SKRIPSIrepository.ub.ac.id/1756/1/Justitia, Riztya and Maulana... · 2020. 10. 22. ·...
Transcript of SKRIPSIrepository.ub.ac.id/1756/1/Justitia, Riztya and Maulana... · 2020. 10. 22. ·...
ANALISIS PERENCANAAN TRASE JALAN TOL
GEMPOL - MOJOKERTO
SKRIPSI
TEKNIK SIPIL
Ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Teknik
RIZTYA JUSTITIA
NIM. 135060101111062
LUTHFI FARHAN MAULANA
NIM. 135060107111020
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI SKRIPSI
JUDUL SKRIPSI
Analisis Perencanaan Trase Jalan Tol Gempol-Mojokerto
Nama Mahasiswa : Riztya Justitia
NIM : 135060101111062
Program Studi : Teknik Sipil
TIM DOSEN PENGUJI
Dosen Penguji 1 : Ir. Ludfi Djakfar, MSCE, Ph.D
Dosen Penguji 2 : Hendi Bowoputro, ST, MT
Dosen Penguji 3 : Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Tanggal Ujian : 31 Juli 2017
SK Penguji : 932/UN10.F07/PP/2017
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI SKRIPSI
JUDUL SKRIPSI
Analisis Perencanaan Trase Jalan Tol Gempol-Mojokerto
Nama Mahasiswa : Luthfi Farhan Maulana
NIM : 135060107111020
Program Studi : Teknik Sipil
TIM DOSEN PENGUJI
Dosen Penguji 1 : Ir. Ludfi Djakfar, MSCE, Ph.D
Dosen Penguji 2 : Hendi Bowoputro, ST, MT
Dosen Penguji 3 : Prof. Ir. Harnen Sulistio, M.Sc, Ph.D
Tanggal Ujian : 31 Juli 2017
SK Penguji : 932/UN10.F07/PP/2017
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan
berdasarkan hasil penelusuran berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah yang diteliti
dan diulas di dalam Naskah Skripsi/Tesis/Disertasi ini adalah asli pemikiran saya, tidak
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik
disuatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan
dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah Skripsi/Tesis/Disertasi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur jiplakan, saya bersedia Skripsi/Tesis/Disertasi dibatalkan, serta diproses sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No.20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2
dan pasal 70).
Malang, Agustus 2017
Mahasiswa,
Riztya Justitia
NIM. 135060101111062
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan
berdasarkan hasil penelusuran berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah yang diteliti
dan diulas di dalam Naskah Skripsi/Tesis/Disertasi ini adalah asli pemikiran saya, tidak
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik
disuatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan
dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah Skripsi/Tesis/Disertasi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur jiplakan, saya bersedia Skripsi/Tesis/Disertasi dibatalkan, serta diproses sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No.20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2
dan pasal 70).
Malang, Agustus 2017
Mahasiswa,
Luthfi Farhan Maulana
NIM. 135060107111020
RIWAYAT HIDUP
Riztya Justitia adalah anak kedua dari dua bersaudara, putri dari Bapak Anang
Sulistyono dan Ibu Sri Kusbandiyah. Lahir di Malang, 27 Mei 1995. Menyelesaikan pendidikan
Taman Kanak-kanak di TK. Dewi Sartika tahun 2001, SD Negeri Dinoyo II Malang tahun
2007, SMP Negeri 3 Malang pada tahun 2010 dan SMA Negeri 1 Malang tahun 2013,
kemudian dilanjutkan studi di jurusan Teknik Sipil Universitas Brawijaya dan lulus tahun 2017.
Semasa pendidikan SMA turut perpartisipasi aktif dalam Kegiatan Palang Merah
Remaja (PMR) hingga mengikuti beberapa kali perlombaan. Pada masa perkuliahan turut
berpatisipasi menjadi asisten Tugas Besar Statika tahun akademik 2015/2016 dan ikut aktif
sebagai panitia dalam berbagai kegiatan serta acara kampus (PROBINMABA, Kuliah Tamu,
Seminar Nasional dan Civil Fiesta). Selain itu, aktif dalam kegiatan dan komunitas ekstra
kampus seperti Putri Lingkungan Hidup 2014 dan Duta Hijab Radar Malang tahun 2015.
Malang, Agustus 2017
Riztya Justitia
RIWAYAT HIDUP
Luthfi Farhan Maulana adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Anak dari pasangan
Bapak Ghufron Marzuqi dan Ibu Diah Sukesi yang lahir di Malang, 22 Agustus 1995.
Menyelesaikan bangku pendidikan di TK Sabilillah Malang pada tahun 2001, MI Jenderal
Sudirman Malang pada tahun 2007, MTs Negeri 1 Malang pada tahun 2010, dan SMA Negeri
1 Malang pada tahun 2013 dan dilanjutkan pada bangku perguruan tinggi di jurusan Teknik
Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang dan lulus di tahun 2017.
Selama masa pendidikan SMA, Luthfi cukup aktif dalam mengikuti kegiatan organisasi
Majelis Permusyawaratan Kelas, Sie Kerohanian Islam, dan ekstrakulikuler Malang Mitreka
Satata Speed di bidang otomotif. Pada masa perkuliahan turut berpatisipasi menjadi asisten
Tugas Besar Statika tahun akademik 2015/2016 dan ikut aktif sebagai panitia dalam berbagai
kegiatan serta acara kampus (PROBINMABA, Kuliah Tamu, Seminar Nasional, Civil Camp
dan Civil Fiesta).
Malang, Agustus 2017
Luthfi Farhan Maulana
LEMBAR PERUNTUKAN
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, rizki, kesehatan
dan kemudahan yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Kami persembahkan karya ini kepada orang yang sangat berarti…….
Ibu, Ayah dan keluarga
Sebagai tanda bukti, hormat, dan rasa
terimakasih tak terhingga yang telah
memberian kasih saying melebihi
apapun didunia ini kepada kami.
Kepada sahabat-sahabat
tersayang..
tim Bukan Grup Gabut yang
terdiri dari Lechyana dan
Novia terimakasih telah
membantu dari proses survei
skripsi serta pengerjaan.
Firdausy dan Bayu yang
membantu dan menghibur kami.
Serta teman-teman yang tidak
dapat kami sebutkan satu-persatu,
terima kasih banyak.
i
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya-Nya sehingga
skripsi kami yang berjudul “Analisis Potensi Perencanaan Trase Jalan Tol Gempol-
Mojokerto” dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana
Teknik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan,
motivasi, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai elemen, baik dari lingkungan formal
maupun nonformal. Sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT, yang senatiasa melimpahkan rizki, rahmat serta ridho-Nya sehingga segala
sesuatu yang dilakukan bisa berjalan dengan baik dan penuh berkah
2. Orang tua yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun materil
3. Bapak Ir. Sugeng P. Budio, MS selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas
Brawijaya
4. Bapak Ir. Ludfi Djakfar, MSCE., Ph.D selaku Ketua Kelompok Dosen Keahlian
Transportasi Jurusan Teknik Sipil Universitas Brawijaya sekaligus selaku Dosen
Pembimbing I skripsi kami yang telah memberikan bimbingan, ilmu, dan motivasi
selama proses pengerjaan skripsi
5. Bapak Hendi Bowoputro, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberi
bimbingan, ilmu, saran serta sudah memberikan motivasi selama pelaksanaan skripsi ini
6. Bapak Prof. Harnen Sulistyo selaku Dosen Ketua Majelis yang sudah memberi
bimbingan dan arahan.
7. Tim Bukan Grup Gabut (Luthfi, Lechyana, Novia, dan Riztya) yang selalu memberikan
bantuan dalam segala hal keperluan selama proses pengerjaan skripsi ini
8. Teman-teman Sipil (Ika, Kholis, Sakila, Yoga, Kukuh, Teo, Firdausy, Bayu) yang telah
membantu dan memberi semangat dalam proses pengerjaan skripsi ini
9. Teman – Teman KBMS 2013 dan semua teman - teman mahasiswa sipil yang sudah
banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
10. Teman-teman sepermainan (teman diluar mahasiswa Brawijaya) yang telah membantu
memberikan baik secara langsung maupun tidak dan selalu memberi semangat
11. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini, masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
ii
dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca dan penulis.
Malang, Juli 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR …………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….1
1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................................... 3
1.3 Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 5
1.6 Batasan Masalah ................................................................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................................... 7
2.1 Jalan Bebas Hambatan ........................................................................................ 7
2.2 Studi Kelayakan Proyek Jalan dan Jembatan ..................................................... 8
2.2.1 Aspek Topografi ....................................................................................... 9
2.2.2 Aspek Geometrik ...................................................................................... 9
2.2.3 Aspek Geoteknik .................................................................................... 10
2.3 Penentuan Trase Jalan ...................................................................................... 10
2.3.1 Faktor Topografi ..................................................................................... 11
2.3.2 Faktor Geologi ........................................................................................ 12
2.3.3 Faktor Tata Guna Lahan ......................................................................... 12
2.3.4 Faktor Lingkungan ................................................................................. 12
2.4 Teknik Analisis Multi Kriteria ......................................................................... 13
2.4.1 Simple Multi Attribute Technique .......................................................... 13
2.4.2 Technique Order Preference by Similarity to Ideal Solution ................. 14
2.4.3 Simple Additive Weighting .................................................................... 16
2.4.4 Analitycal Hierarchy Process ................................................................. 17
2.5 Metode AHP (Analitycal Hierarchy Process) .................................................. 18
2.5.1 Pembobotan Elemen ................................................................................ 20
2.5.2 Pemeriksaan Konsistensi ......................................................................... 22
iv
2.6 Perencanaan Perkerasan Jalan .......................................................................... 22
2.6.1 Pengertian Perkerasan Kaku ................................................................... 23
2.6.2 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku ...................................................... 24
2.6.3 Merode AASHTO 1993 ………………………………………………..32
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 35
3.1 Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 35
3.2 Tahapan Pelaksanaan Studi .............................................................................. 35
3.3 Lokasi Studi ...................................................................................................... 37
3.4 Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 37
3.4.1 Pra -Survei .............................................................................................. 37
3.4.2 Survei Kondisi Lapangan ....................................................................... 38
3.4.3 Survei Pemilihan Trase ........................................................................... 38
3.4.3.1 Kuisioner pra-AHP ..................................................................... 39
3.4.3.2 Kuisioner AHP ............................................................................ 40
3.4.4 RTRW ..................................................................................................... 40
3.5 Metode Analisis Data ....................................................................................... 40
3.5.1 Analisis Pemilihan Trase (Metode AHP) ............................................... 40
3.5.2 Penilaian dan Pemilihan Trase ............................................................... 42
3.5.3 Perencanaan Perkerasan Kaku ............................................................... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………..... 45
4.1 Gambaran Lokasi Studi ………………………………………………………45
4.1.1 Koridor alternatif trase 1 ……………………………………………… 45
4.1.2 Koridor alternatif trase 2 ……………………………………………… 49
4.1.3 Koridor alternatif trase 3 ……………………………………………… 51
4.2 Hasil Survei Kondisi Koridor Alternatif Trase ……………………………... 53
4.3 Rekapitulasi Hasil Kuisioner pra-AHP ……………………………………... 57
4.4 Rekapitulasi Hasil Kuisioner AHP …………………………………………. 61
4.4.1 Proses pengambilan data kuisioner AHP …………………………….. 61
4.4.2 Perhitungan bobot kriteria ……………………………………………. 62
4.4.3 Analisis perhitungan konsistensi responden …………………………. . 69
4.5 Analisis Penentuan Kriteria Prioritas dengan Survei Kondisi Lapangan ….. . 70
4.6 Penentuan Trase Terpilih …………………………………………………... . 78
4.7 Perencanaan Perkerasan Kaku ……………………………………………... . 88
4.7.1 Analisis Desain Berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 ....88
v
4.7.1.1 Lalu Lintas Rencana ............................................................................90
4.7.1.2 Tebal Struktur Perkerasan ....................................................................93
4.7.2 Analiisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO 1993 .........104
4.7.3 Perbandingan Hasil Desain Perkerasan Kaku .......................................107
BAB V PENUTUP …………………………………………………………….….…111
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………….….….111
5.2 Saran …………………………………………………………………….…… 112
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..115
LAMPIRAN ………………………………………………………………….……...116
vi
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 2.1 Skala penilaian kriteria ………………………………………………………....19
Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan .........................................................21
Tabel 2.3 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR) ............................................24
Tabel 2.4 Laju Pertumbuhan Minimum Desain …………………………………...24
Tabel 2.5 Desain Perkerasan Kaku untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Berat....27
Tabel 2.6 Hubungan Kuat Tekan Beton dan Angka Ekivalen Baja dan Beton ........31
Tabel 4.1 Rekapitulasi hasil survei kondisi lapangan alternatif trase 1.....................48
Tabel 4.2 Rekapitulasi hasil survei kondisi lapangan alternatif trase 2.....................50
Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil survei kondisi lapangan alternatif trase 3.....................52
Tabel 4.4 Wilayah yang dilalui ketiga alternatif trase...............................................54
Tabel 4.5 Hasil survei kondisi alternatif trase...........................................................56
Tabel 4.6 Rekapitulasi hasil kuisioner responden/ stakeholder.................................59
Tabel 4.7 Analisis perhitungan dengan metode cut-off point....................................60
Tabel 4.8 jumlah kuisioner keluar & kuisioner masuk..............................................62
Tabel 4.9 Contoh tabel matriks perbandingan...........................................................63
Tabel 4.10 Hasil kuisioner responden 1.......................................................................63
Tabel 4.11 Perhitungan matriks perbandingan responden 1........................................64
Tabel 4.12 Perhitungan faktor eigen matriks pada responden 1..................................65
Tabel 4.13 Perhitungan Bobot Kriteria pada responden 1...........................................66
Tabel 4.14 Bobot kriteria dari perhitungan konsistensi responden..............................68
Tabel 4.15 Contoh tabel peniliaian alternatif trase......................................................71
Tabel 4.16 Perhitungan jarak tempuh terhadap waktu tempuh....................................72
Tabel 4.17 Potensi pengembangan kawasan industri setiap alternatif.........................72
Tabel 4.18 Luas tanah yang harus dibebaskan setiap alternatif...................................73
Tabel 4.19 Harga tanah per wilayah............................................................................74
Tabel 4.20 Kawasan strategis setiap alternatif............................................................76
Tabel 4.21 Kebutuhan teknis setiap alternatif.............................................................77
Tabel 4.22 Analisis kondisi lapangan alternatif trase..................................................77
vii
Tabel 4.23 Penilaian terhadap jarak tempuh ...............................................................79
Tabel 4.24 Penilaian terhadap Pengembangan Wilayah & Tata Ruang......................80
Tabel 4.25 Penilaian terhadap aspek luas pembebasan lahan persawahan & tegalan.81
Tabel 4.26 Penilaian terhadap aspek luas pembebasan lahan pemukiman..................82
Tabel 4.27 Penilaian terhadap aspek biaya pembebasan lahan....................................83
Tabel 4.28 Penilaian terhadap aspek Aksesibilitas......................................................84
Tabel 4.29 Penilaian terhadap panjang track trase.......................................................85
Tabel 4.30 Penilaian terhadap jumlah kebutuhan jembatan........................................86
Tabel 4.31 Penilaian terhadap jumlah persimpangan/ crossing jalan .........................87
Tabel 4.32 Perhitungan penilaian alternatif trase........................................................88
Tabel 4.33 Umur rencana perkerasan jalan baru (UR)................................................89
Tabel 4.34 Perhitungan jumlah sumbu kendaraan berdasarkan jenis & beban...........91
Tabel 4.35 Perhitungan repetisi sumbu rencana..........................................................92
Tabel 4.36 Tegangan ekivalen dan faktor erosi untuk perkerasan dengan bahu
beton...........................................................................................................96
Tabel 4.37 Analisa fatik dan erosi...............................................................................97
Tabel 4.38 Nilai ESA dan CESA jalan tol rencana berdasarkan VDF .....................104
Tabel 4.39 Nilai Realibility (R) untuk berbagai klasifikasi berdasarkan fungsinya .105
Tabel 4.40 Nilai Standar Normal Deviation (ZR) ………………………………….105
viii
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Gambar 1.1 Rencana umum pembangunan tol trans-jawa ……………………….…....2
Gambar 1.2 Grafik pertumbuhan ekonomi nasional provinsi di pulau Jawa ……....….2
Gambar 1.3 Peta kondisi jalan eksisting gempol – mojokerto …………………….......4
Gambar 2.1 Skema umum proses AHP .........................................................................19
Gambar 2.2 Tipikal sambungan memanjang ..................................................................28
Gambar 3.1 Diagram kerangka pemikiran ………………………………………........37
Gambar 3.2 Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian .............................................38
Gambar 3.3 Peta lokasi objek penelitian ........................................................................39
Gambar 3.4 Diagram alir analisa AHP ..........................................................................42
Gambar 4.1 Peta administratif provinsi Jawa Timur ......................................................46
Gambar 4.2 Peta rencana alternatif trase Jalan Tol Gempol – Mojokerto .....................47
Gambar 4.3 Rencana koridor alternatif trase 1...............................................................48
Gambar 4.4 Rencana koridor alternatif trase 2 ..............................................................50
Gambar 4.5 Rencana koridor alternatif trase 3 ..............................................................52
Gambar 4.6 Hasil survei kondisi lapangan alternatif trase 1..........................................55
Gambar 4.7 Hasil survei kondisi lapangan alternatif trase 2..........................................56
Gambar 4.8 Grafik jumlah kuisioner kembali pada AHP ..............................................62
Gambar 4.9 Grafik bobot kriteria hasil survei AHP.......................................................67
Gambar 4.10 Grafik konsistensi responden pada survei AHP..........................................69
Gambar 4.11 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton............................93
Gambar 4.12 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah......................................94
Gambar 4.13 Grafik Perencanaan, Fcf=4,25 Mpa, Lalu-Lintas Luar Kota, dengan
Ruji, FKB=1,1.............................................................................................95
Gambar 4.14 Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan,
dengan/ tanpa bahu beton (untuk STRT dengan beban roda 33 KN).........98
ix
Gambar 4.15 Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan, dengan/
tanpa bahu beton (untuk STRG dengan beban roda 22 KN) .....................99
Gambar 4.16 Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan, dengan/
tanpa bahu beton (untuk STdRG dengan beban roda 19,25 KN) .............100
Gambar 4.17 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan
bahu beton (untuk STRT dengan beban roda 33 KN) ..............................101
Gambar 4.18 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan
bahu beton (untuk STRG dengan beban roda 22 KN) ..............................102
Gambar 4.19 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan
bahu beton (untuk STdRG dengan beban roda 19,25 KN) .......................103
Gambar 4.20 Diagram untuk menentukan Modulus reaksi subgrade (k) .......................107
Gambar 4.21 Nomogram perkerasan kaku (1) ................................................................108
Gambar 4.22 Nomogram perkerasan kaku (2) ................................................................109
Gambar 4.23 Struktur perkerasan menggunakan Manual Perkerasan Jalan tahun .........108
Gambar 4.24 Struktur perkerasan menggunakan metode AASHTO 1993 .....................110
Gambar 5.1 Peta rencana alternatif trase jalan tol Gempol – Mojokerto.......................112
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
Lampiran 1 Kuisioner Pra-AHP …………………………………………………….117
Lampiran 2 Kuisioner AHP ………………………………………………………....121
Lampiran 3 Rekapitulasi Hasil Kuisioner AHP …………………………………….125
Lampiran 4 Dokumentasi……………………………………………………………135
RINGKASAN
Riztya Justitia, Luthfi Farhan Maulana, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya, Juli 2017, Analisis Perencanaan Trase Jalan Tol Gempol-
Mojokerto.
Pembimbing: Ludfi Djakfar dan Hendi Bowoputro.
Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan merupakan daerah dengan
perkembangan perindustrian yang cukup pesat. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor
terutama kendaraan pribadi tidak diikuti dengan perkembangan infrastruktur jalan,
sehingga menyebabkan kepadatan lalu lintas pada jalan eksisting Gempol, Pasuruan-
Mojokerto. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan jalan Tol Gempol-Mojokerto dan
menjadi bagian dari rencana pembangunan infrastruktur Tol Trans-Jawa. Perencanaan trase
dalam pembangunan jalan tol Gempol – Mojokerto merupakan hal yang penting dimana
trase yang terpilih nanti adalah trase dengan alignement dan geometrik jalan yang nyaman
bagi pengguna jalan tol, jarak tempuh yang lebih pendek dan pembebasan lahan yang
paling minim.
Analisis perencanaan trase jalan tol Gempol-Mojokerto menggunakan metode
analitycal hierarchy process, yaitu mengkalikan bobot kriteria dari aspek-aspek terpilih
dengan penilaian teknis dari hasil survei kondisi lapangan. Aspek terpilih ditentukan
berdasarkan kuisioner yang diisi oleh stakeholder atau para ahli yang berkaitan dengan
perencanaan jalan tol Gempol – Mojokerto. Aspek yang digunakan dalam perencanaan
trase ini adalah aspek jarak tempuh, pengembangan wilayah & tata ruang, pembebasan
lahan, aksesibilitas, teknis. Aspek terpilih yang digunakan dalam pemilihan trase
didapatkan dari hasil responden pada survei pra-AHP. Bobot kriteria dari hasil perhitungan
didapatkan untuk aspek jarak tempuh sebesar 15,10% , aspek pengembangan wilayah dan
tata ruang sebesar 28,7 % , aspek pembebasan lahan sebesar 18,5 %, aspek aksesibilitas
sebesar 17,3 %, dan aspek teknis sebesar 23,4%.
Berdasarkan hasil survei kondisi lapangan, perhitungan bobot kriteria, perhitungan
konsistensi responden, dan penilaian kriteria pada masing masing alternatif dapat kita
ketahui bahwa alternatif trase dengan skor tertinggi adalah alternatif trase 2 dengan skor
1,041. Sedangkan skor tertinggi selanjutnya adalah alternatif trase 1 dengan skor 1,0006,
dan terakhir dengan skor terendah adalah alternatif trase 3 dengan skor 0,4225. Sehingga
alternatif trase 2 adalah trase terpilih unuk rencana pembangunan jalan Tol Gempol-
Mojokerto. Perkerasan yang direncanakan pada jalan tol Gempol – Mojokerto adalah
perkerasan kaku mengacu pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
dan AASHTO 1993 sebagai pembanding. Menurut Manual Desain Perkerasan Jalan
Nomor 02/M/BM/2013 perkerasan kaku yang digunakan adalah perkerasan beton
bersambung tanpa tulangan dengan tebal plat beton 24 cm sedangkan menurut AASHTO
1993 tebal plat beton 14 inch atau 35,56 cm.
Kata kunci: Pemilihan Trase, Analitycal Hierarchy Process (AHP), Perkerasan Kaku,
AASHTO, Jalan Tol, Gempol, Mojokerto
SUMMARY
Riztya Justitia, Luthfi Farhan Maulana, Civil Engineering Major, Engineering Faculty,
Brawijaya University. August 2017, Route’s Planning Analysis of Gempol – Mojokerto Highway.
Supervisor : Ludfi Djakfar dan Hendi Bowoputro.
Mojokerto and Pasuruan is a region with rapid industrial development. Increasing the
number of motor vehicles, especially private vehicles is not followed by the development of road
infrastructure, causing traffic density on existing roads Gempol, Pasuruan - Mojokerto.
Therefore, it is needed to build Gempol-Mojokerto highway and become part of Trans-Java
highway road infrastructure development plan. Route’s planning in the construction of the
Gempol - Mojokerto highway is important where the selected route will be a path with
convenient alignment and road geometric for highway users, shorter travel distance and minimal
land acquisition.
Route’s planning analysis of Gempol – Mojokerto highway is using the analitycal
hierarchy process method, which is to multiply the criteria weighting from selected aspects with
technical assessment from field condition survey results. Selected aspects were determined based
on a questionnaire filled with stakeholders or experts related to the planning of the Gempol -
Mojokerto highway. Aspects used in planning this route is the aspect of distance or mileage, area
development & layout, land acquisition, accessibility, technical. The selected aspects used in the
selection of trace were obtained from respondents' results in pre-AHP surveys. The weight of
criteria from the calculation result is obtained for the distance aspect of 15.10%, the aspect of
area development and layout is 28.7%, the land acquisition aspect is 18.5%, accessibility aspect
is 17.3%, and the technical aspect is 23,4%.
Based on the survey of field conditions, calculation of criteria weight, respondent's
consistency calculation, and criteria assessment on each alternative we can know that route
alternative with highest score is route alternative number 2 with score 1,041. While the next
highest score is the route alternative number 1 with a score of 1.0006, and the last with the
lowest score is the route alternative number 3 with a score of 0.4225. So route alternative number
2 is the chosen route for the development plan of Gempol-Mojokerto highway. The planned
pavement on the Gempol - Mojokerto highway is used a rigid pavement based on the Road
Pavement Design Manual No. 02 / M / BM / 2013 and AASHTO 1993 as a comparison.
According to the Road Pavement Design Manual No. 02 / M / BM / 2013 the rigid pavement
used is concrete pavement concrete with no thickness of 24 cm concrete plate while according to
AASHTO 1993 thick 14 inch or 35.56 cm concrete plate.
Keywords: Routes Selection, Analytical Hierarchy Process (AHP), Rigid Pavement, AASHTO,
Highway, Gempol, Mojokerto
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem jaringan jalan di Indonesia saat ini menjadi salah satu perhatian khusus bagi
pemerintah. Karena jaringan jalan saat ini menjadi salah satu faktor utama penunjang
peningkatan kegiatan perekonomian di Indonesia. Permasalahan yang menjadi fokus utama
saat ini ialah untuk mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi sebagai akibat dari
meningkatnya populasi penduduk dan penggunaan kendaraan bermotor di ruas jalan di
Indonesia.
