Revitalisasi Mindset Lulusan Perguruan Tinggi dari Pencari Ke Pencipta Kerja
-
Upload
rickyfoeh106 -
Category
Documents
-
view
95 -
download
4
description
Transcript of Revitalisasi Mindset Lulusan Perguruan Tinggi dari Pencari Ke Pencipta Kerja
STRATEGI REVITALISASI MINDSET PENCARI KERJA (Job Seeker)
KEPADA PENCIPTA KERJA (Job Creator)
Ricky Ekaputra Foeh*)
Abstrak
Setiap tahunnya angka pengangguran terus bertambah. Memasuki 2011 pengangguran terbuka sekarang
sebesar 9,25 juta jiwa, sedangkan data pengangguran terdidik menunjukkan kecenderungan semakin
meningkat dari tahun ke tahunnya. Hasil penelitian dan riset Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha,
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada tahun 2011 menunjukkan bahwa
hanya sekira 6,12 persen lulusan sarjana yang berminat menjadi wirausahawan. Selebihnya 83,18 persen
lebih berminat menjadi pegawai. Hal ini menjadi sebuah fenomena yang semakin mengkhawatirkan karena
membuktikan bahwa pola pikir para sarjana umumnya berorientasi menjadi pegawai negeri atau karyawan
swasta, padahal lapangan kerja baik di swasta dan negeri sangat terbatas dibanding angkatan kerja. Sistem
Pendidikan di Indonesia justru melahirkan para pencari kerja baru, bukan pencipta lapangan kerja. Mindset
(pola pikir) kaum intelek mesti di revitalisasi agar terpola menjadi job creator ketimbang menjadi job
seeker. Target program nasional pada 2014 mendatang terpenuhi, minimal 2,5 persen dari jumlah penduduk
di Indonesia adalah berwirausaha. Mindset mahasiswa harus diubah dari pencari menjadi pencipta kerja
Kata Kunci: Mindset, Pencari Kerja, Pencipta Kerja, Kewirausahaan
Pendahuluan
Setiap manusia membutuhkan
makanan, minuman, tempat tinggal,
kepuasan dan kebutuhan fisik lainnya
selain dari kebutuhan akan rasa aman dan
perlindungan dari gangguan fisik dan
emosional yang merugikan. Untuk
memenuhi akan semua kebutuhan tersebut
seseorang harus bekerja. Lewat pekerjaan
ada upah yang diterima. Pekerjaan yang
dilakukan dapat melalui sektor formal
yang mana adalah kegiatan usaha yang
berlangsung secara formal kelembagaan
seperti pada kantor kantor pemerintahan,
perusahaan, dan badan usaha, sedangkan
sector informal di identikan dengan usaha
mikro, kecil dan menengah.
Hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) menyebutkan bahwa
jumlah penduduk Indonesia pada akhir
2011 sekitar 118,6 juta orang atau 69%
dari penduduk usia kerja diproyeksikan
akan memasuki pasar kerja, suatu jumlah
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 1
yang sangat mengkhawatirkan melihat
kemampuan ekonomi Indonesia saat ini.
Angkatan kerja yang menganggur
diperkirakan mencapai sekitar 7,5 juta
orang atau 6,4% dari angkatan kerja.
Bahkan mereka yang lulus perguruan
tinggi semakin sulit mendapatkan
pekerjaan, karena tidak banyak terjadi
ekspansi kegiatan usaha. Dalam keadaan
seperti ini maka masalah pengangguran
termasuk yang berpendidikan tinggi akan
berdampak negatif terhadap stabilitas
sosial dan kemasyarakatan.
Fenomena yang muncul adalah
banyaknya lulusan perguruan tinggi yang
lebih memilih menjadi pegawai
negeri/karyawan swasta (employee)
ketimbang membuka lapangan kerja.
Sikap mandiri dengan tidak
menggantungkan harapan untuk bekerja
kantoran, atau menjadi Pegawai/karyawan
(employee), tampaknya belum akrab
dalam benak sebagian besar para calon
sarjana. Mereka berasumsi bahwa ketika
lulus kuliah, kemudian mendapat
pekerjaan kantoran, atau menjadi
Pegawai/karyawan (employee), akan
menjamin masa depan mereka kelak.
Padahal kesempatan kerja pada organisasi
pemerintahan hanya dibuka setiap tahun,
bagi mereka yang berminat menjadi PNS
dengan tujuan untuk mengisi lowongan
mereka yang telah pensiun, meninggal
dunia atau keluar dari pekerjaannya.
Jumlah lowongan yang tersedia sangat
sedikit jika dibandingkan dengan jumlah
yang melamar. Hal ini mendorong adanya
persaingan yang sangat ketat diantara para
peserta tes. Semuanya berlomba menjadi
yang terbaik agar direkrut. Bagi mereka
yang tidak lulus tes akan menambah
deretan jumlah angkatan kerja yang
semakin bertambah dan bertambah.
