RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi...

15
BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN – SETJEN DPR RI ( Landasa Belanja Umum, dan Da formula kecende St dalam Pemikiran an Pemikira transfer Dana Alok na Penyes dalam me erungannya Sum Sum 5 10 15 20 25 30 35 timulasi Ke Perbaikan terhadap an ke daerah kasi Khusu suaian. Sec enetapkan a selalu me Grafik mber : APBN ber : APBN 186 0 50 00 50 00 50 00 50 Ana ebijakan Be ketimpang Kebijakan h terdiri d us, Dana cara umum besaran a eningkat. 1. Belanja dan Nota K Grafik 2. A dan Nota K 192 alisis : elanja Tran gan Kondis Alokasi Tra dari Dana Bagi Hasil m belanja alokasinya Transfer k Keuangan 20 Alokasi DA Keuangan 20 225 2 sfer ke Da si Ekonomi ansfer ke D Perimbang ) serta Da transfer . Tiap tahu ke Daerah 009 – 2013, AU 009 – 2013, 273.8 311 erah Regional Daerah 201 gan ( Dan ana Otonom ke daerah unnya dan , diolah. diolah. 1.14 14 ) na Alokasi mi khusus h memiliki na transfer

Transcript of RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi...

Page 1: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

(

Landasa

Belanja Umum, dan Daformulakecende

Stdalam

Pemikiran

an Pemikira

transfer Dana Alok

na Penyes dalam meerungannya

Sum

Sum

5

10

15

20

25

30

35

timulasi KePerbaikan terhadap

an

ke daerahkasi Khususuaian. Secenetapkan a selalu me

Grafik

mber : APBN

ber : APBN

186

0

50

00

50

00

50

00

50

Anaebijakan Be

ketimpangKebijakan

h terdiri dus, Dana cara umumbesaran a

eningkat.

1. Belanja

dan Nota K

Grafik 2. A

dan Nota K

192

alisis : elanja Trangan KondisAlokasi Tra

dari Dana Bagi Hasil

m belanja alokasinya

Transfer k

Keuangan 20

Alokasi DA

Keuangan 20

225

2

sfer ke Dasi Ekonomi ansfer ke D

Perimbang) serta Da transfer

. Tiap tahu

ke Daerah

009 – 2013,

AU

009 – 2013,

273.8311

erah Regional

Daerah 201

gan ( Danana Otonomke daerah

unnya dan

, diolah.

diolah.

1.14

14 )

na Alokasi mi khusus h memiliki na transfer

Page 2: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Selama daerah 14,26 %dan 492012, dprosentRp311,1

Sum

Sum

Tahun 20(kabupate

%. Pada t1 kabupatdikarenakaase DAU 1T.

5

10

15

0

10

20

30

40

ber : APBN

ber : APBN

009-2013 en/kota maahun 2013ten/kota ) an Pendapmengalam

73.

0

50

00

50

24.8

0

0

0

0

0

2009

Grafik 3. A

dan Nota K

Grafik 4.

dan Nota K

dana tranaupun pro3, hampir s

mendapapatan Dalami peningk

.8 89.6

21.1

2010

Alokasi DB

Keuangan 20

Alokasi DA

Keuangan 20

nsfer pemvinsi) rataseluruhnya

atkan kenaam Negeriatan signi

96.7

25.2

2011

BH

009 – 2013,

AK

009 – 2013,

erintah pua-rata mena dari 524 aikan DAUi (PDN) yifikan dari

108.4 10

26.13

2012 20

diolah.

diolah.

usat ke pngalami pedaerah (3 dari alok

yang menj Rp273,8T

01.9

1.6

013

emerintah eningkatan33 provinsi kasi tahun jadi basis T menjadi

Page 3: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 3 

Dalam kurun waktu 2009-2013 seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, masih terlihat bahwa ketergantungan keuangan daerah akan transfer dari pemerintah pusat cukup tinggi. Walau nilainya secara absolut cenderung menurun, namun proporsi dana transfer mendominasi pendapatan daerah. Proporsi dana transfer rata-rata 5 tahun terakhir pada kabupaten/kota mencapai 90% sedangkan di daerah provinsi dominasinya mencapai 53%.

