renstra
-
Upload
imam-alfarabi -
Category
Documents
-
view
398 -
download
1
description
Transcript of renstra
206
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kebijakan program peningkatan mutu SMK berbasis kemitraan di Kota Yogyakarta yang telah dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja
Kebijakan peningkatan mutu pendidikan meliputi kebijakan negara sebagai
acuan dalam penyelenggaraan pendidikan secara makro, dan kebijakan institusional
yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan kegiatan pada tingkat mikro
pada satuan pendidikan. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan
proses pelaksanaan pembelajaran yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
kurikulum, tenaga pendidik, proses pembelajaran, sarana dan prasarana, alat bantu
dan bahan, manajemen sekolah, lingkungan sekolah dan lapangan latihan kerja siswa.
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah kejuruan, kepala
sekolah atau ketua jurusan sebagai manajer berupaya menerapkan pendekatan sistem
manajemen mutu (SMM), dimana keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan
pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu
memberikan layanan sama atau melebihi harapan pelanggan.
Konsep manajemen mutu dalam pendidikan khususnya sekolah kejuruan
(SMK) memandang bahwa lembaga pendidikan merupakan industri jasa dan bukan
sebagai proses produksi, dalam bentuk pelayanan yang diberikan oleh pengelola
pendidikan beserta seluruh komponen yang ada di dalamnya kepada para pelanggan
sesuai dengan standar mutu tertentu. Dengan demikian pendidikan yang bermutu
tidak dapat hanya dilihat dari kualitas lulusannya, tetapi juga mencakup bagaimana
lembaga pendidikan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar
mutu yang berlaku. Pelanggan dalam hal ini adalah pelanggan internal (tenaga
207
kependidikan) serta pelanggan eksternal (peserta didik, orangtua, masyarakat dan
pemakai lulusan). Sehingga bagi sekolah kejuruan tantangan yang perlu dikelola
secara strategik dalam rangka menerapkan sistem manajemen mutu dalam pendidikan,
yaitu berhubungan dengan dimensi kualitas, fokus pada pelanggan, kepemimpinan,
perbaikan berkesinambungan, manajemen sumber daya manusia, dan manajemen
berdasarkan fakta.
Dalam penyelenggaraan pendidikan secara formal, SMK memainkan
peranan dalam bentuk layanan pembelajaran, dimana dalam penyelenggaraannya
banyak kendala dan permasalahan yang ditemui, kendala dan permasalahan itu pada
umumnya muncul ketika sekolah ditempatkan sebagai bagian dari panjangnya
birokrasi yang ada. Seperti kita ketahui bahwa selama ini sentralisasi menempatkan
sekolah sebagai bagian dari birokrasi yang panjang, ketika tuntutan secara
kelembagaan untuk dapat mengambil keputusan dan kebijakan yang cepat
dihadapkan kepada kendala birokrasi.
Dengan menempatkan sekolah sebagai institusi yang mampu mengambil dan
menetapkan kebijakan secara otonom, memberikan kesempatan kepada sekolah untuk
memberikan layanan yang sempurna, baik dan strategis. Dapat dipastikan bahwa
perubahan kebijakan dalam pelaksanaanya bukan persoalan yang sederhana.
Perubahan kebijakan memerlukan kesiapan berbagai sumber dan kemampuan
pengelolaan.
Salah satu upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan kejuruan secara
berkelanjutan, maka diperlukan suatu sistem manajemen mutu yang telah diakui
secara internasional. Salah satu sistem manajemen mutu yang telah dikenal secara
luas diantaranya adalah ISO 9001:2000 yang merupakan salah satu standar mutu di
208
bidang manajemen yang banyak diterapkan di bidang industri dan jasa, termasuk
pendidikan. ISO 9001:2000 merupakan standar mutu manajemen pelayanan. Sesuai
dengan Renstra Depdiknas telah diamanatkan bahwa dalam kurun waktu 2004-2009,
setiap unit kerja di lingkungan Depdiknas memiliki standar mutu manajemen
pelayanan.
ISO 9001:2000 diberikan kepada unit kerja di lingkungan Depdiknas yang
dinilai berhasil menerapkan strategi internal dan eksternal dalam angka menerapkan
sistem mutu dan manajemen mutu. Strategi internal tersebut meliputi upaya
menumbuhkan komitmen, sikap dan budaya taat azas yang menghargai dan berupaya
mencapai mutu. Sedangkan strategi eksternal adalah adanya pengakuan pelanggan
tentang mutu produk atau jasa yang dihasilkan oleh intuisi dan memberikan kepuasan
kepada pelanggan dan pengakuan penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001 :
2000 yang disertifikasi oleh badan sertifikasi.
Bagi sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Yogyakarta, upaya untuk
meningkatkan mutu khususnya dalam rangka pencapaian pembelajaran telah
dilaksanakan secara berkesinambungan baik dalam pencapaian standar nasional
pendidikan (SNP) maupun sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008. Hampir
sebagian besar SMK di Kota Yogyakarta telah mengimplementasikan SMM ISO
9001 versi 2008 sebagai suatu komitmen dari SMK untuk memberikan pelayanan
yang terbaik kepada semua stake holder sekolah baik internal maupun eksternal.
SMK Negeri 2 Yogyakarta sebagai salah satu SMK tertua di DIY, telah
ditetapka sebagai salah satu SMK Model SBI – Invest oleh Direktorat Pembinaan
SMK Ditjen Mandikdasmen Kemendiknas telah mengimplementasikan sistem
manajemen mutu (SMM) ISO 9001 : 2008, dengan pengakuan sertifikasi ISO dari
209
TüV Rheinland Cert. Gmbh pada tanggal 27 Maret 2008. Sebagaimana disampaikan
oleh Wk. Bidang Kurikulum SMK Negeri 2 Yogyakarta bahwa :
Sesuai visi yang telah ditetapkan, SMK Negeri 2 Yogyakarta telah membuat dan menetapkan kebijakan mutu untuk memberikan arahan kepada seluruh pegawai guna memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan terkait.
Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Yogyakarta memastikan bahwa kebijakan
mutu didokumentasikan dan dipahami oleh seluruh stakeholder sesuai ruang lingkup
penerapan SMM ISO 9001 : 2008. Kebijakan mutu akan selalu ditinjau sesuai visi
dan rencana strategis SMK Negeri 2 Yogyakarta dalam upaya untuk selalu
memberikan nilai tambah dan peningkatan yang berkesinambungan.
Lebih lanjut menurut Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Yogyakarta bahwa
kebijakan mutu yang telah ditetapkan oleh SMK Negeri 2 Yogyakarta adalah
Membentuk tamatan yang dapat menjadi sumber daya unggul, profesional, memiliki etos kerja tinggi didasari oleh keimanan terhadap Tuhan YME, sehingga memiliki masa depan cerah dengan menjunjung tinggi etika sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kemajuan ekonomi nasional.
Lebih lanjut ditambahkan oleh Waka. Bidang Kurikulum SMK Negeri 2
dalam penjelasannya bahwa
Upaya dalam mewujudkan dan melaksanakan kebijakan mutu tersebut diupayakan melalui kerjasama dengan stakeholder sebagai usaha yang secara adil, sehingga dapat dipertrtanggungjawabkan secara transparan kepada semua stakeholder sekolah.
SMK Negeri 3 Yogyakarta, sebagai salah satu SMK Negeri di Kota
Yogyakarta, hingga saat dilaksanakan penelitian ini sudah berupaya
mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008, meskipun belum
memperoleh sertifikat dan masih dalam proses persiapan sertifikasi. Upaya ini
210
merupakan sebuah komitmen dari SMK Negeri 3 Yogyakarta untuk memberikan
jaminan pelayanan kepada semua stakeholder terhadap pelaksanaan proses
pendidikan di sekolah secara berkesinambungan dengan berbagai upaya perbaikan
dan terobosan-terobosan inovatif.
Keterlambatan pelaksanaan sistem manajemen mutu ISO pada SMK Negeri 3
Yogyakarta menurut Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Yogyakarta dikarenakan oleh
adanya beberapa kendala internal dan eksternal yaitu :
Diantaranya kurang siapnya SDM yang dimiliki oleh SMK Negeri 3 Yogyakarta dalam mempersiapkan semua perangkat sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008, keterbatasan dana dalam pengembangan sistem manajemen mutu ISO, sehingga sejak kami memimpin mulai kami upayakan untuk mempersiapkan implementasi sistem manajemen mutu ISO, sehingga sekarang SMK Negeri 3 Yogyakarta telah siap untuk melaksanakan sertifikasis sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008.
Sistem manajemen mutu telah diimplementasikan oleh SMK Muhammadiyah
3 Yogyakarta sejak tahun 2006 dan telah memperoleh sertifikat ISO 9001 : 2008 dari
TüV Rheinland Cert Gmbh. Menurut penjelasan Ketua Program Studi Otomotif dan
Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta bahwa :
Upaya untuk mengimplementasikan manajemen mutu pada SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta merupakan sebuah bagian penting dalam mencapai peningkatan mutu sehingga SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta dapat dipercaya sebagai salah satu SMK swasta yang memiliki status sebagai SMK Model RSBI Invest berdasarkan Keputusan Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Nomor: 3425b/C5.3/Kep/KU/2007 tertanggal 23 Juli 2007, bersama SMK Negeri 2 Yogyakarta. Hal ini membuktikan kepada masyarakat akan pengakuan lembaga internasional bahwa mutu proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta telah sesuai dengan standar internasional.
211
SMK Piri 1 Yogyakarta sebagai salah satu SMK swasta yang telah
memperoleh pengakuan sebagai salah satu sekolah swasta yang telah mencapai SSN
dalam capaian standar nasional pendidikan (SNP), juga telah mengimplementasikan
sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008 sejak tahun 2008, dan telah memperoleh
sertifikat dari Bureau Veritas pada tanggal 28 Desember 2009. Sebagaimana
disampaikan oleh Ketua Program Studi Ootmotif, SMK Piri 1 Yogyakarta bahwa
SMK Piri 1 telah mengadopsi, merancang, menerapkan, memelihara dan menyempurnakan secara terus menerus SMM mengacu persyaratan standar ISO 9001 : 2008. Semua persyaratan dalam Standar SMM ISO 9001 : 2008 diaplikasikan sesuai ruang lingkup yang ditetapkan.
Lebih lanjut disampaikan oleh Ketua Program Studi Ootmotif, SMK Piri 1
Yogyakarta bahwa tujuan pengadopsian SMM ini adalah
Tujuan kami mengadopsi ISO 9001 : 2008 adalah dalam upaya untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas sesuai dengan harapan pelanggan serta memenuhi peraturan yang berlaku dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Bagi warga SMK Piri 1, perjalanan panjang untuk memperoleh sertifikat ISO
9001 : 2008 cukup melelahkan dan menguras tenaga serta sumber daya yang sangat
besar, namun memberikan arti tersendiri bagi mereka. Setidaknya, hasil kerja keras
mereka dapat memuaskan semua pihak, terutama bagi siswa dan pengguna lulusan
yang membutuhkan pelayanan prima.
Untuk mendapatkan pelayanan yang memuaskan bagi siswa maupun publik.
Selanjutnya Kepala Sekolah SMK Piri 1 menyampaikan :
Kami berjanji akan terus berusaha meningkatkan kinerja pelayanan publik, melalui manajeman berbasis kualitas, seperti pelayanan administrasi
212
keuangan, pelayanan akademik, hingga kepelayanan karyawan dan kerjasama dengan berbagai stakeholder.
Lebih lanjut disampaikan pula oleh Ketua Program Studi otomotif
menyampaikan bahwa :
Dalam menerapkan manajemen mutu ISO 9001 : 2008 didasari oleh konsepsi bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan dilakukan melalui proses atau cara sistematis seperti, penataan, pengawasan, pengaturan, koordinasi dan pengevaluasian berbagai komponen pendidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.
SMK Piri 1 mengadopsi, merancang, menerapkan, memelihara dan
menyempurnakan secara terus menerus SMM mengacu persyaratan standar ISO
9001 : 2008. Semua persyaratan dalam Standar SMM ISO 9001 : 2008 diaplikasikan
sesuai ruang lingkup yang ditetapkan. Tujuan pengadopsian SMM ini dalam upaya
untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas sesuai dengan
harapan pelanggan serta memenuhi peraturan yang berlaku dalam bidang pendidikan
dan pengajaran.
Berlainan dengan sekolah kejuruan baik negeri maupun swasta yang dijadikan
sebagai objek dalam penelitian ini, SMK Perindustrian Yogyakarta belum
mengimplementasikan sistem manajemen mutu dengan berbagai kendala dan
keterbatasan yang dihadapi oleh sekolah dalam upaya untuk mengimplementasikan
sistem manajemen tersebut. Namun meskipun belum mengimplementasikan sistem
manajemen mutu ISO menurut Kepala Sekolah SMK Perindustrian :
Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran di SMK Perindustrian Yogyakarta tidak semata-mata berupaya meninggalkan mutu, akan tetapi tetap mengupayakan mutu pendidikan menjadi sasaran dan target agar lulusan SMK perindustrian memiliki daya saing untuk dapat berkiprah di masyarakat.
213
Demikian gambaran tentang kebijakan program peningkatan mutu yang telah
dilaksanakan oleh SMK di Kota Yogyakarta sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil pendidikan, sehingga lulusannya diharapkan mampu bersaing dan
memenuhi kebutuhan industri.
a. Bentuk program kegiatan yang telah dibuat dalam rangka kerjasama dengan dunia kerja sebagai upaya untuk meningkatkan mutu SMK
Bagi sebagian besar SMK ukuran mutu atau kualitas pendidikan biasanya
didasarkan pada ukuran-ukuran kuantitatif berupa capaian dalam UN, besarnya daya
serap lulusan terhadap dunia kerja atau bahkan banyaknya lulusan yang dapat
memasuki perguruan tinggi negeri, sehingga upaya dan kegiatan yang direncanakan
oleh sekolah pada akhirnya bermuara pada capaian-capaian tersebut. Demikian pula
halnya dengan program kegiatan yang dibuat dalam rangka kerjasama dengan dunia
kerja sebagai upaya untuk meningkatkan mutu SMK. Faktor- faktor kunci
keberhasilan kebijakan peningkatan mutu pendidikan berbasis kemitraan antara SMK
dengan dunia kerja lebih menfokuskan pada strategi sekolah dalam mencapai tujuan
dan misi sekolah secara efektif dan efisien. Uraian tentang faktor kunci keberhasilan
dimulai dengan melakukan identifikasi indikator dan ukuran yang dapat
menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Faktor-
faktor kunci keberhasilan tersebut antara lain potensi, peluang, kekuatan, tantangan ,
kendala dan kelemahan yang dihadapi, termasuk sumberdaya, dana, sarana dan
parasarana, serta peraturan perundang-undangan dan kebijakan organisasi dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
Sekolah kejuruan di Kota Yogyakarta bersama masyarakat khususnya dunia
industri telah melakukan beberapa upaya pengembangan dalam meningkatkan
214
kualitas pembelajaran dan kualitas lulusan melalui kerjasama dengan beberapa
perusahaan baik manufactur, jasa, maupun perusahaan lainnya dalam mendukung
program pendidikan. Bentuk kerjasama antara sekolah dengan industri pasangan
dituangkan dalam kesepakatan bersama (MoU) antara sekolah dengan industri
pasangan untuk menjalin kerjasama dalam pengembangan dan peningkatan mutu
sumber daya manusia melalui penyelenggaraan pendidikan pada SMK di Kota
Yogyakarta.
Ruang lingkup kerjasama yang terjalin antara sekolah dengan industri
pasangan berupa (1) penyelenggaraan praktek kerja lapangan (PKL) bagi siswa kelas
XI; (2) pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP) bagi siswa kelas XII; (3)
sinkronisasi dan validasi kurikulum; dan (4) peningkatan kompetensi guru bidang
produktif melalui program magang kerja (on the job training), (5) pengembangan unit
produksi dan jasa (projas); dan (6) pengembangan kelas khusus industri dalam
menyelenggarakan pendidikan yang bekerjasama dengan salah satu industri unggulan.
Sebagai sebuah upaya dalam peningkatan mutu pendidikan berbasis kemitraan
dengan dunia industri, maka hasil yang diharapkan dari kebijakan program
peningkatan mutu tersebut adalah merupakan hasil-hasil pencapaian pelaksanaan
program, baik kuantitas maupun kualitas yaitu dari program-program strategis yang
direncanakan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Hasil-hasil yang diharapkan
adalah tingkat pencapaian tujuan yang telah dirumuskan yaitu: (1) terealisasinya
pengembangan kurikulum yang berdasarkan pada standar pendidikan nasional; (2)
terealisasinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien; (3) terealisasinya lulusan-
lulusan yang berkualitas di bidang akademis dan non akademis, yang dapat diserap
dan masuk dunia kerja sesuai dengan tuntutan kompetensi dunia kerj; (4)
215
terealisasinya peningkatan kualitas guru dalam proses belajar mengajar; (5)
terealisasinya peningkatan sarana prasarana yang relevan dan mutakhir; (6)
terealisasinya sumber dana dan daya dukung pendanaan yang memadai; (7)
terealisasinya sistem penilaian hasil belajar secara efektif, objektif, dan sistematis.
SMK Negeri 2 Yogyakarta telah menyusun program kegiatan dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan bersama industri pasangan dalam ikatan kerjasama
formal legal yang tertuang dalam kesepakatan kerjasama dan telah RIPS.
Sebagaimana disampaikan oleh Waka Bidang Kurikulum SMK Negeri 2 Yogyakarta
bahwa
Sebagai wujud dari upaya SMK Negeri 2 dalam meningkatkan mutu pendidikan dan daya saing lulusan, maka telah disusun program kegiatan bersama industri pasangan untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi lulusan berupa kegiatan praktek kerja lapangan dan pemagangan.
Sementara program kegiatan yang telah direncanakan oleh SMK Negeri 3
Yogyakarta dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan bersama industri pasangan,
menurut Kepala Sekolah :
Program kegiatan yang dilaksanakan pada SMK Negeri 3 Yogyakarta tertuang dalam rencana strategis (renstra) sekolah sebagai proses hasil pemikiran yang terarah, terpadu memiliki kejelasan sasaran, arah, cara atau metode, criteria keberhasilan dengan mempertimbangkan potensi, peluang dan kendala yang akan timbul dalam mencapai visi dan misi sekolah.
Demikian halnya dengan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta telah
melaksanakan kerjasama dalam upaya peningkatan mutu dengan pihak industri
pasangan baik di wilayah Yogyakarta maupun diluar kota lainnya, sebagaimana
disampaikan oleh Ketua Program Studi Otomotif dan Wakil. Kepala Sekolah Bidang
Kerjasama dan Humas bagi SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta bahwa :
216
Jalinan kerjasama yang dilakukan dengan industri mitra telah berlangsung cukup lama bahkan telah memiliki ikatan legal berupa MoU yang tujuannya adalah peningkatan mutu dan kualitas lulusan, sebagai contoh dengan PT. Hino Motors Sales Indonesia Jakarta telah dilakukan beberapa kegiatan baik untuk siswa maupun guru dan teknisi baik praktek kerja lapangan (PKL) maupun pemagangan, disamping juga validasi kurikulum dan materi pembelajaran oleh industri pasangan.
Hal tersebut dibenarkan oleh Deputy GM PT. Hino Motors Sales Indonesia
yang menjelaskan tentang jalinan kerjasama antara SMK Muhammadiyah 3
Yogyakarta dengan PT. Hino Motors Sales Indonesia, bahwa
Selama ini jalinan kerjasama antara PT. Hino Motors Sales Indonesia dengan SMK di Yogyakarta adalah dengan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta dengan kegiatan berupa praktek kerja lapangan bagi siswa, magang bagi guru dan teknisi serta validasi kurikulum dan materi pembelajaran pada SMK.
Bagi SMK Piri 1 Yogyakarta kerjasama merupakan sebuah bagian integral
dalam kegiatan pendidikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan
kompetensi lulusan. Oleh karenanya SMK Piri 1 Yogyakarta sebagaimana
disampaikan oleh Ketua Program Studi otomotif ditegaskan bahwa :
Selain dengan industri yang ada di Yogyakarta, SMK Piri 1 Yogyakarta juga melakukan kerjasama dengan PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia sebagai Main Dealer sepeda motor Yamaha melakukan kerjasama berupa penyelenggaraan Kelas Khusus Yamaha dan Bengkel Resmi Yamaha, sebagai upaya meningkatkan kualitas dan daya serap lulusan di industri khususnya pada jaringan bengkel Yamaha.
Hal tersebut dibenarkan oleh Manager PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia
tentang hasil kerjasama antara SMK Piri 1 dengan PT. Yamaha Motor Kencana
Indonesia bahwa :
Untuk mendukung jaringan pemasaran dan pelayanan purna jual produk Yamaha yang semakin berkembang, maka diperkirakan kebutuhan tenaga teknisi tiap tahunnya mencapai 360 orang, sehingga PT. YMKI membutuhkan mitra strategis dalam menyiapkan tenaga teknisi handal melalui kerjasama dengan SMK yang salah satunya adalah SMK Piri 1 Yogyakarta yang telah
217
berlangsung sejak tahun 2008 melalui penyelenggaraan Kelas Khusus Yamaha.
SMK Perindustrian Yogyakarta juga demikian halnya melalui 9 (sembilan)
bidang garapan program kerja yang telah ditentukan oleh sekolah, SMK Perindustrian
berupaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan pengajaran yang diharapkan
menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mampu bersaing dengan sekolah lainnya.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala Sekolah SMK Perindustrian bahwa :
Beberapa program kegiatan yang telah dibuat dalam rangka kerjasama dengan dunia kerja sebagai upaya untuk meningkatkan mutu SMK Perindustrian diantaranya (1) pengembangan organisasi dan manajemen sekolah melalui pengembangan kemampuan manajerial personil sekolah, pengembangan pengelolaan sekolah melalui evaluasi dan pengawasan; (2) pengembangan kegiatan pembelajaran melalui peningkatan kinerja karyawan, penambahan pelajaran tambahan dan penyelenggaraan test TOIC, pengembangan sarana dan prasarana PBM; Pembinaan tenaga kependidikan melalui diklat pendayagunaan tenaga kependidikan dan pembinaan karier, peningkatan kesejahteraan; (3) pengembangan dan pembinaan lingkungan sekolah melalui kegiatan 7K; (4) pengembangan fasilitas pendidikan dan pengajaran; (5) pembinaan kesiswaan; (6) pengembangan hubungan masyarakat dan dunia usaha melalui pemasyarakat pemasyarakatan PSG dengan stakeholder, kerjasama dengan dudi, kunjungan industri dan uji kompetensi siswa; (7) peningkatan sumber dana dan unit produski melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan dana, dan pengembangan UPJ.
Hal yang sama disampaikan oleh Manager Service PT. Sumber Baru Aneka
Motor “Suzuki R-4”, Kepala Bengkel PT. Armada Mobil “Isuzu”, Manager Rally
Auto Care Service Station, Supervisor (Ka Bengkel) PT. Astra Motor (Honda), dan
Supervisor (Ka Bengkel) PT. Wahana Sumber Baru “Nissan” bahwa sebagian besar
SMK di Kota Yogyakarta yang menyelenggarakan program studi otomotif (teknik
perawatan kendaraan ringan) melakukan kerjasama dengan bengkel atau perusahaan
yang mereka pimpin dalam beberapa kegiatan diantaranya (1) Program magang
PKL/PSG; (2) Program magang bagi guru dan teknisi (on the job training); (3)
218
Kuliah umum (studium general); (4) Pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP); (5)
Validasi kurikulum; (6) Pengembangan sumber belajar; (7) Pengembangan unit
produksi dan jasa (UPJ); (8) dan Recruitment calon karyawan.
Sehingga setiap waktu pada masing-masing bengkel dan perusahaan yang
mereka pimpin selalu terisi oleh siswa SMK yang sedang melaksanakan PKL/PSG
yang kegiatannya langsung dilaksanakan pada bidang kerja yang sesuai dengan
peminatan mereka. Disamping itu menurut Supervisor (Ka Bengkel) PT. Astra Motor
(Honda) ditegaskan bahwa :
Pada SMK Negeri 2 Yogyakarta telah berdiri sejak tahun 2008 Bengkel AHASS (astra honda after Sales service) sebagai bengkel percontohan (prototype) dan bengkel pendidikan yang berada di lingkungan SMK Negeri 2 Yogyakarta.
Sementara menurut Manager Rally Auto Care Service Station tentang hasil
kerjasama dengan SMK Perindustrian bahwa :
Kami telah melakukan kerjasama dengan SMK Perindustrian dalam memproduksi alat peraga pendidikan yang diselenggarakan pada Unit Produksi dan Jasa (UPJ) sesuai dengan kebutuhan dan pesanan dari beberapa SMK lain di luar daerah.
Program yang disusun oleh SMK dalam rangka meningkatkan mutu lulusan
melalui program magang merupakan pilihan utama bagi sekolah dalam memberikan
pengalaman kerja kepada siswa melalui kerjasama dengan pihak industri pasangan
yang dimiliki.
b. Kesesuaian antara misi dan visi sekolah dengan kebijakan dan rencana program kerjasama SMK dengan dunia kerja
Kerangka kebijakan tingkat mikro yang dibuat oleh sekolah dituangkan dalam
sebuah rencana strategis (renstra) sekolah yang lebih umum dikenal sebagai rencana
induk pengembangan sekolah (RIPS) yang merupakan implementasi dari visi dan
219
misi untuk mencapai tujuan sekolah dalam rangka mewujudkan sekolah
kejuruan ”Menjadi lembaga pendidikan pelatihan kejuruan bertaraf internasional dan
berwawasan lingkungan yang menghasilkan tamatan profesional, mampu berwira
usaha, beriman dan bertaqwa” untuk mencapai visi tersebut dijabarkan dalam misi :
(1) Melaksanakan sistem manajemen mutu (SMM); (2) Meningkatkan kualitas tenaga
pendidik dan kependidikan yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi; (3)
Meningkatkan fasilitas dan lingkungan belajar yang nyaman dan memenuhi standar
kualitas dan kuantitas; (4) Mengembangkan kurikulum, metodologi pembelajaran dan
sistem penilaian berbasis kompetensi; (5) Menyelenggarakan pembelajaran sistem
CBT (competency base training) dan PBE (production base education) dengan
pendekatan ICT; (6) Membangun kemitraan dengan lembaga yang relevan baik
dalam maupun luar negeri; (7) Meneyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler agar
peerta didik mampu mengembangkan kecakapan hidup (life skill) dan berakhlak
mulia
Pada hakekatnya visi dan misi setiap sekolah pasti berbeda dan disesuaikan
dengan lingkungan internal dan eksternal serta adanya hambatan, dorongan, peluang
dan ancaman dari masing-masing sekolah. Pada umumnya SMK di Kota Yogyakarta
menetapkan visi sekolah sebagai berikut: (1) Menciptakan sekolah menjadi sekolah
yang diidolakan bagi masyarakat Kota Yogyakarta dan sekitarnya; (2) Menjadikan
sekolah yang berkualitas dan unggul dalam prestasi. Indikator – indikator visi sekolah
tersebut diantaranya : (1) Terwujudnya pengembangan kurikulum yang berdasarkan
pada standar nasional pendidikan; (2) Terwujudnya proses pembelajaran yang efektif
dan efisien; (3) Terwujudnya lulusan – lulusan yang berkualitas di bidang akademis
dan non akademis; (4) Meningkatnya kualitas guru dalam proses belajar mengajar; (5)
220
Meningkatnya sarana prasana yang relevan dan mutakhir dalam mengajar; (6)
Tersedianya sumber dana dan daya dukung pendanaan yang memadai; (7)
Terwujudnya sistem penilaian hasil belajar secara efektif, objektif, dan sistematis; (8)
Meningkatnya daya serap lulusan pada dunia kerja sesuai dengan bidangnya masing-
masing; (9) Meningkatnya minat dan kemampuan lulusan SMK untuk berwirausaha
dalam menggerakkan sektor riil di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan
penjabaran visi ke dalam misi sekolah dapat digambarkan sebagai berikut : (1)
Mewujudkan pengembangan kurikulum yang berdasarkan pada standar nasional
pendidikan; (2) Mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien; (3)
Mewujudkan lulusan - lulusan yang berkualitas di bidang akademis dan non
akademis; (4) Terwujudnya peningkatan kualitas guru dalam proses belajar mengajar;
(5) Terwujudnya peningkatan sarana prasarana yang relevan dan mutakhir; (6)
Mewujudkan sumber dana dan daya dukung pendanaan yang memadai; (7)
Mewujudkan sistem penilaian hasil belajar secara efektif, objektif, dan sistematis.
Sebagai implementasi dari visi dan misi sekolah menurut Kepala Sekolah
SMK Negeri 2 Yogyakarta ditegaskan bahwa :
Pada dasarnya kebijakan dan rencana program kerjasama SMK dengan dunia kerja merupakan implementasi dari misi dan visi sekolah sebagai sebagai sebuah analisis lingkungan baik internal daneksternal terkait kekuatan dan kelemahan lembaga, peluang dan tantangan yang akan dihadapi pada masa mendatang serta strategi yang akan ditempuh untuk memenangkan persaingan tersebut. Sehingga kegiatan dan program kerja yang direncanakan oleh sekolah bersama industri pasangan merupakan implementasi dari misi dan visi SMK Negeri 2 Yogyakarta untuk mewujudkan lulusan yang berkualitas dan unggul dalam prestasi dan kompetensi.
Senada dengan hal tersebut Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Yogyakarta
menyampaikan bahwa :
221
Program kegiatan dan kebijakan yang disusun dan direncanakan bersama oleh sekolah dengan industri selalu mengacu pada visi dan misi sekolah dalam mencapai tujuan yang diharapkan bersama semua stakeholder. Kegiatan yang dirancang bersama diantaranya adalah program PKL/PSG bagi siswa, validasi kurikulum serta pengembangan bahan ajar bagi siswa, sehingga setiap kegiatan dapat sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan dunia kerja yang akan dihadapi oleh lulusan SMK Negeri 3 Yogyakarta.
Lebih lanjut ditegaskan pula oleh Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Yogyakarta
bahwa :
Sesuai dengan visi SMK Negeri 3 Yogyakarta yaitu mencetak kader-kader teknisi menengah yang mempunyai kemampuan bersaing untuk memasuki era globalisasi, yang dijabarkan dalam misinya melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berwawasan keunggulan, guna menghasilkan lulusan yang siap berkompetensi di dalam dan luar negeri. Visi dan misi tersebut dapat dilaksanakan dengan mengembangkan nilai yang diyakini yaitu kejujuran, kedisiplinan, kerjasama, kebersamaan, keunggulan, pelayanan prima sesuai harapan dan kebutuhan dunia industri.
Sementara bagi SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta berdasarkan penjelasan
Kepala Sekolah disampaikan bahwa :
Visi SMK Muhammadiyah 3 yaitu mewujudkan tamatan yang islami, berintelektualitas tinggi, berorientasi internasional dan berwawasan lingkungan, dengan penjabaran misi sebagai berikut (1) memperkokoh akhlak dan aqidah; (2) mengembangkan semangat nasionalisme kebangsaan; (3) mengembangkan kecakapan hidup; (4) mengembangkan kemampuan berinteraksi secara internasional; dan (5) mengembangkan peran serta dalam pelestarian lingkungan. Oleh karenanya program yang disusun dan disrencanakan bersama sebagai wujud dari implementasimisi tersebut adalah menghasilkan tamatan yang berkarakter islami dan mampu beradaptasi pada dunia kerja yang sesungguhnya.
Demikian halnya pada SMK Piri 1 sebagaimana disampaikan oleh Kepala
Sekolah tentang visi SMK Piri 1 adalah :
Menjadi sekolah yang unggul dan terpercaya sehingga dapat menghasilkan tamatan yang professional dan mampu bersaing di Era Globalisasi serta mempunyai kepribadian yang agamis. Sehingga dalam implementasinya menekankan kerjasama dengan stakeholder untuk menghasilkan tamatan yang
222
profesionalsesuai kebutuhan industri, oleh karenanya dalam kegiatan selalu melibatkan stakeholder khususnya pemakai lulusan.
Sebagai SMK swasta yang telah berdiri cukup lama SMK Perindustrian
Yogyakarta memandang visi sebagai panduan dalam menyongsong masa depan,
sehingga bagi SMK Perindustrian sebagaimana disampaikan oleh Kepala Sekolah
bahwa :
kami berkehendak untuk menjadikan SMK Perindustria Yogyakarta sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan yang handal berstandar nasional. Sehingga untuk mewujudkan visi tersebut mereka menjabarkan dalam misi SMK Perindustrian Yogyakarta yaitu (a) mengembangkan sistem pembelajaran yang fleksibel dan profesional; (b) mengembangkan iklim belajar yang berakar pada norma dan budaya bangsa Indonesia; (c) meningkatkan penguasaan kemampuan berbahasa Inggris; (d) meningkatkan kerjasama dengan dunia indsutri/dunia usaha dan memperluas jalinan pemasaran tamatan; (e) mewujudkan layanan prima dalam upayamemberdayakan sekolah dan masyarakat.
Salah satu item yang ditekankan oleh setiap sekolah lakukan adalah
meningkatkan kerjasama dengan dunia indsutri/dunia usaha dan memperluas jalinan
pemasaran tamatan sebagai upaya untuk meningkatkan daya serap lulusan dan
memberikan jaminan kepada siswa, sehingga pelaksanaan kegiatan sekolah selalu dan
akan terus melibatkan industri pasangan atau stakeholder.
c. Pemahaman stakeholder terhadap kebijakan dan rencana program kerjasama SMK dengan dunia kerja
Dalam kerangka kerjasama kemitraan antara sekolah dengan dunia kerja,
implementasi kebijakan sekolah kejuruan telah berupaya melibatkan semua
stakeholder dalam perencanaan, implementasi maupun dalam evaluasi dan
tindaklanjutnya. Sehingga dalam kebijakan pengembangan kerjasama dengan
stakeholder diharapkan semua stakholder mampu memahami setiap kebijakan yang
223
dibuat oleh sekolah. Sebagaimana disampaikan oleh Manager Service PT. Sumber
Baru Aneka Motor “Suzuki R-4”, Kepala Bengkel PT. Armada Mobil “Isuzu”,
Manager Rally Auto Care Service Station, Supervisor (Ka Bengkel) PT. Astra Motor
(Honda), dan Supervisor (Ka Bengkel) PT. Wahana Sumber Baru “Nissan” bahwa
semua SMK berusaha menempatkan industri dan perusahaan mereka menjadi industri
pasangan atau mitra dalam pengembangan sekolah.
Beberapa upaya yang dilaksanakan oleh sekolah adalah melakukan workshop
yang melibatkan industri pasangan khususnya dalam penyusunan program kegiatan
dan validasi kurikulum, sehingga pihak industri dapat memahami sepenuhnya
kebijakan dan kegiatan yang direncanakan oleh sekolah dalam upaya SMK
meningkatkan mutu lulusan sehingga dapat terserap di industri sesuai dengan
kebutuhan industri.
Hanya saja, karena jumlah siswa SMK khususnya jauh lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah industri yang tersedia, hal ini menyebabkan industri
tidak dapat menampung semua siswa dalam setiap program yang direncanakan.
Dengan demikian sekolah harus berupaya untuk mendapatkan industri pasangan lain
yang lebih banyak dengan proses seleksi yang lebih longgar, sehingga menyebabkan
semakin variatifnya kualitas penyelenggaraan kegiatan. Sebagian besar SMK
melakukan komunikasi secara langsung dengan industri pasangan dalam
mensosialisasikan program dan kegiatan yang direncanakan.
2. Implementasi program peningkatan mutu SMK berbasis kemitraan di Kota Yogyakarta dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja
Dalam impelementasi kebijakan peningkatan mutu SMK berbasis kemitraan
antara SMK dengan dunia kerja, sekolah telah membentuk satuan tugas kerjasama
224
dalam bentuk Team Pengembang yang beranggotakan guru-guru bidang produktif
sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing yang dikordinir oleh seorang
kordinator dibawah kordinasi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kerjasama, dengan
kewewenangan penuh yang diberikan oleh Kepala Sekolah dalam mengembangkan
kerjasama dengan industri pasangan dengan dukungan baik fasilitas maupun
pendanaan.
Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah
bidang kurikulum SMK Negeri 2 Yogyakarta, Kepala Sekolah SMK Negeri 3
Yogyakarta, Ketua Prodi Otomotif SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta dan Waka
Humas dan hubungan industri SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta, Ketua Prodi
Otomotif SMK PIRI 1 Yogyakarta dan Kepala Sekolah SMK Perindustrian
Yogyakarta bahwa hingga saat ini team pengembang telah melaksanakan kegiatan
khususnya penguatan jaringan kerjasama dengan dudi, penawaran kerjasama dan
MoU, memelihara jaringan kerjasama, mencari partner dan mempromosikan sekolah.
Biasanya diawali oleh upaya dari team pengembang sekolah yang memiliki relasi
terlebih dahulu, sehingga berdasarkan informasi yang diperoleh dari team
pengembang, sekolah melakukan tindak lanjuti secara formal, bahkan beberapa
diantara mereka adalah mitra sekolah khususnya di local Jogja
Disamping itu sekolah melakukan kerjasama dengan perusahaan dalam
penempatan lulusan melalui bursa kerja khusus (BKK) dan program prakerin sebagai
tempat untuk prakerin bagi anak-anak kelas XII. Dalam program pengembangan
kurikulum sekolah telah melakukan kerjasama dengan dudi khususnya dalam
sinkronisasi kurikulum dan workshop untuk peningkatan kualitas SDM khususnya
tentang perkembangan teknologi yang ada di industri bagi guru-guru.
225
Keterlibatan dunia usaha dan dunia industri dalam pengembangan sekolah
diantaranya adalah dalam kegiatan workshop atau rapat bulanan yang diadakan
khususnya dalam rencana pengembangan sekolah. Industri dalam kegiatan workshop
akan memberi masukan kepada sekolah khususnya dalam tuntutan kompetensi
keahlian yang dibutuhkan di industri, sehingga sekolah harus melakukan
pengembangan di bidang yang disarankan.
Hal menarik disampaikan oleh Manager PT. Yamaha Motor Kencana
Indonesia bahwa :
Kegiatan yang dilakukan oleh PT. YMKI dengan SMK Piri 1 Yogyakarta dimana PT. YMKI dalam kegiatan kelas khusus selalu mengawal kegiatan yang diselenggarakan pada program ini semenjak proses perencanaan program, pelaksanaan kegiatan, ealuasi kegiatan hingga proses penggunaan lulusan dari program kelas khusus.
Hal tersebut dimaksudkan agar pelanggan (user) dapat memantau kualitas
penyelenggaraan dan output sesuai yang diharapkan oleh industri, namun
konsekwensinya adalah PT. YMKI memberikan kelengkapan yang sesuai dengan
standar Yamaha, sehingga pemenuhan kebutuhan fasilitas dan perlengkapan sangat
diperhatikan baik fasilits terori, praktek, bahkan ruangan yang dibutuhkan juga
dipersyaratkan. Disamping itu PT. YMKI berharap bahwa kelas khusus ini dapat
memberikan kontribusi yang sangat signifikan untuk semua pihak bukan hanya
sebatas program diatas kertas yang tidak dapat berjalan dan tidak memberikan
kontribusi langsung baik bagi PT. YMKI maupun bagi sekolah dan siswa. Dalam
penyelenggaraannya PT. YMKI memberikan materi dan kurikulum training Yamaha
kepada SMK untuk dapat dibakukan sebagai kurikulum mereka sehingga semua
materi yang dibutuhkan telah tercover dalam pelajaran dan pelatihan yang dilakukan
di sekolah.
226
Dalam pelaksanaan kelas khusus Yamaha, SMK Piri 1 menyediakan beberapa
sarana dan prasarana yang dibutuhkan serta pembiayaan sebagai sharing dalam
penyelenggaraan. Sebelumnya SMK Piri 1 telah memiliki unit produksi dan jasa (UPJ)
bengkel resmi Yamaha yang berloksi di sekolah sebagai tempat pelayanan jasa
perbaikan sepeda motor Yamaha sekaligus sebagai tempat magang siswa dan PBM
praktek. Selanjutnya keberadaan Bengkel Resmi Yamaha ditingkatkan menjadi kelas
khusus Yamaha. Setelah selesai mengikuti program kelas khusus Yamaha lulusannya
dapat langsung diterima sebagai karyawan pada jaringan bengkel Yamaha di seluruh
DIY – Jawa Tengah bahkan di seluruh Indonesia dengan mendapatkan sertifikat
kompetensi Yamaha dari atau bahkan dapat membuka dan mendirikan bengkel resmi
Yamaha sebagai salah satu jaringan resmi Yamaha dengan pola franchise, atau
bahkan adapula yang melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi baik
universitas, institut, akademi maupun politeknik yang ada di seluruh DIY – Jateng.
a. Kendala yang dihadapi sekolah dalam kerjasama dengan stakeholder selama ini khususnya dengan industri
Beberapa kendala yang dihadapi oleh sekolah dalam pengembangan dan
implementasi kebijakan peningkatan mutu berbasis kemitraan dengan dunia kerja
diantaranya keterbatasan jumlah industri di Kota Yogyakarta. Sebagaimana diketahui
bersama bahwa Kota Yogyakarta cenderung merupakan kota pendidikan dan
pariwisata, sehingga jumlah industri khususnya industri manufactur sangat terbatas,
hal ini menyebabkan banyaknya sekolah mengalami kendala dalam pengembangan
kerjasama dengan dunia usaha khususnya bagi SMK kelompok teknologi. Sementara
SMK membutuhkan mitra dan industri pasangan yang sesuai dengan bidang dan
kelompoknya, dengan demikian terjadi ketidak seimbangan kebutuhan dan
227
penyediaan industri, meskipun banyak juga diantara SMK melakukan kerjasama
dengan industri pasangan yang berada di luar daerah baik di jakarta maupun luar jawa.
Keterbatasan penyediaan jumlah industri pasangan menjadikan kerjasama
antara SMK dengan industri menjadi tidak efektif, karena banyak diantaranya
kerjasama hanya sebatas memperoleh surat pengakuan dalam bentuk MoU atau surat
dukungan dari industri pasangan tanpa adanya tindak lanjut dari MoU yang
disepakati bersama dan tidak memberikan manfaat bagi kedua belah pihak yang
bekerjasama. Kerjasama yang diselenggarakan oleh SMK dengan dunia kerja selama
ini masih hanya sebatas pemberian tempat untuk pelaksanaan PKL dan magang
dalam kerangka program sistem ganda, sebagian besar belum menyentuh esensi dari
kerjasama dalam rangka mengembangkan potensi kedua belah pihak dalam
memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama.
Beberapa masalah yang menyertai hubungan tersebut adalah sebagian besar
perusahaan (industri) perbengkelan otomotif yang ada di Kota Yogyakarta
merupakan bengkel authorized dealer yang masih terikat dengan ATPM atau
principal yang berada di jakarta atau di negara asalnya, sehingga ketika terjalin
kerjasama antara SMK dengan industri yang berimplikasi pada kewajiban masing-
masing pihak perusahaan tidak dapat berbuat banyak sebelum mendapatkan
peretujuan dari ATPM, sebagaimana disampaikan oleh Manager Service PT. Sumber
Baru Aneka Motor “Suzuki R-4”, Kepala Bengkel PT. Armada Mobil “Isuzu”,
Supervisor (Ka Bengkel) PT. Astra Motor (Honda), dan Supervisor (Ka Beng) PT.
Wahana Sumber Baru “Nissan”. Oleh karenanya kerjasama antara SMK dan industri
pasangan lebih banyak sebatas dukungan dari pihak industri untuk memenuhi
kewajiban dalam mendukung dunia pendidikan dan SMK dalam memperoleh dan
228
memiliki industri pasangan, namun sejauh itu pihak industri tidak memiliki ikatan
yang pasti terhadap pihak SMK demikian sebaliknya, sehingga dari aspek hukum
tidak menimbulkan resiko apapun apabila salah satu pihak mengingkari kesepakatan
tersebut.
Disamping itu beberapa permasalahan yang ada diantaranya adalah masih ada
sebagian industri yang menganggap kerjasama antara SMK dengan industri
merupakan beban, karena obyek dari kerjasama sebatas penempatan PKL/PSG bagi
siswa kelas 2 dan 3, sementara sebagian siswa kurang mendapatkan pembekalan baik
teori dan praktek dengan sistem kerja yang sesuai dengan lingkungan industri,
sehingga banyak yang tidak dapat langsung terjun pada bagian produksi dan jasa,
hanya sebagai pembantu, yang tidak produktif sama sekali.
Dalam hubungan seperti ini pihak SMK tidak dapat mengharapkan terlalu
banyak dari kerjasama yang ada, demikian pula pihak industri pasangan tidak dapat
mengharapkan sesuatu yang lebih yang bersifat profit oriented terhadap pihak SMK
dalam kerjasama ini. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya aturan yang jelas yang
mengikat dan memaksa kedua belah pihak untuk melakukan kerjasama dalam bentuk
yang lebih formal, karena masing-masing pihak memiliki perbedaan orientasi dan
kepentingan. Disamping itu kepercayaan pihak industri terhadap SMK masih terlalu
minim khususnya terhadap kualitas dan kompetensi siswa yang diharapkan oleh
pihak industri.
Namun dalam pelaksanaan kerjasama antara SMK dan industri pasangan ada
bentuk kerjasama formal yang cukup baik antara pihak SMK Piri 1 Yogyakarta
dengan PT. Yamaha Kencana Indonesia dalam menyelenggarakan kelas khusus
Yamaha, dimana pihak Yamaha mensupport penuh pelaksanaan kelas khusus yang
229
terdapat di SMK, sementara pihak SMK melaksanakan keinginan pihak Yamaha
dalam mendidik calon tenaga mekanik Yamaha dengan harapan setelah lulus dari
SMK Piri 1 diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mekanik Yamaha yang semakin
besar seiring pertumbuhan perusahaan.
Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Program Studi Otomotif SMK Piri 1
yang selanjutnya dibenarkan oleh Manager PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia,
bahwa kerjasama yang saling menguntungkan ini terbentuk karena adanya saling
kepercayaan antara kedua belah pihak dan dilandasi oleh kepentingan yang sama,
khususnya dalam menyalurkan lulusan berkualitas sesuai kebutuhan industri bagi
SMK Piri 1 disatu pihak dan kebutuhan tenaga kerja yang handal bagi Yamaha di
pihak yang lain. Dalam kerjasama yang terbina ini masing-masing memiliki
kewajiban dan hak yang mengikat satu sama lainnya khususnya dalam
penyelenggaraan kerjasama ini, sehingga terdapat konsekwensi logis apabila salah
satu pihak mengingkari kesepakatan, maka pihak lain dapat menuntut baik secara
perdata atau menarik semua bantuan dan porperti yang telah diberikan.
b. Ketepatan struktur dan fungsi organisasi kerjasama SMK dengan dunia kerja terhadap visi dan misi sekolah yang telah ditetapkan
Manakala terdapat interaksi antara SMK dengan stakeholder khususnya
industri pasangan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, maka
SMK akan menyusun suatu struktur organisasi yang melukiskan hirarki manajemen
dan saluran komunikasi formal, untuk kelancaran dan efektifitas kerjasama tersebut
berdasarkan peranan, hubungan, aktifitas dan sasaran dari kerjasama tersebut.
Dari hasil pengamatan dan pendalaman yang dilakukan dilapangan selama
penelitian didapatkan beberapa hal diantaranya kerjasama antara sekolah dengan
230
dunia kerja yang dibangun masih belum menunjukkan suatu peran dan bentuk
kerjasama pada tataran kolaborasi, hal ini nampak bahwa pada struktur organisasi
team pengembang yang dibentuk oleh sekolah belum melibatkan sepenuhnya unsur
dunia industri padasemua level baik level pengambil kebijakan, pelaksana ataulevel
lainnya. Hal ini menurut waka bidang kurikulum SMK Negeri 2, Kepala Sekolah
SMK Negeri 3, waka bidang humas dan hubungan industri dan Ketua Program Studi
otomotif SMK Muhammadiyah 3 dan Kepala Sekolah SMK Perindustrian
menyampaikan bahwa sebagian besar pimpinan perusahaan khususnya otomotif tidak
memiliki kewenangan secara kelembagaan untuk mewakili perusahaan dalam struktur
pengembang SMK, hal ini menyebabkan kurang efektifnya kelembagaan team
pengembang dan tidak berperan secara maksimal. Lebih jauh disampaikan Manager
Service PT. Sumber baru Aneka Motor “Suzuki R-4” secara pribadi beliau sangat
bersedia untuk masuk dalam kepengurusan team pengembang terlebih beliau juga
merupakan alumni dari salah satu SMK di Yogyakarta, namun beliau tidak memiliki
kewenangan mewakili perusahaan tanpa ada disposisi dari perusahaan, meskipun
perusahaan dengan SMK telah membuat MoU.
Berlainan dengan SMK Piri 1 Yogyakarta yang menempatkan 2 (dua) orang
staff PT. YMKI untuk duduk sebagai anggota team pengembang, karena menurut
Ketua Program Studi otomotif dan Manager PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia,
karena masing-masing pihak memiliki kepentingan dalam pengembangan SMK Piri 1,
maka PT. YMKI menaruh harapan besar terhadap pengembangan dan
keberlangsungan proses pendidikan di SMK Piri 1, sehingga pada beberapa hal
mereka ikut mewarnai kebijakan yang dihasilkan oleh pimpinan sekolah dalam
mengembangkan sekolah menuju sekolah bermutu.
231
c. Dukungan kompetensi SDM team teknis dalam implementasi kerjasama
Dalam implementasi kebijakan peningkatan mutu SMK berbasis kemitraan
yang dilaksanakan oleh team pengembang biasanya terkendala oleh kemampuan team
pengembang yang kurang memahami dunia industri secara utuh, meskipun anggota
team pengembang adalah guru mata pelajaran produktif bidang teknik, namun banyak
diantaranya tidak memiliki latar belakang pengalaman bekerja pada industri, sehingga
kurang dapat mengembangkan dan melakukan terobosan-terobosan dalam
pengembangan kerjasama. Disamping itu struktur organisasi team pengembang tidak
melibatkan industri atau stakeholder secara langsung, hanya berisi unsur internal
sekolah. Dengan demikian implementasi kebijakan peningkatan mutu dalam kegiatan
hanya sebatas penyelenggaraan PKL/PSG belum mampu mengembangkan lebih
lanjut khususnya dalam pengembangan sumber belajar dalam pengembangan sekolah
seutuhnya.
Sebagaimana dikeluhkan oleh Deputy GM PT. Hino Motors Sales Indonesia
dan Supervisor (Ka Bengkel) PT. Wahana Sumber Baru “Nissan” bahwa hampir
sebagian besar anggota team pengembang yang melakukan kegiatan baik
perencanaan, implementasi, evaluasi dan monitoring pelaksananaan PKL/PSG kurang
memahami kondisi lapangan khususnya lingkungan kerja industri, yang pada
akhirnya kurang dapat memberikan pembekalan kepada siswa yang akan melakukan
PKL/PSG, hal ini cukup menyulitkan pihak indsutri, karena siswa PKL menjadi
beban dan kurang dapat diberdayakan. Disamping itu menurut Kepala Bengkel PT.
Armada Mobil “Isuzu” latar belakang pembimbing dan team pengembang yang
bukan dari industri menyebabkan tidak adanya terobosan yang menarik dalam
mengembangkan bentuk dan strategi kerjasama antara SMK dan dunia industri
232
Oleh karenanya sekolah hendaknya dapat melakukan restrukturisasi
kelembagaan team pengembang dengan melibatkan stakeholder terkait atau dapat
memasukkan unsur guru atau team lainnya yang telah memilikipengalaman lapangan,
sehingga dapat memberi warna dan melakukan inovasi terkait kondisi dan lingkungan
kerja.
d. Komitmen masing-masing pihak dalam mendukung implementasi program kerjasama
Komitmen pada organisasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang
memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara
keanggotaan dalam organisasi itu. Komitmen organisasi mencerminkan bagaimana
seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan
tujuan-tujuannya. Dengan demikian nampak bahwa komitmen seseorang terhadap
organisasi atau lembaga adalah kondisi dimana seseorang dapat berkiprah dan
berperan aktif untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Dalam kaitan ini program
kerjasama yang terjadi antara SMK dengan dunia kerja merupakan sebuah organisasi
yang dibentuk dan diselenggarakan untuk meningkatkan mutu SMK khususnya
lulusan agar sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Keberhasilan program dan tujuan tersebut tidak terlepas dari komitmen
masing-masing pihak dalam mensukseskan semua program kegiatan dan memberikan
baik perhatian, pemikiran, tenaga, materi maupun waktu yang dimiliki untuk
kerjasama tersebut, sehingga hasilnya dapat dirasakan dan dinikmati bersama.
Keberpihakan semua komponen dalam kerjasama akan menentukan keberhasilan
penyelenggaraan kerjasama tersebut. Sebagaimana diketahui bersama bahwa
penyelenggaraan pendidikan pada SMK tidak akan dapat meninggalkan unsur
233
stakeholder sebagai user, sehingga dalam kerjasama ini harus tercipta suatu
mekanisme sisbiosis mutualisme yang saqling menguntukngkan antara SMK disatu
pihak dengan industri pasangan dipihak lainnya.
Sebuah kerjasama merupakan upaya untuk mengatasi keterbatasan dan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki serta mendapatkan keuntungan bersama
dalam kerjasama tersebut. Oleh karenanya yang harus diperhatikan bersama adalah
komitmen dan keterbukaan serta membangun kepercayaan bersama dalam kerangka
kerjasama yang lebih panjang dan berkelanjutan (sustainable) untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi bersama. Selain hal tersebut yang perlu dibangun adalah
komunikasi baik formal maupun informal antar pemangku kepentingan (stake holder),
sehingga perlu dihindari dalam membangun sebuah kepercayaan adalah dengan tidak
memberikan harapan dan janji yang susah dicapai oleh semua pihak. Keberhasilan
sebuah program kerjasama terletak pada komitmen masing-masing pihak dalam
melaksanakan kerjasama tersebut sehingga membuahkan hasil yang bermanfaat bagi
semua pihak. Oleh karenanya untuk mengukur keberhasilan suatu program
diperlukan evaluasi.Evaluasi dapat digunakan untuk memeriksa tingkat keberhasilan
program berkaitan dengan lingkungan program dengan suatu “judgement” apakah
program diteruskan, ditunda, ditingkatkan, dikembangkan, diterima atau ditolak.
Namun dalam kenyataannya banyak kesepakatan dan komitmen yang tidak
dapat dipenuhi oleh masing-masing pihak ketika kerjasama telah disepakati dengan
segala resiko yang timbul khususnya ketika berhubungan dengan materi. Hal ini
dapat ditemui selama penelitian sebagaimana disampaikan oleh Supervisor (Ka
Bengkel) PT. Astra Motor “Honda” bahwa :
234
Dalam upaya pengembangan Bengkel Prototype AHASS (Astra Honda After Sales Service) sebagai bengkel pendidikan pada lingkungan kampus SMK Negeri 2 Yogyakarta tidak dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan oleh PT. Astra Motor “Honda” hal ini disebabkan oleh kurangnya kordinasi dari pengelola, sehingga ketika PT. Astra Motor “Honda” akan mengembangkan khususnya dalam rangka menstandarisasi pelayanan, terdapat resistensi, yang lebih banyak disebabkan oleh karena kurangnya kordinasi antara pembuat kebijakan dan pemberian wewenang, sehingga setiap pengembangan tidak dapat dilakukan.
Berbeda dengan SMK swasta yang lebih fleksible dalam sistem birokrasi dan
pemberian wewenang baik dari yayasan kepada kepala sekolah maupun kepada
penanggungjawab program, sehingga kerjasama antara SMK swasta dengan industri
lebih berkembang dengan baik, seperti pada pengembangan Bengkel Resmi Yamaha
pada SMK Piri 1 Yogyakarta, sehingga dapat dikembangkan lebih jauh bersama PT.
Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI) untuk menyelenggarakan kelas khusus
Yamaha pada SMK Piri 1 karena pihak PT. YKMI merasa puas dengan kerjasama
tersebut, sehingga memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut.
Seperti disampaikan oleh Manager Rally Auto Care Service Station tentang
pengembangan kerjasama antara SMK dengan industri ditegaskan bahwa :
Ketika sebuah perusahaan akan mengembangkan kerjasama dengan SMK khususnya dalam pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ) maka hal utama yang harus diperhatikan adalah komitmen dan kejelasan kewenangan sehingga akan memudahkan dalam kordinasi dan pengembangan.
Sehingga hal yang paling menentukan dalam mengembangkan kerjasama
antara SMK dengan industri pasangan adalah menumbuhkan rasa saling percaya dan
saling membutuhkan pada semua pihak, serta komitmen masing-masing pihak untuk
tetap menjaga dan berupaya melaksanakan setiap kesepakatan. Disamping itu
kewenangan dan pembagian tugas pada masing-masing pihak harus dijelaskan,
sehingga memudahkan kordinasi dan pengembangan kerjasama selanjutnya.
235
3. Efektivitas pengendalian program peningkatan mutu SMK di Kota Yogyakarta dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi selama penelitian
menunjukkan bahwa semua SMK yang dijadikan unit analisis telah memiliki akses
hubungan dengan perusahaan/industri, dengan jumlah perusahaan/industri yang
terakses bervariasi antara 43 sampai dengan 200 perusahaan. Akses hubungan
tersebut kebanyakan masih bersifat insidental. Hal penting yang dihasilkan dari
hubungan tersebut antara lain: kerjasama PSG/penempatan PKL, verifikasi KTSP,
informasi teknologi di industri, penempatan lulusan, perkembangan kompetensi di
industri, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan industri, dan informasi
peluang kerja bagi tamatan SMK. Satu hal yang paling penting dalam kerjasama
tersebut adalah bagaimana semua pihak dapat mengambil manfaat dari kegiatan yang
diselenggarakan dan bagaimana melakukan pengendalian program, sehingga proses
berjalan lancar dan hasil yang diharapkan dapat dicapai secara maksimal.
a. Strategi pengendalian program kerjasama yang telah dilaksanakan antara sekolah dengan dunia kerja
Strategi dalam manajemen sebuah organisasi, dapat diartikan sebagai kiat,
cara dan taktik yang dirancang secara sistematis dalam melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen, yang terarah pada tujuan strategik organisasi. Sehingga dalam kerangka
kerjasama antara SMK dengan stakeholder khususnya dunia kerja perlu diupayakan
sebuah cara dan taktik dalam mengendalikan program kerjasama sehingga dapat
mencapai hasil yang diharapkan bersama. Pada prinsipnya semua SMK dalam
penyelenggaraan program kerjasama telah memiliki kiat dan cara untuk
236
mengendalikan program baik melalui team building maupun control secara reguler
yang dilakukan secara bersama oleh wakil kepala sekolah dan kepala sekolah.
Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Sekolah dan waka bidang kurikulum
SMK Negeri 2 Yogyakarta; Ketua Program Studi dan waka bidang humas dan
hubungan indsutri SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta; Kepala Sekolah dan Ketua
Program Studi otomotif SMK PIRI 1 Yogyakarta bahwa pada sekolah mereka
kerjasama yang telah dilaksanakan antara sekolah dengan dunia kerja dikendalikan
sepenuhnya oleh team pengembang sekolah yang secara rutin melaporkan setiap
kegiatan kepada kepala sekolah melalui waka humas, sehingga lebih efektif dan
meberikan keleluasaan untuk mengembangkan lebih lanjut.
Sementara menurut Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Yogyakarta dan Kepala
Sekolah SMK Perindustrian Yogyakarta pada sekolah mereka pengendalian
langsung dilakukan oleh kepala sekolah mealui waka humas, hal ini dikarenakan
belum berjalanya team pengembang secara optimal, dimana peran team pengembang
lebih banyak sebagai pendampingan dan pembimbing bagi siswa yang tengah
melaksanakan PKL/PSG, sehingga kepala sekolah perlu melakukan pengendalian
secara langsung.
b. Hasil pengendalian program kerjasama antara SMK dengan dunia kerja
Dalam pelaksanaan selanjutnya masing-masing sekolah memiliki tingkat
capaian yang berbeda-beda khususnya dalam implementasi kerjasama ini
sebagaimana tampak pada tabel berikut :
237
Tabel . 4. Capaian program kerjasama kemitraan SMK - Dudi
Program Capaian Dampak SMK Negeri 2 Yogyakarta
Program magang PKL/PSG
Semua siswa mengikuti magang pada industri yang telah memiliki kerjasama
Semua siswa mengikuti sebagai prasyarat kelulusan
Program magang bagi guru dan teknisi (on the job training)
Sebagian besar (80%) guru produktif dan teknisi telah mengikuti program magang di industri
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dan pengembangan sumber pengajaran
Kuliah umum (studium general)
Dilakukan setahun sekali khususnya saat program orientasi siswa baru
Siswa memperoleh gambaran terhadap bidang kerja dan perekembangan teknologi di lapangan
Pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP)
82% siswa kelas XII lulus uji kompetensi yang diselenggarakan sekolah
Uji kompetensi belum mendapatkan pengakuan secara luas oleh industri karena tidak melibatkan lembaga sertifikasi profesi LSP – TO
Validasi kurikulum Validasi kurikulum dilaksanakan pada awal implementasi kurikulum
Kurikulum yang digunakan tervalidasi oleh industri dan sesuai tuntutan industri
Pengembangan sumber belajar
Tambahan bahan informasi dan buku-buku sebagai sumber belajar bagi guru dan siswa
Buku-buku dari Toyota dan Honda sebagai bahan referensi bagi guru dan siswa dalam pengembangan lembar kerja praktek
Pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ)
Telah berdiri bengkel AHASS SMKN 2
Bengkel kurang berkembang dan tidak mampu menjangkau pelanggan lebih luas
Kelas khusus industri - -
Recruitment calon karyawan
Telah dilakukan recruitmen calon karyawan setiap tahun dari beberapa perusahaan
60% lulusan terserap oleh industri melalui BKK pada berbagai perusahaan yang telah melakukan recruitmen di sekolah
SMK Negeri 3 Yogyakarta
Program magang PKL/PSG
Semua siswa mengikuti magang pada industri yang telah memiliki kerjasama
Semua siswa mengikuti sebagai prasyarat kelulusan
Program magang bagi guru dan teknisi (on the job training)
Sebagian besar (70%) guru produktif dan teknisi telah mengikuti program magang di industri
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dan pengembangan sumber pengajaran
Kuliah umum (studium general)
Dilakukan setahun sekali khususnya saat program orientasi siswa baru
Siswa memperoleh gambaran terhadap bidang kerja dan perekembangan teknologi di lapangan
238
Pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP)
84% siswa kelas XII lulus uji kompetensi yang diselenggarakan sekolah
Uji kompetensi belum mendapatkan pengakuan secara luas oleh industri karena tidak melibatkan lembaga sertifikasi profesi LSP – TO
Validasi kurikulum Validasi kurikulum dilaksanakan pada awal implementasi kurikulum
Kurikulum yang digunakan tervalidasi oleh industri dan sesuai tuntutan industri
Pengembangan sumber belajar
Tambahan bahan informasi dan buku-buku sebagai sumber belajar bagi guru dan siswa
Buku-buku dari Toyota dan Honda sebagai bahan referensi bagi guru dan siswa dalam pengem-bangan job sheet
Pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ)
- -
Kelas khusus industri - -
Recruitment calon karyawan
Telah dilakukan recruitmen calon karyawan setiap tahun dari beberapa perusahaan
40% lulusan terserap oleh industri melalui BKK pada berbagai perusahaan yang telah melakukan recruitmen di sekolah
SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta
Program magang PKL/PSG Semua siswa mengikuti magang pada industri yang telah memiliki kerjasama
Semua siswa mengikuti sebagai prasyarat kelulusan
Program magang bagi guru dan teknisi (on the job training)
Sebagian besar (50%) guru produktif dan teknisi telah mengikuti program magang di industri
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dan pengembangan sumber pengajaran
Kuliah umum (studium general)
Dilakukan setahun sekali khususnya saat program orientasi siswa baru
Siswa memperoleh gambaran terhadap bidang kerja dan perekembangan teknologi di lapangan
Pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP)
78% siswa kelas XII lulus uji kompetensi yang diselenggarakan sekolah
Uji kompetensi belum mendapatkan pengakuan secara luas oleh industri karena tidak melibatkan lembaga sertifikasi profesi LSP – TO
Validasi kurikulum Validasi kurikulum dilaksanakan pada awal implementasi kurikulum
Kurikulum yang digunakan tervalidasi oleh industri dan sesuai tuntutan industri
Pengembangan sumber belajar
Tambahan bahan informasi dan buku-buku sebagai sumber belajar bagi guru dan siswa
Buku-buku dari Hino sebagai bahan referensi bagi guru dan siswa dalam pengembangan lembar kerja praktek
Pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ)
Berdiri bengkel motor dan cuci mobil
Pendapatan bengkel belum mampu dikembangan lebih lanjut
Kelas khusus industri - -
Recruitment calon karyawan
Telah dilakukan recruitmen calon karyawan setiap tahun dari beberapa perusahaan
60% lulusan terserap oleh industri melalui BKK pada berbagai perusahaan yang telah melakukan
239
recruitmen di sekolah SMK Piri 1 Yogyakarta
Program magang PKL/PSG Semua siswa mengikuti magang pada industri yang telah memiliki kerjasama
Semua siswa mengikuti sebagai prasyarat kelulusan
Program magang bagi guru dan teknisi (on the job training)
Sebagian besar (80%) guru produktif dan teknisi telah mengikuti program magang di industri khususnya di Yamaha
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dan pengembangan sumber pengajaran
Kuliah umum (studium general)
Dilakukan setahun sekali khususnya saat program orientasi siswa baru
Siswa memperoleh gambaran terhadap bidang kerja dan perekembangan teknologi di lapangan
Pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP)
76% siswa kelas XII lulus uji kompetensi yang diselenggarakan sekolah Khusus untuk uji kompetensi Yamaha semua siswa (100%) lulus uji kompetensi yang dilakukan oleh Yamaha
Uji kompetensi Yamaha mendapatkan pengakuan dan merupakan bekal bagi siswa dalam memasuki kerja sebagai mekanik Yamaha
Validasi kurikulum Validasi kurikulum dilaksanakan pada awal implementasi kurikulum
Kurikulum yang digunakan tervalidasi oleh industri dan sesuai tuntutan industri
Pengembangan sumber belajar
Tambahan alat peraga dan unit sepeda motor dari Yamaha dilengkapi buku dan sumber informasi lainnya
Bengkel dan laboratorium berkembang dan lengkap khususnya untuk praktek sepeda motor
Pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ)
Telah berdiri bengkel Resmi Yamaha
Bengkel berkembang melayani pelanggan baik internal maupun eksternal dan mendapat dukungan penuh dari Yamaha
Kelas khusus industri
Kelas khusus Yamaha telah berlangsung selama 3 tahun berjalan dengan jumlah siswa 36 orang pertahun
70% siswa terserap olehjaringan bengkel resmi Yamaha dan sisanya 10% melanjutkan, 20% berwiraswasta
Recruitment calon karyawan
Telah dilakukan recruitmen calon karyawan setiap tahun dari beberapa perusahaan
50% lulusan terserap oleh industri melalui BKK pada berbagai perusahaan yang telah melakukan recruitmen di sekolah
SMK Perindustrian Yogyakarta
Program magang PKL/PSG Semua siswa mengikuti magang pada industri yang telah memiliki kerjasama
Semua siswa mengikuti sebagai prasyarat kelulusan
Program magang bagi guru Sebagian besar (50%) guru Peningkatan pengetahuan dan
240
dan teknisi (on the job training)
produktif dan teknisi telah mengikuti program magang di industri
ketrampilan dan pengembangan sumber pengajaran
Kuliah umum (studium general)
Dilakukan setahun sekali khususnya saat program orientasi siswa baru
Siswa memperoleh gambaran terhadap bidang kerja dan perekembangan teknologi di lapangan
Pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP)
68% siswa kelas XII lulus uji kompetensi yang diselenggarakan sekolah
Uji kompetensi belum mendapatkan pengakuan secara luas oleh industri karena tidak melibatkan lembaga sertifikasi profesi LSP – TO
Validasi kurikulum Validasi kurikulum dilaksanakan pada awal implementasi kurikulum
Kurikulum yang digunakan tervalidasi oleh industri dan sesuai tuntutan industri
Pengembangan sumber belajar
Tambahan bahan informasi dan buku-buku sebagai sumber belajar bagi guru dan siswa
Buku-buku dari Toyota sebagai bahan referensi bagi guru dan siswa dalam pengembangan lembar kerja praktek
Pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ)
- -
Kelas khusus industri - -
Recruitment calon karyawan
Sekolah belum melakukan recruitment khusus dengan industri
40% lulusan terserap oleh industri melalui BKK pada berbagai perusahaan yang telah melakukan recruitmen di sekolah
Dari tabel diatas nampak bahwa sebagian besar sekolah telah
mengimplementasikan program dan kegiatan yang telah direncanakan dalam
kerangka kerjasama kemitraan antara SMK dengan Dudi, namun beberapa capaian
belum dapat dicapai dengan maksimal. Khusus bagi program magang baik bagi siswa
khususnya dan guru telah melaksanakan, karena program ini merupakan prasyarat
bagi kelulusan siswa kelas XII yang dilaksanakan selama 3 – 6 bulan pada saat kelas
XI di berbagai industri dan perusahaan yang tersebar di Kota Yogyakarta maupun
luar kota yang telah memilki kontak khusus maupun siswa mencarinya sendiri.
Sementara program lainnya yaitu program magang bagi guru dan teknisi (on the job
training), kuliah umum (studium general), pelaksanaan uji kompetensi produktif
(UKP), validasi kurikulum, pengembangan sumber belajar, pengembangan unit
241
produksi dan jasa (UPJ), kelas khusus industri, recruitment calon karyawan tingkat
capaiannya cukup beragam.
Program magang bagi guru SMK Piri 1 yang telah memiliki kerjasama
kemitraan cukup intens dengan PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia telah
mencapai capaian paling tinggi, hal ini dikarenakan semua guru yang telah
melaksanakan magang dan pelatihan di PT. YMKI, sehingga diharapkan mampu
mendukung program kelas industri sebagai instruktur yang terstandar oleh PT. YMKI.
Kuliah umum (studium general) sebagai kegiatan seminar yang dialkukan
oleh sekolah bekerjasama dengan industridalam menjelaskan perkembangan
teknologi, tuntutan dunia kerja serta lingkungan kerja memberikan dampak yang
cukup besarbagi siswa baru khususnya dalam mengenal lingkungan kerja dan
perkembangan teknologi, kegiatan ini cukup dapat memberikan motivasi kepada
siswa untuk lebih giat dan tekun menggeluti bidang keahlian yang dipelajari di SMK
dengan harapan bahwa setelah lulus mereka dapat masuk ke dunia kerja yang mereka
minati.
Pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP), sebagai bagian penting dalam
penyelenggaraan pendidikan kejuruan merupakan sebuah program yang dirancang
untuk memberikan jaminan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki
siswa setelah mengikuti serangkaian program pendidikan di SMK. Dalam bidang
otomotif pengujian kompetensi keahlian ini mengacu pada standar SKKNI bidang
teknik kendaraan ringan yang telah disusun oleh Lembaga Sertifikasi Profesi –
Teknik Otomotif (LSP-TO) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Namun
dalam implementasinya uji sertifikasi ini tidakdapat dilaksanakan sepenuhnya oleh
semua siswa dan sekolah dikarenakan besarnya biaya yang harus ditanggung oleh
242
siswa dan standar kelulusan yang memang sangat tinggi, sehingga dalam
penyelenggaraan ujian kompetensi yang dilaksanakan oleh LSP-TO hanya 10% dari
peserta yang lulus uji ini.
Untuk mensiasatinya, maka sekolah bekerjasama dengan teknisi dan
supervisor dari industri melakukan pengujian kompetensi yang dilakukan oleh
sekolah dengan tetap mengacu pada standar SKKNI khususnya untuk teknik
perawatan kendaraan ringan, sehingga dari semua siswa peserta uji kompetensi dapat
lulus dan mendapatkan sertifikat uji kompetensi yang diterbitkan oleh sekolah. Inilah
yang banyak menjadi perdebatan di kalangan praktisi otomotif, karena sekolah tidak
dapat independen melakukan uji kompetensi, sehingga hampir semua industri belum
dapat menerima sertifikat tersebut.
Validasi kurikulum telah mampu dilakukan oleh semua sekolah meskipun
dengan kadar dan hasil yang berbeda pula. Validasi ini dimaksudkan oleh sekolah
sebagai upaya untuk menjembatani kesenjangan pelaksanaan kurikulum dengan
tuntutan dunia kerja terhadap kompetensi dan proses pendidikan yang berlangsung.
Biasanya sekolah melakukan ini dalam kerangka workshop dengan mengundang
praktisi untuk dapat memberi masukan tentang informasi perkembangan teknologi,
tuntutan kompetensi dunia kerja dan lingkungan kerja yang sangat dinamis, hanya
saja kebanyakan dari sekolah melakukan pengembangan selanjutnya tanpa
melibatkan industri sehingga kadangkala hasil yang telah ditetapkan sebagai
kurikulum yang digunakan SMK belum mampu menjawab kebutuhan industri.
Pengembangan sumber belajar yang ada di SMK belum sepenuhnya mampu
dipenuhi oleh dunia industri, hal ini dikarenakan banyaknya kendala khususnya
birokrasi yang dimiliki oleh industri disamping kemampuan industri dalam
243
mendukung SMK masih terbatas. Kebanyakan industri yang ada di Kota Yogyakarta
merupakan authorized dealer yang masih terikat dengan segala aturan yang berlaku
dan mengikat dari ATPM, main dealer atau pricipal mereka, sehingga sesuatu yang
berhubungan dengan bantuan baik dana maupun material lainnya masih harus
mendapat persetujuan dari ATPM, main dealer atau pricipal di Jakarta atau di negara
asalnya. Sehingga yang mampu diberikan oleh industri mitra kerja SMK masih
sebatas informasi dan buku-buku berupa material training, dan workshop manual.
Berbeda dengan apa yang didapatkan dan dilakukan oleh SMK Piri 1 yang telah
memiliki kerjasama kemitraan dengan PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia sebagai
main dealer Yamaha di Indonesia dalam penyelenggaraan kelas khusus Yamaha,
sehingga kebutuhan penyelenggaraan kelas khusus mulai dari training manual,
workshop manual, training model, engine cutting dan sepeda motor Yamaha dengan
berbagai type dan varian dapat diterima sebagai bahan dan materi dalam pelatihan
dan kegiatan pembelajaran di kelas khusus.
Pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ) sebagai salah satu upaya sekolah
dalam mengimplementasikan konsep production base learning dan work base
learning di sekolah belum memperlihatkan hasil yang diharapkan baik dari sisi
pelaksanaan maupun pengembangan dan manfaatnya bagi siswa. Beberapa SMK
telah melakukan dan mendirikan UPJ diantaranya SMK Negeri 2 dengan mendirikan
Bengkel AHASS (Honda), namun dalam perkembangan selanjutnnya PT. Astra
International TBk., melalui PT. Astra Honda Motor tidak mampu mengembangkan
lebih lanjut khususnya dalam capaian target pendapatan dan penjualan spare part, hal
ini disebabkan oleh ketidak pastian kewenangan dalam kebijakan baik pendanaan dan
pengembangan program, sehingga UPJ tidak berkembang sebagaimana mestinya dan
244
manfaat bagi siswa maupun sekolah tidak maksimal. Lain halnya dengan SMK Piri 1
yang menyelenggarakan Bengkel Resmi Yamaha yang melayani internal maupun
eksternal customer sertamendapat dukunga penuh baik dari sekolah maupun PT.
Yamaha Motor kencana Indonesia dapat mengembangkan UPJ dengan baik, sehingga
dapat memberi manfaat bagi siswa dalam kegiatan praktek dan manfaat ekonomi bagi
pengembangan sekolah. Sementara bagi SMK lainnya hingga saat ini UPJ yang
dilakukan masih sebatas penyelenggaraan bengkel perawatan dan perbaikan yang
terintegrasi dengan bengkel sekolah, sehingga menyulitkan dalam pengembangannya
seperti yang dilakukan di SMK Negeri 2, SMK Muhammadiyah 3 dan SMK
Perindustrian.
Kelas khusus industri di SMK baru dapat dilaksanakan oleh SMK Piri 1
Yogyakarta berkerjasama dengan PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia yang telah
berlangsung selama 3 (tiga) tahun, dimana setiap tahun mampu menampung 36 orang
siswa yang diharapkan semua lulusannya dapat terserap langsung untuk memenuhi
kebutuhan mekanik pada jaringan bengkel Yamaha di seluruh Indonesia yang cukup
tinggi mengikuti pertumbuhan penjualan dan ekspansi pasar Yamaha. Dalam
pelaksanaannya kelas khusus ini sangat diminati oleh semua siswa, sehingga SMK
Piri bersama PT. YMKI harus melakukan seleksi bagi siswa yang akan masuk kelas
khusus ini untuk mendapatkan siswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan
lebih serta minat besar, yang pada akhirnya ketika mengikuti pendidikan dapat
mengikuti dengan baik.
Recruitment calon karyawan sebagaibagian penting dalam membantu
menyalurkan lulusan dilakukan oleh bursa kerja khusus (BKK) yang terdapat di SMK
bekerjasama dengan beberapa perusahaan yang membutuhkan karyawan. SMK
245
Negeri 2, SMK Negeri 3, SMK Muhammadiyah 3 dan SMK Piri 1 telah secara rutin
melakukan kegiatan ini dengan melakukan test di sekolah bagi lulusan dengan
mendatangkan perusahaan yang membutuhkan karyawan. Kegiatan ini ternyata
sangat membantu siswa untuk memperoleh pekerjaan dan perusahaan untuk
memperoleh karyawan yang terbaik karena mereka melakukan test langsung baik test
tulis, wawancara, psikologi maupun test kesehatan di sekolah. Dalam
perkembangannya sekolah berusaha untuk dapat mendatangkan lebih banyak
perusahaan yang dapat melakukan langsung test di sekolah. Kegiatan ini disamping
bermanfaat bagi siswa juga mampu meningkatkan jumlah siswa baru yang mendaftar
ke sekolah ini dengan harapan setelah selesai mereka langsung mendapatkan kerja.
c. Umpan balik yang diberikan oleh mitra kerja (dunia kerja) terhadap hasil evaluasi kerjasama antara SMK dengan dunia kerja
Dalam implementasinya semua SMK di Kota Yogyakarta telah melaksanakan
dan memiliki kerjasama kemitraan dengan berbagai industri baik yang berada di Kota
Yogyakarta, bahkan di luar kota, dengan berbagai kegiatan baik jasa, manufactur,
maupun lainnya. Masing-masing sekolah bahkan melakukan kegiatan-kegiatan
dengan berbagai sebutan dan program unggulan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan khususnya dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah dalam
mengahasilkan tamatan yang siap masuk dunia kerja. Beberapa kegiatan yang
umumnya dilakukan dalam kerangka kerjasama dengan dunia kerja atau dunia
industri diantaranya adalah :
1) program magang untuk kepentingan pelaksanaan program PKL/PSG (praktek
kerja industri) yang dilakukan oleh siswa dalam kurun waktu tertentu sebagai
upaya untuk memberikan pengalaman kerja bagi siswa dalam lingkungan kerja
246
sesunguhnya, sehingga disamping siswa memperoleh pengalaman kerja lapangan
juga siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh selama
mengikuti proses belajar mengajar di sekolah baik teori dan praktek.
2) Program magang bagi guru dan teknisi (on the job training) sebagai upaya untuk
memberikan pengalaman sekaligus mengembangkan ketrampilan dan kompetensi
bagi guru-guru dalam menguasai pengetahuan dan teknologi yang berkembang
sangat pesat di industri sebagai bekal dalam memberikan pelatihan dan
pengajaran kepada siswa;
3) Kuliah umum (studium general) yang dilakukan oleh industri untuk memberikan
informasi kepada semua komponen sekolah tentang perkembangan teknologi,
lingkungan kerja dan tuntutan kompetensi yang dibutuhkan oleh industri sebagai
antisipasi sekolah dalam menyiapkan lulusannya untuk masuk ke dunia kerja;
4) Pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP) bagi siswa kelas XII baik yang
dilakukan di sekolah maupun di tempat kerja dengan penguji (assessor) dari
industri yang bersangkutan sebagai sebuah upaya pengakuan terhadap
ketrampilan dan pengetahuan yang telah dikuasai siswa selama mengikuti
program pendidikan dan pelatihan di sekolah;
5) Validasi kurikulum yang dilakukan secara bersama antara industri dan sekolah
dalam membahas kurikulum khususnya untuk mata pelajaran produktif dan
adaptif yang akan diselenggarakan oleh sekolah sebagai upaya untuk
menjembatani kesenjangan dan kebutuhan serta perkembangan teknologi.
Kegiatan ini biasanya dilakukan sebagai upaya untuk mengembangkan materi,
silabus dan kurikulum yang akan dikembangkan dan digunakan oleh sekolah
dlam proses belajar mengajar selama tahun ajaran berlangsung;
247
6) Pengembangan sumber belajar bagi siswa dan guru baik dalam bentuk informasi
maupun buku serta peralatan lainnya yang dapat diberikan oleh industri dan
dimanfaatkan oleh sekolah dalam proses belajar mengajar
7) Pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ) yang berada di lingkungan sekolah
sebagai upaya implementasi konsep-konsep pengajaran berbasis produksi maupun
konsep pengajaran learning by doing, yang mengintegrasikan kegiatan produksi
dengan kegiatan pembelajaran di sekolah, sehingga disamping siswa memperoleh
pengetahuan dapat langsung memperoleh pengalaman kerja yang sesungguhnya;
8) Kelas khusus yang dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan bagi perusahaan
atau dunia industri untuk turut melakukan pengajaran dan pengembangan
ketrampilan sehingga sesuai dengan kebutuhan industri;
9) Recruitment calon karyawan yang dilakukan di sekolah atau ditempat kerja
melalui mediasi bursa kerja khusus (BKK) pada masing-masing sekolah sebagai
upaya sekolah dalam turut memberikan pelayanan bagi lulusan untuk
mendapatkan informasi dan kesempatan kerja
Evaluasi yang dilakukan dalam kerangka kerjasama antara SMK dengan dunia
kerja khususnya indsutri pasangan dilakukan secara bersama-sama dengan maksud
masing-masing pihak dapat menilai capaian dan peran masing-masing dalam
kerjasama, sehingga dapat segera dilakuakan perbaikan dari masing-masing pihak
terhadap keterlibatan dan perannanya sebagai konsekwensi dari sebuah kerjasama.
Dalam pelaksanaan program kerjasama SMK Negeri 2 Yogyakarta seperti
yang disampaikan oleh Kepala Sekolah dan waka bidang kurikulum telah melakukan
evauasi bersama dengan industri pasangan, mereka terlibat dalam rapat akhir program
yang khusus diundang atau sekolah melakukan kunjungan ke tempat mereka,
248
beberapa masukan dari mereka khususnya adalah kemampuan teknis yang perlu
ditingkatkan oleh siswa karena perusahaan berharap siswa SMK diharapkan bisa
membantu pekerjaan yang dilakukan oleh mereka.
Demikian pula halnya yang disampikan oleh Kepala Sekolah SMK Negeri 3
Yogyakarta bahwa evaluasi program kerjasama yang telah dilaksanakan oleh SMK
Negeri 3 bersama dengan industri pasangan biasanya dilakukan pada program
prakerin yang langsung disampaikan pada siswa sementara untuk program sekolah
biasanya sekolah mengundang stakholder terkait pada setiap akhir program dan
melakukan evaluasi bersama. Dari hasil evaluasi yang dilaskanakan 80% telah sesuai
dengan rencana. Pada dasarnya industri pasangan menganggap ini sudah cukup baik
bahkan industri memliki komitmen untuk tetap melaksanakan kerjasama ini lebih
baik, hanya saja mereka juga belum memiliki rencana bersama terhadap kerjasama
yang seharusnya ada. Kalau melihat kedepan seharusnya bisa lebih baik kalau
seandainya SMK merencanakan program secara bersama dan memiliki tujuan yang
sama, di lain pihak tidak ada dukungan dari pemerintah terhadap kerjasama ini
Senada dengan di atas Kepala Sekolah dan Ketua Program Studi Otomotif
SMK Piri 1 mengatakan bahwa evaluasi telah dilakukan secara bersama-sama
khususnya dalam program kerjasama antara SMK Piri 1 dengan industri pasangan
khususnya Yamaha kedua belah pihak melakukan evaluasi bersama terhadap
kegiatan yang telah dilaksanakan, karena industri tidak mau program ini hanya
sebatas program diatas kertas yang tidak dapat berjalan dan tidak memberikan
kontribusi langsung baik bagi industri maupun bagi sekolah.
Demikian juga menurut Manager PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia
bahwa dalam pelaksanaan program, perusahaan memberikan materi dan kurikulum
249
training kepada SMK untuk dapat dibakukan sebagai kurikulum SMK sehingga
semua materi yang dibutuhkan telah tercover dalam pelajaran dan pelatihan yang
dilakukan di sekolah, disamping juga sekolah tetap memberikan mata pelajaran
lainnya seperti matematika, bahasa dan lainnya. Dalam proses pembelajaran
keterlibatan industri lebih banyak dilakukan oleh guru-guru yang telah dilatih
sebelumnya sehingga kualifikasi mereka sama dengan instruktur yang dimiliki oleh
Yamaha, sementara aspek dan metode penilaian mereka (guru-guru) lebih menguasai
dari pada industri, dengan system penilaian yang telah dikembangkan selama ini,
khusus penilaian akhir industri (Yamaha) memiliki kepentingan dalam bentuk ujian
kompetensi
4. Efektivitas implementasi program peningkatan mutu SMK di Kota Yogyakarta dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja
Dimensi dari efektivitas program peningkatan mutu SMK berbasis kerjasama
kemitraan antara sekolah (SMK) dengan dunia industri yang dijadikan bahan
penelitian yaitu (a) kebermaknaan proses belajar mengajar (PBM); (b) manajemen
sekolah/pengelolaan sekolah; (c) efektivitas budaya sekolah (iklim sekolah yang
kondusif); (d) kepemimpinan kepala sekolah yang kuat; (e) out put sekolah (hasil dan
prestasi); (f) out-come (benefit)
a. Efektifitas kerjasama antara sekolah dengan stakeholder khususnya dengan industri
Efektivitas sekolah adalah suatu ukuran yang menyatakan berapa besar rasio
hasil (target) baik kuantitas maupun kualitas dalam kurun waktu tertentu dicapai
semakin besar rasio yang dicapai, semakin tinggi tingkat efektivitasnya. Efektivitas
sekolah sebagian besar banyak ditentukan oleh penampilan pekerjaan kepala sekolah.
250
Dalam hal ini tujuan yang telah ditetapkan sekolah bisa tercapai oleh unjuk kerja
kepala sekolah atau kinerja kepala sekolah. Dalam mengukur efektifitas dan
kebermaknaan kerjasama antara SMK dan industri dapat diamati dari beberapa aspek
diantaranya adalah
1) Minat siswa baru untuk melanjutkan pada sekolah yang bersangkutan, besarnya
minat siswa untuk melanjutkan menunjukkan besarnya citra dan kepercayaan
masyarakat terhadapsekolah yang bersangkutan terhadap semua aspek
penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan sekolah dengan dukungan dari
semua stakeholder. Beberapa indikator dalam melihat capaian ini adalah
berdasarkan pertumbuhan jumlah siswa diantaranya meliputi (1) Jumlah pendaftar;
(2) Jumlah siswa yang diterima dan; (3) Prosentasi jumlah pendaftar dengan yang
diterima.
Sebagaimana dapat diamati dari data bahwa terdapat peningkatan minat masuk
SMK pada beberapa tahun terakhir sebesar 2,41% meskipun hal ini belum dapat
dikatakan murni sebagai akibat dari kerjasama, namun menurut Kepala Sekolah
dan Ketua Program Studi otomotif SMK Piri 1 sejak diselenggarakannya kelas
khusus Yamaha dan siswa dapat langsung bekerja pada bengkel jaringan Yamaha
atau berwirausaha, besarnya peminat masuk prodi otomotif semakin tinggi,
bahkan menjadi kelas unggulan dan memiliki peminat paling besar.
2) Capaian kelulusan dan rata-rata NUAN yang dapat dicapai, capaian NUAN ini
menunjukkan keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan PBM khususnya dalam
memenuhi standar kelulusan sesuai dengan standar nasional yang ditandai dengan
indikator-indikator : (1) Jumlah peserta UAN; (2) Jumlah peserta lulus; (3)
251
Jumlah peserta tidak lulus; (4) Nilai tertinggi; (5) Nilai terendah; (6) Rata-rata
nilai UAN.
Capaian hasil UAN pada beberapa sekolah pada tahun teakhir menunjukkan
peningkatan yang sangat signifikan, bahkan tingkat kelulusan hampir mencapai
100% dengan rata-rata capaian NUAN mencapai 6,42.
3) Sebaran peserta PKL, menunjukkan penerimaan dan serapan siswa yang
bersangkutan dalam program magang di industri pasangan, meskipun masih harus
dikonfrontir kembali kualitas pelaksanaan PKL dan hasil yang dicapai. Beberapa
indikator diantaranya adalah (1) Dalam Kota Yogyakarta; (2) Luar Kota
Yogyakarta; (3) Luar DIY; (4) Luar Negeri. Sebagaimana disampaikan oleh
Kepala Sekolah dan waka kurikulum SMK Negeri 2 Yogyakarta, bahwa rintisan
untuk melakukan pemagangan dan PKL pada beberapa perusahaan telah
dilakukan bahkan hingga ke luar negeri misalnya Malaysia dan Korea khususnya
untuk program studi multi media. Sementara untuk program studi teknik
kendaraan ringan masih sebatas di seputar DIY, Jakarta dan Kalimantan.
4) Tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan uji kompetensi, menunjukkan
keberhasilan siswa dalam mengembangkan ketrampilan dan kemampuan teknis
pada bidang studi yang dipelajari selama di sekolah dan di industri
dalampelaksanaan program PKL. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh PKL
dan keterlibatan industri pasangan dalam turutmengembangkan kemampuan siswa.
Beberapa indikator diantaranya meliputi : (1) Jumlah peserta lulus ujian
kompetensi; (2) Penyelenggara ujian kompetensi. Tingkat keberhasilan ujian
kompetensi pada beberapa SMK memang masih perlu ditingkatkan sebagaimana
disampaikan oleh Djojdok Supardihardjo (Manager Service PT. Sumber baru
252
Aneka Motor “Suzuki R-4”) dan Karjono (Kepala Bengkel PT. Armada Mobil
“Isuzu”) bahwa dalam setiap pencapaian ujian kompetensi yang diselenggarakan
oleh LSP-TO capaiannya kurang dari 30%. Sebagian besar tidak mampu
menunjukkan performancenya sehingga tidak lolos uji kompetensi dikarenakan
kurangnya latihan dan minimnya perlengkapan yang dimiliki oleh SMK
5) Daya serap lulusan, menunjukkan capaian yang amat penting dan menjadi tolok
ukur masyarakat terhadap keberhasilan sekolah dalam mengantarkan siswa
memasuki dunia kerja yang diharapakan oleh sebagaian besar masyarakat.
Beberapa indikator dari capaian ini diantaranya adalah meliputi : (1) Sesuai
bidang; (2) Tidak sesuai bidang; (3) Wiraswasta; (4) Melanjutkan; (5) Tidak ada
keterangan (menganggur); (6) Rata-rata lama tunggu.
Besarnya daya serap lulusan secara nyata dapat dijelaskan meningkat setelah
SMK menjalin kerjasama dengan indsutri pasangan khususnya yang terjadi pada
SMK Piri 1, sebagaimana disampaikan Kepala Sekolah dan Ketua Program Studi
Otomotif bahwa sejak diselenggarakannya kelas khsusus Yamaha maka sebagian
besar hampir 70% siswa kelas khusus Yamaha dapat terserap langsung pada
bengkel jaringan Yamaha yang tersebar diseluruh DIY dan Jawa Tengan bahkan
seluruh Indonesia.
6) Selain itu dalam pelaksanaan peningkatan mutu SMK berbasis kemitraan harus
pula memberikan dampak yang signifikan dalam pengembangan sekolah
khususnya dalam pengembangan (1) sumber-sumber belajar, baik untuk
kepentingan proses belajar-mengajar teori maupun praktek di laboratorium dan di
bengkel; (2) pengembangan sarana dan prasarana sekolah; (c) pengembangan
253
budaya sekolah; (d) pengembangan disiplin siswa dan (e) pengembangan karakter
serta nilai sekolah.
Pengembangan sumber belajar nampaknya belum dapat dilaksanakan oleh
sebagian besar SMK dalam kerangka kerjasama, hal ini seperti disampaikan oleh
Manager Service PT. Sumber Baru Aneka Motor “Suzuki R-4” bahwa selama ini
PT. Sumber Baru Aneka Motor hanya mampu dan dapat memberikan kerjasama
dalam bentuk tempat PKL, namun jika dituntut lebih seperti memberikan bantuan
berupa peralatan dan lainnya saya pikir pimpinan perusahaan juga harus berpikir
untuk kesekian kalinya. Karena untuk bantuan lainnya selain perusahaan
tergantung kebijakan pemilik perusahaan dan pimpinan, juga tergantung dar
principal yang ada di Suzuki Indomobil Jakarta, meskipun PT. SBAM sebagai
authorized dealer, harus tuntuk pada aturan dan kebijakan PT. ISI Jakarta sebagai
main dealer Suzuki.
b. Manfaat kerjasama antara sekolah dengan stakeholder khususnya dengan industri dalam pengembangan sekolah
Salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran
dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal.
Persoalan pendidikan merupakan kendala pembangunan bidang pendidikan yang
seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Bahkan swasta sebagai stake holder pendidikan harus berperan dan berpartisipasi
dalam pengembangan pendidikan.
Oleh karenanya untuk mengembangkan sistim pendidikan yang ideal harus
terjalin sinergi antara lembaga pendidikan dan stake holder melalui jaringan
kerjasama yang saling menguntungkan. Dalam mewujudkan lembaga pendidikan
254
kejuruan yang memiliki daya saing, maka lembaga pendidikan harus menjalin
kerjasama dengan berbagai lembaga atau instansi, baik perusahaan lokal maupun
perusahaan multi nasional, maupun swasta. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas penyelenggaraan program pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Terdapat dua manfaat langsung yang diperoleh sekolah lewat kerjasama.
Pertama, melalui kerjasama program-program akademik yang diselenggarakan akan
dapat dimantapkan secara substansial dengan mengembangkan bidang-bidang
pendidikan dan lain sebagainya. Kedua, melalui kerjasama akan diperoleh manfaat
ekonomis akibat pemanfaatan bersama berbagai sumber daya dan fasilitas yang ada.
Setidak-tidaknya penggunaan sumber daya akan lebih efektif daripada bila hanya
dimanfaatkan oleh lembaga masing-masing secara individual. Semua manfaat itu
pada akhirnya akan menunjang upaya yang dilakukan untuk memperbaiki
pengembangan lembaga pendidikan. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Bengkel
PT. Armada Mobil “Isuzu” bahwa :
Hal yang paling dapat dirasakan oleh SMK adalah tersedianya tempat prakerin bagi siswa SMK, tempat uji kompetensi dan kemungkinan penggunaan lulusan oleh pihak perusahaan, sehingga SMK bisa menyalurkan lulusannya bagi perusahaan.Sementara bagi perusahaan manfaat yang bisa dirasakan adalah manfaat secara ekonomis diantaranya perusahaan mendapatkan tambahan tenaga mekanik meskipun belum memiliki skill dan pengetahuan yang memadai, disamping itu khususnya bagi perusahaan dalam pengembangan citra perusahaan pada masyarakat bahwa perusahaan turut peduli dalam ikut mengembangkan pendidikan kejuruan khusunya di Jogjakarta.
Demikian pula halnya yang disampaikan oleh Supervisor (Ka Bengkel) PT.
Astra Motor “Honda” bahwa :
Sebenarnya cukup besar manfaat yang dapat dirasakan khususnya dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang selama ini dirasakan, karena
255
kebutuhan bagi dealer jaringan Honda juga cukup besar, disamping itu terhadap pencitraan perusahaan juga cukup besar bahkan perusahaan mendapatkan apresiasi yang cukup baik dari masyarakat terhadap keberadaan jaringan Honda di sekolah-sekolah sehingga memudahkan pelanggan dalam memenuhi kebutuhan layanan purna jual Honda.
Menurut Kepala Sekolah manfaat yang pasti dari kerjasama antara SMK
Negeri 2 dengan industri adalah :
Beberapa manfaat kerjasama bagi kami adalah tempat prakerin, tempat uji kompetensi bagi siswa dan penggunaan lulusan, karena banyak diantara mereka bahkan melakukan ijon terhadap siswa, dimana industri sudah melakukan recruitmen kepada siswa SMK Negeri 2, sehingga mereka yang belum lulus sudah mendapatkan tempat untuk bekerja. Banyak diantara siswa SMK Negeri 2 setelah lulus langsung bekerja khususnya untuk jurusan TI dan otomotif, namun sekolahpun tetap menekankan kepada mereka untuk menyelesaikan studi dan lulus UN. Selain itu industri juga memberi pelatihan untuk guru dan teknisi juga siswa SMK baik yang diselenggarakan di sekolah maupun yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam bentuk magang.
Sementara menurut Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Yogyakarta tentang
manfaat kerjasama dijelaskan bahwa :
Manfaat khusus kerjasama antara SMK Negeri 3 dengan industri adalah dalam pengembangan kurikulum diklat yang diselenggarakan, pengembangan sarana dan prasarana sekolah, tempat uji kompetensi, recruitmen lulusan, pengembangan sumber belajar, tempat prakerin dan sponsorship kegiatan sekolah. Memang SMK Negeri 3 tidak bisa mengharapkan industri selalu terlibat secara utuh dalam pencapaian SNP, karena keterbatasan pemahaman mereka dalam SNP itu sendiri misalkan dalam pencapaian standar isi biasanya kami libatkan dalam perencanaan dan sinkronisasi kurikulum, standar proses industri tidak terlibat dalam proses pembelajaran hanya dalam pelaksanaan prakerin, standar kompetensi lulusan mereka biasanya memeberi masukan tentang kompetensi yang diharapkan dan dituntut oleh dunia kerja, standar pendidik dan tenaga kependidikan keterlibatannya adalah dalam pengembangan ketrampilan dan kompetensi guru serta teknisi dengan memberikan tempat magang dan pelatihan bagi guru dan teknisi, standar sarana dan prasarana mereka tidak terlibat, karena memang sangat sedikit dan hamper tidak ada dalam pengembangan sarpras, standar pengelolaan juga tidak terlibat dalam program pengelolaan diklat, standar pembiayaan apalagi hanya dalam bentuk sponsorship ketika kita mengadakan kegiatan, dalam penilaian mereka terlibat khususnya dalam penilaian prakerin dan uji kompetensi siswa kami yang telah melaksanakan prakerin di tempat mereka.
256
Menurut Waka Bidang Humas dan Hubin SMK Muhammadiyah 3
Yogyakarta tentang manfaat kerjasama bagi sekolah adalah :
Tentunya adalah pengembangan kurikulum diklat yang sesuai dengan industri, penggunaan lulusan, tempat uji kompetensi, tempat prakerin dan rencana ke depan adalah manfaat ekonomis yang diwujudkan dalam bentuk teaching factory perakitan sepeda motor Kanzen. Disamping itu bagi sekolah tentunya ini juga merupakan bentuk promosi secara tidak langsung, karena masyarakat melihat sekolah telah banyak melakukan kerjasama dan lulusannya mudah diserap oleh industri, sehingga membuat daya tarik masyarakat untuk sekolah menjadi lebih tinggi. Bagi industri selama ini mendapatkan manfaat khususnya dalam promosi produk dan pengembangan program CSR yang mereka miliki, disamping itu dalam prakerin industri memperoleh tenaga trampil secara cuma-cuma disamping itu juga dapat memilih calon tenaga kerja sesuai harapan dan target dalam pengembangan perusahaan.
c. Peningkatkan kinerjanya SMK melalui kerjasama dengan stakeholder khususnya dengan industri
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang atau organisasi secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas atau bisnis
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau
sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama. Kinerja mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena merupakan
indikator dalam menentukan usaha untuk mencapai tingkat produktivitas organisasi
yang tinggi.
Dalam dunia pendidikan ada dua hal pokok yang perlu ditekankan untuk
dikemukakan yaitu, bagaimana hasil pendidikan dan siapa pemakai pendidikan
tersebut. Hasil pendidikan merupakan nilai tambah bagi peserta didik itu sendiri,
yang dapat berguna bagi dirinya sendiri, masyarakat dan pemakai lulusan (pasar
tenaga kerja). Deskripsi kinerja pendidikan berdasarkan pendekatan ekonomi dengan
penekanan pada relevansi keluaran pendidikan dengan dunia kerja ditampilkan
257
melalui istilah-istilah siap kerja dan siap pakai akan berbeda dengan deskripsi yang
memakai pendekatan intrinsic dan instrumental pendidikan.
Kebijakan bidang pendidikan tentang Standar Pendidikan Nasional yang
akhirnya menghasilkan sekolah-sekolah SSN dan SBI merupakan salah satu
terobosan inovasi pendidikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan agar
sekolah mampu menghasilkan SDM yang berkualitas. Khususnya bagi SMK
diharapkan dapat memberikan bekal yang relevan bagi lulusannya, baik untuk
berkerja sesuai dengan bidang pekerjaan yang dipelajari atau melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Uraian di atas mengisyaratkan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
perlu digunakan tolok ukur atau benchmarking tertentu. Tolok ukur secara nasional
telah dirumuskan di dalam undang-undang pendidikan nasional, yang dikenal
sebagai Standard Nasional Pendidikan (SNP). Sandar Nasional Pendidikan (SNP)
sebagai tolok ukur penyelenggaraan pendidikan, terdiri atas 8 komponen utama yaitu
standar: kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian. Kedelapan komponen SNP
tersebut, tentunya setiap sekolah telah ada, hanya kadar kualitasnya yang sangat
bervariasi atau belum memenuhi kualitas yang diharapkan. Kekurangan-kekurangan
pada kedelapan komponen tersebut, akan menyebabkan menurunnya kualitas proses
pendidikan, yang pada akhirnya berdampak pada lemahnya output proses pendidikan.
Dalam kerangka kerjasama kemitraan antara SMK dengan stakeholder diharapkan
mampu meningkatkan capaian terhadap ke-delapan SMP yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kinerja sekolah secara umum. Menurut Kepala Sekolah SMK Negeri 3
dijelaskan bahwa :
Memang SMK tidak bisa mengharapkan industri selalu terlibat secara utuh dalam pencapaian SNP, karena keterbatasan pemahaman mereka dalam SNP
258
itu sendiiri misakan dalam pencapaian standar isi biasanya kami libatkan dalam perencanaan dan sinkronisasi kurikulum, standar proses industri tidak terlibat dalam proses pembelajaran hanya dalam pelaksanaan prakerin, standar kompetensi lulusan mereka biasanya memeberi masukan tentang kompetensi yang diharapkan dan dituntut oleh dunia kerja, standar pendidik dan tenaga kependidikan keterlibatannya adalah dalam pengembangan ketrampilan dan kompetensi guru serta teknisi dengan memberikan tempat magang dan pelatihan bagi guru dan teknisi, standar sarana dan prasarana mereka tidak terlibat, karena memang sangat sedikit dan hampir tidak ada dalam pengembangan sarpras, standar pengelolaan juga tidak terlibat dalam program pengelolaan diklat, standar pembiayaan apalagi hanya dalam bentuk sponsorship ketika kita mengadakan kegiatan, dalam penilaian mereka terlibat khususnya dalam penilaian prakerin dan uji kompetensi siswa kami yang telah melaksanakan prakerin di tempat mereka.
Terkait dengan capaian SNP SMK Muhammadiyah 3 dalam kerjasama
dengan industri menurut Waka Humas dan Hubin dijelaskan bahwa
Sudah cukup banyak hal yang dapat diperoleh dari kerjasama antara sekolah dengan industri, misalkan dalam pengembangan standar isi industri terlibat dalam perencanaan dan sinkronisasi kurikulum diklat, standar proses biasanya sesekali sekolah mengundang pihak industri untuk menjadi nara sumber bagi siswa dan guru serta teknisi, standar kompetensi lulusan biasanya industri memberi masukan tuntutan kompetensi di dunia kerja, standar pendidik dan tenaga kependidikan industri terlibat aktif dalam pengembangan SDM sekolah khususnya guru dan teknisi dalam bentuk magang dan pelatihan yang dilaksanakan pada saat liburan sekolah, standar sarana dan prasarana industri membantu dalam pengadaan media dan sumber belajar dibengkel, standar pengelolaan belum mampu melibatkan industri, karena sekolah memperoleh pembinaan secara langsung dari DPM, standar pembiayaan biasanya cukup kecil yang diperoleh dari industri biasanya hanya bantuan jika sekolah melakukan kegiatan siswa atau sekolah, dalam standar penilaian industri terlibat khususnya dalam penilaian prakerin dan uji kompetensi.
B. Pembahasan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki peran yang cukup strategis
dalam turut mengembangkan industri nasional. Pada awal millenium ketiga ini dunia
pendidikan Indonesia khususnya pendidkan kejuruan, dihadapkan pada tantangan
global, dimana penyelenggaraan pendidikan kejuruan saat ini memasuki fase penting,
259
yaitu fase lulusan pendidikan kejuruan akan dipertaruhkan kesiapannya dalam
percaturan dan persaingan tenaga kerja di wilayah regional Asia, baik dalam konteks
Asean Free Trade Association (AFTA) maupun Asean Free Labor Association
(AFLA). Sehingga lembaga pendidikan kejuruan khususnya SMK harus melakukan
penataan dan pembenahan, baik penataan dalam pola rekrutmen, pengembangan
program pendidikan dan pelatihan atau kurikulum, inovasi proses pendidikan dan
pelatihan, pengembangan evaluasi dan sertifikasi.
Isu penting saat ini adalah seberapa besar penyelenggaraan pendidikan
kejuruan (SMK) relevan dengan kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan dunia
usaha maupun industri. Fakta di lapangan mengindikasikan keadaan bahwa
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kejuruan berjalan dengan programnya
sendiri, di sisi lain dunia kerja/industri dan asosiasi profesi sering mengeluh bahwa
kualitas lulusan SMK belum memenuhi tuntutan keahlian (kompetensi) yang
diharapkan. Gejala “mismatch” seperti ini pada akhirnya melahirkan lulusan
“underqualified”.
Beberapa permasalahan utama yang menyebabkan rendahnya daya serap
SMK terhadap dunia kerja adalah (1) terdapatnya ketidak sesuaian antara harapan
kompetensi dunia kerja dengan apa yang mampu dihasilkan oleh dunia pendidikan
khususnya pendidikan kejuruan, sehingga banyak lulusan SMK tidak mampu
memenuhi kualifikasi yang diharapkan oleh dunia kerja; (2) kelemahan pengelolaan
pendidikan yang menyebabkan rendahnya kualitas proses pendidikan yang bermuara
pada rendahnya kualitas lulusan; (3) rendahnya akses SMK terhadap dunia kerja
sehingga sekolah kurang mampu menyesuaikan terhadap perkembangan teknologi
dan budaya kerja di dunia kerja.
260
Hasil penelitian Endang Mulyatiningsih (2011:141) ditemukan terdapat
kesenjangan kompetensi antara mahasiswa dan industri khususnya pada kompetensi
manajerial, kepemimpinan, bisnis dan administrasi. Selaini itu dari penelitian yang
dilakukannya didapatkan bahwa mahasiswa hanya baru menguasai kompetensi
teoritis dari ilmunya. Sedangkan karyawan di industri lebih menguasai pengalaman
lapangan seperti kompetensi sosial, sikap kerja, dan kepribadian yang justru
dibutuhkan oleh industri dalam mendukung proses kerja. Dari hasil penelitian
tersebut mengindikasikan perlunya pendekatan lebih jauh khususnya dalam
mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan industri.
Selain permasalahan tersebut, persaingan dalam dunia kerja semakin ketat
karena pengguna jasa tenaga kerja (user) menginginkan pekerjanya selain memiliki
kemampuan kognitif (nilai prestasi akademis) juga memiliki soft skill yang
dibutuhkan, seperti motivasi yang tinggi, kemampuan beradaptasi dengan perubahan,
kompetensi interpersonal, dan orientasi nilai yang menunjukkan kinerja yang efektif.
Hasil penelitian NACE (national association of colleges and employers)
menunjukkan bahwa pada tahun 2005 pada umumnya pengguna tenaga kerja
membutuhkan keahlian kerja berupa soft skills 82% dan hard skills 18% (Eny Endah
Pujiastuti dkk. 2012 : 67). Dengan semakin meningkatnya jumlah lulusan suatu
lembaga pendidikan yang tidak berbanding lurus dengan jumlah peluang kerja yang
tersedia, menyebabkan banyak yang tidak dapat terserap oleh dunia kerja sehingga
meningkatkan jumlah penangguran. Oleh karenanya perlu diupayakan perubahan pola
paradigma lulusan SMK sebagai job seeker menjadi job creator untuk bekerja
mandiri dan mempekerjakan orang lain sebagai wirausahawan.
Komponen dalam sistem pendidikan yaitu input berupa siswa dan proses
pendidikan dalam hal ini proses belajar mengajar di sekolah pada akhirnya akan
261
bermuara pada komponen hasil (output) pendidikan yang dapat berupa hasil belajar
siswa. Dalam hal ini dapat berupa sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diproleh
siswa setelah selesai mengikuti program-program pendidikan. Jika diakitkan dengan
cost (biaya) pendidikan, keseluruhan komponen tersebut tidak bisa lepas dari biaya
terlebih pada sekolah kejuruan dengan segala kebutuhan investasi khususnya dalam
memenuhi kebutuhan praktek. Para pakar human capital mengasosiasikan human
capital dengan pendidikan, dimana konsep human capital sebagai sumber daya
manusia menekankan pentingnya kualitas disamping kuantitas output lembaga
pendidikan. Untuk mencapai kualitas (mutu) pendidikan yang tinggi sangat
tergantung dari kualitas proses pendidikan itu sendiri berlangsung. Oleh karena itu
proses pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh keterdukungan dana yang
memadai.
Namun, jika hasil dari pendidikan kejuruan seperti di atas yang tidak mampu
menghasilkan lulusan seperti yang diharapkan, maka yang terjadi adalah sebuah
pemborosan. Pemborosan merupakan kerugian (lost) karena cost akan melibatkan
output. Segala sesuatu yang bersifat pemborosan akan merusak efisiensi. Sedangkan
cost (biaya) mengacu kepada efisiensi dan efektivitas. Pembiayaan pendidikan
(educational finance) mencakup tiga aspek, yaitu: revenue (sumber dana);
expenditure yang merupakan alokasi penggunaan dana yang diperoleh serta
pertanggung jawaban (acuntability) atas penggunaan dana tersebut.
Elchanan Cohn (1979) berpendapat bahwa pendidikan diharapkan dapat
memacu peningkatan produksi dengan cara peningkatan produktivitas dan
pendapatan individu. Sementara menurut Gary S. Becker pendidikan dan pelatihan
merupakan investasi yang paling penting dalam human capital, karena pendidikan
mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan sumber daya manusia. Lebih
262
lanjut Gary S. Becker menyampaikan bahwa tenaga kerja dianggap sebagai “pemilik
kapital”, yang tercermin dalam keterampilan, pengetahuan dan produktivitas kerjanya.
Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonmi bangsa. Hal ini bukan
saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga
berpengaruh terhadap fertilitas masyarakat. Pendidikan menjadikan sumber daya
manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan-perubahan
dalam kehidupan. Pada umumnya pendidikan diakui sebagai investasi sumber daya
manusia. Pendidikan memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan
kehidupan sosial ekonomi melalaui peningkatan pengetahuan, keterampilan,
kecakapan, sikap serta produktivitas.
Efektivitas dan efisiensi merupakan indikator dari produktivitas, efektivitas
mengacu kepada pencapaian target secara kuantitas dan kualitas suatu sasaran
program, makin besar persentase target suatu program yang tercapai makin tinggi
tingkat efektivitasnya. Efektivitas berkaitan dengan kualitas, sedangkan efisiensi
merupakan refleksi hubungan antara output dan input yang bersifat kuantitas.
Efisiensi berkaitan dengan besarnya input untuk mengahsilkan output dan besarnya
tingkat pemborosan. Efektivitas merupakan refleksi kemampuan untuk
mempengaruhi terjadinya suatu produk. Keefektifan menunjukkan besarnya pengaruh
terhadap suatu proses produksi.
Oleh karenanya dibutuhkan sebuah upaya khususnya dalam memanfaatkan
dan meningkatkan efisiensi, hal ini disebabkan pembiayaan merupakan salah satu
sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan
pendidikan. Khususnya dalam pengelolaan pendidikan yang bermutu pada dasarnya
menyangkut efektivitas dan efisiensi biaya. Salah satu upaya untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pendidikan yang dalam menghasilkan pendidikan yang
263
bermutu adalah dengan memanfaatkan segala sumberdaya yang dimiliki dan
melakukan power sharing dengan stake holder dalam kerangka kerjasama dengan
dunia industri.
Bagi sekolah kejuruan (SMK) kerjasama merupakan sebuah keharusan
dalam mewujudkan lembaga pendidikan kejuruan yang memiliki daya saing, upaya
ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan program pendidikan
akademik dan pendidikan profesional. Hasil konkrit dari kerjasama kemitraan
tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat terutama dalam mendukung
pelaksanaan program pendidikan akademik dan profesional (Tracey Allen, 2007;
Marilyn J. Amey, 2007). Hal yang paling mendasar dari kerjasama ini adalah
partisipasi seluruh elemen masyarakat termasuk stakeholder pendidikan. Partisipasi
mengisyaratkan adanya kerjasama dalam mengaktualisasikan diri dengan
merealisasikan segenap kemampuannya (Basuki Wibawa, 2005).
Sejak digulirkannya konsep link and match pada era 1993 -1998 hingga saat
ini belum sepenuhnya dapat diimplementasikan, karena kurang direspon oleh dunia
pendidikan dan dunia usaha. Sehingga pada akhirnya dunia usaha merasa tidak
memerlukan dunia pendidikan, demikian juga dengan dunia pendidikan tidak
mungkin menawarkan diri pada dunia usaha. Implementasi link and match pada
hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan
lapangan kerja. Hal ini sebagai usaha untuk mencari titik temu antara dunia
pendidikan sebagai produsen dan dunia kerja/industri sebagai konsumen.
Kerjasama sebagai suatu bagian penting dalam sebuah lembaga pendidikan
khususnya SMK dalam mencapai tujuan dengan mengoptimalkan seluruh potensi
sekolah dengan semua pemangku kepentingan (stakeholder) dalam upaya
menumbuh-kembangkan dan meningkatkan kemampuan pemanfaatan sumber daya
264
serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kerjasama kemitraan antara
sekolah kejuruan dengan dunia industri dalam pengembangan kualitas dan relevansi
pendidikan merupakan suatu paradigma yang memperlihatkan hubungan antara
beberapa konsep penting, tujuan dan proses dalam tindakan pengorganisasian
masyarakat yang difokuskan pada upaya peningkatan kualitas dan relevansi
pendidikan terhadap kebutuhan dunia industri.
Harapan dari upaya ini adalah sekolah mampu mengikuti perkembangan
teknologi dan iklim usaha di dunia kerja. Sehingga dengan kemampuan dan
keterbatasan yang ada sekolah dapat menyusun suatu strategi yang tepat untuk
memenuhi kemauan semua pihak. Dengan demikian daya serap lulusan menjadi lebih
besar dan daya tampung sekolah menjadi lebih maksimal.Pengembangan profesi pada
sekolah menengah kejuruan menjadi lebih besar artinya manakala sekolah
mengharapkan outputnya dapat memasuki pasar kerja. Profesionalitas kerja dapat
dibentuk dan dilakukan sejak calon tenaga kerja berada pada dunia pendidikan,
dengan memberikan iklim yang kondusif pada peserta pendidikan untuk dapat lebih
mengenal kondisi dan atmosfir industri dalam setiap proses pendidikan. Oleh
karenanya selain program pengajaran baik klasikal maupun praktikum yang telah
dilaksanakan, maka pengalaman lapangan berupa kerja magang dan praktek lapangan
perlu mendapat porsi yang cukup besar. Selain pengenalan iklim kerja pada siswa,
informasi dari ikatan profesi perlu dikembangkan oleh sekolah untuk mendapat
gambaran yang jelas tentang kompetensi dan sikap yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
Selain potensi fisik dan material potensi lain perlu dikembangkan oleh
sekolah menengah kejuruan dalam mencapai tujuan. Pengembangan tersebut adalah
suatu upaya optimalisasi segala sumber-sumber yang dimiliki oleh sekolah.
Pengembangan tersebut diharapkan dapat mendukung setiap upaya sekolah dalam
265
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Pemanfaatan fasilitas tersebut meliputi
pemanfaatan fasilitas fisik, investasi alat, siswa dan manajemen, terutama dalam
pengembangan profesionalitas yang dapat dilakukan manakala sekolah bekerjasama
dengan industri atau dunia usaha. Yang pada gilirannya investasi sekolah menengah
kejuruan akan semakin berkurang, sementara manfaat lain yang dapat diperoleh oleh
dunia usaha adalah tenaga kerja yang mampu memberikan sumbangan. Pengelolaan
dan penguatan jaringan merupakan suatu hal yang sangat penting artinya dalam
pendekatan ini terutama dalam distribusi pemanfaatan sumber daya yang ada.
Berdasarkan temuan-temuan di atas dapat ditarik benang merah bahwa SMK
belum dapat mengoptimalkan networking (jejaring kerjasama) yang sudah terjalin
dengan perusahaan/industri. Jejaring kerjasama yang sudah dibangun belum secara
maksimal dimanfaatkan untuk mengembangkan sekolah, dan juga belum
mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh sekolah.
Konsep utama dalam pengembangan jejaring kerjasama adalah kemitraan,
relevansi pendidikan, nilai dan kepercayaan yang dianut, pengetahuan, partisipasi,
kapasitas dan kepemimpinan yang didasarkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip
kepercayaan dan manfaat bersama. Hal ini memberikan pengertian perlunya upaya
kolaborasi dalam mengkombinasikan potensi masing-masing yang dibutuhkan untuk
mengembangkan strategi peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan.
Sebagai suatu sistem, pendidikan terdiri dari tiga komponen, yaitu:
komponen input, komponen proses dan komponen output. Sedangkan yang
bertanggung jawab terhadap pembiayaan pendidikan, juga menyangkut tiga
komponen yakni: pemerintah, masyarakat dan orang tua siswa.
Masukan pendidikan dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1)
masukan instrumental, yang terdiri dari Program (GBPP), Bahan dan sumber belajar,
266
metode dan media belajar, fasilitas belajar, guru atau pendidik dan manajemen sistem
instruksional; (2) masukan mentah, yaitu siswa dengan segala potensi dan
kemampuan dasar yang dimilikinya, misalnya: kemampuan belajar, prestasi yang
telah dimiliki, sikap, minat dan motivasi, kebiasaan, kepribadian dan kematangan; (3)
masukan lingkungan, yang terdiri dari: alam (waktu dan tempat) sosial ekonomi
keluarga, sosial budaya masyarakat dan lain-lain.
Komponen yang kedua dalam sistem pendidikan adalah proses pendidikan
itu sendiri. Proses pendidikan ini menyangkut bagaimana kegiatan pendidikan itu
diolah atau dikemas, yang dalam prakteknya dilaksanakan melalui kegiatan
manajemen dan kegiatan belajar mengajar atau yang biasa disebut dengan proses
pembelajaran (PBM). Melalui fungsi manajemen pendidikan itu diolah melalui
minimal dalam empat tahap yaitu tahap perencanaan pendidikan, pengorganisasian
pendidikan, pengarahan pendidikan dan pengawasan pendidikan (Hasibuan,1996:19).
Keempat fungsi tersebut sering disederhanakan menjadi tiga saja, yaitu perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan. Sedangkan dalam proses pembelajaran, kegiatan
pendidikan itu menyangkut tugas-tugas guru dalam proses pembelajaran, yang terdiri
dari merencanakan pengajaran, melaksanakan pengajaran dan mengevaluasi kegiatan
belajar mengajar (Suryosubroto, 1997:26).
Pelaksanaan produktivitas sekolah akan berjalan dengan baik dan lancar
apabila didukung oleh: (1) kebermaknaan proses belajar mengajar meliputi: (a)
merencanakan PBM, (b) melaksanakan PBM (prestasi), dan (c) evaluasi PBM; (2)
manajemen sekolah meliputi: (a) Renstra dan rencana pengembangan strategis, (b)
pengorganisasian pelaksanaan progam keuangan dan sarana prasarana, (c)
pengawasan program kegiatan; (3) efektivitas budaya sekolah. (iklim sekolah yang
kondusif) meliputi: (a) kondisi sekolah mendukung untuk PBM, (b) memberi
267
penghargaan bagi siswa yang berprestasi, dan (c) semua siswa mentaati tata tertib
aturan sekolah; (4) kepemimpinan kepala sekolah yang kuat meliputi: (a) bisa
dihubungi dengan mudah, (b) bersikap responsif kepada guru , staf , dan TU, (c)
melaksnakan kepemimpinan yang terfokus pada pembelajaran, dan (d) rasio antara
guru/siswa sesuai dengan rasional; (5) out put sekolah (hasil prestasi ) yang meliputi:
(a) standar kelulusan yang direncanakan sekolah, (b) prestasi akademik yang telah
dicapai tahun terakhir, (c) prestasi non-akademis tahun terakhir, dan (d) kelulusan
siswa tahun terakhir; serta (6) out come (benefit) meliputi: (a) melanjutkan studi, (b)
serapan lapangan kerja (karyawan, swasta, mandiri), dan (c) pengagguran / penunggu
kerja (Sukandar, 2007-265-266)
Tantangan yang berkaitan dengan efisiensi adalah bagaimana mewujudkan
manajemen pendidikan yang memberdayakan peran serta masyarakat secara
demokratis dan efisien (Basuki Wibawa, 2005:44). Dalam praktiknya tidak sedikit
permasalahan yang dihadapi kepala sekolah ketika melaksanakan tugas. Sehubungan
dengan hal tersebut, kepala sekolah berperan untuk membantu produktivitas sekolah
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sekolah yang dipimpinnya, baik itu
permasalahan yang berkaitan langsung dengan tugas ataupun permasalahan pribadi
yang dapat menganggu aktivitas pelaksanaan tugas. Kerelaan kepala sekolah untuk
menyediakan waktu sebagai konsultan dalam memecahkan masalah diharapkan dapat
memperbaiki proses supervisi.
Sehingga pada pendidikan kejuruan dibutuhkan kepemimpinan yang kuat
yang mampu memadukan semua sumber daya yang dimiliki dan memberdayakannya
untuk kepentingan proses pendidikan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan ujung tombak dan kemudi bagi jalannya
lembaga pendidikan. Jika suatu lembaga pendidikan tanpa ada pemimpin yang adaptif
268
dan kreatif, maka kurang optimal dalam pelaksanaannya atau kemunduran suatu
lembaga pendidikan. Pemimpin dalam lembaga pendidikan harus dapat membujuk
pengikutnya atau para guru untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini sependapat
dengan James Mac Gregor Burns (1979:19) yang mengatakan ”I define leadership as
leaders inducing followers to act for certain goals that represent the values and the
motivations the wants and the needs, the aspirations and the expectations- of both
leaders and followers.” yang artinya. Kepemimpinan adalah pemimpin mengajak dan
mefasilitasi pengikut untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan ini merefleksikan nilai-
nilai, motivasi, keinginan, kebutuhan, aspirasi yang diharapkan oleh pemimpin dan
pengikut. Didukung oleh Wirawan (2002:47) bahwa kepemimpinan dapat
menciptakan visi dan misi organisasi atau lembaga pendidikan, mempengaruhi sikap,
perilaku, pendapat, nilai-nilai, norma dan sebagainya dari pengikut untuk
merealisasikan visi organisasi.
1. Kebijakan program peningkatan mutu SMK berbasis kemitraan di Kota Yogyakarta yang telah dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja
Salah satu faktor keberhasilan pembangunan pendidikan yang diharapkan,
adalah kualitas outcome, output dengan melalui proses terukur. Kualitas pendidikan
dapat dimaknai secara luas, bisa dalam arti kuantitatif dan kualitatif, seperti perolehan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan hasil belajar. Selain itu dapat dimaknai
perilaku sebagai gambaran hasil pendidikan secara normatif (kejujuran, taat hukum,
taat etika, dan menghargai budaya), mampu beradaptasi dengan lingkungan sebagai
warga negara yang produktif. Paradigma baru manajemen pendidikan menekankan
pentingnya otonomi lembaga pendidikan yang berlandaskan pada akuntabilitas,
evaluasi, dan akreditasi yang bermuara pada tujuan akhir peningkatan mutu
pendidikan secara berkelanjutan (Basuki Wibawa, 2005:217).
269
Dalam penyelenggaraan pendidikan secara formal, lembaga persekolahan
memiliki, peranan yang utama. Peranan ini diberikan dalam bentuk layanan
pembelajaran. Dalam penyelenggaraannya banyak kendala dan permasalahan yang
ditemui, kendala dan permasalahan itu pada umumnya muncul ketika sekolah
ditempatkan sebagai bagian dari panjangnya birokrasi yang ada. Seperti kita ketahui
bahwa selama ini sentralisasi menempatkan sekolah sebagai bagian dari birokrasi
yang panjang, ketika tuntutan secara kelembagaan untuk dapat mengambil keputusan
dan kebijakan yang cepat dihadapkan kepada kendala birokrasi.
Dengan menempatkan sekolah sebagai institusi yang mampu mengambil dan
menetapkan kebijakan secara otonom, memberikan kesempatan kepada sekolah untuk
memberikan layanan yang sempurna, baik dan strategis. Dapat dipastikan bahwa
perubahan kebijakan dalam pelaksanaanya bukan persoalan yang sederhana.
Perubahan kebijakan memerlukan kesiapan berbagai sumber dan kemampuan
pengelolaan.
Untuk memperbaiki mutu pendidikan secara berkelanjutan, maka diperlukan
suatu sistem manajemen mutu yang telah diakui secara internasional. Mutu lulusan
Pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses pelaksanaan pembelajaran yang
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kurikulum, tenaga pendidik, proses
pembelajaran, sarana dan prasarana, alat bantu dan bahan, manajemen sekolah,
lingkungan sekolah dan lapangan latihan kerja siswa. Selain itu yang tidak kalah
pentingnya adalah perubahan manajemen dan budaya manajemen.
SMK merupakan salah satu lembaga pendidikan menengah yang memiliki
peran sangat besar dan efektif untuk menyiapkan sumber daya manusia. Hal ini yang
memacu Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) untuk mengeluarkan kebijakan
270
yang sangat penting kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia,
dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan pencitraan publik internasional, di
jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah diterapkan kebijakan
untuk meraih sertifikat ISO 9001:2001. Dalam tiga tahun kedepan ditargetkan agar 70%
unit kerja pusat maupun di daerah dapat meraih sertifikat ISO 9001:2001.
Pada lembaga pendidikan sepertihalnya SMK sebagian besar telah
mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001 yang merupakan salah satu
standar mutu di bidang manajemen yang banyak diterapkan di bidang industri dan
jasa, termasuk pendidikan. ISO 9001:2000 merupakan standar mutu manajemen
pelayanan. Dalam Renstra Depdiknas telah diamanatkan bahwa dalam kurun waktu
2004-2009, setiap unit kerja di lingkungan Depdiknas memiliki standar mutu
manajemen pelayanan.
Pada dasarnya sistem manajemen mutu (SMM) ISO 9001:2000 bertujuan
meningkatkan kepuasan pelangggan (stakeholder) melalui penerapan sistemnya
secara efektif, termasuk proses perbaikan berlanjut dari sistemnya dan kepastian
kesesuaiannya pada persyaratan pelanggan dan peraturan yang berlaku. Kemampuan
untuk memenuhi persyaratan-persyaratan pelanggan yang telah ditetapkan baik secara
langsung ataupun tidak langsung berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh suatu
produk didefinisikan sebagai mutu. Penjaminan mutu pendidikan pada SMK adalah
proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan secara
konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders (siswa, orang tua, dunia kerja,
pemerintah, guru, tenaga penunjang, serta pihak lain yang berkepentingan)
memperoleh kepuasan. Dalam pencapaian mutu pendidikan pada SMK, sekolah dapat
bekerja sama dengan seluruh stakeholder sekolah baik itu (siswa, orang tua, dunia
271
kerja, pemerintah, guru, tenaga penunjang, serta pihak lain yang berkepentingan
untuk mewujudkan mutu yang dapat diberikan kepada semua pelanggan.
Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan pada SMK kelompok teknologi
di Kota Yogyakarta yang sebagian besar telah memiliki akses hubungan dengan
perusahaan/industri, namun belum sepenuhnya melibatkan dunia industri atau mitra
pasangan dalam penyusunan program peningkatan mutu sekolah, yang diwujudkan
dalam Rencana Induk Pengembangan Sekolah (RIPS) yang menjadi skenario
pengembangan sekolah dalam rangka perubahan perilaku organisasi sekolah menuju
masa depan yang lebih baik sejalan dengan perubahan lingkungan secara cepat,
kompleks dan dinamis.
Manajemen peningkatan mutu adalah model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada lembaga pendidikan, memberikan fleksibilitas/
keluwesan-keluwesan kepada lembaga pendidikan, dan mendorong partisipasi secara
langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat
(orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, industri, dunia usaha)
untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional serta peraturan-peraturan perundangan yang berlaku. Ada dua unsur utama
dalam SMM sebagai partisipan dan pelaku utama dalam upaya lembaga pendidikan
meningkatkan mutu, warga lembaga pendidikan memperoleh kesempatan yang luas
dan luwes untuk mengembangkan berbagai program sekolah yang disesuaikan
dengan kebutuhan siswa dan potensi yang dimiliki, sedangkan masyarakat
memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi sesuai dengan aturan-aturan yang
disepakati bersama antara warga sekolah dan masyarakat.
272
SMM merupakan bagian dari manajemen berbasis lembaga pendidikan, jika
SMM bertujuan meningkatkan semua kinerja lembaga pendidikan (efektivitas,
kualitas/mutu, efisiensi, inovasi, relevansi, dan pemerataan serta akses pendidikan),
maka SMM lebih difokuskan pada peningkatan mutu. SMM = otonomi lembaga
pendidikan + fasilitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu lembaga pendidikan.
Otonomi mengandung pengertian; kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian dalam
mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak bergantung. Fleksibilitas
adalah keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola,
memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin untuk
meningkatkan mutu. Peningkatan partisipasi adalah penciptaan lingkungan yang
terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan
masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dunia industri,
dunia kerja) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan
pendidikan mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan
yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Peningkatan mutu lembaga pendidikan melalui penerapan model SMM
dalam pengelolaanya bukan hanya sekedar sesuatu yang dicobakan karena kebetulan,
akan tetapi ada sejumlah alasan rasional yang memungkinkan model tersebut
diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia, alasan-alasan tersebut dapat diperinci
sebagai berikut ;
� Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan
lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu;
� Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada
sekolah untuk mengelola sumberdaya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah
273
dalam mengadakan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk
meningkatkan mutu;
� Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi
dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya untuk
memajukan sekolahnya;
� Sekolah lebih mengetahui kebutuhan dirinya, khusunya input pendidikan yang
akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik;
� Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah itu sendiri karena pihak sekolah-lah yang paling
tahu apa yang terbaik bagi dirinya;
� Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol
oleh masyarakat setempat;
� Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan
sekolah menciptakan transfaransi dan demokrasi yang sehat;
� Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada
pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia
akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran
mutu pendidikan yang telah direncanakan;
� Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain
untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan
dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat,
dan ;
274
� Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang
berubah dengan cepat.
SMM bertujuan untuk mendirikan atau memberdayakan lembaga pendidikan
melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepala lembaga pendidikan, pemberian
fleksibilitas yang lebih besar kepada lembaga pendidikan untuk mengelola sumber
daya lembaga pendidikan dan mendorong partisipasi warga lembaga pendidikan dan
masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hal lainnya yang termasuk dalam
tujuan SMM adalah:
� Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas,
partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif
sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia;
� Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
� Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan,
� Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang
akan dicapai.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memiliki sejumlah
karakteristik dalam implementasinya di lembaga pendidikan, yaitu sebagai berikut:
output yang diharapkan: output berupa prestasi akademik (academic achievement),
output berupa prestasi non-akademik (non-academic achievement)
Oleh karenanya perlu suatu upaya dari lembaga pendidikan dan dunia usaha
untuk dapat bersama-sama mengembangkan pendidikan, agar tujuan dunia usaha dan
275
lembaga pendidikan dapat tercapai dan selaras. Harapan tersebut dapat diwujudkan
bila sekolah tidak hanya mau, namun juga mempunyai kemampuan untuk
mengembangkan diri. Oleh karena itu, salah satu syarat yang telah dipenuhi untuk
SMK adalah memiliki sertifikat ISO 9001-2008, meskipun pada beberapa SMK
masih belum mengimplementasikan sistem manajemen mutu ini. Hal ini berarti SMK
telah menguasai sistem pengelolaan kualitas atau Total Quality Management. Dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah khususnya SMK, Kepala Sekolah
sebagai manajer telah berupaya untuk menerapkan pendekatan Manajemen Mutu
Terpadu (MMT) yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM). Kepala
sekolah sebagai manajer telah memahami pentingnya MMT lingkungan sekolahnya.
Dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan khususnya, salah satu isu yang
selalu muncul adalah rendahnya mutu pendidikan yang ditandai dengan rendahnya
capaian nilai UAN, rendahnya daya serap lulusan baik pada dunia kerja maupun
melanjutkan ke perguruan tinggi atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Gejala
tentang rendahnya mutu pendidikan kejuruan dewasa ini semakin dirasakan manakala
pihak dunia kerja tidak dapat memperoleh calon tenaga kerja yang sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan. Dalam hal ini, terdapat beberapa pandangan dalam
melihat masalah mutu pendidikan yang muncul. Pertama, mutu pendidikan dapat
ditinjau dari prestasi belajar siswa yang mengukur pengetahuan kognitif yang dapat
diwujudkan dalam pencapaian nilai UAN. Dalam pandangan ini, mutu pendidikan
ditentukan berdasarkan capaian siswa dalam mengikuti ujian akhir nasional,
disamping itu ditentukan pula oleh struktur dasar keilmuan yang ketat. Pembakuan
secara terpusat dilakukan mulai dari kurikulum, pokok bahasan, metode pengajaran,
pengadaan sarana dan prasarana, sampai dengan evaluasi belajar.
276
Selanjutnya mutu pendidikan dapat dilihat dari prosesnya. Pandangan ini
menganggap kurikulum tidak perlu terstruktur ketat, yang penting adalah siswa dapat
secara aktif belajar, dan lulusannya dapat terserap oleh dunia kerja. Adapun
pandangan selanjutnya melihat mutu pendidikan dari masukannya seperti guru, alat-
alat pelajaran, buku pelajaran, perpustakaan dan prasarana pendidikan. Pandangan
keempat melihat mutu pendidikan dari efektivitas dan efisiensi pengelolaan satuan
pendidikan. Terakhir, mutu pendidikan dilihat dari relevansinya dengan dunia kerja.
Sorotan terhadap mutu pendidikan memang sangat logis. Sorotan terhadap
relevansi pendidikan sebagai cerminan dari mutu pendidikan yang rendah setidaknya
disebabkan oleh dua alasan. Pertama, praktik pendidikan yang dirasakan selama ini
terlalu teoretis dan kurang sinergis. Menurut Sasongko (2002), pendidikan kurang
membumi dalam praktik kehidupan nyata. Pendidikan tidak mampu
mengakomodasikan kebutuhan masyarakat (aspek sosiologis), falsafah bangsa (aspek
filosofis), hakekat anak didik (aspek psikologis), dan hakekat pengetahuan (aspek
bidang ilmu) secara sinergis.
Oleh karenanya pendidikan kejuruan harus dapat melihat capaian mutu
pendidikan dengan lebih tajam, khususnya terhadap target dan sasaran pendidikan
kejuruan yaitu relevansinya dengan dunia kerja. Dalam kerangka kerjasama
kemitraan antara sekolah dengan dunia kerja, implementasi kebijakan sekolah
kejuruan telah berupaya melibatkan semua stakeholder dalam peningkatan mutu
pendidikan sejak tahap perencanaan, implementasi maupun dalam evaluasi dan
tindaklanjutnya. Beberapa kegiatan yang melibatkan industri dalam perencanaan
biasanya dilakukan sekolah dalam bentuk rapat dan workshop penyusunan dan
validasi kurikulum, pelaksanaan PKL/PSG bagi siswa kelas XI, pelatihan dan
277
magang bagi guru dan teknisi, uji kompetensi bagi siswa kelas XII, pengembangan
unit produksi dan jasa yang diselenggarakan di sekolah, dan pengembangan kelas
khusus industri.
Kerangka kebijakan tingkat mikro yang tertuang dalam rencana induk
pengembangan sekolah (RIPS) merupakan implementasi dari visi dan misi untuk
mencapai tujuan sekolah dalam rangka mewujudkan sekolah kejuruan ”Menjadi
lembaga pendidikan pelatihan kejuruan bertaraf internasional dan berwawasan
lingkungan yang menghasilkan tamatan profesional, mampu berwira usaha, beriman
dan bertaqwa” untuk mencapai visi tersebut dijabarkan dalam misi : (1)
Melaksanakan sistem manajemen mutu (SMM); (2) Meningkatkan kualitas tenaga
pendidik dan kependidikan yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi; (3)
Meningkatkan fasilitas dan lingkungan belajar yang nyaman dan memenuhi standar
kualitas dan kuantitas; (4) Mengembangkan kurikulum, metodologi pembelajaran dan
sistem penilaian berbasis kompetensi; (5) Menyelenggarakan pembelajaran sistem
CBT (competency base training) dan PBE (production base education) dengan
pendekatan ICT; (6) Membangun kemitraan dengan lembaga yang relevan baik
dalam maupun luar negeri; (7) Meneyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler agar
peerta didik mampu mengembangkan kecakapan hidup (life skill) dan berakhlak
mulia.
Dalam penyusunan program pengembangan mutu sekolah (SMK) belum
mampu melibatkan stakeholder khususnya dunia industri sebagai mitra mitra, padahal
menurut David J. Hunger and Wheelen L. Thomas (1993) bahwa suatu visi agar
menjadi realistik, dapat dipercaya, meyakinkan, serta mengandung daya tarik maka
dalam proses pembuatannya perlu melibatkan semua stakeholders. Kendala yang
278
dihadapi oelh SMK dalam melibatkan stakeholder disebabkan oleh karena
komunikasi aktif antara SMK dengan dunia industri – dunia usaha belum terjadi
dengan baik sebagaimana hasil penelitian Sri Rahayu (2008), sehingga pihak SMK
perlu mengkomunikasikan program yang dimiliki kepada pihakindustri dengan baik.
Selain keterlibatan berbagai pihak, visi perlu secara intensif
dikomunikasikan kepada semua anggota organisasi sehingga merasa sebagai pemilik
visi tersebut. Selama ini keterlibatan stakeholder khususnya dunia industri dalam
penyusunan rencana strategis adalah hanya dalam kapasitas memberi masukan
kepada sekolah khususnya dalam tuntutan kompetensi keahlian yang dibutuhkan di
industri, sehingga sekolah harus melakukan pengembangan pada bidang-bidang yang
sesuai dengan kebutuhan dan tantangan di industri. Namun terlebih dari itu sekolah
harus mampu memperhatikan kepentingan masyarakat, pelanggan maupun
stakeholder. Oleh karena itu penyusunan renstra dan program pengembangan mutu
SMK harus jelas menyatakan kepedulian sekolah terhadap kepentingan pelanggan
(expressed in customer driven term).
Hal ini disebabkan oleh karena renstra dan program pengembangan mutu
sekolah akan memberi arahan jangka panjang sehingga memberikan stabilitas
manajemen dan kepemimpinan organisasi. Penyusunan dan perumusan renstra harus
selalu melibatkan seluruh anggota organisasi, sehingga proses pengembangan sekolah
sangat ditentukan oleh aspirasi dan persepsi pelanggan maupun input dari para
stokeholder.
Besarnya keterlibatan masyarakat dan stakeholder dalam program
pengembangan mutu sekolah sebenarnya telah memperoleh keran yang cukup besar,
yang menempatkan stakeholder dan masyarakat sebagai bagian dalam proses
279
pendidikan yang berlangsung. Melalui keterlibatan ini diharapkan bahwa para
stakeholder pendidikan mengambil peran yang maksimal, sehingga sekolah mampu
memberikan yang terbaik bagi customer-nya.
Kerjasama sekolah dengan masyarakat khususnya dengan dunia industri
adalah semua bentuk kegiatan bersama yang langsung atau tidak langsung bermanfaat
bagi kedua belah pihak. Dengan demikian, semua bentuk dukungan masyarakat
termasuk dukungan orang tua siswa adalah wujud kerjasama. Demikian juga semua
kegiatan di sekolah, termasuk proses belajar mengajar yang ditujukan untuk
kepentingan masyarakat, adalah wujud kerjasama yang perlu ditingkatkan.
Unsur-unsur di dalam masyarakat yang dapat diajak bekerja sama adalah:
orang tua siswa, warga dan lembaga masyarakat sekitar sekolah, tokoh masyarakat,
lembaga agama, organisasi kemasyarakatan, pemerintah setempat, petugas keamanan
dan ketertiban, sesama sekolah, serta kalangan pengusaha, pedagang dan industri.
Begitu banyak dan luas unsur masyarakat yang mungkin dapat membantu eksistensi
serta pengembangan sekolah, namun tidak semua dapat memberikan sumbangan
secara nyata kepada sekolah, itu sebabnya pengelola SMK perlu berupaya dengan
sungguh-sungguh dan sistematis agar kerjasama dengan masyarakat dapat
diwujudkan dan dikembangkan.
2. Implementasi program peningkatan mutu SMK berbasis kemitraan di Kota Yogyakarta dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja
Implementasi kebijakan program peningkatan mutu SMK merupakan sebuah
proses menjalankan, menyelenggarakan, atau mengupayakan agar alternatif-alternatif
yang telah diputuskan oleh sekolah dapat dilaksanakna sehingga dapat dicapai tujuan
yang dikehendaki bersama. Dalam proses perumusan kebijakan program peningkatan
280
mutu pendidikan khususnya di SMK masih dilihat adanya keabstrakan autau
kebijakan, artinya implementasi kebijakan itu merupakan proses membuat yang
tadinya bersifat abstrak menjadi lebih nyata dan aktual dalam pelaksanaannya.
Dalam implementasi program peningkatan mutu berbasis kemitraan, semua
SMK di Kota Yogyakarta telah melaksanakan dan memiliki kerjasama kemitraan
dengan berbagai industri baik yang berada di Kota Yogyakarta, bahkan di luar kota,
dengan berbagai kegiatan baik jasa, manufactur, maupun lainnya. Masing-masing
sekolah bahkan melakukan kegiatan-kegiatan dengan berbagai sebutan dan program
unggulan yang dilaksanakan secara berkesinambungan khususnya dalam mendukung
pencapaian tujuan sekolah dalam mengahasilkan tamatan yang siap masuk dunia
kerja.
Sebagai sebuah upaya dalam mengembangkan sekolah secara terus-menerus,
pada umumnya sekolah telah membentuk team pengembang yang terdiri dari unsur
guru dan sebagian melibatkan pihak eksternal stakeholder dalam team yang memiliki
tugas dan wewenang dalam memberi masukan bagi kepala sekolah terhadap segala
upaya dan kegiatan untuk pengembangan sekolah. Salah satu tugas fungsi pokok
team pengembang adalah melakukan penjajagan terhadap industri pasangan dalam
melakukan kerjasama pengembangan sekolah yang dikordinasikan oleh wakil kepala
sekolah bidang humas atau hubin atau bahkan kordinator team pengembang yang
ditunjuk oleh sekolah.
Semua tugas dan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas program
peningkatan mutu tersebut dilaksanakan oleh team pengembang (development team)
sebagai salah satu aspek strategis dari kerjasama kemitraan, yang secara cerdas
diharapkan mampu membangun masa depan sekolah khususnya SMK yang lebih baik
281
melalui sharing (problem, information, experience and solution), sehingga dapat
mengembangkan kemampuannya yang lebih besar melalui dinamika internal,
menganalisis tugas-tugas keseharian, yang diwujudkan dengan keampuan
memperbaharui diri (self renewal capacity), tampil kompetitif dalam suasana
organisasi sekolah yang sehat di tengah perubaan lingkungan secara cepat, kompleks
dan dinamis.
Dalam menjalankan tugasnya team pengembang telah diberi mandat dan
wewenang oleh sekolah dalam menyusun rencana kerjasama dengan pihak luar
khususnya dengan pihak industri dengan melakukan komunikasi secara intensif dan
memanfaatkan berbagai macam saluran baik formal maupun informal. Dengan
kompetensi dan jaringan yang dimiliki oleh team pengembang telah menghasilkan
beberapa kerjasama antara pihak sekolah dengan pihak industri dalam
mengembangkan sekolah diantaranya adalah pengembangan unit bisnis di sekolah,
kelas industri dan yang lebih banyak merupakan penyaluran tamatan serta
penempatan siswa untuk kegiatan magang dan PSG. Untuk mendukung pelaksanaan
program kerjanya team pengembang perlu melakukan beberapa hal khususnya dalam
melakukan inventarisir data base kebutuhan industri dan masyarakat, kekuatan dan
sumber daya sekolah, serta jaringan yang dimiliki dan yang dapat dikembangkan,
disamping memperbaiki kinerja dan tata kelola kelembagaan untuk mencapai tujuan
program yang telah diamanatkan oleh sekolah kepadanya.
Oleh kareanya team pengembang selalu diharapkan dapat melebarkan sayap
baik peran maupun fungsinya dan mengupayakan kerjasama sinergis antara dunia
industri dengan sekolah dalam kerangka kerjasama yang saling menguntungkan dan
saling mengikat antara satu dengan lainnya. Peran industri akan terlihat dalam
282
pengembangan sekolah manakala industri telah mengetahui profil dan kompetensi
sekolah melalui beberapa upaya yang dilakukan oleh team pengembang baik melalui
kunjungan, seminar, undangan atau acara non formal lainnya.
Efektivitas peran guru dalam wadah team pengembang sekolah sangat
bergantung kepada kreativitas dari team tersebut dalam melahirkan dan menjalankan
bentuk-bentuk dukungannya terhadap program-program sekolah. Makna kreativitas
dalam team pengembang sekolah melekat pada orang-orang yang mengisi organisasi
termaksud, proses-proses kegiatan yang dijalankan oleh team, dan terakhir adalah
produk-produk yang dapat dihasilkan oleh team. Team Pengembang sekolah perlu
diisi oleh orang-orang yang kreatif, mau bekerjasama dan berkorban demi
kepentingan sekolah, sehingga kegiatan-kegiatan yang dijalankannya benar-benar
mengarah pada bantuan pelaksanaan kegiatan program sekolah, dan sekolah dapat
melahirkan keluaran-keluaran yang mencerminkan upaya dan kerja keras.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi potensi
masyarakat antara lain: (1) obyektif, (2) jujur, (3) menggunakan tolok ukur
kepentingan sekolah, (4) dilaksanakan secara sistematis, serta (5) dianalisis secermat
mungkin. Obyektif berarti apa adanya, tidak ditambah-tambah juga tidak dikurangi.
Jujur berarti tidak ada niat atau pretensi mendapatkan keuntungan pribadi dan tidak
meremehkan potensi yang sesungguhnya cukup besar. Menggunakan tolok ukur
kepentingan sekolah, artinya melihat potensi itu dari sudut pandang kebutuhan
sekolah saat ini maupun yang akan datang. Dilakukan secara sistematis, artinya
direncanakan lebih dahulu, dilaksanakan sesuai rencana, dan hasilnya didokumen-
tasikan sebaik-baiknya.
283
Sebagaimana yang disampaikan Sewel (1977) dalam Basuki Wibawa (2005)
bahwa strategi untuk meningkatkan partisipasi stake holder dapat dilakukan dengan
berbagaimacam cara diantaranya : (1) membuat rancangan kebijakan; (2)
menginformasikan dan mendisiminasi rancangan kebijakan tersebut kepada
stakeholder yang akan terlibat; (3) mengumpulkan tanggapan stake holder terhadap
isi rancangan; (4) memadukan pendapat stake holder dengan rancangan kebijakan
yang telah dibuat; (5) membuat kebijakan baru yang sesuai dengan harapan stake
holder. Proses tersebut perlu dilaksanakan agar semua stake holder dapat melibatkan
diri dan memberikan kontribusi yang pada akhirnya memiliki tanggungjawab
terhadap kebijakan yang telah disusun. Karena pada dasarnya terdapat dua macam
keterlibatan stake holder yaitu partisipasi bebas (spontan akibat ketertarikan terhadap
informasi yang diperoleh) dan partisipasi paksaan sebagai konsekwensi dari hukum,
kondisi sosial ekonomi dan kultur masyarakat setempat.
Oleh karenanya pemerintah sebagai regulator memiliki peran yang cukup
penting dalam memfasilitasi kesenjangan ini sehingga dapat mendorong dunia usaha
untuk bersinergi dengan dunia pendidikan dalam bentuk kerjasama yang saling
menguntungkan antara dunia pendidikan dan dunia usaha dalam mengembangkan
sumber daya manusia yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan industri.
Selain itu dalam pengembangan tata kerja dan tata kelola team pengembang
perlu mengembangkan saluran komunikasi yang mampu digunakan sebagai sebuah
wadah dalam melakukan proses pekerjaaannya dalam mengolah setiap data dan
masukan berupa informasi, kebijakan, keputusan, perintah, kritik, saran, tuntutan,
invitasi dan lain sebagainya dari semua stakeholder sekolah baik pemerintah (dinas
pendidikan), dunia industri dan dunia usaha, sekolah sejenis atau universitas, dan
284
masyarakat pada umumnya. Semua data tersebut kemudian diolah oleh team
pengembang dalam sebuah wadah dan system yang dapat dikembangkan bersama
sehingga dapat menghasilkan sebuah advise yang berfungsi sebagai masukan dan
rujukan bagi pimpinan dalam hal ini kepala sekolah sebagai sebuah kebijakan sekolah
dalam pengembangan kelembagaan sekolah secara umum, pengembangan kurikulum
dan proses belajar mengajar di sekolah dan pengembangan kerjasama kemitraan
selanjutnya yang pada akhirnya diharapkan dapat berdampak terhadap akuntabilitas
sekolah, pengembangan lulusan yang berkualitas.
Dalam pelaksanaan program, sekolah memiliki mitra strategis dalam
melaksanakan dan mengembangkan program kegiatan dalam upaya pencapaian
tujuan pendidikan yang dilaksanakan sekolah. Dalam melaksanakan perannya team
pengembang mendapatkan dukungan aktif internal stakholder sekolah baik kepala
sekolah, guru, karyawan maupun siswa dalam program pengembangan kerjasama
industri, semakin besar perhatian sekolah terhadap pengembangan maka semakin
besar pula peran aktif dari semua komponen yang pada akhirnya akan memberikan
dampak yang sangat signifikan terhadap pengembangan sekolah dan capaian siswa.
Disamping itu dibutuhkan apresiasi masyarakat terhadap kerjasama ini agar berjalan
positif yang pada gilirannya akan meningkatkan citra kedua belah pihak khususnya
dalam memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap pengembangan sekolah
dan masyarakat.
Selain internal stakeholder, eksternal stakeholder yaitu dewan pendidikan,
dinas pendidikan dan khususnya dunia industri memiliki peran yang sangat strategis
dan signifikan dalam menunjang keberhasilan program dan tujuan sekolah. Peran
aktif dunia industri dalam mendukung program sekolah ditunjukan dalam bentuk
285
kerjasama antara sekolah dengan dunia industri. Selain dengan pihak industri, sekolah
tentunya memiliki akses pula terhadap sekolah sejenis, dan perguruan tinggi dalam
mengembangkan program sekolah. Salah satu unsur penunjang sekolah selain industri
stakeholder yang aktif dalam pengembangan sekolah adalah ikatan alumni, namun
besarnya peran serta alumni rata-rata masih cukup rendah terhadap pengembangan
sekolah, hal ini disebabkan karena sekolah belum memanfaatkan alumni secara
maksimal dalam pengembangan sekolah, bahkan sekolah belum memiliki strategi dan
kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan dan penelusuran alumni.
Agar team pengembang dapat mengembangkan peran dan tugasnya dengan
baik, maka sebaiknya struktur team pengembang tidak secara langsung berada atau
dibawah Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, namun langsung bertanggungjawab
kepada Kepala Sekolah, artinya bahwa lembaga ini merupakan lembaga independen
yang memiliki keleluasaan gerak dan langkah yang lebih jauh namun tetap
bertanggungjawab penuh terhadap sekolah. Agar mampu mengembangkan dengan
baik, maka team harus terdiri dari guru bidang studi atau ketua program, dewan
pendidikan Kabupaten/Kota, tenaga ahli dari dunia industri atau dunia kerja dan
anggota dari lembaga atau asosiasi profesi yang diharapkan mampu memberikan
masukan dan menganalisis setiap isu yang berkembang sesuai dengan keahliannya,
agar keluaran dan produk yang dihasilkan oleh team pengembang dapat merupakan
hasil kerja dan pemikiran bersama yang dapat memberi masukan (advice) kepada
Kepala Sekolah dalam membuat kebijakan dalam pengembangan sekolah selanjutnya.
Untuk mengelola kerjasama yang sinergis atau networking tersebut, sekolah
dan team pengembang (development team) dapat memanfaatkan perkembangan
information and communication technology (ICT). Penggunaan ICT di sekolah
khususnya untuk SMK banyak manfaat yang akan diperoleh, baik dalam kaitannya
286
dengan proses pembelajaran, dan khususnya memungkinkan meningkatnya
kemampuan sekolah untuk merespon perkembangan IPTEKs dan khususnya
kebutuhan kemampuan di lapangan kerja yang relevan dengan pendidikan yang
diselenggarakan. Dengan penerapan ICT, dapat menjalin kerjasama dengan SMK lain
yang lebih maju hingga diperoleh data atau informasi untuk mengatasi kelemahan
yang ada. Di samping itu, juga dapat dilakukan kerjasama dengan industri yang
relevan, baik di dalam ataupun di luar negeri.
Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa pemerintah dan sekolah selalu
berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan. Meskipun sampai
dengan saat ini, usaha tersebut relatif belum membuahkan hasil seperti yang
diharapkan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah sangat bervariasinya kondisi
lingkungan sekolah, yang tentunya menyebabkan perlakuan yang berbeda untuk
mencapai sasaran yang dinginkan. Sementara penyelenggaraan pendidikan juga tidak
mungkin disetirilkan dari pengaruh lingkungannya, dan bila itupun dilakukan berarti
bertentangan dengan hakekat diselenggarakannya pendidikan. Oleh karena itu, karena
pendidikan sifatnya memberikan jasa layanan terhadap stakeholdernya, maka akan
lebih baik bila stakeholder pendidikan tersebut diberdayakan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan.
Konsep pendekatan kerjasama tersebut sejalan dengan pendekatan
pengelolaan yang berbasis sekolah, dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Di
samping itu, perlu difahami bahwa dalam rangkaian kebijakan pendidikan sekolah
sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan, yang akan menentukan
berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut. Oleh karena itu, sekolah perlu diberikan
kewenangan mengelola pendidikan secara mandiri. Pendekatan ini, kemudian dikenal
dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based
287
Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan
(developmental) disebut School Based Quality Improvement.
Konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) menawarkan kerjasama yang
erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing -
masing. Konsep MBS, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian
kemandirian kepada sekolah, untuk secara aktif dan dinamis dalam rangka proses
peningkatan kualitas pendidikan, melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada.
Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro
pendidikan serta memahami kondisi lingkungannya (kelebihan dan kekurangannya)
untuk kemudian melalui proses perencanaan, sekolah harus memformulasi-kannya ke
dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program prioritas yang harus
dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan
misinya masing-masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun
berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka
acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai,
memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya
sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat.
3. Efektivitas pengendalian program peningkatan mutu SMK berbasis kemitraan di Kota Yogyakarta dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja
Sebagian besar unit analisis telah mengimplementasikan Sistem Manajemen
Mutu (SMM) ISO 9001 – 2008 dan telah memperoleh sertifikat SMM dari berbagai
lembaga assesor SMM, satu diantaranya (SMK Negeri 3) sedang dalam proses
sertifikasi, sementara satu lainnya (SMK Perindustrian) belum melaksanakan SMM,
dikarenakan beberapa masalah yang dihadapi oleh sekolah khususnya dalam kesiapan
sumber daya dan pembiayaan.
288
Pada umumnya sekolah telah melaksanakan SMM karena tuntutan dan
upaya sekolah memberikan pelayanan yang terbaik bagi stakeholder yang selama ini
sekolah dianggap sebagai suatu "Unit Produksi", dimana siswa sebagai bahan mentah
dan lulusan sekolah sebagai hasil produksi. Dalam SMM sekolah dipahami sebagai
"unit layanan jasa", yakni layanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, yang
dilayani sekolah (pelanggan sekolah) adalah (a) pelanggan internal: guru, pustakawan,
laboran,teknisi dan tenaga administrasi dan (b) pelanggan eksternal terdiri atas: (a)
pelanggan primer: siswa; (b) pelanggan sekunder :orang tua, pemerintah, dan
masyarakat; dan (3) pelanggan tertier: pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi
dan dunia usaha)
Mutu lulusan Pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses pelaksanaan
pembelajaran yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kurikulum, tenaga
pendidik, proses pembelajaran, sarana dan prasarana, alat bantu dan bahan,
manajemen sekolah, lingkungan sekolah dan lapangan latihan kerja siswa. Menyadari
sepenuhnya bahwa mengelola program pendidikan merupakan tugas yang
memerlukan kebersamaan, kerja keras dan rasa tanggung jawab yang tinggi serta
dedikasi yang tidak kenal lelah dari semua pemangku kepentingan dalam sekolah.
Oleh karenanya sekolah dituntut untuk terus melakukan inovasi dalam pengelolaan
pendidikan dan melakukan terobosan dalam rangka menyongsong globalisasi dan
otonomi daerah, dimana setiap daerah secara otonom mulai mengurus
kepentingannya sendiri yang disesuaikan dengan potensi dan porsinya masing-masing.
Termasuk di dalamnya masalah pengembangan pendidikan kejuruan. Berdasarkan hal
tersebut sudah selayaknya sekolah mulai memikirkan dan melakukan berbagai
terobosan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan.
289
Salah satu kriteria penentu tingkat daya saing masing-masing sekolah adalah
kemampuan menunjukkan growth producing dalam kerangka sustainability
institusinya. Salah satu elemen yang bisa meningkatkan angka growth producing
adalah nilai-nilai hasil kerjasama atau kemitraan baik berupa ”cash” maupun ”in
kind”. Atas dasar itulah maka, SMK sudah selayaknya mengembangkan pola
kemitraan mulai dari tingkat program studi atau jurusan sampai dengan tingkat
sekolah, serta mengembangkan pola kemitraan masyarakat baik dalam maupun luar
negeri secara elegan dan bersifat saling menguntungkan. Pada umumnya SMK yang
menjadi unit analisis telah melakukan kerjasama kemitraan dengan berbagai pihak
khususnya dengan sekolah sejenis di Indonesia bahkan di luar negeri sebagai upaya
dalam melakukan bench marking dan mengembangkan manajemen sekolah secara
berkelanjutan. Setiap sekolah telah membentuk team penjaminan mutu yang
dikordinir oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Kegiatan team penjamin
mutu pada sekolah kejuruan diantaranya adalah melakukan evaluasi secara reguler
baik dalam kerangka internal audit maupun evaluasi program yang hasilnya
diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan selanjutnya
bagi kepala sekolah terhadap pelaksanaan program peningkatan mutu berbasis
kemitraan.
Evaluasi sebagai upaya dalam membuat pertimbangan menurut perangkat
dan kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan dan merupakan suatu proses yang
berkelanjutan untuk membuat keputusan. Beberapa pendekatan dalam evaluasi
diantaranya berorientasi pada tujuan, pada manajemen, keahlian, pendapat ahli, dan
partisipasi. Kemungkinan hasil dari evaluasi adalah suatu hasil yang
menggembirakan sehingga dapat memberikan rasa puas terhadap pelaksanaan
290
kegiatan karena tujuan yang ditentukan telah tercapai, namun adakalanya hasil
evaluasi juga tidak menggembirakan dimana dijumpai beberapa penyimpangan,
hambatan dan kendala sehingga mengharuskan dilakukan pengkajian ulang terhadap
rencana yang telah disusun serta menambahkan atau mengurangi dan memperbaiki
cara pelaksanaannya.
Evaluasi diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan berjalan sesuai
dengan yang direncanakan. Sesungguhnya program yang diselenggarakan oleh
sekolah merupakan bagian-bagian bagian yang besar dari sebuah sekolah, terutama
berhubungan dengan kegiatanuntuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Program
yang dilaksanakan oleh sekolah merupakan sebuah sistem yang merupakan
satukesatuan dari berbagai bagian atau komponen yang saling terkait dan
berhubungan satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
sistem tersebut. Dengan demikian program yang dilakukan oleh sekolah terdiri dari
berbagai kegiatan yang saling berkaitan dan menunjang dalam mencapai tujuan.
Dalam melakukan evaluasi program yang telah dilakukan oleh sekolah,
maka seharusnya dilihat sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari berbagai kegiatan
sebagai realisasi dan implementasi dari sebuah rencana, kebijakan dan berlangsung
secara berkesinambungan yang melibatkan semua orang baik kepala sekolah, guru
siswa dan stakeholder sekolah secara keseluruhan. Terdapat 3 (tiga) hal penting
dalam menentukan program sekolah yaitu bahwa setiap kegiatan merupakan (1)
realisasi atau implementasi dari sebuah kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pimpinan sekolah dalam hal ini kepala sekolah, (2) berlangsung dalam kurun waktu
yang relatif lama, namun merupakan kegiatan jamak dan berkesinambungan, dan (3)
291
melibatkan semua orang yang berada di sekolah tersebut, bukan merupakan kegiatan
individu.
Evaluasi program yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas
dari setiap komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program yang
telahditetapkan, bahkan dimaksudkan juga untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan
suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui efektifitas masing-masing
komponen program (Arikunto dan Cepi, 2007:7). Hal ini sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh Fattah (2004: 108) bahwa sebagai sebuah analisis evaluasi program
yang dilakukan harus menggunakan konsep-konsep penting dan khusus yang meliputi
beberapa hal diantaranya :
(1) populasi sasaran (target population) yaitu merupakan kelompok yang dituju
sebagai sasaran dalam kegiatan evaluasi tersebut
(2) evaluasi komprehensif (comprehensive evaluation) yaitu kegiatan evaluasi yang
mencakup monitoring, menilai dampak dan analisis biaya manfaat (cost benefit)
(3) cost benefit analysis adalah studi hubungan antara ongkos (biaya) dan hasil atau
manfaat dari program yang dapat dinyatakan dan bentuk nilai uang (analisis
keuangan);
(4) analisis keefektifan baiya (cost effectiveness analysis) merupakan studi tentang
hubungan antara ongkos dan hasil program yang dinyatakan dengan biaya per
unit hasil yang dicapai
(5) sistem penyampaian (delivery system) yaitu pengaturan organisasi yang
mencakup staff, prosedur, dan kegiatan, sarana fisik dan bahan-bahan yang
diperlukan untuk menjalankan program;
(6) Perencanaan yaitu proses menjabarkan tujuan-tujuan umum ke dalam tujuan-
tujuan khusus bagi populasi sasaran yang relevan;
(7) Unsur-unsur program yaitu aspek-aspek yang jelas dan diskrit dari suatu
program;
292
(8) Efek-efek yang mangacaukan (confounding) yang dapat mengaburkan efek
yang sesungguhnya dari suatu program;
(9) Hasil netto yaitu dampak suatu program sesudah dikeluarkan efek pengacaunya;
(10) Efek stokastik (stochastik effect) yaitu fluktuasi pengukuran yang disebabkan
oleh faktor kebetulan.
Oleh karenanya evaluasi program yang dilakukan disini dimaksudkan untuk
mengetahui efektifitas program yang sedang berlangsung sebagai sarana dalam
menyediakan informasi kepada pengambil kebijakan apakah program tersebut dapat
dilanjutkan atau diperbaiki bahkan dihentikan. Dalam program kerjasama yang
dilaksanakan oleh SMK di Kota Yogyakarta dengan dunia industri yang dilaksanakan
sebagai upaya untuk mencapai tujuan program sekolah yang lebih besar khsususnya
dalam meningkatkan serapan lulusan memasuki dunia kerja, sehingga kriteria yang
digunakan dalam evaluasi ini adalah besarnya hasil yang yang telah dicapai oleh
sekolah khususnya dalam mengantarkan siswanya untuk memasuki dunia kerja.
Salah satu model pendekatan untuk mengendalikan, merencanakan dan
melaksanakan kebijakan sebagai sebuah strategi dalam memenuhi kebutuhan dunia
kerja yaitu Franklin Reality Model (Oentoro, 2000 dalam Basuki Wibawa, 2005:65),
dimana terdapat enam tahapan keputusan dan pengendalian yang dimulai dengan (1)
penentuan kebutuhan yang harus dipenuhi (needs); (2) penentuan prinsip (principles);
(3) penentuan kebijakan atau aturan-aturan (rules); (4) penerapan rencana (behavior);
(5) pencapaian hasil (result); dan pembandingan hasil dengan kebutuhan yang
ditetapkan semula. Setelah dilakukan pembandingan antara kebutuhan dengan
capaian hasil, akan muncul dua alternatif kemungkinan yang pertama yaitu hasil
memenuhi target dan hasil tidak sesuai dengan target yang diharapkan sehingga harus
293
dicari letak penyimpangan, namun jika telah sesuai, maka proses kepemimpinan dan
manajemen telah dianggap tuntas.
Dalam implementasinya semua SMK di Kota Yogyakarta telah
melaksanakan dan memiliki kerjasama kemitraan dengan berbagai industri baik yang
berada di Kota Yogyakarta, bahkan di luar kota, dengan berbagai kegiatan baik jasa,
manufactur, maupunlainnya. Masing-masing sekolah bahkan melakukan kegiatan-
kegiatan dengan berbagai sebutan dan program unggulan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan khususnya dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah dalam
mengahasilkan tamatan yang siap masuk dunia kerja. Beberapa kegiatan yang
umumnya dilakukan dalam kerangka kerjasama dengan dunia kerja atau dunia
industri diantaranya adalah :
(1) program magang untuk kepentingan pelaksanaan program PKL/PSG (praktek
kerja industri) yang dilakukan oleh siswa dalam kurun waktu tertentu sebagai
upaya untuk memberikan pengalaman kerja bagi siswa dalam lingkungan kerja
sesunguhnya, sehingga disamping siswa memperoleh pengalaman kerja lapangan
juga siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh selama
mengikuti proses belajar mengajar di sekolah baik teori dan praktek.
(2) Program magang bagi guru dan teknisi (on the job training) sebagai upaya untuk
memberikan pengalaman sekaligus mengembangkan ketrampilan dan
kompetensi bagi guru-guru dalam menguasai pengetahuan dan teknologi yang
berkembang sangat pesat di industri sebagai bekal dalam memberikan pelatihan
dan pengajaran kepada siswa;
(3) Kuliah umum (studium general) yang dilakukan oleh industri untuk memberikan
informasi kepada semua komponen sekolah tentang perkembangan teknologi,
lingkungan kerja dan tuntutan kompetensi yang dibutuhkan oleh industri sebagai
antisipasi sekolah dalam menyiapkan lulusannya untuk masuk ke dunia kerja;
294
(4) Pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP) bagi siswa kelas XII baik yang
dilakukan di sekolah maupun di tempat kerja dengan penguji (assessor) dari
industri yang bersangkutan sebagai sebuah upaya pengakuan terhadap
ketrampilan dan pengetahuan yang telah dikuasai siswa selama mengikuti
program pendidikan dan pelatihan di sekolah;
(5) Validasi kurikulum yang dilakukan secara bersama antara industri dan sekolah
dalam membahas kurikulum khususnya untuk mata pelajaran produktif dan
adaptif yang akan diselenggarakan oleh sekolah sebagai upaya untuk
menjembatani kesenjangan dan kebutuhan serta perkembangan teknologi.
Kegiatan ini biasanya dilakukan sebagai upaya untuk mengembangkan materi,
silabus dan kurikulum yang akan dikembangkan dan digunakan oleh sekolah
dlam proses belajar mengajar selama tahun ajaran berlangsung;
(6) Pengembangan sumber belajar bagi siswa dan guru baik dalam bentuk informasi
maupun buku serta peralatan lainnya yang dapat diberikan oleh industri dan
dimanfaatkan oleh sekolah dalam proses belajar mengajar
(7) Pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ) yang berada di lingkungan sekolah
sebagai upaya implementasi konsep-konsep pengajaran berbasis produksi
maupun konsep pengajaran learning by doing, yang mengintegrasikan kegiatan
produksi dengan kegiatan pembelajaran di sekolah, sehingga disamping siswa
memperoleh pengetahuan dapat langsung memperoleh pengalaman kerja yang
sesungguhnya;
(8) Kelas khusus yang dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan bagi perusahaan
atau dunia industri untuk turut melakukan pengajaran dan pengembangan
ketrampilan sehingga sesuai dengan kebutuhan industri;
(9) Recruitment calon karyawan yang dilakukan di sekolah atau ditempat kerja
melalui mediasi bursa kerja khusus (BKK) pada masing-masing sekolah sebagai
upaya sekolah dalam turut memberikan pelayanan bagi lulusan untuk
mendapatkan informasi dan kesempatan kerja
295
Berbagai kegiatan pelayanan yang dilakukan SMK begitu beragam, baik
terhadap pihak internal maupun eksternal dengan tampil beda dan langka. Pelayanan
ini dilakukan dalam rangka membangun keunggulan kompetitif secara aktif, kreatif,
efektif, inovatif dan menyenangkan seradi dengan perubahan secara cepat, kompleks
dan dinamis. Hal ini sejalan dengan Atep Adya Barata (2003 : 19-20) menyatakan :
Service merupakan kepanjangan dari (1) self awareness & self esteem yaitu
menanamkan kesadaran diri bahwa melayani adalah tugasnya dan melaksanakannya
dengan menjaga martabat diri dan pihak lain yang dilayani; (2) empathy &
enthusiasm yaitu mengetengahkan empathy dan melayani pelanggan dengan penuh
kegairahan; (3) reform yaitu berusaha untuk selalu memperbaiki pelayanan; (4) vision
& victory, yaitu: berpandangan ke masa depan dan memberikan pelayanan yang baik
untuk memenangkan semua pihak; (5) initiative & impresive yaitu memberikan
layanan dengan penuh inisiatif dan mengesankan pihak yang dilayani; (6) care &
cooperative yaitu: menunjukan perhatian kepada konsumen dan membina kerjasama
yang baik; (7) empowerment & evaluation, yaitu: memberdayakan diri secara ter arah
dan selalu mengevaluasi setiap tindakan yang telah dilakukan.
4. Efektivitas implementasi program peningkatan mutu SMK berbasis kemitraan di Kota Yogyakarta dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja
Sebagian besar sekolah telah mengimplementasikan program dan kegiatan
yang telah direncanakan dalam program peningkatan mutu berbasis kerjasama
kemitraan antara SMK dengan Dudi, namun beberapa capaian belum dapat dicapai
dengan maksimal. Beberapa capaian yang sangat menonjol diantaranya adalah
program magang bagi siswa khususnya dalam implementasi program PKL/PSG
karena program ini merupakan prasyarat bagi kelulusan siswa kelas XII yang
296
dilaksnakan selama 3 – 6 bulan. Sementara program lainnya yaitu program magang
bagi guru dan teknisi (on the job training), kuliah umum (studium general),
pelaksanaan uji kompetensi produktif (UKP), validasi kurikulum, pengembangan
sumber belajar, pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ), kelas khusus industri,
recruitment calon karyawan tingkat capaiannya cukup beragam.
Program magang bagi guru, kuliah umum (studium general) sebagai
kegiatan seminar yang dilakukan oleh sekolah bekerjasama dengan industri dalam
menjelaskan perkembangan teknologi, tuntutan dunia kerja serta lingkungan kerja
memberikan dampak yang cukup besar bagi pengembangan keahlian. Pelaksanaan uji
kompetensi produktif (UKP), sebagai bagian penting dalam penyelenggaraan evaluasi
pendidikan kejuruan merupakan sebuah program yang dirancang untuk memberikan
jaminan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki siswa setelah
mengikuti serangkaian program pendidikan di SMK. Dalam bidang otomotif
pengujian kompetensi keahlian ini mengacu pada standar SKKNI bidang teknik
kendaraan ringan yang telah disusun oleh Lembaga Sertifikasi Profesi – Teknik
Otomotif (LSP-TO) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Namun dalam
implementasinya uji sertifikasi ini tidakdapat dilaksanakan sepenuhnya oleh semua
siswa dan sekolah dikarenakan besarnya biaya yang harus ditanggung oleh siswa dan
standar kelulusan yang memang sangat tinggi, sehingga dalam penyelenggaraan ujian
kompetensi yang dilaksanakan oleh LSP-TO hanya 10% dari peserta yang lulus uji
ini.
Validasi kurikulum telah mampu dilakukan oleh semua sekolah meskipun
dengan kadar dan hasil yang berbeda pula. Validasi ini dimaksudkan oleh sekolah
sebagai upaya untuk menjembatani kesenjangan pelaksanaan kurikulum dengan
tuntutan dunia kerja terhadap kompetensi dan proses pendidikan yang berlangsung.
297
Pengembangan sumber belajar yang ada di SMK belum sepenuhnya mampu dipenuhi
oleh dunia industri, hal ini dikarenakan banyaknya kendala khususnya birokrasi yang
dimiliki oleh industri disamping kemampuan industri dalam mendukung SMK masih
terbatas. Berbeda dengan apa yang didapatkan dan dilakukan oleh SMK Piri yang
telah memiliki kerjasama kemitraan dengan PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia
sebagai main dealer Yamaha di Indonesia dalam penyelenggaraan kelas khusus
Yamaha, sehingga kebutuhan penyelenggaraan kelas khusus mulai dari training
manual, workshop manual, training model, engine cutting dan sepeda motor Yamaha
dengan berbagai type dan varian dapat diterima sebagai bahan dan materi dalam
pelatihan dan kegiatan pembelajaran di kelas khusus.
Pengembangan unit produksi dan jasa (UPJ) sebagai salah satu upaya
sekolah dalam mengimplementasikan konsep production base learning dan work
base learning di sekolah belum memperlihatkan hasil yang diharapkan baik dari sisi
pelaksanaan maupun pengembangan dan manfaatnya bagi siswa. Beberapa SMK
telah melakukan dan mendirikan UPJ diantaranya SMK Negeri 2 dengan mendirikan
Bengkel AHASS (Honda), SMK Piri 1 Bengkel Resmi Yamaha, sementara bagi
SMK lainnya hingga saat ini UPJ yang dilakukan masih sebatas penyelenggaraan
bengkel perawatan dan perbaikan yang terintegrasi dengan bengkel sekolah, sehingga
menyulitkan dalam pengembangannya.
Model Unit Produksi yang dimaksud adalah UP yang didirikan oleh sekolah
seperti tertuang dalam PP No. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah yang secara
tegas menyebutkan bahwa untuk mempersiapkan siswa SMK sebagai tenaga kerja,
maka SMK dapat mendirikan UP yang beroperasi secara profesional. Melalui mata
pelajaran praktik kejuruan akan dihasilkan barang atau layanan jasa yang diarahkan
298
pada produk yang berorientasi pasar. Keberadaan produk praktik siswa dimanfaatkan
secara komersial melalui unit produksi.
Dilihat dari tujuan penyelenggaraannya, unit produksi sekolah sebenamya
mengemban dua tugas utama, yaitu dikaitkan dengan misi pendidikan dan unit usaha.
Tugas unit produksi dikaitkan dengan misi pendidikan, adalah menjadikan unit
produksi sebagai wahana pelatihan keahlian kejuruan yang nantinya akan
mendekatkan kesenjangan antara mutu tamatan dengan realitas dunia kerja. UP
sebagai wahana pelatihan siswa berarti juga difungsikan sebapi gabungan dari
bengkel dan laboratorium pengajaran dimana kegiatannya dapat merupakan gabungan
kegiatan untuk merealisasi suatu proyek atau pekerjaan (Sukardi: 1992, 16). Kegiatan
pelatihan di UP sebenarnya akan menjadikan praktik yang dilakukan oleh guru siswa
lebih sarat pengalaman. Hal ini disebabkan orientasi praktik di unit produksi sekolah
leblh diarahkan pada kegiatan untuk menghasilkan produk yang berkualitas
profesional yang mampu bersaing di pasaran. Jadi melalui pernbuatan barang-barang
pesanan, keterampilan kejuruan dan kreatifitas siswa akan lebih berkembang, karena
berangkat dari pengalaman pada pengajaran praktik kejuruan akan sulit
mengharapkan kegiatan praktik siswa untuk menghasilkan barang jadi yang siap
untuk dipasarkan. Salah satu penyebabnya kurang ada penanaman konsep orientasi
bisnis di lingkungan pendidikan. Padahal apabila ditinjau dari tujuannya, tamatan
SMK selain dipersiapkan sebagai tenaga kerja, juga dharapkan marnpu menciptakan
lapangan kerja melalui wirausaha dengan bekal keterampilan kejuruan yang
dimilikinya.
Sedangkan tugas unit produksi sebagai unit usaha adalah menghasilkan
produk yang memiliki nilai ekonorni. Dengan demikian secara tidak langsung unit
produksi sebagai suatu unit usaha yang berada di lingkungan sekolah, dapat dikatakan
299
sebagai miniatur perusahaan. Kenyataan ini didukung adanya beberapa kesamaan
dengan suatu perusahaan, antara lain adanya status usaha, tujuan, sasaran, struktur
organisasi dan pengelolaan usaha. Dengan adanya kegiatan unit produksi di SMK
bearti membuka kesempatan bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan usaha untuk
menghasilkan produk yang bernilai ekonorni. Untuk itu, unit produksi sekolah yang
memiliki peran sebagai unit usaha yang berorientasi profit, harus marnpu bersaing
dalam merebut atau bahkan menciptakan pasar dengan industri yang ada. Hal serupa
dikemukakan oleh Subijanto (2004 3) bahwa UP dan jasa yang diselenggarakan di
SMK rnempunyai kedudukan utama sebagai badan usaha milik sekolah yang
bernuansa bisnis (profit oriented). UP sebagai badan usaha yang diharapkan dapat
memberikan keuntungan langsung, juga diharapkan menjadi salah satu alternatif
upaya untuk meningkatkan keterampilan guru dan siswa serta membekali wawasan
bisnis. Wawasan bisnis perlu ditanamkan pada personalia/pelaksana UP. Hal ini
penting dilakukan guna melancarkan kegiatan penyelenggaraan suatu unit usaha (unit
produksi), terutama di lingkungan pendidikan (Sugiyono, 1996: 3).
Kelas khusus industri di SMK baru dapat dilaksanakan oleh SMK Piri 1
Yogyakarta berkerjasama dengan PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia yang telah
berlangsung selama 3 (tiga) tahun, dimana setiap tahun mampu menampung 36 orang
siswa yang diharapkan semua lulusannya dapat terserap langsung untuk memenuhi
kebutuhan mekanik pada jaringan bengkel Yamaha di seluruh Indonesia yang cukup
tinggi mengikuti pertumbuhan penjualan dan ekspansi pasar Yamaha.
Recruitment calon karyawan sebagai bagian penting dalam membantu
menyalurkan lulusan dilakukan oleh bursa kerja khusus (BKK) yang terdapat di SMK
bekerjasama dengan beberapa perusahaan yang membutuhkan karyawan. SMK
Negeri 2, SMK Negeri 3, SMK Muhammadiyah 3 dan SMK Piri 1 telah secara rutin
300
melakukan kegiatan ini dengan melakukan test di sekolah bagi lulusan dengan
mendatangkan perusahaan yang membutuhkan karyawan. Kegiatan ini ternyata
sangat membantu siswa untuk memperoleh pekerjaan dan perusahaan untuk
memperoleh karyawan yang terbaik karena mereka melakukan test langsung baik test
tulis, wawancara, psikologi maupun test kesehatan di sekolah. Dalam
perkembangannya sekolah berusaha untuk dapat mendatangkan lebih banyak
perusahaan yang dapat melakukan langsung test di sekolah. Kegiatan ini disamping
bermanfaat bagi siswa juga mampu meningkatkan jumlah siswa baru yang mendaftar
ke sekolah ini dengan harapan setelah selesai mereka langsung mendapatkan kerja.
Efektivitas program peningkatan mutu berbasis kerjasama kemitraan antara
SMK dan Dunia Usaha – Dunia industri (dudi) dan keberhasilan sekolah sangat
banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah dalam melakukan unjuk
kerjanya (performance). Beberapa faktor strategis dalam melaksanakan
kepemimpinan manajerial kepala sekolah antara lain: perencanaan, komunikasi,
motivasi, pengorganisasian, dan pengawasan.
Dibekali dengan berbagai kompetensi kepemimpinan manajerial kepala
sekolah, maka harus mampu mengelola kurikulum, keuangan sekolah, sarana
prasarana sekolah, sumber daya manusia (tenaga kependidikan), selain mampu
mengelola juga harus mampu menterjemahkan kebijakan-kebijakan dalam bidang
pendidikan, serta yang tidak kalah pentingnya yaitu keterlibatan orangtua/ partisipasi
masyarakat dalam turut menentukan kemajuan sekolah sebagaimana diungkapkan
Akdon (2005:14) salah satu karakteristik yang nyata dari sebuah sistem terbuka
adalah adanya pengakuan mengenai saling ketergantungan diantara sistem dan
lingkungan.
301
Mengutip pendapat pakar-pakar kepemimpinan adalah pengaruh antara
pribadi yang dibawakan dalam suatu situasi tertentu dan diarahkan melalui proses
komunikasi, kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannemboun,
Wsehler dan Mossarik, 1961). Kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan
mempengaruhi sumber daya manusia sekolah (baik guru, TU, siswa dan dewan
sekolah) melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
(mencapai efektivitas sekolah).
Abin Samsuddin (1999:11) mengemukakan bahwa efektivitas sekolah pada
dasarnya menunjukkan tingkat kesesuain antara hasil-hasil yang dicapai (achievement
atau abserved outputs) sebagaimana telah ditetapkan. Ukuran-ukuran yang dipakai
dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah yang diperoleh atau
ditargetkan dalam jangka waktu tersebut.
Efektivitas kerjasama antara sekolah (SMK) dengan dunia usaha-dunia
industri adalah suatu ukuran yang menyatakan berapa besar rasio hasil (target) baik
kuantitas maupun kualitas dalam kurun waktu tertentu dapat dicapai, semakin besar
rasio yang dicapai, semakin tinggi tingkat efektivitasnya. Efektivitas kerjasama
sekolah sebagian besar banyak ditentukan oleh penampilan pekerjaan kepala sekolah.
Dalam hal ini tujuan yang telah ditetapkan sekolah bisa tercapai oleh unjuk kerja
kepala sekolah atau kinerja kepala sekolah.
Keberhasilan suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
tergantung atas cara-cara pemimpin untuk mempraktekkan, dan memanfaatkan
sumber-sumber yang ada. Pemimpin yang efektif harus menghadapi tujuan-tujuan
individu, kelompok, dan organisasi. Keefektivitan pemimpin secara khusus diukur
dengan pencapaian dari satu atau beberapa kombinasi tujuan-tujuan ini. Individu
anggota organisasi dapat memandang pemimpinnya sebagai efektif atau tidak
302
berdasarkan kepuasan yang mereka dapatkan dari pengalaman kerja secara
keseluruhan.
Pemimpin merupakan orang pertama, ibarat nakhoda kapal yang harus
mengarahkan jalannya kapal, dalam sebuah wadah yang disebut organisasi.
Sedang sejumlah manusia lain di dalam kapal adalah sumber daya penggerak
kapal ke arah yang diinginkan nakhoda tersebut. Dengan kata lain ke arah mana
kapal berlayar, ke pelabuhan mana akan dituju, tergantung sang nahoda. Untuk
menggerakkan kapal, nakhoda tak dapat bekerja sendiri, diperlukan bantuan dan
kerja sama dari sejumlah anak buah kapalnya agar lancar perjalanan mencapai
pelabuhan tujuan.
Gibson (1997:5) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “Interaksi antar
anggota suatu kelompok. Pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang
prilakunya akan lebih mempengaruhi orang lain daripada perilaku orang lain
mempengaruhi mereka. Kepemimpinan timbul ketika satu anggota kelompok
mengubah motivasi atau kompetensi anggota lainnya di dalam kelompok.”
Kepemimpinan adalah suatu usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak
memaksa untuk memotivasi invidu dalam mencapai tujuan.
Menurut Nawawi (1983:81) “Kepemimpinan pada dasarnya kemampuan
menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia
melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapai tujuan melalui keberanian
mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan”.
Weihrich (1993:491) mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh, yaitu,
suatu seni atau proses dalam memberi pengaruh pada seseorang agar bersedia dan
bersemangat dalam mencapai tujuan suatu kelompok. Idealnya, seseorang harus bisa
diyakinkan untuk tidak hanya mempunyai kemauan untuk bekerja namun juga
303
memiliki kemauan untuk bekerja dengan semangat dan percaya diri. Seorang
pemimpin berperan untuk membantu suatu kelompok untuk mencapai tujuannya
semaksimal mungkin dengan menggunakan seluruh kemampuannya. Pemimpin tidak
berdiri di belakang kelompok untuk mendorong dan menekan, namun pemimpin
menempatkan dirinya di dalam kelompok tersebut untuk mendorong kemajuan dan
mendorong kelompok mencapai tujuannya.
Robert Schuller melihat kepemimpinan sebagai kekuatan yang menyeleksi
mimpi dan setelah itu menetapkan tujuan-tujuan. Kepemimpinan adalah suatu
kekuatan yang menggerakkan perjuangan dan kegiatan menuju sukses. Schuller yakin
bahwa dalam setiap orang terdapat potensi kepemimpinan, tetapi sayang banyak
orang tidak menyadarinya.
Ralf M. Stogdill (1974:7) mengatakan kepemimpinan manajerial sebagai
“proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas
dari anggota kelompok”. Dari definisi yang dikemukakan oleh Ralf M. Stogdill di
atas, terdapat tiga implikasi yang penting. Pertama, kepemimpinan harus melibatkan
orang lain, bawahan atau pengikut. Kedua, kepemimpinan melibatkan distribusi yang
tidak merata dari kekuasaan diantara pemimpin dan anggota kelompok. Ketiga, selain
secara sah dapat mengarahkan bawahan atau pengikut mereka, karena pemimpin juga
mempunyai pengaruh.
Luthan (1995) menekankan perbedaan antara manajer dan pemimpin.
Sebagai contoh, Bennis menyatakan: “Agar bisa bertahan di abad ke-21, kita akan
memerlukan satu generasi baru pemimpin—pemimpin, bukan manajer. Perbedaan ini
sangat penting. Pemimpin menaklukkan konteks, sedangkan manajer menyerah pada
konteks.”
304
Kemudian Griffin (1996;505) mendefinisikan kepemimpinan adalah sebagai
proses dan sebagai sifat. Sebagai proses adalah apa yang dilakukan oleh pemimpin,
kepemimpinan adalah menggunakan pengaruh yang tidak menggunakan paksaan
untuk mencapai tujuan suatu kelompok, memotivasi tingkah laku dalam mencapai
tujuan tersebut dan membantu menetapkan kebiasaan suatu kelompok. Sebagai sifat,
kepemimpinan adalah suatu karakteristik yang diberikan kepada seseorang yang
dianggap sebagai pemimpin. Lalu pemimpin adalah orang yang mampu
mempengaruhi tingkah laku orang lain tanpa menggunakan paksaan; Pemimpin
adalah seseorang yang diterima sebagai pemimpin oleh orang lain.
Harold Koontz & Cyril O’Donnel menyebutkan bahwa seorang pemimpin
harus: (1) memiliki kecerdasan melebihi orang-orang yang dipimpinnya, (2)
mempunyai perhatian terhadap kepentingan yang menyeluruh, (3) memiliki
kelancaran berbicara, (4) matang dalam berpikir dan emosi, (5) memiliki dorongan
yang kuat untuk memimpin, dan (6) menghayati kepentingan kerjasama.
Kepemimpinan adalah suatu kekuatan untuk menggerakkan perjuangan dan
kegiatan menuju sukses melalui untuk mengambil keputusan, mengarahkan,
memimpin, mempengaruhi, dan memotivasi para pengikut atau bawahan berdasarkan
tipe dan gaya yang dimilikinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh
organisasi.
C. Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian di depan, maka dapat disampaikan
beberapa temuan hasil penelitian sebagai sebuah temuan lapangan (fact finding)
terhadap beberapa program dan kegiatan dalam upaya meningkatkan mutu SMK
305
berbasis kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri. Beberapa temuan
penelitian tersebut diantaranya adalah :
1. Kegiatan program pengembangan kerjasama antara SMK dengan dunia usaha
belum inovatif, sehingga banyak diantara sekolah menengah kejuruan yang ada di
Kota Yogyakarta memiliki program yang hampir sama dengan sekolah lainnya.
Sehingga banyak diantara industri mitra belum bahkan tidak tertarik terhadap
program kegiatan yang ditawarkan oleh SMK dalam rangka kerjasama, sehingga
banyak diantara industri pasangan menganggap program kerjasama yang
dilaksanakan dengan SMK sebagai beban bukan merupakan supporting terhadap
kegiatan produksi dan jasa yang dihasilkan oleh mitra pasangan. Kebanyakan
SMK merencanakan program kerjasama dalam bentuk PKL/PSG bagi siswa,
magang guru dan teknisi, dan validasi kurikulum yang tidak memberikan manfaat
besar terhadap proses bisnis pada industri pasangan. Sementara salah satu
program kreatif yang telah dilaksanakan oleh SMK Piri 1 bersama PT. Yamaha
Motor Kencana Indonesia adalah penyelenggaraan kelas khusus industri dan
Bengkel Resmi Yamaha yang memberikan manfaat dalam memenuhi kebutuhan
tenaga teknisi Yamaha yang terlatih dan sesuai dengan spesifikasi industri
(Yamaha).
2. Kontribusi dunia usaha dan dunia industri terhadap pengembangan sarana dan
sumber belajar pada SMK belum optimal, sehingga SMK mengalami kendala
dalam memberikan pelatihan yang sesuai dengan perkembangan teknologi yang
terjadi pada dunia industri. Kendala yang dihadapi oleh industri dalam
memberikan support terhadap pemenuhan kebutuhan pengembangan sumber
belajar SMK diantaranya disebabkan oleh kebijakan perusahaan di daerah
(Yogyakarta) yang masih tergantung pada principal, sehingga setiap bantuan dan
306
kegiatan harus mendapatkan persetujuan serta dukungan principal. Oleh
karenanya dalam pemenuhan 8 SNP pada SMK dilakukan secara mandiri dengan
dukungan dari bantuan pemerintah dan orang tua siswa tanpa melibatkan industri
pasangan. Salah satu sekolah yang mendapatkan dukungan penuh dari industri
pasangan adalah SMK Piri 1 yang mendapatkan bantuan pengembangan sumber
belajar dalam penyelenggaraan program kelas khusus industri.
3. Rendahnya tingkat efektifitas pelaksanaan PKL/PSG bagi siswa yang
dilaksanakan oleh siswa SMK pada industri pasangan, sehingga belum
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi siswa. Sehingga
capaian ujian kompetensi yang diselenggarakan oleh LSP-TO capaiannya kurang
dari 30%. Sebagian besar tidak mampu menunjukkan performancenya sehingga
tidak lolos uji kompetensi dikarenakan kurangnya latihan dan minimnya
perlengkapan yang dimiliki oleh SMK. Hal ini juga menyebabkan rendahnya
serapan lulusan SMK dalam memasuki dunia kerja, karena kualifikasi dan
kompetensi yang diharapkan oleh dunia kerja belum mampu dipenuhi oleh
lulusan SMK.
4. Belum optimalnya penyelenggaraan unit produksi dan jasa yang ada pada SMK
khususnya dalam mengembangkan potensi siswa sebagai job creater, hal ini
disebabkan oleh karena siswa tidak terlibat langsung dalam kegiatan dan
pengelolaan unit produksi dan jasa, sehingga siswa tidak mendapatkan
pengalaman nyata dalam menjalankan unit bisnis. Sebagai dampak dari
keterbatasan dalam penyelenggaraan unit produksi dan jasa yang tidak melibatkan
siswa secara langsung menyebabkan rendahnya minat siswa untuk menjadi
seorang wirausahawan, dan hanya menciptakan lulusan sebagai job seeker.