RENCANA PENELITIAN

58
1 BAB I PENDAHULUAN Demam tipoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tipoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam tipoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis,Tipoid fever atau Enteric fever (Anonim, 2008) Gejala demam tipoid sangat bervariasi, dari yang ringan, sehingga tidak terdiagnosa, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi, bahkan menyebabkan kematian. Tapi pada umumnya keluhan dan gejala penyakit ini adalah demam, biasanya lebih dari 1 minggu dan dapat mencapai 39–40◦C, di malam hari, demam lebih tinggi dibanding malam hari. Kemudian pada pemeriksaan

description

penelitian

Transcript of RENCANA PENELITIAN

Page 1: RENCANA PENELITIAN

1

BAB IPENDAHULUAN

Demam tipoid pada masyarakat dengan standar hidup dan

kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis.

Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah

berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tipoid adalah penderita

yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam tipoid

juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis,Tipoid fever atau

Enteric fever (Anonim, 2008)

Gejala demam tipoid sangat bervariasi, dari yang ringan, sehingga

tidak terdiagnosa, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi,

bahkan menyebabkan kematian. Tapi pada umumnya keluhan dan gejala

penyakit ini adalah demam, biasanya lebih dari 1 minggu dan dapat

mencapai 39–40◦C, di malam hari, demam lebih tinggi dibanding malam hari.

Kemudian pada pemeriksaan laboratorium mungkin terjadi penurunan

leukosit (sel darah putih), dan kemudian pada tes Widal, akan terjadi

peningkatan titer antibodi terhadap kuman Salmonella thyposa. Biasanya

leukosit yang normal itu antara 5000 – 10,000/ul. Sedangkan titer antibodi,

dikatakan positif jika antibodi tipe O, mencapai 1/320.

Dalam menentukan penyakit atau diagnosis, membantu diagnosis,

mengendalikan penyakit dan memonitor pengobatan atau memantau

1

Page 2: RENCANA PENELITIAN

2

jalannya penyakit, maka dokter memerlukan suatu pemeriksaan laboratorium

sebagai penunjangnya yang sampelnya diambil dari penderita atau pasien

dan diperiksa dilaboratorium (Hardjoeno, 2003).

Fungsi utama sel lekosit adalah sebagai sistem imun tubuh terhadap

eksogen atau endogen yang dikenali oleh tubuh sebagai antigen. Fungsi

utama granulosit netrofil segmen sebagai sel fagosit terhadap bakteri dalam

jaringan radang sistem vaskuler. Eosinofil untuk pertahanan terhadap parasit

atau cacing yang dapat menimbulkan efek sitotoksik langsung, dan sebagai

regulasi dalam pengendalian reaksi anafilaksis pengendali kerja basofil.

Basofil dan sel mast berhubungan erat dengan pelepasan senyawa pengatur

sirkulasi (histamin, serotinin dan heparin) meningkatkan permiabilitas

vaskuler pada tempat aktivitas antigen lokal, sehingga mengatur aliran masuk

sel-sel radang (Baratawidjaja K, 2004., Kresno BS,2001).

Pada berbagai keadaan klinik, dapat terjadi kelainan jumlah pada

masing-masing jumlah dan jenis lekosit, baik berupa peninggian atau

penurunan dari nilai normal lekosit. Peninggian jumlah jenis lekosit dapat

disertai atau tanpa peninggian jumlah lekosit keseluruhan. Peninggian relatif

lekosit adalah apabila peninggian jumlah suatu jenis lekosit secara

keseluruhan, sedang absolut diikuti peninggian total lekosit (Anonim, 2005).

Rujukan untuk jumlah total lekosit adalah 4.500 sampai 10.500/mm3.

Nilai normal jenis lekosit, eosinofil 1% sampai 3%, basofil 0 samapi 1%,

Page 3: RENCANA PENELITIAN

3

netrofil batang 2% sampai 6%, netrofil segmen 50% sampai 70%, dan limfosit

20% sampai 40%, serta monosit 2% sampai 8%. (Hamurwono, 2003).

Berdasarkan uraian tersebut diatas, permasalahan yang timbul

adalah bagaimana penurunan jumlah lekosit pada penderita demam Tipoid

pasca pemberian antibiotik yang berobat di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Kolaka. Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui jumlah

lekosit pada penderita demam Tipoid pasca pemberian antibiotik.

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

perubahan jumlah lekosit pada pasien penderita demam tipoid pasca

pemberian antibiotik di rumah sakit umum Daerah Kabupaten Kolaka.

Page 4: RENCANA PENELITIAN

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Demam Tipoid

1. Definisi

Demam tipoid dan demam paratipoid adalah penyakit infeksi

akut usus halus. Demam paratipoid biasanya lebih ringan dan

menunjukkan manifestasi klinis yang sama atau menyebabkan

enteritis akut.

2. Etiologi

Etiologi demam tipoid dan demam paratipoid adalah

Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B,

dan Salmonella paratyphi C.

3. Epidemiologi

Demam tipoid dan demam paratipoid endemik di Indonesia.

Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam

Undang-Undang Nomor 6 tahun 1962. tentang wabah. Kelompok

penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah

menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat

menimbulkan wabah.

Di Indonesia demam tipoid jarang dijumpai secara epidemik,

tetapi lebih sering bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu

4

Page 5: RENCANA PENELITIAN

5

daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-

orang serumah. Penyebab demam tipoid adalah Salmonella typhi

dengan dua cara penularan, yaitu dari pasien dengan demam tipoid

dan yang carrier. Penderita demam tipoid mengekskresikan 109

sampai 1011 bakteri per gram tinja. Di daerah endemik transmisi

terjadi melalui air yang tercemar.