Tabel 1. Persentase Kontribusi Dana Transfer terhadap Pendapatan Daerah

Tahun Kontribusi (%)

Kabupaten/Kota Provinsi

2008 90,28 41,99

2009 90,64 53,48

2010 89,35 53,58

2011 89,07 50,67

2012 88,81 49,38

Sumber : Direktorat EPIKD-DJPK 2013, diolah.

Permasalahan : Ketimpangan Ekonomi Regional

Tujuan utama tranfer ke daerah, dalam kebijakan desentralisasi fiskal ( sesuai UU No. 33 Tahun 2004 ) adalah sebagai : (1) kesinambungan kebijakan fiskal (fiscal sustainability) secara makro; (2)mengoreksi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) antara Pusat dan Daerah; (3)mengoreksi ketimpangan horisontal (horizontal imbalance) antar daerah; (4)meningkatkan akuntabilitas, efektivitas & efisiensi Pemda; (5)meningkatkan kualitas pelayanan publik; (6)meningkatkan partisipasi masyarakat dlm pembuatan keputusan. Untuk itu instrumen transfer menjadi sangat strategis untuk tujuan meminimumkan ketimpangan fiskal antar daerah, sekaligus memeratakan kemampuan antar daerah (equalization grant).

Bagaimanakah impact transfer ke daerah terhadap ketimpangan ekonomi regional setelah lebih dari 10 tahun pelaksanaannya? Beberapa data mengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, diuraikan sebagai berikut :

Page 4: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 4 

Distribusi Penduduk dan Pendapatan Domestik Regional Bruto

Tabel 2. Distribusi Penduduk 1971–2010 (%)

Region : Kepulauan 1971 1980 1990 2010

Sumatera 17.7 19.1 20.4 21.3

Jawa 64.7 62.1 60.2 57.5

Bali & Nusa Tenggara 5.6 5.4 5.3 5.5

Kalimantan 4.4 4.6 5.1 5.8

Sulawesi 6.6 7.1 7.0 7.3

Maluku & Papua 0.9 1.8 2.0 2.6 Sumber : Data BPS 1970- 2011, diolah.

Tabel 3. Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB 1971–2010 (%)

Region : Kepulauan 1971 1980 1990 2010

Sumatera 29.0 32.3 25.2 23.0

Jawa 54.5 46.5 56.8 58.8

Bali & Nusa Tenggara 3.4 2.5 2.9 2.8

Kalimantan 5.4 11.3 9.1 9.2

Sulawesi 6.0 4.8 4.1 4.6

Maluku & Papua 1.7 2.6 1.9 2.3

Sumber : Data BPS 1970- 2011, diolah.

Tabel 4. Distribusi PDRB Jawa/Luar Jawa 1971- 2010 (%)

Region : Kepulauan

Distribusi

PDRB

PDRB/kapita

(relatif thd Jawa)

1971 1990 2010 1971 1990 2010

Sumatera 29.0 25.2 23.0 1.94 1.31 1.07

Jawa 54.5 56.8 58.1 1.00 1.00 1.00

Bali & Nusa Tenggara 3.4 2.9 2.7 0.71 0.59 0.49

Kalimantan 5.4 9.1 9.1 1.41 1.89 1.56

Sulawesi 6.0 4.1 4.6 0.94 0.62 0.62

Maluku & Papua 1.7 1.9 2.4 1.24 1.06 0.90

Sumber : Data BPS 1970- 2011, diolah.

Page 5: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 5 

Dari gambaran tersebut, terlihat bahwa dari tahun 1971 – 2010 distribusi PDRB nyaris tidak berubah dan proporsi relatif pendapatan per kapita regional terhadap regional pulau Jawa secara umum justru menurun.

Gambaran ini sejalan dengan hasil analisis Analis APBN yang dalam spasial-lag model 1 tidak menemukan perbedaan signifikan pertumbuhan PDRB dari 420 kabupaten/kota sebagai dampak dari kebijakan transfer ke daerah, walaupun secara absolut signifikan berdampak pada peningkatan PDRB. Dominasi pertumbuhan di Jawa terlihat juga pada trend pertumbuhan PDRB kurun waktu 2004-2010, dimana proporsi Jawa pada pertumbuhan PDB lebih dari 50% tiap tahun. 2

Meskipun BPS mencatat indeks Williamson yang digunakan untuk mengukur kesenjangan antar wilayah, dan disparitas ekonomi wilayah mencatat angka 0,82 pada 2010; 0,836 pada 2006; 0,871 pada 2005; dan 0,869 pada 2004, terus membaik namun angka tersebut masih mengambarkan adanya kesenjangan yang cukup tinggi secara absolut.

