RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

27
BAB I PENDAHULUAN Di era perkembangan zaman yang ipteknya semakin maju pesat ini, kita harus tetap mengedepankan hal-hal mengenai pengembangan etika, moral, dan akhlak. Yang mana kita harus dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Sebab semua itu dapat mempengaruhi bagaimana pribadi kita dan bagaimana cara pandang kita terhadap zaman yang telah didominasi oleh perkembangan iptek yang semakin merajalela tersebut. Penalaran etika, moral, dan akhlak tersebut semata-mata diwujudkan sebaik mungkin bukan hanya untuk kebaikan diri sendiri, namun juga dapat menjadi tolak ukur kita dalam menanggapi setiap masalah-masalah yang muncul di lingkungan kita sesuai dengan karakter pola pikir yang sehat, logis, dan analistis. Supaya kita dapat menempatkan diri kita sesuai dengan situasi dan kondisi sekitar. Sehingga kita nanti diharapkan menjadi insan (kholifah/tauladan) yang baik secara etika, moral, dan akhlak bagi seluruh makhluk di alam semesta ini. 1

Transcript of RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

Page 1: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Di era perkembangan zaman yang ipteknya semakin maju pesat ini, kita

harus tetap mengedepankan hal-hal mengenai pengembangan etika, moral, dan

akhlak. Yang mana kita harus dapat membedakan mana yang baik dan mana yang

buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Sebab semua itu dapat

mempengaruhi bagaimana pribadi kita dan bagaimana cara pandang kita terhadap

zaman yang telah didominasi oleh perkembangan iptek yang semakin merajalela

tersebut.

Penalaran etika, moral, dan akhlak tersebut semata-mata diwujudkan

sebaik mungkin bukan hanya untuk kebaikan diri sendiri, namun juga dapat

menjadi tolak ukur kita dalam menanggapi setiap masalah-masalah yang muncul

di lingkungan kita sesuai dengan karakter  pola pikir yang sehat, logis, dan

analistis. Supaya kita dapat menempatkan diri kita sesuai dengan situasi dan

kondisi sekitar. Sehingga kita nanti diharapkan menjadi insan (kholifah/tauladan)

yang baik secara etika, moral, dan akhlak bagi seluruh makhluk di alam semesta

ini.

1

Page 2: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

BAB II

ISI

A. Pengertian Etika

Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani,

ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa

Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral).

Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya

menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah, telah

dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut

pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika adalah ilmu yang

menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan

oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam

perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya

diperbuat.

Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai

filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep

nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya. Dari definisi etika tersebut

diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai

berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya

membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi

sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil

pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia

terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain

itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas perilaku manusia

seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan

sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai,

penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia,

yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina

dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap

sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada

pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika

2

Page 3: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan

cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan

yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia

untuk dikatan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof

barat mengenai perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran

etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya

humanistis dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran manusia dan

diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah

laku yang dihasulkan oleh akal manusia.

B. Jenis-Jenis Etika

Jika dilihat berdasarkan nilai dan norma yang terkandung di dalamnya,

etika dapat dikelompokan ke dalam dua jenis, yaitu : 

1. Etika Deskriptif, merupakan etika yang berbicara mengenai suatu fakta,

yaitu tentang nilai dan pola perilaku manusia terkait dengan situasi dan

realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat. Etika ini berusaha

menyoroti secara rasional dan kritis tentang apa yang diharapkan manusia

dalam hidup ini mengenai sesuatu yang bernilai.

2. Etika Normatif, merupakan etika yangmemberikan penilaian serta

himbauan kepada manusia tentang bagaimana harus bertindak sesuai

norma yang berlaku. Jadi, etika ini berbicara mengenai norma-norma yang

menuntun tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-harinya.

Etika normatif berbeda dengan etika deskriptif. Perbedaannya adalah

bahwa etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil

keputusan tentang perilaku yang akan dilakukan, sedangkan etika normatif

memberi penilaian sekaligus memberikan norma sebagai dasar dan kerangka

tindakan yang akan diputuskan.

C. Perbedaan Etika dan Etiket

Etika dan etiket merupakan istilah yang sangat berdekatan dan mempunyai

arti yang hampir sama walaupun terdapat perbedaan. Berikut ini beberapa

perbedaan antara etika dan etiket :

3

Page 4: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

1. Menurut Bertens (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket

dengan etika, yaitu :

a. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan

manusia. Contoh : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang

lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan.

Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap

melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu

perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri.

Contoh : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin

karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya

dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di

sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan

kanan atau tangan kiri.

b. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada

orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau

tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Contoh : Saya sedang

makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas

meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya

sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak

melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian. Etika selalu

berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Contoh:

Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang

lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun

si empunya barang sudah lupa.

c. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu

kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.

