Resume Metode Plastis

32
Cut Riska Irnanda 1004101010036 BAB I MOMEN PLASTIS 1.1. PENDAHULUAN Konsep analisis dan desain berdasarkan kondisi plastis, atau disebut teori plastis mulai dikembangkan pada tahun 1930. Konsep ini sering digunakan untuk mendesain struktur baja, misalnya portal baja, portal beratap lancip (pitched roof portal) ataupun balok menerus. Jika kita perhatikan suatu balok yang terletak di atas dua tumpuan sendi yang mengalami beban terpusat, kita dapat mengetahui bahwa selama beban yang bekerja tidak terlalu besar, tegangan yang terjadi masih terletak dalam daerah elastic. Tapi jika beban terus diperbesar, bagian tertentu dari penampang tersebut akan mengalami tegangan leleh, sehingga struktur akan mengalami tegangan leleh. Sehingga, penampang tersebut telah mengalami deformasi elastis- plastis. Penambahan beban berikunya dapat mengakibatkan seluruh serat penampang akan mengalami tegangan leleh. Sehingga pada penampang ini akan terjadi rotasi yang terus- menerus dengan momen yang tetap besarnya pada penampang tersebut. Hal ini berarti pada penampang telah terbentuk sendi plastis. Selanjutnya, dengan jumlah sendi plastis tertentu, struktur akan runtuh (collapse). Salah satu tujuan analisa plastis adalah untuk menentukan besarnya beban runtuh tersebut. Di samping itu, perlu juga diketahui apa yang terjadi jika suatu struktur 1

description

Resume BAB I dan II buku Metode Plastis, Analisis dan Desain (Tugas BAja)

Transcript of Resume Metode Plastis

Page 1: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

BAB IMOMEN PLASTIS

1.1. PENDAHULUAN

Konsep analisis dan desain berdasarkan kondisi plastis, atau disebut teori plastis

mulai dikembangkan pada tahun 1930. Konsep ini sering digunakan untuk mendesain

struktur baja, misalnya portal baja, portal beratap lancip (pitched roof portal) ataupun

balok menerus.

Jika kita perhatikan suatu balok yang terletak di atas dua tumpuan sendi yang

mengalami beban terpusat, kita dapat mengetahui bahwa selama beban yang bekerja tidak

terlalu besar, tegangan yang terjadi masih terletak dalam daerah elastic. Tapi jika beban

terus diperbesar, bagian tertentu dari penampang tersebut akan mengalami tegangan leleh,

sehingga struktur akan mengalami tegangan leleh. Sehingga, penampang tersebut telah

mengalami deformasi elastis-plastis. Penambahan beban berikunya dapat mengakibatkan

seluruh serat penampang akan mengalami tegangan leleh. Sehingga pada penampang ini

akan terjadi rotasi yang terus-menerus dengan momen yang tetap besarnya pada

penampang tersebut. Hal ini berarti pada penampang telah terbentuk sendi plastis.

Selanjutnya, dengan jumlah sendi plastis tertentu, struktur akan runtuh (collapse).

Salah satu tujuan analisa plastis adalah untuk menentukan besarnya beban runtuh

tersebut. Di samping itu, perlu juga diketahui apa yang terjadi jika suatu struktur runtuh

dan bagaimana pula tingkah lakunya apabila tegangan-regangan dari materialnya telah

melampaui batas elastis. Analisa atau desain dengan metode plastis akan menggunakan

persamaan matematik yang lebih mudah bila dibandingkan dengan persamaan dalam

metode elastis.

1.2. HUBUNGAN TEGANGAN-REGANGAN

Bila suatu batang yang terbuat dari baja lunak ditarik oleh gaya aksial tertentu pada

kondisi temperature ruang, maka gambar diagram tegangan – regangan yang terjadi

adalah sebagai berikut. Regangan (strain) yang menyatakan besarnya perubahan panjang

dilambangkan oleh , dan tegangan (stress), , yang menyatakan gaya per luas satuan

yang bekerja pada penampang tersebut.

1

Page 2: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

∈=l−lo

lo

(1.1)

Dengan lo = panjang awal;

l = panjang batang setelah mendapat beban.