Temuan lain indeks williamson (IW) 3 ternyata tidak memperlihatkan perbaikan ketimpangan fiskal antar daerah. Pengamatan pada tahun 2001, 2008 dan 2010, angka IW tetap berada pada posisi 0,7. Artinya, diukur dengan IW, ketimpangan fiskal antar daerah tidak mengalami pemburukan, namun juga tidak membaik. Selain Indeks williamson, beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan fiskal antara daerah seperti [1] Rata-rata PDRB (Mean) [2]koefisien variasi (KV) dan [3] rasio pendapatan PDRB maksimum terhadap PDRB minimum (RMM) juga memperlihatkan tidak adanya perbaikan yang signifikan dari ketimpangan kondisi perekonomian antar daerah.

                                                            1 Model . ; dimana R2= 0,988. corr2=0,844. = 0,05.

Tim Analis APBN, ‘Analisis Kontribusi Transfer Daerah (DAU,DBH dan DAK) terhadap Pertumbuhan PDRB’, Bagian Analisa APBN Setjen DPR RI : 2008.

2 Bambang Juanda, Evaluasi Kebijakan Transfer ke Daerah, 2013. 3 Prof. Robert A. Simanjuntak, Ph.D, Pengalokasian APBN ke Daerah : DAU, LPEM,

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia , 2013.  

Page 6: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 6 

Tabel 5. Ketimpangan Fiskal Antar Daerah

Indikator

PDRB

2000 2001 2002 2008 2010

Mean 205,044 616,643 705,198 2,505,932 2.838.845

KV 0,76 1,16 1,02 1,13 1,16

RMM 32:1 60:1 42:1 69:1 74:1

Sumber : Data BPS 1970- 2011, diolah

Angka koefisien variasi memperlihatkan bahwa ketimpangan fiskal antar daerah kabupaten/kota dalam periode 2001-2010 tidak mengalami perbaikan. Sedangkan rasio PDRB maksimum dengan minimum (RMM) 4 justru menunjukkan dalam periode 2001-2010 terjadi peningkatan ketimpangan. Jika pada tahun 2001 RMM adalah 60:1 (pendapatan perkapita daerah terkaya adalah 60 kali pendapatan perkapita daerah termiskin, maka pada tahun 2010 RMM meningkat menjadi 74:1).

Kebijakan : Keberpihakan kepada Pemerataan Pembangunan

Sebagai suatu masalah struktural, ketimpangan ekonomi regional membutuhkan kebijakan pemerintah yang bersifat extraordinary. Sepeti diketahui, kebijakan otonomi daerah ( sesuai UU No. 32 Tahun 2004) seharusnya menempatkan Pemerintah Daerah sebagai unit ekonomi untuk penciptaan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya diperlukan sinergi kebijakan dan pendanaan pembangunan di tingkat pusat dan regional. Dimana pembangunan yang direncanakan pemerintah pusat harus bisa optimal dieksekusi di daerah, begitu pula apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan pemerintah daerah juga harus bisa ditangkap oleh pemerintah pusat melalui mekanisme perencanaan pembangunan.

Stimulus terhadap Pertumbuhan PDRB Daerah

Mengingat besarnya ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari Pemerintah Pusat, maka konstruksi bentuk pendanaan (ketentuan terhadap mekanisme perencanaan, penggunaan hingga pertanggung jawaban) menjadi sangat strategis. Pendanaan dari pusat harus bisa dievaluasi dengan mudah sehingga dapat menjadi masukan perbaikan.

                                                            4 RMM = r Max/r Min :1 , KV = ρ/ʍ x 100% dimana r nilai PDRB, ρ=nilai PDRB

polpulasi, ʍ= nilai PDRB rata-rata. 

