Rhinotonsilofaringitis
description
Transcript of Rhinotonsilofaringitis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) merupakan penyakit akut yang paling
umum dievaluasi dalam situasi rawat jalan. Saluran pernapasan bagian atas
meliputi sinus, hidung, nasofaring, orofaring dan laringofaring yang berfungsi
sebagai jalan masuk menuju trakea, bronki, dan ruang alveolar paru. Infeksi
saluran pernapasan atas umumnya disebabkan oleh virus, namun dapat disertai
infeksi sekunder oleh bakteri.
ISPA merupakan penyebab morbiditas yang signifikan dengan prevalensi dari
tahun ke tahun yaitu sekitar 21,6% di daerah perkotaan. ISPA dengan signifikan
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien karena gejala-gejala sistemik yang
menyertainya seperti fatigue, sakit kepala serta gangguan kognitif. Faktor risiko
terjadinya ISPA meliputi faktor internal (daya tahan tubuh dan adanya penyakit
sistemik) dan eksternal (lingkungan fisik, biologi dan sosial).
Rinotonsilofaringitis akut merupakan peradangan pada mukosa hidung, tonsil dan
faring yang dapat disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri yang berlangsung
kurang dari 14 har. ISPA dapat menyebar melalui kontak langsung dengan sekresi
nasal penderita dan droplet respirasi. Agen infeksius menginfeksi sel-sel tubuh
melalui perlekatannya dengan reseptor selular spesifik, ICAM-1 dan reseptor
LDL, yang mengakibatkan edema akibat vasodilatasi pembuluh darah pada
mukosa serta hipersekresi kelenjar. Hal tersebut menimbulkan menimbulkan
beberapa gejala, yaitu batuk, rinorea, demam, penurunan nafsu makan dan yang
paling sering dikeluhkan pasien adalah nyeri tenggorokan.
Penatalaksanaan rinotonsilofaringitis akut akibat infeksi virus meliputi istirahat
yang cukup dan penanganan simtomatik, seperti penggunaan dekongestan,
antipiretik dan analgetik. Antibiotik diberikan apabila terdapat tanda-tanda infeksi
bakteri. Pencegahan rinotonsilofaringitis ditekankan pada pencegahan penularan
melalui droplet respirasi, dekontaminasi agen infeksius, mempertahankan daya
2
tahan tubuh yang baik dengan istirahat dan makan yang bergizi.
Rinotonsilofaringitis memiliki prognosis yang baik, namun apabila telat ditangani,
dapat menyebabkan komplikasi otitis media akut dan sinusitis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Hidung, Tonsil dan Faring
Hidung terbagi atas dua bagian yaitu hidung bagian luar dan kavum nasi. Hidung
luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan
menyempitkan rongga hidung. 1,2 Kavum nasi berbentuk terowongan, dipisahkan
oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga rongga hidung terbagi menjadi
kavum nasi kanan dan kiri. Pintu masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior dan bagian belakang disebut koana yang menghubungkan kavum nasi
dengan nasofaring.1 Tiap kavum nasi memiliki 4 dinding, yaitu dinding medial,
lateral, inferior dan superior. Dinding medial kavum nasi dibatasi oleh septum
nasi, dinding lateral dibatasi oleh konka nasalis dan meatus nasi, dinding inferior
dibatasi oleh dasar kavum nasi, dan dinding superior dibatasi oleh lamina
kribiformis.1
Pada dinding lateral kavum nasi terdapat 3 konka nasalis, yaitu konka inferior,
medius dan superior.1 Diantara konka-konka tersebut terdapat rongga sempit yang
4
disebut meatus. Berdasarkan letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior,
medius dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan
rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis.
Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral kavum nasi.
Pada meatus ini terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan
infundibulum etmoid. Hiatus seminularis merupakan suatu celah sempit dimana
terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.1,2,3
Bagian bawah kavum nasi divaskularisasi oleh cabang a.maksilaris internal.
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang a.fasialis. Pada bagian
depan septum terdapat anastomosis cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid
anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus
Kiesselbach. Pleksus ini letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma,
sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung bermuara ke
v.oftalmika yang berubungan langsung dengan sinus kavernosus. Vena-vena ini
tidak memiliki katup, sehingga memudahkan terjadinya penyebaran infeksi
sampai ke intrakrania.1,2 Hidung diinervasi oleh cabang-cabang nervus trigeminus
yaitu ramus oftalmikus dan ramus maksilaris.