Gambar 1.1 Hubungan tegangan-regangan untuk baja lunak

Ternyata, sebagian besar percobaan atas baja lunak akan menghasilkan bentuk

hubungan tegangan – regangan yang sejenis, seperti gambar 1.1 di atas. Daerah pertama,

yaitu OA, merupakan garis lurus, dan menyatakan daerah linear elastis. Kemiringan garis

ini menyatakan besarnya modulus elastis atau disebut juga modulus Young, E. diagram

tegangan – regangan untuk baja lunak umunya memiliki titik leleh atas (upper yield point),

σyu, dan daerah leleh datar. Tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan leleh, di mana

regangan pada kondisi ini berkisar 0,0012. Apabila regangannya terus bertambah hingga

melampaui harga ini, ternyata tegangannya dapat dikatakan tidak bertambah. Sifat dalam

daerah AB inilah yang disebut sebagai plastis. Lokasi titik B, yaitu titik akhir sebelum

tegangan mengalami sedikt kenaikan, tidaklah tertentu. Tetapi, sebagai perkiraan dapat

ditentukan terletak pada regangan 0,014 atau secara praktis dapat diterapkan sebesar

sepuluh kali besarnya regangan leleh.

Daerah BC merupakan daerah strain hardening, di mana pertambahan regangan

akan diikuti degnan sedikit pertambahan teganan. Pada titik M, yaitu pada regangan sekitar

20% dari panjang bahan, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut sebagai

tegangan tarik ultimit. Dan pada titik C material putus.

2

Page 3: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

Tabel 1.1 Hasil percobaan dari empat jenis baja dengan kadar karbon berbeda

(Roderick – Heyman)

% Cσy

(N/mm2)

σ ya

σ y

∈ s

∈y

E s

Ey

0,28 340 1,33 9,2 0,037

0,49 386 1,28 3,7 0,058

0,74 448 1,19 1,9 0,070

0,89 525 1,04 1,5 0,098

Dari table di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa semakin besar tegangan lelehnya,

σy, semakin tinggi pula kadar karbon yang diperlukan, sehingga daktilitas dari material

tersebut juga berkurang.

Daktilitas merupakan perbandingan antara s dengan y, di mana s adalah regangan

strain hardening. Unntuk baja struktur, besarnya s kira-kira sepuluh kali y, dan E,

besarnya 0,04 E.

Selanjutnya, kalau suatu material logam mengalami keadaan tekan dan tarik secara

berulang, diagram tegangan-regangannya dapat terbentuk seperti Gambar 1.2.

Lintasan tarik dan tekan adalah sama. Hal ini menunjukkan suatu keadaan yang disebut

sebagai Efek Bauschinger, yang pertama kali diperkenalkan oleh J. Bauschinger dalam

makalahnya yang dipublikasikan pada tahun 1886.

Gambar 1.2 Efek Bauschiunger

Hubungan tegangan-regangan untuk keperluan analisis ini diidealisasikan dengna

mengabaikan pengaruh tegangan leleh atas, strain hardening, dan Efek Bauschinger,

3

Page 4: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

sehingga hubungan tersebut menjadi seperti Gambar 1.3. keadaan semacam ini sering

dikatakan sebagai hubungan plastis ideal (ideal plastic relation).

Gambar 1.3 Hubungan Plastis ideal

1.3. DISTRIBUSI TEGANGAN-REGANGAN

Suatu balok di atas dua tumpuan sendi memiliki reaksi tumpuan dari persamaan

keseimbangan dan diagram lentur terlihat pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4

Jika besarnya tegangan maksimum belum mencapai tegangan leleh, distribusi

tegangan dan regangan dari semua penampang akan berupa garis lurus, sesuai dengan

hokum Bernouli dan Navier. Dengan demikian, tegangan dan regangan di suatu seratyang

ditinjau adalah berbanding lurus dengan terhadap jarak dari garis netral penampang.

Tegangan maksimum pada serat bawah dan tegangan tekan maksimum pada serat atas

adalah:

σ maks=MS

(1.2 )

Dengan : M = momen lentur,

S = modulus penampang.

4

Page 5: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

Jika beban terpusat semakin besar, tegangan di setiap serat penampang turut bertambah

pula. Keadaan ini dapat dilihat pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5 Distribusi tegangan-regangan

Apabila beban w diperbesar lagi, tegangan lelehnya mulai menjalar ke serat sebelah

dalam seperti Gambar 1.5c-d. Perhatikan, bahwa tidak ada tegangan yang lebih besar

daripada tegangan leleh, tetapi momen dalam dapat terus bertambah karena resultan gaya

dalamnya bertambah besar. Dengan pemberian sedikit penambahan beban lagi, akan

tercapailah keadaan di mana seluruh serat penampang mengalami tegangan leleh

(Gambar 1.5e). momen dalam menjadi maksimum dan merupakan momen plastis. Pada

kondisi ini, penampang tadi akan mengalami rotasi yang cukup besar tanpa terjadi

perubahan momen. Dengan kata lain, di titik ini telah terjadi sendi plastis.

