Resume Kasus
-
Upload
ressa-oktriani -
Category
Documents
-
view
16 -
download
1
description
Transcript of Resume Kasus
RESUME KASUS
Pada hari rabu tanggal 26 Februari 2014, telah diterima mayat seorang laki-laki berusia 25 tahun
dengan pembungkus mayat berwarna orange dan bersamaan dengan surat permintaan visum dari
Resort kota tanggerang, dengan nomor polisi VER / 36 / II / 2014 / Resort Tangerang dengan
permintaan pemeriksaan visum et repertum atas jenasah tersebut.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari penyidik yang membawa jenazah, pada tanggal 26
Februari 2014 pukul 02.00 WIB korban ditembak oleh penyidik di bagian panggul kiri karena
mencoba melarikan diri saat dilakukan pengembangan untuk mencari tersangka lainnya.
Pada pukul 06.00 WIB korban dibawa ke bagian forensik RS Polri Raden Said Sukanto Kramat
Jati.
Pada pukul 07.30 WIB bertempat di ruang pemeriksaan jenazah Instalansi Kedokteran Forensik
Rumah Sakit Bhayangkara Tk.I R.S Sukanto, telah dilakukan pemeriksaan luar pada mayat. Dari
hasil pemeriksaan terhadap mayat, dibuat visum et repertum demi kepentingan peradilan.
ILUSTRASI KASUS
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari penyidik yang membawa jenazah, pada tanggal 26
Februari 2014 pukul 02.00 WIB korban ditembak oleh penyidik karena mencoba melarikan diri
ketika hendak ditangkap karena telah melakukan tindak pidana pencurian motor pada tanggal 26
Februari 2014 pukul 01.30 WIB korban dibawa ke instalasi forensik RS Polri Raden Said
Sukanto Kramat Jati.
DAFTAR ISI
RESUME……………………………………………………………………………. 1
ILUSTRASI KASUS……………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………... 3
BAB I STATUS FORENSIK KLINIK……………………………………………. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA “ LUKA TEMBAK”…………………………… 5
BAB III PEMBAHASAN KASUS………………………………………………... 6
LAMPIRAN……………………………………………………………………….. 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
STATUS FORENSIK KLINIK
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R. SAID SUKANTO
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK
Jl. Raya Bogor, Kramat Jati, Jakarta 13510
Nomor Pol : B/ 03/I/2014/SEK SKJ
Lampiran : -----
Perihal : Visum et Repertum mayat
An/ Fendi Pradana
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
Yang bertandatangan di bawah ini, Arif Wahyono dan Slamet Poernomo dokter forensik pada
Rumah Sakit Raden Said Sukanto, atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Kota
Tangerang No. Pol : VER / 36 / II / 2014 / Resort Kota Tangerang, tertanggal dua puluh enam
bulan februari tahun dua ribu empat belas mengenai permintaan visum tersebut di atas, maka
dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal dua puluh enam bulan februari tahun dua ribu
empat belas pukul nol tujuh titik tiga puluh waktu Indonesia Bagian Barat bertempat di Ruang
Pemeriksaan Instalasi Forensik Rumah Sakit Raden Said Sukanto telah dilakukan pemeriksaan
jenazah yang menurut surat tersebut
adalah:---------------------------------------------------------------------
Nama : Fendi Pradana
-------------------------------------------------------------------------------------
Umur : 25 tahun
---------------------------------------------------------------------------------------------
Jenis Kelamin : Laki-laki
---------------------------------------------------------------------------------------------
Warga Negara : Indonesia
-------------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : Wiraswasta
-----------------------------------------------------------------------------------------
Agama :
Islam--------------------------------------------------------------------------------------------------
Alamat : Kp. Sarongge Rt. 004 / 006 Kel. Desa Wanakerta Kec. Sindang Jaya Kab.
Tangerang
-----------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------- HASIL PEMERIKSAAN
--------------------------------------------
I. PEMERIKSAAN
LUAR:-------------------------------------------------------------------------------------------
1. Label mayat terikat : tidak terdapat label mayat
-------------------------------------------------------
2. Tutup / bungkus mayat :
Sebuah kantong mayat dengan bahan terpal berwarna oranye dengan ukuran dua meter kali satu
meter, dengan resleting berwarna hitam pada bagian tengah. -----------------------
3. Perhiasan mayat :
-------------------------------------------------------------------------------------------
a. Pada jari manis tangan kiri terdapat cincin berwarna perak dengan mata cincin berbentuk
batu berwarna merah muda.
b. Pada jari tengah tangan kanan terdapat cincin berwarna perak dengan mata cincin
berbentuk batu berwarna putih.
