Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

381
Pemerintah Daerah Kabupaten Tolikara Provinsi Papua Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Tahun Anggaran 2013 Laporan Pendahuluan KAWASAN PERKOTAAN BOKONDINI KABUPATEN TOLIKARA PROVINSI PAPUA KEGIATAN PENYUSUNAN

description

Laporan Pendahuluan Kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini ini disusun oleh Penyedia Jasa (Konsultan) sebagai tahap awal dalam rangkaian proses penyelesaian kegiatan studi/kajian teknis tersebut. Laporan Pendahuluan ini disusun berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang diterima; Diskusi Awal antara Tim Pelaksana dari Penyedia Jasa dengan Tim Teknis dari Pengguna Jasa; serta beberapa data dan informasi awal yang telah diinventarisasi oleh Konsultan.Dalam Laporan Pendahuluan ini akan dijabarkan mengenai (1) pendahuluan yang merupakan gambaran umum pekerjaan; (2) berbagai hal substansial yang merupakan pemahaman konsultan terhadap substansi pekerjaan, termasuk pemahaman dan tanggapan terhadap KAK, serta pendalaman substansial (hipotesa awal); (3) pendekatan dan metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan; (4) berbagai hal yang bersifat teknis administratif, seperti rencana kerja, jadual pelaksanaan pekerjaan, penjabaran tenaga ahli dan personil, serta sistematika pelaporan serta (5) rencana survei yang akan dilaksanakan pada tahap selanjutnya.Pada pekerjaan ini, Konsultan juga telah melakukan survei awal dan telah mendapatkan berbagai kondisi eksisting, permasalahan, dan konsep awal pengembangan kawasan perkotaan.Melalui Laporan Pendahuluan ini, maka diharapkan Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa dapat melakukan diskusi dan memperoleh kesepakatan bersama perkembangan pelaksanaan pekerjaan pada tahap awal ini, termasuk pemahaman terhadap substansi pekerjaan, efisiensi dan efektifitas pendekatan dan metodologi yang digunakan, komposisi tenaga ahli, serta kesiapan teknis lainnya. Dari diskusi dan kesepakatan yang diperoleh, selanjutnya diharapkan proses kajian substansial dapat dilaksanakan secara lebih terarah sesuai dengan sasaran yang diharapkan.Akhirnya konsultan mengucapkan terima kasih atas segala saran, komentar dan masukan yang diberikan untuk penyempurnaan laporan ini. Besar harapan konsultan untuk dapat menghasilkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini yang terbaik.

Transcript of Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Page 1: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Pemerintah Daerah Kabupaten Tolikara Provinsi Papua

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Tahun Anggaran 2013

Laporan Pendahuluan

KAWASAN PERKOTAAN

BOKONDINI KABUPATEN TOLIKARAPROVINSI PAPUA

KEGIATAN PENYUSUNAN

Page 2: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | i

KATA PENGANTAR

Laporan Pendahuluan Kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini ini disusun oleh Penyedia Jasa (Konsultan) sebagai

tahap awal dalam rangkaian proses penyelesaian kegiatan studi/kajian teknis

tersebut. Laporan Pendahuluan ini disusun berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK)

yang diterima; Diskusi Awal antara Tim Pelaksana dari Penyedia Jasa dengan Tim

Teknis dari Pengguna Jasa; serta beberapa data dan informasi awal yang telah

diinventarisasi oleh Konsultan.

Dalam Laporan Pendahuluan ini akan dijabarkan mengenai (1) pendahuluan yang

merupakan gambaran umum pekerjaan; (2) berbagai hal substansial yang merupakan

pemahaman konsultan terhadap substansi pekerjaan, termasuk pemahaman dan

tanggapan terhadap KAK, serta pendalaman substansial (hipotesa awal); (3)

pendekatan dan metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan; (4)

berbagai hal yang bersifat teknis administratif, seperti rencana kerja, jadual

pelaksanaan pekerjaan, penjabaran tenaga ahli dan personil, serta sistematika

pelaporan serta (5) rencana survei yang akan dilaksanakan pada tahap selanjutnya.

Pada pekerjaan ini, Konsultan juga telah melakukan survei awal dan telah

mendapatkan berbagai kondisi eksisting, permasalahan, dan konsep awal

pengembangan kawasan perkotaan.

Melalui Laporan Pendahuluan ini, maka diharapkan Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa

dapat melakukan diskusi dan memperoleh kesepakatan bersama perkembangan

pelaksanaan pekerjaan pada tahap awal ini, termasuk pemahaman terhadap

substansi pekerjaan, efisiensi dan efektifitas pendekatan dan metodologi yang

digunakan, komposisi tenaga ahli, serta kesiapan teknis lainnya. Dari diskusi dan

kesepakatan yang diperoleh, selanjutnya diharapkan proses kajian substansial dapat

dilaksanakan secara lebih terarah sesuai dengan sasaran yang diharapkan.

Akhirnya konsultan mengucapkan terima kasih atas segala saran, komentar dan

masukan yang diberikan untuk penyempurnaan laporan ini. Besar harapan konsultan

untuk dapat menghasilkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan

Bokondini yang terbaik.

Bokondini , 2013

PENYUSUN

Page 3: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................ii

DAFTAR TABEL .................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................1

1.2. Maksud, Tujuan Dan Sasaran .......................................................2

1.2.1 Maksud dan Tujuan ..................................................................2

1.2.2 Sasaran.................................................................................3

1.3. Dasar Hukum ..........................................................................3

1.4. Ruang Lingkup ........................................................................5

1.4.1. Lingkup Kegiatan .....................................................................5

1.4.2. Lingkup Wilayah dan Kawasan Perencanaan.....................................8

1.5. Keluaran ...............................................................................9

1.6. Sistematika Pembahasan............................................................11

BAB 2 PEMAHAMAN TERHADAP PEKERJAAN

2.1. Pemahaman Terhadap Ruang Lingkup ............................................1

2.1.1. Pemahaman Terhadap Lingkup Kegiatan .........................................1

2.1.2. Pemahaman Terhadap Lingkup Wilayah dan Kawasan Perencanaan ........6

2.2. Pemahaman Terhadap Muatan RDTR Kawasan ..................................6

2.3. Pemahaman Terhadap Zoning Regulation .......................................22

BAB 3 TINJAUAN PERATURAN DAN KEBIJAKAN TERKAIT

3.1. Peraturan Perundangan Terkait Penataan Ruang ...............................1

3.1.1. Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang .................1

3.1.2. Undang-Undang NO.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah .........4

3.1.3. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerinah Pusat dan Pemerintah Daerah ..............................5

3.1.3. Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan ..............................6

3.1.4. Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup ....................................................................9

3.1.5. Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman ...11

Page 4: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | iii

3.1.6. Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana .....12

3.1.7. PP No.10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta

Untuk Penataan Ruang Wilayah....................................................13

3.1.8. SNI No.1733-2000 tentang Tata Cara Perencanaan

Lingkungan Perumahan di Perkotaan .............................................14

3.2. Peraturan Perundangan Terkait Kehutanan .....................................15

3.2.1. Umum ..................................................................................15

3.2.2. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan .......................16

3.2.3. KEPMENHUT No.70/KPTS-II/2001 tentang Penetapan Kawasan

Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan ..........................19

3.2.4. Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN) dan Badan

Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) ..............................................21

3.2.5. Penetapan Kawasan Hutan .........................................................23

3.2.6. Mutasi Kawasan Hutan ..............................................................24

3.2.7. Perubahan Kawasan Hutan .........................................................27

3.3. Kebijakan Penataan Ruang .........................................................30

3.3.1. Arahan Pengembangan Menurut RTRW Nasional ................................30

3.3.2. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tolikara ....................36

3.3.2.1 Struktur Ruang Kabupaten Tolikara ..............................................36

3.3.2.2 Pola Ruang Kabupaten Tolikara ...................................................53

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Tolikara ............................................2

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah ..........................................................2

4.1.1.1. Pembentukan .......................................................................2

4.1.1.2. Letak Geografis Kabupaten Tolikara ............................................2

4.1.1.3. Kondisi Fisik Dasar .................................................................5

4.1.1.4. Rawan Bencana .....................................................................19

4.2. Gambaran Umum Kawasan Perkotaan Bokondini ...............................23

4.2.1. Kependudukan ........................................................................23

4.2.2. Sosial ...................................................................................24

4.2.2.1 Pendidikan ............................................................................24

4.2.2.2 Kesehatan ............................................................................25

4.2.2.3 Peribadatan ..........................................................................27

4.2.3. Sejarah dan Budaya ..................................................................30

4.2.3.1 Sejarah Distrik Bokondini ..........................................................30

Page 5: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | iv

4.2.3.2 Sosial Budaya Bokondini ............................................................34

4.2.4. Peternakan dan Perkebunan .......................................................39

4.2.4.1 Perikanan .............................................................................40

4.2.4.2 Perkebunan ...........................................................................40

4.2.4.3 Tanaman Pangan ....................................................................41

4.2.5. Perindustrian, Pertambangan, Pariwisata dan Keuangan .....................47

4.2.6. Transportasi dan Komunikasi .......................................................48

4.3. Potensi Permasalahan Dan Arah Pengembangan ................................49

BAB 5 PENDEKATAN DAN METODOLOGI

5.1. Pendekatan Studi .......................................................................1

5.1.1. Pendekatan Perencanaan ...........................................................1

5.1.2. Pendekatan Kebijakan (Sinkronisasi Kebijakan) .................................3

5.1.3. Pendekatan Wilayah ..................................................................3

5.1.3.1. Pendekatan Pengembangan Wilayah ............................................4

5.1.3.2. Pendekatan Perencanaan Incremental-Strategis dan Strategis–Proaktif ..11

5.1.4. Pendekatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar .......................................12

5.1.5. Pendekatan Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi .......................13

5.1.6. Pendekatan Konservasi Lingkungan ................................................14

5.1.7. Pendekatan Sosial Budaya ...........................................................15

5.1.8. Pendekatan Kepariwisataan ........................................................15

5.1.9. Pendekatan Pelaku Pembangunan ................................................16

5.1.10. Pendekatan Partisipasi Masyarakat ...............................................17

5.1.11. Pendekatan Kelembagaan (Instansional) ........................................18

5.1.12. Pendekatan Mitigasi Bencana .....................................................19

5.1.13. Pendekatan Keberlanjutan ........................................................20

5.2. Proses Pelaksanaan Pekerjaan ........................................................21

5.2.1. Proses Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan ...................................21

5.2.2. Proses Penyusunan Zoning Regulation ............................................33

5.3. Metodologi Studi ........................................................................37

5.3.1. Metode Survei .........................................................................37

5.3.2. Metode Analisis .......................................................................39

5.3.2.1. Metode Analisis Kependudukan ..................................................39

5.3.2.2. Analisis Penggunaan Lahan .......................................................43

5.3.2.3. Analisis Kegiatan Kota .............................................................43

5.3.2.4. Analisis Transportasi ...............................................................47

Page 6: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | v

5.3.2.5. Analisis Kesesuaian Lahan ........................................................50

5.3.2.6. Analisis Kekuatan dan Kelemahan Kawasan (SWOT) ..........................58

5.2.4.7. Analisis Biaya Dampak (ABIDA) ...................................................60

5.3.3. Metode Penyiapan Peta ..............................................................61

5.3.4. Metode Diskusi Kelompok Terarah (FGD) .........................................71

BAB 6 RENCANA KERJA DAN JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN

6.1. Rencana Kerja ........................................................................1

6.1.1. Tahap Pendahuluan ..................................................................1

6.1.2. Tahap Pengumpulan Data dan Fakta ..............................................2

6.1.3. Tahap Analisis ........................................................................2

6.1.4. Tahap Rencana .......................................................................3

6.1.5. Tahap Finalisasi ......................................................................4

6.2. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan ....................................................4

BAB 7 ORGANISASI PELAKSANAAN PEKERJAAN

7.1. Hubungan Kerja Yang Terbentuk .....................................................1

7.2. Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan ...................................................2

BAB 8 GAGASAN DAN KONSEP PERENCANAAN

8.1. Konsep Pembangunan Yang Berkelanjutan ......................................1

8.2.1. Definisi dan Pengertian Pembangunan Berkelanjutan .........................1

8.2.2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan ....................................1

8.2.3. Lingkup dan Komponen Pembangunan Berkelanjutan .........................2

8.2.4. Pembangunan Berbasis Kelanjutan Ekologi ......................................4

8.2.5. Perencanaan Berbasis Bioregion ...................................................5

8.2.6. Konsep Ecocity........................................................................8

8.2.7. Konsep Kawasan Hemat Energi ....................................................15

8.2. KONSEP REVITALISASI KAWASAN WARISAN BUDAYA ............................22

8.2.1. Akar Masalah Penataan dan Revitalisasi ..........................................22

8.2.2. Penataan Kawasan Warisan Budaya ...............................................23

8.2.3. Konservasi Lingkungan Binaan .....................................................27

8.2.4. Teknis Penanganan Elemen Kawasan .............................................29

8.3. Konsep Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ..............................35

8.3.1. Definisi dan Pengertian RTH .......................................................36

8.3.2. Fungsi dan Manfaat RTH ............................................................36

Page 7: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | vi

8.3.3. Pola dan Struktur Fungsional RTH .................................................37

8.3.4. Elemen Fungsi RTH ..................................................................37

8.3.5. Teknis Perencanaan RTH............................................................38

8.3.6. Isu RTH .................................................................................39

8.4. Konsep Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)........................................40

8.4.1. Definisi RTNH .........................................................................40

8.4.2. Fungsi RTNH ...........................................................................41

8.4.3. Manfaat RTNH ........................................................................42

8.4.4. Pendekatan Pemahaman RTNH ....................................................42

8.4.5. Tipologi RTNH ........................................................................44

8.5. Konsep Pengembangan Pertanian Melalui Agroforestri dan Agropolitan ...48

8.5.1. Sistem Agroforestri ..................................................................49

8.5.1.1 Ruang Lingkup Sistem Agroforestri ..............................................50

8.5.1.2 Jenis-jenis Sistem Agroforestri ...................................................52

8.5.1.3 Sistem Agroforest ...................................................................53

8.5.1.4 Keunggulan Sistem Agroforestri ..................................................54

8.5.1.5 Konsep Sistem Agribisnis ...........................................................57

8.5.2. Konsep Pembangunan Kawasan Agropolitan .....................................58

8.5.2.1 Kriteria Kawasan Agropolitan .....................................................59

8.5.2.2 Konsep Struktur Ruang Kawasan Agropolitan ...................................60

8.5.2.3 Komoditas Unggulan Kawasan .....................................................62

8.5.2.4 Konsep dan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan

di Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................................64

8.6. Konsep Grid City Bagi Pengembangan Kota Bokondini .........................68

8.7. Konsep Kampung Mandiri Di Perkotaan Bokondini ..............................69

8.8. Konsep Perencanaan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas (PSU) ..................70

8.9. Konsep Perencanaan Berbasis Mitigasi Bencana ................................81

8.10. Konsep Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang ......................84

8.11. Konsep Produk Perencanaan Tata Ruang Yang Informatif, Sederhana

dan Interaktif .........................................................................86

8.11.1. Pemanfaatan Teknologi Elektronik ...............................................86

8.11.2. Interaksi Manusia Dengan Teknologi .............................................87

8.11.2. Elemen Multimedia Dalam Interaksi Manusia Dengan Teknologi ............88

8.11.3. Pemilihan Elemen Multimedia Dalam Penyampaian Informasi ...............88

8.11.4. Produk Penataan Ruang Berbasis Website ......................................89

8.11.5. Keuntungan Pemanfaatan Teknologi Terkait Pengembangan Wilayah .....91

Page 8: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | vii

BAB 9 PROGRAM SURVEI

9.1. Penetapan Kebutuhan Data Dan Informasi .......................................1

9.2. KONDISI DATA YANG ADA ...........................................................3

9.3. METODE SURVEI ......................................................................3

9.2.1. Kegiatan Survei secara Primer .....................................................3

9.2.2. Kegiatan Survei secara Sekunder ..................................................3

9.3. Perangkat (Instrumen) Pelaksanaan Survei ......................................4

9.3.1. Peralatan (Hardware) Survei .......................................................4

9.3.2. Checklist Data dan Informasi ......................................................4

9.3.3. Form Surveyor ........................................................................5

9.3.4. Questionnaire untuk Wawancara ..................................................5

9.3.5. Form GPS ..............................................................................5

Page 9: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Unit Pelaksana Teknis (Balai Pemantapan Kawasan Hutan

Wilayah Sampai Dengan XI) ...................................................22

Tabel 3.2 Penetapan Sistem Pusat Pelayanan Di Kabupaten Tolikara ..............37

Tabel 3. 3 Proyeksi Kebutuhan Listrik Di Kabupaten Tolikara Hingga

Tahun 2032 ......................................................................43

Tabel 3.4 Proyeksi Kebutuhan Air Minum Di Kabupaten Tolikara

Hingga Tahun 2032 .............................................................46

Tabel 3.5 Proyeksi Kebutuhan Penanganan Sampah Di Kabupaten

Tolikara Hingga Tahun 2032 ..................................................48

Tabel 3.6 Proyeksi Kebutuhan Penanganan Limbah Cair Kabupaten

Tolikara Hingga Tahun 2032 ..................................................49

Tabel 4.1 Nama Distrik-Distrik Di Kabupaten Tolikara ................................2

Tabel 4.2. Potensi Geologi Untuk Tiap Stratigrafi Di Kabupaten Tolikara ..........10

Tabel 4.3. Tutupan Lahan Kabupaten Tolikara .........................................15

Tabel 4.4. Status Kawasan Hutan Di Kabupaten Tolikara .............................19

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Di Kawasan Perkotaan Bokondini

Menurut DistrikTahun 2010 ....................................................23

Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Di Kawasan Perkotaan Bokondini

Menurut Distrik Tahun 2010 ...................................................23

Tabel 4.7 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar (SD) Negeri Dan Swasta

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010 ..........24

Tabel 4.8 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar, Murid Dan Guru

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010 ..........24

Tabel 4.9 Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Murid Dan Guru

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010 ..........25

Tabel 4.10 Jumlah Sekolah Menengah Umum, Murid Dan Guru

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010 ..........25

Tabel 4.11 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu Dan Balai Pengobatan

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010 ..........26

Tabel 4.12 Jumlah Puskesmas KelilingDi Kawasan Perkotaan Bokondini

Menurut Distrik Tahun 2010 ...................................................27

Tabel 4.13 Jumlah Tenaga KesehatanDi Kawasan Perkotaan Bokondini

Menurut Distrik Tahun 2010 ...................................................27

Tabel 4.14 Populasi Ternak Besar Akhir Tahun Menurut Jenis Di

Page 10: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | ix

Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010 .............39

Tabel 4.15 Jumlah Ternak Yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan (RPH)

Dan Di Luar RPH Menurut Jenis Ternak Di Kawasan

Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ............................................39

Tabel 4.16 Jumlah Populasi Ternak Akhir Tahun Menurut Jenis Unggas

dan Kelinci Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ...............40

Tabel 4.17 Produksi Perikanan Darat Menurut Komoditi Di Kawasan

Perkotaan Bokondini Tahun 2010 (Kg).......................................40

Tabel 4.18 Luas Areal, Produksi Perkebunan KopiDi Kawasan Perkotaan

Bokondini Tahun 2010 ..........................................................41

Tabel 4.19 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Bayam Dan Cabe

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..............................41

Tabel 4.20 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Buncis Dan Wortel

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..............................41

Tabel 4.21 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Daun Bawang Dan

Bawang Merah Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ...........42

Tabel 4.22 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Ketimun Dan

Kentang Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ...................42

Tabel 4.23 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Kubis Dan

Terong Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ....................42

Tabel 4.24 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Bawang Putih

Dan Ubi-Ubian LainDi Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ......43

Tabel 4.25 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Petsai/Sawi Dan

Tomat Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 .....................43

Tabel 4.26 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Kacang Tanah Dan

Kedelai Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ....................43

Tabel 4.27 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Jagung Dan

Keladi Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 .....................43

Tabel 4.28 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Ubi Kayu Dan

Ubi Jalar Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..................44

Tabel 4.29 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Padi Sawah Dan

Padi Ladang Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..............44

Tabel 4.30 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Kacang Hijau Dan

Kacang Panjang Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 .........45

Tabel 4.31 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Kangkung Dan Markisa .

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..............................45

Page 11: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | x

Tabel 4.32 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Jeruk Manis Dan Nanas

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..............................45

Tabel 4.33 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Pisang Dan Nangka

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..............................46

Tabel 4.35 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Jambu Biji Dan Salak

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..............................46

Tabel 4.36 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Adpokat Dan Mangga

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..............................46

Tabel 4.37 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Pepaya Dan Labu Siam

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..............................47

Tabel 4.38 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Rambutan

Dan Tanaman Obat Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 .....47

Tabel 4.39 Banyaknya Landasan Pesawat Terbang Menurut Jenis Status

Kepemilikan Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 ..............48

Tabel 4.41 Potensi/Masalah/Batasan dan Arah Pengembangan Di Kawasan

Perkotaan Bokondini ...........................................................49

Tabel 5.1 Keterlibatan Lintas Sektoral .................................................19

Tabel 5.2 Kriteria Fisik Lingkungan Kawasan Budidaya Dan Kawasan Lindung ....52

Tabel 5.3 Aturan Kelas Lereng Lapangan ...............................................54

Tabel 5.4 Aturan Kelas Jenis Tanah ......................................................54

Tabel 5.5 Aturan Kelas Intensitas Hujan ................................................54

Tabel 5.6 Matrik SWOT .....................................................................60

Tabel 6.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini ................................................5

Tabel 8.1 Elemen Bioregion ...............................................................6

Tabel 8.2 Partisipasi Swasta dan Masyarakat dalam Investasi .......................80

Tabel 8.3 Potensi Kontribusi Masyarakat dalam Penataan Ruang ...................84

Page 12: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Peta Peraturan Zonasi ...............................................24

Gambar 3.1 Skematik Rencana Tata Ruang dalam UU No.26 Tahun 2007 ...........4

Gambar 3.2 Diagram Fungsi Pokok Hutan .................................................29

Gambar 3.3 Diagram Mutasi Kawaasn Hutan ............................................30

Gambar 3.4 Peta Struktur Ruang Kabupaten .............................................52

Gambar 3.5 Peta Pola Ruang Kabupaten Tolikara .......................................61

Gambar 4.1 Peta Delineasi Kawasan Perkotaan Bokondini ............................4

Gambar 4.2 Peta Ketinggian Kawasan Perkotaan Bokondini ...........................8

Gambar 4.3 Peta Kemiringan Lereng Kawasan Perkotaan Bokondini .................9

Gambar 4.4 Peta Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Bokondini .........................11

Gambar 4.5 Peta Geologi Kabupaten Tolikara ...........................................12

Gambar 4.6 Peta Curah Hujan Kabupaten Tolikara .....................................14

Gambar 4.7 Peta Daerah Aliran Sungai Kawasan Perkotaan Bokondini ..............16

Gambar 4.8 Peta Hidrogeologi Kawasan Perkotaan Bokondini ........................17

Gambar 4.9 Peta Tutupan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini .....................18

Gambar 4.10 Peta Status Kawasan Hutan di Kawasan Perkotaan Bokondini ........21

Gambar 4.11 Peta Rawan Bencana.........................................................22

Gambar 4.12 Peta Sarana Pendidikan .....................................................26

Gambar 4.13 Peta Sarana Kesehatan ......................................................28

Gambar 4.14 Peta Sarana Peribadatan ....................................................29

Gambar 4.15 Pola Permukiman Suku Lani Di Kabupaten Tolikara ....................37

Gambar 4.16 Pola Pemikiman Usilimo Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya ........37

Gambar 4.17 Peta Dokumentasi Kondisi Lapangan ......................................54

Gambar 5.1 Diagram Keterlibatan Pelaku Pembangunan Dalam

Penyusunan Rencana ........................................................18

Gambar 5.2 Proses Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini ..............32

Gambar 5.3 Proses Penyusunan Zoning Regulation....................................33

Gambar 5.4 Diagram Alur Analisis Kesesuaian Lahan .................................51

Gambar 5.5 Skema Proses Overlay (Tumpangtindih Peta) ...........................57

Gambar 5.6 Spefisikasi dari Satelit Ikonos ..............................................61

Gambar 5.7 Produk yang dihasilkan oleh Ikonos .......................................61

Gambar 5.8 Posisi Titik Dalam Sistem Koordinat Geosentrik

(Kartesian Dan Geodetik) ...................................................66

Gambar 5.9 Posisi Titik Dalam Sistem Koordinat Toposentrik .......................67

Page 13: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | xii

Gambar 5.10 Contoh Penulisan Peta Berdasarkan PP.10/2000 .......................70

Gambar 5.11 Permodelan Dunia Nyata dalam Data Spasial GIS.......................71

Gambar 7.1 Struktur Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan Rencana

Detil Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini ..............3

Gambar 8.1 Skema Pembangunan Berkelanjutan........................................2

Gambar 8.2 Komponen Pembangunan Berkelanjutan

dan Ketatapemerintahan yang Baik ........................................3

Gambar 8.3 Skema Regenerative Environment ..........................................5

Gambar 8.4 Model Perumahan Hemat Energi di Inggris ................................16

Gambar 8.5 Visualisasi Jalur dan Parkir Sepeda Khusus ................................17

Gambar 8.6 Model Bangunan Ramah Lingkungan ........................................18

Gambar 8.7 Contoh Ruang Terbuka Hijau ................................................18

Gambar 8.8 Contoh Pembangkit Energi Surya............................................20

Gambar 8.9 Contoh Pembangkit Energi Air ...............................................20

Gambar 8.10 Contoh PLTA Mikrohidro di Desa Gama-Ketapang.......................22

Gambar 8.11 Preseden Proyek Revitalisasi Perkotaan ..................................23

Gambar 8.12 Preseden Konservasi Kota Tua Lijiang di Cina ...........................26

Gambar 8.13 Konsep RTH di Wilayah Perkotaan .........................................35

Gambar 8.14 Skema Implementasi RTH ...................................................40

Gambar 8.15 Contoh RTNH Plasa ...........................................................44

Gambar 8.16 Contoh RTNH Parkir ..........................................................45

Gambar 8.17 Contoh RTNH Olahraga ......................................................46

Gambar 8.18 Contoh RTNH Bermain .......................................................46

Gambar 8.19 Contoh RTNH Pembatas .....................................................47

Gambar 8.20 Contoh RTNH Koridor ........................................................47

Gambar 8.21 Skema Sistem Penggunaan Lahan Utama .................................49

Gambar 8.22 Hubungan Masukan dan Keluaran Dalam Sistem Agroforestri .........50

Gambar 8.23 Beberapa Praktek Sistem Agroforestri ....................................51

Gambar 8.24 Konsep Kawasan Agropolitan ...............................................59

Gambar 8.25 Konsep Pengembangan Sektor Pertanian di Perkotaan Bokondini ...64

Gambar 8.26 Konsep Pengembangan Grid City ..........................................69

Gambar 8.27 Konsep Pengembangan Kampung Mandiri ................................70

Gambar 8.26 Tahapan Mitigasi Bencana ..................................................81

Gambar 8.27 Diagram Alir Konsep Mitigasi Bencana ....................................82

Gambar 8.28 Perencanaan Mitigasi Bencana .............................................83

Gambar 8.29 Pemanfaatan Teknologi Elektronik ........................................86

Page 14: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar Tabel dan Daftar Gambar | xiii

Gambar 8.30 Manusia dan Penguasaan atas Teknologi .................................87

Gambar 8.31 Halaman Depan Website Tata Ruang......................................90

Gambar 8.32 Halaman Dalam Website Penataan Ruang ................................91

Page 15: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 1

1.1. LATAR BELAKANG

Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua merupakan kabupaten baru yang berusia 10 tahun

sejak dimekarkan dari Kabupaten Jayawijaya tahun 2002. Kabupaten ini terbentuk sesuai

dengan Undang–Undang nomor 26 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Sarmi,

Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten

Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen,

Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat,

Kabupaten Teluk Bintuni, Dan Kabupaten Teluk Wondama Di Provinsi Papua.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa

Pemerintah Daerah Kabupaten Tolikara mempunyai kewenangan untuk menyusun rencana

detail tata ruang didalam wilayahnya. Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah

Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota harus menetapkan bagian dari wilayah

Kabupaten/Kota yang perlu disusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Bagian dari

wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan kawasan perkotaan atau kawasan

strategis kabupaten/kota. Kawasan strategis Kabupaten/Kota dapat disusun RDTR apabila

merupakan: (i) kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi

kawasan perkotaan; dan (ii) memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR.

Salah satu kawasan yang memenuhi kriteria tersebut adalah Kawasan Perkotaan Bokondini

dengan luas wilayah kawasan perencanaan 6.352 hektar. Diharapkan dimasa mendatang

kawasan ini menjadi pusat perekonomian jasa dan perdagangan komoditas pertanian dan

perkebunan terpadu, pusat pelayanan transportasi udara militer dan komersial, pusat

pendidikan tinggi, penunjang pelayanan kesehatan terpadu dan penunjang pelayanan

pemerintahan satu atap. Disamping konsep pengembangan yang diharapkan dimasa depan

tersebut, isu utama dalam wilayah perencanaan adalah adanya permukiman tradisional

masyarakat Papua didalam kawasan lindung (konservasi/preservasi) yang dapat tumbuh

sehingga perlu diatur. Selain itu dengan terbatasnya kawasan budidaya sebesar 10%,

dibutuhkan konsep pembangunan kawasan perkotaan Bokondini yang berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud bertujuan untuk mendorong/merangsang

pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi, mengurangi degradasi kualitas sosial dan

pelestarian lingkungan hidup.

Saat ini dokumen RTRW Kabupaten Tolikara telah mendapat persetujuan substansi dari

Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) dan diharapkan adanya koordinasi dan

konsolidasi antara pelaksana kegiatan RTRW dan RDTR agar konsep pengembangan dapat

Page 16: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 2

selaras, serasi, seimbang dan efisien. Sehingga RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini

menjadi pedoman untuk pemanfaatan dan pengendalian ruang di kawasannya.

1.2. MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN

1.2.1 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan pada pekerjaan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini antara

lain:

1. Menyiapkan perwujudan ruang, dalam rangka pelaksanaan program pembangunan

kawasan pusat pertumbuhan dan pengembangan perkotaan Bokondini sebagai Pusat

Perekonomian Jasa dan Perdagangan Komoditas Pertanian dan Perkebunan Terpadu,

Pusat Pelayanan Transportasi Udara Militer dan Komersial, Pusat Pendidikan Tinggi,

Penunjang Pelayanan Kesehatan Terpadu dan Penunjang Pelayanan Pemerintahan

Satu Atap;

2. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan kawasan strategis

perkotaan dengan RTRW Kabupaten;

3. Menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi dan efisien;

4. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kawasan melalui pengendalian program-

program pembangunan kawasan;

5. Mewujudkan ruang kawasan yang indah, berwawasan lingkungan, efisien dalam

alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program

pembangunan;

6. Menentukan struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan berdasarkan kondisi fisik,

aspek administrasi pemerintahan, aspek ekonomi, aspek sosial kependudukan dan

aspek pengurangan resiko bencana;

7. Menyusun rencana peruntukan jenis dan besaran fasilitas (perumahan dan

permukiman, perdagangan, pemerintahan dan sebagainya) dan utilitas (jalan,

drainase, kelistrikan, telekomunikasi, limbah cair, persampahan);

8. Menyusun pedoman bagi instansi dalam penyusunan zonasi sebagai pedoman untuk

penyusunan rencana rinci tata ruang/rencana teknik ruang kawasan perkotaan atau

rencana tata bangunan dan lingkungan, dan pemberian perizinan kesesuaian

pemanfaatan bangunan dan peruntukan lahan; dan

9. Menyusun arahan, strategis dan skala prioritas program pembangunan serta waktu

dan tahapan pelaksanaan pengembangan kawasan.

Page 17: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 3

1.2.2 Sasaran

Sasaran dari kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan

Bokondini Kabupaten Tolikara antara lain:

1) Tersajinya data dan informasi ruang kawasan yang akurat dan aktual;

2) Teridentifikasinya potensi dan permasalahan kawasan sebagai masukan dalam proses

penentuan arah struktur dan pola ruang kawasan;

3) Terwujudnya keterpaduan program pembangunan antar sub-kawasan dalam kawasan

perkotaan maupun antar kawasan dalam wilayah kabupaten;

4) Tersusunnya arahan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan;

5) Tersusunnya pedoman bagi pemerintah daerah dalam penyusunan peraturan zonasi,

pemberian advice planning, pengaturan bangunan setempat dan lingkungannya

(RTBL) serta pemberian perizinan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang;

6) Terciptanya keselarasan, keserasian, keseimbangan antar lingkungan permukiman

dalam kawasan;

7) Terkendalinya pembangunan kawasan strategis dan fungsional kabupaten, baik yang

dilakukan pemerintah maupun masyarakat/swasta;

8) Terciptanya percepatan investasi masyarakat dan swasta di dalam kawasan; dan

9) Terkoordinasinya pembangunan kawasan antara pemerintah dan masyarakat/swasta.

1.3. DASAR HUKUM

Kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini

Kabupaten Tolikara ini didasarkan pada beberapa peraturan perundangan sebagai berikut:

A. Undang-undang:

1. Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya;

2. Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pengganti Undang-Undang No.1 tahun 2004 yang telah ditetapkan

dengan Undang-Undang No.19 tahun 2004;

3. Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;

4. Undang-Undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan;

Page 18: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 4

5. Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;

6. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

7. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

8. Undang-Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi;

9. Undang-Undang No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.32/2004

tentang Pemerintah Daerah;

10. Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran;

11. Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;

12. Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

13. Undang-Undang No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

14. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup;

15. Undang-Undang No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan;

16. Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No.31/2004 tentang

Perikanan; dan

17. Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

B. Peraturan Pemerintah:

1. Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2000 tentang Ketelitian Peta untuk Penataan

Ruang Wilayah;

2. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

antara Pemerintah; Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota;

3. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional;

4. Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2010 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan;

5. Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan

Tanah Terlantar;

6. Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan

Ruang; dan

7. Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.

C. Peraturan Presidan dan Keputusan Presiden:

1. Keputusan Presiden No. 57 tahun 1989 tentang Kriteria Kawasan Budidaya;

2. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

3. Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang

Nasional; dan

Page 19: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 5

4. Keputusan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

D. Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri:

1. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi

Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah; dan

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 50 tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi

Penataan Ruang Daerah.

1.4. RUANG LINGKUP

1.4.1. Lingkup Kegiatan

Adapun ruang lingkup kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan

Bokondini, meliputi:

1. Menentukan dan menetapkan kawasan perencanaan Bokondini.

2. Pengumpulan dan pengolahan data:

a. Persiapan survei lapangan;

b. Persiapan peralatan dan perlengkapan survei lapangan;

c. Metode dan program survei lapangan; terdiri atas pengambilan data sekunder,

pengambilan data primer, dan identifikasi lapangan. Adapun muatan data dan

informasi yang harus didapatkan di lapangan adalah sebagai berikut:

1. Fisik dasar kawasan, meliputi informasi dan data: topografi, hidrologi,

geologi, klimatologi, oceanografi, dan tata guna lahan;

2. Kependudukan, meliputi jumlah dan persebaran penduduk menurut ukuran

keluarga, umur, agama, pendidikan, dan mata pencaharian;

3. Perekonomian; meliputi data investasi, perdagangan, jasa, industri,

pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, pendapatan daerah, dan

lain-lain;

4. Penggunaan lahan, menurut luas dan persebaran kegiatan yang diataranya

meliputi: permukiman, perdagangan dan jasa, industri, pariwisata,

pertambangan, pertanian dan kehutanan dan lain-lain; dan

5. Tata bangunan dan lingkungan, meliputi: intensitas bangunan (KDB, KLB,

KDH), bentuk bangunan, arsitektur bangunan, pemanfaatan bangunan,

bangunan khusus, wajah lingkungan, daya tarik lingkungan (node,

landmark, dll), garis sempadan (bangunan, sungai, danau, SUTT).

Page 20: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 6

6. Prasarana dan utilitas umum:

o Jaringan transportasi:

Jaringan; jalan raya dan jalur penerbangan (KKOP);

Fasilitas; (terminal dan bandara);

Kelengkapan jalan; halte, parkir, dan jembatan penyeberangan;

dan

Pola pergerakan (angkutan penumpang dan barang).

o Air minum (sistem jaringan, bangunan pengolah, hidran); mencakup

kondisi dan jaringan terpasang menurut pengguna, lokasi bangunan

dan hidran, kondisi air tanah dan sungai, debit terpasang;

o Sewarage; air limbah rumah tangga;

o Sanitasi (sistem jaringan, bak kontral, bangunan pengolah); jaringan

terpasang, prasarana penunjang dan kapasitas;

o Drainase; sistem jaringan makro dan mikro, dan kolam penampung;

o Jaringan listrik; sistem jaringan (SUTT, SUTM, SUTR), gardu (induk,

distribusi, tiang/beton), sambungan rumah (domistik, non domistik);

o Jaringan komunikasi; jaringan, rumah telepon, stasiun otamat,

jaringan terpasang (rumah tangga, non rumah tangga, umum);

o Gas; sistem jaringan, pabrik, jaringan terpasang (rumah tangga, non

rumah tangga); dan

o Pengolahan sampah; sistem penanganan (skala individual, skala

lingkungan, skala daerah), sistem pengadaan (masyarakat, pemerintah

daerah, swasta).

7. Identifikasi daerah rawan bencana, meliputi lokasi, sumber bencana,

besaran dampak, kondisi lingkungan fisik, kegiatan bangunan yang ada,

fasilitas dan jalur kendali yang telah ada.

d. Elaborasi

Kegiatan elaborasi adalah kegiatan yang meliputi: (i) elaborasi penduduk; dan

(ii) elaborasi kebutuhan sektoral. Kegiatan ini memperhitungkan kemampuan

lokasi perencanaan menampung penduduk dalam kawasan perencanaan.

Page 21: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 7

3. Analisa kawasan perencanaan, meliputi:

a. Analisa struktur kawasan perencanaan, yang meliputi analisis penduduk,

analisis fungsi ruang, analisis sistem jaringan pergerakan;

b. Analisa peruntukan blok rencana, yang meliputi analisis pembagian blok,

analisis peruntukan lahan, analisis fasilitas lingkungan, analisis mitigasi

bencana;

c. Analisa prasarana transportasi, meliputi analisis angkutan jalan raya, angkutan

kereta api, angkutan air, angkutan udara;

d. Analisa utilitas umum, meliputi analisis air minum, drainase, air limbah,

persampahan, kelistrikan, telekomunikasi dan gas;

e. Analisa amplop ruang, meliputi analisis:

1. Intensitas pemanfaatan ruang terdiri atas (i) Koefisien Dasar Bangunan

(KDB), (ii) Koefisien Lantai Bangunan (KLB), (iii) Koefisein Dasar Hijau (KDH),

(iv) Koefisien Tapak Basement (KTB), (v) Koefisien Wilayah Terbangun

(KWT), (vi) Kepadatan Bangunan dan Penduduk; dan

2. Tata massa bangunan, meliputi (i) pertimbangn garis sempadan bangunan

(GSB), (ii) garis sempadan sungai (GSS) dan jarak bebas bangunan, (iii)

pertimbangan garis sempadan danau dan waduk, (iv) pertimbangan tinggi

bangunan, (v) pertimbangan selubung bangunan, (vi) pertimbangan tampilan

bangunan.

f. Analisa kelembagaan dan peran masyarakat, meliputi (i) identifikasi aspirasi

dan analisis permasalahan aspirasi masyarakat, (ii) analisis perilaku lingkungan,

(iii) analisis perilaku kelembagaan, (iv) analisis metoda dan sistem.

4. Perumusan konsep rencana dan ketentuan teknis rencana detail:

a. Konsep rencana, pengembangan struktur ruang kawasan, peruntukan lahan

blok-blok serta indikasi hierarki pelayanan;

b. Penyusunan produk rencana detail tata ruang;

c. Rencana struktur ruang kawasan, meliputi (i) rencana persebaran penduduk

yaitu jumlah dan kepadatan penduduk; (ii) struktur kawasan perencanaan yaitu

struktur fungsi dan peran kawasan; (iii) rencana blok kawasan; (iv) rencana

skala pelayanan; (v) rencana sistem jaringan yang meliputi jalan raya, fasilitas

jalan raya, jalan kereta api, angkutan air, angkutan udara; (vi) rencana sistem

Page 22: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 8

jaringan utilitas, meliputi jaringan air minum, listik, gas, drainase, air limbah,

persampahan;

d. Rencana peruntukan blok meliputi perumahan, perdagangan dan jasa, industri

dan perdagangan, pertambangan, pariwisata,

agropolitan/pertanian/agroforestry, ruang terbuka hijau, ruang terbuka non

hijau

e. Rencana penataan bangunan dan lingkungan (amplop ruang), meliputi tata

kualitas lingkungan, tata bangunan, arah garis sempadan;

f. Indikasi program pembangunan, meliputi lokasi, jumlah, waktu dan

pembiayaan terhadap (i) bangunan/jaringan/lingkungan baru yang akan

dibangun, (ii) bangunan/jaringan/lingkungan yang akan ditingkatkan, (iii)

bangunan/jaringan/lingkungan yang akan diperbaiki, (iv)

bangunan/jaringan/lingkungan yang akan diperbaharui, (v)

bangunan/jaringan/lingkungan yang akan dipugar, (vi)

bangunan/jaringan/lingkungan yang akan dilindungi.

5. Proses Pendampingan Legalisasi rencana detail tata ruang.

6. Pengendalian rencana detail, meliputi aturan zonasi, aturan insentif dan dis

insentif, perijinan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

7. Kelembagaan dan peran serta aktif masyarakat, meliputi:

a. Peran kelembagaan; dan

b. Peran masyarakat.

1.4.2. Lingkup Wilayah dan Kawasan Perencanaan

Kawasan perencanaan merupakan bagian dari wilayah perencanaan yang diarahkan

menjadi kawasan perkotaan dan menjadi fokus penyusunan rencana hingga kedalaman

block plan. Kawasan perencanaan mencakup suatu kawasan atau beberapa kawasan dan di

dalamnya terbentuk fungsi-fungsi lingkungan tertentu yang saling terkait.

Lingkup kawasan perencanaan akan ditetapkan lebih detail pada tahap awal kajian dengan

disepakati dengan Tim Teknis dan stakeholders terkait. Adapun kriteria dari kawasan

perencanaan adalah:

1. Bagian wilayah kabupaten dengan batas administrasi;

2. Bagian wilayah kabupaten dengan tema/karakter kawasan tertentu;

Page 23: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 9

3. Suatu kecamatan, dengan batas administrasinya; dan

4. Suatu bagian wilayah perencanaan yang mempunyai fungsi atau potensi

pengembangan fungsi perkotaan.

1.5. KELUARAN

Keluaran dari pekerjaan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan

Bokondini Kabupaten Tolikara, Papua adalah:

1. Dokumen Laporan Pendahuluan.

2. Dokumen Data Fakta dan Analisa (Antara).

3. Dokumen Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini

Kabupaten Tolikara, Papua.

4. Album peta (A3) dengan skala 1: 5.000.

5. Ringkasan Eksekutif Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini

Kabupaten Tolikara, Papua.

6. Rancangan peraturan daerah (RANPERDA).

Produk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini, adalah sebagai

berikut:

1. Konsep pengembangan kawasan perkotaan;

2. Tujuan pengembangan kawasan fungsional perkotaan;

3. Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan

a. Rencana Distribusi Penduduk Kawasan setiap blok peruntukan;

b. Rencana Struktur Pelayanan Kegiatan Kawasan, yang mencakup:

1.) Pelayanan perdagangan;

2.) Pelayanan pendidikan;

3.) Pelayanan kesehatan; dan

4.) Pelayanan rekreasi dan atau olah raga.

c. Rencana sistem jaringan transportasi kawasan; dan

d. Rencana sistem jaringan utilitas kawasan.

4. Rencana blok pemanfaatan ruang (block plan)

a. Kawasan Budidaya, meliputi:

1.) Kawasan perumahan dan permukiman;

2.) Kawasan perdagangan;

3.) Kawasan industri;

4.) Kawasan pendidikan;

Page 24: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 10

5.) Kawasan kesehatan;

6.) Kawasan peribadatan;

7.) Kawasan rekreasi;

8.) Kawasan olahraga;

9.) Kawasan fasilitas sosial lainnya;

10.) Kawasan perkantoran pemerintah dan niaga;

11.) Kawasan terminal angkutan jalan raya;

12.) Kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan;

13.) Taman pemakaman umum, taman pemakaman pahlawan; dan

14.) Tempat pembuangan sampah akhir.

b. Kawasan Lindung, meliputi:

1.) Kawasan resapan air dan kawasan yang memberikan perlindungan bagi

kawasan bawahan lainnya;

2.) Sempadan sungai, sekitar danau dan waduk, sekitar mata air, dan kawasan

terbuka hijau kota termasuk jalur hijau;

3.) Cagar alam/pelestarian alam, dan suaka margasatwa;

4.) Taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam lainnya;

5.) Kawasan cagar budaya; dan

6.) Kawasan rawan letusan gunung berapi, rawan gempa, rawan tanah longsor,

rawan gelombang pasang dan rawan banjir.

5. Pedoman pelaksanaan pembangunan kawasan:

a. Arahan Kepadatan Bangunan setiap blok peruntukan;

b. Arahan Ketinggian Bangunan setiap blok peruntukan;

c. Arahan Perpetakan Bangunan setiap blok peruntukan;

d. Arahan Garis Sempadan setiap blok peruntukan;

e. Rencana Penanganan setiap blok peruntukan, mencakup:

1.) Bangunan/jaringan baru yang akan dibangun;

2.) Bangunan/jaringan yang akan ditingkatkan;

3.) Bangunan/jaringan yang akan diperbaiki;

4.) Bangunan/jaringan yang akan diperbaharui;

5.) Bangunan/jaringan yang akan dipugar; dan

6.) Bangunan/jaringan yang akan dilindungi.

f. Rencana Penanganan Prasarana dan Sarana setiap blok peruntukan

1.) Jaringan prasarana dan sarana baru yang akan dibangun;

2.) Jaringan prasarana dan sarana yang akan ditingkatkan;

3.) Jaringan prasarana dan sarana yang akan diperbaiki;

Page 25: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 11

4.) Jaringan prasarana dan sarana yang akan diperbaharui;

5.) Jaringan prasarana dan sarana yang akan dipugar; dan

6.) Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.

g. Mekanisme advis planning perijinan sampai dengan pemberian ijin lokasi bagi

kegiatan perkotaan;

h. Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif;

i. Mekanisme pemberian kompensasi;

j. Mekanisme pelaporan;

k. Mekanisme pemantauan;

l. Mekanisme evaluasi; dan

m. Mekanisme pengenaan sanksi.

1.6. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Laporan Pendahuluan ini disusun dalam 9 bab, yang dapat dijabarkan secara detail

sebagai berikut:

BAB 1 adalah PENDAHULUAN: mendeskripsikan latar belakang, maksud, tujuan dan

sasaran, ruang lingkup pekerjaan, jangka waktu pelaksanaan, keluaran, serta sistematika

pembahasan.

BAB 2 adalah PEMAHAMAN TERHADAP PEKERJAAN: mendeskripsikan pemahaman

terhadap pemahaman terhadap lingkup dan substansi pekerjaan.

BAB 3 adalah TINJAUAN PERATURAN DAN KEBIJAKAN TERKAIT: mendeskripsikan

berbagai peraturan perundangan yang mengatur penataan ruang, serta payung hukum dan

kebijakan perencanaan yang melandasi penyusunan Penyusunan Rencana Detail Tata

Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini.

BAB 4 adalah GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN:

mendeskripsikan mengenai berbagai hal umum terkait dengan kondisi dan karakteristik

Wilayah dan Kawasan Perencanaan, yang mencakup batasan administratif, kondisi fisik

dasar, hidrologi dan drainase, guna lahan eksisting, kondisi sosial kependudukan, kondisi

perekonomian, kondisi prasarana dan sarana pendukung kegiatan perkotaan.

BAB 5 adalah PENDEKATAN DAN METODOLOGI: mendeskripsikan pendekatan dan

metodologi yang dilakukan untuk melaksanakan pekerjaan.

Page 26: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 1 Pendahuluan | 12

BAB 6 adalah RENCANA KERJA DAN JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN:

mendeskripsikan rencana kerja, yaitu tahapan kegiatan yang dilakukan untuk

menghasilkan keluaran pekerjaan beserta tabulasi jadwal pelaksanaan pekerjaan.

BAB 7 adalah ORGANISASI PELAKSANA PEKERJAAN: mendeskripsikan organisasi

pelaksanaan pekerjaan, yaitu diagram dan struktur organisasi serta mekanisme kerja baik

antara Pihak Konsultan dengan Pihak Pemberi Kerja maupun di dalam Pihak Konsultan.

BAB 8 adalah GAGASAN DAN KONSEP PERENCANAAN: mendeskripsikan gagasan/konsep

pengembangan wilayah yang akan dijadikan pengarah pengembangan fisik ruang dan

pengarah pembangunan prasarana dan sarana di wilayah pengembangan atau area

development dalam rangka pemenuhan basic need prasarana dasar hingga kepada

perkembangan sosial ekonomi wilayah atau development need yang didasarkan pada

pertumbuhan wilayah.

BAB 9 adalah PROGRAM SURVEI: mendeskripsikan berbagai persiapan survei yang akan

dilakukan secara sistematis dan terprogram, dengan berisikan penjabaran penetapan

kebutuhan data dan informasi; metode survei; proses survei; jadwal survei; checklist

kebutuhan data dan informasi; serta instrumen jajak pendapat (questionnaire).

Page 27: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 1

2.1. PEMAHAMAN TERHADAP RUANG LINGKUP

2.1.1. Pemahaman Terhadap Lingkup Kegiatan

Berdasarkan pemahaman konsultan terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK), pada

dasarnya lingkup kegiatan dalam Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini

adalah:

1. Penentuan kawasan perencanaan.

Penentuan kawasan perencanaan merupakan kegiatan awal sebelum

dilakukan analisis dan penyusunan rencana. Maksud dari penentuan kawasan

perencanaan adalah untuk mengidentifikasi bagian mana pada wilayah

perencanaan, dalam hal ini Distrik Bokondini, Distrik Kaboneri dan sebagian

Distrik Bewani yang akan menjadi fokus pengembangan perkotaan.

Sebagaimana diketahui, bahwa mayoritas wilayah perencanaan merupakan

kawasan lindung, dan hanya sebagian kecil yang berpotensi sebagai kawasan

budidaya. Di antara luas potensi kawasan budidaya tersebut, terdapat bagian

yang kemudian diprioritaskan untuk dikembangkan sebagai kawasan

perkotaan. Kawasan inilah yang kemudian akan direncanakan secara

mendetail hingga blok perencanaan.

2. Identifikasi permasalahan pembangunan dan perwujudan ruang kawasan.

Merupakan upaya memahami isu-isu strategis pengembangan wilayah distrik

yang harus diperhatikan berkaitan dengan bidang ekonomi, sosial-budaya dan

lingkungan yang akan menjadi prioritas penanganan serta menjadi bahan

pertimbangan bagi penyusunan rencana detail tata ruang. Sasaran yang

hendak dicapai pada tahap ini adalah untuk membuat rumusan isu strategis di

wilayah distrik dilihat dari perspektif tata ruang wilayah kecamatan/distrik

berkaitan dengan ekonomi sosial budaya, lingkungan dan kerawanan bencana.

Masukan yang diperlukan berupa permasalahan pengembangan wilayah distrik

dan arahan kebijakan pembangunan Kabupaten/Kota pada wilayah distrik

yang direncanakan. Setidaknya identifikasi masalah dan perwujudan ruang

kawasan ditinjau terhadap faktor eksternal dan internal kawasan.

Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar wilayah

perencanaan, namun mempengaruhi arah dan besaran pengembangan wilayah

perencanaan, seperti: Undang-Undang, kebijakan pembangunan nasional,

provinsi maupun kebijakan pembangunan Kabupaten/Kota yang meliputi

Page 28: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 2

kebijakan spasial Kabupaten/Kota yang tertuang dalam RTRW

Kabupaten/Kota, rencana strategis Kabupaten/Kota maupun kebijakan

sektor-sektor terkait yang berpengaruh terhadap pengembangan

kecamatan/distrik. Dari faktor-faktor ekternal ini selanjutnya dilakukan

analisis terhadap peluang dan ancaman faktor eksternal terhadap

perkembangan kawasan perencanaan.

Faktor Internal yaitu faktor yang bersumber dari dalam wilayah perencanaan,

dan mempengaruhi arah dan besaran pengembangan wilayah perencanaan,

seperti: faktor ekonomi sosial budaya; kondisi fisik dan lingkungan wilayah;

faktor daya serap dan daya tangkal sosial-budaya setempat terhadap suatu

perkembangan; serta kesiapan perangkat kelembagaan untuk berkembangnya

kawasan.

3. Perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan

Perkiraan kebutuhan pengembangan kawasan didasarkan pada hasil analisis

data dan fakta yang telah dikumpulkan. Hal ini merupakan bagian dari

analisis spasial untuk mengetahui kondisi unsur-unsur pembentuk ruang serat

hubungan sebab akibat terbentuknya kondisi ruang wilayah, baik analisis

terhadap kondisi sekarang maupun kecenderungan di masa depan.

Adapun muatan analisis ini adalah:

a. Analisis struktur kawasan

Mengidentifikasi arah perkembangan pembangunan kawasan, dengan

memperhatikan karakteristik dan daya-dukung fisik lingkungan serta

dikaitkan dengan tingkat kerawanan terhadap bencana, dan arahan

kebijakan pengembangan spasial di atasnya.

b. Analisis peruntukan blok

Analisis peruntukan blok kawasan melakukan kajian terhadap

peruntukan dan pola ruang yang ada, dan pergeseran serta permintaan

dikemudian waktu, berdasarkan pertimbangan distribusi penduduk,

tenaga kerja, aksesibilitas, nilai dan harga lahan, daya dukung lahan,

daya dukung lingkungan, daya dukung prasarana, dan nilai properti

lainnya.

Page 29: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 3

c. Analisis prasarana dan sarana lingkungan

Untuk mengatur kebutuhan distribusi, luas lahan dan ukuran fasilitas

sosial ekonomi, yang diatur dalam struktur zona dan blok dan sub blok

peruntukan.

d. Analisis utilitas lingkungan

Untuk mengidentifikasi kemungkinan dimensi, lokasi, pemanfaatan

ruang jalan sebagai jalur distribusi untuk jaringan utilitas, dengan

mempertimbangkan topografi, volume, debit, lokasi/lingkungan

perencanaan, tingkat pelayanan, dan sebagainya.

e. Analisis mitigasi bencana

Untuk meniliti dan mengkaji sumber bencana, lingkup atau luasan

dampak, dan kebutuhan pengendalian bencana, agar tercipta lingkungan

permukiman yang aman, nyaman, dan produktif.

f. Analisis transportasi

Untuk mengatur dan menentukan kebutuhan jaringan pergerakan dan

fasilitas penunjangnya, menurut struktur zona, blok dan sub blok

peruntukan, sehingga tercipta ruang yang lancar, aman, nyaman, dan

terpadu, berdasarkan pertimbangan distribusi penduduk, tenaga kerja,

daya dukung lahan, daya dukung lingkungan jalan, daya dukung

prasarana yang ada.

g. Analisis amplop ruang

Untuk mewujudkan keserasian dan keasrian lingkungan, dengan

menetapkan intensitas pemanfaatan lahan didalam kawasan (image

arsitektur, selubung bangunan, KDB, KLB, KDH, KDNH).

h. Analisis kelembagaan dan peran serta masyarakat

Dilakukan dengan mengkaji struktur kelembagaan yang ada, fungsi dan

peran lembaga, meknisme peran masyarakat, termasuk media serta

jaringan untuk keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan,

pemanfaatan, dan pengendalian serta pengawasan.

4. Perumusan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan.

Perumusan RDTR terdiri dari beberapa aspek penting, yaitu:

a. Konsep Rencana dan Ketentuan Teknis Rencana Detail

Konsep rencana disusun berdasarkan hasil analisis masalah dan potensi

kawasan, termasuk unit-unit lingkungannya, sehingga menghasilkan

Page 30: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 4

suatu hipotesa awal. Hipotesa awal dirumuskan berdasarkan

kemungkinan deviasi hasil prediksi, pengaruh ekonomi makro, kebijakan-

kebijakan pemerintah, dan ketidakpastian yang dianggap akan

mempengaruhi struktur dan peruntukan ruang dimasa mendatang.

Berdasarkan konsep rencana yang telah dirumuskan, maka disusun

Ketentuan Teknis Rencana Detail (Produk RDTR), yang terdiri dari:

1.) Rencana struktur ruang kawasan

Muatan struktur disusun menurut simpul dan sentra kegiatan dari

fungsi ruang, dan dirinci menurut blok-blok perencanaan.

2.) Rencana peruntukan blok

Muatan peruntukan blok dituangkan dalam bentuk rencana

peruntukan, dan dirinci menurut blok-blok perencanaan.

3.) Rencana penataan bangunan dan lingkungan (amplop ruang)

Penataan Bangunan dan Lingkungan atau dikenal istilah amplop

ruang, merupakan hasil analisis daya dukung lahan, daya tampung

ruang dan kekuatan investasi serta ekonomi setempat, memuat

gambaran dasar penataan pada lahan kawasan perencanaan yang

selanjutnya dijabarkan dalam pengaturan bangunan, pengaturan

antar bangunan, dan penataan lingkungan fungsional.

4.) Indikasi program pembangunan

Petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran,

waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam

rangka mewujudkan ruang distrik yang sesuai dengan rencana tata

ruang yang dimaksud.

b. Pengendalian Rencana Detail

Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah kegiatan yang berkaitan

dengan pengawasan dan penertiban agar pemanfaatan ruang sesuai

dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pengawasan

dimaksudkan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan

fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana yang diselenggarakan dalam

bentuk pelaporan, pemantauan, dan evaluasi pemanfaatan ruang.

Penertiban pemanfaatan ruang adalah usaha untuk mengambil tindakan

agar pemafaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud.

Komponen pengendalian pemanfaatan ruang dalam RDTR kawasan

adalah:

Page 31: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 5

1.) Zonasi

Zona adalah kawasan dengan peruntukan khusus yang memiliki

potensi atau permasalahan yang mendesak untuk ditangani dalam

mewujudkan tujuan perencanaan dan pengembangan kawasan.

2.) Aturan insentif dan disinsentif

Ketentuan pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk

memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan

dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat

maupun oleh pemerintah daerah, dan sebaliknya untuk pemberian

disinsentif.

3.) Perizinan dalam pemanfaatan ruang

Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam

kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

c. Kelembagaan dan Peran Serta Aktif Masyarakat

Penyusunan RDTR kawasan haruslah bersifat partisipatif dan dinamis,

baik secara kelembagaan maupun melalui pelibatan masyarakat.

1.) Peran kelembagaan

Lembaga formal pemerintah yang terlibat dalam penataan ruang

adalah Pemerintah Daerah dalam rangka pengaturan, pembinaan,

pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang, serta koordinasi

penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, lintas wilayah dan

lintas pemangku kepentingan. Pelaksanaan penyusunan RDTR

Kabupaten dilaksanakan oleh lembaga formal pemerintah kabupaten

dibawah koordinasi BAPPEDA Kota dan didukung oleh dinas/instansi

terkait

2.) Peran serta masyarakat

Peran serta masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada

setiap tahap penataan ruang

5. Penetapan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (Legalisasi).

Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten perlu adanya suatu upaya penetapan

rencana tata ruang dalam bentuk PERDA, dengan mempersiapkan hal-hal

sebagai berikut:

a. Tim pengarah bersama-sama dengan Tim Pelaksana menyarikan bagian-

bagian esensial dari RDTR Kabupaten untuk menjadi materi RAPERDA;

Page 32: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 6

b. Tim Pengarah dibantu oleh bagian Hukum Kantor Sekretariat Daerah

Kabupaten menyusun konsep RAPERDA;

c. Tim Pengarah dibantu oleh Tim Pelaksana melakukan uji publik, melalui

sosialisasi kepada masyarakat yang terkena dampak, maupun kepada

investor;

d. RAPERDA RDTR diajukan kepada Gubernur untuk persetujuan, sebelum

diserahkan kepada DPRD;

e. DPRD melakukan uji materi RAPERDA RDTR, untuk disahkan sebagai

Rancangan Peraturan Daerah; dan

f. Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten yang bersangkutan ditetapkan

dengan persetujuan DPRD dalam bentuk Peraturan Daerah.

2.1.2. Pemahaman Terhadap Lingkup Wilayah dan Kawasan Perencanaan

Ruang lingkup wilayah perencanaan merupakan seluruh Kawasan Perkotaan

Bokondini, dimana lingkup tersebut meliputi seluruh ruang daratan (termasuk

gunung, hutan, dan lain-lain), ruang perairan (sungai) serta kawasan konsentrasi

perkotaan, yang berada di Distrik Bokondini, Distrik Kaboneri dan sebagian wilayah

Distrik Bewani.

Sementara itu lingkup dari kawasan perencanaan sendiri akan difokuskan pada

kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi Kawasan Perkotaan. Delineasi

dari kawasan perencanaan itu sendiri akan ditetapkan lebih detail pada tahap awal

kajian dengan disepakati dengan Tim Teknis dan stakeholders terkait.

2.2. PEMAHAMAN TERHADAP MUATAN RDTR KAWASAN

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan memuat tujuan pengembangan, rencana

fasilitas umum, rencana peruntukan blok, rencana penataan bangunan dan

lingkungan (amplop ruang), indkasi program pembangunan, pengendalian rencana

detail tata ruang.

1. Tujuan Pengembangan

Tujuan pengembangan kota dirumuskan sesuai dengan karakter kota yang

telah ditetapkan dalam perencanaan. Tujuan juga telah mempertimbangkan

urgensi permasalahan ruang kota yang harus segera disusun pengendalian

pelaksanaan pembangunannya.

Page 33: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 7

2. Rencana Struktur Ruang

Materi pokok dari muatan rencana struktur ruang adalah:

a. Rencana persebaran penduduk

Muatan rencana persebaran penduduk harus memperhatikan sifat-

sifat ruang, yaitu: ketersediaan lahan, kondisi fisik, besaran kegiatan

ekonomi yang akan dikembangkan, serta pertumbuhan penduduk

yang direncanakan oleh rencana di atasnya.

Pengelompokan materi yang diatur:

Jumlah penduduk yang menunjukkan pertumbuhan dan

perkembangan penduduk sampai akhir, meliputi:

1) Tahun rencana, dan kepadatan penduduk diklasifikasikan

menurut tingkat kepadatan;

2) Jumlah penduduk diatur menurut struktur penduduk menurut

ukuran keluarga, umur, pendidikan, agama, dan mata

pencaharian;

3) Kepadatan penduduk dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga)

kelas yaitu:

Kepadatan tinggi;

Kepadatan sedang; dan

Kepadatan rendah.

b. Struktur Ruang

Muatan struktur disusun menurut simpul dan sentra kegiatan dari

fungsi ruang, dan dirinci menurut blok-blok perencanaan. Faktor

pembentuk utama struktur ruang perencanaan dapat berupa:

struktur zona perencanaan, struktur pelayanan kegiatan dan sistem

jaringan pergerakan, dan sistem utilitas. Struktur ruang perencanaan

merupakan jenjang fungsi dan peran ruang yang melekat pada

kawasan atau yang akan dicapai dalam pengembangan ruang

tersebut.

Pengelompokan materi yang diatur:

Pembagian struktur zona perencanaan dapat dipisahkan dalam pola

zona menurut kawasan fungsional, pertama yaitu pola pengembangan

Page 34: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 8

kawasan yang terkait dengan perlindungan setempat, dan kedua pola

pengembangan permukiman.

1) Struktur ruang perencanaan pada kawasan berciri perlindungan

setempat/konservasi/mitigasi bencana, adalah kawasan cagar

budaya, kawasan rawan bencana, kawasan daerah aliran sungai

dan lainnya.

Zona utama: pemanfaatan lahan merupakan objek/kegiatan

utama dari fungsi ruang, yang harus dilindungi dan dibatasi

aktifitas diluar kegiatan utama (seperti zona konservasi,

rawan bencana);

Zona pendukung: pemanfaatan lahan merupakan kegiatan

yang menunjang dan memperkuat sekaligus melindungi

fungsi kawasan (seperti zona pembangunan); dan

Zona pelengkap: Pemanfaatan lahan merupakan kegiatan

yang melengkapi fungsi kawasan: permukiman dan

pelayanan skala yang lebih luas (seperti zona

pengembangan).

2) Struktur ruang perencanaan pada kawasan berciri permukiman,

adalah kawasan perumahan, perdagangan dan jasa, kawasan

industri, kawasan kota mandiri, dan lainnya.

Zona utama: pemanfaatan lahan merupakan objek/kegiatan

utama dari fungsi kawasan, yang mempunyai intensitas

tinggi, dan kegiatan yang produktif dengan skala pelayanan

wilayah, kawasan atau lebih luas;

Zona pendukung: pemanfaatan lahan merupakan kegiatan

transisi yang menunjang dan mempunyai intensitas sedang

sampai dengan tinggi, dan kegiatan bersifat campuran; dan

Zona pelengkap: pemanfaatan lahan merupakan kegiatan

yang melengkapi fungsi kawasan utama dengan intensitas

rendah sampai sedang, yaitu kegiatan perumahan, rekreasi,

dan skala pelayanan kegiatan lokal atau lingkungan.

c. Rencana Blok

Kriteria pengaturan blok

1) Menggambarkan ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia

dan atau kegiatan alam;

Page 35: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 9

2) Setiap blok memiliki kesamaan fungsi dan karakteristik yang

akan dibentuk;

3) Memiliki homogenitas pemanfaatan ruang dan kesamaan

karakteristik serta kemungkinan pengembangannya (unit

lingkungan);

4) Kebutuhan pemilahan dan strategi pengembangannya;

5) Secara fisik: mengikuti morfologi blok, pola (pattern) dan

ukuran blok, kemudahan implementasi dan prioritas strategi;

6) Pertimbangan lingkungan: keseimbangan dengan daya dukung

lingkungan, dan perwujudan sistem ekologi; dan

7) Tercipta peningkatan kualitas lingkungan kegiatan yang aman,

nyaman, sehat dan menarik, serta berwawasan ekologis (ruang

terbuka dan tata hijau).

d. Rencana Skala Pelayanan Kegiatan

Rencana Skala Pelayanan Kegiatan meliputi semua sistem kegiatan

primer, dan sistem kegiatan sekunder; sampai pada kegiatan lokal

dan lingkungan.

Pengelompokan materi yang diatur:

1) Kegiatan sentra primer, yaitu sebagai pusat kegiatan ekonomi

berskala regional, pusat kegiatan pemerintahan dan skala

sarana wilayah (daerah):

Kegiatan perdagangan dan jasa:, terutama melayani

perdagangan besar meliputi grosir, pasar;

Induk, supermall, pusat perdagangan barang eceran primer,

pergudangan, pusat perkantoran;

Kegiatan pemerintahan: meliputi kantor Bupati dan

perkantoran pemerintah setingkat Bupati;

Kegiatan fasilitas umum: masjid agung, taman kota,

terminal Kelas A, stasiun KA, bandara udara, pelabuhan

samudera, taman parkir, kantor pelayanan umum, Rumah

Sakit tipe A dan B, dan stadion; Kegiatan pendidikan:

perguruan tinggi, balai latihan dan penelitian; dan

Perumahan, wisma susun, ruko, rukan.

2) Kegiatan sentra sekunder, yaitu sebagai pusat kegiatan

ekonomi, pusat pemerintahan dan sarana daerah skala sub

Page 36: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 10

wilayah, dengan jangkauan pelayanan beberapa distrik. Corak

pelayanan mengarah kepada kegiatan perdagangan eceran,

kegiatan jasa pribadi dan jasa perdagangan:

Kegiatan perdagangan dan jasa: terutama melayani

perdagangan eceran, barang-barang kebutuhan sekunder,

bengkel mobil, pusat onderdil kendaraan, dan lainnya;

Kegiatan pemerintahan, meliputi kantor camat, dan

lembaga setingkat distrik;

Kegiatan fasilitas umum: masjid distrik, taman lingkungan,

terminal Kelas B, taman parkir, kantor pelayanan umum, RS

pembantu tipe C, puskesmas, apotik, laboratorium,

lapangan bola;

Kegiatan pendidikan: SLTA, SLTP, dan kursus; dan

Perumahan: ruko, dan rukan.

3) Kegiatan sentra tersier/lokal, yaitu sebagai pusat kegiatan

ekonomi, pusat pemerintahan dan sarana daerah berskala

lingkungan, dengan jangkauan pelayanan

kelurahan/desa/kampung atau beberapa RW. Corak pelayanan

perdagangan eceran dan kegiatan pribadi:

Kegiatan perdagangan dan jasa: terutama melayani

perdagangan eceran, sepert toko, warung dan lainnya;

Kegiatan pemerintahan, meliputi kantor kelurahan atau

desa/kampung;

Kegiatan fasilitas umum: masjid, taman lingkungan, balai

pengobatan, klinik, puskesmas pembantu, jalur hijau;

Kegiatan pendidikan: sekolah dasar, taman kanak-kanak;

Perumahan: tunggal dan deret.

e. Rencana Sistem Jaringan

Rencana sistem jaringan terdiri dari dua bagian besar, yaitu:

1) Rencana sistem jaringan pergerakan

Rencana sistem jaringan pergerakan meliputi materi yang

direncanakan dan materi yang diatur. Materi yang diatur

Page 37: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 11

meliputi sistem jaringan primer dan sekunder, sedangkan

materi yang direncanakan adalah sistem jaringan lokal.

Pengelompokan materi yang diatur

Jalan raya;

Fasilitas jalan raya; dan

Angkutan udara.

2) Rencana sistem jaringan utilitas

Kegiatan penyediaan dan pengelolaan air minum;

Prasarana drainase;

Prasarana air limbah;

Prasarana persampahan;

Prasarana kelistrikan;

Prasarana telekomunikasi; dan

Prasarana gas

3. Rencana Fasilitas Umum

Rencana fasilitas umum yang dimaksud adalah upaya pemenuhan kebutuhan

fasilitas umum berdasarkan standar kebutuhan minimum dan daya jangkau

maksimal dalam pelayanan fasilitas umum sesuai kebutuhan dan fungsinya.

Komponen rencana:

a. Fasilitas sosial dan umum;

b. Fasilitas ekonomi;

c. Bangunan bersejarah;

d. Ruang Terbuka Hijau (RTH); dan

e. Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH).

4. Rencana Peruntukan Blok

a. Kegiatan Perumahan

Komponen rencana:

1) Tipe perumahan yang terdiri dari rumah renggang, rumah deret

dan rumah susun; dan

2) Klasifikasi perancangan kawasan perumahan, baik kawasan

perumahan perkotaan maupun kawasan perumahan perdesaan.

Page 38: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 12

b. Kawasan Perdagangan dan Jasa

Komponen rencana:

1) Penjabaran peruntukan perkantoran meliputi perkantoran

pemerintah dan kantor swasta;

2) Penjabaran peruntukan lahan perdagangan dan jasa tunggal

meliputi perdagangan dan jasa tunggal kecil, perdagangan dan

jasa tunggal sedang dan perdagangan dan jasa tunggal besar;

3) Penjabaran keterpaduan lokasi antara usaha besar, sedang dan

kecil, atau pengaturan lokasi usaha modern dan tradisional,

termasuk didalamnya sektor informal;

4) Penjabaran usaha bagi sektor informal dapat dialokasikan

secara khusus seperti penggunaan lahan bersama antara sektor

informal dan sektor formal pada penggunaan ruang publik

dengan pengaturan waktu yaitu siang penggunaan publik sektor

formal dan dimalam hari penggunaan ruang untuk sektor

informal;

5) Penjabaran usaha kedalam daya dukung penduduk, daya dukung

ekonomi setempat, dan daya dukung lingkungan (termasuk

memiliki IPAL); dan

6) Penjabaran usaha perdagangan dan jasa kedalam pengaturan

tata bangunan dan lingkungan untuk menciptakan keserasian,

kenyamanan dan pembentukan karakter kawasan.

c. Kegiatan Industri dan Pergudangan

Komponen rencana:

1) Penjabaran peruntukan lahan industri meliputi industri kecil,

industri sedang dan industri besar;

2) Penjabaran peruntukan lahan pergudangan meliputi

pergudangan terbuka dan pergudangan tertutup;

3) Penjabaran kegiatan industri dan pergudangan sesuai, daya

dukung ekonomi (sumber alam, atau pasar), dan fasilitas

pendukung (aksesibilitas, air, tenaga kerja, perumahan,

pengolahan limbah); dan

4) Penjabaran kegiatan industri dan pergudangan sesuai dengan

standar baku lingkungan, keamanan, kenyamanan dengan

kegiatan sekitarnya.

Page 39: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 13

d. Kegiatan Pariwisata

Komponen rencana:

1) Pengembangan wisata di zona publik (untuk kegiatan wisata

umum);

2) Pengembangan wisata di zona semi publik (untuk kegiatan

wisata bagi masyarakat sekitar obyek wisata);

3) Pengembangan wisata di zona privat (untuk kegiatan wisata

yang dikelolah oleh pihak privat);

4) Pengembangan wisata di zona penyangga (untuk kegiatan

konservasi demi menjaga kawasan wisata agar tetap alami dan

tidak mengalami kerusakan); dan

5) Pengembangan wisata di zona perbatasan (untuk kegiatan

wisata yang di dalamnya terdapat obyek-obyek wisata yang

masuk dalam wilayah administrasi yang berbeda).

e. Ruang Terbuka Hijau

Komponen rencana:

1) Penjabaran peruntukan lahan ruang terbuka binaan meliputi

ruang terbuka olah raga dan rekreasi, ruang terbuka taman dan

ruang terbuka bermain (fasilitas);

2) Penjabaran peruntukan lahan ruang terbuka alami meliputi

ruang terbuka pertanian, ruang terbuka sempadan (pengaman)

dan ruang terbuka konservasi;

3) Penjabaran kebutuhan ruang terbuka hijau didasarkan pada

daya dukung penduduk, kerapatan bangunan, volume lalu

lintas/tingkat polusi, dampak penting, beserta coverage

areanya; dan

4) Penjabaran kebutuhan ruang terbuka hijau didasarkan pada

daya dukung penduduk, kerapatan bangunan, volume lalu

lintas/tingkat polusi, dan dampak penting.

f. Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)

Komponen rencana:

1.) Pengaturan RTNH pada pekarangan bangunan; dan

2.) Pengaturan RTNH pada skala lingkungan.

Page 40: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 14

5. Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan (Amplop Ruang).

a. Tata Kualitas Lingkungan

Komponen rencana:

1.) Keseimbangan kawasan dengan lingkungan sekitar;

2.) Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan; dan

3.) Pelestarian ekologis.

b. Tata Bangunan

Komponen rencana:

1.) Pengaturan kavling dalam blok peruntukan;

2.) Pengaturan bangunan, yaitu perencanaan pengaturan massa

bangunan dalam blok peruntukan;

3.) Penetapan kepadatan kelompok bangunan dalam kawasan

perencanaan melalui pengaturan besaran berbagai elemen

intensitas pemanfaatan lahan yang ada (seperti KDB, KLB, dan

KDH), yang mendukung terciptanya berbagai karakter khas

dari berbagai blok atau sub blok; dan

4.) Pengaturan ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yaitu

perencanaan pengaturan ketinggian dan elevasi bangunan,

baik pada skala bangunan tunggal maupun kelompok bangunan

pada lingkungan yang lebih makro.

c. Arahan Garis Sempadan

Komponen rencana:

1.) Pengaturan sempadan bangunan, yaitu garis maya pada

persil/tapak sebagai batas minimum diperkenankannya

didirikan bangunan, dihitung dari garis sempadan jalan/garis

sempadan pagar/batas persil; dan

2.) Pengaturan sempadan sungai, yaitu pengaturan Sempadan

Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk

sungai buatan, kanal, saluran irigasi primer, yang mempunyai

manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi

sungai.

6. Indikasi Program Pembangunan

Indikasi program pembangunan disusun dengan kriteria:

a. Mendukung perwujudan struktur ruang dan rencana pola ruang;

Page 41: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 15

b. Mendukung program utama penataan ruang nasional, provinsi, dan

Kabupaten/Kota terkait;

c. Realistis, obyektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka

waktu perencanaan;

d. Konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun,

baik dalam jangka waktu tahunan maupun antar lima tahunan; dan

e. Sinkronisasi antar program harus terjaga dalam satu kerangka

program terpadu pengembangan wilayah kabupaten.

Indikasi program utama meliputi:

a. Usulan Program Utama

Usulan program utama adalah program-program utama

pengembangan wilayah kabupaten yang diindikasikan memiliki bobot

kepentingan utama atau diprioritaskan untuk mewujudkan struktur

ruang dan pola ruang kawasan sesuai tujuan penataan ruang

kawasan.

b. Lokasi

Lokasi adalah tempat dimana usulan program utama akan

dilaksanakan.

c. Besaran

Besaran adalah perkiraan jumlah satuan masing-masing usulan

program utama pengembangan wilayah akan dilaksanakan.

d. Sumber Pendanaan

Sumber pendanaan dapat berasal dari APBD kabupaten, APBD

provinsi, APBN, swasta dan/atau masyarakat.

e. Instansi Pelaksana

Instansi pelaksana adalah pelaksana program utama yang meliputi

pemerintah (sesuai dengan kewenangan masing-masing pemerintah),

swasata serta masyarakat.

f. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan

Usulan program utama direncanakan dalam kurun waktu berakhirnya

RTRW Kabupaten/Kota terkait, sedangkan masing-masing program

mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai kebutuhan.

Program utama 5 (lima) tahun pertama dapat dirinci ke dalam

program utama tahunan. Penyusunan indikasi program utama

Page 42: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 16

disesuaikan dengan pentahapan jangka waktu 5 (lima) tahun dalam

RPJP Daerah Kabupaten/Kota terkait.

7. Pengendalian Rencana Detail Tata Ruang

a. Aturan Zonasi

Aturan zonasi merupakan ketentuan peruntukan ruang di setiap blok

dan sub blok kawasan. Rencana pengembangan blok dan sub blok

kawasan perencanaan akan ditentukan oleh klasifikasi kegiatannya,

yang dapat dipisahkan dalam tiga bagian, yaitu:

1.) Aturan wajib

Merupakan aturan yang disusun atas peraturan peruntukan ruang,

penataan bangunan serta lingkungan dalam blok perencanaan

secara mengikat sesuai dengan fungsi dan peran ruang yang telah

ditetapkan. Aturan ini bersifat mengikat dan wajib

ditaati/diikuti. Aturan wajib meliputi:

Peruntukan ruang;

Intensitas ruang;

Kepadatan penduduk;

Pemecahan blok dan sub blok;

Kebutuhan sarana dan prasarana kawasan; dan

Kualitas lingkungan.

2.) Aturan anjuran

Merupakan aturan yang disusun untuk melengkapi aturan wajib

yang telah disepakati bersama pemegang hak atas tanah, dan

pihak regulasi sehingga dapat ditaati atau diikuti. Aturan ini

meliputi:

Kualitas lingkungan;

Arahan bentuk, dimensi, gubahan dan perletakan dari suatu

bangunan atau komposisi bangunan;

Sirkulasi kendaraan;

Sirkulasi pejalan kaki;

Pedestrian dan Pedagang Kaki Lima;

Ruang terbuka hijau dengan fasilitas dan tidak berfasilitas;

Utilitas bangunan dan lingkungan; dan

Page 43: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 17

Wajah Arsitektur.

3.) Aturan khusus

Aturan khusus diberlakukan sebagai aturan tambahan pada

kawasan yang memerlukan penanganan khusus. Contoh aturan

kawasan khusus meliputi:

Aturan untuk Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan

(KKOP);

Aturan untuk kawasan cagar budaya; dan

Aturan untuk kawasan rawan bencana.

4.) Kode zonasi

Ketentuan penamaan kode zonasi adalah sebagai berikut: setiap

zonasi diberi kode yang mencerminkan fungsi zonasi yang

dimaksud, yaitu:

R (Perumahan)

Zona Perumahan adalah peruntukkan tanah yang terdiri dari

kelompok rumah tinggal yang mewadahi perikehidupan dan

penghidupan masyarakat yang dilengkapi dengan fasilitasnya.

K (Perdagangan dan Jasa)

Zona perdagangan dan jasa adalah peruntukkan tanah yang

merupakan bagian dari kawasan budidaya difungsikan untuk

pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan, sarana

umum produksi dan distribusi, tempat bekerja, tempat

berusaha, tempat hiburan dan rekreasi.

SU (Sarana Umum)

Zona sarana umum adalah kelompok kegiatan yang berupa

sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan,

sarana sosial, sarana olahraga dan rekreasi, sarana pelayanan

umum, sarana perbelanjaan/niaga, dan sarana transportasi

dengan skala pelayanan yang ditetapkan dalam rencana kota.

IG (Industri dan Pergudangan)

Zona Industri dan Pergudangan adalah peruntukkan tanah

yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan yang

berhubungan dengan proses produksi dan tempat

penyimpanan bahan mentah dan barang hasil produksi.

RT (Ruang Terbuka Hijau)

Page 44: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 18

Zona ruang terbuka hijau adalah pengembangan ruang

terbuka yang mempunyai makna historis, estetika, median

ruang, keseimbangan ekologis, sebagai fungsi penghubung

aktivitas-aktivitas kota yang berbeda dan tempat

bersosialisasi yang potensial dikembangkan. Salah satu

pengembangan ruang terbuka (open source) yang sangat

penting di daerah perkotaan adalah pengembangan ruang

terbuka hijau untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup,

sarana pengaman lingkungan perkotaan, menciptakan

keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan.

Keberadaan ruang terbuka hijau di perkotaan ini difungsikan

sebagai perlindungan ekosistem, menciptakan K3, rekreasi,

pengaman lingkungan hidup, penelitian dan pendidikan,

perlindungan plasma nutfah, memperbaiki iklim mikro dan

pengatur tata air.

KS (Khusus)

Zona fungsi khusus adalah peruntukkan tanah yang

difungsikan untuk menampung kegiatan yang sifatnya khusus.

5.) Nomor Blok

Untuk memberikan kemudahan referensi (georeference), maka

blok peruntukan perlu diberi nomor blok. Untuk memudahkan

penomoran blok dan mengintegrasikannya dengan daerah

administrasi, maka nomor blok peruntukan dapat didasarkan

pada kode pos berdasarkan kelurahan/desa/kampung) atau kode

batas wilayah administrasi yang telah ada diikuti dengan 2 atau 3

digit nomor blok. Nomor blok dapat ditambahkan huruf bila blok

tersebut dipecah menjadi beberapa subblok.

Nomor blok = [kode pos/batas wilayah administrasi ]-[2 atau 3

digit angka].[huruf]

Contoh nomor blok berdasarkan wilayah administrasi:

Blok 07.01.001, ... Blok 07.01.001a... , dan seterusnya.

6.) Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan

Aturan kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi

penggunaan lahan dinyatakan dengan klasifikasi sebagai berikut:

Page 45: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 19

" |" = Pemanfaatan diizinkan

Karena sifatnya sesuai dengan peruntukan tanah yang

direncanakan. Hal ini berarti tidak akan ada peninjauan atau

pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah kabupaten

terhadap pemanfaatan tersebut.

“ T " = Pemanfaatan diizinkan secara terbatas

Pembatasan dilakukan melalui penentuan standar

pembangunan minimum, pembatasan pengoperasian, atau

peraturan tambahan lainnya yang berlaku di wilayah

kabupaten/yang bersangkutan

" B " = Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat

Izin ini sehubungan dengan usaha menanggulangi dampak

pembangunan di sekitarnya (menginternalisasi dampak);

dapat berupa AMDAL, RKL dan RPL.