Contoh : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan. Etika

bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan

prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.

d. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang

berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Contoh : Bisa saja

orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan

4

Page 5: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Etika memandang manusia

dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik,

sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh

baik.

2. Menurut Sukrisno Agoes dan Cenik Ardana (2009) dalam bukunya etika

bisnis dan profesi.

No Etika etiket

1 Persamaan : mengatur perilaku manusia

2 Perbedaan :

a Sumber etika : masyarakat Sumber etiket : Golongan masyarakat

b

Sifat pengaturan : ada yang lisan

(berupa adat kebiasaan) dan ada yang

tertulis (berupa kode etik)

Sifat pengaturan : lisan

c

Objek yang diatur: bersifat rohaniah,

contohnya: perilaku etis (jujur, tidak

menipu, bertanggung jawab) dan

perilaku tidak etis (korupsi,

mencuri,berzina)

Objek yang diatur: bersifat lahiriah,

contohnya tata cara berpakaian (untuk

sekolah, pesta, pertemuan resmi,

berkabung, beribadah dan lainnya)

tata cara menerima tamu, tata cara

berbicara dengan orang tua, dan

sebagainya.

D. Prinsip – Prinsip Etika Bisnis

Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh

perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar

memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam

memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich

(1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:

Prinsip otonomi

Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil

keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya

baik untuk dilakukan. Atau mengandung arti bahwa perusahaan secara bebas

memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya

5

Page 6: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus

diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada

kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.

Prinsip kejujuran

Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung

keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik

internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang

teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari

lingkungan perusahaan tersebut.Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa

ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil

kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-

syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa

dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja

intern dalam suatu perusahaan.

Prinsip tidak berniat jahat

Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip

kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.

Prinsip keadilan

Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan

sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya,

pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain,menuntut agar setiap orang

diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang

rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.

Prinsip hormat pada diri sendiri

Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran,

tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.

Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance

Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam

merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :

1. Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada

konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya

6

Page 7: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada

masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-

rendahnya.

2. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan

kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun

tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan

terjadi benturan dengan hak orang lain.

3. Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan

yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan

baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu

untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang

tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang

tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan

strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh

budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara

konsisten dan konsekuen. Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika

bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah

maupun jangka panjang, karena :

a. Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan

terjadinya friksi, baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.

b. Mampu meningkatkan motivasi pekerja.

c. Melindungi prinsip kebebasan berniaga

d. Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.

Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh

perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan

akan sangat kontra. Namun, dalam etika bisnis ada prinsip-prinsip yang dinilai

Adiwarman Karim, Presiden Direktur Karim Business Consulting, seharusnya

jangan dilanggar, yaitu :

a. Kejujuran Banyak orang beranggapan bisnis merupakan kegiatan

tipu-menipu demi mendapat keuntungan. Ini jelas keliru.

7

Page 8: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

Sesungguhnya kejujuran merupakan salah satu

kunci keberhasilan berbisnis. Bahkan, termasuk unsur penting

untuk bertahan ditengah persaingan bisnis.

b. Keadilan - Perlakukan setiap orang sesuai haknya

c. Rendah Hati - Jangan lakukan bisnis dengan kesombongan.

d. Simpatik - Kelola emosi. Tampilkan wajah ramah dan simpatik.

Bukan hanya di depan klien atau konsumen anda, tetapi juga di

hadapan orang-orang yang mendukung bisnis anda, seperti

karyawan, sekretaris dan lain-lain.

e. Kecerdasan - Diperlukan kecerdasan atau kepandaian untuk

menjalankan strategi bisnis sesuai dengan ketentuan-ketentuan

yang berlaku, sehingga menghasilkan keuntungan yang memadai.

Dengan kecerdasan pula seorang pebisnis mampu mewaspadai

dan menghindari berbagai macam bentuk kejahatan non-etis yang

mungkin dilancarkan oleh lawan-lawan bisnisnya.

f. Lakukan dengan cara yang baik, lebih baik atau dipandang baik.

E. Permasalahan Etika dalam Bisnis

Beberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah etika

dan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas

panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo

Brantas. Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida

berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus Lapindo,

bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih

mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan

dan sosial yang ditimbulkan.Pada kasus HIT, meski perusahaan pembuat sudah

meminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf

itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu

terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar

di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan melarikan diri dari

tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin

8

Page 9: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan

bahan yang sudah berbelatung.

Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya,bagaimana perusahaan

bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis,

satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang

saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan

maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran

pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan

keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering

menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun,

belakangan beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat adanya hubungan

sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat

ini, reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Salah

satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana Johnson & Johnson

(J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 1982. Pada kasus itu, tujuh

orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di Chicago.

Setelah diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida. Meski

penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggung jawab,

J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan agar

konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga pengumuman lebih lanjut.

J&J bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOMnya Amerika Serikat)

menyelidiki kasus itu.

Hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan oleh pihak lain yang

memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang dikeluarkan J&J dalam

kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, karena kesigapan dan tanggung

jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun reputasi bagus

yang masih dipercaya hingga kini. Begitu kasus itu diselesaikan, Tylenol dilempar

kembali ke pasaran dengan penutup lebih aman dan produk itu segera kembali

menjadi pemimpin pasar (market leader) di Amerika Serikat. Secara jangka

panjang, filosofi J&J yang meletakkan keselamatan konsumen di atas kepentingan

perusahaan berbuah keuntungan lebih besar kepada perusahaan. Doug Lennick

dan Fred Kiel, 2005 (dalam Itpin, 2006) penulis buku Moral Intelligence,

9

Page 10: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki pemimpin yang

menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam

jangka panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon M Huntsman, 2005

(dalam Itpin, 2006) dalam buku Winners Never Cheat. Dikatakan, kunci utama

kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh

integritas dan kepercayaan pihak lain. Berkaca pada beberapa contoh kasus itu,

sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang lama yang melihat etika

dan bisnis sebagai dua hal berbeda. Memang beretika dalam bisnis tidak akan

memberi keuntungan segera. Karena itu, para pengusaha dan praktisi bisnis harus

belajar untuk berpikir jangka panjang. Peran masyarakat, terutama melalui

pemerintah, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen yang kritis

amat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan etika bisnis berbagai perusahaan

di Indonesia.

E. Pengertian Moral

Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu

jamak dari kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa

Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan

dan kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang

digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat

atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah

yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan

nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral

tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara

etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang

perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.

Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki

perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai

perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau

rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang

tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika

10

Page 11: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan

etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang

berkembang di masyarakat. Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam

moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan

lainnya yang berlaku di masyarakat. Etika dan moral sama artinya tetapi dalam

pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk

perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system

nilai yang ada.

Kesadaran moral serta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam

bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab

disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama,

perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral. Kedua,

kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan

yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan

dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap

waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.

Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan. Berdasarkan

pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih

mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau

diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh

masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan

ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib,

rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah

daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri.

Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa

harus ada dorongan atau paksaan dari luar.

F. Perkembangan Moral

Riset psikologi menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang

dapat berubah ketika dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa

yang benar dan apa yang salah, dan patuh untuk menghindari hukuman. Ketika

tumbuh menjadi remaja, standar moral konvensional secara bertahap

11

Page 12: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

diinternalisasikan. Standar moral pada tahap ini didasarkan pada pemenuhan

harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya sebagian manusia

dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan merefleksikan

secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman, budaya

atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih

memperhatikan kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan

perhatian terhadap orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri.

Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun,

menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2

tahap) yang teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk

berhadapan dengan isu-isu moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1) Level satu : Tahap Prakonvensional Pada tahap pertama, seorang anak dapat

merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan dapat menerapkan label-label baik,

buruk, benar dan salah.

a. Orientasi Hukuman dan Ketaatan. Pada tahap ini, konsekuensi fisik

sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan

itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk menghindari hukuman

atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.

b. Orientasi Instrumen dan Relativitas. Pada tahap ini, tindakan yang benar

adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk memuaskan kebutuhan

anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak itu.

2) Level dua : Tahap Konvensional Pada level ini, orang tidak hanya berdamai

dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas terhadap kelompok beserta norma-

normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi dari sudut pandang orang

lain, dari perspektif kelompok sosialnya.

c.Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal. Pada tahap ini, melakukan apa

yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat sebagai pelaku yang baik

dalam pandangannya sendiri dan pandangan orang lain.

d.Orientasi pada Hukum dan Keteraturan. Benar dan salah pada tahap

konvensional yang lebih dewasa, kini ditentukan oleh loyalitas terhadap negara

atau masyarakat sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi kecuali tidak sesuai

dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.

12

Page 13: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

3) Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip Pada tahap

ini, seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan norma

kelompoknya. Dia justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara

adil mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan

nilai yang diadopsi oleh masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam

pengertian prinsip moral yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi secara

rasional. Hukum dan nilai yang pantas adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip

yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya.

e. Orientasi pada Kontrak Sosial. Tahap ini, seseorang menjadi sadar

bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang bertentangan

dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus dengan kesepahaman,

kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dan norma bersifat

relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.

f. Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal. Tahap akhir ini, tindakan

yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena

komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk

melakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip

moral tersebut dan dia melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasi semua

aturan dan tatanan moral yang lain.

Teori Kohlberg membantu kita memahami bagaimana kapasitas moral kita

berkembang dan memperlihatkan bagaimana kita menjadi lebih berpengalaman

dan kritis dalam menggunakan dan memahami standar moral yang kita punyai.

