REPRESENTASI KONSUMERISME DALAM FILM · PDF fileMenurut John Fiske (2004:287), representasi...
Transcript of REPRESENTASI KONSUMERISME DALAM FILM · PDF fileMenurut John Fiske (2004:287), representasi...
1
REPRESENTASI KONSUMERISME DALAM FILM “CONFESSIONS
OF A SHOPAHOLIC”
(Studi Analisis Semiotika Representasi Konsumerisme Dalam Film
“Confessions of a Shopaholic”)
KAREN
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Representasi Konsumerisme dalam Film “Confessions
of a Shopaholic” studi analisis semiotika yang terdapat dalam film
“Confessions of a Shopaholic”. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah
film “Confessions of a Shopaholic” yang bercerita tentang kehidupan wanita
bernama Rebecca Bloomwood yang merupakan seorang shopaholic atau
penggila belanja yang tinggal di Amerika Serikat Penelitian ini merupakan
analisis semiotika yang menganalisis sistem tanda dan makna dengan
perangkat analisis semiotika Roland Barthes, yakni pemaknaan terhadap sign
(tanda) yang terdapat dalam film melalui Signifikansi Dua Tahap dengan
menentukan denotasi dan konotasi tanda yang ada dalam film. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa film “Confessions of a Shopaholic” telah
mengkomunikasikan adanya gaya hidup konsumerisme yang ditunjukkan
melalui tokoh utama wanita dalam film tersebut. Dalam beberapa adegan,
film ini menggambarkan bagaimana seorang manusia bisa sangat konsumeris
dalam berbelanja. Secara keseluruhan, peneliti menyimpulkan gaya hidup
konsumerisme memang banyak terjadi di sekitar kehidupan kita.
Kata Kunci : Film, Semiotika, Representasi, Konsumerisme
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebuah media massa menyajikan berbagai produk tayangan yang
kemudian dikemas dengan sedemikian rupa dengan tujuan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat, mulai dari berita, film, program keluarga, kuis, dan
sebagainya. Berbicara mengenai film berarti kita berbicara tentang sebuah
media komunikasi massa yang cukup kompleks. Film merupakan salah satu
media massa yang sedang populer karena dunia film yang gemerlap selalu
mengundang keingintahuan masyarakat. Film telah terlebih dahulu ada
sebelum manusia mengenal televisi. Tidak pernah ada sejarah yang pasti
mengenai film, baik itu secara estetika maupun secara teknik.
Potret konsumerisme banyak ditampilkan dalam berbagai media
massa, baik itu melalui surat kabar/majalah, iklan, televisi, buku, serta film.
Konsumerisme sendiri merupakan suatu gaya hidup dimana seorang
2
individu ingin terus menerus membelanjakan uangnya, baik itu untuk
memperoleh suatu barang maupun jasa. Hal ini akan menjadikan manusia
sebagai pecandu produk, sehingga akan terjadi ketergantungan dan tidak
dapat/susah dihilangkan. Pada masa yang semakin berkembang ini,
seseorang bahkan bisa membelanjakan sesuatu tanpa menggunakan uang
dengan adanya kartu kredit (credit card) yang bisa memacu pola hidup
masyarakat yang semakin konsumtif.
Konsumerisme sudah menjadi suatu kebiasaan bagi pola hidup
sebagian masyarakat di dunia. Gaya hidup konsumtif sudah ada sejak awal
peradaban manusia seperti masa-masa kerajaan Mesir kuno, Babylonia kuno,
dan jaman Romawi kuno (www.wikipedia.org). Pada dasarnya pola hidup
konsumtif ada dalam diri setiap manusia. Yang membedakan hanyalah kadar
konsumerisme pada setiap diri manusia yang berbeda-beda. Kadar
konsumerisme seseorang juga bisa dipengaruhi dari lingkungan tempat
tinggal, lingkungan pergaulan, dan lingkungan pekerjaan.
