RESTRUKTRURISASI KREDIT BERMASALAH SEBAGAI UPAYA ...
Transcript of RESTRUKTRURISASI KREDIT BERMASALAH SEBAGAI UPAYA ...
RESTRUKTRURISASI KREDIT BERMASALAH SEBAGAI UPAYA
PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DAN AKIBAT HUKUM
YANG TIMBUL MENURUT PERATURAN OJK (POJK) NOMOR 42/
POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PENYUSUNAN DAN
PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN
BANK BAGI BANK UMUM
JURNAL
Oleh:
TAHI BERDIKARI SITORUS
120200088
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
ABSTRAK
RESTRUKTRURISASI KREDIT BERMASALAH SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DAN AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL MENURUT PERATURAN
OJK (POJK) NOMOR 42/ POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI BANK
UMUM
Tahi Berdikari Sitorus*)
Prof. Dr. Sunarmi,SH.,M.Hum**)
Tri Murti Lubis,SH.,MH***)
Pemberian kredit terhadap rakyat merupakan salah satu indikator pemeliharaan kepercayaan pemberi kredit dengan nasabah kredit. Salah satu lembaga pemberi kredit adalah bank. Bank adalah lembaga penghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Dalam menjalankan kegiatannya, bank sering kali dihadapkan pada kredit bermasalah dalam pengembalian dana kredit. Maka untuk menyelamatkan kredit, dilakukan upaya restrukturisasi kredit. Restrukturisasi kredit dilakukan dengan cara menata ulang isi perjanjian pokok. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau doktriner yaitu ditekankan pada penggunaan data sekunder. Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen (Documentary Study) dan wawancara (Interview). Lokasi penelitian berada di Bank Sumut Balige, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara.
Restrukturisasi kredit diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati- hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank umum, pada Peraturan OJK Nomor 42/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Atau Pembiayaan Bank Bagi Bank Umum dirujuk pada Pasal 3 tentang penyelesaian kredit bermasalah dan Pasal 4 yang mencakup tentang kewajiban bank mematuhi ketentuan pedoman pengelolaan kredit. Dalam restrukturisasi kredit didukung oleh penanganan kredit secara profesional. Hambatan restrukturisasi antara lain debitur yang tidak kooperatif dan tidak transparan, bank tidak didukung data usaha debitur, dan bank kesulitan mengawasi usaha debitur. Bank Sumut Cabang Balige dalam menyelesaikan kredit bermasalah lebih mengutamakan upaya restrukturisasi. Hal ini dilihat dari 13 kasus, 6 kasus diupayakan melalui restrukturisasi kredit. Hal ini disebabkan restrukturisasi kredit dianggap lebih efisien dalam mengatasi kredit bermasalah karena tidak membutuhkan waktu yang lama dan merupakan langkah win- win solution, artinya tidak ada pihak yang dirugikan jika dijalankan sesuai dengan ketentuan.
Kata kunci: Restrukturisasi Kredit, Penyelamatan Kredit
*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II
ABSTRACT RESTRUCTURED CREDIT PROBLEM AS A RESOLUTION OF CREDIT CREDIT
PROBLEM AND THE LOSS OF OBLIGATIONS BY OJK REGULATION NUMBER 42 / POJK.03 / 2017 CONCERNING THE LIABILITY FOR PREPARATION AND IMPLEMENTATION OF RURAL POLICY OR FINANCING OF BANKS FOR
COMMERCIAL BANKS
Tahi Berdikari Sitorus*)
Prof. Dr. Sunarmi,SH.,M.Hum**)
Tri Murti Lubis,SH.,MH***)
Provision of credit to the people is one of the indicators of maintaining the trust of lenders with credit customers. One of the lending institutions is the bank. The Bank is the institution of collecting public funds and channeling funds back to the community in the form of credit. In carrying out its activities, banks are often confronted with problem loans in credit refunds. So to save the credit, credit restructuring efforts. Credit restructuring is done by rearranging the content of the principal agreement. The research conducted is normative or doctrinal legal research that is emphasized on the use of secondary data. Researchers use data collection tools in the form of Library Studies or Documentary Study (Documentary Study) and interview (Interview). The research location is located in Bank Sumut Balige, Tobasa Regency, North Sumatera Credit restructuring is stipulated in Bank Indonesia Regulation Number 14/15 / PBI / 2012 concerning Asset Quality Rating for Commercial Banks, OJK Regulation Number 11 / POJK.03 / 2015 concerning Prudential Provisions in the Framework of National Economic Stimulus for Commercial Banks in OJK Regulation Number 42 / POJK.03 / 2017 concerning Obligation of Bank Indonesia Credit or Financing Credit Policy and Procedure for Commercial Banks referred to in Article 3 concerning the settlement of non-performing loans and Article 4 covering the obligation of banks to comply with the provisions of credit management guidelines. In credit restructuring supported by professional credit handling. Barriers to restructuring include uncooperative and non-transparent debtors, banks are not supported by debtor business data, and banks have difficulty overseeing the debtor's business. Bank Sumut Balige Branch in finishing problem loans prioritize restructuring efforts. This is seen from 13 cases, 6 cases attempted through credit restructuring. This is because credit restructuring is considered more efficient in overcoming problem loans because it does not take a long time and is a win-win solution, meaning that no party is harmed if run in accordance with the provisions. Keywords: Credit Restructuring, Credit Rescue *) Student of Faculty of Law University of North Sumatera **) 1st Thesis Adviser of Law University of North Sumatera ***) 2nd Thesis Adviser of Law University of North Sumatera
