repo.stikesicme-jbg.ac.id › 1765 › 1 › KTI hasil 1.pdf · KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS...

72
KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI DENGUE HEMORRAGIC FEVER DENGAN HIPERTERMI DI RUANG MELATI RSUD BANGIL PASURUAN OLEH: REZKA PUTRI RATNASARI 151210060 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG 2018

Transcript of repo.stikesicme-jbg.ac.id › 1765 › 1 › KTI hasil 1.pdf · KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS...

KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI

DENGUE HEMORRAGIC FEVER DENGAN HIPERTERMI

DI RUANG MELATI RSUD BANGIL PASURUAN

OLEH:

REZKA PUTRI RATNASARI

151210060

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2018

i

ii

iii

KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI

DENGUE HEMORRAGIC FEVER DENGAN HIPERTERMI

DI RUANG MELATI RSUD BANGIL PASURUAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada

program

Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Insan Cendekia Medika Jombang

Oleh :

REZKA PUTRI RATNASARI

NIM : 151210060

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

iv

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2018

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rezka Putri Ratnasari

NIM : 15.121.006.0

Tempat Tanggal Lahir : Kediri , 27 Juni 1996

Institusi : STIKes Insan Cendekia Medika Jombang

Judul Karya Tulis Ilmiah : Asuhan Keperawatan pada klien Yang

Mengalami Dengue Hemorragic Fever dengan

Hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil

Kabupaten Pasuruan.

Menyatakan bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil

karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang

lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri, kecuali dalam

bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan

apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi.

Jombang , April 2018

Rezka Putri Ratnasari

v

vi

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri , 27 Juni 1996 dari Ayah yang bernama

Muhadji S.PdI dan Ibu bernama Sulasih , penulis merupakan putri ke dua dari 2

bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SDN Kapas , tahun 2011 penulis lulus dari

MTsN Tambakberas Jombang , tahun 2015 penulis lulus MMA 6 tahun

Tambakberas Jombang. Tahun 2015 lulus seleksi masuk AKPER Dian Husada

Mojokerto melalui jalur PMDK. Pada tahun 2016 Penulis memutuskan pindah

ke STIKes Insan Cendekia Medika Jombang program D III Keperawatan dari

lima pilihan program studi yang ada di STIKes Insan Cendekia Medika

Demikian Riwayat Hidup saya buat dengan sebenarnya.

Jombang ,16 Februari 2018

Penulis

Rezka Putri Ratnasari

viii

MOTTO

“Sebaik baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”

PERSEMBAHAN

Karya Tulis Ilmia (Laporan Kasus) ini saya ucapkan terimakasih dan saya

persembahkan kepada:

1. Terimakasih kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya saya

bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar.

2. Terimakasih untuk kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendo’akan

yang terbaik untukku dalam berkarir demi masa depanku.

3. Terimakasih untuk dosen pembimbing yang selama ini sudah banyak

memberikan saran dan masukan tentang materi dalam penyelesaian tugas ini.

4. Terimakasih untuk seseorang terkasih Roby F.P yang selalu memberi

motivasi untuk menyelesaikan tugas ini.

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis mampu menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan

Keperawatan pada Klien yang Mengalami Dengue Hemorragic Fever dengan

Hipertermi” sesuai dengan waktu yang ditentukan. Karya Tulis Ilmiah ini

diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis telah banyak mendapat

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih

kepada yang terhormat H.Imam Fathoni, SKM.MM. selaku ketua Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Media Jombang. Maharani Tri P.,

S.Kep., Ns., MM. selaku Kepala Program Studi Diploma III Keperawatan

STIKes ICMe Jombang dan dosen pembimbing Afif Hidayatul Arham, S. Kep.,

Ns. selaku dosen pembimbing Studi Kasus Karya Tulis Ilmiah yang telah

penulis teliti. Kepala Diklat RSUD Bangil yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk mengambil data dan menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan, motivasi, kekuatan, dan

nasehat selama menempuh pendidikan di STIKes ICMe Jombang hingga

terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini. Dan tidak lupa kepada semua pihak

yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dorongan

dan bantuannya dalam menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh

dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari

pembaca untuk penulis sangat diharapkan demi kesempurnaan penulis di masa

yang akan datang.

x

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI

DENGUE HEMORRAGIC FEVER DENGAN HIPERTERMI DI

BANGSAL MELATIRSUD BANGIL PASURUAN

Oleh :

Rezka Putri Ratnasari

ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI

DENGUE HEMORRAGIC FEVER DENGAN HIPERTERMI DI RUANG

MELATI RSUD BANGIL PASURUAN

Rezka putri ratnasari* Maharani Tri Puspita** Dwi puji wijayanti***

Pendahuluan Penyakit Dengue maupun penyakit Demam Berdarah Dengue

merupakan penyakit infeksi yang banyak dan sering berkembang biak di daerah

tropis, termasuk penyakit Infeksi Tropis (Tropic Infection). Dengue menyebar

dengan cepat, menyerang banyak orang selama masa epidemi, sehingga

menurunkan produktivitas kerja dan banyak menimbulkan kematian. DHF

diperkirakan mencapai 3,9 milyar orang di 128 negara dan salah satunya adalah

di indonesia angka kematian 0,83 %. Salah satu penyebabnya adalah hipertermi,

yang berlangsung secara mendadak selama 5-7 hari. Tujuan dari studi kasus ini

adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami DHF

dengan masalah hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

Metode Deskriptif dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian diambil

dari RSUD Bangil Pasuruan sebanyak 2 klien dengan diagnosa hipertermi

berhubungan dengan proses penyakit. Pengolahan presurvei data diambil dari

ruang Melati,di RSUD Bangil. Hasil penelitian ini terhadap dua klien yang

berbeda didapatkan bahwa klien yang mengalami DHF memiliki masalah yang

sama yaitu hipertermi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perbedaan yaitu klien

1 terdapat bintik kemerahan pada kulit,sedangkan klien 2 terjadi mimisan 1 kali.

Pada implementasi tentunya berbeda antara klien 1 dengan klien 2.

Kesimpulan berdasarkan evaluasi pada asuhan keperawatan dengan masalah

hipertermi pada klien 1 dan klien 2 bahwa pada gejala yang timbul setelah

terjangkit demam berdarah disertai dengan hipertermi, bintik kemerahan pada

kulit, perdarahan dihidung (mimisan), terjadi perbedaan perkembangan yang

terjadi pada klien 1 masalah hipertermi teratasi sedangkan klien 2 masalah

belum teratasi. Jadi pada klien 2 masih memerlukan implementasi lanjutan

karena masalahnya belum teratasi seluruhnya.

Kata Kunci : Dengue Hemorragic Fever, Hipertermi, Asuhan Keperawatan

xi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG MENGALAMI DENGUE

HEMORRAGIC FEVER DENGAN HIPERTERMI DI RUANG MELATI

RSUD BANGIL PASURUAN

Rezka putri ratnasari* Maharani Tri Puspita**Dwi puji wijayanti ***

ABSTRACT

Introduction and Dengue Hemorrhagic fever are infectious diseases that are

frequent and often contagious in the tropics, including tropical infectious

diseases (Tropic Infection). Dengue spread rapidly, striking many people during

the epidemic, resulting in lower labor productivity and many deaths. DHF is

estimated to reach 3.9 billion people in 128 countries and one of them is in

Indonesia the mortality rate is 0.83%. One of the causes is hyperthermia, which

lasts for 5-7 days. The aim is to carry out nursing care on clients who have DHF

with hyperthermic problems in melati Room RSUD Bangil Pasuruan Regency.

Objective Dilakukan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang

mengalami DHF dengan masalah hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil

Kabupaten Pasuruan . Method The design of this research is descriptive by

using case study method. The study was taken from RSUD Bangil Pasuruan as

many as 2 clients with hyperthermia diagnosis related to disease process.

Processing pre survey data taken from space Melati, at RSUD Bangil. Result

Based on the results of research on two different clients found that clients who

experience DHF have the same problem that is heat (hypertermi). On the

physical examination found that the difference of client 1 there is a reddish spots

on the skin, while the client 2 there is a nosebleed once. In the implementation

there are different therapies given to clients 1 and client 2. Conclusion Based

on evaluation of nursing care with hyperthermic problems in clients 1 and client

2 that the symptoms that arise after contracting the disease is accompanied by

heat (hyperthermia) and skin reddish spots, bleeding nose (nosebleed), there are

differences in client development 1 hypertermi problems resolved While client 2

is still fever. So on client 2 still require further implementation because the

problem is not solved entirely.

Keywords : Dengue Hemorrhagic Fever, Hyperthermi, nursing care.

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................i

HALAMAN JUDUL DALAM ......................................................................ii

SURAT PERNYATAAN ...............................................................................iii

LEMBAR PERSETUJUAN ...........................................................................iv

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................v

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................viii

ABSTRAK .....................................................................................................ix

ABSTRACT ...................................................................................................x

DAFTAR ISI ..................................................................................................xi

DAFTAR TABEL ..........................................................................................xiv

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xvi

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN .................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1

1.2 Batasan Masalah .......................................................................................4

1.3 Rumusan Masalah ....................................................................................4

1.4Tujuan ........................................................................................................4

1.5Manfaat ......................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1Pengertian DHF ......................................................................................7

2.1.2 Klasifikasi ..............................................................................................8

2.1.3 Etiologi ..................................................................................................8

2.1.4 Tanda dan Gejala ...................................................................................9

2.1.5 Patofisiologi ...........................................................................................9

2.1.6 Pathway .................................................................................................12

2.1.7 Komplikasi ............................................................................................13

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang .........................................................................13

xiii

2.1.9 Penatalaksanaan .....................................................................................14

2.2 Konsep Hipertermi ...................................................................................14

2.2.1 Definisi ...........................................................................................15

2.2.2 Batasan Karakteristik .....................................................................15

2.2.3 Faktor Yang Berhubungan .............................................................16

2.2.4 Manifestasi Klinis ..........................................................................17

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan ..................................................................17

2.3.1 Pengkajian ......................................................................................17

2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................................20

2.3.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................21

2.3.4Implementasi ...................................................................................24

2.3.5 Evalusi ............................................................................................24

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ......................................................................................25

3.2 Batasan Istilah ..........................................................................................25

3.3 Partisipan ..................................................................................................26

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................26

3.5 Pengumpulan Data ...................................................................................27

3.6 Uji Keabsahan Data ..................................................................................27

3.7 Analisa Data .............................................................................................27

3.8 Etik Penelitian ..........................................................................................28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ..........................................................................................................40

4.1.1 Gambaran Lokasi dan Pengambilan Data .............................................40

4.1.2 Pengkajian .............................................................................................40

4.1.3 Terapi Obat ............................................................................................46

4.1.4 Analisa Data ..........................................................................................46

4.1.5 Diagnosa Keperawatan ..........................................................................46

4.1.6 Perencanaan ...........................................................................................47

4.1.7 Pelaksanaan ...........................................................................................48

4.1.8 Evaluasi .................................................................................................51

4.2 Pembahasan ..............................................................................................52

xiv

4.2.1 Pengkajian .............................................................................................52

4.2.2 Diagnosa Keperawatan ..........................................................................55

4.2.3 Intervensi Keperawatan .........................................................................56

4.2.4 Implementasi Keperawatan….. .............................................................56

4.2.5 Evaluasi ................................................................................................. 58

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ...............................................................................................60

5.2 Saran .........................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xv

DAFTAR TABEL

Hal

2.1 Intervensi Keperawatan ..................................................................... 21

4.1 Identitas Klien ..................................................................................... 40

4.2 Riwayat Klien ..................................................................................... 41

4.3 Perubahan Pola Kesehatan ................................................................ 41

4.4 Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 42

4.5 Hasil Pemeriksaan dan Diagnostik ................................................... 45

4.6 Terapi Obat ......................................................................................... 45

4.7 Analisa Data ........................................................................................ 46

4.8 Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 46

4.9 Perencanaan ......................................................................................... 47

4.10 Pelaksanaan ....................................................................................... 48

4.11 Evaluasi .............................................................................................. 51

xvi

DAFTAR GAMBAR

No Daftar Gambar Hal

2.1 Pathway DHF…………………………………………………… 12

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Laporan Kasus

Lampiran 2 Permohonan menjadi responden

Lampiran 3 Persetujuan menjadi responden

Lampiran 4 Format pengkajian Asuhan Keperawatan

Lampiran 5 Lembar Surat Pre survey data, Studi Pendahuluan dan Penelitian

Lampiran 6 Lembar Surat Persetujuan Pengambilan Data

Lampiran 7 Rekomendasi Penelitian

Lampiran 8 Surat Pernyataan ke Badan Kesehatan Bangsa dan Politik

Lampiran 9 Data jumlah Kasus DBD di RSUD Bangil

Lampiran 10 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 11 Lembar surat Keterangan selesai Penelitian

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

LAMBANG

1. % : Persentase

2. ≤ : Lebih kecil dari atau sama dengan

3. < : Lebih kecil dari

4. > : Lebih besar dari

5. oC : Derajat Celsius

6. oF : Derajat Fahrenheit

7. m : Meter

8. cm : Sentimeter

9. N : Normal

10. ul : Mikroliter

11. gr : Desiliter

12. Meq : Miliequivalen

13. dl : delusion

SINGKATAN

1. WHO : World Health Organization

2. DHF : Dengue Hemorragic Fever

3. DBD : Demam Berdarah Dengue

4. DD : Demam Dengue

5. DSS : Dengue Shock Syndrome

6. DEN : Serotipe Dengue

7. USG : Ultrasonografi

8. BCG : Bacille Calmette Guerin

9. TD : Tekanan Darah

10. RR : Respiratory Rate

11. DPT : DifteriPertusis Tetanus

12. HIB : Haemophilus Influenzae Type B

13. PCV : Pneumococcal Vaccine

14. MMR : Measles Mumps Rubella

15. RS : RumahSakit

xviii

16. SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transaminase

17. SGOT : Serum Glutamic Oksaloasetat Transaminase

18. IgM : Imunoglobulin M

19. IgG :Imunoglobulin G

20. NIC : Nursing Interventions Classification

21. NOC : Nursing Outcomes Classification

22. NANDA : Nort American Nursing Diagnosis Association

23. WBC : White Blood Cell

24. Dll : Dan lain-lain

xix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam berdarah atau biasa dikenal dengan DHF ( Dengue haemorragic

Fever ) merupakan suatu penyakit yang dapat memicu kematian yg disebabkan

oleh nyamuk Aedes Aegypti betina, nyamuk ini merupakan spesies nyamuk

tropis dan subtropis, dan bisa hidup pada daerah yang ketinggiannya mencapai

2200 m diatas permukaan laut (Price & Wilson, 2007). Demam Berdarah

Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Negara Indonesia

sebagai negara dengan kasus DHF tertinggi di Asia Tenggara. Dalam hal itu

masalah yang sering muncul pada infeksi pertama oleh virus dengue adalah

Hipertermi (demam), sebagian besar penderita akan mengalami demam

mendadak antara 39-40 C, sesudah 5-7 hari demam akan berakhir tetapi

kemudian kambuh lagi, biasanya terlihat lesu disertai sakit kepala pada bagian

kepala depan, nyeri bagian belakang mata, dan persendian, terlebih lagi disertai

perdarahan dan kadang-kadang syok. Dengue menyebar dengan cepat,

menyerang banyak orang selama masa epidemi, sehingga menurunkan

produktifvitas kerja dan banyak menimbulkan kematian (Soedarto, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, penelitian

terbaru menunjukkan 390 juta infeksi dengue pertahun dimana 96 juta

bermanifestasi klinis dengan berbagai derajat. Penelitian lain menyatakan,

prevalensi DHF di perkirakan mencapai 3,9 milyar orang di 128 negara beresiko

terinfeksi virus dengue. Pada tahun 2015, di Indonesia jumlah penderita DHF

yang dilaporkan sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak

1.071 orang (IR/Angka kesakitan= 50,75 per 100.000 penduduk dan CFR/angka

kematian= 0,83%). Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347

serta IR 39,80 terjadi peningkatan kasus pada tahun 2015. Selama periode tahun

2009 sampai tahun 2015 jumlah kabupaten/kota terjangkit DBD cenderung

meningkat. Pada tahun 2014, di Jawa Timur jumlah kasus sebanyak 9.273 kasus

dengan jumlah kematian sebanyak 107 orang (IR/Angka kesakitan= 24,07 per

100.000 penduduk dan CFR/angka kematian= 1,15%). Sedangkan pada tahun

2015, jumlah kematian tertinggi terjadi di Jawa Timur sebanyak 283 kematian,

diikuti oleh Jawa Tengah (255 kematian) dan Kalimantan Timur (65 kematian)

(Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Pada tahun 2015 ditemukan 227 kasus DHF

diantara 194.815 penduduk Kota Pasuruan atau IR sebesar 116,5 per 100.000

penduduk. Insiden Rate/IR DHF tahun 2015 ini menunjukkan peningkatan dari

IR DBD tahun-tahun sebelumnya. Secara berturut-turut angka IR DBD di Kota

Pasuruan dari tahun 2011 sampai dengan 2015 adalah 41; 49,46; 103,25; 65,12

dan 116,52 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan Kota Pasuruan, 2015).

xx

Selama September 2016-januari 2017 data jumlah kasus DBD di Rawat inap

RSUD Bangil Pasuruan tercatat 1122 kasus DBD.

Demam dengue terjadi sesudah gigitan oleh nyamuk Aedes aegypti yang

terinfeksi virus. Nyamuk yang mudah dikenali karena badan dan kakinya

mempunyai bercak-bercak putih ini berkembangbiak pada genangan air bersih

dan mempunyai jarak terbang sekitar 100-200 meter. Nyamuk terinfeksi virus

dengue karena menghisap darah penderita dengue yang mengandung virus

dengue. Sesudah masuk ke dalam tubuh seseorang, virus akan memperbanyak

diri di dalam kelenjar limfe. Sesudah jumlah virus cukup untuk menyebabkan

terjadinya gejala, penderita akan menunjukkan gejala klinis, yang terjadi di

sekitar 4-6 hari sesudah masuknya virus (Soedarto, 2012). Setelah itu terjadi

respon antibodi yang menimbulkan kompleks antigen antibodi, kemudian badan

menjadi panas akibat toksin tersebut hipotalamus tidak bisa terkontrol yang

menjadikan demam tinggi .Demam yang tidak segera diatasi akan menyababkan

kejang demam, dehidrasi, dan gangguan tumbuh kembang pada anak (Andra &

Yessie, 2013).

Dengan masalah-masalah yang ada pada kasus DHF, yang salah satunya yaitu

hipertermi maka perlu upaya-upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Di

rumah sakit peran perawat untuk mencegah terjadinya komplikasi saat terjadi

suatu renjatan suhu tubuh yaitu dengan menganjurkan pasien untuk

mengonsumsi air putih yang banyak, berikan pasien pakaian ringan/tipis

tergantung pada fase demam, fasilitas istirahat yang memadai, terapkan

pembatasan aktivitas jika di perlukan, selalu mengobservasi suhu dan tanda-

tanda vital lainnya, selain itu pemberian antipiretik juga dapat dilakukan untuk

menurunkan suhu tubuh (Gloria et al, 2016). Tetapi sebagian besar penderita

demam dengue dapat dirawat di rumah. Keluarga perlu di beri penjelasan bagi

penderita agar dianjurkan untuk beristirahat, banyak minum, dan mendapatkan

makanan yang bergizi. Jika memungkinkan penderita diberi minum larutan

garam oralit (yang biasa diberikan pada penderita diare). Pemberian cairan

sangat penting terutama jika demam dengue berkembang menjadi demam

berdarah dengue (DBD) atau dengue shock syndrome (DSS) yang menyebabkan

penderita kehilangan banyak cairan tubuh saat suhu tubuh meningkat. Jika

penderita menunjukkan perkembangan dengan tanda-tanda yang membahayakan

jiwa, penderita harus segera dirujuk ke rumah sakit (Soedarto, 2012). Oleh

karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang penyakit DHF

( Dengue haemorragic Fever ) dalam sebuah Karya Tulis yang berjudul

“Asuhan Keperawatan pada Klien DHF ( Dengue haemorragic Fever ) dengan

masalah Hipertermi di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

xxi

1.2 Batasan Masalah

Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami DHF dengan

masalah Hipertermi di Ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.3 Rumusan Masalah

”Bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada klien yang

mengalami DHF dengan masalah hipertermi di Ruang Melati (Bangsal) RSUD

Bangil Kabupaten Pasuruan.”.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami

DHF dengan masalah hipertermi di Ruang Melati (Bangsal) RSUD Bangil

Kabupaten Pasuruan.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami

DHF dengan masalah hipertermi di Ruang Melati (Bangsal)

RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami

DHF dengan masalah hipertermi di Ruang Melati (Bangsal)

RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

3. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami

DHF dengan masalah hipertermi di Ruang Melati (Bangsal)

RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami

DHF dengan masalah hipertermi di Ruang Melati (Bangsal)

RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

5. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien yang mengalami

DHF dengan masalah hipertermi di Ruang Melati (Bangsal)

RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat teoritis

Menambah khasanah keilmuan untuk perkembangan pengetahuan dan

menambah wawasan dalam mencari pemecahan masalah pada klien yang

xxii

mengalami DHF dengan masalah hipertermi di Ruang Melati (Bangsal) RSUD

Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.5.2 Manfaat praktis

a. Bagi klien

Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang telah

dipelajari dalam penanganan kasus Hipertermi yang dialami

dengan kasus nyata dalam pelaksanaan keperawatan, seperti cara

untuk mengendalikan hipertermi tersebut.

b. Bagi Institusi Pendidikan STIKES ICMe

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan dan referensi

untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan pada klien

dengan Hipertermi.

c. Bagi perawat

Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan dasar infomasi dan

pertimbangan untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan

sikap dalam meningkatkan pelayanan perawatan pada klien

hipertermi.

d. Bagi Peneliti selanjutnya

Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan dasar infomasi dan

pertimbangan peneliti untuk menambah pengetahuan tentang

asuhan keperawatan pada kasus DHF dengan masalah hipertermi.

xxiii

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar DHF

2.1.1 Pengertian DHF

Penyakit DHF adalah penyakit yang ditandai dengan demam tinggi mendadak

tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari,

maifestasi perdarahan termasuk uji tourniquet positif, trombositopeni, dan

hemokosentrasi (peningkatan hematocrit ≤20 %) (Andra saferi Wijaya, 2013).

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di

sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara, Amerika

tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah

virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus,

terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den -41, ditularkan ke

manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes

aegypti dan Ae. albopictus 2 yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia

(Lestari, 2007).

Menurut Soedarto (2012) DHF ( Dengue haemorragic Fever ) dan Demam

Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang dapat menyebabkan

kematian dan disebabkan oleh empat serotipe virus dari genus Flavivirus,virus

RNA dari keluarga Flaviviridae. Infeksi oleh satu serotipe virus dengue

menyebabkan terjadinya kekebalan yang lama terhadap serotipe virus tersebut,

dan kekebalan sementara dalam waktu pendek terhadap serotipe virus dengue

lainnya. Pada waktu terjadi epidemic di dalam darah seorang penderita dapat

beredar lebih dari satu serotype virus dengue.

Menurut Cris Tanto (2014) Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit

demam akut akibat infeksi virus dengue, dengan manifestasi yang sangat

bervariasi, mulai dari demam akut hingga sindrom renjatan yang dapat

menyebabkan mordalitas.

2.1.2 Klasifikasi

Menurut Suriadi tahun 2010 (dikutip dalam Kurniawati 2016) derajat

penyakit DHF di klasifiksikan menjadi 4 golongan, yaitu :

Derajat I : demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.

Uji tourniquet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi.

Derajat II : sama dengan derajat I, ditambah gejala perdarahan spontan.

xxiv

Derajat III : ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi

lemah dan cepat (>120 x/mnt) tekanan nadi sempit (<120 mmHg).

Derajat IV : nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur.

2.1.3 Etiologi

Penyakit demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)

disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthood Borne Virus

(Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai Flavivirus, family Flaviricae,dan

mepunyai 4 jenis serotype yaitu : DEN-1, DEN-2,DEN-3,DEN-4. Infeksi salah

satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,

sedangkan antibodi terhadap serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe

yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik

yang berat (Hadinegoro, 2004). Dengan DEN-3 serotipe terbanyak, infeksi salah

satu serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap

serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberkan perlindungan yang

memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah

epidemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.

Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia

(Sudoyo Aru,dkk 2009. Dikutip dari buku NANDA Nic-Noc Jilid 1, 2016).

2.1.4 Tanda dan gejala

1. Mayor (Harus ada)

2. Suhu tubuh lebih tinggi dari 37,8 C secara oral atau 38,3 C.

3. Minor (Mungkin ada)

4. Kulit kemerah-merahan

5. Hangat pada saat disentuh

6. Peningkatan frekuensi pernafasan

7. Takikardi

8. Menggigil atau merinding

9. Dehidrasi

10. Rasa sakit dan nyeri yang spesifik atau menyeluruh (mis. Sakit

kepala)

11. Malaise atau keletihan atau kelemahan

12. Kehilangan selera makan

(Linda Juall, 2006)

2.1.5 Patofisiologi

Virus dengue ditransmisi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes

albopictus. Vektor tersebut tersebar meluas di daerah tropis dan sub tropis di

xxv

berbagai belahan dunia. Virus dengue masuk ke sirkulasi perifer manusia

melalui gigitan nyamuk. Virus akan berada di dalam darah sejak fase akut / fase

demam hingga klinis demam menghilang. Demam tersebut diakibatan oleh virus

yang masuk melalui kulit yang terigigit nyamuk menyebabkan viremia yang

dapat menstimulasi sel makrotag DMN untuk produksi pirogen endogen lalu

masuk ke hipotalamus yang dapa mengacaukan termogulasi menjadikan pasien

heiperpireksia sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh

(hipertermi).

Secara klinis, perjalanan penyakit dengue dibagi menjadi tiga, yaitu fase demam

(febrile), fase kritis, dan fase penyembuhan. Fase demam berlangsung pada

demam hari ke-1 hingga ke 3, fase kritis terjadi pada dmam hari ke-3 hingga 7,

dan fase penyembuhan terjadi setelah demam hari ke-6 sampai 7. Perjalanan

penyakit tersebut menentukan dinamika perubahan tanda dan gejala klinis pada

pasien dengan infeksi demam berdarah dengue (DBD).

Demam merupakan tanda utama infeksi dengue, terjadi mendadak tinggi, selama

2-7 hari. Demam juga disertai gejala konstitusional lainnya seperti lesu, tidak

mau makan dan muntah. Pada DHF, terjadi peningkatan permeabilitas vascular

yang menyebabkan kebocoran plasma ke jaringan, sedangkan pada demam

dengue tidak terjadi ini. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan syok hipovolemi.

Peningkatan permeabilitas vaskuler akan terjadi pada vase kritis dan

berlangsung maksimal 48 jam. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa cairan

diberikan maksimal 48 jam.

Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah

peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma

ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan

penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume plasma menurun lebih dari

20%, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.

Kebocoran plasma terjadi akibat disfungsi endotel serta peran kompleks dari

system imun : monosit dan sel T, system kompelemen, serta produksi mediator

inflamasi dan sitokin lainnya.

Pada kasus DHF, tanda hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering

ditemukan. Manifestasi perdarahan yang sering di jumpai yaitu perdarahan kulit

(petekie) dan mimisan (epitaksis). Tanda perdarahan lainnya yang patut

diwaspadai antara lain melena, hematomesis, dan hematuria. Pada kasus

perdarahan spontan maka dapat di lakukan uji turniket (Cris Tanto, 2014)

dikutip dalam Kurniawati, 2016.

xxvi

Perdarahan tersebut terjadi pada organ ginjal suprarenalis. Kelenjar yang berada

di atas ginal ini memproduksi hormon corticosteroid. Hormon ini meningkat

empatkali lipat dari normal. Ia yang membantu mekanisme tubuh mengangkat

dirinya sendiri dari ancaman syok, tetapi apabila kelenjar ini mengalami

perdarahan sehingga fungsinya terganggu, produksi hormone penangkal syok

tubuh akan berkurang. Kondisi itu yang menjadikan pasien lebih rentan masuk

kedalam syok, oleh karena mekanisme pertahanan syok tubuhnya sudah kacau

(Handrawan Nadesul, 2007).

2.1.6 Pathway

Gambar 2.1 : Sumber (Riyawan, 2013)

xxvii

xxviii

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi demam berdarah dengue menurut Chris Tanto (2014)

dikutip dalam kurniawati tahun 2016.

1. Ensefalopati dengue : edema otak dan alkalosis. Dapat terjadi baik pada

syok maupn tanpa syok.

2. Kelainan ginjal : akibat syok berkepanjangan.

3. Edema paru : akibat pemberian cairan berlebihan.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang demam berdarah dengue menurut Chris

Tanto (2014) dikutip dalam kurniawati tahun 2016 :

1. Laboratorium (sesuaikan dengan perjalanan penyakit) : pada hari ke-3

umumnya leukosit menurun atau normal, hematokrit, mulai meningkat

(hemokonsentrasi), dan trombositopenia terjadi pada hari ke 3-7. Pada

pemeriksaan jenis leukosit, ditemukan limfositosis (peningkatan 15%)

mulai hari ke-3, ditandai adanya limfosit atipik.

2. Uji serologi : uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan

fase konvalesens.

1) Infeksi primer. Titer serum akut <1:20 dan serum konvalesens naik

4x atau lebih tetapi tidak melebihi 1:1280.

2) Infeksi sekunder. Titer serum akut <1:20 dan serum konvalesens

1:2560 atau serum akut 1:20 dan konvalesens naik 4x atau lebih.

3) Tersangka infeksi sekunder yang baru terjadi.

Titer serum akut 1:1280, serum konvalesens dapat lebih besar atau

sama.

Pemeriksaan radiologis untuk mendeteksi adanya efusi pleura :

Rontgen toraks posisi right lateral decubitus, USG.

2.1.9 Penatalaksanaan

Berdasarkan rekomendasi WHO 2011, prinsip umum terapi dengue

ialah sebagai berikut :

Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan /

atau cairan oral apabila anak masih mau minum, pemantauan

dilakukan setiap 12-24 jam.

a.1 Medikamentosa

Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol

bukan aspirin, diusahakan tidak memberikan obat-obat yang

tidak diperlukan (misalnya antasid, anti emetik) untuk

mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati, kortikosteroid

diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan

xxix

saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan, antibiotik

diberikan untuk DBD ensefalopati.

a.2 Supportif Cairan

Cairan per oral + cairan intravena rumatan per hari + 5%

deficit, diberikan untuk 48 jam atau lebih, kecepatan cairan IV

disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai

keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit

Pemberian cairan kristaloid isotonic selama periode kritis,

kecuali pada bayi usia < 6 bulan yang disarankan

menggunakan Nacl 0,45%.

Penggunaan cairan koloid hiperonkotik, misalnya dekstran 40,

dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kebocoran plasma

yang berat, dan tidak ada perbaikan yang adekuat setelah

pemberian kristaloid.

Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan

rumatan di tambah dengan 5% untuk dehidrasi. Jumlah

tersebut hanya untuk menjaga agar volume intravascular dan

sirkulasi tetap adekuat.

Durasi pemberian terapi, cairan intravena tidak boleh melebihi

24-48 jam pada kasus syok. Pada kasus tanpa syok, durasi

terapi tidak lebih dari 60-72 jam.

Pada pasien obesitas, perhitungan volume cairan sebaiknya

menggunakan berat badan ideal.

Pemberian cairan selalu disesuaikan dengan kondisi klinis.

Kebutuhan cairan intravena pada anak berbeda dengan dewasa

Pemberian tranfusi trombosit tidak direkomendasikan pada

anak.

2.2 Konsep Hipertermi

2.2.1 Definisi

Suhu inti tubuh di atas kisaran normal di oral karena kegagalan

termoregulasi (Nanda, 2015-2017).

Hipertermi adalah keadaan ketika individu mengalami atau

beresiko mengalami kenaikan suhu tubuh 37,8 C (100 oC) per

oral atau 38,8 oC (101

oF) per rektal yang sifatnya menetap

karena factor eksternal (Lynda Juall Carpenito, 2012).

xxx

2.2.2 Macam-macam suhu

Macam-macam suhu tubuh menurut (Tamsuri Anas, 2007) :

1. Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C

2. Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 – 37,5°C

3. Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 – 40°C

4. Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core temperatur),

yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga

abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan

(sekitar 37°C). selain itu, ada suhu permukaan (surface temperatur), yaitu suhu

yang terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat

berfluktuasi sebesar 20°C sampai 40°C.

2.2.3 Batasan karakteristik

1. Apnea

2. Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu, pada dewasa nafsu

makan berkurang

3. Gelisah

4. Hipotensi

5. Kejang

6. Koma

7. Kulit kemerahan

8. Kulit terasa hangat

9. Latergi

10. Postur abnormal

11. Stupor

12. Takikardi

13. Takipnea

14. Vasodilatasi

(Nanda, 2015-2017)

2.2.4 Faktor yang berhubungan

1. Aktivitas berlebihan

2. Dehidrasi

3. Iskemia

4. Pakaian yang tidak sesuai

5. Peningkatan laju metabolism

6. Penurunan perspirasi

7. Penyakit

8. Sepsis

9. Suhu lingkungan tinggi

xxxi

10. Trauma

(Nanda, 2015-2017)

2.2.5 Manifestasi Klinis

1. Gelisah (suhu lebih tinggi dari 37,8oC-40

oC).

2. Kulit kemerahan

3. Hangat pada sentuhan

4. Peningkatan frekuensi pernafasan

5. Menggigi

(Nanda Nic-Noc jilid 1, 2013)

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien DHF

2.3.1 Pengkajian

1. Identitas klien : terdiri dari nama, alamat, umur, status, diagnosa

medis, tanggal MRS, keluarga yang dapat dihubungi, catatan

kedatangan, no RM.

2. Riwayat kesehatan klien

Keluhan utama

Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan demam lebih dari

3 hari, tidak mau makan, terdapat bintik merah pada tubuh.

3. Riwayat kesehatan sekarang

Suhu tubuh meningkat sehingga menggigil yang menyebabkan

sakit kepala.

Tidak nafsu makan, mual muntah, sakit saat menelan, dan lemah.

Nyeri otot dan persendian.

Konstipasi dan bisa juga diare.

Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.

Batuk ringan.

Mata terasa pegal, sering mengeluarkan air mata (lakrimasi), foto

fobia.

Ruam pada kulit (kemerahan).

Perdarahan pada kulit ptekie, ekimosis, hematoma, dan

perdarahan lain : epitaksis, hematemesis, hematuria, melena.

4. Riwayat kesehatan dahulu

5. Pernah menderita DHF

6. Riwayat kurang gizi

7. Riwayat aktivitas sehari-hari

8. Pola hidup (life style)

9. Riwayat kesehatan keluarga

10. Adanya penderita DHF dalam keluarga

11. Pemeriksaan fisik

12. Pengkajian umum

xxxii

a. Tingkat kesadaran : komposmentis, apatis, somnolen, sopor,

koma.

b. Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat.

c. Keadaan gizi : tinggi badan dan berat badan dengan gizi baik,

sedang, buruk.

d. Tanda-tanda vital : suhu meningkat, tekanan darah pada DF &

DHF dapat meningkat, sedangkan pada DSS dapat menurun, nadi

pada DF & DHF takikardi, sedangkan pada DSS dapat menurun,

nadi pada DSS dapat cepat dan lemah serta ada proses

penyembuhan brakikardi, pernafasan dapat normal dan

meningkat, pada DSS cepat dan dangkal.

e. Pengkajian sistem tubuh

f. Pemeriksaan kulit dan kuku

a.1 Pemeriksaan kulit

Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat,

sianosis, dan ikterik.

Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.

Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan,

turgor kulit, dan edema.

Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.

a.2 Pemeriksaan kuku

Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku

Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh

(clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.

Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).

Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.

a.3 Pemeriksaan kepala

Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi

atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut,

jumlah dan distribusi rambut.

Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-

tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering)

Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.

xxxiii

Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan

kuat/tidak rapuh

a.3 Pemeriksaan wajah

Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.

Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik,

simetris.

Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang.

Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.

Pemeriksaan mata

Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak

mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera

(anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon

terhadap cahaya.

Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna

konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.

Pemeriksaan telinga

Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi

telinga, warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat

bantu dengar.

Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus,

warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan

alat bantu dengar.

Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus

Normal: tidak ada nyeri tekan.

Pemeriksan hidung dan sinus

Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan),

rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal

(kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)

Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak

ada lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.

Palpasi frontalis dan maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum

deviasi)

Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.

Pemeriksaan mulut dan bibir

Inspeksi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,

lesi, dan stomatitis.

Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi

dan stomatitis

xxxiv

Inspeksi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu,

perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan

keadaan langit2.

Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau

kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah

simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda infeksi.

a.4 Pemeriksaan leher

Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris, keselarasan trakea,

dan benjolan pada dasar leher serta vena jugular dan arteri karotid.

Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk

simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.

auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi

Normal: arteri karotis terdengar.

palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi,

nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjar limfe (letak,

konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/

teraba)

Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak

ada pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.

Auskultasi : bising pembuluh darah.

Pemeriksaan dada ( dada dan punggung)

Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas

(frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan

otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema,

pembengkakan/ penonjolan.

Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda

distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain,

tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema

Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile

fremitus.

(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk

mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil

xxxv

melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung

pasien.)

Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-

tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung

sebelah kanan lebih teraba jelas.

Perkusi : paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu

sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola

berjenjang sisi ke sisi)

Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada

bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih

besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas

jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.

Auskultasi : suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan

dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2,

di atas manubrium dan di atas trachea)

Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial,

tracheal.

Sistem kardiovaskuler

Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis

Palpasi : denyutan

Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.

Perkusi : ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah

samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi

redup)

Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari

garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.

Auskultasi : bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian

diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi

jantung.

Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2

(dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).

a.5 Dada dan aksila

Inspeksi dada : Integritas kulit

xxxvi

Palpasi dada : Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan

penyebaran vena

palpasi aksila : nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.

Pemeriksaan Abdomen (Perut)

Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar,

ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan

gerakan dinding perut.

Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik

tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan

umbilicus.

Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian

diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub

:aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).

Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar

denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.

Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak

searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman

kualitas bunyinya.

Perkusi hepar : Batas

Perkusi Limfa : ukuran dan batas

Perkusi ginjal : nyeri

Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan

apabila banyak cairan = hipertimpani

Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan):

massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi,

dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih

dahulu

Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada

massa dan penumpukan cairan

a.6 Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)

Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,

Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.

xxxvii

Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot

penuh.

Palapasi : denyutan a.brachialis dan a. radialis .

Normal: teraba jelas

Tes reflex : tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.

Normal: reflek bisep dan trisep positif

a.7 Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan

kaki dan telapak kaki)

Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,

integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot

Normal : simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan

otot penuh

Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan

Normal: teraba jelas

Tes reflex :tendon patella dan archilles.

Normal: reflex patella dan archiles positif

a.8 Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)

Wanita:

Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour

simetris, edema, pengeluaran.

Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak

ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)

Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran

Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi

dan, massa

Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema,

haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.

Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/

tanda-tanda infeksi dan pendarahan.

xxxviii

Pria:

Inspeksi : Integritas kulit, massa dan pengeluaran

Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan,

tidak ada pengeluaran pus atau darah

Inspeksi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan

testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan

Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema,

hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.

Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/

tanda-tanda infeksi dan pendarahan (Rohmad Adi Candra, 2013).

a.9 Pemeriksaan penunjang

Darah

Leukositopenia/lekositosis (N: 5000-10.000 ul)

Trombositopenia (N: 150.000-400.000 ul)

Hematokrit meningkat (N: laki-laki 40-54%, perempuan 36-46%)

Hb menurun (N: 14-16 gr/dl, perempuan 12-16 gr/dl)

Hiponatremia 135-147 meq/l)

Hipokloremia (N: 100-106 meq/l)

SGPT/SGOT, ureum dan pH darah meningkat

N: SGPT/SGOT < 12 U/l

N: ureum 20-40 mg/dl

N: pH 7,38-7,44

Urin

Albuminuria ringan (N: 4-5,2 g/dl)

Uji serologis

Uji hemaglutinasi inhibisi (Hl Test)

Uji komplemen fiksasi (CF Test)

Uji neutralisasi (Nt Test)

Igm ELISA (Mac ELISA)

IgG ELISA

(Andra & Yessie, 2013)

xxxix

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi penyakit.

2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

perdarahan.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake nutrisi kurang dan nafsu makan menurun.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi.

5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses

infeksi virus (virumia).

(Andra & Yessie, 2013)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam studi kasus ini adalah studi untuk

mengeksplor masalah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami DHF

dengan masalah keperawatan hipertermi di ruang melati RSUD Bangil

Kabupaten Pasuruan.

3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah dalam studi kasus ini adalah :

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang ditandai dengan

demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung

terus menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan termasuk uji

tourniquet positif, trombositopeni, dan hemokosentrasi (peningkatan

hematocrit ≤20 %) (Andra saferi Wijaya, 2013).

Menurut Suriadi, 2010 DHF Derajat II adalah sama dengan derajat I,

ditambah gejala perdarahan spontan pada kulit dan atau perdaraha

kulit lainnya.

Hipertermi Suhu inti tubuh di atas kisaran normal di oral karena

kegagalan thermoregulasi (Nanda, 2015-2017).

xl

Asuhan Keperawatan

Menurut Ali (2009) dikutip dalam CM Imelda tahun 2015

menyatakan bahwa asuhan keperawatan adalah merupakan suatu

tindakan kegiatan atau proses dalam praktik keperawatan serta

rangkaian kegiatan yang diberikan secara langsung kepada klien

yang pelakasanaannya berdasarkan kaidah profesi keperawatan dan

merupakan inti praktik keperawatan untuk memenuhi kebutuhan

objektif klien sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang

dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan

kaidah-kaidah ilmu keperawatan.

3.3 Partisipan

Unit analisis atau partisipan dalam studi kasus ini adalah klien. Subjek

yang digunakan adalah 2 klien (2 kasus) dengan diagnosa medis demam

berdarah dengue dan masalah keperawatan hipertermi.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4.1 Lokasi

Studi kasus dilaksanakan di ruang Melati RSUD Bangil Kabupaten

Pasuruan.

3.4.2 Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – April 2018.

3.5 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penyusunan studi kasus ini adalah

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang-dulu-keluarga dll).

Sumber data dari klien, keluarga, perawat lainnya).

2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA :

inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi) pada system tubuh klien.

3. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostic

dan data lain yang relevan).

31

xli

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam studi kasus ini dilakukan dengan

Memperpanjang waktu pengamatan tindakan. Sumber informasi

tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama

yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan masalah yang

diteliti.

3.7 Analisa Data

Urutan dalam analisis adalah

1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,

dokumen).

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data

subjektif dan objektif, dianalis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik

kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun

teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari klien. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan

perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode

induksi.

3.8 Etik Penelitian

Menurut kvale tahun 2011 (dikutip dalam Yati Afiyanti & Imami Nur

Rachmawati, 2014) dicantumkan etika yang mendasari penyusunan

studi kasus, terdiri dari

1. Konsekuensi Beneficience/ Manfaat Peneliti

Membuat hasil penelitian ini bermanfaat atau memiliki konstribusi

memberikan manfaat pada para partisipan. Dengan cara melalui suatu

penelitian atau ungkapan langsung yang dapat bermanfaat untuk para

partisipan secara individu maupun kelompok yang memiliki kondisi

yang sama dengan partisipan yang sedang diteliti.

2. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)

xlii

Memberikan bentuk persetujuan antara responden studi kasus dengan

memberikan lembar persetujuan. Tujuan Informed consent adalah agar subjek

mengerti maksud dan tujuan studi kasus. Untuk memperoleh ketersediaan

kelengkapan informasi tentang penelitian yang akan dilakukan. Informed

consent sering kali menjadi masalah ketika partisipan tidak dapat memperoleh

penjelasan yang lengkap di awal penelitian karena sifat dari penelitian kualitatif

yang tentative dan eksploratorif.

3. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika studi kasus merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek studi kasus dengan cara

memberikan atau menempatkan nama responden dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil studi

yang akan disajikan. Pentingnya penyamaran identitas partisipan

karena di dalam studi kasus tersebut terdapat deskripsi yang rinci

tentang partisipan selama proses penelitian.

4. Confidentiality (kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan

peneliti studi kasus. Hal tersebut untuk mengantisipasi masalah-

masalah yang bersifat legal berkenaan dengan perlindungan

indentitas partisipan.

5. Konsekuensi Resiko atau Ketidak nyamanan partisipan

Posisi partisipan merupakan individu atau kelompok yang rentan

dapat membuat mereka berfikir bahwa keikutsertaan dalam

penelitian adalah suatu keharusan padahal mereka tidak

menginginkannya. Dengan hal tersebut peneliti harus meminimalkan

resiko bahaya atau ketidaknyamanan partisipan saat menyampaikan

informasi pribadinya.

6. Peran peneliti

Peneliti kualitatif sebagai instrumen dalam penelitiannya memiliki

banyak peranan dalam menantisipasi berbagai isu etik yang aka

muncul dalam proyek penelitian.

xliii

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Lokasi dan Pengambilan Data

Lokasi yang digunakan dalam penyusunan KTI studi Kasus serta

pengambilan data adalah di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan

yang terakreditasi Paripurna dengan jumlah tempat tidur

inapsebanyak 200. Di ruang Melati terdapat 16 ruang dengan

kapasitas ruangan terdiri dari 103 tempat tidur yang dilengkapi

dengan tempat tidur matras, bed side cabinet, kipas angin, kamar

mandi dalam, serta ruang khusus untuk laki-laki di sediakan 7

ruangan sedangkan ruang khusus perempuan terdapat 4 ruang.Lokasi

ini beralamat di Jln Raya Raci-Bangil, Pasuruan.

4.1.2 Pengkajian

Identitas klien

Tabel 4.1 Identitas klien

IDENTITAS

KLIEN

Klien 1 Klien 2

Nama

Umur

Jenis

Kelamin

Agama

Anak ke

Alamat

Suku/bangsa

Tanggal

MRS

Tanggal

Pengkajian

Jam Masuk

No.RM

Diagnosa

masuk

Sdri.B

21 th

Perempuan

Islam

1

Kraton, Pasuruan

Jawa

25 Februari 2018

27 Februari 2018

10.20 WIB

003217xx

Demam Berdarah

Dengue

Sdri.N23 th

Perempuan

Islam

2

Sukorejo, Pasuruan Jawa

03 Maret 2018

06 Maret 2018 22.10 WIB

003220xx

Demam Berdarah Dengue

37

38

Riwayat Penyakit

Tabel 4.2 Riwayat Penyakit

RIWAYAT

PENYAKIT

Klien 1 Klien 2

Keluhan

utama

Riwayat

penyakit

sekarang

Riwayat

penyakit

dahulu

Riwayat

kesehatan

keluarga

Klien mengatakan

mengalami demam

sudah 4 hari

Klien mengatakan

demam sejak tanggal

19 februari 2018 hari

jumat dan di rawat di

puskesmas

Ngemplak, tanggal 22

hari senin. pagi

demam reda dan tgl

24 rabu mulai demam

lagi , tgl 25 hari

kamis dirujuk ke

D Bangil

Pasuruan dengan

kesadaran compos

mentis TD: 120 80

mmHg, : 40 C, :

100 x/menit, SPO2 :

99%, RR: 21x/menit,

di IGD klien

disarankan oleh

dokter untuk rawat

inap dan pada tanggal

25 Februari 2018 jam

10.20 WIB

dipindahkan ke ruang

Melati RSUD Bangil.

Klien mengatakan

bahwa klien tidak

mempunyai penyakit

yang diderita, tidak

pernah operasi dan

klien tidak

mempunyai riwayat

alergi.

Klien mengatakan

tidak mempunyai

riwayat penyakit

menular atau

keturunan dari

keluarga.

Klien mengatakan

mengalami demam

sudah 3 hari

Klien mengatakan

demam sudah sejak

tanggal 27 februari

hari selasa pagi, tgl

01 maret hari kamis

pagi demam reda dan

tgl 3 maret klien

demam lagi disertai

muntah dan mimisan

1 kali dan akhirnya di

bawa ke puskesmas

Sidogiri dan langsung

dirujuk ke D

Bangil, Pasuruan

dengan kesadaran

compos mentis TD:

90 80 mmHg : 39.3

C ,N: 80 x/menit,

SPO2: 98%, RR:

20x/menit, di IGD

klien disarankan oleh

dokter untuk rawat

inap dan pada tanggal

03 maret 2018 pada

jam 22.10WIB

dipindahkan ke ruang

Melati RSUD Bangil.

Klien mengatakan

bahwa klien tidak

mempunyai penyakit

yang diderita, tidak

pernah operasi dan

klien tidak

mempunyai riwayat

alergi.

Klien mengatakan

tidak mempunyai

riwayat penyakit

menular atau

keturunan dari

keluarga.

39

Perubahan pola kesehatan

Tabel 4.3 Perubahan pola kesehatan

POLA

KESEHATAN

Di rumah Di rumah sakit

Klien 1

Pola aktivitas

Pola nutrisi

Pola eliminasi

Pola istirahat

tidur

Klien 2

Pola aktivitas

Pola nutrisi

Pola eliminasi

Pola istirahat

tidur

Kuliah

Makan 2x sehari

(nasi, lauk, sayur)

Minum 7 gelas/hari

BAB 1x/hari

BAK 7x/hari

Selama di rumah

pasien istirahat siang

4 jam , malam 6

jam

Kuliah, bekerja

Makan 3x sehari

(nasi, lauk, sayur)

Minum 7 gelas/hari

BAB 1x/hari

BAK 6x/hari

Selama di rumah

pasien isirahat siang

3-4 jam , malam 6

jam

Selama di RS pasien

hanya di atas tempat

tidurnya

Makan 3x sehari ½

porsi.

Minum 4 gelas/hari.

Selama di RS pasien

BAB 1x/hari, BAK

3x/hari.

Selama di RS pasien

istirahat siang 3 jam,

malam 9 jam

Selama di RS pasien

hanya di atas tempat

tidurnya

Makan 3x sehari ½

porsi.

Minum 4 gelas/hari.

Selama di RS pasien

BAB 1x/hari, BAK

3x/hari.

Selama di RS pasien

istirahat siang 3 jam,

malam 9 jam

Pemeriksaan fisik

Tabel 4.4 Pemeriksaan fisik

Obse

rvasi

Klien 1 Klien 2

S

N

TD

RR

GCS

Kesa

dara

n

Pem

40C

102x/menit

120/80 mmHg

21x/menit

4-5-6

composmentis

Kulit

Inspeksi : kebersihan

kulit baik, kulit tidak ada

39.3 C

80x/menit

80/90 mmHg

21 x/menit

4-5-6

Composmentis

Kulit

Inspeksi : kebersihan

kulit baik, kulit tidak ada

40

eriks

aan

fisik

Kulit

dan

kuku

Kepala

Wajah

ikterik/pucat ataupun

sianosis, teraba panas

Palpasi : kering, turgor

baik/elastis, tidak ada

edema

Kuku

Inspeksi :bersih, bentuk

normaltidak ada tanda-tanda jari

tabuh (clubbing finger), tidak

ikterik/sianosis.

Palpasi :aliran darah

kuku kembali < 3 detik.

Inspeksi : simetris,

bersih, tidak ada lesi,

tidak menunjukkan

tanda-tanda kekurangan

gizi(rambut jagung dan

kering)

Palpasi : tidak ada penonjolan

/pembengkakan, rambut lebat dan

kuat/tidak rapuh.

Inspeksi : warna sama

dengan bagian tubuh

lain, tidak pucat/ikterik,

simetris.

Palpasi : tidak ada nyeri

tekan dan edema.

Inspeksi : simetris mata

kiri kanan, simetris bola

mata kiri kanan, warna

konjungtiva pucat, dan

sclera berwarna putih.

Inspeksi : bentuk dan

posisi simetris kiri

kanan, integritas kulit

bagus, warna sama

dengan kulit lain, tidak

ada tanda-tanda infeksi,

dan alat bantu dengar.

Palpasi : tidak ada nyeri

tekan

Inspeksi : simetris kiri

kanan, warna sama

dengan warna kulit lain,

tidak ada lesi, tidak ada

ikterik/pucat ataupun

sianosis, teraba panas

Palpasi : kering, turgor

baik/elastis, tidak ada

edema

Kuku

Inspeksi : bersih, bentuk

normaltidak ada tanda-tanda jari

tabuh (clubbing finger), tidak

ikterik/sianosis.

Palpasi : aliran darah

kuku kembali < 3 detik.

Inspeksi : simetris,

bersih, tidak ada lesi,

tidak menunjukkan

tanda-tanda kekurangan

gizi(rambut jagung dan

kering)

Palpasi : tidak ada penonjolan

/pembengkakan, rambut lebat dan

kuat/tidak rapuh.

Inspeksi : warna sama

dengan bagian tubuh

lain, tidak pucat/ikterik,

simetris.

Palpasi : tidak ada nyeri

tekan dan edema.

Inspeksi : simetris mata

kiri kanan, simetris bola

mata kiri kanan, warna

konjungtiva pucat, dan

sclera berwarna putih.

Inspeksi : bentuk dan

posisi simetris kiri

kanan, integritas kulit

bagus, warna sama

dengan kulit lain, tidak

ada tanda-tanda infeksi,

dan alat bantu dengar.

Palpasi : tidak ada nyeri

tekan

Inspeksi : simetris kiri

kanan, warna sama

dengan warna kulit lain,

tidak ada lesi, tidak ada

sumbatan, ada sedikit

perdarahan dan tidak ada

41

Mata

Telinga

Hidung dan

sinus

Mulut dan

bibir

sumbatan, perdarahan

dan tanda-tanda infeksi.

Palpasi dan perkusi :

tidak ada bengkak dan

nyeri tekan

Inspeksi dan palpasi

struktur luar : warna

mukosa mulut kering dan

bibir kering, tidak ada

lesi dan stomatitis.

Inspeksi dan palpasi struktur luar :

gigi lengkap, tidak ada tanda-

tanda gigi berlobang atau

kerusakan gigi, tidak ada

perdarahan atau radang gusi, lidah

simetris, warna pink, langit-langit

utuh dan tidak ada tanda infeksi.

Inspeksi : warna sama dengan

kulit lain, integritas kulit baik,

bentuk simetris, tidak ada

pembesaran kelenjer gondok.

Inspeksi dan palpasi kelenjar

tiroid : tidak teraba pembesaran

kelenjar gondok, tidak ada nyeri,

tidak ada pembesaran kelenjar

limfe, tidak ada nyeri.

Inspeksi : simetris, bentuk dan

postur normal, tidak ada tanda-

tanda distress pernapasan, warna

kulit sama dengan warna kulit

lain, tidak ikterik/sianosis, tidak

ada

pembengkakan/penonjolan/edema

Palpasi : integritas kulit baik,

tidak ada nyeri tekan massa

ataupun tanda-tanda peradangan,

ekspansi simetris

Perkusi: resonan

Auskultasi: bunyi napas

vesikuler.

tanda-tanda infeksi.

Palpasi dan perkusi :

tidak ada bengkak dan

nyeri tekan

Inspeksi : warna mukosa

mulut dan bibir kering,

tidak ada lesi dan

stomatitis.

Inspeksi dan palpasi struktur luar

: gigi lengkap, tidak ada tanda-

tanda gigi berlobang atau

kerusakan gigi, tidak ada

perdarahan atau radang gusi, lidah

simetris, warnamerah muda,

langit-langit utuh dan tidak ada

tanda infeksi.

Inspeksi : warna sama dengan

kulit lain, integritas kulit baik,

bentuk simetris, tidak ada

pembesaran kelenjer gondok.

Inspeksi dan palpasi kelenjar

Tiroid : tidak teraba pembesaran

kelenjar gondok, tidak ada nyeri,

tidak ada pembesaran kelenjar

limfe, tidak ada nyeri.

Inspeksi : simetris, bentuk dan

postur normal, tidak ada tanda-

tanda distress pernapasan, warna

kulit sama dengan warna kulit

lain, tidak ikterik/sianosis, tidak

ada

pembengkakan/penonjolan/edema

Palpasi : integritas kulit baik,

tidak ada nyeri

tekan/massa/tanda-tanda

peradangan, ekspansi simetris

Perkusi: resonan

Auskultasi: bunyi napas

vesikuler.

42

Leher

dada( dada

dan

punggung)

Inspeksi : tidak ada tanda-tanda

sulit nafas, konjungtiva pink.

Palpasi :denyutan aorta teraba.

Inspeksi dada: Integritas kulit

ikterik

Palpasi dada: Bentuk, simetris,

ukuran, tidak ada nyeri tekan.

Inspeksi : tidak ada pembesaran

nodus limfe.

palpasi : tidak nyeri

Inspeksi : simetris kiri kanan,

warna dengan warna kulit lain,

tidak ikterik, distensi, tonjolan,

pelebaran vena, kelainan

umbilikus.

Auskultasi : suara peristaltik

terdengar setiap 12 x/dtk,

Palpasi : semua kuadran

(hepar, limfa, ginjal kiri dan

kanan) :tidak teraba penonjolan ,

ada nyeri tekan pada hepar

dengan skala nyeri 4, tidak ada

massa dan penumpukan cairan.

Inspeksi struktur muskuloskletal :

simetris kiri kanan, integritas kulit

baik, ROM aktif, kekuatan otot

penuh.

5 5

5 5

Inspeksi: simetris kika, integritas

kulit baik, ROM aktif, kekuatan

otot penuh

Perempuan :

Inspeksi : tidakada tanda-tanda

sulit nafas, konjungtiva pink.

Palpasi:denyutan aorta teraba.

Inspeksi dada: Integritas kulit

ikterik

Palpasi dada: Bentuk, simetris,

ukuran, tidak ada nyeri tekan.

Inspeksi : tidak ada pembesaran

nodus limfe.

Palpasi : tidak nyeri

Inspeksi : simetris kiri kanan,

warna dengan warna kulit lain,

tidak ikterik, distensi, tonjolan,

pelebaran vena, kelainan

umbilikus.

Auskultasi : suara peristaltik

terdengar setiap 10 x/dtk,

Palpasi semua kuadran (hepar,

limfa, ginjal kiri dan kanan) :tidak

teraba penonjolan, ada nyeri tekan

pada hepar skala nyeri 6, tidak

ada massa dan penumpukan

cairan.

Inspeksi struktur muskuloskletal

:simetris kiri kanan, integritas

kulit baik, ROM aktif, kekuatan

otot penuh.

5 5

5 5

Inspeksi: simetris kika, integritas

kulit baik, ROM aktif, kekuatan

otot penuh

Perempuan :

Inspeksi: tidak terkaji

Inspeksi dan palpassi skrotum:

tidak terkaji

Pemeriksaan anus dan rectum :

43

kardiovaskule

r

Dada dan

aksila

Abdomen

(Perut)

Inspeksi: tida terkaji

Inspeksi dan palpassi skrotum:

tidak terkaji

Pemeriksaan anus dan rectum :

tidak ada nyeri , tidak terdapat

edema / hemoroid/ polip/ tanda-

tanda infeksi dan pendarahan.

tidak ada nyeri , tidak

terdapat edema /

hemoroid/ polip/ tanda-

tanda infeksi dan

pendarahan.

44

ekstermitas

atas (bahu,

siku, tangan)

ekstermitas

bawah

(panggul,

lutut,

pergelangan

kaki dan

telapak kaki)

genitalia (alat

genital, anus,

rectum)

Hasil pemeriksaan dan diagnostic

Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Klien 1

Hematologi

Hemoglobin

Leukosit

Hematokrit

Eritrosit

Trombosit

Klien 2

Hematologi

Hemoglobin

Leukosit

Hematokrit

Eritrosit

Trombosit

16,90 g/dL

3,11

48,30 %

6,030 106µL

34.000

15,10 g/dL

4,94

45,60 %

5,960 106µL

42.000

11,4-17,7 g/dL

3,70-10,1

40-45%

4,6-6,2 106µL

150.000-350.000

cmm

11,4-17,7 g/dL

3,70-10,1

40-45%

4,6-6,2 106µL

150.000-350.000

cmm

4.1.3 Terapi Obat

Tabel 4.6 Terapi Obat

Klien

Klien 1

26 Februari 2018

Infus asering 20 tpm

27 Februari 2018

Infus asering 18 tpm

28 Februari 2018

Infus asering 18 tpm

45

Klien 2

Injeksi antrain 3x1 g

(IV), ondansentron 2x4

mg (IV) dan

memberikan infus

asering 28 Tpm (IV)

Obat oral : trolit 1x1

sachet, sanmol 3x500 g

Infus asering 28 tpm

(IV)

injeksi santagesik

3x1g, ondansentron

2x4 mg, Omeprazole

1x40 mg, obat oral

sukralfat 3x1 cth

Obat oral : trolit 1x1

sachet, sanmol

3x500g

Infus asering 21 tpm

(IV)

Injeksi ondansentron

2x4 mg, Omeprazole

1x40 mg, obat oral

sukralfat 3x1 cth,

trolit 1x1 sachet,

pamol 3x500 g,

omeprazole 2x20 mg

Injeksi dexametaxon

2x1 mg

Obat oral : omeprazole

2x20 mg

Infus asering 20 tpm

Injeksi dexametaxon

2x1mg

4.1.4 Analisa Data

Tabel 4.7 Analisa Data

Analisa data Etiologi Masalah

Klien 1

Ds : klien mengatakan

mengalami demam

sudah 4 hari.

Do : k/u cukup

Suhu tubuh tinggi

Kulit teraba panas

Mukosa mulut kering

TTV

: 40 C

N : 100x/menit

TD : 120/80

mmHg

RR :21x/menit

Virus dengue

Masuk dalam darah

Sistem imun

Merangsang pusat

pengatur suhu

Demam

Hipertermi

46

GCS :4-5-6

Klien 2

Ds : klien mengatakan

mengalami demam

sudah 3 hari.

Do : k/u cukup

Suhu tubuh tinggi

Kulit teraba panas

Mukosa mulut kering

TTV

: 39.3 C

N : 80x/menit

TD : 80/90 mmHg

RR : 20x/menit

GCS : 4-5-6

Virus dengue

Masuk dalam darah

Sistem imun

Merangsang pusat

pengatur suhu

Demam

Hipertermi

Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.8 Diagnosa Keperawatan

Data Etiologi (penyebab

+ tanda dan gejala)

Problem

(masalah)

Klien 1

Ds : klien mengatakan

mengalami demam

sudah 4 hari.

Do : k/u cukup

Suhu tubuh tinggi

Kulit teraba panas

Mukosa mulut kering

TTV

S : 40 C

N : 100x/menit

TD : 120/80

mmHg

RR :21x/menit

GCS :4-5-6

Virus dengue

Masuk dalam darah

Sistem imun

Merangsang pusat

pengatur suhu

Demam

Virus dengue

Hipertermi

Hipertermi

47

Klien 2

Ds : klien mengatakan

mengalami demam

sudah 3 hari.

Do : k/u cukup

Suhu tubuh tinggi

Kulit teraba panas

Mukosa mulut kering

TTV

: 40 C

N : 80x/menit

TD : 80/90 mmHg

RR : 20x/menit

GCS : 4-5-6

Masuk dalam darah

Sistem imun

Merangsang pusat

pengatur suhu

Demam

4.1.6 Perencanaan

Tabel 4.9 Perencanaan

Diagnosis

keperawatan

(Tujuan dan

Kriteria Hasil)

INTERVENSI

(NIC)

RASIONAL

Klien 1

Hipertermi

berhubungan

dengan proses

penyakit. Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x24 jam,

klien

menunjukkan

NOC :

Suhu tubuh

dalam rentang

normal

Nadi dan RR

dalam normal

Tidak ada

perubahan warna

kulit dan tidak

ada pusing

Monitor suhu

sesering

mungkin

Monitor warna

dan suhu kulit

Monitor

tekanan darah,

nadi, dan RR

Berikan

antipiretik

Berikan

pengobatan

untuk

mengatasi

penyebab

demam

Selimuti pasien

Kolaborasi

pemberian

cairan intravena

Tingkatkan

uhu 38,9-41,1 C

menunjukkan proses

penyakit infeksi akut

Menjaga suhu dan

menghindari panas

yang berkaitan

dengan penyakit

Peningkatan denyut

nadi, penurunan

tekanan vena, dan

penurunan tekanan

darah dapat

mengindikasikan

hipovolemia, yang

mengarah pada

menurun perfusi

jaringan

Antipiretik digunakan

untuk mengurangi

demam dengan aksi

sentralnya pada

48

Klien 2

Hipertermi

berhubungan

dengan proses

penyakit. Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 1x24 jam,

klien

menunjukkan

NOC :

Suhu tubuh

dalam rentang

normal

Nadi dan RR

dalam normal

Tidak ada

perubahan warna

kulit dan tidak

ada pusing

sirkulasi udara

Berikan

pengobatan

untuk

mencegah

terjadinya

menggigil

Monitor suhu

sesering

mungkin

Monitor warna

dan suhu kulit

Monitor

tekanan darah,

nadi, dan RR

Berikan

hipotalamus

Dapat membantu

mengurangi demam

Digunakan untuk

mengurangi demam

umumnya lebih besar

dari 39,5-40 C pada

waktu terjadi

kerusakan /gangguan

pada otak

Menghindari

kehilangan air

natrium klorida dan

kalium yang

berlebihan

Suhu ruangan/jumlah

selimut harus diubah

untuk

mempertahankan

suhu mendekati

normal

Menggigil seringkali

mendahului

memuncaknya suhu

adanya infeksi umum

uhu 38,9-41,1 C

menunjukkan proses

penyakit infeksi akut

Menjaga suhu dan

menghindari panas

yang berkaitan

dengan penyakit

Peningkatan denyut

nadi, penurunan

tekanan vena, dan

penurunan tekanan

darah dapat

mengindikasikan

hipovolemia, yang

mengarah pada

menurun perfusi

jaringan

Antipiretik digunakan

untuk mengurangi

demam dengan aksi

sentralnya pada

hipotalamus

Dapat membantu

49

antipiretik

Berikan

pengobatan

untuk

mengatasi

penyebab

demam

Selimuti pasien

Kolaborasi

pemberian

cairan intravena

Tingkatkan

sirkulasi udara

Berikan

pengobatan

untuk

mencegah

terjadinya

menggigil

mengurangi demam

Digunakan untuk

mengurangi demam

umumnya lebih besar

dari 39,5-40 C pada

waktu terjadi

kerusakan /gangguan

pada otak

Menghindari

kehilangan air

natrium klorida dan

kalium yang

berlebihan

Suhu ruangan/jumlah

selimut harus diubah

untuk

mempertahankan

suhu mendekati

normal

Menggigil seringkali

mendahului

memuncaknya suhu

adanya infeksi umum

Pelaksanaan

Tabel 4.10 Pelaksanaan

Diagnosa

keperawatan

Hari/tanggal Waktu Implementasi

Klien 1

Hipertermi

berhubungan

dengan proses

penyakit

Selasa /27

Februari 2018

08.00

WIB

Mengobservasi tanda-tanda

vital (TD, Nadi, RR, Suhu)

S : 40 C

N : 100x/menit

TD : 120/80

mmHg

RR :21x/menit

GCS :4-5-6

Kesadaran : composmentis

Mengompres klien pada

tengkuk dan aksiladengan

kompres hangat

Memberi penjelasan tentang

penyebab demam

50

Klien 2

Hipertermi

berhubungan

dengan proses

penyakit

Selasa/06 maret

2018

09.00

WIB

11.30

WIB

11.45

WIB

12.00

WIB

13.00

WIB

13.40

WIB

14.00

WIB

15.00

WIB

16.00

WIB

08.00

WIB

Menganjurkan klien minum

yang cukup

Menganjurkan supaya tidak

memakai pakian atau selimut

yang tebal

Melakukan injeksi antrain 1 g

(IV), ondansentron 4 mg

(IV)intravena dan memberikan

infus asering 28 Tpm (IV)

Mengobservasi tanda-tanda

vital (TD, Nadi, RR, Suhu)

: 40 C

N : 80x/menit

TD : 80/90 mmHg

RR : 20x/menit

GCS : 4-5-6

Kesadaran :composmentis

Mengompres klien pada

tengkuk dan aksila dengan

kompres hangat

Memberi penjelasan tentang

penyebab demam

Menganjurkan klien minum

yang cukup

Menganjurkan supaya tidak

memakai pakian atau selimut

yang tebal

Melakukan injeksi santagesik

1g, ondansentron 4 mg,

Omeprazole 40 mg, obat oral

sukralfat 1 cth dan infus asering

21 tpm (IV)

Mengobservasi tanda-tanda

vital (TD, Nadi, RR, Suhu)

: 37,9 C

N : 88x/menit

51

Klien 1

Hipertermi

berhubungan

dengan proses

penyakit

Klien 2

Hipertermi

berhubungan

dengan proses

penyakit

Rabu /28 Februari

2018

Rabu /07 maret

2018

08.45

WIB

09.00

WIB

12.00

WIB

13.10

WIB

08.10

WIB

08.50

WIB

TD : 120/60 mmHg

RR :20x/menit

GCS :4-5-6

Kesadaran : composmentis

Mengompres klien pada

tengkuk dan aksila dengan

kompres hangat

Memberi penjelasan tentang

penyebab demam

Menganjurkan klien minum

yang cukup

Menganjurkan supaya tidak

memakai pakian atau selimut

yang tebal

Melakukan infus asering 18 tpm

(IV) dan memberikan obat oral

trolit 1 sachet, sanmol 500 g

(Obat oral)

Mengobservasi tanda-tanda

vital (TD, Nadi, RR, Suhu)

: 37,8 C

N : 80x/menit

TD : 80/90 mmHg

RR : 20x/menit

GCS : 4-5-6

Kesadaran : composmentis

Mengompres klien pada

tengkuk dan aksila jika mulai

demam lagi dengan kompres

hangat

Memberi penjelasan tentang

penyebab demam

Menganjurkan klien minum

yang cukup

Menganjurkan supaya tidak

memakai pakian atau selimut

52

Klien 1

Hipertermi

berhubungan

dengan proses

penyakit

Kamis / 01 maret

2018

09.00

WIB

09.30

WIB

10.00

WIB

08.00

WIB

08.30

WIB

09.00

WIB

yang tebal

Melakukan injeksi intravena

santagesik 1 g (IV),

ondansentron 4 mg (IV),

omeprazole 40 mg (IV) dan

memberikan obat oral sukralfat

1 cth (Oral)

Mengobservasi tanda-tanda

vital (TD, Nadi, RR, Suhu)

: 38,2 C

N : 100x/menit

TD : 120/90 mmHg

RR :21x/menit

GCS :4-5-6

Kesadaran : composmentis

Mengompres klien pada

tengkuk dan aksila dengan

kompres hangat dengan

kompres hangat

Memberi penjelasan tentang

penyebab demam

Menganjurkan klien minum

yang cukup

Menganjurkan supaya tidak

memakai pakian atau selimut

yang tebal

Melakukan injeksi intravena

dexamethaxone1-0-1(IV)dan

memberikan obat oral

omeprazole 20 mg

Mengobservasi tanda-tanda

vital (TD, Nadi, RR, Suhu)

: 39,6 C

N : 85x/menit

TD : 100/80 mmHg

53

Klien 2

Hipertermi

berhubungan

dengan proses

penyakit

Kamis / 08 maret

2018

09.30

WIB

09.40

WIB

08.10

WIB

08.50

WIB

09.10

WIB

09.30

WIB

09.40

WIB

RR :20x/menit

GCS :4-5-6

Kesadaran : composmentis

Mengompres klien pada

tengkuk dan aksila dengan

kompres hangat

Memberi penjelasan tentang

penyebab demam

Menganjurkan klien minum

yang cukup

Menganjurkan supaya tidak

memakai pakian atau selimut

yang tebal

Melakukan injeksi intravena

dexamethaxone 1 mg (IV)

54

Evaluasi

Tabel 4.11 Evaluasi

Evaluasi

Klien 1

Dx.1

Klien 2

Dx.1

17.00 WIB

S : klien mengatakan

demam

O : k/u cukup

Observasi

TTV TD :

120/80

mmHg

N : 100

x/menit

: 39,7 C

RR :

21x/menit

Suhu naik

turun

Mukosa

mulut kering

Kulit teraba

panas

Lemah

A : masalah belum

teratasi

P : intervensi di

lanjutkan

1,2,3,4,5,6,7,8,9

S : klien mengatakan

demam

O : k/u cukup

Observasi

TTV TD :

80/90 mmHg

N : 80

x/menit

: 40 C

RR :

20x/menit

14.00 WIB

S : klien mengatakan

masih demam

O : k/u cukup

Observasi

TTV TD :

120/60

mmHg

N : 88

x/menit

: 37,9 C

RR :

20x/menit

Suhu naik

turun

Mukosa

mulut kering

Kulit terasa

panas

Lemah

A : masalah teratasi

sebagian

P : intervensi di

lanjutkan

1,2,3,4,5,6,7,8,9

S : klien mengatakan

demam

O : k/u cukup

Observasi

TTV TD :

80/90 mmHg

N : 100

x/menit

: 37,8 C

RR : 20

x/menit

11.00 WIB

S : klien mengatakan

masih demam

O : k/u cukup

Observasi

TTV TD :

120/90

mmHg

N : 88

x/menit

: 37,2 C

RR

:21x/menit

Suhu naik

turun

Mukosa

mulut kering

Kulit terasa

panas

Lemah

A : masalah teratasi

sebagian

P : intervensi di

lanjutkan

1,2,3,4,5,6,7,8,9

S : klien mengatakan

demam

O : k/u cukup

Observasi

TTV TD :

100/80

mmHg

N : 100

x/menit

: 38,2 C

RR :

55

Suhu naik

turun

Mukosa

mulut kering

Kulit teraba

panas

Lemah

Mimisan 1x

A : masalah belum

teratasi

P : intervensi di

lanjutkan

1,2,3,4,5,6,7,8,9

Suhu naik

turun

Mukosa

mulut kering

Kulit terasa

panas

Lemah

A : masalah teratasi

sebagian

P : intervensi di

lanjutkan

1,2,3,4,5,6,7,8,9

20x/menit

Suhu naik

turun

Mukosa

mulut kering

Kulit terasa

panas

Lemah

A : masalah teratasi

sebagian

P : intervensi di

lanjutkan

1,2,3,4,5,6,7,8,9

4.2 Pembahasan

Pada bab ini berisi perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan

kasus yang disajikan untuk menjawab tujuan khusus. Setiap temuan perbedaan

diuraikan dengan konsep. Pembahasan disusun sesuai dengan khusus.Pembahasan

berisi tentang mengapa (Why) dan bagaimana (How). Urutan penulisan

berdasarkan paragraph adalah F-O-T (Fakta-Opini-Teori), isi pembahasan sesuai

dengan tujuan khusus yaitu :

4.2.1 Pengkajian

Pada tinjauan kasus pengkajian yang dilakukan peneliti pada Sdri.B dan

Sdri.N yang sama-sama mengalami hipertermi dengan adanya keluhan utama

pada Sdri. B yaitu demam mulai S:40 C, sedangkan pada Sdr. B keluhan

utamanya yaitu demam mulai tangga 19 Februari 2018 : 39.3 C, : 80x menit,

TD: 80/90 mmHg, RR: 20 x/menit, suhu naik turun, mukosa mulut kering, kulit

teraba panas,panas.

Menurut peneliti menyimpulkan tidak ditemukan kesenjangan antara tinjauan

kasus dan tinjauan pustaka, akan tetapi tanda dan gejala yang ada pada tinjauan

pustaka tidak semua muncul pada tinjauan kasus pada Sdri. B dan Sdri. N yaitu

tanda gejala dari masing-masing klien berbeda klien Sdri. B dengan munculnya

gejala petekie pada sebagian tubuhnya, sedangkan klien Sdri. N dengan gejalanya

adalah mimisan 1x. Gejala petekie pada klien diakibatkan oleh virus yang telah

masuk kedalam tubuh klien Sdri. B dan Sdri. N yang masuk kedalam tubuh

melalui gigitan nyamuk aedes aegepty. Pertama-tama terjadi viremia yang

56

mengakibatkan penderita mengalami demam, atau bintik-bintik pada kulit

(petekie). Petekie muncul karena adanya suatu kelainan dari trombosit. Sedangkan

yang dialami pada Sdri. B adalah perdarahan yang lebih luas lagi dibandinkan

dengan petekie. Pada tinjauan kasus kedua klien dengan hipertermi di dapatkan

klien mengatakan badannya panas dan suhu tubuh naik turun.Demam yang

dirasakan kedua klien dikarenakan sudah terinfeksi virus dengue untuk kedua

kalinya. ecara teoritis hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal

36,5 C – 37,5 C ( anda, 2012). Ketika klien mulai merasa tidak nyaman, aliran

darah cepat,terjadi kekurangan cairan sehingga menyebabkan kulit terasa hangat

dan membrane mukosa kering. Sedangkan dengan bintik-bintik kemerahan pada

kulit penderita DBD atau DD kita sebut sebagai petekie. Petekie tersebut terjadi

karena adanya perdarahan yang disebabkan oleh menurunnya kadar trombosit

dalam darah begitu pula dengan mimisan tersebut juga akibat dari manifestasi

perdarahan tersebut (Johny Bayu Fitantra, S.Ked., Medicinesia, 2017).

Didalam tinjauan kasus klien hanya dilakukan pemeriksaan laboratorium pada

Sdri.B dengan hasil Leukosit: 3,11, Hematokrit: 48,30 %, , Trombosit:

34.000/cmm, sedangkan pada Sdr.M Leukosit: 4,94, Hematokrit: 45,60 %,

Trombosit: 42.000/cmm, dengan hasil demikian bisa dipastikan bahwa trombosit

klien 1 dan klien 2 sama-sama menurun dengan drastis, disertai dengan

hematokrit ada peningkatan, dengan demikian hasil laboratorium bisa dipastikan

klien 1 dan klien 2 terdiagnosa mengalami Dengue Hemorrhagic Fever.

Menurut peneliti tidak ditemukan kesenjangan antara tinjauan kasus dan tinjauan

pustaka dalam pemeriksaan penunjang,akan tetapi pemeriksaan penunjang yang

ada pada tinjauan pustaka tidak semua dilakukan pada kasus Sdri. B dan Sdri. N

dikarenakan hal yang paling penting untuk membedakannya antara DHF dan

penyakit lainnya adalah adanya pemeriksaan darah yang menunjukkan trombosit

menurun (trombositopenia) dan hematokrit (PCV/HCT) yang meningkat

(hemokonsentrasi). Untuk itu dilakukan pemeriksaan laboratorium pada klien

Sdri. B dan Sdri. N.

Namun tinjauan pustaka disebutkan bahwa pemeriksaan penunjang yang

dilakukan pada penderita demam berdarah dengue antara lain menurut Cris Tanto

(2014) : laboratorium, pemeriksaan, radiologis, dan serulogi: uji hemaglutinasi

inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase konvalens. Trombosit merupakan

senyawa yang berfungsi untuk menghentikan perdarahan dengan membentuk

semacam penyumbat pada lesi. Tubuh kita senantiasa mengalami lesi-lesi kecil

yang seringkali tidak terlihat, tetapi segera ditutup oleh trombosit dan sistem

hemostasis lainnya sehingga kita tidak menyadarinya. Pada penderita infeksi

dengue yang mengalami penurunan jumlah trombosit secara signifikan, fungsi

hemostasis tersebut terganggu sehingga muncul manifestasi perdarahan berupa

petekie. Serta manifestasi perdarahan tidak hanya terbatas pada petekie saja

57

melainkan dapat berupa ekimosis (perdarahan yang lebih luas dari petekie, seperti

memar), epistaksis (mimisan), perdarahan gusi, perdarahan lambung (yang dapat

menyebabkan muntah darah dan buang air besar warna hitam) hingga perdarahan

otak. Pada prinsipnya, perdarahan dapat terjadi di mana saja di seluruh tubuh.

Penurunan trombosit dapat diamati dengan pemeriksaan darah lengkap terutama

kadar trombosit darah (Johny Bayu Fitantra, S.Ked., Medicinesia, 2017).

4.2.2 Diagnosa keperawatan

Pada kasus Sdri. B dan Sdri. N ini penelitian menegakkan diagnosis utama

yaitu hipertermi berhubungan dengan proses penyakit terhadap demam yang

tinggi didukung oleh data-data subjektif pada Sdri. B yaitu demam mulai tanggal

19 Februari 2018 :39 C, sedangkan pada Sdri. N keluhan utamanya yaitu

demam mulai tanggal 03 Maret 2018 : 40 C, : 80x menit, TD: 80 90 mmHg,

RR: 20 x/menit, suhu naik turun, mukosa mulut kering, kulit terasa panas,

mimisan 1 kali, panas.

Peneliti memprioritaskan diagnosa hipertermi karena merupakan kebutuhan dasar

manusia yang harus dipenuhi, hal ini dapat menyebabkan dehidrasi berat dan

dapat merusak bagian-bagian tubuh lainnya bahkan bisa jadi syok, serta dapat

beresiko kejang demam. Demikian pada hasil penelitian sesuai dengan teori atau

tidak ada kesenjangan antara lain laporan kasus dengan teori.Hipertermi adalah

suhu inti tubuh diatas kisaran normal di oral karena kegagalan termoregulasi.

Batasan karakteristik : Apnea, pada dewasa nafsu makan berkurang, Gelisah,

Hipotensi, Kejang, Koma, Kulit kemerahan, Kulit terasa hangat, Latergi, Postur

abnormal, Stupor, Takikardi, Takipnea, Vasodilatasi(Nanda, 2015-2017).

4.2.3 Intervensi keperawatan

Pada kasus Sdri. B dan Sdri. N ini penelitian menegakkan diagnosis utama yaitu

hipertermi berhubungan dengan proses penyakit terhadap demam yang tinggi

didukung oleh data-data subjektif pada Sdri. B yaitu demam mulai tanggal 19

Februari 2018 :39 C, sedangkan pada Sdri. N keluhan utamanya yaitu demam

mulai tanggal 03 Maret 2018 : 40 C, : 80x menit, TD: 80 90 mmHg, : 20

x/menit, suhu naik turun, mukosa mulut kering, kulit terasa panas, mimisan 1 kali,

panas. Menurut penelitian intervensi keperawatan yang diberikan pada klien

hipertermi sudah sesuai dengan teori dan hasil penelitian, sehingga tidak

ditemukan kesenjangan antara hasil laporan kasus dengan teori. Dengan kasus

yang sama hipertermi antara klien Sdri. B dan Sdri. N pada fase ini suhu pasien

sama-sama naik turun dengan demikian intervensi yang dilakukan pada klien Sdri.

B dan Sdri. N sama yaitu dengan mengobservasi TTV, menurunkan suhu tubuh

secara signifikan, serta terapi obat oleh anjuran dokter.

58

Intervensi keperawatan yang diberikan NIC: vital sign status dan NIC: monitor

suhu sesering mungkin, monitor warna kulit, monitor tekanan darah, nadi dan RR.

Monitor penurunan tingkat kesadaran, berikan antipiretik, berikan pengobatan

untuk mengatasi penyebab demam. Selimuti pasien, kolaborasi pemberian cairan

intravena (Nanda NIC-NOC 2015-2017).

4.2.4 Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan pada Sdri.B adalah mencatat : 39,7 C, TD: 120/80

mmHg, N: 100x/menit, RR: 21x/menit, suhu naik turun, mukosa mulut kering,

kulit terasa panas, lemah dan mendapat terapi farmakologi injeksi Antrain 3x1 gr

(IV), ondansentron 2x4 mg (IV),trolit sachet 1x1 gr (oral), sanmol 3x500 g(oral),

memasang infus asering 1500 cc, sedangkan pada Sdri.N hasil di dapatkan : 40

C, TD: 80/90 mmHg, N: 80x/menit, RR: 20x/menit, suhu naik turun, mukosa

mulut kering, kulit terasa panas, lemah dan mendapat terapi farmakologi injeksi

santagesik 3x1 g (IV), ondansentron 2x4 mg (IV), pemberian obat oral yaitu trolit

1x1 sachet (Oral), pamol 3x500 g (Oral), Omeprazole2x20 mg (Oral), memasang

infus asering 1500 cc.

Menurut peneliti impementasi yang dilakukan bisa saja berbeda dengan intervensi

yang dibuat, karena peneliti harus menyesuaikan dengan kondisi dari klien itu

sendiri, jika keadaan klien sudah membaik dari apa yang di perkirakan

kesembuhannya, serta keadaan klien yang mendadak memburuk kembali,

tentunya implementasinya juga akan berbeda dengan klien Sdri. B dan Sdri. N.

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah

kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang

dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005). Kenaikan suhu tubuh

(hipertermi) berhubungan dengan proses penyakit. Tindakan keperawatan yang

telah terlaksana sesuai dengan rencana keperawatan antara lain: memonitor suhu

tubuh minimal 2 jam sekali, memberikan kompres hangat pada aksila dan lipatan

paha, menganjurkan keluarga untuk membatasi aktifitas klien, berkolaborasi

dengan tim medis lain dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik.

Implementasi yang penulis lakukan sudah terlaksana sesuai intervensi yang

tercantum (Rohmad Adi Candra,2013).

4.2.5 Evaluasi keperawatan

Pada 26 Februari 2018 pada Sdri. B mengatakan badannya panas, kesadaran:

composmentis, GCS: 4-5-6, :39 C, : 100x menit, TD: 120 80 mmHg, : 21

x/menit. Intervensi dilanjutkan, sedangkan pada Sdri. N keluhan utamanya yaitu

demam kesadaran: composmentis, C : 4-5-6, : 40 C, : 80x menit, TD: 80 90

59

mmHg, RR: 20 x/menit, suhu naik, mukosa mulut kering, kulit terasa panas,

mimisan 1 kali, panas. Intervensi dilanjutkan. Pada 27 Februari 2018 pada Sdri.B

mengatakan badannya masih panas, kesadaran: composmentis, C : 4-5-6,

:37,9 C, : 88x menit, TD: 120 60 mmHg, : 20 x menit. Intervensi

dilanjutkan, sedangkan pada 28 Februari 2018 Sdri. B keluhan utamanya yaitu

demam dengan kesadaran: composmentis, C : 4-5-6, : 37,8 C, : 80x menit,

TD: 80/90 mmHg, RR: 20 x/menit, suhu naik, mukosa mulut kering, kulit terasa

panas, panas. Intervensi dilanjutkan.

Pada06 maret 2018 pada Sdri. N mengatakan badannya masih lemah, kesadaran:

composmentis, GCS: 4-5-6, :37,2 C, : 100x menit, TD: 120 90 mmHg, : 20

x/menit. Intervensi dilanjutkan, sedangkan pada 07 maret 2018 Sdri. N keluhan

utamanya yaitu demam kesadaran: composmentis, C : 4-5-6, :38,2 C, :

85x/menit, TD: 100/80 mmHg, RR: 20 x/menit, suhu naik turun, mukosa mulut

kering, kulit terasa panas, panas. Intervensi dilanjutkan.

Menurut peneliti pada evaluasi pertama masalah belum teratasi pada klien 1 dan 2,

dengan keluhan pada klien 1 mengatakan badannya panas, klien mengatakan

lemes. Sedangkan pada klien 2 dengan keluhan badannya demam, dan klien

mengatakan lemah. Pada evaluasi kedua masalah telah teratasi sebagian dengan

keluhan pada klien 1 mengatakan badannya masih demam, klien mengatakan

masih lemah. Sedangkan klien 2 dengan keluhan badannya masih agak demam

dan masih lemah. Pada evaluasi ketiga masalah telah teratasi sebagian dengan

keluhan pada klien 1 mengatakan badannya sudah tidak demam, klien mengatakan

masih lemah. Sedangkan klien 2 dengan keluhan badannya agak demam dan

masih lemah.Mengacu pada intervensi dan implementasi, dari hasil evaluasi

diagnosa yang teratasi : Kenaikan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan

proses penyakit. Tindakan keperawatan yang telah terlaksana sesuai dengan

rencana keperawatan. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) juga penyakit yang

disebabkan virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang

disertai dengan gejala awal yaitu hipertermi dengan manifestasi klinisnya yaitu

perdarahan di bawah kulit (petekie) serta mimisan atau perdarahan lainnya

(Misnadiarly, 2009).

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien yang tujuan

telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga

kesehatan (Wijaya, 2013).

60

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan apa yang penulis dapatkan dalam laporan kasus dan pembahasan

pada asuhan keperawatan dengan masalah hipertermi pada Sdri. B dan Sdri. N

dengan demam berdarah dengue di RSUD Bangil Pasuruan, maka penulis

mengambil kesimpulan

1. Pengkajian

Pengkajian yang didapat pada Sdri. B pada tanggal 25 Februari 2018 secara

objektif klien mengatakan badannya panas dan panasnya naik turun. Akhirnya

keluarga klien membawa klien ke Rumah sakit. Dengan keluhan pada Sdri. B

dengan keluhan badan panas dengan suhu tubuh 40 C dan pengkajian yang di

dapat pada Sdri. B pada tanggal 25 Februari 2018 secara objektif klien

mengatakan badan panas dengan suhu tubuh 39,3 C. Berdasarkan diagnosa

keperawatan pada keluarga 1 dan keluarga 2 didapatkan diagnosa ketidak

mampuan koping keluarga dalam merawat anggota yang sakit. Karena keluarga

tampak tidak begitu memperhatikan kesehatan klien.

2. Intervensi

Berdasarkan intervensi pada kasus Sdri. B dan Sdri. N ini penelitian menegakkan

intervensi keperawatan pada sdri.B yaitu demam mulai19 Februari 2018, monitor

suhu:, 40 C monitor tekanan darah, nadi, : TD: 120 80 mmHg, : 100x mnit,

RR: 21x/menit, monitor kulit: kulit terasa panas. Sedangkan pada sdri .N

didukung oleh data-data sebagai berikut yaitu demam mulai27 februari 2018,

monitor suhu: 39.3 C, monitor tekanan darah, nadi, RR: TD: 80/90 mmHg, N:

80x/mnit, RR: 20x/menit, monitor kulit: kulit terasa panas serta mimisan 1x.

3. Implementasi

Berdasarkan implementasi keperawatan pada Sdri. B adalah mencatat S: 40 C,

monitor tekanan darah, nadi, RR: TD: 120/80 mmHg, N: 100x/mnit, RR:

21x/menit, suhu naik turun, mukosa mulut kering, kulit terasa panas, lemah dan

terdapat petekie serta mendapatkan terapi farmakologi injeksi antrain 3x1 g (IV),

ondansentron 2x4 mg melalui intravena dan memberikan infus asering 28 Tpm.

Sedangkan sdri.N dengan hasil : 39.3 C, monitor tekanan darah, nadi, : TD:

80/90 mmHg, N: 80x/mnit, RR: 20x/menit, monitor kulit: kulit terasa panas, suhu

naik turun,mukosa mulut kering,lemah serta mimisan 1x. Mendapatkan terapi

farmakologi injeksi santagesik 3x1g (IV), ondansentron 2x4 mg (IV),Omeprazole

1x40 mg (IV), obat oral sukralfat 3x1 cth (Oral) dan infus asering 21 tpm (IV).

61

4. Evaluasi

Berdasarkan catatan perkembangan pada hari senin 25 Februari 2018 pada Sdri. B

yaitu: klien mengatakan badannya masih panas serta lemah. Keadaan cukup

kesadaran: composmentis, GCS:4-5-6, S:40 C, TD: 120/80 mmHg, N: 100x/mnit,

RR: 21x/menit. Intervensi dilanjutkan. Sedangkan pada Sdri. N yaitu: klien

mengatakan badannya masih panas, kesadaran: composmentis, kesadaran cukup,

C : 4-5-6, 39.3 C :, TD: 80 90 mmHg, : 80x mnit, : 20x menit.

Intervensi dilanjukan

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran antara lain :

a. Bagi responden

Terutama pada klien 1 dan klien 2 dalam pemberian terapi dan farmaologi

sangat antusias merespon perintah ataupun tindakan perawat bagi klien

maupun keluarga klien menerapkan hasil kolaborasi perawat antar klien

ataupun keluarga klien dengan ketentuan yang ada dan diharapkan

pengetahuan klien maupun keluarga klien dapat bertambah tentang

penyakit demam berdarah dengue , demi dapat menciptakan klien yang

sehat,dapat membantu proses kesehatan masyarakat dan demi kelancaran

proses asuhan keperawatan pada klien.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Institusi diharapkan lebih meningkatkan penyebab klien kuang

pengetahuan tentang demam mengenai faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan klien sehingga dapat memudahkan penelitian

selajutnya untuk melakukan penelitian factor lain yang dapat

mempengaruhi pengetahuan klien tentang penyakit demam berdara

dengue.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil laporan Kasus dapat digunakan sebagai bahan informasi dan

referensi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan

pada klien demam berdarah dengue dengan masalah hipertermi

62

63

64

DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti Yati & Nur Rachmawati Imami, 2014. Metodologi Penelitian dalam

Riset Keperawatan. Ed.1. Cet. 2. Jakarta : Rajawali Pers.

Amira Sandi Kurniawati, 2016. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Anak

yang Mengalami Demam Berdarah Dengue Grade 2 Dengan Masalah Hipertermi

Di Ruang Seruni RSUD Jombang. Jombang.

Bulechek Gloria & Howard Buthcer dkk, 2016. Nursing Interventions

Classification (NIC), 6th Indonesian edition. Singapore : Elsevier Inc.

Candra Aryu, 2010. Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan.

Jurnal Demam Berdarah Dengue, Vol. 2 No. 2npp. 110 –119.

Candra Adi Rohmad,2013. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. F dengan Dengue

Haemorragic Fever (DHF) di Bangsal Multazam RS PKU Muhammadiyah

Surakarta. Surakarta.

Carpenitto Lynda Juall, 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.

Jakarta : EGC.

CM Imelda, 2015. Universitas Sumatra Utara, dilihat 05 Januari 2017

Dinas Kesehatan Kota Pasuruan. 2015. Profil Kesehatan Kota Pasuruan Tahun

2015. Pasuruan : Dinas Kesehatan Kota Pasuruan.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). Nanda International Nursing

Diagnoses : Definitions & Classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53138/4/Chapter%20II.pdf

ICME STIKes, 2016. Buku Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah : Studi

Kasus, Jombang : Stikes Icme

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Buletin Jendela Epidemologi :

Demam Berdarah Dengue, vol. 2. Jakarta : Redaksi.

Lestari K. 2007. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue

(DBD) Di Indonesia. Farmaka. Desember, Vol. 5 No. 3: hal . 12-29

Moorhed Sue & Marion Johnson dkk, 2016. Nursing Outcomes Classification

(NOC), 5th

Indonesian edition. Singapore : Elsevier Inc.

Nadesul Hendrawan, 2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Jakarta

: PT Kompas Media Nusantara.

65

Novriani, H 2002, Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue

dan Dengue Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran.;Vol 134:46-9

Nurarif Amin Huda & Kusuma Hardhi, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 1. Jogjakarta : Media

Action.

Nurarif Amin Huda & Kusuma Hardhi, 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 1 dan 2. Jogjakarta :

Media Action.

Saferi Wijaya Andra dan Mariza Putri Yessie, 2013. KMB 2 Keperawatan

Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.

Soedarto, 2012. Demam Berdarah Dengue : Dengue Haemorrhagic Fever.

Jakarta : CV Sagung Seto.

Sri Rezeki H. Hadinegoro. 2004. Tata Laksana Demam Dengue : Demam

Berdarah Dengue. Jakarta : Departemen Kesehatan Indonesia.

Sudjana Primal, 2010. Diagnosis Dini Demam Berdarah Dengue Dewasa.

file:///C:/Users/Windows%2010/Downloads/buletin-dbd.pdf. (Diakses pada bulan

agustus 2010)

Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta : Media

Aesculapius.

World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive

Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic

Fever. India: WHO; 2011.p.1-67. http://midwifery.blog.uns.ac.id/demam-

berdarah-dengue/