Makanan yang tercemaroleh carrier merupakan sumber

penularan yang paling sering di daerah nonendemik. Carrier adalah

orang yang sembuh dari demam tipoid dan masih terus

mengekskresikan Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama

lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu merupakan

predisposisi untuk terjadinya carrier. Bakteri Salmonella typhi berada

di dalam batu empedu atau dalam dinding kantung empedu yang

mengandung jaringan ikat, akibat radang menahun.

4. Patogenesis dan Patofisiologi

Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia

melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian

kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sedangkan sebagian lagi

masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di

ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Ditempat ini komplikasi

perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Bakteri Salmonella

typhi kemudian menembus lamina propia, masuk aliran limfe, dan

Page 6: RENCANA PENELITIAN

6

mencapai kelenjar limfe mesenterial yang juga mengalami hipertrofi.

Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, bakteri masuk ke aliran

darah melalui ductus thoracicus. Bakteri Salmonella typhi lain

mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi

bersarang di plaque Peyeri., limpa, hati, dan bagian-bagian lain

sistem retikuloendotelial.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada

demamtipoid disebabkan oleh endotoksemia. Akan tetapi kemudian

berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa

endotoksemia bukan merupakan penyebab utama deman dan gejala-

gejala toksemia pada demam tipoid. Endotoksin Salmonella typhi

berperan pada patogenesis demam tipoid karena membantu

terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat bakteri ini

berkembang biak. Demam tipoid disebabkan karena Salmonella typhi

dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen

oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

5. Manifestasi Klinis

Masa inkubasi demam tipoid berlangsung antara 10 sampai 14

hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaan ini tidak

saja antara berbagai belahan dunia, tetapi juga di daerah yang sama

dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari

penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit

Page 7: RENCANA PENELITIAN

7

yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan

bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalaman pun dapat

mengalami kesulitan untuk membuat diagnosis klinis demam tipoid.

Pada minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan

gejala infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyari kepala,

pusing, nyeri otot, anorteksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,

perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada

pemeriksaan fisis hanya didapatkan suhu badan meningkat. Pada

minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam

bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung

merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,

gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau

psikosis.

6. Biakan Darah

Biakan darah positif memastikan demam tipoid, tetapi biakan

darah negatif tidak menyingkirkan demam tipoid. Hal ini disebabkan

karena hasil biakan darah tergantung pada beberapa faktor, antara

lain:

a. Teknik pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan

yang lain, terkadang hasil satu laboratorium bisa berbeda dari

waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan

Page 8: RENCANA PENELITIAN

8

media biakan yang digunakan. Karena jumlah bakteri yang berada

dalam darah hanya sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/mL darah,

maka untuk keperluan pembiakan, pada pasien dewasa diambil 5-

10 mL darah dan pada anak-anak 2-5 mL. Bila darah yang

dibiakan terlalu sedikit, hasil biakan bisa negatif, terutama pada

orang yang sudah mendapat pengobatan spesifik. Selain itu, darah

tersebut harus langsung ditanam pada media biakan sewaktu

berada di sisi pasien dan langsung dikirim ke laboratorium. Waktu

pengambilan darah paing baik adalah saat demam tinggi pada

waktu bakteriemia berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Pada demam tipoid, biakan darah terhadap Salmonella

typhi positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang pada

minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan bisa

positif.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam tipoid di masa lampau

menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi ini dapat

menekan bakteriemia, sehingga biakan darah kemungkinan

negatif.

Page 9: RENCANA PENELITIAN

9

d. Pengobatan dengan antimikroba

Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapat

obat antimikroba, pertumbuhan kuman dalam media biakan

terhambat dan hasil biakan mungkin akan negatif.

7. Penyebab

Demam tipoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan

Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran

pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang

selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika

ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa

penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella sp

didalam kandung empedu atau di dalam ginjal.

Sebanyak 5% penderita demam tipoid kelak akan menjadi

karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang

menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier

intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type.

Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tipoid,terutama

pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan

keluhannya tidak jelas.

Page 10: RENCANA PENELITIAN

10

B. Tinjauan Umum Salmonella

1. Pengertian

Salmonella adalah kuman pathogen bagi manusia yang masuk

melalui mulut bersama makanan atau minuman yang telah

terkontaminasi. Sebagai port d’ entry adalah kelenjar getah dari usus

halus terjadi ulcus sehingga dapat terjadi perforasi dan pendarahan

usus (Noegroho, 1989).

Salmonella juga merupakan penyebab demam typhoid,

bakteremia dan entrekolitis karena keracunan makanan. (Chatim

Aidilfiet, 1991).

2. Klasifikasi

Salmonella diklasifikasi dalam 3 spesies yang merupakan genus

dan enterobaktericeae yaitu Salmonella choleraesuis, Salmonella

typhi, Salmonella entretidis. (Haidil, 2006).

3. Morfologi dan Sifat-sifat Salmonella

Kuman berbentuk batang pendek dengan diameter 0,5-0,8

mikron dan panjang 1-3 mikron. Tidak berspora pada pewarnaan

gram bersifat negatif gram. Bergerak karena memiliki flagella peritrika

tidak berselubung (Noegroho, 1989).

Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob

pada suhu 370C dan tumbuh pada media dengan pH 6-8. Memiliki

sifat-sifat : gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan

Page 11: RENCANA PENELITIAN

11

sorbitol positif. Semua spesies Salmonella tidak merugikan laktosa

dan sukrosa. Pada media cair membentuk kekeruhan yang merata

(Noegroho, 1989).