Pemerintah mencanangkan berbagai target pembangunan infrastruktur di Indonesia,
dan salah satunya adalah pembangunan Tol Trans-Jawa. Proyek pembangunan tol Trans-
Jawa ini merupakan bagian tak terpisahkan dari rencana umum jaringan jalan nasional
sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (SK PUPR) nomor 250/KPTS/M/2015 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan
Nasional. Tol ini nantinya akan menghubungkan seluruh tol di pulau Jawa dan ditargetkan
oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementrian PUPR untuk selesai pada tahun 2018.
Tol Trans-Jawa yang direncanakan ini meliputi Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur dengan panjang kurang lebih 615 km. Rencana umum pembangunan tol Trans
– Jawa dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Jawa Timur merupakan salah satu dari 6 provinsi yang ada di pulau Jawa.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur berada pada posisi kedua setelah DKI Jakarta
berdasarkan indikator PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang dilakukan BPS. Hal
ini menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat Jawa Timur terus meningkat pada
sektor pertanian, industri dan perdagangan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi ini diikuti
pula dengan meningkatnya pengguna kendaraan bermotor di ruas jalan di Jawa Timur.
Jumlah kendaraan yang terus meningkat menjadi penyebab utama kepadatan dibeberapa ruas
jalan utama antar kota dalam provinsi Jawa Timur. Grafik pertumbuhan ekonomi nasional
dengan beberapa provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar 1.2.
1
2
Gambar 1.1 Rencana umum pembangunan Tol Trans-Jawa
Sumber: Kementerian PU 2015
Gambar 1.2 Grafik pertumbuhan ekonomi nasional beberapa provinsi di pulau Jawa
sumber: BPS Nasional 2011
Pembangunan tol baru di Jawa Timur saat ini salah satunya adalah jalan Tol Su-Mo
(Surabaya - Mojokerto) yang menghubungkan kota Surabaya dan kota Mojokerto. Tol
Surabaya – Mojokerto akan dibangun sepanjang 36,27 km dan saat ini masih tersisa 16,04
km yang harus diselesaikan pada 2017. Untuk mengakomodasi pengguna jalan tol dari arah
Gempol maka diperlukan Tol kolektor Gempol-Mojokerto sebagai penghubung.
Pembangunan tol ini diharapkan nantinya dapat menjadi solusi kemacetan pada jalan
eksisting Gempol-Mojokerto, Karena seperti yang diketahui daerah Gempol dan Mojokerto
ini merupakan daerah industri yang cukup berpotensi di Jawa Timur. Sehingga nantinya tol
Gempol – Mojokerto ini akan membantu peningkatan ekonomi masyarakat karena
menurunnya biaya distribusi dan mobilisasi logistik di Jawa Timur.
3
Pembangunan jalan tol Gempol - Mojokerto ini dianggap begitu penting sebagai tol
kolektor dan penghubung pengguna jalan tol menuju tol Surabaya-Mojokerto. Sehingga
dalam perencanaannya, bentuk geometrik jalan harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga
jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada lalu lintas
sebagaimana fungsinya. Pembangunan jalan tol ini hendaknya mengutamakan aspek
kenyamanan, keamanan bagi pengguna tol, dan diharapkan juga dapat mengurangi waktu
tempuh perjalanan pengendara. Selain itu diperlukan pemilihan trase yang efisien dan
perencanaan perkerasan jalan tol Gempol - Mojokerto, Sehingga diperlukan kajian mengenai
perencanaan trase jalan yang efektif. Trase jalan tol terpilih adalah trase dengan alignement
dan geometrik jalan yang nyaman bagi pengguna jalan tol, jarak tempuh yang lebih pendek
dan pembebasan lahan yang paling minim.
1.2 Identifikasi Masalah
Jawa Timur sebagai Provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Indonesia
ini sangat familiar dengan masalah kemacetan karena menumpuknya jumlah kendaraan
bermotor dengan kondisi lebar jalan yang cenderung tidak bertambah setiap tahunnya.
Kondisi kepadatan juga terjadi pada jalan eksisting Gempol – Mojokerto yang merupakan
jalur utama bagi masyarakat kota Mojokerto menuju kota Surabaya, Lamongan, dan Malang.
Selain itu wilayah Mojokerto yang cukup terkenal dengan kawasan industri yang
berkembang juga menjadi alasan masyarakat sekitar Gempol – Mojokerto memiliki tingkat
mobilitas yang tinggi.
Permasalahan kemacetan di wilayah Gempol - Mojokerto ini yang akan diselesaikan
oleh pemerintah dengan rencana pembangunan Tol Gempol – Mojokerto. Perencanaan jalan
Tol Gempol-Mojokerto ini tidak lepas dari perencanaan trase yang efisien. Peta kondisi jalan
eksisting Kota Surabaya – Mojokerto dapat dilihat pada Gambar 1.3
4
Gambar 1.3 Peta kondisi jalan eksisting Gempol – Mojokerto
1.3 Rumusan Masalah
1. Faktor apakah yang dapat digunakan dalam pemilihan alternatif trase pada
rencana pembangunan jalan Tol Gempol-Mojokerto?
2. Dimanakah alternatif trase yang paling berpotensi pada rencana jalan Tol
Gempol – Mojokerto?
3. Manakah alternatif trase terpilih pada rencana pembangunan jalan Tol Gempol-
mojokerto?
4. Berapa tebal struktur perkerasan yang sesuai pada trase terpilih jalan Tol
Gempol-Mojokerto?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui faktor-faktor yang dapat digunakan dalam pemilihan alternatif trase
pada rencana jalan Tol Gempol-Mojokerto.
2. Mengetahui letak alternatif trase yang paling berpotensi pada perencanaaan jalan
Tol Gempol-Mojokerto.
3. Menentukan trase terpilih pada rencana jalan Tol Gempol – Mojokerto.
4. Menghitung tebal struktur perkerasan pada trase terpilih jalan Tol Gempol-
Mojokerto.
5
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan sebuah pengetahuan akademis dalam bidang transportasi.
2. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
perencanaan pemilihan trase jalan Tol.
3. Memberikan kontribusi berdasar ilmu sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam penentuan trase jalan Tol Gempol-Mojokerto.
1.6 Batasan Masalah
Karena luasnya objek penelitian maka diperlukan pembatasan masalah, yaitu:
- Pembahasan penelitian ini hanya terkait dengan analisis trase rencana jalan Tol
Gempol-Mojokerto.
- Lingkup batasan wilayah pemilihan trase rencana jalan Tol, meliputi Gempol-
Mojosari-Mojokerto.
- Pemilihan awal dan akhir trase rencana jalan Tol Gempol – Mojokerto ini
mempertimbangkan jaringan jalan eksisting.
- Evaluasi pemilihan trase menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy
Process).
- Evaluasi pemilihan trase survei kondisi lapangan berdasarkan tata guna lahan
pada rencana trase, dengan anggapan kondisi elevasi sekitar alternatif trase relatif
datar.
- Perhitungan perencanaan perkerasan jalan tol dilakukan pada trase terpilih.
- Perhitungan tebal struktur perkerasan berpedoman pada PdT-14-2003.
6
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Jalan Bebas Hambatan (tol)
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan,
Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan
nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Sedangkan tol sendiri adalah
sejumlah uang tertentu yang dibayarkan oleh pengguna jalan tol. Jalan bebas hambatan
adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh
dan tanpa adanya persimpangan sebidang serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan.
Disamping itu, jalan tol merupakan jalan bebas hambatan dan jalan nasional yang dapat
menunjang peningkatan pertumbuhan perekonomian. Pengadaan Jalan Tol sendiri
dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan serta keseimbangan dalam
pengembangan wilayah. Beberapa alasan pembangunan jalan tol adalah untuk;
a. Memperlancar lalu lintas di daerah yang sudah berkembang;
b. Meningkatkan hasil guna dan gaya guna pelayanan distribusi barang dan jasa
guna menunjuang peningkatan pertumbuhan ekonomi;
c. Meringankan beban dana pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan;
d. Meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.
Pada pembangunan jalan bebas hambatan sejatinya berbeda dibanding pembangunan
jalan umum. Berikut ini adalah tipe jalan bebas hambatan, yaitu:
a. Jalan bebas hambatan dua-lajur, dua arah tak terbagi (MW 2/2 UD )
Tipe jalan bebas hambatan ini meliputi semua jalan bebas hambatan dua arah
dengan lebar jalur lalu lintas antara 6,5 sampai 7,5 meter. Keadaan dasar jalan
bebas hambatan ini, yang digunakan untuk menentukan kecepatan bebas
dasar dan kapasitas adalah sebagai berikut:
• Lebar jalur lalu lintas 7 meter
• Lebar efektif bahu diperkeras 1,5 meter pada masing-masing sisi
• Tidak ada median
7
8
• Pemisahan arus lalu lintas 50 – 50
• Tipe alinyemen : datar
• Kelas jarak pandang : A
b. Jalan bebas hambatan empat-lajur dua arah terbagi ( MW 4/2 D )
Tipe jalan bebas hambatan ini meliputi semua jalan bebas hambatan dengan lebar
lajur antara 3,25 sampai 3,75 m. Keadaan dasar jalan bebas hambatan tipe ini
didefinisikan sebagai berikut:
• Lebar jalur lalu lintas 2 x 7,0 m
• Lebar efektif bahu diperkeras 3,75 m (lebar bahu dalam 0,75 + lebar bahu luar
3,00 untuk masing-masing jalur lalu lintas)
• Ada median
• Tipe alinyemen : datar
• Kelas jarak pandang : A
c. Jalan bebas hambatan enam atau delapan lajur terbagi ( MW 6/2 UD atau MW
8/2 UD )
Jalan bebas hambatan enam atau delapan lajur terbagi dapat juga dianalisa dengan
karakteristik dasar yang sama seperti diuraikan diatas.
2.2 Studi Kelayakan Proyek Jalan dan Jembatan
Dalam pembangunan jalan dan jembatan diperlukan adanya studi kelayakan terlebih
dahulu. Studi kelayakan dilakukan untuk menilai tingkat kelayakan suatu alinyemen pada
koridor atau trase yang dipilih pada pra studi kelayakan. Selain itu, studi kelayakan bertujuan
untuk menajamkan analisis kelayakan bagi satu atau lebih alternatif solusi yang unggul serta
membandingkan kinerja ekonomis suatu alternatif terhadap alternatif yang lain. Menurut
Kementerian Pekerjaan Umum (Pd. T-19-2005-B) tentang Studi Kelayakan Proyek Jalan
dan Jembatan, proyek jalan dan jembatan yang memerlukan studi kelayakan harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Menggunakan dana publik yang cukup besar dan atau proyek yang penting dan
strategis berdasarkan kebijakan publik.
b. Mempunyai sifat ketidakpastian dan resiko cukup tinggi.
c. Merinci proyek-proyek yang dihasilkan dalam pra studi kelayakan yang
mempunyai indikasi kelayakan yang tinggi.
9
d. Proyek memerlukan penajaman dalam rencana, melalui pembandingan dua atau
lebih alternatif solusi yang unggul.
e. Proyek memerlukan indikator kelayakan yang lebih teliti.
f. Atau berdasarkan keinginan pemberi kerja, dan lain-lain.
Ada beberapa aspek teknis yang harus diperhatikan dalam perencanaan trase jalan
menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Pd. T-19-2005-B) tentang Studi Kelayakan Proyek
Jalan dan Jembatan, yaitu:
2.2.1 Aspek Topografi
Peta topografi diperlukan untuk menentukan rute dan prakiraan biaya proyek, yang
berkaitan dengan kondisi eksisting, kemungkinan pengadaan tanah, relokasi penduduk,
kondisi topografi (datar, berbukit atau pegunungan), jenis bangunan pelengkap, jembatan
dan lain-lain. Peta topografi dibuat khusus untuk keperluan studi dan berisi segala informasi
yang diperlukan seperti garis tinggi, jalan air, penggunaan lahan/tanah dan patok-patok
pengukuran. Peta topografi untuk pekerjaan jalan antar kota berupa suatu peta jalur ynag
mencakup suatu daerah minimum selebar 100 meter, bila ada pekerjaan pendukung khusus,
maka peta jalur ini harus diperluar seperlunya.
2.2.2 Aspek Geometrik
Nilai rancangan dari elemen-elemen geometri jalan ditentukan oleh suatu kecepatan
rencana. Kecepatan rencana ditentukan berdasarkan peran dari jalan yang sedang ditinjau,
dan kelas jalan yang dipilih. Penampang jalan tergantung pada volume lalu lintas yang
diperkirakan akan melewatinya, dan tingkat kinerja yang ingin dicapai dalam operasi. Untuk
prakiraan dari kinerja lalu lintas selama operasi, harus mengacu pada metoda yang diberikan
dalam pedoman yang berlaku.
Jenis persimpangan jalan dan metoda pengendaliannya ditetapkan sesuai dengan
hirarki jalan dan volume lalu lintas rencana yang melewatinya. Jenis pengendalian
persimpangan dapat berupa pengendalian tanpa rambu, dengan rambu hak utama, dengan
alat pemberi isyarat lalulintas (APILL), dengan jalan layang (flyover) dan underpass, atau
dengan persimpangan tak sebidang lainnya. Elevasi rencana jalan juga dipengaruhi oleh
tinggi rencana banjir sepanjang rute yang ditinjau.
10
2.2.3 Aspek Geoteknik
Pembangunan konstruksi jalan dan jembatan pada prinsipnya adalah meneruskan
beban ke tanah. Sepanjang suatu koridor jalan kondisi geologi dan geoteknik dapat
bervariasi. Jenis tanah dasar dapat dikelompokkan menurut karakteristik geologi agar
penyelidikan geoteknik dapat dilakukan secara terstruktur dan efisien. Dengan demikian ruas
jalan terbagi atas beberapa segmen yang homogen secara geoteknik.
Masing-masing tanah perlu diteliti daya dukungnya. Bila konstrusi jalan akan berada
pada galian, maka daya dukung tanah yang dipakai adalah yang berada pada elevasi rencana.
Bila konstruksi akan berada pada timbunan, maka daya dukung dari tanah timbunan perlu
ditentukan sesuai jenis tanah timbunan yang diusulkan.
Untuk jalan antar kota yang baru, analisis geologi dan geoteknik perlu dilakukan
lebih mendalam sehubungan dengan kondisi geologi kawasan, pekerjaan tanah, lokasi
jembatan, ketersediaan bahan bangunan (quarry), dan pertimbangan lainnya, yang akan
mempengaruhi aspek biaya pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan.
Tanah dasar yang lembek mungkin perlu penanganan khusus berupa stabilisasi
dengan bahan tambahan, atau melalui konsolidasi dengan mengeluarkan air tanah. Tanah
lembek dalam jumlah terbatas dapat dibuang dan diganti dengan tanah urugan yang lebih
baik. Pemilihan penanganan tergantung pada aspek pembiayaan. Secara keseluruhan biaya
pekerjaan tanah dapat merupakan bagian yang signifikan dari biaya konstruksi total.
Daya dukung tanah dasar untuk keperluan perhitungan konstruksi perkerasan
dinyatakan dalam nilai CBR. Penyelidikan untuk nilai CBR harus dilakukan dalam jumlah
yang cukup, sehingga mewakili masing-masing segmen homogen secara signifikan. Untuk
keperluan perhitungan pondasi jembatan, penyelidikan tanah perlu dilakukan ke arah bawah
sampai mencapai tanah keras.
2.3 Penentuan Trase Jalan
Dalam pembuatan jalan tol harus ditentukan trase jalan yang direncanakan, agar
dapat memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan fungsinya, serta mendapatkan
keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya. Untuk membuat trase jalan tol yang baik dan
ideal, maka harus memperhatikan beberapa pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan
yang digunakan dalam pemilihan trase jalan tol adalah sebagai berikut:
a) Meminimalkan biaya konstruksi, hal ini dapat dilakukan dengan cara:
11
- Memilih trase sependek mungkin,
- Menghindari pekerjaan galian dan timbunan yang terlalu banyak dengan
mempertimbangkan kemiringan mmanjang dan panjang landai kritis,
- Menghindari trase yang melalui lahan produktif termasuk daerah industri maupun
pemukiman yang padat,
- Memilih rute yang melalui daerah dengan daya dukung cukup baik ditinjau dari
segi teknik jalan dan geologi,
- Memilih trase yang tidak terlalu banyak melintasi sungai dan rawa maupun
hambatan alam lain,
- Memilih trase dimana akan memberikan kemudahan dalam hal pembebasan tanah
dari segi sosial, politis, ekonomis dan lingkungan.
b) Mendukung pengembangan wilayah pada daerah-daerah yang dilalui trase jalan tol
dengan memperhatikan:
- Pola pengembangan wilayah dan tata guna lahan dan tata ruang kota yang dilalui,
- Potensi wilayah di sepanjang rute jalan tol,
- Rencana jaringan jalan yang ada dan yang direncanakan.
Perencanaan di lapangan akan dihadapkan pada suatu profil lahan (peta topografi, peta
udara dll) sudah harus berfikir bahwa perancangan geometriknya berdasarkan situasi dan
mengadaptasi karakteristik pengendara, lalulintas dan kendaraan untuk mendapatkan dIsain
yang optimal, agar jalan memenuhi persyaratan aman, nyaman, dan ekonomis. Trase jalan
yang direncanakan harus memenuhi persyaratan teknis, ekonomis, dan lingkungan.
2.3.1 Faktor Topografi
Faktor topografi dibutuhkan dalam penentuan lokasi trase jalan, seperti: landai jalan,
jarak pandang, panampang melintang dan lain-lain. Bukit, lembah, sungai dan danau sering
menjadi pembatas terhadap lokasi dan perencanaan trase jalan. Hal demikian perlu dikaitkan
pula pada kondisi medan yang direncanakan. Kondisi medan dipengaruhi oleh hal-hal
sebagai berikut:
a) Tikungan: Jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan perlu diperhitungkan
sedemikain rupa sehingga terjamin keamanan kendaraan dan pandangan bebas yang
cukup luas bagi pengemudi.
12
b) Tanjakan: tanjakan yang cukup curam dapat menurunkan kecepatan kendaraan dan
jika tenaga tariknya tidak cukup maka berat muatan kendaraan harus dikurangi, yang
berarti menguragi kapasitas angkutan dan sangat merugikan pengendara.
2.3.2 Faktor Geologi
Kondisi geologi suatu daerah dapat mempengaruhi pemilihan suatu trase jalan.
Adanya daerah-daerah yang rawan secara geologis seperti; daerah patahan atau daerah
bergerak baik vertikal maupun horizontal merupakan daerah yang tidak baik untuk
digunankan menjadi trase jalan. Apabila dalam perencanan melalui suatu daerah tersebut
maka suatu rencana trase jalan harus dirubah atau dipindahkan. Keadaan tahah dasar dapat
mempengaruhi lokasi dan bentuk geometrik jalan misalnya; daya dukung tanah dengan jarak
muka air yang tinggi. Selain itu kondisi iklim juga dapat mempengaruhi penetapan lokasi
dan bentuk geometrik jalan.
2.3.3 Faktor Tata Guna Lahan
Tata guna lahan merupakan hal yang paling mendasar dalam perencanaan suatu
lokasi jalan, karena ini perlu adanya suatu musyawarah yang berhubungan langsung dengan
masyarakat berkaitan dengan pembebasan tanah untuk sarana trasportasi. Dengan demikian
akan merubah kualitas kehidupan secara keseluruhan dari suatu daerah dan nilai lahannya
yang akan berwujud lain.
2.3.4 Faktor Lingkungan
Mempertimbangkan lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya
daerah terdampak. Sebagai contoh; kerusakan lingkungan akibat pembangunan jalan tol,
dampak polusi pembangunan terhadap pemukiman sekitar, dampak polusi suara, dll. Pada
penetapan dan pemetaan trase jalan memerlukan tahapan survei sebagai berikut:
a) Survei Awal (Reconnaisance Survey)
Mendapatkan peta dasar dalam batas koridor rencana jalan sehingga dapat
digambarkan rencana trase jalan.
b) Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
Jalur trase jalan terpilih, selanjutnya dipetakan dan diukur kembali secara teliti untuk
mendapatkan rencana penentuan trase jalan yang siap dibangun.
13
2.4 Teknik Analisis Multi Kriteria
Tamin, OZ, (2004) salah satu pendekatan perencanaan yang memungkinkan
diakomodasikannya sejumlah kepentingan dan sejumlah kriteria pengambilan keputusan
adalah pendekatan Analisis Multi Kriteria (AMK).
Road Note 5 (2004), dijelaskan bahwa analisis multi kriteria merupakan prosedur
dalam melakukan perangkingan (prioritisasi) dengan mengkombinasikan berbagai
kepentingan secara bersama-sama diantaranya kepentingan ekonomi, sosial, lingkungan dan
pertimbangan lainnya. Untuk kasus jalan, kriteria yang dapat dikembangkan antara lain
kriteria teknik, kriteria ekonomi, kriteria politik, kriteria lingkungan, kriteria tata ruang,
kriteria transportasi, dan kriteria kelembagaan.
Rahayu, Dwi (2010) Analisis Multi Kriteria adalah suatu metode pemilihan
alternatif, dimana setiap alternatif akan dinilai menggunakan kriteria – kriteria tertentu
sehingga kemudian alternatif yang terpilih adalah alternatif dengan penilaian terbaik
berdasarkan kriteria – kriteria tersebut. Analisis Multi Kriteria (AMK) menggunakan
persepsi stakeholders terhadap kriteria-kriteria atau variabel-variabel yang dibandingkan
dalam pengambilan keputusan. Dari hasil survey wawancara dapat ditentukan bobot dari tiap
kriteria. Membuat matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix) untuk
setiap responden untuk mendapatkan bobot kriteria dari setiap responden dan membuat rata-
rata bobot untuk seluruh stakeholders. Hasil dari pembobotan, kriteria yang memberikan
pengaruh terbesar dalam penilaian adalah kriteria kedua yaitu preservasi lingkungan.
2.4.1 Simple Multi Attribute Rating Technique (SMART)
SMART adalah metode pengambilan keputusan multi kriteria yang dikembangkan
oleh Edward pada tahun 1977. Metode pengambilan keputusan ini didasarkan pada teori
bahwa setiap alternatif memiliki beberapa kriteria. Setiap kriteria memiliki nilai dan bobot
untuk menggambar tingkat kepentingan setiap alternatif. Pembobotan ini digunakan untuk
menilai setiap alternatif agar memperoleh alternatif terbaik.
SMART menggunakan linear additive model untuk meramalkan nilai setiap
alternatif. Metode ini merupaka metode yang fleksibel dan sederhana serta analisa yang
transparan sehingga memberikan kemudahan pemahaman masalah dan dapat diterima oleh
pembuat keputusan.
Langkah-langkah dalam pemilihan alternatif multi kriteria dengan metode SMART,
yaitu:
14
a. Menentukan banyaknya kriteria digunakan.
b. Menentukan bobot kriteria pada masing-masing kriteria dengan menggunakan
interval 1-100 untuk masing-masing kriteria dengan prioritas terpenting.
c. Hitung normalisasi dari setiap kriteria dengan membandingkan nilai bobot
kriteria dengan jumlah bobot kriteria. Menggunakan rumus :
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑠𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 = 𝑊𝑗
∑𝑊𝑗 (2-1)
dengan:
Wj = nilai bobot dari suatu kriteria
∑Wj = merupakan total jumlah bobot
d. Memberikan nilai parameter kriteria pada setiap kriteria untuk setiap alternatif.
e. Menentukan nilai utiliti dengan mengonversikan nilai kriteria pada masing-
masing kriteria menjadi nilai kriteria data baku. Nilai utiliti diperoleh dengan
menggunakan persamaan:
𝑢𝑖(𝑎𝑖) =(𝑐𝑜𝑢𝑡−𝑐𝑚𝑖𝑛)
(𝑐𝑚𝑎𝑥−𝐶𝑚𝑖𝑛) (2-2)
dengan:
𝑢𝑖(𝑎𝑖) = nilai utiliti kriteria ke - 1 untuk kriteria ke - I
𝑐𝑚𝑎𝑥 = nilai kriteria maksimal
𝑐𝑚𝑖𝑛 = nilai kriteria minimal
𝑐𝑜𝑢𝑡 = nilai kriteria ke-i.
f. Menentukan nilai akhir dari masing-masing kriteria dengan mengalikan nilai
yang didapat dari normalisasi nilai kriteria data baku dengan nilai normalisasi
bobot kriteria. Kemudian jumlahkan nilai dari perkalian tersebut.
𝑢𝑖(𝑎𝑖) = ∑ 𝑤𝑖𝑢𝑖(𝑎𝑖)𝑚𝐽=𝑖 (2-3)
dengan:
Wj = nilai bobot dari suatu kriteria
𝑢𝑖(𝑎𝑖) = nilai utiliti kriteria
2.4.2 Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)
TOPSIS adalah metode pengambilan keputusan yang menggunakan prinsip bahwa
alternatif yang dipilih memiliki jarak terdekat dengan solusi ideal positif dan jarak yang jauh
dari solusi ideal negatif. Metode TOPSIS memperhatikan jarak ke solusi ideal maupun jarak
ke solusi ideal negatif dengan mengambil hubungan kedekatan menuju solusi ideal. Urutan
pilihan dapat ditentukan dengan membandingkan kedua solusi tersebut. Berikut ini adalah
15
matriks keputusan C yang memiliki m alternatif dengan n kriteria, dimana xij adalah
pengukuran pilihan dari alternatif ke-i dalam hubungannya dengan kriteria ke-j.
