revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

227
  Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II

Transcript of revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

Page 1: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 1/226

 

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib

Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu

(Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II

Page 2: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 2/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan IIii

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak denganPeredaran Bruto Tertentu(Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013)

Diterbitkan oleh Tim PenyusunKementerian Keuangan Republik IndonesiaDirektorat Jenderal PajakDirektorat Peraturan Perpajakan IITahun 2014

 Jl. Gatot Subroto Kav. 40-42 Jakarta Selatan 12190

Telp. (021) 5250208, Fax. (021) 5732064Website: http://www.pajak.go.id

Page 3: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 3/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................... iii

LATAR BELAKANG ..................................................................................... 1

MAKSUD DAN TUJUAN PP 46/2013 ........................................................... 3

RUANG LINGKUP ...................................................................................... 4

MUATAN PASAL ......................................................................................... 5

HAL-HAL KHUSUS TERKAIT PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN YANG

BERSIFAT FINAL ..........................................................................................

LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU

DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN

BRUTO TERTENTU ............................................................

LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 107/PMK.011/2013 TENTANG TATA

CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG

MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU .....................

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 197/PMK.03/2013 TENTANG PERUBAHANATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR

68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ...........................................

LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 198/PMK.03/2013 TENTANG PENGEMBALIAN

PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN

 TERTENTU .........................................................................

8

13

29

51

57

Page 4: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 4/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan IIiv 

LAMPIRAN V PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR

PER-32/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PEMBEBASAN

DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK

PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI

PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK

PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG

DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG

MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU ....................

LAMPIRAN VI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR

PER-37/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENYETORAN

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG

MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU MELALUIANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM) ..................................

LAMPIRAN VII SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR

SE-42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK

PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG

DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG

MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU ....................

75

97

103

LAMPIRAN V III SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR

SE-32/PJ/2014 TENTANG PENEGASAN PELAKSANAAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013

 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB

PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU...

LAMPIRAN IX SIMULASI PENGISIAN SPT ................................................ 123

LAMPIRAN X SLIDE PRESENTASI I ........................................................ 129

LAMPIRAN XI SLIDE PRESENTASI II ....................................................... 151

LAMPIRAN XII QUESTIONS AND ANSWERS ............................................. 195

115

Page 5: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 5/226

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Menghimpun pembayaran pajak sesuai rencana yang ditetapkan

merupakan suatu kegiatan yang perlu disikapi bersama. Pemenuhan

pembayaran pajak bukan merupakan pekerjaan dan tanggung jawabpemerintah semata, namun menjadi keharusan dan tanggung jawab

semua pihak. Kesadaran dan kepedulian sangat diharapkan oleh karena

pajak merupakan andalan sumber penerimaan Negara untuk mewujudkan

kesejahteraan bangsa.

Pemungutan pajak disadari seringkali menimbulkan persoalan rasa

keadilan dan kepastian dalam perumusan kebijakan serta pelaksanaannya.

Oleh karenanya, pemerintah berupaya melakukan kajian, analisis serta

melakukan pengawasan dan penyempurnaan administrasi menuju kearah

pelayanan pajak yang lebih baik. Khusus mengenai pemungutan pajakpada sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM), upaya penyempurnaan

serta kemudahan menjadi perhatian khusus agar pelaku UKM dapat

melaksanakan hak dan kewajibannya dalam pemenuhan pembayaran

pajak.

Guna memenuhi harapan dimaksud, selaku Direktur Jenderal Pajak,

saya menyambut baik terbitnya buku berjudul “Pajak Penghasilan Final

1% Bagi Wajib Pajak Dengan Peredaran Bruto Tertentu.” Kiranya buku ini

dapat memberikan berbagai informasi dan menjadi panduan bagi seluruh

pelaku UKM dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya.

Semoga segala gagasan dan upaya yang dilakukan dalam mewujudkan

kesejahteraan dan keadilan melalui pemungutan pajak dapat terwujud

sesuai harapan bersama.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 

 Jakarta, Agustus 2014

Direktur Jenderal Pajak,

A. Fuad Rahmany 

Page 6: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 6/226

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46

 Tahun 2013 yang mengatur perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak

 yang memiliki peredaran bruto tertentu dari sektor usaha. Sejak terbitnya

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, Direktorat Jenderal Pajak

telah melakukan sosialisasi dan diseminasi kepada masyarakat terkait

dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang

memiliki peredaran bruto tertentu dari sektor usaha. Masyarakat sangat

antusias dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

tersebut, hal ini nampak dengan banyaknya pertanyaan yang ditujukan

kepada Direktorat Jenderal Pajak terkait pelaksanaan peraturan tersebut.

Pada pertengahan tahun 2014, Direktorat Jenderal Pajak telah

menerbitkan buku “Pajak Penghasilan Final 1% Bagi Wajib Pajak Dengan

Peredaran Bruto Tertentu”. Buku panduan ini disusun dengan sistematika

antara lain penjelasan umum mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 46

 Tahun 2013, peraturan-peraturan terkait dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2013, simulasi pengisian SPT, materi sosialisasi Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Question and Answer di bagian

akhir buku ini. Sambutan dari para pemangku kepentingan yang sangat

membutuhkan buku tersebut sangat positif. Hal ini dapat tercermin dari

tingginya permintaan akan buku tersebut baik yang berbentuk buku

maupun e-book yang dapat diunduh secara gratis di situs Direktorat

 Jenderal Pajak.

Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi Wajib Pajak

 yang dikenai Pajak Penghasilan Final 1% dari sektor usaha dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang

berlaku sehingga penerimaan pajak yang berasal dari Wajib Pajak tersebut

dapat dioptimalkan.

Penghargaan saya sampaikan kepada segenap pegawai DirektoratPeraturan Perpajakan II dan pihak-pihak lain yang telah ikut berkontribusi

dalam penyusunan buku ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 Jakarta, Agustus 2014

Direktur Peraturan Perpajakan II

P.M. John L. Hutagaol

Page 7: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 7/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Page 8: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 8/226

Page 9: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 9/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   1

LATAR BELAKANG

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memiliki nilai yang strategis

di dalam perekonomian Indonesia. Menurut data yang dihimpun

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah

pengusaha kecil dan menengah di Indonesia sangat besar danberkontribusi secara signikan bagi perekonomian nasional.

Nilai strategis dalam perekonomian Indonesia ini di masa depan

diharapkan dapat terwujud melalui kontribusi pembayaran pajak

 yang sesuai dengan kontribusi pengusaha kecil dan menengah

terhadap perekonomian.

Seperti diketahui, penerimaan pajak adalah penopang utama

dalam postur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

negara kita, dengan kontribusi yang mendekati angka 70% di tahun2013. Dana penerimaan pajak ini selanjutnya dikelola oleh negara

untuk pembiayaan rutin dan pembangunan dalam bentuk antara

lain:

1. dana kesehatan masyarakat;

2. dana pendidikan;

3. dana keamanan dan ketertiban;

4. subsidi BBM;

5. subsidi listrik;

6. pembangunan infrastruktur transportasi (jalan, pelabuhan dan

bandara);

7. Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM);

8. pembelian alat-alat pertahanan dan keamanan negara;

9. pembayaran gaji PNS, TNI dan POLRI.

 

Dari uraian kontribusi penerimaan pajak dan alokasi belanjanegara diatas, terlihat bahwa keuangan negara sangat bergantung

pada penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan. Dapat

disimpulkan bahwa suatu negara akan dapat menjadi suatu negara

 yang berhasil apabila pemungutan pajak dapat dioptimalkan.

Banyak manfaat yang akan diperoleh apabila pengusaha kecil

dan menengah dapat dirangkul untuk berperan serta secara aktif

dalam pembiayaan negara melalui sistem perpajakan, antara lain

tercapainya pertumbuhan penerimaan pajak yang berkelanjutan

seiring dengan pertambahan jumlah pembayar pajak. Untuk itu,

perlu diciptakan suatu kondisi yang dapat menarik pengusaha kecil

Page 10: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 10/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II2

dan menengah berperan serta dalam pembiayaan negara melalui

pajak, antara lain melalui aturan perpajakan yang sederhana

sehingga pengusaha kecil dan menengah lebih mudah dalam

menjalankan kewajiban perpajakannya.

Peningkatan peran serta pengusaha kecil menengah dalammembayar pajak, akan meningkatkan rasa keadilan yang selama

ini belum terwujud secara merata. Kenyataan pada saat ini, masih

banyak pengusaha baik orang pribadi maupun badan usaha yang

belum membayar pajak secara benar. Sedangkan pada sisi lain,

pegawai, karyawan, buruh, satpam yang mempunyai penghasilan

melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sudah membayar

pajak melalui pemotongan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh

pemberi kerja. Dengan adanya sistem pemungutan pajak yang

sederhana terkait penghitungan, penyetoran dan pelaporannya,diharapkan kepatuhan sukarela membayar pajak menjadi lebih

meningkat.

Page 11: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 11/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   3

MAKSUD DAN TUJUAN PP 46/2013

  Penerbitan PP 46/2013 dimaksudkan untuk:

1. Memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan

perpajakan.

2. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi.

3. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi.

4. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi

dalam penyelenggaraan negara.

  Sedangkan tujuan dari diterbitkannya PP 46/2013 adalah:

1. Kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban

perpajakan.

2. Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi

masyarakat.

3.  Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban

perpajakan.

  Hasil akhir yang diharapkan dari dikeluarkannya PP 46/2013

adalah:

1. Perluasan partisipasi dalam pembayaran pajak.2. Kepatuhan sukarela meningkat.

3. Meningkatkan penerimaan PPh dari Wajib Pajak yang memiliki

peredaran bruto tertentu.

4. Penerimaan pajak meningkat sehingga kesempatan untuk

mensejahterakan masyarakat meningkat.

Page 12: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 12/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II4

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pembahasan dalam buku ini adalah ketentuan

pepajakan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2009.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak

Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau

Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013

tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan

Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima

atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto

 Tertentu.

5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013

tentang Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan dan/atau

Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Dikenai

Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan

dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang

Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-37/PJ/2013

tentang Tata Cara Penyetoran Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib

Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu MelaluiAnjungan Tunai Mandiri (ATM).

Page 13: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 13/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   5

MUATAN PASAL 

1. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak

Penghasilan yang bersifat nal.

2. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah

Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak

termasuk bentuk usaha tetap; dan

b. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk

penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas,

dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)

 Tahun Pajak.

3. Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat

miliar delapan ratus juta rupiah) pada butir 2 huruf b ditentukan

berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk

dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:

a. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;

b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;

c. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai PajakPenghasilan yang bersifat nal dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan

d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

4. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah Wajib Pajak

orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan

dan/atau jasa yang dalam usahanya:

a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar

pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; danb. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk

kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat

usaha atau berjualan.

5. Tidak termasuk Wajib Pajak badan adalah:

a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial;

atau

b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun

setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaranbruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah).

Page 14: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 14/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II6

6. Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu

persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah

peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan

usaha.

7. Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran brutodari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir

sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.

a. dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar pada Tahun Pajak

 yang sama sebelum PP ini berlaku, dasar peredaran bruto

adalah akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri s.d.

bulan sebelum PP ini berlaku, yang disetahunkan.

b. dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar setelah PP ini berlaku,

dasar peredaran bruto adalah peredaran bruto bulanpertama disetahunkan.

8. Penghasilan yang telah dikenai PPh dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan tersendiri, seperti konstruksi,

tidak dikenai PPh yang bersifat nal berdasarkan PP ini.

9. Ketentuan kompensasi rugi adalah :

a. berturut-turut sampai dengan 5 tahun.

b. tahun dikenai PPh nal 1% (satu persen) tetap menjadi

bagian dari periode 5 (lima) tahun tersebut.

c. kerugian pada tahun dikenai PPh nal 1% (satu persen)

tidak dapat dikompensasikan pada tahun berikutnya.

10. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang berdasarkan

ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan

pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/atau

pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat nal, dapat

dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan PajakPenghasilan oleh pihak lain dengan tata cara sebagaimana

diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur

mengenai pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan

Pajak Penghasilan oleh pihak lain.

11. Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh

penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat

nal, tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang PajakPenghasilan.

Page 15: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 15/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   7

12. Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan lain

selain yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai ketentuan PP

ini, maka atas penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai dengan

ketentuan umum. Jika ada angsuran PPh Pasal 25 atau PPh

 yang dipotong/dipungut pihak lain, dapat dikreditkan terhadapPPh terutang Tahun Pajak yang sama kecuali untuk penghasilan

 yang pengenaan pajaknya bersifat nal.

13. Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang melalui

kantor pos, bank, atau Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada

bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling

lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa

Pajak berakhir.

14. Dalam hal Wajib Pajak menyetor Pajak Penghasilan (PPh)terutang melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh

Menteri Keuangan, Wajib Pajak menggunakan Surat Setoran

Pajak yang divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan

Negara (NTPN) oleh kantor pos atau bank persepsi.

15. Dalam hal Wajib Pajak menyetor PPh terutang melalui ATM,

Wajib Pajak menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) dengan

teraan NTPN dalam bentuk cetakan struk ATM. BPN dalam

bentuk cetakan struk ATM tersebut kedudukannya disamakan

dengan Surat Setoran Pajak (SSP).

16. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan

wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa

Pajak berakhir. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran

Pajak Penghasilan dianggap telah menyampaikan Surat

Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, sesuai dengan tanggal

validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum

pada SSP atau struk ATM.17. Ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 16

diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014 sehingga atas

keterlambatan pelaporan (sesuai tanggal validasi NTPN) masa

 Juli-Desember 2013 tidak dikenakan sanksi administrasi

berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

Page 16: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 16/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II8

HAL-HAL KHUSUS TERKAIT PENGENAAN PAJAK

PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL 

  Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengenaan

Pajak Penghasilan yang bersifat nal diatur sebagai berikut:

1. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu wajib

mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib

Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan

Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha Wajib Pajak

dan di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi

tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.

2. Penentuan peredaran bruto untuk dikenakan Pajak Penghasilan

 yang bersifat nal bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi

secara komersial untuk pertama kali ditentukan berdasarkanperedaran bruto dari usaha 1 (satu) Tahun Pajak setelah

 Tahun Pajak beroperasi secara komersial, pengenaan Pajak

Penghasilan yang bersifat nal selanjutnya untuk Wajib Pajak

 yang bersangkutan ditentukan berdasarkan peredaran bruto

 Tahun Pajak sebelumnya.

3. Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat

nal ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri

Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atausarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran

Pajak dengan mengisi Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis

Setoran 420 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur

 Jenderal Pajak yang mengatur mengenai Bentuk Formulir Surat

Setoran Pajak.

4. Wajib Pajak yang menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat

nal tetapi Surat Setoran Pajaknya tidak mendapat validasi

dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), wajib

menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak PenghasilanPasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai tempat kegiatan

usaha Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi baris pada angka

11 formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal

4 ayat (2):

a. kolom Uraian diisi dengan “Penghasilan Usaha WP yang

Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”;

b. kolom KAP/KJS diisi dengan “411128/420”.

5. Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Penghasilan Pasal 4 ayat (2).

Page 17: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 17/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   9

6. Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu

 yang disetor tidak menggunakan Kode Akun Pajak 411128

dan Kode Jenis Setoran 420 dapat diajukan permohonan

pemindahbukuan oleh Wajib Pajak ke setoran Pajak PenghasilanPasal 4 ayat (2) dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode

 Jenis Setoran 420, sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara

pembayaran pajak melalui pemindahbukuan.

7. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang dipotong

dan/atau dipungut oleh pihak lain diatur sebagai berikut:

a. atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh bendahara

pemerintah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang

telah diisi atas nama rekanan:

1) dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke

setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan

ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui

pemindahbukuan; atau

2) dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang

seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan

mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan

pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau

3) dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang

untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

b. atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan

oleh pihak lain dengan bukti pemotongan dan/atau

pemungutan, termasuk Pemungutan Pajak Penghasilan

Pasal 22 atas impor:

1) dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang

seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuanmengenai tata cara pengembalian atas kelebihan

pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau

2) dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang

untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

8. Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau

pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dapat diajukan

sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor PER-32/PJ/2013 tentang Tata Cara Pembebasan dariPemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi

Wajib Pajak yang Dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan

Page 18: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 18/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II10

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak

Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau

Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

9. Angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Masa Pajak Juli 2013sampai dengan Desember 2013 bagi Wajib Pajak yang memiliki

peredaran bruto tertentu yang juga menerima atau memperoleh

penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif

umum Undang-Undang Pajak Penghasilan, dapat mengajukan

pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai

dengan ketentuan yang mengatur mengenai penghitungan

besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal

tertentu.

10. Atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan

 yang bersifat nal menurut ketentuan PP 46/2013 dilaporkan

dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pada

kelompok penghasilan yang dikenai pajak nal dan/atau

bersifat nal pada:

a. lampiran III bagian A butir 16 (Penghasilan Lain yang

Dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat Final, Formulir

1770-III) bagi Wajib Pajak orang pribadi;

b. lampiran IV bagian A butir 14 dengan mengisi “Penghasilan

Usaha Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”

(Formulir 1771-IV) bagi Wajib Pajak badan.

11. Penghitungan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan

Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2013:

a. peredaran usaha dihitung berdasarkan seluruh peredaran

usaha selama Tahun Pajak 2013, tidak termasuk peredaran

usaha pada Masa Pajak Juli 2013 sampai dengan Desember

2013 yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);

b. bagi Wajib Pajak orang pribadi, untuk menentukan

penghasilan kena pajak dikurangi terlebih dahulu dengan

Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun;

c. angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang-Undang Pajak

Penghasilan Masa Pajak Januari 2013 sampai dengan Juni

2013 dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang

untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

Page 19: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 19/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 LAMPIRAN I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 46 TAHUN 2013

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI

USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB

PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO

TERTENTU

Page 20: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 20/226

Page 21: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 21/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   13

 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 46 TAHUN 2013

 TENTANG

  PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk memberikan kemudahan kepada

Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki

peredaran bruto tertentu, perlu memberikan

perlakuan tersendiri ketentuan mengenai

penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak

Penghasilan yang terutang;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan

ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17

ayat (7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,

perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang

Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang

Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki

Peredaran Bruto Tertentu;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang

Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7

 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,

 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4893);

Page 22: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 22/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II14

MEMUTUSKAN:

Memutuskan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK

PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK

YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.

Pasal 1Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36

 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

2. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali

bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak samadengan tahun kalender.

Pasal 2

(1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak

Penghasilan yang bersifat nal.

(2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimanadimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria

sebagai berikut:

a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak

termasuk bentuk usaha tetap; dan

b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan

dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan

peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat

miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

(3) Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan

Page 23: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 23/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   15

kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:

a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar

pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan

b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan

umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau

berjualan.

(4) Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud padaayat (2) adalah:

a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial;

atau

b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun

setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran

bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah).

Pasal 3

(1) Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat nal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen).

(2) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu)

tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang

bersangkutan.

(3) Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulantelah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap

dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan

akhir Tahun Pajak yang bersangkutan.

(4) Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)

pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarifPajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak

Penghasilan.

Page 24: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 24/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II16

Pasal 4

(1) Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak

Penghasilan yang bersifat nal sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.

(2) Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikalikan dengan

dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 5

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku

atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang

bersifat nal berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

di bidang perpajakan.

Pasal 6

Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikenai

Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak

Penghasilan.

Pasal 7

Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari

luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan

terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuanUndang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.

Pasal 8

Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat nal berdasarkan

Peraturan Pemerintah ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat

melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak

dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnyaberturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak;

Page 25: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 25/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   17

b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat nal

berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetap diperhitungkan

sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada

huruf a;

c. kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan

 yang bersifat nal berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak

dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya.

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan, penyetoran, dan

pelaporan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan

kriteria beroperasi secara komersial diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 10Hal khusus terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai

Pajak Penghasilan yang bersifat nal sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah ini, diatur sebagai berikut:

1. didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir

sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang

disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun

Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi kurang dari

 jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

2. didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib

Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya

Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Wajib

Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun

Pajak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini di bulan sebelum

Peraturan Permerintah ini berlaku;

3. didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama

diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan, dalam

hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak sejakberlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Page 26: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 26/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II18

Pasal 11

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 12 Juni 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal13 Juni 2013MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 106

Salinan sesuai dengan aslinyaKEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

Page 27: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 27/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   19

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 46 TAHUN 2013

 TENTANG

  PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK

YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

I. UMUM

Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini

mengenai pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat nal danpenetapan besaran tarif pajak terhadap penghasilan dari usaha

 yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran

bruto tertentu. Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat nal

tersebut ditetapkan dengan berdasarkan pada pertimbangan

perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya

beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat

 Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan

moneter.

 Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan kemudahankepada Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan

dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu, untuk

melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak

Penghasilan yang terutang.

II. PASAL DEMI PASAL 

  Pasal 1

  Cukup jelas.

  Pasal 2

Page 28: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 28/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II20

  Ayat (1)

  Cukup jelas.

  Ayat (2)

Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha,

termasuk dari usaha cabang, selain peredaran bruto

dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai PajakPenghasilan yang bersifat nal berdasarkan ketentuan

Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.

Berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan

ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat

dikelompokkan menjadi:

a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja

dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium,

penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris,

akuntan, pengacara, dan sebagainya;

b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;

c. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak

ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen,

royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau

hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan

d. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan

hadiah. Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:

a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang

terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,

konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak,

bintang lm, bintang sinetron, bintang iklan,

sutradara, kru lm, foto model, peragawan/

peragawati, pemain drama, dan penari;c. olahragawan;

Page 29: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 29/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   21

d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh,

dan moderator;

e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f. agen iklan;

g. pengawas atau pengelola proyek;

h. perantara;

i. petugas penjaja barang dagangan;

 J. agen asuransi; dan

k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang

(multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct

selling) dan kegiatan sejenis lainnya.

 Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan

adalah sama dengan tahun kalender. Namun demikian,

bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan

tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkantahun buku yang didalamnya termasuk 6 (enam) bulan

pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku

tersebut.

Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada

tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir pada tanggal 30 Juni

2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak

2013 karena memenuhi 6 (enam) bulan pertama dari

tahun 2013.

Contoh penentuan peredaran bruto:

Rajesh merupakan pedagang tekstil yang memiliki

tempat kegiatan usaha di beberapa pasar di wilayah

 yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan

diketahui rincian peredaran usaha di tahun 2013 adalah

sebagai berikut:

a. Pasar A sebesar Rp 80.000.000,00;

b. Pasar B sebesar Rp 250.000.000,00;c. Pasar C sebesar Rp 400.000.000,00.

Page 30: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 30/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II22

Dengan demikian peredaran bruto usaha perdagangan

tekstil Rajesh sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan

 yang bersifat nal adalah sebesar Rp730.000.000,00 (Rp

80.000.000,00 +Rp 250.000.000,00+ Rp 400.000.000,00).

  Ayat (3)

Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong dalam ketentuan

ini adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukankegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui suatu

tempat usaha yang dapat dibongkar pasang, termasuk

 yang menggunakan gerobak, dan menggunakan tempat

untuk kepentingan umum yang menurut peraturan

perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak

diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan,

misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan,

warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. Terhadap Wajib

Pajak tersebut atas penghasilannya tidak dikenai PajakPenghasilan yang bersifat nal berdasarkan ketentuan

Peraturan Pemerintah ini.

  Ayat (4)

  Cukup jelas.

  Pasal 3

  Ayat (1)

Contoh penentuan pengenaan Pajak Penghasilan yangbersifat nal:

CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah yang

berdasarkan pembukuan atau catatan pada Tahun Pajak

2013 (Januari 2013 sampai dengan Desember 2013),

memiliki peredaran bruto sebesar Rp4.000.000.000,00

(empat miliar rupiah).

Dengan demikian, atas penghasilan dari usaha yang

diterima oleh CV Andik pada tahun 2014 dikenai PajakPenghasilan bersifat nal sebesar 1% (satu persen),

karena peredaran bruto CV Andik pada Tahun Pajak

Page 31: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 31/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   23

2013 tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar

delapan ratus juta rupiah).

  Ayat (2)

  Cukup jelas.

  Ayat (3)

 Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasanayat (1) dan ayat (2), pada bulan Januari sampai dengan

Oktober 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), maka atas

penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andik

sampai dengan bulan Desember 2014 (akhir Tahun

Pajak 2014) tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang

bersifat nal sebesar 1% (satu persen).

  Ayat (4)

 Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan

ayat (3), pada bulan Januari sampai dengan

Desember 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar

Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah), maka

penghasilan yang diperoleh CV Andik pada tahun 2015

(tahun berikutnya), dikenai Pajak Penghasilan sesuai

ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

  Pasal 4

  Ayat (1)

  Cukup jelas.

  Ayat (2)

 Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan

Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), pada bulan Agustus 2014

memperoleh penghasilan dari usaha penjualan gerabah

sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka

Pajak Penghasilan yang bersifat nal yang terutanguntuk bulan Agustus 2014 dihitung sebagai berikut:

Page 32: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 32/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II24

Pajak Penghasilan yang bersifat nal = 1% x

Rp50.000.000,00 = Rp500.000,00

  Pasal 5

Atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang

bersifat nal dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan tersendiri, misalnya penghasilan

dari usaha jasa konstruksi yang pengenaan pajaknyadiatur dengan Peraturan Pemerintah, meskipun

peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan

dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah), tidak dikenai

Pajak Penghasilan yang bersifat nal berdasarkan

Peraturan Pemerintah ini tetapi mengikuti ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang

mengatur mengenai pengenaan pajak atas penghasilan

tersebut.

  Pasal 6

  Cukup jelas.

  Pasal 7

  Cukup jelas.

  Pasal 8

Contoh perlakuan kompensasi kerugian: Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah mengalami

kerugian pada Tahun Pajak 2010, maka kerugian

tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan

pada Tahun Pajak 2011 sampai dengan Tahun Pajak

2015.

 Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun

Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat

fmal berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah inimaka jangka waktu kompensasi kerugian tetap dihitung

sampai dengan Tahun Pajak 2015.

Page 33: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 33/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   25

 Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun

Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal

berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dan

mengalami kerugian berdasarkan pembukuan, maka

atas kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan

dengan Tahun Pajak berikutnya.

  Pasal 9  Cukup je1as.

  Pasal 10

Contoh penentuan peredaran bruto sebagai dasar

dikenainya Pajak Penghasilan dengan Peraturan

Pemerintah ini, dalam hal:

a. Tahun Pajak sebelumnya kurang dari 12 (dua belas)

bulan;

b. Wajib Pajak baru terdaftar pada Tahun Pajak yang

sama dengan tahun berlakunya Peraturan Pemerintah

ini pada bulan sebelum bulan berlakunya Peraturan

Pemerintah ini; dan

c. Wajib Pajak baru terdaftar setelah berlakunya

Peraturan Pemerintah ini, untuk Tahun Pajak

pertama,

adalah sebagai berikut:

1) PT Maju Jaya menggunakan tahun kalender sebagai Tahun Pajak. Terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak

bulan Agustus 2013. Peredaran bruto selama bulan

Agustus 2013 sampai dengan Desember 2013 adalah

Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

  Peredaran bruto tahun 2013 disetahunkan adalah:

  Rp150.000.000,00 x 12/5 = Rp360.000.000,00

  Karena peredaran bruto disetahunkan di tahun 2013

tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliardelapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang

diperoleh di tahun 2014 dikenai pajak yang bersifat

Page 34: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 34/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II26

nal sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

ini.

2) PT Daya Tangkap terdaftar 3 (tiga) bulan sebelum

berlakunya Peraturan Pemerintah ini pada Tahun

Pajak yang sama dengan tahun berlakunya Peraturan

Pemerintah ini. Jumlah peredaran bruto selama

3 (tiga) bulan tersebut adalah Rp150.000.000,00

(seratus lima puluh juta rupiah).

  Peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan yang

disetahunkan adalah: Rp150.000.000,00 x 12/3 =

Rp600.000.000,00

  Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 (tiga)

bulan tersebut tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka

penghasilan yang diperoleh mulai pada bulan

berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai denganakhir tahun pajak bersangkutan, dikenai pajak yang

bersifat nal sesuai ketentuan dalam Peraturan

Pemerintah ini

3) Gatot Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada

bulan November 2014. Pada bulan November 2014

tersebut, memperoleh peredaran bruto sebesar Rp

15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Penghasilan

bruto bulan November 2014 disetahunkan adalah:

12/1 x Rp15.000.000,00 = Rp180.000.000,00  Karena penghasilan bulan November 2014 (bulan

pertama mulai terdaftar sebagai Wajib Pajak) yang

disetahunkan tidak melebihi Rp4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka

penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai

Pajak Penghasilan yang bersifat nal sesuai dengan

Peraturan Pemerintah ini.

  Pasal 11

  Cukup jelas.

 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5424

Page 35: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 35/226

LAMPIRAN II

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR 107/PMK.011/2013

TENTANG

TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN,

DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS

PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA

ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Page 36: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 36/226

Page 37: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 37/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   29

 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 107/PMK.011/2013

 TENTANG

 TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG

DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKIPEREDARAN BRUTO TERTENTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 9 Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak

Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang

Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang MemilikiPeredaran Bruto Tertentu, perlu menetapkan Peraturan

Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan,

Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh

Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62,

 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, TambahanLembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 38: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 38/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II30

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,

 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4893);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010

tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajakdan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun

Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia

 Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5183);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan

dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib

Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5424);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG

 TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN,

DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS

PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA

ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKIPEREDARAN BRUTO TERTENTU.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36

 Tahun 2008.

2. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 39: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 39/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   31

bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama

dengan tahun kalender.

Pasal 2

(1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak

Penghasilan yang bersifat nal.(2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria

sebagai berikut:

a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak

termasuk bentuk usaha tetap; dan

b. menerima, penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan

dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan

peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empatmiliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

(3) Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) huruf b meliputi:

a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari

pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai,

dan aktuaris;

b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang

lm, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru lm, foto

model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;

c. olahragawan;

d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan

moderator;

e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;.

f. agen iklan;

g. pengawas atau pengelola proyek;

h. perantara;

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 40: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 40/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II32

i. petugas penjaja barang dagangan;

 j. agen asuransi; dan

k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel

marketing)  atau penjualan langsung (direct selling)  dan kegiatan

sejenis lainnya.

(4) Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukankegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:

a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar

pasang baik yang menetap maupun tidak menetap; dan

b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan

umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau

berjualan.

(5) Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) adalah:a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial;

atau

b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun

sejak beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto

melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta

rupiah).

Pasal 3

(1) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 ayat (1) didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1

(satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang

bersangkutan.

(2) Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat

miliar delapan ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (2) huruf b ditentukan berdasarkan peredaran

bruto dari usaha seluruhnya termasuk dari usaha cabang, tidak

termasuk peredaran bruto dari:a. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3);

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 41: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 41/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   33

b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;

c. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan

 yang bersifat nal dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan tersendiri; dan

d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

(3) Dalam hal peredaran bruto dari usaha pada Tahun Pajak terakhir

sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) tidak meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan,

pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir

sebelum Tahun Pajak bersangkutan yang disetahunkan.

(4) Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar pada tahun pajak 2013

sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, pengenaan Pajak

Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib

Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya

Peraturan Menteri ini yang disetahunkan.

(5) Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya Peraturan

Menteri ini, pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) didasarkan pada jumlah peredaran bruto

pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang

disetahunkan.

Pasal 4

(1) Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat nal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah 1% (satu persen).

(2) Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak

Penghasilan yang bersifat nal sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk

setiap tempat kegiatan usaha.

(3) Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak

sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 5

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 42: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 42/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II34

(1) Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan

telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap

dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) sampai

dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan.

(2) Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)

pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak

Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak

Penghasilan.

Pasal 6

(1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang

berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan

peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/

atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat nal,

dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak

Penghasilan oleh pihak lain.

(2) Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak

Penghasilan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan melalui Surat Keterangan Bebas.

(3) Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib

Pajak terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak berdasarkan

permohonan Wajib Pajak.

Pasal 7

(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dikenai

Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak

Penghasilan sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

beroperasi secara komersial.(2) Dalam hal Jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) melewati Tahun Pajak yang bersangkutan, ketentuan

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 43: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 43/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   35

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan akhir

 Tahun Pajak berikutnya.

Pasal 8

(1) Wajib Pajak yang dikenai Pajak penghasilan bersifat

nal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang

menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi

kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal.

(2) Ketentuan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) adalah:

a. kompensasi kerugian dilakukan mulai tahun Pajak berikutnya

berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak;

b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat

nal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), tetap

diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimanadimaksud pada huruf a;

c. kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak

Penghasilan yang bersifat nal sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (1), tidak dapat dikompensasikan pada Tahun

Pajak berikutnya.

Pasal 9

(1) Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan

 yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), tidak diwajibkan melakukan

pembayaran angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

(2) Dalam hal Wajib Pajak selain menerima atau memperoleh

penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) juga menerima

atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan

berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan,

atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkantarif umum tersebut wajib dibayar angsuran pajak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 44: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 44/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II36

(3) Besarnya angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

25 Undang-Undang Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat

(2) pada Tahun Pajak pertama Wajib Pajak tidak dikenai Pajak

Penghasilan yang bersifat nal sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (1), diatur ketentuan sebagai berikut:

a. bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat

(7) huruf b dan huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan,

besaran angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya

angsuran pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan yang mengatur mengenai besarnya angsuran pajak

bagi Wajib Pajak tersebut;

b. bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada

huruf a, penghitungan besarnya angsuran pajak diberlakukan

seperti Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal

25 ayat (7) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.

(4) Untuk Wajib Pajak orang pribadi, jumlah penghasilan neto yang

disetahunkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b

dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

(5) Angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-

Undang Pajak Penghasilan dan pajak yang telah dipotong dan/atau

dipungut pihak lain boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan

 yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali

untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat nal.

Pasal 10

(1) Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) ke kantor pos atau bank yang

ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat

Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan

dengan Surat Setoran Pajak, yang telah mendapat validasi dengan

Nomor Transaksi Penerimaan Negara, paling lama tanggal 15 (lima

belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

(2) Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan Surat

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 45: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 45/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   37

Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua

puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

(3) Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap telah menyampaikan

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan tanggal validasi Nomor

 Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat SetoranPajak.

Pasal 11

Wajib Pajak yang atas seluruh atau sebagian penghasilannya telah

dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1), kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan

 Tahunan Pajak Penghasilan adalah sesuai ketentuan sebagaimana

diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16

 Tahun 2009, dan peraturan pelaksanaannya beserta perubahannya.

Pasal 12

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak

Penghasilan yang bersifat nal berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan tersendiri.

(2) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Bentuk

Usaha Tetap, Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 ayat (4) dan ayat (5), serta penghasilan dari jasa sehubungan

dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 ayat (3) dan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari

luar negeri, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum

Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 13

 Tata cara penghitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha

 yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 46: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 46/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II38

tertentu adalah sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran

Peraturan Menteri ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Menteri ini.

Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut mengenai :

a. bentuk Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yangdipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud

pada dalam Pasal 10 ayat (1);

b. bentuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; dan

c. tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,

diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 15

(1) Kerugian pada bulan Januari 2013 sampai dengan Juni 2013

dapat dilakukan kompensasi dengan penghasilan yang tidak

dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal pada Tahun Pajak

berikutnya.

(2) Wajib Pajak yang melakukan kompensasi kerugian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), wajib melampirkan laporan rugi laba

bulan Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 dalam SuratPemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2013.

Pasal 16

(1) Ketentuan mengenai pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat

nal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diberlakukan

sama dengan mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 46

 Tahun 2013.

(2) Ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2)

diberlakukan mulai masa pajak Januari 2014.

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 47: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 47/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   39

Pasal 17

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara

Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 Juli 2013

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MUHAMAD CHATIB BASRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 6 Agustus 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 984

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 48: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 48/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II40

CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) ATAS

PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH

WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU:

1. Agus Hidayat menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus

menjual suku cadangnya. Agus Hidayat yang telah terdaftar sebagai

Wajib Pajak sejak tahun 2009 memiliki 2 (dua) buah bengkel

 yang berada di wilayah yang berbeda, yakni bengkel A terdaftardi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) X dan bengkel B terdaftar di KPP

Y. Berdasarkan pencatatannya selama tahun 2013 masing-masing

bengkel tersebut memiliki peredaran bruto sebagai berikut:

  Peredaran bruto bengkel A = Rp100.000.000,00

  Peredaran bruto bengkel B = Rp150.000.000,00

  Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang

bersifat nal adalah jumlah peredaran bruto bengkel A dan bengkel

B yakni sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh jutarupiah).

Karena total peredaran bruto selama tahun 2013 kurang dari

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) maka

atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh Agus Hidayat pada

tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal sebesar

1% (satu persen) dari peredaran bruto.

Misalkan pada bulan Januari 2014, Agus Hidayat memperoleh

peredaran bruto dari bengkel A sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh

 juta rupiah) dan dari bengkel B sebesar Rp15.000.000,00 (limabelas juta rupiah), maka paling lambat pada tanggal 17 Februari

2014 (karena tanggal 15 Februari jatuh pada hari Sabtu), Agus

Hidayat wajib menyetorkan PPh yang bersifat nal sebesar:

a. Bengkel A

PPh = 1% x Rp10.000.000,00

= Rp100.000,00 (dilaporkan ke KPP X)

b. Bengkel B

PPh = 1% x Rp15.000.000,00

= Rp150.000,00 (dilaporkan ke KPP Y)

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

 NOMOR : 107/PMK.01/2013

TENTANG

TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN

PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB

PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 49: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 49/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   41

  Pada bulan Maret 2013 sebuah perusahaan swasta bernama PT

Amira Ekspedisi melakukan perawatan dan reparasi 5 (lima) motor

milik perusahaan tersebut di bengkel A milik Agus Hidayat. Tagihan

 yang dibuat kepada PT Amira Ekspedisi atas jasa perawatan dan

reparasi tersebut adalah sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima

ratus ribu rupiah). Atas tagihan tersebut PT Amira Ekspedisi

melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp1.500.000,00

= Rp30.000,00.

Namun demikian, jika Agus Hidayat telah mendapatkan Surat

Keterangan Bebas dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh

 yang dikeluarkan oleh KPP X, atas pembayaran tagihan tersebut

tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT. Amira Ekspedisi.

2. Irine menjalankan usaha butik pakaian, memiliki butik pakaian

di kota Batam dan di Singapura. Irine telah terdaftar sebagai

Wajib Pajak sejak tahun 2009 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) X.

Berdasarkan pencatatannya selama tahun 2013 masing-masingbutik tersebut memiliki peredaran bruto sebagai berikut:

  Peredaran bruto butik di Batam = Rp3.000.000.000,00

  Peredaran bruto butik di Singapura = Rp5.000.000.000,00

  Dari peredaran bruto butik di Batam sebesar Rp 3.000.000.000,00

salah satunya merupakan hasil penjualan sebesar Rp 50.000.000,00

kepada Mr. X seorang pengusaha dari Singapura.

Selain dari penghasilan usaha butik, Irine juga memperolehpenghasilan dari sewa apartemen di Singapura sebesar

Rp100.000.000,00.

Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan PPh yang bersifat

nal adalah jumlah peredaran bruto butik di Batam saja, yakni

sebesar Rp3.000.000.000,00. Penghasilan yang diterima Irine dari

sewa apartemen dan butik di Singapura, tidak diperhitungkan

dalam menghitung batasan peredaran bruto untuk dapat dikenai

PPh bersifat nal.

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 50: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 50/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II42

3. Hari Nugroho yang berstatus kawin dengan 2 (dua) tanggungan

adalah orang pribadi pengusaha konstruksi yang juga memiliki toko

material “Cakar Beton”. Selain usaha tersebut, Hari Nugroho juga

aktif memberikan jasa konsultasi kepada klien yang membutuhkan

sarannya. Jumlah seluruh penghasilan yang diterima oleh Hari

Nugroho pada tahun 2013 diketahui sebagai berikut:

a. Penjualan bruto dari toko material “Cakra Beton”Rp3.500.000.000,00.

b. Nilai kontrak jasa pelaksanaan konstruksi (termasuk pemakaian

material dari toko “Cakar Beton”) Rp900.000.000,00.

c. Jasa konsultasi sebesar Rp500.000.000,00.

  Total peredaran bruto Hari Nugroho pada tahun 2013 adalah sebesar

Rp4.900.000.000,00 (Rp3.500.000.000,00 + Rp900.000.000,00 +

Rp500.000.000,00).

  Untuk menentukan PPh dari usaha toko material “Cakar Beton”di tahun 2014 dikenai tarif umum atau tarif yang bersifat nal,

adalah berdasarkan peredaran bruto dari usaha toko material

“Cakar Beton” saja yakni sebesar Rp3.500.000.000,00. Sedangkan

peredaran bruto dari jasa pelaksanaan konstruksi dan jasa

konsultasi tidak diperhitungkan mengingat jasa pelaksanaan

konstruksi dikenai PPh yang bersifat nal dengan ketentuan

Peraturan Pemerintah tersendiri dan jasa konsultasi termasuk

dalam lingkup jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.

  Kewajiban pembayaran PPh Hari Nugroho di tahun 2014 adalahsebagai berikut:

a. PPh sebesar 1% bersifat nal dari peredaran bruto usaha toko

material “Cakar Beton”, untuk setiap bulannya;

b. PPh dari usaha jasa konstruksi, yang dikenai PPh bersifat nal

berdasarkan Peraturan Pemerintah tersendiri; dan

c. Angsuran PPh Pasal 25 (Januari s.d. Desember), atas

penghasilan dari jasa konsultasi. Misalkan biaya dari jasakonsultasi di tahun 2013 sebesar Rp169.625.000,00 dan PPh

 yang telah dipotong/dipungut pihak lain di tahun 2013 sebesar

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 51: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 51/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   43

Rp14.750.000,00, maka kewajiban angsuran PPh Pasal 25 di

tahun 2014 sebagai berikut:

Penghasilan bruto jasa konsultasi tahun 2013 Rp 500.000.000,00Biaya kegiatan jasa konsultasi tahun 2013 Rp 169.625.000,00

PTKP (K/2) Rp 30.375.000,00

Penghasilan Kena Pajak jasa konsultasi Rp 300.000.000,00

PPh terutang jasa konsultasi Rp 38.750.000,00

Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain Rp 14.750.000,00

PPh terutang Rp 24.000.000,00

Angsuran PPh Pasal 25 atas jasa konsultasi Rp 2.000.000,00

(1/12 x Rp24.000.000,00)

4. CV Abadi Mebelindo bergerak di bidang usaha industri furnitur

terdaftar sebagai Wajib Pajak badan di KPP C sejak tahun 2011.

Berdasarkan pembukuannya pada tahun 2012 memiliki peredaran

bruto sebesar Rp390.000.000,00 (tiga ratus sembilan puluh juta

rupiah).

Dengan demikian tarif PPh yang bersifat nal yang dikenakan

terhadap penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Abadi

Mebelindo mulai bulan Juli 2013 adalah sebesar 1% (satu persen).

Pada bulan Juli 2013, CV Abadi Mebelindo memperoleh peredaran

bruto sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) maka

paling lambat pada tanggal 15 Agustus 2013 CV Abadi Mebelindo

wajib menyetorkan PPh yang bersifat nal sebesar:

PPh = 1% x Rp20.000.000,00

  = Rp200.000,00

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai

penentuan tanggal jatuh tempo penyetoran, dan pelaporan pajak:

a. dalam hal CV Abadi Mebelindo menyetorkan PPh bersifat nal

sebesar Rp200.000,00 pada tanggal 15 Agustus 2013 dan

Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, maka CV Abadi Mebelindo

menyetor sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dan telah

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 52: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 52/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II44

menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan

tanggal 15 Agustus 2013.

b. dalam hal CV Abadi Mebelindo menyetorkan PPh bersifat

nal sebesar Rp200.000,00 pada tanggal 22 Agustus 2013

dan Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi dengan

Nomor Transaksi Penerimaan Negara, maka CV Abadi

Mebelindo menyetor setelah tanggal jatuh tempo penyetoran(terlambat melakukan penyetoran) dan menyampaikan Surat

Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan tanggal 22 Agustus

2013.

Penyetoran tanggal 22 Agustus yang dilakukan oleh CV Abadi

Mebelindo yang sekaligus merupakan tanggal pelaporan Surat

Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan tidak termasuk sebagai

Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat disampaikan karena

kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan

diberlakukan mulai masa pajak Januari 2014 sebagaimanadimaksud dalam pasal 16 ayat (2).

Pada bulan November 2013 SD Negeri 03 Jakarta membeli kursi

dan meja dari CV Abadi Mebelindo sebesar Rp10.000.000,00

(sepuluh juta rupiah). Atas pembelian tersebut Bendahara SD

Negeri 03 Jakarta melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar

1,5% (satu setengah persen) x Rp10.000.000,00 = Rp150.000,00.

Namun demikian, jika CV Abadi Mebelindo telah mendapatkan

Surat Keterangan Bebas dari pemotongan dan/atau pemungutan

PPh dari KPP C, atas pembelian tersebut Bendahara SD Negeri 03 Jakarta tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22.

5. PT Andalan yang bergerak di bidang usaha industri pengolahan gula

didirikan pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama mendaftarkan

diri sebagai Wajib Pajak badan di KPP Z. PT Andalan menggunakan

tahun buku Januari-Desember. Sampai dengan bulan Oktober

2013 PT Andalan masih terus melakukan kegiatan investasi dalam

bentuk pembangunan pabrik dan instalasi mesin-mesin industri

dan belum melakukan kegiatan operasi secara komersial. Padatanggal 1 November 2013 PT Andalan mulai melakukan kegiatan

operasi secara komersial berupa produksi gula dalam kemasan.

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 53: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 53/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   45

Sesuai ketentuan Pasal 7 Peraturan Menteri ini, maka untuk Tahun

Pajak 2013, PT Andalan dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan

tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Mengingat bahwa 1 (satu) tahun sejak beroperasi secara komersial

melewati Tahun Pajak yang bersangkutan maka sesuai ketentuan

Pasal 7 ayat (2), sampai dengan akhir Tahun Pajak 2014, Wajib

Pajak masih dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umumUndang-Undang Pajak Penghasilan.

Dalam hal peredaran bruto usaha PT Andalan sampai dengan tanggal

31 Oktober 2014 (satu tahun sejak mulai beroperasi komersial)

telah melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus

 juta rupiah), maka mulai Tahun Pajak 2015 PT Andalan dikenai

Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak

Penghasilan.

Dalam hal peredaran bruto usaha PT Andalan sampai dengan

tanggal 31 Oktober 2014 tidak melebihi Rp4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah) maka pengenaan Pajak

Penghasilan untuk Tahun Pajak 2015 memperhatikan peredaran

bruto Januari sampai dengan Desember 2014.

6. Heri Kurnia merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan

usaha perdagangan mobil bekas yang memiliki 1 (satu) tempat

kegiatan usaha sehingga Heri Kurnia termasuk Wajib Pajak orang

pribadi pengusaha tertentu. Peredaran bruto usaha Tahun Pajak

2013 adalah sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)sehingga pada Tahun Pajak 2014 Heri Kurnia dikenai PPh yang

bersifat nal.

Berdasarkan pembukuan yang dilakukan diketahui bahwa

peredaran bruto usaha sampai dengan akhir Tahun Pajak 2014

berjumlah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Dengan demikian pada Tahun Pajak 2015 Heri Kurnia dikenai

PPh berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan,

dan Heri Kurnia wajib menyetorkan angsuran Pajak PenghasilanPasal 25, sesuai ketentuan angsuran bagi orang pribadi pengusaha

tertentu.

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 54: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 54/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II46

Pada bulan Januari 2015 peredaran bruto dari usaha Heri Kurnia

adalah sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Dengan demikian, penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk

bulan Januari 2015 adalah sebagai berikut:

  PPh Pasal 25 = 0,75% x Rp400.000.000,00

  = Rp3.000.000,00

  Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan selanjutnya sampai dengan

bulan Desember 2015 adalah 0,75% dikalikan peredaran bruto

pada bulan yang bersangkutan.

7. Pada Tahun Pajak 2014 Wajib Pajak PT Pandiro Anugerah

dikenai PPh yang bersifat nal berdasarkan Peraturan Menteri

ini. Berdasarkan pembukuan yang dilakukan diketahui bahwa

peredaran bruto usaha sampai dengan akhir Tahun Pajak 2014

berjumlah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

  Dengan demikian pada Tahun Pajak 2015 PT Pandiro Anugerah

dikenai PPh berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak

Penghasilan. Pada bulan Januari 2015 seluruh peredaran bruto

PT Pandiro Anugerah adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua

ratus juta rupiah), dan PPh yang dipotong atau dipungut pihak

lain (bukan PPh nal) adalah sebesar Rp51.000.000,00 (lima puluh

satu juta rupiah).

  Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2015

adalah sebagai berikut:Penghasilan bruto sebulan Rp 200.000.000,00

Biaya-biaya Rp 150.000.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp 50.000.000,00

Penghasilan neto sebulan disetahunkan Rp 600.000.000,00

PPh terutang (12,5% x Rp600.000.000,00) Rp 75.000.000,00

Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain Rp 51.000.000,00

PPh kurang bayar Rp 24.000.000,00Angsuran PPh Pasal 25 Rp 2.000.000,00

1/12 x Rp24.000.000,00)

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 55: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 55/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   47

  Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan selanjutnya sampai dengan

bulan Desember 2015 adalah Rp2.000.000,00.

8. CV Karya Serasi bergerak di bidang usaha penjualan alat tulis.

Berdasarkan pembukuan yang dilakukan diketahui hal-hal sebagai

berikut:

Tahun Peredaran Bruto Laba (Rugi) skal

2012 Rp 4.000.000.000,00 (Rp 300.000.000,00)

2013 Rp 5.000.000.000,00 (Rp 200.000.000,00)*)

2014 Rp 8.000.000.000,00 Rp 500.000.000,00

  *) rugi Juli-Desember 2013

  Berdasarkan data tersebut maka CV Karya Serasi dapat melakukan

kompensasi kerugian tahun 2012 sebesar Rp300.000.000,00 mulai

tahun 2013 sampai dengan tahun 2017.

  Pada tahun 2013 CV Karya Serasi dikenai PPh yang bersifat nal

sebesar 1%, sehingga kerugian pada tahun tersebut yakni sebesar

Rp200.000.000,00 tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak

berikutnya.

  Pada tahun 2014, CV Karya Serasi tidak lagi dikenai PPh yang

bersifat nal sebesar 1% tetapi dikenai PPh sesuai tarif umum

Undang-Undang Pajak Penghasilan. Penghasilan Kena Pajak 2014

adalah sebesar Rp200.000.000,00 yaitu laba skal tahun 2014

sebesar Rp500.000.000,00 dikurangi kompensasi kerugian tahun2012 sebesar Rp300.000.000,00.

 _____________________________________________________________________ 

Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BIRO UMUM

u.b.

KEPALA BAGIAN T.U.

ttd.

GIARTO

NIP 195904201984021001

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MUHAMAD CHATIB BASRI

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 56: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 56/226

Page 57: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 57/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN III

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR 197/PMK.03/2013

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

KEUANGAN NOMOR 68/PMK.03/2010

TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL PAJAK

PERTAMBAHAN NILAI

Page 58: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 58/226

Page 59: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 59/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   51

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 197/PMK.03/2013

 TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR

68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai batasan pengusaha kecil

Pajak Pertambahan Nilai telah diatur dalam Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang

Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai;

b. bahwa dalam rangka memberikan kemudahan kepada

pengusaha yang memiliki peredaran bruto dan/

atau penerimaan bruto tertentu, perlu melakukan

penyesuaian terhadap ketentuan mengenai batasan

pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana

dimaksud dalam huruf a;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk

melaksanakan ketentuan Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan

Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang

Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai;

Mengingat : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan

Nilai;

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 60: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 60/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II52

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN

PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha

Kecil Pajak Pertambahan Nilai diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan ayat (1) Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

(1) Pengusaha kecil merupakan pengusaha

 yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau JasaKena Pajak dengan jumlah peredaran bruto

dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus

 juta rupiah).

(2) Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan

bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang

dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatanusahanya.

(3) Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan

dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan,

pengertian tahun buku sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) adalah tahun kalender.

2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai

berikut:

Pasal 4(1) Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 61: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 61/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   53

sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku

 jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan

brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat

miliar delapan ratus juta rupiah).

(2) Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama

akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah

peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya

melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah).

3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai

berikut:

Pasal 5

(1) Apabila diperoleh data dan/atau informasi yang

menunjukkan adanya kewajiban perpajakansebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)

tidak dipenuhi pengusaha, Direktur Jenderal Pajak

secara jabatan dapat mengukuhkan pengusaha

tersebut sebagai Pengusaha Kena Pajak.

(2) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat

ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak

untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), terhitung sejak saat jumlahperedaran bruto dan/atau penerimaan brutonya

melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah).

4. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai

berikut:

Pasal 7

Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak dan jumlah peredaran brutodan/atau penerimaan brutonya dalam 1 (satu) tahun

buku tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 62: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 62/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II54

delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak dapat

mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan

sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1

 Januari 2014.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Peraturan Menteri ini dengan

penempatannya dalam Berita Negara Republik

Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 20 Desember 2013

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MUHAMAD CHATIB BASRIDiundangkan di Jakarta

pada tanggal 20 Desember 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1521

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 63: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 63/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN IV

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR 198/PMK.03/2013

TENTANG

PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN

PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG

MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU

Page 64: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 64/226

Page 65: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 65/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   57

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 198/PMK.03/2013

 TENTANG

PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAKBAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai batasan jumlahperedaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlahlebih bayar bagi Wajib Pajak yang memenuhipersyaratan tertentu yang dapat diberikanpengembalian pendahuluan kelebihan pajaktelah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan,dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak yangMemenuhi Persyaratan Tertentu yang DapatDiberikan Pengembalian Pendahuluan KelebihanPajak sebagaimana telah diubah dengan PeraturanMenteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2009;

b. bahwa dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaanpengembalian kelebihan pembayaran pajak

bagi Wajib Pajak yang memenuhi persyaratantertentu melalui penelitian dan dalam rangkamengoptimalkan pelaksanaan pemeriksaan pajakuntuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajibanperpajakan Wajib Pajak, perlu melakukanperubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah PeredaranUsaha, Jumlah Penyerahan, dan Jumlah LebihBayar Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan

 Tertentu yang Dapat Diberikan PengembalianPendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana telahdiubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor54/PMK.03/2009;

SALINAN

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 66: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 66/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II58

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk

melaksanakan ketentuan Pasal 17D Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan

Peraturan Menteri Keuangan tentang PengembalianPendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi

Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,

 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4999);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG

PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN

PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG

MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

 yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan TataCara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 67: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 67/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   59

2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut

Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

3. Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat

diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran

pajak adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D

Undang-Undang KUP.

BAB II

WAJIB PAJAK YANG DAPAT DIBERIKAN PENGEMBALIAN

PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

BERDASARKAN PERSYARATAN TERTENTU

Pasal 2

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan

pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak meliputi:

a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau

pekerjaan bebas yang menyampaikan Surat Pemberitahuan

 Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi;

b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan

bebas yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan PajakPenghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling

banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);

c. Wajib Pajak badan yang menyampaikan Surat Pemberitahuan

 Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah

lebih bayar paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

atau

d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan

Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlahlebih bayar paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 68: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 68/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II60

Pasal 3

(1) Selain memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2, pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran

pajak harus didasarkan pada analisis risiko yang pedomannya

ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(2) Analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

mempertimbangkan perilaku dan kepatuhan Wajib Pajak yangdapat berupa:

a. kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan;

b. kepatuhan dalam melunasi utang pajak; dan

c. kebenaran Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian

 Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum-sebelumnya.

BAB III

PENGAJUAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN PENDAHULUANKELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Pasal 4

(1) Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran

pajak oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,

dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis.

(2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan cara memberi tanda pada Surat Pemberitahuan

 yang menyatakan lebih bayar restitusi atau dengan cara mengajukansurat tersendiri.

(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang

menyampaikan:

a. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar tanpa ada

permohonan kompensasi dan tanpa ada permohonan restitusi;

atau

b. Surat Pemberitahuan pembetulan yang menyatakan lebih bayar

dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaranpajak,

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 69: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 69/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   61

dianggap mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan

kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 5

(1) Dalam hal Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 mengajukan

permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai

ketentuan Pasal 17B Undang-Undang KUP, permohonan dimaksuddiproses dengan mekanisme pengembalian pendahuluan kelebihan

pembayaran pajak berdasarkan ketentuan Pasal 17D Undang-

Undang KUP.

(2) Atas penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan

pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur

 Jenderal Pajak memberitahukan kepada Wajib Pajak.

Pasal 6

(1) Dalam hal permohonan pengembalian pendahuluan kelebihanpembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diajukan

oleh Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang Undang PPN, pengembalian

kelebihan pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang Undang

PPN.

(2) Dalam hal permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan

pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diajukan

oleh Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP, pengembalian kelebihan

pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP.

Pasal 7

(1) Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran

pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, diproses

berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang KUP.

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 70: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 70/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II62

(2) Atas penyelesaian permohonan pengembalian pendahuluan

kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Direktur Jenderal Pajak memberitahukan kepada Wajib Pajak.

BAB IV

PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

PAJAK DAN PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN

PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK (SKPPKP)

Pasal 8

(1) Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, dilakukan setelah Direktur

 Jenderal Pajak melakukan penelitian.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas:

a. kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya;b. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;

c. kebenaran kredit pajak atau Pajak Masukan berdasarkan sistem

aplikasi Direktorat Jenderal Pajak; dan

d. kebenaran pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

Pasal 9

(1) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama:

a. 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara

lengkap, untuk permohonan pengembalian pendahuluan

kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan orang pribadi;

b. 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap, untuk

permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran

Pajak Penghasilan badan; dan

c. 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap, untukpermohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran

Pajak Pertambahan Nilai.

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 71: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 71/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   63

(2) Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan keputusan,

permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran

pajak dianggap dikabulkan.

(3) Dalam hal permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan

pembayaran pajak dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 7 (tujuh)

hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) berakhir.

(4) Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dibuat dengan

menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam

Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Menteri ini.

Pasal 10

(1) Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 tidak diterbitkan dalam hal

berdasarkan hasil penelitian menunjukkan:

a. tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak;

b. Surat Pemberitahuan beserta lampirannya tidak lengkap;

c. penulisan dan penghitungan pajak tidak benar;

d. kredit pajak atau Pajak Masukan berdasarkan sistem aplikasiDirektorat Jenderal Pajak tidak benar;

e. pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak tidak benar;

atau

f. Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

(2) Dalam hal Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan

Pajak tidak diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara tertulis kepada

Wajib Pajak dan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih

bayar tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP.