4. Struktur Antigen

a. Antigen O

Disebut juga Ag Somatik, berasal dari bagian dinding sel

terdiri dari lipopolisakarida, bersifat termostabil (1000C), tahan

asam alkhohol. Bersifat endotoksin dan mempunyai efek

menimbulkan panas, toksis, dan antibody spesifik IgM.

b. Antigen H

Disebut juga Ag flagel, bersifat termolabil (> 600C), tidak

tahan asam, alcohol dan fenol, antibody yang dibentuk bersifat

endotoksin dan mempunyai efek menimbulkan panas, toksis dan

antibody spesifik IgM.

c. Antigen Vi

Disebut juga Ag kapsul, berasal dari lapisan pembungkus

kuman, protektif melindungi kuman terhadap fagositosis dan efek

zat anti dari komplemen. Bersifat termolabil (600C, 1 jam), tidak

tahan asam dan fenol serta cenderung lebih virulen (Mursalim A,

2002).

Page 12: RENCANA PENELITIAN

12

5. Resistensi

Kuman mati pada pemanasan 60 0C selama 20 menit, juga

dengan desinfektan. Dalam air bisa bertahan selama 4 minggu. Hidup

subur pada medium yang mengandung garam empedu, tahan

terhadap zat warna hijau brilian dan senyawa Natrium tetrationat serta

Natrium deoksikholat (Noegroho, 1989).

6. Patogenesis

Keganasan bakteri typus didasarkan atas kemampuan kuman

untuk bertahan hidup dan berkembangbiak terus menerus secara

intraseluler, adanya endotoksin, ditemukannya mikrokapsul pada

badan bakteri terhadap lisis dari gen yang dimiliki (MursalimA, 2002).

Kuman Salmonellosis yang disebabkan yaitu demam enteric,

bakteremia, dan enterokolitis(Chatim, 1991).

a. Demam Enterik (Demam typhoid)

Adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh kuman

S. typhoid, serta S. eteridis bioserotip paratyphi A dan Salmonella.

Seseorang bisa menjadi sakit bila menelan organisme ini

sebanyak 107 kuman, dosis dibawah 105 tidak menimbulkan

penyakit. Organism yang tertelan masuk kedalam lambung untuk

mencapai usus halus bagian proksimal, melakukan penetrasi

kedalam lapisan epitel mukosa, bila S, typhi sampai dikelenjar

Page 13: RENCANA PENELITIAN

13

getah bening regional akan terjadi bakteremia kemudian kuman

sampai di hati, limfa, juga sumsum tulang dan ginjal.

Setelah periode multiplikasi intraseluler, organisasi

dilepaskan lagi kealiran darah, dan dapat menimbulkan reaksi

radang atau nekrosis jaringan yang secara klinis ditandai dengan

kholestitis nekrotikan dan pendarahan usus.

Masa inkubasi demam typhoid umumnya 1-2 minggu, gejala

klasik penyakit ini adalah demam tinggi, anoreksia, nyeri otot,

sakit kepala, pembesaran hati dan limpa, serta bintik rose pada

sekitar umbilicus.

b. Bakteremia

Dapat ditemukan pada demam typhoid dan infeksi

Salmonella non – typhi lainnya. Gejala yang menonjol adalah

panas dan bakteremia intermiten. Adanya Salmonella sp didalam

darah merupakan resiko tinggi terjadinya infeksi atau abses

metastatic. Penyebab tersering adalah S. typhimurium, selain S.

enteridis dan S. Cholevaesuis.

c. Enterokolitis

Penyebab Enterokolitis yang paling sering adalah S. enteridis

dan S. typhimurium. Kuman penyebab dapat diisolasi dari tinja

penderita dalam beberapa minggu. Masa inkubasi berkisar antara

12-48 jam atau lebih. Gejala yang timbul pertama kali adalah mual

Page 14: RENCANA PENELITIAN

14

dan muntah diikuti nyeri abdomen, pada kasus yang berat terjadi

diare yang bercampur darah. Penderita seringkali sembuh dengan

sendirinya tetapi kadang-kadang menjadi berat bila terjadi

gangguan keseimbangan elektrolit dan dehidrasi (Mursalim A,

2002).

7. Epidemiologi

Demam typhoid terjadi disemua bagian dunia tapi jarang

terjangkit di tempat-tempat yang sanitasinya baik, yaitu bila

pembuangan sampah biologisnya dan pemurnian air dilakukan

dengan baik. Namun sumber utama infeksi oleh Salmonella typhi ialah

penderita penyakit atau pembawa organism tersebut (penular) karena

demam typhoid secara khusus merupakan penyakit manusia. Air atau

makanan yang tercemari tinja manusia baik secara langsung maupun

tidak langsung merupakan sumber infeksi. Salmonella dapat bertahan

selama berminggu-minggu didalam air, debu, es dan bahkan limbah

yang sudah dikeringkan dan bila organism masuk kedalam lingkungan

yang cocok akan berkembangbiak mencapai dosis infektif (Pelczar

dkk, 1988).

8. Identifikasi Salmonella

Diagnosis yang pasti bagi penyakit ini bergantung pada

terisolasinya bakteri dari tinja. Penggunaan media yang selektif atau

differensial merupakan prosedur rutin. Identifikasi mikrobanya

Page 15: RENCANA PENELITIAN

15

kemudian dilakukan dengan metode-metode biokimia dan serology

(Pelczar dkk, 1988).

a. Media Pemupuk

Sampel ditanam pada media selenite broth dan tetrathionate

broth, dimana keduanya menghambat pertumbuhan bakteri

saluran usus normal tetapi mempercepat pertumbuhan

Salmonella. Sesudah inkubasi 18-24 jam, bakteri ditanam pada

media differensial dan madia selektif.

b. Media differensial

Media differensial adalah media yang dipakai untuk

indentifikasi bakteri menurut sifat-sifat biokimia bakteri yang

bersangkutan. Media yang dipakai dalam pembenihan bakteri

adalah Mac Concey, media ini mengandung laktosa dan merah

netral sebagai indikator, sehingga bakteri yang meragikan laktosa

tumbuh dengan koloni berwarna merah dan dapat dibedakan

dengan bakteri yang tidak meragikan laktosa karena tumbuh

sebagai koloni yang tidak berwarna. Salmonella akan tumbuh

dengan koloni yang tidak berwarna, cembung, tepi rata,

permukaan rata dengan diameter < 2 mm, waktu inkubasi 18-24

jam.