𝐶 =
𝑋11 𝑋11 … 𝑋1𝑛
𝑋21 𝑋22 … 𝑋21
… … … …𝑋𝑚1 𝑋𝑚2 … 𝑋𝑚𝑚
(2-4)
Langkah-langkah pemilihan alternatif dengan metode TOPSIS, yaitu sebagai berikut:
a) Normaslisasi matriks keputusan, setiap elemen pada matriks C dinormalisasi untuk
mendapatkan matriks normalisasi R. Setiap normalisasi dari nilai riil dapat
dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
b) Pembobotan pada matriks yang telah dinormalisasi diberikan bobot W = (W1, W2,
...,Wn). Secara matematis, weighted normalized matrix ini dapat diperoleh dengan
rumus berikut ini:
𝑉𝑖𝑗 = 𝑊𝑗 . 𝑟𝑖𝑗 (2-5)
dengan:
𝑉𝑖𝑗 = matriks normalisasi terbobot [i][j]
𝑊𝑗 = vektor bobot [j]
𝑟𝑖𝑗 = matriks ternormalisasi [i][j]
c) Menentukan solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Solusi ideal positif
dinotasikan dengan A+ dan solusi ideal negative dinotasikan dengan A.
Pembangunan A+ dan A- adalah untuk mewakili alternatif yang most preferable
ke solusi ideal dan yang least preferable secara berurutan.
d) Menghitung Separation Measure Separation measure ini merupakan pengukuran
jarak dari suatu alternatif ke solusi ideal positif (S+) dan solusi ideal negatif (S-).
Kedekatan relatif dari alternatif Ai dengan solusi ideal positif A+ direpresentasikan
dengan:
𝐶𝑖+ =
𝑆𝑖−
𝑆𝑖++𝑆𝑖
− (2-6)
dengan:
Ci+ = kedekatan tiap alternatif terhadap solusi ideal positif
Si+ = jarak alternatif Ai dengan sokusi ideal positif
Si- = jarak alternatif Ai dengan sokusi ideal negatif
16
Dikatakan alternatif Ai dekat dengan solusi ideal positif apabila Ci + mendekati
nilai 1. Jadi Ci+=1 jika Ai = A+ dan Ci
- = 0 jika Ai
Heru (2015) Perancangan dan pembuatan model sistem pendukung keputusan dalam
pemilihan Ojek online dapat dilakukan dengan menggunakan metode Analitical Hierarchy
Process (AHP) dan Tehnique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS).
Faktor-faktor yang menjadi dasar dalam pemilihan ojek online adalah faktor Harga,
Pelayanan, performa dan keamanan. Berdasarkan hasil evaluasi, metode Analitical
Hierarchy Process (AHP) dan Tehnique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution
(TOPSIS) dapat menjadi alternatif pemilihan ojek berbasis online. Disarankan bahwa urutan
prioritas alternatif ojek online adalah Uber kemudian Grabike dan Gojek
2.4.3 Simple Additive Weighting (SAW)
Metode Simple Additive Weighting (SAW) adalah metode SAW sering dikenal
dengan istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW (Simple Additive
Weighting) adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif
pada semua atribut (Fishburn, 1967). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi
matriks keputusan (x) ke skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif
yang ada. Metode SAW ini mengharuskan pembuat keputusan menentukan bobot bagi setiap
atribut. Skor total untuk alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian
antara rating (yang dapat dibandingkan lintas atribut) dan bobot tiap atribut. Peringkat tiap
atribut haruslah bebas dimensi dalam arti telah melewati proses normalisasi matriks
sebelumnya. Langkah Penyelesaian Simple Additive Weighting (SAW) sebagai berikut
(Kusumadewi, 2006):
a) Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan
keputusan, yaitu Ci.
b) Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.
c) Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (Ci), kemudian melakukan
normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis
atribut (atribut keuntungan ataupun atribut biaya) sehingga diperoleh matriks
ternormalisasi R.
d) Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian
matriks ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar
17
yang dipilih sebagai alternatif terbaik (Ai) sebagai solusi. Formula untuk
melakukan normalisasi tersebut adalah:
rij = 𝑋𝑖𝑗
𝑀𝑎𝑥 𝑋𝑖𝑗 jika j adalah adalah atribut keuntungan (2-7)
rij = 𝑋𝑖𝑗
𝑀𝑖𝑛𝑋𝑖𝑗 jika j adalah atribut biaya (2-8)
Dengan, rij = rating kinerja ternormalisasi
Maxij = nilai maksimum dari setiap baris dan kolom
Minij = nilai minimum dari setiap baris dan kolom
Xij = baris dan kolom dari matriks
Dengan rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut
Cj; i =1,2,…m dan j = 1,2,…,n.
Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai :
Vi = ∑ 𝑊𝑗𝑟𝑖𝑗𝑛𝑗=1 (2-9)
Dimana :
Vi = Nilai akhir dari alternatif
wj = Bobot yang telah ditentukan
rij = Normalisasi matriks
Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternative Ai lebih terpilih
2.4.4 Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah metode pemilihan alternatif
dengan menggunakan perbandingan berpasangan yang diukur dengan skala prioritas
terhadap suatu alternatif berdasarkan penilaian dan pendapat para ahli atau responden.
Metode ini dapat digunakan untuk pengambilan keputusan terhadap masalah yang
kompleks. Metode ini menggunakan sistem struktur hirarki dalam pengambilan keputusan,
selain itu juga menggunakan sistem pembobotan yang akan menentukan prioritas alternatif
terpilih.
2.5 Metode AHP (Analitycal Hierarchy Process)
Pemilihan trase alternatif dapat dipilih dengan analisis multi kriteria. Suatu analisis
sederhana menggunakan kriteria-kriteria sebagai atribut penilaian, dapat berupa penilaian
18
kualitatif ataupun kuantitatif. Dipilihlah metode AHP untuk menganalisis trase alternatif
dalam penelitian ini.
Analiyical Hierarchy Process (AHP) adalah teori pengukuran melalui perbandingan
berpasangan dan bergantung pada penilaian dan pendapat para ahli untuk mendapatkan skala
prioritas terhadap suatu alternatif. Skala prioritas dibuat untuk mengetahui seberapa banyak
pilihan mendominasi pilihan lainnya. Selain itu, metode AHP digunakan untuk mengetahui
tingkat konsistensi, menghitung tingkat konsistensi, dan mengembangkan makna dari
pendapat responden (Saaty, 2008).
Setiadji, Bagus (2015) meneliti untuk menetukan prioritas penanganan ruas jalan
nasional. Dari penelitian ini akan menentukan prioritas penanganan jalan nasional di Pulau
Bangka dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menggunakan 6 (enam)
kriteria. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa dari 6 (lima) kriteria yang diambil dalam
penelitian ini yakni aksesibilitas merupakan kriteria yang paling dominan. Diikuti fungsi
mobilitas, kondisi ruas jalan, arus lalu lintas, pengembangan wilayah, dan ekonomi menurut
produk domestik regional bruto.
Endhika (2013), dalam studinya tentang pemilihan trase pada rencana jalan akses
Bandara International Lombok. Dalam studi ini terdapat beberapa tahapan pengerjaan, yang
pertama adalah mengetahui kondisi lalu lintas saat ini pada ruas jalan Raya Lembar, baik
tingkat pelayanan ruas jalan dan pola pergerakan kendaraan yang melalui jalan Raya
Lembar. Kemudian melakukan identifikasi pada alternatif-alternatif trase untuk mengetahui
kondisi tata guna lahan dan kemungkinan ketersediaan lahan pada masing-masing koridor
alternatif trase. Setelah itu melakukan analisa AHP untuk mendapatkan alternatif trase
dengan nilai manfaat terbaik. Kemudian memprediksi lalu yang akan datang dilakukan
perhitungan struktur perkerasan lentur untuk jalan baru. Dari hasil analisa AHP diperoleh
aspek yaitu aspek teknis, aspek kesesuaian tata ruang, aspek pariwisata, aspek ekonomi,
akses aksesbilitas dan aspek biaya. Perencanaan struktur perkerasan yang digunakan adalah
perkerasan lentur. Dengan nilai beban gandar tunggal standar kumulatif maka diperoleh
tebal lapisan perkerasan.
Dalam metode AHP, perlu didefinisikan terlebih dahulu masalah yang akan dicari
dan informasi yang ingin didapatkan. Dalam proses pengambilan keputusan, dibuat hirarki
struktur dari atas ke bawah. Struktur paling atas sebagai tujuan dari keputusan, kemudian
19
aktor, kriteria, dan alternatif yang berada paling bawah. Skema umum proses AHP secara
umum dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Skema umum proses AHP
Sumber : Saaty, 2008
Metode AHP menggunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk
mengetahui seberapa penting suatu kriteria dengan kriteria lainnya. Hal ini dinyatakan
dengan set skor untuk mengetahui tingkat prioritas suatu kriteria berdasarkan pendapat
responden. Skala penilaian antar kriteria dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Skala penilaian kriteria
Tingkat
Kepentingan Definisi Penilaian Penjelasan
1 Kedua elemen sama
penting
Dua kriteria memiliki konstribusi yang
sama pada suatu tujuan atau sasaran.
2
Elemen memiliki
kepentingan sangat
lemah
3 Elemen memiliki
kepentingan sedang
Pengalaman dan pendapat sedikit
mengarah pada salah satu kriteria
dibandingkan dengan yang lain.
Tingkat
Kepentingan Definisi Penilaian Penjelasan
4
Elemen memiliki
kepentingan yang lebih
dari sedang
Tujuan
(Objective)
Aktor 1 Aktor 5 Aktor 4 Aktor 3 Aktor 2
Kriteria 1 Kriteria 3 Kriteria 2
Alternatif 1 Alternatif 3 Alternatif 2
Level 1 : Tujuan
Level 2 : Aktor
/stakeholder
Level 3 : Kriteria
Level 4 : Alternatif
20
5 Elemen memiliki
kepentingan yang kuat
Pengalaman dan pendapat sedikit
mengarah pada salah satu kriteria
dibandingkan dengan yang lain.
6
Elemen memiliki
kepentingan yang lebih
dari kuat
7
Elemen memiliki
kepentingan yang sangat
kuat
Suatu kriteria memiliki kepentingan yang
sangat dibandingkan dengan kriteria
lainnya, kriteria lebih mendominasi jika
didemonstrasikan dalam praktik
8
Elemen memiliki
kepentingan yang sangat
sangat kuat
9
Elemen memiliki
kepentingan yang
sungguh kuat atau
ekstrim
Skala penilaian ini merupakan bukti bahwa
suatu kriteria memiliki tingkat kepentingan
yang jauh lebih kuat dalam memenuhi
tujuan
Skala
resiprokal/keba
likan
Jika kriteria i
mempunyai skala seperti
di atas jika
dibandingkan dengan
kriteria j, begitu pula
sebaliknya.
Asumsi yang beralasan
1.1-1.9 Jika kriteria sangat
dekat
Susah untuk menentukan nilai yang terbaik
tetapi jika dibandingkan dengan kriteria
yang berlawanan maka nilai yang kecil
tidak akan terlalu terlihat, selain itu skala
ini masih dapat mengindikasi tingkat
kepentingan dari kriteria.
Sumber: Thomas L. Saaty. 2008. Decision making with analytic hierarchy process. Int. J.
Services, Vol.1, No.1, pp.83-98
2.5.1 Pembobotan Elemen
Pembobotan (weighting) diperoleh dari perbandingan berpasangan (pairwise
comparison). Hasil dari perbandingan berpasangan disajikan dalam bentuk matriks
perbandingan berpasangan. Pembobotan dilakukan pada setiap elemen, kemudian
menjumlahkan nilai pembobotannya semua elemen untuk mendapatkan nilai prioritas total.
Pada Tabel 2.2 dapat dilihat contoh matriks perbandingan berpasangan
Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
A1 A2 ... An
21
Sumber: Saaty, T.L.,1994
Matriks Anxn merupakan matriks resiprokal yang berjumlah n elemen, yaitu W1, W2,
……… Wn ,yang dinilai secara perbandingan. Nilai perbandingan berpasangan Wi dan Wj
dipresentasikan dalam matriks perbandingan dengan nilai i, j didapat dari skala prioritas oleh
responden.
𝑊𝑖
𝑊𝑗= 𝑎(𝑖, 𝑗); 𝑖, 𝑗 = 1,2 … … 𝑛 (2-10)
Matriks perbandingan tersebut diolah dengan perhitungan pasa setiap baris matriks
dengan persamaan (2-11).
𝑊𝑖 = √(𝑊𝑖1 × 𝑊𝑖2 × 𝑊𝑖3 × … … … .× 𝑊𝑖𝑗)𝑛 (2-11)
Perhitungan selanjutnya yaitu memasukkan nilai 𝑊𝑖 pada matriks hasil perhitungan
tersebut ke persamaan (2-12).
𝑋1 =𝑊𝑖
Σ𝑊𝑖 (2-12)
Matriks yang dihasilkan merupakan vektor eigen (eigenvector) yang merupakan
bobot kriteria. Eigenvector atau vector ciri merupakan persamaan yang mempunyai solusi
yang tidak trivial, yaitu solusi x ≠ 0. Eigenvector suatu matriks merupakan padaaan nilai λ.
Ignasius, Geradus (2014) dalam penelitian meinjau menentukan prioritas
pengembangan jaringan jalan di Kabupaten Lembata, provinsi NTT. Untuk menentukan
kriteria yang sesuai dengan metode Cut Off Point serta menetapkan prioritas
pengembangan jaringan jalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Adapun
kriteria-kriteria yang akan dianalisis yaitu kondisi permukaan jalan, jenis permukaan jalan,
aksesibilitas, mobilitas, kepadatan penduduk, kesenjangan wilayah, tingkat kemiskinan,
dan pembiayaan. Dalam penelitian ini, jumlah responden untuk kedua metode ini
sebanyak 9 (Sembilan) responden yaitu pada Dinas Pekerjaan Umum dan Bappeda
Kabupaten Lembata. Hasil analisis menunjukan bahwa kriteria yang digunakan adalah
kriteria yang mempunyai nilai lebih dari batas Cut Off sebesar 2,50 yaitu kriteria kondisi
A1 W1/W1 W1/W2 … W1/Wn
A2 W2/W1 W2/W2 … W2/Wn
…. : : : :
An Wn/W1 Wn/W1 … Wn/Wn
22
permukaan jalan, jenis permukaan jalan, aksesibilitas, mobilitas, kesenjangan wilayah,
tingkat kemiskinan, dan pembiayaan.
2.5.2 Pemeriksaan Konsistensi
Untuk menjaga kualitas hasil yang diinginkan perlu dilakukan konsistensi jawaban
atau pembobotan terhadap seitan jawaban responden. Dalam metode AHP, konsistensi
jawaban dinyatakan dalam Indeks Konsistensi (Consistency Index). Perhitungan indeks
konsistensi dapat dilihat pada persamaan berikut.
𝐶𝐼 = (𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑛)/(𝑛 − 1) (2-13)
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = (∑ 𝑊𝑖𝑛 × 𝑊𝑛)/𝑛 (2-14)
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 adalah eigenvalue maksimum, n adalah ukuran matriks, 𝑊𝑖𝑛 adalah nilai
perbandingan antara kriteria i terhadap kriteria n, dan 𝑊𝑛 adalah nilai tingkat kepentingan
kriteria n.
Matriks dapat dianggap konsisten jika memiliki nilai Rasio Konsistensi (Consistency
Ratio) lebih kecil atau sama dengan 0,1. Rasio konsistensi dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
𝐶𝑅 = 𝐶𝐼/𝑅𝐼 (2-15)
RI adalah indeks acak atau indeks random yang nilainya ditentukan berdasarkan hasil
perhitungan yang dilakukan oleh Thomas L. Saaty dengan menggunakan 500 sampel,
dimana “jugdement” numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8, …., 1, 2…..9.
2.6 Perencanaan Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar
(subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas (Hendarsin, 2000). Perkerasan
jalan merupakan struktur jalan yang menjadi bagian penting dalam memfasilitasi pergerakan
lalu lintas, baik berupa jasa angkutan manusia atau jasa angkutan barang seluruh komoditas
yang diizinkan untuk melintasi jalan tersebut. Perkerasan jalan harus mampu mendukung
variasi beban berbagai jenis kendaraan barang dan kendaraan penumpang dengan berat
ringan hingga sedang. Daya dukung perkerasan jalan terseut akan menentukan kelas jalan
yang bersangkutan, misalnya kelas jalan I akan menerima beban yang lebih besar dari pada
jalan kelas II, sehingga mutu dan bahan perkerasan jalan dapat diklasifikasikan sesuai
pembebanannya (Saodang, 2005).
23
Menurut Silvia (2003), konstruksi perkerasan jalan dibedakan atas:
a) Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lepisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
b) Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa
tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah.
Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
c) Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku
yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur
di atas kaku, atau kaku di atas perkerasan lentur.
2.6.1 Pengertian Perkerasan Kaku
Perkerasan jalan kaku atau yang biasa disebut perkerasan beton semen adalah
perkerasan yang menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasan jalan. Struktur
perkerasan kaku terdiri dari pelat beton yang diletakkan pada lapis pondasi bawah yang
menumpu pada tanah dasar, dengan atau tanpa lapis permukaan aspal di atasnya (Saodang,
2005).
Perkerasan kaku lebih tepat biaya jika digunakan pada lalu lintas lebih dari 30 juta
ESA. Perkerasan kaku biasanya digunakan dalam kondisi tanah dasar yang lunak. Beberapa
keuntungan perkerasan kaku menurut Manual Desain Perkerasan (2013), yaitu:
1. Struktur perkerasan lebih tipis kecuali untuk area tanah lunak yang membutuhkan
struktur pondasi jalan lebih besar daripada perkerasan kaku.
2. Pekerjaan konstruksi dan pengendalian mutu yang lebih mudah untuk daerah
perkotaan yang tertutup termasuk jalan dengan lalu lintas rendah.
3. Biaya pemeliharaan lebih rendah jika dilaksanakan dengan baik: keuntungan
signifikan untuk area perkotaan dengan Lintas Harian Rata-rata Tahunan
(LHRT) tinggi.
4. Pembuatan campuran yang lebih mudah (contoh, tidak perlu pencucian pasir).
Sedangkan kerugian perkerasan kaku yaitu:
1. Biaya lebih tinggi untuk jalan dengan lalu lintas rendah.
2. Rentan terhadap retak jika dilaksanakan diatas tanah asli yang lunak.
24
3. Umumnya memiliki kenyamanan berkendara yang lebih rendah.
Selain di atas, keunggulan perkerasan kaku dibandingkan dengan perkerasan lentur
terletak pada pendistribusian beban ke subgrade. Perkerasan kaku memiliki kekakuan atau
stiffness yang lebih besar dari pada perkerasan lentur. Kekakuan perkerasan kaku ini akan
memudahkan pendistribusian beban pada daerah yang relatif luas pada subgrade, beton
sendiri bagian utama yang menanggung beban struktural.
Rachman dkk (2015), dalam studi untuk meninjau pembuatan jalan alternatif dengan
menggunakan AHP untuk menentukan trase-trase terpilih. Dari hasil analisa AHP diperoleh
nilai – nilai pada masing – masing alternatife yaitu diperoleh aspek teknis, biaya pembebasan
lahan, biaya struktur jalan, dan aksesbilitas dan mobilitas. Direncankan juga struktur
perkerasan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah perkerasan kaku. Dari hasil
tersebut diperoleh rencana tebal lapisan perkerasan kaku.
2.6.2 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku
Perencanaan tebal perkerasan kaku untuk Jalan Tol Gempol – Mojokerto mengacu
pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013 yang dikeluarkan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Tahapan perencanaan
perkerasan kaku menurut Manual Desain Perkerasan Jalan (2013), yaitu:
1. Umur rencana
Untuk perkerasan baru umur rencana perkerasan kaku dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)
Jenis Perkerasan Elemen Perkerasan
Umur
Rencana
(tahun)
25
Perkerasan lentur
lapisan aspal dan lapisan berbutir dan
CTB 20
pondasi jalan
40
semua lapisan perkerasan untuk area
yang tidak diijinkan sering
ditinggikan akibat pelapisan ulang,
misal : jalan perkotaan, underpass,
jembatan, terowongan.
Cement Treated Based
Perkerasan Kaku
lapis pondasiatas, lapis pondasi
bawah, lapis beton semen, dan
pondasi jalan.
Jalan Tanpa Penutup Semua elemen Minimum 10
Sumber: Manual Perkerasan Jalan (2013:9)
2. Pertumbuhan Lalu Lintas
Dalam perencanaan perkerasan kaku volume lalu lintas sangat berpengaruh. Volume
lalu lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana. Laju pertumbuhan lalu lintas
harus berdasarkan data pertumbuhan yang valid. Pada Tabel 2.4 memperlihatkan laju
pertumbuhan (i) minimum untuk desain.
Tabel 2.4 Laju Pertumbuhan Minimum Desain
Sumber: Manual Perkerasan Jalan (2013:15)
Sedangkan perhitungan perrtumbuhan lalu lintas (R) dapat dihitung berdasarkan
persamaan berikut:
𝑅 = (1+0.01𝑖)𝑈𝑅−1
0.01𝑖 (2-16)
dengan :
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas
i = laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %
2011 – 2020 > 2021 - 2030
Arteri dan perkotaan (%) 5 4
Kolektor rural (%) 3.5 2.5
Jalan desa (%) 1 1
26
UR = Umur Rencana (tahun)
3. Lalu Lintas Rencana
Lalu lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur
rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi bebab pada
setiap jenis sumbu kendaraan. Data lalu lintas diperoleh berdasarkan data terakhir (≤
2 tahun terakhir). Untuk perencanaan perkerasan kaku, kendaraan niaga yang
dihitung hanya kendaraan dengan berat total minimum 8 ton. Konfigurasi sumbu
kendaraan niaga yang digunakan, yaitu Sumbu Tunggal Roda Tunggal (STRT),
Sumbu Tunggal Roda Ganda (STRG), dan Sumbu Tandem Roda Ganda (STdRG).
Mengacu dalam peraturan perencanaan perkerasan jalan beton semen PD T 14-2003
perhitungan jumlah sumbu kendaraan niaga dapat dilihat pada persamaan berikut.
JKSN = JSKNH × 365 × R × C (2-17)
dengan :
JSKN = Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana.
JSKNH= Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka.
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas.
C = Koefisien distribusi kendaraan.
4. Tebal Perkerasan
Tebal perkerasan direncanankan berdasarkan peraturan Manual Desain Perkerasan
(2013). Desain perkerasan kaku yang disyaratkan oleh Manual Desain Perkerasan
(2013) dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Desain Perkerasan Kaku untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Berat
27
Sumber: Manual Perkerasan Jalan (2013:61)
5. Analisa Fatik dan Erosi
Menurut peraturan Pd T-14-2003 tentang Perencanaan Perkerasan Jalan Beton
Semen, prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan pada 2 (dua)
model kerusakan, yaitu :
a) Retak fatik (lelah) tarik lentur pelat.
b) Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan
berulang pada sambungan dan tempat retak yang direncanakan.
Data lalu lintas yang diperlukan dalam analisa fatik dan erosi adalah jenis sumbu dan
distribusi beban serta jumlah repitisi masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban
yang diperkirakan selama umur rencana. Dalam perencanaan perkerasan kaku
kerusakan, kerusakan fatik atau erosi tidak boleh lebih dari 100%. Jika kerusakan
fatik atau erosi melebihi 100%, maka tebal taksiran dinaikkan dan proses
perencanaan diulangi.
6. Perencanaan Sambungan
Mengacu dalam peraturan perencanaan perkerasan jalan beton semen PD T 14-2003.
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk:
a) Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh
penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas.
b) Memudahkan pelaksanaan.
c) Mengakomodasi gerakan pelat.
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan mengacu pada
peraturan perencanaan perkerasan jalan beton semen PD T 14-2003 antara lain:
1) Sambungan Memanjang
Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars). Pemasangan
sambungan memanjang digunakan untuk mengendalikan terjadinya retak
memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 - 4 m. Sambungan
memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu minimum
28
BJTU-24 dan berdiameter 16 mm. Ukuran batang pengikat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
At = 204 x b x h (2-18)
l = (38,3 x φ) + 75 (2-19)
Dengan pengertian :
At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi
perkerasan (m).
h = Tebal pelat (m).
l = Panjang batang pengikat (mm).
φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.
Gambar 2.2 Tipikal Sambungan Memanjang
sumber : Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen,2003
2) Sambungan Melintang
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa
tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton bersambung
dengan tulangan 8 - 15 m dan untuk sambungan perkerasan beton menerus
dengan tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan. Sambungan ini
harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30 cm,
lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi gerakan bebas
pada saat pelat beton menyusut.
3) Sambungan Isolasi
29
Sambungan isolasi memisahkan perkerasan dengan bangunan yang lain,
misalnya manhole, jembatan, tiang listrik, jalan lama, persimpangan dan lain
sebagainya. Contoh persimpangan yang membutuhkan sambungan isolasi
diperlihatkan.
7. Perencanaan Tulangan
Dalam peraturan Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen PD T 14-2003 tujuan
utama penulangan untuk:
– Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan
– Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat mengurangi
jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan kenyamanan
– Mengurangi biaya pemeliharaan Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi
oleh jarak sambungan susut, sedangkan dalam hal beton bertulang menerus,
diperlukan jumlah tulangan yang cukup untuk mengurangi sambungan susut.
Untuk perencanaan tulangan pada perkerasan beton dibedakan menjadi tiga:
1) Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa Tulangan
Pada perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan, ada kemungkinan
penulangan perlu dipasang guna mengendalikan retak. Bagian-bagian pelat yang
diperkirakan akan mengalami retak akibat konsentrasi tegangan yang tidak dapat
dihindari dengan pengaturan pola sambungan, maka pelat harus diberi tulangan.
Penerapan tulangan umumnya dilaksanakan pada :
a. Pelat dengan bentuk tak lazim (odd-shaped slabs), Pelat disebut tidak lazim bila
perbadingan antara panjang dengan lebar lebih besar dari 1,25, atau bila pola
sambungan pada pelat tidak benar-benar berbentuk bujur sangkar atau empat
persegi panjang.
b. Pelat dengan sambungan tidak sejalur (mismatched joints).
c. Pelat berlubang (pits or structures).
2) Perkerasan Beton Semen Bersambung Dengan Tulangan
Luas penampang tulangan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
As = µ.L.M.g.h
2𝑓𝑠 (2-20)
30
Dengan Pengertian :
As : luas penampang
tulangan baja (mm²/m lebar
pelat)
fs : kuat-tarik ijin tulangan
(MPa). Biasanya 0,6 kali tegangan leleh.
g : gravitasi (m/detik²).
h : tebal pelat beton (m)
L : jarak antara sambungan tidak diikat dan/atau tepi bebas pelat (m)
M : berat per satuan volume pelat (kg/m3)
µ : koefisien gesek antara pelat beton dan pondasi bawah
3) Perkerasan Beton Semen Menerus Dengan Tulangan
Perencanaan perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dibedakan
untuk penulangan memanjang dan penulangan melintang :
a. Penulangan Memanjang
Tulangan memanjang yang dibutuhkan pada perkerasan beton semen
bertulang menerus dengan tulangan dihitung dari persamaan berikut :
Ps = 100.𝑓𝑐𝑟.(1,3−0,2 µ)
𝑓𝑦−𝑛.𝑓𝑐𝑟 (2-21)
Dengan pengertian :
Ps : persentase luas tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap luas
penampang beton (%)
fct : kuat tarik langsung beton = (0,4 – 0,5 fcf) (kg/cm²)
fy : tegangan leleh rencana baja (kg/cm²)
n : angka ekivalensi antara baja dan beton (Es/Ec), dapat dilihat pada Tabel
2.7 atau dihitung dengan rumus
µ : koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan di bawahnya
Es : modulus elastisitas baja = 2,1 x 106(kg/cm²)
Ec : modulus elastisitas beton = 1485 √f’c(kg/cm²)
Tabel 2.6 Hubungan kuat tekan beton dan angka ekivalen baja dan beton (n)
f’c(kg/cm²) n
175-225 10
235-285 8
290-ke atas 6
31
sumber: Manual Perkerasan Jalan (2013:31)
Persentase minimum dari tulangan memanjang pada perkerasan beton menerus
adalah 0,6% luas penampang beton. Jumlah optimum tulangan memanjang, perlu
dipasang agar jarak dan lebar retakan dapat dikendalikan. Secara teoritis jarak antara
retakan pada perkerasan beton menerus dengan tulangan dihitung dari persamaan
berikut
Lcr = 𝑓𝑐𝑡
𝑛.𝑝2.𝑢.𝑓𝑏.(𝜀𝑠.𝐸𝑐.𝑓𝑐𝑡) (2-22)
Dengan pengertian :
Lcr : jarak teoritis antara retakan (cm).
p : perbandingan luas tulangan memanjang dengan luas penampang beton.
u : perbandingan keliling terhadap luas tulangan = 4/d.
fb : tegangan lekat antara tulangan dengan beton = (1,97√f’c)/d. (kg/cm²)
εs : koefisien susut beton = (400.10-6).
fct : kuat tarik langsung beton = (0,4 – 0,5 fcf) (kg/cm²)
n : angka ekivalensi antara baja dan beton = (Es/Ec).
Ec : modulus Elastisitas beton =14850√f’c(kg/cm²)
Es : modulus Elastisitas baja = 2,1x106(kg/cm²)
b. Penulangan melintang
Luas tulangan melintang (As) yang diperlukan pada perkerasan beton menerus
dengan tulangan dihitung menggunakan persamaan (8). Tulangan melintang
direkomendasikan sebagai berikut:
Diameter batang ulir tidak lebih kecil dari 12 mm.
Jarak maksimum tulangan dari sumbu-ke-sumbu 75 cm
2.6.3 Metode AASHTO 1993
32
Salah satu metode perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering digunakan
sebagai referensi adalah metode AASHTO 1993. Metode ini telah digunakan secara umum
di seluruh dunia untk perencanaan serta di adopsi sebagai standar perencanaan di berbagai
Negara. AASHTO sendiri merupakan singkatan dari American Association of State
Highway and Transportation Officials yang pada dasarnya adalah metode perencanaan yang
didasarkan pada metode empiris. Parameter yang dibutuhkan pada perencanaan menggunaan
metode AASHTO 1993 ini antara lain adalah:
a. Structural Number (SN)
Structural Number (SN) merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien relative
lapisan (layer coefficients), Persamaan untuk Structural Number adalah sebagai berikut:
SN = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3 (2-23)
Dimana :
SN = nilai Structural Number
a1, a2, a3 = koefisien relative masing masing lapisan
D1, D2, D3 = tebal masing – masing lapisan perkerasan
m1, m2 , m3 = koefisien drainase masing masing lapisan
b. Lalu Lintas
Prosedur perencanaan untuk parameter lalu litas didasarkan pada kumulatif beban
gandar standar ekivalen atau Cumulative Equivalent Standart Axle (CESA). Perhitungan
untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu lintas yang lewat terhadap beban gandar
standar 8,16 kN dan mempertimbangkan umur rencana, volume lalu lintas, factor distribusi
lajur, serta factor bangkitan lalu lintas (growth factor).
c. Realiability
Konsep reliability untuk perencanaan perkerasan didasarkan pada beberapa
ketidaktentuan (uncertainties) dalam proses perencanaan untuk meyakinkan alternatif –
alternatif berbagai perencanaan. Tingkatkan reliability ini yang digunakan tergantung pada
volume lalu lintas, klasifikasi jalan yang akan direncanakan maupun ekspektasi dari
pengguna jalan. Reliability didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa tingkat pelayanan
dapat tercapai pada tingkatan tertentu dari sisi pandangan para pengguna jalan sepanjang
33
umur yang direncanakan. Hal ini memberikan implikasi bahwa repetisi beban yang
direncanakan dapat tecapai hingga mencapai tingkatan pelayanan tertentu.
Pengaplikasian dari konsep reliability ini diberikan juga dalam parameter standar
deviasi yang mempresentasikan kondisi-kondisi lokal dari ruas jalan yang direncanakan
serta tipe perkerasan antara lain perkerasan lentur ataupun pererasan kaku. Secara garis besar
pengaplikasian dari konsep reliability adalah sebagai berikut:
1. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan klasifikasi dari ruas
jalan yang akan direncanakan. Klasifikasi ini mencakup apakah jalan tersebut
adalah jalan dalam kota (urban) atau jalan antar kota (rural).
2. Tentukan tingkat reliability yang dibutuhkan dengan menggunakan tabel
yang ada pada metode perencanaan AASHTO 1993. Semakin tinggi
reliability yang dipilih, maka akan semakin tebal lapisan perkerasan yang
dibutuhkan.
3. Satu nilai standar deviasi (So) harus dipilih. Nilai ini mewakili dari kondisi-
kondisi lokal yang ada. Berdasarkan data dari jalan percobaan AASHTO
ditentukan nilai So sebesar 0,25 untuk rigid dan 0,35 untuk flexible pavement.
Hal ini berhubungan dengan total standar deviasi sebesar 0,35 dan 0,45 untuk
lalu lintas dengan jenis perkerasan rigid dan flexible.
d. Faktor Lingkungan
Persamaan-persamaan yang digunakan untuk perencanaan AASHTO didasarkan atas
hasil pengujian dan pengamatan pada jalan percobaan selama lebih kurang 2 tahun. Pengaruh
jangka panjang dari temperatur dan kelembaban pada penurunan serviceability belum
dipertimbangkan. Pengaruh dari kondisi swell dan frost heave dalam metode AASHTO juga
turut dipertimbangkan, maka penurunan serviceability diperhitungkan selama masa analisis
yang kemudian berpengaruh pada umur rencana perkerasan.
Penurunan serviceability akibat roadbed swelling tergantung juga pada konstanta
swell, probabilitas swell, dan lain lain. Metode dan tata cara perhitungan penurunan
serviceability dimuat pada Appendix G dari AASHTO 1993.
e. Serviceability
Serviceability merupakan tingkat pelayanan yang diberikan oleh system perkerasan
yang kemudian dirasakan oleh pengguna jalan. Untuk serviceability ini parameter utama
34
yang dipertimbangkan adalah nilai Present Service Index (PSI). Nilai serviceability ini
merupakan nilai yang menjadi penentu tingkat pelayanan fungsional dari suatu system
perkerasan jalan. Secara numeric serviceability ini merupakan fungsi dari beberapa
parameter antara lain ketidakrataan, jumlah lobang, luas tambalan, dan lain lain.
Nilai serviceability ini diberikan dalam beberapa tingkatan antara lain:
1. Untuk perkerasan yang baru dibuka (open traffic) nilai serviceability sebesar
4.0 – 4.2. Nilai ini dalam terminology perkerasan diberikan sebagai nilai
initial serviceability (Po).
2. Untuk perkerasan yang harus dilakkan perbaikan pelayanannya, nilai
serviceability sebesar 2.0. Nilai ini dalam terminology perkerasan diberikan
sebagai nilai terminal serviceability (Pt).
3. Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak dapat untuk dilewati, maka
nilai serviceability sebesar 1.5. Nilai ini diberikan dalam terminology failure
serviceability (Pf).
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan landasan pemikiran dalam mempermudah proses
analisa studi. Kerangka pemikiran ini dapat memberikan gambaran langkah-langkah
penelitian secara sistematis supaya proses penelitian lebih terarah. Diagram kerangka
pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Diagram kerangka pemikiran
3.2 Tahapan Pelaksanaan Studi
Dalam pelaksanaan penelitian ini diperlukan adanya persiapan, kemudian
pengumpulan data yang berupa data primer dan data sekunder. Setelah data-data yang
diperlukan terkumpul kemudian dilakukan analisa data yang diperlukan dalam penelitian
ini. Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Rencana pembangunan jaringan jalan nasional yaitu, Tol Trans-Jawa yang meliputi Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur
Meningkatnya jumlah pengendara kendaraan bermotor di provinsi Jawa Timur
Timbulnya kepadatan kendaraan pada jalan eksisting Gempol - Mojokerto
Rencana pembangunan jalan tol Gempol - Mojokerto
Pemilihan trase rencana jalan tol Gempol -Mojokerto
35
36
Gambar 3.2 Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian
Start
Persiapan
Pengumpulan Data
Survei Kondisi Lapangan
Survei Pemilihan Trase
o Kuisioner pra-AHP
o Kuisioner AHP
Data LHR penelitian
sebelumnya
Analisa Data
Hasil Survei Kondisi
Lapangan
Kuisioner pra - AHP
Kuisioner AHP
Skoring
Pembobotan Kriteria
Perkerasan Jalan tol
Selesai
Trase Terpilih
37
3.3 Lokasi Studi
Lokasi penelitian ini dilakukan di daerah Gempol – Mojosari – Mojokerto provinsi
Jawa Timur. Peta lokasi studi ditampilkan pada Gambar 3.3
Gambar 3.3 Peta lokasi objek penelitian
3.4 Metode Pengumpulan Data
Beberapa data yang dibutuhkan dalam penelitian perencanaan trase jalan tol
Gempol – Mojokerto ini adalah:
3.4.1 Pra-Survei
Pra-Survei ini adalah pekerjaan yang dilakukan sebelum dilaksanakannya survei
kondisi lapangan. Pada tahap pra-survei ini dilakukan coba-coba menentukan alternatif
trase pada daerah Gempol-Mojokerto dengan menggunakan bantuan google earth.
Direncanakan untuk membuat 3 alternatif trase yang nantinya akan disurvei lebih lanjut.
Penentuan alternatif trase ini berdasarkan tata guna lahan yang sekiranya masih kosong
atau tidak adanya bangunan disekitarnya untuk meminimalisir pembebasan lahan.
Alternatif trase yang telah dibuat disambungkan dengan alat bantu GPS yang
nantinya digunakan untuk membantu survei kondisi lapangan. Alternatif trase yang telah
38
dibuat diberikan point-point setiap 50 m agar pada saat verifikasi di lapangan data yang
didapatkan lebih akurat.
3.4.2 Survei Kondisi Lapangan
Data survei kondisi lapangan adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil survei
kondisi lapangan pada setiap rencana trase alternatif yang direncanakan. Survei ini
dilakukan untuk memverifikasi rencana trase pada pra-survei, mengetahui potensi trase
tersebut seperti tata guna lahan, mengetahui pemukiman terdampak, dan meninjau
keperluan jembatan pada rencana alternatif trase jalan Tol Gempol – Mojokerto. Survei
kondisi lapangan ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2017
pada 3 alternatif trase yang telah direncanakan pada wilayah sekitar Gempol – Mojosari -
Mojokerto.
Pada pelaksanaan survei kondisi lapangan, trase yang akan disurvei adalah trase
rencana yang sebelumnya telah direncanakan pada pra-survei. Pemilihan alternatif trase ini
dengan mempertimbangkan topografi lahan, geologi, tata guna lahan dan lingkungan.
Selanjutnya survei kondisi lapangan dapat dilaksanakan.
Beberapa tahapan yang dilakukan saat survei kondisi lapangan:
1. Menyiapkan alat bantu berupa GPS yang sudah terprogram, berisi rute trase
alternatif (3 alternatif trase) dengan berupa stationing yang berjarak 50 meter
2. Menuju ke lokasi survei dan melakukan tracking dengan berjalan kaki
mengikuti rencana trase dengan GPS.
3. Berhenti pada setiap stationing (50 meter) dan mencatat tata guna lahan atau
keterangan yang dianggap perlu pada area sekitar stationing
4. Dokumentasikan pada setiap titik stationing menggunakan kamera, pada posisi
tampak depan, kanan, belakang, kiri
3.4.3 Survei Pemilihan Trase
Pada kajian teori sudah dijelaskan pada bab 2.5 dalam pemilihan alternatif multi
kriteria terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu:
1. Simple Multi Attribute Rating Technique (SMART)
2. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)
3. Simple Additive Weighting (SAW)
39
4. Analytic Hierarchy Process (AHP)
Namun dengan pertimbangan, dipilihlah metode kuisioner AHP untuk pemilihan
alternatif trase yang ada. Sebelum melakukan survei AHP, diperlukan pula survei pra-
penelitian atau survei pra-AHP dengan melakukan skoring pada berbagai macam kriteria
yang dianggap penting dan nantinya kriteria-kriteria terpilih inilah yang akan digunakan
pada kuisioer AHP.
3.4.3.1 Kuisioner pra-AHP
Hasil kuisioner pra-AHP ini diperlukan sebelum melakukan survei AHP untuk
mengkaji aspek-aspek mana yang diperlukan dan berdampak besar dalam penentuan trase
pembangunan jalan tol Gempol – Mojokerto ini. Maka dalam kuisioner pra AHP,
responden yang memiliki pengalaman dan keahlian di bidang terkait memberikan skoring
terhadap aspek-aspek tersebut. Metode tersebut disebut dengan cut off point yang berfungsi
untuk memastikan derajat kebutuhan kriteria tersebut untuk digunakan. Penilaian hasil
kuisioner dibagi menjadi 3 dimana bila suatu elemen dinilai sangat penting maka akan
diberi skor 3, cukup penting diberi nilai 2, dan tidak penting diberi nilai 1. Seluruh
penilaian responden dikumpulkan, kemudian dirata – ratakan untuk tiap aspek. Selanjutnya
seluruh kriteria diurutkan dari nilai tertinggi ke terendah. Sehingga dapat dicari nilai cut off
dengan rumus:
Natural cut–off point = ( 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒂𝒙𝒊𝒎𝒖𝒎−𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒊𝒏𝒊𝒎𝒖𝒎 )
( 𝟐 ) (3-1)
Kriteria yang memiliki nilai dibawah cut off point akan dibuang dari perhitungan atau
model AHP
Menurut Ibrahim, F (2010) Kriteria dan sub kriteria merupakan alat ukur untuk
menilai alternatif yang paling ideal. Parameter pemilihan trase jalan antara lain aspek
lingkungan, ekonomi, sosial, dan teknik. Sehingga dapat kita kerucutkan beberapa aspek
terpenting yang berpengaruh besar dalam pemilihan trase rencana pembangunan tol
Gempol – Mojokerto. Berbagai macam kriteria yang berpengaruh dalam perencanaan trase
jalan tol Gempol-Mojokerto dapat dilihat dalam lembar kuisioner pra-AHP lampiran1.
40
3.4.3.2 Kuisioner AHP
Data AHP diperoleh dengan memberikan kuisioner kepada responden terpilih
untuk penilaian pembobotan kriteria terpilih dari kuisioner pra–AHP. Responden terpilih
ini adalah pejabat yang berkepentingan atau stakeholder dalam pembangunan Jalan Tol
Gempol-Mojokerto, baik sebagai pelaksana maupun pembuat keputusan. Responden
terpilih antara lain:
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kab. Mojokerto
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kab. Pasuruan
3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Jawa Timur
4. Dinas PU Bina Marga Kab. Mojokerto
5. Dinas PU Bina Marga Kab. Pasuruan
6. Dinas PU Bina Marga Jawa Timur
7. Dinas Perhubungan Kab. Mojokerto
8. Dinas Perhubungan Kab. Pasuruan
9. Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Jalan Provinsi Jawa Timur
10. Kementrian Pekerjaan Umum BBPJN V Surabaya
Lembar kuisioner pada survei AHP ini dapat dilihat pada lampiran 2.
3.4.4 RTRW
Data lain yang dibutuhkan yaitu data RTRW provinsi Jawa Timur, data ini
digunakan untuk mengetahui tata guna lahan provinsi Jawa Timur terutama pda Kabupaten
Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan. Data ini umumnya diperoleh dari instansi-instansi
pemerintah terkait pada objek penelitian ini.
3.5 Metode Analisis Data
Data hasil dari pelaksanaan survei dan kuisioner yang telah dilakukan, akan
dianalisis untuk mendapatkan hasil trase yang paling efesien. Analisis yang akan
dilakukan adalah:
3.5.1 Analisis Pemilihan Trase (Metode AHP)
Metode AHP atau Analysis Hierarchy Process juga disebut metode Analisa Multi
Kriteria. Penilaian tingkat kepentingan dilakukan berdasarkan penilaian responden yang
telah mengisi kuisioner. Responden yang dimaksud disini adalah stakeholder atau
41
pemangku kepentingan dalam perencanaan jalan bebas hambatan ini. Pengolahan hasil
kuisioner ini menggunakan program Excel dengan cara pembobotan(scoring) berdasarkan
pendapat responden, berikut langkah-langkah yang dilakukan:
a. Penilaian relatif responden, merupakan penilaian yang diberikan responden
berdasarkan tingkat kepentingan dari masing masing kriteria dan alternatif.
Data responden tersebut dimasukkan menjadi matriks perbandingan
berpasangan sehingga diperoleh bentuk matriks untuk diolah dan menghasilkan
penilaian relatif antar kriteria
b. Menghitung bobot masing masing kriteria, dilakukan dengan mengalikan nilai
tiap elemen matriks perbandingan berpasangan tersebut pada baris yang sama,
kemudian hasil perkalian tersebut diakarkan dengan jumlah baris yang ada
sehingga menghasilkan sebuah nilai. Bobot tiap kriteria didapat dari hasil
normalisasi yaitu nilai akar pangkat n di bagi dengan total jumlah akar pangkat
n
c. Mencari eigen value maksimum, yaitu dengan cara mengalikan koefisien pada
matriks resiprokal dengan bobot yang didapatkan pada langkah b. Hasil dari
operasi matriks tersebut dijumlahkan maka di dapatkan eigen value
maksimumnya ( λ maks )
d. Menghitung Indeks Konsistensi ( CI )
e. Menghitung Rasio Konsistensi ( CR ), yang mana metode AHP ini, matriks
perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsistensi adalah 0,00 < CR < 0,1
atau dengan kata lain validasi data tidak melebihi 10% atau 0,1 . Nilai
Randomise Index ( Indeks Random / Inkonsistensi ) di peroleh berdasarkan
ukuran (orde) matriks resiprokal.
Dengan mengikuti langkah – langkah sesuai bagan alir analisa seperti tampak pada
Gambar 3.4, maka didapat bobot lokal untuk kriteria dan alternatif untuk setiap responden.
Bobot lokal alternatif kemudian di globalkan terhadap bobot lokal alternatif penanganan
berdasarkan kriteria yang dimiliki tiap hierarki menjadi bobot global. Proses ini dilakukan
dengan mengalikan bobot lokal kriteria agar bobot lokal alternatif penanganan berdasarkan
kriteria, yang mana nilai yang diambil adalah bobot kriteria dan bobot alternatif yang
sudah di globalkan dengan rasio konsistensi yang telah memenuhi persyaratan (CR < 0,1).
42
Pembobotan berdasarkan hasil
kuisioner pada setiap level hierarki
Tidak
Ya
Gambar 3.4 Diagram Alir Analisa AHP
Sumber: Saaty, 1994
3.5.2 Penilaian dan Pemilihan Trase
Untuk melakukan analisis multi kriteria adalah dengan menentukan skoring pada
masing – masing kriteria yang ada, dengan demikian nilai skor yang ada akan sangat
bervariasi. Sebagai contoh, untuk pembebasan lahan pada perencanaan suatu jalan,
nilainya dapat mencapai Rp 15 miliar, sedangkan nilai dampak sosial mungkin hanya
Matriks perbandingan berpasangan
pada setiap level hierarki
Perhitungan :
Komponen – komponen eigen vector utama setiap baris,
𝑊𝑖 = √𝑊𝑛 ∗ 𝑊𝑖2 ∗ … ∗ 𝑊𝑖𝑛𝑛
Eigen Vector (bobot lokal)
𝑋𝑖 = 𝑊𝑖
∑ 𝑊𝑖
Eigen Value maksimum
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = ∑ 𝑊𝑖𝑛 ∗ 𝑊𝑛
Indeks Konsistensi
𝐶𝐼 =( 𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑛 )
(𝑛 − 1 )
Radio Konsistensi
𝐶𝑅 = 𝐶𝐼
𝑅𝐼
CR ≤ 0,1
Selesai
CR ≤ 0,1
43
bernilai 2 . Oleh karena itu, jika nilai asli ini akan membuat skor yang pincang, atau skor
dengan biaya pembebasan besar akan dominan. Oleh karena itu, untuk menghindari nilai
yang tidak konsisten, didalam analisis AHP kondisi ini perlu “dinormalisasikan”, dengan
Interval Scale Properties, sebagai berikut:
Nilai Normalisasi = ( 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊−𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒊𝒏𝒊𝒎𝒖𝒎 )
( 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒊𝒎𝒖𝒎−𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒊𝒏𝒊𝒎𝒖𝒎 ) (3-2)
Nilai suatu alternatif yang tinggi belum tentu alternatif tersebut lebih baik daripada
alternatif lainnya, tergantung pada arah penilaiannya. Arah penilaian positif berarti bahwa
semakin tinggi nilai utilitasnya, penilaian terhadap alternatif tersebut semakin baik.
Sebaliknya bila arah penilaian negatif berarti bahwa semakin tinggi nilai utilitasnya,
penilaian terhadap alternatif tersebut semakin buruk. Oleh karena itu, terlebih dahulu perlu
ditetapkan arah penilaian utilitas pada masing – masing subkriteria. Untuk
mengkonversikan arah penilaian yang negatif, dapat digunakan persamaan berikut ini :
Nilai Konversi = 1 – Nilai Normalisasi (3-3)
Dalam studi ini penilaian pemilihan trase berdasarkan kriteria-kriteria sebagaimana
pada analisa AHP. Hasil dari analisis alternatif trase pada saat survei kondisi lapangan ini
dibandingkan dengan hasil kuisioner AHP yang telah dilakukan.
Berikut adalah penjelasan hal-hal yang perlu diperhatikan saat pemilihan alternatif
trase terbaik:
a. Kebutuhan Jembatan
Dalam perencanaan jalan perlu juga dipertimbangkan perencanaan jembatan.
Semakin banyak atau semakin panjang bentang jembatan yang akan
direncanakan maka akan membuat biaya pembangunan jalan bebas hambatan
atau tol Gempol – Mojokerto menjadi lebih besar.
b. Pembebasan Lahan
Luas tanah yang dibutuhkan untuk pelaksanaan konstruksi jalan, kriteria ini
akan banyak terkait dengan panjang alternatif trase. Semakin banyak kebutuhan
pengadaan lahan akan diberi nilai terendah, dengan asumsi pembebasan lahan
jalan selebar ± 40m.
44
c. Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat mengenai pembangunan jalan bebas hambatan ini
nantinya, apakah akan berdampak bagi masyarakat baik dari segi social maupun
ekonomi.
d. Pengembangan Wilayah
Pembangunan jalan tentunya mengharapkan akan terjadinya suatu
perkembangan pada suatu wilayah tertentu dalam sektor industri dan ekonomi.
