Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Nusa Tenggara
Transcript of Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Nusa Tenggara
i
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
ii
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
iii
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
iv
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
v
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
vi
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
RINGKASAN
Tujuan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) Nusa Tenggara Barat 2011-2015 adalah: (1) meningkatkan status gizi masyarakat dengan target penurunan prevalensi balita gizi buruk dan kurang menjadi 18.8 persen, dan penurunan prevalensi balita pendek dan sangat pendek menjadi 36.6 persen, serta menurunkan proporsi penduduk rawan pangan menjadi 10 persen pada tahun 2015, (2) mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan berbasis kemandirian untuk menyediakan ketersediaan energi perkapita minimal 2,200 kkal/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari, (3) meningkatkan keragaman konsumsi pangan rata-rata perkapita untuk mencapai gizi seimbang dengan kecukupan energi 2,000 kkal/hari dan protein sebesar 52 gram/hari dan cukup zat gizi mikro, serta meningkatkan keragaman konsumsi pangan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) menjadi 84 pada tahun 2015, dan (4) meningkatkan keamanan dan mutu pangan yang dikonsumsi masyarakat dengan menekan dan meminimalkan pelanggaran terhadap ketentuan keamanan pangan.
Rencana aksi ini disusun melalui pendekatan lima pilar pembangunan pangan dan gizi yang meliputi: (1) perbaikan gizi masyarakat, terutama pada ibu pra-hamil, ibu hamil, dan anak melalui peningkatkan ketersediaan dan jangkauan pelayanan kesehatan berkelanjutan difokuskan pada intervensi gizi efektif pada ibu pra-hamil, ibu hamil, bayi, dan anak balita dua tahun, (2) peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam melalui peningkatan ketersediaan dan akses pangan yang difokuskan pada keluarga rentan pangan dan miskin, (3) peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan melalui peningkatan pengawasan keamanan pangan yang difokuskan pada makanan jajanan yang memenuhi syarat dan produk industri rumah tangga (PIRT) tersertifikasi, (4) peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui peningkatan pemberdayaan masyarakat dan peran pimpinan formal serta non formal, terutama dalam perubahan perilaku atau budaya konsumsi pangan yang difokuskan pada penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, perilaku hidup bersih dan sehat, serta merevitalisasi posyandu, dan (5) penguatan kelembagaan pangan dan gizi melalui penguatan kelembagaan pangan dan gizi di tingkat provinsi, dan kabupaten/kota, serta sampai tingkat desa.
Pemantauan pencapaian RAD-PG 2011-2015, berdasarkan indikator yang telah disusun dalam matriks pada dokumen ini akan difokuskan pada kegiatan yang sedang dilaksanakan agar secepatnya dapat diketahui kelemahan untuk segera diantisipasi. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengetahui dampak kegiatan sesuai dengan rencana target yang telah ditentukan.
vii
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
DAFTAR ISI
SAMBUTAN iPERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2011-2015 iiRINGKASAN viDAFTAR ISI viiDAFTAR TABEL ixDAFTAR GAMBAR x
BAB I PENDAHULUAN 1A. Latar Belakang 2B. Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi 7
1. Ketahanan Pangan 102. Ketahanan gizi 113. Kerentanan 11
C. Maksud dan Tujuan 12D. Ruang Lingkup 12 E. Sasaran 13 F. Landasan Hukum 14
BAB II ANALISIS KONDISI UMUM PENCAPAIAN PANGAN DAN GIZI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 17 A. Produksi dan Ketersediaan Pangan 19
A.1 Produksi Pangan 19A.2 Ketersediaan Pangan 21
B. Distribusi dan Akses Pangan 22C. Konsumsi dan Keamanan Pangan 26
C.1. Konsumsi Pangan 26 C.1.1 Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein 22C.2 Penduduk Rawan Konsumsi Pangan 28C.3 Konsumsi Beberapa Komoditas Pangan Utama 28C.4 Pola Konsumsi Pangan Pokok 31C.5 Kualitas Konsumsi Pangan 31
D. Permasalahan dan Tantangan 33D.1 Peningkatan Perbaikan Gizi Masyarakat 33D.2 Peningkatan Aksesibilitas Pangan 39
D.2.1 Ketersediaan Pangan 39D.2.2 Daya Beli Pangan 41D.2.3 Peningkatan Akses Terhadap Pangan 43D.2.4 Cadangan Pangan 44D.2.5 Kerawanan Pangan 45
D.3 Peningkatan Pengawasan dan Mutu Pangan 52D.4 Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 54D.5 Peningkatan Penguatan Kelembagaan Pangan dan Gizi 56
viii
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCAPAIAN PANGAN DAN GIZI 59A. Kerangka Umum Konsep Implementasi RAD-PG 2011-2015
Provinsi Nusa Tenggara Barat 60B. Strategi 63C. Kebijakan 64D. Target Sasaran 65
BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI 69
BAB V PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI 71A. Tim Pelaksana 72B. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi 72
BAB VI PENUTUP 75
LAMPIRAN 77LAMPIRAN 1. MATRIKS RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI
PROVINSI NTB TAHUN 2011 - 2015 78LAMPIRAN 2. PERBANDINGAN PENGHIDUPAN DAN KETAHANAN
PANGAN TIAP KECAMATAN DI PROVINSI NTB PADA TAHUN 2030 DENGAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN TAHUN 2010 96
LAMPIRAN 3. PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2011-2015 99
ix
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
DAFTAR TABEL
Tabel. 1 Produksi Komoditas Pangan Hewani NTB 2006-2010 20Tabel. 2 Perkembangan Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak untuk
Konsumsi Penduduk di NTB Tahun 2006-2010 22Tabel. 3 Tingkat Konsumsi Energi dan Protein di NTB Tahun 2010 27Tabel. 4 Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat di Provinsi NTB Tahun
2006-2010 29Tabel. 5 Konsumsi Pangan Sumber Protein di Provinsi NTB Tahun 2006-2010 30Tabel. 6 Perkembangan Capaian PPH di Provinsi NTB Tahun 2006-2010 32Tabel. 7 Jumlah Surplus Beras di Provinsi NTB Tahun 2006-2010 40Tabel. 8 Perkembangan Ketersediaan Energi di Provinsi NTB Tahun 2006-2010 41Tabel. 9 Indikator Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTB 2010 46Tabel.10 Presentase Kecamatan Rentan Terhadap Kerawanan Pangan
Prioritas 1-3 per Kabupaten 2010 48Tabel.11 Presentase Kecamatan yang Lebih Tahan Pangan, Prioritas 4-6 per
Kabupaten 2010 48Tabel.12 Jumlah Kasus Keracunan dari Tahun 2006-2010 di NTB 52Tabel.13 Sasaran Rencana Aksi Pangan dan Gizi di Provinsi NTB 2011-2015 65Tabel.14 Sasaran Ketersediaan dan Konsumsi Pangan di NTB (TON) 66Tabel.15 Sasaran Pola Pangan Harapan di Provinsi NTB 2011-2015 67Tabel.16 Program/Kegiatan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi 2011-2015 70Tabel.17 Pelaksana dan Indikator Monitoring dan Evaluasi RAD-PG NTB 73
x
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi Model Unicef (1990) 8Gambar 2. Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi (WFP, 2009) 9Gambar 3. Produksi Beberapa Komoditas Pangan Periode 2005-2009 di NTB 20Gambar 4. Konsumsi Pangan Sumber Lemak dan Vitamin/Mineral
di Provinsi NTB Tahun 2006-2010 30Gambar 5. Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Umur
di Provinsi NTB Tahun 2006-2010 34Gambar 6. Grafik Indeks Berat Badan/Umur (Gizi Buruk) Tiap-Tiap Kabupaten
Tahun 2006-2010 di Provinsi NTB 35Gambar 7. Grafik Indeks Stunting Berdasarkan Tinggi Badan/Umur (%)
Tahun 2006-2010 di Provinsi NTB 37Gambar 8. Grafik Indeks Tinggi Badan/Umur (%) Tiap-Tiap Kabupaten
di Provinsi NTB Tahun 2006-2010 38Gambar 9. Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan Provinsi NTB (FSVA) 49Gambar 10. Tipologi penghidupan untuk NTB berbasis pada pelayanan
ekosistem utama di Kecamatan, dan proyeksi dampak relatif pada kesejahteraan pada tahun 2030, 2060, 2100, kapasitas adaptasi tahun 2011 (AC) dan kerentanan pada tahun 2030 dan 2100 50
Gambar 11. Nisbi kerentanan terhadap penghidupan dan ketahanan pangan pada tiap-tiap kecamatan di NTB tahun 2030 51
Gambar 12. Data Hasil Pemeriksaan Sarana Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) 2006-2010 53
Gambar 13. Data Pengujian Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Periode 2006- 2010 53
Gambar 14. Kerangka Konsep Implementasi Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi NTB 2011-2015 62
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
2
A. LATAR BELAKANG
Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah untuk mensejahterakan masyarakat baik lahir maupun batin secara berkelanjutan. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas lahir maupun batin, yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan pikiran yang cerdas. Keadaan yang demikian sangat ditentukan oleh status gizi setiap insan masyarakatnya, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah dan kualitas pangan yang dikonsumsi.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan sangat penting sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan pangan, maka pembangunan ketahanan pangan harus menjadi kerangka dasar (plat form) pembangunan sektor- sektor lainnya. Di samping itu, dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi dipandang perlu untuk memperhatikan sumber pendapatan dan penghidupan (livelihood) masyarakat NTB yang didasarkan pada ketersediaan produk dan pelayanan ekosistem (AusAID-CSIRO Alliance, University of Mataram, NTB Government, 2011) serta memperhatikan dan memprioritaskan lokasi daerah NTB yang rentan terhadap kerawanan pangan dan gizi berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan (Pemerintah Provinsi NTB, BKP dan WFP, 2010).
Pembangunan Ketahanan Pangan menjamin ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang baik pada tingkat daerah, rumah tangga, maupun perorangan. Hal ini harus diwujudkan secara merata di seluruh wilayah sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan, dan kearifan lokal. Pembangunan Ketahanan Pangan juga harus dapat mengakomodir permasalahan, kepentingan, kebutuhan serta aspirasi perempuan dan laki-laki secara seimbang.
Peningkatan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan yang ideal (skor PPH 100) memerlukan upaya yang sungguh-sungguh. Upaya tersebut tidak cukup pada sisi penyediaan saja, tetapi juga peningkatan pendapatan dan peningkatan pengetahuan tentang perbaikan gizi yang mempengaruhi perbaikan mutu gizi masyarakat. Status gizi merupakan muara dari sistem ketahanan pangan. Dengan kata lain status gizi merupakan salah satu indikator yang mencerminkan baik buruknya ketahanan pangan suatu daerah.
3
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Dalam rangka mencapai tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dimana perbaikan status gizi masyarakat merupakan salah satu dari 8 fokus prioritas dan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, Kementerian Kesehatan akan melaksanakan Program Perbaikan Gizi agar seluruh Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat menerapkan gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari, maka muncul sebuah gagasan perbaikan gizi masyarakat melalui Gerakan Nasional Sadar Gizi (Gernas Darzi) Menuju Indonesia Prima.
Sejalan dengan gerakan ini, pada tatanan global PBB telah menginisiasi Gerakan SUN (Scaling-Up Nutrition Movement). Gerakan SUN memfokuskan pada peningkatan intervensi gizi yang terbukti paling cost-effective untuk mencegah dan mengatasi gizi kurang, dengan prioritas utama pada ibu hamil sampai anak berusia 24 bulan, atau periode “1,000 hari pertama kehidupan”.
Masalah kekurangan gizi tidak terjadi serta merta, tetapi ada proses panjang. Ini berarti ada proses panjang yang harus dilakukan untuk pencegahan. Dalam konteks inilah keberadaan Gerakan Gizi 1,000 hari dimaksudkan. Masa rentan kualitas hidup manusia ditentukan saat masih dalam kandungan hingga usia dua tahun. Pada rentang usia itulah pembentukan jaringan tubuh berlangsung dengan pesat. Ironisnya, masa-masa tersebut justru kurang mendapat perhatian. Padahal hasil penelitian Shrimpton et. al. (2001) yang berjudul ‘Worldwide Timing of Growth Faltering: Implication for Nutritial Interventions, memperlihatkan bahwa indeks berat badan menurut umur (BB/U) sebagai salah satu indikasi kondisi gizi seorang anak justru sudah cenderung mengalami penurunan pada saat usia 3 bulan. Tingkat penurunan ini semakin cepat hingga anak berusia 12 bulan, baru melambat pada umur 18-19 bulan. Kondisi yang tak jauh berbeda bila memantau kondisi anak dengan mengacu pada indeks berat badannya menurut tinggi badan (BB/TB), penurunan dimulai sekitar umur 3 bulan sampai umur 15 bulan. Ini berarti harus diberikan perhatian sejak anak masih dalam kandungan hingga setidaknya usia dua tahun, atau 1,000 hari, 280 hari (9 bulan 10 hari) ketika dalam kandungan, 180 hari (usia 0-6 bulan) periode ASI eksklusif, 60 hari (usia 6-8 bulan) periode transisi dari ASI eksklusif ke makanan cair/lumat, 120 hari (usia 8-12 bulan) transisi ke makanan lembek dan lunak/semi padat dan 360 hari (usia 12-24 bulan) transisi ke makanan padat. Prioritas perhatian ini bukan berarti mengabaikan proses tumbuh kembang anak setelah ia berusia dua tahun.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
4
Langkah ini lebih disebabkan untuk mengantisipasi adanya hasil kajian yang menunjukkan bahwa ketidaksempurnaan pembentukan organ tubuh pada rentang waktu tersebut akan bersifat menetap (irreversible).
Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab kematian 3.5 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Inggris The Lancet 2003 ini mengungkapkan, kebanyakan kasus fatal tersebut secara tidak langsung menimpa keluarga miskin yang tidak mampu dan umumnya menimpa anak pada usia dua tahun pertama. WHO 2002 memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi buruk. Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak normal.
Permasalahan kekurangan gizi secara perlahan namun pasti akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita serta usia harapan hidup. Dampak lain yang disebabkan kekurangan gizi adalah rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan dan produktivitas kerja serta lambatnya pertumbuhan ekonomi.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, upaya peningkatan SDM diatur dalam UUD 1945 pasal 28 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap individu berhak hidup sejahtera, dan pelayanan kesehatan adalah salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian pemenuhan pangan dan gizi untuk kesehatan warganegara merupakan investasi untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Sementara pengaturan tentang pangan tertuang dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat. Pemenuhan hak atas pangan dicerminkan pada definisi Ketahanan Pangan yaitu: ”kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau“. Kecukupan pangan yang baik mendukung tercapainya status gizi yang baik, sehingga akan memperlancar penerapan Program Wajib Belajar 9 Tahun sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terpenuhinya kecukupan pangan dan gizi bagi ibu hamil, bayi dan balita serta adanya pola hubungan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga, nantinya akan dapat menghasilkan generasi muda yang berkualitas.
Kesetaraan gender merupakan dimensi penting dalam peningkatan gizi ibu dan anak untuk mengurangi kurang gizi pendek. Peran gender telah
5
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
membentuk dan mempengaruhi perilaku individu dalam masyarakat maupun komunitas. Perilaku tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan persepsi mengenai laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh norma-norma sosial dan gender berdasarkan adat, agama dan kebiasaan. Status ekonomi perempuan, tingkat pendidikan dan usia perkawinan telah diidentifikasi sebagai faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak (Laporan Rapid Gender Assessment, World Food Programme)
Hal ini sejalan dengan Visi dan Misi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat 2008-2013 yaitu “Terwujudnya Masyarakat Nusa Tenggara Barat Yang Beriman dan Berdaya Saing (NTB Bersaing)” dengan misinya: (1) Mengembangkan masyarakat madani yang berakhlak mulia, berbudaya, menghormati pluralitas dan kesetaraan gender, (2) Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkeadilan, terjangkau dan berkualitas, (3) Menumbuhkan ekonomi pedesaan berbasis sumberdaya lokal dan mengembangkan investasi dengan mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan, (4) melakukan percepatan pembangunan infrastruktur strategis dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, (5) menegakkan supremasi hukum, pemerintahan yang bebas KKN dan memantapkan otonomi daerah.
Upaya-upaya yang tersirat pada visi dan misi di atas telah tercakup didalamnya untuk menjamin kecukupan pangan dan gizi serta kesempatan pendidikan yang juga berarti mendukung pencapaian komitmen Milenium Development Goals (MDGs) terutama pada sasaran: (1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) mencapai pendidikan dasar untuk semua; (3) menurunkan angka kematian anak; (4) meningkatkan kesehatan ibu pada tahun 2015.
Pemerintah Daerah berusaha menciptakan proses pembangunan yang berkeadilan, sebagaimana diamanatkan dalam Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTB 2009-2013. Isu kesetaraan gender telah menjadi bagian penting dalam proses pembangunan di NTB. Untuk mencapai kesetaraan gender dalam semua aspek kehidupan, strategi pembangunan dalam segala bidang haruslah berarusutama gender sebagaimana yang telah diatur dalam Permendagri No. 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) di Daerah. Inpres No. 9/2000 mengenai pengarusutamaan gender (PUG) mengemukakan bahwa PUG adalah: “suatu strategi untuk mencapai kesetaraan melalui kebijakan public. PUG merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang memasukkan pengalaman-pengalaman dan permasalahan-permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
6
dan evaluasi kebijakan dan program dalam bidang-bidang politik, ekonomi, dan kemasyarakatan”. Tujuan PUG adalah untuk memastikan perempuan dan laki-laki menikmati manfaat pembangunan secara adil dan merata.
Upaya yang sedang dan akan dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat juga selaras dengan komitmen global lain sebagai landasan pembangunan pangan dan gizi adalah : The Global Strategy for Health for All 1981, The World Summit for Children 1990, The Forty-eight World Health Assembly 1995, World Food Summit 1996 yang selanjutnya dalam World Food Summit lima tahun berikutnya (World Food Summit five years later (WFS:fyl) komitmen tersebut diperkuat lagi dengan dibentuknya Aliansi Internasional melawan kelaparan (International Alliance Against Hunger). Salah satu butir kesepakatan dalam aliansi tersebut adalah perlunya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan mendapat perhatian dalam upaya peningkatan ketahanan pangan. Komitmen global lainnya adalah Health for All in the Twenty-first Century 1988 serta Gerakan SUN (Scaling –Up Nutrition Movement) yang diinisiasi oleh PBB. Disamping itu Indonesia sudah menyusun Master Plan tentang akselerasi dan ekspansi pembangunan ekonomi Indonesia 2011-2025 dan Provinsi Nusa Tenggara Barat menjadi koridor ketahanan pangan dan pariwisata nasional (koridor lima).
RPJMD Propinsi NTB telah meletakkan pembangunan pangan, kesehatan, dan pendidikan sebagai prioritas seperti terlihat pada visi dan misi tersebut yang telah dijabarkan dalam rencana strategis daerah. Kemudian ditindak lanjuti dengan rencana strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai upaya konkrit melaksanakan misi daerah untuk mewujudkan visi “NTB Bersaing”. Sebagai bentuk komitmen terhadap status gizi dan kesehatan masyarakat, Pemerintah Daerah juga telah membentuk Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Perlindungan dan Peningkatan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak Balita.
Dalam rangka menjabarkan kebijakan dan langkah terpadu di bidang pangan dan gizi serta dalam rangka mendukung pembangunan SDM berkualitas, perlu disusun Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015 yang responsif gender. RADPG yang responsif gender harus dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan yang lebih fokus, berkesinambungan, berkeadilan dan mencapai tingkat kemungkinan keberhasilan yang tinggi (optimal), dengan mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, aspirasi, dan permasalahan target sasaran (perempuan dan laki-laki).
7
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
B. Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi
Pada World Food Summit (1996), ketahanan pangan didefinisikan sebagai: ”Ketahanan pangan terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat”.Terdapat dua faktor langsung penyebab gizi kurang pada anak balita, yaitu faktor makanan dan penyakit dan keduanya saling mendorong. Sebagai contoh, anak balita yang tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang memiliki daya tahan yang rendah terhadap penyakit sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik sehingga berakibat pada gizi buruk. Oleh karena itu, mencegah terjadinya infeksi juga dapat mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi buruk. Berbagai faktor penyebab langsung dan tidak langsung terjadinya gizi kurang digambarkan dalam kerangka pikir UNICEF (1990).
Faktor penyebab langsung pertama adalah makanan yang dikonsumsi, harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, yang pada tingkat makro ditunjukkan oleh tingkat produksi nasional dan cadangan pangan yang mencukupi; dan pada tingkat regional dan lokal ditunjukkan oleh tingkat produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan pangan sepanjang waktu, dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau sangat menentukan tingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga. Selanjutnya pola konsumsi pangan rumah tangga akan berpengaruh pada komposisi konsumsi pangan.
Makanan lengkap bergizi seimbang bagi bayi sampai usia enam bulan adalah air susu ibu (ASI), yang dilanjutkan dengan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi bayi usia 6 bulan sampai 2 tahun. Data menunjukkan masih rendahnya persentase ibu yang memberikan ASI, dan MP-ASI yang belum memenuhi gizi seimbang oleh karena berbagai sebab. Faktor penyebab langsung yang kedua adalah infeksi yang berkaitan dengan tingginya prevalensi dan kejadian penyakit infeksi terutama diare, ISPA, TBC, malaria, demam berdarah dan HIV/AIDS. Infeksi ini dapat mengganggu penyerapan asupan gizi sehingga mendorong terjadinya gizi kurang dan gizi buruk. Sebaliknya, gizi kurang melemahkan daya tahan anak sehingga mudah sakit. Kedua faktor penyebab langsung gizi kurang itu memerlukan perhatian dalam kebijakan ketahanan pangan dan program
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
8
Gambar 1. Kerangka Konsep Ketahanan dan Gizi model Unicef (1990)
perbaikan gizi serta peningkatan kesehatan masyarakat. Kedua faktor penyebab langsung tersebut dapat ditimbulkan oleh tiga faktor penyebab tidak langsung, yaitu: (i) ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, (ii) pola pengasuhan anak, dan (iii) jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Ketiganya dapat berpengaruh pada kualitas konsumsi makanan anak dan frekuensi penyakit infeksi. Apabila kondisi ketiganya kurang baik menyebabkan gizi kurang. Rendahnya kualitas konsumsi pangan dipengaruhi oleh kurangnya akses rumah tangga dan masyarakat terhadap pangan, baik akses pangan karena masalah ketersediaan maupun tingkat pendapatan yang mempengaruhi daya beli rumah tangga terhadap pangan. Pola asuh, pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan dipengaruhi oleh pendidikan, pelayanan kesehatan, informasi, pelayanan keluarga berencana, serta kelembagaan sosial masyarakat untuk pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan.
