Responsi Kejang Demam
-
Upload
gian-indra-rahayuda -
Category
Documents
-
view
48 -
download
3
Transcript of Responsi Kejang Demam
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I.1 DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Menurut
Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi
dan anak biasanya antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi
tidak terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab tertentu.2
I.2 EPIDEMIOLOGI
Pada penelitian yang dilakukan di Eropa dan Amerika dilaporkan insiden kejang demam
sebesar 2-5 %. Insiden di negara-negara lain sangat bervariasi. Di India sebesar 5-10 %,
di Jepang sebesar 8,8 % dan di Guam sebesar 14 %. Data dari negara berkembang sangat
terbatas, mungkin karena sulitnya membedakan kejang demam sederhana dengan kejang
infektif akut terutama yang disebabkan oleh infeksi malaria falciparum. Sekitar 9%-35%
dari semua kejang demam yang terjadi pertama kali merupakan kejang demam kompleks,
variasi yang luas pada proporsi tersebut mungkin disebabkan karena sulitnya
membedakan kejang demam sederhana dan kompleks, dan juga membedakan kejang
demam dan kejang tanpa demam. 3
I.3 FAKTOR RESIKO
Penyebab kejang demam masih terus diteliti. Diduga adanya faktor genetik yang berperan
utama dalam timbulnya kejang demam yang diturunkan melalui autosom dominan.
Beberapa penulis menyatakan penyebab kejang demam bersifat multifaktorial4. Gen pada
kejang demam berbeda dengan gen pada kejang tanpa demam. Pada kebanyakan
penderita, suhu yang tinggi menjadi pencetus utama timbulnya kejang demam. 5
Dua puluh empat persen anak-anak dengan kejang demam memiliki keluarga
yang juga pernah mengalami kejang demam, hanya 20 % yang tidak memiliki riwayat
1
kejang demam dalam keluarganya. Dan hanya 4 % yang memiliki keluarga dengan
riwayat kejang tanpa demam.
Genetik pada kejang demam
Literatur yang menjelaskan tentang factor genetic pada kejang demam semakin
berkembang dan semakin rumit. Hal ini menunjukkan baahwa kejang demam merupakan
suatu penyakit yang kompleks. Resiko kejang demam lebih tinggi pada keluarga tertentu.
25-30 % penderita kejang demam memiliki riwayat kejang demam dalam keluarganya.
Resiko semakin meningkat bila kedua orang tua memiliki riwayat kejang demam. Juga
terdapat resiko yang lebih besar pada kembar monozigot daripada dizigot
Pada beberapa penelitian menunjukkan adaanyta hubungan dengan beberapa
kromoson (2q, 5q, 5, 8q, 19p, and 19q) dan yang paling kuat berhubungan dengan
kromosom 2q dan terutama pada gen yang bertanggung jawab untuk reseptor saluran
natrium. Dimana terjadi mutasi pada subunit alfa gen pertama saluran natrium saraf
(SCNIA). Kromosom 2q dan 19q dihubungkan dengan fenotip pada kejang demam,
epilepsy general (tonic-clonic, absence, and myoclonic) dan kejang demam
berkelanjutan.6
Faktor resiko terjadinya kejang demam
Adanya riwayat kejang demam dalam keluarga
Suhu tinggi
Delayed development
Anak yang pernah mengalami sakit dan mendapat perawatan di rumah sakit saat
usia perinatal
Daycare attendance
Ibu yang minum alcohol dan merokok saat hamil meningkatkan resiko 2 kali lebih
besar untuk terjadinya kejang demam pada anaknya
Bila terdapat 2 dari factor resiko tersebut di atas meningkatkan 30% resiko terjadinya
kejang demam pertama. Tidak ada data yang menunjukkan bahwa cepatnya peningkatan
suhu dapat menyebabkan kejang demam. 7
Beberapa penyebab demam
2
Infeksi virus ( misalnya infeksi saluran napas atas, roseola, chicken pox,
eksantema, dll }
Otitis media
Tonsilitis
Infeksi saluran kencing
Gastroenteritis
Infeksi saluran napas bawah
Meningitis
Post imunisasiCause for fever
Infeksi virus, otitis media, dan tonsillitis merupakan penyebab tersering sekitar 85-90 %
sedangkan yang lainnya hanya sekitar 10-15%.7
Faktor resiko kejang demam berulang
Sepertiga dari anak-anak yang mengalami kejang demam pertama kali akan mengalami
kejang berulang. Faktor resiko terjadinya kejang berulang antara lain :
Riwayat kejang demam dalam keluarga
Usia kurang dari 12 bulan saat terjadinya kejang demam pwertama kali
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam
Pasien yang memiliki keempat faktor resiko tersebut memiliki resiko 70 % lebih untuk
mengalami kejang berulang. Sedangkan pasien yang tidak memiliki faktor resiko tersebut
memiliki resiko kurang dari 20 % untuk terjadinya kejang berulang. 7
I.4 PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku yang digunakan berupa glukosa yang akan dipecah
menjadi CO2 dan air. Dalam keadaan normal membran neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion Kalium (K+) dan sulit oleh ion Natrium (Na+) kecuali Clorida (Cl-).
