBAR PENGESAHAN                                                                                                                    

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF  (RPI) 

TAHUN 2010 ‐ 2014       

KETEKNIKAN DAN PEMANENAN  HASIL HUTAN 

  

 Jakarta,   Februari 2010 

                             

Disetujui Oleh:  

Kepala Pusat, 

 Dr. Ir. Maman Mansyur Idris, MS.   NIP. 19500703 197903 1 001  

  Koordinator  

  

Prof. Ir. Dulsalam, MM. NIP. 19550722 198203 1 004 

 Mengesahkan : Kepala Badan, 

 Dr.Ir.Tachrir Fathoni M.Sc NIP. 19560929 198202 1 001 

  

Page 4: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf
Page 5: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

529Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ................................................................................ 527

Daftar Isi ................................................................................................... 529

Daftar Gambar ......................................................................................... 530

Daftar Tabel ..............................................................................................531

I. ABSTRAK ......................................................................................... 533

II. LATAR BELAKANG ......................................................................... 533

III. RUMUSAN MASALAH .....................................................................548

IV. HIPOTESIS .......................................................................................548

V. TUJUAN DAN SASARAN .................................................................548

VI. LUARAN ..........................................................................................549

VII. RUANG LINGKUP ............................................................................549

VIII. METODOLOGI ................................................................................. 550

IX. RENCANA TATA WAKTU ................................................................. 554

X. RENCANA LOKASI........................................................................... 555

XI. RENCANA ANGGARAN ................................................................... 556

XII. ORGANISASI ................................................................................... 557

XIII. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 558

XIV. KERANGKA KERJA LOGIS ...............................................................560

Page 6: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

530 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Daftar Gambar

Gambar 1. Alur pikir pendekatan masalah pemanenan hasil hutan ...... 547

Page 7: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

531Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

Tabel 1. Luaran dan kegiatan penelitian ............................................... 550

Tabel 2. Rencana tata waktu ................................................................. 554

Tabel 3. Rencana lokasi .......................................................................... 555

Tabel 4. Rencana anggaran (dalam jutaan rupiah) ............................... 556

Tabel 5. Organisasi pelaksana penelitian .............................................. 557

Tabel 6. Kerangka kerja logis penelitian keteknikan dan pemanenan hasil hutan ............................................................560

Daftar Tabel

Page 8: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf
Page 9: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

533Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

I. ABSTRAKKeteknikan dan pemanenan hasil hutan memegang peranan penting dalam

pengusahaan hutan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa keteknikan dan pemanenan yang terutama menyangkut pembukaan wilayah, keteknikan penanaman, pemeliharaan dan pemanenan berikut peralatan dapat mempengaruhi efektivitasdanefisiensikerja,produktivitas,biayadangangguanlingkungan.Keteknikan hutan dan peralatan pemanenan yang efisien dan efektif perlu mengacu pada keteknikan dan pemanenan hutan yang berwawasan lingkungan. Dengan adanya kesenjangan antara ketersediaan kayu dari hutan alam produksi dengan kebutuhan industri pengolahan, menuntut dominasi pasokan kayu dari hutan tanaman industri (HTI). Pemanenan hutan juga mempengaruhi perubahan iklim.Disampingitupemanenanhasilhutannonkayubelumefisien.Untukituperlu penelitian keteknikan dan pemanenan hasil hutan dengan luaran: Basis data teknologi dan konsep pemanenan berdampak minimal terhadap lingkungan.dengan kegiatan: (1) Pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah, (2) Indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan,(3)Ujicobadananalisisefisiensiwholetreeloggingdihutanproduksialam untuk meminimalkan limbah kayu di petak tebangan, (4) Teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan, (5) Teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat, (6) Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan. (7) Teknik pemanenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getaha, dan (8) Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi dan teknologi pemanenan hutan tanaman dan hutan alam serta hasil hutan non kayu yangefisien,tepatgunadanberdampakminimalterhadaplingkungan.Adapunsasarannya adalah (1) tersedianya informasi dan teknologi pemanenan hutan tanamanyangefisien,tepatgunadanberdeampakminimalterhadaplingkungan,(2)tersedianya informasidanteknologipemanenanhutanalamyangefisien,tepat guna dan berdeampak minimal terhadap lingkungan, dan (3) tersedianya informasidanteknologipemanenanhasilhutanbukankayuyangefisien,tepatguna dan berdampak minimal terhadap lingkungan. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah sebagai penentu kebijakan maupun pengusaha hutan sebagai pengelola hutan.

Kata kunci : Pemanenan, hasil hutan, berdampak minimal, tepat guna, lingkungan.

II. LATAR BELAKANG

Luas hutan tanaman industri yang sekarang dikenal dengan hutan tanaman baru lebih dari dua juta hektar. Jumlah Hak Pengusahaan Hutan

Page 10: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

534 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Tanaman (HPHT) sampai akhir 2002 berjumlah 230 unit dengan pencadangan areal seluas 6,9 juta ha. Realisasi pembangunan hutan tanaman sampai akhir 2006 seluas sekitar 3.64 juta ha (Anonim, 2009). Produksi kayu rata-rata pada tahun 1998-2006 adalah sekitar 14 juta m3/tahun dan cenderung menurun pada dua tahun terakhir kecuali produksi kayu dari hutan tanaman. Produksi kayu dari hutan tanaman cenderung meningkat dengan produksi kayu rata-rata per tahun sekitar 3,8 juta m3/tahun (Laban, 2004).

Informasi lain tentang produksi kayu bulat dinyatakan bahwa total kebutuhan industri kayu diperkirakan mencapai 72 juta m3 per tahun dengan perincian : sawmill tanpa ijin 8 juta m3/tahun, sawmill yang memiliki ijin 22 juta m3/tahun, kayu lapis 18 juta m3/tahun dan bubur kayu dan kertas 24 juta m3/tahun. Kesenjangan antara kebutuhan bahan baku dan kemampuan pasokan bahan baku sekitar 50 juta m3/tahun (Anonim, 2001a). Di lain pihak, kebutuhan kayu sebagai bahan baku industri semakin meningkat. sedangkan produk hasil hutan bukan kayu belum mendapat perhatian khusus.

Pemanenan hasil hutan kayu dan bukan kayu belum menunjukkan peningkatan hasil yang signifikan. Hal ini disebabkan salah satunya adalah pemanenan hasil hutan bukan kayu yang belum efisien. Antara pasokan dan permintaan kayu sebagai bahan baku industri terjadi kesenjangan yang cukup besar. Untuk menjembatani kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan bahan baku industri pengolahan kayu dapat dilakukan dengan pembangunan hutan tanaman.

Hutan tanaman merupakan hutan yang dibangun melalui kegiatan reboisasi dan penghijauan dengan satu atau beberapa jenis tanaman baru atau dengan jenis asli maupun jenis asing (exotic) baik dengan penanaman langsung maupun melalui pembibitan. Hutan tanaman ini ditandai dengan kelas umur dan jarak tanam yang teratur. Hutan tanaman mempunyai beberapa keuntungan: antara lain dapat meningkatkan produksi bahan baku bagi industri perkayuan, lahan terdegradasi dapat dimanfaatkan; dengan biaya yang memadai memungkinkan diterapkan manajemen hutan tanaman yang intensif; upaya manipulasi pertumbuhan dan kualitas tegakan melalui pemuliaan pohon dimungkinkan; tegakan murni dan campuran dapat diperoleh; input/output berpotensi tinggi; berskala ekonomi tinggi; membentuk pemandangan yang beragam; peluang kerja dapat diciptakan; produk untuk kebutuhan lokal dapat disediakan; dan penggunaan lahan dapat ditingkatkan (Anonim,2001b). Dalam pengelolaan hutan pembangunan hutan tanaman diperlukan pemanenan hutan, yang terdiri dari penebangan, penyaradan dan pengangkutan hasil hutan. Sesuai dengan perkembangan jaman, pemanenan hutan tidak terlepas dari isu