Ketidakstabilan ekonomi, politik dan sosial, dapat berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat yang antara lain tercermin pada maraknya masalah gizi kurang dan gizi buruk di masyarakat. Upaya mengatasi masalah ini bertumpu pada pembangunan ekonomi, politik dan sosial yang harus dapat menurunkan tingkat kemiskinan setiap rumah tangga untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan dan gizi serta memberikan akses kepada pendidikan dan pelayanan kesehatan.
9
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Gambar 2 : Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi (WFP. 2009)
Pada FSVA provinsi 2010, analisis dan pemetaan dilakukan berdasarkan pada pemahaman mengenai ketahanan dan kerentanan pangan dan gizi seperti yang tercantum dalam Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi (Unicef 1990) yang disesuaikan juga dengan kondisi-kondisi terkini. Pada kerangka konsep ini, FSVA juga menekankan pada kerentanan pangan terhadap penghidupan goncangan dan bencana alam termasuk perubahan iklim, kekeringan dan banjir. Secara lebih terperinci, kerangka konsep ketahanan pangan mempertimbangkan ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan pemanfaatan pangan sebagai aspek-aspek utama penopang ketahanan pangan serta menghubungkan aspek-aspek tersebut dengan kepemilikan aset rumah tangga, strategi penghidupan, dan lingkungan politik, sosial, kelembagaan dan ekonomi. Dengan kata lain, status ketahanan pangan suatu rumah tangga, atau individu ditentukan oleh interaksi dari faktor lingkungan pertanian (agro-environmental), sosial ekonomi dan biologi dan bahkan faktor politik.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
10
1). Ketahanan PanganDi Indonesia, Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan mengartikan Ketahanan Pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Seperti FIA nasional 2005 dan FSVA nasional 2009, FSVA provinsi NTB dibuat berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan: (i) ketersediaan pangan; (ii) Distribusi pangan; dan (iii) Konsumsi dan keamanan pangan. Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau tingkat masyarakat.
Distribusi pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara kelimanya. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas.
Konsumsi dan keamanan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga, dan kemampuan individu untuk menyerap dan mengolah zat gizi (konversi zat gizi secara efisien oleh tubuh). Pemanfaatan pangan juga meliputi cara penyimpanan, pengolahan dan penyiapan makanan termasuk penggunaan air dan bahan bakar selama proses pengolahannya serta kondisi higiene, budaya atau kebiasaan pemberian makan terutama untuk individu yang memerlukan jenis makanan khusus, distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai kebutuhan masing-masing individu (pertumbuhan, kehamilan, menyusui dll), dan status kesehatan masing-masing anggota rumah tangga.
Produksi dan ketersediaan pangan yang cukup di tingkat nasional dan provinsi tidak secara otomatis menjamin ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga dan individu. Pangan mungkin tersedia dan dapat diakses namun sebagian anggota rumah tangga mungkin tidak mendapat manfaat secara maksimal apabila kelompok ini
11
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
tidak memperoleh distribusi pangan yang cukup, baik dari segi jumlah maupun keragaman atau apabila kondisi tubuh mereka tidak memungkinkan penyerapan makanan karena penyiapan makanan yang tidak tepat atau karena sedang sakit.
Kerangka konsep ketahanan pangan mempertimbangkan ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan sebagai aspek-aspek utama penopang ketahanan pangan serta menghubungkan aspek-aspek tersebut dengan kepemilikan aset rumah tangga, strategi penghidupan, dan lingkungan politik, sosial, kelembagaan dan ekonomi. Dengan kata lain, status ketahanan pangan suatu rumah tangga, atau individu ditentukan oleh interaksi dari faktor lingkungan pertanian (agro-environmental), sosial ekonomi dan biologi dan bahkan faktor politik.
2) Ketahanan GiziKetahanan gizi didefinisikan sebagai “akses fisik, ekonomi, lingkungan dan sosial terhadap asupan makanan seimbang, air layak minum, kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan dasar dan pendidikan dasar”. Ini berarti bahwa ketahanan gizi membutuhkan kombinasi dari komponen makanan dan non-makanan.
Ketahanan gizi yang ditunjukkan oleh status gizi merupakan tujuan akhir dari ketahanan pangan, kesehatan dan pola asuh tingkat individu. Kerawanan pangan adalah salah satu dari 3 penyebab utama masalah gizi. Penyebab utama lainnya adalah status kesehatan dan kondisi lingkungan masyarakat, dan pola asuh. Oleh karena itu, di manapun terjadi kerawanan pangan, maka akan berisiko kekurangan gizi, termasuk kekurangan gizi mikro. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kerawanan pangan adalah penyebab satu-satunya masalah gizi kurang, tanpa mempertimbangkan faktor kesehatan dan pola asuh seperti kurangnya akses ke air layak minum, sanitasi, fasilitas dan pelayanan kesehatan, rendahnya kualitas pola asuh dan pemberian makan anak serta tingkat pendidikan ibu, dll.
3) KerentananKerentanan terhadap kerawanan pangan mengacu pada suatu kondisi yang dapat membuat suatu masyarakat yang berisiko rawan pangan menjadi rawan pangan. Tingkat kerentanan individu, rumah tangga atau kelompok masyarakat ditentukan oleh tingkat keterpaparan mereka terhadap faktor-faktor risiko/goncangan dan kemampuan mereka untuk mengatasi situasi tersebut baik dalam kondisi tertekan maupun tidak.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
12
C. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud disusunnya buku ini adalah untuk memberikan panduan dan arahan dalam pelaksanaan pembangunan pangan dan gizi yang bagi institusi pemerintah, masyarakat, dan pelaku lain yang bergerak dalam perbaikan pangan dan gizi di Provinsi Nusa Tenggara Barat baik dalam tataran provinsi, kabupaten/kota sampai dengan tingkat rumah tangga.
Mengacu pada kesepakatan internasional (MDGs), Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RAN-PG), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB, serta memperhatikan situasi pangan dan gizi, maka provinsi NTB terus bertekad untuk pemantapan ketahanan pangan dan gizi. Adapun tujuan pembangunan pangan dan gizi pada tahun 2011-2015 (MDGs) sebagai berikut :1. Meningkatkan status gizi masyarakat dengan memprioritaskan
pada penurunan prevalensi balita gizi buruk dan kurang menjadi 18.8 persen, dan penurunan prevalensi balita pendek dan sangat pendek menjadi 36.6 persen, serta menurunkan kerawanan pangan masyarakat menjadi 10 persen pada tahun 2015.
2. Mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan berbasis kemandirian untuk menyediakan ketersediaan energi perkapita minimal 2,200 Kilokalori/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari.
3. Meningkatkan keragaman konsumsi pangan perkapita untuk mencapai gizi seimbang dengan kecukupan energi minimal 2,000 kkal/hari dan protein sebesar 52 gram/hari dan cukup zat gizi mikro, serta meningkatkan keragaman konsumsi pangan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) menjadi 95 pada tahun 2015.
4. Meningkatkan keamanan, mutu dan higiene pangan yang dikonsumsi masyarakat dengan menekan dan meminimalkan pelanggaran terhadap ketentuan keamanan pangan menjadi 16% pada tahun 2015.
5. Tercapainya perilaku hidup sehat dan bersih dengan indikator persentase rumah tangga berprilaku hidup bersih dan sehat mencapai 65% dari penduduk.
D. RUANG LINGKUP.
Rencana Aksi Daerah ini meliputi kebijakan strategi, program dan kegiatan yang akan dilakukan dalam perbaikan pangan dan gizi untuk mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan status gizi masyarakat, yang tercermin pada tercukupinya kebutuhan pangan baik jumlah, keamanan, dan kualitas gizi yang seimbang di tingkat rumah tangga. Rencana
13
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Aksi Daerah ini mengacu pada Visi dan Misi Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2008-2013, komitmen pencapaian MDGs, serta dokumen-dokumen kebijakan pembangunan nasional maupun daerah di bidang pangan dan gizi diantaranya adalah (a) Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Indonesia, 2005, (b) Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005, (c) Kebijakan Umum ketahanan Pangan 2006-2009, (d) Grand Strategy Peningkatan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat .
Dalam dokumen ini diuraikan mengenai peran pangan dan gizi sebagai investasi pembangunan dan cerminan hasil pelaksanaan pembangunan pangan dan gizi serta sasaran yang belum sepenuhnya tercapai pada RAD-PG Provinsi NTB tahun 2009-2013 dan masih relevan untuk dilanjutkan dalam Rencana Aksi Pangan dan Gizi Tahun 2011-2015. Dalam bagian ini disajikan pula langkah-langkah untuk mengatasi tantangan baru sesuai dinamika yang terjadi pada tingkat daerah khususnya yang terkait dengan empat pilar pembangunan pangan dan gizi yaitu: (a) akses terhadap pangan, (b) keamanan pangan, (c) status gizi, dan (d) pola hidup sehat. Kemudian pada Bab IV diuraikan isu strategis pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk isu strategis pembangunan pangan dan gizi dan tujuan yang akan dicapai melalui RAD-PG Provinsi Nusa Tenggara Barat 2011-1015 serta kebijakan, sasaran, dan strategi penguatan ketahanan pangan dan perbaikan gizi periode 2011-2015, yang diuraikan lebih lanjut pada Bab V dalam bentuk matriks rencana aksi yang mencakup kebijakan, sasaran program, kegiatan pokok, peran stakeholders, dan instansi penanggungjawab. Dengan demikian setiap kegiatan akan dapat dijabarkan oleh institusi di daerah (kabupaten/kota) serta pengguna lainnya sesuai dengan kondisi di wilayah masing-masing.
E. SASARAN
RAD-PG ini merupakan dokumen operasional yang secara terpadu menyatukan pembangunan pangan dan gizi dalam rangka mewujudkan SDM berkualitas sebagai modal sosial pembangunan masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dokumen RAD-PG disusun sebagai acuan pelaksanaan program ketahanan pangan dan perbaikan gizi bagi semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat yang memiliki tanggungjawab melakukan upaya perbaikan pangan, gizi dan kesehatan.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
14
F. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia 1945 2. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional 5. Undang-undang Nomor 23 1992 tentang Kesehatan.6. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 8. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
9. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
10. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan
11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
13. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Pemerintahan Daerah.
14. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
15. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wiliyah Provinsi.
16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
17. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan,
18. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009.
19. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 8 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2013.
20. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.
15
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
21. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2005-2025.
22. Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2011 Tentang perlindungan dan peningkatan kesehatan ibu, Bayi dan anak balita.
23. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Dan Peningkatan Kesehatan, Ibu, Bayi dan Anak Balita.
24. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan.
25. Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
18
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas lahir maupun batin, yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan pikiran yang cerdas. Ukuran kualitas sumber daya manusia dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakat. Untuk menyediakan sumberdaya manusia yang berkualitas, maka pembangunan dari aspek pendidikan, kesehatan dan ekonomi harus mendapat porsi berimbang dan berkelanjutan. Dari Aspek ekonomi, faktor ketersediaan pangan, kemampuan keluarga dalam mengakses pangan, dan keamanan pangan merupakan faktor penting yang berkontribusi pada pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Dari aspek pendidikan, tingkat pengetahuan keluarga tentang pola konsumsi dan gizi berimbang, pemahaman tentang ketersediaan pangan dan informasi harga pasar juga merupakan faktor yang akan mempengaruhi asupan gizi, terutama pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita. Dari aspek kesehatan, pangan dan gizi merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian IPM. Pola asupan gizi pada siklus kehidupan manusia, terutama pada saat kehamilan menjadi tahapan penting untuk diperhatikan, karena pada tahap kehamilan hingga dua tahun pertama kehidupan merupakan ‘periode emas’ dimana 80 persen otak manusia mulai dibentuk.
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat dijumpai beranekaragam permasalahan gizi seperti gizi lebih, gizi kurang dan gizi buruk, serta masalah gizi mikro. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi provinsi untuk kurang gizi kronis (stunting) adalah 43.65%, angka ini tergolong tinggi untuk tingkatan kesehatan masyarakat. 5 kabupaten memiliki prevalensi yang sangat tinggi (> 40%) dan 2 kabupaten lainnya memiliki prevalensi yang tinggi (30-39%). Riskesdas terakhir tahun 2010 menunjukkan prevalensi provinsi untuk stunting meningkat (48.21%).
Secara nasional sudah terjadi penurunan prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita dari 18.4 persen tahun 2007 menjadi 17.9 persen tahun 2010. Penurunan terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5.4 persen pada tahun 2007 menjadi 4.9 persen tahun 2010. Tidak terjadi penurunan pada prevalensi gizi kurang, yaitu tetap 13 persen. Prevalensi pendek pada balita adalah 35.7 persen, menurun dari 36.7 persen pada tahun 2007. Penurunan terutama terjadi pada prevalensi balita pendek yaitu dari 18 persen tahun 2007 menjadi 17.1 persen tahun 2010. Sedangkan prevalensi balita sangat pendek hanya sedikit menurun yaitu dari 18.8 persen tahun 2007 menjadi 18.5 persen tahun 2010. Penurunan
19
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
juga terjadi pada prevalensi anak kurus, dimana prevalensi balita kurus menurun dari 13.6 persen tahun 2007 menjadi 13.3 persen tahun 2010.
Seiring dengan peningkatan produksi pangan pokok utama, produksi pangan hewani, khususnya daging ternak besar (sapi dan kerbau), daging ayam, telur, susu dan ikan juga menunjukkan kecenderungan meningkat dengan laju peningkatan tertinggi dicapai oleh daging sapi dan kerbau (3.25%) dan daging ayam (4.04%). Bila diiringi dengan peningkatan aksesibilitas ekonomi masyarakat, kondisi ini memungkinkan terjadinya peningkatan konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia yang saat ini tergolong masih rendah.
Hasil studi mengungkapkan bahwa ketahanan pangan baik keluarga maupun nasional tak terlepas dari peran perempuan. Perempuan berperan dalam produksi, pengolahan dan distribusi pangan di tingkat rumah tangga. Ibu adalah anggota keluarga yang paling menentukan jenis makanan apa yang akan dihidangkan untuk keluarga. Selain pada sub-sektor produksi pangan, kontribusi perempuan yang tidak kalah pentingnya dalam ketahanan pangan adalah pada kelangsungan keanekaragaman hayati, yang merupakan hal penting dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan. Dalam hal ini, masalah gender berkaitan dengan pangan dalam rumah tangga perlu mendapat perhatian lebih lanjut.
A. Produksi dan Ketersediaan Pangan
A.1. Produksi PanganPerkembangan produksi pangan nabati di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2006–2010, secara umum mengalami peningkatan seperti padi, jagung dan sayuran, sementara ubi kayu dan ubi jalar mengalami penurunan. Selama lima tahun terakhir, produksi pangan pokok khususnya beras cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 2.08 persen/tahun. Walaupun demikian, peningkatan produksi ini belum menjamin terpenuhinya kebutuhan penduduk secara terus menerus, karena kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya dan masih rendahnya akses pangan sebagian dari kelompok masyarakat. Di sisi lain kemampuan lahan yang terus menurun antara lain disebabkan karena konversi lahan ke non pertanian dengan laju pertumbuhan konversi lahan sebesar 2.7 persen/tahun pada periode 2002-2007, dan produktivitas lahan yang semakin menurun sebagai akibat berkurangnya tingkat kesuburan tanah.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
20
Gambar 3. Produksi beberapa komoditas pangan periode 2006-2010 di NTB.
Sumber data: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTB 2010.
Tabel 1. Produksi Komoditas Pangan Hewani NTB Tahun 2006-2010
Sumber data : 1. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB 20102. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB 2010
Komoditas No Tahun
Daging (Ton) Telur (Ton) Ikan (Ton)
2 2006 20,634 2,538 109,975.6
3 2007 20,851 4,777 128,318.5
4 2008 21,307 4,885 146,123.85
5 2009 31,923 6,071 182,790.40
6 2010 39,923 5,030 266,724.34
21
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Jika peningkatan produksi pangan pokok utama, produksi pangan hewani khususnya komoditas daging, telur dan ikan diiringi dengan peningkatan aksesibilitas ekonomi masyarakat, maka pada kondisi ini memungkinkan terjadinya peningkatan konsumsi pangan hewani masyarakat yang saat ini tergolong masih rendah. Oleh karena itu, peningkatan ketersediaan pangan hewani diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap komoditas pangan tersebut.
Pemenuhan kebutuhan pangan yang mengandalkan produksi di daerah Nusa Tenggara Barat telah dilakukan dengan berbagai program terutama pada sektor Pertanian. Seperti program peningkatan produksi pada semua sub-sektor pertanian dan sektor perikanan dengan melakukan inovasi-inovasi dan terobosan-terobosan baru.
A.2. Ketersediaan PanganKetersediaan pangan mencerminkan pangan yang tersedia untuk dikonsumsi masyarakat, merupakan produksi daerah yang dikoreksi dengan mempertimbangkan penggunaan untuk bibit/benih, industri, kehilangan/susut, ekspor dan stok ditambah import. Ketersediaan pangan secara makro tidak sepenuhnya menjamin ketersediaan pada tingkat mikro. Masalah produksi yang hanya terjadi di wilayah tertentu dan pada waktu panen saja akan mengakibatkan konsentrasi ketersediaan pangan berada di sentra-sentra produksi. Pola konsumsi yang relatif sama antar individu, antar waktu dan antar daerah mengakibatkan adanya masa-masa defisit dan lokasi-lokasi defisit pangan. Dengan demikian mekanisme pasar dan distribusi pangan antar lokasi serta antar waktu dengan mengandalkan “stok” akan berpengaruh pada keseimbangan antara ketersediaan dan konsumsi serta pada harga yang terjadi di pasar. Faktor keseimbangan yang terefleksi pada harga sangat berkaitan dengan daya beli rumah tangga terhadap pangan. Dengan demikian, meskipun komoditas pangan tersedia di pasar namun apabila harga terlalu tinggi dan tidak terjangkau daya beli rumah tangga, maka rumah tangga tidak akan dapat mengakses pangan yang tersedia. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan terjadinya kerawanan pangan.
Perkembangan ketersediaan pangan dari komoditas yang ada dari tahun 2006 - 2010 disajikan pada tabel 2. di bawah ini.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
22
Tabel 2. Perkembangan Ketersediaan Energi, Protein, dan Lemak untuk Konsumsi Penduduk di NTB Tahun 2006-2010
Sumber : NBM BKP Provinsi NTB 2010
Kemampuan penyediaan pangan dalam energi perkapita di Provinsi NTB selama tahun 2006-2010 relatif mengalami perkembangan setiap tahunnya dengan rata-rata perkembangan sebesar 0.3 persen pertahun, dengan demikian penyediaan pangan dalam energi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan standar yang dianjurkan sebesar 2,000 kkal/kap/hari. Ketersediaan protein juga melebihi standar yang dianjurkan sebesar 57 gr/kap/hari dengan rata-rata perkembangan sebesar 1.04 persen/tahun.
Seiring meningkatnya intensitas perubahan iklim di NTB yang secara simultan mengancam ketersediaan pangan, maka pengkajian dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan pangan telah dilakukan. Data terbaru menunjukkan kerusakan komoditas pangan padi dan jagung juga mengalami penurunan produksi akibat puso. selama periode 2007-2009. Kerusakan tanaman padi terjadi di tahun 2008 (0.80%), tahun 2009 (0.41%) dan tahun 2007 (4.04%). Pada tahun 2007 tingkat kerusakan terparah tanaman padi ditemukan di Bima (9.85%), Lombok Tengah (7.0%) yang diikuti Dompu (5.39%) dan Sumbawa Barat (2.41%). Demikian pula pada kerusakan tanaman jagung dengan persentase yang kecil pada tahun 2008 (0.56%), tahun 2009 (0.18%) dan tahun 2007 (9.23%). Pada tahun 2007, tingkat kerusakan tertinggi tanaman jagung terdapat di Sumbawa Barat (40.65%) diikuti Dompu (10.48%) (BPS, 2009: FSVA,2010).
B. Distribusi dan Akses PanganKetersediaan pangan yang memadai di tingkat wilayah provinsi NTB merupakan faktor penting, namun belum cukup memadai untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan di tingkat rumah tangga dan individu. Rendahnya ketersediaan dan konsumsi pangan di tingkat
Ketersediaan Per Tahun (Kkal/kapita/hari) No Ketersediaan
2006 2007 2008 2009 2010
Rata‐rata Perkembangan
Per Tahun (%)
1 Energi
3,013.13
3,077.58
3,367.96
3,559.25
3,343.04 0.3
2 Protein
93.32
96.39
111.90
117.08
114.49 1.04
3 Lemak
34.58
25.27
43.57
44.53
43.27 16.76
23
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
rumah tangga dapat terjadi karena adanya masalah dalam distribusi dan akses ekonomi rumahtangga terhadap pangan. Pemerataan distribusi pangan hingga menjangkau seluruh pelosok wilayah Nusa Tenggara Barat pada harga yang terjangkau merupakan upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan masyarakat, sehingga tujuan untuk mengurangi kelaparan hingga setengahnya pada tahun 2015 dan tujuan pertama MDGs serta kesepakatan Gubernur selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan Provinsi yang dicanangkan pada tahun 2006 untuk menurunkan kelaparan dan kemiskinan 1 persen pertahun dapat dicapai.
Setiap wilayah memiliki kemampuan yang berbeda dalam produksi dan penyediaan pangan, termasuk dalam hal mendatangkan pangan dari luar daerah. Di daerah yang terisolir, kelangkaan ketersediaan pangan seringkali menjadi penyebab utama rendahnya akses rumah tangga terhadap pangan. Dengan kondisi pembangunan yang semakin baik dan semakin terbukanya daerah yang terisolasi, kemampuan rumahtangga dalam mengakses pangan ditentukan oleh daya beli.Kemiskinan menjadi faktor pembatas utama dalam mengakses pangan, setiap rumah tangga memiliki kemampuan yang berbeda dalam mencukupi kebutuhan pangan secara kuantitas maupun kualitas untuk memenuhi kecukupan gizi.
Di sisi lain, perubahan iklim yang fluktuatif seperti banjir dan kekeringan akan menyebabkan suplai pangan untuk didistribusikan menjadi terganggu karena ketersediaan pangan lokal menjadi tidak menentu. Keadaan ini juga kemudiaan diperparah dengan dampaknya terhadap menurunnya bahkan menghilangkan sumber pendapatan dan penghidupan utama (>80%) masyarakat terutama rumah tangga dalam upaya mendapatkan akses untuk pangan. Rumah tangga yang tidak memiliki sumber penghidupan yang memadai dan berkesinambungan dapat berubah menjadi tidak berkecukupan dan daya beli menjadi sangat terbatas, sehingga menyebabkan mereka tetap miskin dan rentan terhadap kerawanan pangan.
Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah menerapkan berbagai kebijakan untuk menjamin agar rumah tangga dan individu memiliki akses terhadap pangan yang tersedia. Upaya atau kebijakan umum yang diterapkan adalah stabilisasi harga pangan pokok agar mekanisme pasar dan distribusi yang ada dapat menyediakan pangan pokok dengan harga yang terjangkau serta memperkuat cadangan pangan pemerintah daerah dan masyarakat.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
24
Stabilitas harga beras diukur berdasarkan perkembangan harga rata-rata data koefisien variasinya dan dimonitor terus menerus. Selama kurun waktu tahun 2006-2010 perkembangan harga gabah/beras di kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 2007 yaitu harga GKP (Gabah Kering Panen) Rp.2,600,-/Kg, GKG (Gabah Kering Giling) Rp.2,900,-/kg dan harga beras rata-rata Rp.5,600,-/kg menunjukkan perkembangan fluktuasi harga masih relatif stabil.
Kebijakan pengendalian harga memiliki dua tujuan seperti halnya yang diatur pada Inpres nomor 13 tahun 2005 dan kemudian diperbaharui dengan Inpres nomor 1 tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan. Pemerintah menerapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk memberikan harga produsen yang mencukupi kepada petani agar petani tidak menerima harga lebih rendah dibanding harga produksi. Gabah hasil pembelian petani digunakan untuk cadangan beras pemerintah dan program Raskin.
Disamping menerapkan kebijakan pengendalian harga beras, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan stabilisasi pangan pokok melalui Surat Menko Perekonomian nomor S-19/M.Ekon/02/2008 tanggal 1 Februari 2008. Kebutuhan pokok yang termasuk dalam kebijakan ini adalah beras, minyak goreng, kedele, gula dan minyak tanah. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi dan merespon kondisi perekonomian global saat ini, terutama yang terkait dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, khususnya minyak dan pangan. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi dampak gejolak kenaikan harga, menstabilkan harga dan pada gilirannya diharapkan dapat menurunkan harga. Instrumen kebijakan yang digunakan adalah instrumen fiskal, tata niaga dan kerjasama dengan dunia usaha. Secara operasional kebijakan dilaksanakan secara terpadu dan diarahkan untuk mengurangi biaya perdagangan melalui penyederhanaan tataniaga (arus keluar/masuk) komoditi pangan serta tidak mengenakan retribusi bagi komoditas pertanian yang keluar maupun masuk dari dan keluar baik di dalam provinsi maupun antar provinsi.
Untuk meningkatkan akses pangan rumah tangga miskin, pemerintah telah mengembangkan program subsidi/bantuan pangan berupa beras untuk rumah tangga yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan. Mengingat beras adalah bahan pangan pokok yang paling banyak dikonsumsi, maka prioritas utama pemerintah adalah untuk menjamin masyarakat agar dapat mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi melalui program subsidi pangan untuk rumah tangga miskin (Raskin).
25
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Melalui program ini pemerintah mendistribusikan beras dengan harga bersubsidi sehingga masyarakat miskin yang daya belinya sangat terbatas bisa mendapatkan bahan pangan pokok yaitu beras.
Penyaluran Raskin di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2007 sebesar 55,809,794 kg dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 98,646,560 kg dan tahun 2009 meningkat 105,582,780 sedangkan pada tahun 2010 menurun menjadi 95,077,600. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam penyaluran raskin adalah volume beras yang disalurkan tidak mencukupi kebutuhan sesuai norma sebesar 20 kg/KK/bulan. Pada umumnya kendala tersebut diselesaikan di tingkat masyarakat melalui musyawarah desa, namun demikian sebagai akibatnya beras dibagi kepada tiap keluarga miskin dalam jumlah kurang dari 20 kg/KK/bulan. Survei evaluasi yang dilaksanakan oleh 35 perguruan tinggi pada tahun 2003 menemukan bahwa rata-rata penerimaan beras raskin adalah 13.3 kg/KK/bln. Pasa saat standar pembagian raskin pada tahun 2007 sebesar 10 kg/KK/bln, pembagian raskin di tingkat masyarakat tetap mengalami permasalahan. Hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Universitas Mataram pada tahun 2007 bahwa pembagian raskin di tingkat rumahtangga miskin di Nusa Tenggara Barat rata-rata sebesar 7-8 kg/KK/bln. Terlepas dari adanya kelemahan dalam penentuan penerima manfaat, program Raskin dinilai telah memberikan kontribusi dalam mengurangi tingkat kemiskinan dengan beberapa alasan, yaitu: 1). Program Raskin telah mempersempit celah kemiskinan (poverty gap) sekitar 20 persen, 2). Tingkat konsumsi kalori keluarga miskin penerima raskin lebih tinggi antara 17.50 kkal/hari dibandingkan dengan mereka yang tidak memperoleh raskin, 3). Memberikan stimulasi tidak langsung terhadap permintaan agregat karena adanya efek ganda (multiplier effect) dari transfer pendapatan yang meningkatkan daya beli penerima raskin (Tabor dan Sawit, 2005).
Instrumen kebijakan lain yang telah diterapkan untuk stabilisasi harga adalah cadangan pangan yang dimiliki pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. Wujud nyata upaya peningkatan akses pangan masyarakat yang dituangkan dalam beberapa program seperti pemberian penguatan modal melalui program Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) dan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM). Penguatan modal melalui Program LUEP di Provinsi NTB memberikan dampak terjadi peningkatan kemampuan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) untuk menyerap gabah petani baik dalam gapoktan maupun di luar Gapoktan. Penyerapan gabah petani ini merupakan
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
26
salah satu alternatif yang dilakukan oleh Gapoktan penerima dana LDPM sebagai cadangan pangan di tingkat masyarakat. Cadangan pangan masyarakat juga dilakukan oleh petani dengan cara menitip gabah melalui gapoktan yang akan diambil pada masa-masa paceklik yang berlangsung antara bulan Oktober sampai bulan Februari tahun berikutnya.
C. KONSUMSI DAN KEAMANAN PANGAN
C.1. Konsumsi Pangan
C.1.1 Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan ProteinEvaluasi konsumsi pangan dapat dilakukan dari dua aspek, yaitu secara kuantitatif dan secara kualitatif. Untuk menilai apakah penduduk telah terpenuhi kebutuhan pangannya secara kuantitatif dapat didekati dari konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan proteinnya. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masing-masing adalah 2,000 kkal/kap/hari dan 52 gram/kap/hari. Pada rekomendasi WNPG sebelumnya, angka kecukupan energi adalah 2,100 kkal/kap/hr dan kecukupan protein sebesar 56 g/kap/hari.
Persyaratan kecukupan (sufficiency condition) untuk mencapai keberlanjutan konsumsi pangan adalah adanya aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan. Aksesibilitas ini tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Dengan demikian data konsumsi pangan secara nyata dapat menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan dan menggambarkan tingkat kecukupan pangan dalam rumah tangga. Perkembangan tingkat konsumsi pangan tersebut secara implisit juga merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat terhadap pangan.
27
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Tabel 3. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein di NTB Tahun 2010
Sumber: Data Konsumsi Pangan BKP NTB 2010
Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa tingkat perkembangan konsumsi energi dan protein masyarakat di Nusa Tenggara Barat menunjukkan masih di atas standar kebutuhan konsumsi energi sebesar 2,000 Kkal/kap/hari dan protein sebesar 52 gram/kap/hari, yaitu 2,009 Kkal/kap/hari dan 59.7 gr/kap/hari. Walaupun demikian, terpenuhinya kebutuhan energi sebagian besar masyarakat Nusa Tenggara Barat merupakan sumbangan yang berasal dari pangan nabati padi-padian sebesar 69.6% dari kalori, umbi-umbian 2.0% dari kalori, minyak dan lemak 7.2% dari kalori, buah biji berminyak 1.2% dari kalori,gula 3.1% dan protein dari sumber protein nabati 62.1% dari protein. Sedangkan konsumsi energi dan protein yang berasal dari pangan hewani hanya menyumbang sebesar 6.8% dan 27.6% dari jumlah konsumsi energi dan protein sesuai anjuran. Kondisi ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan masyarakat NTB masih didominasi oleh tingginya ketergantungan masyarakat pada kelompok pangan padi-padian terutama beras, dimana pada tahun 2010 konsumsi beras adalah sebesar 118.1 kg/kapita/tahun dan diharapkan konsumsi beras akan turun menjadi 107.7 kg/kapita/tahun pada tahun 2015, dan sebesar 90.2 kg/kapita/tahun pada tahun 2025.
Tingkat Konsumsi Energi
Tingkat Konsumsi Protein No Kelompok Pangan Gr/Kap/Hr
Kkal/ Kap/Hr
% AKE Gr/Kap/Hr % AKP
1 Padi-padian 360.3 1,393 69.6 32.3 62.1
2 Umbi-umbian 32.0 40 2.0 0.3 0.6
3 Pangan Hewani 83.5 136 6.8 14.4 27.6
4 Minyak dan Lemak 16.2 144 7.2 0.0 0.1
5 Buah/Biji berminyak 4.2 23 1.2 0.3 0.6
6 Kacang-kacangan 20.6 68 3.4 5.8 11.2
7 Gula 17.3 63 3.1 0.1 0.1
8 Sayur dan buah 252.2 98 4.9 4.1 7.9
9 Lain-lain 71.0 44 2.2 2.0 3.8
Total 2,009 100.5 59.3 114.0
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
28
C.2. Penduduk Rawan Konsumsi Pangan
Penduduk dikatakan rawan konsumsi energi apabila rata-rata konsumsi energinya kurang dari jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk hidup aktif dan sehat. Pada umumnya penduduk rawan konsumsi pangan (energi) dibagi atas dua kelompok, yaitu sangat rawan (tingkat konsumsi energi < 70% AKE) dan mereka yang memiliki kerawanan ringan sampai sedang (tingkat energi 70-90% AKE).
Berdasarkan analisis data Susenas 2002 hingga 2008, ditemukan bahwa kondisi penduduk rawan pangan masih cukup tinggi, meski secara umum jumlah dan persentase penduduk rawan pangan mengalami penurunan selama periode 2002-2008. Penurunan ini terjadi karena 2 (dua) hal:1) karena keberhasilan program dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan yang berimbas pada meningkatnya rata-rata konsumsi energi dan 2) Penurunan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dialamatkan dalam WNPG. Dimana AKE yang semula 2,100 kkal/kap/hr (2004) turun menjadi 2,000 kkal/kap/hr.
C.3. Konsumsi Beberapa Komoditas Pangan Utama.
Persyaratan kecukupan untuk mencapai keberlanjutan konsumsi pangan adalah adanya aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan. Aksesibilitas ini tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Dengan demikian gambaran konsumsi pangan secara aktual dapat menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan dan tingkat kecukupan pangan dalam rumah tangga. Perkembangan tingkat konsumsi pangan tersebut secara implisit juga merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat terhadap pangan. Perkembangan konsumsi kelompok pangan 5 tahun terakhir di Provinsi NTB ( 2006-2010) dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
Pada tahun 2009 konsumsi sebagian besar kelompok pangan sumber karbohidrat cenderung menurun, kecuali jagung, terigu, kentang dan gula merah. Konsumsi beras selama 4 tahun terakhir yakni 2006-2010 mengalami penurunan dengan laju pertumbuhan sebesar – 2.06% per tahun yakni dari 360.8 gram/kap/hari atau setara 131.7 kg/kap/tahun (tahun 2006), turun menjadi 323.5 gram/kap/hari atau setara 118.1 kg/kap/tahun pada tahun 2010.
Mengacu pada data selama 5 tahun terakhir diharapkan secara linear dengan pertumbuhan yang sama maka konsumsi karbohidrat yang
29
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Tabel. 4. Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat di Provinsi NTB tahun 2006 – 2010
Sumbe data : BKP Provinsi NTB 2010
bersumber dari beras akan mengalami penurunan menjadi 304.6 gram/kap/hari atau setara beras sebesar 111.2 kg/kap/tahun pada tahun 2013 dan sebesar 295.0 gr/kap/hari atau setara dengan 107.7 kg/kap/tahun pada tahun 2015.
Terjadinya penurunan konsumsi energi yang bersumber dari karbohidrat diharapkan akan dilengkapi oleh meningkatnya konsumsi pangan yang bersumber dari konsumsi kelompok pangan umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah biji berminyak, kacang-kacangan, gula dan sayur-sayuran dan buah.
No. Kelompok
Pangan Satuan 2006 2007 2008 2009 2010
Rata-rata Perkem- bangan ( % )
(gr/kap/hr) 360.8 333.4 350.3 327.9 323.5 1 Beras
(kg/kap/th) 131.7 121.7 127.9 119.7 118.1 -2.6
(gr/kap/hr) 1.5 8.9 5.7 4.0 4.1 2 Jagung
(kg/kap/th) 0.6 3.3 2.1 1.5 1.5 107.3
(gr/kap/hr) 23.7 29.0 27.2 29.4 32.8 3 Terigu
(kg/kap/th) 7.7 10.6 9.9 10.7 12.0 14.2
(gr/kap/hr) 26.6 25.4 22.7 24.8 25.6 4 Ubi Kayu
(kg/kap/th) 9.7 9.3 8.3 9.0 9.3 -1.3
(gr/kap/hr) 2.8 2.4 2.0 2.0 2.1 5 Ubi Jalar
(kg/kap/th) 1.0 0.9 0.7 0.7 0.8 -9.3
(gr/kap/hr) 0.7 0.5 0.4 1.5 0.8 6 Kentang
(kg/kap/th) 0.2 0.2 0.1 0.6 0.3 51.5
(gr/kap/hr) 17.9 15.9 14.60 14.80 15.3 7 Gula Pasir
(kg/kap/th) 6.5 5.8 5.30 5.40 5.6 -4.0
(gr/kap/hr) 0.7 0.5 0.40 1.00 1.9 8 Gula Merah
(kg/kap/th) 0.3 0.2 0.10 0.40 0.7 48.1
Realitas menunjukkan bahwa konsumsi pangan yang bersumber dari protein hewani yang meliputi daging ruminansia, unggas, telur dan susu pada 4 (empat) tahun terakhir 2006-2010 mengalami peningkatan, sedangkan konsumsi ikan dan kacang tanah mengalami penurunan (lihat tabel 5). Terjadinya penurunan konsumsi energi yang bersumber dari beras dan meningkatnya konsumsi energi yang bersumber dari pangan hewani dan pangan nabati (umbi-umbian), buah dan sayur, mengindikasikan meningkatnya kualitas konsumsi pangan masyarakat Provinsi NTB.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
30
Gambar 4. Konsumsi Pangan Sumber Lemak dan vitamin/ mineral di Provinsi NTB Tahun 2006–2010
Sumber data: BKP Provinsi NTB 2007-2010
Tabel. 5. Konsumsi Pangan Sumber Protein di Provinsi NTB tahun 2006 – 2010
Sumber data : Konsumsi Pangan BKP Provinsi NTB 2007-2010
No. Kelompok
Pangan Satuan 2006 2007 2008 2009 2010
Rata-rata Perkem bangan ( % )
(gr/kap/hr) 14.3 13.1 10.9 14,9 14.9 1 Kedelai
(kg/kap/th) 5.2 4.8 4.0 5.5 5.4 3.1
(gr/kap/hr) 2.6 2.9 2.30 2.40 2.6 2 Kacang Tanah
(kg/kap/th) 0.9 1.1 0.80 0.90 0.9 0.2
(gr/kap/hr) 1.1 0.5 0.50 0.80 1.6 3 Kacang Hijau
(kg/kap/th) 0.4 0.2 0.20 0.30 0.6 26.6
(gr/kap/hr) 53.4 41 44.1 40.5 50.0 4 Ikan
(kg/kap/th) 19.5 15 16.1 14.8 18.3 0.3
(gr/kap/hr) 4.7 3.4 3.4 7.4 7.5 5
Daging Ruminansia (kg/kap/th) 1.7 1.2 1.2 2.7 2.7
23.7
(gr/kap/hr) 4.2 3.7 4.1 8.1 8.2 6
Daging
Unggas (kg/kap/th) 1.5 1.4 1.5 3 3.0 25.2
(gr/kap/hr) 11.9 13.4 11.9 14 14.7 7 Telur
(kg/kap/th) 4.4 4.9 4.3 5.1 5.4 6.9
(gr/kap/hr) 2.3 2.0 2.4 3.8 3.2 8 Susu
(kg/kap/th) 0.8 0.7 0.9 1.4 1.2 17.1
Demikian pula konsumsi pangan sumber minyak dan lemak cenderung menurun, dan diharapkan akan meningkat menjadi 6.7 kg/kap/tahun 2015. Konsumsi sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral pada masyarakat NTB cenderung meningkat yakni masing-masing dari 60.1 kg/kap/tahun pada tahun 2006 menjadi 62.3 kg/kap/tahun pada tahun 2010, dan buah-buahan 17.5 kg/kap/tahun meningkat menjadi 29.8kg/kap/tahun pada periode yang sama. Kecenderungan peningkatan konsumsi sayur dan buah mengindikasikan adanya perbaikan dalam pola konsumsi pangan sumber vitamin dan mineral serta serat makanan.
31
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Dari gambar tersebut di atas diketahui masih diperlukan upaya keras untuk meningkatkan diversifikasi konsumsi pangan masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Upaya yang harus dilakukan disamping meningkatkan produksi, akses pangan masyarakat, juga diperlukan upaya percepatan diversifikasi pangan. Upaya-upaya itu diperlukan untuk meningkatkan kemandirian pangan melalui pengembangan pangan lokal, penguatan sistem cadangan pangan masyarakat, perbaikan jalur distribusi dan peningkatan efisiensi pemasaran serta pemanfaatan pekarangan perlu terus ditingkatkan di masa mendatang.
C.4. Pola Konsumsi Pangan Pokok
Perkembangan menarik dalam konsumsi sumber pangan pokok, adalah kecenderungan menurunnya energi dari jagung dan umbi-umbian seiring peningkatan pendapatan. Suatu komoditas pangan akan masuk ke dalam pola konsumsi apabila memiliki kontribusi energi sekurang-kurangnya 5% terhadap total konsumsi energi. Semakin banyak pangan yang memiliki kontribusi energi diatas 5% akan semakin beragam pola konsumsinya. Hasil Susenas 1999 s/d 2007 menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan pokok pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, terutama di pedesaan mengarah kepada beras dan bahan pangan berbasis tepung terigu, khususnya mie instan.
Terigu dan hasil olahannya (khususnya mie instan) menyumbang energi secara signifikan bukan hanya pada rumahtangga berpendapatan tinggi tetapi juga pada rumah tangga berpendapatan rendah. Perubahan ini perlu diwaspadai karena gandum adalah komoditas impor dan tidak diproduksi di Indonesia, sehingga arah perubahan pola konsumsi itu dapat menimbulkan ketergantungan pangan pada import. Program diversifikasi pangan dalam arti luas menuju gizi seimbang, dan diversifikasi pangan sumber karbohidrat menjadi sangat penting untuk dilakukan agar tidak terjadi ketergantungan yang sangat tinggi pada satu jenis pangan saja.
C.5. Kualitas Konsumsi Pangan
Kualitas konsumsi pangan ditentukan oleh berbagai faktor. Dalam bahasan berikut, kualitas konsumsi pangan dilihat dari komposisi konsumsi pangan masyarakat berdasarkan kontribusi energi setiap kelompok pangan yang dikombinasikan dengan tingkat kecukupan energinya. Penilaian kualitas atau mutu konsumsi pangan seperti ini dilakukan dengan menggunakan skor keanekaragaman pangan yang dikenal dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Nilai/skor mutu
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
32
Tabel 6. Perkembangan Capaian PPH Provinsi NTB Tahun 2006-2010
Sumber. BKP NTB. 2010.
PPH ini dapat memberikan informasi mengenai pencapaian kuantitas dan kualitas konsumsi, yang menggambarkan pencapaian ragam (diversifikasi) konsumsi pangan. Semakin tinggi skor PPH maka kualitas konsumsi dan keragaman bahan pangan dalam arti jumlah dan komposisi dinilai semakin baik.
Jika dilihat perkembangan secara keseluruhan konsumsi pangan masyarakat NTB (konsumsi energi, protein) dari tahun 2006-2010, menunjukkan adanya perbaikan, hal ini ditunjukkan oleh capaian angka konsumsi energi dan protein yang masih diatas standar nasional. Demikian pula dengan angka skor pola pangan harapan yang setiap tahun meningkat. Perkembangan capaian Pola Pangan Harapan Provinsi Nusa Tenggara Barat selama kurun waktu 5 (lima) tahun (2006-2010) dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa perkembangan konsumsi energi dan persentase konsumsi energi (AKE) tidak mengalami peningkatan yang signifikan (-0.5) PPH, sedangkan konsumsi dan persentase kontribusi protein yang dicapai selama kurun waktu 2006-2010, menunjukkan adanya peningkatan yaitu masing-masing 0.2% dan 2.5%. Perkembangan capaian konsumsi energi dan protein diharapkan mendekati anjuran standar kebutuhan nasional yaitu 2,000 Kkal/kap/hr dan 52 gr/kap/hr untuk konsumsi protein.
Meningkatnya skor PPH dari tahun ke tahun memberikan gambaran bahwa telah terjadi perubahan dalam pola konsumsi pangan yang
No Komponen Capaian PPH NTB
2006 2007 2008 2009 2010
%
(- / +)
1. Konsumsi energi (Kkal/kap/hr) 2,049 2,003 2,004 2,036 2,009 -0.5
2. % Konsumsi Energi (AKG/E) 102.4 100.2 100.2 101.8 100.5 -0.5
3. Konsumsi Protein (gr/kap/hr) 58.9 55.8 56.5 57.4 59.3 0.2
4. % Kontribusi Protein 113.2 107.3 108.6 110.4 114.0 0.2
5. Skor PPH 69.6 72.7 73.4 74.1 76.7 2.5
33
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
mengarah pada pola konsumsi yang semakin beragam dan bergizi seimbang. Ini berarti bahwa kualitas konsumsi pangan masyarakat semakin meningkat seiring dengan semakin membaiknya kondisi ekonomi masyarakat. Kondisi ini mengindikasikan bahwa selama periode 2006-2010 terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka harapan terjadinya peningkatan skor PPH sebesar 84.8 pada tahun 2015 merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ketahanan pangan pada periode 2011-2015. Namun demikian, perlu disadari bahwa konsumsi energi masyarakat NTB yang bersumber dari kelompok padi-padian khususnya beras pada tahun 2009 masih cukup tinggi yaitu sebesar 72.7%, dan diharapkan pada tahun 2015 akan menurun menjadi 61.91% persentase ini masih lebih tinggi dari persentase konsumsi energi anjuran PPH sebesar 50% yang bersumber dari padi-padian atau khususnya beras.
Meski cenderung meningkat, skor pola pangan harapan tersebut masih cukup jauh dari kondisi ideal. Belum idealnya mutu konsumsi pangan ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat masih sangat tergantung pada beras, di samping itu ketersediaan beras di NTB cukup tinggi, dan masih rendahnya konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, sayuran dan buah serta kacang-kacangan.
D. Pemasalahan dan Tantangan
D.1 Peningkatan Perbaikan Gizi Masyarakat
Status gizi masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat dilihat dari masalah gizi lebih, gizi kurang dan gizi buruk dalam lima tahun terakhir cenderung menurun. Permasalahan gizi kurang sering luput dari pengamatan biasa dan sering kali tidak cepat ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar dan serius. Selain gizi kurang secara bersamaan Provinsi Nusa Tenggara Barat juga mulai menghadapi masalah gizi lebih walaupun keadaannya cenderung menurun. Berarti di Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam waktu yang bersamaan menghadapi masalah gizi ganda yang bila tidak ditangani secara serius dapat menimbulkan beragam permasalahan baru.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
34
Gambar 5. Grafik Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks Berat Badan menurut Umur Tahun 2006-2010
Sumber data : PSG Dinas Kesehatan Provinsi NTB tahun 2006 - 2010
Data di atas menunjukkan status gizi masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat masih ditemui permasalahan sehingga masih perlu ditingkatkan walaupun cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya, sehingga diperlukan upaya penanganan yang dilakukan secara integratif oleh pemerintah, swasta maupun oleh masyarakat. Dari grafik tesebut diatas diketahui bahwa kecenderungan gizi balita di Provinsi NTB baik gizi lebih maupun gizi kurang mengalami penurunan selama kurun waktu lima tahun terakhir ini (2006-2010) kecuali gizi buruk yang cenderung meningkat di tahun 2009 dan 2010 jika dibandingkan dengan data tiga tahun sebelumnya.
Terjadinya kasus gizi kurang dan gizi buruk disaat tercukupinya pangan secara regional, menggambarkan tidak meratanya distribusi dan akses pangan oleh seluruh lapisan masyarakat. Kondisi seperti ini dapat mencerminkan bahwa masih banyak kelompok masyarakat yang menghadapi kendala dalam mengakses kecukupan pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA), hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti ekonomi/daya beli masyarakat terhadap pangan masih rendah, dukungan infrastruktur jalan dan transportasi sehingga menjangkau daerah yang terpencil masih relatif terbatas. Upaya perbaikan gizi masyarakat secara terus menerus diupayakan untuk ditingkatkan, oleh karena itu adanya intervensi berbagai program kegiatan pembinaan gizi yang dilaksanakan di Provinsi NTB mampu menurunkan persentase gizi kurang mencapai 23.60 persen tahun
35
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Gambar 6. Grafik Indeks Berat Badan/Umur (Gizi Buruk) Tiap-Tiap Kabupaten Tahun 2006-2010 di Provinsi NTB
Sumber: PSG Dinas Kesehatan Provinsi NTB 2006-2010Catatan: Kabupaten Lombok Utara Merupakan Kabupaten Termuda dan Belum Memiliki Data Lengkap
2006 dan turun menjadi 15.83 persen pada tahun 2010, sedangkan persentase gizi buruk menurun dari 3.74 persen pada tahun 2006 menjadi 3.18 persen pada tahun 2008 namun di tahun 2009 Gizi buruk meningkat menjadi 5.9 persen dan menurun sedikit menjadi 4.77 persen di tahun 2010.
Adapun kecenderungan gizi buruk yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2006-2010 di masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat pada gambar berikut.
Upaya perbaikan gizi masyarakat seharusnya melibatkan berbagai komponen masyarakat maupun institusi-institusi yang telah berkembang di masyarakat. Institusi-institusi lokal yang berkembang di masyarakat sampai di tingkat rukun tetangga dapat dijadikan mitra kerja pemerintah dalam rangka perbaikan konsumsi dan gizi masyarakat. Beberapa contoh institusi lokal adalah posyandu, PKK, Dasa Wisma, organisasi sosial masyarakat non formal seperti: Peradah, Majelis ta’lim dan sebagainya. Institusi ini dapat berperan dalam mendeteksi masalah serta memfasilitasi upaya-upaya dalam peningkatan kualitas konsumsi dan perbaikan gizi masyarakat.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
36
Gangguan pertumbuhan dari usia balita dapat berlanjut pada saat anak masuk sekolah. Selama kurun waktu lima tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah persentase balita yang mengalami stunting, pada tahun 2006 angka stunting pada balita mencapai 31.76% dan terus meningkat sampai 42.63% tahun 2010. Pada Gambar 7 disajikan data perkembangan pertumbuhan balita hasil PSG tahun 2006 sampai dengan tahun 2010.
Masalah gizi kronis (stunting) masih tetap tinggi di provinsi NTB. Masalah gizi kronis merupakan akibat kurang optimalnya pertumbuhan janin dan bayi di usia dua tahun pertama kehidupannya, terutama karena gabungan dari kurangnya asupan gizi, paparan terhadap penyakit yang tinggi serta pola pengasuhan yang kurang tepat. Semua faktor ini dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, yang akhirnya dapat menyebabkan meningkatnya beban penyakit dan kematian pada balita.
Kurang gizi pada usia dini, terutama stunting, dapat menghambat perkembangan fisik dan mental yang akhirnya mempengaruhi prestasi dan tingkat kehadiran di sekolah. Anak yang kurang gizi lebih cenderung untuk masuk sekolah lebih lambat dan lebih cepat putus sekolah. Dampak ke masa depannya adalah mempengaruhi potensi kemampuan mencari nafkah, sehingga sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. Anak yang menderita kurang berat badan menurut umur (kurang gizi) dan secara cepat berat badannya meningkat, maka pada dewasa cenderung untuk menderita penyakit kronik yang terkait gizi (kencing manis, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner). Dampak jangka panjang, oleh kurang gizi pada masa anak-anak juga menyebabkan rendahnya tinggi badan dan pada ibu-ibu dapat melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), yang akhirnya menyebabkan terulangnya lingkaran masalah ini pada generasi selanjutnya.
37
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Gambar 7. Grafik indeks stunting Berdasarkan Tinggi Badan/Umur (%) tahun 2006 – 2010 Provinsi NTB
Sumber: PSG Dinas Kesehatan Provinsi NTB tahun 2006-2010
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam upaya perbaikan gizi masyarakat antara lain :
1. Masih tingginya prevalensi kurang gizi pada balita yang erat kaitannya dengan kurangnya konsumsi energi dan protein pada wanita usia subur (ibu hamil) sehingga menyebabkan tingginya bayi yang lahir dengan kondisi BBLR (berat bayi lahir rendah).
2. Rendahnya pengetahuan kesehatan, pangan dan gizi serta masih adanya perilaku masyarakat yang menghambat upaya perbaikan gizi.
3. Belum optimalnya penanganan masalah gizi pada penduduk miskin.
4. Belum optimalnya pelayanan kesehatan dan gizi bagi penduduk miskin.
5. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam hal pemberian ASI eksklusif.
6. Masih rendahnya kesadaran dalam pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
7. Tingginya penyakit infeksi pada balita yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai.
8. Rendahnya cakupan penggunaan garam beryodium9. Masih adanya kesenjangan gender dalam pemberian
pengetahuan tentang gizi di masyarakat. 10. Tingkat pendidikan perempuan masih relatif rendah.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
38
Sumber data : PSG Dinas Kesehatan Provinsi NTB 2010Catatan: Kabupaten Lombok Utara Merupakan Kabupaten Termuda dan Belum Memiliki Data Lengkap
Gambar 8. Grafik Indeks Tinggi Badan/Umur Tiap-Tiap Kabupaten di Provinsi NTB (2006-2010)
Gangguan pertumbuhan dari usia balita dapat berlanjut pada saat anak masuk sekolah. Selama kurun waktu tiga tahun terjadi peningkatan status gizi balita yang diukur dengan tinggi badan menurut umur (TB/U). Jumlah balita yang ukuran tinggi badan dengan kategori pendek mencapai 34.35% pada tahun 2007, menurun menjadi 42.63% pada tahun 2010. Oleh karena itu diperlukan perhatian dan tindakan yang maksimal untuk mengatasinya. Untuk lebih jelas, pada gambar 8 di bawah ini disajikan data perkembangan pertumbuhan balita 2006-2010.
Masalah gizi lainnya adalah anemia gizi pada anak balita yang ditunjukkan adanya gangguan pertumbuhan. Kurang darah atau dikenal dengan anemia gizi dan rendahnya konsumsi garam yang beryodium serta rendahnya cakupan pengguna garam beryodium merupakan salah satu penyebab masih tingginya persentase anak usia sekolah yang mengalami gangguan pertumbuhan sehingga termasuk dalam kategori pendek. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat jumlah cakupan pengguna garam beryodium pada tahun 2006 tercatat sebesar 33.95 persen dan meningkat menjadi 44.27 persen pada tahun 2010. Meskipun cakupan penggunaan garam beryodium untuk setiap tahun mengalami peningkatan permasalahan gizi sering dijumpai di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
39
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Permasalahan kekurangan gizi secara perlahan namun pasti akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita serta rendahnya usia harapan hidup. Dampak lain yang disebabkan oleh kekurangan gizi adalah rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan dan produktivitas kerja serta lambatnya pertumbuhan ekonomi.
Permasalahan kekurangan gizi ini bukan saja menjadi permasalahan daerah maupun regional tetapi sudah menjadi masalah dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan pentingnya penanggulangan kekurangan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kualitas SDM pada seluruh kelompok umur sesuai siklus kehidupan (National Throughout Life Cycle 4 A report on The World Nutrition Situation, Januari, 2000). Melihat situasi demikian maka investasi di sektor sosial menjadi sangat penting dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Beberapa dampak buruk dari kurang gizi atau kekurangan gizi adalah: (1) rendahnya produktivitas kerja, (2) kehilangan kesempatan sekolah, dan (3) kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi (World Bank, 2006). Agar individu tidak kekurangan gizi, maka akses setiap individu terhadap pangan harus dijamin. Akses pangan setiap individu ini sangat tergantung pada ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya secara kontinyu, secara kewilayahan, dan waktu. Kemampuan mengakses pangan dipengaruhi oleh daya beli, yang sudah tentu berkaitan erat dengan tingkat pendapatan seseorang.
D.2 Peningkatan Aksesibilitas Pangan
D.2.1. Ketersediaan Pangan
Ketersediaan beras di Provinsi Nusa Tenggara Barat terlihat selalu surplus setiap tahunnya, dari surplus tersebut dapat dijelaskan bahwa yang dikuasai oleh pemerintah melalui BULOG Provinsi Nusa Tenggara Barat berkisar antara 7 - 9% dari total produksi, sedangkan sisanya beredar dalam pasar antar wilayah dalam provinsi dan sebagian keluar ke provinsi lain melalui perdagangan antar pulau. Angka surplus di masyarakat sampai saat ini belum dapat didata secara pasti, sehingga kedepan diperlukan suatu perhitungan Marketable Surplus terhadap komoditas pangan ini untuk dapat mengetahui dengan pasti surplus komoditas pangan yang ada di masyarakat.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
40
Tabel 7. Jumlah Surplus Beras di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2006 -2010
Sumber : BKP Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2008
Nomor Tahun Produksi
(GKG) (Ton)
Prod.Beras
Bersih (Ton)
Kebutuhan
(ton)
Surplus
( ton)
1 2006 1,552,627 892,947 541,798 347,695
2 2007 1,526,347 877,833 520,050 305,985
3 2008 1,750,888 990,972 556,864 434,108
4 2009 1,870,775 1,049,022 530,751 518,271
5 2010 1,774,499 995,035 531,475 463,561
Kemampuan penyediaan pangan dari komoditas yang ada pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 8. Padi-padian (serealia) merupakan penyumbang energi tertinggi dalam ketersediaan pangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, diikuti oleh buah/biji berminyak dan penyumbang energi yang terendah adalah dari komoditas susu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi secara umum di Provinsi Nusa Tenggara Barat masih bertumpu pada beras.
Ketersediaan pangan di Provinsi NTB saat ini juga sangat dipengaruhi oleh keadaan perubahan iklim yang tidak menentu. Perubahan-perubahan parameter perubahan iklim lainnya seperti meningkatnya temperature udara (0.5oC) pada tahun 2015 (BMKG, 2011) dan kenaikan muka air laut yang mencapai 1.32 m pada tahun 2020 (GTZ, 2011) akan mengancam aspek-aspek ketahanan pangan utama seperti pertanian, sumberdaya hutan dan air, perikanan darat dan laut bahkan peternakan. Beberapa hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa kenaikan temperature 0.5oC dapat menurunkan hasil serealia 0.5 ton ha. Degradasi hutan di NTB (DisHUt NTB, 2007) mencapai 20 ribu ha per tahun dan dengan program pemerintah (gerhan) pemerintah hanya mampu merehabilitasi 5,000 ha/tahun. Di sisi lain, degradasi hutan akan memberi dampak terhadap sumber air (kualitas dan kuantitas) baik air untuk irigasi maupun air bersih. Erosi tanah sebagai akibat dari pembersihan lapisan penutup tanah, akan menyebabkan sedimentasi/endapan pada jalan air, yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap kegiatan di hilir atau dataran rendah. Kekurangan air juga akan mempengaruhi sistem pertanian, perikanan dan pengoperasian bendungan. Sedangkan dalam sektor peternakan, perubahan temperatur akan mempengaruhi produktivitas daging akibat cekaman iklim (physicological stress) dan menurunkan harga jual ternak.
41
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Tabel 8. Perkembangan Ketersediaan Energi di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2006-2010
Sumber : NBM BKP Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010
Perkembangan Energi Per kapita per hari No
Kelp. Jenis Bahan
Makanan 2006 2007 2008 2009 2010
1 2
3
4
5 6
7
8
9
10 11
Padi-padian Makanan berpati
Gula
Buah/biji berminyak
Buah-buahan Sayur-sayuran
Daging
Telur
Susu
Ikan Minyak dan lemak
2,301.97 79.41
83.62
404.71
53.10 10.58
37.86
5.18
0.00
34.05 2.65
2,166.80 74.67
72.94
295.76
84.07 50.10
36.83
5.37
0.00
40.25 251.42
2,615.65 59.82
20.01
351.89
83.04 43.32
32.47
5.33
0.00
67.02 89.41
2,775.95 72.29
20.24
331.54
105.77 63.67
34.98
6.34
0.00
67.01 81.47
2,580.42 61.18
1.15
353.49
97.19 34.90
45.76
6.97
0.00
79.46 82.53
D.2.2 Daya Beli Pangan
Akses pangan merupakan aspek kritis dalam perwujudan ketahanan pangan yang dicerminkan dengan terpenuhinya pangan baik secara fisik, sosial maupun ekonomi baik dalam tataran wilayah sampai rumah tangga. Akses pangan didefinisikan sebagai kemampuan rumah tangga baik secara ekonomi, fisik maupun sosial untuk mendapatkan pangan yang cukup secara tetap. Sumber pangan yang dapat diakses oleh masyarakat dapat diperoleh dari cadangan pangan sendiri, produksi rumah tangga, pembelian di pasar dan bantuan pangan.
Akses masyarakat terhadap pangan ditentukan oleh akses fisik, akses ekonomi dan akses sosial. Dari ketiga aspek tersebut masing-masing dipengaruhi oleh faktor yang mendukung berjalan atau tidaknya setiap aspek dalam rangka menjamin akses pangan masyarakat.
• Akses fisik.Akses fisik menggambarkan tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah. Aspek ini dipengaruhi antara lain oleh produksi dan distribusi. Produksi dipengaruhi oleh jumlah produksi dan produkstivitas untuk setiap jenis bahan pangan, sedangkan distribusi sangat dipengaruhi oleh tersedianya infrastruktur di suatu wilayah seperti ada atau tidaknya pasar, akses jalan/sungai, serta tersedianya modal transportasi.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
42
• Akses Ekonomi.Akses ekonomi menggambarkan kemampuan rumah tangga untuk mengakses pangan melalui daya beli. Daya beli masyarakat dipengaruhi antara lain oleh pendapatan yang berasal dari hasil pekerjaan yang dilakukan pada berbagai mata pencaharian. Selain faktor pendapatan, faktor harga barang/komoditi juga menentukan daya beli masyarakat. Oleh karena itu kedua faktor ini menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan masyarakat. Upaya atau kebijakan umum yang diterapkan adalah stabilisasi harga pangan pokok agar mekanisme pasar dan distribusi yang ada dapat menyediakan pangan pokok dengan harga yang terjangkau serta memperkuat cadangan pangan pemerintah daerah dan masyarakat.
Untuk menggambarkan perkembangan daya beli masyarakat NTB secara ideal seharusnya menggambarkan daya beli seluruh masyarakat NTB, namun tidak salah pula jika menggambarkan daya beli tersebut cukup dari masyarakat petani, karena jumlah penduduk terbesar berada di perdesaan dan masyarakat petani berada didalamnya. Daya beli petani dapat diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) dimana NTP ini juga merupakan indikator daya beli. Selama kurun waktu 4 tahun (2003 – 2006) perkembangan NTP di NTB mengalami penurunan yaitu dari 87.15 persen (2003) menjadi 51.94 persen (2006). Ini artinya daya beli petani mengalami penurunan selama periode tersebut. Disamping itu dilihat dari nilai NTP tersebut masih dibawah 100 persen yang berarti pula kemampuan belanja petani masih dibawah 100 persen.
Selama periode 2003 - 2006 juga terlihat daya beli petani terhadap kelompok tanaman bahan makanan semakin menurun. Hal ini digambarkan dari perkembangan NTP pada kelompok tanaman bahan makanan yang menurun dari 74.58 persen (2003) menjadi 54.48 persen (2006). Ini berarti untuk mengkonsumsi atau mengakses bahan makanan masih rendah terutama untuk komoditas padi, palawija, dan sayuran. Rendahnya akses untuk kelompok bahan makanan berimplikasi terhadap ketahanan pangan masyarakat yang mana ketahanan pangannya semakin rendah.
Bila dilihat perkembangan daya beli petani di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2009 maka pada tahun ini daya beli mengalami penurunan. Meskipun ada kenaikan sejak Pebruari dari 95.29 persen menjadi 96.11 persen dan bulan Maret menjadi 96.58
43
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
persen, namun kemampuan belanja mereka masih tetap di bawah 100 persen. Dan secara kelompok petani, yang terendah diantara para petani umumnya, daya beli petani yang disebut sebagai Nilai Tukar Petani (NTP) padi dan palawija hanya 91.27 persen. Ini disebabkan gejolak harga yang terjadi di pedesaan pada tujuh kabupaten se NTB. NTP masyarakat petani yang tertinggi adalah petani peternakan mencapai 108.97 persen, petani hortikultura 105.32 persen. Lainnya, NTP petani perkebunan rakyat 95.26 persen, petani nelayan 95.19 persen.
Perkembangan daya beli masyarakat NTB yang rendah terhadap pangan dalam 6 tahun terakhir menunjukkan bahwa kemampuan masyarakat secara umum untuk mengakses pangan masih rendah. Daya beli yang rendah ini disebabkan oleh tekanan inflasi yang begitu besar yaitu 13.29 persen tahun 2007 dan 11.89 persen tahun 2008 yang kemudian menurunkan pendapatan riil masyarakat. Jika hal ini terus berlangsung pada masa yang akan datang tanpa ada cara mengatasinya, maka akan mengancam ketahanan pangan masyarakat NTB. Oleh karena itu perlu ada kebijakan pemerintah yang tepat dalam hal meningkatkan pendapatan masyarakat, serta meminimalkan biaya produksi, dan lainnya.
• Akses sosialAkses sosial menggambarkan pemenuhan kebutuhan pangan melalui aktivitas sosial. Akses sosial antara lain dipengaruhi oleh adanya bantuan sosial dan pendidikan. Bantuan sosial dapat berupa raskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT) sampai dengan kegiatan padat karya. Upaya ini diiringi dengan pengentasan kemiskinan sehingga tujuan pertama MDGs serta kesepakatan Gubernur selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan Provinsi yang dicanangkan pada tahun 2008 untuk menurunkan kelaparan dan kemiskinan 1% pertahun dapat dicapai.
D.2.3 Peningkatan Akses Terhadap Pangan.
Setiap rumah tangga memiliki kemampuan yang berbeda dalam mencukupi kebutuhan pangan secara kuantitas maupun kualitas untuk memenuhi kecukupan gizi. Berkaitan dengan itu, pemerintah menerapkan berbagai kebijakan untuk menjamin agar rumah tangga dan individu memiliki akses terhadap pangan yang tersedia. Upaya atau kebijakan umum yang diterapkan adalah stabilisasi harga pangan pokok agar mekanisme pasar dan distribusi yang ada dapat menyediakan pangan pokok dengan harga yang terjangkau.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
44
Salah satu instrumen kebijakan untuk menjaga kemampuan daya beli masyarakat adalah dengan menjaga kestabilan harga pangan.
D.2.4. Cadangan Pangan.
Cadangan pangan, selain digunakan untuk operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga, Cadangan Beras Pemerintah (CBP) juga digunakan untuk mengatasi kekurangan pangan yang terjadi sebagai akibat bencana alam. Di tingkat yang lebih tinggi cadangan beras pemerintah juga digunakan untuk memenuhi komitmen pemerintah dalam menyediakan cadangan beras. Untuk memenuhi kekurangan pangan akibat bencana, Gubernur dan Bupati/Walikota mempunyai kewenangan untuk meminta cadangan beras pemerintah secara langsung dengan batas maksimum masing-masing 200 ton dan 100 ton dalam setahun. Dengan adanya cadangan beras pemerintah dan kewenangan yang dimiliki oleh kepala daerah tersebut, masyarakat yang terkena dampak bencana akan dapat terpenuhi kebutuhan konsumsi pangan pokoknya.
Sampai saat ini cadangan pangan untuk keperluan tanggap darurat hanya berupa beras. Dalam kondisi darurat pada saat bencana, masyarakat mengalami kesulitan pula untuk mendapatkan bahan bakar, air bersih, serta peralatan masak. Dengan demikian, bantuan pangan dalam bentuk beras sering kali tidak dapat mengatasi kekurangan pangan secara cepat. Perlu dipikirkan penyediaan cadangan siap konsumsi untuk keperluan darurat, terutama pangan yang disukai masyarakat setempat. Untuk itu cadangan pangan yang siap digunakan oleh daerah dan cocok dengan pola konsumsi daerah sangat penting untuk dikembangkan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan untuk pengembangan cadangan pangan daerah Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam mengatasi masalah pangan sebagian besar masih bertumpu pada pemerintah pusat.
45
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
D.2.5. Kerawanan Pangan
Kerawanan pangan dapat bersifat kronis atau sementara/transien. Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan jangka panjang atau yang terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor struktural, yang tidak dapat berubah dengan cepat, seperti iklim setempat, jenis tanah, sistem pemrintah daerah, kepemilikan lahan, hubungan antar etnis, tingkat pendidikan. Kerawanan pangan sementara adalah ketidakmampuan jangka pendek atau sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor dinamis yang berubah dengan cepat seperti penyakit infeksi, bencana alam, pengungsian, berubahnya fungsi pasar, tingkat besarnya hutang, perpindahan penduduk (migrasi) dll. Kerawanan pangan sementara yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan menurunnya kualitas penghidupan rumah tangga, menurunkan daya tahan, dan bahkan bisa berubah menjadi kerawanan pangan kronis. Berdasarkan FSVA Provinsi NTB (2010), analisis ketahanan pangan komposit digunakan untuk menjawab ketiga pertanyaan di atas dengan memetakan 105 kecamatan yang memiliki data lengkap untuk 9 indikator terkait ketahanan pangan kronis. Di antara 105 kecamatan tersebut, ditetapkan 64 kecamatan dengan prioritas yang lebih tinggi yang terdiri dari 26 kecamatan prioritas 1, 31 kecamatan prioritas 2, dan 7 kecamatan dengan prioritas 3 dengan jumlah penduduk sekitar 3.1 juta orang. Empat puluh satu kecamatan lainnya dikelompokkan menjadi prioritas 4-6.
Kondisi kerentanan terhadap kerawanan pangan secara komposit ditentukan berdasarkan 9 indikator yang berhubungan dengan ketersediaan pangan, akses pangan dan penghidupan, serta pemanfaatan pangan dan status gizi balita. Selain itu, juga digunakan 4 indikator ketahanan pangan sementara/transien. Indikator-indikator tersebut disajikan pada table 8 di bawah ini:
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
46
Tabel 9. Indikator Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTB, 2010
Kategori Indikator Definisi dan Perhitungan Sumber Data
Ketersediaan Pangan
1. Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih ‘padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar’
1. Data rata-rata produksi bersih tiga tahun (2007-2009) padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar pada tingkat kecamatan dihitung dengan menggunakan faktor konversi standar. Untuk rata-rata produksi bersih ubi kayu dan ubi jalar dibagi dengan 3 (faktor konversi serealia) untuk mendapatkan nilai yang ekivalen dengan serealia. Kemudian dihitung total produksi serealia yang layak dikonsumsi.
2. Ketersediaan bersih serealia per kapita per hari dihitung dengan membagi total ketersediaan serealia kecamatan dengan jumlah populasinya (data penduduk pertengahan tahun 2008).
3. Data bersih serealia dari perdagangan dan impor tidak diperhitungkan karena data tidak tersedia pada tingkat kecamatan.
4. Konsumsi normatif serealia/hari-/kapita adalah 300 gram/orang/hari.
5. Kemudian dihitung rasio konsumsi normatif perkapita terhadap ketersediaan bersih serealia per kapita. Rasio lebih besar dari 1 menunjukkan daerah defisit pangan dan daerah dengan rasio lebih kecil dari 1 adalah surplus untuk produksi serealia.
Badan Ketahanan Pangan dan Badan Pusat Statistik Provinsi dan Kabupaten
(data 2007-2009)
2. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan
Nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup secara layak. Dihitung dengan metode Small Area Estimation (SAE)
SUSENAS KOR 2007-2009, SUSENAS MODUL 2008, PODES (Potensi Desa) 2008, BPS
3. Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai.
Lalu-lintas antar desa yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat.
PODES 2008, BPS
Akses Pangan dan Matapencaharian
4. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik
Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap listrik dari PLN dan/atau non PLN, misalnya generator. Dihitung dengan metode SAE.
SUSENAS KOR 2007-2009, PODES 2008, BPS
47
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
5. Persentase desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan
Persentase desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih, paramedik, dan sebagainya)
PODES 2008, BPS Pemanfaatan Pangan
6. Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih
Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air minum yang berasal dari air leding/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung. Dihitung dengan metode SAE.
SUSENAS KOR 2007-2009, PODES 2008, BPS
7. Perempuan Buta Huruf
Persentase perempuan di atas 15 tahun yang tidak dapat membaca atau menulis. Dihitung dengan metode SAE.
SUSENAS KOR 2007-2009, PODES 2008, BPS
8. Berat badan balita di bawah standar (Underweight)
Anak di bawah lima tahun yang berat badannya kurang dari -2 Standar Deviasi (-2 SD) dari berat badan normal pada usia dan jenis kelamin tertentu (Standar WHO 2005)
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2009, Dinas Kesehatan NTB
9. Angka harapan hidup pada saat lahir
Perkiraan lama hidup rata-rata bayi baru lahir dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas sepanjang hidupnya. Dihitung dengan metode SAE.
SUSENAS KOR 2007-2009, PODES 2008, BPS
10. Bencana alam Data bencana alam yang terjadi di NTB dan kerusakannya selama periode 1990 - 2009
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2010
11. Penyimpangan Curah Hujan
1. Data rata-rata tahunan curah hujan pada musim hujan dan kemarau selama 10 tahun terakhir (1997-98 sampai 2007-08) dihitung. 2. Kemudian dihitung persentase dari perbandingan nilai rata-rata 10 tahun terhadap nilai normal rata-rata 30 tahun (1971-2000).
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) NTB, 2010
12. Persentase daerah puso
Persentase dari daerah ditanami padi yang rusak akibat kekeringan, banjir dan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Sensus Pertanian (SP) 2009, BPS
Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan Transien
13. Deforestasi hutan Deforestasi adalah perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi non hutan. Angka deforestasi hutan berdasarkan angka citra satelit Landsat pada tahun 2002/2003 dan 2005/2006.
Perhitungan deforestasi Indonesia tahun 2008, Departemen Kehutanan
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
48
Tabel 10. Persentase Kecamatan Rentan Terhadap Kerawanan Pangan, Prioritas 1-3 per Kabupaten 2010
Sumber: FSVA NTB 2010
Tabel 11. Persentase Kecamatan yang Lebih Tahan Pangan, Prioritas 4-6 per Kabupaten 2010
Sumber: FSVA NTB 2010
Tabel 11: Persentase Kecamatan yang Lebih Tahan Pangan, Prioritas 4-6 per Kabupaten
2010
No. Kabupaten Jumlah Kecamatan saat
ini
% Kecamatan yang Relatif Tahan
Pangan
Estimasi Jumlah Penduduk
1 Lombok Barat 10 0 0
2 Lombok Tengah 12 0 0
3 Lombok Timur 20 0 0
4 Lombok Utara 5 0 0
5 Sumbawa 24 87.5 351,724
6 Dompu 8 0 0
7 Bima 18 83.33 327,172
8 Sumbawa Barat 8 62.5 71,260
Total 105 29.16 750,156
Dari tabel di atas, terlihat bahwa semua kabupaten yang berada di pulau Lombok serta kabupaten Dompu berada dalam situasi rentan terhadap kerawanan pangan. Sehingga perhatian yang lebih besar perlu diberikan kepada kabupaten yang memiliki lebih banyak kecamatan yang rentan terhadap kerawanan pangan. Adapun hasil Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Provinsi (FSVA) NTB Tahun 2010 disajikan pada gambar 9 di bawah ini.
49
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Gambar 9. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Provinsi NTB Tahun 2010
Terdapat 26 kecamatan prioritas 1, 14 kecamatan berada di Lombok Timur, 11 kecamatan di Lombok Tengah, dan 1 kecamatan di Lombok Utara, dengan jumlah penduduk sekitar 1.6 juta orang. Tingkat kerentanan terhadap kerawanan pangan terutama disebabkan karena rendahnya akses terhadap listrik, tingginya angka perempuan buta huruf, terbatasnya akses terhadap air bersih, terbatasnya akses jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, dan tingginya angka kemiskinan.
Dari 31 kecamatan di prioritas 2, 10 kecamatan berada di Lombok Barat, 5 kecamatan di Lombok Timur, dan 9 kecamatan di Dompu, dengan jumlah penduduk sekitar 1.3 juta orang. Faktor penentu utama kerentanan pangan di prioritas 2 yaitu: rendahnya angka harapan hidup pada saat lahir, tingginya angka kemiskinan, tingginya angka perempuan buta huruf, terbatasnya akses terhadap listrik dan air bersih.
Dari 7 kecamatan prioritas 3, 2 kecamatan di Lombok Utara, dan masing-masing 1 kecamatan di Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Bima, Sumbawa Barat, dengan jumlah penduduk sekitar 202 ribu orang. Kerentanan terhadap tingkat kerawanan pangan pada prioritas 3 terutama disebabkan karena tingginya angka kemiskinan, prevalensi underweight pada balita, rendahnya angka harapan hidup, terbatasnya akses terhadap listrik, dan tingginya angka perempuan buta huruf.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
50
Gambar 10. Tipologi penghidupan untuk NTB berbasis pada pelayanan ekosistem utama di Kecamatan, dan proyeksi dampak relatif pada kesejahteraan pada tahun 2030, 2060, 2100, kapasitas adaptasi tahun 2011 (AC) dan kerentanan pada tahun 2030 dan 2100. Harap diperhatikan bahwa seluruh dampak yang diproyeksikan negatif. Tipologi yang
paling rentan pada tahun 2030 adalah tipologi 3 (beras dan tambak bandeng), 4 (beragam pertanian dan pemanfaatan hasil hutan), 7 (beragam hasil tanam dan kegiatan pesisir) dan
5 (beras dan tembakau).
Sumber: AusAID-CSIRO Alliance, University of Mataram, NTB Government, (2011).
Di sisi lain, kerentanan terhadap perubahan iklim, bencana alam dan goncangan mendadak lainnya dapat mempengaruhi ketahanan pangan suatu wilayah baik sementara ataupun dalam jangka waktu panjang. Ketidak-mampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan secara sementara dikenal sebagai kerawanan pangan sementara (transient food insecurity). Perubahan iklim, bencana alam atau bencana teknologi yang terjadi tiba-tiba, bencana yang terjadi secara bertahap, perubahan harga atau goncangan terhadap pasar, epidemik penyakit, konflik sosial, terganggunya pelayanan ekosistem dapat menyebabkan terjadinya kerawanan pangan sementara. Kerawanan pangan sementara dapat berpengaruh terhadap satu atau semua dimensi ketahanan pangan seperti ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan pemanfaatan pangan serta lebih luas lagi dapat mempengaruhi sumber penghidupan utama masyarakat NTB.
51
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Gambar.11. Nisbi kerentanan terhadap penghidupan dan ketahanan pangan pada tiap-tiap kecamatan di NTB tahun 2030.
Sumber: WFP, AusAID-CSIRO Alliance, University of Mataram, NTB Government, (2011)Ket: Kecamatan-Kecamatan yang berada pada ranking 6 merupakan kecamatan-kecamatan yang paling rentan diikuti dengan Kecamatan-Kecamatan yang memiliki ranking lebih rendah.
Karakteristik wilayah NTB yang sangat tergantung pada sektor pertanian dan perikanan sebagai mata pencaharian penduduk, sangat rentan terhadap perubahan iklim (pola hujan), karena secara langsung akan berdampak terhadap kegagalan panen (produksi bahan pangan khususnya padi/beras). Kegagalan panen, perkembangan penyakit-penyakit yang terkait dengan iklim yang tidak terkendali, kerusakan infrastruktur jalan maupun pengairan dan lainnya yang diakibatkan oleh iklim yang ekstrim merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim. Penelitian AusAID-CSIRO Alliance, University of Mataram, NTB Government (2011) telah menentukan tujuh (7) jenis tipologi penghidupan dan kerentanannya terhadap perubahan iklim di wilayah provinsi NTB berdasarkan produk dan jasa lingkungan, indikator kesejahteraan manusia dan kapasitas adaptasi wilayah yang disajikan pada gambar 10.
Dengan mengkombinasikan data pada tipologi penghidupan yang rentan terhadap perubahan iklim dan tekanan populasi penduduk pada tahun 2030 dan data kerentanan pangan saat ini pada tiap Kecamatan di NTB, maka dihasilkan peta kerentanan pada penghidupan dan kerentanan pangan dengan Kecamatan-Kecamatan yang menjadi prioritas utama. Kecamatan-Kecamatan yang paling rentan tersebut berada Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur di Pulau Lombok, dan juga Kabupaten Bima dan Dompu di Pulau Sumbawa. Seluruh Kecamatan tersebut berada pada tipologi 3 (padi dan tambak bandeng) atau tipologi 5 (padi dan tembakau). Begitu juga dengan Kecamatan-Kecamatan yang paling rentan ke-2 yang berada pada tipologi 3 dan tipologi 5 ditambah dengan tipologi 4 (pertanian campuran dan hutan) dan tipologi 7 (pertanian campuran dan kegiatan pesisir) (lihat lampiran untuk melihat secara detil Kecamatan-Kecamatan yang dimaksud tersebut).
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
52
Tabel 12. Jumlah Kasus Keracunan dari Tahun 2006-2010 di NTB
Sumber data : BBPOM NTB 2010Σ KLB: Jumlah Kejadian Luar Biasa Σ meninggal : Jumlah orang meninggalΣ KPng: Jumlah Keracunan Pangan CPR : Perbandingan orang meninggal dengan yang sakit kali 100Σ sakit : Jumlah Orang Sakit IR : Angka kejadian per 100.000
D.3. Peningkatan Pangawasan dan Mutu Keamanan Pangan
Berdasarkan data WHO tahun 2000 menyatakan bahwa penyakit karena pangan (foodbome disease) merupakan penyebab (70%) dari sekitar 1.5 milyar kejadian penyakit diare, dan setiap tahunnya menyebabkan 3 juta kematian anak berusia dibawah 5 tahun. Parameter utama yang paling mudah dilihat untuk menunjukkan tingkat keamanan pangan di suatu negara adalah jumlah kasus keracunan yang terjadi akibat pangan. Sesuai data yang ada, di Nusa Tenggara Barat terdapat jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan, jumlah orang yang sakit dan jumlah orang yang meninggal karena kasus pangan. Terkait dengan hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.
Tahun ΣKLB ΣKPng Σsakit Σmeninggal CPR IR
2006 8 8 788 - 0 0.00008
2007 3 3 45 2 4.44 0.00003
2008 9 8 408 - 0 0.000009
2009 1 54 382 2 0 0.000001
2010 0 93 462 1 - -
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa masih banyak terjadi kasus keracunan bahkan mengakibatkan meninggal dunia. Namun demikian secara berangsur-angsur setiap tahunnya terus mangalami penurunan bila dilihat dari jumlah angka kejadian per 100,000 orang. Jumlah Kasus Luar Biasa (KLB) tertinggi terjadi pada tahun 2006 dan 2008, keracunan yang disebabkan oleh produk pangan tertinggi terjadi pada tahun 2006 . Demikian juga CPR terendah terjadi pada tahun 2009. Hal ini terjadi karena tingkat pelayanan kesehatan di NTB telah mengalami peningkatan.
Indikator lain yang menunjukkan upaya dalam hal mengatasi keracunan oleh produk makanan adalah pemeriksaan sarana produksi industri pangan rumah tangga dan jumlah pelanggaran terhadap produk pangan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat. Untuk lebih jelas tentang hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
53
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Sumber data : BBPOM NTB 2010
Sumber data : BBPOM NTB 2010
Gambar 12. Data Hasil Pemeriksaan Sarana Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) 2006-2010
Gambar 13. Jumlah Kasus Pelanggaran Terhadap Produk Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Tidak Memenuhi Syarat.
Dari grafik tersebut diatas menunjukkan bahwa Sarana Produksi Industri Rumah Tangga Pangan (IRT-P) pada umumnya masih termasuk dalam katagori kurang (Tidak Memenuhi Ketentuan/TMK). Selama 5 (lima) tahun terakhir jumlah TMK relatif besar karena sarana IRTP tidak menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPM-IRT).
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
54
Dari data/ tabel menunjukkan rata-rata produk Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) setiap tahun Tidak Memenuhi Syarat hampir 50%. Sampel PJAS yang Tidak Memenuhi Syarat tersebut mengandung Pewarna yang dilarang yaitu Rhodamin B (Pewarna Kertas), Bahan Berbahaya Boraks, Formalin, dan adanya Cemaran Mikroba. Masih ditemukannya kasus PJAS yang tidak memenuhi syarat akan membawa dampak yang tidak baik bagi kesehatan manusia terutama dampaknya terhadap timbulnya penyakit-penyakit degeneratif yang akan dirasakan pada beberapa tahun setelah mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan berbahaya tersebut. Terjadinya pelanggaran ini mengindikasikan masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran dari produsen IRTP dalam proses produksi. Terkait dengan perubahan iklim, Suhu udara harian yang meningkat dapat meningkatkan frekuensi keracunan makanan terutama pada daerah-daerah beriklim sedang (temperate). Sedangkan pada daerah-daerah pesisir di wilayah-wilayah tropis, peningkatan suhu laut dapat menyebabkan keracunan pada manusia jika mengkonsumsi hewan laut seperti kepiting dan udang (ciguatera). D.4 Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sehingga seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Indikator PHBS meliputi persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif, menimbang bayi dan balita di Posyandu, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, mencuci tangan dengan sabun, memberantas jentik di rumah, penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak merokok, penduduk yang umur 10 tahun ke atas yang melakukan aktivitas fisik setiap hari, penduduk usia 10 tahun ke atas yang makan sayur dan buah setiap hari.
Tingginya masalah gizi dan penyakit terkait gizi saat ini berkaitan dengan faktor sosial dan budaya, antara lain kesadaraan individu dan keluarga untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, termasuk sadar gizi. Masalah kekurangan gizi pada anak balita ini merupakan dampak dari rendahnya pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan dan pemberian makanan dan pendamping yang tidak tepat, karena diberikan terlalu dini atau terlalu terlambat, jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan bayi pada setiap tahapan usia dan tidak bergizi seimbang untuk memenuhi asupan kalori, protein dan gizi
55
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
mikro (vitamin dan mineral). Sampai dengan tahun 2011 hanya 69.5% masyarakat NTB yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Rendahnya pemberian ASI eksklusif ini dipengaruhi oleh beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya tenaga konselor laktasi untuk memberikan informasi yang benar kepada keluarga, serta belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi dan promosi terkait pemberian ASI maupun MP-ASI. Secara Nasional hanya 41% keluarga yang mempunyai perilaku pemberian makanan bayi yang benar. Ketersediaan pangan lokal beragam telah dapat diakses oleh sebagian keluarga yang memberikan makanan pendamping ASI karena dari 41% keluarga yang memberikan makanan pendamping ASI yang benar tersebut ternyata MP-ASI yang diberikan berasal dari sumber pangan lokal yang memenuhi 70% kebutuhan besi dan 87% kebutuhan vitamin A. Buruknya Hygiene perorangan dan kesehatan lingkungan mengakibatkan bayi dan anak sering menderita diare dan penyakit infeksi lain sehingga memperburuk status gizinya. Walaupun Posyandu merupakan pilihan utama untuk penimbangan anak balita, tetapi hanya 79.3% masyarakat yang menimbang balitanya ke Posyandu secara rutin berturut-turut sebanyak 4 kali atau lebih (data pemantauan PHBS Provinsi NTB tahun 2011). Dengan demikian masih 20.7% sasaran belum memanfaatkan Posyandu sehingga mempunyai risiko terjadinya gizi buruk pada balita karena pertumbuhannya tidak terpantau.
Perilaku merokok juga sangat memperihatinkan dan semakin lama semakin meningkat pada usia sangat muda. Anak 5-9 tahun yang merokok meningkat, dari 1.2% pada tahun 2007 menjadi 1.7% pada tahun 2010. Berdasarkan data hasil pemantauan PHBS Provinsi NTB tahun 2011 ditemukan penduduk umur 10 tahun ke atas yang merokok setiap hari mencapai 63.1% dan sebagian masih merokok di dalam rumah ketika berkumpul dengan anggota keluarga lainnya. Tingginya angka merokok ini disebabkan karena kebiasaan merokok yang sulit dihindari dan masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang bahaya akibat merokok. Di sisi lain kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi sayur dan buah secara rutin mencapai 80.8% ini pun tidak seluruh anggota keluarga yang mengkonsumsi sayur dan buah, 1 s/d 3 anggota keluarga saja. Masih belum optimalnya konsumsi sayur dan buah di masyarakat ini disebabkan karena faktor ekonomi masyarakat selain itu ketersediaan buah yang bersifat musiman.
Masyarakat yang mengakses jamban untuk mandi cuci dan kakus mencapai 78.3%, perilaku masyarakat untuk mencuci tangan yang
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
56
benar hanya dilakukan oleh 75.9% keluarga. Secara umum berdasarkan hasil pemantauan rumah tangga sehat yang dilakukan di 10 Kab/Kota, rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat hanya 33.9%. Hal ini menggambarkan bahwa hanya 1 diantara 3 penduduk yang telah melakukan PHBS. Perilaku tersebut ternyata memiliki korelasi yang kuat dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan anggota keluarga.
Curah hujan yang ekstrim dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit yang disebabkan oleh lemahnya manajemen pengelolaan air bersih terutama pada daerah-daerah pedesaan yang secara tradisional belum memiliki sanitasi air bersih yang baik. Fakta ini juga terlihat pada dampak terjadinya banjir pada daerah-daerah perkotaan yang infrastruktur sanitasi air bersih masih kurang memadai. Hal ini dapat meningkatkan jumlah individu dalam masyarakat yang terkena wabah penyakit seperti kolera dan malaria sehingga menurunkan kemampuan individu dalam pemanfaatan pangan.