Akibatnya K+ tinggi dalam sel dan Na+ rendah, sedangkan di luar sel sebaliknya.
3
Perbedaan ini yang membentuk potensial membran sel neuron.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2.Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis
3. Perubahan patofisiologi membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1’C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada kenaikan
suhu tubuh tertentu akan terjadi perubahan keseimbangan dari membran potensial neuron
dan dalam waktu singkat akan terjadi difusi dari K+ dan Na+ melalui membran tadi
dengan akibat lepasnya muatan listrik yang sedemikian besarnya dapat meluas ke seluruh
sel neurotransmitter pada tubuh dan terjadilah kejang.
Pada penelitian yang dilakukan pada hewan didapatkan adanya peran pyrogen
endogen seperti interleukin 1 dalam terjadinya kejang demam. Interleukin 1 ini
meningkatkan eksitabilitas neuron yang mungkin berhubungan dengan demam dan
kejang. Tetapi teori ini belum dapat dibuktikan sepenuhnya. Selain itu adanya membran
neuron yang imatur juga menjadi penyebab terjadinya kejang dimana membran yang
imatur lebih sensitif terhadap perubahan suhu.
Setiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang
kejang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38’C sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada suhu 40’C. Bangkitan kejang tergantung pada
ambang kejang tersebut yaitu lebih banyak pada anak dengan ambang kejang rendah.
I.5 GEJALA KLINIS
Bangkitan kejang dapat terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan kenaikan suhu
tubuh yang tinggi atau sesaat setelah itu.8 Dikatakan pada 44% kasus kejang terjadi
kurang dari 1 jam setelah mulai demam dan hanya 13% kasus kejang terjadi lebih dari 24
jam setelah demam 1
Serangan kejang berlangsung singkat dengan sifat bangkitan berbentuk: tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.8 Setelah
kejang berhentianak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak,tetapi setelah
4
beberapa detik atau menit anak terbangun dan tersadar kembali tanpa defisit neurologis.
Kejang dapat diikuti oleh hemiparwesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsusng
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapt diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi
pada demam kejang yang terjadi pertama kali. 2
I.6 KLASIFIKASI
Untuk meramalkan prognosis, Livingston membagi kejang demam atas dua golongan:
1.Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2.Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever)
Menurut J Gordon Millichap dan Jerry A Colliver kejang demam dibagi menjadi
1. Kejang Demam Sederhana dengan gejala :
Lama kejang kurang dari 15 menit dan umumnya berhenti sendiri
Kejangnya bersifat umum, tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam
Terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun
Tidak ada kelainan neurologis yang permanen atau sebelumnya tak pernah
kejang tanpa panas
2. Kejang Demam Kompleks dengan gejala :
Lama kejang lebih dari 15 menit
Kejangnya bersifat kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang bumum
yang didahului kejang parsial
Dalam 24 jam kejang terjadi lebih dari 1 kali (berulang)
Terjadi pada anak usia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
Terdapat kelainan neurologis yang permanen
Ada riwayat epilepsi dalam keluarga
Sub. Bagian Pediatric RSCM membagi lagi kriteria tersebut dengan (untuk pedoman
diagnostik kejang demam sederhana) :
- Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
5
- Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
- Kejang bersifat umum
- Kejang timbul dalam 16 jam pertama, setelah timbulnya demam.
- Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang: normal.
- Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
- Frekwensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh criteria di atas
digolongkan pada: epilepsy yang diprovokasi oleh demam.
