RODHAMIN B

15
Laporan Praktikum ANALISIS MAKANAN DAN KOSMETIK “Identifikasi Rhodamin B Dalam Makanan Minuman” Disusun Oleh MARTHIAN IVANSIUS G.701.13.152 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS TADULAKO 2015

description

RODHAMIN B

Transcript of RODHAMIN B

  • Laporan Praktikum

    ANALISIS MAKANAN DAN KOSMETIK

    Identifikasi Rhodamin B Dalam Makanan Minuman

    Disusun Oleh

    MARTHIAN IVANSIUS

    G.701.13.152

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI FARMASI

    UNIVERSITAS TADULAKO

    2015

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Pada dasarnya baik masyarakat desa maupun kota, pasti telah

    menggunakan zat aditif makanan dalam kehidupannya sehari-hari. Secara

    ilmiah, zat aditif makanan di definisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan

    dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Disini

    zat aditif makanan sudah termasuk : pewarna, penyedap, pengawet, pemantap,

    antioksidan, pengemulsi, pengumpal, pemucat, pengental, dan anti gumpal

    (Anonymous, 2008).

    Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni

    pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai

    penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur

    melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai

    bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan

    pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna

    untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan.Hal ini jelas

    sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat

    pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan

    oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan

    disamping itu harga zat pewarna untuk industry jauh lebih murah

    dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. (Hamdani, 2011).

    Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri

    dari pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis

    terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau

    allura red untuk warna merah.Kadang-kadang pengusaha yang nakal

    menggunakan pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan

    warna pada makanan. Demi mengeruk keuntungan, mereka menggunakan

    pewarna tekstil untuk makanan. Ada yang menggunakan Rhodamin B

    pewarna tekstil untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman sirup. Padahal,

  • penggunaan pewarna jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker

    dan penyakit-penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk

    makanan (food grade) pun harus dibatasi penggunaannya.

    Hal ini tentu saja dapat berdampak buruk bagi kesehatan mereka

    terutama perkembangan otak. Karena kandungan bahan tambahan berbahaya

    selain dapat merusak tubuh juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

    perkembangan sel otak bagi anak-anak. Pengaruh buruk dari adanya bahan

    tambahan makanan berbahaya juga berdampak bagi orang dewasa. Jika orang

    dewasa mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung zat

    tambahan berbahaya dalam jangka waktu yang cukup lama maka akan

    menimbulkan resiko timbulnya penyakit mematikan seperti kanker.

    I.2 Maksud dan Tujuan

    1.2.1. Maksud

    Mengetahui prinsip analisis kualitatif dan analisis kuantitatif

    menggunakan spektrofotometri UV-Vis dan mampu menentukan

    kadar dari Rhodamin B dalam sampel makanan dan minuman.

    1.2.2. Tujuan

    Memahami prinsip analisis kualitatif dan analisis kuantitatif

    menggunakan spektrofotometri UV-Vis dan mampu menentukan

    kadar dari Rhodamin B dalam sampel makanan dan minuman.

    I.3 Prinsip

    Identifikasi kandungan zat pengawet berupa rodhamin B pada makanan

    secara analisis kualitatif dilakukan dengan menyiapkan sampel terlebih

    dahulu, untuk sampel minuman tak beralkohol : sampel diasamkan

    dengan asam asetat dan untuk sampel makanan larut dalam air (saos) :

    sampel dilarutkan dalam 30 mL air. Cara pengujian dengan

    menambahkan 1 mL NaOH 10% ke dalam kedua sampel sampai basa,

    lalu di ditambahkan 2 mL eter, lalau digojog dan dipisahkan, ambil

  • lapisan eternya, kemudian ditambahkan 2 mL HCl 10% secukupnya,

    amati hasil yang terjadi.

    I.4 Manfaat

    Meningkatkan wawasan dan pemahaman mahasiswa mengenai prinsip

    analisis kualitatif dan analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri

    UV-Vis dan mampu menentukan kadar dari Rhodamin B dalam sampel

    makanan dan minuman.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Teori

    1. Bahan Tambahan Pangan (BTP)

    Bahan Tambahan Pangan adalan bahan atau campuran bahan yang

    secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

    diambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk

    pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal,

    pemucat dan pengental (menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun

    1996 tentang Pangan).

