Romantisisme dalam Sastra Indoensia

17
Romantisisme dalam Sastra Indonesia 1 Agung Dwi Ertato, Rissa N, Fransiska S, Andrian Pratama, Eries S, Mursidhatul U, Dian H, dan Meidy Kautsar “A thing of beauty is a joy for ever” --John Keats 1 “A thing of beauty is a joy for ever, ” demikian John Keats menulis dalam salah satu puisinya “Endymion”. John Keats oleh beberapa kritikus sastra termasuk ke dalam sastrawan aliran romantik. Misalnya, dalam buku Sejarah Kesusastraan Inggris, John Keats masuk ke dalam jajaran sastrawan romantik. Dalam puisi tersebut John Keats menggambarkan keindahan sebagai keriangan yang bersifat selamanya. Keindahan bagi sastrawan romantik menjadi hal-ihwal yang diagung-agungkan. Lalu apakah sebenarnya karya sastra romantik dan aliran romantisisme itu sendiri? Di Indonesia adakah nuansa romantisisme dalam sejarah perkembangan sastra Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, setidaknya definisi mengenai romantik harus dijelaskan lebih mendetil. Era romantik tentu jasa tidak dapat dilepaskan begitu saja dengan sejarah perkembangan pemikiran di Eropa. Dari masa Yunani Kuno, abad Kegelapan, abad Pencerahan, noe-classicism, hingga munculnya gerakan-gerakan romantik di dalam bidang 1 Karangan ini merupakan bahan diskusi tentang romantisisme dan disajikan dalam mata kuliah Sastra Bandingan pada tanggal 5 Mei 2011. 1

description

esai tentang Romantisisme dan unsur-unsurnya dalam kesusastraan Indonesia

Transcript of Romantisisme dalam Sastra Indoensia

Page 1: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

Romantisisme dalam Sastra Indonesia1

Agung Dwi Ertato, Rissa N, Fransiska S, Andrian Pratama, Eries S, Mursidhatul U, Dian H, dan Meidy Kautsar

“A thing of beauty is a joy for ever”--John Keats

1

“A thing of beauty is a joy for ever, ” demikian John Keats menulis dalam salah satu

puisinya “Endymion”. John Keats oleh beberapa kritikus sastra termasuk ke dalam

sastrawan aliran romantik. Misalnya, dalam buku Sejarah Kesusastraan Inggris, John

Keats masuk ke dalam jajaran sastrawan romantik. Dalam puisi tersebut John Keats

menggambarkan keindahan sebagai keriangan yang bersifat selamanya. Keindahan bagi

sastrawan romantik menjadi hal-ihwal yang diagung-agungkan. Lalu apakah

sebenarnya karya sastra romantik dan aliran romantisisme itu sendiri? Di Indonesia

adakah nuansa romantisisme dalam sejarah perkembangan sastra Indonesia?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, setidaknya definisi mengenai

romantik harus dijelaskan lebih mendetil. Era romantik tentu jasa tidak dapat

dilepaskan begitu saja dengan sejarah perkembangan pemikiran di Eropa. Dari masa

Yunani Kuno, abad Kegelapan, abad Pencerahan, noe-classicism, hingga munculnya

gerakan-gerakan romantik di dalam bidang kesenian. Tentu hal ini bukanlah persoalan

yang mudah karena dalam tradisi di Eropa pun pelabelan mengenai aliran atau gerakan

seni masih diperdebatkan. Setidaknya dalam pelabelan aliran atau gerakan tersebut

mengacu pada kesamaan semangat zaman, bahwa karya-karya romatisisme berbeda

dengan karya pada abad pertengahan itu adalah sesuatu yang dapat dilihat. Dalam

karangan ini, kami hanya menjelaskan aliran atau gerakan romantisisme di Eropa

terutama dalam bidang kesusastraan dengan menyinggung gerakan-gerakan tersebut di

tiga negara yang mempunyai tradisi kesusastraan yang ketat dan dianggap menjadi

kanon kesusastraan di Eropa yaitu Prancis, Jerman, dan Inggris. Konsep-konsep dasar

gerakan sastra romantisisme di tiga negara tersebut kemudian menjadi dasar dalam

1 Karangan ini merupakan bahan diskusi tentang romantisisme dan disajikan dalam mata kuliah Sastra Bandingan pada tanggal 5 Mei 2011.