Peningkatan aksesibilitas kawasan ini diharapkan akan memberikan multiplier
effect bagi perekonomian serta perindustrian Provinsi Jawa Timur terutama
wilayah Gempol – Mojokerto nantinya.
e. Hirarki Jalan
Kelas Jalan eksisting yang nantinya akan terhubung dengan rencana jalan bebas
hambatan atau tol harus disesuaikan untuk menjamin kontinuitas pergerakan
lalu lintas. Karena jalan akses ini nantinya juga melayani lalu lintas antar
wilayah maka jalan ini harus menjadi bagian dari jaringan jalan kelas yang
tinggi. Hal ini juga mempertimbangkan pola pergerakan asal tujuan pada jalan
eksisting.
f. Pengembangan Jaringan
Perkiraan umum mengenai pengembangan jaringan jalan (peningkatan jalan
dan pembuatan jalan baru) yang diperlukan untuk menunjang fungsi jalan bebas
hambatan atau tol tersebut dapat beroperasi secara optimal. Alternatif yang
memerlukan pembangunan/ penanganan jalan penunjang yang banyak memiliki
nilai terendah.
3.5.3 Perencanaan Perkerasan Kaku
Perkerasan yang digunakan pada Jalan Tol Gempol - Mojokerto direncanakan
menggunakan perkerasan kaku sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU)
no. 16/PRT/M/2014 tentang standar pelayanan minimal jalan tol. Perencanaan tebal lapis
perkerasan mengacu pada pedoman perkerasan kaku PdT-14-2003 yang telah dibahas pada
sub bab 2.7 tentang perencanaan perkerasan jalan. Selain itu ditambahkan pula perhitungan
dengan metode AASHTO 1993 sebagai pembanding.
45
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Lokasi Studi
Lokasi penelitian Analisis Perencanaan Trase Jalan Tol Gempol–Mojokerto ini
meliputi 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto. Kabupaten
Pasuruan memiliki luas wilayah 1.474 km2 dengan 24 kecamatan, total populasi 1.510.261
jiwa dengan kepadatan 1024,59 jiwa/km2 (BPS Kab.Pasuruan 2010). Kabupaten Pasuruan
dan Kabupaten Mojokerto dikenal sebagai daerah perindustrian, pertanian, dan pariwisata.
Kabupaten Pasuruan memiliki salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur, Pasuruan
Industrial Estate Rembang (PIER). Industri utama tersebut antara lain Sampoerna di
Pandaan, Panasonic, dan PT. Nestle Indonesia di Kejayan. Untuk sektor pertanian Kab.
Pasuruan mengandalkan produksi padi yang mencapai 67,42 ton/ha, jagung, kedelai, dan
buah buahan seperti mangga, apel serta durian. Tujuan pariwisata di Kab. Pasuruan meliputi
Taman Safari Indonesia II, Kebun Raya Purwodadi, dan Gunung Bromo. Bagian barat Kab.
Pasuruan terdapat jalur utama Surabaya–Malang, ruas tol Surabaya–Gempol. Gempol
merupakan daerah persimpangan jalur Surabaya Malang dengan jalur menuju Mojokerto.
Peta administratif Provinsi Jawa timur khususnya kabupaten Mojokerto dan kabupaten
Pasuruan ditampilkan pada Gambar 4.1.
46
Gambar 4.1 Peta Administratif Provinsi Jawa timur (inset: Kab. Mojokerto – Kab.
Pasuruan)
Berbeda dengan Kabupaten Mojokerto yang memiliki luas wilayah 872 km2 terbagi
atas 18 kecamatan, 299 desa dan 5 kelurahan. Jumlah populasi penduduk di Kabupaten
Mojokerto sebanyak 1.120.259 jiwa dengan kepadatan 1.999,4 jiwa/km2. Kabupaten
Mojokerto memiliki potensi industri kecil menengah bahkan utama yang tersebar
didaerahnya. Ngoro Industrial Park, PT. Sinar Sosro, PT Tjiwi Kimia adalah contoh industri
utama dan untuk industri menengah mojokerto memiliki sentra industri sepatu, tekstil dan
pengrajin perak atau kuningan. Di sektor pertanian, kab. Mojokerto merupakan produsen
cabe rawit terbesar di Jawa Timur, selain cabe rawit dapat ditemukan pula jagung, kacang-
kacangan , jeruk keprok, pisang ambon, dan bawang merah. Tujuan pariwisata Kab.
Mojokerto meliputi peninggalan-peninggalan kerajaan Mojopahit dan kawasan pegunungan
di Pacet atau Trawas. Dengan dibangunnya jalan tol Gempol–Mojokerto diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari segi mobilitas transportasi sehingga dapat
memacu perkembangan ekonomi daerah. Peta rencana alternative trase Tol Gempol-
Mojokerto ditampilkan pada Gambar 4.2.
47
Gambar 4.2 Peta rencana alternatif trase Jalan Tol Gempol - Mojokerto
4.1.1 Koridor alternatif trase 1
Pada koridor alternatif 1 ini didominasi oleh lahan persawahan aktif berupa tanaman
pada dan jagung seluas 1.056.196 m2, selain itu terdapat pemukiman penduduk seluas
300.972 m2. Alternatif 1 direncanakan berdampingan mengikuti aliran sungai Porong dan
terletak disebelah utara jalan eksisting Bypass Gempol-Mojokerto. Dikarenakan
berdampingan dengan aliran sungai Porong dan adanya peraturan bahwa sepadan sungai
harus terbebas dari bangunan, maka pada beberapa titik direncanakan menggunakan flyover.
Alternatif 1 memiliki kesamaan pintu tol Gempol dengan alternatif trase 2 & 3 yang terletak
di arteri Porong, dan pintu tol Mojokerto pada daerah Mojoanyar (perbatasan Kab.
Mojokerto dengan Kab. Sidoarjo). Selain itu, alternatif 1 ini berdekatan dengan situs
bersejarah, yaitu candi Bangkal di desa Candiharjo. Alternatif 1 juga berdekatan dengan
beberapa kawasan industri, salah satunya PG. Krembung dan PT. Tjiwi Kimia. Penjelasan
detail kondisi lapangan alternatif trase 1 terdapat pada Tabel 4.1. Rencana koridor alternatif
trase 1 ditampilkan pada Gambar 4.3, rencana alternatif trase 1 adalah garis dengan warna
hijau.
48
Gambar 4.3 Rencana koridor alternatif trase 1
Tabel 4.1 Rekapitulasi hasil survei kondisi lapangan alternatif trase 1
KM Deskripsi
0-1 Didominasi persawahan, dan 9 rumah penduduk
1-2 Persawahan, pabrik bata pada radius 10 m dan jalan desa
2-3 Persawahan , melewati saluran irigasi dan kontur tanah sedikit naik
3-4 Persawahan dan saluran irigasi
4-5 Persawahan , terdapat sawah dengan tanah sangat basah , saluran irigasi
5-6 Sawah , sawah basah , saluran irigasi dan lading jagung
6-7 Sawah, sawah basah, disamping kanan terdapat jalan desa dan
pemukiman
7-8 Persawahan , setelah 500 m ditemui pemukiman warga hingga 150 m
berikutnya kemudian persawahan basah kembali
8-9 Persawahan , bersebelahan dengan pemukiman dan jalan desa ,
memotong beberapa saluran irigasi dan berakhir di jalan raya
9-10
Melintasi jalan raya , melewati kebun dan pepohonan di samping sungai
porong hingga 800m kemudian menjadi awal jembatan diatas sungai
porong
11-12 Sungai porong sampai 800m , kebun , pepohonan ditengah sungai ,
sungai
12-13 Sungai porong sampai 500m , lahan hijau sebelah persawahan sampai
150 m , sungai , berpotongan dengan jembatan arteri
13-14 Kebun warga , persawahan diantara jalan raya dan sungai porong
14-15 Kebun warga, persawahan diantara jalan raya dan sungai porong ,
menyebrangi jalan raya , persawahan , jalan desa
15-16 Didominasi oleh area persawahan melewati saluran irigasi dan jalan
desa
16-17 Persawahan, menyebrangi jalan raya , melewati lahan diantara jalan raya
dan sungai porong bersebelahan juga dengan beberapa pemukiman
17-18 Memasuki area pemukiman , sekolah , dan pabrik bersebelahan dengan
sungai porong
18-19
Area pabrik dan pemukiman padat sepanjang 200m , menyebrangi
jembatan arteri mojosari , pemukiman sepanjang 100 m , tegalan dan
persawahan
19-20 Didominasi oleh area persawahan dan beberapa pemukiman
bersebelahan dengan sungai porong
49
KM Deskripsi
21-22
Ladang jagung, tebu, persawahan, kemudian bersebrangan dengan jalan
, ladang kacang, dapat ditemukan juga menara sutet , pemukiman dan
memotong jalan raya sebelum jembatan
22-23 Didominasi tegalan
23-24 Area pemukiman padat penduduk sepanjang 200 m dan persawahan
basah
24-25 Area pemukiman padat penduduk, terdapat jembatan rel kereta api, 20 m
dari trase terdapat kantor desa Kwedenkembar
25-26 Didominasi tegalan, pemukiman penduduk, SDN Kwedenkembar
disebelah utara
27-28 Didominasi pemukiman padat penduduk, direncanakan menyebrang
sungai Porong selebar 300m
28-29 Menyebrangi sungai porong selebar 300m
29-30 Didominasi ladang jagung, sedikit pemukiman penduduk, bersimpangan
jalan kolektor desa
30-31 Persawahan dan ladang jagung, bersebelahan dengan kantor desa dan
puskesmas pembantu Miliprowo
31-31,2 Melalui kanal mangetan sepanjang 900 m, jalan kolektor Wonokerto
gentong
Sumber: Hasil survei, 2017
4.1.2 Koridor alternatif trase 2
Pintu tol Gempol pada alternatif 2 memiliki kesamaan dengan alternatif 1 & 3, yaitu
terletak di arteri Porong. Sedangkan untuk pintu tol Mojokerto disamakan dengan alternatif
3 yang terkoneksi dengan tol Mojokerto-Kertosono yang saat ini dalam proses
pembangunan. Altenatif 2 terletak di sebelah selatan jalan eksisting Bypass Gempol-
Mojokerto dan memiliki kesamaan trase dengan alternatif 3 dari KM 0-17. Pada alternatif 2
didominasi lahan persawahan aktif berupa tanaman padi, jagung dan cabe rawit seluas
1.272.384 m2. Selain itu juga melalui beberapa pemukiman seluas 398.016 m2 dan kawasan
industri, seperti PT. Sinar Sosro dan PT. Prima Beton. Trase alternatif 2 juga berpotongan
dengan jalan eksisting bypass Gempol-Mojokerto dan jalan bypass Mojokerto-Trowulan.
Penjelasan detail kondisi lapangan alternatif trase 2 terdapat pada Tabel 4.2. Rencana koridor
alternatif trase 2 ditampilkan pada Gambar 4.4 dengan rencana trase alternatif 2 berwarna
ungu.
50
Gambar 4.4 Rencana koridor alternatif trase 2
Tabel 4.2 Rekapitulasi hasil survei kondisi lapangan alternatif trase 2
KM Deskripsi
0-1 Didominasi persawahan, dan 9 rumah penduduk
1-2 Persawahan, pabrik bata pada radius 10 m dan jalan desa
2-3 Persawahan , melewati saluran irigasi dan kontur tanah sedikit naik
3-4 Persawahan dan saluran irigasi
4-5 Persawahan , terdapat sawah dengan tanah sangat basah , saluran irigasi
5-6 Sawah , sawah basah , saluran irigasi dan lading jagung
6-7 Sawah, sawah basah, disamping kanan terdapat jalan desa dan
pemukiman
7-8 Persawahan , setelah 500 m ditemui pemukiman warga hingga 150 m
berikutnya kemudian persawahan basah kembali
8-9 Sawah, sawah basah , bersebelahan dengan pemukiman dan di akhir
bersilangan dengan jalan raya
9-10 Jalan raya ,pabrik industri hingga 300m kemudian area persawahan dan
irigasi
10-11 Persawahan, bersebelahan dengan pemukiman , kebun bamboo dan jalan
desa
11-12 Jalan desa, sawah 100m kemudian melewati sungai, pemukiman padat
hingga menemui sungai kembali
12-13 Lading bambu , persawahan , jalan desa, bersebelahan dengan
pemukiman dan diakhir menemui saluran irigasi
13-14 Saluran irigasi , persawahan kemudian 100m menemui area pemakaman
dan jalan desa , sawah basah
14-15 Persawahan terdapat saluran irigasi , 500 m kemudian melewati
pemukiman, sawah kembali bersebelahan dengan jalan desa
15-16 Sungai, persawahan , jalan desa dan jalan raya kemudian persawahan
dan permukiman diakhiri oleh sungai dan kebun milik masyarakat
16-17
Jalan raya , sepanjang rencana trase melewati pemukiman yang
bersebelahan dengan sungai , persawahan , makam dan jurang dengan
kedalaman kurang lebih 20 m
17-18
Kontur curam , jurang kedalaman kurang lebih 20 m , jalan raya , kontur
tanah naik turun, bersebelahan dengan makam , kemudian dapat
ditemukan bangunan semi permanen , persawahan , dan ladang jagung
18-19
Lading jagung , tebu , persawahan , kemudian bersebrangan dengan
jalan yang terdapat pabrik disekitar area trase , ladang kacang, dapat
ditemukan juga menara sutet , pemukiman dan diakhiri dengan sungai
51
KM Deskripsi
19-20
Pemukiman , lading jagung , persawahan , jalan raya dan jalan desa ,
pemakaman menyebrangi sungai melewati pemukiman dan menara sutet
kembali diakhiri di danau kecil sekitar sawah
20 -21
Persawahan , saluran irigasi , bangunan semi permanen, jalan dan jurang
bersebelahan dengan pabrik, kontur tanah naik turun hingga akhirnya
curam dan tidak bisa dilalui
21-22 Pemakaman , kontur curam , jurang , bangunan semi permanen ,
bersebelahan dengan pemukiman , jalan raya , pabrik dan persawahan
22-23 Irigasi , pabrik dan persawahan bersenelahan dengan lahan bekas galian
pasir , pemukiman , jalan pemukiman
23-24 Didominsdi oleh persawahan dan terdapat pemakaman kecil dan jalan
desa
24-25 Didominai oleh area persawahan dengan kontur tanah yang sedikit naik
25-26 Sawah bersebelahan dengan jurang , sungai , terdapat bangunan di
tengah sawah , irigasi , jalan desa dan jalan raya , ladang tebu
26-27 Ladang tebu , dan ladang jagung, pemakaman kemudan pemukiman
warga sepanjang 150 m , ladang jagung dan area persawahan
27-28 Persawahan , ladang jagung , pemukiman dan jalan raya , jalan desa dan
ladang tebu
28-29 Ladang tebu , sawah , ladang jagung , sawah dan jalan desa
29-30 Sawah , sungai , swah terdapat1 rumah di kiri trase , persawahan lagi
hingga menemui jalan raya , pabrik
30-31 Persawahan dan masuk ke area pabrik , jalan kecil , saluran irigasi dan
sawah basah
31-32 Persawahan, terdapat makam ditengah sawah , kebun bamboo, jalan
desa, persawahan terdapat bangunan dinding ditengah sawah , jalan raya
32-33
Jalan raya bersebelahan dengan sawah , pemakaman , bersebelahan
dengan pemukiman , sungai , pemukiman sampai 150 m kontur sedikit
naik
33-34 Didominasi oleh area persawahan ditengah tengah melewati jalan raya
dan sungai
34-35 Didominasi oleh persawahan dan kebun jeruk da papaya
35-36 Didominasi oleh kebun buah jeruk dan papaya dan persawahan berjarak
sekitar 26 m dari pemukiman disamping trase
36-37 Jalan desa , selanjutnya adalah area persawahan
37-38 Persawahan , jalan desa dan saluran irigasi , kemudian persawahan
38-39 Persawahan hingga 500 m ditemui pemukiman sepanjang 150 m
kemudian persawahan kembali dan bangunan proyek , jalan raya
Sumber: Hasil Survei, 2017
4.1.3 Koridor alternatif trase 3
Pintu tol alternatif trase 3 ini memiliki kesamaan dengan alternatif 2, namun yang
menunjukkan perbedaan adalah letak alternatif 3 yang terletak lebih kearah selatan dari
alternatif 2. Pada alternatif 3 didominasi oleh lahan persawahan dan tegalan seluas 1.415.874
m2, dan beberapa pemukiman seluas 365.969 m2. Kawasan industri yang dilalui alternatif
52
trase 3 salah satunya adalah, PT. Surimas Raya Sentosa. Penjelasan detail kondisi lapangan
alternatif trase 3 terdapat pada Tabel 4.3. Rencana koridor alternatif trase 3 ditampilkan pada
Gambar 4.5, pada gambar rencana alternatif trase 3 diberi warna biru.
Gambar 4.5 Rencana koridor alternatif trase 3
Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil survei kondisi lapangan alternatif trase 3
KM Deskripsi
0-1 Didominasi persawahan, dan 9 rumah penduduk
1-2 Persawahan, pabrik bata pada radius 10 m dan jalan desa
2-3 Persawahan , melewati saluran irigasi dan kontur tanah sedikit naik
3-4 Persawahan dan saluran irigasi
4-5 Persawahan , terdapat sawah dengan tanah sangat basah , saluran irigasi
5-6 Sawah , sawah basah , saluran irigasi dan lading jagung
6-7 Sawah, sawah basah, disamping kanan terdapat jalan desa dan pemukiman
7-8 Persawahan , setelah 500 m ditemui pemukiman warga hingga 150 m
berikutnya kemudian persawahan basah kembali
8-9 Persawahan , bersebelahan dengan pemukiman dan jalan desa , memotong
beberapa saluran irigasi dan berakhir di jalan raya
9-10 Melintasi jalan raya , melewati kebun dan pepohonan di samping sungai
porong hingga 800m kemudian menjadi awal jembatan diatas sungai
porong
11-12 Sungai porong sampai 800m , kebun , pepohonan ditengah sungai , sungai
12-13 Sungai porong sampai 500m , lahan hijau sebelah persawahan sampai 150
m , sungai , berpotongan dengan jembatan arteri
13-14 Kebun warga , persawahan diantara jalan raya dan sungai porong
14-15 Kebun warga, persawahan diantara jalan raya dan sungai porong ,
menyebrangi jalan raya , persawahan , jalan desa
15-16 Didominasi oleh area persawahan melewati saluran irigasi dan jalan desa
16-17 Persawahan, menyebrangi jalan raya , melewati lahan diantara jalan raya
dan sungai porong bersebelahan juga dengan beberapa pemukiman
17-18 Persawahan, bersebelahan dengan SPBU Pandan
18-19 Persawahan aktif berupa padi dan cabe rawit, pemukiman penduduk,
bersebelahan dengan kantor desa Wonodadi
53
KM Deskripsi
19-20 Didominasi persawahan dan ladang jagung
20-21 Persawahan
21-22 Persawahan, pemukiman penduduk, bersimpangan jalan desa
22-23 Persawahan, pemukiman penduduk seluas 100 m
23-24 Persawahan, tegalan, melewati sungai 20 m
24-25 Persawahan dan ladang jagung
25-26 Persawahan, beberapa pemukiman, bersebelahan SMK 1 Dlanggu
26-27 Kebun warga, persawahan
27-28 Sawah basah, kebun warga ditanami cabe rawit, melewati jalan desa
28-29 Kebun warga, persawahan, pemukiman penduduk
29-30 Kebun warga, persawahan, pemukiman penduduk
30-31 Persawahan, pemukiman penduduk, melewati sungai selebar 20 m
31-32 Pemukiman padat penduduk, melewati jalan raya, dekat dengan kantor
desa Kintelan
32-33 Didominasi pemukiman penduduk, persawahan
33-34 Persawahan aktif berupa padi dan jagung
34-35 Jalan raya bersebelahan dengan sawah , pemakaman , bersebelahan dengan
pemukiman , sungai , pemukiman sampai 150 m kontur sedikit naik, dekat
dengan waterland mojokerto
35-36 Didominasi oleh area persawahan ditengah tengah melewati jalan raya by
pass Mojokerto dan sungai
36-37 Didominasi oleh persawahan dan kebun jeruk da papaya
37-38 Didominasi oleh kebun buah jeruk dan papaya dan persawahan berjarak
sekitar 26 m dari pemukiman disamping trase
38-39 Jalan desa , selanjutnya adalah area persawahan
39-40 Persawahan , jalan desa dan saluran irigasi , kemudian persawahan
40-41 Persawahan hingga 500 m ditemui pemukiman sepanjang 150 m kemudian
persawahan kembali dan bangunan proyek , jalan raya
Sumber: Hasil Survei, 2017
4.2 Hasil Survei Kondisi Koridor Alternatif Trase
Pada penelitian Analisis Perencanaan Trase Jalan Tol Gempol-Mojokerto ini
terdapat survei yang telah dilakukan dan salah satunya adalah survei kondisi lapangan. Dari
hasil survei ini nantinya didapatkan bentuk topografi, kondisi tata guna lahan dan
ketersediaan lahan untuk perencanaan alternatif trase jalan tol Gempol – Mojokerto.
Pengamatan di lapangan yang dilakukan ini menggunakan bantuan peta pencitraan
dari google earth yang telah dijelaskan pada bab 3.4.2. Garis bantu berupa point yang telah
dibuat digunakan sebagai pedoman saat melakukan tracking pada alternatif trase yang telah
direncanakan. Penentuan 3 alternatif trase pada gambar diatas direncanakan dengan
menggunakan pencitraan google earth, sebelum akhirnya dilakukan survei kondisi lapangan.
Ketiga alternatif trase direncanakan sejajar dengan jalan eksisting Gempol-Mojokerto untuk
54
kemudahan aksesibilitas keluar dan masuk tol. Alasan lain menggunakan 3 pilihan alternatif
trase dikarenakan ketika dalam 2 pilihan, 1 pilihan tambahan dapat digunakan sebagai
pembanding.
Pada 3 alternatif trase direncanakan pada pintu tol Gempol melalui jalan arteri
Porong, dikarenakan jalan arteri Porong memiliki aksesibilitas yang mudah untuk dilalui dan
dekat dengan kawasan industri. Alternatif 1 direncanakan dibagian utara jalan eksisting,
alternatif trase 1 ini direncanakan sejajar dengan sungai Porong. Dari pintu tol Gempol
sampai KM 7 alternatif trase 1 direncanakan sama dengan alternatif 2 dan 3. Selanjutnya,
alternatif 2 direncanakan melalui point yang sama dengan alternatif 3 sampai pada KM 17.
Alternatif trase 2 ini lebih di utara daripada alernatif trase 3 dan direncanakan melalui banyak
kawasan industri. Sedangkan untuk alternatif trase 3 direncanakan lebih memutar dari kedua
trase lainnya, dengan pertimbangan tidak banyak melalui pemukiman padat penduduk.
Pada pintu tol Mojokerto, alternatif trase 1 direncanakan lebih dekat dengan akses
menuju Kota Mojokerto. Untuk alternatif trase 2 dan 3 direncanakan pada perbatasan
kabupaten Mojokerto dengan Kabupaten jombang, dan terkoneksi dengan Tol Mojokerto-
Kertosono yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan.
Pada peta rencana alternatif trase jalan Tol Gempol – Mojokerto didapatkan daerah
yang dilalui rencana alternatif trase meliputi Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto.
Pada Tabel 4.4 ditampilkan daerah-daerah yang dilalui oleh ketiga rencana alternatif trase.
Tabel 4.4 Wilayah yang dilalui ketiga alternatif trase
Wilayah yang dilalui
Alternatif 1 Gempol – Krembung – Pungging – Mojosari – Tarik –
Mojoanyar - Magersari
Alternatif 2 Gempol – Ngoro - Pungging – Mojosari – Bangsal – Puri -
Sooko
Alternatif 3 Gempol – Ngoro – Pungging – Kutorejo – Dlanggu - Sooko
Sumber: Hasil survei, 2017
Hasil pengamatan survei kondisi alternatif trase yang telah dilakukan, didapatkan
bahwa pada ketiga alternatif trase tol Gempol – Mojokerto yang direncanakan memiliki
topografi yang relatif datar. Pada tabel 4.5 ditampilkan rangkuman hasil survei kondisi
lapangan pada ketiga alternatif trase. Tata guna lahan pada ketiga alternatif trase
55
didominasi oleh persawahan dan ladang jagung, selain itu terdapat juga beberapa titik
kawasan startegis dan kawasan industri. Dokumentasi kondisi lapangan ditampilkan pada
Gambar 4.6.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.6 Hasil survei kondisi lapangan alternatif trase 1 pada KM 8 (a) tampak depan
point (b) tampak samping kanan point (c) tampak belakang point (d) tampak samping kiri
point
(a) (b)
56
(c) (d)
Gambar 4.7 hasil survei kondisi lapangan pada alternatif trase 2 KM 12 (a) tampak depan
point (b) tampak samping kanan point (c) tampak belakang point (d) tampak samping kiri
point
Tabel 4.5 Hasil survei kondisi alternatif trase
Sumber: Hasil Survei, 2017
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Persimpangan Jalan 16 30 33
Sungai 9 (2 flyover) 6 6
Panjang Trase 31,1 km 39,2 km 41,2 km
57
4.3 Rekapitulasi Hasil Kuisioner pra-AHP
Kuisioner pra-AHP ini bertujuan untuk memilih kriteria yang nantinya digunakan
untuk kriteria pada kuisioner AHP, dengan merangkum kriteria yang telah dipilih oleh
responden. Pada proses survei, responden yang dituju dalam kuisioner pra-AHP adalah
responden yang sama untuk mengisi kuisioner AHP. Responden pada kuisioner pra-AHP ini
adalah stakeholder dari Dinas PU Binamarga, Dinas Perhubungan, dan Bappeda di
Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto dan Provinsi Jawa Timur. Direncanakan pada
kuisioner pra-AHP ini diambil 1 responden/ stakeholder dari setiap dinas terkait, namun
dalam pelaksanaan terdapat beberapa stakeholder yang bersedia memberikan lebih dari 1
responden. Contoh lembar kuisioner pra-AHP yang digunakan ditampilkan pada lampiran
1.
