Resensi Film the Pursuit of Happyness

15
The Pursuit of Happyness Film ini bercerita tentang perjuangan hidup Chris Gardner yang merupakan seorang tunawisma yang akhirnya menjadi seorang pialang saham yang sukses dan kaya. Film ini merupakan film yang memberikan inspirasi bahwa keadaan seseorang bisa di ubah asalkan orang tersebut mau bekerja keras, disiplin dan dapat dipercaya. Dan yang paling penting adalah orang tersebut tidak menyerah walaupun keadaan sangat teramat sulit dan rasanya secara logika sangat mustahil untuk keluar dari kesulitan hidup, dan tetap percaya bahwa keadaan bisa diubah dan mimpipun bisa dicapai, karena bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.. Selain dalam hal kegigihan untuk mengubah keadaan hidup atau mencapai mimpi, film ini juga memberikan pesan moral yang baik bagaimana Chris Gardner tidak jatuh dalam perilaku mengasihani diri sendiri ketika istrinya meninggalkan dia dan juga ketika dia kehilangan rumahnya dan harus tinggal di jalan. Chris Gardner juga merupakan seorang Ayah yang bertanggung jawab dan baik bagi putranya, karena di dalam keadaannya sebagai tuna wisma Chris Gardner tidak meninggalkan anaknya dan tetap bertanggung jawab sebagai orang tua dan memberikan yang terbaik untuk anaknya walaupun dengan keterbatasan yang dia miliki, suatu hal yang patut dicontoh bagi para Ayah.. Sinopsis

description

resensi

Transcript of Resensi Film the Pursuit of Happyness

Page 1: Resensi Film the Pursuit of Happyness

The Pursuit of Happyness

Film ini bercerita tentang perjuangan hidup Chris Gardner yang merupakan seorang tunawisma yang akhirnya menjadi seorang pialang saham yang sukses dan kaya.  Film ini merupakan film yang memberikan inspirasi bahwa keadaan seseorang bisa di ubah asalkan orang tersebut mau bekerja keras, disiplin dan dapat dipercaya.  Dan yang paling penting adalah orang tersebut tidak menyerah walaupun keadaan sangat teramat sulit dan rasanya secara  logika sangat mustahil untuk keluar dari kesulitan hidup, dan tetap percaya bahwa keadaan bisa diubah dan mimpipun bisa dicapai, karena bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.. Selain dalam hal kegigihan untuk mengubah keadaan hidup atau mencapai mimpi, film ini juga memberikan pesan moral yang baik bagaimana Chris Gardner tidak jatuh dalam perilaku mengasihani diri sendiri ketika istrinya meninggalkan dia dan juga ketika dia kehilangan

rumahnya dan harus tinggal di jalan.  Chris Gardner juga merupakan seorang Ayah yang bertanggung jawab dan baik bagi putranya, karena di dalam keadaannya sebagai tuna wisma Chris Gardner tidak meninggalkan anaknya dan tetap bertanggung jawab sebagai orang tua dan memberikan yang terbaik untuk anaknya walaupun dengan keterbatasan yang dia miliki, suatu hal yang patut dicontoh bagi para Ayah..

Sinopsis

Cerita film ini dimulai pada tahun 1981 di San Francisco, California. Chris Gardner (Will Smith) dan Linda (Thandie Newton) hidup di sebuah apartemen kecil bersama anak mereka yang berusia 5 tahun, Christopher (Jaden Smith). Chris adalah seorang salesman yang menghabiskan seluruh tabungan keluarga untuk membeli franchise dengan menjual scanner tulang (Bone Density Scanner) portable. Scanner ini memang mampu menghasilkan gambar lebih baik dari X-ray, tetapi kebanyakan dokter yang ditemui Chris beranggapan bahwa harganya terlalu mahal. Linda( Thandie Newton), istrinya, bekerja sebagai buruh di sebuah laundry. Keluarga kecil ini mulai terpecah ketika mereka menyadari bahwa mereka tak mampu membayar sewa rumah dan tagihan-tagihan yang semakin menumpuk. Keadaan diperparah lagi oleh kebiasaan Chris yang memarkir mobilnya sembarangan. Karena tak

