ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC)...

28
2010 Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar Kerjasama Pusat Pengkajian Manajamen dan Ekonomi Masyarakat (PPMEM) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang Dengan Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi Kabupaten Blitar Tim Penyusun: Mohk Khusaini Moh Athoillah Ferry Prasetyia

Transcript of ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC)...

Page 1: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 0

2010

   

���������������  

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar  

 

Kerjasama Pusat Pengkajian Manajamen dan Ekonomi Masyarakat (PPMEM)

Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya

Malang

Dengan

Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi Kabupaten Blitar

Tim Penyusun:

Mohk Khusaini Moh Athoillah Ferry Prasetyia

Page 2: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 1

Latar Belakang

Fenomena maraknya kemunculan pasar ritel di indonesia merupakan salah

satu bagian kecil dari adanya liberalisasi perdagangan di Indonesia, adanya

perusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak

beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku industri.

Persaingan secara teori, akan dapat memberikan keuntungan kepada konsumen

karena akan diuntungkan dengan adanya persaingan harga hingga mereka akan

mendapatkan harga yang paling rendah. Tetapi di sisi lain, persaingan juga akan

mengakibatkan adanya praktek-praktek yang mengarah kepada persaingan yang

tidak sehat. Praktek monopoli atas sejumlah barang atau pasar juga akan

mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kelangsungan usaha yang

dilakukan oleh masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya dari usaha kecil

(misal: pedagang kaki lima, pedagang kelontong, industri ritel tradisional).

Berdasarkan data AC Nielsen Tahun 2008, diketahui bahwa pertumbuhan

ritel modern setiap tahunnya mencatat kisaran angka 10% hingga 30%. Hal ini

ditunjukkan dengan ekspansi ritel modern yang sangat agresif hingga masuk ke

wilayah pemukiman rakyat. Ritel tradisional yang berada di wilayah pedesaan

maupun pemukiman rakyat pun terkena imbasnya dengan berhadapan langsung

dengan ritel modern tersebut. Persaingan diantara keduanya pun tidak

terhindari. Tidak hanya itu, karena minimnya aturan zonasi dari pembangunan

ritel modern tersebut, maka ritel-ritel tradisional yang berada di kota-kota besar

pun terkena imbasnya. Persaingan head to head akibat menjamurnya ritel

modern membawa dampak buruk terhadap keberadaan ritel tradisional. Salah

satu dampak nyata dari kehadiran ritel modern di tengah-tengah ritel tradisional

adalah berkurangnya pedagang kecil serta menurunnya omzet dari pedagang

kecil tersebut.

Pada tahun 2007 Pemerintah mengeluarkan Perpres No. 112 Tahun 2007

yang mengatur ritel tradisional dan ritel modern khususnya yang terkait dengan

zoning yang membatasi pembangunan pasar modern dan mereduksi dampaknya

terhadap pasar tradisional, serta dibahas pula mengenai jam buka, perizinan

sampai dengan masalah trading term yang sangat meresahkan pemasok pasar

modern. Permasalahan yang terjadi adalah sejauh mana aturan tersebut efektif

diterapkan dan berdampak bagi pelaku usaha ritel. Tidak hanya itu, kemudian di

akhir tahun 2008 Pemerintah mengeluarkan aturan pendukung dari Perpres 112

Page 3: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 2

Tahun 2007 yaitu Permendag No. 53 Tahun 2008. Dalam aturan ini lebih rinci

lagi diatur mengenai masalah zoning serta trading term.

Namun kemudian akan menjadi tidak ada artinya jika aturan-aturan

tersebut di atas jika tidak diikuti dengan aturan-aturan pelaksana di daerah.

Sebagaimana tercantum dalam Perpres 112 Tahun 2007 bahwa Pemerintah

Daerah memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan industri ritel

di daerahnya dimana Pemda memiliki wewenang terkait dengan masalah

perizinan, zonasi dan jam buka toko. Dengan kondisi yang sekarang ada,

Kabupaten Blitar merupakan daerah yang memiliki keunggulan dari jumlah dan

variasi produk yang dihasilkan oleh UMKM; untuk mengoptimalkan kontribusi

UMKM ini terhadap perekonomian di Kabupaten Blitar perlu dilakukan berbagai

macam strategi agar UMKM ini dapat bersaing dengan usaha-usaha lain yang

sejenis terutama di tingkat lokal. Strategi untuk mengembangkan UMKM salah

satunya dapat berupa dukungan pemerintah dengan adanya peraturan dan

regulasi yang terkait UMKM , termasuk regulasi tentang ritel modern dan

tradisional.

Dari segi kebijakan publik, persaingan usaha bukanlah satu-satunya hal

yang harus selalu dikedepankan dalam perekonomian; meskipun pada satu sisi

akan mampu mendatangkan efisiensi bagi konsumen tingkat akhir hal yang perlu

diperhatikan adalah bahwa persaingan pun harus juga memperhatikan tingkat

kesetaraan dalam arena yang sama (play in equal field). Dalam konteks

persaingan industri ritel juga terjadi hal yang demikian, dimana ritel modern

dengan kemampuan modal besar, teknologi yang relatif canggih, jaringan yang

kuat, serta kemampuan manajemen yang sudah tertata bersaing dengan ritel

dan atau pasar tradisional yang tidak memiliki semua kemampuan seperti yang

dimiliki usaha ritel modern tersebut. Harus ada keberpihakan pemerintah daerah

dalam merespon hal yang demikian agar tidak terjadi kerugian sosial yang lebih

besar diakibatkan oleh ”matinya” usaha-usaha yang telah dijalankan masyarakat.

Dari data yang dipublikasikan BPS Kabupaten Blitar, untuk tahun 2007

industri sedang berjumlah 105 unit dan industri kecil sendiri berjumlah 680 unit.

Jumlah tenaga kerja yang diserap dari tiap industri kecil rata-rata berjumlah 100

orang sehingga total tenaga kerja yang diserap mencapai 6.886 orang. Jumlah

industri (sedang dan kecil) tersebut terbatas pada industri yang formal saja,

padahal masih sangat banyak industri kecil yang masih belum terdaftar (non-

Page 4: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 3

formal). Sektor industri ini mampu menyumbang dalam hal penyerapan tenaga

kerja yang cukup banyak. Perlu diketahui bahwa, mayoritas industri yang ada di

Kabupaten Blitar berupa industri sedang dan kecil yang terbagi dalam kelompok

industri formal dan non-formal. Untuk tenaga kerja yang dapat diserap industri

kecil non formal yang berjumlah 10.589 unit pada tahun yang sama mampu

menampung tenaga kerja sebanyak 25.787 orang.

Secara prosentase, industri kecil mencapai 99,64% dari total jumlah

industri yang ada di Kabupaten Blitar dan sisanya industri sedang dan besar.

Kondisi yang demikian, menjadikan industri kecil yang ada di Kabupaten Blitar

sangat strategis dan potensial untuk dapat ditingkatkan dan diberdayakan agar

mampu berkontribusi lebih terhadap perekonomian secara luas dan

kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Blitar. Karena sebagian besar potensi di

Kabupaten Blitar berupa pertanian, maka yang sangat potensial agar

dikembangkan dan dimanfaatkan lebih lanjut adalah industri yang berhubungan

dengan sektor pertanian ini. Hal ini disebabkan karena sektor pertanian

mayoritas hanya dijual sebagai produk primer, yang perlu dikejar lagi adalah

adanya industri yang mampu me-support keberadaan produk primer ini agar

mampu memiliki nilai tambah yang lebih besar.

Dengan jumlah IKM yang ada di Kabupaten Blitar tersebut (formal dan

informal) sangat lah penting untuk dapat memberikan bantuan bagi industri

tersebut dapat mengembangkan usahanya, dengan cara memberikan pengawasa

dan evaluasi terhadap praktek-praktek operasional industri ritel yang ada

(tradisional dan modern). Muncul kekhawatiran bahwa ritel modern pada

akhirnya yang akan menikmati keuntungan yang sangat besar dengan cara

mendirikan usaha serta ekspansi ke pelosok-pelosok daerah hingga ke desa; jika

ini terjadi akan sangat dimungkinkan bahwa industri kecil yang sudah ada di

tengah-tengah masyarakat lebih dahulu akan tergantikan dengan adanya

pasar/insutri ritel modern.