D.5 Peningkatan Penguatan Kelembagaan Pangan dan Gizi
Pemenuhan kecukupan pangan merupakan hak asasi setiap individu untuk dapat hidup sehat dan produktif dari waktu ke waktu; baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan terjadinya bencana. Sehingga untuk mewujudkan ketahanan pangan menjadi tanggung jawab pemerintah bersama-sama masyarakat. Oleh karena itu ketahanan pangan pemerintah di tingkat propinsi, kabupaten/kota dan desa merupakan bagian integral dari ketahanan pangan nasional, sehingga perlu ditempatkan sebagai salah satu prioritas pembangunan daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan bahwa ketahanan pangan sebagai urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah. Sebagaimana dimaklumi bahwa masalah kemiskinan, kerawanan pangan dan gizi buruk masih menjadi persoalan utama baik di Nusa Tenggara Barat maupun di tingkat nasional, oleh karena itu perlu ditangani secara terpadu dan terintegrasi.
Secara umum, masalah yang menyangkut kemiskinan, kerawanan pangan dan gizi buruk yang dialami Provinsi Nusa Tenggara Barat sampai dengan saat ini mencakup aspek ketersediaan pangan, distribusi pangan, konsumsi dan keamanan pangan. Dalam rangka memantapkan kelembagaan ketahanan pangan dan sumberdaya manusia yang mendukung ketahanan pangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat maka
57
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, maka dibentuk Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota.Dewan Ketahanan Pangan Provinsi mempunyai tugas untuk membantu Gubernur dalam hal :a. Merumuskan kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan
pangan Provinsi dengan memperhatikan kebijakan yang ditetapkan Dewan.
b. Merumuskan kebijakan dalam rangka mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan.
c. Melaksanakan evaluasi dan pengendalian perwujudan ketahanan pangan Provinsi.
Secara garis besar tugas Dewan Ketahanan Pangan Provinsi mencakup aspek penyediaan pangan, distribusi pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi. Dewan Ketahanan Pangan dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik di lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi di dalam atau di luar Dewan Ketahanan Pangan. Dalam rangka memantapkan pelaksanaan tugas Dewan Ketahanan Pangan, Gubernur selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan membentuk Kelompok Kerja Tenaga Ahli Dewan Ketahanan Pangan.
Selanjutnya sebagai implementasi tugas pokok dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan sekaligus sebagai upaya dan dukungan untuk merealisasikan Hasil kesepakatan Dewan Ketahanan Pangan Regional Kabupaten/Kota tahun 2008, secara operasional sasaran program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat ditujukan terhadap hal-hal sebagai berikut : 1. Mengurangi kemiskinan/kelaparan 1% pertahun sebagaimana
komitmen di Deklarasi Roma 1996 dan Millenium Development Goals.
2. Meneguhkan dan memantapkan upaya diversifikasi pangan, mutu dan keamanan pangan.
3. Mengamati secara dini kerawanan pangan dan pengembangan cadangan pangan.
4. Menjaga ketersediaan pangan melalui peningkatan produksi dan produktivitas.
5. Mengembangkan Desa Mandiri Pangan dengan mengalokasikan anggaran daerah dan masyarakat.
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
58
6. Memantapkan kelembagaan ketahanan pangan dan penyuluhan pertanian.
7. Menyelenggarakan ketahanan pangan di daerah, memberikan akses petani terhadap sarana produksi.
8. Meningkatkan pendidikan dan penyuluhan pertanian, kependudukan, gizi, kesehatan lingkungan dan lain-lainnya.
9. Tersusunnya instrumen monitoring dan evaluasi sebagai pedoman Dewan Ketahanan Pangan.
60
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
A. Kerangka Umum Konsep Implementasi RAD-PG 2011-2015 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Konsep ketahanan pangan dan gizi yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sasaran pertama Millenium Development Goals (MGDs) bukanlah tercapainya produksi atau penyediaan pangan, tetapi menurunkan kemiskinan dan kelaparan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. United Nation Development Programme (UNDP) sebagai lembaga PBB yang berkompeten memantau pelaksanaan MDGs telah menetapkan dua ukuran kelaparan, yaitu jumlah konsumsi energi (kalori) rata-rata anggota rumah tangga di bawah kebutuhan hidup sehat dan proporsi anak balita yang menderita gizi kurang. Ukuran tersebut menunjukkan bahwa MDGs lebih menekankan dampak daripada masukan. Oleh karena itu, analisis situasi ketahanan pangan harus dimulai dari evaluasi status gizi masyarakat diikuti dengan tingkat konsumsi, persediaan dan produksi pangan; bukan sebaliknya. Status gizi masyarakat yang baik ditunjukkan oleh keadaan tidak adanya masyarakat yang menderita kelaparan dan gizi kurang. Keadaan ini secara tidak langsung menggambarkan akses pangan dan pelayanan sosial yang merata dan cukup baik. Dalam rangka mencapai tujuan MDGs, salah satu arah kebijakan utama pemerintah provinsi NTB khususnya dalam mencapai ketahanan pangan dan gizi, tertuang dalam RPJMD yakni peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam segala aspek terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan dasar, pekerjaan, air bersih, sumber daya alam dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan, laki-laki dan kelompok muda. Pemenuhan kebutuhan ini saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga apabila salah satu hak dasar tidak terpenuhi, maka berpengaruh pada pemenuhan hak lainnya.
Pemerintah berupaya menjalankan fungsi pokok dengan mengarah dan mengajak masyarakat termasuk organisasi berbasis masyarakat, sektor swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat baik lokal maupun internasional untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan, dengan merumuskan kebijakan pangan dan gizi yang sesuai kebutuhan masyarakat dan menciptakan birokrasi yang efektif dan efisien dalam mengimplementasikan kebijakan. Adanya Sinergisitas dan kerjasama ini akan menguatkan sistem yang dapat menjamin kelangsungan pemenuhan pangan dan gizi masyararakat.
61
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Berdasarkan konsep tersebut , maka dalam penyusunan RAD-PG 2011-2015, pemerintah provinsi NTB harus mengacu pada keluaran Akses Universal Pangan dan Gizi pada tahun 2015, yakni: Penurunan prevalensi gizi kurang anak balita dan Penurunan Prevalensi pendek anak balita, dan pencapaian konsumsi pangan dengan asupan kalori 2,000 Kkal/kapita/hari. Pencapaian harus dilakukan secara bertahap dan indikator keluaran yang terukur. RAD-PG NTB dirancang bersinergi dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB dan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG).
Sebagaimana diketahui bahwa keberhasilan pembangunan ditunjukkan melalui indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang merupakan tujuan pembangunan di NTB. Oleh karena itu untuk mendukung peningkatan IPM tersebut, maka sasaran RAD-PG NTB adalah:
1. Penurunan prevalensi gizi buruk dan kurang balita2. Penurunan prevalensi pendek balita3. Penurunan kerawanan pangan masyarakat4. Peningkatan ketersediaan pangan berbasis kemandirian5. Peningkatan keragaman konsumsi pangan Masyarakat6. Peningkatan mutu dan keamanan pangan yang dikonsumsi masyarakat
Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, maka akan dilakukan berbagai program dan kegiatan dalam bentuk Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi NTB 2011-2015. Program dirancang dalam satu rencana yang integratif dan dalam 5 pilar rencana aksi, yang terdiri atas:
1. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada ibu pra hamil, ibu hamil dan anak
2. Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam3. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan4. Peningkatan perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS)5. Penguatan kelembagaan pangan dan Gizi.
62
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Gambar 14. Kerangka Konsep Implementasi Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi NTB 2011-2015
Masalah Pangan dan Gizi
Ketersediaan (food
avaibility)
Akses pangan (food access)
Penyerapan Pangan (food
utility
Stabiltas Pangan
5 PILAR RENCANA AKSI
1. Perbaikan gizi masyarakat
terutama pada ibu pra
hamil, ibu hamil dan anak
2. Peningkatan aksesibilitas
pangan yang beragam
3. Peningkatan pengawasan
Mutu dan keamanan pangan
4. Peningkatan perilaku hidup
sehat dan bersih (PHBS)
5. Penguatan kelembagaan pangan dan Gizi.
KELUARAN
1. Penurunan prevalensi
gizi buruk dan kurang
balita
2. Penurunan prevalensi
pendek balita
3. Penurunan kerawanan
pangan masyarakat
4. Peningkatan ketersediaan
pangan berbasis kemandirian
5. Peningkatan keragaman
konsumsi pangan
Masyarakat
6. Peningkatan mutu dan
keamanan pangan yang
dikonsumsi masyarakat
Akar Masalah Pangan Dan
Gizi
Kondisi sosial masyarakat
Kondisi ekonomi
masyarakat
Masalah infrastruktur
Masalah layanan
pemerintah
Masalah kelembagaan
RAN‐PG
2011‐2015
RAD‐PG NTB
2011‐2015
RPJMD NTB
Target MDGs
2015
Indek
Pembangunan
Manusia (IPM)
Pendidikan
Kesehatan
Daya Beli
63
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
B. Strategi
1. Perbaikan gizi masyarakat. Peningkatkan ketersediaan dan jangkauan pelayanan kesehatan berkelanjutan yang difokuskan pada intervensi gizi efektif pada ibu pra-hamil, ibu hamil, anak bawah dua tahun (baduta), dan anak bawah lima tahun (balita).
2. Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam. Peningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan yang difokuskan pada keluarga rawan pangan dan miskin.
3. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan. Peningkatkan pengawasan keamanan pangan yang difokuskan pada makanan jajanan yang memenuhi syarat dan produk industri rumah tangga (PIRT) tersertifikasi.
4. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Peningkatkan pemberdayaan masyarakat dan peran pimpinan formal serta non formal terutama dalam perubahan perilaku atau budaya konsumsi pangan yang difokuskan pada penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, perilaku hidup bersih dan sehat, serta merevitalisasi posyandu.
5. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi. a. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota yang mempunyai kewenangan merumuskan kebijakan dan program bidang pangan dan gizi.
b. Peningkatan kerjasama lintas sektor melalui integrasi dan koordinasi pangan dan gizi di koordinasikan pelaksanaannya melalui Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tanggara Barat dan Dewan Ketahanan Pangan kabupaten/kota termasuk melibatkan Badan/bagian/kantor Pemberdayaan Perempuan.
c. Revitalisasi kelembagaan dan operasionalisasi siatem Kewaspadaan pangan dan gizi yang telah dilaksanakan selama ini di provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan.
d. Pemantapan keterlibatan dan peran aktif masyarakat dalam pelaksanaan program pangan dan gizi dalam kegiatan kelembagaan masyarakat yang ada.
e. Menggali dan memanfaatkan potensi sumberdaya masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat dalam menaggulangi permasalahan pangan dan gizi.
f. Peningkatan kapasitas SDM petugas lapangan, tokoh masyarakat dan pemuka agama melalui diklat baik formal maupun non formal.
g. Peningkatan dukungan, fasilitas sarana dan prasarana dari pemerintah, swasta maupun masyarakat dalam mendukung kelembagaan.
64
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
C. Kebijakan
1. Perbaikan gizi masyarakat. Arah kebijakan adalah: (a) peningkatan pembinaan Gizi masyarakat dan (b) peningkatan layanan kesehatan bagi ibu pra-hamil, ibu hamil, anak bawah dua tahun, dan anak bawah lima tahun (balita).
2. Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam. Arah kebijakan adalah: (a) pengembangan ketersediaan pangan melalui peningkatan produksi dan mutu Tanaman Serealia, aneka kacang dan umbi, tanaman buah, perkebunan, peternakan dan perikanan, (b) pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga pangan, (c) pengembangan penganeka ragamaan Konsumsi pangan dan peningkatan keamanan pangan segar.
3. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan. Arah kebijakan adalah: (a) pengawasan obat dan makanan, (b) pengawasan produk dan bahan berbahaya, (c) inspeksi dan sertifikasi makanan, (d) peningkatan jumlah dan kompetensi tenaga penyuluh keamanan pangan (PKP) dan pengawas pangan, (e) bimbingan teknis pada industri rumah tangga pangan (IRTP), (f) bimbingan Teknis dan monitoring pada kantin sekolah
4. Peningkatan perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS). Arah kebijakan adalah menciptakan kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat, melalui pendekatan pimpinan, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat. Dalam pelaksanaannya dilakukan melalui: (a) pembinaan PHBS pangan dan Gizi, dan (b) pengembangan kebijakan sehat bidang pangan dan gizi.
5. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi. Arah kebijakan adalah: (a) penguatan kelembagaan Dewan Ketahanan pangan pada level kabupaten/kota, (b) penguatan koordinasi antar insitusi di tingka provinsi, koordinasi antar insitusi tingkat provinsi dengan tingkat kabupaten, (c) peningkatan tenaga profesional di tingkat pemerintahan paling bawah yakni tingkat kecamatan dan desa, (d) peningkatan kelembagaan masyarakat tingkat desa, (e) perbaikan sistem pendataan pangan dan gizi, dan (e) penguatan lembaga sistem kewaspadaan pangan dan gizi di tingkat kabupaten/kota sampai tingkat desa, (d) pengembangan inovasi ketahanan pangan berbasis sumberdaya dan kearifan lokal, (e) Pengarusutamaan gender.
Kebijakan yang akan dilakukan berkaitan dengan pengarusutamaan gender (PUG) dalam pangan dan gizi, yaitu:
65
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Tabel 13. Sasaran Rencana Aksi Pangan dan Gizi NTB 2011-2015
Cat : * Berdasarkan hasil FSVA provinsi tahun 2010 prioritas 1-3 rentan terhadap kerawanan pangan
• Melibatkan para pihak yang bekerja untuk pemberdayaan perempuan dan isu gender dalam struktrur Dewan Ketahanan Pangan. Stakeholder ini selanjutnya akan menjadi Gender Focal Point (GFP) dalam kegiatan perbaikan sistem ketahanan pangan dan gizi di provinsi NTB. Keterlibatan GFP dimulai pada tingkat propinsi sampai tingkat desa.
• Meningkatkan kapasitas GFP dalam pangan dan gizi. Kapasitas yang dikembangkan meliputi penguasaan materi, kapasitas pengelolaan dan penggunaan data terpilah, pengembangan teknik advokasi, kampanye dan pendidikan masyarakat.
• Melakukan penelitian mengenai dampak peran gender terhadap status gizi masyarakat, khususnya status gizi ibu hamil, ibu menyusui, anak <2 tahun, dan balita.
• Mengembangkan materi KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) pangan dan gizi guna mendorong partisipasi semua pihak, termasuk laki-laki, perempuan, kelompok muda dan anak-anak, untuk mendukung ketahanan pangan dan gizi.
D. Target sasaran
Target sasaran RAD-PG NTB disajikan dalam Tabel 13, 14 dan 15 sebagai berikut:
Indikator Dasar 2011 2012 2013 2014 2015
Gizi Masyarakat
A. Balita sangat pendek dan
pendek (%)
42.63
(2010)
41.63 40.63 39.63 37.63 36.63
B. Balita Gizi Buruk (%) 4.77
(2010) 4.56 4.33 4.12 3.91 3.72
C. Balita Gizi Kurang (%) 20.60
(2010) 20.11 18.70 17.39 16.17 15.04
Akses Pangan
1. Kerawanan pangan (%) * 64 Kec (2010)
19.6 38 56 75 100
2. Skor Pola Pangan Harapan 76.7
(2010)
78.7 80.3 81.8 83.3 84.8
Mutu dan Kemanan Pangan
Persentase Makanan yang
Mengandung Cemaran Bahan
Berbahay
26.21
(2010)
24 22 20 18 16
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)
Persen rumah tangga PHBS baik 27.95
(2010)
65 65 65 65 65
Kelembagaan Pangan dan Gizi
Frekuensi Koordinasi pangan dan
gizi oleh Dewan Ketahanan
Pangan Kab/kota dalam setahun
2
(estimasi
2010)
2 2 2 2 2
66
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Tabe
l 14.
Sas
aran
Ket
erse
diaa
n da
n K
onsu
msi
Pan
gan
Di N
TB (T
ON
)
Tah
un
Tar
get
B
eras
Ja
gung
Ked
elai
K
acan
g
tanah
Kac
ang
hij
au
Ubi
Kay
u
Ubi
Jala
r D
agin
g
Tel
ur
Susu
Ik
an
2011
Pro
duksi
1,8
89,4
62
363,0
13
110,0
00
44,2
74
40,1
51
107,2
82
18,1
92
50,6
83
10,0
73
0
621
,907
K
onsu
msi
529,0
45
6,7
58
25,8
43
4,5
13
2,8
08
48,4
72
3,9
83
27,4
83
25,6
74
0
149,6
73
S
urp
lus
1,3
60,4
17
356,2
55
84,1
57
39,7
61
37,3
43
58,8
10
14,2
09
23,2
00
- 0
472,2
33
2012
Pro
duksi
1,9
27,2
53
471,9
20
112,1
68
44,2
03
44,7
80
108,6
63
18,1
92
53,0
32
10,5
34
0
888
,390
K
onsu
msi
526,6
54
6,7
27
27,3
16
4,7
70
2,9
68
55,1
13
4,5
29
29,2
07
27,2
84
0
177,8
00
S
urp
lus
1,4
00,5
99
465,1
93
84,8
52
39,4
33
41,8
12
53,5
50
13,6
63
23,8
25
- 0
710,7
12
2013
Pro
duksi
1,9
65,7
98
613,4
96
114,4
11
45,0
87
45,2
28
109,7
50
18,2
83
54,5
50
10,8
76
0
1,1
62
,801
K
onsu
msi
524,1
34
6,6
95
28,8
20
5,0
33
3,1
32
61,9
02
5,0
87
30,9
67
28,9
28
0
232,6
02
S
urp
lus
1,4
55,3
27
606,8
01
85,5
91
40,0
54
42,0
96
47,8
48
13,1
96
23,5
83
- 0
930,4
08
2014
Pro
duksi
2,0
05,1
14
644,1
71
116,7
00
45,9
89
45,6
80
110,8
47
18,3
74
56,0
65
10,8
76
0
1,4
82
,563
K
onsu
msi
521,4
82
6.6
61
30,3
55
5,3
01
3,2
99
68,8
42
5,6
57
32,7
64
30,6
07
0
296,5
12
S
urp
lus
1,4
83,6
32
637,5
10
86,3
45
40,6
88
42,3
81
42,0
05
12,7
17
23,3
01
- 0
1,1
86,0
51
2015
Pro
duksi
2,0
45,2
16
676,3
80
119,0
34
46,9
09
46,1
37
111,9
56
18,4
66
57,1
86
10,8
76
0
1,8
97
,638
K
onsu
msi
518,6
97
6,6
26
31,9
22
5,5
75
3,4
69
75,9
37
6,2
40
34,5
99
32,3
21
0
379,5
27
S
urp
lus
1,5
26,5
19
669,7
54
87,1
12
41,3
34
42,6
68
36,0
19
12,2
26
22,5
87
0
0
1,5
18,1
11
67
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Tabel 15. Sasaran Pola Pangan Harapan di Provinsi NTB 2011-2015
No Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
Skor PPH A
Skor Pola Pangan Harapan 78.7 80.3 80.6 82.2 83.8
B Kelompok Pangan (Satuan : gram/kapita/hari)
1 Padi-padian 349.8 344.5 339.1 333.8 328.4
Beras 314.2 309.4 304.6 299.8 295.0
Jagung 8.4 8.3 8.2 8.0 7.8
Terigu 27.3 26.9 26.5 26.0 25.6
2 Umbi-umbian 44.8 48.7 52.6 56.6 60.5
Singkong 39.2 42.7 46.1 39.6 53.1
Ubi jalar 3.8 4.1 4.4 4.7 5.1
Kentang 0.8 0.9 0.9 1.0 1.1
Umbi lainnya 1.0 1.0 1.1 1.2 1.3
3 Pangan hewani 82.7 87.5 92.3 97.1 101.9
Daging ruminansia 4.4 4.6 4.9 5.1 5.4
Daging unggas 4.9 5.2 5.4 5.7 6.0
Telur 17.4 18.5 19.5 20.5 21.5
Susu 2.6 2.8 3.0 3.1 3.3
Ikan 53.5 56.6 59.7 62.8 65.9
4 Minyak dan Lemak 17.6 17.8 18.0 18.1 18.3
Minyak kelapa 6.9 6.9 7.0 7.1 7.1
Minyak sawit 10.6 10.7 10.8 10.9 11.0
Minyak lainnya 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
5 Buah/Biji berminyak 7.2 7.4 7.6 7.8 8.3
Kelapa 6.6 6.8 6.9 7.1 7.3
Kemiri 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
B Kelompok Pangan (Satuan : gram/kapita/hari)
6 Kacang-kacangan 22.0 23.0 23.9 24.8 25.7
Kedele 15.7 16.4 17.0 17.7 18.3
Kacang tanah 3.5 3.7 3.8 4.0 4.1
Kacang hijau 0.6 0.6 0.7 0.7 0.7
Kacang lainnya 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
7 Gula 19.6 20.4 21.1 21.8 22.6
Gula pasir 18.7 19.4 20.1 20.8 21.5
Gula merah 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6
8 Sayuran dan buah 259.3 258.6 258.0 257.3 256.6
Sayur 192.9 192.4 191.9 191.4 190.9
Buah 66.4 66.2 66.1 65.9 65.7
9 Lain-Lain 84.1 78.1 72.1 66.1 60.1
Minuman 24.3 22.5 20.8 19.1 17.3
Bumbu-bumbuan 54.8 55.5 51.2 47.0 42.7
70
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi 2011-2015 NTB (RAD-PG 2011-2015) berdasarkan kegiatan dan institusi pelaksana kegiatan yang terstuktur secara integratif diwujudkan dalam 5 pilar rencana aksi. Secara umum program/kegiatan disajikan dalam Tabel 16 berikut:
Secara rinci rencana aksi ini dilengkapi indikator, penanggung jawab, anggaran dalam matrik RAD-PG 2011-2015 sebagaimana disajikan dalam Lampiran 1.
Tabel 16. Program/Kegiatan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi 2011-2015 NTB
Pilar Program/kegiatan
Perbaikan gizi
masyarakat
1. Pencegahan dan penanganan gizi buruk dan kurang
pada balita
2. Peningkatan layanan kelembagaan penanganan gizi 3. Pengembangan edukasi /penyuluhan gizi pada
masyarakat
Peningkatan aksesibilitas pangan
1. Pengembangan ketersediaan pangan 2. Pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga
pangan
3. Percepatan Pengembangan penganekaragaman
konsumsi pangan
4. Peningkatan produksi pangan
Pengawasan Mutu dan
keamanan pangan
A. Peningkatan Inspeksi dan sertifikasi makanan
B. Peningkatan kompetensi tenaga penyuluh dan pengawas keamanan pangan pangan kab/kota
C. Pembinaan industri rumah tangga pangan tentang
mutu dan keamanan
D. Sistem bimbingan Teknis dan monitoring pada kantin sekolah
Perilaku hidup sehat
dan bersih (PHBS)
1. Pembinaan PHBS
2. Advokasi kebijakan operasional di tingkat kab/kota 3. Sosialisasi/ promosi PHBS
Penguatan kelembagaan pangan
dan Gizi
a. Revitalisasi kelembagaan Dewan Ketahanan Pangan tingkat kabupaten/kota dan koordinasi dan kerjasama
lintas SKPD
b. Pengembangan sistem informasi kewaspadaan pangan
dan Gizi
c. Revitalisasi kelembagaan pangan dan gizi di pedesaan
1.
