Rhinotonsilofaringitis

18
1 BAB I PENDAHULUAN Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) merupakan penyakit akut yang paling umum dievaluasi dalam situasi rawat jalan. Saluran pernapasan bagian atas meliputi sinus, hidung, nasofaring, orofaring dan laringofaring yang berfungsi sebagai jalan masuk menuju trakea, bronki, dan ruang alveolar paru. Infeksi saluran pernapasan atas umumnya disebabkan oleh virus, namun dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri. ISPA merupakan penyebab morbiditas yang signifikan dengan prevalensi dari tahun ke tahun yaitu sekitar 21,6% di daerah perkotaan. ISPA dengan signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien karena gejala-gejala sistemik yang menyertainya seperti fatigue, sakit kepala serta gangguan kognitif. Faktor risiko terjadinya ISPA meliputi faktor internal (daya tahan tubuh dan adanya penyakit sistemik) dan eksternal (lingkungan fisik, biologi dan sosial). Rinotonsilofaringitis akut merupakan peradangan pada mukosa hidung, tonsil dan faring yang dapat disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri yang berlangsung kurang dari 14 har. ISPA dapat menyebar melalui kontak langsung dengan sekresi nasal penderita dan droplet respirasi. Agen infeksius menginfeksi sel-sel tubuh melalui perlekatannya dengan reseptor selular spesifik, ICAM-1 dan reseptor LDL, yang mengakibatkan edema akibat vasodilatasi pembuluh darah pada mukosa serta hipersekresi kelenjar. Hal tersebut menimbulkan menimbulkan beberapa gejala, yaitu batuk, rinorea, demam, penurunan nafsu makan dan yang paling sering dikeluhkan pasien adalah nyeri tenggorokan. Penatalaksanaan rinotonsilofaringitis akut akibat infeksi virus meliputi istirahat yang cukup dan penanganan simtomatik, seperti penggunaan dekongestan, antipiretik dan analgetik. Antibiotik diberikan apabila terdapat tanda-tanda infeksi bakteri. Pencegahan rinotonsilofaringitis ditekankan pada pencegahan penularan melalui droplet respirasi, dekontaminasi agen infeksius, mempertahankan daya

description

Rhinotonsilofaringitis

Transcript of Rhinotonsilofaringitis

Page 1: Rhinotonsilofaringitis

1

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) merupakan penyakit akut yang paling

umum dievaluasi dalam situasi rawat jalan. Saluran pernapasan bagian atas

meliputi sinus, hidung, nasofaring, orofaring dan laringofaring yang berfungsi

sebagai jalan masuk menuju trakea, bronki, dan ruang alveolar paru. Infeksi

saluran pernapasan atas umumnya disebabkan oleh virus, namun dapat disertai

infeksi sekunder oleh bakteri.

ISPA merupakan penyebab morbiditas yang signifikan dengan prevalensi dari

tahun ke tahun yaitu sekitar 21,6% di daerah perkotaan. ISPA dengan signifikan

dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien karena gejala-gejala sistemik yang

menyertainya seperti fatigue, sakit kepala serta gangguan kognitif. Faktor risiko

terjadinya ISPA meliputi faktor internal (daya tahan tubuh dan adanya penyakit

sistemik) dan eksternal (lingkungan fisik, biologi dan sosial).

Rinotonsilofaringitis akut merupakan peradangan pada mukosa hidung, tonsil dan

faring yang dapat disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri yang berlangsung

kurang dari 14 har. ISPA dapat menyebar melalui kontak langsung dengan sekresi

nasal penderita dan droplet respirasi. Agen infeksius menginfeksi sel-sel tubuh

melalui perlekatannya dengan reseptor selular spesifik, ICAM-1 dan reseptor

LDL, yang mengakibatkan edema akibat vasodilatasi pembuluh darah pada

mukosa serta hipersekresi kelenjar. Hal tersebut menimbulkan menimbulkan

beberapa gejala, yaitu batuk, rinorea, demam, penurunan nafsu makan dan yang

paling sering dikeluhkan pasien adalah nyeri tenggorokan.

Penatalaksanaan rinotonsilofaringitis akut akibat infeksi virus meliputi istirahat

yang cukup dan penanganan simtomatik, seperti penggunaan dekongestan,

antipiretik dan analgetik. Antibiotik diberikan apabila terdapat tanda-tanda infeksi

bakteri. Pencegahan rinotonsilofaringitis ditekankan pada pencegahan penularan

melalui droplet respirasi, dekontaminasi agen infeksius, mempertahankan daya

Page 2: Rhinotonsilofaringitis

2

tahan tubuh yang baik dengan istirahat dan makan yang bergizi.

Rinotonsilofaringitis memiliki prognosis yang baik, namun apabila telat ditangani,

dapat menyebabkan komplikasi otitis media akut dan sinusitis.

Page 3: Rhinotonsilofaringitis

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung, Tonsil dan Faring

Hidung terbagi atas dua bagian yaitu hidung bagian luar dan kavum nasi. Hidung

luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan

menyempitkan rongga hidung. 1,2 Kavum nasi berbentuk terowongan, dipisahkan

oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga rongga hidung terbagi menjadi

kavum nasi kanan dan kiri. Pintu masuk kavum nasi bagian depan disebut nares

anterior dan bagian belakang disebut koana yang menghubungkan kavum nasi

dengan nasofaring.1 Tiap kavum nasi memiliki 4 dinding, yaitu dinding medial,

lateral, inferior dan superior. Dinding medial kavum nasi dibatasi oleh septum

nasi, dinding lateral dibatasi oleh konka nasalis dan meatus nasi, dinding inferior

dibatasi oleh dasar kavum nasi, dan dinding superior dibatasi oleh lamina

kribiformis.1

Pada dinding lateral kavum nasi terdapat 3 konka nasalis, yaitu konka inferior,

medius dan superior.1 Diantara konka-konka tersebut terdapat rongga sempit yang

Page 4: Rhinotonsilofaringitis

4

disebut meatus. Berdasarkan letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior,

medius dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan

rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis.

Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral kavum nasi.

Pada meatus ini terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan

infundibulum etmoid. Hiatus seminularis merupakan suatu celah sempit dimana

terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.1,2,3

Bagian bawah kavum nasi divaskularisasi oleh cabang a.maksilaris internal.

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang a.fasialis. Pada bagian

depan septum terdapat anastomosis cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid

anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus

Kiesselbach. Pleksus ini letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma,

sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung bermuara ke

v.oftalmika yang berubungan langsung dengan sinus kavernosus. Vena-vena ini

tidak memiliki katup, sehingga memudahkan terjadinya penyebaran infeksi

sampai ke intrakrania.1,2 Hidung diinervasi oleh cabang-cabang nervus trigeminus

yaitu ramus oftalmikus dan ramus maksilaris.

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak

pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi

membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam

faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam

“Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripte. Adapun struktur yang terdapat

Palatum molle Uvula Arkus Anterior Arkus Posterior Tonsil

Page 5: Rhinotonsilofaringitis

5

di sekitar tonsilla palatina adalah arcus palatoglossus pada bagian anterior, arcus

palatopharyngeus pada bagian posterior, palatum mole pada bagian superior, 1/3

posterior lidah pada bagian inferior, ruang orofaring pada bagian medial, dan

jaringan areolar longgar pada bagian lateral. Tonsil palatina diinervasi oleh N. IX

(glossopharyngeus).

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang dibagi menjadi 3, yaitu

nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Batas atas nasofaring adalah dasar

tengkorak, dan batas bawahnya adalah palatum mole, batas depan adalah rongga

hidung, dan batas bawah adalah vertebra servikal. Nasofaring berhubungan

dengan struktur penting, yaitu adenoid, koana, foramen jugulare, dan muara tuba

eustachius. Orofaring memiliki batas atas palatum mole, batas bawah tepi atas

epiglotis, batas bawah depan rongga mulut, dan batas belakang adalah vertebra

servikal. Struktur yang terdapat pada rongga orofaring adalah dinding posterior

faring, tonsil palatina, arkus faring anterior dan posterior serta uvula. Batas

laringofaring di sebelah atas adalah tepi atas epiglotis, batas bawah adalah

esofagus, batas depan adalah laring, dan batas belakang adalah vertebra servikal.

2.2. Fisiologi Hidung dan Tonsil Palatina

Hidung mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting, antara lain sebagai jalan

nafas, alat pengatur kondisi udara (air conditioner), penyaring udara (filter),

sebagai penghidu, untuk resonansi suara, ikut membantu proses bicara dan refleks

nasal. Adanya kelainan pada hidung akan menyebabkan gangguan terhadap fungsi

hidung tersebut dan menimbulkan berbagai macam gejala penyakit.1

Tonsil merupakan organ yang terlibat dalam pembentukan imunitas lokal dan

sebagai pertahanan imunitas tubuh manusia. Sel limfosit B berproliferasi di

Germinal center sedangkan imunoglobulin (Ig G, A, M, D), komplemen,

interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsillar. Antigen yang

masuk akan ditangkap oleh sel APC (antigen presenting cells), makrofag dan sel

dendrit. Bersamaan dengan ini makrofag melepaskan mediator berupa limfokin,

interleukin-1 (IL-l) untuk mengaktifkan sel T. Kemudian sel T melepaskan

interleukin-2 (IL-2) yang akan merangsang limfosit B berdiferensiasi menjadi sel

Page 6: Rhinotonsilofaringitis

6

plasma. Sel plasma pada awalnya akan membentuk imunoglobulin M kemudian

diikuti pembentukan imunoglobulin A dan IgG. Sebagian dari limfosit B menjadi

sel memori dan Imunoglobulin A secara pasif akan berdifusi ke lumen.

2.3 Definisi dan Etiologi Rhinotonsilofaringitis Akut

Rinotonsilofaringitis akut adalah suatu peradangan akut pada mukosa hidung,

tonsil dan faring yang berlangsung kurang dari 14 hari. Rinotonsilofaringitis akut

dapat disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri. Virus yang dapat menjadi

etiologi ISPA antara lain, virus influenza, parainfluenza, adenovirus, dan

rhinovirus. Sedangkan penyebab bakteri adalah Streptococcus pneumonia,

Staphylococcus aureus, Haemophylus influenzae, Streptococcus haemolyticus,

dan yang tersering adalah group A Streptococcus β haemolyticus.

2.4 Patofisiologi Rhinotonsilofaringitis Akut

Agen infeksius menyebar melalui kontak langsung dengan droplet respirasi dan

menginfeksi sel tubuh melalui perlekatannya dengan reseptor selular spesifik,

yaitu ICAM-1 dan reseptor LDL. Hal ini mengakibatkan terjadinya edema akibat

vasodilatasi pembuluh darah mukosa, hiperemia, kongesti konka nasalis dan

terjadi hipersekresi kelenjar seromukus dan sel Goblet. Selain itu, terjadi infiltrasi

oleh sel inflamasi yang memicu pelepasan sitokin, menimbulkan gejala sistemik

seperti demam, malaise dan myalgia. Sedangkan pelepasan mediator inflamasi

bradikinin menyebabkan gejala lokal seperti nyeri tenggorokan dan iritasi hidung.

Pada infeksi bakteri, sekret yang mula-mula encer dan jernih akan berubah

menjadi kental dan mukoid, berwarna kuning dan mengandung nanah

(mukopurulen). Pada infeksi mukosa yang disebabkan oleh bakteri group A

Streptococcus β haemolyticus, dapat terjadi kerusakan jaringan yang hebat, karena

bakteri ini melepaskan toksin ekstraseluler yang dapat menimbulkan demam

reumatik, kerusakan katup jantung dan glomerulonefritis akut akibat terbentuknya

kompleks antigen-antibodi.[2,6]

2.5 Gejala Klinis Rhinotonsilofaringitis Akut

Page 7: Rhinotonsilofaringitis

7

Gejala rinitis akut dapat didahului gejala faringitis sehingga timbul gejala panas,

batuk dan pilek. Gejala klinis yang dapat dilihat pada rhinitis akut adalah bersin-

bersin, kongesti konka, hipersekresi kelenjar dan rasa gatal pada hidung.Gejala

tonsillitis dan faringitis yang umumnya terdapat adalah adanya pembengkakan

tonsil, hyperemia tonsil, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, demam, tidak nafsu

makan, malaise dan nyeri pada daerah leher.

2.6 Diagnosis Rhinotonsilofaringitis Akut

Rhinotonsilofaringitis akut dapat didiagnosis dengan anamnesa yang lengkap serta

pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada anamnesis penting untuk ditanyakan

mengenai onset penyakit (akut atau kronis), factor yang memperberat dan

memperingan, apakah terdapat riwayat penyakit yang sebelumnya, riwayat

penyakit alergi (asma), riwayat penyakit sistemik, riwayat penyakit pada keluarga,

riwayat pengobatan dan lingkungan social pasien.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah rhinoskopi anterior, pemeriksaan rongga

mulut dan faring. Pada rhinoskopi anterior, mukosa nasal terlihat hiperemi,

kongesti konka, dan adanya secret hidung. Pada pemeriksaan rongga mulut, tonsil

akan terlihat berwarna kemerahan dan mengalami pembengkakan, terdapat

purulent berwarna kekuningan pada kripte atau membrane putih pada tonsil

disertai hiperemi pada mukosa faring.

Derajat pembesaran tonsil pada tonsilitis dapat dibagi menjadi derajat 0 (tonsil

masih berada dalam fossa tonsilar), derajat +1 (tonsi menempati <25% dari bagian

lateral orofaring yang diukur antara pilar tonsilar anterior), derajat 2+ (tonsil

menempati <50% dari bagian lateral orofaring), derajat 3+ (tonsil menempati

<75% dari bagian lateral orofaring) dan derajat +4 (tonsil menempati ≥ 75%

daribagian lateral orofaring).

Dapat dilakukan pemeriksaan throat swab culture atau pemeriksaan sekret hidung

untuk mengidentifikasi adanya bakteri penyebab infeksi. Pemeriksaan CBC dapat

juga dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan infeksi berat dan mengecek

Page 8: Rhinotonsilofaringitis

8

jumlah leukosit untuk melihat apakah tubuh berespon terhadap infeksi. Hasil CBC

biasanya menunjukkan leukositosis.

2.7 Diagnosis Banding 6

1. Rinitis Alergi

2. Rinitis Vasomotor

2.8 Penatalaksaan4,5,9

Rhinotonsilofaringitis akut merupakan penyakit yang dapat sembuh secara

spontan, karena itu umumnya terapi bersifat simtomatik dengan pemberian obat-

obat sebagai berikut disertai istirahat yang cukup dan pola makan yang baik.

- Dekongestan menggunakan tetes hidung efedrin 1% atau oral

pseudoephedrine 3 x 60 mg tablet untuk mengurangi produksi sekret

hidung

- Analgetik-antipiretik parasetamol 3 x 500 mg tablet untuk menurunkan

demam dan meredakan nyeri tenggorokan

Page 9: Rhinotonsilofaringitis

9

- Antibiotika ampisillin 4 x 500 mg tablet, amoksisilin 3 x 500mg tablet,

atau eritromisin 4 x 500 mg tablet apabila diduga disebabkan oleh infeksi

bakteri selama 7 – 10 hari.

2.9 Pencegahan

Tindakan pencegahan yang utama terhadap rinotonsilofaringnitis adalah

dekontaminasi dengan mencuci tangan yang baik dan benar, menjaga imunitas

tubuh dengan pola makan yang baik dan istirahat yang cukup.

2.10 Komplikasi

Infeksi sekunder dapat terjadi pada saluran pernapasan yang lain akibat

keterlambatan penanganan karena telinga, hidung dan tenggorokan saling

berhubungan: 4

1. Sinusitis, terutama pada orang dewasa, merupakan komplikasi

klasik, dengan terkait panas badan, rasa sakit dan sakit kepala.

2. Infeksi telinga pada anak-anak, akut, sakit atau febris. Pada orang

dewasa, otitis serosa menyebabkan inflamasi dan menghasilkan

sensasi dari telinga tersumbat.

3. Laringitis juga komplikasi infeksi dan mempengaruhi saluran udara

yang berhubungan dengan rinofaringitis. Ia dapat menyebabkan

modifikasi atau kehilangan suara atau masalah pernapasan,

terutama pada anak-anak. Ini adalah akibat penyebaran

peradangan yang disebabkan oleh virus. Jaringan membengkak

dan bisa menyebabkan sesak napas.

4. Akhirnya, dan yang paling serius, adalah bronkitis akut atau kronis,

komplikasi yang dapat timbul dari semua infeksi virus atau

bakteri.

2.11 Prognosis

Umumnya baik. 5

Page 10: Rhinotonsilofaringitis

10

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama Penderita : Dewi Purwarningsih

Umur : 15 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Alamat : Jalan Pura Demak IV no. 49 Denpasar

Status Perkawinan : Belum Menikah

No. Rekam Medik : 01.63.17.62

Diagnosa : Rhinotonsilofaringitis Akut

Tanggal Ke Poliklinik : 15 April 2013

Tanggal Kunjungan : 15 April 2013

3.2 ANAMNESA

Keluhan Utama : Sakit tenggorokan sejak ± 6 hari yang lalu

Perjalanan Penyakit :

Penderita datang ke poliklinik THT RSUP Sanglah dengan keluhan sakit

tenggorokan sejak ± 6 hari yang lalu. Penderita juga mengeluh bahwa

tenggorokkannya bertambah sakit jika penderita menelan. Keluhan lain

yang dirasakan oleh penderita adalah demam sejak ± 3 hari yang lalu.

Terdapat benjolan di leher kanan sejak ± 3 hari yang lalu, tidak bertambah

besar, namun terasa nyeri jika penderita menoleh atau dipegang. Lendir

dari hidung ke tenggorokan dirasakan penderita. Batuk, pilek, gangguan

suara, sesak nafas dan jantung berdebar-debar disangkal oleh penderita.

Penderita terdapat riwayat makan-makanan berminyak, namun untuk

sering minum air es disangkal oleh penderita.

Page 11: Rhinotonsilofaringitis

11

Riwayat Pengobatan :

Sebelum ke Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, penderita sempat berobat

ke Puskesmas 5 hari yang lalu. Saat itu penderita diberikan 4 macam obat,

namun penderita lupa nama obatnya hanya ingat obat tersebut diminum 3x

sehari.

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Sebelumnya penderita tidak pernah mengalami gangguan seperti ini

sebelumnya.

Riwayat Alergi :

Penderita menyangkal adanya riwayat asma, alergi terhadap makanan

tertentu, maupun terhadap obat-obatan tertentu.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. Ayah

penderita menderita diabetes melitus.

Riwayat Sosial dan Lingkungan :

Penderita adalah seorang pelajar SMP. Riwayat merokok dan riwayat

konsumsi alkohol disangkal.

Keluhan Tambahan :

Dari penuturan langsung dan rekam medik Penderita didapatkan data-data

sebagai berikut :

Telinga Kanan Kiri Hidung Kanan Kiri Tenggorok Keterangan

Sekret - - Sekret + + Riak +

Tuli - - Tersumbat - - Gangguan

Suara -

Tumor - - Tumor - - Tumor -

Tinitus - - Pilek - - Batuk -

Sakit - - Sakit - - Korpus

Alienum -

Korpus - - Korpus - - Sesak -

Page 12: Rhinotonsilofaringitis

12

Alienum Alienum

Vertigo - - Bersin - - Napas

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda Vital

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 115/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Respirasi : 18 x/menit

Temperatur : 37,6 °C

Berat badan : 48 kg

Status General :

Kepala : Normocephali

Muka : Simetris, parese nervus fasialis (-/-)

Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), reflek pupil (+/+) isokor

THT : Sesuai status lokalis

Leher : Kaku kuduk (-)

Pembesaran kelenjar limfe (+/-) massa (+), kenyal,

mobile, berbatas tegas, ukuran 1x1x1cm

Pembesaran kelenjar parotis (-/-)

Kelenjar tiroid (-)

Thorak : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (–)

Po : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas : dalam batas normal

Status lokalis THT :

Telinga

Status Kanan Kiri Status Keterangan

Daun Telinga Normal Normal Tes

Pendengaran

Page 13: Rhinotonsilofaringitis

13

Liang Telinga Lapang Lapang Berbisik Tdk dievaluasi

Discharge - - Weber Tdk dievaluasi

Membran

Timpani

retraksi (-)

toynbee (+)

retraksi (-)

toynbee (+) Rinne Tdk dievaluasi

Tumor - - Schwabach Tdk dievaluasi

Mastoid Normal Normal Tes Alat

Keseimbangan Tdk dievaluasi

Hidung

Status Kanan Kiri

Hidung Luar Normal Normal

Kavum Nasi Lapang Lapang

Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

Discharge + (mukoid) + (mukoid)

Mukosa Hiperemi Hiperemi

Tumor - -

Konka Dekongesti Dekongesti

Sinus Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)

Koana Normal Normal

Tenggorok

Status Keterangan

Dispneu -

Sianosis -

Mukosa Hiperemi

Dinding

Belakang

granula hipertrofi (-)

Tonsil Kanan Kiri

Pembesaran +2 +1

Hiperemis + +

Permukaan mukosa Tidak rata Tidak rata

Kripte Melebar Melebar

Detritus - -

Page 14: Rhinotonsilofaringitis

14

Laring

Status Keterangan Status Keterangan

Epiglotis Tdk dievaluasi Plika Vokalis Tdk dievaluasi

Aritenoid Tdk dievaluasi Rimaglotis Tdk dievaluasi

Plika

Ventrikularis

Tdk dievaluasi Kelenjar Limpe Leher PK (+)

3.4 RESUME

Penderita seorang perempuan, berumur 15 tahun, beragama Islam, datang

dengan keluhan sakit tenggorokan sejak ± 6 hari yang lalu. Penderita juga

mengeluh bahwa tenggorokkannya bertambah sakit jika penderita

menelan. Keluhan lain yang dirasakan oleh penderita adalah demam sejak

± 3 hari yang lalu. Batuk, pilek, gangguan suara, sesak nafas dan jantung

berdebar-debar disangkal oleh penderita. Sebelumnya penderita pernah

mengalami keluhan yang serupa, dan sempat berobat ke Puskesmas 5 hari

yang lalu. Saat itu penderita diberikan 4 macam obat, namun penderita

lupa nama obatnya hanya ingat obat tersebut diminum 3x sehari.

3.5 DIAGNOSIS BANDING

A. Rhinitis Vasomotor

B. Rhinitis Alergi

3.6 DIAGNOSIS KERJA

Rhinotonsilopharingitis akut

3.7 PENATALAKSANAAN

a. Paracetamol 500 mg 3x 1 tab

b. Coamoxiclav 625 mg 3x 1 tab

c. Pseudoefedrin 3x 1 tab

d. Ambroxol 30 mg 3x 1 tab

Page 15: Rhinotonsilofaringitis

15

e. KIE:

• Minum obat yang telah diberikan sampai habis dan secara

teratur

• Menghindari makanan yang dapat memperberat gejala,

seperti es.

• Menghindari kondisi yang dapat memperberat penyakit,

seperti kehujanan dan kelelahan berlebih.

• Istirahat yang cukup sampai gejala menghilang.

• Memperbaiki keadaan umum dengan makan makanan

bergizi cukup.

• Setelah sembuh disarankan rajin berolah raga.

• Kontrol poliklinik THT bila keluhan belum menghilang.

3.8 PROGNOSIS

Prognosis pada pasien ini baik jika mendapat penangananan yang cepat

dan tepat. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

Page 16: Rhinotonsilofaringitis

16

BAB IV

PEMBAHASAN

Kasus rinotonsilofaringitis akut merupakan kasus yang sering didapatkan di

masyarakat sehingga merupakan kasus yang lazim dijumpai di poliklinik THT-KL

RSUP Sanglah. Pada laporan kasus ini, penderita seorang perempuan, berusia 16

tahun, Islam, seorang pelajar SMP. Penderita datang ke poliklinik THT-KL RSUP

Sanglah, ditemani oleh orang tuanya, dengan keluhan sakit tenggorokan sejak ± 6

hari yang lalu. Penderita juga mengeluh bahwa tenggorokkannya bertambah sakit

jika penderita menelan. Keluhan lain yang dirasakan oleh penderita adalah demam

sejak ± 3 hari yang lalu. Terdapat benjolan di leher kanan sejak ± 3 hari yang lalu,

tidak bertambah besar, namun terasa nyeri jika penderita menoleh atau dipegang

Dari anamnesis, kemungkinan terjadi proses infeksi oleh bakteri di mukosa

hidung, faring dan tonsil. Hal ini terkait discharge mukoid sejak 3 hari yang lalu,

gejala sakit tenggorokan dan demam. Sebelum ke Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah, penderita sempat berobat ke Puskesmas 5 hari yang lalu. Saat itu

penderita diberikan 4 macam obat, namun penderita lupa nama obatnya hanya

ingat obat tersebut diminum 3x sehari. Riwayat pernah menderita penyakit

sistemik seperti kencing manis, tekanan darah tinggi, kelainan metabolik juga

disangkal. Berdasarkan teori, gejala-gejala yang dialami pasien mengarah pada

rinotonsilofaringitis akut.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan status

tanda vital, general dan THT. Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat keabnormalan

pada status tanda vital dan general pasien. Pada status THT, pemeriksaan hidung

ditemukan adanya cairan berupa ingus yang kental berwarna putih kekuningan.

Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan mukosa faring yang hiperemi disertai

tonsil yang hiperemi dan membesar. Hasil pemeriksaan telinga dalam batas

normal. Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan memperkuat diagnosis

rinotonsilofaringitis akut.

Page 17: Rhinotonsilofaringitis

17

Sesuai dengan penatalaksanaan rinotonsilofaringitis akut, pada pasien ini telah

diberikan antibiotik, dekongestan, dan analgetik. Pengobatan yang diberikan

adalah Paracetamol 500 mg 3x 1 tab, Coamoxiclav 625 mg 3x 1 tab,

Pseudoefedrin 3x 1 tab, Ambroxol 30 mg 3x 1 tab.

Dalam menatalaksana pasien rinotonsilofaringitis akut, penting untuk

memperhatikan pasien seutuhnya. Pada kasus ini, selain memperhatikan tanda dan

gejala penyakit juga telah ditelusuri masalah-masalah lainnya seperti perilaku

kebersihan dan kesehatan penderita sehingga pasien telah diberi informasi dan

edukasi tentang menghindari makanan dan kondisi yang dapat memperberat

gejala, kebersihan diri serta lingkungan dan meningkatkan perilaku sehat seperti

rajin berolahraga, makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup. Serta

informasi untuk kontrol kembali ke poliklinik THT-KL RSUP Sanglah bila

keluhan belum juga menghilang setelah pengobatan.

Page 18: Rhinotonsilofaringitis

18

BAB V

SIMPULAN

Rinotonsilofaringitis akut merupakan penyakit inflamasi mukosa yang melapisi

hidung dan faring yang berlangsung sampai 4 minggu. Rinotonsilofaringitis

biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Virus yang paling sering terlibat adalah

rhinovirus. Namun dapat juga terjadi karena infeksi bakteri.

Melihat angka kejadian rinotonsilofaringitis akut yang banyak terdapat di

masyarakat, pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada

penyakit ini dalam hal penegakan diagnosis pertama, terapi yang tepat dan

edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit di

komunitas. Dalam penatalaksanaan pasien, seorang dokter perlu memperhatikan

pasien seutuhnya, tidak hanya tanda dan gejala penyakit namun juga perlu

ditelusuri masalah-masalah lainnya seperti status ekonomi dan pemenuhan

kebutuhan keluarga, perilaku kesehatan keluarga, dan lingkungan. Intervensi yang

dilakukan terhadap lingkungan bisa dilakukan dengan cara memberi penyuluhan

mengenai rinotonsilofarinitis akut kepada masyarakat serta usaha untuk

meningkatkan sanitasi lingkungan serta meningkatkan perilaku sehat di kalangan

masyarakat umum.

Rinotonsilofaringitis akut merupakan suatu masalah di masyarakat umum

sehingga semua pihak baik masyarakat sendiri, pihak medis dan pemerintah harus

bekerjasama dan mengambil inisiatif dalam pemberantasan penyakit ini.