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak
pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi
membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam
faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam
“Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripte. Adapun struktur yang terdapat
Palatum molle Uvula Arkus Anterior Arkus Posterior Tonsil
5
di sekitar tonsilla palatina adalah arcus palatoglossus pada bagian anterior, arcus
palatopharyngeus pada bagian posterior, palatum mole pada bagian superior, 1/3
posterior lidah pada bagian inferior, ruang orofaring pada bagian medial, dan
jaringan areolar longgar pada bagian lateral. Tonsil palatina diinervasi oleh N. IX
(glossopharyngeus).
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang dibagi menjadi 3, yaitu
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Batas atas nasofaring adalah dasar
tengkorak, dan batas bawahnya adalah palatum mole, batas depan adalah rongga
hidung, dan batas bawah adalah vertebra servikal. Nasofaring berhubungan
dengan struktur penting, yaitu adenoid, koana, foramen jugulare, dan muara tuba
eustachius. Orofaring memiliki batas atas palatum mole, batas bawah tepi atas
epiglotis, batas bawah depan rongga mulut, dan batas belakang adalah vertebra
servikal. Struktur yang terdapat pada rongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsil palatina, arkus faring anterior dan posterior serta uvula. Batas
laringofaring di sebelah atas adalah tepi atas epiglotis, batas bawah adalah
esofagus, batas depan adalah laring, dan batas belakang adalah vertebra servikal.
2.2. Fisiologi Hidung dan Tonsil Palatina
Hidung mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting, antara lain sebagai jalan
nafas, alat pengatur kondisi udara (air conditioner), penyaring udara (filter),
sebagai penghidu, untuk resonansi suara, ikut membantu proses bicara dan refleks
nasal. Adanya kelainan pada hidung akan menyebabkan gangguan terhadap fungsi
hidung tersebut dan menimbulkan berbagai macam gejala penyakit.1
Tonsil merupakan organ yang terlibat dalam pembentukan imunitas lokal dan
sebagai pertahanan imunitas tubuh manusia. Sel limfosit B berproliferasi di
Germinal center sedangkan imunoglobulin (Ig G, A, M, D), komplemen,
interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsillar. Antigen yang
masuk akan ditangkap oleh sel APC (antigen presenting cells), makrofag dan sel
dendrit. Bersamaan dengan ini makrofag melepaskan mediator berupa limfokin,
interleukin-1 (IL-l) untuk mengaktifkan sel T. Kemudian sel T melepaskan
interleukin-2 (IL-2) yang akan merangsang limfosit B berdiferensiasi menjadi sel
6
plasma. Sel plasma pada awalnya akan membentuk imunoglobulin M kemudian
diikuti pembentukan imunoglobulin A dan IgG. Sebagian dari limfosit B menjadi
sel memori dan Imunoglobulin A secara pasif akan berdifusi ke lumen.
2.3 Definisi dan Etiologi Rhinotonsilofaringitis Akut
Rinotonsilofaringitis akut adalah suatu peradangan akut pada mukosa hidung,
tonsil dan faring yang berlangsung kurang dari 14 hari. Rinotonsilofaringitis akut
dapat disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri. Virus yang dapat menjadi
etiologi ISPA antara lain, virus influenza, parainfluenza, adenovirus, dan
rhinovirus. Sedangkan penyebab bakteri adalah Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus aureus, Haemophylus influenzae, Streptococcus haemolyticus,
dan yang tersering adalah group A Streptococcus β haemolyticus.
2.4 Patofisiologi Rhinotonsilofaringitis Akut
Agen infeksius menyebar melalui kontak langsung dengan droplet respirasi dan
menginfeksi sel tubuh melalui perlekatannya dengan reseptor selular spesifik,
yaitu ICAM-1 dan reseptor LDL. Hal ini mengakibatkan terjadinya edema akibat
vasodilatasi pembuluh darah mukosa, hiperemia, kongesti konka nasalis dan
terjadi hipersekresi kelenjar seromukus dan sel Goblet. Selain itu, terjadi infiltrasi
oleh sel inflamasi yang memicu pelepasan sitokin, menimbulkan gejala sistemik
seperti demam, malaise dan myalgia. Sedangkan pelepasan mediator inflamasi
bradikinin menyebabkan gejala lokal seperti nyeri tenggorokan dan iritasi hidung.
