repo-nkm.batan.go.idrepo-nkm.batan.go.id/5161/1/Tesis Jadi_Fariz Chandra Perdana_FIA... · BAB 1...
Transcript of repo-nkm.batan.go.idrepo-nkm.batan.go.id/5161/1/Tesis Jadi_Fariz Chandra Perdana_FIA... · BAB 1...
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 mengamanatkan bahwa
pembangunan aparatur negara adalah melalui Reformasi Birokrasi. Reformasi
Birokrasi hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan perubahan terhadap
sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut aspek kelembagaan
(organization), ketatalaksanaan (business process), dan sumber daya manusia
aparatur (human capital). Tiga komponen kunci dalam birokrasi pemerintahan ini
menjadi sorotan publik atas kelembagaan yang gemuk, tatalaksana yang tidak
jelas, dan kualitas sumber daya aparatur yang rendah (Rakhmawanto, 2015:228).
Sehingga hal tersebut menjadi penyebab tidak dapat terpenuhinya harapan
masyarakat yang mengharapkan birokrasi yang baik yaitu yang mampu
menunjukkan kinerja yang baik, melakukan kegiatan pemenuhan urusan dan
kepentingan publik dengan lebih produktif, berkualitas, responsif, responsibel dan
akuntabel (Sudrajat, 2013:84).
Penyempurnaan dan peningkatan kualitas reformasi birokrasi nasional
untuk membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan
terpercaya dengan sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya kualitas
birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik dalam mendukung peningkatan
daya saing dan kinerja pembangunan nasional di berbagai bidang sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, salah satu amanahnya adalah dengan
diimplementasikannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (UU ASN) secara konsisten di seluruh instansi pemerintah.
Landasan filosofis diundangkannya UU ASN salah satunya untuk
mereformasi dan memperbaiki manajemen kepegawaian Aparatur Sipil Negara
(ASN) dengan harapan terjadi peningkatan kompetensi ASN, sehingga dapat lahir
ASN yang kompeten, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi
politik, dan bersih dari praktik KKN (Rakhmawanto, 2015:235). Menurut
Universitas Indonesia
2
Setiawati (2017), adanya reformasi dalam manajemen kepegawaian didorong oleh
beberapa “driving factors”, diantaranya yaitu: a) penetapan formasi PNS belum
melalui analisis jabatan, analisis beban kerja dan perencanaan SDM yang benar,
b) penempatan dan pengangkatan dalam jabatan belum berbasis kompetensi
sehingga terjadi mismacht, c) kualifikasi dan kompetensi PNS tidak sesuai
kebutuhan, dan d) masalah overstaff (kelebihan secara kuantitas/jumlah) dan
understaff (kekurangan secara kualitas/kompetensi). Sedangkan menurut
Asshiddiqie (2013) dalam Sudrajat (2013:88), menyebutkan bahwa urgensi
penataan sistem manajemen SDM Aparatur didasarkan pada fakta bahwa
organisasi pemerintah cenderung gemuk dan tidak kaya fungsi.
Selanjutnya Setiawati (2017) menyampaikan bahwa dengan
diberlakukannya UU ASN akan membawa beberapa implikasi, terutama pada
profesionalisme PNS yang dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a) Penetapan Standar Kompetensi,
b) Peningkatan kemampuan PNS berbasis kompetensi,
c) Sistem nasional diklat PNS berbasis kompetensi,
d) Sertifikasi kompetensi profesi,
e) Pengukuran kinerja individu,
f) Penguatan jabatan fungsional (penambahan jumlah, pola karir,
peningkatan kemampuan, dan penambahan tunjangan), dan
g) Pengembangan karir PNS.
Sesuai dengan pernyataan Setiawati (2017) tersebut bahwa membangun
profesionalisme SDM Aparatur adalah dengan kompetensi, yang dimulai sejak
dari pengangkatan PNS dalam suatu jabatan yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip profesionalisme dan syarat-syarat obyektif seperti tertuang dalam Pasal 68
UU ASN, bahwa “PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada Instansi
Pemerintah dan pengangkatannya ditentukan berdasarkan perbandingan obyektif
antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.”
Kompetensi merupakan hal penting dalam manajemen kepegawaian,
karena kompetensi merupakan karakteristik yang memungkinkan individu untuk
melakukan tindakan mereka dengan sukses dan dengan cara yang patut dicontoh
(Sienkiewicz et.al., 2014:8). Hal ini berarti bahwa kompetensi adalah karakteristik
Universitas Indonesia
3
yang mendasari individu dengan merujuk pada kriteria efektif dan atau kinerja
unggul dalam jabatan tertentu untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu
semua aktivitas organisasi sebaiknya selalu didasarkan pada kompetensi orang
yang dipekerjakan, maka manajemen SDM berbasis kompetensi sangat penting
bagi organisasi yang implementasinya diharapkan akan berdampak positif bagi
kinerja organisasi (Sienkiewicz et.al., 2014:5).
Pada organisasi sektor publik, ada tuntutan kualifikasi atas kompetensi
SDM di institusi pemerintah untuk menciptakan SDM yang berkualitas. Sehingga
pengembangan SDM aparatur saat ini dan yang akan datang diarahkan kepada
penataan kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya. Hal ini telah dimulai
dengan ditetapkannya Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN)
Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan.
Peraturan ini dibuat untuk menjamin obyektivitas, keadilan, dan transparansi
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatan dan guna mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta menjamin keberhasilan
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan.
Kompetensi melekat pada jabatan karena untuk menduduki suatu jabatan
diperlukan keahlian maupun keterampilan tertentu, dan jabatan merupakan salah
satu komponen dalam sebuah organisasi tempat berkumpulnya orang-orang
melakukan aktivitas secara individu atau bersama guna mencapai suatu tujuan.
Jabatan merupakan penyebutan yang lebih spesifik sebagai posisi atau tempat
untuk bekerja. Di pemerintahan, misalnya dalam Peraturan Permintah Nomor 15
Tahun 1994 dan Peraturan Permintah Nomor 16 Tahun 1994 jabatan didefinisikan
sebagai kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
seorang pegawai negeri sipil dalam rangka suatu satuan organisasi. Jabatan dapat
diartikan juga sebagai sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas atau
berhubungan satu sama lain, dan dalam pelaksanaannya dituntut kecakapan,
pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan (kompetensi) meskipun tersebar
diberbagai tempat dalam organisasi.
Terdapat perbedaan pengelompokan jabatan dalam manajemen
kepegawaian, seperti dapat kita lihat dengan manajemen kepegawaian lama
dengan menggunakan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-
Universitas Indonesia
4
Pokok Kepegawaian, dan dengan manajemen kepegawaian baru menggunakan
UU ASN, yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.1. Perbandingan Pengelompokan Jabatan.
No Peraturan Pengelompokan Jenis Jabatan
1. Undang-undang
43 Tahun 1999
tentang Pokok-
Pokok
Kepegawaian.
1. Jabatan Struktural :
a) Eselon I.
b) Eselon II.
c) Eselon III.
d) Eselon IV.
e) Eselon V.
2. Jabatan Fungsional :
a) Jabatan Fungsional Umum.
b) Jabatan Fungsional Tertentu.
2. Undang-undang
5 Tahun 2014
tentang Aparatur
Sipil Negara.
1. Jabatan Pimpinan Tinggi :
a) Jabatan Pimpinan Tinggi Utama.
b) Jabatan Pimpinan Tinggi Madya.
c) Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama.
2. Jabatan Administrasi :
a) Jabatan Administratur.
b) Jabatan Pengawas.
c) Jabatan Pelaksana.
3. Jabatan Fungsional.
Sumber: UU 8 Tahun 1974 jo. UU 43 Tahun 1999 dan UU 5 Tahun 2014.
Adanya pengelompokkan jabatan tersebut karena suatu jabatan dibentuk dengan
memiliki tugas, fungsi, dan peran masing-masing sesuai dengan ketentuan yang
dipisahkan secara jelas, seperti tertuang dalam UU ASN. Jabatan Pimpinan Tinggi
dan Jabatan Administrasi mempunyai tugas dan tanggung jawab pekerjaan
manajerial, sedangkan Jabatan Fungsional memiliki tugas dan tanggung jawab
pekerjaan teknis dan fungsionalnya sesuai dengan dasar keilmuan dan spesialisasi
keahlian/ketrampilan masing-masing.
Sesuai dengan semangat yang dibawa oleh UU ASN yaitu “miskin
struktur tapi kaya fungsi”, saat ini banyak terjadi penurunan jumlah formasi
jabatan struktural dan penambahan jumlah formasi jabatan fungsional di instansi
pemerintah. Adanya penambahan formasi jabatan fungsional adalah untuk
Universitas Indonesia
5
mewadahi pegawai agar masuk ke dalam jabatan fungsional, terutama bagi
pemegang jabatan pelaksana. Hal ini disebabkan karena jabatan pelaksana adalah
jabatan yang tidak mempunyai jenjang jabatan sehingga pembinaannya kurang
efektif dan terarah. Realita menunjukkan, umumnya PNS yang menduduki jabatan
fungsional umum atau jabatan pelaksana memiliki kemampuan standar, maka arah
kebijakan pemerintah adalah mengarahkan pemegang jabatan fungsional umum
atau jabatan pelaksana menjadi jabatan fungsional sehingga memiliki kemampuan
serta keahlian (Sudrajat, 2013:89).
Dibandingkan dengan jabatan struktural, jabatan fungsional mempunyai
berbagai keuntungan dan nilai tambah, misalnya pola karir yang lebih jelas karena
seorang pejabat fungsional dimungkinkan untuk bisa naik pangkat dua tahun
sekali apabila telah mengumpulkan angka kredit sesuai yang ditentukan, kegiatan
dalam jabatan fungsional sangat jelas karena butir-butir kegiatannya ditetapkan
dalam Peraturan Menteri PAN Dan RB dan Peraturan Kepala BKN sehingga tolak
ukur kegiatannya dan pengukuran kinerjanya jelas, seorang pejabat fungsional
mendapatkan tunjangan fungsional dan tunjangan kinerja sesuai dengan jenjang
jabatannya, dan batas usia pensiunnya sampai dengan 60 tahun untuk jenjang
jabatan Ahli Madya dan 65 tahun untuk jenjang jabatan Ahli Utama.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 jabatan fungsional
adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu
serta bersifat mandiri, sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
menyebutkan bahwa jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi
fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada
keahlian dan keterampilan tertentu. Kedua peraturan tersebut mensyaratkan
keahlian dan keterampilan tertentu, artinya bahwa jabatan fungsional adalah
jabatan yang memerlukan kompetensi tertentu yang dibuktikan dengan sertifikasi
dan/atau penilaian tertentu, dan bersifat mandiri dalam melaksanakan tugas
profesinya. Oleh karena itu tepat kiranya pembentukan jabatan fungsional adalah
instrumen penting dalam membentuk profesionalisme ASN berdasarkan
kompetensi. Program pengembangan jabatan fungsional secara nasional
Universitas Indonesia
6
memunculkan tren pertumbuhan jabatan fungsional di Indonesia seperti tersaji
dalam Tabel 1.2. berikut ini:
Tabel 1.2. Perkembangan Jabatan Fungsional.
Jabatan
Fungsional
Tahun
2012
Tahun
2013
Tahun
2014
Tahun
2015
Tahun
2016
Tahun
2017
Terampil
dan Ahli
110
jenis
124
jenis
142
jenis
142
jenis
147
jenis
151
jenis
Sumber: diolah dari http://www.anri.go.id dan http://www.kopertis12.go.id, tahun 2017
Tabel 1.2. menunjukkan peningkatan jumlah jenis jabatan fungsional di
instansi pemerintah. Hal ini berdampak pada perpindahan atau lompatan ke dalam
jabatan fungsional karena dibentuknya jabatan fungsional baru, terlebih lagi
dengan dibukanya kran pengangkatan PNS ke dalam jabatan fungsional melalui
mekanisme penyesuaian/inpassing sampai dengan bulan Desember 2018 sesuai
dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Pemerintah Dan Reformasi
Birokrasi Nomor 26 Tahun 2016 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
Dalam Jabatan Fungsional melalui Penyesuaian/Inpassing.
Menurut Sulistyani dan Sukmayeti (2007:12) tumbuhnya jabatan
fungsional perlu diwaspadai karena seringkali rumpun jabatan fungsional menjadi
“keranjang sampah”, yaitu menerima lemparan SDM yang sudah tidak dapat
berkembang lagi di jalur lain, misalnya jalur struktural. Jika dianalogikan sebagai
suatu limbah, memungkinkan dilakukannya daur ulang profesi, dengan
mengawali karir di jabatan fungsional setelah lama berkecimpung pada karir di
jabatan struktural. Daur ulang profesi ini sangat beresiko, karena tidak akan ada
potensi dan kemampuan optimal yang dapat untuk disumbangkan, mengingat
hanya terdiri atas sekelompok pejabat yang telah mengalami kejenuhan.
Penetapan jabatan fungsional dan pengangkatan pegawai dalam jabatan
fungsional dalam suatu unit instansi pemerintah dimungkinkan sepanjang jabatan
fungsional tersebut sesuai dengan tugas dan fungsi dari instansi tersebut. Melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 jo. Peraturan Presiden Nomor 40
Universitas Indonesia
7
Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil dinyatakan bahwa
terhadap tugas, pekerjaan dan tanggung jawab seorang pejabat fungsional,
Pemerintah telah menyiapkan dan memfasilitasi setiap Instansi Pemerintah untuk
berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu manajemen dan organisasi.
Penguatan jabatan fungsional pada sebuah instansi pemerintah, baik dalam sisi
manajemen, peran dan kompetensi Jabatan Fungsional menurut Sudewo (2015)
dilakukan melalui revitalisasi jabatan fungsional yang mengandung beberapa
implikasi perubahan bagi organisasi, sebagai berikut:
a) Rasionalisasi jabatan struktural dan Jabatan fungsional (right sizing).
b) Manajemen karier, pola karier dan rencana karier pegawai.
c) Program diklat yang terstruktur berdasarkan kebutuhan pembinaan
karier pegawai dan pengembangan profesionalisme setiap jabatan yang
didukung oleh lembaga penyelenggaraan diklat yang establish.
d) Harga jabatan dan harga kinerja jabatan.
e) Penerapan prinsip ‘the right person on the right place and the right
time’.
f) Penyelarasan pengelolaan kinerja pegawai dan penilaian prestasi kerja
pegawai.
g) Penghargaan kepada pegawai, baik penghargaan yang bersifat finansial
maupun non finansial, dan
h) Sistem, budaya kemitraan dan kerjasama antara jabatan struktural dan
jabatan fungsional berdasarkan kode etik yang berlaku.
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sudewo (2015) tersebut di atas
dan sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dalam melaksanakan UU ASN
di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), melalui Peraturan Kepala BATAN
Nomor 14 Tahun 2013 tanggal 27 Desember 2013 tentang Organisasi dan Tata
Kerja BATAN dilakukan rasionalisasi jabatan struktural dan jabatan fungsional
melalui perampingan organisasi (right sizing) dengan mekanisme reorganisasi.
Perbandingan struktur BATAN dapat dilihat dalam Tabel 1.3. berikut ini:
Universitas Indonesia
8
Tabel 1.3. Perbandingan Struktur Jabatan Struktural di BATAN
No Nama Jabatan PerKa. BATAN Nomor
392/KA/XI/2005
KepKa. BATAN
Nomor 14 Tahun 2013
1. Eselon I / Jabatan
Pimpinan Tinggi
Madya dan Utama
6 Jabatan 5 Jabatan
2. Eselon II / Jabatan
Pimpinan Tinggi
Pratama
22 Jabatan 22 Jabatan
3. Eselon III / Jabatan
Administrator
105 Jabatan 90 Jabatan
4. Eselon IV / Jabatan
Pengawas
219 Jabatan 185 Jabatan
Jumlah Total 352 Jabatan 302 Jabatan
Sumber : diolah dari Peraturan dan Keputusan Kepala BATAN, 2005 dan 2013
Tabel 1.3. menunjukkan bahwa reorganisasi di BATAN membawa
implikasi terjadinya pengurangan jumlah jabatan struktural dari 352 jabatan
menjadi 302 jabatan. Selanjutnya, melalui Keputusan Kepala BATAN Nomor
237/KA/2015 tentang Analisis Beban Kerja (ABK) BATAN dan Keputusan
Kepala BATAN Nomor 30/KA/II/2017 tentang Formasi Jabatan BATAN, telah
ditetapkan jumlah formasi jabatan fungsional di BATAN yang mengalami
penambahan baik dari jumlah jenis jabatan maupun jumlah formasi jabatan.
Perkembangan JF di BATAN dapat dilihat dalam Tabel 1.4. sebagai berikut :
Tabel 1.4. Perkembangan Jabatan Fungsional di BATAN.
No Jabatan
Fungsional
PerKa. BATAN
Nomor 7 Tahun
2013
KepKa. BATAN
Nomor
237/KA/2015
KepKa.
BATAN Nomor
30/KA/II/2017
1 Jenis jabatan 23 Jabatan 27 Jabatan 30 Jabatan
2 Jumlah Formasi 1.757 Formasi 1.918 Formasi 2.106 Formasi
3 Jumlah pemangku 1.098 Pegawai
(per Desember
1.322 Pegawai 1.351 Pegawai
(per 16 Januari
Universitas Indonesia
9
No Jabatan
Fungsional
PerKa. BATAN
Nomor 7 Tahun
2013
KepKa. BATAN
Nomor
237/KA/2015
KepKa.
BATAN Nomor
30/KA/II/2017
2013) (per Oktober
2017)
2018)
Sumber : diolah dari SIM SDM BATAN, 2018.
Berdasarkan Keputusan Kepala BATAN Nomor 123/KA/III/2018 Tentang
Kompetensi BATAN diatur mengenai kompetensi yang ada di BATAN dan
dipisahkan antara kompetensi inti dan kompetensi pendukung atau manajemen
yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas. Dari total 30 jabatan fungsional yang
ada, terdapat satu jabatan fungsional binaan BATAN yaitu jabatan fungsional
Pranata Nuklir yang tergolong dalam kompetensi inti di BATAN. Berikut ini tabel
jenis jabatan fungsional yang sampai dengan saat ini ada di BATAN:
Tabel 1.5. Jenis Jabatan Fungsional di BATAN
No Nama Jabatan Fungsional Jenis Kompetensi
1 Peneliti Inti
2 Perekayasa Inti
3 Teknisi Litkayasa Inti
4 Pengawas Radiasi Inti
5 Pengendali Dampak Lingkungan Inti
6 Penyelidik Bumi Inti
7 Pranata Nuklir Inti
8 Radiografer Inti
9 Pembimbing Kesehatan Kerja Inti
10 Analis Kepegawaian Pendukung
11 Arsiparis Pendukung
12 Auditor Kepegawaian Pendukung
13 Auditor Pendukung
14 Dokter Gigi Pendukung
15 Dokter Pendukung
Universitas Indonesia
10
No Nama Jabatan Fungsional Jenis Kompetensi
16 Dosen Pendukung
17 Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pendukung
18 Perancang Peraturan Perundang-Undangan Pendukung
19 Perawat Gigi Pendukung
20 Perawat Pendukung
21 Perencana Pendukung
22 Pranata Humas Pendukung
23 Pranata Komputer Pendukung
24 Pranata Laboratorium Kesehatan Pendukung
25 Pustakawan Pendukung
26 Widyaiswara Pendukung
27 Apoteker Pendukung
28 Asisten Apoteker Pendukung
29 Asessor SDM Aparatur Pendukung
30 Perekam Medis Pendukung
Sumber : diolah dari SIM SDM BATAN, 2018.
Idealnya pengembangan jabatan fungsional dan penambahan formasi jabatannya
seperti tertera pada Tabel 1.4. dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dan
mendukung tercapainya tujuan organisasi. Penambahan jumlah jenis jabatan
fungsional di BATAN menjadi 30 jabatan dan penambahan jumlah formasi
jabatan fungsional menjadi 2.106 formasi jabatan terjadi sebagai dampak dari
diberlakukannya Peraturan Menteri PAN Dan RB Nomor 26 Tahun 2016.
Sampai dengan saat ini, dari 9 (sembilan) jabatan fungsional yang
merupakan kompetensi inti dan 21 jabatan fungsional yang merupakan
kompentensi pendukung, secara keseluruhan hanya 26 jabatan fungsional yang
terisi. Kesembilan jabatan fungsional yang merupakan kompetensi inti BATAN
juga tidak sepenuhnya terisi formasinya. Berikut adalah tabel yang
menggambarkan komposisi jabatan fungsional yang merupakan kompetensi inti di
BATAN dan jumlah pegawai yang menduduki jabatan tersebut:
Universitas Indonesia
11
Tabel 1.6. Komposisi Jabatan Fungsional Kompetensi Inti di BATAN.
No Nama Jabatan Fungsional Jumlah Formasi Jumlah yang terisi
1. Peneliti 520 381
2. Perekayasa 65 51
3. Teknisi Penelitian dan
Perekayasaan
48 38
4. Pranata Nuklir 904 563
5. Pengawas Radiasi 32 31
6. Pengendali Dampak Lingkungan 5 5
7. Penyelidik Bumi 12 8
8. Radiografer 4 1
9. Pembimbing Kesehatan Kerja 3 1
Jumlah 1.588 1.079
Sumber : diolah dari SIM SDM BATAN, 2018.
Formasi yang tidak terisi secara penuh menggambarkan bahwa SDM di BATAN
belum sepenuhnya memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan untuk bisa
menduduki dalam jabatan-jabatan fungsional tersebut, sehingga terjadi
kelangkaan dan kekurangan SDM di jabatan-jabatan fungsional yang merupakan
core atau kompetensi inti di BATAN.
Oleh karena itu BATAN saat ini tengah gencar melakukan inpassing
untuk jabatan fungsional khususnya Pranata Nuklir dimana BATAN adalah
sebagai instansi pembina. Pada saat gelar Sosialiasi Manajemen PNS di Kantor
Pusat BATAN tanggal 2 Mei 2017, Kepala BATAN Prof. Djarot Sulistio
Wisnubroto menekankan bahwa inpassing bukan hanya semata-mata kepentingan
pegawai, namun BATAN menyeleksi pegawai sesuai dengan kebutuhan lembaga.
Wisnubroto (2017) menyampaikan bahwa jangan dilihat seolah-olah mau
"menyelamatkan" pegawai tertentu, tetapi memang BATAN menyeleksi sesuai
dengan berapa komposisi pegawai yang dibutuhkan untuk lembaga ini.
Banyaknya PNS yang tertarik menjadi pejabat fungsional terutama bagi
pemegang jabatan pelaksana atau pejabat struktural melalui mekanisme inpassing
seperti ditunjukkan pada tabel sebagai berikut:
Universitas Indonesia
12
Tabel 1.7. Rekapitulasi Data Pegawai Yang Inpassing Per 31 Januari 2018.
No Jabatan Fungsional Jumlah
1. Pranata Nuklir 133
2. Analis Kepegawaian 12
3. Arsiparis 4
4. Pranata Humas 9
5. Pustakawan 3
6. Pranata Komputer 2
Jumlah 163
Sumber: diolah dari SIM SDM BATAN, 2018.
Walaupun inpassing adalah sah menurut ketentuan karena diatur dalam
Peraturan Menteri PAN Dan RB Nomor 26 Tahun 2016, namun pada
kenyataannya banyak Kementerian/Lembaga seolah membuka seluas-luasnya
agar pegawai masuk kedalam jabatan fungsional. Begitu juga di BATAN bahwa
jalur inpassing menjadi fenomena tersendiri karena menjadi cara kilat agar orang
dapat secara cepat masuk ke dalam jabatan fungsional. Jalur inpassing juga
sekaligus menjadi penyelamat karir pegawai dengan cara memperpanjang usia
pensiun. Hal ini misalnya dilakukan oleh beberapa pejabat struktural di BATAN
yang dalam jangka waktu 1 (satu) lagi akan memasuki Batas Usia Pensiun (BUP)
58 tahun kemudian mengajukan permohonan untuk inpassing menjadi pejabat
fungsional. Dengan disetujuinya permohonan inpassing tersebut, mereka berhak
menduduki jabatan fungsional dengan jabatan Ahli Madya sampai dengan usia 60
tahun.
Proses inpassing di BATAN menunjukkan bahwa terjadi peralihan dengan
cara cepat, yang dikawatirkan tanpa memperhatikan persyaratan kompetensi
pegawai. Padahal salah satu cara untuk membendung peralihan jalur karir seperti
inpassing dapat ditempuh dengan cara melakukan assessment seperti uji
kompetensi. Kompetensi pegawai yang disetujui proses inpassing-nya ke dalam
jabatan fungsional belum terbangun sepenuhnya atau tidak memiliki kompetensi
secara penuh karena sebelumnya tidak pernah menjabat atau berkarir di jabatan
fungsional. Artinya bahwa kompetensi yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan
Universitas Indonesia
13
struktural dengan jabatan fungsional adalah berbeda, karena uraian tugas dan
tanggung jawab utama jabatan struktural dan fungsional berlainan. Perbedannya
yaitu pada jabatan struktural tanggung jawab pekerjaannya manajerial, sedangkan
jabatan fungsional memiliki tugas dan tanggung jawab pekerjaan secara teknis
dan fungsional yang memerlukan keterampilan dan keahlian khusus.
Semakin banyaknya pegawai yang masuk ke dalam jabatan fungsional,
akan memunculkan permasalahan lain yaitu terjadinya penumpukan pegawai pada
level atau tingkat jabatan tetentu yang pada akhirnya akan menyulitkan pegawai
dalam mencari pemenuhan angka kredit seperti yang dipersyaratkan dalam
peraturan. Idealnya bahwa pengembangan jabatan fungsional di BATAN dari
aspek penambahan jenis jabatan dan pengisian jabatan fungsional melalui jalur
inpassing sudah seharusnya dilakukan dengan menggunakan prosedur analisis
jabatan (anjab) dengan baik yang memperhatikan kompetensi pegawai yang
bersangkutan agar syarat keahlian dan ketrampilan tertentu untuk menduduki
jabatan fungsional dapat terpenuhi karena jabatan fungsional adalah jabatan yang
sangat spesifik.
Direktur Perundang-undangan BKN, Haryomo Dwi Putranto pada
kesempatan Sosialiasi Manajemen PNS di Kantor Pusat BATAN tanggal 2 Mei
2017 berpesan bahwa setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jenis
jabatan dan jumlah PNS berdasarkan analisis jabatan (anjab) dan analisis beban
kerja (ABK), peta jabatan, dan ketersediaan pegawai. Penyusunan anjab dan ABK
dilakukan untuk jangka waktu 5 tahun dan diperinci setiap tahun berdasarkan
prioritas kebutuhan dan rencana strategis (Renstra). Prosedur ini harus dijalankan
sebagai langkah yang baik dalam perencanaan SDM aparatur. Penggunaan anjab
adalah untuk menerapkan prinsip “the right person on the right place and the
right time” terutama dalam jabatan fungsional. Walaupun secara peraturan proses
inpassing sangat dibutuhkan oleh BATAN tetapi apabila tidak melalui proses
anjab dengan benar maka tidak akan menghasilkan kompetensi yang dibutuhkan.
Anjab menurut Ivancevich dan Konopaske (2013:152) adalah “A
systematic process of gathering, documenting, and analyzing information about
the content, context, and requirements of a job”. Sedangkan menurut Dessler
(2013:105), anjab adalah “The procedure for determining the duties and skill
Universitas Indonesia
14
requirements of a job and the kind of person who should be hired for it”. Anjab
dilakukan terutama untuk menyelidiki fungsi, peranan dan tanggung jawab
sesuatu jabatan. Hasil anjab ini akan memberikan gambaran tentang tugas dan
tanggung jawab setiap pekerja. Menurut Dessler (2013:107) bahwa tahapan-
tahapan melakukan anjab adalah sebagai berikut :
1. Decide how you will use the information.
2. Review relevant background information such as organization charts,
process charts and job description.
3. Select representative positions.
4. Actually analyze the job by collecting data on job activities working.
5. Verify the job analysis information with the worker performing the job
and with his or her immediate supervisor.
6. Develop a job description and job specification.
DeCenzo and Robbins (2002:137) menjelaskan bahwa langkah-langkah
dalam melakukan analisis jabatan adalah sebagai berikut :
1. Understand the purpose of the job analysis.
2. Understand the role of jobs the organizations.
3. Benchmark positions.
4. Determine how to collect job analysis information.
5. Seek clarification.
6. Develop draft.
7. Review draft with supervisor.
Mathis and Jackson (2008:178) menjelaskan langkah-langkah proses
melakukan analisis jabatan adalah sebagai berikut:
1. Planning the job analysis.
a. Identify objectives of job analysis.
b. Obtain top management support.
2. Preparing for and intodrucing job analysis.
a. Identify jobs and methodology.
b. Review existing job documentation.
c. Communicate process to managers/employee.
3. Conducting the job analysis.
Universitas Indonesia
15
a. Gather job analysis data.
b. Review and compile data.
4. Developing job descriptions and job specifications.
a. Draft job descriptions and specifications.
b. Review drafts with managers and employees.
c. Finalize job descriptions and recommendations.
5. Maintaining and updating job descriptions and job specifications.
a. Update job descriptions and specifications as organization
changes.
b. Periodically review all jobs.
