RESENSI Sejarah Peradaban Islam
-
Upload
wahyu-susilo -
Category
Documents
-
view
240 -
download
8
Transcript of RESENSI Sejarah Peradaban Islam
RESENSI Sejarah Peradaban Islam
Bagian 1
RASULULLAH SAW.
SEBAGAI USWAH HASANAH
(Telaah Kritis Dalam Ilmu Sejarah)
I. PENDAHULUAN
Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang diutus Tuhan kepada seluruh umat manusia dan
menjadi penyempurna dari ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi Allah yang terdahulu.
Beliau lahir di tengah-tengah masyarakat Bangsa Arab jahilia yang menjadikan nafsu sebagai
panglima, mempertuhan materi dan kekayaan serta membanggakan nazab dan keturunan. Di
tengah masyarakat yang meraba-raba dalam kegelapan moral yang pekat dan etika yang
bobrok, beliau menyalakan pelita kebenaran yang rahmatan lil’alamin.
Beliau damaikan suku-suku yang bermusuhan dan yang terperangkap dalam bingkai ashabiah
yang berserahkan dan menyesatkan manusia secara permanent ke dalamnya lalu di simpan
dalam kotak sejarah, kemudian didamaikan dalam sebuah keluarga besar “Islam”. Dua puluh
tahun lebih beliau bekerja keras dan akhirnya berhasil.
II. ANALISA KRITIS TERHADAP SEJARAH NABI
Pada awal abad kedua nama Muhammad bin Ishak (meninggal 152 H.) yang menulis sebuah
sirah yang dikenal dengan sirah Ibn Ishaq. Selanjutnya pada paroh kedua abad kedua terkenal
tiga sejarah Nabi yang dijadikan sumber rujukan sejarawan-sejarawan sesudahnya. Ketiganya
itu ialah Al-Magazi tulisan al-Waqidi (meninggal 207 H.), At-Tabaqat al-Kubru tulisan
Muhammad bin Sa’ad (207 H.), dan As-Sirah an-Nabawiyyah tulisan Ali bin Hisyam
(meninggal 218 H.), yang disebut terakhir menulis sitah-nya dengan member komentar serta
studi kritis terhadap karya Ibn Ishaq yang ditulis setengah abad sebelumnya. At-Tabari pada
akhir abad ketiga yang menulis catatan-catatan hidup Nabi, juga banyak mengutip dari
tulisan-tulisan sebelumnya.
Sebagai pengikut Nabi Muhammad saw. kita dituntut menjadikannya sebagai uswah hasanah
atau suri tauladan. Untuk itu kita harus memahami perilakunya sehingga apa yang
dicontohkan Beliau dapat diteladani. Sumber pokok untuk memahami perilaku Nabi adalah
Al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan petunjuk kepada kita perilaku nabi yang sifatnya umum
dan absolut serta manusiawi. Aplikasi dari perilaku Beliau itu tercermin dalam sejarah
hidupnya. Untuk memperoleh fakta sejarah dari data-data sejarah tentang perilakunya, kita
hendaknya bertitik tolak pada perilakunya yang absolute dan universal sebagai mana yang
terdapat dalam Al-Qur’an, lalu kita mencari hukum-hukum umum yang mendasari segala
perbuatan dan tindakannya.
Bagian 2
BANI ABBASIAH
(Sebuah Potret Dalam menguak Makna Sejarah)
I. Pendahuluan
Dari limit waktu yang begitu panjang khalifah bani Abbas memegang dan menguasai bola
politik di bagdad, maka para ahli sejarah dan sejarahwan mensejarahkan bahwa Islam
membagi periodisasi pemerintahan Abbasiyah itu kepada lima periode. Adapun periodisasi
yang dimaksud adalah :
Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M). Kekuasaan periode ini berada ditangan
para khalifah atau disebut juga periode pengaruh Persia pertama.
Periode kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M). Pada periode ini kekuasaan hilang dari
tangan para khalifah atau masa ini disebut masa pengaruh Turki pertama.
Periode ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M). masa kekuasaan dinasti Buwaihi dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
Periode keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Saljuk
dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki
kedua.
Periode kelima (590 H/1194 M – 656 H/1254 M). masa khalifah Abbas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
II. Dinasti-dinasti Kecil di Barat dan di Timur Bagdad
Dinasti-dinasti yang lahir menuntut independensi diri untuk melepaskan dari kekuasaan
Bagdad disebabkan karena tidak terkontrolnya secara seksama daerah tersebut.
Adapun dinasti yang dimaksud antara lain adalah :
a) Yang berbangsa Arab dan Turki
Idrisiah di Maroko (172 – 375 H/788 – 985 M)
Aghlabiyyah di Tunisia (184 – 289 H/800 – 900 M)
Thuluniyah di Mesir (254 – 292 H/837 – 903 M)
Ikhsidiyah di Turkisan (320 – 560 H/932 – 1163 M)
b) Yang berbangsa Persia
Tahariyyah di Khurasan (205 – 259 H/820 – 872 M)
Syafariyah di Fars (254 – 290 H/868 – 901 M)
Samaniyah di Transoxania (261 – 389 H/873 – 998 M)
Bani Abbasiyah dalam lintasan sejarah mengalami puncak kejayaan Islam yang luar biasa.
Meskipun banyak tantangan dan gangguan yang dihadapinya, bahkan gerakan-gerakan politik
yang merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas kekhalifahan pada waktu itu tetapi
semua itu dapat diatasi.
Perkembangan kebudayaan dan peradaban serta kemajuan besar yang dicapai dinasti
Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah bahkan
cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pendahulunya.
Kehidupan mewah khalifah-khalifah ini ditiru oleh oleh para hartawan dan anak-anak
pejabat. Kecenderungan bermewah-mewa ditambah dengan kelemahan khalifah dan factor
lainnya menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini
memberi peluang kepada tentara professional membuat independent posisinya.
Disisi lain Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari
pada politik dan ekspansi biasanya propinsi-propinsi tertentu dipinggiran mulai lepas dari
genggaman penguasa Bani Abbas, seperti Idrisiah di Maroko, Aghlabi di Tunisia, Thulunia di
Mesir, Iksidiah di Turkistan, Tahariyah di Khurasan, Sahfariyah di Fars, Sammaniyah di
Transoxania dan lain-lain. Semuanya itu diakibatkan adanya kebijakan yang tidak
proporsional. Tapi, bagaimana pun juga kita harus mengakui bahwa kemenangan dan
kekalahan, kepuncakan kejatuhan, kebahagiaan dan kesedihan semuanya itu dipergilirkan
Allah kepada manusia.
Bagian 3
KERAJAAN USMANI :
HEGEMONI POLITIK, MILITER, SENI DAN AGAMA
A. PENDAHULUAN
Kondisi politik Islam mengalami perkembangan lagi ketika tampil tiga kerajaan terbesar
disekitar tahun 1500 – 1800 M. yaitu kerajaan Safawi di Persia, kerajaan Mughal di India dan
kerajaan Usmani di Turki. Sebagian sejarawan membagi dua periode tiga kerajaan ini.
Pertama, periode perkembangan dan kemajuannya (1500 – 1700 M), kedua, periode
kemunduran (1700 – 1800 M).
Diantara ketiga kerajaan besar itu kerajaan Usmani adalah yang paling besar dan lama,
sekitar enam setengah abad. Wilayah kekuasaannya yang paling luas ketika semua kerajaan
Islam yang besar telah mengalami kehancuran oleh politik kaum penjajah Barat. Kerjaan
Usmani masih bertahan hingga 1924.