Pada infeksi bakteri, sekret yang mula-mula encer dan jernih akan berubah
menjadi kental dan mukoid, berwarna kuning dan mengandung nanah
(mukopurulen). Pada infeksi mukosa yang disebabkan oleh bakteri group A
Streptococcus β haemolyticus, dapat terjadi kerusakan jaringan yang hebat, karena
bakteri ini melepaskan toksin ekstraseluler yang dapat menimbulkan demam
reumatik, kerusakan katup jantung dan glomerulonefritis akut akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi.[2,6]
2.5 Gejala Klinis Rhinotonsilofaringitis Akut
7
Gejala rinitis akut dapat didahului gejala faringitis sehingga timbul gejala panas,
batuk dan pilek. Gejala klinis yang dapat dilihat pada rhinitis akut adalah bersin-
bersin, kongesti konka, hipersekresi kelenjar dan rasa gatal pada hidung.Gejala
tonsillitis dan faringitis yang umumnya terdapat adalah adanya pembengkakan
tonsil, hyperemia tonsil, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, demam, tidak nafsu
makan, malaise dan nyeri pada daerah leher.
2.6 Diagnosis Rhinotonsilofaringitis Akut
Rhinotonsilofaringitis akut dapat didiagnosis dengan anamnesa yang lengkap serta
pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada anamnesis penting untuk ditanyakan
mengenai onset penyakit (akut atau kronis), factor yang memperberat dan
memperingan, apakah terdapat riwayat penyakit yang sebelumnya, riwayat
penyakit alergi (asma), riwayat penyakit sistemik, riwayat penyakit pada keluarga,
riwayat pengobatan dan lingkungan social pasien.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah rhinoskopi anterior, pemeriksaan rongga
mulut dan faring. Pada rhinoskopi anterior, mukosa nasal terlihat hiperemi,
kongesti konka, dan adanya secret hidung. Pada pemeriksaan rongga mulut, tonsil
akan terlihat berwarna kemerahan dan mengalami pembengkakan, terdapat
purulent berwarna kekuningan pada kripte atau membrane putih pada tonsil
disertai hiperemi pada mukosa faring.
Derajat pembesaran tonsil pada tonsilitis dapat dibagi menjadi derajat 0 (tonsil
masih berada dalam fossa tonsilar), derajat +1 (tonsi menempati <25% dari bagian
lateral orofaring yang diukur antara pilar tonsilar anterior), derajat 2+ (tonsil
menempati <50% dari bagian lateral orofaring), derajat 3+ (tonsil menempati
<75% dari bagian lateral orofaring) dan derajat +4 (tonsil menempati ≥ 75%
daribagian lateral orofaring).
Dapat dilakukan pemeriksaan throat swab culture atau pemeriksaan sekret hidung
untuk mengidentifikasi adanya bakteri penyebab infeksi. Pemeriksaan CBC dapat
juga dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan infeksi berat dan mengecek
8
jumlah leukosit untuk melihat apakah tubuh berespon terhadap infeksi. Hasil CBC
biasanya menunjukkan leukositosis.
2.7 Diagnosis Banding 6
1. Rinitis Alergi
2. Rinitis Vasomotor
2.8 Penatalaksaan4,5,9
Rhinotonsilofaringitis akut merupakan penyakit yang dapat sembuh secara
spontan, karena itu umumnya terapi bersifat simtomatik dengan pemberian obat-
obat sebagai berikut disertai istirahat yang cukup dan pola makan yang baik.
- Dekongestan menggunakan tetes hidung efedrin 1% atau oral
pseudoephedrine 3 x 60 mg tablet untuk mengurangi produksi sekret
hidung
- Analgetik-antipiretik parasetamol 3 x 500 mg tablet untuk menurunkan
demam dan meredakan nyeri tenggorokan
9
- Antibiotika ampisillin 4 x 500 mg tablet, amoksisilin 3 x 500mg tablet,
atau eritromisin 4 x 500 mg tablet apabila diduga disebabkan oleh infeksi
bakteri selama 7 – 10 hari.