Akhirnya, dengan adanya Perpres No. 112 Tahun 2008 serta Permendag

No. 53 Tahun 2008 pemerintah daerah dapat dengan segera merespon kondisi

yang ada di daerah khususnya Kabupaten Blitar. Kemunculan peraturan presiden

dan Permendag tersebut bertujuan menciptakan ketertiban persaingan dan

menyeimbangkan kepentingan produsen, pemasok, toko moderen, dan

konsumen; lebih lanjut Perpres tersebut mengatur adanya zonasi (jarak) dan tata

Page 5: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 4

ruang untuk mengatur lokasi pasar dan pusat perbelanjaan toko modern, tata

tertib persaingan untuk pemasok ke toko moderen, terutama UKM, serta

kemitraan dan pemberdayaan usaha kecil. Dengan adanya penelitian ini nantinya

diharapkan akan muncul rekomendasi terkait perijinan industri ritel tradisional

dan modern tersebut.

Permasalahan Penelitian

Kegiatan penyusunan Model aksesibilitas perijinan bagi industri kecil ini

adalah memberikan masukan dan bahan secara ilmiah bagi pengambil kebijakan

khususnya SKPD di lingkungan Kabupaten Blitar sehingga diharapkan kegiatan ini

dapat meningkatkan dan memberdayakan industri kecil yang ada di Kabupaten

Blitar, rumusan masalah dari penelitian dapat dkerucutkan menjadi dua hal di

bawah ini:

1) Bagaimana regulasi pemerintah terkait perijinan usaha di Kabupaten Blitar

yang ada saat ini di bidang ritel?

2) Bagaimana strategi kebijakan perijinan dalam rangka mewujudkan

persaingan usaha yang sehat di Kabupaten Blitar di bidang ritel?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah

yang telah diajukan yakni:

1) Identifikasi regulasi pemerintah terkait perijinan usaha di Kabupaten Blitar

yang ada saat ini di bidang ritel

2) Merumuskan strategi kebijakan perijinan dalam rangka mewujudkan

persaingan usaha yang sehat di Kabupaten Blitar di bidang ritel

Output Penelitian

Keluaran (output) yang dihasilkan dari kegiatan ini berupa Laporan Hasil

kajian yang memuat rekomendasi mengenai model aksesibilitas perijinan bagi

industri kecil dan industri ritel modern di Kabupaten Blitar.

Regulasi Perijinan Ritel

Perijinan merupakan hal yang penting untuk menarik investasi masuk,

berbagai macam jenis investasi akan dengan sangat mudah masuk ke suatu

Page 6: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 5

daerah jika ada kepastian mengenai proses dan mekanisme perijinan; perijinan

dapat dipandang sebagai pintu utama bagi para investor untuk lebih jauh lagi

melihat prospek ekonomi yang ada di daerah tertentu. Persepsi investor terhadap

proses penerbitan perijinan hingga kemudahan dalam pelayanan kebutuhan

melakukan usaha menjadi modal penting yang harus diperhatikan, untuk

menjamin kepastian serta transparansi maka diperlukan undang-undang,

peraturan serta regulasi yang dengan jelas mengaturnya.

Undang-undang, peraturan serta regulasi yang berhubungan langsung

dengan konteks penelitian kali ini adalah regulasi mengatur mengenai ritel

tradisional dan ritel modern. Pada tahun 2007, pemerintah mengeluarkan

Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar

Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern; secara lebih luas Perpres ini

meregulasi zoning yang membatasi pasar modern dan mereduksi dampaknya

terhadap pasar tradisional, serta dibahas juga mengenai jam buka, perijinan

hingga masalah trading term. Selanjutnya, pada penghujung akhir tahun 2008

pemerintah melalui Menteri Perdagangan mengeluarkan aturan pendukung dari

Perpres yakni Permendag No. 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan

Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang lebih

rinci dalam mengatur mengenai zoning dan trading term.

Di tingkat regional Jawa Timur, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga telah

mengeluarkan regulasi terkait pasar tradisional dan modern. Peraturan Daerah

Provinsi Jawa Timur No. 3 Tahun 2008 tentang Perlindungan, Pemberdayaan

Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Provinsi Jawa Timur; peraturan

daerah ini keluar terkait dengan peraturan pemerintah berupa Perpres No. 112

tahun 2007 yang menjadi landasan konstitusional bagi pemerintah provinsi Jawa

Timur mengeluarkan regulasi tersebut. Beberapa hal penting yang tercakup

dalam Perda Provinsi Jawa Timur No. 3 tahun 2008 adalah sebagai berikut:

1. Lokasi pendirian pasar tradisional;

2. Penyelenggaraan pasar tradisional yang mengarah pada konsep yang

lebih modern, yang tercermin dari kebersihannya, fasilitas yang lengkap

mulai dari tempat parkir, pemadam kebakaran, kamar mandi, toilet

umum, mushola serta fasilitas halte kendaraan umum, pembagian blok

tempat usaha sesuai dengan jenis barang, dan perbaikan sistem

persampahan dan drainase;

Page 7: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 6

3. Konsep kemitraan;

4. Perlindungan dalam kejelasan dan kepastian hukum hak pakai lahan

pasar;

5. Perlindungan Pemda terhadap pasar tradisional, UKM dan koperasi

khususnya dalam aspek persaingan dengan pelaku usaha di pasar

modern;

6. Pemberdayaan Pemda terhadap pasar tradisional, UKM dan koperasi

seperti pemberian subsidi kepada pedagang kecil;

7. Mempertahankan pasar tradisional yang merupakan ikon kota dan salah

satu tujuan wisata;

8. Penertiban terhadap pedagang kaki lima (PKL).

Poin-poin penting di atas dapat menjadi dasar bagi pemerintah daerah

kota/kabupaten yang ada di Wilayah Provinsi Jawa Timur agar juga melakukan

pengaturan terkait pasar tradisional dan pasar modern agar UMKM di masing-

masing kota/kabupaten bisa tetap sustain dan memberikan manfaat dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sangat jelas disebutkan dalam Perda

tersebut bahwa dalam pelaksanaannya juga diatur pola kemitraan antara

pedagang pasar tradisional dan pasar modern, hal ini diatur juga untuk

mengantisipasi agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat (unfair

competition).

Jenis Penelitian

Penelitian ini dipertimbangkan sebagai penelitian evaluasi, di mana akan

melakukan evaluasi atas aksesibiltas kebijakan perijinan. Penelitian evaluasi

diartikan oleh Babbie (2001:333) sebagai ‘a process of determining whether a

social intervention has produced the intended result’. Penelitian ini mengevaluasi

aksesibilitas yang diberikan terkait perijinan di Kabupaten Blitar dengan tujuan

yang telah ditetapkan khususnya berkenaan dengan pasar/toko modern dan

pasar/toko tradisional. Penelitian ini dilakukan dengan memadukan antara

pendekatan dekriptif-evaluatif dan kualitatif.

Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-

temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan

lainnya. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami

sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui. Metode ini dapat

Page 8: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 7

juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit

diketahui. Demikian pula metode kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks

tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif (Strauss dan

Corbin, 2003:4-5). Selanjutnya, penelitian deskriptif ditujukan untuk: Pertama,

mengumpulkan informasi aktual secara terperinci yang melukiskan gejala-gejala

yang ada. Kedua, mengidentifikasi masalah dengan memeriksa data-data yang

diperlihatkan kondisi dan praktik-praktik yang berlaku. Ketiga, melakukan

evaluasi atau (jika mungkin) membuat komparasi. Ditunjang dengan analisis data

secara kuantitatif.

Metode dan Analisis Data

Di dalam penelitian deskriptif, proses analisis dan interpretasi data tidak

hanya dilakukan pada akhir pengumpulan data atau berdiri sendiri, namun secara

simultan juga dilakukan pada saat pengumpulan data di lapangan berlangsung,

sehingga dalam penelitian kualitatif sering dikenal sebagai proses siklus. Setelah

mendapatkan informasi, dilakukan analisis untuk mencari hipotesis kemudian

dilakukan pengumpulan informasi berikutnya. Ini dimaksudkan untuk

memperoleh kesesuaian dengan hipotesis sementara yang telah disusun,

demikian terus berputar hingga ditemukan puncak informasi atau kejenuhan

data. Selanjutnya, kegiatan dalam analisis data meliputi pencarian data,

menatanya, membaginya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola,

mensintesanya, mencari pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari serta memutuskan apa yang dilakukan.

Menurut Moleong (1995:5) yang dimaksud dengan metode kualitatif

adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-

kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.” Pencarian

data-data dilakukan dengan metode induktif, yang diberangkatkan dari fakta-

fakta atau peristiwa umum kemudian ditarik generalisasi yang bersifat khusus

(Moleong, 1990:28). Sedangkan pengelolaan datanya digunakan metode

reflektif. Komponen-komponen metode reflektif adalah: (a) perekaan, (b)

penafsiran, (c) penilaian, (d) deskripsi, (e) pemahaman; dan (g) analisa.

Kemudian, masih menurut Moleong (1990:49), dalam berpikir reflektif induksi

akan diawali dari fakta-fakta khusus dan menuju ke pernyataann umum yang

menerangkan fakta-fakta itu. Kemudian dari ekplanasi yang bersifat umum

Page 9: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 8

tersebut diselidiki kembali fakta-fakta yang telah ada tadi untuk meyakinkan

kebenaran ekplanasi yang telah dirumuskan (verifikasi).

Pada tataran yang lebih teknis, proses dan tahapan dari kegiatan ini

ditempuh dengan melalui mix-approach dengan mengandalkan beberapa

pendekatan, seperti Participatory Research dan Stakeholders Analysis.

Pendekatan tersebut selanjutnya diformulasikan ke dalam berbagai bentuk

kegiatan yang saling menunjang:

• Participatory Research, dilakukan dengan penelitian secara

berpartisipasi melalui audensi, dialog, diskusi, wawancara terstruktur,

observasi dan info-sharing.

• Focus Group Discussion (FGD), dilakukan bekerjasama dengan

narasumber yang kapabel untuk memberikan informasi untuk

memberikan informasi yang sesuai dengan topik penelitian melalui

dialog dan diskusi intensif dalam rangka cross check data dan

informasi yang terolah maupun pengawasan dan evaluasi

implementasi model.

• Stakeholder analysis, dilakukan bekerja sama dengan pemerintah

daerah melalui kegiatan audensi, sarasehan (dialog, kompromi), dan

presentasi berdasarkan konsep-konsep yang ditawarkan untuk

memperoleh penyempurnaan dan pengembangannya, maupun dalam

rangka monitoring dan evaluasi implementasi.

• Seminar/Workshop, dilakukan bekerjasama dengan para pakar

perguruan tinggi, dan LSM serta lembaga terkait lainnya untuk

mendapatkan masukan mengenai proses dan mekanisme penerbitan

perijinan.

Secara umum penelitian ini menggunakan metode kualitatif sebagai alat

analisis. Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-

temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan

lainnya. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami

sesuatu di balik fenomena penerbitan perijinan di Kabupaten Blitar. Metode ini

dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru

sedikit diketahui. Demikian pula metode kualitatif dapat memberi rincian yang

kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif

(Strauss dan Corbin, 2003:4-5). Terdapat tiga unsur utama dalam penelitian

Page 10: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 9

kualitatif ini. Pertama, data, yang bisa bersumber dari pengamatan maupun

wawancara. Kedua, prosedur analisis dan interpretasi yang digunakan untuk

mendapatkan temuan atau teori. Kedua prosedur ini mencakup tenik-teknik

untuk memahami data. Ketiga, laporan tertulis dan lisan (Strauss dan Corbin,

2003:7).

Industri Kecil, Retail dan Regulasi Perijinan di Kabupaten Blitar

Keberadaan industri kecil dan juga UMKM di Kabupaten Blitar memiliki

peranan yang sangat besar dalam rangka menopang sektor ekonomi yang

dijalankan masyarakat berbagai macam jenis usaha dan industri kecil dihasilkan

dan dipasarkan di Kabupaten Blitar. Idealnya, kondisi tersebut harus mampu

menggerakkan perekonomian dengan adil dan merata antar pelaku usaha. Tetapi

seiring dengan kemunculan investasi atau penanaman modal yang dilakukan

investor yang juga bergerak dalam bidang usaha yang sama seperti yang

dijalankan masyarakat umum dikhawatirkan akan terjadi persaingan yang tidak

sehat dalam bidang usaha yang dilakukan. Usaha yang dimaksud adalah

maraknya kemunculan toko ritel-ritel terutama ritel modern yang akan lebih

unggul dalam banyak hal, terutama terkait dengan modal dan teknologi yang

dipakai.

Dengan memperhatikan berbagai karakter dan potensi UMKM dalam

beberapa sudut seperti penggunaan modal, penggunaan bahan baku lokal dan

kemampuan penyerapan tenaga kerja, serta ketahanannya dalam menghadapi

gejolak perekonomian dunia pemberdayaan UMKM dapat dijadikan salah satu

opsi untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Dari pemikiran

yang demikian, idealnya pendekatan pembangunan sekarang ini diarahkan pada

usaha mempercepat proses pemberdayaan UMKM dan koperasi. Sejalan dengan

keinginan tersebut perlu diperhatikan bahwa empat sektor utama yang menjadi

basis usaha UMKM dan koperasi sekarang ini adalah sektor pertanian, industri,

perdagangan dan jasa. Keempat sektor tersebut dalam menghadapi pasar global

yang sangat kompetitif terutama dua sektor yang sangat krusial adalah industri

dan perdagangan. Kedua sektor ini menjadi begitu penting dalam menghadapi

tantangan berat dalam mengubah orientasi pembangunan dari orientasi

pemenuhan kebutuhan dalam negeri menjadi usaha yang mampu menghadapi

persaingan pasar termasuk didalamnya persaingan dengan ritel modern.

Page 11: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Se

UMKM pad

usaha unt

Pemberda

mewujudk

besar unt

golongan

Ko

dikemukak

pembangu

nasional.

bentuk: a)

seperti pe

koperasi y

usaha bes

teknologi,

Dari gamb

kecil dan

keterbatas

tersebut d

Teknologi

fokus uta

Model Ak

cara umum

da saat ini,

tuk mendu

ayaan UMKM

kan keadilan

tuk mendu

maupun an

ondisi iklim

kan di atas,

unan daera

Dampak d

) Terbatasn

ermodalan t

yang berda

sar serta; c)

informasi d

Gambar

bar 1 dapa

UMKM yan

san akses

dapat diliha

dan juga 5

ama adalah

ksesibilitas 

m dapat di

, belum me

ukung tumb

M memang

n pembangu

kung peme

ntar daerah.

m usaha y

, tetap belu

ah yang se

dari adanya

nya akses U

teknologi d

ampak pada

) Marjinalisa

dan pendap

r 1. Permas

at dilihat ba

ng paling u

ini memp

t dari hal-h

5). Legalitas

h hal yang

3

2. Produktivi

Rendah

Perijinan In

ikatakan ba

engindikasik

buhnya sist

sudah men

unan, karen

erataan pe

.

yang diwa

m mampu u

ekaligus me

a permasa

UMKM dan k

an pasar; b

a timbulnya

asi dari kelo

patan merek

salahan In

ahwa perm

utama adala

punyai ban

hal: 1). Per

s usaha (pe

berhubung

Ket

. Kondisi yangMarginal

tas h

ndustri Kecil

ahwa gam

kan besarny

tem pereko

njadi komitm

na UMKM m

mbangunan

rnai oleh

untuk menj

endukung k

lahan terse

koperasi ke

b) Rendahn

a kesenjan

ompok ini b

ka.

ndustri Ke

masalahan y

ah keterbat

nyak dimen

modalan, 2

erijinan). Pa

gan denga

1. terbatasan Akses

l di Kabupate

baran kond

ya harapan

onomian ya

men nasion

memiliki pote

n baik anta

masalah-m

adikan UMK

keberhasilan

ebut terliha

pada sumb

nya produkv

gan antara

baik dari asp

cil dan UM

yang dihada

tasan akses

nsi. Dimen

2). Informas

ada kajian in

an dimensi

en Blitar

disi iklim u

pada kelo

ang berkea

nal dalam ra

ensi yang sa

arsektor, a

masalah se

KM sebagai

n pembang

at nyata d

erdaya prod

vitas UMKM

a UMKM de

pek skala u

MKM

api oleh ind

s, permasa

nsi keterba

si, 3). Pasa

ni, yang me

legalitas u

10

usaha

mpok

dilan.

angka

angat

antara

eperti

basis

gunan

dalam

duktif

M dan

engan

saha,

dustri

lahan

tasan

ar, 4).

enjadi

usaha

Page 12: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 11

(perijinan) sehingga perlu untuk dilihat perundangan dan regulasi terkait

perijinan yang ada di Kabupaten Blitar.