“-" = Pemanfaatan yang tidak diijinkan

Karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang

direncanakan dan dapat menimbulkan dampak yang cukup

besar bagi lingkungan di sekitarnya.

7.) Penyusunan Peta Zonasi

Peta zonasi adalah peta yang berisi kode zonasi di atas blok dan

subblok yang telah didelineasikan sebelumnya dengan skala

1:5000 dan atau yang setara dengan RDTRK.

Pertimbangan penetapan kode zonasi di atas peta batas

blok/subblok yang di didasarkan pada:

Kesamaan karakter blok peruntukan, berdasarkan pilihan:

Mempertahankan dominasi penggunaan lahan yang ada

(eksisting);

Menetapkan fungsi baru sesuai dengan arahan fungsi pada

RTRW;

Menetapkan karakter khusus kawasan yang diinginkan;

Menetapkan tipologi lingkungan/kawasan yang diinginkan;

Menetapkan jenis pemanfaatan ruang/lahan tertentu;

Menetapkan batas ukuran tapak/persil maksimum/minimum;

Menetapkan batas intensitas bangunan/bangun-bangunan

maksimum/minimum;

Page 46: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 20

Mengembangkan jenis kegiatan tertentu;

Menetapkan batas kepadatan penduduk/bangunan yang

diinginkan;

Menetapkan penggunaan dan batas intensitas sesuai dengan

daya dukung prasarana (misalnya: jalan) yang tersedia;

Kesesuaian dengan ketentuan khusus yang sudah ada (KKOP,

pelabuhan, terminal, dan lain-lain); dan

Karakteristik lingkungan (batasan fisik) dan administrasi.

Bila suatu blok peruntukan akan ditetapkan menjadi beberapa

kode zonasi, maka blok peruntukan tersebut dapat dipecah

menjadi beberapa subblok peruntukan. Pembagian subblok

peruntukan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan:

Kesamaan (homogenitas) karakteristik pemanfaatan

ruang/lahan;

Batasan fisik seperti jalan, gang, sungai, brandgang atau

batas persil;

Orientasi bangunan; dan

Lapis bangunan.

Subblok peruntukan diberi nomor blok dengan memberikan

tambahan huruf (a, b, dan seterusnya) pada kode blok.

Contoh:

Blok 40132-023 dipecah menjadi Subblok 40132-023.a dan 40132-

023.b.

b. Aturan Insentif dan Disinsentif; dan

c. Perizinan dalam Pemanfaatan Ruang.

2. Kelembagaan

Sebagai langkah langkah koordinasi dalam penanganan penataan ruang,

pembinaan dan pengembangan kebijakan tata ruang wilayah dan lintas

sektor, sektor, koordinasi diselenggarakan dalam suatu badan koordinasi

daerah skala kabupaten seperti BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang

Daerah) sebagai lembaga fungsional yang berfungsi:

a. Mengkoordinasikan pelaksanaan Rencana Detail Tata Ruang Kota

secara terpadu sebagai dasar bagi penentuan perijinan dalam

Page 47: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 21

penataan kawasan kota yang dijabarkan dalam program

pembangunan kawasan kota;

b. Merumuskan pelaksanaan dan mengkoordinasikan masalah-masalah

yang timbul dalam penyelenggaraan penataan ruang di kawasan kota,

dan memberikan arahan dan pemecahannya;

c. Mengkoordinasikan penyusunan peraturan perundang-undangan di

bidang penataan ruang;

d. Memaduserasikan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 terntang

Penataan Ruang dan penyusunan peraturan pelaksanaannya dengan

Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

e. Memaduserasikan penatagunaan tanah dan penatagunaan sumber

daya alam lainnya dengan Rencana Detail Tata Ruang; dan

f. Melakukan pemantauan (monitoring) tersebut untuk penyempurnaan

rencana detail tata ruang kota.

3. Peran Serta Masyarakat

a. Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Penataan Ruang:

Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan

pelaksanaan Penataan Ruang;

Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana

tata ruang dan program pembangunan; dan

Bantuan teknik dan pengolahan dalam pemanfaatan ruang; dan

Kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian

fungsi lingkungan hidup.

b. Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Pemanfaatan

Ruang:

Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang skala daerah, distrik

dan kawasan, termasuk pemberian informasi atau laporan

pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan dimaksud dan/atau

sumberdaya tanah, air, udara dan sumberdaya lainnya;

Memberikan masukan/laporan tentang masalah yang berkaitan

dengan perubahan/penyimpangan pemanfaatan ruang dari

peraturan yang telah disepakati;

Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan

penertiban pemanfaatan ruang; dan

Page 48: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 22

Mengajukan keberatan dan gugatan melalui instansi yang

berwenang menangani gugatan kepada pemilik, pengelola,

dan/atau pengguna atas penyelenggaraan peruntukan ruang,

bangunan dalam kawasan dan lingkungannya.

2.3. PEMAHAMAN TERHADAP ZONING REGULATION

Pada dasarnya istilah zoning regulation terdiri dari dua kata zoning dan regulation.

Zoning sendiri artinya adalah pembagian lingkungan kota ke dalam zona-zona dan

menetapkan pengendalian pemanfaatan ruang/memberlakukan ketentuan hukum

yang berbeda-beda, sementara regulation artinya adalah peraturan. Dengan

demikian zoning regulation artinya adalah ketentuan yang mengatur tentang

klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan dan prosedur

pelaksanaan pembangunan.

Peraturan zoning pertama kali diterapkan di Kota New York pada Tahun 1916 dengan

tujuan sebagai berikut:

1. Menentukan standar minimum sinar dan udara untuk jalan yang makin gelap

akibat banyak dan makin tingginya bangunan; dan

2. Memisahkan kegiatan yang dianggap tidak sesuai.

Pada perkembangan selanjutnya, zoning regulations ditujukan untuk beberapa hal

sebagai berikut:

1. Mengatur kegiatan yang boleh ada di suatu zona;

2. Menerapkan pemunduran bangunan di atas ketinggian tertentu agar sinar

matahari jatuh ke jalan dan trotoar dan sinar serta udara mencapai bagian

dalam bangunan; dan

3. Pembatasan besar bangunan di zona tertentu agar pusat kota menjadi

kawasan yang paling intensif pemanfaatan ruangnya.

Fungsi zoning regulation pada dasarnya adalah:

1. Sebagai instrumen pengendalian pembangunan. Peraturan zoning yang

lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata

cara pengawasannya;

2. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional. Ketentuan zoning dapat

menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat

operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan tentang penjabaran

Page 49: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 23

rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro

sampai pada rencana yang rinci; dan

3. Sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan.

Zoning Regulation pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. Zoning Text

a. Berisi aturan-aturan (regulation);

b. Menjelaskan tentang tata guna lahan dan kawasan, permitted and

conditional uses, minimum lot requirements, standar

pengembangan, administrasi pengembangan zoning.

2. Zoning Map

a. Berisi pembagian blok peruntukan (zona), dengan ketentuan aturan

untuk tiap blok peruntukan tersebut;

b. Menggambarkan peta tata guna lahan dan lokasi tiap fungsi lahan dan

kawasan.

Page 50: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 24

GA

MBA

R 2

.1.

CO

NTO

H P

ETA

PERA

TU

RA

N Z

ON

ASI

Sum

ber

: Bante

k

Penyusu

nan

Kete

ntu

an

Pem

anfa

ata

n

Ruang

(Zonin

g

Regula

tion)

Kaw

asa

n P

usa

t Pem

eri

nta

han K

ota

Sofi

fi

Page 51: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 2 Pemahaman Terhadap Pekerjaan | 25

Page 52: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 1

3.1. PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT PENATAAN RUANG

Peraturan perundangan yang terkait dengan penataan ruang pada dasarnya sangat

banyak, namun dalam uraian pada subbab ini akan ditinjau beberapa perundangan

yang dianggap sangat signifikan dalam penataan ruang. Perundangan yang ditinjau

terdiri dari Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri

(PERMEN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

3.1.1. UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan landasan penting bagi

dasar dan arahan dalam penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini terutama

yang berkaitan dengan istilah penataan ruang, asas penataan ruang, wewenang

pemerintah daerah kabupaten dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan tata ruang,

produk tata ruang dan hirarkinya, serta batasan, skala dan cakupan penataan ruang

pada kawasan perkotaan.

Beberapa definisi terkait dengan penataan ruang yang tertuang dalam undang-undang

ini, yaitu pada Pasal 1 mengenai Ketentuan Umum adalah:

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang

udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,

tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan

memelihara kelangsungan hidupnya.

2. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

3. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi

pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.

4. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan

ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,

dan pengendalian pemanfaatan ruang.

5. Perencanaan tata ruang adalah proses untuk menentukan struktur ruang

dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata

ruang.

6. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan

pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan

pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

Page 53: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 2

7. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib

tata ruang.

8. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap

unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

administatif dan/atau aspek fungsional.

9. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung dan budidaya

10. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam

dan sumber daya buatan.

11. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,

sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

12. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

13. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau

mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh

tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Dalam kegiatan penataan ruang terdapat beberapa aspek yang penting untuk

diperhatikan. Pada Pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa penataan ruang diselenggarakan

dengan memperhatikan: (a) kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang rentan terhadap bencana; (b) potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,

dan sumber daya buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum,

pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi

sebagai satu kesatuan; dan (c) geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

Selanjutnya pada Pasal 14 dijelaskan bahwa perencanaan tata ruang dilakukan untuk

menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

Rencana umum tata ruang berhierarki terdiri atas:

1. Rencana tata ruang wilayah nasional;

2. Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan

3. Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah

kota.

Page 54: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 3

Sedangkan rencana rinci tata ruang terdiri atas:

1. Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan

strategis Nasional;

2. Rencana tata ruang kawasan strategis Provinsi; dan

3. Rencana detail tata ruang Kabupaten/Kota dan rencana tata ruang

kawasan strategis Kabupaten/Kota.

Dari sisi muatan rencana tata ruang haruslah mencakup rencana struktur ruang dan

rencana pola ruang. Pada pasal 17 ayat 2 disebutkan rencana struktur ruang yang

dimaksud meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan

prasarana. Sedangkan pada ayat 3 disebutkan rencana pola ruang meliputi

peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mana peruntukan kawasan

lindung dan budidaya ini meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian

lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan.

Lebih jauh lagi dalam Pasal 41 dijelaskan bahwa penataan ruang di Kawasan

Perkotaan diselenggarakan pada Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian wilayah

kabupaten dan kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2

(dua) atau lebih wilayah Kabupaten/Kota pada satu atau lebih wilayah Provinsi.

Terkait dengan penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini ini, maka

penyusunan RDTR tersebut merupakan bagian dari penataan ruang Kawasan

Perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten.

UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga tidak melupakan arti pentingnya

peran serta masyarakat dalam penataan ruang. UU yang disusun dalam masa

reformasi dengan semangat Good Governance ini mengisyaratkan bahwa

penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan

masyarakat. Peran serta masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui:

1. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;

2. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

3. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Page 55: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 4

Gambar 3.1 Skematik Rencana Tata Ruang dalam UU No.26 Tahun 2007

RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI TATA RUANG

RTR PULAU/KEPULAUAN

RTR KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

RTR KAWASAN STRATEGIS PROVINSI

RTR KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

RDTR WILAYAH KABUPATEN

RTRW NASIONAL

RTRW PROVINSI

RTRW KABUPATEN

RTR KAWASAN PERKOTAAN DALAM

WILAYAH KABUPATEN

RTR BAGIAN WILAYAH KOTA

RTR KAWASAN STRATEGIS KOTA

RDTR WILAYAH KOTA

RTR KAWASAN METROPOLITAN

RTRW KOTA

W

I

L

A

Y

A

H

P

E

R

K

O

T

A

A

N

Sumber: UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Hasil Olahan Konsultan

3.1.2. UU NO.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Wilayah Indonesia dibagi dalam daerah Provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota

yang otonom. Salah satu pengertian daerah otonom adalah daerah yang berwenang

mengatur dan mengurus kepentingannya sesuai dengan prakarsa berdasarkan aspirasi

masyarakat. UU No. 32/2004 yang merupakan revisi UU No. 22/1999 menjelaskan

atau mengatur penyelenggaraan pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan

otonomi daerah. Dengan berlakunya undang-undang ini, pada dasarnya seluruh

kewenangan sudah berada pada daerah kabupaten dan daerah kota.

Kewenangan pemerintahan daerah berskala Kabupaten/Kota dalam undang–undang

ini dijelaskan (pasal 14 ayat 1) adalah meliputi:

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penanggulangan masalah sosial;

7. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

8. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

Page 56: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 5

9. Pengendalian lingkungan hidup;

10. Pelayanan pertanahan;

11. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

12. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

13. Pelayanan administrasi penanaman modal;

14. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

15. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Termasuk didalamnya melakukan penggabungan beberapa daerah atau pemekaran

dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih (pasal 4 ayat 2). Kaitannya dengan

pengelolaan sumber daya di daerah, dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa

pemerintah daerah bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan dan

sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Adapun sumber daya yang termasuk sumber daya

nasional adalah sumber daya alam, sumber daya buatan, dan sumber daya manusia

yang tersedia di daerah.

3.1.3. UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerinah Pusat dan Pemerintah Daerah

Dalam mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-

sumber pembiayaan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas

pembantuan, maka perlu adanya aturan kebijakan yang mengatur sistem keuangan

yang didasarkan atas kewenangan, tugas, dan tanggungjawab yang jelas antar tingkat

pemerintah. Adapun tujuan pembentukan undang-undang ini adalah:

1. Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah;

2. Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional,

transparan, partisipatif, bertanggungjawab, dan pasti;

3. Mewujudkan sistem perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan

daerah yang mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tanggung

jawab yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah;

4. Menjadi acuan dalam alokasi penerimaan negara bagi daerah;

5. Mempertegas sistem pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah;

dan

6. Menjadi pedoman pokok tentang keuangan daerah.

Page 57: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 6

Seperti yang diungkapkan pada uraian di atas bahwa dalam sumber pembiayaan

penyelenggaraan di daerah dapat dibedakan berdasarkan desentralisasi,

dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan

desentralisasi terdapat sumber pembiayaan yang berupa dana perimbangan dalam

pembagian hasil yang bersumber dari pajak (PBB, BPHTB, PPh) dan dana bagi hasil

yang bersumber dari sumber daya alam (kehutanan, pertambangan umum, perikanan,

pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi).

Sumber ini perlu dicermati dan diharapkan sebagai sumber pembiayaan potensial

dalam upaya pengembangan di daerah. Proporsi perimbangan dana bagi hasil

tersebut adalah sebagai berikut:

Dana bagi hasil yang bersumber dari Pajak

1. Dalam penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi dengan

imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah; dan

2. Dalam penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan

dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.

Dana Bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam

1. Dalam penerimaan negara dari sektor kehutanan dibagi dengan imbangan 20%

untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah;

2. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan umum dibagi dengan

imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah;

3. Dalam penerimaan negara dari sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20%

untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah;

4. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan minyak bumi dibagi

dengan imbangan 69,5% untuk pemerintah pusat dan 15,5% untuk daerah;

5. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan gas bumi dibagi dengan

imbangan 84,5% untuk pemerintah pusat dan 30,5% untuk daerah; dan

6. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan panas bumi dibagi

dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.

3.1.3. UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur bagian dalam

perencanaan kawasan perkotaan. Sebagai bagian sistem transportasi, jalan

mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan

budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan

Page 58: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 7

wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah

serta pembentukan struktur ruang.

Dalam undang-undang ini beberapa definisi berkaitan dengan jalan adalah:

1. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi

lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah,

bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air kecuali

jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

2. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;

3. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,

perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;

4. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan

dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol; dan

5. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling

menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang

berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

Dilihat dari pengelompokan jalan pada pasal 6 disebutkan jalan sesuai dengan

peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Dimana jalan umum

dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas. Sedangkan jalan khusus

diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang

dibutuhkan

Selanjutnya pada pasal 7 dijelaskan sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan

jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder, di mana:

1. Sistem jaringan jalam primer merupakan sistem jaringan jalan dengan

peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua

wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa

distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan

peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam

kawasan perkotaan.

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor,

jalan lokal, dan jalan lingkungan. Pada pasal 8 Undang-Undang ini disebutkan sebagai

berikut:

Page 59: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 8

1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama

dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah

jalan masuk secara berdaya guna.

2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan

rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan

jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata

rendah.

5. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan

provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Pada pasal 9 disebutkan

bahwa:

a. Jalan Nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem

jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota Provinsi, dan

jalan strategis nasional serta jalan tol;

b. Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan

primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota

Kabupaten/Kota, atau antar ibukota Kabupaten/Kota, dan jalan strategis

Provinsi;

c. Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan

primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi, yang

menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan/distrik,

antar ibukota kecamatan/distrik, ibukota kabupaten dengan pusat

kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem

jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis

kabupaten;

d. Jalan Kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang

menghubugkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat

pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta

menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota; dan

e. Jalan Desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan

dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Page 60: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 9

Selanjutnya ditinjau dari bagian-bagian jalan, pada pasal 11 disebutkan bagian-

bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan

jalan. Adapun definisi dari bagian-bagian jalan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang

pengamannya, dimana yang dimaksud badan jalan meliputi jalur lalu lintas,

dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki.

Ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar dari ruang manfaat

jalan, dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan;

2. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di

luar ruang manfaat jalan; dan

3. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan

yang ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.

3.1.4. UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Kegiatan perencanaan kawasan perkotaan dipandang perlu melaksanakan

pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan

lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

Pada pasal 1 undang-undang ini, dijelaskan definisi yang berkaitan dengan

pengelolaan lingkungan hidup, sebagai berikut:

1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta

makhluk lain;

2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan

fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian

lingkungan hidup;

3. Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup adalah

upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk

sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,

kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;

4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan

utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,

stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup;

Page 61: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 10

5. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk

memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan;

6. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;

7. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk

melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan

dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap

mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;

8. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya

manusia, sumber daya alam, baik hayati, maupun non hayati, dan sumber

daya buatan;

9. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat

tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai

peruntukkannya;

10. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan

langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang

mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang

pembangunan berkelanjutan;

11. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak

terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber

daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya

dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta

keanekaragamannya;

12. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;

13. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup

yang diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan; dan

14. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak

besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada

lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Adapun sasaran pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan yang tertera pada

pasal 4 undang-undang ini adalah:

1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan

lingkungan hidup;

Page 62: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 11

2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki

sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;

3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;

4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; dan

6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha

dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran

dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, masyarakat memegang peranan

penting. Oleh karena itu pada pasal 7 disebutkan bahwa masyarakat mempunyai

kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan

lingkungan hidup. Dalam pelaksanaan tersebut dapat dilakukan dengan cara:

1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;

2. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;

3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan

sosial;

4. Memberikan saran pendapat; dan

5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

3.1.5. UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman

Perumahan dan permukiman merupakan salah satu elemen sektoral dalam

perencanaan ruang. Penyediaan perumahan dan permukiman dalam suatu wilayah

ataupun kawasan merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah. Hingga saat ini,

UU No.1 Tahun 2011 merupakan rujukan utama dalam perencanaan dan pengadaan

perumahan dan permukiman baik di kawasan perdesaan maupun perkotaan.

Undang-undang ini memberikan uraian lengkap tentang perumahan dan permukiman.

Beberapa definisi terkait dengan kavling siap bangun (Kasiba) yang disebutkan pada

kebijakan ini adalah:

1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian

dan sarana pembinaan keluarga;

2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat

tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

lingkungan;

3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,

baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi

Page 63: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 12

sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat

kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;

4. Satuan Lingkungan Permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai

bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana

lingkungan yang terstruktur;

5. Prasarana Lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana

mestinya;

6. Sarana Lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk

penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya;

dan

7. Utilitas Umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.

Selain definisi, yang berkaitan langsung dengan pengembangan kavling siap bangun

(Kasiba) terdapat pada Pasal 18 bahwa salah satu upaya pemenuhan permukiman

diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang

terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap. Lebih

lanjut pada Pasal 19 dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah menetapkan satu bagian

atau lebih dari kawasan permukiman menurut rencana tata ruang wilayah perkotaan

dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan.

3.1.6. UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Pemerintah bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap

kehidupan dan penghidupan termasuk pelindungan atas bencana, dalam rangka

mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,

hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang

disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang

menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta

benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat

pembangunan nasional.

Terkait dengan penataan ruang, di dalam pasal 35 dijelaskan bahwa Penyelenggaraan

penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi:

Page 64: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 13

1. Perencanaan penanggulangan bencana;

2. Pengurangan risiko bencana;

3. Pencegahan;

4. Pemaduan dalam perencanaan pembangunan;

5. Persyaratan analisis risiko bencana;

6. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;

7. Pendidikan dan pelatihan; dan

8. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

Lebih jauh lagi dalam pasal 42 dijelaskan ayat 1 bahwa pelaksanaan dan penegakan

rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang mencakup

pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan, dan

penerapan sanksi terhadap pelanggar, dan pasal 42 ayat 2 Pemerintah secara

berkala melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan

pemenuhan standar keselamatan.

3.1.7. PP No.10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk

Penataan Ruang Wilayah

Peta merupakan bagian yang tidak dapat terlepaskan dari penataan ruang, termasuk

dalam penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan. Seluruh elemen sektoral yang

direncanakan dalam Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini nantinya harus

dituangkan dalam peta, baik dalam tahapan analisis maupun tahapan rencana. Di

dalam pasal 1 Ketentuan Umum dijelaskan beberapa definisi penting yang sering

digunakan dalam penataan ruang, yaitu:

1. Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia,

yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan

pada suatu bidang datar dengan skala tertentu;

2. Skala peta adalah angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta

dengan jarak tersebut di muka bumi;

3. Ketelitian peta adalah ketepatan, kerincian dan kelengkapan data dan atau

informasi georeferensi dan tematik;

4. Peta dasar adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan

manusia, yang berada di permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang

datar dengan skala, penomoran, proyeksi dan georeferensi tertentu;

Page 65: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 14

5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap

unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pada

aspek administratif dan atau aspek fungsional;

6. Peta wilayah adalah peta yang berdasarkan pada aspek administratif yang

diturunkan dari peta dasar;

7. Peta tematik wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan data dan

informasi tematik;

8. Peta rencana tata ruang wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan hasil

perencanaan tata ruang wilayah;

9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di

bidang pemetaan; dan

10. Instansi yang mengadakan peta tematik wilayah adalah instansi baik di

tingkat pusat maupun daerah, yang tugas dan fungsinya mengadakan peta

tematik wilayah.

Terkait dengan penataan ruang, dijelaskan bahwa tingkat ketelitian peta untuk tiap

hirarki penataan ruang berbeda-beda (pasal 9). Dijelaskan dalam pasal tersebut

(pasal 9 ayat 1), Peta rencana tata ruang wilayah meliputi tingkat ketelitian peta

untuk:

1. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

2. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Provinsi;

3. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Kabupaten; dan

4. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Kota.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Peta wilayah daerah kota berpedoman pada tingkat

ketelitian minimal berskala 1:50.000 (pasal 30) dan untuk wilayah daerah kota yang

sempit digunakan peta wilayah dengan tingkat ketelitian peta dengan skala 1:25.000

atau skala 1:10.000.

3.1.8. SNI No.1733-2000 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan

Perumahan di Perkotaan

SNI ini sering digunakan sebagai acuan dalam penghitungan kebutuhan prasarana dan

sarana dasar kegiatan perkotaan dalam penataan ruang, karena penataan ruang pada

dasarnya merupakan penataan pusat-pusat permukiman beserta segala prasarana dan

sarana yang mendukung terciptanya kegiatan pada pusat-pusat permukiman yang

ada.

Page 66: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 15

Dalam merencanakan kebutuhan lahan untuk sarana lingkungan, didasarkan pada

beberapa ketentuan khusus, yaitu:

1. Besaran standar ini direncanakan untuk kawasan dengan kepadatan penduduk

<200 jiwa/ha;

2. Untuk mengatasi kesulitan mendapatkan lahan, beberapa sarana dapat

dibangun secara bergabung dalam satu lokasi atau bangunan dengan tidak

mengurangi kualitas lingkungan secara menyeluruh; dan

3. Untuk kawasan yang berkepadatan >200 jiwa/ha, diberikan reduksi 15-30%

terhadap persyaratan kebutuhan lahan.

Perencanaan prasarana lingkungan, utilitas umum dan sarana lingkungan harus

direncanakan secara terpadu dengan memperhatikan keberadaan prasarana dan

sarana yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas dan kuantitas secara

menyeluruh.

3.2. PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT KEHUTANAN

3.2.1. Umum

Pemerintah saat ini lebih memprioritaskan upaya konservasi kawasan hutan guna

mewujudkan pelestarian dan perlindungan sumberdaya alam hutan, daripada

mengalihfungsikan kawasan hutan. Kebijakan pengalihfungsian kawasan hutan di

masa lalu dilakukan melalui kegiatan perubahan fungsi kawasan hutan dari fungsi

hutan konservasi dan atau hutan lindung menjadi hutan produksi untuk tujuan

pembangunan kehutanan (hutan alam, hutan tanaman) maupun non kehutanan

(pertambangan dan non kehutanan lainnya).

Dalam UU No. 41 tahun 1999 pasal 19, istilah alih fungsi dikenal sebagai perubahan

peruntukan dan fungsi kawasan hutan;

1. Perubahan peruntukan kawasan hutan, terjadi melalui proses tukar menukar

kawasan hutan dan pelepasan kawasan hutan;

2. Alih fungsi kawasan hutan, yang terjadi melalui perubahan peruntukan

kawasan hutan terfokus untuk mendukung kepentingan di luar kehutanan

(pertanian, perkebunan, transmigrasi, pengembangan wilayah, dan non

kehutanan lainnya). Alih fungsi kawasan hutan dapat pula melalui perubahan

fungsi hutan namun tidak mengurangi luas kawasan hutan, misalnya untuk

Page 67: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 16

tujuan pembangunan kehutanan (konservasi kawasan hutan alam/tanaman,

hutan pendidikan/penelitian, dan sebagainya); dan

3. Alih fungsi kawasan hutan yang berimplikasi terhadap berkurangnya luas

kawasan hutan produksi adalah kegiatan pelepasan hutan. Kebijakan di masa

lalu, dalam upaya mendukung pembangunan di luar sektor kehutanan telah

ditetapkan Rencana Penatagunaan dan Pengukuhan Hutan (RPPH) yang

tertuang dalam TGHK (tahun 1980) bahwa kawasan hutan produksi yang dapat

dikonversi dialokasikan sebesar + 30 juta hektar.

UU No.41/99 tentang Kehutanan Pasal 19 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa

untuk melakukan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan harus didasarkan

atas penelitian terpadu yang secara operasional prosedurnya diatur melalui SK

MENHUT No. 70/KPTS-II/2000. Sedangkan pengkajiannya dilakukan oleh tim terpadu

sesuai SK MENHUT No. 1615/KPTS-VII/2001.

Dengan terbitnya UU No.41/99, kegiatan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan

hutan tidak dengan mudah dilaksanakan mengingat di samping perubahan tersebut

didasarkan atas kriteria-kriteria sebagaimana tercantum dalam PP No. 47 tahun 1997,

PP No. 68 tahun 1998, KEPPRES No. 32 tahun 1992, Keputusan-keputusan

Menteri/SKB, juga perlu mendapat rekomendasi pemerintah provinsi dan kabupaten,

serta harus didasarkan atas pengkajian secara terpadu oleh tim terpadu tersebut.

Dan apabila berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis

diperlukan persetujuan legislatif (DPR/DPRD).

3.2.2. UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Undang-undang mengenai kehutanan pada dasarnya mengatur mengenai

penyelenggaraan kehutanan di Indonesia. Hal yang melatarbelakangi keberadaan

undang-undang ini adalah bahwa hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga

kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh

karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya

dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana,

terbuka, profesional, serta bertanggungjawab.

Dengan adanya undang-undang kehutanan, maka penyelenggaraan kehutanan

bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan

berkelanjutan dengan:

Page 68: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 17

1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang

proporsional;

2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi

lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial,

budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari;

3. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;

4. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan

keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan

lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi

serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan

5. Menjamn distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu:

1. Fungsi konservasi

Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa

serta ekosistemnya.

Hutan konservasi dapat dibagi menjadi:

a. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu,

yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga

berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan

hutan suaka alam dapat dibagi menjadi:

1.) Cagar Alam adalah Hutan Suaka Alam yang berhubungan dengan

keadaan alamnya yang khas termasuk alam hewani dan alam

nabati, perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan

dan kebudayaan; dan

2.) Suaka Margasatwa adalah Hutan Suaka Alam yang ditetapkan

sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai

khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan

kekayaan dan kebanggaan nasional.

b. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas

tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem

penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan

Page 69: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 18

dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam

hayati dan ekosistemnya.

c. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat

wisata berburu.

2. Fungsi lindung

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,

mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan

memelihara kesuburan tanah.

3. Fungsi produksi

Hutan produksi kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi

hasil hutan.

Mengingat pentingnya keberadaan hutan, maka pengelolaan hutan dilakukan melalui

mekanisme pembentukan wilayah pengelolaan hutan menurut tingkatannya, yaitu:

1. Tingkat provinsi;

2. Kabupaten/Kota; dan

3. Unit pengelolaan.

Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan

dengan mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi

daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat

termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi Pemerintahan.

Pembentukan unit pengelolaan hutan yang melampaui batas administrasi

Pemerintahan karena kondisi dan karakteristik serta tipe hutan, penetapannya diatur

secara khusus oleh Menteri.

Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan

penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau, guna optimalisasi

manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.

Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh persen) dari

luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.

Page 70: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 19

3.2.3. KEPMENHUT No.70/KPTS-II/2001 tentang Penetapan Kawasan

Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan

A. Pengertian Terkait

1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan

alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan;

2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan

oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap;

3. Penetapan kawasan hutan adalah pemberian kepastian hukum mengenai

status, letak, batas dan luas suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk

sebagai kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap dengan Keputusan

Menteri;

4. Perubahan fungsi kawasan hutan adalah merubah sebagian atau seluruh

fungsi hutan, dalam suatu kawasan hutan;

5. Perubahan status kawasan hutan adalah merubah status sebagian kawasan

hutan menjadi bukan kawasan hutan;

6. Relokasi fungsi kawasan hutan dengan kawasan Hutan Produksi yang dapat

di Konversi (HPK) adalah perubahan fungsi kawasan hutan tetap menjadi

HPK dan kawasan HPK menjadi kawasan hutan tetap. Kawasan hutan yang

direlokasi fungsi adalah kawasan hutan tetap dan HPK berdasarkan Peta

Penunjukan Kawasan Hutan (dan Perairan) yang ditetapkan oleh Menteri;

7. Kepentingan umum terbatas adalah kepentingan masyarakat antara lain

untuk keperluan jalan umum, saluran air, waduk, bendungan dan bangunan

pengairan lainnya, fasilitas pemakaman umum, fasilitas keselamatan umum,

yang tujuan penggunaannya tidak untuk mencari keuntungan;

8. Kepentingan umum komersial adalah kepentingan anggota masyarakat

antara lain untuk repeater telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun

relay televisi, instalasi air, listrik, yang tujuan penggunaannya untuk

mencari keuntungan; dan

9. Kepentingan strategis adalah kepentingan yang mempunyai pengaruh besar

bagi kemajuan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat serta

diprioritaskan oleh pemerintah, antara lain untuk bangunan industri,

pelabuhan atau bandar udara.

Page 71: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 20

B. Perubahan Status Kawasan Hutan

Pada dasarnya kawasan hutan yang.dapat dirubah statusnya adalah kawasan Hutan

Produksi yang dapat di-Konversi (HPK).

Dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perubahan status kawasan hutan produksi

apabila memenuhi persyaratan:

1. Digunakan untuk kepentingan strategis;

2. Tidak berdampak negatif terhadap lingkungan yang didasarkan hasil

penelitian terpadu;

3. Tidak menimbulkan enclave atau tidak memotong kawasan hutan menjadi

bagian-bagian yang tidak layak untuk satu unit pengelolaan;

4. Hasil skoring berdasarkan kriteria dan standar penatagunaan kawasan hutan

mempunyai nilai kurang dari 125;

5. Tidak mengurangi kecukupan luas minimal kawasan hutan dalam wilayah

Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu 30% dari luas DAS;

6. Mendapat persetujuan dari DPRD Kabupaten/Kota dan atau DPRD Provinsi .

7. Apabila berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis

harus mendapat persetujuan DPR;

8. Pada wilayah Kabupaten/Kota atau provinsi yang mempunyai kawasan HPK

harus didahului dengan relokasi fungsi kawasan hutan dengan HPK; dan

9. Pada wilayah Kabupaten/Kota atau provinsi yang tidak mempunyai HPK

harus disediakan tanah pengganti yang "clear and clean" dengan ratio:

a. 1 : 1 untuk pembangunan kepentingan umum terbatas oleh

pemerintah;

b. 1 : 2 untuk pembangunan proyek strategis yang diprioritaskan

pemerintah;

c. 1 : 1 untuk penyelesaian okupasi atau enclave; dan

d. Minimal 1 : 3 untuk yang sifatnya komersial.

Perubahan status kawasan hutan ditetapkan dengan Keputusan Menteri dilampiri peta

dengan skala minimal 1 : 100.000. Perubahan status kawasan hutan dilakukan dengan

cara:

1. Pelepasan kawasan Hutan Produksi yang dapat di-Konversi (HPK); dan

2. Tukar menukar kawasan hutan.

Page 72: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 21

C. Perubahan Fungsi Kawasan Hutan

Perubahan fungsi kawasan hutan hanya dapat dilakukan apabila areal/kawasan yang

dirubah fungsi memenuhi kriteria dan standar penetapan fungsi hutannya. Fungsi

kawasan hutan yang akan dirubah fungsinya harus didasarkan atas Peta Penunjukan

Kawasan Hutan (dan Perairan) provinsi yang ditetapkan oleh Menteri. Perubahan

fungsi kawasan hutan didasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Tim

Terpadu.

Permohonan perubahan fungsi kawasan hutan diajukan kepada Menteri dilampiri:

1. Saran/pertimbangan teknis Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota atau provinsi

untuk yang lintas Kabupaten/Kota;

2. Rekomendasi Bupati/Walikota atau Gubernur untuk yang lintas

Kabupaten/Kota;

3. Persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan DPRD Provinsi untuk yang lintas

Kabupaten/Kota; dan

4. Peta skala minimal 1:100.000.

Atas permohonan tersebut, Eselon I terkait lingkup Kementerian Kehutanan

memberikan saran/pertimbangan teknis kepada Menteri. Berdasarkan

saran/pertimbangan teknis tersebut, Menteri menolak atau menyetujui permohonan

perubahan fungsi kawasan hutan.

Apabila permohonan disetujui, Badan Planologi menyiapkan konsep Keputusan

Menteri tentang perubahan fungsi kawasan hutan dilampiri peta dengan skala

minimal 1 : 100.000. Menteri menetapkan Keputusan tentang Perubahan Fungsi

Kawasan Hutan beserta peta lampiran.

3.2.4. Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN) dan Badan Pemantapan

Kawasan Hutan (BPKH)

Dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan kehutanan untuk mencapai

pelaksanaan pengelolaan hutan yang lestari dibutuhkan kemantapan prakondisi

pengelolaan hutan. Dalam lingkup Kementerian Kehutanan penanggung jawab

terwujudnya kemantapan prakondisi tersebut adalah Badan Planologi Kehutanan.

Dengan demikian Badan Planologi Kehutanan dapat dikatakan merupakan “supporting

agency” bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan yang akan dilakukan

oleh instansi-instansi lingkup Kementerian Kehutanan lainnya.

Page 73: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 22

Kemantapan prakondisi pengelolaan hutan meliputi hal-hal antara lain :

1. Kemantapan status dan fungsi kawasan hutan;

2. Ketersediaan data dan informasi kehutanan yang lengkap dan up to date;

dan

3. Ketersediaan rencana-rencana kehutanan.

Tugas pokok Badan Planologi Kehutanan sesuai dengan Surat Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor P.13/MENHUT-II/2005 tanggal 6 Mei 2005 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Kehutanan meliputi dua hal yaitu perencanaan makro dan

pemantapan kawasan hutan.

Sedangkan Tugas pokok Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6188/KPTS-II/2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) adalah

melaksanakan pemantapan kawasan hutan, penilaian perubahan status dan fungsi

hutan serta penyajian data dan informasi sumberdaya hutan.

Tabel 3.1 Unit Pelaksana Teknis

(Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Sampai Dengan XI)

No Nama Lokasi Wilayah Kerja

1 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I

Medan Provinsi: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat.

2 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah II

Palembang Provinsi: Jambi, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Bengkulu dan Lampung

3 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III

Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.

4 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IV

Samarinda Provinsi Kalimantan Timur

5 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah V

Banjarbaru Provinsi: Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah

6 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI

Manado Provinsi: Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah.

7 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII

Makassar Provinsi: Sulawesi Selatan dan Sulawsi Tenggara.

8 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII

Denpasar Provinsi: Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

9 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IX

Ambon Provinsi: Maluku dan Maluku Utara.

10 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah X

Jayapura Provinsi Papua.

11 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI

Yogyakarta Provinsi: Banten, DKI. Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta dan Jawa Timur.

Sumber: SK MENHUT No.6188/KPTS-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPKH.

Page 74: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 23

3.2.5. Penetapan Kawasan Hutan

A. Kriteria Penetapan Hutan Lindung

1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan

kelas kelas intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka

penimbang mempunyai total nilai (skor) 175 atau lebih besar;

2. Kawasan hutan yang mempunyai kelas lereng lapangan 40% atau lebih;

3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian lapangan di atas permukaan laut

2.000 m atau lebih;

4. Menyimpang dari ketentuan butir 1 sampai dengan 3 di atas, kawasan hutan

perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan lindung apabila memenuhi

salah satu atau beberapa syarat sebagai berikut:

a. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol,

organosol dan renzina dengan lereng lapangan lebih besar (>) 15%;

b. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100

meter di kiri dan kanan sungai/aliran air tersebut;

c. Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200

meter di sekeliling mata air tersebut; dan

d. Guna keperluan/kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri sebagai

hutan lindung.

B. Kriteria Penetapan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap.

1. Hutan Produksi Terbatas (HPT)

Kawasan Hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan

kelas intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka

penimbang mempunyai total nilai (skor) 125-174.

2. Hutan Produksi Tetap (HP)

Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan

kelas intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka

penimbang mempunyai total nilai (skor) kurang dari 124.

C. Kriteria Cagar Alam

1. Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan

satwa dan ekosisitem;

2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusun;

Page 75: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 24

3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan

tidak atau belum diganggu manusia;

4. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan efektif

dengan daerah penyangga yang cukup luas; dan

5. Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu

daerah serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi.

D. Kriteria Suaka Margasatwa

1. Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan berkembangbiak dari

suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;

2. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;

3. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan

4. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

E. Kriteria Hutan Wisata

1. Kawasan hutan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik

secara alamiah maupun buatan manusia;

2. Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan olah raga serta terletak

dekat pusat-pusat pemukiman penduduk;

3. Mengandung satwa buru yang dapat dikembang biakkan sehingga

memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi

rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa; dan

4. Mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan.

3.2.6. Mutasi Kawasan Hutan

Mutasi kawasan hutan adalah perubahan kawasan hutan akibat perubahan fungsi

kawasan hutan menjadi fungsi lainnya atau perubahan fungsi dalam fungsi pokok

kawasan hutan dan perubahan peruntukan kawasan hutan dari kawasan hutan

menjadi bukan kawasan hutan serta penunjukan parsial areal penggunaan lain

menjadi kawasan hutan.

Ruang lingkupnya meliputi :

1. Perubahan fungsi kawasan hutan;

2. Perubahan peruntukan kawasan hutan; dan

3. Penunjukan parsial areal penggunaan lain menjadi kawasan hutan.

Tujuan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan adalah terwujudnya optimalisasi dan

manfaat fungsi kawasan hutan secara lestari dan berkesinambungan.

Page 76: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 25

Prosedur dan mekanisme perubahan fungsi kawasan hutan:

1. Permohonan diajukan kepada Menteri Kehutanan dengan dilampiri

persyaratan administrasi berupa rekomendasi Bupati/walikota, Gubernur dan

peta lokasi minimal skala 1 : 100.000;

2. Dilakukan pengkajian terpadu oleh Tim terpadu (KEMHUT, LIPI, KLH,

PEMPROV, PEMKAB dan Lembaga terkait lainnya) dengan mengacu Keputusan

Menteri Kehutanan No.1615/KPTS-VII/2001 jo.8637/KPTS-VII/2002;

3. Pengkajian oleh Tim Terpadu menghasilkan rekomendasi Tim Terpadu kepada

Menteri Kehutanan;

4. Badan Planologi Kehutanan menyampaikan hasil dan rekomendasi Tim

Terpadu kepada Menteri Kehutanan;

5. Menteri Kehutanan menolak atau menyetujui permohonan perubahan fungsi

kawasan hutan;

6. Apabila permohonan disetujui, Badan Planologi Kehutanan menyampaikan

rancangan (draft) Keputusan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan beserta peta

lampirannya kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan; dan

7. Menteri Kehutanan menetapkan keputusan tentang Perubahan fungsi kawasan

hutan.

Tahapan kegiatan perubahan fungsi kawasan hutan:

1. Permohonan diajukan kepada MENHUT dengan dilampiri saran pertimbangan

teknis Dishut Kabupatan/Kotamadya atau Provinsi, Rekomendasi

Bupati/Walikota atau Gubernur dan peta skala minimal 1 : 100.000;

2. Eselon I terkait memberikan pertimbangan teknis kepada menteri Kehutanan;

3. MENHUT menolak dan menyetujui permohonan perubahan fungsi kawasan

hutan;

4. Apabila disetujui, BAPLANHUT menyiapkan konsep kepada MENHUT dan

dilampiri peta dengan skala 1 : 100.000; dan

5. MENHUT menetapkan keputusan tentang perubahan fungsi kawasan hutan

beserta peta lampiran.

Page 77: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 26

Tahapan kegiatan perubahan peruntukan kawasan hutan:

1. Permohonan diajukan kepada Menteri Kehutanan dengan dilampiri

rekomendasi Gubernur atau Bupati/Walikota dan peta dengan skala minimal

1 : 100.000;

2. Eselon I terkait memberikan pertimbangan teknis kepada MENHUT apabila

areal yang dimohon bukan HPK maka harus dilengkapi dengan hasil penelitian

Tim terpadu;

3. Menteri menolak atau menyetujui permohonan pelepasan;

4. Perubahan yang disetujui ditindaklanjuti dengan penataan batas di lapangan

oleh Panitia Tata Batas;

5. Hasil Berita Acara Tata Batas dan Peta Tata Batas dilakukan penelaahan

hukum oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Kehutanan dan telaahan teknis

oleh Eselon I terkait;

6. Badan Planologi Kehutanan menyiapkan konsep kepada Menteri Kehutanan;

dan

7. Menteri Kehutanan menetapkan perubahan peruntukan kawasan hutan dan

Keputusan penetapan batas kawasan hutan yang baru beserta peta

lampirannya.

Penanggung jawab kegiatan mutasi kawasan hutan melibatkan instansi kehutanan di

Pusat dan daerah (pemerintah daerah) dengan Tim terpadu/lembaga pemerintah

yang mempunyai kompetensi dan memiliki otoritas ilmiah (Scientific authority).

Khusus kegiatan perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak penting

dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh pemerintah dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Peraturan yang mendasari kegiatan mutasi kawasan hutan adalah:

1. UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan;

2. Surat Keputusan MENHUT No. 70/KPTS-II/2001 Jo No. 48/MENHUT-VII/2004;

3. Surat Keputusan MENHUT No. 1615/KPTS-VII/2001 Jo. 8637/KPTS-VII/2002;

dan

4. SKB Menteri Pertambangan dan Menteri Kehutanan No. 126/MEN/1994 dan

No. 422/KPTS-II/1994.

Page 78: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 27

3.2.7. Perubahan Kawasan Hutan

Terkait dengan perubahan kawasan hutan, terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan, yaitu:

1. Pengertian:

Perubahan kawasan hutan adalah suatu proses perubahan terhadap suatu

kawasan hutan tertentu menjadi bukan kawasan hutan atau menjadi

kawasan hutan dengan fungsi hutan lainnya.

2. Kegiatan Perubahan Kawasan Hutan

a. Perubahan status/peruntukan kawasan hutan.

Perubahan status/peruntukan kawasan hutan adalah merupakan

suatu proses perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan

hutan, kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara:

1.) Pelepasan kawasan hutan pada hutan produksi yang dapat

dikonversi (HPK); dan

2.) Tukar menukar kawasan hutan dilakukan apabila di wilayah

yang bersangkutan tidak tersedia HPK dan hanya pada hutan

produksi.

b. Perubahan fungsi kawasan hutan

Perubahan fungsi kawasan hutan adalah suatu proses perubahan

fungsi kawasan hutan tertentu menjadi fungsi kawasan hutan

lainnya.

3. Perubahan status/peruntukan kawasan hutan (pelepasan kawasan

hutan):

a. Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Transmigrasi

Mekanisme:

1.) Prosedur pelepasan areal hutan untuk transmigrasi mengacu

pada SKB Menteri Transmigrasi dan PPH dan Menteri Kehutanan

Nomor SKB 126/MEN/1994 dan nomor 422/KPTS-II/1994.

2.) Diajukan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Provinsi (d/h Kakanwil Deptrans dan PPH) kepada Menteri

Kehutanan melalui Kepala Dinas Kehutanan Provinsi (d/h

Kakanwil Kemhut) dengan dilengkapi persyaratan administrasi

Page 79: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 28

berupa: rekomendasi Bupati dan atau Gubernur, studi rencana

teknis lokasi yang diusulkan, dan peta lokasi.

b. Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Pertanian.

Mekanisme:

1.) Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Pertanian

mengacu pada SKB MENHUT, Mentan dan BPN No. 364/KPTS-

II/1990, 519/KPTS/ JK.050/7/1990 tanggal 23-8-1990 tentang

Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan dan Pemberian HGU untuk

Pengembangan Usaha Pertanian;

2.) Permohonan disampaikan kepada MENHUT dengan dilampiri

data permohonan, peta kawasan hutan yang dimohon,

rekomendasi Disbun Tingkat I, pertimbangan teknis dari Instansi

Kehutanan, surat pernyataan tidak mengalihkan kepemilikan;

dan

3.) Pertimbangan Teknis dari Baplan, Ditjen BPK (apabila arealnya

termasuk HPH/HTI), dan Sekjen sebagai Ketua Tim

Pertimbangan, Persetujuan prinsip dari MENHUT, Penilaian oleh

instansi kehutanan dan perkebunan di Tingkat I.

4. Tukar Menukar Kawasan Hutan

Mekanisme:

a. Mengacu kepada SK MENHUT No. 292/KLPTS-II/1995 tanggal 12 Juni

1995 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan jo. SK Menteri

Kehutanan No. 70/KPTS-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 jo SK MENHUT

No. 48/KPTS-II/2004 tanggal 23 Maret 2004;

b. Permohonan tukar menukar kawasan hutan yang diajukan kepada

MENHUT dilampiri peta dengan skala minimal 1 : 100.000,

rekomendasi Gubernur atau Bupati/Walikota, peta usulan tanah

pengganti;

c. Eselon I terkait lingkup Kementerian Kehutanan menyampaikan

saran/pertimbangan teknis, Penelitian Tim terpadu terhadap

kawasan hutan, atas dasar saran/pertimbangan teknis atau hasil

penelitian Tim terpadu, MENHUT memberikan penolakan atau

persetujuan, apabila permohonan disetujui dilakukan Clear dan

Clean, Pembuatan Berita Acara Tukar Menukar, Penunjukan Tanah

Pengganti sebagai Kawasan Hutan dengan Keputusan Menteri; dan

Page 80: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 29

d. Berdasarkan BATB dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang telah

dilakukan penelaahan hukum dan teknis oleh eselon I terkait lingkup

Kementerian Kehutanan Badan Planologi menyiapkan konsep

Keputusan Menteri beserta lampiran skala minimal 1 : 100.000

tentang Pelepasan Kawasan Hutan, Penetapan Batas kawasan hutan

yang baru yang berbatasan dengan kawasan hutan yang dilepas dan

Penetapan Tanah Pengganti sebagai Kawasan Hutan.

5. Perubahan Fungsi Kawasan Hutan

Mekanisme:

a. Prosedur perubahan fungsi kawasan hutan mengacu pada Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor 70/KPTS- II/2001 jo Nomor SK 48/MENHUT-

II/2004;

b. Diajukan oleh pemohon (Bupati/Gubernur) kepada Menteri

Kehutanan, dengan dilengkapi persyaratan administrasi berupa:

rekomendasi Bupati dan atau Gubernur, kajian potensi kawasan

hutan yang diusulkan, dan peta lokasi skala minimal 1:100.000; dan

c. Pengkajian oleh Tim Terpadu sesuai Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor 1615/KPTS-VII/2001.

Gambar 3.2 Diagram Fungsi Pokok Hutan

Sumber: UU No. 41/1999 tentang Kehutanan.

Fungsi Pokok Hutan

Hutan Konservasi Hutan Lindung Hutan Produksi

Kawasan Hutan

Suaka Alam

Kawasan Hutan

Pelestarian

Alam

Taman Buru

Cagar Alam Suaka

Margasatwa

Penetapan oleh

Pemerintah

Page 81: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 30

Gambar 3.3 Diagram Mutasi Kawasan Hutan

Sumber: KEPMENHUT No. 70/KPTS-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan

Fungsi Kawasan Hutan

3.3. KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

3.3.1. Arahan Pengembangan Menurut RTRW Nasional

Melihat kondisi geografis dari Kabupaten Tolikara yang dibatasi oleh Kabupaten

Kabupaten Puncak (Distrik Ilu dan Distrik Fawi), Kabupaten Jayawijaya (Distrik

Gamelia, Distrik Tiom, Distrik Dipo, Distrik Kelila, Distrik Kobakma), dan Kabupaten

Sarmi (Distrik Dabra), maka pengembangan struktur ruang pada kabupaten

perbatasan tersebutlah yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan Kabupaten

Tolikara.

Arahan pengembangan Provinsi Papua menurut RTRW Nasional ditinjau dari 2 aspek,

yaitu arahan struktur ruang dan arahan pola ruang.

A. Arahan Struktur Ruang

Struktur ruang nasional terhadap pengembangan Provinsi Papua yang perlu

diperhatikan dalam pengembangan Kabupaten Tolikara adalah:

1. Sistem Perkotaan Nasional

Berdasarkan arahan RTRWN, maka sistem Perkotaan Nasional di Provinsi

Papua adalah:

a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

1.) Timika, dengan arahan peningkatan fungsi perkotaan; dan

2.) Jayapura, dengan arahan peningkatan fungsi perkotaan.

MUTASI KAWASAN HUTAN

Perubahan Fungsi

Kawasan Hutan Perubahan Status/

Peruntukan Kawasan Hutan (Pelepasan Kawasan

Hutan)

Penunjukan parsial Areal Penggunaan Lain (APL) menjadi

kawasan hutan

Hutan Konservasi dan/atau

Lindung

Hutan Produksi

(HPT/

HPK)

Pelepasan Kawasan

Hutan (HPK)

Tukar Menukar Kawasan

Hutan

APL HL

HK

HP

Page 82: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 31

b. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

1.) Biak, dengan arahan peningkatan fungsi perkotaan;

2.) Nabire, dengan arahan peningkatan fungsi perkotaan;

3.) Muting, dengan arahan pengembangan perkotaan baru;

4.) Bade, dengan arahan pengembangan perkotaan baru;

5.) Merauke, dengan arahan peningkatan fungsi perkotaan;

6.) Sarmi, dengan arahan pengembangan perkotaan baru;

7.) Arso, dengan arahan peningkatan fungsi perkotaan; dan

8.) Wamena, dengan arahan peningkatan fungsi perkotaan.

c. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

1.) Jayapura, dengan arahan pengembangan/peningkatan fungsi

perkotaan;

2.) Tanah Merah, dengan arahan pengembangan/peningkatan fungsi

perkotaan; dan

3.) Merauke, dengan arahan pengembangan/peningkatan fungsi

perkotaan.

Jika melihat sistem perkotaan nasional di Provinsi Papua di atas, maka

sistem perkotaan yang berpengaruh terhadap pengembangan Kabupaten

Tolikara adalah:

a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Jayapura

Adapun arahan pengembangan PKN di Jayapura adalah:

1.) Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala

internasional dan nasional yang didukung dengan fasilitas dan

infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi

yang dilayaninya.

2.) Pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat

permukiman dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang

menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan

ruangnya ke arah vertikal.

b. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Wamena

Arahan pengembangan PKW di Wamena:

1.) Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala

provinsi yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur

perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang

dilayaninya; dan

Page 83: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 32

2.) Pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat

permukiman dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang

menengah yang kecenderungan pengembangan ruangnya ke arah

horizontal dikendalikan.

c. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di Jayapura

Arahan pengembangan PKSN di Jayapura:

1.) Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan yang

berdaya saing, pertahanan, pusat promosi investasi dan

pemasaran, serta pintu gerbang internasional dengan fasilitas

kepabeanan, imigrasi, karantina, dan keamanan; dan

2.) Pemanfaatan untuk kegiatan kerja sama militer dengan negara

lain secara terbatas dengan memperhatikan kondisi fisik

lingkungan dan sosial budaya masyarakat.

2. Jaringan Transportasi Nasional

Arahan pengembangan transportasi nasional mencakup jaringan jalan

sebagai simpul transportasi darat kewenangan nasional dan bandar udara

sebagai simpul transportasi udara nasional.

Jaringan jalan kolektor primer K1 sebagai kewenangan nasional meliputi

ruas jalan:

a. Usilimu – Karubaga; dan

b. Karubaga – Illu.

Sedangkan arahan jaringan jalan kolektor primer K3 kewenangan provinsi

Papua meliputi rencana jaringan jalan Karubaga-Taiyeve (Hulu Sungai

Mamberamo).

Arahan bandar udara sebagai simpul transportasi udara nasional di Provinsi

Papua:

a. Bandara Sentani sebagai pusat penyebaran sekunder;

b. Bandara Mopah sebagai pusat penyebaran sekunder;

c. Bandara Wamena pusat penyebaran tersier;

d. Bandara Nabire pusat penyebaran tersier; dan

e. Bandara Timika pusat penyebaran tersier.

Jika melihat arahan jaringan jalan dan bandar udara sebagai simpul

transportasi nasional di Provinsi Papua di atas, maka pengembangan

jaringan jalan dan bandar udara yang berpengaruh terhadap pengembangan

Kabupaten Tolikara adalah:

Page 84: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 33

a. Jaringan jalan strategis nasional yang dikembangkan untuk:

1.) Menjangkau dan melayani wilayah pelayanan; dan

2.) Memiliki fungsi sebagai simpul jaringan transportasi darat

nasional.

b. Bandara Sentani sebagai bandara penyebaran sekunder, yang

ditetapkan dengan kriteria:

1.) Merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan

PKN; dan

2.) Melayani penumpang dengan jumlah antara 1.000.000 (satu juta)

sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang per tahun.

c. Bandar Wamena sebagai bandara penyebaran tersier, yang

ditetapkan dengan kriteria:

1.) Merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan

PKN atau PKW terdekat; dan

2.) Melayani penumpang dengan jumlah antara 500.000 (lima ratus

ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang per tahun.

B. Arahan Pola Ruang

Pola ruang nasional terhadap pengembangan Provinsi Papua yang perlu diperhatikan

dalam pengembangan Kabupaten Tolikara adalah:

1. Kawasan Lindung Nasional

Jenis kawasan lindung nasional di Provinsi Papua adalah:

a. Suaka margasatwa Pulau Dolok, Jayawijaya, Mamberamo Foja,

Danau Bian, Anggromeos, Komolon;

b. Cagar alam Cycloops, Enarotali, Bupul;

c. Cagar alam laut Pegunungan Wayland;

d. Taman Nasional Lorentz, Wasur; dan

e. Taman Wisata alam Teluk Youtefa.

Peraturan zonasi untuk suaka margasatwa, suaka margasatwa laut, cagar

alam, dan cagar alam laut disusun dengan memperhatikan:

a. Pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam;

b. Ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a;

c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan

penelitian, pendidikan, dan wisata alam;

d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk kegiatan

penelitian, pendidikan, dan wisata alam; dan

Page 85: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 34

e. Ketentuan pelarangan terhadap penanaman flora dan pelepasan

satwa yang bukan merupakan flora dan satwa endemik kawasan.

Peraturan zonasi untuk taman nasional dan taman nasional laut disusun

dengan memperhatikan:

a. Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;

b. Pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan

bagi penduduk asli di zona penyangga dengan luasan tetap, tidak

mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat;

c. Ketentuan pelarangan kegiatan budi daya di zona inti; dan

d. Ketentuan pelarangan kegiatan budi daya yang berpotensi

mengurangi tutupan vegetasi atau terumbu karang di zona

penyangga.

Peraturan zonasi untuk taman wisata alam dan taman wisata alam laut

disusun dengan memperhatikan:

a. Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang

alam;

b. Ketentuan pelarangan kegiatan selain pemanfaatan ruang untuk

wisata alam;

c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan

pemanfaatan ruang untuk wisata alam; dan

d. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk menunjang

kegiatan pemanfaatan ruang untuk wisata alam.

2. Kawasan Budidaya yang memiliki nilai strategis nasional (Kawasan Andalan)

Jenis kawasan andalan di Provinsi Papua adalah:

a. Kawasan Timika (Tembagapura) dan sekitarnya dengan sekor

unggulan;

b. Kawasan Biak dengan sektor unggulan;

c. Kawasan Nabire dan Sekitarnya (Aran, Moswaren, dan Lagare) dengan

sektor unggulan;

d. Kawasan Merauke dan sekitarnya dengan sektor unggulan;

e. Kawasan Mamberamo – Lereh (Jayapura) dan sekitarnya;

f. Kawasan Wamena dan sekitarnya;

g. Kawasan Andalan Laut Teluk Cendrawasih-Biak dan sekitarnya; dan

h. Kawasan Andalan Laut Jayapura – Sarmi.

Page 86: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 35

Jika melihat arahan pola ruang budidaya yang memiliki nilai strategis

Nasional di Provinsi Papua di atas, maka pengembangan kawasan budidaya

nasional yang berpengaruh terhadap pengembangannya dengan peraturan

zonasi untuk masing-masing sektor unggulan sebagai berikut:

a. Kehutanan:

1.) Pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan

neraca sumber daya kehutanan;

2.) Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan

pemanfaatan hasil hutan; dan

3.) Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk

menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan.

b. Pertanian:

1.) Pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan

rendah; dan

2.) Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budi daya

non pertanian kecuali untuk pembangunan sistem jaringan

prasarana utama.

c. Perikanan:

1.) Pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan

sabuk hijau; dan

2.) Pemanfaatan sumber daya perikanan agar tidak melebihi potensi

lestari.

d. Pertambangan:

1.) Pertambangan diarahkan kepada pertambangan rakyat;

2.) Pengaturan kawasan tambang dengan memperhatikan

keseimbangan antara biaya dan manfaat serta keseimbangan

antara risiko dan manfaat; dan

3.) Pengaturan bangunan lain disekitar instalasi dan peralatan

kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya

dengan memperhatikan kepentingan daerah.

e. Industri:

1.) Pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai

dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya

alam dan sumber daya manusia di wilayah sekitarnya; dan

2.) Pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan

peruntukan industri.

Page 87: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 36

f. Pariwisata:

1.) Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya

dukung dan daya tampung lingkungan;

2.) Perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa

lampau;

3.) Pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang

kegiatan pariwisata; dan

4.) Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk

menunjang kegiatan pariwisata.

3.3.2. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tolikara

3.3.2.1 Struktur Ruang Kabupaten Tolikara

A. Sistem Pusat Kegiatan

Sesuai dengan konsep pengembangan tata ruang wilayah Kabupaten Tolikara, maka

strategi pengembangan adalah pemerataan pelayanan dan penjalaran fungsi - fungsi

pusat-pusat pelayanan. Oleh karena itu perlu pembentukan pusat - pusat yang

mampu memberikan pelayanan secara optimal ke seluruh wilayah. Rencana

pengembangan sistem pusat - pusat pelayanan (pusat kegiatan) di wilayah Kabupaten

Tolikara diarahkan untuk meningkatkan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan

masyarakat. Hal ini menyangkut pemenuhan kebutuhan masyarakat termasuk dalam

penyediaan sarana dan prasarana utama penunjang yang pengadaannya dikelola

secara terpadu. Penerapan kebijaksanaan setiap sistem kegiatan pembangunan

berbeda - beda tergantung dari kebutuhan tiap - tiap wilayah.

Arahan pengembangan pusat kegiatan dilakukan melalui pengembangan pusat-pusat

permukiman baik pusat permukiman perkotaan maupun perdesaan untuk melayani

kegiatan ekonomi, pelayanan pemerintahan dan pelayanan jasa, bagi kawasan

permukiman maupun daerah sekitarnya. Pusat - pusat kegiatan ditujukan untuk

melayani perkembangan berbagai usaha atau kegiatan dan permukiman masyarakat

dalam wilayahnya dan wilayah sekitarnya.

Hirarki fungsional Wilayah Kabupaten Tolikara adalah:

1. Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp), yaitu pusat kegiatan lokal yang di

promosikan atau di rekomendasikan oleh provinsi dalam lima tahun kedepan

akan menjadi PKW, mengingat secara fungsi dan perannya kota tersebut telah

memiliki karakteristik pusat kegiatan wilayah;

Page 88: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 37

2. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) yang berada di wilayah kabupaten,

merupakan PPK yang akan dipromosikan menjadi PKL dalam 5 tahun

mendatang;

3. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi

melayani kegiatan skala distrik atau beberapa desa/kampung;

4. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), merupakan pusat permukiman yang

berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa/kampung.

Sistem pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten harus mengadopsi kebijakan

pengembangan sistem kegiatan nasional yang dituangkan dalam RTRWN maupun

RTRW Pulau serta kebijakan penataan ruang provinsi yang dituangkan dalam RTRW

Provinsi Papua.

Berdasarkan arahan PP No.26/2008 tentang RTRW Nasional tidak ada pusat kegiatan

di Kabupaten Tolikara. Sementara dalam Draft PERDA RTRW Provinsi Papua tahun

2011-2031 telah terdapat arahan pengembangan Karubaga sebagai PKL. Namun

demikian, mengingat perkembangan Karubaga ke depan yang secara optimistik dapat

berlangsung dengan cepat, maka Karubaga akan dipromosikan menjadi PKWp.

Selanjutnya dengan mempertimbangkan keberadaan jangkauan pelayanan dari sistem

perkotaan serta karakteristik wilayahnya, maka telah dirumuskan PKL, PKLp, PPK dan

PPL dalam suatu FGD pada tanggal 9 Nopember 2012 di Hotel Tolikara, Karubaga,

Kabupaten Tolikara antar seluruh stakeholders terkait. Adapun susunan sistem

perkotaan di Kabupaten Tolikara adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2 Penetapan Sistem Pusat Pelayanan Di Kabupaten Tolikara

No Nama Kota Hierarki Fungsi Utama

1 Karubaga di Distrik Karubaga PKL Ibukota Kabupaten/Pusat pelayanan pemerintahan Kabupaten

Pintu primer transportasi udara kabupaten

Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat perdagangan dan jasa skala regional Pusat pelayanan kesehatan Pusat pariwisata Pusat agroforestri Pusat permukiman

2 Mamit di Distrik Kembu PKLp Pusat penunjang pemerintahan kabupaten Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat perdagangan dan jasa

Pusat agroforestri Pusat pendidikan Pusat pelayanan kesehatan Pusat parwisiata Pusat permukiman

3 Dundu di Distrik Dundu PKLp Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat pengembangan pertanian Pusat pengembangan kebudayaan

Page 89: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 38

No Nama Kota Hierarki Fungsi Utama

Pusat perkantoran Pusat budidaya kehutanan Pusat permukiman

4 Dow di Distrik Dow PKLp Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat pengembangan pertanian Pusat pengembangan kebudayaan Pusat perkantoran Pusat permukiman

Pusat pariwisata

5 Taiyeve di Distrik Wari PKLp Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat pengembangan pertanian Pusat pengembangan kebudayaan Pusat perkantoran Pusat permukiman

6 Kanggime di Distrik Kanggime PKLp Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat pengembangan pertanian Pusat pengembangan kebudayaan Pusat perkantoran Pusat permukiman

7 Egiam di Distrik Egiam PKLp Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat pengembangan pertanian Pusat pengembangan kebudayaan Pusat perkantoran Pusat permukiman

8 Bokondini di Distrik Bokondini PKLp Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat pengembangan pertanian

Pusat perkantoran Pusat permukiman

9 Dogobak di Distrik Kaboneri PKLp Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat pengembangan pertanian Pusat perkantoran Pusat permukiman

10 Poga di Distrik Poganeri PKLp Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat pengembangan pertanian Pusat perkantoran Pusat permukiman

11 Wina di Distrik PKLp Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat pengembangan pertanian Pusat perkantoran Pusat permukiman

12 Kaniro di Distrik Bokoneri, Woniki di Distrik Woniki, Nabunage di Distrik Nabunage, Wunin di Distrik

Wunin, Gundagi di Distrik Gundagi, Umagi di Distrik Umagi, Goyage di Distrik Goyage, dan Timori di Distrik Timori.

PPK Pusat pelayanan pemerintahan distrik Pusat permukiman Pusat komersial skala kampung

13 Panaga di Distrik Panaga, Bilubaga di Distrik Bewani, Nunggawi di Distrik

Nunggawi, Tinggom di Distrik Gilobandu, Nuga di Distrik Numba dan Kuari di Distrik Kuari

PPL Pusat permukiman Pusat komersial skala kampung

Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara 2013-2033

Page 90: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 39

Jika ditinjau dari sistem perwilayahannya, dan berdasarkan karakteristik

perkembangan wilayanya, maka Wilayah Kabupaten Tolikara dapat dibagi menjadi

beberapa Satuan Wilayah Pengembangan, yaitu:

1. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) I dengan pusatnya di Karubaga;

2. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) II dengan pusatnya di Bokondini;

3. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) III dengan pusatnya di Mamit;

4. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) IV dengan pusatnya di Kanggime;

5. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) V dengan pusatnya di Poga;

6. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) VI dengan pusatnya di Dogobak;

7. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) VII dengan pusatnya di Egiam;

8. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) VIII dengan pusatnya di Dundu;

9. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) IX dengan pusatnya di Wina;

10. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) X dengan pusatnya di Dow; dan

11. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) XI dengan pusatnya di Taiyeve.

Perkampungan merupakan konsentrasi kegiatan penduduk yang berfungsi sebagai

pengembangan lahan permukiman kampung dan aktivitas penunjangnya. Berdasarkan

Tolikara Dalam Angka Tahun 2011, jumlah kampung di Kabupaten Tolikara sebanyak

545 kampung yang tersebar di 46 distrik.

Arahan pengembangan sistem pusat permukiman kampung didasarkan pada hasil

survei lapangan menggunakan Global Positioning System (GPS) ke kantor-kantor

kampung, kelurahan, distrik maupun kabupaten yang dapat dijangkau dan dari

sumber-sumber yang memiliki peta atau posisi pemukiman di Papua, dengan

kecenderungan:

1. Lokasi Kampung yang berkelompok akan tumbuh pesat yang akan mengarah

pada terbentuknya kawasan perkotaan dan berdampak pada tingginya

kebutuhan sarana dan prasarana, serta perubahan fungsi lahan,

2. Lokasi kampung yang tersebar akan memiliki pertumbuhan relatif lambat, akan

membentuk kawasan perdesaan yang berorientasi pada pengelolaan

sumberdaya alam,

3. Lokasi kampung yang berada di kawasan hutan akan mengalami pertumbuhan

lambat dan mengarah pada kawasan terpencil.

Secara spasial kegiatan perkampungan, diarahkan untuk dapat saling bersinergi

dan saling menunjang satu sama lain dalam pemenuhan kebutuhan

pembangunan masing-masing.

Page 91: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 40

Pusat permukiman kampung dikembangkan untuk memberikan dukungan terhadap

kawasan perkotaan dan memberikan hubungan sinergi antar kawasan. Dengan

demikian arahan pengembangan kawasan kampung diarahkan pada sistem kegiatan

berikut :

1. Permukiman kampung yang lokasinya tersebar;

2. Budidaya pertanian (tanaman pangan, tanaman keras, perkebunan, peternakan,

dan perikanan), sesuai dengan potensi kesesuaian lahan; dan

3. Kegiatan pada kawasan kampung harus memperhatikan ketentuan yang telah

ada mengenai kawasan lindung, suaka alam dan cagar budaya.

B. Rencana Jaringan Transportasi

1. Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pengembangan sistem jaringan transportasi darat di Kabupaten Tolikara

meliputi rencana jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, serta jaringan

angkutan sungai,

a. Rencana Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

a.1. Rencana Jaringan Jalan

Pengembangan jaringan jalan dalam wilayah Kabupaten Tolikara direncanakan

dengan mempertimbangkan potensi dan permasalahan pembangunan serta

keberadaan pusat-pusat kegiatan. Adapun rencana pembangunan jaringan

jalan di dalam Wilayah Kabupaten Tolikara adalah:

1. Jaringan jalan kolektor sekunder (K1) kewenangan nasional meliputi:

a. Ruas jalan Usilimu – Karubaga; dan

b. Ruas jalan Mulia – Illu – Karubaga.

2. Jaringan jalan kolektor sekunder (K3) kewenangan kabupaten meliputi:

a. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Karubaga – Dundu

b. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Karubaga – Dow;

c. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Karubaga – Taiyeve;

d. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Karubaga – Kanggime;

e. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Karubaga – Egiam;

f. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Karubaga –

Bokondini;

g. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Karubaga – Mamit;

h. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Karubaga – Poga; dan

i. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Karubaga – Wina.

Page 92: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 41

3. Jaringan jalan lokal (K4) kewenangan kabupaten meliputi:

a. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Kanggime – Nabunage –

Woniki;

b. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Dow – Taiyeve – Egiam;

c. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Bokondini – Kaniro;

dan

d. Rencana jaringan jalan yang menghubungkan Mamit – Timori –

Kanggime

a.2. Rencana Jaringan Prasarana Lalu Lintas

Dengan memperhatikan rencana struktur ruang yang telah dirumuskan dan

rencana pengembangan sistem jaringan jalan, maka rencana jaringan

prasarana lalu lintas yang akan dikembangkan di Kabupaten Tolikara adalah

rencana pengembangan Terminal angkutan penumpang:

1. Terminal Karubaga di Distrik Karubaga;

2. Terminal Mamit di Distrik Kembu;

3. Terminal Dundu di Distrik Dundu;

4. Terminal Dow di Distrik Dow;

5. Terminal Taiyeve di Distrik Wari;

6. Terminal Kanggime di Distrik Kanggime;

7. Terminal Egiam di Distrik Egiam;

8. Terminal Bokondini di Distrik Bokondini;

9. Terminal Poga di Distrik Poganeri; dan

10. Terminal Wina di Distrik Wina.

b. Rencana Jaringan Angkutan Sungai

Rencana jaringan angkutan sungai dapat dikembangkan secara terbatas di

beberapa distrik yang memiliki bentang sungai yang cukup besar. Terdapat

anak-anak sungai besar yang bermuara ke Sungai Mamberamo, yang sering

digunakan oleh masyarakat sebagai jalur pergerakan. Untuk mendukung

pengembangan jaringan angkutan Sungai, maka dikembangkan Dermaga

Sungai di Distrik Dow, Distrik Wari, Distrik Wina, Distrik Egiam dan Distrik

Dundu, sebagai simpul transportasi sungainya. Sementara alur pelayaran

sungai yang perlu ditata adalah alur pelayaran Dow – Wina – Gundagi – Dundu

dan alur pelayaran Dundu – Egiam – Wari.

Page 93: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 42

2. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Udara

Sistem Jaringan Transportasi Udara di Kabupaten Tolikara, mencakup bandar

udara umum pengumpan pada Distrik Karubaga, Bokondini, dan Wari/Taiyeve

serta landasan pesawat terbang yang terdapat pada hampir seluruh Distrik di

Tolikara. Sedangkan ruang udara untuk penerbangan, yang terdiri atas ruang

udara di atas bandar udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar

udara, ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk operasi

penerbangan.

Bandara Karubaga di Distrik Karubaga, bandara Bokondini di Distrik

Bokondini, dan bandara Taiyeve di Distrik Wari sebagai bandara pengumpan

yang ada perlu dioptimalkan fungsinya, dengan menambah rute penerbangan

reguler serta intensitasnya. Untuk mendukung peningkatan fungsi tersebut

perlu juga adanya peningkatan sarana dan prasarana penunjang, seperti:

panjang landasan yang ditambah sehingga pesawat dapat take-off dan landing

dengan baik, pembangunan ruang tunggu penumpang yang nyaman.

C. Rencana Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan

Terkait dengan pengembangan jaringan energi, perlu diidentifikasi kebutuhan energi,

khususnya energi listrik, yang harus dipenuhi hingga tahun 2033 mendatang.

Kebutuhan listrik yang dimaksud terbagi dua, yaitu kebutuhan domestik dan non

domestik. Analisis Kebutuhan listrik domestik, dihitung menurut total kebutuhan

listrik menurut per orang. Oleh karena itu faktor jumlah penduduk, menurut

proyeksinya akan menentukan jumlah kebutuhan listrik domestik. Sementara

kebutuhan listrik non domestik yang dimaksud adalah listrik untuk aktifitas

perkantoran, bisnis, wisata dan pelabuhan.

Kebutuhan listrik di Kabupaten Tolikara dihitung dengan menggunakan beberapa

asumsi dan pendekatan yang digunakan untuk menghitung kebutuhan jaringan listrik

yaitu:

Kebutuhan listrik minimal domestik: 100 Watt/jiwa,

Kebutuhan listrik minimal lingkungan: 40% dari Rumah Tangga (RT).

Page 94: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 43

Tabel 3. 3

Proyeksi Kebutuhan Listrik Di Kabupaten Tolikara Hingga Tahun 2032

Tahun Jml Penduduk Listrik

Domestik (Kw) Listrik Non

Domestik (Kw) Gardu Induk

Gardu Distribusi

2012 124.432 12.443 4.977

2

7

2016 147.141 14.714 5.886 7

2021 181.443 18.144 7.258 7

2026 237.138 23.714 9.486 7

2032 326.977 32.698 13.079 7

Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara 2013-2033.

Dengan semakin tingginya akses Kabupaten Tolikara, di akhir tahun 2032 diharapkan

PLN sudah dapat memberikan pelayanan listrik kabel. Untuk itu rencana

pengembangan jaringan listrik untuk pemenuhan kebutuhan listrik di Kabupaten

Tolikara:

1. Pengembangan Pembangkit Listrik:

Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Distrik Karubaga, Distrik

Bokondini dan Distrik Kembu;

Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Distrik Wari dengan

memanfaatkan aliran Sungai Mamberamo;

Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Distrik Geya,

Distrik Kuari, Distrik Dundu, Distrik Panaga, Distrik Kubu, Distrik Wunin

dan Distrik Poganeri;

Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di setiap distrik yang

mempunyai potensi energi surya yang memadai untuk pembangunan dan

tersebar di seluruh distrik; dan

Rencana pengembangan energi listrik dari minyak nabati yang

dikembangkan di perkampungan yang jauh dari pusat distrik.

2. Pengembangan Jaringan Transmisi Tenaga Listrik:

Rencana Gardu Induk di Distrik Karubaga;

Rencana Gardu Distribusi di Distrik Dow, Distrik Wari, Distrik Kembu,

Distrik Kanggime, Distrik Karubaga, Distrik Bokondini, Distrik Wina,

Distrik Egiam dan Distrik Poganeri;

Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang menyalurkan listrik

dari pusat pembangkit ke gardu induk dan antar gardu induk;

Jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) yang menyalurkan

listrik dari gardu induk ke gardu distribusi dan antar gardu distribusi;

Page 95: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 44

Jaringan Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) yang menyalurkan listrik

dari gardu distribusi ke sumber beban/konsumen di seluruh bagian

kawasan di tiap distrik.

D. Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi

Rencana pengembangan prasarana telekomunikasi diarahkan untuk memberikan

pelayanan komunikasi melalui jaringan telekomunikasi terestrial terdiri dari jaringan

mikro digital, serat optik, mikro analog, yang akan dikembangkan secara menerus.

Potensi permintaan jaringan telepon bersumber pada jumlah rumah tangga dan

jumlah peruntukan lainnya seperti industri, fasilitas umum, fasilitas sosial, sekolah,

jasa dan perdagangan, dan sektor lainnya.

Hingga saat ini pelayanan telekomunikasi baik seluler maupun kabel belum ada.

Pelayanan telekomunikasi hanya dapat diakses melalui sambungan satelit (telepon

satelit), maupun sambungan Radio SSB (Single Side Band). Mengingat pentingnya

kebutuhan telekomunikasi, maka ke depan pelayanan sambungan telekomunikasi

diarahkan melalui pelayanan sambungan telekomunikasi kabel dan seluler.

Kebutuhan jaringan telekomunikasi di Kabupaten Tolkiara dihitung dengan

menggunakan beberapa asumsi dan pendekatan yang digunakan untuk menghitung

kebutuhan jaringan listrik yaitu:

1. Telepon Kabel untuk Rumah Tangga: 1 unit/rumah;

2. Telepon Umum: 1 unit/250 jiwa Domestik;

3. Sambungan Telepon Otomat: 500-700 sambungan telepon/STO; dan

4. Jangkauan BTS = 8 Km

Berikut rencana pengembangan jaringan telekomunikasi untuk pemenuhan kebutuhan

sambungan telekomunikasi di Kabupaten Tolikara:

1. Pembangunan jaringan prasarana telekomunikasi nirkabel/seluler dengan

pendirian BTS-BTS untuk berbagai provider 5 tahun ke depan di seluruh distrik,

seefisien mungkin dengan menerapkan sistem penggunaan tower bersama;

2. Mengoptimalkan pemanfaatan sistem telekomunikasi satelit untuk komunikasi

antar kabupaten, distrik dan perkampungan;

3. Pembangunan prasarana telekomunikasi kabel dengan pendirian panel STO,

panel induk dan stasiun pemancar telekomunikasi di ibukota kabupaten dan

ibukota distrik hingga 20 tahun ke depan; dan

Page 96: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 45

4. Sejalan dengan pembangunan prasarana telekomunikasi kabel, maka dilakukan

pengembangan dan peningkatan jaringan telepon umum pada kawasan pusat-

pusat pelayanan umum, seperti pasar serta jalan-jalan utama di tiap-tiap pusat

pelayanan dan wilayah pengembangannya.

E. Sistem Jaringan Sumberdaya Air

Rencana Pengembangan sistem jaringan sumber daya air terdiri dari:

1. Wilayah Sungai; dan

2. Prasarana air baku untuk air minum

Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air tersebut meliputi aspek

konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya

rusak air aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan

pengendalian daya rusak air.

Pengembangan sistem Wilayah Sungai terdapat pada Wilayah Sungai (WS) Lintas

Negara Mamberamo – Tami – Apauvar yang terdiri dari:

1. DAS Baliem;

2. DAS Mamberamo Hilir;

3. DAS Tariku Hilir;

4. DAS Tariku Hulu;

5. DAS Taritatu Tengah; dan

6. DAS Taritatu Hilir

Sementara untuk prasarana air baku dan air minum dioptimalkan untuk

memanfaatkan air permukaan, air tanah dan air hujan.

F. Rencana Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

F.1 Rencana Sistem Jaringan Air Minum

Untuk menghitung kebutuhan air minum di Kabupaten Tolikara, digunakan

beberapa asumsi, yaitu:

1. Domestik:

a. Sambungan langsung = 60 liter/orang/hari,

b. Kran umum = 30 liter/orang/hari

2. Non Domestik: 20% dari kebutuhan air minum domestik selain air baku

industri.

Page 97: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 46

Tabel 3.4

Proyeksi Kebutuhan Air Minum Di Kabupaten Tolikara Hingga Tahun 2032

Tahun Jumlah Penduduk

Air Baku Air Minum

Domestik

Non Domestik (Liter/Hari)

Sambungan Langsung

(Liter/Hari)

Kran Umum (Liter/Hari)

2012 293.987 7.465.920 3.732.960 746.592

2016 347.702 8.828.460 4.414.230 882.846

2021 428.849 10.886.580 5.443.290 1.088.658

2026 560.489 14.228.280 7.114.140 1.422.828

2032 732.537 19.618.620 9.809.310 1.961.862

Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara 2013-2033

Dalam pemenuhan kebutuhan air minum di Kabupaten Tolikara, perlu disusun

skenario jangka pendek dan jangka panjang. Dalam skenario jangka pendek,

pemenuhan kebutuhan air minum bisa bersumber dari mata air, danau, dan aliran

sungai yang ada melalui sistem pengolahan sederhana. Sementara dalam jangka

panjang, pelayanan air minum diarahkan melalui sistem pengolahan skala besar,

melalui IPAM yang dikelola oleh PEMKAB maupun melalui PDAM.

Dalam pengolahan air minum sederhana terdapat beberapa elemen prasarana yang

harus dibangun, yaitu:

1. Penampungan air minum sederhana skala rumah tangga untuk menampung air

hujan;

2. Penampungan air minum sederhana skala kota, baik waduk penampungan air

hujan, ataupun waduk yang sumber airnya berasal dari sungai ataupun danau;

dan

3. Sistem distribusi non pipa melalui reservoir distribusi dan distribusi keliling

menggunakan gerobak air minum.

Dalam pengolahan air minum skala besar terdapat beberapa elemen prasarana yang

harus dibangun, yaitu:

1. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) dengan memanfaatkan

sumber air dari sungai, mata air, danau, ataupun waduk penampung air hujan,

2. Sistem distribusi pipa melalui pipa induk (menghubungkan sumber air menuju

pipa sekunder), pipa sekunder (menghubungka pipa tersier menuju pipa

primer) dan tersier (menghubungkan pipa sambungan rumah menuju pipa

sekunder).

Page 98: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 47

Mengacu pada hal tersebut, maka beberapa upaya yang perlu dilakukan dalam rangka

pengembangan jaringan air minum di Kabupaten Tolikara adalah:

1. Rencana penampungan air minum skala kawasan di seluruh distrik;

2. Rencana reservoir distribusi dan distribusi keliling di seluruh distrik;

3. Rencana Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) dan rencana perpipaan di

Distrik Karubaga, Distrik Kembu, Distrik Dundu, Distrik Dow, Distrik Wari,

Distrik Kanggime, Distrik Egiam, Distrik Bokondini, Distrik Kaboneri, Distrik

Poganeri dan Distrik Wina;

4. Rencana perpipaan skala kabupaten.

F.2 Rencana Sistem Penanganan Sampah

Penanganan terhadap sampah memerlukan perhatian yang cukup besar

mengingat jumlah sampah yang akan terus meningkat seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk kota, serta dampak yang ditimbulkannya apabila

tidak ditangani secara tepat terhadap kota itu sendiri. Selain pengangkutan dan

pengelolaan sampah, penyediaan dan lokasi pembuangan sampah merupakan

kebutuhan bagi wilayah kabupaten.

Kebutuhan pengananan sampah semakin hari semakin meningkat, seiring dengan

bertambahnya jumlah timbulan sampah domestik dan non domestik. Perhitungan

kebutuhan penanganan sampah di Kabupaten Tolikara dilakukan dengan

menggunakan beberapa asumsi:

1. Timbulan sampah domestik: 3 liter/orang/hari;

2. Jumlah kebutuhan arm roll truck: 1 arm roll truck/8 m3;

3. Jumlah kebutuhan transfer depo: 50 arm roll truck /transfer depo;

4. 1 TPS per distrik; dan

5. 1 TPA skala kabupaten.