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 72: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 72/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II64

 BAB V

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 11

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dalam

rangka penerbitan surat ketetapan pajak terhadap Wajib Pajak yang

telah diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan

Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

sesuai peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan yang

mengatur mengenai pemeriksaan.

(3) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar, jumlah pajak yang kurang dibayar tersebut

ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar

100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17Dayat (5) Undang-Undang KUP.

Pasal 12

(1) Dalam hal diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Wajib Pajak dapat

mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi

administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang

Undang KUP.

(2) Atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksiadministrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur

 Jenderal Pajak dapat memberikan pengurangan atau penghapusan

sanksi administrasi sehingga besarnya sanksi administrasi menjadi

paling banyak 48% (empat puluh delapan persen).

 

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 73: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 73/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   65

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 13

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:

1. terhadap Surat Pemberitahuan pembetulan lebih bayar restitusi

atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelumberlakunya Peraturan Menteri ini yang disampaikan sejak

berlakunya Peraturan Menteri ini, diproses berdasarkan ketentuan

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;

2. terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

pajak bagi Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang

belum diselesaikan pengembaliannya sampai dengan berlakunya

Peraturan Menteri ini, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah

Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, dan Jumlah Lebih BayarBagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang

Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 54/PMK.03/2009.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang

Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, dan

 Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan

 Tertentu yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan

Kelebihan Pajak;

b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2009 tentang

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha,

 Jumlah Penyerahan, dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 74: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 74/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II66

 yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang Dapat Diberikan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 15

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara

Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 27 Desember 2013

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MUHAMAD CHATIB BASRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 27 Desember 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1556

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 75: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 75/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   67

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 76: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 76/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II68

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 77: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 77/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   69

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 78: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 78/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II70

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 79: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 79/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   71

PETUNJUK PENGISIAN

SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULAN KELEBIHAN PAJAK

Nomor (1) : diisi dengan nomor keputusan.

Nomor (2) : diisi dengan Jenis Pajak.

Nomor (3) : diisi dengan Masa/Tahun Pajak yang diberikan

pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

Nomor (4) : diisi dengan jumlah lebih bayar menurut SuratPemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

atau menurut Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai.

Nomor (5) : diisi dengan nomor surat permohonan pengembalian

pendahuluan kelebihan pajak.

Nomor (6) : diisi dengan tanggal surat permohonan pengembalian

pendahuluan kelebihan pajak.

Nomor (7) : diisi dengan nama Wajib Pajak.

Nomor (8) : diisi dengan NPWP Wajib Pajak.Nomor (9) : diisi sesuai dengan dasar hukum diterbitkanya surat

keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan

pajak:

 a. dalam hal surat keputusan pengembalian

pendahuluan kelebihan pajak terkait dengan Pajak

Penghasilan, diisi dengan:

  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)

sebagimana telah berapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 36 Tabun 2008

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4893);

 b. dalam hal surat keputusan pengembalian

pendahuluan kelebihan pajak terkait dengan Pajak

Pertambahan Nilai, diisi dengan:  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 80: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 80/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II72

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51,

 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3264) sebagimana telah berapa kali diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun

2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5069);Nomor (10) : diisi dengan jumlah rupiah pengembalian pendahuluan

kelebihan pajak dalam angka.

Nomor (11) : diisi dengan jumlah rupiah pengembalian pendahuluan

kelebihan pajak dalam huruf.

Nomor (12) : diisi dengan nama unit Kantor Wilayah Direktorat

 Jenderal Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan

Pajak yang menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak.

Nomor (13) : diisi dengan nama kota tempat keputusan ditetapkan.

Nomor (14) : diisi dengan tanggal surat keputusan diterbitkan.

Nomor (15) : diisi dengan jabatan pejabat yang menandatangani

surat keputusan.

Nomor (16) : diisi dengan nama, NIP, dan tanda tangan pejabat yang

menandatangani surat keputusan.

Nomor (17) : diisi dengan jumlah rupiah menurut Wajib Pajak.

Nomor (18) : diisi dengan jumlah rupiah menurut skus.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MUHAMAD CHATIB BASRI

Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BIRO UMUM

u.b.

KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN

ttd.GIARTO

NIP 195904201984021001

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Page 81: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 81/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN V

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-32/PJ/2013

TENTANG

TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/

ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BAGI

WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK PENGHASILAN

BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR

46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA

ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Page 82: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 82/226

Page 83: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 83/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   75

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER - 32/PJ/2013

 TENTANG

 TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAUPEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG

DIKENAI PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK

PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA

ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN

BRUTO TERTENTU

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 14huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/

PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan,

Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan

atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau

Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran

Bruto Tertentu;

b. bahwa dalam rangka pengawasan pemenuhan

kewajiban Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang

dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nalberdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun

2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan

dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib

Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;

c. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata

Cara Pembebasan dari Pemotongan dan/atau

Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang

Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang

Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki

Peredaran Bruto Tertentu;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa

Page 84: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 84/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II76

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia

 Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PajakPenghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia

 Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,

 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4893);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan

Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan

(Lembaran Negara Republik Tahun 2010 Nomor 161,

 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5183);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari

Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak

 yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran

Negara Republik Tahun 2013 Nomor 106, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5424);

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/

PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan,

Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh

Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 TENTANG TATA CARA PEMBEBASAN DARI

PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK

PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI

PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI

USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIBPAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO

 TERTENTU.

Page 85: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 85/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   77

  Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan :

1. Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu adalah

Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang

Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau

Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

2. Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak

Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto

 Tertentu yang untuk selanjutnya disebut Surat Keterangan Bebas

adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak

dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atasPenghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak

 yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan dibebaskan dari

pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak

lain yang dapat dikreditkan.

Pasal 2

Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang dikenai Pajak

Penghasilan yang bersifat nal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

angka 1 dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan

dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat nal

kepada Direktur Jenderal Pajak.

  Pasal 3

(1) Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak

Penghasilan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui Surat

Keterangan Bebas.

(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajakmenerbitkan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada

ayat (1).

Pasal 4

(1) Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan

secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib

Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan

dengan syarat:

Page 86: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 86/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II78

a. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan

permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada Tahun

Pajak sebelum Tahun Pajak diajukannya Surat Keterangan

Bebas

b. menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib

Pajak atau kuasa Wajib Pajak yang menyatakan bahwa

peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk

dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat nal

disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai

dengan bulan sebelum diajukannya Surat Keterangan Bebas,

untuk Wajib Pajak yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama

dengan Tahun Pajak saat diajukannya Surat Keterangan Bebas;

c. menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi sepertiSurat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari

Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.

d. ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan

ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan

Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32

Undang-Undang KUP.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk

setiap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal

21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23.

Pasal 5

(1) Atas permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau

pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan:

a. Surat Keterangan Bebas; atau

b. surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas, dalam

 jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonanditerima secara lengkap.

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum memberikan keputusan,

permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.

(3) Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib

menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu 2 (dua)

hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) terlewati.

Page 87: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 87/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   79

Pasal 6

Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud Pasal 3 berlaku

sampai dengan berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

Pasal 7

(1) Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan

dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan untuk setiap transaksi

 yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak

Penghasilan yang tidak bersifat nal apabila telah menerima

fotokopi Surat Keterangan Bebas yang telah dilegalisasi oleh Kantor

Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban

Surat Pemberitahuan Tahunan.

(2) Permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas diajukan

secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WajibPajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan

dengan syarat:

a. menunjukkan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud

pada Pasal 5 ayat (1);

b. menyerahkan bukti penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat

nal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang

Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki PeredaranBruto Tertentu untuk setiap transaksi yang akan dilakukan

dengan pemotong dan/atau pemungut berupa Surat Setoran

Pajak lembar ke-3 yang telah mendapat validasi dengan Nomor

 Transaksi Penerimaan Negara, kecuali untuk transaksi yang

dikenai pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas:

1) impor;

2) pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan

pelumas;3) pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas,

industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;

4) pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri;

c. mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut

Pajak Penghasilan dan nilai transaksi pada kolom yang

tercantum dalam Surat Keterangan Bebas.

d. ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonanditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan

Page 88: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 88/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II80

Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32

Undang-Undang KUP.

(3) Fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diajukan dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:

a. satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajakmenyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan;

b. satu lembar untuk diserahkan Wajib Pajak kepada Wajib Pajak

pemotong dan/atau pemungut;

c. satu lembar untuk diserahkan kepada Kantor Pelayanan Pajak

tempat pemotong dan/atau pemungut terdaftar

(4) Legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja

sejak permohonan legalisasi diterima lengkap.

(5) Legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) tidak diberikan apabila persyaratan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi.

Pasal 8

Bentuk formulir untuk:

(1) permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I;

(2) surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa

peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk

dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat nal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b menggunakan

formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II;

(3) Surat Keterangan Bebas untuk pemotongan dan/atau pemungutan

PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 menggunakan formulir

sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III;

(4) Surat Keterangan Bebas untuk pemotongan dan/atau pemungutan

PPh Pasal 22 impor menggunakan formulir sebagaimana dimaksud

dalam Lampiran IV;

(5) Surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dibuat menggunakan formulir

sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V;

(6) permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebassebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2) menggunakan

formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI,

Page 89: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 89/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   81

 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur

 Jenderal Pajak ini.

Pasal 9

(1) Setelah Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku,

permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan

Pajak Penghasilan oleh pihak lain bagi Wajib Pajak yang Memiliki

Peredaran Bruto Tertentu diajukan sesuai dengan ketentuan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;

(2) Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan

Direktur Jenderal Pajak nomor PER-1/PJ/2011 bagi Wajib Pajak

 yang memiliki peredaran bruto tertentu yang diterbitkan sebelum

berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, tetap berlaku

sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan.Pasal 10

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal

ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 25 September 2013

Page 90: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 90/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II82

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN I

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-32/PJ/2013

TENTANG

TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN

PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK

PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46

TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI

USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKIPEREDARAN BRUTO TERTENTU

Page 91: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 91/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   83

Lampiran I

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR : PER-32/PJ/2013TANGGAL : 25 SEPTEMBER 2013

Nomor : ...........................................Hal : Permohonan Surat Keterangan Bebas  Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh

  bagi Wajib Pajak yang Memiliki  Peredaran Bruto Tertentu

Kepada Yth.Kepala Kantor Pelayanan Pajak

.........................................

  Berkenaan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor ........................ tentang Tata Cara

Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Dikenai PajakPenghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu,dengan ini:

  Nama Wajib Pajak : ................................................................................

  NPWP : __,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,

  Alamat : ................................................................................

mengajukan permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan dan/atau Pemungutan

PPh Pasal .....................................................1) karena memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang MemilikiPeredaran Bruto Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

Untuk kelengkapan permohonan SKB, bersama ini kami sampaikan Surat Pernyataan Wajib Pajak yang MemilikiPeredaran Bruto tertentu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.2)

  Demikian permohonan ini kami sampaikan.

.........., ...................20......

Pemohon, 3)

(......................................)

1)  diisi sesuai dengan jenis pajak (PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor atau Pasal 23)2)  syarat khusus untuk Wajib Pajak yang baru terdaftar dalam Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak

saat diajukannya Surat Keterangan Bebas.3)  ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak

Page 92: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 92/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II84

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN II

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-32/PJ/2013

TENTANG

TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN

PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK

PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46

TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARIUSAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Page 93: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 93/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   85

Lampiran II

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR : PER-32/PJ/2013TANGGAL : 25 SEPTEMBER 2013

SURAT PERNYATAAN WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO

TERTENTU BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013

  Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : ................................................................................

NPWP : __,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,

Alamat : ................................................................................

Bertindak selaku 1) Wajib Pajak Pengurus Kuasa

Nama : ................................................................................2)

NPWP : __,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,3)

Alamat : ................................................................................4)

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperolehtermasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak

yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Apabila dikemudian hari ditemukan bahwa pernyataan ini tidak benar, saya bersedia diberikan sanksi sesuai

ketentuan yang berlaku.

  Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

.........., .................20.......

Yang membuat pernyataan,5)

MeteraiRp6.00,-

(......................................)

1) Beri tanda X pada yang sesuai

2) Diisi dengan nama Wajib Pajak dalam hal yang mengajukan Surat Permohonan adalah Wakil atau Kuasa

dari Wajib Pajak3) Diisi dengan NPWP Wajib Pajak dalam hal yang mengajukan Surat Permohonan adalah Wakil atau Kuasa

dari Wajib Pajak

4) Diisi dengan alamat Wajib Pajak dalam hal yang mengajukan Surat Permohonan adalah Wakil atau Kuasadari Wajib Pajak

5) Ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak

Page 94: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 94/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II86

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN III

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-32/PJ/2013

TENTANG

TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN

PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK

PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI

USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Page 95: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 95/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   87

 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : PER-32/PJ/2013

TANGGAL : 25 SEPTEMBER 2013

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAKKANTOR WILAYAH DJP ...........................

KANTOR PELAYANAN PAJAK.............................

Lembar Ke-1 : Untuk Wajib Pajak

Lembar Ke-2 : Untuk Pemotong/PemungutLembar Ke-3 : Arsip KPP

SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN

PPh PASAL 21 / PASAL 22 / PASAL 23 1)

BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PPhBERDASARKAN PP NOMOR 46 TAHUN 2013

  NOMOR : ...............................  TANGGAL : ...............................

Kepala Kantor Pelayanan Pajak ......................................................................................

Menerangkan bahwa orang pribadi / badan 1) tersebut di bawah ini:

Nama Wajib Pajak : ................................................................................

NPWP : __,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,

Alamat : ................................................................................

dibebaskan dari pemotongan/pemungutan PPh Pasal 21/22/23 1), karena memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak

yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

Surat Keterangan Bebas ini berlaku sejak diterbitkan sampai dengan tanggal .....................................2)

  ........., ....................20.......

  a.n. Direktur Jenderal Pajak

  Kepala Kantor Pelayanan Pajak  ..........................................

  (........................................)

  NIP.

DIGUNAKAN SAAT PENGAJUAN PERMOHONAN LEGALISASI SKB

Identitas Wajib Pajak Pemotong dan/atau Pemungut:3)

Nama : ......................................

NPWP : ......................................

Nilai transaksi : ......................................

Jenis transaksi : ......................................4)

a.n. Kepala Kantor

Kepala Seksi Pelayanan

(.................................)

NIP.

1) Coret yang tidak perlu

2) Diisi dengan tanggal akhir Tahun Pajak bersangkutan3) Diisi dengan identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut dan nilai transaksi, pada saat pengajuan

permohonan legalisasi Surat Keterangan Bebas

4) Diisi dengan jenis penghasilan, misalnya penghasilan dari penjualan barang kepada bendahara, penyerahan jasa reparasi AC kepada pemotong

Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan

apabila telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilanbagi Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang telah dilegalisasi

Page 96: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 96/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II88

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN IV

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-32/PJ/2013

TENTANG

TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN

PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK

PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI

USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Page 97: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 97/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   89

Lampiran IV

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR : PER-32/PJ/2013TANGGAL : 25 SEPTEMBER 2013

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAKKANTOR WILAYAH DJP ...........................KANTOR PELAYANAN PAJAK.............................

Lembar Ke-1 : Untuk Wajib PajakLembar Ke-2 : Untuk Pemotong/PemungutLembar Ke-3 : Arsip KPP

SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN

PPh PASAL 22 IMPORBAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PPh

BERDASARKAN PP NOMOR 46 TAHUN 2013

  NOMOR : ...............................  TANGGAL : ...............................

Kepala Kantor Pelayanan Pajak ......................................................................................

Menerangkan bahwa orang pribadi/badan1) tersebut di bawah ini:

Nama Wajib Pajak : ................................................................................

NPWP : __,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,

Alamat : ................................................................................

dibebaskan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor, karena memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang Memiliki

Peredaran Bruto tertentu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

Surat Keterangan Bebas ini berlaku sejak diterbitkan sampai dengan tanggal .....................................2)

  ........., ....................20.......  a.n. Direktur Jenderal Pajak

  Kepala Kantor Pelayanan Pajak  ..........................................

  (........................................)  NIP.

1) Coret yang tidak perlu2) Diisi dengan tanggal akhir Tahun Pajak bersangkutan

Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilanapabila telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilanbagi Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang telah dilegalisasi

Page 98: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 98/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II90

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN V

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-32/PJ/2013

TENTANG

TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN

PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK

PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI

USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Page 99: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 99/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   91

Lampiran V

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : PER-32/PJ/2013

TANGGAL : 25 SEPTEMBER 2013

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KANTOR WILAYAH DJP ...........................

KANTOR PELAYANAN PAJAK.............................

Nomor :

Hal : Penolakan Permohonan Surat Keterangan

  Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan

  PPh bagi Wajib Pajak yang Memiliki

  Peredaran Bruto Tertentu

Kepada Yth,.......................................

.......................................1)

  Berkenaan dengan permohonan Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak

Penghasilan PPh Pasal .................................................*) yang Saudara ajukan tanggal ......................

nomor ........................................ dengan ini diberitahukan bahwa permohonan Saudara tidak dapat disetujui,

karena tidak memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

  Demikian untuk dimaklumi

  ........., ....................20.......

  a.n. Direktur Jenderal Pajak

  Kepala Kantor Pelayanan Pajak

  ..........................................

  (........................................)

  NIP.

1) Diisi identitas Wajib Pajak

2) diisi sesuai dengan jenis pajak (PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor atau Pasal 23)

Page 100: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 100/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II92

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN VI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-32/PJ/2013

TENTANG

TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN

PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK

PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI

USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Page 101: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 101/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   93

Lampiran VIPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-32/PJ/2013TANGGAL : 25 SEPTEMBER 2013

Nomor : ..........................................Hal : Permohonan Legalisasi Fotokopi Surat

Keterangan Bebas Pemotongandan/atau Pemungutan Pph bagi Wajib

Pajak yang Memiliki Peredaran BrutoTertentu

Kepada Yth.Kepala Kantor Pelayanan Pajak ..............................................

 Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Wajib Pajak : ...........................................................................................

NPWP : __,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,

 Alamat : ..........................................................................................

mengajukan permohonan untuk memperoleh legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan dan/atau1

Pemungutan Pph Pasal ........................................................................ ) sehubungan transaksi dengan :

Nama Pemotongan/Pungutan

Pajak : .......................................................................................... 2)

NPWP : __,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__,__, 3)

Nilai Transaksi : Rp .................................................................................... 4)

Jenis Transaksi : ......................................................................................... 5)

Sebagai kelengkapan permohonan legalisasi berikut dilampirkan :

Surat Setoran Pajak lembar ke-3

3 (tiga) rangkap fotokopi Surat Keterangan Bebas

Demikian permohonan ini kami sampaikan.

............, ......................20......6)

Pemohon ,

( ........................................... )

1) diiisi sesuai dengan jenis pajak (Pph Pajak 21, Pasal 22, Pasal 22 impor atau Pasal 23)2) diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut3) diisi sesuai dengan NPWP Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut4) diisi sesuai dengan nilai transaksi penyerahan barang dan/atau jasa5) diisi sesuai dengan jenis-jenis penghasilan, misalnya penghasilan dari penjualan barang kepada bendahara, penyerahan

 jasa reparasi AC kepada pemotong6) ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak 

Page 102: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 102/226

Page 103: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 103/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN VI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER-37/PJ/2013

TENTANG

TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN

ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA

ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU MELALUI

ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)

Page 104: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 104/226

Page 105: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 105/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   97

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER - 37/PJ/2013

 TENTANG

 TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN ATASPENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH

WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : bahwa untuk memberikan kemudahan kepada

Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki

peredaran bruto tertentu, perlu menetapkan Peraturan

Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara PenyetoranPajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang

Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki

Peredaran Bruto Tertentu Melalui Anjungan Tunai

Mandiri (ATM);

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983

Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia

 Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia

 Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- UndangNomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang

Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang

Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki

Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2013 no 106, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia 5424);

Page 106: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 106/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II98

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang

 Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban

Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia

 Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia 5268);

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/

PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan,

Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh

Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/

PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh

 Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan

 Tempat Pembayaran Pajak, Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak,

Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara

Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta

 Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran

Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 80/PMK. 03/2010;

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006

tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan PeraturanMenteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;

8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-148/

PJ/2007 tentang Pelaksanaan Modul Penerimaan

Negara;

9. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan

Nomor PER-78/PB/2006 tentang Penatausahaan

Penerimaan Negara Melalui Modul Penerimaan Negara

sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur

 Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-25/PB/2012;

  MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG

 TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN

ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA

ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU MELALUI ANJUNGAN

 TUNAI MANDIRI (ATM)

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

Page 107: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 107/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   99

1. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto

tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat nal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan

dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki

Peredaran Bruto Tertentu.

2. Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan kepada

Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan bersifat

nal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak

 yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

3. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah

dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi atas transaksipenerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB.

4. Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah

modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai

dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan,

pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan

dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem

Penerimaan dan Anggaran Negara.

5. ATM adalah Anjungan Tunai Mandiri.

Pasal 2

Wajib Pajak dapat melakukan penyetoran Pajak Penghasilan melalui

ATM pada Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Pasal 3

(1) Penyetoran Pajak Penghasilan melalui ATM sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 dilakukan dengan memasukkan NPWP, Masa Pajak

dan jumlah nominal Pajak Penghasilan yang akan dibayar.(2) Atas penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak

menerima BPN dalam bentuk cetakan struk ATM.

(3) Dalam hal terdapat kendala pada mesin ATM sehingga BPN

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat tercetak atau

tercetak namun tidak dapat dibaca, Wajib Pajak dapat meminta

cetak ulang BPN di kantor cabang Bank Persepsi terdekat.

(4) Prosedur cetak ulang BPN sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) disesuaikan dengan prosedur pada Bank Persepsi yangbersangkutan.

Page 108: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 108/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II100

Pasal 4

(1) BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, termasuk cetakan

ulang dan salinannya, merupakan sarana administrasi lain yang

kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak dalam

rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan.

(2) Apabila terdapat perbedaan antara data pembayaran yang tertera

dalam BPN dengan data pembayaran menurut MPN, maka yang

dianggap sah adalah data pembayaran menurut MPN.

(3) BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setidak-tidaknya

mencantumkan elemen-elemen sebagai berikut:

a. Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN);

b. Nomor Transaksi Bank (NTB);

c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

d. Nama Wajib Pajak;

e. Kode Akun Pajak;

f. Kode Jenis Setoran;

g. Masa Pajak;

h. Tahun Pajak;

i. Tanggal transaksi; dan

 j. Jumlah nominal pembayaran.

Pasal 5

Penyetoran Pajak Penghasilan melalui ATM sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 diadministrasikan sebagai penerimaan Negara dengan

Kode Akun Pajak 411128 (PPh Final) dan Kode Jenis Setoran 420 (PPh

Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau

Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu).

Pasal 6

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggalditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 Oktober 2013

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Page 109: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 109/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   101

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN VII

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-42/PJ/2013

TENTANG

PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA

ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Page 110: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 110/226

Page 111: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 111/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   103

  KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak

2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak

  3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan

  diseluruh Indonesia

SURAT EDARAN

NOMOR SE - 42/PJ/2013

 TENTANG

PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013

 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

A. Umum

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan

dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki

Peredaran Bruto Tertentu dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran,

dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha

 yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran

Bruto Tertentu, perlu diterbitkan Surat Edaran Direktur JenderalPajak sebagai acuan dalam pelaksanaan ketentuan penerapan tarif

Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto

tertentu.

B. Maksud dan Tujuan

1. Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini

dimaksudkan untuk memberikan acuan dalam rangka

pelaksanaan ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak

 yang memiliki peredaran bruto tertentu.2. Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini bertujuan

agar pelaksanaan ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak

Page 112: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 112/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II104

 yang memiliki peredaran bruto tertentu dapat berjalan dengan

baik dan terdapat keseragaman dalam pelaksanaannya.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini meliputi

Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan tidak termasuk

bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha, tidak

termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan

bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun

Pajak.

D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2009.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak

Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau

Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013

tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan

Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima

atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto

 Tertentu.

E. Materi

1. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak

Penghasilan yang bersifat nal.

2. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah

Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak

termasuk bentuk usaha tetap; dan

b. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk

penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas,

dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00(empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)

 Tahun Pajak.

Page 113: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 113/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   105

3. Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada butir 2 huruf b

ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya,

termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto

dari:

a. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;

b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;

c. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak

Penghasilan yang bersifat nal dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan

d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

4. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah Wajib Pajak

orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangandan/atau jasa yang dalam usahanya:

a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar

pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan

b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk

kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat

usaha atau berjualan.

5. Tidak termasuk Wajib Pajak badan adalah:

a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial;atau

b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun

setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran

bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah).

6. Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu

persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah

peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan

usaha.

7. Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto

dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir

sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.

8. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang berdasarkan

ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan

pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/atau

pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat nal, dapatdibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak

Penghasilan oleh pihak lain dengan tata cara sebagaimana

Page 114: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 114/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II106

diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur

mengenai pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan

Pajak Penghasilan oleh pihak lain.

9. Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh

penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifatnal, tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak

Penghasilan.

10. Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang

sebagaimana dimaksud pada butir 6 ke kantor pos atau bank

 yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan

Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang

dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak, yang telah mendapat

validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN),paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah

Masa Pajak berakhir.

11. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud pada butir 10 wajib menyampaikan

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20

(dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

12. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud pada butir 10 dianggap telah

menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilansebagaimana dimaksud pada butir 11, sesuai dengan tanggal

validasi NTPN yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.

13. Ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 11

diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014.

F. Hal-Hal Khusus Terkait Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat

nal

Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengenaan PajakPenghasilan yang bersifat nal diatur sebagai berikut:

1. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu wajib

mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib

Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan

Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha Wajib Pajak

dan di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi

tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.

2. Penentuan peredaran bruto untuk dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat nal bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi

secara komersial untuk pertama kali ditentukan berdasarkan

Page 115: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 115/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   107

peredaran bruto dari usaha 1 (satu) Tahun Pajak setelah

 Tahun Pajak beroperasi secara komersial, pengenaan Pajak

Penghasilan yang bersifat nal selanjutnya untuk Wajib Pajak

 yang bersangkutan ditentukan berdasarkan peredaran bruto

 Tahun Pajak sebelumnya.

3. Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat

nal ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri

Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau

sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran

Pajak dengan mengisi Kode Akun Pajak 411128 dan Kode

 Jenis Setoran 420 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan

Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai Bentuk

Formulir Surat Setoran Pajak.

4. Wajib Pajak yang menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat naltetapi Surat Setoran Pajaknya tidak mendapat validasi dengan

NTPN, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Penghasilan Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai

tempat kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi

baris pada angka 11 formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Penghasilan Pasal 4 ayat (2):

a. kolom Uraian diisi dengan “Penghasilan Usaha WP yang

Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”;

b. kolom KAP/KJS diisi dengan “411128/420”.5. Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)

nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Penghasilan Pasal 4 ayat (2).

6. Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu

 yang disetor tidak menggunakan Kode Akun Pajak 411128

dan Kode Jenis Setoran 420 dapat diajukan permohonan

pemindahbukuan oleh Wajib Pajak ke setoran Pajak Penghasilan

Pasal 4 ayat (2) dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420, sesuai dengan ketentuan mengenai tata

cara pembayaran pajak melalui pemindahbukuan.

7. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang dipotong

dan/atau dipungut oleh pihak lain diatur sebagai berikut:

a. atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh bendahara

pemerintah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang

telah diisi atas nama rekanan:

1) dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke

Page 116: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 116/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II108

setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan

ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui

pemindahbukuan; atau

2) dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang

seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuanmengenai tata cara pengembalian atas kelebihan

pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau

3) dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang

untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

b. atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan

oleh pihak lain dengan bukti pemotongan dan/atau

pemungutan, termasuk pemungutan Pajak Penghasilan

Pasal 22 atas import1) dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang

seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan

mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan

pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau

2) dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang

untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

8. Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau

pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain sebagaimanadimaksud dalam huruf E butir 8 dapat diajukan sesuai

dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

PER-1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan

Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak

Penghasilan oleh Pihak Lain, sampai dengan ditetapkannya

Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai

tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan

Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang dikenai Pajak

Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari

Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki

Peredaran Bruto Tertentu.

9. Angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Masa Pajak Juli 2013

sampai dengan Desember 2013 bagi Wajib Pajak yang memiliki

peredaran bruto tertentu yang juga menerima atau memperoleh

penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif

umum Undang-Undang Pajak Penghasilan, dapat mengajukanpengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai

dengan ketentuan yang mengatur mengenai penghitungan

Page 117: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 117/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   109

besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal

tertentu.

10. Atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan

 yang bersifat nal menurut ketentuan Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2013 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pada kelompok penghasilan yang

dikenai pajak nal dan/atau bersifat nal pada:

a. lampiran III bagian A butir 14 (Penghasilan Lain yang

Dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat Final, Formulir

1770-III) bagi Wajib Pajak orang pribadi;

b. lampiran IV bagian A butir 16 dengan mengisi “Penghasilan

Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu” (Formulir

1771-1V) bagi Wajib Pajak badan.

11. Penghitungan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan

Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2013:

a. peredaran usaha dihitung berdasarkan seluruh peredaran

usaha selama Tahun Pajak 2013, tidak termasuk peredaran

usaha pada Masa Pajak Juli 2013 sampai dengan Desember

2013 yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);

b. bagi Wajib Pajak orang pribadi, untuk menentukan

Penghasilan Kena Pajak dikurangi terlebih dahulu dengan

Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun;c. angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang-Undang Pajak

Penghasilan Masa Pajak Januari 2013 sampai dengan Juni

2013 dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang

untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

G. Penghapusan Sanksi Administrasi

1. Sehubungan dengan tujuan Peraturan Pemerintah Nomor 46

 Tahun 2013 adalah:

a. memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturanperpajakan;

b. mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi;

c. mengedukasi masyarakat untuk transparansi; dan

d. memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi

dalam penyelenggaraan Negara;

dipandang perlu memberikan keringanan atas sanksi yang

dikenakan terhadap Wajib Pajak yang memiliki peredaran

bruto tertentu atas pemenuhan kewajiban penyetoran PajakPenghasilan Pasal 4 ayat (2) berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2013.

Page 118: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 118/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II110

2. Berdasarkan pertimbangan pada butir 1, kepada Kepala Kanwil

DJP agar menghapuskan sanksi administrasi Pasal 9 ayat

(2a) Undang-Undang KUP dalam Surat Tagihan Pajak yang

diterbitkan untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Desember

2013.

H. Penutup

Mengingat penerapan ketentuan Pajak Penghasilan sebagaimana

dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 mulai

berlaku pada tanggal 1 Juli 2013, dengan ini diinstruksikan:

1. Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Pajak,

dan Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Perpajakan untuk melakukan sosialisasi Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atasPenghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib

Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang

 Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak

Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau

Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

kepada Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan

sebagaimana dimaksud yang berada di wilayah kerja masing-

masing.

2. Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan

Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran

bruto tertentu:

a. Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi

tempat Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

Wajib Pajak diadministrasikan melakukan:

1) kegiatan ekstensikasi dengan memanfaatkan data hasil

Sensus Pajak Nasional (SPN) Tahun 2011 dan 2012, serta

melalui pelaksanaan SPN Tahun 2013 untuk tempat-

tempat usaha yang memenuhi kriteria sebagai Wajib

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu di wilayah

kerjanya masing-masing;

2) himbauan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran

bruto tertentu untuk melaksanakan kewajiban

pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) setiap

bulan untuk setiap tempat kegiatan usaha;

3) pemanfaatan alat keterangan yang diterima danmembandingkannya dengan data Surat Pemberitahuan

 Tahunan Pajak Penghasilan yang disampaikan Wajib

Page 119: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 119/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   111

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang

bersangkutan;

4) pengawasan terhadap Wajib Pajak mengenai pemenuhan

syarat pengenaan Pajak Penghasilan, yaitu sebesar 1%

(satu persen) bersifat nal sesuai Peraturan PemerintahNomor 46 Tahun 2013 atau sesuai tarif dalam Pasal 17

Undang-Undang;

5) pengawasan terhadap kewajiban pembayaran Pajak

Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Wajib Pajak yang memiliki

peredaran bruto tertentu yang mendapat Surat

Keterangan Bebas untuk dibebaskan dari pemotongan

dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak

lain;

6) pengiriman alat keterangan ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat usaha

Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak

 yang memiliki peredaran bruto tertentu.

b. Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi

tempat-tempat usaha Wajib Pajak yang memiliki peredaran

bruto tertentu melakukan:

1) kegiatan ekstensikasi dengan memanfaatkan data hasil

Sensus Pajak Nasional (SPN) Tahun 2011 dan 2012, sertamelalui pelaksanaan SPN Tahun 2013 untuk tempat-

tempat usaha yang memenuhi kriteria sebagai Wajib

Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu di wilayah

kerjanya masing-masing;

2) himbauan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran

bruto tertentu untuk melaksanakan kewajiban

pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) setiap

bulan untuk setiap tempat kegiatan usaha;

3) pengawasan terhadap kewajiban pembayaran Pajak

Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Wajib Pajak yang memiliki

peredaran bruto tertentu yang mendapat Surat

Keterangan Bebas untuk dibebaskan dari pemotongan

dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak

lain;

4) pengiriman alat keterangan atas pembayaran Pajak

Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Wajib Pajak yang memiliki

peredaran bruto tertentu kepada Kantor PelayananPajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat Surat

Page 120: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 120/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II112

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak

diadministrasikan.

c. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak diminta untuk

melakukan pengawasan atas pelaksanaan Pengenaan Pajak

Penghasilan Pasal 4 ayat (2) bagi Wajib Pajak yang memilikiPeredaran Bruto Tertentu oleh Kantor Pelayanan Pajak yang

berada di wilayah kerjanya.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

 

 Tembusan :

1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak

2. Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak

3. Para Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak

4. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumentasi Perpajakan

Page 121: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 121/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN VIII

SURAT EDARAN

NOMOR SE-32/PJ/2014

TENTANG

PENEGASAN PELAKSANAAN PERATURANPEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI

USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB

PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO

TERTENTU

Page 122: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 122/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II114

Page 123: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 123/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   115

KP:PJ.032/PJ.0301

 jkl

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak;2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak;3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan;di seluruh Indonesia

SURAT EDARAN

NOMOR SE-32/PJ/2014

TENTANG

PENEGASAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU

DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

 A. Umum

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan terkait pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2013 (PP 46 Tahun 2013) tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dariUsaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu,perlu ditetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai acuan dalam pelaksanaanketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

B. Maksud dan Tujuan

1. Penetapan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini dimaksudkan untuk memberikanacuan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yangmemiliki peredaran bruto tertentu.

2. Penetapan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini bertujuan agar pelaksanaan ketentuan

Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dapat berjalandengan baik dan terdapat keseragaman dalam pelaksanaannya.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini meliputi Wajib Pajak orang pribadi danWajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dariusaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, denganperedaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

D. Dasar …

Page 124: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 124/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II116

- 2 -

KP:PJ.032/PJ.0301

D. Dasar  

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-UndangNomor 16 Tahun 2009;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilandari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran BrutoTertentu;

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan,Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterimaatau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;

5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-37/PJ/2013 tentang Tata Cara PenyetoranPajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajakyang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM);

6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2013 tentang PelaksanaanPeraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilandari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran BrutoTertentu.

E. Materi

1. Penghasilan yang dikenai PP 46 Tahun 2013.

a. Berdasarkan memori penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilandijelaskan bahwa aliran penghasilan bagi Wajib Pajak dapat dikelompokkan menjadi:

1) penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,

honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara,dan sebagainya;

2) penghasilan dari usaha dan kegiatan;

3) penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, sepertibunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidakdipergunakan untuk usaha; dan

4) penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

b. Dengan demikian penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46Tahun 2013 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha,kecuali:

1) penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa sehubungan pekerjaan bebassebagaimana dimaksud dalam PP 46 Tahun 2013;

2) penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri;

3) penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final denganketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan

4) penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

2. Penentuan saat beroperasi secara komersial bagi Wajib Pajak badan.

a. Penentuan saat beroperasi secara komersial sebagaimana dimaksud dalam PP 46Tahun 2013 bagi Wajib Pajak badan adalah saat Wajib Pajak melakukan kegiatanoperasi secara komersial untuk pertama kali bagi Wajib Pajak yang bergerak di sektor:

1) jasa, adalah saat pertama kali dilakukannya penjualan jasa dan/atau saat diterimaatau diperolehnya pendapatan/penghasilan; dan/atau

2) dagang …

Page 125: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 125/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   117

- 3 -

KP:PJ.032/PJ.0301

2) dagang dan industri, adalah saat pertama kali dilakukannya penjualan barangdan/atau saat diterima atau diperolehnya pendapatan/penghasilan.

b. Penentuan peredaran bruto untuk dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final

berdasarkan PP 46 Tahun 2013 bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secarakomersial untuk pertama kali, ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha dalam1 (satu) Tahun Pajak setelah Tahun Pajak beroperasi secara komersial.

c. Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara komersial sebagaimana dimaksud padahuruf b dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang PajakPenghasilan sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak beroperasi secarakomersial.

d. Dalam hal jangka waktu 1 (satu) tahun sejak beroperasi secara komersial sebagaimanadimaksud pada huruf c melewati Tahun Pajak saat beroperasi secara komersial,ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-UndangPajak Penghasilan dimaksud berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak berikutnyasetelah Tahun Pajak saat beroperasi secara komersial.

e. Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan PP 46 Tahun 2013 bagiWajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk Tahun Pajakselanjutnya, ditentukan berdasarkan peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya.

f. Contoh:

1) Wajib Pajak badan dengan tahun buku sama dengan tahun takwim, baru beroperasisecara komersial pada tanggal 1 Juli 2013. Karena baru beroperasi secara komersial,maka Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2013 dan Tahun Pajak 2014 (jangkawaktu 1 tahun sejak beroperasi secara komersial 1 Juli 2013 sampai dengan 30 Juni2014 dan diteruskan sampai dengan 31 Desember 2014). Untuk pengenaan PajakPenghasilan pada Tahun Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran brutoTahun Pajak 2014.

2) Wajib Pajak badan dengan tahun buku sama dengan tahun takwim, baru beroperasisecara komersial pada tanggal 1 Januari 2013. Karena baru beroperasi secarakomersial, maka Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umumUndang-Undang Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2013 (jangka waktu 1 (satu)tahun sejak beroperasi secara komersial 1 Januari 2013 sampai dengan 31Desember 2013). Untuk pengenaan Pajak Penghasilan pada Tahun Pajak 2014memperhatikan besarnya peredaran bruto Tahun Pajak 2013.

3) Wajib Pajak badan dengan tahun buku sama dengan tahun takwim, baru beroperasisecara komersial pada tanggal 2 Januari 2013. Karena baru beroperasi secarakomersial, maka Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umumUndang-Undang Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2013 dan Tahun Pajak 2014(jangka waktu 1 tahun sejak beroperasi secara komersial 2 Januari 2013 sampaidengan 1 Januari 2014 dan diteruskan sampai dengan 31 Desember 2014) . Untukpengenaan Pajak Penghasilan pada Tahun Pajak 2015 memperhatikan besarnyaperedaran bruto Tahun Pajak 2014.

4) Wajib Pajak badan dengan tahun buku sama dengan tahun takwim, baru beroperasisecara komersial pada tanggal 1 Agustus 2013. Karena baru beroperasi secarakomersial, maka Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umumUndang-Undang Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2013 dan Tahun Pajak 2014(jangka waktu 1 tahun sejak beroperasi secara komersial 1 Agustus 2013 sampaidengan 31 Juli 2014 dan diteruskan sampai dengan 31 Desember 2014). Untukpengenaan Pajak Penghasilan pada Tahun Pajak 2015 memperhatikan besarnyaperedaran bruto Tahun Pajak 2014.

3. Perlakuan …

Page 126: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 126/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II118

- 4 -

KP:PJ.032/PJ.0301

3. Per lakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba yang bergerakdalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan. 

a. Atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerakdalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telahterdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuksarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebutbukan merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf mUndang-Undang Pajak Penghasilan.

b. Dalam hal ketentuan persyaratan penanaman kembali sisa lebih sebagaimanadimaksud pada huruf a tidak terpenuhi, maka atas sisa lebih tersebut merupakan objekpajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-UndangPajak Penghasilan.

c. Dengan demikian perlakuan perpajakan bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba

yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembanganmengacu pada ketentuan umum Undang-Undang Pajak Penghasilan.

4. Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak reksa dana.

a. Reksa dana adalah suatu bentuk kegiatan usaha yang melakukan penghimpunan danadari masyarakat pemodal, untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek olehmanajer investasi yang dapat berbentuk perseroan atau kontrak investasi kolektifsebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang PasarModal.

b. Berdasarkan definisi reksa dana sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka aliranpenghasilan yang diperoleh Wajib Pajak reksa dana termasuk dalam kategoripenghasilan yang berasal dari usaha sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 4ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Sehingga, dalam hal Wajib Pajak reksa

dana memenuhi kriteria PP 46 Tahun 2013, maka Wajib Pajak reksa dana dikenai PajakPenghasilan yang bersifat final sesuai PP 46 Tahun 2013 beserta ketentuanpelaksanaannya.

5. Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat/koperasisimpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman.

a. Bagi Wajib Pajak bank atau bank perkreditan rakyat atau koperasi simpan pinjam ataulembaga pemberi dana pinjaman yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yangdikenai Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun 2013, atas penghasilan dari usahayang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan bersifat finalsebesar 1% (satu persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.

b. Peredaran bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak bagi Wajib Pajak bank atau bank

perkreditan rakyat atau koperasi simpan pinjam atau lembaga pemberi dana pinjamanadalah jumlah seluruh penghasilan usaha jasa perbankan/peminjaman, antara lain:

1) pendapatan bunga, fee, komisi, dan seluruh penghasilan yang terkait denganpemberian kredit/pinjaman, tidak termasuk pembayaran pokok kredit/pinjaman;

2) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan atas simpanan di bank lain, sertadiskonto Sertifikat Bank Indonesia, kecuali bagi Wajib Pajak selain bank/bankperkreditan rakyat.

c. Dalam hal Wajib Pajak bank atau bank perkreditan rakyat atau koperasi simpan pinjamatau lembaga pemberi dana pinjaman tidak memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yangdikenai Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun 2013, atas penghasilan yangditerima Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang Pajak Penghasilan.

6. Perlakuan … 

Page 127: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 127/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   119

- 5 -

KP:PJ.032/PJ.0301

6. Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WajibPajak OPPT).

a. Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus  juta rupiah) dalam 1 (satu) TahunPajak yang memenuhi kr iteria sebagai Wajib Pajak OPPT dan kriteria sebagai WajibPajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun 2013, ataspenghasilan dari usaha yang diterima atau diper oleh Wajib Pajak orang pribadipengusaha tersebut dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen)dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.

b. Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha yang memiliki peredaran bruto melebihiRp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) TahunPajak dan memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak OPPT, maka pengenaan PajakPenghasilan bagi Wajib Pajak tersebut mengacu pada ketentuan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan dan pembayaran angsuran pajaknya mengacu padaketentuan Pasal 25 ayat (7) Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu sebesar 0,75%dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat kegiatan usaha.

7. Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

a. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notarisdan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PejabatPembuat Akta Tanah, ditegaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang berprofesisebagai PPAT:

1) mempunyai persamaan kewenangan dengan Notaris, yaitu merupakan pejabatumum yang diberikan kewenangan membuat akta otentik tertentu yakni akta yangberkaitan dengan dengan pertanahan; dan

2) dapat dipersamakan dengan notaris sebagai Wajib Pajak orang pribadi yangmelakukan pekerjaan bebas.

b. Dengan demikian per lakuan perpa jakan bagi Wajib Pajak PPAT mengacu padaketentuan umum Undang-Undang Pajak Penghasilan.

8. Penegasan kembali ketentuan penyetoran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) bagi Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilanyang bersifat final berdasarkan PP 46 Tahun 2013.

a. Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang ke kas negara melalui:

1) kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakanSurat Setoran Pajak (SSP);

2) Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bank-bank tertentu; Wajib Pajak menerima BuktiPenerimaan Negara (BPN) dengan teraan Nomor Transaksi Penerimaan Negara(NTPN) dalam bentuk cetakan struk ATM yang kedudukannya disamakan denganSSP;

paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

b. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksudpada huruf a wajib menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (duapuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

c. Ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilansebagaimana dimaksud pada huruf b diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014,sehingga atas keterlambatan pelaporan (sesuai tanggal validasi NTPN) masaJuli-Desember 2013 tidak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

d. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimanadimaksud pada huruf a dan telah mendapatkan validasi NTPN, dianggap telahmenyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf b,dengan tanggal pelaporan sesuai tanggal NTPN yang tercantum pada SSP ataucetakan struk ATM.

e. Wajib …

Page 128: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 128/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II120

Page 129: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 129/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN IX

SIMULASI PENGISIAN SPT

Page 130: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 130/226

Page 131: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 131/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   123

Simulasi Pengisian SSP

Diisi dengan:

 Kode AkunPajak 411128

(Untuk Jenis

Pajak PPh Final)

dan

•  Kode Jenis

Setoran 420

(untuk

pembayaran

PPh Final

peredaran bruto

tertentu)

PPh Pasal 4 ayat (2) Bulan Agustus 20134 2 0

0 4 1

Page 132: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 132/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II124

Pengisian SPTTahunan PPh

WajibPajakOrang Pribadi

MEMPUNYAI PENGHASILAN:

• DARI SATUATAULEBIHPEMBERI KERJA

•  YANGDIKENAKANPPh FINAL DAN/ATAUBERSIFATFINAL NORMA PEMBUKUAN

• DARI PENGHASILANLAIN

SPT PEMBETULANKE -……….

• • ISI DENGANHURUF CETAK/ DIKETIKDENGANTINTA HITAM •

NPWP :

NAMAWAJIBPAJAK :

JENISUSAHA/PEKERJAAN BEBAS :  

NO.TELEPON/FAKSIMILI : /

PERUBAHAN DATA :  L AMP IR A N TE RS E ND I RI T I DA K A DA

1.1

2.2

3.3

4.4

5.5

…………………………………………………………………………………………………………………………..6.6

7. JUMLAHPENGHASILANNETOSETELAH PENGURANGANZAKAT/SUMBANGANKEAGAMAANYANG

SIFATNYA WAJIB (5-6)

8.8

9.9

10. PENGHASILANTIDAK KENA PAJAKTK/ K/ K/I/ PH/ HB/ 10

11.11

12.12

14.14

15.15

16. a. PPhYANGHARUS DIBAYARSENDIRI

b. PPhYANGLEBIH DIPOTONG/DIPUNGUT

17. a.17a

b.17b

c.17c

18.18

a. PPhYANGKURANG DIBAYAR(PPhPASAL 29)

b. PPhYANGLEBIHDIBAYAR(PPhPASAL28A)

20. PERMOHONAN: PPhLebih Bayarpada19.b mohon

DIPERHITUNGKAN DENGAN

UTANGPAJAK

c.

7

BERI TANDA" X" DALAM

PPh PASAL 25 BULANAN

b.

a.PATUH)

DIKEMBALIKAN DENGAN SKPPKP PASAL17D (WP

 TERTENTUd.

16

 .

 

   2   5   T

 

   J

 

   T

   Y

JUMLAHPENGHASILANNETO (1 + 2 + 3 + 4)

RUPIAH*)

s.d

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

JUMLAHPPh TERUTANG ( 12 + 13)

PENGHASILANNETODALAMNEGERI DARI USAHA DAN/ATAUPEKERJAANBEBAS[Diisi dari Formulir1770- I Halaman1JumlahBagian A atauFormulir1770-I Halaman2J umlahBagianB Kolom 5]

JUMLAHPENGHASILANNETOSETELAH KOMPENSASI KERUGIAN (7 -8)

PENGHASILANNETODALAMNEGERI LAINNYA[Diisi dari Formulir1770- I Halaman2JumlahBagian D Kolom 3]

DARI USAHA/PEKERJAANBEBAS YANGMENYELENGGARAKANPEMBUKUAN

DIREKTORATJENDERAL PAJAK

KOMPENSASI KERUGIAN

PENGEMBALIAN/PENGURANGANPPh PASAL 24 YANGTELAHDIKREDITKAN

   C .   P   P   h

   T   E   R   U   T   A   N   G

DIKEMBALIKAN DENGAN SKPPKP PASAL17C (WP

   E .   P   P   h   K   U   R   A   N   G   /   L   E   B   I   H

   B   A   Y   A   R

19.19

t gl b ln

KEMENTERIANKEUANGANRI

KLU :

JUMLAHKREDITPAJAK (17a+17b+17c)

TGL

LUNAS(16-18)thn

1313.

   A .   P   E   N   G   H   A   S   I   L   A   N

   N   E   T   O

SEBELUMMENGISI BACALAHBUKUPETUNJUK PENGISIAN

   B .   P   E   N   G   H   A   S   I   L   A   N

   K   E   N   A

   P   A   J   A   K

PENGHASILANKENA PAJAK (9 -10)

PERHATIAN

   I   D   E   N   T   I   T   A   S

ZAKAT/ SUMBANGANKEAGAMAANYANGBERSIFAT WAJIB

 *) Pengisiankolom-kolom yangberisi nilai rupiahharustanpanilai desimal (contohpenulisanlihatbukupetunjuk hal.3)

PENGHASILANNETOLUARNEGERI[Apabilamemiliki penghasilan dari luarnegeri agardiisi dari LampiranTersendiri, lihat bukupetunjuk]

   D .   K   R   E   D   I   T   P   A   J   A   K

PPh YANGDIPOTONG/ DIPUNGUTOLEHPIHAKLAIN, PPh YANGDIBAYAR / DIPOTONGDI LUARNEGERIDANPPh DITANGGUNGPEMERINTAH [Diisi dari formulir1770-II JumlahBagian A Kolom 7]

 (14-15)

STP PPh PASAL 25 (HANYA POKOK PAJAK)

FISKAL LUARNEGERI

PPh YANGDIBAYARSENDIRI

   F   O   R   M   U   L   I   R 01770

NORMAPENGHITUNGAN PENGHASILANNETO

2

   T   A   H   U   N

   P   A   J   A   K

DIRESTITUSIKAN

BL

PENGHASILANNETODALAMNEGERI SEHUBUNGANDENGANPEKERJAAN[Diisi dari Formulir1770- I Halaman2JumlahBagian CKolom 5]

  (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

TH TH

PPh TERUTANG(TARIF PASAL 17 UUPPh XANGKA 11)

BL

• s.d

• PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

• PENGHASILAN ISTERI YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH NORMA PEMBUKUAN

PERHATIAN : • • ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK DENGAN TINTA HITAM •

NPWP :

NAMA WAJIB PAJAK :

BAGIAN A :

NO

(1)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

PENGHASILAN LAIN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL

DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

JUMLAH (1 s.d. 16)

PPh TERUTANG

(Rupiah)

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

BL

(2)

 (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

TH

JENIS PENGHASILANDASAR PENGENAAN

PAJAK/PENGHASILAN BRUTO

PENGHASILAN ISTRI DARI SATU PEMBERI KERJA

BL TH

2SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

LAMPIRAN - III

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

FINAL

   T   A   H   U   N

   P   A   J   A   K1770 - III

SEBELUM MENGISI BACALAH BUKU PETUNJUK PENGISIAN

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN RI

(4)(3)

BERI TANDA " X " DALAM

   F   O   R   M   U   L   I   R 0

BUNGA/DISKONTO OBLIGASI

PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK

HADIAH UNDIAN

PESANGON, TUNJANGAN HARI TUA DAN TEBUSAN

PENSIUN YANG DIBAYAR SEKALIGUS

BUNGA DEPOSITO, TABUNGAN, DISKONTO SBI, SURAT BERHARGA

NEGARA

HONORARIUM ATAS BEBAN APBN / APBD

PENYALUR/DEALER/AGEN PRODUK BBM

BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH KOPERASI KEPADA

 ANGGOTA KOPERASI

PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF

DIVIDEN

PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

BANGUNAN YANG DITERIMA DALAM RANGKA BANGUNAN GUNA

SERAH

SEWA ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

USAHA JASA KONSTRUKSI

Diisi Jumlah Peredaran Bruto

Selama Satu Tahun Pajak

Diisi dengan Jumlah PPh

Pasal 4 ayat (2) yang Telah

Disetor

Page 133: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 133/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   125

Pengisian SPTTahunan

PPhWajibPajakBadan

•ISI DENGANHURUFCETAK/DIKETIKDENGANTINTAHITAM

•BERIT ANDA"X "PAD A ( KOT AKPIL IH AN) YANG SESU AI

N P W P :

NAMAWAJIBPAJAK :

JENISUSAHA : KLU:

NO.TELEPON : -   NO.FAKS: -

PERIODEPEMBUKUAN : s.d.

NEGARADOMISILI KANTORPUSAT (khususBUT) :

  PEMBUKUAN/ LAPORANKEUANGAN : DI AUDI T OP INI AKUNTAN TI DAK DI AUDI T

  NAMAKANTOR AKUNTANPUBLIK :

  NPWPKANTOR AKUNTANPUBLIK :

  NAMAAKUNTAN PUBLIK :

  NPW P AKUNTANPUBLIK :

  NAMAKANTOR KONSULTANPAJAK :

  NP W P KANTORKONSULTANPAJAK :

  NAMAKONSULTAN PAJAK :

  NPWPKONSULTAN PAJAK :

  *)Pengisiankolom-kolomyang berisi nilai rupiahharustanpanil ai desimal (contohpenulisanlihat bukupetunjukhal.3)

1. PENGHASILANNETOFISKAL  (DiisidariFormulir 1771-INomor8 Kolom3) ………………………………………………………………….

2. KOMPENSASIKERUGIANFISKAL

  (DiisidariLampiranKhusus2AJumlahKolom8) …………………………………

3. PENGHASILAN KENAPAJAK (1-2)……...…..…………………………………….…………………..…………

4. PPhTERUTANG (Pilihsalahsatu sesuaidengandengankriteriaWajibPajak. Untuklebihjelasnya,lihat BukuPetunjukPengisianSPT)

a . T a ri fPPh Ps.1 7 a y at(1 )Hu ru fb XAn g ka 3 … … …… .

b . T a ri fPPh Ps.1 7 a y at(2 b )XAn gk a 3 … … …… …… …… .

c . T ar if P P h Ps . 31 E ay at ( 1 )  (LihatBukuPetunjuk)

5. PENGEMBALIAN/PENGURANGANKREDITPAJAKLUARNEGERI

  (PPhPs. 24)YANG TELAHDIPERHITUNGKANTAHUN LALU……………………………………….

6. JUMLAH PPh TERUTANG(4+ 5)…..………………………………….…………………..…………

7. PPhDITANGGUNGPEMERINTAH(Proyek BantuanLuarNegeri) ……..………………..………………..………

8. a. KREDITPAJAKDALAMNEGERI

  (Diisidari Formulir1771-III JumlahKolom5) ……….……………..…....………………..………………..………………..……

  b. KREDITPAJAKLUARNEGERI

  (Diisidari LampiranKhusus7A JumlahKolom 8)……….………………..………………..………………..………………..…

c. JUMLAH( 8a+ 8b) ……...……………..….…………………………………………………………………………..………

 9 . a . PPh YANGHARUSDIBAYARSENDIRI 

b . PPh YANGL EBIHDIPOT ONG/DIPUNGUT

10. PPhYANGDIBAYARSENDIRI

  a. PPhPs. 25BULANAN ….……..………………..…………………………………..…………………..…………

  b. STPPPh Ps.25 (HanyaPokokPajak) …….….…..……….…………………………………………………

 

c. JUMLAH(10a +10b) …….……………………...………………

 1 1 . a . PPh YANGKURANGDIBAYAR(PPh Ps .2 9 ) 

b . PPh YANGL EBIHDIBAYAR(PPh Ps .2 8A)

12. PPhYANGKURANGDIBAYARPADAANGKA11.aDISETORTANGGAL………

13. PPhYANGLEBIHDIBAYARPADAANGKA11.bMOHON:

a . D I RE S TI TU SI KA N b.   DIPERHITUNGKANDENGAN UTANGPAJAK

K hususR est i tus iun tukW a j ibP a jakdenganK r it e riaT er ten tu : P engembal ianP endahu luan( Pasal17C a tauP asa l17D U U KU P)

(6–7 –8c)….

1

•SEBELUMMENGISI ,BACADAHULUBUKU PETUNJUKPENGISIAN

2

5

6

8a

8c

7

   D .   P   P   h   K   U   R   A   N   G   /   L   E   B   I   H

   B   A   Y   A   R

RUPIAH*)

3

(3)

   C .   K   R   E   D   I   T   P   A   J   A   K

   B .   P   P   h   T   E   R   U   T   A   N   G

   A .   P   E   N   G   H   A   S   I   L   A   N

   K   E   N   A

   P   A   J   A   K

4

   I   D   E   N   T   I   T   A   S

(1) (2)

SPT TAHUNAN

PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

  PERHATIAN:

   F   O   R   M   U   L   I   R 1771

KEMENTERIANKEUANGANRI

DIREKTORATJ ENDERALPAJAK

10c

THN

11(9–10c)…..

TGL BLN

10a

9

8b

10b

TAHUNPAJAK

 SPTPEMBETULAN

 KE-…

02

N P W P :

NAMA WAJIB PAJAK :

PERIODE PEMBUKUAN :

  BAGIAN A : PPh FINAL

  BUNGA DEPOSITO / TABUNGAN,

  DAN DISKONTO SBI / SBN

  BUNGA / DISKONTO OBLIGASI

  PENGHASILAN PENJUALAN SAHAM

  YANG DIPERDAGANG KAN DI BURSA EFEK

  PENGHASILAN PENJUALAN SAHAM

  MILIK PERUSAHAA N MODAL VENTURA

  PENGHASILAN USAHA PENYALUR / DEALER /

PENGHASILAN PENGALIHAN HAK ATAS

  TANAH / BANGUNAN

  PENGHASILAN PERSEWAAN ATAS

  TANAH / BANGUNAN

  IMBALAN JASA KONSTRUKSI :

  a. PELAKSANA KONSTRUKSI

  b. PERENCANA KONSTRUKSI

 c. PENGAWAS KONSTRUKSI

  PERWAKILAN DAGANG ASING

  PELAYARAN / PENERBANGAN ASING

  PELAYA RAN DALAM NEGERI

  PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP

11.

3.

6.

14.

12.

7.

9.

8.

(2)

2.