Keterbatasan industri kecil dan UMKM selama ini dalam mengakses perijinan

usaha sebenarnya sudah dipermudah dengan regulasi-regulasi yang dikeluarkan

terkait dengan pe rijinan itu sendiri. Paling tidak ada tiga regulasi yang mengatur

mengenai perijinan di Kabupaten Blitar yakni:

1. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar No. 9 Tahun 2002 Tentang Retribusi

Usaha Industri (IUI).

Perda ini dimaksudkan untuk mengatur, membina, mengendalikan

dan mengawasi Usaha Industri di Kabupaten Blitar; dimana untuk setiap

pendirian perusahaan industri diwajibkan untuk memiliki Ijin Usaha

Industri (IUI), lebih lanjut perda ini mengatur mengenai besaran dari

retribusi setiap ijin yang harus dibayar ke kas daerah oleh masing-masing

strata industri yang dibagi menurut besarnya nilai investasinya yaitu:

a) Industri kecil rumah tangga (IKRT), dengan nilai investasi sampai

dengan Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

b) Industri kecil (IK), dengan nilai investasi diatas Rp. 50.000.000

(lima puluh juta rupiah) sampai dengan dibawah Rp. 200.000.000

(dua ratus juta rupiah).

c) Industri menengah kecil (IMK), dengan nilai investasi diatas Rp.

200.000.000 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.

1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

d) Industri menengah (IM), dengan nilai investasi diatas Rp.

1.000.000.000 (satu milyar rupiah) sampai dengan Rp.

2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

e) Industri besar (IB), dengan nilai investasi diatas Rp.

2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

Dari strata industri yang disebutkan dalam Perda No. 9 tahun

2002 dapat dirangkum dalam tabel 1 mengenai besaran retribusi bagi

masing-masing pelaku usaha.

Page 13: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 12

Tabel 1 Besaran Retribusi IUI Kabupaten Blitar

No. Strata Industri Ijin Baru(Rp.)

Perluasan Usaha(Rp.)

Daftar Ulang (Rp.)

1. IKRT 50.000 25.000 25.000

2. IK 100.000 50.000 50.000

3. IMK 150.000 75.000 75.000

4. IM 200.000 100.000 100.000

5. IB 250.000 125.000 125.000

Sumber: Perda No. 9 Tahun 2002, Kabupaten Blitar

Definisi perluasan usaha yang tercantum pada Perda No. 9 Tahun

2002 adalah berlaku bagi industri yang dalam proses perkembangannya

melakukan penambahan kapasitas produksi hingga lebih dari 30%

dibandingkan dengan prosuksi sebelumnya, ini berarti ketika diputuskan

perusahaan akan melakukan peningkatan kapasitas produksi pemegang

IUI harus mengajukan ijin terkait perluasan usaha tersebut. Masa berlaku

ijin yang diberikan pemerintah Kabupaten Blitar kepada pemegang IUI

adalah selama 2 tahun sehingga, setelah masa berlaku ijin tersebut habis

maka pemegang IUI diwajibkan memperbaharui ijinnya dengan

membayar retribusi sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Sedangkan,

masa retribusi itu sendiri jangka waktunya adalah selama satu tahun.

Sementara itu sesuai dengan bab II pasal 6 Perda No. 9 tahun

2002, untuk subjek retribusi ijin usaha industri ditetapkan adalah berupa

orang pribadi atau badan hukum yang melakukan usaha industri dapat

berupa: 1). Badan usaha milik negara (BUMN), 2). Badan usaha milik

daerah (BUMD), 3). Koperasi, 4). Badan hukum swasta yang didirikan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan

bergerak di bidang industri serta 5). Perorangan yang berusaha di bidang

industri. Untuk pelanggaran terhadap ketentuan perda ini dapat diancam

dengan kurungan paling lama satu tahun atau denda maksimal sebesar

Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

2. Keputusan Bupati Blitar No. 197 Tahun 2002 Tentang Penetapan

Pelayanan Penerbitan Ijin Usaha Industri (IUI).

Page 14: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 13

Keputusan bupati ini muncul berkenaan dengan masih belum ditetapkan

dan diundangkannya Perda No. 9 tahun 2002 Kabupaten Blitar, sehingga

Keputusan Bupati No. 197 Tahun 2002 ini berfungsi untuk mengatur,

membina, mengendalikan, dan mengawasi usaha industri di Kabupaten

Blitar hingga terbitnya peraturan daerah yang mengatur perihal yang

sama terbit. Secara umum, keputusan bupati ini merupakan representasi

dari Perda No. 9 Tahun 2002 sehingga hal-hal yang diatur dalam

keputusan bupati ini juga diatur ulang dalam Perda No. 9 Tahun 2002.

Hal-hal yang diatur tersebut termasuk strata industri yang dikategorikan

berdasarkan besaran nilai investasi, besaran retribusi, masa berlaku IUI

dan subjek pengenaan retribusi IUI.

3. Keputusan Bupati Blitar No. 381 Tahun 2002 Tentang Ketentuan Tata

Cara Penerbitan Ijin Usaha Industri (IUI).

Untuk memberikan petunjuk pelaksanaan Perda No. 9 Tahun 2002 maka

diterbitkan Keputusan Bupati Blitar No. 381 Tahun 2002 terkait ketentuan

dan tata cara penerbitan ijin usaha industri. Jenis industri yang dapat

diberikan IUI adalah industri yang sudah disebutkan pada Perda No. 9

Tahun 2002, syarat dalam memperoleh IUI dapat dibedakan menjadi dua

tahap yaitu: 1). Tahap persetujuan prinsip, tahap ini dikenakan kepada

perusahaan industri yang masuk dalam strata industri menengah (IM)

dan industri besar (IB) dan 2). Tanpa melalui tahap persetujuan prinsip,

yakni perusahaan industri kecil rumah tangga (IKRT), indsutri kecil (IK)

dan industri menengah kecil (IMK). Tata cara permohonan untuk

memperoleh persetujuan prinsip juga dijelaskan dalam keputusan bupati

ini yakni tercantum pada Bab II pasal 7 dan 8.

