ROP-kuis (1)
description
Transcript of ROP-kuis (1)
KUIS TAKE HOME
REKAYASA DAN OPTIMASI PROSES
“TEKNOLOGI PROSES TERMAL, TEKNOLOGI BIOPOLIMER, TEKNOLOGI
PULSE ELECTRIC FIELD, DAN TEKNOLOGI SEPARASI MEMBRAN”
PRINSIP-PRINSIP, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUI DAN APLIKASI
DALAM BIDANG AGROINDUSTRI
Dosen Pengampu : Arie Febrianto Mulyadi, STP, MP
Oleh:
Dimas Habibie Noviandi Firdaus 115100301111046
Kelas F
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAJULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
PROSES TERMAL
A. Proses Termal
Proses termal (thermal process) termasuk ke dalam proses pengawetan
yang menggunakan energi panas. Tujuan utama proses termal adalah
mematikan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dan
menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas dengan kemasan yang
hermetis, seperti kaleng, retort pouch, atau gelas jar. Proses termal merupakan
salah satu proses penting dalam pengawetan pangan untuk mendapatkan
produk dengan umur simpan yang panjang (Fauziyah, 2002).
Keuntungan pemanasan pada proses termal (Fauziyah, 2002):
1. Destruksi senyawa beracun (toksin) dan antinutrisi (seperti antitripsin)
2. Meningkatkan cita rasa dan karakteristik sifat organoleptik yang
diinginkan (cita rasa dan bau)
3. Meningkatkan daya cerna protein dan gelatinisasi pati
Kerugian penggunaan proses termal baik secara konvenional, HTST (High
Temperatur Short Time), UHT (Ultra High Temperatur), maupun teknik proses
aseptik mengakibatkan sejumlah destruksi atau kerusakan beberapa atribut mutu
(Fauziyah, 2002).
Prinsip-prinsip dalam proses termal pengawetan makanan adalah (Fauziyah,
2002) :
Membunuh mikroba
Inaktivasi enzim
Menyebabkan perubahan warna, tekstur, flavor
Menyebabkan perubahan daya cerna makanan
Awet
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses termal adalah (Fauziyah, 2002):
Sifat bahan yaitu menunjukkan seberapa cepat bahan itu dapat
menghantarkan panas
Radiasi matahari, cahaya matahari akan dipantulkan ke lingkungan,
sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi
energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang
bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna
berbagai aplikasi.
Pantulan dan penyerapan,
Temperatur dan perubahan temperatur
Kelembapan udara
Gerakan udara
B. Aplikasi teknologi termal dalam agroindustri
Terdapat beberapa pemanfaatan energi termal dalam agroindustri
diantaranya :
1. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah pemanasan pada suhu tertentu yang memadai untuk
mematikan semua mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Dengan
pasteuriasai umur simpan bahan makanan dapat diperpanjang, karena selama
pemanasan terjadi pengurangan populasi mikroorganisme perusak. Pateurisasi
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu holding process dan HTST. Holding process
adalah pemanasan dengan suhu rendah dalam waktu yang lama. Kombinasi
suhu dan waktunya adalah 73oC selama 30 menit. Sedangkan HTST (high
temperature short time) adalah pemanasan dengan suhu tinggi dalam waktu
singkat. Kombinasi suhu dan waktu yang digunakan adalah 72oC selama 15 detik
(Purnawijayanti, H.A. 2001).
2. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan untuk mematikan
semua mikroorganisme pada bahan makanan. Sterilisasi biasanya dikombinasi
dengan pengemasan hermetis untuk mencegah kontaminasi ulang. Kemasan
hermetis adalah pengemasan yang sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus
oleh mikroorganisme, air, ataupun udara (Purnawijayanti, 2001).
3. Blansir
Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara
pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-
93 derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari
macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan. Blansir merupakan pemanasan
pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum
dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan (Sudiarto, 2002).