2.
3.
4.
5.
72
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Dalam rangka menjamin pencapaian RAD-PG 2010-2015, maka perlu dilakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan difokuskan pada kegiatan yang sedang dilaksanakan agar kelemahannya diketahui secara cepat dan bisa segera diantisipasi. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk melihat hasil yang dicapai dengan rencana target atau standar yang telah ditentukan.
Tujuan Monitoring dan Evaluasi Internal adalah :1. Memberikan masukan terhadap pelaksana untuk mengatasi hambatan
yang dihadapi oleh pelaksana kegiatan;2. Menyediakan sumber informasi tentang pelaksanaan pencapaian
target pembangunan pangan dan gizi 3. Sebagai salah satu dasar dalam perumusan kebijakan di bidang
pangan dan gizi di Nusa tenggara Barat;
A. Tim Pelaksana
Tim pelaksana, pemantauan, dan evaluasi RAD-PG NTB ditunjuk oleh Gubernur melalui Surat Keputusan Gubernur. Tim ini mempunyai kewenangan melakukan pemantauan dan evaluasi di provinsi Nusa Tenggara Barat. Susunan Tim Monev RAD-PG adalah sebagai berikut:
Penanggung Jawab : GubernurKetua : Kepala BappedaAnggota : Pokja I. Gizi Masyarakat (Koordinator Dinas Kesehatan)Pokja II. Aksesibilitas Pangan (Koordinator Badan Ketahanan Pangan)Pokja III. Mutu dan Keamanan Pangan (Koordinator Balai Besar POM)Pokja IV.Perilaku Hidup Sehat dan Bersih (PHBS) (Koordinator Dinas Kesehatan)Pokja V. Kelembagaan pangan dan Gizi.(Koordinator Badan Perencanan Pembangunan Daerah).
B. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi merupakan suatu kaidah dalam pelaksanaan suatu program kebijakan. Oleh sebab itu, pemantauan dan evaluasi mutlak diperlukan sebagai bagian dari keseluruhan paket program untuk mengendalikan seluruh program agar tidak menyimpang dari petunjuk dan ketentuan yang ada.
73
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Untuk mendukung tercapainya tujuan dan sasaran serta arah kebijakan ini, maka masing-masing stakeholder agar senantiasa melakukan pemantauan/monitoring dan evaluasi terhadap keseluruhan strategi dan rencana aksi yang telah ditetapkan. Mekanisme pemantauan dan evaluasi RAD-PG dilakukan dengan menggunakan indikator berbasiskan pada pencapaian target berdasarkan pada 5 pilar RAD-PG. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala, dengan memperhatikan indikator input, proses, output, serta indikator dampak. Program dan kegiatan yang dilakukan pada setiap tahun dimonitor dan dievaluasi dengan mekanisme sebagaiamana Tabel 17.
Tabel 17. Pelaksana dan indikator Monotoring dan Evaluasi RADPG NTB
Pilar/kegiatan Indikator yang dimonitor Penanggung
Jawab
Frekuensi
Monev
A. Perbaikan
Gizi
Masyarakat
1. Kegiatan Pencegahan gizi buruk dan
kurang Balita
2. Penanganan Gizi Buruk Balita
3. Kegiatan layanan kelembagaan
penanganan Gizi
4. Kegiatan edukasi /penyuluhan gizi
Pokja I. Gizi
Masyarakat
(Kord. Dinkes)
3 bulanan
6 bulanan
Tahunan
B. Peningkatan
Aksesibilitas
Pangan
1. Kegiatan Pengembangan
Ketersediaan pangan
2. Kegiatan Pengembangan sistem
distribusi dan stabilitas harga pangan
3. Kegiatan Pengembangan
penganekaraman konsumsi pangan
4. Kegiatan Peningkatan produksi
pangan
Pokja II.
Aksesibilitas
Pangan (Kord.
BKP)
3 bulanan
6 bulanan
Tahunan
C. Pengawasan
Mutu dan
Keamanan
Pangan
Kegiatan Inspeksi dan sertifikasi
makanan
Kegiatan peningkatan kompetensi
tenaga penyuluh dan pengawas
keamanan pangan pangan
kabupaten/kota
Pembinaan industri rumah tangga
pangan tentang mutu dan keamanan
Penerapan Good Agirculture
Practices (GAP)
Sistem bimbingan Teknis dan
monitoring pada kantin sekolah
Pokja III. Mutu
dan Keamanan
Pangan
(Kord.BPOM)
3 bulanan
6 bulanan
Tahunan
D. Perilaku
Hidup Sehat
dan Bersih
(PHBS)
1. Pembinaan PHBS
2. Advokasi kebijakan operasional di
tingkat kabupaten/kota
3. Kegiatan sosialisasi/ promosi PHBS
Pokja IV.
Perilaku Hidup
Sehat dan
Bersih (PHBS)
(Kord. Dinkes)
3 bulanan
6 bulanan
Tahunan
E. Penguatan
Kelembagaan
Pangan dan
Gizi
a. Revitalisasi kelembagaan Dewan
Ketahanan Pangan tingkat
kabupaten/kota serta koordinasi
kerjasama lintas SKPD dan Lintas
Sektor terkait
b. Pengembangan sistem informasi
kewaspadaan pangan dan Gizi
c. Revitalisasi kelembagaan pangan dan
gizi di pedesaan
Pokja V.
Kelembagaan
Pangan dan
Gizi.(Bappeda)
3 bulanan
6 bulanan
Tahunan
1.
1.
2.
2.
3.
3.
4.
5.
74
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Di samping pemantauan dan evaluasi terhadap program/kegiatan, juga dilakukan evaluasi pencapaian target RAD-PG. Hasil monitoring akan ditindak-lanjuti berupa perbaikan rencana maupun pelaksanaan. Secara umum indikator output yang digunakan diuraikan sebagaimana pada matrik rencana aksi (Lampiran 1). Pada akhir pelaksanaan RAD-PG yakni tahun 2015 dilakukan evaluasi secara keseluruhan terhadap pencapaian seluruh indikator terhadap taget MDGs.
76
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Dokumen ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan, setidaknya hingga tahun 2015 dapat mewujudkan tujuan memperkuat ketahanan pangan dan gizi provinsi Nusa tenggara Barat sekaligus mendukung tercapainya target MDGs dan RAN-PG. RAD-PG NTB 2011-2015 ini digunakan oleh stakeholder (pemangku kepentingan) untuk meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi, perencanaan program serta kegiatan pangan dan gizi di NTB agar: (i) mampu menetapkan prioritas penanganan masalah pangan dan gizi, (ii) mampu memilih intervensi yang tepat sesuai kebutuhan lokal, dan (iii) mampu membangun dan memfungsikan lembaga pangan dan gizi, dan (iv) mampu memantau dan mengevaluasi pembangunan pangan dan gizi.
Mengingat masalah pangan dan gizi dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi bersifat lintas sektor, maka dalam rencana dan implementasi RAD-PG semangat koordinasi dan integrasi serta sinergitas antar kegiatan harus diutamakan. Kemitraan antar pemerintah dengan masyarakat dan swasta merupakan salah satu faktor kunci dalam pembangunan ketahanan pangan di NTB. Rencana aksi ini merupakan dokumen operasional yang secara terpadu menyatukan pembangunan ketahanan pangan dan gizi yang stabil dan merata bagi seluruh masyarakat NTB.
78
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
LAM
PIR
AN
1. M
ATR
IK R
EN
CA
NA
AK
SI D
AE
RA
H P
AN
GA
N D
AN
GIZ
I PR
OV
INS
I NTB
TA
HU
N 2
011-
2015
Pila
r I.
: P
erba
ikan
Giz
i Mas
yara
kat
Ta
rget
A
lok
asi
An
gg
ara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
2
01
1
20
12
2
01
3
20
14
2
01
5
20
11
2
01
2
20
13
2
01
4
20
15
Su
mb
erd
a
da
na
P
ela
ksa
na
A.
Per
sen
tase
bal
ita
giz
i b
uru
k d
iraw
at s
esu
ai
stan
dar
(%
)
10
0
10
0
10
0
10
0
10
0
10
0
42
8
47
5
23
7
26
0
28
6
AP
BN
A
PB
D
Dik
es
Kab
/Ko
ta
RS
UD
K
ab/K
ota
dan
Pu
skes
mas
B.
Per
sen
tase
bay
i u
sia
0-6
bl
men
dap
at A
SI
Ek
slu
sif
(%)
49
.86
6
0
65
7
0
75
8
0
96
8
1,1
39
5
70
6
27
6
90
A
PB
N,
AP
BD
P
usk
esm
as,
Dik
es
Kab
/Ko
ta
C.
Cak
up
an r
um
ah
tan
gg
a y
ang
men
gk
on
sum
si
gar
am b
ery
od
ium
(%)
44
.24
6
0
65
7
0
75
8
0
72
7
80
8
40
4
44
4
48
8
AP
BN
, A
PB
D
Dik
es
Kab
/Ko
ta d
an
Pu
skes
mas
D.
Per
sen
tase
bal
ita
6-
59
b
ula
n m
end
apat
kap
sul
vit
amin
A
(%)
89
.54
8
0
85
9
0
95
1
00
1
80
2
00
1
00
1
10
1
21
A
PB
N,
AP
BD
P
usk
esm
as d
an
Dik
es
Kab
/Ko
ta
E.
Per
sen
tase
kab
up
aten
dan
ko
ta
yan
g m
elak
san
akan
surv
eila
ns
giz
i (%
)
10
0
10
0
10
0
10
0
10
0
10
0
71
2
79
1
39
6
43
5
47
8
AP
BN
,
AP
BD
Dik
es
Kab
/Ko
ta d
an
Dik
es
Pro
vin
si/P
US
K
Pen
ceg
ahan
d
an
Pen
ang
anan
G
izi
Bu
ruk
Bal
ita
F.
Per
sen
tase
p
eny
edia
an
bu
ffer
sto
ck M
P-A
SI
un
tuk
dae
rah
ben
can
a (%
)
10
0
10
0
10
0
10
0
10
0
10
0
30
0
40
0
20
0
22
0
24
2
AP
BN
, A
PB
D
Dik
es P
rov
insi
d
an D
ikes
Kab
/Ko
ta
79
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r I.
: P
erba
ikan
Giz
i Mas
yara
kat (
lanj
utan
)
Ta
rget
A
lok
asi
An
gg
ara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
2
01
1
20
12
2
01
3
20
14
2
01
5
20
11
2
01
2
20
13
2
01
4
20
15
Su
mb
er
da
na
P
ela
ksa
na
1.
Per
sen
tase
p
usk
esm
as d
eng
an
ten
aga
terl
atih
ta
tala
ksa
na
anak
giz
i B
uru
k (
%)
0
18
5
0
70
9
0
10
0
40
5
44
0
22
0
24
2
26
6
AP
BN
, A
PB
D
Dik
es P
rov
insi
, K
ab/K
ota
2.
Jum
lah
(%
) R
SU
D
den
gan
ten
aga
terl
atih
tat
alak
san
a an
ak g
izi
bu
ruk
0
50
1
00
1
00
1
00
1
00
7
5
83
4
2
46
5
0
AP
BN
, A
PB
D
Dik
es
Pro
vin
si/R
SU
D
3.
Per
sen
tase
bal
ita
dit
imb
ang
di
Po
syan
du
( D
/S)
(%)
63
.25
70
75
80
85
90
7,5
00
-
4,1
25
4,1
66
4,2
07
AP
BN
, A
PB
D
Po
syan
du
,
Pu
skes
mas
, D
ikes
Kab
/Ko
ta
4.
Per
sen
tase
P
usk
esm
as
mem
ilik
i te
nag
a p
eman
tau
an
per
tum
bu
han
(%
)
0
58
7
0
80
9
0
10
0
43
5
47
8
23
9
26
3
28
9
AP
BN
, A
PB
D
Dik
es P
rov
insi
d
an D
ikes
Kab
/Ko
ta/P
US
K
5.
Per
sen
tase
p
emb
inaa
n k
ader
di
po
syan
du
(%
)
1
00
10
0
1
00
10
0
1
00
10
0
3
00
33
0
1
65
18
1
1
99
A
PB
N,
AP
BD
Dik
es K
ab/K
ota
d
an P
usk
esm
as
6.
Per
sen
tase
P
usk
esm
as
mem
ilik
i k
on
selo
r m
eny
usu
i d
an M
P
AS
I (%
)
4
0
5
0
7
0
8
0
9
0
1
00
75
83
42
46
50
A
PB
N,
AP
BD
Dik
es P
rov
insi
d
an D
ikes
Kab
/Ko
ta/P
US
K
Pen
ing
kat
anan
la
yan
an
kel
emb
agaa
n
pen
ang
anan
Giz
i I
bu
H
amil
dan
Bal
ita
7.
Per
sen
tase
p
usk
esm
as
mem
bin
a k
lp
pen
du
ku
ng
AS
I
dan
MP
AS
I (%
)
40
5
0
70
8
0
90
1
00
7
5
83
4
2
46
5
0
AP
BN
, A
PB
D
Dik
es K
ab/K
ota
, P
usk
esm
as
Pen
ing
kat
an
giz
i d
an
pan
gan
un
tuk
an
ak u
sia
din
i
1.
Per
sen
pes
erta
did
ik
PA
UD
y
ang
men
dap
at
pem
ber
ian
mak
anan
tam
bah
an (%
)
1
5
15
1
5
15
A
PB
D
BP
3A
KB
2
. Ju
mla
h t
enag
a p
end
idik
/kad
er
PO
SP
A P
AU
D
BK
B (
org
)
- -
50
6
5
85
1
00
-
20
25
3
0
35
A
PB
D
BP
3A
KB
80
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r I.
: P
erba
ikan
Giz
i Mas
yara
kat (
lanj
utan
)
Ta
rget
A
lok
asi
An
gg
ara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
20
11
2
01
2
20
13
2
01
4
20
15
2
01
1
20
12
2
01
3
20
14
2
01
5
Su
mb
er
da
na
P
ela
ksa
san
a
Geb
yar
G
emar
ikan
Ju
mla
h p
aket
p
emb
inaa
n
pen
get
ahu
an
mas
yar
akat
ak
an
var
iasi
mas
akan
b
erb
ahan
ik
an (
pak
et)
3
3
3
3
3
3
76
.41
0
93
.80
0
10
0
10
0
12
0
AP
BN
A
PB
D
Dis
lutk
an
NT
B
Kam
pan
ye
Gem
arik
an
Kab
mel
aku
kan
kam
pan
ye
pen
get
ahu
an p
ara
ibu
rum
ah t
ang
ga
akan
m
anfa
at d
an G
izi
ikan
bag
i b
alit
a (K
ab)
3
3
3
3
3
3
62
1
02
1
20
1
20
1
50
A
PB
N
Dis
lutk
an
NT
B
Kam
pan
ye/
sos
iali
sasi
Ger
akan
S
ayan
g I
bu
Jum
lah
bid
an d
esa
P
erse
nta
se j
um
lah
des
a y
ang
mem
ilk
i p
on
do
k s
ayan
g
ibu
81
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r II.
: P
enin
gkat
an A
kses
ibili
tas
Pan
gan
yang
Ber
agam
Targ
et
Alo
kasi
An
ggara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
20
11
2012
2013
2014
2015
2011
2012
2013
2014
2015
Su
mb
er
dan
a
Pel
ak
san
a
A.
Jum
lah
des
a m
and
iri
pan
gan
yan
g
dik
emb
ang
kan
(D
esa)
36
30
30
30
30
30
3,9
89
4,2
00
4,2
00
4,2
00
4,2
00
A
PB
N
BK
P P
rov
N
TB
3
3
3
3
3
150
250
250
250
250
A
PB
D
BK
P P
rov
i N
TB
B
. Ju
mla
h l
um
bu
ng
pan
gan
yan
g
dik
emb
ang
kan
di
dae
rah
ren
tan
pan
gan
(lum
bu
ng
)
-
3
10
10
10
10
250
250
2
50
250
250
A
PB
N
BK
P P
rov
N
TB
C
. P
enan
gan
an d
aera
h
raw
an p
ang
an (
des
a)
D. K
eter
sed
iaan
dat
a
des
a re
nta
n p
ang
an
(jum
lah
kab
up
aten
/kota
)
10
10
10
10
10
10
200
200
200
200
200
A
PB
N
BK
P P
rov
NT
B
E.
Ter
lak
san
any
a sy
stem
K
ewas
pad
aan
pan
gan
dan
Giz
i (S
KP
G)
di
Kab
up
aten
/k
ota
10
10
10
10
1
0
10
120
120
120
120
120
A
PB
N,
AP
BD
B
KP
Pro
v
Pen
gem
ban
gan
K
eter
sedia
an
pan
gan
F.
Cad
ang
an P
ang
an d
i
Pek
aran
gan
di
Kab
/ko
ta (
kel
om
po
k)
20
20
50
50
50
50
108
250
250
250
250
A
PB
D
BK
P P
rov
NT
B
82
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r II.
: P
enin
gkat
an A
kses
ibili
tas
Pan
gan
yang
Ber
agam
(lan
juta
n)
Targ
et
Alo
kasi
An
ggara
n (R
p j
uta
) K
egia
tan
In
dik
ato
r B
ase
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2011
2012
2013
2014
2015
Su
mb
er
dan
a
Pel
ak
san
a
A. J
um
lah L
embag
a D
istr
ibusi
Pan
gan
Mas
yar
akat
(L
DP
M)
di
dae
rah p
roduse
n p
angan
5
8
10
10
10
10
1,1
25
2,2
50
2,2
50
2,2
50
2,2
50
AP
BN
B
KP
Pro
v
NT
B
B. Ju
mla
h k
ab/k
ota
mel
akukan
pen
dat
aan
dan
info
rmas
i t
enta
ng
dis
trib
usi
, har
ga
dan
ak
ses
pan
gan
10
10
10
10
10
10
BK
P
Kab
/Kota
Pen
gem
ban
gan
si
stem
dis
trib
usi
dan
sta
bil
itas
har
ga
pan
gan
C. Ju
mla
h k
ab/k
ota
mem
anta
u d
an
pem
anta
pan
dis
trib
usi
,
har
ga
dan
akse
s pan
gan
10
10
10
10
10
10
BK
P
Kab
/Kota
1.
Jum
lah d
esa
P2K
P(P
erce
pat
an
pen
gan
egar
aman
an
Konsu
msi
pan
gan
)
50
100
30
50
50
50
1,7
50
1,7
50
1,7
50
1,7
50
1,7
50
AP
BN
B
KP
Pro
v
NT
B
2.
Jum
lah k
abupat
en/k
ota
yan
g m
elak
sanak
an
pro
mosi
pen
gan
ekar
agam
an
konsu
msi
dan
kea
man
an
pan
gan
10
10
10
10
10
10
480
480
480
480
480
AP
BN
B
KP
Pro
v
NT
B
3.
Jum
lah d
esa
ters
edia
te
nag
a/pet
ugas
lap
angan
seper
ti p
unyulu
h
(pen
dam
pin
g P
2K
P)
50
150
30
50
50
50
BK
P
Kab
/Kota
Pen
gem
ban
gan
pen
gan
ekar
aman
Konsu
msi
pan
gan
dan
pen
ingkat
an
kea
man
an
pan
gan
seg
ar
4.
Jum
lah k
ab/k
ota
mem
anta
u d
an
pem
anta
pan
pen
gan
ekar
agam
an
pan
gan
dan
kea
man
an
pan
gan
10
10
10
10
10
10
BK
P
Kab
/Kota
83
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r II.
: P
enin
gkat
an A
kses
ibili
tas
Pan
gan
yang
Ber
agam
(lan
juta
n)
Targ
et
Alo
kasi
An
ggara
n (R
p j
uta
) K
egia
tan
In
dik
ato
r B
ase
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2011
2012
2013
2014
2015
Su
mb
er
dan
a
Pel
ak
san
a
1.
Ter
sele
nggar
anya
sinkro
nis
asi
sasa
ran ta
nam
an
dan
pro
duksi
ta
nam
an p
angan
(pak
et)
1
1
1
1
1
1
67.1
05
67.1
0
67.1
0
67.1
0
67.1
0
A
PB
N
D
iper
ta
dan
T
PH
P
rov
NT
B
2.
Sosi
alis
asi
dan
monev
pen
gem
ban
gan
sorg
um
(keg
iata
n)
- 1
- 1
1
1
17
- 17
17
17
AP
BN
D
iper
ta
dan
T
PH
P
rov
NT
B
3.
Dem
plo
t
pen
gem
ban
gan
so
rgum
(ha)
- 1
1
1
1
20
- 20
20
20
AP
BN
D
iper
ta
dan
T
PH
P
rov
NT
B
4.
Ter
sedia
nya
fasi
lita
s an
tisi
pas
i
ben
cana
alam
dan
gan
gguan
ikli
m
terh
adap
pro
duksi
dan
pro
dukti
vit
as
1
1
1
1
1
1
51
39
39
39
39
AP
BN
D
iper
ta
dan
T
PH
Pro
v
NT
B
5.
Koord
inas
i dan
pem
bin
aan
pen
gem
b.K
om
odit
i pal
awij
a
6.
- -
1
1
1
1
- 80
80
80
80
AP
BN
D
iper
ta
dan
T
PH
Pro
v
NT
B
7.
SL
PT
T P
adi
(Ha)
83,3
50
89,7
00
117,8
00
117,8
00
117,8
00
117,8
00
10,7
46.1
17,4
34.4
17,4
34.4
17,4
34.4
17,4
34.4
AP
BN
D
iper
ta
dan
TP
H
Pro
v
NT
B
8.
SL
PT
T P
adi
Hib
rida
(Ha)
4,2
00
- 4,5
00
4,5
00
4,5
00
4,5
00
1,1
98
1,4
80
1,4
80
1,4
80
1,4
80
AP
BN
D
iper
ta
dan
T
PH
P
rov
NT
B
Pen
gel
ola
an
Pro
duksi
Tan
aman
pad
i
pal
awij
a
9.