Page 2: Resensi Film the Pursuit of Happyness

mampu membayar surat tilang, mobil Chris akhirnya disita. Puncaknya, Karena tidak tahan dan tidak kuat menjalani hidup seperti itu akhirnya Linda pergi ke New York City. meninggalkan Chris dan anaknya.  Awalnya ia hendak membawa serta Christopher, namun urung atas permintaan Chris.

Kisah menakjubkan dari kehidupan Gardner diterbitkan sebagai otobiografi, The Pursuit of Happyness, pada  bulan Mei 2006, dan menjadi buku terlaris no. 1 di New York Times dan Washington Post selama lebih dari 20 minggu dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari tiga puluh bahasa. Kisah hidup Gardner ini juga menjadi inspirasi untuk film "The Pursuit of Happyness", yang dirilis oleh Columbia Pictures pada bulan Desember 2006, dimana aktor Will Smith berperan sebagai Chris Gardner dan menerima.

Dalam keadaan putus asa, Chris tak sengaja berjumpa dengan seseorang yang membawa Ferari warna merah. Chris bertanya kepada orang itu, pekerjaan apa yang ia lakukan sehingga mampu membeli mobil mewah? Orang tersebut menjawab bahwa ia adalah seorang pialang saham. Pertemuan Chris dengan orang yang membawa Ferari merah tersebut membuat Chris terinspirasi dan bertekat untuk mengubah kehidupannya.  Sejak saat itu Chris memutuskan untuk berkarier sebagai pialang saham dan dia mencoba melamar di sebuah perusahaan sekuritas Dean Witter Reynolds. Perusahaan tersebut menawarkan magang selama 6 bulan untuk bisa menjadi calon Pialang Saham. Setelah 6 bulan magang, perusahaan tersebut hanya memilih 1 orang peserta magang terbaik dari 30 orang peserta yang mengikuti magang tersebut, dan peserta yang terbaik akan diterima menjadi karyawan / pialang saham di perusahaan tersebut. Dan selama 6 bulan masa magang, perusahaan tidak memberikan gaji apapun. 

Chris menerima tawaran magang tanpa dibayar tersebut Dalam masa magang yang tak dibayar itu, Chris mulai kehabisan uang. Akhirnya ia diusir dari rumah sewanya dan menjadi tuna wisma. Selama beberapa hari ia tidur di tempat-tempat umum, namun kemudian ia memutuskan untuk tidur di rumah singgah Glide Memorial Chruch. Karena keterbatasan tempat, mereka harus mengantri untuk mendapatkan kamar, kadang mereka berhasil, kadang gagal dan terpaksa tidur diluar karena itu Chris berusaha untuk tiba di tempat penampungan  atau rumah singgah tersebut sebelum jam 5 agar dia dan anaknya mendapat tempat untuk menginap.  

Kemiskinan dan ke-tunawisma-an ini semakin mendorong tekad Chris untuk menjalankan tugasnya dengan tekun, tanpa mengeluh dan berusaha menjadi peserta magang yang terbaik agar dia bisa mendapatkan pekerjaan di Dean Witter Reynolds. Selama masa 6 bulan itu Chris benar-benar bekerja keras mulai dari bekerja di kantor, mengantar dan menjemput anaknya dari tempat penitipan anak untuk mengantri di rumah singgah, malamnya Chris masih harus memperbaiki alat medis yang masih tersisa yang belum bisa dijual karena rusak, yang akhirnya alat tersebut bisa diperbaiki dan dijual dan uang hasil penjualan membuat mereka menginap di hotel hanya untuk malam itu.