1

Page 2: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

membandingkan atau lebih tepatnya melihat ciri-ciri romantisisme dalam tradisi sastra

Indonesia.

2

Isitilah romantik boleh dibilang tidak dapat dilepaskan begitu saja dengan kebudayaan

Eropa. Kalaupun kita ingin memahami dan mencari ciri-ciri romantisisme dalam tradisi

sastra Indonesia, mau tidak mau kita harus berusan dengan perkembangan tradisi

kesusastraan Eropa yang memperkenalkan istilah romantisisme tersebut. Istilah

romantik berhubungan dengan penggunaan kata roman di Abad Pertengahan, yaitu

suatu cerita dalam bahasa rakyat “bahasa roman“. Roman Abad Pertengahan terutama

berupa cerita kesatria, kebanyakan ditulis dalam bentuk sajak. Setelah beberapa waktu

ciri-ciri yang menandai cerita ini bergeser menjadi: kejadian-kejadian tegang dan sering

tidak masuk akal serta perasaan luhur tentang kehormatan dan cerita “kebangsawanan”

yang langsung dihubungkan dengan pengertian “roman” dan “romantik” (Luxemburg et.

al, 1989: 162). Setelah berlalunya masa Abad Pertengahan, cerita tentang kesatria pun

hilang pamor dan akibatnya pengertian “romantik” pun mendapat nilai negatif

. Di tengah redupnya Abad Pertengahan, manusia mulai mengedepankan akal budi

yang berdasarkan pada penemuan ilmu pengetahuan. Sejak abad ke-17, orang-orang

mulai berpikir rasional terhadap alam semesta dan Tuhan. Masa inilah yang disebut

dengan zaman Pencerahan. Makna romantik pun kembali menuai tanggapan positif

setelah mengalami kemerosotan di Abad Pertengahan. Di masa manusia lebih

menghargai akal budi, kata romantik justru diartikan secara berlebihan. Imajinasi dan

perasaan berperan penting dalam karya romantik. Bahkan, lambat laun “romantik

dihubungkan dengan pengertian seperti perasaan, subjektivitas, dan keaslian.

Semua pengertian tersebut berperan bila kita mengamati lebih dari aliran

romantik, yaitu aliran ‘modern‘ pertama dalam seni dan sastra yang kini masih sangat

berpengaruh terhadap pikiran kita mengenai keduanya” (ibid: 163). Romantik seolah-

olah membawa angin segar dan melenturkan urat-urat yang kaku dalam pergulatan

zaman akal budi. Pada abad ke-18, orang-orang pun mulai kembali kepada unsur-unsur

non rasional, seperti menghargai keindahan, proses penciptaan, imajinasi, ungkapan

perasaan yang membuncah, kepekaan, dan hal lainnya yang bersifat melankoli. Banyak

sastrawan yang menganut aliran romantik lebih mengedepankan pengungkapan

perasaan, pergolakan jiwa, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan ‘hati‘.

2

Page 3: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

Dari ilustrasi pada paragraf-paragraf sebelumnya, gerakan romantisisme dapat

dikatakan sebagai gerakan antitesis dari gerakan rasionalisme abad pencerahan.

Gerakan romantisisme mengkritisi kehidupan abad pencerahan yang cenderung kaku,

rasional, dan seimbang dengan memunculkan kehadiran subjek dalam karya sastra

romantisisme yang lebih mementingkan perasaan, spontanitas, imajinasi, dan

individualis.