1.4. HUBUNGAN MOMEN-KELENGKUNGAN

Hubungan momen-kelengkungan (moment-curvature relationship) juga merupakan

hal yang penting dalam teori plastis. Karena pada saat menjadi sendi plastis, struktur akan

berotasi secara tidak terbatas.

Sebelum gaya luar bekerja, balok pada Gambar 1.4a masih dalam keadaan lurus.

Setelah gaya luar bekerja, balok tersebut akan melentur. Biasanya, diasumsikan bahwa

materialnya bersifat homogen, dan balok hanya mengalami lentur murni, yaitu dengan

mengabaikan pengaruh gaya lintang dan gaya aksial yang bekerja. Perubahan

kelengkungan akiba lentur murni dapat ditunjukkan oleh Gambar 1.6b. sudut yang

5

Page 6: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

terbentuk akibat terjadinya perubahan kelengkungan di titik A dan B atau B dan C,

dinyatakan dengan ΔØ.

Gambar 1.6 Kelengkungan Balok

Kalau ΔØ ini cukup kecil, maka ab = ( - y) ΔØ, dan a1b1 = ΔØ (1.3)

dengan adalah jari-jari kelengkungan (radius of curvature).

Regangan memanjang di suatu serat sejauh y dari suatu sumbu netral dapat dinyatakan

sebagai:

¿ab−a1 b1

a1 b1

¿− yp

(1.4)

di mana 1/ menunjukkan kelengkungan. Tanda negatif menunjukkan bahwa bagian di

atas garis netral berada pada kondisi tekan; sedangkan bagian di bawah garis, pada kondisi

tarik.

Pada Gambar 1.7, regangan pada serat terluar telah melampaui regangan leleh,

sedangkan regangan pada serat hingga sejauh z dari garis netral belum mencapai regangan

leleh. Dengan demikian, dalam daerah setinggi 2z, materialnya masih bersifat elastis.

Besarnya momen dalam dapat dicari dari resultan bagian elastis dan plastis. Besarnya

masing-masing resultan gaya dan tidak kerjanya diperlihatkan pada Gambar 1.7c.

Sehingga besarnya momen dalam dari penampang adalah

M = 2 (½ (yBz) 2/3 z + ½ yB (D/2 – z)(D/2 + z)

6

Page 7: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

= yB { D2/2 – z2/3} (1.5)

dengan B = lebar penampang

D = tinggi penampang

z = jarak dari sumbu netral

y = tegangan leleh.

Gambar 1.7

Dari persamaan (1.4), untuk harga = y dan y = z dapat diperoleh nilai

kelengkungan,

K = y/z (1.6)

dengan y = regangan leleh.

Jika z = D/2, maka hanya serat terluar yang mencapai kondisi leleh. Harga momen

leleh dapat diperoleh dengan memasukkan z = D/2 ke dalam persamaan (1.5), yang

menghasilkan:

My = BD2/6 y (1.7a)

atau dengan persamaan

My = S y (1.7b)

Dimana S adalah modulus penampang yang sama dengan BD2/6. Untuk z = D/2,

maka

Ky = 2 y/D (1.8)

dengan menggabungkan persamaan (1.5) dan persamaan (1.8), akan diperoleh persamaan

momen-kelengkungan tanpa satuan, sebagai berikut:

M = 1,5 – 2(z/D)2

= 1,5 – 0,5(Ky/K)2 (1.9)

Dari persamaan di atas, dapat dibuat sebuah kurva momen-kelengkungan seperti

yang diperlihatkan pada Gambar 1.8. Huruf dalam lingkaran sesuai dengan tahapan yang

7

Page 8: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

ada pada Gambar 1.5. Harga M akan semakin mendekati 1,5 My, apabila harga K semakin

besar. Bila M telah mencapai 1,5 My, harga K tersebut akan mencapai tak terhingga, yang

berarti bahwa harga z dalam persamaan (1.6) menjadi sama dengan nol. Dengan demikian,

seluruh serat penampang telah mencapai kondisi plastis, dan momen plastisnya dapat

dihitung dengan

Mp = 1,5 My = BD2 y / 4 (1.10)

Persamaan di atas hanya berlaku untuk penampang segi-empat, sedangkan untuk

penampang lainnya, dapat diturunkan melalui cara yang sama.