Selanjutnya, untuk memperoleh IUI perusahaan industri harus

mengajukan permohonan serta menyertakan dokumen yang

dipersyaratkan dan membayar retribusi setelah itu akan dilakukan

pengecekan fisik lapangan terhadap kebenaran dokumen yang

diserahkan, hasil dari telah dilakukannya pengecekan fisik adalah Berita

Acara Pemeriksaan. Persyaratan dan dokumen yang harus dilengkapi oleh

pemohon disesuaikan dengan strata masing-masing industri, secara lebih

lengkap dapat dilihat dalam tabel 2 untuk permohonan IUI baru berikut:

Page 15: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 14

Tabel 2 Persyaratan dan Dokumen Permohonan IUI Baru

Kabupaten Blitar PERSYARATAN DAN DOKUMEN PERMOHONAN IUI

No. IB dan IM IMK dan IK IKRT

a. Persetujuan Prinsip

(bagi yang diwajibkan)

UKL/UPL Surat Pernyataan

Pengelolaan

Lingkungan

b. AMDAL (bagi yang

diwajibkan)

Ijin Gangguan (HO) Surat Keterangan dari

Desa/Kelurahan

tentang jaminan

bahwa usaha industri

tidak menggangu

lingkungan

c. UKL/UPL (bagi yang

tidak diwajibkan

AMDAL)

Akte Pendirian Akte Pendirian

d. Ijin Gangguan (HO) KTP Pemilik KTP Pemilik

e. Akte Pendirian Foto Hitam Putih 4x6 Foto Hitam Putih 4x6

f. KTP Pemilik

g. Foto Hitam Putih 4x6

Sumber: Keputusan Bupati Blitar No. 381 Tahun 2002 (diolah)

Sementara itu untuk untuk permohonan perluasan usaha dan daftar

ulang dapat dilihat dalam tabel 3 berikut ini:

Tabel 3 Persyaratan dan Dokumen Permohonan IUI

Kabupaten Blitar KELENGKAPAN PERSYARATAN DAN DOKUMEN

No. Perluasan Industri Daftar Ulang

a. IUI yang dimiliki IUI yang dimiliki

b. Rencana Perluasan Laporan Produksi

c. KTP Pemilik Tanda Pelunasan pembayaran retribusi

d. Foto Hitam Putih 4x6

e. Tanda Pelunasan pembayaran retribusi

Sumber: Keputusan Bupati Blitar No. 381 Tahun 2002 (diolah)

Page 16: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 15

Dari paparan di atas diketahui bahwa di Kabupaten Blitar sudah ada

regulasi yang telah mengatur perijinan industri yang terkait ijin usaha industri

(IUI), namun seiring perkembangan perekonomian di daerah maka juga banyak

muncul usaha yang tidak hanya membutuhkan perijinan terkait IUI saja.

Kemunculan Perpres 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar

tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern mensyaratkan adanya ijin lain

berkaitan dengan pendirian pasar modern, pasar tradisional maupun pusat

perbelanjaan lainnya. Sebagai contoh untuk pendirian pasar tradisional

dibutuhkan ijin usaha pengelolaan pasar tradisional (IUP2T); pertokoan, mall,

plasa, dan pusat perdagangan dibutuhkan ijin usaha pusat perdagangan (IUPP);

dan minimarket, supermarket dan department store, hypermarket dan

perkulakan dibutuhkan ijin usaha toko modern (IUTM).

Hal-hal seperti inilah yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah

daerah dalam hal mengikuti perkembangan dan pertumbuhan usaha dan industri

di masing-masing wilayahnya. Sehingga, sangat perlu bagi pemerintah daerah

untuk lebih cepat tanggap terhadap perkembangan dan pertumbuhan usaha

serta industri yang ada. Seperti fenomena maraknya ritel modern yang

berkembang dan menjamur di daerah hingga ke pelosok desa yang akan

bersaing dengan pasar tradisional, toko kelontong ataupun ritel masyarakat yang

sudah ada terlebih dahulu.

Berkembangnya ritel modern tersebut, di satu sisi memberi peluang bagi

pemasok untuk memasarkan produknya ke dalam jaringan ritel modern,

sementara di sisi lain terjadi persaingan yang semakin ketat antar pemasok

untuk merebut akses jaringan ritel besar. Kondisi ini tentunya akan berdampak

yaitu tersisihnya pemasok usaha kecil menengah (UMKM) apalagi bila tanpa

pemberdayaan. Disadari bahwa UMKM merupakan salah satu bagian penting

dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia.

BPS 2008 mencatat bahwa terdapat peningkatan kontribusi UMKM terhadap PDB

Indonesia tahun 2007, yaitu dari 53,3% di tahun 2006 menjadi 53,6% di tahun

2007. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor bangunan sebesar 9,3%, diikuti

sektor perdagangan, hotel dan restoran 8,5%, dan sektor pertambangan dan

penggalian sebesar 7,8%. Dimana sumbangan UMKM sektor perdagangan dalam

pembentukan PDB adalah sebesar 14,40% dibandingkan dengan Usaha Besar

Page 17: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 16

0.53%. Sementara pertumbuhan kedua kelompok tersebut masing-masing

sebesar 8,56% dan 7,42%.

Dilihat dari penyerapan tenaga kerja, jumlah tenaga kerja yang terserap

oleh UMKM meningkat 1,12% dari 96,13% pada tahun 2006 menjadi 97,3%

pada tahun 2007. Tiga sektor UMKM yang paling banyak menyerap tenaga kerja

adalah sektor pertanian 42,5 juta pekerja, atau setara dengan 46,40% dari total

tenaga kerja, sektor perdagangan dan perhotelan sebesar 25,18% dan sektor

industri 11,35% dari total tenaga kerja. Sejalan dengan perkembangan ritel

modern dan potensi UMKM di sektor perdagangan tersebut, pemerintah telah

mengambil kebijakan untuk membangun partisipasi UMKM dalam bisnis ritel

dengan upaya mengembangkan hubungan kerjasama usaha (kemitraan) antara

keduanya yang bertujuan agar aktivitas dan hubungan usaha antar ritel tersebut

dapat berjalan harmonis dalam arti terciptanya hubungan saling menguntungkan

antara ritel besar dengan pemasok terutama pemasok UMKM. Namun isu yang

berkembang selama ini bahwa UMKM pemasok sulit untuk memperoleh peluang

mengembangkan pemasaran produknya di dalam jaringan ritel besar karena

keterbatasan kemampuan UMKM untuk memenuhi berbagai prosedur dan

persyaratan perdagangan yang ditetapkan oleh ritel modern.

Di kabupaten Blitar sendiri sudah ada puluhan ritel modern yang terdaftar

pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan, tercatat ada 32 ritel modern yang

menggunakan merek dagang komersial (seperti: Indomaret dan Alfamart)

ataupun memakai merek dagang sendiri (Prasadamart, Swalayan Lingga Jaya

dana lain-lain). Yang harus diperhatikan dari jumlah ritel modern yang ada di

Kabupaten Blitar ini adalah pemilik dari ritel tersebut maupun merek dagang

yang dipakai.

Dalam teori ekonomi, persaingan usaha tidak sehat dapat diindikasikan

dari pemilikan sektor ekonomi mayoritas dan dalam hal ini adalah pemilik ritel

serta juga dapat muncul dari banyaknya cabang-cabang usaha dalam satu

wilayah tertentu dalam konteks ini wilayah Kabupaten Blitar. Dari total ritel

modern yang ada di Kabupaten Blitar ritel modern dengan merek dagang

komersial seperti Indomaret (PT. Indomarko Prismatama) memiliki 11 gerai yang

tersebar di 10 kecamatan di Kabupaten Blitar sedangkan untuk Alfamart hanya

masih ada satu gerai. Jika dilihat dari sisi pemilik ritel modern terutama

Indomaret akan dijumpai fakta yang menarik bahwa 11 gerai Indomaret di

Page 18: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 17

Kabupaten Blitar kepemilikannya sebanyak 6 gerai dikuasai oleh RM. Ngantung

dan 4 gerai dimiliki oleh Sugiarto.

Tabel 4.