3

Periode romantik dalam sejarah perkembangan sastra Eropa sering dikaitkan dengan

munculnya revolusi Prancis, terutama pada abad ke-18. Ketika itu idiom-idiom

berkaitan dengan kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan muncul di pelbagai sendi

kehidupan (Samekto, 1975: 65). Idiom-idiom tersebut pada akhirnya menimbulkan

keyakinan bahwa pada dasarnya manusia adalah baik. Dengan demikian perasaan ingin

mencapai kebahagiaan secara sempurna menjadi hakikat kehidupan pada masa

romantik.

Kemunculan romantitisme memang tidak dapat dilepaskan dari revolusi Prancis,

namun tokoh yang memberikan nafas dalam romantisisme di Prancis adalah J.J.

Rousseau. Ia dianggap sebagai bapak romantisisme lewat karya autobiografinya

Confessions. Di dalam bukunya, ia memaparkan bahwa diri (self) merupakan sesuatu

yang otonom dalam menentukan pilihannya. Dengan kata lain, Rousseau mengenalkan

konsep individualisme dan subjektivisme dalam pemikiran filsafat (Heath dan Boreham,

1999: 23).

Munculnya pemikiran Rousseau sebenarnya merupakan batu pijakan untuk

kemunculan romantisisme di Jerman maupun di Inggris. Di Jerman, kemunculan

romantisisme berkaitan dengan pencarian identitas nasion atau bangsa. Pencarian

tersebut dapat disimpulkan dari pengangkatan kembali tradisi-tradisi lisan (volk) yang

berkembang di Jerman. Selain itu munculnya gerakan Strum und Drung (Storm and

Stress) yang dikenalkan Friedrich Klinger dalam dramanya merupakan bagian dari

sejarah romantisisme di Jerman.. Di dalam drama tersebut, Klinger percaya bahwa

dalam penciptaan seni, sosok yang berpengaruh adalah kejeniusan setiap individu dan

pengalaman individu. Di Jerman, sosok Goethe dan Schiller merupakan tokoh yang

berpengaruh dalam romantisisme Jerman. Goethe mengenalkan konsep romantisisme

yang unity of nature sedangkan Schiller dalam dramanya Die Räuber yang menghasilkan

sensasi.

3

Page 4: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

Di Inggtis, penanda munculnya aliran romantik adalah terbitnya buku puisi

William Wordsworth dan Samuel Taylor Coleridge, Lyrical Ballads (1798) (Abrams,

1999: 175). Di dalam pembukaan buku Lyrical Ballads, Wordsworth mengungkapkan

bahwa

For all good poetry is the spontaneous overflow of powerful feelings; but though this be true, Poems to which any value can be attached, were never produced on any variety of subjects but by a man who being possessed of more than usual organic sensibility had also thought long and deeply (Brett and Jones, 1999: 273).

Setidaknya bagi Wordsworth, puisi yang baik adalah puisi yang dikerjakan dengan

spontanitas dan perasaan yang kuat serta mendalam. Di samping itu, Wordsworth juga

beranggapan bahwa keindahan alam merupakan pengasuh moralitas manusia. Bagi

Wordsworth, alam memiliki daya mistik tersendiri, dengan kata lain alam memiliki ruh

yang sama dengan manusia. Kepekaan perasaan dan keyakinan akan keindahan alam

tercitra dalam lirik-lirik yang diciptakan oleh Wordsworth dan Coleridge.

The Sun came up upon the right,Out of the Sea came he;And broad as a weft upon the leftWent down into the Sea.

And the good south wind still blew behind,But no sweet Bird did followNe any day for food or playCame to the Marinere’s hollo!

(Wordsworth dan Coleridge, “The Rime Of The Ancyent Marinere”)

Citraan-citraan alam terlihat dalam lirik-lirik Wordsworth dan Coleridge. Matahari

(sun), laut (sea), angin (wind), dan burung (bird) menandakan citraan alam yang

digambarkan oleh Wordsworth dan Coleridge.

Dari perkenalan kita dengan Wordsworth dan Coleridge, setidaknya ada tiga ciri

penting di dalam aliran romantisisme, yaitu perasaan mendalam, spontanitas, dan

citraan alam yang kuat. Ada beberapa ciri lain yang terdapat di dalam karya-karya

sastra yang beraliran romantisme. Ciri tersebut adalah imajinasi. Seperti yang

diuangkapkan oleh Lucas, (melalui Sitanggang, 2002: 39), bahwa romantisisme adalah

satu impian yang mengkhayalkan. Immeerwhar juga menganggap demikian bahwa

aliran romantisisme adalah satu proses sastra bersifat imajinatif.

4

Page 5: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

Noyes mengetengahkan lima ciri romantisisme dalam kesusastraan (Ibid: 39),

yaitu kembali ke alam, melankolik yang sendu, primitivisme, sentimentalisme,

individualisme dan eksotisme. Di samping itu, Noyes juga menekankan aspek imajinasi

dalam karya-karya beraliran romantisisme. Webster’s (1995 :964) juga memberikan

ciri-ciri umum tentang aliran romantisisme. Menurut Webster’s, ciri-ciri tersebut adalah

a. apresiasi yang mendalam tentang keindahan alam.

b. Mengagunggkan perasaan daripada akal.

c. Pembelokkan pada diri sendiri.

d. Keasyikan pada kecerdasan dan kepahlawanan yan luar biasa.

e. Pandangan baru tentang seniman yang bersifat individual.

f. Lebih mementingkan pada jiwa kreatif daripada bentuk formal.

g. Menggunakan bahasa yang bebas dan sederhana.

h. Menggunakan bahasa aku lirik

i. Penekanan pada imajinasi sebagai pengalaman yang transendental.

j. Menghabiskan pada kebudayaan rakyat dan asli.

k. Kegemaran pada hal-hal yang eksotik, misterius, gaib, dan dahsyat.

Selain Wordsworth dan Coleridge, ada beberapa sastrawan Eropa yang

digolongkan sebagai sastrawan beraliran Romantisisme, yaitu John Keats, Lord Byron,

Goethe, Victor Hugo, Willem Kloos, dan sebagainya.

3

Mencari unsur-unsur romantisisme dalam tradisi sastra Indonesia, setidaknya kita akan

berhadapan pada dua sisi yang akan rancu, yang pertama adalah romantisisme

merupakan tradisi kesusastraan Eropa, dan yang kedua tradisi sastra Indonesia

mengacu pada tradisi sastra Melayu, Jawa, atau daerah lainnya. Namun, adanya

kolonialisme pengaruh-pengaruh Eropa pada akhirnya bersentuhan dengan tradisi

kesusastraan Indonesia.

Aliran romantisisme yang berkembang di Eropa kemudian masuk ke Indonesia

melalui angkatan ’80 Belanda yang terkenal dengan sastrawan gerakan 80 (De Tachtiger

Beweging). Sastrawan yang termasuk ke dalam angkatan ’80 adalah Willem Kloos,

Loderwijk van Deyssel, dan Fredick van Eeden (Sitanggang, 2002: 38). Karya-karya

mereka kemudian dibaca oleh sastrawan Indonesia angkatan Poedjangga Baroe seperti

Amir Hamzah, JE Tatengkeng, Sutan Takdir Alisyahbana, dan Sanusi Pane.

5

Page 6: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

Awal mula aliran romantisisme di Indonesia banyak dikaitkan dengan angkatan

Poedjangga Baroe. Puitika yang digunaakan oleh sastrawan Poedjangga Baru banyak

terdapat ciri-ciri aliran romantisisme seperti yang diungkapkan oleh Noyes pada bagian

sebelumnya. Sebut saja, Amir Hamzah, Sutan Takdir Alisyahbana, dan JE Tantengkeng

banyak menggunakan puitika romantitisme dalam beberapa liriknya.