Sedangkan Ivancevich dan Konopaske (2013:152) menyampaikan bahwa
dalam melakukan anjab terdapat langkah-langkah sebagai berikut:
1. Examine the total organization and the fit of each job;
2. Determine how job analysis information will be used;
3. Select jobs to be analyzed;
4. Collect data by using acceptable job analysis techniques;
5. Prepare job description;
6. Prepare job specification.
Langkah-langkah dalam melaksanakan anjab yang disampaikan oleh Ivancevich
dan Konopaske (2013) dirasa paling tepat untuk diterapkan karena unsur pertama
yang harus diketahui dan diuji adalah unsur tempat dalam hal ini struktur
organisasi sebab organisasi adalah wadah tempat manusia bekerja atau yang
seringkali lebih spesifik disebut dengan jabatan. Permasalahan yang terjadi
kemudian adalah adanya keterbatasan pengetahuan tentang jabatan-jabatan yang
ada dalam organisasi seringkali terjadi karena tidak adanya keseragaman istilah
nama jabatan dan juga karena selalu terjadi perubahan-perubahan pada jabatan itu
sendiri. Untuk itulah perlu dilakukannya anjab, yaitu proses yang secara
sistematis dan teratur mengumpulkan semua informasi dan fakta yang
behubungan dengan suatu jabatan.
Seperti tertuang dalam Rencana Strategis BSDMO Tahun 2015-2019,
bahwa untuk memenuhi kebutuhan SDM, BATAN sebenarnya sudah
menjalankan kebijakan perencanaan dan pengembangan SDM BATAN yang
didasarkan atas hasil pelaksanaan anjab dan ABK yang dilakukan evaluasi secara
periodik dan sesuai kepentingan organisasi serta dinamika regulasi. Mulai dari
Universitas Indonesia
16
pengisian formasi pegawai dilakukan dalam format jabatan yang ada dan berbasis
kompetensi. Seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dilakukan secara ketat,
terbuka dan pemutakhiran tertentu. Demikian juga pengisian jabatan oleh SDM
yang ada, disesuaikan dengan kesesuaian antara kompetensi SDM yang ada
dengan standar kompetensi jabatan tertentu. Pelaksanaan seleksi untuk pengisian
jabatan tersebut juga mengaplikasikan mekanisme yang mengarah ke terciptanya
suasana kompetitif yang sehat guna mendapatkan kandidat yang berkualitas,
berdasar pemberlakuan merit system, termasuk penerapan metode rekrutasi yang
obyektif, adil dan transparan melalui penerapan Computer Assisted Test (CAT).
Oleh karena itu dalam rangka peningkatan kualitas SDM sehingga mampu
memberikan daya saing yang tinggi dan mencapai tujuan strategis BATAN, perlu
didukung dengan proses anjab yang baik dan benar untuk mendukung manajemen
SDM yang efektif. Armstrong (2006:2) menjelaskan bahwa manajemen SDM
adalah:
“A strategic and coherent approach to the management of an
organization’s most valued assets – the people working there who
individually and collectively contribute to the achievement of its
objectives.”
Lebih lanjut Dessler (2013:4) menjelaskan bahwa manajemen SDM adalah:
“The process of acquiring, training, appraising, and compensating
employees, and of attending to their labor relations, health and safety, and
fairness concerns.”
Manajemen SDM dapat digambarkan sebagai suatu pendekatan strategis dan
koheren terhadap pengelolaan aset organisasi yang paling berharga yaitu orang-
orang yang bekerja di sana baik secara individu maupun kolektif berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan organiasi yang terdiri dari proses memperoleh,
melatih, menilai, dan memberi kompensasi kepada karyawan, dan memperhatikan
hubungan kerja, kesehatan dan keselamatan kerja mereka, dan masalah keadilan
dalam bekerja.
.Pada Renstra BATAN menyebutkan bahwa berdasarkan pengukuran
menggunakan Balanced Scorecard (BSC) dalam perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan pegawai, didapatkan hasil bahwa BATAN salah satunya harus
meningkatkan kompetensi SDM (Renstra BATAN, hal 41-42). Oleh karena itu
Universitas Indonesia
17
BATAN dituntut benar-benar memperhatikan kualitas dan kompetensi SDM yang
dimiliki dengan cara mengelola SDM yang ada untuk dikembangkan baik melalui
proses pendidikan, pelatihan, maupun pengembangan. Manajemen SDM BATAN
yang efektif menjadi poin penting untuk meningkatkan kontribusi produktif SDM
melalui sejumlah cara diantaranya harus memperhatikan dan mempunyai
kompetensi yang unik dan tidak dimiliki oleh organisasi lain agar BATAN dapat
lebih dikenal masyarakat melalui produk-produk yang unggul.
Pentingnya peranan BATAN adalah karena BATAN sebagai lembaga
pemerintah yang diberi amanat untuk melaksanakan penelitian, pengembangan
dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) nuklir, harus mampu
menjawab tantangan dalam RPJMN 2015 – 2019 sehingga sangat membutuhkan
kompetensi yang unik yang ada dalam jabatan fungsional tertentu. Kompetensi
dalam jabatan fungsional tersebut diarahkan untuk menciptakan keunggulan iptek
dan mensukseskan tugas pokok dan fungsi BATAN selaku organ pelaksana dalam
konteks penelitian, pengembangan dan perekayasaan berbasis aplikasi iptek nuklir
yang menekankan pada keunggulan iptek nuklir dalam rangka mempercepat
kesejahteraan bangsa dan unggul di tingkat regional.
Prioritas kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan (litbangrap)
iptek nuklir yang dilaksanakan BATAN saat ini adalah penguatan kompetensi
pemuliaan tanaman dan pengawetan bahan makanan, pembangunan pilot plant
iradiator untuk meningkatkan kemampuan aplikasi radiasi nuklir, pengembangan
alat kesehatan dan obat yang tersertifikasi. Selain itu, dalam rangka menuju
kemandirian bangsa, prioritas kegiatan litbangrap iptek nuklir diarahkan untuk
pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE), penyediaan dukungan teknis
penyiapan PLTN, litbang material maju yang berorientasi pada Sumber Daya
Alam lokal, dan litbang pemantauan lingkungan (Renstra BATAN, hal 4).
BATAN juga berpartisipasi pada program-program regional maupun
internasional. International Atomic Energy Agency (IAEA) mendorong Indonesia
untuk menjadi IAEA Collaborating Center, misalnya di bidang Non Destructive
Investigation (NDI) di kawasan Asia Tenggara sehingga Indonesia akan menjadi
rujukan litbang dan pengembangan SDM. Sehubungan dengan hal tersebut
BATAN akan menyelesaikan Dokumen Teknis IAEA Collaborating Center pada
Universitas Indonesia
18
bidang NDI. Di kawasan Asia, BATAN bekerja sama dengan Japan Atomic
Energy Agency, Korea Atomic Energy Research Institute, Malaysian Institute for
Nuclear Technology Research dan negara-negara lain. BATAN juga berperan
aktif dalam forum kenukliran di Asia melalui wadah Forum for Nuclear
Cooperation in Asia (FNCA).
Sejalan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya selaku organ
pelaksana dalam konteks penelitian, pengembangan, dan perekayasaan berbasis
aplikasi iptek nuklir, dan sebagai salah satu instansi pemerintah yang telah
melaksanakan UU ASN sebagai landasan dalam melakukan reformasi
kepegawaian yang mempunyai implikasi menurunnya formasi jabatan struktural
dan meningkatnya formasi jabatan fungsional sehingga berdampak adanya
pegawai yang berbondong-bondong tertarik untuk masuk menjadi pejabat
fungsional, maka BATAN sangat memerlukan ketersediaan SDM dengan
kualifikasi jabatan fungsional tertentu yang relevan, khususnya yang berkaitan
dengan SDM pelaksana penelitian, pengembangan dan perekayasaan (litbangyasa)
iptek nuklir.
1.2. Rumusan Masalah
BATAN sebagai institusi pemerintah dalam menyusun visi dan misi
mempertimbangkan dokumen perencanaan pembangunan nasional dan kebijakan
litbang nasional yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019, dan Jakstranas Iptek 2015-2019. Komitmen
BATAN sesuai dengan visi 2015–2019 yaitu “BATAN Unggul di Tingkat
Regional, Berperan dalam Percepatan Kesejahteraan Menuju Kemandirian
Bangsa”. Untuk mewujudkan visi tersebut, BATAN harus menjamin ketersediaan
SDM yang kompeten sehingga dapat mampu menjawab tantangan sekaligus
mengambil peluang khususnya dalam melayani publik dan umumnya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kompetensi SDM BATAN yang tergambar pada jabatan fungsional
tertentu merupakan salah satu aktor dalam mencapai tujuan BATAN karena
jabatan fungsional sebagai suatu profesi yang memiliki tugas spesialis dan bersifat
Universitas Indonesia
19
mandiri dalam menunjang kinerja organisasi membutuhkan jumlah dan pemangku
jabatan yang sesuai, serta harus memiliki kualifikasi dan kompetensi yang
dibutuhkan sesuai amanah dari UU ASN. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan
jabatan fungsional dengan menggunakan anjab dalam koridor manajemen SDM
secara komprehensif.
Penelitian ini mengambil lokus di BATAN, karena BATAN sebagai salah
satu instansi pemerintah (sektor publik) telah melaksanakan UU ASN sebagai
landasan dalam melakukan reformasi kepegawaian yang mempunyai implikasi
menurunnya formasi jabatan struktural dan meningkatnya formasi jabatan
fungsional sehingga berdampak adanya pegawai yang berbondong-bondong
tertarik untuk masuk menjadi pejabat fungsional. Hal ini tentunya menjadi factual
problem yang menarik untuk diteliti bagaimana BATAN menggunakan anjab
dalam melakukan pengaturan atau manajemen terkait jabatan fungsional.
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan tersebut, penelitian ini
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1) Bagaimana penerapan analisis jabatan untuk jabatan fungsional di
BATAN?
2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan analisis jabatan
untuk jabatan fungsional di BATAN?
1.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
dijelaskan sebagai berikut :
1) Menganalisis penerapan analisis jabatan untuk jabatan fungsional di
BATAN.
2) Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan
analisis jabatan untuk jabatan fungsional di BATAN.
1.4. Batasan Penelitian
Penulis membatasi penelitian ini dengan fokus terkait penerapan analisis
jabatan hanya pada jabatan fungsional di BATAN yang merupakan sebuah
lembaga publik yang mempunyai karakteristik unik karena memerlukan
Universitas Indonesia
20
kompetensi khusus untuk teknis kenukliran, dengan informan adalah pejabat-
pejabat struktural yang memiliki kewenangan dalam mengelola dan melaksanakan
kegiatan analisis jabatan pada jabatan fungsional di BATAN.
1.5. Signifikansi Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat baik untuk kepentingan akademis maupun
praktis, yaitu untuk penerapan anjab sebagai salah satu aktivitas penting dalam
melakukan manajemen SDM berbasis kompetensi di BATAN, berkaitan dengan
proses perencanaan, rekrutmen, seleksi, dan penempatan di jabatan fungsional.
Hasil penelitian tidak hanya bermanfaat sebagai masukan ke BATAN tetapi dapat
diimplementasikan ke lembaga publik lainnya. Manfaat penelitian lebih rinci
diuraikan sebagai berikut :
1) Mengisi kekosongan penelitian kualitatif di bidang ilmu administrasi,
yaitu berkaitan dengan aspek proses analisis jabatan pada jabatan
fungsional dengan menggunakan konsep dari Ivancevich dan Konopaske,
2) Dapat dijadikan dasar pijakan untuk menjelaskan lebih luas dan mendalam
untuk mengembangkan formulasi kebijakan analisis jabatan pada jabatan
fungsional di BATAN.
1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu :
Bab 1 Pendahuluan
Dalam bab ini, penulis memaparkan pendahuluan bagi peneliti atas Latar
Belakang Masalah, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Batasan Penelitian,
Signifikansi Penelitian, dan Sistematikan Penulisan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teoritik
Bab ini penulis memaparkan penelitian terdahulu, berupa perbandingan dan
referensi dari penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya. Model
kerangka teoritik yang mendeskripsikan teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian dan kerangka pikir.
Universitas Indonesia
21
Bab 3 Metode Penelitian
Bab ini memaparkan penjelasan tentang pendekatan penelitian, jenis penelitian,
metode pengumpulan data, dan teknis analisis data. Selain itu bab ini juga
memaparkan tentang informan dan lokasi penelitian.
Bab 4 Pembahasan Penelitian
Bab ini memaparkan gambaran umum mengenai objek yang diteliti dan dianalisis
dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dengan struktur organisasinya.
Dalam bab ini juga digambarkan mengenai pengelolaan atau MSDM khususnya
terkait analisis jabatan di BATAN dan factor-faktor apa yang menjadi penyebab
kesenjangan dalam setiap langkah penentuan analisis jabatan di BATAN yang
dianalisis dengan teori yang relevan dan didasari oleh data dan informasi yang
didapat oleh peneliti.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan kesimpulan mengenai jawaban dari pertanyaan penelitian
disertai dengan rekomendasi yang dapat dijadikan referensi untuk perbaikan di
masa mendatang.
Universitas Indonesia
22
BAB 2
KERANGKA TEORI
Dalam bab ini membahas terkait penelitian terdahulu baik tesis, jurnal
hasil penelitian, dan konsep atau teori yang mendasari penulis dalam melakukan
pembahasan penelitian, serta kerangka pemikiran.
2.1. Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian diperlukan acuan berupa penelitian terdahulu
yang dilakukan sebelumnya yang menghasilkan data-data pendukung yang
relevan dengan kondisi permasalahan yang diteliti dan teori-teori terdahulu yang
mendasari penelitian tersebut. Penulis melakukan kajian terhadap hasil penelitian
berupa tesis dan jurnal yang terkait dengan jabatan dan anjab. Berbagai penelitian
maupun kajian tersebut dipilih menjadi referensi pembanding maupun
pertimbangan untuk disertakan dalam penelitian ini karena memiliki
relevansi/keterkaitan dengan topik penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu
terkait masalah jabatan dengan analisis jabatannya.
Pertama, adalah penelitian yang dilakukan oleh Mapira Nyasha, Katsuro
P, Chazuza T, Mlingwa Margret Makaita, Togarepi Mukondiwa, Mutambatuwisi
Farai, Nhimba Nicholas Kudakwashe, Umera Tafadzwa, Machigere Taonga
(2013) dengan judul penelitian Importance of Establishing a Job Analysis
Exercise in an Organisation: A Case Study of Bread Manufacturing Companies in
Zimbabwe, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif-kuantitatif dan
menghasilkan kesimpulan bahwa job analysis yang mapan memiliki implikasi
positif pada karyawan, kinerja organisasi, perputaran tenaga kerja, pertumbuhan,
pangsa pasar dan nilai pasar perusahaan manufaktur roti. Namun perlu dicatat
bahwa agar prosesnya efektif, job analysis harus memberi tahu karyawan tentang
siapa yang akan memulai prosesnya dan bagaimana karyawan akan terpengaruh.
Persetujuan yang benar melindungi hak peserta sehingga mendorong kebebasan
dan penentuan nasib sendiri.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Budi Kadaryati (2001) dengan
judul penelitian Program Analisis Jabatan Sebagai Dasar Peningkatan Efektifitas
Universitas Indonesia
23
Manajemen Sumber Daya Manusia (Studi PT. BSP- Jakarta), dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif dan menghasilkan
kesimpulan bahwa program analisis jabatan yang disusun dapat memberikan
informasi tentang isi dan syarat-syarat jabatan yang tertuang menjadi suatu uraian
jabatan dan persyaratan jabatan yang mana dapat dijadikan masukan untuk
penyusunan kebijakan manajemen SDM.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Yunanik (2013) dengan judul
penelitian Implementasi Analisis Jabatan Dalam Rangka Menyiapkan Organisasi
AKAMIGAS Menuju STEM “AKAMIGAS” (Studi pada Akademi Minyak dan
Gas Bumi, Cepu, Jawa Tengah), dengan metode penelitian kualitatif-deskriptif
dan hasil penelitiannya adalah bahwa meskipun sudah memahami makna dari
hasil analisis jabatan, sejauh ini STEM “AKAMIGAS” belum melaksanakan hasil
dari analisis jabatan yang sudah ada secara benar, dan kendala yang ditemukan
adalah lemahnya komunikasi, belum adanya pelaksanaan dan penerapan evaluasi
jabatan, belum adanya standar kinerja jabatan, belum ada assesmen individu
berdasarkan kompetensi, keterbatasan SDM saat ini
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Agus Muhammad Arifin (2017),
dengan judul Implementasi Analisis Jabatan Pada Jabatan Fungsional Di Instansi
Pemerintah (Kasus Di Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan),
menggunakan pendekatan post-positivis, dengan menghasilkan temuan bahwa
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan telah melakukan Anjab dalam
Manajemen SDM. Penyusunan anjab disertai ABK secara masif sudah dimulai
tahun 2012, 2015, dan akhir tahun 2016. Artinya bahwa Kementerian Lingkungan
Hidup Dan Kehutanan melaksanakan anjab sebagai tahap yang mudah untuk
direalisasikan. Namun prosesnya hanya berhenti sampai pada tahap penyusunan
anjab saja, sedangkan hasil dari anjab tidak diterapkan dalam pengelolaan
kepegawaian atau tidak diterapkan secara maksimal. Penelitiannya menyimpulkan
bahwa anjab belum diimplementasikan dengan baik dan bahwa kesesuaian
berdasarkan bezetting dan formasi pada jabatan fungsional di Kementerian
Lingkungan Hidup Dan Kehutanan masih kurang.
Penelitian terdahulu sebagaimana diuraikan di atas secara sistematis
disajikan pada tabel 2.1. berikut:
Universitas Indonesia
24
Tabel 2.1. Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Mapira Nyasha, et. al.
(2013)
Budi Kadaryati (2001) Yunanik (2013) Agus Muhammad Arifin
(2017)
Judul
Penelitian
Importance of Establishing
a Job Analysis Exercise in
an Organisation:
A Case Study of Bread
Manufacturing Companies
in Zimbabwe.
Program Analisis Jabatan
Sebagai Dasar Peningkatan
Efektivitas Manajemen
Sumber Daya Manusia
(Studi PT. BSP – Jakarta)
Implementasi Analisis Jabatan
Dalam Rangka Menyiapkan
Organisasi AKAMIGAS
Menuju “STEM
AKAMIGAS”
Implementasi Analisis Jabatan
Pada Jabatan Fungsional Di
Instansi Pemerintah (Kasus Di
Kementerian Lingkungan
Hidup Dan Kehutanan)
Metode
Penelitian
Kualitatif - Kuantitatif Kualitatif - Deskriptif Kualitatif - Deskriptif Post-positivis
Hasil
Penelitian
Job analysis yang mapan
memiliki implikasi positif
pada karyawan, kinerja
organisasi, perputaran
tenaga kerja, pertumbuhan,
pangsa pasar dan nilai
Program analisis jabatan
yang disusun dapat
memberikan informasi
tentang isi dan syarat-
syarat jabatan yang
tertuang menjadi suatu
1. Meskipun sudah
memahami makna dari
hasil analisis jabatan,
sejauh ini STEM
“AKAMIGAS” belum
melaksanakan hasil dari
1. Data hasil anjab belum
digunakan secara maksimal
untuk manajemen SDM.
2. Kesesuaian berdasarkan
bezetting dan formasi pada
jabatan fungsional masih
Universitas Indonesia
25
Sumber : diolah oleh penulis, 2018.
pasar perusahaan
manufaktur roti. Namun
perlu dicatat bahwa agar
prosesnya efektif, job
analysis harus memberi
tahu karyawan tentang
siapa yang akan memulai
prosesnya, bagaimana
karyawan akan
terpengaruh. Persetujuan
yang benar melindungi hak
peserta sehingga
mendorong kebebasan dan
penentuan nasib sendiri.
uraian jabatan dan
persyaratan jabatan yang
mana dapat dijadikan
masukan untuk
penyusunan kebijakan
manajemen SDM.
analisis jabatan yang
sudah ada secara benar.
2. Kendala yang ditemukan:
lemahnya komunikasi,
belum adanya pelaksanaan
dan penerapan evaluasi
jabatan, belum adanya
standar kinerja jabatan,
belum ada assesmen
individu berdasarkan
kompetensi, keterbatasan
SDM saat ini
kurang.
Universitas Indonesia
26
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bagaimana anjab sebagai
sebuah proses mendasar yang penting dilakukan oleh sebuah organisasi dalam
mengelola SDM sehingga menjadikannya sebagai sebuah sumber daya yang
kompetitif. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa kendala dalam
proses anjab. Hal ini yang tentunya menjadi sebuah panduan bagi penulis untuk
melakukan analisis terhadap penerapan anjab khususnya untuk jabatan fungsional
di BATAN. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah
selain dari lokus penelitian dan metode yang digunakan juga bahwa penelitian ini
menggunakan pendekatan post-positivis dan berfokus pada penerapan anjab untuk
jabatan fungsional di BATAN melalui pendekatan Ivancevich dan Konopaske,
dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan anjab untuk jabatan
fungsional di BATAN, sehingga dapat menguji relevansi teori yang digunakan
dengan pengaplikasian di lapangan.
2.2. Teori-Teori Yang Mendasari Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa teori-teori dari ahli-ahli SDM yang
menjadi dasar bagi penulis untuk menganalisis dan memahami realitas yang akan
diteliti sebagai sebuah review terhadap teori-teori sehingga ada susunan dan
hubungan antar teori yang terkait dengan penelitian ini.
2.2.1. Organisasi
Sebuah organisasi terdiri dari orang-orang dengan peran yang ditugaskan
secara formal yang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi (Dessler,
2013:4). Wujudnya yang abstrak, tidak dapat dilihat maupun diraba, tetapi selalu
kita rasakan eksistensinya, hampir dalam semua aspek kehidupan (Lubis dan
Huseini, 2009:5). Terdapat bermacam-macam definisi tentang organisasi yang
mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Definisi secara lengkap
seperti disampaikan oleh Davis (1951) dalam Lubis dan Huseini (2009:5), yaitu :
“Suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu (orang), yang saling berinteraksi
menurut suatu pola yang terstruktur dengan cara tertentu sehingga setiap anggota
organisasi mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing dan sebagai suatu
kesatuan mempunyai tujuan tertentu, dan juga mempunyai batas-batas yang jelas,
Universitas Indonesia
27
sehingga organisasi dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya”.
Organisasi mempunyai struktur yaitu bentuk dari pada organisasi tersebut.
Menurut Lubis dan Huseini (2009:201) bahwa struktur organisasi merupakan
bentuk organisasi yang dirancang dengan memperhatikan akibat dari pengaruh
keseluruhan faktor-faktor tersebut secara bersamaan (simultan). Organisasi harus
jelas dalam menyatukan interaksi anggotanya melalui tugas dan fungsinya dengan
pola yang terstruktur dengan kesatuan tujuannya. Pola terstruktur terhadap setiap
anggota organisasi agar mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing ini lazim
dikenal dengan pembagian tugas dan fungsi organisasi ke dalam jabatan.
2.2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia
Armstrong (2006:1) mendefinisikan Manajemen Sumber Daya Manusia
(Manajemen SDM) sebagai :
“A strategic and coherent approach to the management of an
organization’s most valued assets – the people working there who
individually and collectively contribute to the achievement of its
objectives”.
Dessler (2013:4) mendefinisikan Manajemen SDM adalah :
“The process of acquiring, training, appraising, and compensating
employees, and of attending to their labor relations, health and safety, and
fairness concerns”.
Sedangkan Ivancevich dan Konopaske (2013:4) mendefiniskan Manajemen SDM
adalah “The function performed in organizations that facilitates the most effective
use of people (employees) to achieve organizational and individual goals”.
Banyak ahli menyampaikan bahwa manajemen terdiri dari 5 (lima) fungsi, yaitu
planning, organizing, staffing, leading, and controlling (Dessler, 2013:4).
Manajemen SDM termasuk dalam kegiatan mengelola kebijakan dan
praktik menentukan aspek “manusia” atau SDM dalam posisi manajemen.
Dengan memperhatikan beberapa pendapat ahli tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa manajemen SDM adalah suatu langkah stratejik, terintegrasi
dan koheren, yang terdiri dari serangkaian kebijakan yang kemudian
diimplementasikan dalam mengelola SDM disemua lini yang fokusnya pada
pemberdayaan manusia untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan,
Universitas Indonesia
28
dimulai dari perencanaan, rekrutmen, penempatan sampai dengan pemberhentian.
Instrumen kunci dalam manajemen SDM di organisasi saat ini adalah
pengembangan dan pengelolaan kompetensi sehingga organisasi mencari metode
atau cara baru untuk memaksimalkan pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi
untuk penerapan strategi organisasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang
(Sienkiewicz, 2014:5). Armstrong (2001:248) dalam Sienkiewicz (2014:5)
mengatakan bahwa konsep kompetensi terkait erat dengan manajemen SDM. Hal
ini terkait dengan tujuan strategis utama manajemen SDM yaitu memenangkan
dan mengembangkan orang-orang yang sangat kompeten yang akan mencapai
tujuan mereka dengan cepat dan dengan demikian akan meningkatkan masukan
mereka secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi. Penggunaan
kompetensi telah muncul untuk melengkapi proses job analysis tradisional
(Ivancevich dan Konopaske, 2013:155).
Menjalankan manajemen SDM berbasis kompetensi memungkinkan untuk
merangsang keefektifan tindakan dan memanfaatkan ketrampilan orang untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif dan mencapai hasil yang memuaskan,
bahkan sebuah organisasi yang mampu menemukan karyawan yang teladan dan
mendukung perkembangan pasti akan lebih efektif tanpa meningkatkan jumlah
karyawan. Menurut Sienkiewicz (2014:73) bahwa sistem manajemen SDM
berbasis kompetensi adalah seperangkat praktik manajemen SDM yang koheren
dan saling terkait di semua bidangnya, mulai dari tahapan perekrutan dan seleksi
karyawan, pengembangan job description/evaluasi posisi kerja, pelatihan dan
pengembangan karyawan, remunerasi, penilaian kinerja, perencanaan kerja
strategis, dan perencanaan karir karyawan.
Kompetensi menurut Sienkiewicz (2014:8) adalah “Characteristics that
enable individuals to perform their actions successfully and in an exemplary
manner”. Sedangkan Bernardin (2010) dalam Ivancevich dan Konopaske
(2013:170) menyebutkan definisi kompetensi adalah “an underlying
characteristic of a person that contributes to successful job and organizational
performance”. Selanjutnya dijelaskan lagi bahwa terkait dengan Knowledge, Skill,
Attitude and Others, kompetensi bersifat lebih luas dan penting bagi karyawan
untuk bekerja dengan baik di banyak pekerjaan dalam suatu organisasi, misalnya
Universitas Indonesia
29
dalam hal kerja tim, kreativitas, kepemimpinan.
Menurut Armstrong bahwa konsep kompetensi terkait erat dengan
manajemen SDM. Selengkapnya Armstrong (2001:248) dalam Sienkiewicz et.al.
(2014:7) menyampaikan bahwa:
“The concept of competency is closely linked to human resources
management. It is immediately related to the key strategic goal of HRM –
winning and developing highly competent people who will achieve their
goals quickly and thus will maximally increase their input into achieving
the goals of the company”.
Terkait kompetensi dan manajemen SDM, Trawinska-Konador (2014:5)
menyatakan bahwa:
“The development and management of competencies is becoming one of
the key instruments of human resources management in enterprises.
Organisations are looking for new methods and ways to maximise the use
of employees’ knowledge, skills and social competencies in ongoing
operations and in the implementation of long-term strategies.”
Yang dimaksud oleh Trawinska-Konador (2014:5) dalam arti luas adalah bahwa
semua aktivitas organisasi selalu didasarkan pada kompetensi orang yang
dipekerjakan. Maka pengelolaan atau manajemen SDM berbasis kompetensi
sangat penting bagi organisasi yang implementasinya diharapkan akan berdampak
positif bagi kinerja organisasi.
Nawawi (2006) dalam Wismono (2015:2) membagi manajemen SDM
menjadi dua kelompok, yaitu: manajemen SDM dalam arti makro dan mikro.
Dalam arti makro, manajemen SDM terlihat dari berbagai kebijakan pemerintah
dalam rangka meningkatkan kualitas SDM agar lebih produktif dan mampu
bersaing di kancah global. Pelaksanaan dari kebijakan tersebut terlihat dari
penyelenggaraan pelayanan publik (public service) kepada seluruh lapisan
masyarakat sebagai upaya pendukung dalam pencapaian SDM yang berkualitas.
Sedangkan dalam arti mikro, manajemen SDM merupakan suatu proses atau
rangkaian kegiatan pendayagunaan SDM yang bekerja dilingkungan suatu
organisasi/institusi, agar memiliki kontribusi berkelanjutan dan terarah dalam
mewujudkan tujuan organisasi.
Perbedaan manajemen SDM yang bekerja dilingkungan organisasi privat
adalah fokus pada efisiensi dan efektifitas kinerja dalam rangka menghasilkan
Universitas Indonesia
30
profit. Sedangkan pada organisasi publik seperti instansi pemerintah, manajemen
SDM ditujukan pada pemberian pelayanan publik yang semakin baik atau bisa
dikatakan sedang mencari model efektifitas dan efisiensi terbaik bagi kegiatan
pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan
umum sehingga pelayanan publik dapat dilaksanakan secara mudah, murah, cepat
dan tepat waktu serta tidak berbelit-belit. Secara umum, kegiatan manajemen
SDM mempunyai dua tujuan seperti disampaikan oleh Bratton dan Gold (1999)
dalam Laakso-Manninen dan Viitala (2007:41), yaitu “improve employee
performance and enhance organisational effectiveness”.