Perbandingan antara momen plastis Mp dengan momen leleh My menyatakan

peningkatan kekuatan penampang akibat ditinjau dari kondisi plastis. Perbandingan ini

tergantung dari bentuk penampangnya. Jadi,

= Mp/My = Z/S = 1,5 (1.11)

di mana = factor bentuk (shape factor).

Gambar 1.8 Hubungan momen kelengkungan untuk penampang segiempat

Dapat disimpulkan bahwa penampang segi-empat yang dianalisis dengan teori

plastis, akan mempunyai kapasitas penampang 50% lebih besar daripada yang dihitung

dengan teori elastis.

Untuk balok berpenampang I, seperti terlihat pada Gambar 1.9, jika mengalami

lenturan, bagian sayap (flange) atas akan memendek dan bagian sayap bawah akan

memanjang. Selanjutnya, selama proses dari elastis ke plastis, terdapat tiga keadaan

8

Page 9: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

penting yang perlu diperiksa. Pertama, bila tegangan lelehnya masih berada di dalam

sayap. Kedua, bila tegangan leleh telah melampaui bagian sayap yaitu berada di pelat

badan (web). Dan yang ketiga, jika seluruh serat telah mencapai tegangan leleh. Keadaan

ini terlihat pada Gambar 1.9b-e.

Gambar 1.9 Distribusi tegangan pada penampang I

Tegangan yang masih berada di dalam sayap:

MM y

= KK y

(1−b f d2

6 Z )+ bf d2

4 Z (1−13 ( K2

K y))

untuk tegangan yang berada di pelat badan:

MM y

=f −bw d2

12 Z ( K2

K y)

di mana f = faktor bentuk = Z/S.

Kurva momen-kelengkungan yang diperoleh dari kedua persamaan tersebut terlihat

pada Gambar 1.10. Distribusi serat leleh yang sesuai dengan kondisi tegangannya

diperlihatkan pada Gambar 1.9f-i.

9

Page 10: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

1.5. MENENTUKAN MOMEN PLASTIS PENAMPANG

Gambar 1.11 berikut menunjukkan suatu penampang sembarang yang berada dalam

kondisi plastis. Distribusi tegangannya yang diakibatkan oleh lentur murni, diperlihatkan

pada Gambar 1.11b.

Gambar 1.11 Suatu Penampang Sembarang

Karena hanya memperhitungkan pengaruh lentur saja, yaitu tanpa meninjau gaya

aksial dan lintang, keseimbangan horizontalnya akan menghasilkan persamaan:

C = T (1.14)

dengan C = resultan gaya tekan di atas garis netral

T = resultan gaya tarik di bawah garis netral

Sehingga diperoleh Luas bidang tekan y = Luas bidang tarik y

1.5.1. Penampang segi-empat

Berdasarkan persamaan (1.14) dapat diperoleh:

C = T = BD y/2 (1.15)

10

Page 11: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

Gambar 1.12 Penampang segi empat

Dari gambar tersebut dapat dirumuskan, bahwa besarnya momen dalam adalah sama

dengan kali antara resultan gaya tekan (C) terhadap jarak dari titik tangkap gaya tekan

gaya tarik (T). dalam hal ini sama dengan C D/2. Berdasarkan persamaan keseimbangan

yang menetapkan bahwa momen luar (Mp) sama dengan momen dalam.

M p=C ×D2

=B D2 σ y /4 (1.15)

Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi Mp =Zy, di mana Z adalah modulus

plastis. Dengan nilai faktor bentuk sebegai berikut.

f =Z /S=1,5

1.5.2. Penampang Lingkaran

Lingkaran seperti Gambar 1.13, juga memiliki garis netral yang membagi luasnya

menjadi dua bagian yang sama besar. Sehingga,

C=T=π D 2σ y /8 (1.16)

Gambar 1.13 Penampang Lingkaran

Lengan momen dalam dapat ditentukan sebesar 4D/3. Berdasarkan keseimbangan

momen, dapat diperoleh:

M p=C .4 D /3 π=D3 σ y /6 (1.17)

11

Page 12: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

Sehingga , besarnya modulus plastis penampang ini adalah Z = D3/6. Dari beberapa

acuan, misalnya AISC, telah diketahui bahwa modulus penampangnya adalah D3/32.