Seorang wanita cenderung digambarkan lebih konsumtif daripada
seorang pria. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya kebutuhan hidup
seorang wanita memang jauh lebih banyak dari seorang pria. Salah satunya
digambarkan dalam film “Confessions of a Shopaholic” yang diadaptasi
melalui novel yang mempunyai judul yang sama yang ditulis oleh Sophie
Kinsella. Daripada menggambarkannya sebagai wanita Inggris, sutradara
film ini, P.J Hogan menggambarkan tokoh Rebecca Bloomwood sebagai
seorang wanita Amerika. Dalam film ini ada 2 isu utama yang dapat terlihat
yaitu soal keglamoran dan sifat konsumerisme seorang wanita.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin memperlihatkan serta
menjelaskan mengenai gaya hidup konsumerisme yang mungkin saja terjadi
pada sebagian besar orang di muka bumi. Hanya saja banyak dari orang-
orang yang mengalaminya justru tidak sadar dengan gaya hidup mereka
masing-masing. Dengan adanya film “Confessions of a Shopaholic”yang
berdurasi 104 menit yang mengangkat tema keglamoran dan konsumerisme
sebagai tema sentralnya, peneliti tertarik untuk menjadikannya karya ilmiah.
Fokus Masalah
Fokus masalah yang dapat ditarik oleh peneliti berdasarkan latar
belakang masalah di atas adalah: “Bagaimanakah konsumerisme
digambarkan dalam film„Confessions of a Shopaholic‟?”
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumerisme yang
digambarkan dalam film “Confessions of a Shopaholic” serta mengungkap
sistem tanda yang digambarkan dalam film tersebut.
5
2. Kode proairetik atau action codes, yaitu kode yang didasari oleh
tindakan, kode ini merupakan kode yang dimengerti oleh penonton
secara umum.
3. Kode semik atau semic code merupakan kode konotasi, dimana kesan-
kesan konotasi bisa didapat oleh penonton melalui objek, tokoh, maupun
tempat.
4. Kode simbolik atau symbolic codes berkaitan erat dengan tema atau arti
yang sebenarnya.
5. Kode kultural atau cultural codes, yaitu kode referensial yang berwujud
suara kolektif anonim yang bersumber pada pengalaman manusia, bisa
juga melalui sumber pengetahuan dan sistem nilai yang tersirat.
Ideologi dan mitos-mitos dalam sebuah film dapat ditemukan dengan
jalan meneliti konotasi-konotasi yang ada dalam film tersebut. Untuk itulah
dalam peneliti akan mencoba membongkar mitos-mitos dan ideologi yang
terdapat dalam film “Confessions of a Shopaholic”.
Representasi
Menurut John Fiske (2004:287), representasi adalah sesuatu yang
merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam
komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasinya. Dalam hal ini,
proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan
mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan
sistem peta konstektual kita. Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi
seperangkat korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol
yang berfungsi mempresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu.
Relasi antara „sesuatu‟ , „peta konseptual‟, dan „bahasa atau simbol‟ adalah
jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses ini yang terjadi bersama-
sama itulah yang kita sebut representasi.
Konsumerisme
Konsumerisme adalah sebuah gaya hidup yang berdasarkan pada
keinginan seseorang untuk membelanjakan uangnya untuk memperoleh
sebuah barang atau jasa yang diinginkan dan bahkan terkadang bisa dalam
jumlah yang besar. Dalam bidang ekonomi, konsumerisme bisa diartikan
sebagai suatu kegiatan ekonomi yang menekankan pada kegiatan konsumtif
(www.britannica.com). “Konsumerisme” perlu dibedakan dari „konsumsi‟.
Konsumsi berkait pemakaian barang/jasa untuk hidup layak dalam konteks
sosio-ekonomis-kultural tertentu. Konsumsi menyangkut kelayakan survival
(kemampuan untuk bertahan hidup). Bagi banyak orang, konsumerisme
seperti perburuan prestasi. Dan, seperti yang diketahui, sentra baru gejala itu
adalah munculnya berbagai macam pusat perbelanjaan yang akan berdiri di
8
C. Kode Proairetik
Pada gambar pertama kita bisa melihat Becky yang sedang berjalan
di trotoar salah satu jalanan di kota New York. Pada saat berjalan, pandangan
Becky tertuju pada etalase toko sambil berjalan melewatinya sebelum
kemudian tertuju pada etalase toko yang memajang papan tanda SALE.
D. Kode Semik
Pada gambar pertama pengambilan gambar Becky diambil dengan
jarak kamera medium close-up dimana kita bisa melihat sutradara ingin
menonjolkan ekspresi wajah Becky yang tertarik pada suatu objek. Pada
gambar kedua, sutradara mengganti sudut pandang penonton dengan
menunjukkan sudut pandang Becky kepada penonton, supaya penonton bisa
tahu bahwa Becky sedang melihat ke arah etalase toko Henri Bendel.
