Resume Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk Karya Hamka

12
Tugas Bahasa Indonesia Disusun oleh Unsila Tammiya Artawan XI Ipa 1 a. Tema dari novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Novel karya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, yang bertema tentang cinta yang sejati, tulus dan cinta yang setia antara laki-laki dan perempuan tetapi tidak dapat dipersatukan dan tak tersampaikan karena tradisi adat Minangkabau yang begitu mengikat dan terlalu mendiskriminasi adat lainnya pada saat itu. Adapula penggalan ceritanya: “…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai (1986:123). b. Sinopsis dari novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Transcript of Resume Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk Karya Hamka

Page 1: Resume Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk Karya Hamka

Tugas Bahasa Indonesia

Disusun oleh

Unsila Tammiya Artawan XI Ipa 1

a. Tema dari novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Novel karya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, yang bertema

tentang cinta yang sejati, tulus dan cinta yang setia antara laki-laki dan perempuan tetapi tidak

dapat dipersatukan dan tak tersampaikan karena tradisi adat Minangkabau yang begitu mengikat

dan terlalu mendiskriminasi adat lainnya pada saat itu.

Adapula penggalan ceritanya:

“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan.

Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari,

daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada

sampai (1986:123).

b. Sinopsis dari novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Di wilayah Mengkasar, di tepi pantai, di antara Kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri

sebuah rumah bentuk Mengkasar. Di sanalah hidup seorang pemuda berumur 19 tahun. Pemuda

itu bernama Zainuddin. Saat ia termenung, ia teringat pesan ayahnya ketika akan meninggal.

Ayahnya mengatakan bahwa negeri aslinya bukanlah Mengkasar.

Page 2: Resume Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk Karya Hamka

Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang Panjang) 30 tahun lampau, seorang pemuda

bergelar Pendekar Sutan, keponakan Datuk Mantari Labih, yang merupakan pewaris tunggal

harta peninggalan ibunya. Karena tak memiliki saudara perempuan, maka harta bendanya diurus

oleh  mamaknya. Datuk Mantari yang hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk

keponakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan ingin

menikah namun tak diizinkan menggunakan hartanya tersebut, terjadilah pertengkaran yang

membuat Datuk Mantari ini menemui ajalnya. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu ia baru berusia

15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone,

akhirnya ia sampai di Tanah Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan

menikah dengan Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan Melayu. Empat

tahun kemudian, lahirlah Zainuddin. Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa

bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base. Pada suatu hari, Zainuddin

meminta izin Mak Base untuk pergi ke Padang Panjang, negeri asli ayahnya. Dengan berat hati,

Mak Base melepas Zainuddin pergi. Sampai di Padang Panjang, Zainuddin langsung menuju

Negeri Batipuh. Sesampai di sana, ia begitu gembira, namun lama-lama kabahagiaannya itu

hilang karena semuanya ternyata tak seperti yang ia harapkan. Ia masih dianggap orang asing,

dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di negeri ibunya ia juga

dianggap orang asing, orang Padang. Ia pun jenuh hidup di Padang, dan saat itulah ia bertemu

Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah, menjadikannya alasan untuk tetap

hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan akhirnya

saling cinta. Kabar kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang

Minang. Karena keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib

bagi keluarganya. Zainuddin pun dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi

kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh. Di

tengah jalan Hayati menemuinya dan mengatakan bahwa cintanya hanya untuk Zainuddin.

Zainuddin pindah ke Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk

saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang dan

Zainuddin mendengar kabar itu. Hayati pergi untuk melihat pacuan kuda atas undangan sahabat

Hayati yang bemama Khadijah. Ia menginap di rumah Khadijah. Zainuddin hanya dapat

bertemu pandang di tempat itu karena bersama orang banyak ia terusir dari pagar tribune.

Pertemuan yang sekejap itu membuat Hayati mendapat ejekan dari Khadijah. Satu peluang

Page 3: Resume Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk Karya Hamka

untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang

oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati.