Dengan demikian, faktor bentuk f =ZS=1,7 (1.18)

1.5.3. Penampang Segiempat, Lentur Terhadap Diagonal

Gambar 1.14

Luas bidang tekan atau tarik yang dibatasi oleh garis netral adalah BD/4. Panjang

lengan momennya sama dengan D/3. Dengan demikian, besarnya momen plastis, Mp =

(BD2/12)y. sehingga modulus plastisnya adalah

Z=B D2/12 (1.19)

Dari teori elastis, telah diketahui bahwa besarnya modulus penampang dari profil ini

adalah:

S=(B D2/24 )

maka, faktor bentuk f = 2,0.

1.5.4. Penampang I

Penampang seperti gambar dibawah, sering digunakan sebagai salah satu komponen

bangunan. Penampang ini memiliki dua sumbu simetri, dalam hal ini, dinyatakan terhadap

sumbu y dan z. Untuk mempermudah hitungan, biasanya dibagi menjadi beberapa bagian.

Selanjutnya, masing-masing bagian ini dianalisis tersendiri dan kemudian hasil tersebut

barulah digabungkan untuk memperoleh hasil lengkapnya. Untuk bagian sayap 1 dan 2,

luas bidang tekan atau tariknya mudah ditentukan sebagai 2bftf, sehingga modulus

plastisnya adalah:  bf  tf (D tf ).

12

Page 13: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

Gambar 1.15

Untuk bagian plat badan 3 dan 4:

Luas bidang tekan dan tarik = tw (D-2tf ), dan

Modulus plastisnya = tw (D-2tf )2/4

Dengan menjumkahkan kedua hasil tersebut, akan diperoleh modulusplastis untuk seluruh

profil ini, yaitu:

z( penampang I )=b f t f ( D−t f )+tw(D−2 t f )2/4

Dengan cara yang sama, dapat ditentukan modulus plastis dari penampang ini bila

ditinjau terhadap sumbu z, yaitu:

z( penampang I )=b f2 t f /2+( D−2t f )tw

2/4

Harga modulus plastis, Z, dan factor bentuk, f, dari beberapa penampang yang

sering dipakai, kita masukkan ke dalam tabel berikut.

13

Page 14: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

1.6. FAKTOR BEBAN ATAU FAKTOR KEAMANAN

Faktor keamanan (safety factor) dapat dirumuskan dalam beberapa cara. Rumusan

yang dirumuskan pada teori plastis menyatakan bahwa factor keamanan merrupakan hasil

pembagian antara kapasitas beban maksimum dengan beban kerja; yang ekivalen dengan

momen plastis dibagi momen plastis, Mp/M. diketahui momen plastis sama dengan σy.S.

14

Page 15: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

sehingga sengan menstubititusikan harga-harga ini ke dalam persamaan Mp/M akan

diperoleh:

faktorbeban atau faktor keamanan=σ y f

σ

Harga factor beban untuk balok di atas dua tumpuan sederhana dapat dilihat pada

tabel berikut. Dari tabel tersebut dapat diinterpretasikan bahwa sebuah balok persegi

panjang yang didesain dengan metode elastic di mana tegangan ijinnya sebesar 20 ksi,

tidak akan runtuh hingga beban yang bekerja tersebut 2,48 kali beban yang direncanakan.

Tabel faktor beban untuk beberapa penampang

Penampangσ

ksiMPa

σ y

σ

Faktor

bentuk

Faktor

beban

Rolled 20 138 33/20 1,12 1,85

Segi-empat 20 138 33/20 1,50 2,48

Segi-empat 24 165 33/24 1,50 2,06

Segi-empat 26 179 33/24 1,50 1,90

Lingkaran 30 207 33/20 1,70 1,87

Bagian 2.1 dari AISC18 menggunakan factor beban 1,70 baik untuk balok yang

terletak di atas dua tumpuan maupun balok menerus. Sedangkan faktor beban untuk portal

adalah 1,85 bila menahan beban mati dan beban hidup saja; dan 1,4 bila struktur tersebut

menahan beban ini ditambah beban gempa ataupun beban angin.

Faktor (koefisien) 1,70 ini diambil berdasarkan pada tegangan ijin nsebesar 0,66 σy,

dan faktor bentuknya adalah 1,12 yang berasal dari penampang rolled w shapes. Jadi,

sf=σ y

σf =

σ y

0,66 σ y

1,12=1,70

dengan sf adalah faktor keamanan atau faktor beban.

Harga ini dipakai dalam desain plastis, di mana beban rencana atau beban kerja dapat

diperoleh dari beban plastis (beban runtuh) dibagi dengan faktor beban.

1.7. PERSYARATAN MENURUT PPBI

15

Page 16: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) menetapkan beberapat

persyaratan untuk bangunan baja yang didesain dengan metode plastis dalam bab 9 buku

tersebut. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Perhitungan struktur berdasarkan keadaan plastis hanya dapat digunakan untuk

struktur-struktur berikut.

Balok dengan dua tumpuan dan balok menerus (kecuali balok crane)

Portal dengan sambungan kaku

Bangunan bertingkat banyak, maksimum dua lantai.

(2) Faktor beban (λ) untuk perhitungan kekuatan dapat diambil

Beban mati λ = 1,7

Beban sementara λ = 1,3

(3) Pada umumnya harus dapat ditunjukkan bahwa akibat beban sebesar λ kali beban

yang bekerja, kekuatan batasnya tidak dilampaui.

(4) Factor beban untuk stabilitas konstruksi:

Beban mati yang bersifat menjamin stabilitas konstruksi: λ=0,9

Beban hidup yang bersifat menjamin stabilitas konstruksi: λ=1,0

Beban mati yang bersifat mengurangi stabilitas konstruksi: λ=1,5

Beban hidup yang bersifat mengurangi stabilitas konstruksi: λ=2,0

(5) Faktor beban untuk saat-saat pemasangan konstruksi: λ=1,4

(6) Faktor beban untuk menghitung lendutan: λ=1,0

(7) Yang dimaksud dengan beban hitungan dalam PPBBI adalah λ kali beban yang

bekerja.

(8) Ketentuan-ketentuan dalam peraturan tersebut terutama berlaku untuk penampang I,

H, dan kotak; dimana tegangan leleh bajanya tidak lebih dari 3600 kg/cm2. Sedangkan

untuk penampang di luar criteria tersebut, pemakaiannya harus didukung oleh

percobaan atau pun pembuktian teoretis.

16

Page 17: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

BAB II

ANALISIS PLASTIS STRUKTUR SEDERHANA

1.1. PENDAHULUAN

Uraian bab ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama menjelaskan tingkah laku

struktur bila beban yang bekerja pada struktur statis taktentu terus bertambah secara linear

sehingga terbentuk beberapa sendi plastis pada beberapa tempat tertentu sampai struktur

tersebut mengalami keruntuhan.

Bagian kedua menjelaskan beberapa metode dasar yang dipergunakan untuk

menganalisis keruntuhan secara langsung. Proses hitungannya akan cukup lebih mudah

dan cepat, meski beberapa keadaan perlu kita periksa ketelitiannya.

1.2. ANALISIS TAHAP DEMI TAHAP

Balok dengan kedua ujung yang terjepit seperti pada gambar.

Gambar 2.1 Balok yang kedua ujungnya terjepit

Pertama diketahui bahwa sampai batas beban tertentu, struktur masih bersifat

elastsis. Sehingga momen tumpuannya sebesar MA=MB=wL2/12. Sedangkan momen

ditengah bentangnya MC=wL2/24. Bila kedua momen terbesar yang terdapat pada tumpuan

A dan B telah mencapai kapasitas momen plastisnya, akan diperoleh beban w sebesar 12

Mp/L2, yang mengakibatkan terjadinya sendi plastis pada kedua tumpuan ini.

Dengan penambahan beban berikutnya, nilai momen pada kedua tumpuan tidak

berubah, tetapi di titik ini akan terjadi rotasi. Keadaan ini menunjukkan bahwa struktur

tersebut bertingkah laku sebagai balok statis tertentu, dimana bidang momennya dapat

dilihat pada gambar dibawah. Tampak bahwa momen pada kedua tumpuan adalah nol dan

momen di tengah bentang adalah w’L2/8. Sedangkan w’ merupakan factor beban yang

baru. Dengan memperhatikan gambar tersebut, kita dapat mengetahui bahwa nilai momen

maksimum di titik C adalah:

MC=Mp/2+W’L2/8

17

Page 18: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

di mana momen ini akan menjadi sama dengan kapasitas momen plastis Mp, bila w’

mencapai 4 Mp/L2 atau w sebesar 16 Mp/L2. Dengan terbentuknya tiga buah sendi plastis

ini, dapat dipastikan bahwa struktur tersebut akan mengalami keruntuhan.

Gambar 2.2 Penigkatan momen dalam

Selain dengan urairan diatas, kita dapat pula menggunakan metode moment-area

untuk menggambarkan analisis semacam itu. Metode ini menggunakan Persamaan (2.2)

hingga (2.4) sebagai persamaan dasarnya.

θA=WL3

24 EI−

M A L

3EI−

M B L

6 EI(2.2 )

θB=WL3

24 EI−

M A L

6 EI−

M B L

3 EI(2.3 )

∆C=5WL4

384 EI−

M A L2

16 EI−

M B L2

16 EI(2.4 )

Dengan ƟA, ƟB, ΔC berturut-turut menyatakan besarnya rotasi di titik-titik A, B, dan

lendutan di titik C. Syarat kompatibilitas pada kondisi elastisitas menghendaki bahwa di

titik A, dan B tidak terjadi rotasi, sehingga ƟA, ƟB bernilai nol. Dengan memasukkan

harga-harga ini ke dalam persamaan di atas, kita peroleh:

MA=MB=wL2/12

Selanjutnya, dengan meninnjau keseimbangan momen di tengah bentang, akan kita

peroleh:

M C=(wL2)/8−¿

18

Page 19: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

Sedangkan besarnya lendutan yang terjadi di titik ini dapat kita tentukan dengan

mensubstitusikan harga kedua momen tersebut ke dalam persamaan (2.4) dan

menghasilkan:

∆C=(wL4)/348 EI

yang merupakan lendutan pada kondisi elastic.

Dengan memperhatikan diagram momennya, dapat kita pastikan bahwa secara

serentakakan terjadi sendi plastis pada tumpuan A dan B, di mana bebannya mencapai 12

Mp/L2. Hal ini juga berarti bahwa momen pada kedua tumpuan tersebut sama dengan

kapasitas momen plastis penampangnya, Mp (lihat gambar). Selanjutnya, dari persamaan

(2.4) dapat kita tentukan besarnya lendutan di tengah bentang, yakni:

∆C=5

384 ( 12MpL2 ) L4

EI−

M p L2

8 EI=

M p L2

32EI

Gambar 2.3 Diagram momen kondisi ketiga

Adanya penambahan beban berikutnya dapat menyebabkan terbentuknya sendi

plastis ketiga, dan dari gambar ini dapat kita pastikan letak sendi tersebut adalah di tengah

bentangan. Dengan demikian, momen di titik ini sama dengan Mp, dan kita hasilkan:

Mp = wL2/8 Mp

atau

Mp = wL2/16

maka

w = 16Mp/L2

Bila kita substitusikan harga w dan MA=MB=Mp ini ke dalam Persamaan (2.4), kita dapat

tentukan bahwa:

∆C=(MpL2)/12 EI

yang merupakan besarnya lendutan pada kondisi plastis, sebelum struktur tersebut

mengalami keruntuhan.

19

Page 20: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

Gambar 2.4 Bentuk lendutan dan mekanisme runtuhnya

Dengan menggabungkan bentuk lendutan dari semua kondisi tersebut, akan

terlihatlah peningkatan lendutan seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas. Selama

proses dari kondisi kondisi kedua hingga kondisi ketiga tidak terjadi perubahan momen di

tengah bentangnya masih dapat bertambah. Keadaaan ini dimungkinkan karena adanya

restribusi momen dalam struktur. Hubungan antara bentangan (Δc), yang dinyatakan oleh

kurva oycb yang terdapat Gambar berikut.

Gambar 2.5 Hubungan beban-lendutan

Ternyata garis lendutan yang terjadi setelah titik C adalah horizontal. Ini sesuai

dengan kenyataan, bahwa lendutan pada kondisi plastis akan terus bertambah tanpa

memerlukan penambahan beban lagi. Keadaan ini menunjukkan bahwa struktur

telahmencapai mekanisme runtuhnya.

