Review Artikel Sawit
Transcript of Review Artikel Sawit
ULASAN PERTANIAN SAWIT DAN KAITANNYA DENGAN KESUBURAN
TANAH
A. Kasus atau Permasalahan yang Disajikan dalam Berita
Bank Dunia: Indonesia rugi Rp221 triliun karena kebakaran hutan
Bencana kebakaran hutan dan kabut asap membuat Indonesia mengeluarkan biaya yang
jumlahnya "lebih dari dua kali" biaya rekonstruksi setelah Tsunami Aceh pada 2004. Temuan
itu dikemukakan Bank Dunia dalam laporan triwulan terakhir di 2015. Berdasarkan laporan
tersebut, kebakaran hutan membuat pemerintah rugi $15.72 miliar atau sekitar Rp221 triliun,
tak begitu jauh dari angka yang ditaksir aktivis lingkungan di Indonesia.
Kebakaran hutan di Indonesia mengakibatkan sejumlah negara di Asia Tenggara
diselimuti kabut asap selama berbulan-bulan. Api menyebar akibat praktik tebang-bakar, atau
slash-and-burn, oleh sejumlah perusahaan yang membuka lahan untuk perkebunan kelapa
sawit dan kayu pembuat kertas. Bank Dunia mengatakan, duit untuk menangani kebakaran
hutan tahun ini mencapai 1,9% dari Produk Domestik Bruto Indonesia. Mereka
menambahkan bahwa biaya regional dan global akan jauh lebih tinggi. "Krisis ekonomi dan
lingkungan yang sangat besar berulang tahun demi tahun, karena sekian ratus bisnis dan
sekian ribu petani berusaha mencari untung dari praktik spekulasi lahan dan perkebunan.
Sementara itu, puluhan juta warga Indonesia menderita gangguan kesehatan dan ekonomi,"
kata World Bank dalam rilisnya.
Pemerintah menyatakan akan mencabut lisensi perusahaan maupun individu yang
terbukti membakar lahan, dan siapa yang tertangkap akan dijatuhi hukuman maksimal 10
tahun penjara. Namun, petani lokal tidak yakin akan hal itu. Lebih jauh, Presiden Joko
Widodo baru-baru ini mengatakan kepada BBC bahwa butuh tiga tahun untuk mengendalikan
situasi.
Berdasarkan data World Bank, sampai Oktober tahun ini, telah terbakar lebih dari
800.000 ha hutan di delapan provinsi - sekitar 100.000 ha di masing-masing provinsi. "Kini
saatnya Indonesia menangani apa yang mendorong pembakaran hutan oleh manusia,
menegakkan hukum, dan memperbaiki kebijakan demi mengurangi risiko krisi ekonomi
terjadi lagi," tulis Bank Dunia. Kebakaran dan kabut asap telah berdampak parah pada anak-
anak dan kehidupan liar -termasuk Orang Utan.
Waktu Pelansiran: 17 Desember 2015
Sumber:
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/12/151217_indonesia_rugi_kebakaranh
utan
B. Ulasan Permasalahan
Budidaya tanaman kelapa sawit menerapkan sistem monokultur yang mensyaratkan
pembersihan awal pada lahan yang akan digunakan (land clearing). Secara ekologis, pola
monokultur merugikan karena berdampak pada penghilangan atau pengurangan tanaman lain.
Jika lahan baru yang dibuka berupa hutan, terjadi pengurangan atau bahkan kehilangan
keanekaragaman hayati sebelumnya. Keanekaragaman hayati membentuk ekosistem yang
kompleks dan saling melengkapi, gangguan atas ekosistem tersebut mengganggu
keseimbangan alam. Kehilangan satu aktor yang ada pada rantai makanan dalam posisi lebih
tinggi dari aktor lainnya menyebabkan peningkatan populasi aktor dibawahnya tanpa
dikontrol oleh predator alami yang ada di atasnya. Ledakan populasi itu dapat menjadi
ancaman bagi populasi lain, seperti hama yang menyerang tanaman sawit.
Penyiapan lahan merupakan hal yang sangat penting dalam budidaya tanaman sawit.
Selain bertujuan untuk mengangkat sisa tunggul dari dalam tanah, penyiapan lahan juga
bertujuan untuk memperbaiki sifa fisika tanah, terutama konsistensi. Konsistensi tanah yang
gembur memudahkan penetrasi akar ke tanah dan juga memperbaiki aerasi tanah. Teknik
tebang bakar (slash and burn) merupakan metode penyiapan lahan yang umu digunakan
pengusaha sawit. Keunggulan teknik ini adalah praktis, cepat, dan minim biaya. Di sisi lain,
teknik slas and burn membawa dampak polusi udara yang menimbulkan kerugian bagi
lingkungan.
Dalam hal kesuburan tanah, penyiapan lahan yang diikuti oleh pembakaran
menyababkan tanah seakin rentan terhadap erosi dan perubahan kapasitas tukar kation (KPK)
tanah menjadi rendah. Jika upaya konservasi tanah dan air tidak dilakukan dengan baik, unsur
hara tanah mudah tercuci air hujan bersamaan dengan erosi yang terjadi. Oleh karena itu
perlu adanya pengembangan serta pemaksilmalan teknologi zero burning.
Teknik zero burning adalah metode pembersihan lahan tanpa bakar, yaitu dengan cara
melakukan penebang tegakan pohon pada lahan atau hutan sekunder atau pada tanaan
perkebunan yang sudah tua, misal kelapa sawit, kemudian dilakukan pencabikan (shredded)
terhadap bagian-baian tanaman hingga menjadi ptongan kecil atau serpihan, ditimbun, dan
ditinggalkan di lokasi tersebut suaya membusuk atau terurai secara alami. Teknik zero
burning memiliki manfaat antara lain : (1) mengurangi emisis gas rumah kaca, terutama CO2;
(2) limbah biomasa tanaman (bahan organik) dapat terurai sehingga meningkatkan
penyerapan air dan kesuburan tanah yang dapat mengurangi kebutuhan pupuk anorganik dan
mengurangi resiko polusi air yang disebabkan oleh pencucian nutrisi di permukaan; (3)
penanaman bibit secara langsung pada timbunan limbah organik akan menambah manfaat
agronomi (mempunyai nilai total nitrogen, potassium tertukar, kalsium dan magnesium yang
lebih tinggi dan kehilangan nutrisi yang lambat); (4) mempunyai periode keterbukaan lahan
yang lebih singkat sehingga meminimalisasi dampak aliran permukaan (run off) yang dapat
menyebabkan penurunan muka air tanah, subsiden dan polusi.