Rencana Kegiatan Terapi Modalitas

download Rencana Kegiatan Terapi Modalitas

of 13

description

RENCANA

Transcript of Rencana Kegiatan Terapi Modalitas

RENCANA KEGIATAN TERAPI MODALITAS( TERAPI KOGNITIF/KONSELING KOPING)

Mata Ajar: Keperawatan JiwaPokok Bahasan: Terapi Modalitas Mandiri ( Terapi Okupasi )Sub Pokok Bahasan: Koping dan AktivitasHari, tanggal. Jam : Kamis, 14 Mei 2014Peserta: Bapak W

A. PendahuluanGangguan jiwa adalah suatu keadaan yang komplek yang memerlukan perawatan secara menyeluruh. Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan suatu penyakit dengan multi kausal, atau mempunyai beberapa penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area :1. Organobiologis, atau bisa disebut Gangguan Mental Organik (GMO). Gangguan ini disebabkan oleh : trauma kepala, infeksi local seperti meningitis, infeksi sistemik seperti hepatitis,thypoid dan karena penyakit lainnya seperti epilepsy, tumor otak, dan lain lain.2. PsikoedukatifGangguan jiwa dapat disebabkan karena masalah psikis dan masalah edukatif. Masalah psikis biasanya timbul karena pola asuh orang tua yang tidak efektif (terlalu condong ke otoriter/permisif/edukatif). Masalah edukatif berkaitan denganriwayat masa kecil yang tidak menyenangkan.3. SosiokultiralArea ini berkaitan dengan budaya atau keyakinan masyarakat akan suatu ritual.

Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif dikondisikan sebagai tahapan mulai adanya faktor predisposisi, faktor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive.Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.

B. Terapi Modalitas Terapi modalitas pada gangguan jiwa merupakan suatu terapi kemauan tentang bagaimana cara untuk menstimuli neurosynap. Terapi modalitas ini dilakukan untuk mempertahankan ada memperbaiki sikap atau perilaku klien agar mampu bertahan dan mau berssialisasi dengan lingkungan sekitar dengan harapan klien dapat terus beraktiviatas secara normal dan tetap berinteraksi dengan keluarga, teman dan system pendukung lainnya yang ada ketika pasien menjalani terapi ( Nasir dan Muhits, 2011). Terapi modalitas ini bertujuan untuk mengembangkan pola perilaku atau kepribadian seperti ketrampilan, koping, cara berkomunikasi, dan tingkat harga diri secara bertahap. Klien dengan gangguan jiwa memerlukan lingkungan supportif yang aman dan pengawasan yang cukup ketat. Beberapa jenis terapi modalitas yang biasa digunakan, antara lain :1. Terapi IndividuTerapi individu merupakan merupakan suatu bentuk terapi yang menekankan pada perubahan individu dengan cara mengkajiperasaan, sikap, cara berpikir dan perilakunya. Terapi individu adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi: Tahapan orientasi Tahapan kerja Tahapan terminasiTahapan orientasi dilaksanakan ketika perawat memulai interaksi dengan klien. Hal pertama yang harus dilakukan dalam tahapan ini adalah membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting untuk mengawali hubungan agar klien bersedia mengekspresikan segala masalah yang dihadapi dan mau bekerja sama untuk mengatasi masalah tersebut sepanjang berhubungan dengan perawat. Setelah klien mempercayai perawat, tahapan selanjutnya adalah klien bersama perawat mendiskusikan apa yang menjadi latar belakang munculnya masalah pada klien, apa konflik yang terjadi, juga penderitaan yang klien hadapi. Tahapan orientasi diakhiri dengan kesepakatan antara perawat dan klien untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai dalam hubungan perawat-klien dan bagaimana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.Perawat melakukan intervensi keperawatan setelah klien mempercayai perawat sebagai terapis. Ini dilakukan di fase kerja, di mana klien melakukan eksplorasi diri. Klien mengungkapkan apa yang dialaminya. Untuk itu perawat tidak hanya memperhatikan konteks cerita klien akan tetapi harus memperhatikan juga bagaimana perasaan klien saat menceritakan masalahnya. Dalam fase ini klien dibantu untuk dapat mengembangkan pemahaman tentang siapa dirinya, apa yang terjadi dengan dirinya, serta didorong untuk berani mengambil risiko berubah perilaku dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif.Setelah kedua pihak (klien dan perawat) menyepakati bahwa masalah yang mengawali terjalinnya hubungan terapeutik telah mereda dan lebih terkendali maka perawat dapat melakukan terminasi dengan klien. Pertimbangan lain untuk melakukan terminasi adalah apabila klien telah merasa lebih baik, terjadi peningkatan fungsi diri, social dan pekerjaan, serta yang lebih penting adalah tujuan terapi telah tercapai.Kunci utama dari terapi indvidu adalah bagaimana agar klien mau menceritakan atau mengungkapkan perasaannya, dan dapat mengungkapkan perilaku yang diperankan serta menilainya sesuai dengan kondisi kehidupan atau realita yang menjadi beban psikisnya. Terapis mengeksplorasi titik permasalahan klien yang paling krusial dan mendiskusikannya bersama dengan klien sesuai dengan kondisi, situasi serta kemampuan yang dimiliki klien. Hal tersebut bertujuan agar klien mampu memahami diri dan perilaku dirinya sendiri, membuat perubahan secara personal atau mau berusaha lepas dari rasa sakit hati dan ketidakbahagiaan (Videbeck Sheila dalam Nasir dan Muhits, 2011). Contoh dari terapi individu adalah therapy kognitif, menyusun jadwal kegiatan pasien, Cognitive Behaviour Therapy dan lain lain.