c. Pada leher, terdapat kalung berwarna perak berbentuk rantai dengan dua buah mata
kalung permata. Mata kalung permata berbentuk cincin dengan batu berwarna cokelat dan mata
kalung kedua berbentuk oval dengan warna batu cokelat tua. ------
4. Pakaian mayat :
-----------------------------------------------------------------------------------------------
a. Sebuah baju berbahan dasar katun, berlengan pendek, berkerah, terdapat kantung tanam
pada bagian depan baju sebanyak dua buah, dengan kancing berjumlah enam buah pada sisi
depan, dua buah kancing pada bagian pundak baju sisi kanan dan kiri, dan dua buah kancing
bagian kiri dan kanan sisi lengan bawah baju. Baju berwarna dasar hitam dengan motif kotak-
kotak dengan garis-garis putih, hitam, cokelat. Terdapat dua robekan baju pada sisi dalam baju
pada daerah bawah kiri, dengan ukuran masing-masing lima milimeter. Pada sisi dalam baju,
tepat di bawah kerah, terdapat label baju dengan tulisan ’PLATINI MADE WITH CARE; dan
memiliki ukuran S.
b. Sebuah kaos dalam yang tidak berlengan, dan tidak berkerah, berbahan dasar katun,
berwarna putih tanpa ukuran dan terdapat tulisan ‘7 SWANS’ pada sisi dalam kaos
dalam.------------------------------------------------------------------------------------------------
5. Benda disamping mayat :
-----------------------------------------------------------------------------------
6. Kaku mayat : terdapat pada leher tidak mudah dilawan dan ekstermitas atas dan bawah
nmudah dilawan. ----------------------------------------------------------------------------------------------
Lebam mayat : pada punggung atas, berwarna hitam keunguan, hilang dengan penekanan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
7. Jenis kelamin laki-laki; bangsa Indonesia; berumur kira-kira dua puluh lima tahun hingga
tiga puluh tahun; kulit sawo matang; gizi kurang; panjang tubuh seratus lima puluh lima
sentimeter; berat tubuh kira-kira lima puluh kilogram hingga lima puluh lima kilogram. ----
8. Identitas khusus :
Pada lengan atas kiri, tujuh sentimeter di atas siku kiri, terdapat tato berbentuk ular, dengan
warna hitam.
9. Rambut kepala berwarna hitam, ikal, lebat, panjang dua puluh sentimeter. Alis mata
hitam, lurus, lebat, panjang nol koma lima sentimeter. Bulu mata hitam, lurus, lebat, panjang nol
koma lima sentimeter.-----------------------------------------------------------------------
10. Kedua mata tertutup. Kedua selaput bening mata jernih. Teleng mata bulat, berdiameter
lima milimeter. Warna tirai mata kanan dan kiri coklat. Selaput bola mata kanan dan kiri
berwarna putih kecokelatan. Selaput kelopak mata kanan dan kiri berwarna pucat.-------
11. Hidung simetris, tampak mancung, tidak ada krepitasi, tidak ada deviasi septum. Cuping
telinga menempel. Mulut terbuka satu koma lima sentimeter, lidah tidak terjulur.------------
12. Gigi geligi: lengkap berjumlah tiga puluh
dua.---------------------------------------------------------
13. Dari lubang mulut keluar : tidak
ada.---------------------------------------------------------------------
14. Dari lubang hidung keluar : tidak
ada.--------------------------------------------------------------------
15. Dari lubang telinga kanan : tidak
ada.--------------------------------------------------------------------
16. Dari lubang kemaluan keluar : tidak ada cairan
keluar.----------------------------------------------
17. Dari lubang pelepasan keluar : tidak ada cairan
keluar.---------------------------------------------
18. Luka –
luka :---------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Pada bokong bagian kiri atas, enam sentimeter dari garis pertengahan belakang, tiga
sentimeter di bawah taju depan tulang usus, tujuh puluh sentimeter dari tumit kaki kiri, terdapat
luka terbuka berbentuk lonjong berukuran panjang enam belas milimeter kali sepuluh milimeter
dengan arah luka dari kanan bawah ke kiri atas, dikelilingi oleh klim lecet dengan ukuran
masing-masing empat milimeter pada kanan bawah, dua milimeter kiri bawah, dua milimeter kiri
atas dan tiga milimeter pada kanan
atas.---------------------------------------------------------------------------------------
b. Pada bokong bagian kiri atas, sebelas sentimeter dari garis pertengahan belakang, tiga
sentimeter di bawah taju depan tulang usus, delapan puluh koma lima sentimeter dari tumit kaki
kiri, terdapat luka terbuka berbentuk lonjong dengan ukuran dua belas milimeter kali sepuluh
milimeter.---------------------------------------------
c. Pada lengan atas kiri, tujuh sentimeter di atas siku kiri, terdapat tato berbentuk ular,
dengan warna hitam.------------------------------------------------------------------------------------
19. Patah tulang: Tidak ditemukan.
---------------------------------------------------------------------------
20. Lain-lain :Golongan Darah :
O.-----------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan luar mayat laki-laki berusia sekitar dua puluh lima tahun ditemukan, luka pada
panggul kiri yang disebabkan luka tembak, luka memar pada punggung tangan kiri dan luka lecet
pada lutut kiri. Sebab dan mekanisme kematian belum dapat dipastikan karena belum dilakukan
pemeriksaan dalam. Perkiraan saat kematian adalah kurang dari dua belas
jam.-----------------------
Demikianlah telah kami uraikan dengan sejujur-jujurnya dan menggunakan keilmuan kami yang
sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.-
Dokter tersebut di atas,
1. dr. Slamet Poernomo, Sp. F.