Dalam penentuan kriteria terpilih pada pra-AHP, kriteria yang digunakan adalah
kriteria yang mempunyai nilai skor lebih dari batas nilai cut-off point. Rekapitulasi hasil
kuisioner responden/ stakeholder ditampilkan pada Tabel 4.6. Dari hasil kuisioner tersebut
dilakukan perhitungan analisis kriteria berdasarkan hasil jawaban responden, hasil
perhitungan ditampilkan pada Tabel 4.7. Hasil analisis kriteria ini didapatkan dari
perhitungan cut-off dengan formula (Maggie dan Tummala, 2001) sebagai berikut:
Natural cut–off point = ( 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒂𝒙𝒊𝒎𝒖𝒎+𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒊𝒏𝒊𝒎𝒖𝒎 )
( 𝟐 ) …………… (3-
1)
Natural cut–off point = ( 𝟐,𝟔𝟖𝟕𝟓+𝟐,𝟏𝟐𝟓 )
( 𝟐 ) = 2,406
Berdasarkan nilai cut off = 2,406, maka kriteria terpilih yang memiliki nilai lebih
dari nilai cut-off adalah:
a. Jarak Tempuh
b. Pengembangan Wilayah & Tata Ruang
c. Aksesibilitas
d. Pembebasan Lahan
e. Teknis
Kriteria pengembangan wilayah dan kriteria tata ruang & lingkungan adalah kriteria
terpilih sesuai perhitungan tetapi digabungkan menjadi kriteria pengembangan wilayah &
tata ruang. Dikarenakan maksud dari kriteria pengembangan wilayah yang memiliki
58
kesamaan dengan kriteria tata ruang & lingkungan. Kriteria topografi sesuai dengan
perhitungan metode cut-off point termasuk kriteria terpilih, namun kriteria tersebut
dihapuskan dengan asumsi wilayah sekitar alternatif trase jalan tol Gempol – Mojokerto
memiliki kontur relatif datar.
59
Tabel 4.6 Rekapitulasi hasil kuisioner responden/ stakeholder
No Parameter Penelitian sub
1
sub
2
sub
3
sub
4
sub
5
sub
6
sub
7
sub
8
sub
9
sub
10
sub
11
sub
12
sub
13
sub
14
sub
15
sub
16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 Topografi 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3
2 Jarak Tempuh 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 1 2 2
3
Tata Ruang &
Lingkungan 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2
4 Aksesibilitas 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 2
5 Pembebasan Lahan 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3
6 Teknis 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2
7 Sosial Politik 1 3 3 2 3 2 3 2 2 1 3 2 2 3 3 3
8 Biaya Konstruksi 2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2
9
Pengembangan
Wilayah 1 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2
10 Mobilitas 1 3 3 2 3 3 3 3 2 1 2 2 2 2 1 1 Sumber: Hasil Survei, 2017
Keterangan Jawaban Responden:
Nilai 3: Sangat Penting
Nilai 2: Penting
Nilai 1: Tidak Penting
60
Tabel 4.7 Analisis perhitungan dengan metode cut-off point
N
o Parameter Penelitian
Sangat
Penting
Pentin
g
Tidak
Penting Nilai skor total =
n
Nilai skor rata rata =
Ket
n1 SP n2 P n3 TP (3*4)+(5*6)+(7*8
) (9/10)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0 11 12
1 Topografi 10 3 6 2 0 1 42 1
6 2.625
2 Jarak Tempuh 11 3 4 2 1 1 42 1
6 2.625
3 Tata Ruang &
Lingkungan 10 3 6 2 0 1 42
1
6 2.625
4 Aksesibilitas 11 3 5 2 0 1 43 1
6 2.6875 Batas Atas
5 Pembebasan Lahan 10 3 6 2 0 1 42 1
6 2.625
6 Teknis 8 3 8 2 0 1 40 1
6 2.5
7 Sosial Politik 8 3 6 2 2 1 38 1
6 2.375
8 Biaya Konstruksi 5 3 11 2 0 1 37 1
6 2.3125
9 Pengembangan Wilayah 9 3 6 2 1 1 40 1
6 2.5
10 Mobilitas 6 3 6 2 4 1 34 1
6 2.125
Batas
Bawah Sumber: Hasil Survei, 2017
61
4.4 Rekapitulasi Hasil Kuisioner AHP (Analytical Hierarchy Process)
Data AHP diperoleh dari kuisioner yang telah diberikan pada responden/ stakeholder
terpilih untuk memberikan penilaian terhadap kriteria yang tersedia pada kuisioner. Dari
hasil kuisioner yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan perhitungan pembobotan dengan
matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison) tingkat kepentingan antar kriteria
seperti yang sudah dijelaskan pada sub-bab 2.6.1. Kemudian dilakukan perhitungan untuk
menentukan eigenvector atau vector prioritas, dan selanjutnya perhitungan bobot kriteria
sesuai dengan diagram alir analisa AHP pada sub-bab 3.5.1.
Dalam perhitungan matriks perbandingan berpasangan sering terjadi ketidak
konsistenan dari pilihan yang diberikan oleh responden. Konsistensi dari penilaian tersebut
dievaluasi dengan menghitung nilai Consistency Ratio (CR). Nilai tersebut dipergunakan
untuk menghasilkan bobot dari masing-masing kriteria memiliki konsistensi yang dapat
dipertanggung jawabkan atau tidak. Apabila hasil nilai CR lebih kecil atau samadengan 10%,
maka hasil tersebut dapat dikatakan konsisten. Hasil rekapitulasi kuisioner AHP setiap
responden ditampilkan pada lampiran 3.
4.4.1 Proses pengambilan data kuisioner AHP
Pada proses pengambilan data kuisioner AHP melalui beberapa proses yang berbeda
pada setiap daerah. Terdapat perbedaan jumlah responden dari kuisioer pra-AHP dengan
kuisioner AHP, dikarenakan pada pembagian kuisioner AHP setiap instansi diberikan 4
eksemplar kuisioner. Responden yang dituju pada survei AHP telah dijelaskan pada sub-bab
3.4.3.2. Contoh lembar kuisioner AHP yang digunakan ditampilkan pada lampiran 2.
Jumlah detail kuisioner yang diberikan dan kuisioner yang diterima ditampilkan pada Tabel
4.8. Grafik jumlah kuisioner kembali dari responden ditampilkan pada Gambar 4.8.
Pelaksanaan pengambilan data kuisioner tidak berjalan lancar sesuai harapan penulis,
hasil kuisioner yang diterima dari beberapa instansi tidak sesuai dengan jumlah yang
diberikan. Dikarenakan arahan pengisian kuisioner sesuai dengan disposisi ataupun
peraturan yang berlaku di instansi tersebut. Sehingga apabila dalam satu instansi, disposisi
diberikan kepada responden yang dianggap memahami mengenai pembangunan tol Gempol-
Mojokerto ini adalah satu/ dua responden maka jumlah kuisioner yang masuk untuk
diolahpun hanya berjumlah 2 eksemplar.
62
Tabel 4.8 jumlah kuisioner keluar & kuisioner masuk
Responden Kuisioner Keluar Kuisioner Masuk
Stakeholder
Provinsi
Jawa Timur
Dinas PU Binamarga 4 eksemplar 2 eksemplar
Dinas Perhubungan 4 eksemplar 4 eksemplar
BAPPEDA 4 eksemplar 2 eksemplar
Stakeholder
Kabupaten
Mojokerto
Dinas PU Binamarga 4 eksemplar 1 eksemplar
Dinas Perhubungan 4 eksemplar 3 eksemplar
BAPPEDA 4 eksemplar 3 eksemplar
Stakeholder
Kabupaten
Pasuruan
Dinas PU Binamarga 4 eksemplar 3 eksemplar
Dinas Perhubungan 4 eksemplar 4 eksemplar
BAPPEDA 4 eksemplar 1 eksemplar
BBPJN VIII 4 eksemplar 4 eksemplar
Jumlah 36 eksemplar 27 eksemplar
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 4.8 Grafik jumlah kuisioner kembali pada AHP
4.4.2 Perhitungan bobot kriteria
Hasil kuisioner yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan perhitungan
pembobotan dengan matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison) antar
kriteria. Bentuk matriks perbandingan antar kriteria dapat dilihat pada Tabel 4.9.
29%
26%
30%
15%
JUMLAH KUISIONER KEMBALI
Kabupaten Mojokerto Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa timur BBPJN VIII
63
Tabel 4.9 Contoh tabel matriks perbandingan
Sumber: Saaty, T.L.,1994
Perhitungan matriks perbandingan antar kriteria digunakan hasil kuisioner dari
responden 1 sebagai contoh perhitungan. Hasil kuisioner responden 1 ditampilkan pada
Tabel 4.10 dan perhitungan matriks perbandingan responden 1 ditampilkan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.10 Hasil kuisioner responden 1
Nama : S. Dimas W
Instansi: Dishub Kab. Pasuruan
Jabatan: Kasi Manajemen & Rekayasa Lalin
Sumber: Hasil Analisis, 2017
aspek jarak tempuh 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 aspek pengembangan wilayah & tata ruang
aspek jarak tempuh 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 aspek aksesibilitas
aspek jarak tempuh 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 aspek pembebasan lahan
aspek jarak tempuh 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 aspek teknis
aspek pengembangan wilayah & tata ruang 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 aspek aksesibilitas
aspek pengembangan wilayah & tata ruang 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 aspek pembebasan lahan
aspek pengembangan wilayah & tata ruang 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 aspek teknis
aspek aksesibilitas 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 aspek pembebasan lahan
aspek aksesibilitas 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 aspek teknis
aspek pembebasan lahan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 aspek teknis
Penilaian Kriteria
A1 A2 ... An
A1 W1/W1 W1/W2 … W1/Wn
A2 W2/W1 W2/W2 … W2/Wn
…. : : : :
An Wn/W1 Wn/W1 … Wn/Wn
64
Tabel 4.11 Perhitungan matriks perbandingan responden 1
Kriteria Jarak
Tempuh
Pengembangan
wilayah & tata
ruang
aksesibilitas Pembebasan
Lahan Teknis
Jarak Tempuh 1 3 1/3 5 1
Pengembangan
wilayah & tata
ruang
1/3 1 1/5 3 3
aksesibilitas 3 5 1 3 3
Pembebasan Lahan 1/5 1/3 1/3 1 1/5
Teknis 1 1/3 1/3 5 1
jumlah 5.533 9.667 2.2 17 8.2
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Untuk mendapatkan bobot kriteria, langkah – langkah perhitungan yaitu sebagai berikut:
a) Menghitung eigen vector masing – masing kriteria dalam setiap baris menggunakan
persamaan (2-11).
Eigen vector = 𝑊𝑖 = √(𝑊𝑖1 × 𝑊𝑖2 × 𝑊𝑖3 × … … … .× 𝑊𝑖𝑗)𝑛 (2-11)
dengan:
Wi = nilai eigen vektor setiap kriteria
Wij = nilai dari responden
n = ukuran matriks perbandingan
Eigen vector = W1 = √(1 𝑥 3 𝑥1
3𝑥 5𝑥1)
5 = 1,38
Setiap kriteria pada masing masing baris dihitung dengan langkah yang sama
sehingga didapat hasil faktor eigen pada Tabel 4.12.
65
Tabel 4.12 Perhitungan faktor eigen matriks pada responden 1
Kriteria Jarak
Tempuh
Pengemban
gan wilayah
& tata ruang
aksesibilit
as
Pembebas
an Lahan
Tekni
s Faktor
Eigen
Jarak Tempuh 1 3 1/3 5 1 1.380
Pengembangan
wilayah & tata
ruang
1/3 1 1/5 3 3 0.903
aksesibilitas 3 5 1 3 3 2.667
Pembebasan
Lahan 1/5 1/3 1/3 1 1/5 0.339
Teknis 1 1/3 1/3 5 1 0.889
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Selanjutnya dihitung total seluruh eigen vector masing – masing kriteria sehingga
total eigen vector adalah sebagai berikut:
Ʃ𝑊𝑖 = 1,38 + 0,903 + 2,667 + 0,339 + 0,889 = 6,178
Dari perhitungan untuk responden 1 didapat nilai total eigen vector sebesar 6,178.
b) Melakukan normalisasi jumlah rata – rata eigen vector atau bobot kriteria dengan
membagi nilai eigen vector masing – masing baris dengan total eigen vector seperti
pada persamaan (2-12).
𝑋1 =𝑊𝑖
Σ𝑊𝑖 (2-12)
𝑋1 =1,38
6,178= 0,224
Pada Tabel 4.13 dapat dilihat nilai normalisasi eigen vector setiap kriteria
berdasarkan pendapat responden 1.
c) Menghitung nilai eigen vector maksimum (λ maks). Dengan menggunakan
persamaan (2-14).
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = (∑ 𝑊𝑖𝑛 × 𝑊𝑛) (2-14)
Dengan:
Win = nilai perbandingan kriteria antara kriteria i terhadap kriteria n
Wn = nilai tingkat kepentingan kriteria n
66
Dengan persamaan diatas maka didapatkan 𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 untuk responden 1 adalah:
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = (5,533x0,233) + (9,667x0,146) + (2,2x0,432) + (17x0,055) + (8,2x0,144)
= 5,71
Tabel 4.13 Perhitungan Bobot Kriteria pada responden 1
Kriteria
Jarak
Temp
uh
Pengemban
gan
wilayah &
tata ruang
aksesibili
tas
Pembeba
san
Lahan
Teknis
Fakto
r
Eigen
Bobot
Kriteria
Jarak
Tempuh 1 3 1/3 5 1 1.380 0.223
Pengemban
gan
wilayah &
tata ruang
1/3 1 1/5 3 3 0.903 0.146
aksesibilita
s 3 5 1 3 3 2.667 0.432
Pembebasa
n Lahan 1/5 1/3 1/3 1 1/5 0.339 0.055
Teknis 1 1/3 1/3 5 1 0.889 0.144
jumlah 5.533 9.667 2.2 17 8.2 6.177
47 1
Sumber: Hasil Analisis, 2017
d) Menghitung indeks konsistensi dilakukan dengan menggunakan persamaan (2-13),
yaitu:
𝐶𝐼 = (𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑛)/(𝑛 − 1) (2-13)
𝑛 = ukuran matriks
Sehingga nilai konsistensi indeks dari responden 1 adalah:
CI = (5,71-5) / (5-1)
= 0,1776
e) Menghitung rasio konsistensi dengan menggunakan persamaan (2-15).
𝐶𝑅 = 𝐶𝐼/𝑅𝐼 (2-15)
Dengan, RI = indeks acak atau indeks random
67
Nilai RI ditentukan berdasarkan ukuran matriks, sehingga nilai RI yang digunakan
pada analisis AHP ini adalah sebesar 1,12, sehingga nilai rasio konsistensi responden
1 adalah:
CR = 0,1776/1,12
CR = 1,586
Sehingga dari nilai CR ini diketahui bahwa responden 1 tidak konsisten karena nilai
CR lebih dari 0,1. Berdasarkan hasil perhitungan konsistensi seluruh responden didapatkan
bobot dan konsistensi masing-masing responden pada Tabel 4.14. Pada tabel bobot kriteria
yang digunakan adalah bobot kriteria responden yang memiliki konsistensi. Bobot kriteria
rata-rata digunakan sebagai bobot kriteria dalam perhitungan penentuan alternatif trase tol
Gempol-Mojokerto. Grafik bobot kriteria dari setiap aspek terdapat pada Gambar 4.9. Grafik
jumlah konsistensi responden terdapat pda Gambar 4.10.
Gambar 4.9 Grafik bobot kriteria hasil survei AHP
15.10%
28.70%
18.50% 17.30%20.40%
Jarak tempuh Pengembanganwilayah & tata
ruang
pembebasanlahan
aksesibilitas teknis
Bobot kriteria
Bobot kriteria
68
Tabel 4.14 Bobot kriteria dari perhitungan konsistensi responden
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Jarak
Tempuh
Pengembangan
Wilayah &
Tata ruang
Pembebasan
lahanAksesibilitas Teknis
1 Responden 1 0.2233 0.1462 0.4318 0.0548 0.1439 0.1586 1
2 Responden 2 0.4099 0.3177 0.1702 0.0681 0.0340 0.1463 1
3 Responden 3 0.1230 0.6239 0.0574 0.1020 0.0937 0.5544 1
4 Responden 4 0.0490 0.2587 0.5943 0.0503 0.0477 0.4272 1
5 Responden 5 0.0919 0.2581 0.1870 0.2760 0.1870 0.1061 1
6 Responden 6 0.0711 0.2405 0.0748 0.2405 0.3731 0.8897 1
7 Responden 7 0.0359 0.5960 0.0683 0.1823 0.1175 0.1432 1
8 Responden 8 0.0811 0.0898 0.3349 0.1879 0.3063 0.7539 1
9 Responden 9 0.1110 0.2571 0.5600 0.0559 0.0159 0.2998 1
10 Responden 10 0.1956 0.2437 0.1804 0.2437 0.1367 0.1556 1
11 Responden 11 0.2587 0.2587 0.2336 0.0985 0.1505 0.1159 1
12 Responden 12 0.3006 0.3330 0.1579 0.0817 0.1268 0.1592 1
13 Responden 13 0.2336 0.3222 0.1875 0.1359 0.1208 0.2229 1
14 Responden 14 0.0382 0.1354 0.1113 0.4533 0.2618 0.1807 1
15 Responden 15 0.0250 0.0975 0.0890 0.5361 0.2525 0.2781 1
16 Responden 16 0.1294 0.0440 0.5276 0.2533 0.0457 0.1215 1
17 Responden 17 0.0355 0.0480 0.0915 0.2309 0.5941 0.2175 1
18 Responden 18 0.1287 0.4273 0.0399 0.0793 0.3248 0.0908 1
19 Responden 19 0.3458 0.1195 0.1224 0.0620 0.3503 0.0161 1
20 Responden 20 0.0726 0.3496 0.3371 0.0429 0.1977 0.0832 1
21 responden 21 0.1523 0.3660 0.3455 0.0487 0.0875 0.0787 1
22 responden 22 0.0621 0.4780 0.0774 0.2108 0.1718 0.0771 1
23 responden 23 0.0637 0.0575 0.0567 0.2294 0.5927 0.0337 1
24 responden 24 0.1599 0.4850 0.1495 0.0385 0.1672 0.0696 1
25 responden 25 0.0405 0.1095 0.2241 0.3684 0.2575 0.0352 1
26 responden 26 0.1576 0.1576 0.0486 0.4617 0.1745 0.1236 1
27 responden 27 0.1940 0.4627 0.2343 0.0415 0.0675 0.1699 1
2.1088 4.0245 2.5879 2.4200 2.8588 14
0.1506 0.2875 0.1849 0.1729 0.2042 1
15.1 28.7 18.5 17.3 20.4 100
Nilai CR
Total
jumlah
rata-rata
rata-rata (%)
No. Responden
Kriteria
69
Gambar 4.10 Grafik konsistensi responden pada survei AHP
4.4.3 Analisis Perhitungan Konsistensi Responden
Data hasil kuisioner pra-AHP sebelum digunakan menjadi bobot setiap kriteria perlu
dilakukan perhitungan konsistensi atau nilai CR (consistency ratio). Hasil yang digunakan
untuk perhitungan bobot kriteria adalah hasil data pra-AHP yang memiliki nilai CR lebih
dari 10%, karena data dengan nilai CR lebih dari 10% menyatakan data tersebut konsisten
dan dapat digunakan. Pada perhitungan nilai CR dari 27 responden didapatkan 8 responden
yang memenuhi syarat dengan nilai CR ≤ 10%. Namun dalam proses pengolahan data untuk
hasil bobot kriteria yang lebih valid, data responden dengan nilai CR mendekati 10% dan ≤
15% dapat digunakan. Sehingga data yang dapat digunakan sebanyak 14 responden.
Hasil analisis 27 data responden diketahui data yang memenuhi nilai CR adalah
responden dari Dinas Perhubungan Mojokerto, Bappeda Mojokerto, Dinas PU provinsi Jawa
Timur, Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional VIII Jawa Timur, dan beberapa responden dari
dinas dinas terkait di Kabupaten Pasuruan. Menurut penulis perbedaan hasil nilai CR dari
responden responden di beberapa dinas terkait tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal.
Hal – hal tersebut antara lain adalah :
1. Ketersediaan waktu
Responden memerlukan waktu yang cukup dalam mengisi kuisioner. Kegiatan
responden yang padat dapat mempengaruhi ketersediaan waktu responden
untuk mengisi kuisioner AHP dengan cermat sehingga dalam menjawab
kuisioner AHP kurang memerhatikan kekonsistensian jawabannya.
Konsisten52%
Tidak Konsisten48%
Jumlah Konsistensi Responden
Konsisten Tidak Konsisten
70
2. Latar Belakang
Responden yang mengisi kuisioner AHP tidak semua berlatar belakang
keteknik sipilan khususnya di bidang transportasi. Umumnya responden yang
diberikan disposisi dari pihak dinas untuk mengisi kuisioner AHP belum
pernah mengisi kuisioner seperti ini sebelumnya. Beberapa responden
memiliki keinginan untuk memahami namun ada pula responden yang enggan
memahami lebih lanjut kuisioner AHP. Sehingga karena kurangnya
pemahaman responden terhadap cara pengerjaan kuisioner, responden hanya
sekedar mengisi dan kurang memerhatikan kekonsistensian jawabannya.
3. Sistem Administrasi
Beberapa dinas memiliki kebijakan untuk menampung dahulu surat perijinan
penelitian dan kuisioner untuk menunggu turunnya surat perintah disposisi
kepada siapa responden yang di beri kewenangan untuk mengisi kuisioner.
Namun, proses administrasi yang terlalu lama terkadang menyebabkan
terselipnya surat izin penelitian yang berimbas pada tertundanya proses
pengisian kuisioner dan kurangnya informasi yang perlu disampaikan penulis
kepada responden perihal kuisioner AHP yang akan dikerjakan.
Dari permasalahan permasalahan tersebut, penulis melakukan perbedaan dalam
pengambilan data kuisioner AHP dibeberapa dinas dengan menunggu, mewawancarai
langsung, dan membimbing responden yang bersedia atau memiliki keluangan waktu
dengan harapan data yang diperoleh memiliki nilai CR yang baik.
4.5 Analisis Penentuan Kriteria Prioritas dengan Survei Kondisi Lapangan
Pemilihan alternatif trase Tol Gempol – Mojokerto dilakukan berdasarkan kriteria
terpilih untuk mendapatkan skoring masing-masing alternatif trase. Kriteria tersebut adalah
jarak tempuh, pengembangan wilayah & tata ruang, pembebasan lahan, aksesibilitas dan
teknis. Altenatif trase terbaik dihitung berdasarkan skoring dengan memperhatikan kondisi
daerah masing-masing alternatif seperti pada Tabel 4.15. Rangking alternatif diperoleh
dengan menjumlahkan seluruh skor pada masing-masing alternatif, dan mengurutkan dari
nilai tertinggi hingga terendah. Alternatif trase terpilih adalah trase dengan skor tertinggi.
71
Tabel 4.15 Contoh tabel peniliaian alternatif trase
Aspek
penilaian
bobot Alt 1 Alt 2 Alt 3
Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor
(1) (2) (3)=(1)x(2) (4) (5)=(1)x(4) (6) (7)=(1)x(6)
Jarak Tempuh
Pengembangan
wilayah & Tata
Ruang
Pembebasan
Lahan
Aksesibilitas
Teknis
Total
Rangking
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Kondisi daerah pada setiap alternatif sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam
AHP, penjelasan kriteria pada setiap alternatif trase dijelaskan sebagai berikut:
a) Jarak tempuh
Kriteria jarak tempuh diperhitungkan berdasarkan panjangnya track pada setiap
alternatif trase. Dari hasil survei kondisi lapangan didapatkan panjang track pada alternatif
1 sepanjang 31,1 km, alternatif 2 sepanjang 39,2 km, alternatif 3 sepanjang 41,2 km.
Pada perhitungan jarak tempuh dapat juga diperhitungkan waktu tempuhnya, dengan
menggunakan kecepatan rencana kendaraan yang diperbolehkan jalan tol yaitu 100 km/jam.
Perhitungan waktu terhadap jarak tempuh setiap alternatif trase dapat dilihat pada Tabel
4.16.
72
Tabel 4.16 Perhitungan jarak tempuh terhadap waktu tempuh
No Nilai - Nilai Alt 1 Alt 2 Alt 3
1 Panjang Track 31,1 km 39,2 km 41,2 km
2 Kecepatan rencana 100 km/jam 100 km/jam 100 km/jam
3 Perhitungan 31,1/100 = 0,311
jam
0,311 x 60 =
18,66 menit
39,2/100 = 0,392
jam
0,392 x 60=23,52
menit
41,2/100 =
0,412 jam
0,412 x 60 =
24,72 menit
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Sehingga dapat diasumsikan waktu tempuh untuk alternatif 1 adalah 18,66 menit,
alternatif 2 adalah 23,52 menit, dan alternatif 3 adalah 24,72 menit.
b) Pengembangan wilayah & Tata ruang
Kriteria pengembangan wilayah ini didasarkan pada RTRW wilayah yang dilalui
setiap alternatif trase dan seberapa besar pengaruh pembangunan jalan tol dalam menunjang
perkembangan perekonomian daerah. Perekonomian daerah digambarkan dengan
banyaknya kawasan industri, sehingga pembangunan jalan tol yang mendukung
perkembangan kawasan industri semakin direkomendasikan. Kawasan Industri yang dapat
berpotensi meningkatkan produktifitas dengan dibangunnya jalan tol Gempol – Mojokerto
pada setiap alternatif trase dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Potensi pengembangan kawasan industri setiap alternatif
No Trase Kawasan Industri
1 Alternatif 1 1. PT. Surya Nusa Abadi
2. PT. Dwi Prima Sentosa
3. PT. Focon Indonesia
4. Pabrik Gula Krembung
5. PT. Kurnia Anggun
6. PT. Pakerin
7. PT. Tjiwi Kimia = 7 kawasan Industri
2 Alternatif 2 1. PT. Surya Nusa Abadi
2. PT. Dwi Prima Sentosa
3. PT. Focon Indonesia
4. PT. Integra Lestari
5. PT. Surimas Raya
6. PT. Sinar Sosro
7. PT. Motasa Indonesia
73
8. PT. Prima Beton
9. PT. Manna Jaya Makmur
10. PT. Monsanto = 10 kawasan Industri
3 Alternatif 3 1. PT. Surya Nusa Abadi
2. PT. Dwi Prima Sentosa
3. PT. Focon Indonesia
4. PT. Integra Lestari
5. PT. Surimas Raya
6. PT. Sinar Sosro = 6 kawasan Industri
Sumber: Hasil Survei, 2017
Berdasarkan data RTRW, kawasan industri pada alternatif 1 sebanyak 7 (tujuh)
kawasan industri termasuk PT.Tjiwi Kimia, alternatif 2 sebanyak 10 (sepuluh) kawasan
industri termasuk PT. Sinar Sosro, alternatif 3 sebanyak 6 (enam) kawasan industri.
c) Pembebasan Lahan
Kriteria pembebasan lahan diperhitungkan meninjau permasalahan pembebasan
lahan yang saat ini sering menjadi permasalahan dalam pembangunan infrastruktur oleh
pemerintah. Pembebasan lahan diperhitungkan berdasarkan luas daerah yang perlu
dibebaskan dan biaya pembebasan lahan pada daerah yang dilalui setiap alternatif trase. Luas
tanah yang harus dibebaskan setiap alternatif dapat dilihat pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18 Luas tanah yang harus dibebaskan setiap alternatif
No Trase Jenis Tata Guna Luas
1 Alternatif 1 Sawah 1.056.196 m²
Tegal 505.632 m²
Pemukiman 300.972 m²
Total 1.862.800 m²
2 Alternatif 2 Sawah 1.272.384 m²
Tegal 681.456 m²
Pemukiman 398.016 m²
Total 2.351.856 m²
3 Alternatif 3 Sawah 1.415.874 m²
Tegal 689.937 m²
Pemukiman 365.969 m²
Total 2.471.780 m²
Sumber: Hasil Survei, 2017
74
Selain perhitungan jumlah pembebasan lahan, perlu pula diperhitungkan biaya yang
dibutuhkan untuk membebaskan lahan tersebut. Biaya pembebasan lahan ini berdasarkan
harga tanah pada masing-masing wilayah sesuai dengan fungsi penggunaan lahan. Harga
tanah pada perhitungan digunakan dari rata-rata dari hasil survei harga tanah pada masing-
masing wilayah dengan harga tanah yang tertera pada web Badan Pertanahan Nasional.
Harga tanah pada masing masing wilayah alternatif ditampilkan pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Harga rata-rata tanah per wilayah
No Wilayah Jenis Tata Guna Harga
1 Gempol Sawah Rp. 100.000
Tegal Rp. 75.000
2 Watukosek Sawah Rp. 200.000
Tegal Rp. 150.000
3 Krembung Sawah Rp. 300.000
Tegal Rp. 225.000
Pemukiman Rp. 1.500.000
4 Pungging Sawah Rp. 500.000
Tegal Rp. 375.000
Pemukiman Rp. 2.000.000
5 Mojosari Sawah Rp. 500.000
Tegal Rp. 375.000
Pemukiman Rp. 2.000.000
6 Tarik Sawah Rp. 200.000
Tegal Rp. 150.000
Pemukiman Rp. 1.500.000
7 Mojoanyar Sawah Rp. 500.000
Tegal Rp. 375.000
Pemukiman Rp. 2.000.000
8 Magersari Sawah Rp. 1.000.000
Tegal Rp. 750.000
Pemukiman Rp. 2.500.000
9 Ngoro Sawah Rp. 250.000
Tegal Rp. 185.000
Pemukiman Rp. 2.000.000
10 Bangsal Sawah Rp. 150.000
Tegal Rp. 115.000
75
Pemukiman Rp. 2.000.000
11 Puri Sawah Rp. 300.000
Tegal Rp. 225.000
Pemukiman Rp. 1.500.000
12 Soko Sawah Rp. 500.000
Tegal Rp. 375.000
Pemukiman Rp. 2.000.000
13 Kutorejo Sawah Rp. 300.000
Tegal Rp. 225.000
Pemukiman Rp. 1.500.000
14 Djlanggu Sawah Rp. 500.000
Tegal Rp. 375.000
Pemukiman Rp. 2.000.000
Sumber: Hasil Survei, 2017
Cara perhitungan yang pertama, memilah-milah tata guna lahan yang dilewati oleh
masing masing alternatif melalui aplikasi google earth dan garmin map source. yang kedua,
menghitung luasan tata guna lahan tersebut dengan mengalikan panjang tata guna lahan
dengan asumsi kebutuhan pembangunan tol gempol – mojokerto selebar ± 60 m². Kemudian,
dikalikan dengan harga per meter persegi tersebut menurut wilayah masing masing.
Sehingga dari hasil perhitungan didapatkan biaya pembebasan lahan pada alternatif 1 sebesar
Rp. 1.390.800.000.000, alternatif 2 sebesar Rp. 1.290.650.000.000, alternatif 3 sebesar Rp.
1.352.350.000.000. Hasil perhitungan pembebasan lahan tersebut adalah perhitungan
perkiraan penulis, belum termasuk asumsi apabila terdapat pembengkakan harga
dikemudian hari.
d) Aksesibilitas
Kriteria aksesibilitas diperhitungkan berdasarkan kemampuan jalan tol memberikan
akses yang lebih mudah menuju kawasan strategis disekitar jalan tol. Kawasan strategis ini
dapat berupa pusat kegiatan local, pusat pemerintahan kawasan industri, pusat perdagangan
maupun pusat kegiatan lainnya yang berperan dalam perekonomian dan menunjang kegiatan
di wilayah tersebut. Sehingga kawasan strategis dipresentasikan dengan jumlah kawasan
startegis yang ditunjang dengan jalan tol tersebut. Kawasan strategis setiap alternatif yang
menunjang aksesibilitas ditampilkan dalam Tabel 4.20.
76
Tabel 4.20 Kawasan strategis setiap alternatif
No Trase Kawasan Strategis
1 Alternatif 1 1. Kejapanan
2. Ngoro
3. Krembung
4. Mojosari
2 Alternatif 2 1. Kejapanan
2. Ngoro
3. Pungging
4. Mojosari
5. Wonorejo
6. By Pass Mojokerto
3 Alternatif 3 1. Kejapanan
2. Ngoro
3. Pungging
4. Mojosari
5. By Pass Mojokerto
Sumber: Hasil Survei, 2017
Dari hasil survei kondisi lapangan kawasan startegis pada alternatif 1 adalah 4
(empat) kawasan startegis, alternatif 2 adalah 6 (enam) kawasan startegis, alternatif 3 adalah
5 (lima) kawasan startegis.
e) Teknis
Kriteria teknis diperhitungkan berdasarkan tingkat kesulitan dalam pembangunan
jalan tol tersebut. Tingkat kesulitan pembangunan dinyatakan dengan panjang track trase,
kebutuhan jembatan, dan jumlah persimpangan/ crossing jalan. Aspek panjang track tol
terhitung dari pintu masuk tol hingga pintu keluar tol. Kebutuhan jembatan dihitung
berdasarkan berapa banyak dan panjang jembatan pada setiap alternatif trase yang
didapatkan dari hasil survei kondisi lapangan.dari hasil survei didapatkan kebutuhan
jembatan pada alternatif 1 adalah 9 jembatan diatas sungai sepanjang 3,2 km, alternatif 2
adalah 6 jembatan sepanjang 200 meter, dan alternatif 3 adalah 6 jembatan 220 m.
Aspek jumlah persimpangan jalan dihitung berdasarkan banyak persimpangan trase
jalan tol pada setiap alternatif dengan jalan eksisting. Hal ini diperhitungkan, karena
pengertian jalan tol atau jalan bebas hambatan tidak diperbolehkan ada persimpangan yang
memotong trase jalan tol. Persimpangan jalan yang diperhitungkan adalah persimpangan
jalan lokal, jalan kolektor, dan jalan arteri pada setiap alternatif trase. Berdasarkan survei
kondisi lapangan didapatkan, jumlah persimpangan pada alternatif trase 1 adalah 16
77
persimpangan, alternatif 2 adalah 30 persimpangan, dan alternatif 3 adalah 33 persimpangan.
Kebutuhan teknis setiap alternatif ditampilkan pada Tabel 4.21.
Tabel 4.21 Kebutuhan teknis setiap alternatif
No Alternatif Kebutuhan Jembatan Jumlah Persimpangan
1 Alternatif 1 9 jembatan (sepanjang 3,2 km ) 16 persimpangan
2 Alernatif 2 6 jembatan (sepanjang 200 m) 30 persimpangan
3 Alternatif 3 6 jembatan (sepanjang 200 m) 33 persimpangan
Sumber: Hasil Survei, 2017
Kondisi lapangan setiap alternatif trase sesuai dengan kriteria-kriteria terpilih lebih
jelas ditampilkan pada Tabel 4.22.
Tabel 4.22 Analisis kondisi lapangan alternatif trase
No
. Kriteria Nilai-nilai Alt 1 Alt 2 Alt 3
1. Jarak
Tempuh
Panjang
track
31,1 km 39,2 km 41,2 km
Perkiraan
waktu
tempuh
18,66 menit 23,52 menit 24,72 menit
2. Pengemban
gan wilayah
& Tata
Ruang
Kawasan
Industri
7 10 6
3. Pembebasan
Lahan
Luas
pembebasa
n lahan
1.862.800 m² 2.351.856 m² 2.471.780 m²
Biaya
pembebasa
n lahan
Rp.
1.390.800.000.
000
Rp.
1.290.650.000.
000
Rp.
1.352.350.000.000
.000
4. Aksesibilita
s
Kawasan
startegis
4 6 5
78
5. Teknis Kebutuhan
jembatan
9 jembatan (3,2
km)
6 jembatan
(200 meter)
6 jembatan (220 m)
Persimpan
gan jalan
16 30 33
Sumber: Hasil Analisis, 2017
4.6 Penentuan Trase Terpilih
Penentuan trase terpilih perlu dipertimbangkan nilai kinerja terbaik dari hasil ranking
setiap altenatif trase. Penilaian pemilihan trase tersebut berdasarkan kriteria yang terdapat
pada analisa AHP. Kriteria – kriteria tersebut adalah Jarak tempuh, Pengembangan wilayah
& Tata ruang, Aksesibilitas, Pembebasan lahan, dan Teknis. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan Interval Scale Properties pada persamaan dibawah ini:
Nilai Normalisasi = ( 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊−𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒊𝒏𝒊𝒎𝒖𝒎)
( 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒊𝒎𝒖𝒎−𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒊𝒏𝒊𝒎𝒖𝒎)
Nilai Konversi = 1 – Nilai Normalisasi
Perhitungan ranking pada masing – masing alternatif dapat dinyatakan sebagai berikut:
Skor = Bobot x Nilai
Pembobotan berdasarkan penilaian dari para stakeholder terhadap beberapa aspek
yang dipertimbangkan dan penilaian terhadap parameter ditentukan menggunakan Interval
Scale Properties. Setelah itu dilakukan perhitungan total dari penilaian parameter pada
masing masing alternatif. Penentuan rangking berdasarkan pada penilaian terbesar dari
ketiga alternatif yang dianalisis.
Berikut adalah penilaian analisis teknik setiap aspek pada ketiga alternatif trase:
a) Aspek Jarak Tempuh
Jarak tempuh adalah aspek yang perlu diperhitungkan dalam perencanaan
pembangunan jalan tol. Jarak tempuh ini berhubungan dengan panjang track dari setiap
alternatif trase dan berhubungan pula dengan waktu tempuh yang didasarkan pada kecepatan
maksimal kendaraan di jalan tol. Sehingga jarak tempuh ini diperhitungkan dengan asumsi
semakin pendek track trase semakin tinggi skor alternatif tersebut. Perhitungan normalisasi
untuk aspek jarak tempuh sebagai berikut:
79
Alternatif 1
Nilai normalisasi = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
= 31,1−31,1
41,2−31,1 = 0
Nilai konversi = 1 – 0 = 1
Alternatif 2
Nilai normalisasi = 39,2,−31,1
41,2−31,1 = 0,802
Nilai konversi = 1 – 0,802 = 0,198
Alternatif 3
Nilai normalisasi = 41,2 −31,1
41,2−31,1 = 1
Nilai konversi = 1 – 1 = 0
Perhitungan di atas disajikan pada Tabel 4.23
Tabel 4.23 Penilaian terhadap jarak tempuh
Jarak tempuh
(km)
Normalisasi Konversi Nilai
Alternatif 1 31,1 0 1 1
Alternatif 2 39,2 0,802 0,198 0,198
Alternatif 3 41,2 1 0 0
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berikut adalah penjelasan nilai diatas:
Nilai 0 : menunjukkan jarak tempuh paling panjang
Nilai 0,198 : menunjukkan jarak tempuh relatif panjang
Nilai 1 : menunjukkan jarak tempuh paling pendek
b) Aspek Pengembangan Wilayah & Tata Ruang
Sesuai dengan tujuan pembangunan jalan tol yaitu untuk mempermudah dan
mempercepat menuju suatu wilayah, pembangunan jalan tol juga dapat menunjang
perkembangan suatu wilayah. Pengembangan wilayah ini dapat dilihat dengan
perkembangan kawasan industri disekitar jalan tol terutama untuk wilayah Mojokerto yang
memiliki banyak kawasan industri multinasional. Sehingga pengembangan wilayah
diasumsikan dengan semakin banyak kawasan industri yang ditunjang oleh alternatif trase
jalan tol, maka semakin tinggi pula nilainya.
80
Berikut ini perhitungan normalisasi untuk setiap alternatif trase:
Alternatif 1
Nilai normalisasi = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
= 7 −6
10−6 = 0,25
Alternatif 2
Nilai normalisasi = 10−6
10−6 = 1
Alternatif 3
Nilai normalisasi = 6−6
10−6 = 0
Perhitungan di atas disajikan pada Tabel 4.24
Tabel 4.24 Penilaian terhadap Pengembangan Wilayah & Tata Ruang
Pengembangan
Wilayah & Tata
Ruang
Normalisasi Nilai
Alternatif 1 7 0,25 0,25
Alternatif 2 10 1 1
Alternatif 3 6 0 0
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berikut adalah penjelasan nilai diatas:
Nilai 0 : menunjukkan pengembangan wilayah yang tidak berpotensi
Nilai 0,25 : menunjukkan pengembangan wilayah yang kurang berpotensi
Nilai 1 : menunjukkan pegembangan wilayah yang sangat berpotensi
c) Aspek Pembebasan Lahan
Ketersediaan lahan dalam pembangunan infrastruktur khususnya jalan tol merupakan
hal yang penting. Terlebih kebutuhan lahan untuk pembangunan jalan tol juga sangat besar.
Umumnya lahan yang diperlukan adalah lahan persawahan dan permukiman. Sehingga
untuk memperoleh nilai luas pembebasan lahan, diasumsikan lahan yang digunakan semakin
luas atau lahan yang diperlukan dan dibebaskan untuk pembangunan suatu alternatif jalan
tol, maka nilainya semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit lahan yang
diperlukan untuk pembebasan jalan tol, maka semakin tinggi nilainya. Perhitungan luas
81
lahan pembebasan lahan dibagi menjadi dua untuk lahan pemukiman dengan lahan
persawahan dan tegalan.
Luas pembebasan lahan persawahan & tegalan
Perhitungan skor untuk luas pembebasan lahan persawahan & tegalan adalah:
Alternatif 1
Nilai normalisasi = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
= 1.261.828−1.261.828
2.105.811−1.261.828 = 0
Nilai konversi = 1 – 0 = 1
Alternatif 2
Nilai normalisasi = 1.953.840−1.261.828
2.105.811−1.261.828 = 0,82
Nilai konversi = 1 – 0,82 = 0,18
Alternatif 3
Nilai normalisasi = 2.105.811−1.261.828
2.105.811−1.261.828 = 1
Nilai konversi = 1 – 0 = 0
Perhitungan di atas disajikan pada Tabel 4.25
Tabel 4.25 Penilaian terhadap aspek luas pembebasan lahan persawahan & tegalan
Pembebasan
Lahan
Normalisasi Konversi Nilai
Alternatif 1 1.261.828 m² 0 1 1
Alternatif 2 1.953.840 m² 0,82 0,18 0,18
Alternatif 3 2.105.811 m² 1 0 0
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berikut adalah penjelasan nilai diatas:
Nilai 0 : menunjukkan luas pembebasan lahan yang paling besar
Nilai 0,18 : menunjukkan luas pembebasan lahan yang relatif besar
Nilai 1 : menunjukkan luas pembebasan lahan yang paling sedikit
Luas pembebasan lahan pemukiman
Perhitungan skor untuk luas pembebasan lahan pemukiman adalah:
82
Alternatif 1
Nilai normalisasi = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
= 300.972 −300.972
398.016− 300.972 = 0
Nilai konversi = 1 – 0 = 1
Alternatif 2
Nilai normalisasi = 398.016 −300.972
398.016− 300.972 = 1
Nilai konversi = 1 – 1 = 0
Alternatif 3
Nilai normalisasi = 365.969 −300.972
398.016− 300.972 = 0,67
Nilai konversi = 1 – 0,67 = 0,33
Perhitungan di atas disajikan pada Tabel 4.26
Tabel 4.26 Penilaian terhadap aspek luas pembebasan lahan pemukiman
Pembebasan
Lahan
Normalisasi Konversi Nilai
Alternatif 1 300.972 m² 0 1 1
Alternatif 2 398.016 m² 1 0 0
Alternatif 3 365.969 m² 0,67 0,33 0,33
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berikut adalah penjelasan nilai diatas:
Nilai 0 : menunjukkan luas pembebasan lahan yang paling besar
Nilai 0,33 : menunjukkan luas pembebasan lahan yang relatif besar
Nilai 1 : menunjukkan luas pembebasan lahan yang paling sedikit
Biaya pembebasan lahan
Selain memperhitungkan luas lahan pembebasan lahan pada setiap alternatif trase, perlu
diperhitungkan pula biaya pembebasan lahan. Biaya pembebasan lahan diperhitungkan
berdasarkan letak wilayah dan tata guna lahannya. Sehingga skor biaya pembebasan
lahan diasumsikan semakin tinggi biaya pembebasan lahan alternatif tersebut, maka
semakin rendah nilainya dan berlaku pula sebaliknya.
Alternatif 1
Nilai normalisasi = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
83
= 1.390.800.000.000 −1.290.650.000.000
1.390.800.000.000− 1.290.650.000.000 = 1
Nilai konversi = 1 – 1 = 0
Alternatif 2
Nilai normalisasi = 1.290.650.000.000 −1.290.650.000.000
1.390.800.000.000− 1.290.650.000.000 = 0
Nilai konversi = 1 – 0 = 1
Alternatif 3
Nilai normalisasi = 1.352.350.000.000 −1.290.650.000.000
1.390.800.000.000− 1.290.650.000.000 = 0,616
Nilai konversi = 1 – 0,616 = 0,384
Perhitungan di atas disajikan pada Tabel 4.27
Tabel 4.27 Penilaian terhadap aspek biaya pembebasan lahan
Biaya
Pembebasan
Lahan
Normalisasi Konversi Nilai
Alternatif 1 Rp.
1.390.800.000.000
1 0 0
Alternatif 2 Rp.
1.290.650.000.000
0 1 1
Alternatif 3 Rp.
1.352.350.000.000
0,616 0,384 0,384
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berikut adalah penjelasan nilai diatas:
Nilai 0 : menunjukkan biaya pembebasan lahan yang paling besar
Nilai 0,25 : menunjukkan biaya pembebasan lahan yang relatif besar
Nilai 1 : menunjukkan biaya pembebasan lahan yang paling kecil
d) Aspek Aksesibilitas
Jalan tol Gempol – Mojokerto ini selain untuk mempermudah pergerakan juga
mendukung percepatan ekonomi dengan memberikan kemudahan akses menuju wilayah-
wilayah startegis tertentu. Sehingga aspek aksesibilitas dinilai dengan asumsi semakin
banyak kawasan startegis yang dilayani oleh alternatif trase jalan tol tersebut maka skornya
semakin tinggi.
Berikut perhitungan normalisasi untuk setiap alternatif trase:
84
Alternatif 1
Nilai normalisasi = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
= 4 −4
6−4 = 0
Alternatif 2
Nilai normalisasi = 6−4
6−4 = 1
Alternatif 3
Nilai normalisasi = 5−4
6−4 = 0,5
Perhitungan diatas disajikan dalam Tabel 4.28
Tabel 4.28 Penilaian terhadap aspek Aksesibilitas
Aksesibilitas Normalisasi Nilai
Alternatif 1 4 0 0
Alternatif 2 6 1 1
Alternatif 3 5 0,5 0,5
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berikut adalah penjelasan nilai diatas:
Nilai 0 : menunjukkan pengembangan wilayah yang tidak berpotensi
Nilai 0,5 : menunjukkan pengembangan wilayah yang kurang berpotensi
Nilai 1 : menunjukkan pegembangan wilayah yang sangat berpotensi
e) Aspek Teknis
Dalam pembangunan jalan tol tentunya tak lepas dari pertimbangan – pertimbangan
terkait kriteria teknis seperti panjang rute trase, kebutuhan jembatan, dan jumlah
persimpangan/crossing jalan. Aspek tersebut berpengaruh pada biaya pembangunan yang
semakin besar jika alternatif jalan semakin panjang, butuh banyak jembatan, dan banyak
memerlukan fly over karena bersimpangan dengan jalan yang telah ada sehingga membuat
nilai dari alternatif trase tersebut semakin rendah.
Panjang track trase
Dengan menggunakan perhitungan normalisasi, maka perhitungan skor untuk
panjang jalan masing-masing alternatif sebagai berikut:
Alternatif 1
Nilai normalisasi = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
85
= 31,1 −31,1
41,2−31,1 = 0
Nilai konversi = 1 – 0 = 1
Alternatif 2
Nilai normalisasi = 39,2−31,1
41,2−31,1 = 0,802
Nilai konversi = 1 – 0,802 = 0,198
Alternatif 3
Nilai normalisasi = 41,2−31,1
41,2−31,1 = 1
Nilai konversi = 1 – 1 = 0
Perhitungan diatas disajikan dalam Tabel 4.29
Tabel 4.29 Penilaian terhadap panjang track trase
Panjang track Normalisasi Konversi Nilai
Alternatif 1 31,1 0 1 1
Alternatif 2 39,2 0,802 0,198 0,198
Alternatif 3 41,2 1 0 0
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berikut adalah penjelasan nilai diatas:
Nilai 0 : menunjukkan panjang track alternatif trase tersebut panjang
Nilai 0,198 : menunjukkan panjang track alternatif trase tersebut relatif panjang
Nilai 1 : menunjukkan panjang track alternatif trase tersebut pendek
Kebutuhan Jembatan
Perhitungan kebutuhan jembatan juga diperlukan karena beberapa alternatif trase
perlu melalui sungai ataupun jurang. Perhitungan skor jembatan diasumsikan semakin
panjang jembatan yang diperlukan, semakin tinggi pula biaya yang diperlukan maka skor
alternatif tersebut menjadi kecil. Dengan perhitungan normalisasi, maka perhitungan skor
untuk kebutuhan jembatan adalah sebagai berikut:
Alternatif 1
Nilai normalisasi = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
= 3200 −200
3200−200 = 1
Nilai konversi = 1 – 1 = 0
Alternatif 2
86
Nilai normalisasi = 200−200
3200−200 = 0
Nilai konversi = 1 – 0 = 1
Alternatif 3
Nilai normalisasi = 220−200
3200−200 = 0,0067
Nilai konversi = 1 – 0,0067 = 0,9993
Perhitungan diatas disajikan dalam Tabel 4.30
Tabel 4.30 Penilaian terhadap jumlah kebutuhan jembatan
Jumlah
jembatan
Normalisasi Konversi
Alternatif 1 3200 m 1 0
Alternatif 2 200 m 0 1
Alternatif 3 220 m 0,0067 0,9993
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berikut adalah penjelasan nilai diatas:
Nilai 0 : menunjukkan jumlah kebutuhan jembatan sangat banyak
Nilai 0,9993 : menunjukkan jumlah kebutuhan jembatan relatif sedikit
Nilai 1 : menunjukkan jumlah kebutuhan jembatan sedikit
Persimpangan/ crossing jalan
Selain itu perlu juga dipertimbangkan perencanaan trase dengan jalan eksisting,
sesuai dengan fungsi jalan tol atau jalan bebas hambatan yang tidak diperbolehkan
bersimpangan dengan jalan eksisting. Hal ini berpengaruh pula pada pembiayaan
pembangunan jalan tol. Sehingga perhitungan jumlah persimpangan diasumsikan semakin
banyak trase tersebut melaui persimpangan/ crossing jalan maka semakin rendah skornya.