2. Terapi Keluarga Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.Semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut dikaji, dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.

3. Terapi LingkunganTerapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.Dalam terapi lingkungan, perawat harus memberikan kesempatan, dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan pada peraturan-peraturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan harga diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.Lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di mana klien akan kembali ke rumah, maka tujuan dari terapi lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya. Contoh dari terapi lingkungan : pasien perilaku kekerasan jangan ditempatkan di ruangan terang, pasien depresi jangan ditempatkan di ruangan redup.4. Terapi KelompokTerapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja, diakhiri tahap terminasi.Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut sebagai fase orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk apa aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah sebagai model peran dengan cara mengusulkan struktur kelompok, meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal pembentukan kelompok, dan memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok. Fase permulaan dilanjutkan dengan fase kerja.Di fase kerja terapis membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus pada keadaan here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok melakukan kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk mencapai tujuan terapi. Fase kerja adalah inti dari terapi kelompok di mana klien bersama kelompoknya melakukan kegiatan untuk mencapai target perubahan perilaku dengan saling mendukung di antara satu sama lain anggota kelompok. Setelah target tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan maka diakhiri dengan fase terminasi.Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan dilibatkan dalam hubungan interpersonal antar anggota. Peran perawat adalah mendorong anggota kelompok untuk saling memberi umpan balik, dukungan, serta bertoleransi terhadap setiap perbedaan yang ada. Akhir dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota kelompok berani dan mampu menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang.

5. Terapi PerilakuAnggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah: Role model Kondisioning operan Desensitisasi sistematis Pengendalian diri Terapi aversi atau releks kondisiTeknik role model adalah strategi mengubah perilaku dengan memberi contoh perilaku adaptif untuk ditiru klien. Dengan melihat contoh klien mampelajari melalui praktek dan meniru perilaku tersebut. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik kondisioning operan dan desensitisasi.Mengkondisikan pasien seperti operan disebut juga penguatan positif di mana terapis memberi penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang positif yang telah ditampilkan oleh klien. Dengan penghargaan dan umpan balik positif yang didapat maka perilaku tersebut akan dipertahankan atau ditingkatkan oleh klien. Misalnya seorang klien begitu bangun tidur langsung ke kamar mandi untuk mandi, perawat memberikan pujian terhadap perilaku tersebut. Besok pagi klien akan mengulang perilaku segera mandi setelah bangun tidur karena mendapat umpan balik berupa pujian dari perawat. Pujian dalam hal ini adalah reward atau penghargaan bagi perilaku positif klien berupa segera mandi setelah bangun.Terapi perilaku yang cocok untuk klien fobia adalah teknik desensitisasi sistematis yaitu teknik mengatasi kecemasan terhadap sesuatu stimulus atau kondisi dengan secara bertahap memperkenalkan/memaparkan pada stimulus atau situasi yang menimbulkan kecemasan tersebut secara bertahap dalam keadaan klien sedang relaks. Makin lama intensitas pemaparan stimulus makin meningkat seiring dengan toleransi klien terhadap stimulus tersebut. Hasil akhirnya adalah klien akan berhasil mengatasi ketakutan atau kecemasannya akan stimulus tersebut.Untuk mengatasi perilaku dorongan perilaku maladaptive klien dapat dilatih dengan teknik pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah berlatih mengubah kata-kata negatif menjadi kata-kata positif. Apabila ini berhasil maka klien sudah memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku yang lain sehingga menghasilkan terjadinya penurunan tingkat distress klien tersebut.Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi penguatan negatif. Caranya adalah dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan untuk merusak perilaku yang maladaptive. Bentuk ketidaknyamanan ini dapat berupa menghilangkan stimulus positif sebagai punishment terhadap perilaku maladaptive tersebut. Dengan ini klien akan belajar untuk tidak mengulangi perilaku demi menghindari konsekuensi negatif yang akan diterima akibat perilaku negatif tersebut.

6. Terapi BermainTerapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat dengan anak, merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui permainan, mempercayai bahwa anak dapat menyelesaikan masalahnya, dan kemudian menginterpretasikan perilaku anak tersebut.Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami depresi, anak yang mengalami ansietas, atau sebagai korban penganiayaan (abuse). Bahkan juga terpai bermain ini dianjurkan untuk klien dewasa yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan klien yang mengalami penganiayaan.

7. Terapi SomatikPenerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa meliputi: pemberian obat (medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi psikoaktif dan ECT.

8. Terapi KognitifTerapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.Ada tiga tujuan terapi kognitif meliputi: Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola berfikir tak rasional yang sering mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan informasi yang actual. Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran. Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan terlebih dahulu mengubah pola berfikir.Bentuk intervensi dalam terapi kognitif meliputi mengajarkan untuk mensubstitusi pikiran klien, belajar penyelesaian masalah dan memodifikasi percakapan diri negatif.

C. Tujuana) Tujuan Umum Setelah mengikuti terapi modalitas mandiri diharapkan klien mampu mengidentifikasi koping yang efektif dan dapat dilakukan oleh klien setelah klien kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat atau ketika klien merasa ada masalah yang cukup berat. b) Tujuan Khusus 1. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya2. Pasien mampu memilih koping yang dapat digunakan3. Pasien mampu mengisi waktunya dengan kegiatan bermanfaat.

D. Metode/Jenis KegiatanDiskusi

E. Alat yang DiperlukanKertas dan alat tulis (bila diperlukan)

F. PesertaJumlah: 1 orangKriteria: a. Orientasi orang, tempat, dan waktu yang baik. Pasien dalam tahap maintenance atau health promotion b. Pasien dapat diajak berkomunikasi dengan lancar.

Data Fokus :1 HSMRS klien menyayat pergelangan tangan kiri dan sesudah menyiapkan cairan beracun tapi belum sempat diminum karena sudah didatangi oleh keluarga. Sebelum menyayat pergelangan tangan kiri dengan pisau, klien berteriak kepaada tetangga sebelah rumah bahwa akan bunuh diri. Pengkajian saat ini didapatkan data bahwa : pasien masih dirawat di Ruang Teratai IRNA IV RSUP Dr. Sardjito. Pasien tampak tenang, kooperatif, mampu berinteraksi dengan orang lain, tidak bisa tidur nyenyak karena merasa sesak nafas. Keluarga pasien mengungkapkan bahwa akhir akhir ini pasien sering melamun, malas beraktivitas dan tidak mau bercerita kepada keluarga, pasien terpasang infuse dan terdapat luka di pergelangan tangan kiri. Pasien belum bisa untuk diajak beraktivitas seperti menulis, oleh karena itu perawat ingin berdiskusi atau mengobrol saja untuk mengeksplorasi minat, hobi, dan aktivitas yang bermanfaat dan bernilai ekonomis yang dapat dilakukan oleh pasien setelah keluar dari rumah sakit.

G. Waktu Pelaksanaan Hari/tanggal: Kamis/15 Mei 2014Waktu: 09.00Tempat: di ruangan pasien

H. Proses Pelaksanaan Kegiatan

NoKegiatanRespon pasienWaktu

1.Persiapan Mengobservasi klien, mempersiapkan materi, dan alat. Mempersiapkan peserta

2 hari sebelumnya

2.Orientasi Memberi salam Memperkenalkan diri Menjelaskan tujuan, peraturan selama kegiatan, dan kontrak waktuMenjawab salamMendengarkanMendengarkan dan memperhatikan5 menit

3.Kegiatan Inti Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaan yang dirasakan sekarang Memulai bercerita tentang aktivitas pasien Memulai bercerita tentang koping yang digunakan klien saat ada masalah Meminta klien menentukan apakah koping yang telah digunakan tersebut efektif dalam mengatasi masalah Menggunakan system pendukung personal Memberikan beberapa pilihan strategi koping dan membantu klien mengidentifikasi kopong yang dapat klien lakukan Memberikan motivasi dan menganjurkan klien untuk memilih koping dan kegiatan yang menurut klien bisa klien lakukan ketika ada masalah. Menjelaskan manfaat dari kegiatan yang akan dilakukan Meminta pasien mengulangi hasil terapi atau konseling koping hari ini

Berperan aktif

Berdiskusi Mendengarkan dan mengungkapkan

Mendengarkan

Mendengarkan dan mengungkapkan

20 menit

4.Penutup Melakukan evaluasi perasaan klien Menyimpulkan hasil kegiatan. Memberi reinforcement positif Memotivasi untuk diaplikasikan Menutup kegiatan dengan baik Memberikan salam penutup Menyampaikan perasaan Mendengarkan Memperhatikan Mendengarkan Menjawab salam5 menit

I. Evaluasi1. Apa yang dapat bapak w simpulkan mengenai apa yang kita bahas dan diskusiskan hari ini?2. Bagaimana perasaan bapak berhubungan dengan diskusi koping dan pilihan koping yang dapat dilakukan oleh bapak?

J. Hasil Evaluasi Setelah dilakukan terapi modalitas mandiri selama 30 menit, hasil yang didapatkan yaitu :a. Klien mampu mengidentifikasi koping ketika klien mempunyai masalahb. Klien mampu memilih kegiatan dan hobi yang dapat dilakukan di rumahc. Klien mampu memilih koping beberapa koping ketika ada masalah, yaitu : mencoba lebih terbuka bercerita kepada keluarga, mencoba untuk lebih bersyukur dengan taat beribadah agar merasa tenang, bermain bersama cucu agar merasa tidak stress.d. Klien juga memilih beberapa aktivitas produktif yang akan dilakukan setelah keluar dari rumah sakit, seperti : berternak ayam dan bercocok tanam.e. Klien tampak tersenyum dan nyaman serta puas setelah mendiskusikan kegiatan yang akan dilakukan di rumah. K. Daftar Pustaka Direja, Ade Herman Surya. 2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika : Yogyakarta.