E. Kode Simbolik
Bila diperhatikan pada kaca etalase terdapat tulisan “DENNY &
GEORGE, has landed exclusively on HENRI BENDEL” bila diterjemahkan
ke bahasa Indonesia kalimat tersebut akan berarti “DENNY & GEORGE tiba
dengan eksklusif di HENRI BENDEL”. Henri Bendel merupakan salah satu
toko yang menjual pakaian dan aksesoris perancang terkenal. Apalagi,
dengan penekanan kata “eksklusif” membuat penonton bisa membayangkan
barang-barang yang dijual pada toko tersebut terlihat mahal.
F. Kode Kultural
Dalam kehidupan masyarakat, potongan harga selalu bisa
mengalihkan perhatian seseorang. SALE membuat masyarakat yang awalnya
tidak membutuhkan apa-apa akan muncul dengan kebutuhan palsu dalam
benaknya dan membuat dia merasa membutuhkan benda tersebut. Dalam
apapun keadaannya SALE akan membuat seseorang mencari alasan untuk
bisa berbelanja dengan alasan barang yang diperoleh akan jauh lebih murah.
Analisis Adegan II
Gambar 4.5: Gambar potongan adegan keempat
(Sequence 4, Scene 3, Shot 1,5 dan 8)
9
A. Analisis Kode Leksia
1. Pada gambar pertama terlihat Becky memegangi dompet sambil
tersenyum.
2. Pada gambar kedua dan ketiga sudut pengambilan gambar terlihat
sama.
3. Pada gambar kedua, pramuniaga menerima kartu kredit Becky yang
berwarna biru.
4. Pada gambar ketiga, Becky membayar menggunakan kartu kredit
berwarna emas.
5. Teknik pengambilan gambar dilakukan dengan menggunakan
medium close-up.
B. Kode Hermeneutika
1. Mengapa ekspresi wajah Becky terlihat bahagia?
2. Mengapa Becky membayar menggunakan kartu kredit yang
berbeda?
3. Apa yang menyebabkan Becky memutuskan untuk membeli scarf
tersebut?
C. Kode Proairetik
Pada gambar pertama, bahasa tubuh yang ditunjukkan oleh Becky
jelas terlihat gembira. Hal ini bisa terlihat dari wajah Becky yang sedang
tersenyum ke arah pramuniaga toko sambil memegang dompet. Pada gambar
kedua dan ketiga kita bisa melihat bahwa latar belakang dan sudut kamera
pengambilan tersebut sama. Yang membedakannya hanyalah tindakan Becky
yang membayar menggunakan kartu kredit yang berbeda.
D. Kode Semik
Pada gambar pertama pengambilan gambar diambil menggunakan
medium shot dan sudut kamera straight-on-angle. Gambar diambil dari
samping untuk mempermudah penonton melihat ekspresi kedua aktris secara
keseluruhan. Pada latar belakang gambar kita bisa melihat manekin yang
awalnya menggunakan scarf berwarna hijau sudah tidak mengenakan scarf
lagi, membuktikan bahwa Becky memang membeli scarf yang dilihatnya
tadi. Pada gambar kedua dan ketiga, gambar diambil dengan jarak medium
close-up supaya bisa memperlihatkan dengan jelas perbedaan kartu kredit
yang digunakan oleh Becky.
E. Kode Simbolik
Perilaku shopaholic Becky terlihat jelas dalam adegan ini. Pada
awalnya, Becky sempat bimbang untuk membeli scarf hijau tersebut, karena
Becky melihat adanya tanda sale dan setelah melalui perdebatan dengan
dirinya, Becky memutuskan untuk membelinya karena merasa membutuhkan
scarf tersebut. Sebelumnya, Becky tidak membutuhkan scarf tersebut untuk
berjalan di tengah musim dingin. Sarung tangan dan mantel yang digunakan
pada umumnya sudah cukup untuk menghalau udara dingin.
10
F. Kode Kultural
Penggunaan kartu kredit sampai melebihi batas merupakan
pemakaian kartu kredit yang tidak pada fungsinya lagi. Awal mulanya kartu
kredit dibuat untuk mempermudah manusia membayar, sehingga manusia
tidak perlu repot-repot membawa uang tunai. Pada adegan ini, konteks kartu
kredit digunakan sebagai kartu untuk berhutang. Scarf hijau yang dibeli
Becky mempunyai lambang prestise dan gengsi baginya. Hal tersebut lah
yang memicu gaya hidup konsumtif.