2. dr. Arif Wahyono, Sp. F.
TINJAUAN PUSTAKA
I. LUKA TEMBAK
Senjata api adalah suatu senjata yang menggunakan tenaga hasil perledakan mesiu, dapat
melontarkan proyektil (anak peluru) yang berkecepatan tinggi melalui larasnya. Proyektil yang
dilepaskan dari suatu tembakan dapat tunggal berurutan secara otomatis maupun dalam jumlah
tertentu bersama-sama.
Di dalam dunia kriminal, senjata api yang biasa dipergunakan adalah senjata genggam beralur,
sedangkan senjata api dengan laras panjang dan senjata yang biasa dipakai untuk olahraga
berburu yang larasnya tidak beralur jarang dipakai untuk maksud kriminal.
Senjata genggam yang banyak dipergunakan untuk maksud kriminal dapat dibagi dalam 2
kelompok, dimana dasar pembagian berikut adalah arah perputaran`alur yang terdapat dalam
laras senjata.
a. Senjata api dengan alur ke kiri
- Dikenal dengan senjata`api tipe COLT
- Kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0,36, kaliber 0,38, dan kaliber 0,45
b. Senjata api dengan alur ke kanan
- Dikenal sebagai senjata api tipe Smith & Wesson (tipe SW)
- Kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0,22; 0,36; 0,38; 0,45; 0,46
- Dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban, yaitu adanya goresan
dan alur yang memutar kearah kanan bila dilihat dari bagian basis anak peluru.
Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam visum et repertum, tidak dibenarkan
menggunakan istilah pistol atau revolver; oleh karena perkataan pistol mengandung pengertian
bahwa senjatanya termasuk otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti anak peluru
berada dalam silinder yang akan memutar jika tembakan dilepaskan. Oleh karena dokter tidak
melihat peristiwa penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah; senjata api caliber 0,38
dengan alur ke kiri dan sebagainya.
1. Mekanisme Luka Tembak
Trauma mekanik baik itu pukulan, tikaman, atau tendangan mengakibatkan perpindahan energi
dari gerakan eksternal ke jaringan. Energi kinetik dari peluru sebagian diserap oleh jaringan
sehingga menghasilkan panas, suara dan kerusakan mekanik. Saat peluru menembus jaringan
secara keseluruhan, peluru dapat kehilangan energi kinetiknya sehingga akan mengakibatkan
jaringan yang masih intak pada pertengahan dari saluran luka. Jika mengenai otot anggota gerak,
mungkin tidak menimbulkan efek serius jika luka tembak tidak mengenai pembuluh darah
utama.
Untuk memastikan proses perpindahan energi pada jaringan, beberapa peluru didesain agar dapat
melambat atau berhenti ketika telah mengenai tubuh. Peluru berkepala lunak akan memipih saat
terjadi tembakan dan ada juga yang pecah menjadi beberapa bagian. Peluru dum – dum dan
peluru militer dengan ruangan yang berisi udara dirancang agar mengalami perubahan sehingga
saat memasuki tubuh akan terjadi efek deselerasi sehingga peluru akan berhenti dan transfer
energi akan lebih berkurang. Peluru explosive tipped yang digunakan pada pembunuhan
presiden Reagan tidak didesain untuk menghasilkan kerusakan dengan efek ledaknya yang kecil
namun terjadi deformitas sehingga akan menurunkan kecepatan peluru. Senjata didesain untuk
terbakar di ruangan yang terbatas seperti senjata untuk melawan pembajak di pesawat, mungkin
memiliki kecepatan dan terjadi deselerasi sehingga tidak terbentuk luka tembak keluar dan jarak
tembak yang terbatas agar tidak merusak kabin penumpang pesawat.
Agar anak peluru dapat berjalan stabil dalam lintasannya, permukaan dalam laras dibuat beralur
spiral dengan diameter yang sedikit lebih kecil dari diameter anak peluru, sehingga anak peluru
yang didorong ledakan mesiu, saat melalui laras, dipaksa untuk bergerak maju sambil berputar
sesuai porosnya, dan ini akan memperoleh gaya sentripetal, sehingga anak peluru tetap dalam
posisi ujung depannya di depan dalam lintasanya setelah lepas laras menuju sasaran. Alur dalam
laras dibuat dalam jumlah 4 sampai 6 alur dengan arah perputaran ke kiri (pada colt) atau ke
kanan (pada smith and wesson).
