RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala...

205
RESONANSI LANDREFORM LOKAL: DINAMIKA PENGELOLAAN TANAH DI DESA KARANGANYAR

Transcript of RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala...

Page 1: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

RESONANSILANDREFORM LOKAL:DINAMIKA PENGELOLAAN TANAH

DI DESA KARANGANYAR

Page 2: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak CiptaLingkup Hak CiptaPasal 2 :

1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan ataumemperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangipembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan PidanaPasal 72 :

1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara palinglama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatuCiptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00(lima ratus juta rupiah).

Page 3: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

RESONANSILANDREFORM LOKAL:

DINAMIKA PENGELOLAAN TANAHDI DESA KARANGANYAR

Aristiono NugrohoHaryo Budhiawan

Tullus SubrotoSuharno

Editor:Valentina Arminah

STPN Press, 2013

Page 4: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

Resonansi Landreform Lokal: Dinamika Pengelolaan Tanahdi Desa Karanganyar

©Arstiono Nugroho, Haryo Budhiawan, Tullus Subroto, Suharno

Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh:STPN Press, Agustus 2013

Jl. Tata Bumi No. 5 Banyuraden, Gamping, SlemanYogyakarta, 55293, Tlp. (0274) 587239

Faxs: (0274) 587138Website: www.pppm.stpn.ac.idE-mail: [email protected]

Penulis: Arstiono Nugroho,Haryo Budhiawan, Tullus Subroto, Suharno

Editor: Valentina ArminahLayout & Cover: Nazir Salim

Pracetak:

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)Resonansi Landreform Lokal: Dinamika Pengelolaan Tanah

di Desa KaranganyarSTPN Press, 2013

xii + 193 hlm.: 14 x 21 cmISBN: 602-7894-05-.......

Page 5: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

Buku ini dipersembahkanbagi siapapun yang menaruh perhatian

dan berkenan memperjuangkankontribusi pertanahan

bagi keadilan di bidang pertanahan, kesejahteraan masyarakat,dan harmoni sosial.

Page 6: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
Page 7: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

vii

PENGANTAR PENERBIT

Page 8: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

viii

PENGANTAR PENULIS

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rah-matNya buku ini dapat diselesaikan. Terimakasih penyusun sam-paikan kepada para penulis yang karyanya menjadi referensidalam buku ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepadasemua pihak yang telah berbaik hati membantu dalam prosespengumpulan data, seperti:1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo,2. Kepala Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan

Masyarakat Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo,3. Kepala Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara Kantor Perta-

nahan Kabupaten Purworejo,4. Kepala Desa Karanganyar dan staf,5. Masyarakat Desa Karanganyar Kecamatan Pituruh Kabu-

paten Purworejo,6. Dan lain-lain.

Buku ini awalnya adalah naskah laporan penelitian denganjudul “Resonansi Landreform Lokal Ala Desa Ngandagan Di DesaKaranganyar Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo ProvinsiJawa Tengah”. Penelitian dilakukan oleh Aristiono Nugroho,Haryo Budhiawan, Tullus Subroto, dan Suharno dengan meng-gunakan metode penelitian kualitatif rasionalistik. Masyarakat

Page 9: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

ixResonansi Landreform Lokal ...

dan Pemerintah Desa Karanganyar bertindak sebagai subyekpenelitian, sedangkan informan dalam penelitian ini adalahsebagian dari subyek penelitian yang ditetapkan secara purpo-sive. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kuali-tatif sebagaimana dimaksud oleh Lexy J. Moleong (2007:224).Agar buku ini enak dibaca dan mudah difahami, maka penyusunmelakukan perubahan pada Bab Pendahuluan dengan menghi-langkan sub bab yang dipandang tidak perlu, termasuk meng-hilangkan sub bab metode penelitian.

Meskipun memiliki beberapa kekurangan, buku ini diha-rapkan mampu menginformasikan kepada pembaca tentangresonansi landreform lokal ala Desa Ngandagan di Desa Karang-anyar, yang memperlihatkan tiga hal, sebagai berikut: Pertama,resonansi terjadi atas ikhtiar para tokoh dan dukungan masya-rakat. Ikhtiar diawali ketika R. Sosro Wardjojo (Kepala DesaKaranganyar, tahun 1945–1977) menerapkan landreform lokal alaDesa Ngandagan yang digagas Soemotirto (Kepala Desa Ngan-dagan, tahun 1947–1964) di Desa Karanganyar pada tahun 1947.Ikhtiar R. Sosro Wardjojo kemudian dipertahankan oleh kepaladesa – kepala desa selanjutnya, yaitu: (1) Saminah (1977–1989),(2) Tjipto Sutarmo (1989–2007), dan (3) Suyono (2007– sekarang).Keberlanjutan ikhtiar R. Sosro Wardjojo ini dapat terlaksanaatas dukungan masyarakat Desa Karanganyar, sejak ikhtiar inidigagas pada tahun 1947 hingga saat ini.

Kedua, landreform lokal yang diterapkan di Desa Karang-anyar membawa dampak bagi masyarakat, antara lain: (1) Ada76 kepala keluarga yang menerima tanah buruhan desa (tanahsawah yang digarap oleh buruh kulian), yang masing-masingluasnya 90 ubin. (2) Ada 76 kepala keluarga yang melaksanakankerja bakti dan ronda malam bagi kepentingan seluruh masya-

Page 10: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

x Aristiono Nugroho, dkk.

rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga.(3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumidan Bangunan) atas tanah buruhan desa seluas 76 x 90 ubin.(4) Ada 179 kepala keluarga yang menikmati guyub, rukun, atauharmoni sosial setelah diterapkannya landreform lokal di DesaKaranganyar.

Ketiga, bagi elit Desa Karanganyar, landreform lokal yangditerapkan di Desa Karanganyar membawa dampak, antara lain:(1) Ada kesempatan bagi elit desa untuk menerapkan empatprinsip pengelolaan pertanahan di Desa Karanganyar versimasyarakat Desa Karanganyar, yaitu adil, makmur, damai, dansejahtera. (2) Ada kesempatan bagi elit desa untuk turut menik-mati fasilitas yang berkaitan dengan tanah buruhan desa (misal:hak garap atas tanah sawah atau tanah buruhan desa), dengantidak menimbulkan ketegangan antara masyarakat dengan elitDesa Karanganyar. (3) Ada kesempatan bagi elit desa untuk me-nikmati situasi dan kondisi harmoni, yang dibangun denganbasis semangat guyub yang tumbuh dan berkembang di masya-rakat.

Yogyakarta, 2013Penyusun

Page 11: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

xi

DAFTAR ISI

Pengantar Penerbit ~ viPengantar Penulis ~ viii

BAB I: PENDAHULUAN ~ 1A. Desa Ngandagan Sebagai Sumber “Getaran” ~ 1B. Ketika Desa Lain Turut “Bergetar” ~ 16

BAB II: SEKILAS TENTANG DESA KARANGANYAR ~ 39A. Arti Sebuah Nama ~ 39B. Pemerintahan Umum ~ 47C. Kesejahteraan Keluarga ~ 52D. Sosial Kependudukan ~ 60E. Kondisi Pertanahan ~ 72

BAB III: TERJADINYA RESONANSI LANDREFORM ~ 82A. Ikhtiar Tokoh ~ 82B. Dukungan Masyarakat ~ 106

BAB IV: DAMPAK RESONANSI LANDREFORM ~ 136A. Bagi Masyarakat ~ 136B. Bagi Elit Desa ~ 159

BAB V: PENUTUP ~ 188

Page 12: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

xii Aristiono Nugroho, dkk.

Daftar Pustaka ~ 191Tentang Penulis ~ 193

Page 13: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Desa Ngandagan Sebagai Sumber “Getaran”

Desa Ngandagan adalah salah satu desa di KecamatanPituruh, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Desa iniberbatasan langsung dengan Desa Karanganyar, sehinggainteraksi sosial antara masyarakat dan pemerintah desa padakedua desa ini relatif intens. Dalam hal kemiskinan, pada tahun2010 Desa Ngandagan mempunyai posisi yang unik, tepatnyasebagai berikut: Pertama, Desa Ngandagan memiliki 6 rumahtangga miskin di antara 267 rumah tangga yang ada di desa ini,atau terdapat 2,25 % rumah tangga miskin. Kedua, sementaraitu, Kecamatan Pituruh memiliki 35,00 % rumah tangga miskin.Ketiga, sedangkan Kabupaten Purworejo memiliki 34,00 %rumah tangga miskin (lihat Nugroho, 2011:vii).

Dengan demikian, ketika di Kabupaten Purworejo dan Keca-matan Pituruh merebak kemiskinan, di mana angkanya mencapai34,00 % dan 35,00 %; maka ada hal berbeda di Desa Ngandagan,yaitu hanya terdapat 2,25 % rumah tangga miskin. Inilah faktaDesa Ngandagan yang unik, yang sejalan dengan kondisi unikpengelolaan pertanahannya. Saat desa-desa lain tidak berkesem-

Page 14: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

2 Aristiono Nugroho, dkk.

patan melaksanakan landreform yang berkelanjutan, maka DesaNgandagan justru mempraktekkan landreform lokal ala DesaNgandagan (lihat Nugroho, 2011:vii-viii).

Kondisi masyarakat Desa Ngandagan ini tidak dapatdilepaskan dari peran Soemotirto, Kepala Desa Ngandagan an-tara tahun 1947 – 1964. Pada masa pemerintahannya, Soemotirtotelah melaksanakan kebijakannya sendiri, yang denganperspektif kekinian dibaca sebagai “landreform lokal ala DesaNgandagan”. Saat itu Soemotirto telah mengambil alih tanahdarat (ladang/tegalan) milik Asisten Wedana Kusumo Mangun-harjo Besali seluas 11 Ha yang diterlantarkan oleh yang bersang-kutan. Selanjutnya oleh Soemotirto 1 Ha dibagikan kepada wargaDesa Kapiteran, sedangkan yang 10 Ha dibagikan kepada wargaDesa Ngandagan. Tanah ini, yang oleh masyarakat Desa Ngan-dagan disebut “Tanah Siten” digarap oleh 49 keluarga petaniDesa Ngandagan (lihat Nugroho, 2011:vi).

Selain itu, Soemotirto juga menetapkan dan melaksanakankebijakan, bahwa setiap warga Desa Ngandagan yang memilikitanah sawah seluas 300 ubin (1 ubin sama dengan 14 m2) ataulebih, wajib menyerahkan 90 ubin kepada Pemerintah DesaNgandagan untuk diredistribusikan kepada 2 (dua) keluargapetani yang tidak memiliki tanah sawah. Mereka yang memilikitanah seluas 300 ubin atau lebih disebut kulian atau kuli baku,sedangkan yang menerima redistribusi tanah dengan pola inidisebut buruh kulian atau buruh kuli. Kepemilikan tanah sawahdalam program ini tetap berada pada kulian, sedangkan buruhkulian hanya diberi hak menggarap saja, yang hasilnya diperun-tukkan bagi buruh kulian yang bersangkutan dan keluarganya.Program redistribusi tanah ini diikuti oleh 64 kulian, sehinggadapat memberikan hak garap kepada 128 keluarga petani yang

Page 15: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

3Resonansi Landreform Lokal ...

tidak memiliki tanah sawah (lihat Nugroho, 2011: vi-vii).Dalam konteks kekinian, maka kebijakan Soemotirto pada

tahun 1947 ini bersesuaian dengan Empat Prinsip PengelolaanPertanahan yang dicanangkan oleh Badan Pertanahan NasionalRepublik Indonesia pada era 2006 – 2012, yang terdiri dari: Perta-ma, kontribusi pertanahan dalam meningkatkan kesejahteraanrakyat, dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuranrakyat. Sebagaimana diketahui, kebijakan Soemotirto padatahun 1947 yang berlangsung hingga hari ini dan menginspirasipara tokoh lokal di desa-desa di sekitar Desa Ngandagan, telahmembantu petani yang tidak memiliki tanah sawah untukmenggarap tanah;

Kedua, kontribusi pertanahan dalam meningkatkan ta-tanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalamkaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, penguasaan, danpemilikan tanah. Sebagaimana diketahui, kebijakan Soemotirtotelah mewujudkan tatanan kehidupan bersama yang lebihberkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggu-naan, penguasaan, dan pemilikan tanah di Desa Ngandagandan desa-desa di sekitar Desa Ngandagan yang turut beresonansi;

Ketiga, kontribusi pertanahan dalam menjamin keberlan-jutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan In-donesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasiakan datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat, teruta-ma tanah. Sebagaimana diketahui, kebijakan Soemotirto telahmembangun sistem kemasyarakatan yang memberikan aksespada generasi saat ini dan generasi mendatang dengan lebihadil;

Keempat, kontribusi pertanahan dalam menciptakantatanan kehidupan bersama secara harmonis dengan mengatasi

Page 16: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

4 Aristiono Nugroho, dkk.

berbagai sengketa dan konflik pertanahan di seluruh tanah air,dan menata sistem pengelolaan yang tidak lagi melahirkansengketa dan konflik di kemudian hari. Sebagaimana diketahui,kebijakan Soemotirto telah menciptakan tatanan kehidupanbersama yang harmonis dan sekaligus mencegah terjadinyakonflik pertanahan.

Kondisi “revolusioner” Desa Ngandagan pada tahun 1947tidaklah dapat dilepaskan dari kondisi revolusioner Bangsa In-donesia. Sebagaimana diketahui revolusi merupakan solusi bagiintensi yang terjadi pada masa pergerakan, yang merupakanperlawanan terhadap Hindia Belanda (simbol supremasi kolo-nial terhadap Bangsa Indonesia). Perdebatan ide dan pemikiranmasa pergerakan akhirnya berbuah tindakan revolusioner, yangterus mengkondisi hingga paska Proklamasi Kemerdekaantanggal 17 Agustus 1945. Fenomena ini selanjutnya menghasilkantransformasi revolusioner, di mana revolusi proklamasi telahbertransformasi menjadi revolusi sosial.

Dengan menggunakan konteks revolusi sosial inilah makakondisi “revolusioner” Desa Ngandagan dapat difahami, sebagaisesuatu yang tidak berdiri sendiri, melainkan suatu rangkaiangelombang besar revolusi sosial yang melanda Negara KesatuanRepublik Indonesia paska revolusi proklamasi. Tujuan utamarevolusi sosial ini antara lain pemenuhan cita-cita nasional dalamPembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya me-majukan kesejahteraan umum. Dalam konteks desa (khususnyaDesa Ngandagan), maka kesejahteraan umum tersebut olehSoemotirto dibaca sebagai “memajukan kesejahteraan masya-rakat Desa Ngandagan”.

Revolusi sosial yang terjadi di Desa Ngandagan sesung-guhnya mirip dengan ciri revolusi sosial yang digagas oleh Leon

Page 17: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

5Resonansi Landreform Lokal ...

Trotsky, yang merupakan revolusi diktator proletariat. Revolusiini bercirikan pergolakan, yang membuka suatu zaman barudalam kehidupan masyarakat melalui transformasi yang funda-mental. Revolusi ini terkadang memiliki nuansa kekerasan ataupaksaan, terutama dalam menata kembali kelas sosial dan distri-busi kekuasaan. Pandangan yang digunakan antara lain berupapemahaman bahwa perubahan mendasar hanya mungkinterlaksana bila sistem sosial dan kaum elit diganti. Oleh karenaitu, tidak mengherankan ketika Soemotirto yang berperan seba-gai elit baru Desa Ngandagan menjalankan kebijakan yang relatifkeras, berupa perintah penyerahan hak garap oleh pemilik tanahyang luasnya lebih dari 300 ubin, serta penguasaan atas tanahSiten (Asisten Wedana) seluas 11 Ha yang kemudian didistribu-sikan kepada masyarakat.

Banyak pihak memberi apresiasi kepada masyarakat danPemerintah Desa Ngandagan atas penerapan”landreform lokalala Desa Ngandagan”. Gunawan Wiradi dalam orasi ilmiahnyayang berjudul “Reforma Agraria: Dari Desa Ke Agenda Bangsa”di Institut Pertanian Bogor pada tanggal 28 Mei 2009, meng-ingatkan banyak pihak tentang adanya landreform lokal (ala DesaNgandagan). Secara prospektif Gunawan Wiradi menjelaskanpeluang landreform lokal ala Desa Ngandagan menjadi agendabangsa, dalam sub judul “Dari Ngandagan, Jawa Tengah, SampaiPorto Alegre, Brazil” (lihat Wiradi, 2009a).

Landreform yang dilaksanakan di Desa Ngandagan berbedadengan landreform yang dilaksanakan secara nasional di Indo-nesia. Landreform yang dilaksanakan secara nasional memilikiciri utama berupa distribusi tanah, di mana petani yang tidakmemiliki tanah diberi tanah oleh pemerintah. Sementara itu,landreform yang dilaksanakan di Desa Ngandagan memiliki ciri

Page 18: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

6 Aristiono Nugroho, dkk.

utama berupa distribusi hak garap atas tanah sawah, di manapetani yang tidak memiliki tanah sawah memperoleh hak garapatas tanah sawah.

Sebagaimana diketahui bagi pelaksanaan landreform yangdilaksanakan secara nasional di Indonesia telah diterbitkanPeraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961. Peraturan ini padapasal 8 dan 9 mengatur tentang redistribusi tanah, yang antaralain menyatakan bahwa petani yang berhak menerima redistri-busi tanah adalah mereka yang masuk dalam prioritas penerimaredistribusi tanah, yaitu: Pertama, penggarap yang mengerjakantanah yang bersangkutan. Kedua, buruh tani tetap pada bekaspemilik, yang mengerjakan tanah yang bersangkutan. Ketiga,pekerja tetap pada bekas pemilik tanah yang bersangkutan, ataupenggarap yang belum sampai 3 tahun mengerjakan tanah yangbersangkutan. Keempat, penggarap yang mengerjakan tanahhak pemilik. Kelima, penggarap tanah yang oleh pemerintahdiberi peruntukan lain. Keenam, penggarap yang tanahgarapannya kurang dari 0,5 Ha. Ketujuh, pemilik yang luastanahnya kurang dari 0,5 Ha. Kedelapan, petani atau buruhtani lainnya.

Apabila ada petani yang berada pada prioritas yang sama,maka yang mendapat prioritas lebih (lebih diprioritaskan)adalah: Pertama, petani yang mempunyai ikatan keluarga sejauhtidak lebih dari dua derajat dengan mantan pemilik, denganketentuan sebanyak-banyaknya 5 orang. Kedua, petani yangterdaftar sebagai veteran. Ketiga, petani janda pejuang kemer-dekaan yang telah gugur. Keempat, petani yang menjadi korbankekacauan.

Selain harus memenuhi atau termasuk dalam daftar priori-tas, petani penerima redistribusi tanah juga harus memenuhi

Page 19: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

7Resonansi Landreform Lokal ...

syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum yang harusdipenuhi oleh petani penerima redistribusi tanah, yaitu: warganegara Indonesia, dan bertempat tinggal di kecamatan tempatletak tanah, serta mampu atau kuat bekerja di bidang pertanian.Sementara itu, syarat khusus yang harus dipenuhi oleh petanipenerima redistribusi tanah, yaitu: Pertama, petani yang tergo-long dalam urutan prioritas pertama sampai dengan prioritasyang ketujuh, dan telah mengerjakan tanah yang bersangkutansekurang-kurangnya 3 tahun berturut-turut. Kedua, petani yangtergolong prioritas kedua, dan telah mengerjakan tanah yangbersangkutan 2 musim berturut-turut. Ketiga, para pekerja yangtergolong dalam prioritas ketiga, dan telah bekerja pada mantanpemilik tanah selama 3 tahun berturut-turut.

Berdasarkan Pasal 14 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor224 Tahun 1961, petani penerima redistribusi tanah obyeklandreform memiliki kewajiban, sebagai berikut: Pertama, mem-bayar harga tanah yang bersangkutan menurut ketentuan.Kedua, tanah redistribusi harus dikerjakan atau diusahakanoleh pemilik (pihak yang telah memperoleh redistribusi tanah)sendiri secara aktif. Ketiga, setelah 2 tahun sejak tanah redis-tribusi diperoleh dengan hak milik, setiap tahunnya harus dica-pai kenaikan hasil tanaman sebanyak yang ditetapkan oleh dinaspertanian. Keempat, harus menjadi anggota koperasi pertanian.

Dalam konteks Desa Ngandagan, Soemotirto tidak berke-inginan memberi hak milik atas tanah kepada petani yang tidakmemiliki tanah sawah. Ia hanya berkeinginan memberi hak garapatas tanah sawah, kepada petani yang tidak memiliki tanahsawah, sedangkan hak miliknya tetap berada kepada pemiliknya(pihak yang terkena kewajiban menyerahkan 90 ubin per 300ubin tanah sawah). Kebijakan Soemotirto ini bersifat kondi-

Page 20: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

8 Aristiono Nugroho, dkk.

sional, sebagai upaya mereduksi potensi resistensi pemilik tanahyang terkena ketentuan menyerahkan hak garap, yang saat itumencapai 64 kepala keluarga. Namun demikian, saat itu (1947 –1964) kebijakan ini berhasil memberi penghasilan petani peng-garap atas tanah sawah yang digarapnya. Selain itu, PemerintahDesa Ngandagan juga memperoleh 128 tenaga kerja yang siapmelakukan kerigan (kerjabakti desa) dan ronda (menjagakeamanan desa di malam hari). Keberadaan 128 keluarga petaniyang menikmati landrefrom lokal hingga saat ini menunjukkanperan landreform lokal dalam memenuhi kebutuhan sosio-kolektif masyarakat desa.

Kebijakan Soemotirto di Desa Ngandagan pada tahun 1947– 1964 memang tidak sesuai dengan Peraturan PemerintahNomor 224 Tahun 1961, karena sejak awal Soemotirto ingin mene-rapkan landreform dengan caranya sendiri. Soemotirto tidakmelakukan redistribusi tanah, yang ia lakukan hanyalah redistri-busi hak garap atas tanah. Oleh karena itu, sangat penting bagi-nya untuk mengumpulkan hak garap atas tanah sawah dari 64kulian seluas 64 x 90 ubin, untuk kemudian diredistribusikankepada 128 buruh kulian. Hal yang juga penting bagi Soemotirto,adalah melakukan redistribusi hak garap atas tanah tegalan,sehingga ia kemudian mengambil alih tanah darat (ladang/te-galan) milik Asisten Wedana Kusumo Mangunharjo Besali seluas11 Ha yang diterlantarkan oleh yang bersangkutan. Ia membagi-kan 1 Ha kepada warga Desa Kapiteran, dan membagikan 10 Hakepada 49 keluarga petani Desa Ngandagan.

Pemenuhan kebutuhan sosio-kolektif masyarakat desasebagaimana yang dilakukan oleh Soemotirto merupakan bagiandari urgensi pengelolaan tanah di suatu desa. Pasal 33 ayat (3)Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, “Bumi

Page 21: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

9Resonansi Landreform Lokal ...

dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasaioleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuranrakyat.” Substansi ini memberi alas bagi pengelolaan tanah untukkemakmuran rakyat atau masyarakat Indonesia, termasuk ma-syarakat Desa Ngandagan. Dalam konteks pertanian, tanahpenting sebagai media tumbuh tanaman, sehingga pemilikandan penguasaan tanah menjadi sesuatu yang penting bagi petani.Hanya saja pada awalnya (sebelum tahun 1947) struktur pemi-likan dan penguasaan tanah di Desa Ngandagan sangatlahtimpang, sehingga saat itu kemiskinan merebak di Desa Ngan-dagan.

Dengan berbekal semangat konstitusional (Pasal 33 ayat(3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945), Kepala Desa Ngandagan(1947 – 1964), Soemotirto, melaksanakan program landreformlokal di Desa Ngandagan. Pada masa itu Soemotirto mengingin-kan masyarakatnya dapat memenuhi kebutuhan keluarga,terutama dalam hal pangan (beras). Ia mengharuskan kulian,yaitu warga yang mempunyai tanah sawah seluas 300 ubin ataulebih, menyerahkan hak garap atas tanah sawahnya seluas 90ubin kepada Pemerintah Desa Ngandagan. Hak garap inikemudian diserahkan pada dua orang petani, yang disebut buruhkulian, yang tidak mempunyai tanah sawah. Dengan demikiankulian hanya menggarap tanah sawah seluas 210 ubin. Buruhkulian hanya mempunyai hak garap atas tanah sawah seluas 45ubin, yang didukung oleh penguasaan f isik. Sementara itu,tanah sawah seluas 210 ubin yang digarap oleh kulian merupa-kan hak milik adat, yang didukung oleh bukti yuridis dan pengu-asaan f isik.

Ide landreform yang diluncurkan oleh Soemotirto bersesu-aian dengan substansi landreform yang terdapat di UUPA

Page 22: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

10 Aristiono Nugroho, dkk.

(Undang-Undang Pokok Agraria) yang lahir pada tanggal 24September 1960. Setelah UUPA lahir, maka undang-undang inimenjadi dasar bagi diterbitkannya berbagai ketentuan land-reform. Sebagaimana diketahui landreform, merupakan salah satuupaya untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi, dan psiko-logis petani. Oleh karena itu tujuan landreform meliputi: Perta-ma, tujuan sosial, yang terdiri dari: (1) mengakhiri sistem tuantanah yang mengeksploitir petani penggarap dan buruh tani,(2) mengakhiri pemilikan tanah yang luas atau yang melampauibatas maksimum pemilikan tanah, dan (3) mengadakan pemba-gian atas tanah secara adil; Kedua, tujuan ekonomi, yaitumemperbaiki kondisi ekonomi petani, dengan memperkuatrelasi legal antara petani dengan tanahnya, yang biasa disebut“penguatan asset”, serta memperbaiki produksi pertanian agardapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, yangbiasa disebut “pemberian akses”; Ketiga, tujuan psikologis, yaitumeningkatkan gairah atau semangat petani yang telah memilikirelasi legal yang kuat dengan tanahnya.

Program landreform secara nasional meliputi: Pertama,pembatasan luas maksimum pemilikan tanah. Kedua, laranganpemilikan tanah secara guntai atau absentee. Ketiga, redistri-busi tanah, yang hanya boleh dilakukan atas tanah kelebihandari batas maksimum, tanah absentee, tanah swapraja dan tanahbekas swapraja, serta tanah yang dikuasai langsung oleh negara.Keempat, pengaturan yang berkaitan dengan pengembaliantanah pertanian yang digadaikan. Kelima, pengaturan kembaliperjanjian bagi hasil. Keenam, penetapan luas minimum pemi-likan tanah pertanian disertai larangan untuk melakukan perbu-atan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah pertanianmenjadi bagian-bagian yang terlampau kecil.

Page 23: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

11Resonansi Landreform Lokal ...

Sementara itu, dalam konteks Desa Ngandagan keberadaanprogram landreform membuka peluang bagi upaya mensejahte-rakan masyarakat dengan basis tanah, sebagaimana diamanatlanPasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Selain itu,program landreform yang dilaksanakan di Desa Ngandagan sejaktahun 1947 ternyata juga sejalan dengan upaya mensejahterakanmasyarakat sebagaimana diarahkan oleh Pancasila, khususnyaSila Ke-5 (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia).Dengan demikian praktek landreform yang dilakukan olehSoemotirto ini sah dan konstitusional. Legalitas praktek land-reform oleh masyarakat Desa Ngandagan memberi doronganbagi dipertahankannya livelihood on – farm, walaupun tekanandan godaan untuk beralih ke livelihood off – farm dan non – farmterus berlangsung. Landreform lokal yang diterapkan di DesaNgandagan juga telah berhasil memberi “bantuan” bagi paraburuh kulian dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, meskipunpara buruh kulian harus melengkapi ikhtiarnya dengan mene-rapkan livelihood off – farm dan/atau non – farm.

Selain itu, penerapan landreform lokal di Desa Ngandaganjuga bersesuaian dengan semangat Pasal 10 UUPA, yang menya-takan bahwa pemilik tanah wajib mengerjakan atau mengu-sahakan sendiri tanahnya secara aktif. Dengan demikian harusdilarang adanya pemilikan tanah secara absentee, di mana pemiliktanah berada di luar kecamatan letak tanah. Ketentuan ini diaturdalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentangPelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi.Sebagaimana diketahui, Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor224 Tahun 1961 dan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun1964 ditetapkan, bahwa pemilik tanah yang bertempat tinggaldi luar kecamatan tempat letak tanahnya dalam waktu 6 bulan

Page 24: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

12 Aristiono Nugroho, dkk.

wajib segera mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang laindi kecamatan tempat letak tanah tersebut, atau ia pindah kekecamatan tempat letak tanah tersebut. Toleransi diberikan bagimereka yang bertempat tinggal di kecamatan yang berbatasandengan kecamatan tempat letak tanah tersebut. Kewajiban inijuga berlaku bagi pemilik tanah yang meninggalkan kecamatantempat letak tanah selama 2 tahun berturut-turut, di mana iawajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain dikecamatan tempat letak tanah. Pelanggaran terhadap kewajibanini akan mendapat sanksi berupa pengambil-alihan tanah olehpemerintah dengan pemberian ganti rugi.

Perkecualian diberikan kepada mereka yang menjalankantugas negara, menjalankan kewajiban agama, atau yang memi-liki alasan khusus yang dapat diterima oleh Menteri Agraria(saat ini berarti Kepala Badan Pertanahan Nasional RepublikIndonesia), dengan syarat luas tanahnya tidak boleh melebihi2/5 dari batas maksimum pemilikan tanah sebagaimana diaturdalam Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960. Selanjutnyaberdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1977, makaperkecualian bagi pegawai negeri, sebagaimana diatur dalamPeraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964, ditambah lagidengan perkecualian bagi pensiunan pegawai negeri dan jandapegawai negeri serta janda pensiunan pegawai negeri.

Khusus di Desa Ngandagan sejak tahun 1947, Soemotirto(Kepala Desa Ngandagan tahun 1947 – 1964) memang belumsempat membagi tanah atas tanah yang dipandang absentee.Tetapi ia sempat mendistribusikan tanah yang diterlantarkansebagaimana tanah absentee. Tanah tersebut adalah tanahtegalan yang dimiliki oleh Asisten Wedana (Camat) bernamaKusumo Mangunharjo Besali, yang setelah yang bersangkutan

Page 25: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

13Resonansi Landreform Lokal ...

meninggal dunia maka tanah menjadi terlantar. Oleh Soemotirtotanah tersebut didistribusikan kepada 49 kepala keluarga petanidengan luas keseluruhan mencapai 10 Ha.

Kebijakan Soemotirto ini memberi alas bagi dipertahan-kannya livelihood on – farm oleh masyarakat Desa Ngandagan,dan sekaligus sebagai upaya pemenuhan kebutuhan keluargapetani. Pada masa kini peran tanah tersebut memang telahmenurun, tetapi ia tetap berkontribusi bagi adanya penerapanlivelihood on – farm. Walaupun tetap tak dapat dipungkiri, bahwapetani tanah ini juga memenuhi kebutuhan keluarganya denganmenerapkan livelihood off–farm, non–farm, atau gabungan kedua-nya.

Ketika ingatan dikembalikan ke masa Soemotirto, makadiketahui bahwa tidak ada keinginan Soemotirto untuk memberihak milik atas tanah kepada petani yang tidak memiliki tanahsawah. Para petani ini (buruh kulian) cukup diberi hak garapatas tanah sawah, sedangkan hak miliknya tetap berada kepadapemiliknya (kulian). Kebijakan ini bersifat kondisional, terutamauntuk mereduksi resistensi kulian yang berjumlah 64 kepalakeluarga. Pada masa Soemotirto, kebijakan ini berhasil memberipenghasilan (karena menggarap tanah sawah) bagi buruh kulian,dengan kompensasi tersedianya 128 kepala keluarga sebagaitenaga kerja yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah DesaNgandagan, untuk melaksanakan kerja bakti dan ronda malam.

Saat kulian dan buruh kulian berinteraksi dengan Soemotirtodan kebijakannya, ada upaya dari pihak-pihak ini untuk menye-suaikan diri. Soemotirto menyesuaikan diri dengan kulian agartidak ada resistensi, dan sekaligus menyesuaikan diri denganburuh kulian agar mendapat dukungan. Sementara itu, kulianmenyesuaikan diri dengan Soemotirto agar tidak mendapat

Page 26: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

14 Aristiono Nugroho, dkk.

tekanan yang kuat, dan sekaligus menyesuaikan diri denganburuh kulian agar tidak terbangun konflik. Demikian pula halnyadengan buruh kulian, yang menyesuaikan diri dengan Soemo-tirto agar mendapat perhatian yang cukup, dan sekaligus menye-suaikan diri dengan kulian agar ada kesediaan menyerahkanhak garap atas tanah sawah yang dimilikinya.

Pada saat yang sama pihak-pihak ini tidak hanya menye-suaikan diri, melainkan secara aktif melakukan berbagai upayaagar kepentngannya tetap terjaga, sambil terus terkoneksidengan pihak-pihak lainnya. Pihak-pihak ini tetap berusaha salingmempengaruhi, dan saling menguasai, serta memanfaatkansituasi dan kondisi yang ada bagi kepentingannya. Usaha-usahaini akhirnya menciptakan pengaruh sosial, saat para pihak salingmerespon. Masing-masing pihak berusaha mempengaruhi pihaklain dengan diiringi kesiapan merespon stimulus pihak lain,termasuk merespon pengaruh yang didesakkan oleh pihak lain.

Sebagai pemimpin lokal, Soemotirto telah mempersiapkandiri untuk menghadapi dinamika masyarakat atas kebijakan yangditetapkannya. Persiapan diawali dengan kecermatannya dalammelakukan urut-urutan tindakan, misalnya dimulai dengandesakkan kepada kulian, dorongan kepada buruh kulian, pelak-sanaan pemberian dan penyerahan hak garap atas tanah sawah,pengambil-alihan tanah yang dianggap diterlantarkan yangditeruskan dengan redistribusinya kepada masyarakat, sertaaktivitas penataan pemukiman desa. Selanjutnya Soemotirtomelakukan pendekatan personal kepada kulian, buruh kulian,dan masyarakat pada umumnya untuk mencegah resistensi. Soe-motirto mengetahui, bahwa masyarakat merupakan satu kesa-tuan yang guyub, yang terdiri dari kelompok-kelompok yangmasing-masing memiliki perannya sendiri-sendiri. Adakalanya

Page 27: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

15Resonansi Landreform Lokal ...

antar konflik timbul gesekan, ketegangan, dan perjuangan ataskepentingannya; sehingga stabilitas dan konsensus yang adaharus ditata-ulang. Meskipun demikian, masyarakat merupakansuatu jaringan antar kelompok yang terorganisir, dan bekerjasecara teratur menurut tata nilai yang dianutnya.

Masyarakat Desa Ngandagan dapatlah dipandang sebagaisuatu sistem yang stabil dengan kecenderungan ke arah keseim-bangan, yaitu suatu kecenderungan untuk mempertahankan sis-tem yang ada yang dipandang telah selaras dengan lingkungan-nya. Keseimbangan tercapai ketika masing-masing pihak menja-lankan perannya masing-masing, contoh: (1) kulian berperansebagai pendukung kesejahteraan masyarakat dengan menye-rahkan hak garap atas tanah sawah kepada buruh kulian, (2)buruh kulian berperan sebagai tenaga kerja bagi pelaksanaankerja bakti dan ronda malam di Desa Ngandagan, (3) PemerintahDesa Ngandagan berperan sebagai fasilitator yang mensinergikankulian dengan buruh kulian, dan (4) masyarakat Desa Ngan-dagan pada umumnya berperan sebagai pendukung harmonisosial yang berhasil dibangun di Desa Ngandagan.

Pada awalnya ide landreform lokal dikhawatirkan akanmengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil. Tetapidengan modal kewibawaan dan keadilannya, Soemotirtoberhasil memaksakan landreform lokal di Desa Ngandagan tanpamenimbulkan destabilitas. Setelah berlakunya kebijakan Soemo-tirto, masyarakat Desa Ngandagan justru membentuk keseim-bangan baru, yaitu keseimbangan yang mendukung penerapanlandreform lokal. Keseimbangan ini menimbulkan keserasianantara kulian, buruh kulian, Pemerintah Desa Ngandagan, danmasyarakat Desa Ngandagan pada umumnya. Inilah perubahansosial yang mempromosikan keseimbangan yang serasi, sehingga

Page 28: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

16 Aristiono Nugroho, dkk.

dianggap fungsional. Dalam wilayah yang relatif stabil (seperti:Desa Ngandagan), maka ekspresi berbeda dengan sikap, tin-dakan, dan perilaku masyarakat pada umumnya seringkali dipan-dang sebagai sesuatu yang tidak fungsional.

Perubahan sosial yang fungsional yang digagas dan dilaku-kan oleh Soemotirto pada tahun 1947, merupakan ikhtiar yangtidak dimaksudkan untuk memberi hak milik atas tanah kepadapetani yang tidak memiliki tanah sawah. Bagi Soemotirto, parapetani ini (buruh kulian) cukup diberi hak garap atas tanahsawah, sedangkan hak miliknya tetap berada kepada pemiliknya(kulian). Kebijakan ini memang bersifat kondisional, karenasesuai dengan situasi dan kondisi Desa Ngandagan pada tahun1947. Tetapi kebijakan yang kondisional ini ternyata mampumereduksi resistensi kulian yang berjumlah 64 kepala keluarga.Kebijakan ini juga berhasil memberi penghasilan (karena meng-garap tanah sawah) bagi 128 kepala keluarga buruh kulian, yangmampu memberi kompensasi berupa tersedianya 128 kepalakeluarga sebagai tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan olehPemerintah Desa Ngandagan, untuk melaksanakan kerja baktidan ronda malam.

B. Ketika Desa Lain Turut “Bergetar”

Desa Karanganyar merupakan salah satu desa di Keca-matan Pituruh Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Desaini berbatasan langsung dengan Desa Ngandagan, yang dalamkonteks landreform lokal merupakan sumber “getaran”. Oleh kare-na interaksi yang intens antara masyarakat dan PemerintahDesa Karanganyar dengan masyarakat dan Pemerintah DesaNgandagan, maka dalam konteks landreform lokal, DesaKaranganyar juga turut “bergetar” atau biasa disebut “beresonan-

Page 29: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

17Resonansi Landreform Lokal ...

si”. Selain berbatasan dengan Desa Ngandagan, Desa Karang-anyar juga berbatasan dengan desa-desa lainnya, dengan perin-cian sebagai berikut: (1) di sebelah Utara dengan Desa Ngan-dagan; (2) di sebelah Timur dengan Desa Prigelan; (3) di sebelahSelatan dengan Desa Pituruh; dan (4) di sebelah Barat denganDesa Prapag Kidul dan Desa Megulung Lor.

Oleh karena masyarakat Desa Ngandagan memiliki meka-nisme unik dalam hal pengelolaan tanah yang diwarisi darileluhur mereka sejak tahun 1947, yang dikenal sebagai landreformlokal ala Desa Ngandagan, maka hal unik ini beresonansi diDesa Karanganyar. Tepatnya, terjadi resonansi landreform lokalala Desa Ngandagan di Desa Karanganyar. Resonansi tersebutberupa mekanisme yang mewajibkan para pemilik tanah sawah,untuk menyerahkan hak garap atas sebagian tanah sawahnyakepada pemerintah desa, yang selanjutnya oleh pemerintah desadiserahkan hak garapnya kepada keluarga petani yang tidakmemiliki tanah sawah.

Ikhtiar landreform lokal di Desa Karanganyar memang belummampu menjadikan keluarga petani yang tidak memiliki tanahsawah, dapat memiliki tanah dengan luas yang sesuai denganpenetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian sebagai-mana diamanatkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 56 PrpTahun 1960. Tetapi ikhtiar ini telah membantu keluarga petaniyang tidak memiliki tanah sawah dapat menggarap tanah sawahseluas 90 ubin. Sebagaimana diketahui Pasal 8 Undang-UndangNomor 56 Prp Tahun 1960 menyatakan, bahwa pemerintah(pusat) mengadakan usaha-usaha agar supaya setiap petanisekeluarga memiliki tanah pertanian minimum 2 (dua) hektar.Ketentuan ini rasional pada masanya, karena kondisi kepadatanagraris di level nasional pada tahun 1960 memungkinkan

Page 30: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

18 Aristiono Nugroho, dkk.

diterapkannya Pasal 8 Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun1960, sebab masih luasnya tanah yang belum digarap olehmasyarakat di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, dan PulauSulawesi. Namun ketentuan ini menjadi tidak rasional di masakini, terutama ketika diletakkan pada konteks Desa Karanganyar.

Selain Desa Karanganyar, kondisi yang sama juga terjadi diDesa Ngandagan, di mana kepadatan agrarisnya tidak memun-culkan angka 2 Ha sebagai batas minimum. Desa Ngandaganmemiliki kepadatan agraris yang pada tahun 1947 mengarahpada angka 45 ubin. Oleh karena batas minimum pemilikantanah antara Desa Ngandagan (1947) dengan nasional (RepublikIndonesia, 1960) memiliki semangat yang sama, tetapi beradapada kondisi yang berbeda, maka angka batas minimum pemi-likan tanahnya juga memunculkan angka yang berbeda. Batasminimum pemilikan tanah pertanian (sawah) secara nasionalmencapai 2 Ha per keluarga petani, sedangkan bagi Desa Ngan-dagan mencapai 45 ubin per keluarga petani.

Amanat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960sulit dilaksanakan oleh Pemerintah Desa Ngandagan di DesaNgandagan, karena tidak ada tanah sawah yang tersedia untukmenerapkan pasal tersebut. Oleh karena itu, sejak tahun 1947Pemerintah Desa Ngandagan hanya berhasil memfasilitasipenggarapan tanah sawah seluas 45 ubin kepada petani yangyang tidak memiliki tanah sawah. Fasilitasi hak garap atas tanahsawah seluas 45 ubin, saat ini telah menjadi adat Desa Ngan-dagan karena telah dilaksanakan sejak tahun 1947 hinggasekarang. Demikian pula halnya dengan Desa Karanganyar, yangmampu memfasilitasi garap atas tanah sawah seluas 90 ubinkepada petani yang yang tidak memiliki tanah sawah, yang saatini juga telah menjadi adat Desa Karanganyar karena telah dilak-

Page 31: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

19Resonansi Landreform Lokal ...

sanakan sejak tahun 1947 hingga sekarang.Pembentukan adat atas tanah di Desa Ngandagan dan Desa

Karanganyar ini dimungkinkan karena UUPA mengakui hukumadat yang dianut suatu masyarakat. Pasal 5 UUPA menyatakan,“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasaialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepen-tingan nasional dan negara, yang berdasarkan persatuan bangsa,dengan sosialisme Indonesia, serta dengan peraturan-peraturanyang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturanperundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkanunsur-unsur hukum pada hukum agama.”

Berdasarkan adat yang dibangun oleh masyarakat DesaNgandagan melalui landreform lokalnya, maka batas minimumpemilikan tanah pertanian (sawah) bukanlah 2 Ha melainkancukup 45 ubin, atau 45 x 14 m2, atau 630 m2, atau 0,063 Ha.Masyarakat Desa Ngandagan tidak dapat mempraktekkan batasminimum pemilikan tanah pertanian seluas 2 Ha, karenakepadatan agrarisnya tidak memungkinkan. Walaupun belumcukup untuk memenuhi kebutuhan hidup buruh kulian, tetapitanah sawah seluas 0,063 Ha cukup untuk menyemangati masya-rakat agar tetap mempertahankan livelihood on – farm, serayamemadukannya dengan livelihood off – farm dan non farm. Halyang sama juga terjadi di Desa Karanganyar, meskipun denganluasan yang berbeda, yaitu 90 ubin atau 0,126 Ha.

Sesungguhnya secara nasional telah ada ikhtiar untuk men-sukseskan landreform secara nasional di seluruh Indonesia, ter-masuk di Desa Ngandagan dan Desa Karanganyar, dengandikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 131 Tahun 1961, yangkemudian disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor263 Tahun 1964. Berdasarkan keputusan presiden tersebut

Page 32: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

20 Aristiono Nugroho, dkk.

dibentuklah Panitia Landreform di tingkat pusat, daerah tingkatI atau provinsi, daerah tingkat II atau kabupaten/kotamadya,kecamatan, dan desa. Panitia Landreform bertugas mengorganisirkegiatan landreform di semua lini. Tetapi ternyata Panitia Land-reform dianggap kurang mampu melaksanakan tugasnya,sehingga berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980peran panitia ini digantikan oleh Gubernur, Bupati/Waliko-tamadya, Camat, dan Kepala Desa, yang melaksanakan tugasnyasehari-hari mereka dibantu oleh Panitia Pertimbangan Landre-form yang dibentuk di tingkat pusat, daerah tingkat I atauprovinsi, daerah tingkat II atau kabupaten/ kotamadya, keca-matan, dan desa. Panitia Pertimbangan Landreform terdiri dariwakil instansi pemerintah yang terkait dengan pelaksanaanlandreform dan ditambah dengan wakil dari HKTI (HimpunanKerukunan Tani Indonesia). Panitia ini bertugas memberi sa-ran dan pertimbangan segala sesuatu yang berkaitan denganpelaksanaan landreform.

Dalam konteks Desa Ngandagan, Panitia Landreform belumsempat dinikmati kemanfaatannya oleh masyarakat Desa Ngan-dagan, karena secara hukum panitia ini baru dibentuk pada tahun1964. Padahal pada tahun 1947 – 1964 masyarakat Desa Ngan-dagan telah mempraktekkan landreform atas “paksaan” Soemo-tirto. Ketika Panitia Landreform dibentuk secara nasional padatahun 1964, Desa Ngandagan baru saja mengalami trauma sosial,ketika pemimpin mereka, Soemotirto, berhasil dipenjarakan olehpenentangnya. Trauma sosial ini bergolak hebat ketika padatahun 1963 Soemotirto ditentang secara intens oleh kelompokanti Soemotirto, dan akhirnya Soemotirto berhasil dipenjarakanoleh penentangnya hingga awal tahun 1964.

Trauma sosial masyarakat Desa Ngandagan semakin meng-

Page 33: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

21Resonansi Landreform Lokal ...

hantui, karena landreform yang dipraktekkan di desa ini dimak-nai sebagai kebijakan Soemotirto yang komunis. Padahal padaakhir tahun 1965 hingga 1966 di Indonesia, termasuk Desa Ngan-dagan, berlangsung operasi pembersihan terhadap penganutdan simpatisan komunis oleh masyarakat umum. Hal ini men-ciptakan suasana mencekam di Desa Ngandagan, sehingga tidakmemberi peluang bagi munculnya Panitia Landreform.

Hal yang hampir serupa juga terjadi di Desa Karanganyar,di mana Panitia Landreform belum sempat dinikmati keman-faatannya oleh masyarakat Desa Karanganyar, karena secarahukum panitia ini baru dibentuk pada tahun 1964. Padahal padatahun 1947–1964 masyarakat Desa Karanganyar telah memprak-tekkan landreform lokal. Ketika Panitia Landreform dibentuksecara nasional pada tahun 1964, maka pada tahun 1965 DesaKaranganyar mengalami tragedi sosial, ketika terjadi gerakananti komunis yang memakan banyak korban jiwa. Hal inimenciptakan suasana mencekam di Desa Karanganyar, sehinggatidak memberi peluang bagi munculnya Panitia Landreform.Walaupun pada kenyataannya masyarakat dan Pemerintah DesaKaranganyar tetap mempraktekka landreform lokal.

Sementara itu, untuk menyelesaikan perkara yang timbulakibat pelaksanaan landreform secara nasional, maka berdasar-kan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1964 dibentuklah Penga-dilan Landreform. Tetapi cita-cita mulia ini diruntuhkan demikeseragaman, dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun1970 yang antara lain menghapus Pengadilan Landreform. Ber-dasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1970, apabila terjadisengketa yang berkaitan dengan landreform, maka harus disele-saikan melalui: Pertama, peradilan umum, apabila sengketatersebut bersifat perdata atau pidana. Kedua, aparat pelaksana

Page 34: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

22 Aristiono Nugroho, dkk.

landreform, apabila sengketa tersebut bersifat administratif.Dalam konteks Desa Ngandagan di tahun 1947 – 1964 kebe-

ratan atas kebijakan Soemotirto tidak mudah untuk disalurkanatau diekspresikan. Hal ini dikarenakan wibawa dan kekuatanpengaruh yang ada pada diri Soemotirto terasa sangat besaroleh masyarakat Desa Ngandagan. Resistensi barulah munculatau terekspresikan pada tahun 1963 yang berbuah pada pena-hanan Soemotirto di Purworejo (baca: Kecamatan PurworejoKabupaten Purworejo) hingga awal tahun 1964. Sementara itu,pada tahun 1964 – 1966 masyarakat Desa Ngandagan disibukkanoleh trauma pemenjaraan Soemotirto, serta operasi pember-sihan terhadap penganut dan simpatisan komunis oleh masya-rakat umum. Setelah tahun 1966 hingga saat ini, ternyata land-reform ala Soemotirto dirasakan manfaatnya oleh masyarakatDesa Ngandagan, sehingga “tanpa disadari” masyarakat DesaNgandagan kembali mendukung kebijakan Soemotirto. Bahkanlandreform ala Soemotirto mengalami internalisasi sosialsehingga dipandang sebagai tradisi atau adat Desa Ngandagan.Dengan demikian manfaat Pengadilan Landreform tidak pernahdirasakan oleh masyarakat Desa Ngandagan, sejak pengadilanini dibentuk (secara nasional) tahun 1964 sampai berakhirnyapada tahun 1970.

Hal yang mirip juga terjadi di Desa Karanganyar, di manamasyarakat dan Pemerintah Desa Karanganyar belum sempatmenikmati pelaksanaan tugas Panitia Landreform, karena masihterlibat dengan hiruk pikuk operasi pembersihan terhadappenganut dan simpatisan komunis oleh masyarakat umum. Sete-lah tahun 1966 hingga saat ini, ternyata landreform lokal yangditerapkan di Desa Karanganyar telah dirasakan manfaatnyaoleh masyarakat. Bahkan landreform lokal yang diterapkan di

Page 35: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

23Resonansi Landreform Lokal ...

Desa Karanganyar mengalami internalisasi sosial sehinggadipandang sebagai tradisi atau adat Desa Karanganyar. Dengandemikian, sebagaimana keadaan di Desa Ngandagan, manfaatPengadilan Landreform juga tidak pernah dirasakan oleh masya-rakat Desa Karanganyar.

Sementara itu, untuk memperlancar urusan keuangan bagipelaksanaan landreform seacara nasional, berdasarkan Pasal 16Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 dibentuklahYayasan Dana Landreform. Tetapi yayasan ini pada tahun 1984diambil alih oleh Departemen Keuangan, yang berarti YayasanDana Landreform sejak tahun 1984 telah ditiadakan. Pada saatyayasan ini masih ada (1961 – 1984), dana bagi yayasan ini diper-oleh dari: Pertama, pemerintah, yang dalam hal ini pemerintahpusat. Kedua, pungutan sebesar 10 % dari harga tanah yangharus dibayar oleh petani penerima hak milik atas tanah redis-tribusi, yang merupakan biaya admimistrasi. Ketiga, hasil sewadan penjualan tanah dalam rangka pelaksanaan landreform.Keempat, lain-lain sumber yang sah yang menjadi wewenangDirektorat Agraria.

Sejak Yayasan Dana Landreform berdiri (tahun 1961) hinggaditiadakan (tahun 1984), masyarakat Desa Ngandagan belummerasakan interaksi langsung dengan yayasan tersebut. Pen-danaan landreform yang diluncurkan oleh Soemotirto pada tahun1947 dilakukan berdasarkan kemampuan masyarakat dan Peme-rintah Desa Ngandagan pada saat itu. Beberapa anggota masya-rakat Desa Ngandagan memberi kesaksian, bahwa landreformdilaksanakan sepenuhnya oleh masyarakat Desa Ngandagansecara swadaya. Selanjutnya, ketika sampai saat ini landreformala Soemotirto atau ala Desa Ngandagan masih eksis, makapembiayaannya dilakukan berdasarkan kemampuan Pemerintah

Page 36: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

24 Aristiono Nugroho, dkk.

Desa Ngandagan.Dalam konteks Desa Ngandagan, juga tidak nampak peran

Panitia Landreform serta Bupati Purworejo dan Panitia Pertim-bangan Landreform di era tahun 1961 – 1998, demikian puladengan peran Pengadilan Landreform di era tahun 1964 – 1970,dan Yayasan Dana Landreform di era tahun 1961 – 1984. Masya-rakat Desa Ngandagan dibiarkan sendirian menerapkanlandreform lokalnya, untuk mempertahankan livelihood on – farm,saat livelihood off – farm dan non – farm sangat menggoda.

Ide landreform lokal kemudian tidak hanya menetap di DesaNgandagan, melainkan bergerak ke desa-desa sekitarnya, se-hingga saat itu layak dikatakan telah terjadi resonansi landreformlokal. Sebagai contoh, telah terjadi resonansi landreform lokalala Desa Ngandagan di Desa Karanganyar, yang secara umumterlihat dari adanya pemberian hak garap, bagi petani yang tidakmemiliki tanah sawah di Desa Karanganyar, sebagaimana yangterjadi di Desa Ngandagan. Hanya saja terdapat perbedaandalam hal luas tanah hak garap bagi petani yang tidak memilikitanah sawah di kedua desa tersebut. Petani yang tidak memilikitanah sawah di Desa Ngandagan memperoleh hak garap seluas45 ubin, sedangkan petani yang tidak memiliki tanah sawah diDesa Karanganyar memperoleh hak garap seluas 90 ubin. Per-bedaan ini secara sosiologis dapat dibaca sebagai peningkatan“frekuensi” landreform lokal di Desa Karanganyar, bila diban-dingkan dengan landreform lokal di Desa Ngandagan.

Fenomena resonansi landreform lokal ala Desa Ngandagandi Desa Karanganyar dapat difahami dengan memanfaatkanpandangan Roscoe Hinkle (1963) yang dikemas dalam Teori Aksi(Action Theory). George Ritzer dan Douglas J. Goodman (2005)menjelaskan, bahwa Teori Aksi dibangun berdasarkan pemikiran

Page 37: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

25Resonansi Landreform Lokal ...

Max Weber (1864-1920), Emile Durkheim (1858-1917) dan VilfredoPareto (1848-1923). Vilfredo Pareto menyatakan, bahwa masya-rakat merupakan suatu sistem yang berada dalam keseimbangan.Konsepsi ini diperjelas oleh Emile Durkheim dengan menya-takan, bahwa suatu masyarakat dapat memiliki solidaritasmekanik atau solidaritas organik. Wujud solidaritas ini menurutMax Weber dapat berlangsung karena adanya rasionalitas dimasyarakat. Akhirnya dinamika sosial ini menurut Roscoe Hinkledapat difahami dengan menggunakan Teori Aksi (lihat Ritzer,2005).

Pada awalnya Teori Aksi memusatkan perhatian pada perso-alan makroskopik evolusi sosial, meskipun tetap terbuka untukmengamati tindakan aktif dan pandangan kreatif manusia.Dengan kata lain, pada awalnya teori ini cenderung melihatkehidupan masyarakat sebagai wujud pemberian tekanankekuasaan terhadap perilaku individu. Teori Aksi kemudianberkembang ketika Charles Horton Cooley (1864-1924) mem-buktikan, bahwa sesuatu yang mempunyai arti penting dalamkehidupan bermasyarakat adalah “kesadaran subyektif”.

David Jary dan Julia Jary (1991) menjelaskan, bahwa Cooleyjuga membuktikan bahwa perasaan-perasaan individual, senti-men, dan ide-ide merupakan faktor yang mendorong manusiauntuk berinisiatif atau mengakhiri tindakannya terhadap oranglain. Teori Aksi semakin berkembang di Amerika Serikat berkatjasa beberapa sosiolog Eropa yang mendukung teori ini melaluipenerbitan karya-karya mereka, seperti: (1) Florian Znaniecki(1882-1958) melalui karyanya “The Method of Sociology” (1934)dan “Social Actions” (1936); (2) Robert M. Mac Iver melaluikaryanya “Sociology: Its Structure and Changes” (1931); dan (3)Talcot Parsons (1902-1979) melalui karyanya “The Structure of

Page 38: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

26 Aristiono Nugroho, dkk.

Social Action” (1937).Talcott Parsons (1937) menyatakan bahwa penggunaan

istilah “action” (aksi atau tindakan) pada Teori Aksi dimaksudkanuntuk membedakan teori ini dengan Teori Perilaku, yang meng-gunakan istilah “behavior” (perilaku atau tindakan yang dilakukanberulang-ulang). “Aksi” menunjukkan adanya suatu aktivitas,kreativitas dan proses penghayatan diri individu. Sedangkan“perilaku” menunjukkan adanya penyesuaian mekanistik antaraperilaku sebagai respon terhadap stimulus (rangsangan) dariluar. Teori Perilaku mengabaikan sifat kemanusiaan manusiadan subyektivitas tindakan manusia. Sebaliknya, Teori Aksisangat memperhatikan sifat kemanusiaan manusia dan sub-yektivitas tindakan manusia.

Teori Aksi menyatakan bahwa: Pertama, tindakan manusiamuncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek, dan dari si-tuasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek; Kedua, sebagaisubyek, manusia bertindak atau berperilaku tertentu denganmaksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu; Ketiga, dalambertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode,serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan;Keempat, kelangsungan tindakan manusia dibatasi oleh kondisiyang tak dapat diubah dengan sendirinya; Kelima, manusiamemilih, menilai dan mengevaluasi tindakan yang telah, sedang,dan akan dilakukannya; Keenam, ukuran-ukuran, aturan-aturan, atau prinsip-prinsip moral akan timbul pada saatpengambilan keputusan.

Dengan menggunakan Teori Aksi terbuka peluang untukmemahami resonansi landreform lokal ala Desa Ngandagan diDesa Karanganyar, dan sekaligus menunjukkan adanya hu-bungan (relasi) antara Teori Aksi dengan resonansi, yang uraian-

Page 39: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

27Resonansi Landreform Lokal ...

nya sebagai berikut: Pertama, resonansi muncul dari kesadaranmasyarakat dan Pemerintah Desa Karanganyar sebagai subyek,dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek. Seba-gai subyek, masyarakat dan Pemerintah Desa Karanganyaradalah penentu pengelolaan pertanahan di Desa Karanganyar.Namun demikian, ketika sebagai obyek, maka dalam hal penge-lolaan pertanahan, masyarakat dan Pemerintah Desa Karang-anyar harus mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisiwilayah serta kebijakan Pemerintah Kabupaten Purworejo;

Kedua, sebagai subyek, masyarakat dan Pemerintah DesaKaranganyar melakukan resonansi landreform lokal ala DesaNgandagan dengan maksud untuk mencapai kesejahteraan dankeadilan, sebagaimana yang dinikmati oleh masyarakat DesaNgandagan. Oleh karena petani yang tidak memiliki tanah sawahdi Desa Ngandagan memperoleh hak garap atas tanah sawahseluas 45 ubin, maka petani yang tidak memiliki tanah sawahdi Desa Karanganyar juga akan memperoleh hak garap atas ta-nah sawah yang luasnya disesuaikan dengan kemampuan DesaKaranganyar;

Ketiga, dalam melakukan resonansi landreform lokal alaDesa Ngandagan, masyarakat Desa Karanganyar menggunakancara, teknik, prosedur, metode, serta perangkat yang diperki-rakan cocok untuk mencapai tujuan. Misalnya ada cara untukmenentukan besaran luas tanah sawah yang akan diserahkanhak garapnya oleh pemilik kepada Pemerintah Desa Karang-anyar, untuk diredistribusikan kepada petani yang tidak memilikitanah sawah. Ada teknik untuk menghitung besaran tersebut,ada prosedur yang harus ditempuh oleh penerima hak garap,ada metode yang telah disiapkan untuk mengantisipasi kendalaredistribusi, serta ada perangkat “adat” yang telah disusun untuk

Page 40: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

28 Aristiono Nugroho, dkk.

menjaga kelangsungan landreform lokal;Keempat, kelangsungan tindakan masyarakat dan Peme-

rintah Desa Karanganyar dibatasi oleh kondisi yang tak dapatdiubah dengan sendirinya. Saat berhadapan dengan kebijakanyang tidak berpihak pada petani, maka kelangsungan landreformlokal layak ditinjau ulang. Kebijakan yang tidak berpihak padapetani akan megurangi semangat petani untuk bertani, sehinggapemberian hak garap atas tanah sawah tidak lagi menarik. Con-toh, kebijakan pemerintah pusat menghapus bea masuk bagikedelai impor, adalah kebijakan yang tidak berpihak pada petani.

Kelima, masyarakat dan Pemerintah Desa Karanganyarmemilih, menilai dan mengevaluasi tindakan yang telah, sedang,dan akan dilakukannya. Pada dasarnya landreform lokal yangditerapkan di Desa Karanganyar merupakan pilihan masyarakatdan Pemerintah Desa Karanganyar. Ikhtiar ini kemudian dinilaidan dievaluasi oleh masyarakat dan Pemerintah Desa Karang-anyar, terutama dalam hal kontribusinya bagi pemenuhan rasakeadilan, peningkatan kesejahteraan, dan penciptaan harmonisosial. Hasil penilaian dan evaluasi ini merupakan input (ma-sukan) bagi perbaikan penerapan landreform lokal di DesaKaranganyar;

Keenam, ukuran-ukuran, aturan-aturan, atau prinsip-prin-sip moral akan timbul pada saat pengambilan keputusan. Ketikalandreform lokal diterapkan di Desa Karanganyar, maka adabeberapa hal yang timbul dan ditetapkan untuk mendukungpenerapan tersebut, seperti: (1) ukuran luas hak garap atas tanahsawah yang wajib diserahkan pada Pemerintah Desa Karang-anyar; (2) aturan yang mengikat penerima, pemberi, dan penya-lur hak garap atas tanah sawah; dan (3) prinsip-prinsip moralyang melingkupi penerapan landreform lokal, misal: keadilan,

Page 41: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

29Resonansi Landreform Lokal ...

kesejahteraan, dan harmoni sosial, yang oleh masyarakat DesaKaranganyar dikenal dengan istilah “guyub”.

Ukuran-ukuran, aturan-aturan, atau prinsip-prinsip moralyang diterapkan dalam landreform lokal di Desa Karanganyarberbeda dengan yang diterapkan dalam landreform secaranasional. Sebagai contoh, dalam Undang-Undang Nomor 56Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian diten-tukan bahwa luas minimum tanah pertanian adalah seluas 2Ha, sedangkan yang diterapkan di Desa Karanganyar tidaklahseluas itu. Sesungguhnya penetapan luas tanah pertanian secaranasional merupakan pelaksanaan dari amanat Pasal 17 UUPA.Dasar pertimbangannya adalah adanya fakta di masa itu, berupaadanya ketimpangan struktur pemilikan dan penguasaan tanahpertanian. Sejalan dengan semangat UUPA, maka Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 juga tidak memperkenankanpemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas.Sesungguhnya Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960mengatur: Pertama, penetapan luas maksimum tanah perta-nian. Kedua, penetapan tanah gadai secara tertulis. Ketiga,penetapan luas minimum tanah pertanian.

Khusus mengenai penetapan luas minimum tanah perta-nian, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960: ayat(1) menyatakan bahwa pemindahan hak atas tanah pertaniandilarang, apabila pemindahan hak itu mengakibatkan timbulnyaatau berlangsungnya pemilikan tanah yang luasnya kurang dari2 Ha. Larangan tersebut tidak berlaku pada pembagian warisan,dan apabila si penjual hanya memiliki bidang tanah yang luasnyakurang dari 2 Ha dan dijual sekaligus; ayat (2) menyatakan bahwajika dua orang atau lebih pada waktu mulai berlakunya peraturanini memiliki tanah pertanian yang luasnya kurang dari 2 Ha,

Page 42: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

30 Aristiono Nugroho, dkk.

dalam waktu 1 satu tahun mereka wajib menunjuk salah seorangdi antara mereka untuk memiliki tanah tersebut, ataumemindahkannya kepada pihak lain dengan mengingat Pasal 9ayat (1) Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960; ayat (3)menyatakan bahwa jika mereka yang dimaksud dalam ayat (2)pasal ini tidak melaksanakan kewajibannya, maka denganmemperhatikan keinginan mereka, Menteri Agraria atau pejabatyang ditunjuknya, menunjuk salah seorang di antara merekaitu, yang selanjutnya akan memiliki tanah yang bersangkutan,ataupun menjualnya kepada pihak lain; ayat (4) menyatakanbahwa mengenai bagian warisan tanah pertanian yang luasnyakurang dari 2 Ha, akan diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam konteks Desa Ngandagan, sejak tahun 1947 Soemo-tirto (Kepala Desa Ngandagan, 1947 – 1964) telah menetapkanbatas maksimum dengan makna yang berbeda dari makna yangada pada Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960. Berda-sarkan undang-undang ini, batas maksimum dimaknai sebagaibatas pemilikan tanah yang diperkenankan berdasarkan undang-undang (hukum). Sementara itu, secara adat (1947) batas mak-simum dimaknai sebagai batas luas tanah yang mengakibatkanpemilik wajib menyerahkan hak garap seluas 90 ubin pada setiap300 ubin tanahnya.

Dengan demikian tidak ada angka batas maksimum yangditetapkan pada tahun 1947, saat landreform lokal dilaksanakanoleh Soemotirto di Desa Ngandagan. Tepatnya, Soemotirto tidakmenetapkan angka batas maksimum, melainkan menetapkanangka kelipatan yang terkena ketentuan penyerahan hak garap.Angka kelipatan itu adalah 300 ubin, dengan angka penyerahanhak garap sebesar 90 ubin per 300 ubin. Meskipun kebijakanSoemotirto tidak seidealis ketentuan batas maksimum yang

Page 43: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

31Resonansi Landreform Lokal ...

dimuat dalam UUPA dan Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun1960, tetapi dalam konteks lokal (Desa Ngandagan) ia berhasilmemberi hak garap atas tanah sawah kepada 128 keluarga petani.

Ketentuan batas maksmimum pemilikan tanah pertaniansebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun1960 yang berlaku di seluruh Indonesia, juga berlaku di DesaNgandagan. Tetapi belum pernah ada anggota masyarakat yangterkena ketentuan tersebut. Kondisi yang mirip ini juga berlang-sung pada tahun 1947, di mana pemilikan tanah oleh “tuan tanah”pada masa itu juga tidak terlalu luas. Oleh karena itu, mudahdifahami kebijakan yang diambil oleh Soemotirto untuk memak-sa pemilik tanah seluas 300 ubin atau lebih (0,42 Ha atau lebih)menyerahkan hak garapnya seluas 90 ubin (0,126 Ha) kepadadua orang buruh kulian. Bandingkan dengan batas maksimumpemilikan tanah pertanian menurut Undang-Undang Nomor 56Prp Tahun 1960 bagi daerah sangat padat seluas 5 Ha dan tidakpadat seluas 20 Ha.

Pada tahun 1947 kebijakan ini semata-mata untuk men-jamin pemenuhan kebutuhan keluarga petani di Desa Ngan-dagan, yang dalam perspektif livelihood sekaligus menjaminkeberlangsungan penerapan livelihood on – farm. Tetapi di masakini, dengan tanah sawah seluas 45 ubin, penggarap harusmemadukannya dengan penerapan livelihood off–farm dan non–farm. Setidak–tidaknya dengan adanya tanah sawah seluas 45ubin, ada basis pemenuhan kebutuhan keluarga oleh penggarap.Setelah itu barulah penggarap berikhtiar melakukan pemenuhankebutuhan keluarga dengan menerapkan livelihood off–farm, non–farm, atau memadukan kedua livelihood tersebut.

Sementara itu, hal yang mirip juga terjadi di Desa Karang-anyar, di mana sejak tahun 1947 Kepala Desa Karanganyar telah

Page 44: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

32 Aristiono Nugroho, dkk.

menetapkan batas maksimum dengan makna yang berbeda darimakna yang ada pada Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun1960. Berdasarkan undang-undang ini, batas maksimum dimak-nai sebagai batas pemilikan tanah yang diperkenankan berda-sarkan undang-undang (hukum). Sementara itu, secara adat(1947) batas maksimum dimaknai oleh masyarakat dan Peme-rintah Desa Karanganyar sebagai batas luas tanah yang mengaki-batkan pemilik wajib menyerahkan hak garap seluas 90 ubinpada setiap 250 ubin tanahnya.

Dengan demikian tidak ada angka batas maksimum yangditetapkan pada tahun 1947 sebagaimana yang dimaksud olehUndang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960, saat landreform lokaldilaksanakan oleh di Desa Karanganyar. Tepatnya, R. SosroWardjojo (Kepala Desa Karanganyar tahun 1945 – 1977) tidakmenetapkan angka batas maksimum, melainkan menetapkanangka kelipatan yang terkena ketentuan penyerahan hak garap.Angka kelipatan itu adalah 250 ubin, dengan angka penyerahanhak garap sebesar 90 ubin per 250 ubin. Meskipun kebijakan R.Sosro Wardjojo tidak seidealis ketentuan batas maksimum yangdimuat dalam UUPA dan Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun1960, tetapi dalam konteks lokal (Desa Karanganyar) ia berhasilmemberi hak garap atas tanah sawah kepada 76 keluarga petani.

Ketentuan batas maksmimum pemilikan tanah pertaniansebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun1960 yang berlaku di seluruh Indonesia, juga berlaku di DesaKaranganyar. Tetapi belum pernah ada anggota masyarakat yangterkena ketentuan tersebut. Kondisi yang mirip ini juga berlang-sung pada tahun 1947, di mana pemilikan tanah oleh “tuan tanah”pada masa itu juga tidak terlalu luas. Oleh karena itu, mudahdifahami kebijakan yang diambil oleh R. Sosro Wardjojo untuk

Page 45: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

33Resonansi Landreform Lokal ...

memaksa pemilik tanah seluas 250 ubin atau lebih menyerahkanhak garapnya seluas 90 ubin untuk setiap 250 ubin tanah sawahyang dimilikinya. Bandingkan dengan batas maksimum pemi-likan tanah pertanian menurut Undang-Undang Nomor 56 PrpTahun 1960 bagi daerah sangat padat seluas 5 Ha dan tidakpadat seluas 20 Ha.

Pada tahun 1947 kebijakan ini semata-mata untuk men-jamin pemenuhan kebutuhan keluarga petani di Desa Karang-anyar, yang dalam perspektif livelihood sekaligus menjaminkeberlangsungan penerapan livelihood on – farm. Tetapi di masakini, dengan tanah sawah seluas 90 ubin, penggarap harusmemadukannya dengan penerapan livelihood off – farm dan non– farm. Setidak – tidaknya dengan adanya tanah sawah seluas90 ubin, ada basis pemenuhan kebutuhan keluarga oleh peng-garap. Setelah itu barulah penggarap berikhtiar melakukanpemenuhan kebutuhan keluarga dengan menerapkan livelihoodoff – farm, non – farm, atau memadukan kedua livelihood tersebut.

Sebagaimana diketahui ide landreform lokal ini awalnyaberasal dari Desa Ngandagan, yang kemudian bergerak ke desa-desa sekitarnya. Hal ini dapat dimaknai sebagai resonansi land-reform lokal, khususnya resonansi landreform lokal ala DesaNgandagan di Desa Karanganyar. Secara umum resonansi initerlihat dari adanya pemberian hak garap, bagi petani yang tidakmemiliki tanah sawah di Desa Karanganyar, sebagaimana yangterjadi di Desa Ngandagan. Hanya saja terdapat perbedaan da-lam hal luas hak garap atas tanah sawah, bagi petani yang tidakmemiliki tanah sawah di kedua desa tersebut. Petani yang tidakmemiliki tanah sawah di Desa Ngandagan memperoleh hak garapseluas 45 ubin, sedangkan petani yang tidak memiliki tanahsawah di Desa Karanganyar memperoleh hak garap seluas 90 ubin.

Page 46: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

34 Aristiono Nugroho, dkk.

Resonansi landreform lokal ala Desa Ngandagan di DesaKaranganyar membuktikan, bahwa pandangan yang menyatakanbahwa pada dasarnya manusia jahat, egois, dan self ish meru-pakan pandangan yang keliru. Landreform lokal di Desa Karang-anyar telah membuktikan, bahwa pada dasarnya manusia baik,sepanjang mendapat pencerahan, pengarahan, dan pengelolaanyang baik. Demikian pula pandangan yang menyatakan, bahwamanusia akan menjadi serigala pemangsa bagi manusia yanglain (homo homini lupus), terbukti keliru karena berhasil dite-rapkannya landreform lokal di Desa Karanganyar. Setiap manusiadapat berkontribusi dalam kebaikan, sepanjang bersedia berga-bung dan memiliki kesadaran bersama (collective consciousness).Argumentasinya adalah, adanya kepentingan seluruh masyara-kat yang lebih utama diwujudkan daripada kepentingan orangper orang.

Penerapan landreform lokal di Desa Karanganyar telahmenguatkan semangat hidup guyub atau harmoni di kalanganmasyarakat. Meskipun masing-masing individu dalam masya-rakat Desa Karanganyar memiliki perbedaan kepentingan, tetapidalam hal landreform lokal mereka memiliki kepentingan yangsama, yang dibangun dengan basis kesadaran kolektif. Dalamkonteks landreform lokal, maka segenap anggota masyarakatDesa Karanganyar tidak lebih dari “wayang-wayang” sosial, yangselalu mendukung keberhasilan penerapan landreform lokal darimasa ke masa. Sesungguhnya kesadaran kolektif masyarakatDesa Karanganyar tidaklah hanya mendukung keberadaan land-reform lokal, melainkan juga mendukung keberadaan DesaKaranganyar sebagai suatu sistem ekologi sosial yang utuh.

Sebagai sistem ekologi sosial yang utuh, maka DesaKaranganyar memiliki norma sosial dan norma hukum, yang

Page 47: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

35Resonansi Landreform Lokal ...

mengendalikan “gerak” dan “lalu lintas” kepentingan individu,kelompok, dan masyarakat desa secara keseluruhan. Tanpanorma sosial dan norma hukum maka kepentingan individuakan menggerogoti kepentingan bersama. Sebagai contoh, tanpanorma sosial dan norma hukum, maka landreform lokal yangditerapkan di Desa Karanganyar, akan melemah karena didesakkepentingan individu. Norma sosial dan norma hukum yangterintegrasi dengan kuat pada gilirannya akan mengarahkanpembagian peran para pihak bagi keberadaan landreform lokaldi Desa Karanganyar. Pembagian peran antara kulian, buruhkulian, Pemerintah Desa Karanganyar, dan masyarakat padaumumnya mirip dengan terminologi “societal differentiation”.Selanjutnya, ketika pembagian peran ini dianggap sebagaikonsensus, maka posisinya menjadi legitimate. Posisi ini diraihsecara evolusioner dan alamiah, karena membutuhkan inter-koneksi dan solidaritas para pihak.

Selain itu, juga diketahui bahwa ada hubungan yang unikantar para pihak dalam penerapan landreform lokal, yangberbasis semangat guyub. Dengan berbasis semangat inilahmuncul keadilan dalam penguasaan tanah, ada ikhtiar untukmensejahterakan masyarakat, dan akhirnya mewujudkan har-moni sosial. Hal ini terwujud melalui negosiasi yang dirintissejak tahun 1947 sampai saat ini, hingga berhasil diterapkannyalandreform lokal di Desa Karanganyar. Landreform lokal memberikesempatan pada para pihak untuk memanfaatkan segenappotensinya, agar mampu memberi kontribusi optimal bagiterwujudnya keadilan, kesejahteraan, dan harmoni sosial di DesaKaranganyar. Para pihak berada pada posisinya masing-masing,dan menjalankan perannya masing-masing, tetapi untukmencapai tujuan bersama. Ikatan yang “berserat” tujuan bersama

Page 48: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

36 Aristiono Nugroho, dkk.

ini biasa disebut sebagai “ikatan konvensional”, yang membawadampak berupa munculnya gejala egalitarian antar pihak-pihakyang terlibat dalam landreform lokal.

Tekanan penduduk, dan tekanan ekonomi telah memaksamasyarakat Desa Karanganyar menoleh kembali (dan terusmenerus) pada formula tahun 1947, yaitu landreform lokal. Se-mentara itu, kondisi eksternal juga gagal melepaskan ikatanparadigmatik antara masyarakat Desa Karanganyar denganlandreform lokal. Justru kondisi eksternal dan internal semakinmenguatkan semangat masyarakat untuk menerapkan land-reform lokal, sehingga nampak sebagai keinginan sendiri, senga-ja, dan sukarela. Kondisi ini menunjukkan, bahwa masyarakatDesa Karanganyar merupakan realitas sosial yang solid, karenasikap, tindakan, dan perilakunya didasarkan pada ide bersama(misal: landreform lokal). Hubungan antar para pihak (kulian,buruh kulian, pemerintah desa, dan masyarakat umum) dipanduoleh gagasan bersama, dan perturan yang berlaku di DesaKaranganyar. Dengan demikian konflik sosial dapat dihindari,karena adanya kesepakatan untuk menerapkan landreform lokalsebagai suatu konsensus sosial (social consciousness).

Penerapan landreform lokal di Desa Karanganyar memper-lihatkan adanya kondisi paradoks, di mana pada satu sisi parapihak berupaya memperjuangkan kepentingannya masing-masing, namun pada sisi lain para pihak justru bekerjasamamemperjuangkan kepentingan bersama. Kondisi paradoksmenunjukkan rasionalitas para pihak ketika membangun inter-koneksi dalam konteks landreform lokal, yang dibangunberdasarkan pemikiran dan pengalaman para pihak. Meskipunposisi para pihak bersifat struktural, di mana buruh kulianberada pada alas struktur, namun semangat guyub menjadikan

Page 49: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

37Resonansi Landreform Lokal ...

strukturasi seolah tidak nyata. Landreform lokal seakan-akantelah menenggelamkan struktur sosial yang ada, terutama dalamupaya bersama mempertahankan landreform lokal. Dengan katalain, keberadaan landreform lokal telah memberi kesempatanpada para pihak, untuk memiliki infra struktur yang fasih dalammewujudkan kepentingan bersama.

Sementara itu, telah diketahui bahwa adanya pihak yangmemiliki tanah sawah yang luas (kulian) dan pihak yang tidakmemiliki tanah sawah (buruh kulian), menunjukkan adanyakesenjangan sosial di Desa Karanganyar. Tetapi kondisi ini tidakmematahkan semangat para pihak di Desa Karanganyar untukmengelola kesenjangan itu dengan sebaik-baiknya. Situasiobyektif ini justru menyemangati subyektivitas para pihak,terutama dalam ikhtiar mereka mewujudkan penguasaan tanahyang lebih adil, dan mensejahterakan, sehingga mampu mewu-judkan harmoni sosial. Sejarah Desa Karanganyar sejak tahun1947 sampai saat ini menunjukkan, bahwa kesepakatan bersamapara pihak untuk menerapkan landreform lokal merupakan kepu-tusan bersama yang paling benar, paling baik, dan paling indahbagi masyarakat Desa Karanganyar.

Keputusan ini awalnya memang mencontoh ide landreformlokal yang diterapkan di Desa Ngandagan, yang kemudianidenya bergerak ke desa-desa sekitarnya. Dengan demikian reso-nansi landreform lokal ala Desa Ngandagan di Desa Karanganyar,telah berkontribusi bagi perbaikan kondisi sosial ekonomi DesaKaranganyar. Hal ini terlihat dari adanya pemberian hak garap,bagi petani yang tidak memiliki tanah sawah di Desa Karang-anyar, sebagaimana yang terjadi di Desa Ngandagan. Hanyasaja terdapat perbedaan dalam hal luas hak garap atas tanahsawah, bagi petani yang tidak memiliki tanah sawah di kedua

Page 50: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

38 Aristiono Nugroho, dkk.

desa tersebut. Petani yang tidak memiliki tanah sawah di DesaNgandagan memperoleh hak garap seluas 45 ubin, sedangkanpetani yang tidak memiliki tanah sawah di Desa Karanganyarmemperoleh hak garap seluas 90 ubin.

Page 51: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

39

BAB IISEKILAS TENTANG DESA KARANGANYAR

A. Arti Sebuah Nama

Kata “karanganyar” bermakna “karang”, yang berarti “pe-karangan, dan “anyar” yang berarti “baru”, maka “karanganyar”berarti “pekarangan baru”. Pada awalnya Desa Karanganyarberupa sebuah perkampungan kecil di ujung desa sebelah barat,yang berbatasan dengan Desa Prapag Kidul dan Desa MegulungLor. Anehnya, saat ini lokasi tersebut justru digunakan sebagaiareal persawahan. Oleh karena itu, nama-nama blok yang adadi Desa Karanganyar menggambarkan adanya perkampungankecil tersebut. Contoh: (1) Blok Sumur, yang merupakan lokasibekas sumur tua di masa lalu; (2) Blok Si-pring, yang merupakanlokasi bekas hutan bambu di masa lalu; (3) Blok Rubahan, yangmerupakan lokasi bekas perumahan yang kemudian diubahmenjadi pemakaman di masa lalu; dan (4) Blok Serut, yangmerupakan lokasi bekas hutan pohon serut di masa lalu.

Bagi Suyud Suparto (warga Dusun Blending, Desa Pituruh,Kecamatan Pituruh), Desa Karanganyar sangat mengagumkankarena sampai saat ini masih memiliki dan mempraktekkantanah buruhan desa. Suyud Suparto kagum, karena dengan

Page 52: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

40 Aristiono Nugroho, dkk.

demikian petani yang tidak memiliki tanah sawah dapat dibantuoleh Pemerintah Desa Karanganyar (termasuk oleh pemilikitanah buruhan desa). Apalagi tanah sawah yang digarap cukupluas, yaitu 90 ubin; bila dibandingkan penggarap di Desa Ngan-dagan yang hanya menggarap 45 ubin.

Sementara itu, bagi Paulus Sukarma (warga Desa Ngan-dagan), Desa Karanganyar cukup bagus pertanahannya, karenatanah buruhan yang digarap petani yang tidak memiliki tanahsawah, ternyata lebih luas dari yang digarap oleh petani yangtidak memiliki tanah sawah di Desa Ngandagan. Menurutnya,hal itu terjadi karena petani yang membutuhkan hak garap diDesa Ngandagan pada saat itu (tahun 1947-an) lebih banyak,daripada petani yang membutuhkan hak garap di Desa Karang-anyar. Tetapi Paulus Sukarma sedikit memberi kritik, karenajumlah penggarap di Desa Karanganyar hanya 76 orang, diban-dingkan dengan Desa Ngandagan yang penggarapnya mencapai128 orang.

Dengan demikian ada arti yang berkembang dari nama“Karanganyar” di masa lalu dengan artinya di masa kini. Padamasa lalu “Karanganyar” berarti “pekarangan baru” karenaberawal dari sebuah perkampungan kecil di ujung desa, makapada masa kini nama “Karanganyar” berarti “keunggulan dansebuah kekaguman dari masyarakat di desa-desa sekitarnya”.Mereka kagum karena Pemerintah Desa Karanganyar atasdukungan para pemilik tanah, berhasil mendistribusikan hakgarap atas tanah sawah seluas 90 ubin, kepada petani yangtidak memiliki tanah sawah.

Kekaguman muncul karena adanya pengendalian hak atastanah versi Desa Karanganyar, di mana untuk setiap anggotamasyarakat yang memiliki tanah sawah seluas 250 ubin wajib

Page 53: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

41Resonansi Landreform Lokal ...

menyerahkan hak garapnya kepada Pemerintah Desa Karang-anyar seluas 90 ubin, untuk diredistribusikan kepada petani didesa ini yang tidak memiliki tanah sawah. Pengendalian hakatas tanah semacam ini merupakan bentuk pengekangan danpembatasan kewenangan pemilik tanah atas tanahnya. Hal inidiperlukan karena adanya ketimpangan penguasaan, pemilikan,penggunaan, dan pemanfaatan tanah di Desa Karanganyar, yaituadanya anggota masyarakat yang memiliki tanah sawah seluaslebih dari 250 ubin, sementara di sisi lain ada anggota masyarakatyang tidak memiliki tanah sawah. Kesenjangan pemilikan danpenguasaan tanah akhirnya memunculkan kesenjangan peng-gunaan dan pemanfaatan tanah.

Banyak makna yang berpeluang terbentuk bagi keberadaanredistribusi hak garap atas tanah, yang merupakan salah satuciri landreform lokal di Desa Karanganyar. Pertama, redistribusihak garap atas tanah dapat dimaknai sebagai sesuatu yang dapatdiperjual belikan, karena hak garap tersebut telah menjadi hakindividual bagi penerimanya. Oleh sebab itu, terbuka peluangbagi dilakukannya jual beli garapan atas tanah sawah yang ma-suk dalam program landreform lokal. Hak individual ini meru-pakan prakondisi bagi kesejahteraan, karena mendorong efisiensidalam produksi. Hak garap atas tanah merupakan bagian darijaminan untuk menggarap tanah, yang juga dapat diperdagang-kan atau diagunkan dalam pasar tanah.

Kedua, redistribusi hak garap atas tanah dapat dimaknaisebagai sesuatu yang tidak adil, ketika hak garap tersebutdiperjual-belikan oleh penerimanya. Oleh karena itu diperlukanbeberapa upaya yang mampu mendorong munculnya beberapaanggota masyarakat yang bersedia menekuni usaha pertanian,dan mampu menghindarkan diri dari tindakan menjual hak garap

Page 54: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

42 Aristiono Nugroho, dkk.

atas tanah sawahnya. Upaya tersebut juga perlu dilengkapi dengandibentuknya norma sosial yang mampu mencegah terjadinyajual-beli hak garap atas tanah, yang dilengkapi dengan sanksisosial yang memadai.

Ketiga, redistribusi hak garap atas tanah dapat dimaknaisebagai produk hukum adat (dalam arti sosiologis), yang dikon-struksi melalui sistem pemilikan dan penguasaan tanah yangbersifat tradisional dan berbasis masyarakat. Makna ini meru-pakan hasil dari adanya pandangan, bahwa hak garap atas tanahmerupakan instrumen bersama yang penting bagi penghidupankaum miskin, yang tidak dapat diperdagangkan. Pengakuan dandukungan perlu diberikan bagi pemegang hak garap atas tanahsawah, yang telah bekerja dengan baik dan produktif, dan tidakmelakukan jual beli hak garap atas tanah sawah.

Keempat, redistribusi hak garap atas tanah dapat dimaknaisebagai upaya pembentukan ulang rejim pemilikan dan pengu-asaan tanah, dengan memperhatikan kondisi masyarakat DesaKaranganyar. Pembentukan rejim diawali dan dikembangkanmelalui politik akses, dan kontrol di antara berbagai aktor sosialdi desa. Sebagaimana diketahui, redistribusi hak garap atas tanahmerupakan bagian dari proses perubahan lingkungan sosial, yangmerupakan hasil dari negosiasi dan kontestasi di antara berbagaiaktor.

Sebagaimana telah diketahui, pada masa lalu “Karanganyar”berarti “pekarangan baru” karena berawal dari sebuah perkam-pungan kecil di ujung desa. Pada masa kini nama “Karanganyar”berarti “keunggulan dan sebuah kekaguman dari masyarakat didesa-desa sekitarnya”. Kekaguman muncul karena PemerintahDesa Karanganyar atas dukungan para pemilik tanah, berhasilmendistribusikan hak garap atas tanah sawah seluas 90 ubin,

Page 55: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

43Resonansi Landreform Lokal ...

kepada petani yang tidak memiliki tanah sawah. Seolah-olahnama “Karanganyar” identik dengan “kekaguman”.

Dengan demikian “Karanganyar” tidak lagi dapat dimaknaisecara sederhana sebagai “pekarangan baru”, karena ada kom-pleksitas di dalamnya. Makna ini berada pada ranah yang sensitifkarena berkaitan dengan kepekaan rasa ketika kata “Karang-anyar” diucapkan. Desa Karanganyar yang membawa nama “Ka-ranganyar” dengan arti baru (yaitu: “kekaguman”) memperli-hatkan terjadinya perubahan revolusioner di era tahun 1947,yang kemudian berangsur-angsur semakin evolusioner. Meski-pun begitu perubahannya tetap saja penuh “warna” atau kom-pleks dan merupakan sesuatu yang baru pada zamannya (era1947). Oleh karena itu, peletakan perubahan Desa Karanganyarpada “lembaran” statis pertanahan menjadi tidak relevan, karenadaya dobraknya telah berhasil “merusak” involusi penguasaantanah.

Dalam konteks kekinian makna baru “Karanganyar” telahdisikapi oleh para pihak atau pemangku kepentingan (stakeholder) di Desa Karanganyar, dengan sikap yang menunjukkankesediaan berubah. Para pihak ini selanjutnya bersama-samamengubah pola pikir lama yang bersandar pada realisme empiris(hal-hal yang ada) menjadi pola pikir baru yang lebih imajinatif(hal-hal yang seharusnya ada). Dengan pola pikir baru, makapara pihak bekerjasama mewujudkan keadilan penguasaan ta-nah, yang berpeluang menyejahterakan dan sekaligus mem-bangun harmoni sosial. Boleh jadi pada awalnya gerakan polapikir baru ini dianggap tidak teratur karena merombak tatananyang telah ada, tetapi akhirnya lambat laun terbentuk tatananbaru yang berada dalam keteraturan yang baru.

Selain itu, makna baru “Karanganyar” merupakan paket

Page 56: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

44 Aristiono Nugroho, dkk.

pengetahuan yang imajinatif yang sepenuhnya bersandar padakreativitas bebas, yang memberikan ruang terbuka bagi kemung-kinan-kemungkinan baru, yang sama sekali lain dari yang sudahada dan sudah dipikirkan sebelumnya. Masyarakat Desa Karang-anyar dan desa-desa sekitarnya mengetahui, bahwa ketika land-reform lokal dicanangkan di Desa Karanganyar pada tahun 1947,maka saat itu telah lahir “Karanganyar” dengan makna baru,yaitu “keadilan penguasaan tanah”. Selanjutnya, ketika land-reform lokal terus menerus dilaksanakan hingga sekarang, makamakna “Karanganyar” berkembang menjadi “kekaguman”.

Ketika “Karanganyar” masih memiliki makna yang lama,yaitu “pekarangan baru”, maka tanah merupakan basis dari mak-na tersebut. Penyebutan “Karanganyar” berarti menunjuk padasuatu lokasi di atas permukaan tanah yang digunakan untukpekarangan. Sebagaimana diketahui tanah membutuhkan kebi-jakan dalam pengelolaannya, meskipun kebijakan tersebutbersifat lokal. Oleh karena itu, pada saat landreform lokal dite-rapkan di Desa Karanganyar pada tahun 1947, maka sesung-guhnya hal itu merupakan kebijakan pertanahan tingkat lokal(berskala desa). Kebijakan pertanahan ini dimaksudkan sebagaipernyataan prinsip, yang menjadi landasan pengaturan kegiatandalam pencapaian suatu sasaran. Pengaturan tersebut berupapenerapan landreform lokal di Desa Karanganyar, yang wajibdiikuti atau dipatuhi oleh semua pihak di Desa Karanganyar,agar terwujud penguasaan tanah yang lebih adil.

Oleh karena kebijakan pertanahan (land policy) tingkat lokalini senantiasa diarahkan untuk mewujudkan penguasaan tanahyang lebih adil, maka dibutuhkan pelaksanaan kebijakan yangtransparan dan mampu memberi kesejahteraan, dengan mem-perhatikan hak-hak masyarakat. Saat kebijakan ini diletakkan

Page 57: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

45Resonansi Landreform Lokal ...

pada “peta” tertib pertanahan, maka ia akan berada pada semuasisi ketertiban yang berskala desa. Dengan kata lain kebijakanini bersesuaian dengan: (1) tertib hukum pertanahan, (2) tertibadministrasi pertanahan, (3) tertib penggunaan tanah, dan (4)tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup. Secara opera-sional, kebijakan pertanahan lokal ini juga senantiasa memper-hatikan tanah dalam konteks nilai ekonomi, dan fungsi sosialyang ditujukan bagi kemakmuran masyarakat. Tanah yangditujukan bagi kesejahteraan masyarakat diikhtiarkan untuk dica-pai melalui penataan penguasaan tanah, yang sekaligus jugamemberikan kepastian hak garap bagi buruh kulian.

Landreform lokal di Desa Karanganyar yang membawamakna baru bagi “Karanganyar” tidak dapat dilepaskan daridimensi ekonominya, ketika ia memberi penghasilan kepadapara penggarap tanah buruhan desa. Pada saat yang sama di-mensi sosial juga hadir menciptakan harmoni sosial dan keadilanpenguasaan tanah. Oleh karena itu, dapatlah difahami semangatpara Kepala Desa Karanganyar, ketika mereka menetapkanpenerapan landreform lokal di desa ini sejak tahun 1947 hinggasekarang. Penetapan yang bermakna keputusan untuk mene-guhkan keputusan yang ada, telah berhasil mempertahankanpenerapan landreform lokal. Meskipun untuk itu diberlakukanpersyaratan, sebagai ketentuan yang harus dipenuhi. Persyaratanditetapkan agar diperoleh standar penerapan landreform lokal,yang berarti adanya spesif ikasi teknis atas subyek yang dapatmemperoleh hak garap atas tanah buruhan yang berupa sawah.Kesemua ini menjadi pedoman atau acuan yang bersifat umumyang wajib diikuti, yang meskipun demikian masih dapat diru-muskan lebih lanjut, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisiterkini masyarakat Desa Karanganyar.

Page 58: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

46 Aristiono Nugroho, dkk.

Sejalan dengan makna “Karanganyar” yang berarti “keka-guman”, maka segenap ikhtiar menerapkan landreform lokaldiwujudkan dalam empat ikhtiar utama, yaitu: Pertama,mengatur penguasaan tanah yang lebih adil, melalui pemberianhak garap atas tanah buruhan kepada para buruh kulian, atasdukungan para kulian. Kedua, menjadikan pengaturan pengu-saan tanah atau landreform lokal sebagai ikhtiar untuk mening-katkan kesejahteraan para buruh kulian, dan meningkatkansemangat guyub para kulian. Ketiga, mengelola administrasiyang berkaitan dengan landreform lokal sebaik-baiknya. Keem-pat, memberikan pelayanan kepada para kulian dan buruhkulian, agar pihak-pihak ini dapat memperoleh haknya masing-masing dan melaksanakan kewajibannya masing-masing.

Menyandang nama “Karanganyar”, apalagi dengan maknabaru, yang berarti “kekaguman” bukanlah hal ringan bagi Peme-rintah Desa Karanganyar. Sebagai contoh, dalam konteks perta-nahan banyak hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah DesaKaranganyar, seperti: Pertama, mendukung kebijakan KantorPertanahan Kabupaten Purworejo yang berkaitan dengan landuse atau penggunaan tanah. Kedua, mendukung kebijakanKantor Pertanahan Kabupaten Purworejo yang berkaitan denganland tenure atau penguasaan tanah. Ketiga, mendukung kebi-jakan Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo yang berkaitandengan land right atau land titling yang bermakna hak atas tanah.Keempat, mendukung kebijakan Kantor Pertanahan KabupatenPurworejo yang berkaitan dengan land registration atau pendaf-taran tanah.

Dengan demikian meskipun pada masa lalu “Karanganyar”hanya berarti “pekarangan baru” karena berawal dari sebuahperkampungan kecil di ujung desa, maka saat ini “Karanganyar”

Page 59: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

47Resonansi Landreform Lokal ...

dapat dimaknai sebagai “suatu keunggulan dan sebuah keka-guman dari masyarakat di desa-desa sekitarnya”. Kekagumanini muncul karena Pemerintah Desa Karanganyar atas dukunganpara pemilik tanah, telah berhasil meredistribusikan hak garapatas tanah sawah seluas 90 ubin, kepada petani yang tidak me-miliki tanah sawah. Seolah-olah nama “Karanganyar” identikdengan pemberdayaan bagi petani yang tidak memiliki tanahsawah, di mana hal itu menimbulkan “kekaguman”.

B. Pemerintahan Umum

Desa Karanganyar memiliki wilayah seluas 59,20 Ha denganketinggian 150 meter di atas permukaan laut, yang merupakandataran rendah dengan suhu rata-rata 250 Celcius. Sementeraitu, dari pusat pemerintahan Desa Karanganyar ke pusat peme-rintahan Kecamatan Pituruh berjarak 1 km, sedangkan ke pusatpemerintahan Kabupaten Purworejo berjarak 25 km. Kondisiini memudahkan Kepala Desa Karanganyar dalam mengelolawilayahnya dan berkoordinasi dengan Pemerintah KecamatanPituruh maupun Pemerintah Kabupaten Purworejo. Selain itu,sebagai apresiasi atas pelaksanaan tugas perangkat desa yangdikoordinir oleh kepala desa, telah tersedia 5,99 Ha tanah beng-kok berupa tanah sawah yang dapat digarap oleh perangkatdesa.