Page 7: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 7 

Menjadi penting untuk melakukan analisis bentuk transfer yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, salah satu metode yg bisa dilakukan dengan menjadikan pertumbuhan PDRB menjadi acuan. Beberapa penelitian Elfira (2005), Nugroho (2005), Waluyo (2007), Adi (2007) dalam Setiadi (2009)5 mengungkapkan bahwa dengan variasi yang berbeda, transfer ke daerah signifikan pempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah. Disimpulkan juga bahwa bentuk transfer yang spesifik peruntukannya, terutama untuk kegiatan pembangunan infrastruktur lebih berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Senada dengan hal tersebut, estimasi model ekonometrika gabungan 10 provinsi (Jawa/Bali dan luar Jawa/Bali) diperoleh besaran hubungan antara investasi prasarana jalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional 0,92%. 6 Hubungan investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, adalah sebesar 60% (Suyono Dikun, 2003). Bahkan studi dari World Bank (1994) disebutkan elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di suatu negara dapat mencapai 0,44. Secara empiris dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan infrastruktur mempunyai efek stimulasi yang relatif besar terhadap pertumbuhan ekonomi (secara makro dan mikro) serta perkembangan suatu negara atau wilayah. Pembangunan infrastruktur mutlak diperlukan terutama dalam upaya meningkatkan perekonomian suatu wilayah. Dengan adanya infrastruktur dapat mempermudah aktivitas ekonomi masyarakat dan juga meningkatkan produktivitas serta output/pendapatan.

Keberpihakan : Pembangunan Daerah Tertinggal

Ketimpangan ekonomi wilayah di suatu negara ditandai dengan adanya daerah-daerah yang memiliki kondisi atau karakteristik ekonomi yang berbeda secara signifikan (berada dibawah rata-rata kondisi wilayah lainnya). Di Indonesia wilayah yang memiliki ketimpangan ekonomi ini dikenal dengan istilah daerah tertinggal. Daerah tertinggal merupakan suatu wilayah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik. 7 Daerah tertinggal memerlukan berbagai kebijakan khusus untuk

                                                            5 Setiadi, Handriyanto. ‘Pengaruh Sumber-Sumber APBD (DAU, DAK dan PAD)

terhadap Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Indonesia, FE Trisakti, 2009. 6 Harlan Pangihutan, 2008, Pangihutan, Pemodelan Hubungan Investasi Prasarana

Jalan Dengan Pertumbuhan Ekonomi Nasional Dan Regional, Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan TA. 2008, pp 1-2, 2008.

7 Ir. HA. Helmy Faizal Zaini, Strategi Percepatan Pembangunan daerah Tertinggal, Kementerian PDT RI, 2010.

Page 8: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 8 

menstimulasi menjadi daerah maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014, telah ditetapkan daftar 183 kabupaten yang masuk katagori daerah tertinggal. Penentuan 183 kabupaten tertinggal tersebut didasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria utama, yaitu : (1) perekonomian masyarakat, (2) sumberdaya manusia; (3) infrastruktur (prasarana); (4) kemampuan keuangan lokal (celah fiskal); (5) aksesibilitas dan (6) karakteristik daerah.8 Selain kriteria dasar tersebut, juga dipertimbangkan kondisi kabupaten yang berada di daerah perbatasan antar negara, daerah rawan bencana dan daerah yang ditentukan secara khusus.

Setidaknya hingga 5 tahun terakhir, secara secara khusus keberpihakan APBN pada daerah tertinggal terdapat pada ketentuan pengalokasian DAK, dimana terdapat formulasi penilaian Kriteria Khusus, berdasarkan karakteristik daerah, antara meliputi: daerah Tertinggal. Beberapa tahun terakhir juga muncul keberpihakan kebijakan dalam APBN, misalnya pada kebijakan APBN 2013. Dalam APBN 2013, terdapat tambahan DAK yang dialokasikan untuk 183 daerah tertinggal dan diarahkan penggunaannya untuk Bidang Infrastruktur Jalan dan Infrastruktur Pendidikan. Pilihan untuk meletakkan porsi tambahan pada DAK, cukup beralasan mengingat DAK mengutamakan kegiatan pembangunan dan/atau pengadaan dan/atau peningkatan dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang dan sesuai prioritas nasional.

Selain dalam format alokasi DAK, keberpihakan terhadap daerah tertinggal juga dilakukan dalam format dana penyesuaian, walau tidak juga secara spesifik menunjuk daerah tertinggal tetapi menggunakan kriteria-kriteria kemampuan keuangan dan infrastruktur daerah untuk pengalokasiannya. Secara historis dalam 3 tahun terakhir terdapat alokasi dana penyesuaian yang dipergunakan untuk mendanai kegiatan pembangunan infrastruktur.