Lintasan peluru menjelaskan banyak dan cepatnya energi yang diberikan pada target. Peluru
senapan berbentuk lonjong sehingga orientasi targetnya pada jaringan tidak relevan, namun
peluru yang berbentuk kerucut dapat menghasilkan efek yang tidak tepat pada jaringan. Peluru
akan terus berguling terutama ketika telah memasuki batas jarak tempuhnya, peluru akan
bergerak menyimpang dari satu sisi ke sisi lainnya dengan gerakan melingkar sepanjang aksis
awal lintasan peluru. Walaupun terjadi deviasi, hal ini mengakibatkan lebih banyak kontak antara
peluru dengan jaringan yang menyebabkan lebih banyak transfer energi dan kerusakan jaringan
yang lebih besar. Jumlah energi kinetik yang ada pada peluru ditentukan berdasarkan formula
pembentuk dari peluru dan kecepatannya. Di kesatuan militer, peluru kecil namun memiliki
kecepatan yang tinggi untuk memaksimalkan energi sehingga kerusakan jaringan menjadi lebih
besar.
Bentuk dari kerusakan jaringannya bergantung pada kecepatan peluru. Peluru yang relatif lambat
mempunyai kecepatan 340 meter/ detik ( 1100 kaki/ detik) contohnya peluru yang tidak meledak
seperti crossbow dan peluru senapan angin dan kebanyakan peluru revolver. Kerusakan jaringan
yang dihasilkan bentuknya sedikit lebih besar dibandingkan peluru. Jaringan tersebut akan
hancur, kerusakan jaringan sekunder biasanya berupa pecahnya pembuluh darah dan struktur
lainnya ( patah atau hancurnya pada tulang dan kartilago). Dari peluru di atas dikembangkan
peluru lain dengan kecepatan 1500 meter/ detik (4800 kaki per detik). Ketika terjadi efek
benturan dengan jaringan (kekuatan sekitar ribuan kilopaskal) akan mengakibatkan kerusakan
jaringan yang lebih luas. Pada jaringan seperti otak, hati dan otot akan mengakibatkan kerusakan
jaringan yang berat dengan zona luas sepanjang saluran luka dan dapat menghasilkan kerusakan
jaringan vaskuler yang hebat.
Peluru dengan kecepatan yang tinggi dapat menghasilkan fenomena kavitas. Peluru akan
berakselerasi dengan molekul jaringan dan bergerak sentrifugal saat peluru tersebut bergerak
maju. Kavitas yang terbentuk diameternya akan lebih besar dibandingkan diameter peluru. Saat
peluru berhenti atau meninggalkan tubuh, kavitas yang terbentuk secara cepat akan menutup,
namun saluran luka akan tetap ada dengan bentuk tabung yang diameternya lebih lebar
dibandingkan dengan peluru aslinya. Peluru dengan kecepatan tinggi dari kemiliteran seperti
contohnya 980 meter/ detik (3185 kaki/ detik) memiliki efek kavitas yang paling merusak karena
tersedotnya kotoran dan bahan lainnya kedalam luka. Pada organ solid seperti otak dan hati akan
lebih berefek dibandingkan organ berongga seperti paru – paru. Kebanyakan dari kasus
penembakan diperiksa oleh pihak patologi forensik, kematian akan terjadi dengan cepat, namun
jika terjadi dengan lambat, kematian dapat diakibatkan kerusakan sekunder yang berasal dari
infark dan nekrosis setempat dari otot dan organ. Senjata dengan kecepatan yang tinggi dapat
mengakibatkan kerusakan vaskuler di daerah yang jauh dari bagian yang terkena langsung,
streching dan trombosis yang mengakibatkan iskemik dan infark.
2. Klasifikasi Luka Tembak
Yang diperlukan sebenarnya penentuan jarak tembak atau jarak antara moncong senjata dengan
targetnya yaitu tubuh korban. Berdasarkan ciri-ciri yang khas pada setiap tembakan yang
dilepaskan dari berbagai jarak, maka perkiraan jarak tembak dapat diketahui, dengan demikian
dapat dibuat klasifikasinya, antara lain :
1. Luka tembak tempel (contact wounds)
a. Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan ditembakkan. Bila tekanan
pada tubuh erat disebut “hard contact”, sedangkan yang tidak erat disebut “soft contact”.
b. Umumnya luka berbentuk bundar yang dikelilingi kelim lecet yang sama lebarnya pada
setiap bagian.
c. Di sekeliling luka tampak daerah yang bewarna merah atau merah coklat, yang
menggambarkan bentuk dari moncong senjata, ini disebut jejas laras.
d. Rambut dan kulit di sekitar luka dapat hangus terbakar.
e. Saluran luka akan bewarna hitam yang disebabkan oleh butir-butir mesiu, jelaga dan
minyak pelumas.