Sebagaimana telah dijelaskan, Desa Karanganyar dipimpinoleh seorang kepala desa, yang untuk tahun 2007–sekarangdijabat oleh Suyono. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala DesaKaranganyar dibantu oleh: Pertama, sekretaris desa, yangdijabat oleh Khairul Wahid. Kedua, PTL (Petugas Lapangan)Jogoboyo, yang dijabat oleh A. Nuryadin. Ketiga, PTL Ili-Ili,yang dijabat oleh Rojikin. Keempat, Kepala Dusun I, yang

Page 60: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

48 Aristiono Nugroho, dkk.

dijabat oleh Istiharto. Kelima, Kepala Dusun II, yang dijabatoleh Sugito.

Ada keunikan dalam struktur Desa Karanganyar dibanding-kan desa-desa lain pada umumnya, di mana dalam melaksanakantugasnya Sekretaris Desa Karanganyar dibantu oleh: (1) KepalaUrusan Pemerintahan, yang dijabat oleh Supriyadi. (2) KepalaUrusan Pembangunan, yang dijabat oleh Untung W. (3) KepalaUrusan Kesejahteraan Rakyat, yang dijabat oleh A. Zaini. (4)Kepala Urusan Umum, yang dijabat oleh E. Nuryanto.

Uniknya lagi, Desa Karanganyar hanya memiliki satu RW(Rukun Warga), yang dijabat oleh Sastro Sudarmo, padahal seca-ra struktural Ketua RW berada di bawah Kepala Dusun. Dengandemikian seorang Ketua RW bertanggung-jawab kepada duaorang Kepala Dusun, karena wilayahnya meliputi kedua dusuntersebut. Dalam prakteknya, Ketua RW (dalam hal ini KetuaRW.01) memfokuskan perhatiannya pada kesejahteraan warga-nya. Untuk memudahkan pelaksanaan tugasnya, Ketua RW.01dibantu oleh empat Ketua RT (Rukun Tetangga), yaitu: (1) KetuaRT.01, yang dijabat oleh Kuswari; (2) Ketua RT.02, yang dijabatoleh Sudarso; (3) Ketua RT.03, yang dijabat oleh Suratno; dan(4) Ketua RT.04, yang dijabat oleh Mujiono.

Sesungguhnya Kepala Dusun bertanggung-jawab ataskeamanan masing-masing dusunnya. Tetapi sehubungandengan hanya ada satu RW di desa ini, maka koordinasi dila-kukan oleh Ketua RW dengan memanfaatkan sistem keamananlingkungan Desa Karanganyar. Untuk membantu terselengga-ranya keamanan di desa ini, telah diangkat 10 hansip (perta-hanan sipil) oleh Kepala Desa Karanganyar, yang didukung olehadanya 1 (satu) pos jaga induk tingkat desa.

Secara umum Pemerintah Desa Karanganyar berupaya

Page 61: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

49Resonansi Landreform Lokal ...

memberdayakan masyarakat, terutama bagi petani di desatersebut yang tidak memiliki tanah sawah, dengan meredistri-busikan hak garap atas tanah sawah. Dengan kata lain redis-tribusi hak garap merupakan bentuk pemberdayaan (empower-ment) dalam rangka memberdayakan (empowering) petani yangtak memiliki tanah sawah. Tindakan ini (pemberdayaan) meru-pakan depowerment terhadap mistif ikasi manajemen sosial,sehingga diperoleh pemikiran rasional dalam manajemen sosial.

Redistribusi hak garap merupakan bentuk pemberdayaanyang substansinya meliputi emansipasi (pembebasan) dan seka-ligus perengkuhan terhadap segala kekuasaan dan penguasaan.Secara f ilosof is pemberdayaan bertujuan untuk membebaskanmanusia, atau masyarakat dari sebuah kungkungan kekuasaanyang melingkupinya. Untuk itu diperlukan suatu proses yangdisebut empowerment of the powerless (pemberdayaan bagi yangtak berdaya), yang menghormati kekhasan lokal, dekonsentrasikekuatan, dan peningkatan kemandirian. Sebagaimana diketahuiredistribusi hak garap atas tanah sawah di Desa Karanganyarmerupakan bentuk penghormatan: (1) kekhasan lokal, karenatindakan ini berbeda dengan redistribusi tanah dan landreformyang dilakukan secara nasional; (2) dekonsentrasi kekuatan,ketika pemilik tanah sawah yang relatif luas dikurangi keku-asaannya dengan penyerahan hak garap seluas 90 ubin atassetiap 250 ubin tanah sawah yang dimilikinya; dan (3) pening-katan kemandirian, di mana petani yang tidak memiliki tanahsawah mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dengan meman-faatkan hak garap atas tanah yang diperolehnya.

Dengan redistribusi hak garap atas tanah, maka dapat diwu-judkan pembagian kekuasaan yang adil (equitable sharing ofpower), sehingga dapat meningkatkan kesadaran politik dan

Page 62: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

50 Aristiono Nugroho, dkk.

meningkatkan kekuasaan kelompok yang lemah, melaluipeningkatan pengaruh mereka terhadap proses, dan hasil-hasilpembangunan. Tindakan ini dilakukan, agar penggunaan danpemanfaatan tanah di Desa Karanganyar dapat mengakibatkanpeningkatan produktivitas dan kualitas lingkungan. Hal initerbukti mampu mendorong para pihak dalam memenuhi hakdan kewajibannya, untuk berkontribusi meningkatkan penda-patan masyarakat yang berbasis pertanahan. Berdasarkan se-mangat berkontribusi itulah, maka Pemerintah Desa Karang-anyar berhasil menunjukkan perlindungan dan keberpihakanpada pihak yang lemah, yaitu petani yang tidak memiliki tanahsawah, dengan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk men-cegah terjadinya kemiskinan yang masif.

Ketika menjalankan tugasnya, Pemerintah Desa Karang-anyar antara lain berupaya memberdayakan masyarakat, teruta-ma para buruh kulian, dengan meredistribusikan hak garap atastanah buruhan yang berupa sawah. Dengan kata lain penerapanlandreform lokal oleh Pemerintah Desa Karanganyar merupakanupaya menggalang partisipasi buruh kulian dalam memajukanDesa Karanganyar. Tindakan ini sekaligus juga menjadikan 76kepala keluarga buruh kulian siap menjalankan tugas kerja baktidan ronda malam. Sebagaimana diketahui, partisipasi adalahsuatu sikap seseorang atau suatu kelompok untuk mengambilbagian, turut serta, atau berperan serta dalam suatu kegiatan,yang dalam hal ini berupa landreform lokal.

Partisipasi juga merupakan tolok ukur keberhasilan Peme-rintah Desa Karanganyar dalam menjalankan pemerintahanumum. Apabila partisipasi masyarakat tinggi, maka dapatlahdikatakan bahwa peran Pemerintah Desa Karanganyar dalampemerintahan umum berjalan baik. Sebaliknya, bila partisipasi

Page 63: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

51Resonansi Landreform Lokal ...

masyarakat rendah, maka dapatlah dikatakan bahwa peranPemerintah Desa Karanganyar dalam pemerintahan umum tidakberjalan baik. Sebagai suatu proses, maka partisipasi memer-lukan pendekatan pendahuluan, misal pengenalan program,sosialisasi, atau diseminasi informasi. Sebagai contoh, masya-rakat tidak akan berpartisipasi dalam landreform lokal di DesaKaranganyar, bila Pemerintah Desa Karanganyar gagal dalampelaksanaan pengenalan program, sosialisasi, atau diseminasiinformasi. Selain itu, partisipasi masyarakat barulah akan terca-pai bila esensi hidup bermasyarakat dapat dipenuhi, misal rasakeadilan, pencapaian kesejahteraan, dan terwujudnya harmonisosial.

Untuk menggalang partisipasi masyarakat, terutama dalampenerapan landreform lokal, maka Kepala Desa Karanganyarpada tahun 1947 berupaya memperkenalkan terlebih dahulukonsepsi landreform lokal yang akan diterapkan kepada masya-rakat, terutama kepada para kulian. Berbekal karakter pribadiyang simpatik, R. Sosro Wardjojo (Kepala Desa Karanganyar,tahun 1945 – 1977) berhasil mendapat kepercayaan dari parakulian, untuk melaksanakan landreform lokal. Kepercayaan parakulian ini kemudian diformalkan dalam suatu pertemuan antaraR. Sosro Wardjojo dengan para kulian. Saat pertemuan tersebutR. Sosro Wardjojo menjelaskan gagasan landreform lokal yangdapat mengatasi kesenjangan penguasaan tanah sawah antarakulian dan buruh kulian. Penjelasan ini menjadi sesuatu yangpenting, terutama untuk menggugah sifat dasar manusia yangmenginginkan keadilan, kesejahteraan, dan harmoni sosial.

Sosialisasi gagasan landreform lokal merupakan hal yangperlu dilakukan oleh R. Sosro Wardjojo pada awal kegiatan,agar mendapat dukungan dari para kulian, buruh kulian, dan

Page 64: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

52 Aristiono Nugroho, dkk.

masyarakat Desa Karanganyar pada umumnya. Namun demi-kian sosialisasi gagasan landreform lokal tidak cukup hanya satukali dilakukan, melainkan dilakukan berkali-kali agar masyarakatsungguh-sungguh memahami gagasan tersebut. Tindakan inimasih dilengkapi dengan pertemuan informal orang per orang,antara R. Sosro Wardjojo dengan para kulian, untuk lebih men-jamin adanya dukungan dan partisipasi para kulian. Pertemuaninformal ini sekaligus juga merupakan upaya untuk mempo-sisikan kulian sebagai subyek, dan bukan hanya sekedar sebagaiobyek dalam penerapan landreform lokal.

Posisi kulian sebagai subyek, merupakan bentuk penghor-matan terhadap kulian, sehingga mereka bersedia mendukungpenerapan landreform lokal di Desa Karanganyar. Dengan carapersuasi semacam inilah, Pemerintah Desa Karanganyar menjadifasilitator bagi pelaksanaan redistribusi hak garap atas tanahburuhan yang berupa sawah kepada buruh kulian. Dengan katalain penerapan landreform lokal oleh Pemerintah Desa Karang-anyar merupakan upaya menggalang partisipasi buruh kuliandalam memajukan Desa Karanganyar. Tindakan ini sekaligusjuga menjadikan 76 kepala keluarga buruh kulian siap menja-lankan tugas kerja bakti dan ronda malam. Inilah bentuk parti-sipasi kulian dan buruh kulian dalam mengambil bagian, turutserta, atau berperan serta dalam penerapan landreform lokal.

C. Kesejahteraan Keluarga

Jumlah kepala keluarga Desa Karanganyar pada tahun 2010sebanyak 179 kepala keluarga, yang terdiri dari 170 kepala kelu-arga laki-laki dan 9 kepala keluarga perempuan. Sementara itu,pada tahun 2009 jumlah kepala keluarga Desa Karanganyar se-banyak 198 kepala keluarga, yang terdiri dari 184 kepala keluarga

Page 65: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

53Resonansi Landreform Lokal ...

laki-laki dan 14 kepala keluarga perempuan. Dengan demikianpada kurun waktu tahun 2009 – 2010, Desa Karanganyar telahmengalami penurunan jumlah kepala keluarga sebanyak 19kepala keluarga atau telah berkurang 9,59 %. Pada tahun 2009dari 198 keluarga yang ada di Desa Karanganyar diketahui, bah-wa: (1) keluarga yang tergolong prasejahtera, sebanyak 60 kelu-arga; (2) keluarga yang tergolong sejahtera tahap I dan sejahteratahap II, sebanyak 132 keluarga; (3) keluarga yang tergolongsejahtera tahap III, sebanyak 5 keluarga; dan (4) keluarga yangtergolong sejahtera tahap III plus sebanyak 1 keluarga.

Sebagaimana diketahui kesejahteraan atau kesejahteraankeluarga bertingkat-tingkat, mulai dari yang ideal, yaitu keluargasejahtera tahap III plus, hingga yang sangat tidak ideal, yaitukeluarga pra sejahtera. Tingkatan-tingkatan kesejahteraankeluarga menurut BKKBN (2008), adalah sebagai berikut: Perta-ma, keluarga sejahtera tahap III plus, yaitu keluarga yang dapatmemenuhi seluruh kebutuhannya, yaitu: (1) yang bersifat dasar,(2) sosial psikologis, (3) bersifat pengembangan, dan (4) mem-berikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masya-rakat.

Kedua, keluarga sejahtera tahap III, yaitu keluarga yangdapat memenuhi kebutuhan: (1) yang bersifat dasar, (2) sosialpsikologis, dan (3) bersifat pengembangan, tetapi belum dapatmemberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagimasyarakat, seperti belum dapat: (1) secara teratur memberikansumbangan dalam bentuk material dan keuangan untuk kepen-tingan sosial kemasyarakatan, serta (2) berperan aktif sebagaipengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial,keagamaan, kesenian, olah-raga, pendidikan dan sebagainya.

Ketiga, keluarga sejahtera tahap II, yaitu keluarga yang

Page 66: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

54 Aristiono Nugroho, dkk.

dapat memenuhi kebutuhan: (1) yang bersifat dasar, dan (2)sosial psikologis, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yangbersifat pengembangan, seperti: (1) peningkatan keagamaan,(2) menabung, (3) berinteraksi dalam keluarga, (4) ikut melak-sanakan kegiatan dalam masyarakat, dan (5) mampu mem-peroleh informasi. Keluarga yang berada pada tahap inimengalami kesulitan untuk mengembangkan kualitas hidupnya,dan cenderung statis.

Keempat, keluarga sejahtera tahap I, yaitu keluarga yangdapat memenuhi kebutuhan yang bersifat dasar, tetapi belumdapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis, seperti: (1) ibadah,(2) makan protein hewani, (3) pakaian, (4) ruang untuk interaksikeluarga, (5) kesehatan, (6) penghasilan, (7) baca tulis latin,dan (8) keluarga berencana. Keluarga yang berada pada tahapini barulah sampai pada kemampuan memenuhi kebutuhan bio-logisnya saja. Sosial psikologis belum terjangkau oleh keluargayang berada pada tahap ini, karena waktunya dihabiskan untukmemenuhi kebutuhan biologis.

Kelima, keluarga pra sejahtera, yaitu keluarga yang belumdapat memenuhi kebutuhan yang bersifat dasar, seperti: (1)pangan, (2) sandang, (3) papan, (4) kesehatan, dan (5) pendi-dikan. Keluarga yang berada pada tahap ini bukanlah keluargasejahtera, penyebutan “keluarga pra sejahtera” merupakanpenghalus (bahasa) bagi sebutan “keluarga miskin”. Keluargayang berada pada tahap ini merupakan keluarga yang palingberat dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Segenap wak-tunya dan sumberdaya dikerahkan oleh keluarga ini untukmemenuhi kebutuhan yang bersifat dasar, tetapi tetap saja kebu-tuhan itu tidak mampu dipenuhinya.

Urutan keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraannya,

Page 67: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

55Resonansi Landreform Lokal ...

mulai dari keluarga pra sejahtera sampai keluarga sejahtera tahapIII plus merupakan “urutan idealitas keluarga”. Tepatnya mulaidari keluarga sangat tidak ideal (pra sejahtera) sampai keluargaideal (sejahtera tahap III plus), yang rinciannya sebagai berikut:(1) keluarga sangat tidak ideal atau keluarga pra sejahtera, (2)keluarga tidak ideal atau keluarga sejahtera tahap I, (3) keluargakurang ideal atau keluarga sejahtera tahap II, (4) keluarga agakideal atau keluarga sejahtera tahap III, dan (5) keluarga idealatau keluarga sejahtera tahap III plus.

Berdasarkan tingkat kesejahteraannya, maka keluarga idealadalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan: Perta-ma, yang bersifat dasar, seperti: (1) pangan, (2) sandang, (3)papan, (4) kesehatan, dan (5) pendidikan. Kedua, sosialpsikologis, seperti: (1) ibadah, (2) makan protein hewani, (3)pakaian, (4) ruang untuk interaksi keluarga, (5) kesehatan, (6)penghasilan, (7) baca tulis latin, dan (8) keluarga berencana.Ketiga, yang bersifat pengembangan, seperti: (1) peningkatankeagamaan, (2) menabung, (3) berinteraksi dalam keluarga, (4)ikut melaksanakan kegiatan dalam masyarakat, dan (5) mampumemperoleh informasi. Keempat, berupa sumbangan yangnyata dan berkelanjutan bagi masyarakat, seperti: (1) secara te-ratur memberikan sumbangan dalam bentuk material dan ke-uangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan, serta (2)berperan aktif sebagai pengurus lembaga kemasyarakatan atauyayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah-raga, pendi-dikan dan sebagainya.

Keberadaan 60 keluarga yang tergolong prasejahtera (mis-kin) di Desa Karanganyar, dan tersedianya 76 x 90 ubin hakgarap atas tanah sawah memperlihatkan adanya upaya untukmembantu keluarga prasejahtera. Sebagaimana diketahui ada

Page 68: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

56 Aristiono Nugroho, dkk.

76 keluarga yang memanfaatkan hak garap atas tanah sawah,untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Tanah yang merekagarap ini oleh Pemerintah Desa Karanganyar telah dicatatkandalam dokumen (peta dan daftar) Pajak Bumi dan Bangunan,dengan sebutan “tanah buruhan”.

Secara f ilosof is terminologi “tanah buruhan” memilikikemiripan (identik) dengan terminologi “communal property”,yang diartikan sebagai “bentuk kepemilikan dan penguasaanatas tanah (dan sumberdaya alam) secara bersama oleh suatukelompok masyarakat. Sementara itu, terminologi “property”pada awalnya banyak digunakan oleh para lawyer (praktisi hu-kum), untuk menunjukkan kepemilikan seseorang atas sesuatu.Selanjutnya, terminologi “property” yang pada awalnya mengarahpada bentuk kepemilikan individual, kemudian membuka diridengan membuka peluang bagi adanya terminologi propertiyang bersifat komunal, hingga muncullah terminologi “commu-nal property”.

Selain itu, hak garap atas tanah sawah dan tanah buruhanyang ada di Desa Karanganyar juga berkaitan dengan tenurial.Sebagaimana diketahui “tenure” adalah istilah yang digunakanoleh ilmuwan dan praktisi sumberdaya alam pada umumnya,yang berarti pengaturan yang terkait dengan kontrol dan aksesatas sumberdaya alam (termasuk tanah). Secara sosial, istilah“tenure” dapat dimaknai sebagai “segenap relasi sosial yangkompleks yang terkait dengan kepemilikan dan penguasaan atastanah (dan sumberdaya alam). Dengan demikian “tenurial” dapatdimaknai sebagai institusi (tatanan) sosial, yang mengatur ting-kah laku manusia yang berkaitan dengan tanah (dan sumberdayaalam). Sistem tenurial inilah yang menentukan pihak yangmemanfaatkan tanah, jangka waktunya, dan kondisi saat itu.

Page 69: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

57Resonansi Landreform Lokal ...

Sebagai suatu sistem tenurial, maka landreform lokal yangditerapkan di Desa Karanganyar berkaitan dengan upayameningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang berbasis padapenguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Sebagaimanadiketahui, pada tahun 2009 dari 198 keluarga yang ada di DesaKaranganyar sebagian besar (66,67 %) tergolong keluargasejahtera tahap I dan sejahtera tahap II. Urutan penggolonganberdasarkan tingkat kesejahteraan, sebagai berikut: (1) keluargayang tergolong prasejahtera, sebanyak 60 keluarga atau 30,31 %dari populasi (seluruh jumlah keluarga yang ada di desa Karang-anyar); (2) keluarga yang tergolong sejahtera tahap I dan sejah-tera tahap II, sebanyak 132 keluarga atau 66,67 % dari populasi;(3) keluarga yang tergolong sejahtera tahap III, sebanyak 5 kelu-arga atau 2,52 % dari populasi; dan (4) keluarga yang tergolongsejahtera tahap III plus sebanyak 1 keluarga atau 0,50 % daripopulasi.

Dengan demikian sebagian besar keluarga yang ada di DesaKaranganyar tergolong sebagai keluarga yang: Pertama, kelu-arga sejahtera tahap I, yaitu keluarga yang dapat memenuhikebutuhan yang bersifat dasar, tetapi belum dapat memenuhikebutuhan sosial psikologis, seperti: (1) ibadah, (2) makan pro-tein hewani, (3) pakaian, (4) ruang untuk interaksi keluarga, (5)kesehatan, (6) penghasilan, (7) baca tulis latin, dan (8) keluargaberencana. Keluarga yang berada pada tahap ini barulah sampaipada kemampuan memenuhi kebutuhan biologisnya saja. Sosialpsikologis belum terjangkau oleh keluarga yang berada padatahap ini, karena waktunya dihabiskan untuk memenuhi kebu-tuhan biologis.

Kedua, keluarga sejahtera tahap II, yaitu keluarga yangdapat memenuhi kebutuhan: (1) yang bersifat dasar, dan (2)

Page 70: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

58 Aristiono Nugroho, dkk.

sosial psikologis, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yangbersifat pengembangan, seperti: (1) peningkatan keagamaan,(2) menabung, (3) berinteraksi dalam keluarga, (4) ikut melak-sanakan kegiatan dalam masyarakat, dan (5) mampu mem-peroleh informasi. Keluarga yang berada pada tahap ini menga-lami kesulitan untuk mengembangkan kualitas hidupnya, dancenderung statis.

Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa masyarakatDesa Karanganyar sebagian besar belum mampu memenuhi:Pertama, kebutuhan sosial psikologis, seperti: (1) ibadah, (2)makan protein hewani, (3) pakaian, (4) ruang untuk interaksikeluarga, (5) kesehatan, (6) penghasilan, (7) baca tulis latin,dan (8) keluarga berencana. Kedua, kebutuhan yang bersifatpengembangan, seperti: (1) peningkatan keagamaan, (2) mena-bung, (3) berinteraksi dalam keluarga, (4) ikut melaksanakankegiatan dalam masyarakat, dan (5) mampu memperolehinformasi.

Akibat ketidak-mampuan itu, maka sebagian besar masya-rakat Desa Karanganyar mengalami kesulitan untuk mengem-bangkan kualitas hidupnya, dan cenderung statis. Hal inimenunjukkan masih beratnya perjuangan sebagian masyarakatDesa Karanganyar dalam memperoleh kesejahteraan. Sementaraitu, struktur sosial yang berbasis kesejahteraan merupakan faktatak terbantahkan yang harus dihadapi oleh seluruh masyarakatDesa Karanganyar, termasuk oleh sebagian besar masyarakatDesa Karanganyar.

Interaksi antar lapisan dalam struktur sosial dikonstruksiberdasarkan norma yang berlaku, meskipun selalu saja adaperbedaan antara norma yang ideal (ideal norm) dengan normayang sungguh-sungguh dipraktekkan oleh masyarakat (real

Page 71: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

59Resonansi Landreform Lokal ...

norm). Namun demikian ada satu norma yang mempertemukanideal norm dengan real norm dalam konteks Desa Karanganyar,yaitu “guyub”. Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa guyubmerupakan norma yang berada di ranah ideal (ideal norm) yangtelah dipraktekkan (real norm).

Ketika kulian diletakkan pada lapisan atas, sedangkan buruhkulian diletakkan di lapisan bawah, maka interaksi keduanyamerupakan interaksi lintas lapisan. Interakasi ini terjadi antaralapisan yang memiliki karakter berbeda, yaitu kulian denganburuh kulian. Kedua kelompok yang juga berarti kedua lapisanini memiliki posisi uniknya masing-masing, dalam mendukungpenerapan landreform lokal di Desa Karanganyar. Kulian men-dukung penerapan landreform lokal dengan berkontribusimenyerahkan hak garap atas tanah buruhan yang berupa sawah.Sementara itu, buruh kulian mendukung penerapan landreformlokal dengan berkontribusi menyerahkan tenaganya untukmelaksanakan kerja bakti dan ronda malam.

Interaksi kulian dengan buruh kulian menjadi lancar dansaling menghormati, karena adanya norma “guyub” yang dipa-tuhi oleh kedua kelompok (lapisan) ini. Dengan kata lain “guyub”telah menjadi motif utama para kulian dan buruh kulian dalamberinteraksi, dan dalam mendukung penerapan landreform lokal.“Guyub” menjadi motif utama, karena substansinya memenuhikeinginan dasar manusia, untuk dapat diterima oleh orang laindi sekitarnya. Akhirnya “guyub” menjadi faktor yang menim-bulkan ketergantungan para pihak (kulian, buruh kulian, peme-rintah desa, dan masyarakat pada umumnya) terhadap kebera-daan harmoni sosial di Desa Karanganyar.

“Guyub” juga merupakan motif utama para pihak, yangkemudian membawa konsekuensi berupa kesediaan berkon-

Page 72: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

60 Aristiono Nugroho, dkk.

tribusi dalam penerapan landreform. Kesediaan berkontribusimerupakan tindakan yang dituntut untuk dilakukan, ketika parapihak berpegang pada norma “guyub”. Meskipun tidak tertutupkemungkinan, bahwa ketika “guyub” dipraktekkan tetap terbukapeluang terjadinya kontestasi kepentingan para pihak. Kulianberkepentingan hidup dalam suasana desa yang harmonis, se-dangkan buruh kulian berkepentingan untuk dapat memperolehpenghasilan dari tanah sawah yang digarapnya. Sementara itu,Pemerintah Desa Karanganyar berkepentingan bagi adanyatenaga kerja yang dapat melaksanakan tugas kerja bakti danronda malam, sedangkan masyarakat Desa Karanganyar padaumumnya berkepentingan bagi terselenggaranya pemerintahandan kemasyarakatan desa yang tertib dan harmonis.

Dengan pemenuhan berbagai kepentingan tersebut, tidak-lah serta merta kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dapattercapai. Masih “panjang perjalanan” yang harus ditempuh olehpara pihak yang terlibat penerapan landreform lokal, untukmencapai kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Pada saat inisebagian besar masyarakat Desa Karanganyar masih belummampu memenuhi: Pertama, kebutuhan sosial psikologis,seperti: (1) ibadah, (2) makan protein hewani, (3) pakaian, (4)ruang untuk interaksi keluarga, (5) kesehatan, (6) penghasilan,(7) baca tulis latin, dan (8) keluarga berencana. Kedua, kebu-tuhan yang bersifat pengembangan, seperti: (1) peningkatankeagamaan, (2) menabung, (3) berinteraksi dalam keluarga, (4)ikut melaksanakan kegiatan dalam masyarakat, dan (5) mampumemperoleh informasi.

D. Sosial Kependudukan

Desa Karanganyar memiliki kondisi sosial kependudukan,

Page 73: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

61Resonansi Landreform Lokal ...

sebagai berikut: Pertama, jumlah penduduk Desa Karanganyarpada tahun 2010 sebanyak 686 orang, yang terdiri dari 322 or-ang laki-laki dan 364 orang perempuan. Jumlah penduduk DesaKaranganyar pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebanyak64 orang, karena pada tahun 2009 jumlah penduduk DesaKaranganyar sebanyak 622 orang, yang terdiri dari 302 oranglaki-laki dan 320 orang perempuan. Dengan kata lain pada kurunwaktu antara tahun 2009–2010, Desa Karanganyar telah menga-lami pertambahan penduduk sebesar 10,29 %.

Kedua, Desa Karanganyar memiliki 190 keluarga yangberaktivitas di sektor pertanian, dengan perincian: (1) rumahtangga petani sebanyak 130 keluarga, (2) total anggota rumahtangga petani sebanyak 450 orang, (3) rumah tangga buruh tanisebanyak 60 keluarga, (4) total anggota rumah tangga buruhtani sebanyak 230 orang. Sementara itu, untuk menambah peng-hasilan, selain bertani ada 3 keluarga dengan total anggota kelu-arga sebanyak 11 orang yang memelihara ternak (sapi).

Ketiga, penduduk yang menekuni profesi lainnya selainpertanian secara statistikal diketahui, sebagai berikut: (1)karyawan swasta sebanyak 42 orang; (2) pemilik jasa transportasisebanyak 1 orang; (3) pegawai negeri sipil sebanyak 25 orang;(4) anggota TNI sebanyak 1 orang; (5) anggota POLRI sebanyak1 orang; (6) perawat (kesehatan) sebanyak 1 orang; (7) pensiunanTNI dan POLRI sebanyak 2 orang; (8) industri kecil dan kerajinanrumah tangga sebanyak 19 orang yang terdiri dari 1 orang montir,4 orang tukang batu, 7 orang tukang kayu, 2 orang tukang jahit,2 orang tukang kue, dan 3 orang tukang rias; serta (9) pengobatanalternatif sebanyak 1 orang.

Keempat, penduduk yang memiliki asset, berupa: (1) becak,ada 10 keluarga yang masing-masing memiliki 1 unit becak; (2)

Page 74: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

62 Aristiono Nugroho, dkk.

penggilingan padi, ada 2 keluarga yang masing-masing memiliki1 unit penggilingan padi, (3) traktor, ada 3 keluarga yang masing-masing memiliki 1 unit traktor, (4) televisi, ada 97 keluarga yangmasing-masing memiliki televisi, (2) sepeda motor, ada 65 kelu-arga yang masing-masing memiliki sepeda motor, (3) mobil,ada 9 keluarga yang masing-masing memiliki mobil, (4) ada 4keluarga yang masing-masing memiliki sapi, (5) ada 12 keluargayang masing-masing memiliki unggas.

Kelima, kualitas bangungan rumah (tempat tinggal) pen-duduk memiliki variasi, sebagai berikut: (1) Berdasarkan kualitasdinding, ada 116 unit rumah berdinding tembok, 53 unit rumahberdinding kayu, dan 3 unit rumah berdinding bambu. (2) Berda-sarkan kualitas lantai, ada 100 unit rumah berlantai keramik,68 unit rumah berlantai semen, dan 9 unit rumah berlantaitanah. (3) Berdasarkan kualitas atap bangunan, ada 152 unit ru-mah beratap genteng, 15 unit rumah beratap seng, dan 1 unitrumah beratap asbes.

Keenam, dinamika sosial nampak dari adanya pemilihanlangsung Kepala Desa Karanganyar; sedangkan sekretaris desadiusulkan oleh kepala desa, kemudian dipilih, diangkat dan dite-tapkan oleh Bupati. Sementara itu perangkat desa, termasukkepala dusun ditunjuk, diangkat, dan ditetapkan oleh kepaladesa, serta disahkan oleh Camat. Khusus untuk Baperdes, makapenentuan anggota dipilih oleh masyarakat secara langsung,sedangkan pimpinan Baperdes dipilih dari dan oleh anggotaBaperdes secara langsung. Dinamika ini didukung oleh adanyaAnggaran Pendapatan dan Belanja Desa Karanganyar tahun 2010yang mencapai Rp. 99.638.000,- dengan perincian: (1) untukbelanja aparatur/pegawai sebesar Rp. 42.618.000,- ; dan (2) un-tuk belanja publik/ belanja pembangunan sebesar Rp.

Page 75: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

63Resonansi Landreform Lokal ...

57.020.000,-. Sementara itu, Pendapatan Asli Desa Karanganyartahun 2010 mencapai Rp. 33.250.000,-

Ketujuh, dalam hal perpajakan, pada tahun 2004 untukDesa Karanganyar telah diterbitkan 1.737 SPPT PBB dengan nilaiRp. 11.506.156,-. Sementara itu, pada tahun 2010 untuk DesaKaranganyar telah diterbitkan SPPT PBB dengan nilai Rp.19.661.957,-. Dengan demikian terjadi peningkatan pendapatannegara melalui penarikan PBB di Desa Karanganyar, sebesar Rp.8.155.801,- atau meningkat 70,88 % dalam kurun waktu 6 tahun.Hal yang menggembirakan dari nilai SPPT ini, baik tahun 2004maupun tahun 2010, adalah kemampuan masyarakat Desa Ka-ranganyar untuk memenuhi atau mencapainya.

Berdasarkan berbagai uraian tersebut diketahui, bahwa kon-disi sosial kependudukan Desa Karanganyar memiliki kekuatanberupa jumlah penduduk yang relatif besar (686 orang), di manamayoritasnya beraktivitas di bidang pertanian, dan hidup dalamkondisi “politik lokal” yang dinamis. Modal sosial ini menjadisesuatu yang penting, ketika masyarakat dan Pemerintah DesaKaranganyar melakukan kewajiban dalam pengelolaan perta-nahan. Sebagaimana diketahui kewajiban tersebut merupakankonsekuensi logis dari adanya hak dalam pengelolaan perta-nahan. Ketika pengelolaan pertanahan oleh masyarakat danPemerintah Desa Karanganyar memberi “ruang” bagi munculnyahak atas tanah, maka ia sekaligus juga memunculkan kewajiban.Bukankah secara yuridis UUD. 1945 dan UUPA (Undang-UndangPokok Agraria) juga memberi kewajiban kepada negara/peme-rintah dan para pihak yang memiliki hak atas tanah.

Sesuai dengan ketentuan dalam UUPA, maka masyarakatDesa Karanganyar memiliki kewajiban, antara lain: (1) melaksa-nakan fungsi sosial atas tanah, (2) menguasai dan memiliki tanah

Page 76: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

64 Aristiono Nugroho, dkk.

pertanian tidak melampui batas, (3) mengerjakan tanahnyasecara aktif atau tidak menelantarkan tanahnya, dan (4)mencegah kerusakan tanah, dan memelihara kesuburannya.Sementara itu, sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945 danUUPA, maka Pemerintah Desa Karanganyar memiliki kewajiban,antara lain mengupayakan agar tanah memberi sebesar-besarkemakmuran masyarakat Desa Karanganyar, dan mengelolapertanahan sebagaimana diamanatkan UUD. 1945 dan UUPAserta peraturan perundang-undangan lainnya.

Dalam konteks nasional, maka untuk menjalankan kewaji-bannya, Pemerintah Republik Indonesia yang menjadipersonif ikasi Negara diberi wewenang berupa Hak Menguasaioleh Negara, yang sebegaimana diatur dalam UUPA, berupahak untuk: (1) merencanakan peruntukan, persediaan, danpenggunaan tanah, (2) mengatur hubungan hukum antara orangdengan tanah, dan (3) mengatur hubungan hukum antara orangdengan orang yang berkaitan dengan tanah. Sejak tahun 2004,Pemerintah Republik Indonesia, yang dalam hal ini BPN-RI(Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia) telah menca-nangkan “Empat Prinsip Pertanahan”, sebagai “acuan normatifutama” pelaksanaan kewajiban. “Empat Prinsip Pertanahan” iniselanjutnya dijabarkan dalam berbagai upaya, yang dikenaldengan sebutan “Sebelas Agenda BPN-RI”.

Dalam hal Empat Prinsip Pengelolaan Pertanahan, telahmenjadi pengetahuan umum, bahwa Pemerintah Republik In-donesia belum mampu memenuhi Empat Prinsip Pertanahan,yang singkatnya adalah: (1) kesejahteraan, (2) keadilan, (3) keber-lanjutan, dan (4) harmoni sosial. Telah menjadi pengetahuanumum, bahwa banyak petani di banyak tempat (desa-desa diIndonesia) yang tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga-

Page 77: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

65Resonansi Landreform Lokal ...

nya. Hal ini menunjukkan, bahwa petani: (1) telah gagal sejahtera,(2) telah diperlakukan tidak adil, (3) sehingga kondisi ini tidakboleh berlanjut, dan (4) akhirnya sulit tercipta harmoni sosial.

Sementara itu, dalam hal Agenda BPN-RI, maka hal-halyang harus dilakukan oleh BPN-RI meliputi: (1) membangunkepercayaan masyarakat; (2) meningkatkan pelayanan danpelaksanaan pendaftaran tanah, serta sertipikasi tanah secaramenyeluruh di seluruh Indonesia; (3) penguatan hak – hak rakyatatas tanah; (4) menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah– daerah korban bencana alam, dan daerah – daerah konflik diseluruh Indonesia; (5) menangani dan menyelesaikan perkara,masalah, sengketa, dan konflik pertanahan secara sistematis;(6) membangun Sistem Informasi dan Manajemen PertanahanNasional (SIMTANAS) dan sistem pengamanan dokumen perta-nahan di seluruh Indonesia; (7) menangani masalah korupsi,kolusi, dan nepotisme, serta meningkatkan partisipasi dan pem-berdayaan masyarakat; (8) membangun data base penguasaandan pemilikan tanah skala besar; (9) melaksanakan secara kon-sisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yangtelah ditetapkan; (10) menata kelembagaan BPN-RI; dan (11)mengembangkan dan memperbarui politik hukum, dan kebi-jakan pertanahan.

Pada masa lalu (sebelum tahun 2004) dalam menjalankankewajibannya BPN-RI memiliki acuan normatif utama, yaitu:Catur Tertib Pertanahan, yang terdiri dari: (1) tertib hukumpertanahan; (2) tertib administrasi pertanahan; (3) tertibpenguasaan dan penggunaan tanah; dan (4) tertib pemeliharaantanah dan lingkungan hidup. Acuan normatif ini berguna bagipara pihak yang sudah dan akan memiliki, menguasai, meng-gunakan, dan memanfaatkan tanah, untuk memenuhi kebu-

Page 78: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

66 Aristiono Nugroho, dkk.

tuhan hidup dan aktivitasnya.Acuan normatif ini dilengkapi dengan acuan teknis yang

disebut dengan “Siklus Agraria”, yang terdiri dari: (1) untukmensertipikatkan hak atas tanahnya, maka masyarakat akandilayani oleh petugas tata usaha; (2) hak atas tanah dapat dipro-ses bila tidak bertentangan dengan ketentuan landreform, sepertiketentuan batas maksimum dan ketentuan absentee; (3) dantidak bertentangan dengan ketentuan tata guna tanah, sepertiketentuan pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup serta tidakmenelantarkan tanah; (4) selanjutnya bidang tanah tersebutdiselidiki riwayat kepemilikannya agar dapat ditetapkan jenishak atas tanahnya; (5) setelah hak atas tanah ditetapkan, laluhak atas tanah itu didaftar dengan menggunakan prosedur pen-daftaran tanah, yang meliputi pencatatan dalam sertipikat hakatas tanah (termasuk buku tanah dan surat ukur); (6) sertipikathak atas tanah serta buku tanah dan surat ukur kemudian di-administrasikan oleh petugas tata usaha; (7) akhirnya buku tanahdan surat ukur diarsipkan, sedangkan sertipikat hak atas tanahdiserahkan kepada masyarakat atau orang yang memegang hakatas tanah.

Sejak akhir tahun 2012, BPN-RI memiliki acuan normatifdalam melaksanakan tugas pengelolaan pertanahan, yang diramudalam suatu “paket” yang disebut “Sapta Tertib Pertanahan”,yang terdiri dari: (1) tertib administrasi, (2) tertib anggaran, (3)tertib perlengkapan, (4) tertib perkantoran, (5) tertib kepega-waian, (6) tertib disiplin kerja, dan (7) tertib moral. Denganberbekal “Sapta Tertib Pertanahan”, maka pegawai BPN-RI dido-rong untuk memberi pelayanan terbaiknya di bidang pertanahankepada masyarakat.

Sesungguhnya “Catur Tertib Pertanahan”, “Siklus Agraria”,

Page 79: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

67Resonansi Landreform Lokal ...

“Empat Prinsip Pengelolaan Pertanahan”, “Sebelas Agenda BPN-RI”, dan “Sapta Tertib Pertanahan” berguna untuk memajukankondisi sosial kependudukan Desa Karanganyar, seperti: Perta-ma, dengan memanfaatkan konsepsi “Catur Tertib Pertanahan”,maka masyarakat Desa Karanganyar dapat menguasai, memiliki,menggunakan, dan memanfaatkan tanah dengan tertib. Kedua,hal ini dapat menginspirasi masyarakat Desa Karanganyar, agarmelakukan penguatan hak atas tanah atau mensertipikatkantanahnya, yang akan diproses sesuai dengan “Siklus Agraria”yang ditetapkan oleh Pemerintah (baca: BPN-RI). Ketiga, setelahmelakukan penguatan asset melalui pensertipikatan tanah, makamasyarakat Desa Karanganyar berpeluang menguasai, memiliki,menggunakan, dan memanfaatkan tanah dengan baik, karenatanah tersebut mampu berkontribusi dalam kesejahteraan, ke-adilan, keberlanjutan, dan harmoni sosial. Keempat, sementaraitu, agar tanah mampu berkontribusi dalam kesejahteraan,keadilan, keberlanjutan, dan harmoni sosial, maka PemerintahDesa Karanganyar perlu mengelola tanah dengan menerapkan“Sebelas Agenda Pertanahan” dan “Sapta Tertib Pertanahan”.

Berdasarkan semangat berkontribusi dalam kesejahteraan,keadilan, keberlanjutan, dan harmoni sosial; maka para pihakyang terlibat dalam penerapan landreform lokal membukapeluang bagi optimalisasi potensi sosial kependudukan yangada di Desa Karanganyar. Sebagaimana diketahui Desa Karang-anyar memiliki kekuatan berupa jumlah penduduk yang relatifbesar (686 orang), di mana mayoritasnya beraktivitas di bidangpertanian, dan hidup dalam kondisi “politik lokal” yang dinamis.Modal sosial ini menjadi sesuatu yang penting, ketika para pihakberkehendak melakukan pengelolaan pertanahan dengan sebaik-baiknya, yang antara lain melalui landreform lokal.

Page 80: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

68 Aristiono Nugroho, dkk.

Dalam perspektif sosiologis diketahui, bahwa landreformlokal dapat diterapkan bila mendapat dukungan para pihak,yaitu: kulian, buruh kulian, pemerintah desa, dan masyarakatdesa pada umumnya. Para pihak ini sesungguhnya merupakankelompok-kelompok sosial yang tersusun baik secara strukturatifmaupun cluster. Setiap anggota kelompok (misal: seorang kulianatau seorang buruh kulian) menyadari bahwa dirinya adalahbagian dari kelompoknya. Sense of belonging (rasa menjadi bagiandari suatu kelompok) menimbulkan solidaritas antar sesamaanggota kelompok, sehingga tiap anggota kelompok merasaberkewajiban menjaga kepentingan kelompoknya. Misalnya,kelompok kulian berkepentingan memperoleh kenyamanan ting-gal di Desa Karanganyar, karena telah mendukung penerapanlandreform lokal. Begitu pula dengan buruh kulian, yangberkepentingan memperoleh penghasilan dari tanah sawah yangdigarapnya, karena telah melaksanakan kerja bakti dan rondamalam.

Menjadi bagian dari kelompok merupakan sesuatu yangpenting bagi setiap anggota masyarakat, karena ia berkesem-patan memperjuangkan dan memperoleh dukungan bagikepentingannya. Seorang buruh kulian yang menjadi bagian darikelompok buruh kulian Desa Karanganyar, cenderung tundukpada pikiran kelompok (group mind) yang memperjuangkanperolehan hak garap atas tanah sawah. Interaksi antara seorangburuh kulian dengan kulian atau dengan pemerintah desa, jugacenderung memperjuangkan kepentingan kelompok buruhkulian. Bagi para buruh kulian lebih mudah memperjuangkankepentingannya secara berkelompok, daripada berjuang masing-masing atau sendiri-sendiri. Ada kemudahan sosial (social fa-cilitation) ketika suatu kepentingan diperjuangkan secara ber-

Page 81: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

69Resonansi Landreform Lokal ...

kelompok, karena ada semangat saling menguatkan ketikaberada dalam kelompok. Ketika berada dalam suatu kelompokterdapat daya kohesif, yang dibentuk oleh pengertian yang samauntuk memperjuangkan kepentingan kelompok.

Meskipun terdiri dari beberapa kelompok atau beberapapihak (kulian, buruh kulian, pemerintah desa, dan masyarakatpada umumnya), tetapi semangat kesejahteraan, keadilan,keberlanjutan, dan harmoni sosial telah mendorong masyarakatDesa Karanganyar bersedia menerapkan landreform lokal. Halini dilakukan dengan memanfaatkan segenap potensi sosialkependudukan, seperti keberadaan penduduk yang jumlahnyamencapai 686 orang. Dengan sebagian besar penduduk berak-tivitas di bidang pertanian, dan hidup dalam kondisi “politiklokal” yang dinamis, maka Desa Karanganyar memiliki modalsosial yang memadai untuk menerapkan landreform lokal.

Dengan memanfaatkan sistem sosial budaya yang ada diDesa Karanganyar, masing-masing pihak memberi kontribusibagi penerapan landreform lokal. Tentu saja kontribusi tersebutdisesuaikan dengan kemampuan masing-masing pihak, yangakhirnya memperlihatkan adanya perbedaan atau diferensiasisosial. Perbedaan ini wajar, karena kelompok-kelompok yangada terbentuk berdasarkan cluster dan lapisan yang ada dalammasyarakat. Sebagai contoh, keberadaan kelompok kulian dankelompok buruh kulian menggambarkan adanya lapisan dalammasyarakat. Ketika kulian diakui berada di lapisan atas, sedang-kan buruh kulian berada di lapisan bawah, maka hal ini sekaligusjuga memperlihatkan adanya perbedaan dalam hal: (1) luaspemilikan dan penguasaan tanah, (2) kekayaan dan kesejahte-raan, (3) kewenangan dan kekuasaan, serta (4) kehormatan danpengaruh. Oleh karena itu, kulian dan buruh kulian juga memberi

Page 82: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

70 Aristiono Nugroho, dkk.

kontribusi yang berbeda dalam penerapan landreform lokal. Parakulian berkontribusi dengan menyerahkan hak garap kepadapemerintah desa, yang selanjutnya akan diredistribusikan kepadapara buruh kulian. Sementara itu, buruh kulian berkontribusidengan melaksanakan kerja bakti dan ronda malam bagi kepen-tingan Desa Karanganyar. Dalam konteks ini, Pemerintah DesaKaranganyar juga berkontribusi dengan menjadi fasilitator yangbaik, bagi penerapan landreform lokal.

Sebagai bagian dari potensi sosial kependudukan, makakelompok kulian dan kelompok buruh kulian melakukan inter-nalisasi konsep-konsep yang berkaitan dengan penerapan land-reform lokal. Sementara itu, kepala desa melakukan sosialisasiuntuk menggalang persetujuan masyarakat bagi penerapanlandreform lokal. Inilah bentuk optimalisasi potensi sosial kepen-dudukan yang ada di Desa Karanganyar, yang meliputi potensisosial yang ada pada kulian dan buruh kulian. Selanjutnya, ketikalandreform lokal telah berhasil diterapkan, maka para pihakmelakukan evaluasi atas penerapannya. Evaluasi meliputievaluasi makroskopik yang mengamati gejala-gejala umum(sosio-ekonomi) karena adanya penerapan landreform lokal, danevaluasi mikroskopik yang mengamati gejala-gejala yang lebihdetail (psiko-sosiologis) karena adanya penerapan landreformlokal.

Pada awalnya ada ketegangan antara kulian dengan buruhkulian, sebagai konsekuensi kebudayaan lokal yang komplekstetapi konkrit. Sebagaimana diketahui kebudayaan dapatdimaknai sebagai sesuatu yang kompleks yang meliputi norma,dan pandangan yang bersifat abstrak. Selain itu, kebudayaanjuga dapat dimaknai sebagai sesuatu yang konkrit, yang berisiinteraksi antar individu, antar kelompok, antara kelompok

Page 83: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

71Resonansi Landreform Lokal ...

dengan kelompok, atau antara individu dengan kelompok.Berdasarkan perspektif kebudayaan pula dapatlah diketahui,bahwa landreform lokal yang diterapkan di Desa Karanganyarmerupakan suatu inovasi sosial.

Landreform lokal layak disebut inovasi sosial, karena iamerupakan suatu proses pembaruan dan penataan kembalistruktur penguasaan tanah, sehingga terbentuk sistem pengu-asaan tanah yang baru yang lebih adil, sejahtera, dan harmonis.Sebagai sebuah inovasi sosial, maka ada beberapa hal yang men-dukung lahirnya gagasan landreform lokal, yaitu: (1) kesadarantentang terbatasnya luas tanah sawah yang dapat dimanfaatkanuntuk mewujudkan kesejahteraan, (2) adanya kualitas sosialyang unik pada para kulian dan para buruh kulian yang berpo-tensi mendukung penerapan landreform lokal, (3) adanya kondisisosial saat itu (tahun 1947) dan tahun-tahun berikutnya (hinggasaat ini) yang mendukung penerapan landreform lokal.