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menjalankan kegiatannya di bidang usaha penyaluran kredit, bank
dihadapkan pada permasalahan risiko yaitu risiko pengembalian kredit sehubungan dengan
adanya jangka waktu antara pencairan kredit dengan pembayaran kembali. Kemungkinan
bagi nasabah debitur untuk melakukan wanprestasi masih terbuka. Bentuk wanprestasi
tersebut seperti kondisi dimana kredit yang telah disalurkan bank kepada nasabah debitur
ternyata tidak dapat dibayarkan kembali kepada pihak bank oleh nasabah debitur tepat pada
waktu yang telah diperjanjikan meliputi pinjaman pokok beserta bunga yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak. Wanprestasi yang mungkin dilakukan oleh nasabah debitur yang
melakukan perjanjian dengan bank ada empat macam yaitu:1
1. Tidak melakukan apa- apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Kredit dengan kolektibilitas lancar adalah masuk dalam kriteria Perporming Loan,
sedangkan kredit dengan kolektibilitas dalam perhatian khusus kurang lancar diragukan,
kredit macet masuk dalam kriteria kredit bermasalah (non- performing loan). Meskipun
memenuhi kriteria lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, dan diragkan, namun
apabila menurut penilaian keadaan usaha peminjam diperkirakan tidak mampu untuk
mengembailkan sebagian atau seluruh kewajibannya, maka kredit tersebut harus
digolongkan pada kualitas yang lebih rendah.2
Melihat hal tersebut, penulis tertarik untuk menggali dan mengulas lebih dalam lagi
tentang pelaksanaan restrukturisasi kredit bermasalah sebagai upaya penyelamatan kredit
bermasalah. Masalah tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul:
“Restrukturisasi Kredit Bermasalah Sebagai Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah dan
Akibat Hukum yang Timbul Menurut Peraturan OJK (POJK) Nomor 42/POJK.03/2017
Tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Atau Pembiayaan
Bank Bagi Bank Umum”.
1 R. Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: PT. Intermasa. 1979), hal. 45
2 Hermansyah, SH.M.Hum, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Fajar Interpratama
Mandiri), hal. 66
I. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kriteria Yang Menjadi Syarat Agar Dapat Dilakukan Restrukturisasi
1. Restrukturisasi dan Objek Restrukturisasi
Restrukturisasi merupakan langkah strategis yang universal. Tindakan ini menjadi
jalan keluar yang berlaku dalam lingkup sebuah sistem organisasi, dimanapun dan
kapanpun setiap kali unit- unit usaha (termasuk perbankan dan lain- lain) menghadapi
permasalahan- permasalahan financial. Berdasarkan etimologis kata, restrukturisasi berasal
dari kata re yang dalam bahasa Inggris artinya adalah mengulang. Sedangkan struktur
adalah susunan. Maka secara umum, restrukturisasi dapat diartikan sebagai upaya untuk
menata kembali. Hal ini sesuai dengan pengertian restrukturisasi dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Adapun yang menjadi objek dari restrukturisasi adalah struktur itu
sendiri. Struktur yang dimaksud dalam hal ini mencakup perubahan struktur organisasi,
manajemen, operasional, sistem dan prosedur, keuangan, aset, utang, pemegang saham,
legal dan sebagainya.3
Restrukturisasi kredit sangat memungkinkan usaha debitur terus berjalan. Solusi ini
dianggap terbaik saat ini sebab disamping menyelamatkan dana perbankan dan
menyelamatkan usaha debitur juga memberikan manfaat bagi masyarakat pada umunya.
Karena penyelamatan kredit dapat ikut mendukung recovery ekonomi nasional. Dengan
melakukan restrukturisasi kredit, akan memberikan manfaat sebagai berikut : 4
1. Terhindar dari kebangkrutan. Penghindaran ini penting sebab publisitas yang
berkaitan dengan kebangkrutan sangat merugikan bagi usaha yang ada.
2. Dengan demikian akan mengurangai ketidakpastian bagi debitur.
3. Pilihan restrukturisasi kredit adalah fleksibel dan dapat dimodifikasi setelah
pembicaraan dilakukan antara pihak manajemen debitur dengan kreditur.
4. Pembayaran bunga segera dapat diterima oleh debitur dan kemungkinan juga pokok
pinjaman.
5. Kreditur memiliki fleksibelitas, mereka tetap mempunyai hak untuk melikuidasi
perusahaan bila pyoksi-proyeksi tidak terpenuhi.
3 Masyhud Ali, Restrukturisasi Perbankan & Dunia Usaha (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
2002) hal. 191 4 Antonius Ketut, Restrukturisasi KreditManfaat dan Kendala yang Dihadapi Bagi dan Oleh
Perbankan, Worpress. http://antoniusketut.wordpress.com/manfaat-restrukturisasi-kredit diakses pada 9 April
2018
2. Jenis- Jenis Restrkturisasi
Berikut beberapa jenis restruturisasi yang sering dilakukan dalam dunia usaha: 5
1. Restrukturisasi bisnis, merupakan penataan kembali rantai bisnis dengan tujuan
untuk meningkatkan daya saing. Beberapa bentuk restrukturisasi bisnis dapat
dijalankan dengan cara seperti:
a. Melakukan joint operation, yaitu melibatkan rekanan baik dalam atau luar negri untuk
bekerjasama dalam mengerjakan proyek yang sama;
b. Mengimplementasikan strategic alliances yang menjadi upaya kerjasama untuk
meningkatkan efisiensi dalam hal jaringan pemasaran, seperti yang dilakukan
beberapa operator penerbangan, yaitu melakukan kerjasama dalam pelayanan jasa
di industri aviasi;
c. Menerapkan sistem strategic business unit yang bertujuan melakukan pemecahan
bisnis ke dalam unit-unit bisnis kecil;
d. Melaksanakan tindakan regrouping, yaitu upaya penyehatan dengan
mengelompokan bisnis yang terkait menjadi satu;
e. Melakukan divestasi pada salah satu SBU yang ada dibawahnya, dimana divestasi
dalam konteks ini adalah melepas atau menghentikan operasi unit bisnis yang tidak
menjanjikan;
f. Alternatif terakhir dalam restrukturisasi bisnis yaitu melakukan likuidasi, yaitu
tindakan menutup unit bisnis atau perusahaan bersangkutan.
2. Restrukturisasi keuangan adalah penataan kembali struktur keuangan untuk
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan
diantaranya:
a. Rescheduling atau penjadwalan kembali pembayaran bunga dan pokok
pinjaman;
b. Mengubah statsu utang menjadi modal sendiri (a debt composition change);
c. Melakukan management buyout (MBO) untuk memberi hak kepada karyawan
dan manajemen, agar dapat membeli dan menjual saham perusahaan ke publik.
3. Restrukturisasi manajemen dan organisasi adalah penataan kembali manajemen
dan struktur organisasi perusahaan, seperti penataan struktur organisasi agar
menjadi lebih ramping. Hal ini dilakukan dengan mengurangi jumlah unit-unit bisnis
yang tidak penting tetapi tetap mempertahankan bisnis inti (downscoping), atau juga
dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah karyawan secara langsung (downsizing).
Restruturisasi organisasi juga dapat diterapkan dengan mengubah struktur
5 Cita Yustisia, Merger, Konsolidasi, Akuisisi & Pemisahan Perusahaan (Jakarta: Visimedia, 2011)
hal. 42
manajemen (reorganisasi), termasuk merombak jumlah dan susunan dewan
komisaris, atau melakukan perubahan pada status perusahaan itu sendiri. 6
Di dalam dunia perbankan sendiri terdapat empat jenis atau model restrukturisasi
terhadap kredit bermasalah, yaitu:7
1. Reschedulling
Reschedulling adalah upaya untuk memperpanjang jangka waktu dalam
pengembalian hutang atau penjadwalan kembali terhadap hutang debitur pada
pihak kreditur. Dan ini biasanya dengan cara memberikan tambahan waktu lagi
kepada debitur di dalam melakukan pelunasan hutangnya.
2. Debt To Asset Swap
Debt To Asset Swap merupakan pengalihan harta yang dimiliki oleh pihak debitur
dimana pihak debitur sudah tidak sanggup lagi untuk melunasi kewajibannya lagi
kepada pihak-pihak yang memberi pinjaman kepadanya. Dan pengalihan harta atau
aset yang dimiliki oleh debitur ini ditujukan untuk dikuasai oleh kreditur, pihak bank,
atau BPPN. Penguasaan atas aset ini bersifat sementara waktu saja, yaitu sampai
nanti betul-betul terjual dan dapat dipakai untuk melunasi hutang debitur.
3. Debt To Equity Swap
Debt To Equity Swap merupakan suatu langkah yang diambil oleh pihak kreditur
karena kreditur tersebut melihat dan mengamati bahwa perusahaan dari debitur
yang mengalami masalah keuangan tersebut mempunyai nilai ekonomi yang
sangat bagus di masa yang akan datang, dan ini merupakan cara yang bagus bagi
kreditur untuk menambah laba, yaitu dengan cara reklasifikasi tagihan debitur
menjadi penyertaan.
4. Hair Cut
Hair Cut merupakan potongan atau pengurangan atas pembayaran bunga dan
hutang yang dilakukan oleh pihak debitur. Pihak kreditur menyetujui restrukturisasi
hutang debitur dengan metode hair cut karena untuk mengantisipasi kerugian yang
lebih besar jika pihak debitur tidak dapat membayar hutangnya yang terlampau
besar tersebut, misalnya hutang debitur tersebut tidak dapat lagi terbayar
6 Dr. Sulaeman Rahman Nidar, Manajemen Keuangan Perusahaan Modern (Jakarta: Widya
Advertesing, 2015) hal. 52 7 Prof Dr Kamaludin, SE., MM, Restrukturisasi, Merger & Akuisisi (Bengkulu: Cv. Mandar Maju,
2015) hal. 57
semuanya, jika hal ini sampai terjadi maka pihak kreditur akan mengalami kerugian
yang cukup membawa pengaruh dalam dunia usahanya. Sedangkan jika dilihat dari
pihak debitur, debitur sangat senang karena kewajibannya dapat berkurang
sehingga beban yang harus dikeluarkan perusahaan pun dapat ditekan.
3. Alasan Dilakukan Restrukturisasi Pada Kredit Bermasalah
Restrukturisasi hanya dapat dilakukan terhadap apabila terhadap debitur terdapat
alasan- alasan sebagai berikut: 8
1. Debitur merupakan aset nasional atau terlalu banyak kepentingan publik di
dalamnya sehingga harus dipertahankan.
2. Kelangsungan usaha debitur masih bisa menjanjikan pengembalian utang di masa
yang mendatang.
3. Tingkat pengembalian dengan usaha restrukturisasi masih lebih baik dibandingkan
dengan eksekusi jaminan atau proses kepailitan.
4. Dalam hal terdapat banyak kreditur dengan berbagai macam fasilitas pinjaman,
terdapat kesepakatan mayoritas kreditur untuk menyamakan persepsi dalam
merestrukturisasi utang debitur.
5. Kreditur ikut berkontribusi dalam masalah- masalah yang dihadapi oleh debitur atau
turut serta menjadikannya tidak mampu untuk mengembalikan utang.
6. Dokumentasi transaksi pembiayaan mengandung banyak kelemahan sehingga sulit
untuk menjamin tingkat pengembalian yang wajar.
7. Dukungan pemerintah Indonesia
8. Litigasi atau penyelesaian sengketa tidak menjamin tingkat pengembalian yang
tinggi dan waktu yang cepat.
4. Keunggulan dan Kelemahan Restrukturisasi
Beberapa keunggulan restrukturisasi kredit adalah sebagai berikut: 9
1. Waktu yang lebih efisien. Berbeda dengan proses penyelesaian kredit, restrukturisasi
kredit lebih singkat jangka waktunya. Sedangkan jika menempuh langkah penyelesaian
kredit, maka akan memakan waktu yang lama karena dilakukan melalui berbagai proses
pengadilan.
8 Lindia Halim, Restrukturisasi Utang Untuk Mencegah Kepailitan, Tesis (Medan: Program Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008) hal. 83 9
Dr. Ahmad Subagyo, SE, MM, Teknik Penyelesaian Kredit Bermasalah (Jakarta: Mitra
Wacanamedia, 2015) hal. 92
2. Solusi bagi debitur yang beritikad baik. Banyak debitur yang pada dasarnya ingin
melunasi kreditnya. Namun mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya yang
berdampak pada kreditnya menjadi macet. Maka pihak bank memberikan solusi kepada
debitur yang beritikad baik melalui langkah restrukturisasi.
3. Merupakan langkah win- win solution yang artinya memberikan keuntungan bagi kedua
pihak. Dengan restrukturisasi kredit, kredit akan tetap berlanjut dan tidak akan ada
pihak yang mengalami kerugian melalui langkah restrukturisasi kredit ini.
4. Pilihan restrukturisasi yang fleksibel, sehingga debitur dapat membicarakan kondisi
keuangannya pada pihak debitur untuk memodifikasi struktur perkreditannya.
Selain keunggulan, ternyata tindakan restrukturisasi kredit ternyata juga mempunyai
kelemahan dalam pelakasanaannya. Diantaranya sebagai berikut:10
1. Pihak debitur melakukan restrukturisasi hanya sebagai cara untuk menghindari
penjualan jaminan kredit melalui lelang. Setelah restrukturisasi diterima oleh pihak bank,
namun masih saja kredit yang seharusnya dibayarkan oleh debitur tetap mengalami
kemacetan.
2. Kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan restrukturisasi, sehingga celah ini
dimanfaatkan beberapa pihak untuk berbuat curang. Perbuatan curang ini dilakukan
antara debitur dengan petugas bank yang menangani restrukturisasi. Caranya adalah
debitur memberikan keuntungan pribadi kepada petugas bank untuk dapat menerima
pengajuan restrukturisasinya sementara keadaan yang sebenarnya tidak mungkin
dilakukan restrukturisasi terhadap kredit debitur yang bermasalah.
3. Inkonsistensi pengaturan restrukturisasi, pada tahun 2015, OJK mengeluarkan aturan
Nomor 11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati- hatian dalam Rangka Stimulus
Perenomian Nasional Bagi Bank Umum. Di dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa
dalam melaksanakan restrukturisasi kredit hanya diperlukan satu pilar saja yang
sebelumnya menggunakan tiga pilar. Namun aturan ini hanya berlaku dua tahun, yang
mana pada tanggal 1 Agustus 2017 aturan ini dicabut dan pelaksanaan restrukturisasi
kredit kembali menggunakan tiga pilar.
5. Kriteria yang Harus Dipenuhi Debitur Agar Dapat Dilakukan Restrukturisasi Kredit
Pelaksanaan restrukturisasi kredit tidak diperuntukkan untuk semua debitur yang
kreditnya bermasalah. Restrukturisasi kredit diperuntukkan untuk kasus- kasus tertentu,
misalnya sebagai berikut: 11
10
Ibid. hal. 95
1. Terjadi penurunan sumber pendapatan yang tidak terlalu drastis, sehingga hanya
dengan memperpanjang waktu pinjaman, angsuran baru yang sesuai dengan
kemampuan barunya dapat terpenuhi.
2. Sama dengan nomor 1, namun pilihannya bunga yang diturunkan, dan pilihan ini
sangat jarang diberikan pihak Bank.
3. Terjadi penurunan sumber pendapatan secara drastis, sehingga angsuran yang
sesuai dengan kemampuan barunya sangatlah turun jauh sehingga dilakukan
perpanjangan waktu sekaligus menurunkan bunga pinjamannya.
4. Hal ini diberikan kepada debitur yang mengalami kebakaran atau bencana alam,
namun hanya sedikit modal usahanya terbakar atau rusak akibat bencana alam,
biasanya maksimal hanya 6 bulan.
5. Sama dengan nomor empat, hanya saja hampir seluruh modal usahanya terbakar
atau rusak akibat bencana alam, biasanya maksimal hanya 3 bulan.
B. Akibat Hukum yang Timbul Setelah Restrukturisasi
1. Restrukturisasi Sebagai Salah Satu Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah
Restrukturisasi kredit bermasalah adalah suatu upaya penyelamatan kredit
perbankan dan juga upaya menyehatkan kembali keuangan nasabah kredit termasuk
penyehatan aset bank sehingga dengan lancarnya kembali pembayaran kredit oleh debitur
maka akan menciptakan suatu penyelamatan dan penyehatan di kedua sisi yaitu bank
sebagai pihak kreditur dari segi penyelamatan kredit dan penyehatan aset bank dan dari sisi
nasabah kredit penyehatan kembali kelangsungan usahanya sehingga dapat berjalan
sebagaimana mestinya. 12
Dalam praktiknya, penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan para pihak bank
dilakukan dengan dua cara, yaitu negosiasi dan litigasi. Namun, tetap diakui bahwa kedua
alternatif tersebut terlepas dari adanya bank- bank yang melakukan penagihan kredit
bermasalah dengan menggunakan jasa debt collector yang merupakan bukan pihak yang
berwenang untuk melakukan tindakan tersebut. 13
Penyelesaian dengan cara negosiasi ini dilakukan terhadap debitut yang usahanya
masih berjalan meskipun tersendat- sendat, mampu membayar bunga kredit meskipun
11
http://infokreditbank.blogspot.co.id/2016/02/restrukturisasi-kredit.html diakses pada 5 April 2018 12 Johannes Ibrahim, Aneka Jenis Perjanjian Kredit Perbankan, (Surabaya: Mitra Ilmu, 2010) hal. 69 13 Hasanuddin Rahman, Aspek- aspek Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1998) hal. 128
kemampuannya telah melemah dan tidak mampu membayar angsurannya. Bahkan tehadap
debitur yang usahanya sudah tidak berjalanpun dapat dilakukan negosiasi. 14
2. Akibat Hukum yang Timbul dari Restrukturisasi Kredit
Dengan terjadinya restrukturisasi kredit bermasalah maka akibat hukumnya adalah
akan terjadi perubahan kesepakatan antara pihak bank yang dalam hal ini disebut kreditur
dan nasabah kredit disebut sebagai debitur. Perubahan tersebut dibuat pihak kreditur dan
debitur dalam bentuk kesepakatan- kesepakatan baru dalam restrukturisasi kredit
bermasalah. Ketentuan yang dimaksud yaitu tata cara pembayaran kredit, jadwal
pembayaran, besarnya jumlah angsuran kredit yang harus dibayarkan debitur kepada pihak
kreditur dan juga hak dan kewajiban lainnya dari kreditur dan debitur yang atas kesepakatan
bersama akan dituangkan ke dalam suatau akta perjanjian kredit yang baru dalam upaya
pelaksanaan penyelesaian kredit bermasalah tersebut. 15
Pelaksanaan restrukturisasi kredit bermasalah oleh bank selaku kreditur terhadap
nasabah peminjam selaku debitur mengakibatkan terjadinya perubahan klausul tentang hak
dan kewajiban yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Hal ini berarti
terjadi pembaharuan perjanjian kredit telah terlebih dahulu dilakukan negosiasi diantara
kreditur dan debitur untuk menyepakati tata cara, syarat dan ketentuan yang harus dipatuhi
dan dilaksanakan oleh pihak bank selaku kreditur maupun nasabah peminjam selaku
debitur. 16
3. Alternatif Lain Penyelamatan Kredit Bermasalah Apabila Restrukturisasi
Dinyatakan Gagal
Upaya restrukturisasi dapat diajukan debitur sebanyak dua kali. Namun jika tetap
gagal maka alternatif lain yang dapat dilakukan misalnya sebagai berikut ini: 17
1. Penjualan aset jaminan ataupun non jaminan di bawah tangan. Penjualan aset
jaminan ataupun non jaminan di bawah tangan dilakukan sukarela oleh debitur,
upaya ini dilakukan dengan cara dilelang namun tidak melibatkan pihak
pengadilan.
14 Ibid. 15
Iswi Haryani, SH.MH, Hapus Bunga & Hapus Tagih (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2009) hal. 112 16
Hasanuddin Rahman, Aspek- aspek Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1998) hal. 97 17
Mangatur Nainggolan, Strategi Pengelamatan Kredit Macet, Wordpress.
https://wordpress.com//mangaturnainggolan.co.id/2016 diakses pada 14 April 2018
2. Face Out. Penyelamatan kredit dengan mengalihkan/ menjual hak tagih terhadap
debitur kepada kreditur lain yang dalam hal ini umumnya adalah bank atau
perusahaan finansial lain yang kegiatan usahanya adalah mengelola kredit.
3. Penyertaan Sementara Bank (PSB). Penyertaan Sementara Bank (PSB) adalah
penyertaan modal oleh bank pada perusahaan debitur untuk mengatasi
kegagalan kredit termasuk penanaman dalam bentuk surat utang konversi
wajib dengan opsi saham atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank
memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan tertentu.
4. Perjanjian Penyelesaian Hutang (PPH). Perjanjian yang dibuat antara debitur
dengan bank yang menyatakan hutang debitur akan diselesaikan dengan
melakukan sejumlah pembayaran/ penyerahan aset yang telah disepakati antara
debitur dan bank.
C. IMPLEMENTASI RESTRUKTURISASI KREDIT BERMASALAH MENURUT
PERATURAN OJK NOMOR 42/POJK.03/2017 DAN PERATURAN LAIN YANG
TERKAIT
1. Pengaturan Pelaksanaan Kredit Bermasalah
Pada tahun 2012 Bank Indonesia mengeluarkan petunjuk dan pedoman tentang tata
cara penyelamatan kredit melalui restrukturisasi kredit yaitu dengan berpedoman kepada
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset
Bank Umum. Beberapa kebijakan dalam penyelamatan kredit macet berdasarkan
peraturan tersebut pada Pasal 52 dan 53, yaitu sebagai berikut:
Pasal 52
Bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/ atau bunga kredit;
b. Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah
kredit dirsetrukturisasi.
Pasal 53
Bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk:
b. Memperbaiki kualitas kredit;
c. Menghindari peningkatan pembentukan PPA tanpa memperhatikan kriteria debitur
sebagaimana dimaksud Pasal 52.
Dalam Peraturan OJK Nomor 42/ POJK. 03/2017 tidak menyebutkan secara
langsung tentang pelaksanaan restrukturisasi kredit. Tapi dirujuk pada Pasal 3 bahwa
kebijakan perkreditan bank paling sedikit memuat dan mengatur hal pokok sebagaimana
ditetapkan dalam Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan Bank
sebagai berikut:
1. Prinsip kehati- hatian dalam perkreditan, hal ini sejalan dengan analisa terhebih
dahulu terhadap debitur sebelum melakukan restrukturisasi.
2. Organisasi dan manajemen perkreditan, pedoman ini menjadi hal yang distruktur
ulang ketika melaksanakan restrukturisasi kredit bermasalah.
3. Kebijakan persetujuan kredit atau pembiayaan.
4. Dokumentasi dan administrasi kredit. Telah dijelaskan pada Bab III bahwa salah satu
alasan melakukan restrukturisasi kredit adalah untuk dokumentasi kredit.
5. Pengawasan kredit, ini dilakukan untuk mengantisipasi kredit bermasalah melalui
perilaku debitur.
6. Penyelesaian kredit, merupakan langkah untuk menuntaskan permasalahan kredit.
Hal ini dilakukan dengan dua cara, yaitu penyelematan kredit dan pengakhiran kredit.
Terkait dengan sanksi pidana yang diberikan apabila penanganan restrukturisasi
kredit ini dilakukan tidak sesuai prosedur tercantum dalam Pasal 49 ayat 1 Undang- undang
Nomor 10 Tahun 1998:
“Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau
proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank;
b. Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya
pencatatan dalam pembukuan atau laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan
adanya suatau pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun
dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut diancam dengan
pidana penjara sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta denda sekurang- kurangnya Rp 10.000.000.000 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000 (dua tarus miliar rupiah).”
2. Tata Cara Pelaksanaan Restrukurisasi Kredit
Untuk dapat melakukan restrukturisasi kredit, ada syarat- syarat yang harus
dipenuhi, syarat- syarat tersebut antara lain:
1. Debitur mengalami kesulitan dalam hal melakukan pembayaran pokok dan/atau
bunga, namun mempunyai kemauan yang kuat untuk membayar.
2. Telah dilakukan analisa ulang terhadap kondisi usaha atau keuangan debitur
oleh Analis Kredit dan telah disetujui oleh Loan Committee.
3. Semua administrasi yang menyangkut kredit atas nama Debitur harus lengkap
dan benar serta telah diperiksa oleh Legal Officer.
4. Debitur telah menandatangani perjanjian atau akad Restrukturisasi Kredit.
Setelah syarat- syarat di atas telah dipenuhi, debitur menyerahkan surat permohonan
restrukturisasi kredit kepada pihak yang berwenang melakukan restrukturisasi di bank
tersebut. Yang berwenang untuk melakukan restrukturisasi kredit adalah Direksi
berdasarkan Memo Intern yang diajukan oleh Manager Bisnis. Direksi berwenang
memberikan kebijaksanaan terhadap jumlah Kredit yang harus dibayar oleh Debitur
termasuk jangka waktu, suku bunga dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Restrukturisasi
Kredit tersebut. Perkembangan penanganan kredit yang direstrukturisasi harus dilaporkan
oleh Manager Bisnis kepada Direksi dan/atau Dewan Komisaris secara berkala. Hak dan
kewajiban debitur serta persyaratan lainnya dalam rangka restrukturisasi harus dituangkan
dalam perubahan (addendum) perjanjian kredit secara tertulis.
3. Faktor- faktor Pendukung dan Penghambat dalam Upaya Penyelamatan Melalui
Restrukturisasi
Dalam pelaksanaan restrukturisasi ada beberapa faktor yang menjadi faktor
pendukung. Faktor pendukung dari internal bank yaitu para pegawai kredit bank yang
profesional siap membantu debitur dalam melakukan restrukturisasi dan siap memberikan
alternatif serta masukan yang lebih baik terhadap masalah yang dihadapi debitur sehingga
debitur memiliki opsi dalam mengatasi permasalahan yang ada.
Namun restrukturisasi kredit ini bukanlah tanpa hambatan. Faktor- faktor
penghambat restrukturisasi kredit antara lain: 18
1. Debitur sulit untuk diajak bekerjasama. Contohnya seperti pada saat
melakukan pemanggilan dan kemudian dilakukan peringatan sebanyak 3 (tiga)
kali oleh bank yang bertujuan untuk memberitahukan kepada debitur bahwa
kondisi kreditnya dalam kolektibilitas macet, akan tetapi debitur tidak
menghiraukannya artinya dalam hal ini debitur tidak beritikad baik.
2. Tidak adanya keterbukaan debitur pada saat dilakukan negosiasi oleh bank.
Dalam hal ini, debitur ingin memperoleh keringanan yang maksimal sedangkan
18
Rizal Mahmudin, Kendala Restrukturisasi, Ekonomi Akurat. https://ekonomi.akurat.co.id/-read-
empat-kendala-kreditkumkm diakses pada 10 Paril 2018
bank mencoba untuk mencapai kesepakatan yang paling baik dari negosiasi agar
tidak merugikan pihak bank maupun debitur.
3. Bank mengalami kesulitan dalam melakukan pendekatan terhadap debitur
karena sikap debitur yang tidak kooperatif. Dapat dilihat bahwa debitur
tidak mau diajak bernegosiasi untuk melakukan restrukturisasi kredit.
4. Isi putusan restrukturisasi yang telah disepakati bersama antara kreditur
dengan debitur tidak dijalankan sesuai dengan kesepakatan. Contohnya seperti
kewajiban untuk membayar angsuran tidak dibayarkan sesuai dengan apa yang
telah disepakati. Hal ini menunjukkan tidak adanya itikad baik debitur,
padahal sebenarnya isi putusan tersebut membantu debitur untuk
menyelamatkan kreditnya.
5. Restrukturisasi kredit tidak didukung dengan informasi mengenai dokumen
yang lengkap tentang usaha debitur. Seharusnya data- data yang diperlukan
dalam proses restrukturisasi harus sesuai dengan kenyataan yang telah dipaparkan
sebelumnya oleh debitur pada saat dokumentasi restrukturisasi.
6. Bank mengalami kesulitan untuk melakukan pengawasan terhadap usaha
debitur maupun kondisi keuangan debitur secara langsung. Karena bank tidak
dapat meninjau dan mengawasi perkembangan usaha debitur secara terus
menerus.
4. Analisis Pelaksanaan Restrukturisasi Pada Bank Daerah Sumatera Utara (Bank
Sumut) Cabang Balige Tobasa
Dari informasi yang penulis dapatkan dari staf Administrasi Kredit Bank Sumut
Cabang Balige, dikatakan bahwa pada saat penulis melakukan penelitian ini telah
berlangsung 13 kasus kredit bermasalah. Dapat penulis identifikasi mengenai sebab- sebab
terjadinya kredit bermasalah dari golongan debitur di Bank Sumut Cabang Balige Tobasa
adalah sebagai berikut: 19
1. Sebab karena pemutusan hubungan kerja.
2. Sebab pensiun dini,
3. Macetnya piutang dagang,
4. Mismanajemen dalam pengelolaan usaha,
Upaya- upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pihak Bank Sumut Cabang Balige
dalam hal kredit bermasalah diselesaikan sesuai dengan ketentuan Pedoman Pelaksanaan
Kredit Ritel Bank Sumut, yaitu pertama- tama dengan melakukan penyelamatan kredit
melalui restrukturisasi, baru kemudian jika dengan restrukturisasi dianggap tidak berhasil
19 Hasil wawancara dan penelitian penulis dengan Bapak Pener Panjaitan, Staf Administrasi Kredit
Bank Sumut Balige
akan dilakukan penyelesaian kredit secara damai dengan menjual agunan secara di bawah
tangan, dan yang terakhir adalah melakukan penyelesaian kredit dengan melalui saluran
hukum yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
Dalam menyelesaikan kredit bermasalah tersebut seluruh pejabat kredit Bank Sumut
Cabang Balige harus mempunyai persepsi yang sama yaitu dilakukan dengan melalui
pendekatan sebagai berikut:
1. Tidak membiarkan atau bahkan menutup- nutupi adanya kredit bermasalah.
2. Mendeteksi secara dini adanya kredit bermasalah atau diduga menjadi kredit
bermasalah.
3. Menangani kredit bermasalah atau diduga akan menjadi kredit bermasalah
dilakukan sesegera mungkin.
4. Tidak melakukan pengecualian dalam penyelesaian kredit bermasalah, evaluasi
penyelesaian kredit bermasalah, ataupun pencantuman dalam daftar kredit
bermasalah khusus kepada pihak- pihak terkait dengan inernal bank ataupun
debitur- debitur besar tertentu.
Penanganan kredit bermasalah di Bank Sumut Cabang Balige bersifat antisipasif,
proaktif dan berdisiplin yang menuntut dilakukannya pengenalan dini atas tanda akan
adanya kredit bermasalah dan segera mengambil tindakan tepat. Berdasarkan hasil
penelitian kredit bermasalah yang terjadi di Bank Sumut Cabang Balige dapat diselesaikan
dengan cara penyelamatan melalui restrukturisasi kredit dan cara penyelesaian tergantung
dari hasil laporan kunjungan nasabah dan laporan kolektibilitas yang dilakukan oleh Pejabat
Kredit Bank Sumut.
II. PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kriteria debitur yang menjadi syarat agar dapat dilakukan restrukturisasi kredit yaitu
debitur yang berinisiatif baik, Full disclosure, bersedia memikul kerugian, dan
mempunyai bisnis plan.
2. Dengan terjadinya restrukturisasi kredit bermasalah maka akibat hukumnya adalah
akab terjadi perubahan kesepakatan antara pihak bank yang dalam hal ini disebut
kreditur dan nasabah kredit disebut sebagai debitur. Perubahan tersebut dibuat
para pihak kreditur dan debitur dalam bentuk kesepakatan- kesepakatan baru
dalam restrukturisasi kredit bermaslaah.
3. Pada praktik di lapangan, ternyata pada umumnya bank lebih mendahulukan upaya
restrukturisasi kredit dalam penyelesaian kredit bermasalah. Dalam Pasal 3
Peraturan OJK Nomor 42/POJK.03/2017 disebutkan bahwa bank harus menganut
prinsip pada Pedoman Perbankan dalam pengelolaan dan penyelesaian kredit.
Pada riset yang penulis lakukan di Bank Sumut Cabang Balige, ternyata pihak Bank
Sumut juga lebih mendahulukan proses restrukturisasi kredit dalam penyelamatan
kredit karena dianggap lebih efisien.
B. Saran
1. Pemerintah hendaknya memberikan pengawasan lebih ketat terhadap bank yang
akan melakukan restrukturisasi kredit karena ada indikasi restrukturisasi dilakukan
hanya untuk menghindari PPAP.
2. Pihak bank harus lebih berhati- hati dalam memberikan pinjaman kredit kepada
masyarakat karena pada keadaan lapangan banyak debitur yang ingkar janji dan
menyebabkan kredit macet. Selain itu ada juga debitur yang membandel dan tidak
kooperatif dalam penyelesaian kredit bermasalah.
3. Pemerintah harus lebih konsisten dalam mengatur pelaksanaan restrukturisasi
kredit, hal ini disebabkan seringnya terjadi perubahan terhadap pengaturan
restrukturisasi kredit ini.