Mak Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia akhirnya

mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh. Hal itu bersamaan pula dengan datangnya

rombongan dari pihak Aziz yang juga hendak melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan

harta kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima

pinangan Aziz yang di mata mereka lebih beradab. Zainuddin tak kuasa menerima penolakan

tersebut. Apalagi kata sahabatnya, Muluk, Aziz adalah seorang yang bejat moralnya. Hayati juga

merasakan kegetiran. Namun apalah dayanya di hadapan ninik mamaknya. Setelah pernikahan

Hayati, Zainuddin jatuh sakit. Untuk melupakan masa lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke

Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya dikenal

masyarakat dengan nama letter “Z”. Zainuddin dan Muluk pindah ke Surabaya, dan ia pun

akhirnya menjadi pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang dermawan. Hayati dan

Aziz hijrah ke Surabaya. Suatu kali, Hayati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan

sandiwara yang dipimpin dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau "Z". Karena ajakan Hayati Aziz

bersedia menonton pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui bahwa Tuan

Shabir atau "Z"adalah Zainuddin. Perkembangan selanjutnya Aziz dipecat dari tempatnya

bekerja karena hutang yang menumpuk dan harus meninggalkan rumah sewanya karena sudah

tiga bulan tidak membayar, bahkan barang-barangnya disita untuk melunasi hutang. Selama Aziz

di Surabaya, ia telah menunjukkan sifat-sifatnya yang tidak baik. la sering keluar malam bersama

perempuan jalang, berjudi, mabuk-mabukan, serta tak lagi menaruh cinta pada Hayati.

Akibatnya, setelah mereka tidak berumah lagi, mereka terpaksa menumpang di rumah

Zainuddin. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz meninggalkan

istrinya untuk mencari pekerjaan ke Banyuwangi. Beberapa hari kemudian, datang dua surat dari

Aziz. Yang pertama berisi surat perceraian untuk Hayati, yang kedua berisi surat permintaan

maaf dan permintaan agar Zainuddin mau menerima Hayati kembali. Setelah itu datang berita

bahwa Aziz ditemukan bunuh diri di kamarnya. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin

dan rela mengabdi kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh

Hayati pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang

Kapal Van Der Wijck. Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa

hidup tanpa Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta engkau, dan

Page 4: Resume Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk Karya Hamka

kalau kumati, adalah kematianku di dalam mengenang engkau.” Maka segeralah ia hendak

menyusul Hayati ke Jakarta. Saat sedang bersiap-siap, tersiar kabar bahwa kapal Van Der Wijck

tenggelam. Seketika Zainuddin langsung syok, dan langsung pergi ke Tuban bersama Muluk

untuk mencari Hayati. Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan

Hayati yang terbaring lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan

terakhir mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam

dekapan Zainuddin. Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia

meninggal dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena sakit. Ia dikubur bersebaelahan

dengan pusara Hayati.

c. Nilai-nilai Budaya dari novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Novel yang ditulis oleh Hamka ini menggambarkan nilai-nilai budaya matrilinear dalam suku

Minangkabau. Bentuk-bentuk penerapan budaya matrilinear yang dipaparkan oleh Hamka dalam

novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” meliputi silsilah keluarga, pengaturan ahli waris,

pernikahan, dan hubungan masyarakat.

a. Silsilah Keluarga

Dalam silsilah keluarga, seorang anak tidak dianggap sebagai suku Minangkabau jika tidak

dilahirkan dari seorang ibu yang berdarah Minangkabau. Bentuk penerapan nilai budaya

matrilinear ini digambarkan oleh Hamka melalui tokoh Zainuddin. Walaupun ayah Zainuddin

adalah suku Minangkabau, tetapi Zainuddin tetap dianggap orang asing karena dilahirkan dari

seorang ibu yang berdarah Bugis-Makassar.