B. ASAL – USUL PEMBENTUKANNYA
Bangsa Turki mempunyai dua dinasti yang berhasil mengukir sejarah dunia. Pertama, dinasti
Turki Saljuk, dan kedua dinasti Turki Usmani. Kehancuran dinasti Saljuk oleh serangan
pasukan Mongol, merupakan peluang besar terbentuknya dinasti Turki Usmani (selanjutnya
disebut kerajaan Usmani).
Pendiri kerajaan tersebut adalh bangsa turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah
Mongol dan daerah Negeri utara Cily. Dalam limit waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah
ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke Sembilan atau
kesepuluh. Ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan
Mongol pada abad ke 13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat
pengungsian ditengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Saljuk didaratan tinggi Asia
kecil.
C. PERLUASAN WILAYAH
Turki Usmani melakukan penetrasi wilayah secara besar-besaran untuk kepentingan perang
Orkhan (1324-1360 M), pengganti Usman I membentuk pasukan khas yaitu jurusan yang
terdiri atas mu’alat yang berasal dari Tuorgia dan Aremenia yang pada umumnya menganut
tarekat Baktasyl. Dengan keteguhan pasukan tersebut Orkhan berhasil menaklukan Broessa
(Turki), Izmi (Asia Kecil) dan Aukara I (1360-1389). Pengganti Orkhan berhasil menaklukan
Bukhara, Audrianopel (Turki), Mecedoma, Sota (Bulgaria), Bayazia I (1389-1462), pengganti
Murad I dapat merebut benteng Philadephia, Theramaia dan Kirman (1391 M). Pada zaman
Bayazid I, Turki Usmani sudah menjadi bangsa besar karena wilayahnya sangat luas dan
disegani oleh kerajaan keristen di Balkan dan Eropa Timur. Ketika itu Turki Usmani sangat
maju dan menjadi salah satu pusat peradaban di dunia. Oleh karena itu, Turki dianggap
sebagai ancaman bagi Eropa.
D. KEMAJUAN PERADABAN PADA MASA USMANI
1. Bidang Politik
Sultan Usmani bi’n Ertoghral. Pada tahun 1299 tampil memikul tanggung jawab
kepemimpinan orang-orang Turki Usmani setelah ayahnya meninggal (pada tahun yang
sama, dinasti Saljuk hancur dibekuk oleh pasukan Mongol dan membunuh sultan Alauddin.
Dalam situasi yang demikian itu, Sultan Usmani bin Eroghral memproklamasikan
kemerdekaan. Wilayahnya atas proklamasi tersebut para pembesar Saljuk, para pejuang yang
menetang kekuasaan Mongol, para sufi, Ulama dan orang-orang Turki sendiri berbondong-
bondong membuatnya sehingga daerah dinasti saljuk menjadi wilayah kekuasaan kerajaan
Usmani.
Dengan demikian kerajaan Usmani pada masa kekuasaan Sultan sulaywah al Qununy,
wilayah kekuasaannya meliputi Asia Timur, Armenia, Irak, Suria, Hijas dan Yaman. Di
benua Asia, Mesir Libia, Tunisia, Aljazair. Di benua Afrika, Yunan, Bilgaria, Yugoslavia,
Albania, Hongaria dan Rumania benua eropa.
2. Bidang Militer
Kekuasaan militer kerajaan Usmani diorganisir oleh sultan Orehan dengan jalan perombakan.
Orang-orang non-Turki direkrut menjadi anggotanya. Mereka direkrut dari anak-anak
keristen secara paksa dan suka rela menyerahkan anak-anaknya untuk dididik menjadi
anggota militer. Karena kesempatan manaknya membina karier yang lebih baik dikemudian
hari di samping adanya jaminan kehidupan, karena diperlakukan seperti anak-anak sultan.
Selain itu angkatan laut dibangun karena ia memiliki peranan penting dalam perluasan dan
pemantapan kekuasaan, kerajaan Usmani Abu Al-hasan Aly al-Husny al-Nadawy
mengemukakan bahwa pada tahun 945 H/1549 M armada kerajaan Usmani memililki 3000
bus kapal. Angkatan lautnya sangat kuat sehingga laut hitan dianggap sebagai dalamnya.
Tidak ada bangsa asing yang diizinkan memasukinya. Dengan kekuatan angkatan lautnya,
gabungan angkatan laut Yunan, Venesi, Spanyol, Portugal malah diporak porandakan.
3. Bidang Seni
Orang-orang turki menerima ilmu dan Islam dari bangsa arab, sehingga bangsa arab dianggap
sebagai guru mereka. Oleh karena bangsa arab itu, Kerajaan Usmani menjadikan huruf Arab
sebagai huruf resmi sampai dihapuskan oleh Mustafa kemal al-Aturh pada tahun 1928 M dan
diganti dengan huruf lain. Mereka banyak mengambil ajaran-ajaran etika dan meniru, politik
bangsa Persia, seperti tata karma penghormatan kepada sultan. Mereka meniru bangsa Persia
karena mereka mempunyai hubungan histories sebelum dan sesudah hijrah ke Asia Barat.
Sedangkan Bizauntium mereka meniru organisasi militer dan susunan pemerintah.
Pada kurun waktu satu setengah abad, sebelum penaklukan kota-kota Konstantinopel,
kerajaan Usmani membangun Mesjid, gedung-gedung perguruan dan lain-lain. Arsitektur
Islam gaya Usmani pada awalnya cenderung menlanjutkan arsitektur bani Saljuk yang
berkuasa sebelumnya.
Disamping Arsitektur, kaligrafi mengalami kemajuan pula, kaligrafi Islam menghiasi
sekolah-sekolah dan bangunan-bangunan lainnya. Yang paling besar sumbangannya terhadap
kemajuan kaligrafi Islam di kerajaan Usmani adalah Syaikh Hamdullah al-amtsy (wafat 1520
M) dia memiliki sebagian kaligrafi terbesar pada zaman kerajaan Usmani. Dia mengajarkan
kaligrafi kepada Sultan Bayzia II yang sangat menghargainya.
4. Bidang Agama
Agama mengalami perkembangan pesat pada zaman kerajaan Usmani, yaitu dari aspek
tasawuf dan tarekat yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyl dan tarekat Maulawi.
Kedua tarekat ini banyak dianut khususnya oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Maulawi
didirikan oleh pengikut Maulawa Jalal al-Din al-Rumly. Administrasi tarekat ini berada
ditangan di konyo. Ketuanya diangkat dan diberhentikan oleh Baktesy Veli yang lahir di
Hurasan dan Prudsh Anatoli pada 1281 M.
Dalam uraian tersebut bahwa :
Kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Usmani dalam spectrum sejarahnya banyak
ditekankan oleh karakteristik orang-orang Turki Usmani yang selalu ingin maju, berjiwa
militer. Selalu aktif, inovatif, kreatif termasuk penektrasi wilayah yang sangat strategis dan
situasi Negara-negara sekitarnya dalam keadaan takjub melihat kemajuannya.
Kemajuan yang telah dicapai kerajaan Usmani baik dalam aspek politik, militer serta
arsitektur Islam dan Agama, merupakan citra tersendiri dan tentunya belum menyaingi
kemajuan islam pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah pada masa itu.
Bagian 4
ISLAM DI SPANYOL DAN SICILIA
I. PENDAHULUAN
Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bias dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol.
Dari Spanyol Islamlah Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik ketika Islam
mencapai mas keemasannya. Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting.
Bahkan menyaingi Bagdad di Timur. Orang-orang Eropa Kristen banyak belajar diperguruan
tinggi Islam disana. Islam menjadi “guru” bagi Eropa . karena itu kehadiran Islam di Spanyol
banyak menarik perhatian sejarawan.
II. ISLAM DI SPANYOL
A. Asal-usul dan Perkembangannya
Sebelum penakukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya
salah satu propinsi dari dinasti Umayyah. Penguasaan daerah ini terjadi pada masa khlifah
Abdul Malik (685-705 M). Penaklukan atas wilayah afrika utara itu memakan waktu selama
53 tahun (mulai dari pemerintahan Muawiyah sampai pada masa Al-Walid) yaitu pada tahun
83 H. namun sebelum dikalahkan oleh Islam. Dikawasan ini sudah menjadi basis kekuatan
kerajaan Romawi yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan inilah yang sering menghasut penduduk
agar menetang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, maka umat
Islam memulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukan Spanyol. Dengan demikian,
Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dengan ditaklukannya Spanyol oleh wilayah Barat, oleh pasukan Islam dimasa Al-Walid dan
dilanjutkan kewilayah Perancis Selatan pada masa Umar Ibn Abd Azis ditambah dengan
pasuka wilayah timur, membuktikan bahwa Islam berhasil menjadi Negara adikuasa pada
mas dinasti Umawiyah.
B. Perkembangan Islam di Spanyol
Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi 6 periode,
yaitu :
1. Periode pertam (711-755 M)
Periode ini dibawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang
berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik belum tercapai sempurna, masih
terdapat gangguan baik dari dalam dan luar.
2. Periode kedua (755-912 M)
Spanyol berada dibawah pemerintahan seorang yang bergelar Amir, tetapi tidak tunduk
kepada pusat pemerintah Islam yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Bagdad.
Pada masa ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik dalam
bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Ini terlihat dengan didirikannya mesjid
Cordova dan sekolah-sekolah di kota Spanyol.
3. Periode ketiga (912-1013 M)
Ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd. Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai
runtuhnya “Raja-raja Kelompok” yang dikenla dengan sebutan Muluk Al-Thawaif. Periode
tersebut, Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah. Kemajuan yang dicapai
telah mencapai puncak dan kejayaan, menyaingi daulah Abbasiyah di Bagdad. Abd Al-
rahman Al-Nashir telah mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya pun memiliki
koleksi ratusan ribu buku. Pada masa inilah masyarakat dapat menikati kesejahteraan dan
kemakmuran, pembangunan kota berlangsung cepat.
4. Periode keempat (1013-1086 M)
Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil dibawah pemerintahan Raja-raja
Golongan, yang berpusat di Seville, Cordova, Toledo dsb. Pada periode ini umat Islam
Spanyol kembali memasuki perikaian intern.
5. Periode kelima (1086-1248 M)
Dinasti Murabhitun (1086-1143) merupakan satu kekuatan disela-sela terpecahnya beberapa
Negara. Dinasti ini pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf
Ibnu Tasyfin di Afrika Utara dan pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan
yang berpusat di Marakesy.
6. Periode Keenam (1298-1492 M)
Periode Islam hanya berkuasa di daerah Granada, dibawah Dinasti Bani Ahmar (1232-1492).
Peradaban kembali mengalami kemajuan. Akan tetapi secara politik Dinasti ini hanya
berkuasa di wilayah kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol
ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Pada
periode inilah menandai berakhirnya kekuasaan Islam di Spanyol.
C. Kemajuan yang dicapai
Bagian ini akan dikemukakan tentang kemajuan yang dicapai Islam di Spanyol, yang
meliputi kemajuan dibidang fisik dan non fisik.
i. Kemajuan Dibidang Fisik
Pembangunan fisik yang paling menonjol dapat dilihat seperti di Cordova (ibu kota Spanyol
sebelum Islam). Oleh umat Islam kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan dibangun diatas
sungai yang mengalir ditengah kota, dan mesjid Cordova yang merupakan mesjid
kebanggaan.
ii. Kemajuan Dibidang Non Fisik
Kemajuan dalam bidang nono fisik dapat dilihat sebagai berikut :
a. Filsafat
Tokoh utama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Al-
Sayigh (Ibn Bajjah). Corak pemikiran filsafatnya mirip dengan pendahulunya Al-Farabi dan
Ibn Sinayang cenderung etis dan eskatologis. Karya terbesarnya adalah Tadbir al-
Mutawahhid.
Tokoh kedua adalah Abu Bakar Ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy. Ia banyak menulis
maslah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang paling terkenal adalah Hay
Ibn Yaqzhan. Filosof khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah
keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fikh dengan karyanya Bidayah Al-Mujtahid.
b. Sains
Dalam bidang ini terdapat beberapa ahli antara lain : Abbas Ibn farmas termasyhur dalam
bidang kimia dan astronomi. Ia adalah orang yang pertama kali menemukan kaca dari batu.
Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam bidang astronomi, ia dapat menentukan waktu
terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ahmad Ibn Ibas dari Cordova
adlah ahli dibidang obat-obatan serta Umm Al-Hasan Bin Ali Ja’far dan saudara perempuan
Al-Hafidz adalah 2 orang ahli kedokterandari kalangan wanita.
c. Fikih
Dalam fikih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganit Mazhab Maliki yang diperkenalkan
oleh Yazid Ibn Abd Rahman.
d. Music dan Kesenian
Dalam bidang music dan seni suara Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan
tokohnya Al-Hasan Ibnu Nafi yang dijuluki Zavyab.
e. Bahasa dan Sastra
Dalam bidang bahasa dan sastra telah ditetapkan bahasa Arab menjadi bahasa administrasi
dalam pemerintahan Spanyol, selain itu juga banyak ahli yang mahir dalam bahas Arab,
antara lain Ibnu Sayyidih, Ibnu Malik pengarang Alfiyah, Ibnu Khuruf, Ibnu Al-Hajj, Abu
Al-Hasan Ibnu Ushfur dan Abu Hayyan Al-Garnathi.
D. Kemunduran dan Kehancuran
Beberapa factor yang menjadi penyebab kemunduran Islam Spanyol, antara lain :
i. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna mereka sudah puas
dengan hanya menagih upeti dari kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka
mempertahankan adat dan hokum asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian
kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-rang Spanyol Kristen. Hal
inilah yang senantiasa menyebabkan pertentangan antara Islam dan Kristen.
ii. Tidak Adanya Idiologi Pemersatu
Kalau ditempat-tempat lain para Muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat,
maka di Spanyol orang-orang Arab tidak pernah menerima pribumi, hingga abad ke 10 M
mereka masih member istilah Ibad dan Muawwadun kepada para muallaf itu yakni suatu
ungkapan yang dinilai merendahkan. Hal ini mengakibatkan etnis-etnis non Arab sering
merusak perdamaian. Kesemuanya ini disebabkan karena tidak adanya idiologi yang
bermakna.
iii. Kesulitan Ekonomi
Oleh karena para penguasa pada paruh kedua masa Spanyol lebih memperhatikan kegiatan
pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan kota maka pengembangan pembinaan
dibidang perekonomian terlalaikan.
iv. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan
Perebutan kekuasaan diantara ahli waris juga menjadi salah satu factor kemunduran.
Perebutan kekuasaan antara orang-orang istana menimbulkan perselisihan sehingga diantara
mereka ada yang meminta bantuan dari penguasa Kristen. Abu Abdullah Muhammad sebagai
penguasa yang sah dinasti Ahmar tidak mampu menahan serangan-serangan Kristen dan
akhirnya mengaku kalah dan selanjutnya menyerahkan kepada Ferdenand dan Isabela,
dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 setelah berkuasa
selama tujuh abad lebih.
III. ISLAM DI SICILIA
A. Asal-usul dan Perkembangannya.
Di Tunis Dinasti Aghlabi berkuasa dari tahun 800 SM/96 M kerajaan ini dibentuk oleh
Ibrahim Aghlab. Gubernur yang diangkat oleh Harun ar-Rasyid, dinasti inilah yang
menyerang dan menguasai Sicilia dan dilator belakangi oleh adanya konflik intern penguasa
Romawi yang pada waktu itu bani Aghlab diperintah oleh Amir Zayadatullah. Konflik intern
ini ditandai dengan adanya perintah Kaisar Romawi Konstantinopel pada tahun 211 H, untuk
menangkap seorang perwira yang bernama Fimi.
Pada bulan Rabiul Awal 212 H/827 M Sicilia berada dalam kekuasaan Bani Aghlab. Dinasti
Aghlabiyah berkuasa di Sicilia dan kekuasaanya berlangsung terus hingga masa Fatimiyah.
Daulah Fatimiyah mulai menguasai Sicilia sejak masa Ubaidillah al-Mahdi mengalahkan
Aghlabiyah.
Daulah Fatimiyah juga sangat tertarik untuk menguasai Sicilia, karena alas an politik dan
ekonomi. Mereka ingin mendirikan Negara Besar Laut Tengah dan merencanakan untuk
membuat Sicilia sebagai pangkalan angkatan bersenjata agar segi ekonomi mereka
berpendapat bahwa Sicilia adalah daerah produktif.
B. Kemajuan Islam di Sicilia
Sejak Sicilia dikendalikan oleh Islam maka wilayah tersebut berkembang pesat. Sicilia
merupakan pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam sehingga Islamisasi sains dan
kultur islam mewarnai Sicilia dan sekitanya. Banyak mesjid dan pergutruan tinggi didirikan
seperti disebutkan bahwa Universitas yang didirikan dikota tersebut kebesarannya mampu
menandingi Universitas Cordova di Baghdad.
Perekonomian di Sicilia juga tergolong maju, hal ini dilihat dari adanya factor ketertarikan
Daulah Fatimiyah untuk menguasai Sicilia. Daerah Sicilia adalah daerah produktif penghasil
buah-buahan, emas, perak, timah, air raksa dan hasil tambang lainnya.
C. Kemunduran Islam di Sicilia
Kekacauan dari pihak Islam maupun dari luar Islam adalah salah satu factor yang
berpengaruh terhadap kemunduran ini. Terbukti dalam usaha penguasa Kristen untuk
mengembalikan Sicilia kepangkuannya. Penguasa Romawi tiada hentinya berusaha untuk
merebut kembali Sicilia dari gengggaman umat Islam.
Kehancuran dan kemunduran Islam di kedua wilyah tersebut dikarenakan oleh factor internal
dan eksternal. Factor internal yakni terjadinya perebutan kekuasaan diantara penguasa yang
pada akhirnya ada yang meminta bantuan kepada penguasa Kristen untuk mengembalikan
bumi ERopa yang dikuasai oleh orang Isalm kepangkuannya.
Bagian 5
PERANG SALIB
(LATAR BELAKANG DAN AKIBATNYA)
A. Pendahuluan
Dalam waktu kurang lebih seratus tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Para
penggantinya (Khalifah-khalifah) mendirikan suatu kerajaan yang lebih besar dari pada
Roma. Guncangan terhadap tata internasional dan terutama Kristen tak terelakkan adalah
sesuatu yang sulit diterima oleh akal bahwa suku-suku di Arab mampu bersatu dan
mendukung kerajaan Bizantium (Roma Timur) yang tak terkalahkan selama abad VII dan
VIII. Menjelang akhir abad itu tentara muslim terus melancarkan perluasan wilayahnya.
Banyak alasan mengapa ekspansi Arab itu cepat dan berhasil, karena terkurasnya kekuatan
kekaisaran Bizantium dan Persia, setelah peperangan bertahun-tahun, ketidak puasan rakyat
kepada penguasa, keterampilan para prajurit Badwi dan daya tarik rampasan perang. Namun,
ketika fakta yang terutama adalah berdirinya Negara dan perang Islam dalam mempersatukan
berbagai suku dan memberikan pengertian akan arti tujuan yang lebih besar.
B. Sebab-sebab Terjadinya Peperangan
Sebab-sebab terjadinya Perang Salib, menurut Dr. Muhammad Sayyid Al-Wakil adalah :
Perasaan agama yang kuat; orang-orang Kristen meyakini kekuatan gereja dan
kemampuannya untuk menghapus dosa setinggi langit.
Perlakuan kasar orang-orang Saljuk terhadap orang-orang Kristen; Negara Islam selain
dinasti Saljuk memperlakukan orang-orang Kristen sesuai dengan semangat toleransi Islam.
Mereka izinkan orang-orang Kristen menunaikan ibadah di gereja-gereja suci di Baitul
Maqdis. Dilain pihak, orang-orang Saljuk bersikap keras terhadap mereka karena orang-orang
Saljuk belum lama memeluk agama Islam.
Ambisi pribumi sri Paus; Sri Paus berambisi menggabungkan gereja Timur kedalam
kekuasaanya. Merasa posisinya agak kuat, maka obsesinya meningkat, yaitu menjadikan
dunia Kristen seluruhnya menjadi satu Negara religious yang dipimpin langsung Sri Paus dan
mengusir kaum Muslimin dari Baitul Maqdis. Selain itu kegemaran tentara-tentara dan tokoh-
tokoh Kristen berpetualangan ke Negara-negara lain dan ambisi para penguasa mendirikan
pemerintahan Barat di dunia Timur.
Bila ditelaah mendalam sebab-sebab terjadinya Perang Salib itu dapat dikategorikan dalam
sebab-sebab langsung (Immediate Cause) dan sebab-sebab terpendam (Underline Cause).
Sebab-sebab langsung dari Perang Salib antara lain :
Ancaman Bani Saljuk terhadap Imperium Bizantium (Romawi Timur) dengan menaklukan
daerah-daerahnya.
Penguasa Bani Saljuk melarang/menghalangi orang-orang/Kristen yang akan berziarah ke
Baitul Maqdis di Palestina.
Adanya seruan dari Sri Paus untuk melaksanakan perang suci merebut kembali kuburan
suci dari kaum muslimin
Sebab-sebab terpendam dari Perang Salib adalah :
Penaklukan daerah-daerah Kristen oleh umat Islam. Tentunya penaklukan itu
membangkitkan emosi pemimpin-pemimpin orang Kristen untuk melakukan pembalasan
yaitu menaklukan daerah-daerah yang dikuasai umat Islam.
Hubungan yang kuarng baik antara kaisar Bizantium di Konstantinopel dengan Paus
Urbanus II di Roma. Hubungan ini dapat diperbaiki dengan ikut sertanya Paus dalam Perang
Salib itu. Setelah permintaan dari Kaisar Bizantium, Kaisar berusaha untuk mempertahankan
kota Konstantinopel dari serangan Bani Saljuk, setelah beberapa daerahnya jatuh ketangan
umat Islam. Karena itu kaisar memohon bantuan Paus untuk mengorganisir suatu peperangan
melawan umat Islam. Karena Paus bermaksud memperbaiki hubungan dengan kaisar, maka
permintaannya disetujui.
C. Akibat Perang Salib
Ada beberapa unsure dalam Perang Salib yang perlu dianalisa :
Dalam perang salib tentunya terdapat suatu ide atau cita-cita yang akan dibela. Ide atau
cita-cita itu adalah mempertahankan agama Kristen dari umat Islam.
Agar ide-ide itu dapat dipahami oleh setiap orang yang ikut dalam perang salib itu, maka
diperlukan adanya tokoh-tokoh yang menginformasikan ide tersebut. Dalam hal ini adalah
Paus Urbanus II dan pemimpin agama yang lain dan bangsawan-bangsawan Eropa.
Untuk melibatkan kaum Kristen dalam perang salib ini diperlukan adanya mobilitas
(Mobilization to action). Ide atau cita-cita yang diperjuangkan itu merupakan salah satu cara
untuk mobilitas tersebut. Selain itu digunakan lambing-lambang suci seperti tanda salib dan
pembabtisan,
Faktor-faktor pencetus perang salib tersebit dapat berfungsi dengan baik, karena tidak ada
control dari pihak lawan, pemerintah Islam yaitu Bani saljuk dan Daulat Abbasyiah. Control
lemah oleh karena factor komunikasi yang sulit apalagi konsentrasi pasukan diadakan di
daerah yang tidak dikuasai.
Perang Salib berhenti karena kekalahan-kekalahan yang di derita kaum Salib di Timur.
Sekalipun mereka kekalahan, mereka mendat keuntungan yang berharga yang mengantarkan
timbulnya Reneissans Eropa yang kemudian membawa kemajuan peradaban Barat.
Umat Islam sekalipun berhasil menghancurkan tentara Salib dan menghalau dari dunia
Timur, sebenarnya tidak mendapatkan menafaat dalam perkembangan budaya dan peradaban,
melainkan kehancuran. Dalam dunia Islam yang sempat diduduki kaum Salib adalah
kerajaan-kerajaan yang mempunyai peradaban yang sudah maju dan berbudaya tinggi maka
sudah barang tentu kebudayaan itu yang pada gilirannya dapat memanfaatkan untuk kejayaan
Negara, bangsa dan agama.
Bagian 6
HEGEMONI FILSAFAT YUNANI
(SUATU TINJAUAN SEJARAH)
I. PENDAHULUAN
Sejarah pemikiran filosofi masuk ke dalam dunia Islam melalui falsafat Yunani yang
dipimpin ahli-ahli fikir Islam di Surya, Mesopotamia, Persia dan Mesir. Kebudayaan dan
falsafat Yunani dating ke daerah-daerah itu dengan ekspansi Alexander yang Agung ke
Timur di abad ke empat sebelum Kristus. Politik Alexander untuk menyatukan kebudayaan
Yunani dan kebudayaan Persia meninggalkan bekas besar di daerah-daerah yang pernah
dikuasainya dan kemudian timbullah pusat-pusat kebudayaan Yunani Timur, seperti
Alexandria di Mesir, Antioch di Surya, Jundisyapur di Mesopotamia dan Bactra di Persia.
II. PERKEMBANGAN FILSAFAT
Sejarah menunjukkan bahwa kini filsafat tidak lagi membawa pemikiran pada subjek besar
sebagaimana masa lalu, kemajuan ilmu pengetahuan dan terutama ilmu pengetahuan yang
telah menggiyahkan dasar-dasar pemikiran filsafat. Banyak hal yang semula merupakan salah
satu bagian dari ilmu filsafat yang membahas tentang ilmu asal (Epistimologi), kini telah
menjadi topic pokok perhatian dari pada ilmu-ilmu filosofi dan psikologi.
Dengan jasa ilmu filsafat yang fungsional, banyak tokoh-tokoh pemikir yang termasyhur baik
Socrates, Plato, Aristoteles dan lain-lain. Begitu juga tokh pemikir di kalangan umat Islam,
seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Rusyd, Ibn Sina dan sebagainya. Semua tokoh pemikir caliber
tersebut terilhami ilmu filsafat yang mengubah budaya dan peradaban manusia yang semakin
mensemesta di sentero alam jagad raya.
III. ISLAM DAN PEMIKIRAN HELLENISME
Ketika Islam lahir, bangsa Arab dikelilingi oleh bangsa-bangsa yang berkebudayaan tinggi
dan megah, seperti Persia, Romawi, Yunani dan India. Sebagai masyarakat yang baru lahir,
jika Islam hendak memiliki kebudayaan dan peradaban yang tinggi, maka harus mempelajari
kebudayaan bangsa-bangsa lain yang jauh lebih maju. Usaha itu telah dilakukan oleh umat
islam di zaman klasik, khususnya di zaman sejak masa Dinasti Umayyah.
IV. FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut secara lebih rinci
dikemukakan sebagai beikut :
Filsafat, dalam arti analisa filsfat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang
digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan
menyusun teori-teori pendidikan.
Filsafat juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan
oleh para ahlinya yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat pendidikan
tentu mempunyai relefansi dengan kehidupan nyata.
Filsafat termasuk juga filsafat pendidikna juga mempunyai fungsi memberi pentunjuk dan
arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik.
Filsafat pendidikan suatu lapangan studi mengarahkan pusat perhatiannya dan memusatkan
kegiatannya pada dua fungsi normative ilmiah, yakni :
Kegiatan merumuskan dasar-dasar dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat
hakikat manusia serta konsepsi hakikat dan segi pendidikan serta isi moral pendidikan.
Kegiatan merumuskan system atau teori pendidikan (science of education) yang meliputi
politik pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan
person pendidikan dalam membangun masyarakat dan Negara.
V. HUBUNGAN ILMUAN MUSLIM DENGAN FILSAFAT YUNANI
Ada tiga factor yang meyebabkan lahirnya filsafat Yunani, adalah :
Bangsa Yunani kaya akan mitos dan hal itu adalah awal untuk mengetahui dan mengerti
sesuatu.
Beberapa karya sastra Yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong lahirnya filsafat
Yunani yang berisi pedoman hidup dan nilai-nilai edukatif.
Pengaruh ilmu pengetahuan yang berasal dari Babilonia di lembah sungai Nil. Ilmu-ilmu
tersebut hanya dipelajari aspek praktisnya saja tetapi juga aspek teoritis kreatifitasnys.
Zaman Yunani terbagi dua periode, yaitu :
Yunani kuno, dengan ahli pikir alam (kosmologi) antara lain Thales, Anaximenes,
Phytagoras, Demokritos dan lain-lain.
Yunani klasik dengan ahli fikir seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles.
Filsafat Yunani ditentukan oleh umat Islam dalam samaran bahasa Syiria yang merupakan
campuran antara pikiran Plato dan Aristoteles. Sebagaimana yang telah ditafsirkan dan diolah
oleh para filosof selama berabad-abad sepanjang masa Hellenisme. Pemikiran Yunani yang
masuk ke dunia Islam tidak datang dari manuskrip-manuskrip yang asli, vitalitas ilmuan dan
filosof Yunani telah berakhir dengan mundurnya museum Alexanderia. Jembatan yang
menghubungkan antara pengetahuan Hellenisme dengan budaya Islam adalah penerjemahan
karya-karya Yunani ke dalam bahasa Syiria yang dimengerti oleh ilmuan Persia, Yunani,
Yahudi dan Kristen yang sedang mencari kebebasan. Beragam intelektual di Persia selama
dua abad sampai kerajaan susahnya ditaklukan oleh bangsa arab.
Filsafat Yunani adalah kegiatan berfikir yang dilakukan oleh para filosof Yunani untuk
mencari hakekat kebenaran yang penuh kebijakan dalam menata tata dunia baru yang lebih
bijaksana, elegan dan dinamis dalam mengapresisikan pemikiran-pemikiran yang konstruktif.
Dengan adanya pendidikan, manusia semakin berbudaya dan berperadaban dalam
mengembangkan kepribadiannya yang lebih kreatif, inovatif dan produktif.
Ketertarikan umat islam terhadap kebudayaan Yunani dilanjutkan dengan penerjemahan
buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab. Penerjemahan ini pertama kali dilaksanakan di
masa Dinasti Umayyah. Ketertarikan umat islam akan warisan Yunani semakin besar setlah
terjadi kontak yang makin dekat dengan warisan Yunani. Semenjak al-Mansur naik tahta,
umat islam semakin hari semakin terbawa oleh pengaruh peradaban Yunani.
Filsafat Yunani mulai berpengaruh di kalangan ilmuan muslim pada masa pemerintahan Bani
Umayyah dan mencapai puncaknya pada masa Bani Abbasyiah ketika karya-karya filosof
Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Syiria oleh Huyamin dan anaknya menerjemahkan
dalam bahasa Syiria ke bahasa Arab.
Al-Ma’mun adlah khlaifah yang banyak jasanya dalam menerjemahkan ini dengan tidak
segan-segan membayar biaya penerjemah berupa emas seberat yang diterjemahkan. Karya-
karya Yunani yang dibaca oleh ilmuan Muslim ini memberikan motivasi untuk menggunakan
logika dan membahas ajaran Islam dan mengembangkan gaung nilai-nilai ilmu di seantero
alam ini.
Bagian 7
GERAKAN SOSIAL MUHAMMADIYAH
(ADAPTASI ATAU REFORMASI)
A. Latar Belakang
Organisasi Muhammadiyah adalah organisasi keagamaan yang didirikan oleh K.H. Ahmad
Dahlan pada tanggal 18 november 1912 di Jogjakarta yang dilatar belakangi oleh berbagai
factor pada waktu itu. Pada dasarnya Muhammadiyah mengarahkan langkahnya pada dasar
pemikiran untuk kembali pada kemurnian tauhid yang diajarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Dari pola gerak langkah itulah kenudian gerakan Muhammadiyah disebut gerakan reformasi
yang dalam Muhammadiyah sendiri dikenal dengan istilah Tajdid.
B. Gerakan Muhammadiyah (Adaptasi atau Reformasi)
Sebagai gerakan pembaharuan, maka oleh HAR. Gibb dalam bukunya Modern trends in
Islam dikatakan bahwa bidang garap yang utama dari golongan pembaharuan ada 4 pokok,
yaitu :
Mensucikan Islam dari pengaruh yang tidak benar (TBK)
Pembaharuan Pendidikan yang lebih tinggi derajat dan martabatnya bagi kaum muslimin.
Pembaharuan rumusan ajaran Islam menurut alam pikiran modern.
Pembelaan Islam terhadap pengaruh Barat dan ajaran Kristen.
Ada beberapa tantangan perlu menjadi perhatian dari organisasi ini, antara lain :
Penyebaran wawasan Idiologi; berbagai masalah yang muncul dibidang ekonomi, social
budaya pada akhir abad ke 20 ini menuntut adanya kerangka teologis yang responsive. Dari
masalah ketidak adilan sampai pelecehan morak memerlukan paradigm teologis yang pas.
Tantangan dalam pembangunan SDM, umat islam yang mayoritas sering dianggap sebagai
minoritas kualitatif, sebagai belum tangguh dan andal. Dari segi kualitatif memang mayoritas
tetapi kualitatif menjadi minoritas.
Tantangan agar Muhammadiyah menjadi alat pembaharuan pemikiran maupun aksi social
keagamaan yang produktif dan harus bias membenahi diri.
Oleh Mukti Ali disebutkan bahwa amal usaha Muhammadiyah itu memiliki 4 fungsi, yaitu :
Membersihkan Islam Indonesia dari pengaruh-pengaruh kebiasaan-kebiasaan yang bukan
islam.
Reformulasi doktrin-doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern.
Reformasi jaran-ajaran dan pendidikan Islam.
Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan-serangan dari luar.
Selanjutnya Amin Rais mengemukakan lima doktrin Muhammdiyah yang hingga sekarang
tetap hidup di kalangan Muhammdiyah sebagai obyek dalam melaksanakan gerakan
pembaharuan, yaitu :
Tauhid
Pencerahan Umat
Menggembirakan Amal Salih
Kerjasama untuk Kebijakan
Tidak Berpolitik Taktis
Dalam perkembangan zaman yang menuntut perubahan di segala aspek maka
Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan perlu meninjau dan mengikuti perkembangan
transformasi zaman. Oleh karena anggapan dasar tentang lahirnya Muhammadiyah pada
zaman lampau tentu sangat jauh berbeda dengan anggapan dasar pada zaman sekarang.
Misalnya saja pada zaman penjajahan perjuangan Muhammadiyah ditujukan kepada
perlawanan terhadap pengaruh colonial, juga di zaman Hindia Belanda. Akan tetapi sekarang
penjajah sudah tidak ada lagi maka missi dapat pula berubah namaya tetapi tetap sama yakni
menyebarkan agama Islam dan membina para ummat dengan tidak melupakan kepentingan
bangsa dan Negara. Inilah merupakan prinsip transformasi social dalam Muhammadiyah.
Bagian 8
PEMBERONTAKAN
PETANI BANTEN TAHUN 1888
(KEBANGKITAN KEMBALI AGAMA)
I. PENDAHULUAN
Masyarakat Banten dalam abad XIX berada dalam tahap peralihan, sehingga keterangan lama
menggejolak kembali. Fakta-fakta menyakitkan, yakni hilangnya privilege dan penghinaan
kolektif yang tak terelakkan lagi di zaman kolonial itu, telah menimbulkan rasa dendam dan
frustasi yang mendalam dikalangan golongan-golongan dan aliran-aliran tarekat. Kondisi
seperti diatas dengan sendirinya merupakan “lahan” yang subur bagi pemberontakan (chaos).
Di dalam aliran masyarakat kolonial, terdapat ketidak cocokan yang teramat tajam antara
aspek-aspek tertentu dari praktek-praktek keagamaan tradisional dan lembaga-lembaga
kolonial, menimbulkan rasa getir dikalangan pribumi (bumi putera). Mereka dipengaruhi oleh
paham-paham mengenai perang sambil melawan kekuasaan orang-orang kafir. Sebagai
konsekuensinya, maka cara mereka menilai situasi kolonial itu melahirkan satu tradisi
perlwanan psiko-kultural terhadap setiap golongan yang mewakili kekuasaan kolonial.
Elit agama telah mendapat posisi untuk memimpin gerakan pemberontakan Banten pada
1888 dan otoritas mereka yang kharismatik dengan sendirinya merupakan factor penting
dalam usaha membina pertumbuhan gerakan itu. Kepemimpinan kharismatik yang urgen di
dalam pemberontakan itu merupakan konsekuensi logis dari berbagai kondisi yang kompleks.
Di samping tingkat keresahan social yang tinggi dan tak ada cara-cara yang sah untuk
menyatakan protes pun perasaan tidak senang di dalam masyarakat Banten.
II. PEMBAHASAN
A. Kebangkitan Agama
Kebangkitan agama pada masyarakat Banten dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya :
Jumlah haji yang terus meningkat, terutama setelah pembukaan terusan suez pada 1870.
Jumlah pesantren meningkat.
Peningkatan jumlah mesjid yang baru. Pada sahlat jum’at, mesjid dikunjungi oleh jemaah
yang lebih banyak dari sebelumnya.
Usaha penyebaran surat “Wasitul Nabi” yang berisi peringatan terakhir yang diberikan
oleh Nabi Muhammad
Berkembangnya tarekat.
B. Gerakan Pemberontakan
Pada tanggal 9 Juli 1888, mulailah Haji Wasid bersama kelompoknya mengadakan
pemberontakan bersenjata. Di Cilegon mereka berhasil membunuh 17 orang. Sesudah
pembunuhan ini mereka melakukan perjalanan menuju Serang dengan maksud yang sama
yakni memerangi orang “kafir”. Akan tetapi, dalam perjalanan mereka bertemu rombongan
serdadu bersenjata 28 bedil yang sedang dalam perjalanan dari Serang menuju Cilegon untuk
membantu Belanda. Di desa Toyomerto – antara Cilegon dan Serang – terjadilah
pertempuran antara rombongan Haji Wasid dengan serdadu Belanda, dimana sembilan orang
pengikut tewas dalam pemberontakan, sehingga menurunkan semangat para pemberontak.
Kelompok yang maki kecil ini, masih melanjutkan perjalanan hingga ke Banten Selatan,
dimana sisanya terbunuh sebanyak 11 orang lagi akhirnya 94 orang diasingkan karena diduga
terlibat dalam pemberontakan ini.
C. Ideologi Jihad : Perlawanan Mutlak
Pada dasarnya, motifasi pemberontakan petanai banten adalah perpaduan antara motif
ekonomi (kerja paksa, pajak), politik, sosial (perilaku pegawai belanda dan pribumi yang
agak “kasar”, tidak menghormati sikap bebas orang Banten) dan agama, dengan indikasi
sebagai berikut :
Patih dan jaksa di Cilegon sependapat dengan Belanda untuk tidak akan mengijinkan lagi
orang mukmin sholat di dalam mesjid dan mereka berusaha memusnahkan agama islam.
Patih terlalu tinggi menaikkan beban pajak, meskipun rakyat telah mengajukan
permohonan kepada Bupati Serang, tetapi pegawai ini tetap menyerahkan persoalan pajak
tersebut kepada patih, ini berakibat jumlah pajak tetap tidak dikurangi.
Pegawai pribumi yang bekerjasama dengan kolonial banyak mempergunakan mata-mata
dan mereka mencari pelanggaran hukum yang sangat sederhana tetapi kemudian dihukum
berat.
Rakyat biasa sangat marah karena tidak diperlakukan dengan baik, terutama oleh patih dan
jaksa.
Dengan adanya berbekal ideologi jihad fi sabilillah, akhirnya pemberontakan kaum petani itu
dapat dipatahkan oleh tentara kolonial Belanda atas bantuan para pegawai pribumi yang
memihak kepada kolonial. Walaupun sangat singkat (9-30 Juli 1888), tetapi pemberontakan
ini melahirkan semangat baru ke beberapa wilayah lain.
Bagian 9
BATARA GOWA
A. PENDAHULUAN
Mesianisme merupakan suatu kekuatan sosial yang mendorong ke arah tindakan-tindakan
untuk mengubah situasi. Situasi itu hendak diubah karena dipandang sebagai situasi krisis,
penuh dengan penderitaan, kesengsaraan dan kezaliman. Kesadaran akal hal ini menimbulkan
adanya harapan akan perubahan yang mendatangkan kemakmuran. Harapan itu sering kali
membangkitkan sentimen revolusioner dalam bentuk gerakan sosial sebagai proses sosial.
Sedangkan yang diharapkan dapat memberi pertolongan ialah seorang mesias.
Di tanah makassar sendiri dalam situasi seperti itu tampilah seorang yang mengaku Batar
Gowa selaku pelopor mesianisme yang berhasil mendapatkan pendukung dan pengikut yang
banyak dengan janji-janjinya yang memikat hati dalam bentuk gerakan sosial yang
merupakan suatu ledakan keresahan sosial yang ada dalam masyarakat sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial sebagai konsekuensi pengaruh barat yang semakin memperkuat
posisinya di Makassar.
B. Sekilas Pandang Tentang Mesianisme.
Mesianisme adalah suatu paham menantikan datangnya seorang “messiah” yang bakal
menyelamatkan umat manusia dan mewujudkan keadilan bagi penduduk bumi. Perkataan
mesianisme berasal dari bahasa Ibrani “messiah” merupakan padanan perkataan Arab al-
Masih.
Mesianisme dalam dunia Islam dikenal dengan Al-Mahdi dipulau Jawa biasa dikenal dengan
Ratu Adil. Adapun di Sulawesi Selatan khususnya Makassar dikenal dengan Batara Gowa.
C. Asal Usul Munculnya Gerakan Batara Gowa
Batara Gowa adalah nama bagi seorang raja yang diasingkan oleh Belanda ke Sailan lalu
seorang Tokoh Mesianis mengaku bahwa dialah Batara Gowa tersebut. Adapun raja yang
dimaksud adalah “Amas Madina” yang telah dipilih menjadi raja dalam usia enam tahun pada
tanggal 21 Desember 1753 untuk menggantikan ayahnya yang wafat pada tahun itu. Oleh
karena baginda masih sangat muda maka digantikanlah oleh neneknya dalam menjalankan
kekuasaanya dan pemerintahan Gowa.Gerakan Batara Gowa adalah gerakan sosial yang
muncul sebagai ledakan keresahan sosial yang ada dalam masyarakat sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial karena adanya pengaruh Barat yang semakin memperkuat
posisinya di Makassar.
Gerakan Batara Gowa merupakan suatu manifestasi pergolakan sosial yang muncul sebagai
luapan dinamika interen dari masyarakat terhadap perkembangan politik selama periode
pemerintahan Belanda.
Bagian 10
ISLAM DAN PARADIGMA ORDE BARU
A. PENDAHULUAN
Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat bangsa Indonesia secara
signifikan telah meneteskan nilail yang kemudian membentuk kareakter dan corak berfikir
atas bagaimana fenomena sosial, politik, ekonomi, pendidikan, hukum dan sebagainya.
Secara umum stratifikasi sosial masyarakat Islam Indonesia berdasarkan kualitas
keislamannya dapat dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu :
Kelompok muslim yang meyakini ajaran Islam secara kaffah (Islam sebagai ajaran yang
menyangkut nilai ritual, etika dan sosial).
Kelompok muslim yang mengenal Islam hanya isi ritualnya saja.
Kelompok muslim yang mengenal hanya sebagai warisan orang tua dan merupakan simbol
spiritual semata.
Kelompok muslim feomalistik; menjadikan Islam sebagai status sosial.
Konsekuensi dari stratifikasi sosial ini adalah beragamnya sikap politik umat Islam
menghadapi kebijakan negara. Komunitas politik Islam dan negara lebih banyak diperankan
oleh kelompok pertama.
Sejarah politik Islam di Indonesia pada masa orde baru dapat dibagi pada dua corak utama
dengan fasenya masing-masing, yakni :
1. Fase 1965 – 1978, untuk mencapai tujuannya, para aktivis Islam politik terutama
bergantung pada :
Politik non integrative (partisipan)
Parlemen sebagai satu-satunya arena perjuangan.
Implikasi dari corak politik ini adalah : penegasan tujuan-tujuan ekslusif yang mencakup :
Penegasan Islam sebagai dasar dan ideologi negara.
Mendesak dilegalisasikannya piagam jakarta.
2. Fase 1973 – akhir tahun 90-an; fase ini Islam lebih bersifat kultur namun tidak
menghilangkan watak politisnya. Pergeseran hanya mencakup format dan rumusan tentang :
Landasan teologis dan filosofis politik Islam
Tujuan-tujuan politik Islam
Pendekatan politik Islam, dari formalisme-legalisme kepada substasialisme-inklusinisme.
Konsekuensinya adalah gencarnya ajnuran pembaharuan teologis melalui tema desakralisasi,
reaktualisasi dan pribumisasi.
B. Depolisitas Idealisme dan Politik Islam
Secara garis besar, bahwa pasca pemilu 1971, tingkat “penjinakan” (depolitisasi) peran
sospol umat islam semakin gencar bukan saja pada aspek kooptasi (asas tunggal) tahun 1986,
sehingga hampir secara keseluruhan umat Islam terpinggirkan dalam sistem politik dan
ekonomi bangsa indonesia ini. Krisis komunikasi politik (disharmoni) antara Islam dan
Negara ini kemudian mendorong reorientasi landasan teologis-filosofis Islam, tujuan politik
islam dan corak politik islam yang cenderung logalisme-formalisme pada substansialisme dan
inklusivisme, dengan menampilkan corak islam kultural yang dipelopori oleh intelektual-
intelektual muda islam. Dan peralihan ini kemudian mengawali fase baru hubungan islam dan
negara.
C. Intelektualisme Islam Baru dan Akomodasi Negara
Salah satu unsur penting dari intelektualitas adalah medan pergumulannya, yakni medan
simbolik. Hal ini menyangkut interpretasi, konstruksi atau dekonstruksi atas realitas atau teks,
termasuk di dalamnya realitas atau teks keagamaan.
Dalam diskursus pembangunan indonesia orde baru, Islam terlah dikonstruksi ke dalam
beberapa bentuk keislaman yang dilatari oleh keragaman pranata dan realitas sosial
penganutnya. Konstruksi keislaman Indonesia orde baru secara umum meliputi : neo
modernis, konstruksi neo revivalis dan konstruksi neo formasi.
Sikap akomodatif negara terhadap islam mencakup diterapkannya kebijakn-kebijakan yang
sejalan dengan kepentingan sosial ekonomi dan politik umat Islam. Jika dikategorikan secara
luas bukti-bukti tersebut digolongkan kedalam empat jenis berbeda :
Akomodasi struktural
Akomodasi legislatif
Akomodasi infra struktur
Akomodasi kultural
Akomodasi negara terhadap Islam pada sisi yang lain melahirkan suatu keadaan dimana
Islam politik secara bertahap mempunyai daya fress yang semakin kuat sehingga terjadi
proses saling melengkapi secara harmonis antara Islam dan negara. Kondisi kemudian
mengkristalkan dan kesadaran transformatif yang mendorong lahirnya reformasi kemudian.
Bagian 11
ISLAM SEBAGAI AGAMA NEGARA
DI MALAYSIA
Secara singkat dari Islam sebagai agama negara di Malaysia dapat dilihat dari beberapa
uaraian sebagai berikut :
Islam di Malaysia pra kolonial adalah Islam yang dikembangkan oleh para kaum sufi yang
mengandung unsur-unsur metafisika ilmu tasawuf, yang kemudian berkembang pula ajaran
ortodoks (Wahabiah dan gerakan Modernis).
Kebangkitan Islam pasca kolonial mengacu pada kegiatan politik atas nama Islam, untuk
membangkitkan kembali semangat kaum muslimin, agar memperoleh kehormatan dan
prestasi kejayaan Islam.
Negara Malaysia dengan berlandaskan konstitusi Islam, memberikan ciri-ciri eksternal
sebagai negara melayu, dengan berlatar belakang Melayu sebagai penggerak kebangkitan
Islam di Asia Tenggara.
Malaysia dengan konstitusi Islam, memberikan kelonggaran terhadap perkembangan agama
yang ada diwilayah tanpa disertai tindakan diskriminasi terhadap golongan non-muslim,
sebagaimana yang dicantumkan dalam konstitusinya.
Bagian 12
LIBERALISME ISLAM DI INDONESIA
(STUDI KASUS PEMIKIRAN JIL)
Jaringan Islam Liberal dengan pemikiran-pemikirannya, yang mencoba menyatukan
komunitas Islam dalam bingkai modernitas, maka umat islam seharusnya semakin sadar dan
maju pesat perkembangan pemikiran keagamaanya dari berbagai lini kehidupan.
Salah satu pemikiran JIL, yang perlu diapresiasi adalah konsep tentang pluralisme,
modernisasi, demokrasi dan sejenisnya, yang sampai saat ini bagi sebagian umat Islam masih
dianggap sebagai bukan jaran orisinil Islam. Bagi JIL konsep tersebut memiliki pijakan
teologis yang kuat dalam al-Qur’an bahkan sunnah rasul dan generasi-generasi awal Islam.
Bila tidak, maka fenomena yang akan berkembang merebaknya kekerasan yang dalam kasus-
kasus tertentu sarat dengan muatan agama atau minimal dilakukan oleh umat beragama,
terutama umat Islam.
Maraknya tindakan kekerasan ini, selain muncul akibat ketidak mampuan manusia dalam
menyikapi modernitas yang sangat kompleks, juga berpeluang pada pola keberagamaan
mereka yang mengedepankan ekslusivisme dan klaim kebenaran sepihak, serta tidak bisa
membedakan Islam normatif dengan Islam sejarah. Dalam suasana ini, umat Islam
melakukan mistifikasi Jihad dan simbol agama yang lain, mereduksi sekedar memperkental
identitas diri dan menjadikannya sebagai media untuk menyerang kelompok dan umat Islam
yang berbeda.
Dengan konteks itu JIL, mencoba membangun dan mengembangkan suasana beragama yang
transformatif dan inklusif, menampakan signifikansinya untuk selalu “dilirik” oleh komunitas
umat. Melalui pemahaman keagamaan yang holistik dan pola keagamaan yang inklusif, umat
islam diharapkan dapat menyelesaikan krisis kemanusiaan, serta menjadikan modernitas
sebagai proses yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi komunitas manusia, serta
mengembalikan harkat dan martabatnya sebagai hamba Tuhan.