Page 11: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

535Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

ramah lingkungan. Lingkungan hutan itu sendiri merupakan interaksi antara geomorfologi, iklim dan geologi serta tekologi di samping matahari sebagai sumber utama energi. Keberadaan fakor dominan tersebut perlu dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya agar kegiatan pemanenan menjamin kondisi ramah lingkungan. Staaf dan Wiksten (1984) menyatakan bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pemanenan, yaitu (1) pilihan cara mekanisasi, (2) pilihan waktu pemanenan dan (3) pemusatan teknik operasi pemanenan pada waktu dan ruang yang tepat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pemanenan hutan antara lain: lokasi geografis, iklim, kondisi medan dan keadaan tegakan serta indusri yang dimiliki. Aspek geografis biasanya ditunjukkan oleh ketinggian tempat di atas permukaan laut dan letak lintang bujur di bumi. Unsur terpenting dari iklim kaitannya dengan kegiatan pemanenan kayu adalah curah hujan (hari hujan, intensitas, jumlah curah hujan dan penyebarannya). Pada musim penghujan, hari kerja alat-alat pemanenan hutan berkurang sesuai dengan jumlah hari hujan. Pada waktu hujan baik kegiatan penyaradan maupun pengangkutan praktis dihentikan. Kondisi lapangan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan teknik dan biaya pemanenan. Oleh karena itu, klasifikasi kondisi lapangan sangat diperlukan. Informasi kondisi lapangan yang diperlukan antara lain: konfigurasi lapangan, panjang lereng dan kemiringan lapangan serta hambatan-hambatan lain. Teknik pemanenan yang efektif dan efisien serta berdampak minimal perlu dikaji dalam usaha mengatasi kekurangan bahan baku kayu untuk industri bubur kayu dan industri kayu pertukangan.

Pemanenan kayu dapat dibagi lagi ke dalam beberapa sub kegiatan, yaitu: penebangan, penyaradan kayu, muat bongkar dan pengangkutan kayu. Penebangan dilakukan oleh satu regu tebang dan menggunakan alat penebangan. Penebangan sebaiknya dilakukan mengikuti prosedur, antara lain menyangkut penentuan arah rebah, pembuatan takik rebah dan takik balas. Kedalaman takik rebah berkisar antara 1/3 -1/4 diameter batang dengan sudut 45 derajat. Sedangkan takik balas dibuat dengan ketinggian sekitar 1/10 diameter batang di atas takik rebah. Berkaitan dengan cara penarikan kayu di pinggir jalan maka cara penebangan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu paralel, tegak lurus dan condong pada alur jalan. Berdasarkan alat yang digunakan penebangan dapat dilakukan dengan menggunakan kapak, gergaji tangan dan gergaji rantai (chainsaw). Di hutan tanaman yang mempunyai ukuran kayu kecil, kegiatan penebangan sebaiknya menggunakan chainsaw yang berukuran kecil.

Keuntungan penggunaan chainsaw yang berukuran kecil adalah sebagai berikut:

Page 12: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

536 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

1. Menghemat tenaga dalam transportasi dan pengoperasiannya.2. Memudahkan dalam membuat takik rebah dan takik balas.3. Dapat menebang kayu dengan rendah tunggak.4. Biaya pemilikan lebih rendah.5. Biaya operasional relatif lebih murah.6. Berpindah tempat lebih cepat.7. Biaya pemeliharaan lebih rendah.

Dalam kegiatan penebangan tersebut masih dijumpai terjadinya limbah penebangan, yaitu berupa tunggak yang masih tinggi dan bagian cabang yang sebenarnya masih dapat dimanfaatkan.

Hasil penelitian pemanenan hutan tepat guna yang telah dilakukan adalah sebagai berikut (Dulsalam, 2006):

1. Penebangan

a. Gergaji rantai: 1) penebangan dengan gergaji rantai merek Husqvarna tipe 365 yang diikuti dengan penumpukan kayu mempunyai produktivitas rata-rata sebesar 2,143 m3 /jam dengan biaya rata-rata sebesar Rp.15.344/m3 ; 2) dengan teknik penebangan serendah mungkin pada penebangan kayu mangium dengan gergaji rantai merek STIHL model 070 di hutan tanaman dengan tujuan pemanfaatan pulp diperoleh informasi bahwa penebngan kayu dengan gergaji rantai STIHL 070 yang tidak diikuti dengan penumpukan kayu mempunyai produktivitas rata-rata sebesar 26,85 m3/jam dengan biaya rata-rata sebesar Rp.1.498/jam untuk penebangan secara konvensional dan mempunyai produktivitas rata-rata sebesar 29,94 m3 /jam dengan biaya rata-rata sebesar Rp.1.344/m3 untuk teknik penebangan serendah mungkin.

b. Timber harvester: produktivitas penebangan secara konvensional berkisar antara 23,886-36,214 m3 /jam dengan rata-rata 28,839 m3 /jam Produktivitas penebangan dengan teknik penebangan serendah mungkin berkisar antara 26,323-36,647 m3 /jam dengan rata-rata 31,344 m3 /jam. Biaya rata-rata penebangan dengan timber harvester untuk teknik konvensional adalah Rp.22.503 /jam sedangkan untuk teknik penebangan serendah mungkin adalah Rp.20.864/m3.

2. Penyaradan

a. Penyaradan dengan forwarder: Jarak sarad rata-rata berkisar antara 200-300 m. Hasil kerja alat Timber Jack tipe G10 adalah 145 m3/hari atau 18,25 m3/jam dan Timber Jack tipe 1010B adalah 170 m3/hari atau 21,25 m3/jam. Rata-rata biaya penyaradan dengan tipe G10 dan tipe

Page 13: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

537Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

1010B masing-masing adalah sebesar Rp.39.852/m3 dan Rp.79.254/m3. Biaya penyaradan tersebut jauh di atas tarif biaya penyaradan setempat, yaitu sebesar Rp.31.500/m3.

b. Dari hasil penelitian pengeluaran kayu dengan sistem kabel di hutan tanaman dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pengoperasian kabel layang P3HH24 untuk mengeluarkan kayu di hutan tanaman KPH Pekalongan Barat dapat berjalan lancar; diameter kayu yang dikeluarkan dengan sistem kabel layang P3HH24 berkisar antara 20-51 cm dengan rata-rata 36 cm sedangkan jumlah batang yang disarad per rit (satu tahap operasi) berkisar antara 1-3 batang; volume kayu yang disarad dengan sistem kabel layang P3HH24 berkisar antara 0,040-0,500 m3/rit dengan rata-rata 0,163 m3/rit; produktivitas pengeluaran kayu dengan sistem label layang P3HH24 berkisar antara 1.527-5,656 m3/jam dengan rata-rata 2,519 m3/jam; biaya rata-rata pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang P3HH24 adalah Rp15.724/m3; dibandingkan dengan tarif upah pengeluaran kayu setempat, pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang P3HH24 jauh lebih murah sehingga layak diusahakan; untuk pengeluaran kayu dari areal yang mempunyai kelerengan 15% atau lebih disarankan untuk menggunakan kabel layang P3HH24 agar pekerjaan dapat berjalan lebih efektif dan biaya lebih murah.

c. Penyaradan kayu dengan alat Expo 2000 dengan hasil sebagai berikut: Produktivitas penarikan kayu rata-rata sebesar 3,24 m3.hm/jam dan biaya rata-rata penyaradan kayu sebesar Rp.12.577/m3. Dengan penyempurnaan alat Expo 2000 maka diperoleh hasil sebagai berikut: Produktivitas penarikan kayu berkisar antara 5-6 m3 hm/jam dengan biaya penarikan kayu rata-rata Rp.9.170/m3.

d. Penyaradan dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu diperoleh hasil sebagai berikut: pada kelerengan areal penelitian berkisar antara 5-20% dan jarak sarad berkisar antara 55-240 m dengan rata-rata 148 m, volume kayu yang disarad berkisar antara 0,831-1,316 m3/rit dengan rata-rata 1,133 m3 /rit; waktu penyaradan berkisar antara 385-741 detik/rit dengan rata-rata 555 detik/rit; Produktivitas penyaradan berkisar antara 6,005-14,64 m3. hm/jam dengan rata-rata 10,493 m3 hm/jam; biaya rata-rata usaha alat (memiliki dan menjalankan alat penyaradan dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat) bantu adalah Rp.110.650/m3 hm; biaya rata-rata penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu adalah Rp.10.545/m3 hm; biaya penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu, yaitu Rp.10.545/m3.hm lebih rendah bila dibanding dengan tarif biaya