Puisi Amir Hamzah, dalam beberapa buku kumpulan puisinya, mempunyai ciri-ciri

aliran romantisisme. Sajak “Berdiri Aku”, “Kamadewi”, “Buah Rindu 1-4”, dan “Padamu

Jua” menandakan adanya ciri-ciri romantisisme.

Dikau sambur limbur pada sendjaDikau alkamar purnama rajaAsalkan kanda bergurau sendaDengan adinda tadjuk mahkota

(Amir Hamzah, “Buah Rindu”)

Tuan aduhai mega berarakJang meliputi dewangga rajaBerhentilah tuan di atas teratakAnak langkat musjafir lata.....Ibu, konon djauh tanah SelindungTempat gadis duduk berdjuntaiBonda hajdat hati memeluk gunungApatah daja tangan ta’ sampai.

Elang, Radjawali, burung angkasaTurunlah tuan barang sementaraBeta bertanja sepatah kataAdakah tuan melihat Adinda?

(Amir Hamzah, “Buah Rindu II”)

Dari dua kutipan puisi di atas, ciri-ciri aliran romantisisme terdapat di dalam tubuh

puisi tersebut. Citraan alam berjejalan di larik-larik yang ditulis oleh Amir Hamzah,

seperti “alkamar purnama raja”, “sambur limbur pada senja”, “tuan aduhai mega

berarak”, “gunung”, “elang, rajawali burung angkasa”. Kedekatan dengan alam dan

metafora-metafora alam yang dipakai oleh Amir Hamzah menempatkan dirinya pada

jajaran penyair romantik.

Selain dekat dengan alam, Amir Hamzah juga memainkan sisi sentimentalitas

dalam sajak-sajaknya. Misalkan, sajak “Padamu Jua”.

6

Page 7: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

Habis kikis segala cintakuHilang terbangPulang kembali aku padamuSeperti dahulu

(Amir Hamzah, “Padamu Jua”)

Perasaan pasrah, cinta dituangkan dalam sajak tersebut. Perasaan yang medalam timbul

dalam bait di atas, “habis kikis segala cintaku/ hilang terbang”, sudah tak ada lagi cinta

dalam diri aku lirik. Tidak ada perasaan yang mendalam lagi dalam aku lirik lalu

menyebabkan aku lirik kembali “padamu”. Seperti ada kesan sendu dan menyentuh

perasaan dalam sajak tersebut, seperti itulah karya aliran romantisisme.

Selain Amir Hamzah, penyair Pujangga Baru lainnya yang beraliran romantisisme

adalah Sutan Takdir Alisyahbana dan JE Tatengkeng. Sutan Takdir Alisyahbana dalam

buku kumpulan puisi Lagu Pemacu Ombak Sutan Takdir Alisyahbana juga

menggunakan citraan alam dalam membangun sisi keromantikanya. Dalam sajak

“Menuju ke Laut”, “Angin”, dan “Pemacu Ombak” citraan alam muncul di beberapa larik

sajaknya.

“Ombak ria berkejar-kejaranDi gelanggang bertepi langit.Pasir rata berulang dikecup,Tebing curam ditantang diserang,Dalam bergurau bersama angin,Dalam berlomba bersama mega.”

(Sutan Takdir Alisyahbana, “Menuju Ke Laut”)Angin,Kata orang engkau mengerang,Bila menderu di pohon kayuSelalu ngembara di mulia buana.

(STA, “Angin”)

Di depan membentang samud’ra biru,Jauh menghabis, di garis lengkung,Tempat langit mantap bertahan,Dan awan tipis takjub tertegun.

(STA, “Pemacu Ombak”)

7

Page 8: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

Dalam ketiga kutipan sajak tersebut, citraan alam yang muncul adalah awan,

ombak, samudra, mega, angin, laut, dan langit. Citraan-citraan alam digunakan untuk

mendapatkan analogi yang tepat dengan gambaran perasaan yang mendalam.

Juga JE Tantengkeng merupakan salah satu pemuisi Indonesia beraliran romantik.

Ia juga menggunakan citraan alam demi menggambarkan perasaan manusia yang

mendalam tentang segala hal. Ia adalah salah satu penyair yang dihubungkan dengan

Willem Kloos, penyair Romantik Belanda. Moto kepenyairan Tatengkeng juga tegas

bahwa seni yaitu gerakan sukma (Teeuw, 1953: 114).

Mercak-mercik ombak kecil memecahGerlap-gerlip sri syamsu mengerlingTenang-menyenang terang cuacaBiru kemerahan pegunungan keliling

(JE Tatengkeng “di Pantai Waktu Petang”)

Citraan yang dipakai oleh Tantengkeng hampir mirip dengan citraan yang dipakai

oleh Amir Hamzah maupun Sutan Takdir. Citraan alam seperti ombak, cahaya, terang,

dan pegunungan kembali muncul dalam sajak JE Tantengkeng tersebut.

4

Ketiga contoh sastrawan dan karyanya di atas merupakan contoh aliran romantisisme

di kesusastraan Indonesia pada pra-kemerdekaan. Lalu bagaimana dengan masa setelah

kemerdekaan? Setelah kemerdekaan, puisi-puisi Indonesia semakin beragam baik

bentuk maupun isinya. Beragam aliran baru muncul dalam perpuisian di Indonesia

seperti Puisi Mbeling besutan Remy Silado maupun mantra Sutardji Calzoum Bachri.

Akan tetapi, gaung romantisisme dalam kesusastraan di Indonesia tidak berhenti

sampai angkatan Pujangga Baru, angkatan setelah Pujangga Baru juga banyak memiliki

kecenderungan romantisisme meskipun tidak semasal angkatan Pujangga Baru yang

hampir semua puitika sastra menganut aliran romantisisme.

Di angkatan 45, Chairil Anwar dalam beberapa karyanya masih memiliki

kecenderungan ke dalam aliran romantisisme, seperti sajak “Senja di Pelabuhan Kecil”

dan “Derai-derai Cemara.” Akan tetapi, bukan citraan alam yang indah yang ditampilkan

oleh Chairil, ia lebih menekankan pada aspek kemuraman alam sebagai metafora bagi

perasaan manusia. Dalam sajak “Senja di Pelabuhan Kecil” misalnya, dibuka dengan lirik

yang kuat dan sarat akan eksistensi manusia. /ini kali tak ada yang mencari cinta/ atau

dalam sajak “Derai-derai Cemara”, /Cemara menderai sampai jauh/ terasa hari akan jadi

8

Page 9: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

malam/ada beberapa dahan di tingkap merapuh/dipukul angin yang terpendam/ yang di

dalam terdapat perasaan manusia yang mendalam.

Setelah angkatan Chairil Anwar, muncul, nama-nama seperti Goenawan Muhamad,

Sapardi Djoko Damono, dan Abdul Hadi W.M yang terkenal dengan kelirisan puisi-puisi

mereka. Goenawan Muhamad dalam puisi “Asmaradana”, “Interlude: Pada Sebuah

Pantai”, “Senja pun Jadi Kecil Kota pun Jadi Putih”, “Pertemuan”, dan “Kwatrin pada

Sebuah Poci” menandakan adanya ciri-ciri romantisisme.

ASMARADANA

Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun,karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serta langkahpedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti,yang jauh. Tapi di antara mereka berdua, tidak ada yangberkata-kata.

Lalu ia ucapkan perpisahan itu, kematian itu. Ia melihat peta,nasib, perjalanan dan sebuah peperangan yangtak semuanya disebutkan

Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. Sebab bila esokpagi pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara,ia takkan mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba,karena ia tak berani lagi.

Anjasmara, adikku, tinggallah, seperti dulu.Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu.Lewat remang dan kunang-kunang, kau lupakan wajahkukulupakan wajahmu.

1971

PERTEMUAN

Meniti tasbihmalam pelan-pelanDan burung kedasihmenggaris gelap di kejauhankemudian adalah pesona:wajah-Nya tersandar ke kaca jendelamemandang kita, memandang kita lama-lama

Demikian sunyi telah diturunkandan demikianlah Nabi telah dititahkandan demikian pula manusiadikirim ke bumi yang terbentang,

9

Page 10: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

dari sorgadang telah ditutupkan. Dan kini tinggalah cintamemancar-mancar dari sunyi kaca jendela

1964

Kedua puisi tersebut menyiratkan adanya perasaan yang mendalam yang

digambarkan melalui kelirisan bahasa. Kesunyian, kesenderian kemudian mengambil

beberapa citraan alam yang hingar dan terlihat indah untuk mencapai takaran perasaan

yang mendalam itu. Senada dengan Goenawan Muhamad, Sapardi dan Abdul Hadi juga

mempunyai kecenderungan yang sama dalam hal puisi romantik. Puisi Sapardi “Aku

Ingin” dan Puisi Abdul Hadi “Ombak Itulah” masih terdapat ciri-ciri puisi beraliran

romantik.

Jika kita melihat perkembangan puisi terutama perkembangan aliran

romantisisme, kita akan menemukan kecenderungan unik dalam perpuisian di

Indonesia. Awal perkembangan puisi romantik dimulai oleh Angkatan Pujangga Baru

dengan citraan alam yang indah sempurna. Sesampai pada angkatan 45, citraan alam

diubah oleh Chairil dengan kemurungan dan kesunyian alam semesta seperti dalam

“Senja di Pelabuhan Kecil”. Inovasi yang dikembangkal oleh Chairil Anwar pada

akhirnya membentuk konvensi terutama bagi puisi-puisi lirik hingga sekarang seperti

Goenawan Muhamad, Sapardi, Abdul Hadi yang memainkan kesunyian dalam puisi-

puisi mereka.

5

Sejak awal, contoh-contoh karya sastra yang beraliran romantisisme banyak dijumpai

dalam bentuk puisi sedangkan dalam bentuk prosa hanya beberapa orang saja. Di Eropa

pun demikian, romantisisme di Prancis di ramaikan oleh novel-novel Victor Hugo, salah

satu novel Victor Hugo yang terkenal adalah Les Miserelables. Ciri-ciri romantisisme

dalam prosa sama dengan ciri-ciri romantisisme dalam puisi, hanya dalam prosa sisi

imajinasi lebih terlihat menonjol selain perasaan yang mendalam yang digambarkan

lewat konflik-konflik antartokoh.

Di Indonesia sendiri, ada nama Bokor Hutasuhut yang menurut Jassin merupakan

pengarang romantik. Dalam analisis Jassin ciri romantisisme lebih ditekankan pada

cerita mistis supranatural. Misalkan, dalam karya Bokor Hutasuhut yang memiliki ciri

romantik adalah “Silang” dan “Tak Kembali Lagi”. Namun demikian ciri-ciri romantik

seperti perasaan yang mendalam juga disebutkan oleh Jassin.

10

Page 11: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

Bagaimana dengan perkembangan prosa Indonesia setelah perang, adakah yang

masih beraliran romantisisme? Jika kita mengaitkan ciri-ciri romantisisme dalam prosa

seperti yang diungkapkan oleh Noyes, prosa di Indonesia tentu saja masih ada yang

menggunakan jalur romantisisme meskipun tidak sebesar di Eropa atau semegah

munculnya aliran Absurd maupun realisme dalam prosa Indonesia. Karya-karya N.H.

Dini dapat digolongkan ke dalam prosa romantisisme di Indonesia. di dalam novel-

novel N.H. Dini, tema-tema percintaan serta konflik psikologi atau perasaan kerap

ditampilkal oleh Dini, misalkan dalam novel Pada Sebuah Kapal, Keberangkatan,

maupaun, Jalan Bandungan, Tirai Menurun, Sekayu, La barka, dll. Konflik psikologis di

antara tokoh-tokoh di dalam novel serta permasalahan cinta juga menjadikan alasan

kuat prosa N.H. Dini masuk ke dalam kategori aliran romantisisme.