Zainuddin yang meninggalkan tanah kelahirannya di Makassar, pergi ke Padang untuk

mencari keluarga ayahnya yang masih hidup. Bukan tidak bertemu, tetapi pertemuan Zainuddin

dengan keluarga ayahnya tidak seperti yang dibayangkan oleh Zainuddin. Zainuddin melihat

betapa jauh perbedaan budaya antara Bugis-Makassar dengan Minangkabau.

b. Pengaturan Ahli Waris

Berbeda dengan suku lain di Indonesia, suku Minangkabau adalah satu-satunya suku yang

menganut budaya matrilinear. Dalam budaya matrilinear, seorang anak tidak berhak atas harta

Page 5: Resume Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk Karya Hamka

ayahnya. Jika ayahnya meninggalkan harta setelah wafat, harta tersebut harus beralih tangan ke

saudaranya. Hal ini pulalah yang dialami oleh Zainuddin dalam novel “Tenggelamnya Kapal

Van Der Wijck” karya Hamka. Zainuddin bermaksud tinggal di negeri Padang karena merasa

memiliki hak atas harta ayahnya, ternyata harus menerima kenyataan yang berbeda. Zainuddin

sama sekali tidak mendapatkan harta tersebut.

c. Pernikahan

Dalam hal pernikahan, suku Minangkabau sangat menghargai kaum perempuan. Untuk

memutuskan hal ikhwal pernikahan, perempuan juga dimintai pendapatnya. Hal ini dapat dilihat

dalam novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” karya Hamka. Dalam novel ini, kaum laki-

laki meminta pendapat kaum perempuan ketika membicarakan rencana pernikahan Hayati

dengan Azis.

d. Hubungan Masyarakat

Tidak hanya seputar urusan keluarga. Nilai-nilai budaya matrilinear diterapkan juga dalam

hubungan masyarakat. Orang-orang Minangkabau memandang sebelah mata terhadap suku lain.

Suku Minangkabau menerima suku lain bergaul dalam kehidupan bermasyarakat, namun mereka

sering membatasi hubungan tersebut. Penggambaran ini diungkapkan oleh Hamkadalam novel

“Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”. Zainuddin yang dianggap sebagai orang Bugis-

Makassar terkadang dikucilkan dalam pergaulan masyarakat.

Dalam petualangan hidup Zainuddin mencari jati diri, Zainuddin harus meninggalkan tanah

kelahirannya, tanah Makassar, menuju Padang. Selama tinggal di tanah Makassar, Zainuddin

merasa belum menemukan jatidiri yang sebenarnya. Orang-orang di sekelilingnya tidak

menganggapnya sebagai orang Bugis-Makassar karena Zainuddin dilahirkan dari seorang ayah

yang berasal dari Padang dan bersuku Minangkabau. Suku Bugis-Makassar menganut garis

keturunan patrilinear, yakni menarik garis keturunan dari ayah. Dengan demikian, orang-orang di

sekelilingnya menganggap Zainuddin sebagai orang Minangkabau.

Kondisi inilah yang menyebabkan Zainuddin meninggalkan Makassar menuju Padang

dengan tujuan mencari keluarga ayahnya. Usaha Zainuddin tidak sia-sia karena berhasil

menemukan keluarga ayahnya. Namun lagi-lagi Zainuddin harus terbetuk pada persoalan budaya

Page 6: Resume Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk Karya Hamka

Minangkabau yang menganut garis keturunan matrilinear, yakni menarik garis keturunan dari

ibu.

Pertemuan Zainuddin dengan keluarga ayahnya di tanah kelahiran leluhurnya ternyata tidak

memenuhi keinginan Zainuddin untuk menemukan jatidirinya. Dia sama saja dengan orang asing

di tanah kelahiran leluhurnya, karena adat dan budaya yang dianut oleh suku Minangkabau yang

menyebabkan orang-orang di Padang menganggap Zainuddin bukanlah orang Minangkabau,

melainkan orang Bugis-Makassar.