Analisis Adegan III
Gambar 4.6: Gambar potongan adegan kelima
(Sequence 6, Scene 2, Shot 1)
A. Analisis Kode Leksia
1. Becky sedang memegang sebuah sepatu.
2. Latar belakang Becky dipenuhi sepatu dengan berbagai macam
warna.
3. Tepat di belakang Becky juga telrihat tumpukan kotak-kotak sepatu.
4. Pada gambar kedua terlihat latar belakang yang dipenuhi dengan
berbagai macam baju dan tas
5. Bahkan di sebelah kiri rak terlihat tas-tas bertumpuk.
6. Terlihat berbagai tali pinggang, celana dan tas-tas yang berbagai
macam dan berbagai warna.
B. Kode Hermeneutika
1. Mengapa ekspresi wajah Becky terlihat sedih?
2. Mengapa terdapat begitu banyak baju dan sepatu?
3. Mengapa pengambilan gambar menggunakan ruang offscreen?
4. Mengapa Suze menunjukkan ekspresi kebingungan?
C. Kode Proairetik
Pada gambar pertama, gambar Becky diambil dengan jarak medium
shot dan ekspresi wajah Becky terlihat sedih dan sedang memandangi salah
satu sepatunya. Perilaku Becky yang sedang memegang sepatu dengan wajah
sedih menunjukkan bahwa ia seolah-olah tidak ingin kehilangan sepatu-
sepatu tersebut. Pada gambar kedua, penonton juga bisa mengambil
kesimpulan bahwa Suze sedang mencoba membantu Becky dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
14
konsumerisme merupakan sebuah arena dimana produk-produk konsumer
merupakan salah satu media untuk membentuk kepribadian, gaya hidup dan
citra, serta diferensiasi status sosial yang berbeda-beda. Piliang menyatakan
bahwa budaya konsumerisme merupakan budaya yang dibentuk oleh hal-hal
semu yang dikonstruksi secara sosial melalui media sebagai kekuatan tanda
kapitalisme.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sutradara menampilkan dengan jelas gaya hidup konsumerisme yang
dianut oleh masyarakat Amerika Serikat. Gambaran tersebut bisa
diwakilkan oleh Becky yang ditampilkan sebagai wanita yang sangat
hobi berbelanja.
2. Sistem tanda digambarkan dengan jelas melalui unsur mise en scene
dalam film yang meliputi karakter, latar, kostum dan gerak isyarat
yang digambarkan dalam film. Latar dan kostum menampilkan
unsur-unsur konsumerisme yang bisa dianalisa secara denotasi
maupun konotasi.
Saran
Beberapa saran yang ingin disampaikan oleh penulis adalah:
1. Masyarakat harus jeli untuk memilih antara yang menjadi keinginan
dan kebutuhan. Mereka harus bisa mengendalikan diri mereka dalam
membelanjakan sesuatu yang mereka butuhkan. Masyarakat tidak
bisa mengandalkan orang lain untuk mengingatkan mereka.
2. Masyarakat juga harus berhenti menghubungkan gaya hidup dengan
status sosial dan ekonomi. Bila penilaian berdasarkan status sosial
dan kepemilikan materi berhenti maka gaya hidup konsumerisme
akan berkurang dengan sendirinya karena masyarakat tidak akan
memperdulikan lagi materi yang mereka belanjakan.
3. Untuk negara Indonesia, pemerintah harus menggalakkan gerakan
„cinta produk dalam negeri‟ supaya masyarakat Indonesia tidak lagi
selalu berbelanja barang-barang mewah dari luar negeri. Padahal
tidak jarang pula produk buatan dalam negeri lebih murah dan
dengan kualitas yang serupa pula.
15
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Berger, Arthur Asa. 2005. Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam
Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya.
Birowo, Antonius. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Gitanyali.
Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies, Terjemahan: Drs.
Yosal Iriantara, M.S. dan Idy Subandy Ibrahim, Yogyakarta:
Jalansutra.
Lacey, Nick. 2000. Narrative and Genre: Key Concepts in Media Studies.
London:Macmillan Press Ltd.
Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta:
Gadjah Mada Universitas Press.
Pratistha, H. 2008. Memahami film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
Pilliang, Yasraf Amir. 2003. Cultural Studies atas Matinya Makna.
Yogyakarta: Jalasutra.
Internet
http://www.imdb.com/title/tt1093908. (diakses tanggal 09 November 2011)
http://www.kompas.cm/kompas-cetak/0303/08/opini/170768.htm.(diakses
tanggal 14 April 2012)
http://en.wikipedia.org/wiki/Consumerism. (diakses tanggal 25 April 2011)