Selain itu, ciri romantisisme yang tidak kalah penting adalah individual dan

imajinatif. Di dalam prosa Indonesia mutakhir, kita dapat memasukkan nama Seno

Gumira Ajidarma ke dalam aliran Romantisisme. Kumpulan cerpen Sepotong Senja

untuk Pacarku dan novel Negeri Senja merupakan contoh karya Seno Gumira Ajidarma

yang imajinatif dan terdapat sisi sentimentilnya. Di dalam cerpen “Sepotong Senja untuk

Pacarku” dan “Jawaban Alina” mengisyaratkan adanya imajinasi pengarang yang kuat

untuk memberikan gambaran tentang senja yang di potong tersebut. Dalam novel

Negeri Senja pun demikian. Seno memainkan sisi imajinasinya untuk membuat dunia

fiksi yang serba berbeda dunia nyata.

6

Dalam penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa romantisisme lahir berkat adanya

revolusi Prancis yang membuka keran-keran persamaan dan kebebasan di dalam

kehidupan manusia. Terbitnya Lyrical Ballads juga menandai awal mula aliran

romantisisme di Eropa. Aliran Romantisisme sendiri, muncul di Indonesia dibawah

pengaruh sastrawan angkatan’80 di Belanda yang dibawa masuk oleh aliran Pujangga

Baru seperti Amir Hamzah. Dalam perkembangan romantisisme di Indonesia, aliran

tersebut tidak meruak seperti pada masa Pujangga Baru, namun telah bertransformasi

ke arah puisi liris yang matang ditangan Goenawan Muhamad, Sapardi Djoko

Damono,dan Abdul Hadi WM.

Untuk prosa Indonesia, aliran romantisisme memang tidak seramai prosa aliran

realis dan absurd maupun surealis. Akan tetapi setidaknya ada beberapa prosa

11

Page 12: Romantisisme dalam Sastra Indoensia

Indonesia yang memiliki ciri romantisisme seperti Bokor Hutasuhut, N.H. Dini, dan Seno

Gumira Ajidarma.

Kepustakaan

Abrams, M.H. 1999. A Glossary Literary Term. Boston: Heinle & Heinle.

Alisjahbana, Sutan Takdir. 1984. Lagu Pemacu Ombak. Jakarta: Dian Rakyat.

Anwar, Chairil. 1960. Deru Tjampur Debu. Jakarta: Dian Rakyat.

Brett and Jones. 1991. Lyrical Ballads. London dan New York: Routledge.

Damono, Sapardi Djoko. 1994. Hujan Bulan Juni. Jakarta: Grasindo.

Ferber, Michael. 2005. A Companion to Romanticism. Oxford: Blackwell Publishing.

Hamzah, Amir. 1969. Buah Rindu. Jakarta: Dian Rakyat.

________________. 2001. Nyanyi Sunyi. Jakarta: Dian Rakyat.

Heath, Duncan dan Judy Boreham. 1999. Introduction Romanticism. Cambridge: Icon

Book, inc.

Jassin, H.B. 1967. Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei. Jakarta: Gunung

Agung.

Muhamad, Goenawan. 1992. Asmaradana. Jakarta: Grasindo.

Samekto. 1998. Ikhtisar Sejarah Kesusastraan Inggris. Jakarta: Daya Widya.

Sitanggang, S.R.H. 2002. “Mengenal Romantisme J.E. Tatengkeng dan Willem Kloos”

dalam Antologi Esai Sastra Bandingan dalam Sastra Indonesia Modern. Jakarta:

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Teeuw, A. 1953. Pokok dan Tokoh dalam Kesusastraan Indonesia Baru. Jakarta: 1953.

Webster's, Merriam. 1995. Encyclopedia of Literature. USA: Merriam Webster's Inc.

12