Kenyataan bahwa sebagian besar
lulusan Perguruan Tinggi adalah lebih
sebagai pencari kerja (job seeker) daripada
pencipta lapangan pekerjaan (job creator)
merupakan salah satu penyebab tingginya
angka pengangguran berpendidikan tinggi.
Hal ini dimungkinkan karena sistem
pembelajaran yang diterapkan di
perguruan tinggi saat ini lebih terfokus
pada bagaimana menyiapkan para
mahasiswa yang cepat lulus dan
mendapatkan pekerjaan, bukan sebagai
lulusan yang siap bekerja dengan
menciptakan pekerjaan. Selain itu secara
umum aktivitas kewirausahaan
(Entrepreneurial Activity) mahasiswa
relatif masih rendah. Entrepreneurial
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 2
Activity diterjemahkan sebagai individu
aktif dalam memulai bisnis baru dan
dinyatakan dalam persen total penduduk
aktif bekerja. Semakin tinggi indek
Entrepreneurial Activity, maka semakin
tinggi level entrepreneurship suatu negara
(Boulton dan Turner, 2005).
Kementerian Koperasi dan UKM
menyatakan, bahwa populasi wirausaha di
Indonesia ternyata masih terbilang rendah.
Dari jumlah penduduk yang mencapai 200
juta lebih, jumlah wirausaha baru di
Indonesia baru mencapai 400 ribu orang
atau sekitar 0,2%. Idealnya, jumlah
wirausaha mencapai 2% atau 4,8 juta
orang.
Pilihan yang diambil tidaklah
keliru, tetapi juga tidak sepenuhnya benar.
Coba kita tanya kepada para mahasiswa,
para calon sarjana tentang rencana mereka
setelah lulus kuliah nanti. Akan muncul
berbagai jawaban praktis-pragmatis yaitu
“mencari kerja”., jika kita cermati lebih
jauh hal ini menyiratkan sebuah
ketidakpastian. Apakah kita lantas
membiarkan mereka terus berusaha
mencari pekerjaan, karena, mencari adalah
sama dengan belum menemukan sesuatu.
Proses mencari tentu memakan waktu
yang tidak menentu.
Fakta menunjukkan pilihan yang
diambil oleh sebagian besar lulusan kita
saat ini lebih banyak menciptakan
pengangguran dibandingkan
meningkatkan jumlah lapangan kerja.
Sebagai akibat dari belum pulihnya iklim
investasi, terbatas peluang kerja, dan
bertambahnya angkatan kerja baru dari
pendidikan diploma dan sarjana sebesar
1,5 juta jiwa hingga 2 juta jiwa per
tahunnya maka tidak mengherankan
jumlah pengangguran terus bertambah
setiap tahunnya.
Sudah saatnya, kita perlu
merevitalisasi mindset (pola pikir) para
lulusan perguruan tinggi dari mereka yang
berpikir sebagai pencari kerja menjadi
seorang yang berpikir untuk menjadi
pencipta kerja. Semangat kewirausahaan
harus ditanamkan dalam diri generasi
bangsa kita sejak dini. Sikap keragu-
raguan, untuk berpindah dari kuadran
“employee” ke kuadran
“pengusaha/pemilik usaha” harus
dihilangkan. Kendati untuk memulai
suatu usaha membutuhkan setidaknya
keberanian untuk mengexplorasi ide bisnis
dan menjadikannya bernilai.
Pola pikir yang kita anut selama ini
harus diperbaiki secara tepat antara lain:
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 3
1) Tidak mempunyai keyakinan,
gantikan dengan sebuah
keyakinan yang kokoh untuk
menjadi yang terbaik
2) Tidak mempunyai tujuan hidup
yang jelas, gantikan dengan
menetapkan tujuan hidup yang
jelas dan mantap
3) Tidak mempunyai strategi yang
ampuh mengatasi kesulitan
hidup, gantikan dengan belajar
dari orang lain dan berpikirlah
secara komprehensif untuk
mengatasi setiap persoalan
yang dihadapi
4) Tidak mempunyai rencana
yang realistic, gantikan dengan
tetapkan rencana yang masuk
akal untuk dapat dicapai dalam
kurun waktu tertentu dengan
cara yang elegan.
Untuk menumbuhkembangkan
jiwa kewirausahaan dan meningkatkan
aktivitas kewirausahaan agar para lulusan
perguruan tinggi lebih menjadi pencipta
lapangan kerja dari pada pencari kerja,
maka diperlukan suatu usaha nyata.
Berbagai kebijakan dan program untuk
mendukung terciptanya lulusan perguruan
tinggi yang lebih siap bekerja dan
menciptakan pekerjaan. Program Magang
Kewirausahaan (MKU), Kuliah Kerja
Usaha (KKU), Kuliah Kewirausahaan
(KWU), Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM), telah banyak menghasilkan alumni
yang terbukti lebih kompetitif di dunia
kerja, dan hasil-hasil karya invosi
mahasiswa melalui PKM potensial untuk
ditindaklanjuti secara komersial menjadi
sebuah embrio bisnis berbasis Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Seni (Ipteks).