Namun tidak semua orang mengalami perkembangan, dan banyak yang berhenti

pada tahap awal sepanjang hidupnya. Bagi mereka yang tetap tinggal pada tahap

prakonvensional, benar atau salah terus menerus didefinisikan dalam pengertian

egosentris untuk menghindari hukuman dan melakukan apa yang dikatakan oleh

figur otoritas yang berkuasa. Bagi mereka yang mencapai tahap konvensional,

tetapi tidak pernah maju lagi, benar atau salah selalu didefinisikan dalam

pengertian norma-norma kelompok sosial mereka atau hukum negara atau

masyarakat mereka. Namun demikian, bagi yang mencapai level

postkonvensional dan mengambil pandangan yang reflektif dan kritis terhadap

standar moral yang merekayakini, benar dan salah secara moral didefinisikan

13

Page 14: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

dalam pengertian prinsip-prinsip moral yang mereka pilih bagi mereka sendiri

sebagai yang lebih rasional dan memadai.

G. Penalaran Moral.

Pengertian Penalaran Moral Kohlberg (dalam Glover, 1997),

mendefinisikan penalaran moral sebagai penilaian nilai, penilaian sosial, dan juga

penilaian terhadap kewajiban yang mengikat individu dalam melakukan suatu

tindakan. Penalaran moral dapat dijadikan prediktor terhadap dilakukannya

tindakan tertentu pada situasi yang melibatkan moral. Hal ini sejalan dengan apa

yang dikemukakan oleh Rest (1979) bahwa penalaran moral adalah konsep dasar

yang dimiliki individu untuk menganalisa masalah sosial-moral dan menilai

terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukannya.

Menurut Kohlberg (1981) penalaran moral adalah suatau pemikiran

tentang masalah moral. Pemikiran itu merupakan prinsip yang dipakai dalam

menilai dan melakukan suatu tindakan dalam situasi moral. Penalaran moral

dipandang sebagai suatu struktur bukan isi. Jika penalaran moral dilihat sebagai

isi, maka sesuatu dikatakan baik atau buruk akan sangat tergantung pada

lingkungan sosial budaya tertentu, sehingga sifatnya akan sangat relatif. Tetapi

jika penalaran moral dilihat sebagai struktur, maka apa yang baik dan buruk

terkait dengan prinsip filosofis moralitas, sehingga penalaran moral bersifat

universal. Penalaran moral inilah yang menjadi indikator dari tingkatan atau

tahap kematangan moral. Memperhatikan penalaran mengapa suatu tindakan

salah, akan lebih memberi penjelasan dari pada memperhatikan perilaku

seseorang atau bahkan mendengar pernyataannya bahwa sesuatu itu salah (Duska

dan Whelan, 1975). Berdasarkan uraian teori di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa penalaran moral adalah kemampuan (konsep dasar) seseorang

untuk dapat memutuskan masalah sosial-moral dalam situasi kompleks dengan

melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap nilai dan sosial mengenai tindakan

apa yang akan dilakukannya.

Penalaran moral mengacu pada proses penalaran dimana prilaku, institusi,

atau kebijakan dinilai sesuai atau melanggar standar moral. Penalaran moral selalu

melibatkan dua komponen mendasar :

14

Page 15: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

1. Pemahaman tentang yang dituntut, dilarang, dinilai atau disalahkan oleh

standar moral yang masuk akal.

2. Bukti atau informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan,

institusi, atau perilaku tertentu mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut,

melarang,menilai, atau menyalahkan.

3. Menganalisis Penalaran Moral. Ada beberapa criteria yang digunakan

para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan penalaran moral, yaitu :

• Penalaran moral harus logis.

• Bukti faktual yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat,

relevan dan lengkap.

• Standar moral yang melibatkan penalaran moral seseorang harus

konsisten.

15

Page 16: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani,

ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa

Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral).

Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya

menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah, telah

dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut

pandangnya. Menurut ahmad amin mengartikan etika adalah ilmu yang

menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan

oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam

perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya

diperbuat.

arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak

dari kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa

Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan

dan kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang

digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat

atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah

yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan

nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.

B. Saran

Semoga moral dan etika ini di lakukan dengan baik oleh kita semua

sehingga kita memiliki pribadi yang baik.

16

Page 17: RMK Etika dan Moral Restu Mutmainnah Marjan.docx

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Ardhana, I. Cenik. 2011. Etika  Bisnis dan Profesi :

Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya, Edisi Revisi. Salemba Empat.

Jakarta.

Bartens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius. Jakarta.

Santosa, Heru. 2007. Etika dan teknologi. Tiara Wacana. Yogyakarta.

Wahyono, Teguh.2009.Etika Komputer.Jakarta: Penerbit ANDI.

Diana. (2011), Perkembangan dan penalaran moral.

http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/elearning/attachments/040_etika

%20bisnis%20dan%20kewirausahaan.pdf/ (25 oktober 2011)

17