Untuk meningkatkan performa dan mencapai tujuan efektivitas organisasi
tersebut, menurut Ivancevich dan Konopaske (2013:5) bahwa manajemen SDM
melakukan berbagai kegiatan yang terdiri dari :
1. Equal employment opportunity (EEO) compliance.
2. Job analysis.
3. Human resource planning.
4. Recruitment, selection, motivation, and retention.
5. Performance evaluation and compensation.
6. Training and development.
7. Labor relations.
8. Safety, health, and wellness.
Menurut Dessler (2013:4) beberapa kegiatan yang dilakukan dalam manajemen
SDM adalah sebagai berikut :
1. Conducting job analysis (determining the nature of each employees
job).
2. Planning labor needs and recruiting job candidates.
3. Selecting job candidates.
4. Orienting and training new employees.
5. Managing wages and salaries (compensating employees).
6. Providing incentives and benefits.
7. Appraising performance.
8. Communicating (interviewing, counseling, disciplining).
9. Training and developingmanagers.
10. Building employee commitment.
Agar organisasi bisa mengarah pada keterlibatan karyawan yang lebih
baik, mendapatkan efisiensi yang lebih besar dan pada akhirnya akan
mendapatkan kepuasan pelanggan yang lebih banyak yaitu dengan cara
melakukan analisis alur kerja yang terintegrasi pada jabatan/pekerjaan karena
Universitas Indonesia
31
organisasi terbagi dalam jabatan yang dikoordinasikan (Mathis dan Jackson,
2010:115).
Definisi jabatan menurut Mathis dan Jackson (2010:115) adalah
“Grouping of tasks, duties, and responsibilities that constitutes the total work
assignment for an employee”. Ivancevich dan Konopaske (2013:152)
mendefinisikan jabatan sebagai “Group of positions that are similar in their
duties”. Sedangkan Armstrong (2006:326) berpendapat mengenai jabatan adalah
sebagai berikut:
“A job consists of a related set of tasks that are carried out by a person to
fulfil a purpose. It can be regarded as a unit in an organization structure
that remains unchanged whoever is in the job. A job in this sense is a fixed
entity, part of a machine that can be ‘designed’ like any other part of a
machine. Routine or machine-controlled jobs do indeed exist in most
organizations but, increasingly, the work carried out by people is not
mechanistic. What is done, how it is done and the results achieved depend
more and more on the capabilities and motivation of individuals and their
interactions with one another and their customers or suppliers”.
Jabatan menurut Armstrong dapat dianggap sebagai satu unit dalam
struktur organisasi yang tetap dan tidak berubah siapa pun orang dalam jabatan
tersebut. Jabatan dalam pengertian ini adalah entitas yang tetap, akan halnya
bagian dari mesin yang bisa “dirancang” seperti bagian lain dari mesin. Agar
jabatan yang terdiri dari sekelompok tugas, tanggung jawab dan wewenang dan
elemen lainnya berdampak baik terhadap produktivitas unit kerja organisasi perlu
pengelolaan yang baik yang disebut dengan Job Design (Mathis and Jackson,
2010:116). Selanjutnya, menurut (Mathis and Jackson, 2010:116) ada tiga alasan
organisasi perlu melakukan Job Design yaitu :
1. Job design can influence performance in certain jobs, especially those
where employee motivation can make a substantial difference.
2. Job design can affect job satisfaction. Because people are more
satisfied with certain job elements than others, identifying what makes
a “good” job becomes critical. Reduced turnover and absenteeism
also can be linked to effective job design.
3. Job design can impact both physical and mental health. Problems that
may require assistance such as hearing loss, backache, leg pain,
stress, high blood pressure, and even heart disease sometimes can be
traced directly to job design.
Universitas Indonesia
32
Beberapa jabatan mempunyai karakteristik tertentu sehingga tidak semua
orang bisa menduduki semua posisi jabatan. Dengan adanya job design akan
membantu mencocokkan antara jabatan dengan orang yang akan menduduki
jabatan tersebut. Apabila seseorang dipaksa menduduki suatu posisi jabatan yang
tidak cocok dengan karakter atau kompetensinya, maka tujuan dari suatu
organisasi tidak akan tercapai. Oleh karena itu untuk melakukan pengangkatan
pegawai dalam suatu organisasi diperlukan job analysis, disamping rekrutmen dan
seleksi.
2.2.3. Analisis Jabatan
Dessler (2013:105) mendefinisikan anjab adalah:
The procedure through which you determine the duties of the positions
and the characteristics of the people to hire for them. Job analysis
produces information for writing job description (a list of what the job
entails) and job (or “person”) spesification (what kind of people to hire
for the job).
Ivancevich dan Konopaske (2013:152) mendefinisikan anjab adalah “A systematic
process of gathering, documenting, and analyzing information about the content,
context, and requirements of a job”. Armstrong (2006:187-188) menggunakan
istilah lain untuk anjab yaitu analisis peran (role analysis). Analisis peran
menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan profil peran dan
digunakan untuk perekrutan, pendidikan dan pengembangan, manajemen kinerja
dan evaluasi jabatan. Pengertian analisis peran menurut Armstrong (2006:187-
188) adalah proses mencari tahu apa yang orang harapkan untuk dicapai ketika
melaksanakan pekerjaan mereka serta kompetensi dan ketrampilan mereka
butuhkan untuk memenuhi harapan tersebut. Hasil analisis peran adalah profil
peran, yang mendefinisikan hasil yang diharapkan oleh pemegang peran dengan
menampilkan hasil kunci atau akuntabilitas. Profil ini juga menampilkan daftar
kompetensi yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif dalam peran-peran
dalam organisasi.
Dessler (2013:106) berpendapat bahwa anjab merupakan prosedur dalam
menentukan gambaran dari sebuah jabatan, hasilnya berupa informasi jabatan
yang terdiri dari uraian jabatan (job description) dan persyaratan jabatan (job
Universitas Indonesia
33
specification). Agar jabatan fungsional dapat mengantarkan organisasi mencapai
tujuannya, maka dilakukanlah anjab yang akan memberikan informasi jabatan
berupa uraian dan persyaratan jabatan. Uraian jabatan menjelaskan tentang tugas,
fungsi, tanggung jawab, wewenang dan output dari jabatan tersebut, adapun
persyaratan jabatan menjelaskan tentang persyaratan pemangku jabatan untuk
dapat menduduki jabatan tersebut agar dapat melaksanakan tugas jabatannya
dengan efektif. Informasi jabatan ini kemudian dapat digunakan oleh pimpinan
dalam kebijakan pengambilan keputusan dibidang manajemen SDM yang salah
satunya dalam melakukan proses pengangkatan pegawai yang meliputi
perencanan kebutuhan pegawai, rekrutmen dan seleksi.
Gambaran proses anjab menurut Ivancevich dan Konopaske (2013:152)
melibatkan sejumlah langkah dengan asumsi bahwa anjab dilakukan di organisasi
yang sudah berdiri, seperti tergambar di bawah ini :
Gambar 2.1. Proses Analisis Jabatan.
Sumber : Ivancevich dan Konopaske (2013:152).
Tahapan-tahapan tersebut dijabarkan menjadi 6 (enam) langkah sebagai berikut:
1. Examine the total organization and the fit of each job. Langkah
pertama ini memberikan pandangan luas tentang bagaimana setiap
pekerjaan sesuai dengan keseluruhan struktur organisasi. Bagan
organisasi dan diagram proses digunakan untuk menyelesaikan
langkah pertama.
Universitas Indonesia
34
2. Determine how job analysis information will be used. Langkah kedua
mendorong mereka yang terlibat untuk menentukan bagaimana
informasi jabatan dan informasi desain jabatan akan digunakan.
3. Select jobs to be analyzed. Langkah ketiga yaitu memilih jabatan yang
akan dianalisis. Karena biasanya terlalu mahal dan menyita waktu
untuk menganalisis setiap jabatan, maka sampel jabatan yang
representatif perlu dipilih.
4. Collect data by using acceptable job analysis techniques. Langkah ini
melibatkan penggunaan teknik analisis pekerjaan terstruktur. Teknik
ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang karakteristik
pekerjaan, perilaku yang dibutuhkan, dan karakteristik yang
dibutuhkan karyawan untuk melakukan pekerjaan itu. Informasi yang
dikumpulkan pada langkah 4 kemudian digunakan pada langkah 5 dan
6.
5. Prepare job description. Langkah kelima menyiapkan uraian atau
deskripsi jabatan.
6. Prepare job specification. Langkah keenam adalah menyiapkan
persyaratan atau spesifikasi jabatan.
Secara umum seperti tertuang dalam Pedoman Analisis Jabatan untuk
aparatur pemerintah, langkah pengumpulan dan penggalian data dilakukan dengan
menggunakan beberapa tahapan atau langkah yang berurutan, seperti:
1. Pengumpulan data, yang dilakukan dengan menggunakan Daftar
Pertanyaan, Wawancara, Pengamatan Langsung, Referensi, dan
Gabungan Beberapa Cara seperti tersebut sebelumnya;
2. Penyusunan Informasi Jabatan, dibantu dengan menggunakan Uraian
Jabatan; Syarat Jabatan ; dan Peta Jabatan;
3. Verifikasi Data, merupakan konfirmasi anjab kepada pihak-pihak
terkait untuk hasil penyempurnaan pengolahan data yang telah
dilakukan oleh tim sebagai bahan pertimbangan penentuan anjab.
Verifikasi dilakukan dengan cara diskusi yang dihadiri oleh tim dengan
narasumber, pimpinan unit kerja yang akan dianalisis, dan pihak-pihak
terkait yang kompeten di bidangnya; dan
Universitas Indonesia
35
4. Penyempurnaan Hasil Olahan.
Pengetahuan dan data yang dikumpulkan dalam langkah 1 sampai 6
menghasilkan informasi jabatan berupa job description dan job specification. Job
description biasanya berisi Nama Jabatan, Ringkasan Tugas, Hasil Kerja, Bahan
Kerja, Peralatan Kerja, Rincian Tugas, Keadaan Tempat Kerja, Upaya Fisik, dan
Risiko Bahaya. Sedangkan job specification isinya merupakan rumusan tentang
kemampuan kerja yang dituntut untuk dapat melaksanakan tugas jabatan.
Tuntutan kemampuan kerja tersebut dapat berupa:
a) Keahlian kerja yang harus dimiliki;
b) Ketrampilan kerja;
c) Pengetahuan kerja;
d) Pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja;
e) Kondisi fisik atau kemampuan jasmani;
f) Kondisi mental yang berupa bakat kerja dan temperamen kerja; dan
g) Minat kerja.
Anjab sangat erat terkait dengan program dan kegiatan manajemen SDM
karena informasi jabatan yang dihasilkan digunakan sebagai dasar untuk hampir
semua aktivitas manajemen SDM lainnya. Anjab digunakan secara ekstensif di
masing-masing bidang (Ivancevich dan Konopaske, 2013:153-154), yaitu :
1. Recruitment and selection. Informasi dari anjab membantu perekrut
mencari dan menemukan orang yang tepat untuk organisasi. Dan,
untuk mempekerjakan orang yang tepat, tes seleksi harus menilai
keterampilan dan kemampuan paling penting yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan. Informasi ini berasal dari anjab.
2. Training and career development. Mengetahui keterampilan yang
diperlukan untuk pekerjaan sangat penting untuk membangun program
pelatihan yang efektif. Selain itu, membantu orang berpindah secara
efisien dari satu tahap karir ke tahap lainnya hanya dapat dilakukan
dengan informasi dari anjab.
3. Compensation. Kompensasi biasanya terkait dengan tugas dan
tanggung jawab pekerjaan. Dengan demikian, kompensasi yang tepat
menuntut penilaian yang akurat tentang berbagai macam pekerjaan.
Universitas Indonesia
36
4. Strategic planning. Semakin lama, para manajer mulai menyadari
bahwa anjab merupakan alat penting lainnya dalam upaya perencanaan
strategis keseluruhan organisasi. Anjab yang efektif dapat membantu
organisasi mengubah, menghilangkan, atau merestrukturisasi proses
kerja dan alur kerja untuk memenuhi perubahan tuntutan lingkungan
yang tidak pasti.
Cakupan bidang tersebut di atas menunjukkan bahwa potensi penggunaan anjab
mencakup seluruh wilayah aktivitas manajemen SDM, sehingga anjab tidak hanya
akan bermanfaat bagi manajemen SDM itu sendiri melainkan juga akan
bermanfaat bagi para manajer, atasan atau pimpinan yang terlibat dalam hampir
semua aspek perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan pengarahan
dalam organisasi.
Pengumpulan data jabatan dapat dilakukan dengan melalui beberapa cara.
Ivancevich dan Konopaske (2013:156-160) menyebutkan paling tidak ada empat
metode dasar yang dapat digunakan secara terpisah atau kombinasi, yaitu :
1. Observasi (pengamatan langsung)
Observasi digunakan untuk pekerjaan yang memerlukan aktivitas
manual, standar, dan short-job-cycle. Teknik observasi mengharuskan
tim dilatih untuk mengamati perilaku kerja yang relevan. Dalam
melakukan pengamatan, tim tidak boleh mengganggu pekerjaan
sehingga pekerjaan tetap bisa dilakukan.
2. Wawancara
Wawancara mungkin adalah teknik yang paling banyak digunakan
dalam mengumpulkan data untuk analisis pekerjaan. Wawancara bisa
dilakukan dengan satu pekerjaan incumbent, dengan sekelompok
individu, atau dengan supervisor yang memiliki pengetahuan tentang
pekerjaan. Wawancara sulit dibakukan - pewawancara yang berbeda
mungkin mengajukan pertanyaan yang berbeda dan pewawancara yang
sama mungkin secara tidak sengaja mengajukan pertanyaan yang
berbeda dari responden yang berbeda.
Universitas Indonesia
37
3. Kuesioner
Penggunaan kuesioner biasanya merupakan metode paling murah
untuk mengumpulkan informasi. Ini adalah cara yang efektif untuk
mengumpulkan sejumlah besar informasi dalam waktu singkat. Ada
kuesioner terstruktur. Ini mencakup pertanyaan spesifik tentang
pekerjaan, persyaratan pekerjaan, kondisi kerja, dan peralatan.
4. Buku harian pemegang jabatan atau Log.
Buku harian atau log adalah rekaman pekerjaan jabatan pejabat lama
yang berisi tugas pekerjaan, frekuensi tugas, dan kapan tugas selesai.
Sayangnya, kebanyakan individu tidak cukup disiplin untuk
menyimpan catatan harian atau log.
Dessler (2011:145) menyampaikan konsep anjab berbasis kompetensi, yaitu
mendeskripsikan pekerjaan berkaitan dengan kompetensi yang dapat diukur, dapat
diobservasi, dan berkaitan dengan perilaku karyawan yang harus ditunjukkan
kualitasnya agar dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
Ada tiga alasan untuk mendeskripsikan pekerjaan berkaitan dengan
kompetensi daripada kewajiban. Pertama, bahwa deskripsi pekerjaan tradisional
(dengan daftar kewajiban spesifiknya) mungkin benar-benar berjalan jika sistem
kerja kinerja tinggi adalah suatu tujuan. Keseluruhan tujuan dari sistem ini adalah
mendorong karyawan untuk bekerja dengan memotivasi diri sendiri, dengan
mengorganisasi pekerjaan dalam tim, dengan mendorong anggota tim untuk
melakukan rotasi dengan bebas antar pekerjaan (tiap-tiapnya dengan penetapan
keahlian masing-masing), dengan mendorong tanggung jawab yang lebih besar
untuk hal-hal seperti pengawasan sehari-hari pada para pekerja, dan dengan
mengorganisasi pekerjaan di sekitar proyek dan proses di mana pekerjaan dapat
atau saling tumpang tindih.
Kedua, mendeskripsikan pekerjaan yang berkaitan dengan keterampilan,
pengetahuan, dan kompetensi yang dibutuhkan adalah lebih strategis. Ketiga,
bahwa keahlian pengetahuan dan kopetensi strategis adaah inti dari proses
manajemen kinerja perusahaan manapun. Pencapaian tujuan strategis perusahaan
berarti mendasarkan pelatihan, penilaian, dan penghargaan karyawan pada
Universitas Indonesia
38
mempromosikan pengembangan dan memberikan penghargaan pada keterampilan
dan kompetensi yang mereka perlukan untuk mencapai tujuan.
2.3. Kerangka Berpikir
Berdasarkan uraian permasalahan dan beberapa teori yang telah penulis
jelaskan sebelumnya, maka penulis membangun kerangka pemikiran seperti pada
gambar di bawah ini:
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Analisis Jabatan pada
Jabatan Fungsional
Uraian Jabatan Spesifikasi Jabatan
Jenis dan Formasi Jabatan
Fungsional
Pengisian Jabatan
Universitas Indonesia
39
2.4. Operasionalisasi Konsep
Penelitian ini membahas tentang penerapan anjab untuk jabatan fungsional dan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam menerapkan anjab untuk jabatan
fungsional di BATAN antara teori dengan praktek yang ada selama ini. Berdasarkan
teori dan hasil penelitian terdahulu, maka model operasional penelitian yang penulis
kembangkan untuk menggambarkan hal tersebut adalah dengan menggunakan teori dari
Ivancevich dan Konopaske (2013) yang mencakup konsep mengenai langkah-langkah
dalam melakukan anjab. Dasar pemilihan konsep yang dikemukakan oleh Ivancevich
dan Konopaske dibandingkan konsep anjab yang disampaikan oleh Dessler (2013),
DeCenzo dan Robbins (2002), serta Mathis dan Jackson (2008), oleh karena Dessler,
DeCenzo and Robbins secara umum mengedepankan apa tujuan utama pada saat
melakukan anjab. Sedangkan konsep yang dikemukakan oleh Ivancevich dan
Konopaske (2013) langkah pertama dalam melakukan anjab yaitu dengan melihat
organisasi berikut struktur dan alur prosesnya serta jabatan-jabatan yang ada di dalam
organisasi tersebut, apakah ada kesesuaian ataukah tidak.
Untuk membantu terhadap konsep anjab maka dioperasionalkan indikator-
indikator yang akan dibahas. Dari indikator-indikator ini akan disusun menjadi
pertanyaan-pertanyaan yang menjadi pedoman dalam melakukan wawancara dan
pembahasan.
Tabel 2.2. Operasionalisasi Konsep.
Konsep:
Analisis Jabatan adalah :
“A systematic process of gathering, documenting, and analyzing information about the
content, context, and requirements of a job.”
Suatu proses yang sistematis untuk pengumpulan, pendokumentasian, dan analisis
informasi tentang isi, konteks, dan persyaratan jabatan (Ivancevich dan Konopaske,
2013:152).
Universitas Indonesia
40
Variabel Dimensi Indikator
Analisis jabatan
menurut Ivancevich
dan Konopaske
(2013:152).
Menguji setiap jabatan
apakah sesuai dengan
struktur organisasi
Kesesuaian jabatan dengan
organisasi.
Kesesuaian jabatan dengan alur
proses bisnis organisasi.
Menentukan bagaimana
informasi jabatan akan
digunakan
Kejelasan prosedur atau
pedoman analisis jabatan.
Memproyeksikan penggunaan
informasi jabatan yang akan
diperoleh.
Memilih jabatan yang
akan dianalisis
Inventarisasi jabatan dalam
organisasi.
Kesesuaian jabatan dan
informan yang
merepresentasikan organisasi.
Para pihak yang terlibat dalam
analisis jabatan.
Mengumpulkan data
dengan menggunakan
teknik analisis jabatan
yang disepakati
Penetapan teknik dan metode
pengumpulan data
Keterlibatan para pihak dalam
proses analisis jabatan
Data informasi jabatan yang
terkumpul
Analisis informasi data jabatan.
Validasi data jabatan.
Kesimpulan informasi data
jabatan.
Menyiapkan uraian
jabatan
Kewenangan yang terdefinisikan
secara jelas.
Kesesuaian wewenang dengan
dengan posisi jabatan.
Kejelasan tanggung jawab
dalam setiap jabatan.
Kesesuaian kompensasi yang
diberikan terhadap tanggung
jawab jabatan.
Kelengkapan dan kesesuaian
fasilitas dengan kebutuhan
jabatan.
Kesesuaian target jabatan untuk
mendukung organisasi.
Menyiapkan
persyaratan jabatan
Kesesuaian dan efektivitas latar
belakang pendidikan, latihan
dan pengalaman dengan
Universitas Indonesia
41
Variabel Dimensi Indikator
tanggungjawab jabatan.
Kesesuaian jabatan dengan
kompetensi.
Sumber : diolah dari Ivancevich dan Konopaske (2013).
Universitas Indonesia
42
BAB 3
METODE PENELITIAN
Bab ini diuraikan mengenai pendekatan penelitian, jenis penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan teknik analisis data sebagai
metode yang digunakan dalam penelitian. Metode penelitian yang dipilih
digunakan untuk dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dengan
berpedoman pada teori yang ada.
3.1. Pendekatan Penelitian
Untuk menganalisis implementasi anjab pada jabatan fungsional di
BATAN, penulis menggunakan pendekatan post-positivis dengan metode
pengumpulan data kualitatif. Alasan menggunakan pendekatan post-positivis
karena penulis menggunakan teori sebagai awal menjawab pertanyaan penelitian,
yang akan memberikan petunjuk dan menjadi alat analisis sehingga akan
memberikan hasil yang mendekati kebenaran terhadap kondisi nyata yang ada di
lapangan melalui proses identifikasi dan anjab pada jabatan fungsional di
BATAN.
Pemasalahan yang diteliti berangkat dari realitas dengan mengkonstruksi
fenomena di lapangan secara induktif, kemudian melakukan wawancara dan studi
pustaka terhadap penerapan anjab dan kondisi jabatan fungsional dengan teori
anjab. Penelitian akan menganalisis penerapan anjab untuk jabatan fungsional
yang ada di BATAN dengan melakukan identifikasi terhadap langkah-langkah
dalam melakukan anjab untuk jabatan fungsional dan kemudian menganalisis
langkah-langkah tersebut.
3.2. Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan tempat dimana penelitian akan dilaksanakan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, penulis mengambil tempat
penelitian di BATAN dimana BATAN adalah instansi pemerintah yang
mengalami perubahan struktur dengan program reorganisasi yang kemudian
berimplikasi terhadap struktur jabatan fungsional, baik jumlah jenis jabatan dan
Universitas Indonesia
43
jumlah formasi jabatan fungsional di BATAN. Penelitian ini difokuskan pada unit
kerja yang memiliki tugas dan kewenangan dalam melaksanakan anjab di
BATAN..
3.3. Jenis Penelitian
3.3.1. Berdasarkan Tujuan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini termasuk ke dalam
penelitian eksplanatif yang artinya bersifat menerangkan untuk menjelaskan
bagaimana penerapan anjab di BATAN dan faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan anjab untuk jabatan fungsional di BATAN.
Kegiatan penelitian ini akan mencakup pengumpulan data, menyusun dan
mengolah data serta menafsirkan hasil pengolahan data dengan berlandaskan pada
konsep-konsep dan teori yang relevan untuk memperoleh kesimpulan yang akurat
guna membantu memecahkan masalah-masalah aktual.
3.3.2. Berdasarkan Dimensi Waktu
Dari aspek dimensi waktu, penelitian ini sendiri dapat digolongkan
sebagai penelitian cross sectional. Penelitian cross sectional sendiri adalah
penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu dan hanya mengambil satu
bagian dari fenomena sosial di satu waktu tersebut, dimana pada penelitian ini
mengambil waktu selama kurang lebih 2 bulan (awal April sampai dengan Mei
2018).
3.3.3. Berdasarkan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada manfaat penelitian, maka penelitian ini sendiri dapat
dikatakan sebagai penelitian terapan. Penelitian terapan adalah penelitian yang
dilakukan dengan tujuan memberikan solusi atas permasalahan tertentu sehingga
nantinya hasil dari penelitian dapat segera langsung diaplikasikan (Armin, 1990).
Dalam hal ini penelitian yang dilakukan ditujukan untuk menemukan solusi atas
permasalahan yang dihadapai oleh BATAN yang berkaitan dengan anjab untuk
jabatan fungsional.
Universitas Indonesia
44
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan menggunakan beberapa
metode untuk mengumpulkan data, baik primer maupun sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung dengan mengumpulkan data dari obyek riset
dengan cara melakukan wawancara terhadap informan. Data sekunder merupakan
semua data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek yang diteliti, yaitu
diperoleh melalui studi pustaka.
3.4.1. Wawancara
Teknik pengumpulan data primer melalui wawancara dilakukan melalui
tanya jawab yang sifatnya terbuka, artinya informan memiliki kebebasan dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penulis. Data yang diambil dari
informan dirancang melalui sebuah instrumen yaitu pedoman wawancara
sehingga akan diperoleh data yang diinginkan oleh peneliti.
3.4.2. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk membangun kerangka teori melalui studi
literatur dengan menelusuri berbagai teori, jurnal hasil penelitian dan studi
terdahulu yang telah dilakukan oleh ahli-ahli SDM yang berhubungan dengan
anjab untuk kebutuhan jabatan fungsional. Studi pustaka juga dilakukan untuk
mengetahui berbagai bahan terkait kebijakan, peraturan perundang-undangan dan
data yang relevan dengan implementasi anjab untuk kebutuhan jabatan fungsional.
Data yang didapat dari hasil studi literature kemudian dikonstruksikan
menjadi kerangka teori dan digunakan sebagai alat analisis terhadap fenomena
dan kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktik yang terjadi di lapangan
terkait anjab dan jabatan fungsional.
3.5. Informan
Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian
ini, penulis mempergunakan pengumpulan data primer yang diambil langsung
dari sumbernya tanpa perantara. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data primer dilakukan melalui wawancara dengan membuat transkrip hasil
Universitas Indonesia
45
wawancara yang didalamnya memuat secara lengkap jawaban-jawaban dari
informan yang menjadi nara sumber.
Informan penelitian dipilih menggunakan teknik sampling purposive,
artinya beberapa informan tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa mereka
memahami tentang proses perencanaan SDM organisasi di Badan Litbang
Kesehatan dan peraturan-peraturan terkait SDM.
Berikut beberapa alasan penulis memilih informan–informan tersebut
sebagai narasumber yaitu :
1. Sekretaris Utama BATAN (Informan 1), selaku pejabat yang mempunyai
tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan
pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di
lingkungan BATAN.
2. Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi (Informan 2), selaku
pejabat yang mempunyai tugas dalam merumuskan kebijakan,
merencanakan, melaksanakan perencanaan dan pengembangan sumber
daya manusia, mutasi kepegawaian, kegiatan umum kepegawaian dan
kegiatan organisasi dan ketatalaksanaan.
3. Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembangan SDM (Informan 3),
selaku pejabat yang mempunyai tugas dalam menyiapkan konsep rumusan
kebijakan, merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan
perencanaan, pengembangan, sumber daya manusia.
4. Kepala Bagian Administrasi Jabatan Fungsional (Informan 4), selaku
pejabat yang mempunyai tugas dalam menyiapkan konsep rumusan
kebijakan, merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan
administrasi jabatan fungsional.
5. Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana (Informan 5), selaku pejabat
yang mempunyai tugas dalam menyiapkan konsep rumusan kebijakan,
merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pengelolaan
Organisasi dan Tata Laksana.
6. Kepala Subbagian Pengembangan SDM (Informan 6), selaku pejabat yang
mempunyai tugas menyiapkan bahan konsep rumusan kebijakan,
Universitas Indonesia
46
merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan kegiatan bidang
pengembangan sumber daya manusia.
7. Kepala Subbagian Tata Laksana (Informan 7), selaku pejabat yang
mempunyai tugas menyiapkan bahan konsep rumusan kebijakan,
merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan kegiatan bidang tata
laksana.
8. Kepala Subbagian Administrasi Jabatan Fungsional I (Informan 8), selaku
pejabat yang mempunyai tugas menyiapkan bahan konsep rumusan
kebijakan, merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan kegiatan
administrasi jabatan fungsional terutama Jabatan Fungsional Pranata
Nuklir.
9. Kepala Subbagian Persuratan dan Tata Usaha Pimpinan – Biro Umum
(Informan 9), selaku pejabat yang mempunyai tugas untuk melakukan
urusan administrasi kepegawaian di Biro Umum.
Pemangku kebijakan yang dijadikan sebagai informan yaitu :
Tabel 3.1. Daftar Informan Penelitian
Informan Nama Jabatan
1. Ir. Falconi Margono Sekretaris Utama BATAN
2. Ir. Hadi Susilo Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan
Organisasi
3. Drs. Sony Emanuel Kepala Bagian Perencanaan dan
Pengembangan SDM, BSDMO
4. Suhandi, A.Md. Kepala Bagian Administrasi Jabatan
Fungsional, BSDMO
5. Dra. Wiwik Sri Wiyati Kepala Bagian Organisasi dan Tata
Laksana, BSDMO
6. Siti Komariah, S.AP. Kepala Subbagian Pengembangan Sumber
Daya Manusia, BSDMO
7. Septiani Rahayu, A.Md. Kepala Subbagian Administrasi Jabatan
Fungsional I, BSDMO.
8. Chantar Harumi, S.Sos. Kepala Subbagian Tata Laksana, BSDMO
9. Dwi Anti, SE, MM. Kepala Subbagian Persuratan dan Tata
Usaha Pimpinan, Biro Umum
Sumber: Penulis, 2018 (data diolah).
Universitas Indonesia
47
3.6. Teknik Pengolahan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini bersifat primer dan sekunder.
Data primer didapatkan dari wawancara mendalam dengan informan yang
dianggap memiliki kapabilitas dalam kebijakan dan implementasi manajemen
SDM yang dilakukan sama seperti dengan percakapan informal yang diselingi
dengan bahasa sehari-hari. Pedoman wawancara digunakan sebagai acuan dalam
mendapatkan informasi yang ingin diketahui terhadap permasalahan yang
diangkat. Dalam pelaksanaannya, data yang dikumpulkan melalui “mendengar
dan wawancara” yang kemudian direkam atau dicatat untuk selanjutnya dianalisis
dengan cara mengurutkan dan mengklasifikasikan, membuat kode secara terbuka,
aksial, dan selektif, dan mengintrepetasi dan mengelaborasi (Jannah dalam
Silalahi, 2017:280). Susunan pertanyaan dan kalimat dalam pedoman wawancara
dapat diubah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara berlangsung.
Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari dokumen dan teks yang
didapatkan melalui studi pustaka, baik buku-buku yang terkait dengan manajemen
SDM dalam rangka melaksanakan anjab, maupun dokumen kerja dan peraturan
pemerintah dibidang kepegawaian yang terkait dengan pokok permasalahan yang
masih maupun yang pernah berlaku.
3.7. Teknik Analisis Data
Pada penelitian penerapan analisis jabatan untuk jabatan fungsional di
BATAN, peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan strategi
ideal yang dijelaskan oleh Neuman (2006) yaitustrategi yang dilakukan dengan
membandingkan antara data (realitas) dengan yang seharusnya (teori).
Dalam melakukan penelitian, teori membantu dalam mendeskripsikan apa
yang terjadi dan menjelaskan mengapa terjadi. Teori menjelaskan mengenai fakta
mana yang penting dan tidak penting dalam proses penelitian. Teori secara
spesifik menjelaskan bagaimana suatu konsep terhubung antar satu dengan yang
lain sehingga dapat membantu bagaimana melihat dan berpikir mengenai suatu
topik atau permasalahan. Teori memberi konsep, menyediakana asumsi-asumsi
dasar, menyusun pertanyaan penting dan menganjurkan cara pengambilan data
Universitas Indonesia
48
yang relevan dalam suatu penelitian. Teori membantu kita menjelaskan dan
meramalkan fenomena sosial, ketika menjelaskan suatu fenomena, teori
memerlukan pembuktian secara sistematik. Jadi teori yang baik adalah teori yang
bisa didukung atau ditolak melalui analisa yang jelas dan penggunaan data secara
sistematis.
Proses analisis data penelitian diawali dengan proses pengumpulan data.
Data yang dikumpulkan melalui mendengar, mengamati, dan mewawancaraibaik
melalui perekaman suara, catatan maupun ingatan emosi dikumpulkan menjadi
satu, dan dianalisis denganmengurutkan dan mengelompokkan sesuai aspek-aspek
penelitian yang ditelitimelalui pengklasifikasian dengan membuat kode secara
terbuka, selektif, menginterprestasidan elaborasi data. Kemudian peneliti
membandingkan hasil data penelitian yang didapatkan dilapangan dengan teori
yang sudah ada, untuk kemudian dibuat kesimpulan dan disajikan secara
deskriptif.
3.8. Triangulasi
Penelitian ini menggunakan triangulasi, sebagai langkah-langkah
pembuktian informasi dengan informan atau antara sumber-sumber informasi
yang berbeda dengan menggunakan bermacam-macam sumber data, peneliti dan
teori. Strategi triangulasi digunakan untuk melakukan validasi atau menguji
validitas data yang terkumpul, sebagaimana yang disampaikan oleh Creswell
(2009: 191) dalam Arifin (2017:70) bahwa mentriangulasi sumber-sumber data
yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber
tersebut dan menggunakannya untuk membangun jastifikasi tema-tema secara
koheren. Teknik ini digunakan untuk lebih memahami tentang hasil pengumpulan
data melalui metode wawancara dan studi pustaka. Triangulasi dilakukan dengan
cara:
1. Membandingkan antar nara sumber
2. Membandingkan nara sumber dengan teori, dan
3. Membandingkan antar nara sumber dengan teori.
Sehingga sebagai hasil akhir dari triangulasi akan didapatkan analisis dan
kesimpulan dari sebuah penelitian.
Universitas Indonesia
49
3.9. Kisi-kisi Data Penelitian
Kisi-kisi data penelitian disusun untuk memberi penulis kemudahan
sekaligus konsistensi dalam melakukan pengambilan data di lapangan agar sesuai
dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Untuk lebih jelasnya maka penulis
menyusun matriks kisi-kisi data penelitian sebagaimana disajikan dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 3.2. Matriks Kisi-kisi Data Penelitian
Data Yang
Akan Dicari
Jenis
Data
Sumber Data Teknik
Pengumpulan
Data
Penilaian
peneliti
Menguji
setiap jabatan
apakah sesuai
dengan
struktur
organisasi
Primer
sekunder
Informan :
1. Sekretaris Utama
2. Kepala Biro
Sumber Daya
Manusia dan
Organisasi
3. Kepala Bagian
Perencanaan dan
Pengembangan
SDM - BSDMO
4. Kepala Bagian
Organisasi dan
Tata Laksana -
BSDMO
5. Kepala Bagaian
Administrasi
Jabatan Fungsional
- BSDMO
1. Wawancara
2. Studi Data
Sekunder
1. Banding
kan
dengan
peraturan
UU
2. Triangul
asi
Menentukan
bagaimana
informasi
akan
digunakan
Primer
sekunder
Informan :
1. Kepala Biro
Sumber Daya
Manusia dan
Organisasi
2. Kepala Bagian
Perencanaan dan
Pengembangan
SDM - BSDMO
3. Kepala Bagian
Organisasi dan
Tata Laksana -
BSDMO
1. Wawancara
2. Studi Data
Sekunder
1. Banding
kan
dengan
peraturan
UU
2. Triangul
asi
Universitas Indonesia
50
Data Yang
Akan Dicari
Jenis
Data
Sumber Data Teknik
Pengumpulan
Data
Penilaian
peneliti
4. Kepala Bagaian
Administrasi
Jabatan Fungsional
- BSDMO
5. Kepala Subbagian
Pengembangan
SDM - BSDMO
6. Kepala Subbagian
Tata Laksana -
BSDMO
7. Kepala Subbagian
Persuratan dan
Tata Usaha
Pimpinan - BU
Memilih
jabatan yang
akan
dianalisis
Primer
sekunder
Informan :
1. Kepala Biro
Sumber Daya
Manusia dan
Organisasi
2. Kepala Bagian
Perencanaan dan
Pengembangan
SDM - BSDMO
3. Kepala Bagian
Organisasi dan
Tata Laksana
4. Kepala Bagaian
Administrasi
Jabatan Fungsional
- BSDMO
5. Kepala Subbagian
Pengembangan
SDM - BSDMO
6. Kepala Subbagian
Tata Laksana -
BSDMO
7. Kepala Subbagian
Persuratan dan
Tata Usaha
Pimpinan - BU
1.Wawancara
2.Studi Data
Sekunder
1. Bandin
gkan
dengan
peratura
n UU
2. Triangu
lasi
Mengumpulk
an data
dengan
menggunaka
n teknik
Primer
sekunder
Informan :
1. Kepala Biro
Sumber Daya
Manusia dan
Organisasi
1. Wawancara
2. Studi Data
Sekunder
1. Banding
kan
dengan
peraturan
UU
Universitas Indonesia
51
Data Yang
Akan Dicari
Jenis
Data
Sumber Data Teknik
Pengumpulan
Data
Penilaian
peneliti
analisis
jabatan yang
disepakati
2. Kepala Bagian
Perencanaan dan
Pengembangan
SDM - BSDMO
3. Kepala Bagian
Organisasi dan
Tata Laksana -
BSDMO
4. Kepala Bagaian
Administrasi
Jabatan
Fungsional -
BSDMO
5. Kepala Subbagian
Pengembangan
SDM - BSDMO
6. Kepala Subbagian
Tata Laksana -
BSDMO
7. Kepala Subbagian
Persuratan dan
Tata Usaha
Pimpinan, BU
2. Triangul
asi
Menyiapkan
uraian
jabatan
Primer
sekunder
Informan :
1. Kepala Biro
Sumber Daya
Manusia dan
Organisasi
2. Kepala Bagian
Perencanaan dan
Pengembangan
SDM - BSDMO
3. Kepala Bagian
Organisasi dan
Tata Laksana -
BSDMO
4. Kepala Bagaian
Administrasi
Jabatan Fungsional
- BSDMO
5. Kepala Subbagian
Pengembangan
SDM - BSDMO
6. Kepala Subbagian
Administrasi
1. Wawancara
2. Studi Data
Sekunder
1. Banding
kan
dengan
peraturan
UU
2. Triangul
asi
Universitas Indonesia
52
Data Yang
Akan Dicari
Jenis
Data
Sumber Data Teknik
Pengumpulan
Data
Penilaian
peneliti
Jabatan Fungsional
7. Kepala Subbagian
Tata Laksana -
BSDMO
8. Kepala Subbagian
Persuratan dan
Tata Usaha
Pimpinan - BU
Menyiapkan
persyaratan
jabatan
Primer
sekunder
Informan :
1. Kepala Bagian
Perencanaan dan
Pengembangan
SDM - BSDMO
2. Kepala Bagian
Organisasi dan
Tata Laksana -
BSDMO
3. Kepala Subbagian
Organisasi -
BSDMO
4. Kepala Subbagian
Tatalaksana -
BSDMO
5. Kepala Subbagian
Perencanaan SDM
- BSDMO
6. Kepala Subbagian
Pengembangan
SDM - BSDMO
7. Kepala Subbagian
Persuratan dan
Tata Usaha
Pimpinan - BU
1. Wawancara
2. Studi Data
Sekunder
1. Banding
kan
dengan
peraturan
UU
2. Triangul
asi
Sumber: Penulis, 2018 (data diolah).
Universitas Indonesia
53
BAB 4
PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan gambaran umum mengenai Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) sebagai lokus penelitian dan mendapatkan analisis hasil
penelitian dengan menguraikan aspek-aspek yang terkait dengan penerapan
analisis jabatan untuk jabatan fungsional di BATAN termasuk faktor-faktor yang
mempengaruhi, baik faktor-faktor yang menghambat ataupun faktor-faktor yang
mendorong penerapan analisis jabatan untuk jabatan fungsional di BATAN.
4.1. Gambaran Umum
Gambaran umum berikut ini akan menyajikan secara singkat mengenai
tugas, fungsi struktur organisasi dan profil pegawai BATAN serta manajemen
Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi yang mempunyai tugas melaksanakan
perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia, administrasi jabatan
fungsional, mutasi dan kesejahteraan pegawai, dan pengelolaan organisasi dan
tata laksana.
4.1.1. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013, Pasal 1
menyebutkan bahwa BATAN merupakan Badan Pelaksana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran, adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di
bawah dan betanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang membidangi
urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi. Tugas pokok BATAN sesuai
dengan Peraturan Presiden tersebut adalah melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi nuklir sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir di Indonesia hanya diarahkan untuk tujuan damai dan sebesar-besarnya
untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Universitas Indonesia
54
Dalam melaksanakan tugasnya, sesuai Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor
46 Tahun 2013, BATAN melaksanakan fungsi :
a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian,
pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir;
b. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN;
c. pelaksanaan penelitian, pengembangan, dan pendayagunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi nuklir;
d. fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan
lembaga lain di bidang penelitian, pengembangan dan pendayagunaan
ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir;
e. pelaksanaan pembinaan dan pemberian dukungan
f. administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BATAN;
g. pelaksanaan pengelolaan standardisasi dan jaminan mutu nuklir;
h. pembinaan pendidikan dan pelatihan;
i. pengawasan atas pelaksanaan tugas BATAN; dan
j. penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang penelitian,
pengembangan, dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir.
Untuk menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan
Presiden tersebut di atas, maka BATAN di dukung dengan struktur organisasi
yang terdiri atas 5 (lima) unit Jabatan Pimpinan Tinggi Utama dan Madya dan 22
(dua puluh dua) unit kerja Jabatan Pimpinan Tinggi Madya yang semuanya
tersebar di Kawasan Nuklir Kantor Pusat, Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Kawasan
Nuklir Puspiptek Serpong, Kawasan Nuklir Bandung, dan Kawasan Nuklir
Yogyakarta sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.1. sebagai berikut :
Universitas Indonesia
55
Gambar 4.1. Struktur Organisasi BATAN
Sumber: Lampiran Peraturan Kepala BATAN Nomor 14 Tahun 2013.
4.1.2. Profil Pegawai
Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, BATAN didukung dengan
pegawai sebanyak 2642 orang, yang terdiri dari jabatan struktural, jabatan
fungsional umum dan jabatan fungsional tertentu. Secara ringkas profil pegawai
yang ada di BATAN adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Jabatan di BATAN
No. Jenis Jabatan Jumlah Pegawai Prosentase
1 Jabatan Struktural 304 orang 12 %
2 Jabatan Fungsional Umum (pelaksana) 774 orang 32 %
3 Jabatan Fungsioal Tertentu 1.383 orang 56 %
Total 2.462 orang 100 %
Sumber: diolah dari SIMSDM BATAN, 2018.
Universitas Indonesia
56
Secara khusus jabatan fungsional yang ada di BATAN adalah sebanyak 30
jenis jabatan dengan jumlah pemangku jabatan adalah sebanyak 1.383 orang atau
sebanyak 56% dari keseluruhan jumlah pegawai di BATAN. Komposisi pegawai
pada jabatan fungsional tertentu berdasarkan pembagian jenjang jabatannya
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Komposisi Pejabat Fungsional Tertentu Berdasarkan Jenjang Jabatan di
BATAN
No. Jenjang Jabatan Jumlah Pegawai Prosentase
1. Ahli Utama 81 orang 6 %
2. Ahli Madya 287 orang 21 %
3. Ahli Muda 310 orang 22 %
4. Ahli Pertama 179 orang 13 %
5. Keterampilan 526 orang 38 %
Total 1.383 orang 100 %
Sumber: Diolah dari SIMSDM BATAN, 2018.
4.1.3. Manajemen Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi
Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi (BSDMO) merupakan unit
kerja yang berada di bawah Sekretariat Utama yang merupakan unsur pembantu
pemimpin yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BATAN.
Sekretariat Utama mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas,
pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi
di lingkungan BATAN, sesuai dengan Pasal 8 Peraturan Kepala BATAN Nomor
14 Tahun 2013. Sedangkan pada Pasal 26 menyebutkan bahwa BSDMO
mempunyai tugas melaksanakan perencanaan dan pengembangan sumber daya
manusia, administrasi jabatan fungsional, mutasi dan kesejahteraan pegawai, dan
pengelolaan organisasi dan tata laksana. Struktur organisasi BSDMO adalah
sebagaimana dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Universitas Indonesia
57
Gambar 4.2. Struktur Organisasi BSDMO BATAN
Sumber : Lampiran Peraturan Kepala BATAN Nomor 14 Tahun 2013.
Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 4.2. bahwa secara struktur,
BSDMO mempunyai tugas dan fungsi menyelenggrakan kegiatan yang
berhubungan dengan kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang
kesemuanya itu berasal dari data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan
yang dihasilkan dari proses analisis jabatan, sesuai dengan Pasal 1 Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi
Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan. Maka berdasarkan hal
tersebut, kewajiban dan kewenangan pelaksanaan kegiatan analisis jabatan di
BATAN berada pada BSDMO.
4.2. Hasil Penelitian
Penulis melakukan penelitian di Badan Tenaga Nuklir Nasional dengan
mengambil lokasi penelitian di Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi
(BSDMO) sebagai unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan
kegiatan Analisis Jabatan dan di Biro Umum sebagai salah satu unit kerja di
BATAN yang dilakukan Analisis Jabatan, melalui metode wawancara dengan
Universitas Indonesia
58
informan dan studi pustaka sehingga didapatkan data untuk dijadikan bahan
analisis dan kemudian dilakukan pembahasan hasil penelitian.
4.2.1. Penerapan Analisis Jabatan Untuk Jabatan Fungsional di BATAN
Kegiatan anjab di BATAN digunakan untuk kelembagaan,
ketatalaksanaan, dan kepegawaian sesuai dengan Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan
yang secara praktis berperan dalam memunculkan jabatan-jabatan fungsional yang
diperlukan dan dibutuhkan di BATAN dan pengisian pegawai untuk menduduki
jabatan-jabatan fungsional yang ada untuk memenuhi prinsip “The right person
on the right place and the right time”, seperti disampaikan oleh Informan 1
sebagai berikut :
“Mau dia fungsional khusus, fungsional umum kan seharusya semua
melalui anjab. Kan adanya orang sebetulnya didasarkan oleh adanya suatu
kebutuhan kan? Jadi kita butuhnya apa untuk menyelesaikan pekerjaan
apa, berarti kita membutuhkan orang dengan kualifikasi tertentu. Nah
untuk karirnya kalau kualifikasi tertentu bisa di fungsional atau struktural,
filosofinya kan begitu. Nah harusnya sih menurut saya tetep analisis
jabatan.” (Wawancara dengan Informan 1: Sekretaris Utama BATAN, 23
Mei 2018).
Penerapan anjab di BATAN dilakukan pada beberapa kesempatan, seperti
disampaikan oleh Mondy and Noe (2005:87), bahwa:
“job analysis is performed on three occasions. First, it is done when the
organization is founded and job analysis program is inisiated for the first
time. Second, it is performed when new jobs are created. Third, it is used
when jobs are changed significantly as a result of new technologies,
methods, procedures, or systems.”
Menurut Mondy dan Noe (2005:87) tersebut bahwa anjab dapat dilakukan yang
pertama pada saat organisasi pertama kali didirikan dan anjab akan dilakukan,
yang kedua adalah pada saat organisasi sudah berdiri dan sudah dibuat jabatan-
jabatan di dalam organisasi, dan ketiga anjab dilakukan ketika jabatan akan
diubah secara signifikan sebagai hasil dari teknologi, metode, prosedur, atau
sistem baru.
Universitas Indonesia
59
Untuk mendeskripsikan penerapan analisis jabatan (anjab) pada jabatan
fungsional di BATAN penulis menggunakan rujukan berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Ivancevich dan Konopaske (2013: 150-185) mengenai
langkah-langkah dalam melaksanakan anjab. Teori ini menjadi landasan dasar
dalam menggali, mengolah dan menganalisis data untuk kemudian disajikan
dalam bentuk pembahasan hasil penelitian. Anjab menurut Ivancevich dan
Konopaske (2013: 152) merupakan suatu proses terdiri dari enam tahapan atau
langkah dan dilakukan secara sistematis, yaitu terdiri dari tahap menguji setiap
jabatan apakah sesuai dengan struktur organisasi, tahap menentukan bagaimana
informasi analisis jabatan akan digunakan, tahap memilih jabatan yang akan
dianalisis, tahap mengumpulkan data dengan menggunakan teknik analisis jabatan
yang dapat diterima, tahap menyiapkan uraian jabatan, dan tahap menyiapkan
spesifikasi jabatan.
4.2.1.1. Menguji Setiap Jabatan Apakah Sesuai Dengan Struktur Organisasi
Organisasi adalah wadah tempat manusia bekerja dan merupakan unsur
pertama yang harus diketahui. Tempat bekerja ini seringkali lebih spesifik disebut
dengan jabatan. Dalam sebuah organisasi terdapat aspek struktur, bisnis proses
dan jabatan-jabatan yang mengisi organisasi. Seperti disampaikan oleh Nancy
(1988) dalam Nyasha (2013:38) menekankan bahwa langkah awal dalam
melakukan anjab adalah mengenal lingkungan eksternal dan organisasi, tujuan
strategi, desain, masukan (produk dan layanan). Sedangkan Peraturan Kepala
BKN Nomor 12 Tahun 2011 memberikan rambu-rambu, bahwa sebagai landasan
melaksanakan anjab perlu memperhatikan visi misi, struktur, tata kerja, tugas
pokok, dan fungsi organisasi, serta sumber data lainnya seperti rencana kerja,
laporan pelaksanaan pekerjaan, dan informasi kepegawaian lainnya.
Pada tahap pertama ini akan memberikan pandangan luas tentang
bagaimana setiap jabatan sesuai dengan keseluruhan struktur organisasi.
Melaksanakan tahap ini dibantu dengan cara melihat bagan organisasi. Bagan
organisasi memperlihatkan pekerjaan di seluruh organisasi, dengan jabatan dari
setiap posisi dan garis yang saling berhubungan yang memperlihatkan siapa
melapor kepada dan berkomunikasi dengan siapa (Dessler, 2016:118).
Universitas Indonesia
60
“Sebetulnya kan diawali dari program kan, harusnya dari program.
Kita sebetulnya 5 tahun kedepan, 10 tahun kedepan, atau bahkan tahun
depan, 2 tahun kedepan kita sebetulnya mau menyelesaikan apa sih? Ya
kan? Kita menyelesaikan apa disitu artinya kita akan menghasilkan target-
target. Target tuh artinya bisa dua, ada target yang memang ditugaskan
oleh pemerintah melalui kalau Presiden katakanlah melalui janji-janji
beliau jadi kita punya porsi tertentu untuk menyelesaikan janji beliau, atau
ada perkembangan jaman yang memang menghendaki kompetensi atau
tugas dan fungsi dari lembaga itu, pokoknya kita harus menyelesaikan.
Contohnya soal kenukliran, mungkin kan kita juga punya keinginan untuk
maju di bidang tertentu karena kita punya organisasi internasional, nah itu
kan juga perlu diwadahi perkembangannya. Nah dari program-program itu
baru kita turunkan dalam bentuk organisasinya kan? Siapa yang
melaksanakan? Ya kan? Siapa yang melaksanakan ini ada dua, yang
pertama adalah rumahnya artinya nantinya akan mencerminkan tugas dan
fungsinya apa, berikut orang yang mengerjakan tugas dan fungsinya itu
kan? Jadi urutannya kurang lebih seperti itu. Jadi programnya dulu apa,
program itu ditugaskan atau tidak itu yang pertama, yang kedua adalah
program yang kita kembangkan yang ini akan memberikan kontribusi
kepada nasional atau kontribusi scoop-nya internasional. Dari program kan
intinya siapa mengerjakan program ini, nah perlu jabatan-jabatan itu untuk
dikembangkan agar bisa bertanggungnjawab dan siapa yang mengerjakan,
jadi keluar anjab-anjab.” (Wawancara dengan Informan 1: Sekretaris
Utama BATAN, 23 Mei 2018).
Pernyataan yang disampaikan oleh Informan 1 menunjukkan bahwa
pembentukan struktur organisasi BATAN dengan adanya jabatan-jabatan yang
ada di dalamnya diturunkan dari program-program yang sangat dipengaruhi oleh
internalitas dan eksternalitas. Tugas dan fungsi BATAN yang telah diamanahkan
dalam Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 dan adanya kemauan BATAN
untuk lebih berperan dalam mensejahterakan kehidupan bangsa dan unggul di
tingkat regional merupakan faktor internalitas. Sedangkan faktor eksternalitas
misalnya datang dari target-target yang ditetapkan oleh pemerintah dalam tataran
kebijakan di tingkat nasional, misalnya Nawacita yang didengungkan oleh
Presiden RI Joko Widodo; dan program-program regional maupun internasional
yang datang dari International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai badan
nuklir dunia di bawah PBB.
Informan 3 dan 6 menyampaikan hal yang senada, bahwa kegiatan anjab
yang pertama untuk menguji kesuaian jabatan di organisasi terutama jabatan
fungsional yaitu dengan melihat tugas dan fungsi (tusi) organisasi kemudian
Universitas Indonesia
61
dijabarkan uraian tugasnya sehingga muncul nomenklatur jabatannya. Dari tusi
akan tercermin kegiatan yang akan dilaksanakan berdasarkan penjabaran dari
uraian jabatan yang kemudian akan mengerucut pada jabatan apa yang akan
melaksanakan kegiatan tersebut. Oleh karena itu akan terlihat apakah jabatan-
jabatan tersebut sudah sesuai dengan struktur organisasi atau belum.
“Pertama ya kita lihat tusinya, kita baca lah dari tusi itu bisa
mencerminkan bahwa jabatan apa yang pas disitu. Untuk fungsional kan
ya, otomatis kalau misalnya dia tugasnya ada unsur pelayanan pasti ada
jabatan fungsional Pranata Nuklir. Kalau litbang ya berarti ada Peneliti,
jadi tergantung dari tusinya dulu kita baca. Dari tusi baru mencerminkan
kegiatan, jadi bisa diprediksi jabatan apa yang sesuai. Tapi pelayanan
bukan berarti Pranata Nuklir tok ya, Pengawas Radiasi juga bisa. Kalau dia
di Bidang Keselamatan juga bisa Pengawas Radiasi. Itu salah satunya dari
tusi, kalau ndak dari tusi ya ndak bisa Riz.” (Wawancara dengan Informan
3: Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembagan Sumber Daya Manusia,
BSDMO, 18 Mei 2018).
“Iya salah satunya kan kalau reorganisasi ditindaklanjuti dengan
Anjab ini, jadi kita lihat itu tugas dan fungsinya di setiap struktur lalu kita
jabarkan dalam uraian tugasnya dijabarkan lagi baru nanti ketahuan
nomenklatur jabatannya. Tapi karena ini tusinya tidak banyak berubah,
beberapa kan ada unit kerja baru contohnya Jaminan Mutu gak ada ya jadi
kita lebih fokus analisisnya. Tapi untuk di PKDI, keuangan dari tahun ke
tahun sama ya jadi kita lihat aja Anjab dari tahun lalu yang sudah ada
yang berupa data karena dulu nyebarin kuesioner biasanya tugas-tugasnya
sama. (Wawancara dengan Informan 6 : Kepala Subbagian Pengembangan
Sumber Daya Manusia, BSDMO, 31 Mei 2018).
Hanya saja terdapat perbedaan dalam melakukan anjab untuk jabatan yang
sama sekali belum pernah ada sebelumnya dengan jabatan yang sudah ada di
BATAN. Misalnya dalam memunculkan Unit Jaminan Mutu (UJM) yaitu unit
kerja setingkat Eselon IV, dilakukan anjab secara lebih fokus analisisnya.
Sedangkan untuk jabatan di unit kerja Subbagian PKDI (Persuratan,
Kepegawaian, Dokumentasi Ilmiah) dan Subbagian Keuangan, dalam melakukan
anjab hanya dengan melihat data atau hasil anjab tahun-tahun sebelumnya karena
biasanya tugas-tugasnya sama. Begitu pula dengan melakukan anjab untuk jabatan
fungsional di BATAN misalnya pada Bidang yang melakukan kegiatan pelayanan
dan Bidang yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan.
Universitas Indonesia
62
“Jadi tentunya harus dilakukan pencermatan disemua kotak
organisasi itu jabatan apa yang layak ada di dalam semua kotak organisasi,
jadi itu yang dilakukan untuk memetakan, jadi selain jabatan struktural ini
masih nomenklatur lama, yang menarik adalah jabatan fungsional apa saja
yang boleh ada di dalam semua kotak atau organ organisasi. Dari situlah
semua bermula bahwa kita menentukan jabatan-jabatan fungsional yang
ada di unit organisasi tersebut. Nah pada waktu itu kami border-nya
ataupun batasannya itu adalah jenis-jenis jabatan fungsional yang secara
resmi ada di saat itu, makanya tadi Pak Fariz juga mengemukakan hasil
survei berkembang dari 23 menjadi 30 jabatan, nah itu memang dinamis
tetapi yang saya pahami adalah bahwa ini memang suatu proses yang
anjab ABK itu proses yang dinamis juga. Yang harus dipenuhi adalah
kepentingan organisasi, sekali lagi adalah regulasi, itu dua-duanya harus
dipenuhi. Jadi saya sebut saja kepentingan organisasi sebut saja ranah
tugasnya apa sehingga itu harus match dengan rincian tugas jabatan
fungsional tersebut. Harus inline begitu, kalau tidak saya khawatir
fenomena lama harus mengumpulkan angka kredit jadi gak ngejar, itu dari
sisi pegawainya. Dari sisi organisasinya juga tugas-tugas yang sudah
dirumuskan itu jadi tidak terkerjakan dengan baik, jadi poinnya harus ada
matching dengan tugas-tugas atau rincian tugas organisasi dengan butir-
butir angka kredit yang dikerjakan oleh pejabat fungsional.” (Wawancara
dengan Informan 2 : Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi,
30 Mei 2018).
Batasan-batasan di kemukakan oleh informan 2, bahwa dalam melihat
kesesuaian antara jabatan terutama jabatan fungsional dengan organisasi harus
memperhatikan dua hal, yaitu mendukung kepentingan organisasi dan sesuai
dengan peraturan sehingga tugas-tugas yang dikerjakan pada suatu jabatan sesuai
dengan rincian tugas jabatan fungsional yang tertuang dalam Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional yang berisi butir-butir kegiatan.
Kemudian dalam melaksanakan tahap pertama pelaksanaan anjab yaitu
untuk menguji setiap jabatan apakah sesuai dengan organisasi dengan melihat
kesesuaian jabatan dengan alur proses bisnis organisasi dibantu dengan bagan
proses. Bagan proses menurut Dessler (2016:118) adalah sebuah bagan alur yang
memperlihatkan alur dari input ke output dari pekerjaan tertentu.
“Ya proses bisnis itu kembali lagi seperti yang tadi saya sampaikan
tergantung programnya dulu, output-nya dulu, lalu hasilnya atau targetnya,
lalu siapa yang mengerjakan, dimana mengerjakannya, nah itu akan
tergantung bisnis prosesnya kan sehingga nanti ditempatkan orang-
orangnya dengan kompetensi-kompetensi tertentu. Ini yang secara
Universitas Indonesia
63
globalnya ya. (Wawancara dengan Informan 1: Sekretaris Utama, 23 Mei
2018).
“Sekali lagi kalau terkait bisnis proses itu goal-nya harus diarahkan
untuk mencapai tujuan organisasi, visi misi, renstra yang berjenjang tadi
jadi saya termasuk warga BATAN yang memberikan asupan pada sistem
yang merumuskan proses bisnis BATAN itu tidak bottom up tapi top
down.” (Wawancara dengan Informan 2: Kepala Biro Sumber Daya
Manusia, 30 Mei 2018).
Perumusan proses bisnis sebagai salah satu aspek yang ada dalam organisasi
seperti disampaikan oleh Informan 1 akan sangat mempengaruhi adanya suatu
jabatan dalam organisasi, namun oleh Informan 2 diingatkan bahwa dalam proses
bisnis dalam organisasi harus memperhatikan visi dan misi organisasi yang
tertuang dalam Dokumen Perencanaan Strategis (Renstra) BATAN dan disusun
secara top down bukan bottom up.
Terkait dengan organisasi BATAN yang nanti pada tanggal 5 Desember
2018 akan berusia 60 tahun, telah dilakukan berapa kali evaluasi. Evaluasi ini
dilakukan dengan satu tujuan yang pada akhirnya adalah untuk memahami kaitan
antara jabatan dengan arahan strategis organisasi.
“Jadi kebetulan sekarang BSDMO menjadi leading Satker untuk
melakukan evaluasi organisasi. Men PAN menyebutnya semua instansi
harus melakukan audit organisasi ini rohnya adalah mengevaluasi
organisasi apakah sudah sesuai dengan program-program instansi atau
kementerian kedepan. Jadi harus mengarah kesana sekarang, sedang
berjalan. Karena kita secara tusinang kan mempunyai Bagian Organisasi
dan Tata Laksana.”(Wawancara dengan Informan 2: Kepala Biro Sumber
Daya Manusia, 30 Mei 2018).
BATAN sebagai lembaga pemerintah dalam melakukan evaluasi
organisasi dimotori oleh BSDMO sebagai leading Satuan Kerja (Satker)
sebagaimana disampaikan oleh Informan 2. Evaluasi organisasi di BATAN selalu
berpegang teguh dengan peraturan yang berlaku yaitu Instruksi Presiden Nomor
13 Tahun 1998 tentang Prosedur Pengusulan, Penetapan Dan Evaluasi Organisasi
Pemerintahan dan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 67 Tahun 2011 tentang
Pedoman Evaluasi Kelembagaan Pemerintah sehingga dalam penilaian evaluasi
organisasi pada tahun 2016 BATAN berhasil mendapatkan nilai 74 yang
Universitas Indonesia
64
merupakan pencapaian nilai yang bagus seperti yang disampaikan oleh Informan
5 berikut ini:
“Kita sudah pernah melakukan evaluasi organisasi yang
berpedoman pada Inpres Nomor 13 Tahun 1998 sama Pedoman Evaluasi
MenPAN itu tuh tapi ada yang lebih baru lagi. Nah kita pernah melakukan
itu di 2016, dari hasil itu kita itu dalam posisinya itu dapet angka 74 koma
sekian nah 75 itu rangking paling bagus, pokoknya kita kurang 0,02 gitu.
Intinya gini, organisasi BATAN itu sudah mengikuti aturan yang ada. Jadi
aturan dari MenPAN bahwa organisasi itu bentuknya harus seperti apa,
komposisinya instansi atau lembaga itu seperti apa, udah ngikutin, cuman
dari sisi itu aturan semua udah ngikutin termasuk Balai termasuk UPT-
UPTnya semuanya kita gak pernah menyimpanglah gitu ya aturan
organisasinya. Khusus jabatan fungsional itu, jumlah jenis jabatan saya
rasa udah bagus sih. Kalu jenis jabatan aku pikir udah sih. Kalau masalah
bukan maksimalnya dari sisi apa dulu? Kalau kaya contohnya tadi Asesor
sebenernya kita butuh tapi gak ada orang yang mampu ngisi belum ada
karena itu persyaratannya kan cukup ketat misalnya gak bisa ngambil dari
unit kerja lain. Itu dari sisi persyaratan. Tapi gini aja, secara garis besar itu
sudah sesuai dengan BATAN, kalau persenan kesesuaiannya dengan
BATAN cukup besar lah.
Evalusi organisasi di BATAN kemudian dibakukan ke dalam reorganisasi
yaitu berdasarkan Peraturan Kepala BATAN Nomor 14 Tahun 2013 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Tenaga Nuklir Nasional. Dengan Peraturan
Kepala BATAN tersebut terjadi pengurangan jabatan struktural sebanyak 50
jabatan, yaitu dari 352 jabatan menyusut menjadi 302 jabatan. Kemudian
selanjutnya pada tahun 2017 terdapat penambahan jenis jabatan fungsional, dari
23 jenis jabatan fungsional di tahun 2013 menjadi 30 jenis jabatan fungsional
berdasarkan Keputusan Kepala BATAN Nomor 30/KA/II/2017.
“Dari hasil evaluasi itu masih ada kemungkinan tumpang tindih di
beberapa tugas dan fungsi misalnya di unit kerja lain misalnya di PSTBM
sama PTBBN masih ada itu, nah itu yang rencananya mau kita kaji lagi.
Ada tumpang tindih, ada masalah pertanggung jawaban atau laporan
seseorang kepada gak cuma ke satu orang tapi 2 jabatan itu masih ada
misalnya kepala UPN saat ini itu di bawah sebuah Pusat, UPN itu Eselon
IV di bawah Pusat secara struktural. Tapi secara tugas itu dia masih juga
melaporkan kepada penguasa Kawasan itu ada yang ditunjuk, misalnya di
Serpong itu Kepala PPIKSN itu sebagai penguasa kawasan pengamanan.
UPN ini misalnya UPN PTLR itu laporannya harus ke itu tapi juga harus
Universitas Indonesia
65
kesitu, nah itu ada dualisme, lah itu tuh dari hasil evaluasi itu
membingungkan kami, saya harus lapor kemana dulu gitu. Jadi kadang
koordinasinya jadi ada beberapa dari sisi itu perlu diperbaiki.”
(Wawancara dengan Informan 5: Kepala Bagian Organisasi dan Tata
Laksana – BSDMO, 30 Mei 2018).
Namun faktanya setelah melalui evaluasi organisasi pada tahun 2016
masih ditemukan adanya tumpang tindih di beberapa tugas dan fungsi seperti
dicontohkan oleh Informan 5 tersebut di atas, sehingga perlu dilakukan kajian
kembali terhadap permasalahan tersebut. Terjadinya tumpang tindih tersebut
berkaitan juga dengan proses bisnis dari suatu jabatan yang ada di BATAN.
Beberapa Informan juga menyatakan bahwa telah dilakukan beberapa kali review
terhadap proses bisnis suatu jabatan yang menghasilkan penilaian bahwa telah ada
kesesuaian maupun ketidaksesuaian.
“Sudah sesuai organisasi dan sudah dilakukan review beberapa kali
revisi. Pas kita ngadakan formasi maka kita datang ke Satker me-review
kita bahas jabatan itu masih layak ndak disitu. Review-nya setahun kali,
update lah. Proses bisnis harusnya kalau sudah sesuai anjab ya harusnya
mengalir proses bisnisnya Riz. Ya pertama kita lihat juga prosedurnya kan
kelihatan tuh kerjaan mengalir kemana-kemana kelihatan. Jadi kita lihat
juga prosedurnya, nanti dari situ kan kelihatan diagam alirnya kegiatan
dari sini, sini, ke sini ya kan? Kaya formasi kan mengalir dari Subbag.
Ren, turun ke Subbag. Pengembangan untuk proses, setelah selesai baru
kita proses ke Mutasi ya kan, setelah selesai baru ke Data. Ada juga yang
gak mengalir. Ya diperbaiki proses bisnisnya, prosedurnya diperbaiki.
Kalau jabatan gak terlalu pengaruh, proses bisnisnya aja.” (Wawancara
dengan Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia, BSDMO, 18 Mei 2018).
Proses bisnis dalam organisasi seharusnya adalah kumpulan pekerjaan
yang saling terkait secara struktur. Keterkaitannya adalah satu organ dengan organ
yang lain saling terhubung dan terikat untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan.
Apabila tidak terjadi saling hubungan keterkaitan maka tidak akan berjalan
organisasinya. Maka pada kondisi-kondisi tertentu diperlukan tindakan untuk
perbaikan, baik dari sisi bisnis prosesnya seperti disampaikan oleh Informan 3,
ataupun perbaikan dengan cara memindah atau memotong suatu organ tertentu
seperti dicontohkan oleh Informan 6 sebagai berikut:
Universitas Indonesia
66
“Proses bisnis dilihat sih contohnya sebelumnya kan kalau kita di
unit kerja kan mereka presentasi proses bisnisnya masing-masing
kemudian kita kan membawa bahan Renstra untuk menganalisis jabatan
itu, seperti contohnya di PDK kok ininya kayaknya pekerjaannya sama
alur bisnisnya antara Bidang Promosi dengan Bidang Pemasyarakatan
dengan Bidang Kemitraan itu kita memandangnya sama, obyeknya juga
sama, terus kenapa gak dijadiin satu aja? Contohnya di Bidang Promosi
kan sama aja seperti Bidang Diseminasi deh, terus mereka menjelaskan oh
beda. Dari alur bisnisnya ketahuan kok pembagiannya seperti itu.”
(Wawancara dengan Informan 6: Kepala Subbagian Pengembangan
Sumber Daya Manusia, BSDMO, 31 Mei 2018).
Bagan proses atau proses bisnis suatu kegiatan dapat dilihat pada dokumen
Sistem Manajemen maupun dokumen Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
banyak dibuat di BATAN setelah bergulirnya Reformasi Birokrasi. Diagram alir
atau proses bisnis tersebut biasanya terdapat di lembar terakhir dokumen Sistem
Manajemen atau SOP. Dari dokumen tersebut dapat terlihat gambaran proses
bisnis dari suatu kegiatan dalam organisasi, mulai dari unit organisasi tertinggi di
Pimpinan setingkat Eselon I sampai dengan unit organisasi terkecil setingkat
Eselon IV.
4.2.1.2. Menentukan Bagaimana Informasi Analisis Jabatan Akan
Digunakan
Untuk melakukan anjab pada tahap kedua ini diperlukan suatu prosedur
atau pedoman yang dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan. Selama ini yang
menjadi acuan adalah Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 33 Tahun 2011
tentang Pedoman Analisis Jabatan dan Peraturan Kepala BKN Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan.
“Prosedurnya? Itu kalau prosedurnya belum buat Pak Fariz, cuman
kalau acuannya ya kita acuannya di MenPAN. MenPAN kan udah
menerbitkan buku yang memang harus dilakukan anjab BATAN kan, jadi
itu yang harus kita laksanakan. Yang kita pakai yang MenPAN karena
MenPAN yang lebih tinggi dari BKN, jadi kita ikuti dia.” (Wawancara
dengan Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia – BSDMO, 18 Mei 2018).
Universitas Indonesia
67
“Pedomannya ya BKN. Dua-duanya kali ya, tapi kayanya lebih ke
BKN kali ya.” (Wawancara dengan Informan 5: Kepala Bagian Organisasi
dan Tata Laksana – BSDMO, 30 Mei 2018).
“Kalau BKN ada contoh-contoh teknis seperti supir, sekretaris, gak
pernah ada yang fungsional kita kan sulitnya yang fungsional, apalagi
yang Peneliti susah banget, jadi kita pakai dua-duanya BKN dan
MenPAN. Tapi kalau Bu Wiwik bikin Pedoman ABK. Kalau Anjab gak
ada aturan diluar itu ya jadi kita ngacunya kesitu.” (Wawancara dengan
Informan 6: Kepala Subbagian Pengembangan Sumber Daya Manusia –
BSDMO, 31 Mei 2018).
Seperti disampikan oleh Informan 3, 5, dan 6 bahwa kedua peraturan tersebut
selalu menjadi acuan BATAN selama ini dalam melaksanakan anjab karena
peraturan terbaru yang menjadi turunan dari UU ASN dan PP Nomor 11 tahun
2017 tentang Manajemen ASN sampai saat ini belum terbit khususnya yang
mengatur terkait anjab. Pedoman atau SOP terkait anjab juga belum ada di
BATAN karena sampai saat ini dirasa cukup dengan mengacu pada kedua
Pedoman dari Menteri PAN dan RB dan Kepala BKN. Kedua peraturan tersebut
memberikan pedoman terutama dalam tahapan pelaksanaan anjab yang mana
kurang lebih sama dengan konsep tentang anjab yang disampaikan oleh
Ivancevich dan Konopaske (2013:152).
Dikemukakan oleh Ivancevich dan Konopaske (2013: 153-154) bahwa
anjab sangat erat kaitannya dengan kegiatan manajemen SDM dimana hasil dari
anjab di pergunakan untuk:
1. Rekrutmen dan seleksi. Informasi sebagai hasil dari analisis jabatan
membantu perekrut mencari dan menemukan orang yang tepat untuk
organisasi, dan tes seleksi harus bisa menilai keterampilan dan
kemampuan terpenting yang dibutuhkan untuk mempekerjakan orang yang
tepat untuk dapat melakukan pekerjaan.
2. Pelatihan dan pengembangan karir. Dengan informasi dari analisis jabatan
akan diketahui keterampilan yang diperlukan untuk jabatan sehingga
membangun program pelatihan yang efektif, dan membantu orang
berpindah secara efisien dalam jenjang karir.
3. Kompensasi. Kompensasi sangat terkait dengan tugas dan tanggung jawab
jabatan. Dengan anjab dapat ketahui kompensasi yang tepat.
Universitas Indonesia
68
4. Perencanaan strategis. Analisis jabatan yang efektif dapat membantu
organisasi mengubah, menghilangkan, atau merestrukturisasi proses kerja
dan alur kerja untuk memenuhi perubahan tuntutan lingkungan yang tidak
pasti.
Singkatnya, tujuan penyusunan anjab adalah untuk menyediakan informasi
jabatan sebagai fondasi/dasar bagi program manajemen kepegawaian,
kelembagaan, ketatalaksanaan, dan pengawasan (Suparjiyanta dan Mutiarani,
2014:4). Oleh karena itu, beberapa pakar menyebut bahwa analisis jabatan adalah
salah satu fungsi terpenting dan vital dalam manajemen SDM karena dapat
membantu dalam menyesuaikan orang yang tepat ditempat yang tepat dan pada
saat yang tepat.
“Tujuan gak ada, cuman tugas tim ngapain. Tapi biasanya di
Menimbangnya pertama kali ya, bahwa dalam rangka biasanya tercermin
tujuan dan urgensi ya. SK diperpanjang dengan anggota timnya dilihat
lagi. Pesen Pak Hadi ada yang 2 kaki, ada di Anjab ada di ABK. Kaya
saya ada di 2 kaki di Anjab dan di ABK. (Wawancara dengan Informan 6:
Kepala Subbagian Pengembangan Sumber Daya Manusia, BSDMO, 31
Mei 2018)
Bahwa tujuan dilakukannya anjab di BATAN tidak secara tegas
dinyatakan dalam dokumen sesuai keterangan dari Informan 6 tersebut. Setelah
dilakukan pengecekan pada Surat Keputusan Kepala BATAN Nomor
217/KA/VII/2016 dan Surat Keputusan Kepala BATAN Nomor 296/KA/XI/2016
tentang Pembentukan Tim Pelaksana Analisis Jabatan BATAN Tahun 2016
memang ternyata tidak dinyatakan dengan tegas apa tujuan dilakukanya anjab di
BATAN. Sebenarnya maksud dan tujuan anjab yang akan dilaksanakan perlu ada
dan perlu dikomunikasikan ke semua pihak yang terlibat untuk menghindari
terjadinya salah pengertian dan timbulnya persepsi dan harapan yang keliru
(Sinambela, 2017:40), seperti pengalaman yang pernah menimpa Informan 5
berikut ini:
“Gini sebenernya aku tidak puas pas di tim anjab itu, karena pas
diundang rapat mungkin aku diundang rapat itu terakhir kali mungkin
tahun 2010, 2009 opo… pokoknya udah lama banget. Nah aku kan
sebenernya gak dari awal ikut ya tiba-tiba di ajak kayaknya anjab udah jadi
Universitas Indonesia
69
gitu lho jadi anjabnya udah ada gitu terus tiba-tiba aku di BSDM ikut gitu
kan itu tuh udah jadi. Nah rapat itu cuma misalnya ngomongin anjab mana
gitu. Waktu diundang ke Serpong itupun ngomongin usulan apa gitu, jadi
secara global dijelasin anjab itu apa itu gak ada. Jadi aku cuma dengerin
ini ngomongin apa ya, aku cuma 2, 3 kali trus gak ada gitu. Jadi aku terus
terang gak puas karena tim anjab ini gak bisa terlibat sebenernya gak
ngerti ini ngomongin apa karena terlibat sebagain kecil aja itu, tapi secara
garis besarnya gini, ketika kita menjadi tim harusnya kan kumpulin, kasih
tahu tugasnya, terus tahun ini kita mau ngapain, iya dong jadi kita tuh
persiapan apa yang harus kita… nah itu enggak, jadi terus terang tim anjab
ini pasif sih.” (Wawancara dengan Informan 5: Kepala Bagian Organisasi
dan Tata Laksana – BSDMO, 30 Mei 2018).
Namun sesuai Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan diharapkan kegiatan anjab dapat
menjamin obyektifitas, transparansi, dan kesesuaian antara tuntutan tugas dalam
jabatan dengan pegawai yang akan menduduki jabatan tersebut. Oleh karena itu
sejak tahun 1990-an sampai dengan sekarang BATAN tetap melakukan anjab.
Tujuan besar dari pelaksanaan anjab adalah untuk menentukan bagaimana
informasi jabatan dan informasi desain jabatan akan digunakan.
“Sebenernya sih anjab itu berisi uraian tugas dari jabatan itu nah
itulah seperti saya bilang ada nama jabatan, kode jabatan, ada ikhtisar
jabatan, kemudian ada jabatan, tahapan, syarat-syarat yang diperlukan
untuk menduduki jabatan itu. Nah itulah namanya analisis jabatan. Nah
analisis jabatan itu kita punya tuh jabatan ini misalnya jabatan Ankep
Pertama, Ankep Muda, Ankep Madya, nah itu yang memuat segala
macem uraian jabatan, pangkat golongan, pendidikan yang dibutuhkan nah
inilah yang dinamakan analisis jabatan.”
“Anjab itu kan memang digunakan yang pertama ya untuk
perekrutan pegawai, kemudian untuk pengembangan pegawai, terus
kemudian untuk diklat apa aja yang akan diikuti, itu sih kegunaannya
anjab itu. Dari situ kita bisa lihat disitu, terus spek-nya si orang untuk
menduduki dijabatan itu ya semuanya ada di anjab itu (Wawancara dengan
Informan 8: Kepala Subbagian Tata Laksana, BSDMO, 22 Mei 2018).
Penerapan anjab di BATAN salah satunya adalah untuk menentukan
jabatan-jabatan yang ada dalam setiap kotak atau struktur organisasi, karena
dalam anjab terdapat uraian tugas dalam jabatan yang diantaranya berisi nama
jabatan, kode jabatan, ada ikhtisar jabatan, seperti dikemukakan oleh Informan 8.
Selain itu dari, tujuan lainnya dari pelaksanaan anjab adalah untuk kepegawaian
Universitas Indonesia
70
dalam hal penataan SDM sesuai dengan persyaratan masing-masing jabatan, dan
tujuan-tujuan kepegawaiannya lainnya seperti disampaikan oleh informan 3 di
bawah ini:
“Salah satu tujuannya yang pertama adalah penataan SDM, kalau
orang sudah didata sesuai dengan jabatannya dan pendidikannya, yang
kedua ya banyak Pak Fariz… misalnya untuk orang yang mau sekolah,
anjab juga kan? Ada jabatannya gak sih, formasinya ada gak sih?
Kemudian yang PI (Penyesuaian Ijazah) juga, ada jabatannya gak sih? Itu
yang paling kelihatan sekali dalam arti yang nyata di pegawai ya, nanti
kedepannya tentunya ya untuk karir kalau saya, pola karirnya. Kita belum
tapi mau mengarah kesana. Termasuk untuk inpassing ini, rotasi, mutasi,
pindah unit, lolos butuh dari luar kesini kan harus pake anjab juga kan?”
(Wawancara dengan Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia, BSDMO, 18 Mei 2018).
Dari sekian banyak manfaat dari proses anjab, nyatanya di BATAN
informasi jabatan yang didapat belum dimanfaatkan secara maksimal atau tidak
digunakan sepenuhnya, baik dari sisi kelembagaan maupun dari sisi kepegawaian
padahal perlu untuk didorong penentuan bagaimana anjab dan informasi rancang
pekerjaan akan digunakan (Rivai dan Sagala, 2011 dalam Sinambela, 2017:41)
seperti yang disampaikan oleh Informan 5 dan 3 seperti tersebut di bawah ini,
“Itu terus terang ya, makanya itu manfaatnya anjab itu ya memang
belum maksimal kita fahami gitu lho. Jadi kayak misalnya harusnya itu
kan jadi informasi untuk kita banyak hal ya. Mungkin kalau rekrutmen
dipakai, tapi kalau yang planning itu opo dari sisi apa. Aku sendiri karena
kalau dari sisi organisasi kita belum pernah, misalnya coba liat anjabnya!
Kayaknya belum deh. Jadi belum ada informasi yang jadi timbal balik
untuk saling itu tuh belum ada.
Atau mungkin kita belum melihat perlunya anjab itu, mungkin itu.
Pentingnya anjab tuh belum kelihatan dari atas sampai bawah, mungkin itu
toh dengan kondisi sekarang jalan kayak gitu ya jalan aja kan. Aku sih
ngelihatnya kan pekerjaanya wuakeh ngono lho Riz di BSDMO, jadi
mungkin ya mereka harus membagi ini ini ini ya itu tadi yang aku bilang
saking banyaknya ya sebenernya pengennya serius tapi kalau misalnya
tugasnya itu ya pengen cepet selesai tapi karena pekerjaan banyak kan
harus bagi-bagi waktu.” (Wawancara dengan Informan 5: Kepala Bagaian
Organisasi dan Tata Laksana – BSDMO, 30 Mei 2018).
“Sekali lagi kalau ada kebijakan itu yang kadang-kadang suka
masuk sendiri, misalnya pimpinan mindahin orang tapi gak sesuai
kompetensinya, itu salah satunya. Pola karirnya pindah. Dari orang yang
Universitas Indonesia
71
tadinya menguasai keselamatan tiba-tiba dipindah ke masalah produksi
radioisotope di PTRR, itu kan beda banget kompetensinya. Itu aja sih. Dia
main pindahin aja pokoknya ke Serpong, kita itu nyari jabatan kan gak
semudah itu. Ada tapi di PTRR ya udah pindahin situ aja, kan gak bener
itu, hahaha… Iya pokoknya jangan disitu, harus keluar dari situ pindahin
ke Serpong, carikan! Ya kan BSDMO bingung nyarinya. Jabatan kalau
udah jabatan Utama kan susah. Udah dipas-pasin yang ada di PTRR sana,
yaudah padahal kasian tuh kompetensinya gak cocok sama sekali, beda
banget perlu belajar banget. Ya kadang ada kebijakan-kebijakan yang
diluar Anjab.” (Wawancara dengan Informan 3: Kepala Bagian
Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – BSDMO, 18
Mei 2018).
4.2.1.3. Memilih Jabatan Yang Akan Dianalisis
Pada organisasi yang sudah cukup besar dan cukup lama berdirinya seperti
BATAN yang akan berulang tahun ke 60 pada 5 Desember 2018, tidak semua
jabatan dianalisis. DeCenzo et. al. (2012:139) menyampaikan bahwa dalam
organisasi besar, tidak mungkin untuk mengevaluasi setiap jabatan pada satu
waktu. Dengan melibatkan karyawan dan mencari masukan mereka, jabatan dapat
dipilih berdasarkan seberapa baik mereka mewakili jabatan serupa lainnya dalam
organisasi. Informasi ini berfungsi sebagai titik awal analisis selanjutnya dari
posisi lain. Langkah ini ditempuh karena biasanya terlalu mahal dan menyita
waktu untuk menganalisis setiap jabatan, oleh karena itu sampel jabatan yang
representatif perlu dipilih (Ivancevich dan Konopaske, 2013:153).
“Gak semuanya tapi biasanya kita fokus pada jabatan-jabatan yang
memang ada perintah dari pembinanya, misalnya kemarin kaya peneliti
harus membuat formasi dengan penghitungan seperti ini jadi saya harus
menentukan jumlah formasinya gitu lho Pak Fariz, harus pakai kegiatan
IKU yang itu udah ada itungan-itungan sendiri yang kita harus
menerapkan itu jadi mau gak mau ya kita harus fokus ke situ. Sudah kita
fokuskan jumlahnya cuma hal tertentu peneliti kita utamakan karena ada
penghitungan ulang dari sana untuk formasi. Iya semua jabatan peneliti
kita review ulang dari semua jabatannya. Jadi tergantung dari pembinanya
kalau memang ada instruksi harus ada penilaian suatu formasi, itu salah
satu contohnya.” (Wawancara dengan Informan 3: Kepala Bagian
Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, BSDMO, 18 Mei
2018).
Sebagaimana disampaikan oleh Informan 3 bahwa tidak dilakukan anjab
terhadap semua jabatan, misalnya hanya fokus pada jabatan Peneliti karena ada
Universitas Indonesia
72
permintaan dari LIPI sebagai instansi Pembina jabatan Peneliti. Hal tersebut
senada dengan apa yang dikemukakan oleh DeCenzo et. al. (2012:139) dan oleh
(Ivancevich dan Konopaske, 2013:153) bahwa tidak mungkin untuk mengevaluasi
setiap jabatan pada satu waktu karena biasanya terlalu mahal dan menyita waktu
untuk menganalisis setiap jabatan di semua 23 unit kerja yang ada di BATAN.
Opsi ini dilakukan terutama karena BATAN telah melakukan beberapa kali anjab
sehingga terjadi perubahan mekanisme dalam melakukan anjab terutama pada
jabatan-jabatan apa yang akan dianalisis sebagai pelaksanaan pada tahap ketiga
ini.
“Pertama kali kapan tahun 89 itu awalnya kita edarin kuesioner-
kuesioner itu terus kita evaluasi kita kumpulkan mana yang layak jabatan-
jabatannya. Kalau layak ya kita bikin anjab, itu yang awal ya. Nah begitu
setelah revisi kita hanya sampling saja ke pegawai. Di sampling saja
kerjaannya jadi tidak semuanya. Itu terutama kaitan kita untuk
menerapkan grading kemarin itu yang diikuti dengan evajab itu kita
misalnya siapa sih si A si B-nya yang banyak kerjaannya disampling gitu.
Ya memang untuk kedepannya memang kita tidak melaksanakan anjab
secara penuh ke pegawai cukup sampling aja, tadi kaitannya dengan
grading. Sampling-nya cuma 2 jabatan aja sih. Tapi kan beberapa jabatan
banyak, misalkan Pranuk diambil 2, Wasrad diambil 2, gitu. Kan banyak,
dan kita fokus pada pekerjaan mana yang full kegiatannya karena
kaitannya dengan grading, waktu itu lho ya. Itulah salah satu mengapa.”
(Wawancara dengan Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia, BSDMO, 18 Mei 2018).
“Informannya semua pegawai. Ya nanti yang dia kerjakan kita
teliti, tapi itu dulu ya Riz ya dulu. Tapi kalau begitu kemarin itu
modifikasi dari kegiatan butir kegiatan aja yang diambil disitu. Sejak 2016
itu tadi. “(Wawancara dengan Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan
dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, BSDMO, 21 Mei 2018).
Terdapat perbedaan dalam melaksanakan anjab terkait dengan jabatan-
jabatan yang akan dianalisis. Pada waktu pertama kali dilakukan kegiatan anjab di
BATAN pada sekiranya tahun 1989 atau 1990, semua jabatan yang ada di
BATAN di analisis dan informannya adalah seluruh pegawai sesuai pernyataan
dari Informan 3 tersebut di atas. Pada perkembangannya sampai dengan saat ini
tidak semua jabatan di analisis tapi hanya pada jabatan-jabatan tertentu dan pada
jenjang jabatan tertentu saja. Alasannya adalah ada beberapa jabatan yang serupa
untuk dianalisis, sebagai contoh adalah jabatan-jabatan di bawah Bagian Tata
Universitas Indonesia
73
Usaha seperti Keuangan, Perlengkapan, Persuratan, Kepegawaian dan
Dokumentasi Ilmiah (PKDI). Selain itu karena ada permintaan dari instansi
Pembina seperti yang pernah dilakukan oleh LIPI untuk jabatan Peneliti, juga
karena ada permintaan Kementerian PAN dan RB kaitannya untuk grading
jabatan.
“Jadi kita melakukan tidak sensus ya semua populasi tapi
sampling. Sampling bentuknya dengan berbagai kriteria di masing-masing
jabatan yang menurut pandangan BSDMO atau tim dipandang layak untuk
dijadikan responden. Nah itu ditentukan misalnya ranah penelitian di
keselamatan reaktor kita lihat kita list untuk kita pilih dari komunitas-
komunitas itu. Kita bicaranya unit kerja meskipun di unit kerja nantikan
mengerucut, misalkan di bagian Neutroniknya atau apanya gitu tapi kita
bicaranya Unit Kerja. Jadi kita sedikit ada sneaking dalam tanda petik ya,
kita telusuri dari struktur jabatan itu selain pejabatnya adalah pejabat
struktural yang membawahkan itu, itu menjadi ini juga. Dari situ kita
minta untuk merekomendasikan mana saja jadi kita belum memberlakukan
prosentase tapi lebih kepada pandangan subyektif pejabat yang kita
berikan kewenangan dan pertimbangan obyektif di lapangan. Ini kalau
saya mengatakan adalah ada unsur subyektivitas pejabat yang kita berikan
kewenangan untuk menunjuk kemudian pertimbangan tim BSDMO
khususnya adalah pertimbangan obyektivitas. Jadi kalau melihat gini ini
cukup 3 saja kaya gitu, jadi tergantung sikon. Ada keterlibatan Kepala
Satker, Kepala Bidang, dan informan. Tapi merekalah yang paling tahu.”
(Wawancara dengan Informan 2: Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan
Organisasi, 30 Mei 2018).
Terhadap pegawai yang akan menjadi informan atau responden dalam
kegiatan anjab juga dilakukan sampling, yaitu hanya pegawai-pegawai yang
mempunyai kriteria tertentu yang bisa menjadi informan. Kriteria-kriteria ini tidak
ditetapkan dalam suatu peraturan secara baku tetapi ada pertimbangan tertentu
atau pandangan subyektif maupun obyektif demi kelancaran pelaksanaan anjab,
seperti disampaikan oleh Informan 2 tersebut di atas.
“Informan biasanya yang menguasai di tempat itu dan pemegang
jabatannya sendiri. Senior atau kita anggap mumpuni lah. Kalau disitu
tidak ada pemegang jabatannya yang kita suruh yang lebih tinggi untuk
mengisi. Kita gak nentukan informan, Unit Kerja yang nentukan, yang
memilih orang-orangnya. Nanti strukturalnya dipanggil untuk konfirmasi.”
(Wawancara dengan Informan 6: Kepala Subbagian Pengembangan
Sumber Daya Manusia – BSDMO, 31 Mei 2018).
Universitas Indonesia
74
Penentuan informan lebih ditujukan pada kebutuhan informasi yang akan
di dapat dari pelaksanaan anjab. Informan sebaiknya adalah si pemegang jabatan
dan ada sebagian anggapan bahwa sebaiknya dari pegawai yang senior karena
pegawai tersebut dipandang lebih menguasi tugas-tugas di jabatannya. Peraturan
Kepala BKN Nomor 12 Tahun 2011 memberikan rumusan bahwa yang ditunjuk
menjadi responden dalam pengisian anjab adalah pegawai dengan kriteria sebagai
berikut:
1. menguasai pekerjaan di unit kerjanya;
2. dapat menjelaskan program-program di unit kerjanya; dan
3. mengerti tentang proses kerja di unit kerjanya.
Faktanya penentuan informan di BATAN adalah dari unit kerja karena
merekalah yang paling mengetahui mana-mana pegawai yang paling memenuhi
kriteria menjadi informan agar dapat memberikan informasi yang akan
ditanyakan. Namun adakalanya penentuan informan adalah dari Tim Anjab atau
dari BSDMO. Yang perlu ditekankan adalah terjadi kesepahaman dalam
menentukan informan, baik dari Tim Anjab, BSDMO, dan dari Unit Kerja, seperti
disampaikan oleh Informan 9 di bawah ini:
“Informan ditentukan oleh BU sendiri, tim BSDMO langsung
cocok saja. Kalau untuk jabatan yang spesifik itu diminta oleh BSDMO
misalnya Pak Widodo untuk jabatan Pengadaan Barang dan Jasa tapi kalau
untuk jabatan yang dilepas oleh BSDMO ya kita tentuin sendiri. Kayanya
ada juga pengalaman sudah berapa tahun untuk jadi informan, gak boleh
kalau orang baru.” (Wawancara dengan Informan 9: Kepala Subbagian
Persuratan dan Tata Usaha Pimpinan, Biro Umum; 31 Mei 2018).
“Anjab itu kan sebenernya gak ngomongin orang kan? Jabatan kan
yang diomongin? Tapi informan itu dari beberapa orang itu diharapkan
yang ideal kan? Gak mungkin yang ngasal supaya mendapatkan informasi
yang terbaik, ya itu memang dilakukan sih. Yang kemarin aku bilang
misalnya ada usulan jabatan dari PTBGN Penyelidik Bumi, nah itu kan di
anjab kan? Terus orang-orang Penyelidik Bumi yang senior bukan cuma
senior tapi mereka yang dianggap punya kemampuan lebih gitu diundang
terus ditanya untuk anjabnya itu akhirnya udah dapet, gitu. Gak sampai
semua tapi dipilih yang mewakili. Memang ada beberapa yang
diwawancara. Mereka cukup ini karena memang itu tugasnya mereka.”
(Wawancara dengan Informan 5: Kepala Bagian Organisasi dan Tata
Laksana, BSDMO; 30 Mei 2018).
Universitas Indonesia
75
Adanya kesepahaman dalam menentukan responden atau informan adalah sesuai
dengan arahan dalam Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 33 Tahun 2011
bahwa penetapan responden hendaknya ada konsultasi dengan pimpinan unit dan
sebaiknya responden yang dipilih adanya PNS yang menguasai pekerjaan dan
dapat mewakili PNS yang ada.
Penekanan khusus dalam melakukan anjab adalah terhadap jabatan yang
belum pernah ada di BATAN sebelumnya dan belum ada pegawai yang dapat
diproyeksikan untuk bisa menduduki jabatan tersebut sehingga hampir tidak ada
informannya. Misalnya untuk jabatan fungsional Penyelidik Bumi di Pusat
Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN) dan jabatan fungsional Pengadaan
Barang dan Jasa di Biro Umum (BU), tim anjab masih bisa mendapatkan
informasi dari pegawai-pegawai yang menguasai betul, bahkan pegawai senior
terkait kegiatan-kegiatan di jabatan fungsional Penyelidik Bumi dan Pengadaan
Barang dan Jasa. Namun untuk jabatan fungsional Assessor SDM di BSDMO, tim
anjab tidak saja mengandalkan informasi dari informan namun juga menggunakan
informasi yang bisa didapat dari literatur maupun dari internet seperti
disampaikan oleh Informan 5 di bawah ini:
“Atau yang ininya jabatan baru, misalnya Assessor itu dari awal
lagi anjabnya. Belum ada informannya, tapi mungkin teori kan dari butir-
butir kegiatan buku-buku Assessor itu aja udah bisa itu. Sebenarnya gak
masalah sih kita googling juga bisa. Dari misalnya dari para psikolog itu
Bu Endang, Bu Rina juga bisa, bisa sih.” (Wawancara dengan Informan 5:
Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana, BSDMO; 30 Mei 2018).
4.2.1.4. Mengumpulkan Data Dengan Menggunakan Teknik Analisis Jabatan
Yang Dapat Diterima
Mengumpulkan data dalam kegiatan anjab menggunakan perencanaan
agar data yang diinginkan terkumpul secara efektif dan efisien (DeCenzo et.al.,
2012:139). Perencanan yang dimaksud menurut Ivancevich dan Konopaske
(2013:152) melibatkan penggunaan teknik analisis pekerjaan yang terstruktur
untuk mengumpulkan data tentang karakteristik, aktivitas atau kondisi pekerjaan,
perilaku pegawai yang dibutuhkan, dan karakteristik yang dibutuhkan pegawai
untuk melakukan pekerjaan itu. Data dan informasi yang dikumpulkan haruslah
Universitas Indonesia
76
objektif sehingga tidak menyesatkan, apabila data dan informasi yang tersedia
keliru maka hasil anjab juga akan keliru (Sinambela, 2017: 41).
Untuk tahap pengumpulan data, BATAN menetapkan mekanisme dalam
melaksanakan anjab yaitu dimulai dari pembuatan SK Tim Pelaksana Analisis
Jabatan sesuai dengan Peraturan Menteri PAN Dan RB Nomor 33 Tahun 2011
Tentang Pedoman Analisis Jabatan dan Peraturan Kepala BKN Nomor 11 Tahun
2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan seperti yang disampaikan oleh Informan
2 di bawah ini:
“SK Tim untuk melakukan itu ada. Jadi selalu dilakukan Tim
Anjab ABK selalu tandem dan didahului dengan sosialisasi atau
penyamaan persepsi di dalam suatu let say Kick Off Meeting begitu itu kita
lakukan itu, selain Kick Off Meeting dalam rangka pengenalan gugus
tugasya itu kita ingin menekankan ini supaya sama meskipun kita sudah
melakukan, itu saja untuk berbeda pemahaman itu ada apalagi tidak
melakukan, jadi kita lakukan itu Pak. Sosialisasi maupun paparan awal
tadi yang ingin ditekankan pertama jabatan itu bukan pesanan tapi di
dalam melakukan Anjab memang ranah jabatan disitu harus di kerjakan
oleh jabatan fungsional tertentu A, B, C, D. Di sisi lain kita harus
memperhitungkan ini kaitannya dengan analisis jabatan adalah analisis
beban kerja. Ada 3 terkait analisis beban kerja ini harus sama melihatnya:
beban kerja saat ini, beban kerja yang merupakan tambahan yang sifatnya
penugasan yang tidak direncanakan, saat ini kan sudah direncanakan nih,
nah kemudian scenario planning, itu katakan saja rencana-rencana ke
depan, kalau yang saat ini kan sudah direncanakan di masa lalu menyikapi
situasi kondisi nah scenario planning itu ke depan, itu dilakukan.”
(Wawancara dengan Informan 2: Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan
Organisasi, 30 Mei 2018).
Sebelum melakukan anjab di BATAN dibuatlah Surat Keputusan Kepala
BATAN tentang Tim Pelaksana Analisis Jabatan, misalnya pada tahun 2016
dibuat Surat Keputusan Kepala BATAN Nomor 217/KA/VII/2016 dan Nomor
296/KA/XI/2016 tentang Pembentukan Tim Pelaksana Analisis Jabatan BATAN
Tahun 2016 sebagai dasar hukum Tim melaksanakan kegiatan anjab. Tim berisi
pegawai-pegawai yang mewakili kawasan di seluruh unit kerja BATAN, dipimpin
oleh Sekretaris Utama dan dibantu oleh beberapa pegawai baik yang mempunyai
kompetensi teknis maupun non teknis, pejabat struktural mapun pejabat
fungsional. Adanya peran Pimpinan di Tim Anjab dalam hal ini Sekretaris Utama
Universitas Indonesia
77
BATAN adalah sebagai representasi Pimpinan BATAN secara umum, utamanya
dalam memberikan arahan.
“Jadi arahan itu berjenjang Pak Fariz, Kepala BATAN beserta
jajaran Eselon I kita minta membekali Tim Anjab. Sebagai contoh di
periode lalu yang boleh ada Utama kan Pranata Nuklir, Peneliti,
Perekayasa, nah kedepan seperti apa? Seperti ini kan harus ada guidance
dari Pimpinan kan? Tentunya bisa saja Pimpinan tanya, BSDMO menurut
analisisnya seperti apa? Apakah analisisnya tetap sama kebijakannya atau
kita perlu ubah, jadi seperti itu Pak. Jadi suasana dialogis itu kami juga
berpikir Pimpinan itu helicopter view jadi data detilnya kan tidak tahu ya
jadi dari organ-organ dibawahnya yang harus mensupport ke atas. Jadi
saya ingin mengatakan bahwa periode pembekalan itu berjenjang. Jadi
begitu ada arahan globalnya ya Tim Anjab langsung road show lapangan
dan itu di awali oleh Kepala BSDMO memberikan suatu paparan lingkup
tugas dan untuk menyamakan bahasa tadi. Unit kerja juga ininya sama.
Jadi gini, selain Tim Anjab ABK dibekali, jenjang berikutnya adalah di
suatu forum Rakor Pim Eselon I Eselon II nah disitu di informasikan
bahwa akan dilakukan Anjab dan ABK untuk seluruh unit kerja, apanya
ini ini yang terlibat ini ini dan seterusnya itu dilakukan. Nah setelah itu
pelaksanaan dilapangannya adalah keseluruh unit kerja.” (Wawancara
dengann Informan 2: Kepala Biro Sumber Daya Manusia, 30 Mei 2018).
Menurut Informan 2 bahwa ada dan perlu peran dari Pimpinan dalam
pelaksanaan anjab di BATAN walaupun tidak secara langsung terlibat di
lapangan. Pimpinan dalam hal ini Kepala BATAN, Para Deputi dan Sekretaris
Utama sebagai Ketua Tim Pelaksana Analisis Jabatan di BATAN memberikan
arahan-arahan dalam tataran kebijakan makro sebelum pelaksanaan pengumpulan
data keseluruh unit kerja di BATAN. Arahan dari Pimpinan diberikan pada saat
forum rapat Pimpinan yang dihadiri oleh seluruh Eselon I dan Eselon II di
lingkungan BATAN. Setelah arahan diberikan, kemudian baru dilaksanakan anjab
ke seluruh unit kerja untuk melaksanakan pengumpulan data. Pada pelaksanaan di
lapangan dipimpin langsung oleh Kepala BSDMO yang secara resmi membuka
acara sekaligus memberikan sosialisasi tentang anjab yang berisi asupan materi
yang sifatnya menyamakan langkah antara Tim dengan Unit Kerja agar
pelaksanaan anjab dapat berjalan dengan lancar. Acara sosialiasi ini
bermetamorfosa menjadi workshop anjab karena diberikan juga pembekalan dan
latihan singkat terkait hal-hal teknis dalam melakukan anjab kepada Tim juga
kepada unit kerja di BATAN.
Universitas Indonesia
78
“Kalau dulu aku sih apa ya sosialisasi ada diklatnya dulu tuh,
diklat untuk biasanya waktu itu aku dulu diklat untuk Bagian TU yang
akan bikin anjabnya itu. Itu dulu tapi kayaknya sekarang udah gak ada deh
karena bosen kali ya gitu-gitu aja. Iya pasti ada sosialisasi ke Kepala
Satkernya, pasti begitu. Biasanya Kabid Kasub, terutama kita biasanya sih
pertama tuh Bagian TU dulu dari Kapus, Bagian PKDI-nya yang
mengurusi itu, kalau udah mereka si Bagian TU itu yang ke Kabid-
Kabidnya menjelaskan. Itu kan pelaksanaannya di Satker kan kita juga
waktu jamannya aku ya itu begitu lewat di TU nanti TU-nya lah yang ke
Kabid-Kabid. Nanti ada hal yang gak ini nanti biasanya TU minta ke tim
ini dong ngasih tahu ke Kabid-Kabid bagaimana?” (Wawancara dengan
Informan 8: Kepala Subbagian Tata Laksana – BSDMO, 22 Mei 2018).
Sosialisasi atau workshop ke unit kerja yang dilaksanakan oleh Tim lebih
seperti sharing knowledge yang berjenjang seperti disampaikan oleh Informan 8,
yaitu dari Tim kepada Bagian Tata Usaha yang didalamnya ada Subbagian yang
berwenang menangani urusan Kepegawaian di Unit Kerja, kemudian oleh mereka
di tularkan lagi kepada Kepala-Kepala Bidang dan Kepala Subbidang-subbidang
yang membawahi pegawai atau pejabat-pejabat fungsional. Adakalanya dari
Kepala Bidang dan Kepala Subbidang disampaikan kembali kepada pejabat
fungsional dan para pegawai. Hal ini dilakukan karena terkadang terkendala
tempat dan waktu sehingga tidak mungkin mengumpulkan mereka semua dalam
satu tempat. Adanya sosialisasi akan menghindarkan adanya karyawan yang
mungkin merasa terancam dan menolak proses pengumpulan informasi jika
mereka tidak diberitahu (Nyasha et.al., 2013:38).
Ada empat metode dasar dalam pengumpulan data analisis jabatan yang
dapat digunakan secara terpisah atau kombinasi menurut Ivancevich dan
Konopaske (2013:156-160), yaitu :
1. Observasi (pengamatan langsung), digunakan untuk pekerjaan yang
memerlukan aktivitas manual, standar, dan short-job-cycle. Teknik
observasi mengharuskan tim dilatih untuk mengamati perilaku kerja
yang relevan. Dalam melakukan pengamatan, tim tidak boleh
mengganggu pekerjaan sehingga pekerjaan tetap bisa dilakukan.
2. Wawancara, mungkin adalah teknik yang paling banyak digunakan
dalam mengumpulkan data untuk analisis jabatan. Wawancara bisa
dilakukan dengan satu incumbent, dengan sekelompok individu, atau
Universitas Indonesia
79
dengan supervisor yang memiliki pengetahuan tentang jabatan.
Wawancara sulit dibakukan karena pewawancara yang berbeda
mungkin mengajukan pertanyaan yang berbeda dan pewawancara yang
sama mungkin secara tidak sengaja mengajukan pertanyaan yang
berbeda dari responden yang berbeda.
3. Kuesioner, biasanya merupakan metode paling murah untuk
mengumpulkan informasi. Ini adalah cara yang efektif untuk
mengumpulkan sejumlah besar informasi dalam waktu singkat. Ada
kuesioner terstruktur. Ini mencakup pertanyaan spesifik tentang
pekerjaan, persyaratan pekerjaan, kondisi kerja, dan peralatan.
4. Buku harian pemegang jabatan atau Log, adalah rekaman pekerjaan
jabatan pejabat lama yang berisi tugas pekerjaan, frekuensi tugas, dan
kapan tugas selesai. Sayangnya, kebanyakan individu tidak cukup
disiplin untuk menyimpan catatan harian atau log.
Ada juga yang menggunakan metode kombinasi yaitu menggunakan
kombinasi dua atau lebih metode pengumpulan data tersebut diatas dengan
tujuan untuk memperoleh data yang memenuhi persyaratan reliabilitas,
validitas, lengkap, cermat dan representatif Suparjiyanta dan Mutiarani
(2014:6).
“Kalau awal dulu waktu nyusun anjab yang pertama kali memang
bener pertamanya bentuk tim, setelah tim kita sebar kuesioner…apa sih
kegiatan kamu, dulu yang awal ya. Pertama kali kapan ya…tahun 89 itu
awalnya kita edarin kuesioner-kuesioner itu terus kita evaluasi kita
kumpulkan mana jabatan-jabatan yang layak.” (Wawancara dengan
Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia – BSMDO, 18 Mei 2018).
Dua-duanya, kuesioner dulu sudah ada form-nya. Kayanya
wawancara ke Satker juga gak semuanya mungkin tertentu saja tapi itu
pun jarang dilaksanakan. Tapi itupun sudah waktu dulu lho Riz, tapi kalau
sekarang yo kemarin karena 2016 itu kan Satker disuruh ngitung ulang yo
tadi itu nebeng ke ABK, tapi yo memang harusnya metodenya make
wawancara. Karena untuk menentukan jabatan 1 orang itu kan harus di
wawancara juga tho, ya kan? Dari hasil tertulis kan harus diwawancarai
karena kan belum tentu bener itu, ya kan?” (Wawancara dengan Informan
3: Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
– BSDMO, 21 Mei 2018).
Universitas Indonesia
80
Dari keterangan yang disampaikan oleh Informan 3 tersebut di atas bahwa
pada waktu pertama kali dilaksanakan kegiatan anjab di BATAN, metode
pengumpulan datanya menggunakan kuesioner dan wawancara. Digunakannya
metode wawancara karena wawancara adalah cara yang relatif sederhana dan
cepat mengumpulkan infomasi, namun dalam wawancara ada kecenderungan
untuk membesar-besarkan tanggung jawab tertentu dan mengurangi yang lain
(Dessler, 2013:120). Format wawancara juga sulit dibakukan karena pewawancara
yang berbeda mungkin mengajukan pertanyaan yang berbeda dan pewawancara
yang sama mungkin secara tidak sengaja mengajukan pertanyaan yang berbeda
dari responden yang berbeda (Ivancevich dan Konopaske, 2013:159). Ada
kalanya BATAN masih menggunakan metode wawancara dalam pengumpulan
data, seperti di sampaikan oleh Informan 9 di bawah ini:
“Kemudian yang terbaru tahun 2015 BSDMO terjun langsung,
Renbang datang ke kita terus dia wawancara, sekiranya TU bisa
memenuhi apa yang ingin dia tanyakan, langsung datang ke TU, kalau
enggak ya dia panggil si pegawainya. Kalau yang terbaru ini kayaknya
untuk perbaruan data Anjab ya, kan jabatan-jabatan namanya baru.”
(Wawancara dengan Informan 9: Kepala Subbagian Persuratan dan Tata
Usaha Pimpinan – Biro Umum, 31 Mei 2018).
Namun pada perkembangannya kemudian, BATAN lebih sering untuk
menggunakan metode kuesioner dari pada metode wawancara, seperti
disampaikan oleh Informan 6 dan 3 di bawah ini:
“Kita gak mengadakan pengamatan langsung, wawancara juga
enggak untuk sekarang ini. Hanya kuesioner jadi belum tuntas.
Pertimbangannya kendala waktu karena tahun depan ada tugas lain lagi,
dan anggaran karena kita yang nyiapin makan karena ngundang orang-
orang. Jadi sebatas penyebaran kuesioner saja.” (Wawancara dengan
Informan 6: Kepala Subbagian Pengembangan Sumber Daya Manusia –
BSDMO, 31 Mei 2018).
“Ya kemudahannya yang pertama kita dapet apa itu baseline dari
mereka, mereka kan udah ngisi kan tinggal ngoreksi aja kan, kan itu
memudahkan kita. Dari pada kita terjun langsung kita wawancarai kan
berat. Observasipun gak dilakukan kan butuh waktu lama. Itu mudahnya
itu kita dapet informasi dari mereka kan, enak kan tinggal ngoreksi itu,
Universitas Indonesia
81
gak susah kan? (Wawancara dengan Informan 3: Kepala Bagian
Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 21 Mei 2018).
Dipilihnya metode kuesioner karena kuesioner adalah cara yang paling cepat dan
efisien untuk memperoleh informasi dari sejumlah besar pegawai karena lebih
murah daripada mewawancarai banyak pegawai, namun menguji kebenaran isian
pada kuesioner dapat menjadi mahal dan lama (Dessler, 2013:121). Terkait format
metode kuesioner, tim memiliki preferensi pribadi mereka sendiri mengenai
kuesioner ini sehingga tidak ada format terbaik (Ivancevich dan Konopaske,
2013:159).
Pada prakteknya di BATAN, kuesioner yang disebarkan oleh Tim adalah
berbentuk formulir anjab seperti tercantum dalam Anak Lampiran 1 Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2011 yang sudah ada
kerangka isian secara singkat untuk kemudian dilengkapi oleh informan.
Diberikannya kerangka tersebut diharapkan dapat menjadi guidance dalam
pengisian formulir tersebut namun tetap saja beberapa kesalahan yang muncul
dalam pengisiannya. Kuesioner yang sudah diisi selanjutnya seharusnya
diserahkan kembali ke BSDMO sesuai tenggang waktu yang sudah disepakati,
namun faktanya tetap selalu saja ada keterlambatan bahkan pernah ada kuesioner
dari unit kerja yang tidak dikirimkan kembali ke BSDMO, seperti keterangan
yang disampaikan oleh Informan 2 di bawah ini:
“Jadi ini kejadian ini kita harus akui bahwa itu potensi terbesar
bahwa ada contributing factor-nya adalah tim itu terlalu percaya bahwa
oke hari besok dikirim ya, ternyata tidak, ada yang delay, ada yang tidak
mengirim, ini yang menurut saya lack-nya disini.” (Wawancara dengan
Informan 2: Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi, 30 Mei
2018).
Walaupun ada kendala seperti disampaikan oleh Informan 2 tersebut di
atas, adanya beberapa keterbatasan dalam menggunakan metode wawancara maka
metode pengumpulan data dengan kuesioner tetap menjadi opsi pilihan karena
dianggap lebih memudahkan dalam mendapatkan informasi dan menganalisis
isiannya.
Universitas Indonesia
82
“Waktu awal dulu waktu anjabnya belum terbentuk, itu pakai
metode itu. Tapi setelah terbentuk kan hanya modifikasi aja Pak Fariz, kan
buat apa kita mengulang lagi kan ngabisin waktu. Ya yang banyak
tugasnya. Kabidnya yang diambil tapi sama anak buahnya yang tugasnya
paling banyak. Itu dipelajari juga hubungan-hubungan dia kemana aja.
Korelasi jabatannya kemana aja ya kan? Hubungan ke atas ke bawah sama
ke samping. Sama lah dengan teori anjab kan, hubungan kerjanya kemana
aja ke atas kemana aja. Apakah bertingkat, ke bawah, satu tingkat atau
sejajar jabatan dia.” (Wawancara dengan Informan 3: Kepala Bagian
Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – BSDMO, 21
Mei 2018).
Suparjiyanta dan Mutiarani (2014:6) menyarankan penggabungan antara
metode observasi dan interview, yaitu pengumpulan data jabatan dilakukan
dengan mengamati orang yang sedang bekerja, sekaligus meng-interview
pemegang jabatan, atasannya langsung atau orang lain yang dapat memberi
keterangan-keterangan yang diperlukan, dan mencatat data yang diperoleh dari
observasi dan interview tersebut. Lebih lanjut menurut Suparjiyanta dan Mutiarani
(2014:6) bahwa metode observasi sangat tepat jika dilakukan pada jenis pekerjaan
yang bersifat berulang-ulang. Penggunaan metode observasi memungkinkan
analisis jabatan dilakukan dengan pengamatan pekerjaan dilapangan. Walaupun
sifatnya pengamatan, namun tidak seharusnya analis mengamati secara kontinyu
perkembangan dari waktu ke waktu.
Sebenarnya penggunaan beberapa metode seperti wawancara dan
kuesioner yang dilakukan di BATAN adalah dalam rangka tahap pengumpulan
data sesuai dengan Peraturan Kepala BKN Nomor 12 Tahun 2011 yaitu untuk
mendapatkan fakta-fakta dan keterangan dari pemegang jabatan, para pimpinan
unit kerja, narasumber, serta sumber data lainnya seperti catatan harian pemegang
jabatan, rencana kerja, dan laporan pelaksanaan pekerjaan, visi misi organisasi,
struktur organisasi, dan tata kerja serta sistem informasi kepegawaian lainnya.
Secara riil data yang dikumpulkan adalah uraian jabatannya, langkah-langkahnya,
keterampilan yang dibutuhkan, kewenangannya, tanggung jawabnya, peralatan
yang dibutuhkan, dan keterkaitan atau korelasi dengan jabatan lain sesuai
keterangan yang disampaikan oleh Informan 8 dan 9 di bawah ini:
Universitas Indonesia
83
“Kalau yang anjab ya data yang ada di anjab itu lah yang kita,
maksudnya kita menggali informannya tugas-tugasnya dia sih biasanya,
terus kalau pendidikan kan kita udah tau ya. Terus alat-alat yang mereka
gunakan apa. Oh dia berhubungan ke ini, oh ada di ininya juga ada tuh. Di
anjab terbaru tuh ada koneksi hubungannya dia ke dalam dan ke luar gitu,
tapi kalau dia di Penyelia itu misalnya di staf itu hubungannya ke
Kasubnya gitu, Kasub. ya ke Kabag. Kalau fungsional ya ke atasanya.
Kalau perlu ke MenPAN ya ke MenPAN, ke BKN ya BKN, pasti gak
mungkin gak ada koneksi dengan jabatan lain, pasti ada. Pasti nyambung
deh. Gak mungkin dia gak punya apa-apa, mau ngapain? (Wawancara
dengan Informan 8: Kepala Subbagian Tata Laksana – BSDMO, 22 Mei
2018).
“Yang dikumpulkan uraian jabatannya, langkah-langkahnya,
keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan itu, kewenangannya apa,
tanggung jawabnya apa, peralatan yang dibutuhkan apa, keterkaitan
dengan jabatan lain apa, di bagian bawah ada berapa waktu yang
dibutuhkan dalam melakukan satu kegiatan itu.” (Wawancara dengan
Informan 9: Kepala Subbagian Persuratan dan Tata Usaha Pimpinan).
Dalam pengumpulan data juga digali mengenai interkoneksi atau korelasi
antar jabatan seperti yang disampaikan oleh Informan 8. Hal ini penting untuk
mengetahui proses bisnis suatu jabatan dalam menjalankan pekerjaan di
organisasi dan dapat melihat ada tidaknya tumpang tindih atau overlapping antar
jabatan. Tujuannya adalah agar dapat dibuat suatu rekomendasi untuk
perkembangan organisasi ke depan sehingga organisasi bisa lebih efektif dan
efisien.
Setelah data tentang jabatan terkumpul lalu dilakukan pengolahan data
dengan cara dianalisis untuk dirumuskan nomenklatur jabatannya dan disusun
uraian jabatannya. Sesuai Peraturan Menteri PAN Nomor 33 Tahun 2011
pengolahan data diarahkan untuk kepentingan penyusunan peta jabatan,
penyusunan uraian jabatan, penyusunan formasi dan kelembagaan, serta
kepentingan manajemen lainnya seperti manajemen kepegawaian.
“Ya kita analisis kalau dulu Bu Yola itu setelah mereka masukin
data ya kita periksa, tapi kita gak semua yang dikerjain Satker kita terima
harus kita saring dulu, mana yang relevan mana yang gak. Pedoman dari
MenPAN. Jadi kita bikin standarnya lho Pak Fariz. Kan ada orang yang
seharusnya bahan jadi alat, alat jadi bahan, jadi ya harus kita luruskan lagi.
Tapi kita sudah punya baseline dari mereka, itu aja.” (Wawancara dengan
Universitas Indonesia
84
Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia – BSDMO, 21 Mei 2018).
“Pengolahan datanya waktu 2014 itu tadinya saya bandingin dulu
jamannya Pak Tyn gak tuntas, pengolahan datanya juga masih kita doang
jadi saya sama Bu Yola, bukan Tim lagi. Jamannya Pak Hadi tuh
kayaknya concern, saya senang kayaknya serius nih terus saya rubah
formulirnya dalam bentuk excel. Dari uraian tugas dulu saya tulis
semuanya dibantu Pak Poltak Tim dari BSDMO, nah dari uraian tugas
analisis bahan kerjanya, perangkat, proses, sama pengetahuan dan
keterampilannya biar mudah verifikasinya. Misalnya menanam jagung
dengan menggunakan pacul sampai kita perhatikan SPOK-nya, bahannya
bener gak, terus perangkatnya bener gak, terus saya buat excel eh ternyata
gak tuntas juga. (Wawancara dengan Informan 6: Kepala Subbagian
Pengembangan Sumber Daya Manusia, 31 Mei 2018).
Pengolahan data menurut keterangan yang disampaikan oleh Informan 3
dan 6 hanya dilakukan oleh personil di Bagian Perencanaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia tanpa melibatkan anggota lain di Tim. Dalam pengolahan
data sering diketemukan adanya salah dalam pengisian formulir, misalnya ada
isian yang seharusnya bahan jadi alat, alat jadi bahan, jadi harus diluruskan
kembali.
Setelah data diolah diperlukan juga verifikasi data. Verifikasi menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemeriksaan tentang kebenaran laporan,
pernyataan, perhitungan uang, dan sebagainya. Verifikasi yang dimaksud dalam
proses anjab menurut Dessler (2013:119) adalah dengan melakukan pemeriksaan
kepada pegawai yang telah melakukan pekerjaan dan kepada atasan langsung
pegawai tersebut tentang kebenaran informasi jabatan yang telah disampaikan.
Dalam Peraturan Menteri PAN Nomor 33 Tahun 2011 disebutkan bahwa
verifikasi data adalah kegiatan pengujian kembali hasil olahan data, untuk
memastikan kelengkapan, kebenaran, dan kesesuaian dengan realitas pekerjaan di
unit kerja yang dianalisis.
“Nah pernah disuruh nyusun kan, masing-masing disuruh nyusun
anjabnya sendiri-sendiri. Kita per Bagian tapi kan gak pernah di verifikasi
ya? Gak kan? Kita nyusun nih, tapi kan kita nyusun bukan karena
pengetahuan kita tapi karena ya udah ngikutin yang ini aja. Isinya kayak
gini, gitu aja. Tapi maksudku kayak gini, pemahaman menyeluruh tentang
anjab, ya memang kita baca, cuman opo secara ini tuh kita cuma baca-baca
aja tapi dari BATAN tuh ya belum maksimal juga sih. Semua udah ada
Universitas Indonesia
85
pasti anjab, konsepnya sudah ada cuma yang terbaru mungkin belum ya
menyesuaikan maksudku bener-bener di verifikasi menyesuaikan dengan
ini, tapi aku rasa kalau data-data di Pak Sony ada lah.” (Wawancara
dengan Informan 5: Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana –
BSDMO, 30 Mei 2018).
“Jadi kadang-kadang MenPAN suka ngasih tahu harus selesai
karena hasilnya di bawa ke MenPAN. Jadi akhirnya waktu itu jaman Pak
Hadi masih baguslah ada paralel Tim Anjab dan Tim ABK. Tim Anjab
melihat dan meriksa IJ nya, terus siapa yang melihat Peneliti seperti apa,
nah dari kita ke ABK ngitung. Nah analisis jabatan kan butuh waktu lama,
Tim ABK udah gak sabar karena kan bikinnya paralel. Nah terus akhirnya
diputusin potong kompas lagi deh, udah Anjabnya berhenti langsung
ABK. Yang dipotong di verifikasi, yaitu bener gak sih mereka melakukan
ini, mengalir gak sih tugasnya dari Eselon II, Eselon III, Eselon IV, top
down, nah itu terhenti karena ABK-nya buru-buru. Nah ABK-pun lama
juga karena manggil unit kerja klarifikasi bener gak nih 20 lembar,
misalnya gitu. Terus akhirnya gak analisis lagi, kamu dapetnya sekian,
sekian, lewat analisisnya.” (Wawancara dengan Informan 6: Kepala
Subbagian Pengembangan Sumber Daya Manusia – BSDMO, 31 Mei
2018).
“Nah itu dia yang aku minta, kalau verifikasi kan setelah data
masuk trus dilihat lagi sama BSDMO, nah gak ada, salah betulnya gak tau.
Tapi apakah itu dikerjakan BSDMO bersama tim ya aku gak tau ya.
Ketika proses yang tadi Anti bilang kita sedang mengerjakan terus mereka
datang itu kita tayangkan apa yang telah kita lakukan, progress-nya
sampai mana, nah terkadang mereka mengkritisi, memberi masukan, dan
mengevaluasi, tapi itu masih dalam proses ya belum jadi.” (Wawancara
dengan Informan 9: Kepala Subbagian Persuratan dan Tata Usaha
Pimpinan – Biro Umum, 31 Mei 2018).
Merujuk pada definisi verifikasi yang disampaikan oleh Dessler
(2013:119) dan yang tertulis pada Peraturan Menteri PAN Nomor 33 Tahun 2011,
bahwa anjab yang dilakukan oleh BATAN tidak dilakukan verifikasi data.
Apabila tidak dilakukan verifikasi maka akan berakibat informasi jabatan yang
dihasilkan tidak sempurna. Apalagi kalau sampai informasi jabatan
ditransformasikan menjadi uraian jabatan dan persyaratan jabatan sebagai muara
akhir dari sebuah proses anjab. Seperti disampaikan oleh Informan 6 tersebut di
atas, bahwa tidak dilakukannya verifikasi oleh karena keterbatasan waktu karena
pelaksanaan anjab di BATAN bisa memakan waktu antara 6 sampai 12 bulan
lamanya. Masalah waktu lainnya adalah ketidak pahaman informan terkait jadwal
anjab yang harus dipenuhi tim anjab, misalnya keterlambatan dalam menyerahkan
Universitas Indonesia
86
hasil kuesioner menyebabkan data akhirnya tidak diverifikasi seperti disampaikan
oleh Informan 2 dan 6 di bawah ini :
“Beda persepsi antara gugus tugas tim dengan di lapangan. Ya
tentunya pasti itu ujungnya, jadi menurut saya harusnya dilakukan
normalisasi atau apa. Nah itu saya duga karena yang delay tadi yang
sepihak saja, sementara kita mau verifikasi harus terjun kelapangan lagi,
ya sudahlah ada yang percaya saja ada yang oh ini ada yang gak masuk
akal langsung diubah jadi menurut saya ada keputusan sepihak lah.”
(Wawancara dengan Informan 2: Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan
Organisasi, 30 Mei 2018.
“Mungkin masalahnya verifikasinya belum mantep gitu lho.
Mungkin itu waktunya itu lho. Mungkin itu yang belum kuat ya, mungkin
ya dikerjain sama temen-temen atau yang penting-penting aja. Atau
mungkin itu tadi mungkin aku balik pada belum ada bahwa kita itu
memang memerlukan bahwa itu penting, jadi belum ada kesadaran kesitu
yang prioritas aja.” (Wawancara dengan Informan 8: Kepala Bagian
Organisasi dan Tata Laksana – BSDMO, 30 Mei 2018).
Langkah terakhir dari tahap pengumpulan data adalah dengan
penyempurnaan hasil olahan dengan cara finalisasi. Langkah ini menurut
Peraturan Kepala BKN Nomor 12 Tahun 2011 dilakukan dengan cara
mempresentasikan hasil anjab agar mendapatkan masukan sebagai tindak lanjut
untuk memperoleh persetujuan pengesahannya.
“Harusnya kan dari hasil analisis jabatan itu kan ada rekomendasi
ya ini duplikasi tusinya, atau ini sepertinya gak sesuai, atau penempatan
pegawainya gak sesuai, nah itu jadinya rekomendasi. Nah itu harusnya
dari hasil analisis jabatan malah bisa jadi bahan untuk reorganisasi kan?
Jadi antara organisasi sama anjab mana yang duluan kaya ayam sama
telor, mana yang duluan. Tapi karena kita anjabnya gak ada ujungnya ya,
laporan juga gak ada jadi gak bisa buat bahan mereka reorganisasi. Jadi
iya gitu hasil laporan anjab tuh gak ada cuma dokumen IJ aja, temuan-
temuan yang ada di unit kerja tuh gak kita tulis.
Anjab terakhir 2014 sampai 2015 tuh setahun memang gak pernah
tuntas karena menyita waktu banyak ya dan dilakukan bukan dari awal
lagi karena sudah ada datanya.
Dokumen aja hasil akhirnya itupun tidak di print masih di soft file.
Jadi kalau ada pemeriksaan kita kasih soft file-nya. Anjab tidak masuk di
kegiatan jadi gak ada anggarannya. Sekarang ada di Uskeg Evaluasi
Jabatan yang diawali dengan anjab dulu. Makanya kita keteteran pas
MenPAN dan BKN minta harus dikumpul. Kalau gak ada evaluasi anjab
kayaknya sekarang untuk grading karena regrading kan lihatnya dari
Universitas Indonesia
87
rincincian tugasnya juga.” (Wawancara dengan Informan 6: Kepala
Subbagian Pengembangan SDM, 31 Mei 2018).
Faktanya di BATAN tidak dilakukan langkah finalisasi dalam tahap
pengumpulan data seperti disampaikan oleh Informan 6 tersebut di atas. Padahal
menurut Peraturan Menteri PAN Dan RB Nomor 33 Tahun 2011 idealnya hasil
anjab berupa :
1. Rumusan jabatan untuk setiap unit kerja, yakni jabatan struktural dan
jabatan fungsional
2. Uraian jabatan baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional
3. Peta jabatan yang berupa bentangan seluruh jabatan baik jabatan struktural
maupun fungsional, sebagai gambaran menyeluruh bagi jabatan yang ada
dalam unit organisasi atau dalam instansi.
Sebenarnya finalisasi dapat menghasilkan sebuah rekomendasi yang mana
rekomendasi tersebut akan berguna apabila akan dilakukan reorganisasi kembali
di BATAN. Hasil dari anjab sebatas disimpan dalam soft file dan tidak
didokumentasikan dengan baik sehingga tidak bisa bermanfaat untuk rekomendasi
bagi organiasasi seperti keterangan yang disampaikan oleh informan 6. Hasil anja
di BATAN sebatas dokumen Informasi Jabatan (IJ) saja. Lain halnya dengan hasil
ABK yang ditetapkan dalam sebuah Keputusan Kepala BATAN dan di
distribusikan ke semua Unit Kerja. Ketiadaan dokumentasi hasil anjab juga
menyulitkan bagi pejabat yang membidangi kepegawaian di Unit Kerja atau
Satker apabila membutuhkan data terkait anjab, seperti yang disampaikan oleh
Informan 9 di bawah ini:
“Finalisasinya gak ada. Jadi kalau ada orang nanya Anti ini Anjab
kita syaratnya apa bla bla bla kita lihat kemana nih? Iya makanya gak ada
rujukan kan? Kalau mau dirubah lagi kan nanti bisa diinikan, dan itu
berulang-ulang paling dikit lagi ada anjab lagi.” (Wawancara dengan
Informan 9: Kepala Subbagian Persuratan dan Tata Usaha Pimpinan –
Biro Umum, 31 Mei 2018).
4.2.1.5. Menyiapkan Uraian Jabatan
Uraian jabatan atau deskripsi pekerjaan menurut Mangaleswaran and
Kirushanthan (2015:30) dapat dianggap sebagai cetak biru dari posisi yang
menguraikan tugas-tugas pokok dan tanggung jawab yang diharapkan dari
Universitas Indonesia
88
karyawan dan tujuan dasar dari pekerjaan yang diharapkan karyawan untuk
bekerja. Hal ini juga mengurangi akuntabilitas dalam organisasi, yang membantu
mencegah tumpang tindihnya tugas dan sebagai tanda tanggung jawab tugas.
Dengan kata lain uraian jabatan adalah uraian setiap aspek dan karakteristik yang
terkandung dalam jabatan. Uraian jabatan menurut Peraturan Kepala BKN Nomor
12 Tahun 2011 berisi antara lain, nama jabatan, kode jabatan, ikhtisar jabatan,
uraian tugas, bahan kerja, perangkat kerja, hasil kerja, tanggung jawab,
wewenang, korelasi jabatan, kondisi lingkungan, dan resiko bahaya, seperti
disampaikan oleh Informan 8 di bawah ini:
“Seperti aku bilang tadi, nama jabatan, kode jabatan, kemudian
jabatan itu ada di bawah unit kerja mana, sampai Eselon II, Eselon III,
Eselon IV biasanya ada di uraian jabatan itu. Kemudian ikhtisar jabatan,
kemudian ada uraian jabatan, kemudian setiap jabatan itu dibikin tahapan-
tahapan dalam melaksanakan tugasnya. Misalnya kan di Pranuk kan ada
lima Uraian Tugas, nah setiap satu apa dibikin tahapan-tahapannya
misalnya menyiapkan instalasi, tuh dia ngapain dulu apakah di apa ya
kayak operator komputer dia menyiapkan peralatan komputer, sebelum
dia ngetik ya dia menyalakan komputer kemudian mengecek komputer, ya
tahapannya seperti itu.” (Wawancara dengan Informan 8: Kepala
Subbagian Tata Laksana – BSDMO, 22 Mei 2018).
Informan 8 menyampaikan bahwa BATAN dalam menyusun uraian
jabatan sudah sesuai dengan Peraturan Kepala BKN Nomor 12 Tahun 2011.
Menyusun uraian jabatan setidaknya harus memperhatikan tanggung jawab,
wewenang, dan korelasi jabatan. Menurut Peraturan Kepala BKN Nomor 12
Tahun 2011, tanggung jawab merupakan tuntutan jabatan terhadap kesanggupan
seorang PNS untuk menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan
sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani menanggung resiko atas
keputusan yang diambil atau tindakan yang dilakukan. Wewenang merupakan hak
dan kekuasaan pemegang jabatan untuk memilih, mengambil sikap, atau tindakan
tertentu dalam melaksanakan tugas, dan mempunyai peranan sebagai
penyeimbang terhadap tanggung jawab guna mendukung berhasilnya pelaksanaan
tugas. Sedangkan korelasi jabatan adalah hubungan kerja antara jabatan yang satu
dengan yang lainnya ataupun orang lain yang berhubungan dengan jabatan
tersebut.
Universitas Indonesia
89
“Menyusun uraian jabatan kan dari penjabaran dari rincian tugas
ya. Kalau saya sih suka melihat tapi mungkin tim yang lain gak sampai
segitu kali ya misalnya Penguasa Reaktor dia wewenangnya misalnya
nanti memberi tahu kalau ada kecelakaan tugasnya siapa nih tanggung
jawabnya siapa. Kemarin tuh Pranuk tanggung jawabnya dia memberi
tahu kalau ada kecelakaan, ya nanti kita betulin bahwa ini bukan tanggung
jawab kamu tapi tanggung jawab Eselon III nya atau Eselon II nya jadi
kita lihat juga dari isian itu. Gak ada guidance sih. Ya dari ini aja
ketinggian nih misalnya kalau sampai segini. Gak ada tolak ukurnya.”
(Wawancara dengan Informan 6: Kepala Subbagian Pengembangan
Sumber Daya Manusia – BSDMO, 31 Mei 2018).
Bahwa menyusun uraian jabatan harus memperhatikan tanggung jawab
dan wewenang supaya jelas tanggung jawab dan wewenang di setiap jabatan
karena uraian jabatan pada dasarnya merangkum temuan-temuan analisis jabatan
dan menyoroti elemen-elemen terpenting dari jabatan Mangaleswaran and
Kirushanthan (2015:31). Keterangan yang disampaikan oleh Informan 6 bahwa
untuk menyusun tanggung jawab dan wewenang tidak ada guidance sehingga
dalam mendefinisikan tanggung jawab dan wewenang tidak ada tolak ukurnya.
Oleh karena sangat dibutuhkan kehati-hatian untuk mendefinisikan secara jelas
tanggung jawab dan wewenang agar tidak terjadi overlapping dalam jabatan.
“Bisa sebenernya overlapp tapi karena di BU jabatannya beda-beda
jadi gak mungkin overlapp. Yang mungkin overlapp itu di BSDMO, BP
karena jabatannya sejenis dan ngalir. Kalau kita jabatanya berlainan, pisah,
lepas-lepas gitu aja.” (Wawancara dengan Informan 9: Kepala Subbagian
Persuratan dan Tata Usaha Pimpinan – Biro Umum, 31 Mei 2018).
“Iya masing-masing jabatan ada kewenangan. Di bagi rata, mana
wewenangnya pelaksana, mana wewenangnya sebagai Eselon IV, mana
wewenangnya Eselon III, mana wewenangnya Eselon II, mana
wewenangnya Eselon I, jadi tidak overlapping. Paling diantara pelaksana
aja mungkin overlapping-nya, tapi kan kita secara umum saja. Misalnya
memberi saran ke atasan, paling gitu aja secara umum aja jadi gak teknis”
(Wawancara dengan Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia – BSDMO, 23 Mei 2018).
Menurut Informan 9 bahwa overlapping tanggung jawab dan wewenang
bisa saja terjadi di beberapa jabatan, namun agar hal tersebut tidak terjadi menurut
Informan 3 maka tanggung jawab dan wewenang harus dibagi rata. Namun
Universitas Indonesia
90
apabila akhirnya masih terdapat overlapping jabatan maka diperlukan tindakan-
tindakan perbaikan.
“Overlapping sih enggak sebenernya hampir sama, seperti
Litkayasa sama Pranuk terampilnya kan sama kegiatannya nah akhirnya
daripada ini kedepannya Litkayasa kan pembinanya orang luar terus ya
udah akhirnya lebur aja di Pranuk. Itu kenapa kemarin salah satunya ada
inpassing karena itu juga. Bahkan orang-orang yang udah Litkayasa bisa
pindah ke Pranuk karena ya tadi pertama ada kesempatan inpassing karena
kegiatannya sama makanya akhirnya dikurangi Litkayasanya ditambah ke
Pranata Nuklir gitu.” (Wawancara dengan Informan 3: Kepala Bagian
Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – BSDMO, 18
Mei 2018).
Kemudian terkait jabatan dalam organisasi diperlukan juga pengaturan
interkoneksi atau hubungan antar jabatan. Dalam bahasa Peraturan Kepala BKN
Nomor 12 Tahun 2011 disebut dengan korelasi jabatan, yaitu hubungan kerja
antara jabatan yang satu dengan jabatan yang lainnya ataupun orang lain yang
berhubungan dengan jabatan tersebut, hubungan tersebut dapat dilakukan secara
vertikal, horisontal, baik di dalam maupun di luar organisasi. Pengaturan
interkoneksi dalam jabatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala BKN
Nomor 12 Tahun 2011 sehingga bisa menjadi pedoman, seperti disampaikan oleh
Informan 3, 6, dan 9 di bawah ini:
“Itu dipelajari juga hubungan-hubungan dia kemana aja. Korelasi
jabatannya kemana aja ya kan, hubungan ke atas ke bawah sama ke
samping. Sama lah dengan teori anjab kan, hubungan kerjanya kemana aja
ke atas kemana aja. Apakah bertingkat, ke bawah, satu tingkat atau sejajar
jabatan dia.” (Wawancara dengan Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan
dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – BSDMO, 21 Mei 2018).
“Kalau interkoneksi ada guidance. Dikasih taunya itu kalau 2
tingkat di atas kita gitu ya, sama yang sejajar sama yang dibawah kita.
Kalau di atas kan arahan, kalau di sejajar koordinasi, kalu yang ke bawah
itu membina, mengawasi, gitu. Misalnya saya sama Pak Haerudin
hubungan dalam membuat formasi apa ya koordinasi. Kalau tanggung
jawab dan wewenang hirarkinya sih kita gak ada guidancenya ya cuma
tanggung jawabnya tuh terhadap sistemnya seperti apa, terhadap alatnya
seperti apa, prosedur seperti apa, harus mencakup semuanya.”
(Wawancara dengan Informan 6: Kepala Subbagian Pengembangan
Sumber Daya Manusia – BSDMO, 31 Mei 2018).
Universitas Indonesia
91
“Interkoneksi kita inikan melihatnya ketika misalnya disini
membuat konsep yang disini yang memeriksa, jadinya ngalir. Ada
guidance juga bikinnya.” (Wawancara dengan Informan 9: Kepala
Subbagian Persuratan dan Tata Usaha Pimpinan – Biro Umum, 31 Mei
2018).
Adanya hubungan antar jabatan adalah suatu keniscayaan, karena jabatan
adalah sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas yang berhubungan satu
sama lain meskipun tersebar diberbagai tempat dalam organisasi. Oleh karena itu
menurut Mathis and Jackson (2010:116) agar jabatan yang terdiri dari
sekelompok tugas, tanggung jawab dan wewenang dan elemen lainnya berdampak
baik terhadap produktivitas unit kerja organisasi perlu dikelola dengan baik.
Kemudian agar jabatan dapat berjalan dengan baik dalam pelaksanaan tugas maka
harus ditunjang dengan fasilitas.
“Pertama yang ingin saya katakan belum ada dokumen yang secara
rigid mengatur standar fasilitas jabatan, saya dengar kabarnya ada tapi kita
belum memiliki itu. Ini kedepan harus ditentukan walaupun aturan
operasionalnya belum ada karena pegawai itu kan hanya bisa memiliki
gaji, tunjangan, kemudian 1 lagi fasilitas jabatan. Jadi tunjangan itu sendiri
kan tidak berbunyi tunjangan fungsional. Ini kedepannya tunjangan itu
seperti apa scheme-nya akhirnya juga kita belum tahu ya. Kembali ke
fasilitas belum ada standar fasilitas jabatan. Katakan saja belum ada
dokumen rigid-nya menurut saya harus ada legal aspeknya.” (Wawancara
dengan Informan 2: Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi,
30 Mei 2018).
“Kalau secara BATAN kita ini fasilitas banyak yang udah menua
terus ora enek cari gantinya kan susah ya. BATAN kan anggarannya
kecil.” (Wawancara dengan Informan 5: Kepala Bagian Organisasi dan
Tata Laksana – BSDMO, 30 Mei 2018).
Menurut keterangan dari Informan 2 bahwa terkait fasilitas untuk seluruh
jabatan di BATAN belum ada pengaturan secara mendetail dalam sebuah
peraturan. Apabila fasilitas dimaknai sebagai sebuah perangkat atau peralatan,
yang menjadi tantangan BATAN saat ini adalah adanya penuaan peralatan yang
digunakan untuk bekerja terutama di unit-unit kerja teknis seperti yang
disampaikan oleh Informan 5. Peralatan tersebut beberapa belum diganti karena
adanya keterbatasan anggaran, padahal peralatan sangat mendukung aktivitas
Universitas Indonesia
92
dalam bekerja. Hal penting lainnya terkait jabatan adalah bagaimana pengaturan
kompensasi untuk jabatan di BATAN.
“Ya karena kita sesusai dengan aturan Pak Fariz, apapun ikutin
aturan grading yang ada di BATAN. Jabatan Pertama ya 8, Muda ya 9.
Kalau fungsional gak beda, kalau struktural iya. Misalnya Kasubbag. TU
dengan Kasubbag. Renbang harusnya beda, cuman karena kita gak mau
mikir ya. Kalau di fungsional gak bisa digituin.” (Wawancara dengan
Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia – BSDMO, 23 Mei 2018).
“Belum sepadan, sekarang kan disamaratakan ya. Jadi grading
sekarang kan dari awalnya kalau dari SMA, D3, S1, tapi kalau kita baca
dari uraian tugas dalam membuat penilaian jabatan itu, kalau lihat dari
rincian tugasnya ada yang tugasnya gini doang. Misalnya Analis di
Protokol ya dia gak ada kerjaan berpikirnya tuh cuman surat-menyurat aja
tapi judulnya Analis Protokol.” (Wawancara dengan Informan 6: Kepala
Subbagian Pengembangan Sumber Daya Manusia – BSDMO, 31 Mei
2018).
“Kalau kompensasi kan sama, maksudnya itu kan sudah peraturan
dari Pemerintah kan. Kalau bicara grading di BMN itu grading 8, kalau
menurut Anti gak 8 tapi 7 aja. Itu Analis BMN, menurut Anti jabatannya
sama seperti Analis-Analis yang lain. Spesifikasi jabatan dia dapet grade 8
dari mana? BU tidak terlibat penilaian itu. Kalau Analis BMN 8 kenapa
tusi Analis SAI di Bagian Keuangan kenapa gak 8 juga padahal mikirin
transaksi keuangan di BATAN? Dia yang ngelola semuakan se BATAN?
Jawabannya apa, kalau Analis SAI selesai kerjaan selesai, tapi kalau
Analis BMN itu mulai barang dibeli sampai rusak jadi siklusnya lebih
panjang. Padahal load kerjaannya sebenernya sebanding.” (Wawancara
dengan Informan 9: Kepala Subbagian Persuratan dan Tata Usaha
Pimpinan).
Terkait pengaturan kompensasi di BATAN mengikuti peraturan dari
pemerintah yang sudah dibakukan, seperti yang disampaikan oleh Informan 3 dan
9. Hanya saja yang menjadi masalah adalah pada waktu penilaian jabatan untuk
menentukan grading atau harga jabatan belum sepadan seperti yang disampaikan
oleh Informan 6. Pandangan yang sama disampaikan oleh Informan 9 yang
menilai bahwa ada jabatan-jabatan yang nilai jabatannya tidak sesuai dengan
beban tugasnya sehingga ada yang menerima kompensasi lebih tinggi dan
sebaliknya ada yang menerima kompensasi lebih rendah. Penilaian jabatan ini
Universitas Indonesia
93
menurut penulis seharusnya dapat dinilai lebih obyektif lagi sehingga dapat
muncul prinsip adil yang oyektif bagi para pegawai.
4.2.1.6. Menyiapkan Persyaratan Jabatan
Persyaratan jabatan berasal dari uraian jabatan (Dessler, 2013:135) yang
menurut Peraturan Kepala BKN Nomor 12 Tahun 2011 merupakan kualifikasi
yang harus dipenuhi oleh PNS untuk dapat melakukan pekerjaan atau memangku
jabatan. Secara rinci disebutkan dalam Peraturan Kepala BKN tersebut bahwa
syarat jabatan terdiri dari pangkat/golongan ruang, pendidikan, kursus/diklat,
pengalaman kerja, pengetahuan kerja, ketrampilan kerja, bakat kerja, temperamen
kerja, minat kerja, upaya fisik, kondisi fisik, dan fungsi pekerja.
“Dari uraian jabatan kan. Dari rincian tugas kan kita bisa lihat,
kaya misalnya kayak di MKP, wah MKP nih bisa Administrasi bisa
Hukum karena berhubungan dengan Hukum. Ada kamus kompetensi juga.
(Wawancara dengan Informan 8: Kepala Subbagian Tata Laksana –
BSDMO, 22 Mei 2018).
Bahwa merumuskan persyaratan jabatan dengan melihat uraian jabatan
adalah sesuai dengan konsep yang disampaikan oleh Dessler (2013). Hal itu sama
dengan apa yang disampaikan oleh Informan 8 bahwa di BATAN dalam
menetapkan persyaratan jabatan juga dengan melihat uraian jabatan dengan
dibantu kamus kompetensi. Fakta di lapangan didapati bahwa secara teknis di
tingkat unit kerja atau satker dalam mengisi syarat-syarat jabatan adalah dengan
perkiraan, seperti yang disampaikan oleh Informan 9 di bawah ini:
“Kita kira-kira pendidikannya bisa apa gak. Makanya menurut Anti
tidak ada bener apa enggak isian yang kita isi. Misalnya untuk Sekretaris,
ini bisa nih D3, manajemen bisa, semua jurusan aja, nah itu gak ada
pembenaran ini bener apa enggak? Terus misalnya aku ganti aja nih,
misalnya Analis D3 dengan masa kerja sekian, itu aku gak tau itu boleh
apa tidak itu gak ada validasi. Atau mungkin gini juga Riz, Unit Kerja
hanya membuat sebagai bahan BSDMO, mungkin BSDMO punya yang
lebih bagus lagi. Harusnya hasil Analisis Jabatan ada finalisasinya.”
(Wawancara dengan Informan 9: Kepala Subbagian Persuratan dan Tata
Usaha Pimpinan – Biro Umum, 31 Mei 2018).
Universitas Indonesia
94
Pengisian syarat jabatan dengan perkiraan sebagai imbas karena tidak
adanya verifikasi data atau finalisasi hasil anjab di BATAN yang kemudian secara
spesifik ditetapkan dalam bentuk keputusan. Sehingga unit kerja atau satker tidak
mempunyai panduan yang tepat misalnya dalam merumuskan pendidikan untuk
suatu jabatan seperti yang disampaikan oleh Informan 9 tersebut di atas. Tidak
adanya peraturan yang menetapkan syarat jabatan di BATAN juga menjadi
permasalahan sehingga ada kebingungan dalam menetapkan pendidikan.
“Jadi kita memakai istilah idealnya kalau Kasub. D3, Kabag. S1.
Belum ada revisi di Perka Nomor 7 sampai sekarang padahal nomenklatur
jabatannya sudah berubah semua. Ya itu Pak Hadi gak mau, maunya di IJ
nya. Kalau di Perka 7 kan potong kompas ya, jadi cuma ada formasi sama
syarat jabatan untuk bahan kerja kita. Kata Pak Hadi kan semua ada di IJ
jadi nanti ditetapkan saja IJ nya padahal IJ gak kelar-kelar sampai
sekarang. Nah sekarang kan PP 11 udah mengatur pendidikan jadi di SK
kan atau di PerKa kan.” (Wawancara dengan Informan 6: Kepala
Subbagian Pengembangan Sumber Daya Manusia – BSDMO, 31 Mei
2018).
“Ya kita lihat tugasnya, kalau tugasnya di lingkup teknis ya
pendidikannya teknis. Gak mungkin di reaktor butuh orang pendidikan
sosial. Kalau di BSDMO karena banyak sosial jadi sosial yang dominan.
Di BP karena ada perubahan banyak pekerjaan teknis yang harus dikuasai
banyak juga melibatkan orang teknis. Pengalaman iya, kan makin banyak
pengalaman makin banyak dia tahu kegiatannya makin banyak
pengalaman memeberikan masukan pada jabatan itu kan?” (Wawancara
dengan Informan 3: Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia – BSDMO, 23 Mei 2018).
Sesuai keterangan yang disampaikan oleh Informan 6 bahwa pernah ada
pengaturan mengenai syarat pendidikan untuk jabatan di BATAN yaitu dengan
Peraturan Kepala BATAN Nomor 7 Tahun 2008 namun produk hukum itu sudah
out of date karena banyak nomenklatur jabatan yang sudah berubah sehingga
sudah tidak sesuai lagi. Hanya saja rambu-rambunya dalam menetapkan syarat
pendidikan ada batasan yang jelas misalnya untuk jabatan-jabatan teknis diisi oleh
orang yang punya latar belakang pendidikan teknis, begitu juga sebaliknya untuk
jabatan-jabatan non teknis atau sosial diisi oleh orang-orang dari latar belakang
pendidikan non teknis atau sosial seperti disampaikan oleh Informan 3. Sementara
ini syarat pendidikan untuk jabatan struktural sudah mendapatkan pengaturan di
Universitas Indonesia
95
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil sehingga bisa menjadi acuan di BATAN.
Secara khusus dalam menangani inpassing jabatan fungsional terutama
jabatan fungsional Pranata Nuklir yang menjadi binaan BATAN, yang merupakan
jabatan teknis maka harus diisi oleh orang-orang yang berlatar pendidikan teknis.
Latar belakang pendidikan bersama dengan unsur lainnya dalam persyaratan
jabatan adalah merupakan kompetensi seseorang yang dibutuhkan untuk dapat
menduduki suatu jabatan seperti disampaikan oleh Informan 4 di bawah ini:
“Jadi kalau syarat pendidikan tidak terpenuhi gak kita proses
walaupun ada formasinya. Seperti Pak Bagus Pengamanan, ada
formasinya tapi syarat pendidikannya tidak memenuhi syarat. Dia D3
Administrasi, kalau di SLTA malah memenuhi syarat walaupun non
teknis.” (Wawancara dengan Informan 4: Kepala Bagian Administrasi
Jabatan Fungsional – BDMO, 18 Mei 2018).
Adanya fenomena inpassing jabatan fungsional di BATAN menyuguhkan
fakta tersendiri bahwa kompetensi seorang pegawai yang diangkat dalam jabatan
fungsional melalui jalur inpassing kompetensinya tidak sepenuhnya mencukupi
untuk diangkat dalam jabatan fungsional.
“Saya harus jujur mengatakan kita pakai standar minimalis jadi
belum secara penuh. Jadi pertimbangannya adalah tetap kompetensi yang
bersangkutan tapi belum secara penuh. Karena begini contoh saja untuk
memberikan pelatihan, pendidikan itu kan haru dana yang cukup kita
belum mampu. Yang kedua kuota pelatihan. Katakan saja uangnya sudah
ada nih tapi kuota dari instansi penyelenggara pelatihan yang terbatas atau
sebaliknya. Sistem dalam artian aturan kita sedang menggagas tetapi kita
masih dalam proses kemarin di Rakor Kepegawaian terakhir di bulan lalu
itu kita masih memetakan kompetensi dan kedepan data ini menjadi base
line data untuk pengembangan kompetensi kedepan. Nanti begini, kita
petakan kompetensinya kemudian kita lihat dengan standar kompetensi
nanti kan ada gap nih, nah nanti gap ini yang kita pakai untuk melakukan
pelatihan atau penugasan tertentu untuk membekali. Jadi prosesnya sedang
dalam proses pendataan kompetensi. Jadi gap analysis akan kita lakukan.
Jadi kendala sumber daya, anggaran dan yang lain, assessment perlu
pendanaan yang kuat juga.” (Wawancara dengan Informan 2: Kepala Biro
Sumber Daya Manusia dan Organisasi, 30 Mei 2018).
“Iyakan syaratnya Pranuk minimal 2 tahun pengalaman, dari usia
memenuhi, sekitar satu dua orang kemarin dikejar sekitar Februari 2018
Universitas Indonesia
96
karena mau pensiun. Jadi formasi kita jadi mengikuti supaya dia masuk
dalam ketetapan formasi, diburu-buru tetapi terpenuhi dari sisi usia belum
melewati batas usia. Kalau pengalaman 2 tahun ada juga yang gak
terpenuhi contohnya Pak Jayadi dan Pak Nazar untuk masuk ke Arsiparis,
walaupun Kabag. TU kan gak berpengalaman banget di Arsiparis. Pak
Nazar sih lulus uji kompetensinya itu asal ada rekomendasi dari Eselon II
nya yang menyatakan dia sudah 2 berpengalaman 2 tahun. Bisa dikatakan
tidak mempunyai kompetensi yang utuh walaupun akhirnya bisa masuk.
Ya karena tujuan Pimpinan itu untuk memperpanjang usia karena pegawai
semakin sedikit sehingga diberdayakan disini. Ya mungkin kalau untuk di
Pam sebenernya belum berpengalaman 2 tahun di ke Pranukan tapi
kemudian masuk.” (Wawancara dengan Informan 6: Kepala Subbagian
Pengembangan Sumber Daya Manusia – BSDMO, 31 Mei 2018).
Dari apa yang disampaikan oleh Informan 2 dan 6 di atas, bahwa dalam
menduduki jabatan fungsional melalui jalur inpassing tidak seketat apabila
dibandingkan dengan apabila menduduki jabatan dari jalur rekrutmen. Jalur
inpassing lebih digunakan untuk mefasilitasi beberapa pegawai terutama yang
sudah akan mendekati Batas Usia Pensiun (BUP) untuk menduduki jabatan
fungsional. Pimpinan melihat bahwa dengan kondisi jumlah pegawai yang
semakin lama semakin berkurang karena pensiun, maka opsi untuk
mempertahankan beberapa pegawai adalah dengan alasan karena pegawai-
pegawai tersebut masih di butuhkan di BATAN dan sebelum benar-benar pensiun
diharapkan dapat menularkan dan menurunkan ilmunya kepada generasi penerus
sambil berusaha untuk terus mengajukan permintaan pengusulan CPNS ke
Menteri PAN DAN RB.
4.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Analisis Jabatan di
BATAN
Penerapan anjab di BATAN dipengaruhi oleh environmental issue atau
pengaruh yang datang baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eskternal).
Menurut Pressman dan Wildavsky (1973) dalam Yunanik (2013) bahwa
sejauhmana penerapan dapat berhasil tergantung pada keterkaitan antara berbagai
organisasi dan departemen pada tingkat lokal yang terlibat dalam implementasi,
sehingga diperlukan perubahan di dalam organisasi demi peningkatan
kemamapuan organisasional untuk mencapai tujuan yang diiginkan. BATAN
selama ini sudah berusaha untuk melaksanakan anjab walaupun pada prakteknya
Universitas Indonesia
97
belum dijalankan sepenuhnya sesuai dengan konsep yang disampaikan oleh
Ivancevich dan Konopaske (2013:152) dimana ada 6 (enam) tahapan yang secara
sistematis harus dijalani tahap demi tahapnya. Peraturan Menteri Negara PAN dan
RB Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan dan Peraturan
Kepala BKN Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan yang
selama ini menjadi acuan juga tidak sepenuhnya diacu oleh BATAN dalam
melaksanakan anjab.
Berikut ini adalah berbagai faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan
anjab untuk jabatan fungsional di BATAN, sebagai berikut :
1. Anggapan atau mind-set bahwa anjab adalah pekerjaan yang rutin
seperti biasa saja menjadikan anjab tidak selalu tuntas dalam
pengerjaannya, sehingga informasi jabatan yang dihasilkan juga tidak
sempurna. Akibatnya dalam menjalankan kebijakan di bidang
kepegawaian tidak pernah melihat atau mendasarkan informasi jabatan
yang dihasilkan dari anjab, misalnya untuk kepentingan reorganisasi
atau kepentingan kepegawaian lainnya.
2. Oleh karena dianggap pekerjaan rutin biasa, kegiatan anjab tidak
pernah mendapatkan dukungan penganggaran secara khusus, sehingga
penganggaran kegiatan anjab hanya menempel pada kegiatan lain.
3. Tim Pelaksana Analis Jabatan di BATAN kesulitan mendalami rincian
tugas dan peran jabatan-jabatan di BATAN karena banyaknya bahasa-
bahasa teknis yang tidak dimengerti karena BATAN merupakan
lembaga litbang dengan jabatan-jabatan teknis. Hal ini terjadi karena
dalam mengolah data yang terkumpul tidak dilakukan bersama-sama
dengan anggota tim lainnnya yang notabene terdapat pegawai dengan
kompetensi teknis, faktanya pengolahan data hanya dilakukan oleh
pegawai atau anggota tim di BSDMO saja.
4. Informan tidak memiliki pemahaman yang baik dalam menjawab
pertanyaan wawancara dan dalam mengisi formulir kuesioner sehingga
Tim Pelaksana Analisis Jabatan memerlukan waktu ekstra untuk
mengolah data yang didapat.
Universitas Indonesia
98
5. Keterbatasan waktu dan anggaran sehingga tidak sempurna dan tuntas
dalam melaksanakan anjab, diantaranya tidak dilakukan verifikasi dan
finalisasi hasil anjab karena BATAN terdiri dari 23 unit kerja sehingga
dibutuhkan ekstra waktu dan biaya untuk menyelesaikan proses anjab
yang memakan waktu antara 6 sampai 12 bulan lamanya.
6. Adanya permintaan khusus dari stake holder tertentu, misalnya BKN,
Kementerian PAN Dan RB, dan Instansi lainnya yang sangat ketat
dalam menetapkan batas waktu, menyebabkan BATAN tidak bisa
melakukan anjab tahap demi tahap secara ideal seperti konsep yang
disampaikan oleh Ivancevich dan Konopaske (2013) yang dimulai dari
tahap satu sampai tahap keenam.
Beberapa poin penting tersebut di atas secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi anjab yang dilakukan di BATAN sehingga informasi
jabatan yang dihasilkan dari proses tidak sempurna. Ketidak sempurnaan data
tersebut akan sangat berpengaruh terhadap penyusunan uraian dan persyaratan
jabatan. Uraian jabatan menurut Ivancevich dan Konopaske (2013:152) adalah
hasil utama dari anjab karena merupakan ringkasan tertulis dari pekerjaan itu
sebagai unit organisasi yang dapat diidentifikasi.
Walaupun ada hambatan dalam melaksanakan anjab di BATAN, ada
beberapa hal yang menjadi poin penting dalam mendukung dan melancarkan
kegiatan anjab, yaitu :
1. Adanya kemauan yang tinggi dari pegawai, khususnya pegawai senior
untuk menjadi informan. Meskipun berpredikat sebagai pegawai senior
namun mereka antusias untuk mengikuti proses anjab karena anjab
sejatinya akan menguntungkan mereka dari sisi kepegawaian, apalagi
kalau ada efek pada kompensasi yang akan diterima oleh si pegawai
nantinya.
2. Penggunaan metode kuesioner dalam penggalian dan pengumpulan
data menjadi opsi utama di BATAN karena metode kuesioner
menghasilkan base line data tentang informasi jabatan yang dapat
digunakan di kemudian hari ketika akan dilaksanakan anjab kembali.
Dengan adanya base line data sangat memudahkan dalam mengolah
Universitas Indonesia
99
data sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan anjab tidak
terlalu lama. Metode lain seperti wawancara dan observasi bukan
menjadi pilihan mengingat dibutuhkan usaha ekstra untuk
melaksanakannya.
3. Penyusunan uraian dan persyaratan jabatan didukung dengan
banyaknya buku dan referensi berupa dokumen atau peraturan dari
Instansi terkait seperti BKN, Kementerian PAN Dan RB, dan Instansi
pembina jabatan fungsional lainnya.
Universitas Indonesia
100
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembasahan atas hasil penelitian maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Analisis jabatan untuk jabatan fungsional di BATAN terdapat kekurangan
pada tahap keempat pada konsep anjab menurut Ivancevich dan
Konopaske yaitu collect data by using acceptable job analysis techniques
atau tahap pengumpulan data. Yang menjadi perhatian adalah bahwa data
yang telah dikumpulkan, pada saat mengolah datanya tidak diikuti dengan
verifikasi data dan tidak dilakukan finalisasi data hasil olahan. Hal ini
menyebabkan data informasi jabatan yang dihasilkan dari proses anjab di
BATAN menjadi tidak sempurna.
2. Faktor–faktor yang mempengaruhi penerapan anjab untuk jabatan
fungsional di BATAN, adalah :
a) Anggapan bahwa anjab adalah kegiatan rutin biasa sehingga
kurang mendapat perhatian yang serius, baik dari BATAN secara
kelembagaan maupun dari pegawai;
b) Tim Pelaksana Analisis Jabatan kesulitan memahami bahasa-
bahasa teknis dari informan sehingga informasi tugas-tugas yang
didapat kurang mendetil, dan informan tidak memahami anjab
dengan baik sehingga dalam menjawab pertanyaan wawancara dan
dalam mengisi formulir kuesioner menjadi seadanya.
c) Tidak dilakukannya verifikasi dan finalisasi data olahan hasil anjab
menyebabkan data informasi jabatan yang dihasilkan tidak
sempurna dan tidak terstandar dengan baik sehingga tidak bisa
menjadi acuan atau pedoman di BATAN.
5.2. Saran
Berdasarkan analisis dan pembahasan sampai dengan kesimpulan yang
diperoleh, maka penulis memberikan saran yang diharapkan dapat digunakan
Universitas Indonesia
101
sebagai pertimbangan oleh pihak yang terkait dan berkepentingan khususnya
BATAN, yaitu :
1. Agar dapat menerapkan analisis jabatan pada jabatan fungsional dengan
baik, maka :
a) Harus disempurnakan saat melakukan anjab khususnya pada saat
melaksanakan tahap keempat yaitu menggali dan mengumpulkan
data jabatan sampai dengan memverifikasi data agar data jabatan
terkonfirmasi secara baik kepada atasan informan atau rekan
sejawat dan dilakukan finalisasi hasil anjab yang dipaparkan dalam
suatu forum agar mendapatkan masukan sehingga anjab akan
menghasilkan data uraian jabatan dan persyaratan jabatan yang
benar dan valid.
b) Dilakukan mekanisme pengawasan dan evaluasi anjab terutama
oleh Pimpinan agar pelaksanaan anjab di BATAN dilakukan secara
komprehensif dan mendalam sehingga menghasilkan data jabatan
yang benar.
2. Untuk lebih melancarkan pelaksanaan anjab, maka perlu dilakukan
beberapa hal sebagai berikut :
a) Menempatkan anjab sebagai suatu kegiatan yang penting dan vital
dalam manajemen SDM sehingga dapat terus menjaga dan
meningkatkan kompetensi yang dibutuhkan di BATAN.
b) Dilakukan workshop dan peningkatan kompetensi kepada anggota
Tim Pelaksana Analisis Jabatan secara berkelanjutan agar lebih
memahami bahasa-bahasa teknis jabatan-jabatan teknis di BATAN
sehingga akan mendapatkan data secara lebih mendetail.
c) Alokasi waktu, SDM, dan anggaran yang cukup untuk melakukan
anjab dapat dilakukan sampai tuntas untuk mengahasilkan data
uraian jabatan dan persyaratan jabatan yang benar.
Universitas Indonesia
102
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Armstrong, Michael. 2006. A Handbook of Human Resources Practice 10th Edition.
London and Philadelphia: Kogan-page.
Dessler, Gary. 2013. Human Resource Management 13th Edition. USA: Pearson
Education, Inc.
Dessler, Gary. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Kesepuluh Jilid 1. Jakarta:
Penerbit Indeks.
DeCenzo, David A., et. al. 2013. Fundamentals of Human Resource Management 11th
Edition. USA: Wiley.
Decenzo, A. David & Robbins, P. Stephen. 2002. Human Resource Managemenet,
Seventh Edition. United State of America : Pearson.
Ivancevich, John M., & Konopaske, Robert. 2013. Human Resource Management 12th
Edition. New York: McGraw Hill/Irwin.
Laakso-Manninen, Ritva & Viitala, Riitta. 2007. Competence Management and Human
Resource Development. A Theoritical Framework for Understanding The
Practices of Modern Finnish Organization. Helsinki: Haaga-Helia University of
Aplied Sciences.
Lubis, S. B. Hari dan Huseini, Martani. 2009. Pengantar Teori Organisasi Suatu
Pendekatam Makro. Jakarta: Departemen Administrasi FISIP UI.
Mathis, L. Robert. & Jackson, H. John. 2008. Human Resource Management, twelve
Edition. Western : Thomson South.
Mathis, L. Robert. & Jackson, H. John. 2010. Human Resource Management. 13th
Edition. South-Western, USA: South-Western Cengage Learning.
Mondy, R. Wayne & Noe, Robert M. 2005. Human Resource Management, Ninth
edition. Canada: Pearson Education International.
Neuman, W. Laurence. 2006. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches 7th Edition. England: Pearson Education Limited.
Prien, Erich P. et. al. 2009. A Practical Guide to Job Analysis. USA: Jon Wiley & Sons,
Inc.
Sienkiewicz, Lukasz et.al. 2014. Competency-Based Human Resources Management, The
Lifelong Learning Perspective. Warsawa: Educational Research Institute.
Silalahi, Ulber., et. al., 2017. Handbook Penelitian Kualitatif untuk Penelitian
Administrasi Publik. Bandung: Unpar Press
Universitas Indonesia
103
Sinambela, Lijan Poltak. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Suparjiyanta dan Mutiarani, Dewi. 2014. Modul Diklat Analis Kepegawaian Penyusunan
Analisis Jabatan. Jakarta: Pusat Pembinaan Jabatan Jabatan Fungsional
Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara.
Tesis/Jurnal
Arifin, Agus Muhammad. 2017. Implementasi Analisis Jabatan Pada Jabatan
Fungsional Di Instansi Pemerintah (Kasus Di Kementerian Lingkungan Hidup
Dan Kehutanan). Jakarta : FISIP UI.
Ismail, Verni Y. et.al. 2015. The Optimization of Human Resource’s Performance in
Islamic Microfinance Institutions Through Job Analysis and Competency Model.
The Asian Journal of Technology Management Vol. 8 No. 1.
Kharabe, Rahul & Joseph, Jonathan S. 2016. Job Description, Job Analysis, Its Impact on
Productivity. International Journal of Commerce, Business and Management.
Vol. 5, No.5.
Lumataw, Youke L.H., et. al., 2014. Gambaran Analisis Jabatan, Rekrutmen, Seleksi,
Penempatan Dan Promosi Pegawai Pada Jabatan Struktural Dinas Kesehatan
Kota Gorontalo Tahun 2014. JIKMU, Suplemen Vol.4 No.4.
Mangaleswaran and Kirushanthan, Kirthiga. 2015. Job Description And Job
Specification: A Study Of Selected Orgnization In Sri Lanka. International
Journal of Information Technology and Bussiness Management. Vol.41 No.1.
Mulyadi, Dadi. 2017. Implementasi Pengangkatan Jabatan Fungsional Dalam
Pencapaian Tujuan Organisasi Di Kantor Pusat Badan Kepegawaian Negara
(BKN). Jakarta: FISIP UI.
Nyasha, Mapira, et. al. 2013. Importance of Establishing a Job Analysis Exercise in an
Organisation: A Case Study of Bread Manufacturing Companies in Zimbabwe.
Australian Journal of Business and Management Research Vol.2 No.11.
Rakhmawanto, Ajib. 2015. Analisis Peran Pejabat Pembina Kepegawaian Dan Pejabat
Yang Berwenang Dalam Pembinaan ASN Di Instansi Pemerintah (Studi:
Kabupaten Lampung Utara, Kota Cilegon, Dan Kota Kediri). Jurnal Bina Praja.
Volume 7 No. 3.
Sudrajat, Tedi. 2013. Gagasan Tentang Fungsionalisasi Jabatan Dalam Rangka
Reformasi Birokrasi. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Vol. 7, No. 1.
Universitas Indonesia
104
Sulistyani, Ambar Teguh dan Sukmayeti, Evi. 2007. Pengembangan Jabatan Fungsional
di Lingkungan Pemerintah Daerah. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS,
Vol.1, No.2.
Suthar, BK et. al. 2014. Impacts of Job Analysis on Organizational Performance: An
Inquiry on Indian Public Sector Enterprises. Procedia Economics and Finance
11.
Yatim, Inci Abdul et. al. 2014. Perencanaan Pembangunan Sumber Daya Aparatur
Melalui Formasi PNS Daerah di Kabupaten Magetan. Wacana Volume 17 No. 2.
Yunanik. 2013. Implementasi Analisis Jabatan Dalam Rangka Menyiapkan Organisasi
Akamigas Menuju “STEM AKAMIGAS” (Studi pada Akademi Minyak dan Gas
Bumi, Cepu, Jawa Tengah). Jurnal Bisnis STRATEGI Vo. 22 No. 2 Des. 2013
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil. Dalam Jabatan Struktural.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil.
Republik Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Badan Tenaga
Nuklir Nasional.
Republik Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.
Republik Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 Tentang Jabatan Fungsional
Pegawai Negeri Sipil.
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 Tentang Pedoman Analsis Jabatan.
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Pemerintah Dan
Reformasi Birokrasi Nomor 26 Tahun 2016 tentang Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional Melalui Penyesuaian/Inpassing.
Universitas Indonesia
105
Republik Indonesia. Peraturan Kepala BKN Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Analisis Jabatan.
Republik Indonesia. Peraturan Kepala BKN Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pedoman
Penyusunan Kompetensi Jabatan.
Republik Indonesia. Peraturan Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja BATAN
Republik Indonesia. Peraturan Kepala BATAN Nomor 14 Tahun 2013 tanggal 27
Desember 2013 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN
Republik Indonesia. Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor 5 Tahun
2015 Tentang Rencana Strategis BATAN.
Republik Indonesia. Keputusan Kepala BATAN Nomor 237/KA/2015 Tentang Analisis
Beban Kerja (ABK) BATAN.
Republik Indonesia. Keputusan Kepala BATAN Nomor 30/KA/II/2017 Tentang Formasi
Jabatan BATAN.
Republik Indonesia. Keputusan Kepala BATAN Nomor 123/KA/III/2018 Tentang
Kompetensi BATAN.
Internet
https://diklatbpom.files.wordpress.com/2015/06/penguatan-jabatan-fungsional-untuk-
mendukung-reformasi-birokrasi.pdf
http://www.anri.go.id/assets/download/4_MATERI_DEPUTI_BKN.pdf
http://www.batan.go.id/index.php/id/kedeputian/manajemen/sdmo/3175-manajemen-pns
http://www.kompasiana.com/efhawe/membentuk-aparatur-sipil-negara-asn-yang-
kompeten_56809e4840afbd68048b4586
Universitas Indonesia
106
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
Penerapan Analisis Jabatan Untuk Jabatan Fungsional
Di Badan Tenaga Nuklir Nasional
Pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara didasarkan pada kerangka berfikir
perencanaan SDM Jabfung di Badan Litbang Kesehatan yang terdiri dari empat
tahapan utama, yakni: Spesifikasi Jabatan, Klasifikasi Jabfung, Peramalan
Jabfung dan Penyesuaian Jabfung.
Data dan Informasi Informan
Menguji setiap jabatan apakah sesuai
dengan struktur organisasi
a) Kesesuaian jabatan dengan
organisasi.
b) Kesesuaian jabatan dengan alur
proses bisnis organisasi.
1. Sekretaris Utama
2. Kepala Biro Sumber Daya
Manusia dan Organisasi.
3. Kepala Bagian Perencanaan dan
Pengembangan SDM.
4. Kepala Bagian Organisasi dan
Tata Laksana.
5. Kepala Subbagian Perencanaan
SDM
6. Kepala Subbagian Pengembangan
SDM
7. Kepala Subbagian Tatalaksana
Menentukan bagaimana informasi
jabatan akan digunakan
a) Kejelasan prosedur atau pedoman
analisis jabatan.
b) Memproyeksikan penggunaan
informasi jabatan yang akan
diperoleh.
1. Kepala Biro Sumber Daya
Manusia dan Organisasi.
2. Kepala Bagian Perencanaan dan
Pengembangan SDM.
3. Kepala Bagian Organisasi dan
Tata Laksana.
4. Kepala Subbagian Perencanaan
SDM
Universitas Indonesia
107
Data dan Informasi Informan
5. Kepala Subbagian Pengembangan
SDM
6. Kepala Subbagian Persuratan dan
Tata Usaha Pimpinan, BU
Memilih jabatan yang akan dianalisis 1. Kepala Biro Sumber Daya
Manusia dan Organisasi.
2. Kepala Bagian Perencanaan dan
Pengembangan SDM.
3. Kepala Bagian Administrasi dan
Jabatan Fungsional.
4. Kepala Bagian Organisasi dan
Tata Laksana.
5. Kepala Subbagian Perencanaan
SDM
6. Kepala Subbagian Pengembangan
SDM
7. Kepala Subbagian Tatalaksana
8. Kepala Subbagian Persuratan dan
Tata Usaha Pimpinan, BU
Menuympulkan data dengan
menggunakan teknik analisis jabatan
yang disepakati
1. Kepala Biro Sumber Daya
Manusia dan Organisasi.
2. Kepala Bagian Perencanaan dan
Pengembangan SDM.
3. Kepala Bagian Organisasi dan
Tata Laksana.
4. Kepala Subbagian Perencanaan
SDM
5. Kepala Subbagian Pengembangan
SDM
6. Kepala Subbagian Tatalaksana
Universitas Indonesia
108
Data dan Informasi Informan
7. Kepala Subbagian Peruratan dan
Tata Usaha Pimpinan
Menyiapkan uraian jabatan
a) kewenangan yang terdefinisikan
secara jelas.
b) Kesesuaian wewenang dengan
dengan posisi jabatan.
c) Kejelasan tanggung jawab dalam
setiap jabatan.
d) Kesesuaian kompensasi yang
diberikan terhadap tanggung jawab
jabatan.
e) Kelengkapan dan kesesuaian fasilitas
dengan kebutuhan jabatan.
f) Kesesuaian target jabatan untuk
mendukung organisasi.
1. Kepala Biro Sumber Daya
Manusia dan Organisasi.
2. Kepala Bagian Perencanaan dan
Pengembangan SDM.
3. Kepala Bagian Organisasi dan
Tata Laksana.
4. Kepala Bagian Administrasi dan
Jabatan Fungsional
5. Kepala Subbagian Administrasi
Jabatan Fungsional I
6. Kepala Subbagian Perencanaan
SDM
7. Kepala Subbagian Pengembangan
SDM
8. Kepala Subbagian Tatalaksana
9. Kepala Subbagian Peruratan dan
Tata Usaha Pimpinan, BU
Menyiapkan persyaratan jabatan
a) Kesesuaian dan efektivitas latar
belakang pendidikan, latihan dan
pengalaman dengan tanggungjawab
jabatan.
b) Kesesuaian jabatan dengan
kompetensi.
1. Kepala Biro Sumber Daya
Manusia dan Organisasi.
2. Kepala Bagian Perencanaan dan
Pengembangan SDM.
3. Kepala Bagian Organisasi dan
Tata Laksana.
4. Kepala Bagian Administrasi dan
Jabatan Fungsional
5. Kepala Subbagian Administrasi
Universitas Indonesia
109
Data dan Informasi Informan
Jabatan Fungsional I
6. Kepala Subbagian Perencanaan
SDM
7. Kepala Subbagian Pengembangan
SDM
8. Kepala Subbagian Tatalaksana
9. Kepala Subbagian Peruratan dan
Tata Usaha Pimpinan, BU