5.

(1)

JENIS PENGHASILANDASAR PENGENAAN PAJAK

(Rupiah)

(3)

1.

   F   O   R   M   U   L   I   R

1771 - IVKEMENTERIAN KEUANGAN RI

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

   I   D   E   N   T   I   T   A   S

NO.PPh TERUTANG

(Rupiah)

(5)(4)

TARIF

(%)

  AGEN PRODUK BBM

   T   A   H   U   N

   P   A   J   A   K

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB P AJAK BADAN

PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

s.d.

LAMPIRAN - IV

 

4.

10.

13. TRANSAKSI DERIVATIF YANG

DIPERDAGANGKAN DI BURSA

JUMLAH BAGIAN A

……………………………………………………………

JBA

2 0 A A

Diisi dengan “Penghasilan

Usaha WP yang MemilikiPeredaran Bruto Tertentu”

Diisi Jumlah Peredaran Bruto

Selama Satu Tahun Pajak

Diisi dengan Jumlah PPh

Pasal 4 ayat (2) yang Telah

Disetor

PenghasilanUsaha WPyang

MemilikiPeredaranBruto Tertentu

Page 134: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 134/226

Page 135: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 135/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN X

SLIDE PRESENTASI I

Page 136: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 136/226

Page 137: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 137/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   129

Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak

2013

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan

dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh

Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto

Tertentu

LATAR BELAKANG

DASAR HUKUM POKOK-POKOK KETENTUAN PP

POKOK-POKOK KETENTUAN

PERATURAN PELAKSANAAN

SIMULASI DAN CONTOH

CARA PEMBAYARAN PAJAK

Page 138: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 138/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II130

TujuanKebijakanPajakPenghasilanAtasWajib PajakYang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

Kemudahan dan

penyederhanaan

aturan perpajakan;

Mengedukasimasyarakat untuk

tertib administrasi;

Mengedukasi

masyarakat untuk

transparansi;

Memberikan

kesempatan

masyarakat untuk

berkontribusi dalam

penyelenggaraannegara

Kemudahan bagi

masyarakat dalam

melaksanakan

kewajiban

perpajakan

Meningkatnya

pengetahuan tentang

manfaat perpajakan

bagi masyarakat

Terciptanya kondisi

kontrol sosial dalam

memenuhi

kewajiban

perpajakan

Hasil yang diharapkanMaksud PP No 46 /2013 Tujuan PP No 46 /2013

Page 139: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 139/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   131

DasarHukum

Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh :

 Atas penghasilan tertentu lainnya dapat dikenai PPh yang bersifat

final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17 ayat (7) UU PPh :

• Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak

tersendiri atas penghasilan tertentu yang pajaknya bersifat final.• Tarif tersebut tidak boleh melebihi tarif tertinggi PPh Orang

Pribadi (30%).

• Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas

pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan perluasan

partisipasi dalam pembayaran pajak.

Page 140: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 140/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II132

Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib

pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar 

dalam 1 tahun.

Tidak termasuk Penghasilan dari usaha adalah penghasilan

dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.

Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha,

termasuk dari usaha cabang.

ObjekPajak

Page 141: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 141/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   133

Orang pribadi Badan, tidak termasuk BUT,

yang menerima penghasilan dari usaha dengan

peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1(satu) Tahun Pajak.

SubjekPajak

a. pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris/PPAT, penilai,dan aktuaris;

b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,

bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,

peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;

c. olahragawan;

d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f. agen iklan;

g. pengawas atau pengelola proyek;

h. perantara;

i. petugas penjaja barang dagangan;

 j. agen asuransi; dan

k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing)

atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.

JasaSehubungandengan

PekerjaanBebas

Page 142: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 142/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II134

WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau

prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap

maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau

seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak

diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya

pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung

tenda di trotoar, dan sejenisnya.

WP badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang

dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secarakomersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar.

PengecualianSubjekPajak

 Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak

melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun dikenai PPh final

dengan tarif sebesar 1% (satu persen) dari jumlah

peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 

1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan

pajak, yaitu jumlah peredaran bruto setiap bulan dari

setiap tempat usaha

Tarif 

Page 143: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 143/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   135

SaatMulaiBerlakunyaPP

Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha

dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun

Pajak yang bersangkutan yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar.

2013 2014 2015

201420132012

Omzet

perdagangan Rp4

miliar

dikenai PPh Umum

s.d sebelum berlaku

PP 46 Tahun 2013

PPh final 1% Juli

s.d. Des 2013

meskipun total

omzet tahun berjalan

misalnya Rp5 miliar 

Jika omzet 2013

Rp5 miliar maka

tahun 2014

dikenai dengan

Tarif Umum

Ketentuan UU PPh

DasarPenentuan DikenakanPPhFinal(1)

Dalam hal pada tahun berjalan, peredaran bruto sudah melebihi Rp4,8 miliar,

tetap dikenai PPh final sampai dengan akhir Tahun Pajak dan tahun

berikutnya dikenai ketentuan PPh umum.

Page 144: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 144/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II136

Penghasilan yangDikenai PPh FinalTersendiri

Penghasilan yang telah dikenai PPh dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri

(a.l. konstruksi), tidak dikenai PPh yang bersifat final

berdasarkan PP ini.

Peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutandalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp4,8 miliar tidak

dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP ini,

tetapi mengikuti ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang mengatur mengenai

pengenaan pajak atas penghasilan tersebut.

DasarPenentuan UntukDikenakanPPhFinal(2)

WajibPajak Orang Pribadi

Peredaran bruto tahun terakhir (setahun atau disetahunkan,dalam hal tahun terakhir meliputi kurang dari 12 bulan).

Dalam hal WP baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama

sebelum PP ini berlaku   dasar Peredaran Bruto adalah:akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri s.d. bulan

sebelum PP ini berlaku, yang disetahunkan.

Dalam hal WP baru terdaftar setelah PP ini berlaku   dasar 

peredaran bruto adalah: peredaran bruto bulan pertama

disetahunkan. Bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara komersial

untuk pertama kali ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari

usaha 1 (satu) Tahun Pajak setelah Tahun Pajak beroperasi

secara komersial. Untuk tahun selanjutnya, ditentukan

berdasarkan peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya.

Page 145: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 145/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   137

Penghasilan dari Luar Negeri

Pajak yang  dibayar  atau   terutang  di luar negeri atas

penghasilan dari luar negeri yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak

Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan

pelaksanaannya.

(sesuai ketentuan Pasal 24 UU PPh dan aturan pelaksanaan yang mengatur  

tentang Kredit Pajak Luar Negeri)

KompensasiRugi

Ketentuan kompensasi rugi adalah :

o berturut-turut sampai dengan 5 tahun.

o tahun dikenai PPh final 1% tetap menjadi bagian dari

periode 5 tahun tsb.

o kerugian pada tahun dikenai PPh final 1% tidak dapatdikompensasikan pada tahun berikutnya.

Page 146: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 146/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II138

DasarPenentuanPeredaranBruto

Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam

1 (satu) Tahun Pajak ditentukan berdasarkan peredaran

bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha

cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:

Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;

penghasilan yang diterima atau diperoleh di luarnegeri;

usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak

Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan

tersendiri; dan

penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

Page 147: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 147/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   139

Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang dikenai

PPh bersifat final menurut PP ini, yang berdasarkan ketentuan UU PPhwajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak

bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau

pemungutan PPh oleh pihak lain.

Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak

lain diberikan melalui Surat Keterangan Bebas dengan Tata Cara

sebagaimana dimaksud PER-32/PJ/2013

Contoh:

o Bengkel mobil menerima pembayaran atas jasa reparasi mobil.

 Atas pembayaran tersebut dipotong PPh Pasal 23 kecuali pemilik

bengkel menyerahkan SKB Potput yang telah dilegalisasi.

o   Toko ATK menjual buku kepada sekolah negeri. Bendahara sekolah

memungut PPh Pasal 22 kecuali pemilik toko menyerahkan SKB

Potput.yang telah dilegalisasi 

Pemotongan/PemungutanPPh

Setoran bulanan merupakan PPh Pasal 4 ayat (2),

bukan PPh Pasal 25.

Jika penghasilan semata-mata dikenai PPh final,

tidak wajib PPh Pasal 25.

Jika ada penghasilan lain selain yang dikenai PPhPasal 4 ayat (2) sesuai ketentuan PP ini, maka atas

penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai dengan

ketentuan umum.

Jika ada angsuran PPh Pasal 25 atau PPh yang

dipotong/dipungut pihak lain boleh dikreditkan

terhadap PPh terutang tahun pajak ybs. kecuali

untuk penghasilan yang pengenaan pajaknyabersifat final.

Angsuran Masa

Page 148: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 148/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II140

Angsuran Masa

 Angsuran pajak pada Tahun Pajak pertama Wajib Pajaktidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final:

bagi Wajib Pajak bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak

masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang harus

membuat laporan keuangan berkala, dan WP OPPT

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf 

b dan huruf c UU PPh; dan

bagi selain Wajib Pajak diatas, angsuran pajak

diperlakukan seperti Wajib Pajak Baru sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf a UU PPh,besaran angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya

angsuran pajak sebagaimana diatur dalam PMK

255/PMK.03/2008 std PMK 208/PMK.03/2009.

Penyetoran paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya

setelah Masa Pajak berakhir.

SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

Jika SSP telah divalidasi dengan NTPN dianggap telah lapor SPT

Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan

paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

SPT Tahunan :

o Dilaporkan pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final

dan/atau bersifat final.

o Formulir SPT Tahunan menggunakan Form 1770 untuk WajibPajak orang pribadi dan 1771 untuk Wajib Pajak badan masih

mengakomodasi

Penyetoran dan Pelaporan

Kewajiban pelaporan ditiadakan untuk pelaporan Surat

Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan masa pajak Juli s.d

Desember 2013

Page 149: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 149/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   141

CaraPembayaran Pajak

Wajib Pajak dapat melakukan Pembayaran Pajak melalui:

1. Loket Bank/Pos Persepsia. Wajib Pajak datang ke Loket Bank/Pos Persepsi dengan membawa

SSP yang telah diisi.

b. Bukti Pembayaran adalah dokumen Bukti Penerimaan Negara (BPN).

2.  Anjungan Tunai Mandiri (ATM)a. Wajib Pajak datang ke ATM Bank/Pos Persepsi dan memilih menu

pembayaran “PPh Final Bruto Tertentu”.

b. Bukti Pembayaran adalah Struk ATM.

Page 150: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 150/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II142

PenentuanPeredaranBruto

Pasar A

Rp80.000.000,00

Pasar B

Rp250.000.000,00

Pasar C

Rp400.000.000,00

Peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar pengenaan

Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar:

Dasar Pengenaan PPh Final= Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 +

Rp400.000.000,00

= Rp730.000.000,00

Rajesh Memiliki Tiga

Toko Tekstil

CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah dan memiliki peredaran

bruto:

• Januari s.d Desember 2013 sebesar Rp4.000.000.000,00

• Januari s.d Oktober 2014 sebesar Rp5.000.000.000,00

2013 2014

201520142013

PenentuanPeredaranBruto

Page 151: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 151/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   143

PenentuanPeredaranBruto

Butik di Batam

Rp3.000.000.000,00

Peredaran bruto usaha sebagai dasar pengenaan Pajak

Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp3.000.000.000,00

Butik di Singapura

Rp5.000.000.000,00

Di dalamnya termasuk omset

penjualan ke Mr. X di Singapura

sebesar Rp50.000.000

Penghasilan Sewa

Apartemen di

SingapuraRp100.000.000,00

Penghasilan yang diterima Irine dari sewa apartemen dan butik di Singapura, tidak

diperhitungkan dalam menghitung batasan peredaran bruto untuk dapat dikenai PPh

bersifat final

IRINE

(Pengusaha

Butik

Pakaian)

Mulai BerlakunyaPP 46 Tahun

2013

Terdaftar sebagai Wajib

Pajak

1 April 2013 1 Juli 2013

PenentuanPeredaranBruto

Jumlah peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan Rp150.000.000,00

Peredaran bruto 3 (tiga) bulan yang disetahunkan adalah:

Rp150.000.000,00 x 12/3 = Rp600.000.000,00

Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 (tiga) bulan tersebut

tidak melebihi Rp4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta

rupiah), maka penghasilan yang diperoleh mulai pada bulan

berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan akhir tahun

 pajak bersangkutan (Juli s.d. Desember 2013), dikenai pajak yangbersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

30 Juni 2013

Page 152: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 152/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II144

PenentuanPeredaranBruto

Karena penghasilan bulan November 2014 (bulan pertama mulai 

terdaftar sebagai Wajib Pajak) yang disetahunkan tidak melebihi 

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan

yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

Gatut Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan

November 2014. Pada bulan November 2014 tersebut,memperoleh peredaran bruto sebesar Rp15.000.000,00

(lima belas juta rupiah).

peredaran bruto November 2014 disetahunkan: 12/1 x

Rp15.000.000,00 = Rp180.000.000,00

Pemotongan/PemungutanolehPihakLain

Bendahara

Pemerintah

Penyerahan Barang

Pembayaran senilai

Rp20.000.000,00

CV. ABADI

MEBELINDO

Bendahara Pemerintah

memungut PPh Pasal 22 sebesar

1,5% x Rp20.000.000,00=

Rp300.000,00

dalam hal WP tidak memiliki SKB

WP dibebaskan dari

Pemungutan apabila

memiliki SKB

Rekanan Pemerintah yang

termasuk dalam kriteria WP yang

dikenai PPh Final

Kewajiban CV Abadi Mebelindo:

menyetorkan PPh bersifat final sebesar Rp200.000,00 paling lambat pada tanggal 15

 Agustus 2013.

Dalam hal SSP-nya telah mendapat validasi dengan NTPN, dianggap telah

menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tanggal 15 Agustus 2013.

dalam hal CV Abadi Mebelindo menyetorkan pada tanggal 22 Agustus 2013 dan SSP-nya telah

mendapat validasi dengan NTPN, maka CV Abadi Mebelindo terlambat melakukan penyetoran

dan dianggap menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tanggal 22 Agustus 2013.

Juli 2013 

 C o n t o h  6

Page 153: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 153/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   145

Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak

2013

Cara Pembayaran Pajak Melalui ATM dalam

Rangka Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Nomor 46 Tahun 2013

15

KompensasiRugiWajib Pajak PT Pantang Menyerah mengalami kerugian pada Tahun

Pajak 2010. Berdasarkan ketentuan UU PPh, kerugian tersebut dapatdikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun Pajak 2011 sampai

dengan Tahun Pajak 2015.

2015

2014

2013

2012

2011

2010

Rugi pada

Tahun Pajak

2010

Jangka Waktu Kompensasi Kerugian

Kompensasi atas

Kerugian Tahun

2010 tidak dapat

dikompensasi di

TahunPajak 2014

Dikenai PPh Final

dan mengalami

kerugian

Kerugian dari penghasilan

yang dikenai PPh Final pada

TahunPajak 2014 tidak dapat

dikompensasi ke Tahun

Pajak berikutnya

Page 154: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 154/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II146

CaraPembayaranPajak

Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan

Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :

1. Pilih BAYAR / BELI 2. Pilih LAINNYA

CaraPembayaranPajak

Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan

Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :

1. Pilih PAJAK 2. Pilih PPH FINAL BRUTO TERTENTU

Page 155: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 155/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   147

CaraPembayaranPajak

Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan

Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :

1. Masukkan NPWP 2. Konfirmasi NPWP

CaraPembayaranPajak

Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan

Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :

3. Masukkan Masa Pajak 4. Masukkan Pajak Terutang

Page 156: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 156/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II148

CaraPembayaranPajak

Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan

Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM:

2. Konfirmasi Pembayaran

CaraPembayaranPajak

Contoh Struk ATM Pembayaran Pajak PPh Final dengan

Peredaran Bruto Tertentu :

Page 157: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 157/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN XI

SLIDE PRESENTASI II

Page 158: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 158/226

Page 159: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 159/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   151

Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak

Pelaporan SPT Tahunan

Wajib Pajak Badan dan

Orang Pribadi

Kategori Wajib Pajak

PP Nomor 46 Tahun 2013

PJ.091/KUP/S/005/2014-01

Agenda

• Sekilas PP Nomor 46 Tahun 2013

• Studi Kasus

• Cara Pengisian SPT Tahunan PPh

Page 160: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 160/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II152

SekilasPERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 46 TAHUN 2013

Objek Pajak

Penghasilan dari usaha yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto

tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun.

Tidak termasuk Penghasilan dari usaha adalah

penghasilan dari  jasa sehubungan dengan

pekerjaan bebas.

Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari

usaha, termasuk dari usaha cabang.

Page 161: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 161/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   153

Subjek Pajak

Orang Pribadi

Badan, tidak termasuk BUT,

yang menerima penghasilan dari usaha dengan

peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliardalam 1 (satu) Tahun Pajak.

WP OP yang melakukan kegiatan usaha

perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya

menggunakan sarana atau prasarana yang dapat

dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak

menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh

tempat untuk kepentingan umum yang tidakdiperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan,

misalnya pedagang makanan keliling, pedagang

asongan, warung tenda di trotoar, dan

sejenisnya.

WP Badan yang belum beroperasi secara komersial

atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah

beroperasi secara komersial memperoleh peredaran

bruto melebihi Rp4,8 miliar.

Pengecualian SubjekPajak

Page 162: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 162/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II154

 Atas penghasilan dari usaha yang diterima ataudiperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak

melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun dikenai PPh final

dengan tarif sebesar 1% (satu persen) dari jumlah

peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha

Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 

1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan

pajak, yaitu jumlah peredaran bruto setiap bulan dari

setiap tempat usaha

Tarif 

PPh Terutang = 1% x Peredaran

Bruto Setiap Bulan

Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha

dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun

Pajak yang bersangkutan yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar.

DasarPenentuan Dikenakan PPh Final(1)

201420132012

Omzet

perdagangan Rp4

miliar

dikenai PPh Umum

s.d. saat berlaku PP

46 Tahun 2013

PPh final 1% Juli

s.d. Des 2013

meskipun total

omzet tahun berjalan

misalnya Rp5 miliar 

Jika omzet 2013

Rp5 miliar maka

tahun 2014

dikenai dengan

Tarif Umum

Ketentuan UU PPh

Dalam hal pada tahun berjalan, penghasilan bruto sudah melebihi Rp4,8

miliar, tetap dikenai PPh final sampai dengan akhir Tahun Pajak dan tahun

berikutnya dikenai ketentuan PPh umum.

Page 163: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 163/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   155

DasarPenentuan UntukDikenakan PPh Final(3)

Dasar penghasilan bruto Rp4,8 miliar untuk dapat

dikenai PPh final :

penghasilan bruto tahun terakhir  (setahun atau

disetahunkan, dalam hal tahun terakhir meliputi kurang

dari 12 bulan).

Dalam hal WP baru terdaftar pada Tahun Pajak yang

sama sebelum PP ini berlaku   dasar Peredaran

Bruto adalah: akumulasi peredaran bruto dari bulan

berdiri s.d. bulan sebelum PP ini berlaku, yang

disetahunkan.

Dalam hal WP baru terdaftar setelah PP ini berlaku  

dasar peredaran bruto adalah: penghasilan bruto

bulan pertama disetahunkan.

DasarPenentuan Dikenakan PPh Final(2)

201520142013

Page 164: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 164/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II156

PenghasilanyangDikenaiPPhFinal

Tersendiri

Penghasilan yang telah dikenai PPh dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri

(a.l. konstruksi), tidak dikenai PPh yang bersifat final

berdasarkan PP ini.

Peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan

dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp4,8 miliar tidak

dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP ini,

tetapi mengikuti ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang mengatur mengenai

pengenaan pajak atas penghasilan tersebut.

DasarPenentuan UntukDikenakan PPh Final(4)

Penentuan peredaran bruto untuk dikenakan Pajak

Penghasilan yang bersifat final berdasarkan PP 46 Tahun

2013 bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi

secara komersial untuk pertama kali ditentukan

berdasarkan peredaran bruto dari usaha 1 (satu) Tahun

Pajak setelah Tahun Pajak beroperasi secara komersial.

Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final

selanjutnya untuk Wajib Pajak yang bersangkutanditentukan berdasarkan peredaran bruto Tahun Pajak

sebelumnya.

Untuk Wajib Pajak Badan:

Page 165: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 165/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   157

Penghasilan dari Luar Negeri

Pajak yang dibayar  atau terutang  di luar negeri atas

penghasilan dari luar negeri yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak

Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan

pelaksanaannya.

(sesuai ketentuan Pasal 24 UU PPh dan aturan pelaksanaan yang mengatur 

tentang Kredit Pajak Luar Negeri)

KompensasiRugi

WP yang menyelenggarakan pembukuan dapat

melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan

yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Ketentuan kompensasi rugi adalah :

o berturut-turut sampai dengan 5 tahun.o tahun dikenai PPh final 1% tetap menjadi bagian dari

periode 5 tahun tsb.

o kerugian pada tahun dikenai PPh final 1% tidak dapat

dikompensasikan pada tahun berikutnya.

Page 166: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 166/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II158

2015

2014

2013

2012

2011

2010

Rugi padaTahun Pajak

2010

Jangka Waktu Kompensasi Kerugian

Kompensasi atas

Kerugian Tahun2010 tidak dapat

dikompensasi di

Tahun Pajak 2014

Dikenai PPh Final

dan mengalami

kerugian

Kerugian dari penghasilan

yang dikenai PPh Final pada

Tahun Pajak 2014 tidak dapatdikompensasi ke Tahun

Pajak berikutnya

SkemaKompensasiRugi

Pengisian SPT Tahunan PPh WP

Badan terkait Aturan PP Nomor 46

Tahun 2013

Page 167: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 167/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   159

Deskripsi Wajib Pajak

PT Murai Batu berdiri sejak Januari 2011 dan telah terdaftar sebagai Wajib

Pajak pada KPP Pratama Subulussalam. PT Murai Batu bergerak dalam bidangusaha perdagangan alat tulis kantor. PT Murai Batu memiliki peredaran bruto

pada tahun 2012 sebesar Rp. 678.000.000 sehingga memenuhi kriteria untuk

dikenai PPh berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013. Data Wajib Pajak selengkapnya

sebagai berikut :

Nama Wajib Pajak : PT Murai Batu

NPWP : 01.234.567.8-107.000

Jenis Usaha : Perdagangan

Alamat : Jalan Harapan Indah No.9, Subulussalam, Aceh Tenggara

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

Laporan Laba Rugi PT MURAI BATU

Laporan Laba/Rugi

Periode 1 Jan s.d. 31 Des 2013

Peredaran Usaha Rp 865.000.000

Harga Pokok Penjualan

Saldo Awal Rp (125.000.000)

Pembelian Rp (675.000.000) +

Tersedia Dijual Rp (800.000.000)

Persediaan Akhir Rp 100.000.000 +

Harga Pokok Penjualan Rp (700.000.000) +

Laba Bruto Usaha Rp 165.000.000

Biaya Administrasi dan Umum

Biaya Gaji Rp (25.000.000)Biaya Penyusutan Rp (15.375.000)

Biaya Alat Tulis Kantor Rp (2.125.000)

Biaya Perjalanan Dinas Rp (3.000.000)

Biaya Bunga Rp (5.000.000)

Biaya Sewa Gedung Rp (5.500.000)

Biaya Telepon dan Listrik Rp (3.000.000) +

Total Biaya Rp (59.000.000) +

Laba Neto Usaha Rp 106.000.000

Pendapatan dan Biaya Lain

Pendapatan Bunga Tabungan Rp 2.000.000

Pajak Bunga Tabungan Rp (400.000) +

Total Pendapatan dan Biaya Lain Rp 1.600.000 +

LABA NETO Rp 107.600.000

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

Page 168: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 168/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II160

Neraca

PT MURAI BATU

NERACAPer 31 Desember 2013

AKTIVA KEWAJIBAN

Aktiva Lancar

Kas Rp 98.225.000 Hutang Bank Rp 100.000.000 +

Bank Rp 180.000.000 Jumlah KEWAJIBAN Rp 100.000.000

Piutang Dagang Rp 250.000.000

Persediaan Rp 100.000.000 + EKUITAS

Jumlah Aset Lancar Rp 628.225.000 Modal Rp 500.000.000

Aktiva Tetap

Laba Ditahan Tahun-

Tahun Sebelumnya

Rp (24.000.000)

Aktiva Tetap Rp 101.500.000 Laba Tahun Berjalan Rp 107.600.000 +Akumulasi Penyusutan Rp (46.125.000) + Jumlah EKUITAS Rp 583.600.000

Jumlah Aset Tetap Rp 55.375.000 + +

Total AKTIVA Rp 683.600.000 Total KEWAJIBAN dan

EKUITAS

Rp 683.600.000

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

Januari : Rp. 80.000.000

Februari : Rp. 90.000.000

Maret : Rp. 70.000.000

April : Rp. 40.000.000

Mei : Rp. 60.000.000

Juni : Rp. 120.000.000

Juli : Rp. 95.000.000

Agustus : Rp. 50.000.000

September : Rp. 60.000.000

Oktober : Rp. 70.000.000Nopember : Rp. 80.000.000

Desember : Rp. 50.000.000

Jumlah : Rp. 865.000.000

Peredaran Bruto Januari – Desember 2013

Laba/Rugi Fiskal Tahun Pajak sebelumnya

Rugi Tahun Pajak

2011

: Rp. (75.000.000)

Laba Tahun Pajak

2012

: Rp. 51.000.000

PPh Pasal 22 Tahun 2013

Pemotong/Pemungut : Bendahara Instansi X

N PWP Pemotong/Pemungut : 00.123.456.7-XXX.000

Jenis Transaksi/Penghasi lan : Pengadaan Barang

DPP : Rp. 40.000.000

PPh Dipotong/ Dipungut : Rp. 600.000

Tanggal Transaksi : 2 Juli 2013

PPh Pasal 4 ayat (2) Tahun 2013

Pemotong/Pemungut : Bank X

N PWP Pemotong/Pemungut : 21.321.654.7-XXX.000

Jenis Transaksi/Pengha silan : Bunga Bank

DPP : Rp. 2.000.000

PPh Dipotong/ Dipungut : Rp. 400.000

PPh Final sesuai PP 46

Masa Pajak Peredaran Bruto PPh (1 %)

Juli Rp 95.000.000 Rp 950.000

Agustus Rp 50.000.000 Rp 500.000

September Rp 60.000.000 Rp 600.000

Oktober Rp 70.000.000 Rp 700.000

Nopember Rp 80.000.000 Rp 800.000

Desember Rp 50.000.000 Rp 500.000

Jumlah Rp 405.000.000 Rp 4.050.000

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

Page 169: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 169/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   161

Rincian Biaya

Rincian Aset Tetap dan Biaya Penyu sutan

Biaya untuk periode Januari – Juni 2013 :

Harta

Berwujud

Bulan /

Tahun

Perolehan

Harga Perolehan Akumulasi

Penyusutan Awal

Tahun 2013

Nilai Sisa Buku

Fiskal Awal

Tahun 2013

Metode

Penyusutan

Penyusutan

Fiskal Tahun

2013

Komputer Januari 2011 Rp. 3.500.000 Rp. 1.750.000 Rp. 1.750.000 Garis Lurus Rp. 875.000Mesin Ketik Januari 2011 Rp. 500.000 Rp. 250.000 Rp. 250.000 Garis Lurus Rp. 125.000

Meja Kursi Januari 2011 Rp. 2.000.000 Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 Garis Lurus Rp. 500.000

Lemari Januari 2011 Rp. 1.500.000 Rp. 750.000 Rp. 750.000 Garis Lurus Rp. 375.000

Motor Januari 2011 Rp. 14.000.000 Rp. 7.000.000 Rp. 7.000.000 Garis Lurus Rp. 3.500.000

Mobil Januari 2011 Rp. 80.000.000 Rp. 20.000.000 Rp. 60.000.000 Garis Lurus Rp. 10.000.000

Jumlah Rp. 101.500.000 Rp. 30.750.000 Rp. 70.750.000 Rp. 15.375.000

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

Harga Pokok Penjualan Rp 380.000.000

Biaya Gaji Rp 10.000.000

Biaya Penyusutan Rp 7.687.500

Biaya Alat Tulis Kantor Rp 1.000.000

Biaya Perjalanan Dinas Rp 3.000.000

Biaya Bunga Rp 2.500.000

Biaya Sewa Gedung Rp 2.750.000

Biaya Telepon dan Listrik Rp 1.500.000

Jumlah Rp 408.437.500

BAGAIMANA PENGISIAN CONTOH

KASUS 1 KE SPT TAHUNAN PPh

WP BADAN (FORMULIR 1771)?

Page 170: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 170/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II162

Pengisian SPT Contoh Kasus 1

Dalam Kasus 1 Formulir yang harus diisi oleh PT Murai Batu sebagai berikut :

A. Lampiran Khusus :1) Lampiran Khusus 1A

2) Lampiran Khusus 2A

3) Lampiran Khusus 8A-2

B. Form Induk dan Lampiran :

1) Form 1771 – VI

2) Form 1771 – V

3) Form 1771 – IV

4) Form 1771 – III

5) Form 1771 – II

6) Form 1771 – I7) Form 1771 – Induk

LAMPIRAN KHUSUS :

LAMPIRAN KHUSUS 1A

LAMPIRAN KHUSUS 2A

LAMPIRAN KHUSUS 8A-2

Page 171: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 171/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   163

Komputer, Mesin Ketik, Meja

Kursi, Lemari dan Motor

dimasukkan ke Kelompok 1

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturanperpajakanyang berlaku.

Mobil dimasukkan ke bagian Kelompok 2

1. Pengisian Form Lampiran Khusus 1A:

2. Pengisian Form Lampiran Khusus 2A:

Laba/Rugi Fiskal Tahun Pajak sebelumnya

Rugi Tahun Pajak

2011

: Rp. (75.000.000)

Laba Tahun Pajak

2012

: Rp. 51.000.000

Diambil dari penghitungan

Netto Fiskal Form 1771-I

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturanperpajakanyang berlaku.

Page 172: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 172/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II164

3. Pengisian Form Lampiran Khusus 8A-2 (1/2):

Transkrip Elemen dari

Neraca diisi berdasarkan

Neraca Wajib Pajak

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturanperpajakanyang berlaku.

3. Pengisian Form Lampiran Khusus 8A-2 (2/2):

Transkrip Elemen dari

Laporan Laba/Rugi diisi

berdasarkan LaporanLaba/Rugi Wajib Pajak

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

Page 173: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 173/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   165

FORM INDUK DAN LAMPIRAN :

FORM 1771 – VI

FORM 1771 – V

FORM 1771 – IVFORM 1771 – III

FORM 1771 – II

FORM 1771 – I

FORM 1771 – INDUK

Rekonsiliasi Fiskal dan Penghitungan PPh Terutang:

Page 174: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 174/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II166

1. Pengisian Form 1771 – VI :

Diisi dengan Daftar Penyertaan

Modal pada Perusahaan Afiliasi

(dalam contoh kasus ini tidak

ada)

Diisi dengan Daftar Utang

dari Pemegang Saham

dan/atau Perusahaan Afiliasi

(dalam contoh kasus ini tidak

ada)

Diisi dengan Daftar Piutang

dari Pemegang Saham

dan/atau Perusahaan Afiliasi

(dalam contoh kasus ini tidak

ada)

Peringatan:   Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

2. Pengisian Form 1771 – V :

Diisi dengan Daftar

Pemilik Modal di PT Murai Batumeliputi rincian Nama, Alamat,

NPWP dan Jumlah Modal

Disetor serta persentase

kepemilikan modal.

Berdasarkan neraca jumlah

modal PT Murai Batu adalah

500.000.000

Diisi dengan Daftar Susunan

Pengurus dan Komisaris

meliputi Nama, Alamat,

NPWP dan jabatan

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

Page 175: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 175/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   167

2. Pengisian Form 1771 – V :

Diisi dengan Daftar

Pemilik Modal di PT Murai Batu

meliputi rincian Nama, Alamat,

NPWP dan Jumlah Modal

Disetor serta persentase

kepemilikan modal.

Berdasarkan neraca jumlah

modal PT Murai Batu adalah500.000.000

Diisi dengan Daftar Susunan

Pengurus dan Komisaris

meliputi Nama, Alamat,

NPWP dan jabatan

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukandalam peraturan perpajakanyang berlaku.

3. Pengisian Form 1771 – IV :

Diisi dengan Perhitungan Penghasilan

Usaha Dengan Peredaran Bruto Tertentu

sesuai dengan PP – 46 dengan tarif 1 %.

Diisi dengan PPh Final atas Bunga Tabungan

dengan tarif 20 %

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

Page 176: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 176/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II168

4. Pengisian Form 1771 – III :

Diisi dengan Kredit Pajak Dalam Negeri dalam kasus ini

PPh Pasal 22 terkait Pengadaan Barang :

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturanperpajakan yangberlaku.

5. Pengisian Form 1771 – II :

Diisi

berdasarkandata rincian

HPP dan Biaya

di Laporan

Laba/Rugi PT

Murai Batu.

Dipindahkan ke Form 1771-I

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

Page 177: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 177/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   169

6. Pengisian Form 1771 – I :

Diisi dengan peredaran usaha dari laporan Laba/Rugi

Diisi dari Form 1771-II

Diisi dengan pendapatan dari luar usaha ( i.e : dar i Tabungan)

pada Laporan Laba/Rugi

Diisi dengan jumlah seluruh Penghasilan Neto atas Penghasilan

yang dikenai PPh Final, yaitu sebagai berikut :

1. Penghasilan Neto Bunga Tabungan : 2.000.000 – 400.000 =

1.600.000.

2. Penghasilan Neto dari Usaha Januari – Juni :

405.000.000 – 350.562.500 = 54.437.500

Total = 56.037 .500

Dipindahkan ke Formulir 1771 Huruf A Angka 1.

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturanperpajakanyang berlaku.

7. Pengisian Form 1771 – Induk (1/2) :

Diisi dengan tahun pajak

Diisi dengan identitas Wajib Pajak (PT Murai B atu)

Diisi dengan status Pembukuan/Laporan Keuangan (dalam hal

ini PT Murai Batu tidak diaudit)

Diisi dari Form 1771-II

Diisi dengan Laba/Rugi FiskalTahun Pajak s ebelumnya :

75.000.000 – 51.000.000 =

24.000.000

Dihitung dengan menggunakan Tarif PPh Pasal 3 1E ayat (1)

Diisi dengan kredit pajak dalam Negeri (dari Form 1771-III)

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

Page 178: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 178/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II170

7. Pengisian Form 1771 – Induk (2/2) :

Diisi dengan perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Tahun

Berjalan (DIKOSONGKAN KARENA MEKANISME PP 46)

Diisi dengan PPh Final dan Penghasilan Tidak termasuk Objek

Pajak (dari Formulir 1771-IV

Diisi dengan chek list lampiran yang

dilaporkan

Diisi dengan Tanda Tangan dan Nam a

Pengurus/Kuasa

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

Pengisian SPT Tahunan PPh WP

Badan terkait Aturan PP Nomor 46

Tahun 2013

Page 179: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 179/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   171

Deskripsi Wajib Pajak

PT Murai Batu berdiri sejak Januari 2011 dan telah terdaftar sebagai Wajib

Pajak pada KPP Pratama Subulussalam. PT Murai Batu bergerak dalam bidangusaha perdagangan alat tulis kantor. PT Murai Batu memiliki peredaran bruto

pada tahun 2012 sebesar Rp. 678.000.000 sehingga memenuhi kriteria untuk

dikenai PPh berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013. Data Wajib Pajak selengkapnya

sebagai berikut :

Nama Wajib Pajak : PT Murai Batu

NPWP : 01.234.567.8-107.000

Jenis Usaha : Perdagangan

Alamat : Jalan Harapan Indah No.9, Subulussalam, Aceh Tenggara

Perbedaan dengan Contoh Kasus 1 adalah pada contoh 2PT Murai Batu tidak mengalami kerugian pada tahun-

tahun sebelumnya dan memiliki PPh Pasal 25 yang telahdibayar pada Masa Pajak 2013

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yang berlaku.

Laporan Laba RugiPT MURAI BATU

Laporan Laba/Rugi

Periode 1 Jan s.d. 31 Des 2013

Peredaran Usaha Rp 865.000.000

Harga Pokok Penjualan

Saldo Awal Rp (125.000.000)

Pembelian Rp (675.000.000) +

Tersedia Dijual Rp (800.000.000)

Persediaan Akhir Rp 100.000.000 +

Harga Pokok Penjualan Rp (700.000.000) +

Laba Bruto Usaha Rp 165.000.000

Biaya Administrasi dan Umum

Biaya Gaji Rp (25.000.000)

Biaya Penyusutan Rp (15.375.000)

Biaya Alat Tulis Kantor Rp (2.125.000)

Biaya Perjalanan Dinas Rp (3.000.000)

Biaya Bunga Rp (5.000.000)

Biaya Sewa Gedung Rp (5.500.000)

Biaya Telepon dan Listrik Rp (3.000.000) +

Total Biaya Rp (59.000.000) +

Laba Neto Usaha Rp 106.000.000

Pendapatan dan Biaya Lain

Pendapatan Bunga Tabungan Rp 2.000.000

Pajak Bunga Tabungan Rp (400.000) +

Total Pendapatan dan Biaya Lain Rp 1.600.000 +

LABA NETO Rp 107.600.000

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

Page 180: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 180/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II172

Neraca

PT MURAI BATU

NERACAPer 31 Desember 2013

AKTIVA KEWAJIBAN

Aktiva Lancar

Kas Rp 357.225.000 Hutang Bank Rp 100.000.000 +

Bank Rp 180.000.000 Jumlah KEWAJIBAN Rp 100.000.000

Piutang Dagang Rp 250.000.000

Persediaan Rp 100.000.000 + EKUITAS

Jumlah Aset Lancar Rp 887.225.000 Modal Rp 500.000.000

Aktiva Tetap

Laba Ditahan Tahun-

Tahun Sebelumnya

Rp 235.000.000

Aktiva Tetap Rp 101.500.000 Laba Tahun Berjalan Rp 107.600.000 +Akumulasi Penyusutan Rp (46.125.000) + Jumlah EKUITAS Rp 842.600.000

Jumlah Aset Tetap Rp 55.375.000 + +

Total AKTIVA Rp 942.600.000 Total KEWAJIBAN dan

EKUITAS

Rp 942.600.000

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yang berlaku.

Januari : Rp. 80.000.000

Februari : Rp. 90.000.000

Maret : Rp. 70.000.000

April : Rp. 40.000.000

Mei : Rp. 60.000.000

Juni : Rp. 120.000.000

Juli : Rp. 95.000.000

Agustus : Rp. 50.000.000

September : Rp. 60.000.000

Oktober : Rp. 70.000.000

Nopember : Rp. 80.000.000Desember : Rp. 50.000.000

Jumlah : Rp. 865.000.000

Peredaran Bruto Januari – Desember 2013

PPh Pasal 25

Masa Pajak PPh Pasal 25

Januari 2013 200.000

Februari 2013 200.000

Maret 2013 200.000

April 2013 350.000

Mei 2013 350.000

Juni 2013 350.000

Jumlah 1.650.000

PPh Pasal 22 Tahun 2013

Pemotong/Pemungut : Bendahara Instansi X

NPWP Pemotong/Pemungut : 00.123.456.7-XXX.000

Jenis Transaksi/Penghasi lan : Pengadaan Barang

DPP : Rp. 40.000.000

PPh Dipotong/ Dipungut : Rp. 600.000

Tanggal Transaksi : 2 Juli 2013

PPh Pasal 4 ayat (2) Tahun 2013

Pemotong/Pemungut : Bank X

NPWP Pemotong/Pemungut : 21.321.654.7-XXX.000

Jenis Transaksi/Pengha silan : Bunga Bank

DPP : Rp. 2.000.000

PPh Dipotong/ Dipungut : Rp. 400.000

PPh Final sesuai PP 46

Masa Pajak Peredaran Bruto PPh (1 %)

Juli Rp 95.000.000 Rp 950.000

Agustus Rp 50.000.000 Rp 500.000

September Rp 60.000.000 Rp 600.000

Oktober Rp 70.000.000 Rp 700.000

Nopember Rp 80.000.000 Rp 800.000

Desember Rp 50.000.000 Rp 500.000

Jumlah Rp 405.000.000 Rp 4.050.000

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yang berlaku.

Page 181: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 181/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   173

Rincian Biaya

Rincian Aset Tetap dan Biaya Penyu sutan

Biaya untuk periode Januari – Juni 2013 :

Harta

Berwujud

Bulan /

Tahun

Perolehan

Harga Pero lehan Akumulasi

Penyusutan Awal

Tahun 2013

Nilai Sisa Buku

Fiskal Awal

Tahun 2013

Metode

Penyusutan

Penyusutan

Fiskal Tahun

2013

Komputer Januari 2011 Rp. 3.500.000 Rp. 1.750.000 Rp. 1.750.000 Garis Lurus Rp. 875.000Mesin Ketik Januari 2011 Rp. 500.000 Rp. 250.000 Rp. 250.000 Garis Lurus Rp. 125.000

Meja Kursi Januari 2011 Rp. 2.000.000 Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 Garis Lurus Rp. 500.000

Lemari Januari 2011 Rp. 1.500.000 Rp. 750.000 Rp. 750.000 Garis Lurus Rp. 375.000

Motor Januari 2011 Rp. 14.000.000 Rp. 7.000.000 Rp. 7.000.000 Garis Lurus Rp. 3.500.000

Mobil Januari 2011 Rp. 80.000.000 Rp. 20.000.000 Rp. 60.000.000 Garis Lurus Rp. 10.000.000

Jumlah Rp. 101.500.000 Rp. 30.750.000 Rp. 70.750.000 Rp. 15.375.000

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturanperpajakanyang berlaku.

Harga Pokok Penjualan Rp 380.000.000

Biaya Gaji Rp 10.000.000

Biaya Penyusutan Rp 7.687.500

Biaya Alat Tulis Kantor Rp 1.000.000

Biaya Perjalanan Dinas Rp 3.000.000

Biaya Bunga Rp 2.500.000

Biaya Sewa Gedung Rp 2.750.000

Biaya Telepon dan Listrik Rp 1.500.000

Jumlah Rp 408.437.500

BAGAIMANA PENGISIAN CONTOH

KASUS 2 KE SPT TAHUNAN PPh

WP BADAN (FORMULIR 1771)?

Page 182: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 182/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II174

Pengisian SPT Contoh Kasus 2

Dalam Kasus 2 Formulir yang harus diisi oleh PT Murai Batu sebagai berikut :

A. Lampiran Khusus :1) Lampiran Khusus 1A

2) Lampiran Khusus 8A-2

B. Form Induk dan Lampiran :

1) Form 1771 – VI

2) Form 1771 – V

3) Form 1771 – IV

4) Form 1771 – III

5) Form 1771 – II

6) Form 1771 – I

7) Form 1771 – Induk

Pada contoh kasus

2 tidak perlu

mengisi Lampiran

Khusus 2 A karena

PT Murai Batu

tidak mengalami

kerugian fiskal

LAMPIRAN KHUSUS :

LAMPIRAN KHUSUS 1A

LAMPIRAN KHUSUS 8A-2

Page 183: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 183/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   175

Komputer, Mesin Ketik, Meja

Kursi, Lemari dan Motor

dimasukkan ke Kelompok 1

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

Mobil dimasukkan ke bagian Kelompok 2

1. Pengisian Form Lampiran Khusus 1A:

2. Pengisian Form Lampiran Khusus 8A-2 (1/2):

Transkrip Elemen dari

Neraca diisi berdasarkan

Neraca Wajib Pajak

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

Page 184: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 184/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II176

2. Pengisian Form Lampiran Khusus 8A-2 (2/2):

Transkrip Elemen dari

Laporan Laba/Rugi diisi

berdasarkan Laporan

Laba/Rugi Wajib Pajak

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturanperpajakanyang berlaku.

FORM INDUK DAN LAMPIRAN :

FORM 1771 – VIFORM 1771 – V

FORM 1771 – IV

FORM 1771 – III

FORM 1771 – II

FORM 1771 – I

FORM 1771 – INDUK

Page 185: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 185/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   177

Rekonsiliasi Fiskal dan Penghitungan PPh Terutang:

1. Pengisian Form 1771 – VI :

Diisi dengan Daftar Penyertaan

Modal pada Perusahaan Afiliasi

(dalam contoh kasus ini tidak

ada)

Diisi dengan Daftar Utangdari Pemegang Saham

dan/atau Perusahaan Afiliasi

(dalam contoh kasus ini tidak

ada)

Diisi dengan Daftar Piutang

dari Pemegang Saham

dan/atau Perusahaan Afiliasi

(dalam contoh kasus ini tidak

ada)

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

Page 186: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 186/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II178

2. Pengisian Form 1771 – V :

Diisi dengan Daftar

Pemilik Modal di PT Murai Batu

meliputi rincian Nama, Alamat,

NPWP dan Jumlah Modal

Disetor serta persentase

kepemilikan modal.

Berdasarkan neraca jumlah

modal PT Murai Batu adalah

500.000.000

Diisi dengan Daftar Susunan

Pengurus dan Komisaris

meliputi Nama, Alamat,

NPWP dan jabatan

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

3. Pengisian Form 1771 – IV :

Diisi dengan Perhitungan Penghasilan

Usaha Dengan Peredaran Bruto Tertentu

sesuai dengan PP – 46 dengan tarif 1 %.

Diisi dengan PPh Final atas Bunga Tabungan

dengan tarif 20 %

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturanperpajakanyang berlaku.

Page 187: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 187/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   179

4. Pengisian Form 1771 – III :

Diisi dengan Kredit Pajak Dalam Negeri dalam kasus ini

PPh Pasal 22 terkait Pengadaan Barang :

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

5. Pengisian Form 1771 – II :

Diisi

berdasarkandata rincian

HPP dan Biaya

di Laporan

Laba/Rugi PT

Murai Batu.

Dipindahkan ke Form 1771-I

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yangberlaku.

Page 188: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 188/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II180

6. Pengisian Form 1771 – I :

Diisi dengan peredaran usaha dari laporan Laba/Rugi

Diisi dari Form 1771-II

Diisi dengan pendapatan dari luar usaha ( i.e : dari Tabungan)

pada Laporan Laba/Rugi

Diisi dengan jumlah seluruh Penghasilan Neto atas Penghasilan

yang dikenai PPh Final, yaitu sebagai berikut :

1. Penghasilan Neto Bunga Tabungan : 2.000.000 – 400.000 =

1.600.000.

2. Penghasilan Neto dari Usaha Januari – Juni :

405.000.000 – 350.562.500 = 54.437.500

Total = 56.037.50 0

Dipindahkan ke Formulir 1771 Huruf A Angka 1.

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturanperpajakanyang berlaku.

7. Pengisian Form 1771 – Induk (1/2) :

Diisi dengan tahun pajak

Diisi dengan identitas Wajib Pajak (PT Murai Ba tu)

Diisi dengan status Pembukuan/Laporan Keuangan (dalam hal

ini PT Murai Batu tidak diaudit)

Diisi dari Form 1771-II

Berbeda dengan Contoh 1, pada contoh kasus 2, ini

dikosongkan karena tidak ada kerugian fiskal tahunsebelumnya

Dihitung dengan menggunakan Tarif PPh Pasal 31E ayat (1)

Diisi dengan kredit pajak dalam Negeri (dari Form 1771-III)

Diisi dengan PPh Pasal 25

yang telah dibayar

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturanperpajakanyang berlaku.

Page 189: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 189/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   181

7. Pengisian Form 1771 – Induk (2/2) :

Diisi dengan perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Tahun

Berjalan (DIKOSONGKAN KARENA MEKANISME PP 46)

Diisi dengan PPh Final dan Penghasilan Tidak termasuk Objek

Pajak (dari Formulir 1771-IV)

Diisi dengan chek list lampiran yang

dilaporkan

Diisi dengan Tanda Tangan dan Nama

Pengurus/Kuasa

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

Pengisian SPT Tahunan PPh WP

Orang Pribadi terkait Aturan PP

Nomor 46 Tahun 2013

Page 190: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 190/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II182

Deskripsi Studi Kasus

A. Informasi Umum

Dokter Ahmad Rais seorang Wajib Pajak yang berprofesi sebagai

dokter anak dengan status belum menikah bertempat tinggal di

Surabaya dengan NPWP 05.321.616.6-615.000. Penghasilan

 yang diterima selama tahun 2013 diperoleh dari beberapa

sumber yaitu penghasilan jasa dokter dari praktek di Rumah

Sakit Medika Utama, penghasilan dari praktek dokter di klinik

pribadinya yang berlokasi di Surabaya, dan penghasilan dari

usaha apotek yang dimilikinya. Ahmad Rais telah mengajukan

ijin menyampaikan surat pemberitahuan penggunaan Norma

Penghitungan Penghasilan Neto untuk perhitungan PPh TahunPajak 2013 ke KPP Pratama Surabaya Rungkut.

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan kewajiban 

bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam  peraturan perpajakanyang berlaku.

Deskripsi Studi Kasus

B. Data-Data

Selama tahun pajak 2013 penghasilan yang diterima adalahsebagai berikut:

No. Bulan Penghasilan

 jasa dokter di

Rumah Sakit

Medika

Penghasilan dari

praktek dokter di

klinik pribadinya

 Jumlah

Peredaran

Bruto Apotek

1 Januari 23.000.000 15.000.000 20.000.000

2 Februari 24.000.000 12.000.000 22.000.0003 Maret 20.000.000 11.000.000 23.000.000

4 April 21.000.000 13.000.000 20.000.000

5 Mei 25.000.000 15.500.000 21.000.000

6 Juni 20.000.000 14.000.000 25.000.000

7 Juli 25.000.000 12.500.000 22.000.000

8 Agustus 24.000.000 12.750.000 20.000.000

9 September 22.500.000 13.750.000 23.000.000

10 Oktober 23.500.000 14.250.000 26.000.000

11 November 22.000.000 11.150.000 25.250.000

12 Desember 25.000.000 14.000.000 24.000.000

 Total 275.000.000 158.900.000 271.250.000

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan kewajiban 

bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam  peraturan perpajakan yang berlaku.

Page 191: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 191/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   183

Deskripsi Studi Kasus

B. Data-Data

Data pembayaran PPh yang dibayar sendiri dan PPh yangdipotong/dipungut oleh pihak lain sebagai berikut:

No. Bulan PPh Pasal 21 atas

Penghasilan jasa dokter di Rumah Sakit

Medika

PPh Pasal 25

1 Januari 575.000 1.000.000

2 Februari 600.000 1.000.000

3 Maret 500.000 1.000.000

4 April 525.000 1.500.000

5 Mei 1.275.000 1.500.000

6 Juni 1.500.000 1.500.000 

7 Juli 1.875.000 1.500.000 

8 Agustus 1.800.000 1.500.000 9 September 1.687.500 1.500.000 

10 Oktober 1.762.500 1.500.000 

11 November 1.650.000 1.500.000 

12 Desember 1.875.000 1.500.000 

 Total 15.625.000 16.500.000

Peringatan:   Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan kewajiban 

bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam  peraturan perpajakan yang berlaku.

Deskripsi Studi Kasus

B. Data-Data

Peredaran bruto atas usaha apotek selama tahun 2012 adalah

sebesar Rp1.450.000.000,00. Sehingga sejak masa Juli 2013

atas usaha apotek tersebut termasuk dikenai Pajak Penghasilan

 yang bersifat final menurut Peraturan Pemerintah nomor 46

 Tahun 2013. Pajak Penghasilan yang dibayar adalah sebagai

berikut:

No. Bulan PPh Pasal 4 ayat (2)

 yang bersifat final

1 Juli 220.000

2 Agustus 200.000

3 September 230.000

4 Oktober 260.000

5 November 252.500

6 Desember 240.000

 Total 1.402.500

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan kewajiban 

bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam  peraturan perpajakan yang berlaku.

Page 192: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 192/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II184

Deskripsi Studi Kasus

B. Data-Data

Data-data lain selama tahun 2013 sebagai berikut:

No Uraian Aset Nilai Perolehan (Rp) Tahun Perolehan

1 Rumah di Jalan Rungkut

Madya 10 550.000.000 2005

2 Tanah di Siwalankerto no.

103 A

300.000.000 2007

3 Mobil 225.000.000 2010

4 Tabungan di Bank Harapan

Cabang Surabaya

40.000.000 2009

5 Deposito di Bank Mulia

Cabang Rungkut

175.000.000 2012

Daftar Harta Pada akhir Tahun 2013

 membayar zakat melalui Badan Amil Zakat sebesar

Rp16.500.000,00;

  Daftar harta dan kewajiban

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan kewajiban 

bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam  peraturan perpajakan yang berlaku.

Pembahasan Studi Kasus

No. Jumlah (Rp)

A.

1

a. Praktik di Rumah Sakit Medika

45% x Rp275.000.000 123.750.000 

b. Praktik di klinik pribadi

45% x Rp158.900.000 71.505.000 

195.255.000 

2

39.300.000 

234.555.000 

B.   16.500.000

218.055.000

C.

24.300.000 

24.300.000 

D.   193.755.000

E.

a. 5% x 50.000.000 2.500.000 

b. 15% x 143.755.000 21.563.250 

24.063.250 PPh yang terutang

PTKP (TK):

Wajib Pajak sendiri

PPh Terutang

Penghasilan Kena Pajak 

Uraian

Penghitungan penghasilan neto

Penghasilan neto dari pekerjaan bebas:

Penghasilan neto dari usaha dan pekerjaan bebas

Penghasilan neto dari usaha

Penghasilan usaha apotik bulan Januari sampai dengan Juni 2013

(30% x Rp131.000.000,00)

Jumlah Penghasilan Neto

Jumlah PTKP

Jumlah Penghasilan neto setelah zakat

Zakat

Menghitung PPh yang terutang untuk tahun pajak 2013

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan kewajiban 

bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam  peraturan perpajakanyang berlaku.

Page 193: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 193/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   185

BAGAIMANA PENGISIAN CONTOH

KASUS 3 KE SPT TAHUNAN PPh

WP OP (FORMULIR 1770)?

Pembahasan Studi Kasus

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2014:

Penghasilan Neto seluruhnya Rp 234.555. 000,00 Penghasilan Neto Usaha Apotik Rp 39.300.000,00 (-)

Jumlah Pghsln Neto setelah pengurangan usaha apotek Rp 195.255.000,00

Zakat atas Penghasilan Rp 16.500.000,00 (-)

Jumlah Penghasilan Neto setelah pengurangan zakat Rp 178.755.000,00

PTKP TK/0 Rp 24.300.000,00 (-)

Penghasilan Kena Pajak Rp 154.455.000,00

PPh Terutang:

5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00

15% x Rp104.455.000,00 Rp 15.668.250,00

-------------------------(+)

Rp 18.168.250,00

Kredit Pajak PPh Ps. 21 Tahun Pajak 2013 Rp 15.625.000,00-------------------------- (-)

Rp. 2.543.250,00

 Angsuran bulanan PPh Ps.25 Tahun Pajak 2013:

1/12 x Rp2.543.250,00 : Rp 211.937,00

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar setiap masa pajak pada tahun

2014 setelah bulan disampaikannya SPT Tahunan adalah sebesar Rp 211.937,00.

Peringatan:Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajibanbagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatanganisebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

Page 194: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 194/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II186

STEP 1Isi Tahun Pajak , Metode Pembukuan, dan Identitas

MEMPUNYAI PENGHASILAN :

• DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA

• YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL x NORMA PEMBUKUAN

• DARI PENGHASILAN LAIN

SPT PEMBETULAN KE - ……….

• •ISI DENGAN HURUF CETAK/ DIKETIKDENGAN TINTAHITAM

NPWP : 0 5 3 2 1 6 1 6 6 6 1 5 0 0 0

NAMA WAJIB PAJAK : A H M A D R A I S

JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS : D O K T E R 8 6 2 0 2

NO. TELEPON/FAKSIMILI : 0 3 1 3 0 2 0 2 7 4 / -

PERUBAHAN DATA :  LAMPIRAN TERSENDIRI X TIDAK ADA

s.d

BERI TANDA" X" DALAM

TH

KLU :

DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN RI

SEBELUM MENGISI BACALAH BUKU PETUNJUK PENGISIANPERHATIAN

  I  D  E  N  T  I  T  A  S

  F  O  R  M  U  L  I  R 1 3

0 1BL

  (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

01770NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILA N NETO 1 3

2

  T  A  H  U  N

  P  A  J  A  K

1THBL

3

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

12

Tahun Pajak

Periode

Pembukuan

Metode

Pencatatan

Identitas

Wajib Pajak

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan kewajiban 

bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam  peraturan perpajakanyang berlaku.

  SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

• 0 1 1 3 s.d 1 2 1 3

• x NORMA PEMBUKUAN

PERHATIAN•

SEBELUM MENGISI BACALAH BUKU PETUNJU K PENGISIAN•

ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK DENGAN TINTA HITAM•

BERI TANDA " X " DALAM

NPWP : 0 5 3 2 1 6 1 6 6 6 1 5 0 0 0

NAMA WAJIB PAJAK :  A H M A D R A I S

BAGIAN A :

1 3

   F   O   R   M   U   L   I   R

JBA

NO. JENIS HARTA

3

4

DIREKTORAT JENDERAL PAJAKKEMENTERIAN KEUANGAN RI

1 Rumah di Jalan Rungkut Madya 10

2 Tanah di Siwalankerto no. 103 A

(1)

8

BL THKEWAJIBAN/UTANG PADA AKHIR TAHUN BL TH

TAHUN PEROLEHAN

1770 - IV 02

  (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

HARTA PADA AKHIR TAHUN

LAMPIRAN - IV

   T   A   H   U   N

   P   A   J   A   K

DAFTAR SUSUNAN ANGGOTA KELUARGA

HARTA PADA AKHIR TAHUN

NOP: 62.32.060.033.009.0245.0

-

550.000.000

300.000.000

6

9

2010

2009

10

dst

7

5 Deposito di Bank Mulia Cabang Rungkut

KETERANGAN

(3)(2) (4) (5)

HARGA PEROLEHAN

(Rupiah)

NOP: 65.58.070.032.007.0123.0

Mobil

Tabungan di Bank Harapan Cabang

Surabaya

BPKB: L. 3842752.7

-

225.000.000

40.000.000

2012 175.000.000

2005

2007

1.290.000.000JUMLAH BAGIAN A

No Uraian Aset Harga Perolehan Tahun Perolehan

1 Rumah di Jalan Rungkut Madya 10 550.000.000 2005

2 Tanah di Siwalankerto No. 103 A 300.000.000 2007

3 Mobil 225.000.000 2010

4 Tabungan di Bank Harapan Cabang Surabaya 40.000.000 2009

5 Deposito di Bank Mulia Cabang Rungkut 175.000.000 2012

STEP 2Masukkan Harta, Kewajiban, dan Susunan Keluarga

a

a

b

b

c

c

Peringatan:  Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatanganisebagaimanatelah ditentukan dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

Page 195: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 195/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   187

• 0 1 1 3 s.d 1 2 1 3

• PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

• PENGHASILAN ISTERI YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH x NORMA PEMBUKUAN

PERHATIAN : • • ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK DENGAN TINTA HITAM •

NPWP : 0 5 3 2 1 6 1 6 6 6 1 5 0 0 0

NAMA WAJIB PAJAK :  A H M A D R A I S

BAGIAN A :

NO

(1)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.  -

12.