Berikut perhitungan normalisasi dari aspek jumlah persimpangan jalan adalah:
Alternatif 1
Nilai normalisasi = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚)
= 16 −16
33−16 = 0
Nilai konversi = 1 – 0 = 1
Alternatif 2
Nilai normalisasi = 30−16
33−16 = 0,571
87
Nilai konversi = 1 – 0,571 = 0,431
Alternatif 3
Nilai normalisasi = 33−16
33−16 = 1
Nilai konversi = 1 – 1 = 0
Perhitungan diatas disajikan dalam Tabel 4.31
Tabel 4.31 Penilaian terhadap jumlah persimpangan/ crossing jalan
Jumlah
persimpangan
Normalisasi Konversi Nilai
Alternatif 1 16 0 1 1
Alternatif 2 30 0,571 0,431 0,431
Alternatif 3 33 1 0 0
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berikut adalah penjelasan nilai diatas:
Nilai 0 : menunjukkan jumlah persimpangan yang dilalui sedikit
Nilai 0,431 : menunjukkan jumlah persimpangan yang dilalui cukup
Nilai 1 : menunjukkan jumlah persimpangan yang dilalui sangat banyak
Hasil penilaian dari setiap aspek selanjutnya dianalisis untuk menentukan trase
terpilih, dengan cara mengalikan bobot kriteria rata-rata dengan skor penilaian analisis
teknik setiap aspek. Penilaian alternatif trase ditampilkan dalam Tabel 4.32.
88
Tabel 4.32 Perhitungan penilaian alternatif trase
Aspek Penilaian Bobot
ALT 1 ALT 2 ALT 3
Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor
1 2 1 x 2 = 3 4 1 x 4 = 5 6 1 x 6 = 7
Jarak Tempuh 0.15063 1 0.15063 0.198 0.02983 0 0
Pengembangan
Wilayah & Tata
Ruang 0.28746 0.25 0.07187 1 0.28746 0 0
Pembebasan Lahan 0.18485
1 0.18485 0.18 0.03327 0 0
1 0.18485 0 0 0.33 0.061
0 0 1 0.18485 0.384 0.07098
Aksesibilitas 0.17285 0 0 1 0.17285 0.5 0.08643
Teknis 0.2042
1 0.2042 0.198 0.04043 0 0
0 0 1 0.2042 0.9993 0.20406
1 0.2042 0.431 0.08801 0 0
Jumlah 1 1.0006 1.04091 0.42247
Ranking 2 1 3
Sumber: Hasil analisis, 2017
Berdasarkan hasil perhitungan setiap alternatif trase diketahui bahwa alternatif trase
dengan skor tertinggi adalah alternatif trase 2 dengan skor 1,041. Sedangkan skor tertinggi
selanjutnya adalah alternatif trase 2 dengan skor 1,0006, dan terakhir dengan skor terendah
adalah alternatif trase 3 dengan skor 0,4225. Sehingga alternatif trase 2 adalah trase terpilih
unuk rencana pembangunan jalan Tol Gempol-Mojokerto.
4.7 Perencanaan Perkerasan Kaku
4.7.1 Analisis Desain Berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan 2013
Perencanaan tebal perkerasan jalan Tol Gempol – Mojokerto berdasarkan pada
pedoman perkerasan kaku Pd-T-14-2003. Sehingga desain perkerasan kaku berdasarkan
distribusi kelompok sumbu kendaraan niaga dan bukan pada nilai CESA. Sesuai dengan
Manual Desain Perkerasan Jalan (2013) direncanakan menggunakan umur rencana untuk 40
tahun karena menggunakan perkerasan kaku sesuai pada Tabel 4.33.
89
Tabel 4.33 Umur rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)
Jenis Perkerasan Elemen Perkerasan
Umur
Rencana
(tahun)
Perkerasan lentur
lapisan aspal dan lapisan berbutir dan
CTB 20
pondasi jalan 40
semua lapisan perkerasan untuk area
yang tidak diijinkan sering
ditinggikan akibat pelapisan ulang,
misal : jalan perkotaan, underpass,
jembatan, terowongan.
Cement Treated Based
Perkerasan Kaku
lapis pondasi atas, lapis pondasi
bawah, lapis beton semen, dan
pondasi jalan.
Jalan Tanpa Penutup Semua elemen Minimum 10
Sumber: Manual Perkerasan Jalan (2013:9)
Berdasarkan hasil analisis potensi pengguna tol yang beralih dari jalan eksisting ke
jalan tol untuk golongan I-III adalah 10.371; 2.795; 2.401 kend/ hari (Lechyana, dkk; 2017).
Untuk mendapatkan data lalu lintas harian maka dilakukan perhitungan prosentasi dari setiap
jenis kendaraan, sehingga didapatkan jumlah potensi kendaraan niaga sebagai berikut:
Mobil Pribadi : 9866 kend/ hari
Bus : 505 kend/ hari
Truk 2 As kecil : 2386 kend/ hari
Truk 2 As besar : 409 kend/ hari
Truk 3 As : 1696 kend/ hari
Truk Gandeng : 342 kend/ hari
Diketahui data parameter yang digunakan dalam perencanaan adalah:
Kuat Tarik lentur : 4,25 Mpa
Faktor keamanan beban (FKB): 1,1 (untuk jalan bebas hambatan)
90
Beban pondasi bawah : stabilisasi
Bahu jalan : Ya (beton)
Ruji (dowel) : Ya
Pertumbuhan lalu lintas (i) : 5,81% (Lechyana, dkk; 2017)
Umur rencana : 40 tahun
Direncanakan dengan tipe Perkerasan beton bersambung tanpa tulangan (BBTT)
4.7.1.1 Lalu lintas rencana
Perhitungan analisis lalu lintas terdapat pada Tabel 4.34.
Setelah itu dilakukan perhitungan JSKN (Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga), sebagai berikut:
R = (1+𝑖)𝑈𝑅−1
𝑖 (i dalam persen)
= (1+5,81)40−1
5,81
= 147,56
C = 0,45 (lebar 4 lajur 11,23m < lp < 15m)
JSKN = 365 x JSKNH x R x C
= 365 x 11360 x 147,56 x 0,45
= 275329253
= 2,75 x108
JSKN rencana = 0,7 x 2,75 x108
= 1,93 x108
91
Tabel 4.34 Perhitungan jumlah sumbu kendaraan berdasarkan jenis & beban
Jenis Kendaraan Konfigurasi beban Sumbu (ton) Jumlah Jumlah Sumbu Jumlah STRT STRG STdRG
RD RB RGD RGB Kendaraan Per Kendaraan Sumbu BS JS BS JS BS JS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mobil Pribadi 1 1 - - 9866 - - - - - - - -
Bus 3 5 - - 505 2 1010 3 505 5 505
Truk 2 as Kecil
2 4 - - 2386 2 4772
2 2386
4 2386
Truk 2 as Besar 5 8 - - 409 2 818 5 409 8 409
Truk 3 as 6 14 - - 1696 2 3391 6 1696 14 1696
Truk Gandeng 6 14 5 5 342 4 1368 6 342 14 342
5 342
5 342
Jumlah 11360 8408 914,09 2038
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Keterangan: RD = roda depan, RB = roda belakang, RGD = roda gandeng depan, RGB = roda gandeng belakang, BS = beban sumbu, JS =
jumlah sumbu, STRT = sumbu tunggal roda tunggal, STRG = sumbu tunggal roda ganda, STdRG = sumbu tandem roda ganda.
92
Tabel 4.35 Perhitungan Repetisi Sumbu Rencana
Jenis Sumbu Beban Sumbu Jumlah Sumbu Proporsi Beban Proporsi Sumbu Lalu Lintas Repetisi yang
(ton) Rencana terjadi
1 2 3 4 5 6 7
STRT
6 2038 0,242 0,740 193000000 34621592
5 1093 0,130 0,740 193000000 18574382
4 2386 0,284 0,740 193000000 40536455
3 505 0,060 0,740 193000000 8579810
2 2386 0,284 0,740 193000000 40536455
Total 8408 1,000
STRG 8 409 0,448 0,080 193000000 6949904
5 505 0,552 0,080 193000000 8579810
Total 914 1,000
STdRG 14 2038 1,000 0,179 193000000 34621592
Total 2038 1,000
Komulatif 193000000
= 1,93 x 108
Sumber: Hasil Analisis, 2017
93
4.7.1.2 Tebal Struktur Perkerasan
Setelah melakukan analisis data lalu lintas, selanjutnya melakukan perhitungan
repetisi sumbu rencana berdasarkan jenis dan bebannya ditampilkan pada Tabel 4.35.
Direncanakan CBR tanah dasar dengan jumlah repetisi sumbu pada Gambar 4.11
Gambar 4.11 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton
Sumber: PdT-14-2003 (2003:13)
Pada gambar diatas dari nilai repetisi sumbu mencapai 1,93x 108 dihubungkan dengan garis
merah pada perencanaan dengan 15 cm bahan pengikat, maka didapatkan nilai CBR 6%.
Gambar diatas terlihat garis merah kurang menyentuh angka 6% dikarenakan garis merah
yang dibuat dengan komputerisasi sehingga nilainya kurang maksimal.
CBR tanah dasar : 6%
CBR efektif : 40%
94
Perkiraan CBR efektif dapat dilihat pada Gambar 4.12
Gambar 4.12 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
Sumber: PdT-14-2003 (2003:13)
Selanjutnya memperkirakan tebal plat beton berdasarkan sumbu kendaraan niaga, dipilih
grafik untuk lalu lintas luar kota dengan ruji dan nilai Fkb=1,1. Perkiraan tebal plat beton
terdapat pada Gambar 4.13.
95
Gambar 4.13 Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu-Lintas Luar Kota, tanpa Ruji,
FKB=1,1
Sumber: PdT-14-2003 (2003:46)
Sehingga digunakan tebal plat beton sebesar 240 mm. Setelah tebal taksiran plat
beton dilakukan analisa retak fatik dan erosi, dengan mempertimbangkan total fatik dan
tingkat kerusakan dengan lalu lintas selama umur rencana. Tebal taksiran beton dapat
digunakan apabila nilai kerusakan fatik dan erosi kurang dari 100%. Analisa fatik dan erosi
untuk perencanaan tebal plat beton terdapat pada Tabel 4.37. Nilai untuk faktor tegangan
dan erosi didapatkan dari Tabel 4.36.
96
Tabel 4.36 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan dengan Bahu Beton
Sumber: PdT-14-2003 (2003:24)
97
Tabel 4.37 Analisa Fatik dan Erosi
Keterangan: TE= Tegangan Ekivalen (tegangan setara); FRT= Faktor Rasio Tegangan; FE= Faktor Erosi; TT= Tidak Terbatas
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Jenis
Sumbu
Beban
Sumbu
Beban
Rencana Per Repetisi
Faktor Tegangan
dan Analisa Fatik Analisa Erosi
ton (KN) Roda (KN) yang terjadi erosi
repetisi
ijin
Persen
rusak
repetisi
ijin
Persen
rusak
1 2 3 4 5 6 7=4*100/6 8 9=4*100/8
STRT
6 (60) 33 34621592,05 TE= 0,64
TT 0 TT 0
5 (50) 27,5 18574381,95 FRT= 0,15
4 (40) 22 40536455,17 FE=1,75
3(30) 16,5 8579809,781
2(20) 11 40536455,17
STRG
8(80) 22 6949904,065 TE= 0,98
TT 0 TT 0 5(50) 13,75 8579809,781 FRT=0,23
FE=2,35
STdRG
14(140) 19,25 34621592,05 TE= 0,83
TT 0 TT 0 FRT=0,195
FE=2,43
Total 0% < 100% 0% < 100%
98
Gambar 4.14 Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan, dengan/ tanpa
bahu beton (untuk STRT dengan beban roda 33 KN)
Sumber: PdT-14-2003 (2003:26)
Analisis fatik menggunakan grafik pada Gambar 4.14 diatas, dengan
menyambungkan garis beban per roda, dengan FRT hingga bertemu dengan repetisi beban
ijin. Angka Faktor Rasio Tegangan (FRT) didapatkan dari:
FRT= 𝑇𝐸
𝐹𝑐𝑓
Keterangan: TE = Tegangan Ekivalen
Fcf = Asumsi kuat tarik lentur beton (f’cf) umur 28 hari = 4 Mpa
99
Gambar 4.15 Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan, dengan/ tanpa
bahu beton (untuk STRG dengan beban roda 22 KN)
100
Gambar 4.16 Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan, dengan/ tanpa
bahu beton (untuk STdRG dengan beban roda 19,25 KN)
101
Gambar 4.17 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu
beton (untuk STRT dengan beban roda 33 KN)
Sumber: Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (2003:28)
Analisis erosi menggunakan grafik pada Gambar 4.17 diatas, dengan
menyambungkan garis beban per roda dengan faktor erosi, sehingga didapatkan repetisi
beban ijin.
102
Gambar 4.18 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu
beton (untuk STRG dengan beban roda 22 KN)
103
Gambar 4.19 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu
beton (untuk STdRG dengan beban roda 19,25 KN)
Sehingga didapatkan rincian desain struktur perkerasan beton bersambung tanpa
tulangan berdasarkan Pd T-14-2003 adalah sebagai berikut:
Tebal plat beton = 240 mm
Panjang plat beton = 5 m, menurut PdT-14-2003 panjang plat dari jenis perkerasan
beton bersambung tanpa tulangan 4-5 m
Sambungan susut dipasang setiap 5 m
Batang pengikat digunakan baja ulir ᴓ 16 mm, jarak 75 cm. Untuk panjang batang
pengikat didapatkan:
l = (38,3 x ᴓ) + 75
104
l = (38,3 x 16) + 75
l = 687,8 mm = 70 cm
Keterangan: ᴓ = diameter batang pengikat (mm)
4.7.2 Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO 1993
Sebagai perbandingan hasil, maka dilakukan juga perencanaan tebal sturktur
perkerasan menggunakan metode AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials) 1993. Berbeda dengan desain berdasarkan Manual Design
Perkerasan Jalan 2013, metode AASHTO digunakan data LHR potensi dengan nilai CESA.
Data LHR diperhitungkan pada Tabel 4.38.
Tabel 4.38 Nilai ESA dan CESA Jalan Tol Rencana Berdasarkan VDF
No. Jenis Kendaraan LHRT
(kend/hari)
Nilai
VDF ESA
1
Sepeda Motor, sekuter,
kendaraan roda tiga 0 0 0
2
Sedan, jeep, station
wagoon 9866 0 0
3 Bus 505 1 505.01
4 Truk 2 As kecil 2386 0.3 715.80
5 Truk 2 As besar 409 0.7 286.35
6 Truk 3 As 1696 7.6 12887.62
7 Truk Gandeng 342 13.6 4652.73
Total ESA 19047.52
Total CESA 1025888153.89
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Nilai ESA= 102,6 x 106
Nilai Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA) atau beban sumbu standar
kumulatif adalah jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain selama umur rencana.
Perhitungan nilai CESA sebagai berikut:
ESA = (Ʃ jenis kendaraan LHRT x VDF)
CESA = ESA x 365 x R
Nilai R digunakan 147,56, pada perhitungan sebelumnya.
105
Berikut ini adalah data yang dibutuhkan dalam perhitungan menggunakan metode
AASHTO 1993 adalah:
a. Umur Rencana = 40 tahun
b. Terminal serviceability (Pt) = 2,5 nilai untuk semua tipe jalan arteri
c. Initial serviceability (Po) = 4,5 nilai untuk perkerasan kaku
d. Serviceability loss, ∆PSI = 2
Nilai ∆PSI = 2 didapatkan dengan persamaan ∆PSI= Po – Pt
e. Realibility (R) = 95% nilai untuk jalan tol atau freeways
Nilai R didapatkan dengan Tabel 4.39 dari AASHTO 1993
Tabel 4.39 Nilai Realibility (R) untuk berbagai klasifikasi berdasarkan fungsinya
Sumber; AASHTO 1993
f. Standar normal deviation (ZR) = -1,645
Nilai ZR ditentukan berdasarkan nilai Realibility (R) = 95% pada tabel 4.40.
Tabel 4.40 Nilai Standar Normal Deviation (ZR)
Realibility
(R) dalam %
Standar Normal deviation
50
60
70
75
80
85
90
0
-0,253
-0,524
-0,674
-0,841
-1,037
-1,282
106
91
92
93
94
95
96
97
98
99
99,9
-1,340
-1,405
-1,476
-1,555
-1,645
-1,751
-1.881
-2,054
-2,327
-3,090
Sumber: AASHTO 1993
g. Standard deviation (So) = 0,35 nilai untuk perkerasan kaku antara 0,3 – 0,4
h. Modulus reaksi subgrade (k)
Nilai modulus reaksi subgrade ditentukan berdasarkan ada tidaknya lapisan subbase,
pada perencanaan ini menggunakan campuran beton kurus atau Lean Mix Concrete
(LMC). Data yang dibutuhkan dalam penentuan nilai k ini adalah:
MR = 9000 psi
Nilai CBR tanah dasar rencana sebesar 6% maka nilai MR didapatkan
dengan rumus:
MR = 1500 x CBR
MR = 1500 X 6 = 9000 psi
ESB = 500.000 psi
LMC merupakan campuran semen-agregat (cement-aggregate mixtures)
sehingga digunakan nilai ESB = 500.000 psi
Digunakan tebal subbase sebesar 6 in (152 mm) untuk menyesuaikan
penggunaan tebal subbase pada desain berdasarkan manual desain
perkerasan jalan 2013 dan untuk mempermudah penentuan nilai k pada
diagram.
Sehingga dengan data-data diatas dapat digunakan dalam penentuan nilai k pada
diagram Gambar 4.20 berikut:
107
Gambar 4.20 Diagram untuk menentukan Modulus reaksi subgrade (k)
Sumber: AASHTO 1993
Berdasarkan diagram diatas didapatkan nilai k sebesar 800 pci
i. Modulus elastisitas beton (Ec) = 5 x106 psi
Nilai asumsi tersebut didapatkan berdasarkan Pavement Analysis Design (Yang H.
Huang) yang mengacu pada AASHTO 1993.
j. Moduli of Rapture (Sc) = 650 psi (4,5 Mpa)
Nilai asumsi tersebut didapatkan berdasarkan Pavement Analysis Design (Yang H.
Huang) yang mengacu pada AASHTO 1993.
k. Drainage coefficient (Cd) = 1,0 untuk perkerasan kaku pada AASHO Road Test
l. Load transfer coefficient (J) = 3,2 untuk perkerasan kaku tipe perkerasan beton
semen tanpa tulangan dengan sambungan mengacu pada AASHO Road Test
108
Hasil data-data diatas dapat digunakan pada penentuan tebal slab beton dengan
nomogram perkerasan kaku pada metode AASHTO. Nomogram perkerasan kaku tersebut
terdapat pada Gambar 4.21.
Gambar 4.21 Nomogram perkerasan kaku (1)
109
Gambar 4.22 Nomogram perkerasan kaku (2)
Sehingga dari hasil analisis nomogram perkerasan kaku dengan metode AASHTO
didapatkan tebal plat rencana sebesar 14 in = 35,56 cm.
4.7.3 Perbandingan Hasil Desain Tebal Perkerasan Kaku
Hasil perencanaan tebal perkerasan menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan
tahun 2013 adalah desain tebal slab beton sebesar 24 cm dan tebal lapis pondasi agregat
kelas A 15 cm. Sedangkan dari hasil perhitungan mengggunakan metode AASHTO
didapatkan tebal slab beton sebesar 14 in (35,56 cm) dan tebal lapis pondasi Lean-Mix
Concrete (LMC) sebesar 10 cm. Gambar desain tebal perkerasan kaku terdapat pada Gambar
4.23.
110
Gambar 4.23 Struktur Perkerasan menggunakan
Sumber: Hasil Penelitian
Gambar 4.24 Struktur Perkerasan menggunakan metode AASHTO 1993
Sumber: Hasil Penelitian
Pada perencanaan pembangunan jalan tol Gempol – Mojokerto ini penulis
menyarankan menggunakan hasil perhitungan dengan metode perencanaan perkerasan
kaku Pd-T-14-2003, karena sesuai perhitungan dengan ketebalan sebesar 24 cm sudah
memenuhi syarat aman untuk data LHR tersebut. Karena penggunaan metode AASHTO
1993 tebal perkerasan yang lebih besar akan berdampak pada biaya pembangunan yang
lebih besar pula
111
111
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian Analisis Perencanaan Jalan Tol
Gempol – Mojokerto adalah sebagai berikut:
1. Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam penentuan trase jalan Tol Gempol –
Mojokerto yang didapatkan dari hasil kuisioner pra-AHP yang telah dianalisis
dengan metode cut-off point. Faktor-faktor tersebut adalah:
Jarak tempuh
Pengembangan wilayah & tata ruang
Pembebasan lahan
Aksesibilitas
Teknis
2. Perencanaan alternatif trase Tol Gempol–Mojokerto menggunakan bantuan
pencitraan aplikasi Google Earth untuk mencari lokasi dengan minim pembebasan
lahan untuk selanjutnya dilakukan survei kondisi lapangan. Pada perencanaannya
ditentukan 3 alternatif trase yang selanjutnya akan dianalisis untuk menjadi trase
terbaik untuk pembangunan jalan Tol Gempol – Mojokerto. Letak 3 alternatif trase
tol Gempol – Mojokerto ditampilkan pada Gambar 5.1.
3. Alternatif trase terpilih pada perencanaan jalan Tol Gempol-Mojokerto adalah
alternatif trase 2. Penilaian alternatif trase diperhitungkan dengan mengkalikan
bobot kriteria setiap aspek dari hasil kuisioner AHP dengan penilaian teknis ketiga
alternatif trase. Dari hasil analisa diperoleh skor untuk alternatif trase 1 adalah
1,0004, alternatif trase 2 adalah 1,041, dan alternatif trase 3 adalah 0,4225.
112
Gambar 5.1 Peta rencana alternative trase jalan Tol Gempol - Mojokerto
4. Struktur perkerasan yang digunakan adalah pekerasan beton bersambung tanpa
tulangan. Dengan nilai beban gandar standar kumulatif rencana sebesar 1,93x108,
maka didapatkan tebal plat beton rencana 24 cm dengan tebal lapis pondasi 15 cm.
Panjang plat beton 5 m dan sambungan susut dipasang setiap 5 m. Sedangkan,
dengan menggunakan metode AASHTO didapatkan tebal plat beton sebesar 14 in
(35,56 cm), tebal lapis pondasi Lean-Mix Concrete (LMC) sebesar 10 cm, dan
tebal lapis pondasi 15 cm.
5.2 Saran
Beberapa saran untuk lebih menyempurnakan penelitian ini antara lain:
1. Dalam proses pengisian kuisioner pra-AHP dan AHP oleh responden/ stakeholder
terkait sebaiknya dilakukan dengan bantuan penulis. Karena pada saat proses
pengisian kuisioner terkadang terhambat proses administrasi yang membutuhkan
waktu cukup lama, sehingga menyebabkan hasil kuisioner ketika dianalisa tidak
memenuhi nilai konsistensi yang ditentukan.
2. Sebaiknya dalam penelitian selanjutnya penulis melakukan survei cacah lalu lintas
tersendiri untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan perkerasan kaku.
Sehingga data yang digunakan dapat lebih valid.
113
3. Dalam pembangunan jalan Tol Gempol-Mojokerto nantinya diharapkan pemerintah
dapat mempertimbangkan alternatif trase terpilih dari hasil penilaian teknis yang
telah dilakukan penulis.
4. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya diperlukan adanya survei geologi untuk
mengetahui kondisi tanah pada lokasi alternatif trase, sehingga alternatif trase
terbaik nantinya memiliki kondisi tanah yang sesuai untuk perencanaan jalan tol
Gempol-Mojokerto.
114
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
115
DAFTAR PUSTAKA
Tamin, Ofyar Z. (2000). Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Anonim. 2003. Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen Pd T-14-2003 Jakarta :
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah.
Anonim. 2013. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013.Jakarta : Direktorat
Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum.
Bina Marga,1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Bina Marga, Bandung
Saaty, L. Thomas. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki
Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks. PT. Pustaka
Binaman Pressindo, Jakarta.
Ignasius, G., Djakfar, L., & Anwar, M. R. (2014). Studi Penentuan Prioritas Pengembangan
Jaringan Jalan di Kabupaten Lembata–Provinsi NTT. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil
Universitas Brawijaya.
Afila, M., Rachman, M.S., Djakfar, L., & Anwar, M.R. (2015). Studi Alternatif Jalan Akses
ke Pelabuhan Teluk Lamong Surabaya. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil Universitas
Brawijaya.
Siegfried, & Atmaja, S. 2007. Deskripsi Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Menggunakan
Metode AASHTO 1993. Departemen Pendidikan Nasional: Bandung.
Ridwansyah, A.M., Putranto, Y.P., Djakfar, L., & Kusumaningrum, R. (2016). Perencanaan
Tebal Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Karanganyar-Solo.
Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil Mahasiswa Brawijaya.