Tabel 3.5 Proyeksi Kebutuhan Penanganan Sampah Di Kabupaten Tolikara

Hingga Tahun 2032

Tahun Jml

Penduduk

Timbulan Sampah

(Liter/Hari)

Timbulan Sampah (M3/Hari)

Arm Roll

Truck

Transfer Depo

2012 293.987 373.296 373,30 47 1

2016 347.702 441.423 441,42 55 2

2021 428.849 544.329 544,33 68 2

2026 560.489 711.414 711,41 89 2

2032 732.537 980.931 980,93 123 3

Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara 2013-2033

Page 99: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 48

Dengan kondisi sistem persampahan yang cukup memprihatinkan dan kebutuhan

penanganan sampah yang semakin meningkat, maka perlu adanya terobosan

penanganan sampah, yaitu:

1. Penanganan sampah langsung dari sumbernya, melalui 3R:

a. Reduce: mengurangi penggunaan barang-barang yang berpotensi menjadi

sampah, seperti plastik, kaleng, dan sebagainya,

b. Reuse: menggunakan kembali barang-barang bekas/sampah yang masih

layak digunakan,

c. Recycle: mendaur ulang sampah-sampah yang dapat didaur ulang.

2. Penanganan sampah di TPS (Tempat Pengumpulan Sampah) dan di TPAS

(Tempat Pengolahan Akhir Sampah) melalui kegiatan daur ulang,

pengkomposan, ataupun pengolahan sampah menjadi energi terbarukan

seperti pallete, ataupun gas bahan bakar.

Mengacu pada hal tersebut, maka beberapa upaya yang perlu dilakukan dalam rangka

pengembangan sistem persampahan di Kabupaten Tolikara adalah:

1. Pemilahan sampah dari rumah tangga dengan sistem tempat sampah yang

memisahkan antara sampah organik dan non organik;

2. Pembangunan tempat pengkomposan skala lingkungan di tiap kampung;

3. Penyediaan dump truck dan transfer depo untuk menampung sampah dari

rumah tangga;

4. Pembangunan TPS di tiap distrik; dan

5. Pembangunan TPA dengan konsep Controllded Landfill di Distrik Kembu.

F.3 Rencana Sistem Penanganan Limbah

Maksud dan tujuan mengolah limbah cair sendiri adalah memberikan pelayanan

pengolahan limbah cair sehingga aman untuk dibuang ke badan air penerima dan

juga untuk memperbaiki kualitas hidup dan lingkungan sejalan dengan

pertumbuhan dan pemgembangan kota baik prasarana maupun sarananya.

Pengertian limbah cair disini mencakup limbah domestik dan non domestik.

Pada dasarnya limbah cair domestik ada dua macam yaitu:

1. Limbah cair rumah tangga yang berasal dari kamar mandi, dapur, cuci pakaian

dan lain-lain yang mungkin mengandung mikro organisme pathogen (Grey

Water);

2. Limbah cair yang berasal dari WC, yang terdiri dari Tinja, Air kemih yang

terdiri dari 99,9% air dan 0,1% zat padat yang terdiri dari 70% zat organik

Page 100: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 49

(Protein Karbohidrat dan lemak), 30%-an Organik terutama Pasir, garam -

garam dan logam (Black Water).

Saat ini timbulan limbah cair di Kabupaten Tolikara masih berupa limbah cair

domestik, karena aktivitas industri belum ada. Buangan limbah cair domestik

umumnya dibuang ke halaman rumah, baik di tanam dalam tanah, ataupun

dibuang ke sungai terdekat. Kondisi ini perlu segera penanganan yang serius,

melalui sistem pengolahan on site ataupun off- site.

Ke depan buangan limbah cair non domestik timbul karena adanya kegiatan

industri. Penanganan industri non domestik ini perlu dilakukan secara terpadu

dengan pengolahan limah cair domestik, melalui pembangunan IPAL dan IPLT

skala kabupaten.

Tabel 3.6 Proyeksi Kebutuhan Penanganan Limbah Cair Kabupaten Tolikara

Hingga Tahun 2032

Kampung Jml

Penduduk Tahun 2030

Limbah Cair Domestik

Limbah Cair Non Domestik (Liter/Hari)

Prasarana Pengolahan Limbah Cair

BLACK WATER

(LITER/HARI)

GREY WATER

(LITER/HARI) IPAL

BAK PENANGKAP LEMAK, DAN TANGKI

SEPTIK KOMUNAL (TIAP 5 RUMAH)

2012 293.987 103.279 12.443.200 3.136.620 6 4.977

2016 347.702 122.127 14.714.100 3.709.057 6 5.886

2021 428.849 150.598 18.144.300 4.573.724 6 7.258

2026 560.489 196.825 23.713.800 5.977.656 6 9.486

2032 732.537 608.006 73.253.700 18.465.426 6 13.079

Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara 2013-2033

Melihat kebutuhan penanganan limbah cair tersebut, maka beberapa upaya yang

perlu dilakukan dalam rangka pengembangan sistem penanganan limbah cair di

Kabupaten Tolikara adalah:

1. Pengambangan Sistem pembuangan limbah manusia yang dikelola secara

individual dan komunal (SANIMAS) untuk menangani limbah domestik hingga 5

tahun mendatang. Untuk pengelolaan limbah manusia secara individual setiap

rumah harus dilengkapi dengan tangki septik bidang resapan. Sedangkan bila

dilakukan secara komunal atau bersama adalah dengan membuat tangki septik

penyaluran air limbah dengan pelayanan untuk 5 rumah tangga atau 20 jiwa

kawasan-kawasan yang jauh dari pusat distrik),

2. Penyediaan prasarana penanganan limbah domestik skala distrik hingga 10

tahun mendatang, seperti:

Page 101: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 50

a. Pembangunan IPLT di Distrik Dow, Distrik Wari, Distrik Karubaga, Distrik

Kanggime, Distrik Bokondini dan Distrik Kembu; dan

b. Penyediaan truk tinja untuk melayani kawasan pusat pertumbuhan.

3. Penyediaan prasarana penanganan limbah non domestik dan domestik skala

kabupaten hingga 20 tahun mendatang, seperti:

a. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Distrik Dow, Distrik

Wari, Distrik Karubaga, Distrik Kanggime, Distrik Bokondini dan Distrik

Kembu; dan

b. Pembangunan sistem perpipaan untuk saluran limbah domestik yang

bermuara ke IPLT dan saluran limbah non domestik ke IPAL.

F.4 Sistem Jaringan Drainase

Kondisi sistem drainase di Kabupaten Tolikara, saat ini belum terlalu

menimbulkan permasalahan yang signifikan. Namun di masa mendatang sejalan

dengan perkembangan wilayah akibat pertumbuhan penduduk dan aktivitas

perekonomian maka banjir/genangan akan menjadi salah satu masalah utama.

Untuk itu perlu peningkatan kapasitas sistem drainase di pusat-pusat kegiatan,

dan terintegrasi dengan pembangunan jalan.

Rencana pengembangan sistem drainase di Kabupaten Tolikara dilakukan melalui

peningkatan kapasitas sistem drainase di pusat-pusat kegiatan. Dalam upaya

menunjang kualitas lingkungan tersebut maka perlu direncanakan sistem

drainase untuk menampung limbah buangan rumah tangga maupun fasilitas

lainnya.

Guna mendapat sistem drainase yang sesuai dan tepat maka diperlukan upaya-

upaya seperti:

1. Program normalisasi sungai yang memperlebar dan memperdalam alur sungai

untuk mengatasi penyempitan dan pendangkalan/penyumbatan di

hilir/muara sungai; dan

2. Meningkatkan upaya non - struktur seperti penyuluhan dan sosialisasi kepada

masyarakat untuk menjaga prasarana drainase, serta penegakan hukum

terhadap kegiatan yang merusak prasarana drainase dan menghambat upaya

pemeliharaan drainase.

Dalam upaya menunjang kualitas lingkungan yang terdapat di Kabupaten

Tolikara maka perlu direncanakan sistem drainase untuk menampung limbah

buangan rumah tangga maupun fasilitas lainnya. Drainase terdiri atas :

Page 102: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 51

1. Saluran Primer (Sungai)

Untuk mengoptimalkan sistem drainase saluran primer (sungai) maka

dilakukan upaya-upaya normalisasi aliran sungai, terutama sungai-sungai

yang berada pada daerah permukiman penduduk.

2. Saluran Sekunder

Sedangkan untuk saluran sekunder adalah saluran-saluran pengumpul air

limbah sebelum dialirkan menuju ke Saluran Primer (Sungai).

3. Saluran Tersier

Saluran tersier adalah saluran yang berada pada daerah permukiman

penduduk.

F.5 Jalur Evakuasi Bencana

Kabupaten Tolikara masuk dalam kawasan rawan bencana alam dan bencana

geologi (gempa bumi). Untuk itu Kabupaten Tolikara menetapkan jalur evakuasi

bencana yang dikembangkan pada kawasan-kawasan rawan longsor, yaitu dengan

memanfaatkan jaringan jalan, jalur pejalan kaki dan drainase tertutup yang

mengarahkan evakuasi menjauhi lokasi bencana ke arah lokasi dan/atau

bangunan evakuasi yang telah ditentukan pada lokasi yang lebih datar, yaitu di

Distrik Karubaga, Distrik Bokondini, Distrik Kanggime, Distrik Kembu, Distrik

Dow, Distrik Wari dan Distrik Poganeri.

Page 103: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 52

Gambar 3.4 Peta Struktur Ruang Kabupaten

Page 104: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 53

3.3.2.2 Pola Ruang Kabupaten Tolikara

1. Rencana Pengembangan Kawasan Lindung

a. Kawasan lindung

Berdasarkan peta status kawas hutan, sebagaimana yang tertuang dalam SK

Menhut No.458 Tahun 2012, diidentifikasi bahwa luas hutan lindung di

Kabupaten Tolikara 279.953,76 Ha. Umumnya Hutan Lindung tersebar di

Distrik Wina, Distrik Gudagi, Distrik Dundu dan Distrik Egiam.

b. Kawasan suaka margasatwa

Kawasan lindung nasional lainnya di Kabupaten Tolikara adalah bagian dari

Kawasan Suaka Margasatwa Mamberamo Foja dengan luas 229.154,43 Ha yang

terdapat di Distrik Dow dan Distrik Wari Adapun kawasan suaka marga satwa

memiliki kriteria:

1) Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa

yang perlu dilakukan upaya konservasinya;

2) Memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi;

3) Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; atau

4) Memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

c. Kawasan yang memberi perlindungan kawasan di bawahnya

Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya yang terdapat

di Kabupaten Tolikara meliputi kawasan gambut sebagai bagian dari penyerap

karbon. Sebaran kawasan gambut di Distrik Wina, Distrik Gundagi dan Distrik

Dundu dengan luas 11.334,06 Ha.

d. Kawasan lindung geologi

Kawasan lindung geologi yang terdapat di Kabupaten Tolikara adalah kawasan

rawan bencana geologi berupa gempa bumi. Kawasan lindung geologi ini

terbagi ke dalam dua tingkat kerawanan, yaitu:

1) Tingkat kerawanan gempa bumi sangat tinggi berada di Distrik Wari dan

Distrik Dow; dan

2) Tingkat kerawanan gempa bumi tinggi berada di Distrik Wina, Distrik

Gudagi, Distrik Dundu, Distrik Umage, Distrik Panaga, Distrik Kembu,

Distrik Timori, Distrik Wunin, Distrik Numba, Distrik Kondaga, Distrik

Karubaga, Distrik Geya, Distrik Kuari, Distrik Goyage, Distrik Nabunage,

Distrik Kanggime, Distrik Woniki, Distrik Nunggawi, Distrik Gilombandu,

Page 105: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 54

Distrik Kubu, Distrik Bokoneri, Distrik Bokondini, Distrik Bewani, Distrik

Kaboneri, dan Distrik Poganeri.

e. Kawasan perlindungan setempat

Kawasan perlindungan setempat di Kabupaten Tolikara terdiri dari Kawasan

Sempadan Sungai dan Sempadan Danau. Mengacu pada ketetapan sempadan

yang sudah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008

tentang RTRWN bahwa lebar sempadan adalah sebagaiberikut :

1. Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan

permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi

sungai; dan

2. Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan

permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi

sungai.

Dengan demikian maka luas kawasan perlindungan setempat di Kabupaten

Tolikara adalah 5.464,79 Ha.

f. Kawasan Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana yang terdapat di Kabupaten Tolikara adalah kawasan

rawan bencana tanah longsor. Kawasan rawan bencana ini terbagi ke dalam

dua rentang klasifikasi, yaitu:

1. Tingkat kerawanan longsor rendah sampai sedang berada di Distrik

Poganeri, Distrik Kubu, Distrik Bokoneri, Distrik Kaboneri, Distrik

Bokondini dan Distrik Bewani; dan

2. Tingkat kerawanan longsor sedang sampai tinggi berada di Distrik Wina,

Distrik Gudagi, Distrik Dundu, Distrik Egiam, Distrik Umage, Distrik

Panaga, Distrik Kembu, Distrik Timori, Distrik Wunin, Distrik Numba,

Distrik Kondaga, Distrik Karubaga, Distrik Geya, Distrik Nelawi, Distrik

Kuari, Distrik Nabunage, Distrik Goyage, Distrik Kanggime, Distrik Woniki,

Distrik Nunggawi dan Distrik Gilombandu

2. Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya

a. Kawasan Hutan Produksi

Kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

memproduksi hasil hutan. Berdasarkan peta status kawasan hutan,

sebagaimana yang tertuang dalam SK Menhut No.458 Tahun 2012,

Page 106: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 55

diidentifikasi bahwa luas hutan produksi terbatas dan hutan produksi konversi

di Kabupaten Tolikara secara berturut-turut adalah 49.690,44 Ha dan

62.761,01 Ha.

Sebaran Kawasan Hutan Produksi Terbatas adalah di Distrik Dow dan Distrik

Wari sementara sebaran Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi

adalah di Distrik Bewani, Distrik Distrik Kaboneri, Distrik Bokoneri, Distrik

Wunin, Distrik Kondaga, Distrik Karubaga, Distrik Geya, Distrik Numba, Distrik

Nelawi, Distrik Kuari, Distrik Nabunage, Distrik Kanggime, Distrik Woniki,

Distrik Gilombandu, Distrik Nunggawi, Distrik Timori, Distrik Kembu, Distrik

Panaga dan Distrik Umage. Adapun komoditas hutan yang dapat dikembangkan

di Kabupaten Tolikara adalah Kayu Lawang dan Lebah Madu.

b. Kawasan Pertanian

1) Kawasan Pertanian Tanaman Pangan

Kawasan pertanian tanaman pangan adalah kawasan yang berfungsi

sebagai tempat pengusahaan tanaman padi atau tanaman pangan lainnya

guna menghasilkan bahan pangan, baik untuk kebutuhan sendiri maupun

untuk dijual.

Berdasarkan potensi lahan dan kondisi eksisting dari sistem pertanian

yang berkembang, maka pengembangan pertanian tanaman pangan di

Kabupaten Pegunungan Tolikara adalah pada komoditas ubi-ubian dan

keladi. Adapun kawasan pertanian tanaman pangan skala besar akan

diarahkan pada kawasan pertanian di Distrik Bokondini, Kanggime,

Goyage, Bokoneri, Wunin, Poganeri dan Geya, sementara dalam skala

kecil dikembangkan pada pekarangan rumah pendududk secara menyebar

di seluruh distrik.

Dengan demikian maka luas kawasan pertanian tanaman pangan di

Kabupaten Tolikara adalah 2.231,62 Ha.

2) Kawasan Pertanian Hortikultura

Ciri khas dari pertanian hortikultura ini adalah tanaman lahan kering yang

bernilai ekonomi tinggi (Tejoyuwono, 1989), seperti buah-buahan dan

sayur-sayuran. Komoditas pertanian hortikultura yang terdapat di

Kabupaten Tolikara adalah nenas, pisang, jeruk, markisa, nangka, kubis,

timun, bawan merah dan daun bawang. Pengembangan pertanian

hortikultura diarahkan di Distrik Karubaga, Bokondini, Nabunage dan

Woniki dengan luas 1.672,15 Ha.

Page 107: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 56

3) Kawasan Perkebunan

Sektor perkebunan selama ini mampu meningkatkan pertumbuhan

ekonomi wilayah Kabupaten Tolikara. Sub-sektor perkebunan terus

dikembangkan dengan melibatkan perkebunan rakyat dan perkebunan

skala besar. Luas kawasan peruntukan perkebunan hingga tahun 2031

adalah 108,18 Ha dan diarahkan di Distrik Bokondini dan Kanggime.

Beberapa tanaman yang perkebunan yang bersifat kerakyatan yaitu

perkebunan buah merah, sementara perkebunan skala menengah

diarahkan untuk tanaman kopi yang produktivitasnya cukup tinggi. Secara

signifikan pengembangan komoditas perkebunan ini diarahkan untuk

pengembangan kegiatan industri yang pada akhirnya bermuara pada

kebijakan ekonomi kerakyatan.

Pengembangan kawasan perkebunan harus tetap memperhatikan kondisi

kontur di Kabupaten Tolikara. Untuk itu perlu penerapan sistem usaha

tani konservasi. Adapun bentuk sistem usahatani konservasi adalah:

1. Sistem tanaman penutup pada perkebunan kopi.

Tanaman penutup berfungsi untuk menahan dan mengurangi daya

rusak butir-butir hujan dan aliran permukaan, sebagai sumber pupuk

organik dan untuk menghindari dilakukannya penyiangan intensif yang

dapat menyebabkan tergerusnya lapisan atas tanah.

2. Sistem penanaman strip rumput alami

Tanaman strip rumput merupakan teknik konservasi dengan cara

membiarkan sebagian tanah pada barisan/strip sejajar kontur (di

antara tanaman perkebunan) ditumbuhi rumput secara alami selebar

20-30 cm.

3. Sistem multistrata

Sistem multistrata merupakan konservasi tanah dengan cara

penanaman tanaman buah-buahan, kayu-kayuan, dan/atau tanaman

legum multiguna (multipurpose leguminous) di antara tanaman

perkebunan (tanaman utama), sehingga tercipta komunitas tanaman

dengan berbagai strata tajuk. Dengan kondisi yang demikian, hanya

sebagian kecil saja air hujan yang langsung menerpa permukaan

tanah.

Page 108: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 57

4) Kawasan Peternakan

Kawasan peternakan yang dikembangkan di Kabupaten Tolikara adalah

kawasan budidaya ternak besar (sapi), ternak kecil (Kambing, Domba,

Babi, Kelinci), dan sentra peternakan unggas. Ternak sapi banyak

diusahakan di distrik Nabunange, Bokondini, kambing di distrik Karubaga,

Woniki dan Bokondini, sedangkan kuda hanya diusahakan di Karubaga.

Sementara itu, ternak babi diusahakan di semua distrik di Kabupaten

Tolikara.

Pengembangan kawasan peternakan dilakukan secara terpadu dengan

pengembangan kawasan pertanian, dan dikenal dengan istilah Crops-

Livestock Integrated System, di mana antara hewan ternak dan tanaman

dapat bersimbiosis. Salah satu contoh: hewan ternak ditempatkan dekat

kawasan pertanian/perkebunan dan dilepas secara bebas di kawasan

tersebut untuk mencari makan sendiri. Pada saat menggali tanaman untuk

mencari makan, babi ikut membantu menggemburkan dan menyuburkan

tanah dengan kotorannya. Babi berperan sebagai bulldozer (pig-dozer)

yang membongkar, untuk kemudian memupuk tanah.

c. Kawasan Pertambangan

Pengembangan Kawasan Peruntukan Pertambangan didasarkan pada potensi

tambang yang ada serta kegiatan tambang rakyat. Adapun potensi tambang

yang ada pada Wilayah Penambangan di Kabupaten Tolikara tersebut adalah

Emas yang terindikasi terdapat di Distrik Egiam serta potensi tambang Galian

C yang terdapat di Distrik Karubaga dan Distrik Kuari.

Namun perlu diingat bahwa pemanfaatan kawasan tambang perlu

memperhatikan keberadaan Hutan Lindung dan Kawasan Permukiman yang

ada di sekitarnya. Bilamana kegiatan penambangan dilakukan pada Kawasan

Hutan Lindung, maka penambangan dilakukan dengan model Underground

Mining, namun bila dilakukan pada kawasan budidaya, pembangunan

diarahkan untuk dilakukan di sekitar kawasan permukiman yang sudah

terbangun.

d. Kawasan Pariwisata

Kawasan pariwisata merupakan kawasan dengan peruntukan untuk

pengembangan aktifitas pariwisata baik wisata alam maupun wisata minat

khsusus yang potensial dikembangkan di Kabupaten Tolikara.

Page 109: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 58

Kawasan wisata yang ada di Kabupaten Tolikara terdiri atas :

1. Potensi Wisata Alam terdapat Distrik Umagi, Distrik Gundagi, Distrik

Bokoneri, Distrik Kondaga, Distrik Timori, Distrik Panaga, yang umumnya

berupa air terjun dan danau di Distrik Geya.

2. Potensi Wisata Minat Khusus:

a) Wisata agro di distrik Bokondini, Kanggime, Kembu. Dalam wisata agro

ini, pengunjung bisa merasakan bagaimana melihat atau bahkan ikut

memetik buah merah (ciri khas papua), melihat proses penanaman dan

pembibitan tanaman, juga dilengkapi dengan sarana outbond;

b) Wisata MICE, merupakan wisata sambil melakukan kegiatan Meeting

(pertemuan), Invention (Pameran), Convention (Rapat) dan Exhibition

(eksebisi) dengan tujuan mempromosikan aktifitas pariwisatanya

sehingga dapat meningkatkan kerjasama yang meliputi kerjasama

perjalanan wisata, perdagangan, investasi di bidang pariwisata serta

kerjasama di bidang kebudayaan dan pendidikandi Distrik Karubaga;

dan

c) Potensi wisata petualangan alam (Natural Adventure Tourism) seperti

Forest Tracking, River Tracking, Hiking, Gantole, dan Canoing.

e. Kawasan Industri

Mengingat semakin terbatasnya luas lahan untuk kegiatan usaha pertanian

serta perlunya peningkatan SDM masyarakat, maka kegiatan industri yang

berbasis agro perlu didorong pertumbuhannya. Oleh karena itu industri

pengolahan hasil pertanian perlu mendapat prioritas utama dalam

pengembangan ekonomi kerakyatan. Industri Agro dapat dikembangkan pada

Kawasan Agroforestri yang melingkupi Distrik Bokondini, Kanggime, Kembu

dengan luas mencapai 45,44 Ha.

Selain industri agro, terdapat potensi industri rumah tangga, yang

memproduksi hasil seni kerajinan lokal, seperti noken dan hiasan lainnya.

f. Kawasan Permukiman

Berdasarkan tipologinya terdapat dua macam sifat perumahan, yaitu

perumahan perdesaan dan perumahan perkotaan. Di wilayah perkotaan dan

perdesaan perumahan dapat tumbuh secara alami, sedangkan pembangunan

perumahan secara terencana cenderung terjadi di perkotaan yang

Page 110: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 59

dilaksanakan oleh pengembang, pola pengembangan perumahan di kawasan

pedesaan cenderung seporadis menyebar di seluruh wilayah desa. Sedangkan

pola pengembangan perumahan di wilayah perkotaan cenderung mengikuti

pertumbuhan jaringan infrstruktur. Luas peruntukan kawasan permukiman di

Kabupaten Tolikara baik itu permukiman perkotaan maupun permukiman

perdesaan adalah sebesar 4.672,57 Ha.

1. Rencana Kawasan Peruntukan Permukiman Perkotaan

Kawasan permukiman perkotaan di wilayah Kabupaten Tolikara

diarahkan pada setiap ibukota setiap distrik. Hampir seluruh kawasan-

kawasan permukiman tersebut masih perlu dibangun begitu juga

dengan sarana dan prasarana lingkungan permukimannya.

2. Rencana Kawasan Peruntukan Permukiman Perkampungan

Sebagian besar wilayah Kabupaten Tolikara memiliki karakteristik

sebagai wilayah perdesaan yang dikenal dengan sebutan kampung.

Akibat kondisi medan yang berat, permukiman pada kampung-kampung

tersebut tersebar secara berkelompok pada lokasi-lokasi yang

terpencar dan terpencil. Akibatnya masih banyak masyarakat yang

belum tersentuh kegiatan pembangunan dan pelayanan pemerintahan

yang selama ini lebih terkonsentrasi di pusat-pusat distrik. Untuk

rencana kawasan permukiman perkampungan di Kabupaten Tolikara

direncanakan di seluruh kampung yang ada di dalam distrik, yang

berjumlah 545 kampung.

Berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan lahan permukiman, diidentifikasikan

bahwa hingga tahun 2032 nanti, hanya dibutuhkan lahan seluas 2.686 Ha.

Dengan demikian dari 4.672,57 Ha yang telah diperuntukkan untuk kawasan

permukiman, masih tersisa lahan 1.986,57 Ha yang bisa dijadikan untuk

cadangan lahan pembangunan permukiman selanjutnya (setelah masa

berlakunya RTRW Kabupaten Tolikara).

Terkait dengan peruntukan permukiman ini, terdapat hal yang harus

diperhatikan, yaitu menyangkut kerawanan longsor. Berdasarkan hasil analisis

geologi, pada dasarnya sebaran permukiman baik permukiman perkotaan

maupun perdesaan di Kabupaten Tolikara umumnya berada pada kawasan

rawan bencana longsor. Oleh karena itu diperlukan penanganan secara teknis

terkait konstruksi fisik bangunan perumahan. Terdapat beberapa hal-hal yang

Page 111: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 60

harus dipertimbangkan dalam pembangunan fisik di kawasan rawan longsor,

yaitu:

1. Perlu diterapkan sistem perkuatan lereng untuk menambah gaya

penahan gerakan tanah pada lereng;

2. Meminimalkan pembebanan pada lereng, melalui penetapan jenis

bangunan dan kegiatan yang dilakukan;

3. Memperkecil kemiringan lereng; dan

4. Pembuatan konstruksi rumah panggung.

g. Kawasan Peruntukan Lainnya

Kawasan peruntukan lainnya adalah kawasan peruntukan pertahanan dan

keamanan. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan tersebut terdiri

dari:

1. Kawasan KODIM di Distrik Karubaga; dan

2. Kawasan POLRES di Distrik Karubaga.

Kawasan KORAMIL dan kawasan POLSEK yang tersebar di seluruh Distrik

Page 112: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 3 Tinjauan Peraturan Dan Kebijakan Terkait | 61

Gambar 3.5 Peta Pola Ruang Kabupaten Tolikara

Page 113: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 4 Gambaran Umum Wilayah dan Kawasan Perencanaan | 2

4.1. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TOLIKARA

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah

4.1.1.1 Pembentukan

Kabupaten Tolikara merupakan salah satu Daerah Otonom Baru, terbentuk sesuai dengan

Undang–Undang Nomor 26 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten

Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan

Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten

Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk

Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua.

4.1.1.2. Letak Geografis Kabupaten Tolikara

Kabupaten Tolikara merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya

berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten

Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten

Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen,

Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat,

Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua. Secara

geografis, Kabupaten Tolikara terletak antara garis koordinat 138° 00’57” - 138°54’32” BT

dan 2° 52’58” - 3° 51’2” LS.

Wilayah administrasi Kabupaten Tolikara terdiri dari 46 (empat puluh enam) distrik dengan

ibukota kabupatennya berkedudukan di Distrik Karubaga. Untuk lebih jelas nama distrik

yang ada di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Nama Distrik-Distrik Di Kabupaten Tolikara

No. Nama Distrik No. Nama Distrik No. Nama Distrik

1 Karubaga 17 Kaboneri 33 Danime

2 Bokondini 18 Bewani 34 Taginere

3 Kanggime 19 Nabunage 35 Yuneri

4 Kembu 20 Gilubandu 36 Wakuwo

5 Goyage 21 Air Garam 37 Telenggeme

6 Wunin 22 Geya 38 Lianogoma

7 Wina 23 Numba 39 Biuk

8 Umagi 24 Dow 40 Wenam

9 Panaga 25 Wari / Taiyeve 41 Aweku

10 Woniki 26 Dundu 42 Anawi

11 Poganeri 27 Gundage 43 Wugi

12 Kubu 28 Egiam 44 Gika

13 Kondaga 29 Timori 45 Bogonuk

14 Nelawi 30 Nunggawi 46 Yuko

15 Kuari 31 Kai

16 Bokoneri 32 Tagime Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011

Page 114: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 4 Gambaran Umum Wilayah dan Kawasan Perencanaan | 3

Hingga kini permasalahan batas wilayah menjadi masalah utama di Kabupaten

Tolikara, dan bisa menimbulkan konflik. Saat ini terdapat 4 sumber peta wilayah

Kabupaten Tolikara yang memiliki luasan berbeda, yaitu:

1. Peta Wilayah Kabupaten Tolikara seluas 14.564 Km2 yang berdasarkan UU

No.26 Tahun 2002 tentang tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten

Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten

Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten

Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi,

Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di

Provinsi Papua;

2. Peta Wilayah Kabupaten Tolikara berdasarkan Draf PERDA RTRW Provinsi Papua

seluas lebih kurang 6.130 Km²;

3. Peta RBI dari Badan Informasi Geospasial Tahun 2011, seluas lebih kurang

4.364 Km²; dan

4. Peta Kehutanan dari KEMENHUT Tahun 2011, seluas lebih kurang 6.196,7 Km².

Ketiga peta tersebut memiliki luas yang berbeda-beda. Mengingat permasalahan

peta ini nantinya dapat berpotensi munculnya konflik, maka konsultan melakukan

ratifikasi dengan merujuk pada peta RBI Tahun 2011, peta administrasi berdasarkan

UU No.26 Tahun 2002, hasil survei, serta diskusi dengan para pemangku

kepentingan di Kabupaten Tolikara. Berdasarkan hasil ratifikasi di tahun 2012,

maka diperoleh Luas Wilayah Kabupaten Tolikara adalah 6.357,55 Km².

Sementara itu batas wilayah administrasi Kabupaten Tolikara ini, adalah:

a. Sebelah Utara : Kabupaten Mamberamo Raya

b. Sebelah Timur : Kabupaten Mamberamo Raya dan Mamberamo Tengah

c. Sebelah Selatan: Kabupaten Lanny Jaya dan Jayawijaya

d. Sebelah Barat : Kabupaten Puncak Jaya.

Pada kawasan Perkotaan Bokondini terdapat 3 distrik didalamnya antara lain Distrik

Bokondini, Distrik Kaboneri dan sebagian Distrik Bewani dengan luas kawasan

sekitar 63,52 km2. Adapun peta deliniasi kawasan Perkotaan Bokondini dapat

dilihat pada gambar 4.1

Page 115: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 4 Gambaran Umum Wilayah dan Kawasan Perencanaan | 4

Gambar 4.1 Peta Delineasi Kawasan Perkotaan Bokondini

Page 116: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 5

4.1.1.3. Kondisi Fisik Dasar

A. Kondisi Topografi dan Kemiringan Lereng

Ditinjau dari kondisi topografinya, Kabupaten Tolikara umumnya berada pada

wilayah yang berbukit-bukit sampai bergunung, berkisar antara 1000 mdpl

sampai dengan 3.300 mdpl. Namun terdapat juga sebagian kecil wilayah yang

berada pada dataran rendah dengan kondisi tanah rawa, yaitu pada bagian

selatan wilayah Kabupaten Tolikara, dengan ketinggian < 500 mdpl.

Ditinjau dari kemiringan lerengnya, maka umumnya wilayah Kabupaten Tolikara

berada pada kemiringan lereng >15%, bahkan sebagian kawasan pada bagian

tengah wilayah kabupaten, berada pada kemiringan lereng >30%.

Secara alami faktor ketinggian suatu wilayah diatas permukaan laut (dpl)

berpengaruh terhadap lingkungan fisik seperti suhu dan jenis flora dan fauna

yang mendiaminya dan faktor kemiringan lereng akan berdampak pada potensi

pengembangan penggunaan lahan.

Kondisi ketinggian dapat dilihat pada gambar 4.2 dan kondisi kemiringan

lerengnya pada gambar 4.3 untuk di deliniasi kawasan Perkotaan Bokondini.

B. Jenis Tanah

Tanah merupakan tubuh alam yang terbentuk sebagai hasil proses terhadap

faktor-faktor pembentuk tanah. Faktor pembentuk tanah yang dimaksud adalah

bahan induk, iklim, topografi, organisme dan waktu. Oleh karena faktor

pembentuk tanah tersebut mempengaruhi perkembangan tanah, maka tanah

(jenis tanah) bervariasi dari satu tempat ketempat lain, demikian juga

produktivitas dalam pemanfaatannya.

Berdasarkan jenis tanah yang ada di kawasan Perkotaan Bokondini terdiri atas 2

jenis, yaitu: Dominasi Dystrudepts dengan campuran Hapludults

1. Dominasi Dystrudepts, dengan campuran Udorthents;dan

2. Dominasi Haplustolls, dengan campuran Haplustepts.

Tanah dengan dominasi Dystrudepts dan Endoaquepts masuk ke dalam Ordo

Inseptisols. Tanah ini merupakan tanah yang belum matang, perkembangan

profilnya lemah dan masih banyak menyerupai bahan induknya. Penggunaannya

untuk pertanian dan non pertanian adalah beragam, daerah berlereng untuk

hutan dan untuk pertanian perlu didrainase jika drainase buruk. Jenis tanah

dengan dominasi Dystrudepts tersebar di Distrik Wina, Gudagi, Dundu, Umagi,

Page 117: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 6

Panaga, Kembu, Timori dan Kaboneri. Sementara Jenis tanah dengan dominasi

Endoaquepts tersebar di Distrik Dow dan Wari.

Tanah dengan dominasi Hapludox masuk ke dalam Ordo Spodosols. Tanah yang

mempunyai horison spodik dan bahan albik pada 50 persen atau lebih dari setiap

pedon-nya. Horison spodik-nya memiliki ketebalan 10 cm atau lebih dengan

batas atas di dalam kurang dari 200 cm dan horison albik berada langsung di

atasnya. Spodosol merupakan tanah yang telah berkembang lanjut, biasanya

pada bahan induk pasir kuarsa, berdrainase tidak baik, struktur tanah lepas atau

masif, sangat miskin unsur hara, dan peka terhada perosi.Potensi tanah ini

tergolong rendah dan tidak digunakan untuk usaha pertanian. Penyebarannya di

daerah peralihan antara rawa gambut. Jenis tanah ini banyak ditemui di Distrik

Gudagi, Dundu dan Egiam.

Tanah dengan dominasi Hapludulst masuk ke dalam Ordo Ultisols. Tanah yang

mempunyai horison argilik atau kandik dan memiliki kejenuhan basa sebesar

kurang dari 35% pada kedalaman 125 cm atau lebih di bawah batas atas horison

argilik atau kandik. Tanah ini telah mengalami pelapukan lanjut dan terjadi

translokasi liat pada bahan induk yang umumnya terdiri dari bahan kaya

aluminium-silika dengan iklim basah. Sifat-sifat utamanya mencerminkan kondisi

telah mengalami pencucian intensif, diantaranya: miskin unsur hara N, P, dan K,

sangat masam sampai masam, miskin bahan organik, lapisan bawah kaya

aluminium (Al), dan peka terhadap erosi. Potensinya bervariasi dari rendah

sampai sedang dan biasanya digunakan untuk tanaman keras. Jenis tanah ini

tersebar di Distrik Egiam.

Tanah dengan dominasi Haplustolss masuk ke dalam Ordo Mollisols. Tanah ini

terbentuk dari adanya proses pembentukan tanah yang berwarna gelap karena

penambahan bahan organik. Akibat pelapukan bahan organik di dalam tanah

membentuk senyawa-senyawa yang stabil dan berwarna gelap. Warna gelap yang

terbentuk, dengan adanya aktivitas mikro organisme tanah maka terjadi

pencampuran bahan organik dan bahan mineral tanah sehingga terbentuk

kompleks mineral-organik yang berwarna kelam. Tanah ini merupakan tanah

yang subur dengan hanya sedikit pencucian sehingga kejenuhan basa tinggi.

Sebagian besar tanah ini digunakan untuk pertanian. Jenis tanah ini tersebar di

Distrik Gilombandu, Woniki, Kanggime, Nunggawi, Goyage, Nabunage, Kuari,

Geya, Kondaga, Numba, Kubu, Bokoneri, Bokondini, Bewani dan Kaboneri.

Page 118: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 7

Tanah dengan dominasi Udorthents masuk ke dalam Ordo Entisols. Dari lima sub

ordo dalam kelompok entisol, tanah pertanian utamanya adalah Aquents (selalu

jenuh air dan drainase terhambat); fluvents (terbentuk dari endapan di dataran

banjir sungai); psamments (bertekstur pasir atau pasir berlempeng); orthents

(berpenampung dangkal dan berbatu di lereng yang curam). Aquents, kandungan

bahan organiknya sedang sampai tinggi di seluruh lapisan, reaksi tanahnya

masam sampai agak masam. Fluvents dan orthents reaksi tanahnya cenderung

masam sampai agak masam. Psamments, kandungan liatnya tinggi, reaksi

tanahnya sangat masam sampai masam, dan kandungan bahan organiknya sangat

rendah sampai rendah. Penggunaan tanah Aquents biasanya di gunakan untuk

persawahan. Fluvents digunakan untuk sawah pengairan dan tadah hujan selain

itu juga untuk tegalan dan pertanian pangan lahan kering. Psamments untuk

tegalan, kebun campuran, dan lahan pertanian kering. Orthents digunakan

sebagai ladang berpindah, daerah pengembalaan ternak, ditanami kayu-kayuan,

sebagian lagi untuk hutan pinus, semak dan hutan sekunder. Jenis tanah ini

tersebar di Distrik Poganeri dan Gilombadu.

Adapun untuk sebaran jenis tanah di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat

pada gambar 4.4.

Page 119: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 8

Gambar 4.2 Peta Ketinggian Kawasan Perkotaan Bokondini

Page 120: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 9

Gambar 4.3 Peta Kemiringan Lereng Kawasan Perkotaan Bokondini

Page 121: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 10

C. Jenis Geologi

Struktur Geologi Kabupaten Tolikara didominasi oleh struktur Malihan Darewo di

bagian tengah ke selatan, disusul oleh batuan Ultrafamik dan batuan terobosan

timepa pada bagian tengah ke utara. Potensi dari masing-masing struktur geologi

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2. Potensi Geologi Untuk Tiap Stratigrafi Di Kabupaten Tolikara

Statigrafi Formasi Umur

Potensi

Air tanah

Mineral Material Fondasi longsor

Sumber: Direktorat Geologi, 1990

Kondisi Geologi pada kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat lebih jelas pada

gambar 4.5.

AIR TANAH MINERAL MATERIAL FONDASI LONGSOR

Alluvium: Kerikil, pasir, lumpur, lanau dan gambut Kuarter Sangat Baik Emas Pasir, Kerikil Dangkal/Dalam Liquifaksi

Endapan Terbiku: Konglomerat, Breksi dan Pasir Kuarter Sangat Baik Emas Pasir, Kerikil Dangkal/Dalam Stabil

Fanglomerat: Konglomerat Oligomilktik, batu pasi dan

batu lumpurKuarter Baik Emas Pasir, Kerikil Dangkal/Dalam Stabil

Ketidak Selarasan

Batuan Terobosan Timepa: Diorit, Granidorit dan Andesit Miosen Buruk Emas, Perak,

Platinum

Batu Dangkal Rendah

Ketidak Selarasan

Formasi Makats; Grewek, Batu lanau dan Batu lempung Miosen Buruk Mineral Industri Dangkal Rendah

Ketidak Selarasan

Batuan Gunung Api Auwewa: Lava Basal, Diabas dan

Andesit, Breksi, Tuf berselingan dengan Rijang, Napal,

Perlit dan Perlit, Tufaan

Eosen Buruk

Emas, Perak,

Platinum,

Mineral Industri

Batu Dangkal Rendah, Sedang

Ketidak Selarasan

Batuan Malihan Darewo: Batu sabak, Filit, Sekis kuarsa

mika, sekis kloritTersier Buruk Mineral Industri Dangkal Tinggi

Kelompok Kambelangan Tak Terpisahkan: Batu

lempung, Batu Sabak, sedikit sisipan Batu Lanau,

setempat Batu Gamping Lumpuran dan Batu Pasir

Jura Sedang Mineral Industri Dangkal Tinggi

Batuan Ultrafamik: Dunit, Sepentinit, Periodit, Piroksenit,

Harzburgit, Batuan Meta Basal, Spilit

Mesozoikum Buruk Nikel, Chromit,

Bijih Besi

Batu Dangkal Rendah, Sedang

POTENSISTATIGRAFI FORMASI UMUR

Page 122: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 11

Gambar 4.4 Peta Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Bokondini

Page 123: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 12

Gambar 4.5 Peta Geologi Kabupaten Tolikara

Page 124: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 13

D. Curah Hujan

Intensitas curah hujan di Kabupaten Tolikara termasuk tinggi, di mana curah

hujan terkecil mencapai 2.421 mm/tahun dan yang terbesar mencapai 3.681

mm/tahun. Kawasan dengan intensitas curah hujan terendah terdapat di

kawasan pusat kabupaten di Distrik Karubaga dan hinterlandnya seperti Distrik

Wunin, Bewani, Kaboneri, Kubu, Nelawi, Numba, Kuari, Nabunage, Kanggime,

Goyage dan Geya. Sementara kawasan dengan intensitas curah hujan sedang

berada di Woniki, Nunggawi, Gilombandu, Timori, Kembu, Panaga dan Poganeri.

Kawasan dengan intensitas curah hujang tinggi berada di Distrik Dow, Wari,

Wina, Gundagi, Dundu, Umage, Egiam.

Kondisi curah hujan di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada gambar

4.6

E. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdapat di Kabupaten Tolikara adalah DAS

Mamberamo. DAS tersebut bermuara di Wilayah Sungai (WS) Lintas Negara

Mamberamo – Tami – Apauvar.

Kondisi daerah aliran sungai di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada

gambar 4.7.

F. Hidrogeologi

Ditinjau dari hidrogeologinya, maka Kondisi Hidrogeologi Kabupaten Tolikara

umumnya adalah Daerah Air Tanah Langka. Hal ini menjelaskan bahwa tidak

cukup banyak kandungan air tanah di Kabupaten Tolikara, yang dapat

dimanfaatkan. Kondisi air tanah langka ini ditemui di bagian tengah ke selatan,

mencakup hampir seluruh distrik. Hanya dua distrik saja yang berada pada

akuifer sedang, yaitu Distrik Dow dan Wari, pada bagian utara wilayah Kabupaten

Tolikara, dan dekat dengan areal tanah rawa.

Kondisi Hidrogeologi di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada gambar

4.8

Page 125: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 14

Gambar 4.6 Peta Curah Hujan Kabupaten Tolikara

Page 126: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 15

G. Tutupan Lahan

Tutupan lahan di Kabupaten Tolikara didominasi Hutan Primer yaitu mencapai

47,12% dari total luas lahan atau 299.594,03 Ha. Sedangkan penggunaan lahan

terkecil adalah semak belukar dengan luas 1.315,72 Ha. Berdasarkan peta

tutupan lahan tersebut, dapat diidentifikasi bahwa masih banyak lahan yang

belum terbangun di Kabupaten Tolikara.

Kondisi tutupan lahan di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada

gambar 4.9.

Tabel 4.3. Tutupan Lahan Kabupaten Tolikara

Tutupan lahan Luas Persentase

Awan 26,88 0,004%

Hutan Primer 299.594,03 47,125%

Hutan Rawa Primer 205.115,92 32,264%

Hutan Rawa Sekunder 15.370,89 2,418%

Hutan Sekunder 21.224,18 3,339%

Permukiman 6.321,37 0,994%

Pertanian Lahan Kering + Semak 54.536,50 8,578%

Rawa 2.887,77 0,454%

Semak Belukar 1.315,72 0,207%

Semak Belukar Rawa 12.035,99 1,893%

Tanah Terbuka 3.898,79 0,613%

Tubuh Air 13.411,90 2,110%

Jumlah 635.739,94 100,000% Sumber: Peta Tutupan Lahan Kabupaten BPKH X 2009 dan

Citra Satelit Geoeye2 Karubaga dan Bokondini 2012

Page 127: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 16

Gambar 4.7 Peta Daerah Aliran Sungai Kawasan Perkotaan Bokondini

Page 128: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 17

Gambar 4.8 Peta Hidrogeologi Kawasan Perkotaan Bokondini

Page 129: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 18

Gambar 4.9 Peta Tutupan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini

Page 130: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 19

H. Status Kawasan Hutan

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.458 Tahun 2012, Kawasan Hutan di

Kabupaten Tolikara terbagi menjadi lima, yaitu Areal Penggunaan Lain, Hutan

Produksi Konversi, Hutan Produksi Terbatas, Suaka Marga Satwa Pegunungan

Foja, dan Hutan Lindung. Dari kelima klasifikasi kawasan hutan tersebut, hanya

Areal Penggunaan Lain yang nantinya dapat dikembangkan sebagai kawasan

permukiman dan area terbangun lainnya. Detail Luasan Kawasan menurut Status

Hutan di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.4.

Status Kawasan Hutan Di Kabupaten Tolikara

STATUS KAWASAN HUTAN LUAS (HA) %

Arel Penggunaan Lain 11.360,63 1,79%

Hutan Produksi Konversi 62.761,01 9,87%

Hutan Produksi Terbatas 52.524,55 8,26%

Suaka Marga Satwa Pegunungan Foja 229.154,43 36,04%

Hutan Lindung 279.953,76 44,03%

Jumlah 635.754,39 100% Sumber: SK Menhut No. 458 Tahun 2012

Status Kawasan Hutan di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada

gambar 4.10.

4.1.1.4. Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana di Kabupaten Tolikara adalah gempa bumi dan kawasan

rawan longsor. Dimana untuk kawasan rawan longsor terbagi atas 2 tingkatan, terdiri

atas:

a. Tingkat kerawanan longsor rendah sampai sedang, meliputi:

1) Distrik Poganeri,

2) Distrik Kubu,

3) Distrik Bokoneri,

4) Distrik Kaboneri,

5) Distrik Bokondini; dan

6) Distrik Bewani.

b. Tingkat kerawanan longsor sedang sampai tinggi, meliputi

1) Distrik Wina;

2) Distrik Gudagi;

3) Distrik Dundu;

4) Distrik Egiam;

Page 131: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 20

5) Distrik Umage;

6) Distrik Panaga;

7) Distrik Kembu;

8) Distrik Timori;

9) Distrik Wunin;

10) Distrik Numba;

11) Distrik Kondaga;

12) Distrik Karubaga;

13) Distrik Geya;

14) Distrik Nelawi;

15) Distrik Kuari;

16) Distrik Nabunage;

17) Distrik Goyage;

18) Distrik Kanggime;

19) Distrik Woniki;

20) Distrik Nunggawi; dan

21) Distrik Gilombandu.

Page 132: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 21

Gambar 4.10 Peta Status Kawasan Hutan di Kawasan Perkotaan Bokondini

Page 133: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 22

Gambar 4.11 Peta Rawan Bencana

Page 134: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 23

4.2. GAMBARAN UMUM KAWASAN PERKOTAAN BOKONDINI

Beberapa distrik yang termasuk dalam kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata

Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini yaitu Distrik Bokondini, Distrik Kaboneri,

dan sebagian Distrik Bewani.

4.2.1. Kependudukan

Jumlah penduduk di Kabupaten Tolikara sebesar 270.327 jiwa pada tahun 2010,

sedangkan pada kawasan perkotaan Bokondini adalah sebesar 13.566 jiwa menurut

jumlah penduduk pada Distrik Bokondini, Distrik Kaboneri dan sebagian wilayah

Distrik Bewani.

Tabel 4.5

Jumlah Penduduk Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik Banyaknya

Sex ratio Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Bokondini 2.953 2.606 5.559 113,32

2 Bewani 2.431 2.059 4.490 118,07

3 Kaboneri 1.896 1.621 3.517 116,96

Kawasan Perkotaan Bokondini 7.280 6.286 13.566 115,81

Kabupaten Tolikara 149.843 120.844 270.327 124,00 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tingkat kepadatan di Kawasan Perkotaan Bokondini hanya sekitar 13% jiwa/km2 dan

terhadap kepadatan penduduk yang ada di Kabupaten Tolikara sekitar 21,86%.

Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Di Kawasan Perkotaan Bokondini

Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik Luas (km2) Jumlah

Penduduk (Jiwa)

Kepadatan (Jiwa/Km2)

1 Bokondini 445 5.559 12,49

2 Bewani 342 4.490 13,13

3 Kaboneri 297 3.517 11,84

Kawasan Perkotaan 1084 13.566 12,51

Kabupaten Tolikara 6.357,55 270.687 42,58 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 135: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 24

4.2.2. Sosial

4.2.2.1 Pendidikan

Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Tolikara tahun 2010 mencapai 88 unit, yang

terdiri dari 66 Sekolah Dasar (SD), 17 Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 4

Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 1 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Pada kawasan Perkotaan Bokondini, jumlah sarana pendidikan dasar (SD) sebanyak 7

unit, terbagi atas 6 sekolah dasar negeri dan 1 sekolah dasar swasta. Sedangkan

untuk sekolah lanjutan tingkat pertama terdapat 2 unit sekolah lanjut tingkat

pertama, 253 murid dan 7 orang guru. Dan jumlah sekolah menengah umum hanya

terdapat 1 unit sekolah menengah umum, 89 murid dan 10 orang guru. Untuk sekolah

menengah kejuruan hanya terdapat di Distrik Kuari terdiri 10 unit sekolah menengah

kejuruan dan 10 orang guru.

Kondisi sebaran sarana pendidikan di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada

gambar 4.11.

Tabel 4.7 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar (SD) Negeri Dan Swasta

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik Jumlah Sekolah Dasar

Jumlah Negeri Swasta

1 Bokondini 2 1 3

2 Bewani 3 0 3

3 Kaboneri 1 0 1

Kawasan Perkotaan Bokondini 6 1 7

Kabupaten Tolikara 61 5 66 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.8 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar, Murid Dan Guru

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik

Jumlah

Sekolah beroperasi

Murid Guru

1 Bokondini 3 598 12

2 Bewani 3 540 10

3 Kaboneri 1 217 3

Kawasan Perkotaan Bokondini 7 1.138 25

Kabupaten Tolikara 61 14.743 196 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 136: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 25

Tabel 4.9

Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Murid Dan Guru Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik Jumlah

Sekolah Murid Guru

1 Bokondini 2 253 7

2 Bewani 0 0 0

3 Kaboneri 0 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 2 253 7

Kabupaten Tolikara 18 2.535 50 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.10

Jumlah Sekolah Menengah Umum, Murid Dan Guru Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik Jumlah

Sekolah Murid Guru

1 Bokondini 1 89 10

2 Bewani 0 - -

3 Kaboneri 0 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 1 89 10

Kabupaten Tolikara 4 687 27 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

4.2.2.2 Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar suatu masyarakat. Oleh karena itu

pelayanan kesehatan yang memadai sangatlah diperlukan. Mengenai Pelayanan

Kesehatan, Tolikara hanya mengandalkan PUSKESMAS dan Balai Pengobatan

Pemerintah saja karena tidak terdapat rumah sakit.

Pada kawasan Perkotaan Bokondini hanya terdapat 1 Puskesmas, 2 Puskesmas

Pembantu dan 3 Balai Pengobatan Pemerintah. Guna melayani beberapa daerah yang

masih belum terjangkau tersedia juga Puskesmas Keliling roda dua 1 unit.

Disamping itu, kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan juga dipengaruhi oleh

banyaknya tenaga kesehatan yang tersedia. Di Tolikara, jumlah dokter yang tersedia

hanya orang yang terdiri dari 1 dokter spesialis, 16 dokter umum, dan 2 dokter gigi.

Untuk penolong kelahiran, di Tolikara juga terdapat 56 bidan.

Pada kawasan Perkotaan Bokondini untuk jumlah tenaga kesehatan yang ada yaitu 3

dokter umum, 1 dokter gigi dan 8 bidan.

Tabel 4.11 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu Dan Balai Pengobatan Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik Puskesmas Puskesmas Pembantu

Balai pengobatan Pemerintah Swasta Gigi

1 Bokondini 1 0 1 0 0

2 Bewani 0 1 1 0 0

3 Kaboneri 0 1 1 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 1 2 3 0 0

Kabupaten Tolikara 15 20 23 0 0 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 137: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 26

Gambar 4.11 Peta Sarana Pendidikan

Page 138: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 27

Tabel 4.12

Jumlah Puskesmas Keliling Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik Puskesmas keliling Jumlah

Roda empat Roda dua

1 Bokondini 0 1 1

2 Bewani 0 0 0

3 Kaboneri 0 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 0 1 1

Kabupaten Tolikara 2 5 7 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.13

Jumlah Tenaga Kesehatan Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik

Tenaga kesehatan

Dokter Spesialis

Dokter Umum

Dokter Gigi

Perawat Gigi

Bidan

1 Bokondini 0 3 1 0 3

2 Bewani 0 0 0 0 4

3 Kaboneri 0 0 0 0 1

Kawasan Perkotaan Bokondini - 3 1 - 8

Kabupaten Tolikara 1 16 2 1 56 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

4.2.2.3 Peribadatan

Sebagian besar masyarakat di kawasan Perkotaan Bokondini memeluk agama Kristen

dan sebagian kecil memeluk agama Islam. Dengan jumlah sarana peribadatan gereja

3 unit, 1 unit klasis dan 1 unit mesjid.

Adapun kondisi sebaran sarana peribadatan dapat dilihat pada gambar 4.14

Hal ini dapat ditemukan dengan banyaknya jumlah peribadatan yang tersebar di

kawasan Perkotaan Bokondini. Adapun untuk jelas kondisi sebaran sarana

peribadatan dapat dilihat pada gambar 4.14

Page 139: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 28

Gambar 4.13 Peta Sarana Kesehatan

Page 140: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 29

Gambar 4.14 Peta Sarana Peribadatan

Page 141: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 30

4.2.3. Sejarah dan Budaya

4.2.3.1 Sejarah Distrik Bokondini

Secara etimologi, Bokondini bukanlah nama asli. Nama Bokondini terbentuk oleh

pengaruh logat bahasa dari penduduk yang bukan penduduk asli, atau pengaruh

penduduk pendatang. Nama asli untuk sebutan Bokondini adalah “Bogotini”, yang

terdiri atas 2 (dua) suku kata, yaitu Bogo dan Tini. Bogo diambil dari nama Sungai

Bogo, sedangkan Tini berarti suatu tempat datar/lembah. Jadi Bogotini (sekarang

Bokondini) berarti suatu tempat tanah datar atau sebuah lembah yang terletak di

tepi Sungai Bogo.Lembah Bogo atau Bokondini merupakan satu-satunya lembah tanah

datar yang dimiliki oleh penduduk di daerah Bokondini. Selain Lembah Bogo, terdapat

dua lembah lain, yaitu Lembah Wunin dan Lembah Abena. Namun kedua lembah ini

luasnya lebih kecil dibanding luas Lembah Bogo dan letaknya tidak di tengah wilayah

Bokondini.

Lembah Bogo ini terletak di tengah-tengah wilayah Bokondini, sehingga sangat

strategis dan dimungkinkan melakukan berbagai kegiatan kemasyarakatan di lembah

ini. Adapun beberapa kegiatan yang dapat dilakukan di atas tanah datar/lembah

Bogo ini dari zaman purbakala hingga sekarang antara lain:

a. Tempat perkemahan pertama nenek moyang penduduk Bokondini. Menurut

cerita turun-temurun, nenek moyang penduduk Bokondini dari Laut Arafura

masuk ke tanah Papua pegunungan Tengah melalui Sungai Digul tiba di

Lembah Balim, kemudian terakhir tiba di Lembah Bogo lalu berkemah dan

menetap di sana hingga turun-temurun;

b. Tempat dimulainya kebudayaan baru. Nenek moyang penduduk Bokondini,

yang tadinya bermata pencaharian sebagai nelayan di laut, setelah mereka

tiba di Lembah Bogo mereka harus mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan

baru, yaitu membuat kebun, membuat rumah/honai, membuat pagar, dan

sebagainya. Singkat kata, kebudayaan nenek moyang sebagai nelayan/pelaut,

setelah mereka tiba di Lembah Bogo, berubah menjadi penduduk

agraris/petani dan peternak;

c. Tempat pembagian hak ulayat/tanah adat. Dari Lembah Bokondinilah nenek

moyang penduduk Bokondini membagi-bagi tanah menurut suku dan marga.

Suku Gem mendapat bagian tanah/hak ulayat di sebelah Timurnya, suku Bok

mendapat bagian tanah/hak ulayat di sebelah Utaranya, sedangkan suku Lani

mendapat bagian tanah/hak ulayat di sebelah Barat, Selatan, dan Tengahnya;

d. Tempat perdagangan. Karena letak Lembah Bokondini yang sangat strategis

berada di tengah-tengah daerah Bokondini, maka secara otomatis tempat ini

Page 142: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 31

menjadi tempat perdagangan/pasar. Penduduk dari arah Utara, Selatan,

Timur, Barat, dan Tengah dapat berkumpul melakukan tukar-menukar, jual-

beli hasil-hasil pertanian/peternakan, dan barang-barang berharga lainnya di

tempat ini;

e. Tempat digelarnya pesta rakyat/pesta adat. Pada saat tiba panen hasil

pertanian, seperti buah merah, jagung, kacang-kacangan, ubi, keladi, tebu,

dan lainnya serta pemotongan babi masal/pesta bakar batu juga selalu digelar

di tempat ini;

f. Tempat pelaksanaan ritual/penyembahan berhala. Lembah Bokondini sebagai

tempat perkemahan pertama nenek moyang penduduk Bokondini, sekaligus

tempat pemakaman nenek moyang tersebut, maka secara otomatis penduduk

Bokondini dari berbagai tempat datang melakukan ritual/sembahyang minta

berkat perlindungan kepada roh-roh nenek moyang di tempat ini. Dalam doa

kepada roh nenek moyang, mereka antara lain meminta: kesuburan tanah,

supaya tanaman tidak diserang hama, supaya peternakan tidak diserang

wabah penyakit, supaya penduduk tidak diserang wabah penyakit/tidak

diserang musuh, supaya mendapat jodoh, supaya melahirkan anak dengan

selamat; dan

g. Tempat digelarnya perang dan damai antarsuku/marga. Apabila terjadi

bentrokan/benturan antara suku/antara marga di wilayah Bokondini, yang

dipicu oleh berbagai faktor seperti pencurian hasil ternak, pencurian hasil

bumi, perzinahan/perkosaan perempuan, masalah tanah adat, dan

sebagainya, sehingga berakibat pecahnya perang suku, maka kegiatan perang

suku dilakukan di Lembah Bokondini dan setelah berakhir dan harus berdamai,

maka acara perdamaian pun dilakukan di tempat ini.

Pengaruh Luar ke Bokondini

Masuknya Misionaris di Bokondini (1956).

Pada Juni 1949, Robert Story, yang menjadi pimpinan dari Badan Zending Asia Pasifik

Christian Mission, yang berpusat di Kota Melborne, Australia, mendapat undangan

dari Pemerintah Belanda (Gubernur Van Werdenberg) dan Badan Zending Belanda

untuk memasuki daerah-daerah yang belum di-Injili di Papua. Di dalam daftar yang

diberikan, disebutkan antara lain daerah Lembah Balim, Lembah Bogo, dan Lembah

Toli (Zwart Valley). Pada September 1950, Robert Story bersama dengan Fred

Dawdson, berangkat dari Australia ke Papua Niuguni melalui Wewak dan selanjutnya

ke Sentani Jayapura Papua. Mereka tinggal di Yoka, di pinggir Danau Sentani. Setelah

Page 143: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 32

beberapa waktu, tiba pula isteri Fred Dawdson, Margaret, untuk mendampinginya

sebagai misionaris dan tinggal di Genyem selama dua bulan sambil menjejaki

kemungkinan pos pekabaran Injil di sana dari Yoka. Dari Genyem berjalan kaki

selama sepuluh hari, melalui hutan yang lebat, dan membuka pos di Senggi. Genyem

akhirnya ditutup, tetapi Senggi menjadi pos pertama misi UFM Australia. Kemudian

tiba lagi tiga missionaries baru, yaitu Russell Bond, dan tunangannya Lillian Bryan,

Val Jones dari Australia Selatan, dan Jan Vedhuis dari Kanada.

Pada 20 dan 21 April 1954, Badan Zending C&MA mendarat di Sungai Balim, tepatnya

diMinimo. Pilot dari Pesawat C&MA tidak berani untuk mendarat di Danau Archbold,

meskipun 17 tahun sebelumnya telah pernah didarati pesawat dari rombongan

ekspedisi Belanda dengan mesin yang lebih besar. Badan Zending C&MA membuka

pangkalan Zending di Hetigima Wamena, dan dari pangkalan inilah, kemudian Badan

Zending Asia Pasifik Christian Mission mengadakan penjajakan ke pedalaman,

khususnys ke arah Danau Arschbold di kaki gunung Bokondini.

Pada 22 Januari 1955, rombongan (20 orang) misionaris UFM Australia berangkat dari

Senggo/Sentani menuju Lembah Balim (Hetigima) dengan menggunakan pesawat MAF

Amphibi Sealander, untuk selanjutnya menuju ke Danau Arschbold. Mereka berjalan

kaki dari Hetigima–Ibele-Gonam-Pramid–menyeberangi Sungai Balim di Manda lalu ke

Wollo-Ilugwa menempuh perjalanan selama 29 hari dan tiba di Arschbold kaki gunung

Bokondini pada 18 Februari 1955.

Selama satu tahun dua bulan, para misionaris berkemah sementara di pinggir Danau

Arschbold, yaitu pada 18 Februari 1955 sampai 29 April 1956. Pada 29 April 1956,

rombongan misionaris menuju sasaran/pangkalan yang dituju, yaitu Lembah Bogo

yang sekarang disebut Bokondini. Perjalanan ini ditempuh selama tiga hari (29 April

1956-1 Mei 1956). Akhirnya hasil doa dan pergumulan yang cukup panjang dan

melelahkan, tibalah rombongan misionaris di Bokondini, sebuah lembah dataran yang

menjadi incaran rombongan berdasarkan peta hasil survei pada tahun 1953.

Tercapailah cita-cita mereka untuk merebut Bokondini yang akan menjadi pangkalan

utama penginjilan di seluruh pegunungan Tengah Papua.

Walaupun penduduk di Bokondini saat itu berada pada zaman batu dan sering terjadi

perang antar suku/marga, namun mereka heran melihat orang berkulit putih yang

baru pertama kali mereka temui. Menjelang beberapa hari dalam suasana akrab

antara penduduk dan rombongan misionaris mengerjakan Lapangan Terbang Perintis

Bokondini secara ramai-ramai, hampir seluruh penduduk dari 7 distrik bahkan distrik

Page 144: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 33

lain dari Kabupaten Mamberamo Tengah juga turut membantu. Sebagai imbalan,

tenaga kerja misionarir membayar berupa garam, kulit bia, parang, dan kampak.

Dalam waktu yang sama, beberapa rumah para misionaris telah dibangun dengan

bahan lkcal. Jadi rumah dan lapangan terbang itu selesai dalam tempo hanya tiga

minggu dan akhirnya pendaratan pesawat pertama dilakukan pada 5 Juni 1956 oleh

pilot Dave Steiger. Dengan demikian, terbukalah keterisolasian Bokondini terhadap

dunia luar. Bokondini dengan penduduknya dahulu berada dalam kurungan

pegunungan, dalam keadaan gelap, hidup dalam zaman batu, primitif, suka perang

suku, dikuasai oleh kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, namun dengan

terbukanya Lapangan Terbang Bokndini, maka terbuka jugalah untuk mengetahui dan

menerima segala sesuatu yang ada di luar Bokondini.

Sesungguhnya terbukanya lapangan terbang perintis Bokondini bukan hanya untuk

masyarakat Bokondini, namun untuk seluruh penduduk pegunungan Tengah, karena

sejumlah lapangan terbang perintis di pegunungan tengah dibuka melalui pangkalan

utama misionaris, yaituBokondini.

Masuknya Pemerintah Belanda di Bokondini (1957)

Walaupun bangsa dan rakyat Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya dari

penjajahan Pemerintah Belanda sejak tahun 1945, namun sampai tahun 1962

Pemerintah Belanda masih menguasai Tanah Papua, sehingga pembukaan isolasi

Bokondini dilakukan oleh Pemerintah Belanda setelah satu tahun misionaris merintis

Bokondini, yaitu tepatnya pada tahun 1957 Pemerintah Belanda masuk di Bokondini.

Jadi daerah Bokondini pernah diperintah oleh Pemerintah Belanda selama empat

tahun (1958- 1962), dan setelah penentuan pendapat rakyat (dikenal; Pepera) pada

1962 itu juga, barulah Pemerintah Belanda meninggalkan Tanah Papua. Selama

empat tahun Pemerintah Belanda menetapkan Bokondini sebagai daerah

administratif Distrik Bokondini yang dikepalai oleh seorang Bistir dengan daerah

kerjanya meliputi Bokondini, Kelila, Bolakme,Yalengga, Ilugwa, Wolo, Kobakma,

Taria, Wunin, Karubaga, Mamit, dan Kanggime.

Masuknya Pemerintah Indonesia di Bokondini (1962)

Walaupun dari Sabang sampai Merauke sejak 17 Agustus 1945 Indonesia telah

memaklumkan kemerdekaannya, namun bagi Provinsi Irian Barat dari tahun 1945

sampai tahun 1962 masih dijajah oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Sejak 1962, yaitu

setelah Pepera barulah Irian Barat benar-benar bebas dari penjajah. Nama kepala

wilayah waktu itu disebut Bistir atau Distrik, sekarang berubah menjadi KPS (Kepala

Page 145: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 34

Pemerintah Setempat), kemudian berubah lagi menjadi Camat/Pamong Praja,

kemudian setelah otonomi khusus zamannya Presiden Gusdur berubah lagi menjadi

Distrik, sehingga sekarang disebut Distrik Bokondini.

4.2.3.2 Sosial Budaya Bokondini

Sosial mengandung arti sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam sebuah situs

komunitas (Keith Yacobs). Budaya bisa dimaknakan sebagai daya dari budi yang

berupa cipta dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta rasa, karsa, dan

rasa tersebut (Koentjaraningrat 1976:28).

Analisis sosial budaya adalah suatu usaha untuk memperoleh gambaran lengkap

mengenai situasi sosial dan budaya dengan menelaah kaitan sejarah dan struktur

sosial dalam masyarakat. Bila dikaitkan dengan penyusunan rencana tata ruang,

analisis sosial budaya merupakan analisis terhadap kondisi sosial budaya masyarakat

akibat adanya suatu pembangunan atau pun aktivitas kegiatan. Analisis sosial budaya

akan menilai kondisi sosial budaya yang mengalami perubahan atau pun tidak

mengalami perubahan akibat adanya suatu kegiatan dan atau proses pembangunan.

Analisis sosial budaya dapat diartikan sebagai kajian untuk mengenali struktur sosial

budaya serta prasarana dan sarana budaya; kajian ini dilakukan untuk mencapai

pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat yang bersifat lahiriah, batiniah atau spiritual (DPU, 2011)

Status Kepemilikan Tanah

Ihwal status kepemilikan tanah, bagi masyarakat Distrik Bokondini, Kabupaten

Tolikara, khususnya, dan umumnya rakyat Provinsi Papua, tidak mengenal jual-beli

atau sewa-menyewa tanah. Dalam kepercayaan mereka, tanah adalah “milik Tuhan”.

Sebagaimana milik Tuhan –dan bukan milik manusia-, maka tanah tidak selayaknya

diperjualbelikan atau disewakan. Bila ada yang memperjual-belikan tanah milik

Tuhan, maka dia berdosa besar.

Berdasarkan hal itu, bila seseorang berminat hendak memanfaatkan tanah di

Bokondini, baik untuk tempat tinggal atau usaha, prosedurnya cukup menemui Ketua

Adat atau Lembaga Masyarakat Adat (LMA). LMA kemudian meminta pengelola tanah

untuk menyediakan tanah sesuai kebutuhan. Prosesnya tidak berbelit-belit, selama

tujuan pemohon tanah adalah demi kemajuan/kebaikan masyarakat Bokondini

sendiri.

Page 146: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 35

Berdasarkan keterangan salah seorang “pengelola” tanah di Bokondini, bagi si

pemohon penggunaan tanah tidak dikenai biaya apa pun. Paling tidak, untuk ke

depannya si pemohon tanah tersebut bisa terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial di

masyarakat. Dalam kepedulian sosial, mereka diperkenankan memberikan sumbangan

bila ada warga masyarakat lainnya yang terkena musibah. Dalam pemikiran

masyarakat Bokondini, oleh siapa pun pemanfaatan tanah, lokasinya tidak akan

berpindah, tetap berada di Bokondini. Bila suatu ketika ada yang berniat pindah

kembali ke tempat lain, tanahnya tidak berpindah. Malahan bangunannya menjadi

aset masyarakat.

Pola Pemukiman Suku Lani

Masyarakat Lani di Papua, tidak mengenal konsep keluarga batih, yaitu bapak, ibu,

dan anak, tinggal dalam satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Jika rumah

dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung aktivitas-aktivitas pribadi

para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah sili.

Pada dasarnya sili/silimo merupakan kompleks tempat kediaman yang terdiri atas

beberapa unit bangunan (rumah/honai) beserta perangkat lainnya.

Suku Lani sering membangun rumah adat mereka sesuai dengan apa yang ada di

daerahnya pada masa lampau. Pada umumnya orang gunung di Provinsi Papua

memiliki rumah adat yang sering disebut Honai.

Istilah honai sendiri berasal dari dua kata, yakni “Hun” yang berarti pria dewasa dan

“Ai” yang berarti rumah. Dari klasifikasinya, terdapat dua jenis honai, yakni honai

bagi kaum laki-laki dan perempuan.

Bahan yang biasanya digunakan untuk membuat honai, yaitu kayu besi (oopir), kayu

buah besar, kayu batu yang paling besar, kayu buah sedang, jagat (mbore/pinde),

tali (kedle), alang-alang (wakngger), papan yang dikupas (oo nggege nggagalek),

papan las, dan lain-lain.

Orang Lani mempunyai tiga honai, yakni honai bagi kaum laki-laki, honai perempuan,

dan honai yang dikhususkan untuk memberi makan atau memelihara ternak seperti

babi (wam dabukla). Jadi tidak benar jika sejauh ini ada anggapan miring bahwa

masyarakat asli di Pegunungan Tengah Papua biasanya tidur bersama ternak babi di

dalam honai mereka, sebab ada honai yang dibangun khusus untuk memelihara babi.

Honai memang memiliki nilai filosofis yang mendalam, sebab pada rumah tradisional

inilah tempat generasi awal masyarakat pegunungan tengah Papua dilahirkan dan

dibesarkan. Honai juga menjadi tempat belajar mengenai arti kehidupan dan

Page 147: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 36

hubungan timbal balik antara manusia dengan alam sekitar maupun dengan Sang

Pencipta. Jadi, keunikan honai patut dijaga agar tidak cepat tergerus perkembangan

zaman. Namun yang perlu diperhatikan, dalam rumah honai tradisional umumnya

tidak memiliki cerobong (saluran) pembuangan asap hasil pembakaran. Inilah

masalah terbesar penyebab gangguan kesehatan pernafasan pada masyarakat lokal

yang kini masih mempertahankan honai sebagai rumah tinggal.

Pemukiman suku Lani biasanya berupa satu unit kecil dari suatu kelompok klen. Satu

unit ini terdiri atas empat bentuk bangunan yang disesuaikan berdasarkan fungsinya.

Bentuk bangunan ini terdiri atas;

1. Rumah khusus bagi pria yang dinamakan kunume;

2. Rumah tinggal bagi wanita dinamakan ome; dan

3. Kandang babi sekaligus dapur disebut wam ome.

Kesatuan keluarga inti tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Anak laki-laki

berusia maksimal 10 tahun masih tinggal bersama ibu dan saudara wanitanya.

Sedangkan anak laki-laki di atas 10 tahun harus tinggal bersama ayah dan saudara

laki-laki lainnya dalam honai laki laki.

Bentuk perkampungan mereka biasanya persegi panjang dengan dikelilingi pagar

setinggi 1-1,5 meter. Satu kampung (otinime) merupakan perkampungan kelompok.

Rumah laki-laki berada tepat di hadapan pintu masuk perkampungan. Tujuannya

untuk mengawasi keamanan atau mengamati gerak-gerik tamu yang mencurigakan.

Rumah perempuan selalu berada di sisi halaman rumah sebelah kiri. Sedangkan dapur

yang merangkap kandang babi terletak di belakang dengan pintu babi menghadap ke

luar pagar. Posisi ini dimaksudkan supaya babi piaraannya bisa bebas keluar masuk

hutan tanpa memasuki halaman perkampungan. Kebun petatas, buah merah, atau

pisang berada di pemukiman atau pagar halaman.

Rumah adat suku Lani (honai) berbentuk bulat dengan tinggi bangunan dua meter,

serta atapnya menyerupai payung setinggi dua meteran dari lingkaran atas

bangunan. Menurut pemahaman mereka, bentuk bulat utuh dalam keadaan tertutup

yang diwujudkan dalam bentuk rumah honai ini dimaksudkan sebagai simbol

hubungan satu kesatuan antara alam, lingkungan, masyarakat serta para leluhurnya.

Baik rumah pria maupun rumah wanita tidak ada sekat, yang ada hanya para buat

menyimpan kayu bakar tepat di atas tungku pembakaran. Tungku pembakaran pria

hanya sebagai penghangat, sedangkan tungku rumah wanita selain penghangat

sekaligus untuk memasak.

Page 148: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 37

Gambar 4.15 Pola Permukiman Suku Lani Di Kabupaten Tolikara

Sumber: Hasil olah data penyusun,2012.

Pola pemukiman suku Lani di Tolikara dengan Suku Dani yang mendiami sebagian

Kabupaten Jayawijaya berbeda, baik letak maupun istilah penamaannya. Sebagai

gambaran, pemukiman Suku Dani dinamakan usilimo yang di dalamnya terdapat

honai laki laki (pilamo) dan sejumlah honai perempuan (ebeai) yang disesuaikan

dengan jumlah istri mereka. Dapur (hunila) berbentuk memanjang dan kandang babi

(dabula).

Gambar 4.16 Pola Pemikiman Usilimo Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya

Sumber: Skripsi Dhany Septimawan Sutopo, “Peranan Kerabat Afinal di Dalam Lingkungan Kekerabatan

Patrilineal Pada Masyarakat Suku Bangsa Dani di Desa Wenabugaga Kecamatan Kurulu Kabupaten Jayawijaya”, Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Uncen, jayapura 2011

Perkawinan di Bokondini

Lembaga Upacara Perkawinan

Konstruksi upacara perkawinan dalam masyarakat Lani memiliki beberapa fungsi,

yakni sebagai pendidikan, spiritual, keteraturan sosial, ekonomi, dan reproduksi.

Pada masyarakat Lani, termasuk di Bokondini, terdapat beberapa lembaga

penyelenggara upacara perkawinan, antara lain:

Kunume

(Honai Pria)

Wam

ome

Ome (Honai

Wanita

Ebeai 1 Ebeai 2 Ebeai 3 Holakoma Silimo

Ongkutlu Leget

Dabula

Pilamo

Hunila

Page 149: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 38

1. Perkawinan adat

Perkawinan adat dimaksudkan sebagai sarana untuk memaknai dan mewarisi nilai

identitas suku Lani. Biasanya, mas kawin berupa 5 ekor babi yang diberikan

mempelai pria sebagai tanda keseriusan dan kesanggupan sekaligus menunjukkan

kejantanannya. Artinya, berapa pun jumlah yang diminta pihak perempuan

sebagai harta mas kawin, dapat dibayar dengan tuntas. Mas kawin biasanya

diterima oleh saudara laki-laki dari mempelai perempuan sebagai pewaris harta

mas kawin. Oleh saudara pria itulah mas kawin kemudian dibagikan esok harinya.

2. Perkawinan Gereja

Biasanya yang melaksanakan pernikahan di gereja adalah kaum intelektual yang

sudah mengenyam pendidikan tinggi, dan para pekerja gereja. Kedua mempelai

dengan mengenakan pakaian resmi dikawinkan oleh pastor. Besarnya pembayaran

harta mas kawin ditetapkan oleh gereja melalui Konferensi Gereja Sinode Gereja

Injil di Indonesia (GIDI), yakni 5 ekor babi. Jumlah babi ini, empat ekor untuk

pihak perempuan dan satu ekor untuk dibagikan ke gereja.

3. Pola Perkawinan Pemerintah

Perkawinan Pemerintah dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan hukum positif,

mendapat akta nikah dan akte anak dari Pencatatan Sipil.

Bentuk-Bentuk Perkawinan Suku Lani

Beberapa bentuk perkawinan di Suku Lani, antara lain:

a. Perkawinan monogami (akui ambir): Di zaman sekarang, terutama setelah

ajaran Injil masuk ke Tolikara dan Bokondini, perkawinan bentuk akui ambir

merupakan suatu keharusan sebagai tanda kesetiaan suami-istri;

b. Perkawinan poligami (akuwi abugwa): Poligami memiliki dua bentuk, yaitu

poligini dan poliandri. Poligini adalah seorang lelaki menikahi lebih dari satu

perempuan. Upacara ini dilangsungkan hanya secara adat. Poligini biasa

dilakukan oleh mereka yang memiliki harta berlebih atau seorang kepala

perang (wim anuak) yang menang dalam sebuah peperangan;

c. Perkawinan eksogami (amiya ambi): Awuluk Oweluk, yakni perkawinan

dengan saudara kandung sangat ditentang oleh Suku Lani. Suku Lani pun

melarang perkawinan dengan semua marga sejenis atau eksogami marga; dan

d. Perkawinan endogami: Perkawinan antaretnis, klan suku, kekerabatan dalam

lingkungan yang sama. Masyarakat Lani menggolongkan dua kelompok marga

besar, seperti Wenda dan Kogoya. Setiap klan dalam satu marga satu sama

lainnya tidak diperbolehkan melakukan ikatan perkawinan. Klan yang

termasuk marga Wenda antara lain Bogum, Liwiya, Yanengga, Enambe.

Sedangkan klan yang tergolong marga Kogoya adalah Tabuni, Wanimbo, Tabo,

Wandik.

Page 150: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 39

4.2.4. Peternakan dan Perkebunan

Peternakan di Tolikara di dominasi oleh peternakan babi. Babi tersebut kebanyakan

di pelihara oleh keluarga sebagai hewan peliharaan. Menurut data Dinas Peternakan

Kabupaten Tolikara, jumlah populasi ternak babi pada Tahun 2010 berjumlah 52.782

ekor. Selain itu, untuk ternak jenis unggas, didominasi oleh ternak ayam buras.

Berdasarkan data Dinas Peternakan Kabupaten Tolikara, terdapat ayam buras

sebanyak 44.781 ekor.

Pada kawasan Perkotaan Bokondini terdapat 57 sapi untuk populasi ternak besar,

sedangkan untuk populasi ternak kecil didominasi ternak babi hingga 6.266 ekor dan

25 ekor kambing.

Tabel 4.1 Populasi Ternak Besar Akhir Tahun Menurut Jenis

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik Jenis Ternak

Sapi Sapi FH Kerbau Kuda

1 Bokondini 57 0 0 0

2 Bewani 0 0 0 0

3 Kaboneri 0 0 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 57 0 0 0

Kabupaten Tolikara 373 0 0 5 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.15

Populasi Ternak Kecil Akhir Tahun Menurut Jenis Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2010

No Distrik Jenis Ternak

Kambing Domba Babi

1 Bokondini 25 0 2.779

2 Bewani 0 0 1.988

3 Kaboneri 0 0 1.499

Kawasan Perkotaan Bokondini 25 0 6.266

Kabupaten Tolikara 373 - 52.782 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.16

Jumlah Ternak Yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan (RPH) Dan Di Luar RPH Menurut Jenis Ternak Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik Di RPH Di luar RPH

Sapi Kambing Babi Sapi Kambing Babi

1 Bokondini 0 0 0 4 5 217

2 Bewani 0 0 0 0 0 21

3 Kaboneri 0 0 0 5 0 132

Kawasan Perkotaan Bokondini 0 0 0 4 5 370

Kabupaten Tolikara 0 0 0 34 19 5.722 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 151: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 40

Tabel 4.17

Jumlah Populasi Ternak Akhir Tahun Menurut Jenis Unggas dan Kelinci Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Jenis ternak

Ayam Buras

Ayam Ras Pedaging

Ayam Ras Petelur

Itik Kelinci

1 Bokondini 822 0 0 19 764

2 Bewani 1.024 0 0 11 73

3 Kaboneri 109 0 0 0 838

Kawasan Perkotaan Bokondini 1.846 0 0 30 1.675

Kabupaten Tolikara 44.871 0 0 139 8.226 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

4.2.4.1 Perikanan

Perikanan masih belum begitu berkembang di Tolikara. Sampai saat ini, perikanan di

Tolikara masih di dominasi oleh ikan Mujair. Karena Tolikara sebagian besar berada di

wilayah daratan (bukan pantai), maka tidak terdapat perikanan laut maupun tempat

pelelangan ikan.

Tabel 4.18 Produksi Perikanan Darat Menurut Komoditi

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010 (Kg)

No Distrik Jenis ikan

Mas Mujair Nila Lele Udang

1 Bokondini 32 15 8 0 0 2 Bewani 5 5 0 0 0 3 Kaboneri 8 5 0 0 0 Kawasan Perkotaan Bokondini 45 25 8 0 0 Kabupaten Tolikara 420 200 121 80 10

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

4.2.4.2 Perkebunan

Perkebunan yang berkembang di Tolikara, berdasarkan Data Dinas Pertanian

Kabupaten Tolikara, adalah Kopi. Akan tetapi, sebagian besar dari perkebunan Kopi

ini hanya ditanam oleh masyarakat secara individu saja, bukan dimaksudkan untuk

perkebunan secara luas, dimana hanya ada beberapa tanaman kopi saja untuk tiap

rumah tangga yang menanam kopi.

Tabel 4.19 Luas Areal, Produksi Perkebunan Kopi

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik Luas areal (Ha) Produksi (Ton)

1 Bokondini 8,17 8,07

2 Bewani - -

3 Kaboneri 1,06 0,17

Kawasan Perkotaan Bokondini 9,23 8,24

Kabupaten Tolikara 26,48 14,5 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 152: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 41

4.2.4.3 Tanaman Pangan

Seperti kebanyakan wilayah di Papua, tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh

masyarakat Tolikara di dominasi oleh kelas petatas (umbi–umbian), yaitu Ubi Jalar,

Keladi.

Berdasarkan Data Dinas Pertanian Kabupaten Tolikara, Produksi Ubi jalar pada Tahun

2010 adalah sebanyak 10.246 ton dengan luas panen sebesar 1.823 Ha. Sedangkan

Keladi produksinya 2.673 ton dengan luas panen sebesar 454 Ha.