    Penggunaan BTP ini diatur oleh perundang-undangan, oleh karena itu

    perlu dipilih secara benar jika akan digunakan dalam pangan. Berikut

    ini adalah penggolongan BTP :

    1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna

    pada pangan. Contoh pewarna alami :

    a. Karamel (gula yang digosongkan)

    Yaitu pewarna alami yang berwarna coklat yang dapat mewarnai

    jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg) dan

    yogurt beraroma (150 mg/kg) dan lain-lain.

    b. Beta karoten (ekstrak umbi wortel)

    Yaitu pewarna alami berwarna merah oranye yang dapat

    digunakan untuk mewarnai es krim (100 mg/kg), acar ketimun

    dalam botol (300 mg/kg) dan lain-lain.

    c. Kurkumin (ekstrak umbi kunyit)

    Yaitu pewarna alami berwarna kuning oranye yang dapat

    digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/kg)

    dan lain-lain.

  • 2. Pemanis Buatan

    Sering ditambahkan kedalam pangan sebagai pengganti gula karena

    mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami (gula)

    yaitu :

    1. Rasanya lebih manis

    2. Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis

    3. Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh

    lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula

    (diabetes)

    4. Harganya lebih murah

    Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan

    pangan di Indonesia adalah siklamat dan sakarin yang

    mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30 80 dan 300

    kali gula alami. Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No.

    722/Menkes/Per/IX/88, sebenarnya sakarin dan siklamat hanya

    boleh digunakan dalam pangan yang khusus ditujukan untuk

    orang yang menderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori.

    3. Pengawet

    Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan

    yang mempunyai sifat mudah rusak. Pengawet yang banyak dijual di

    pasaran dan digunakan mengawetkan berbagai pangan adalah

    benzoate dan sering digunakan untuk mengawetkan sari buah,

    manisan, agar (1 gram/kg), minuman ringan dan kecap 600 mg/kg.

    4. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa

    Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia

    adalah vetsin atau bumbu masak, dan terdapat dengan berbagai

    dipasarkan. Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang

    disebut mono sodium glutamate (MSG). Dalam peraturan Menteri

    Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG

    dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh berebihan.

  • 5. Pengemulsi, Pemantap dan Pengental

    Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental dalam pangan

    adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga

    produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak

    dan air serta mempunyai tekstur yang kompak. Misalnya : untuk es

    krim, es puter digunakan agar, gom atau karboksimetilselulosa

    dengan kadar (10 gram/kg). Untuk yogurt digunakan agar atau

    karagen dengan kadar (5 gram/kg).

    6. Antioksidan

    BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada

    pangan akibat proses oksidasi lemak atau minya yang terdapat dalam

    pangan. Bahan-bahan yang sering ditambahkan antioksidan adalah

    lemak dan minyak, mentega, margarine, daging olahan/awetan, ikan

    asin dll. Misalnya : untuk minyak makan digunakan Butil

    Hidroksianisol (BHA) 200 mg/kg, ikan asin digunakan Butil

    Hidroksitoluen (BHT) 200 mg/kg.

    7. Pengatur Keasaman (Pengasam, Penetral dan Pendapar)

    Fungsinya adalah untuk membuat pangan menjadi lebih asam, lebih

    basa, atau menetralkan pangan. Misalnya : Soda kue mengandung

    Aluminium/ammonium/kalium/natrium sulfat secukupnya.

    8. Anti Kempal

    Biasanya ditambahkan kedalam pangan yang berbentuk tepung atau

    bubuk. Peranannya didalam pangan tidak secara langsung, tetapi

    terdapat didalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat

    pangan seperti susu bubuk, tepung terigu, gula pasir dan sebagainya.

    9. Penutih dan Pematang Tepung

    Bahan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan sekaligus

    pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu hasil

    pemanggangan, misalnya alam pembuatan roti, biscuit dan kue.

    Contohnya : untuk tepung digunakan asam askorbat (200 mg/kg)

  • Natrium stearoil-2-laktat digunakan untuk adonan kue (5 gr/kg

    bahan kering), roti dan sejenisnya (3,75 gr/kg tepung), serabi (3

    gr/kg bahan kering).