Wirausaha dan Kewirausahaan
Banyaknya jumlah pengangguran
ini tak lepas dari paradigma berpikir
(mindset) generasi muda yang rata-rata
ingin menjadi pegawai, sementara
ketersediaan lapangan kerja di sektor
formal sangat terbatas. Hal ini sangat
disayangkan, mengingat kemampuan dan
kreativitas generasi muda saat ini sangat
tinggi dan memiliki potensi untuk
dikembangkan.
Menurut David McClelland,
untuk menjadi negara maju dan makmur,
minimal jumlah wirausaha yang
dibutuhkan adalah 2% dari total jumlah
penduduk. Amerika Serikat, tahun 2007
memiliki 11,5% entrepreneur, Singapura
pada tahun 2005 memiliki 7,2 %
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 4
entrepreneur, sedangkan Indonesia hanya
memiliki 0,18% entrepreneur.
Untuk menjadi sebuah negara
maju, Indonesia perlu menambah lagi
jumlah pengusaha minimal dua persen dari
total penduduk. Peran sektor swasta ikut
menentukan kemajuan bangsa. Jumlah
usahawan di Indonesia saat ini masih 0,18
persen dan ini harus ditingkatkan minimal
dua persen dari total penduduknya guna
menuju negara maju.
Dalam pandangan penulis,
wirausaha adalah seseorang yang
mengkombinasikan sumber daya, tenaga
kerja, material dan aset-aset lain sehingga
nilainya menjadi lebih tinggi dari
sebelumnya.
Berwirausaha berarti menciptakan
sesuatu yang tidak ada menjadi ada dan
bermakna bagi manusia melalui tindakan
kreatif dan inovatif. Wirausahawan
cenderung menggunakan energinya untuk
melakukan dan membangun suatu
kegiatan. Seorang wirausahawan yang
tahu bagaimana menemukan sesuatu,
merangkai, dan mengendalikan sumber-
sumber (yang kadang-kadang dimiliki oleh
orang lain) untuk mewujudkan tujuannya.
Pandangan penulis ini di pertegas
dengan pandangan Richard Cantillon
(1775) tentang Kewirausahaan yang
didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self-
employment). Seorang wirausahawan
membeli barang saat ini pada harga
tertentu dan menjualnya pada masa yang
akan datang dengan harga tidak menentu.
Frank Knight (1921)
mendefinisikan wirausahawan mencoba
untuk memprediksi dan menyikapi
perubahan pasar. Definisi ini menekankan
pada peranan wirausahawan dalam
menghadapi ketidakpastian pada dinamika
pasar. Seorang wirausahawan disyaratkan
untuk melaksanakan fungsi-fungsi
manajerial mendasar seperti pengarahan
dan pengawasan.
Joseph Schumpeter (1934),
memberikan arti Wirausahawan adalah
seorang inovator yang
mengimplementasikan perubahan
perubahan di dalam pasar melalui
kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi
baru tersebut bisa dalam bentuk (1)
memperkenalkan produk baru atau dengan
kualitas baru, (2) memperkenalkan metoda
produksi baru, (3) membuka pasar yang
baru (new market), (4) Memperoleh
sumber pasokan baru dari bahan atau
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 5
komponen baru, atau (5) menjalankan
organisasi baru pada suatu industri.
Schumpeter mengkaitkan wirausaha
dengan konsep inovasi yang diterapkan
dalam konteks bisnis serta
mengkaitkannya dengan kombinasi
sumber daya.
Penrose (1963), berujar bahwa
Kegiatan kewirausahaan mencakup
indentifikasi peluang-peluang di dalam
system ekonomi. Kapasitas atau
kemampuan manajerial berbeda dengan
kapasitas kewirausahaan.
Harvey Leibenstein (1968),
Kewirausahaan mencakup kegiatan-
kegiatann yang dibutuhkan untuk
menciptakan atau melaksanakan
perusahaan pada saat semua pasar belum
terbentuk atau belum teridentifikasi
dengan jelas, atau komponen fungsi
produksinya belum diketahui sepenuhnya.
Peter F. Drucker, berpendapat
bahwa Kewirausahaan merupakan
kemampuan dalam menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda. Pengertian ini
mengandung maksud bahwa seorang
wirausahan adalah orang yang memiliki
kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru, berbeda dari yang lain. Atau
mampu menciptakan sesuatu yang berbeda
dengan yang sudah ada sebelumnya.
Zimmerer dan Scarborough,
berpendapat kewirausahaan sebagai suatu
proses penerapan kreativitas dan inovasi
dalam memecahkan persoalan dan
menemukan peluang untuk memperbaiki
kehidupan (usaha).
Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik
dari berbagai pengertian tersebut adalah
bahwa
1. Seorang wirausahawan selalu
diharuskan menghadapi resiko atau
peluang yang muncul, serta sering
dikaitkan dengan tindakan yang
kreatif dan innovatif.
Wirausahawan adalah orang yang
merubah nilai sumber daya, tenaga
kerja, bahan dan faktor produksi
lainnya menjadi lebih besar
daripada sebelumnya dan juga
orang yang melakukan perubahan,
inovasi dan cara-cara baru. Selain
itu, seorang wirausahawan
menjalankan peranan manajerial
dalam kegiatannya, tetapi
manajemen rutin pada operasi yang
sedang berjalan tidak digolongkan
sebagai kewirausahaan. Seorang
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 6
individu mungkin menunjukkan
fungsi.
2. Kewirausahaan dipandang sebagai
fungsi yang mencakup eksploitasi
peluangpeluang yang muncul di
pasar. Eksploitasi tersebut sebagian
besar berhubungan dengan
pengarahan dan atau kombinasi
input yang produktif.
kewirausahaan ketika membentuk
sebuah organisasi, tetapi
selanjutnya menjalankan fungsi
manajerial tanpa menjalankan
fungsi kewirausahaannya. Jadi
kewirausahaan bias bersifat
sementara atau kondisional.
Kewirausahaan adalah proses
penciptaan sesuatu yang berbeda
nilainya dengan menggunakan
usaha dan waktu yang diperlukan,
memikul resiko finansial, psikologi
dan sosial yang menyertainya, serta
menerima balas jasa moneter dan
kepuasan pribadi.
Ciri-ciri dan Sifat Kewirausahaan
Untuk dapat mencapai tujuan yang
diharapkan, maka setiap orang
memerlukan ciri-ciri dan juga memiliki
sifat-sifat dalam kewirausahaan. Ciri-ciri
seorang wirausaha adalah:
Memiliki Rasa Percaya diri
Selalu Berorientasikan tugas dan
hasil
Seorang Pengambil risiko
Memiliki sikap Kepemimpinan
Keorisinilan dalam usaha
Selalu Berorientasi ke masa depan
Memiliki kejujuran dan ketekunan
Sifat-sifat seorang wirausaha adalah:
Memiliki sifat keyakinan,
kemandirian, individualitas,
optimisme.
Selalu berusaha untuk berprestasi,
berorientasi pada laba, memiliki
ketekunan dan ketabahan, memiliki
tekad yang kuat, suka bekerja
keras, energik ddan memiliki
inisiatif.
Memiliki kemampuan mengambil
risiko dan suka pada tantangan.
Bertingkah laku sebagai pemimpin,
dapat bergaul dengan orang lain
dan suka terhadap saran dan kritik
yang membangun.
Memiliki inovasi dan kreativitas
tinggi, fleksibel, serba bisa dan
memiliki jaringan bisnis yang luas.
Memiliki persepsi dan cara
pandang yang berorientasi pada
masa depan.
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 7
Memiliki keyakinan bahwa hidup
itu sama dengan kerja keras.
Tahap-tahap kewirausahaan
Secara umum ada beberapa tahap-
tahap dalam melakukan wirausaha:
Tahap memulai; Tahap di mana
seseorang yang berniat untuk melakukan
usaha mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan, diawali dengan melihat
peluang usaha baru yang mungkin apakah
membuka usaha baru, melakukan akuisisi,
atau melakukan ‘’franchising’’. Tahap ini
juga memilih jenis usaha yang akan
dilakukan apakah di bidang pertanian,
industri, atau jasa.
Tahap melaksanakan usaha;
Dalam tahap ini seorang wirausahawan
mengelola berbagai aspek yang terkait
dengan usahanya, mencakup aspek-aspek:
pembiayaan, SDM, kepemilikan,
organisasi, kepemimpinan yang meliputi
bagaimana mengambil risiko dan
mengambil keputusan, pemasaran, dan
melakukan evaluasi.
Tahap mempertahankan usaha;
Tahap di mana wirausahawan berdasarkan
hasil yang telah dicapai melakukan
analisis perkembangan yang dicapai untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang
dihadapi.
Tahap mengembangkan usaha;
Tahap di mana jika hasil yang diperoleh
tergolong positif atau mengalami
perkembangan atau dapat bertahan maka
perluasan usaha menjadi salah satu pilihan
yang mungkin diambil.
Sikap wirausaha
Dari daftar ciri dan sifat watak seorang
wirausahawan di atas, dapat kita
identifikasi sikap seorang wirausahawan
yang dapat diangkat dari kegiatannya
sehari-hari, sebagai berikut:
Disiplin; dalam melaksanakan
kegiatannya, seorang
wirausahawan harus memiliki
kedisiplinan yang tinggi. Arti dari
kata disiplin itu sendiri adalah
ketepatan komitmen wirausahawan
terhadap tugas dan pekerjaannya.
Ketepatan yang dimaksud bersifat
menyeluruh, yaitu ketepatan
terhadap waktu, kualitas pekerjaan,
sistem kerja dan sebagainya.
Ketepatan terhadap waktu, dapat
dibina dalam diri seseorang dengan
berusaha menyelesaikan pekerjaan
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 8
sesuai dengan waktu yang
direncanakan. Sifat sering
menunda pekerjaan dengan
berbagai macam alasan, adalah
kendala yang dapat menghambat
seorang wirausahawan meraih
keberhasilan. Kedisiplinan
terhadap komitmen akan kualitas
pekerjaan dapat dibina dengan
ketaatan wirausahawan akan
komitmen tersebut. Wirausahawan
harus taat azas. Hal tersebut akan
dapat tercapai jika wirausahawan
memiliki kedisiplinan yang tinggi
terhadap sistem kerja yang telah
ditetapkan. Ketaatan wirausahawan
akan kesepakatan-kesepakatan
yang dibuatnya adalah contoh dari
kedisiplinan akan kualitas
pekerjaan dan sistem kerja.
Komitmen Tinggi; Komitmen
adalah kesepakatan mengenai
sesuatu hal yang dibuat oleh
seseorang, baik terhadap dirinya
sendiri maupun orang lain. Dalam
melaksanakan kegiatannya,
seorang wirausahawan harus
memiliki komitmen yang jelas,
terarah dan bersifat progresif
(berorientasi pada kemajuan.
Komitmen terhadap dirinya sendiri
dapat dibuat dengan identifikasi
cita-cita, harapan dan target-target
yang direncanakan dalam
hidupnya. Sedangkan contoh
komitmen wirausahawan terhadap
orang lain terutama konsumennya
adalah pelayanan prima yang
berorientasi pada kepuasan
konsumen, kualitas produk yang
sesuai dengan harga produk yang
ditawarkan, penyelesaian bagi
masalah konsumen, dan
sebagainya.Seorang wirausahawan
yang teguh menjaga komitmennya
terhadapkonsumen, akan memiliki
nama baik di mata konsumen yang
akhirnya wirausahawan tersebut
akan mendapatkan kepercayaan
dari konsumen, dengan dampak
pembelian terus meningkat
sehingga pada akhirnya tercapai
target perusahaan yaitu
memperoleh laba yang diharapkan.
Jujur; Kejujuran merupakan
landasan moral yang kadang-
kadang dilupakan oleh seorang
wirausahawan. Kejujuran dalam
berperilaku bersifat kompleks.
Kejujuran mengenai karakteristik
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 9
produk (barang dan jasa) yang
ditawarkan, kejujuran mengenai
promosi yang dilakukan, kejujuran
mengenai pelayanan purnajual
yang dijanjikan dan kejujuran
mengenai segala kegiatan yang
terkait dengan penjualan produk
yang dilakukan olehwirausahawan.
Kreatif dan Inovatif; Untuk
memenangkan persaingan, maka
seorang wirausahawan harus
memiliki daya kreativitas yang
tinggi. Daya kreativitas tersebut
sebaiknya dilandasi oleh cara
berpikir yang maju, penuh dengan
gagasan-gagasan baru yang
berbeda dengan produk-produk
yang telah ada selama ini di pasar.
Gagasan-gagasan yang kreatif
umumnya tidak dapat dibatasi oleh
ruang, bentuk ataupun waktu.
Justru seringkali ide-ide jenius
yangmemberikan terobosan-
terobosan baru dalam dunia usaha
awalnya adalah dilandasi oleh
gagasan-gagasan kreatif yang
kelihatannya mustahil.
Mandiri; Seseorang dikatakan
“mandiri” apabila orang tersebut
dapat melakukan keinginan dengan
baik tanpa adanya ketergantungan
pihak lain dalammengambil
keputusan atau bertindak, termasuk
mencukupi kebutuhan hidupnya,
tanpa adanya ketergantungan
dengan pihak lain. Kemandirian
merupakan sifat mutlak yang harus
dimiliki oleh seorang
wirausahawan. Pada prinsipnya
seorang wirausahawan harus
memiliki sikap mandiri dalam
memenuhi kegiatan usahanya.
Realistis; Seseorang dikatakan
realistis bila orang tersebut mampu
menggunakan fakta/realita sebagai
landasan berpikir yang rasional
dalam setiap pengambilan
keputusan maupun tindakan/
perbuatannya. Banyak seorang
calon wirausahawan yang
berpotensi tinggi, namun pada
akhirnya mengalami kegagalan
hanya karena wirausahawan
tersebut tidak realistis, obyektif
dan rasional dalam pengambilan
keputusan bisnisnya. Karena itu
dibutuhkan kecerdasan dalam
melakukan seleksi terhadap
masukan-masukan/ sumbang saran
yang ada keterkaitan erat dengan
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 10
tingkat keberhasilan usaha yang
sedang dirintis.
Faktor Kegagalan Dalam Wirausaha
Menurut Zimmerer dan Scarborough
(2008) ada beberapa faktor yang
menyebabkan wirausaha gagal dalam
menjalankan usaha barunya:
Tidak kompeten dalam manajerial.
Tidak kompeten atau tidak
memiliki kemampuan dan
pengetahuan mengelola usaha
merupakan faktor penyebab utama
yang membuat perusahaan kurang
berhasil.
Kurang berpengalaman baik dalam
kemampuan mengkoordinasikan,
keterampilan mengelola sumber
daya manusia, maupun
kemampuan mengintegrasikan
operasi perusahaan.
Kurang dapat mengendalikan
keuangan. Agar perusahaan dapat
berhasil dengan baik, faktor yang
paling utama dalam keuangan
adalah memelihara aliran kas.
Mengatur pengeluaran dan
penerimaan secara cermat.
Kekeliruan memelihara aliran kas
menyebabkan operasional
perusahan dan mengakibatkan
perusahaan tidak lancar.
Gagal dalam perencanaan.
Perencanaan merupakan titik awal
dari suatu kegiatan, sekali gagal
dalam perencanaan maka akan
mengalami kesulitan dalam
pelaksanaan.
Lokasi yang kurang memadai.
Lokasi usaha yang strategis
merupakan faktor yang
menentukan keberhasilan usaha.
Lokasi yang tidak strategis dapat
mengakibatkan perusahaan sukar
beroperasi karena kurang efisien.
Kurangnya pengawasan peralatan.
Pengawasan erat berhubungan
dengan efisiensi dan efektivitas.
Kurang pengawasan
mengakibatkan penggunaan alat
tidak efisien dan tidak efektif.
Sikap yang kurang sungguh-
sungguh dalam berusaha. Sikap
yang setengah-setengah terhadap
usaha akan mengakibatkan usaha
yang dilakukan menjadi labil dan
gagal. Dengan sikap setengah hati,
kemungkinan gagal menjadi besar.
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 11
Ketidakmampuan dalam
melakukan peralihan/transisi
kewirausahaan. Wirausaha yang
kurang siap menghadapi dan
melakukan perubahan, tidak akan
menjadi wirausaha yang berhasil.
Keberhasilan dalam berwirausaha
hanya bisa diperoleh apabila berani
mengadakan perubahan dan
mampu membuat peralihan setiap
waktu.
Lulusan Perguruan Tinggi dan
Kewirausahaan
Secara etimologi, kewirausahaan
merupakan nilai yang diperlukan untuk
memulai suatu usaha (startupphase) atau
suatu proses dalam mengerjakan suatu yang
baru (creative) dan sesuatu yang berbeda
(innovate). Oleh karena itu diharapkan
setiap lulusan perguruan tinggi mempunyai
sikap, semangat, sikap, perilaku dan/atau
yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan, dan menerapkan cara kerja,
teknologi dan produk baru untuk
meningkatkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang lebih baik
dan/atau memperoleh keuntungan yang
lebih besar. Dengan kata lain,
kewirausahaan juga merupakan
pengetahuan tentang nilai, jiwa, sikap dan
tindakan yang dilandasi oleh semangat
added value, sehingga tercermin dalam
berpikir, bersikap dan bertindak yang
mengutamakan inovasi, kreativitas dan
kemandirian.
Mengapa di Perguruan Tinggi
perlu melakukan pengembangan jiwa
kewirausahaan kepada para mahasiswa?
Hal itu terkait dengan Keengganan lulusan
perguruan tinggi memilih menjadi
wirausahawan. Salah satu factor
penyebabnya adalah karena terjebak dalam
mitos yang terbentuk dan berkembang
dalam masyarakat kita bahwa diperlukan
modal yang besar untuk memulai suatu
usaha, padahal tidak demikian adanya.
Memang benar bahwa semua usaha
membutuhkan modal untuk bisa berjalan;
juga benar bahwa banyak bisnis jatuh
karena tidak didukung keuangan yang
memadai. Namun ketidakmampuan
manajemen, lemahnya pemahaman
terhadap persoalan keuangan; investasi
yang buruk dan perencanaan yang jelek
adalah sejumlah variabel yang
menentukan jatuh bangunnya sebuah
usaha. Banyak wirausahawan sukses
berhasil mengatasi persoalan kekurangan
uang dalam menjalankan usahanya dengan
cara yang elegan. Bahkan ada
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 12
wirausahawan yang sanggup memulai
usaha dengan kemungkinan berhasil 98%
(Tung Desem Waringin, 2005).
Pengembangan jiwa kewirausahaan
bagi mahasiswa Perguruan Tinggi
dimaksudkan untuk memberikan bekal
kepada mahasiswa agar mahasiswa/alumni
memiliki pola pikir, pola sikap dan pola
tindak yang mengutamakan inovasi,
kreativitas dan kemandirian.
Tujuan pembelajaran kewirausahaan
di perguruan tinggi adalah bagaimana
mentransformasikan jiwa, sikap dan perilaku
wirausaha dari kelompok business
entrepreneur yang dapat menjadi bahan
dasar guna merambah lingkungan
entrepreneur lainnya, yakni academic,
govenrment dan social entrepreneur.
Desain pembelajaran yang
diberikan adalah pembelajaran yang
berorientasi atau diarahkan untuk
menghasilkan business entrepreneur
terutama yang menjadi owner entrepreneur
atau calon wirausaha mandiri yang mampu
mendirikan, memiliki dan mengelola
perusahaan serta dapat memasuki dunia
bisnis dan dunia industri secara profesional.
Karenanya pola dasar pembelajaran harus
sistemik, yang di dalamnya memuat aspek-
aspek teori, praktek dan implementasi. Di
samping itu dalam pelaksanaan
pembelajaran hendaknya disertai
operasionalisasi pendidikan yang relatif utuh
menyeluruh seperti pelatihan, bimbingan,
pembinaan, konsultasi dan sebagainya.
Catatan penting yang perlu diingat
adalah bahwa pendidikan kewirausahaan
tidak cukup hanya diadakan dalam kelas
berbentuk perkuliahan saja, melainkan harus
memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk merasakan langsung bagaimana
sulitnya memulai suatu usaha,
menjalankannya, dan juga memperoleh
kesempatan untuk mengamati seorang role
model, yaitu wirausaha yang menjalankan
usahanya dalam bentuk pemagangan.
Strategi Perubahan Mindset Lulusan
Perguruan Tinggi dari Job Seeker
menjadi Job creator
Setiap Perguruan tinggi harus bisa
melahirkan mahasiswa yang kreatif.
Pentingnya menciptalan Fleksibilitas
dalam belajar di perguruan tinggi akan
ikut mendorong lahirnya kreativitas dan
inovasi bagi setiap lulusannya.
Pendidikan kewirausahaan di
perguruan tinggi bertujuan untuk
membentuk manusia secara utuh (holistik),
sebagai insan yang memiliki karakter,
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 13
pemahaman dan ketrampilan sebagai
wirausaha. Pendidikan kewirausahaan
dapat diimplementasikan secara terpadu
dengan kegiatan-kegiatan pendidikan yang
dilakukan oleh dosen dan mahasiswa
secara bersama-sama dalam komunitas
pendidikan sehingga diharapkan akan
menciptakan mindset sebagai seorang
pencipta kerja (job creator). Berikut ini
adalah strategi mengubah Mindset Lulusan
Perguruan Tinggi dari Job Seeker menjadi
Job creator;
1. Keluarga Membangun Kultur
berwirausaha
Kultur (budaya) berwirausaha
suatu keluarga atau suku atau
golongan bahkan bangsa sangat
berpengaruh terhadap kemunculan
wirausaha-wirausaha baru yang
tangguh. Kultur berwirausaha tidak
dapat ditanamkan dalam sekejap.
Memerlukan waktu cukup banyak
untuk membangun kultur
kewirausahaan Setiap keluarga
harus menanamkan jiwa wirausaha
sejak dini dalam diri anak-anak
mereka.
Kultur beberapa suku di Indonesia
memang mengagungkan profesi
wirausaha sehingga banyak
wirausaha tangguh yang berasal
dari suku tersebut. Namun secara
umum kultur masyarakat Indonesia
masih mengagungkan profesi yang
relatif “tanpa resiko” misalnya
menjadi pegawai negeri, bekerja di
perusahaan besar. Pilihan lebih
banyak berada para kuadran kanan
(Employee. Lihat. Robert
Kiyosaki).
2. Penciptaan Iklim Usaha
Era krisis moneter yang melanda
Indonesia awal tahun 1997
menyebabkan banyak industri
besar tumbang, usaha skala kecil
sulit tumbuh. Hal ini membuat
pemerintah Indonesia kebingungan
mengatasinya dikarenakan
berkaitan dengan timpangnya
struktur usaha (industri) yang
terlalu memihak pada industri
besar.
Peran pemerintah ini juga bukan
pada pemberian modal, tetapi lebih
pada membina kemampuan
industri kecil dan membuat suatu
kondisi yang mendorong
kemampuan industri kecil dalam
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 14
mengakses modal, (Pardede,
2000). Atau dengan kata lain,
pemerintah harus membina
kemampuan industri kecil dalam
menghitung modal optimum yang
diperlukan, kemampuan menyusun
suatu proposal pendanaan ke
lembaga-lembaga pemberi modal,
serta mengeluarkan kebijakan atau
peraturan yang lebih memihak
industri kecil dalam pemberian
kredit.
3. Pembenahan Dunia Pendidikan
Pola pikir para sarjana yang
umumnya masih berorientasi untuk
menjadi karyawan harus diubah.
Oleh Karena itu peran lembaga
pendidikan sebagai pusat inkubasi
pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya, perlu di tata kembali.
Struktur kurikulum kita yang
cenderung menghasil lulusan yang
‘siap pakai’ bukan lulusan yang
‘siap menghasilkan’.
4. Optimalisasi Balai Pelatihan
Kewirusahaan
Mengoptimalkan balai latihan kerja
(BLK). Dengan pengoptimalan
BLK maka, kekurangan daya serap
perguruan tinggi bisa diantisipasi.
Disebutkannya, saat ini BLK
belum begitu termanfaatkan untuk
mengatasi pengangguran. Begitu
pula dengan BLK-BLK, banyak
yang belum berkembang dengan
baik terutama dalam penyerapan
para lulusan untuk masuk ke dunia
kerja. "Saat ini, yang saya lihat
belum ada perhatian pemerintah
untuk pembenahan kearah itu,
5. Peningkatan akses modal
Pemerintah melalui lembaga
perbankan dan keuangan diminta
membuka akses modal bagi calon
wirausaha, karena selama ini
mereka masih kesulitan
mendapatkannya untuk
meningkatkan taraf hidup.
6. Pendampingan calon wirausaha
Satu hal yang tidak kalah
pentingnya adalah pendampingan
yang dilakukan oleh lembaga
swadaya masyarakat, perbankan,
konsultan, dan stakeholder lainnya
sehingga memberikan kemudahan
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 15
serta pencerahan bagi para calon
wirausaha. Seringkali lemahnya
pendampingan mengakibatkan
modal usaha yang telah dibagikan
kepada calon wirausaha, tidak
terpakai dengan baik. Para calon
wirausaha lebih sering melakukan
konsumsi terhadap modal yang
diberikan. Akibatnya, modal
mereka terpakai habis sedangkan
usaha belum dapat berjalan dengan
baik.
Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa ditarik adalah
bahwa kewirausahaan dipandang sebagai
fungsi yang mencakup eksploitasi peluang
peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi
tersebut sebagian besar berhubungan dengan
pengarahan dan atau kombinasi input yang
produktif. Seorang wirausahawan selalu
diharuskan menghadapi resiko atau peluang
yang muncul, serta sering dikaitkan dengan
tindakan yang kreatif dan innovatif.
Seperti yang telah kita ketahui
Indonesia masih sangat minim akan orang-
orang yang hendak mencari pendapatan
atau menggeluti bidang kewirausahaan
atau bisnis. Padahal bidang ini sangat
menjanjikan keuntungan besar apabila kita
mendalami dengan sungguh-sungguh.
Kewirausahaan sangat membantu
pemerintah dalam mengatasi masalah
pengangguran serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. membangun
semangat kewirausahaan yang tangguh
ditengah tengah masyarakat kita yang
masih mengantungkan harapan yang tinggi
pada pilihan menjadi karyawan seringkali
mengalami benturan. Jika kita
menginginkan system perekonomian yang
kuat maka mau tidak mau kita harus
berubah, dengan mengambil pilihan
sebagai seorang wirausaha. Integrasi
pendidikan kewirausahaan di perguruan
tinggi harus dapat dilaksanakan mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran pada semua mata
kuliah. Pada tahap perencanaan, silabus
dan RPP dirancang agar muatan maupun
kegiatan pembelajarannya memfasilitasi
untuk mengintegrasikan nilai-nilai
kewirausahaan. Dengan proses yang
terintegrasi secara melekat mendorong
terjadinya perubahan mindset dikalangan
lulusan penguruan tinggi yang lebih
berorientasi pada penciptaan lapangan
kerja ketimbang mencari kerja setelah
lulus kuliah.
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 16
Daftar Rujukan
Aqila S (2010) Tips dan Trik mendapatkan
modal usaha & mengelolanya.
Penerbit Mitra Pelajar.Yogyakarta.
Edward. Dj (2009) Rahasia Sukses 25
Pengusaha UKM. Penerbit Gagas
Bisnis. Jakarta.
Kasmir (2009). Kewirausahaan. Penerbit
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Kiyosaki Robert T. 2000. Rich Dad's
Cashflow Quadrant: Rich Dad's
Guide to Financial Freedom,
Bagian 2. Warner Books, USA
Nitisusastro M (2010). Kewirausahaan
dan Manajemen Usaha Kecil.
Penerbit Alfabeta, Bandung.
Pardede, F.R. 2000. Analisis Kebijakan
Pengembangan Industri Kecil di
Indonesia. Tesis Magister
Program Studi Teknik dan
Manajemen Industri. Institut
Teknologi Bandung.
Prasetyo A.H (2010). Sukses Mengelola
Keuangan Usaha Mikro Kecil
Menengah. Penerbit Kompas
Gramedia, Jakarta.
Sumarsono S (2010). Kewirausahaan.
Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
Syamsuddin MA & Susanta G (2009).
Cara Mudah Mendirikan dan
Mengelola UMKM. Penerbit Raih
Asia Sukses, Jakarta.
Tung Desem Waringin (2005). Financial
Revolution. Penerbit Gramedia
Pustaka, Jakarta.
Zimmerer T.W & Scarborough N.M
(2002). Pengantar Kewirausahaan
dan Manajemen Bisnis Kecil.
Pearson Education Asia Pte.Ltd,
Jakarta
*)Dosen Administrasi Bisnis FISIP Undana Kupang NTT Page 17