                                                            8 BPS, Sistem Informasi Statistik Daerah Tertinggal, 2013.

Page 9: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 9 

Pada APBN 2011 ditetapkan Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan infrastruktur dan percepatan pembangunan daerah. 9

Pada APBN 2012 ditetapkan Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (DP2D2) .Penggunaan DP2D2 ditujukan untuk mendukung kegiatan di bidang infrastruktur jalan, irigasi, dan air minum. 10

APBN 2013 juga mengalokasikan dana penyesuaian berupa Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) yang akan diberikan kepada Pemerintah daerah percontohan atas keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan infrastruktur yang didanai melalui DAK dengan hasil/output yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Tabel 6. Alokasi DAK 2012 Tambahan Daerah Tertinggal

Tahun Anggaran

Alokasi (triliun) Rata-rata (miliar)

NonTertinggal

TertinggalNon

TertinggalTertinggal

2012 14,30 10,48 46,44 57,27 2013 Sebelum DAK Tambahan

14,93 12,92 48,49 70,63

2013 setelah DAK tambahan

14,93 14.92 48,49 81,56

Sumber : APBN dan Nota Keuangan 2012-2013, diolah

Keberpihakan : Prioritas Sektor Ekonomi

Memperkecil ketimpangan dalam rangka mewujudkan keadilan sosial merupakan alasan utama bagi mendesaknya kebutuhan APBN yang berperspektif keadilan. Kebijakan desentralisasi fiskal, seharusnya menjadi salah satu jawaban untuk penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi ini. Namun karena terbatasnya APBN, kebijakan anggaran dipataskan pada pilihan-pilihan, sehingga perumusan prioritas menjadi langkah yang sangat strategis.

                                                            9 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor.25/PMK.07/2011 tentang Pedoman

Umum dan Alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Tahun Anggaran 2011.

10 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 149/PMK.07/2012 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi tahun anggaran 2012.

Page 10: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 10 

Setidaknya ada 2 dimensi pertimbangan dalam menentukan prioritas alokasi anggaran, (1) sektor ekonomi, (2) kewilayahan. Prioritas utama pembangunan pastilah yang menyangkut pelayanan publik seperti beberapa prioitas yang terdapat dalam RPJMN 2010-2014 seperti reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan, pendidikan, dan kesehatan. Prioritas lainnya dalam dimensi ekonomi, seperti penanggulangan Kemiskinan, ketahanan Pangan, infrastruktur, iklim investasi dan usaha serta energi. Kemudian prioritas yang menyangkut dimensi kewilayahan seperti infrastruktur, daerah tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pascakonflik. Semua prioritas tentu bersifat sangat umum, sehingga kemudian diperlukan kejelian masing-masing kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah menterjemahkan dalam prioritasnya masing-masing. Pada tahapan pembahasan pengalokasian anggaran untuk membiayai berjalannya pembangunan sesuai prioritas-prioritas tersebut, Pemerintah dan DPR kembali dihadapkan pada pilihan-pilihan 2 dimensi diatas. Untuk itu diperlukan dasar pemikiran, analisis dan data-data pendukung yang memadai untuk menjadi bahan pertimbangan. Karena bila seperti yang tentukan dalam RPJP dan RPJMN bahwa target pertumbuhan ekonomi adalah salah satu tujuan utama, maka ketepatan pengalokasian menjadi syarat utama. Sebagai contoh, berikut dilakukan analisis sederhana mengenai dampak stimulasi transfer kedaerah yang spesifik, yaitu DAK terhadap pertumbuhan PDRB daerah. Analisis dilakukan dengan statistik parametrik sederhana, terlebih dulu melakukan Clustering11 wilayah kabupaten kota dengan melakukan pembagian 3 dimensi pengelompokan, yaitu: (1) kapasitas fiskal, dengan mengelompokan kondisi fiskal tinggi-sedang-rendah, menggunakan rasio dari variabel besaran sumber pendapatan daerah yang antara lain terdiri dari PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil SDA; (2) kondisi geografis, dengan mengelompokan Jawa/Bali dan Non Jawa/Bali dan (3) sektor ekonomi unggulan daerah, dengan mengelompokkan basis perekonomian sektor pertanian dan non basis pertanian, dilakukan dengan pengelompokan proporsi PDRB sektor pertanian /PDRB total.

                                                            11 Clustering menggunakan prosedur Non Hirarkhi Parallel Threshold (K-Means

Analysis), uji Bartlett sphericity dan uji Kaiser-Mayer-Olkin (KMO).

Page 11: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 11 

Tabel 7. Nilai PDRB dan PDRB sektor pertanian terhadap belanja transfer spesifik (alokasi DAK dan DAK pertanian) dengan Clustering Karakteristik Kewilayahan Kabupaten/Kota (2005-2010)12

Korelasi alokasi DAK Total terhadap PRDB Total

Clustering Wilayah

Kapasitas Fiskal Rendah

Kapasitas Fiskal Sedang

Kapasitas Fiskal Tinggi

Jawa/Bali Luar Jawa/Bali Luar Jawa/Bali Luar

Korelasi 0,871 0,941 0,871 0,852 0,54 0,64

. sig. sig.  sig.  sig.  sig.  sig. 

Korelasi alokasi DAK Pertanian terhadap PRDB Sektor Pertanian

Clustering Wilayah

Kapasitas Fiskal Rendah

Kapasitas Fiskal Sedang

Kapasitas Fiskal Tinggi

Jawa/Bali Luar Jawa/Bali Luar Jawa/Bali Luar

Korelasi

(Pertanian) 0,897 0,987 0,715 0,852 0,423 0,524

. sig. sig.  sig.  sig.  sig.  sig. 

Korelasi (Non

Pertanian)

0,352 0,541 0,523 0,534 0,361 0,767

. sig. sig.  sig.  sig.  sig.  sig. 

Sumber : hasil analisis.

Dari tabel diatas, secara sederhana dapat dilihat bahwa ketepatan sasaran dalam pengalokasian anggaran sangat krusial. Hal ini dikarenakan ada perbedaan yang signifikan dampak transfer ke daerah yang dialokasikan ke pada daerah (kabupaten/kota) dengan dimensi kapasitas fiskal, geografis kepulauan dan sektor ekonomi utama daerah.

Secara umum, korelasi alokasi DAK terhadap pertumbuhan PDRB lebih besar pada daerah-daerah dengan kapasitas fiskal rendah. Sedangkan perbedaan dampak terhadap wilayah kepulauan Jawa/Bali dan luar Jawa/Bali tidak signifikan. Sedangkan secara lebih khusus, korelasi DAK bidang pertanian terhadap pertumbuhan PDRB sektor pertanian lebih

                                                            12 Menggunakan koefisien korelasi Pearson (r), dengan uji normalitas Kolmogorov -

Smirnov dan uji Shapiro Wilk, dengan data panel 362 kabupaten kota tahun 2005-2010.

Page 12: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 12 

besar pada daerah-daerah dengan basis ekonomi pertanian. Pada daerah-daerah dengan kapasitas fiskal tinggi, bahkan tidak ditemukan signifikansi korelasi DAK bidang pertanian terhadap pertumbuhan PDRB sektor pertanian.

Kegagalan Transfer Daerah Mendorong Pertumbuhan Ekonomi: Proporsi Besar Belanja Pegawai

Kegagalan transfer daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah juga disebabkan sebagian besar transfer tersebut habis digunakan untuk membiayai belanja pegawai daerah. Hasil kajian yang dilakukan oleh Fitra13 tahun 2011 menunjukkan bahwa terdapat 124 daerah yang belanja pegawainya menghabiskan 60 persen lebih anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2011. Apabila dipersempit lagi, ada 16 daerah yang menggunakan 70 persen atau lebih dana APBD hanya untuk membayar gaji pegawai. Bahkan terdapat daerah yang 83 persen anggarannya tersedot untuk APBD. Pemerintahpun mengakui masalah terkait dengan belanja pegawai dan belanja rutin yang sangat besar. Akibatnya, ruang untuk belanja pembangunan dan pelayanan publik menjadi kecil.14

                                                            13 Fitra, ‘Tahun Pembajakan Anggaran Oleh Elit, Mengabaikan Kesejahteraan Rakyat’

Catatan Akhir Tahun: Refleksi atas Penganggaran’. 2011. 14 Boediono Belanja Pegawai Masih Jadi Masalah Otda, http://www.republika.co.id

/berita/nasional/umum/13/02/12/mi3wo2-wapres-belanja-pegawai-masih-jadimasa-lah-otda , 12 Februari 2013.