Dengan memanfaat potensi sosial kependudukan DesaKaranganyar, maka inovasi sosial yang berupa landreform lokaldapat diterapkan di desa ini. Inovasi sosial sesungguhnya miripdengan evolusi sosial, hanya saja dalam inovasi sosial segenappihak yang ada terlibat secara aktif, sedangkan dalam evolusisosial segenap pihak yang ada terlibat secara pasif. Saat inovasisosial berlangsung, maka segenap potensi sosial kependudukandikerahkan untuk mendukung keberhasilan dan keberlanjutanlandreform lokal yang diterapkan di Desa Karanganyar. Hal inimemberi kesempatan pada para pihak yang terlibat dalam pene-rapan landreform lokal, untuk memanfaatkan keberadaan pen-duduk yang relatif besar (686 orang) sebagai modal sosial, dimana mayoritasnya beraktivitas di bidang pertanian, dan hidupdalam kondisi “politik lokal” yang dinamis.

Page 84: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

72 Aristiono Nugroho, dkk.

E. Kondisi Pertanahan

Berdasarkan catatan Pemerintah Desa Karanganyar dike-tahui, bahwa pemilikan tanah di Desa Karanganyar adalah seba-gai berikut: (1) memiliki tanah seluas sampai dengan 0,20 Ha,sebanyak 23 orang; (2) memiliki tanah seluas 0,21-0,30 Ha, se-banyak 17 orang, (3) memiliki tanah seluas 0,31-0,40 Ha sebanyak10 orang, (4) memiliki tanah seluas 0,41-0,50 Ha, sebanyak 18orang, (5) memiliki tanah seluas 0,51-0,60 Ha, sebanyak 2 or-ang, (6) memiliki tanah seluas 0,61-0,70 Ha, sebanyak 2 orang,(7) memiliki tanah seluas 0,71-0,80 Ha, sebanyak 8 orang, (8)memiliki tanah seluas 0,81-0,90 Ha, sebanyak 7 orang, (9) me-miliki tanah seluas 0,91-1,00 Ha, sebanyak 5 orang, dan (10)yang memiliki tanah seluas 1,01-5,00 Ha sebanyak 2 orang.

Dengan demikian terdapat 94 orang di Desa Karanganyaryang memiliki tanah dengan luasan bervariasi, yaitu dari luasantersempit hingga mencapai 5 Ha. Kondisi ini menunjukkan,bahwa wilayah Desa Karanganyar didominasi kepemilikannyahanya oleh 13,70 % warganya. Jika 94 orang ini diasumsikansebagai kepala keluarga, maka dapatlah dikatakan bahwa wilayahDesa Karanganyar didominasi kepemilikannya hanya oleh 52,51% warganya. Saat ini (tahun 2012) penduduk terkaya di DesaKaranganyar, adalah Parto Sutrisno, yang memiliki tanah sawahseluas 8 iring (8 x 120 ubin = 960 ubin, atau 8 x 120 x 14 m2 =13.440 m2). Berdasarkan data pertanahan (kepemilikan tanah)ini, maka Pemerintah Desa Karanganyar perlu kerja keras mem-bangun harmoni sosial, dan memberi jaminan kepastian hukumpemilikan tanah masyarakat.

Untuk itu Pemerintah Desa Karanganyar bekerjasamadengan Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo melakukansertipikasi hak atas tanah dengan perincian, sebagai berikut:

Page 85: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

73Resonansi Landreform Lokal ...

Pertama, pelaksanaan PRONA (Proyek Operasi Nasional Agra-ria) tahun 2003 sebanyak 120 bidang tanah sawah. Kegiatan inidimaksudkan untuk memberi jaminan kepastian hukum kepadapetani yang memiliki tanah sawah; Kedua, pelaksanaan serti-pikasi tanah bagi UKM (Usaha Kecil dan Menengah) tahun 2009sebanyak 28 bidang tanah darat/pekarangan. Kegiatan ini dimak-sudkan untuk memberi kesempatan pada pelaku UKM mem-peroleh tambahan modal, dengan menjadikan tanahnya sebagaiagunan.

Berdasarkan data yang dimiliki Pemerintah Desa Karang-anyar diketahui, bahwa ada 190 bidang tanah yang telah berser-tipikat pada tahun 2004. Sementara itu, pada kurun waktu antaratahun 2004 hingga tahun 2012 telah dilakukan pensertipikatanhak atas tanah secara rutin, yang jumlahnya mencapai 70 bidang.Dengan demikian secara keseluruhan ada 408 bidang tanah yangtelah bersertipikat di Desa Karanganyar, yang merupakan salahsatu bentuk ikhtiar masyarakat dan Pemerintah Desa Karang-anyar untuk memberi jaminan kepastian hukum hak atas tanah,yang sekaligus sebagai bagian ikhtiar membangun harmonisosial dan mencegah konflik pertanahan.

Sebagaimana diketahui, sesungguhnya tanah tidaklah mem-bawa kemakmuran, karena yang membawa kemakmuran adalahpenggunaannya. Oleh karena itu, agar pemilikan tanah di DesaKaranganyar dapat mendukung terwujudnya harmoni sosial danmencegah konflik pertanahan, maka penggunaannya haruslahdapat mensejahterakan masyarakat Desa Karanganyar padaumumnya. Berdasarkan catatan Pemerintah Desa Karanganyardiketahui, bahwa penggunaan tanah di Desa Karanganyar, terdiridari: (1) perkantoran, seluas 0,125 Ha; (2) wakaf atau tempatibadah, seluas 0,042 Ha; (3) sawah beririgasi teknis, seluas

Page 86: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

74 Aristiono Nugroho, dkk.

42,972 Ha; dan (4) pekarangan, seluas 16,781 Ha. Dengan demi-kian dari luas wilayah Desa Karanganyar sebesar 59,920 Hatelah didominasi oleh sawah beririgasi teknis, seluas 42,972 Haatau 71,72 %. Sementara itu, pekarangan berada pada posisikedua dengan luas 16,781 Ha atau 28,01 % dari luas wilayahDesa Karanganyar yang sebesar 59,920 Ha.

Ketika pengelolaan pertanahan diamanati harmoni sosial,maka masyarakat dan Pemerintah Desa Karanganyar telah ber-ketetapan hati untuk menerapkan landreform lokal. Selanjutnya,untuk menjamin keberlanjutan harmoni sosial melalui landreformlokal, maka Pemerintah Desa Karanganyar menggunakan istilah“buruhan desa” bagi tanah-tanah yang digarap oleh petani yangtidak memiliki tanah sawah. Tanah buruhan desa kemudiandicatatkan dalam daftar dan peta PBB, agar tanah-tanah itu tidakdisalah-gunakan oleh penggarapnya. Dalam menjalankan kebi-jakannya terhadap tanah buruhan desa, terkadang PemerintahDesa Karanganyar tidak tega menarik kembali tanah garapanyang digarap oleh petani yang tidak kuat lagi menggarap tanah,tetapi mempunyai anak yang masih ingin menggarap tanahsawah. Biasanya Pemerintah Desa Karanganyar membiarkantanah garapan tersebut digarap oleh anak orang tersebut,meskipun hal ini oleh sebagian masyarakat dirasa kurang adil,karena sudah ada kepala keluarga yang tercatat dalam daftartunggu untuk menggarap tanah tersebut.

Keberadaan tanah buruhan desa ini memberi dampak beru-pa kesempatan pada lebih banyak anggota masyarakat untukberpartisipasi mengolah tanah sawah, yang luasnya mencapai42,972 Ha. Tanah sawah ini ditanami padi dua kali dalam seta-hun, dengan total hasil panen sebanyak 189 ton. Selain itu,sawah juga ditanami kedelai untuk satu kali tanam dalam satu

Page 87: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

75Resonansi Landreform Lokal ...

tahun, dengan hasil 64,5 ton. Sementara itu, pekaranganditanami pisang seluas 5 Ha dengan hasil panen sebesar 1,5ton, dan kelapa seluas 10 Ha dengan hasil panen 20 ton.

Pemerintah Desa Karanganyar yang bertugas mengelolapertanahan di Desa Karanganyar, telah mengupayakan perta-nahan berkontribusi dalam mewujudkan kesejahteraan, ke-adilan, keberlanjutan, dan harmoni sosial. Tetapi ternyata masihada 60 keluarga di desa ini yang tergolong pra sejahtera ataudisebut keluarga miskin. Pengelolaan pertanahan di DesaKaranganyar sesungguhnya merupakan bagian dari upaya pem-berdayaan masyarakat, karena pemberdayaan masyarakatseringkali sangat kuat dikaitkan dengan penanggulangan kemis-kinan, sedangkan pengelolaan pertanahan merupakan salah satukegiatan yang berupaya mengurangi kemiskinan.

BPS (Badan Pusat Statistik) menjelaskan, bahwa pendudukmiskin adalah mereka yang nilai pengeluaran konsumsinyaberada di bawah garis kemiskinan. Selain itu, BPS menjelaskanbahwa pengeluaran bagi kelompok ini setara dengan nilai ru-piah bagi 2.100 kalori per kapita per hari ditambah dengan nilairupiah yang cukup untuk mengkonsumsi non pangan yangesensial. Sementara itu ada pengertian yang berbeda, yangdigunakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departe-men Keuangan (2008) yang menyatakan, bahwa pada umumnyalembaga internasional menetapkan, penduduk miskin adalahmereka yang standar hidupnya di bawah satu dolar AmerikaSerikat per hari.

Untuk melengkapi pengertian tentang kemiskinan, makaBappenas (2004) menjelaskan bahwa kemiskinan adalah kondisidi mana seseorang atau sekelompok orang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan

Page 88: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

76 Aristiono Nugroho, dkk.

kehidupan yang bermartabat. Bappenas juga menjelaskan,bahwa hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meli-puti terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alamdan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancamantindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupansosial politik.

Sementara itu, Wikipedia Indonesia (2008) mengungkap-kan bahwa kemiskinan dapat difahami dengan berbagai cara,baik dengan memahaminya sebagai sesuatu yang subyektif,komparatif, kondisi kolektif, berkaitan dengan moral evaluatif,maupun secara ilmiah. Pemahaman utamanya mencakup:Pertama, gambaran kekurangan materi, yang meliputi kebu-tuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanankesehatan. Kemiskinan dalam arti ini difahami sebagai situasikelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar; Kedua, gam-baran tentang kebutuhan sosial, yang meliputi keterkucilansosial, ketergantungan, dan ketidak-mampuan untuk berparti-sipasi, termasuk dalam pendidikan dan informasi; Ketiga,gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yangmemadai.

Secara sosiologis kemiskinan dapat dikategorikan dalamtiga kelas, yaitu: Pertama, kelompok paling miskin (destitute),merupakan kelompok yang memiliki pendapatan di bawah gariskemiskinan, biasanya tidak memiliki sumber pendapatan, kare-na tidak memiliki akses terhadap sumberdaya. Kedua, kelom-pok miskin (poor), merupakan kelompok yang memiliki penda-patan di bawah garis kemiskinan, namun memiliki akses terha-dap sumberdaya. Ketiga, kelompok rentan miskin (vulnerable),merupakan kelompok yang memiliki pendapatan (meskipun

Page 89: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

77Resonansi Landreform Lokal ...

tidak terlalu tinggi) sudah di atas garis kemiskinan, namun masihrentan terhadap perubahan sosial di sekitarnya, sehingga sering-kali berpindah dari kelompok rentan miskin menjadi kelompokmiskin.

Pemahaman tentang kemiskinan juga mendapat sumbangpikir dari Muhammad Yunus, yang menerima Hadiah NobelPerdamaian pada tahun 2006. Muhammad Yunus menjelaskan,bahwa kemiskinan dapat dianalogikan dengan “bonsai”. Keker-dilan bonsai bukan karena bibitnya buruk. Bibit pohon terbesardi hutan, ketika ditanam sebagai bonsai, maka akan mengha-silkan tanaman yang kerdil. Sistem bonsai-lah yang telah mem-buat tanaman itu menjadi kerdil. Kemiskinan juga begitu, bukansifat bawaan seseorang yang menyebabkannya menjadi miskin,melainkan sistem yang berlaku atasnya-lah yang telah memis-kinkan dia. Oleh karena itu kemiskinan harus diatasi denganmengganti sistem yang memiskinkan dengan sistem yangmensejahterakan.

Kemiskinan di Desa Karanganyar tercermin pada data yangmenyatakan, bahwa hanya ada 94 orang yang tercatat sebagaipemilik tanah di desa ini, yang luasannya bervariasi mulai dari0,20 Ha hingga 5,00 Ha. Ketika 94 orang ini diasumsikan sebagaikepala keluarga, maka dapatlah dikatakan bahwa wilayah DesaKaranganyar didominasi kepemilikannya hanya oleh 52,51 %warganya. Sementara itu 47,49 % warga Desa Karanganyaradalah keluarga yang tidak memiliki atau menguasai tanah.Beruntung pada tahun 1947 Kepala Desa Karanganyar mengga-gas inovasi sosial, meskipun gagasan itu merupakan resonansiinovasi sosial dari Desa Ngandagan. Inovasi sosial yang dimak-sud adalah landreform lokal yang diterapkan di Desa Karanganyarsejak tahun 1947 hingga saat ini.

Page 90: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

78 Aristiono Nugroho, dkk.

Keadilan, kesejahteraan dan harmoni sosial merupakantujuan utama penerapan landreform lokal. Sebagai tujuanbersama, maka tujuan ini memiliki daya ikat sosio-teknis yangbesar. Upaya perubahan melalui penyesuaian struktur pengua-saan tanah lebih mudah mendapat dukungan, karena memilikitujuan yang menjangkau kepentingan bersama. Demikian hal-nya dengan landreform lokal yang mendapat dukungan, karena:(1) Memiliki dampak yang jelas dan dapat dicapai oleh parapihak, yaitu: kulian, buruh kulian, pemerintah desa, dan masya-rakat pada umumnya. (2) Tersedianya sistem pendukung inter-nal, yaitu nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat Desa Karang-anyar yang mengarah pada kondisi adil, damai, dan sejahtera.(3) Tersedianya sistem pendukung eksternal, yaitu situasi dankondisi di Kecamatan Pituruh yang mendukung eksistensipersawahan. (4) Kesediaan para pihak berpartisipasi dan berkon-tribusi dalam penerapan landreform lokal di Desa Karanganyar.

Kebijakan penerapan landreform lokal di Desa Karanganyarmerupakan kebijakan yang digagas dari atas (kepala desa),tetapi kemudian oleh pemerintah desa disosialisasikan kepadakulian, buruh kulian, dan masyarakat pada umumnya. Akibatnyasaat ini gagasan telah dipandang sebagai tradisi yang mengakardi masyarakat, sehingga sedikit demi sedikit dapat mengurangikesan sebagai kebijakan top-down. Selain itu, peran kepala desasebagai pemimpin juga memainkan peran penting, dalam mem-perkenalkan dan menanamkan norma keadilan penguasaantanah. Sebagai pemimpin, maka kepala desa mampu menga-rahkan masyarakat (terutama kulian), agar memaknai keadilanpenguasaan tanah sebagai tindakan pemberian hak garap atastanah sawah kepada para buruh kulian. Peran semacam inilahyang seringkali memposisikan kepala desa sebagai mobilisator

Page 91: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

79Resonansi Landreform Lokal ...

masyarakat, yang mengarah pada terwujudnya masyarakat yangadil, sejahtera, dan harmonis.

Kondisi pertanahan di Desa Karanganyar yang antara laindiatasi dengan penerapan landreform lokal, sesungguhnyamerupakan hasil komunikasi yang dibangun oleh para KepalaDesa Karanganyar sejak tahun 1947 sampai saat ini. Sebagaimanadiketahui pada setiap masa baktinya masing-masing kepala desaberikhtiar membangun komunikasi dengan kulian, buruh kulian,dan masyarakat pada umumnya. Komunikasi ini berhasil mem-bangun kohesi (daya ikat) sosial antara pemerintah desa dengankulian, buruh kulian, dan masyarakat pada umumnya. Kohesisosial yang muncul selanjutnya mendorong timbulnya partisipasipara pihak yang terlibat dalam lendreform lokal. Keberadaankohesi sosial dan partisipasi para pihak dalam landreform lokal,akhirnya menjadikan para tokoh yang mengikhtiarkan landreformlokal dikenal sebagai agen perubahan (change agent).

Para agen perubahan ini memanfaatkan tatanan sosial (so-cial setting) yang ada di Desa Karanganyar yang berbasis se-mangat guyub dalam memperkenalkan dan mempertahankanlandreform lokal. Tatanan sosial memang merupakan entry pointyang tepat bagi seorang agen perubahan yang sekaligus seorangdiseminator untuk menyampaikan gagasan landreform lokal.Kohesi sosial dan relasi sosial (social relation) atau social inter-play merupakan unsur penting tatanan sosial yang dapat diman-faatkan dalam menyampaikan gagasan landreform lokal. Olehkarena kohesi sosial di Desa Karanganyar relatif tinggi, makaanggota masyarakatnya lebih mudah dan lebih terbuka mene-rima gagasan baru. Dalam upaya menerapkan dan memperta-hankan penerapan landreform lokal para kepala desa meman-faatkan social interplay yang ada di Desa Karanganyar, dengan

Page 92: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

80 Aristiono Nugroho, dkk.

menggunakan strategi pendekatan yang sesuai dengan kepen-tingan para pihak (kulian, buruh kulian, dan masyarakat padaumumnya).

Saat ini, selain memperhatikan kepentingan kulian, buruhkulian, dan masyarakat pada umumnya, maka seorang kepaladesa juga perlu memperhatikan kondisi pertanahan DesaKaranganyar, di mana tanah yang ada hanya dimiliki oleh 52,51% warganya, sedangkan sisanya (47,49 % warga Desa Karang-anyar) tidak memiliki tanah. Oleh karena itu, ia perlu memper-hatikan daya tahan sosial (social resilience) 47,49 % warga DesaKaranganyar tidak memiliki tanah. Hal inilah yang menjadi dasarutama diterapkannya landreform lokal di desa ini. Daya tahansosial perlu mendapat perhatian, agar tidak terjadi konflik antarawarga yang tidak memiliki tanah dengan warga yang memilikitanah, karena warga yang tidak memiliki tanah telah kehilangandaya tahan sosialnya.

Berdasarkan daya tahan sosial yang ada, maka terbuka pelu-ang bagi dilakukannya pendekatan intrusif atau pendekatanintroduksi. Pendekatan intrusif dilakukan dengan cara memper-kenalkan gagasan yang secara budaya dekat dengan budayasetempat. Strategi ini memakan waktu lama, karena perubahanakan terjadi tahap demi tahap, karena para pihak diberi cukupwaktu untuk memahami dan melaksanakan gagasan sedikit demisedikit. Sebaliknya, pendekatan introduksi dilakukan dengancara memperkenalkan gagasan yang secara budaya berbedadengan budaya setempat. Strategi ini memakan waktu relatifsingkat, karena perubahan akan terjadi secara cepat, karena parapihak hanya diberi waktu sesingkat-singkatnya untuk memahamidan melaksanakan gagasan yang diperkenalkan. Dalam kontekslandreform lokal, maka pendekatan yang digunakan di Desa

Page 93: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

81Resonansi Landreform Lokal ...

Karanganyar adalah pendekatan introduksi, sehingga gagasanyang diperkenalkan pada tahun 1947 dapat diterapkan padatahun yang sama.

Sebagai respon terhadap kondisi pertanahan di DesaKaranganyar, maka landreform lokal yang diterapkan denganpendekatan introduksi, akhirnya dapat terus menerus diterapkanhingga saat ini. Untuk mempertahankan penerapan landreformlokal, maka perangkat desa memiliki porsi penting dalammenjalankan perannya sebagai pendukung penerapan landreformlokal. Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan perannya,perangkat desa wajib memiliki pengetahuan yang cukup tentanglandreform lokal di Desa Karanganyar.

Perangkat desa juga perlu memiliki kemampuan diagnostik,untuk mencegah terjadinya kendala dalam penerapan landreformlokal. Bila mendiagnosa ada kendala bagi penerapan landreformlokal, maka perangkat desa wajib memberikan solusi la-pangannya. Bila solusi itu berhasil, selanjutnya solusi itu dija-dikan model bagi upaya mengatasi kendala-kendala yang sama.Dengan cara inilah landreform lokal dapat bertahan sejak tahun1947 hingga saat ini, meskipun kondisi pertanahan di DesaKaranganyar relatif berat. Beratnya kondisi pertanahan di DesaKaranganyar tercermin pada data yang menyatakan, bahwahanya ada 94 orang yang tercatat sebagai pemilik tanah di desaini, yang luasannya bervariasi mulai dari 0,20 Ha hingga 5,00Ha. Ketika 94 orang ini diasumsikan sebagai kepala keluarga,maka dapatlah dikatakan bahwa wilayah Desa Karanganyardidominasi kepemilikannya hanya oleh 52,51 % warganya.Sementara itu 47,49 % warga Desa Karanganyar adalah keluargayang tidak memiliki atau menguasai tanah.

Page 94: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

82

BAB IIITERJADINYA RESONANSI LANDREFORM

A. Ikhtiar Tokoh

Soemotirto (Kepala Desa Ngandagan tahun 1947 – 1964)

Tokoh Indonesia di masa kolonial seringkali digambarkansebagai masalah bagi pembuat kebijakan di masa kolonial,sedangkan tokoh Indonesia di masa kemerdekaan biasanyadigambarkan sebagai orang yang menyelesaikan masalah paskakemerdekaan. Masalah-masalah tersebut antara lain masalahyang berkaitan dengan keadilan, kesejahteraan, harmoni sosial,dan prospek keberlanjutannya. Peran tokoh semacam inilah(tokoh Indonesia di masa kemerdekaan) yang dimainkan olehSoemotirto (Kepala Desa Ngandagan tahun 1947 – 1964) yangmenggagas landreform lokal di Desa Ngandagan.

Pada masa kepemimpinan Soemotirto ditetapkan berbagaikebijakan untuk menata pertanahan Desa Ngandagan agarsumberdaya tanah yang terbatas ini mampu memberi kesejahte-raan bagi masyarakat Desa Ngandagan (lihat Nugroho, 2011:vi-vii). Kebijakan tersebut, antara lain: Pertama, Soemotirtomengambil alih tanah darat (ladang/tegalan) milik AsistenWedana Kusumo Mangunharjo Besali seluas 11 Ha yang diter-

Page 95: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

83Resonansi Landreform Lokal ...

lantarkan oleh yang bersangkutan. Selanjutnya oleh Soemotirto1 Ha dibagikan kepada masyarakat Desa Kapiteran, sedangkanyang 10 Ha dibagikan kepada masyarakat Desa Ngandagan.Tanah ini yang oleh masyarakat disebut “tanah siten” (maksud-nya “tanah sten” atau “tanah asisten”) digarap oleh 49 keluargapetani Desa Ngandagan sejak tahun 1947 hingga saat ini (2012).

Kedua, setiap masyarakat Desa Ngandagan yang memilikitanah sawah seluas 300 ubin (300 x 14 m2) atau lebih wajibmenyerahkan hak garap seluas 90 ubin kepada Pemerintah DesaNgandagan, untuk kemudian diredistribusikan kepada duakeluarga petani yang tidak memiliki tanah sawah. Kepemilikantanah tidak beralih kepada para penggarap, karena yang dialih-kan hanyalah hak garapnya saja. Program ini diikuti oleh 64keluarga yang memiliki tanah sawah seluas 300 ubin atau lebih,sehingga dapat memberikan hak garap masing-masing seluas45 ubin kepada 128 keluarga petani yang tidak memiliki tanahsawah. Program ini berlaku sejak tahun 1947 hingga saat ini(2012), dan program inilah yang berresonansi ke Desa Karang-anyar.

R. Sosro Wardjojo (Kepala Desa Karanganyar, tahun1945 – 1977)

Resonansi landreform lokal di Desa Karanganyar tidakterlepas dari relasi tokoh utamanya, yaitu Soemotirto (KepalaDesa Ngandagan, tahun 1947 – 1964) dan R. Sosro Wardjojo(Kepala Desa Karanganyar, tahun 1945 – 1977). Pemikiran untukmensejahterakan rakyat yang dimiliki oleh kedua tokoh utamaini terhubung atas jasa Darmo Sentiko, yang pada masa itumenjabat Sekretaris Desa Karanganyar dan Ketua PKI WilayahPituruh. Darmo Sentiko-lah yang menjelaskan kepada R. Sosro

Page 96: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

84 Aristiono Nugroho, dkk.

Wardjojo tentang berbagai kebijakan Soemotirto di DesaNgandagan, terutama yang berkaitan dengan pengaturan tanahsawah. Keterhubungan pemikiran antara Soemotirto dengan R.Sosro Wardjojo semakin mudah, karena adanya kemiripan perso-nalitas di antara mereka, yaitu tegas dan berwibawa. Perbe-daannya hanyalah, Soemotirto bergaya otoriter, sedangkan R.Sosro Wardjojo bergaya persuasif.

Gaya persuasif R. Sosro Wardjojo dilatar-belakangi olehkeluarga-besarnya yang merupakan keluarga yang dihormati diDesa Karanganyar. Nama kecil R. Sosro Wardjojo adalah Samino,sedangkan nama tuanya adalah R. Sosro Wardjoyo. Ia memilikiayah bernama R. Sonto Wirono (Kepala Desa Karanganyar sam-pai dengan tahun 1935), sedangkan kakaknya bernama R. SontoAmijoyo (Kepala Desa Karanganyar tahun 1935-1945). R. SosroWardjojo juga memiliki hubungan keluarga dengan R. NgantenGondo Wardjoyo dan R. Joyo Wasito, yang juga merupakantokoh di Desa Karanganyar. Ketika menjabat Kepala DesaKaranganyar, keluarga R. Sosro Wardjoyo hidup sangat seder-hana, karena beban ekonominya relatif berat, di mana ia memi-liki dua istri. Dengan istri pertama ia memiliki 8 (delapan) oranganak, dan dengan istri kedua ia memiliki 7 (tujuh) orang anak.

R. Sosro Wardjojo pernah menyampaikan nasihat, yanghingga saat ini masih diingat oleh sebagian masyarakat DesaKaranganyar, yaitu: “Siro sing penting slamet, rapet, ajeg, olehiso ngliwet.” Nasehat ini masih diingat oleh sebagian masyarakat,karena bagi mereka R. Sosro Wardjojo adalah seorang lurah(kepala desa) yang kharismatik, yang sebanding kualitasnyadengan Soemotirto yang menjabat sebagai Kepala Desa Ngan-dagan pada masa itu (1947-1964). Sebagian masyarakat DesaKaranganyar menyatakan, bahwa perbedaan antara keduanya,

Page 97: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

85Resonansi Landreform Lokal ...

adalah R. Sosro Wardjoyo orang PNI (Partai Nasional Indone-sia), sedangkan Soemotirto orang PKI (Partai Komunis Indone-sia).

Sebelum masa kepemimpinan R. Sosro Wardjojo (1945 –1977), Desa Karanganyar pernah dipimpin oleh: (1) R. SontoWirono, yang merupakan ayah R. Sosro Wardjojo, yang menja-bat sampai dengan tahun 1935. (2) R. Sonto Amidjojo, yangmerupakan kakak R. Sosro Wardjojo, yang menjabat antaratahun 1935 sampai dengan tahun 1945. Sementara itu, setelahmasa kepemimpinan R. Sosro Wardjojo, Desa Karanganyar per-nah dipimpin oleh: (1) Saminah, adalah anak Abdul Latief, yangpada masa kepemimpinan R. Sosro Wardjojo menjabat sebagaiKepala Urusan Kesejahteraan Rakyat. Saminah menjabat sebagaiKepala Desa Karanganyar sejak tahun 1977 sampai dengan tahun1989; (2) Tjipto Sutarmo, yang menjabat sejak tahun 1989 sampaidengan tahun 2007; (3) Suyono, yang menjabat sejak tahun2007 sampai dengan sekarang (tahun 2012).

Sebagian masyarakat Desa Karanganyar berpandangan,bahwa gaya kepemimpinan R. Sosro Wardjojo agak berbedadengan gaya kepemimpinan kakaknya, R. Sonto Amijoyo. Seba-gian masyarakat Desa Karanganyar memberi kesaksian bahwaR. Sonto Amijoyo memiliki sifat yang lebih halus, jika diban-dingkan dengan R. Sosro Wardjojo yang memiliki sifat lebihtegas (agak kasar). Perbedaan ini muncul, karena R. Sonto Ami-joyo adalah penganut kejawen, yang menekankan sikap halus;sedangkan R. Sosro Wardjojo adalah lulusan sekolah Belandapada masa itu, yang menekankan sikap tegas dan rasional.

Pada masa kepemimpinan R. Sosro Wardjoyo, kondisi so-sial ekonomi petani di Desa Karanganyar relatif baik, terutamabila dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi petani di Desa

Page 98: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

86 Aristiono Nugroho, dkk.

Ngandagan, sebelum dicanangkannya landreform lokal olehSoemotirto. Pada masa itu petani mulai menanam padi dansayur, dari sebelumnya hanya menanam tanaman-tanamanpekarangan. Oleh karena itu, Pemerintah Desa Karangnyarmengalami kesulitan, ketika mencari orang yang bersedia mene-rima tanah sawah garapan. Tetapi hal ini justru menguntungkanpetani penerima tanah sawah garapan, karena mereka tidakmenerima tanah sawah garapan seluas 45 ubin, sebagaimanapetani yang tidak memiliki tanah sawah di Desa Ngandagan,melainkan menerima tanah sawah garapan seluas 90 ubin.

Ketentuan bagi tanah sawah garapan pada masa itu (tahun1947), adalah sebagai berikut: Setiap pemilik tanah wajibmenyerahkan tanah buruhan sesuai dengan luas tanah yangdimiliki, dengan ketentuan 90 ubin tanah buruhan untuk setiap250 ubin tanah yang dimiliki. Contoh: (1) Bila memiliki tanahseluas 250 ubin maka harus menyerahkan tanah buruhan seluas90 ubin. (2) Bila memiliki tanah seluas 125 ubin maka harusmenyerahkan tanah buruhan seluas 45 ubin. (3) Bila memilikitanah seluas 62 ubin maka harus menyerahkan tanah buruhanseluas 22 ubin. (4) dan seterusnya.

Selain melakukan terobosan berupa penerapan landreformlokal ala Desa Ngandagan yang dimodif ikasi, R. Sosro Wardjojojuga menata ulang tanah bengkok bagi kepala desa dan perangkatdesa. R. Sosro Wardjojo menetapkan, bahwa bengkok kepaladesa harus dikurangi dari 20 iring menjadi 12 iring, karena yang8 iring diperlukan untuk menambah bengkok bagi perangkatdesa. Terobosan R. Sosro Wardjojo mendapat apresiasi masya-rakat Desa Karanganyar, dengan mensejajarkan kualitas kepe-mimpinannya dengan kualitas kepemimpinan Soemotirto(Kepala Desa Ngandagan, tahun 1947 – 1964). Bahkan sebagian

Page 99: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

87Resonansi Landreform Lokal ...

masyarakat Desa Karanganyar menyatakan, bahwa R. SosroWardjojo lebih unggul bila dibandingkan dengan Soemotirto.Alasannya R. Sosro Wardjojo tidak pernah mengambil keputusanyang keras seperti Soemotirto, yang melakukan konsolidasitanah lokal secara paksa.

Keunggulan R. Sosro Wardjojo teruji, ketika ia berhasilbertahan sebagai Kepala Desa Karanganyar di masa huru harapolitik tahun 1965. Padahal pada masa itu R. Sosro Wardjojotelah berumur 70 tahun (telah lanjut usia). Sementara itu,perangkat desa lainnya rata-rata juga telah berusia lanjut. Halsebaliknya terjadi pada Darmo Sentiko (Sekretaris Desa Karang-anyar dan Ketua PKI Wilayah Pituruh), yang ditangkap atastuduhan terlibat G.30.S/PKI. Akibatnya jabatan Darmo Sentikosebagai Sekretaris Desa Karanganyar harus diisi orang baru, yangsaat itu diisi oleh Eri Rodi. Pada saat menjabat Sekretaris DesaKaranganyar, Eri Rodi berusia 20 tahun. Peran yang dimainkanEri Rodi menambah keunggulan R. Sosro Wardjojo, ketika EriRodi berhasil merapihkan arsip desa yang saat itu belum tertatadengan baik.

Saminah (Kepala Desa Karanganyar 1977 – 1989)

Setelah R. Sosro Wardjojo menyelesaikan tugasnya sebagaiKepala Desa Karanganyar pada tahun 1977, maka Saminah(seorang ibu rumah tangga) menggantikannya untuk masajabatan berikutnya. Pada saat menjabat sebagai Kepala DesaKaranganyar (1977 – 1989), Saminah memperkenalkan tanamankedelai pada masyarakat, dengan langsung memberi contohpenanaman kedelai di atas tanah miliknya. Ia mengajarkan kepa-da masyarakat Desa Karanganyar untuk menanam kedelai padasaat Irigasi Wadas Lintang ditutup saat musim kemarau. Selain

Page 100: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

88 Aristiono Nugroho, dkk.

itu, ia juga memasukkan aliran listrik PLN (Perusahaan ListrikNegara) ke Desa Karanganyar pada tahun 1970, dengan biayaswadaya masyarakat (untuk biaya tiang dan kabel listrik), yangpelaksanaannya dilakukan oleh mantan murid dari suami IbuSaminah.

Saminah juga sempat mengatur bengkok untuk ili-ili (petu-gas pengairan), petugas lapangan bidang keamanan, danperangkat desa lainnya. Saat itu ditetapkan, bahwa: Pertama,ili-ili (petugas pengairan) dan petugas lapangan bidang ke-amanan masing-masing mendapat 1 iring tanah bengkok ditam-bah 90 ubin tanah buruhan desa dan ditambah lagi 90 ubintanah bengkok sebagai insentif, sehingga total luas tanah yangdigarap adalah 300 ubin atau 4.200 m2; Kedua, perangkat desalainnya, termasuk kepala dusun, masing-masing mendapat 2iring tanah bengkok ditambah 90 ubin tanah buruhan desa,sehingga total luas tanah yang digarap adalah 330 ubin atau4.620 m2; Ketiga, Ketua RW dan Ketua RT masing-masing men-dapat 90 ubin tanah buruhan desa ditambah 30 ubin tanahbengkok sebagai insentif, sehingga total luas tanah yang digarapadalah 120 ubin atau 1.680 m2.

Tjipto Sutarmo (Kepala Desa Karanganyar 1989 – 2007)

Saminah menyelesaikan masa jabatannya sebagai KepalaDesa Karanganyar pada tahun 1989, yang kemudian perannyadigantikan oleh Tjipto Sutarmo. Pada saat menjabat KepalaDesa Karanganyar, Tjipto Sutarmo pernah menyelesaikan kasustanah buruhan desa, yang seluas 42 ubin telah disertipikatkanoleh penggarapnya (Muryoto). Lebih beratnya lagi, oleh karenatanah tersebut telah bersertipikat, maka tanah tersebut kemu-dian dibeli oleh Mulyadi. Sebagai Kepala Desa Karanganyar,

Page 101: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

89Resonansi Landreform Lokal ...

Tjipto Sutarmo kemudian bermusyawarah dengan Mulyadi danMuryoto, untuk mengembalikan tanah tersebut sebagai tanahburuhan desa. Setelah semua pihak setuju, lalu dibuatkanperjanjian (maksudnya: Berita Acara) di kertas bersegel, yangintinya menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanahgarapan (tanah buruhan desa).

Masalah lainnya, berupa masalah yang timbul pada masaKepala Desa Karanganyar dijabat oleh Saminah, di mana adasengketa antara Pemerintah Desa Karanganyar dengan wargabernama Kertomulyo. Peristiwanya diawali ketika Kertomulyomembeli tanah dari Samino, yang memegang letter C atas tanahyang dijual tersebut, yang pada sebagian kecil tanah tersebutterdapat makam. Sementara itu, pada masa Saminah terdapatpemahaman, bahwa tanah makam adalah tanah kas desa, makaatas dasar itu bidang tanah yang telah dibeli oleh Kertomulyodiklaim oleh Pemerintah Desa Karanganyar sebagai tanah kasdesa. Pada saat itu, Kertomulyo tidak melakukan protes. Tetapisetelah Saminah digantikan oleh Tjipto Sutarmo, maka ahliwaris Kertomulyo, yaitu Tjokro Midin, melakukan protes danmenuntut kembali (reklaiming) atas tanah tersebut. Setelahdimusyawarahkan, akhirnya Tjipto Sutarmo selaku Kepala DesaKaranganyar dan Tjokro Midin, sepakat untuk mengembalikantanah tersebut kepada ahli waris Kertomulyo. Sengketa dianggapselesai, dan kemudian tanah disertipikatkan atas nama TjokroMidin.

Selain itu, Tjipto Sutarmo juga pernah menyelesaikan per-soalan biaya operasional yang berkaitan dengan tanah garapan,dengan uraian sebagai berikut: Pertama, perangkat desa, kecualisekretaris desa, memperoleh tanah garapan (tanah buruhan de-sa). Kedua, oleh karena itu, maka kepala dan anggota Baperdes

Page 102: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

90 Aristiono Nugroho, dkk.

(Badan Perwakilan Desa) juga mendapat tanah garapan. Ketiga,masalah timbul, ketika Kepala Desa Karanganyar yang meng-gantikan Tjipto Sutarmo, yaitu Suyono, menyatakan bahwa hasiltanah garapan harus digunakan untuk biaya operasional Baper-des, sedangkan Kepala dan anggota Baperdes meminta agarhasil tanah garapan untuk kesejahteraan penggarapnya, yangdalam hal ini kepala dan anggota Baperdes. Atas mediasi TjiptoSutarmo akhirnya berhasil dicapai kesepakatan melalui musya-warah, antara Pemerintah Desa Karanganyar, yang dipimpinoleh Suyono, dengan Baperdes. Para pihak bersepakat, bahwahasil tanah garapan untuk kesejahteraan penggarapnya, yangdalam hal ini kepala dan anggota Baperdes.

Pada kepemimpinannya, Tjipto Sutarmo menaruh perhatianpada perbaikan jalan desa untuk memudahkan masyarakatmengangkut hasil pertaniannya ke Pasar Pituruh, Pasar Kutoarjo,Pasar Purworejo, maupun ke luar wilayah Kabupaten Purworejo.Untuk menjalankan ikhtiarnya, Tjipto Sutarmo dibantu olehsekretarisnya (Eri Rodi), yang pernah menjadi sekretaris bagiR. Sosro Wardjojo (1965-1977), dan Saminah (1977 – 1989). Duetkeduanya (Tjipto Sutarmo dan Eri Rodi) berhasil “membujuk”Pemerintah Kabupaten Purworejo, hingga berkenan membantuperbaikan jalan di Desa Karanganyar senilai Rp. 90 juta.

Pada masa Tjipto Sutarmo sebagian tepi jalan desa ditanamipohon jati, yang pada awal penanaman belum memperhatikankerugian petani. Setelah pohon jati tumbuh dengan baik, petaniyang tanahnya berbatasan dengan jalan desa yang ditanamipohon jati protes, karena daun jati yang gugur mengganggupadi yang ditanam di sawah. Tetapi persoalan ini berhasil diatasimelalui musyawarah antara Pemerintah Desa Karanganyardengan petani yang terganggu dengan adanya pohon jati terse-

Page 103: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

91Resonansi Landreform Lokal ...

but. Musyawarah tersebut menghasilkan kesepakatan, bahwapetani yang terganggu dengan adanya pohon jati tersebut akanmengatasinya dengan membersihkan sawah mereka dari daunjati yang gugur. Kesepakatan ini diperoleh, karena petani yangterganggu dengan adanya pohon jati tersebut menyadari, bahwapohon jati yang tumbuh di jalan tersebut dapat dijual untukkepentingan bersama masyarakat Desa Karanganyar.

Pada saat Tjipto Sutarmo memimpin Desa Karanganyar,masyarakat mulai diperkenalkan dengan mekanisasi pertaniansederhana. Masyarakat mulai dibiasakan memanfaatkan traktoruntuk pengolahan tanah sawahnya. Situasi ini menjadikan pemi-lik traktor memperoleh keuntungan atas usahanya menyewakantraktor. Saat itu ada 3 buah traktor yang beroperasi di DesaKaranganyar, yaitu traktor-traktor yang dimiliki oleh: (1) Kardi,sebanyak 1 buah; (2) Tjipto Sutarmo, sebanyak 1 buah; dan (3)Pemerintah Desa Karanganyar, sebanyak 1 buah. Pada masa itujuga ada pembagian wilayah kerja antara ketiga traktor tersebut.Jika dibandingkan dengan saat ini, maka saat itu pengaturanpemanfaatan traktor relatif lebih baik. Saat ini (tahun 2012) ada5 buah traktor, yang dimiliki oleh: (1) Kardi, sebanyak 1 buah;(2) Pemerintah Desa Karanganyar, sebanyak 1 buah; dan (3) Kuat,sebanyak 3 buah. Uniknya, ketika traktor telah berjumlah 5 buah,justru tidak ada pembagian wilayah kerja traktor-traktor terse-but, sehingga menimbulkan persaingan antar pemilik traktor.

Walaupun terjadi persaingan antar pemilik traktor, tetapiusaha jasa traktor merupakan bentuk usaha yang relatif mengun-tungkan di Desa Karanganyar. Pendapatan dari usaha jasa traktordikelola sebagai berikut: (1) sepertiga bagian digunakan untukmembeli solar, (2) sepertiga bagian digunakan untuk membayaroperator, dan (3) sepertiga bagian diperuntukkan bagi pemilik

Page 104: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

92 Aristiono Nugroho, dkk.

traktor. Menurut Tjipto Sutarmo, sebagai salah seorang pemiliktraktor di masanya, pada musim bajak sawah, 1 traktor dapatmenghasilkan pendapatan Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)sehingga dalam waktu 10 tahun modal membeli traktor dapatkembali.

Suyono (Kepala Desa Karanganyar 2007 – sekarang)

Ketika Tjipto Sutarmo telah menyelesaikan tugasnyasebagai Kepala Desa Karanganyar pada tahun 2007, makaSuyono menggantikannya untuk masa jabatan berikutnya. Padasaat menjabat Kepala Desa Karanganyar, Suyono sempatmengeluarkan kebijakan atas tanah jabatan bagi perangkat desa,sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1: Dinamika Luas Tanah Jabatan Perangkat DesaKaranganyar

Sumber: Hasil Wawancara, 2012

No. Jabatan

Luas Tanah Jabatan KeteranganMasa Saminah

dan TjiptoSutarmo

Masa Suyono

1. Sekretaris desa 330 ubin 0 ubin Tidak adatanahjabatan,karenatelahmenjadiPNS

2. Petugas lapangan,yang berkaitandengan keamanan(jogoboyo) danpengairan (ili-ili)

300 ubin 420 ubin Luasnyabertambah

3. Perangkat desalainnya, termasukkepala dusun

330 ubin 330 ubin Luasnyatetap

4. Ketua RW dan KetuaRT

120 ubin 120 ubin Luasnyatetap

Page 105: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

93Resonansi Landreform Lokal ...

Tabel 1 memperlihatkan dinamika sebagai berikut:Pertama, oleh karena sekretaris desa telah diangkat sebagaipegawai negeri, maka bengkoknya digunakan untuk menambahbengkok perangkat desa lainnya. Kedua, kepala urusan yangmenjadi petugas lapangan, misal yang berkaitan dengankeamanan dan pengairan (ili-ili), masing-masing mendapat 2iring tanah bengkok (pada masa Saminah dan Tjipto Sutarmohanya 1 iring) ditambah 90 ubin tanah buruhan desa danditambah lagi 90 ubin tanah bengkok sebagai insentif, sehinggatotal luas tanah yang digarap adalah 420 ubin atau 5.880 m2

(pada masa Saminah dan Tjipto Sutarmo hanya 300 ubin atau4.200 m2); Ketiga, masing-masing perangkat desa lainnya,termasuk kepala dusun, mendapat 2 iring tanah bengkokditambah 90 ubin tanah buruhan desa, sehingga total luas tanahyang digarap adalah 330 ubin atau 4.620 m2 (sama dengan luastanah yang digarap pada masa Saminah dan Tjipto Sutarmo).Keempat, masing-masing Ketua RW dan Ketua RT mendapat90 ubin tanah buruhan desa ditambah 30 ubin tanah bengkoksebagai insentif, sehingga total luas tanah yang digarap adalah120 ubin atau 1.680 m2 (sama dengan luas tanah yang digarappada masa Saminah dan Tjipto Sutarmo).

Pada Tabel 1 tidak dimuat tanah jabatan kepala desa, karenasejak masa R. Sosro Wardjojo tanah jabatan kepala desa telahdikurangi dari 20 iring menjadi 12 iring, di mana tanah jabatanyang seluas 8 iring diperlukan untuk menambah tanah jabatanbagi perangkat desa lainnya. Tabel ini memperlihatkan adanyadinamika luas tanah jabatan yang dikelola oleh perangkat DesaKaranganyar, di mana petugas lapangan, yang berkaitan dengankeamanan (jogoboyo) dan pengairan (ili-ili) mendapat tambahanmasing-masing 120 ubin, sehingga untuk keduanya mendapat

Page 106: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

94 Aristiono Nugroho, dkk.

tambahan 240 ubin. Tambahan ini diambilkan dari tanah ja-batan sekretaris desa seluas 300 ubin, sehingga sisanya seluas60 ubin dapat digunakan untuk menambah tanah kas desa.

Berdasarkan pengaturan atas tanah yang digarap oleh pe-rangkat desa, termasuk kepala dusun, ketua RW, dan ketua RTdiketahui, bahwa Suyono sangat memperhatikan aspek keadilandalam pemberian imbalan (reward) bagi elit desa. Kepala urusanyang menjadi petugas lapangan, misal yang berkaitan dengankeamanan dan pengairan (ili-ili), yang pada masa Saminah danTjipto Sutarmo masing-masing mendapat 1 iring tanah bengkokditingkatkan menjadi 2 iring tanah bengkok. Ketika tanah beng-kok ini masih ditambah dengan 90 ubin tanah buruhan desadan ditambah lagi 90 ubin tanah bengkok sebagai insentif, makatotal luas tanah yang digarap adalah 420 ubin atau 5.880 m2.Padahal pada masa Saminah dan Tjipto Sutarmo, kepala urusanyang menjadi petugas lapangan hanya menggarap tanah denganluas total hanya 300 ubin atau 4.200 m2. Pengaturan oleh Suyonolebih adil, bila dibandingkan dengan pengaturan pada masaSaminah dan Tjipto Sutarmo, di mana perangkat desa yang tidakke lapangan mendapat imbalan lebih besar (330 ubin) diban-dingkan dengan yang ke lapangan (300 ubin). Pada masa Suyonoperangkat desa yang ke lapangan mendapat imbalan lebih besar(420 ubin) dibandingkan yang tidak ke lapangan (330 ubin).

Selaku Kepala Desa Karanganyar, Suyono pernah memintabantuan Tjipto Sutarmo untuk menyelesaikan persoalan biayaoperasional yang berkaitan dengan tanah garapan. Persoalantimbul ketika Suyono menetapkan, bahwa perangkat desa, ke-cuali sekretaris desa, memperoleh tanah garapan. Oleh karenaitu, kepala dan anggota Baperdes berpandangan, bahwa merekajuga mendapat tanah garapan. Suyono merespon keinginan

Page 107: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

95Resonansi Landreform Lokal ...

Baperdes dengan menyatakan, bahwa hasil tanah garapan yangdigarap oleh Kepala dan anggota Baperdes harus digunakanuntuk biaya operasional Baperdes. Hal ini ditentang oleh Kepaladan anggota Baperdes, karena mereka berpandangan bahwa hasiltanah garapan adalah untuk kesejahteraan penggarapnya, yangdalam hal ini kepala dan anggota Baperdes.

Untuk mengatasi masalah ini, Suyono berkonsultasi denganTjipto Sutarmo (Kepala Desa Karanganyar pada tahun1989 –2007). Selain itu, Suyono juga meminta Tjipto Sutarmo untukmemediasi persoalan antara dirinya dengan kepala dan anggotaBaperdes. Akhirnya atas mediasi Tjipto Sutarmo, berhasil dicapaikesepakatan melalui musyawarah, antara Pemerintah DesaKaranganyar, yang dipimpin oleh Suyono, dengan Baperdes.Para pihak bersepakat, bahwa hasil tanah garapan untuk kese-jahteraan penggarapnya, yang dalam hal ini kepala dan anggotaBaperdes.

Ikhtiar Dalam Konteks Kekinian

Ikhtiar tokoh Desa Karanganyar untuk menerapkan land-reform lokal sejak tahun 1947 sampai dengan saat ini telahmembantu 76 keluarga petani yang tidak memiliki tanah sawah,sehingga mereka masing-masing dapat menggarap tanah sawahseluas 90 ubin. Namun demikian diketahui bahwa kebutuhanhidup terus menerus meningkat hingga akhirnya saat ini masihada 60 keluarga miskin di Desa Karanganyar. Telah menjadipengetahuan umum, bahwa ada beberapa penyebab kemis-kinan, yang antara lain sebagai berikut: Pertama, penyebabindividual atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagaiakibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;Kedua, penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan

Page 108: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

96 Aristiono Nugroho, dkk.

dengan pendidikan keluarga; Ketiga, penyebab sub budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan aspekkehidupan sehari-hari yang dipelajari dan dijalankan dalamlingkungan sekitar; Keempat, penyebab agensi, yang melihatkemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang;Kelima, penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwakemiskinan merupakan hasil dari strukur sosial (Sumber: Wiki-pedia Indonesia, 2008).

Secara umum kemiskinan di Desa Karanganyar terjadikarena kepala keluarga cenderung memiliki kemampuan (keah-lian dan keterampilan kerja) yang rendah. Selain itu, ada pulakepala keluarga yang memang berpendidikan rendah, sehinggamengalami kesulitan ketika harus merespon dinamika sosialekonomi di Desa Karanganyar. Sementara itu, aspek kehidupansehari-hari yang ada di desa ini cenderung tinggi etosnya, sehing-ga sesungguhnya dapat mencegah seseorang menjadi miskin.Khusus untuk desa ini, tidak terlihat peran agensi sebagai penye-bab kemiskinan, karena kemiskinan yang terjadi bukanlah akibatlangsung dari aksi orang lain. Struktur sosial juga tidak dapatdijadikan alasan bagi terjadinya kemiskinan di desa ini, karenahal ini telah diatasi melalui landreform lokal yang diterapkandi desa ini.

Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa kemiskinan jugaterjadi ketika petani tidak memiliki akses terhadap tanah.Sementara itu, dalam konteks pertanahan nasional diketahui,bahwa lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanahdisebabkan ketimpangan struktur dan ketidakpastian pemilikandan penguasaan tanah, terutama bagi petani. Bahkan petanipenggarap seringkali kesulitan memenuhi kebutuhan subsis-tennya, yang akibatnya berpeluang mendorong terjadinya upaya

Page 109: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

97Resonansi Landreform Lokal ...

perebutan tanah, yang mengarah pada terjadinya konflik perta-nahan. Selain itu diketahui, bahwa jumlah petani di Indonesiayang memiliki tanah pertanian relatif sempit antara tahun 1993sampai dengan 2003 semakin meningkat. Pada tahun 1993 jumlahpetani yang memiliki tanah seluas 0,2 hektar sebanyak 10,8 jutaorang, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,7 jutaorang (sumber: Bappenas, 2004).

Oleh karena kondisi pertanahan nasional yang tidak meng-gembirakan itulah, maka masyarakat dan Desa Karanganyarmenerapkan landreform versi mereka sendiri, atau landreformlokal, yang konsepsi utamanya adalah redistribusi hak garapatas tanah sawah. Sebagaimana diketahui, konsepsi adalah suatuide tentang sesuatu yang merupakan suatu cara dalam mema-hami sesuatu. Dengan demikian konsepsi pemberdayaan masya-rakat dalam bidang pertanahan selalu berkaitan dengan ide-ide, terutama ide-ide baru dalam memberdayakan masyarakat.Kondisi ini mengantarkan pemahaman, bahwa pemberdayaanmasyarakat dalam bidang pertanahan membutuhkan instrumenkonsepsional yang dalam praktek nyata negara hukum, sering-kali berupa produk-produk hukum. Sementara itu, dalam prak-tek lokal ia muncul dalam bentuk konsepsi lokal yang mampumemberdayakan masyarakat.

Secara nasional, UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria)merupakan sumber inspirasi bagi upaya pemberdayaan masya-rakat. Sebagai contoh, UUPA menetapkan hal-hal sebagai beri-kut: Pertama, bahwa hubungan antara Bangsa Indonesiadengan bumi, air, serta ruang angkasa adalah hubungan yangbersifat abadi (lihat Pasal 1 ayat (3) UUPA); Kedua, bahwadengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2UUPA, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari

Page 110: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

98 Aristiono Nugroho, dkk.

masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya ma-sih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepen-tingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuanbangsa serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan perun-dang-undangan yang berlaku (lihat Pasal 3 UUPA); Ketiga, bahwahukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasaialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepen-tingan nasional dan negara, yang berdasarkan persatuan bangsa,dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, segala sesuatunya dengan mengindah-kan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama (lihat Pasal5 UUPA); Keempat, bahwa semua hal atas tanah mempunyaifungsi sosial (lihat Pasal 6 UUPA); Kelima, bahwa untuk tidakmerugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan pengu-asaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan (lihatPasal 7 UUPA); Keenam, bahwa hanya warga negara Indone-sia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya denganbumi, air, dan ruang angkasa dalam batas-batas ketentuan padaPasal 1 dan 2 UUPA (lihat Pasal 9 ayat (1) UUPA); Ketujuh,bahwa tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupunwanita mempunyai kesempat yang sama untuk memperolehsesuatu hak atas tanah, serta untuk mendapat manfaat darihasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya (lihat Pasal9 ayat (2) UUPA); Kedelapan, bahwa pemerintah berusaha agarsupaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikianrupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyatsebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) UUPA, sertamenjamin bagi setiap warga negara Indonesia derajat hidupyang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiridan keluarganya (lihat Pasal 13 UUPA).

Page 111: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

99Resonansi Landreform Lokal ...

Dengan demikian UUPA telah mendorong pihak-pihak yangterkait, untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, karenahubungan antara masyarakat dengan tanahnya bersifat abadi.Oleh karena itu pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupaitu dalam masyarakat hukum adat, harus mendapat perlin-dungan; mengingat hukum agraria yang berlaku adalah berda-sarkan hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan ke-pentingan nasional dan negara, serta dengan peraturan perun-dang-undangan yang berlaku. Termasuk dalam hal ini perlin-dungan terhadap kepentingan masyarakat, karena semua hakatas tanah mempunyai fungsi sosial. Pemilikan dan penguasaantanah yang melampaui batas tidak diperkenankan, untuk mem-beri kesempatan pada segenap masyarakat, baik laki-laki (pria)maupun perempuan (wanita), untuk membangun hubungandengan tanah. Pemberdayaan dilakukan melalui berbagai usahadalam lapangan agraria, untuk meninggikan produksi dan ke-makmuran masyarakat, serta menjamin bagi setiap anggotamasyarakat derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia,baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Sementara itu, konsepsi neo liberal menawarkan pember-dayaan masyarakat, dengan terlebih dahulu memahami kemis-kinan dari perspektif individual. Basis pemikirannya adalahpemahaman, bahwa komponen penting suatu masyarkat adalahkebebasan individu. Ide utamanya adalah mengunggulkan meka-nisme pasar bebas, dan mengusulkan ketidak-hadiran intervensinegara secara lengkap di bidang ekonomi. Bagi paradigma ini,kemiskinan merupakan fenomena individual yang disebabkanoleh kelemahan dan pilihan individu yang bersangkutan. Kemis-kinan akan hilang dengan sendirinya bila kekuatan pasar diper-luas sebesar-besarnya dan pertumbuhan ekonomi dipacu seting-

Page 112: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

100 Aristiono Nugroho, dkk.

gi-tingginya. Dengan demikian strategi penanggulangan kemis-kinan bersifat residual, sementara, dan hanya melibatkan keluar-ga, kelompok swadaya atau lembaga keagamaan. Peran negarahanyalah sebagai “penjaga malam” yang hanya akan intervensibila kelompok swadaya atau lembaga keagamaan tidak dapatlagi memainkan perannya.

Berbeda dengan konsepsi neo liberal, maka konsepsi sosialdemokrat menawarkan pemberdayaan masyarakat, denganterlebih dahulu memahami bahwa pasar bebas tidak mengarahpada pencapaian kemakmuran yang meluas, melainkan lebihbanyak memperlihatkan kemiskinan dan eksploitasi besar-besaran. Suatu masyarakat akan tumbuh dan berkembang secara“sehat”, bila kebutuhannya dapat dipenuhi, dan ketidak-setaraanserta eksploitasi di bidang ekonomi dan relasi sosial dapat dieli-minasi. Oleh karena itu, kemiskinan bukanlah fenomena indi-vidual melainkan fenomena struktural. Kemiskinan terjadikarena adanya ketidak-adilan dan ketimpangan sosial, sebagaiakibat tersumbatnya akses kelompok tertentu terhadap sumber-daya. Dengan demikian strategi penanggulangan kemiskinanharuslah bersifat institusional (melembaga).

Berbeda dengan konsepsi neo liberal dan konsepsi sosialdemokrat, maka H.S. Dillon (2002) menawarkan pemberdayaanmasyarakat, dengan terlebih dahulu memahami bahwa kebijakanatau program anti kemiskinan akan dapat berhasil apabila kaummiskin menjadi aktor utama dalam perang melawan kemiskinan.Oleh karena itu, untuk memberdayakan masyarakat miskindibutuhkan kepedulian, komitmen, kebijakan dan program yangtepat. Selain itu diperlukan sikap yang tidak memperlakukanorang miskin sebagai obyek, melainkan sebagai subyek. Sikapini sesuai dengan pesan yang disampaikan Mubyarto (2002),

Page 113: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

101Resonansi Landreform Lokal ...

bahwa orang miskin bukan orang yang tidak memiliki apa-apa,melainkan orang yang memiliki sesuatu, walaupun serba seada-nya.

Selain itu beberapa ahli menyatakan, bahwa penang-gulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan cara, antara lain:Pertama, pemberian bantuan kemiskinan, yaitu memberikanbantuan secara langsung kepada orang miskin. Cara ini telahdilakukan di Eropa sejak zaman pertengahan; Kedua, pemberianbantuan terhadap keadaan individu, yaitu melalui kebijakanyang dapat mengubah situasi orang miskin secara perorangan,termasuk di bidang hukum, pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain; Ketiga, bantuan bagi yang lemah, yaitu melalui pemberianbantuan kepada orang-orang yang memiliki kategori tertentu,seperti orang tua, atau orang yang memiliki ketidakmampuantertentu.

Namun demikian, Bank Dunia memberi kritik bahwa pen-dekatan yang diterapkan Indonesia dalam penanggulangankemiskinan terlalu menitik-beratkan pada target-target angka.Selain itu, ada dua hal yang melemahkan penanggulangan kemis-kinan di Indonesia, yaitu: Pertama, garis kemiskinan (povertyline) misalnya, ditekankan pada pengeluaran untuk memenuhikebutuhan hidup dalam arti yang sangat sempit. Kedua, targetangka yang dikombinasikan dengan pendekatan pembangunanyang bersifat atas bawah (top down approach) telah mengesam-pingkan banyak dimensi kemiskinan yang meskipun sulit diukurtetapi sangat penting.

Sebagai respon atas kritik Bank Dunia, Bappenas (2004)menjelaskan bahwa suatu masyarakat disebut miskin bilaterdapat tiga hal utama, sebagai berikut: Pertama, kegagalanpemenuhan hak dasar, karena: (a) terbatasnya kecukupan dan

Page 114: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

102 Aristiono Nugroho, dkk.

mutu pangan, (b) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanankesehatan, (c) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layananpendidikan, (d) terbatasnya kesempatan kerja dan pengem-bangan usaha, (e) terbatasnya akses layanan perumahan dansanitasi, (f) terbatasnya akses terhadap air bersih, (g) lemahnyakepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, (h) memburuknyakondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, (i) lemahnyajaminan rasa aman, serta (j) lemahnya partisipasi; Kedua,beratnya beban kependudukan, karena mempunyai jumlah rata-rata anggota keluarga yang relatif besar, yaitu rumah tanggamiskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5 orang(perhitungan statistik sebesar 5,1 orang), sedangkan di perde-saan rata-rata mempunyai anggota 5 orang (perhitungan statistiksebesar 4,8 orang); Ketiga, ketidak-setaraan dan ketidak-adilangender, karena adanya budaya patriarki yang telah meminggirkanperempuan secara sistematis melalui kebijakan, program, danlembaga yang tidak responsif gender. Hal ini dikarenakan angka-angka yang menjadi basis pengambilan keputusan merupakandata yang tidak konteksual gender, sehingga tidak mampu me-nangkap dinamika laki-laki dan perempuan.

Berbagai uraian tentang kemiskinan dan pemberdayaanmasyarakat secara nasional dimaksudkan untuk menunjukkan“peta” ikhtiar para tokoh Desa Karanganyar di kancah ikhtiarnasional. Sebagai contoh, ketika secara nasional beredar gagasanpemberdayaan masyarakat dengan mengacu pada UUPA,konsepsi neo liberal, konsepsi sosial demokrat, dan gagasanH.S. Dillon; maka para tokoh Desa Karanganyar telah meng-ikhtiarkan landreform lokal, yang mampu membantu 76 keluargamempunyai hak garap atas tanah sawah seluas 76 x 90 ubin.Walaupun tetap ada tantangan yang harus dihadapi masyarakat

Page 115: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

103Resonansi Landreform Lokal ...

dan Pemerintah Desa Karanganyar berupa masih adanya 60keluarga miskin di Desa Karanganyar. Masyarakat dan Peme-rintah Desa Karanganyar perlu mempelajari penyebab kemis-kinan dalam konteks nasional, untuk kemudian disandingkandengan penyebab kemiskinan dalam konteks lokal (DesaKaranganyar), agar diperoleh rumusan penyebab yang tepatsehingga lebih tepat lagi solusi yang dapat dirumuskan. Kesemuaitu dimaksudkan untuk memberikan penguatan asset (tanah)yang dimiliki masyarakat, dan pemberian akses yang memadai,sebagai ikhtiar bagi pencegahan konflik pertanahan di DesaKaranganyar.

Adanya 60 keluarga miskin di Desa Karanganyar merupakantantangan bagi pelaksanaan landreform lokal, yang sekaligustidak menggagalkan ikhtiar tokoh-tokoh Desa Karanganyar untukmewujudkan penguasaan tanah yang adil, menyejahterakan,dan mampu mewujudkan harmoni sosial. Hal ini disebabkansejak tahun 1947 sampai dengan sekarang, selalu ada 76 keluargapetani yang tidak memiliki tanah sawah, yang dapat menggaraptanah sawah seluas 90 ubin. Dengan demikian masyarakat DesaKaranganyar telah menyadari keberadaan tanah sebagai modalutama dalam menjalankan profesi sebagai petani. Dalam praktekmasyarakat Desa Karanganyar diketahui, bahwa sebagai modalproduktif tanah tidaklah dimaknai sebagai alat mendapatkankredit dari bank, melainkan ia dimaknai sebagai modal dalamusaha pertanian yang menghasilkan produk pertanian.

Dengan menjadikan tanah sebagai modal dalam usahapertanian yang menghasilkan produk pertanian, maka tanahtidak menggerakkan pasar tanah, melainkan menggerakkan pasarproduk pertanian. Dalam konteks Desa Karanganyar, produkpertanian yang dihasilkan oleh bidang-bidang tanah di desa ini

Page 116: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

104 Aristiono Nugroho, dkk.

dipasarkan di Pasar Pituruh yang berada di Desa Pituruh yangberbatasan dengan Desa Karanganyar. Bagi masyarakat DesaKaranganyar kesejahteraan dibangun bukan dengan memasuk-kan tanah ke dalam pasar tanah, melainkan dengan menjadikantanah sebagai modal (media tumbuh tanaman) dalam usahapertanian yang menghasilkan produk pertanian. Pemaknaan iniberhasil menahan serbuan pemodal kuat dari luar Desa Karang-anyar yang akan membeli bidang-bidang tanah tersebut.

Keberhasilan menahan serbuan pemodal kuat dari luar desayang akan membeli bidang-bidang tanah, dikarenakan pemak-naan tanah oleh masyarakat Desa Karanganyar telah mengham-bat proses transformasi asset menjadi modal produktif (agunankredit dari bank). Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakatbukanlah pihak yang pasif dalam memaknai tanah. Merekajustru berhasil menjadikan tanah sebagai alat produksi (modalproduktif) yang mendukung diperolehnya produk pertanian.Kondisi ini merupakan “the mystery of missing information” bagipara pemodal kuat dari luar desa yang akan membeli bidang-bidang tanah. Dengan menjadikan tanah sebagai modal (me-dia tumbuh tanaman) dalam usaha pertanian yang menghasilkanproduk pertanian, maka pensertipikatan tanah lebih bermaknasebagai upaya memberi kepastian hukum, dan bukanlah untukmemudahkan mengambil kredit di bank. Dengan kata lain,masyarakat Desa Karanganyar tidak mudah tergiur oleh promosibanyak pihak, yang menawarkan tanah sebagai alat jaminanatau agunan dalam memperoleh kredit dari bank. MasyarakatDesa Karanganyar tidak mudah terkecoh oleh slogan “the mys-tery of capital”, yang mendorong tanah dijadikan agunan untukmemperoleh kredit bank, yang menyebut tanah yang tidakdijadikan agunan sebagai “dead capital”.

Page 117: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

105Resonansi Landreform Lokal ...

Berdasarkan pengalaman Desa Karanganyar, maka kemis-kinan terjadi ketika masyarakat gagal mendapatkan akses atastanah. Kegagalan itu selayaknya dicegah dengan memberi hakgarap atas tanah kepada petani yang tidak memiliki tanah. Bilaitu dapat dilakukan, maka tanah telah menjadi asset dalammenghasilkan produk pertanian, yang sekaligus berarti pening-katan kesejahteraan bagi para penggarap tanah. Agar para peng-garap dapat hidup semakin sejahtera, maka mereka perlu melekf inansial atau sadar keuangan, di mana mereka mampu menge-lola uangnya dengan baik sehingga mampu mendukungkegiatannya sebagai petani. Dengan demikian para penggarapdapat keluar dari vicious circle of poverty (lingkaran setankemiskinan).

Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan hiduplebih sejahtera, sebagian anggota masyarakat Desa Karanganyartelah berkenan meninggalkan pemikiran, sikap, tindakan danperilaku yang dogmatik, irasional, dan konsumtif. Mereka ber-kenan merubah pemikiran, sikap, tindakan dan perilakunyamenjadi lebih rasional, memiliki etos kerja yang tinggi, disiplinterhadap waktu, hemat, kompetitif, bekerja keras, produktif,mandiri dan kreatif. Secara sosiologis kondisi ini biasa dikenaldengan sebutan “modern” dalam artian yang positif.

Modernitas yang berkembang evolusioner sejak tahun 1947sampai dengan sekarang telah membawa berkah bagi 76 keluargapetani yang tidak memiliki tanah sawah, yang kemudian dapatmenggarap tanah sawah seluas 90 ubin. Meskipun untuk itupara penggarap ini (buruh kulian) wajib melakukan kerja baktidan ronda malam. Tetapi itulah bagian dari “pembagian kerja”yang dilakukan antara kulian, buruh kulian, dan PemerintahDesa Karanganyar. Pembagian kerja ini tidaklah terjadi secara

Page 118: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

106 Aristiono Nugroho, dkk.

tiba-tiba melainkan berdasarkan kondisi masing-masing.Sebagaimana diketahui: Pertama, kulian wajib menyerahkanhak garap atas sebagian tanah sawah yang dimilikinya kepadapemerintah desa. Kedua, pemerintah desa wajib meredistri-busikan hak garap tersebut kepada buruh kulian. Ketiga, buruhkulian wajib melaksanakan kerja bakti dan ronda malam.

Dalam konteks kekinian, pembagian kerja yang bermaknapembagian kewajiban antara kulian dengan buruh kulianmerupakan ikhtiar untuk mengatasi keberadaan 60 keluargamiskin di Desa Karanganyar. Hal ini juga merupakan tantanganbagi pelaksanaan landreform lokal, yang telah diikhtiarkan olehpara tokoh Desa Karanganyar untuk mewujudkan penguasaantanah yang adil, menyejahterakan, dan mampu mewujudkanharmoni sosial. Berdasarkan ikhtiar inilah sejak tahun 1947sampai dengan sekarang, selalu ada 76 keluarga petani yangtidak memiliki tanah sawah, yang akhirnya dapat menggaraptanah sawah seluas 90 ubin.

B. Dukungan Masyarakat

Ada tradisi oral di sebagian masyarakat Desa Karanganyar,dan sebagian masyarakat Kecamatan Pituruh, yang menyebut“kepala desa” dengan istilah “lurah”, dan ada pula sebagian lain-nya yang menyebut dengan istilah “gelondong”. Padahal menurutbeberapa tokoh setempat kedua istilah ini (“lurah” dan “gelon-dong”) memiliki pengertian yang berbeda. Istilah “lurah” memi-liki makna sebagai orang yang mengepalai satu desa, sedangkanistilah “gelondong” memiliki makna sebagai orang yang menge-palai satu desa dan mengkoordinir beberapa kepala desa di desa-desa sekitarnya. Sebagai contoh, pada saat Lurah Ngandagandijabat oleh Soemotirto, dan Lurah Karanganyar dijabat oleh

Page 119: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

107Resonansi Landreform Lokal ...

R. Sosro Wardjojo, yang bertindak sebagai gelondong adalahLurah Kalikutes, yaitu Tjokro. Ada 7 (tujuh) desa yang beradadalam satu gelondong dengan Desa Ngandagan dan DesaKaranganyar, yang lengkapnya sebagai berikut: (1) Desa Karang-anyar, (2) Desa Ngandagan, (3) Desa Kalikutes, (4) Desa Ngam-pel, (5) Desa Prigelan, (6) Desa Kesawen, (7) Desa Prapag Lor.Sementara itu, untuk saat ini (tahun 2012) yang menjadi gelon-dong adalah Kepala Desa Kesawen, yaitu Sukirno.

Informasi, bahwa pada saat Lurah Ngandagan dijabat olehSoemotirto, dan Lurah Karanganyar dijabat oleh R. SosroWardjojo, yang bertindak sebagai gelondong adalah LurahKalikutes, yaitu Tjokro merupakan informasi yang penting.Berdasarkan informasi ini maka tidak benarlah pendapat yangmenyatakan, bahwa Soemotirto memanfaatkan posisinyasebagai gelondong untuk menebarkan ide landreform lokalnya.Sesungguhnya resonansi landreform lokal ala Desa Ngandaganke desa-desa di sekitar Desa Ngandagan, termasuk Desa Karang-anyar, karena substansinya yang mampu membangun suasanaguyub (harmoni) di masyarakat. Sebagai contoh, landreform lokalala Desa Ngandagan yang berresonansi di Desa Karanganyaratas kesediaan R. Sosro Wardjojo, yang mendapat dukungandari masyarakat Desa Karanganyar, terutama para pemilik tanahsawah.

Namun demikian nuansa gelondong tak dapat dipungkiritelah mendekatkan ide antar warga desa dalam satu gelondong.Sebagai contoh, warga Desa Karanganyar pada masa R. SosroWardjojo, bersedia mendukung kepala desanya melakukan hal-hal yang mirip dengan yang dilakukan oleh Soemotirto (KepalaDesa Ngandagan, tahun 1947 – 1964), karena landreform lokalmampu membangun suasana guyub di masyarakat. Meskipun

Page 120: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

108 Aristiono Nugroho, dkk.

dalam penerapannya membutuhkan modifikasi seperlunya, agarsesuai dengan kondisi Desa Karanganyar yang berbeda dengankondisi Desa Ngandagan. Sebagaimana diketahui Desa Karang-anyar memiliki perbedaan dengan Desa Ngandagan, terutamadalam hal ukuran Desa Karanganyar yang lebih kecil dari DesaNgandagan, serta kondisi geograf is Desa Karanganyar yang tidakmemiliki areal perbukitan seperti di Desa Ngandagan.

Berdasarkan kondisi Desa Karanganyar, R. Sosro Wardjojotelah menetapkan landreform lokal yang berbeda dengan yangdilaksanakan di Desa Ngandagan. Sebagai contoh, petani yangtidak memiliki tanah sawah di Desa Ngandagan mendapat tanahsawah garapan seluas 45 ubin, sedangkan petani di Desa Karang-anyar mendapat tanah sawah garapan seluas 90 ubin. Meskipunterdapat kondisi yang sama antara Desa Ngandagan denganDesa Karanganyar dalam hamparan tanah garapan, yaitu tanahgarapan tersebut (45 ubin di Desa Ngandagan dan 90 ubin diDesa Karanganyar) tidak berada dalam satu hamparan, atautidak dalam satu bidang tanah. Misalnya ada tanah garapan 90ubin di Desa Karanganyar yang terdiri dari tiga bidang tanah,yaitu bidang tanah pertama seluas 60 ubin, bidang tanah keduaseluas 15 ubin, dan bidang tanah ketiga seluas 15 ubin.

Para penerima hak garap atas tanah sawah tersebut wajibmelaksanakan tugas jaga malam dan kerigan (kerjabakti dankerja sosial). Hak garap ini tidak bisa diwariskan, di mana bilasudah tidak mampu mengerjakan tanah sawah garapan, makatanah tersebut dikembalikan pada Pemerintah Desa Karang-anyar, untuk kemudian diredistribusikan kepada petani lainnyayang tidak memiliki tanah sawah. Begitu pula bila ada penggarapyang meninggal dunia, karena sudah ada petani yang tidakmemiliki tanah sawah, yang masuk daftar tunggu untuk meng-

Page 121: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

109Resonansi Landreform Lokal ...

garap tanah tersebut.Sebagaimana di Desa Ngandagan, di Desa Karanganyar hak

garap atas tanah sawah seluas 90 ubin itu juga diberikan kepadaperangkat Desa Karanganyar. Dengan adanya petani penggarapyang berasal dari unsur masyarakat dan perangkat desa, makaronda dan kerigan yang dilaksanakan dapat terkoordinasidengan baik. Sebagai contoh, kelompok ronda setiap malam diDesa Karangnyar selalu melibatkan penggarap dari unsur masya-rakat dan unsur perangkat desa. Bahkan penggarap dari unsurperangkat desa diberi tugas sebagai koordinator, agar memu-dahkan koordinasi kelompok tersebut dengan Pemerintah DesaKaranganyar. Kondisi ini sekaligus membantu masyarakat danPemerintah Desa Karanganyar membangun harmoni sosial, yangoleh masyarakat dikenal dengan istilah guyub (rukun).

Keberadaan tanah buruhan desa, sebagai hasil resonansilandreform lokal ala Desa Ngandagan di Desa Karanganyar, jugatelah banyak membantu kesejahteraan masyarakat DesaKaranganyar. Sejak diperkenalkan oleh R. Sosro Wardjojo padatahun 1947, landreform lokal yang diberlakukan di DesaKaranganyar, terus menerus dipertahankan hingga saat ini(tahun 2012). Kepala Desa Karanganyar yang silih berganti sejakR. Sosro Wardjojo, lalu Saminah, kemudian Tjipto Sutarmo,dan akhirnya Suyono, tetap mempertahankan landreform lokal.Kondisi ini terwujud melalui dukungan dan dorongan masya-rakat Desa Karanganyar.

Dalam rangka mempertahankan manfaat landreform lokalsecara terus menerus, masyarakat melakukan perubahan atasjenis tanaman yang ditanam di sawah dan pekarangan, agartanah yang tersedia tetap mampu memberikan manfaat opti-mal. Sebagai contoh, pada tahun 1965, tanah sawah di Desa

Page 122: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

110 Aristiono Nugroho, dkk.

Karanganyar ditanami padi “Dewi” yang berasnya pulen, denganmasa tanam dua kali setahun. Pasa masa itu belum ada petaniyang menanami tanah sawahnya dengan palawija seperti saatini. Pada masa itu, selain padi “Dewi” adapula sebagian petaniyang menanami tanah sawahnya dengan padi ketan.

Pada tahun 1970, barulah tanah sawah di Desa Karangnyarditanami padi IR dengan masa tanam dua kali setahun. Selan-jutnya padi lokal yang ditanam di Desa Karanganyar secaraserentak diganti dengan padi VUTW (Varitas Unggul TahanWereng), tetapi masyarakat (konsumen) tidak menyukai nasiyang diproses dari beras ini (VUTW), karena tidak enak rasanya.Pada tahun 1980 padi VUTW diganti dengan padi Cisadane,yang nasinya cukup enak bila dibandingkan dengan nasi yangdiproses dari beras VUTW. Hanya saja kelemahan padi Cisadaneantara lain tidak tahan wereng. Akhirnya padi Cisadane digantidengan padi IR-64, yang setelah itu ternyata masih diganti lagidengan padi Ciherang. Saat ini (tahun 2012), masyarakat diberikebebasan menentukan sendiri padi yang akan ditanamnya.Tetapi hama yang tetap harus diwaspadai adalah hama wereng,yang untuk penanganannya antara lain dapat diatasi denganpenanaman padi secara serentak. Hama wereng muncul ketikapenanaman padi tidak dilakukan secara serentak, di mana halini seperti membuka “rumah makan” bagi wereng. Pada kurunwaktu 1970-an dan 1980-an petani belum tertarik menanamitanah sawahnya dengan palawija, sehingga tanah sawah hanyaditanami padi dua kali dalam setahun.

Kondisi pertanian yang relatif statis ini mendorong Sami-nah (Kepala Desa Karanganyar, tahun 1977 – 1989) untuk melaku-kan terobosan. Sebagai seorang wanita, ia peka dengan kebu-tuhan keluarga petani yang terus meningkat, sehingga tanah

Page 123: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

111Resonansi Landreform Lokal ...

sawah yang tersedia harus dimanfaatkan seoptimal mungkin.Pada tahun 1985, ia mulai memperkenalkan penanaman pala-wija, yaitu kedelai, pada masyarakat Desa Karanganyar. Padapercobaan penanaman yang pertama di tanah sawah miliknya,Saminah mengalami kegagalan atau tidak berhasil melakukanpanen kedelai. Tahun berikutnya (tahun 1986), Saminah kembalimelakukan percobaan (kedua) di tanah sawah yang sama, tetapiia kembali mengalami kegagalan panen. Barulah pada percobaanyang ketiga (tahun 1987) Saminah berhasil, karena bibit kedelaiyang ditanam di tanah sawah yang sama berhasil dipanen.Berdasarkan kegagalan yang pernah dialami dan keberhasilanpada percobaan yang ketiga, Saminah mengerti bahwa agar tidakgagal pada saat penanaman kedelai, maka air di sawah harusdikurangi, atau tidak boleh tergenang. Sejak saat itu, Saminahberupaya menjelaskan pengalamannya menanam kedelai danmengajarkannya pada para petani di Desa Karanganyar. Lambatlaun petani di Desa Karanganyar mulai tertarik untuk menanamkedelai, sehingga lambat laun pola tanam di tanah sawah men-jadi dua kali tanam padi dan satu kali palawija, yaitu kedelai.

Setelah melakukan optimalisasi tanah sawah, masyarakatDesa Karanganyar mulai memperhatikan tanah pekarangan yangsebelumnya sering diabaikan. Pada tahun 1990, masyarakatmulai menanami tanah pekarangan dengan tanaman-tanamanyang memiliki nilai jual cukup baik, seperti kelapa, rambutan,mangga dan pisang. Sementara itu, bagi petani yang memilikitanah pekarangan yang relatif luas, maka mereka mulai mena-nami tanah pekarangannya dengan albasia. Ikhtiar ini menja-dikan kebutuhan keluarga petani semakin terbantu, karena ada-nya pendapatan yang diperoleh dari tanah pekarangan, selainpendapatan yang diperoleh dari tanah sawah.

Page 124: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

112 Aristiono Nugroho, dkk.

Sementara itu, profesi yang ditekuni oleh masyarakat DesaKaranganyar bervariasi, yaitu ada profesi utama (misal petani)dan profesi tambahan (misal tukang batu). Hal ini dilakukanmasyarakat sebagai ikhtiar, agar mampu memenuhi kebutuhankeluarga yang terus meningkat. Sebagian anggota masyarakattetap memilih pekerjaan sebagai petani, karena mereka masihmemiliki kesempatan memperoleh hasil yang baik. Kesempatanitu ada, karena tanah sawah di Desa Karanganyar relatif subur,dengan adanya irigasi dari Bendungan Wadas Lintang. Biasanyatanah sawah ditanami palawija (kedelai) untuk 1 kali panen,dan ditanami padi untuk 2 kali panen dalam setahun.

Bagi petani yang tidak mempunyai tanah sawah, merekaterbantu dengan adanya tanah sawah garapan seluas 90 ubin,yang disebut buruhan desa. Kondisi ini merupakan wujud daripelaksanaan landreform lokal di Desa Karanganyar, meskipununtuk itu mereka harus melaksanakan kerigan (kerja bakti) yangdilakukan setiap selapanan (misal dari Jum’at Kliwon sampaiJum’at Kliwon berikutnya), atau setiap 35 hari. Selain itu parapenggarap tanah buruhan desa ini juga wajib melaksanakanronda, di mana setiap orang mendapat jatah ronda satu minggusekali, dengan koordinator ronda pada setiap harinya adalahseorang perangkat desa.

Petani yang menggarap tanah buruhan desa seluas 90 ubindalam 1 (satu) musim tanam dapat menghasilkan padi keringsebesar 6 kuintal yang harga per kuintalnya sebesar Rp.400.000,- sehingga kalau 6 kuintal mencapai Rp. 2.400.000,-.Sementara itu, biaya produksi atas tanah sawah adalah sebesarRp. 500.000,- per 1 iring (120 ubin), sudah termasuk sewa traktorsebesar Rp. 80.000,- per iring, sehingga biaya produksi atastanah sawah seluas 90 ubin adalah sebesar Rp. 375.000,-. Dengan

Page 125: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

113Resonansi Landreform Lokal ...

rentang waktu selama 4 (empat) bulan, sejak mulai tanam hinggapanen, maka diketahui bahwa pendapatan petani adalah sebesarRp. 2.025.000,- per 4 bulan, atau Rp. 506.250,- per bulan atauRp. 16.875,- per hari.

Meskipun pendapatan sebesar Rp. 16.875,- per hari relatiftidak besar, tetapi inilah kearifan lokal Desa Karanganyar yangmampu membantu 76 kepala keluarga petani, melalui pene-rapan landreform lokal. Selain itu, luas tanah buruhan desa yangdigarap juga tidak terlalu luas, yaitu hanya 90 ubin atau 1.260m2; yang relatif kecil bila dibandingkan dengan tanah sawahyang dimiliki oleh Parto Sutrisno (anggota masyarakat biasa),orang yang paling luas tanahnya di Desa Karanganyar, yangmemiliki 1,34 Ha atau 13.440 m2 tanah sawah. Ketika luas tanahsawah petani penggarap dibandingkan dengan luas tanah sawahmilik Parto Sutrisno, maka muncul angka perbandingan 1 : 10,67atau dibulatkan menjadi 1 : 11.

Oleh karena pendapatan petani dari tanah sawahnya belummampu mencukupi kebutuhan keluarga, maka pada umumnyapara petani di Desa Karanganyar memanfaatkan waktu menung-gu panennya dengan menjadi tukang, pembantu tukang, buruhtani, atau pedagang kecil-kecilan. Bila bekerja sebagai tukang,maka petani akan mendapat penghasilan tambahan sebesar Rp.35.000,- per hari; sedangkan bila bekerja sebagai pembantutukang, maka petani akan mendapat penghasilan tambahansebesar Rp. 25.000,-. Sementara itu, bila bekerja sebagai buruhtani di sawah akan memperoleh penghasilan sebesar Rp. 15.000,-per hari, dengan waktu kerja antara jam 08.00 – 10.00 dan 13.00– 16.00 atau 5 jam per hari.

Petani juga dapat bekerja sebagai tenaga upahan pada saatpanen, dengan penghasilan sebesar 1/7 dari hasil panen per

Page 126: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

114 Aristiono Nugroho, dkk.

kelompok pekerja, sehingga penghasilan tiap orangnya akanditentukan oleh jumlah anggota kelompok pekerja. Dengan ber-bagai alternatif penghasilan inilah petani Desa Karanganyarmemenuhi kebutuhan keluarganya, yang terus meningkat daritahun ke tahun. Saat ini (tahun 2012) tenaga kerja pertanianmenjadi sesuatu yang penting, karena cenderung langka (keku-rangan) terutama saat musim tanam dan panen. Pada saat itupara petani Desa Karanganyar terpaksa harus mendatangkantenaga kerja pertanian dari Desa Kaligintung, Desa Polowangi,dan Desa Kaliglagah yang merupakan desa tetangga dari DesaKaranganyar.

Dinamika petani Desa Karanganyar diuraikan oleh SastroSudarmo (salah seorang penggarap tanah buruhan) denganmenceritakan pengalamannya dalam menanam padi. Ia menje-laskan, bahwa jarak tanam padi yang ditanamnya adalah jarakyang disarankan oleh penyuluh pertanian, yaitu 40 cm x 20 cm.Ia memupuk padinya dalam satu kali musim tanam, denganperincian sebagai berikut: (1) Pupuk mutiara sebanyak 2 kg, yangditebarkan saat padi berumur 60 hari, dengan harga Rp. 9.000,-per kg; (2) Pupuk poska sebanyak 5 kg, yang ditebarkan saatpadi berumur 1 minggu, dengan harga Rp. 2.750,- per kg; (3)Pupuk urea sebanyak 2 kg, yang ditaburkan saat padi berumur40 hari, dengan harga Rp. 1.950,- per kg; (4) Pupuk SP-36sebanyak 5 kg ditaburkan sebelum padi ditanam dengan hargaRp. 2.500,- per kg.

Dengan cara seperti itu, Sastro Sudarmo dapat memanenpadinya, setelah ditanam selama 80 hari, dengan hasil padasaat panen sebesar 6 kuintal gabah kering. Pada saat dijual diPasar Pituruh, 1 kg gabah kering dihargai sebesar Rp. 4.000,-,maka kalau 1 kuintal gabah kering menghasilkan Rp. 400.000,

Page 127: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

115Resonansi Landreform Lokal ...

sehingga dari 6 kuintal gabah kering diperoleh uang sebesarRp. 2.400.000,-. Selanjutnya, Sastro Sudarmo menyimpan seba-gian dari uang yang diperolehnya di BRI (Bank Rakyat Indone-sia), yaitu sebesar Rp. 1.560.000,-. Dengan demikian SastroSudarmo dan keluarganya hanya akan menggunakan hasilpanennya sebesar Rp. 840.000,-.

Sastro Sudarmo dan istrinya berupaya mencukupi kebu-tuhan keluarga dengan uang sebesar Rp. 840.000,- tersebut,misalnya untuk biaya makan, lauk pauk, keperluan sosial, danberobat (bila sakit). Apabila uang sebesar Rp. 840.000,- tersebutbelum mencukupi kebutuhan keluarga, maka diambilkan daritabungan. Oleh karena itu, sebagai bentuk usaha agar kebu-tuhan keluarga dapat tercukupi, Sastro Sudarmo mengoptimal-kan pekarangannya yang ditanami kelapa dan pisang, sertamemelihara unggas, yaitu itik. Sastro Sudarmo menjelaskan,bahwa ia memiliki 4 batang pohon kelapa, di mana tiap pohondalam 1 bulan dapat diambil 1 kali, dengan rata-rata setiappengambilan 4 butir per pohon. Dengan harga pasaran sebesarRp. 1.000,- per butir, maka dalam 1 bulan Sastro Sudarmo men-dapat penghasilan dari kelapa sebesar: 4 pohon x 4 butir x Rp.1.000,- = Rp. 16.000,-.

Pengalaman Sastro Sudarmo dan petani di Desa Karang-anyar pada umumnya, menunjukkan bahwa masyarakat DesaKaranganyar telah dapat merasakan manfaat landreform lokal,meskipun para penggarap memiliki kewajiban: (1) ronda; (2)kerigan, yang terdiri dari kerja-bakti dan kerja-sosial; serta (3)membayar PBB atas tanah yang digarapnya. Kewajiban parapenggarap ini dirasakan manfaatnya oleh masyarakat padaumumnya, sehingga berhasil membangun kondisi sosial yangguyub (rukun). Termasuk kondisi ketika terjadi kematian,

Page 128: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

116 Aristiono Nugroho, dkk.

hajatan, dan kegiatan sosial. Untuk mempertahankan kondisisosial yang guyub, bila seorang penggarap tanah buruhan desameninggal dunia, maka tanah buruhan desa yang digarapnyakembali ke Pemerintah Desa Karanganyar. Selanjutnya Peme-rintah Desa Karanganyar akan menyerahkan hak garap atas tanahburuhan desa tersebut kepada petani Desa Karanganyar yangtidak mempunyai tanah sawah dan belum menggarap tanahburuhan desa. Syaratnya, petani tersebut sudah mendaftar,untuk kemudian penetapannya dilakukan dengan cara diundi.Tetapi bila anak dari petani penggarap yang meninggal tersebutkurang mampu, maka ia diprioritaskan untuk mendapat hakgarap atas tanah sawah tersebut.

Hal yang relatif peka dalam landreform lokal adalah ketidak-adilan. Misalnya bila ada anggota masyarakat yang ekonominyadipandang mampu, tetapi menerima tanah garapan. Kondisiini penting untuk diketahui, karena Baperdes pernah didemooleh masyarakat, ketika ada anggota masyarakat yang ekono-minya dipandang mampu, tetapi menerima tanah garapan. Saatitu Baperdes didemo, karena dianggap tidak membela masya-rakat yang tingkat ekonominya tergolong lemah. Untuk menga-tasi hal itu, diadakan musyawarah dalam rangka upaya mem-perbaiki keadaan. Musyawarah memutuskan, bahwa anggotamasyarakat yang tingkat ekonominya tergolong baik tidak dapatmenerima tanah garapan (tanah buruhan desa). Saat inidiketahui, bahwa batas usia penerima tanah buruhan desaadalah 70 tahun, yang berarti berubah dari ketentuan yang adasebelumnya, yang batasnya pada usia 60 tahun. Walaupun padakenyataannya Pemerintah Desa Karanganyar yang mengaturpembagian tanah buruhan desa, seringkali tidak “mampu”mengambil alih tanah buruhan desa yang penggarapnya telah

Page 129: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

117Resonansi Landreform Lokal ...

berusia 70 tahun, melainkan ditunggu sampai penggarap tanahburuhan desa tersebut meninggal dunia.

Selain profesi sebagai petani, masyarakat mengembangkanberbagai usaha kecil untuk meningkatkan kesejahteraannya.Sebagaimana diketahui usaha kecil yang ada di Desa Karang-anyar, antara lain: (1) usaha sewa traktor oleh Kuat, (2) usahatempe oleh Sunarto yang telah ada sejak tahun 1989, (3) usahasewa generator oleh Pemerintah Desa Karanganyar, (4) usahasoundsystem oleh Jumarin, dan (5) usaha penggilingan padioleh Suwarno. Sementara itu, upah buruh tani di Desa Karang-anyar sebesar Rp. 15.000,- per hari, yang bekerja 5 (lima) jamsehari, yaitu jam 07.00 – 09.00 dan jam 13.00 – 16.00, sehinggaupahnya adalah Rp. 3.000,- per jam. Berdasarkan data yangada di Kantor Desa Karanganyar diketahui, bahwa selain perta-nian, masyarakat Desa Karanganyar juga menekuni profesi,sebagai berikut: (1) karyawan swasta sebanyak 42 orang; (2)pemilik jasa transportasi sebanyak 1 orang; (3) pegawai negerisipil sebanyak 25 orang; (4) anggota TNI sebanyak 1 orang; (5)anggota POLRI sebanyak 1 orang; (6) perawat (kesehatan)sebanyak 1 orang; (7) pensiunan TNI dan POLRI sebanyak 2orang; (8) industri kecil dan kerajinan rumah tangga sebanyak19 orang yang terdiri dari 1 orang montir, 4 orang tukang batu, 7orang tukang kayu, 2 orang tukang jahit, 2 orang tukang kue,dan 3 orang tukang rias; serta (9) pengobatan alternatif sebanyak1 orang.

Selain itu, juga ada anggota masyarakat yang merantau un-tuk memperoleh kesejahteraan, yang nantinya sebagian hasildi perantauan akan dikirim ke Desa Karanganyar. Inilah solusilain yang dilakukan oleh masyarakat Desa Karanganyar, untukmeningkatkan kesejahteraannya. Sebagaimana desa-desa lain-

Page 130: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

118 Aristiono Nugroho, dkk.

nya di Kecamatan Pituruh, Desa Karanganyar memiliki tradisimerantau setelah tamat SMA, walaupun ada pula yang merantausebelum tamat SMA. Sebagai contoh, Tjipto Sutarmo (KepalaDesa Karanganyar, tahun 1989 – 2007) memiliki 5 (lima) oranganak, yang semuanya merantau, yang rinciannya: 2 (dua) orangdi Cibitung, 2 (dua) orang di Kerawang, dan 1 (satu) orang diJakarta. Oleh karena banyak anak muda yang merantau, makauntuk menggarap tanah sawah dibutuhkan tenaga kerja dariluar desa, misal dari Desa Kaligintung dan Desa Polowangi Keca-matan Pituruh, serta Desa Kaliglagah Kecamatan Kemiri.

Berbagai uraian tersebut menunjukkan adanya dukunganmasyarakat bagi penerapan landreform lokal di Desa Karang-anyar. Dukungan tersebut terlihat dari adanya partisipasi parakulian atau pemberi hak garap atas tanah sawah terhadap pene-rapan landreform lokal. Dukungan semakin lengkap, ketikaterlihat adanya partisipasi para buruh kulian atau penerima hakgarap atas tanah sawah. Para buruh kulian berpartisipasi denganmelaksanakan kewajiban, seperti ronda malam dan kerjabakti,selain menggarap tanah sawah agar produktivitasnya tinggidengan menanam padi dan kedelai sesuai dengan jadwal yangtelah ditetapkan.

Landreform lokal yang diterapkan di Desa Karanganyarsesungguhnya merupakan bagian dari ikhtiar pemberdayaan(empowerment) versi lokal, yang meskipun demikian tetap sajamengandung dua makna, yaitu: Pertama,”to give power or au-thority”, atau suatu ikhtiar untuk memberi kekuasaan, mengalih-kan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Dalamkonteks Desa Karanganyar, maka: (1) yang diberi kekuasaanadalah petani yang memperoleh hak garap atas tanah sawah,(2) yang dialihkan kekuatannya adalah para kulian yang menga-

Page 131: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

119Resonansi Landreform Lokal ...

lihkan hak garapnya kepada petani yang tidak memiliki sawah,dan (3) yang mendapat otoritas untuk mengelola tanah buruhandesa adalah Pemerintah Desa Karanganyar.

Kedua, “to give ability to or enable”, atau suatu ikhtiar untukmemberi kemampuan atau keberdayaan. Dalam konteks DesaKaranganyar, maka landreform lokal yang diterapkan di desadapat dikenali sebagai suatu ikhtiar untuk memberi kemampuanatau keberdayaan kepada petani di Desa Karanganyar yang tidakmemiliki tanah sawah. Dengan ikhtiar ini maka dapat dihindaribeberapa hal, sebagai berikut: (1) Ketidak-berdayaan yang diaki-batkan oleh kondisi dan pandangan subyektif yang bersangkutanyang kurang optimis. Dengan demikian landreform lokal memi-liki makna sebagai ikhtiar sadar yang tumbuh dari dalam dirimasyarakat Desa Karanganyar; (2) Ketidak-berdayaan yangdiakibatkan struktur sosial dalam hubungan antar anggotamasyarakat desa, misal antara pemilik tanah dengan yang tidakmemiliki tanah.

Sebagai instrumen pemberdayaan masyarakat, landreformlokal yang diterapkan di Desa Karanganyar sesungguhnyadilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: Pertama,tahap inisiasi, yang terjadi pada awal diterapkannya landreformlokal di Desa Karanganyar, di mana ikhtiar datang dari dan olehPemerintah Desa Karanganyar untuk masyarakat Desa Karang-anyar. Kedua, tahap partisipasi, yang terjadi ketika landreformlokal telah diterapkan hingga saat ini, di mana ikhtiar dilakukandari dan oleh Pemerintah Desa Karanganyar bersama-samadengan masyarakat Desa Karanganyar untuk masyarakat DesaKaranganyar. Ketiga, tahap emansipasi, yang merupakantahapan yang belum terlaksana, karena ikhtiar harus dilakukandari, oleh, dan untuk masyarakat Desa Karanganyar.

Page 132: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

120 Aristiono Nugroho, dkk.

Oleh karena itu, landreform lokal yang diterapkan di DesaKaranganyar berfokus pada: Pertama, penguatan inisiatif, dimana para kulian berinisiatif menyerahkan hak garap atas tanahsawahnya seluas 90 ubin untuk setiap 250 ubin yang merekamiliki, meskipun inisiatif tersebut muncul setelah PemerintahDesa Karanganyar pada tahun 1947 menetapkan kebijakan pene-rapan landreform lokal. Kedua, penguatan posisi tawar, di manaburuh kulian yang sebelumnya tidak berdaya menghadapi dina-mika sosial, kini lebih mampu menghadapinya dengan berbekalhak garap atas tanah sawah yang ada padanya. Ketiga, pengu-atan gerakan, di mana penerapan landreform lokal sesungguhnyamerupakan wujud gerakan masyarakat desa untuk mengelolapertanahan dengan lebih adil, lebih mensejahterakan, dan lebihmendukung terwujudnya harmoni sosial. Keempat, penguatanpartisipasi, di mana kulian dan buruh kulian telah turut sertadalam penerapan landreform lokal dengan melaksanakan kewa-jibannya masing-masing.

Dengan berbagai penguatan tersebut, maka penerapanlandreform lokal di Desa Karanganyar telah menjangkau tujuanpemberdayan masyarakat, sebagai berikut: Pertama, enabling,yaitu menciptakan suasana, situasi, atau kondisi yang memung-kinkan potensi masyarakat Desa Karanganyar dapat berkem-bang. Kedua, empowering, yaitu memperkuat potensi atau dayayang dimiliki oleh masyarakat Desa Karanganyar, dengan menye-diakan tanah buruhan yang diperlukan di Desa Karanganyar.Ketiga, protecting, yaitu melindungi dan membela kepentinganmasyarakat Desa Karanganyar yang lemah, seperti petani yangtidak memiliki tanah sawah.

Ketika landreform lokal ala Desa Ngandagan beresonansidi Desa Karanganyar, sesungguhnya telah terjadi pemberdayaan

Page 133: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

121Resonansi Landreform Lokal ...

masyarakat berbasis komunikasi, yang strateginya sebagai beri-kut: Pertama, mengembangkan komunikasi, dengan cara mem-bangun interaksi antara Kepala Desa Karanganyar (sebagai publicf igure) dengan masyarakatnya. Kedua, mengintegrasikan aliansimitra strategis (Pemerintah Desa Karanganyar, kulian dan buruhkulian) dengan cara melibatkan mereka secara aktif. Ketiga,pendekatan langsung, dengan cara menggalang kerjasama antarunsur dalam mitra strategis, serta menggalang dukungan masya-rakat Desa Karanganyar pada umumnya melalui tokoh-tokoh-nya.

Sementara itu, landreform lokal ala Desa Ngandagan yangberesonansi di Desa Karanganyar juga dapat dimaknai sebagaipemberdayaan masyarakat berbasis kebutuhan masyarakat,dengan ciri sebagai berikut: Pertama, pemenuhan kebutuhandasar (basic need), ketika petani yang tidak memiliki tanah sawahmemperoleh hak garap atas tanah sawah, sehingga ia dapatmemperoleh hasil dari tanah tersebut. Kedua, penyediaanmekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut(safety net), ketika petani yang tidak memiliki tanah sawah ter-bantu dengan adanya hak garap atas tanah sawah. Ketiga, ada-nya landreform lokal sebagai alternative development, yangdidukung penyelenggaraan inclusive democracy melaluipemilihan kepala desa yang demokratis, sehingga mendukungterwujudnya economic growth (pertumbuhan ekonomi), genderequality (kesetaraan gender), dan intergenerational equity (kese-taraan antar generasi). Keempat, terbentuknya paradigma pem-bangunan yang bersifat people centered (berpusat pada masya-rakat), participatory (partisipatif), empowering (memberda-yakan), dan sustainable (berkelanjutan).

Sebagai ikhtiar pemberdayaan masyarakat, maka landreform

Page 134: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

122 Aristiono Nugroho, dkk.

lokal ala Desa Ngandagan yang beresonansi di Desa Karanganyarjuga memperlihatkan ciri strategi pemberdayaan masyarakat.Eko Dermawan (2011) menyatakan, bahwa strategi pemberda-yaan masyarakat dapat dikaji dengan menggunakan metode“ACTORS”, sebagai berikut: Pertama, authority, atau wewenangpemberdayaan dilakukan dengan memberikan kepercayaankepada masyarakat untuk melakukan perubahan yang mengarahpada perbaikan kualitas dan taraf hidup masyarakat. Sebagai-mana diketahui landreform lokal yang diterapkan di DesaKaranganyar dilakukan dengan memberi kepercayaan padamasyarakat yang terdiri dari kulian, buruh kulian, dan masya-rakat pada umumnya. Masyarakat diberi kepercayaan untukmelakukan perubahan yang mengarah pada perbaikan kualitasdan taraf hidup masyarakat, yang dibuktikan dengan penyerahanhak garap atas tanah sawah oleh kulian. Hak garap ini kemudianditerima oleh petani yang tidak memiliki tanah sawah untukmendapatkan hasil dari tanah tersebut, sehingga hidupnya beru-bah menjadi lebih baik. Berdasarkan kondisi ini, maka buruhberkesempatan untuk menentukan jenis komoditas yang akanditanamnya. Hal ini penting, agar buruh tani berkesempatanmemilih komoditas yang mempunyai harga jual tinggi.

Kedua, conf idence (rasa percaya diri) dan competence (ke-sanggupan), di mana pemberdayaan diawali dengan menim-bulkan dan memupuk rasa percaya diri, serta melihat adanyakesanggupan masyarakat untuk melakukan perubahan. Sebagai-mana diketahui landreform lokal yang diterapkan di DesaKaranganyar dilakukan oleh Kepala Desa Karanganyar denganmeyakinkan masyarakat, bahwa mereka dapat menata kembali(reform) penguasaan tanah di Desa Karanganyar. Masyarakatdiyakinkan, bahwa mereka sanggup melakukan perubahan

Page 135: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

123Resonansi Landreform Lokal ...

penguasaan tanah yang lebih adil. Berbekal rasa percaya diri,akhirnya masyarakat Desa Karanganyar mampu menerapkanlandreform lokal di desanya, yang ditandai oleh partisipasi kulian,buruh kulian, dan Pemerintah Desa Karanganyar.

Ketiga, truth (keyakinan), dengan meyakinkan masyarakat,bahwa mereka memiliki potensi untuk dikembangkan. Sebagai-mana diketahui landreform lokal yang diterapkan di DesaKaranganyar dilakukan oleh Kepala Desa Karanganyar denganmeyakinkan masyarakat, bahwa mereka memiliki potensi untukdikembangkan, yaitu ketersediaan tanah sawah dan tenaga kerjapara buruh kulian. Berbekal semangat keadilan dan guyub (keru-kunan atau kebersamaan), maka tanah sawah tersebut diman-faatkan sebagai basis penguasaan tanah yang lebih adil. Penye-rahan hak garap atas tanah sawah oleh kulian kepada buruhkulian, mampu memanfaatkan potensi tenaga kerja para buruhkulian, yang merupakan petani yang tidak memiliki tanahsawah. Hak garap ini memberi kesempatan buruh kulianmemanfaatkan tenaga yang ada padanya untuk menggaraptanah sawah, dan untuk melaksanakan kewajibannya bagikepentingan masyarakat Desa Karanganyar, yaitu kerjabakti danronda malam.

Keempat, opportunity atau kesempatan, dengan membe-rikan kesempatan pada masyarakat untuk mengembangkan diri.Sebagaimana diketahui landreform lokal yang diterapkan di DesaKaranganyar dilakukan dengan memberikan kesempatan padamasyarakat untuk mengembangkan diri. Buruh kulian diberikesempatan memanfaatkan hak garap atas tanah sawah, untukmemenuhi kebutuhan keluarganya. Sementara itu, kulian diberikesempatan mengembangkan empatinya pada anggota masya-rakat yang yang tidak memiliki tanah sawah. Dengan demikian

Page 136: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

124 Aristiono Nugroho, dkk.

terbangun harmoni sosial antara kulian dengan buruh kulian,dan masyarakat Desa Karanganyar pada umumnya.

Kelima, responsibility atau tanggung-jawab, dengan mem-bangkitkan rasa tanggung-jawab masyarakat untuk melakukanperubahan. Sebagaimana diketahui landreform lokal yangditerapkan di Desa Karanganyar dilakukan dengan membang-kitkan rasa tanggung-jawab kulian dan buruh kulian untuk mela-kukan perubahan. Kulian bertanggung-jawab untuk menye-rahkan hak garap atas tanah sawah yang dimilikinya, sebagaibentuk empati pada perjuangan buruh kulian memenuhi kebu-tuhan hidup diri dan keluarganya. Sementara itu, buruh kulianbertanggung-jawab untuk memanfaatkan tanah sawah yangdigarapnya dengan sebaik-baiknya, serta melaksanakan kerja-bakti dan ronda malam di Desa Karanganyar. Selain itu, Peme-rintah Desa Karanganyar juga memiliki tanggung-jawab untukmemfasilitasi hubungan yang harmonis antara kulian denganburuh kulian, dan masyarakat Desa Karanganyar pada umumnya.

Keenam, support atau dukungan, dengan memberi du-kungan pada masyarakat agar perubahan dapat dilakukan.Sebagaimana diketahui landreform lokal yang diterapkan di DesaKaranganyar dapat dilakukan dengan baik, karena adanya du-kungan Pemerintah Desa Karanganyar dan para kulian di DesaKaranganyar pada petani yang tidak memiliki tanah agar dapatmenggarap tanah sawah, untuk memenuhi kebutuhan diri dankeluarganya. Timbal baliknya, buruh kulian juga mendukungperubahan tersebut, dengan cara melaksanakan kewajibannyadalam memanfaatkan tanah sawah yang digarapnya, serta kerja-bakti dan ronda malam bagi kepentingan masyarakat Desa Ka-ranganyar pada umumnya.

Keberhasilan penerapan landreform lokal di Desa Karang-

Page 137: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

125Resonansi Landreform Lokal ...

anyar telah menguatkan kelembagaan pertanahan di desa ini,karena berhasil menunjukkan manfaat pertanahan bagi pember-dayaan masyarakat. Landreform lokal telah memberi aksesmasyarakat setempat terhadap tanah, melalui kerjasama yangsinergis para pihak, yaitu: (1) kulian, (2) buruh kulian, (3) peme-rintah desa, dan (4) masyarakat desa pada umumnya. Dengandemikian berhasil dibangun penguatan kapasitas para pihak,terutama buruh kulian. Meskipun muncul konsekuensi berupaadanya “tekanan” pada kulian untuk mengambil keputusan ber-partisipasi dalam penerapan landreform lokal di Desa Karang-anyar. Tetapi semua ini secara umum merupakan pembelajaransosial bagi para pihak dalam mewujudkan pertanahan yang adil,mensejahterakan, dan mampu mewujudkan harmoni sosial,sehingga layak untuk dilanjutkan.

Pemberdayaan masyarakat di Desa Karanganyar melaluilandreform lokal sejak tahun 1947 sesungguhnya tidak hanyameliputi aspek ekonomi, melainkan juga menjangkau aspeksosial, terutama ketika landreform lokal berkontribusi bagiterwujudnya harmoni sosial. Kontribusi ini berhasil diper-sembahkan oleh landreform lokal, karena pada dasarnya masya-rakat cenderung lebih siap diberdayakan lewat isu-isu lokal.Sebagaimana diketahui energi sosial terwujud dalam lembaga(tatanan) sosial yang dikenal dengan sebutan “landreform lokal”yang ada di Desa Karanganyar. Dengan kata lain lokalitas(landreform lokal) merupakan energi sosial dalam pemberdayaanmasyarakat Desa Karanganyar, yang tepatnya berupa daya, danmekanisme internal dalam mengatasi masalah.

Sebagai energi sosial, landreform lokal yang diterapkan diDesa Karanganyar memiliki tiga unsur, sebagai berikut: Perta-ma, gagasan (ideas), yaitu buah pikiran progresif yang trampil

Page 138: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

126 Aristiono Nugroho, dkk.

dan dapat diterima bersama. Sebagaimana diketahui landreformlokal yang diterapkan di Desa Karanganyar merupakan buahpikiran Kepala Desa Karanganyar tahun 1947, yang menunjukkanketerampilannya dalam mewujudkan keadilan penguasaantanah, sehingga dapat diterima oleh masyarakat.

Kedua, idaman (ideals) atau harapan bagi kepentinganbersama, berupa kesejahteraan bersama sebagai wujud realisasigagasan sebelumnya. Sebagaimana diketahui landreform lokalyang diterapkan di Desa Karanganyar memiliki idaman atauharapan bagi kepentingan bersama, di mana: (1) kulian dapatmenikmati kerukunan dengan masyarakat, (2) buruh kuliandapat menikmati hak garap atas tanah sawah, dan (3) masyarakatdesa pada umumnya dapat menikmati karya dan jasa para buruhkulian, yang melakukan kerjabakti dan ronda malam.

Ketiga, persaudaraan (friendship), yaitu wujud solidaritasdalam suatu satuan sosial, sebagai daya utama dalam prosesmencapai tujuan bersama. Sebagaimana diketahui landreformlokal yang diterapkan di Desa Karanganyar merupakan wujudpersaudaraan atau solidaritas antara kulian, buruh kulian, peme-rintah desa, dan masyarakat pada umumnya. Hal ini memberimanfaat berupa pencapaian tujuan bersama di Desa Karang-anyar, yaitu adil, mensejahterakan, dan harmonis.

Energi sosial (landreform lokal) ini penting untuk mengatasikemiskinan, dengan cara membuat masyarakat semakin mandiri.Masyarakat yang semula tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarhidupnya dibantu supaya dapat hidup lebih baik. Intinya mengu-bah struktur masyarakat melalui penyediaan kesempatan kerjadan peningkatan pendapatan, sehingga masyarakat dapat memi-liki saving (tabungan) untuk perlindungan sosial dan kesejah-teraannya. Sebagaimana diketahui landreform lokal yang diterap-

Page 139: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

127Resonansi Landreform Lokal ...

kan di Desa Karanganyar telah menjadikan buruh kulian mampumemperoleh penghasilan dari tanah sawah garapannya, sehing-ga dapat membantu pemenuhan kebutuhan diri dan keluar-ganya.

Landreform lokal yang diterapkan di Desa Karanganyar jugamerupakan bagian dari ikhtiar menanggulangi kemiskinan,dengan mendorong masyarakat miskin atau buruh kulian mela-kukan perubahan, yakni keluar dari problem kemiskinan, men-jadi berdaya, dan akhirnya mampu mandiri. Caranya denganmenggarap tanah sawah yang telah diberikan hak garapnyakepada yang bersangkutan. Inilah salah satu bentuk bantuanyang memberdayakan, dan tidak serampangan. Pemberian ban-tuan yang tidak memberdayakan hanya akan menjadi peng-hiburan bagi masyarakat miskin yang menerimanya, sehinggahanya akan menimbulkan rasa percaya diri yang rendah dikalangan masyarakat miskin.

Sudah saatnya masyarakat disadarkan, bahwa kemiskinanmerupakan fenomena dehumanisasi akibat kelalaian manusiaterhadap kemanusiaannya. Kemiskinan juga merupakan feno-mena inherenitas manusia, sehingga penanggulangannya harusmenitik-beratkan pada pemberdayaan masyarakat. Untuk ituada beberapa strategi yang tersedia bagi ikhtiar mengatasi kemis-kinan, antara lain: Pertama, strategi kedaruratan, misal melaluipemberian bantuan uang, atau barang. Strategi ini tidak dilak-sanakan di Desa Karanganyar, karena meskipun buruh kulianmembutuhkan hak garap atas tanah sawah, tapi kondisinyabelumlah darurat, melainkan berada pada level mendesak untuksegera dicarikan solusinya. Dengan demikian bantuan uangbukanlah strategi yang tepat mengatasi kemiskinan.

Kedua, strategi kesemantaraan atau residual, misal melalui

Page 140: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

128 Aristiono Nugroho, dkk.

pemberian stimulan untuk usaha-usaha produktif (ekonomi).Strategi ini tidak sepenuhnya dilaksanakan di Desa Karanganyar,karena stimulan yang diberikan kepada buruh kulian bukandalam bentuk benda-benda ekonomi, melainkan dalam bentukhak garap atas tanah sawah. Akibatnya, buruh kulian yang sebe-lumnya merupakan petani yang tidak memiliki tanah sawah,karena adanya landreform lokal menjadi petani yang memilikihak garap atas tanah sawah.

Ketiga, strategi pemberdayaan, misal pemberian pelatihandan pembinaan untuk menggalang partisipasi masyarakat. Stra-tegi ini tidak sepenuhnya dilaksanakan di Desa Karanganyar,karena pelatihan dan pembinaan yang diikuti oleh para buruhkulian tidaklah terlalu formal, melainkan dilakukan secarakekeluargaan dan partisipatoris. Kulian dan buruh kulian selalumendapat penjelasan dari kepala desa tentang pentingnya land-reform lokal bagi Desa Karanganyar, sehingga meskipun peng-galangan partisipasi tidak dilakukan secara formal, namun karenabesarnya manfaat landreform lokal, maka mereka berpartisipasidengan sepenuh-penuhnya.

Keempat, strategi “penanganan bagian yang hilang” (themissing piece strategy), misal melalui kegiatan-kegiatan yangdipandang dapat memutus rantai kemiskinan, seperti pemberianbantuan permodalan. Dalam konteks Desa Karanganyar, tanahsawah adalah modal utama bagi petani di desa ini. Dengandemikian pemberian bantuan permodalan dapat dimaknai seba-gai pemberian bantuan yang terkait dengan barang modal, yaitusawah. Buruh kulian mendapat bantuan, yang berupa hak garapatas tanah sawah, yang merupakan ikhtiar memutus rantaikemiskinan.

Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah keper-

Page 141: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

129Resonansi Landreform Lokal ...

cayaan diri masyarakat. Untuk itu, pada awal munculnya landre-form lokal, masyarakat diajak untuk mengenali kemiskinan yangmereka alami, dan menilai pengaruh kemiskinan tersebut terha-dap mereka. Selanjutnya masyarakat juga diajak mengenalipotensinya, yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kemis-kinan, misalnya berupa ikhtiar agar panen hasil-hasil pertaniandapat berlangsung dengan baik. Ketika potensi yang ada dimasyarakat dipandang belum memadai, maka diperlukan ban-tuan dari instansi terkait. Saat itulah Pemerintah Desa Karang-anyar menjadi fasilitator penghubung, yang menghubungkanmasyarakat dengan instansi pemberi bantuan.

Pemberian akses pada buruh kulian untuk menggarap tanahsawah yang bukan miliknya, yang kemudian dikenal denganistilah hak garap, merupakan kebijakan lokal yang mencakupbeberapa aspek, sebagai berikut: Pertama, sebagai upaya pena-taan struktural penguasaan tanah di Desa Karangnyar yang lebihadil, sehingga dapat menjamin hak masyarakat atas tanah.Kedua, sebagai upaya peningkatan pendapatan masyarakat,yang dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan hak garap atastanah sawah yang berada pada buruh kulian. Ketiga, mendorongketerlibatan kelompok tani dalam mendukung peningkatanproduktivitas tanah sawah yang digarap oleh buruh kulian.

Sebagaimana diketahui, buruh kulian tidak boleh melaku-kan deviation atau deviasi (penyimpangan) atas norma sosio-ekonomi yang ada dalam landreform lokal, yaitu: (1) produk-tivitas tinggi; (2) kesuburan terjaga; dan (3) kewajiban terpenuhi,seperti kerja bakti dan ronda malam. Dalam beberapa literatursosiologi, deviasi seringkali dimaknai sebagai perilaku yang adapada sejumlah orang yang melampaui batas-batas toleransi.Oleh karena itu, dalam konteks penerapan landreform lokal di

Page 142: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

130 Aristiono Nugroho, dkk.

Desa Karanganyar, maka deviasi bermakna perilaku para pihakyang melampaui batas-batas toleransi penerapan landreformlokal. Sebagai contoh, bila ada buruh kulian yang tidak mampumenjadikan garapannya sebagai tanah yang memiliki produk-tivitas tinggi, rusak kesuburan tanahnya, atau tidak melaksa-nakan kewajibannya (kerja bakti dan ronda malam); maka buruhkulian ini dapatlah dikatakan telah melakukan deviasi.

Bagi para pihak yang terlibat dalam penerapan landreformlokal, deviasi merupakan perbuatan tercela, sehingga para pihakberupaya menghindarinya. Kulian berupaya untuk tidak menarikkembali hak garap yang telah diserahkannya kepada PemerintahDesa Karanganyar, sedangkan buruh kulian berupaya untuktidak mengabaikan kewajibannya. Sementara itu, PemerintahDesa Karanganyar juga berupaya untuk tidak mengkhianatipenerapan landreform lokal. Sebagaimana diketahui deviasi akanterjadi, bila para pihak tidak lagi mengutamakan kepentinganbersama, yaitu pengelolaan pertanahan yang adil, sejahtera,dan harmoni di Desa Karanganyar. Bila ini terjadi, maka inter-koneksi para pihak akan berlangsung tanpa kaidah atau normayang disepakati. Interkoneksi tanpa kaidah atau norma semacaminilah, yang oleh Emile Durkheim disebut sebagai “anomi”.

Meskipun tidak terjadi di Desa Karanganyar, tetapi telahmenjadi pengetahuan umum, bahwa terjadinya deviasi meru-pakan pertanda bagi perlunya dilakukan perubahan struktursosial. Perubahan dilakukan, karena struktur sosial yang adadipandang tidak mampu lagi menopang dinamika sosial yangterjadi, dan tidak mampu lagi memenuhi perkembangan kebu-tuhan sosial. Selain memiliki penyimpangan (deviance) danpenyimpang (deviant), sesungguhnya deviasi (deviation) jugaberpeluang memiliki institusi menyimpang (deviant institution).

Page 143: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

131Resonansi Landreform Lokal ...

Dalam konteks landreform lokal di Desa Karanganyar, institusimenyimpang dapat terjadi ketika norma-norma kelembagaannyajustru memuat unsur ketidak-adilan, kemiskinan, dan dishar-moni. Walaupun pada kenyataannya, hal ini tidak terdapat padanorma-norma kelembagaan landreform lokal di Desa Karang-anyar.

Sebagai masyarakat yang masih mempertahankan semangatguyub, maka masyarakat Desa Karanganyar tidak menyukaideviasi. Bagi mereka deviasi tidak mendatangkan manfaat,melainkan lebih mendekatkan masyarakat desa pada kondisidisharmoni. Hanya saja yang dapat menjadi ancaman bagikeberlanjutan penerapan landreform lokal di Desa Karanganyaradalah adanya interaksi antara anggota masyarakat denganmasyarakat di luar Desa Karanganyar, yang boleh jadi membawanorma-norma baru. Bila ini terjadi, maka dapatlah dikatakan,bahwa deviasi terjadi karena adanya differential association(pergaulan yang berbeda). Mula-mula deviasi yang terjadi adalahdeviasi primer (penyimpangan awal), di mana akibatnya orangyang melakukan deviasi tersebut akan diberi label negatif.Berdasarkan label yang diterimanya, maka pelaku akan mende-f inisikan dirinya sebagai deviant (penyimpang). Lalu deviant akanmengulangi perbuatannya, karena baginya hal itu merupakankarakter atau identitas dirinya, yang akhirnya menghasilkandeviasi terus menerus dan semakin parah.

Tetapi, sebagaimana telah disampaikan, bahwa deviasitidak terjadi dalam penerapan landreform lokal di Desa Karang-anyar, karena kulian, buruh kulian, dan pemerintah desa telahmelaksanakan kewajibannya masing-masing. Walaupun dalamsemangat kritis, tetap terbuka kemungkinan terjadinya deviasi,meskipun dalam “dosis” yang kecil dan tidak mudah dikenali

Page 144: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

132 Aristiono Nugroho, dkk.

sebagai deviasi. Oleh karena tidak mudah dikenali sebagaideviasi, maka masyarakat Desa Karanganyar seringkali tidakmampu melihatnya. Hal ini memberi dampak positif, karenatidak ada pihak yang mendapat label sebagai deviant, akibatnyapara pihak yang terlibat dalam landreform lokal termotivasisebagai pihak yang tidak boleh melakukan deviasi.

Apabila ada salah satu anggota kelompok yang terlibatdalam landreform lokal di Desa Karanganyar, yang tergoda untukmelakukan deviasi, maka ia akan terlebih dahulu memperhatikansituasi dan kondisi kekinian. Pada awalnya orang tersebut akanmelakukan konformitas terlebih dahulu, yaitu melakukan penye-suaian dan mengikuti tujuan dan cara-cara yang telah berlakudi masyarakat dalam penerapan landreform lokal. Selanjutnyabila orang tersebut merasa, bahwa norm-norma yang berlakutidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kein-dahan yang diyakininya; maka ia akan melakukan inovasi, yaituikhtiar yang berfokus pada pencapaian tujuan, meskipun dengannorma-norma yang berbeda dengan yang dianut masyarakat.Apabila kemudian terjadi dialog antara orang tersebut denganmasyarakat, maka sebagai bentuk penghormatan kepada masya-rakat, ia akan melakukan cara-cara yang dapat diterima olehmasyarakat, dengan tetap fokus pada tujuan dilakukannyalandreform lokal. Tetapi, apabila orang tersebut menerima cara-cara yang digunakan masyarakat, tetapi ia menolak tujuan yangditetapkan oleh masyarakat, maka ia layak disebut sebagai“penganut ritualisme”. Hal ekstrim yang terjadi adalah ketikaorang tersebut menolak tujuan dan cara yang ditempuh masya-rakat untuk hidup lebih adil, sejahtera, dan mampu mewujudkanharmoni sosial. Sementara itu, puncaknya ekstrim adalah saatorang tersebut menyatakan menolak tujuan, dan ingin menggan-

Page 145: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

133Resonansi Landreform Lokal ...

tikannya dengan tujuan yang lebih berjagkau panjang.Meskipun deviasi tidak terjadi dalam penerapan landreform

lokal di Desa Karanganyar, tetapi secara umum diketahui bahwadeviasi dapat terjadi, apabila: Pertama, ada anggota kelompokyang mempelajari nilai-nilai dari luar Desa Karanganyar yangbertentangan dengan nilai-nilai landreform lokal yang diterapkandi Desa Karanganyar, tetapi ingin diterapkannya di Desa Karang-anyar sebagai kompetitor atas nilai-nilai yang telah ada. Kedua,ada anggota kelompok (misal: anggota kelompok kulian) yangberinteraksi dengan kelompok lain (misal: buruh kulian), yangkemudian berkesimpulan bahwa nilai-nilai landreform lokal yangberlaku ternyata tidak adil, karena lebih banyak menimbulkankerugian bagi kulian. Ketiga, ada anggota kelompok yangmerasa kepentingannya tidak terpenuhi, jika tunduk pada nilai-nilai landreform lokal yang berlaku di Desa Karanganyar. Keem-pat, bila ada anggota kelompok atau pihak yang terlibat dalamlandreform lokal yang merasa, bahwa telah muncul keadaantanpa aturan atau tanpa norma karena adanya gejolak sosial.

Berdasarkan uraian tentang deviasi tersebut, maka dapatlahdikatakan bahwa landreform lokal di Desa Karanganyar tidakmengalami deviasi, karena nilai-nilainya sungguh-sungguhsesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakatberikhtiar mempertahankannya sejak tahun 1947 hingga saatini. Telah diketahui, bahwa nilai-nilai landreform lokal terdiridari social goals (tujuan sosial) dan means (sarana yang tersedia),yang keduanya harus sama-sama ada agar landreform lokalberhasil diterapkan. Jika di beberapa wilayah perbedaan kelom-pok (kelas sosial) telah menimbulkan perbedaan tujuan dansarana yang dipilih, maka di Desa Karanganyar hal itu tidakterjadi. Para pihak di Desa Karanganyar memiliki tujuan yang

Page 146: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

134 Aristiono Nugroho, dkk.

sama yaitu keadilan, kesejahteraan, dan harmoni sosial; sehinggamereka sampai pada kesimpulan bahwa sarana yang dapat digu-nakan adalah landreform lokal.

Sebagai suatu kebijakan lokal, maka landreform lokal mem-butuhkan dukungan masyarakat Desa Karanganyar, yangmeliputi partisipasi para kulian, buruh kulian, dan masyarakatpada umumnya. Para kulian berpartisipasi dengan memberi hakgarap atas tanah sawah kepada buruh kulian, sedangkan paraburuh kulian berpartisipasi dengan menerima hak garap atastanah sawah serta melaksanakan kewajibannya, yang beruparonda malam dan kerjabakti. Dengan partisipasi semacam inidapatlah diketahui, bahwa para pihak yang terlibat landreformlokal memiliki ikatan sosial yang tinggi, sehingga dapat mence-gah mereka dari tindakan deviasi. Oleh karena itu, agar landreformlokal dapat terus menerus dipertahankan, dan tidak terjadi de-viasi, maka perlu dilakukan penguatan ikatan sosial antar parapihak yang terlibat dalam landreform lokal. Ikhtiar ini perludilakukan, karena seseorang yang terlepas ikatan sosialnyacenderung melakukan deviasi. Dengan kondisi seperti ini, makaPemerintah Desa Karanganyar perlu berperan sebagai lembagakontrol yang menjaga agar ikatan sosial tetap utuh dan kuat.

Ikatan sosial yang ada pada para pihak yang terlibat dalamlandreform lokal di Desa Karanganyar memiliki empat unsur,yaitu: Pertama, attachment, yaitu kemampuan para pihak un-tuk berinteraksi atau membangun interkoneksi satu sama lain.Misalnya interkoneksi terjadi ketika buruh kulian mampu berin-teraksi dengan kulian, pemerintah desa, dan masyarakat padaumumnya. Kedua, commitment, yaitu keterikatan para pihakpada sistem dan tata nilai yang telah dibangun sejak tahun 1947hingga saat ini, yang berkaitan dengan landreform lokal. Misalnya

Page 147: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

135Resonansi Landreform Lokal ...

ketika kulian bersedia menyerahkan hak garap atas tanah sawahkepada pemerintah desa, untuk selanjutnya diredistribusikankepada buruh kulian. Ketiga, involvement, yaitu keterlibatanpara pihak pada kegiatan yang berbasis landreform lokal, sehinggamuncul rasa memiliki dan kecintaan terhadap penerapanlandreform lokal. Keempat, beliefs, yaitu keyakinan para pihakpada kemurnian tujuan landreform lokal yang berupaya mewu-judkan penguasaan tanah yang lebih adil, menyejahterakan, danmampu menciptakan harmoni sosial.

Unsur-unsur ikatan sosial tersebut bersesuaian dengan kebi-jakan lokal yang ditetapkan oleh para Kepala Desa Karanganyarsejak tahun 1947 sampai dengan sekarang, yang berupa pene-rapan landreform lokal. Akibatnya masyarakat Desa Karanganyarmemberi dukungan pada kebijakan lokal tersebut. Hal ini ter-lihat dari adanya partisipasi para kulian, buruh kulian, danmasyarakat pada umumnya. Partisipasi antara lain datang darikulian yang berkenan memberi hak garap atas tanah sawahkepada buruh kulian, atau petani yang tidak memiliki tanahsawah. Dukungan semakin lengkap, ketika terlihat adanyapartisipasi para buruh kulian atau penerima hak garap atas tanahsawah. Para buruh kulian berpartisipasi dengan melaksanakankewajiban, seperti ronda malam dan kerjabakti. Selain itu, tentusaja buruh kulian harus menggarap tanah sawah sebaik-baiknya,agar produktivitasnya tinggi dan dapat memenuhi kebutuhankeluarganya.

Page 148: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

136

BAB IVDAMPAK RESONANSI LANDREFORM

A. Bagi Masyarakat

Menurut Heddy Shri Ahimsa Putra (2008:11-12), kearifanlokal adalah perangkat pengetahuan dan praktik-praktik yangdapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan dan/atau kesu-litan yang dihadapi dengan cara yang baik dan benar. Masihmenurut Heddy Shri Ahimsa Putra, kearifan lokal juga dapatdidef inisikan sebagai perangkat pengetahuan dan praktik-praktikbaik yang berasal dari generasi-generasi sebelumnya, maupundari pengalaman yang berhubungan dengan lingkungan danmasyarakat lainnya, milik suatu komunitas di suatu tempat,yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan dan/atau kesu-litan yang dihadapi dengan cara yang baik dan benar.

Berdasarkan pandangan Heddy Shri Ahimsa Putra, makalandreform lokal ala Desa Ngandagan yang dilakukan di DesaKaranganyar merupakan sebuah kearifan lokal, alasannya,Pertama, landreform lokal tersebut merupakan perangkatpengetahuan dan praktik-praktik di bidang pertanahan yangterjadi di lapangan dan dilakukan oleh masyarakat Desa Karang-anyar. Kedua, landreform lokal tersebut berasal dari generasi-

Page 149: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

137Resonansi Landreform Lokal ...

generasi sebelumnya, yang dalam hal ini digagas oleh R. SosroWardjojo. Ketiga, kemudian landreform lokal tersebut menjadipengalaman masyarakat Desa Karanganyar yang berhubungandengan lingkungan dan masyarakat lainnya. Keempat, land-reform lokal tersebut merupakan milik masyarakat Desa Karang-anyar, yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan dan/ataukesulitan yang berkaitan dengan pemilikan atau penggarapantanah, yang dihadapi dengan cara yang baik dan benar.

Sebagai sebuah kearifan lokal, landreform lokal ini dinikmatisecara langsung oleh 76 kepala keluarga, dan secara tidak lang-sung oleh seluruh masyarakat Desa Karanganyar. Konsekuen-sinya, 76 kepala keluarga yang menerima buruhan desa, atauhak garap atas tanah sawah hasil landreform lokal, memilikikewajiban melakukan ronda (jaga malam). Jadwal ronda dilak-sanakan secara bergiliran dengan dipimpin oleh perangkat desa,sebagai berikut: Pertama, ronda Hari Minggu dipimpin olehperangkat desa, yaitu Eko Nuryanto dan Rojikin, dengan ang-gota: (1) Isrondi, (2) Saring, (3) Dolah Sidik, (4) Marto, (5) Nga-diso, (6) Ngadiman, (7) Rusmadi, (8) Suntoko, dan (9) Suparman.Kedua, ronda Hari Senin dipimpin oleh perangkat desa, yaituA. Nuryadin, dengan anggota: (1) W. Harsono, (2) Minartoyo,(3) Nursidik, (4) Saryono, (5) Slamet Wiyarno, (6) A. Padjeri, (7)Vivi Riyanto, (8) Untung T., dan (9) Ponijo. Ketiga, ronda HariSelasa dipimpin oleh perangkat desa, yaitu Untung Wahyudi,dengan anggota: (1) Wagiran, (2) Kuwat, (3) Daryono, (4) Mustar,(5) Wasilun, (6) Maniso, (7) Mito, (8) A. Kaswandi, (9) Jemarun,dan (10) Supangat. Keempat, ronda Hari Rabu dipimpin olehperangkat desa, yaitu Sugito, dengan anggota: (1) Darso, (2)Kodir, (3) Muksin, (4) Pujiono, (5) Partono, (6) A. Khamdi, (7)Suparyo, (8) Wagiman, dan (9) Jasmadi. Kelima, ronda Hari

Page 150: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

138 Aristiono Nugroho, dkk.

Kamis dipimpin oleh perangkat desa, yaitu A. Zaeni, dengananggota: (1) Ponirin, (2) Sukardi, (3) Yulianto, (4) Sariyodiharjo,(5) Kasan Rohmat, (6) Sarino, (7) Amat Iswandi, (8) Narimo,dan (9) A. Kasroni. Keenam, ronda Hari Jum’at dipimpin olehperangkat desa, yaitu Istiharto, dengan anggota: (1) Wiryo Sastro,(2) Mulyorejo, (3) Sastro Sudarmo, (4) Tukino, (5) Salim, (6)Saliwon, (7) Kuswari, (8) Maryono, dan (9) A. Suwarno. Ketujuh,ronda Hari Sabtu dipimpin oleh perangkat desa, yaitu Supriyadi,dengan anggota: (1) Sukirman, (2) Sagimin, (3) Muji Sukur, (4)Suratno, (5) Sumino, (6) A. Kanafi, (7) Martono, (8) Suparno,(9) Poniran, dan (10) Suyono.

Selain ronda malam, penerima tanah buruhan desa (tanahsawah garapan) yang berjumlah 76 orang (kepala keluarga) inijuga wajib kerjabakti memperbaiki saluran irigasi dan perbaikanjalan desa. Kerjabakti dilakukan selapanan (setiap 35 hari),kecuali bila ada hajatan, pernikahan, dan kematian, maka wak-tunya disesuaikan dengan kebutuhan. Bahkan kegiatan (kerja-bakti) yang berkaitan dengan hajatan, pernikahan, dan kematiansepenuhnya menjadi tanggungjawab para buruhan (penggarap).Sejak tahun 2011 kewajiban bagi para buruhan juga ditambahdengan membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) atas tanahsawah yang digarapnya seluas 90 ubin.

Sebelumnya PBB atas tanah sawah yang menjadi tanah bu-ruhan desa dibayar oleh pemilik tanah, tetapi melalui RapatDesa Karanganyar pada tahun 2010 diputuskan, bahwa sejaktahun 2011 PBB atas tanah sawah yang menjadi tanah buruhandesa dibayar oleh masing-masing penggarapnya. Hal ini diawali,ketika pada tahun 2010 banyak terjadi protes ke Kantor DesaKaranganyar, terutama oleh pemilik tanah buruhan desa yangmerasa tidak menikmati hasilnya, tetapi harus membayar PBB.

Page 151: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

139Resonansi Landreform Lokal ...

Oleh karena itu, pada saat penyuluhan SISMIOP (Sistem Mana-jemen Informasi Obyek Pajak) 2011 sempat dibahas tentang pajakatas tanah buruhan desa (tanah garapan). Pada saat itu dilakukanmusyawarah membahas protes anggota masyarakat yang merasatidak menikmati hasilnya, tetapi harus bayar pajak. Saat musya-warah diputuskan bahwa yang membayar pajak adalah yangmenikmati hasil tanah buruhan desa. Selain itu juga diputuskan,bahwa bidang-bidang tanah sawah yang digarap oleh petanipenggarap, yang merupakan tanah garapan 90 ubinan, padapeta dan buku PBB dicatat sebagai “buruhan desa”.

Dengan demikian kewajiban para penerima buruhan desaselain berpartisipasi dalam kegiatan ronda dan kerjabakti,mereka juga diwajibkan membayar PBB atas tanah buruhan desayang digarapnya. Hal ini masih ditambah lagi dengan kewajibanmengikuti peraturan lainnya yang berlaku di Desa Karanganyar,yang berkaitan dengan tanah buruhan desa. Misalnya dalamhal pencabutan tanah buruhan desa dari penggarapan perangkatdesa, dan pencabutan tanah buruhan desa dari para penggarapyang sudah tua atau sudah tidak mampu melaksanakan tugas-nya; maka para penggarap buruhan desa wajib mengikuti keten-tuan yang dimuat dalam Surat Keputusan Kepala Desa Karang-anyar Nomor 141/101/2031/XI/2001.

Surat Keputusan Kepala Desa Karanganyar Nomor 141/101/2031/XI/2001 tentang Pencabutan Tanah Buruhan Dari Pengu-asaan Perangkat Desa dan Pencabutan Tanah Buruhan Dari ParaKuli Yang Sudah Tua/Tidak Mampu Melaksanakan Tugasnyaditetapkan di Desa Karanganyar pada tanggal 15 Nopember 2001,yang diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Desa Karang-anyar (Tjipto Sutarmo), dan Kepala Badan Perwakilan Desa (R.Joesoef, B.A.). Dalam surat keputusan ini penyerahan kembali

Page 152: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

140 Aristiono Nugroho, dkk.

tanah buruhan desa kepada Pemerintah Desa Karanganyardisebut dengan istilah “pencabutan tanah buruhan dari pengua-saan”. Sementara itu, para penggarap tanah buruhan desa dise-but dengan istilah “kuli”.

Surat Keputusan Kepala Desa Karanganyar Nomor 141/101/2031/XI/2001 ini ditetapkan dengan menimbang, hal-hal sebagaiberikut: Pertama, surat keputusan ini dibuat dalam rangka me-ningkatkan keadilan dan kemakmuran masyarakat Desa Karang-anyar, agar tercipta kehidupan masyarakat yang adil, makmur,damai dan sejahtera. Kedua, surat keputusan ini dibuat dalamrangka memperhatikan aspirasi masyarakat Desa Karanganyaryang disalurkan melalui Baperdes (Badan Perwakilan Desa)Karanganyar. Ketiga, surat keputusan ini merupakan hasil mu-syawarah antara Baperdes Karanganyar, perangkat Desa Karang-anyar, dan beberapa orang tokoh yang menjadi koordinatoraspirasi masyarakat Desa Karanganyar.

Konsideran Pertama pada Surat Keputusan Kepala DesaKaranganyar Nomor 141/101/2031/XI/2001 ini memperlihatkan“empat prinsip pengelolaan pertanahan” di Desa Karanganyar,sebagai berikut: Pertama, adil, yaitu ketika setiap anggotamasyarakat memperoleh keadilan distributif atau setiap anggotamasyarakat mendapat kebutuhan dasarnya, termasuk hak meng-garap atas tanah buruhan desa. Setelah mendapat keadilandistributif, barulah anggota masyarakat layak masuk ke arenakeadilan kontributif, ketika setiap anggota mendapat kesempatanyang sama untuk berkontribusi dan sekaligus berkompetisi da-lam memberikan kontribusi dan konsekuensi logis yang ditim-bulkannya; Kedua, makmur, yaitu ketika setiap anggota masya-rakat dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya, dan memperolehkesempatan berkontribusi dalam kualitas yang menjamin

Page 153: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

141Resonansi Landreform Lokal ...

keberlangsungan dan keberlanjutannya. Ketiga, damai, yaituketika kolektivitas masyarakat Desa Karanganyar terbentukdalam format interaksi yang harmoni. Hanya saja untuk menca-pai harmoni, maka ada persyaratan yang harus dipenuhi antaralain berupa pemenuhan kebutuhan dasar, dan kesempatanberkontribusi dalam kualitas yang menjamin keberlangsungandan keberlanjutannya. Keempat, sejahtera, yaitu ketika segenapikhtiar untuk mengelola pertanahan secara adil, makmur, dandamai telah terwujud, sehingga setiap anggota masyarakatberkesempatan untuk berada pada keluarga yang dalam termi-nologi BKKBN (2008) disebut keluarga sejahtera tahap III plus.

Keluarga sejahtera tahap III plus adalah keluarga yang dapatmemenuhi seluruh kebutuhannya, yaitu: Pertama, yang bersifatdasar, seperti: (1) pangan, (2) sandang, (3) papan, (4) kesehatan,dan (5) pendidikan. Kedua, sosial psikologis, seperti: (1) ibadah,(2) makan protein hewani, (3) pakaian, (4) ruang untuk interaksikeluarga, (5) kesehatan, (6) penghasilan, (7) baca tulis latin,dan (8) keluarga berencana. Ketiga, yang bersifat pengem-bangan, seperti: (1) peningkatan keagamaan, (2) menabung, (3)berinteraksi dalam keluarga, (4) ikut melaksanakan kegiatandalam masyarakat, dan (5) mampu memperoleh informasi.Keempat, berupa sumbangan yang nyata dan berkelanjutanbagi masyarakat, seperti: (1) secara teratur memberikan sum-bangan dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingansosial kemasyarakatan, serta (2) berperan aktif sebagai penguruslembaga kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keaga-maan, kesenian, olah-raga, pendidikan dan sebagainya.

Sementara itu, berdasarkan teks aslinya (otentik) SuratKeputusan Kepala Desa Karanganyar Nomor 141/101/2031/XI/2001 ini menetapkan, sebagai berikut: Pertama, buruhan

Page 154: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

142 Aristiono Nugroho, dkk.

perangkat desa tidak bisa dicabut/diminta kembali oleh masya-rakat. Ketetapan ini bermakna, bahwa tanah buruhan desa yangtelah ditetapkan untuk digarap oleh perangkat desa, tidak dapatlagi digarap oleh masyarakat. Apabila karena satu dan lain halperangkat desa yang menggarap tanah buruhan desa tidak dapatlagi menggarap tanahnya, maka hak garap atas tanah tersebutkembali kepada Pemerintah Desa Karanganyar. Untuk selan-jutnya tanah tersebut direditribusikan hak garapnya kepadaperangkat desa lainnya.

Kedua, bahwa penggarapan sawah mlaku gawe/kerag-kerigyang pada saat ditetapkannya peraturan ini sudah dimiliki,diberlakukan sampai penggarap (yang bersangkutan) meninggaldunia atau menyerahkan tanah garapannya. Ketetapan ini ber-makna, bahwa bagi para penggarap tanah buruhan desa yangtengah berlangsung, tidak akan diganggu-gugat dengan adanyasurat keputusan ini. Apabila seseorang yang berumur 70 tahunsejak sebelum terbitnya surat keputusan ini telah menggaraptanah buruhan desa, maka penggarapan tersebut terus dilanjut-kan sampai yang bersangkutan tidak mampu menggarap lagi,atau meninggal dunia.

Ketiga, para buruh kulian yang belum mendapat sawahburuhan/kerag-kerig, menunggu giliran, sampai ada buruh kulianyang menyerahkan sawah buruhan yang digarapnya ataumeninggal dunia. Ketetapan ini bermakna, bahwa masyarakatyang belum mendapat hak garap masih memiliki peluang untukmenggarap tanah buruhan desa, jika ada penggarap yang menye-rahkan kembali hak garapnya kepada Pemerintah Desa Karang-anyar, atau jika ada penggarap yang meninggal dunia. “Katup”harapan yang terbuka semacam ini, selama ini mampu meredam“tekanan” sosial yang kerap muncul di Desa Karanganyar.

Page 155: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

143Resonansi Landreform Lokal ...

Keempat, untuk para kuli kerag-kerig yang baru menger-jakan setelah peraturan ini berlaku dibatasi umurnya maksimum70 tahun. Ketetapan ini merupakan inti substansi Surat Kepu-tusan Kepala Desa Karanganyar Nomor 141/101/2031/XI/2001,yaitu: (1) tidak akan ada pencabutan tanah buruhan yang sedangdigarap oleh perangkat desa; dan (2) yang ada adalah penca-butan tanah buruhan yang sedang digarap oleh anggota masya-rakat, bila yang bersangkutan sudah tua (berusia lebih dari 70tahun) atau tidak mampu lagi menggarap tanah buruhan desa

Kelima, apabila ada yang mengundurkan diri dari kuliburuhan/meninggal dunia, diprioritaskan untuk diberikan kepa-da Ketua RT/RW yang belum memiliki tanah buruhan. Kete-tapan ini bermakna, bahwa Pemerintah Desa Karanganyar yangmemegang otoritas pengaturan terhadap subyek hak garap atastanah buruhan desa lebih mengutamakan perangkat desa untukmendapatkan hak garap. Kebijakan ini tidak mendorong konflik,karena masyarakat Desa Karanganyar menyadari tentangberatnya tugas perangkat desa, terutama Ketua RT/RW. Selainitu, konflik tidak terjadi, karena perangkat Desa Karanganyarberupaya sungguh-sungguh melaksanakan tugas dan fungsinyadalam melayani masyarakat.

Sebagai kelanjutan Surat Keputusan Kepala Desa Karang-anyar Nomor 141/101/2031/XI/2001 tentang Pencabutan TanahBuruhan Dari Penguasaan Perangkat Desa dan PencabutanTanah Buruhan Dari Para Kuli Yang Sudah Tua/Tidak MampuMelaksanakan Tugasnya yang ditetapkan tanggal 15 Nopember2001, maka dikeluarkan Surat Kepala Desa Karanganyar (TjiptoSutarmo) kepada Ketua Baperdes Karanganyar (R. Joesoef, B.A.)Nomor 140/111/931/I/2001 tanggal 10 Januari 2002 perihal Pengi-sian Kuli Kerag-Kerig.

Page 156: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

144 Aristiono Nugroho, dkk.

Surat Kepala Desa Karanganyar Nomor 140/111/931/I/2001tanggal 10 Januari 2002 tersebut diawali dengan kalimat, “Bersa-ma ini kami, Kepala Desa Karanganyar Kecamatan PituruhKabupaten Purworejo memberitahukan kepada Ketua Baperdes,bahwa saat ini kuli kerag-kerig ada 3 orang yang menyerahkandiri dengan alasan sudah tidak mampu.” Selanjutnya dijelaskan,bahwa mereka yang “menyerahkan diri” tersebut adalah: (1) A.Kuserin, (2) A. Ikhwan, dan (3) Sutodarmo. Selanjutnya KepalaDesa Karanganyar menjelaskan, bahwa dengan adanya keko-songan tersebut, maka berdasarkan kesepakatan rapat di BalaiDesa Karanganyar, diputuskan, sebagai berikut: (1) Bagi KetuaRT yang belum memiliki/mendapat sawah buruhan dipriori-taskan. (2) Bidang tanah yang semula digarap oleh A. Kuserin,yang masuk dalam Kelompok Bayan Partosutrisno, maka lang-sung diberikan pada Ketua RT.03 (Sumino). (3) Dua bidang tanahlainya, yang masuk dalam Kelompok Bayan Sugito, akan segeradiberikan kepada masyarakat yang masuk dalam wilayah kerjaKelompok Bayan Sugito, dengan cara diundi karena orang yangmembutuhkan lebih banyak.

Ketetapan yang terdapat pada Surat Kepala Desa Karang-anyar Nomor 140/111/931/I/2001 merupakan bukti “otentik” pelak-sanaan Surat Keputusan Kepala Desa Karanganyar Nomor 141/101/2031/XI/2001, yang kurang mengutamakan masyarakat DesaKaranganyar, melainkan lebih mengutamakan perangkat desauntuk mendapatkan hak garap. Saat ini kondisi tersebut belummenimbulkan konflik, karena masyarakat Desa Karanganyarmenyadari tentang beratnya tugas perangkat desa, dan perang-kat Desa Karanganyar berupaya sungguh-sungguh melaksanakantugas dan fungsinya dalam melayani masyarakat. Tetapi apabilaketetapan ini terus menerus diberlakukan, maka kemungkinan

Page 157: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

145Resonansi Landreform Lokal ...

akan menimbulkan pertanyaan berat di masa yang akan datang,terutama tentang penerima manfaat atas pengelolaan perta-nahan di Desa Karanganyar.

Setelah berlakunya Surat Keputusan Kepala Desa Karang-anyar Nomor 141/101/2031/XI/2001 tentang Pencabutan TanahBuruhan Dari Penguasaan Perangkat Desa dan PencabutanTanah Buruhan Dari Para Kuli Yang Sudah Tua/Tidak MampuMelaksanakan Tugasnya, dan adanya Surat Kepala DesaKaranganyar (Tjipto Sutarmo) kepada Ketua Baperdes Karang-anyar (R. Joesoef, B.A.) Nomor 140/111/931/I/2001 tanggal 10Januari 2002 perihal Pengisian Kuli Kerag-Kerig, maka dikelu-arkannya Surat Keputusan Ketua Baperdes Nomor 144/003/2031/I/2007 tanggal 16 Januari 2007 tentang Biaya Jual Beli Tanah,semakin memperjelas jawaban atas pertanyaan tentang pene-rima manfaat atas pengelolaan pertanahan di Desa Karanganyar.

Oleh karena tanah merupakan sesuatu yang penting, makaia diatur dengan relatif cermat di Desa Karanganyar. Misalnyatentang pengaturan biaya jual beli tanah. Sebagaimana diketahuiuntuk mengatur biaya jual beli tanah telah dikeluarkan SuratKeputusan Ketua Baperdes Nomor 144/003/2031/I/2007 tanggal16 Januari 2007 tentang Biaya Jual Beli Tanah. Surat keputusanyang ditandatangani oleh Ketua Baperdes (Waham Mulyadi)ini menetapkan, sebagai berikut: Pertama, biaya jual beli tanaholeh warga Desa Karanganyar sebesar 5 % dari harga jual beliditanggung oleh: (1) pembeli sebesar 3 %, dan (2) penjual sebesar2 %; Kedua, biaya jual beli tanah oleh bukan warga DesaKaranganyar sebesar 10 % dari harga jual beli ditanggung oleh:(1) pembeli sebesar 7 %, dan (2) penjual sebesar 3 %; Ketiga,kegunaan biaya tersebut diatur, sebagai berikut: (1) untuk kasdesa sebesar 20 %, (2) untuk saksi dari perangkat desa sebesar

Page 158: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

146 Aristiono Nugroho, dkk.

60 %, serta (3) untuk saksi dari Ketua BPD, Ketua RW, danKetua RT sebesar 20 %; Keempat, biaya hibah dan waris samadengan biaya yang dikenakan pada biaya jual beli tanah untukwarga Desa Karanganyar (lihat point pertama); Kelima, biayaperubahan atau rapat minggon besarnya Rp. 20.000,- per persildan berlaku untuk jual beli tanah dan hibah.

Meskipun secara sepintas Surat Keputusan Ketua BaperdesNomor 144/003/2031/I/2007 merupakan bagian dari produkhukum Desa Karanganyar, yang menegaskan elit Desa Karang-anyar sebagai pihak yang paling banyak menikmati pengelolaanpertanahan di Desa Karanganyar. Namun ada sisi baik yanghadir pada Surat Keputusan Ketua Baperdes Nomor 144/003/2031/I/2007, yaitu suatu ikhtiar untuk menekan peralihan tanahkepada pihak-pihak di luar Desa Karanganyar. Dengan usahaini maka kepemilikan tanah oleh masyarakat Desa Karanganyardapat dipertanahankan, sehingga mampu mempertahankanproduksi pertanian secara keberlanjutan usaha tani masyarakatDesa Karanganyar.

Ketika segenap produk hukum Desa Karanganyar yangmengatur dan berkaitan dengan pengelolaan pertanahan diper-hatikan, dapatlah dikatakan bahwa resonansi landreform lokalala Desa Ngandagan di Desa Karanganyar belum terlalu memberidampak yang kuat bagi masyarakat, karena lemahnya dukunganhukum formal lokal bagi masyarakat. Dukungan “hukum” yangrelatif kuat datang dari adat yang dibangun oleh masyarakat.Adat inilah yang selalu “mengingatkan” semua pihak yang terkaitdengan pertanahan, untuk memperhatikan manfaat pengelolaanpertanahan bagi masyarakat. Termasuk dalam hal ini manfaatlandreform lokal bagi masyarakat. Manfaat landreform lokalbagi masyarakat, yang dapat diamati dengan mudah hanyalah

Page 159: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

147Resonansi Landreform Lokal ...

adanya beberapa kepala keluarga petani yang memperoleh hakgarap atas tanah buruhan desa, dengan konsekuensi melaksa-nakan ronda malam dan kerigan (kerja bakti dan kerja sosial)serta membayar PBB atas tanah yang digarapnya.

Segenap uraian tentang dampak resonansi landreform lokalala Desa Ngandagan di Desa Karanganyar, sesungguhnya menje-laskan hal-hal sebagai berikut: Pertama, ada 76 kepala keluargayang menerima tanah buruhan desa (tanah sawah yang digarapoleh buruh kulian), yang masing-masing luasnya 90 ubin.Kedua, ada 76 kepala keluarga penerima hak garap tanahburuhan yang melaksanakan kerja bakti dan ronda malam bagikepentingan seluruh masyarakat Desa Karanganyar yang ber-jumlah 179 kepala keluarga. Ketiga, ada 76 kepala keluargayang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) atas tanahburuhan desa seluas 76 x 90 ubin. Keempat, ada 179 kepalakeluarga yang menikmati guyub, rukun, atau harmoni sosialsetelah diterapkannya landreform lokal di Desa Karanganyar.

Dampak resonansi landreform lokal ala Desa Ngandagandi Desa Karanganyar yang menyentuh kepentingan 76 kepalakeluarga yang menerima tanah buruhan desa, dan kepentinganmasyarakat Desa Karanganyar pada umumnya, telah memper-lihatkan terselenggaranya pertanahan yang adil, makmur, damai,dan sejahtera versi lokal atau versi masyarakat Desa Karang-anyar. Hal ini sesuai dengan konsideran pertama pada SuratKeputusan Kepala Desa Karanganyar Nomor 141/101/2031/XI/2001 yang diterbitkan tanggal 15 Nopember 2001, yang memper-lihatkan “empat prinsip pengelolaan pertanahan” di DesaKaranganyar versi masyarakat Desa Karanganyar. Kondisi inimemberi kesempatan bagi timbulnya pemahaman, bahwalandreform lokal yang diterapkan di Desa Karanganyar membawa

Page 160: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

148 Aristiono Nugroho, dkk.

dampak bagi masyarakat berupa pelaksanaan empat prinsippengelolaan pertanahan di Desa Karanganyar versi masyarakatDesa Karanganyar, yaitu adil, makmur, damai, dan sejahtera.

Ikhtiar para tokoh Desa Karanganyar yang dampaknya anta-ra lain berupa penerapan empat prinsip pengelolaan pertanahanlokal (adil, makmur, damai, dan sejahtera), sesungguhnyamerupakan ikhtiar yang berdampak pemberdayaan masyarakat.Hal ini dikarenakan pemberdayaan memiliki karakteristik peoplecentered (berpusat pada masyarakat), participatory (partisipatif),empowering (memberdayakan), dan sustainable (berkelanjutan).Sebagaimana diketahui landreform lokal yang diterapkan di DesaKaranganyar berpusat pada masyarakat (makmur dan sejahtera),partisipatif (kulian, buruh kulian, dan pemerintah desa terlibatdalam kegiatannya), memberdayakan (buruh kulian mempe-roleh hak garap atas tanah sawah), dan berkelanjutan (diterap-kan sejak tahun 1947 hingga saat ini).

Ketika perhatian diletakkan pada point-point tersebut, makadiketahui bahwa landreform lokal bukan melulu masalah ekono-mi (makmur dan sejahtera), melainkan juga masuk wilayahsosial atau nilai-nilai sosial. Segenap point-point tersebut sesung-guhnya dimaksudkan untuk memberi kemampuan pada masya-rakat menata pertanahannya, yang dalam perspektif DesaKaranganyar tahun 2001 dikenali sebagai pertanahan yang adil,makmur, damai, dan sejahtera. Ketika buruh kulian memilikipotensi tenaga kerja dan ketangguhan dalam bertani, makapotensi ini diberi kesempatan mengaktualisasi dalam bentukpenggarapan tanah buruhan desa yang berupa tanah sawah.

Landreform lokal yang diterapkan di Desa Karanganyartidaklah sekedar memenuhi basic needs (kebutuhan dasar), atausekedar mencegah terjadinya proses pemiskinan yang disebut

Page 161: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

149Resonansi Landreform Lokal ...

“safety net”. Landreform lokal sesungguhnya merupakan politikpembangunan alternatif versi masyarakat Desa Karanganyar,yang memperhatikan pertumbuhan (peningkatan pendapatanburuh kulian) seiring dengan ikhtiar memenuhi asas pemerataan(keadilan penguasaan tanah di Desa Karanganyar). Selain itu,landreform lokal yang diterapkan di Desa Karanganyar memilikikepekaan dalam mencegah konflik pertanahan, melalui upayamembangun harmoni sosial yang berbasis keadilan penguasaantanah. Oleh karena itu, pertumbuhan dan harmoni sosial bukan-lah dua hal yang incompatible (tidak cocok) atau antithetical(berlawanan), melainkan dua hal yang dapat dipaduserasikanmelalui landreform lokal.

Ketika landreform lokal yang diterapkan di Desa Karang-anyar membawa dampak bagi masyarakat, berupa pelaksanaanempat prinsip pengelolaan pertanahan versi masyarakat, makaterbuka peluang untuk memberi perhatian pada sektor pertaniandi desa ini. Caranya dengan meningkatkan harkat dan martabatpetani yang tidak memiliki tanah sawah, melalui pemberianhak garap atas tanah sawah. Dengan demikian landreform lokalmemampukan dan memandirikan buruh kulian, di mana merekadapat produktif menggarap tanah sawah, dan melaksanakankewajibannya yang berupa kerjabakti dan ronda malam. Halini sekaligus membuktikan, bahwa tidak ada anggota masyarakatyang tanpa daya, sepanjang pemerintah desa berkenan memfa-silitasi mereka agar berdaya. Pemberian hak garap telah memo-tivasi, mendorong, dan membangkitkan kesadaran buruh kulian,bahwa mereka mampu hidup produktif dan berkontribusi besarbagi masyarakat Desa Karanganyar. Saat itulah buruh kuliandapat berdaya, lepas dari ketergantungan, kemiskinan, danketerbelakangan.

Page 162: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

150 Aristiono Nugroho, dkk.

Pada gilirannya dampak resonansi landreform lokal ala DesaNgandagan di Desa Karanganyar, yang secara singkat disebut“landreform lokal di Desa Karanganyar” mendorong dampaklanjutan berupa: Pertama, terwujudnya enabling, yaitu kondisiDesa Karanganyar yang memungkinkan sebagian anggotamasyarakatnya (buruh kulian) mengalami perkembangan yanglebih baik. Petani yang tidak memiliki tanah sawah diberi hakgarap, agar ia dapat menggarap tanah sawah meskipun tidakmemilikinya. Enabling dapat terwujud karena landreform lokalmampu mendorong (encourage), dan membangkitkan kesadaran(awareness) masyarakat tentang potensi yang dimilikinya.

Kedua, terwujudnya empowering, yaitu penguatan dayasebagian masyarakat (buruh kulian) dengan memberikan hakgarap atas tanah sawah, sebagai bentuk pembukaan akses padaberbagai peluang (opportunities), yang dapat membuat sebagianmasyarakat menjadi lebih produtif. Oleh karena itu pemberianhak garap atas tanah sawah bagi buruh kulian merupakan sesu-atu yang mendasar, karena mendekatkan sebagian masyarakatpada sumber ekonominya. Walaupun untuk itu masih harusdilengkapi dengan dukungan modal, teknologi, dan jaminanpemasaran atas produk pertanian yang dihasilkan.

Ketiga, terwujudnya protecting, yaitu kondisi dan situasiyang mampu mencegah proses pemiskinan di masyarakat, kare-na tidak terbukanya akses kemakmuran dan kesjahteraan bagisebagian masyarakat Desa Karanganyar. Akses ini penting karenamerupakan syarat bagi lahirnya situasi dan kondisi damai diDesa Karanganyar, sepanjang para pihak menerapkan keadilanpenguasaan tanah. Dengan demikian melindungi (protecting)bukanlah mengisolasi pihak yang dilindungi, melainkan justrumembangun kemandiriannya. Selain itu, “melindungi” juga

Page 163: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

151Resonansi Landreform Lokal ...

dikenal sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya per-saingan bebas yang cenderung mematikan pihak yang lemah.Oleh karena itu, dalam konteks Desa Karanganyar, maka tidakboleh dibiarkan terjadi persaingan penguasaan tanah antarakulian dan buruh kulian, melainkan harus dilakukan fasilitasiagar antara keduanya terbangun harmoni sosial.

Sesungguhnya landreform lokal yang diterapkan di DesaKaranganyar bukanlah sekedar penguatan individu (buruh ku-lian) atau kelompok (para buruh kulian), melainkan sebuahpranata (institutions) bagi pelaksanaan landreform dalam versilokal, khususnya dalam versi Desa Karanganyar. Sebagai pranata,landreform lokal memiliki nilai-nilai budaya, yang dalam bahasaSurat Keputusan Kepala Desa Karanganyar Nomor 141/101/2031/XI/2001 yang diterbitkan tanggal 15 Nopember 2001 disebut“adil, makmur, damai, dan sejahtera”. Nilai-nilai ini merupakanempat prinsip pengelolaan pertanahan dalam versi lokal (DesaKaranganyar). Pranata landreform lokal merupakan pembaruanpranata sosial yang sebelumnya telah ada, di mana pemilik ta-nah sawah yang luas berhadap-hadapan dengan petani yangyang tidak memiliki tanah sawah. Kondisi yang membahayakanharmoni sosial ini, layak diperbarui melalui kehadiran pranatalandreform lokal.

Pranata landreform lokal merupakan salah satu strategimasyarakat Desa Karanganyar dalam menata kembali penguasa-an tanah, agar terwujud penguasaan tanah yang lebih adil danmemberdayakan masyarakat. Pranata ini memberi kesempatanpada masyarakat untuk terlibat dalam penerapannya di DesaKaranganyar, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Mes-kipun “dosis” kesempatannya relatif kecil, karena kuatnya domi-nasi elit desa dalam mengambil keputusan. Tetapi setidak-tidak-

Page 164: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

152 Aristiono Nugroho, dkk.

nya ada pelibatan kulian dan buruh kulian dalam konteks land-reform lokal, meskipun tetap dalam koordinasi Pemerintah DesaKaranganyar.

Ketika dampak resonansi landreform lokal ala Desa Ngan-dagan di Desa Karanganyar telah dirasakan oleh 76 kepalakeluarga yang menerima tanah buruhan desa, dan terpenuhinyakepentingan masyarakat Desa Karanganyar pada umumnyamelalui kerja bakti dan ronda malam yang dilakukan oleh buruhkulian, maka sesungguhnya telah terjadi pemberdayaan masya-rakat melalui landreform lokal. Ada tiga tahapan yang telah dilaluioleh landreform lokal hingga mampu bertahan sampai saat ini.Tahapan-tahapan itu adalah, sebagai berikut: Pertama, tahapinisiasi, di mana semua proses berawal dari Pemerintah DesaKaranganyar, yang dalam hal ini dilakukan oleh Kepala DesaKaranganyar pada tahun 1947. Pada saat itu masyarakat hanyamelaksanakan hal-hal yang direncanakan dan diinginkan olehKepala Desa Karanganyar. Oleh karena itu, segala sesuatu yangberkaitan dengan landreform lokal sangat bergantung padaPemerintah Desa Karanganyar, yang dalam hal ini adalah KepalaDesa Karanganyar.

Kedua, tahap partisipatoris, di mana kegiatan landreformlokal yang diterapkan di Desa Karanganyar, meskipun berasaldari Pemerintah Desa Karanganyar, namun telah melibatkanmasayarakat. Hal ini mewujud ketika masyarakat Desa Karang-anyar memiliki kesadaran tentang pentingnya landreform lokal,terutama dalam membangun harmoni sosial yang berbasiskeadilan penguasaan tanah sawah. Sebagai kegiatan yang diini-siasi oleh Pemerintah Desa Karanganyar demi kepentinganmasyarakat, maka pelibatan masyarakat dalam pelaksanaankegiatannya merupakan landasan yang kuat bagi keberlanjutan

Page 165: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

153Resonansi Landreform Lokal ...

di kemudian hari.Ketiga, tahap emansipatoris, di mana landreform lokal yang

diterapkan di Desa Karanganyar telah diakui sebagai adat (tradisi)masyarakat Desa Karanganyar. Pengakuan ini menjadi dasarbagi pemahaman, bahwa sesungguhnya landrefrom lokal meru-pakan inisiatif masyarakat, yaitu ketika ketika masyarakatberinisiatif melakukan resonansi landreform lokal ala DesaNgandagan di Desa Karanganyar. Pada tahap ini masyarakatsudah menyadari pentingnya landreform lokal, sehingga bersediaberpartisipasi dalam kegiatan yang terkait dengan landreformlokal. Kesadaran muncul karena mengetahui peran landreformlokal sebagai ikhtiar dan strategi dalam membangun harmonisosial di Desa Karanganyar. Oleh karena itu, masyarakat mendu-kung sepenuhnya ikhtiar dalam mewujudkan penguasaan tanahyang adil.

Penguasaan tanah yang adil, sebagai hasil dari landreformlokal yang diterapkan di Desa Karanganyar membawa dampakbagi masyarakat berupa pelaksanaan empat prinsip pengelolaanpertanahan di Desa Karanganyar versi masyarakat Desa Karang-anyar, yaitu adil, makmur, damai, dan sejahtera. Fakta ini seka-ligus memperlihatkan kemandirian masyarakat Desa Karang-anyar dalam menata pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakumereka di bidang pertanahan. Kepala Desa Karanganyar padatahun 1947 berhubungan langsung dengan kulian, untuk memin-ta mereka menyerahkan hak garap atas tanah sawah seluas 90ubin untuk setiap 250 ubin tanah sawah yang mereka miliki.Selanjutnya Kepala Desa Karanganyar pada masa itu meredis-tribusikan hak garap tersebut kepada para buruh kulian. Kondisiini terus menerus dipertahankan sejak tahun 1947 hingga seka-rang oleh seluruh kepala desa yang bertugas pada masa-masa

Page 166: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

154 Aristiono Nugroho, dkk.

berikutnya. Pada intinya Kepala Desa Karanganyar melakukanproses “pendampingan” kepada kulian dan buruh kulian, agarmereka dapat melaksanakan landreform lokal. Khusus bagi buruhkulian, mereka dibukakan aksesnya terhadap tanah sawah yangdimiliki oleh kulian. Sementara itu, para kulian dimobilisir agarbersedia menyerahkan hak garapnya atas tanah sawah yang dimi-liki kepada para buruh kulian. Pendekatan ini dilakukan, karenapada hakekatnya masyarakat terdiri dari kelompok-kelompokyang masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Buruh kulian memiliki kepentingan untuk mendapat aksesatas tanah sawah yang dimiliki para kulian, sedangkan kulianmemiliki kepentingan untuk menjadi bagian dari masyarakatDesa Karanganyar yang dikenal guyub (rukun). Sesungguhnyapendekatan ini dapat pula dikenali sebagai pendekatan penya-daran, yaitu pendekatan yang menyadarkan para pihak (kuliandan buruh kulian) tentang peran dan kepentingan masing-ma-sing, yang dapat diwujudkan secara harmoni.

Penerapan landreform lokal di Desa Karanganyar, sekaligusjuga merupakan kritik terhadap program-program pembangunanyang selama ini selalu diturunkan dari atas atau top down, dimanamasyarakat hanya tinggal melaksanakan saja. Dengan pem-bangunan bergaya top down, maka proses perencanaan pro-gram tidak melalui suatu penjajagan kebutuhan atau need asses-ment masyarakat, melainkan lebih sering dilaksanakan hanyaberdasarkan asumsi, survei, studi atau penelitian lembaga-lem-baga formal yang tidak “mengenal” kondisi masyarakat. Akibat-nya program yang ditetapkan tidak relevan dengan kebutuhanmasyarakat, dan masyarakatpun tidak merasa terlibat dan tidakmerasa memiliki terhadap program itu.

Sesungguhnya dengan partisipasi masyarakat keadaan itu

Page 167: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

155Resonansi Landreform Lokal ...

(pembangunan bergaya top down) dapat diperbaiki, dan kete-rampilan-keterampilan analitis dan perencanaan dapat dialihkankepada masyarakat. Dengan partisipasi masyarakat, makaketergantungan pada pihak luar akan dapat dikurangi, danpengambilan prakarsa serta perumusan program bisa berasaldari aspirasi masyarakat atau bottom up. Kondisi itulah (parti-sipasi masyarakat) yang terbangun di Desa Karanganyar, yangakhirnya mampu mendukung dan mempertahankan penerapanlandreform lokal di desa ini.

Selain itu, landreform lokal yang diterapkan di Desa Karang-anyar telah diakui sebagai langkah strategis dalam pemberda-yaan masyarakat (sosial dan ekonomi), melalui pemberian aksesatas tanah sawah kepada buruh kulian, sehingga mereka dapatberinteraksi dengan asset produksi atau productive assets. Bagiburuh kulian, tanah sawah merupakan modal produktif yangutama. Oleh karena itu, pemilikan, penguasaan, penggunaan,dan pemanfaatan tanah sangat penting dalam melindungi danmemajukan ekonomi buruh kulian. Pemilikan tanah yang makinmengecil (fragmentasi) memang sulit dicegah seiring denganterjadinya pewarisan, sehingga memaksa petani untuk melaku-kan pemanfaatan tanah dengan lebih ef isien, agar kebutuhankeluarga dapat dipenuhi. Caranya, antara lain dengan mening-katkan produktivitas melalui pengairan, bibit unggul, pemu-pukan, diversif ikasi usaha tani, atau pemilihan jenis budi dayayang mendukung perolehan nilai komersial yang tinggi.

Sebagai langkah strategis dalam pemberdayaan masyarakat,melalui pemberian akses atas tanah sawah kepada buruh kulian,maka landreform lokal ala Desa Ngandagan yang beresonansidi Desa Karanganyar telah membawa dampak positif bagi 76kepala keluarga. Dampak positif tersebut berupa adanya hak

Page 168: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

156 Aristiono Nugroho, dkk.

garap atas tanah buruhan desa bagi buruh kulian. Selain itu,juga diperoleh dampak positif bagi masyarakat Desa Karang-anyar pada umumnya, di mana berhasil diwujudkan pertanahanyang adil, makmur, damai, dan sejahtera versi lokal atau versimasyarakat Desa Karanganyar, sebagaimana tertuang dalamSurat Keputusan Kepala Desa Karanganyar Nomor 141/101/2031/XI/2001 yang diterbitkan tanggal 15 Nopember 2001.

Dalam konteks Desa Karanganyar, landreform lokal telahmenimbulkan perubahan sosial (social change), yang berbasispada perubahan struktur penguasaan tanah. Perubahan sosialadalah perbedaan antara kondisi sekarang dan kondisi sebe-lumnya, yang berkaitan dengan aspek-aspek sosial. Perubahansosial yang terjadi di Desa Karanganyar sebagai dampak pene-rapan landreform lokal, antara lain tersusunnya struktur pengu-asaan tanah yang baru (sejak tahun 1947 sampai saat ini), yangmelibatkan buruh kulian. Pada kondisi sebelumnya (sebelum1947), petani (anggota masyarakat Desa Karanganyar) yang tidakmemiliki tanah sawah, tidak dapat mengakses atau menggaraptanah sawah, kecuali dengan status sebagai buruh tani ataumelalui perjanjian bagi hasil. Tetapi setelah diterapkannyalandreform lokal (setelah tahun 1947), maka petani yang tidakmemiliki tanah sawah, dapat mengakses atau menggarap tanahsawah sebagai penggarap, yang tidak tergolong sebagai perjan-jian bagi hasil. Para petani memperoleh hak garap atas tanahsawah seluas 90 ubin, dan menikmati seluruh hasil panennya,dengan kewajiban melaksanakan kerjabakti dan ronda malambagi kepentingan Desa Karanganyar.

Perubahan sosial yang terjadi di Desa Karanganyar bukan-lah perubahan yang bersifat materialistik, melainkan perubahanyang bersifat idealistik. Perubahan yang bersifat materialistik,

Page 169: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

157Resonansi Landreform Lokal ...

adalah perubahan yang diakibatkan oleh adanya teknologi f isikatau benda, seperti: (1) kincir angin di Belanda yang memuncul-kan masyarakat feodal baru, (2) mesin uap di Inggris yangmemunculkan masyarakat industri kapitalistik, serta (3) kompu-ter dan internet di sebagian besar wilayah dunia yang memun-culkan masyarakat informasi. Sementara itu perubahan yangbersifat idealistik, adalah perubahan yang diakibatkan oleh ada-nya teknologi sosial (ide, tata nilai, gagasan, atau terapi sosial).Penerapan landreform lokal di Desa Karanganyar merupakanperubahan yang bersifat idealistik, karena perubahan yangterjadi disebabkan oleh adanya ide, tata nilai, gagasan, atauterapi sosial, yang digunakan untuk menciptakan strukturpenguasaan tanah yang lebih adil, lebih menyejahterakan, danmampu mewujudkan harmoni sosial.

Perubahan sosial yang terjadi di Desa Karanganyar melaluipenerapan landreform lokal merupakan perubahan yang revo-lutif, karena sejak ditetapkannya kebijakan ini pada tahun 1947,maka pada saat itu pula dilakukan perubahan struktur pengua-saan tanah. Perubahan ini ditandai dengan diperolehnya hakgarap atas tanah sawah yang luasnya masing-masing 90 ubinoleh 76 kepala keluarga petani yang tidak memiliki tanah sawah.Perubahan revolutif merupakan jenis perubahan yang palingsering dipilih oleh tokoh-tokoh yang memperjuangkan kepen-tingan masyarakat, seperti: keadilan, kesejahteraan, dan har-moni sosial. Meskipun jenis perubahan ini sangat beresiko,namun merupakan pilihan yang tepat bagi upaya memper-juangkan kepentingan masyarakat. Selain perubahan yangrevolutif, sesungguhnya masih ada dua jenis perubahan lainnya,yaitu perubahan evolutif dan perubahan reformatif. Perubahanevolutif adalah perubahan yang memakan waktu lama, yang

Page 170: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

158 Aristiono Nugroho, dkk.

cenderung hanya dilakukan di level tertentu, dan kurangmengakomodir input dari grass root. Sementara itu, perubahanreformatif adalah perubahan yang gradual dan parsial, yang tidakterlalu cepat, namun juga tidak terlalu lambat, sebagai bentukkompromi antara perubahan evolutif dengan perubahan revo-lutif.

Untuk mendukung keberhasilan perubahan revolutif melaluipenerapan landreform lokal di Desa Karanganyar, maka R. SosroWardjojo (Kepala Desa Karanganyar, tahun 1945 – 1977) meman-faatkan kelompok-kelompok sosial yang ada di Desa Karang-anyar. Saat itu ada dua kelompok sosial yang terstruktur, yang“saling berhadapan”, yaitu kulian dan buruh kulian. Pada awalnyaR. Sosro Wardjojo memanfaatkan sifat manusia sebagai makh-luk individu, yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungandengan manusia lain, yang dalam masyarakat Desa Karanganyardikenal dengan konsep “guyub”. Sebagai akibat dari hubunganyang terjadi antar manusia inilah, maka lahir kelompok-kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh kepentinganbersama dalam satu kelompok. Oleh karena itu, keberadaankelompok sosial (seperti: kulian dan buruh kulian) justru menye-mangati R. Sosro Wardjojo, dalam menerapkan landreform lokalyang akhirnya bermanfaat bagi kulian dan buruh kulian.

Dalam kaitannya dengan landreform lokal, ada tiga kelom-pok sosial yang melakukan ‘interkoneksi’ di Desa Karanganyar,yaitu kelompok kulian, kelompok buruh kulian, dan pemerintahdesa. ‘Interkoneksi’ terjadi dengan memanfaatkan pranata sosialyang ada di Desa Karanganyar, yaitu segenap norma sosial yangmampu dan dapat mengatur serta mengendalikan perilakumasyarakat. Dengan kata lain para pihak yang terlibat dalamlandreform lokal telah memanfaatkan pranata sosial, sebagai

Page 171: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

159Resonansi Landreform Lokal ...

sebuah sistem perilaku sosial yang berbasis penguasaan tanah.Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatdi bidang pertanahan, yang berupa tata penguasaan tanah yangadil, menyejahterakan, dan mampu mewujudkan harmonisosial.

Upaya memenuhi kebutuhan masyarakat di bidangpertanahan antara lain diwujudkan melalui pemberian aksesatas tanah sawah kepada buruh kulian, yang dikenal dengansebutan landreform lokal. Pada awalnya pemberian akses initerjadi dalam penerapan landreform lokal ala Desa Ngandagan,yang kemudian beresonansi di Desa Karanganyar. Sejak tahun1947 (pada awal penerapan landreform lokal di Desa Karang-anyar) hingga saat ini, landreform lokal telah membawa dampakpositif bagi 76 kepala keluarga. Dampak positif tersebut berupaadanya hak garap atas tanah buruhan desa bagi buruh kulian.Selain itu, juga diperoleh dampak positif bagi masyarakat DesaKaranganyar pada umumnya, di mana berhasil diwujudkanpertanahan yang adil, makmur, damai, dan sejahtera versi lokalatau versi masyarakat Desa Karanganyar, sebagaimana tertuangdalam Surat Keputusan Kepala Desa Karanganyar Nomor 141/101/2031/XI/2001 yang diterbitkan tanggal 15 Nopember 2001.

B. Bagi Elit Desa

Elit desa (pemegang kekuasaan di desa) sadar bahwa land-reform lokal ala Desa Ngandagan yang dilakukan di Desa Karang-anyar merupakan sebuah kearifan lokal yang menguntungkan,karena manfaatnya bukan saja dirasakan oleh masyarakat,melainkan juga dirasakan oleh Pemerintah Desa Karanganyar.Oleh karena itu, sebagai upaya membangun harmoni denganmasyarakatnya, maka Pemerintah Desa Karanganyar berupaya

Page 172: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

160 Aristiono Nugroho, dkk.

memperhatikan kesejahteraan masyarakat dengan memanfa-atkan setiap potensi yang dimiliki Desa Karanganyar. Salah satucontohnya adalah pelaksanaan bedah rumah di Desa Karang-anyar.

Sebagaimana diketahui, bedah rumah diusulkan olehmasyarakat kepada Pemerintah Desa Karanganyar, yang dalamhal ini adalah Kepala Desa Karanganyar. Pada kondisi ini, makaKepala Desa Karanganyar dapat memainkan peran sebagai orangyang berjasa bagi masyarakatnya. Walaupun kemudian dite-tapkan, bahwa rumah yang diusulkan untuk dibedah (dipugar)haruslah dalam kondisi, sebagai berikut: Pertama, rumahtersebut memiliki lantai tanah. Kedua, dinding rumah terbuatdari gedek atau anyaman bambu. Ketiga, rumah tersebut tidakmemiliki ruang belajar bagi anak sekolah, padahal keluarga yangtinggal di dalam rumah tersebut memiliki anak usia sekolah.

Berdasarkan data yang terdapat di Kantor Desa Karanganyardiketahui, bahwa kualitas bangungan rumah masyarakat berva-riasi, sebagai berikut: Pertama, berdasarkan kualitas dinding,ada 116 unit rumah berdinding tembok, 53 unit rumah berdindingkayu, dan 3 unit rumah berdinding bambu. Kedua, berdasarkankualitas lantai, ada 100 unit rumah berlantai keramik, 68 unitrumah berlantai semen, dan 9 unit rumah berlantai tanah.Ketiga, berdasarkan kualitas atap bangunan, ada 152 unit rumahberatap genteng, 15 unit rumah beratap seng, dan 1 unit rumahberatap asbes. Ketua RW. 01 (Sastro Sudarmo) menjelaskan,bahwa sesungguhnya rumah yang perlu dibedah di Desa Karang-nyar ada 5 (lima) buah, yang letaknya di RT. 01 sebanyak 2(dua) buah, di RT. 02 sebanyak 1 (satu) buah, di RT. 03 sebanyak1 (satu) buah, dan di RT.04 sebanyak 1 (satu) buah. Tetapi dari5 (lima) rumah yang perlu dibedah tersebut baru dapat dibedah

Page 173: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

161Resonansi Landreform Lokal ...

2 (dua) rumah, yaitu 1 (satu) buah di RT.01 dan 1 (satu) buah diRT.04.

Pada tahun 2012 rumah yang dibedah adalah rumah milikJuma Wasikun, yang dikerjakan oleh 76 petani penggarap dan24 orang sukarelawan, sehingga jumlah seluruhnya sebanyak100 orang. Panitia bedah rumah milik Juma Wasikun diketuaioleh Ketua RW.01 (Sastro Sudarmo), sedangkan pelaksanaanbedah rumah dimulai pada tanggal 6 Mei 2012 dan berakhir(selesai) pada tanggal 9 Mei 2012. Pelaksanaan bedah rumahdiawali oleh adanya usulan masyarakat. Setelah diusulkan olehmasyarakat kepada Pemerintah Desa Karanganyar, lalu usulantersebut dibawa ke BKAD (Badan Koordinasi Antar Desa), yangkemudian BKAD mengirim tim untuk melakukan pengecekanke lokasi.

Setelah disetujui, maka disediakan dana hibah dari SimpanPinjam Perempuan (kegiatan simpan pinjam yang diselengga-rakan oleh kaum perempuan) sebesar Rp. 3.000.000,- dan ban-tuan dari Pemerintah Desa Karanganyar sebesar Rp. 3.000.000,-sehingga terkumpul Rp. 6.000.000,-. Kemudian rumah dibedah,di mana material yang diperlukan dibeli dengan menggunakandana yang Rp. 6.000.000,- tersebut, sedangkan tenaganya tidakdibayar karena dikerjakan oleh petani penggarap dan sukare-lawan.

Selain bedah rumah, Pemerintah Desa Karanganyar jugaberupaya membantu keluarga miskin yang ada di wilayahnyadengan menyalurkan bantuan. Sebagaimana diketahui padatahun 2006 jumlah KK (Kepala Keluarga) miskin di Desa Karang-anyar sebanyak 61 KK, yang kemudian pada tahun 2008 jum-lahnya menurun menjadi 59 KK. Informasi tentang KategoriKepala Keluarga Miskin di Desa Karanganyar pada tahun 2008

Page 174: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

162 Aristiono Nugroho, dkk.

dapat dilihat pada Tabel 2.Kepala keluarga miskin ini menerima bantuan dari Peme-

rintah Pusat, melalui program bantuan yang disebut “BLT”(Bantuan Langsung Tunai). Pada tahun 2006 penerima BLT diDesa Karanganyar berjumlah 61 orang karena ada 61 KK yangtergolong miskin, sedangkan pada tahun 2008 penerima BLTdi Desa Karanganyar berjumlah 59 orang karena ada 59 KKyang tergolong miskin. Selain terdapat 59 KK yang tergolongmiskin, pada tahun 2008 juga terdapat 32 KK yang tergolonghampir miskin yang juga memerlukan bantuan. Untuk membantu32 KK hampir miskin yang perlu bantuan, maka dilakukanmusyawarah antara Pemerintah Desa Karanganyar dengan 59KK yang akan menerima BLT, dengan hasil musyawarah sebagaiberikut: Pertama, masing-masing KK yang menerima BLT (yaitu:59 KK) sebesar Rp. 300.000,- menyerahkan uang sebesar Rp.50.000,- kepada Ketua RW. 01, sehingga terkumpul uang sebesarRp. 50.000,- x 59 = Rp. 2.950.000,-. Kedua, uang tersebutkemudian disalurkan oleh Ketua RW kepada 32 KK hampir miskinyang memerlukan bantuan, di mana masing-masing menerimaRp. 92.000,- Totalnya: Rp. 92.000,- x 32 = Rp. 2.944.000,-.Ketiga, sisa uang sebesar Rp. 6.000,- dimasukkan ke kas RW.01.Keempat, kelompok hampir miskin yang menerima bantuanini adalah mereka, yang tidak berpenghasilan tetap, pengha-silannya kurang dari Rp. 500.000,- per bulan, rumahnya berlantaitanah, dan memiliki pendapatan lain dari buruh tani tetapi tidakcukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Page 175: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

163Resonansi Landreform Lokal ...

Tabel 2: Kategori Kepala Keluarga Miskin di DesaKaranganyar

Sumber: Kantor Desa Karanganyar, 2008.

Selain BLT, Desa Karanganyar juga memperoleh bantuanlainnya, seperti: bantuan ADD (Anggaran Dana Desa), bantuanbagi SPP (Simpan Pinjam yang dikelola Perempuan), dan bantuandana sosial (hibah). Dana bergulir yang pernah diterima olehSPP Desa Karanganyar, yaitu: (1) pada tahun 2009 sebesar Rp.10 juta, (2) pada tahun 2010 sebesar Rp. 12 juta, (3) pada tahun2011 tidak menerima dana bergulir, dan (4) pada tahun 2012sebesar Rp. 16 juta. Saat angka-angka dana bergulir yang dite-rima oleh SPP Desa Karanganyar diperhatikan, maka angka-angka tersebut menunjukkan tingginya kepercayaan PemerintahKabupaten Purworejo pada SPP Desa Karanganyar.

Kepercayaan ini layak diberikan pada SPP Desa Karang-anyar, karena kinerja organisasi kaum perempuan memangnyata diabdikan bagi masyarakat, selain tentu saja bagi kaumperempuan Desa Karanganyar. Sebagai contoh, keuntungan darihasil mengelola dana yang diperoleh oleh SPP Desa Karanganyardigunakan untuk kegiatan sosial, seperti: (1) untuk kegiatan khi-tanan massal pada tahun 2010, dan (2) untuk kegiatan bedahrumah anggota masyarakat yang tidak mampu secara ekonomipada tahun 2011.

RTKategori

Tidak Miskin(KK)

Hampir Miskin(KK)

Miskin (KK)

01 21 19 1402 30 4 1203 7 8 1704 13 16 16

Jumlah 71 47 59

Page 176: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

164 Aristiono Nugroho, dkk.

Sementara itu, untuk mendukung kegiatan pertanian diDesa Karanganyar, Pemerintah Kabupaten Purworejo menaruhperhatian pada upaya pembuatan jaringan irigasi. Jaringan inipenting untuk mempertahankan kesuburan tanah di DesaKaranganyar, dan membantu petani memperoleh hasil panenyang baik atas tanah sawahnya. Hal ini dibuktikan dengan ada-nya hibah dari Bupati Purworejo bagi masyarakat Desa Karang-anyar sebesar Rp. 24.300.000,- untuk pembuatan irigasi sepan-jang 300 meter di Desa Karanganyar.

Selain membangun kesejahteraan melalui sektor pertanian,juga dibangun harmoni sosial melalui keberadaan “Rukun Kema-tian Setia Budi”, di mana bagi keluarga yang angota keluarganyameninggal mendapat bantuan kain kafan. Jika yang meninggalwarga Dusun-1, maka Ketua Dusun-2 (Sugito) menggerakkanwarganya untuk menyiapkan kuburan. Sebaliknya, jika yang me-ninggal warga Dusun-2, maka Ketua Dusun-1 (Istiharto) meng-gerakkan warganya untuk menyiapkan kuburan.

Masih dalam rangka meningkatkan kesejahteraan danharmoni sosial, Pemerintah Desa Karanganyar mendorong ter-bentuknya kelompok tani, yang berfungsi menyalurkan bantuanpada petani. Pada tahun 2012 ada dua kelompok tani di DesaKaranganyar, yaitu: (1) Kelompok “Tani Jaya” yang dipimpin olehSunarno; dan (2) Kelompok “Mekar Tani” yang dipimpin olehSupriyadi. Melalui kelompok tani ini para petani dapat menik-mati bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Pur-worejo, seperti bantuan bibit kedelai.

Adanya peningkatan kesejahteraan dan harmoni sosial,telah membangun kesadaran segenap masyarakat dan elit DesaKaranganyar tentang pentingnya landreform lokal sebagai sebuahkearifan lokal, yang akhirnya mendorong Pemerintah Desa

Page 177: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

165Resonansi Landreform Lokal ...

Karanganyar untuk mengatur pertanahan desa dengan sebaik-baiknya. Pengaturan ini meliputi pengaturan pengelolaan danpemanfaatan tanah kas desa yang berkaitan dengan kelompokelit desa, seperti: (1) penghargaan bagi mantan kepala desa; (2)penghasilan kepala desa; (3) pensiunan kepala desa, sekretarisdesa, dan perangkat desa.

Sebagai contoh, Pertama, penghargaan bagi mantan kepaladesa, tidaklah diputuskan oleh Kepala Desa Karanganyar seke-hendaknya, melainkan harus dilaksanakan berdasarkan pera-turan Desa Karangnyar, yaitu Peraturan Desa KaranganyarNomor 142/01/IV/2007 tentang Penghargaan Bagi Mantan KepalaDesa. Peraturan Desa Karanganyar ini dibuat untuk melaksa-nakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten PurworejoNomor 17 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan KepalaDesa dan Perangkat Desa.

Menurut peraturan daerah tersebut kepala desa danperangkat desa yang telah purna tugas dapat diberikan pensiundari desa, yang disesuaikan dengan kemampuan desa. IsiPeraturan Desa Karanganyar Nomor 142/01/IV/2007 adalah,sebagai berikut: Pasal 1 menyatakan, “Mencabut penghargaan/pensiunan mantan Kepala Desa terdahulu yaitu nama sdr.Tjiptosudarmo dan mengembalikan ke desa.” Pasal 2 menya-takan “Memberikan penghargaan/pensiunan bagi Kepala Desayang telah purna tugas, yaitu sdr. Tjiptosudarmo berupa tanahbengkok seluas 5.880 m2, yaitu tanah sawah persil no. 6 S II.”Pasal 3 menyatakan, “Pemberian penghargaan bagi mantanKepala Desa tersebut selama 5 tahun seluas 3.780 m2 denganperincian dimulai musim tanam ke II (April 2007 – Juli 2007)sampai dengan musim tanam I (Agustus 2011 – Maret 2012).Ditambah seluas 2.100 m2 selama 1 tahun (2 x garapan) dimulai

Page 178: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

166 Aristiono Nugroho, dkk.

musim tanam II (April 2012 – Juli 2012) Sampai dengan musimtanam I (Agustus 2012 – Maret 2013).” Pasal 4 menyatakan, “Pera-turan Desa ini mulai berlaku sejak berakhirnya masa jabatanKepala Desa tersebut.”

Berdasarkan isi Peraturan Desa Karanganyar Nomor 142/01/IV/2007 dapat diketahui, bahwa kelompok elit Desa Karang-anyar mendapat fasilitas yang cukup baik, terutama yang ber-kaitan dengan kepala desa. Sebagaimana diketahui saat seseorangmenjabat kepala desa, ia memperoleh fasilitas berupa: (1) tanahbengkok seluas 20 iring pada masa sebelum R. Sosro Wardjojomemimpin Desa Karanganyar, atau (2) tanah bengkok seluas 12iring pada masa sesudah R. Sosro Wardjojo memimpin DesaKaranganyar. Fasilitas kembali diperoleh setelah seseorang tidaklagi menjabat kepala desa, berupa tanah bengkok seluas 5.880m2.

Peraturan Desa Karanganyar Nomor 142/01/IV/2007 dite-tapkan di Desa Karanganyar tanggal 19 April 2007 oleh KepalaDesa Karanganyar (Tjipto Sutarmo). Peraturan desa ini disahkanoleh Baperdes Karanganyar, dan ditandatangani oleh WahamMulyadi, selaku Ketua Baperdes Karanganyar. Selanjutnya pera-turan desa dikirimkan sebagai tembusan kepada: (1) BupatiPurworejo, (2) Kepala Bawasda Kabupaten Purworejo, (3) CamatPituruh, (4) Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Karang-anyar.

Ketika Peraturan Desa Karanganyar Nomor 142/01/IV/2007ditandatangani oleh Ketua Baperdes Karanganyar, maka timbulkesan bahwa peraturan desa ini telah mendapat persetujuanmasyarakat. Kesan ini akan teranulir saat ternyata ada keluargadi Desa Karanganyar yang tidak memiliki tanah. Ironinya, datayang terdapat di Kantor Desa Karanganyar menunjukkan adanya

Page 179: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

167Resonansi Landreform Lokal ...

47 keluarga yang tidak mempunyai tanah atau tidak memilikihak garap atas tanah. Dengan demikian, kesan mendapatpersetujuan masyarakat menjadi layak dipertanyakan.

Contoh Kedua, penghasilan kepala desa, dengan member-lakukan Peraturan Desa Karanganyar Nomor 142/02/IV/2007tentang Penghasilan Kepala Desa. Peraturan desa ini dibuatuntuk melaksanakan Pasal 2 Peraturan Daerah KabupatenPurworejo Nomor 17 Tahun 2000 tentang Kedudukan KeuanganKepala Desa dan Perangkat Desa. Menurut peraturan daerahtersebut kepala desa dan perangkat desa diberikan penghasilanyang disesuaikan dengan kemampuan desa.

Peraturan Desa Karanganyar Nomor 142/02/IV/2007 me-muat ketentuan, sebagai berikut: Pasal 1 menyatakan, “Peng-hasilan Kepala Desa Karanganyar Periode 2007 – 2008 yaituSdr. Suyono berupa tanah bengkok seluas 20.160 m2 yang terdiridari tanah sawah persil 28 S III seluas 5.880 m2, tanah sawahpersil 16 S I seluas 13.440 m2, tanah sawah persil 6 S II seluas840 m2.” Pasal 2 menyatakan, “Pemberian penghasilan bagiKepala Desa tersebut selama 6 tahun, terhitung sejak tanggalpelantikan sampai dengan masa jabatan, dengan perinciansebagai berikut: (1) Penggarapan MT II tahun 2007 (April 2007– Juli 2007) seluas 10.080 m2. (2) Penggarapan MT I tahun 2008(Agustus 2007 – Maret 2008) seluas 2.160 m2 sampai denganMT II tahun 2012 (April – Juli 2012) (II X garapan). (3) Peng-garapan MT I tahun 2013 (Agustus – Maret 2013) seluas 10.080m2.” Pasal 3 menyatakan, “Peraturan Desa ini mulai berlaku sejaktanggal Pelantikan Kepala Desa.”

Peraturan Desa Karanganyar Nomor 142/02/IV/2007tentang Penghasilan Kepala Desa ditetapkan di Desa Karang-anyar tanggal 19 April 2007 dan ditandatangani oleh Kepala

Page 180: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

168 Aristiono Nugroho, dkk.

Desa Karanganyar (Tjipto Sutarmo). Peraturan desa ini disahkanoleh Baperdes Karanganyar, dan ditandatangani oleh WahamMulyadi, selaku Ketua Baperdes Karanganyar. Selanjutnyaperaturan desa dikirimkan sebagai tembusan kepada: (1) BupatiPurworejo, (2) Kepala Bawasda Kabupaten Purworejo, (3) CamatPituruh, (4) Ketua BPD Karanganyar.

Contoh Ketiga, pensiunan kepala desa, sekretaris desa,dan perangkat desa, dengan memberlakukan Keputusan KepalaDesa Karanganyar Nomor 141/03/031/III/2005 tentang PensiunanKepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa. Keputusanini dikeluarkan sebagai bentuk penghargaan dengan memberikankesejahteraan kepada para purna tugas kepala desa, sekretarisdesa, dan perangkat desa. Keputusan ini dikeluarkan mengingatadanya Keputusan Bupati Purworejo Nomor 40 Tahun 2001 ten-tang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Purwo-rejo Nomor 17 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan KepalaDesa dan Perangkat Desa. Keputusan Kepala Desa KaranganyarNomor 141/03/031/III/2005 tentang Pensiunan Kepala Desa,Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa ditetapkan di Desa Karang-anyar tanggal 12 Februari 2002 oleh Kepala Desa Karanganyar(Tjipto Sutarmo) dengan tembusan disampaikan kepada KetuaBaperdes, Ketua RW, Ketua RT. 01, 02, 03, dan 04.

Ada perbedaan mendasar antara Keputusan Kepala DesaKaranganyar Nomor 141/03/031/III/2005 dengan Peraturan DesaKaranganyar Nomor 142/01/IV/2007. Pada Keputusan KepalaDesa Karanganyar Nomor 141/03/031/III/2005 ketetapannyaberlaku umum, dan awalnya ditetapkan oleh kepala desa, tetapikemudian turut disahkan oleh Baperdes Karanganyar. Sementaraitu, Peraturan Desa Karanganyar Nomor 142/01/IV/2007 kete-tapannya berlaku khusus (hanya untuk Tjiptosudarmo), yang

Page 181: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

169Resonansi Landreform Lokal ...

sejak awal substansinya telah didiskusikan oleh Pemerintah DesaKaranganyar dengan Baperdes Karanganyar.

Sebagaimana diketahui, Keputusan Kepala Desa Karang-anyar Nomor 141/03/031/III/2005 menetapkan, bahwa: (1) Pen-siunan kepala desa mendapat hak garap atas tanah sawah seluas150 ubin dengan jangka waktu yang sama dengan masa kerjanya.(2) Pensiunan sekretaris desa mendapat hak garap atas tanahsawah seluas 150 ubin selama dua tahun. (3) Pensiunan perangkatdesa mendapat hak garap atas tanah sawah seluas 60 ubinselama 4 tahun, atau seluas 50 ubin selama 5 tahun. (4) Apabilakepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa berhenti ataudiberhentikan dengan hormat karena skorsing atau kecelakaanyang mengakibatkan cacat tubuh, sehingga tidak dapat melak-sanakan tugas diberi penghargaan sesuai dengan kemampuandesa, dan ditentukan kemudian oleh pemerintah desa dan badanperwakilan desa.

Segenap peraturan desa dan keputusan Kepala Desa Ka-ranganyar menunjukkan bahwa landreform lokal yang di terapkandi desa ini belum sepenuhnya masuk dalam konstruksi hukumformal. Produk-produk hukum formal yang terbit di DesaKaranganyar masih lebih banyak berkaitan dengan kelompokelit Desa Karanganyar daripada yang berkaitan dengan masya-rakat Desa Karanganyar. Kepala Kantor Pertanahan KabupatenPurworejo (Y. Samekto) menjelaskan, bahwa agar landreformlokal dapat masuk dalam konstruksi hukum formal dengansebaik-baiknya, perlu diperhatikan: Pertama, aspek sosiologis,yaitu dengan mengkaji apakah tradisi (landreform lokal) tersebuttelah menjadi adat di masyarakat. Kedua, aspek f ilosof is, yaitudengan mengkaji unsur keadilan dan kesejahteraan pada tradisitersebut. Ketiga, aspek politis, yaitu dengan mengkaji kese-

Page 182: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

170 Aristiono Nugroho, dkk.

suaian tradisi tersebut dengan kebijakan dan politik pertanahannasional.

Dengan mempertimbangkan pendapat Kepala KantorPertanahan Kabupaten Purworejo, landreform lokal yang dite-rapkan di Desa Karanganyar diketahui memenuhi: Pertama,aspek sosiologis, karena tradisi tersebut menjadi adat di masya-rakat. Setelah dikhtiarkan oleh para tokoh masyarakat, tradisitersebut mendapat dukungan masyarakat hingga saat ini.Bahkan tradisi tersebut telah berdampak bagi masyarakat danpihak elit desa; Kedua, aspek f ilosof is, karena tradisi tersebutmemenuhi rasa keadilan, ketika setiap anggota masyarakatmendapat kesempatan berkontribusi sesuai dengan kemampuanmasing-masing. Petani yang memiliki tanah sawah relatif luasmenyerahkan sebagian tanah sawahnya menjadi buruhan desa,yang kemudian digarap oleh petani yang tidak memiliki tanahsawah. Sebaliknya mereka yang menggarap tanah buruhan desamenyumbangkan tenaganya untuk melaksanakan ronda, kerigan,dan membayar PBB atas tanah yang digarapnya. Kondisi inimemberi kesempatan terjadinya peningkatan kesejahteraan parapenggarap, sehingga mendukung terciptanya harmoni sosialyang berkelanjutan; Ketiga, aspek politis, karena tradisi yangberkeadilan, menyejahterakan, dan mampu menciptakan har-moni sosial secara berkelanjutan sesuai dengan kebijakan danpolitik pertanahan nasional yang berbasis pada konstitusi (Undang-Undang Dasar Tahun 1945) dan Undang-Undang Pokok Agraria.

Setelah landreform lokal yang diterapkan di Desa Karang-anyar layak masuk konstruksi hukum, maka langkah selanjutnyaadalah merumuskan segenap substansi landreform lokal dalamsuatu produk hukum, misalnya Peraturan Desa yang mengikatmasyarakat dan Pemerintah Desa Karanganyar. Dengan pera-

Page 183: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

171Resonansi Landreform Lokal ...

turan desa tersebut eksistensi landreform lokal dapat diper-tahankan, dengan mempertahankan eksistensi tanah buruhandesa. Untuk hal ini Kepala Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara(Agus) menyarankan, sebagai berikut: Pertama, kalau kondisimasyarakat sudah baik, di mana tidak ada sengketa, konflik,dan perkara; maka tidak perlu ada kegiatan pertanahan yangjustru akan menimbulkan konflik pertanahan. Kedua, hal yangterpenting adalah jangan ada konflik, dan masyarakat dapattercukupi kebutuhan hari-harinya. Ketiga, maka tanah buruhandesa tidak perlu disertipikatkan, melainkan cukup diregistrasidan dipetakan saja.

Sependapat dengan pandangan Kepala Seksi Sengketa,Konflik, dan Perkara, maka Kepala Kantor Pertanahan Kabu-paten Purworejo menambahkan, sebagai berikut: Pertama,bidang tanah tidak selalu perlu disertipikasi, yang penting ter-daftar. Kedua, perlu terobosan hukum untuk mendaftarkantanah buruhan desa dalam rangka landreform lokal, misalnyadengan mencarikan dasar hukum bagi pelaksanaan pendaftarantanah buruhan desa, baik hukum yang menyangkut tanah buruhandesa maupun mekanisme pendaftarannya. Ketiga, perluterobosan hukum untuk melindungi hak garap masyarakat, yangsekaligus juga dapat melindungi kepentingan pemilik tanahnya(yaitu berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat), misalnyadengan melepaskan tanah buruhan desa dari lalu lintas ekonomi.

Pembuatan peraturan desa memiliki peluang karena selamaini peraturan desa, terutama yang berkaitan dengan anggaran,misal Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan BelanjaDesa, telah dibuat melalui prosedur yang dapat dan mudahditempuh. Prosedur tersebut meliputi: Pertama, menjaringaspirasi masyarakat melalui Musrenbangdes (Musyawarah

Page 184: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

172 Aristiono Nugroho, dkk.

Rencana Pembangunan Desa). Kedua, pembuatan draft pera-turan desa. Ketiga, pembahasan rencana peraturan desa.Keempat, pengesahan peraturan desa yang ditandatanganioleh Kepala Desa dan Ketua Baperdes.

Musrenbangdes untuk membahas Peraturan Desa tentangAnggaran Pendapatan dan Belanja Desa difasilitasi oleh pihakKecamaan Pituruh. Musyawarah dihadiri oleh tokoh-tokohmasyarakat, perangkat desa, tokoh pemuda, dan pihak PNPM(Program Nasional Permodalan Mandiri). Sementara itu,pengambilan keputusan tidak didahului oleh persyaratan terpe-nuhinya batasan kehadiran (quorum), tetapi keputusan diambilatas persetujuan dari sebagian besar yang hadir.

Belajar dari pengalaman menyelenggarakan musrenbangdesuntuk membahas Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatandan Belanja Desa, maka apabila masyarakat dan PemerintahDesa Karanganyar ingin menerbitkan Peraturan Desa tentangLandreform Lokal di Desa Karanganyar, maka proses ini jugaharus dilalui. Dengan kata lain harus ada musrenbangdes untukmembahas Peraturan Desa tentang Landreform Lokal di DesaKaranganyar, yang difasilitasi oleh pihak Pemerintah KecamatanPituruh. Musyawarah dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat,perangkat desa, tokoh pemuda, dan pihak-pihak yang terkaitdengan pertanahan. Agar produk hukum yang dihasilkan dapatsesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitandengan pertanahan dan pemerintahan, maka substansi Pera-turan Desa tentang Landreform Lokal di Desa Karanganyar perlumendapat supervisi dari Kantor Pertanahan Kabupaten Purwo-rejo dan Pemerintah Kabupaten Purworejo. Sementara itu,pengambilan keputusan harus didahului dengan penetapansyarat terpenuhinya batasan kehadiran (quorum), dan ditetap-

Page 185: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

173Resonansi Landreform Lokal ...

kan bahwa keputusan diambil atas persetujuan dari sebagianbesar yang hadir.

Dengan fakta seperti ini, maka adalah memungkinkan un-tuk membuat Peraturan Desa tentang Landreform Lokal di DesaKaranganyar. Peraturan ini antara lain mengatur tentang pengu-asaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah buruhandesa. Tepatnya, peraturan tersebut menyatakan, bahwa: Perta-ma, penguasaan atas tanah buruhan desa berada pada peng-garap. Kedua, penggarap adalah petani yang tidak memilikitanah sawah, yang diberi hak garap oleh Pemerintah DesaKaranganyar selaku fasilitator tanah buruhan desa. Ketiga,pemilikan atas tanah buruhan desa tetap berada pada pemilik-nya, yaitu orang yang berhak atas tanah sawah yang hak garapnyatelah diserahkan kepada Pemerintah Desa Karanganyar, untuknantinya diredistribusikan kepada penggarap. Keempat, peng-gunaan atas tanah buruhan desa berada pada penggarap, yangtujuan utamanya adalah menghasilkan komoditas pertanian diatas tanah sawah. Kelima, untuk mewujudkan sawah abadi,maka dilarang melakukan perubahan penggunaan tanah buruhandesa, misalnya dari sawah menjadi kebun atau permukiman.Keenam, pemanfaatan atas tanah buruhan desa ditujukan bagikepentingan semua pihak, seperti pemilik dan penggarap tanahburuhan desa, serta Pemerintah Desa Karanganyar dan masya-rakat Desa Karanganyar. Ketujuh, oleh karena itu, perlu ditetap-kan adanya hak dan kewajiban penggarap tanah buruhan desa.

Agar dapat menetapkan hak dan kewajiban penggarap tanahburuhan desa, maka perlu dipilih konsepsi hak atas tanah menu-rut hukum adat yang nilai-nilainya sesuai dengan maksud kebe-radaan tanah buruhan desa di Desa Karanganyar. Sebagaimanadiketahui ada beberapa konsepsi hak atas tanah menurut hukum

Page 186: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

174 Aristiono Nugroho, dkk.

adat, sebagai berikut: Pertama, hak milik adat, adalah hakperseorangan atas tanah yang pemiliknya berkuasa penuh atastanah tersebut. Hak atas tanah ini dapat dipindah-tangankan,sebagai jaminan hutang, dan dapat diwariskan; Kedua, hakgogolan, adalah hak yang melekat pada tanah gogolan, yang dibeberapa tempat disebut tanah pekulen, atau tanah norowito.Tanah gogolan merupakan tanah komunal milik persekutuanmasyarakat desa setempat, yang berupa tanah pertanian danrumah/pekarangan yang digunakan oleh penduduk desa yangmemikul beban-beban penuh dari desanya. Penggunaan tanahtersebut ada yang sifatnya bergiliran di antara anggota masya-rakat desa itu, dan ada yang sifatnya tetap, yang sifatnya bergi-liran dikonversi menjadi hak pakai (versi UUPA) dan yang sifat-nya tetap menjadi hak milik (versi UUPA); Ketiga, hak sangganadalah hak yang melekat pada tanah sanggan, yang di beberapatempat di Jawa Barat disebut tanah titisara. Tanah sanggan ada-lah tanah kepunyaan desa yang hasilnya untuk memperkuatKas Desa. Seseorang yang menggunakan tanah sawah denganhak sanggan mempunyai kewenangan pemilikan yang sifatnyasementara, misalnya menyewa dari desa. Hak ini dapat dikon-versi menjadi hak pakai (versi UUPA); Keempat, hak yasanadalah hak yang melekat pada tanah yasan, di mana pemeganghaknya berkuasa penuh atas bidang tanah tersebut. Hak atastanah ini dapat dipindah-tangankan, sebagai jaminan hutang,dan dapat diwariskan; Kelima, hak anggaduh adalah hak yangmelekat pada tanah anggaduh, di mana hak pemegangnyasangat terbatas, karena tanah tersebut sesungguhnya kepunyaanSunan atau Sultan. Tanah ini terdapat di daerah bekas KasunananSurakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Keenam, hak pangonanadalah hak yang melekat pada tanah pangonan, yang merupakan

Page 187: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

175Resonansi Landreform Lokal ...

tanah negara pada zaman kolonial (Hindia Belanda), yang dibe-rikan kepada desa sebagai milik desa, untuk digunakan sebagaipadang penggembalaan.

Setelah memperhatikan keenam konsepsi hak atas tanahmenurut hukum adat, maka diketahui bahwa tanah buruhandesa dan yang terkait dengannya mirip dengan tanah gogolan.Berdasarkan hukum adat diketahui, bahwa tanah gogolan meru-pakan tanah komunal milik persekutuan masyarakat setempat/desa. Sementara itu, berdasarkan adat yang dibangun olehmasyarakat Desa Karanganyar tanah buruhan desa merupakantanah milik anggota masyarakat yang menyerahkan hak garapatas tanah sawahnya kepada Pemerintah Desa Karanganyar, un-tuk diredistribusikan kepada petani Desa Karanganyar yang tidakmemiliki tanah sawah. Sebagaimana pemegang hak gogolanpada umumnya, maka para penggarap tanah buruhan desa, ber-hak menggunakan tanah tersebut, dengan kewajiban memikulbeban-beban penuh dari desanya, seperti ronda malam, kerigan,dan membayar PBB atas tanah yang digarapnya. Hanya saja,kalau pada tanah gogolan penggarapan atas tanahnya secarabergiliran akan memberi kesempatan pada penggarapnya untukmemperoleh hak pakai melalui konversi, maka tidak demikianhalnya dengan tanah buruhan desa. Berdasarkan adat yangdibangun oleh masyarakat Desa Karanganyar, maka tanah bu-ruhan desa akan tetap menjadi tanah buruhan desa. Sementaraitu, sampai kapanpun penggarap akan tetap hanya mempunyaihak garap atas tanah buruhan.

Segenap uraian yang telah disajikan menunjukkan adanyadampak resonansi landreform lokal ala Desa Ngandagan di DesaKaranganyar bagi elit Desa Karanganyar, yang antara lain:Pertama, ada kesempatan bagi elit desa untuk menerapkan

Page 188: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

176 Aristiono Nugroho, dkk.

empat prinsip pengelolaan pertanahan di Desa Karanganyarversi masyarakat Desa Karanganyar, yaitu adil, makmur, damai,dan sejahtera. Ketika ada kesempatan bagi elit desa untuk mene-rapkan empat prinsip pengelolaan pertanahan versi lokal di DesaKaranganyar, maka sesungguhnya secara umum hal ini meru-pakan upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini tidak saja ber-manfaat bagi petani di desa tersebut yang tidak memiliki tanahsawah, melainkan juga bermanfaat bagi elit desa untuk menda-pat simpati masyarakat. Dengan kata lain redistribusi hak garapdi Desa Karanganyar juga merupakan bentuk pemberdayaan(empowerment) elit desa, dengan cara memberdayakan (empow-ering) petani yang tak memiliki tanah sawah. Tindakan inimenunjukkan keberhasilan elit desa dalam melakukan depower-ment terhadap mistif ikasi manajemen sosial, sehingga diperolehpemikiran rasional dalam manajemen sosial. Kesemua ini padagilirannya akan menambah simpati masyarakat pada elit DesaKaranganyar.

Kedua, ada kesempatan bagi elit desa untuk turut menik-mati fasilitas yang berkaitan dengan tanah buruhan desa (misal:hak garap atas tanah sawah atau tanah buruhan desa), dengantidak menimbulkan ketegangan antara masyarakat dengan elitDesa Karanganyar. Ketika dilakukan redistribusi hak garap, makahal ini sesungguhnya bukanlah monopoli segmen tertentu dimasyarakat, sehingga elit desa juga berkesempatan meman-faatkannya. Dengan demikian redistribusi hak garap merupakanbentuk pemberdayaan yang juga menjangkau elit desa, yangsubstansinya meliputi emansipasi (pembebasan) elit desa dariketidakmampuan memenuhi kebutuhannya. Secara f ilosof iskondisi ini bertujuan untuk membebaskan elit desa dari kung-kungan yang menghalangi kinerja optimalnya. Untuk itu elit

Page 189: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

177Resonansi Landreform Lokal ...

desa juga masuk dalam subyek yang mengalami empowermentof the powerless (pemberdayaan bagi yang tak berdaya). Formu-lasi dan implementasinya diekspresikan dengan tetap meng-hormati kekhasan lokal, dekonsentrasi kekuatan, dan pening-katan kemandirian.

Sebagaimana diketahui redistribusi hak garap atas tanahsawah di Desa Karanganyar merupakan bentuk penghormatan:(1) kekhasan lokal, karena tindakan ini berbeda denganredistribusi tanah dan landreform yang dilakukan secara nasional;(2) dekonsentrasi kekuatan, ketika pemilik tanah sawah yangrelatif luas dikurangi kekuasaannya dengan penyerahan hakgarap seluas 90 ubin atas setiap 250 ubin tanah sawah yangdimilikinya; dan (3) peningkatan kemandirian, di mana petaniyang tidak memiliki tanah sawah mampu memenuhi kebu-tuhannya sendiri dengan memanfaatkan hak garap atas tanahyang diperolehnya.

Ketiga, ada kesempatan bagi elit desa untuk menikmatisituasi dan kondisi harmoni, yang dibangun dengan basissemangat guyub yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.Ketika ada kesempatan bagi elit desa untuk menikmati situasidan kondisi harmoni, maka hal ini merupakan dampak dariredistribusi hak garap atas tanah. Kondisi harmoni terwujud,karena adanya pembagian kekuasaan yang adil (equitable shar-ing of power). Harmoni sosial di Desa Karanganyar memberikesempatan bagi masyarakat dan elit desa untuk melakukanoptimalisasi penggunaan dan pemanfaatan tanah, yang dapatmengakibatkan peningkatan produktivitas dan kualitas ling-kungan. Hal ini mendorong masyarakat dan elit desa memenuhihak dan kewajibannya masing-masing, seraya berkontribusimeningkatkan pendapatan masyarakat dan elit desa yang

Page 190: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

178 Aristiono Nugroho, dkk.

berbasis pertanahan. Semangat kontribusi ini juga mendorongelit Desa Karanganyar memberikan perlindungan dan keber-pihakan pada pihak yang lemah, yaitu petani yang tidak memilikitanah sawah.

Dengan demikian penerapan empat prinsip pengelolaanpertanahan lokal (adil, makmur, damai, dan sejahtera) oleh elitdesa, pada akhirnya memberi kesempatan bagi elit desa untukturut menikmati tanah buruhan desa, dengan tetap terjaganyasituasi dan kondisi harmoni di Desa Karanganyar. Hal ini seka-ligus menunjukkan keberhasilan pendekatan elit desa terhadapmasyarakat desa, sehingga dapat meredam kompleksitas dandinamika perubahan tani dan petani dari masa ke masa. Tidaklagi dapat dipungkiri, bahwa semua ini memerlukan rekayasasosial yang tepat, yang memiliki akar budaya yang sama denganbudaya lokal. Oleh karena itu, landreform lokal merupakan salahsatu rekayasa sosial yang tepat bagi masyarakat lokal. Rekayasasosial memerlukan rekonstruksi sosial berupa penataan ulangpenguasaan tanah, agar lebih banyak petani yang mampu meng-akses tanah bagi pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Ketika pada tahun 1947 Kepala Desa Karanganyar meng-gagas landreform lokal, setelah mengetahui pencanangan halserupa di Desa Ngandagan, sesungguhnya hal ini merupakntindakan intervensi sosial. Masyarakat Desa Karanganyar yangsaat itu tanpa daya dan tanpa kreasi dalam mengatasi kesen-jangan penguasaan dan pemilikan tanah, terpaksa menerimaintervensi sosial sebagai kebutuhan utama dalam memenuhirasa keadilan dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Land-reform lokal yang digagas tetap melindungi kepemilikan tanahyang ada, namun berikhtiar menata ulang penguasaan tanahnya.Saat itulah elit desa berhasil menawan hati masyarakat, karena

Page 191: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

179Resonansi Landreform Lokal ...

berhasil membangun interkoneksi antara kulian, buruh kulian,dan elit desa. Interkoneksi ketiga unsur ini berhasil membangunperubahan, dengan meredistribusi hak garap atas tanah sawahdari kulian kepada buruh kulian, yang selanjutnya juga dinikmatioleh elit desa. Drama ini menunjukkan terbukanya panggungchoices (pilihan-pilihan) bagi buruh kulian untuk hidup lebihbaik dan lebih sejahtera. Selain itu juga terbuka panggung voices,ketika buruh kulian mulai diperhitungkan suaranya, sehinggamenggetarkan hati kulian dan memotivasi elit desa untuk mene-rapkan landreform lokal dari masa ke masa (sejak tahun 1947hingga sekarang).

Landreform lokal yang digagas elit desa layak memberi man-faat bagi elit desa, karena masyarakatpun memperoleh manfaatdari aktivitas ini. Sebagaimana diketahui landreform lokal yangditerapkan di Desa Karanganyar tidaklah sebatas mekanismepasar tanah, pasar tenaga kerja, dan pasar komoditi, tetapi jugamenjangkau struktur kelas dan relasi kelas masyarakat di DesaKaranganyar. Landreform lokal juga memberi kesempatan padapetani untuk melakukan kontestasi kesejahteraan, meskipundengan basis penguasaan tanah yang terbatas. Dari kenyataanini, maka setidaknya ada tiga ideologi yang berkelindan pada“tubuh” landreform lokal, yaitu: (1) liberal, saat mekanisme pasarmenjadi perhatian utama; (2) marxis, saat struktur dan relasikelas menjadi perhatian utama; dan (3) pos-strukturalis, saatkontestasi menjadi perhatian utama.

Saat elit desa mampu menerapkan empat prinsip penge-lolaan pertanahan lokal (adil, makmur, damai, dan sejahtera),mereka memperoleh kesempatan untuk turut menikmati tanahburuhan desa. Uniknya, saat itu kondisi harmonis tetap terwujuddi Desa Karanganyar. Hal ini dimungkinkan, karena sesung-

Page 192: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

180 Aristiono Nugroho, dkk.

guhnya tidak ada pemujaan atas pasar tanah, pasar tenaga kerja,dan pasar komoditi. Kearifan lokal elit Desa Karanganyar justrutelah mencampur-adukkan ketiga pasar tersebut menjadi sesuatuyang bermanfaat bagi masyarakat yang lebih adil, makmur,damai, dan sejahtera. Ideologi liberal telah dijinakkan oleh kese-derhanaan pikir elit desa di era tahun 1947-an, dengan memak-sakan penataan tanah, penataan tenaga kerja, dan penataankomoditi. Penataan juga meliputi hal-hal yang berkaitan denganproduksi dan formasi sosial. Dalam hal produksi, telah ditataulang relasi antara modal (tanah) dengan tenaga kerja (buruhkulian); sedangkan dalam hal formasi sosial, telah ditata ulangsubsistensi (pemenuhan kebutuhan bagi keluarga), dan komer-sialisasi (pencapaian keuntungan yang relatif besar).

Landreform lokal yang digagas elit desa, tidak hanya untukmenjawab relasi petani dengan teknologi, melainkan juga mem-beri “karpet merah” bagi relasi petani dengan modal utamanya(tanah) yang justru sering terabaikan. Gagasan yang mengun-dang simpati masyarakat pada elit desa ini juga meletakkandasar, bagi peran pemerintah desa untuk kesejahteraan sosial,ekonomi, dan politik. Gagasan disambut baik dan mendapatdukungan masyarakat, karena buruh kulian mendapat kesem-patan berikhtiar memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluar-ganya, setelah memperoleh hak garap atas tanah seluas 90 ubin.Kesempatan ini memuncak, ketika pada tahun 1990-an paraburuh kulian dan petani pada umumnya mencoba menanamkedelai di atas tanah yang digarapnya. Sementara itu, atas pene-rapan landreform lokal, maka elit desa memperoleh: (1) output,berupa kesempatan menggarap tanah buruhan desa; (2) out-comes, berupa terwujudnya harmoni sosial di Desa karanganyar;(3) benef it, berupa pendapatan dari hasil menggarap tanah sawah

Page 193: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

181Resonansi Landreform Lokal ...

yang dapat membantu membiayai kebutuhan keluarga; dan (4)impact, berupa terbukanya peluang mewujudkan pengelolaanpertanahan yang adil, makmur, damai, dan sejahtera.

Fakta bahwa landreform lokal digagas dan dilaksanakan olehelit desa, menunjukkan bahwa yang terjadi di Desa Karanganyarbukanlah perjuangan kelas buruh kulian, melainkan merupakankesadaran dan tanggung jawab kelas kulian. Perubahan memangnampak progresif, ketika kulian menyerahkan hak garapnyakepada buruh kulian melalui pemerintah desa, tetapi perubahanini tidaklah seradikal bila kulian kehilangan hak atas tanahnya.Transformasi semacam inilah yang paling memungkinkan terja-di di masa itu (1947-an) yang dapat diterima oleh kulian danburuh kulian, dan pada akhirnya menimbulkan simpati masya-rakat kepada elit Desa Karanganyar.

Formalisasi adat yang dilakukan Pemerintah Desa Karang-anyar dengan memasukkan bidang-bidang tanah yang digarapoleh buruh kulian dalam Peta Pajak Bumi dan Bangunan dengannotasi “tanah buruhan”, serta dikeluarkannya berbagai keputusandesa yang terkait dengan landreform lokal menunjukkan kepe-kaan elit desa pada dinamika penguasaan tanah di wilayah DesaKaranganyar. Hal ini merupakan ikhtiar elit desa, agar landreformterus menerus terjaga eksistensinya dan terdokumentasi dalambentuk peta, sehingga dapat berkontribusi bagi kesejahteraanmasyarakat. Formalisasi ini sekaligus dapat menjadi pengham-bat perampasan tanah melalui mekanisme pasar, yang biasanyadilakukan oleh para pemodal kuat dari kota-kota besar. Kulian,buruh kulian, dan elit desa dapat bekerjasama melawan hegemo-ni kelas pemodal dan menahan ekspansi pasar tanah.

Atas kesempatannya menggarap tanah sawah, maka buruhkulian dapat menjadi juru tani, yang mampu memberi output

Page 194: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

182 Aristiono Nugroho, dkk.

bagi masyarakatnya. Hal ini memberi kesempatan pada buruhtani untuk membangun usaha tani yang lebih baik dari sebelum-nya. Dalam kerangka seperti inilah terbuka kesempatan bagielit desa untuk berkomunikasi dengan buruh kulian, yang ber-tujuan membantu buruh kulian menjadi petani dengan produk-tivitas tinggi. Berdasarkan Teori Aksi, maka aktivitas elit desadapat dipandang sebagai pemikiran, sikap, tindakan, dan perila-ku yang aktif dan kreatif. Boleh jadi pada awalnya ide landreformlokal muncul sebagai dampak tuntutan keadilan dari masya-rakat, tetapi oleh karena direspon dengan baik maka akhirnyamembuahkan hasil nyata, dan mendapat simpati masyarakat.

Ide menyejahterakan rakyat yang digagas elit desa, padaakhirnya “mengetuk” ruang kesadaran subyektif para pihak diDesa Karanganyar. Kulian “terketuk” kesadaran subyektifnya,karena ingin dapat diterima sebagai bagian masyarakat yangberkontribusi optimal dalam membantu meningkatkan ekonomiburuh kulian. Buruh kulian “terketuk” kesadaran subyektifnya,karena terbuka kesempatan mengakses tanah sawah serayaberkontribusi bagi masyarakat melalui kerja bakti dan rondamalam. Elit desa “terketuk” kesadaran subyektifnya, karenadapat berkontribusi optimal dalam melayani masyarakat serayamemanfaatkan tanah buruhan yang ada. Secara umumMasyarakat Desa Karanganyar “terketuk” kesadaran subyektif-nya, karena muncul harmoni sosial saat penguasaan tanah telahditata lebih adil dan menyejahterakan.

Elit desa tergerak untuk menerapkan landreform lokal diDesa Karanganyar, karena ada sentimen keadilan yang merebakdi era 1947-an. Sentimen ini merebak setelah Soemotirto men-canangkan landreform lokal di Desa Ngandagan, sehingga sebagaidesa yang berbatasan langsung dengan Desa Ngandagan maka

Page 195: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

183Resonansi Landreform Lokal ...

masyarakat Desa Karanganyar juga menginginkan hal yangserupa. Sentimen itu kemudian dikemas oleh Kepala DesaKaranganyar di era 1947-an hingga menjadi ide, yang merupakanresonansi landreform lokal yang dilaksanakan di Desa Ngan-dagan. Ide tersebut kemudian dimatangkan, dan dimunculkansebagai inisiatif kepala desa, hingga akhirnya menjadi tradisipertanahan masyarakat Desa Karanganyar.

Penerapan landreform lokal oleh elit desa menunjukkanadanya akivitas, kreativitas, dan proses penghayatan elit desaterhadap kondisi pertanahan yang dihadapi masyarakat desa.Aktivitas menyejahterakan masyarakat, terutama petani yangtidak memiliki sawah, “dibumbui” dengan kreativitas yangmenyinergikan kulian dengan buruh kulian melalui mekanismepenyerahan hak garap atas tanah sawah. Sementara itu, segenapkendala yang ada di masa-masa awal penerapannya diatasidengan mekanisme penyesuaian yang dikonstruksi dalamsemangat saling pengertian. Stimulus dari luar (kritik dari pihakdi luar Desa Karanganyar) diterima sebagai penguat semangatpenerapan landreform lokal. Sifat-sifat kemanusiaan yangmengandalkan keguyuban dan harmoni menjadi basis subyektifsemua pihak di Desa Karanganyar.

Tindakan elit desa muncul dari kesadarannya sebagai subyekyang berwenang untuk menyejahterakan masyarakat, mengkon-struksi keadilan, dan harmoni sosial. Tindakan ini juga munculdari situasi eksternal di sekitar Desa Karanganyar, terutama DesaNgandagan yang mencontohkan progresivitas dalam pengelo-laan pertanahan. Sebagai subyek, maka elit desa menerapkanlandreform lokal dengan maksud utama memberi rasa adil dalampenguasaan tanah di Desa Karanganyar, dengan tujuan terwu-judnya harmoni sosial, terutama antara kulian dengan buruh

Page 196: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

184 Aristiono Nugroho, dkk.

kulian. Cara yang ditempuh oleh elit desa antara lain melaluipendekatan kepada para kulian, agar bersedia menyerahkan hakgarapnya. Elit desa berharap landreform lokal yang diterapkandi Desa Karanganyar dapat berlanjut terus dari waktu ke waktu.Perbaikan atas penerapannya terus dilakukan, termasuk denganmengeluarkan keputusan kepala desa yang berkaitan denganlandreform lokal. Saat itulah muncul ukuran-ukuran relatifmengenai keadilan, kesejahteraan, dan harmoni sosial.

Harapan elit desa menjadi kenyataan, ketika resonansilandreform lokal ala Desa Ngandagan di Desa Karanganyar,ternyata bagi elit desa telah memberi dampak, sebagai berikut:Pertama, ada kesempatan bagi elit desa untuk menerapkanempat prinsip pengelolaan pertanahan di Desa Karanganyarversi masyarakat Desa Karanganyar, yaitu adil, makmur, damai,dan sejahtera. Kedua, ada kesempatan bagi elit desa untukturut menikmati fasilitas yang berkaitan dengan tanah buruhandesa (misal: hak garap atas tanah sawah atau tanah buruhandesa), dengan tidak menimbulkan ketegangan antara masyarakatdengan elit Desa Karanganyar. Ketiga, ada kesempatan bagielit desa untuk menikmati situasi dan kondisi harmoni, yangdibangun dengan basis semangat guyub yang tumbuh danberkembang di masyarakat.

Ketika elit desa mampu menerapkan empat prinsip penge-lolaan pertanahan versi masyarakat Desa Karanganyar (adil,makmur, damai, dan sejahtera), maka hal itu merupakan berkahdari kerjasama (co-operation) dengan para pihak (kulian, buruhkulian, dan masyarakat desa pada umumnya), setelah berhasilmenekan terjadinya persaingan (competition), dan mencegahterjadinya pertikaian (conflict) antar para pihak. Secara teoritikdiketahui, bahwa pada saat kerjasama antar para pihak sedang

Page 197: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

185Resonansi Landreform Lokal ...

berlangsung, maka sesungguhnya terjadi suatu proses asosiasi(processes of association), yang dapat berupa akomodasi, asimi-lasi, atau akulturasi. Sebaliknya ketika terjadi persaingan danpertikaian, maka sesungguhnya terjadi suatu proses disosiasi(processes of dissociation), yang wujudnya berupa persainganatau pertikaian. Hanya saja, dalam kaitannya dengan penerapanlandreform lokal di Desa Karanganyar yang terjadi adalah prosesasosiasi, yang wujudnya berupa akomodasi.

Akomodasi yang terjadi dalam penerapan landreform lokaldi Desa Karanganyar memiliki dua makna, yaitu: Pertama,suatu keadaan di mana terjadi keseimbangan interaksional antarpara pihak yang terlibat dalam landreform lokal, terutama dalamkaitannya dengan norma-norma sosial yang dapat diterima olehpara pihak. Kedua, suatu usaha untuk menekan terjadinyapersaingan, dan mencegah terjadinya pertikaian, agar tercapaikestabilan yang dapat memberi kesempatan bagi dilakukannyakerjasama antar para pihak yang terlibat dalam landreform lokal.

Walaupun dalam penerapan landreform lokal di DesaKaranganyar telah terjadi proses asosiasi yang wujudnya berupaakomodasi, namun hal ini tidak menghapus keberadaan strati-f ikasi sosial, seperti adanya kulian (pada lapisan atas) dan buruhkulian (pada lapisan bawah). Stratif ikasi sosial semacam ini (atasdan bawah) dapat muncul, karena adanya status sosial yangberbeda pada kulian dan buruh kulian. Sebagaimana diketahui,status sosial merupakan posisi seseorang atau suatu kelompokdalam masyarakat yang didasarkan pada hak dan kewajibanyang dimilikinya. Berdasarkan hak dan kewajiban yang berbedaantara kulian dan buruh kulian, maka terciptalah stratif ikasisosial yang menempatkan kulian pada lapisan atas, dan buruhkulian pada lapisan bawah. Dengan demikian status sosial yang

Page 198: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

186 Aristiono Nugroho, dkk.

dimiliki oleh kulian dan buruh kulian, telah menciptakan stra-tif ikasi sosial antara kulian dengan buruh kulian, yang padaakhirnya memberi role (peran) yang berbeda pada kulian danburuh kulian.

Stratif ikasi sosial yang terbentuk di Desa Karanganyar yangterkait dengan landreform lokal merupakan stratif ikasi sosialyang bersifat terbuka (opened social stratif ication), dan bukanlahstratif ikasi sosial yang bersifat tertutup (closed social stratif ica-tion). Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa ada perbedaanantara stratif ikasi sosial yang bersifat terbuka dengan stratif ikasisosial yang bersifat tertutup. Stratif ikasi sosial yang bersifatterbuka, adalah stratif ikasi dengan anggota dari setiap stratamemiliki peluang melakukan mobilitas horisontal dan vertikal,karena tidak ada kendala untuk melakukannya, misal orang yangsebelumnya miskin menjadi kaya, atau orang yang sebelumnyaberpendidikan rendah menjadi berpendidikan tinggi. Sementaraitu, stratif ikasi sosial yang bersifat tertutup, adalah stratif ikasidengan anggota dari setiap strata hanya mampu melakukanmobilitas horisontal dan sulit melakukan mobilitas vertikal, kare-na adanya kendala sosial yang relatif permanen, misal: kasta,ras, dan feodalitas.

Ketika landreform lokal yang diterapkan di Desa Karang-anyar memiliki stratif ikasi sosial yang bersifat terbuka, makasebagaimana stratif ikasi pada umumnya, hal ini memiliki karak-ter sebagai berikut: Pertama, terdapat pembagian hak dankewajiban yang sesuai dengan strata masing-masing, yang akhir-nya juga menyangkut kewenangan strata yang bersangkutan,misalnya hak dan kewajiban serta kewenangan kulian, buruhkulian, dan pemerintah desa. Kedua, terdapat gengsi atauprestise pada strata lapis atas, sehingga memotivasi strata la-

Page 199: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

187Resonansi Landreform Lokal ...

pis bawah untuk bergerak ke atas, misal buruh kulian yang kemu-dian menjadi kulian. Ketiga, terbentuknya perilaku tertentuyang mencerminkan tanggungjawab dan solidaritas atas stratayang didudukinya.

Stratif ikasi sosial yang bersifat terbuka juga mampu mere-dam pertentangan atau konf lik antar para pihak dalampenerapan landreform lokal di Desa Karanganyar. Kualitasharmoni sosial yang terbentuk sebagai dampak diterapkannyalandreform lokal nampak pada semakin menguatnya konsepguyub di masyarakat Desa Karanganyar. Konsep guyub dapatmeliputi hubungan yang kasat mata, seperti pada saat interaksisosial; maupun hubungan yang tidak kasat mata, tetapi munculketika dibutuhkan, seperti pada saat aksi solidaritas. Bagimasyarakat Desa Karanganyar konsep guyub merupakan sesuatuyang penting dan dapat bertahan lama, karena ia secara subyek-tif mampu memenuhi kebutuhan masing-masing pihak.

Konsep guyub memiliki daya dorong bagi terjadinya reso-nansi landreform lokal ala Desa Ngandagan di Desa Karanganyar,yang bagi elit desa telah memberi dampak, sebagai berikut:Pertama, ada kesempatan bagi elit desa untuk menerapkanempat prinsip pengelolaan pertanahan di Desa Karanganyarversi masyarakat Desa Karanganyar, yaitu adil, makmur, damai,dan sejahtera. Kedua, ada kesempatan bagi elit desa untukturut menikmati fasilitas yang berkaitan dengan tanah buruhandesa (misal: hak garap atas tanah sawah atau tanah buruhandesa), dengan tidak menimbulkan ketegangan antara masyarakatdengan elit Desa Karanganyar. Ketiga, ada kesempatan bagielit desa untuk menikmati situasi dan kondisi harmoni, yangdibangun dengan basis semangat guyub yang tumbuh dan ber-kembang di masyarakat.

Page 200: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

188

BAB VPENUTUP

Resonansi landreform lokal ala Desa Ngandagan di DesaKaranganyar memperlihatkan tiga hal, yaitu: Pertama, resonansiterjadi atas ikhtiar para tokoh dan dukungan masyarakat. Ikhtiardiawali ketika R. Sosro Wardjojo (Kepala Desa Karanganyar,tahun 1945–1977) menerapkan landreform lokal ala Desa Ngan-dagan yang digagas Soemotirto (Kepala Desa Ngandagan, tahun1947–1964) di Desa Karanganyar pada tahun 1947. Ikhtiar R. SosroWardjojo kemudian dipertahankan oleh para kepala desa padaperiode-periode selanjutnya, yaitu: (1) Saminah (1977–1989), (2)Tjipto Sutarmo (1989–2007), dan (3) Suyono (2007– sekarang).Selain itu, keberlanjutan ikhtiar R. Sosro Wardjojo ini dapatterlaksana atas dukungan masyarakat Desa Karanganyar, dimana dukungan diberikan sejak ikhtiar ini digagas pada tahun1947 hingga saat ini.

Kedua, Landreform lokal yang diterapkan di Desa Karang-anyar membawa dampak bagi masyarakat, antara lain: (1) Ada76 kepala keluarga yang menerima tanah buruhan desa (tanahsawah yang digarap oleh buruh kulian), yang masing-masingluasnya 90 ubin. (2) Ada 76 kepala keluarga yang melaksanakankerja bakti dan ronda malam bagi kepentingan seluruh masya-

Page 201: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

189Resonansi Landreform Lokal ...

rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga.(3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumidan Bangunan) atas tanah buruhan desa seluas 76 x 90 ubin.(4) Ada 179 kepala keluarga yang menikmati guyub, rukun, atauharmoni sosial setelah diterapkannya landreform lokal di DesaKaranganyar.

Ketiga, bagi elit Desa Karanganyar, landreform lokal yangditerapkan di Desa Karanganyar membawa dampak, antara lain:(1) Ada kesempatan bagi elit desa untuk menerapkan empatprinsip pengelolaan pertanahan di Desa Karanganyar versimasyarakat Desa Karanganyar, yaitu adil, makmur, damai, dansejahtera. (2) Ada kesempatan bagi elit desa untuk turut menik-mati fasilitas yang berkaitan dengan tanah buruhan desa (misal:hak garap atas tanah sawah atau tanah buruhan desa), dengantidak menimbulkan ketegangan antara masyarakat dengan elitDesa Karanganyar. (3) Ada kesempatan bagi elit desa untukmenikmati situasi dan kondisi harmoni, yang dibangun denganbasis semangat guyub yang tumbuh dan berkembang di masya-rakat.

Keempat, pelaksanaan landreform lokal yang terwujuddalam tanah buruhan perlu dokumen secara keruangan. Terkaitdengan hal ini telah ada inisiatif dari kepala desa Karanganyardi mana tanah buruhan desa dimasukkan dalam Peta Pajak Bumidan Bangunan, dengan diberi notasi ‘Buruhan Desa’. Dokumen-tasi secara keruangan dalam ujud peta memudahkan diketa-huinya penyebaran bidang tanah secara keruangan, baik posisirelatif maupun posisi absolut.

Penerapan landreform lokal merupakan sesuatu yang pen-ting bagi seluruh masyarakat Desa Karanganyar. Untuk itu perludirumuskan Peraturan Desa tentang Landreform Lokal di Desa

Page 202: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

190 Aristiono Nugroho, dkk.

Karanganyar. Peraturan ini antara lain mengatur tentang pengu-asaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah buruhandesa. Tepatnya, peraturan tersebut menyatakan, bahwa: Perta-ma, penguasaan atas tanah buruhan desa berada pada pengga-rap. Kedua, penggarap adalah petani yang tidak memiliki tanahsawah, yang diberi hak garap oleh Pemerintah Desa Karanganyarselaku fasilitator tanah buruhan desa. Ketiga, pemilikan atastanah buruhan desa tetap berada pada pemiliknya, yaitu orangyang berhak atas tanah sawah yang hak garapnya telah diserah-kan kepada Pemerintah Desa Karanganyar, untuk nantinyadiredistribusikan kepada penggarap. Keempat, penggunaanatas tanah buruhan desa berada pada penggarap, yang tujuanutamanya adalah menghasilkan komoditas pertanian di atastanah sawah. Kelima, untuk mewujudkan sawah abadi, makadilarang melakukan perubahan penggunaan tanah pada buruhandesa. Keenam, pemanfaatan atas tanah buruhan desa ditujukanbagi kepentingan semua pihak, seperti pemilik dan penggaraptanah buruhan desa, serta Pemerintah Desa Karanganyar danmasyarakat Desa Karanganyar. Ketujuh, oleh karena itu, perluditetapkan adanya ketentuan yang mengatur hak dan kewajibanpenggarap tanah buruhan desa.

Page 203: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

191

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta, PustakaPelajar.

BKKBN. 2008. Langkah-Langkah Dan Mekanisme PelaksanaanPendataan Keluarga. Jakarta.

Dermawan, Eko. 2011. “Penanganan Masalah Dalam Pember-dayaan Masyarakat.” http://kpmbwi.blogspot.com

Jary, David and Julia Jary. 1991. Collins: Dictionary of Sociology.Glasgow, Harper Collins Publishers.

Moleong, Lexy J. 2007. “Metodologi Penelitian Kualitatif.”Bandung, Remaja Rosdakarya

Muhajir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yog-yakarta, Rake Sarasin.

Nugroho, Aristiono; Tullus Subroto, dan Haryo Budhiawan. 2011.Ngandagan Kontemporer: Implikasi Sosial landreformLokal. Yogyakarta, STPN Press.

Purwanto, Bambang. 1985. Kepemimpinan Dan MasalahPertanahan Di Pedesaan Jawa: Kasus Desa Nampu DanDesa Ngandagan. Jakarta, Departemen Pendidikan DanKebudayaan.

Putra, Heddy Shri Ahimsa. 2008. “Ilmuwan Budaya dan Revita-lisasi Kearifan Lokal: Tantangan Teoritis dan Metodo-logis.” Disampaikan pada Rapat Senat Terbuka DiesNatalis ke-62 Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah

Page 204: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

192 Aristiono Nugroho, dkk.

Mada, Senin, 3 Maret 2008. Antropologi Budaya,Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2005. Teori SosiologiModern. Jakarta, Prenada Media.

Shohibuddin, Mohamad dan Ahmad Nashih Luthfi. 2010. LandReform Lokal Ala Ngandagan: Inovasi Sistem Tenurial AdatDi Sebuah Desa Jawa, 1947–1964. Yogyakarta, STPN Pressdan Sayogyo Institute.

Soekanto, Soerjono. 1998. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta,Raja Graf indo Persada.

Walter, Elizabeth (editor). 2004. Cambridge Learner’s Dictionary(2nd Edition). Cambridge, Cambridge University Press.

Wiradi, Gunawan. 2009a. Reforma Agraria: Dari Desa Ke AgendaBangsa. Bogor, IPB Press.

Wiradi, Gunawan. 2009b. Seluk Beluk Masalah Agraria, ReformaAgraria, dan Penelitian Agraria. Yogyakarta, STPN Pressdan Sayogyo Institute.

Page 205: RESONANSI LANDREFORM LOKALx Aristiono Nugroho, dkk. rakat Desa Karanganyar yang berjumlah 179 kepala keluarga. (3) Ada 76 kepala keluarga yang membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

193

TENTANG PENULIS

Aristiono Nugroho ......, Haryo Budhiawan ........, TullusSubroto ....., Suharno ........