Page 3: Resensi Film the Pursuit of Happyness

 Setelah melewati berbagai macam kesulitan selama 6 bulan akhirnya Chris berhasil menjadi peserta magang terbaik dan diterima bekerja di Dean Witter Reynolds. Beberapa tahun kemudian, ia mendirikan perusahaan pialang sendiri, Gardner Rich. Pada tahun 2006, ia menjual sebagian kecil sahamnya dan berhasil mendapatkan jutaan dolar dari penjualan itu.

sumber: wikipedia dan beberapa sumber lain

http://agrace2011.blogspot.com/2012/05/pursuit-of-happyness.html

Pesan Moral Film “The Pursuit of Happiness”

1. Bahwa kita harus jiwa semangat luar biasa dalam menjalani kehidupan agar bisa mencapai kebahagiaan yang kita impikan.

2. Bahwa Kebahagiaan tidak datang dengan sendirinya, namun usaha dalam pengejaran kebahagiaan adalah yang perlu dilakukan

3. Sikap positif yang kita miliki berupa keramahtamahan, keikhlasan dan kejujuran mesti tetap kita jaga walaupun kita sedang dalam keadaan susah sekalipun.

4. Selalu sabar dalam menghadapi masalah, dan percayalah bahwa dibalik masalah pasti ada hikmahnya.

5. Untuk menjadi sukses, seseorang tentunya akan mengalami banyak hambatan dan rintangan, Jatuh , terhina, dicemooh, terkadang harus dilalui, tatapi apabila kita mempunyai MOTIVASI dan ANTUSIAS yang besar mengejar TARGET maka hambatan itu semua dapat diatasi.

6. “Setiap orang pasti akan melewati satu point dimana dia akan menuju terus kebagian paling dasar dari hidupnya. Dan melewati satu point lagi yang akan selalu menuju bagian teratas dari hidupnya. Tapi kita hanya tidak tahu kapan dan dimana

Page 4: Resensi Film the Pursuit of Happyness

point tersebut berada.. Jadi jeli-jeli San lah dalam melihat hidup ini… karena hanya akan ada satu point yang anda akan lewati.. jangan pernah pernah menyerah maupun lupa diri saat melewati cek point anda!”

7. Jadilah orang yang tidak menyerah walaupun keadaan sangat teramat sulit dan rasanya secara  logika sangat mustahil untuk keluar dari kesulitan hidup, dan tetap percaya bahwa keadaan bisa diubah dan mimpipun bisa dicapai, karena bagi Tuhan tidak ada yang mustahil

8. Kebahagiaan adalah mimpi, dan mimpi akan tetap menjadi mimpi selama kita tidak bangkit dari tidur untuk bergerak maju meraihnya.

9. Meraih kebahagiaan adalah hasil dari kolaborasi antara pendidikan, usaha, doa dan keberuntungan. Kolaborasi tidak harus selalu lengkap, bisa gabungan antara usaha, doa dan keberuntungan, bisa juga gabungan antara pendidikan doa, dan keberuntungan, dan lain-lain

10. Bahwa kejujuran itu diatas segalanya, jadilah orang yang jujur dalam hal apapun

Page 5: Resensi Film the Pursuit of Happyness

"The Pursuit of Happyness"

Sebuah Kisah nyata perjalanan seorang Ayah dan anaknya dalam menempuh pahit getirnya kehidupan hingga akhirnya hidup berkecukupan sebagai multimillionaire stockbroker di pasar saham. berkat kesabaran dan kegigihan hati seseorang Ayah demi kebahagiaan anaknya yang akhirnya menjadi sumber kekuatan tersendiri diluar batas yang mungkin dapat dibayangkan.