13.

14.  -

15.

16.

17.

BAGIAN B : PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

NO

(1)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

BAGIAN C : PENGHASILAN ISTERI YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH

 -

-

 -

-

-

-

-

-

-

1.402.500 

- -

 -

-

-

-

-

-

-

-

-

-

PENGHASILAN NETO ISTERI YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH

PENGHASILAN LA IN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL

DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

PENGHASILAN BRUTO

(Rupiah)

(3)

JUMLAH (1 s.d. 16) 1.402.500 

(2)

-

-

(Rupiah)

BEASISWA

JUMLAH BAGIAN B

WARISAN

KLAIM ASURANSI KESEHATAN, KEC ELAKAAN, JIWA, DWIGUNA, BEASISWA

JBB

PENGHASILAN LAIN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

-

BANTUAN / SUMBANGAN / HIBAH

 -

BAGIAN LABA ANGGOTA PERSEROAN KOMANDITER TID AK ATAS SAHAM, PERSEKU TUAN,

PERKUMPULAN, FIRMA, KONGSI

  140.250.000

-

-PENGHASILAN ISTRI DARI SATU PEMBERI KERJA

SUMBER/JENIS PENGHASILAN

PENYALUR/DEALER/AGEN PRODUK BBM

BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYA RKAN OLEH KOPERASI

KEPADA ANGGOTA KOPERASI

PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF

DIVIDEN

PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

BANGUNAN YANG DITERIMA DALAM RANGKA BANGUNAN

GUNA SERAH

-

 - -

 - -

SEWA ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

USAHA JASA KONSTRUKSI

BL

 (KOT AK PILIHAN) YANG SESUAI

THBL

HONORARIUM ATAS BEBAN APBN / A PBD

-

--

TH

PPh TERUTANG

(Rupiah)

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

(2)

JENIS PENGHASILAN

    F    O    R    M    U    L    I    R 02

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

LAMPIRAN - III

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

FINAL

    T    A    H    U    N

    P    A    J    A    K

PESANGON, TUNJANGAN HARI TUA DAN TEBUSAN

PENSIUN YANG DIBAYA R SEKALIGUS

BUNGA DEPOSITO, TABUNGAN, DISKONTO SBI, SURAT BERHARGA

NEGARA

1 3

BUNGA/DISKONTO OBLIGASI

PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK

HADIAH UNDIAN

DASAR PENGENAAN

PAJAK/PENGHASILAN BRUTO

-

1770 - III

SEBELUM MENGISI BACALAH BUKU PETUNJUK PENGISIAN

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN RI

(4)(3)

BERI TANDA " X " DALAM

N

o

Bulan PPh Pasal 4

Ayat (2) Final

1 Juli 220.000

2 Agustus 200.000

3 September 230.000

4 Oktober 260.000

5 November 252.500

6 Desember 240.000

Total 1.402.500

STEP 3Masukkan Peredaran Bruto Dari Usaha Dagang/Jasa

dan PPh Pasal 4 (2) Final Yang Terhutang

Peringatan:

Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang 

te lah di se bu tka n d an ti da k  menggugurkan kewajiban bagi 

Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan 

ditandatangani sebagaimana telah d it en tu ka n d ala m p erat uran  

 perpajakan yang berlaku.

STEP 4Masukkan Daftar Bukti Potong PPh Pasal 21/22/23/24/26/DTP

0 1 1 3 s.d 1 2 1 3

x NORM A PEM BUKUA N

• •ISIDENGAN HURUF CETAK/DIKETIKDENGAN TINTAHITAM

NPWP : 0 5 3 2 1 6 1 6 6 6 1 5 0 0 0

NAMA WAJIB PAJAK :  A H M A D R A I S

BAGIAN A :

(1)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

dst

27 FEBRUARI

2013PPH PASAL 21 600.000 

1 3

575.000 RS MEDIKA

1770 - II

PERHATIAN :

   F   O   R   M   U   L   I   R

(6)(4) (5)

2

BERITANDA" X" DALAM

BLKEMENTERIANKEUANGANRI

DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN,

PPh YANG DIBAYAR/DIPOTONG DI LUAR NEGERI DAN

PPh DITANGGUNG PEMERINTAH   T   A   H   U   N

   P   A   J   A   K

NO

NAMA

PEMOTONG/PEMUNGUT

PAJAK

DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG DIBAYAR / DIPOTONG DI LUAR NEGERI DAN PPh

DITANGGUNG PEMERINTAH

  (KOTAKPILIHAN) YANGSESUAI

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

500.000 

0

30 OKTOBER

2013PPH PASAL 21 1.762.500 

THTH

PPH PASAL 21 1.687.500 

29 AGUSTUS

2013PPH PASAL 21 1.800.000 

PPH PASAL 21

PPH PASAL 21

28 MEI 2013 PPH PASAL 21

PPH PASAL 21

LAMPIRAN - II

SPT T AHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

JENIS PAJAK : PPh PASAL

21/ 22/23/24/26/DTP *)

NPWP

PEMOTONG/PEMUNGUT

PAJAK

RS MEDIKA 02.331.551.5-615.000 20/02//MS/2013

15/06//MS/2013 28 JUNI 2013

04/03//MS/2013

13/04//MS/2013

11/05//MS/2013

30 DESEMBER

2013PPH PASAL 21

PPH PASAL 21

  1.875.00012/12//MS/2013

30 SEPTEMBER

201305/09//MS/2013

21/08//MS/2013

  1.275.000

1.500.000 

PPH PASAL 21 525.000 

13/07//MS/2013 1.875.000 29 JULI 2013

20/10//MS/2013

28 MARET 2013

30 APRIL 2013

PPH PASAL 21

1.650.000 02.331.551.5-615.000

02.331.551.5-615.000

RS MEDIKA

RS MEDIKA

28 NOVEMBER

201307/11//MS/2013

02.331.551.5-615.000

02.331.551.5-615.000

02.331.551.5-615.000

02.331.551.5-615.000

RS MEDIKA

RS MEDIKA

RS MEDIKA

RS MEDIKA

RS MEDIKA

02.331.551.5-615.000

02.331.551.5-615.000

02.331.551.5-615.000

02.331.551.5-615.000

BL

SEBELUM MENGISIBACALAH BUKU PETUNJUKPENGISIAN

(7)

JBAJUMLAH BAGIAN A

Pindahkan Jumlah Bagian A Kolom7 ke Formulir 1770 Ang ka 15

BUKTI

PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN

TANGGAL

JUMLAH PPh YANG DIPOTONG /

DIPUNGUT

(Rupiah)NOMOR

(2) (3)

10/01//MS/201331 JANUARI

201302.331.551.5-615.000

15.625.000 

RS MEDIKA

RS MEDIKA

RS MEDIKA

No Bulan PPh Pasal 21atas Penghasilan

di RS Medika

1 Januari575.000

2 Februari600.000

3 Maret500.000

4  April

525.000

5 Mei1.275.000

6 Juni1.500.000

7 Juli1.875.000

8  Agustus1.800.000

9 September 1.687.500

10 Oktober 1.762.500

11 November 1.650.000

12 Desember 

1.875.000Total 15.625.000

aa

Page 196: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 196/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II188

STEP 5Masukkan Penghasilan dari Usaha/Pekerjaan Bebas

/Sehubungan Pekerjaan/Penghasilan Lainnya

• 0 1 1 3 s.d 1 2 1 3

• PENGHASILANDALAM NEGERI L AINNYA x NORMA PEMBUKUAN

PERHATIAN :• •

ISIDENGAN HURUFCETAK/ DIKETIKDENGAN TINTAHITAM•

NPWP : 0 5 3 2 1 6 1 6 6 6 1 5 0 0 0

NAMAWAJIB PAJAK :  A H M A D R A I S

BAGIAN B: PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS

Pindahkan Jumlah Bagian B Kolom(5) ke Formulir 1770 Angka 1

1

1 3

JENIS USAHANORMA

(%)

PEREDARAN USAHA

(Rupiah)

JBB

(4)

30%131.000.000,00 

(3)

433.900.000,00 

DAGANG

USAHALAINNYA

JUMLAH BAGIAN B

PENGHASILAN NETO

(Rupiah)

(1)

NO.

45%

234.555.000 

4

5

(5)

195.255.000 

2

39.300.000 

INDUSTRI

JASA

PEKERJAAN BEBAS

(BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO )

3

(2)

 (KOTAKPILIHAN) YANGSESUAI

PENGHASILANNETO DALAM NEGERI SEHUBUNGANDENGANPEKERJAAN

1770 - I

2

PENGHITUNGANPENGHASILAN NETODALAM NEGERI YANGM ENGGUNAKAN

NORMA PENGHITUNGANPENGHASILAN NETO

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BL

LAMPIRAN - I

SEBELUM MENGISIBACALAH BUKU PETUNJUKPENGISIAN

TH   T   A   H   U   N    P

   A

   J   A   K

BL

0

TH

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

   F   O   R

   M   U   L   I   R

KEMENTERIANKEUANGANRI

HALAMAN 2

BERITANDA" X" DALAM

Jumlah peredaran bruto

dari usaha apotek sejak bulan

Januari 2013 s/d Juni 2013

Jumlah peredaran bruto

dari penghasilan jasa dokter

di RS Medika sejak bulan

Januari 2013 s/d Desember 2013

Jumlah peredaran bruto

dari penghasilan praktek dokter

di klinik pribadinya sejak bulanJanuari 2013 s/d Desember 2013

+

Pindahkan Angka Ini ke STEP-6

1.

1

2.2

3.3

4.4

5.5

..6.

6

7. JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN ZAKAT /SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG

SIFATNYA WAJIB ( 5- 6)

  *) Pengisian kolom-kolom yang berisi nilai rupiah harus tanpa nilai desimal (contoh penulisan lihat buku petunjuk hal. 3)

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

[Diisi dari Formulir 1770 - IHalaman 2 Jumlah Bagian C Kolom5]

234.555.000 

PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI

[Apabila memiliki penghasilan dari luar negeri agar diisi dari Lampiran Tersendiri, lihat buku petunjuk]- 

234.555.000 

16.500.000 

JUMLAH PENGHASILAN NETO (1 + 2 + 3 + 4)

RUPIAH *)

ZAKAT / SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG BERSIFAT WAJIB

218.055.000 7

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS

[Diisi dari Formulir 1770 - IHalaman 1 Jumlah Bagian A atau Formulir 1770 - IHalaman 2 Jumlah Bagian B Kolom5]

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA

[Diisi dari Formulir 1770 - IHalaman 2 Jumlah Bagian D Kolom 3]

  A .  P  E  N  G  H  A  S  I  L  A  N

  N  E  T  O

STEP 6Isi Penghasilan Neto Yang Diambil Dari Lampiran –I,

Halaman 2, Bagian B, C, dan D

Pindahan Dari Lampiran – I,Halaman 2, Bagian B,

Kolom Penghasilan Neto(Lihat STEP-5)

Pindahan Dari Lampiran – I,Halaman 2, Bagian C,

Kolom Penghasilan Neto

(Lihat STEP-5)

Pindahan Dari Lampiran – I,

Halaman 2, Bagian D,Kolom Jumlah Penghasilan

Neto (Lihat STEP-5)

Peringatan:

Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan 

kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani 

sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan  perpajakan yang berlaku.

Page 197: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 197/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   189

STEP 7Isi Penghasilan Kena Pajak (Bagian B, Induk)

dan PPh Terhutang (Bagian C, Induk)

1.

1

2.2

3.3

4.4

5.5

6.6

7. JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN ZAKAT /SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG

SIFATNYA WAJIB ( 5- 6)

8.8

9.9

10. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK TK/ 0 K/ K/I/ PH/ HB/ 10

11.11

12.12

14.14

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA

[Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian D Kolom 3]

KOMPENSASI KERUGIAN

PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH DIKREDITKAN

   C .   P   P   h

   T   E   R   U   T   A   N   G

13.

   A .   P   E   N   G   H   A   S   I   L   A   N

   N   E   T   O

   B .   P   E   N   G   H   A   S   I   L   A   N

   K   E   N   A

   P   A   J   A   K

PPh TERUTANG (TARIF PASAL 17 U U PPh X ANGKA 11)

JUMLAH PPh TERUTANG ( 12 + 13)

PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI

[Apabila memiliki penghasilan dari luar negeri agar diisi dari Lampiran Tersendiri, lihat buku petunjuk]- 

234.555.000 

16.500.000 

JUMLAH PENGHASILAN NETO (1 + 2 + 3 + 4)

193.755.000 

RUPIAH *)

218.055.000 

24.300.000 

13

PENGHASILAN KENA P AJAK(9 -10)

ZAKAT / SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG BERSIFAT WAJIB

24.063.250 

218.055.000 7

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKER JAAN BEBAS

[Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 1 Jumlah Bagian A atau Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian B Kolom 5]

JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN (7 - 8)

  *) Pengisian kolom-kolom yang berisi nilai rupiah harus tanpa nilai desimal (contoh penulisan lihat buku petunjuk hal. 3)

24.063.250 

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN D ENGAN PEKERJAAN

[Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian C Kolom 5]

234.555.000 

Lakukan

pengisian denganmengikuti hasil

perhitungan atau

pengisian dari

baris diatasnya.

Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan kewajiban bagi 

Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan  perpajakan yang berlaku.

STEP 8Isi Kredit Pajak(Bagian D, Induk)

dan PPh Kurang/Lebih Bayar (Bagian E, Induk)

12.12

14.14

15.15

16. x a. PPh YANG HARUS DIBAYA R SENDIRI

b. PPh YA NG LEBIH DIPOTONG/DIPUNGUT

17. a.17a

b.17b

c.17c

18.18

a. PPh Y ANG KURANG DIBAYAR (PPh PASAL 29)

b. X PPh YANG LEBIHDIBAYAR (PPh PASAL 28 A )

20. PERMOHONAN : PPh Lebih Bayar pada 19. b mohon DIRESTITUSIKAN

DIPERHITUNGKAN DENGAN

UTANG PAJAK

PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH DIKREDITKAN

  C .  P  P  h

  T  E  R  U  T  A  N  G

13.

DIKEMBALIKAN DENGAN SKPPKP PASAL 17 C (WP

19

  E .  P  P  h

  K  U  R

  A  N  G  /  L  E  B  I  H 

  B  A

  Y  A  R

19.

tgl bln

b.

a.

JUMLAH KREDIT PAJAK (17a+17b+17c)

TGL

LUNAS

PPh TERUTANG (TARIF PASAL 17 UU PPh X ANGKA 11)

PATUH)

DIKEMBALIKAN DENGAN SKPPKP PASAL 17 D (WP

 TERTENTUd.

X c.

PPh YANG DIPOTONG / DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG DIBAYAR / D IPOTONG DI LUAR

NEGERI DAN PPh DITANGGUNG PEMERINTAH [Diisi dari formulir 1770 -IIJumlah Bagian A Kolom7]

 (14-15)

STP PPh PASAL 25 (HANYA POKOK PAJAK)

FISKAL LUAR NEGERI

PPh YANG DIBAYAR SENDIRI PPh PASAL 25 BULANAN

JUMLAH PPh TERUTANG ( 12 + 13)

13

24.063.250 

  D .  K  R  E  D  I  T  P  A  J  A  K

(16-18)thn

16.500.000 

24.063.250 

15.625.000 

8.438.250 

16.500.000 

16

(8.061.750) 

Pindahan dari formulir

1770-II, Bagian Kolom 7

Lakukan perhitungan

berupa pengurangan

atau penjumlahan

seperti biasa. Untuk

PPh Pasal 25, lihat

dalam deskripsi

studi kasus

 Asumsikan WP mengajukanrestitusi atas SPT LB-nya

Page 198: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 198/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II190

STEP 9Isi Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 (Bagian F, Induk),

Lampiran (Bagian G, Induk), dan Bagian Identitas

DIHITUNG BERD ASARKAN :

a.   1/12 X JUMLAH PADA ANGKA 1 6 c. X   PERHITUNGAN DALA M LAMPIRAN TERSENDIRI

b.   PERHITUNGAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

SELAIN FORMULIR 1770 - I SAMPAI DENGAN 1770 - IV (BAIK YANG DIISI MAUPUN YANG TIDAK DIISI) HARUS DILAMPIRKAN PULA :

a. SURAT KUASAKHUSUS(BILADIKUASAKAN) g. x PERHITUNGAN ANGSURAN PPhPASAL25TAHUN PAJAKBERIKUTNYA

b. SSPLEMBAR KE-3PPhPASAL29 h. FOTOKOPITANDABUKTIPEMBAYARAN FISKALLUAR NEGERI(TBPFLN)

c. x i.

d.PERHITUNGAN KOMPENSASIKERUGIAN FISKAL  j.

e. x k.

f. FOTOKOPIFORMULIR 1721-A1DAN/ATAU 1721-A2(4LEMBAR) l.

x WAJIB PAJAK KUASA 2 0 - 0 3 - 2 0 1 4

A H M A D R A I S

0 5 3 2 1 6 1 6 6 6 1 5 0 0 0

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

21

DAFTAR JUMLAH PENGHASILAN DAN PEMBAYARAN PPhPASAL25(KHUSUS

UNTUKORANGPRIBADIPENGUSAHATERTENTU)

211.937 

ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA DIHITUNG SEBESAR

TANDA TANGAN

PERNYATAAN

  F .  A  N  G  S  U  R  A  N   P

  P  h

  P  A  S  A  L

  2  5  T  A  H  U  N 

  P  A  J  A

 

  B  E  R  I  K  U  T  N  Y  A

NERACADAN LAP.LABARUGI/REKAPITULASIBULANAN PEREDARAN BRUTODAN/ATAU PENGHASILAN

LAIN DAN BIAYA

NPWP :

Dengan menyadari sepenuhnya akan segala akibatnya termasuk sanksi-sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, saya

menyatakan bahwa apa yang telah saya beritahukan di atas beserta lampiran-lampirannya adalah benar, lengkap dan jelas.

TANGGAL:

NAMA LENGKAP :

21.

  G .  L  A  M  P  I  R  A  N

BUKTIPEMOTONGAN/PEMUNGUTAN OLEH PIHAKLAIN/DITANGGUNGPEMERINTAH DAN YANG

DIBAYAR/DIPOTONGDILUAR NEGERI

PERHITUNGAN PPhTERUTANGBAGIWAJIBPAJAKKAWIN PISAH HARTA

DAN/ATAU MEMPUNYAINPWPSENDIRI

Perhitungan PPh Pasal 25menggunakan lampiran

tersendiri

Check out kotak yang

tersedia sesuai dengan

dokumen yang dilampirkan

Isi dengan identitas Wajib

Pajak dan tanda tangani

Isilah SPT Tahunan

 Anda dengan

BENAR,

LENGKAP, dan JELAS

Page 199: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 199/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   191

• Untuk keperluan penyuluhan, bahan presentasi ini

(slide) dapat dimodifikasi atau dikondisikan sesuaidengan keperluan seperti dengan menambah

atau mengurangi slide yang ada.

• Jika diperlukan, softcopy slide dapat dibagikan

kepada wajib pajak hanya dalam bentuk .pdf  

(untuk menjaga isi dari materi dan menghindari

penyalahgunaan)

Page 200: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 200/226

Page 201: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 201/226

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LAMPIRAN XII

QUESTIONS AND ANSWERS

Page 202: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 202/226

Page 203: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 203/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   195

 

Apa saja kriteria yang digunakan untuk menentukan Wajib Pajak termasuk dalam

kriteria WP PP 46 Tahun 2013? 

Q2

Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun 2013 adalah Wajib Pajak

orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap, yang menerima

penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan

bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus

 juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Wajib Pajak orang pribadi yang dikecualikan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan

kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:

1.  menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun

tidak menetap; dan

2.  menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak

diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.

Wajib Pajak badan yang dikecualikan adalah:

1.  Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau

2.  Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara

komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah).

Penerbitan PP 46 Tahun 2013 dimaksudkan untuk:

1. Memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam pemungutan pajak.

2. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi.

3. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi.

4. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara. 

Mengapa diterbitkan PP 46 Tahun 2013 ini?Q1

Page 204: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 204/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II196

 

Usaha sektor informal yaitu unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi dan/atau distribusi

barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan penghasilan bagi mereka yang terlibat, yang bekerja dengan keterbatasan baik modal, fisik, tenaga, maupun keahlian. Contoh usaha

sektor informal yaitu pedagang kaki lima (PKL).

Pada umumnya para PKL memiliki penghasilan yang masih di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP). Untuk itu, PP ini mengecualikan PKL yang didefinisikan oleh PP ini sebagai Wajib Pajak

orang pribadi yang dalam usaha dagang/jasanya:

1.  menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun

tidak menetap; dan

2.  menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan

bagi tempat usaha atau berjualan.

Secara umum, penetapan/penentuan Wajib Pajak PP 46 Tahun 2013 adalah berdasarkan jumlah

peredaran bruto setahun yang dicatat atau dibukukan oleh Wajib Pajak. Apabila peredaran brutodalam suatu Tahun Pajak tersebut tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah), maka Wajib Pajak dimaksud dikenai ketentuan PPh menurut PP ini pada Tahun

Pajak berikutnya.

Namun dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar, berlaku ketentuan sebagai berikut:

1.  Wajib Pajak Orang Pribadi

a.  Apabila terdaftar di Tahun Pajak 2013 sebelum 1 Juli 2013, maka jumlah peredaran bruto

dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan Juni 2013 terlebih dahulu

disetahunkan. Dalam hal setelah disetahunkan peredaran bruto tidak melebihi

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka pada Tahun Pajak

2013 sejak 1 Juli 2013 Wajib Pajak tersebut dikenakan PPh final berdasarkan PP 46Tahun 2013.

b.  Apabila terdaftar setelah 1 Juli 2013, maka peredaran bruto pada bulan pertama

diperolehnya penghasilan dari usaha disetahunkan. Dalam hal setelah disetahunkan

peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta

rupiah), maka peredaran bruto Wajib Pajak tersebut dikenakan PPh final berdasarkan PP

46 Tahun 2013 pada Tahun Pajak yang besangkutan.

2.  Wajib Pajak badan

Penentuan peredaran bruto untuk dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final

berdasarkan PP 46 Tahun 2013 bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara

komersial untuk pertama kali ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha 1 (satu)

Tahun Pajak setelah Tahun Pajak beroperasi secara komersial. Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final selanjutnya untuk Wajib Pajak yang bersangkutan ditentukan berdasarkan

eredaran bruto Tahun Pa ak sebelumn a.

Bagaimana tata cara penetapan/penentuan peredaran bruto Wajib Pajak dalam PP ini? Q3

Mengapa PP ini tidak berlaku bagi usaha sektor informal? Q4

Page 205: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 205/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   197

 

Apa pengertian dari usaha? Apa maksud dari dicantumkannya petikan Pasal 4 ayat (1)

UU PPh di dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Tahun 2013?

Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Tahun 2013 adalah “Berdasarkan arah aliran

tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat

dikelompokkan menjadi:

a.  penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti

gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan,

pengacara, dan sebagainya;

b.  penghasilan dari usaha dan kegiatan;

c.  penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak,

seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak

 yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan

d.  penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Dicantumkannya Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Tahun 2013 sebenarnya adalah sebagai

 jembatan untuk menjelaskan mengenai usaha. Sehingga bisa terlihat bahwa yang menjadi

sasaran PP 46 Tahun 2013 ini adalah Poin b di atas, yaitu penghasilan dari usaha.

Dengan demikian penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun 2013adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha, kecuali:

1)   penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa sehubungan pekerjaan bebas

sebagaimana dimaksud dalam PP 46 tahun 2013;

2)   penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri;

3)   penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan

4)   penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

Contoh:

Suatu perusahaan bergerak dalam bidang pengolahan industri gula. Selama pabrik belum

berproduksi, perusahaan tersebut melakukan penjualan tebu dari kebun miliknya.

Berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, maka

penghasilan dari penjualan tebu yang dilakukan perusahaan tersebut merupakan penghasilan

dari usaha, karena tidak dapat dikelompokkan dalam kelompok aliran penghasilan huruf a, c,

atau d di atas.

Q5

Page 206: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 206/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II198

a. Ketentuan “beroperasi secara komersial” hanya diperuntukkan bagi Wajib Pajak badan. Hal

ini untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya kerugian di awal usaha yang tidak dapat

dikompensasikan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak.

b. Penentuan saat beroperasi komersial sebagaimana dimaksud dalam PP 46 Tahun 2013 bagi

Wajib Pajak badan yang bergerak di sektor:

1) jasa, adalah saat pertama kali dilakukannya penjualan jasa dan/atau saat diterimaatau diperolehnya pendapatan/penghasilan; dan/atau

2) dagang dan industri, adalah saat pertama kali dilakukannya penjualan barang

dan/atau saat diterima atau diperolehnya pendapatan/penghasilan.

c. Penentuan peredaran bruto untuk dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final

berdasarkan PP 46 Tahun 2013 bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara

komersial untuk pertama kali, ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha dalam 1

(satu) Tahun Pajak setelah Tahun Pajak beroperasi secara komersial.

Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara komersial untuk pertama kali dikenai Pajak

Penghasilan berdasarkan tarif umum UU PPh sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

beroperasi secara komersial.

Dalam hal jangka waktu 1 (satu) tahun sejak beroperasi secara komersial tersebut melewati

Tahun Pajak saat beroperasi secara komersial, ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan

berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan dimaksud berlaku sampai dengan akhir

Tahun Pajak berikutnya setelah Tahun Pajak saat beroperasi secara komersial.

Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan PP 46 Tahun 2013 bagi Wajib Pajak

badan yang baru beroperasi komersial tersebut, untuk Tahun Pajak selanjutnya, ditentukan

berdasarkan peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya.

a. Apakah ketentuan “beroperasi secara komersial” hanya berlaku untuk Wajib Pajak

Badan?

b. Bagaimana penentuan saat beroperasi komersial bagi Wajib Pajak badan?

c. Bagaimana penentuan peredaran bruto untuk dikenakan Pajak Penghasilan yang

bersifat final berdasarkan PP 46 Tahun 2013 bagi Wajib Pajak badan yang baruberoperasi secara komersial?

Q6

Page 207: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 207/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   199

 

Contoh:

1)  Wajib Pajak badan dengan tahun buku sama dengan tahun takwim, baru beroperasi

secara komersial pada tanggal 1 Juli 2013. Karena baru beroperasi secara komersial,maka Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum UU PPh untuk

Tahun Pajak 2013 dan Tahun Pajak 2014 (jangka waktu 1 tahun sejak beroperasi

komersial 1 Juli 2013 sampai dengan 30 Juni 2014 dan diteruskan sampai dengan 31

Desember 2014). Untuk pengenaan Pajak Penghasilan pada Tahun Pajak 2015

memperhatikan besarnya peredaran bruto Tahun Pajak 2014.

2)  Wajib Pajak badan dengan tahun buku sama dengan tahun takwim, baru beroperasi

secara komersial pada tanggal 1 Januari 2013. Karena baru beroperasi secara

komersial, maka Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum UU PPh

untuk Tahun Pajak 2013 (jangka waktu 1 (satu) tahun sejak beroperasi komersial 1

Januari 2013 sampai dengan 31 Desember 2013). Untuk pengenaan Pajak Penghasilan

pada Tahun Pajak 2014 memperhatikan besarnya peredaran bruto Tahun Pajak 2013.

3)  Wajib Pajak badan dengan tahun buku sama dengan tahun takwim, baru beroperasi

secara komersial pada tanggal 2 Januari 2013. Karena baru beroperasi secara

komersial, maka Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum UU PPh

untuk Tahun Pajak 2013 dan Tahun Pajak 2014 (jangka waktu 1 tahun sejak beroperasi

komersial 2 Januari 2013 sampai dengan 1 Januari 2014 dan diteruskan sampai dengan

31 Desember 2014). Untuk pengenaan Pajak Penghasilan pada Tahun Pajak 2015

memperhatikan besarnya peredaran bruto Tahun Pajak 2014. 

4)  Wajib Pajak badan dengan tahun buku sama dengan tahun takwim, baru beroperasi

secara komersial pada tanggal 1 Agustus 2013. Karena baru beroperasi secara

komersial, maka Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umumUndang-Undang Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2013 dan Tahun Pajak 2014

(jangka waktu 1 tahun sejak beroperasi komersial 1 Agustus 2013 sampai dengan

31 Juli 2014 dan diteruskan sampai dengan 31 Desember 2014) . Untuk pengenaan Pajak

Penghasilan pada Tahun Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Tahun

Pajak 2014

Pasal 1 Angka 24 UU KUP:

Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai

keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh

suatu hubungan kerja.

Dengan demikian, pekerjaan bebas terbatas hanya untuk pekerjaan yang dilakukan oleh orangpribadi.

Apakah jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas bisa dilakukan oleh Badan atau hanya

berlaku bagi Orang Pribadi sesuai definisi Pasal 1 Angka 24 UU KUP?Q7

Page 208: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 208/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II200

 

Apa yang dimaksud dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas? Apa maksud dari

frase “kegiatan sejenis lainnya”? 

Q8

Jenis jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam PP 46 Tahun 2013.

Frase “kegiatan sejenis lainnya” hanya mengacu ke Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf k PP 46

Tahun 2013 dan Pasal 2 ayat (3) huruf k PMK-107/PMK.011/2013. Ini untuk mengantisipasi jika

nantinya terdapat kegiatan yang sejenis dengan MLM dan direct selling.

Berdasarkan ketentuan dalam PP 46 Tahun 2013, Wajib Pajak yang menerima penghasilan

sehubungan dengan pekerjaan bebas tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak yang memiliki

peredaran bruto tertentu. Selanjutnya, UU KUP mendefinisikan pekerjaan bebas sebagai

pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk

memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

Dengan demikian, atas Wajib Pajak berbentuk badan usaha yang melakukan usaha jasa konsultan

tidak dikecualikan dari pengenaan PPh Final menurut PP 46 Tahun 2013.

Bagaimana perlakuan PPh bagi Wajib Pajak yang menjalankan usaha jasa konsultasi dengan

bentuk usaha Firma?Q9

Pasal 28 ayat (5) UU Nomor 28 Tahun 2007:

Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel

kas.

Pasal 4 ayat (1) PER-4/PJ/2009:

Pencatatan peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto oleh Wajib

Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi seluruh peredaran

dan/atau penerimaan dan/atau penghasilan bruto yang telah diterima secara tunai.

Berdasarkan ketentuan tersebut, peredaran bruto disesuaikan dengan pencatatan/pembukuan

 yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak. Jika Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan, maka

peredaran bruto berdasarkan pembukuan. Namun, jika Wajib Pajak menyelenggarakan

pencatatan, maka peredaran bruto dihitung berdasarkan cash basis (sesuai Pasal 4 ayat (1) PER-

4/PJ/2009). 

Apakah peredaran bruto yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak didasarkan pada pembukuan

atau berdasarkan penghasilan bruto yang telah diterima secara tunai? 

Q10

Page 209: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 209/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   201

 

PP 46 Tahun 2013 hanya mengatur mengenai pengenaan PPh yang bersifat final bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dari usaha, sehingga kewajiban pembukuan tetap ada

sesuai dengan ketentuan umum di Pasal 28 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (UU KUP). 

Apakah Wajib Pajak yang masuk dalam kriteria PP 46 Tahun 2013 (Wajib Pajak yang

memiliki Peredaran Bruto Tertentu atau Wajib Pajak PBT) ini tetap diwajibkan

melakukan pembukuan? 

1.  PPh atas penghasilan Wajib Pajak sebagai karyawan merupakan objek PPh Pasal 21 yang

dipotong oleh pemberi kerja dan dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak

orang pribadi.

2.  PPh atas penghasilan Wajib Pajak sebagai konsultan diperlakukan sebagai penghasilan dari

pekerjaan bebas. Penghitungan penghasilan neto dapat menggunakan pembukuan atau norma

penghitungan penghasilan neto dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orangpribadi.

3.  PPh atas penghasilan Wajib Pajak dari kegiatan dagang yang memenuhi kriteria dalam PP 46

Tahun 2013, dikenakan tarif sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulan.

Pada akhir tahun pajak, seluruh penghasilan Wajib Pajak selain yang dikenai PPh Final

dijumlahkan dalam SPT Tahunan PPh untuk menghitung PPh terutang. PPh yang telah dipotong

oleh pihak lain (PPh Pasal 21) dapat dikurangkan dari PPh terutang. PPh bersifat final wajib

dilaporkan dalam Lampiran III SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi 1770 dalam kolom

Penghasilan yang Telah Dikenakan PPh Final.

Apabila Wajib Pajak orang pribadi memperoleh penghasilan dari beberapa sumber, sepertipekerjaan sebagai karyawan, konsultan, dan dagang, bagaimana perlakuan PPhnya? 

Q12

Tidak. Penghasilan dari usaha dagang yang telah dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan PP 46

Tahun 2013 tidak digabung dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak untuk menghitung PPh

Terutang Wajib Pajak pada akhir Tahun Pajak.

Namun demikian, jumlah peredaran bruto dari usaha dagang tersebut selama 1 (satu) Tahun Pajak,

dan jumlah PPh final terutangnya wajib dilaporkan dalam Lampiran III SPT Tahunan PPh Wajib

Pajak orang pribadi 1770 dalam kolom Penghasilan yang Telah Dikenakan PPh Final.

Apakah penghasilan dari usaha dagang pada soal Q12 yang dikenai PP 46 Tahun 2013

tidak digabung dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak?Q13

Q11

Page 210: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 210/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II202

 

Dalam hal Wajib Pajak PBT memiliki usaha di beberapa lokasi usaha yang berbeda, makaperhitungan PPh Final Pasal 4 ayat (2) didasarkan atas peredaran bruto usaha di setiap lokasi

usaha. Sebagai contoh, apabila Wajib Pajak memiliki 3 (tiga) gerai/toko, dan merupakan Wajib

Pajak PBT berdasarkan jumlah peredaran bruto usaha dari ketiga gerai/toko tersebut, maka

perhitungan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dilakukan untuk setiap setiap gerai/toko dengan

mendasarkan kepada peredaran bruto masing-masing gerai/toko.

Apabila Wajib Pajak Peredaran Bruto Tertentu memiliki usaha di beberapa lokasi, bagaimana

cara perhitungan PPh Final Pasal 4(2)?

1.  Terkait dengan ketentuan Pasal 31A dan Tax Holiday , sepanjang Wajib Pajak badan telah

memperoleh Surat Keputusan untuk mendapatkan fasilitas perpajakan dimaksud, maka tidak

dikenakan ketentuan sesuai dengan PP ini.

2.  Terkait dengan ketentuan Pasal 31E, sepanjang Wajib Pajak badan tidak memenuhi kriteria PP

46 Tahun 2013 dan mempunyai peredaran bruto tidak lebih dari Rp50.000.000.000,00(limapuluh miliar rupiah), maka penghitungan pajaknya tetap dapat menggunakan ketentuan

Pasal 31E.

Bagaimana dengan pelaksanaan pemberian fasilitas PPh sebagaimana diatur dalam UU PPh

Pasal 31A dan Pasal 31E serta tax holiday setelah berlakunya PP ini? 

1.  Batasan Wajib Pajak orang pribadi yang boleh menggunakan norma penghitungan penghasilan

neto adalah Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran brutonya kurang dari

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun. Namun

demikian, Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria PP 46 Tahun 2013 dikenai PPh

bersifat final dengan tarif sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto setiap bulan.

2.  Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto kurang dari

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dan tidak

memenuhi kriteria PP ini dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, sebagai

contoh antara lain Dokter, Pengacara, Akuntan, Notaris.

Bagaimana ketentuan tentang pengenaan norma penghitungan bagi Wajib Pajak orang pribadi?Q14

Q15

Q16

Page 211: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 211/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   203

a. Berdasarkan Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf b PP 46 Tahun 2013:

Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, selain

peredaran bruto dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang

bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.

b. Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Tahun 2013, arah aliran tambahan

kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

1) penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan

sebagainya;

2) penghasilan dari usaha dan kegiatan;

3) penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti

bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak

dipergunakan untuk usaha; dan

4) penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan PP 46 Tahun 2013 hanya dikenakan atas

penghasilan dari usaha dan kegiatan saja.

Secara khusus, penghasilan dari usaha yang tidak termasuk dalam perhitungan peredaran bruto

berdasarkan PP 46 Tahun 2013 diatur dalam Pasal 3 ayat (2) PMK.107/PMK.011/2013:

Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta

rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b ditentukan berdasarkan

peredaran bruto dari usaha seluruhnya termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk

peredaran bruto dari:

a). jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3);

b). penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri;

c). usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan

d). penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

Dengan demikian, pendapatan dividen, pendapatan sewa peralatan, pendapatan bunga pinjaman

dan pendapatan dari penjualan aktiva berupa kendaraan bermotor bagi perusahaan manufaktur,bukan merupakan penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final berdasarkan PP 46 Tahun 2013.

Dalam hal pendapatan sewa peralatan merupakan diversifikasi usaha dari perusahaan

manufaktur tersebut sehingga peralatan dimaksud memang ditujukan untuk disewakan, maka

atas penghasilan dari usaha sewa peralatan tersebut dikenai PPh final berdasarkan PP 46 Tahun

2013.

a. Apakah yang dimaksud dengan "peredaran bruto"?

 b. Jika suatu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, namun dalam tahun yang

sama mendapatkan dividen, mendapatkan bunga pinjaman, kemudian mendapatkan

uang sewa dari menyewakan peralatannya kepada pihak lain dan ada penjualan aktiva

berupa kendaraan bermotor. Dari penghasilan tersebut, yang mana yang termasuk

"peredaran bruto" untuk menentukan apakah badan tersebut memenuhi batasanperedaran bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus

uta ru iah ?

Q17

Page 212: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 212/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II204

Bagaimana perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

(Wajib Pajak OPPT) dengan berlakunya PP 46 Tahun 2013?

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang

dan memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak OPPT maupun kriteria sebagai Wajib Pajak yang

dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun 2013, maka atas penghasilan dari usaha yang

diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tersebut dikenai Pajak Penghasilan

bersifat final sebesar 1% (satu persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan memenuhi kriteria

sebagai Wajib Pajak OPPT , maka pengenaan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak tersebut

mengacu pada ketentuan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan dan pembayaran angsuran

pajaknya mengacu pada ketentuan Pasal 25 ayat (7) Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu

sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat kegiatan

usaha.

Apakah penjualan aktiva perusahaan dapat diperhitungkan sebagai peredaran bruto?Q18

Berdasarkan aliran tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapatdikelompokkan menjadi:

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas.

2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

3. Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak.

4. Penghasilan lain-lain.

PP 46 Tahun 2013 mengatur pengenaan PPh atas penghasilan dari usaha. Dengan demikian,

penjualan aktiva perusahaan yang dapat digolongkon sebagai penghasilan dari modal tidak

termasuk dalam peredaran bruto dari usaha yang dikenakan PPh Final.

Q19

Page 213: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 213/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   205

 

Berdasarkan Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf b PP 46 Tahun 2013:

”Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, selainperedaran bruto dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang

bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.

Berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat

dikelompokkan menjadi:b. penghasilan dari usaha dan kegiatan” 

Dengan demikian, atas penghasilan yang diterima/diperoleh Wajib Pajak dari persewaan harta

selain tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Tahun 2013 sepanjang

merupakan penghasilan dari kegiatan usaha Wajib Pajak.

Apakah penghasilan yang diterima dari penyewaan harta selain tanah & bangunan, dapat

dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Tahun 2013? 

Q21

Ketentuan perpajakan yang diatur dalam kontrak bagi hasil, kontrak karya maupun perjanjian

kerjasama pengusahaan pertambangan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak

dimaksud (sanctity of contract ). Dengan demikian, perlakuan PPh atas Wajib Pajak yang terikat

dengan kontrak bagi hasil, kontrak karya ataupun perjanjian kerjasama pengusahaan

pertambangan mengacu kepada ketentuan perpajakan yang diatur dalam kontrak/perjanjian

dimaksud meskipun pada saat mulai diberlakukannya PP 46 Tahun 2013 Wajib Pajak memiliki

peredaran bruto kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam

1 (satu) tahun.

Bagaimana perlakuan PPh atas Wajib Pajak yang terikat dengan kontrak bagi hasil,

kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih

berlaku pada saat berlakunya PP 46 Tahun 2013?

Q20

Page 214: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 214/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II206

 

Sesuai Pasal 2 ayat (1) PP 46 Tahun 2013, atas penghasilan dari usaha yang diterima ataudiperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang

bersifat final.

Berdasarkan asal aliran tambahan kemampuan ekonomis Wajib Pajak, penghasilan berupa

dividen termasuk dalam penghasilan dari modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

Undang-Undang Pajak Penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 bagi WP

Badan dan objek pemotongan PPh sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (2c) UU PPh bagi Orang

Pribadi.

Mempertimbangkan hal tersebut, Wajib Pajak badan yang memiliki penghasilan dari dividentidak memenuhi kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan dalam PP 46 Tahun

2013. Namun demikian, dalam hal dividen merupakan penghasilan usaha dari Wajib Pajak

(misalnya Wajib Pajak perusahaan Reksa Dana), maka penghasilan tersebut termasuk dalam

penghasilan dari usaha yang dapat dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun 2013.

Sebagai pengecualian, dalam hal Wajib Pajak merupakan perusahaan modal ventura yang

melakukan usaha sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang

Perusahaan Modal Ventura, dan memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

ayat (3) huruf k Undang-Undang Pajak Penghasilan, maka atas penghasilan tersebut bukan

merupakan objek Pajak Penghasilan.

Terdapat perusahaan investasi yang penghasilannya berupa dividen. Apakah terhadap

erusahaan investasi ini dikenakan PP 46 Tahun 2013? 

Q22

Berdasarkan penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf l dan Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh:

“Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem

pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi

Keuangan yang berlaku di Indonesia”. 

Dalam hal Wajib Pajak menerima/memperoleh penghasilan dalam mata uang asing (valas), maka

untuk penghitungan peredaran bruto atas penghasilan tersebut menggunakan kurs yang dipakai

dalam sistem pembukuan Wajib Pajak yang dianut dan dilakukan secara taat asas. 

Untuk transaksi bisnis yang memakai valas namun menyelenggarakan pembukuan dengan

mata uang rupiah dengan kurs tengah BI, apakah penghitungan omsetnya mengacu ke

pembukuan atau memakai kurs pajak (KMK)? 

Q23

Page 215: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 215/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   207

 

PP 46 Tahun 2013 hanya mengatur mengenai pengenaan PPh yang bersifat final bagi Wajib Pajak

dengan peredaran bruto tertentu. Dengan demikian, kewajiban pembukuan tetap mengikuti

ketentuan umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 UU Nomor 6Tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan

usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan

pembukuan. Lebih lanjut diatur bahwa Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban

menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang

pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung

penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Laporan Keuangan yang dilampirkan di SPT Tahunan sama seperti biasa (meliputi 1 tahun buku).

Namun, khusus untuk Wajib Pajak yang ingin melakukan kompensasi atas kerugian bulan Januari

s.d. Juni 2013 wajib melampirkan laporan rugi laba bulan Januari 2013 s.d. Juni 2013 dalam SPT

Tahunan PPh tahun 2013 sesuai Pasal 15 PMK-107/PMK.011/2013. 

Apakah Wajib Pajak yang dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Tahun 2013 wajib

membuat pembukuan terpisah sesuai PP 94 Tahun 2010, termasuk untuk tahun pertama,

 yaitu tahun 2013? 

Q24

Page 216: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 216/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II208

 

Bagaimana perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba

 yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan? Q26

Atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam

bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada

instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana

kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4

(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut bukan merupakan objek pajaksebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m UU PPh.

Dalam hal ketentuan persyaratan penanaman kembali sisa lebih sebagaimana tidak terpenuhi,maka atas sisa lebih tersebut merupakan objek pajak yang dikenai Pajak Penghasilan

berdasarkan ketentuan umum UU PPh.

Dengan demikian perlakuan perpajakan bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba yang

bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan mengacu pada

ketentuan umum UU PPh.

Bagi Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat atau Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang

 jasa peminjaman uang yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai Pajak

Penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun 2013, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen) dari

 jumlah peredaran bruto setiap bulan.

Peredaran bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak bagi Wajib Pajak bank/bank perkreditan

rakyat atau Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang jasa peminjaman uang adalah jumlahseluruh penghasilan usaha jasa perbankan atau simpan pinjam antara lain:

a.  pendapatan bunga, fee , komisi, dan seluruh penghasilan yang terkait dengan pemberian

kredit, tidak termasuk pembayaran pokok kredit;

b.  penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan atas simpanan di bank lain , serta diskonto

Sertifikat Bank Indonesia (khusus bagi bank/bank perkreditan rakyat).

Bagaimana perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan bank/bank perkreditan

rakyat atau Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang jasa peminjaman uang (misalnya

koperasi simpan pinjam)?

Q25

Page 217: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 217/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   209

 

Reksa dana adalah suatu bentuk kegiatan usaha yang melakukan penghimpunan dana dari

masyarakat pemodal, untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer

investasi yang dapat berbentuk perseroan atau kontrak investasi kolektif sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Contoh penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak reksa dana yaitu dividen. Berdasarkan kriteria,

dividen merupakan penghasilan dari modal. Namun jika dividen diperoleh dari lingkup kegiatan

usaha seperti yang diperoleh Wajib Pajak reksa dana maka dividen menjadi dapat dikenai PPh

berdasarkan PP 46 Tahun 2013.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta

Tanah, ditegaskan bahwa:

a.  Wajib Pajak orang pribadi yang berprofesi sebagai PPAT mempunyai persamaan kewenangan

dengan Notaris, yaitu merupakan pejabat umum yang diberikan kewenangan membuat akta

otentik tertentu yakni akta yang berkaitan dengan pertanahan; dan

b.  Notaris merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas, maka PPATdapat dipersamakan dengan notaris sebagai Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan

pekerjaan bebas.

Dengan demikian perlakuan perpa jakan bagi Wajib Pajak PPAT mengacu pada ketentuan umum

Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Walaupun kegiatan Wajib Pajak berupa pengelolaan arena olah raga dan mini market merupakan

kegiatan di luar usaha pokok Wajib Pajak, namun karena penghasilan tersebut merupakan

penghasilan yang alirannya bersumber dari usaha Wajib Pajak yang tidak dikenai Pajak Penghasilan

 yang bersifat final yang diatur tersendiri, maka penghasilan tersebut merupakan penghasilan dari

usaha yang atas penghasilannya dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan PP 46

Tahun 2013.

Bagaimana perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak reksa dana? 27

Bagaimana perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT)? 

28

Suatu perusahaan memiliki usaha pokok sebagai developer yang atas penghasilannya dikenai

Pajak Penghasilan yang bersifat final. Selain menjalankan usaha tersebut, perusahaan juga

melakukan kegiatan di luar usaha pokok berupa pengelolaan arena olahraga dan mini

market. Bagaimana perlakuan Pajak Penghasilan bagi perusahaan atas penghasilan dari luar

usaha pokoknya tersebut? 

Q29

Page 218: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 218/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II210

 

Bagaimana halnya dengan setoran PPh Pasal 25 yang telah dibayar sekaligus dimuka untuk

Tahun Pa ak 2013? 

1.  Dalam ketentuan PP ini, Wajib Pajak dapat mengkompensasikan kerugiannya dari tahun-

tahun pajak sebelumnya dengan syarat:

a.  dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak;

b.  Tahun Pajak dikenakannya PPh yang bersifat final berdasarkan PP 46 Tahun 2013

menjadi bagian dari periode 5 tahun kompensasi kerugian tetapi kerugian dari Tahun

Pajak sebelumnya tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak dikenakan PPh yang

bersifat final tersebut;

c.  kerugian pada suatu Tahun Pajak yang dikenakannya PPh yang bersifat final

berdasarkan PP 46 Tahun 2013 tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak

berikutnya.2.  Untuk Tahun Pajak 2013, Wajib Pajak dapat mengkompensasikan kerugian Tahun Pajak

sebelumnya dengan penghasilan yang tidak dikenai PPh yang bersifat final yaitu penghasilan

periode bulan Januari s.d. Juni 2013. Demikian pula apabila dalam periode bulan Januari s.d

Juni 2013, Wajib Pajak mengalami kerugian maka dapat mengkompensasikan kerugian

tersebut pada Tahun Pajak berikutnya sepanjang pada tahun berikutnya Wajib Pajak tidak

termasuk kriteria PP 46 Tahun 2013.

Q30

Apakah kerugian fiskal tahun-tahun pajak sebelumnya dapat dikompensasikan? Q32

Atas angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Juli sampai Desember 2013 yang sudah disetor sebelum

diberlakukannya PP 46 Tahun 2013, dapat dipindahbukukan (Pbk) ke setoran Pajak PPh Pasal 4 ayat

(2) yang terutang. 

Untuk menghitung PPh Wajib Pajak PBT Tahun Pajak 2013, digunakan PTKP penuh 1 (satu) tahun

meskipun penghasilan yang diperhitungkan hanya penghasilan Wajib Pajak PBT masa pajak Januari

sampai dengan Juni 2013.

Bagaimana dengan PTKP yang digunakan dalam menghitung PPh Tahun Pajak 2013 Wajib

Pajak Peredaran Bruto Tertentu (Wajib Pajak PBT), apakah dihitung penuh 1 (satu) tahun?Q31

Page 219: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 219/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   211

 

Berdasarkan Pasal 9 ayat (3) PMK-107/PMK.011/ 2013:

Besarnya angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh bagi Wajib Pajak yang

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) pada Tahun Pajak pertama

Wajib Pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (1), diatur ketentuan sebagai berikut:

a.  bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b dan huruf c UU PPh,

besaran angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya angsuran pajak sebagaimana diatur

dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai besarnya angsuran pajak bagi

Wajib Pajak tersebut;

b.  bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a, penghitunganbesarnya angsuran pajak diberlakukan seperti Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 ayat (7) huruf a UU PPh.

Dengan demikian, penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah sebagai berikut:

a.  untuk Wajib Pajak yang sebelumnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun

2013, maka mengikuti ketentuan PMK-107/PMK.011/2013.

 b.  untuk Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak, penghitungan angsuran PPh

Pasal 25 pada tahun pertama mengikuti PMK-255/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah

terakhir dengan PMK-208/PMK.03/2009. 

Dalam Contoh Penghitungan Angka 7 Lampiran PMK-107/PMK.011/2013, disebutkan

bahwa:

“Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan selanjutnya sampai dengan bulan Desember

2015 adalah Rp 2.000.000” (sesuai dengan data penghasilan dan biaya bulan Januari).

Sedangkan dalam PMK-255/PMK.03/2008 disebutkan:

“Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah

sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum

atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas)”. 

Jadi, cara yang mana yang seharusnya diterapkan?

Q33

Page 220: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 220/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II212

 

Dalam pengisian SPT Tahunan PPh OP Tahun 2013, apakah Wajib Pajak yang dikenakan PP

46 Tahun 2013 berhak mendapatkan PTKP setahun atau penghasilannya yang

disetahunkan? 

Q34

Berdasarkan Huruf f Angka 11 SE-42/PJ/2013:

Penghitungan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2013:

a.  peredaran usaha dihitung berdasarkan seluruh peredaran usaha selama Tahun Pajak 2013,

tidak termasuk peredaran usaha pada Masa Pajak Juli 2013 sampai dengan Desember 2013

 yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);

b.  bagi Wajib Pajak orang pribadi, untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak dikurangi terlebih

dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun;

c.  angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan Masa Pajak Januari2013 sampai dengan Juni 2013 dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk

Tahun Pajak yang bersangkutan.

Maka, Wajib Pajak tetap berhak mendapatkan PTKP setahun, namun penghasilannya tidak

disetahunkan.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013, atas Wajib Pajak yang seluruh

penghasilannya dikenai PPh Final berdasarkan PP 46 Tahun 2013, maka tidak ada kewajiban

pembayaran angsuran PPh Pasal 25. Dengan demikian, Wajib Pajak tersebut juga tidak mempunyai

kewajiban melaporkan SPT PPh Pasal 25 Nihil. 

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013 dan Huruf e Angka 9 SE-42/PJ/2013 disebutkan bahwa:

“Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai

Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak diwajibkan melakukan pembayaran

angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak

Penghasilan.” 

Apakah Wajib Pajak yang seluruh penghasilannya dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46

Tahun 2013 tetap wajib melaporkan PPh Pasal 25 Nihil? 

Q35

Page 221: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 221/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   213

 

Bagaimanakah ketentuan penyetoran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa

Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) bagi Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang

bersifat final berdasarkan PP 46 Tahun 2013? Bagaimana juga kewajiban pelaporan SPTMasa Pasal 4 ayat (2) bagi Wajib Pajak yang pada suatu masa pajak memiliki peredaran

usaha nihil?

Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang ke kas negara melalui:

a.  kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat

Setoran Pajak (SSP); atau

b.  Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bank-bank tertentu; Wajib Pajak menerima Bukti

Penerimaan Negara (BPN) dengan teraan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN)

dalam bentuk cetakan struk ATM yang kedudukannya disamakan dengan SSP;

paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan PP

46 Tahun 2013 wajib menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh)

hari setelah Masa Pajak berakhir. Ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan Masa

Pajak Penghasilan tersebut diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014.

Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat final

berdasarkan PP 46 Tahun 2013 dan telah mendapatkan validasi NTPN, dianggap telah

menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan dengan tanggal pelaporan sesuai tanggal NTPN yang

tercantum pada SSP atau cetakan struk ATM, sehingga tidak perlu lagi melaporkan SPT MasaPPh Pasal 4 ayat (2).

Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan SPT

Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2).

Q36

Sesuai dengan PER 32/PJ/2013, SKB berlaku untuk 1 (satu) Tahun Pajak dan harus dilegalisasi

pada saat Wajib Pajak akan bertransaksi dengan pemotong/pemungut. 

Bagaimana pelaksanaan penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) bagi Wajib Pajak

Peredaran Bruto Tertentu (Wajib Pajak PBT)?Q37

Page 222: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 222/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II214

 

a.  Apakah SKB terkait pemotongan/pemungutan terhadap Wajib Pajak yang

dikenakan PP Nomor 46 Tahun 2013 wajib disetujui?

b.  Jika tidak wajib dan jika KPP tidak mengabulkan permohonan SKB Wajib Pajak,

apakah kredit pajak yang diterima Wajib Pajak tersebut bisa dikreditkan?

Mengingat sesuai Pasal 20 ayat (3) UU PPh, pemotongan/pemungutan bisa

dikreditkan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.

(Pertimbangan KPP tidak menyetujui misalnya, KPP menduga Wajib Pajak rawan

mempermainkan omset, sedangkan bukti pemotongan/pemungutan adalah salah satu

sumber data KPP) 

Q38

a.  Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) PER-32/PJ/2013 diatur bahwa Kepala Kantor Pelayanan Pajakdapat menerbitkan surat penolakan permohonan SKB dalam jangka waktu paling lama 5

(lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.Maka, permohonan SKB bisa saja ditolak (tidak dikabulkan).

b.  Berdasarkan Huruf F Angka 7 SE-42/PJ/2013:

Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki

peredaran bruto tertentu, yang dipotong dan/atau dipungut oleh pihak lain diatur sebagai

berikut:

1)  atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dengan

menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan:

a)  dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4

ayat (2) sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui

pemindahbukuan; atau

b)  dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutangsesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan

pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau

c)  dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang

bersangkutan.

2)  atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan bukti

pemotongan dan/atau pemungutan, termasuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22

atas impor:

a)  dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang

sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian  atas kelebihan

pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau

b)  dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yangbersangkutan.

Maka, Wajib Pajak memiliki beberapa pilihan terkait kredit pajak tersebut:

a)  Untuk SSP bisa dikreditkan di SPT Tahunan, pengembalian PMK-10/PMK.03/2013,

atau Pemindahbukuan (Pbk).

 b)  Untuk Bukti Pemotongan bisa dikreditkan atau pengembalian PMK-10/PMK.03/2013

(tidak bisa Pbk). 

Page 223: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 223/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   215

 

Apabila di kemudian hari diketahui ternyata Wajib Pajak tidak berhak menggunakan aturan sesuai

PP 46Tahun 2013 karena peredaran bruto tahun sebelumnya lebih dari Rp4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka akan dilakukan koreksi sehingga atas peredaran

bruto tersebut dikenai PPh terutang sesuai ketentuan yang berlaku.

Apabila dikemudian hari diketahui bahwa peredaran bruto Wajib Pajak PBT tahun

sebelumnya ternyata lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta

rupiah), bagaimana dengan perlakuan PPh atas Tahun Pajak berjalan yang telah menggunakan

ketentuan PP 46 Tahun 2013?

Q39

Page 224: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 224/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II216

Page 225: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 225/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu   2014

Direktorat Peraturan Perpajakan II   217

TIM PENYUSUN

Pengarah : Poltak Maruli John Liberty Hutagaol

Penanggung Jawab : Goro EkantoRedaktur : Nurbaeti Munawaroh

Koordinator : 1. Bambang Eko Nugroho

2. Sudiro

 

Anggota

Aulia RaisAdi Putra Tarigan

Edward Parulian Donald Tua I.S

Ikha Yuni Hapsari

Indradi

Irine Diani Tyasnita

Muhammad Shodiq

Oka Wina Pebrina SagalaRaisita Agus Wahyono

Samuel Nugroho Tri U

Stefanus Hajar Banu Sujita

Tanti Agustin

Teguh Rulianto

Page 226: revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

7/21/2019 revisi buku PP 46 09102014pg.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/revisi-buku-pp-46-09102014pgpdf 226/226

Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu2014

PERINGATAN

Buku ini merupakan buku panduan yang dipersiapkan DJP dalam melaksanakan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Buku panduan ini disusun dan

ditelaah oleh berbagai pihak di bawah koordinasi Direktorat Peraturan Perpajakan

II. Buku ini senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengankebutuhan. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara materi dalam buku ini dengan

 peraturan perpajakan, maka pelaksanaannya mengacu pada peraturan perpajakan

yang berlaku.