Pertama-tama, misalkan V=H=1,0. Selanjutnya akan kita perhatikan tingkah laku

struktur ini bila beban atau factor bebannya terus bertambah. Sebagaimana telah diketahui

dari uraian sebelumnya, ketika beban yang bekerja relative kecil, struktur masih bersifat

20

Page 21: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

elastic. Dengan menggunakan salah satu metode elastic (misalnya slope deflection,

moment distribution, dsb), diagram momennya dapat digambarkan seperti gambar berikut.

Gambar 2.5 Struktur Pembebanan

21

Page 22: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

Jika λ=39, momen terbesar yang terdapat pada kaki kolom sebelah kanan ( di titik E)

akan menjadi sama dengan kapasitas momen plastisnya. Sedangkan momen di bagian

penampang lainnya masih terletak dalam daerah plastisnya. Sedangkan momen di bagian

penampang lainnya masih terletak dalam daerah plastis. Dengan demikian,untuk keadaan

ini hanya akan terbentuk sebuah sendi plastis di titik E. Jika bertambah besar lagi, akan

menyebabkan titik E berotasi secara bebas dengan momen pada titik tersebut tetap sama

dengan Mp.

Jika struktur tadi kita analisis kembali terhadap peningkatan beban baru, di mana

titik E ini sekarang kita anggap sebagai sendi, akan diperoleh harga momen yang

merupakan fungsi dari factor beban baru tersebut. Momen totalnya merupakan hasil

penjumlahan dari momen yang terdapat pada baris pertama kolom keempat dengan yang

terdapat pada baris kedua kolomketiga dari gambar di atas. Dengan demikian momen total

untuk titik C adalah:

Mc=82,7+2,47 λ’

yang akan mencapai momen plastisnya (Mp=100) bila λ’=7,0 atau λ=46.

Sekarang, telah terbentuk dua buah sendi yaitu di titik E dan C. Dari hasil sebelumnya

dapat kita pastikan bahwa sendi berikutnya akan terbentuk di titik D, ynag persamaannya

adalah;

MD=97,3+4,04 λ’

Ddan kita peroleh harga λ’=0,7 atau 46,7. Dengan cara yang sama, ditentukan semua

momen baru untuk setiap tahapnya. Untuk kasus ini, akan dihasilkan harga λ akhir sebesar

50, yaitu dengan terbentuknya sendi keempat di titik A. keadaan ini akan mengakibatkan

struktur mengalami mekanisme keruntuhan dengan factor beban runtuhnya (collapse load

factor, λc) sebesar 50.

1.3. TEOREMA PLASTIS

Pada umumnya, jika suatu struktur mencapai kondisi keruntuhan, akan dipenuhilah

tiga keadaan berikut:

(a) Kondisi leleh (yield condition)

(b) Kondisi keseimbangan (equilibrium condition)

(c) Kondisi mekanisme (mechanism condition).

22

Page 23: Resume Metode Plastis

Cut Riska Irnanda1004101010036

Kondisi leleh merupakan pernyataan dari sifat deformasi plastis, di mana pada saat

runtuh, momen dalah dari suatu struktur tidak ada yang melampaui kapasitas momen

plastisnya.

Kondisi keseimbangan menghendaki bahwa momen lentur dalam harus seimbang

dengan momen luar yang bekerja. Kondisi mekanisme akan terjadi bila jumlah sendi

plastis dalam struktur telah cukup untuk mengubah sebagian atau seluruh struktur tersebut

ke dalam kondisi mekanisme keruntuhannya. Ketiga kondisi di atas merupakan syarat

dasar dari beberapa teorema berikut.

1.3.1. Teorema Batas Bawah

Teorema batas bawah (lower bound theory) menetapkanatauu menghitung distribusi

momen dalam strukturberdasarkan kondisi keseimbangan dan leleh.

λ < λc

1.3.2. Teorema Batas Atas

Kalau distribusi momen yang diperoleh dihitung berdasrkan syarat yang memenuhi

kondisikeseimbangan dan mekanisme, dapat dipastikan bahwa harga faktor

bebannya menjadi λ > λc.

1.3.3. Teorema Unik

Distribusi momen untuk teorema ini akan memenuhi ketiga kondisi tersebut,

sehinggaakan diperoleh nilai beban atau factor beban eksak dari mekanisme struktur yang

kita tinjau.

λ = λc

Terdapat tiga buah metode yang berdasrkan pada teorema ini, yaitu:

(a) Metode statis (statistical method)

(b) Metode kerja virtual (virtual work metodh)

(c) Metode distribusi momen (moment balancing method)

23