14763632 Patofisiologi Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik
Rheumatic Heart Disease / penyakit jantung rematik
-
Upload
christian-solihin -
Category
Documents
-
view
110 -
download
15
description
Transcript of Rheumatic Heart Disease / penyakit jantung rematik
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
I. PENDAHULUAN
Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah komplikasi yang paling serius dari
demam rematik. Demam rematik akut terjadi pada 0,3% kasus faringitis oleh
Streptococcus Beta Hemolitikus Grup A (SGA) pada anak. Sebanyak 39% dari
pasien dengan demam rematik akut akan berkembang menjadi pankarditis dengan
berbagai derajat disertai insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis, dan bahkan
kematian. Pada penyakit jantung rematik kronik, pasien dapat mengalami stenosis
katup dengan berbagai derajat regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi
ventrikel.1
Demam rematik dan penyakit jantung rematik hingga saat ini masih
menjadi masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang.
Munculnya kembali demam rematik di negara-negara maju, seperti Amerika
Serikat juga telah menekankan kembali perlunya pengertian yang lebih baik dari
patogenesisnya, sehingga cara-cara kesehatan masyarakat dan cara-cara
pencegahan lain dapat lebih efektif. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai
definisi, etiologi, faktor resiko, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis,
pemeriksaan penunjang, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis
dari penyakit jantung reumatik.1
II. DEFINISI
Penyakit jantung rematik adalah cacat jantung akibat demam rematik.
Demam rematik adalah suatu penyakit peradangan yang berkembang sebagai
suatu komplikasi dari suatu infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A di faring
yang tidak mendapatkan pengobatan atau mendapatkan pengobatan yang kurang
adekuat. 1
1
III. ETIOLOGI
Streptococcus merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat, yang
mempunyai karakteristik dapat membentuk pasang atau rantai selama
pertumbuhannya.2
A. Klasifikasi
a. Morfologi koloni dan reaksi hemolitik pada media darah agar
Alfa hemolisis menyebabkan lisis sebagian, Beta hemolisis menyebabkan
lisis komplit disekitar koloni sel eritrosit, sedangkan terdapat pula non-
hemolitik.
b. Substansi grup spesifik (Lancefield)
Didasarkan pada asam basa atau ekstrak enzim mengandung substansi
kabohidrat grup spesifik. Di kelompokkan dalam: grup A-H dan K-U
c. Kapsul polisakarida
Spesifitas antigenik pada polisakarida kapsul untuk mengklasifikasikan
S.pneumoniae menjadi 84 jenis dan untuk mengelompokkan bakteri
streptococcus grup B.
d. Reaksi biokimia.2
B. Toksin dan Enzim
Lebih dari 20 produk ekstraselular yang antigenik termasuk dalam grup A
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Streptokinase (Fibrinolisin) dihasilkan oleh banyak strain pada bakteri
streptococcu beta hemolitik grup A, mengakibatkan perubahan bentuk
plasminogen pada plasma menjadi plasmin yang merupakan enzim proteolitik
yang mengurai fibrin dan protein lain.
b. Streptodornase : dapat melakukan depolimerisasi DNA.
c. Hyaluronidase : dapat memecah asam hialuronat yang merupakan substansi
dasar pada jaringan ikat, dengan tujuan menyebarkan mikroorganisme
2
penyebab infeksi. Hyaluronidase bersifat antigenik dan spesifik untuk setiap
bakteri atau sumber jaringan.
d. Eksositosin piogenik : dihasilkan oleh bakteri streptococcus grup A. Terdapat
tiga jenis antigen berbeda dari streptococal pyogenic exotoxin : A,B, dan C.
Eksotoksin A dihasilkan dari streptococcus grup A yang membawa fase
lisogenik dan merupakan supra antigen.
e. Disphosphopyridine nucleotidase : kemampuan untuk mematikan leukosit.
f. Hemolisin : proses hemolisis sel darah merah secara in vitro padap berbagai
tingkatan. Kerusakan sempurna pada eritrosit disertai dengan terlepasnya
hemoglobin disebut dengan beta hemolisis. Sedang lisisnya eritrosit yang
tidak lengkap dengan susunan pigmen hijau disebut alfa hemolisis S.pyogenes
hemolitik β grup A menghasilkan dua hemolisin ( streptolisin), yaitu :
- Streptolisin O : merupakan suatu protein dengan BM 60.000 yang dapat
menghemolisis secara aktif dalam keadaan tereduksi, namun secara cepat
tidak aktif bila terdapat oksigen. Streptolisin O berkombinasi secara
kuantitatif dengan antistreptolisin O yaitu suatu antibodi yang muncul
dalam infeksi berkelanjutan pada tubuh manusia dnegan beberapa
streptococcus yang memproduksi streptolisin O.
- Streptolisin S : suatu bahan yang kurang berperan dalam menyebabkan
timbulnya daerah hemolitik disekeliling koloni bakteri streptococus yang
tumbuh pada permukaan media lempeng agar darah. Tidak bersifat
antigenik.2
IV. EPIDEMIOLOGI
Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi
kulit (impetigo) adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A
streptococci, yang merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis,
dengan insidens puncak pada anak usia 5-15 tahun. Faringitis streptokokal jarang
terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan diantara orang tua. Diperkirakan
3
sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per tahun, dimana 15-
20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan hampir 80% oleh virus patogen.3
Pada tahun 1994 diperikirakan 12 juta individu menderita demam rematik
dan penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dengan sekurangnya 3 juta
menderita gagal jantung dan memerlukan perawatan di rumah sakit berulang.
Sebagian besar individu dengan gagal jantung memerlukan bedah katup jantung
dalam 5-10 tahun. Mortality rate pada 100,000 populasi bervariasi dari 1,8 di
regio WHO Amerika sampai 7,6 di WHO Asia Tenggara. Dan untuk DALYs
(Disability-adjusted life years) kehilangan diperkirakan 2,47 per 100,000
poupulasi di WHO Amerika Serikat sampai 173,4 per 100,000 populasi pada
WHO Regio Asia Tenggara.3
Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25
tahun, paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens
tertinggi terdapat pada anak usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau
sedang berkembang dimana antibiotik tidak secara rutin digunakan untuk
pengobatan faringitis.1
Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral stenosis
dengan 60% mitral stenosis murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan
insidens terjadi lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada
negara berkembang, penyakit ini memiliki periode laten 20-40 tahun sampai
beberapa dekade untuk gejala penyakit ini memerlukan intervensi bedah. Pada
gejala yang terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi. Diperkirakan seperlima dari
pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi murni, 45%
memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni
insufisiensi.1
4
V. PATOFISIOLOGI
Demam rematik akut adalah penyakit akut inflamasi multisistim yang
timbul terlambat (beberapa minggu) merupakan suatu komplikasi non-supuratif
dari faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus hemolitikus grup A (SGA).
Penyakit ini ditandai oleh keterlibatan jantung, sendi, sistim saraf pusat, jaringan
subkutan dan kulit. Selain jantung, yang lainnya hanya terlibat sementara dan
ringan.1,3
Konsekuensi terpenting dari demam rematik adalah deformitas kronik
katup jatung dengan karakter utama pembentuk penyakit katup fibrotik (biasanya
mitral stenosis) yang menyebabkan disfungsi permanen dan berat terkadang fatal
dan menimbulkan masalah jantung dekade selanjutnya.3
Demam rematik akut
Terdapat 2 teori dari terjadinya demam rematik yang pertama adalah
sitotoksik dan teori imunologi. Teori sitotoksik menduga toksin dari SGA terlibat
dalam patogeneins demam rematik akut dan PJR. SGA memproduksi beberapa
enzim yang sitotoksik terhadap sel jantung mamalia, seperti streptolisin O, yang
memiliki efek sitotoksik langsung pada sel mamalia pada kultur jaringan. Namun
demikian salah satu maslah utama adalah hipotesis sitotoksik tidak dapat
menjelaskan periode laten diantara faringitis SGA dan onset dari demam rematik
akut.4
Patogenesis yang dimediasi imun pada demam rematik akut dan PJR
diduga adanya reaksi silang antara komponen SGA dan sel mamalia.
Diperkirakan terjadi reaksi silang oleh karena adanya kemiripan molekul (molekul
mimikri) antara protein M (subtipe 1,3,5,14,18,19 dan 24) dari SGA dengan
antigen glikoprotein jantung, sendi dan jaringan lainnya.1, 3, 5
5
Penyakit Jantung Rematik (PJR)
M protein pada SGA (M1,M5,M6, dan M19) bereaksi silang dengan
glikoprotein pada jantung seperti miosin dan tropomiosin, laminin dan
endotelium.3, 5
Antibodi antimiosin mengenali laminin, sebuah matriks ekstraseluler alfa-
heliks koil protein yang merupakan bagian dari struktur membran katup. Katup
yang paling sering terkena secara urutan mulai dari yang tersering adalah mitral,
aorta, trikuspid, dan pulmonal. Dalam banyak kasus katup mitral diikuti 1 atau 3
katup lainnya.3, 5
Sel T yang responsif terhadap protein M menginfiltrasi katup melewati
endotelium katup diaktivasi oleh ikatan antistreptokokal kabohidrat dengan
pelepasan TNF dan Interleukin.1
Selama demam rematik akut fokal inflamasi ditemukan pada berbagai
jaringan yang terutama dapat dibedakan di dalam jantung yang disebut badan
Aschoff. Badan Aschoff ini terdiri dari fokus-fokus eosinofil yang menelan
kolagen dikelilingi limfosit, terutama sel T terkadang plasma sel dan makrofag
besar yang disebut sel Anitschkow, yang merupakan patognomonik dari demam
rematik. Sel yang berbeda ini memiliki sitoplasma yang berlimpah dan nuklei
sentral bulat-panjang dimana kromatin ditengah, ramping, seperti pita
bergelombang yang disebut caterpillar cell. 4, 5
Selama fase akut, inflamasi difus dan badan Aschoff dapat ditemukan
pada ketiga lapisan dari jantung, perikardium, miokardium dan endokardium yang
disebut sebagai pankarditis.4
Pada perikardium, inflamasi diikuti oleh eksudat fibirinous atau
serofibrinous sehingga diistilahkan perikarditis bread and butter yang biasanya
akan bersih tanpa sekule. Pada miokarditis, badan Aschoff tersebar luas pada
jaringan intersitial dan sering juga perivaskular. Keterlibatan terus menerus
endokardium dan katup sisi kiri oleh fokus-fokus inflamasi menghasilkan nekrosis
6
fibrinoid didalam cusps atau sepanjang korda tendinae dimana terletak vegetasi
kecil berukuan 1-2 mm yang disebut veruka di sepanjang garis penutupan.
Proyeksi iregular seperti kutil ini mungkin timbul dari presipitasi fibrin pada
daerah erosi, berhubungan dengan inflamasi yang terjadi dan degenrasi kolagen
dan menyebabakan gangguan kecil fungsi jantung. 4
Lesi sub endokardial, mungkin akan eksaserbasi oleh regurgitasi jets yang
memulai penebalan iregular disebut plak MacCallum biasanya pada atrium kiri.
PJR kronik memiliki karakter inflamasi akut dan subsekuen fibrosis. Dalam
partikel kecil, daun katup menjadi menebal dan retraksi menyebabkan deformitas
permaen. Perubahan anatomi utamanya pada katup mitral atau trikuspid adalah
penebalan daun katup, fusi komisural dan pemendekan, serta penebalan dan fusi
dari korda tendinae, membentuk seperti mulut ikan (fish-mouth defromity). Pada
penyakit kronis, katup mitral selalu abnormal, tetapi keterlibatan katup lain seperi
aorta mungkin secara klinis adalah yang paling penting. 4, 5
Secara mikroskopis terdapat fibrosis difus dan sering terdapat
neovaskularisasi yang mengurangi lapisan awal dan susunan daun katup
avaskular. Badan Aschoff digantikan oleh jaringan parut fibrosis sehingga bentuk
diagnostik dari lesi ini jarang ditemukan pada spesimen jaringan autopsi dari
pasien dengan PJR kronik. 4,5
7
Gambar V.1 : Penyakit Jantung Rematik Akut dan Kronik4
Sumber : Robbins Basic Pathology ed.9
*Keterangan Gambar V.1
PJR Akut dan Kronik. Gambar A. Mitral valvulitis reumatik akut bertumpang tindih dengan PJR
kronik. Veruka terlihat sepanjang garis penutupan daun katup mitral (lihat tanda panah). Episode
valvulitis sebelumnya menyebabkan penebalan fibrous dan fusi korda tendinae. Gambar B.
Tampilan mikroskop dari badan Aschoff pada pasien dengan karditis rematik akut. Intersitium
miokardium memiliki banyak sel inflamasi mononuklear meliputi beberapa histiosit yang besar
dengan nukleoli prominen dan histiosis binuklear prominen dan sentral nekrosis. Gambar C dan D
mitral stenosis dengan penebalan fibrous difu dan distorsi daun katup, fusi komisural ( lihat tanda
panah) dan penebalan pemendekan korda tendinae. Dilatasi nyata dari atrium kiri terlihat pada
atrium kiri. Gambar D Katup terbuka. Adanya neovaskularisasi pada anterior daun katup mitral
(tanda panah). Gambar E spesimen dari aorta stenosis reumatik, memperlihatkan penebalan dan
distorsi dari cusps dengan fusi komisural. 4,5
PJR kronik secara keseluruhan adalah penyebab tersering dari stenosis
mitral (99% kasus ). Dengan adanya mitral stenosis, atrium kiri berdilatasi secara
progresif dan mungkin terdapat trombus mural pada tepi atau sepanjang dinding.
Kongestif paru yang lama memulai perubahan vaskular paru dan perubahan
parenkimal dan menuju kepada hipertrofi ventrikel kanan. 4,5
8
PATOFISIOLOGI PENYAKIT JANTUNG REMATIK
9
Protein M
Streptococcus Beta Hemolitikus Grup A
Infeksi
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Respon Imunitas TubuhAPC
Sel T
Sel B
Bantalan Sinovia
Ganglia Basalis
JantungJaringan Subkutan
Kulit
Protein M : Molecular mimicry
Demam Rematik
Perikarditis Endokarditis MiokarditisPenyakit Jantung Rematik
Valvulitis
Stenosis Mitral
Insufisiensi Mitral Stenosis Aorta
Insufisiensi Aorta
Penyakit Jantung RematikKronik
VI. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi Jantung dari Demam Rematik Akut
Pankarditis adalah komplikasi yang paling serius dan komplikasi kedua
tersering dari demam rematik akut (50%). Dalam kasus yang berat, pasien
mengeluhkan kesulitan bernafas (dispnea), nyeri dada ringan sampai sedang, nyeri
dada pleuritik, edema, batuk, atau ortopnea. 4,5
Pada pemeriksaan fisik, kardiris terutama dideteksi dengan adanya
murmur baru dan takikardia diluar proporsi demam. Murmur baru atau berubah
harus disadari untuk diagnostik valvulitis rematik. 4,5
Beberapa kardiologis menganjurkan pemeriksaan echo-Doppler untuk
pembuktian insufisiensi mitral, bersamaan dengan aorta insufisiensi, mungkin
cukup untuk diagnosis karditis (walaupun tanpa adanya penemuaan pada
auskultasi). Manifestasi lain dari jantung dapat meliputi gagal jantung dan
perikarditis. 4,5
Murmur baru atau berubah
Murmur pada demam rematik akut secara tipikal dikarenakan insufisiensi
katup. Murmur berikut ini adalah yang paling sering ditemukan selama demam
rematik akut : 4,5
a. Murmur pansistolik apikal : bernada tinggi, murmur dengan blowing quality
dari mitral regurgitasi yang beradiasi ke aksila kiri. Tidak dipengaruhi oleh
respirasi dan posisi dengan intensitas bervariasi tetapi grade 2/6 atau lebih
besar. Mitral insufisiensi berhubungan dengan disfungsi katup, korda dan
muskulus papilaris
b. Murmur diastolik apikal (Carey-Coombs murmur) : didengar pada karditis
aktif dan mitra insufisiensi yang berat. Mekanisme murmur ini ada mitral
stenosis ketika volume yang banya dari aliran regurgitasi melewati katup mitral
selama pengisian ventrikel. Terdengar paling baik dengan stetoskop bell,
dengan posisi pasien lateral kiri dan menahan nafas selama ekspirasi
10
c. Murmur diastolik basal : diastolik awal (early diastolic) murmur dari
regurgitasi aorta, bernada tinggi, blowing, decrescendo dan terdengan paling
baik sepanjang kanan atas dan kiri tengan garis sternal setelah ekspirasi dalam
dengan pasien duduk badan maju ke depan.5
Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup
yang berat atau miokarditis. Pada pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan gagal
jantung meliputi takipnea, ortopnea, distensi vena jugularis, rales, hepatomegali,
ritme galop, edema dan pembengkakan ekstremitas. 4,5
Perikarditis
Pada pemeriksaan fisik adanya adanya perikardial friction rub
mengindikasinya adanya perikarditis. Perkusi menjadi semakin redup pada
jantung dan suara jantung yang bergumam, konsisten dengan edusi pericardial. 4,5
2. Manfestasi Jantung dari Penyakit Jantung Rematik Kronik
Deformitas katup, tromboembolisme, anemia hemolitik jantung, dan
aritmia artium adalah manifestasi yang paling sering dari PJR kronik.5
Mitral insufisiensi
Gejala fisik bergantung kepada derajat keparahan, pada penyakit ringan,
tanda gagal jantung tidak terlihat, prekordium tenang dan pada auskultasi terdapat
holosistolik murmur yang menjalar ke aksila6. Pada mitral insufisiensi berat, tanda
dari gagal jatung dapat terlihat, jatung membesar, dengan impuls ventrikel kiri
apikal yang berat tidak jarang terdapat thrill sistolik apikal. Suara jantung ke-2
mungkin mengeras pada hipertensi pulmonal, bunyi jantung ketiga biasanya
menonjol. Terdengar holosistolik murmur, serta murmur pendek mid-diastolik
yang bergemuruh.5
11
Mitral stetonis
Pasien dengan lesi minimal tidak memiliki gejala. Derajat yang lebih berat
dari obstruksi, berhubungan dengan intolerasi kegiatan dan dispnea. Pada lesi
kritis dapat terjadi ortopnea, PND , edema pulmonal dan aritmia atrial. Ketika
hipertensi pulmonal telah terbentuk, terjadi dilatasi ventrikel kanan yang
menghasilkan insufisiensi triskupid fungsional, hepatomegali, ascites, dan edema.
Dapat terjadi hemoptysis sebagai penyebab dari rupturnya vena bronkial atau
pleurohilar. Dapat terjadi peningkatan JVP ( Jugular Vena Pressure ), penyakit
katup trikuspid atau hipertensi pulmonal berat pada penyakit yang berat.5
Pada penyakit yang ringan, ukuran hati normal, walaupun demkian
kardiomegali sedang biasa terjadi pada mitral stenosis berat. Pembesaran jantung
dapat menjadi masif ketika fibrilasi atrial dan gagal jantung terjadi tidak terduga.5
Pada palpasi dapat teraba pengangkatan ventrikel kanan pada garis
parasternal kanan ketika tekanan pulmonal meningkat. Prinsip penemuan
auskultasi : bunyi jantung 1 yang keras tetapi dapat berkurang sejalan dengan
penebalan katup, dan pembukaan katup (opening snap) dari katup mitral dan
mumur diastolik mitral yang panjang, bernada rendah dan rumbling pada
presistolik meningkat pada apeks. Murmur diastolik mitral dapat absen pada
pasien dengan gagal jantung. Holosistolik murmur dari insufisiensi trikuspid dapat
terdengar.5
Dengan adanya hipertensi pulmonal, komponen pulmonal dari bunyi
jantung ke-2 mengeras. Terjadi pada 25% pasien dengan PJR kronik dan
berasosiasi dengan mitral insufisiensi pada 40% lainnya. Fibrosis progresif
(penebalan dan kalsifikasi dari katup) terjadi dari waktu ke waktu menyebabkan
pembesaran atrium kiri dan pembentukan trombi mural pada ruang ini.5
Stetonis aorta
Stenosis aorta dari PJR kronik secara tipikal berhubungan dengan aorta
insufisiensi. Komisura katup dan cusps menjadi melekat dan bersatu, lubang katup
12
menjadi kecil dengan bentuk bulat atau segitiga. Pada auskultasi S2 terdengar
sendiri karena daun katup aorta yang imobile dan tidak memproduksi suara
penutupan aorta. Murmur sistolik dan diastolik dari stenosis aorta dan insufisiensi
terdengar paling baik pada bagian bawah jantung. 5
Insufisiensi Aorta
Pada PJR kronik aorta insufisiensi, sklerosis dari katup aorta hasil dari
distorsi dan retraksi dari cusps. Kombinasi dengan mitral insufisiensi lebih sering
terjadi daripada keterlibatan aorta sendiri. Gejala biasanya tidak terjadi kecuali
berat. Volume sekuncup yang besar dan kontraksi ventrikel kiri yang kuat dapat
menghasilkan palpitasi, terjadi intoleransi panas dan keringat berlebih berelasi
dengan vasodilatasi. Dispnea dapat berkembang menjadi ortopnea, edema
pulmonal. Angina dapa di cetuskan oleh aktivitas yang berat. Serangan malam
dengan keringat, takikardia, nyeri dada dan hipertensi dapat terjadi.4
Pada pemeriksaan fisik, pulse pressure lebar, tekanan darah sistolik
meninggi dan diastolik merendah. Pada insufisensi aorta berat terjadi pembesaran
ventrikel kiri. Thril diastolik mungkin ada. Murmur tipikal mulai segera dengan
suara jantung ke-2 dan berlanjut sampai akhir diastol yang terdengar pada garis
sternal atas dan kiritengah menjalar ke apeks dan daerah aorta. Murmurnya
bernada tinggi, blowing, dan mudah didengar pada ekspirasi penuh dengan posisi
pasien condong ke depan. Murmur ejeksi sistolik sering terjadi karena
peningkatan stroke volume. Murmur presistolik apikal (Austin Flint murmur)
menandakan mitral stenosis terkadang terdengan sebagai hasil dari regurgitasi
besar dari aliran aorta yang menghalangi mitral membuka sepenuhnya.4
Tromboembolisme terjadi sebagai komplikasi mitral stenosis yang lebih
sering terjadi ketika atirum kiri berdilatasi, penurunan curah jantung, dan pasien
mengalami fibrilasi atrial.5
Anemia hemotilik jantung terjadi berkaitan dengan gangguan eritrosit oleh
katup yang berubah bentuk, meningkatkan destruk dan pergantian oleh trombosit
mungkin terjadi.5
13
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kultur tenggorok
Penemuan SGA pada kultur tenggorok biasanya negatif pada saat gejala
demam rematik atau PJR terlihat.organisme harus di isolasi sebelum terapi
antibiotik inisiasi. 5,6
2. Tes deteksi cepat antigen
Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen SGA dan memungkinkan
diagnosis faringitis streptokokal dan inisiasi terapi antibiotik ketika pasien masih
berada di ruang periksa. Karena spesifitasnya lebih dari 95% tetapi sensitivitasnya
hanya 60-90%, kultur tenggorok harus dilakukan menambahkan hasil tes ini. 5,6
3. Antibodi Antistreptococcal
Gejala klinis demam rematik dimulai saat antibodi berada pada tingkat
puncaknya, oleh karena itu, tes antibodi antistreptococcal berguna untuk
mengkonfirmasi infeksi SGA sebelumnya. Peningkatan antibodi sangat berguna
terutama untuk pasien dengan gejala klinis yang ada hanya chorea. Titer antibbodi
harus di cek interval 2 minggu untuk mendeteksi kenaikan. 5,6
Tes antibodi terhadap ekstraselular antistreptococcal yang paling sering
adalah antistreptolisin O (ASO), antideoxyribonuklease (DNAse) B,
antihyaluronidase, antistreptokinase, antistreptococcal esterase dan anti-DNA. Tes
antibodi untu komponen selular antigen SGA meliputi antistreptococcal
polisaccharida, antiteichoic acid antibodi, dan anti M-protein antibodi. 5,6
Secara umum, rasio antibodi terhadap antigen ekstraselular streptococcal
meningkat selama bulan pertama setelah terinfeksi dan setelah itu menurun dalam
3-6 bulan sebelum kembali ke kadar normal setelah 6-12 tahun. ASO memiliki
titer puncak 2-3 minggu setelah onset demam rematik dengan sensitivitas tes ini
80-85%. Anti DNAse B sedikit lebih sensitif (90%) untuk mendeteksi demam
rematik atau glomerulonefritis akut. 5,6
14
Antihyaluronidase biasanya abnormal pada pasien demam rematik dengan
titer ASO normal dan meningkat lebih awal dan bertahan lebih lama dari
peningkatan titer ASO selama demam rematik. 5,6
4. Reaktan Fase Akut
C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah meningkat pada demam
rematik dikarenakan inflamasi yang merupakan natur dari penyakit. Memiliki
sensitivitas yang tinggi tetapi spesifsitas yang rendah. 5,6
5. Heart reactive antibodies
Tropomiosin meningkat selama demam rematik akut. 5,6
B. Pemeriksaan Pencitraan
1. Rontgen Thoraks
Pada insufisiensi mitral, foto thoraks dapat dilihat pembesaran atrium kiri
dan ventrikel kiri, kongesti pembuluh darah perihilar yang adalah tanda dari
hipertensi vena pulmonalis dapat juga terlihat. Kalsifikasi mitral jarang terjadi
pada anak kecil. 4
Pada mitral stenosis, lesi sedang atau berat, pada foto thoraks didapatkan
pembesaran atirum kiri dan pembesaran arteri pulmonalis dan ruang jantung
kanan, perfusi pada bagian apikal paru-paru yang lebih banyak. 4
Pada insufisiensi aorta, didapatkan pembesaran ventrikel kiri dan aorta. 4
2. Doppler-echocardiogram
Pada PJR akut, Doppler-echocardiography mengidentifikasi dan
menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Studi di Kamboja dan
Mozambique memperlihatkan peningkatan 10 kali prevalensi PJR ketika
ekokardiografi digunakan untuk screening klinis dibandingkan dengan penemuan
klinis saja.6
15
Pada karditis ringan, Doppler membuktikan adanya mitral regurgitasi yang
ada selama fase akut penyakit yang menghilang dalam minggu sampai bulan.
Tetapi pasien dengan karditis sedang hingga berat memiliki mitral dan atau aorta
regurgitasi persisten.6
Penemuan penting pada ekokardiografi dari mitral regurgitasi dari
valvulitis akut reumatik adalah dilatasi anula, elongasi dari korda tendinae menuju
daun katup anterior dan mitral regurgitasi jet mengarah posteriorlateral.6
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri menjadi sering dilatasi dengan
ejeksi fraksi yang normal atau memendek. Oleh karena itu, beberapa kardiologis
mempercayai insufisiensi katup dari endokarditis adalah penyebab dominan dari
gagal jantung pada demam rematik akut daripada disfungsi miokardium, yang
disebabkan miokarditis.6
Pada PJR kronik, ekokardiografi digunakan untuk melihat perkembangan
progresivitas dari stenosis katup dan membantu penentuan waktu intervensi
bedah. Daun katup yang terkena menjadi tebal secara difus, dengan fusi komisura
dan korda tendinae. Terjadinya peningkatan densitas echo dari katup mitral
menandakan kalsifikasi.6
Gambar berikut memperlihatkan jet insufisiensi sistolik mitral tipikal
dilihat pada PJR:
Gambar VII.1 Insufisiensi Mitral LV=left ventricle; LA=left atrium; Ao=aorta; RV=right
ventricle6
16
Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet insufisiensi sistolik
mitral pada PJR, jet biru memanjang dari ventrikel kiri menuju atrium kiri. Jet ini
secara tipikal mengarah ke dinding lateral dan posterior.6
Gambar dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi diastolik aorta tipikal
dilihat pada PJR.
Gambar VII.2 Insufisiensi Aorta LV=left ventricle; LA=left atrium; Ao=aorta; RV=right
ventricle6
Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet insufisiensi
diastolik aorta pada PJR, jet merah memanjang dari aorta menuju ventrikel kiri.6
World Heart Federation telah mempublikasikan guideline untuk
mengidentifikasi individual dengan PJR tanpa riwayat yang jelas dari demam
rematik akut. Berdasarkan pencitraan 2 dimesi dan pulsed-color Doppler, pasien
dikategorikan kedalam PJR definit, PJR borderline, dan normal. Untuk pasien
anak (didefinisikan usia <20 tahun) definit echo termasuk didalamnya patologi
mitral regusgitasi, dan sekurangnya 2 gambaran morfologi katup mitral dari PJR,
yaitu mitral stenosis dengan rata-rata gradien lebih dari 4 mmHg, patologi aorta
regurgitasi, dan sekurangnya 2 gambaran morfologi dari katup aorta pada PJR
atau bordeline penyakit baik dari katup aorta dan katup mitral.6
17
C. Elektrokardiografi (EKG)
Pada mitral insufisuensi berat terlihat gel P bifasik prominen, disertai
tanta hipertrofi ventrikel kiri dan berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kanan.6
Pada mitral stenosis seiring dengan berat penyakit, terdapat gel P notched
dan hipertrofi ventrikel kanan menjadi terlihat. Pada EKG insufisiensi aorta
mungkin normal, tetapi pada kasus lanjutan terdapat hipertrofi ventrikel kiri dan
gelombang P prominen.6
Atrioventrikular (AV) blok derajat satu, yaitu dengan adanya
perpanjangan PR interval harus diperhatikan pada beberapa pasien dengan PJR.
Abnormalitas ini mungkin berhubungan dengan inflamasi miokardial lokal yang
meliputi nodus AV atau vaskulitis yang meliputi arteri di nodus AV. Hal ini
bukalah penemuan spesifik dan tidak digunakan dalam kriteri diagnostik PJR.6
Bila demam rematik akut berhubungan dengan perikarditis, dapat terjadi
ST elevasi yang biasa terlihat pada lead II, III, aVF, and V4 -V6. Pasien dengan
PJR mungkin mengalami atrial flutter, mutltifokal atrial takikardia atau atrial
fibrilasi dari penyakit katup mitral kronik dan dilatasi atrium. 6
C. Kateterisasi Jantung
Hal ini tidak diindikasikan pada PJR akut. Pada PJR kronik dilakukan
untuk mengevaluasi penyakit katup mitral dan aorta dan untuk tindakan ballon
stetosis katup mitral. Hal yang harus diperhatikan setelah prosedur ini adalan
perdarahan, rasa nyeri, mual, dan muntah, serta obsrtuksi arteri atau vena dari
trombosis dan spasme. Komplikasi dapat meliputi mitral insufisiensi setelah
dilatasi ballon, takiaritmia, bradiaritmia, dan oklusi vaskular. 6
E. Penemuan histologi
18
Penemuan patologi pada katup insufisiensi adanya lesi veruka pada garis
penutupan. Badan Aschoff (perivaskular fokus-fokus dari eosinofilik kolagen,
dikelilingi oleh limfosit, plasma sel dan makrofag) ditemukan di perikardium,
regio perivaskular dari miokardium dan endokardium. Sel Anitschkow adalah
makrofag besar didalam badan Aschoff.6
VIII. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria Jones, yaitu:
MANIFESTASI MAYOR MANIFESTASI MINOR
1. Karditis
Adanya bising
- Sistolik
- Middiastolik di apeks kordis
- Diastolic di basal
- Bising yang berubah
Kardiomegali
Perikarditis
Gagal jantung
Klinik
- Demam
- Artralgia
- Riwayat DR/ PJR
Laboratorik
Fase akut: - LED meninggi
- CRP positif
- Leukositosis
EKG: Interval P-R memanjang
2. Poliartritis migrans
3. Korea Sydenham
4. Nodul subkutan
5. Eritema marginatum
Ditambah bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya (titer ASTO atau
titer antibody streptokokus lainnya meningkat, ditemukan kuman streptokokus
beta-hemolitikus grup A pada biakan tenggorok atau baru menderita demam
Scarlet.7
Ditemukan 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2
manifestasi minor, didukung bukti infeksi SBHA berarti kemungkinan besar
19
terdapat DR. Bila tidak didukung bukti tersebut diagnosis DR diragukan, kecuali
pada DR dengan periode laten yang lama (korea Sydenham atau karditis ringan).7
Saat ini telah ada kriteia yang diperbaharui oleh AHA dan WHO tahun
2002-2003. Dimana melalui kriteria yang terlah diperbaharui ini dapat dilakukan
diagnosis :7
1. Episode pertama demam rematik
2. Serangan berulang demam rematik pada pasien tanpa PJR
3. Serangan berulang demam rematik pada pasien dengan PJR
4. Reumatik Chorea
5. Onset awal Karditis Rematik
6. PJR Kronik
20
Adapun reumatik karditis memiliki tanda dan gejala sebagai berikut :
Adapun dibawah ini adalah kriteria penyakit jantung rematik menurut World Heard Federation 2012.7
21
IX. PENATALAKSANAAN
Pencegahan demam rematik pada pasien dengan SGA faringitis (Pencegahan
Primer Demam Rematik )
Gambar IX.1 : Agen Antibiotik dan guideline pemberian8
Penisilin V oral tetap adalah obat pilihan untuk terapi SGA faringitis,
tetapi ampisilin dan amoksisilin juga sama efektivitasnya. Bila penisilin oral tidak
ada, dosis tunggal intramuskular benzathine penisilin G atau benzathine/prokain
penisili kombinasi adalah terapinya.6
Pada pasien yang alergi dengan penisilin, pemberian eritromisin atau
serfalopsporin generasi pertama, pilihan lainnya meliputi claritromisin selama 10
hari, azitromisin selama 5 hari, atau clindamisin selama 10 hari.8
Terapi pada pasien dengan demam rematik dan PJR
Individu dengan riwayat penyakit demam rematik sebelumnya yang
disebabkan oleh Bakteri GAS akibat faringitis akan sangat rentan untuk terjadinya
22
penyakit demam rematik berulang, dimana pada serangan pertama faringitis yang
disebabkan oleh GAS akan berkembang menjadi demam rematik hanya sekitar 3 –
4%, tapi jika seorang individu mempunyai riwayat demam rematik maka
kemungkinan terjadinya demam rematik akan meningkat drastic. Kejadian
berulang ini akan memperberat penyakit jantung rematik yang telah berkembang
dari kejadian demam rematik pertama. Pencegahan infeksi episodic dari Faringitis
GAS adalah metode yang paling efektif untuk mencegah perkembangan penyakit
jantung rematik. Tanpa infeksi bakteri GAS saja dapat terjadi gejala yang dapat
memicu terjadinya serangan berulang, dan demam rematik itu sendiri dapat
berulang meskipun bakteri penyebabnya di obati secara optimal, sehingga karena
hal tersebut pencegahan dari kejadian berulang demam rematik memerlukan
pemberian antibiotic profilaksis secara terus menerus. Profilaksis secara terus
menerus direkomendasikan kepada pasien dengan riwayat demam rematik
sebelumnya (termasuk gejala demam rematik yang hanya bermanifestasi sebagai
Korea Sidenham) dan yang terbukti benar menderita peneyakit jantung rematik.8
Gambar IX.2 : Durasi pengobatan Demam Rematik.8
Tatalaksana manifestasi akut dari demam rematik akut meliput salisilat
dan steroid. Aspirin sebagai anti-inflamasi dengan dosis efektif mampu
mengurangi semua manifestasi dari penyakit kecuali korea. Jaga kadar aspirin di
dalam darah 20-25 mg/dL, tetapi hal ini sulit dilakukan karena absorpsi pada
saluran cerna yang bervariasi. Pemberian aspirin sebagai dosis anti-inflamasi
23
sampai tanda dan gejala demam rematik akut berkurang atau membaik (6-8
minggu) dan reaktana fase akut kembali ke normal. Ketika memutuskan terapi,
monitor reaktan fase akut untuk pembuktian terjadinya rebound atau tidak.8
Bila terdapat karditis sedang hingga berat di indikasikan adanya
kardiomegali, gagal jantung kongestif, blok jatung derajat III, ganti salisilat
dengan prednison per oral. Pemberian prednison selama 2-6 minggu bergantung
tingkat keparahan karditis dan tapering prednisone selama minggu terakhir.8
Prednison diberikan dengan dosis 1-2mg/kg/hari maksimal 80mg/hari
dalam pemberian tunggal atau dalam dosis terbagi. Diberikan selama 2-3 minggu
kemudia diturunkan 20-25% setiap minggunya.8
Pergatinan terapi prednison setelah periode pendek (2-4minggu) ketika
memulai dan mejaga salisilat untuk beberapa minggu dapat mengurangi efek
yang tidak diinginkan dari steroid selagi mencegah rebound nya karditis.8
Pasien dengan demam rematik akut dan gagal jatung mendapat terapi
meliputi digoxin, diuretik, reduksi afterload, suplemen oksigen, tirah baring dan
retriski cairan dan natirum. Diuretik yang biasa digunakan bersamaan dengan
digoxin untuk anak-anak dengan gagal jantung meliputi furosemid dan
spironolakton. Dilakukan pengecekan elektrolit dan koreksi hipokalmemia
sebelum memulai terapi dengan digoxin.8
Total dosis digitalis adalah 20-30 mcg/kg per oral dengan 50% dosis
initial, diikuti 25% dosis 12 jam dan 24 jam setelah dosis inisial. Dosis
maintenance biasanya 8-10 mcg/kg/hadi per oral dibagi dalam 2 dosis. Pada anak
tua dan dewasa, dosis total loading adalah 1,25-1,5 mg per oral dan dosis
maintenance 0,25-0,5 mg per oral setiap hari. Terapi digoxin dipertahanakan pada
level 1,5-2 ng/mL.6
24
Jika terjadi gagal jatung yang tetap dan progresif selama episode demam
rematik akut, selain terapi medikamentos, pembedahan diindikasi dan mungkin
menyelamatka dari mitral dan atau aorta insufisiensi yang berat. 6
Terapi preventif dan profilaksis sekunder di indikasikan untuk demam
rematik dan PJR akut mencegah kerusakan katup yang lebih lanjut.
Gambar IX.3 : Regimen Antibiotik Profilaksis Sekunder8
Injeksi 0,6-1,2 juta unit ( <30 kg dan ≥ 30 kg )9 benzathine penisilin G
intramuskular setiap 3-4 minggu direkomendasikan untuk profilaksis sekunder.
Dapat diberikan Penisilin V per oral dengan dosis 250 mg 2 kali sehari, bila tidak
dapat diberikan suntikan karena perdarahan hebat. Bila mengalami alergi penisilin
dapat diberikan eritromisin per oral 250mg 2 kali sehari. Pemberian dosis yang
sama setiap 3 minggu pada area endemik demam rematik, pasien dengan karditis
residual, dan pasien berisiko tinggi. 6,8
Injeksi diberikan sebanyak 13 kali harus diberikan setiap tahun nya bila di
resepkan setiap 4 minggu, dan 17 kali bila diresepkan 3 minggu. 6,8
Durasi pemberian antibiotik profilaksis masih merupakan kontroversial
yang diutamakan untuk pasien dengan risiko tinggi (seperti tenaga kesehatan,
guru, dan pekerja perawatan). AHA (American Heart Association)
merekomendasikan pasien dengan demam rematik tanpa karditis menerima
25
profilaksi antibiotik selama 5 tahun atau sampai berusia 21 tahun, yang berarti
lebih panjang. Pasien dengan demam rematik dan karditisi tanpa penyakit katup
menerima profilaksis antibiotik selama 10 tahun atau lebih baik sampai usia tua.
Pasien dengan demam rematik dan karditis disertai penyakit katup menerima
antibiotik selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun. 6
X. KOMPLIKASI
Komplikasi potensial meliputi gagal jantung dari insufisiensi katup
(rematik karditis akut) atau stenosis (rematik karditis kronik). Komplikasi jantung
meliputi aritmia atrial, edema pulmonal, emboli pulmonal berulang, endokarditis
infeksi, pembentukan trombus intrajantung, dan emboli sistemik.6
XI. PROGNOSIS
Manifestasi demam rematik akut mereda dalam 12 minggu pada 80%
pasien dan memanjang menjadi 15 minggu pada sisanya. Demam rematik adalah
penyebab kematian utama usia 5-20 tahun di Amerika Serikat 100 tahun yang
lalu, dengan 8-30% karena karditis dan valvulitis tetapi menurun menjadi 4%
pada tahun 1930-an. Dengan berkembangnya antibiotik pada tahun 1960-an rate
mortalitas menurun sampai hampir 0% dan 1-10% di negara berkembang.
Penyakit katup kronik juga mengalami perbaikan 60-770% pada pasien sebelum
masa antibiotik dan menurun menjadi 9-39% setelah penisilin di kembangkan.6
Secara umum, insidens residual PJR dalam 10 tahun adalah 34% pasien
tanpa kekambuhan tetapi 60% pasien dengan kekambuhan demam rematik.
Hilangnya murmur dalam 5 tahun terjadi pada 50% pasien. Pasien mengalami
abnormalitas katup 19 tahun setelah episode demam rematik. Diperlukan
pencegahan kekambuhan demam rematik. 6
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Burke AP, Butanny J. Articles : Pathology of Rheumatic Heart Disease. Updated
September 9th, 2013. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1962779-
overview. Accessed at November 25th 2013.
2. Brooks GF, Butel JS, Morse SA.Jawetz,Melnick, & Alderberg’s Medical
Microbiology 25th ed. . New york : McGraw-Hill.2010 :207-14.
3. Report of a WHO Expert Consultation. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart
Disease
4. Kumar et al. Robbins Basic Pathology. 9th ed. UK:Elsevier;2013.hal. 391 - 92
5. Gerber MA. Chapter 182. Rheumatic Fever. In :Kleigman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. UK :
Elsevier;2007.p920 – 925; 1626 - 1628
6. Chin TK, Chin EM, Siddiqui T, Sundell AK. Article : Pediatric Rheumatic Heart
Disease. Updated May 30th 2012. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/891897-overview#showall. Accesed at :
November 25th 2013.
7. Remenyi B. WHF Echocardiogphisc Criteria for Rheumatic Heart Disease allow
for Reproducible Diagnosis World-wide.Available at :
http://livestreamsa.co.za/wcpccs/presentations/files/WCPCCS/2013-02-20/
Ballroom%20West/10-50-00_Remenyi_Bo/Remenyi%20WHF%20echo
%20criteria%20validation.pdf. Accessed at November 25th 2013
8. Gerber, M.A., et.al. : Prevention of Rheumatic Fever and Diagnosis and
Treatment of Acute Streptococcal Pharyngitis, Circulation. 2009;119:1541-1551
27