2. Tepi luka dapat bewarna merah, oleh karena terbentuknya COHb.
a. Bentuk luka tembak tempel sangat dipengaruhi oleh keadaan/densitas jaringan yang
berada di bawahnya, dengan demikian dapat dibedakan:
Luka tembak tempel di daerah dahi
Luka tembak tempel di daerah pelipis
Luka tembak tempel di daerah perut
b. Luka tembak tempel di daerah dahi mempunyai ciri:
Luka berbentuk bintang
Terdapat jejak laras
c. Luka tembak tempel di daerah pelipis mempunyai ciri:
Luka berbentuk bundar
Terdapat jejas laras
d. Luka tembak tempel di daerah perut mempunyai ciri:
Luka berbentuk bundar
Kemungkinan besar tidak terdapat jejas laras
2. Luka tembak jarak dekat (close range wounds)
a. Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban masih dalam jangkauan
butir-butir mesiu (luka tembak jarak dekat) atau jangkauan jelaga dan api (luka tembak jarak
sangat dekat).
b. Luka berbentuk bundar atau oval tergantung sudut masuknya peluru, dengan di
sekitarnya terdapat bintik-bintik hitam (kelim tato) dan atau jelaga (kelim jelaga).
c. Di sekitar luka dapat ditemukan daerah yang bewarna merah atau hangus terbakar.
d. Bila terdapat kelim tato, berarti jarak antara moncong senjata dengan korban sekitar
60 cm (50-60 cm), yaitu untuk senjata genggam.
e. Bila terdapat pula kelim jelaga, jaraknya sekitar 30 cm (25-30 cm).
f. Bila terdapat juga kelim api, maka jarak antara moncong senjata dengan korban
sekitar 15 cm.
3. Luka tembak jarak jauh (long range wound)
a. Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban di luar jangkauan atau
jarak tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau terbakar sebagian.
b. Luka berbentuk bundar atau oval dengan disertai adanya kelim lecet.
c. Bila senjata sering dirawat (diberi minyak) maka pada kelim lecet dapat dilihat
pengotoran bewarna hitam berminyak, jadi ada kelim kesat atau kelim lemak.
Profil Luka Tembak Masuk
1. Jarak sangat dekat (<15cm)
a. Lubang luka
b. Klim lecet
c. Klim tatto
d. Klim jelaga
2. Jarak dekat (15-30cm)
a. Lubang luka
b. Klim lecet
c. Klim tatto
3. Jarak Jauh (>60cm)
a. Lubang luka
b. klim lecet
Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru
Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang.
Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi robekan.
Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang beralur atau rifle bore),
terjadi gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan sehingga terjadi kelim lecet (abrasion
ring).
Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan diteruskan ke segala arah,
maka sewaktu anak peluru berada dan melintas dalam tubuh akan terbentuk lubang yang lebih
besar dari diameter peluru.
Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau robekan yang terjadi akan
mengecil kembali, hal ini dimungkinkan oleh adanya elastisitas dari jaringan.
Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim lecet yang terbentuk
akan sama lebarnya pada setiap arah.
Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat diketahui dari
bentuk kelim lecet.
Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk dari arah tersebut.
Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai pewarnaan
kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim kesat atau kelim lemak (grease ring/
grease mark).
Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka bentuk luka yang
terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di bawahnya mempunyai densitas besar seperti
tulang, maka sebagian tenaga dari peluru disertai pula dengan gas yang terbentuk akan
memantul dan mengangkat kulit di atasnya, sehingga robekan yang tejadi menjadi tidak
beraturan atau berbentuk bintang.
Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara diameter lubang luka
ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak lurus dengan arah masuknya peluru.
Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan robekan dangkal,
disebut bullet slap atau bullet graze.
Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk bersatu dengan luka
tembak keluar, luka yang terbentuk disebut gutter wound.
3. Luka Tembak Keluar
Jika peluru yang ditembakan dari senjata api mengenai tubuh korban dan kekuatannya masih
cukup untuk menembus dan keluar pada bagian tubuh lainnya, maka luka tembak dimana peluru
meninggalkan tubuh itu disebut luka tembak keluar. Bilamana peluru yang masuk ke dalam
tubuh korban tidak terbentur pada tulang, maka saluran luka yang terbentuk yang
menghubungkan luka tembak masuk dan luka tembak keluar dapat menunjukkan arah
datangnya peluru yang dapat disesuaikan dengan arah tembakan.
Luka tembak keluar mempunyai ciri khusus yang sekaligus sebagai perbedaan pokok dengan
luka tembak masuk. Ciri tersebut adalah tidak adanya kelim lecet pada luka tembak keluar,
dengan tidak adanya kelim lecet, kelim-kelim lainnya juga tentu tidak ditemukan. Ciri lain dari
luka tembak keluar yang dapat dikatakan agak khas, oleh karena hampir semua luka tembak
keluar memiliki ciri ini, adalah luka tembak keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak masuk
adalah :
Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu peluru berada dalam
tubuh dan membentur tulang.
Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak, misalnya karena
terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak berputar dari ujung ke ujung (end to end),
keadaan ini disebut “tumbling”.
Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan, disebut “yawing”.
Peluru pecah menjadi beberapa fragmen. Fragmen-fragmen ini menyebabkan luka
tembak keluar menjadi lebih besar.
Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut terbawa keluar, maka
fragmen tulang tersebut akan membuat robekan tambahan sehingga akan memperbesar luka
tembak keluarnya.
Pada beberapa keadaan luka tembak keluar lebih kecil dari luka tembak masuk, hal ini
disebabkan :
o Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang, sehingga
kerusakannya (lubang luka tembak keluar) akan lebih kecil, perlu diketahui bahwa
kemampuan peluru untuk dapat menimbulkan kerusakan berhubungan langsung dengan
ukuran peluru dan velocity.
o Adanya benda menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan keluar
yang berarti menghambat kecepatan peluru, luka tembak keluar akan lebih kecil bila
dibandingkan dengan luka tembak masuk.
Luka tembak keluar di daerah kepala
Bentuk luka tembak di daerah kepala dapat seperti bintang (“stellate”).
Bentuk bintang tersebut disebabkan oleh karena akibat tembakan dimana tenaganya
diteruskan ke segala arah, fragmen-fragmen tulang yang terbentuk turut terdorong keluar dan
menimbulkan robekan-robekan baru dimulai dari pinggir luka dan menyebar secara radier.
Beberapa variasi luka tembak keluar
Luka tembak keluar sebagian (partial exit wound), hal ini dimungkinkan oleh karena
tenaga peluru tersebut hampir habis atau ada penghalang yang menekan pada tempat dimana
peluru akan keluar, dengan demikian luka dapat hanya berbentuk celah dan tidak jarang peluru
tampak menonjol sedikit pada celah tersebut.
Jumlah luka tembak keluar lebih banyak dari jumlah peluru yang ditembakkan,
dimungkinkan karena :
1. Peluru pecah dan masing-masing pecahan membuat sendiri luka tembak keluar.
2. Peluru menyebabkan ada tulang yang patah dan tulang tersebut terdorong keluar pada
tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya peluru.
3. Dua peluru masuk ke dalam tubuh melalui satu luka tembak masuk (“tandem bullet
injury”), dan di dalam tubuh ke dua peluru tersebut berpisah dan keluar melalui tempat yang
berbeda.
4. Cara Pengukuran Jarak Tembak Dalam Visum Et Repertum
Bila pada korban terdapat luka tembak masuk dan tampak jelas adanya jejas laras, kelim api,
kelim jelaga atau kelim tato, maka perkiraan penentuan jarak tembak tidak sulit. Kesulitan
timbul bila tidak ada kelim-kelim tersebut selain kelim lecet.
Bila ada kelim jelaga, berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 30 cm.
Bila ada kelim tato berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 60 cm dan
seterusnya.
Bila hanya ada kelim lecet, cara pengukurannya adalah sebagai berikut : “berdasarkan
sifat lukanya luka tembak tersebut merupakan luka tembak jarak jauh”, ini mengandung arti :
1. Memang korban ditembak dari jarak jauh, yang berarti di luar jangkauan atau jarak
tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau terbakar sebagian.
2. Korban ditembak dari jarak dekat atau sangat dekat, akan tetapi antara korban dan
moncong senjata ada penghalang seperti bantal dan lain sebagainya.
3. Bila ada kelim api, berarti bahwa korban ditembak dari jarak yang sangat dekat sekali,
yaitu maksimal 15 cm.
5. Robekan Pada Pakaian Pada Luka Tembak
Pada tempat yang sesuai dengan luka tembak masuk :
1. Serat-serat pakaian akan terdorong ke dalam.
2. Bila ditembakan dari jarak dekat atau jarak sangat dekat, dapat terlihat pengotoran
bewarna hitam yang disebabkan oleh butir-butir mesiu yang tidak terbakar dan akibat jelaga
yang menempel pada pakaian.
3. Bila senjata dirawat dengan baik maka di tepi dan di bagian pakaian yang robek terdapat
pengotoran oleh minyak pelumas yang berwarna kehitaman.
Pada tempat yang sesuai dengan luka tembak keluar.:
1. Serat-serat pakaian akan terdorong keluar.
2. Di pinggir atau di sekitar robekan mungkin didapatkan pengotoran oleh darah, atau
jaringan tubuh korban yang hancur dan terbawa keluar. Seperti otak atau serpihan tulang.
3. Tepi lubang pada pakaian tampak terangkat, hal ini menunjukkan bahwa peluru keluar
melalui lubang tersebut.
B. DISKRESI KEPOLISIAN
Diskresi merupakan kewenangan polisi untuk mengambil keputusan atau memilih berbagai
tindakan dalam menyelesaikan masalah pelanggaran hukum atau perkara pidana yang
ditanganinya. Menurut Davis diskresi kepolisian is maybe defined as the capacity of police
officers to select from among a number of legal and ilegal courses of action or inaction while
performing their duties (Bailey (ed) : 1995: 206). Menurut Irsan (2001) tindakan diskresi dapat
dibedakan sbb ; (1) tindakan diskresi yang dilakukan oleh petugas kepolisian secara individu
dalam mengambil keputusan tersebut; (2) tindakan diskresi yang beradasar petunjuk atau
keputusan atasan atau pimpinanannya.
Tindakan diskresi yang diputuskan oleh petugas operasional di lapangan secara langsung pada
saat itu juga dan tanpa meminta petunjuk atau keputusan dari atasannya adalah diskresi yang
bersifat individual, sebagai contoh untuk menghindari terjadinya penumpukan arus lalu lintas di
suatu ruas jalan, petugas kepolisian memberi isyarat untuk terus berjalan kepada pengemudi
kendaaraan meskipun saat itu lampu pengatur lalu lintas berwarna merah dan sebagainya.