Page 14: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

538 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

penyaradan kayu di daerah setempat, yaitu Rp.15.000/m3.hm sehingga diperoleh jangka waktu pengembalian 2,67, nilai sekarang (NPV) Rp.43.023.711, nilai pengembalian internal (IRR) 25,38% dan rasio pendapatan dan biaya (B/C ratio) 1,43.

e. Penyaradan dengan winch wheel skidder: Produktivitas penyaradan kayu dengan winch wheel skidder merek CLARK berkisar antara 16,07-19,70 m3.hm/jam dengan rata-rata 17,55 m3 /jam Biaya rata-rata penyaradan kayu dengan winch wheel skidder adalah Rp.12.012/m3

hm.f. Penyaradan kayu dengan gajah: 1) Gajah-gajah yang telah dijinakkan

di Indonesia sudah cukup banyak yaitu tidak kurang dari 500 ekor; 2) Gajah-gajah liar yang telah dijinakaan dapat digunakan untuk kepentingan pengelolaan hutan misalnya untuk melakukan kegiatan penyaradan kayu; 3) Volume kayu yang disarad pada penyaradan kayu dengan gajah tanpa menggunakan alat bantu berkisar antara 0,163-0,563 m3 /rit dengan rata-rata 0,322 m3 /rit sedang volume kayu yang disarad pada penyaradan kayu dengan alat bantu berkisar antara 0,154-0,519 m3 /rit dengan rata-rata 0,320 m3/rit; 4) Jarak sarad pada penyaradan kayu dengan gajah tanpa alat bantu berkisar antara 80-235 m dengan rata-rata 161 m sedang pada penyaradan kayu dengan gajah dengan menggunakan alat bantu berkisar antara 61-235 m dengan rata-rata 160 m; 5) Waktu kerja total dalam penyaradan kayu dengan gajah tanpa menggunakan alat bantu berkisar antara 6-29 menit dengan rata-rata 16 menit sedang waktu kerja tersebut pada penyaradan kayu dengan gajah dengan menggunakan alat bantu berkisar antara 3-24 menit dengan rata-rata 10 menit; 6) Produktivitas penyaradan kayu dengan gajah dengan alat bantu lebih tinggi bila dibanding dengan produktivitas penyaradan kayu dengan gajah tanpa menggunakan alat bantu yaitu berturut-turut berkisar antara 1,260 -5,112 m3 -hm/jam dengan rata-rata 3,099 m3 -hm/jam dibanding berkisar antara 0,969-4,132 m3 -hm/jam dengan rata-rata 1,972 m3 -hm/jam; 7) Biaya penyaradan kayu dengan gajah dengan menggunakan alat bantu relatif lebih murah bila dibanding dengan penyaradan kayu dengan gajah tanpa menggunakan alat bantu yaitu berturut-turut berkisar antara Rp.1.159/m3-hm-Rp.4.702/m3-hm dengan rata-rata Rp.2.201/m3-hm dibanding berkisar antara Rp.1.334/m3-hm-Rp.5.732/m3-hm dengan rata-rata Rp.3.232/m3-hm.

g. Penyaradan kayu dengan kerbau: penyaradan kayu dengan kerbau per rit berkisar antara 0,16-0,69 jam dengan rata-rata 0,28 jam; Diameter kayu yang disarad berkisar antara 11-19 cm dengan rata-

Page 15: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

539Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

rata 13 cm; Panjang kayu yang disarad berkisar antara 4,10-20,50 m dengan rata-rata 16,27 m; Volume kayu yang disarad berkisar antara 0,122-0,464 m3/rit dengan rata-rata 0,243 m3/rit; Jumlah batang yang disarad berkisar antara 1-5 batang/rit dengan rata-rata 3,97 batang/rit; Produktivitas penyaradan kayu berkisar antara 0,287-1,335 m3.hm/jam dengan rata-rata 0,821 m3.hm/jam; Biaya rata-rata penyaradan kayu dengan kerbau berkisar antara Rp.6.299-Rp.29.293/m3.hm dengan rata-rata Rp.11.581/m3.hm.

3. Muat-Bongkar Kayu

Produktivitas pemuatan kayu secara manual berkisar antara 2,32-6,28 m3/jam dengan rata-rata 3,83 m3/jam.; Biaya pemuatan kayu secara manual berkisar antara Rp.1.990-Rp.4.310/m3 dengan rata-rata Rp.2.325/m3; Produktivitas rata-rata muat kayu secara mekanis dengan traktor pemuat Hitachi dan Volvo adalah 70 m3/jam dengan rata-rata biayanya berturut-turut adalah Rp.6.155/m3 dan Rp.6.200/m3.

4. Pengangkutan

Pengangkutan kayu dilakukan dengan truk tunggal dengan kapasitas sampai dengan 10 ton dan truk semi gandengan dengan kapasitas sampai dengan 40 ton. Rata-rata produktivitasnya pada jarak angkut rata-rata 50 km berturut-turut adalah 5 m3/jam dan 15 m3/jam dengan biaya berturut-turut sebesar Rp.44.967/m3 dan Rp.37.676/m3.

5. Bongkar kayu

Produktivitas rata-rata bongkar kayu secara mekanis dengan traktor pemuat Hitachi dan Volvo adalah 34 m3/jam dengan rata-rata biayanya berturut-turut adalah Rp.12.671/m3 dan Rp.12.764/m3.

Efisiensi pemungutan kayu sungkai sampai diameter 10 cm adalah 90% (Dulsalam, 1995). Produktivias penebangan kayu mangium di hutan tanaman Pulau Laut adalah 2,44 m3/jam (Jamaludin et al., 2000). Penebangan pohon dapat dilakukan serendah mungkin bahkan apabila memungkinkan rata dengan tanah. Produktivitas penebangan di hutan tanaman di Jambi berkisar antara 19,81-36,14 m3/jam dengan rata-rata 27,98 m3/jam (Suhartana, 2002). Untuk meningkatkan produksi kayu, batang yang dipungut sampai dengan batang berdiameter 5 cm. Untuk memudahkan penyiapan lahan, penebangan sebaiknya dilakukan pada luasan yang memadai. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa luas penebangan yang kecil akan menyulitkan dalam penyiapan lahan berikutnya. Di samping itu tunggak akibat penebangan dapat dibersihkan dengan cara membongkar tunggak tersebut.

Page 16: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

540 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Penyaradan kayu merupakan kegiatan pemindahan kayu dari tempat di mana pohon ditebang dan telah mengalami pemotongan batang tingkat pertama ke tempat pengumpulan kayu melalui jalan sarad yang tidak dipersiapkan secara maksimal. Penyaradan kayu dilakukan oleh satu regu penyarad dengan menggunakan alat penyarad untuk penyaradan kayu. Penyaradan secara manual dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia dan tenaga hewan (gajah, kerbau, sapi atau kuda). Penyaradan secara mekanis dilakukan dengan menggunakan alat “feller buncher”, “forwader”, bulldozer, trakor berban karet (wheel skidder) dan yarder (sisem kabel).

Brown (1949) menyatakan bahwa peralatan utama yang diperlukan dalam sistem kabel adalah:

1. Unit mesin penggerak: unit mesin ini berfungsi sebagai sumber tenaga seluruh sistem kabel.

2. Kabel baja dan pengikatnya termasuk penjepit dan macam-macam perlengkapan untuk saling menghubungkannya.

3. Kereta yang berfungsi untuk mengarahkan perpindahan kayu dan diletakkan berhubungan dengan kabel-kabel.Wackerman (1949) menyatakan bahwa metode kabel layang (skyline)

merupakan metode mekanis yang makin berkembang dan menjadi paling lengkap dari pengeluaran kayu system kabel. Metode ini dapat dimodifikasi berdasarkan cara pemasangan kabel layang, kereta dan penggunaan kabel pelengkapnya. Penggunaan metode kabel layang berubah berdasarkan kebutuhan medan yang dihadapi dan perubahan modifikasinya tergantung pada cara pemakaiannya bukan pada peralatan yang dipergunakannya.

Penggunaan sistem kabel layang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Binkley dan Lysons (1968) menjelaskan bahwa secara ekonomis pengoperasian sistem kabel layang harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Konversi dari nilai kayu yang dikeluarkan;2. Total volume setiap hektar yang akan dikeluarkan pada sebuah lokasi

penebangan;3. Areal unit penebangan yang belum dikeluarkan hasilnya.4. Jumlah hari kerja efektif dalam satu tahun;5. Ukuran dari kayu yang akan dikeluarkan;6. Jarak pengeluaran kayu.

Waktu pengeluran kayu tidak termasuk waktu pasang dan bongkar alat dengan sistem kabel layang P3HH 20 berkisar antara 0,028-0,212 jam/

Page 17: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

541Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

rit dengan rata-rata 0,091 jam/rit (5,5 menit/rit). Produktivitas pengeluaran kayu tanpa memperhitungkan waktu pasang dan bongkar alat dengan sistem tersebut berkisar antara 0,575-5,058 m3/jam dengan rata-rata 1,856 m3/jam. Rata-rata produktivitas pengeluaran kayu dengan memperhitungkan semua unsur kerja adalah 1,204 m3/jam (Dulsalam et al., 1997).

Rata- rata produktivitas Skyline Koller 300 yang beroperasi di areal hutan dengan sistem TJTI di daerah Berau, Kalimantan Timur adalah 1,70 m3/jam. Rata-rata biaya pengeluaran kayu dengan alat tersebut adalah Rp.33.233/m3 (PT Sumalindo Lestari Jaya dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosal Ekonomi Kehutanan, 1995).

Alat yang dikaitkan dengan sistem pemanenan adalah alat penyaradan. Apabila alat penyaradannya dengan kabel, maka sistem pemanenannya disebut sistem kabel. Apabila penyaradannya menggunakan trakor maka sistem pemanenannya disebut sistem traktor. Apabila penyaradannya menggunakan kuda-kuda maka sistem pemanenannya disebut sistem kuda-kuda. Pemilihan sistem penyaradan tergantung pada kondisi hutan seperti kemiringan, ukuran sortimen dan jarak sarad (Suparto, 1979). Kegiatan penyaradan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: jarak sarad, jumlah muatan, topografi, cuaca, kondisi tanah dan keterampilan pekerja (Dipodiningrat, 1980).

Di hutan tanaman penggunaan traktor untuk pemanenan perlu dikaji secara teliti karena ukuran kayu di hutan tanaman pada umumnya relatif kecil. Pemanenan kayu dengan sistem traktor dapat mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal. Namun pada hutan tanaman yang biasanya menggunakan sistem tebang habis, kerusakan tegakan tinggal tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah efisiensi dan efektifitas penggunaan alat tersebut. Suhartana (1996) menyatakan bahwa rata-rata produktivitas traktor Caterpillar D7F adalah 62,45 m3 hm/jam untuk rata-rata jarak sarad 1,56 hm dan rata-rata muatan 8,69 m3. Produktivitas penyaradan terkendali rata-rata dengan traktor penyarad adalah 25,30 m3/jam dengan biaya rata-rata Rp.9.150/m3 sedangkan produktivitas penyaradan secara konvensional rata-rata adalah 39,84 m3/jam dengan biaya rata-rata Rp.8.000/ m3 (Suhartana dan Dulsalam, 2000).

Produktivitas penyaradan kayu dengan kerbau berkisar antara 0,287-1,34 m3.hm/jam dengan rata-rata 0,821 m3.hm/jam. Biaya penyaradan kayu dengan kerbau berkisar antara Rp.6.299-Rp.29.293/m3.hm dengan rata-rata Rp.11.581/m3.hm. (Dulsalam dan Sukadaryati, 2002). Endom dan Basari (2002) melaporkan bahwa produktivitas penyaradan kayu rata-rata adalah 0,8721 m3.hm/jam. Sedangkan biaya untuk muat, bongkar dan penyaradan

Page 18: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

542 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

secara berurutan adalah Rp.5.315/m3, Rp.4.126/m3 dan Rp.24.294/m3. Penelitian penyaradan kayu dengan gajah telah dilakukan pada tahun 1997. Produktivitas penyaradan kayu dengan gajah di hutan tanaman Riau berkisar antara 1,260-5,112 m3.hm/jam dengan rata-rata 3,099 m3.hm/ jam. Biaya penyaradan kayu dengan gajah berkisar antara Rp.1.150-Rp.4.702/m3 dengan rata-rata Rp.2.021/m3 (Dulsalam dan Tinambunan, 2001).

Produktikvitas rata-rata penyaradan kayu dengan traktor pertanian FORD 5610 adalah 6,08 m3.hm/jam. Biaya rata-rata penyaradan kayu dengan traktor pertanian tersebut adalah Rp.14.574/m3.hm. Produktivitas rata-rata traktor pertanian John Deer 2400 untuk penyaradan kayu adalah 7,162 m3.hm/jam sedangkan biaya penyaradan rata-rata adalah Rp.14.055/m3.hm (Dulsalam dan Tinambunan, 2001). Produktivitas rata-rata penyaradan kayu dengan traktor penyarad berban karet yang dilengkapi winch adalah 17,40 m3.hm/jam dengan biaya Rp.14.000/m3.hm (Anonim, 2001c).

Kegiatan muat bongkar dilakukan secara manual dengan tenaga manusia dan secara mekanis dengan menggunakan traktor pemuat kayu. Pemuatan kayu secara manual telah diteliti pada tahun 1999 dengan hasil sebagai berikut: (1) produktivitas pemuatan kayu berkisar antara 2,32-6,38 m3/jam dengan rata-rata 3,83 m3/jam, jarak pemuatan kayu berkisar antara 15-35 m, (3) biaya pemuatan berkisar antara Rp.1.990-Rp.4.310/m3 dengan rata-rata Rp.3.235/m3. Produktivitas traktor pemuat pada pemuatan secara mekanis tersebut adalah 36 m3/jam dengan biaya Rp.7.620/m3. (Dulsalam dan Tinambunan, 2001). Kegiatan pemuatan tersebut belum efisien. Produktivitas alat muat Expo 2000 adalah 3,986 m3/jam dengan biaya Rp.5.315/m3.

Untuk kegiatan pengangkutan kayu digunakan truk angkutan dengan berbagai kapasitas, yaitu berkisar antara 15-40 ton/rit. Kegiatan pengangkutan kayu di hutan tanaman tersebut belum efisien. Untuk itu efisiensi pengangkutan kayu di hutan tanaman perlu ditingkatkan.

Peralatan yang digunakan untuk pemanenan di hutan tanaman sangat bervariasi. Penggunaan peralatan yang tepat guna dalam pemanenan hutan tanaman tersebut sangat diperlukan. Untuk dapat menentukan peralatan yang tepat guna maka perlu diketahui produktivitas dan biaya peralatan pemanenan di hutan tanaman.

Pemanenan di hutan tanaman dapat menimbulkan dampak negatif berupa pemadatan dan erosi tanah. Pemadatan dan erosi tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Penebangan hutan pada areal yang cukup luas akan mempengaruhi iklim mikro dan keterbukaan lahan. Perlu adanya pola penebangan yang tidak terlalu banyak mempengaruhi

Page 19: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

543Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

iklim mikro dan keterbukaan lahan yang potensial terhadap erosi tanah. Penyaradan kayu merupakan kegiatan yang dapat menyebabkan keterbukaan lahan dan pemadatan tanah. Traktor penyarad berban karet tidak terlalu banyak menimbulkan pemadatan tanah.

Pemanenan hutan di hutan tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara terutama tergantung dari besar kecilnya operasi yang dilakukan. Pada pemanenan hutan tanaman skala besar yaitu lebih dari 500.000 m3 produksi kayu per tahun dapat menggunakan alat “feller buncher” untuk penebangan, “garpple skidder” untuk penyaradan, “log loader” untuk pemuatan dan “logging truk” semi gandengan untuk pengangkutan. Dalam sistem pemanenan ini tidak perlu dikakukan pembagian batang. Pada pemanenan hutan tanaman skala menengah yaitu produksi kayu per tahun antara 100.000-500.000 m3 kayu per tahun dapat menggunakan alat chainsaw untuk penebangan, traktor berban karet dan traktor berban rantai baja untuk penyaradan kayu, loader berban karet untuk pemuatan kayu dan truk semi gandengan untuk pengangkutan kayu. Pada teknik pemanenan ini dilakukan pembagian batang di tempat tebangan yang disesuaikan dengan alat pengangkutan kayu. Pada pemanenan hutan tanaman skala kecil dengan produksi kayu di bawah 100.000 m3/tahun dapat menggunakan chainsaw untuk penebangan, traktor pertanian, traktor berban karet dan traktor berban rantai baja untuk penyaradan kayu, tenaga manusia dan log loader berukuran kecil untuk pemuatan kayu dan truk berukuran kecil sampai besar untuk pengangkutan kayu. Pembagian batang dilakukan di tempat tebangan dan panjang batang relatif pendek (short wood).

Kegiatan pemanenan hutan dapat mempengaruhi emisi karbon dan karbon yang tersimpan. Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito plankton, ganngan dan rumput laut di Samudera. Dengan berkurangnya kemampuan menjerap karbon sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat perladangan, kebakaran dan pembalakan hutan (Anonim, Tanpa tahun). Pemanenan hutan yang tidak terkendali juga meyebabkan berkurangnya kemampuan hutan untuk mejerap karbon. Teknik pemanenan hutan yang terkendali dapat mengurangi emisi karbon. Jerapan karbon dipengaruhi oleh jenis dan potensi pohon. Jenis pohon berdaun lebar lebih banyak menjerap karbon dibandingkan dengan jenis pohon berdaun jarum. Di samping itu tipe hutan juga mempengaruhi penyerapan karbon. Hutan dengan potensi pohon yang lebih besar menjerap karbon lebih besar dibandingkan dengan hutan dengan potensi pohon yang rendah. Sejauh mana penjerapan karbon oleh tegakan hutan perlu diketahui.

Page 20: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

544 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Pemanenan hutan tanaman di dalamnya termasuk pemanenan hutan rakyat. Teknik pemanenan hutan rakyat yang tepat guna perlu dikaji. Teknik yang tepat guna juga dikaitkan dengan cara pengaturan hasil panen yang lestari. Potensi hutan rakyat pada tahun 2003 adalah sebagai berikut (Departemen Kehutan Badan Pusat Statistik, 2004):

1. Berdasarkan hasil listing Sensus Pertanian 2003, diperoleh gambaran bahwa potensi tanaman kehutanan (hutan rakyat) di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di Jawa (akasia, bambu, jati, mahoni, pinus, sengon dan sonokeling), sementara untuk tanaman cendana, rotan dan sungkai terkonsentrasi di Luar Jawa.

2. Rumah tangga yang mengusai tanaman akasia di Indonesia pada tahun 2003, tercatat sebanyak 1,2 juta dengan populasi pohon yang dikuasai sekitar 32,02 juta. Kondisi tanaman akasia di Indonesia pada umumnya masih berumur muda, hanya sekitar 37,69 persen yang merupakan tanaman siap tebang. Potensi tanaman akasia terdapat di empat propinsi di Jawa, yaitu di Jawa Timur (21,59%), Jawa Tengah (19,69%), Jawa Barat (13,86%) dan D.I Yogyakarta (12,21%).

3. Pada tahun 2003, banyaknya rumah tangga di Indonesia yang mengusai tanaman bambu tercatat 4,73 juta dengan populasi tanaman yang dikuasai sekitar 37,93 rumpun. Kondisi tanaman bambu di Indonesia sebagian besar adalah tanaman yang siap tebang yaitu mencapai sekitar 73,52 persen dari total populasi tanaman yang dikuasai rumah tangga. Potensi tanaman bambu terkonsentrasi di tiga propinsi di Jawa, yaitu di Jawa Barat (28,09%), Jawa Tengah (21,59%) dan Jawa Timur (19,38%), sementara di Luar Jawa terbanyak di Sulawesi Selatan (3,69%).

4. Di Indonesia pada tahun 2003, tercatat hanya ada sekitar 7,34 ribu rumah tangga yang mengusai tanaman cendana dengan populasi pohon sekitar 66,33 ribu. Kondisi tanaman cendana yang dikuasai rumah tangga, lebih dari separuh merupakan tanaman yang berumur muda, selebihnya yaitu sekitar 20 ribu pohon adalah tanaman yang siap tebang. Potensi tanaman cendana terbesar terdapat di Propinsi Nusa Tenggara Timur mencapai sekitar 42,62 ribu pohon (64,25%), kemudian di urutan kedua dan seterusnya adalah di Sulawesi Selatan (13,62%), dan Jawa Tengah (6,70%).

5. Banyaknya rumah tangga yang menguasai tanaman jati di Indonesia pada tahun 2003, tercatat sekitar 3,05 juta dengan populasi pohon yang dikuasai sebanyak 79,71 juta. Seperti halnya tanaman akasia, kondisi tanaman jati di Indonesia sebagian besar masih berumur muda,hanya sebagian kecil saja yaitu sekitar 23,14 persen merupakan tanaman yang siap tebang. Potensi tanaman jati terkonsentrai di tiga propinsi di Jawa,

Page 21: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

545Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

berturut-turut adalah di Jawa tengah (26,47%), Jawa Timur (21,28%) dan D.I Yogyakarta (8,89%).

6. Banyaknya rumah tangga yang menguasai tanaman mahoni di Indonesia pada tahun 2003 lebih kecil dibanding dengan rumah tangga tanaman jati yaitu sekitar 2,31 juta dengan populasi pohon yang dikuasai sebanyak 45,26 juta. Seperti halnya tanaman jati dan akasia, sebagian besar tanaman mahoni yang dikuasai rumah tangga masih berumur muda, hanya sekitar 9,49 juta pohon (20,98%) adalah tanaman yang siap tebang. Tiga propinsi di Jawa merupakan daerah potensi tanaman mahoni di Indonesia, berturut-turut adalah Jawa Tengah (39,04%), Jawa Barat (27,56%) dan Jawa Timur (11,63%).

7. Populasi pohon pinus di Indonesia pada tahun 2003, tercatat sekitar 5,82 juta yang dikuasai oleh sekitar 156, 0 ribu rumah tangga. Dari populasi sekitar 5,82 pohon pinus, lebih dari separuh diantaranya adalah tanaman berumur muda, selebihnya sekitar 2,72 juta pohon merupakan tanaman yang siap tebang. Potensi tanaman pinus terdapat di tiga propinsi di Jawa, berturut-turut adalah Jawa Timur (21,05%), Jawa Tengah (19,53%) dan Jawa Barat (18,63%), sementara di luar Jawa terdapat di Sumatera Utara (20,07%) dan Sulawesi Selatan (16,92%).

8. Rumahtangga yang menguasai tanaman sengon di Indonesia pada tahun 2003, tercatat sekitar 2,32 juta dengan populasi pohon yang dikuasai mencapai 59,83 juta. Seperti tanaman pinus, lebih dari separuh dari populasi jumlah pohon yang dikuasai rumah tangga adalah tanaman berumur muda, selebihnya yaitu sekitar 24,61 juta pohon adalah tanaman yang siap tebang. Potensi tanaman sengon di Indonesia terdapat di tiga propinsi di Jawa, yaitu di Jawa Tengah (34,84%), Jawa Barat (30,62%) dan Jawa Timur (10,88%).

9. Rumah tangga yang menguasai tanaman rotan di Indonesia pada tahun 2003 tercatat hanya sekitar 47,23 ribu dengan populasi pohon yang dikuasai cukup besar yaitu mencapai sekitar 17,78 juta rumpun. Berbeda dengan tanaman kehutanan yang lain, sebagian besar tanaman rotan yaitu sekitar 14,48 juta rumpun atau 81,41 persen diantaranya adalah tanaman yang sudah siap tebang. Potensi tanaman rotan di Indonesia terkonsentrasi di wilayah Kalimantan, berturut-turut di Kalimantan Tengah (75,45%), Kalimantan Timur (13,69%) dan Kalimantan Selatan (7,46%).

10. Tanaman sonokeling di Indonesia pada tahun 2003, tercatat sebanyak 2,35 juta pohon yang dikuasai oleh hanya 204,62 ribu rumah tangga. Dari populasi sebanyak 2,35 juta pohon sonokeling, sebagian besar diantaranya adalah tanaman yang masih berumur muda, selebihnya

Page 22: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

546 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

sekitar 31,56 persen adalah tanaman yang siap tebang. Potensi tanaman sonokeling di Indonesia terkonsentrasi di tiga propinsi di Jawa, berturut-turut adalah di Jawa Tengah (34,30%), D.I Yogyakarta (29,04%) dan Jawa Timur (15,86%).

11. Rumah tangga yang mengusai tanaman sungkai di Indonesia pada tahun 2003, tercatat hanya sekitar 22,32 ribu dengan populasi pohon sekitar 1,01 juta. Dari populasi sebanyak 1,01 juta pohon, sebagian besar adalah masih berumur muda, selebihnya yaitu sekitar 37,72 persen merupakan tanaman yang siap tebang. Potensi tanaman sungkai di Indonesia, terkonsentrasi di lima propinsi di Luar Jawa, berturut-turut adalah di Kalimantan Tengah (21,06%), Kalimantan Selatan (17,86%), Kalimantan Timur (12,34%), Sumatera Selatan (10,82%) dan Sulawesi Selatan (8,78%)

12. Data yang diperoleh dari pengolahan Daftar ST03-L2 ini baru menggambarkan data potensi tananaman hutan rakyat di Indonesia. Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh tentang potensi hutan rakyat diperlukan suatu studi khusus yang bertujuan untuk memperoleh indikator tentang potensi produksi kayu per pohon untuk setiap jenis tanaman kehutanan. Pemanenan hasil hutan bukan kayu masih perlu mendapat perhatian

terutama untuk pemanenan bambu, resin dan getah-getahan. Potensi bambu cukup banyak di lahan masyarakat. Bambu dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Pemanenan bambu diharapkan tidak merusak permudaan.

Pemanenan resin dan getah-getahan belum menghasilkan produksi dan kualitas yang optimal. Resin dan getah-getahan cukup prospektif untuk diusakan. Resin dan getah-getahan ini dapat dijadikan sebagai bahan baku berbagai produk. Potensi resin dan getah-getahan cukup besar. Untuk itu perlu dilakukan penelitian teknik pemanenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan.

Oleh karena itu teknik penebangan pohon, penyaradan dan pengangkutan kayu dari hutan ke tempat pengolahan atau pemasaran yang efisien dan efektif dan sesuai dengan kondisi hutan, peralatan dan kemampuan perusahaan, sangat menentukan keberhasilan pengembangan hutan tanaman, hutan alam dan hutan rakyat. Teknik pemanenan diduga mempengaruhi penjerapan karbon. Di samping itu teknik pemanenan yang tepat guna dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan. Untuk itu penelitian keteknikan dan pemanenan hasil hutan perlu dilakukan.

Page 23: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

547Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

Kesinambungan Hasil

Kelayakan

Pemilihan

TeknologiPemanenan

Sumber Daya Hutan

Kelestarian Ekosistem/Usaha

Biaya

Lingkungan

Efisiensi

Produktivitas

Ya (di bawah ambang batas)

Tidak (di atas ambang batas)

Gambar 1. Alur pikir pendekatan masalah pemanenan hasil hutan

Masalah penelitian pemanenan hasil hutan didekati dengan penerapan dan pengamatan langsung teknik pemanenan di lapangan. Alur pikir dari pendekatan masalah adalah sebagai berikut (Gambar 1). Pemanfaatan sumberdaya hutan berazaskan kelestarian hasil usaha dan kelestarian ekosistem dilakukan melalui pemanenan hutan dengan menggunakan peralatan yang sesuai. Sebagaimana pada Gambar 1, kegiatan pemanenan hutan dengan berbagai macam teknik akan mempengaruhi efisiensi, produktivitas, biaya pemanenan dan lingkungan. Dalam hal pengaruhnya terhadap lingkungan, kegiatan pemanenan mempengaruhi tanah hutan, penjerapan karbon dan iklim mikro. Pengaruhnya terhadap tanah hutan dapat didekati dengan mengukur pemadatan lapisan tanah atas akibat pemanenan. Pengaruhnya terhadap penjerapan karbon didekati dengan massa pohon. Pengaruhnya terhadap iklim mikro dapat didekati dengan mengukur presentase keterbukaan tajuk (lebar keterbukaan tajuk). Produktivitas pemanenan dapat dihitung dengan mengetahi waktu kerja dan hasil kerja peralatan yang digunakan sedang biaya pemanenan dapat dihitung dengan cara mengetahui produktivitas pemanenan dan biaya memiliki dan biaya menjalankan alat pemanenan. Dari indikator produktivitas, efisiensi, biaya, tanah hutan, penjerapan karbon dan iklim mikro dapat ditentukan standar teknis di mana standar teknis ini untuk menentukan jenis teknologi pemanenan hasil hutan.

Page 24: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

548 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

III. RUMUSAN MASALAH

Bertolak dari latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Belum tersedianya teknik pemanenan hutan yang berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah;

2. Belum tersedianya teknik pemanenan hutan yang efisien dengan cara Whole tree logging;

3. Belum tersedianya indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan;

4. Belum tersedianya teknik pemanenan bambu yang berdampak minimal terhadap permudaan;

5. Belum tersedianya teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat; 6. Belum diketahuinya dampak teknik pengaturan pemanenan hutan

terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan;7. Belum tersedianya teknik pemanenan resin dan getah-getahan yang

dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas; 8. Belum tersedianya informasi ekologi, sosial dan ekonomi penggunaan

pemanenan hutan lahan kering.

IV. HIPOTESIS

Hipotesis penelitian ini adalah keteknikan dan pemanenan hasil hutan yang tepat guna dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas hasil hutan.

V. TUJUAN DAN SASARAN

A. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan teknologi pemanenan hutan tanaman, hutan alam dan hutan rakyat serta hasil hutan non kayu yang efisien, tepat guna dan berdampak minimal terhadap lingkungan.

B. Sasaran

Sasaran penelitian adalah:

1. Tersedianya teknik pemanenan hutan yang berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah;

Page 25: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

549Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

2. Tersedianya teknik pemanenan hutan yang efisien dengan cara Whole tree logging;

3. Tersedianya indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan;

4. Tersedianya teknik pemanenan bambu yang berdampak minimal terhadap permudaan;

5. Tersedianya teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat; 6. Tersedianya informasi pengaruh teknik pengaturan pemanenan

terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan; resin dan getah-getahan yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas;

7. Tersedianya teknik pemanenan resin dan getah-getahan yang dapat meningkatan produktivitas dan kualitas;

8. Tersedianya informasi ekologi, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering.

VI. LUARAN

Luaran dari penelitian ini adalah basis data teknologi dan konsep keteknikan dan pemanenan hutan berdampak minimal serta infor terhadap lingkungan.

VII. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian adalah keteknikan hutan dan pemanenan hasil hutan yang terdiri dari:

1. Komoditas: kayu pertukangan, kayu serpih, bambu, resin, dan getah-getahan.

2. Area/Geografis: meliputi wilayah Jawa, Sumatera dan Kalimantan.3. Tipe hutan: hutan produksi lahan kering dan lahan basah serta hutan

rakyat.4. Kegiatan: penebangan, penyaradan, muat-bongkar, pengangkutan

kayu dan bambu, dan penyadapan resin dan getah-getahan.5. Aspek: meliputi teknis, sosial, ekonomi dan lingkungan.

Page 26: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

550 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

VIII. METODOLOGI

A. Luaran dan Kegiatan

Kegiatan penelitian yang akan dilakukan untuk menghasilkan luaran disajikan seperti Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Luaran dan kegiatan penelitian

Luaran Penelitian Rencana Kegiatan

1. Basis data teknologi dan konsep pemanenan berdampak minimal terhadap lingkungan

20.1.3 Pemanenan hutan berdampak mini-mal terhadap lingkungan di hutan lahan basah

20.2.3 Indeks pemanenan hutan berdam-pak minimal terhadap lingkungan

20.3.3 Uji coba dan analisis efisiensi whole tree logging di hutan produksi alam.

20.4.3 Teknik pemanenan bambu berdam-pak minimal terhadap permudaan

20.5.3 Teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat

20.6.3 Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan

20.7.3 Teknik pemanenan untuk mening-katkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan

20.8.3 Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering

B. Pendekatan Pelaksanaan/Metode untuk Pencapaian Luaran

Pendekatan pencapaian luaran basis data teknologi dan pemanenan berdampak minimal terhadap lingkungan adalah sebagai berikut.

1. Pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah didekati sebagai berikut:

a. Persiapan penelitian meliputi penyusunan rencana penelitian pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah.

b. Pelaksanaan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, pembuatan petak coba, pengukuran waktu kerja penebangan

Page 27: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

551Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

(detik) pengukuran diameter (cm) dan panjang (m) batang yang ditebang, pencatatan diameter dan panjang batang, pencatatan biaya penebangan (penyusutan alat, biaya bunga modal, pajak dan asuransi, biaya bahan bakar, biaya oli dan pelumas serta biaya upah).

c. Pengolahan data hasil penelitian pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah.

d. Penyusunan laporan hasil penelitian pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah.

2. Indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan didekati sebagai berikut:

a. Persiapan penelitian meliputi penyusunan rencana penelitian indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan;

b. Pelaksanaan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, pembuatan petak coba, pengukuran waktu kerja pembuatan lubang tanam dan pengangkutan bibit (detik) pengukuran dimensi lubang tanam (panjang/lebar/diameter dalam cm) dan jarak pengangkutan bibit (m), pencatatan biaya pembuatan lubang tanam dan pengangkutan bibit (penyusutan alat, biaya bunga modal, pajak dan asuransi, biaya bahan bakar, biaya oli dan pelumas serta biaya upah);

c. Pengolahan data hasil penelitian indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan;

d. Penyusunan laporan hasil penelitian indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan.

3. Uji coba dan analisis efisiensi whole tree logging di hutan produksi alam didekati sebagai berikut:

a. Persiapan penelitian meliputi penyusunan rencana penelitian uji coba dan analisis efisiensi whole tree logging di hutan produksi alam untuk meminimalkan limbah kayu di petak tebangan;

b. Pelaksanaan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, pembuatan petak coba, pengukuran waktu kerja penebangan (detik) pengukuran diameter (cm) dan panjang (m) batang yang ditebang, pencatatan diameter dan panjang batang, pencatatan biaya penebangan (penyusutan alat, biaya bunga modal, pajak dan asuransi, biaya bahan bakar, biaya oli dan pelumas serta biaya upah) untuk hasil hutan kayu;

c. Pengolahan data hasil penelitian uji coba dan analisis efisiensi whole tree logging di hutan produksi alam untuk meminimalkan limbah kayu di petak tebangan;

Page 28: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

552 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

d. Penyusunan laporan hasil penelitian uji coba dan analisis efisiensi whole tree logging di hutan produksi alam untuk meminimalkan limbah kayu di petak tebangan.

4. Teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan didekati sebagai berikut.

a. Persiapan penelitian meliputi penyusunan rencana penelitian teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan;

b. Pelaksanaan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, pembuatan petak coba, pengukuran waktu kerja penebangan, penyaradan dan pengangkutan (detik) pengukuran diameter (cm) dan panjang (m) batang yang ditebang, pencatatan diameter dan panjang batang, pencatatan biaya penebangan (penyusutan alat, biaya bunga modal, pajak dan asuransi, biaya bahan bakar, biaya oli dan pelumas serta biaya upah) dan pengukuran kerusakan permudaan;

c. Pengolahan data hasil penelitian Persiapan penelitian teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan;

d. Penyusunan laporan hasil penelitian teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan

5. Teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat didekati sebagai berikut:

a. Persiapan penelitian meliputi penyusunan rencana penelitian teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat;

b. Pelaksanaan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, pembuatan petak coba, pengukuran waktu kerja penebangan, penyaradan dan pengangkutan (detik) pengukuran diameter (cm) dan panjang (m) batang yang ditebang, disarad dan diangkut, pencatatan diameter dan panjang batang, pencatatan biaya penebangan, penyaradan dan pengangkutan (penyusutan alat, biaya bunga modal, pajak dan asuransi, biaya bahan bakar, biaya oli dan pelumas serta biaya upah);

c. Pengolahan data hasil penelitian teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat

d. Penyusunan laporan hasil penelitian teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat

Page 29: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

553Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

6. Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan didekati dengan:

a. Persiapan penelitian meliputi penyusunan rencana penelitian Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan;

b. Pelaksanaan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, pembuatan petak coba, pengukuran waktu kerja pengeluaran kayu (detik), pengukuran diameter (cm) dan panjang (m) batang yang dikeluarkan, pencatatan biaya pengeluaran kayu (penyusutan alat, biaya bunga modal, pajak dan asuransi, biaya bahan bakar, biaya oli dan pelumas serta biaya upah); pengukuran biomassa yang dimanfaatkan, pengukuran biomassa yang ditinggalkan, informasi luas pemanenan, informasi vegetasi menjerap karbon);

c. Pengolahan data hasil penelitian Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan;

d. Penyusunan laporan hasil penelitian Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan.

7. Teknik pemanenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan

a. Persiapan penelitian meliputi penyusunan rencana penelitian teknik pemanenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan;

b. Pelaksanaan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, pembuatan petak coba, pengukuran waktu kerja penyadapan (detik), pengukuran diameter kayu yang disadap (cm), pencatatan biaya penyadapan (penyusutan alat, biaya bunga modal, pajak dan asuransi, biaya bahan bakar, biaya oli dan pelumas serta biaya upah); pencatatan hasil kerja (gram/minggu);

c. Pengolahan data hasil penelitian teknik pemanenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan

d. Penyusunan laporan hasil penelitian teknik pemanenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan

8. Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering dedekati dengan:

a. Persiapan penelitian meliputi penyusunan rencana penelitian Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering;

Page 30: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

554 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

b. Pelaksanaan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, pengumpulan data sosial ekonomi, biaya pemanenan (alat dan tenaga kerja), penggunaan tenaga kerja dan keterlibatan masyarakat di sekitar hutan dalam kegiatan penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering;

c. Pengolahan data hasil penelitian kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering;

d. Penyusunan laporan hasil penelitian kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering.

IX. RENCANA TATA WAKTU

Penelitian akan dilaksanakan sesuai jadwal pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Rencana tata waktu

Luaran/KegiatanTahun

2010 2011 2012 2013 2014

Luaran 1: Basis data teknologi dan konsep pemanenan yang berdampak minimal terhadap lingkungan

20.1.1.3 Pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah

20.1.2.3 Indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan

20.1.3.3 Uji coba dan analisis efisiensi whole tree logging di hutan produksi alam

20.1.4.3 Teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan

20.1.5.3 Teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat

20.1.6.3 Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan

20.1.7.3 Teknik pemanenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan

Page 31: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

555Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

Luaran/KegiatanTahun

2010 2011 2012 2013 2014

20.8.3. Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering

X. RENCANA LOKASI

Rencana lokasi penelitian seperti tercantum pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Rencana lokasi

Luaran Kegiatan Lokasi

Luaran 1. Basis data teknologi dan konsep keteknikan dan pemanenan ramah lingkungan

20.1.1.3 Pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah

Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur

20.1.2.3 Indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan

Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kaimantan Tengah, Kalimantan Timur

20.1.3.3 Uji coba dan analisis efisiensi whole tree logging di hutan produksi alam

Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timurr

20.1.4.3 Teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan

DIY, Jawa Barat, Jawa Tengah

20.1.5.3 Teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat

Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur

20.1.6.3 Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan

Sumatera Selatan, Riau Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur

20.1.7.3 Teknik pemanenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan

Jambi, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah

Page 32: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

556 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Luaran Kegiatan Lokasi

20.1.8.3 Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering

Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur

XI. RENCANA ANGGARAN

Untuk melaksanakan penelitian diperlukan biaya seperti Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Rencana anggaran (dalam jutaan rupiah)

Luaran Penelitian Kegiatan

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah

Luaran 1.Basis data teknologi dan konsep keteknikan dan pema-nenan ramah lingkungan

20.1.1.3 Pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah

100 110 120 130 150 610

20.1.2.3Indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan

100 110 120 130 150 610

20.1.3.3 Uji coba dan analisis efisiensi whole tree logging di hutan produksi alam

300 300 300 130 150 1180

20.1.4.3 Teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan

100 110 120 0 0 330

20.1.5.3 Teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat

- - 120 130 150 400

Page 33: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

557Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

Luaran Penelitian Kegiatan

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah

20.1.6.3 Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan

150 150 150 150 150 750

20.1.7.3 Teknik pemanenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan

- - 120 130 150 400

20.1.8.3 Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering

100 110 120 130 150 610

Jumlah 850 890 1170 930 1.050 4.890

XII. ORGANISASI

Untuk melaksanakan kegiatan penelitian tersebut diperlukan organisasi sebagai berikut:

1. Penanggungjawab: Kepala Pusat Litbang Hasil Hutan2. Koordinator merangkap anggota: Prof. Ir. Dulsalam, MM3. Pelaksana: Seperti Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Organisasi pelaksana penelitian

No. Kegiatan Penelitian Pelaksana Unit Penelitian

1 2 3 4

1. 20.1.1.3 Pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah

Ir. Sona Suhartana P3HH

Page 34: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

558 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

No. Kegiatan Penelitian Pelaksana Unit Penelitian

1 2 3 4

2. 20.1.2.3 Indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan

Ir. Sukanda, Msi P3HH

3. 20.1.3.3 Uji coba dan analisis efisiensi whole tree logging di hutan produksi alam

Dr. Ir. Maman Mansyur Idris, MS

P3HH

4. 20.1.4.3 Teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan

Sukadaryati, S. Hut, MP P3HH

5. 20.1.5.3 Teknik pemanenan tepat guna di hutan rakyat

Ir. Zakaria Bazari P3HH

6. 20.1.6.3 Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan

Prof. Ir. Dulsalam, MM. P3HH

7. 20.1.7.3 Teknik pemanenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan

Sukadaryati, S.Hut, MP. P3HH

8. 20.1.8.3 Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering

Prof. Ir. Dulsalam, MM P3HH

XIII. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001a. Restruksi industri kehutanan. Departemen Kehutanan dan ITTO. Jakarta.

________. 2001 b Hutan tanaman untuk penciptaan sumber daya. Departemen Kehutanan dan ITTO, Jakarta.

________. 2001c. The feasibility study on small diameter log resources development in Indonesia. Final Report. Korea International Cooperation Agency and Korea Forest Research Institute, Seoul.

________. 2003. Potensi Hutan Rakyat Indonesia 2003. Departemen Kehutanan dan Badan Satatistik. Jakarta.

________. Anonim. Tanpa tahun. Hutan Kota. Website: http://www.dephut.go.id/ informasi. Diakses tanggal 10 Januari 2010.

Page 35: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

559Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

Bina Produksi Kehutanan. 2009. Pembangunan hutan tanaman industri (HPH tanaman) tahun 1989-2006. Website://WWW.dephut.go.id/informasi/statistik. Diakses tanggal 7 Oktober 2009.

Binkley, V.W. & H.H. Lysons. 1968. Planning single span skyline. U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Oregon.

Brown, N. C. 1949. Logging. The Principle of Method of Harvesting Timber in the United States and Canada. John Wiley & Sons, New York.

Dipodiningrat. 1980. Prestasi kerja dan biaya sarad traktor sarad (studi kasus di HPH PT BFI, Kalimantan Timur). Prosiding Seminar Eksploitasi Hutan. Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor.

Dulsalam. 1995. Produktivitas penebangan kayu sungkai dengan gergaji tangan. Publikasi Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan 1(2): 38-47.

Dulsalam dan D. Tinambunan. 2001. Teknik pemanenan hutan tanaman. Prosiding Diskusi Teknologi Pemanfaatan Kayu Budidaya untuk Mendukung Industri Perkayuan yang Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan, Bogor.

Dulsalam, M.M. Idris & W. Endom. 1997. Produktivitas dan biaya pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang P3HH20. Buletin Penelitian Hasil Hutan 15(3): 151-161.

Dulsalam dan Sukadaryati. 2001. Produktivitas dan biaya penyaradan kayu dengan kerbau di Jambi. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 19(3): 147-164. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Dulsalam. 2006. Teknologi peningkatan efisiensi pemanenan hutan tanaman. Sintesa hasil penelitian. Tidak diterbitkan.

FAO. 1992. Cost control in forest harvesting and road construction. FAO Forestry Paper No. 99, Rome.

Jamaludin, M., A. Santoso dan O. Rachman. 2000. Sari hasil penelitian mangium (Acacia mangium Willd.). Himpunan Sari Hasil Penelitian Mangium dan Tusam. Pusat Penelitian Hasil hutan, Bogor.

Laban, B. Y. 2004. Kebijakan restrukturisasi industri kehutanan berbasis pengelolaan hutan lestari. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan dalam Mendukung Program Restrukturisasi Industri Kehutanan, tanggal 16 Desember 2004 di Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. P. 7-14.

PT Sumalindo Lestari Jaya & Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. 1995. Penelitian sistem skyline

Page 36: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

560 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

di areal TJTI. Laporan Kerjasama Penelitian antara PT Sumalindo Lestari Jaya dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial ekonomi Kehutanan. Bogor.

Suhartana, S. 1996. Penebangan serendah mungkin untuk meningkatkan produksi kayu:Studi kasus di dua perusahaan hutan di Kalimantan Timur. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14(19):374-381. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan & Sosial Ekonomi Kehutanan. Bogor.

Suhartana, S. dan Dulsalam. 2000. Pemanenan berwawasan lingkungan untuk minimasi kerusakan hutan. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 18 (2):87-103.

Suhartana, S. 2002. Produktivitas dan biaya penebangan gergaji rantai Stihl 070 di suatau perusahaan hutan tanaman industri di Jambi. Makalah penunjang pada Seminar Hasil Penelitian Teknologi Hasil Hutan. 18 –19 Desember 2002. Bogor.

Suparto, S. 1979. Eksploitasi Hutan Modern. Fakultas Kehutanan, Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Staaf, KAG. dan N. A. Wiksten. 1984. The Harvesting Techniques. Marinus Nijjhof. Dr W. Junk Publisher.Dordrecht/Boston/Lancaster.

Wackerman, A.E. 1949. Harvesting Timber Crops. McGraw-Hill. New York.

XIV. KERANGKA KERJA LOGIS

Kerangka kerja logis penelitian keteknikan dan pemanenan hasil hutan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kerangka kerja logis penelitian keteknikan dan pemanenan hasil hutan

No Narasi Indikator Cara verifikasi Asumsi

1. Tujuan: Meningkatkan efisiensi keteknikan dan pemanenan hutan

Penghematan sumber daya alam meningkat 5%

Uji coba Pengusaha hutan tanaman mendu-kung, kebijakan pemerintah mendukung

Page 37: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

561Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

No Narasi Indikator Cara verifikasi Asumsi

2. Purpose:Mendapatkan informasi dan teknologi pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan

Produksi kayu hutan tanaman meningkat 5%

Laporan akhir Pengusaha hutan tanaman mendu-kung, kebijakan pemerintah mendu-kung, program dan sistem anggaran mendukung

3. Output/Luaran 7 Petunjuk Teknis1 informasi ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan

Laporan penelitian, Informasi teknis inventarisasi hutan tanaman, penebangan, penyaradan,dan pengangkutan

Pengusaha hutan tanaman mendu-kung, kebijakan pemerintah mendukung, program dan sistem anggaran mendukung, koordinasi lancar

Luaran 1.Basis data teknologi dan konsep pemanenan berdampak minimal terhadap lingkungan

4. Kegiatan Tersedianya teknologi keteknikan dan pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan

PPTP, RPTP, DIPA, PO, RO, SPJ

Program dan sistem anggaran mendukung, Kendala di lapang-an tidak ada, Koordinasi lancer

20.1.3 Pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan di hutan lahan basah

20.2.3 Indeks pemanenan hutan berdampak minimal terhadap lingkungan

Page 38: RPI_20_Keteknikan_&_Pemanenan_HH.pdf

562 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

No Narasi Indikator Cara verifikasi Asumsi

20.3.3 Uji coba dan analisis efisiensi whole tree logging di hutan produksi alam

20.4.3 Teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan

20.5.3 Teknik pemanen-an tepat guna di hutan rakyat

20.6.3 Pengaruh teknik pengaturan pemanenan hutan terhadap pengurangan emisi dan peningkatan karbon tersimpan

20.7.3 Teknik pema-nenan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas resin dan getah-getahan

20.8.3 Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering