Resensi Novel Burung-Burung Manyar

3
Resensi Novel Burung-Burung Manyar Judul Buku : Burung-Burung Manyar Penulis : Yusuf Biliarta Mangunwijaya Penerbit : Penerbit Djambatan Cetakan ke : sebelas, tahun 2001 Jumlah Halaman : 261 halaman “Dan semakin bencilah seluruh jiwaku kepada segala yang berbau Jepang. Termasuk itu penghianat-penghianat Soekarno-Hatta. Dan seluruh bangsa yang disebut Indonesia, yang membungkuk -bungkuk pada Jepang dan berteriak-teriak di alun alun oleh hasutan Soekarno: ‘Inggris kita linggis, Amerika kita seterika, Dai Nippon, Banzai!’. Sejak itu aku bersumpah untuk mengikuti jejak papi: menjadi KNIL, membebaskan negeri yang indah ini dengan rakyatnya yang bodoh, pengecut, tapi baik hati itu, segala orang di kolong jembatan, dan mental-mental serba kampungan dari hasutan dan pengaruh jahat yang menyebut diri nasionalis....Di atas tadi adalah sepenggal kutipan dari novel yang berjudul Burung-Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya. Novel setebal 261 halaman ini menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Setadewa, seorang laki-laki anti Republik peranakan Jawa- Belanda yang jatuh cinta dengan teman sepermainannya waktu kecil, seorang wanita Indonesia asal Bogor, Larasati alias Atik. Latar sejarah Indonesia dari tahun 1934-1978 melekat dan menjiwai seluruh novel yang mencoba melihat revolusi Indonesia secara objektif dan bahkan cenderung lebih dari sisi Belanda dengan memasang protagonis orang Indonesia anti Republik ini. Dengan gaya bercerita yang khas, penulis mampu membawa pembaca novel ini ke alam pikiran sang tokoh. Saat kita membaca bagian awal novel ini, seakan-akan kita ikut terbawa ke dalam

description

Resensi Novel Burung-Burung Manyar karya Y. B. Mangunwijaya

Transcript of Resensi Novel Burung-Burung Manyar

Page 1: Resensi Novel Burung-Burung Manyar

Resensi NovelBurung-Burung Manyar

Judul Buku : Burung-Burung Manyar

Penulis : Yusuf Biliarta Mangunwijaya

Penerbit : Penerbit Djambatan

Cetakan ke : sebelas, tahun 2001

Jumlah Halaman : 261 halaman

“Dan semakin bencilah seluruh jiwaku kepada segala yang

berbau Jepang. Termasuk itu penghianat-penghianat Soekarno-Hatta.

Dan seluruh bangsa yang disebut Indonesia, yang membungkuk -

bungkuk pada Jepang dan berteriak-teriak di alun alun oleh hasutan Soekarno: ‘Inggris kita linggis,

Amerika kita seterika, Dai Nippon, Banzai!’. Sejak itu aku bersumpah untuk mengikuti jejak papi:

menjadi KNIL, membebaskan negeri yang indah ini dengan rakyatnya yang bodoh, pengecut, tapi

baik hati itu, segala orang di kolong jembatan, dan mental-mental serba kampungan dari hasutan

dan pengaruh jahat yang menyebut diri nasionalis....”

Di atas tadi adalah sepenggal kutipan dari novel yang berjudul Burung-Burung Manyar

karya Y.B. Mangunwijaya. Novel setebal 261 halaman ini menceritakan tentang kisah perjalanan

hidup Setadewa, seorang laki-laki anti Republik peranakan Jawa-Belanda yang jatuh cinta dengan

teman sepermainannya waktu kecil, seorang wanita Indonesia asal Bogor, Larasati alias Atik.

Latar sejarah Indonesia dari tahun 1934-1978 melekat dan menjiwai seluruh novel yang

mencoba melihat revolusi Indonesia secara objektif dan bahkan cenderung lebih dari sisi Belanda

dengan memasang protagonis orang Indonesia anti Republik ini.

Dengan gaya bercerita yang khas, penulis mampu membawa pembaca novel ini ke alam

pikiran sang tokoh. Saat kita membaca bagian awal novel ini, seakan-akan kita ikut terbawa ke

dalam suasana masa revolusi Indonesia yang penuh konflik antara bangsa Indonesia dengan

Belanda, dan bahkan pertentangan antar Bangsa Indonesia yang pro dan anti Republik.

Ada salah satu bagian dari novel ini yang tidak dimiliki oleh kebanyakan novel-novel sastra

lain. Di awal cerita, sebelum kita memasuki bab pertama, kita disuguhi dengan sebuah Prawayang.

Ada keterkaitan antara tokoh-tokoh yang ada dalam Prawayang dengan tokoh-tokoh dalam cerita

itu. Seperti kemiripan nama tokoh, tempat, dan jalan cerita dengan cerita dalam novel Burung-

burung Manyar.

Saya tersentuh dengan tokoh Setadewa yang sangat menjaga kesetiaan dan cintanya pada

Atik. Puluhan tahun perpisahan, perbedaan ideologi serta pendapat, dan Atik yang telah menikah

dengan Janakatamsi, tak membikin ia surut dalam memandang Atik sebagai kekasihnya. Demikian

juga pada Atik. Ia masih mencintai Setadewa. Suami Atik, Janakatamsi, yang mengungkapkan hal

Page 2: Resensi Novel Burung-Burung Manyar

itu kepada Setadewa. Janakatamsi sendiri tidak pernah merasa menikah dengan Atik, meski

mereka telah punya tiga orang anak. Konflik-konflik jiwa semacam itu, sampai taraf tertentu,

adalah sebuah tragedi. Meski saling mencintai, Setadewa dan Larasati tetap teguh dengan pilihan

masing-masing, sembari tetap menghormati pilihan, meski dalam hati nurani mereka, keduanya

ingin agar mereka bisa sejalan.

Y.B. Mangunwijaya memperlihatkan pengetahuan dan pengalaman yang banyak serta

pengetahuan tentang manusia yang mendalam. Nadanya di sana-sini humoris, namun kadang

kadang tajam mengiris. Ia membuat pembaca untuk menganalisa dirinya sendiri dan mengejek

dirinya sendiri. Bahasanya khas “mangunwijayaan” dan isinya keras dan kasar, tapi juga romantik

dan penuh kelembutan serta kemesraan.

Pada tahun 1984 dan 1996, novel burung-burung manyar karya Yusuf Biliarta

Mangunwijaya ini mendapatkan penghargaan dari South East Asia Write Award dan Ramon

Magsasay Award. Sekarang, novel ini telah diterjemahkan ke dalam tiga bahasa, yaitu Bahasa

Inggris (The Weaverbirds), Jepang (Arashi no Naka no Manyaru), dan Belanda (Het Boek van de

Wevervogel).

Nama : Mahatma Aji Pangestu

No : 14

Kelas : XI IPA 1