Data Ritel Modern Kabupaten Blitar

NO KECAMATAN NAMA TOKO NAMA PEMILIK

1. Kanigoro 1. Prasadamart Bekti Dwi Wahyuni 2. PT. Indomarko Prismatama Sugiarto 3. Swalayan Lingga Jaya Sadi 4. Toko Hidayat A. Bustomi 5. Langgeng jaya Sugiono

2. Wlingi 1. Sinar Makmur Hariyadi 2. PT. Indomarko Prismatama Sugiarto 3. Alfamart Mundulsen 4. PT. Indomarko Prismatama R.M Ngantung 5. PT. Indomarko Prismatama R.M Ngantung

3. Kesamben 1. Bukit Sofa H. Rafik 2. Beta Swalayan Hariadi 3. PT. Indomarko Prismatama Sugiarto

4. Kademangan 1. Joy Swalayan Hariadi 2. Sari - sari Trisno Yuwono 3. Swalayan Belgis Cahyono

Ramadianto 4. PT. Indomarko Prismatama Sugiarto

5. Sanankulon 1. Feona Swalayan Susetiyawati

6. Srengat 1. Dito Swalayan Hariyadi 2. Toko Ria Agung Eny Wahyuni 3. Toko Swalayan Mega Intan Suratman 4. Krisna Swalayan Hariyati 5. PT. Indomarko Prismatama Lucky

7. Ponggok 1. PT. Indomarko Prismatama R.M Ngantung 2. PT. Indomarko Prismatama R.M Ngantung 8. Gandusari 1. Minimarket Gandusari

9. Sutojayan 1. PT. Indomarko Prismatama R.M Ngantung 2. PT. Indomarko Prismatama R.M Ngantung 3. Toko Ibu Eva 4. Sinar Makmur Hariadi 5. Cahaya Swalayan Ta in Cahyono

10. Garum 1. Sinar Makmur Hariadi Sumber: Disperindag Kabupaten Blitar, 2010

Page 19: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 18

Fakta yang terjadi atas berkembangnya industri ritel yang sangat

ekspansif hingga ke pelosok desa, harus menjadi perhatian tersendiri bagi

pemerintah daerah khususnya Kabupaten Blitar dalam hal pengaturan regulasi

yang terkait ritel secara keseluruhan. Artinya kemunculan ritel-ritel modern di

Kabupaten Blitar ini dikhawatirkan akan mengancam dan mematikan industri

kecil dan UMKM yang sangat banyak di Kabupaten Blitar. Jika dikembalikan pada

regulasi yang berlaku, persaingan usaha yang sehat diatur dalam Undang-

undang No. 5 Tahun 1999; dimana pada tahap selanjutnya sebagai konsekuensi

adanya undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

yang diatur dalam Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999. Tugas utama dari

KPPU adalah untuk mengawal implementasi UU No. 5 tahun 1999 terkait

persaingan usaha yang sehat.

Pengalaman empiris di Indonesia sebelum diterapkannya UU No. 5 Tahun

1999, menunjukan bahwa perekonomian Indonesia diwarnai oleh praktek

persaingan tidak sehat. Hal ini ditandai dengan struktur dan praktek ekonomi

yang cenderung kolutif, monopoli, dan melakukan kegiatan serta perjanjian yang

dilarang (Kagramanto, 2007). Praktek-praktek tersebutlah yang menjadi salah

satu penyebab krisis ekonomi pada tahun 1997.

Berdasarkan pengalaman krisis tersebut pulalah yang menyebabkan

alasan utama diperlukannya UU anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,

yang berkonstribusi tidak hanya untuk menumbuhkan iklim usaha yang sehat

serta menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam rangka meningkatkan efisiensi

ekonomi nasional, tetapi juga menjaga kepentingan umum serta perlindungan

konsumen dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengalaman di Negara Korea Selatan menunjukan bahwa implementasi

persaingan usaha telah berkonstribusi pada peningkatan dan pemulihan ekonomi

akibat krisis yang terjadi tahun 1997. Korea Selatan menerapkan kebijakan

persaingan usaha (anti trust policy) akhir tahun 1997 sebagai upaya untuk keluar

dari depresi ekonomi dengan periode waktu yang sangat cepat, dan juga sebagai

cara untuk mencapai keberlanjutan ekonomi dan pembangunan. Data

pertumbuhan ekonomi Korea Selatan menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi

setelah diterapkan kebijakan anti trust, terus mengalami peningkatan. Hal

tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan persaingan telah berkonstribusi pada

peningkatan pertumbuhan ekonomi (Hur, 2006).

Page 20: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 19

Untuk kasus di Indonesia, meskipun kebijakan persaingan usaha tidak

secara langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, namun adanya kebijakan

tersebut telah membuat kondisi perekonomian Indonesia jauh lebih baik. Hal ini

ditandai oleh pergeseran struktur pasar di beberapa sektor yang berubah dari

oligopoli maupun monopoli menjadi lebih bersaing. Implikasi langsung dari

adanya persaingan tersebut diantaranya adalah harga output menjadi lebih

efisien, inovasi produk, dan pasar berjalan lebih fair. Sementara itu, di Kabupaten

Blitar masih belum memiliki peraturan daerah yang mengatur usaha ritel modern

dan tradisional, pasar dan pusat perbelanjaan sehingga yang ada sekarang

adalah pemerintah daerah hanya bisa mengawasi pemegang ijin dari usaha yang

sudah ada saja tanpa ada landasan hukum pada tingkatan daerah; pemerintah

Kabupaten Blitar dapat memakai regulasi untuk mengatur ritel, pasar dan pusat

perbelanjaan yang berlaku secara nasional yaitu Perpres No. 112 Tahun 2007

dan Permendag No. 53 Tahun 2008.

Walaupun dampak implementasi UU persaingan usaha terhadap

ketimpangan piramida ekonomi Indonesia masih sulit dievaluasi, KPPU dalam

sepuluh tahun terakhir ini (2000-2009) telah berhasil mengajukan 93 kasus

pelanggaran persaingan usaha. Dalam hal ini, pelanggaran persaingan dapat

dikatogerikan dalam 7 jenis pelanggaran, yakni:

a) Persengkongkolan yaitu berupa (i) pengaturan dan atau penentuan

pemenang tender, (ii) mendapatkan informasi kegiatan usaha

pesaingnya, dan (iii) penghambatan barier to entry bagi pelaku usaha

pesaingnya,

b) Monopoli yaitu penguasaan usaha lebih dari 50% baik dari produksi

maupun pemasaran.

c) Diskriminasi usaha yaitu berupa perlakuan khusus pada pelaku usaha

atau pemasok tertentu.

d) Persaingan tidak sehat dapat berupa (i) menolak dan menghalangi pelaku

usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar

bersangkutan, (ii) melakukan perbuatan curang dalam melakukan

kegiatan usahanya, (iii) dan menjalankan kegiatan produksi dan atau

pemasaran dengan tidak jujur atau melawan hukum.

Page 21: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 20

e) Kartel yaitu pembuatan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya

dengan tujuan untuk mempengaruhi harga melalui pengaturan produksi

dan atau pemasaran barang dan jasa.

f) Integrasi vertikal adalah pembuatan perjanjian dengan pelaku usaha lain

yang bertujuan untuk menguasai rangkaian produksi barang dan atau

jasa tertentu, dimana setiap rangkaian produksi merupakan hasil

pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung

maupun tidak langsung.

g) Pelanggaran lainnya umumnya berupa pelanggaran administrasi perijinan

Berdasarkan hasil kajian dari 93 kasus tersebut, dapat ditunjukan bahwa

persaingan yang sehat diharapkan akan berdampak terhadap terciptanya harga

produk atau tarif jasa yang wajar atau ekonomis. Dengan demikian, diharapkan

konsumen membayar suatu produk atau jasa yang diproduksi atau dikelola

secara efisien. Kasus penyediaan bibit kelapa sawit di Kalimantan tahun 2006

adalah salah satu contoh kasus pelanggaran persaingan sehat di sektor produksi

(tradable). Dalam kasus ini, tiga perusahaan melakukan kesepakatan dalam

tender seperti kesamaan proposal teknis dalam penawaran harga, dan kesamaan

dalam hal sumber pasokan bibit kelapa sawit. Dengan demikian, harga bibit sawit

yang disepati antara pemasok dan pembeli bukan merupakan harga yang

terbentuk dari interaksi antara supplier dan konsumen secara benar, dan dapat

dipastikan, lebih tinggi dari harga pasar yang sebenarnya.

Terlepas dari kasus yang ditemukan dan ditangani oleh KPPU, persaingan

usaha di sektor ritel perlu juga untuk diperhatikan; paling tidak harus ada

pengaturan terkait persaingan usaha ritel modern dan pasar tradisional di

Kabupaten Blitar. Karena secara kapasitas dan pangsa pasar antara ritel modern

dan pasar tradisional terdapat perbedaan yang cukup besar, lebih lengkap

perbedaan tersebut dapat dilihat dalam tabel 5:

Page 22: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 21

Tabel 5 Perbedaan Karakteristik Ritel Tradisional dan Ritel Modern

No. Aspek Ritel Tradisional Ritel Modern 1. Histori Evolusi panjang Fenomena baru 2. Fisik Kurang baik, sebagian

baik Baik dan mewah

3. Kepemilikan Milik masyarakat/desa, Pemda, sedikit swasta

Umumnya perorangan/swasta

4. modal Keterbatasan modal Modal kuat 5. Konsumen Golongan menengah ke

bawah Umumnya golongan menengah ke atas

6. Metode pembayaran

Ciri dilayani, tawar-menawar

Ada ciri swalayan

7. Status tanah Tanah negara, sedikit swasta

Tanah swasta/perorangan

8. Pembiayaan Kadang-kadang ada subsidi

Tidak ada subsidi

9. Pembangunan Umumnya dilakukan oleh Pemda/desa, masyarakat

Pembangunan fisik umumnya oleh swasta

10. Pedagang yang masuk

Beragam, masal, dari sektor informal sampai pedagang menengah dan besar

Pemilik modal juga pedagangnya (tunggal) atau beberapa pedagang formal skala menengah dan besar

11. Peluang masuk/partisipasi

Bersifat masal (pedagang kecil, menengah dan besar)

Terbatas, umumnya pedagang tunggal, dan menengah ke atas

12. Jaringan Pasar regional, pasar kota, pasar kawasan

Sistem rantai korporasi nasional atau bahkan terkait dengan modal luar negeri

Sumber: CESS, 1998 dalam KPPU 2004

Dari tabel 5 di atas jelas terdapat perbedaan yang sangat besar antara

ritel tradisional dan ritel modern, meskipun demikian tidak menutup

kemungkinan persaingan juga terjadi diantara keduanya. Hal ini dipengaruhi oleh

keputusan para konsumen dalam memutuskan pilihannya untuk memenuhi

kebutuhan sehari-harinya; sementara keputusan untuk memilih tersebut

dipengaruhi oleh hal-hal seperti tingkat pendapatan, suasana tempat belanja dan

juga keamanan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2003) dalam

KPPU, 2004 ditemukan bahwa pertumbuhan ritel modern yang semakin cepat

tidak terlepas dari adanya peningkatan pendapatan masyarakat serta perubahan

Page 23: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 22

pola konsumsinya; dimana konsumen lebih banyak memilih untuk berbelanja di

ritel modern. Kenyataan seperti ini, juga dipengaruhi oleh keinginan konsumen

yang menginginkan berbelanja di satu tempat yang lengkap (one stop shopping)

dan mampu memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya.

Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa dengan perilaku konsumsi masyarakat

yang sedemikian rupa maka keberadaan pasar tradisional akan semakin

ditinggalkan peminatnya dan lama-kelamaan akan tergusur tergantikan dengan

pusat perbelanjaan modern. Ini merupakan salah satu dampak dari persaingan

tidak sehat yang terjadi dari antara ritel modern dan tradisional. Maka, sudah

jelas bahwa regulai yang mengatur pasar tradisional, ritel dan pusat

perdagangan semakin urgen untuk diimplementasikan.

Strategi Kebijakan Perijinan dalam Persaingan Ritel

Keberadaan hukum persaingan usaha sejak dikeluarkannya undang-

undang anti monopoli dan persaingan usaha sehat di era pemerintahan reformasi

telah meminimalisir persaingan usaha tidak sehat dan memberantas praktik

monopoli, dimana di era pemerintahan sebelumnya beberapa aktivitas usaha

selalu diwarnai praktek usaha yang tidak sehat dan monopoli. Adanya kebijakan

persaingan tersebut berkonstribusi positif tidak hanya pada pelaku usaha dan

masyarakat sebagai konsumen, namun lebih dari itu dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi yang relatif meningkat.

Disisi konsumen, persaingan usaha yang sehat berkonstriubusi pada

meningkatnya tingkat kesejahteraan konsumen, dimana konsumen tidak lagi

menjadi korban posisi produsen sebagai price taker yang sering merugikan

konsumen, baik dalam konteks penentuan harga, kualitas, ketersediaan atau

pasokan serta pelayanan. Selanjutnya, dengan persaingan yang lebih sehat,

konsumen akan dihadapkan pada pilihan barang yang lebih banyak dan variatif

dengan harga dan kualitas yang juga lebih baik.

Bagi produsen, dampak persaingan usaha yang sehat tentu akan

mendorong strategi bisnis perusahaan yang lebih baik, yang akan lebih care

terhadap penggunaan sumber daya yang lebih efisien, penciptaan inovatif dan

kreatifitas yang lebih baik serta pelayanan serta kualitas yang lebih baik. Hal ini

tentu disebabkan karena persaingan akan membuka peluang bagi perusahaan-

Page 24: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

perusahaa

dengan m

tercapainy

bahwa pe

efisiensi d

tetapi juga

Se

mewujudk

dengan pe

Kebijaka

Ke

menghind

ritel kecil/

dibanding

creation k

satu zona

akhir per

menciptak

Z

Pe

Ja

Model Ak

an baru un

mengedepan

ya kepuasa

ersaingan u

dan efektifita

a perusahaa

mentara itu

kan persain

engaturan h

Gam

n Zonasi

ebijakan zo

arkan terja

tradisional.

kan dari s

keduanya ju

si dan berh

rsaingan d

kan equal

Zonas

erijin

m BuToko

ksesibilitas 

ntuk masuk

nkan aspek

an konsume

usaha yang

as usaha ya

an yang me

u dalam m

ngan yang s

hal-hal berik

bar 2. Stra

onasi mer

dinya persa

Hal ini dis

sudut kapi

uga berbeda

hadapan h

ari keduan

playing fie

si 

an

uka o

Perijinan In

k kedalam

k-aspek pr

en. Sehingg

sehat aka

ang dampa

engimpleme

melaksanaka

sehat di bid

kut ini:

ategi Kebij

upakan

aingan hea

sebabkan u

ital, sehing

a. Apabila k

ead to hea

nya. Zonas

eld, sehingg

•Harus memp•Memperhati•Memperhatimasyarakat

•Diperlukan s•Diperlukan smodern•Skema pola kdaerah

•Pengaturan J•Pemberian s

ndustri Kecil

pasar dan

aktek bisn

ga, secara

an berakiba

knya tidak

entasikanny

an strategi

dang ritel s

jakan Peri

sebuah k

ad to head a

kuran kedu

gga kemam

kedua pelak

d, maka bi

si merupak

a persainga

perhatikan RTRWikan jarak pasarikan jarak pasar

studi kelayakan studi dampak so

kemitraan yang

Jam buka toko anksi tegas ata

l di Kabupate

berkompet

is yang le

umum da

t pada pen

hanya diras

a.

kebijakan

setidaknya

ijinan Rite

kebijakan

antara ritel

uanya yang

mpuan men

ku tersebut

sa dibayang

kan sebuah

an diharapk

W Kabupaten/Kr tradisional dar modern dan k

sosial ekonomosial dan ekono

g jelas terhadap

ritel moderns pelanggaran j

en Blitar

tisi secara

ebih sehat

pat disimp

ncapaian ti

sakan konsu

perijinan d

dapat dilak

el

yang men

modern de

berbeda ap

nciptakan

disatukan d

gkan bagai

h upaya u

kan berlang

Kotan pasar moderkondisi sosial ek

iomi atas pendir

p industri kecil d

jam operasiona

23

sehat

demi

pulkan

ngkat

umen

dalam

kukan

ncoba

engan

pabila

value

dalam

mana

untuk

gsung

nkonomi 

rian ritel 

dan UMKM di 

al usaha

Page 25: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 24

dalam suasana yang sangat sehat (fair competition) karena berada dalam ”kelas”

yang sama.

Sesungguhnya dengan melakukan zonasi, maka ketika zona-zona

ditetapkan untuk hipermarket, maka pada saat itu ada semangat untuk

membatasi hipermarket di wilayah tersebut. Hal ini misalnya disampaikan oleh

KPPU kepada Pemerintah agar tidak membangun ritel modern untuk berhadapan

langsung dengan ritel kecil/tradisional. Makna sesungguhnya dari ini adalah,

batasi jumlah ritel modern.