BIPOLIMER
A. Biopolimer
Biopolimer adalah senyawa polimer yang dapat diuraikan secara alamiah
oleh mikroorganisme ataupun melalui proses hidrolisis di alam. Keunggulan
senyawa polimer dibandingkan dengan plastik sintetis berdasarkan petrokimia
ialah karena sifatnya yang mudah terurai (biodegradable) sehingga tidak akan
merusak lingkungan seperti yang banyak ditimbulakn oleh plastik sintetis.
Disamping itu, biopolimer dapat dihasilkan dari bahan alam yang ketersediannya
tidak terbatas dan dapat diperbarui sepanjang masa (renewable), sehingga
bahan baku untuk produksinya melimpah (Kurnia, 2011). Biopolimer dapat
diperoleh dengan tiga cara yaitu biosintesis sperti kanji dan selulosa, proses
bioteknologi seperto pada poli (hidroksi fatty acids), dan dengan proses sistesis
kimia seperti pada pembuatan poliamida, polyester dan poli (vinil alkohol).
Berikut adalah beberapa faktor yang berpengaruh pada biopolimer
berdasarkan analisis jurnal (Kurnia, 2011):
1. Bahan baku, bahan baku akan mempengaruhi pembuatan biopolimer
karena setiap bahan baku yang digunakan memiliki kandungan yang
berbeda, sehingga bahan baku merupakan faktor terpenting dalam
pembuatan biopolimer.
2. Teknologi yang digunakan, semakin canggih teknologi yang digunakan
maka akan semakin baik kualitasnya.
3. Gugus fungsi
4. Sifat termal
B. Aplikasi Teknologi Biopolimer dalam Agroindustri
Terdapat beberapa aplikasi teknologi bio polimer dalam agroindustri, antara lain :
1. Bioplastik
Bioplastik adalah polimer yang dapat berubah menjadi biomassa H2O,
CO2, dan atau CH4 melalui tahapan depolimerisasi. depolimerisasi terjadi karena
kerja enzim ekstraseluler (terdiri atas endo dan ekso enzim). Endo enzim
memutus ikatan internal pada rantai utama polimer secara acak, dan ekso enzim
memutus unit monomer pada rantai utama secara berurutan. Bagian-bagian
oligomer yang terbentuk dipindahkan ke dalam sel dan menjadi mineralisasi.
proses mineralisasi membentuk CO2, CH4, N2, air, garam-garam, mineral dan
biomassa. definisi polimer biodegradable dan hasil akhir yang terbentuk dapat
beragam bergantung pada polimer, organisme, dan lingkungan (Gaylord, 1974).
2. Edible film
Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang
dapat dimakan, diletakkan diantara komponen makanan yang berfungsi sebagai
barrier terhadap transfer massa dan sebagai carrier bahan makanan dan aditif
untuk meningkatkan penanganan makanan. Bahan-bahan yang paling sering
digunakan dalam memproduksi edible film adalah biopolimer seperti karbohidrat
dan protein (Darmanto, 2010)
PULSED ELECTRIC FIELD (PEF)
A. Pulsed Electric Field (PEF)
High Intensity Pulsed Electric Fields (PEF) merupakan salah satu metode
pengolahan pangan non-thermal dengan menggunakan kejutan listrik intensitas
tinggi. PEF ini diaplikasikan pada bahan yang berbentuk cair. Prosesnya singkat
antara satu mikrodetik sampai satu milidetik dengan pulsa yang pendek. Proses
Pulsed Electric Field (PEF) didasarkan pada aplikasi denyut pendek pada
tegangan tinggi (20-80 kV/cm) ke makanan yang ditempatkan diantara 2
elektroda. PEF dikategorikan suatu proses non thermal karena makanan
diproses pada suhu kamar atau di bawahnya selama beberapa detik dan mampu
memperkecil kehilangan nutrisi yang disebabkan oleh pemanasan. Dalam
teknologi PEF, energi diperoleh dari tegangan tinggi sumber tegangan yang
disimpan dalam satu atau beberapa kapasitor dan dilepaskan melalui material
makanan untuk menghasilkan medan elektrik yang diperlukan. Energi yang
tersimpan dalam kapasitor dapat dilepaskan dengan cepat (dalam seper sejuta
detik) pada tenaga yang sangat tinggi (Apriliawan, 2010).