Adapun tindakan untuk mengesampingkan perkara, untuk menahan atau tidak melakukan
penahanan terhadap tersangka/pelaku pelanggaran hukum atau menghentikan proses penyidikan,
bukanlah tindakan diskresi individual petugas kepolisian. Tindakan tersebut merupakan tindakan
diskresi birokrasi karena dalam pengambilan keputusan diskresi berdasarkan atau berpedoman
pada kebijaksanaan–kebijaksanaan pimpinan dalam organisasi dan hal tersebut telah dijadikan
kesepakatan diantara mereka.
Manfaat diskresi dalam penanganan masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat antara lain
adalah sebagai salah satu cara pembangunan moral petugas kepolisian dan meningkatkan
cakrawala intelektual petugas dalam menyiapkan dirinya untuk mengatur orang lain dengan rasa
keadilan bukannya dengan kesewenang - wenangan. Selain pantas untuk dilakukan diskresi juga
merupakan hal yang penting bagi pelaksanaan tugas polisi karena : (1) Undang-undang ditulis
dalam bahasa yang terlalu umum untuk bisa dijadikan petunjuk pelaksanaan sampai detail bagi
petugas dilapangan, (2) Hukum adalah sebagai alat untuk mewujudkan keadilan dan menjaga
ketertiban dan tindakan hukum bukanlah satu-satunya jalan untuk mencapai hal tersebut. (3)
Pertimbangan sumber daya dan kemampuan dari petugas kepolisian.
James Q Wilson mengemukakan ada empat tipe situasi tindakan diskresi yang mungkin
dilaksanakan, yaitu : (1) police-invoked law enforcement, petugas cukup luas alasannya untuk
melakukan tindakan diskresi, tetapi kemungkinannya dimodifikasi oleh kebijaksanaan
pimpinannya; (2) citizen-invoked law enforcement, diskresi sangat kecil kemungkinan
dilaksanakan, karena inisiatornya adalah masyarakat;(3) police-invoked order maintenance,
diskresi dan pengendalian pimpinan seimbang (intermidiate), apakah pimpinannya akan
memerintahkan take it easy atau more vigorous; dan (4) citizen-invoked order maintenance,
pelaksanaan diskresi perlu dilakukan walau umumnya kurang disetujui oleh atasannya (Munro,
1977 ; 5).
Dalam kenyataannya hukum memang tidak bisa secara kaku untuk diberlakukan kepada
siapapun dan dalam kondisi apapun seperti yang tercantum dalam bunyi perundang-undangan.
Pandangan yang sempit didalam hukum pidana bukan saja tidak sesuai dengan tujuan hukum
pidana, tetapi akan membawa akibat kehidupan masyarakat menjadi berat, susah dan tidak
menyenangkan. Hal ini dikarenakan segala gerak aktivitas masyarakat diatur atau dikenakan
sanksi oleh peraturan. Jalan keluar untuk mengatasi kekuatan-kekuatan itu oleh hukum adalah
diserahkan kepada petugas penegak hukum itu sendiri untuk menguji setiap perkara yang masuk
didalam proses, untuk selanjutnya diadakan penyaringan-penyaringan yang dalam hal ini disebut
dengan diskresi.
Tiap-tiap komponen dalam sistem peradilan pidana mempunyai wewenang untuk melakukan
penyaringan atau diskresi tersebut. Diskresi diberikan baik karena berdasar peraturan perundang-
undangan maupun atas dasar aspek sosiologisnya.
Penyaringan perkara mulai pada tingkat penyidikan berupa tindakantindakan kepolisian yang
dalam praktek disebut diskresi kepolisian. Pada tingkat penuntutan, adanya wewenang jaksa
untuk mendeponir suatu perkara yang biasa disebut dengan asas oportunitas. Sedangkan pada
tingkat peradilan berupa keputusan hakim untuk bebas, hukuman bersyarat, ataupun lepas dan
hukuman denda. Pada tingkat pemasyarakatan berupa pengurangan hukuman atau remisi.
Penyaringan-penyaringan perkara yang masuk kedalam proses peradilan pidana tersebut
merupakan perwujudan dari kebutuhan-kebutuhan praktis sistem peradilan pidana, baik karena
tujuan dan asas maupun karena semakin beragamnya aliran-aliran modern saat ini, baik pada
lingkup perkembangan hukum pidana maupun kriminologi yang disadari atau tidak disadari,
langsung atau tidak langsung mempengaruhi nilai-nilai perkembangan yang ada pada
masyarakat dewasa ini.Tentunya diskresi oleh polisi itu sendiri terdapat hal-hal yang mendorong
ataupun menghambat didalam penerapannya di lapangan.
Berdasarkan hal tersebut maka apabila berbicara soal diskresi kepolisian dalam sistem peradilan
pidana, maka akan ditemukan suatu hubungan antara hukum, diskresi, kepolisian, penyidikan
dan sistem peradilan pidana. Maka pokok permasalahan yang akan dikaji pada hakekatnya
adalah bekerjanya hukum dan diskresi kepolisian itu.
Polisi mempunyai peran yang sangat besar didalam penegakan hukum pidana. Polisi sebagai
bagian dari aparat penegak hukum merupakan salah satu subsistem yang bertugas dalam bidang
penyidik dan penyelidik tindak pidana. Kedudukan Polri sebagai penegak hukum tersebut
ditetapkan dalam Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 butir (1)
dan Pasal 2 bahwa:
Pasal 1 butir (1)
“Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”.
Pasal 2
“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat”.
Dari bunyi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1 butir (1) dan Pasal 2 tersebut dapat
dilihat dengan jelas bahwa Polri dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum
mempunyai fungsi menegakkan hukum di bidang yudisial, tugas preventif maupun represif.
Sehingga dengan dimilikinya kewenangan diskresi dibidang yudisial yang tertuang dalam UU
No 2 tahun 2002 pada Pasal 18 ayat (1) bahwa “Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak
menurut penilaiannya sendiri”, maka akan menjadi masalah apabila dengan adanya diskresi ini
justru malah merangsang atau memudahkan penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi.
PEMBAHASAN
Pada hari Rabu tanggal 26 Februari 2014 pukul 06.00, telah diterima mayat seorang laki-laki
berusia 25 tahun dengan pembungkus mayat berwarna orange dan bersamaan dengan surat
permintaan visum dari Resort kota Tanggerang, dengan nomor polisi VER / 36 / II / 2014 /
Resort Tangerang.
Tertanggal 26 Februari 2014, adanya SPV berarti syarat untuk pembuatan Visum et Repertum
(VER) telah terpenuhi dan mewajibkan dokter untuk memberikan bantuan kepada pihak
penyidik sesuai dengan KUHAP pasal 179 (1): “setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai
alhi kedokteran kehakiman atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”.
Istilah Visum et Repertum sendiri tidak pernah tercantum dalam KUHAP, namun dasar hukum
pengadaannya sesuai dengan pasal 133 KUHAP ayat 1 yang berbunyi ”Dalam hal penyidik
untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.” Dan ayat 2
yang berbunyi ”Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.” Pernyataan ini sesuai dengan definisi
Visum et Reprtum, yaitu surat keterangan ahli yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis
penyidik yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia baik hidup
ataupun mati, bagian tubuh manusia, atau yang diduga bagian tubuh manusia, yang dibuat
berdasarkan keilmuannya, di bawah sumpah, demi kepentingan peradilan.
Pada pemeriksaan fisik terhadap korban berumur 48 tahun ditemukan ditemukan luka
terbuka pada daerah punggung atas kiri terdapat luka tembak masuk dengan ciri terdapat lubang
bekas anak peluru, klim lecet dengan arah peluru masuk dari kiri bawah ke kanan atas,. Pada
tungkai bawah kanan terdapat luka tembak masuk dengan ciri terdapat lubang bekas anak
peluru, klim lecet dengan arah peluru masuk dari kiri bawah ke kanan atas. Pada kasus ini polisi
menggunakan hak diskresinya dalam melakukan penangkapan pelaku dengan cara menembak
tersangka. Mengutip Pasal 18 ayat 1 UU Kepolisian Negara RI No 2 Tahun 2002, Polri dapat
bertindak menurut penilaiannya sendiri sepanjang untuk kepentingan umum dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya. Namun demikian, pelaksanaan diskresi hanya dapat
dilakukan dalam keadaan darurat tanpa menanggalkan peraturan perundang-undangan serta
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI.
KESIMPULAN
Pada pemeriksaan luar mayat laki-laki, 25 tahun, ditemukan, luka tembak pada punggung atas
kiri dan tungkai kanan bawah. Sebab kematian belum dapat dipastikan karena belum dilakukan
bedah jenazah.
LAMPIRAN
Surat Permintaan Visum Et Revertum
Foto Hasil Pemeriksaan
1. Pakaian Mayat
2. Luka-luka
DAFTAR PUSTAKA
1. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I.
Cetakan II. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI. 1997.
2. Staf pengajar FKUI. Teknik Autopsi Forensik. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FKUI.
Cetakan IV, Jakarta 2000
3. Perundang-Undangan & Aturan Republik Indonesia Terkait Kegiatan Kedokteran
Forensik & Medikolegal. Cetakan I. Bagian Kedokteran Forensik Dan Medikolegal Rumkit
Puspol RS Sukanto Jakarta, 2010.
4. Golden, G C, Tipton dan Scott. Immersion, Near Drowning and Drowning. British
journal of Anesthesia. Diunduh dari : http://bja.oxfordjournals.org/content/79/2/214.full.pdf
5. Staf pengajar usu. TANATOLOGI. Diunduh dari
ocw.usu.ac.id/course/download/1110000120.../gis156_slide_tanatologi.pdf