Film yang mengisahkan kehidupan sebenarnya dari seorang Christopher Gardner, seorang tuna wisma dan single parents yang berjuang dalam hidup bersama anaknya hingga berhasil menjadi jutawan dan CEO sebuah perusahaan stockbroker ternama di Amerika yaitu Christopher Gardner International Holdings dengan kantor yang kini tersebar di New York, Chicago, and San Francisco. Dari seorang yang miskin hingga menjadi jutawan, pastilah sebuah kisah yang sudah pasti akan mengundang rasa kagum dan menarik untuk kita ketahui. Sebuah moment yang yang mampu menyentuh emosional terdalam dan bersatu dalam sebuah konteks kehidupan spritual akan sebuah arti kehidupan itu sendiri.

Film ini secara tiba-tiba mengingatkan saya akan suatu moment dengan bekas atasan saya dahulu. Dalam suatu perjalan saya bersama Pak Thamrin (former : Dirut PT Pembangunan Pluit Jaya) mengatakan kepada saya

“Setiap orang pasti akan melewati satu point dimana dia akan menuju terus kebagian paling dasar dari hidupnya. Dan melewati satu point lagi yang akan selalu menuju bagian teratas dari hidupnya. Tapi kita hanya tidak tahu kapan dan dimana point tersebut berada.. Jadi jeli-jeli San lah dalam melihat hidup ini… karena hanya akan ada satu point yang anda akan lewati.. jangan pernah pernah menyerah maupun lupa diri saat melewati cek point anda!”

Kata-kata tersebut masih saya ingat hingga saat ini. Selama hidup saya, tidak pernah absen sekalipun saya bertanya dalam hati. Atau sekadar memflasback dan memperhatikan, did I miss my checkpoint? Where that moment which gonna change my life forever? Kebiasaan yang seakan menjadi imsonia bagi saya setiap kali merenung dan membayangkan seperti apa kehidupan saya di 10 tahun mendatang?

Page 6: Resensi Film the Pursuit of Happyness

Mungkin ada sedikit kemiripan dengan pesan yang berusaha disampaikan oleh Chris Gardner dalam film ini. Dimana dalam suatu kesempatan di film tersebut, Chistoper’s Son yang diperankan oleh anak Will Smith sendiri menceritakan sebuah kisah lucu :

“There was a man who was drowning, and a boat came, and the man on the boat said “Do you need help?” and the man said “God will save me”. Then another boat came and he tried to help him, but he said “God will save me”, then he drowned and went to Heaven. Then the man told God, “God, why didn’t you save me?” and God said “I sent you two boats, you dummy!”

Intinya adalah Tuhan biasanya mendatangkan bantuan lewat cara-cara yang terkadang kita sendiri tidak mengetahui bahwa itu adalah bantuan. Karena bentuknya yang tidak berupa mukzizat secara langsung dan kasat mata. Tapi hanya bisa kita pahami pada saat kita memandang kebelakang hidup kita suatu saat. Sama halnya dengan Check point yang bekas atasan saya katakan. Perlu suatu kesadaran diri dan kejelian dalam melihatnya.

Turning point dalam hidup seseorang seringkali terjadi di waktu dan tempat yang kita tak pernah bayangkan. Ada saatnya kita memasuki turning point yang membawa kehidupan kita kebawah. Sama halnya yang diawali oleh Gardner. Turning point ke bawah ini berawal saat dia memutuskan untuk menjadi seorang salesman Bone Density scanner dan menginvestasikan tabungan keluarganya untuk membeli beberapa alat ini sebagai stock untuk dijual kembali secara exclusive ke medical centre di San Fransisco. Namun ditengah terpuruknya kondisi ekonomi Amerika saat itu,

membuat Gardner kesulitan untuk menjual barang tersebut sebagai kompensasi untuk menutup biaya hidup mereka. Tekanan hidup dirasa semakin berat oleh keluarga Gardner, karena langkah Gardner tersebut ternyata membuat kondisi keuangan keluarga menjadi tidak stabil dan sulit. Istrinya pun mengalami kelelahan baik lahir maupun bathin karena harus bekerja double shift untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, sehingga bayangan akan masa depan yang diharapkan diawal pernikahan seakan menjadi jauh dari jangkauan. Rasa putus asa dan lelah jiwa membuat dirinya cepat meledak-ledak dan skeptis terhadap kemampuan suaminya.

Sedangkan Christopher Gradner, yang lahir pada 9 february di Milwauke tanpa pernah melihat siapa ayahnya terlahir untuk memiliki mimpi sendiri yang dia rasakan lebih penting bagi dirinya daripada hanya menjual scanner. Kehidupan keras yang dia rasakan bersama ibunya telah menempa dirinya hingga memiliki suatu “spiritual genetic” tersendiri dan mengajarkan dia suatu pelajaran berharga dalam hidup, yang tetap dia pegang hingga kini. Dia ingin menjadi seorang ayah yang dia tidak pernah miliki. Dan hal tersebut dia dedikasikan ke anaknya melaui kesabaran yang tiada batas serta kesatuan emosi dengan anaknya. Dan saat istrinya memutuskan untuk meninggalkan dia karena tidak tahan lagi akan tekanan hidup yang dimiliki, semuanya mulai berubah. Chris harus rela kehilangan mobil dan apartmentnya. Namun dia tetap bersikukuh untuk tetap dapat bersama anaknya, karena dia telah membuat keputusan dimasa kecilnya, saat dia memiliki anak nanti, dia tidak ingin anaknya tidak tahu siapa bapaknya seperti dirinya. Walaupun akhirinya, istrinya tetap meninggalkan mereka.

Page 7: Resensi Film the Pursuit of Happyness

Saat melihat hal tersebut, hati saya seakan ikut teriris dan sedikit mengeluarkan air mata. Terlebih saat adegan dimana Chris dan anaknya harus hidup homeless dan terpaksa tidur di kamar mandi umum. Dengan air mata berlinang sambil menatap anaknya, satu tangan diberikan sebagai bantal untuk anaknya agar dapat tetap tidur nyenyak dan satu tangan lagi dikerahkan untuk menahan pintu yang tengah ingin dibuka oleh seseorang dari luar. Dia berusaha menghindari pemeriksaan petugas yang sedang memeriksa setiap malam. Wajah anaknya sudah kelelahan dan bila diusir dia tidak tahu harus tidur dimana. Sebagai orang tua, saya tahu benar apa rasanya saat itu. Karena tidak ada yang lebih menakutkan dari pada sebuah perasaan tidak berdaya untuk dapat memberikan yang terbaik untuk anak anda!

Sebagai instantnya, turning point kedua dalam hidup Gardner dan pekerjaannya terjadi diparkiran sebuah gedung. Pada saat dia memandang ke arah salah satu gedung yang berdiri megah di San Fransisko, dia melihat begitu banyak muka-muka bahagia yang keluar dari gedung tersebut. Sebuah

ekspresi yang rasanya menjadi sesuatu yang mewah bagi dirinya disaat itu. Dan tiba-tiba dia melihat seseorang tengah keluar dari sebuah Mobil Ferrari yang diparkir tepat disebelahnya. Decak kagum Gardner bukanlah pada mobil tersebut, namun bagaimana orang itu mendapatkannya. Dia bertanya “Wow, I gotta ask you two questions. What do you do? And how do you do that? Sebuah moment yang hingga akhirnya menjadikan pria ini seorang stockbroker dengan penghasilan USD 80.000 per bulan.

The Pursuit of happiness adalah salah satu film yang layak anda tonton. Banyak pelajaran hidup yang dapat diambil didalamnya. Menceritakan bagaimana sebuah kerja keras dan devotion seorang ayah terhadap anaknya membawa kebahagiaan pada akhirnya. Kita tidak tahu betapa mewahnya sebuah pertolongan bila kita tidak pernah kesulitan. Dan betapa indahnya kebahagiaan, bila tidak pernah merasakan penderitaan. Salah satu pelajaran hidup yang priceless.