Menurut (Heinz, 2006), terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi
inaktivasi mikroba; aplikasi tegangan listrik, jenis mikroorganismenya, dan
suspensi medium. Faktor-faktor yang mempengaruhi aplikasi tegangan listrik;
bentuk aliran gelombang PEF, kekuatan medan listrik, dan waktu perawatan alat.
Semakin tinggi PEF, semakin tinggi inaktivasi yang dicapai. Secara umum,
inaktivasi mikroba meningkat seiring dengan meningkatnya tegangan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi jenis mikroorganisme adalah ukuran sel, fase
pertumbuhan, dan jumlah mikroba. Spora sel mikroba dalam jumlah banyak akan
membuat inaktivasi lebih lama. Sel mikroba pada fase eksponensial lebih sensitif
terhadap perlakuan PEF daripada sel-sel pada fase lag atau fase stasioner.
Metode PEF melemahkan aktivitas spora mikroba. Jenis tegangan juga
mempengaruhi keefektifan PEF. Faktor-faktor yang mempengaruhi suspensi
medium; Suhu, pH, kekuatan ion, konduktivitas, dan komposisi medium.
Komposisi pada makanan tertentu seperti protein dan lipid melindungi
mikroorganisme pada makanan dari lingkungan luar. Kekurangan dari metode
PEF adalah spora kurang sensitif terhadap PEF karena spora mikroba masih
kebal, upscalling peralatan PEF masih dalam pengembangan, lebih spesifik
bekerja untuk produk makanan dalam bentuk cair, efisiensinya tergantung pada
konduktivitas listrik makanan. Sedangkan Kelebihan dari metode PEF adalah
mampu mempertahankan nutrisi dan vitamin dalam produk, dan organoleptik
makanan tetap terjaga.
B. Aplikasi Teknologi PEF dalam Agroindustri
Aplikasi teknologi pulsed electric field dalam agroindustri adalah
pasteurisasi susu dimana dengan teknologi PEF ini dapat membunuh mikroba
sampai 93,125% tanpa ada perubahan warna, rasa, dan bau. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi efektivitas pembunuhan mikroba adalah besar tegangan,
frekuwensi dan lama proses pasteurisasi. Jumlah bakteri pada susu pasteurisasi
menurun dibandingkan dengan susu segar sebagai bahan dasar yakni menjadi
26000 CFU/ml. hal tersebut dapat membuktikan bahwa aplikasi PEF dalam
pasteurisasi susu baik untuk pengembangan teknologi dibidang agroindustri
(Apriliawan, 2010).
Aplikasi teknologi PEF selain pada susu, juga dapat digunakan untuk
pengolahan air kelapa sebahai minuman isotonic yang dikemukakan oleh
(Saparianti et al., 2008) yaitu dengan kejut medan listri (PEF) lebih efektif dalam
menurunkan total mikroba dan E. Coli pada air kelapa dalam waktu 4 menit
dengan medan listrik sebesar 0,06-1,50 kV/cm dapat menurunkan total mikroba
hingga 2-3 siklus log bahkan mencapai 4-5 siklus log jika dikombinasi dengan
perlakukan pemanasan. Dengan teknologi PEF dapta meningkatkan pH, total
asam, dan gula pereduksi serta menurunkan vitamin C dan mineral (natrium dan
kalium).
SEPARASI MEMBRAN
A. Separasi Membran
Proses separasi membran didasarkan pada prinsip pemisahan komponen
berdasarkan perbedaan berat dan ukuran molekul komponen melaui suatu
membran semi permiabel. Melalui penggunaan suatu membran dengan
karakteristik dan ukuran pori-pori tertentu, komponen-komponen dengan ukuran
molekul lebih besar dari ukuran pori-pori membran akan
tertahan (retentate) sedangkan komponen-komponen dengan ukuran molekul
lebih kecil akan melewati membran (permeate). Berdasarkan perbedaan kisaran
molekul komponen yang akan dipisahkan dengan prinsip driving force yang
digunakan untuk mengalirkan bahan melalui membran, maka proses separsi
membran dapat dibedakan atas mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, reverse
osmosis / hyperfiltrasi, elektrodialysis, dan dyalisis (Hidayat, 2002).
Melalui penggunaan membran dengan karakteristik tertentu, dapat
diupayakan agar hanya sakarida dengan Derajat polimerisasi (DP) tertentu pada
pada produk maltodekstrin yang dominan dapat melewati membran sedangkan
campuran-campuran lainnya akan tertahan oleh membran. Agar penggunaan
teknik separasi membran mampu menghasilkan produk maltodeksterin dengan
komposisi sakarida yang spesifik, maka diperlukan pula upaya untuk
mengkondisikan larutan hasil hidrolisis pada komposisi yang ideal. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk mengontrol proses hidrolisis pati adalah
penggunaan metode hidrolisis enzimatis yang akan memutus rantai polimer pati
secara spesifik. Sehingga akan menghasilkan produk hasil hidrolisis dengan
komposisi yang spesifik dan optimal untuk dipisahkan pada proses separasi
membran (Hidayat, 2002).
B. Aplikasi Teknologi Separasi Membran dalam Agroindustri
Aplikasi teknologi pemanfaatan separasi membran dalam agroindustri
adalah pengolahan limbah cair. Hasil penelitian oleh (Wulandari et al., 2007)
menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode separasi membran sebagai
sistem pengolahan limbah cair (lumpur aktif Instalasi Pengolahan Limbah Tinja
(IPLT)) dapat membantu menurunkan konsentrasi COD sehingga memenuhi
baku mutu lingkungan.
Metode separasi membran ini dapat digunakan untuk pengolahan minyak
nabati yang dikemukakan oleh (Darnoko, 2008) akan tetapi, metode ini memiliki
kelemahan karena membran yang digunakan masih merupakan bahan impor
yang harganya cukup mahal. Hal tersebut menjadi kendala dalam pengolahan
minyak nabati yang perlu diperhatikan oleh peneliti-peneliti lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Apriliawan, Hadi. 2010. Laban Electric Alat Pasteurisasi Susu Kejut Listrik
Tegangan Tinggi (Pulsed Electric Field) Menggunakan Flyback
Transformer. Penelitian dan Pengembangan. Departemen Pertanian
Darmanto, Mardian. 2010. Studi Analisis Antibakteri Dari Film Gelatin-
Kitosan Menggunakan Staphylococcus Aurus. Prosiding Skripsi.
KIMIA FMIPA-ITS.
Darnoko, 2008. Aplikasi Teknologi Membran Pada Pengolahan Minyak Sawit
Dan Produk Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2 (1): 365-
373).
Fauziyah, M. 2002. Pengolahan Aman Limbah Layanan Kesehatan. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Gaylord, M. 1974. Reinforced Plastic, Theory and Practise, 2nd Edition.
Chaner Books. Massachusets.
Heinz, Volker. 2006. Pulsed Electric Field Technology For The Food
Industry. Springer Science Business Media LLC. New York.
Hidayat, Beni. 2002. Optimasi Proses Produksi dan Karakterisasi
Maltodekstrinderajat Polimerisasi Moderat (Dp 3-9) Dari Pati
Gandum. Tesis Ilmu Pangan Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Kurnia, Gita. 2011. Studi Pembandingan Hambatan Gesek Laju Kapal
Dengan Penggunaan 60% Biopolimer Kanji Dalam Formulasi Cat
Kapal. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Purnawijayanti, H.A. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.
Saparianti, E., Harijono, Wulandari, B.D. 2008. Inaktivasi mikrob dengan
kombinasi metode kejut listrik dan pemanasan pada air kelapa
(Cocos nucifera) Sebagai Bahan Baku Minuman Isotonik. Jurnal
Teknologi Pertanian. Vol 9 (3): 199-206.
Sudiarto, Fadil. 2002. Dasar Pengawetan Makanan. Erlangga. Jakarta.
Wulandari, Y.M., Widjana, T. 2007. Kinerja Kombinasi Proses
Activated Sludge dengan Bioreaktor Membran Terendam (Brmt)
Sebagai Sistem Pengolahan Limbah Cair. Jurrnal Teknologi
Pengolahan Limbah. Vol 1(1): 301-308.