Perjalanan Zainuddin untuk mencari jati dirinya benar-benar terbentur pada masalah adat dan

budaya. Zainuddin dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Di satu sisi, Zainuddin ingin

mendapat pengakuan sebagai bagian dari suatu suku, namun kenyataan yang dihadapi Zainuddin

berbeda. Zainuddin dilahirkan dari seorang ayah yang bersuku Minangkabau dan seorang ibu

yang bersuku Bugis-Makassar. Peristiwa-peristiwa ini merupakan gambaran budaya matrilinear

yang diangkat oleh Hamka dalam novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”.

Hal lain yang menunjukkan budaya matrilinear dalam novel “Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck” adalah ketika Zainuddin teringat pada pesan Mak Base sebelum Zainuddin berangkat ke

Padang untuk mencari keluarga ayahnya. Mak Base menyampaikan kepada Zainuddin bahwa

suku Minangkabau berbeda dengan suku lain.

Kondisi yang dialami oleh Zainuddin tidak hanya menimpa dirinya, melainkan juga

keturunannya kelak. Karena budaya matrilinear di negeri Padang, Zainuddin tidak boleh

mewariskan gelar kepada keturunannya jika pun Zainuddin dipinjamkan gelar oleh keluarga

ayahnya setelah menjalankan ritual-ritual yang telah ditentukan oleh adat.

Budaya matrilinear dalam suku Minangkabau menempatkan suku lain sebagai orang asing

walaupun masih ada ikatan darah. Hal inilah yang dialami oleh Zainuddin selama tinggal di

Padang. Kakek-neneknya tidak dapat menahan Zainuddin untuk tinggal bersamanya.

Kenyataan pahit harus dialami oleh Zainuddin ketika hubungan percintaannya diketahui oleh

keluarga Hayati, kekasih hatinya. Keluarga Hayati tidak bisa menerima Zainuddin karena

dianggap sebagai orang yang tidak bersuku. Tidak jelas asal-usulnya.

Page 7: Resume Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk Karya Hamka

Peringatan yang diterima Zainuddin dari keluarga Hayati mengingatkannya pada rencananya

mencari jatidiri. Zainuddin menyadari bahwa dia bukanlah siapa-siapa. Ketika berada di

Makassar, dia disebut-sebut sebagai orang Minangkabau. Namun jika dia berada di Padang, dia

disebut-sebut sebagai orang Bugis-Makassar. Zainuddin tidak dipandang sah sebagai orang

Minangkabau walaupun ayahnya berdarah Minangkabau karena budaya matrilinear yang dianut

di daerah tersebut.

Budaya matrilinear semakin menyudutkan Zainuddin dalam pergaulan dengan masyarakat.

Tidak hanya sampai di situ. Zainuddin juga harus mengorbankan perasaan cintanya kepada

Hayati. Pihak keluaga Hayati menganggap Zainuddin tidak pantas mendampingi Hayati karena

bukan dari golongan mereka. Zainuddin bukanlah orang Minangkabau.

Budaya matrilinear telah turun-temurun diwariskan di Minangkabau. Hal inilah yang

diungkapkan oleh Hamka melalui dialog tokoh dalam novel “Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck”. Dialog yang mempersoalkan jatidiri Zainuddin sangat jelas menggambarkan pandangan

budaya matrilinear dalam suku Minangkabau.

Budaya matrilinear lebih jelas dipaparkan oleh Hamka melalui dialog antara Mulu, sahabat

Zainuddin, dengan Hayati. Muluk mengingatkan kepada Hayati tentang peristiwa-peristiwa yang

telah dilalui oleh Zainuddian terkait dengan hubungannya bersama Hayati yang dipisahkan oleh

adat istiadat suku Minangkabau.

Rangkaian peristiwa yang membentuk alur cerita dalam novel “Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck" karya Hamka sangat kompleks dalam menggambarkan budaya matrilinear yang

dianut oleh suku Minangkabau. Dalam novel ini diuraikan secara konkret nilai-nilai budaya

matrilinear yang memebedakan suku Minangkabau dengan suku-suku lain, utamanya yang ada di

Indonesia.