Tabel 4.2 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Bayam Dan Cabe

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Bayam Cabe

Luas

Panen (Ha)

Produksi

(Ton)

Rata2 Hasil

(Ton/Ha)

Luas Panen

(Ha)

Produksi

(ton)

Rata2 hasil

(ton/ha)

1 Bokondini 1,14 2,32 2,04 1,14 2,53 2,23

2 Bewani 0,94 1,88 2,00 0,94 3,06 3,25

3 Kaboneri 0,92 1,83 1,99 0,92 2,47 2,69

Kawasan Perkotaan Bokondini 3 6,03 6,03 3 8,06 8,17

Kabupaten Tolikara 24,93 62,3 2,5 25,17 68,4 2,72

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.31

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Buncis Dan Wortel Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Buncis Wortel

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas panen (Ha)

Produksi (ton)

Rata2 hasil (ton/ha)

1 Bokondini 1,35 4,74 3,51 1,35 5 3,71

2 Bewani 0,94 2,26 2,4 0,94 2,25 2,39

3 Kaboneri 0,92 2,22 2,41 0,92 3 3,26

Kawasan Perkotaan Bokondini 3,21 9,22 8,32 3,21 10,25 9,36

Kabupaten Tolikara 22,14 71,6 3,24 22,59 75,7 3,51

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4. 22

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Daun Bawang Dan Bawang Merah Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Daun Bawang Bawang merah

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

1 Bokondini 1,88 7,31 3,88 2,13 9,92 4,65

2 Bewani 1,56 3,13 2,01 1,77 3,17 1,8

3 Kaboneri 1,52 3,76 2,47 1,72 5,55 3,22

Kawasan Perkotaan Bokondini 4,96 14,2 8,36 5,62 18,64 9,67

Kabupaten Tolikara 28,8 133,87 4,64 33,78 140,2 4,15

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 153: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 42

Tabel 4.23

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Ketimun Dan Kentang Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Ketimun Kentang

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

1 Bokondini 3,2 20,68 6,46 2,13 13,75 6,45

2 Bewani 2,65 6,01 2,27 1,77 1,99 1,13

3 Kaboneri 2,59 5,42 2,09 1,72 1,93 1,12

Kawasan Perkotaan Bokondini 8,44 32,11 10,82 5,62 17,67 8,7

Kabupaten Tolikara 47,05 181,81 3,86 31,40 96,3 3,07

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.4

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Kubis Dan Terong Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Kubis Terong

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

1 Bokondini 4,26 14,54 3,41 2,84 8,38 2,95

2 Bewani 3,53 9,08 2,57 2,36 3,3 1,4

3 Kaboneri 3,45 8,48 2,46 2,3 2,51 1,09

Kawasan Perkotaan Bokondini 11,24 32,1 8,44 7,5 14,19 5,44

Kabupaten Tolikara 71,66 223,9 3,12 40,31 91,3 2,27 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.25

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Bawang Putih Dan Ubi-Ubian Lain Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Bawang Putih Ubi-Ubian Lain

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

RATA2 Hasil

(Ton/Ha)

1 Bokondini 1,95 1,35 0,69 1,78 5,65 3,18

2 Bewani 1,62 1,23 0,76 1,47 1,79 1,21

3 Kaboneri 1,58 1,27 0,81 1,44 1,94 1,35

Kawasan Perkotaan Bokondini 5,15 3,85 2,26 4,69 9,38 5,74

Kabupaten Tolikara 29,53 57,6 1,95 29,43 94,6 3,21 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.26

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Petsai/Sawi Dan Tomat Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Petsai/Sawi Tomat

Luas Panen (ha)

Produksi (ton)

Rata2 hasil (ton/ha)

Luas panen (ha)

Produksi (ton)

Rata2 hasil

(ton/ha)

1 Bokondini 1,78 5,44 3,06 1,78 4,82 2,72

2 Bewani 1,47 3,46 2,35 1,47 1,8 1,22

3 Kaboneri 1,44 2,17 1,51 1,44 1,90 1,32

Kawasan Perkotaan Bokondini 4,69 11,07 6,92 4,69 8,52 5,26

Kabupaten Tolikara 31,4 79,9 2,54 32,02 79 2,47

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 154: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 43

Tabel 4.27

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Kacang Tanah Dan Kedelai Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Kacang tanah Kedelai

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil

(Ton/Ha)

1 Bokondini 17,76 37,73 2,13 8,88 25,88 2,92

2 Bewani 14,72 27,5 1,87 7,36 11,45 1,56

3 Kaboneri 14,37 16,83 1,17 5,46 6,11 1,12

Kawasan Perkotaan Bokondini 46,85 82,06 5,17 21,7 43,44 5,6

Kabupaten Tolikara 364,39 974,5 2,67 136,09 285,8 2,1 Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.28

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Jagung Dan Keladi Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Jagung Keladi

Luas

Panen (Ha)

Produksi

(Ton)

Rata2 Hasil

(Ton/Ha)

Luas

Panen (Ha)

Produksi

(Ton)

Rata2

Hasil (Ton/Ha)

1 Bokondini 7,46 14,96 2,01 19,89 110,31 5,55

2 Bewani 6,77 13,07 1,93 16,49 76,76 4,66

3 Kaboneri 6,61 13,24 2 10,35 44,45 4,3

Kawasan Perkotaan Bokondini 20,84 41,27 5,94 46,73 231,52 14,51

Kabupaten Tolikara 120,44 283,20 2,35 454,43 2.673,5 5,88

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.29

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Ubi Kayu Dan Ubi Jalar Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Ubi kayu Ubi jalar

Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 hasil (Ton/Ha)

Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil

(Ton/Ha)

1 Bokondini 30,18 205,65 6,81 33,25 596,85 6,72

2 Bewani 19,13 123,39 6,45 41,55 336,27 4,57

3 Kaboneri 11,5 51,52 4,48 61,06 345,6 4,81

Kawasan Perkotaan Bokondini 60,81 380,56 17,74 135,86 1.278,72 16,1

Kabupaten Tolikara 277,75 1.518,9 5,47 1.823,29 10.246,5 5,62

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 155: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 44

Tabel 4.5

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Padi Sawah Dan Padi Ladang Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Padi sawah Padi Ladang

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (ha)

Produksi (ton)

Rata2 hasil

(ton/ha)

1 Bokondini 0 0 0 2 2 1

2 Bewani 0 0 0 0 0 0

3 Kaboneri 0 0 0 0 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 0 0 0 2 2 1

Kabupaten Tolikara 0 0 0 6 7,3 1,22

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.31 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Kacang Hijau Dan Kacang Panjang

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Kacang Hijau Kacang Panjang

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil

(Ton/Ha)

1 Bokondini 0,36 1,24 3,5 0,46 3,24 2,28

2 Bewani 0,29 0,35 1,18 0 0 0

3 Kaboneri 0 0 0 0,47 1,01 0,88

Kawasan Perkotaan Bokondini 0,65 1,59 4,68 0,46 3,24 2,28

Kabupaten Tolikara 6,38 10,1 1,58 18,23 39,3 2,15

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.32

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Kangkung Dan Markisa Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Kangkung Markisa

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil

(Ton/Ha)

1 Bokondini 1,07 1,85 1,74 3,55 8,87 2,5

2 Bewani 0 0 0 2,94 3 1,02

3 Kaboneri 0 0 0 2,87 7,73 2,69

Kawasan Perkotaan Bokondini 1,07 1,85 1,74 9,36 19,6 6,21

Kabupaten Tolikara 5,54 12,6 2,28 49,02 107,10 2,18

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 156: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 45

Tabel 4.6

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Jeruk Manis Dan Nanas Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Jeruk Manis Nanas

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil

(Ton/Ha)

1 Bokondini 1,78 9,61 5,41 9,94 46,38 4,66

2 Bewani 1,18 3,41 2,9 0 0 0

3 Kaboneri 1,15 3,46 3,01 2,59 10,41 4,02

Kawasan Perkotaan Bokondini 4,11 16,48 11,32 12,53 56,79 8,68

Kabupaten Tolikara 30,19 138,6 4,59 37,2 182,2 4,9

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.34 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Pisang Dan Nangka

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Pisang Nangka

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (ton)

Rata2 hasil

(ton/ha)

1 Bokondini 7,1 37,3 5,25 3,55 12,66 3,56

2 Bewani 2,65 10,8 4,11 2,65 5,31 2

3 Kaboneri 2,59 4,92 1,9 2,59 6,48 2,51

Kawasan Perkotaan Bokondini 12,34 53,02 11,26 8,79 24,45 8,07

Kabupaten Tolikara 52,22 284,7 4,81 46,2 143,2 3,09

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.35 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Jambu Biji Dan Salak

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Jambu biji Salak

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil

(Ton/Ha)

1 Bokondini 1,07 1,31 1,23 0 0 0

2 Bewani 0,88 1,3 1,45 0 0 0

3 Kaboneri 0,86 1,44 1,67 0 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 2,81 4,05 4,35 0 0 0

Kabupaten Tolikara 11,71 20,6 1,76 0 0 0

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.36 Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Adpokat Dan Mangga

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Adpokat Mangga

Luas Panen (Ha)

Produksi (ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil

(Ton/Ha)

1 Bokondini 2,13 3,8 1,78 1,42 1,5 1,06

2 Bewani 1,77 2,02 1,15 2,65 2,97 1,12

3 Kaboneri 2,01 2 0,99 0 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 5,91 7,82 3,92 4,07 4,47 2,18

Kabupaten Tolikara 41,25 60,6 1,46 31,94 43,6 1,36

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 157: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 46

Tabel 4.37

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Pepaya Dan Labu Siam Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Pepaya Labu siam

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil (Ton/Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata2 Hasil

(Ton/Ha)

1 Bokondini 1,42 3,19 2,25 2,13 12,38 5,81

2 Bewani 1,18 1,39 1,18 1,77 9,46 5,36

3 Kaboneri 0,57 0,67 1,17 2,01 10,89 5,41

Kawasan Perkotaan Bokondini 3,17 5,25 4,6 5,91 32,73 16,58

Kabupaten Tolikara 19,4 34,6 1,79 43,4 197,3 4,55

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Tabel 4.7

Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Rambutan Dan Tanaman Obat Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik

Rambutan Tanaman obat

Luas

Panen (Ha)

Produksi

(Ton)

Rata2 hasil

(Ton/Ha)

Luas

panen (Ha)

Produksi

(Ton)

Rata2

Hasil (Ton/Ha)

1 Bokondini 0 0 0 1,38 2,71 1,95

2 Bewani 0 0 0 0,88 1,31 1,49

3 Kaboneri 0 0 0 0,86 1,25 1,44

Kawasan Perkotaan Bokondini 0 0 0 3,12 5,27 4,88

Kabupaten Tolikara 0 0 0 30,5 49,9 1,64

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

4.2.5. Perindustrian, Pertambangan, Pariwisata dan Keuangan

Perindustrian merupakan sektor yang belum berkembang di Tolikara. Pada 2010,

perkembangan industri justru mengalami penurunan, karena tidak ada satu pun

industri yang masih bertahan. Sumber: BPS/Deperindagkop Kabupaten Tolikara,

2011

Pertambangan dan Energi juga merupakan sektor yang belum berkembang. Listrik,

sebagai komponen utama dalam pengembangan industri belum bisa dinikmati secara

optimal. Pada tahun 2010 PLTMH (Turbin Air) milik pemerintah kabupaten dengan

kapasitas pembangkit 27 KVA dan milik Mission Aviation Fellowship (MAF) dengan

kapasitas 27 KVA mengalami kerusakan. Hingga saat ini tidak ada perbaikan dan

terbengkalai. Dan masyarakat secara umum tidak dapat menikmati jaringan listrik.

Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, kerusakan pada turbin (generator)

milik pemerintah disebabkan tidak adanya staf pengelola (teknisi) yang handal, selain

itu tidak adanya dukungan dari masyarakat untuk secara swadaya merawat dan

memelihara PLTMH tersebut. Sedangkan miliki MAF sebesar 27 KVA tersebut

Page 158: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 47

mengalami kerusakan dynamo, dan belum dapat diperbaiki karena tidak adanya

bantuan dari pemerintah kabupaten dan tidak adanya dukungan dari masyarakat.

Namun berbeda di komplek klasis gereja, terdapat pembangkit listrik sebesar 17 KVA

untuk mendukung aktivitas sekolah OB Panggen, seminari, rumah dinas dan kantor

klasis.

Pariwisata di Tolikara masih belum berkembang. Berdasarkan data Dinas Pariwisata

Kabupaten Tolikara, tidak ada satu pun wisatawan yang datang. BPS/Tolikara Dalam

Angka 2011. Namun pada Distrik Bokondini dapat ditemukan potensi obyek wisata

pertanian (agrowisata), diharapkan para pelancong dapat menikmati keindahan alam

pertanian, sambil berbelanja hasil-hasil pertanian.

Di Tolikara hanya terdapat satu perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, yaitu

Bank Papua. Sampai sekarang, tidak ada lagi koperasi yang beroperasi di Tolikara.

4.2.6. Transportasi dan Komunikasi

Transportasi di Tolikara masih harus banyak terus dikembangkan. Sampai saat ini

akses jalan darat dari Tolikara menuju kota-kota pelabuhan masih belum ada. Akses

jalan yang ada baru sebatas antar kabupaten di pegunungan tengah seperti

kabupaten Jayawijaya.

Sedangkan untuk transportasi udara, di Tolikara mempunyai 12 landasan pesawat

tipe twin outer, yaitu 1 landasan pemerintah, 11 landasan Mission Aviation

Fellowship (MAF). Selain itu masih ada 2 landasan MAF lagi yang terdapat di

kecamatan Panaga dan Wunin, namun sekarang sudah rusak.

Pada kawasan perkotaan Bokondini hanya terdapat 1 landasan pesawat MAF di Distrik

Bokondini.

Tabel 4.39 Banyaknya Landasan Pesawat Terbang Menurut Jenis Status Kepemilikan

Di Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2010

No Distrik Pemerintah MAF

Jumlah Baik Rusak Baik Rusak

1 Bokondini 0 0 1 0 1

2 Bewani 0 0 0 0 0

3 Kaboneri 0 0 0 0 0

Kawasan Perkotaan Bokondini 0 0 1 0 1

Kabupaten Tolikara 1 0 11 2 14

Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011

Page 159: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 48

4.3. POTENSI PERMASALAHAN DAN ARAH PENGEMBANGAN

Beberapa potensi, permasalahan dan batasan yang ada di Kawasan Perkotaan

Bokondini beserta arah pengembangannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.408 Potensi/Masalah/Batasan dan Arah Pengembangan Di Kawasan Perkotaan

Bokondini No Potensi/masalah/batasan Arah pengembangan

A STRUKTUR RUANG

1 PRASARANA DAN SARANA JALAN, JEMBATAN DAN DRAINASE

Ruas jalan di kawasan perkotaan sudah ada

Peningkatan (rehabilitasi) jalan di dalam kawasan perkotaan.

Peningkatan fasilitas jalan (trotoar, drainase, lampu jalan kota dan lingkungan, vegetasi) di dalam kawasan permukiman, jasa,

pemerintah, pendidikan, kesehatan, peribadatan.

Belum terhubung antara ruas jalan kabupaten (lokal primer) antara Distrik Bokondini-Distrik Bewani-Distrik Wunin-Distrik Karubaga (jalan sisi utara)

Pembangunan jalan dari Distrik Bokondini-Distrik bewani-Distrik Wunin-Distrik Karubaga (sisi Utara).

Belum terhubung antara ruas jalan kabupaten Distrik Bokondini-Kp.Mairini-Distrik Bokoneri (Barat Daya)-Distrik Karubaga dan Distrik Kubu

Pembangunan jalan kabupaten antara Distrik Bokondini-Kp.Mairini-Distrik Bokoneri (Barat Daya)-Distrik Karubaga dan Distrik Kubu.

Pembangunan jaringan jalan strategis nasional Ilu (Kab.Puncak)-Woniki-Kanggime-Karubaga-Tagime-Kelila (Kab.Mamberamo Tengah)-Bokondini

Mendukung dan mendorong pembangunan jalan strategis nasional.

Belum tersedianya terminal penumpang dan barang

Pembangunan terminal tipe C

Penyiapan trayek di dalam kawasan perkotaan.

Mendorong investasi dari masyarakat

dalam penyediaan transportasi lokal.

2 BANDARA

Rencana peningkatan bandara (MAF) yang ada menjadi komersial dan pusat pelabuhan udara militer (juga terdapat dalam Sistem Transportasi Nasional/SISTRANAS), dan atau mencari lokasi potensi baru untuk bandara komersial dan Pusat Pelabuhan Udara Militer, untuk dapat mengurangi beban Pelabuhan Udara Wamena dan menjangkau pelayanan bagi kabupaten lainnya seperti Kab. Mamberamo Tengah, Mamberamo Raya dan Puncak Jaya

Melakukan peningkatan panjang runway landasan.

3 ENERGI/LISTRIK

2 unit Pembangkit listrik (PLTMH)

yang tersedia dalam kondisi tidak beroperasi.

Peralatan dan Jaringan distribusi listrik yang tersedia dalam kondisi tidak terawat, sehingga berbahaya

Penyediaan energi dari sumber

lainnya seperti energi matahari (PLTS) dan energi mikro hidro (PLTMH).

Page 160: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 49

No Potensi/masalah/batasan Arah pengembangan

jika dialiri arus listrik

Pembangkit listrik (PLTMH) yang beroperasi adalah untuk kepentingan swasta ( Klasis/MAF)

Tersedia potensi tenaga Air / sungai dan potensi bio massa yang berlimpah

sebagai sumber energy.

Kondisi kota bokondini yang berbukit

dan tidak ditunjang infrastruktur jalan

yang baik mempersulit proses

pengadaan serta perawatan peralatan

pebangkit dan distribusi

Penanganan maintenance peralatan

masih ditangani tidak baik, bahkan

cendrung tidak terawat, karena

ditangani oleh ahli yang “kurang”

kompeten

Biaya penggunaan listrik yang gratis

diduga menjadi penyebab tidak

adanya anggaran perawatan.

Potensi energi lain masih kurang tereksplorasi dengan baik, serta ketersediaan tenaga ahli untuk kompeten minim, bahkan cendrung tidak ada.

4 TELEKOMUNIKASI

Belum terdapat jaringan telekomunikasi Pengembangan jaringan

telekomunikasi.

Mendorong dan menyiapkan lokasi jaringan telekomunikasi swasta.

5 AIR BERSIH

Berlimpahnya air baik dari sungai, mata air dan air hujan

Penyediaan tempat penampungan air bersih di sumbernya.

Penyediaan tempat penampungan air bersih secara komunal/ kampung.

Penyediaan jaringan perpipaan air bersih di kawasan perkotaan.

Pengembangan dan peningkatan

teknologi instalasi air bersih bagi kawasan perkotaan.

Mendorong peningkatan titik-titik mata air bersih skala kampung.

Mendorong seluruh bangunan yang

memiliki saluran penampungan air hujan dan penampungannya.

6 JARINGAN AIR KOTOR, LIMBAH, PERSAMPAHAN

Belum terdapat Jaringan air kotor dan limbah

Mendorong semua rumah/ pertokoan/ gereja/ bangunan sosial dan umum memiliki saluran air kotor dan air limbah (terpisah).

Belum terdapat jaringan persampahan Mendorong semua rumah/ pertokoan/ gereja/ bangunan sosial dan umum untuk memiliki tong sampah.

Page 161: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 50

No Potensi/masalah/batasan Arah pengembangan

Menyiapkan tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dan pengolahannya.

7 BENCANA DAN MITIGASI

Berada di kawasan rawan longsor (landslide) dan gempa

Melakukan zonasi kawasan rawan bencana longsor dan gempa dan

pembuatan regulasi.

Mengarahkan penggunaan teknologi yang tepat dan aman dalam pembangunan kawasan.

Menetapkan kawasan-kawasan resiko tinggi terhadap bencana tanpa

aktifitas pembangunan fisik.

B POLA RUANG

1 EMBRIO KOTA: Awal Terbentuknya Kawasan Perkotaan Bokondini dimulai sejak masuknya misionaris melalui MAF (Mission Aviation Fellowship)

Peranan tokoh agama dalam

pembentukan ruang kawasan perkotaan yang nyaman, asri dan indah.

2 KAWASAN LINDUNG: 80% wilayah Kab. Tolikara merupakan kawasan lindung (Hutan lindung dan kawasan suaka margasatwa Foja) dan Kawasan Perkotaan Bokondini berada dalam wilayah Tolikara

Menjaga kawasan lindung sebagai kawasan strategis daya dukung lingkungan hidup dalam skala provinsi dan kabupaten.

Menetapkan fungsi-fungsi di dalam kawasan perkotaan melalui peraturan zonasi.

3 KAWASAN STRATEGIS PROVINSI: Merupakan bagian dari Kawasan Strategis Ekonomi dalam RTRW Provinsi Papua yaitu kawasan strategis pengelolaan kawasan ekonomi rendah karbon

Menguatkan dan mengarahkan kegiatan ekonomi kawasan perkotaan melalui perdagangan komoditas pertanian dan perkebunan yang berorientasi kepada: 1. Ketahanan pangan. 2. Ekspor (luar kawasan) melalui

industri pengolahan yang akhirnya mampu menjadi kawasan Agroforestry yang mantap.

4 PERMUKIMAN:

Pola sebaran rumah yang tidak terpusat (komunal) dan cenderung menyebar

Beberapa rumah (komunal) berada

dalam kawasan lindung

Peningkatan jaringan jalan antar kampung yang nyaman, aman dan dapat mengakses pusat pelayanan (kesehatan, sosial, peribadatan, pendidikan) di Distrik atau kawasan gereja.

Memberikan arahan/ rekomendasi KDB/KLB bagi kawasan permukiman yang berada dalam kawasan lindung dan penetapan peraturan zonasi.

5 KAWASAN GEREJA/ KLASIS SKALA DISTRIK: Kawasan gereja menjadi pusat komunitas sosial, agama dan olahraga

Penguatan dan peningkatan sarana dan prasarana kawasan gereja menjadi pusat komunitas sosial, agama, pendidikan dan kesehatan.

Mengarahkan pembentukan kampong

mandiri yang terintegrasi dengan gedung/gereja klasis dimasing-masing wilayah.

6 KAWASAN PERTANIAN/ PERKEBUNAN: Kawasan lahan pertanian dan perkebunan yang subur

Menguatkan dan mengarahkan

kegiatan ekonomi kawasan perkotaan ke Agropolitan.

Page 162: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 51

No Potensi/masalah/batasan Arah pengembangan

Meningkatkan produktifitas komoditas berdasarkan musiim/ masa tanam.

Mengarahkan dan mendorong kawasan perkotaan menjadi kawasan perkotaan Agroforestry yang ditata

dengan baik melalui RTBL.

7 KAWASAN HUTAN: Kawasan hutan produksi yang memiliki potensi kayu untuk pembangunan

Menetapkan proses tebang pilih yang benar sesuai dengan peraturan

kehutanan.

Melakukan penanaman kembali kepada kawasan-kawasan yang telah dieksploitas/kritis tanpa penerapan proses tebang pilih.

8 PETERNAKAN: Kawasan peternakan belum terbentuk, masih menyatu dengan permukiman/ tempat tinggal

Mengarahkan pemisahan antara tempat tinggal dengan ternak untuk mendapatkan kualitas tempat tinggal yang bersih dan sehat.

Pengurangan penyakit ISPA di

kawasan perkotaan.

9 KAWASAN PENDIDIKAN: Sudah terbentuk kawasan pendidikan, namun tidak menyatu dalam satu kesatuan kawasan khsusu pendidikan

Peningkatan sarana dan prasarana kawasan pendidikan.

Menyiapkan pusat kawasan pendidikan tinggi di Kawasan Perkotaan Bokondini.

10 KAWASAN PERDAGANGAN dan JASA Sudah terbentuk kawasan perdagangan skala kecil di dalam kawasan perkotaan seperti adanya pasar, toko/warung, dan pangkalan kendaraan/angkutan barang dan orang.

Mendorong perwujudan Kawasan Perkotaan Bokondini sebagai pusat kegiatan industry kecil agroforestry dan kegiatan jasa/ perdagangan melalui penyusunan RTBL.

11 ELEMEN-ELEMEN KOTA: Elemen kota seperti arsitektural, landmark kota, langgam arsitektur sudah

terbentuk. Namun demikian untuk melihatnya dapat dibagi dalam 2 kelompok.

Pada kawasan klasis, banyak dipengaruhi oleh model-model rumah arsitektur luar (eropa). Ini ditandai dengan model rumah panggung kayu, adanya tungku kayu penghangat ruangan, tempat penyimpanan kayu di basement, cerobong asap tungku dan lainnya. Elemen lainnya adalah penataan didalam kawasan klasis

sangat memperhatikan materi dan keberlangsungan alam. Ini terlihat dari penggunaan materi bebatuan untuk dijadikan sebagai tapak jalan dan susunan bebetuan yang rapi sebagai penanda dan sebagai tempat untuk menanam buah-buahan nenas dan bunga-bunga indah.

Diluar kawasan klasis, terlihat kekhasan elemen papua, seperti penggunaan kayu, kulit kayu sebagai pengikat, ilalang/jerami dalam

Pembentukan landmark kota di pusat

kawasan perkotaan Bokondini seperti tugu kota, serta elemen lainnya yang mendukung.

Mempertahankan elemen-elemen didalam kawasan klasis (MAF).

Mengintegrasi elemen-elemen

pembentuk kota yang baru dengan elemen-elemen yang sudah ada.

Page 163: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 52

No Potensi/masalah/batasan Arah pengembangan

bangunan rumah (honai), batas pekarangan, dll.

Landmark kota. Di dalam kawasan perkotaan Bokondini untuk landmark kota belum terbentuk, namun jika masuk ke kawasan klasis sudah terdapat landmark berupa tugu salib sebagai tanda (sejarah) masuknya injil di Bokondini.

Sumber: Hasil Olahan, Konsultan 2012

Page 164: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KAWASAN PERENCANAAN | 53

Gambar 4.17 Peta Dokumentasi Kondisi Lapangan

Page 165: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 1

5.1. PENDEKATAN STUDI

Pendekatan studi merupakan acuan yang digunakan sebagai pertimbangan dalam

melakukan proses kajian dalam pekerjaan ini. Pendekatan pekerjaan yang digunakan

dalam Kegiatan Penyusunan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan

Perkotaan Bokondini akan dijabarkan pada pembahasan pada sub bab berikut ini.

5.1.1. Pendekatan Perencanaan

Pendekatan perencanaan yang digunakan dalam Penyusunan Rencana Detail Tata

Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini adalah:

1. Pendekatan Eksploratif dalam Pengumpulan Data

Pendekatan eksploratif bercirikan pencarian yang berlangsung secara

menerus. Pendekatan ini akan digunakan baik dalam proses pengumpulan data

dan informasi maupun dalam proses analisa dan evaluasi guna perumusan

konsep penanganan.

a. Eksplorasi dalam Proses Pengumpulan Data dan Informasi

Pendekatan eksploratif digunakan mulai dari kegiatan inventarisasi

dan pengumpulan data awal, hingga eksplorasi data dan informasi di

lokasi studi yang dilakukan. Sifat pendekatan eksploratif yang

menerus akan memungkinkan terjadinya pembaharuan data dan

informasi berdasarkan hasil temuan terakhir. Informasi yang didapat

dengan pendekatan ini bisa bersifat situasional dan berdasarkan

pengalaman sumber.

b. Eksplorasi dalam Proses Analisa dan Evaluasi

Eksplorasi dalam proses analisa dan evaluasi dilakukan guna

mengelaborasi pokok permasalahan serta konsep-konsep penanganan

dan pengembangan kawasan pusat kota yang ada berikut dukungan

regulasi dan kebijakan. Eksplorasi perlu mengaitkan konsep-konsep

teoritis dengan kondisi dan karakteristik permasalahan melalui

pendalaman pemahaman terhadap lokasi pekerjaan.

Page 166: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 2

2. Pendekatan Studi Dokumenter dalam Identifikasi dan Kajian Materi

Pekerjaan

Model pendekatan studi dokumenter akan menginventarisasi dan

mengeksplorasi berbagai dokumen terkait dengan materi pekerjaan. Studi

dokumenter memiliki ciri pendekatan yang mengandalkan dokumen/data-data

sekunder seperti:

a. Peraturan perundangan-undangan dan dokumen kebijakan yang

terkait

b. Laporan perencanaan penataan kawasan perkotaan pada wilayah lain

(best practice)

c. Teori maupun konsep-konsep penataan kawasan perkotaan, termasuk

dalam aspek pendukungnya seperti kelembagaan, pengelolaan

kawasan, serta aspek pembiayaan.

3. Pendekatan Preskriptif dalam Perumusan Konsep Pengembangan Kawasan

Pendekatan preskriptif (prescriptive approach) merupakan jenis pendekatan

yang bersifat kualitatif dan dapat memberikan deskripsi analitis untuk

menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat dalam mendukung suatu strategi

penanganan ataupun kebijakan. Pendekatan ini bertujuan untuk mengevaluasi

dan menilai suatu rencana alternatif kebijakan untuk kemudian mengeluarkan

rekomendasi yang tepat berkaitan dengan kemungkinan implementasi

kebijakan dan program-programnya di masa yang akan datang.

Implementasi mekanisme Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini sendiri merupakan penjabaran lebih lanjut dari

poin-poin pelaksanaan dan pencapaian sebagaimana tersebut di atas.

Agar konsepsi capaian-capaian dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

(RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini dapat terwujud, maka digunakan

media-media penjabaran yang akan digunakan dalam jangka waktu

pelaksanaan pekerjaan dan disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan. Media-

media tersebut adalah:

a. Diskusi. Merupakan forum pertemuan yang dihadiri oleh anggota

focus group yang digunakan sebagai tempat konsultasi

b. Seminar. Merupakan forum yang bertujuan untuk mensosialisasikan

kemajuan pekerjaan di depan seluruh stakeholder di daerah

Page 167: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 3

c. Kuesioner/Daftar Pertanyaan. Merupakan media tertulis yang

digunakan untuk memperoleh informasi lebih banyak dan mendalam,

terutama menyangkut aspirasi stakeholders yang ada.

d. Learning by doing process, merupakan proses belajar bersama yang

dilakukan oleh konsultan bersama pemerintah daerah. Proses ini

dilakukan pula melalui fasilitasi dan konsultasi yang dilakukan tenaga

ahli konsultan di lapangan kepada tim teknis daerah.

e. Kunjungan Lapangan. Merupakan kegiatan tinjauan dan mengunjungi

lokasi kegiatan penataan ruang di daerah untuk mendampingi

instansi-instansi Pemerintah Daerah dalam melakukan proses

penataan ruang.

5.1.2. Pendekatan Kebijakan (Sinkronisasi Kebijakan)

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini sebagai

suatu rencana penataan ruang yang merupakan dasar pembangunan akan sangat

terkait dengan berbagai kebijakan yang telah ada, baik yang bersifat nasional (UUD,

UU, PP, KEPPRES, PERMEN, KEPMEN), maupun bersifat lokal (PERDA Provinsi serta

Kabupaten/Kota, PERGUB, PERBUP/WAL). Sebagai suatu rencana pembangunan,

maka keluaran dari rumusan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan

Perkotaan Bokondini ini pada akhirnya pun akan dilegalisasi sebagai suatu dokumen

kebijakan. Oleh karena itu, dalam proses penyusunannya pendekatan kebijakan perlu

dilakukan untuk menghindari pertentangan kebijakan dan mampu melengkapi aturan

yang belum diatur dalam kebijakan terkait tersebut.

5.1.3. Pendekatan Wilayah

Pendekatan wilayah pada prinsipnya memandang wilayah sebagai satu kesatuan

sistem. Keselarasan unsur pembentuk wilayah yang meliputi sumber daya alam,

sumber daya buatan dan sumber daya manusia beserta kegiatannya yang meliputi

kegiatan ekonomi, politik, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan, berinteraksi

membentuk wujud pembangunan perumahan dan permukiman wilayah, baik yang

direncanakan maupun tidak.

Mengingat wilayah adalah suatu sistem tempat manusia bermukim dan

mempertahankan kehidupannya, maka dalam penataan ruang yang paling utama

Page 168: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 4

diwujudkan adalah meningkatkan kinerja atau kualitas ruang wilayah untuk

penyediaan produksi barang dan jasa yang cukup, permukiman yang sehat dan

kelestarian lingkungan hidup.

Berdasarkan pendekatan wilayah maka akan dirumuskan visi, misi dan program

penataan ruang dan arah pembangunan dalam wilayah, fungsi-fungsi kawasan

(permukiman, jasa/usaha, dan lain-lain), sistem pusat-pusat permukiman, serta

sistem prasarana wilayah (transportasi, pengairan, energi, listrik dan

telekomunikasi).

5.1.3.1. Pendekatan Pengembangan Wilayah

Pendekatan pengembangan wilayah meliputi:

1. Pendekatan Pertumbuhan Wilayah

Pendekatan pertumbuhan wilayah berakar dari teori ekonomi Neo Klasik

yang mengasumsikan bahwa pembangunan merupakan hasil pertumbuhan

ekonomi, dan perwujudan ruangnya merupakan konsep dari pertumbuhan

itu sendiri. Konsep ini disebut juga sebagai Growth Centre Concept (Misra,

1981). Hipotesis dasar dari konsep tersebut adalah bahwa pembangunan

dijalankan atas dasar kebutuhan pada saat ini dan dorongan-dorongan yang

bersifat inovasi. Hasil dari pembangunan pada sektor-sektor dan wilayah

strategis akan secara spontan „menetes” ke sektor-sektor dan wilayah-

wilayah lain yang masih tertinggal.

Dalam kerangka tata ruang, mekanisme penetesan tersebut bekerja

berdasarkan sistem pusat-pusat yang hierarkis. Sistem tersebut merupakan

kota-kota yang saling berinteraksi dalam ruang. Dalam hal ini, kota-kota

tersusun pada tingkatan yang berberda-beda berdasarkan potensi

ekonominya. Penetasan atau penjalaran secara hierarkis dari kota besar ke

kota kecil terjadi dengan cara:

a. Melalui ekspansi dari kegiatan-kegiatan yang ada ke wilayah-wilayah

pemasaran baru, yaitu dari pusat terbesar ke pusat-pusat yang lebih

kecil.

b. Pergesaran kegiatan yang memiliki tingkat upah rendah menuju ke

pusat yang relatif kecil, ini disebabkan tingkat upah di kota besar

cenderung meningkat.

Page 169: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 5

c. Dengan menawarkan pilihan lokasi yang lebih tepat bagi industri yang

berbeda kebutuhan pasar dan prasarananya.

d. Dengan dorongan inovasi dari wirausahawan yang dijalarkan ke

bawah melalui hierarki.

Pendekatan seperti ini membutuhkan pengambilan keputusan yang

tersentralisasi secara cepat dan efektif di pusat. Dengan demikian, surplus

yang dihasilkan di suatu sektor atau wilayah dapat dengan mudah ditransfer

ke sektor atau wilayah lain. Konsep pengembangan wilayah ini juga

berkeyakinan bahwa bila pertumbuhan ekonomi terjadi, maka

pendistribusian hasil-hasil pembangunan akan terjadi secara spontan.

Tetapi sesungguhnya alokasi agregat dari sumber daya di pusat malah

mengacu pada disintegrasi sumber daya pelengkap pada wilayah di

bawahnya.

Pengembangan wilayah berdasarkan teori ekonomi Neo Klasik dan

pendekatan pertumbuhan wilayah ini ternyata menyebabkan wilayah-

wilayah yang relatif maju semakin maju dan berkembang, sedangkan

wilayah-wilayah yang sudah tertinggal tetap berada pada lingkaran

kemiskinan yang tak berujung pangkal. Namun hal ini bukan berarti

pendekatan pertumbuhan wilayah ini harus ditinggalkan, tetapi akan lebih

baik hasilnya jika diselaraskan dengan pendekatan pemerataan tingkat

perkembangan antarwilayah maupun antarsektor.

2. Pendekatan Keseimbangan Tingkat Perkembangan Antarwilayah

Menurut Stohr (1981) pendekatan kemerataan tingkat perkembangan antar

wilayah merupakan pendekatan pengembangan wilayah yang menekankan

pada pemenuhan kebutuhan dasar seluruh penduduk yang diorganisasi

secara teritorial. Pendekatan ini muncul akibat kegagalan pendekatan

pertumbuhan wilayah. Kegagalan ini terjadi karena ternyata pertumbuhan

wilayah tidak dapat diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar seperti

apa yang diungkapkan dalam teori ekonomi Neo Klasik, karena pada

kenyataannya mekanisme pasar tersebut tidak dapat menyelesaikan

persoalan-persoalan dalam pengembangan wilayah, seperti masalah

kemiskinan dan ketimpangan antarwilayah.

Anggapan bahwa hasil-hasil pembangunan dapat menetes dengan sendirinya

melalui sektor-sektor pembangunan (teori ekonomi neo klasik) ternyata

tidak sepenuhnya benar. Hasil-hasil pembangunan ternyata lebih

Page 170: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 6

terkonsentrasi pada sekelompok kecil masyarakat yang terkait dengan

sektor andalan yang yang pada umumnya terdapat di kota-kota besar.

Akibatnya ketimpangan antargolongan, antarwilayah, dan antar desa dan

kota, menjadi semakin lebar; pengangguran dan setengah pengangguran

semakin luas, dan masalah kemiskinan tidak teratasi, bahkan semakin

meningkat (Sarosa, 1989: 2).

Dengan berkembangnya pendekatan pemerataan tingkat perkembangan

antarwilayah, maka wilayah-wilayah terbelakang diharapkan dapat

menyeimbangi perkembangan wilayah-wilayah di depannya.

3. Pendekatan Pemerataan Kesejahteraan

Menurut Adelman (1979), pada setiap tahapan pertumbuhan ekonomi hanya

orang-orang yang mempunyai akses ke faktor-faktor produksi paling utama

yang akan mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi tersebut.

Agar hasil pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan secara lebih merata

diperlukan suatu pendekatan pemerataan ekonomi melalui redistribusi

faktor-faktor produksi dominan. Dengan demikian setiap orang akan

mendapatkan akses yang sama ke faktor-faktor produksi dominan sehingga

pemerataan ekonomi dapat tercapai.

Selain itu pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat menjadi

pertimbangan penting, baik itu menyangkut wilayah yang mempunyai

sumber daya alam potensial maupun wilayah yang mempunyai sumber daya

alam kurang potensial.

Faktor-faktor yang menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah dan

tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah agraris adalah kuantitas dan

kualitas sumber daya alam. Namun usaha pertumbuhan ekonomi pada

wilayah perkotaan atau wilayah yang struktur ekonominya telah cukup

berimbang antara sektor primer, sekunder, dan tersier, tidak lagi hanya

ditentukan oleh kualitas sumber daya alam, tapi lebih ditentukan oleh

tingkat aksesibilitas dan letak geografis, kelengkapan infrastruktur, dan

akumulasi kegiatan.

4. Pendekatan Ekonomi Makro

Sistem perekonomian dunia cenderung akan menuju pasar bebas, sehingga

batas pemasaran tidak lagi mengikuti wilayah administrasi suatu negara,

atau dengan kata lain batas pasar secara administrasi negara akan semakin

Page 171: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 7

melemah. Ini berarti perlindungan pasar terhadap suatu jenis komoditi akan

sulit dilakukan. Dalam sistem perekonomian pasar bebas, sebenarnya

kompetisi lebih sehat, terbuka dan dinamis, sehingga kegiatan ekonomi

yang menghasilkan produk yang berkualitas, dengan proses yang efisien dan

efektif yang akan berkembang.

Dalam menghadapi era pasar bebas, kita tetap memprioritaskan proses

pembangunan pada laju pertumbuhan yang optimal yang diiringi dengan

pemerataan. Dalam kegiatan ekonomi pasar bebas, maka unit ekonomi yang

telah berkembang cenderung akan lebih pesat, sebaliknya yang belum

berkembang cenderung relatif lebih lambat. Hal ini perlu diimbangi dengan

suatu kebijaksanaan pembangunan (rekayasa proses pembangunan) yang

mampu menciptakan mekanisme pertumbuhan semua sektor kegiatan

secara berimbang sebagai upaya menuju arah pemerataan pembangunan.

Dalam skala makro, setiap negara berusaha menciptakan mekanisme

perekonomian yang mempunyai produktivitas tinggi dengan proses yang

efektif dan efisien. Untuk menghadapi era pasar bebas dan menarik

investasi asing yang mengalir dari negara maju ke negara berkembang,

maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Memperbaiki sistem birokrasi (debirokratisasi), sehingga

memudahkan dalam sistem administrasi dan perijinan, termasuk

dalam hal ini adalah penyederhanaan sistem perijinan, sistem

perpajakan, retribusi dan kelengkapan peraturan yang berkaitan

dengan usaha efisiensi kegiatan ekonomi;

b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang lebih penting dalam

kebijaksanaan kependudukan adalah peningkatan kemampuan dan

keahlian untuk mengimbangi perkembangan teknologi, khususnya di

bidang industri;

c. Mengembangkan kemitraan antara pelaku pembangunan, yaitu antara

pemerintah, swasta, pengusaha kuat, pengusaha sedang dan

pengusaha kecil yang sejajar dan seimbang;

d. Menciptakan sistem perekonomian yang kompetitif, dengan cara

proses produksi yang efektif dan efisien, kualitas sumber daya yang

tinggi, penguasaan teknologi sedang-tinggi, sistem koleksi dan

distribusi barang yang efisien, dan mengembangkan komoditi yang

berorientasi pasar;

Page 172: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 8

e. Setiap proses produksi berwawasan lingkungan, mengingat

kepedulian terhadap lingkungan akan terus menjadi salah satu syarat

memasuki pasar dunia;

f. Menciptakan keseimbangan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi

dan pemerataan pertumbuhan antar wilayah dan antar sektor. Agar

perkembangan ekonomi dapat menyebar dan merata, maka

pembangunan infrastruktur yang menyebar, sistem insentif dan

disinsentif mutlak diperlukan;

g. Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan

pembangunan, tidak hanya pada sektor privat, tetapi pada sektor

publik, sehingga penyediaan infrastruktur pengembangan wilayah

dapat dilakukan oleh berbagai pihak.

5. Strategi Penutupan Wilayah Secara Selektif (Selective Regional Closure)

Friedmann dan Weaver (1979) dalam mendiskusikan fenomena yang sama,

menganggap bahwa distorsi desa kota merupakan hasil konflik yang telah

menjadi sifat antara teritorial dan fungsi dengan dominasi sejarah saat ini

di bawah sistem dunia yang di atur oleh perusahaan nasional. Ekonomi-

ekonomi wilayah diintegrasikan atau dikaitkan ke ekonomi dunia pada suatu

basis ketidakmerataan, mengarah ke polarisasi (Backwash) kegiatan-

kegiatan pembangunan dan kebocoran sumber daya wilayahnya yang vital

keluar ke kota-kota besar dan luar negeri.

Kebijaksanaan regional di bawah paradigma pembangunan yang baru, yang

ditujukan pada pengurangan kesenjangan melalui pembangunan wilayah

yang bertumpu pada kemampuan sendiri, meliputi suatu pengertian dan

penyelesaian masalah kebocoran dalam suatu konteks ruang. Masalah yang

penting adalah bagaimana transfer sumber daya desa–kota yang

menguntungkan dapat disalurkan untuk pertumbuhan dan pembangunan

perdesaan, dan bagaimana surplus pertanian dipertahankan di daerah

perdesaan, mencegahnya dari arus berlebihan ke kota-kota, untuk

ditanamkan lagi bagi pembangunan sendiri. Dalam hal ini, alternatif

kesempatan kerja dapat diciptakan, kemampuan daya beli lokal dapat

ditingkatkan, kemungkinan-kemungkinan untuk industrialisasi perdesaan

dapat ditingkatkan dan karenanya muncul aturan yang tepat untuk pusat-

pusat yang lebih rendah.

Page 173: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 9

Masalah kebocoran distribusi pendapatan dan struktur kelembagaan

ekonomi adalah elemen kritis dalam menentukan dampak pengeluaran

publik pada kelompok sasaran. Pengaruh redistribusi dari pertumbuhan atau

suatu pendekatan incremental, akan agak tipis/marginal. Pengeluaran

publik di daerah terbelakang dilayani sebagai suatu instrumen transfer

wilayah yang melalui multiplier efek yang dilokasikan secara menjanjikan

akan mengacu ke pergeseran positif dalam distribusi pendapatan

interregional dan juga ketidakmerataan intraregional. Bagaimanapun,

multiplier efek tidak dilokasikan, dan karena keterkaitan dengan wilayah

lain, transfer nilai surplus melalui beberapa mekanisme pasar yang

bervariasi dan lembaga eksploitasi sosial ke daerah-daerah yang lebih maju

dapat terjadi.

Dalam mencari alternatif pembangunan wilayah di bawah kondisi produksi

surplus dan meminimalkan kebocoran yang terjadi, diperlukan perlindungan

dari polarisasi wilayah bagi pembangunan wilayah-wilayah belakang.

Dengan cara umum, dapat digambarkan sebagai strategi penutupan wilayah

secara selektif.

6. Pendekatan Sektoral dan Spasial

Pengembangan wilayah dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan, yaitu

pendekatan sektoral dan pendekatan wilayah (spasial). Pendekatan sektoral

dalam perencanaan selalu dimulai dengan pertanyaan sektor apa yang perlu

dikembangkan untuk mencapai suatu tujuan. Pertanyaan tersebut dapat

dilanjutkan dengan: berapa banyak yang harus diproduksi, dengan cara dan

teknologi yang bagaimana, dan kapan produksi tersebut akan dimulai.

Setelah tahapan pada hirarki tersebut selesai baru muncul pertanyaan:

dimana aktivitas tiap sektor tersebut akan dijalankan. Dan pada akhirnya

menyangkut kebijakan, strategi dan langkah-langkah yang akan diambil di

dalam pelaksanaan pembangunan.

Sementara itu, pendekatan wilayah lebih menitikberatkan pada pertanyaan:

wilayah mana yang perlu mendapatkan prioritas untuk dikembangkan. Baru

kemudian di cari sektor-sektor apa yang sesuai dikembangkan di daerah

tersebut. Di dalam kenyataan, pendekatan wilayah diambil tidak dalam

kerangka totalitas namun untuk konteks hanya beberapa wilayah tertentu,

misalnya wilayah terbelakang, wilayah perbatasan, atau wilayah yang

diharapkan mempunyai posisi strategis secara ekonomi dan politik.

Page 174: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 10

Untuk Indonesia, yang diperlukan adalah gabungan antara dua pendekatan

diatas. Bukan sektoral atau wilayah. Tetapi keduanya berjalan bersama. Hal

ini tidak hanya dari segi konsep, namun juga dari segi pelaksanaan,

khususnya yang menyangkut koordinasi pembangunan daerah dalam

kerangka sistem pemeritahan yang ada. Arah tersebutlah yang perlu dituju

karena pada kenyataan selama ini ada kecenderungan yang berat sebelah.

Pendekatan sektoral kerap kali mendominasi proses perencanaan. Itulah

sebabnya sering ditemui otoritas dan kontrol dari departemen (yang

mencerminkan adanya sektor) lebih efektif dibandingkan dengan

pemerintah maupun instansi daerah.

Adanya pendekatan gabungan di dalam pembangunan daerah di Indonesia

terebut mulai nampak dalam dasawarsa terakhir, terlihat dengan adanya

beberapa kebijaksanaan pemerintah yang mengatur pembangunan dengan

pertimbangan keruangan/wilayah.

7. Pendekatan Rencana Komprehensif

Dalam perencanaan dikenal adanya 3 (tiga) pendekatan, yaitu perencanaan

menyeluruh, perencanaan terpilah, dan perencanaan terpilah menyeluruh.

Perencanaan menyeluruh (komprehensif) adalah pendekatan perencanaan

yang melibatkan seluruh aspek dari awal kajian hingga menghasilkan produk

akhir. Perencanaan terpilah hanya meninjau 1 aspek saja mulai dari awal

hingga produk akhir. Adapun perencanaan terpilah menyeluruh adalah

pendekatan perencanaan yang pada awalnya meninjau seluruh aspek,

namun kemudia dipilih satu aspek saja sehingga pada produk akhirnya juga

hanya berisi rencana 1 aspek tersebut.

Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu merupakan pendekatan perencanaan

yang menyeluruh dan terpadu serta didasarkan pada potensi dan

permasalahan yang ada, baik dalam kawasan perencanaan maupun dalam

konstelasi regional. Menyeluruh memberi arti bahwa peninjauan

permasalahan ditinjau dan dikaji kepentingan yang lebih luas, baik antar

wilayah dengan daerah hinterland-nya. Terpadu mengartikan bahwa dalam

menyelesaikan permasalahan didasarkan kepada kerangka perencanaan

terpadu antar tiap-tiap sektor, di mana dalam perwujudannya dapat

berbentuk koordinasi dan sinkronisasi antar sektor

Page 175: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 11

5.1.3.2. Pendekatan Perencanaan Incremental-Strategis dan Strategis–

Proaktif

Pemahaman mengenai Pendekatan Perencanaan Incremental-Strategis dan Strategis–

Proaktif adalah:

1. Pendekatan Incremental-Strategis

Suatu produk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang „baik‟ harus

operasional, oleh karenanya maksud dan tujuan perencanaan yang

ditetapkan harus realistis, demikian pula dengan langkah-langkah kegiatan

yang ditetapkan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. Adapun yang

dimaksud dengan pendekatan perencanaan yang realistis adalah:

a. Mengenali secara nyata masalah-masalah pembangunan kota;

b. Mengenali secara nyata potensi yang dimiliki kota;

c. Mengenali secara nyata kendala yang dihadapi kota dalam proses

pembangunan;

d. Memahami tujuan pembangunan secara jelas dan nyata;

e. Mengenali aktor-aktor yang berperan dalam pembangunan kota;

f. Mengenali „aturan main‟ yang berlaku dalam proses pembangunan

kota.

Pendekatan yang digunakan dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

(RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini adalah Pendekatan Incremental yang

lebih bersifat strategis. Adapun karakteristik pendekatan ini antara lain:

a. Berorientasi pada persoalan-persoalan nyata;

b. Bersifat jangka pendek dan menengah;

c. Terkonsentrasi pada beberapa hal, tetapi bersifat strategis;

d. Mempertimbangkan eksternalitas;

e. Langkah-langkah penyelesaian tidak bersifat final.

2. Pendekatan Strategis-Proaktif

Pendekatan strategis-proaktif merupakan bentuk kebalikan dari pendekatan

incremental-strategis. Adapun yang dimaksud rencana strategis – proaktif

adalah:

a. Rencana yang kurang menekankan pada penentuan maksud dan

tujuan pembangunan, tetapi cenderung menekankan pada proses

pengenalan dan penyelesaian masalah;

Page 176: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 12

b. Rencana yang melihat lingkup permasalahan secara internal maupun

eksternal;

c. Rencana yang menyadari bahwa perkiraan-perkiraan kondisi di masa

yang akan datang terdapat kemungkinan-kemungkinan munculnya

kecenderungan-kecenderungan baru, faktor-faktor ketidakpastian,

serta „kejutan-kejutan‟ lain yang terjadi diluar perkiraan;

d. Rencana yang lebih bersifat jangka pendek dan menengah;

e. Rencana yang berorientasi pada pelaksanaan (action);

3. Pencampuran Kedua Pendekatan dalam Pelaksanaan Pekerjaan.

Ketiga jenis pendekatan ini dapat digunakan dalam pekerjaan ini.

Perbedaan penggunaannya hanya terdapat pada kesesuaian sifat

pendekatan dengan karakteristik kegiatan yang sedang dilakukan.

Penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut:

1. Dalam perumusan konsepsi dan penyusunan rencana struktur,

maka pendekatan incremental-strategis perlu dikedepankan untuk

dapat menghasilkan suatu konsepsi pengembangan yang sifatnya

cenderung „utopis‟.

2. Dalam penyusunan rencana pembangunan, program pentahapan,

dan aspek pendukung lainnya, perlu dikedepankan pendekatan

strategis-proaktif untuk dapat menghasilkan suatu produk

dokumen rencana yang realistis dan dapat diimplementasikan

sesuai tahapan pelaksanaannya.

5.1.4. Pendekatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Kebutuhan dasar manusia dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu; (i)

Kebutuhan dasar kelangsungan hidup hayati, (ii) Kebutuhan dasar untuk kelangsungan

hidup yang manusiawi serta (iii) Kebutuhan dasar untuk memilih (Otto Sumarwoto:

Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan).

Pada tingkatan kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati sangat

berhubungan dengan kebutuhan fisiologi dasar tubuh manusia seperti; makan dan

minum (pangan), istirahat dan latihan, keseimbangan kimia serta kesehatan. Pada

tingkatan kebutuhan untuk kelangsungan hidup yang manusiawi sangat berhubungan

dengan kebutuhan sosial kemasyarakatan seperti; pakaian (sandang), tempat tingggal

Page 177: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 13

(papan), keamanan dan keselamatan, kreatif dan keindahan, penghargaan,

kepemilikan sosial dan aktualisasi diri. Pada kebutuhan dasar untuk memilih sangat

berhubungan dengan tingkat kemampuan sosial ekonomi manusia untuk memilih

segala sesuatu yang diinginkan.

Kebutuhan dasar manusia yang seperti dijelaskan diatas memiliki konsekuensi yang

berdimensi ke-ruang-an (spatial) yaitu peningkatan kebutuhan ruang dalam konteks

mikro maupun makro. Kebutuhan ruang secara makro akan tercermin pada tingkat

wilayah nasional, provinsi atau Kabupaten/Kota. Ruang wilayah kawasan adalah salah

satu sumber daya yang bersifat tetap dan terbatas, sedangkan kebutuhan

pemanfaatan ruang semakin bertambah dan meningkat. Maka perlunya pengaturan

pemanfaatan ruang yang dapat mengakomodir seluruh kebutuhan aktivitas manusia,

untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antar kegiatan pemakai ruang

lainnya.

Perencanaan pemanfaatan ruang pada dasarnya bertujuan untuk mewadahi segala

kebutuhan kegiatan masyarakat dalam prespektif perencanaan secara jangka panjang

20 tahun ke depan, agar tidak terjadi benturan kepentingan antar pengguna ruang.

5.1.5. Pendekatan Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi sering didefenisikan sebagai pertumbuhan agregatif dari

sektor dalam perekonomian dengan melihat perubahan indikatornya. Sedangkan

perkembangan ekonomi lebih luas cakupannya dari sekedar pertumbuhan ekonomi.

Mengingat pada perkembangan ekonomi yang diamati tidak hanya perubahan

indikator agregatif sektor perekonomian, tetapi juga mengamati apakah terjadi

pergeseran struktur perekonomian.

Pada wilayah/daerah yang masih tradisional, umumnya struktur perekonomian sangat

didominasi oleh sektor primer. Perkembangan ekonomi suatu wilayah/daerah dapat

dilihat apabila terjadinya perubahan struktural sektor argraris/tradisional menuju

sektor industri/modern, dalam arti terjadi perubahan/penurunan dominasi

sektor/tradisional, di lain pihak terjadi perubahan/peningkatan dominasi sektor

sekunder, tersier.

Pertumbahan dan perkembangan ekonomi sebagai salah satu pendekatan

perencanaan pembangunan terbukti tidak selamanya sesuai untuk diterapkan.

Struktur perekonomian wilayah yang baik adalah terjadinya keseimbangan

pertumbuhan dan perkembangan ekonomi juga harus diimbangi oleh pemberdayaan

Page 178: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 14

ekonomi rakyat, sehingga diharapkan terjadi persaingan yang sehat antara para

pelaku ekonomi di suatu wilayah.

Pendekatan ekonomi akan dilakukan melalui 3 (tiga) langkah utama, yaitu:

1. Pertama, mengenali karakteristik kegiatan ekonomi saat ini dan potensi

sumber daya alam yang dapat menunjang kegiatan ekonomi wilayah di masa

datang. Dari sini, selanjutnya dapat dirumuskan sektor/sub sektor potensial

yang dapat dijadikan sektor/sub sektor unggulan di wilayah dikaitkan

dengan tujuan dan sasaran pertumbuhan ekonomi wilayah perencanaan,

serta sasaran pertumbuhan ekonomi regional/kewilayahan.

2. Kedua, mengenali faktor-faktor eksternal yang dapat dimanfaatkan sebagai

peluang untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan ekonomi wilayah. Faktor

eksternal tersebut tidak hanya dilihat dalam konteks antar wilayah dalam

skala regional, tetapi juga antara kawasan ekonomi dalam skala yang lebih

luas.

3. Ketiga, mengenali perkembangan globalisasi ekonomi (pasar bebas) yang

berlangsung dalam rangka AFTA dan APEC. Pemahaman terhadap

„milestone’ menuju pasar bebas akan memudahkan penyusunan lebih lanjut

skenario dan agenda pengembangan wilayah kota dalam merespon dan

mengantisipasi serta menyeleraskan kesiapan kota menghadapi fenomena

global tersebut.

5.1.6. Pendekatan Konservasi Lingkungan

Pendekatan ini dilakukan dengan memandang wilayah merupakan bagian satu

kesatuan ekosistem yang utuh dalam konteks yang lebih regional, dan memiliki sub-

sub ekosistemnya. Kawasan lindung yang terdapat di dalam suatu wilayah merupakan

kawasan dengan keaneka-ragaman hayati (biodiversity) yang sangat tinggi dan perlu

terus dilestarikan. Setiap kegiatan pembangunan yang akan mengubah ekosistem

wilayah perlu dilakukan secara lebih berhati-hati agar tidak menggangu daya dukung

ekosistem dan menurunnya/hilangnya keaneka-ragaman hayati.

Melalui pendekatan ini diharapkan setiap kegiatan penataan ruang justru akan

meningkatkan daya dukung wilayah. Untuk itu penetapan kawasan fungsional dan

intensitas kegiatannya dalam rencana sinkronisasi program pengembangan harus

memperhatikan dampak yang ditimbulkannya terhadap ekosistem wilayah dan

Page 179: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 15

penduduk sekitarnya, agar selaras dengan azas dan tujuan pembangunan yang

berkelanjutan (sustainable development).

5.1.7. Pendekatan Sosial Budaya

Pendekatan ini memandang wilayah sebagai satu kesatuan ruang sosial (social space)

dengan masyarakatnya yang beragam serta mempunyai budaya dan tata nilai (norm

and value) tersendiri. Masyarakat yang tinggal di kawasan di sekitar hutan masing-

masing memiliki ciri-ciri dan tata nilai tradisional yang unik. Dalam rangka penataan

ruang dan pembangunan wilayah kota corak ragam budaya dan tata nilai ini harus

ditempatkan sebagai satu variabel yang penting.

Nilai-nilai tradisional yang positif perlu diakomodir untuk merangsang peran serta

masyarakat yang lebih besar dalam pembangunan wilayahnya. Sedangkan nilai-nilai

pembangunan perlu diupayakan agar tidak berbenturan dengan nilai-nilai tradisional,

sehingga tidak menghalangi kinerja pengembangan kawasan. Oleh sebab itu, dalam

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini ini

perlu dan harus mencermati karakteristik budaya dan nilai-nilai tersebut.

Diharapkan melalui pendekatan ini akan dapat dihindari kemungkinan terjadinya

benturan sosial dan keterasingan kelompok masyarakat tertentu dari derap kegiatan

pembangunan, serta segregasi keruangan yang dapat berdampak negatif terhadap

kinerja pertumbuhan wilayah maupun pada perkembangan kehidupan masyarakat.

5.1.8. Pendekatan Kepariwisataan

Dalam lingkungan ekonomi dan politik sekarang, industri pariwisata atau tepatnya

segmen ekonomi maju ke depan merupakan kesempatan besar satu-satunya dalam

pertukaran ekonomi, budaya dan politik dunia. Pariwisata dalam arti seluas-luasnya

dapat lebih mendorong pengertian antar bangsa menuju perdamaian dunia. Selain itu

juga memerlukan kesempatan kerja, menghasilkan devisa dan meningkatkan taraf

kehidupan, lebih daripada kekuatan ekonomi lain yang diketahui. Berbeda dengan

industri MIGAS yang berdasar pada bahan bakar fosil, pariwisata tidak tegantung dari

sumber daya yang makin berkurang. Justru sebaliknya, agar pariwisata dapat

berkembang, maka harus berupaya untuk meningkatkan lingkungan dan memelihara

keseimbangan ekologis.

Dewasa ini, pembangunan diberbagai sektor tidak lagi hanya berorientasi pada faktor

fungsional semata, kualitas lingkungan dan bangunan yang lebih atraktif dan menarik

Page 180: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 16

mulai menjadi pendekatan pengembangan. Kawasan-kawasan perkotaan dengan

kualitas lingkungan bangunan yang lebih atraktif dan menarik merupakan suatu

bentuk kepariwisataan pada suatu perkotaan. Dengan pendekatan seperti ini akan

memberikan implikasi yang positif terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat

dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan sebagai suatu lingkungan binaan.

5.1.9 . Pendekatan Pelaku Pembangunan

Metode pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan adalah dengan melibatkan

seluruh pelaku pembangunan (stakeholders) terkait pada setiap proses kegiatan

penyusunan rencana. Hal ini dirasakan perlu untuk menghasilkan Rencana Tata Ruang

yang merupakan kesepakatan dari semua pihak (stakeholders). Konsultan dalam hal

ini akan melibatkan secara aktif stakeholders yang ada, selain itu konsultan juga

memfasilitasi program-program pemerintah yang telah direncanakan. Konsultan

sendiri akan memberikan arahan-arahan teknis dalam rangka pencapaian tujuan dan

sasaran yang telah ditetapkan dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Dengan adanya pelibatan stakeholder dalam tahap penyusunan rencana, maka

diharapkan pemerintah daerah akan mudah menerapkan rencana tersebut. Dalam

tahap pemanfaatan rencana, stakeholders terlibat sebagai pemanfaat ruang yang

utama, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Di samping sebagai pemanfaat

utama, terdapat pula stakeholders yang terlibat dalam proses pemanfaatan ruang itu

sendiri, yaitu para profesional dan decission maker. Untuk menjamin kelancaran

proses pemanfaatan ruang, maka diperlukan suatu forum komunikasi horisontal baik

antar profesional, antar decission maker dan antara profesional dan decission maker.

Fungsi dari forum komunikasi ini adalah untuk menjaga kesimambungan rencana tata

ruang yang telah disusun ke dalam pemanfaatannya.

Kemampuan pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten sangat dipengaruhi oleh

kemampuan institusi pengendali pemanfaatan ruang untuk melakukan pelaporan,

permantauan, evaluasi, dan penertiban pemanfaatan ruang secara efektif. Untuk itu

perlu ditentukan peranan, kedudukan, dan tanggung jawab institusi pengendali

masing-masing peringkat kawasan perencanaan.

Adapun unsur yang harus dipenuhi oleh institusi pengendali adalah sebagai berikut:

1. Berkemampuan untuk mengkoordinasi, mengendalikan, dan melaksanakan

evaluasi atas usulan dan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang dilakukan

Page 181: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 17

oleh berbagai peringkat dan jurisdiksi pemerintahan yang ada di, terutama

program dan proyek yang bersifat strategis dan berdampak regional.

2. Memiliki kewenangan dan sumber daya yang memadai untuk dapat

mengambil keputusan yang cepat dan efektif, terutama bila dihadapkan

pada kontroversi pemanfaatan ruang yang melibatkan berbagai pihak dan

konflik tata ruang horisontal maupun vertikal.

3. Mempunyai akses terhadap informasi atas program dan proyek strategis

berskala besar dan berdampak luas dan berkemampuan untuk mengolah

informasi serta mengevaluasi implikasinya pada Rencana Tata Ruang di

masing-masing peringkat kawasan perencanaan yang bersangkutan.

4. Institusi pengendali berkemampuan menjalankan peran mediator dan

fasilitator untuk menampung aspirasi semua stakeholders dalam

pembangunan kabupaten dan kawasan-kawasan di dalamnya sehingga dapat

dihasilkan keputusan yang seimbang dan dapat diterima oleh semua pihak.

5. Tugas dan tanggung jawab kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang

merupakan tugas utama dari pemerintah. Namun pada dasarnya seluruh

stakeholders pembangunan dapat dilibatkan dalam kegiatan ini dalam

bentuk pelaporan. Jenis pelaporan apapun yang dilakukan oleh seluruh

stakeholders yang apresiatif terhadap kualitas tata ruang, perlu

ditindaklanjuti dalam kegiatan pemantauan oleh pemerintah, khususnya

bagi pelaporan yang mengindikasikan adanya pembangunan yang tidak

sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang ada.

6. Secara kelembagaan, pelaporan ini wajib dilakukan atau dikoordinasikan

oleh Pemerintah Kabupaten secara rutin dalam rangka pengendalian

pemanfaatan ruang dengan menyediakan pos pengaduan yang dapat dengan

mudah diakses oleh seluruh stakeholders.

5.1.10. Pendekatan Partisipasi Masyarakat

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini tidak

terlepas dari keterlibatan masyarakat sebagai pemanfaat ruang dan pelaksana

pembangunan serta sebagai pihak yang terkena dampak positif maupun negatif dari

pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu dalam penyusunan rencana ini

digunakan pendekatan partisipasi masyarakat (community approach) untuk

mengikutsertakan masyarakat di dalam proses penyusunan rencana tata ruang

Page 182: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 18

melalui forum diskusi pelaku pembangunan. Konsultan dalam hal ini berusaha untuk

melibatkan secara aktif pelaku pembangunan yang ada dalam setiap tahapan

perencanaan. Pelibatan pelaku pembangunan dalam pekerjaan ini dapat digambarkan

dengan diagram seperti di bawah ini.

Gambar 5. 1 Diagram Keterlibatan Pelaku Pembangunan Dalam Penyusunan

Rencana

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2012

Di dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan

Bokondiniini masyarakat tidak hanya dilihat sebagai pelaku pembangunan

(stakeholders) tetapi juga sebagai pemilik dari pembangunan (shareholders).

Keterlibatan masyarakat sebagai shareholder dimaksudkan untuk mengurangi

ketergantungan wilayah terhadap investor dari luar wilayah, tetapi yang diharapkan

adalah kerjasama antara investor dengan masyarakat sebagai pemilik lahan di

wilayah tersebut. Dengan posisi sebagai shareholder diharapkan masyarakat akan

benar-benar memiliki pembangunan di wilayahnya, dapat bersaing dengan penduduk

pendatang, dan dengan demikian masyarakat lokal tidak tergusur dari wilayahnya.

5.1.11. Pendekatan Kelembagaan (Instansional)

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini sebagai

suatu dasar dan arahan pembangunan daerah, salah satu aspek penting yang diatur

adalah aspek kelembagaan. Keberhasilan pembangunan daerah tidak dapat

dilepaskan dari keberhasilan perencanaan kelembagaan yang efektif dan efisien.

Forum

Stakeholder

Survei Analisis dan

Interpretasi

Penyusunan

materi teknis

Forum

stakeholder

Rencana yang

disepakati

Indikasi

Program

Perangkat Pengendalian Pelaksanaan

Arahan

Pemerintah

Program

Pemerintah

Masyarakat

Konsultan

Pemerintah

Pelaku Keterlibatan Dalam Penyusunan Rencana

Pelaksanaan oleh Pemerintah, Swasta,

Masyarakat

Page 183: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 19

Pendekatan kelembagaan yang dimaksud adalah identifikasi instansi-instansi

kepemerintahan yang terkait dengan pembangunan daerah baik secara vertikal, yaitu

mengkaji kewenangan, peran dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat, Pemerintah

Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; ataupun secara horisontal, yaitu mengkaji

kewenanganan, peran dan tanggung jawab instansi pemerintah daerah secara lintas

instansional.

Pada Tabel 5.1 diidentifikasi keterlibatan lintas sektor baik ditingkat nasional,

provinsi dan tingkat kabupaten. Tabel ini merupakan acuan dan tidak tertutup

kemungkinan terdapat tambahan instansi lagi sesuai dengan kebutuhan dari

pekerjaan ini.

Tabel 5.1 Keterlibatan Lintas Sektoral

No Level Instansi Terkait

1 Tingkat Pusat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Departemen Dalam Negeri Departemen Pekerjaan Umum Departemen Perhubungan Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral

Departemen Kehutanan Departemen Transmigrasi dan Tenaga Kerja Departemen Komunikasi dan Informasi Sekretariat Negara

2 Tingkat Propinsi Bappeda Propinsi Dinas Pekerjaan Umum Propinsi

Dinas teknis lainnya

3 Tingkat Kabupaten Bappeda Kabupaten

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Dinas teknis lainnya

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2012

5.1.12. Pendekatan Mitigasi Bencana

Pendekatan mitigasi bencana merupakan salah satu pendekatan baru yang digunakan

dalam pembangunan nasional, termasuk didalamnya pada bidang penataan ruang.

Pendekatan mitigasi bencana ini merupakan konsekuensi logis dari fakta bahwa

semakin sadarnya masyarakat untuk memasukkan unsur-unsur mitigasi bencana, guna

mengurangi resiko bencana bilamana hal itu terjadi. Dengan pendekatan mitigasi

bencana, maka dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan

Perkotaan Bokondini, akan dipikirkan alokasi ruang untuk penyelematan diri dari

bencana atau dengan menyusun elemen dari refuge planning, seperti standarisasi

kualitas bangunan yang mampu mereduksi dampak bencana serta adanya alokasi

ruang untuk escape building dan escape hill.

Page 184: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 20

5.1.13. Pendekatan Keberlanjutan

Definisi dasar dari “pembangunan berkelanjutan” yang dikemukakan oleh komisi

Brundlandt adalah pembangunan untuk memenuhi keperluan hidup manusia kini

dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang. Pengertian awal

ini dikembangkan oleh UNEP menjadi "memperbaiki kualitas kehidupan manusia

dengan tetap memelihara kemampuan daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan

hidup dari ekosistem yang menopangnya."

Suatu pendapat mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan

kemajuan yang dihasilkan dari interaksi aspek lingkungan hidup, dimensi ekonomi dan

aspek sosial politik sedemikian rupa masing-masing terhadap pola perubahan yang

terjadi pada kegiatan manusia (produksi, konsumsi, dan sebagainya) dapat menjamin

kehidupan manusia yang hidup pada masa kini dan masa mendatang dan disertai

akses pembangunan sosial ekonomi tanpa melampaui batas ambang lingkungan

(WCED, 1987). Perlu digarisbawahi bahwa pengertian keberlanjutan tidak dapat

didefinisikan secara mutlak maupun mengikuti pendekatan atau ukuran pemahaman

tertentu, demikian pula dengan keberlanjutan kebijakannya.

Untuk menjamin berkelanjutannya pembangunan ekonomi dan sosial budaya,

ekosistem terpadu (integrated ecosystem) yang menopangnya harus tetap terjaga

dengan baik. Karena itu aspek lingkungan perlu diinternalisasikan ke dalam

pembangunan ekonomi. Secara sosial, ekosistem ini harus terjaga hingga generasi

yang akan datang (inter-generasi) sebagai sumberdaya alam pendukungnya, terutama

menghadapi tantangan pertumbuhan penduduk tinggi yang memacu produksi dan

konsumsi. Sementara intra-generasi, pembangunan ekonomi tidak membuat

kesenjangan dalam masyarakat, terjadinya pemerataan dan kestabilan.

Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga matra berikut ini:

1. Keberlanjutan pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan fakta bahwa

lingkungan hidup dan berbagai elemen di dalamnya memiliki keterkaitan

dan juga memiliki nilai ekonomi (dapat dinyatakan dengan nilai uang).

Pembangunan ekonomi berkelanjutan dapat mengelola lingkungan hidup

dan sumberdaya alam secara efektif dan efisien dengan yang berkeadilan

perimbangan modal masyarakat, pemerintah dan dunia usaha;

2. Keberlanjutan sosial budaya; pembangunan berkelanjutan berimplikasi

terhadap pembentukan nilai-nilai sosial budaya baru dan perubahan bagi

nilai-nilai sosial budaya yang telah ada, serta peranan pembangunan yang

berkelanjutan terhadap iklim politik serta stabilitasnya. Dalam hal ini juga

Page 185: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 21

perlu keikutsertaan masyarakat dalam pembanguna ekonomi yang

berwawasan lingkungan serta mengurangi kesenjangan antar tingkat

kesejahteraan masyarakat;

3. Keberlanjutan kehidupan lingkungan (ekologi) manusia dan segala

eksistensinya. Sebagai penopang pembangunan ekonomi, lingkungan perlu

dipertahankan kualitasnya, karena itu harus dijaga keselarasan antara

lingkungan alam dan lingkungan buatan. Sebagai satu upaya

mempertahankan keberlanjutan, setiap kegiatan diminimasikan dampak

lingkungannya, diupayakan menggunakan sumberdaya alam yang dapat

diperbaharui, mengurangi limbah dan meningkatkan penggunaan teknologi

bersih.

Pembangunan berkelanjutan memiliki beberapa konsep yang menjadi landasan

berpikir dalam pengembangannya. Konsep tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Pembangunan pada hakikatnya merupakan pelaksanaan proses transformasi

sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya pendukung beserta

kombinasi ketiganya yang menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan

manusia yang sebesar-besarnya;

2. Hasil pembangunan dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang dengan

tidak mengabaikan pemenuhan kebutuhan bagi generasi mendatang

(orientasi masa kini dan masa mendatang);

3. Pemahaman yang baik, tentang implikasi dari masing-masing pelaksanaan

kegiatan pembangunan itu sendiri, baik positif maupun negatif, terhadap

elemen hidup dan tidak hidup dalam lingkungan yang terkena

pembangunan, merupakan suatu alat efektif yang berfungsi mengendalikan.

Penerapan nilai-nilai lingkungan hidup terutama nilai-nilai yang

menekankan tentang keselarasan dan keterkaitan yang terdapat antara

manusia dengan alam; berperan sebagai strategi utama;

4. Pengendalian keberlanjutan pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan

pembangunan secara sinergis, merupakan suatu bentuk keberlanjutan.

5.2. PROSES PELAKSANAAN PEKERJAAN

5.2.1. Proses Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan

Proses Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini

terdiri atas tahapan kerja sebagai berikut ini, yaitu:

1. Persiapan Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini

Page 186: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 22

a. Kegiatan Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan, meliputi:

1.) Persiapan awal pelaksanaan, meliputi: pemahaman

Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan penyiapan Rencana

Anggaran Biaya (RAB);

2.) Kajian awal data sekunder, mencakup review RTRW

Kabupaten Tolikara, dan kajian kebijakan terkait lainnya;

3.) Persiapan teknis pelaksanaan yang meliputi:

Penyimpulan data awal;

Penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan

pekerjaan;

Penyiapan rencana kerja rinci; dan

Penyiapan perangkat survei (checklist data yang

dibutuhkan, panduan wawancara, kuesioner, panduan

observasi dan dokumentasi, dan lain-lain), serta

mobilisasi peralatan dan personil yang dibutuhkan;

Perumusan konsep zoning regulation.

b. Hasil dari Pelaksanaan Kegiatan Persiapan

Hasil dari kegiatan pelaksanaan ini, meliputi:

1.) Gambaran umum kawasan perencanaan;

2.) Hasil kajian awal berupa kebijakan terkait di kawasan

perencanaan, isu strategis, potensi dan permasalahan awal

kawasan perencanaan, serta gagasan awal pengembangan

kawasan perencanaan;

3.) Metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang akan

digunakan;

4.) Rencana kerja pelaksanaan penyusunan RDTR Kawasan

Perkotaan Bokondini ; dan

5.) Perangkatsurvei data primer dan data sekunder yang akan

digunakan pada saat proses pengumpulan data dan

informasi (survei).

2. Pengumpulan Data yang Dibutuhkan

a. Kegiatan Pengumpulan Data

Page 187: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 23

Untuk keperluan pengenalan karakteristik tata ruang kawasan dan

penyusunan rencana tata ruang, dilakukan pengumpulan data primer

dan data sekunder. Pengumpulan data primer dapat meliputi:

1.) Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan

melalui penyebaran angket, temu wicara, wawancara orang

per orang, dan lain sebagainya; dan

2.) Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah secara

langsung melalui kunjungan ke semua bagian wilayah

kabupaten.

Data sekunder yang harus dikumpulkan sekurang-kurangnya meliputi:

1.) Peta-peta, meliputi:

Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau peta topografi

skala 1:25.000 sebagai peta dasar;

Citra satelit untuk memperbaharui (update) peta dasar

dan membuat peta tutupan lahan;

Peta batas wilayah administrasi;

Peta batas kawasan hutan;

Peta-peta masukan untuk analisis kebencanaan; dan

Peta-peta masukan untuk identifikasi potensi sumber

daya alam.

2.) Data dan informasi, meliputi:

Data tentang kependudukan;

Data tentang sarana dan prasarana wilayah;

Data tentang pertumbuhan ekonomi wilayah;

Data tentang kemampuan keuangan pembangunan

daerah;

Data dan informasi tentang kelembagaan pembangunan

daerah;

Data dan informasi tentang kebijakan penataan ruang

terkait (RTRW Kabupaten Tolikara, RTRW Provinsi

Papua, RTR Pulau Papua, dan RTRW Nasional);

Data dan informasi tentang kebijakan pembangunan

sektoral, terutama yang merupakan kebijakan

pemerintah pusat; dan

Peraturan perundang-undangan terkait.

Page 188: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 24

Tingkat akurasi data, sumber penyedia data, kewenangan sumber

atau instansi penyedia data, tingkat kesalahan, variabel

ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada,

perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Data dalam bentuk

data statisitik dan peta, serta informasi yang dikumpulkan berupa

data tahunan (time series) minimal 5 tahun terakhir dengan

kedalaman data setingkat kelurahan/desa. Dengan data berdasarkan

kurun waktu yang diharapkan dapat memberikan gambaran

perubahan apa yang terjadi pada wilayah kabupaten.

b. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Pengumpulan Data

Hasil kegiatan pengumpulan data akan menjadi bagian dari

dokumentasi Buku Data dan Analisis.

3. Penyusunan Fakta dan Analisis

a. Rumusan Tujuan dan Sasaran Pengembangan Distrik

Rumusan tujuan dan sasaran pengembangan wilayah perencanaan

diturunkan dari visi pembangunan wilayah Kabupaten/Kota dan

kebijakan-kebijakan strategis Kabupaten/Kota sebagai faktor

determinan yang mengarahkan pengembangan wilayah perencanaan

b. Identifikasi Rona Wilayah perencanaan

Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondinidimulai

dengan melakukan identifikasi dan analisis faktor-faktor eksternal

dan internal yang diperkirakan mempengaruhi perkembangan distrik-

distrik yang ada di dalamnya.

1.) Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar

wilayah perencanaan, namun mempengaruhi arah dan

besaran pengembangan wilayah perencanaan, seperti:

undang undang, kebijakan pembangunan nasional, propinsi

maupun kebijakan pembangunan Kabupaten/Kota yang

meliputi kebijakan spasial Kabupaten/Kota yang tertuang

dalam RTRW Kabupaten/Kota, rencana strategis

Kabupaten/Kota maupun kebijakan sektor-sektor terkait

yang berpengaruh terhadap pengembangan distrik . Dari

faktor-faktor ekternal ini selanjutnya dilakukan analisis

Page 189: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 25

terhadap peluang dan ancaman faktor eksternal terhadap

perkembangan kawasan perencanaan.

2.) Faktor Internal yaitu faktor yang bersumber dari dalam

wilayah perencanaan, dan mempengaruhi arah dan besaran

pengembangan wilayah perencanaan, seperti: faktor

ekonomi sosial budaya; kondisi fisik dan lingkungan wilayah;

faktor daya serap dan daya tangkal sosial-budaya setempat

terhadap suatu perkembangan; serta kesiapan perangkat

kelembagaan untuk berkembangnya kawasan. Selain itu

juga perencanaan mikro di tingkat desa yang sudah

dilakukan maupun yang sudah diimplementasikan berkaitan

dengan proses rehabilitasi dan rekonstruksi kawasan pasca

bencana tsunami disampaikan di depan saja (secara umum).

Faktor-faktor internal dikelompokkan ke dalam analisis

potensi wilayah perencanaan sebagai kekuatan yang dimiliki

oleh kawasan untuk dikembangkan. Analisis permasalahan

kawasan sebagai kelemahan yang dimiliki oleh wilayah

perencanaan untuk dikurangi berdasarkan kekuatan yang

dipunyai kawasan.

c. Tinjauan Kebijakan Pembangunan Kota

1.) Tinjauan Rencana Strategis Pembangunan Kota

Merupakan rumusan arah pembangunan Kabupaten/Kota,

termasuk arahan bagi konsepsi pengembangan wilayah

perencanaan. Sasaran yang hendak dicapai pada tahap ini

adalah untuk memahami arah pembangunan

Kabupaten/Kota dan untuk mengetahui kebijaksanaan

dalam pembangunan kebupaten/kota. Berdasarkan sasaran

di atas, maka keluaran yang diharapkan adalah visi

pembangunan Kabupaten/Kota dan kebijaksanaan

pembangunan Kabupaten/Kota. Masukan yang diperlukan

berupa uraian atau penjelasan rencana strategis

pembangunan Kabupaten/Kota.

Page 190: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 26

Langkah-langkah yang diperlukan adalah:

Memahami garis besar arah pembangunan

Kabupaten/Kota untuk menemukenali visi dan

kebijaksanaan pembangunan wilayah perencanaan; dan

Merumuskan visi dan kebijaksanaan pembangunan

tersebut dalam konteks pengembangan wilayah

perencanaan

2.) Tinjauan RTRW Kabupaten dan RDTR Kawasan terkait

Merupakan upaya menerapkan kebijakan yang ditetapkan

pada tingkat Kabupaten/Kota bagi wilayah perencanaan

sebagai dasar bagi perumusan tujuan dan sasaran

pengembangan wilayah perencanaan. Sasaran yang hendak

dicapai pada tahap ini adalah rumusan visi, misi, dan tujuan

pengembangan wilayah perencanaan dari perspektif tata

ruang wilayah Kabupaten/Kota. Berdasarkan sasaran di

atas, maka keluaran yang diharapkan adalah arah

pengembangan wilayah perencanaan yang telah ditetapkan

pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Masukan

yang diperlukan berupa tujuan penetapan wilayah

perencanaan dan peran serta fungsi wilayah perencanaan

dalam perencanaan pembangunan kota.

Langkah-langkah yang diperlukan adalah:

Menyusun inti sari tujuan penetapan wilayah

perencanaan dalam RTRW Kabupaten; dan

Menganalisis fungsi dan peran wilayah

perencanaanlingkup kota yang ditetapkan dalam RTRW

Kabupaten

3.) Kajian Isu Strategis Pengembangan Wilayah perencanaan

Merupakan upaya memahami isu-isu strategis

pengembangan wilayah perencanaan yang harus

diperhatikan berkaitan dengan bidang ekonomi, sosial-

budaya dan lingkungan yang akan menjadi prioritas

penanganan serta menjadi bahan pertimbangan bagi

penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan perkotaan

Page 191: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 27

Bokondini. Sasaran yang hendak dicapai pada tahap ini

adalah untuk membuat rumusan isu strategis di wilayah

perencanaan dilihat dari perspektif tata ruang wilayah

perencanaan berkaitan dengan ekonomi sosial budaya,

lingkungan dan kerawanan bencana. Masukan yang

diperlukan berupa permasalahan pengembangan wilayah

perencanaan dan arahan kebijakan pembangunan

Kabupaten/Kota pada wilayah perencanaan yang

direncanakan.

Langkah-langkah yang diperlukan adalah:

Menyusun inti sari tujuan permasalahan wilayah

perencanaan yang berkaitan dengan pengembangan

ekonomi, sosial budaya dan lingkungan; dan

Menganalisis fungsi dan peran wilayah perencanaan

lingkup Kabupaten/Kota yang ditetapkan dalam RTRW

Kabupaten

4.) Tinjauan Kondisi Wilayah Perencanaan

Merupakan upaya untuk mendapatkan gambaran tentang

kondisi wilayah perencanaan baik yang berkaitan dengan

kondisi fisik dasar maupun kondisi sosial ekonomi dan

budaya masyarakatnya. Sasaran yang hendak dicapai pada

tahap ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas

mengenai kondisi kawasan perencanaan. Berdasarkan

sasaran di atas, maka keluaran yang diharapkan adalah

rumusan faktor-faktor yang harus diperhatikan terkait

dengan kondisi lingkungan, sosial budaya dan ekonomi di

wilayah perencanaan.

Masukan yang diperlukan untuk mencapai keluaran di atas

adalah: letak geografis, kondisi fisik dasar, kependudukan,

kondisi perekonomian, sarana dan prasarana transportasi,

perumahan dan sarana pelayanan umum, sistem utilitas

kota, ruang terbuka dan tata hijau

Page 192: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 28

Langkah-langkah yang diperlukan adalah:

Melakukan survei primer di lapangan maupun survei

sekunder dari data dan literatur yang menunjang

identifikasi kondisi wilayah perencanaan;

Membuat pemerian tentang kondisi aspek aspek

ekonomi, sosial budaya dan lingkungan wilayah

perencanaan

5.) Penyusunan Analisis Pengembangan Kawasan

Analisis pengembangan wilayah perencanaan dilakukan

dengan memperhatikan faktor-faktor ekternal maupun

faktor-faktor internal. Analisis faktor eksternal merupakan

analisis perkembangan wilayah perencanaan akibat

pengaruh kondisi dan kebijakan Kabupaten/Kota ataupun

kebijakan regional lainnya. Analisis faktor internal

dilakukan untuk mengetahui kendala, peluang dan

tantangan pengembangan wilayah perencanaan.

Analisis tantangan yang dapat diciptakan dalam kerangka

pengembangan wilayah perencanaan akibat pengaruh

kondisi dan atau kebijakan pembangunan Kabupaten/Kota.

Berdasarkan sasaran tersebut, maka keluaran yang

diharapkan adalah berupa rumusan peluang pengembangan

wilayah perencanaan.

Masukan yang diperlukan berupa rumusan kebijakan

Kabupaten/Kota, kebijakan pengembangan regional lainnya,

dan rumusan sosial ekonomi dan budaya serta lingkungan di

wilayah perencanaan

Langkah-langkah yang diperlukan adalah:

Melakukan analisis terhadap aspek-aspek:

kependudukan, pengaruh regional dan kebij.

pembangunan Kabupaten/Kota, hasil perencanaan dan

implementasi rencana desa, daya dukung lahan,

kerawanan terhadap bencana, sosial ekonomi, pola

ruang dan intensitas ruang, transportasi, perumahan dan

Page 193: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 29

fasilitas sosial budaya, pengembangan utilitas,

pengembangan ruang terbuka hijau;

Membuat inti sari faktor eksternal yang berpengaruh

terhadap perkembangan wilayah perencanaan;

Menyelaraskan tujuan dan sasaran pengembangan

wilayah perencanaan dengan kebijakan pembangunan

Kabupaten/Kota; dan

Menentukan peluang yang dimiliki atau yang dapat

diciptakan oleh wilayah perencanaan berdasarkan

kondisi dan kebijakan faktor-faktor determinan yang

mempertimbangkan tujuan dan sasaran pengembangan

wilayah perencanaan.

4. Penyusunan Rencana

Tahap penyusunan rencana meliputi: perumusan potensi dan masalah serta

peluang dan tantangan pengembangan wilayah perencanaan, perumusan

strategi dan konsep pengembangan wilayah perencanaan, dan penyusunan

RDTR Kawasan Perkotaan.

a. Rumusan Potensi dan Masalah Pengembangan Wilayah perencanaan

Rumusan potensi dan masalah, tantangan dan peluang

pengembangan wilayah perencanaan merupakan inti sari hasil

identifikasi dan analisis aspek-aspek eksternal dan aspek internal

pengembangan wilayah perencanaan. Sasaran yang akan dicapai

adalah merumuskan aspek- aspek yang berpengaruh terhadap

penyusunan konsep dan strategi pengembangan wilayah

perencanaan. Berdasarkan sasaran tersebut, maka keluaran yang

diharapkan adalah berupa rumusan potensi dan masalah serta

peluang dan tantangan pengembangan wilayah perencanaan

berdasarkan pengaruh aspek internal dan eksternal. Masukan yang

diperlukan adalah hasil kajian fakta dan analisis.

Langkah-langkah yang diperlukan adalah:

1.) Membuat inti sari faktor eksternal yang berpengaruh

terhadap pengembangan bagi wilayah perencanaan; dan

2.) Menyusun dasar-dasar bagi pengembangan rencana detail

tata ruang kawasan perkotaan.

Page 194: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 30

b. Penyusunan Konsep dan Strategi Pengembangan Wilayah perencanaan

Rumusan konsep rencana detail tata ruang kawasan perkotaan

merupakan tahapan untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan

wilayah perencanaan berdasarkan hasil rumusan potensi dan

masalah, peluang dan tantangan pengembangan wilayah

perencanaan dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan dalam

pengembangan wilayah perencanaan. Sedangkan strategi merupakan

langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan

tersebut.

Sasaran yang hendak dicapai pada tahapan ini adalah tersusunnya

konsep dasar rencana detail tata ruang kawasan perkotaan

berdasarkan potensi, masalah, tantangan dan peluang yang

dipengaruhi oleh aspek ekternal dan internal. Selain itu, juga

tersusunnya strategi untuk mencapai konsep rencana detail tata

ruang kawasan perkotaan tersebut. Masukan yang diperlukan adalah

rumusan potensi dan masalah pengembangan wilayah perencanaan.

Langkah-langkah yang diperlukan adalah:

1.) Menyusun konsep rencana detail tata ruang kawasan

perkotaan;

2.) Menyusun konsep alokasi pengembangan sektor dalam

wilayah perencanaan berdasarkan hasil kajian terhadap

aspek-aspek: kependudukan, pengaruh regional dan

kebijakan pembangunan kota, hasil perencanaan dan

implementasi rencana desa daya dukung lahan, kerawanan

terhadap bencana, sosial ekonomi, pola ruang dan

intensitas ruang, transportasi, perumahan dan fasilitas

sosial budaya, pengembangan utilitas, dan pengembangan

ruang terbuka hijau;

3.) Membuat konsep pengembangan wilayah perencanaan

berdasarkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap

pengembangan bagi wilayah perencanaan

c. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan

Rencana detail tata ruang kawasan perkotaan merupakan rencana

spasial wilayah perencanaan sebagai penjabaran RTRW Kabupaten

untuk dapat diimplementasikan dalam setiap kegiatan pembangunan.

Page 195: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 31

RDTR ini memuat rencana struktur ruang kawasan perkotaan, pola

ruang, rencana pengelolaan kawasan dan tahapan

pembangunan/indikasi program pembangunan wilayah perencanaan

dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

d. Finalisasi Laporan

Kegiatan finalisasi laporan dan draf RAPERDA merupakan bagian akhir

dari kegiatan penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini,

dengan memfinalisasi materi teknis RDTR Kawasan Perkotaan

Bokondini, naskah RAPERDA berdasarkan masukan, sanggahan

masyarakat dan stakeholders lainnya terhadap Laporan Draf Akhir

(Data, Fakta dan Analisis Serta Konsep RDTR), yang disampaikan

dalam konsultasi publik dan ekspose internal di Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah, Kabupaten Tolikara.

Page 196: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR)

KAWASAN PERKOTAAN BOKONDINI

BAB 5 PENDEKATAN DAN METODOLOGI | 32

Gambar 5. 2 Proses Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini

TAHAP PERSIAPANTAHAP PENGUMPULAN DATA

(SURVEI)FAKTA DAN ANALISA RENCANA FINALISASI RENCANA

PERSIAPAN AWAL

Pemahaman Terhadap KAK.

Penyiapan Rencana Anggaran

Biaya (RAB)

KAJIAN AWAL DATA SEKUNDER

Review RTRW Kabupaten

Tolikara

Review Kebijakan, Peraturan,

Pedoman

PERSIAPAN TEKNIS

Penyimpulan Data Awal

Perumusan Metodologi

Penyusunan Rencana Kerja

Penyiapan Perangkat Survei

Perumusan Konsep Zoning

Regulation

PRIMER DAN SEKUNDER

Peta Dasar

Kebijakan Penataan Ruang dan

Kebijakan Sektor Lainnya

Fisik Dasar Kawasan

Kependudukan

Perekonomian

Penggunaan Lahan

Tata Bangunan dan Lingkungan

Prasarana dan Utilitas Umum

Daerah Rawan Bencana

Kelembagaan

ISU STRATEGIS

PENGEMBANGAN

WILAYAH PERENCANAAN

REVIEW KEBIJAKAN

ANALISIS PENGEMBANGAN

WILAYAH PERENCANAAN:

Kependudukan

Regional dan Kebijakan

Pembangunan Kota

Daya Dukung Lahan

Kerawanan Terhadap Bencana

Sosial, Budaya dan Ekonomi

Pola Ruang dan Intensitas Ruang

Transportasi

Perumahan dan Fasilitas Sosial

Pengembangan Utilitas

Pengembangan Ruang Terbuka

Hijau

IDENTIFIKASI RONA

WILAYAH

PERENCANAAN:

Letak geografi

Kondisi Fisik Dasar

Kependudukan

Perekonomian

Sarana dan Prasarana

Transportasi

Perumahan

Sistem Utilitas Kota

Ruang Terbuka hijau

RE

NC

AN

A D

ET

AIL

TA

TA

RU

AN

G (

RD

TR

)

KA

WA

SA

N P

ER

KO

TA

AN

KONSEP DAN

STRATEGI

PENGEMBANGAN

KAWASAN

PERKOTAAN

RUMUSAN POTENSI

DAN MASALAH

PENGEMBANGAN

KAWASAN

PERKOTAAN

RENCANA DETAIL

TATA RUANG

KAWASAN

PERKOTAAN:

Rencana Struktur

Ruang

Rencana Pola

Ruang

Rencana

Pengelolaan

Kawasan

Budidaya

Rencana

Pengelolaan

Kawasan Lindung

Tahapan

Pembangunan

dan Indikasi

Program

Tujuan

Pengembangan

Kawasan

Perkotaan

Rencana Struktur

Ruang Kawasan

Perkotaan

Rencana Fasilitas

Umum

Rencana

Peruntukan Blok

Rencana Penataan

Bangunan dan

Lingkungan

Indikasi Program

Pembangunan

Pengendalian

Rencana Detail

Tata Ruang

PE

NG

EN

DA

LIA

N P

EM

AN

FA

AT

AN

RU

AN

G

Identfikasi

kegiatan/aktifitas

dalam kawasan

Pengelompokan aktifitas

dan sub aktifitas

pemanfaatan ruang

Analisis keseuaian

aktifitas dengan

tata guna lahan

Identifikasi perangkat

pengendalian

pemanfaatan ruang

Identifikasi prosedur

pembangunan

Identifikasi lembaga

pengendali

pemanfaatan ruang

ANALISIS MEKANISME ADVISE

PLANNING, PERIJINAN DAN

PENGAWASAN SERTA PENERTIBAN

PENGENDALIAN

PEMANFAATAN RUANG

KAWASAN

PERKOTAAN:

Peraturan

Zonasi

Peraturan

Pemanfaatan

Ruang

Mekanisme

Perijinan,

Insentif,

Disinsentif

Kelembagaan

LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN ANTARA LAPORAN DRAF AKHIR LAPORAN AKHIRKICK OF

MEETING

1 Bulan 3 Bulan 2 Bulan 1 Bulan

Konsultasi

Publik/FGD

Konsultasi

Publik/FGD

Konsultasi

Publik/FGD

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2012

Page 197: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 33

5.2.2. Proses Penyusunan Zoning Regulation

Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tak terpisah dari

penataan ruang. Terdapat beberapa elemen pengendalian pemanfaatan ruang, yaitu

zoning regulation, mekanisme insentif dan disinsentif, dan mekanisme perizinan. Dari

beberapa elemen pengendalian tersebut, zoning regulation merupakan hal baru dalam

penyusunan RDTR kawasan perkotaan. Oleh karena itu, konsultan akan menguraikan secara

lebih detail mengenai proses penyusunan zoning regulation.

Gambar 5.3 Proses Penyusunan Zoning Regulation

1. Penyusunan

Klasifikasi Zona

3. Penetapan

Delineasi Blok

Peruntukan

4. Penyusunan

Aturan Teknis

Zonasi

4.b.

Intensitas

Pemanfaatan

Ruang

4.c.

Tata Massa

Bangunan

4.d.

Prasarana

4e.

Aturan

Lain

4.f.

Aturan

Khusus

Jenis Aturan:

- Preskriptif - Kinerja

Pendekatan:

- Issue of Concerns - Scope of Isues

10. Penyusunan

Aturan

Administrasi

Zonasi

8. Penyusunan

Aturan

Pelaksanaan

6. Pilihan Teknik

Pengaturan

Zonasi

7. Penyusunan

Peta Zonasi

9. Penyusunan

Aturan

Dampak

5. Penyusunan

Standar

2. Penyusunan

Daftar Kegiatan

4.a.

Kegiatan dan

Penggunaan

Lahan

10. Peran Serta

Masyarakat

Page 198: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 34

1. Penyusunan Klasifikasi Zonasi

Klasifikasi zonasi adalah jenis dan hirarki zona yang disusun berdasarkan kajian

teoritis, kajian perbandingan, maupun kajian empirik untuk digunakan di daerah

yang disusun Peraturan Zonasinya. Klasifikasi zonasi merupakan perampatan

(generalisasi) dari kegiatan atau penggunaan lahan yang mempunyai karakter

dan/atau dampak yang sejenis atau yang relatif sama.

2. Penyusunan Daftar Kegiatan

Daftar kegiatan adalah suatu daftar yang berisi rincian kegiatan yang ada,

mungkin ada, atau prospektif dikembangkan pada suatu zona yang ditetapkan.

3. Penetapan Delineasi Blok Peruntukan

Blok peruntukan adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh

batasan fisik yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi,

saluran udara tegangan (ekstra) tinggi, dan lain-lain), maupun yang belum nyata

(rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai

dengan rencana kota). Nomor blok peruntukan adalah nomor yang diberikan pada

setiap blok peruntukan

4. Penyusunan Peraturan Teknis Zonasi

Aturan teknis zonasi adalah aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan

pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan laha, intensitas pemanfaatan

ruang, ketentuan tata massa bangunan, ketentuan prasarana minimum yang

harus disediakan, aturan lain yang dianggap penting, dan aturan khusus untuk

kegiatan tertentu

Pendekatan yang digunakan:

a. Aspek yang diperhatikan (issues of concern) adalah pokok perhatian atau

kriteria yang menjadi dasar penyusunan aturan. Contoh perhatian dalam

pengaturan adalah:

1.) Fungsional: menjamin kinerja yang tinggi dari fungsi tersebut;

2.) Kesehatan: menjamin tercapainya kualitas (standar minimum)

kesehatan yang ditetapkan; dan

3.) Pokok perhatian lainnya antara lain: keselamatan, keamanan,

kenyamanan, keindahan, dan hubungan aspek tersebut dengan

isu lainnya.

Page 199: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 35

b. Komponen yang diatur (scope of issues) adalah komponen yang diatur

berdasarkan pokok perhatian yang terkait. Contoh komponen yang harus

diatur adalah, KDB, KLB, kepadatan bangunan, jarak antar bangunan, dan

lain-lain

Aturan teknis zonasi terdiri dari:

a. Aturan kegiatan dan penggunaan lahan

Aturan kegiatan dan penggunaan lahan adalah aturan yang berisi kegiatan

yang diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas

atau dilarang pada suatu zona.

b. Aturan Intensitas Pemanfaatan Ruang

Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran pembangunan yang

diperbolehkan berdasarkan batasan KDB, KLB, KDH atau kepadatan

penduduk.

c. Aturan tata massa bangunan

Tata massa bangunan adalah bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan

bangunan pada suatu persil/tapak yang dikuasai.

d. Aturan prasarana minimum

Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan

lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

e. Aturan lain/tambahan

Aturan lain dapat ditambahkan pada setiap zonasi. Untuk beberapa

kegiatan yang diperbolehkan, misalnya:

1.) Kegiatan usaha yang diperbolehkan di zona hunian (usaha

rumahan, warung, salon, dokter praktek, dan lain-lain);

2.) Larangan penjualan produk, tapi penjualan jasa diperbolehkan;

3.) Batasan luas atau persentase (%) maksimum dari luas lantai

(misalnya: kegiatan tambahan -seperti salon, warung, fotokopi-

diperbolehkan dengan batas tidak melebihi 25% dari KDB);

4.) Aturan perubahan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan.

Page 200: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 36

f. Aturan khusus

Aturan yang diberlakukan secara khusus pada sub kawasan/koridor yang

terdapat dalam kawasan perencanaan.

Contoh aturan kawasan khusus meliputi:

1.) Aturan untuk Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP);

2.) Aturan untuk kawasan cagar budaya;

3.) Aturan untuk kawasan rawan bencana.

5. Penyusunan Standar

Standar adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun

berdasarkan konsensus semua pihak terkait, dengan memperhatikan syarat-

syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, perkembangan IPTEK,

pengalaman, perkembangan masa kini dan mendatang untuk memperoleh

manfaat yang sebesar-besarnya.

6. Pilihan Teknis Pengaturan Zonasi

Teknik pengatura zonasi adalah berbagai varian dari zoning konvensional yang

dikembangkan untuk memberikan keluwesan penerapan aturan zonasi.

7. Penyusunan Peta Zonasi

Peta zonasi adalah peta yang berisi kode zonasi di atas blok dan subblok yang

telah didelineasikan sebelumnya dengan skala 1:5000 dan atau yang setara

dengan RDTRK.

8. Penyusunan Aturan Pelaksanaan

Materi aturan pelaksanaan terdiri dari:

a. Aturan mengenai vairansi yang berkaitan dengan keluwesan/ kelonggaran

aturan;

b. aturan insneitf dan disinsentif; dan

c. aturan mengenai perubahan pemanfaatan ruang.

9. Penyusunan Aturan Dampak

Tingkat gangguan akibat dampak perubahan pemanfaatan ruang terdiri paling

sedikit terdiri dari:

a. Intensitas gangguan tinggi;

b. Intensitas gangguan sedang;

c. Intensitas gangguan rendah; dan

Page 201: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 37

d. Tidak ada gangguan (gangguan diabaikan).

10. Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam penyusunan Peraturan Zonasi mencakup:

a. Hak masyarakat;

b. Kewajiban masyarakat;

c. Kelompok peran serta masyarakat;

d. Tata cara peran serta masyarakat;

e. Waktu peran serta masyarakat; dan

f. Proses pemberdayaan masyarakat

11. Penyusunan Aturan Administrasi Zonasi

Penyusunan aturan administrasi zonasi yang dimaksud adalah menyusun draf

RAPERDA mengenai aturan zonasi.

5.3. METODOLOGI STUDI

5.3.1. Metode Survei

Pembahasan mengenai metode survei dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

(RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini terdiri atas:

1. Pekerjaan Survei

Survei atau Survey Studies adalah bentuk riset yang memusatkan pada salah satu

atau beberapa aspek dari obyeknya. Oleh karena itu hasil dari suatu survei sering

dipergunakan untuk menyusun suatu perencanaan atau menyempurnakan

perencanaan yang sudah ada. Penggunaannya sebagai data perencanaan

dimungkinkan karena melalui survei untuk suatu obyek penelitian diungkapkan

secara menyeluruh. Obyek dari survei dapat terdiri dari lingkungan suatu

bangsa/negara, daerah, sebuah kota, sebuah desa, suatu sistem dan lain-lain.

Salah satu bentuk dari survei adalah Survei Pendapat Umum (Public Opinion

Survey) dan Survei Kemasyarakatan (Community Survey).

Survei ini penting tidak hanya sebagai ungkapan gambaran pendapat masyarakat,

namun juga penting bagi penentu kebijakan (policy maker) untuk mengetahui

pendapat umum (public opinion) berupa sikap dan beberapa kecenderungan lain

yang berlaku di dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat luas, terutama

mengenai kebijakan yang akan ditetapkan. Penelitian tentang pendapat umum

biasanya mempergunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data dari sejumlah

Page 202: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 38

subyek yang dipilih secara teliti agar mewakili kelompok atau masyarakat luas

secara representatif.

Sedangkan untuk Survei Kemasyarakatan, seringkali disebut sebagai penelitian

sosial yang maksudnya untuk mengungkap aspek atau beberapa aspek tertentu

dalam kehidupan masyarakat. Melalui penelitian ini dikumpulkan data untuk

mengambil kesimpulan tentang pendapat, keinginan, kebutuhan, kondisi, dan

lain-lain di dalam masyarakat mengenai aspek yang diselidiki. Luas dan

kedalaman penelitian ini dipengaruhi oleh faktor keterbatasan waktu dan biaya,

keterbatasan kemapuan tenaga pelaksana dan tenaga ahli penganalisa serta

ketersediaan masyarakat untuk bekerjasama dan membantu dalam memberikan

data yang relevan. Salah satu obyek penelitian yang bisa di selidiki dengan survei

ini adalah situasi geografis dan situasi ekonomi yang banyak pengaruhnya

terhadap pola kehidupan masyarakat. Misalnya mempengaruhi sistem dan

pelaksanaan transportasi, komunikasi, administrasi pemerintahan, pelayanan

kesehatan dan pendidikan, rekreasi, keamanan dan ketentraman masyarakat dan

sebagainya.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi langsung dan

komunikasi langsung. Teknik observasi langsung adalah cara pengumpulan data

yang tampak pada obyek penelitian yang pelaksanaannya langsung pada tempat

dimana suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi. Pengamatannya

dapat menggunakan atau tanpa alat. Sedangkan teknik komunikasi langsung

adalah cara mengumpulkan data, dimana peneliti mengadakan kontak langsung

secara lisan atau tatap muka (face to face) dengan sumber data dalam situasi

yang sebenarnya.

Secara praktis, oleh karena keterbatasan teknis yang dimiliki, kuesioner dipilih

sebagai alat untuk mengumpulkan data. Kuesioner ini berisi tentang daftar

pertanyaan yang disampaikan kepada responden. Seperti yang telah diuraikan di

atas, oleh karena fokus dari penelitian ini pada obyeknya (materi penelitian)

berupa pendapat masyarakat tentang pembangunan, maka identitas responden

bukan merupakan hal yang penting untuk diketahui, namun asal responden

penting untuk diketahui karena identitas bukan obyek yang diteliti. Secara lebih

jauh kelompok asal masyarakat yang berlatar belakang sosio ekonomi yang

berbeda mempunyai korelasi yang erat dengan pandangan atau pendapatnya

terhadap pembangunan di masa depan. Adapun asumsi yang digunakan adalah

Page 203: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 39

mereka yang berasal di daerah tertentu memiliki kepentingan langsung dan

memiliki kepentingan yang melekat dengan pembangunan di masa depan. Oleh

karena itu kuesioner yang disusun lebih berfokus kepada obyek yang ingin

diketahui (diteliti). Sehingga obyek penelitian ini banyak mengungkap faktor-

faktor yang (diduga) mempengaruhi preferensi seseorang terhadap pembangunan

di masa depan.

5.3.2. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

(RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini adalah: (i) analisis kependudukan, (ii) analisis

penggunaan lahan, (iii) analisis kegiatan kota, (iv) analisis transportasi, (v) analisis

kesesuaian lahan, (vi) analisis SWOT kawasan, (vii) analisis biaya dampak.

5.3.2.1. Metode Analisis Kependudukan

Penduduk merupakan faktor utama perencanaan, sehingga pengetahuan akan kegiatan dan

perkembangan penduduk merupakan bagian pokok dalam penyusunan rencana. Analisis

kependudukan merupakan faktor utama untuk mengetahui ciri perkembangan suatu

daerah, sehingga data penduduk masa lampau sampai tahun terakhir sangat diperlukan

dalam memproyeksikan keadaan pada masa mendatang. Salah satu yang penting dalam

analisis penduduk yaitu mengetahui jumlah penduduk di masa yang akan datang. Untuk

hal tersebut, dapat digunakan beberapa metoda atau model analisis, seperti:

1. Kurva polinomial garis lurus;

2. Kurva polinomial regresi;

3. Metoda bunga berganda;

4. Kurva Gompertz; dan

5. Kurva logistik.

Teknik atau metoda tersebut di atas memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing,

sehingga dalam penerapannya perlu dilakukan pemahaman terlebih dahulu terhadap

kondisi kependudukan pada kawasan perencanaan, seperti pola pertumbuhan yang terjadi

di masa lampau, ketersediaan data dan sebagainya. Hal ini untuk memperoleh hasil

proyeksi yang mendekati ketepatan dan menghindari kesulitan-kesulitan dalam proses

analisis.

Page 204: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 40

Model analisis yang sering digunakan dalam melakukan analisis kependudukan adalah:

1. Model Kurva Polinomial

Pada Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan

Bokondini, perhitungan jumlah penduduk tahun tertentu pada masa yang akan

datang ditetapkan berdasarkan hasil proyeksi tahun-tahun sebelumnya hingga

tahun terakhir dengan mengikuti pola garis lurus mengikuti model persamaan:

bPP tt

1

1

1

t

b

b

t

n

dimana:

b

P

P

t

t

= penduduk daerah yang diselidiki pada tahun t +

= penduduk daerah yang diselidiki pada tahun dasar t

= selisih tahun dari tahun t ke tahun t +

= rata-rata tambahan jumlah penduduk tiap tahun pada masa lalu hingga

data tahun terakhir

2. Model Regresi

Untuk memperhalus perkiran, teknik yang berdasarkan data masa lampau dengan

penggambaran kurva polinomial akan dapat digambarkan sebagai suatu garis

regresi. Cara ini disebut metode selisih kuadrat terkecil (least square). Cara ini

dianggap penghalusan cara ekstrapolasi garis lurus diatas, karena garis regresi

memberikan penyimpangan minimum atas data penduduk masa lampau (dengan

menganggap ciri perkembangan penduduk masa lampau berlaku untuk masa

depan).

Teknik ini menggunakan persamaan matematis:

XbaP xt

Pt + x

X

a, b

= jumlah penduduk tahun (t + x)

= tambahan tahun terhitung dari tahun dasar

= tetapan yang diperoleh dari rumus berikut

Page 205: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 41

3. Model Bunga Berganda

Teknik ini menganggap perkembangan jumlah penduduk akan berganda dengan

sendirinya. Disini dianggap tambahan jumlah penduduk akan membawa

konsekuensi bertambahnya tambahan jumlah penduduk. Hal ini analog dengan

bunga berbunga. Oleh karenanya persamaan yang digunakan merupakan

persamaan bunga berganda, yaitu:

rPP tt 1

r = rata-rata persentase tambahan jumlah penduduk daerah yang diselidiki berdasarkan data

masa lampau

4. Kurva Gompertz

Kurva Gompertz mengikuti pola hiperbolik yang memiliki batas (asimtot) pada

kedua belah sisinya (atas dan bawah). Dasar pertimbangan model ini adalah

prinsip Gompertz, yaitu bahwa pertumbuhan penduduk di daerah yang sudah

maju adalah rendah yang diikuti oleh pertumbuhan yang cepat pada periode

berikutnya, namun lebih lanjut pada periode berikutnya lagi pertumbuhan

tersebut menurun apabila jumlah dan kepadatan penduduk mendekati maksimal.

Kurva Gompertz ini mempunyai persamaan umum:

abkPatauakP x

xt

b

xt

x

logloglog

Model ini sering digunakan karena didalamnya mempertimbangkan faktor

perkembangan penduduk pada setiap periode waktu.

Adapun persamaan umum untuk mendapatkan tetapan Gompertz adalah:

2 1

3 2

loglog

loglog

YY

YY

b n

2

2 1

1

1logloglog

nb

bYYa

1

log1

1log

1log a

b

bY

nk

n

atau

Page 206: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 42

1 3 2

1

2

23

log2loglog

logloglog1log

YYY

YYY

nk

di mana:

n adalah sepertiga banyaknya data

5. Permodelan Interaksi antar Bagian Wilayah

Pendekatan analisis wilayah selain faktor kependudukan, adalah analisis terhadap

pola hubungan/interaksi antarwilayah maupun antar bagian wilayah yang satu

dengan lainnya. Anggapan dasar yang digunakan adalah melihat suatu daerah

sebagai suatu massa, sehingga hubungan antar daerah diasumsikan dengan

hubungan antar massa, yang mana massa tersebut memiliki daya tarik, sehingga

terjadi saling pengaruhi antar daerah.

Permodelan yang dapat digunakan dalam melakukan analisis terhadap pola

interaksi atau keterkaitan antardaerah atau antar bagian wilayah dengan wilayah

lainnya, adalah Model Gravitasi. Penerapan model ini ini dalam bidang analisis

perencanaan kota adalah dengan anggapan dasar bahwa faktor aglomerasi

penduduk, pemusatan kegiatan atau potensi sumber daya alam yang dimiliki,

mempunyai daya tarik yang dapat dianalogikan sebagai daya tarik menarik antara

2 (dua) kutub magnet.

Kelemahan penerapan model ini dalam analisis wilayah, terutama terletak pada

variabel yang digunakan sebagai alat ukur, dimana dalam fisika variabel yang

digunakan, yaitu molekul suatu zat mempunyai sifat yang homogen, namun tidak

demikian halnya dengan unsur pembentuk kota, misalnya penduduk. Namun

demikian, hal ini telah dikembangkan, yaitu dengan tidak hanya memasukan

variabel massa saja, tetapi juga gejala sosial sebagai faktor pembobot.

Persamaan umum model Gravitasi ini adalah:

P

PPkT

ji

ij

dimana: Tij = pergerakan penduduk sub-wilayah i ke sub-wilayah j K = tetapan empiris (bobot)

Pi = pergerakan penduduk sub wilayah I Pj = pergerakan penduduk yang berakhir di sub wilayah j P = jumlah penduduk sub wilayah i

Page 207: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 43

5.3.2.2. Analisis Penggunaan Lahan

Komponen intensitas penggunaan lahan di dalam suatu ruang perkotaan digunakan untuk

mengidentifikasi tingkat kepadatan atau intensitas suatu kawasan yang merupakan

indicator perlu tidaknya diadakan pengaturan-pengaturan bangunan seperti pengaturan

(Chiara, 1984):

1. Koefisien dasar bangunan (KDB);

2. Koefisien lantai bangunan (KLB);

3. Tinggi bangunan;

4. Open space ratio;

5. Recreation space ratio;

6. Livability space ratio.

Formula untuk menghitung KDB adalah:

KDB = Total luas lantai

Total luas lahan

Formula untuk mengetahui kondisi intensitas penggunaan lahan adalah:

301,0

log903,1 KLBIPL

IPL : Intensitas Penggunaan Lahan

KLB : Koefisien Lantai Bangunan

Bersama-sama KDB dapat ditentukan tinggi bangunan sebagai berikut:

Tinggi Bangunan = Total Luas Lantai x Tinggi Tiap Lantai

Luas Lantai Dasar

5.3.2.3. Analisis Kegiatan Kota

Analisa kegiatan kota bertujuan untuk mengetahui potensi perkembangan kegiatan kota

dan melihat potensi kondisi suatu kegiatan terhadap kegiatan lainnya sehingga dapat

membantu menghasilkan perkembangan kawasan perencanaan secara optimum.

1. Metode Location Quotient (LQ)

Model yang sering digunakan untuk melakukan analisis kegiatan pada suatu wilayah

antara lain dengan model analisis Location Quotient (LQ). Teknik ini merupakan

cara permulaan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan

Page 208: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 44

tertentu. Hasil akhir dari teknik ini masih merupakan kesimpulan sementara yang

masih harus dikaji kembali melalui teknik analisis yang lain sehingga dapat

menjawab apakah kesimpulan sementara tersebut terbukti kebenarannya atau

tidak. Namun demikian, dalam tahap awal sudah cukup memberikan gambaran

mengenai kemampuan daerah yang bersangkutan dalam sektor yang diamati.

Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu

sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah

yang lebih luas. Adapun variabel yang digunakan sebagai alat ukur untuk

menghasilkan koefisien dapat menggunakan satuan jumlah tenaga kerja pada

sektor tersebut, hasil produksi atau satuan lain yang dapat dijadikan kriteria.

Perbandingan relatif Model Location Quotient (LQ) ini dapat dinyatakan melalui

persamaan matematis berikut:

NN

SS

NS

NS

LQ

i

i

i

i

i

dimana:

Si = jumlah buruh industri i di bagian wilayah yang diamati

S = jumlah total buruh industri di seluruh bagian wilayah

Ni = jumlah buruh industri i di seluruh wilayah

N = jumlah total buruh di seluruh wilayah

Struktur perumusan LQ memberikan beberapa nilai sebagai berikut:

LQ > 1 : menyatakan sub wilayah yang diamati memiliki potensi

surplus

LQ < 1 : menunjukan sub wilayah yang bersangkutan memiliki

kecenderungan impor dari wilayah lain

LQ = 1 : menunjukan sub wilayah yang bersangkutan telah

mencukupi dalam kegiatan tertentu

2. Metoda Analisa Pergeseran (shift and share)

Berguna untuk melihat pertumbuhan/perkembangan dari suatu kegiatan tertentu

pada suatu daerah tertentu. Dapat pula ditujukan untuk melihat tingkat

perkembangan dan kedudukan suatu daerah dalam sistem wilayah yang lebih luas.

Page 209: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 45

Metoda analisa pergeseran ini terdiri dari:

1) Total Shift

Rumusan dari Total Shift ini adalah sebagai berikut:

(ST) = Ejt - (Et/Eo)Ejo

dimana bila:

Nilai ST (+) = Upward Total Shift, aktivitas ekonomi tersebut berkembang pesat.

Nilai ST (-) = Downward Total Shift, aktivitas ekonomi berkembang dengan lambat.

2) Diferensial Shift

Rumusan dari Diferensial Shift ini adalah sebagai berikut:

SD = Eijt - (Eit/Eio) Eijo

dimana bila:

Nilai SD (+) = Aktivitas ekonomi daerah tersebut berkembang pesat, dan memiliki akses yang baik terhadap lokasi pasar dan bahan baku.

Nilai SD (-) = Aktivitas ekonomi daerah tersebut berkembang dengan lambat

3) Proporsionality Shift

Rumusan Proporsionality Shift ini adalah sebagai berikut:

SP = ST - SD

dimana bila:

Nilai SP (+) berarti daerah tersebut berspesialisasi dalam aktivitas ekonomi yang cepat pertumbuhannya. Nilai SP (-) berarti sebaliknya.

4) Model Analisa Share

Rumusan dari model analisa share ini adalah sebagai berikut:

N = Ejo (Et/Eo) - Ejo

dimana:

Ejo = Besaran aktivitas ekonomi di daerah j pada tahun dasar.

Et = Besaran aktivitas ekonomi Nasional atau sistem daerah yang ebih luas pada tahun akhir

Eo = Besaran aktivitas ekonomi Nasional atau sistem daerah yang lebih luas pada tahun dasar

Page 210: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 46

3. Skoring

Digunakan untuk menilai tingkat pelayanan kota, sehingga dapat ditentukan

potensinya yang dapat menentukan fungsi kota yang bersangkutan. Rumus

digunakan adalah:

Bi = Pi x 1000

P

Dimana,

Bi = Bobot dari kegiatan

Pi = Jumlah aktivitas I di kota

P = Jumlah penduduk di kota

Jumlah aktivitas yang dimaksud biasanya berupa produksi maupun pelayanan sosial,

seperti hasil pertanian, fasilitas pendidikan, jumlah fasilitas kesehatan dan

sebagainya. Makin tinggi nilai Bi dapat diinterpretasikan bahwa kota atau kawasan

tersebut mempunyai tingkat pelayanan yang optimal/potensial.

4. Model Tingkat Kemampuan Pelayanan Fasilitas

Tingkat pelayanan fasilitas umum diukur dengan cara mengkaji kemampuan suatu

jenis fasilitas dalam melayani kebutuhan penduduknya. Dalam hal ini, fasilitas

umum yang memiliki tingkat pelayanan 100% mengandung arti bahwa fasilitas

tersebut memiliki kemampuan pelayanan yang sama dengan kebutuhan

penduduknya. Untuk mengetahui kelengkapan fasilitas umum suatu bagian

wilayah, dihitung tingkat pelayanannya dengan menggunakan rumus:

%100XC

bd

TP

is

jij

dimana:

TP = tingkat pelayanan fasilitas i di kawasan j

dij = jumlah fasilitas i di kawasan j

bij = jumlah penduduk di kawasan j

Cis = jumlah fasilitas i persatuan penduduk menurut standar penentuan

fasilitas untuk kawasan

Dengan perhitungan ini, dapat diketahui tingkat pelayanan setiap fasilitas, kecuali

untuk fasilitas peribadatan, dimana perbedaan terletak pada jumlah penduduk

Page 211: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 47

pada kawasan yang diamati, yaitu bj diganti oleh jumlah penduduk menurut

agama.

5.3.2.4. Analisis Transportasi

Metoda yang dipakai dalam melakukan analisis transportasi adalah:

1. Metoda Aksesibilitas

Faktor kemudahan pencapaian baik dalam hubungan keterkaitan antar bagian

wilayah dalam kawasan perencanaan, ataupun antar komponen dalam bagian

wilayah, sangat menentukan intensitas interaksi antar bagian wilayah maupun

antar komponen pembentuk wilayah, serta struktur tata ruang yang direncanakan.

Metoda ini merupakan upaya untuk mengukur tingkat kemudahan pencapaian antar

kegiatan, atau untuk mengetahui seberapa mudah suatu tempat dapat dicapai dari

lokasi lainnya. Pada dasarnya model ini merupakan fungsi dari kualitas prasarana

penghubung unit kegiatan yang satu dengan lainnya per satuan jarak yang harus

ditempuh. Model persamaannya adalah sebagai berikut:

d

FKTA

dimana:

A = Nilai aksesibilitas

F = Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal)

T = Kondisi jalan (baik, sedang, buruk)

D = Jarak antara kedua unit kegiatan

Metoda lainnya, yaitu Indeks Aksesibilitas, yang memiliki persamaan:

b

d

E

A

ij

j

ij

dimana:

Aij = Indeks aksesibilitas

Ej = Ukuran aktifitas

dij = Jarak tempuh (jarak geografi atau waktu tempuh)

b = Parameter

Page 212: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 48

Langkah selanjutnya adalah menghitung potensi pengembangan, yaitu dengan cara

mengkalikan indeks aksesibilitas dengan luas kawasan yang mungkin untuk

dikembangkan, yaitu:

Di = Ai * Hi

dimana:

Di = potensi pengembanga di kawasan i

Ai = indeks aksesibilitas dari kawasan i

Hi = luas kawasan yang mungkin dikembangkan di kawasan i

Potensi masing-masing kawasan dihitung dan dijumlahkan untuk memperoleh

potensi seluruh kawasan. Dari potensi keseluruhan ini, maka potensi relatif

masing-masing kawasan terhadap keseluruhan kawasan (wilayah) dapat diketahui,

atau secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

i

i

r

iD

DD

dimana:

Dr = potensi pengembangan (relatif)

Di = potensi pengembangan di kawasan i

iDi = jumlah seluruh potensi pengembangan

Selanjutnya untuk menentukan jumlah penduduk yang akan dialokasikan pada

masing-masing kawasan yang potensial adalah dengan cara mengkalikan hasil

proyeksi total penduduk untuk masa mendatang dengan Di, yang secara matematis

dapat dirumuskan:

i

i

totali

iD

DxPP

dimana:

Pi = jumlah penduduk yang dapat dialokasikan di kawasan I

Ptotal = jumlah penduduk seluruhnya

Di/iDi = potensi relatif kawasan i

Metoda lain yang cukup mudah penggunaannya yang hingga kini masih

dipergunakan adalah Metoda Perkiraan Kebutuhan. Pada model ini,digunakan

Page 213: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 49

standar-standar yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan sarana dan

prasarana yang memiliki implikasi terhadap kebutuhan ruang. Beberapa standar

yang digunakan antara lain mengacu pada pedoman standar lingkungan

permukiman kota, pedoman standar pembangunan perumahan sederhana,

peraturan geometris jalan raya dan jembatan dan lain-lain.

2. Model Analisis Kapasitas (Capacity/C)

Kapasitas jalan adalah arus lalu-lintas maksimum yang dapat dipertahankan (tetap)

pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya: rencana geometrik,

lingkungan, komposisi lalu lintas dan sebagainya). Satuan yang digunakan biasanya

dinyatakan dalam kend/jam atau smp/jam. Kapasitas harian sebaiknya tidak

digunakan sebagai ukuran, karena akan bervariasi sesuai dengan faktor k.

Rumus perhitungannya, sebagai berikut:

C = CO x FCW x FCSP x FCSF (smp/jam)

Dimana,

C = kapasitas (smp/jam)

CO = kapasitas dasar (smp/jam)

FGCW = faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas

FCSP = faktor penyesuaian akibat pemisahan arah

FCSF = faktor penyesuaian akibat hambatan samping

3. Model Analisis Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation/DS)

Derajat kejenuhan adalah perbandingan dari arus lalu lintas terhadap kapasitas

jalan.

DS = Q / C

Dimana,

Q = arus lalu lintas

C = kapasitas

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas,

digunakan faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Nilai DS

menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau

Page 214: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 50

tidak. Karena kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di

jalan yang dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu.

Berdasarkan standar IHCM apabila:

a. DS < 0,8 kondisi stabil

b. DS 0,8 – 1,0 kondisi tidak stabil

c. DS > 1,0 kondisi kritis

Apabila dari hasil perhitungan, ITP (Indeks Tingkat Pelayanan) ada beberapa

kriteria/kelas tingkat pelayanan jalan yang dibagi menjadi ITP A hingga F dengan

uraian sebagai berikut:

a. ITP A:kondisi arus lalu lintasnya bebas satu kendaraan dengan kendaraan

lainnya, besarnya kecepatan sepenuhnya ditentukan oleh keinginan

pengemudi dan sesuai dengan batas kecepatan yang telah ditentukan;

b. ITP B:kondisi arus lalu lintas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh

kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh kendaraan di

sekitarnya;

c. ITP C:kondisi arus lalu lintas masih dalam stabil, kecepatan operasi mulai

dibatasi dan hambatan kendaraan lain semakin besar;

d. ITP D:kondisi arus lalu lintas mendekati tidak stabil, kecepatan operasi

menuurn relatif cepat akibat hambatan yang timbul dan kebebasan

bergerak relatif kecil;

e. ITP E:pada tingkat pelayanan ini arus lalu lintas berada dalam kendaraan

dipaksakan, kecepatan relatif rendah, arus lalu lintas sering terhenti

sehingga menimbulkan antrian kendaraan yang panjang;

f. ITP F:arus lalu lintas berada dalam keadaan dipaksakan, kecepatan relatif

rendah, arus lalu lintas sering terhenti sehingga menimbulkan antrian

kendaraan yang panjang.

5.3.2.5. Analisis Kesesuaian Lahan

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis kesesuaian lahan adalah:

1. Kesesuaian Lahan

Bertujuanuntuk memahami kondisi dan daya dukung lingkungan dan memahami

tingkat pemanfaatan sumber daya. Pemahaman ini diperlukan untuk merumuskan

dan menempatkan zonasi ruang di kawasan perencanaan seperti kawasan lindung

dan kawasan budidaya, hutan lindung, dan hutan produksi. Sumber daya alam

Page 215: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 51

utama yang akan dibahas dalam kajian ini adalah: sumber daya tanah, sumber daya

air, sumber daya udara, sumber daya hutan, dan sumber daya lainnya.

Analisis kesesuaian lahan bertujuan mengidentifikasi potensi pengembangan

berdasarkan kesesuaian tanah dan merekomendasikan peruntukannya bagi kawasan

budidaya dan kawasan lindung. Secara diagramatis alur analisis salah satu aspek

sumber daya tanah, yaitu analisis kesesuaian lahan seperti terlihat pada gambar

berikut ini.

Gambar 5.4 Diagram Alur Analisis Kesesuaian Lahan

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2012

Peta Topografi

Peta Tanah

Peta Hidrologi

Pengumpulan data (Studi Pustaka dan Survai

Lapangan)

Syarat Tumbuh

Overlay

Unit Evaluasi Lahan

Data Tanah, iklim, dan hidrologi

Kawasan Lindung

Kawasan Budidaya

Elaborasi: Karakteristik Lahan dan

Kualitas Lahan

Evaluasi Lahan

(Komparati

Peta Kesesuaian

Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai

Elaborasi

kriteria

Kriteria

Kawasan resapan air

Sempadan pantai, sungai, sekitar danau dan waduk, sekitar mata air, dan kawasan terbuka hijau kota

Cagar alam/pelestarian alam, dan suaka margasatwa;

Taman hutan raya, dan taman wisata alam lainnya;

Kawasan cagar budaya;

-Kawasan rawan bencana

Permukiman;

Perdagangan

Industri

Fasilitas Sosial

Perkantoran pemerintah dan niaga;

Pertanian

Perkebunan

Page 216: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 52

Analisis evaluasi lahan dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat

kesesuaian, tingkat kemampuan, dan tingkat ketersediaan lahan untuk kawasan

lindung dan budidaya. Teknik analisis yang dipergunakan di dalam evaluasi lahan ini

adalah teknik skoring dan teknik overlay peta yang didasarkan kepada kriteria

penetapan kawasan lindung dan budidaya. Nilai akhir dari kesesuaian lahan

diperoleh dengan operasi matematis skoring dan overlay peta tersebut.

Kriteria penentuan kawasan budidaya dan non budidaya tersebut dilakukan

berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Penetapan Kawasan

Lindung, Penetapan Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Budidaya (BAPPENAS,

1995), FAO (1976) tentang Kerangka Kerja Evaluasi Kesesuaian Lahan, PPTA (1993)

Tabel 5.2 Kriteria Fisik Lingkungan Kawasan Budidaya Dan Kawasan Lindung

Kualitas/Karakteristik Lahan Kawasan Budidaya Kawasan Lindung

(Salah Satu Sifat Atau Lebih)

Iklim (SchmidtdanFerguson, 1951)

A, B, C, D, E, F G, H

Ketinggian (m dpl) < 2000 > 2000

Bentuk wilayah Datar – Berbukit Bergunung

Kelerangan (%) < 40 > 40

Singkapan Batuan (%) < 50 > 50

Bahaya Banjir - > 1 x /th

Bahaya longsor/erosi Stabil Labil

Jenis Tanah (Soil Taxonomy, 1994)

Lainnya Sphagnofibrist, Tropofibrist, Tropofolist, Halaquepts, Natrabolls, Natraquoll,

Lithic,Natrustolls, Natraqualfs, Natustalfs, Hyrdaquents, Psamments

Sumber: Diolah dari Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang penetapan kawasan lindung, penetapan kriteria dan pola pengelolaan kawasan budidaya (BAPPENAS, 1995), FAO (1976)

tentang Kerangka Kerja Evaluasi Kesesuaian Lahan, PPTA (1993)

Dari Analisis dan Kriteria tersebut di atas, maka dapat dibangun model persyaratan

penggunaan lahan bagi jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan melalui

metoda pohon keputusan. Pohon keputusan ini terdiri dari seperangkat persyaratan

penggunaan lahan dengan masing-masing karakteristik-karakteristik pencirinya,

dimana satu sama lain (karakteristik pendiri) saling berpengaruh terhadap potensi

lahan bagi jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan, sehingga hasil akhir

pemanfaatan lahan dapat tertuang dalam rencana secara lebih akurat dan terukur.

Penilaian kelas kesesuaian lahan agregat (satuan lahan) secara umum ditentukan

berdasarkan faktor pembatas yang paling berat (maximumlimiting factors, FAO,

1976). Evaluasi dilakukan pada satuan lahan sesuai dengan ketersediaan data.

Masing-masing satuan lahan di wilayah studi terdiri dari campuran dua jenis tanah

atau lebih. Batasan antara dua jenis tanah atau lebih ini tidak dapat didelineasi

Page 217: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 53

pada peta yang digunakan, sehingga perlu dilakukan kajian survei pemetaan tanah

lebih lanjut pada tingkat kedetilan yang lebih tinggi. Jenis penggunaan lahan yang

dipertimbangkan berdasarkan pengelompokkan jenis komoditas yang mempunyai

kemiripan (similar land use requirements).

Stratifikasi hasil evaluasi lahan disesuaikan dengan kedalaman data yang tersedia

yaitu pada tingkat subkelas dengan disertai pencantuman faktor pembatas masing-

masing kelas:

a. Sesuai (S), bila lahan sesuai untuk penggunaan tertentu dengan pembatas

ringan dan dapat diusahakan secara berkelangsungan tanpa menimbulkan

kerusakan sumberdaya lahan;

b. Sesuai bersyarat (CS), bila lahan sesuai untuk penggunaan tertentu dengan

pembatas cukup berat, tetapi masih dapat diusahakan secara

berkelangsungan dengan masukan tinggi; dan

c. Tidak sesuai (N), bila lahan tidak sesuai untuk penggunaan tertentu

dengan pembatas berat dan tidak ada teknologi untuk mengatasinya,

sehingga kalau diusahan berpotensi besar mengalami kegagalan.

Kualitas lahan yang menjadi faktor pembatas kesesuaian diantaranya sebagai

berikut:

a. Hidrologi (h);

b. Tipe Iklim (i);

c. Elevasi (k);

d. Media perakaran (r);

e. Terrain (s);

f. Temperatur Udara (t);

g. Ketersediaan air (w); dan

h. Toksisitas (x).

Setiap faktor pembatas tersebut ditentukan oleh karakteristik-karakteristik penciri

masing-masing kualitas lahan dan signifikan menjadi pembatas dalam

pengembangan jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan.

2. Kriteria Kawasan Lindung

Penentuan kawasan lindung dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Kawasan yang berfungsi sebagai Kawasan Hutan Konservasi meliputi

Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam, telah ditetapkan lokasinya

sebagai Kawasan Lindung sesuai dengan:

Page 218: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 54

1.) Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan

Lindung; dan

2.) PP Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional

b. Kawasanyang berfungsi sebagai hutan lindung, kriterianya ditentukan

sebagai berikut:

1.) Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah,

dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan

angka-angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 175 atau

lebih. Aturan penilaian kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas

hujan tersebut ditentukan berdasarkan klasifikasi yang dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.3 Aturan Kelas Lereng Lapangan

Kelas Lereng

Kisaran Persen Lereng

Keterangan Nilai

1 0 – 8 Datar 20

2 8 – 15 Landai 40

3 15 – 25 Agak Curam 60

4 25 – 40 Curam 80

5 > 40 Sangat Curam 100 Sumber: SK Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/Um/11/1980

Tabel 5.4

Aturan Kelas Jenis Tanah

Kelas Tanah

Kelompok Jenis Kepekaan Terhadap

Erosi Nilai

1 Alluvial, Tanah Glei, Panasol, Hidromorf Kelabu, Lateria Air Tanah

Tidak peka 15

2 Latosol Agak peka 30

3 Brown Forest Soil, Non Calcic Kurang peka 45

4 Andosol, Lateritic, Gromosol, Podsolik Peka 60

5 Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat peka 75 Sumber: SK Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/Um/11/1980

Tabel 5.5 Aturan Kelas Intensitas Hujan

Kelas Intensitas Hujan

Kisaran Intensitas Hujan (mm/hari hujan)

Keterangan Nilai

1 0 – 1,36 Sangat rendah 10

2 1,36 – 2,07 Rendah 20

3 2,07 – 2,77 Sedang 30

4 2,77 – 3,48 Tinggi 40

5 > 3,48 Sangat Tinggi 50

Sumber: SK Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/Um/11/1980

Page 219: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 55

2.) Masing-masingpeta tematik (kelas lereng, jenis tanah, intensitas

hujan) ditentukan nilai skor per kawasan

3.) Dari masing-masing peta tematik dilakukan proses superimpose

untuk menentukan jumlah nilai skornya. Apabila jumlah nilai

skornya 175 maka kawasan tersebut masuk ke dalam kriteria

kawasan hutan lindung (belum melihat pemanfaatan

eksistingnya).

4.) Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan > 40%, secara

mutlak dimasukkan ke dalam kritera kawasan yang berfungsi

sebagai hutan lindung.

5.) Kawasan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut

2000 m atau lebih secara mutlak dimasukkan ke dalam kriteria

kawasan yang berfungsi sebagai hutan lindung.

6.) Kawasan lain diluar hutan konservasi dan hutan lindung yang

mampu berfungsi sebagai kawasan lindung, baik berupa kawasan

hutan maupun non hutan, ditentukan berdasarkan kawasan yang

mempunyai kriteria jumlah nilai skor (kelas lereng, jenis tanah,

intensitas tanah) lebih besar dari 125. Tata cara menentukan

jumlah nilai (skor) sama dengan penentuan kriteria kawasan yang

berfungsi sebagai hutan lindung.

Kawasan ini dapat terdiri dari kawasan perkebunan, kawasan hutan produksi

terbatas, hutan produksi, kawasan resapan air, kawasan rawan bencana, dan

sebagainya.

3. Analisis Ambang Batas

Adalah pendekatan untuk menentukan kebijaksanaan rencana tata ruang yang

didasarkan ambang batas daya dukung lingkungan. Pendekatan ini bertujuan untuk

menghasilkan kebijaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Pendekatan ambang batas terkait dengan Kesesuaian Ekologi dan Sumber Daya

Alam yang akan diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Daerah Banjir; Perencanaan dan pengolahan daerah-daerah yang rendah

pemanfaatan saluran-saluran alam secara optimal diharapkan mampu

mencegah kemungkinan bahaya banjir.

Page 220: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 56

b. Unit Visual dan Kapasitas Visual; Daerah yang berpotensi memiliki arah

view yang bagus Pemanfaatan daerah-daerah yang berpotensi ini

diperuntukkan untuk pariwisata, permukiman menengah ke atas.

c. Area dengan Visitas Tinggi; Kawasan yang memiliki visibilitas tinggi adalah

kawasan yang memungkinkan untuk terlihat dari berbagai sudut (sebagai

landmark kawasan) dapat difungsikan untuk zona magnet pusat kota.

d. Topografi; Dalam suatu perencanaan perlu diperhatikan bagaimana kondisi

topografi eksisting kawasan tersebut, juga guna lahan dan karakter

wilayahnya.

e. Potensi Angin; Potensi angin dalam perencanaan meliputi arah dan

kekuatan angin untuk mendapatkan udara yang sejuk dan mengurangi

kelembaban.

f. Binatang/Habitat; Mengidentifikasikan adanya habitat liar yang

membahayakan pengembangan area permukiman.

Selain hal-hal tersebut di atas juga perlu diperhatikan kesesuaian/kelayakan

kawasan itu sendiri. Untuk itu yang perlu dipertimbangkan adalah:

a. Keserasaian Penggunaan Energi. Upaya identifikasi kesesuaian fungsi

kawasan/wilayah dengan potensi alam yang dapat menghasilkan energi

yang baik berupa angin, aliran air sungai.

b. Kesesuaian untuk Preservasi. Identifikasi yang disesuaikan dengan konsep

dasar perencanaan kawasan dan kondisi kawasan yang memiliki potensi

untuk di preservasi baik yang buatan maupun alam.

c. Kesesuaian untuk Rekreasi. Pemanfaatan lahan kawasan yang sesuai

untuk dikembangkan sebagai area rekreasi yang mendukung pelayanan

fasilitas umum untuk penghuni sekitar maupun sebagai daya tarik wilayah

seperti danau/telaga, daerah sepanjang sungai, hutan, taman kota dan

bukit.

d. Kesesuaian untuk Hunian. Perencanaan kawasan sebagai daerah hunian,

dengan mempertimbangkan beberapa aspek perencanaan antara lain dari

segi aksesibilitas, kondisi topografi, kestrategisan lokasi, kondisi kontur

tanah, kebisingan dan potensi alam dan buatan.

Page 221: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 57

4. Model Klasifikasi Lahan

Model klasifikasi lahan ini pada dasarnya mengelompokkan lahan berdasarkan

kriteria tertentu. Adapun kriteria yang digunakan yaitu kriteria yang dikeluarkan

oleh USDA (The United Stated of Agricultural) dimana mengelompokkan

kemampuan lahan dalam tingkat kelas lahan menurut kemiringan lereng, yang

hasilnya adalah kemampuan lahan khusus untuk pertanian. Penilaian kemiringan

lereng dilakukan dengan pengelompokkan dari besar sudut lereng, berdasarkan

rentang-rentang yang telah ditentukan. Pengelompokkan lahan ini menghasilkan 5

kelas lahan berdasarkan resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat

bertambah dengan semakin tingginya kelas.

5. Model Overlay (tumpangtindih Peta)

Metodologi ini dipergunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan berdasarkan peta

kemiringan tanah, peta ketinggian, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta curah

hujan dan peta kedalaman efektif tanah. Keseluruhan peta yang memuat informasi

goegrafis tersebut kemudian ditumpang tindihkan sehingga diperoleh informasi

yang lengkap mengenai kondisi lahan di kota/kabupaten setempat. Berdasarkan

kriteria yang ada, informasi yang sudah lengkap tersebut menjadi dasar dalam

pengklasifikasian lahan sesuai dengan peruntukannya.

Gambar 5.5 Skema Proses Overlay (Tumpangtindih Peta)

KETINGGIAN JENIS TANAH HIDROGEOLOGI CURAH HUJANKEDALAMAN

EFEKTIF TANAH

PROSES

OVERLAY

KESESUAIAN LAHAN

KRITERIA

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2012

Page 222: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 58

5.3.2.6. Analisis Kekuatan dan Kelemahan Kawasan (SWOT)

Analisis SWOT (Strengthness, Weakness, Opportunities, Threatness), yaitu suatu analisis

yang bertujuan mengetahui potensi dan kendala yang dimiliki kawasan, sehubungan

dengan kegiatan pengembangan kawasan yang akan dilakukan di masa datang.

SWOT merupakan sebuah metode yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan

kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Langkah pertama yang

dilakukan dalam menggunakan analisis SWOT adalah menelaah lingkup studi yang akan

dianalisis. Dengan kata lain harus diketahui tujuan dari studi tersebut, apakah bertujuan

untuk mendapatkan profit, untuk meningkatkan produksi dan penjualan atau suatu

organisasi didirikan dengan tujuan sebagai pelayanan publik. Dari pengetahuan tujuan

dapat ditentukan dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Dua faktor

tersebut adalah:

1. Faktor internal:

Faktor-faktor yang menentukan kinerja suatu organisasi/lembaga/perusahaan yang

sepenuhnya berada dalam kendali perusahaan. Faktor internal ini dapat

mengidentifikasikan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).

2. Faktor eksternal:

Faktor-faktor yang diluar kendali perusahaan tapi sangat mempengaruhi kinerja

suatu perusahaan. Faktor eksternal dapat mengidentifiaksi peluang (opportunities)

dan ancaman (threats).

Dalam penyusunan perencanaan strategis dengan menggunakan analisis SWOT dilakukan

beberapa langkah:

1. Langkah I

Faktor internal:

a. Identifikasi faktor-faktor yang memberi pengaruh positif disebut sebagai

kekuatan.

Kekuatan (Strengthness) yang dimiliki kawasan, yang dapat memacu dan

mendukung perkembangan kawasan, misalnya kebijaksanaan

pengembangan yang dimiliki, aspek lokasi yang strategis dan lain-lain;

b. Identifikasi faktor-faktor yang memberi pengaruh negatif disebut sebagai

kelemahan.

Page 223: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 59

Kelemahan (Weakness) yang ada, yang dapat menghambat pengembangan

kawasan, baik hambatan fisik kawasan maupun non fisik, misalnya

kemampuan sumberdaya manusia, instansi dan pendanaan pembangunan.

Dengan mengetahui kelemahan ini dapat ditentukan upaya

penanggulangan untuk mengatasi kelemahan tersebut;

Faktor eksternal:

a. Identifiaksi faktor-faktor yang menjadi peluang, yakni faktor yang

memberi pengaruh positif.

b. Peluang (Opportunities) yang dimiliki untuk melakukan pengembangan

kawasan, misalnya ruang terbuka yang masih luas untuk pengembangan

kawasan, minat swasta yang besar untuk membangun karena lokasi dinilai

strategis;

c. Identifikasi faktor-faktor yang menjadi ancaman, yakni faktor yang

memberi pengaruh negatif.

d. Ancaman (Threatness) yang dihadapi, misalnya kompetisi tidak sehat

dalam penanaman investasi, pembangunan suatu kegiatan baru yang dapat

mematikan kelangsungan kegiatan strategis yang telah ada.

2. Langkah II

Setelah semua informasi terkumpul yang berpengaruh terhadap kelangsungan studi,

tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut ke dalam model

matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan

ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan

kelemahan yang dimilikinya.

Dengan demikian diharapkan dalam menganalisis kawasan perencanaan akan

diketahui dengan tepat masalah dan akar permasalahan yang ada, potensi dan

kekuatan yang dapat diberdayakan untuk pembangunan. Di samping itu dapat pula

ditentukan tujuan dan sasaran yang akan dicapai serta membuat metode

pemecahan masalah dan pencapaian tujuan dan sasaran.

Prosedur SWOT adalah sebagai berikut ini, yaitu:

a. Tentukan variabel-variabel yang mempengaruhi, misalnya aspek

kebijaksanaan dan arahan pada penyelanggaraan prasarana dan sarana

b. Pilah-pilah varibel tersebut ke dalam empat kelompok, yaitu kelompok

Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Pada proses ini sangat

dibutuhkan kejelian pengguna dalam mengklasifikasikan variabel tersebut

untuk disesuaikan dengan goals karena sebuah variabel dapat menjadi

Page 224: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 60

ancaman sekaligus sebagai peluang, tergantung dari cara pandang dan

tujuannya.

c. Setiap variabel yang dimasukkan sebagai Kekuatan diberikan label S1, S2,

S3, … dan seterusnya. Demikian juga dengan Kelemahan (label W),

Peluang (label O) dan Ancaman (label T)

d. Kemudian pengguna mencoba mengkombinasikan setiap label, misalnya S1

dengan T1 (kekuatan 1 dengan ancaman 1) dan kemudian secara kualitatif

dianalisis apa dampak dan pengaruhnya terhadap pencapaian. Demikian

juga untuk kombinasi variabel lainnya. Disinilah dibutuhkan kejelian

pengguna untuk mengkombinasikan setiap variabel, mengembangkannya

sesuai tujuan dan merumuskan hasilnya.

Kumpulan kesimpulan tersebut, kemudian dipilah sesuai prioritas dan besarnya

pengaruh, sehingga diperoleh rumusan kesimpulan sebagai masukan pegambilan

keputusan dan kebijakan seperti dalam berikut ini.

Tabel 5.6 Matrik SWOT

Potensi Permasalahan

S W

Peluang Pengembangan

O OS OW

Tantangan Pengembangan

T TS TW

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2012

5.2.4.7. Analisis Biaya Dampak (ABIDA)

Selama ini rencana disusun tanpa memperhatikan kemampuan ekonomi suatu wilayah itu

sendiri sehingga pada tahap pelaksanaan akan membebani wilayah itu sendiri.

Pembangunan menjadi tidak nyaman untuk ditempati atau terlalu mahal dalam

perawatannya. Hal yang diperhatikan dalam pembangunan, termasuk bidang perumahan

dan permukiman adalah aspek fiskal akibat eksternalitas. Dengan ABIDA dapat diketahui

kelayakan fiskal dari perencanaan yang dilakukan terhadap suatu wilayah.

Page 225: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 61

5.3.3. Metode Penyiapan Peta

Untuk keperluan perencanaan akan membutuhkan peta dasar Kabupaten Tolikara berbasis

Citra Satelit. Penyediaan Citra Satelit tersebut diperoleh melalui wahana yang antara lain

Satelit IKONOS yang mengorbit pada ketinggian 681 km di atas permukaan bumi dan

mempunyai dua buah sensor yang dapat mencakup areal seluas 11 km dalam sekali

pemotretan. Dengan kecepatan rotasi mengelilingi bumi sebanyak 14 kali dalam waktu 24

jam, pemotretan akan dapat dilakukan dengan cepat dan akurat.

Gambar 5.6 Spesifikasi dari satelit Ikonos

Band Wavelength Region (µm)

Resolution (m)

1 0.45-0.52 (blue) 4

2 0.52-0.60 (green) 4

3 0.63-0.69 (red) 4

4 0.76-0.90 (near-IR) 4

PAN 0.45-0.90 (PAN) 1

Data dari Ikonos dengan gelombangpanchromatic beresolusi 1 meter sangat berguna untuk

penyusunan rencana tata ruang kawasan.

Tabel 5.7 Produk yang Dihasilkan Oleh Ikonos

Product Type Format Projection Ellipsoid Datum Media

1 metre panchromatic

GeoTIFF UTM WGS 84 CD-ROM

4 metre multispectral

NITF 2.0 State Plane GRS 1980/NAD 83 8 mm tape (Exabyte)

1 metre pan-sharpened

ERDAS.lan Albers Conical Equal Area DAT

BIL Lambert Conformal Conic

BIP

Sun Raster *

* Not available for GEO product

Tahapan penyediaan peta adalah sebagai berikut ini, yaitu:

1. Penyiapan Data Citra Satelit

Berdasarkan kebutuhan kebutuhan data peta untuk pengerjaan Penyusunan

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini dibutuhkan

ketelitian peta hingga skala 1:5.000.

Page 226: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 62

2. Teknik Pengolahan Citra Satelit (Image Proccessing)

Pengolahan citra satelit untuk mendapatkan data atau informasi mengenai

penggunaan lahan yang terbaru dan informasi yang lain seperti jaringan jalan, garis

serta lokasi-lokasi terumbu karang atau zonasi potensi yang dihasilkan dari citra

satelit dilaksanakan dalam beberapa tahap kegiatan yang meliputi:

3. Tahap Pra-Pemrosesan Citra (Image Pre-Processing)

Pada tahap pra-pemrosesan citra satelit ini dilakukan beberapa tahap kegiatan

yaitu:

a. Koreksi Radiometri

Koreksi radiometri dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas

visual citra sekaligus untuk memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai

dengan pantulan atau pancaran spektral obyek yang sebenarnya, sebagai

akibat dari gangguan atmosfer yang berupa hamburan dan serapan yang

menyebabkan perbedaan nilai kecerahan setiap piksel data satelit pada

beberapa saluran. Koreksi radiometri dilakukan dengan cara mengurang-

kan nilai bias suatu saluran terhadap keseluruhan nilai spektral saluran

yang bersangkutan.

b. Koreksi Geometri

Koreksi geometri dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan citra yang

lebih teliti dalam aspek planimetrik. Pada koreksi ini, sistem koordinat

atau proyeksi peta tertentu dijadikan rujukan, sehingga dihasilkan citra

yang mempunyai sistem koordinat dan skala yang seragam. Koreksi

geometri dilakukan dengan cara menyesuaikan posisi citra satelit dengan

posisi sesungguhnya di bumi dengan rujukan peta dasar yang berupa

kenampakan jalan dan sungai (kenampakan-kenampakan fisik alam yang

relatif tidak berubah) sebagai referensi. Kenampakan-kenampakan fisik

alam dan buatan manusia yang mudah dikenali dan relatif tidak berubah

antara lain percabangan-percabangan sungai dan jalan.

c. Klasifikasi

Klasifikasi yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang peng-

gunaan lahan adalah klasifikasi multispektral yang mengguna-kan satu

kriteria yaitu nilai spektral (nilai kecerahan) pada beberapa saluran sekali-

gus dengan didukung oleh data lapangan sehingga dapat menghasilkan

Page 227: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 63

peta tematik yang siap pakai. Dengan asumsi bahwa setiap obyek dimuka

bumi ini dapat dibedakan dengan obyek yang lain berdasarkan nilai

spektralnya, sehingga setiap obyek cenderung memberikan pola respon

spektral yang spesifik. Pengenalan pola spektral merupakan salah satu

bentuk pengenalan pola secara otomatik. Konsep peta penggunaan lahan

dapat disiapkan setelah proses klasifikasi ini berdasarkan klasifikasi

penutup lahan/penggunaan lahan yang telah dilakukan.

Pendekatan dalam memproses data citra, khususnya untuk mengekstraksi

kenampakan permukaan bumi adalah melalui head up digitasi dan

klasifikasi yang tidak terbimbing. Pada klasifikasi yang tidak disupervisi

membutuhkan in-put yang minimal dari analis karena citra diproses

dengan operasi numerical dengan mengelompokkan pixel yang mem-

punyai nilai spectral sama yang dipantulkan oleh kenampakan di bumi

melalui multispektral. Analis dengan menggunakan perangkat keras

komputer dan perangkat lunak pengolahan citra memungkinkan untuk

mengidentifikasi klas penutup lahan dengan nilai tengah dan co-variance

matrix.

Apabila data citra sudah di klasifikasi, analis akan meng-ekstrapolasi nilai

klas yang terpilih secara natural kedalam klas penutup lahan yang

diinginkan.

d. Penentuan Kelas Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan

tertentu. Informasi tentang kegiatan manusia pada lahan tidak selalu

dapat ditafsirkan secara langsung dari penutup lahannya. Oleh karena itu

informasi tambahan untuk melengkapi data penutup lahan yang diperoleh

dari kerja lapangan (field check) sangat diperlukan.

Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan mengacu pada klasifikasi

Kehutanan dengan modifikasi yaitu:

1.) Hutan pasang surut;

2.) Hutan lahan basah (termasuk rawa);

3.) Hutan lahan kering di bawah 1.000 m;

4.) Hutan sub pegunungan, di atas 1.000 – 2.000 m;

5.) Hutan pegunungan, di atas 2.000 m;

6.) Agroforestry dan hutan tanaman;

Page 228: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 64

7.) Lapangan bekas tebang habis;

8.) Semak belukar;

9.) Alang-alang, kering;

10.) Alang-alang, basah;

11.) Perkebunan;

12.) Pertanian;

13.) Lahan gundul;

14.) Air; dan

15.) Permukiman, kota.

4. Tahap Pemrosesan Citra (Image Processing)

Pemrosesan citra yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang penggunaan

lahan khususnya lahan hutan dan lahan non hutan adalah mengikuti kaidah standar

pengolahan citra satelit. yang menggunakan satu kriterium yaitu nilai spektral (nilai

kecerahan) dengan didukung oleh data lapangan sehingga dapat menghasilkan peta

thematik yang siap pakai.

Dengan asumsi bahwa setiap obyek di muka bumi ini dapat dibedakan dengan obyek

yang lain berdasarkan nilai spektral-nya, sehingga setiap obyek cenderung

memberikan pola respon spektral yang spesifik. Pengenalan pola spektral

merupakan salah-satu bentuk pengenalan pola secara otomatik. Konsep peta

penggunaan lahan dapat disiapkan setelah proses klasifikasi ini berdasarkan

klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan yang telah dilakukan.

5. Tahap Cek Lapangan (Field Check)

Cek lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa obyek-obyek yang

meragukan (dari citra satelit) dan untuk membetulkan hasil interpretasi citra

satelit serta untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi di lapangan. Cek

lapangan ini dilakukan secara global yang mencakup sampel-sampel yang diambil

untuk semua wilayah (pilot project) yang terliput pada citra satelit.

6. Tahap Reklasifikasi

Setelah dilakukan cek lapangan terhadap obyek-obyek sampel (baik untuk obyek

yang meragukan dilihat dari citra satelit maupun untuk obyek-obyek yang telah

mengalami perubahan penggunaan lahan) kemudian dilakukan pemetaan

penggunaan lahan yang baru. Peta penggunaan lahan yang dihasilkan

mencerminkan penggunaan lahan eksisting (yang ada sekarang). Setelah selesai

dilakukan interpretasi penggunaan lahan citra digital Landsat 7 ETM+, kemudian

Page 229: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 65

dilakukan tahap re-interpretasi, maka tahap selanjutnya adalah menyiapkan peta

penggunaan lahan.

7. Metoda Pengolahan Peta

Sejalan dengan meningkatnya kemampuan teknologi pengolahan data peta, saat ini

GPS (Global Positioning System) banyak digunakan dalam berbagai aplikasi.

Keunggulan sistem ini dapat dipergunakan hampir dalam segala cuaca, dapat

memberikan data posisi tiga dimensi yang teliti. Untuk memenuhi kebutuhan

perencanaan dalam hal ini kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini, beberapa metode pengolahan data peta berbasis

GPS sebagai berikut:

a. Posisi dan Sistem Koordinat

Posisi suatu titik dapat dinyatakan secara kuantitatifmaupun kualitatif.

Secara kuantitatif posisi suatu titik dinyatakan dengan koordinat, baik

dalam ruang satu, dua, tiga, maupun empat dimensi (1D, 2D, 3D, maupun

4D). Perlu dicatat di sini bahwa koordinat tidak hanya memberikan

deskripsi kuantitatif tentang posisi, tapi juga pergerakan (trayektori)

suatu titik seandainya titik yang bersangkutan bergerak. Untuk menjamin

adanya konsistensi dan standarisasi, perlu ada suatu sistem dalam

menyatakan koordinat. Sistem ini disebut sistemreferensi koordinat, atau

secara singkat sistem koordinat, dan realisasinya umum dinamakan

kerangka referensi koordinat.

b. Metode dalam Menentukan Sistem Referensi Koordinat

Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep,

deskripsi fisis dan geometris, serta standar dan parameter) yang

digunakan dalam pendefinisian koordinat dari suatu atau beberapa titik

dalam ruang. Dalam bidang geodesi dan geomatika, posisi suatu titik

biasanya dinyatakan dengan koordinat (dua-dimensi atau tigadimensi)

yang mengacu pada suatu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat itu

sendiri didefinisikan dengan menspesfikasi tiga parameter berikut, yaitu:

1.) Lokasi titik nol dari sistem koordinat,

2.) Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat, dan

3.) Besaran (kartesian, curvilinear) yang digunakan untuk

mendefiniskan posisi suatu titik dalam sistem koordinat tersebut.

Page 230: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 66

Setiap parameter dari sistem koordinat tersebut dapat dispesifikasikan

lebih lanjut, dan tergantung dari spesifikasi parameter yang digunakan

maka dikenal beberapa jenis sistem koordinat.

Dalam penentuan posisi suatu titik di permukaan bumi, titik nol dari

sistem koordinat yang digunakan dapat berlokasi di titik pusat massa bumi

(sistem koordinat geosentrik), maupun di salah satu titik di permukaan

bumi (sistem koordinat toposentrik). Kedua sistem koordinat diilustrasikan

pada berikut.

Gambar 5.8 Posisi Titik Dalam Sistem Koordinat Geosentrik (Kartesian Dan Geodetik)

Sistem koordinat geosentrik banyak digunakan oleh metode-metode

penentuan posisi ekstra-terestris yang menggunakan satelit dan benda-

benda langit lainnya, baik untuk menentukan posisi titik-titik di

permukaan Bumi maupun posisi satelit. Sedangkan sistem koordinat

toposentrik banyak digunakan oleh metode-metode penentuan posisi

terestris. Dilihat dari orientasi sumbunya, ada sistem koordinat yang

sumbu-sumbunya ikut berotasi dengan bumi (terikat bumi) dan ada yang

tidak (terikat langit). Sistem koordinat yang terikat bumi umumnya

digunakan untuk menyatakan posisi titik-titik yang berada di bumi, dan

sistem yang terikat langit umumnya digunakan untuk menyatakan posisi

titik dan obyek di angkasa, seperti satelit dan benda-benda langit.

Dilihat dari besaran koordinat yang digunakan, posisi suatu titik dalam

sistem koordinat ada yang dinyatakan dengan besaran-besaran jarak

seperti sistem koordinat Kartesian, dan ada yang dengan besaran-besaran

sudut dan jarak seperti sistem pada sistem koordinat ellipsoid atau

geodetik.

Page 231: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 67

Gambar 5.9 Posisi Titik Dalam Sistem Koordinat Toposentrik

c. Model Desktop Cartography

Desktop cartography adalah poses penyajian peta digital menjadi sebuah

peta analog atau hard copy yang representatif dengan dilengkapi simbol-

simbol obyek topografi dan informasi tepi sebagaimana hasil proses

kartografi manual. Pada tahap desktop kartografi dilakukan dengan

bantuan media perangkat lunak yang mempunyai fasilitas desktop

publishing.

d. Metode Konversi Data

Dengan melakukan konversi data dari data format vektor GIS menjadi data

format vektor grafis. Perlu diperhatikan bahwa proses konversi tidak

selalu menjamin file hasil konversi bisa 100% sama dengan aslinya.

Kadang-kadang akan terjadi kesalahan (error) pada waktu proses konversi

tersebut berjalan, sehingga diperlukan suatu pengamatan dan perbaikan

pada file hasil dari konversi tersebut langsung pada monitornya.

e. Metode Penskalaan

Penskalaan dilakukan terhadap data peta hasil konversi, mengingat hasil

konversi belum menghasilkan skala yang tepat.

f. Metode Layer and Style Atributting serta Coloring Table

Layer, Style dan warna merupakan suatu cara dari software desktop

cartography (dalam hal ini software Illustrator) untuk membantu

melaksanakan proses konstruksi peta secara sistematika dan efisien, yang

ditampilkan melalui icon window. Masing-masing window dapat dibuat

item-item tertentu sesuai dengan keinginan dengan merujuk pada

spesifikasinya. Item-item pada window layer, style dan warna tersebut

Page 232: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 68

dinamakan dengan atribut dan masing-masing mempunyai kegunaan dan

fungsi tertentu.

g. Metode Input Data ke dalam Atribut Layer dan Style

Data di dalam file DXF/Vektor grafik hasil digitasi pada umumnya sudah

diatur dengan menggunakan sistim pelayeranya tersendiri. Layer-layer ini

pada proses konversi oleh software desktop kartografi akan ikut diproses

dan langsung dimasukan dalam sistim layer file konversi dengan urutannya

sesuai dengan sebagaimana pembentukan dan penulisan teksnya didalam

file digitasi.

h. Model Editing Peta

Sesuai dengan namanya, pada prinsipnya proses ini menterjemahkan

detail data peta dalam bentuk simbolisasi sesuai kaidah-kaidah

kartografinya dengan mengacu pada spesifikasi.

i. Editing Teks

Editing terhadap teks menuntut suatu pekerjaan yang harus

memperhatikan kaidah-kaidah kartografi untuk penempatan posisi dan

ukuran teks yang benar.

j. Editing Simbol Titik

Pada umumnya ada dua cara editing terhadap simbol titik yaitu:

1.) Apabila telah dibuat pada saat digitasi, biasanya langsung diganti

simbolnya, yang dapat diambil dari simbol yang telah dibuatkan

terlebih dahulu dimaster legendanya,dan ditempatka pada posisi

yang sama, kemudian simbol lama dihapus.

2.) Apabila belum dibuatkan, maka diambil langsung juga dari

master legenda dan ditempatkan pada posisinya dengan bantuan

manuskrip peta.

k. Editing Simbol Garis

Proses editing garis membutuhkan suatu kejelian dan kecermatan, karena

unsur inilah yang paling banyak jumlah detailnya didalam peta seperti

garis kontur, sungai, batas administrasi dan lain-lain.

Page 233: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 69

l. Editing Area/Warna

Suatu area didifinisikan sebagai luasan yang dibentuk atau dibatasi dengan

garis-garis yang tertutup (close area). Suatu area seringkali dibuat dengan

bantuan dari berbagai detail garis, seperti suatu area sawah dibentuk dari

garis deleniasi landuse, jalan dan sungai.

Dalam melaksanakan editing area dituntut untuk memahami batasan garis-

garis yang akan membentuk suatu area yang tertutup (close area). Pada

umumnya data awal yang belum dibentuk dalam peta/manuskrip maupun

digitalnya, suatu area akan disimbolkan dengan menggunakan kode teks.

Kendala yang sering terjadi adalah dalam mencari batasan-batasan

areanya. Oleh karena itu, unsur logika pengetahuan geografi untuk suatu

batasan area diperlukan untuk memanipulasi batasan garisnya atau

dibuatkan guide warnanya atau ploting peta hasil digitasi.

m. Model Checkplot

Proses checkplot dilakukan untuk mengatasi kesalahan-kesalahan dan

kekurangan-kekurangan pada peta hasil editing yang mungkin terjadi.

Pada dasarnya, proses koreksi dapat dilaksanakan langsung dimonitor,

namun suatu hal yang harus menjadi pegangan bahwa proses tersebut

mempunyai suatu kelemahan yang susah untuk dihindari, yaitu

keterbatasan luas sudut pandang penglihatan dimonitor. Keterbatasan ini

menjadi kendala apabila ingin melihat peta dalam bentuk satu kesatuan

yang utuh, agar dapat melihat komposisi peta secara keseluruhan.

n. Model Anotasi dan Pencetakan Draft

Anotasi dan pembuatan legenda dilakukan dengan memperhatikan

kaedah-kaedah pemetaan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No.

10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta dalam Penataan Ruang. Anotasi

tersebut tidak hanya dituangkan secara baik dalam bentuk cetak saja,

namun juga dalam format file digital yangmenjadi keluarannya.

Page 234: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 70

Gambar 5.10 Contoh Penulisan Peta Berdasarkan PP.10/2000

Untuk meminimasi kesalahan muatan maupun kaedah pemetaannya, keterlibatan

Tim Teknis Departemen PU pada tahap ini akan sangat dibutuhkan, terutama dalam

melakukan supervisi pekerjaan, memberi masukan-masukan serta persetujuan

terhadap draft yang telah dikeluarkan. Karenanya, hasil pencetakan draft

selanjutnya akan didiskusikan dengan Tim Teknis dengan mengundang pula instansi

sektoral yang terkait dengan proses pemetaan tersebut.

8. Teknik Superimposed (Seive Map Analysis)

Analisis ini digunakan untuk menentukan daerah yang paling baik untuk

pengembangan kegiatan tertentu. Faktor penentunya adalah semua aspek fisik

lingkungan dari daerah perencanaan. Prinsipnya yang digunakan dalam analisis ini

adalah untuk memperoleh lahan yang sesuai dengan kebutuhan perencanaan

(kesesuaian lahan). Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah superimposed

(tumpang tindih) dari berbagai keadaan dari daerah perencanaan. Penilaian

dilakukan atas dasar metode pembobotan dari penilaian skor (weightingad scoring).

Pendekatan proses permodelan pekerjaan ini, salah satu tekniknya menggunakan

perangkat komputer melalui program GIS (Geographic Information System) atau

biasa dikenal dengan nama SIG (Sistem Informasi Geografis ). Substansi materi GIS

yang akan mengawali pekerjaan ini merupakan salah satu bentuk system informasi

yang mengelola data dan menghasilkan informasi yang beraspek spasial,

bergeoferensi dan berbasisi komputer dengan kemampuan memasukan, menyusun,

memanipulasi dan menganalisa data serta menampilkan sebagai suatu informasi.

Setiap feature (titik, garis dan polygon) disimpan dalam angka koordinat X, Y dan

untuk konsep layernya disimpan dalam bentuk coverage. Secara umum dijelaskan

sebagai berikut: Setiap layer pada GIS dalam bentuk coverage terdiri dari feature

geografi yang dihubungkan secara topologi dan berkaitan dengan data atribut,

sebagaimana dapat terlihat pada gambar berikut:

Page 235: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 71

Gambar 5.11 Permodelan Dunia Nyata dalam Data Spasial GIS

Sumber: Prawiranegara,M .2006. Aplikasi Analisis Sistem Informasi Geografis pada Penyusunan Tipologi Kawasan dalam Penataan Ruang Kota(Studi Kasus: Kota Bandung). Tugas Akhir Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota ,SAPPK ITB

5.3.4. Metode Diskusi Kelompok Terarah (FGD)

Diskusi Kelompok Terarah atau Focus Group Disscussion (FGD) menjadi pilihan yang efektif

dalam pendekatan pemangku kepentingan pekerjaan ini karena memiliki kemampuan

untuk menggali topik/tema secara mendalam mengenai alasan, motivasi atau argumentasi

dari seseorang.

FGD secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara

sistematis dan terarah atas suatu isu atau masalah tertentu. Meski sebuah diskusi, FGD

tidaklah sama dengan pembicaraan beberapa orang di kedai kopi. FGD bukan kumpul-

kumpul beberapa orang untuk membicarakan suatu hal. Meski terlihat sederhana,

menyelenggarakan suatu FGD butuh kemampuan dan keahlian. Ada prosedur dan standar

tertentu yang harus diikuti agar hasilnya benar dan sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai.

Metode ini sangat diperlukan guna menampung dan memperoleh aspirasi serta pendapat

pemangku kepentingan yang terkait dengan dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

(RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini. FGDadalah salah satu metode penjaringan aspirasi

stakeholder yang cukup efektif dan relatif mudah dan tidak memerlukan biaya yang terlalu

tinggi untuk dilaksanakan. Berikut rambu-rambu dalam melaksanakan FGD:

1. Pokok-pokok bahasan, perlu dirancang dengan seksama agar pertemuan dapat

memperoleh hasil sesuai dengan apa yang diharapkan;

Dunia nyata

Integrasi informasi spasial dan

non-spasial (atribut)

Model data vektor:

Titik, garis, poligon Hasil dari digitasi, vektorisasi

Model data raster:

Pixels Foto udara, scanned image,

citra satelit

Layer data

Dunia nyata

Page 236: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 72

2. Pemilihan peserta, utamanya individu-individu yang mewakili konsumen dan

masyarakat umum;

3. Harus dijaga agar terjadi komunikasi dua arah;

4. Moderator, harus menguasai materi dan mempunyai kepribadian yang kuat, netral

dan adil, sehingga semua peserta mempunyai kesempatan untuk bertanya dan

menggunakan pendapatnya, sehingga mampu mengarahkan jalannya diskusi;

5. Moderator hendaknya tidak memasukkan opini-opini pribadinya dalam merumuskan

simpulan hasil diskusi. Kelemahan metode ini ialah, tidak semua peserta

memahami materi yang dibahas dan mampu mengartikulasikan pendapatnya

dengan baik, serta sikap sementara peserta yang terlalu dominan dan ingin

menguasai pembicaraan, baik yang disebabkan oleh karakter, ketokohan atau

jabatan formalnya di pemerintahan atau lembaga-lembaga lainnya;

6. Metode FGD memerlukan TOR tertulis sebagai panduan pelaksanaan, yang

mencakup latar belakang dan tujuan, waktu dan tempat, para peserta, agenda

pertemuan dan anggaran biaya pelaksanaan; dan

7. Pelaksanaan FGD dianjurkan melibatkan jumlah peserta yang tidak lebih dari 20

orang atau idealnya 8-12 orang.

Langkah-langkah pelaksanaan FGD adalah sebagai berikut:

1. Fasilitator menyiapkan diri dengan pengetahuan tentang kondisi wilayah, minimal

dari data sekunder atau hasil pengkajian substansial, serta menentukan target FGD

yang hendak dicapai berkaitan dengan sinkronisasi program menurut peserta.

2. Fasilitator menciptakan suasana yang nyaman bagi semua peserta untuk berdiskusi,

bertegur sapa dan berkomunikasi dengan semua peserta.

3. Fasilitator atau moderator meminta kesepakatan dari peserta tentang topik yang

akan dibahas (karena topik termasuk hal yang sensitif).

4. Mederator meminta peserta untuk menceritakan tentang konsep acuan program

pengembangan Kabupaten Tolikara berbasis spasial dan memberikan kesemapatan

yang sama kepada semua peserta. Sebagai moderator, fasilitator mengatur

jalannya diskusi agar peserta tidak saling berebut bicara.

5. Selanjutnya, moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban dari peserta.

6. Moderator memberikan pertanyaan kunci berikutnya dengan berdasarkan pada

jawaban peserta, bagaimana program prioritas berbasiskan spasial menurut

pendapat peserta.

7. Moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban peserta.

8. Pertanyaan kunci selanjutnya, bagiamana kriteria prioritas menurut pendapat

peserta.

Page 237: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 5 Pendekatan dan Metodologi | 73

9. Moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban peserta.

10. Moderator mengajukan pertanyaan kunci, dimana lokasi yang prioritas menurut

pendapat peserta.

11. Moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban peserta.

Page 238: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 6 Rencana Kerja dan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan| 1

6.1. RENCANA KERJA

Rencana pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini diuraikan berdasarkan tahapan kerja yang diusulkan,

yaitu tahap pendahuluan, tahap pengumpulan data, tahap fakta dan analisis, tahap

rencana, dan tahap finalisasi.

6.1.1. Tahap Pendahuluan

Tahap persiapan merupakan awalan dari pelaksanaan kegiatan. Tahap ini berfokus

pada pemantapan rencana pelaksanaan kerja dan metoda pelaksanaan pekerjaan

yang riil akan dilaksanakan.

1. Kegiatan awal dari tahap pendahuluan dimulai dengan persiapan dasar yang

dilakukan adalah berupa penajaman output, lingkup, metodologi, jadwal

pekerjaan dan penyamaan persepsi dari tim konsultan. Kegiatan ini

dilaksanakan selama dua minggu, dari minggu pertama hingga minggu

kedua;

2. Pararel dengan kegiatan persiapan dasar, akan dilakukan pula Perumusan

Hipotesa melalui kajian literatur dan review UU 26/2007, PERPRES 54 tahun

2008, RTRW Kabupaten Tolikara, kajian kebijakan sektoral (industri,

infrastruktur) pada tingkat Kota. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua

minggu, dari minggu kedua hingga minggu ketiga;

3. Sementara itu tim peta berdasarkan arahan team leader melakukan

identifikasi sumber dan ketersediaan peta, untuk kemudian ditindaklanjuti

dengan penyiapan peta dasar dan peta orientasi. Kegiatan identifikasi

dimulai di awal pekerjaan hingga minggu kedua, sementara kegiatan

penyiapan peta dilakukan selama tiga minggu dari minggu kedua hingga

minggu keempat;

4. Pada minggu ketiga, di akhir tahap ini akan disusun desain survai

berdasarkan input dari hasil inventarisir kebutuhan data dan perumusan

hipotesa; dan

5. Berdasarkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya, maka

dilakukan penyusunan Laporan Pendahuluan, seminar Laporan Pendahuluan

dan Konsultasi Publik melalui focus group discussion (FGD) terutama

berkaitan dengan deliniasi kawasan perkotaan yang akan dikembangkan.

Kegiatan ini dilaksanakan dari minggu ketiga hingga minggu keempat.

Page 239: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 6 Rencana Kerja dan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan| 2

6.1.2. Tahap Pengumpulan Data dan Fakta

Tahap pengumpulan data dan fakta merupakan lanjutan dari kegiatan pada tahap

pendahuluan, di mana berdasarkan hasil identifikasi ketersediaan data/peta serta

desain survei yang telah dilakukan sebelumnya, maka akan dilaksanakan

pengumpulan data dan fakta. Kegiatan pengumpulan data dan fakta dilakukan secara

bertahap, yaitu:

1. Tahap pelaksanaan pengumpulan data dan fakta

Pengumpulan data dan fakta dilakukan baik dengan survei sekunder

maupun survei instansional. Kegiatan pada tahap ini dilaksanakan selama

tiga minggu dari minggu kelima hingga minggu ketujuh

2. Tahap elaborasi data dan fakta

Elaborasi data dan fakta sangat penting dilakukan untuk memudahkan

kegiatan analisis nantinya. Setiap data dan fakta yang ada disusun ke dalam

tabel dan matrik. Beberapa data dasar yang saling terkait, dikompilasi

menjadi satu bagian. Kegiatan pada tahap ini dilaksanakan selama dua

minggu dari minggu ketujuh hingga minggu kedelapan

6.1.3. Tahap Analisis

Tahap berikutnya dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah tahap analisis. Tahap

analisis ini membutuhkan total waktu dua bulan, dengan beberapa bagian analsisi,

yaitu:

1. Review RTRW Kabupaten Tolikara

Kegiatan review dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan kebijakan,

faktor eksternal dan internal kawasan serta simpangan pelaksanaan

penataan ruang pada Review RTRW Kabupaten Tolikara, yang berpengaruh

terhadap penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini. Kegiatan review

ini dilakukan dari minggu ketujuh hingga minggu kedelapan

2. Analisis, dan Pengolahan Data dan Fakta

Kegiatan analisis dan pengolahan data dan fakta dimulai dengan

mengidentifikasi kondisi eksisting kawasan rencana dan secara bertahap

menganalisis daya tampung dan daya dukung kawasan, struktur ruang,

peruntukan blok rencana, prasarana transportasi, fasilitas umum dan

Page 240: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 6 Rencana Kerja dan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan| 3

utilitas umum, amplop ruang dan membuat peta analisis. Kegiatan analisis

lanjutan ini dilakukan dari minggu kesembilan hingga minggu keduabelas.

Seluruh hasil analisis kemudian akan dibawa ke dalam Focuss Group

Discussion (FGD), untuk mendapatkan masukan-masukan dari masyarakat

terhadap hasil analisis sebagai bagian dari validasi hasil analisis.

3. Dari hasil pengumpulan data dan analisis yang disebut sebagai Laporan

Fakta Analisis, pada tahap akhirnya akan melakukan seminar Laporan Fakta

dan konsultasi publik melalui FGD terutama berkaitan dengan hasil

rancangan awal struktur dan pola ruang kawasan perkotaan Bokondini.

Kegiatan ini dilakukan sekitar minggu ketigabelas dan keempatbelas.

6.1.4. Tahap Rencana

Tahap rencana merupakan tahapan lanjutan dari kegiatan analisis data dan fakta.

Hasil analisis menjadi acuan dalam menyusun rencana. Tahap rencana terdiri dari

beberapa kegiatan yang dilakukan secara paralel.

1. Kegiatan awal dalam tahap rencana ini adalah merumuskan konsep

pengembangan yang akan dijadikan acuan dalam penyusunan rencana.

Kosep pengembangan yang disusun sebaiknya terdiri dari beberapa

alternatif dengan keunggulan dan kelemahan di masing-masing konsep. Dari

alternatif tersebut, maka dipilih alternatif konsep yang sesuai dengan

karakteristik kawasan dan hasil konsultasi publik yang dilakukan pada tahap

fakta dan anlisis. Perumusan konsep pengembangan dilakukan pada minggu

keempatbelas.

2. Setelah dipilih konsep pengembangan, maka dilakukan penyusunan rencana,

dengan menggunakan hasil analisis. Proses penyusunan rencana dimulai dari

rencana struktur ruang, pola ruang hingga ketentuan pengendalian

pemanfaatan ruang (termasuk di dalamnya aturan zonasi), serta

penyusunan legal drafting berupa Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda).

Penyusunan rencana ini dilakukan dari minggu keempatbelas hingga minggu

kelimabelas

3. Dari hasil seluruh rencana yang disebut sebagai Draf Laporan Akhir, pada

akhirnya kemudian dibawakan dalam Konsultasi Publik atau Focus Group

Discussion (FGD), untuk mendapatkan masukan-masukan dari masyarakat

terhadap hasil rencana, khususnya terkait dengan struktur ruang,

Page 241: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 6 Rencana Kerja dan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan| 4

peruntukan blok dan aturan zonasi. FGD ini dapat dilakukan antara minggu

kelimabelas hingga minggu keenambelas.

6.1.5. Tahap Finalisasi

Tahap ini merupakan proses akhir dan penyempurnaan dari serangkaian kegiatan yang

telah dilaksanakan pada tahap-tahap sebelumnya. Fokus kegiatan pada tahap ini

adalah lebih pada penyempurnaan hasil-hasil yang telah disepakati pada pelaksanaan

seminar. Kegiatan pada tahap ini lebih banyak dilakukan di studio yaitu berupa

penyusunan materi final dari RDTR Kawasan, dan juga dilengkapi dengan Album Peta,

Ringkasan Eksekutif, CD data dan multi media. Rencananya tahap ini dilaksanakan

dari minggu keenambelas hingga minggu keduapuluhempat.

6.2. JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN

Berdasarkan lingkup kegiatan yang telah dijabarkan secara detail dan menyeluruh

pada bab terdahulu, pada bagian ini akan dijabarkan tahapan kegiatan secara berurut

dalam jadwal pelaksanaan pekerjaan sesuai jangka waktu pelaksanaan pekerjaan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawsan Perkotaan Bokondini dengan

yaitu 7 (tujuh) bulan kalender sebagaimana telah ditetapkan dalam Kerangka acuan

Kerja maupun Rapat Penjelasan Dokumen Penawaran. Secara rinci Jadwal

Pelaksanaan Pekerjaan dapat dilihat pada tabel 6.1. berikut ini.

Page 242: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 6 Rencana Kerja dan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan| 5

Tabel 6.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini

(Tabel excel)

Page 243: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 6 Rencana Kerja dan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan| 6

Page 244: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 1

8.1. KONSEP PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN

Gambaran umum tentang pembangunan berkelanjutan yang dibahas adalah: (i)

definisi dan pengertian, (ii) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, dan (iii)

lingkup pembangunan berkelanjutan.

8.2.1. Definisi dan Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation

Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations

Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and

Natural Resources (IUCN) dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada

1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan

lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan alas

penanganan lingkungan selama ini.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development dipopulerkan

melalui laporan WCED berjudul “Our Common Future” (Hari Depan Kita Bersama)

yang diterbitkan pada 1987. Laporan itu mendefinisikan Pembangunan Berkelanjutan

sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi

kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Di dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan penting, yaitu:

1. Gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial, kaum miskin sedunia

yang harus diberi prioritas utama; dan

2. Gagasan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan

organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi

kebututuhan kini dan hari depan.

8.2.2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus dituangkan dalam gagasan

keberlanjutan di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Ada 4

(empat) syarat yang harus dipenuhi bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan,

yaitu:

1. Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi yang

secara ekologis, benar;

Page 245: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 2

2. Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh

melebihi potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumberdaya

tak-terbarukan (non-renewable resources);

3. Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi

kapasitas asimilasi pencemaran;

4. Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung

lingkungan (carrying capacity).

8.2.3. Lingkup dan Komponen Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih

luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup 3 (tiga) lingkup kebijakan,

yaitu:

1. Pembangunan ekonomi,

2. Pembangunan sosial

3. Perlindungan lingkungan.

Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut

ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi

pembangunan berkelanjutan seperti yang tergambar pada skema berikut ini.

Gambar 8. 1 Skema Pembangunan Berkelanjutan

Sumber: www.wikipedia.com

Page 246: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 3

Berdasar dari skema di atas, maka dalam Deklarasi Universal Keberagaman Budaya

(2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan

bahwa:

1. Keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya

keragaman hayati bagi alam;

2. Pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun

juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral,

dan spiritual; dan

3. Keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan

pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan bisa dijabarkan lagi dalam beberapa komponen yang

akan saling mendukung dengan good governance, yaitu:

1. Sumber daya manusia (human resources);

2. Sumber daya sosial (social resources);

3. Sumber daya alam (natural resources);

4. Sumber daya fisik (physical resources); dan

5. Sumber daya finansial (financial resources).

Gambar 8. 2 Komponen Pembangunan Berkelanjutan dan Ketatapemerintahan yang Baik

Sumber: Olahan Konsultan, 2012

Page 247: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 4

8.2.4. Pembangunan Berbasis Kelanjutan Ekologi

Keberlanjutan Ekologi tidak bisa dilepaskan dengan pemahaman Pembangunan

Berkelanjutan (Keraf, 2002); di mana:

1. Pembangunan Berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang

memfokuskan pada aspek pembangunan ekonomi sekaligus memberikan

perhatian secara proposional pada aspek pembangunan sosial dan aspek

lingkungan hidup; dan

2. Keberlanjutan Ekologi adalah suatu proses pembangunan yang memfokuskan

pada kelestarian lingkungan, dengan tetap menjamin kualitas kehidupan

ekonomi dan sosial budaya masyarakat.

Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief (2005) menyatakan bahwa secara spesifik

keberlanjutan ekologi melihat ekologi menjadi bagian utama dari keseimbangan

pembangunan yang didukung oleh aspek sosial dan ekonomi. Kekayaan alam dapat

dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas kehidupan; namun di sisi lain, alam harus

dijaga keseimbangannya. Manusia tidak lagi terjebak dengan kata “pembangunan”

yang diartikan salah oleh pelaku pembangunan; di mana pemahaman pertumbuhan

ekonomi tidak lebih dari pertumbuhan produksi yang berakibat ekploitasi sumber

daya alam dengan dalih pertumbuhan ekonomi (atau produksi) tersebut.

Pembangunan tidak lagi dominan bermakna eksploitasi alam demi untuk pemenuhan

tuntutan pertumbuhan ekonomi semata, namun juga bersamaan dengan

pertumbuhan nilai-nilai ekologi dan sosial. Pada prinsipnya, apabila Pembangunan

Berkelanjutan dan Keberlanjutan Ekologi dapat dilaksanakan secara konsekuen, maka

kedua istilah tersebut mempunyai tujuan yang sama.

Salah satu bentuk keberlanjutan ekologi adalah: regenerative-environment yang

pada prinsipnya adalah membangun komunitas yang mendorong terjadinya pola aliran

siklus (cyclical flows) atas sumber daya, pusat konsumsi dan bahan-bahan buangan

agar tidak hanya mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan tetapi

membangun relasi-keseimbangan antara manusia dengan lingkungan dengan cara:

1. Reduce (mengurangi) dapat berarti mengurangi jumlah sumber daya yang

digunakan dari bumi dan residu aktivitas yang dibuang ke bumi, sehingga

beban bumi dalam menetralkannya berkurang;

2. Reuse (mengolah kembali) berarti menggunakan kembali dari pada dibuang

dan menjadi beban bumi untuk mengelolanya; dan

3. Recycle (mendaur ulang) berarti mendaur ulang residu menjadi sesuatu

yang baru dan nilai manfaatnya bertambah.

Page 248: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 5

Pembuangan ke laut, tanah, dan udara menjadi pilihan terakhir setelah ketiga prinsip

tersebut diaplikasikan.

Skema sederhana mengenai regenerative-environment bisa terlihat pada gambar

berikut ini.

Gambar 8. 3 Skema Regenerative Environment

Sumber: Studi Ecocity Calang-BRR, 2007

8.2.5. Perencanaan Berbasis Bioregion

Bioregion dipahami sebagai region, kawasan atau wilayah yang disusun atas satuan-

satuan ekologis. Dan Williams dan Chris Jackson (dalam Donald Watson, 2003)

menyatakan secara umum bahwa bioregion terbagi atas 3 (tiga) elemen atau satuan

ekologis seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.

HUTAN BUKIT

AREA TRANSISI AREA TRANSISI

PANTAI WETLAND

HUNIAN LAHAN PRODUKSI

PENGOLAHAN

LIMBAH

PENGOLAHAN

LIMBAH

REDUCE

REUSE

RECLYCLE RECLYCLE

REUSE

REDUCE

PANTAI WETLAND HUNIAN LAHAN PRODUKSI HUTAN BUKIT

AREA TRANSISI

AREA TRANSISI

KONSERVASI HUTAN, BUKIT

DAN SUMBER MATA AIR

PENGELOLAAN KOTA

RAMAH LINGKUNGAN

KONSERVASI PANTAI

DAN WETLAND

Page 249: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 6

Tabel 8.1 Elemen Bioregion

Elemen-Elemen Bioregion

Urban Agrikultural Natural

Residensial Komersial Industri: produksi pertambangan Infrastruktur: transportasi (tanah, air,

udara) suplai dan utilitas air layanan dan

pengembangan

tampungan pengembangan energi Politik, Legal dan Ekonomi: aturan zoning batasan lokal dan propinsi

Tanaman produksi: tanaman produksi top-soil irigasi Stok-pangan: lahan pangan Hutan Hortikultur

Biomassa Habitat Binatang: setempat (natives) eksotis rute migrasi Habitat Tanaman: setempat (natives) eksotis Fitur Air: wetland sungai dan danau

Fitur Tanah: gunung lembah

Sumber: Donald Watson, 2003

Donald Watson (2003) menyatakan bahwa bioregionalism atau perencanaan berbasis

bioregion merupakan pendekatan untuk merencanakan tempat-tempat dan

infrastruktur kota dalam konteks lingkungan dari region yang diperjelas dengan

bentukan tanah, vegetasi dan sumber air, keterkaitan dengan spesies, klimat dan

sumber daya yang ada. Konservasi sumber daya alami, pembuatan zona vegetasi dan

pemulihan buangan limbah merupakan strategi penting dalam perencanaan berbasis

bioregion yang mendorong keseimbangan kebutuhan manusia dengan daya dukung

dari lingkungan alami dan kultural. Daya dukung lingkungan (carrying capacity)

dipahami sebagai kemampuan alami dari lingkungan atau ekosistem untuk

melanjutkan kehidupan dan pertumbuhan. Daya dukung lingkungan tidak bisa

dilepaskan dengan aturan ekologi yang mengatur seluruh kehidupan spesies pada

habitatnya, yaitu: Hukum Homeostatik. Hukum Homeostatik menyatakan bahwa

jumlah spesies pada suatu habitat sangat tergantung pada daya dukung lingkungan

yang dimiliki. Bila jumlah spesies melebihi daya dukung lingkungan, maka secara

alami akan mengalami keseimbangan dalam bentuk penurunan jumlah.

Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

menjelaskan bahwa pemahaman mengenai daya dukung dukung lingkungan hidup dan

pelestariannya, serta daya tampung lingkungan hidup dan pelestariannya adalah

sebagai berikut:

1. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;

Page 250: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 7

2. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk

melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan

dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap

mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;

3. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau

dimasukkan ke dalamnya; dan

4. Pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk

melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,

dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;

Secara prinsip, pembangunan kota tidak bisa dilepaskan dengan konteks lingkungan

hidup atau sumber daya alami yang ada di sekitarnya. Perencanaan keruangan yang

mendorong terjadinya integrasi dari pembangunan kota dengan sumber daya alami

(Donald Watson, 2003) meliputi:

1. Perilaku alami dalam ekosistem (natural behavior within ecosystem).

Sebuah pemahaman dasar akan tata kelakuan natural dari suatu ekosistem

dibutuhkan sebelum merancang fasilitas-fasilitas yang berfungsi di

dalamnya, dibentuk oleh inventaris sumber daya yang ada sebelum

merancang suatu proyek;

2. Keterkaitan antar ekosistem (links between ecosystems). Terdapat

keterkaitan antar ekosistem yang mungkin saja terpisah secara geografis,

yaitu, antara hutan pegunungan dan kawasan sekitar sempadan sungai.

Perubahan dalam satu ekosistem dapat berakibat pada ekosistem yang lain;

3. Fragmentasi habitat (fragmentation of habitats). Baik disebabkan oleh

konstruksi suatu fasilitas tertentu atau karena keputusan tata guna lahan

atas suatu ekosistem, fragmentasi habitat menyebabkan hilangnya

keragaman biologis dan harus di minimalkan, dan di manapun yang

dimungkinkan, dikembalikan dengan pengaturan kembali preservasi dan

koridor lingkungan hidup;

4. Tuntutan manusia pada ekosistem (human demands on ecosystems).

Tuntutan manusia akan penggunaan suatu ekosistem bersifat kumulatif.

Usulan baru harus memperhitungkan penggunaan sumber-sumber daya

sebelumnya sehingga akibat dari aktivitas yang lalu, pembangunan yang

diusulkan, dan masa depan yang diantisipasi tidak melebihi kapabilitas

ekosistem. Besaran dan jenis dari pembangunan potensial apapun

Page 251: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 8

sebaiknya ditentukan oleh kapabilitas dan ketahanan ekosistem dan bukan

oleh kapasitas fisik dari tapak;

5. Batasan perubahan yang dapat diterima (acceptable limits of change).

Perubahan dalam suatu sistem memang tidak dapat dihindari, namun

batasan-batasan dari perubahan lingkungan yang dapat diterima – sering

disebut kapasitas bawaan – harus ditetapkan sebelum pembangunan

dimulai. Perubahan yang dapat diterima tidak boleh mendekati batas

tertinggi dari kapasitas karena peristiwa yang tidak dapat diperkirakan

seperti kemarau/kekeringan dan badai dapat terjadi sampai melebihi batas

tersebut dan menyebabkan rusaknya seluruh sistem; dan

6. Monitoring ekosistem (ecosystem monitoring). Akibat-akibat dari sumber-

sumber daya di sekitar fasilitas pembangunan dan operasi harus dimonitor

dan dievaluasi secara rutin, dan diambil tindakan sesegera mungkin untuk

mengatasi persoalan.

Prinsip dasar dari perencanaan berbasis bioregion yang tercermin dalam “Valdez

Principles for Site Design”, yaitu:

1. Pengenalan atas konteks (regcognition of context);

2. Perlakukan lansekap secara saling ketergantungan dan saling berkaitan

(treatment of landscape as interdependent);

3. Integrasi lansekap setempat dalam pembangunan (integration of the native

landscape with development);

4. Promosi keberagaman hayati (promotion of biodiversity);

5. Penggunaan kembali area yang sudah rusak (reuse of already disturbed

areas);

6. Mendorong kebiasaan memperbaharui (making a habit of restoration).

8.2.6. Konsep Ecocity

Istilah ecocity berasal dari kata dasar ecology(-cal) dan city; atau kota yang

berwawasan lingkungan. Beberapa kalangan menyatakan bahwa istilah ecocity

berawal dari munculnya terminologi ecopolis dalam sebuah artikel ilmiah yang ditulis

oleh arsitek Paul F Downton pada tahun 1991; di mana polis di sini dipahami sebagai

a city state. Pada saat yang bersamaan dikenal pula istilah ecovillage yang menjadi

trend baru di banyak negara dengan salah satu pengusung pendekatan ecovillage

adalah Roger Gilman.

Page 252: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 9

Ecopolis, ecocity atau pun ecovillage mempunyai satu kesamaan yang mendasar;

yaitu menempatkan ekologi sebagai isu utama dari sebuah perubahan yang

berpengaruh pada kehidupan manusia yang lebih baik dan berkesinambungan.

Pemahaman ecology di sini adalah interaksi antara organisme hidup dengan

lingkungan (di mana tempat organisme itu berada). Perbedaan antara ecopolis,

ecocity dan ecovillage adalah pada skala-besaran keruangan dan manusianya; di

mana ecovillage berada pada cakupan desa atau kumpulan dari unit-unit hunian;

ecocity berada pada skala kota atau kumpulan dari desa-desa; sedang ecopolis adalah

kumpulan dari kota-kota. Kumpulan dari unit hunian, desa atau pun kota ini tidak

hanya sekedar saling berdekatan, tetapi mempunyai keterkaitan dan sinergitas untuk

membentuk tatanan kehidupan yang lebih tinggi dan lebih baik.

Terminologi ecocity sampai sejauh ini telah digunakan utamanya oleh gerakan yang

bertujuan untuk mewujudkan solusi baru masalah perkotaan yang konsisten sebagai

alternatif dari perkembangan yang berlangsung. Perintis yang menyebarluaskan

gagasan ecocity ialah Ecocity Builders di Amerika Serikat yang memberikan dedikasi

untuk membentuk kota dan desa untuk kesejahteraan manusia dan sistem natural

dalam jangka panjang dengan menyelenggarakan serangkaian Konferensi Ecocity

International. Ecocity Builders dan organisasi sejenis menggambarkan sebuah ecocity

melalui sejumlah prinsip-prinsip, seperti dalam Deklarasi Konferensi Ecocity V di

Shenzhen, Cina (Agustus 2002). Salah satu dari doktrin utama adalah membangun

kota untuk manusia dan bukan untuk mobil. Contoh lebih jauh, di Jerman, adalah

Forderverein Okostrat e.V. yaitu mencoba untuk menemukan tapak untuk ecocity di

luar Berlin.

Pendekatan proyek ecocity adalah sebuah langkah dengan cara menggabungkan teori

dan praktek, termasuk di antaranya perkembangan sebuah visi dan perencanaan

model permukiman yang nyata. Untuk proyek ini, sebuah ecocity didefiniskan sebagai

sebuah visi dari kota yang layak huni dan berkelanjutan untuk diterapkan dalam unit

permukiman yang lebih kecil, misalnya: model area sebagai contoh dari komunitas

secara keseluruhan. Dalam proyek ecocity, sebuah area kota didefinisikan sebagai

bagian dari sebuah kota dengan batas-batas fungsi dan ruang yang dapat

diidentifikasikan dan percampuran berbagai fungsi dalam skala yang kecil; di mana

area kota biasanya tersusun atas lebih dari satu area-permukiman.

Gagasan dasar dari ecocity merupakan suatu gagasan baru untuk meraih kehidupan

kota yang keberlanjutan. Ecocity adalah salah satu usaha untuk mengurangi

Page 253: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 10

kerusakan yang berkelanjutan akibat dari perubahan panas dan iklim global. Prinsip

dasar dari ecocity adalah kota direncanakan dan dibangun dengan:

1. Mempertahankan (dan bahkan meningkatkan) sumber daya alam sebagai

bagian elemen penting dan utama dari kota;

2. Mengurangi penggunaan material dan energi dalam daur-hidup kota yang

tercerminkan dalam perencanaan tata ruang; dan

3. Mempengaruhi perilaku komunitas untuk menjadikan lingkungan sebagai

bagian dari elemen kota; dan juga sebaliknya, menjadikan kota sebagai

bagian dari elemen lingkungan.

Roger Gilman (1991) menyatakan bahwa ecocity terbentuk dari kumpulan ecovillage

dalam cakupan komunitas yang berkelanjutan; di mana gagasan ecovillage yang lebih

menekankan keberlanjutan komunitas dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi yang

ditujukan untuk populasi sekitar 50-150 orang penduduk; di mana besaran populasi

tersebut mengacu pada besaran maksimum jejaring sosial atau social network. Pada

besaran populasi sampai di atas 2.000 orang penduduk bisa dimungkinkan terbentuk

jejaring yang disebut sebagai ecomunicipalities atau sub-komunitas untuk

menciptakan model ecocity dengan jejaring sosial yang lebih besar.

Batasan ecovillage menurut Gilman (1991) tersusun atas beberapa prinsip dasar,

yaitu:

1. Menekankan pada skala-manusia. Skala manusia mengacu pada sebuah

ukuran di mana orang mampu mengenal dan dikenal oleh orang lain dalam

komunitas, dan di mana setiap anggota komunitas merasa dirinya mampu

untuk mempengaruhi arah gerak komunitas. Angka praktis yang dapat

diperhitungkan, dalam masyarakat industri modern dan dalam budaya yang

lain, bahwa batas maksimal dari kelompok tersebut sekitar 500 orang.

Dalam situasi yang sangat stabil dan terisolasi angka tersebut dapat menjadi

lebih tinggi, bisa mencapai 1.000 orang; sementara dalam situasi

masyarakat industri modern tertentu angka tersebut bisa menjadi lebih

rendah, bahkan bisa kurang dari 100 orang.

2. Permukiman dengan fasilitas penuh. Permukiman ini adalah permukiman di

mana fungsi utama dari kehidupan normal –hunian, penyediaan pangan,

manufaktur, hiburan, kehidupan sosial dan Perdagangan- dihadirkan secara

merata dan dalam proporsi yang seimbang. Hunian manusia yang paling

baru dalam dunia industri–urban, sub-urban dan pedesaan semuanya dibagi

berdasarkan fungsi: sejumlah area hunian, area perbelajaan, area industri

Page 254: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 11

dan lain-lain. Distrik tersebut biasanya terlalu besar bagi skala-manusia,

bahkan di dalam satu area-fungsi sekali pun. Sebaliknya, ecovillage

merupakan mikrokosmos yang menyeluruh dari keseluruhan masyarakat. Hal

ini bukan berarti bahwa ecovillage harus memenuhi kebutuhannya sendiri

atau terisolasi dari komunitas di sekitarnya. Idealnya, sebuah ecovillage

akan memiliki banyak pekerjaan di dalamnya yang cukup bagi pekerja yang

tinggal di ecovillage; tapi beberapa penduduk akan pergi bekerja di luar

desa, dan beberapa pekerjaan di dalam desa akan dikerjakan oleh yang

tinggal di luar area. Terdapat pula banyak pelayanan spesifik yang jelas-

jelas tidak bisa ditempatkan di setiap ecovillage – rumah sakit, bandara dan

lain-lain. Namun dengan kerja sama antar desa, pada dasarnya institusi

sebesar apa pun dapat dijalankan dengan baik oleh kluster dan jejaring,

melalui masyarakat modern yang fungsional sebagai unit ecovillage.

3. Menekankan integrasi kegiatan manusia dalam lingkungan alami. Gagasan

ini membawa aspek ekologis ke dalam ecovillage. Salah satu aspek

terpenting dari gagasan ini adalah kesetaraan ideal antara manusia dengan

bentuk kehidupan yang lain, sehingga manusia tidak mencoba untuk

melakukan dominasi terhadap alam melainkan hidup di dalamnya. Prinsip

penting lainnya adalah penggunaan material secara siklis; dan bukan secara

linear (menggali, mengunakan sekali dan membuangnya) yang merupakan

karakterisitik masyarakat industri. Hal ini membawa ecovillage pada

penggunaan sumber-sumber energi yang dapat terbaharui (tenaga surya,

angin dan lain-lain) dari pada bahan bakar yang berasal dari dari fosil;

membuat kompos dari sampah organik yang akan mengembalikannya ke

tanah dari pada mengirimnya ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah berupa

landfill, incinerator atau pabrik pengolahan limbah; melakukan daur ulang

dari limbah; dan usaha untuk menghindari manusia dari bahan beracun dan

berbahaya.

4. Mendukung pembangunan kesehatan masyarakat. Prinsip ini memahami

bahwa ecovillage adalah komunitas masyarakat, dan pada intinya tanpa

kesehatan masyarakat yang mendasar, komunitas ini tidak bisa berjalan dan

berhasil. Pembangunan kesehatan masyarakat adalah melibatkan atau

menyertakan semua aspek hidup manusia dalam pembangunan yang

seimbang dan terintegrasi, yaitu: aspek fisik, emosi, mental dan spiritual.

Pembangunan kesehatan masyarakat harus ditunjukkan tidak hanya dalam

Page 255: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 12

kehidupan individu, tetapi juga dalam kehidupan masyarakat secara

menyeluruh.

5. Dapat dilanjutkan terus menerus. Prinsip berkelanjutan ini mensyaratkan

kejujuran dari penghuni ecovillage. Tanpa ada kejujuran itu, akan menjadi

lebih mudah dalam waktu singkat untuk menciptakan komunitas berskala-

manusia yang kelihatannya terintegrasi dengan alam secara harmonis dan

memiliki fasilitas lengkap namun pada kenyataannya dengan tidak layak

mengakibatkan modal terakumulasi di elemen lain dari masyarakat; atau

bergantung pada aktivitas yang tidak berkelanjutan di tempat lain; atau

tidak menyertakan aspek kehidupan yang utama (misalnya masa kanak-

kanak atau masa tua). Prinsip keberlanjutan disertai dengan komitmen yang

sungguh-sungguh terhadap kejujuran dan non-eksploitasi – terhadap bagian

lain dari dunia saat ini, manusia dan alam, dan terhadap semua kehidupan

masa depan.

6. Komunitas yang berkelanjutan. Istilah yang lebih umum, ”komunitas yang

berkelanjutan” memasukkan ecovillage, tetapi juga menyertakan kluster

dan jejaring dari ecovillage, dan komunitas yang tidak berbasis geografis

(misalnya: bisnis) namun komponen-komponennya ber-skala manusia,

beragam, dan terintegrasi ke dalam lingkungan natural secara harmonis.

Dalam pengertian ini, ecovillage adalah sebuah tempat yang jelas, baik

sebagai desa pedesaan maupun sebagai area permukiman urban atau sub-

urban. Sebuah kota tidak bisa menjadi ecovillage, tapi kota yang terbentuk

dari kumpulan ecovillage dapat menjadi masyarakat yang berkelanjutan.

Pendekatan ecovillage dapat diterapkan pada tatanan perkotaan atau pun pedesaan

baik di negara maju atau pun berkembang. Penerapan pada tatanan perkotaan lebih

menekankan pemekaran area-area ekologi dengan keterkaitan minimum dari area

perdagangan. Ecovillage di daerah pedesaan biasanya didasarkan atas pertanian

organik, permaculture dan segala bentuk pendekatan yang mempromosikan aspek-

aspek ekosistem dan keberagaman sumber daya hayati. Pendekatan ecovillage

(Gilman, 1991) tersusun atas: (1) modal infrastruktur hijau; (2) kumpulan bangunan

yang otonom atau kluster perumahan; (3) energi yang terbaharui; (4) permaculture;

(5) co-housing; (6) keberlanjutan komunitas dalam pemenuhan kebutuhan dalam

lingkungannya.

Philine Gaffron, Gé Huismans dan Franz Skala (2005) konsep ecocity terbangun atas

konteks urban, struktur urban, transportasi, aliran energi dan material, serta aspek

sosial dan ekonomi dengan penjelasan sebagai berikut:

Page 256: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 13

A. KONTEKS URBAN Tujuan Ecocity dalam lingkup konteks urban secara keseluruhan yaitu:

a. Memaksimalkan penghargaan atas konteks natural dan antropogenik: lansekap, alam, pertanian, urban-tissue, kearifan lokal, budaya, infrastruktur, campuran tata guna, ekonomi lokal;

b. Memaksimalkan kebiasaan hidup yang baik dan rasa komunitas: kesehatan dan rekreasi, identitas budaya; dan

c. Mengoptimalkan interaksi dengan pemerintah daerah dan aliran materi regional: air, energi dan pangan.

Ecocity dalam lingkup konteks urban mempunyai tujuan khusus yang terkait dengan aspek perencanaan Ecocity:

a. Lingkungan Natural (i) Menuju perlindungan lansekap di sekitar beserta elemen-elemen alam di dalamnya;

(ii) membuat tata guna berkelanjutan dari lansekap di sekitar sebagai sumber sosial dan ekonomi; dan

(iii) merencanakan menurut perencanaan yang sesuai dengan tatanan iklim, topografi dan geologi.

b. Lingkungan Binaan (i) Menuju struktur kota yang polisentris, kompak dan berorientasi sebagai persinggahan;

(ii) Mempertimbangkan konsentrasi dan desentralisasi untuk suplai dan sistem pembuangan; dan

(iii) Mempromosikan tata guna penggunaan kembali dan revitalisasi warisan budaya.

B. STRUKTUR URBAN

Tujuan Ecocity dalam lingkup struktur urban secara keseluruhan yaitu: a. Meminimalkan permintaan atas tanah (khususnya untuk tapak lahan hijau): menghindari

ledakan pertumbuhan kota. b. Meminimalkan materi primer dan penggunaan energi primer: struktur permukiman yang

menghemat energi, struktur permukiman yang menghemat material. c. Meminimalkan permintaan atas transportasi: dengan mengoptimalkan percampuran tata guna. d. Meminimalkan dampak buruk terhadap lingkungan natural dan kesejahteraan manusia. e. Memaksimalkan kebiasaan hidup baik dan rasa komunitas: kenyamanan kota dan kelayakan

huni, percampuran tata guna, komunikasi dan kesempatan untuk kontak sosial, akses yang aman dan bebas hambatan, estetika, keberagaman, jarak tempuh yang pendek, perkembangan yang berjenjang, ruang yang layak untuk kerja dan tinggal.

Ecocity dalam lingkup struktur urban mempunyai tujuan khusus yang terkait dengan aspek perencanaan Ecocity: a. Permintaan lahan (i) Penggunaan kembali dari lahan dan struktur binaan untuk mengurangi

permintaan atas lahan dan bangunan baru; (ii) Mengembangkan struktur dari kepadatan tinggi yang memenuhi syarat

b. Penggunaan lahan

(i) Mengorganisasikan keseimbangan dari tata guna hunian, pekerjaan dan pendidikan serta fasilitas untuk pendistribusian, suplai dan rekreasi;

(ii) Menuju pada bentukan ideal dari struktur mix-use pada level bangunan, blok atau area permukiman.

c. Ruang Publik (i) Menyediakan ruang-ruang publik yang menarik dan layak huni untuk kehidupan sehari-hari;

(ii) Memperhitungkan kelayakan huni, keabsahan dan keterkaitan dari pola ruang publik.

d. Lansekap atau ruang-ruang hijau

(i) Mengintegrasikan unsur dan siklus alami dalam urban-tissue; (ii) Menciptakan pola lansekap untuk kegunaan sosial yang tinggi

e. Kenyamanan kota (i) Menuju kenyamanan luar ruang yang tinggi untuk harian, musiman dan tahunan;

(ii) Meminimalkan polusi suara dan udara

f. Bangunan (i) Memaksimalkan kenyamanan dalam ruang dan pemeliharaan sumber-sumber melalui siklus hidup dari bangunan;

(ii) Perencanaan bangunan yang fleksibel, komunikatif dan aksesibel.

Page 257: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 14

C. TRANSPORTASI Tujuan Ecocity dalam lingkup transportasi secara keseluruhan yaitu:

a. Meminimalkan permintaan akan transportasi; b. Meminimalkan konsumsi material primer dan energi primer; c. Memenuhi kebutuhan dasar dan mewujudkan struktur untuk kepedulian manusia

mobilitas; d. Memaksimalkan kebiasaan hidup baik dan rasa komunitas: aksesibilitas terhadap

penyediaan jasa, aksesibilitas bebas hambatan terhadap jaringan transportasi dan sebagainya; dan

e. Meminimalkan dampak buruk dari lingkungan natural dan kesejahteraan manusia: contohnya melalui emisi gas rumah kaca (lingkungan) dan melalui kebisingan atau kecelakaan (kesehatan masyarakat).

Ecocity dalam lingkup transportasi mempunyai tujuan khusus yang terkait dengan aspek perencanaan Ecocity:

a. Moda lambat /transportasi publik

(i) Meminimalkan jarak (dalam ruang dan waktu) antar kegiatan untuk mengurangi permintaan akan perjalanan;

(ii) Memberikan prioritas pada jalur pejalan kaki dan sepeda sebagai jejaring utama untuk lalulintas internal dalam area permukiman;

(iii) Memberikan prioritas terhadap transportasi publik sebagai unsur penting dari sistem transportasi personal yang berkelanjutan; dan

(iv) Menyediakan kepastian manajemen mobilitas untuk mendukung pergantian atau perpindahan modal ke moda yang cocok dengan wawasan lingkungan.

b. Perjalanan kendaran pribadi

(i) Mengurangi volume dan kecepatan dari kendaraan pribadi; dan

(ii) Mendukung pengurangan lalulintas kendaraan bermotor melalui manajemen parkir.

c. Transportasi barang (i) Memfasilitasi logistik area permukiman dan konsep pengirimannya untuk meminimalkan kebutuhan akan

membawa muatan barang dengan menggunakan mobil pribadi;dan

(ii) Perencanaan bagi logistik konstruksi yang efisien.

D. ALIRAN ENERGI DAN MATERIAL Tujuan Ecocity dalam lingkup aliran energi dan material secara keseluruhan yaitu:

a. Meminimalkan konsumsi material primer dan energi primer; b. Meminimalkan dampak buruk dari lingkungan natural dan kesehatan masyarakat; dan c. Memaksimalkan kebiasaan hidup baik dan rasa komunitas misalnya kualitas udara dalam

ruangan, kenyamanan dari sistem pemanasan dan ventilasi.

Ecocity dalam lingkup aliran energi dan material mempunyai tujuan khusus yang terkait dengan aspek perencanaan Ecocity:

a. Energi (i) Mengoptimalkan efisiensi dalam struktur kota; (ii) Meminimalkan permintaan energi dari bangunan; (iii) Memaksimalkan efisiensi dalam penyediaan energi; dan (iv) Memaksimalkan pembagian dari sumber energi yang dapat

diperbaharui.

b. Air (i) Meminimalkan konsumsi air primer; dan (ii) Meminimalkan dampak buruk dari siklus alami air .

c. Limbah (i) Meminimalkan volume penambahan limbah dan pembuangan akhir limbah.

d. material bangunan (i) Meminimalkan konsumsi material bangunan primer dan memaksimalkan material yang dapat didaur ulang; dan

(ii) Memaksimalkan penggunaan material bangunan yang ramah lingkungan dan sehat.

Page 258: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 15

E. SOSIAL DAN EKONOMI Tujuan Ecocity dalam lingkup sosial dan ekonomi secara keseluruhan yaitu:

a. Pemenuhan kebutuhan dasar: pangan, papan, pendidikan, pelayanan kesehatan, pekerjaan dan lain-lain;

b. Memaksimalkan kebiasaan hidup baik dan rasa komunitas: kepuasaan umum, kenyamanan kota, percampuran sosial, desentralisasi, komunikasi berdasarkan pada inklusi sosial serta kesetaraan lingkungan natural dan binaan;

c. Mewujudkan struktur untuk kepentingan manusia: untuk anak-anak, lansia, orang sakit dan lain-lain yang berdasarkan pada kebijakan sosial dan kehidupan komunitas yang berkembang baik;

d. Memaksimalkan kesadaran akan pembangunan yang berkelanjutan: bisnis dan publik; e. Mewujudkan ekonomi lokal yang beragam, tahan krisis dan inovatif serta menguatkan

industri dan inovasi yang berkelanjutan; f. Meminimalkan ongkos total daur hidup dengan memaksimalkan produktifitas

meminimalkan ongkos perawatan dan pengoperasian; g. Meminimalkan dampak buruk lingkungan dan kesehatan masyarakat

Ecocity dalam lingkup sosial dan ekonomi mempunyai tujuan khusus yang terkait dengan aspek perencanaan Ecocity:

a. Masalah sosial (i) Mempromosikan keberagaman dan integrasi sosial (ii) Menyediakan infrastruktur sosial dan lainnya dengan

aksesibilitas yang baik

b. Ekonomi (i) Memaksimalkan minat terhadap bisnis dan usaha (ii) Menggunakan sumber pekerja yang tersedia

c. Biaya (i) Meraih infrastruktur ekonomi berjangka panjang (ii) Menawarkan perumahan, tempat kerja dan ruang untuk

penggunaan non-profit yang murah

8.2.7. Konsep Kawasan Hemat Energi

Kawasan sebagai kesatuan ekosistem atau kawasan ekologis tidak lagi

menggambarkan pertentangan di antara alam liar dan tempat peradaban, melainkan

memungkinkan suatu sintesis di antara lingkungan alam dan lingkungan buatan serta

segala mahluk hidup (flora, fauna, manusia) didalamnya.

Pada dasarnya terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam pengembangan

kawasan hemat energi, yaitu:

1. Pengembangan kota terpadu berskala besar.

Kota terpadu di sini adalah sebuah kota mandiri yang lengkap, dimana

pengembangan prasarana dan sarana dasar serta permukiman dilakukan

dalam sub-sub kawasan, sehingga dapat memangkas waktu dan energi yang

dikeluarkan dalam setiap perjalanan. Terdapat dua hal utama yang dapat

dicapai melalui pengembangan kota terpadu ini, yaitu hemat energi

penggunaan sumber daya listrik, komunikasi hemat energi dalam

transportasi regional.

Page 259: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 16

2. Pengembangan pola site plan atau master plan kawasan dengan penyediaan

fasilitas lingkungan yang mengurangi penggunaan kendaraan semaksimal

mungkin.

Gambar 8.4 Model Perumahan Hemat Energi di Inggris

Sumber: Olahan Konsultan, 2012

Salah satu studi kasus adalah di Bogota. Untuk menghemat energi dan

mengurangi polusi udara kota, Enrique Penalosa - walikota Bogota tahun

1998-2001 - membangun jalur sepeda sepanjang 350 km. Ini merupakan

kota yang memiliki jalur sepeda terpanjang di Amerika Latin maupun di

kota-kota negara berkembang lainnya.

Jalur-jalur sepeda dan pedestrian itu dibuat sangat kompak, menerus, dan

terintegrasi serta akses yang sangat luas hingga menembus berbagai

kawasan pemukiman. Selain itu, pemerintah kota pun memanjakan para

pengguna sepeda dan pejalan kaki dengan berbagai regulasi keistimewaan

(privilage). Untuk mendukung ini, tak segan-segan walikota sendiri dan

pejabat pemerintahnya memiliki jadwal tertentu untuk bersepeda saat

pergi ke kantor. Oleh karenanya dalam waktu lima tahun, jumlah

pengendara sepeda meningkat drastis hingga mencapai 100% nya, yakni dari

8% pada tahun 1998 menjadi 16% pada 2003. Bahkan hingga tahun 2005 ini,

ditargetkan sekitar 30% penduduk Bogota akan menjadikan sepeda sebagai

salah satu moda transportasinya. Semua itu tidak lepas dari perhatian

Page 260: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 17

pemerintah kotanya yang menyediakan fasilitas jalur sepeda yang aman dan

nyaman tersebut, seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 8.5 Visualisasi Jalur dan Parkir Sepeda Khusus

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2012

Untuk mensukseskan kebijakannya dapat dilakukan beberapa hal pertama

lakukan dengan cara konsep mengundang, yakni membuat jalur khusus

sepeda dan pedestrian beserta penyeberangannya yang aman dan nyaman.

Kedua, lakukan kampanye dan contoh nyata dari para pejabat, pada hari-

hari tertentu mereka juga bersepeda ke kantor seperti di Bogota tersebut.

Ketiga, buat undang-undang perlindungan, khususnya undang-undang

keistimewaan (privilege) bagi pengguna sepeda dan pejalan kaki. Sudah

semestinya pemihakan lebih diberikan kepada moda transportasi yang

hemat energi dan ramah lingkungan seperti ini. Keempat, buat aturan untuk

kelancaran, keamanan dan kenyamanannya. Khusus untuk pedagang kaki

lima (PKL) yang berpeluang mengambil tempat di jalur sepeda dan

pedestrian, perlu pendekatan tersendiri dalam penanganannya. Dan kelima,

lakukan ketegasan penegakan aturan, hukum dan Undang-Undang.

3. Pengadaan desain bangunan yang ramah lingkungan dan mengupayakan

penghematan energi semaksimal mungkin. Berikut adalah contoh design

bangunan yang hemat energi, dengan memanfaatkan energi matahari yang

masuk ke dalam ruangan melalui kaca di area corridor.

Page 261: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 18

Gambar 8.6 Model Bangunan Ramah Lingkungan

Sumber: Olahan Konsultan, 2012

4. Pola hijau perkotaan yang memaksimalkan penghijauan pada jalur median,

taman kota,taman lingkungan, atau tepi sungai guna mengeluarkan O2

cukup besar dari tanaman yang ada, guna meningkatkan produksi O2

sebanyak banyaknya guna mengurangi kadar CO2.

Gambar 8.7 Contoh Ruang Terbuka Hijau

Sumber: Olahan Konsultan, 2012

Page 262: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 19

5. Pembangunan sistem pengolahan air limbah bersih yang mendaur ulang 100

persen air buangan, baik keperluan sehari-hari (cuci tangan, piring,

kendaraan, atau bersuci diri) maupun air limbah (air buangan dari kamar

mandi, kloset air). Air daur ulang dapat digunakan untuk mencuci

kendaraan, membilas kloset, dan menyiram tanaman di taman, sehingga

tidak ada air yang terbuang. Bahkan di beberapa tempat saat ini sudah

dilakukan pula daur ulang air wudhu yang dapat digunakan kembali untuk

berwudhu).

6. Penanganan masalah sampah dengan membangun tempat proses pengolahan

dan pengelolaan sampah secara berkelanjutan dengan prinsip zero waste

material, melalui Program 3R (reduce, reuse, recycle). Seluruh penghuni

perumahan harus diberdayakan untuk mengurangi (reduce) pemakaian

bahan-bahan sulit terurai yang mampu menekan jumlah produksi sampah

rumah tangga hingga 50 persen. Sampah anorganik dipilah dan dipakai ulang

(reuse), yakni bahan-bahan seperti kertas, botol gelas, kayu, dan besi.

Sampah organik didaur ulang (recycle) sehingga dapat bernilai ekonomis

seperti menjadi pupuk organik untuk menyuburkan tanaman kebun dan

pepohonan di kawasan perumahan.

7. Pemanfaatan energi-energi alternatif

Kota ekologis memanfaatkan sejauh mungkin sumber energi terbarukan

(energi surya, angin, air dan geothermal) terutama untuk membangkitkan

listrik. Contoh pemanfaatan energi terbarukan adalah sebagai berikut:

a. Energi Surya

Energi surya dapat dimanfaatkan untuk energi radiasi (panas) dan

radiasi cahaya, sel surya (listrik).

b. Energi Air

Energi air dapat dimanfaatkan untuk penggilingan, penggergajian

atau sebagai penggerak mesin yang lain. Energi air secara tradisional

digunakan sebagai kincir air, selanjutnya untuk membangkitkan

listrik biasanya digunakan turbin.

Page 263: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 20

Gambar 8.8 Contoh Pembangkit Energi Surya

Gambar 8.9 Contoh Pembangkit Energi Air

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Turbin_air

Energi mekanik (putaran) yang dihasilkan oleh turbin air akan

diteruskan ke generator melalui sebuah poros. adanya putaran dalam

medan magnet generator akan menyebabkan timbulnya listrik.

besarnya tergantung pada jumlah putaran dan kuat medan

penguatannya (Excitation).

Page 264: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 21

Contoh pemanfaatan air sebagai pembangkit listrik di pedesaan dapat

dilihat di Desa Gema Kabupaten Ketapang yaitu PLTA Micro Hidro

alternatip sumber energi Air. Kegiatan pembangunan PLTA micro

hydro ini atas inisiatif dari masyarakat melalui wadah Badan

Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang dibentuk oleh masyarakat

secara demokratis melalui pendampingan PNPM P2KP di Desa Gema

Kecamatan Simpang Dua. Dana kegiatan pembangunan PLTA micro

hydro ini bersumber dari dana BLM P2KP sebesar Rp.60.200.000 dari

data (Sistem Infomasi Manajemen) P2KP yang dikuncurkan kepada

masyarakat melalui BKM dan itupun adalah hanya merupakan dana

stimulan selebihnya adalah dana masyarakat atau swadaya

masyarakat dan ditambah bantuan dari dana APBD Kabupaten

Ketapang. Dan inilah salah keluaran dari proses pendampingan P2KP

kepada masyarakat yang dilakukan oleh fasilitator kelurahan atau

desa dalam rangka menumbuhkan kembali nilai-nilai baik melalui

gotong royong, kerjasama dan kemitraan antara pemerintah dan

masyarakat serta kelompok peduli sehingga menjadikan masyarakat

yang berdaya dan mandiri. Dan kapasitas atau debit air yang ada

setelah dilakukan analisa dan kajian oleh masyarakat sendiri melalui

proses pemetaan swadaya (PS) akan dapat menerangi seluruh rumah

warga dan fasilitas umum yang ada di desa Gema Kecamatan Simpang

Dua tersebut. Pengelolaan PLTA Micro hydro ini akan dilakukan oleh

masyarakat sendiri melalui BKM yang bekerjasama dengan

pemerintahan desa serta lembaga-lembaga yang ada di desa Gema.

Pada intinya masyarakat sangat terbantu dengan adanya PLTA micro

hydro ini walaupun sampai dengan hari ini baru dapat menerangi

fasilitas umum dan BKM telah melakukan pendataan kepada warga

yang akan mendaptar dan akan dilakukan penambahan generator

sehingga daya menjadi tinggi untuk dapat menerangi seluruh rumah

Desa Gema.

Page 265: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 22

Gambar 8.10 Contoh PLTA Mikrohidro di Desa Gama-Ketapang

Sumber : ketapang.go.id

c. Energi Geothermal

Energi geothermal memanfaatkan panas bumi untuk menghasilkan

uap yang dapat digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik. Perlu

diketahui bahwa pembangkit listrik dengan penggunaan panas (uap)

merupakan sistem yang kurang efisien (faktor efisiensi < 27%). Jika

bahan bakar yang digunakan merupakan energi terbarukan atau yang

selalu ada (tenaga surya, angin, air dan biomassa) hal ini tidak terlalu

memberatkan. Tetapi jika bahan bakar yang digunakan tidak

terbarukan (minyak bumi, gas dan batubara), hal ini tidak

berkesinambungan.

8.2. KONSEP REVITALISASI KAWASAN WARISAN BUDAYA

Pembahasan mengenai konsep revitalisasi kawasan warisan budaya meliputi: (i) akar

masalah penataan dan revotalisasi, (ii) penataan kawasan warisan budaya, (iii)

konservasi lingkungan binaan, (iv) teknis penanganan elemen kawasan.

8.2.1. Akar Masalah Penataan dan Revitalisasi

Kawasan strategis dan warisan budaya adalah merupakan salah satu isu pokok yang

perlu mendapat penanganan serius dalam pembangunan wilayah atau kawasan. Untuk

melaksanakannya dibutuhkan upaya penataan kawasan dan konservasi melalui

Page 266: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 23

analisis dan pendekatan pembangunan kawasan perkotaan atau kawasan yang

terintegrasi. Berdasarkan riset kawasan warisan budaya di perkotaan dan pedesaan

yang pernah dilakukan/dapat disimpulkan adanya beberapa preposisi umum

mengenai logika sosial yang timbul dari dampak urbanisme dalam penataan dan

konservasi.

Gambar 8.11 Preseden Proyek Revitalisasi Perkotaan

Sumber: www.uc.edu

8.2.2. Penataan Kawasan Warisan Budaya

Dalam penataan kawasan warisan budaya terbangun maka kawasan tersebut harus

dikembangkan sehingga menjadi suatu kawasan yang vibrant dan viable untuk

kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan pariwisata yang modern dalam rona

arsitektural dan kawasan warisan budaya, sehingga tercipta kawasan yang hidup.

Pendekatan yang harus dilakukan adalah :

1. Pengembangan Signifikasi Historis Konservasi

Dalam pengembangan signifikasi historis konservasi ini, program dan

komponen proyek yang dikembangkan, antara lain:

a. Menentukan dan mendefinisikan struktur ruang existing dari kawasan

warisan budaya dengan cara mengidentifikasi dan mendefinisikan

bentukannya, baik dari aspek sejarah maupun keberadaannya saat ini

sehingga dapat digunakan untuk merumuskan bentukan ruang yang

baru.

Page 267: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 24

b. Pelestarian dan pengembangan lingkungan inti (curtilage area) dan

akumulasi lingkungan warisan budaya yang ada.

c. Pelestarian terhadap bangunan dan ruang kuno yang

merupakan prioritas konservasi dan memiliki potensi historis.

d. Fungsi ulang untuk artefak kuno bersejarah sebagai penghargaan

historis dan atau adaptive re-used lewat penerapan fungsi-fungsi

yang compatible dengan citra kawasan.

e. Pengembangan jaringan wisata, arsitektur lingkungan, dan warisan

budaya.

f. Pengembangan museum, perpustakaan dan pusat-pusat informasi

lingkungan warisan budaya,

2. Pengembangan Signifikasi Budaya

Dalam pengembangan signifikasi budaya ini, program dan komponen proyek

yang dikembangkan antara lain:

a. Pengembangan museum.

b. Pengembangan komunitas seni dan budaya yang memiliki signifikasi

budaya khas.

c. Pelestarian dan pengembangan living culture dan fungsi-fungsi khas

yang masih ada, diantaranya adalah budaya khas, kesenian

tradisional, kerajinan tangan, souvenir, makanan tradisional, dan lain

sebagainya.

3. Pengembangan Infrastruktur Perkotaan dan Perdesaan

Dalam penataan kawasan warisan budaya perlu diikuti dengan penyediaan

infrastruktur perkotaan dan pedesaan yang memadai dan terintegrasi

dengan sistem kota, serta mampu mendukung dan memberdayakan potensi

lingkungan warisan budaya yang bersangkutan.

Program dan komponen proyek yang dikembangkan adalah:

a. Peningkatan aksesibilitas dart dan ke arah lingkungan lingkungan

warisan budaya serta peningkatan kualitas jalan yang ada;

b. Penanganan sanitasi dan drainase;

c. Penyediaan air bersih yang memadai;

d. Peningkatan sarana penerangan jalan umum, penerangan

pedestrian, penerangan taman atau ruang terbuka publik;

e. Penyediaan transfer station persampahan dan sistem penanganan

persampahan terkait;

Page 268: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 25

f. Penyediaan fasilitas listrik dan telepon;

g. Peningkatan kualitas Lansekap kota;

h. Penyediaan fasilitas transportasi publik yang murah dan

terdistribusi dengan baik.

4. Pengembangan Lingkungan Perumahan dan Lingkungan yang Sehat

Dalam pengembangan lingkungan perumahan dan lingkungan yang sehat

ini maka pembangunan infrastruktur perkotaan dan pedesaan

menjadi salah satu fokus utama. Adapun program dan komponen proyek

yang dikembangkan, antara lain:

a. Memfungsikan kembali bangunan-bangunan kuno atau adat yang

pernah digunakan sebagai salah satu ikon pemukiman;

b. Mengembangkan lingkungan untuk perumahan;

c. Perlindungan dan penciptaan lingkungan pedestrian dan ruang publik

yang manusiawi;

d. Perencanaan ruang terbuka publik sebagai unsur kenyamanan

lingkungan, lengkap dengan street furniture, vegetasi dan

penandaan; dan

e. Pengembangan potensi riverfront untuk wisata air dan

pemandangan.

5. Pengembangan Ekonomi

Dalam pengembangan ekonomi, nantinya perlu diperhatikan masalah

globalisasi, modernisasi, dan pengaruh urbanisasi, baik di kawasan

perkotaan maupun pedesaan.

Adapun secara umum, program dan komponen proyek yang

dikembangkan antara lain:

a. Penciptaan kesempatan pertumbuhan usaha baik bagi masyarakat

maupun investor (job creation/full employment);

b. Pemberdayaan masyarakat;

c. Pemberdayaan pasar (enabling the market);

d. Penguatan kemampuan ekonomi pemerintah kota;

e. Pengembangan properti dan bisnis; dan

f. Pengembangan minat investasi dan pengembangan usaha.

6. Pengembangan Aspek Legal

Dalam pengembangan aspek legal ini, hal-hal yang harus diatur antara lain:

Page 269: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 26

a. Penetapan delineasi kawasan;

b. Pelestarian terhadap bentuk kota dan bangunan, pembangunan baru

dan lain sebagainya;

c. Hak dan kewajiban stakeholders; dan

d. Penghargaan dan sanksi harus diberikan kepada para

stakeholders penataan bangunan dan lingkungan dalam kawasan

warisan budaya tersebut.

7. Pengembangan Institusi

Program dan komponen proyek yang dikembangkan, antara lain:

a. Pemasaran properti dan investasi;

b. Pengembangan pariwisata;

c. Konservasi bangunan dan lingkungan;

d. Pengelolaan bangunan dan lingkungan;

e. Perizinan;

f. Pengaturan peraturan; dan

g. Pengarsipan dan penyusunan data base yang baik.

Gambar 8.12 Preseden Konservasi Kota Tua Lijiang di Cina

Sumber: www.images.businessweek.com

Page 270: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 27

8.2.3. Konservasi Lingkungan Binaan

Konservasi adalah semua kegiatan perawatan suatu tempat (place) untuk

mempertahankan signifikasi budayanya. Termasuk di dalamnya adalah perawatan dan

keselarasan dengan keadaannya. Termasuk juga preservasi, restorasi, rekonstruksi

dan adaptasi atau kombinasi dari dua atau lebih.

Penanganan konservasi berdasar atas parameter konservasi lingkungan warisan

budaya terbangun dapat dibedakan menjadi:

1. Preservasi

Preservasi adalah upaya/tindakan pelestarian suatu tempat sama dengan

keadaan aslinya tanpa ada perubahan, termasuk upaya mencegah

kehancuran.

Prinsip-prinsip pokok yang harus dipahami, antara lain:

a. Pendekatan preservasi dilakukan bilamana lingkungan warisan budaya

tersebut memiliki bukti yang kuat akan adanya signifikasi

budaya yang spesifik atau tidak ada pendekatan lain yang sesuai.

b. Pendekatan preservasi dibatasi pada perlindungan, perawatan

seperlunya tanpa mendistorsi signifikasi budayanya.

2. Restorasi

Restorasi adalah upaya tindakan mengembalikan kondisi fisik bangunan

seperti semula dengan membuang elemen tambahan serta memasang

kembali elemen orisinil yang telah hilang tanpa menggunakan bahan baru.

Prinsip-prinsip pokok yang harus dipahami, antara lain:

a. Pendekatan restorasi digunakan bila tersedia bukti konkrit tentang

kondisi aslinya dan bahwa signifikasi budaya dari lingkungan warisan

budaya tersebut hanya bisa dikembalikan melalui pemasangan

kembali elemen orisinil tersebut.

b. Melalui restorasi harus dapat ditunjukkan aspek-aspek budaya yang

signifikan dari lingkungan warisan budaya tersebut. Dasarnya

adalah penghargaan akan semua peninggalan fisik, dokumen dan

bukti-bukti lain yang memperkuat dugaan tersebut.

c. Tindakan restorasi adalah pemasangan kembali komponen yang telah

dipindahkan.

Page 271: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 28

d. Bila lingkungan warisan budaya tersebut mewakili beberapa periode

yang berbeda maka setiap signifikasi budaya yang ada harus dihargai.

3. Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah upaya/tindakan untuk mengembalikan suatu tempat

semirip mungkin dengan keadaan semula dengan menggunakan bahan baru

melalui suatu penelitian.

Prinsip-prinsip pokok yang harus dipahami, antara lain:

a. Pendekatan rekonstruksi dapat diterapkan bila lingkungan warisan

budaya tersebut menjadi tidak lengkap akibat rusak atau berubah

sehingga agar kelestariannya dapat terjaga maka seluruh signifikasi

budaya yang ada harus dipulihkan.

b. Batasan rekonstruksi hanya pada tindakan untuk melengkapi kesatuan

fabric dari lingkungan warisan budaya. Selain itu batasan juga

dilakukan terhadap rekonstruksi fabric, bentuk yang dapat dideteksi

secara fisik atau lewat dokumen.

4. Adaptasi

Adaptasi adalah upaya/tindakan merubah bangunan/tempat agar dapat

digunakan untuk fungsi baru yang lebih sesuai (kegunaan yang tidak

mengakibatkan perubahan drastis terhadap signifikasi budaya atau hanya

memerlukan sedikit dampak minimal).

Prinsip-prinsip pokok yang harus dipahami, antara lain:

a. Adaptasi dapat dilakukan bilamana konservasi lingkungan warisan

budaya tidak dapat dilakukan dan tersebut tidak melemahkan

substansi budaya yang signifikan.

b. Tindakan adaptasi dibatasi oleh pemanfaatan ruang yang esensial

yaitu compatible uses.

c. Keseluruhan signifikasi budaya lingkungan warisan budaya yang

terpaksa harus dipindahkan selama proses adaptasi harus tetap dijaga

sehingga dapat digunakan bila sewaktu-waktu dibutuhkan

Page 272: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 29

8.2.4. Teknis Penanganan Elemen Kawasan

Teknis penangan elemen kawasan meliputi: (i) teknis penanganan elemen kawasan,

serta (ii) teknis penanganan fisik bangunan bersejarah.

A. Penanganan Kawasan Bersejarah

Kegiatan ini adalah sebagai pelengkap agar dapat memperkuat citra kawasan yang

memiliki nilai-nilai sejarah seperti:

1. Struktur Kawasan

Struktur kawasan yang memiliki hubungan dengan kawasan-kawasan lain di

perkotaan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota (RTRK).

Prinsip dan pertimbangan penanganan adalah sebagai berikut:

a. Pembentukan kerangka (skeleton) yang memberi gambaran kerangka

atau struktur utama kawasan yang meliputi:

1.) Upaya menghubungkan elemen kawasan yang berada dalam

suatu sistem rancangan kota (urban design system)

2.) Upaya menciptakan aktifitas kawasan yang memiliki tema

sesuai dengan kondisi dan arah perkembangan kawasan.

b. Pola hubungan (framework) antara sub kawasan dengan kawasan

dan/atau terhadap kota, baik berupa koridor pedestrian maupun

jalur kendaraan.

2. Lansekap atau Vegetasi

Prinsip dan pertimbangan penanganan adalah sebagai berikut:

a. Penataan lansekap yang dapat memberi nilai tambah kawasan secara

estetis, visual, psikologis, sosial dan arkeologis;

b. Penataan lansekap memberi kesan ekologis dan historis yang unik dan

dapat beradaptasi dengan ruang-ruang yang sudah terbentuk;

c. Penataan lansekap dapat memperkuat struktur kawasan;

d. Penataan lansekap memnculkan elemen pembentuk dan penguat

figure ruang terbuka;

e. Pemilihan jenis tanaman yang dapat berfungsi sesuai dengan tujuan

penantaan lansekap, seperti tanaman pengarah, peneduh, penguat

struktur tanah, keindahan penutup tanah dan lain-lain;

f. Pohon dan/atau tanaman lain yang dianggap mempunyai nilai sejarah

harus dipelihara dan dipertahankan kehadirannya.

Page 273: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 30

3. Sistem Pergerakan

Prinsip dan pertimbangan penanganan adalah sebagai berikut:

a. Memaksimalkan sistem sirkulasi, moda dan lalu lintas; di mana

manajemen pengendalian lalu lintas bertujuan untuk optimalisasi,

efisiensi dan keselamatan pengguna prasarana jalan serta

aksesibilitas secara keseluruhan, di samping efisiensi penggunaan

sumber daya yang meliputi:

1.) Tata guna kawasan yang konsisten dengan keadaan aselinya

atau pertimbangan lain yang masih sejalan dengan pola

pengembangan kota;

2.) Memperkuat peran dan kedudukan subwilayah sesuai

fungsinya;

3.) Penyediaan sarana angkutan umum dan masa, serta ramah

lingkungan;

4.) Kapasitas kemampuan dan fungsi jalan; dan

5.) Tingkat intensitas dan keterkaitan dengan jalur transportasi

kota secara keseluruhan.

b. Sistem jalan, parkir, halte dan penyeberangan yang memadukan

fungsi kegiatan pergerakan kendaraan dan manusia dalam struktur

kawasan yang saling menunjang dan memberi manfaat.

Prinsip dan pertimbangan penanganan adalah sebagai berikut:

1.) Jalur jalan yang berfungsi sebagai tempat dan penghubung;

2.) Konsep rencana perparkiran berdasarkan pertimbangan

keterbatasan lahan, keteraturan, kemudahan pengawasan,

atau jenis kendaraan;

3.) Konsep rencana penempatan halte berdasarkan

pertibambangan seperti fungsi, bentuk dan arsitektur yang

dapat memperkuat karakter kawasan, kapasitas pemakai

dan lain-lain; dan

4.) Jalan penyeberangan –baik berupa jembatan ataupun zebra

cross- yang berdasarkan pertimbangan kemudahan

pencapaian keamanan atau kedisiplinan pemakai.

4. Street Furniture

Menempatkan elemen-elemen yang dapat befungsi secara fisik dan memberi

kesan yang menyatu dengan bangunan sekitarnya. Elemen-elemen yang

Page 274: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 31

tergolong dalam street furniture adalah: lampu-lampu penerangan, tempat

sampah, papan reklame, pos polisi, halte atau shelter, boks telepon, bis

surat dan lain-lain.

Prinsip dan pertimbangan penanganan adalah sebagai berikut:

a. Harus dapat menjadi daya tarik kawasan;

b. Berfungsi sebagai wadah pendukung kegiatan;

c. Memperkuat citra kawasan;

d. Sedapatnya mendorong dan mendukung pertumbuhan serta

perkembangan aktivitas lainnya dalam kawasan warisan budaya;

e. Sedapatnya bermanfaat sebagai perangkat terselenggaranya

ketertiban kawasan;

f. Sedapatnya menjadi pendukung solusi rekayasa terhadap

permasalahan lalu lintas perkotaan (urban traffic system); dan

g. Sedapatnya mendukung eksistensi dan karakteristik kawasan.

B. Penanganan Fisik Bangunan Bersejarah

Beberapa macam pertimbangan dan kemungkinan dalam pelaksanaan revitalisasi dan

konservasi adalah:

1. Pemeliharaan Karakter Bangunan.

Pemeliharaan karakter bangunan merupakan usaha untuk melindungi

bangunan bersejarah secara berkelanjutan.

Prinsip dan pertimbangan penanganan adalah sebagai berikut:

a. Perlindungan dan pemeliharaan struktur, tapak dan lingkungan

sekitar bangunan dan kawasan bersejarah selama proses pemugaran

agar seluruh hasil karya seni yang unik dan berkualitas tinggi dapat

tetap terjaga karakternya;

b. Perlindungan dan pemeliharaan ruang luar dan semua benda-benda

dalam bangunan dan kawasan tersebut;

c. Apabila bangunan tersebut beralih fungsi, maka kualitas dan

keaselian ruang dalam atau interior harus tetap terjaga;

d. Perubahan dalam periode tertentu yang merupakan salah satu bukti

sejarah dan perkembangan bangunan, struktur, tapak dan lingkungan

yang harus diperhatikan karena memiliki arti penting bagi bentuk dan

gaya arsitektur bangunan, baik sebagian maupun keseluruhan; dan

Page 275: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 32

e. Perubahan yang saling menumpuk yang terjadi pada periode tertentu

atau menggambarkan periode yang berbeda-beda tetapi tidak terlalu

penting bagi perkembangan bangunan, struktur, tapak dan

lingkungannya harus dihindari.

2. Pencegahan Penurunan Kualitas Bangunan

Pencegahan penurunan kualitas bangunan dapat dilakukan beberapa lagkah

penting, antara lain: selama pemugaran berlangsung harus diantisipasi

adanya kemungkinan perembesan air ke dalam struktur bangunan.

3. Restorasi

Restorasi atau pemugaran adalah kegiatan revitalisasi dan konservasi nilai-

nilai estetika yang bersejarah dari bangunan dan kawasan yang sudah ada.

Pelaksanaan restorasi harus memperhatikan keaslian bahan dan harus

mengacu pada dokumen bangunan yang asli.

Prinsip dan pertimbangan penanganan adalah sebagai berikut:

a. Restorasi adalah pekerjaan yang membutuhkan keaselian khusus

sehingga dilaksanakan dengan menggunakan pengetahuan dan teknik

ilmiah;

b. Pekerjaan restorasi harus dihentikan apabila terdapat keraguan

terhadap bentuk aseli bangunan. Apabila tidak terdapat arsip,

dokumen atau catatan mengenai karakter asli dari bangunan dan

kawasan bersejarah atau lingkungan sekitarnya, maka pelaksanaan

pemugaran dilakukan berdasarkan catatan awal yang ada;

c. Penggantian elemen bangunan yang rusak atau hilang harus

berdasarkan pada bukti atau catatan sejarah yang ada. Reproduksi

dilakukan jika terdapat dokumentasi yang baik dan layak dipakai atau

elemen arsitektur yang terdapat pada bangunan lain pada peride

yang sama;

d. Apabila catatan tersebut tidak ada, elemen yang hilang tadi harus

diganti dengan elemen baru yang ditandai dan dibedakan dari elemen

asli, dan penggantian harus disesuaikan secara harmonis dengan

keseluruhan bangunan;

e. Pemindahan patung, lukisan atau hiasan yang telah menjadi satu

kesatuan dengan bangunan hanya dilakukan untuk menjaga keutuhan

dari patung, lukisan atau hiasan tertentu;

Page 276: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 33

f. Pembangunan baru, pembongkaran atau modifikasi yang berpengaruh

pada hubungan massa, tekstur dan warna harus dihindari. Setiap

bangunan baru harus didesain sebagai satu kesatuan estetika dan

arsitektur;

g. Penambahan atau pekerjaan tambahan dan peeluasan atau

pembangunan baru dalam lingkungan dapat dilakukan apabila tidak

mengubah elemen penting bangunan, lingkungan tradisional,

komposisi dan hubungan dengan lingkungan sekeliling;

h. Desain penambahan dan perluasan harus sesuai dengan ukuran, skala,

bahan dan karakter bangunan konservasi;

i. Penambahan dan penggantian terhadap bangunan atau strukur

dilakukan dengan melihat kemunginan dihilangkannya bentuk-bentuk

baru tersebut di masa mendatang tanpa merusak bentuk aseli dan

kesatuan dengan struktur yang ada;

j. Pekerjaan perluasan tidak menekankan pada kesatuan gaya arsitektur

tetapi pada kesinambungan sejarah. Pekerjaan tidak mengacu pada

dasar sejarah yang dimiliki bangunan dana kawasan konservasi tetapi

hanya dilakukan untuk menciptakan bentuk-bentuk masa lalu harus

dihindari;

k. Jika perluasan dilakukan untuk melengkapi desain aseli, maka

keutuhan gaya arsitektur harus diperhatikan. Perluasan yang tidak

melengkapi desain aseli harus memperhatikan kualitas ruang

lingkungan sekitar, jarak antar bangunan (set back), massa,

ketinggian bangunan, perluasan bangunan dan tapak yang

berdekatan;

l. Ketinggian perluasan bangunan baru tidak lebih dari ketinggian

bangunan konservasi atau bangunan asli; dan

m. Setiap perluasan bangunan harus tetap berkaitan dengan fungsi

utama bangunan konservasi.

4. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah proses pengembalian bangunan atau kawasan kepada

kegunaannya semula melalui perbaikan dan perubahan, yang memungkinkan

diberlakukannya fungsi baru yang efisien dan sekaligus memelihara serta

melestarikan elemen bangunan dan kawasan yang penting dari nilai sejarah,

arsitektur dan budaya.

Page 277: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 34

Prinsip dan pertimbangan penanganan adalah sebagai berikut:

a. Cara terbaik untuk melakukan preservasi dan konservasi bangunan

adalah tetap menggunakan sesuai fungsi awalnya, karena perubahan

struktur yang harus dilakukan menjadi sedikit.

b. Apabila hal di atas tidak mungkin dilakukan, penggunaan bangunan

diadaptasikan agar perubahan dilakukan sesedikit mungkin. Fungsi

baru harus konsisten dengan kesatuan struktural,

5. Reproduksi

Reproduksi adalah usaha melakukan replikasi atau membentuk kembali

bagian bangunan yang hilang dengan menggunakan material yang lama

ataupun baru.

Prinsip dan pertimbangan penanganan adalah sebagai berikut:

a. Reproduksi hanya dilakukan pada elemen dekoratif dan artefak yang

hilang dengan tujuan untuk menjaga keharmonisan estetika

bangunan.

b. Pembangunan ulang bangunan berstruktur kayu secara keseluruhan

dimungkinkan apabila diperlukan.

6. Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah proses membangun kembali bagian atau keseluruhan

bangunan atau kawasan sesuai dengan bentuk asli atau bentuk awal dengan

menggunakan material baru ataupun lama.

Prinsip dan pertimbangan penanganan adalah sebagai berikut:

a. Menghindari rekonstruksi keseluruhan bangunan.

b. Rekonstruksi sebagian bangunan adalah usaha terakhir yang dapat

dilakukan atau apabila dalam kondisi sangat diperlukan untuk

menjaga keutuhan dan keseluruhan bangunan

Page 278: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 35

8.3. KONSEP PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)

Gambaran skematik mengenai konsep Ruang Terbuka Hijau (RTH) terlihat pada

gambar berikut ini.

Gambar 8.13 Konsep RTH di Wilayah Perkotaan

Sumber: IPB, 2005

Page 279: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 36

8.3.1. Definisi dan Pengertian RTH

Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open

spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi

(endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung

yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,

kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi:

1. Bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung); dan

2. Bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota,

lapangan olah raga, pemakaman.

Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasi-fikasi menjadi:

1. Bentuk RTH kawasan (areal, non linear); dan

2. Bentuk RTH jalur (koridor, linear).

Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi:

1. RTH kawasan Perdagangan;

2. RTH kawasan perindustrian;

3. RTH kawasan permukiman;

4. RTH kawasan pertanian;

5. RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, HANKAM, olah raga,

alamiah.

Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi:

1. RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan

yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah); dan

2. RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik

privat

8.3.2. Fungsi dan Manfaat RTH

Ruang Terbuka Hijau (RTH) -baik RTH publik maupun RTH privat- memiliki fungsi

utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi

arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi

utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan

keberlanjutan kota.

Page 280: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 37

RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara

fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk

pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya

penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar.

RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH

pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut,

sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan

kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian

cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu,

daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat tidak langsung

(berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan

konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.

8.3.3. Pola dan Struktur Fungsional RTH

Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional

(ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pembentuknya. Pola RTH

terdiri dari:

1. RTH struktural. RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh

hubungan fungsi-onal antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola

hierarki plano-logis yang bersifat antroposentris. RTH tipe ini didominasi

oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang

berhierarkhi. Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial

dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation)

penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial

sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari taman

perumahan, taman lingkungan, taman kecamatan, taman kota, taman

regional, dan seterusnya).

2. RTH non struktural. RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun

oleh hubungan fungsional antar komponen pem-bentuknya yang umumnya

tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris. RTH tipe

ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami

yang tidak berhirarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk oleh

konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti RTH kawasan

lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH sempadan

danau.

Page 281: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 38

Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat dibangun dengan

mengintegrasikan dua pola RTH ini berdasarkan bobot tertinggi pada kerawanan

ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota pegunungan, kota pulau, dan

lain-lain) sehingga dihasilkan suatu pola RTH struktural.

8.3.4. Elemen Fungsi RTH

RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah

diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan

peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pusat kota, kawasan industri,

sempadan badan-badan air, dan lain-lain) akan memiliki permasalahan yang juga

berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang

berbeda.

Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri

serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun

RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam men-seleksi jenis-jenis yang akan

ditanam.

Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan:

1. Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota;

2. Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara

dan air yang tercemar);

3. Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme);

4. Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang;

5. Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural;

6. Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota;

7. Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh

masyarakat;

8. Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal; dan

9. Keanekaragaman hayati.

Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu

(ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi

bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan

dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga

nasional.

Page 282: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 39

8.3.5. Teknis Perencanaan RTH

Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah

perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu:

1. Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan di-

tentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:

a. Kapasitas atau daya dukung alami wilayah;

b. Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pela-

yanan lainnya); dan

c. Arah dan tujuan pembangunan kota. RTH berluas minimum

merupakan RTH berfungsi ekologis yang ber-lokasi, berukuran, dan

berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan RTH privat. Dalam

suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus berukuran sama atau

lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH

pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam meningkatkan

nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.

2. Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH;

3. Struktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan

distribusi); dan

4. Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.

8.3.6. Isu RTH

Tiga isu utama dari ketersediaan dan kelestarian RTH adalah sebagai berikut:

1. Dampak negatif dari suboptimalisasi RTH dimana RTH kota tersebut tidak

memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas (RTH tidak tersedia, RTH tidak

fungsional, fragmentasi lahan yang menurunkan kapasitas lahan dan selan-

jutnya menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan) terjadi

terutama dalam bentuk/kejadian:

a. Menurunkan kenyamanan kota: penurunan kapasitas dan daya

dukung wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan air tanah

menurun, suhu kota meningkat dan lain-lain).

b. Menurunkan keamanan kota;

c. Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan artifak

alami sejarah yang bernilai kultural tinggi; dan

Page 283: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 40

d. Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya

kesehatan masyarakat secara fisik dan psikis).

2. Lemahnya lembaga pengelola RTH

a. Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat;

b. Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH;

c. Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH; dan

d. Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas.

3. Lemahnya peran stakeholders

a. Lemahnya persepsi masyarakat; dan

b. Lemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah.

4. Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH

Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota untuk RTH

fungsional.

Gambar 8.14 Skema Implementasi RTH

Sumber: IPB, 2005

8.4. KONSEP RUANG TERBUKA NON HIJAU (RTNH)

Pembahasan mengenai konsep perencanaan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) terdiri

atas: (i) definisi RTNH, (ii) fungsi RTNH, (iii) manfaat RTNH, (iv) pendekatan

pemahan RTNH, serta (v) tipologi RTNH.

8.4.1. Definisi RTNH

Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) dipahami sebagai ruang yang secara fisik bukan

berbentuk bangunan gedung dan tidak dominan ditumbuhi tanaman ataupun

Page 284: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 41

permukaan berpori, dapat berupa perkerasan, badan air ataupun kondisi tertentu

lainnya (misalnya badan lumpur, pasir, gurun, cadas, kapur, dan lain sebagainya).

Secara definitif, Ruang Terbuka Non Hijau selanjutnya dapat dibagi menjadi Ruang

Terbuka Perkerasan (paved), Ruang Terbuka Biru (badan air) serta Ruang Terbuka

Kondisi Tertentu Lainnya.

8.4.2. Fungsi RTNH

Fungsi utama atau intrinsik RTNH adalah fungsi Sosial Budaya, dimana antara lain

dapat berperan sebagai:

1. Wadah aktifitas Sosial Budaya masyarakat dalam wilayah kota/kawasan

perkotaan terbagi dan terencana dengan baik;

2. pengungkapan ekspresi budaya/kultur lokal;

3. merupakan media komunikasi warga kota;

4. tempat olahraga dan rekreasi; dan

5. wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari

alam.

Fungsi tambahan atau ekstrinsik RTNH adalah dalam fungsinya secara:

1. Ekologis

a. RTNH mampu menciptakan suatu sistem sirkulasi udara dan air dalam

skala lingkungan, kawasan dan kota secara alami berlangsung lancar

(sebagai suatu ruang terbuka);

b. RTNH berkontribusi dalam penyerapan air hujan (dengan bantuan

utilisasi dan jenis bahan penutup tanah), sehingga mampu ikut

membantu mengatasi permasalahan banjir dan kekeringan.

2. Ekonomis

a. RTNH memiliki nilai jual dari lahan yang tersedia, misalnya sarana

parkir, sarana olahraga, sarana bermain, dan lain sebagainya;

b. RTNH secara fungsional dapat dimanfaatkan untuk mengakomodasi

kegiatan sektor informal sebagai bentuk pemberdayaan usaha kecil.

3. Arsitektural

a. RTNH meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik

dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun

makro: lansekap kota secara keseluruhan;

b. RTNH dapat menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;

c. RTNH menjadi salah satu pembentuk faktor keindahan arsitektural;

Page 285: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 42

d. RTNH mampu menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area

terbangun dan tidak terbangun.

4. Darurat

a. RTNH seperti diamanahkan oleh arahan mitigasi bencana alam harus

memiliki fungsi juga sebagai jalur evakuasi penyelamatan pada saat

bencana alam;

b. RTNH secara fungsional dapat disediakan sebagai lokasi

penyelamatan berupa ruang terbuka perkerasan yang merupakan

tempat berkumpulnya massa (assembly point) pada saat bencana.

8.4.3. Manfaat RTNH

Manfaat Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) terbagi menjadi:

1. Manfaat RTNH secara Langsung

Manfaat RTNH secara Langsung merupakan manfaat yang dalam jangka

pendek atau secara langsung dapat dirasakan, seperti:

a. Berlangsungnya aktivitas masyarakat, seperti misalnya: kegiatan

olahraga, kegiatan rekreasi, kegiatan parkir, dan lain-lain;

b. Keindahan dan kenyamanan, seperti misalnya: penyediaan plasa,

monumen, landmark, dan lain sebagainya; dan

c. Keuntungan ekonomis, seperti misalnya: retribusi parkir, sewa

lapangan olahraga, dan lain sebagainya.

2. Manfaat RTNH secara Tidak Langsung

Manfaat RTNH secara tidak langsung merupakan manfaat yang baru dapat

dirasakan dalam jangka waktu yang panjang, seperti:

a. mereduksi permasalahan dan konflik sosial;

b. meningkatkan produktivitas masyarakat;

c. pelestarian lingkungan; dan

d. meningkatkan nilai ekonomis lahan di sekitarnya

8.4.4. Pendekatan Pemahaman RTNH

Pendekatan pemahaman mengenai RTNH terbagi menjadi:

1. RTNH berdasarkan Struktur dan Pola Ruang

RTNH berdasarkan struktur dan pola ruang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 286: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 43

a. Secara Hirarkis

Secara hirarkis merupakan pengelompokan RTNH berdasarkan

perannya pada suatu tingkatan administratif. Hal ini terkait dengan

suatu struktur ruang yang terkait dengan struktur pelayanan suatu

wilayah berdasarkan pendekatan administratif. RTNH secara hirarkis

dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1.) RTNH skala Kabupaten/Kota;

2.) RTNH skala Kecamatan;

3.) RTNH skala Kelurahan;

4.) RTNH skala Lingkungan RW; dan

5.) RTNH skala Lingkungan RT.

b. Secara Fungsional

Secara fungsional merupakan pengelompokan RTNH berdasarkan

perannya sebagai penunjang dari suatu fungsi bangunan tertentu. Hal

ini terkait dengan suatu pola ruang yang terkait dengan penggunaan

ruang yang secara detail digambarkan dalam fungsi bangunan. RTNH

secara fungsional dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1.) RTNH pada Lingkungan Bangunan Hunian;

2.) RTNH pada Lingkungan Bangunan Komersial;

3.) RTNH pada Lingkungan Bangunan Sosial Budaya;

4.) RTNH pada Lingkungan Bangunan Pendidikan;

5.) RTNH pada Lingkungan Bangunan Olahraga;

6.) RTNH pada Lingkungan Bangunan Kesehatan;

7.) RTNH pada Lingkungan Bangunan Transportasi;

8.) RTNH pada Lingkungan Bangunan Industri; dan

9.) RTNH pada Lingkungan Bangunan Instalasi.

c. Secara Linier

Secara linier merupakan pengelompokan RTNH berdasarkan perannya

sebagai penunjang dari jaringan aksesibilitas suatu wilayah. RTNH

yang diatur di sini bukan merupakan jalan atau jalur pejalan kaki,

tetapi berbagai bentuk RTNH yang disediakan sebagai penunjang

aksesibilitas pada jaringan jalan skala tertentu. RTNH secara linier

dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1.) RTNH pada Jalan Bebas Hambatan;

2.) RTNH pada Jalan Arteri;

Page 287: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 44

3.) RTNH pada Jalan Kolektor;

4.) RTNH pada Jalan Lokal;

5.) RTNH pada Jalan Lingkungan.

2. RTNH berdasarkan Kepemilikan

Berdasarkan kepemilikannya, RTNH dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. RTNH Publik yaitu RTNH yang dimiliki dan dikelola oleh

Pemerintah/PEMDA;

b. RTNH Privat yaitu RTNH yang dimiliki dan dikelola oleh

Swasta/Masyarakat

8.4.5. Tipologi RTNH

Tipologi RTNH merupakan penjelasan mengenai tipe-tipe RTNH yang dapat

dirumuskan dari berbagai pendekatan pemahaman RTNH yang telah dijabarkan pada

sub-bab sebelumnya.

Tipe-tipe RTNH yang dirumuskan berikut ini dapat mewakili berbagai RTNH

perkerasan (paved) yang ada, yaitu:

1. Plasa

Plasa merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu

pelataran tempat berkumpulnya massa (assembly point) dengan berbagai

jenis kegiatan seperti sosialisasi, duduk-duduk, aktivitas massa, dan lain-

lain. Contoh RTNH tipe plasa dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 8.15 Contoh RTNH Plasa

Sumber: Pedoman RTNH, 2009

Page 288: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 45

2. Parkir

Parkir merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu

pelataran dengan fungsi utama meletakkan kendaraan bermotor seperti

mobil atau motor; serta kendaraan lainnya seperti sepeda. Lahan parkir

dikenal sebagai salah satu bentuk RTNH yang memiliki fungsi ekonomis. Hal

ini dikarenakan manfaatnya yang secara langsung dapat memberikan

keuntungan ekonomis atau fungsinya dalam menunjang berbagai kegiatan

ekonomis yang berlangsung. Kedudukan lahan parkir menjadi bagian yang

tidak terpisahkan dari suatu sistem pergerakan suatu kawasan perkotaan.

Pada kawasan perkotaan, dimana berbagai kegiatan ekonomis terjadi

dengan intensitas yang relatif tinggi, namun di sisi lain lahan yang tersedia

terbatas dengan nilai lahan yang tinggi, mengakibatkan keberadaan lahan

parkir sangat dibutuhkan. Seringkali oleh berbagai keterbatasan yang ada,

keberadaan lahan parkir yang memadai menjadi sangat langka. Dalam

banyak kasus kekurangan lahan parkir menimbulkan berbagai permasalahan,

mulai dari terganggunya aktivitas manusia pada suatu fungsi bangunan

tertentu sampai pada timbulnya kemacetan yang parah.

Mengingat sangat pentingnya keberadaan lahan parkir dalam suatu kawasan

perkotaan, oleh karena itu lahan parkir menjadi satu aspek dari kajian

RTNH yang perlu diatur penyediaannya. Dalam pedoman penyediaan dan

pemanfaatan RTNH ini akan dijabarkan secara khusus mengenai arahan

penyediaan lahan parkir sesuai dengan standar kebutuhannya, baik dalam

pendekatan skala lingkungan maupun dalam pendekatan fungsi bangunan

pada bab selanjutnya.

Contoh RTNH tipe parkir dapat dilihat pada gambar sebagai berikut ini.

Gambar 8.16 Contoh RTNH Parkir

Sumber: Pedoman RTNH, 2009

Page 289: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 46

3. Lapangan Olahraga

Lapangan olahraga merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau

sebagai suatu pelataran dengan fungsi utama tempat dilangsungkannya

kegiatan olahraga.

Contoh RTNH tipe lapangan olahraga dapat dilihat pada gambar sebagai

berikut ini.

Gambar 8.17 Contoh RTNH Olahraga

Sumber: Pedoman RTNH, 2009

4. Tempat Bermain dan Rekreasi

Tempat bermain dan rekreasi merupakan suatu bentuk ruang terbuka non

hijau sebagai suatu pelataran dengan berbagai kelengkapan tertentu untuk

mewadahi kegiatan utama bermain atau rekreasi masyarakat.

Contoh RTNH tipe tempat bermain dan rekreasi dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

Gambar 8.18 Contoh RTNH Bermain

Sumber: Pedoman RTNH, 2009

5. Pembatas (Buffer)

Pembatas (buffer) merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai

suatu jalur dengan fungsi utama sebagai pembatas yang menegaskan

peralihan antara suatu fungsi dengan fungsi lainnya.

Page 290: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 47

Contoh RTNH tipe pembatas dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 8.19 Contoh RTNH Pembatas

Sumber: Pedoman RTNH, 2009

6. Koridor

Koridor merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai jalur

dengan fungsi utama sebagai sarana aksesibilitas pejalan kaki yang bukan

merupakan trotoar (jalur pejalan kaki yang berada di sisi jalan). Koridor

yaitu ruang terbuka non hijau yang terbentuk di antara dua bangunan atau

gedung, dimana dimanfaatkan sebagai ruang sirkulasi atau aktivitas

tertentu.

Contoh RTNH tipe koridor dapat dilihat pada gambar sebagai berikut ini.

Gambar 8.20 Contoh RTNH Koridor

Sumber: Pedoman RTNH, 2009

Page 291: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 48

8.5. KONSEP PENGEMBANGAN PERTANIAN MELALUI AGROFORESTRI

DAN AGROPOLITAN

Hampir lebih dari 80% penggunaan lahan di Kabupaten Tolikara berupa hutan primer

dan sekunder. Untuk itu, penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dan

aturan dibawahnya, seperti Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) skala Kota dan Distrik

harus memperhatikan kondisi tersebut. Kesalahan dalam mengelola hutan akan

memberikan dampak yang sangat besar terhadap kondisi sosial, ekonomi, maupun

lingkungan. Saat ini pengelolaan hutan di Indonesia mempunyai dasar hukum yang

kuat dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehutanan tentang Hutan

Kemasyarakatan, yaitu:

Pengelolaan hutan diubah dari sistem hutan berbasis produksi kayu (timber

management) menjadi berbasis sumber daya hutan yang berkelanjutan

(resources based management);

Pemberian hak penguasaan hutan yang awalnya lebih ditujukan kepada usaha

skala besar, beralih pada usaha berbasis masyarakat (community based forest

management);

Orientasi kelestarian hutan yang ditekankan pada aspek ekonomi (produksi

kayu) saja, diubah pada upaya mengakomodir kelestarian fungsi sosial,

ekonomi, dan lingkungan;

Pengelolaan hutan yang semula sentralistis menuju desentralistis,

memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengelola hutan secara

demokratis, partisipatif, dan terbuka; dan

Era produksi, yang mengutamakan hasil kayu akan dikurangi secara bertahap

(soft landing process), menuju era rehabilitasi dan konservasi untuk

pemulihan kualitas lingkungan yang lestari.

Konversi atau alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian akan menimbulkan

beberapa dampak negatif, diantaranya bahaya banjir, erosi dan peningkatan laju air

permukaan (surface run-off), kekeringan, penurunan kesuburan tanah, terganggunya

fungsi tanah dan tata air, kepunahan flora dan fauna, bahkan perubahan lingkungan

global. Akibat dampak tersebut akan bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan

dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain.

Agroforestri adalah salah satu sistem pemanfaatan dan pengelolaan lahan yang dapat

ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan

tersebut dan sekaligus akan mampu mengatasi masalah pangan. Secara skematis

sistem penggunaan lahan seperti pada Gambar berikut.

Page 292: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 49

Gambar 8.21 Skema Sistem Penggunaan Lahan Utama

8.5.1. Sistem Agroforestri

Sistem agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-

teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit

lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu

dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang

dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi

ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada (Lundgren dan Raintree,

1982). Pengertian agroforestri menitikberatkan pada dua karakter pokok yang umum

dipakai pada seluruh bentuk agroforestri yang membedakan dengan sistem

penggunaan lahan lainnya, yaitu : 1) adanya pengkombinasian yang

terencana/disengaja dalam satu bidang lahan antara tumbuhan berkayu

(pepohonan), tanaman pertanian dan/atau ternak/hewan baik secara bersamaan

(pembagian ruang) ataupun bergiliran (bergantian waktu), 2) ada interaksi ekologis

dan/atau ekonomis yang nyata/jelas, baik positif dan/atau negatif antara komponen-

komponen sistem yang berkayu maupun tidak berkayu.

Lundgren dan Raintree, (1982) selanjutnya menyatakan terdapat beberapa ciri

penting sistem agroforestri adalah:

1. Sistem agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih

(tanaman dan/atau hewan), paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu;

2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun;

Sistem Penggunaan Lahan

Hutan Alami Hutan Buatan Pertanian

Hutan Tanaman Industri

(HTI)

Agroforestri Sederhana Agroforestri Komplek/

Agroforest

Perkebunan Agroforestri

Page 293: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 50

3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman

tidak berkayu;

4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan

ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan;

5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya

pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat

berkumpulnya keluarga/masyarakat; dan

6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri

tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama

dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.

Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi)

maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.

Hubungan masukan dan keluaran dalam sistem agroforestri disajikan pada gambar

berikut.

Gambar 8. 22 Hubungan Masukan dan Keluaran Dalam Sistem Agroforestri

8.5.1.1 Ruang Lingkup Sistem Agroforestri

Pada dasarnya sistem agroforestri terdiri atas tiga komponen pokok yaitu kehutanan,

pertanian dan peternakan, di mana masing-masing komponen sebenarnya dapat

berdiri sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Namun sistem-

sistem tersebut pada umumnya ditujukan pada produksi satu komoditas spesifik atau

kelompok produk yang serupa. Penggabungan/ kombinasi dari tiga komponen

tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi sebagai berikut :

1. Agrisilvikultur : kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan, perdu,

palem, bamboo dan sebagainya dengan komponen pertanian;

Masukan :

Jaminan penguasaan lahan

Tenaga kerja

Ketrampilan pengelolaan

Bibit pohon, ternak, ikan

Keluaran : Produksi pohon, tanaman

semusim, ternak, ikan

Layanan lingkungan

Kualitas hidup

Dukungan kebijakan, dll

Produksi rata-rata, variasi produksi, harga pasar, resiko

pendapatan bagi petani

SISTEM

AGROFORESTRI

Page 294: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 51

2. Agropastura : kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan

komponen peternakan;

3. Silvopastura : kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan

peternakan; dan

4. Agrosilvopastura : kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan

kehutanan dan peternakan/hewan

Dari keempat kombinasi tersebut, yang termasuk dalam sistem agroforestri adalah

Agrisilvikutur, Silvopastura dan Agrosilvopastura. Sementara Agropastura tidak

dimasukkan sebagai agroforestri, karena komponen kehutanan atau pepohonan tidak

dijumpai dalam kombinasi. Beberapa praktek sistem agroforestri dapat dilihat pada

Gambar 8.23.

Di samping ketiga kombinasi tersebut, Nair (1987) menambah sistem-sistem lainnya

yang dapat dikategorikan sebagai sistem agroforestri. Beberapa contoh yang

menggambarkan sistem lebih spesifik yaitu:

Silvofishery : Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan

perikanan.

Apiculture : Budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam kegiatan atau

komponen kehutanan.

Gambar 8.23 Beberapa Praktek Sistem Agroforestri

Kombinasi antara pohon, sayuran, tanaman pangan dan buah-buahan

Kombinasi antara pohon kelapa, pisang, nenas

Kombinasi antara pohon dan tanaman kopi (sistem multistrata)

Kombinasi antara pohon, rumput dan sapi

Page 295: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 52

8.5.1.2 Jenis-jenis Sistem Agroforestri

Menurut De Foresta dan Michon (1997), sistem agroforestri dapat dikelompokkan

menjadi dua sistem, yaitu:

1. Sistem Agroforestri Sederhana

Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian, dimana

pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman

semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan

tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain,

misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar.

Jenis-jenis pohon yang ditanam sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi

tinggi (kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao, nangka, melinjo, petai, jati,

mahoni) atau bernilai ekonomi rendah (dadap, lamtoro, kaliandra). Jenis

tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan (padi gogo, jagung,

kedelai, kacang-kacangan, ubikayu), sayuran, rerumputan atau jenis-jenis

tanaman lainnya.

Dalam perkembangannya, sistem agroforestri sederhana ini juga merupakan

campuran dari beberapa jenis pepohonan tanpa adanya tanaman semusim.

Misalnya kebun kopi biasanya disisipi dengan tanaman dadap (Erythrina) atau

gamal (Gliricidia) sebagai tanaman naungan dan penyubur tanah.

Bentuk sistem agroforestri sederhana ini juga bisa dijumpai pada sistem

pertanian tradisional. Pada daerah yang kurang padat penduduknya, bentuk

ini timbul sebagai salah satu upaya petani dalam mengintensifkan penggunaan

lahan karena adanya kendala alam, misalnya tanah rawa. Sebagai contoh,

kelapa ditanam secara tumpangsari dengan padi sawah di tanah rawa.

Perpaduan pohon dengan tanaman semusim ini juga banyak ditemui di daerah

berpenduduk padat, seperti pohon-pohon randu yang ditanam pada

pematang- pematang sawah, kelapa atau siwalan dengan tembakau, tanah-

tanah yang dangkal dan berbatu ditanami jagung dan ubikayu di antara gamal

(Gliricidia sepium).

2. Sistem Agroforestri Kompleks

Sistem agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang

melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon), baik sengaja ditanam

maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan yang dikelola

mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Di dalam sistem

ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman

Page 296: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 53

memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak.

Sebagai penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah

kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem

hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem

ini dapat pula disebut sebagai agroforest (ICRAF, 1996).

Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistem agroforestri kompleks

ini dibedakan menjadi dua, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon

(home garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan „agroforest‟, yang

biasanya disebut „hutan‟ yang letaknya jauh dari tempat tinggal (De Foresta,

2000).

8.5.1.3 Sistem Agroforest

Sistem agroforest biasanya dibentuk pada lahan bekas hutan alam atau semak

belukar yang diawali dengan penebangan dan pembakaran semua tumbuhan.

Pembukaan lahan biasanya dilakukan pada musim kemarau. Pada awal musim

penghujan, lahan ditanami padi gogo yang disisipi tanaman semusim lainnya (jagung,

cabe) untuk satu-dua kali panen. Setelah dua kali panen tanaman semusim,

intensifikasi penggunaan lahan ditingkatkan dengan menanam pepohonan misalnya

karet, damar atau tanaman keras lainnya. Pada periode awal ini, terdapat perpaduan

sementara antara tanaman semusim dengan pepohonan.

Pada saat pohon sudah dewasa, petani masih bebas memadukan bermacam- macam

tanaman tahunan lain yang bermanfaat dari segi ekonomi dan budaya, misalnya

penyisipan pohon durian atau duku, sedangkan tanaman semusim sudah tidak ada

lagi. Tumbuhan asli asal hutan yang bermanfaat bagi petani tetap dibiarkan kembali

tumbuh secara alami dan dipelihara di antara tanaman utama, misalnya pulai, kayu

laban, kemenyan dan sebagainya. Pemaduan terus berlangsung pada keseluruhan

masa keberadaan agroforest. Tebang pilih akan dilakukan bila tanaman pokok mulai

terganggu atau bila pohon terlalu tua sehingga tidak produktif lagi.

Ditinjau dari letaknya, agroforest biasanya berada di pinggiran hutan (forest margin)

atau berada di tengah-tengah antara sistem pertanian dan hutan. Berdasarkan uraian

di atas, semua sistem agroforest memiliki ciri utama yaitu tidak adanya produksi

bahan makanan pokok. Namun sebagian besar kebutuhan petani yang lain tersedia

pada sistem ini, misalnya makanan tambahan (buah-buahan), hasil perkebunan,

persediaan bahan bangunan dan cadangan pendapatan tunai yang lain.

Page 297: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 54

Bentuk, fungsi, dan perkembangan sistem agroforest dipengaruhi oleh berbagai

faktor ekologis dan sosial (FAO dan IIRR, 1995), antara lain:

1. Sifat dan ketersediaan sumber daya di hutan,

2. Arah dan besarnya tekanan manusia terhadap sumber daya hutan,

3. Organisasi dan dinamika usaha tani yang dilaksanakan,

4. Sifat dan kekuatan aturan sosial dan adat istiadat setempat,

5. Tekanan penduduk dan ekonomi,

6. Sifat hubungan antara masyarakat setempat dengan „dunia luar‟,

7. Perilaku ekologis dari unsur-unsur pembentuk agroforest,

8. Stabilitas struktur agroforest, dan

9. Cara-cara pelestarian yang dilakukan.

Dibandingkan sistem agroforestri sederhana, struktur dan penampilan fisik

agroforest yang mirip dengan hutan alam merupakan suatu keunggulan dari

sudut pandang pelestarian lingkungan. Pada kedua sistem agroforestri

tersebut, sumber daya air dan tanah dilindungi dan dimanfaatkan. Kelebihan

agroforest terletak pada pelestarian sebagian besar keanekaragaman flora

dan fauna asal hutan alam (Bompard, 1985; Michon, 1987; Seibert, 1988;

Michon, 1990).

8.5.1.4 Keunggulan Sistem Agroforestri

Sistem agroforestri memiliki beberapa keunggulan yaitu dari aspek

ekologi/lingkungan, ekonomi, sosial-budaya dan politik.

1. Keunggulan ekologi/lingkungan, sistem agroforestri memiliki stabilitas ekologi

yang tinggi, karena agroforestri memiliki:

Multi-jenis, artinya memiliki keanekaragaman hayati yang lebih banyak atau

memiliki rantai makanan/energi yang lebih lengkap. Konversi hutan alami

menjadi lahan pertanian mendorong penurunan keanekaragaman hayati

secara drastis;

Multi-strata tajuk dapat menciptakan iklim mikro serta konservasi tanah dan

air yang lebih baik. Selain itu, dengan adanya kombinasi pohon dan tanaman

semusim dapat mengurangi serangan hama dan penyakit. Kesinambungan

vegetasi pada lahan, sehingga tidak pernah terjadi keterbukaan permukaan

tanah secara ekstrim yang dapat merusak keseimbangan ekologinya; dan

Penggunaan bentang lahan secara efisien. Pada suatu lahan, kemungkinan

terdapat 'relung' (niches) yang beragam tergantung pada kesuburan tanah,

Page 298: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 55

kemiringan lereng, kerentanan terhadap erosi, ketersediaan air dan

sebagainya. Pada sistem monokultur, keragaman „niches‟ ini seringkali

diabaikan, bahkan cenderung ditiadakan. Dalam sistem agroforestri, petani

memiliki banyak pilihan untuk menyesuaikan tanaman apa yang akan ditanam

pada suatu „niches‟, dan bukan „mengkoreksi‟ untuk memanfaatkan ‟niches‟

tersebut, yang seringkali justru memboroskan biaya dan tenaga.

2. Keunggulan ekonomi , yakni memberi kesejahteraan kepada petani relatif lebih

tinggi dan berkesinambungan, karena sistem agroforestri memiliki:

Tanaman yang ditanam lebih beragam, yang biasanya dipilih jenis-jenis

tanaman yang mempunyai nilai komersial dengan potensi pasar yang besar.

Keragaman atau diversifikasi jenis hasil ini akan meningkatkan ketahanan

terhadap resiko kegagalan dan fluktuasi harga serta jumlah permintaan pasar.

Dengan demikian akan diperoleh jenis hasil yang beragam dan

berkesinambungan, sehingga akan menjamin pendapatan petani lebih merata

sepanjang tahun; dan

Kebutuhan investasi yang relatif rendah, atau mungkin dapat dilakukan secara

bertahap.

3. Keunggulan sosial budaya yaitu keunggulan sistem agroforestri yang

berhubungan dengan kesesuaian (adoptibility) yang tinggi dengan kondisi

pengetahuan, ketrampilan dan sikap budaya masyarakat petani. Hal ini karena

sistem agroforestri memiliki:

Teknologi yang fleksibel, dapat dilaksanakan mulai dari sangat intensif untuk

masyarakat yang sudah maju, sampai kurang intensif untuk masyarakat yang

masih tradisional dan subsisten;

Kebutuhan input, proses pengelolaan sampai jenis hasil agroforestri umumnya

sudah sangat dikenal dan biasa dipergunakan oleh masyarakat setempat;

Filosofi budidaya yang efisien, yakni memperoleh hasil yang relatif besar

dengan biaya atau pengorbanan yang relatif kecil.

4. Keunggulan politis yaitu sistem agroforestri dapat memenuhi hasrat politik

masyarakat luas dan kepentingan bangsa secara keseluruhan, yakni:

Agroforestri dapat dan sangat cocok dilakukan oleh masyarakat luas, adanya

pemerataan kesempatan usaha, serta menciptakan struktur supply yang lebih

kompetitif;

Page 299: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 56

Dapat meredakan ketegangan atau konflik politik, yang selama ini terus

memanas akibat ketimpangan peran antar golongan dan ketidakadilan

ekonomi;

Kepercayaan yang diberikan masyarakat akan direspon dengan „rasa memiliki‟

dan menjaga sumber daya hutan/lahan yang memberi manfaat nyata kepada

mereka.

Tujuan sistem agroforestri diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan

interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya (pohon, produksi tanaman

pertanian, ternak/hewan) atau interaksi antara komponen-komponen tersebut

dengan lingkungannya. Dalam kaitan ini ada beberapa keunggulan agroforestri

dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu dalam hal:

1. Produktivitas (Productivity): Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk

total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada

monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran (output) dari satu

bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun.

Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu

komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan

komponen/jenis tanaman lainnya.

2. Diversitas (Diversity): Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih

daripada sistem agroforestri menghasilkan diversitas yang tinggi, baik

menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi dapat

mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi

ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat

terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).

3. Kemandirian (Self-regulation): Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri

diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil

dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk- produk

luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak

memerlukan banyak input dari luar (a.l. pupuk, pestisida), dengan diversitas

yang lebih tinggi daripada sistem monokultur.

4. Stabilitas (Stability): Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan

produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang

sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan

kesinambungan) pendapatan petani.

Page 300: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 57

8.5.1.5 Konsep Sistem Agribisnis

Salah satu implementasi dari pembangunan pertanian secara nasional dirumuskan

dalam Program Pengembangan Sistem Agribisnis. Pembangunan sistem agribisnis

merupakan totalitas atau kesatuan kerja agribisnis yang terdiri atas : subsistem

agribisnis hulu, subsistem usaha tani (on-farm), subsistem pengolahan hasil (off-

farm), subsistem pemasaran dan subsistem penunjang.

Dengan demikian pembangunan sistem agribisnis mencakup 5 subsistem, yaitu : 1)

Subsistem Agribisnis Hulu (up-stream agribusiness) yaitu industri yang menghasilkan

barang-barang modal bagi pertanian berupa industri perbenihan/ pembibitan

tanaman dan hewan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat/vaksin hewan) dan

industri agro-otomotif (mesin dan peralatan pertanian) serta industri pendukungnya,

2) Subsistem Usaha Tani (on-farm agribusiness) yaitu kegiatan yang menggunakan

barang-barang modal dan sumberdaya alam untuk menghasilkan komoditas pertanian

primer, yaitu usaha tani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan

perikanan, 3) Subsistem Pengolahan Hasil (off-farm agribusiness) yaitu industri yang

mengolah komoditas pertanian primer (agroindustri) menadi produk olahan antara

(intermediate products) maupun produk akhir (finished products), termasuk

didalamnya industri makanan, industri minuman, industri serat alam (karet, pulp,

playwood, benang kapas/ sutera, barang kulit dll), industri biofarma dan industri

agrowisata, 4) Subsistem Pemasaran Hasil yaitu kegiatan-kegiatan untuk

memperlancar pemasaran komoditas pertanian, baik segar maupun olahan baik di

dalam maupun ekspor ke luar negeri, termasuk didalamnya adalah kegiatan distribusi

untuk memperlancar arus komoditas dari sentra produksi ke sentra konsumsi,

informasi pasar, promosi serta intelijen pasar (market intelligence), 5) Subsistem

Jasa Penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa dari subsistem agribisnis hulu,

usaha tani dan hilir, termasuk dalam subsistem ini adalah penelitian dan

pengembangan, perkreditan dan asuransi, transportasi, pendidikan, pelatihan dan

penyuluhan, sistem informasi dan dukungan kebijaksanaan pemerintah

(mikroekonomi, makroekonomi dan tata ruang)

Operasionalisasi pembangunan sistem agribisnis dilaksanakan melalui pengembangan

kawasan dan pusat-pusat pertumbuhan berbasis pada komoditas unggulan di masing-

masing kawasan dengan mempertimbangkan kondisi fisik, agroekosistem dan

permintaan masyarakat yang sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi dan pasar.

Pembangunan kawasan dan pusat-pusat pertumbuhan mencakup kawasan agribisnis

komersial dan kawasan produksi pangan. Rencana pembangunan tersebut harus

menjadi bagian integral dari pembangunan daerah (sesuai dengan tata ruang daerah).

Page 301: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 58

Pusat-pusat pertumbuhan dan kawasan agribisnis direncanakan guna merangsang

tumbuhnya investasi masyarakat dan swasta terutama pengusaha local. Peran

pemerintah lebih diarahkan kepada penumbuhan usaha bisnis masyarakat dan

penyediaan fasilitas infrastruktur dan kelembagaan agribisnis yang diperlukan.

Pembangunan kawasan agribisnis berbasis komoditas unggulan terutama diarahkan

kepada pemantapan dan peningkatan produksi komoditas yang ada di kawasan

tersebut.

8.5.2. Konsep Pembangunan Kawasan Agropolitan

Pembangunan kawasan agropolitan merupakan salah satu upaya mempercepat

pembangunan perdesaan dan pertanian, dimana kota sebagai pusat kawasan dengan

ketersediaan sumberdayanya, tumbuh dan berkembang dengan mengakses, melayani,

mendorong dan menghela usaha agribisnis di desa-desa kawasan (hinterland) dan

desa-desa sekitarnya. Kawasan agropolitan terdiri atas kota pertanian dan desa-desa

sentra produksi yang ada disekitarnya dengan batasan yang tidak ditentukan oleh

batas administratif pemerintah, namun lebih ditentukan oleh skala ekonomi kawasan.

Pengembangan kawasan agropolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis

pertanian yang dilaksanakan dengan mensinergiskan berbagai potensi yang ada untuk

mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis dalam suatu kesisteman yang

utuh menyeluruh, yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan

terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitas pemerintah. Ciri-

ciri dari konsep kawasan agropolitan ini meliputi:

a) merupakan sebuah skala geografi yang kecil;

b) memiliki kemandirian (self-sufficiency dan self-reliance) tingkat tinggi

didalam perencanaan dan pengambilan keputusan, yang didasarkan kepada

tindakan partisipasi dan koperatif di tingkatan lokal;

c) diversifikasi tenaga kerja perdesaan yang meliputi, baik kegiatan pertanian

maupun non-pertanian;

d) merupakan fungsi-fungsi perindustrian perdesaan dan agroindustri yang

memiliki keterkaitan dengan struktur ekonomi dan sumberdaya lokal dan;

e) penilaian dan pemanfaatan teknologi-teknologi dan sumberdaya lokal.

Model pembangunan kawasan agropolitan berbasis pada sektor pertanian dengan

mengembangkan secara terpadu kedua subsistim dalam pertanian, yaitu keterpaduan

subsistim agrobisnis dan agroindustri. Dalam pengembangan kawasan agropolitan,

maka potensi dan keterpaduan tersebut harus didukung oleh potensi sumberdaya

Page 302: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 59

kawasan, diantaranya: potensi sumberdaya manusia, kelembagaan (permodalan,

pemasaran, saprodi, petani), sarana dan prasarana, serta pasar. Konsep

implementasi kawasan agropolitan seperti disajikan pada gambar berikut.

Gambar 8.24 Konsep Kawasan Agropolitan

Menurut pemikiran Friedmann (1975), konsep agropolitan terdiri atas distrik-distrik

agropolitan dan distrik agropolitan didefinisikan sebagai kawasan pertanian pedesaan

yang memiliki kepadatan penduduk rata-rata 200 jiwa per km2. Efisiensi usaha tani

akan terjadi apabila dilaksanakan one district one commodity. Dalam distrik

agropolitan ini akan dijumpai kota-kota tani yang berpenduduk 10.000 – 25.000 jiwa.

8.5.2.1 Kriteria Kawasan Agropolitan

Pada dasarnya kawasan Agropolitan harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1)

mempunyai skala ekonomi yang besar, sehingga produktif untuk dikembangkan; (2)

mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang; (3) memiliki dampak spasial yang

besar dalam mendorong pengembangan wilayah yang berbasis pertanian sebagai

sumber bahan baku; (4) memiliki produk-produk unggulan yang mempunyai pasar

yang jelas dan prospektif; (5) memenuhi prinsip-prinsip efisiensi ekonomi untuk

menghasilkan output yang maksimal.

Sementara itu, agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil

pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa

Page 303: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 60

untuk kegiatan tersebut, sehingga menjadi produk jadi dan siap untuk dikonsumsi,

atau produk antara dan siap untuk proses lebih lanjut. Pengembangan agroindustri

diperlukan agar tercipta keterkaitan yang erat antara sektor pertanian dan sektor

industri, sehingga proses transformasi struktur perekonomian berjalan dengan baik

dan efisien dari dominasi pertanian menjadi dominasi industri.

Struktur perekonomian seimbang yang terwujud akan memiliki ciri-ciri sebagai

berikut, yaitu : (1) kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan pendapatan

daerah secara relatif menurun, sedangkan sektor-sektor diluar sektor pertanian

mengalami kenaikan terutama untuk sektor industri; (2) penyerapan tenaga kerja

secara relatif menurun sedangkan sektor-sektor diluar sektor pertanian mengalami

kenaikan; (3) sektor pertanian mampu menyediakan bahan pangan untuk kebutuhan

industri; dan ; (5) produktifitas tenaga kerja disektor pertanian relatif sama besarnya

dengan produktifitas tenaga kerja di luar sektor pertanian.

8.5.2.2 Konsep Struktur Ruang Kawasan Agropolitan

Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengimplementasikan konsep

agropolitan secara spasial adalah mengintegrasikan antara desa dan kota sebagai

keterkaitan ekonomi yang saling membutuhkan dan bersifat interdependensi.

Keterkaitan dan interdependensi menurut Mike Douglass (1998) menempatkan fungsi

kota sebagai pusat transportasi dan perdagangan pertanian, sedangkan fungsi desa

sebagai produksi pertanian. Desa dan kota merupakan satu kesatuaan muatan

fungsional wilayah yang harus saling bersinergi dan melengkapi (komplementer).

Menurut Antonius Tarigan (2003) pendekatan keterkaitan desa-kota dalam

pembangunan wilayah perdesaan juga dapat menaikkan nilai tukar produk/jasa

masyarakat perdesaan melalui : (1) upaya memindahkan proses produksi dari kota ke

desa untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk/jasa yang dihasilkan

oleh masyarakat perdesaan melalui bantuan modal, sarana produksi dan pelatihan;

(2) memperpendek jalur produksi, distribusi, dan pemasaran produk/jasa masyarakat

untuk mengurangi biaya ekonomi tinggi melalui pembentukan satuan partisipatif bagi

pengembangan produk/jasa secara spesifik; (3) memberikan akses yang lebih besar

bagi masyarakat perdesaan terhadap faktor-faktor produksi barang/jasa seperti

modal, bahan baku, teknologi, sarana dan prasarana.

Pembangunan agropolitan yang terintegrasi bertujuan untuk menghasilkan sistem

ruang terencana yang berperan didalam melayani dan menghubungkan berbagai

aktivitas sosial dan ekonomi dari manusianya. Sistem ruang ini membentuk

Page 304: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 61

keterkaitan antar lokasi-lokasi secara berhirarki (berjenjang) berupa struktur ruang

agropolitan. Menurut ESCAP (1979), jenjang pusat-pusat yang melayani wilayah

pembangunan pertanian terdiri dari kota regional (regional city), kota distrik

(district town), dan kota lokal (local town). Masing-masing pusat ini memiliki fungsi

yang didasarkan kepada kemampuan melayani sejumlah ukuran penduduk. Apabila

dikaitkan dengan konsep secondary cities pemikiran Rondinelli, maka kota kedua

tersebut adalah kota distrik. Rondinelli dan Ruddle (ESCAP, 1979) mengemukakan

bahwa kota distrik merupakan saluran utama didalam memenuhi kebutuhan dasar

barang dan jasa penduduk (petani) sebagai pengganti dari hasil-hasil pertanian yang

mereka jual. Dalam konsep agropolitan, kota kedua ini dapat dianggap sebagai lokasi

pusat-pusat pelayanan pertanian dan perdesaan atau pusat agropolitan. Pusat

agropolitan bersama dengan unit-unit pengembangan (setingkat kecamatan)

membentuk satu kawasan agropolitan, dimana masing-masing memiliki fungsi sebagai

berikut :

1) Pusat agropolitan, berfungsi sebagai:

a. Pusat pedagangan dan transportasi

b. Penyedia jasa pendukung pertanian

c. Pasar konsumen produk non-pertanian

d. Pusat industri pertanian (agro-based industry)

e. Penyedia pekerjaan non pertanian

f. Pusat agropolitan dan hinterland nya terkait dengan sistem permukiman

nasional, propinsi, dan kabupaten

2) Unit-unit kawasan pengembangan, berfungsi sebagai

a. Pusat produksi pertanian

b. Intensifikasi pertanian

c. Pusat pendapatan perdesaan dari permintaan untuk barang-barang dan jasa

non pertanian

d. Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian

Model pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan ini didasarkan oleh

keterkaitan antara variabel-variabel kinerja pembangunan ekonomi daerah dengan

variabel-variabel kinerja sistem agropolitan (seperti: variabel-variabel SDA, SDM,

infrastruktur dan fasilitas publik, aktifitas ekonomi, penganggaran belanja dan

pengendalian ruang). Pengembangan wilayah melalui sistim agropolitan diwujudkan

dalam pembangunan infrastruktur dan berbagai sarana pendukung kegiatan

agroindustri dan agrobisnis. Berbagai infrastruktur yang tersedia dimaksudkan untuk

Page 305: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 62

lebih memperlancar aktivitas perekonomian dari subsistem penyediaan input sarana

produksi, usaha tani, pengolahan, pemasaran produk. Apabila langkah-langkah

tersebut dapat dicapai, maka akan terbentuk kota di daerah perdesaan dengan

sarana dan prasarana permukiman setara kota dengan kegiatan pertanian sebagai

kekuatan penggerak perekonomian perdesaan.

Strukur Kawasan agropolitan dapat dikategorikan atas Orde Pertama (Kota Tani

Utama), Orde Kedua (Pusat Distrik Agropolitan atau Pusat Pertumbuhan), dan Orde

Ketiga (Pusat Satuan Kawasan Pertanian). Jarak antara Kota Tani Utama dengan

pusat pertumbuhan yang sudah berkembang berkisar antara 35–60 km yang

disesuaikan dengan kondisi geografis wilayah dan antar kota tani (orde 2 dan orde 3)

yang berada dalam satu distrik agropolitan, berjarak antara 15–35 km. Setiap orde

kota berfungsi sebagai simpul jasa koleksi dan distribusi dengan skalanya masing-

masing, berjenjang (hierarkis), merupakan pusat pelayanan permukiman dan antar

simpul dihubungkan oleh jaringan transportasi yang sesuai.

Batas suatu Kawasan Agropolitan tidak terpaku oleh batas administrasi pemerintah

(Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota), tetapi lebih fleksibel dengan

menyesuaikan economic of scale dan economic of scope. Oleh karena itu, penetapan

Kawasan Agropolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan

realitas perkembangan kegiatan pertanian/ agribisnis di daerah tersebut.

8.5.2.3 Komoditas Unggulan Kawasan

Menurut Handewi Rachman (2003) komoditas unggulan adalah komoditas andalan

yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah. Posisi strategis

ini didasarkan pada pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim), sosial ekonomi

dan kelembagaan. Penentuan ini penting dengan pertimbangan bahwa ketersediaan

dan kemampuan sumberdaya (alam, modal dan manusia) untuk menghasilkan dan

memasarkan semua komoditas yang dapat diproduksi di suatu wilayah secara

simultan relatif terbatas. Sementara itu, pada era pasar bebas seperti saat ini, baik

ditingkat pasar lokal, nasional maupun global hanya komoditas yang diusahakan

secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta mempunyai keunggulan

komparatif dan kompetitif yang akan mampu bersaing secara berkelanjutan dengan

komoditas yang sama dari wilayah lain.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa komoditas unggulan adalah komoditas yang

layak diusahakan karena memberikan keuntungan kepada petani baik secara biofisik,

sosial dan ekonomi. Komoditas tertentu dikatakan layak secara biofisik jika

Page 306: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 63

komoditas tersebut diusahakan sesuai dengan zona agroekologi, layak secara sosial

jika komoditas tersebut memberi peluang berusaha, bisa dilakukan dan diterima

oleh masyarakat setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja.

Sedangkan layak secara ekonomi artinya komoditas tersebut memberi keuntungan.

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan komoditas unggulan adalah

dengan metode Location Quotient (LQ) yang merupakan suatu pendekatan tidak

langsung untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non

basis. Metode LQ ini merupakan perbandingan antara pangsa relatif produksi

komoditas „i‟ pada tingkat provinsi terhadap total produksi di provinsi tersebut

dengan pangsa relatif produksi komoditas „i‟ pada tingkat nasional terhadap total

produksi di tingkat nasional. Jika ingin dijabarkan sampai etingkat kabupaten

berarti komoditas „i‟ pada tingkat kabupaten dibandingkan dengan total produksi di

kabupaten tersebut kemudian dibandingkan lagi dengan produksi komoditas „i‟ pada

tingkat provinsi terhadap total produksi di tingkat provinsi, demikian seterusnya

untuk tingkat kecamatan terhadap kabupaten/ kota.

Produksi dijadikan indikator utama dalam perhitungan LQ, karena produksi suatu

komoditas adalah resultan akhir dari semua proses sistem budidaya. Jika produksi

suatu komoditas tinggi dan cenderung meningkat setiap tahun, maka diasumsikan

bahwa komoditas tersebut sangat diminati oleh masyarakat, sehingga berdampak

pada peningkatan pendapatan petani secara nyata. Minat yang tinggi terhadap suatu

komoditas ini tentunya akan diikuti dengan perawatan yang lebih baik dibanding

komoditas lain yang produksinya lebih rendah.

Secara matematis perhitungan LQ dapat diformulasikan sebagai berikut :

pi = Produksi komoditas „i‟ pada tingkat kabupaten atau kota atau kecamatan;

pt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat kabupaten, kecamatan;

Pi = Produksi komoditas „i‟ pada tingkat provinsi, kabupaten/kota

Pt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat provinsi , kabupaten/kota

Kriteria :

LQ > 1 : Sektor basis artinya komoditas i disuatu wilayah memiliki keunggulan

komparatif

Vi / Vt LQ =

Pi / Pt

Page 307: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 64

LQ = 1 : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki

keunggulan, produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan

wilayah sendiri

LQ < 1 : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak dapat

memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar

Penjelasan : Semakin tinggi nilai LQ sektor disuatu wilayah, semakin tinggi potensi

keunggulan sektor tersebut.

8.5.2.4 Konsep dan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan di

Kawasan Perkotaan Bokondini

Berdasarkan kondisi eksisting dan biofisik lingkungan di kawasan perencanaan

Perkotaan Bokondini dan sesuai arahan rencana tata ruang, maka konsep dan

strategi pengembangan sektor pertanian diarahkan pada sistem agroforestri guna

mewujudkan kemandirian komunitas lokal ( pangan, sosial, ekonomi dan budaya)

melalui pengembangan kawasan agropolitan yang didukung oleh komoditas unggulan

dan sistem agribisnis seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 8.25 Konsep Pengembangan Sektor Pertanian di Perkotaan Bokondini

Sumber: Olahan Konsultan, 2012

Penjelasan :

A. Penunang Sistem Agroforestri

Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan terhadap keberhasilan

penerapan sistem agroforestri :

1. Pengelolaan sistem agroforestri

Kawasan Agropolitan Perkotaan

Bokondini

Sistem

Agroforestri

Komoditas

Unggulan

Sistem

Agribisnis

• Pengelolaan Sistem

Agroforestri • Bibit Unggul • Lokasi Cocok &

Pemasaran • Pelayanan

Lingkungan • Kebijakan

Pemerintah

Kemandirian Komunitas

Lokal (pangan, sosial,

ekonomi &

budaya)

Konsumsi dan Pemasaran Hasil

Pertanian, Peternakan dan

Perikanan

Page 308: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 65

Sistem agroforestri terdiri dari banyak komponen antara lain pohon, tanaman

semusim, hewan dan sebagainya, sehingga sistem tersebut cukup kompleks.

Pada sistem ini akan terbentuk interaksi antara pohon-tanah-tanaman

semusim dan setiap jenis komponen akan menimbulkan berbagai pengaruh

negatif maupun positif terhadap komponen yang lain. Kegagalan dalam usaha

agroforestri-nya karena masih kurang tingkat pemahaman terhadap interaksi

tersebut. Oleh karena perlu penelitian biofisik agroforestri guna

meningkatkan pemahaman proses yang terjadi dalam interaksi antara pohon,

tanah dan tanaman semusim.

2. Penyediaan bibit unggul/ berkualitas tinggi

Usaha agroforestri tidak jarang mengalami kegagalan, karena pertumbuhan

pohon yang tidak baik sebagai akibat rendahnya mutu bibit yang dipilih. Untuk

meningkatkan keterampilan masyarakat dalam penyediaan bibit, maka

masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan dalam

pemilihan bibit.

3. Pemilihan lokasi yang cocok dan pemasaran

Pemilihan lokasi yang tepat untuk jenis komoditas tertentu merupakan salah

satu kunci keberhasilan usaha agroforestri. Pola sebaran pepohonan pada

skala bentang lahan merupakan informasi yang sangat berharga bagi

masyarakat untuk mengembangkan usaha agroforestri-nya. Di samping itu,

informasi pasar untuk produk pohon (kayu bangunan, buah-buahan, sayuran

dan rempah) akan banyak membantu petani dalam mengatur strategi

pengelolaan lahannya.

4. Pengukuran tingkat pelayanan lingkungan agroforestri

Usaha agroforestri memberikan pelayanan lingkungan antara lain

mempertahankan fungsi daerah aliran sungai (DAS), penyerapan CO2 di

atmosfer dan mempertahankan keanekaragaman hayati.

5. Kebijakan Pemerintah

Beberapa hal yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan agroforestri

antara lain yang berhubungan dengan:

• Jaminan penguasaan lahan (land tenure); dan

• Pengadaan “pasar hijau” bagi produk yang ramah lingkungan dan pemberian

„insentif‟ bagi petani yang melaksanakannya.

Page 309: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 66

B. Sistem Agroforestri

Sistem agroforestri diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu

bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki

kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh

tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya

pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan wujud dari adanya

konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang

diadopsi. Di samping itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung

ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. Secara rinci manfaat usaha

agroforestri dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan:

Meningkatkan persediaan pangan baik tahunan atau tiap-tiap

musim; perbaikan kualitas nutrisi, pemasaran, dan proses-proses

dalam agroindustri.

Diversifikasi produk dan pengurangan risiko gagal panen.

Keterjaminan bahan pangan secara berkesinambungan.

2. Memperbaiki penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar:

Suplai yang lebih baik untuk memasak dan pemanasan rumah

(catatan: yang terakhir ini terutama di daerah pegunungan atau berhawa

dingin)

3. Meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi produksi

bahan mentah kehutanan maupun pertanian:

Pemanfaatan berbagai jenis pohon dan perdu, khususnya untuk

produk-produk yang dapat menggantikan ketergantungan dari luar

(misal: zat pewarna, serat, obat-obatan, zat perekat, dll.) atau yang

mungkin dijual untuk memperoleh pendapatan tunai.

Diversifikasi produk.

4. Memperbaiki kualitas hidup daerah pedesaan, khususnya pada daerah

dengan persyaratan hidup yang sulit di mana masyarakat miskin banyak

dijumpai:

Mengusahakan peningkatan pendapatan, ketersediaan pekerjaan

yang menarik.

Mempertahankan orang-orang muda di pedesaan, struktur keluarga

yang tradisional, pemukiman, pengaturan pemilikan lahan.

Memelihara nilai-nilai budaya.

Page 310: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 67

5. Memelihara dan bila mungkin memperbaiki kemampuan produksi dan jasa

lingkungan setempat:

Mencegah terjadinya erosi tanah, degradasi lingkungan.

Perlindungan keanekaragaman hayati.

Perbaikan tanah melalui fungsi „pompa‟ pohon dan perdu, mulsa dan

perdu.

Shelterbelt, pohon pelindung (shade trees), windbrake, pagar hidup

(life fence).

Pengelolaan sumber air secara lebih baik.

C. Kawasan Agropolitan

Kawasan agropolitan merupakan salah satu upaya mempercepat pembangunan

perdesaan dan pertanian, dimana kota sebagai pusat kawasan dengan

ketersediaan sumberdayanya, tumbuh dan berkembang dengan mengakses,

melayani, mendorong dan menghela usaha pertanian di desa-desa kawasan

(hinterland) dan desa-desa sekitarnya.

Melalui perwujudan kawasan agropolitan akan ditentukan pola dan struktur

ruang kawasan untuk kegiatan pertanian, peternakan dan perikanan. Untuk

mendukung kawasan diperlukan prasarana dan sarana pendukung (PSD) dan

transportasi, baik di kawasan pusat pertumbuhan/ kota kecil (regional) berupa

pusat perdagangan saprodi, tempat pembibitan, pengolahan hasil (agroindustri),

pusat perdagangan hasil dan produk pangan, dan sebagainya maupun prasarana

dan sarana di kawasan produksi (hinterland).

D. Sistem Agribisnis

Pendekatan pembangunan kawasan agropolitan didekati dengan sistem

agribisnis agar mampu menampung kegiatan usaha tani secara terpadu dan

komprehensif, mulai dari kegiatan penyediaan sarana produksi (bibit, pupuk,

pestisida dan alat mesin pertanian), kegiatan budidaya, kegiatan pasca panen

dan pengolahan hasil serta kegiatan distribusi dan pemasaran. Dengan

demikian, kegiatan usaha tani dapat efisien dan mempunyai daya saing.

E. Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan dicirikan diantaranya oleh produksi yang tinggi, kesesuaian

terhadap biofisik dan lingkungan setempat dan mempunyai daya saing di

pasaran. Komoditas unggulan akan menjadi prioritas pengembangan, meskipun

Page 311: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 68

komoditas yang lain juga diusahakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

setempat.

F. Produksi, Konsumsi dan Pemasaran Hasil

Hasil usaha pertanian, peternakan dan perikanan diprioritaskan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi penduduk setempat, selanjutnya sisa produksi di pasarkan

ke luar kawasan sebagai pendapatan masyarakat setempat dan pada akhirnya

akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

G. Kemandirian Komunitas Lokal (pangan, social, ekonomi dan budaya)

Hasil pertanian, peternakan dan perikanan yang mampu mencukupi konsumsi

pangan masyarakat setempat, sehingga tidak memerlukan bahan pangan dari

luar kawasan. Dengan demikian akan mewujudkan kemandirian komunitas/

masyarakat lokal dalam hal pangan, sosial, ekonomi dan budaya.

8.6. KONSEP GRID CITY BAGI PENGEMBANGAN KOTA BOKONDINI

Kota Bokondini berdasarkan struktur ruangnya dibentuk oleh pola jaringan jalan

eksisting dan adanya Bandar udara perintis. Ada 3 jaringan jalan pembentuk ruang

kota. Ruas jalan yang pertama merupakan jalan kolektor sekunder yang direncanakan

akan disambungkan ke Distrik Wunin, sedangkan 2 ruas lainnya adalah jalan didalam

kota. Jaringan jalan ini membentuk pola kawasan dalam kotak-kotak yang tidak

sama, namun menciptakan kawasan dalam bentuk grid.

Diharapkan pengembangan kawasan perkotaan di Bokondini mengikuti pola eksisting

yang ada dengan menyiapkan jaringan jalan baru yang membentuk kawasan-kawasan

permukiman baru, kawasan perdagangan & jasa, kawasan perkantoran pemerintahan

distrik, kawasan pendidikan, dan lainnya yang mendukung keseluruhan kegiatan di

Kota.

Konsep grid city banyak diadopsi oleh berbagai kota di dunia. Konsep ini merupakan

konsep kota yang efisien dan efektif terutama dalam pembiayaan pembangunan

jaringan jalannya. Namun, tidak serta merta konsep ini dapat langsung diadopsi di

Bokondini. Diharapkan penyiapan jaringan jalan di dalam kawasan perkotaan

membentuk pola grid yang tertata baik dan tidak sporadis. Untuk itu disiapkan

rancangan awal jaringan jalan di dalam kawasan perkotaan yang terencana.

Page 312: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 69

Gambar 8.26 Konsep Pengembangan Grid City

Beberapa konsep grid city di Kota-Kota Dunia. Sumber: www. wikipedia.com

Konsep Grid City di London, Kota Milton

Keynes Sumber: www.wikipedia.com

Grid City Bokondini, 2012 (Hasil Olahan Konsultan, 2012)

8.7. KONSEP KAMPUNG MANDIRI DI PERKOTAAN BOKONDINI

Memperhatikan kondisi topografi kawasan perkotaan Bokondini yang terdiri atas

lembah dan pegunungan, diharapkan kantong-kantong kampong yang didalamnya

terdapat honai-honai tempat masyarakat tinggal dan bermata pencaharian

(pertanian, perkebunan, peternakan). Melalui konsep kampung mandiri terjadi

interaksi antar kampong dengan pusat kegiatan kampong yang disebut dengan

Kampung Mandiri. Kampung mandiri adalah pusat kegiatan beberapa kampong yang

dilayani oleh komplek klasis (berupa sarana sosial/keagamaan, olah raga, kesehatan,

dan pendidikan). Berdasarkan pengamatan di lapangan, telah terbentuk embrio

adanya kampung mandiri. Dimana 1 kawasan klasis melayani beberapa kampong,

dimana 1 kampung tersebut dapat terdiri atas 5-10 honai.

Kedepan diharapkan konsep ini dapat dikembangkan dan ditingkatkan sarana dan

prasarananya. Dikembangkan adalah dijadikan sebagai contoh bagi kawasan distrik

lainnya. Ditingkatkan dalam artinya adanya peranan pemerintah dalam meningkatkan

Page 313: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 70

kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana didalam kawasan, menuju ke kawasan

dan interaksi antar kampong mandiri.

Gambar 8.27 Konsep Pengembangan Kampung Mandiri

Diharapkan konsep ini dapat dikembangkan sehingga kemandirian kampong dapat

terjaga. Selain itu dukungan masyarakat juga diharapkan dalam pengembangan

konsep ini, terutama berkaitan dengan pengadaan infrastruktur jalan perkampungan

yang memenuhi kebutuhan kampong. Semisal lebar jalan kampong dapat dilalui oleh

kendaraan roda empat dan roda dua (3 M), dengan dilengkapi oleh saluran drainase di

kiri dan kanan jalan. Saluran drainase ini menjadi penting untuk menjaga kestabilan

jalan.

8.8. KONSEP PERENCANAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS (PSU)

Konsep penyelenggaraan prasarana sarana dan utilitas dapat terpadu dengan langkah-

langkah penanganan secara preventif dan kuratif seperti yang akan diuraikan di

bawah ini.

Page 314: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 71

1. Penanganan Keterpaduan PSU Kawasan Secara Preventif

Penanganan Keterpaduan PSU secara preventif dimaksudkan sebagai upaya

untuk menyiapkan perumahan melalui penyediaan layanan PSU yang

memadai sehingga dapat mencegah timbulnya permasalahan prasarana

sarana dan utilitas di kawasan perumahan yang akan dibangun pada

kawasan skala besar dan kawasan khusus, sehingga akan tercipta lingkungan

kawasan perumahan yang layak huni. Penanganan Keterpaduan PSU

kawasan secara preventif diselenggarakan, dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Penanganan PSU di kawasan perumahan yang baru;

b. Upaya keterpaduan preventif dilaksanakan seluruh pemangku

kepentingan yang akan membuka kawasan perumahan baru, baik

berskala besar maupun kawasan khusus, dengan fasilitasi pemerintah

kabupaten/kota untuk menghindari permasalahan ketidakterpaduan

PSU pada saat penghunian dan perkembangannya di masa yang akan

datang;

c. Keterpaduan secara preventif ini dilakukan secara berkelanjutan

mulai sejak saat penentuan lokasi, perencanaan, pelaksanaan,

pemeliharaan, pengelolaan, dan pengendalian;

d. Penanganan keterpaduan PSU kawasan ini juga dilaksanakan dengan

memperhatikan kawasan di sekitarnya;

e. Penanganan keterpaduan PSU kawasan mengacu pada RTRWK, RP4D,

Rencana Rinci Tata Ruang, Rencana Induk Sistem (masterplan)

Keterpaduan kawasan dan kebijakan strategi pemerintah, serta

koordinasi antar instansi terkait.

2. Penanganan Keterpaduan PSU Kawasan Secara Kuratif

Penanganan keterpaduan PSU kawasan perumahan secara kuratif,

dimaksudkan sebagai upaya untuk membantu memecahkan permasalahan

prasarana sarana dan utilitas, pada kawasan perumahan yang sudah

terbangun, sehingga akan terwujud lingkungan kawasan perumahan yang

sehat, dan berwawasan lingkungan. Penanganan Keterpaduan PSU kawasan

secara kuratif pada kawasan yang telah terbangun, dengan ketentuan

antara lain:

a. Keterpaduan PSU secara kuratif ini adalah upaya peningkatan

kawasan perumahan dan permukiman yang meliputi pemugaran,

perbaikan dan peremajaan serta mitigasi bencana;

Page 315: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 72

b. Kriteria penanganan kuratif adalah penanganan permasalahan di

kawasan perumahan yang sudah terbangun;

c. Keterpaduan PSU secara kuratif dilaksanakan oleh:

1.) Pemerintah Kabupaten/Kota, yang mengkoordinasikan

keterpaduan pembangunan PSU;

2.) Pihak lain yang terlibat dalam keterpaduan PSU untuk

bersama memecahkan permasalahan adalah instansi

Pemerintah Kabupaten/ Kota, pihak swasta (pengembang),

pihak masyarakat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Pusat;

3.) Jika permasalahan ketidakterpaduan PSU, tidak mampu

diselesaikan ditingkat pemerintah kabupaten/ kota, maka

dapat diselesaikan ditingkat propinsi atau tingkat pusat;

4.) Bantuan pemecahan permasalahan PSU yang terjadi di

kawasan perumahan, oleh pemerintah propinsi maupun

pemerintah pusat dapat berupa fasilitasi ataupun

pemberian bantuan stimulan PSU.

Pada penanganan keterpaduan PSU secara kuratif, dengan langkah-langkah

kegiatan sebagai berikut:

a. Dalam rangka penanganan kuratif, yang paling penting adalah

identifikasi permasalahan;

b. Identifikasi permasalahan atau peta masalah, dilakukan melalui

diskusi keterpaduan PSU dengan pemangku kepentingan di

pemerintah kabupaten/kota. Diskusi bisa difasilitasi oleh pemerintah

pusat maupun pemerintah propinsi;

c. Dari peta masalah, selanjutnya disusun rencana tindak (action plan),

berisi: permasalahan, peta pelaku dan pembagian tanggung jawab,

skenario penataan kawasan dan jadwal kegiatan, skema pembiayaan,

perencanaan teknis, penganggaran, dan peningkatan kapasitas

kelembagaan, rencana pelaksanaan dan pengelolaan yang diproses

dan disepakati oleh pelaku;

d. Dari identifikasi permasalahan, dapat dikeluarkan konsep

penyelesaiannya, konsep ini dilaksanakan mengikuti seperti pada

penanganan secara preventif, tergantung dari kondisi permasalahan.

Page 316: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 73

Dalam penyelenggaraan keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) kawasan

perumahan, maka standar teknis yang digunakan yaitu Standar Nasional Indonesia

(SNI) dan pedoman teknis yang meliputi:

1. Prasarana Jalan.

Pokok-pokok penting untuk prasarana jalan adalah sebagai berikut:

a. Salah satu prasarana penting yang harus disediakan secara baik dan

terpadu adalah prasarana jalan, khususnya jalan di kawasan

perumahan yang juga merupakan bagian penting dari suatu kota

dalam Sistem Jaringan Jalan Sekunder.

b. Jaringan jalan di kawasan perumahan menurut fungsinya adalah jalan

lokal dan jalan lingkungan dalam system jaringan jalan sekunder.

c. Jaringan jalan pada kawasan perumahan dibagi ke dalam 5 bagian

yaitu: jalan lokal sekunder I, jalan lokal sekunder II, jalan lokal

sekunder III, jalan lingkungan I, dan jalan lingkungan II.

d. Wewenang penyelenggaraan jalan pada kawasan perumahan ini

adalah Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh

Bupati/Walikota, karena sistem jaringan jalan tersebut merupakan

bagian dalam sistem jaringan jalan sekunder. Dalam hal pemerintah

kabupaten/kota belum mampu membiayai pembangunan jalan yang

menjadi tanggung jawabnya secara keseluruhan, maka pemerintah

kabupaten/kota dapat minta bantuan Kantor MENPERA, berupa

stimulan melalui program pengembangan kawasan siap bangun dan

lingkungan siap bangun serta kawasan khusus.

e. Di dalam standar teknis penanganan jalan kawasan perumahan

dijelaskan bagaimana cara membangun jalan-jalan tersebut,

prototipe konstruksi jalan, parameter perencanaan, perencanaan

dimensi minimal ideal jalan kawasan, termasuk saluran drainase yang

berfungsi untuk mengeringkan jalan.

f. Standar teknis bidang ini antara lain adalah: SNI 03-2853-1995, SNI

03-2446-1991, SNI 03.6967-2003

2. Prasarana Drainase.

Pokok-pokok penting untuk prasarana drainase adalah sebagai berikut:

a. Dalam pembangunan kawasan perumahan aspek yang paling penting

adalah tersedianya prasarana drainase kawasan yang mampu

Page 317: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 74

menjamin kawasan tersebut tidak tergenang air pada waktu musim

hujan.

b. Saluran drainase kawasan perumahan harus terintegrasi dengan

sistem drainase di luar kawasan atau sistem drainase perkotaan

perdesaan. Maksudnya adalah bahwa saluran drainase kawasan

perumahan dialirkan ke luar kawasan pada saluran induk yang akan

mengalirkan air ke sungai atau danau.

c. Di samping itu untuk kepentingan kawasan perumahan yang lebih luas

dalam upaya mengurangi genangan air, khususnya di daerah bekas

rawa-rawa perlu disediakan kolam retensi yang berfungsi menyimpan

dan meresapkan air ke dalam tanah. Pembuatan kolam retensi dan

sumur resapan dapat dilihat pada standar teknis yang ada.

d. Di dalam standar teknis penyediaan prasarana drainase, di samping

dijelaskan persyaratan umum dan teknis, secara rinci dijelaskan cara

pengumpulan data, analisis kerusakan dan kerugian akibat banjir,

analisis konservasi, pengembangan sistem drainase, dan

pengembangan kelembagaan.

e. Standar teknis bidang ini antara lain adalah: SNI 06-2409-2002 dan

SNI 03-2453-2002.

3. Prasarana Air Minum

Pokok-pokok penting untuk prasarana air minum adalah sebagai berikut:

a. Setiap kawasan perumahan harus dilengkapi dengan sarana air minum

yang memenuhi kebutuhan minimal bagi penghuni sesuai dengan

kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah daerah.

b. Layanan air minum dalam kawasan dapat diberikan oleh PDAM atau

badan pengelola air minum kawasan, swasta atau dapat pula

menyediakan sendiri atau komunal melalui sumur gali atau pantek

yang sesuai persyaratan teknis yang berlaku.

c. Penanganan air minum di kawasan perumahan meliputi:

1.) Pengendalian kualitas air melalui proses pemeriksaan

periodik sesuai ketentuan teknis yang berlaku.

2.) Pembuatan sumur dalam, untuk keperluan persil (cluster).

Diperlukan pengelolaan, pembagian tugas dan kewajiban

oleh unit pengelola. Lokasi bisa saja di dekat komplek

perumahan atau di luar komplek perumahan.

Pengembangan dari sistem ini terjadi dengan cara pengelola

Page 318: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 75

kawasan menyediakan instalasi pengolahan air minum

dengan dilengkapi booster pump, sehingga warga tinggal

memanfaatkannya.

3.) Penyambungan pipa air minum ke jaringan pipa air minum

skala perkotaan yang ada.

d. Perhitungan volume air minum minimal untuk kebutuhan rumah

tangga adalah 60 liter/orang/ hari.

e. Standar teknis bidang ini antara lain adalah: AB-K/RE-RT/TC/026/98

dan ABK/OP/ST/004/98

4. Prasarana Pengelolaan Air Limbah

Pokok-pokok penting untuk prasarana pengelolaan air limbah adalah sebagai

berikut:

a. Penjelasan umum, meliputi pengertian penanganan air limbah, hal-

hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sistem pengolahan air

limbah, dan bagaimana penanganan air limbah dengan menggunakan

sisten jaringan (perpipaan);

b. Persyaratan teknis meliputi langkah pengembangan, sistem

setempat, sistem terpusat, dan pembagian tugas dan wewenang dan

keterkaitannya dengan sistem perkotaan;

c. Pemilihan sistem penanganan air limbah, perencanaan sistem air

limbah setempat, dan perencanaan sistem pengolahan air limbah

terpusat;

d. Keterpaduan dalam pengembangan dan pengelolaan;

e. Standar teknis bidang ini antara lain adalah: SNI 03-2398-2002, PTT-

19-2000-C dan PTS-09-2000-C

5. Prasarana Pengelolaan Persampahan

Pokok-pokok penting untuk prasarana pengelolaan sampah adalah sebagai

berikut:

a. Kawasan perumahan yang sehat dan bersih adalah kawasan

perumahan yang dilengkapi dengan sistem pengelolaan sampah yang

memadai, yaitu sistem pengelolaan yang aman, nyaman dan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

b. Standar teknis pengelolaan persampahan berisi tentang:

Page 319: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 76

1.) Ketentuan umum yang terdiri dari persyaratan umum,

persyaratan teknis dan pembagian tugas dan wewenang

pembangunan dan pengelolaan sistem persampahan.

2.) Pengelolaan sampah pada kawasan perumahan, meliputi

penentuan timbulan dan densitas dan komposisi sampah,

prediksi beban timbulan sampah, pengelolaan sampah

tingkat kawasan, dan teknik operasional pengelolaan

sampah pada kawasan perumahan. Standar teknis bidang ini

antara lain adalah: SNI 19-3964-1994 dan SNI 03-3242-1994

dan SNI 19-3983-1995

3.) Pengelolaan persampahan mandiri termasuk pembuatan

komposter komunal untuk kebutuhan kawasan perumahan.

4.) Pembuangan sisa pengolahan sampah pada tempat

pemrosesan akhir (TPA). Standar teknis bidang ini antara

lain adalah: PTS 06-2000-C dan PTS 07-2000-C.

6. Prasarana Jaringan Telekomunikasi

Secara umum, Kabupaten Tolikara mengandalkan sarana telekomunikasi

nirkabel (wireless) sebagai alat komunikasi penduduk. Berdasarkan data

yang ada, di tahun 2010 keberadaan Base Transceiver Station (BTS) di

Kabupaten Tolikara hanya ada di 5 desa dari total 507 desa. Coverage sinyal

dari 5 BTS tersebut bisa ditangkap dengan kuat di 91 desa namun lemah di

49 desa. Adapun ketersediaan sarana komunikasi lainnya di Kabupaten

Tolikara adalah 2 telepon umum koin/kartu, 2 wartel, dan 1 pos keliling.

Telkomsel merupakan satu-satunya operator telepon seluler yang ada di

Kabupaten Tolikara. Sinyal paling kuat didapati di ibukota Kabupaten

Tolikara, yaitu distrik Karubaga, sedangkan di beberapa distrik seperti

Gilubandu, Geya, Nabunage, Nelawi, Kembu, Kubu, Konda, Numba, dan

Timori juga terdapat sinyal Telkomsel namun masih lemah. Untuk distrik-

distrik yang lain sampai sekarang masih belum terdapat sinyal Telkomsel.

Ke depan sesuai dengan konsep pengembangan kampung mandiri di tiap

distrik kabupaten Tolikara, sistem telekomunikasi wireless memang perlu

lebih dikembangkan dan dirancang dengan lebih komprehensif. Meskipun

demikian, komunikasi konvensional lewat kabel seperti yang dilakukan oleh

PT Telkom tetap dimungkinkan, sekalipun akan membutuhkan biaya yang

lebih mahal dalam investasinya dibandingkan sistem wireless.

Page 320: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 77

Sebagai gambaran skenario komunikasi wireless untuk kampung mandiri

tersebut, bisa diajukan 2 alternatif:

1. Menghubungkan seluruh kampung mandiri tersebut dengan BTS yang

saling LOS (Line of Sight).

2. Membangun sebuah BTS untuk melayani sebuah kampung mandiri di

mana kebutuhan komunikasi suara dan data bisa dilayani oleh BTS ini.

Untuk memilih salah satu dari kedua alternatif tersebut perlu dilakukan

pengkajian lebih jauh dengan melihat topografi wilayah di mana BTS

tersebut akan dibangun. Jika memang memungkinkan untuk membangun

BTS di atas bukit yang struktur tanahnya labil, maka alternatif pertama bisa

diambil. Namun jika tidak, maka akan dilakukan alternatif yang kedua.

7. Prasarana Jaringan Listrik

Energi dan listrik dibutuhkan untuk mendukung seluruh sektor kehidupan,

mulai dari pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan lain lain. Untuk

pemenuhan kebutuhan tersebut, maka pemanfaatan potensi lokal harus

dijadikan prioritas dalam pengembangan wilayah. Secara umum

pengembangan sektor energi dan listrik dapat dibagi menjadi 2 mekanisme,

yaitu secara sentralisasi (terpusat) dan desentralisasi (terdistribusi).

Pengembangan sektor energi dan listrik secara terpusat dilakukan oleh

pemerintah pusat, melalui PT. PLN persero dan PT. Pertamina, dimana

proses pembangkitan/ pemrosesan energi dilakukan di suatu daerah dan

produknya disebarkan dengan mekanisme tertentu. Energi dalam bentuk

BBM diproduksi di kilang minyak tertentu dan didistribusikan melalui sarana

transportasi, lalu disalurkan melalui SPBU yang tersebar di seluruh

Indonesia. Sedangkan untuk energi listrik diproduksi di pembangkit yang

ada, umumnya PLTU, PLTD dan PLTA, dan didistribusikan melalui jaringan

transmisi tegangan tinggi dan jaringan distribusi tegangan menengah

sebelum di salurkan ke masyarakat pengguna.

Sedangkan pengembangan secara terdistribusi umumnya dilakukan oleh

pemerintah daerah, masyarakat dan swasta dengan memanfaatkan potensi

energi lokal. Untuk kebutuhan penerangan, masyarakat sudah menggunakan

minyak nabati sebagai bahan bakar. Bahan bakar ini merupakan produksi

masyarakat sekitar. Sedangkan listrik dapat dibangkitkan melalui

pembangkit berkapasitas kecil sampai dengan menengah, seperti PLTS dan

PLTMH untuk kebutuhan sendiri atau komunitas. Sistem ini dikenal dengan

Page 321: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 78

sistem off grid/ mandiri. Sistem pengembangan energi ini cocok

dikembangkan untuk daerah terpencil. Untuk Kota Bokondini yang terletak

diarea pegunungan dan terpencil, konsep pengembangan energi yang

mandiri harus diutamakan, karena secara ekonomis lebih murah dan dapat

direalisasikan secara cepat.

Sedangkan situasi kondisi kelistrikan Kota Bokondini adalah terdapat 2

pembangkit PLTMH yang sudah tidak beroperasi, bahkan rusak dikarenakan

tidak ada perawatan yang baik. Sedangkan jaringan distribusi yang

digunakan adalah 3 phase 4 kawat dengan voltase antar phasenya 380 volt

dan voltase phase ke netral adalah 220 Volt. Kondisi jaringan distribusi

tidak lebih baik dibandingkan dengan kondisi pembangkit, bahkan cendrung

harus diganti. Selain 2 pembangkit PLTMH yang ada, terdapat juga PLTMH

yang dimiliki swasta, hanya saja penggunaan energinya hanya untuk

kepentingan sendiri.

Untuk kebutuhan BBM sebagai bahan bakar kendaraan, rumah tangga, dll

disuplai semuanya dari Wamena dengan waktu tempuh 3 jam perjalanan

darat. Sedangkan di Kota Bokondini tidak terdapat SPBU untuk suplai BBM

sehingga harga BBM menjadi mahal. Harga BBM yang mahal ini diduga

menjadi kendala dominan untuk proses transportasi barang dan jasa,

termasuk produk pertanian yang menjadi andalan kota Bokondini.

Untuk kebutuhan energi dan listrik, kota bokondini mempunyai potensi yang

dapat dikembangkan secara mandiri, sehingga kota bokondini dapat

menjadi kota mandiri. Potensi sungai yang dapat digunakan sebagai

pembangkit energi listrik, sedangkan potensi hasil pertanian dapat

digunakan untuk menghasilkan bioenergi sebagai pendamping / pengganti

kebutuhan BBM. Hal ini dapat dilakukan jika SDM kota bokondini sudah

mempunyai kompetensi untuk hal tersebut.

8. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Pokok-pokok penting untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai

berikut:

a. Kawasan perumahan perlu menyediakan ruang terbuka hijau yang

bermanfaat untuk menjaga kualitas dan keseimbangan lingkungan di

sekitar kawasan.

Page 322: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 79

b. Ruang terbuka hijau, bermanfaat tidak langsung seperti perlindungan

tata air, dan konservasi hayati atau keaneka-ragaman hayati; dan

bermanfaat langsung seperti kenyamanan fisik (seperti: teduh atau

segar) dan mendapatkan bahan untuk dijual (seperti: kayu, daun atau

bunga), tempat wisata (seperti: bermain) serta bangunan umum yang

bersifat terbatas (seperti: WC Umum, pos polisi, lampu taman atau

gardu listrik).

c. Persyaratan ruang terbuka hijau didasarkan luas wilayah dan

berdasarkan jumlah penduduk.

d. Untuk persyaratan luas wilayah, ditentukan bahwa ruang terbuka

hijau publik (milik pemerintah dan terbuka untuk umum) dan privat

(perorangan) paling sedikit 10 (sepuluh) persen dari seluruh luas

wilayah kawasan perumahan, atau mengacu pada peraturan

perundang-undandangan yang berlaku.

e. Untuk persyaratan jumlah penduduk, ditentukan luas per kapita

dalam m2. Misalnya jumlah penduduk 250 jiwa sampai dengan

480.000 jiwa, diperlukan RTH sebesar 1 m2 sampai dengan 0,3 m2

per kapita.

f. Bentuk tipologi ruang terbuka hijau berupa ruang terbuka hijau

taman lingkungan dan taman kota, jalur hijau, jalur hijau sempadan

sungai, jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau tegangan

tinggi, RTH pemakaman dan RTH pekarangan.

g. Kriteria penyediaan ruang terbuka hijau adalah pemilihan vegetasi,

ketentuan penanaman dan pemeliharaan ruang terbuka hijau.

h. Ruang terbuka hijau perlu dilakukan pengelolaan secara rutin oleh

Pemerintah Daerah, dalam pengelolaan RTH ini diperlukan peran

serta masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah.

i. Standar teknis bidang RTH antara lain adalah: 009/T/BT/1995

Dalam penyelenggaraan kegiatan investasi pembangunan PSU kawasan perumahan,

maka partisipasi modal masyarakat dan swasta sangat dibutuhkan. Partisipasi perlu

dipertimbangkan dengan alasan sebagai berikut: (i) terbatasnya dana dan teknologi

(ii) pergeseran tanggung jawab dari pemerintah kepada swasta dan masyarakat (iii)

Motivasi swasta dan masyarakat mendorong lembaga menjadi lebih efisien,

transparan dan kompetitif (iv) kondisi capacity building swasta dan masyarakat.

Kriteria yang digunakan dalam rangka menunjang keberhasilan partisipasi swasta dan

masyarakat adalah: (i) untuk kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah (ii)

Page 323: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 80

masalah lingkungan sesuai standar global (iii) iklim investasi yang kondusif,

kredibilitas pemerintah, komitmen, stabilitas politik dan kesiapan lembaga pengelola

(iv) kelayakan investasi yang memadai dan terjamin.

Tingkat keterlibatan swasta dalam pembangunan PSU bervariasi, yaitu (i) untuk

penyediaan pembiayaan, dan (ii) kombinasi pembiayaan serta operasionalisasi. Pihak–

pihak yang dapat ikut berpartisipasi dalam pembangunan Prasarana, Sarana dan

Utilitas (PSU) dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8.2 Partisipasi Swasta dan Masyarakat dalam Investasi

No Pelaku Peranan investasi Imbal Hasil (Reward)

1. PLN atau swasta Pembiayaan pembangunan jaringan listrik

Hak rekening listrik

2. PDAM atau swasta Pembiayan pembangunan jaringan air minum

Hak rekening air minum

3. PT TELKOM atau swasta

Pembiayaan pembangunan jaringan telekomunikasi

Hak rekening telekomunikasi

4. Pengembang Harga material atau upah yang murah

Hak sebagai pengembang pembangunan kawasan

5. Badan pengelola sampah atau air limbah

Harga atau biaya yang murah Hak sebagai lembaga pengelola sampah atau air limbah

6. Bank Penjamin pembayaran kredit Hak eksklusif sebagai bank dalam investasi

7. Masyarakat Membeli unit rumah Hak untuk memperoleh skim pembayaran

Sumber: PERMEN No. 34 /PERMEN/M/2006

Dalam penyelenggaraan keterpaduan PSU perlu dilakukan pembinaan Sumber Daya

Manusia (SDM) aparat, pemangku kepentingan, serta masyarakat untuk peningkatan

penyelenggaraan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Pemerintah memfasilitasi penyelenggarakan pembinaan dalam bidang

keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) kawasan perumahan dan

permukiman yang dilaksanakan oleh pemangku kepentingan sesuai dengan

kepentingan dan kompetensinya.

2. Dalam fungsinya sebagai fasilitator, pemerintah dapat melakukan:

3. fasilitasi penyelesaian masalah yang timbul baik dalam kawasan maupun

antar kawasan perumahan dan permukiman.

4. Memberikan bantuan teknis, pembinaan teknis dan pendampingan teknis.

5. sosialisasi produk pengaturan bidang keterpaduan PSU kawasan.

6. Memberikan bantuan stimulan PSU dalam mendorong percepatan

pembangunan kawasan perumahan dan permukiman.

Page 324: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 81

8.9. KONSEP PERENCANAAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

Pada dewasa ini konsep pembangunan yang sesuaiadalah yang bersifat proaktif,

yaitu: mencegah (prevent), memperbaiki (mitigate) dan mengurangi atau

memperkecil (reduce) dari kerugian-kerugian dan dampak lingkungan yang terjadi

akibat adanya potensi bencana.

Langkah-langkah tersebut dituangkan dalam penataan ruang melalui pengelolaan

ruang yang tanggap terhadap bencana, yang selanjutnya dapat sebagai dasar dalam

tahapan rekonstruksi dan rehabilitasi pasca terjadinya bencana.

Program pengelolaan ruang berupa kesiapan dalam menghadapi resiko bencana,

dengan dikembangkannya perencanaan spasial untuk mendorong pemanfaatan ruang

(pemanfaatan lahan) yang lebih tepat, berdasarkan pada hasil studi/kajian tentang

karakteristik tipe bencana, frekuensi terjadinya bencana, tingkat keparahan akibat

bencana dan lokasi (zonasi) terjadinya bencana. Dalam hal bencana gempa bumi,

gunung api, tsunami dan banjir dilengkapi dengan data historis tentang kejadiannya.

Secara menyeluruh upaya mitigasi bencana alam dapat dilakukan dengan upaya

struktur (fisik) dan upaya non struktur (non fisik). Untuk lebih jelasnya mengenai

upaya mitigasi bencana alam secara menyeluruh untuk mengurangi besarnya kerugian

akibat bencana dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 8.28 Tahapan Mitigasi Bencana

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

Page 325: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 82

Pengelolaan kawasan dari bahaya bencana alam pada dasarnya tidak terlepas dari

berbagai faktor dan aspek yang mempengaruhinya, baik politik, ekonomi, maupun

sosial budaya. Oleh karena itu dalam upaya pemanfaatan ruang kawasan rawan

bencana haruslah mempertimbangan aspek-aspek tersebut. Secara rinci mengenai

diagram alir konsep mitigasi bencana dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 8.29 Diagram Alir Konsep Mitigasi Bencana

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

Usaha mitigasi bencana yang direncanakan didasarkan kepada tinjauan berbagai

tingkatan wilayah yaitu pada lingkup nasional yang diarahkan berdasarkan rencana

tata ruang nasional; pada lingkup daerah provinsi yang secara lebih spesifik

berdasarkan ancaman bencana dalam lingkup provinsi serta pada lingkup daerah

kabupaten dan daerah kota.

Pokok-pokok penting dalam pengembangan wilayah dan kota yang tanggap terhadap

bencana adalah:

1. Pencegahan. Pembatasan wilayah yang dapat dibangun untuk mendirikan

bangunan. Dalam usaha pencegahan ini juga dilakukan pembatasan

perkembangan penggunaan lahan pada wilayah wilayah yang rentan

kemungkinan bencana alam seperti wilayah yang rawan banjir, rentan

kelongsoran, rentan gempa bumi dan tsunami, wilayah wilayah sesar ,

maupun dari bagian wilayah yang sudah atau sedang dieksploitasi seperti

wilayah pasca penambangan terutama batu bara, wilayah penambangan

mineral atau bahan bangunan (galian C), tanah garapan atau pembukaan

Page 326: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 83

lahan pada wilayah lereng,pengembangan wilayah penyanggah (buffer area)

pada industri pencemar.

2. Penyiapan suatu struktur bangunan yang tingkat keamanannya tinggi.

Desain struktur bangunan dengan tingkat keamanan yang tinggi misalnya

bangunan yang dipertinggi dengan dukungan tiang tiang pada wilayah banjir

atau konstruksi khusus yang anti gempa (anchored building construction).

Dalam hubungan ini juga termasuk perancangan lokasi tapak dan struktur

konstruksi bangunan yang sesuai dengan sifat lingkungan fisik seperti lokasi

pada jarak aman, orientasi perletakan bangunan dari gejala bencana alam,

konstruksi pondasi dan bangunan tahan terhadap suatu bentuk bencana

alam tertentu (gempa bumi, longsor, banjir, badai, amblesan).

3. Pembatasan pemanfaatan dan penggunaan lahan. Untuk jenis penggunaan

lahan seperti perumahan, industri, pusat perdagangan, pertanian harus

diatur dalam usaha menghadapi bencana pada wilayah yang bersangkutan.

Demikian pula pemanfaatan lahan misalnya kepadatan penduduk,

kepadatan bangunan harus diatur dengan peraturan di dalam menghadapi

potensi bencana di suatu wilayah tertentu, pembatasan kepadatan

penggunaan lahan dengan pembatasan KDB, KLB, ketinggian bangunan.

Gambaran mengenai perencanaan mitigasi bencana bisa terlihat pada gambar berikut

ini.

Gambar 8.30 Perencanaan Mitigasi Bencana

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007

Page 327: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 84

8.10. KONSEP PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

Pengertian peran serta masyarakat menurut Peraturan Pemerintah No. 69 tahun

1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran

Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang lebih diarahkan untuk peran serta bebas,

dan belum pada peran serta spontan yang penekanannya pada berbagai kegiatan

masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat,

untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. Bentuk peran

serta masyarakat yang diindikasikan dalam Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1996

adalah sebagai berikut:

1. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan;

2. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah bangunan;

3. Pemberian masukan dallam perumusan rencana tata ruang;

4. Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam

penyusunan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang;

5. Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana;

6. Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;

7. Bantuan tenaga ahli;

8. Bantuan dana

Peranserta masyarakat tersebut terkait erat dengan hirarki serta tahapan dari

penataan ruang yang dilakukan. Matriks berikut ini mengemukakan perbandingan

kemungkinan serta potensi kontribusi peranserta masyarakat di dalam proses

penataan ruang

Tabel 8.3 Potensi Kontribusi Masyarakat dalam Penataan Ruang

Tahap Penataan

Ruang Kegiatan

HIRARKI RENCANA

Nas. Prop. Kab/Kota Kawasan

Perencanaan Proses Teknis merencana + +

Penetapan rencana - + +

Pengesahan rencana - - -

Pemanfaatan Penyuluhan dan sosialisasi rencana - + +

Penyusunan program + +

Penyusunan peraturan pelaksanaan rencana dan perangkat insentif dan disinsentif - + +

Penyusunan dan pengusulan proyek + + +

Pelaksanaan program dan proyek + + +

Pengendalian Perijinan rencana pembangunan - - +

Pengawasan - + +

Penertiban - - -

Peninjauan kembali rencana + +

Keterangan potensi kontribusi masyarakat :

= sedang + = tinggi - = rendah

Page 328: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 85

Proses penataan ruang sampai saat ini masih lebih bersifat top down, dimana peran

pemerintah masih sangat dominan. Pada perencanaan level makro seperti RTRW

Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota, maka mekanisme top down ini dirasakan masih

memungkinkan, mengingat substansi dari rencana tersebut lebih pada strategi serta

arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang. Namun untuk rencana pada level mikro

seperti Rencana Detail, Rencana Teknik, perlu dilakukan proses bottom up mengingat

interaksi dan aspirasi dari masyarakat akan lebih diperlukan.

Oleh karenanya, siapa yang harus terlibat secara lebih aktif dalam tahap selanjutnya,

serta siapa yang harus ikut dalam kerja sama dalam penelitian dan pengembangan,

bantuan tenaga ahli, dan bantuan dana, ditentukan bersama-sama dengan

masyarakat sejak awal proses.

Aspek-aspek teknis yang perlu diperhatikan dalam pelibatan masyarakat dalam

perencanaan tata ruang adalah:

1. Beberapa pertanyaan yang harus dijawab sehubungan dengan peran serta

masyarakat :

a. Siapa yang harus dilibatkan dan berperan aktif?

b. Kapan masyarakat harus mulai terlibat?

c. Bagaimana bentuk pelaksanaan peranserta masyarakat ?

2. Bentuk penyelenggaraan peran serta masyarakat :

a. Diskusi kelompok kecil;

b. Rapat umum;

c. Konferensi;

d. Lokakarya bagi kelompok-kelompok kecil;

e. Seminar.

3. Beberapa bentuk peran serta yang bersifat perorangan misalnya adalah:

a. Wawancara;

b. Pendapat tertulis atau verbal;

c. Jalur khusus telepon;

d. Survey kuesioner;

e. Bentuk lain antara lain: observasi, pameran, membuka kantor

informasi di lapangan, dan penggunaan media massa.

4. Pengelompokkan bentuk peranserta masyarakat dalam kelompok lebih

besar:

a. Publicity (dalam rangka membangun dukungan masyarakat);

b. Public education (dalam rangka diseminasi informasi);

Page 329: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 86

c. Public interaction (dalam rangka membangun komunikasi dua arah);

d. Public Partnership (dalam rangka mengamankan saran dan konsen).

8.11. KONSEP PRODUK PERENCANAAN TATA RUANG YANG INFORMATIF, SEDERHANA DAN INTERAKTIF

Produk rencana tata ruang, sejauh ini masih belum memasyarakat secara nyata.

Selain karena bentuk fisik laporan yang berupa buku dalam format yang cukup tebal,

dari segi penulisannya pun sertingkali masyarakat awam kurang dapat memahami

makna serta kandungan dari rencana tata ruang tersebut. Agar output Rencana

Teknik Ruang Kawasan Industri Copong dapat dipahami dengan mudah oleh

masyarakat awam, penyajian materi rencana rinci perlu dilakukan secara informatif,

sederhana dan interaktif. Dengan memanfaatkan teknologi elektronik melalui

teknologi multi media, sebuah produk rencana tata ruang dapat dikemas sedemikian

rupa sehingga memudahkan penggunaan dari produk tersebut. Bagian berikut akan

memapaparkan beberapa prinsip serta teknik dari teknologi multi media ini.

Gambar 8.31 Pemanfaatan Teknologi Elektronik

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2012

8.11.1. Pemanfaatan Teknologi Elektronik

Teknologi elektronik telah mulai menular ke dalam perkembangan seni visual. Ia akan

menjadi aliran baru yang mampu memberi perubahan dan transformasi kepada

pengucapan berkarya. Sekarang ini komputer, mampu memperkaya gaya pengucapan

berkarya. Melalui keterpaduan seni dan teknologi terkini bisa diaplikasikan terhadap

berbagai disiplin ilmu yang mampu memberi pilihan kepada generasi mendatang.

Tranformasi ini bisa jadi hal yang utama dalam dunia pendidikan dan pengajaran.

Tidak dapat dinafikan generasi sekarang dan akan datang telah dan terus mengacu

kepada perkembangan teknologi dunia.

Page 330: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 87

Manusia tidak pernah berhenti pada satu keadaan. Begitu juga perkembangan

pemikiran, ide, aliran dan falsafah. Terciptanya sesuatu yang baru sekarang ini

bukanlah bermula dari tiada tetapi ia sebenarnya diberi pembaharuan yang lebih

maju dan berteknologi. Di zaman sekarang tenaga elektrik menjadi keperluan utama

manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengerakkan perkakas elektronik sekaligus

menjadi tenaga yang menghidupkan zaman teknologi. Rata-rata manusia mengaitkan

teknologi dengan elektonik. Jadi ini adalah hakikat teknologi sekarang.

8.11.2. Interaksi Manusia Dengan Teknologi

Fungsi dan peran komputer dewasa ini maupun di masa-masa yang akan datang

melebihi bayangan kita pada umumnya. Sekarang pun orang mulai terbiasa dengan

istilah multimedia. Secara harfiah kata multimedia yang terdiri dari kata multi yang

artinya lebih dari satu dan media yang biasanya mengacu pada medium tertentu,

mempunyai arti lebih dari satu medium. Oleh karena itu, interaksi yang semakin

tinggi tingkat ketergantungannya, maka multimedia ini dikaitkan dengan bagaimana

kelima indra dasar ini sangat erat berhubungan maupun bersentuhan dengan

informasi, baik itu dalam elemen teks, audio (suara), grafik (gambar), animasi

(gerakan), dan video.

Gambar 8.32 Manusia dan Penguasaan atas Teknologi

Sumber: Departemen PU, 2007

8.11.2. Elemen Multimedia Dalam Interaksi Manusia Dengan Teknologi

Bentuk teks adalah elemen paling awal dan sederhana dalam multimedia, yang

biasanya mengacu pada kata, kalimat, alinea, atau segala sesuatu yang tertulis atau

ditayangkan. Selain teks, elemen multimedia lainnya yang sekarang mengalami

Page 331: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 88

kemajuan sangat pesat adalah audio. Audio dalam era multimedia sekarang ini bisa

muncul dalam bentuk suara manusia, irama instrumen musik, efek suara digital, atau

bentuk suara lainnya yang digunakan untuk memperluas pengertian informasi yang

disajikan kepada kita. Audio juga merupakan elemen pertama yang muncul dalam

teknologi komunikasi informasi, seperti suara "biip" yang ke luar dari pengeras suara

kecil pada awal komputer PC untuk memberitahukan penggunanya adanya kerusakan

tertentu pada komputer. Bandingkan audio yang sekarang berkembang sampai pada

tingkatan mendekati realitas dengan berbagai efek suara mulai dari Dolby Digital

sampai THX.

Elemen grafik juga menjadi bagian yang penting dalam perkembangan teknologi

komunikasi informasi, yang ditampilkan sebagai sebuah ilustrasi yang jelas dan tegas

dalam mempresentasikan informasi. Teknologi berwarna dalam komputer PC

kemudian dimulai dengan teknologi 16 warna, kemudian diikuti dengan 256 warna,

dan akhirnya sampai sekarang ketika game komputer menampilkan warna-warna

"seindah asli"-nya. Dengan teknologi warna 32 bit (yang bisa mencapai 4.294.967.296

jenis warna), penyajian komunikasi informasi sekarang ini mampu memicu

antusiasme untuk menyerap sebanyak-banyaknya. Penggunaan PowerPoint buatan

Microsoft dewasa ini adalah sebuah contoh konkret perkembangan grafik.

8.11.3. Pemilihan Elemen Multimedia Dalam Penyampaian Informasi

Dalam dunia nyata, pengkayaan multimedia ini dimungkinkan karena keterlibatan

berbagai ahli seperti para insinyur yang menangani aspek perangkat keras pada

elemen multimedia, para ilmuwan komputer maupun para ahli teknologi informasi

yang membuat berbagai perangkat lunak, serta keterlibatan para animator dan

ilustrator yang menciptakan berbagai jenis presentasi multimedia dalam bentuk

grafik, animasi, dan video. Banyak aspek kehidupan yang akan berkembang, bukan

saja bagaimana multimedia memperkaya diri kita dengan ragam informasi yang

diserap, tapi di sisi lain juga mampu memperbaiki kehidupan ke taraf yang lebih baik

dibanding sebelumnya.

8.11.4. Produk Penataan Ruang Berbasis Website

Tujuan utama penataan ruang pada suatu wilayah atau kawasan adalah sebagai

arahan pembangunan. Dalam proses penataan ruang dihasilkan materi teknis yang

berisi data, fakta dan analisa, serta rencana pengembangan wilayah dan indikasi

Page 332: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 89

program pengembangan, yang merupakan informasi-informasi yang bersifat strategis.

Dalam pelaksanaannya pembangunan wilayah yang didasari oleh penataan ruang

membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan tidak dapat hanya dilakukan oleh

Pemerintah saja, sehingga dibutuhkan investasi dari berbagai sumber baik di dalam

maupun luar negeri.

Pada wilayah yang telah berkembang, investasi dari sektor swasta relative lebih

dominan dibandingkan pemerintah. Untuk menarik investor swasta, pemerintah perlu

menyediakan informasi yang dibutuhkan terkait rencana pembangunan yang akan

dilakukan dan peluang apa saja yang dapat diambil oleh investor swasta. Oleh karena

itu, dibutuhkan sarana informasi yang mampu memberikan gambaran komprehensif

perencanaan pembangunan yang pada prinsipnya terdapat pada produk penataan

ruang.

Penyajian produk hasil penataan ruang berbasis website merupakan salah satu bentuk

penyebaran informasi rencana pembangunan dengan cakupan dunia (global), biaya

relatif murah, dan waktu paling cepat (real time). Diharapkan dengan produk

penataan ruang berbasis website ini, investor dapat mengetahui rencana

pembangunan pada suatu wilayah, mampu melihat peluang keterlibatan dan tertarik

berpartisipasi di dalamnya.

Website merupakan suatu sistem informasi (Information System) yang mutakhir

dengan menggunakan media komputer dan menjadikan jaringan internet sebagai

basis utama yang bersifat mendunia (world wide web/www). Saat ini sarana

informasi dengan website melalui jaringan internet sangat marak digunakan sebagai

suatu pilihan diseminasi informasi yang paling cepat (real time), paling luas

(mendunia) dan paling murah apabila dibandingkan dengan sarana informasi lainnya.

Dewasa ini, website merupakan sebuah sarana eksistensi diri maupun sarana

diseminasi informasi. Dalam berbagai aspek, promosi eksistensi diri maupun

diseminasi informasi yang dilakukan secara global akan memberikan banyak

keuntungan dan kemudahan.

Tujuan dari pemanfaatan sarana website antara lain:

1. Untuk menyatakan eksistensi diri (acknowledgement) kegiatan yang

dijalankan;

2. Untuk mendokumentasikan berbagai kegiatan yang akan, sedang dan telah

dilakukan dalam suatu bentuk pengarsipan elektronik file (softcopy),

sehingga pada dibutuhkan suatu arsip mudah ditelusuri keberadaannya;

Page 333: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 90

3. Untuk mendiseminasikan data dan informasi yang dimiliki sebanyak-

banyaknya dan seluas-luasnya (umumnya merupakan tujuan sosial walaupun

dapat juga bersifat komersial);

4. Untuk mewadahi kebutuhan transaksi secara cepat tanpa mengenal batasan

jarak dan waktu sesuai dengan kebutuhan aktivitasnya; dan

5. Untuk mewadahi kebutuhan berkomunikasi dengan user secara cepat tanpa

mengenal batasan jarak dan waktu sesuai dengan kebutuhan aktivitasnya.

Berdasarkan tujuan tersebut di atas, maka fungsi dari website dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Website sebagai sarana promosi eksistensi diri (etalase);

2. Website sebagai sarana dokumentasi atau pengarsipan (filing system);

3. Website sebagai sarana diseminasi data dan informasi (data bank);

4. Website sebagai sarana transaksi, seperti halnya sebuah toko (merchant);

dan

5. Website sebagai sarana komunikasi yang bersifat interaktif (forum).

Contoh Aplikasi Penataan Ruang Berbasis Website bisa terlihat pada gambar berikut

ini.

Gambar 8.33 Halaman Depan Website Tata Ruang

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2012

Page 334: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 91

Gambar 8.34 Halaman Dalam Website Penataan Ruang

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2012

8.11.5. Keuntungan Pemanfaatan Teknologi Terkait Pengembangan

Wilayah

Keuntungan pemanfaatan teknologi informasi dalam pengembangan wilayah sangat

besar. Hasil penataan ruang berisi berbagai muatan teknis seperti: profil wilayah

atau kawasan, data dan fakta, analisis sektoral dan spasial, rencana pembangunan

serta indikasi program investasi yang akan dilaksanakan pemerintah daerah dalam

kurun waktu tertentu. Berbagai muatan teknis tersebut menjadi informasi yang

sangat strategis untuk didiseminasikan seluas-luasnya dalam rangka pembangunan di

daerah. Pembuatan produk penataan ruang berbasis website memiliki berbagai

keuntungan, seperti:

1. Menjadi etalase eksistensi suatu daarah secara global, termasuk didalamnya

adalah:

a. Memperkenalkan profil wilayah;

b. Memberikan gambaran mengenai data dan fakta wilayah;

c. Memberikan gambaran analisis pengembangan wilayah baik secara

sektoral maupun keruangan;

d. Memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan wilayah;

dan

Page 335: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 8 Gagasan dan Konsep Perencanaan | 92

e. Memberikan gambaran rencana investasi yang akan dilakukan.

2. Menjadi bentuk nyata transparansi informasi dalam bentuk penyebaran

informasi strategis seluas-luasnya untuk berbagai keperluan oleh

pemerintah;

3. Menjadi sarana dokumentasi atau pengarsipan yang bersifat tahan lama

(long lasting) dalam bentuk soft copy; dan

4. Menjadi bank data yang hasil perencanaan penataan ruang yang telah

dilakukan sehingga memberikan kontribusi terhadap pengayaan khasanah

data dan informasi di dunia maya.

Page 336: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 7 Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan| 1

7.1. HUBUNGAN KERJA YANG TERBENTUK

Hubungan kerja yang terjalin dalam pelaksanaan pekerjaan ini dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Pengguna Jasa

Pengguna Jasa merupakan pihak yang merupakan pemberi pekerjaan dan

menerima layanan jasa. Pihak pengguna jasa dapat dijabarkan sebagai

berikut:

a. Instansi Pengguna Jasa, yaitu Satuan Kerja Pemerintah Daerah

(SKPD), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPDA)

Kabupaten Tolikara;

b. Pejabat Pembuat Komitmen, yaitu wakil dari pihak pengguna jasa

yang menanda-tangani kontrak kerjasama dengan penyedia jasa.

Dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen yaitu: PPK Penyusunan

RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah, Penanaman Modal dan Statistik Kabupaten

Tolikara; dan

c. Tim Teknis, yaitu wakil dari pihak pengguna jasa yang dibentuk

untuk memberikan arahan teknis dan substansial, serta

mengendalikan arah pekerjaan.

2. Penyedia Jasa

Penyedia Jasa merupakan pihak yang merupakan penerima pekerjaan dan

memberikan layanan jasa. Pihak penyedia jasa dapat dijabarkan sebagai:

a. Instansi Penyedia Jasa, yaitu konsultan berbadan hukum, Konsultan

pelaksana.

b. Penerima Komitmen, yaitu wakil dari pihak Penyedia Jasa yang

menanda-tangani kontrak kerjasama dengan pengguna jasa. Dalam

hal ini Penerima Komitmen adalah Direktur Utama Konsultan

pelaksana.

c. Tim Tenaga Ahli, yaitu wakil dari pihak penyedia jasa yang dibentuk

untuk melaksanakan pekerjaan secara teknis dan substansial, sesuai

dengan arahan Tim Teknis Pengguna Jasa.

Page 337: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 7 Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan| 2

7.2. ORGANISASI PELAKSANAAN PEKERJAAN

Secara Skematis, organisasi pelaksanaan pekerjaan termasuk hubungan penugasan,

tanggung jawab dan koordinasi dapat digambarkan seperti pada diagram di bawah

ini:

Page 338: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 7 Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan| 3

Gambar 7. 1 Struktur Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

TENAGA AHLI :

1. CO TEAM LEADER/AHLI ARSITEKTUR/PLANOLOGI 2. TENAGA AHLI PLANOLOGI/KAWASAN PERMUKIMAN DAN

PERUMAHAN 3. TENAGA AHLI FASUM DAN FASOS 4. TENAGA AHLI PRASARANA WILAYAH JALAN DAN DRAINASE 5. TENAGA AHLI PRASARANA SUMBER DAYA AIR DAN IRIGASI 6. TENAGA AHLI PRASARANA WILAYAH TELEKOMUNIKASI 7. TENAGA AHLI PRASARANA WILAYAH ENERGI DAN

KELISTRIKAN 8. AHLI PRASARANA KAWASAN/PERSAMPAHAN 9. AHLI PRASARANA KAWASAN/AIR BERSIH DAN AIR MINUM

SERTA PERPIPAAN 10. AHLI PRASARANA KAWASAN/SANITASI 11. TENAGA AHLI EKONOMI PEMBANGUNAN 12. TENAGA AHLI PERTANIAN/AGRONOMI 13. TENAGA AHLI PEMETAAN/GIS 14. TENAGA AHLI ARSITEKTUR KAWASAN 15. TENAGA AHLI TRANSPORTASI UDARA 16. TENAGA AHLI TRANSPORTASI DARAT 17. TENAGA AHLI TRANSPORTASI SUNGAI 18. TENAGA AHLI KEHUTANAN 19. TENAGA AHLI PERKEBUNAN 20. TENAGA AHLI GEOLOGI TATA LINGKUNGAN 21. TENAGA AHLI SIPIL PERTANAHAN 22. TENAGA AHLI SOSIAL BUDAYA 23. TENAGA AHLI PARIWISATA 24. TENAGA AHLI MITIGASI BENCANA 25. TENAGA AHLI HUKUM DAN KELEMBAGAAN

PEMERINTAH KABUPATEN TOLIKARA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

(BAPPEDA)

KONTROL ADMINISTRASI

PENGAWAS KEGIATAN

PELAKSANA

KEGIATAN

KONTROL TEKNIS

TIM TEKNIS

DIREKTUR PERUSAHAAN

KONSULTAN PELAKSANA

TEAM LEADER/

AHLI PERENCANAAN WILAYAH

Team

Pela

ksa

na K

egia

tan

TENAGA PENDUKUNG:

OPERATOR KOMPUTER, TENAGA ADMINISTRASI DAN PESURUH

TENAGA ASISTEN:

ASS. AHLI PEMETAAN/GIS, ASS. AHLI TRANSPORTASI, ASS. AHLI TEKNIK LINGKUNGAN, ASS. AHLI SOSIAL BUDAYA, ASS. AHLI

PARIWISATA

Page 339: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 7 Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan| 4

Page 340: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 9 Program Survei| 1

9.1. PENETAPAN KEBUTUHAN DATA DAN INFORMASI

Survei dilakukan untuk mendapatkan berbagai data dan informasi dari berbagai

sumber yang akan menjadi bahan analisis dan kajian dalam Kegiatan Penyusunan

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini. Berbagai data dan

informasi yang diidentifikasi dibutuhkan antara lain:

1. Data Dan Informasi Terkait Struktur Dan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan

a. Distribusi Penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini Eksisting, yang

meliputi:

1.) Jumlah Penduduk dan distribusinya dalam kawasan; dan

2.) Kepadatan Penduduk dan distribusinya dalam kawasan.

b. Struktur Kegiatan Kawasan Kawasan Perkotaan Bokondini Eksisting,

yang meliputi:

(a.) Perdagangan sesuai dengan skala pelayanannya;

(b.) Pendidikan sesuai dengan tingkatannya;

(c.) Pelayanan kesehatan dengan skala pelayanannya; dan

(d.) Pelayanan rekreasi dan atau olah raga.

c. Sistem Jaringan Pergerakan Kawasan Perkotaan Bokondini Eksisting,

yang meliputi:

(a.) Angkutan jalan darat; dan

(b.) Transportasi udara

d. Sistem Jaringan Utilitas Kawasan Perkotaan Bokondini Eksisting, yang

meliputi:

(a.) Sistem saluran telepon;

(b.) Sistem jaringan listrik;

(c.) Sistem jaringan gas;

(d.) Sistem penyediaan air bersih;

(e.) Sistem pembuangan air hujan;

(f.) Sistem pembuangan air limbah; dan

(g.) Sistem persampahan.

2. Data dan Informasi Terkait Blok Pemanfaatan Ruang (Block Plan)

a. Kawasan Lindung Eksisting di Kawasan Perkotaan Bokondini , yang

meliputi:

(a.) Kawasan perlindungan setempat, yaitu pada kawasan sekitar

sungai;

(b.) Kawasan suaka alam yaitu pada kawasan hutan bakau;

Page 341: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 9 Program Survei| 2

(c.) Kawasan cagar budaya yaitu pada kawasan pelestarian situs dan

budaya.

b. Kawasan Budidaya Eksisting di Kawasan Perkotaan Bokondini , yang

meliputi:

(a.) Perumahan dan Permukiman yang dirinci menurut ketinggian

bangunan jenis pengguna, pengelompokan berdasarkan besaran

perpetakan;

(b.) Perdagangan, yang dirinci menurut jenis dan bentuk bangunannya,

antara lain pasar, pertokoan mal, dan lainnya;

(c.) Industri, yang dirinci menurut jenisnya;

(d.) Pendidikan, yang diterima menurut Tingkatan pelayanan mulai dari

pendidikan tinggi, SLTA, SLTP, SD. dan TK;

(e.) Kesehatan, yang dirinci menurut Tingkat pelayanan mulai dari RS

Umum kelas A, B, C, D; puskesmas, puskesmas pembantu;

(f.) Peribadatan, yang dirinci menurut (jenisnya mulai dari mesjid.

gereja, klenteng, pura, vihara;

(g.) Rekreasi, yang dirinci menurut jenisnya, antara lain, taman

bermain, taman rekreasi, taman lingkungan, taman kota dan lainnya;

(h.) Olahraga, yang dirinci menurut tingkat pelayanannya antara lain

stadion, gelanggang, dan lainnya;

(i.) Fasilitas sosial lainnya, yang dirinci menurut jenis seperti panti

asuhan, panti werda, dan lainnya;

(j.) Perkantoran pemerintah dan niaga, yang dirinci menurut

mutasinya;

(k.) Terminal angkutan jalan raya baik untuk penumpang atau barang,

Bandar udara, dan sarana transportasi lainnya;

(l.) Kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan,

perikanan;

(m.) Taman pemakaman umum, taman pemakaman pahlawan;

(n.) Tempat pembuangan sampah akhir.

3. Data dan Informasi Terkait Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten

Tolikara Khususnya Untuk Wilayah Kawasan Perkotaan Bokondini

1.) Mekanisme advise planning perizinan sampai dengan pemberian izin

lokasi bagi kegiatan perkotaan;

Page 342: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 9 Program Survei| 3

2.) Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif bagi kawasan yang

dilarang pengembangannya dan kawasan yang dibatasi pengembangannya;

3.) Mekanisme pemberian kompensasi berupa mekanisme penggantian yang

diberikan kepada masyarakat pemegang hak atas tanah, hak pengelolaan

sumber daya alam seperti hutan, tambang, bahan galian, kawasan lindung;

4.) Mekanisme pelaporan;

5.) Mekanisme pemantauan;

6.) Mekanisme evaluasi;

7.) Mekanisme pengenaan sanksi.

9.2. KONDISI DATA YANG ADA

Hingga saat Laporan Pendahuluan ini disusun, konsultan telah melakukan

pengumpulan data awal, khususnya mengenai data sekunder terkait pengembangan

Kabuapten Tolikara pada umumnya, dan pengembangan Distrik Bokondini pada

khususnya. Berdasarkan pemahaman konsultan, setidaknya 60% data sekunder yang

dibutuhkan telah didapatkan konsultan. Rekap ketersediaan data sekunder dapat

dilihat pada Lampiran 1.

9.3. METODE SURVEI

9.2.1. Kegiatan Survei secara Primer

Kegiatan Survei secara Primer dilakukan dengan mendatangi seluruh lokasi yang telah

ditetapkan untuk melakukan:

a. Pengamatan dan Perekaman Visual;

b. Pengukuran secara Langsung;

c. Wawancara dengan Pihak Terkait.

9.2.2. Kegiatan Survei secara Sekunder

Kegiatan Survei secara Sekunder dilakukan dengan melakukan inventarisir data dan

informasi dari berbagai instansi terkait di Kabupaten Tolikara, seperti:

a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penanaman Modal dan Statistik

Kabupaten Tolikara;

b. Dinas PU dan Perhubungan Kabupaten Tolikara;

c. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tolikara;

Page 343: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 9 Program Survei| 4

d. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Tolikara;

e. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tolikara;

f. Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tolikara;

g. Sekretariat Daerah (SETDA) Kabupaten Tolikara;

h. Kantor-Kantor Distrik di Kawasan Perkotaan Bokondini .

9.3. PERANGKAT (INSTRUMEN) PELAKSANAAN SURVEI

9.3.1. Peralatan (Hardware) Survei

Berbagai kebutuhan peralatan (hardware) yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan

survei data dan informasi antara lain:

a. Perangkat Acuan

1.) Peta Acuan Wilayah Kabupaten Tolikara

2.) Peta Acuan Wilayah Kawasan Perkotaan Bokondini

3.) Peta Acuan Foto Udara Eksisting Kawasan Perkotaan Bokondini

b. Perangkat Perekaman

1.) Kamera Handycam;

2.) Kamera Digital;

3.) Recorder Digital.

c. Perangkat Pengamatan

1.) Peralatan Sketsa/Gambar;

2.) Paper Holder A4/Folio.

d. Perangkat Pengukuran

1.) Digitizer;

2.) Teodolit Total Station;

3.) Teodolit Digital;

4.) Pita Ukur;

5.) Auto Level,

e. Perangkat Penyimpanan

1.) Laptop Computer;

2.) Flashdisk.

9.3.2. Checklist Data dan Informasi

Checklist Data dan Informasi merupakan perangkat survei yang digunakan sebagai

alat untuk mengontrol perolehan data dan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan

Page 344: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Bab 9 Program Survei| 5

studi ini, baik yang diperoleh secara primer maupun secara sekunder. Checklist data

dan Informasi lengkap yang dibutuhkan dalam penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan

Bokondini dapat dilihat pada Lampiran 2.

9.3.3. Form Surveyor

Pada saat surveyor melakukan survei, maka surveyor akan diberikan form isian untuk

mencatat perjalanan surveyor. Isian form ini penting untuk mengidentifikasi akses

menuju lokasi survei dilengkapi dengan foto-foto perjalanan survei. Form Surveyor

dapat diliha pada Lampiran 3.

9.3.4. Questionnaire untuk Wawancara

Sedangkan Questionnaire merupakan perangkat survei yang digunakan sebagai alat

untuk memandu kegiatan wawancara dengan berbagai pihak terkait dalam rangka

memperoleh data dan informasi secara langsung pada sumber-sumber yang telah

ditentukan. Form questionnaire dapat dilihat pada Lampiran 4.

9.3.5. Form GPS

Form GPS ini diberikan kepada surveyor, untuk mencatat titik-titik koordinat

prasarana, sarana dan utilitas yang disurvei menggunakan GPS. Form questionnaire

dapat dilihat pada Lampiran 5.

Page 345: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 1 | 1

LAMPIRAN 1

Kondisi Ketersediaan Data Sekunder

No. Nama Data Sumber

Data

Kondisi Saat Ini

Keterangan Sudah didapat

Belum didapat

Belum Tersedia

1. UU No.26 Tahun 2007 dan UU No.27 Tahun

2007

buku, internet

2. PP No.26 Tahun 2008

buku, internet

3. Pedoman Penyusunan RDTR Kabupaten

buku, internet

4. Rencana Program

Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Cipta Karya

Cipta Karya PU dan

PEMKAB

harus dilengkapi

5. SNI dan NSPK terkait lainnya

buku, internet

6. RENSTRA dan RENJA Sektoral

PEMKAB

harus dilengkapi

6. RTRW

Kabupaten Tolikara

PEMKAB

harus

dilengkapi

7. Kab. Tolikara Dalam Angka

PEMKAB

harus dilengkapi

8. Produk Perencanaan Kabupaten lainnya

PEMKAB

harus

dilengkapi

Page 346: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 1

LAMPIRAN 2

Checklist kebutuhan data penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini

No Sektor Jenis Detil Sumber

1 Penggunaan Lahan

1 Lahan pertanian 1. Sebaran lokasi lahan pertanian

2. Luas lahan pertanian (lahan pertanian untuk tiap jenis pengairannya: irigasi teknis, tadah hujan)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Pertanian (data dan peta)

3. BPS Kab. Tolikara 4. Distrik (data dan

peta) 5. Pemetaan dan

Survei Lapangan

2 Lahan Perkebunan 1. Sebaran lokasi perkebunan berdasarkan jenis komoditas

2. Luas lahan perkebunan berdasarkan jenis

komoditas

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Perkebunan / Pertanian (data dan peta)

3. Distrik (data dan peta)

4. BPS Kab. Tolikara 5. Pemetaan dan

Survei Lapangan

3 Lahan Perumahan dan Permukiman

1. Sebaran lokasi permukiman

2. Luas lahan perkim

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Perumahan

dan Permukiman (data dan peta)

3. Distrik (data dan peta)

4. BPS Kab. Tolikara 5. Pemetaan dan

Survei Lapangan

4 Lahan Wet Land 1. Sebaran lokasi wet land 2. Luas lahan wet land

3. Penggunaan lahan wet land

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data

dan peta) 2. Pemetaan dan

Survei Lapangan

5 Lahan Hutan 1. Sebaran lokasi hutan konservasi

2. Luas lahan hutan konservasi

3. Sebaran lokasi hutan lindung

4. Luas lahan hutan lindung

5. Sebaran lokasi hutan produksi

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Kehutanan (data dan peta)

3. Departemen

Kehutanan (data dan peta)

4. Dinas Kehutanan (data dan peta)

Page 347: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 2

No Sektor Jenis Detil Sumber

6. Luas lahan hutan produksi

Provinsi 5. BPS Kab. Tolikara 6. Pemetaan dan

Survei Lapangan

6 Lahan Perladangan 1. Sebaran lokasi ladang berdasarkan jenis tanaman

2. Luas lahan ladang berdasarkan masing-masing jenis tanaman

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Pertanian (data dan peta)

3. BPS Kab. Tolikara 4. Distrik (data dan

eta) 5. Pemetaan dan

Survei Lapangan

7 Lahan Perikanan 1. Sebaran lokasi sebaran lokasi tambak/kolam ikan

2. Luas lahan tambak/kolam ikan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Perikanan (data dan

3. peta) 4. BPS Kab. Tolikara 5. Pemetaan dan

Survei Lapangan

8 Lahan Kawasan Perkotaan

1. Lokasi kawasan perkotaan

2. Luas lahan kawasan perkotaan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Tata Kota (data dan peta)

3. Pemetaan dan Survei Lapangan

9 Lahan Industri 1. Sebaran lokasi industri berdasarkan jenisnya

2. Luas lahan industri berdasarkan jenisnya

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Perindustrian (data dan peta)

3. BPS Kab. Tolikara 4. Pemetaan dan

Survei Lapangan

10 Lahan Kawasan Pantai 1. Lokasi kawasan pantai / pesisir

2. Luas kawasan pantai

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Tata Kota (data dan peta)

3. Dinas PU (data dan peta)

4. Pemetaan dan Survei Lapangan

11 Pertambangan 1. Sebaran lokasi daerah pertambangan

2. Luas masing-masing penggunaan lahan pertambangan

1. Departemen ESDM (data dan peta)

2. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

Page 348: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 3

No Sektor Jenis Detil Sumber

3. Dinas Pertambangan (data dan peta)

4. BPS Kab. Tolikara 5. Pemetaan dan

Survei Lapangan

12 Lahan yang Rusak Akibat Gempa

1. Sebaran lokasi lahan yang rusak berdasarkan tingkat kerusakan

2. Luas tiap lahan yang rusak akibat bencana berdasarkan tingkat kerusakan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Tata Kota (data dan peta)

3. Dinas PU (data dan peta)

4. Pemetaan dan Survei Lapangan

13 Lahan Perdesaan 1. Sebaran lokasi kawasan perdesaan

2. Luas masing-masing kawasan perdesaan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Tata Kota (data dan peta)

3. Pemetaan dan Survei Lapangan

14 Lahan Gambut (jika ada)

1. Sebaran lokasi lahan gambut

2. Luas masing-masing lahan gambut

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Pertanian (data dan peta)

3. Dinas Tata Kota (data dan peta)

4. Pemetaan dan Survei Lapangan

15 Pelabuhan 1. Sebaran lokasi pelabuhan

2. Luas masing-masing pelabuhan

3. Kelas dan Fungsi pelayanan kegiatan pelabuhan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Perhubungan (data dan peta)

3. Dinas Tata Kota (data dan peta)

4. Dinas PU (data dan peta)

5. Dinas Perhubungan (data dan peta)

6. Pemetaan dan Survei Lapangan

16 Lahan Perdagangan dan Jasa

1. Sebaran lokasi fasilitas Perdagangan dan jasa berdasarkan jenis (warung, pertokoan, pasar, bank, dan lain-lain)

2. Jumlah fasilitas Perdagangan dan jasa

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Tata Kota (data dan peta)

3. Dinas Pasar (data dan peta)

4. BPS

Page 349: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 4

No Sektor Jenis Detil Sumber

berdasarkan jenis 5. Pemetaan dan Survei Lapangan

17 Penggunaan Lahan

Lainnya

1. Sebaran lokasi

2. Luas masing-masing penggunaan lahan

1. BAPPEDA Kab.

Tolikara (data dan peta)

2. BPS Kab. Tolikara 3. Pemetaan dan

Survei Lapangan

2 Hidrologi

1 Sungai 1. Lokasi aliran sungai 2. Nama sungai 3. Lebar sungai 4. Fungsi atau

penggunaan oleh masyarakat disekitarnya

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas PU Pengairan (data dan peta)

3. Pemetaan dan Survei Lapangan

2 Air Tanah 1. Data potensi air tanah 2. Kualitas air tanah

1. Peta Hidrologi 2. Peta Hidrogeologi

3 Danau/Situ 1. Sebaran lokasi

danau/situ 2. Luas masing-masing

danau/situ 3. Fungsi masing-masing

danau/situ (sebagai mata air atau muara sungai)

4. Fungsi atau penggunaan oleh masyarakat disekitarnya

1. BAPPEDA Kab.

Tolikara (data dan peta)

2. Dinas PU Pengairan (data dan peta)

3. Pemetaan dan Survei Lapangan

4 Mata Air 1. Sebaran lokasi mata air 2. Luas masing-masing

mata air 3. Fungsi atau

penggunaan oleh masyarakat disekitarnya

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas PU Pengairan (data dan peta)

3. Pemetaan dan Survei Lapangan

3 Kependudukan dan Demografi

1 Kependudukan 1. Jumlah penduduk tiap desa (time series 5 tahun)

2. Kepadatan penduduk tiap desa (time series 5 tahun)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara

2. BPS 3. Dinas

Kependudukan

2 Demografi 1. Penduduk menurut umur tiap desa (time series 5 tahun)

2. Penduduk menurut pekerjaan tiap desa (time series 5 tahun)

3. Penduduk menurut tingkat pendidikan tiap

1. BAPPEDA Kab. Tolikara

2. BPS 3. Dinas

Kependudukan

Page 350: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 5

No Sektor Jenis Detil Sumber

desa (time series 5 tahun)

4. Tingkat kelahiran dan kematian penduduk tiap desa (time series 5 tahun)

5. Tingkat migrasi penduduk tiap desa (time series 5 tahun)

6. Tingkat kesejahteraan penduduk tiap desa

(time series 5 tahun)

4 Budaya

1 Herritage 1. Lokasi sebaran situs-situs bersejarah dan nama

2. Kondisi situs-situs bersejarah dan nama

3. Usaha pengelolaan situs-situs bersejarah baik oleh masyarakat ataupun oleh pemerintah

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Pariwisata (data dan peta)

3. BPS 4. Masyarakat Lokal

(data dan peta dengan in depth interview)

5. Pemetaan dan Survei Lapangan

2 Kesenian 1. Sebaran lokasi kegiatan-kegiatan kesenian kebudayaan lokal

2. Kondisi lokasi kegiatan kesenian dan pencapaiannya

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Pariwisata (data dan peta)

3. BPS 4. Masyarakat Lokal

(data dan peta dengan in depth interview)

5. Pemetaan dan Survei Lapangan

3 Institusi Lokal 1. Perkembangan Institusi Lokal

2. Peran dan fungsi Institusi Lokal dalam kehidupan bermasyarakat

3. Peran dan fungsi Institusi Lokal dalam pengelolaan lingkungan

4. Peran dan fungsi

Institusi Lokal dalam melaksanakan pembangunan

1. Masyarakat Lokal (data dan peta dengan in depth interview)

2. Pemetaan dan Survei Lapangan

4 Adat Istiadat 1. Peraturan adat yang mengatur kehidupan bermasyarakat

2. Peraturan adat yang mengatur pengelolaan

1. Masyarakat Lokal (data dan peta dengan in depth interview)

2. Pemetaan dan

Page 351: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 6

No Sektor Jenis Detil Sumber

lingkungan 3. Peraturan adat yang

mengatur pelaksanaan pembangunan

Survei Lapangan

5 Kegiatan Pemerintahan

1 Wilayah Administrasi 1. Wilayah administrasi per desa

2. Batas wilayah administrasi per desa

3. Luas wilayah per desa

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. BPS 3. Distrik (data dan

peta)

2 Struktur Organisasi 1. Struktur Organisasi Pemerintahan Kab. Tolikara

2. SKPD / Dinas-dinas yang ada

3. Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) SKPD / Dinas-dinas yang ada

1. Sekretariat Daerah Kab. Tolikara

2. Biro Organisasi dan Tata Laksana Kab. Tolikara (Ortala)

6 Perumahan dan Permukiman

1 Perumahan 1. Sebaran perumahan tiap desa

2. Jumlah rumah tiap desa

3. Kondisi perumahan tiap desa

4. Jumlah penghuni (jiwa) pada tiap rumah di tiap desa

5. Luas lahan tiap rumah di tiap desa

(jika perumahan terpisah/berbentuk cluster-cluster maka data di atas dicari berdasarkan cluster pada tiap desa)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Perumahan dan Permukiman (data dan peta)

3. Dinas Tata Kota (data dan peta)

4. BPS 5. Pemetaan dan

Survei Lapangan

2 Permukiman 1. Sebaran daerah permukiman

2. Luas masing-masing daerah permukiman

3. Jumlah rumah yang ada pada tiap daerah permukiman

4. Jumlah penduduk penghuni masing-masing daerah

permukiman (KK dan jiwa)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Perumahan dan Permukiman (data dan peta)

3. Dinas Tata Kota (data dan peta)

4. BPS 5. Pemetaan dan

Survei Lapangan

7 Perekonomian

1 Pertanian 1. Produksi pertanian dan masa panen menurut jenis pengairan

2. Data kelompok petani (jumlah dan masing-

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data)

2. Dinas Pertanian (data)

3. BPS Kab. Tolikara

Page 352: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 7

No Sektor Jenis Detil Sumber

masing anggotanya) dan KUD pada tiap desa

3. Sistem dan daerah pemasaran

2 Perkebunan 1. Produksi perkebunan dan masa panen menurut jenis komoditas

2. Data kelompok petani (jumlah dan masing-masing anggotanya) dan KUD pada tiap desa

3. Sistem dan daerah pemasaran

4. Industri yang terkait dengan hasil perkebunan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data)

2. Dinas Perkebunan / Pertanian (data)

3. BPS Kab. Tolikara

3 Perikanan 1. Sebaran daerah perikanan menurut jenis komoditas

2. Luas lahan perikanan menurut jenis komoditas

3. Produksi perikanan dan masa panen menurut jenis komoditas

4. Data kelompok petani (jumlah dan masing-masing anggotanya)

dan KUD pada tiap desa 5. Sistem dan daerah

pemasaran 6. Industri yang terkait

dengan hasil perikanan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data)

2. Dinas Perikanan (data)

3. BPS Kab. Tolikara

4 Peternakan 1. Sebaran daerah peternakan menurut jenis komoditas

2. Luas lahan peternakan

menurut jenis komoditas

3. Produksi peternakan menurut jenis komoditas

4. Data kelompok petani peternak (jumlah dan masing-masing anggotanya) dan KUD pada tiap desa

5. Sistem dan daerah pemasaran

6. Industri yang terkait dengan hasil peternakan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data)

2. Dinas Peternakan (data)

3. BPS Kab. Tolikara

5 Kelautan 1. Potensi kelautan yang ada

1. Departemen Kelautan dan

Page 353: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 8

No Sektor Jenis Detil Sumber

2. Kapasitas produksi potensi kelautan

Perikanan (data dan peta potensi tangkapan ikan)

2. BAPPEDA Kab. Tolikara (data)

3. Dinas Perikanan (data)

4. Pengelola Tempat Pelelangan Ikan (data)

5. BPS Kab. Tolikara

6 Kehutanan 1. Jenis hutan 2. Potensi kehutanan yang

ada 3. Kapasitas produksi

potensi kehutanan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data)

2. Dinas Kehutanan (data)

3. BPS Kab. Tolikara

7 Pariwisata 1. Potensi pariwisata (wisata alam dan budaya) yang ada

2. Lokasi daerah wisata 3. Kondisi daerah wisata 4. Pencapaian ke daerah

wisata (aksesibilitas dan kelengkapan sarana dan prasarana)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data)

2. Dinas Pariwisata (data)

3. BPS Kab. Tolikara

8 Industri 1. Jenis industri yang ada dan berkembang

2. Skala produksi dan nilai produksi masing-masing jenis industri

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data)

2. Dinas Perindustrian (data)

3. BPS Kab. Tolikara

9 Perdagangan dan Jasa 1. Jenis kegiatan Perdagangan dan jasa (pertokoan, warung, bank, pasar, terminal, pelabuhan, pasar ikan/tempat pelelangan ikan, dan lain-lain)

2. Titik lokasi sebaran kegiatan Perdagangan dan jasa

3. Skala pelayanan kegiatan Perdagangan dan jasa (skala regional, kota/kab,

lokal/lingkungan)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data)

2. Dinas Perdagangan (data)

3. Dinas Pasar (data)

4. Pengelola Tempat Pelelangan Ikan (data)

5. BPS Kab. Tolikara

10 Pertambangan 1. Sebaran lokasi pertambangan

2. Luas daerah konvensi pertambangan

3. Jenis / golongan kegiatan pertambangan

1. Departemen ESDM (data)

2. BAPPEDA Kab. Tolikara (data)

3. Dinas Pertambangan

Page 354: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 9

No Sektor Jenis Detil Sumber

4. Potensi pertambangan (data) 4. BPS Kab. Tolikara

11 Data Pertumbuhan

Ekonomi Wilayah dan Penerimaan Pendapatan

1. Data PDRB Kab.

Tolikara 2. Data PAD Kab. Tolikara 3. Perkembangan produksi

setiap sektor ekonomi dan kontribusi terhadap PAD

4. Perkembangan nilai investasi tiap sektor (PMA dan PMDN)

5. Sumber-sumber penerimaan daerah

1. BAPPEDA Kab.

Tolikara 2. Dinas

Pendapatan Daerah (Dispenda)

3. BPS

8 Prasarana Wilayah

1 Jaringan Jalan 1. Jaringan jalan berdasarkan kelas dan fungsinya

2. Nama jalan 3. Panjang masing-masing

jalan 4. Lebar masing-masing

jalan 5. Kondisi masing-masing

jalan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas PU (data dan peta)

3. Pemetaan dan Survei Lapangan

2 Jembatan 1. Sebaran lokasi jembatan

2. Panjang jembatan 3. Lebar jembatan

4. Kondisi jembatan 5. Kemampuan pelayanan

jembatan (kendaraan berat, kendaraan ringan, kendaraan roda dua, dan lain-lain)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas PU (data

dan peta) 3. Pemetaan dan

Survei Lapangan

3 Sarana Transportasi 1. Titik lokasi dan kondisi terminal, pelabuhan, bandara (berdasarkan

kelas dan skala pelayanan)

2. Jenis, skala pelayanan dan jumlah angkutan umum

3. Route operasi masing-masing angkutan umum

4. Peta orientasi pergerakan barang dan penumpang melalui transportasi darat, laut dan udara

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Perhubungan (data dan peta)

3. Pemetaan dan Survei Lapangan

9 Sarana Wilayah

1 Fasilitas Pendidikan 1. Sebaran lokasi fasilitas pendidikan berdasarkan tingkat (TK, SD, SMP, SMU, MI, MTs, MAliyah,

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Pendidikan

Page 355: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 10

No Sektor Jenis Detil Sumber

dan lain-lain) 2. Jumlah fasilitas

pendidikan berdasarkan tingkat

3. Kondisi fasilitas pendidikan berdasarkan tingkat

4. Pencapaian berdasarkan tingkat (aksesibilitas, sarana dan prasarana)

(data dan peta) 3. BPS 4. Pemetaan dan

Survei Lapangan

2 Fasilitas Kesehatan 1. Sebaran lokasi fasilitas kesehatan berdasarkan jenis

2. Jumlah fasilitas kesehatan berdasarkan jenis

3. Kondisi fasilitas kesehatan berdasarkan jenis

4. Pencapaian fasilitas kesehatan berdasarkan jenis (aksesibilitas, sarana dan prasarana)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Kesehatan (data dan peta)

3. BPS 4. Pemetaan dan

Survei Lapangan

3 Fasilitas Peribadatan 1. Sebaran lokasi fasilitas peribadatan berdasarkan jenis

2. Jumlah fasilitas peribadatan

berdasarkan jenis 3. Kondisi fasilitas

peribadatan berdasarkan jenis

4. Pencapaian fasilitas peribadatan berdasarkan jenis (aksesibilitas, sarana dan prasarana)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. BPS 3. Pemetaan dan

Survei Lapangan

4 Fasilitas Olah Raga 1. Sebaran lokasi fasilitas olah raga berdasarkan jenis

2. Jumlah fasilitas olah raga berdasarkan jenis

3. Kondisi fasilitas olah raga berdasarkan jenis

4. Pencapaian fasilitas olah raga berdasarkan jenis (aksesibilitas, sarana dan prasarana)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. BPS 3. Pemetaan dan

Survei Lapangan

5 Fasilitas Perdagangan dan Jasa

1. Sebaran lokasi fasilitas Perdagangan dan jasa berdasarkan jenis (warung, pertokoan, pasar, bank, losmen, hotel dan lain-lain)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Tata Kota (data dan peta)

3. Dinas Pasar (data

Page 356: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 11

No Sektor Jenis Detil Sumber

2. Jumlah fasilitas Perdagangan dan jasa berdasarkan jenis

3. Kondisi fasilitas Perdagangan dan jasa berdasarkan jenis

4. Pencapaian fasilitas Perdagangan dan jasa berdasarkan jenis (aksesibilitas, sarana dan prasarana)

dan peta) 4. BPS 5. Pemetaan dan

Survei Lapangan

6 Fasilitas Kesenian dan Budaya

1. Sebaran lokasi fasilitas kesenian dan budaya berdasarkan jenis (balai pertemuan, gedung pertunjukan, dan lain-lain)

2. Jumlah fasilitas kesenian dan budaya berdasarkan jenis

3. Kondisi fasilitas kesenian dan budaya berdasarkan jenis

4. Pencapaian fasilitas kesenian dan budaya berdasarkan jenis (aksesibilitas, sarana dan prasarana)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. BPS 3. Pemetaan dan

Survei Lapangan

10 Jaringan Utilitas

1 Air Bersih 1. Peta jaringan air bersih eksisting

2. Kondisi jaringan air bersih

3. Kapasitas pelayanan air bersih

4. Pengelolaan air bersih 5. (air bersih yang

disediakan PDAM)

6. Sumber air bersih yang digunakan (PDAM, mata air, sungai, danau, dan lain-lain)

7. Peta lokasi masing-masing jenis penggunaan sumber air bersih

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. BPS 3. PDAM (data dan

peta) 4. Pemetaan dan

Survei Lapangan

2 Air Limbah 1. Peta jaringan air

limbah eksisting (rumah tangga dan industri)

2. Kondisi jaringan air limbah

3. Jenis pengelolaan air limbah oleh tiap penduduk yang tidak

1. BAPPEDA Kab.

Tolikara (data dan peta)

2. Bapedalda (data dan peta)

3. Pemetaan dan Survei Lapangan

Page 357: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 12

No Sektor Jenis Detil Sumber

memiliki jaringan air limbah (dibuang ke kolam, sungai, dan lain-lain)

3 Jaringan Energi 1. Peta jaringan listrik eksisting

2. Kondisi jaringan listrik 3. Kapasitas pelayanan

listrik 4. Jangkauan pelayanan

listrik 5. Titik lokasi gardu listrik

berdasarkan daya 6. Sumber energi lain

yang digunakan (minyak tanah, diesel, gas dan lain-lain)

7. Peta lokasi masing-masing jenis penggunaan sumber

energi

1. Bapepeda Kab. Tolikara (data dan peta)

2. PLN (data dan peta)

3. BPS 4. Pemetaan dan

Survei Lapangan

4 Jaringan Drainase 1. Peta jaringan drainase jalan dan lingkungan eksisting

2. Kondisi jaringan drainase jalan dan lingkungan

3. Kapasitas jaringan drainase jalan dan

lingkungan

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas PU (data dan peta)

3. Pemetaan dan Survei Lapangan

5 Jaringan Telekomunikasi

1. Peta jaringan telekomunikasi eksisting

2. Kondisi jaringan telekomunikasi

3. Jangkauan pelayanan telekomunikasi

4. Titik lokasi gardu

otomat telepon 5. Jumlah dan sebaran

fasilitas telekomunikasi (telepon umum, wartel, dan lain-lain)

6. Titik lokasi menara telekomunikasi (misal: menara telkomsel, dan lain-lain)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. PT TELKOM (data dan peta)

3. BPS 4. Pemetaan dan

Survei Lapangan

6 Persampahan 1. Lokasi, kapasitas dan kondisi TPA,TPS, pembuangan komunal dan bangunan pengolahan sampah

2. Jumlah dan kapasitas alat angkut sampah

3. Pola sirkulasi

1. BAPPEDA Kab. Tolikara (data dan peta)

2. Dinas Kebersihan (data dan peta)

3. BPS 4. Pemetaan dan

Survei Lapangan

Page 358: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 2 | 13

No Sektor Jenis Detil Sumber

pembuangan sampah 4. Jenis pengelolaan

sampah oleh masyarakat (ditimbun, dibakar, dibuang ke sungai, dikumpulkan di TPS, dan lain-lain)

5. Jumlah produksi sampah menurut jenis kegiatan usaha

6. Peta sebaran jenis

pengelolaan sampah oleh masyarakat

7. Titik lokasi sebaran Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

11 Dokumen Rencana dan Kebijakan

1 RTRW Prov. Papua Dokumen RTRW Prov. Papua (hard copy atau Soft copy)

BAPPEDA Prov. Papua

2 RDTR Kawasan Perkotaan di sekitar Kelila

Dokumen RTRW Kab. Tolikara (hard copy atau Soft copy)

BAPPEDA Kab. Tolikara

3 Perencanaan dan Kegiatan Pembangunan yang terkait dengan Kawasan Perkotaan Kelila, Kab. Tolikara

dan kawasan lain yang terkait atau berhubungan

1. RDTR Kawasan Perkotaan di sekitar Kelila

2. Perencanaan Pelabuhan Samudera

3. Perencanaan Air Bersih 4. Perencanaan Jaringan

Jalan Bersama data nama instansi atau lembaga pelaku kegiatan di atas

1. BAPPEDA Prov. Papua

2. BAPPEDA Kab. Tolikara

3. Dinas

Perhubungan 4. Dinas Tata Kota 5. Dinas PU

4 Kebijakan Pembangunan Daerah

1. Peraturan Daerah (PERDA) Kebijakan

pemerintah kab. terkait otda dan perimbangan keuangan di tiap aspek

2. Peraturan Daerah (PERDA) Kebijakan pemerintah kota ttg pemb. Kawasan (PROPEDA, RENSTRA, dan lain-lain)

1. BAPPEDA Kab. Tolikara

2. Biro Hukum Kab. Tolikara

Page 359: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 1 | 1

LAMPIRAN 3

FORM UNTUK SURVEYOR

RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN BOKONDINI DI KABUPATEN TOLIKARA

Nama Surveyor :

Hari/tanggal :

Lokasi/Kecamatan :

1. Jelaskan rute perjalanan dan berapa lama waktu tempuh dari ___________

ke ?

waktu pejalanan

2. Kendaraan apa saja yang anda digunakan selama perjalanan, bagaimana kondisinya dan berapa ongkosnya?

a. Kendaraan: Kondisi: Ongkos:

b. Kendaraan: Kondisi: Ongkos:

c. Kendaraan: Kondisi: Ongkos:

d. Kendaraan: Kondisi: Ongkos:

e. Kendaraan: Kondisi: Ongkos:

Kode foto untuk jenis dan kondisi kendaraan yang digunakan:

Page 360: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 1 | 2

3. Apakah kendaraan yang anda gunakan tersebut juga digunakan untuk membawa barang?

Ya Tidak

Jika jawaban anda adalah “ya”, maka barang apa saja yang dibawa oleh kendaraan tersebut? Sebutkan.

Kode foto untuk gambaran barang yag dibawa oleh kendaraan yang anda gunakan:

4. Jika anda menggunakan jalur transportasi darat, maka bagaimana kondisi jalan yang anda lalui?

0-25% baik 50-75% baik

25-50% baik 75-100% baik

Kode foto untuk kondisi jalan yang anda lalui;

Page 361: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 1 | 3

5. Jika anda menggunakan jalur transportasi darat, maka bagaimana kondisi jembatan yang anda lalui?

0-25% baik 50-75% baik

25-50% baik 75-100% baik

Kode foto untuk kondisi jembatan yang anda lalui;

6. Jika anda menggunakan jalur transportasi laut, berapa jumlah keberangkatan angkutan laut per hari/minggu/bulan*? ( * pilih salah satu). Sebutkan.

7. Jika anda melewati terminal dalam perjalanan anda, ada di mana terminal itu berada dan bagaimana kondisi terminal tersebut?

a. Lokasi Terminal: Kondisi:

b. Lokasi Terminal: Kondisi:

c. Lokasi Terminal: Kondisi:

Kode foto untuk kondisi terminal yang anda lalui:

Page 362: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 1 | 4

8. Jika anda melewati pelabuhan dalam perjalanan anda, ada di mana pelabuhan itu berada dan bagaimana kondisi pelabuhan tersebut?

a. Lokasi pelabuhan: Kondisi:

b. Lokasi pelabuhan: Kondisi:

c. Lokasi pelabuhan: Kondisi:

Kode foto untuk kondisi pelabuhan yang anda lalui:

Page 363: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 1

LAMPIRAN 4

LEMBAR KUESIONER

RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN BOKONDINI DI KABUPATEN TOLIKARA

Untuk mendapatkan Rencana Tata Ruang yang sesuai dengan visi dan misi dari Kabupaten Tolikara, serta memperhatikan pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan maka diperlukan penjaringan aspirasi serta pengumpulan data dan informasi dari stakeholders yang di lingkupi Kawasan Perkotaan Bokondini . Penjaringan aspirasi ini sesuai dengan amanat pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada bahwa penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan harus memperhatikan antara lain: (a) upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi, (b) keselarasan aspirasi pembangunan provinsi, (c) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, serta (d) rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Lembar kuesioner ini merupakan alat untuk menjembatani aspirasi masyarakat ke dalam proses penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini . Sasaran dari proses penjaringan aspirasi ini adalah stakeholders yang ada di masing-masing kabupaten, yaitu: Camat, MUSPIKA, Kepala Desa serta tokoh masyarakat setempat.

Jawaban pada kuesioner ini akan menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini . Jawaban pada kuesioner ini akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan diekspos atau disampaikan ke publik.

Page 364: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 2

Berikut ini ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab dengan membubuhkan tanda

pada jawaban yang yang bapak pilih, atau dengan mengisi kolom kosong yang telah disediakan. Apabila kolom jawaban yang tersedia tidak mencukupi, maka jawaban boleh ditulis pada halaman di balik kertas kuesioner.

1. Data Pribadi dari pengisi kuesioner:

a. Nama :

b. Nomer Telp/HP :

c. Kabupaten :

d. Jabatan :

Bupati

MUSPIDA

Camat Sebutkan nama Kecamatan

MUSPIKA Sebutkan nama Kabupaten

Tokoh Masyarakat

2. Apa visi dan misi dari kabupaten yang bapak pimpin?

Visi :

Misi : 1.

2.

3.

3. Pusat kabupaten yang bapak pimpin berada di desa mana? Sebutkan.

4. Sebutkan batas-batas administratif dari kabupaten yang bapak pimpin.

a. Utara :

b. Timur :

c. Selatan:

d. Barat :

5. Apa mata pencaharian utama penduduk di kabupaten Yang bapak pimpin? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Petani Nelayan

Peladang Pedagang

Perambah hutan Lain-lain:

Peternak

Page 365: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 3

6. Apakah mayoritas penduduk di Kabupaten yang bapak pimpin merupakan penduduk asli Bokondini ?

100-75% penduduk aseli 50-25% penduduk aseli

75-50% penduduk aseli 25-0% penduduk aseli

7. Tradisi, adat istiadat atau kesenian apa yang masih berkembang di kabupaten yang bapak pimpin? Sebutkan.

8. Di mana lokasi tradisi, adat istiadat atau kesenian di atas dipergelarkan? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Lapangan Balai desa atau adat

Halaman masjid atau gereja Tepi pantai

Gedung pertemuan Lain-lain:

9. Berapa distrik yang ada di kabupaten yang bapak pimpin?

10.Desa apa saja yang dianggap sebagai desa tertinggal di Kabupaten yang bapak pimpin? (Sebutkan nama kabupaten tersebut)

a. Nama Desa 1:

b. Nama Desa 2:

c. Nama Desa 3:

11. Desa apa saja yang dianggap sebagai desa maju di Kabupaten yang bapak pimpin? (Sebutkan nama kabupaten tersebut)

a. Nama Desa 1:

b. Nama Desa 2:

c. Nama Desa 3:

12. Apakah ketersediaan pangan di kabupaten yang bapak pimpin sudah mencukupi?

Sudah mencukupi Belum mencukupi

Page 366: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 4

13. Distrik mana yang menjadi penyedia utama kebutuhan pangan bagi masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin? Sebutkan.

14. Hasil bumi apa yang berkembang di kabupaten yang bapak pimpin? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Tanaman pangan Peternakan

Hortikultura (sayur dan buah) Perikanan

Perkebunan Lain-lain:

Kehutanan

15. Apakah ada industri pengolahan atas hasil bumi yang disebutkan pada butir (15) di atas?

Tidak ada industri pengolahan

Ada industri pengolahan

Sebutkan:

16. Apakah hasil bumi di atas dipasarkan ke kabupaten atau wilayah lain?

Ya Tidak

a. Jika jawaban bapak adalah “Ya”, maka hasil bumi unggulan kabupaten yang bapak pimpin tersebut dijual ke mana? Sebutkan.

b. Jika jawaban bapak adalah “Ya”, maka hasil bumi kabupaten yang bapak pimpin tersebut dipasarkan ke kabupaten atau wilayah lain dengan menggunakan transportasi apa? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Transportasi darat Transportasi udara

Transportasi sungai

17. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memasarkan ke tempat tersebut?

Kurang dari 1 jam 3-5 jam

1-3 jam Lain-lain:

18. Fasilitas perhubungan apa yang ada di kabupaten yang bapak pimpin sekarang ini? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Pelabuhan Udara Pelabuhan Udara

Penyeberangan sungai

Terminal

Page 367: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 5

19. Apakah prasarana dan sarana perhubungan yang ada bisa mendukung pemasaran hasil bumi unggulan di kabupaten yang bapak pimpin?

Mendukung Tidak mendukung

20. Fasilitas ekonomi apa yang ada di kabupaten yang bapak pimpin sekarang ini dan berapa jumlahnya? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Bank Koperasi

Pasar Pusat kerajinan

Tempat Pelelangan Ikan Lain-lain:

21. Apakah fasilitas ekonomi yang ada di kabupaten yang bapak pimpin tersebut sudah dapat melayani kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

22. Fasilitas ekonomi apa yang sebaiknya dikembangkan pada kabupaten yang bapak pimpin di masa mendatang? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Bank Koperasi

Pasar Pusat kerajinan

Tempat Pelelangan Ikan Lain-lain:

23. Fasilitas pendidikan apa yang ada di kabupaten yang bapak pimpin dan berapa jumlahnya? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

TK SMA dan yang sederajat

SD dan yang sederajat Perguruan Tinggi

SMP dan yang sederajat Lain-lain:

24. Apakah fasilitas pendidikan yang ada di kabupaten yang bapak pimpin tersebut sudah dapat melayani kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

25. Fasilitas pendidikan apa yang sebaiknya dikembangkan pada kabupaten yang bapak pimpin ? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

TK SMA dan/atau yang sederajat

SD dan/atau yang sederajat Perguruan Tinggi

SMP dan/atau yang sederajat Lain-lain:

Page 368: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 6

26. Fasilitas kesehatan apa yang ada di kabupaten yang bapak pimpin dan berapa jumlahnya? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Rumah Sakit PUSKESMAS Pembantu

PUSKESMAS POSYANDU

POLINDES Lain-lain :

27. Apakah fasilitas kesehatan yang ada di kabupaten yang bapak pimpin tersebut sudah dapat melayani kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

28. Fasilitas kesehatan apa yang sebaiknya dikembangkan pada kabupaten yang bapak pimpin? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Rumah Sakit Poliklinik Pembantu

PUSKEMAS POSYANDU

POLINDES Lain-lain:

29. Fasilitas olah raga apa yang ada di k yang bapak pimpin dan berapa jumlahnya? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Gedung Olah Raga Lapangan Voli

Lapangan Sepakbola Lain-lain:

Lapangan bulutangkis

30. Apakah fasilitas olah raga yang ada di kabupaten yang bapak pimpin tersebut sudah dapat melayani kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

31. Fasilitas olah raga apa yang sebaiknya dikembangkan pada kabupaten yang bapak pimpin? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Gedung Olah Raga Lapangan Voli

Lapangan Sepakbola Lain-lain:

Lapangan bulutangkis

32. Fasilitas budaya apa yang ada di kabupaten yang bapak pimpin dan berapa jumlahnya? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Gedung Pertemuan Alun-alun

Sanggar Kesenian Lain-lain:

Rumah Adat

Page 369: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 7

34. Apakah fasilitas budaya yang ada di kabupaten yang bapak pimpin tersebut sudah dapat melayani kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

35. Fasilitas budaya apa yang sebaiknya dikembangkan pada kabupaten yang bapak pimpin? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Gedung Pertemuan Alun-alun

Sanggar Kesenian Lain-lain:

Rumah Adat

36. Fasilitas peribadatan apa yang ada di kabupaten yang bapak pimpin dan berapa jumlahnya? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Masjid Pura

Gereja Lain-lain:

Wihara

37. Apakah fasilitas peribadatan yang ada di kabupaten yang bapak pimpin tersebut sudah dapat melayani kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

38. Fasilitas peribadatan apa yang sebaiknya dikembangkan pada kabupaten yang bapak pimpin? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Masjid Pura

Gereja Lain-lain:

Wihara

39. Apakah ada fasilitas pemakaman umum di kabupaten yang bapak pimpin dan berapa jumlahnya?

Ada Tidak ada

40. Apakah fasilitas pemakaman umum yang ada di kabupaten yang bapak pimpin tersebut sudah dapat melayani kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

Page 370: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 8

41. Apakah fasilitas pemakaman umum sebaiknya dikembangkan pada kabupaten yang bapak pimpin? (Berapa jumlahnya?)

Ya Tidak

42. Air minum yang dikonsumsi masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin bersumber dari mana? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

PDAM Air sungai

Air tanah Lain-lain:

Mata air

43. Apakah sumber air minum yang ada di kabupaten yang bapak pimpin tersebut sudah dapat melayani kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

44. Apakah jaringan air minum sebaiknya dikembangkan pada kabupaten yang bapak pimpin di masa mendatang?

Ya Tidak

45. Apakah kabupaten yang bapak pimpin sudah dilayani listrik?

Ya Tidak

46. Apakah pelayanan listrik tersebut sudah memenuhi kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

47. Apakah pelayanan listrik tersebut sebaiknya dikembangkan di kabupaten yang bapak pimpin di masa mendatang?

Ya Tidak

48. Apakah ada fasilitas pengolahan air limbah atau air kotor di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

49. Apakah fasilitas pengolahan air limbah atau air kotor tersebut sudah memenuhi kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

Page 371: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 9

50. Apakah fasilitas pengolahan air limbah atau air kotor sebaiknya dikembangkan di kabupaten yang bapak pimpin di masa mendatang?

Ya Tidak

51. Selama ini masyarakat di Kabupaten yang bapak pimpin membuang sampah di mana? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan).

Tempat sampah Sungai

Lubang tanah Lain-lain:

Sembarang tempat

52. Sampah yang ada di kabupaten yang bapak pimpin dikumpulkan ke mana? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan).

TPS Lokasi di desa:

TPA Lokasi di desa:

Tidak ada

53. Apakah ada fasilitas pengolahan sampah di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

54. Apakah fasilitas pembuangan dan pengolahan sampah sudah memenuhi kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

55. Apakah fasilitas pembuangan dan pengolahan sampah sebaiknya dikembangkan di kabupaten yang bapak pimpin di masa mendatang?

Ya Tidak

56. Apakah di kabupaten yang bapak pimpin mempunyai jaringan drainase?

Ya Tidak

57. Apakah jaringan drainase yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

58. Apakah jaringan drainase sebaiknya dikembangkan di kabupaten yang bapak pimpin di masa mendatang?

Ya Tidak

Page 372: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 10

59. Apakah di kabupaten yang bapak pimpin mempunyai jaringan irigasi?

Ya Tidak

60. Apakah jaringan irigasi yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

Jika jawaban bapak adalah “Tidak”, maka desa yang tidak terairi oleh jaringan irigasi yang ada adalah? Sebutkan.

61. Apakah jaringan irigasi sebaiknya dikembangkan di kabupaten yang bapak pimpin di masa mendatang?

Ya Tidak

Jika jawaban bapak adalah “ya”, maka desa mana saja yang prioritas mendapatkan pengairan dari jaringan irigasi? Sebutkan.

62. Apakah di kabupaten yang bapak pimpin terdapat prasarana telekomunikasi?

Ya Tidak

63. Apakah prasarana telekomunikasi yang ada sudah memenuhi kebutuhan masyarakat di kabupaten yang bapak pimpin?

Ya Tidak

64. Apakah prasarana telekomunikasi sebaiknya dikembangkan di kabupaten yang bapak pimpin di masa mendatang?

Ya Tidak

65. Apakah jaringan jalan yang ada di kabupaten sudah menjangkau desa-desa yang ada?

Ya Tidak

66. Bagaimana kondisi jaringan jalan tersebut?

Baik Rusak

Page 373: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 11

67. Apakah di kabupaten yang bapak pimpin mempunyai prasarana jembatan?

Ya Tidak

68. Bagaimana kondisi prasarana jembatan tersebut?

Baik Rusak

69. Sumber daya alam apa yang ada di desa yang bapak pimpin? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Sungai Sumber air panas

Air Terjun Lain-lain:

a. Jika bapak memilih jawaban “sungai”, apakah sungai tesebut mempunyai aliran yang kencang? Jelaskan.

b. Jika bapak memilih jawaban “sungai”, di bulan apakah sungai tersebut kering? Sebutkan.

c. Jika bapak memilih jawaban “sungai”, di bulan apakah sungai tersebut meluap atau banjir?

d. Jika bapak memilih jawaban “air terjun”, apakah air terjun tesebut mempunyai aliran yang kencang? Jelaskan.

e. Jika bapak memilih jawaban “air terjun”, di bulan apakah air terjun tersebut kering? Sebutkan.

f. Jika bapak memilih jawaban “air terjun”, di bulan apakah air terjun tersebut meluap atau banjir?

Page 374: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 12

g. Jika bapak memilih jawaban “sumber air panas”, di bulan apakah sumber air panas tersebut kering?

70. Obyek wisata atau rekreasi apa yang ada di kabupaten yang bapak pimpin? Sebutkan.

71. Apakah fasilitas pada obyek wisata atau rekreasi tersebut sudah cukup memadai?

Memadai Tidak Memadai

72. Apakah ada wisatawan dari luar kabupaten yang mengunjungi obyek wisata yang ada di kabupaten yang bapak pimpin?

Ada Tidak

Jika jawaban bapak adalah “Ada”, maka wisatawan tersebut berasal dari mana? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan).

Dari Kabupaten di sekitarnya Wisatawan Nusantara

Dari luar Provinsi Papua Wisatawan Mancanegara

73. Fasilitas pendukung apa saja bagi wisatawan yang ada obyek wisata atau rekreasi tersebut? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan).

Tempat penginapan Tempat penukaran uang

Tempat makan Tempat informasi wisata

Tempat menjual kerajinan Terminal

74. Pada bulan apa saja obyek wisata tersebut ramai dikunjungi? Sebutkan.

75. Pada bulan apa saja obyek wisata tersebut sepi dikunjungi? Sebutkan.

Page 375: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 13

76. Lembaga kemasyarakatan apa yang ada di kabupaten yang bapak pimpin? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

PKK Kelompok Perambah Hutan

Karang Taruna Kelompok Pekebun

Kelompok Petani Kelompok Pedagang

Kelompok Nelayan Lain-lain:

77. Apakah lembaga kemasyarakatan tersebut masih aktif sampai sekarang? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

a. PKK Ya Tidak

b. Karang Taruna Ya Tidak

c. Kelompok Petani Ya Tidak

d. Kelompok Nelayan Ya Tidak

e. Kelompok Perambah Hutan Ya Tidak

f. Kelompok Pekebun Ya Tidak

g. Kelompok Pedagang Ya Tidak

78. Apakah dalam struktur oganisasi kabupaten dan/atau desa ada bagian yang khusus mengurusi sektor pertanian (yang mencakup: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan)?

Ada Tidak

Jika jawaban bapak adalah “ada”, apakah bagian pertanian tersebut masih berfungsi?

Ya Tidak

79. Bencana apa saja yang setiap tahun terjadi di kabupaten yang bapak pimpin? (Jawaban bisa lebih dari satu pilihan)

Banjir Gempa

Tanah longsor Tsunami

Kekeringan Gunung meletus

Kebakaran hutan Lain-lain:

80. Desa mana saja yang paling parah dilanda bencana tersebut? Sebutkan.

Page 376: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 4 | 14

81. Apakah ada penanganan bencana dari Pemerintah Daerah Kabupaten dan/atau Provinsi atas bencana yang menimpa kabupaten yang bapak pimpin selama ini?

Ada Tidak

82. Apakah ada usaha untuk menyelesaikan permasalahan bencana di kabupaten yang bapak pimpin?

Ada Tidak

Jika jawaban bapak adalah “Ada”, maka seperti apa bentuk penyelesaian permasalahan bencana tersebut? Jelaskan.

83. Apakah di kabupaten yang bapak pimpin mempunyai data -seperti Monograf Kabupaten- yang terbaru?

Ya Tidak

Jika jawaban bapak adalah “ya”, apakah data tersebut bisa diakses untuk kepentingan perencanaan dan pembangunan Kabupaten Tolikara ?

Ya Tidak

Page 377: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kawasan Perkotaan Bokondini

Lampiran 5 | 1

LAMPIRAN 5

FORM SURVEY GPS RDTR KAWASAN PERKOTAAN BOKONDINI

SEKTOR : PRASARANA/SARANA/UTILITAS KAWASAN Nama : Alamat : No. Kontak :

No Poin

Nama Derajat Menit Detik N Derajat Menit Detik E Elevation Kondisi Lebar/ Luas

Foto Jenis Keterangan

Page 378: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

Mid 1 Mid 2 Mid 3 Mid 4 Mid 5 Mid 6 Mid 7 Mid 8 Mid 9 Mid 10 Mid 11 Mid 12 Mid 13 Mid 14

I PERSIAPAN

I.1 Persiapan Awal

a. Koordinasi Awal Internal Tim

b. Pemahaman KAK

c.  Penyiapan Anggaran Biaya

d. Penyusunan Metode dan Rencana Kerja

I.2 Persiapan Teknis

a. Identifikasi Data Awal yang Tersedia

b. Pemahaman awal wilayah perencanaan

c. Pemantapan Metode dan Rencana Kerja

d. Mobilisasi Peralatan dan Personil

e.Penyiapan Perangkat Survei dan Perjalanan Dinas

f. Identifikasi Kebutuhan Peta Dasar

II SURVEI

II.1 Survei Pendahuluan

a. Pembelian Peta Dasar

b. Pengumpulan Data Sekunder di Pusat

b.1. Data Sekunder terkait Kewilayahan Kabupaten Tolikara melalui internet

b.2. Kebijakan Skala Nasional terkait Rencana Tata Ruang

b.3. Kebijakan Skala Nasional terkait Rencana Pembangunan

b.4. Kebijakan Skala Nasioanal terkait Rencana Sektoral

c. Pengumpulan Data Sekunder di Provinsi

c.1. Kebijakan Skala Provinsi terkait Rencana Tata Ruang

c.2. Kebijakan Skala Provinsi terkait Rencana Pembangunan

c.3. Kebijakan Skala Provinsi terkait Rencana Sektoral

II.2 Survei Lanjutan

a. Pengumpulan Data Sekunder di Kabupaten dan Kawasan Perencanaan

a.1. Kebijakan Skala Kabupaten terkait Rencana Tata Ruang

a.2. Kebijakan Skala Kabupaten terkait Rencana Pembangunan & Sektor

a.3. Kebijakan Skala Kabupaten terkait Wilayah Kawasan Perencanaan

a.4. Data/informasi terkait Kondisi Fisiografis

a.5. Data/informasi terkait Kondisi Kependudukan & Sosial Budaya

a.6. Data/informasi terkait Kawasan dan Bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata bangunan)

a.7. Data/informasi terkait Ekonomi dan Keuangan

a.8. Data/informasi terkait Ketersediaan Sarana dan Prasarana

a.9. Data/informasi terkait Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan

a.10. Data/informasi terkait peta dasar rupabumi dan peta tematik yang dibutuhkan penguasaan lahan,

penggunaan lahan, peruntukan ruang, pada skala 1:5000

a.11. Data/informasi terkait kelembagaan

b. Pengumpulan Data Primer di Kawasan Perkotaan

b.1. Pengambilan Batas Wilayah Kawasan Perkotaan

Bulan 7Kegiatan Penyelesaian PekerjaanNo

Tabel 6.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6

Page 379: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

b.2. Ground Check Jalan dan Kondisi Bangunan Eksisting

III ANALISIS

III.1 Analisis Tahap Awal

a. Review terhadap Rencana Tata Ruang yang sudah ada

b. Review terhadap Rencana Pembangunan yang sudah ada

c. Analisis Intra-regional

III.2 Analisis Tahap Lanjutan

a. Fisik/Rona Kawasan

a.1. Analisis Fisik Dasar

a.2. Analisis Kemampuan dan Kesesuaian Lahan

a.3. Analisis Kebencanaan

b. Analisis wilayah yang lebih luas

b.1. Fungsi dan peran BWP

b.2. Pola ruang BWP

c. Analsis Sumber Daya Alam dan Fisik atau Lingkungan BWP

c.1. Sumber daya air

c.2. Sumber daya tanah

c.3. Topografi dan kelerengan

c.4. Geologi Lingkungan

c.5. Klimatologi

c.6. Sumber daya alam (zona lindung)

c.7. Sumber Daya Alam dan Fisik wilayah lainnya (zona budidaya)

d. Analisis Sosial Budaya

d.1. Elemen Elemen Kota (Urban heritage, langgam arsitektur, landmark kota)

d.2. Modal sosial dan budaya

e. Analisis Kependudukan

e.1. Proyeksi perubahan penduduk, struktur dan karakteristik

e.2. Potensi dan kualitas penduduk, mobilisasi, tingkat pelayanan dan penyediaan kebutuhan sektoral (sarana dan

prasarana maupun utilitas minimum)

e.3. Penyebaran dan perpindahan penduduk

f. Analisis Ekonomi dan Sektor Unggulan

f.1. Keterkaitan ekonomi skala kota, regional, nasional, internasional

f.2. Struktur ekonomi, pola sebaran pertumbuhan ekonomi, potensi dan peluang dan permasalahan wilayah kota

g. Analisis Sumber Daya Buatan

g.1. Kebutuhan Sarana

g.2. Kebutuhan prasarana

h. Analisis Penataan Kawasan dan Bangunan

h.1. Jenis dan kapasitas fungsi/kegiatan kawasan

h.2. Kualitas bangunan dari aspek keselamatan

h.3. Intensitas pemanfaatan ruang, tata massa bangunan, tindakan penanganan kawasan, penanganan bangunan

i. Analisis Kelembagaan

i.1. Struktur organisasi dan tata laksana pemerintahan

i.2. Sumber daya manusia, sarana da prasarana kerja, produk produk pengaturan

i.3. Organisasi non-pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat.

Page 380: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

j. Pembiayaan pembangunan

j.1. Pendapatan asli daerah

j.2. Pendanaan oleh pemerintah

j.3. Pendanaan dari pemerintah provinsi

j.4. Investasi swasta dan masyarakat

j.5. Bantuan dan pinjaman luar negeri, sumber lainnya

IV PENYUSUNAN DRAF RENCANA & RAPERDA

IV.1. Penyusunan Rencana

a. Penyusunan Tujuan, Kebijakan, dan Strategi penataan ruang BWP serta Kawasan Perkotaan;

b.  Penyusunan Rencana struktur ruang wilayah perencanaan;

c.  Penyusunan Rencana pola ruang wilayah perencanaan;

d. Penyusunan Penetapan kawasan prioritas;

e.  Penyusunan Arahan pemanfaatan ruang; dan

f. Penyusunan Arahan pengendalian pemanfaatan ruang

g. Penyusunan zoning regulation (zoning map, zoning text)

IV.2. Penyusunan RAPERDA

a. Penyusunan Kerangka PERDA

b. Perumusan Legal Format / Bahasa Hukum dari Materi RDTR

c. Penyusunan Lampiran RAPERDA

V FGD & FORUM KOORDINASI

V.1. FGD 1

V.2. FGD 2

V.3. FGD 3

V.4 Sidang BKPRD

V.5 Sidang BKPRN

VI PELAPORAN

IV.1 Laporan 1 (Pendahuluan)

IV.2 Laporan 2 (Antara)

IV.3 Laporan 3 (Draf Final)

IV.4 Album Peta A3 (1:5000)

IV.5 Eksekutif Summary

VII PENYEMPURNAAN DAN PENYERAHAN LAPORAN FINAL

VII.1 Penyempurnaan Analisis

a. Fisik/Rona Kawasan

b. Analisis wilayah yang lebih luas

c. Analsis Sumber Daya Alam dan Fisik atau Lingkungan BWP

d. Analisis Sosial Budaya

e. Analisis Kependudukan

f. Analisis Ekonomi dan Sektor Unggulan

g. Analisis Sumber Daya Buatan

h. Analisis Penataan Kawasan dan Bangunan

i. Analisis Kelembagaan

Page 381: Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Tolikara Papua 2032

j. Pembiayaan pembangunan

VII.2. Penyempurnaan Rencana

a. Penyusunan Tujuan, Kebijakan, dan Strategi penataan ruang wilayah perencanaan;

b.  Penyusunan Rencana struktur ruang wilayah perencanaan;

c.  Penyusunan Rencana pola ruang wilayah perencanaan;

d. Penyusunan Penetapan kawasan prioritas;

e.  Penyusunan Arahan pemanfaatan ruang; dan

f. Penyusunan Arahan pengendalian pemanfaatan ruang

g. Penyusunan Penyusunan zoning regulation (zoning map, zoning text)

VII.3. Penyempurnaan RAPERDA

a. Penyempurnaan Batang Tubuh

b. Penyempurnaan Penjelasan

c. Penyempurnaan Lampiran RAPERDA

VII.4. Penyusunan dan Penyerahan Laporan Final