2.9 Pencegahan
Tindakan pencegahan yang utama terhadap rinotonsilofaringnitis adalah
dekontaminasi dengan mencuci tangan yang baik dan benar, menjaga imunitas
tubuh dengan pola makan yang baik dan istirahat yang cukup.
2.10 Komplikasi
Infeksi sekunder dapat terjadi pada saluran pernapasan yang lain akibat
keterlambatan penanganan karena telinga, hidung dan tenggorokan saling
berhubungan: 4
1. Sinusitis, terutama pada orang dewasa, merupakan komplikasi
klasik, dengan terkait panas badan, rasa sakit dan sakit kepala.
2. Infeksi telinga pada anak-anak, akut, sakit atau febris. Pada orang
dewasa, otitis serosa menyebabkan inflamasi dan menghasilkan
sensasi dari telinga tersumbat.
3. Laringitis juga komplikasi infeksi dan mempengaruhi saluran udara
yang berhubungan dengan rinofaringitis. Ia dapat menyebabkan
modifikasi atau kehilangan suara atau masalah pernapasan,
terutama pada anak-anak. Ini adalah akibat penyebaran
peradangan yang disebabkan oleh virus. Jaringan membengkak
dan bisa menyebabkan sesak napas.
4. Akhirnya, dan yang paling serius, adalah bronkitis akut atau kronis,
komplikasi yang dapat timbul dari semua infeksi virus atau
bakteri.
2.11 Prognosis
Umumnya baik. 5
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama Penderita : Dewi Purwarningsih
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Alamat : Jalan Pura Demak IV no. 49 Denpasar
Status Perkawinan : Belum Menikah
No. Rekam Medik : 01.63.17.62
Diagnosa : Rhinotonsilofaringitis Akut
Tanggal Ke Poliklinik : 15 April 2013
Tanggal Kunjungan : 15 April 2013
3.2 ANAMNESA
Keluhan Utama : Sakit tenggorokan sejak ± 6 hari yang lalu
Perjalanan Penyakit :
Penderita datang ke poliklinik THT RSUP Sanglah dengan keluhan sakit
tenggorokan sejak ± 6 hari yang lalu. Penderita juga mengeluh bahwa
tenggorokkannya bertambah sakit jika penderita menelan. Keluhan lain
yang dirasakan oleh penderita adalah demam sejak ± 3 hari yang lalu.
Terdapat benjolan di leher kanan sejak ± 3 hari yang lalu, tidak bertambah
besar, namun terasa nyeri jika penderita menoleh atau dipegang. Lendir
dari hidung ke tenggorokan dirasakan penderita. Batuk, pilek, gangguan
suara, sesak nafas dan jantung berdebar-debar disangkal oleh penderita.
Penderita terdapat riwayat makan-makanan berminyak, namun untuk
sering minum air es disangkal oleh penderita.
11
Riwayat Pengobatan :
Sebelum ke Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, penderita sempat berobat
ke Puskesmas 5 hari yang lalu. Saat itu penderita diberikan 4 macam obat,
namun penderita lupa nama obatnya hanya ingat obat tersebut diminum 3x
sehari.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Sebelumnya penderita tidak pernah mengalami gangguan seperti ini
sebelumnya.
Riwayat Alergi :
Penderita menyangkal adanya riwayat asma, alergi terhadap makanan
tertentu, maupun terhadap obat-obatan tertentu.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. Ayah
penderita menderita diabetes melitus.
Riwayat Sosial dan Lingkungan :
Penderita adalah seorang pelajar SMP. Riwayat merokok dan riwayat
konsumsi alkohol disangkal.
Keluhan Tambahan :
Dari penuturan langsung dan rekam medik Penderita didapatkan data-data
sebagai berikut :
Telinga Kanan Kiri Hidung Kanan Kiri Tenggorok Keterangan
Sekret - - Sekret + + Riak +
Tuli - - Tersumbat - - Gangguan
Suara -
Tumor - - Tumor - - Tumor -
Tinitus - - Pilek - - Batuk -
Sakit - - Sakit - - Korpus
Alienum -
Korpus - - Korpus - - Sesak -
12
Alienum Alienum
Vertigo - - Bersin - - Napas
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 115/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Temperatur : 37,6 °C
Berat badan : 48 kg
Status General :
Kepala : Normocephali
Muka : Simetris, parese nervus fasialis (-/-)
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), reflek pupil (+/+) isokor
THT : Sesuai status lokalis
Leher : Kaku kuduk (-)
Pembesaran kelenjar limfe (+/-) massa (+), kenyal,
mobile, berbatas tegas, ukuran 1x1x1cm
Pembesaran kelenjar parotis (-/-)
Kelenjar tiroid (-)
Thorak : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (–)
Po : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : dalam batas normal
Status lokalis THT :
Telinga
Status Kanan Kiri Status Keterangan
Daun Telinga Normal Normal Tes
Pendengaran
13
Liang Telinga Lapang Lapang Berbisik Tdk dievaluasi
Discharge - - Weber Tdk dievaluasi
Membran
Timpani
retraksi (-)
toynbee (+)
retraksi (-)
toynbee (+) Rinne Tdk dievaluasi
Tumor - - Schwabach Tdk dievaluasi
Mastoid Normal Normal Tes Alat
Keseimbangan Tdk dievaluasi
Hidung
Status Kanan Kiri
Hidung Luar Normal Normal
Kavum Nasi Lapang Lapang
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Discharge + (mukoid) + (mukoid)
Mukosa Hiperemi Hiperemi
Tumor - -
Konka Dekongesti Dekongesti
Sinus Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)
Koana Normal Normal
Tenggorok
Status Keterangan
Dispneu -
Sianosis -
Mukosa Hiperemi
Dinding
Belakang
granula hipertrofi (-)
Tonsil Kanan Kiri
Pembesaran +2 +1
Hiperemis + +
Permukaan mukosa Tidak rata Tidak rata
Kripte Melebar Melebar
Detritus - -
14
Laring
Status Keterangan Status Keterangan
Epiglotis Tdk dievaluasi Plika Vokalis Tdk dievaluasi
Aritenoid Tdk dievaluasi Rimaglotis Tdk dievaluasi
Plika
Ventrikularis
Tdk dievaluasi Kelenjar Limpe Leher PK (+)
3.4 RESUME
Penderita seorang perempuan, berumur 15 tahun, beragama Islam, datang
dengan keluhan sakit tenggorokan sejak ± 6 hari yang lalu. Penderita juga
mengeluh bahwa tenggorokkannya bertambah sakit jika penderita
menelan. Keluhan lain yang dirasakan oleh penderita adalah demam sejak
± 3 hari yang lalu. Batuk, pilek, gangguan suara, sesak nafas dan jantung
berdebar-debar disangkal oleh penderita. Sebelumnya penderita pernah
mengalami keluhan yang serupa, dan sempat berobat ke Puskesmas 5 hari
yang lalu. Saat itu penderita diberikan 4 macam obat, namun penderita
lupa nama obatnya hanya ingat obat tersebut diminum 3x sehari.
3.5 DIAGNOSIS BANDING
A. Rhinitis Vasomotor
B. Rhinitis Alergi
3.6 DIAGNOSIS KERJA
Rhinotonsilopharingitis akut
3.7 PENATALAKSANAAN
a. Paracetamol 500 mg 3x 1 tab
b. Coamoxiclav 625 mg 3x 1 tab
c. Pseudoefedrin 3x 1 tab
d. Ambroxol 30 mg 3x 1 tab
15
e. KIE:
• Minum obat yang telah diberikan sampai habis dan secara
teratur
• Menghindari makanan yang dapat memperberat gejala,
seperti es.
• Menghindari kondisi yang dapat memperberat penyakit,
seperti kehujanan dan kelelahan berlebih.
• Istirahat yang cukup sampai gejala menghilang.
• Memperbaiki keadaan umum dengan makan makanan
bergizi cukup.
• Setelah sembuh disarankan rajin berolah raga.
• Kontrol poliklinik THT bila keluhan belum menghilang.
3.8 PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini baik jika mendapat penangananan yang cepat
dan tepat. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus rinotonsilofaringitis akut merupakan kasus yang sering didapatkan di
masyarakat sehingga merupakan kasus yang lazim dijumpai di poliklinik THT-KL
RSUP Sanglah. Pada laporan kasus ini, penderita seorang perempuan, berusia 16
tahun, Islam, seorang pelajar SMP. Penderita datang ke poliklinik THT-KL RSUP
Sanglah, ditemani oleh orang tuanya, dengan keluhan sakit tenggorokan sejak ± 6
hari yang lalu. Penderita juga mengeluh bahwa tenggorokkannya bertambah sakit
jika penderita menelan. Keluhan lain yang dirasakan oleh penderita adalah demam
sejak ± 3 hari yang lalu. Terdapat benjolan di leher kanan sejak ± 3 hari yang lalu,
tidak bertambah besar, namun terasa nyeri jika penderita menoleh atau dipegang
Dari anamnesis, kemungkinan terjadi proses infeksi oleh bakteri di mukosa
hidung, faring dan tonsil. Hal ini terkait discharge mukoid sejak 3 hari yang lalu,
gejala sakit tenggorokan dan demam. Sebelum ke Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah, penderita sempat berobat ke Puskesmas 5 hari yang lalu. Saat itu
penderita diberikan 4 macam obat, namun penderita lupa nama obatnya hanya
ingat obat tersebut diminum 3x sehari. Riwayat pernah menderita penyakit
sistemik seperti kencing manis, tekanan darah tinggi, kelainan metabolik juga
disangkal. Berdasarkan teori, gejala-gejala yang dialami pasien mengarah pada
rinotonsilofaringitis akut.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan status
tanda vital, general dan THT. Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat keabnormalan
pada status tanda vital dan general pasien. Pada status THT, pemeriksaan hidung
ditemukan adanya cairan berupa ingus yang kental berwarna putih kekuningan.
Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan mukosa faring yang hiperemi disertai
tonsil yang hiperemi dan membesar. Hasil pemeriksaan telinga dalam batas
normal. Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan memperkuat diagnosis
rinotonsilofaringitis akut.
17
Sesuai dengan penatalaksanaan rinotonsilofaringitis akut, pada pasien ini telah
diberikan antibiotik, dekongestan, dan analgetik. Pengobatan yang diberikan
adalah Paracetamol 500 mg 3x 1 tab, Coamoxiclav 625 mg 3x 1 tab,
Pseudoefedrin 3x 1 tab, Ambroxol 30 mg 3x 1 tab.
Dalam menatalaksana pasien rinotonsilofaringitis akut, penting untuk
memperhatikan pasien seutuhnya. Pada kasus ini, selain memperhatikan tanda dan
gejala penyakit juga telah ditelusuri masalah-masalah lainnya seperti perilaku
kebersihan dan kesehatan penderita sehingga pasien telah diberi informasi dan
edukasi tentang menghindari makanan dan kondisi yang dapat memperberat
gejala, kebersihan diri serta lingkungan dan meningkatkan perilaku sehat seperti
rajin berolahraga, makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup. Serta
informasi untuk kontrol kembali ke poliklinik THT-KL RSUP Sanglah bila
keluhan belum juga menghilang setelah pengobatan.
18
BAB V
SIMPULAN
Rinotonsilofaringitis akut merupakan penyakit inflamasi mukosa yang melapisi
hidung dan faring yang berlangsung sampai 4 minggu. Rinotonsilofaringitis
biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Virus yang paling sering terlibat adalah
rhinovirus. Namun dapat juga terjadi karena infeksi bakteri.
Melihat angka kejadian rinotonsilofaringitis akut yang banyak terdapat di
masyarakat, pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada
penyakit ini dalam hal penegakan diagnosis pertama, terapi yang tepat dan
edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit di
komunitas. Dalam penatalaksanaan pasien, seorang dokter perlu memperhatikan
pasien seutuhnya, tidak hanya tanda dan gejala penyakit namun juga perlu
ditelusuri masalah-masalah lainnya seperti status ekonomi dan pemenuhan
kebutuhan keluarga, perilaku kesehatan keluarga, dan lingkungan. Intervensi yang
dilakukan terhadap lingkungan bisa dilakukan dengan cara memberi penyuluhan
mengenai rinotonsilofarinitis akut kepada masyarakat serta usaha untuk
meningkatkan sanitasi lingkungan serta meningkatkan perilaku sehat di kalangan
masyarakat umum.
Rinotonsilofaringitis akut merupakan suatu masalah di masyarakat umum
sehingga semua pihak baik masyarakat sendiri, pihak medis dan pemerintah harus
bekerjasama dan mengambil inisiatif dalam pemberantasan penyakit ini.