Page 16: RENCANA PENELITIAN

16

c. Media Selektif

Media selektif adalah media yang ditumbuhi bakteri tertentu

karena mengandung penghambat pertumbuhan lain. Media

selektif untuk isolasi salmonella adalah Shigella Agar, yang

hanya menumbuhkan Salmonella dan Shigella. Media ini

mengandung garam empedu dan Brilliant green sebagai bahan

penghambat bakteri gram positif dan menekan pertumbuhan basil

patogen non enteric. Koloni spesies menghasilkan warna hitam

dibagian tengahnya, bentuk koloni cembung, tepi rata dengan

diameter < 2 mm, waktu inkubasi 18-24 jam.

d. Identifikasi Akhir

Koloni yang diduga dari perbenihan padat diidentifikasi

dengan tes biokimia. Diantara tes biokimia yaitu :

1) Peragian karbonat (Glukosa, Lactose, Sucrose, Maltose)

Sejumlah kuman dapat meragikan gula-gula

(karbohidrat) dengan atau tanpa pembentukan gas, dan ada

yang tidak meragikan glukosa sama sekali. Hasil peragian ini

sebagian besar berupa asam organik yang dapat ditunjukkan

dengan indikator pH, seperti ungu brom kresol (Chatim

Aidilfet, 1991).

Page 17: RENCANA PENELITIAN

17

2) Tes KIA (Kliger’s Iron Agar)

Digunakan untuk mengetahui pertumbuhan jenis

kuman tertentu, dengan melihat kemampuan bakteri

memfermentasi glucose, lactose serta terbentuknya gas H2S.

Salmonella pada medium ini akan membentuk reaksi alkali

(merah) pada permukaan agar, reaksi asam (kuning) pada

dasar dan mungkin terbentuk gas pada bagian bawah tabung,

serta mungkin tebentuk H2S yang ditandai timbulnya warna

hitam. Reaksi alkali pada permukaan menunjukkan bahwa

lactose tidak difermentasi dan Salmonella, reaksi asam pada

dasar tabung menunjukkan terjadinya fermentasi glucose

(Supardi dkk, 1999; Gani A, 2003).

3) Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

Media ini mengandung 3 jenis karbohidrat yaitu :

Glukosa, Laktosa dan Sukrosa dan ferrisulfat untuk

mendeteksi H2S, protein dan indikator fenol red. Salmonella

bersifat alkali acid, alkali terbentuk karena adanya proses

oksidasi dekarboksilasi protein membentuk amina yang

bersifat alkali, dengan adanya fenol red. Maka terbentuk

warna merah. Adanya warna kuning disebabkan karena

Salmonella memfermentasi glukosa yang bersifat asam

(Jawet, 2001).

Page 18: RENCANA PENELITIAN

18

4) Sulfur Indol Motility (SIM)

Media ini merupakan perbenihan semisolid yang

digunakan untuk mengetahui Motility (gerakan), Indol dengan

penambahan reagens kovac dan pembentukan H2S.

Salmonella tidak membentuk Indol dan Motility positif. Semua

jenis Salmonella menghasilkan H2S kecuali Salmonella

paratyphi A, dan menghasilkan gas, kecuali Salmonella typhi.

5) Citrat

Pada media ini bakteri akan menghasilkan natrium

karbonat yang bersifat alkali yang berwarna biru dengan

adanya indikator Brom thymol blue. Media ini digunakan

sebagai sumber karbon bagi bakteri. Namun, Salmonella tidak

memanfaatkan citrate sehingga pada penanaman media ini

hasilnya negative.

6) Urea

Pada media ini bakteri yang dapat menghidrolisis urea

dan menghasilkan amoniak ditandai dengan terbentuknya

warna merah karena adanya indikator Fenol red. Salmonella

pada media ini memberikan hasil negatif.

7) Methyl Red

Media ini digunakan untuk mengetahui bakteri yang

mampu memproduksi asam kuat sebagai hasil fermentasi

Page 19: RENCANA PENELITIAN

19

glukosa dalam media ini, yang dapat ditunjukkan dengan

penambahan larutan methyl red. Salmonella pada

penambahan methyil red membentuk warna merah.

8) Vogas Proskauer

Bakteri tertentu dapat menghasilkan acetyl methyl

carbinol dari fermentasi glukosa yang dapat diketahui dengan

penambahan larutan Voges Proskauer dan Kalium Hidroksida

(KOH) 40%. Pada media ini Salmonella memberikan hasil

negatif.

9. Pencegahan

Pada taraf masyarakat luas, pencegahan terbaik terhadap

demam typhoid ialah sanitasi yang baik. Mencegah kontaminasi

makanan dan minuman dari kuman Salmonella. Penularan harus

dikenali dan dicegah agar tidak mencemari pengolahan dan

penanganan pangan. Bagi perorangan, vaksin typhoid efektif untuk

menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit. (Pelczar dkk, 1988).

C. Pengobatan demam tipoid

Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan dalam

pengobatan demam tipoid adalah:

1. Kloramfenikol

Di Indonesia, kloramfenikol masih merupakan obat pilihan

utama untuk demam tipoid. Belum ada obat antimikroba lain yang

Page 20: RENCANA PENELITIAN

20

dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan kloramfenikol.

Dosis untuk orang dewasa 4 kali 500 mg sehari oral atau intravena

sampai 7 hari setelah bebas demam. Penyuntikan kloramfenikol

suksinat intramuskular tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak

dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dengan

penggunaan kloramfenikol, demam pada demam tipoid turun rata-rata

setelah 5 hari.

2. Tiamfenikol

Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tipoid sama

dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan

tiamfenikol lebih jarang daripada kloramfenikol. Dengan penggunaan

tiamfenikol , demam pada demam tipoid turun rata- rata setelah 5-6

hari.

3. Kotrimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol)

Efektivitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan

kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari,

digunakan sampai 7 hari setelah bebas demam (1 tablet mengandung

80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan

kotrimoksazol, demam pada demam tipoid turun rata-rata setelah 5-6

hari.

Page 21: RENCANA PENELITIAN

21

4. Ampisilin dan Amoksisilin

Dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam,

efektivitas ampisilin dan amoksisislin lebih kecil dibandingkan dengan

kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam

tipoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan. Dosis yang

dianjurkan berlisar antara 75-150 mg/Kg berat badan sehari,

digunakan sampai 7 hari setelah bebas demam. Dengan ampisilin atau

amoksisilin demam pada demam tipoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.

5. Sefalosporin Generasi Ketiga

Beberapa ui klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi

ketiga antara lain sefoperazon, seftriakson, dan sefotaksim efektif

untuk demam tipoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal

belum diketahui dengan pasti.

6. Fluorokinolon

Fluorokinolon efektif untuk demam tipoid, tetapi dosis dan

lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti .

D. Tinjauan Umum Lekosit

Lekosit yang diproduksi dalam sumsum tulang akan masuk ke

pembuluh darah dan meninggalkan sirkulasi masuk kejaringan. Sel

lekosit adalah kelompok sel-sel berinti, terdiri atas granulosit, limfosit dan

monosit.

Page 22: RENCANA PENELITIAN

22

Terdapat tiga (3) jenis granulosit yaitu: Netrofil, Eosinofil, dan

Basophil. Dalam keadaan normal, granulosit hanya berasal dari sumsum

tulang, sejumlah kecil limfosit dibentuk disumsum tulang, sebagian besar

berasal dari jaringan limfe dan thymus. Monosit dari retikuloendhotelial

system, khususnya di limfa. Jumlah normal lekosit yang beredar dalam

darah, jauh lebih sedikit dari eritrosit. Pada orang dewasa sehat, terdapat

4.000 – 10.000 lekosit per mm3 darah. Lekosit masa hidupnya lebih

pendek dibandingkan eritrosit, granulosit,hidup sekitar 3-5 hari

(Hamurwono GB, 2003).

Ada beberapa jenis sel darah putih (lekosit)

Tipe Gambar Diagram% dalam tubuh manusia

Keterangan

Neutrofil 65%

Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah.

Eosinofil 4%Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.

Page 23: RENCANA PENELITIAN

23

Basofil <1%

Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.

Limfosit 25%Limfosit lebih umum dalam sistem limfa. Darah mempunyai tiga jenis limfosit: Sel B, Sel T, Sel natural killer:

Monosit 6%

Monosit membagi fungsi "pembersih vakum" (fagositosis) dari neutrofil, tetapi lebih jauh dia hidup dengan tugas tambahan: memberikan potongan patogen kepada sel T sehingga patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat membuat tanggapan antibodi untuk menjaga.

Makrofag

(lihat di atas)

Monosit dikenal juga sebagai makrofag setelah dia meninggalkan aliran darah serta masuk ke dalam jaringan.

1. Fungsi Lekosit

Fungsi utama sel lekosit adalah sebagai sistem imun tubuh

terhadap eksogen atau endogen yang dikenali oleh tubuh sebagai

antigen. Fungsi utama garanulosit netrofil segmen sebagai sel

fagosit terhadap bakteri dalam jaringan radang sistem vaskuler.

Eosinofil untuk pertahanan terhadap parasit atau cacing yang dapat

menimbulkan efek sitotoksik langsung, dan sebagai regulasi dalam

pengendalian reaksi anafilaksis pengendali kerja basofil. Basofil dan

Page 24: RENCANA PENELITIAN

24

sel mast berhubungan erat dengan pelepasan senyawa pengatur

sirkulasi (histamin, serotinin dan heparin) meningkatkan permiabilitas

vaskuler pada tempat aktivitas antigen lokal, sehingga mengatur

aliran masuk sel-sel radang.

Fungsi utama sel agranulosit monosit melawan bakteri

fagositosis, dan pembersih sisa sel yang tua. Limfosit berperan

sebagai kunci terhadap aktifitas imunologik dengan sub-set dari

limfosit yaitu imfosit-T, limfosit-B (Baratawidjaja K, 2004., Kresno

BS,2001).

2. Kelainan Jumlah dan Jenis Lekosit

Pada berbagai keadaan klinik, dapat terjadi kelainan jumlah pada

masing-masing jumlah dan jenis lekosit, baik berupa peninggian atau

penurunan dari nilai normal lekosit. Peninggian jumlah jenis lekosit

dapat disertai atau tanpa peninggian jumlah lekosit keseluruhan.

Peninggian relatif lekosit adalah apabila peninggian jumlah suatu jenis

lekosit secara keseluruhan, sedang absolut diikuti peninggian total

lekosit (Anonim, 2005).

Rujukan untuk jumlah total lekosit adalah 4.500 sampai 10.500

mm3. Nilai normal jenis lekosit, eosinofil 1% sampai 3%, basofil 0

samapi 1%, netrofil batang / stab 2% sampai 6%, netrofil segmen 50%

sampai 70%, dan limfosit 20% sampai 40%, serta monosit 2% sampai

8%.

Page 25: RENCANA PENELITIAN

25

3. Hitung Jumlah Lekosit

Terdapat dua cara untuk menghitung leukosit dalam darah tepi

Yaitu :

a. Cara pertama adalah cara manual dengan memakai pipet leukosit,

kamar hitung dan mikroskop.

b. Cara kedua adalah cara semi automatik dengan memakai alat

elektronik. Cara kedua ini lebih unggul dari cara pertama karena

tekniknya lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih singkat dan

kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%, sedang pada cara pertama

kesalahannya sampai ± 10%. Keburukan cara kedua adalah harga

alat mahal dan sulit untuk memperoleh reagen karena belum

banyak laboratorium di Indonesia yang memakai alat ini.

Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari

keadaan basal dan lain-lain.

Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000 -

30.000/µl. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu

antara 13.000 - 38.000 /µl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara

bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara

4500 - 11.000/µl. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orang

dewasa berkisar antara 5000 - 10.0004/µ1. Jumlah leukosit

meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi

jarang lebih dari 11.000/µl.

Page 26: RENCANA PENELITIAN

26

Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan

tersebut disebut leukositosis. Leukositosis dapat terjadi secara

fisiologik maupun patologik. Leukositosis yang fisiologik dijumpai

pada kerja fisik yang berat, gangguan emosi, kejang, takhikardi

paroksismal, partus dan haid.

Leukositosis yang terjadi sebagai akibat peningkatan yang

seimbang dari masing-masing jenis sel, disebut balanced

leokocytosis. Keadaan ini jarang terjadi dan dapat dijumpai pada

hemokonsentrasi. Yang lebih sering dijumpai adalah leukositosis

yang disebabkan peningkatan dari salah satu jenis leukosit

sehingga timbul istilah neutrophilic leukocytosis atau netrofilia,

lymphocytic leukocytosis atau limfositosis, eosinofilia dan basofilia.

Leukositosis yang patologik selalu diikuti oleh peningkatan absolut

dari salah satu atau lebih jenis leukosit.

Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari

5000/0 darah. Karena pada hitung jenis leukosit, netrofil adalah sel

yang paling tinggi persentasinya hampir selalu leukopenia

disebabkan oleh netropenia.

Page 27: RENCANA PENELITIAN

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriftif analitik, yakni untuk

mengetahui seberapa besar jumlah lekosit pada penderita Demam tipoid

yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka.

B. Populasi, Sampel, dan Besar Sampel.

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita demam tipoid

yang telah melakukan tes jumlah lekosit di laboratorium Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Kolaka.

2. Sampel

Data hasil hitung jumlah lekosit pasien penderita demam tipoid.

3. Besar Sampel

Dalam penelitian ini akan diambil 10 sampel data

laboratorium dari penderita demam tipoid yang telah melakukan

hitung jumlah lekosit.

C. Definisi Operasional

Hitung Jumlah Lekosit adalah cara menghitung jumlah lekosit yang

diencerkan dalam tabung reaksi dan dilanjutkan perhitungan jumlah

dalam kamar hitung.

27

Page 28: RENCANA PENELITIAN

28

Penderita demam tipoid adalah individu yang mengalami

karakteritik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen

berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala perut

pembesaran limpa dan erupsi kulit.

D. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Kolaka khususnya bagian laboratorium pada bulan Januari 2009.

E. Hasil Penelitian

Data diperoleh dari hasil pengamatan hasil perhitungan jumlah

lekosit penderita demam tipoid yang dirawat di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Kolaka.

F. Analisa Data

Data hasil hitung jumlah lekosit sebelum dan sesudah

pengobatan yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, kemudian

dilakukan analisis data dengan uji t’ (uji dua pihak) untuk menentukan

perbedaan nilai lekosit pada penderita Demam Tipoid. Dengan kriteria

pemeriksaan atau penolakan itu adalah sebagai berikut :

X1 - X2

t’ =

√(S 21 / n1) + (S 2

2 / n2)Keterangan :

Page 29: RENCANA PENELITIAN

29

X1 = Rata-rata hasil nilai lekosit pada penderita Demam tipoid

sebelum pengobatan.

X2 = Rata-rata hasil nilai lekosit pada penderita Demam tipoid setelah

pengobatan.

S1 = Standar deviasi nilai lekosit pada penderita Demam tipoid

sebelum pengobatan.

S2 = Standar deviasi nilai lekosit pada penderita Demam tipoid

setelah pengobatan.

n1 = Jumlah sampel Demam tipoid sebelum pengobatan

n2 = Jumlah sampel demam tipoid setelah pengobatan.

.

Page 30: RENCANA PENELITIAN

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium hitung jumlah lekosit pada penderita demam tipoid sebelum dan sesudah pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka.

Kode sampel Diagnosa Jumlah lekosit sebelum pengobatan

Jumlah lekosit setelah

pengobatan1 + 3500/mm3 8500/mm3

2 + 3560/mm3 8560/mm3

3 + 3200/mm3 7500/mm3

4 + 3300/mm3 6500/mm3

5 + 3510/mm3 8230/mm3

6 + 3350/mm3 7550/mm3

7 + 3160/mm3 6500/mm3

8 + 3740/mm3 6400/mm3

9 + 3500/mm3 7450/mm3

10 + 3460/mm3 8100/mm3

11 + 3460/mm3 8210/mm3

12 + 3500/mm3 7500/mm3

13 + 3350/mm3 7650/mm3

14 + 3780/mm3 6750/mm3

15 + 3800/mm3 6800/mm3

16 + 3760/mm3 7600/mm3

17 + 3100/mm3 7500/mm3

18 + 3700/mm3 8500/mm3

19 + 3300/mm3 8800/mm3

20 + 3600/mm3 8900/mm3

∑ 69630 153500

X 3481,5 7675

Sumber : Data sekunder 2009

Keterangan : Nilai rujukan normal lekosit 4000 – 10500/mm3

(Sumber : Instalasi laboratorium)

B. Pembahasan

Page 31: RENCANA PENELITIAN

31

Demam tipoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan

Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.

Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan

mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau

sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita

pada masih mengandung Salmonella sp didalam kandung empedu atau

di dalam ginjal.

Gejala demam tipoid sangat bervariasi, dari yang ringan,

sehingga tidak terdiagnosa, sampai gambaran penyakit yang khas

dengan komplikasi, bahkan menyebabkan kematian. Tapi pada

umumnya keluhan dan gejala penyakit ini adalah demam, biasanya lebih

dari 1 minggu dan dapat mencapai 39–40◦C, di malam hari, demam

lebih tinggi dibanding malam hari. Kemudian pada pemeriksaan

laboratorium mungkin terjadi penurunan leukosit (sel darah putih), dan

kemudian pada tes Widal, akan terjadi peningkatan titer antibody

terhadap kuman salmonella thyposa. Biasanya leukosit yang normal itu

antara 5000 – 10,000/ul

Fungsi utama sel lekosit adalah sebagai sistem imun tubuh

terhadap eksogen atau endogen yang dikenali oleh tubuh sebagai

antigen. Pada berbagai keadaan klinik, dapat terjadi kelainan jumlah

pada masing-masing jumlah dan jenis lekosit, baik berupa peninggian

atau penurunan dari nilai normal lekosit. Peninggian jumlah jenis lekosit

Page 32: RENCANA PENELITIAN

32

dapat disertai atau tanpa peninggian jumlah lekosit keseluruhan.

Peninggian relatif lekosit adalah apabila peninggian jumlah suatu jenis

lekosit secara keseluruhan, sedang absolut diikuti peninggian total

lekosit (Anonim, 2005).

Rujukan untuk jumlah total lekosit adalah 4.500 sampai 10.500

mm3. Nilai normal jenis lekosit, eosinofil 1% sampai 3%, basofil 0

samapi 1%, netrofil batang / stab 2% sampai 6%, netrofil segmen 50%

sampai 70%, dan limfosit 20% sampai 40%, serta monosit 2% sampai

8%.

Setelah penulis melakukan penelitian terhadap studi jumlah

lekosit pada penderita demam tipoid yang dirawat dan berobat di Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka. Hasil penelitian yang dilakukan

terhadap 20 sampel yang terdiagnosa demam tipoid dan melakukan uji

laboratorium setelah melakukan pengobatan menunjukkan jumlah

lekosit mengalami peningkatan dan masih dalam batas normal dimana

jumlah hitung lekosit berkisar antara 4.000 sampai 10.000 / mm3.

Hasil perhitungan statistic menunjukkan bahwa pada taraf

kemaknaan 0,05 dan daftar kepercayaan (DK) 18 (n1 + n2 - 2), (1-α/2)

pada jumlah lekosit di dapat thitung = 3,1078 > ttabel =2,23, artinya Ha

diterima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan bermakna antara hasil

jumlah lekosit sebelum dan sesudah pengobatan pada penderita

Page 33: RENCANA PENELITIAN

33

Demam Tipoid yang berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Kolaka.

Sedangkan obat-obat yang sering diberikan kepada penderita

antara lain Chloramex, parasetamol Klorampenikol, Cefotaxine, inbost

force. Pemberian kloramfenikol dan tyampenicol masih merupakan obat

pilihan utama untuk demam tipoid. Belum ada obat antimikroba lain

yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan

kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4 kali 500 mg sehari oral atau

intravena sampai 7 hari setelah bebas demam. Dengan penggunaan

kloramfenikol, demam pada demam tipoid turun rata-rata setelah 5 hari.

Page 34: RENCANA PENELITIAN

34

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20 pasien

penderita demam tipoid yang mendapat pemeriksaan laboratorium di

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka.dapat disimpulkan

yaitu :

1. Hasil penelitian menunjukkan jumlah lekosit mengalami

peningkatan setelah menjalani pengobatan.

2. Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa pada taraf

kemaknaan 0,05 dan daftar kepercayaan (DK) 18 (n1 + n2 - 2), (1-

α/2) pada jumlah lekosit di dapat thitung = 3,1078 > ttabel =2,23, artinya

Ha diterima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan bermakna antara

hasil jumlah lekosit sebelum dan sesudah pengobatan pada

penderita Demam Tipoid yang berobat di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Kolaka.

3. Obat-obat yang sering diberikan kepada penderita demam tipoid

antara lain Chloramex, parasetamol Klorampenikol, Cefotaxine,

inbost force.

34

Page 35: RENCANA PENELITIAN

35

B. Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar meneliti tentang pola

pennggunaan obat demam tipoid.

Page 36: RENCANA PENELITIAN

36

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, http://manglufti.wordpress.com/2008/03/05/demam-Tipoid/, diakses tanggal 1 Januari 2009

Anonim, 2008, http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tipoid-typhoid-fever/. Diakses tanggal 1 Januari 2009

Anonim, 2008, http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid. Diakses tanggal 29 Desember 2008

Anonim, 1994, “Petunjuk Pemeriksaan Hematologi, Departemen Kesehatan RI Pusat Laboratorium Kesehatan

Gandasubrata R, 2004, Penuntun Laboratorium Klinik, Jakarta, Dian Rakyat.

Hardjoeno, 2000, Interpretasi Hasil Test Laboratorium Diagnostik, Edisi Khusus 2000, Makassar, UNHAS Press

Hardjoeno, 2003, Interpretasi Hasil Test Laboratorium Diagnostik, Edisi 3, Makassar, LPI UNHAS.

Hamurwono. GB.H, 2003, Pelbagai Komponen dan Fungsi Darah Dalam Buku Pedoman Pelayanan Transfusi Darah, Serologi Golongan Darah, Jakarta, WHO, JBIC, Dep.Kes.

Hoffbrand A.V. Pettit J.E, Moss.P.A.H, 2005, Kapita Selekta Hematologi, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Juliani. S, Aprianti. S, Arif Mansyur, 2003 Hematopoiesis, Dalam Makalah Kulia Bag. Patologi Klinik, FK- UNHAS/RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

Sacher Ronal A, McPherson Richard A, 2004, Metode Hematologi, Dalam Tinjauan Klinik Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Edisi II.

Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 1995, „Patofisiologi“, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta hal 753-763

Wirawan R, 1988, Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana, Jakarta, FK UI – RSCM

Page 37: RENCANA PENELITIAN

37

Gambar 1. Skema Kerja Studi Jumlah Lekosit Terhadap Penderita Demam Tipoid Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka

Universitas Indonesia Timur( UIT )

Pemerintah Daerah Kota KolakaPropinsi Sulawesi Tenggara

Dinas Kesehatan Kota Kolaka

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka

Pengumpulan Data

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan

Page 38: RENCANA PENELITIAN

38

Lampiran 1. Hasil pemeriksaan nilai jumlah lekosit pada penderita demam tipoid di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka.

Kode sampel Diagnosa Jumlah lekosit sebelum pengobatan

Jumlah lekosit setelah

pengobatan1 + 3500/mm3 8500/mm3

2 + 3560/mm3 8560/mm3

3 + 3200/mm3 7500/mm3

4 + 3300/mm3 6500/mm3

5 + 3510/mm3 8230/mm3

6 + 3350/mm3 7550/mm3

7 + 3160/mm3 6500/mm3

8 + 3740/mm3 6400/mm3

9 + 3500/mm3 7450/mm3

10 + 3460/mm3 8100/mm3

11 + 3460/mm3 8210/mm3

12 + 3500/mm3 7500/mm3

13 + 3350/mm3 7650/mm3

14 + 3780/mm3 6750/mm3

15 + 3800/mm3 6800/mm3

16 + 3760/mm3 7600/mm3

17 + 3100/mm3 7500/mm3

18 + 3700/mm3 8500/mm3

19 + 3300/mm3 8800/mm3

20 + 3600/mm3 8900/mm3

∑ 69630 153500

X 3481,5 7675

Tabel 3. Pengolahan data hasil tes jumlah lekosit Pada Penderita Demam Tipoid sebelum dan sesudah pengobatan.

Jumlah lekosit sebelum (X – X1) (X – X1)2

Jumlah lekosit setelah (X –X2) (X – X1)2

Page 39: RENCANA PENELITIAN

39

NomorSampel

pengobatan pengobatan

123456789

1011121314151617181920

35003560320033003510335031603740350034603460350033503780380037603100370033003600

1,230,231,13-7,27-1,87-0,173,135,031,83-3,270,250,65-0,02-1,030,150,150,060,390,15-0,77

1,51290,05291,2769

52,85293,49690,02899,7969

25,30093,3489

10,69290,06500,42906,25001,07120,02400,02404,22500,15600,02400,6006

85008560750065008230755065006400745081008210750076506750680076007500850088008900

-1,3-0,42,21,00,3-1,7-1,11,01,4-1,5-0,370,120,190,39-0,27-0,23-0,300,060,18-0,02

1,690,164,841,000,092,891,211,001,962,250,130,010,030,150,070,050,094,480,035,29

Jumlah 69630 - 170,964 153500 - 1083,615

x1 = 69630 x2 = 153500

(x – x1)2 = 170,964 (x – x2)2 = 1083,615

x1 x2

x1 = n n

69630 153500= =

20 20

= 3,481 = 7,675

(x – x1)2 (x – x2)2 S1 = S2 = n – 1 n - 1

Page 40: RENCANA PENELITIAN

40

170,964 1083,615S1 = S2 = 19 19

= 2,99 = 7,55

X1 - X2

t’ =

√(S 21 / n1) + (S 2

2 / n2) 7,675, – 3,841

t’ =

√(2,992 / 20) + (7,552 / 20)

3,834t’ =

√(0,44 ) + (2,85) 3,834

t’ =

√ 3,23

26,61t’ = 1,813835

= 14,6705

Tabel 4. Hasil analisis pemeriksaan jumlah lekosit pada penderita Demam Tipoid sebelum dan sesudah pengobatan.

Page 41: RENCANA PENELITIAN

41

Variabel n DK thitung ttabel

Hematokrit 20 18 3,1078 2,23

Tabel 4 di atas, menunjukkan bahwa pada taraf kemaknaan

0,05 dan daftar kepercayaan (DK) 18 (n1 + n2 - 2), (1-α/2) pada jumlah

lekosit di dapat thitung = 3,1078 > ttabel =2,23, artinya Ha diterima. Hal ini

berarti bahwa ada perbedaan bermakna antara hasil jumlah lekosit

sebelum dan sesudah pengobatan pada penderita Demam Tipoid yang

berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka.