RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP...

73
RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP KHILAFAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh: Rafli Ali Yafie NIM: 1112045200015 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

Transcript of RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP...

Page 1: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP

KHILAFAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

Rafli Ali Yafie

NIM: 1112045200015

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1440 H

Page 2: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

ii

RESPON NAHDHATUL ULAMA TERHADAP KONSEP KHILAFAH

HIZBUT TAHRIR INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh: Rafli Ali Yafie

NIM: 1112045200015

Di bawah Bimbingan:

Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, SH, M.Ag NIP. 19711212 199503 1 001

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH) FAKULTAS

SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M/1440 H

Page 3: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

iii

SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Respon Nahdhatul Ulama Terhadap Konsep

Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia.” telah diujikan dalam sidang munâqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta. Pada tanggal

Juli 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Hukum Tata

Negara (Siyasah).

Jakarta, 22 Juli 2019

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H.,

M.H., M.A.

NIP. 19760807 200312 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASAH

Ketua Dr.Hj. Maskufa, M.A

NIP. 19680703 199403 2 002

(. . . . . . . . . . . . . . . )

Sekretaris

Sri Hidayati, M.Ag

(. . . . . . . . . . . . . . . .)

NIP. 19710215 199703 2 002

Pembimbing

Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, SH, M.Ag

NIP. 19711212 199503 1 001

( . . . . . . . . . . . . . . ..)

Penguji I

(. . . . . . . . . . . . . . . .)

NIP.

Penguji II

(. . . . . . . . . . . . . . .. )

NIP.

Page 4: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

iv

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemuadian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22

Juli 2019

Rafli Ali

Yafie

Page 5: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

v

ABSTRAK

RAFLI ALI YAFIE, NIM: 1112045200015. RESPON NAHDHATUL

ULAMA TERHADAP KONSEP KHILAFAH HIZBUT TAHRIR

INDONESIA. Skripsi

Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini merupakan library research (studi pustaka) yang dilengkapi dengan

wawancara Penelitian dengan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data

yang digunakan ada dua macam yakni sumber data primer dan sekunder. Data yang

diperoleh kemuadian diolah dengan cara menyesuaikan metode yang digunakan,

kemudian dianalisis secara logis dan sistematis guna mendapatkan suatu kesimpulan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari dasar hukum dan respon

Nahdatul Ulama terkait pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia berdasarkan hukum

positif dan hukum Islam. Sebab pada dasarnya berdasarkan undang-undang (hukum

positif) yang memiliki wewenang memutuskan perkara kepada orang-orang yang

melakukan kejahatan adalah pemerintah, seharusnya masyarakat tidak memperoleh

wewenang yang menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pamerintah tersebut, agar

terhindar dari perbuatan zhalim yang sangat tidak disukai oleh Allah dan Rasulnya.

Berdasarkan hasil peneltian yang didapat dalam skripsi ini, bahwa Konsep

Khilafah menurut Hizbut Tahrir Indonesia merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh

kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syara’.

Nahdhatul Ulama menolak konsep Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia, Islam tidak

pernah menentukan/mewajibkan suatu bentuk negara dan sistem pemerintahan

tertentu bagi para pemeluknya. Indonesia dalam bingkai NKRI sudah merupakan

kesepakatan final.

Kata Kunci: Konsep Khilafah, Hizbut Tahrir Idonesia, Nahdhatul Ulama

Pembimbing: Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, SH, M.Ag

Page 6: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan seluruh alam raya

ini. Berkat nikmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “RESPON NAHDHATUL ULAMA TERHADAP KONSEP

KHILAFAH HIZBUT TAHRIR

INDONESIA”. Shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurahkan

kepada junjungan alam, panutan seluruh umat, Rasulullah SAW yang telah

membawa umatnya dari alam jahiliyah ke alam yang penuh dengan hidayah

islamiyah.

Dalam rangka penyelesaian skripsi ini, terdapat banyak kesulitan dan

hambatan yang harus penulis hadapi. Ini disebabkan oleh keterbatasan ilmu

dan kekurangan pengalaman dalam penulisan skripsi, namun penulisan skripsi

ini pada akhirnya dapat penulis tuntaskan. Proses penyelesaian skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya dan

penghargaan setinggi-tingginya, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Hj. Maskufa, M.A, dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, ketua dan sekertaris

Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), yang telah memberikan arahan,

motivasi dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, SH, M.Ag, dosen pembimbing yang telah rela

meluangkan waktu, memberikan masukan, petunjuk, dan arahan kepada

penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum, atas semua pengetahuan yang telah

diberikan kepada penulis selama masa pendidikan.

5. Pimpinan perpustakaan umum dan perpustakaan Fakultas yang telah

memberikan fasilitas untuk mempermudah akses penulis dalam melakukan

studi kepustakaan berupa peminjaman buku dan literatur lainnya, sehingga

penulis dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan.

6. Bapak H. Mahbub Ma’afi Ramdhan, SHI, yang telah bersedia meluangkan

Page 7: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

vii

waktunya untuk di wawancarakan sehingga dapat memperoleh data yang

dibutuhkan dalam skripsi ini.

7. Ayahanda Nur Ali dan Ibunda Nur Aliyah, yang telah mengajarkan arti

semangat hidup dan memberikan kasih sayang serta doa tulus yang tiada henti-

hentinya kepada penulis.

8. Teman-teman Hukum Tata Negara (Siyasah) dan Hukum Pidana Islam

angkatan 2012, yang telah penulis anggap sebagai keluarga sendiri yang

menjadi saksi perjuangan penulis selama di bangku kuliah.

Semoga segala bantuan, dukungan, motivasi dan do’a yang telah diberikan

kepada penulis, mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT, dan semoga

skripsi ini berguna untuk menambah khazanah kepustakaan politik Islam.

Jakarta, 22 Juli 2019

Rafli Ali Yafie

Page 8: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING............................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI......................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN............................................................................. iv

ABSTRAK....................................................................................................... v

KATA PENGANTAR...................................................................................... vi

DAFTAR ISI..................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4

C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian....................................... 5

D. Review studi terdahulu...................................................................... 5

E. Metode Penelitian.............................................................................. 6

F. Sistematika Penulisan........................................................................ 8

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KHILAFAH.................................. 10

A. Pengertian Khilafah............................................................................ 10

B. Sejarah Khilafah ................................................................................................... 12

C. Dasar Hukum Khilafah....................................................................... 14

D. Efektivitas Negara dengan Konsep Khilafah .................................................. 19

BAB III LANDASAN UMUM TENTANG BENTUK

NEGARA MENURUT NAHDHATUL ULAMA DAN

HIZBUT TAHRIR INDONESIA.............................................................. 24

A. Sejarah Berdirinya Nahdhatul Ulama ..................................................................... 24

B. Konsep Negara Menurut Nahdhatul Ulama ......................................................... 31

C. Sejarah Berdirinya Hizbut Tahrir Indonesia ................................................... 33

D. Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (Peraturan Perundang-undangan

nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan) .......................... 38

E. Konsep Negara Menurut Hizbut Tahrir Indonesia ........................................ 39

BAB IV RESPON NAHDHATUL ULAMA TERHADAP KONSEP

KHILAFAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA ....................................... 43

A. Konsep Khilafah Menurut Hizbut Tahrir Indonesia ...................................... 43

Page 9: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

x

B. Alasan Hizbut Tahrir Indonesia Menerapkan Konsep

Khilafah di Indonsia.......................................................................... 46

C. Perspektif Nahdhatul Ulama Tentang Hizbut Tahrir Indonesia

mengenai Konsep Khilafah............................................................... 48

D. Respon Nahdhatul Ulama Terhadap Konsep Khilafah

Hizbut Tahrir Indonesia..................................................................... 51

BAB V PENUTUP.............................................................................................. 55

A. Kesimpulan......................................................................................... 55

B. Saran ........................................................................................................ 55

Daftar Pustaka .............................................................................................................. 56

Lampiran

Page 10: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan sebuah sistem pemerintahan dan negara sangatlah dibutuhkan oleh

masyarakat. Begitu pula bagi umat Islam, diakui atau tidak sangat membutuhkan

sebuah sistem negara yang Islami dalam konteks agar ajaran-ajaran Islam dapat

diterapkan secara menyeluruh (kaffah). Sebab, untuk mengamankan suatu kebijakan

diperlukan suatu kekuatan (institusi politik). Sekadar contoh, untuk menegakkan

keadilan, memelihara perdamaian dan ketertiban, mutlak diperlukan suatu kekuasaan,

apakah itu organisasi politik atau negara.1 Andai kata kebijakan-kebijakan itu mengacu

pada tegaknya ajaran Islam maka perangkat-perangkat peraturannya seharusnya yang

Islami pula. Adalah suatu hal yang kurang tepat apabila hendak menegakkan prinsip-

prinsip Islam tetapi menggunakan sistem yang non Islami.2

Realitas sejarah menunjukkan bahwa negara itu dibutuhkan untuk

mengembangkan dakwah Islam. Nabi Muhammad sendiri, ketika masih di Makkah

tidak bisa berbuat banyak di bidang politik, karena kekuatan politik didominasi oleh

kaum aristokrat Quraisy yang memusuhi Nabi. Baru setelah hijrah ke Madinah dan

mempunyai dukungan politik dari komunitasnya, dalam waktu beberapa tahun saja

berhasil merubah kondisi masyarakat Madinah dari kemusyrikan menuju atmosfir

Islam. Kehidupan Nabi dan komunitasnya pada periode Madinah inilah yang dijadikan

argumen oleh beberapa pemikir politik Islam bahwa ketika itu telah terwujud sebuah

negara (pemerintahan), baik itu wilayah, masyarakat, maupun penguasa. Penilaian ini

tentunya tidak berlebihan karena ketika itu Nabi bertindak tidak hanya sebagai

pemimpin spiritual saja, tapi juga sebagai kepala negara, seperti memutuskan hukum,

1 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik , (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004),

h. 8-9.

2 Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia dalam Islam, terj. Abdul Rochim CN, (Jakarta: Gema

Insani Press, 1996), h. 16.

Page 11: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

2

mengirim dan menerima utusan, juga memimpin peperangan.3

Persoalannya Nabi tidak meninggalkan suatu pesan yang pasti bagaimana

sistem penyelenggaraan negara itu, misalnya bagaimana bentuk negaranya, bagaimana

sistem pengangkatan kepala negara, siapa yang berhak menetapkan undang-undang.

Karena ketidak jelasan inilah dapat dilihat praktik sistem negara Islam dalam

sejarahnya selalu berubah-ubah. Masa empat Khulafa’ al-Rasyidun saja masing-masing

menjadi khalifah melalui sistem yang bervariasi. Abu Bakar menjadi khalifah yang

pertama melalui pemilihan di Saqifah Bani Sa’idah dua hari setelah Nabi wafat melalui

majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua

tidak melalui pemilihan dalam forum musyawarah terbuka, tetapi melalui wasiat

pendahulunya, Abu Bakar. Utsman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui

pemilihan oleh sekelompok orang-orang yang telah ditetapkan oleh Umar sebelum

wafat. Sementara Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah yang keempat melalui

pemilihan yang penyelenggaraannya jauh dari sempurna.4

Penyelenggaraan negara di masa Bani Umayah, Bani Abbasiyah dan seterusnya

telah lebih jauh lagi dibandingkan dengan praktik di masa Nabi maupun Khulafa’ al-

Rasyidun. Pada masa ini dan berikutnya, pemerintahan telah berubah bentuknya

menjadi monarkhi, yang dalam rangka suksesi tidak ada lagi bentuk musyawarah.

Tradisi suksesi telah berubah; dari pola musyawarah menjadi penunjukan terhadap

anaknya atau keturunannya.5

Menurut Munawir Sjadzali penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan besar pasca

kerajaan Abbasiyah seperti Turki Utsmani lebih disebabkan oleh disintegrasi politik

dengan melemahnya otoritas di masing-masing pemerintah pusat dan munculnya

penguasa semi otonom di berbagai daerah dan propinsi negara-negara tersebut, disertai

dengan disalokasi sosial, memburuknya situasi ekonomi akibat persaingan dagang

dengan negara-negara Eropa, kalah perang, serta merosotnya spiritualitas dan moralitas

3 Taqiyuddin al-Nabhani, Negara Islam, terj. Umar Faruq, dkk, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,

2000), h. 62-63.

4 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI-Press,

1993), h. 21-30.

5 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), h. 42,

45.

Page 12: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

3

masyarakat, terutama para penguasa.6 Sejak saat itu pula kaum Muslimin di berbagai

Negara di dunia selalu berusaha menemukan kembali serta membangun kembali sistem

politik Islam. Paling tidak mempengaruhi pemerintahnya masing-masing untuk

member kesempatan kepada umat Islam melaksanakan Islam sebagai jalan hidupnya.7

Seperti ide pembentukan kembali Negara khilafah yang diprakarsai oleh Hasan

al-Banna dengan mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin pada tahun 1928. Namun,

gerakan-gerakan tersebut dimusuhi dan ditekan oleh penguasa-penguasa, bahkan di

negara-negara Islam sendiri.8

Gerakan tersebut kemudian menyebar ke seluruh dunia, tak terkecuali

Indonesia. Ada pro dan kontra bermunculan menyikapi isu yang di usung oleh gerakan

tersebut. Belakangan, wacana sistem khilafah dijadikan agenda utama Hizbut Tahrir

Indonesia (HTI) sebagai bagian dari Hizbut Tahrir yang berskala internasional.

Puncaknya diadakan acarana Konferensi Khilafah Internasional di Jakarta pada tanggal

28 Agustus 2007. Menurut HTI; ”bahwasanya problematika utama yang menimpa

kaum Muslimin saat ini disebabkan tidak diterapkannya hukum-hukum Islam di tengah

masyarakat. Satu-satunya wadah yang mampu menjamin penerapan sistem dan hukum-

hukum Islam secara total di tengah-tengah masyarakat hanyalah khilafah al Islamiyah.9

Sejak dibubarkannya sistem khilafah di Turki tahun 1924 sebenarnya sudah

muncul perbedaan pendapat di kalangan para pemikir maupun aktivis politik Islam saat

itu, tentang perlu atau tidak menegakkan kembali sistem khilafah. Sebab, baik ayat-

ayat al-Qur’an maupun hadis-hadis Nabi yang dijadikan dasar hukum wajib

didirikannya khilafah ternyata hanya berbicara tentang perlunya kepemimpinan. Harus

dibedakan antara kepemimpinan seperti yang dikehendaki oleh al-Qur’an maupun

hadits dengan khilafah seperti yang diperjuangkan oleh kelompok-kelompok yang

mewajibkan ditegakkannya kembali sistem khilafah.

6 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Edisi 5, (Jakarta: PT. UI Press, 1993), h. 111.

7 Mohamed S. El-Wa, Sistem Politik dalam Pemerintahan Islam, Terj. Anshori Thajib,

(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983), h. 12.

8 Mohamed S. El-Wa, Sistem Politik dalam Pemerintahan Islam, Terj. Anshori Thajib,

(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983), h. 22.

9 Http:// www.Hizbut-Tahrir.or.id., diakses Tanggal 15 November 2016, pukul 20.10 WIB

Page 13: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

4

Sedangkan Nahdlatul Ulama mempunyai pandangan sendiri terhadap khilafah

bahwa dalam musyawarahnya ada beberapa point penting sebagaimana disebutkan

pada tanggal 1 November 2014 memutuskan bahwa khilafah. Pertama, Islam tidak

menentukan apalagi mewajibkan suatu bentuk negara dan sistem pemerintahan tertentu

bagi para pemeluknya. Umat diberi kewenangan sendiri untuk mengatur dan

merancang sistem pemerintahan sesuai dengan tuntutan perkembangan kemajuan

zaman dan tempat. Namun yang terpenting suatu pemerintahan harus bisa melindungi

dan menjamin warganya untuk mengamalkan dan menerapkan ajarankan agamanya

dan menjadi tempat yang kondusif bagi kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan. Dan

poin kedua, mengatakan bahwa Khilafah sebagai salah satu sistem pemerintahan

adalah fakta sejarah yang pernah dipraktikkan oleh al-Khulafa` al-Rasyidun. Al-

Khilafah al-rasyidah adalah model yang sangat sesuai dengan eranya; yakni ketika

kehidupan manusia belum berada di bawah naungan negara-negara bangsa (nation

states). Masa itu umat Islam sangat dimungkinkan untuk hidup dalam satu sistem

khilafah. Pada saat umat manusia bernaung di bawah negara-negara bangsa (nation

states) maka sistem khilafah bagi umat Islam sedunia kehilangan relevansinya. Bahkan

membangkitkan kembali ide khilafah pada masa kita sekarang ini adalah sebuah

utopia. 10

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, penulis merasa termotivasi untuk

meneliti lebih lanjut tentang wawasan bernegara Khilafah Islamiyah menurut sudut

pandang Ormas Islam yaitu Nahdlatul Ulama dan Hizbut Tahrir Indonesia. Penelitian

tersebut penulis kemas dalam bentuk Skripsi dengan judul: “Respon Nahdlatul Ulama

terhadap konsep khilafah Hizbut Tahrir Indonesia”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas dan dalam rangka

mempermudah penulis dalam menganalisa permasalahan, penulis menyusun suatu

rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep Khilafah menurut Hizbut Tahrir Indonesia ?

10 http://www.nu.or.id/post/read/55557/khilafah-dalam-pandangan-nu, diakses pada tanggal 21

november 2016, pukul 19.55 WIB

Page 14: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

5

b. Bagaimana pandangan Nahdlatul Ulama mengenai konsep Khilafah dalam

Hizbut Tahrir Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi

tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui konsep Khilafah menurut Hizbut Tahrir Indonesia.

b. Untuk mengetahui pandanagan Nahdlatul Ulama mengenai konsep Khilafah

dalam Hizbut Tahrir Indonesia.

Dalam penelitian ini penulis berupaya memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Untuk memperkaya khazanah pengetahuan dan wawasan dan menjadi bahan

bacaan yang berguna bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mahasiswa

yang ingin memperdalam studi mengenai ilmu Ketatanegaraan Islam tentang

Khilafah.

b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber pelengkap referensi dan

pembanding untuk studi-studi mengenai ilmu Ketatanegaraan Islam tentang

Khilafah.

D. Review Studi Terdahulu

Untuk membuktikan bahwa penulis tidak melakukan duplikasi dan

penjiplakan, maka penulis akan menjabarkan review studi terdahulu yang telah

penulis temui antara lain:

1. Skripsi yang ditulis oleh Fahmil Rozi, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul

“Civil Society dan Radikalisme (Studi atas Dukungan Nahdlatul ulama

Terhadap Pembbaran Hizbut Tahrir di Indonesia”. Skripsi ini membahas

tentang organisasi HTI sebagai organisasi yang radikal yang berusaha untuk

merubah sistem negara menjadi negara khilafah dan membahas bagaimana

peran NU dalam mencegah gerakan radikalime. Sedangkan penelitian saya,

membahas tentang konsep khilafah menurut HTI, dan pandangan NU terhadap

khilafah menurut HTI.

Page 15: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

6

2. Jurnal yang ditulis oleh Masdar Hilmy dengan judul “Akar-akar

Transnasionalisme Islam Hizbut Tahrir Indonesia” Jurnal ini membahas

tentang HTI sebagai organisasi keagamaan yang mengusung ide Islam

transnasional, sedangkan penelitian saya membahas tentang sejarah HTI.

3. Jurnal yang ditulis oleh Dian Dwi Jayanto dengan judul “Manifestasi Politik

Identitas HTI di Kalangan Nahdliyin: Studi Kasus HTI di Kabupaten

Jombang”. Jurnal ini membahas penelitian yang dilakukan di Jombang

terhadap warga Nahdliyin dan membahas politik identitas terhadap HTI.

Sedangkan penelitian saya menggunakan konsep khilafah menurut HTI.

E. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan

pokok permasalahan diperlukan suatu pedoman penelitian yang disebut metodologi

penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan menggunakan pikiran sama untuk

mencapai sesuatu tujuan.11 Metode adalah pedoman cara seorang ilmuan mempelajari

dan memahami langkah- langkah yang di hadapi.12

Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan suatu

sistematika. Metodologi ilmiah dengan tujuan untuk memperoleh sesuatu yang baru

atau asli dalam memecahkan suatu masalah yang setiap saat timbul dimasyarakat.13

Dalam penelitian skripsi ini penulis melakukan dua jenis penelitian, yaitu studi pustaka

dan wawancara.

1. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Bodgan dan Taylor

mendefisinikan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

11. Cholid Narboko dan Abu Achmad, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Pustaka, 1997),

h.1

12. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI press,1986), h. 15

13. Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Gajah Mada University Perss,

2004), h. 11

Page 16: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

7

diamati.14 Karakter khusus penelitian kualitatif berupaya mengungkap keunikan

individu, kelompok, masyarakat atau organisasi tertentu dalam kehidupannya sehari-

hari.Dilihat dari segi tujuan dalam penelitian ini termasuk dalam metode penelitian

yang bersifat deskriptif yaitu metode yang dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan

masalah yang sedikit dengan menggambarkan /melukiskan keadaan subyek/obyek

penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak, atau sebagaimana adanya.15

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data,

yaitu :

a) Data Primer, yaitu sumber data yang dapat dijadikan jawaban terhadap

masalah penelitian. Teknik pengumpulan data primer berupa studi

literatur atau kepustakaan, dari studi kepustakaan yang berhubungan

dengan materi ini. Dalam penelitian ini, penulis melakukan studi

kepustakaan merujuk ke berbagai buku untuk mendapatkan informasi.16

b) Data Sekunder, adalah data yang di dapat dari wawancara secara

langsung untuk mendapatkan informasi terhadap obyek yang akan

dijadikan permasalahan dan pembahasan ini.

3. Teknik Analisa Data.

Dalam penelitian ini teknik menganalisa data, penulis menggunakan metode

analisis deskriptif, yaitu suatu teknik analisis data dimana penulis menjabarkan data-

data yang diperoleh dari hasil studi pustaka dan lapangan atau wawancara.

1. Studi pustaka, yaitu meliputi dari refrensi kepustakaan, baik berupa

buku, majalah, surat kabar, jurnal dan mengakses internet.

2. Wawancara, yaitu situasi peran pribadi bertatap muka (face to face)

ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-

14 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta,2008), h. 21.

15 Hadari Nawawi, Metode Penelitian bidang sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2007), h. 67.

16 Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Gramedia Utama,

1992), h.10

Page 17: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

8

pertanyaan yang di rancang untuk memperoleh jawaban yang relevan

dengan masalah penelitian kepada responden.17 Wawancara dilakukan

terhadapa narasumber yang dipilih untuk memperoleh beberapa hal

yang berkaitan dengan skripsi ini.

4. Teknik penulisan

Dalam hal teknis penulisan, penulis mengacu pada buku pedoman penulisan

skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

E. Sistematika Penulisan

Agar penulisan ini lebih sistematik dan lebih terarah. Maka penulis akan

menjelaskan sistematika penulisan dalam skripsi ini. Pada dasarnya skripsi ini terdiri

dari lima bab yang saling berkaitan, yaitu.

Bab I : Pendahuluan, pada pembahasan skripsi ini terdapat latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II : menguraikan tentang tinjauan teoritis mengenai khilafah, pada bab ini

terdiri dari empat sub bab yaitu Pengertian khilafah, Sejarah khilafah, Dasar hukum

khilafah, Efektivitas negara dengan konsep khilafah.

Bab III : menguraikan tentang landasan umum mengenai bentuk negara

menurut Nahdlatul Ulama dan Hizbut Tahrir Indonesia, pada bab ini terdiri dari lima

sub bab yaitu Sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama, Konsep negara menurut Nahdlatul

Ulama, Sejarah berdirinya Hizbut Tahrir Indonesia, Pembubaran Hizbut Tahrir

Indonesia (Peraturan Perundang-undangan nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi

Kemasyarakatan), Konsep negara menurut Hizbut Tahrir Indonesia.

Bab IV : menguraikan tentang Respon Nahdlatul Ulama terhadap konsep

khilafah Hizbut Tahrir Indonesia, pada bab ini terdiri dari Empat sub bab yaitu konsep

khilafah menurut Hizbut Tahrir Indonesia, Alasan Hizbut Tahrir Indonesia menerapkan

konsep khilafah di Indonesia, Perspektif Nahdlatul Ulama tentang Hizbut Tahrir

17 Amirudin, Zainal asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT Raja Garafindo,

2004), cet.ke-1,h.8

Page 18: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

9

Indonesia mengenai konsep khilafah, Respon Nahdlatul Ulama terhadap konsep

khilafah Hizbut Tahrir Indonesia.

Bab V : merupakan penutup meliputi kesimpulan yang merupakan jawaban

dari rumusan masalah dalam bab I dan mencakup saran-saran atas permasalahan yang

di teliti.

Page 19: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

10

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KHILAFAH

A. Pengertian Khilafah

Secara bahasa, kata khalifah merupakan bentukan dari mashdar takhallafa,

artinya mengikuti. Seseorang dikatakan mengikuti (takhallafa) jika ia berada

dibelakang orang lain, mengikuti di belakang orang lain dan menggantikan tempatnya.

Tidak hanya itu, seseorang disebut menggantikan orang lain apabila ia melaksanakan

fungsi yang diberikan orang itu kepadanya, baik bersama-sama orang tersebut maupun

sesudahnya.1 Pengertian ini merujuk pada Q.S. al-Zuhruf [43] ayat 60:

فون ة ف الرض يل ك ئ ل م م ك ن ا م ن ل ع اء ل ش و ن )٦ .الزخرف: (ولArtinya: ”Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai gantimu dimuka bumi malaikat yang turun-temurun” (Q.S. al-Zuhruf [43]: 60).

Khalifah adalah pengganti orang lain, baik karena absennya orang yang

digantikan itu karena meninggal, ketidakmampuan, maupun alasan-alasan lain. Bentuk

jamak dari khalifah adalah khalaif, dan khulafa untuk khalif.

Adapun pengertian khilafah yang berlaku di kalangan para ulama disinonimkan

dengan istilah al-imamah (kepemimpinan), yakni kepemimpinan menyeluruh dalam

persolan yang berkenaan dengan masalah keagamaan dan duniawi sebagai pengganti

fungsi Rasulullah S.a.w. Menurut al-Baidhawi seperti dikutip Ali Abdul

Raziq ”imamah adalah istilah yang berkenaan dengan penggantian fungsi Rasulullah

oleh seseorang untuk menjalankan undang-undang syari’ah dan melestarikan ajaran-

ajaran agama dalam satu garis yang mesti diikuti oleh umat”.2

Ibn Khaldun mendefinisikan; ”khalifah adalah tanggung jawab umum yang

sesuai dengan tujuan syara’ yang bertujuan menciptakan kemaslahatan ukhrawi dan

duniawi bagi umat. Hakikatnya khalifah merupakan pengganti fungsi pembuat syara’

1 Ali Abdul Raziq, Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam, Terj. Afif Muhammad, (Bandung:

Pustaka, 1985), h. 3.

2 Ali Abdul Raziq, Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam, Terj. Afif Muhammad, (Bandung:

Pustaka, 1985), h. 4.

Page 20: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

11

(Rasulullah S.a.w.) dalam upaya memelihara persoalan agama dan politik

keduniawian”.3

Al-Maududi menyebutkan bahwa doktrin tentang khilafah yang disebutkan al-

Qur’an ialah bahwa segala sesuatu di atas bumi ini hanyalah karunia dari Allah, dan

Allah telah menjadikan manusia dapat menggunakan pemberian-pemberian sesuai

petunjuk-Nya. Berdasarkan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik dirinya

sendiri, tetapi ia hanyalah khalifah atau wakil Allah yang sebenarnya.4 Selanjutnya, al-

Maududi menyebutkan bahwa Islam menggunakan istilah kekhalifahan bukannya

kedaulatan. Karena dalam Islam kedaulatan hanya milik Tuhan saja, siapa pun yang

memegang tampuk kekuasaan dan siapa pun yang memerintah sesuai dengan hukum

Tuhan pastilah merupakan khalifah dari penguasa tertinggi dan tidak akan berwenang

mengerahkan kekuasaan apapun kecuali kekuasaan-kekuasaan yang telah

didelegasikan kepadanya.5

Sedangkan Taqiyuddin al-Nabhani menyebutkan khilafah merupakan satu-

satunya sistem pemerintahan bagi Daulah Islam. Taqiyuddin mendifiniskan khilafah

sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan

hukum-hukum syara’. Sistem khilafah sangat berbeda dengan sistem-sistem

pemerintahan yang lain, seperti monarchi, republik, kekaisaran, maupun federasi, baik

dari aspek asas yang menjadi landasan berdirinya, pemikiran, konsep, standar serta

hukum-hukum yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, maupun dari

aspek undang-undang dasar yang diberlakukannya ataupun dari aspek bentuk yang

mengambarkan wujud negara. Khilafah merupakan kekuatan politik praktis yang

berfungsi untuk menerapkan dan memberlakukan hukum-hukum Islam. Khilafah juga

mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia sebagai sebuah risalah dengan dakwah dan

jihad.6

3 Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun , terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, cet.

II, 2000), h. 238.

4 Abu al-A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan; Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan

Islam, Terj. M. al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1984), h. 64.

5 Abu al-A’la al-Maududi, Hukum dan Konstitusi; Sistem Politik Islam, Terj. Asep Hikmat,

(Bandung: Mizan, 1995), h. 169.

Page 21: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

12

Menurut pandangan sebagian ulama, khalifah adalah pengganti fungsi

Rasulullah SAW. yang di saat hidupnya menangani masalah-masalah keagamaan yang

diterimanya dari Allah SWT, dan bertugas memelihara pelaksanaan ajaran agama dan

mengurus persoalan politik keduniaan. Oleh karena itu, ketika Rasulullah SAW. wafat,

para khalifah pun menjadi penggantinya dalam memelihara kelestarian ajaran agama

dan urusan politik keduniaan. Orang yang melaksanakan fungsi itu pun disebut khalifah

atau imam. Disebut dengan imam karena disepadankan dengan kedudukan seorang

imam shalat dalam hal kepemimpinan dan mesti diikuti.7

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud khilafah

di sini adalah sebuah sistem pemerintah Islam sebagai pengganti Rasulullah S.a.w.

dalam fungsinya menerapkan syari’at Islam dan mengurus persoalan politik keduniaan.

Sistem khilafah juga berbeda dengan system pemerintahan lainnya dilihat dari dasar,

standar, konsep maupun fungsinya.

B. Sejarah Khilafah

Sistem pemerintahan yang pernah dipraktikkan dalam Islam sangat terkait

dengan kondisi kontekstual yang dialami masing-masing umat. Dalam rentang waktu

yang sangat panjang sejak abad ke-7 Masehi hingga sekarang, umat Islam pernah

mempraktikkan beberpa sistem pemerintahan khilafah (khilafah yang berdasarkan

syura dan khilafah yang berdasarkan monarki), imamah, monarki, dan demokrasi.8

Khilafah adalah pemerintahan Islam yang tidak dibatasi oleh teritorial, sehingga

kekhalifahan Islam meliputi berbegai suku dan bangsa. Ikatan yang mempersatukan

Islam adalah Islam sebagai agama. Pada intinya kekahalifahan merupakan

kepemimpinann umum yang mengurusi agama dan kenegaraan sebagai wakil dari Nabi

Saw. Dalam bahasa Ibn Khaldun, kekhalifahan adalah kepemimpinan umum bagi

seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan

6 Taqiyuddin al-Nabhani, Nidham al-Hukm fi al-Islam, (Beirut Libanon: Dar al-Umah, 1996),

h. 18.

7 Ali Abdul Raziq, Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam, Terj. Afif Muhammad, (Bandung:

Pustaka, 1985), h. 5.

8 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam,

(Jakarta: Erlangga, 2008), h. 204.

Page 22: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

13

memikul dakwah Islam ke seluruh dunia.9

Di sinilah, agenda Islam transnasional secara perlahan tapi pasti berusaha

menggantikan nilai-nilai lokal yang dimiliki oleh Islam di masing-masing kawasan.

Islam adalah nilai universal, dan universalitas nilai Islam ini tak terbantahkan. Justru

karena Islam merupakan nilai dan ajaran yang universal inilah, maka ia memiliki

tingkat fleksibilitas yang tinggi dengan perubahan konteks: baik konteks zaman, masa,

maupun situasi kemasyarakatan. Karena itu, setiap upaya penyeragaman penafsiran

atas Islam, terlebih yang menyangkut soal-soal keduniaan yang profan, merupakan

bentuk pengingkaran terhadap nilai dasar Islam.10

Sejak zaman Al-Khulafaur Al-Rasyidun (573-660 Masehi) hingga Turki

Utsmani (1288-1923 Masehi), sistem kekhalifahan yang digadang-gadang sebagai

jalan keluar terpuruknya umat Islam hari ini, sejatinya, rapuh dan cenderung sulit

diperbarui. Sejarah dunia terus menggeliat. Kekhilafahan yang pernah dipraktikkan

jika memang itu yang hendak dituju sarat unsur tribal, tidak kohesif-kooperatif,

nepotism akut,dan rentan memancing perang saudara. Dinasti Abbasiyah dan Turki

Utsmani adalah contoh konkretnya.

Era kekhalifahan Ali r.a. adalah bahan pelajaran terbaik terkait subjek yang

hendak kita bahas. Golongan non-khalifah, yang menamai diri mereka Khawarij,

adalah momok paling menakutkan bagi kelangsungan pemerintahan Ali. Hingga

akhirnya mereka berhasil membunuh sang khalifah pada shubuh buta di Masjid

Nabawi, melalui tangan Ibnu Muljam. Sepeninggal Ali, kekhilafahan memang

berlanjut, tetapi Mu'awiyyah dan para pelanjutnya menyelenggarakan sistem

pemerintahan dengan tangan besi. Seluruh pengikut Ali, yang lazim dikenal sebagai

Syiah, tak diberi kesempatan hidup laik. Jika tidak dibantai, mereka pasti terusir dari

kampung halamannya.

Pada masa Dinasti Fatimiyyah pun kejadiannya tak jauh berbeda. Hasan Sabah

(1050-1124 Masehi) yang notabene adalah seorang penganut Syiah Ismailiyyah,

9 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam,

(Jakarta: Erlangga, 2008), h. 205.

10 Pradana Boy Ztf, Fiqih jalan tengah, (Jakarta: PT Grafindo Media Pratama, 2008), h. 174.

Page 23: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

14

membelot dari para sultan tiran dinasti, lalu membentuk satuan pembunuh bayaran

berdarah dingin: Al-Hashshashin (kata assasination dalam kosakata Inggris berakar

dari gerakan ini). Tugas mereka hanya satu: membunuh khalifah yang melenceng dari

spirit Islam dan tidak prorakyat. Baik Khawarij maupun Al-Hashshashin sama-sama

menjadi simbol kecacatan khilafah Islam yang pernah berlangsung pada masa itu.11

C. Dasar-dasar Hukum Khilafah

Dasar hukum yang digunakan ulama yang mewajibkan berdirinya khilafah

dalam pengertian imamah (kepemimpinan) adalah al-Qur’an, hadis, ijma’, dan logika.

Namun jika diperhatikan secara seksama, tidak terdapat ayat al-Qur’an yang

menjelaskannya secara rinci. Misalnya Q.S. al-Nisa’ [4] ayat 59

نازعتم ف الل والرسول ش ي أي ها الذين آمنوا أطيعوا الل وأطيعوا الرسول وأول المر منكم فإن ت يء ف رو

ر وأحسن تويل تم ت ؤمنون بلل والي وم الخر ذلك خي )٥ ٩ :النساء(ن كن

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S. al-Nisa’ [4]: 59)

Selain itu juga Q.S. al-Nisa’ [4] ayat 83:

الرسول و أول الم ه الذين ر وذا جاءهم أمر من المن أو الوف أذاعوا به ولو رو من هم لعل

نبطونه من هم )٣٨ :النساء (ل ولول فضل الل عليكم ورحته لت ب عتم الشيطان ل قلييست

Artinya: ”Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, k ecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (Q.S. al-Nisa’ [4]: 83)

Kandungan kedua ayat di atas adalah tentang perlunya pemimpin untuk

dijadikan tempat rujukan bagi persoalan-persoalan yang dihadapi. Tidak terdapat

kandungan makna khilafah secara langsung dalam kedua ayat di atas. Hanya saja, kata

11 Reno Muhammad, Isis mengungkap fakta terorisme berlabel Islam, (Jakarta:Pt mizan

publika, 2014), h, 68.

Page 24: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

15

uli al-amr yang terdapat dalam ayat di atas menurut para mufasir sebagai para

pemimpin kaum Muslimin pada masa Rasulullah S.a.w. dan masa sesudahnya termasuk

para khulafa’ al-rasyidun, hakim-hakim, para pemuka masyarakat, para ulama atau ahl

hal wa al-aqd.12

Menurut Taqiyuddin al-Nabhani, Islam telah memerintahkan umat Islam agar

mendirikan sebuah sistem pemerintahan dan mengangkat seorang khilafah yang

memerintah berdasarkan hukum-hukum Islam.13 Perintah ini berdasarkan ayat:

ا جاءك من الق ن هم با أن زل الل ول ت تبع أهواءهم ع (٤ ٣ اء :)املفاحكم ب ي

Artinya: “… Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”. (Q.S. al-Maidah [5]: 48).

Pemerintahan atau al-hukm merupakan kekuasaan yang melaksanakan hukum

dan aturan. Pemerintahan merupakan aktivitas kepemimpinan yang telah diwajibkan

oleh syara’ atas kaum Muslimin. Aktivitas ini dipergunakan untuk menjaga terjadinya

tindak kedzaliman serta memutuskan masalah-masalah yang dipersengketakan seperti

yang disebutkan dalam ayat:

ن هم با أن زل الل ول ت تبع ليك أهواءهم واحذرهم أن ي فتنوك عن ب وأن احكم ب ي ما أن زل الل )املاء :ع

٤٩)

Artinya: “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah SWT. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu …”. (Q.S. al-Maidah [5]: 49).

(٤٤ )املاء :ومن ل يكم با أن زل الل فأولئك هم الكافرون

Artinya: ”… Dan barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir”. (Q.S. al-Maidah [5]: 44).

Menurut Taqiyuddin, Islam sebagai ideologi bagi negara, telah menjadikan

negara beserta kekuasaannya sebagai satu kesatuan yang integral dengan eksistensinya.

Islam telah memerintahkan pemeluknya agar mendirikan negara dan pemerintahan,

12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Volume 2,

(Jakarta: Lintera Hati, Cet. VIII, 2007), h. 484.

13 Taqiyuddin al-Nabhani, Nidham al-Hukm fi al-Islam, (Beirut Libanon: Dar al-Umah, 1996),

h.18.

Page 25: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

16

yang memerintah berdasarkan hukum-hukum syara’. Sebab para pemimpin itulah yang

esensinya melaksanakan pelayanan terhadap urusan-urusan umat secara langsung.

Menurutnya, Islam telah menetapakn sekaligus membatasi bentuk pemerintahan

dengan sistem khilafah. Sistem khilafah ini satu-satunya sistem bagi Daulah Islam.

Khilafah merupakan kekuatan politik praktis yang berfungsi untuk menerapkan dan

memberlakukan hukum-hukum Islam.14

Sedangkan hadis-hadis yang dijadikan pijakan tentang kewajiban mendirikan

khilafah seperti yang diriwatkan Abdullah bin Amr bin Ash:

.الخر عنق فاضربوا اخرينازعه جاء فان ,استطاع ان فليطعه قلبه ومثر يد صفقة عطافأ اماما بيع ومن

)روا مسلم(

Artinya: “Siapa saja yang membai’at (satu) Imam, memberikan uluran tangan (bai’atnya) dan buah hatinya (untuk mengikuti perintahnya), maka hendaknya dia mentaatinya. Apabila datang orang lain yang ingin mengambil alih kekuasaannya, maka penggallah lehernya”. (H.R. Muslim).15

Hadis yang diriwayatkan oleh Arfajah:

)روا مسلم( .فاقتلو ,مجاعتكم يفرق أو عصاكم يشق أن يريد ,واحد رجل على مجيع وامركم أتكم من

Artinya: “Siapa saja yang datang kepada kamu sekalian, sedangkan urusan kailian ditangani (diatur) oleh seorang khalifah, kemudian dia hendak memecah belah kesatuan umat (jamah’ah kalian), maka perangilah dia”. (H.R. Muslim).16

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

)روا مسلم( .جاهلية ميتة مات بيعة عنقه ف وليس مات ومن

Artinya: “Dan siapa saja yang mati dan di pundaknya tidak ada bai’at (kepada khalifah), maka ia mati dalam keadaan seperti mati jahiliyah”. (H.R. Muslim).17

14 Taqiyuddin al-Nabhani, Nidham al-Hukm fi al-Islam, (Beirut Libanon: Dar al-Umah, 1996),

h. 20.

15 Abi Husein Muslim bin al-Hajaj, Shahih Muslim, (Beirut Libanon: Daar Ibn Hajm, 2002),

h.824.

16 Abi Husein Muslim bin al-Hajaj, Shahih Muslim, (Beirut Libanon: Daar Ibn Hajm, 2002),

h.824.

17 Abi Husein Muslim bin al-Hajaj, Shahih Muslim, (Beirut Libanon: Daar Ibn Hajm, 2002),

h. 831.

Page 26: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

17

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

,اهله المر ل تنازع وان ,واملكر املنشط ف والطاعة السع على وسلم عليه هللا صلى هللا رسول بيعنا

)روا البخاري( .لئم لومة هللا ىف خناف ل ,كنا حيثا بلق نقول او تقوم وان

Artinya: “Kami telah membai’at Rasulullah S.a.w. untuk mentaati dan mendengarkan setiap perintahnya, baik waktu senang atau susah dan kami tidak akan mengambil kekuasaan dari yang berhak dan akan mengatakan yang hak di mana pun kami berada. Tidak takut (karena Allah) akan celaan orang-orang yang mencela” (H.R. Bukhari).18

Semua hadis ini menjelaskan tentang pentingnya mengangkat seorang

pemimpin. Tidak dibenarkan kaum Muslimin mempunyai lebih dari satu orang

pemimpin. Berdasarkan hadis-hadis ini, mengharuskan hanya ada satu pemimpin

dalam satu bidang dan tidak membolehkan dalam satu bidang tersebut ada pemimpin

lebih dari satu orang. Islam tidak mengenal apa yang disebut dengan kepemimpinan

kolektif (kelompok). Kepemimpinan yang ada dalam Islam adalah tunggal.19

Selain ayat-ayat dan hadis-hadis di atas, umumnya para ulama yang

mewajibkan adanya khilafah, mendasarkan pada ijma’, dan logika. Ibn Khaldun

menyatakan; hampir tidak dapat ditemukan adanya orang yang berpendapat tentang

tidak wajibnya khilafah ini, baik secara logika maupun syar’i. Wajib disini berarti

pelaksanaan hukum syara’. Apabila umat secara menyeluruh telah mampu merealisasi

keadilan dan melaksanakan syari’at Islam, maka tidak perlu lagi ada seorang imam dan

fungsi khilafah.20

Ijma’ yang dijadikan pijakan adalah bahwa begitu Rasulullah SAW. wafat, para

sahabat segera memberikan bai’atnya kepada Abu Bakar r.a. dan menyerahkan

persoalan mereka kepadanya. Demikian pula yang terjadi pada masa-masa sesudah itu,

dan umat Islam tidak pernah dibiarkan kacau tanpa pemimpin meski hanya sesaat.21

18 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut Libanon: Daar Ibn Hazm, 2002),

h. 1329.

19 Taqiyuddin al-Nabhani, Nidham al-Hukm fi al-Islam, (Beirut Libanon: Dar al-Umah, 1996),

h. 126.

20 Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun , terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka firdaus, cet.

II,2000), h. 238.

21 Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun , terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka firdaus, cet.

II,2000), h. 238.

Page 27: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

18

Menurut Taqiyuddin, ijma’ sahabat telah sepakat tentang sistem khilafah,

kesatuan khilafah, kesatuan negara serta ketidakbolehan berbai’at selain kepada satu

Khalifah. Sistem ini telah disepakati oleh para imam mujtahid serta jumhur fuqaha.22

Sedangkan dasar logika adalah dengan adanya fungsi seorang imam, maka

perintah-perintah al-Qur’an yang berkenaan dengan urusan ummat seperti amar ma’ruf

nahi munkar, yang wajibnya hukumnya dapat dilaksanakan dengan mudah. Tanpa

fungsi seorang imam, kedua kewajiban itu sulit direalisasikan. Apabila tidak seorang

imam, rakyat tidak mungkin dapat diorganisir, bahkan akan muncul pertentangan,

merajalela kedzaliman, dekadensi, dan sikap permusuhan yang sudah menjadi watak

manusia.23

Adapun tentang pengangkatan Khalifah adalah dengan cara bai’at dari kaum

Muslimin kepada seseorang (untuk memerintah) atas dasar al-Qur’an dan Hadis. Bai’at

ialah sumpah janji setia yang dilakukan oleh seorang Muslim untuk menta’ati

seseorang sebagai pemimpin dalam melaksanakan syari’at Islam.24

Kedudukan bai’at sebagai metode pengangkatan Khalifah telah ditegaskan oleh

bai’at kaum Muslimin generasi pertama kepada Nabi SAW, dan para Khulafa’ al-

Rasyidun. Bai’at umat Islam kepada Rasulullah SAW. maupun Khulafa’ al-Rasyidun,

bukanlah bai’at atas kenabian, melainkan bai’at untuk melaksanakan perintah, bukan

untuk mempercayai kenabian. Nabi dibai’at dalam kapasitas sebagai kepala negara

bukan sebagai Nabi dan Rasul. Sebab pengakuan terhadap kenabian dan kerasulan itu

adalah persoalan kaimanan, bukan persoalan bai’at.25

Cara-cara praktis (teknis) operasional sebelum dibai’atnya Khalifah, atau dalam

memilih Khalifah sebelum dibai’at, dapat ditempuh berbagai cara misalnya cara yang

pernah ditempuh oleh Al-Khulafa’ Al-Rasyidun, ataupun cara lain seperti pemilihan

22 Taqiyuddin al-Nabhani, Nidham al-Hukm fi al-Islam, (Beirut Libanon: Dar al-Umah, 1996),

h.35.

23 Abu al-A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan; Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan

Islam, Terj. M. al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1984), h. 111-115.

24 Taqiyuddin al-Nabhani, Nidham al-Hukm fi al-Islam, (Beirut Libanon: Dar al-Umah, 1996),

h, 75.

25 Taqiyuddin al-Nabhani, Nidham al-Hukm fi al-Islam, (Beirut Libanon: Dar al-Umah, 1996),

h, 75.

Page 28: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

19

langsung. Sebab, terkait dengan teknis operasional tidak ada satu cara tertentu yang

mengikat. Hal ini bisa dilihat dari masing-masing Al-Khulafa’ Al-Rasyidun

menggunakan teknis yang berbeda satu sama lain. Setiap pemerintahan maupun

kekuasaan yang berdiri atas dasar sistem Khilafah atau yang di dalamnya berlaku

pengangkatan khalifah dengan cara bai’at dan menjalankan sistem (hukum) dengan apa

yang telah Allah turunkan, maka pemerintahannya itu adalah pemerintahan yang sesuai

dengan ketentuan Islam.26

Sedangkan menurut Ali Abdul Raziq, baik al-Qur’an, hadis, maupun ijma’,

yang berbicara tentang bai’at, hukm (pemerintahan), atau perintah untuk menaati uli

al-amr, arahnya bukan perintah untuk mendirikan khilafah. Perintah untuk bai’at, atau

menaati uli al-amr, sama sekali bukan berbicara tentang teori imamah, dan bukan

kewajiban agama. Juga tidak berarti Allah telah menetapkan hukum tertentu bagi

masalah-masalah imamah. Sedangkan ijma’ merupakan sesuatu yang sulit dicari

sandarannya dan keotentikannya.27

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dasar hukum khilafah adalah

al-Qur’an, hadis, ijma’ sahabat, dan alasan logika. Namun demikian, baik ayat-ayat al-

Qur’an, hadis, maupun ijma’ di atas masih diperdebatkan oleh para ulama tentang

keterkaitannya dengan pembentukan khilafah.

D. Efektivitas Negara dengan Konsep Khilafah

Hakikat kekhalifahan adalah usaha untuk mendirikan negara Islam dan menjaga

kesinambungannya. Negara Islam adalah negara yang terdiri atas agama Islam, negara

yang melaksanakan syari’at Islam, yang bertugas menjaga tanah-tanah negara Islam,

membela penduduk negara Islam, dan menyebarkan misis Islam di dunia. Sebetulnya

tidak ada pertentangan sekitar hakikat kekhalifahan bahwa menciptakan sebuah negara

atau kepemimpinan umum bagi agama Islam merupakan kewajiban bagi kaum

Muslimin atau merupakan rukun asasi agama Islam. Oleh karena itu, tidak dapat

26 Taqiyuddin al-Nabhani, Nidham al-Hukm fi al-Islam, (Beirut Libanon: Dar al-Umah, 1996),

h, 77.

27 Ali Abdul Raziq, Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam, Terj. Afif Muhammad, (Bandung:

Pustaka, 1985), h, 19-30.

Page 29: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

20

dipungkiri bahwa umat Islam pada zaman sekarang sejak berakhirnya kekhalifahan di

Turki termasuk lengah dan lalai dalam memenuhi kewajiban ini dan umat Islam

bertanggung jawab sebagai konsekwensi dari sikap lalainya di hadapan Allah SWT.

Itulah kewajiban umat Islam sekarang. Pengembangan sistem politik pada zaman

modern merupakan hal yang mungkin bahkan wajib untuk dilaksanakan.

Kewajiban yang bersifat fundamental, adalah pertama, persatuan program

operasional antara sesama kaum Muslimin untuk bersatu. Kedua, kaum Muslimin

diharapkan agar mendirikan negara mereka berdasarkan sistem syura. Ketiga, kaum

Muslimin juga diharapkan agar menyelesaikan permasalahan mereka melalui

permusyawaratan antar mereka dalam segala hal. Keempat, kaum Muslimin

diharapkan agar sdelalu saling membantu dalam kebaktian dan ketaqwaan. Kelima,

kaum Muslimin diharapkan agar bangkit bersama-sama menuanaikan kewajiban jihad

untuk menghalau musuh-musuh serta melindungi tanah-tanah dan negeri-negeri Islam.

Keenam, kaum Muslimin diharapkan berusaha memajukan rakyat kepada kebaikan,

melarang kejelekan atau menghilangkan kemungkaran. Dan ketujuh, kaum Muslimin

diharapkan mampu mencurahkan seluruh tenaga untuk menyebarkan misi Islam di

alam raya ini.28

Untuk mewujudkan seluruh kewajiban itu, perlu diadakan kepemimpinan

umum kaum Muslimin dalam bentuk musyawarah kolektif. Dengan kepemimpinan ini,

umat Islam telah melaksanakan kewajibannya yang telah diperintahkan oleh agama. Di

sini ada pertalian kembali antara Islam dan sejarahnya, Islam akan selalu tetap utuh

sebagai kekuatan operasional yang melindungi kekuatan spiritual masyarakat Islam.

Islam memiliki orientasi untuk mendorong dunia pada kemajuan manusia atau

kemajuan etika, mendorong dunia pada terbitnya era baru persaudaraan, persatuan, dan

perdamaian.

Keharusan kerja sama dalam menyelesaikan persoalan kemanusiaan yang

berkaitan dengan pola hubungan antar individu dan masyarakat diperlukan kesadaran

dan kerja sama yang manifestasinya dituangkan dalam suatu institusi dan lembaga.

Keharusan tersebut kemudian melahirkan teori tentang negara yang dapat menata

28 Rais, Cakrawala Islam; antara Cita dan Fakta, (Jakarta: Mizan, 2001), h. 164.

Page 30: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

21

masyarakat secara lebih formal dan bersifat kolektif.29

Dalam konteks perumusan teori tentang proses pembentukan negara dan

pemerintahan tidak banyak yang berbeda di antara para pemikir politik Islam, bahwa

keterbatasan manusialah yang menjadikan keniscayaan untuk saling bekerja sama

untuk dapat memenuhi keanekaragaman kebutuhan mereka, yang tidak mungkin

dipenuhi oleh individu-individu manusia tanpa kerja sama. Beberapa konsep dan teori

tentang kerja sama sosial (bahwa manusia adalah makhluk sosial, bukan makhluk

personal) yang dikemukakan oleh al-Farabi, Ibn Rabi’, al-Ghazali, al-Mawardi dan Ibn

Taimiyah sesungguhnya merupakan kerangka dasar bagi teori as’abiyah-nya Ibn

Khaldun.

Urgensi terhadap pembentukan institusi negara ini melahirkan ijtihad bahwa

hajat itu bersifat wajib atas dasar syari’at (wajib syar’iy) berdasarkan konsensus (ijma’)

umat Islam. Hal ini adalah bukti sejarah dalam politik Islam, sebab pengangkatan

khalifah awal dalam Islam merupakan hajat yang mendesak pada waktu itu, sebagai

upaya umat Islam untuk menggantikan tugas-tugas kenabian guna mengatur dan

menata kehidupan masyarakat Muslim. Dalam praktik sejarah politik umat Islam, sejak

zaman Rasulullah Saw hingga al-khulafa al-rasyidun jelas bahwa Islam

mempraktikkan di dalam ketatanegaraan sebagai negara kesatuan, di mana kekuasaan

terletak pada pemerintahan pusat, gubernur, panglima diangkat dan diberhentikan oleh

khalifah. Hal ini berlangsung sampai jatuhnya Daulah Umawiyah di Damaskus.

Kemudian timbul tiga kerajaan Islam yang tampaknya terpisah satu sama lainnya yaitu

Daulah Abbasyiyah di Bagdad, Daulah Uluwiyah di Mesir dan Daulah Umawiyah di

Andalusia. Oleh karena itu, walaupun dunia Islam itu terpecah menjadi tiga

pemerintahan, akan tetapi kaum Muslimin menganggap atau seharusnya menganggap

ketiga-tiganya ada di dalam wilayah darul Islam.30

Dalam kehidupan kenegaraan sekarang, dua model ketatanegaraan oleh umat

Islam dipraktikkan di beberapa negara. Bentuk negara kesatuan Islam yang berbentuk

29 Hatamar, Pemikiran Politik al-Mawardi dan Relevansinya dengan Pemikiran Politik

Modern, Laporan Penelitian, (Palembang: Puslit IAIN Raden Fatah, 2000), h. 52. 30 A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam rambu-rambu syari’ah,

(Bandung: Gunung Djati Press, 2000), h. 105.

Page 31: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

22

Republik telah dipraktikkan. Republik Iran yang beraliran Syi’ah dan Republik Islam

Fakistan, Republik Irak dan Republik Afghanistan yang beraliran Sunni. Beberapa

negara ini telah menjadi contoh dari negara kesatuan Islam yang berbentuk Republik.

Sedangkan bentuk negara kesatuan Islam yang berbentuk monarki dipraktikkan oleh

Arab Saudi, Jordania, Uni Emirat Arab, di mana pergantian kekuasaan tidak ditentukan

oleh suara rakyat melainkan oleh keturunan penguasa.31 Jadi pada masa sekarang, umat

Islam mempraktikkan negara kesatuan Islam dalam bentuk negara bangsa (nation-

state) sebagai respons terhadap konteks negara-negara yang berkembang di masa

sekarang.

Hal ini tentunya ada perbedaan bentuk negara yang diperjuangkan oleh Hizbut

Tahrir bahwa sistem negara adalah sistem khilafah yang wilayahnya berskala

internasional, seperti pada masa dinasti-dinasti Islam masa lalu. Selain bentuk negara

kesatuan, dalam praktik sejarah politik Islam pada zaman khalifah Mansur muncul

suatu daerah yang ingin menjadi negara, yaitu nagara Andalusia, yang didirikan oleh

Abdurrahman bin Muawiyah dari Bani Umaiyah pada 139 H=756 M. Namun Dinasti

Umaiyah di Andalusia masih belum berani melepaskan diri dari wilayah Abbasiyah,

yang terbukti dari panggilan dari penguasa negaranya adalah Amir yang berarti kepala

negara bagian. Khalifah Harun al-Rasyid (170- 193 H=789-809 M), di mulai rencana

pembentukan negara federasi. Pada awalnya peristiwa itu disambut dengan kemarahan,

tetapi kemudian pemerintahan sendiri mengadakan rencana pembentukan negara-

negara bagian, dengan menyetujui berdirinya negara Aqlabiyah (Agalibah) di Tunis

pada 184 H, yang didirikan oleh Ibrahim bin Aqlab. Negara ini berdiri selama satu abad

lebih, dari 184- 296 H=800 M-908 M).32

Jadi dalam sejarah politik Islam, muncul dua negara bagian, yaitu imarah

ammah tingkat istilah, yaitu negara-negara bagian yang memiliki status negara terbatas.

Kepala negara bagian ini dinamakan amir. Dan imarah ammah tingkat istimewa, yang

memiliki hak-hak negara yang sangat luas, ke luar dan ke dalam. Kepala negaranya

31 A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam rambu-rambu syari’ah,

(Bandung: Gunung Djati Press, 2000), h. 107.

32 Ahmad, al-Thariq; Dirasat Fikriah fi kaefiah al- Amal Litagver Waqi’ah al-Ummah Wa

Inhadhiha, (Libnan Dar al-Bayar, 1956), h. 183.

Page 32: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

23

dinamakan sultan.

Adapun sistem pemerintahan yang pernah dipraktikkan dalam Islam sangat

terkait dengan kontektual yang alami oleh masing-masing umat. Dalam rentang waktu

yang sangat panjang sejak abad ke VII Masehi hingga sekarang, umat Islam pernah

mempraktikkan beberapa sistem pemerintahan yang meliputi sistem pemerintahan

Khilafah berdasarkan syura, khilafah monorki, imamah,monorki dan demokrasi.33

Sistem pemerintahan khilafah Islamiyah yang berdasarkan syura pernah

dipraktikkan pada masa khalifah al-rasyidin yang telah menjalanlkan sistem

pemerintahan yang dilandasi oleh semangat musyawarah. Ciri yang menonjol dari

sistem pemerintahan yang mereka jalankan terletak pada mekanisme musyawarah.

Musyawarah menjadi cara yang ditempuh dalam menjalankan kekuasaan sesuai

dengan apa yang diajarkan Rasulullah Saw. Dan sistem inilah yang sedang

diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir yang dinilai cukup ideal dan riel untuk diterapkan.

33 A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam rambu-rambu syari’ah,

(Bandung: Gunung Djati Press, 2000), h. 109.

Page 33: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

24

BAB III

LANDASAN UMUM TENTANG BENTUK NEGARA MENURUT

NAHDHATUL ULAMA DAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA

A. Sejarah Berdirinya Nahdhatul Ulama

Nahdlatul Ulama lahir pada tanggal 31 Januari 1926 sebagai reprensentatif

dari ulama tradisionalis, dengan haluan ideologi ahlus sunnah waljamaah tokoh-

tokoh yang ikut berperan diantaranya K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahab Hasbullah

dan para ulama pada masa itu pada saat kegiatan reformasi mulai berkembang luas,

ulama belum begitu terorganisasi namun mereka sudah saling mempunyai hubungan

yang sangat kuat. Perayaan pesta seperti haul, ulang tahun wafatnya seorang kiai,

secara berkala mengumpulkan para kiai, masyarakat sekitar ataupun para bekas murid

pesantren mereka yang kini tersebar luas diseluruh nusantara.1

Berdirinya Nahdlatul Ulama tak bisa dilepaskan dengan upaya

mempertahankan ajaran ahlus sunnah wal jamaah (aswaja). Ajaran ini bersumber

dari Al-qur’an, Sunnah, Ijma’ (keputusan-keputusan para ulama’sebelumnya). Dan

Qiyas (kasus-kasus yang ada dalam cerita al-Qur’an dan Hadis) seperti yang

dikutip oleh Marijan dari K.H. Mustofa Bisri ada tiga substansi, yaitu (1) dalam

bidang-bidang hukum-hukum Islam menganut salah satu ajaran dari empat

madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali), yang dalam praktiknya para Kyai

NU menganut kuat madzhab Syafi’I. (2) dalam soal tauhid (ketuhanan), menganut

ajaran Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidzi. (3)

dalam bidang tasawuf, menganut dasar-dasar ajaran Imam Abu Qosim Al-Junaidi.2

Proses konsulidasi faham Sunni berjalan secara evolutif. Pemikiran Sunni

dalam bidang teologi bersikap elektik, yaitu memilih salah satu pendapat yang benar.

Hasan Al-Bashri (w. 110 H/728) seorang tokoh Sunni yang terkemuka dalam masalh

Qada dan Qadar yang menyangkut soal manusia, memilih pendapat Qodariyah,

sedangkan dalam masalah pelaku dosa besar memilih pendapat Murji’ah yang

1 Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan, (Surabaya: Yayasan 95, 2002), h. 66.

2 Laode Ida, NU Muda, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 7.

Page 34: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

25

menyatakan bahwa sang pelaku menjadi kufur, hanya imannya yang masih fasiq.

Pemikiran yang dikembangkan oleh Hasan Al-Basri inilah yang sebenarnya kemudian

direduksi sebagai pemikiran Ahlusunnah waljama’ah.3

Menurut Muhammad Abu Zahra, perbedaan pendapat dikalangan kaum

Muslim pada hakikatnya menampak dalam dua bentu, yaitu Praktis dan Teoritis.

Perbedaan secara praktis terwujud dalam kelompok-kelompok seperti kelompok Ali

bin Abi Tholib (Syi’ah), Khawarij dan kelompok Muawiyah. Bentuk kedua dari

perbedaan pendapat dalam Islam bersifat ilmiah teoritis seperti yang terjadi dalam

masalah ‘aqidah dan furu’ (fiqih). Ahlus Sunnah Waljama’ah sebagai salah satu aliran

dalam Islam meskipun pada awal kelahirannya sangat kental dengan nuansa politiknya,

namun, dalam perkembangannya diskursus yang dikembangkannya juga masuk pada

bagian wilayah seperti Aqidah, Fiqih, Tasawuf dan Politik.4

Dengan haluan ideologi ahlus sunnah waljamaah ini lahir dengan alasan yang

mendasar, antara lain: Pertama; kekuatan penjajah belanda untuk meruntuhkan potensi

Islam telah melahirkan rasa tanggung jawab alim ulama menjaga kemurnian dan

keluhuran ajaran Islam. Kedua; rasa tanggung jawab alim ulama sebagai pemimpin

umat untuk memperjuangkan kemerdekaan dan membebaskan dari belenggu penjajah.

Ketiga; rasa tanggung jawab alim ulama menjaga ketentraman dan kedamaian bangsa

Indonesia.5

Tidak seluruh perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam fase-fase yang telah

dikemukakan sejak akhir abad ke-19 sampai sekarang. Merupakan proses tese dan

antitese. Dalam fase pergerakan kemerdekaan misalnya, ada tiga kelompok kekuatan

yang berkembang secara bersamaan. Munculnya elit baru sebagai sekolah-sekolah

belanda, dibarengi pula oleh dua kekuatan pergerakan yang bersumber Islam,

yaitu”Islam Moderen” dan “Islam Tradisional”. Dalam fase ini moderenisasi Islam

yang tersalur dalam berbagai keagamaan mulai tersebar dan memperoleh sambutan

3 Ridwan, Paradigma Politik NU, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 95.

4 Ridwan, Paradigma Politik NU, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 101.

5 Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan, (Surabaya: Yayasan 95, 2002), h. 67.

Page 35: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

26

yang cukup luas hampir semua kota besar di Indonesia sampai di desa-desa kecil

pelosok negri.6

Sejak permulaan tahun 1910-an. Sebelum didirikan jam’iyah Nahdlatul Ulama

pada tahun 1926. K.H. Hasyim As’ari tidak melarang salah seorang muridnya yang

paling cemerlang yaitu K.H. Wahab Hasbullah untuk mengambil bagian dalam

aktifitas-aktifitas sosial pendidikan dan keagamaan dari kelompok modernisasi Islam.

Kelihatannya sampai meninggalnya pendiri Muhamadiyah, K.H. Ahmad Dahlan,

dalam tahun 1923, pikiran-pikiran Islam moderen dari gerakan Muhamadiyah belum

meyentuh ideologi yang paling fundamental dari Islam tradisional. Pada tingkat

permulaan gerakan Islam moderen tersebut, tekanan diletakkan pada pengaktifan

sosial, ekonomi dan politik. Mungkin itulah sebabnya gerakan tersebut belum di

rasakan mengancam kedudukan pemimpin- pemimpin Islam tradisional.7

Pada awal abad XX, dalam kurun waktu sepuluh tahun Kyai Abdul Wahab

Hasbullah, mengorganisir Islam tradisional dengan dukungan para kyai dan ulama dan

beliau juga aktif di Syarikat Islam (SI) sebuah perkumpulan para saudagar Muslim

yang didirikan di Surakarta tahun 1912, dan pada tahun 1916, Kyai Wahab mendirikan

sebuah madrasah yang bernama Nahdlatul Watam yang berpusat di Surabaya yang

pengasuhnya ialah Kyai Wahab Hasbullah dan Kyai H. Masmansur.8

Pertambahan yang luar biasa dalam keanggotaan syarikat Islam menjelang

akhir tahun 1920an terutama disebabkan oleh peranan kyai yang memobilisasikan masa

pada tingkat masyarakat luas dan ini tidak berarti bahwa pada tubuh syarikat Islam

belum ada perbedaan-perbedaan ideologi antara mereka yang cenderung untuk tetap

mempertahankan Islam tradisional. Sesudah didirikannya gerakan Muhamadiyah tahun

1912 dan sepeninggalnya K.H. Ahmad Dahlan sering kali terjadi perdebatan antara

kyai-kyai. Pemimpin pesantren dan para ulama yang mendukung gerakan

Muhammadiyah yang mengenai dalam berbagai aspek dalam praktik Islam. Wadah

6 Humaidi Abdusami, Ridwan Fakla AS., 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama, (yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1995), h. 12.

7 Humaidi Abdusami, Ridwan Fakla AS., 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama , (yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1995), h. 13.

8 Andree Feillard, NU vis-à-vis Negara, (Yogyakarta: L’Harmattan Archipel, 1999), h . 8.

Page 36: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

27

perdebatan yang paling utama ialah organisasi Taswirul Afkar di Surabaya yang

dipimpin langsung oleh Kyai H. Wahab Hasbullah, Kyai H. Mas mansur dan tokoh-

tokoh lainnya seperti Kyai H. Hasyim Asy’ari, Kyai H. Bisri Syamsuri (keduanya dari

jombang), Kyai Ridwan (Semarang), Kyai Nawawi (Pasuruan), dan Kyai Abdu Aziz

(Surabaya). Dalam pertemuan itu diambil keputusan sebagai berikut:

1. Mengirim dilegasi Kekongres dunia Islam di Makkah untuk memperjuangkan

kepada Ibnu Saud agar hukum-hukum menurut Madzhab 4 (Hanafi, Maliki,

Syafi’i dan Hanbali) mendapat perlindungan dan kebebasan dalam wilayah

kekuasaannya.

2. Membentuk suatu jam’iyah bernama Nahdlatul Ulama (kebangkitan para

ulama) yang bertujuan menegakkan berlakunya syari’at Islam yang berhaluan

salah satu dari empat madzhab.9

Namun pada umumnya, kedua kelompok ini mendukung aktifitas Syarikat

Islam, karena organisasi ini tidak menyentuh soal-soal yang berhubungan dengan

pembauran dalam konsep-konsep keagamaan. Dikarenakan Syarikat Islam lebih

tertarik kepada aktifitas politik dan tujuan umumnya mempersatukan kelompok Islam

di Indonesia, lebih menekankan agar perbedaan pendapat yang menyangkut detail

praktik-praktik keagamaan bisa dihindari. Dalam bulan Februari tahun 1923, persatuan

Islam (yang terkenal dengan singkatan Persis) didirikan di Bandung. Dan para

anggotanya mulai mengumandangkan pandangan-pandangan yang tidak

kompromistis, yang ditunjukkan kepada pikiran keagamaan Islam tradisional. Dan saat

itu pula persatuan Islam dapat merebut simpati sejumlah besar kaum intelektual Islam.

Buah pikiran Persis (persatuan Islam) memberikan dampak kuat dalam formulasi-

formulasi ideologi keagamaan dari Syarikat Islam pada masa-masa sesudah tahun

1923.10

Sewaktu kongres Islam yang ke IV diselenggarakan di Bandung pada bulan

Februari tahun 1926 dan kongres tersebut hampir sepenuhnya dikuasai oleh pemimpin

9 Humaidi Abdusami, Ridwan Fakla AS., 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama, (yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1995), h. 34.

10 Humaidi Abdusami, Ridwan Fakla AS., 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama, (yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1995), h. 14.

Page 37: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

28

organisasi Islam moderen yang mengabaikan usul-usul pemimpin Islam tradisional

yang menghendaki terpeliharanya praktik-praktik keagamaan tradisional (antara lain

madzhab 4 memelihara, pemeliharaan kuburan Nabi dan keempat sahabatnya di

Madinah). Akibatnya para Kyai dan para ulama-ulama yang dipimpin langsung oleh

Kyai H. Hasyim Asy’ari melancarkan kritik-kritik yang keras kepada kaum Islam

moderen dan sejak permulaan pada tahun 1926 membentuk Jami’yah Nahdlatul Ulama

sebagai wadah perjuangan para pemimpin Islam tradisional. Pengaruh Nahdlatul

Ulama yang besar dikalangan Kyai dan Ulama di Jawa Timur dan Jawa Tengah dan

kaum awam. Sebagaimana dirumuskan dalan anggaran dasar Nahdlatul Ulama pada

tahun 1927, organisasi tersebut bertujuan memperkuat kesetiaan kaum Muslimin pada

salah satu dari madzhab 4 dan melakukan kegiatan-kegiatan yang menguntungkan para

anggotanya sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Adapun kegiatan pokok antara lain 1.

Memperkuat persatuan antara sesama ulama yang masih setia kepada ajaran-ajaran

Madzhab; 2. Memberikan bimbingan tentang jenis-jenis kitab yang diajarkan pada

lembaga-lembaga pendidikan Islam; 3. Penyebaran-penyebaran ajaran Islam yang

sesuai dengan tuntutan Madzhab empat; 4. Memperluas jumlah madrasah dan

memperbaiki organisasi; 5. Membantu pembangunan masjid-masjid, langgar dan

pondok pesantren; 6. Membantu anak-anak yatim piatu dan fakir miskin.11

Jadi, Nahdlatul Ulama menetapkan dirinya menjadi pengawas tradisi

dengan mempertahankan ajaran keempat madzhab Syafi’i yang dianut oleh kebayakan

umat Islam diseluruh nusantara ini. Selain itu, NU memberikan perhatian khusus pada

kegiatan ekonomi, bidang yang berkaitan dengan kehidupan para Kyai yang terkadang

adalah pemilik tanah dan pedagang.12

Nahdlatul Ulama sebagai satu organisasi sosial yang terbesar di Indonesia,

sebenarnya adalah komunitas Islam yang semenjak kelahirannya tujuh puluhan tahun

yang lalu senantiasa berusaha menekankan pentingnya pelestarian dan penghargaan

terhadap khazanah budaya nusantara. Di ilhami oleh Dakwa khas Wali Songo yang

11Humaidi Abdusami, Ridwan Fakla AS., 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama , (yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1995), h. 15.

12 Andree Feillard, NU vis-à-vis Negara, (Yogyakarta: L’Harmattan Archipel, 1999), h . 13-14.

Page 38: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

29

berhasil “mengawinkan” lokalitas budaya dengan universalitas agama Islam , NU

berupaya menebar benih-benih Islam dalam wajah yang familiar atau muda dikenali

oleh seluruh masyarakat Indonesia, serta menghindari pendekatan negasional,

sehingga kondusif bagi dua hal yang sangat dibutuhkan dalam konteks pluralisme,

yaitu:

Pertama, perekatan identitas kebangsaan. Karena masuk melalui jalur

budaya dengan membawa watak pluralis, hampir tidak ada komunitas budaya yang

merasa terancam eksistensinya, baik langsung maupun tidak. Mulai dari sinilah

kemudian muncul kaidah hukum Islam “al’adah muhakkamah” yang memberi

peluang besar pada tradisi apapun untuk dikonfersi menjadi bagian hukum Islam.

Selama tidak menyangkut ibadah mahdah seperti shalat, puasa dan semacamnya,

aktifitas budaya sangat mugkin dinilai sebagai kegiatan yang bermuatan agama jika

memang berperan menegakkan perinsip-prinsip yang diperjuangkan Islam. Dan dalam

batas yang minimal, aktifitas budaya tersebut tidak akan dilarang selama tidak merusak

kemaslahatan.13

Dengan demikian, meski secara statistik tergolong mayoritas, kehormatan

Islam di Indonesia akan selalu dijaga lewat cara-cara yang bisa diterima oleh kelompok

lain, bukan ditegakkan dengan sebuah penindsan ataupun pengingkaran terhadap

kepentingan dan eksistensi komunitas masayarakat manapun, yang pada gilirannya,

cara-cara ini dapat memberi sumbangan besar bagi upaya perekatan identitas bersama

sebagai bangsa.

Kedua; pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Tidak dapat disangkal

bawa penampilan Islam yang akomodatif, secara tidak langsung akan berdampak

positif bagi upaya penegakan-penegakan nilai-nilai kemanusiaan dibanding kekakuan

sikap dalam beragama yang bisa mereduksi hak-hak asasi masyarakat karena

cenderung berpijak pada eklusifisme yang berpotensi memonopoli kebenaran serta

gampang menyulut kekerasan berbasis agama sikap akomodatif tentu saja harus

dibedakan dari kekeringan komitmen keIslaman yang menunjukkan lemahnya iman.

Sebaliknya sikap akomodatif justru muncul sebagai bukti totalitas pemahaman

13 H. A. Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di tengah agenda persoaalan , (Jakarta: PT. Logos

Wacana Ilmu, 1999), h. 60.

Page 39: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

30

terhadap agama yang diyakini mampu menjadi rahmat bagi semua orang. Pada

akhirnya, sikap akomodatif yang lahir dari adanya kesadaran untuk menghargai

perbedaan atau keanekaragaman budaya merupakan salah satu landasan kokoh bagi

pola pikir, sikap, dan prilaku yang lebih sensitive terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Dengan demikian, orang tidak harus diperlakukan secara manusiawi hanya lantaran

beragama Islam, tetapi lebih didasari pemahaman bahwa nilai kemanusiaan memang

menjadi milik setiap orang.14

Nahdlatul Ulama dalam merespon problem kebangsaan menjadikan dirinya

sebagai organisasi sosial keagamaan. Tidak seluruh perjalanan sejarah Nahdlatul

Ulama pada bangsa Indonesia dalam fase-fase yang telah dikemukakan sejak akhir

abad ke-19 sampai sekarang. Merupakan proses tese dan antitese. Dalam fase

pergerakan kemerdekaan. Oleh karena itu, terhadap jejak sejarah panjang Nahdlatul

Ulama kita membutuhkan tahap pemahaman sebagai berikut:

1. Nahdlatul Ulama (NU) pra kemerdekaan Nahdlatul Ulama (NU) pra

kemerdekaan tampil sebagai organisasi yang disegani oleh penjajah.

Sehingga kekuatan Ulama yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU)

mampu menjembati kepentingan Islam dan juga kepentingan bangsa

Indonesia yang menjadi pilar pengantar terhadap lahirnya negara kesatuan

republik Indonesia.

2. Nahdlatul Ulama (NU) masa kemerdekaan

a. Masa Orde Lama

Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan dirinya menjadi partai politik hanya

karena menghadapi komunis. Sebab kuatnya komunis sebagai partai politik

membutuhkan pola yang sama. Nahdlatul Ulama dengan suara yang keras

akhirnya mampu mempertahankan dasar negara pancasila.

b. Masa Orde Baru

Dengan kebijakan pemerintah yang kuat, posisi Nahdlatul Ulama dengan

kelompok Islam lainnya kembali sebagai organisasi sosial keagamaan dan

sepakat mendirikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Secara sosial

14 H. A. Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di tengah agenda persoaalan , (Jakarta: PT. Logos

Wacana Ilmu, 1999), h. 61.

Page 40: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

31

tetap menjadi perhatian Nahdlatul Ulama dan secara politik partai tersebut

menjadi rode politik Nahdlataul Ulama.

c. Masa Reformasi

Dimasa reformasi pola politik mengalami perubahan, Nahdlatul Ulama

(NU) bersepakat kembali ke khittah. Yakni Nahdlatul Ulama (NU) murni

sebagai organisasi sosial keagamaan dan mengambil jarak yang sama

terhadap partai politik yang ada. Sehingga Nahdlatul Ulama bukan milik

siapa-siapa tetapi merupakan milik potensi bangsa Indonesia.15

Jadi dalam sejarahnya, Nahdlatul Ulama memang berdiri sebagai bentuk

reaksi dari luar (gerakan purifikasi). Dan berdirinya organisasi ini tidak lepas dari

peran para Kyai dengan komunitas pesantrennya yang merupakan peyanggah

utama kelompok Islam tradisionalis. Nahdlatul Ulama merupakan organisasi

keagamaan, ke-Islaman organisasi ini dirintis para kiai yang berpaham Ahlussunnah

Wal Jama’ah, sebagai wadah usaha mempersatukan diri dan menyatukan langkah

dalam tugas memelihara melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran

Islam dengan merujuk salah satu imam madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali)

serta berkidmat kepada bangsa, Negara dan umat Islam.

B. Konsep Negara Menurut Nahdhatul Ulama

Model yang dibangun NU itu merujuk pada integrasi Islam ke dalam

perjuangan nasional melalui demokratisasi dalam jangka panjang. Dalam kaitan ini,

terdapat dua proses signifikan. Pertama, integrasi Islam ke dalam nasionalisme. Kedua,

partisipasi Islam dalam demokratisasi.

Yang dimaksud poin ini adalah penyatuan visi Islam tentang kehidupan ke

dalam tujuan utama pendirian negara-bangsa. Hal ini berangkat dari kaidah al-ghayah

wa al-wasail (tujuan dan metode), yang NU menempatkan negara sebagai alat bagi

pencapaian tujuan Islam. Maka, karena tujuan Islam adalah rahmatan lil ‘alamin

(kesejahteraan bagi semesta), negara yang mengarah ke tujuan tersebut bisa diterima,

meskipun tidak berbentuk Islam. Oleh karena itu, NKRI, yang memuat “keadilan

sosial” sebagai tujuan konstitusional bernegara, diterima oleh NU, meskipun ia bukan

15 Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan, (Surabaya: Yayasan 95, 2002), h. 77-78.

Page 41: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

32

negara Islam yang formal.16

Pada ranah historis, proses integrasi ini terjadi melalui beberapa tahap. Pertama,

pengakuan wilayah Nusantara sebagai wilayah Islam (dar al-Islam). Hal ini dilakukan

pada Muktamar ke-11 (1936), yang para ulama NU menetapkan Nusantara sebagai dar

al-Islam. Menariknya, istilah dar al-Islam ini tidak dimaknai sebagai “negara Islam”,

melainkan “wilayah Islam”, sebab di dalamnya umat Islam bebas melaksanakan

syari’at. Dengan cara ini, NU telah membentuk “kebangsaan Islam” (Islamic

nationalism) sebab dar al-Islam tersebut dipahami sebagai bangsa. Artinya, ketika

Nusantara diakui sebagai dar al-Islam, wilayah ini telah dipahami sebagai bangsa

Muslim Indonesia.

Kedua, penerimaan atas negara-bangsa (NKRI), bukan negara Islam pada

pembentukan konstitusi 1945. Wakil NU di sidang PPKI, yakni Kyai Wahid Hasyim,

Kiai Masykur, dan Zainul Arifin, telah menyepakati bangunan NKRI dalam kerangka

perawatan kemajemukan bangsa. Pada titik ini, NU telah menepis ego-kelompok, demi

terjaganya masyarakat bangsa yang majemuk.17

Ketiga, penetapan pemerintah RI sebagai pemimpin darurat yang memiliki

wewenang menerapkan syari’at (waliy al-amri al-dlaruri bi al-syaukah). Kesepakatan

ulama pada Munas Alim Ulama (1954) ini ditetapkan agar syari’at Islam bisa

ditegakkan, karena pemerintahan sah secara syar’i. Dari sini terlihat bahwa politik

kebangsaan NU tidak bersifat sekuler, karena ia bermuara pada syari’at Islam, baik

melalui penerapan partikel hukumnya di dalam hukum nasional, maupun pengamalan

sebagai etika sosial.18

Keempat, penerimaan Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini ditetapkan pada

Munas Alim Ulama NU di Situbondo (1983), Pancasila diterima sebagai dasar negara

sedangkan Islam tetap dijaga sebagai aqidah. Antara aqidah beragama dan dasar

16 http://www.santridayah.com/2013/07/konsep-negara-menurut-nu diakses pada tanggal 11

Oktober 2017 pukul 07.00 WIB.

17 Afandi, Arif. Islam Atas Bawah, Polemik Statergi Panjang Umat Model Gusdur dan Amin

Rais, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 50.

18 Afandi, Arif. Islam Atas Bawah, Polemik Statergi Panjang Umat Model Gusdur dan Amin

Rais, h. 52.

Page 42: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

33

bernegara tidak dibenturkan, sebab Pancasilam yang memuat sila ketuhanan,

merupakan bentuk pengamalan syari’at Islam.

Melalui proses integrasi Islam ke dalam nasionalisme ini, NU telah melerai

ketegangan antara Islam sebagai “ideologi universal” dan Pancasila sebagai “ideologi

nasional”, serta antara Islam sebagai “paham theokratis” dan NKRI sebagai “bangunan

negara-bangsa”. Sebuah pola hubungan yang hingga saat ini masih menyediakan

ketegangan bagi sebagian besar negara Islam di Timur Tengah, karena mereka belum

mencapai hubungan harmonis antara Islam dan kemodernan.19

Dalam kaitan ini, penerimaan NU atas NKRI digerakkan melalui demokratisasi

dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena NU memahami nasionalisme tidak dalam

kerangka identitas dan wilayah, melainkan kerakyatan. Hal ini terkait dengan

pandangan terhadap kekuasaan yang terkait langsung dengan kemaslahatan rakyat

(tasharruf al-imam ‘ala al-ra’iyyah manuthun bi al-mashlahah). Melalui pandangan

ini, demokrasi yang diperjuangkan bukan demokrasi prosedural, melainkan

demokratisasi, baik dalam rangka pemenuhan hak sipil-politik maupun hak sosial-

ekonomi.20

C. Sejarah Berdirinya Hizbut Tahrir Indonesia

Hizbut Tahrir (HT) atau Liberation Party (Partai Pembebasan) merupakan

organisasi politik Islam ideologis berskala internasional yang aktif memperjuangkan

agar umat Islam kembali kepada kehidupan Islam melalui tegaknya Khilafah

Islamiyah. Hizbut Tahrir didirikan oleh Taqiyuddin al-Nabhani (1909-1977 M), yang

secara resmi dipublikasikan pada tahun 1953.21

Sejak di dirikan, Hizbut Tahrir dipimpin oleh Taqiyuddin al-Nabhani hingga

wafat, tanggal 20 Juni 1977 M. Taqiyuddin al-Nabhani merupakan salah seorang ulama

19 http://www.santridayah.com/2013/07/konsep-negara-menurut-nu diakses pada tanggal 11

Oktober 2017 pukul 07.00 WIB.

20 Afandi, Arif. Islam Atas Bawah, Polemik Statergi Panjang Umat Model Gusdur dan Amin

Rais, h. 54.

21 Ihsan Samarah, Biografi Singkat Taqiyuddin al-Nabhani, (Bogor: Al-Izzah Press, 2002), h,

4.

Page 43: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

34

berpengaruh Palestina, doctor lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, yang

sebelumnya adalah seorang hakim agung di Mahkamah Isti’naf, al-Quds, Palestina.22

Sepeninggal Taqiyuddin al-Nabhani, Hizbut Tahrir dipimpin oleh Abdul Qadim Zalum

hingga wafat 2003. Saat ini kepemimpinan Hizbut Tahrir digantikan oleh Syaikh Atha’

Abu Rastah secara internasional.23

Hizbut Tahrir telah beberapa kali berupaya pengambil-alihan kekuasaan di

banyak negeri-negeri Arab, seperti di Yordania pada tahun 1969, Mesir tahun 1973,

dan serentak di Iraq, Sudan, Tunisia, Aljazair pada tahun 1973, namun semuanya

gagal. Sejak saat itulah, Hzbut Tahrir mulai merubah strategi perjuangannya

dengan lebih banyak melontarkan wacana dan membina masyarakat melalui

dakwah.24

Kegiatan dakwah banyak dilakukan oleh Hizbut Tahrir dengan mendidik dan

membina masyarakat melalui training pengenalan tsaqafah (kebudayaan) Islam,

memahamkan masyarakat tentang akidah Islamiyah yang benar. Dakwah Hizbut Tahrir

lebih banyak ditampakkan dalam aspek pergolakan pemikiran (ash shira' al-fikr).

Hizbut Tahrir pula yang memperkenalkan istilah ghazw al-fikr (perang pemikiran)

sebagai upaya meluruskan pemikiran-pemikiran yang salah serta persepsi-persepsi

yang keliru, membebaskannya dari pengaruh ide-ide Barat, dan menjelaskannya

sesuatu ketentuan Islam.25

Metode yang ditempuh Hizbut Tahrir dalam rekrutmen dan membina

anggota adalah dengan mengambil thariqah (metode) dakwah Rasulullah SAW.

Menurut pemikiran Hizbut Tahrir kondisi kaum Muslimin saat ini hidup di Darul

Kufur karena mereka menerapkan hukum-hukum kufur yang tidak diturunkan Allah

SWT maka keadaan mereka serupa dengan Makkah, ketika Rasulullah SAW diutus

22 Taqiyuddin al-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,

Penerjemah M. Machfur Wachid, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h, 359.

23 Endang Turmudzi dan Riza Sihabudi (ed.), Islam dan Radikalisme di Indonesia , (Jakarta:

LIPI Press, 2006), h. 265-266.

24 Ihsan Samarah, Biografi Singkat Taqiyuddin al-Nabhani, (Bogor: Al-Izzah Press,2000), h. 5-

6. 25 Hizbut Tahrir, Titik Tolak Perjalanan Dakwah Hizbut Tahrir, terj. Muhammad Maghfur,

(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2000), h. 23.

Page 44: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

35

(menyampaikan risalah Islam). Untuk itu fase Makkah dijadikan tempat berpijak

dalam mengemban dakwah dan mensuriteladani Rasulullah SAW hingga berhasil

mendirikan suatu Daulah Islam di Madinah. Dengan mencontoh pola dakwah

Rasulullah, Hizbut Tahrir merumuskan tiga tahapan dakwah (marhalah al-da’wah)

sebagai strategi beserta cirinya, yaitu:

Pertama, tahapan pembinaan dan pengkaderan (marhalah al-tatsqif), melalui

halaqah-halaqah. Tahapan ini dilaksanakan untuk membentuk kader-kader yang

mempercayai pemikiran dan metode Hizbut Tahrir dalam rangka pembentukan

kerangka tubuh partai.

Kedua, tahapan berinteraksi dengan umat (marhalah tafa'ul ma'a al-ummah).

Tahapan ini dilaksanakan agar umat turut memikul kewajiban dakwah Islam, hingga

umat menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, berjuang untuk

mewujudkannya dalam realitas kehidupan.

Ketiga, tahapan pengambilalihan kekuasaan (marhalah istilam al-hukm).

Tahapan ini dilaksanakan untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dan mengemban

risalah Islam ke seluruh dunia.26

Hizbut Tahrir berjuang dan bergerak di tengah-tengah masyarakat dengan

melontarkan wacana mendirikan kembali Khilafah Islamiyah. Agenda yang diemban

oleh Hizbut Tahrir adalah melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam

ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak kaum Muslimin kembali hidup

secara Islami dalam daulah Islam, dimana seluruh kegiatan kehidupannya oleh aturan

Islam.27

Hingga saat ini, Hizbut Tahrir memiliki pengikut puluhan juta yang tersebar

luas di 40 negara dengan membentuk cabang-cabang seperti di Suriah, Lebanon,

Kuwait, Irak, Arab Saudi, Afrika Utara, Tunisia, Sudan, Turki, Pakistan, Malaysia,

Inggris, Perancis, Jerman, Australia, termasuk Indonesia, meskipun di beberapa negara

26 Hizbut Tahrir, Strategi Dakwah Hizbut Tahrir, terj. Abu Fuad dan Abu Raihan, (Bogor:

Pustaka Thariqul Izzah, 2000), h. 57-73.

27 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir Partai Islam Ideologis, terj. Abu Afif dan Nur Khalis,

(Bogor: Pustaqa Thariqul Izzah, 2000), h. 20.

Page 45: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

36

tidak mendapat pengakuan resmi.28

Sejak diselenggarakannya Konferensi Internasional di Istora Senayan yang

dihadiri oleh tokoh-tokoh Hizbut Tahrir Internasional maupun Nasional, serta dihadiri

oleh tokoh-tokoh organisasi lain, Hizbut Tahrir resmi melakukan aktivitasnya di

Indonesia secara terbuka sejak tahun 2000. Hizbut Tahrir dalam konteks Indonesia

kemudian dikenal dengan nama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Para tokoh HTI

banyak yang bertempat tinggal di Bogor dan upaya mereka dalam mensosialisasikan

gerakannya mendapat sambutan positif dari kalangan sivitas academica IPB,

sehingga salah satu pimpinan pusat HTI, Muhammad al-Khattah adalah alumni dan

dosen IPB.29

Untuk penanggung jawab kewilayahan nasional disebut Juru Bicara (Jubir)

yang saat ini untuk Indonesia dipegang oleh Ismail Yusanto. Sedangkan Ketua

Umum Nasional dipegang oleh Hafidz Abdul Rahman.30

HTI dibangun atas dasar kemandirian yang memperoleh dana dari para

simpatisan, dan tidak menerima bantuan dari pemerintah bahkan secara tegas menolak

dan mengharamkan penerimaan uang dari pemerintah. Untuk menjaga kemadirian dan

independensi inilah maka setiap sumbangan yang diberikan kepada HTI harus melalui

penelitian seksama.

Hizbut Tahrir maupun HTI sejak awal memang didesain sebagai organisasi

politik. Tetapi berbeda dengan organisasi politik yang dikenal selama ini. HTI tidak

mendaftarkan diri secara formal sebagai parpol yang ikut dalam pemilu. HTI

menerjemahkan partai politik dalam pengertian yang luas yaitu sebagai suatu

organisasi yang aktivitasnya bertujuan mengoreksi kekuasaan dan membangunnya

secara benar. Hal ini karena menurut HTI dalam situasi sekarang ini banyak partai

Islam justru membingungkan umat Islam sendiri. Oleh karena itu, HTI tidak

mengikuti jejak partai-partai lain yang berdasarkan Islam untuk ikut andil dalam

28 John L. Esposito, (ed.), The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, (New York:

Oxford University Press, 1995), h. 126.

29 Afdlal dkk, Islam dan Radikalisme di Indoensia , (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005),

h. 266.

30 Afdlal dkk, Islam dan Radikalisme di Indoensia , (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005),

h. 280.

Page 46: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

37

pemilu yang kemudian dapat menjadi anggota legislatif.31

Sebagai bagian dari Hizbut Tahrir, HTI juga sangat menekankan pentingnya

peran negara (dawlah) atau kekhalifahan sebagai sarana penerapan syari’at Islam.

Syari’ah dalam pandangan kelompok ini harus ditopang oleh kekuatan negara. Oleh

karena ini, kelompok ini mengusung ide perlunya mendirikan kembali Khilafah

Islamiyah atau kekhalifahan Islam. Kekhalifahan dalam Islam sendiri berakhir

sejak tahun 1924 dengan lenyapnya Khalifah Usmaniyyah, dan diganti oleh sistem

Republik oleh Kemmal Atatturk, seorang nasionalis sekuler Turki. Sejak itu negara

modern dengan batas-batas teritorialnya menjadi model yang digunakan oleh

masyarakat Muslim yang mendiami negara, meskipun mereka berstatus mayoritas

mutlak seperti masyarakat Muslim Indonesia. Baik Hizbut Tahrir maupun HTI

sendiri memang mengakui bahwa tidak ada teks al-Qur’an yang mewajibkan

penganutnya mendirikan kekhalifahan, tetapi kewajiban itu diperoleh dalam perspektif

kontekstual pesan al-Qur’an.32

Menurut pandangan Hizbut Tahrir, kehidupan umat Islam sekarang ini berada

dalam situasi yang tidak Islami, sebagai akibat dari berlakunya sistem sekuler yang

dalam banyak hal memberikan andil besar bagi terciptanya kondisi sosial yang

sangat buruk. Berbagai pelanggaran, baik pelanggaran hukum pidana maupun

perdata, misalnya, dilakukan oleh banyak orang. Namun sistem yang ada mandul

untuk melakukan penegakan hukum. Menurut HTI, Islam mempunyai sistem yang bisa

membawa pada kebaikan. Karena itu, apa yang harus dilakukan adalah mengganti

sistem yang ada dengan sistem yang disediakan Islam. Islam harus ditampilkan dan

menjadi agama ideologis melalui dawlah Islamiyah dengan khalifah sebagai

penguasanya. Khalifah ini yang wajib melakukan dakwah dengan mengubah pemikiran

atau melakukan pertarungan pemikiran (ghazw al-fikr), melaksanakan syari’at,

memimpin jihad dan melindungi umat Islam. Dakwah merupakan satu-satunya untuk

meraih keberhasilan mendirikan khilafah ini. Meski demikian, para aktivis HTI tidak

31 Afdlal dkk, Islam dan Radikalisme di Indoensia , (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005),

h. 285.

32 Afdlal dkk, Islam dan Radikalisme di Indoensia , (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005),

h. 295.

Page 47: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

38

menerima cara-cara kekerasan, misalnya mengangkat senjata dalam upaya mendirikan

khilafah itu. Dakwah dilakukan sebagai proses penyadaran agar manusia mau

mengikuti hukum Allah. Dengan demikian, Hizbut Tahrir merupakan organisasi

politik, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukannya bukan sosial keagamaan.

Namun demikian, sampai saat ini Hizbut Tahrir maupun HTI belum pernah mengikuti

pemilu sebagaimana umumnya partai politik. Kegiatan-kegiatan politik yang dilakukan

Hizbut Tahrir lebih banyak melontarkan ide/wacana, dan melakukan kritik terhadap

kebijakan pemerintahan yang dipandang pro Barat.

D. Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (Peraturan Perundang-undangan

Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan).

Pertimbangan tentang Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang

Organisasi Kemasyarakatan mendesak untuk segera dilakukan perubahan karena

belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga

terjadi kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif, Presiden Joko

Widodo pada 10 Juli 2017 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (Perppu) Nomor: 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Dalam Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kenasyarakatan,

ditegaskan bahwa Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah

organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan

kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk

berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesaturan

Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut Perppu ini, Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau

atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan

menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau

Page 48: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

39

lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas dan/atau

menggunakan nama, lambang, bendera atau tanda gambar yang mempunyai persamaan

pada pokoknya atau secara keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda

gambar Ormas lain atau partai politik.

Selain itu dalam Perppu ini ditegaskan, bahwa Ormas dilarang melakukan

tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan; melakukan

penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia

melakukan tindakan kekerasan, mengganggung ketenteraman dan ketertiban umum,

atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial dan melakukan kegiatan yang menjadi

tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.33

Larangan dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan,

1. Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama

dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan;

2. menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau

lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas;

3. dan/atau menggunakan nama, lambang, bendera atau tanda gambar yang

mempunyai persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhannya dengan nama,

lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.

4. Ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau

golongan;

5. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang

dianut di Indonesia;

33https://setkab.go.id/inilah-perppu-no-22017-tentang-perubahan-uu-no-172013-tentang-

organisasi-kemasyarakatan/ diakses pada senin 7 Januari 2019 pukul 14.15 Wib

Page 49: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

40

6. melakukan tindakan kekerasan, mengganggung ketenteraman dan ketertiban

umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial;

7. dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Ormas juga dilarang melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan

NKRI, dan/atau menganut, mengembangkan, serta

9. menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dijatuhi sanksi administratif

dan/atau sanksi pidana ditegaskan dalam Pasal 60 Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud, menurut Perppu ini, terdiri atas:

a. Peringatan tertulis;

b. Penghentian kegiatan; dan/atau

c. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.34

E. Konsep Negara Menurut Hizbut Tahrir Indonesia

Bentuk negara ideal menurut Hizbut Tahrir adalah bentuk pemerintahan tunggal

yang unik dan berbeda dengan setiap bentuk pemerintahan lainnya, baik dilihat dari

sisi asas berdirinya, pemikiran, konsepsi, parameter maupun hukum-hukumnya yang

dipakai dan diterapkan. Bentuk negara khilafah jelas berbeda dengan sistem

pemerintahan monarki, imperium, federasi maupun republik. Karena sistem khilafah

tidak mengenal warisan kekuasaan dan putra mahkota sebagaimana biasa berlaku di

negara monarki, tetapi berdasarkan pembaiatan dari rakyatnya. Apalagi dalam sistem

monarki, raja biasanya tidak tersentuh hukum, tidak bisa diganti karena memiliki hak-

hak yang khusus dan istimewa. Sedangkan seorang khalifah adalah pemimpin yang

34https://setkab.go.id/inilah-perppu-no-22017-tentang-perubahan-uu-no-172013-tentang-

organisasi-kemasyarakatan/ diakses pada senin 7 Januari 2019 pukul 17.45 Wib

Page 50: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

41

bisa salah, bisa diganti dan tidak memiliki hak istimewa tertentu. Sebab prinsipnya,

seorang khalifah hanyalah wakil umat dalam pemerintahan dan kekuasaan.35

Sistem khilafah juga berbeda dengan imperium, sebab sistem imperium

biasanya hanya memberikan hak-hak istimewa baik di bidang hukum maupun ekonomi

kepada pusat imperiumnya, namun memperlakukan bangsa atau etnis lainnya seperti

bangsa kelas dua, terjajah dan dieksploitasi untuk kepentingan pusat kekuasaan. Sistem

khilafah memperlakukan sama terhadap siapapun golongan maupun agamanya. Tidak

ada satu golongan pun yang kebal hukum dan merasa diistimewakan, karena khalifah

harus mampu berlaku adil kepada siapapun. Tugas khalifah adalah menjadikan seluruh

negeri kekuasaaanya walaupun saling berjauhan agar menjadi kesatuan bagian tubuh

umat Islam.36

Sistem khilafah juga bukan merupakan semacam federasi, dimana tiap-tiap

negeri memiliki otonomi khusus, sebagaimana sistem federasi, namun sistem

pemerintahan tunggal dimana wilayah kekuasaannya membentang dari Maroko di

bagian barat hingga Khurasan di bagian timur. Sistem khilafah berbeda dengan sistem

republik, yang kedaulatannya ada di tangan rakyat, atau yang dikenal dengan sistem

demokrasi modern. Karena dalam sistem khilafah, semua penetapan hukum hanya

milik Allah, dan bukan milik rakyat sebagaimana dikenal dalam sistem demokrasi.37

Dalam konstitusi Hizbut Tahrir, kata khilafah dan negara digunakan secara

bergantian. Bangsa dalam konsep "negara-bangsa" adalah "Islam" yang wilayahnya

didefinisikan sebagai "wilayah Islam" (dar al-Islam), dan "wilayah kafir" (dar al-kufr).

Dalam dar al-Islam,syari’ah diterapkan, sementara di dalam dar al-kufr hukum orang

kafir diterapkan. Di bawah kekhilafahan atau negara Islam, syariah diterapkan bagi

semua warga negara tanpa mempertimbangkan agama mereka, kecuali dalam urusan

peribadatan dimana non-Muslim dibolehkan menjalankan kewajiban agama mereka.38

Konstitusi tersebut menyatakan bahwa, khilafah didirikan di atas empat dasar,

35 Tohir bawazir, Jalan tengah demokrasi, (Jakarta:Pustaka al kautsar, 2015), h. 44.

36 Tohir bawazir, Jalan tengah demokrasi, (Jakarta:Pustaka al kautsar, 2015), h. 44- 45.

37 Tohir bawazir, Jalan tengah demokrasi, (Jakarta:Pustaka al kautsar, 2015), h. 45.

38 Saiful muzani, Muslim demokrat, (Jakarta:Gramedia pustaka utama, 2007), h. 78.

Page 51: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

42

yaitu:

1) Kekuasaan adalah milik hukum Allah (syar') dan bukan milik rakyat.

2) Otoritas adalah milik rakyat, yakni umat.

3) Penunjukan khalifah sebagai pejabat adalah kewajiban bagi semua Muslim.

4) Hanya khalifah yang mempunyai hak untuk mengadopsi hukum-hukum

syariah dan dengan demikian ia menjalankan undang-undang dasar dan berbagai

hukum.39

Di samping itu, konstitusi tersebut juga menyatakan, “Tidak seorang pun

dibolehkan menjadi pemimpin kecuali seorang laki-laki yang bebas, yakni bukan

budak, ia seorang yang balig, berakal, adil, kompeten; dan ia harus seorang Muslim”.

Dalam sistem kekhilafahan, "Umat Islam dibolehkan untuk mendirikan partai-partai,

dengan syarat bahwa partai-partai tersebut berdasarkan syariah. Partai apa pun yang

didirikan tidak berlandaskan Islam dilarang".40

Khalifah dipilih oleh umat Islam baik laki-laki maupun perempuan. Kaum non-

Muslim tidak mempunyai hak ikut serta dalam pemilihan. Prosedur pemilihan seorang

khalifah adalah sebagai berikut: warga Muslim memilih anggota Majlis al-Ummah

(Dewan Masyarakat Islam). Majlis ini kemudian membuat daftar pendek calon-calon

khalifah. Nama-nama ini kemudian diumumkan, dan umat Muslim diminta untuk

memilih salah satu dari kandidat tersebut. Orang yang mendapatkan suara terbanyak

diumumkan menjadi khalifah. Khalifah identik dengan negara (khilafah) dalam

pengertian bahwa tidak ada lembaga yang mengontrol kekuasaannya kecuali syariah.41

39 Saiful muzani, Muslim demokrat, (Jakarta:Gramedia pustaka utama, 2007), h. 78.

40 Saiful muzani, Muslim demokrat, (Jakarta:Gramedia pustaka utama, 2007), h. 78.

41 Saiful muzani, Muslim demokrat, (Jakarta:Gramedia pustaka utama, 2007), h. 78.

Page 52: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

43

BAB IV

RESPON NAHDHATUL ULAMA TERHADAP KONSEP

KHILAFAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA

A. Konsep Khilafah Menurut Hizbut Tahrir Indonesia

Menurut Hizbut Tahrir, Islam telah menetapkan sekaligus membatasi bentuk

pemerintahan dengan sistem khilafah. Sistem khilafah ini satu-satunya sistem

pemerintahan bagi Daulah Islam.

Sistem khilafah berbeda dengan sistem pemerintahan yang lain, seperti

disebutkan dalam kitab Nidham al-Hukm fi al-Islam, yang merupakan rujukan

utama Hizbut Tahrir dalam memperjuangkan politiknya, bahwa, Sistem

pemerintahan dalam Islam adalah sistem khilafah Sistem khilafah adalah

kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan

hukum-hukum syari’at Islam dan mengemban dakwah Islam ke segenap penjuru

dunia.1

Khilafah merupakan kekuatan politik praktis yang berfungsi untuk menerapkan

dan memberlakukan hukum-hukum Islam. Khilafah juga mengemban dakwah Islam ke

seluruh dunia sebagai sebuah risalah dengan dakwah dan jihad.2

Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di

dunia untuk menegakkan hukum-hukum syara’. Sistem khilafah sangat berbeda

dengan sistem-sistem pemerintahan yang lain, baik dari aspek asas yang menjadi

landasan berdirinya, pemikiran, konsep, standar serta hukum-hukum yang

dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, maupun dari aspek undang-

undang dasar yang diberlakukannya ataupun dari aspek bentuk yang

mengambarkan wujud negara. Misalnya bentuk pemerintahan monarki, republik,

kekaisaran ataupun federasi.

Sistem monarchi pemerintahannya menerapkan sistem waris (putra mahkota),

1 Taqiyuddin al-Nabhani, Nidham al-Hukm fi al-Islam, (Beirut Libanon: Daar al-Umah, 1996),

h. 35-36.

2 Taqiyuddin al-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam; Doktrin, Sejarah dan Realitas Empirik,

terj. Tim Thariqul Izzah, (Bandung: Al-Izzah khasanah Tsaqafah Islam, 2000), h. 18.

Page 53: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

44

di mana singgasana kerajaan akan diwarisi oleh seorang putra mahkota, dari orang

tuanya, maka pemerintahan Islam tidak mengenal waliyat al-nahd (putra mahkota).

Sedangkan Islam telah menentukan cara memperoleh pemerintahan dengan bai’at dari

umat kepada khalifah atau imam dengan kebebasan memilih misalnya melalui pemilu.

Sistem monarki telah memberikan hak tertentu serta hak-hak istimewa kepada raja,

yang tidak dimiliki oleh yang lain. Bahkan telah menjadikan raja di atas undang-

undang, di mana secara pribadi memiliki kekebalan hukum. Sistem khilafah tidak

pernah memberikan kekhususan kepada khalifah dalam bentuk hak-hak istimewa atau

hak-hak khusus. Hak yang dimiliki khalifah sama dengan hak rakyat biasa.3

Begitu halnya dengan sistem republik, baik yang berbentuk sistem republik

presidentil seperti yang berlaku di Amerika Serikat, maupun sistem Republik

Parlementer di Jerman. Kedua sistem republik ini berdiri di atas sistem demokrasi yang

kedaulatannya berada di tangan rakyat. Rakyatlah yang memiliki hak untuk

memerintah serta membuat aturan berupa undang-undang termasuk berhak

menghapus dan menggantinya, menentukan seseorang untuk menjadi penguasa

sekaligus berhak untuk memberhentikannya. Sedangkan sistem khilafah berdiri di

atas pilar akidah Islam, serta hukum-hukum syara’, di mana kedaulatannya di

tangan syara’, bukan di tangan umat. Baik umat maupun khalifah tidak berhak

membuat aturan sendiri, karena yang berhak membuat aturan adalah Allah SWT

semata. Khalifah hanya memiliki hak untuk mengadopsi hukum-hukum untuk

dijadikan undang-undang dasar serta perundang-undangan.4

Lazimnya jabatan pemerintahan dalam sistem republik (presiden atau

perdana menteri), presidensil maupun parlementer, selalu dibatasi dengan masa

jabatan tertentu, yang tidak mungkin bisa melebihi dari masa jabatan tersebut.

Sedangkan dalam sistem khilafah, tidak terdapat masa jabatan tertentu. Batasannya

adalah apakah khalifah masih menerapkan hukum syara’ ataukah tidak. Selama

khalifah masih melaksanakan hokum syara’, maka dia tetap menjadi khalifah,

3 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir Partai Islam Ideologis, terj. Abu Afif dan Nur Khalis,

(Bogor: Pustaqa Thariqul Izzah, 2000), h, 72.

4 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir Partai Islam Ideologis, terj. Abu Afif dan Nur Khalis,

(Bogor: Pustaqa Thariqul Izzah, 2000), h, 73.

Page 54: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

45

sekalipun masa jabatannya amat panjang dan apabila telah meninggalkan hukum

syara’, maka berakhirlah masa jabatannya, sekalipun baru satu hari, atau harus

diberhentikan. Pemberhentiannya dilakukan melalui keputusan Mahkamah Madzalim.

Kerena sistem republik dengan sistem khilafah terdapat perbedaan yang jauh baik

segi bentuk maupun substansinya, maka tidak layak untuk mengatakan bahwa

sistem pemerintahan Islam adalah sistem republik, atau mengeluarkan statemen

“Republik Islam”.5

Sistem kekhalifahan juga berbeda dengan sistem kekaisaran. Sistem kekaisaran

tidak menganggap sama antara ras satu dengan yang lain, dalam pemberlakuan

hukum memberikan keistimewaan di wilayah pusat, begitu juga dalam bidang

pemerintahan, keuangan dan ekonomi. Sedangkan dalam pemerintahan khilafah

menerapksan sama antara rakyat yang satu dengan rakyat yang lain baik dalam

pemberlakuan hukum maupun yang lainnya. Bahkan memberikan semua hak-hak

rakyat dan kewajiban mereka sama baik mereka Muslim maupun non Muslim. Selain

itu, dalam sistem khilafah tidak ada wilayah-wilayah yang menjadi daerah kolonial,

maupun lahan eksploitasi yang senantiasa dikeruk untuk wilayah pusat. Wilayah-

wilayah tersebut tetap dianggap menjadi satu kesatuan, sekalipun sedemikian jauh

jaraknya antara wilayah yang satu dengan ibu kota. Setiap wilayah dianggap sebagai

satu bagian dari tubuh negara, baik itu otoritas pejabat pemerintahannya, sistem serta

perundang-undangannya.6

Lain halnya dengan sistem federasi yang membagi wilayah-wilayahnya

dalam otonominya sendiri-sendiri, dan bersatu dalam pemerintahan secara umum.

Sistem khilafah menerapkan satu kesatuan yang mencakup seluruh negeri. Harta

kekayaan seluruh wilayah negara Islam dianggap satu. Begitu pula anggaran

belanjanya akan diberikan secara sama untuk kepentingan seluruh rakyat, tanpa melihat

daerahnya. Jika ada wilayah telah mengumpulkan pajak, sementara kebutuhannya

kecil, maka wilayah tersebut akan diberi sesuai dengan tingkat kebutuhannya,

5 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir Partai Islam Ideologis, terj. Abu Afif dan Nur Khalis,

(Bogor: Pustaqa Thariqul Izzah, 2000), h. 74-75.

6 Taqiyuddin al-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam; Doktrin, Sejarah dan Realitas Empirik,

terj. Tim Thariqul Izzah, (Bandung: Al-Izzah khasanah Tsaqafah Islam, 2000), h. 34.

Page 55: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

46

bukan berdasarkan hasil pengumpulan hartanya. Begitu pula wilayah yang

pendapatan daerahnya tidak bisa mencukupi kebutuhannya, maka dalam sistem

khilafah tidak akan mempertimbangkannya. Wilayah tersebut tetap akan diberi

anggaran belanja dari anggaran belanja secara umum, sesuai dengan tingkat

kebutuhannya baik pajaknya cukup untuk memenuhi kebutuhannya ataupun tidak.7

Dapat ditegaskan lagi sistem khilafah merupakan sistem yang berbeda dengan

sistem-sistem pemerintahan yang telah populer saat ini. Perbedaan ini bisa dilihat dari

aspek landasannya maupun substansi-substansinya ataupun yang lain, sekalipun dalam

beberapa praktiknya ada yang hampir menyerupai.

B. Alasan Hizbut Tahrir Indonesia Menerapkan Konsep Khilafah di Inndonesia

Hizbut Tahrir berjuang dan bergerak di tengah-tengah masyarakat dengan

melontarkan wacana mendirikan kembali khilafah Islamiyah. Adapun maksud dan arti

didirikannya khilafah oleh Hizbut Tahrir diantaranya adalah:

1. Penegakan hukum-hukum syari'ah ditengah-tengah kaum Muslim,

sekaligus pencampakan hukum-hukum kufur yang diterapkan atas mereka

saat ini.

2. Penyebaran Islam ke seluruh dunia melalui dakwah dan jihad untuk

mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang

terangbenderang.

3. Penyatuan negeri-negeri kaum Muslim di dalam lindungan satu negara di

bawah kepemimpinan seorang khalifah. Tegaknya khalifah menandakan

berakhirnya perpecahan dan ketercerai-beraian yang sengaja diadakan oleh

kaum kafir dan kaki tangan mereka di negerinegeri kaum Muslim.

4. Pengembalian ikatan ukhuwah Islamiyah, sebagaimana sabda Nabi

"Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain. Karena itu, ikatan

ukhuwah adalah satu-satunya ikatan yang menggantikan ikatan-ikatan

Jahiliyah seperti ikatan patriotisme, nasionalisme, kesukuan dan yang

lainnya, yang telah memecah belah kaum Muslim saat ini.

7 Taqiyuddin al-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam; Doktrin, Sejarah dan Realitas Empirik,

terj. Tim Thariqul Izzah, (Bandung: Al-Izzah khasanah Tsaqafah Islam, 2000), h. 35.

Page 56: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

47

5. Kembalinya umat mendapatkan kekuasaannya yang telah dirampas. Umat

juga memegang kembali kehendak dan keputusan di tangan mereka sendiri.

6. Pembebasan negeri-negeri kaum Muslim yang dikuasai oleh kekuasaan

yang zolim, seperti Irak, Afganistan, Kashmir, Timor Timur dan yang lain.

7. Realisasi jaminan pemenuhan makanan pokok bagi kaum Muslim dengan

menempuh strategi-strategi yang bertujuan menjamin pencapaian

swasembada bahkan lebih baik, baik dari hasil-pertanian, peternakan,

perikanan laut maupun darat.

8. Realisasi keamanan industrial melalui strategi politik pembangunan dan

pengembangan industri berat untuk memproduksi berbagai peralatan,

mesin-mesin pabrik dan persenjataan, sekaligus menghentikan sikap

mengekor dan mengemis-ngemis di depan pintu negara-negara barat.

9. Pemberdayaan sumber daya umat yang amat besar melalui politik

pendidikan yang bertujuan membuka ruang dan kesempatan bagi semua

orang. Dengan demikian mereka menjadi orang-orang yang kreatif dan

produktif demi kepentingan agama dan umat mereka. Dengan itu pula dapat

mengurangi akumulasi jumlah penganguran meski berijazah tinggi.

10. Pengembalian kekuasaan umat atas kekayaan-kekayaannya sehingga umat

menjadi pemilik murni akan kekayaan-kekayaan itu.

11. Penyebarluasan kebaikan, keutamaan, keadilan serta penjagaan atas darah,

kekayaan, kehormatan dan kemuliaan kaum Muslim.8

Secara garis besar, Agenda yang di emban oleh Hizbut Tahrir, yakni

melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Tinjauan ini berarti mengajak kaum Muslim kembali hidup secara Islami dalam daulah

Islam, di mana seluruh kegiatan kehidupannya oleh aturan Islam.9

Hingga saat ini, Hizbut Tahrir memiliki pengikut puluhan juta yang tersebar

luas di 40 negara dengan membentuk cabang-cabang seperti di Suriah, Libanon,

8 Ismail al-Wahwah, "Dunia Membutuhkan Khilafah", dalam Buletin al-Wa'ie, VII, edisi 1-31

September 2007, h. 13.

9 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir Partai Islam Ideologis, terj. Abu Afif dan Nur khalis,

(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2000), h. 20.

Page 57: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

48

Kuwait, Irak, Arab Saudi, Afrika Utara, Tunisia, Sudan, Turki, Pakistan, Malaysia,

Inggris, Perancis, Jerman, Australia, dan termasuk Indonesia. Meskipun di beberapa

negara tidak mendapat pengakuan resmi.10

C. Perspektif Nahdhatul Ulama Tentang Hizbut Tahrir Indonesia Mengenai Konsep

Khilafah

Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, yaitu rasa persatuan dan

kesatuan yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh

dari kebudayaan, sejarah dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan

dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam

mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan. Rasionalisasi

rasa dan wawasan kebangsaan akan melahirkan suatu paham yang disebut nasionalisme

kebangsaan atau paham kebangsaan, yaitu pikiran-pikiran yang bersifat nasional,

bahwa suatu negara mempunyai ciri khas yaitu rela berkorban demi kepentingan tanah

air atau semangat patriotisme. Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu

bangsa untuk mewujudkan jati dirinya serta mengembangkan prilakunya sebagai

bangsa yang meyakini nilai-nilai luhur budayanya, yang lahir dan tumbuh subur

sebagai penjelmaan kepribadiannya.

Sejak K.H. Hasyim Asy’ari pulang dari Timur Tengah kondisi Indonesia masih

dalam keadaan terjajah. Sementara khalifah yang berkedudukan di Istanbul Turki

sebagai lambang kekuasaan kaum Muslimin tidak mampu melindungi Negara-negara

Islam baik negara-negara Arab, Afrika Utara, Asia Selatan maupun Asia Tenggara dari

penjajah negara-negara barat. Puncaknya sistem khilafah yang ketika itu disakralkan

oleh kaum Muslimin dihapus oleh Kemal Attaturk (Mustafa Kemal) pada tahun 1924.

terhapusnya sistem khalifah meresahkan dan menghawatirkan para tokoh agama dan

politik di hampir seluruh dunia Islam. Mereka bermaksud menghidupkan kembali

sistem khalifah yang sudah dihapus itu.

Para pemimpin-pemimpin negara berkumpul di Kairo yang diprakarsai Raja

Fuad I untuk menegakkan kembali sistem khilafah yang dihapus itu sekaligus memilih

10 John L. Esposito, (ed.), The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, (New York:

Oxford University Press, 1995), h. 126.

Page 58: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

49

khalifah. Akan tetapi khilafah tersebut gagal ditegakkan kembali karena beberapa

faktor:11

1. Utusan dari negara-negara Islam sudah tidak tertarik pada sistem khilafah

yang dinilai tidak berbeda dengan kediktatoran dan kezaliman. Mereka

lebih tertarik menegakkan syariat Islam dalam negara yang menganut

ideologi nasionalisme dan demokrasi yang ditawarkan Barat.

2. Mereka menilai sudah lebih dari dua abad sistem khalifah tidak mampu

melindungi kaum Muslimin.

3. Raja Fuad I sebagai pemrakarsa kongres berambisi untuk memegang

jabatan khalifah, sementara di internal Mesir Raja Fuad I ditentang Partai

Dusturiyin yang di antara pemikirnya adalah Syekh Ali Abdurraziq.

4. Rivalitas untuk jabatan khalifah antara Fuad I dari Mesir dan Raja Abdul

Aziz dari Saudi Arabia, yang tidak menghasilkan deklarasi politik apapun.

Menurut Wakil Rais 'Am PBNU Tolhah Hasan, jika periode khilafah telah

berakhir, maka kewajiban-kewajiban umat Islam adalah berusaha menemukan sistem

baru yang merekonstruksi sistem dan mereaktualisasi nilai-nilai fundamental yang

dilakukan pada masa khilafah pertama (musyawarah, keadilan, kejujuran, egaliter dan

lain-lain). Oleh sebab itu, yang penting bukanlah mempertahankan kata-kata khalifah

atau khilafah, tapi yang dipentingkan adalah subtansi dan isinya, yaitu kepemimpinan

yang mencerminkan persatuan dan kesejahteraan bersama.12

Suatu istilah yang populer belakangan ini di kalangan Nahdliyin adalah

"transnasionalisme". Istilah ini diperuntukkan bagi ideologi serta gerakan sosial politik

dan keagamaan yang lintas negara. Namun dalam konteks NU, istilah

"transnasionalisme" mengacu dan merujuk pada ideologi serta gerakan sosial politik

dan keagamaan yang tunggal dan mendunia dari Timur Tengah. Maka dari itu, beberapa

tahun terakhir NU kian mematangkan pemikiran dan gerakan untuk menghadapi

11 Imam Ghazali Said, Syaikh Hasyim Asy’ari antara khilafah dan nasionalisme, Risalah

Nahdlatul Ulama, edisi ke- IV, h. 38.

12 KH. Tolhah Hasan, Relistiskah Khilafah di Milenium Perubahan?, Risalah Nahdlatul Ulama,

edisi ke- IV, h. 62.

Page 59: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

50

ancaman ideologis dan massal dari kelompok transnasional tersebut.13

Ideologi transnasional dinilai PBNU potensial menghancurkan ideologi negara

Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi, menyebut

Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, dan al-Qaeda sebagai bagian dari international

political movement (gerakan politik dunia) yang tak memiliki akar budaya, visi

kebangsaan, dan visi keumatan di Indonesia. Menurut Hasyim, organisasi-organisasi

tersebut telah menjadikan Islam sebagai ideologi politik. Lebih jauh, Hasyim

menengarai bermunculannya tendensi formalisasi agama sebagai indikator dari

gerakan mereka. Padahal, tegas Hasyim, yang dilakukan mestinya bukan formalisasi

melainkan substansialisasi agama, jika agama diformalkan dalam konteks negara

Indonesia hanya akan mengacaukan sistem yang telah ada, karena tidak sesuai dengan

kondisi negara Indonesia yang masyarakatnya heterogen.14

Warga Nahdliyyin sejak tahun 2006 sampai sekarang sudah merintis untuk

menyadarkan pengangkatan isu Islam transnasional dalam berbagai forum organisasi.

Salah satunya yang terakhir adalah Konferensi Wilayah PWNU Jawa Timur, 2-4

November 2007 yang mengangkat bahasan Khilafah Islamiyah dalam Bahtsul Masail

NU. Ada tiga fokus persoalan yang diangkat dalam forum ilmiah Konferensi Wilayah

PWNU Jawa Timur, 2-4 November 2007 yang mengangkat bahasan Khilafah

Islamiyah dalam Bahtsul Masail NU. Pertama, ada tidaknya dalil nash yang

mengharuskan pembentukan Khilafah Islamiyah. Kedua, hukum kelompok warga

negara Indonesia yang berusaha untuk mengubah bentuk dasar hukum negara. Ketiga,

apakah strategi integralisasi syariah Islam secara subtantif menyalahi prinsip tathbiq

(penerapan) syari'ah menempuh pola tadrij (bertahap). Para ulama NU sepakat bahwa

pembentukan Khilafah Islamiyah tidak ada dalil nash yang mengharuskan. Bahkan

mengubah bentuk dasar hukum negara bila diperkirakan menimbulkan mafsadah yang

lebih besar hukumnya tidak boleh. Apa yang dilakukan oleh NU dalam rangka

mengintegralisasikan syariah dalam hukum nasional, tidak menyalahi prinsip tathbiq

13 Muhyiddin Abdusshomad, "NU Vis A Vis Transnasionalisme", artikel diakses tanggal 10

Maret 2017 dari http://www.lakpesdam.or.id/index. php?id=185.

14 Risalah Nahdlatul Ulama, edisi ke- IV, h. 22.

Page 60: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

51

syariah, bahkan dinilai lebih tepat bagi Indonesia yang majemuk ini.15

Dari sini nampak bahwa gerakan Hizbut Tahrir dengan perjuangannya

menjadikan Islam sebagai dasar untuk mengatur tata sosial politik masyarakat serta ide

dan pemikiran untuk menyatukan kembali dunia Islam dalam satu kepemimpinan

khilafah dan membentuk Islam dalam Islamic global village. Sistem khilafah dianggap

sebagai trade mark politik Islam yang harus ditegakkan dalam sebuah tata dunia yang

tidak dibatasi oleh nasionalitas dan kebangsaan mulai terhimpit. Karena, tidak semua

penduduk Indonesia khususnya Islam dapat menerima. Hal tersebut disebabkan karena

Islam di Indonesia memiliki corak pemikiran yang beranekaragam, termasuk agama

Islam.

Penyebab perbedaan wawasan kebangsaan NU dengan Khilafah Islamiyah

adalah perbedaan sejarah. NU lahir karena didorong semangat kebangsaan yang tinggi,

yakni didorong dengan adanya kepedulian untuk mempertahankan Islam yang ramah

pada nilai budaya setempat, serta menghargai perbedaan agama, tradisi dan

kepercayaan. Sedangkan konsep Khilafah Islamiyah tidak berdasarkan negara dan

bangsa, tetapi negara internasional yang disatukan oleh identitas Islam.

D. Respon Nahdhatul Ulama Terhadap Konsep Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia

Penolakan NU terhadap sistem negara Islam dan Khilafah Islamiyah

sebenarnya telah banyak didiskusikan oleh KH. Abdurrahman Wahid, atau Gusdur.

Pendirian tegas Gusdur terhadap ide formalisasi negara Islam yang menurutnya absurd

dan ahistoris. Gusdur lebih menyetujui Islam sebagai bagian dari kehidupan setiap

individu dalam masyarakat. Ketaatan seorang hamba tidak diukur apakah dia

menerapkan negara Islam atau bukan tapi ketaatannya secara individual kepada

tuhannya.

Dalam bukunya Islamku, Islam Anda, Islam Kita, Abdurrahman Wahid

menegaskan, Islam tidak pernah mengajarkan untuk mendirikan negara tertentu, atau

sistem negara Islam. Pendirian negara Islam menurutnya hanya akan akan menjadikan

warga nonMuslim sebagai warga kelas dua yang akan tersingkirkan. Serta akan

15 Muhyiddin Abdusshomad, "NU Vis A Vis Transnasionalisme", artikel diakses tang gal 10

Maret 2008 dari http://www.lakpesdam.or.id/index. php?id=185.

Page 61: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

52

berdampak pada warga Muslim yang abangan/nominal yang jelas berbeda derajat

keIslamannya dengan kaum santri. Yang dibutuhkan oleh umat Islam yaitu menjadikan

Islam menjadi bagian dari pengamalan kehidupan sehari-hari seperti tauhid,

pengamalan rukun Islam, menolong sesama manusia, profesional dalam pekerjaan

termasuk bersabar dalam setiap musibah dan cobaan yang terjadi. Jika semua nilai

diatas sudah terlaksana, menurut Wahid, sistem Islam tidak dibutuhkan lagi, bahkan

ketaatan seorang Muslim tidak diukur dari perwujudan sistem atau negara Islam.16

Lagi pula, dalam pandangan Wahid, dalam sejarah Islam tidak ada sistem

tunggal yang sifatnya tetap tunggal seperti, teknis pengangkatan pemimpin yang tidak

tetap dari Abu Bakar ke Umar bin Khattab, ke Utsman bin Affan dan ke Ali bin Abi

Thalib kemudian penguasa-penguasa setelahnya. Begitu juga, ukuran masyarakat Islam

sifatnya yang beragam. Di era Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar, masyarakat

Islam berwujud sebagai sebuah komunitas, kemudian berubah menjadi imperium di era

Umar, menjadi negara bangsa di era kolonialisme hingga kini.

Pemahaman Gus Dur ini juga sama dengan pemimpin-pemimpin NU

setelahnya, seperti K.H Hasyim Muzadi, ketua umum PBNU 1999-2010, dan juga K.H

Said Aqil Siradj yang juga sama menolak formalisasi syariat Islam dalam bentuk negara

khilafah. Muzadi berpendapat, ideologi para pejuang Khilafah secara jelas mengancam

NKRI, Pancasila dan UUD karena ide ini tidak berasal dari tradisi dan budaya

masyarakat Indonesia. Sementara para pejuang ini ketika berada di sebuah negara

hanyalah menjadi mengganggu ketenangan bernegara karena hanya mengajak

mendelegitimasi dan mendekonstruksi negara yang sudah mapan dan berdaulat.17

Muzadi menganggap terjadi kesalahan penafsiran bagi kalangan pejuang

Khilafah mengenai pemahaman Islam Kaffah. Gerakan pro-khilafah berkeyakinan

Islam Kaffah itu bermakna harus mendirikan pemerintahan Islam padahal, menurut

Muzadi, Islam kaffah itu memang wajib tapi tidak tidak perlu melalui pemerintahan

Islam. “Ber-Islam dengan sungguh-sungguh tak harus dengan Khilafah Islamiyah.

16 Abdurrahman Wahid. Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama, Masyarakat, Negara,

Demokrasi, Edisi Digital. (Jakarta: Democracy project, 2011), h: 4-5.

17 Pandangan KH. Hasyim Muzadi terhadap Gerakan Khilafah. Diakses pada tanggal 15

September 2017 dari http://www.Muslimedianews.com/2014/03/pandangan-kh-hasyim-

muzaditerhadap.html_.

Page 62: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

53

Mengakui dan taat pada pemerintahan yang sah dan berdaulat adalah wajib”.18

Dalam pandangan Said Aqil Siradj, ketua PBNU 2010 – sekarang, Negara

khilafah bukanlah solusi terhadap persoalan bangsa. Konsep negara Indonesia

menurutnya jauh lebih baik dibandingkan negara-negara Islam lain termasuk negara

Islam di Timur Tengah. Sebab Indonesia saat ini dengan komitmen amanah keagamaan

dan komitmen kebangsaan membuatnya tak mudah untuk dipecah belah oleh pihak lain

kebalikan dengan negaranegara Islam Timur Tengah yang akhirnya justru hancur

karena tidak memperhatikan komitmen kebangsaan. Bila Indonesia berubah menjadi

konsep khilafah, Siradj mengkhawatirkan Indonesia akan hancur.19

Seandainya pun Khilafah itu harus diadopsi maka haruslah khilafah yang

bersinergi dengan semangat kebangsaan atau nasionalisme, dalam istilah Siradj,

Khilafah Nasionalisme. Intinya dalam pandangan Siradj, Pancasila dan NKRI adalah

harga mati, sehingga tidak boleh ada ide yang bertentangan dengan konsep yang sudah

final tersebut. Konsep nasionalisme di Indonesia pun merupakan sebuah konsep yang

sudah sempurna untuk sebuah negara atau kekhalifahan yang sangat plural dengan

berbagai keragaman agama, suku dan budaya. Siradj menyatakan, karena

kepemimpinan nasional Indonesia sudah khilafah, Joko Widodo yang berkuasa saat ini

juga sudah layak untuk disebut sebagai khalifah sebagai perwakilan sah umat Islam

yang ada di Indonesia.

Pendapat Aqil Siradj sejalan dengan Muzadi dan Gusdur yang menganggap ide

Khilafah yang bersifat internasional tidak logis dan rasional sebab secara historis nabi

tidak pernah mendirikan negara Islam justru, nabi membuat piagam madinah sebagai

kesepakatan yang menjadi dasar hukum yang mengatur hubungan antar warga yang

berbeda suku, ras dan agamanya supaya bisa hidup rukun dan harmonis. Sepeninggal

rasul pun tidak ditemukan model pemerintahan yang sifatnya baku, umat Islam pernah

dipimpin dalam sistem khilafah, Imarah bahkan kesultanan yang jumlahnya cukup

18 PBNU: Konsep Khilafah Islamiyah Tidak Pernah Jelas. Diakses pada tanggal 15 September

2017 dari http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,9731-lang,id-

c,wartat,PBNU++Konsep+Khilafah+Islamiyah+Tidak+Pernah+Jelas-.phpx_,

19 Islaminesia. (2015). KH. Said Aqil: ‘Negara Khilafah’ Bukan Solusi Persoalan Bangsa.

Diakses 15 September 2017 dari http://Islaminesia.com/2015/05/kh-said-aqil-negara-khilafah-bukan-

solusi-persoalanbangsa/?fb_comment_id=836527473088368_836649116409537_

Page 63: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

54

banyak dan kebanyakan menurut Siradj, dalam pemerintahan Islam yang pernah terjadi

banyak pertumpahan darah sesama Muslim sendiri. Sehingga yang lebih penting

menurut Siradj adalah adalah pemimpin jujur adil, dan melayani masyarakat dengan

baik.20

20 NU Online. (2007). PBNU: Khilafah Islamiyah Celakakan Muslim Minoritas di Negara Lain. Diakses pada

tanggal 15 Desember 2016 dar http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,9577-

lang,idc,wartat,PBNU++Khilafah+Islamiyah+Celakakan+Muslim+ Minor itas+ di+ Negara+ Lain-.phpx_

Page 64: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

55

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah penulis bahas dari bab-bab terdahulu, penulis

dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Konsep Khilafah menurut Hizbut Tahrir Indonesia merupakan

kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk

menegakkan hukum-hukum syara’. Sistem khilafah sangat berbeda

dengan sistem-sistem pemerintahan yang lain, baik dari aspek asas

yang menjadi landasan berdirinya, pemikiran, konsep, standar serta

hukum-hukum yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umat,

maupun dari aspek undang-undang dasar yang diberlakukannya

ataupun dari aspek bentuk yang mengambarkan wujud negara.

2. Pandangan NU terhadap sistem negara Islam dan Khilafah Islamiyah,

bahwa Islam tidak pernah menentukan/mewajibkan suatu bentuk negara

dan sistem pemerintahan tertentu bagi para pemeluknya. Indonesia

dalam bingkai NKRI yang sudah merupakan kesepakatan final oleh para

pendiri bangsa ini, gerakan yang mengarah untuk merubah/mengganti

pancasila maka harus dihindari, karena bisa menimbulkan kerusakan.

B. Saran

Dalam skripsi ini penulis menambah beberapa saran, yang bertujuan untuk

mencoba memberikan wawasan keilmuan mengenai respon Nahdhatul Ulama terhadap

konsep Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia, adapun sarannya adalah sebagai berikut:

1. Kepada pemerintah, agar memperhatikan kembali ormas-ormas yang ada di

Indonesia yang sekiranya bertentangan dengan pancasila agar dikaji ulang

keberadaannya di Indonesia.

2. Kepada para mahasiswa FSH UIN Syarif Hidayatullah yang mempelajari

Hukum Ketatanegaraan Islam (Siyasah), direkomendasikan agar kajian ini

bisa dijadikan suatu referensi untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang

politik Islam pada umumnya dan khususnya di bidang Respon Nahdhatul

Ulama terhadap konsep Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia.

Page 65: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

56

DAFTAR PUSTAKA

BUKU DAN KITAB

Afandi, Arif. Islam Atas Bawah, Polemik Statergi Panjang Umat Model Gusdur dan Amin Rais, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Afdlal, Islam dan Radikalisme di Indoensia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.

Ahmad, Al-Thariq; Dirasat Fikriah fi kaefiah al- Amal Litagver Waqi’ah al-Ummah Wa Inhadhiha, Libnan Dar al-Bayar.

Amirudin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT Raja Garafindo, 2004.

Bukhari Al, Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, Beirut Libanon: Daar Ibn Hazm,

2002.

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta,2008.

Bawazir, Tohir, Jalan tengah demokrasi, Jakarta: Pustaka al kautsar, 2015.

Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Departemen Agama RI, Al Quran dan terjemahan. Djazuli A, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam rambu-rambu

syari’ah, Bandung: Gunung Djati Press, 2000.

El-wa, Mohamed S, Sistem Politik dalam Pemerintahan Islam, Terj. Anshori Thajib, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983.

Esposito, John L, (ed.), The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, New York: Oxford University Press, 1995.

Feillard, Andree, NU vis-à-vis Negara, Yogyakarta: L’Harmattan Archipel, 1999. Hajaj Al, Abi Husein Muslim bin, Shahih Muslim, Beirut Libanon: Daar Ibn Hajm,

2002.

Hasan, KH. Tolhah, Relistiskah Khilafah di Milenium Perubahan?, Risalah Nahdlatul Ulama, edisi ke- IV.

Hasyim, Masykur, Merakit Negeri Berserakan, Surabaya: Yayasan 95, 2002.

Page 66: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

57

Hatamar, Pemikiran Politik al-Mawardi dan Relevansinya dengan Pemikiran Politik

Modern, Laporan Penelitian, Palembang: Puslit IAIN Raden Fatah, 2000.

Humaidi Abdusami, Ridwan Fakla AS., 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama, yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.

Hussain, Syaukat, Hak Asasi Manusia dalam Islam, terj. Abdul Rochim CN., Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Ida, Laode, NU Muda, Jakarta: Erlangga, 2004.

Khaldun, Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldun, terj. Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka

Firdaus, cet. II, 2000.

Khaldun, Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldun, terj. Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka

firdaus, cet. II,2000.

Maududi Al, Abu al-A’la, Khilafah dan Kerajaan; Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan Islam, Terj. M. al-Baqir, Bandung: Mizan, 1984.

Maududi Al, Abu al-A’la, Khilafah dan Kerajaan; Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan Islam, Terj. M. al-Baqir, Bandung: Mizan, 1984.

Maududi Al, Abu al-A’la, Hukum dan Konstitusi; Sistem Politik Islam, Terj. Asep

Hikmat, Bandung: Mizan, 1995.

Muhammad, Reno, Isis mengungkap fakta terorisme berlabel Islam, Jakarta:Pt mizan

publika, 2014.

Muzadi, H. A. Hasyim, Nahdlatul Ulama di tengah agenda persoaalan, Jakarta: PT.

Logos Wacana Ilmu, 1999.

Muzani, Saiful, Muslim demokrat, Jakarta:Gramedia pustaka utama, 2007.

Nabhani Al, Taqiyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,

Penerjemah M. Machfur Wachid, Surabaya: Risalah Gusti, 1996. Nabhani Al, Taqiyuddin, Negara Islam, terj. Umar Faruq, dkk., Bogor: Pustaka

Thariqul Izzah, 2000.

Nabhani Al, Taqiyuddin, Nidham al-Hukm fi al-Islam, Beirut Libanon: Dar al-Umah, 1996.

Nabhani Al, Taqiyuddin, Sistem Pemerintahan Islam; Doktrin, Sejarah dan Realitas Empirik, terj. Tim Thariqul Izzah, Bandung: Al-Izzah khasanah Tsaqafah

Islam, 2000.

Page 67: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

58

Narboko, Cholid dan Abu Achmad, Metodologi Penelitian, Jakarta : Bumi Pustaka,

1997.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian bidang sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada

University press, 2007.

Rais, Cakrawala Islam; antara Cita dan Fakta, Jakarta: Mizan, 2001.

Raziq, Ali Abdul, Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam, Terj. Afif Muhammad,

Bandung: Pustaka, 1985.

Ridwan, Paradigma Politik NU, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Rumidi, Sukandar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Gajah Mada University Perss,

2004.

Said, Imam Ghazali, Syaikh Hasyim Asy’ari antara khilafah dan nasionalisme, Risalah

Nahdlatul Ulama, edisi ke- IV.

Samarah, Ihsan, Biografi Singkat Taqiyuddin al-Nabhani, Bogor: Al-Izzah Press, 2002.

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,

Volume 2, Jakarta: Lintera Hati, Cet. VIII, 2007.

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta:

UI-Press, 1993.

Sjadzali Munawir, Islam dan Tata Negara, Edisi 5,Jakarta: PT. UI Press, 1993.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI press,1986.

Tahrir, Hizbut, Mengenal Hizbut Tahrir Partai Islam Ideologis, terj. Abu Afif dan Nur Khalis, Bogor: Pustaqa Thariqul Izzah, 2000.

Tahrir, Hizbut Strategi Dakwah Hizbut Tahrir, terj. Abu Fuad dan Abu Raihan, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2000.

Tahrir, Hizbut, Titik Tolak Perjalanan Dakwah Hizbut Tahrir, terj. Muhammad Maghfur, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2000.

Turmudzi, Endang dan Riza Sihabudi (ed.), Islam dan Radikalisme di Indonesia,

Jakarta: LIPI Press, 2006.

Page 68: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

59

Wahid, Abdurrahman. Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama, Masyarakat, Negara,

Demokrasi, Edisi Digital. Jakarta: Democracy project, 2011. Wahwah Al, Ismail, Dunia Membutuhkan Khilafah, dalam Buletin al-Wa'ie, VII, edisi

1-31 September 2007. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.

Ztf, Pradana boy, Fiqih jalan tengah, Jakarta:pt grafindo media pratama, 2008.

INTERNET

Http://www.Hizbut-Tahrir.or.id.,diakses Tanggal 15 November 2016, pukul 20.10 WIB

Http://www.nu.or.id/post/read/55557/khilafah-dalam-pandangan-nu, di akses pada

tanggal 21 november 2016, pukul 19.55 WIB

Http://www.santridayah.com/2013/07/konsep-negara-menurut-nu diakses pada

tanggal 11 Oktober 2017 pukul 07.00 WIB. https://setkab.go.id/inilah-perppu-no-22017-tentang-perubahan-uu-no-172013-

tentang-organisasi-kemasyarakatan/ diakses pada senin 7 Januari 2019 pukul 14.15 WIB

Islaminesia. (2015). KH. Said Aqil: ‘Negara Khilafah’ Bukan Solusi Persoalan Bangsa.

Diakses 15 September 2017 dari http://Islaminesia.com/2015/05/kh-said-aqil-

negara-khilafah-bukan-solusi-persoalanbangsa/?fb_comment_id=836527473088368_836649116409537_

Muhyiddin Abdusshomad, "NU Vis A Vis Transnasionalisme", artikel diakses tanggal

10 Maret 2017 dari http://www.lakpesdam.or.id/index. php?id=185.

NU Online. (2007). PBNU: Khilafah Islamiyah Celakakan Muslim Minoritas di Negara

Lain. Diakses pada tanggal 15 Desember 2016 dar http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,9577 lang,idc,wartat,PBNU++Khilafah+Islamiyah+Celakakan+Muslim+ Minor

itas+ di+ Negara+ Lain-.phpx_

Pandangan KH. Hasyim Muzadi terhadap Gerakan Khilafah. Diakses pada tanggal 15 September 2017 dari http://www.Muslimedianews.com/2014/03/pandangan-kh-hasyim-muzaditerhadap.html_.

PBNU: Konsep Khilafah Islamiyah Tidak Pernah Jelas. Diakses pada tanggal 15

September 2017 dari http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,9731-lang,id-c,wartat,PBNU++Konsep+Khilafah+Islamiyah+Tidak+Pernah+Jelas-.phpx_

Page 69: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

60

LAMPIRAN

Page 70: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan
Page 71: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan
Page 72: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

LAMPIRAN

Narasumber : H. Mahbub Ma’afi Ramdhan, SHI

Jabatan : Wakil Sekertaris PBNU

Tempat Wawancara : Lt.3 Gedung PBNU

Waktu Wawancara : 14 Juni 2017

1. Bagaimana efektifitas Negara dengan konsep khilafah?

Nahdhatul Ulama menetapkan semua sistem yang tujuannya baik bias

diberlakukan, baik itu khilafah, demokrasi, dan monarki. Karna tujuan

yang sebenarnya dari suatu sistem adalah keadilan, kesejahteraan, dan

ketentraman bagi penduduknya. Jika khilafah diterapkan di Indonesia,

maka hal tersebut tidak relevan dengan keadaan masyarakat Indonesia

yang penduduknya tidak hanya beragama Islam saja, akan tetapi ada

beberapa agama yang telah diakui oleh Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Selain itu sistem yang diterapkan pula harus bias mewakili

fungsi kenabian, artinya Negara harus mampu menjawab semua

pertanyaan dan kebutuhan masyarakat. Konsep khilafah yang ditawarkan

oleh HTI pada hakikatnya tidak memiliki landasan yang kuat, jika

bedasarkan dalil “Inni Jailun fi al-Ardh kholifah”, perintah dalam ayat ini

menunjukan keharusan mengangkat pemimpin sebagaimana dijelaskan

oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya, bukan mengenai konsep khilafah. Secara

singkat mengankat pemimpin itu hukumnya wajib, sedangkan sistem yang

diberlakukan adalah bersifat ijtihadiyah. Maka dengan tegas NU menolak

konsep khilafah yang ditawarkan oleh HTI.

2. Bagaimana Nahdhatul Ulama merespon konsep khilafah HTI?

Jika kita berbicara tentang konsep khilafah yang diterapkan oleh HTI,

tentu NU menolak. Hal ini berdasarkan pada hasil putusan alim ulama

tahun 2014 di Jakarta, telah diuraikan bahwa Islam mengatur segala aspek

dalam kehidupan termasuk di dalamnya tenteng konsep dalam kehidupan

bernegara. Pada dasarnya agama dan Negara merupakan dua fondasi yang

Page 73: RESPON NAHDHATUL ULAMA (NU) TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46899... · 2019-08-26 · majelis musyawarah. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan

memliki hubungan yang sangat erat, agama merupakan fondasi dan

kekuatan sedangkan Negara merupakan pengawalnya. Dalam konsepnya

dijelaskan seperti berikut:

حراسة الدين و سياسة الدنيا

Artinya: “Melestarikan ajakaran agama dan membuat tata kelola yang baik

terhadap dunia.”

Jika kita merujuk pada sistem yang berlaku pada masa khulafa al-

Rasyidin, itu adalah sistem khilafah yang cocok diterpakan pada

zamannya, karena pada hakikatnya Nabi Muhammad SAW tidak

meninggalkan sistem tentang Negara secara utuh, artinya sebagai

masyarakat dalam menerapkan system tersebut bersifat ijtihadiyah sesuai

dengan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat tersebut.

3. Apa perbedaan konsep khilafah yang diterapkan HTI dengan Nahdhatul

Ulama?

Konsep khilafah yang diterapkan oleh HTI adalah khilfah murni, artinya

khilafah yang berlaku pada masa Nabi Muhammad SAW, Sedangkan NU

sendiri sistem yang ditawarkan sesuai dengan keadaan zaman dan kondisi

masyarakatnya.