 

Page 13: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 13 

Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Kesimpulan

A. belanja transfer ke daerah yang merupakan pendanaan dari kebijakan desentralisasi fiskal (otonomi daerah) mengalami peningkatan setiap tahun.

B. Proporsi dari kontribusi dana transfer ke daerah relatif tinggi untuk daerah ( provinsi kabupaten/kota).

C. Belanja transfer berdampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.

D. Belanja transfer berdampak positif sangat lemah terhadap peningkatan/perbaikan kesenjangan ekonomi antar wilayah dan daerah.

E. Diperlukan kebijakan khusus (extraordinary) pada alokasi APBN untuk usaha peningkatan/perbaikan kesenjangan ekonomi antar wilayah dan daerah.

F. Alokasi belanja infrastruktur memiliki dampak positif yang paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

G. Secara umum, korelasi alokasi DAK terhadap pertumbuhan PDRB lebih besar pada daerah-daerah dengan kapasitas fiskal rendah.

F. Korelasi DAK bidang pertanian terhadap pertumbuhan PDRB sektor pertanian lebih besar pada daerah-daerah dengan basis ekonomi pertanian.

g. ketepatan sasaran dalam pengalokasian anggaran sangat krusial.

Rekomendasi Kebijakan

1. Sejalan dimungkinkan oleh aturan perundang-undangan yang berlaku, seperti halnya ketentuan dalam UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan, untuk mengatasi kesenjangan ekonomi antar wilayah dan daerah diperlukan pengalokasian secara khusus (extraordinary) kepada daerah tertinggal.

2. Clustering daerah yang lebih terperinci dengan basis perekonomian daerah, untuk menjadi pertimbangan pengalokasian transfer ke daerah yang spesifik seperti DAK.

Page 14: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 14 

Clustering ini dapat memanfaatkan semua sumberdaya dan data, seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) serta Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

3. Diperlukan landasan hukum bagi keberpihakan kepada perbaikan kesenjangan ekonomi daerah selain unsur-unsur yang terdapat dalam UU No.32/2004, sehingga pengalokasian kepada daerah-daerah tertinggal ini tidak menjadi polemik hukum.

Page 15: RI DPR SETJEN APBN PELAKSANAAN DAN  · PDF filemengenai kondisi historis ketimpangan ekonomi regional Indonesia, ... Tim Analis APBN, ... sumberdaya manusia; (3) infrastruktur

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 15 

Executive Summary

Instrumen transfer ke daerah menjadi strategis untuk tujuan

meminimumkan ketimpangan fiskal antar daerah, sekaligus memeratakan

kemampuan antar daerah (equalization grant). Namun, impact transfer ke

daerah terhadap ketimpangan ekonomi regional setelah lebih dari 10 tahun

pelaksanaannya hampir tidak terlihat. Distribusi PDRB nyaris tidak berubah

dan tidak menemukan perbedaan signifikan pertumbuhan PDRB sebagai

dampak dari kebijakan transfer ke daerah. Padahal, belanja transfer ke

daerah yang merupakan pendanaan dari kebijakan desentralisasi fiskal

(otonomi daerah) mengalami peningkatan setiap tahun.

Dalam analisis, disimpulkan bahwa secara umum belanja transfer

berdampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah,

namun berdampak positif sangat lemah terhadap peningkatan/perbaikan

kesenjangan ekonomi antar wilayah dan daerah.

Untuk itu, diperlukan kebijakan khusus (extraordinary) pada alokasi APBN

untuk usaha peningkatan/perbaikan kesenjangan ekonomi antar wilayah

dan daerah. Kebijakan ini dilakukan dengan memberikan transfer khusus

bagi daerah-daerah tertinggal, terutama untuk penggunaan pembangunan

infrastruktur yang memiliki dampak positif yang paling besar terhadap

pertumbuhan ekonomi daerah. Namun, penggunaan harus tepat sasaran

dalam pengalokasian anggaran, dikarenakan ada perbedaan yang signifikan

dampak transfer ke daerah yang dialokasikan ke pada daerah

(kabupaten/kota) dengan dimensi kapasitas fiskal, geografis kepulauan dan

sektor ekonomi utama daerah