I.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium pada kejang demam tidak rutin dilakukan kecuali
untuk mencari sumber infeksi atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dengan
dehidrasi diserttai demam
Pemeriksaan elektrolit tidak banyak membanrtu dalam mengevaluasi kejang
demam
Penderita kejang demam memiliki insiden bakteremia yang sam dengan penderita
yang mengalami demam tanpa kejang
Pemeriksaan imaging dan electroencephalogram
Pemeriksaan CT scan dan X-ray atau MRI tidak diperlukan pada kejang demam
sederhana yang terjadi pertama kali. Tetapi pada penelitian terbaru menunjukkan
pada kejang demam tidak adanya gangguan intrakranial yang membutuhkan
pengobatan atau pembedahan.
Indikasi dilakukan pemeriksaan CT scan, X ray dan MRI bila ditemukan adanya:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap ( hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
6
3. Papiledema
Pemeriksaan electroencephalogram (EEG) tidak rutin dilakukan pada anak yang
mengalami kejang demam sederhana pertama kali. 8 Pemeriksaan ini tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang, atau memperkiraklan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasian kejang demam.4
Lumbal punksi
Pemeriksaan lumbal punksi masih kontroversi pada kejang demam sederhana.
Dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko
terjadinya meningitis bakterial adalah 0,6 %-0,7 %. Pada bayi kecil seringkali sulit
untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas3
Pada tahun 1996 American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan
lumbal punksi :
Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
Bayi > 18 bulan tidak rutin
I.8 DIAGNOSIS BANDING
Infeksi pada SSP seperti: meningitis, ensefalitis, abses otak dll.
I.9 PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar pengobatan kejang demam adalah :
Atasi kejang dengan cepat
Perawatan ABC ( airway, breathing, dan circulation )
Pengobatan simptomais
Mencari penyebab dan memberikan pengobatan
Pengobatan suportif
Pencegahan kejang berulang
7
1. Penggunaan antikonvulsan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang peraktis dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalahiazepam
rektal0.5 – 0.75 mg/kg atau diazepam rektal 5mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau 7.5 mg untuk anak diatas 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti dapat diulang lagi
dengan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian
diazepam rectal masih kejang dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat
diberikan diazepam intavena 0.3-0.5mg / kg. Bila kejang belum berhenti diberikan
fenitoin intravena dosis awal 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1mg /kg/menit atau
kurang dari 50kg /menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kg/hari
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus dirawat diruang rawat intensif.
2. Perawatan ABC
a. Jalan Napas
Posisi miring ke kanan
Kepala lebih rendah 20 derajat dari badan
Bebaskan jalan napas
Pakaian dilonggarkan
Hindari gigitan lidah
b. Pernapasan
Bila terjadi gagal napas berikan ksigen, napas buatan, intubasi endotrake
atau menggunakan respirator
c. Kardiovaskuler
Bila terjadi gagal kardiovaskular lakukan pemasangan intravena line
8
3. Pengobatan simptomatis
Menurunkan panas dengan :
a. Obat-obatan : parasetamol,asetosal
b. Istirahat, kompres hangat
4. Pengobatan kausal
Mencari penyebab demam, dan diobati sesuai dengan penyakit yang dialami
5. Pengobatan suportif
Pemasangan iv line untuk menjaga keseimbangan elektrolit dan untuk
memudahkan pemberian obat
Propilaksis
Indikasi propilaksis berdasarkan Consensus Statement on Febrile Seizure tahun 1980 :
1. Kelainan Pertumbuhan Saraf misalnya cerebral palsy syndromes, mental
retardation, microcephaly
2. Bila kejang demam terjadi lebih dari 15 menit, kejang bersifat fokal, dan disertai
kelainan neurologis
3. Adanya kejang tanpa panas yang diturunkandalam keluarga
4. Dokter dapat mempertimbangkan pada kasus dengan kejang demam multiple atau
kejang timbul usia kurang dari 1 tahun 7
I.10 KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI
Ada beberapa hal yang harus dijelaskan kepada orang tua yang anaknya mengalami
kejang demam :
1. Walaupun kejang demam tampak menakutkan, tetapi sebenarnya tidak berbahaya
dan tidak menyebabkan kerusakan otak apalagi sampai menyebabkan kematian.
2. Anak akan tertidur lebih dari satu jam setelah kejang
3. Kejang demam tidak sama dengan epilepsy
4. Epilepsi mungkin terjadi kemudian tetapi sangat jarang, kemungkinan 1 dari 100
kasus
9
5. Kejang demam dapat berulang, sekitar 1 dari 3 anak yang mengalami kejang
demam akan mengalami kejang demam berulang
6. Pemberian obat untuk pencegahan jarang dibutuhkan, karena adanya efek
samping obat
7. Jika seorang anak mempunyai resiko tinggi untuk menglami kejang ( misalnya
memiliki gannguan neurologis, atau mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarga)
maka disarankan untuk berobat ke spesialis.
8. Nasehati orang tua untuk mengontrol suhu
- Tujuannya untuk mrngurangi gejala, bukan untuk mencegah kejang demam
- Mengurangi panas dengan pemberian paracetamol dan ibuprofen, dan
melepaskan pakaian
- Mengipas-ngipas dan kompres hangat hanya membuat anak tidak nyaman an
kurang menberikan manfaatvyang bermakna
9. Mengajarkan orang tua menangani kejang berulang. Mereka harus :
- Letakkan anak pada tempat yang lembut, dengan posisi semi-prone dengan
wajah ke samping. Hal ini untuk menjaga jalan napas dan mencegah aspirasi
bila anak muntah
- Jangan memberikan makanan atau minuman
- Perhatikan berapa lama anak kejang, bila lebih dari 5 menit segera dibawa ke
rumah sakit.
- Berikan anti kejang
I. 11 KOMPLIKASI
Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang lama (> 15 menit) biasanya dapat
disertai apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
sehingga dapat terjadi juga hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
metabolisme anaerob, hipotensi dan denyut jantung yang tidak teratur, meningkatnya
suhu tubuh juga dapat terjadi.
Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah gangguan peredaran darah yang
10
mengakibatkan hipoksia sehingga timbul edema otak yang mengakibatkan rusaknya sel
neuron otak. Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy.
I. 12 PROGNOSIS
Dengan penanggulangan cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian. Kemungkinan bangktan kejang: sekitar 25-50% yang umumnya terjadi pada 6
bulan pertama. Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada anak
perempuan 50%, laki2 33%. Pada anak beumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan
riwayat keluarga adanya kejang, kemungkinan bangkitan 50% sedang tanpa riwayat
keluargakejang25%
Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantungdarifaktor:
Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam
Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Kemungkinan komplikasi hemiparesis dapat terjadi pada penderita yang mengalami
kejang lama yaitu yang berlangsung lebih dari setengah jam, baik yang bersifat umum
atau fokal. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam,
retardasi mental dapat terjadi dengan kemungkinan 5 kali lebih besar.4
11
Table 1 Prognosis kejang demam8
Resiko Persentase
Resiko mengalami kejang demam 2.7 to 3.1
Resiko megalami kejang demam berulang 27 to 32
Resiko mengalami epilepsy setelah kejang demam sederhana 1.5 to 2.4
Resiko mengalami epilepsy setelah kejang demam kompleks 4.1 to 6.3
BAB II
LAPORAN KASUS
12
II.1 IDENTITAS
Nama : Rama
Umur : 1 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Jl.Pratama Gang I Gundul 13
MRS : 20 April 2007
II.2 HETEROANAMNESIS
KU: Kejang
- Penderita datang dengan keluhan kejang sebanyak 4 kali
1. Kejang yang pertama terjadi tanggal 19 april 2007 pukul 15.00, kejang
terjadi pada seluruh tubuh selama 15 menit, tubuh kaku dan mata
mendelik. Kejang berhenti setelah mendapat obat dari dokter di klinik.
2. Kejang yang kedua terjadi tanggal 20 april 2007 pukul 03.00 dini hari,
sifat kejang sama dengan kejang yang terjadi pertama kali, lama kejang 15
menit, kemudian kejang berhenti sendiri. Setelah kejang penderita
menangis, menggigil dan tampak kebiruan pada bibir dan jari-jari tangan
dan kaki penderita..
3. Kejang yang ketiga terjadi satu jam kemudian sekitar pukul 04.00 dini hari
dengan sifat kejang yang juga sama dengan kejang yang pertama, l lama
kejang 15 menit, kejang juga berhenti sendiri dsan setelah kejang
penderita menangis dan tampak kebiruan.
4. Kejang yang keempat terjadi satu jam kemudian sekitar pukul 05.00 sifat
kejang juga sama dengan kejang yang pertama, lama kejang 15 menit,
kejang berhenti sendiri dan setelah kejang penderta menggigil dan tampak
kebiruan
13
- Penderita juga dikeluhkan panas badan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Panas dikatakan timbul perlahan-lahan kemudian menjadi tinggi. Keluhan erkeringat
tidak ada, menggigil tidak ada
- Penderita juga dikeluhkan batuk sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk
terjadi sepanjang hari dan semakin parah pada malam hari. Batuk juga disertai
pengeluaran dahak, tetapi sulit dikeluarkan oleh penderita. Keluhan nyeri menelan
tidak ada.
- Penderita juga dikeluhkan pilek sejak 2 hari sebelum masuk rumah disertai ingus
yang bening.
- Buang air besar dan buang air kecil seperti biasa
- Nafsu makan berkurang sejak sakit.
Riwayat pengobatan:
- Saat mulai batuk dan pilek penderita tidak diberi obat
- Saat kejang yang pertama kali penderita di bawa ke klinik kemudian diberi obat
dan keluhan kejang berhenti. Penderita juga diberi obat penurun panas dan obat
untuk batuk dan pileknya. mulai batuk dan pilek penderita tidak diberi obat Hari
sabtu diberikan sanmol untuk menurunkan panas tapi tidak turun
- Karena keluhan kejang berulang akhirnya penderita dibawa ke rumah sakit
sanglah.
Riwayat penyakit dahulu:
Penderita belum pernah mengalami kejang sebelumnya
Riwayat keluarga:
Kakak penderita juga pernah mengalami kejang demam
Riwayat epilepsi dalam keluarga tidak ada
Riwayat kelahiran:
- lahir di Bidan pada tanggal
14
- lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis, air ketuban jernih.
- BBL 3800 gram dan PBL lupa
- Anak II dari pasangan suami istri Sujek dan Rutmini.
Riwayat Imunisasi:
- BCG : 1 kali tanggal lupa
- Hep. B : 3 kali tanggal lupa tgl
- DPT : 3 kali tamggal lupa
- Polio : 3 kali tanggal lupa
- Campak : 1 kali tanggal lupa
Riwayat nutrisi:
- ASI eksklusif : 0 bulan –sekarang
- Bubur susu: 4 bulan – sekarang
- Susu Formula : tidak diberikan
- Makanan dewasa : 8 bulan
Riwayat Tumbuh kembang:
- Mengangkat kepala : 3 bulan
- Duduk : 7 bulan
- Berjalan : 15 bulan
- Bicara ”ma” dan ”pa” : 1 tahun (belum lancar)
II. 3 PEMERIKSAAN FISIK:
Status present
KU: Sedang
Kes: irritable
HR: 160 x/menit reguler, isi cukup
RR: 48 x/menit reguler
T’ax: 38,6 °C
15
BB: 10,1 kg
BBI menurut nelson: 11 kg
Status gizi : 90 % gizi baik
PB: 70 cm
Lingkar Kepala: 47 cm
L.Lengan Atas: 17 cm
Status general:
Kepala
- Inspeksi : N cephali
- Palpasi :Ubun-ubun besar menutup
Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil +/+ isokor
THT
- Telinga Inspeksi: dalam batas normal
- Hidung Inspeksi: napas cuping hidung (+), sianosis ( - )
- Tenggorokan Inspeksi: Faring hyperemia(+), tonsil T1/T1 hyperemia (+)
Leher
Inspeksi : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar (-)
Kaku kuduk : (-)
Thoraks
Jantung
Inspeksi : iktus kordis normal
Palpasi : thrill (-)
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur ( - )
Paru
Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi subcostal (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Perkusi : perkusi paru sonor, batas jantung paru dalam batas
normal
Auskultasi : vesiculer +/+ , Ronchi +/+, Wheezing -/-
16
Abdomen
Inspeksi : Distensi ( - )
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Turgor : normal
Genital : tidak ada kelainan
Ekstremitas
Inspeksi : Normal
Palpasi : Akral hangat (+)
Tenaga : Positif
Tonus : Positif
Refleks fisiolologis : (+)
Refles patologis : (-)
Kernig sign : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
II. 4 PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Pemeriksaan laboratorium
Darah Lengkap (DL):
- WBC = 8,13 103 /µl (N= 4,0-9,0)
- HGB = 8,39 g/dl (N= 12,0-18,0)
- PLT = 433 (N= 120-380)
- RBC = 5,05
- HCT = 30,4
- Glukosa = 185
- Na = 131,4
- K = 4,41
- Cl = 102
17
ASS: Kejang Demam kompleks e.c Faringitis Akut
THERAPI:
- O2 2 liter
- IVFD D5 ½ NS 10 tetes/menit
- Ampicillin 4 X 250 mg
- Dexametason bolus 5 mg, selanjutnya 3 X1,5 mg
- Luminal oral I dan II 8 mg/kgBB/hari --- 2X40 mg
Selanjutnya 5 mg/kgBB/hari = 2X 25 mg
- Paracetamol 4 X cth I
- Diazepam 5 mg bila kejang
II.5 FOLLOW UP
Tanggal S.O.A. Planning
20 April
2007
S. Panas (+)
Batuk (+)
Kejang (-)
Status present
KU: Sedang
Kes: irritable
HR: 94 x/menit
RR: 30 x/menit
T’ax: 37,8 °C
Status general:
Kepala
- Inspeksi : N cephali
- Palpasi :Ubun-ubun besar menutup
Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil
+/+ isokor
- O2 2 liter
- IVFD D5 ½ NS 10
tetes/menit
- Ampicillin 4 X 250
mg
- Dexametason
bolus 5 mg,
selanjutnya 3 X1,5
mg
- Luminal oral I dan
II 8 mg/kgBB/hari
--- 2X40 mg
Selanjutnya 5
mg/kgBB/hari =
2X 25 mg
18
THT
- Telinga Inspeksi: dalam batas
normal
- Hidung Inspeksi: napas cuping
hidung (+), sianosis ( - )
- Tenggorokan Inspeksi: Faring
hyperemia(+), tonsil hyperemia (+)
Leher
Palpasi : pembesaran kelenjar (-)
Kaku kuduk (-)
Thoraks
Jantung
Inspeksi : iktus kordis normal
Palpasi : thrill (-)
Auskultasi :S1S2 tunggal regular,
murmur ( - )
Paru
Inspeksi : gerakan dada simetris,
retraksi subcostal (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Perkusi : Perkusi paru sonor, batas
jantung paru db normal
Auskultasi : vesiculer +/+ , Ronchi -/-,
Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi ( - )
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien
tidak teraba
Turgor : normal
Genital : tidak ada kelainan
- Paracetamol 4 X
cth I
- Diazepam 5 mg
bila kejang
19
Ekstremitas
Inspeksi : Normal
Palpasi : Akral hangat (+)
Tenaga : Positif
Tonus : Positif
21 April
2007
S. Panas (+)
Batuk (+)
Kejang (-)
Status present
KU: Sedang
Kes: irritable
HR: 94 x/menit
RR: 30 x/menit
T’ax: 37,4 °C
Status general:
Kepala
- N cephali
- Ubun-ubun besar menutup
Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil
+/+ isokor
THT
- napas cuping hidung (-), sianosis (-)
- Faring hyperemia(+), tonsil
hyperemia (+
Thoraks
Jantung : S1S2 T regular, murmur ( - )
Paru : vesiculer +/+ , Ronchi -/-,
Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi ( - )
- IVFD D5 ½ NS 10
tetes/menit
- Ampicillin 4 X 250
mg
- Dexametason
bolus 5 mg,
selanjutnya 3 X1,5
mg
- Luminal oral I dan
II 8 mg/kgBB/hari
--- 2X40 mg
Selanjutnya 5
mg/kgBB/hari =
2X 25 mg
- Paracetamol 4 X
cth I
- Diazepam 5 mg
bila kejang
20
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien
tidak teraba
Turgor : normal
Genital : tidak ada kelainan
Ekstremitas
Inspeksi : Normal
Palpasi : Akral hangat (+)
Tenaga : Positif
Tonus : Positif
22 April
2007
S. Panas (+)
Batuk (+)
Kejang (-)
Status present
KU: Sedang
Kes: irritable
HR: 94 x/menit
RR: 30 x/menit
T’ax: 37,4 °C
Status general:
Kepala
- N cephali
- Ubun-ubun besar menutup
Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil
+/+ isokor
THT
- napas cuping hidung (-), sianosis (-)
- Faring hyperemia(+), tonsil
- IVFD D5 ½ NS 10
tetes/menit
- Ampicillin 4 X 250
mg
- Dexametason
bolus 5 mg,
selanjutnya 3 X1,5
mg
- Luminal oral I dan
II 8 mg/kgBB/hari
--- 2X40 mg
Selanjutnya 5
mg/kgBB/hari =
2X 25 mg
- Paracetamol 4 X
cth I
- Diazepam 5 mg
bila kejang
21
hyperemia (+)
Thoraks
Jantung : S1S2 T regular, murmur ( - )
Paru : vesiculer +/+ , Ronchi +/+,
Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi ( - )
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien
tidak teraba
Turgor : normal
Genital : tidak ada kelainan
Ekstremitas: Akral hangat (+), cyanosis (-)
PP
22