    10. Pengeras

    Bahan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.

    Misalnya untuk mengeraskan buah-buahan dan sayur dalam kaleng

    digunakan Kalsium glukonat 800 mg/kg bahan, untuk acar ketimun

    dalam botol digunakan 250 mg/kg bahan.

    11. Sekuestran

    Bahan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam pangan,

    sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstur.

    2. BTP yang Dilarang

    Adapun BTP yang dilarang tetapi sering digunakan oleh produsen antara

    lain :

    1. Boraks : sebagai pengenyal pada bakso dan lontong.

    2. Formalin : sebagai pengawet pada tahu dan mie basah.

    3. Rhodamin B : sebagai pewarna merah pada terasi dan kerupuk.

    4. Methanil Yellow: sebagai pewarna kuning pada tahu dan kerupuk.

    5. Pemanis Buatan : sering digunakan pada produk minuman ringan

    dan pangan jajanan yang ditujukan bukan untuk pangan yang khusus

    ditujukan untuk orang yang menderita diabetes atau sedang

    menjalani diet kalori, tetapi dengan maksud menurunkan harga,

    dapat dijual murah tetapi rasa tetap manis. Misalnya siklamat dan

    sakarin.

    3. Zat Kimia Rhodamin B dalam Pewarnaan Makanan

    Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang

    dapat memperbaiki tampilan makanan. Secara garis besar, pewarna

    dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetis. Selain itu,

  • khusus untuk makanan dikenal pewarna khusus makanan (food grade).

    Ironisnya, di Indonesia terutama industri kecil dan industri rumah tangga

    makanan masih banyak menggunakan pewarna nonmakanan atau

    pewarna untuk pembuatan cat dan tekstil (Mudjajanto, 2006).

    Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat

    dan difenelalanin yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan,

    berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi

    dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B sering

    disalahgunakan untuk pewarna pangan (kerupuk, makanan ringan, es

    dan minuman yang sering dijual di sekolahan), serta kosmetik dengan

    tujuan menarik perhatian konsumen.

    Rhodamin B dan methanil yellow merupakan bahan tambahan

    pangan (BTP) yang dilarang penggunaannya dalam makanan (Peraturan

    Menkes No.1168/Menkes/ PER/ X/ 1999). Sementara itu uji coba pada

    tikus yang diberi Rhodamin B selama satu minggu menunjukkan adanya

    pembesaran organ berupa peningkatan berat hati, ginjal, dan limpa.

    Kita dapat mengenali ciri makanan yang menggunakan Rhodamin

    B, yaitu biasanya makanan yang diberi zat pewarna ini lebih terang atau

    mencolok warnanya dan memiliki rasa agak pahit. Disamping itu,

    apabila kita ingin melakukan pewarnaan makanan yang murah namun

    dengan tidak melibatkan zat-zat kimia yang dapat merusak kesehatan,

    kita dapat menggunakan daun suji (untuk pewarna hijau), daun jambu

    atau daun jati (warna merah), dan kunyit (untuk pewarna kuning).

    Namun pada kenyataannya, kewaspadaan dari diri individu masing-

    masing dalam memilih makanan tidaklah cukup. Pengawasan dari

    pemerintah setempat untuk mengawasi perdagangan serta keluar-

    masuknya bahan kimia juga sangat diperlukan. Sampurno-Kepala Badan

    Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan, Untuk

    mengantisipasi dampak keracunan dan meningkatkan keamanan pangan,

    rencana badan POM kedepan, akan membentuk Pusat Kewaspadaan dan

  • Penanggulangan Keamanan Makanan di Indonesia (National Center

    Food Safety Alert and Respons). Tak kalah penting, badan POM perlu

    meningktkan koordinasi lintas sektor tentang pengelolaan dan

    pengamanan bahan kimia.

    Analisis zat aditif Rhodamin B dapat diidentifikasi bahan

    volatilnya pada suhu 135C dan bahan tak larut dengan metode

    gravimetri, serta warna total dalam pelarut air dengan metode

    spektrofotometri. Selain itu, ada juga cara uji pewarna makanan sesuai

    SNI 01-2895-1992,Cara Uji Pewarna Tambahan Makanan.