Mungkin yang perlu kita pertanyakan dari kisah tersebut adalah bagaimana kita mengartikan sebuah kebahagiaan. Bukan hasil pencapaiannya, namun prosesnya. Karena Seorang milyuner seperti Gardner sekalipun pernah membuat keluarganya kelaparan. Pernah mengalami derita yang tak terbayangkan. Sangat beda dari film-film yang selalu berisi anak seorang kaya yang kemudian menjadi lebih kaya lagi kemudian hidup bahagia. Ini adalah cerita nyata yang juga dialami oleh ratusan juta orang di muka bumi. Apa yang dapat kita pelajari dari Chris Gardner dalam meraih kesuksesannya? Mempertahankan keluarganya? Apakah takdir yang menemukan kita ataukah kerja keras dan kesabaran yang membawa kita menuju takdir kita? Satu hal mungkin yang harus kita ingat sebagai pelajaran, kita tidak pernah tahu apa yang orang lain telah lalui ketika kita membentuk ekspektasi kita.

About these ads

https://ichsan.wordpress.com/2007/03/22/the-pursuit-of-happiness/

Page 8: Resensi Film the Pursuit of Happyness

Kisah Inspiratif Chris Gardner Diangkat Langsung Dari Film "The Pursuit of Happyness"

Chris Gardner Lahir di Milwaukee, Winconsin pada 9 Februari 1954, dengan nama lengkap Christopher Gardner kehidupannya dimulai dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Dia satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya, yang diasuh oleh orangtua tunggal, yaitu ibunya. Ibunya yang bekerja sebagai guru dan juga mengambil berbagai pekerjaan sambilan masih saja tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Ayah, adalah pribadi yang tidak pernah ia kecap dan itu sangat mempengaruhi kehidupannya. Dalam pertumbuhannya, Gardner berpindah dari rumah saudara ke rumah panti asuhan. Hingga Gadner memasuki sekolah militer, Gadner baru tahu bahwa tempat terburuk di dunia ini adalah rumah dimana ia tinggal bersama ibunya dan ayah tirinya. Penyiksaan yang diterimannya dari ayah tirinya ternyata lebih kejam dari pada disiplin militer Amerika Serikat.

 Foto: Chris dan Sang Anak tahun 1984

Page 9: Resensi Film the Pursuit of Happyness

Setelah putus sekolah tinggi, Gardner berbohong tentang usia dan bergabung dengan US Navy. Ia berharap untuk menjadi seorang tenaga medis dan bisa keliling dunia, tetapi itu tidak pernah dicapainya. Ia hanya sampai di North Carolina. Namun, pengalaman itu memperkenalkan Gardner ke ahli bedah jantung, yang kemudian mempekerjakan Gardner sebagai asisten penelitian klinis di University of California Medical Centre di San Francisco. Gardner menikmati pekerjaan, tetapi ia hanya memiliki penghasilan $ 7,400 per tahun dan ia ingin lebih.

Gardner bermain-main dengan gagasan untuk menjadi seorang dokter, tapi ia memutuskan bahwa tahun-tahun melunasi pinjaman untuk sekolah medis bukanlah untuk dia. Sebaliknya, ia menjadi penjual alat medis, dengan penghasilan $ 16.000 per tahun. Dia memuat peralatan ke mobilnya pada suatu hari dan sesuatu terjadi yang akhirnya mengubah kehidupan Gardner untuk selamanya. Ia melihat Ferrari merah terang dan langsung jatuh cinta pada semua yang diwakilinya. “Saya bertanya kepada pria pemilik Ferrari itu dua pertanyaan,” kenang Gardner. “Salah satunya, ‘Apa yang Anda lakukan?’ Yang kedua adalah,’ Bagaimana Anda melakukan itu? ‘”

Seperti sudah ditakdirkan, pengemudi Ferrari adalah seorang pialang saham. Ketika Gardner mendengar bahwa orang itu berpenghasilan lebih dari $ 80.000 sebulan, ia memutuskan bahwa menjadi pialang saham adalah masa depannya. Dia tidak punya pendidikan, tidak ada pengalaman, dan tidak ada koneksi, tapi itu tidak menghentikan Gardner dari mencapai mimpi barunya.

Pada tahun 1987, Chris Gardner mendirikan perusahaan pialang, Gardner Rich & Co, di Chicago, Illinois, sebuah perusahaan pialang yang mengkhususkan diri dalam pelaksanaan utang, ekuitas dan transaksi produk-produk derivatif untuk beberapa lembaga terbesar negara, pensiun publik dan serikat pekerja .” Perusahaan baru itu

dimulai nya di apartemen kecil Presidential Towers, dengan modal awal sebesar $ 10.000 dan perabot: meja kayu yang berfungsi sebagai meja makan keluarga. Gardner dilaporkan memiliki 75 persen dari perusahaan pialang saham dengan sisanya dimiliki oleh perusahaan hedge fund. Dia memilih nama “Gardner Rich” untuk perusahaannya karena ia menganggap Marc Rich, pedagang komoditi yang diampuni oleh mantan presiden Bill Clinton pada tahun 2001, “sebagai salah satu perusahaan berjangka yang paling sukses di dunia.”

Setelah Gardner menjual sahamnya di Gardner, dalam kesepakatan jutaan dolar pada 2006, ia menjadi CEO dan pendiri dari Christopher Gardner International Holdings, dengan kantor di New York, Chicago, dan San Francisco. Selama kunjungannya ke Afrika Selatan untuk mengamati pemilu saat Peringatan 10 tahun berakhirnya apartheid, Gardner bertemu dengan Nelson Mandela untuk membicarakan kemungkinan investasi di Afrika Selatan dan pasar-

Page 10: Resensi Film the Pursuit of Happyness

pasar baru seperti ditunjukkan dalam otobiografinya pada 2006. Gardner dilaporkan mengembangkan usaha investasi dengan Afrika Selatan yang akan menciptakan ratusan pekerjaan bagi jutaan orang. Gardner menolak mengungkapkan rincian proyeknya sambil mengutip undang-undang sekuritas.

Pahit manisnya kehidupan tampaknya sudah dirasakan olehnya. Kehilangan tempat tinggal, ditinggal istri, ditangkap polisi, kesulitan membayar kredit, semuanya sudah dirasakan. Dia bukanlah seorang yang berpendidikan tinggi, tapi dia terus berusaha dan berjuang. Kini dia menjadi seorang milyuner sukses, motivator, entrepeneur dan filantropis. Sekarang dia mempunyai Gardner Rich & Co, sebuah perusahaan pialang saham.

Cerita yang mengagumkan dari perjuangan Chris Gardner, kepercayaan, jiwa kewirausahaan dan devosi seorang ayah telah melontarkan ia jauh dari kemasyuran yang ia temukan di Wall Street (tempat bursa efek seperti BEJ). Dia telah di wawancarai di acara “Evening News with Dan Rather,” “20/20,” “Oprah,” “Today Show,” “The View,” “Entertainment Tonight,” CNN, CNBC, Fox News Channel dan juga menjadi subjek berita sebagai profil di banyak surat kabar dan majalah termasuk People, USA Today, Associated Press, New York Times, Fortune, Jet, Reader’s Digest, Trader Monthly, Chicago Tribune, San Francisco Chronicle, The New York Post dan the Milwaukee Journal Sentinel. Dia juga menjadi pembicara yang sering dicari.

Kesimpulan dari kisah hidupnya bahwa Tujuan raksasa menghasilkan energi raksasa, selalulah ingat bahwa Tuhan Maha Adil dan Bijaksana, Yakinlah impian dan kesuksesan diawali dari kerja keras dan kegagalan. :)

dan berikut ane post beberapa scene di film The Pursuit Of Happyness cekidot:

Page 11: Resensi Film the Pursuit of Happyness