Melalui zonasi ini pada akhirnya, market power yang dimiliki hipermarket

atau ritel modern lainnya tidak akan berkembang sebagaimana yang terjadi saat

ini. Hal ini terjadi karena mereka tetap terbatas jumlahnya sekalipun trademark

bahwa mereka tempat belanja yang nyaman, murah dan mudah tetapi karena

jumlahnya sedikit maka bargaining power mereka tidak terlalu besar. Hal ini

disebabkan masih banyaknya alternatif lain bagi konsumen untuk mendapatkan

produknya. Berbeda sekali dengan kondisi jika konsumen dapat menemukan

tempat belanja hipermarket/ritel modern dengan cepat karena tersedia banyak,

maka dipastikan ritel tradisional/kecil akan tergerus dan pelan tapi pasti

menghilang dari peredaran ritel nasional.

Kebijakan Perizinan

Dalam Perpres 112/2007 dan Permendag 53/2008 dinyatakan bahwa

proses perizinan untuk ritel modern akan melalui sejumlah proses yang cukup

sulit apabila diimplementasikan dengan benar. Hal ini terlihat dari persyaratan

bahwa permintaan terhadap izin ritel modern harus dilengkapi dengan studi

kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan terutama aspek sosial

budaya dan dampaknya bagi pelaku perdagangan eceran setempat (pasal 13).

Sebelumnya di pasal 4 juga disebutkan bahwa pendirian pusat perbelanjaan dan

toko modern wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat,

keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha menengah yang berada di

wilayah yang bersangkutan. Apabila ketentuan ini dilaksanakan dengan penuh

kehati-hatian, maka seharusnya terdapat alat analisis untuk melihat bagaimana

pengaruh dari kehadiran sebuah peritel modern di sebuah tempat. Apabila

benefit positif yang dihasilkan dari pendirian ritel modern lebih besar dari efek

negatifnya, maka pendirian pasar modern dapat dilaksanakan.

Page 26: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 25

Begitu pula sebaliknya. Atau apabila ritel modern tetap diizinkan, maka

apabila muncul efek sosial, Pemerintah sudah harus siap dengan jaringan

pengaman sosialnya. Tanpa itu, maka pemberian izin akan menjadi pusat dari

permasalahan ritel modern versus ritel kecil/tradisional. Di sisi lain, dalam pasal

12 terkait perizinan, juga terdapat klausul yang sesungguhnya apabila

dilaksanakan akan menjadi sebuah bentuk pemberdayaan peritel lokal, dimana

format-format ritel modern diutamakan diserahkan kepada pelaku usaha lokal.

Hal ini memiliki arti apabila peritel kecil/tradisional dapat berevolusi menjadi ritel

modern, maka konsumen-konsumen ritel yang selama ini menjadi milik mereka

akan loyal terhadapnya.

Keterkaitan dengan market power peritel modern dengan perizinan

sangat erat, karena cakupan penetrasi/jangkauan pasar hanya dapat dilakukan

dengan sangat baik apabila mereka bisa mendapatkan tempat-tempat yang

strategis bagi penempatan gerai-gerai mereka. Penempatan gerai ini, hanya

dapat dilakukan apabila proses perizinannya dikabulkan oleh Pemerintah.

Tidaklah mengherankan apabila pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa

kebijakan perizinan akan sangat mempengaruhi struktur industri ritel secara

keseluruhan, termasuk persoalan ritel tradisional/kecil. Melalui perizinan yang

ketat, maka perlindungan terhadap ritel kecil/tradisional dapat dilaksanakan.

Kebijakan Pembatasan Waktu Buka

Kebijakan ini merupakan sebuah bentuk nyata yang juga ditujukan untuk

melindungi ritel kecil/tradisional dengan memperhatikan bahwa ada karakter-

karakter tertentu yang selama ini dimiliki oleh ritel tradisional/kecil, yang

diharapkan bisa tetap dilaksanakan dan memberi ruang bagi mereka untuk bisa

tetap bertahan dalam persaingan ritel yang sangat ketat saat ini. Beberapa

pelaku usaha ritel kecil/tradisional membuka gerainya berbeda-beda. Untuk

warung/toko tradisional mereka melakukannnya mulai dari pagi sampai sekitar

pukul 08.00-09.00 malam. Sementara pasar tradisional biasanya buka hampir 24

jam kerja. Melalui pembatasan jam buka yang ditetapkan oleh Perpres 112/2007

dan Permendag 53/2008, maka diharapkan akan tetap ada ruang bagi pelaku

usaha ritel kecil/tradisional untuk bisa memperoleh konsumen yang berbelanja di

toko/warung dan pasar.

Page 27: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 26

Dalam Perpres 112/2007 dan Permendag 53/2008 waktu jam buka untuk

hipermarket, supermarket dan Department Store ditetapkan jam 10.00 sampai

22.00 untuk setiap hari Senin -Jum’at dan 10.00 sampai 23.00 untuk setiap hari

Sabtu – Minggu. Tetapi sayangnya hal ini tidak terjadi untuk ritel modern skala

kecil yakni minimarket dan convenience store. Padahal potensi ritel ini

mendistorsi pasar pelaku usaha ritel kecil/tradisional sangat besar sekali,

terutama bagi warung/toko jenis pop & mom store yang biasanya juga buka

sepanjang hari. Jam buka yang ditutup sekitar jam 22.00-23.00 dan dibuka

kembali jam 10.00, sangat membantu pasar tradisional yang umumnya mulai

melakukan aktivitasnya sekitar pukul 24.00 dan berakhir pukul 08.00-09.00.

Melalui model seperti ini, maka ruang bagi pasar ritel tradisional masih ada.

Kesimpulan

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk melihat secara lebih jelas

persaingan usaha ritel terkait dengan perijinan usaha yang selam ini telah

diterbitkan oleh pemerintah Kabupate Blitar, dengan perkembangan sektor

perdagangan dan jasa telah menciptakan peluang baru bagi pemerintah daerah

dalam mengembangkan perekonomiannya. Salah satunya adalah dengan

mengundang investor untuk masuk dan menanam investasi di daerahnya, tapi

yang menjadi pertimbangan penting adalah ketika investasi masuk ke Kabupaten

Blitar dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi secara

keseluruhan dan tidak mengakibatkan kerugian kepada masyarakat secara

mayoritas.

Hal ini berlaku juga atas kebijakan pemerintah Kabupaten Blitar dalam

menata dan mengatur industri ritel yang ada di wilayahnya, harapannya dengan

maraknya ritel modern tersebut tidak akan mematikan industri kecil dan UMKM

yang ada di Kabupaten Blitar; karena sektor ini merupakan tulang punggun bagi

sebagian besar masyarakat Kabupaten Blitar. Sehingga, kesimpulan dari

penelitian ini adalah:

1. Pemerintah Kabupaten Blitar masih belum mempunyai regulasi terkait

peraturan daerah tentang perpasaran yang secara umum mengatur pasar

tradisional, pasar modern dan pusat perbelanjaan.

Page 28: ringkasan eksekutif - ferryfebub.lecture.ub.ac.idperusahaan-perusahaan multinational corporate (MNC) yang sudah banyak beroperasi memunculkan persaingan-persaingan di antara pelaku

Model Aksesibilitas Perijinan Industri Kecil di Kabupaten Blitar 27

2. Dalam mengantisipasi munculnya persaingan yang tidak sehat dalam

bidang ritel, maka strategi yang dapat diterapkan adalah berupa 1).

Zonasi, 2). Perijinan dan 3). Pengaturan jam buka toko.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian ini maka rekomendasi atas

permasalahan perijinan yang sehat dalam bidang ritel dapat diberikan adalah:

1. Pemerintah Kabupaten Blitar harus mempertimbangkan untuk segera

mengatur pasar tradisional, pasar modern dan pusat perbelanjaan.

2. Meskipun pemerintah Kabupaten Blitar masih belum mempunyai

peraturan daerah tentang perpasaran setidaknya pemerintah harus

mengacu pada peraturan yang lebih tinggi sebagai acuan dalam

mengambil kebijakan atas perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional

dan penataan pasar modern.

3. Pemerintah Kabupaten Blitar perlu untuk melakukan sebuah kajian

komprehensif dalam upaya membuat naskah akademik penyusunan

peraturan perijinan dalam upaya menciptakan iklim usaha yang sehat dan

kondusif.