    II.2 Uraian Bahan

    1. Metanol (Farmakope Indonesia Edisi III, hal 706)

    Nama Resmi : METANOLUM

    Nama Lain : Metanol

    Rumus Kimia : CH3OH

    Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas.

    Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih

    tidak berwarna.

    Penyimpanan :

    2. Aquadest (Farmakope Indonesia edisi III, hal. 96)

    Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

    Nama Lain : Air suling

    Rumus Kimia : H2O

    Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak

    mempunyai rasa.

    Kegunaan : Pelarut.

  • 3. HCl (Farmakope Indonesia Edisi IV, hal. 49)

    Nama Resmi : ACIDUM HYDROCLORIDUM

    Nama Lain : Asam Klorida

    Rumus Kimia : HCl

    Pemerian : Cairan tidak berwarna; berasap; bau merangsang. Jika

    diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap hilang,

    bobot jenis kurang 1,18.

    Kelarutan :

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

    4. Na. Sulfat Anhidrat (Farmakope Indonesia edisi IV, hal. 1186)

    Nama Resmi : NATRIUM SULFAT

    Nama Lain : Natrium Sulfat

    Rumus Kimia : NaSO4

    Pemerian : Hablur tidak berwarna atau granul putih, tidak berbau,

    merekah, melebur pada suhu 32,5oC

    Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam gliserin; tidak larut

    dalam etanol.

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari panas.

    5. Asam Asetat (Farmakope Indonesia edisi IV, hal. 45)

    Nama Resmi : ACIDUM ACETICUM

    Nama Lain : Asam Asetat

    Rumus Kimia : C2H4O2

    Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; bau khas menusuk; rasa

    asam yang tajam.

    Kelarutan : Dapat bercampur dengan air; dengan etanol dan

    dengan gliserol.

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

  • 6. NaOH (Farmakope Indonesia edisi IV, hal. 589)

    Nama Resmi : NATRII HYDROXIDUM

    Nama Lain : Natrium Hidroksida

    Rumus Kimia : NaOH

    Pemerian : Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk

    pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras,

    rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila

    dibiarkan di udara, akan cepat menyerap karbon

    dioksida dan lembab.

    Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol.

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

    7. Eter (Farmakope Indonesia edisi IV, hal. 65)

    Nama Resmi : AETHER

    Nama Lain : Eter

    Rumus Kimia : C4H10O

    Pemerian : Mudah menguap, mudah mengalir, tidak berwarna;

    berbau khas. Teroksidasi perlahan-lahan oleh udara

    dan cahaya dengan membentuk peroksida.

    Kelarutan : Larut dalam air; dapat bercampur dengan etanol,

    dengan benzena, dengan kloroform, dengan pelarut

    heksana, dengan minyak lemak dan minyak menguap.

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya,

    diisi sebagian; pada suhu tidak lebih dari 30oC;

    jauhkan dari api.

  • II.3 Uraian Sampel

  • BAB III

    METODOLOGI PRAKTIKUM

    III.1 Alat dan Bahan

    Alat

    1. Neraca analitik

    2. Beker gelas

    3. Labu ukur

    4. Waterbath

    5. Corong

    6. Kertas saring

    Bahan

    1. Aquadest

    2. Metanol

    3. HCl 0,1N

    4. Na. Sulfat anhidrat

    5. Asam asetat

    6. NaOH 10%

    7. Eter

    8. Sampel saos dan minuman

    III.2 Cara Kerja

    a. Penyiapan sampel

    Minuman tak beralkohol : sampel diasamkan dengan asam asetat

    Makanan larut dalam air (saos) : sampel dilarutkan dalam 30 mL air

    b. Cara uji

    1. Ditambahkan 1 mL NaOH 10% ke dalam kedua sampel sampai basa

    2. Ditambahkan 2 mL eter, lalau digojog dan dipisahkan, ambil lapisan

    eternya.

    3. Ditambahkan 2 mL HCl 10% secukupnya, amati hasil yang terjadi.

    III.3 Skema Kerja

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    IV.1 Hasil

    IV.2 Pembahasan

    BAB V

    PENUTUP

    V.1 Kesimpulan

    V.2 Saran