Pem
bin
aan ,
Pen
gaw
asan
Monev
dan
P
elap
ora
n
SL
PT
T P
adi
1
1
1
1
1
1
132
225
225
225
225
AP
BN
D
iper
ta
dan
TP
H
Pro
v
NT
B
84
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r II.
: P
enin
gkat
an A
kses
ibili
tas
Pan
gan
yang
Ber
agam
(lan
juta
n)
Targ
et
Alo
kasi
An
ggara
n (R
p j
uta
) K
egia
tan
In
dik
ato
r B
ase
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2011
2012
2013
2014
2015
Su
mb
er
dan
a
Pel
ak
san
a
1.
Pem
bin
aan ,
Pen
gaw
asan
,
Monev
dan
Pel
apora
n
SL
PT
T
Jagung
1
1
1
1
1
1
11
6
11
6
11
6
11
6
11
6
A
PB
N
D
iper
ta
dan
TP
H
Pro
v
NT
B
2.
Ter
laksa
nan
ya
pem
ber
day
aan
pen
angkar
ben
ih k
edel
ai
(ha)
1
1
1
1
1
1
49
,18
55
55
55
55
AP
BN
Dip
erta
dan
TP
H
Pro
v
NT
B
3.
SL
PT
T K
acan
g
Ked
elai
(h
a)
25
,00
0
25
,50
0
32
,00
0
32
,00
0
32
,00
0
32
,00
0
8,1
98
.25
1
2,5
76
1
2,5
76
1
2,5
76
1
2,5
76
A
PB
N
Dip
erta
dan
TP
H
Pro
v
NT
B
4.
SL
PT
T K
acan
g
Tan
ah (h
a)
3,2
50
5
,50
0
- 5
,00
0
5,0
00
5
,00
0
1,2
56
.75
-
1,2
56
.75
1
,25
6.7
5
1,2
56
.75
A
PB
N
Dip
erta
dan
TP
H
Pro
v
NT
B
5.
SL
PT
T K
acan
g
Hij
au (
ha)
- 2
,50
0
- 2
,00
0
2,0
00
2
,00
0
48
5
- 4
85
4
85
4
85
A
PB
N
Dip
erta
dan
TP
H
Pro
v
NT
B
6.
Dem
farm
U
bi
Kay
u
- 1
50
-
50
0
50
0
50
0
22
9.1
24
- 2
29
.12
4
22
9.1
24
2
29
.12
4
AP
BN
D
iper
ta
dan
TP
H
Pro
v
NT
B
7.
Dem
farm
U
bi
Jala
r
- 4
50
-
10
0
10
0
10
0
69
5.2
5
- 6
95
.25
6
95
.25
6
95
.25
A
PB
N
Dip
erta
dan
TP
H
Pro
v
NT
B
Pen
gel
ola
an
Pro
duksi
Tan
aman
pad
i dan
pal
awij
a
8.
Pem
bin
aan,
Pen
gaw
asan
Monev
dan
P
elap
ora
n
SL
PT
T K
acan
g
dan
Um
bi
1
1
1
1
1
1
20
0
15
8,7
4
15
8,7
4
15
8,7
4
15
8,7
4
AP
BN
D
iper
ta
dan
TP
H
Pro
v
NT
B
85
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r II.
: P
enin
gkat
an A
kses
ibili
tas
Pan
gan
yang
Ber
agam
(lan
juta
n)
Ta
rget
A
lok
asi
An
gg
ara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
2
01
1
20
12
2
01
3
20
14
2
01
5
20
11
2
01
2
20
13
2
01
4
20
15
Su
mb
er
da
na
P
ela
ksa
na
1.
Pen
gem
ban
gan
Kaw
asan
Tan
aman
B
uah
(h
a)
10
1
7
15
1
7
19
2
1
39
0.2
16
3
42
.5
39
1
43
7
48
3
AP
BN
D
iper
ta
dan
TP
H
Pro
v N
TB
2.
Pen
gem
ban
gan
R
egis
tras
i K
ebu
n
Tan
aman
Bu
ah (
keb
un
- 1
0
20
3
0
40
5
0
60
.56
7
40
7
0
90
1
00
A
PB
N
Dip
erta
3.
Per
bai
kan
Mu
tu
Pen
gel
ola
an P
asca
P
anen
Tan
aman
BU
AH
- S
aran
a (p
aket
1
2
- 4
6
8
1
0
- 2
0
30
5
0
AP
BN
D
iper
ta
dan
TP
H
Pro
v N
TB
4.
Pen
ing
kat
an J
um
lah
K
elem
bag
aan
Usa
ha
Tan
bu
ah
- 2
3
4
5
6
1
30
.08
3
0
60
8
0
10
0
AP
BN
D
iper
ta
dan
TP
H
Pro
v N
TB
Pen
ing
kata
n
pro
du
ksi
ta
nam
an
bu
ah
5.
SL
GA
P (
pak
et)
- -
2
2
2
2
- 4
0
40
4
0
40
A
PB
N
Dip
erta
1.
Ban
tuan
Sti
mu
lan
(p
aket
)
- C
abe
(ha)
-
5
- 5
-
5
10
5.9
2
1
05
.92
12
0
AP
BN
D
iper
ta
- B
awan
g M
erah
(h
a)
5
2
70
5
0
50
2
5
12
1
73
5
50
0
50
0
25
0
AP
BN
D
iper
ta
2.
Pen
gem
ban
gan
Reg
istr
asi
Lah
an
Usa
ha
Tan
.Say
ura
n
- 2
9
1
6
23
3
0
94
.12
0
18
0
36
0
45
0
60
0
AP
BN
D
iper
ta
Pen
ing
kata
n
pro
du
ksi
tan
am
an
sa
yu
r
- A
lat
Pas
ca P
anen
(p
aket
) -
1
1
1
1
1
15
0
15
0
15
0
15
0
15
0
AP
BN
D
iper
ta
86
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r II.
: P
enin
gkat
an A
kses
ibili
tas
Pan
gan
yang
Ber
agam
(lan
juta
n)
T
arg
et
Alo
kasi
An
ggara
n (R
p j
uta
) K
egia
tan
In
dik
ato
r B
ase
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2011
2012
2013
2014
2015
Su
mb
er
dan
a
Pel
ak
san
a
1.
Pen
ingkat
an J
um
lah
Kel
embag
aan U
saha
tan s
ayura
n
- 7
4
7
5
9
83.4
30
90
40
120
AP
BN
D
iper
ta d
an
TP
H P
rov
NT
B
2.
SL
GA
P (
unit
)
- B
awan
g M
erah
-
1
2
2
2
2
27.3
2
40
40
40
40
AP
BN
D
iper
ta
Pen
ing
kata
n
pro
du
ksi
ta
nam
an
say
ur
- C
abe
Raw
it
- 1
- 1
1
1
13.6
52
- 20
20
20
AP
BN
D
iper
ta
1.
Pen
gem
ban
gan
Kaw
asan
Tan
aman
H
ias
dan
Obat
- 4
1
1
1
1
221.8
5
187.5
15
180
190
190
AP
BN
D
iper
ta
Pen
ing
kata
n
pro
du
ksi
ta
nam
an
ob
at
2.
Pen
gem
ban
gan
regis
tras
i
- 1
- 1
1
1
11.4
15
15
15
15
AP
BN
D
iper
ta
1.
Opti
mal
isas
i IB
dan
IN
KA
20,0
00
30,0
00
35,0
00
40,0
00
45,0
00
50,0
00
200
300
400
500
600
AP
BN
, A
PB
D
Dis
nak
K
esw
an
NT
B
2.
Kel
om
pok
pen
gem
ban
gan
klp
agri
bis
nis
pet
ernak
an m
elal
ui
LM
3
10
3
5
7
9
10
420
700
980
1,2
00
1,4
00
AP
BN
D
isnak
K
esw
an
NT
B
3.
Kel
om
pok
Pen
gem
ban
gan
budid
aya
kam
bin
g/d
om
ba
7
6
10
12
14
15
750
1,2
50
1,5
00
1,7
50
1,8
75
AP
BN
D
isnak
K
esw
an
NT
B
4.
Kel
om
pok
Pen
gem
ban
gan
budid
aya
per
unggas
an
3
3
5
7
8
10
339
565
791
904
1,1
30
AP
BN
D
isnak
Kes
wan
N
TB
5.
Kel
om
pok
Pen
gem
ban
gan
budid
aya
tern
ak s
api
poto
ng
62
71
78
85
93
100
19,9
40
21,8
00
23,9
00
26,3
00
28,4
00
AP
BN
D
isnak
K
esw
an
NT
B
Pen
ingkat
an
Pro
duksi
pet
ernak
an
6.
Ger
akan
mak
an
telu
r ay
am b
agi
putr
a-putr
i
Indones
ia (
ora
ng)
1,0
00
2,0
00
3,0
00
4,0
00
4,5
00
5,0
00
1
2
3
4.5
5
AP
BN
D
isnak
Kes
wan
N
TB
87
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r II.
: P
enin
gkat
an A
kses
ibili
tas
Pan
gan
yang
Ber
agam
(lan
juta
n)
Targ
et
Alo
kasi
An
ggara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
20
11
20
12
2013
2014
2015
201
1
2012
2013
2014
2015
Su
mb
er
dan
a
Pel
ak
san
a
1.
Reh
abil
itas
i d
an
pen
gem
ban
gan
tan
aman
kel
apa
(ha)
- -
1,6
00
2,0
00
2
,500
3
,000
-
3,2
00
5,0
00
7,5
00
9,0
00
A
PB
N
Ger
nas
K
elap
a
Dis
bu
n
Pro
vin
si
2.
Des
a M
and
iri
En
erg
i d
an
Pan
gan
(k
lp)
4
6
8
10
15
20
120
200
300
360
480
A
PB
N
Dis
bu
n
Pro
vin
si
3.
Kel
om
po
k P
emb
erd
ayaa
n
pek
ebun t
anam
an s
emu
sim
(klp
)
9
15
20
25
30
40
150
200
250
300
400
A
PB
N
Dis
bu
n
Pro
vin
si
4.
Pem
ban
gu
nan
dan
pem
elih
araa
n k
ebu
n s
um
ber
bah
an t
anam
an s
emu
sim
per
keb
un
an (
ha)
25
35
40
50
60
75
250
350
400
550
1,0
50
A
PB
N
Dis
bu
n
Pro
vin
si
5.
Per
emaj
aan
tan
aman
kel
apa
(ha)
43
0
64
0
99
0
1,1
30
1,3
60
1
,450
800
1,2
85
1
,580
2
,040
2
,320
A
PB
N
Dis
bu
n
Pro
vin
si
6.
Pen
erap
an s
iste
m j
amin
an
mutu
has
il p
erta
nia
n (
un
it)
2
3
5
10
12
15
30
625
150
180
300
A
PB
N
Dis
bu
n
Pro
vin
si
Pen
ingkat
an
Pro
du
ksi
p
erk
ebun
an
7.
Pen
gem
ban
gan
Usa
ha
Agri
bis
nis
Per
des
aan
(P
UA
P)
(kab
/ko
ta)
(klp
)
4
5
8
15
25
30
200
500
1,6
00
2,5
00
3,0
00
A
PB
N
Dis
bu
n
Pro
vin
si
Pem
bin
aan
dan
P
eng
emban
g
an J
arin
gan
U
sah
a dan
Pem
asar
an
Has
il
Per
ikan
an
Pam
eran
pro
du
k p
erik
anan
(pak
et)
2
2
2
2
2
2
60
62
100
100
100
AP
BN
D
islu
tkan
88
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r III
. : P
enin
gkat
an P
enga
was
an M
utu
dan
Kea
man
an P
anga
n
Ta
rget
A
lok
asi
An
gg
ara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se 2
01
0
20
11
2
01
2
20
13
2
01
4
20
15
2
01
1
20
12
2
01
3
20
14
2
01
5
Su
mb
er
da
na
P
ela
ksa
na
Pro
po
rsi
mak
anan
yan
g
mem
enu
hi
syar
at (
%)
60
.16
6
3
66
7
0
73
7
6
29
7
32
8
35
9
39
5
43
5
AP
BN
B
PO
M M
tr
Pen
gaw
asan
M
akan
an
Pen
gaw
asan
Pro
du
k d
an
Bah
an
Ber
bah
aya
Per
sen
tase
mak
anan
yan
g
men
gan
du
ng
cem
aran
bah
an
ber
bah
aya/
dil
aran
g (
%)
26
.21
2
4
22
2
0
18
1
6
1.
Per
sen
tase
sar
ana
pro
du
ksi
m
akan
an M
D y
ang
mem
enu
hi
ket
entu
an (
%)
11
.33
15
20
25
30
35
2.
Per
sen
tase
sar
ana
pen
jual
an
mak
anan
yan
g m
emen
uh
i st
and
ar G
RP
/GD
P (
%)
54
.30
3
5
37
4
0
45
5
0
17
8
19
6
21
6
23
8
26
2
AP
BN
B
BP
OM
Mtr
Insp
eksi
Sar
ana
Pro
du
ksi
dan
D
istr
ibu
si
Mak
atan
3.
Per
sen
tase
sar
ana
IRT
P y
ang
mem
enu
hi
stan
dar
C
PP
B-
IRT
(%
)
6.2
8
6
8
10
1
2
14
AP
BD
D
ink
es
Pro
v
Din
kes
Kab
/Ko
ta
Pen
ing
kat
an
jum
lah
dan
ko
mp
eten
si
ten
aga
pen
yu
luh
kea
man
an
pan
gan
(P
KP
)
dan
pen
agw
as
pan
gan
kab
/ko
ta
1
. Ju
mla
h t
enag
a p
eny
ulu
h
kea
man
an p
ang
an (
PK
P)
dan
p
eng
awas
pan
gan
kab
/ko
ta
(DF
I) (
per
ban
din
gan
ten
aga
PK
P d
an D
FI
1 :
40
,00
0
jiw
a)
PK
P :
10
0
D
FI
: 2
6
P
KP
D
FI
- 2
6
- 2
6
- - 2
6
- - 2
6
- - 2
6
-
49
-
54
- -
10
0
- -
10
0
- -
10
0
A
PB
D
A
PB
D
Bal
ai P
OM
Din
kes
P
rov
Din
kes
K
ab/K
ota
Bim
bin
gan
tek
nis
pad
a In
du
stri
Ru
mah
Tan
gg
a P
ang
an
(IR
TP
)
1.
Ju
mla
h
IRT
P y
ang
dil
atih
dan
dif
asil
itas
i d
isai
n d
an
imle
men
tasi
car
a p
rod
uk
si
pan
gan
yan
g b
aik
(C
PP
B)
pad
a in
du
stri
Ru
mah
Tan
gg
a
2.
Mo
nit
ori
ng
dan
ver
ifik
asi
pen
erap
an C
PP
B p
ada
Ind
ust
ri R
um
ah T
ang
ga
12
28
3
61
75
8
75
1
5
- 1
5
- 2
0
- 3
0
43
4
0
47
-
- -
AP
BN
AP
BD
AP
BD
BP
OM
Mtr
Din
kes
P
rov
Din
kes
K
ab/K
ota
89
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Bim
bin
gan
te
kn
is d
an
mo
nit
ori
ng
pad
a k
anti
n s
eko
lah
1.
Ju
mla
h k
anti
n s
eko
lah
yan
g
dil
atih
dan
dif
asil
itas
i
pen
erap
an p
rin
sip-p
rin
sip
k
eam
anan
pan
gan
di
kan
tin
sek
ola
h
2.
Mo
nit
ori
ng
dan
ver
ifik
asi
pel
aksa
naa
n B
imte
k p
ada
kan
tin
sek
ola
h
50
10
- 8
80
35
80
35
80
35
80
35
- 2
.8
85
35
93
39
10
2
4
2
11
3
4
6
AP
BN
AP
BD
AP
BN
AP
BD
BB
PO
M
Mtr
Din
kes
P
rov
Din
kes
K
ab/K
ota
B
BP
OM
Mtr
Din
kes
P
rov
Din
kes
K
ab/K
ota
Bim
bin
gan
Man
ajem
en
Usa
ha
Bag
i
Per
emp
uan
Jum
lah
Per
emp
uan
yan
g d
ilat
ih
dan
dif
asil
itas
i m
anaj
emen
u
sah
a (d
ata
20
09
, 2
01
0 t
idak
ada)
Rp
.38
,69
9,0
00
(3
0 o
rg)
(20
11
han
ya
di
Pu
lau
Lo
mb
ok
. T
ahu
n 2
01
2,
20
13
, 2
01
4 d
an 2
01
5 d
i se
-NT
B)
1
00
3
0
30
3
0
30
5
0
60
.41
7
0
85
9
0
AP
BD
B
P3
AK
B
Pen
ing
kat
an
kea
man
an m
utu
, g
izi
pan
gan
jaja
nan
an
ak
sek
ola
h (
PJA
S)
1.P
eng
awas
an
Mu
tu P
JAS
2
.Op
eras
ion
al
Mo
bil
Lab
K
elil
ing
Men
uru
nn
ya
pro
sen
tase
PJA
S y
ang
ti
dak
mem
enu
hi
syar
at
(%)
60
5
0
40
3
0
20
1
0
60
8
7
10
0
12
0
13
0
AP
BN
B
BP
OM
Mtr
D
ikes
Pro
v d
an
Din
kes
Kab
/Ko
ta
90
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r III
. : P
enin
gkat
an P
enga
was
an M
utu
dan
Kea
man
an P
anga
n (la
njut
an)
Ta
rget
A
lok
asi
An
gg
ara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
2
01
1
20
12
2
01
3
20
14
2
01
5
20
11
2
01
2
20
13
2
01
4
20
15
Su
mb
er
da
na
P
ela
ksa
na
Pen
erap
an
Go
od
Ag
ircu
ltu
re
Pra
ctic
es
(GA
P),
Go
od
H
atch
ery
Pra
ctic
es (
GH
P)
Ter
sert
ifik
asin
ya
usa
ha
pem
bu
did
aya
ikan
(p
aket
) 4
0
70
7
7
85
9
4
10
3
50
0
55
0
70
0
80
0
90
0
AP
BN
D
islu
tkan
Pen
gan
gg
ula
ng
d
an
pen
gen
dal
ian
H
ama
Pen
yak
it
Ikan
, P
ada
Per
ikan
an
Bu
did
aya
Men
uru
nn
ya
sub
tan
si
resi
du
-res
idu
yan
g
ber
sum
ber
dar
i k
egia
tan
b
ud
iday
a (s
ampel
)
25
0
31
0
40
4
42
4
44
5
46
7
50
0
52
5
55
1.2
5
57
8.8
5
60
7.7
5
AP
BN
D
islu
tkan
A.
Pen
erap
an C
CS
un
tuk
m
enja
min
mu
tu d
an
kea
man
an h
asil
p
erik
anan
(o
ran
g)
1,9
00
2,0
00
2,1
00
2,2
05
2,3
15
2,4
30
292
306.6
321.9
30
338.0
2
354.9
27
AP
BN
D
islu
tkan
B.
Pen
erap
kan
sis
tem
man
ajem
an m
utu
ses
uai
tu
ntu
tan
pas
ar (
ora
ng
)
48
5
0
53
5
6
58
6
1
31
.48
2
33
.05
6
34.7
08
36.4
44
3
8.2
66
A
PB
N
Dis
lutk
an
C.
Pen
erap
an
pen
gem
asan
yan
g b
aik
un
tuk
m
enin
gk
atk
an d
aya
awet
(o
ran
g)
38
0
40
0
42
0
44
1
46
3
48
6
20
0
21
0
220.5
0
231.1
01
243.1
01
A
PB
N
Dis
lutk
an
Pen
ing
kat
an
mu
tu d
an
pen
gem
ban
gan
p
eng
ola
han
has
il p
erik
anan
91
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r III
. : P
enin
gkat
an P
enga
was
an M
utu
dan
Kea
man
an P
anga
n (la
njut
an)
Ta
rget
A
lok
asi
An
gg
ara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
2
01
1
20
12
2
01
3
20
14
2
01
5
20
11
2
01
2
20
13
2
01
4
20
15
Su
mb
er
dan
a
Pel
ak
san
a
A. M
enin
gk
atk
an
ket
eram
pil
an p
eng
ola
h
skal
a k
ecil
un
tuk
m
eng
anek
arag
amk
an
pro
du
k o
leh
an h
asil
p
erik
anan
(k
ab/o
ran
g)
10
1
0
10
1
0
10
1
0
10
2.0
97
1
07
.20
1
11
2.5
61
1
18
.19
0
12
4.0
99
A
PB
N
Dis
lutk
an
Pro
v N
TB
B. P
end
amp
ing
an u
ntu
k
pem
bu
atan
man
ual
H
AC
CP
dan
pen
erap
ann
ya
(ora
ng
)
9
10
1
1
12
1
3
14
1
0.4
95
1
1.0
19
1
1.5
70
1
2.1
49
1
2.7
56
A
PB
N
Dis
lutk
an
Pro
v N
TB
Fas
ilit
asi
Pen
gem
ban
gan
Ind
ust
ri
Pen
go
lah
an
Has
il P
erik
anan
u
ntu
k
pen
ing
kat
an
mu
tu d
an
kea
man
an
pan
gan
C
. T
erci
pta
ny
a st
and
ard
p
rod
uk
yan
g d
apat
men
jam
in m
utu
dan
k
aman
an h
asil
ola
han
(ora
ng
)
24
2
5
26
2
7
28
2
9
20
.98
7
22
.03
6
23
.13
8
24
.29
5
25
.50
9
AP
BN
D
islu
tkan
P
rov
NT
B
92
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r IV
. : P
enin
gkat
an P
erila
ku H
idup
Seh
at d
an B
ersi
h (P
HB
S)
Mat
rik R
enca
na A
ksi D
aera
h P
anga
n da
n G
izi P
rovi
nsi N
TB
Ta
rget
A
lok
asi
An
gg
ara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
2
01
1
20
12
2
01
3
20
14
2
01
5
20
11
2
01
2
20
13
2
01
4
20
15
Su
mb
er
da
na
P
ela
ksa
na
1.
Per
sen
tase
s
eko
lah
das
ar
yan
g m
end
apat
so
sial
isas
i
PH
BS
60
.4
65
7
0
75
8
0
80
-
- -
- -
K
ab/K
ota
2.
Jum
lah
PK
K
tin
gk
at
Kab
/ko
ta y
ang
tel
ah d
ilat
ih
seb
agai
Kel
om
po
k
Pem
bin
a P
HB
S
(Kab
/ko
ta)
10
1
0
10
1
0
10
1
0
- -
- -
-
Kab
/Ko
ta
Pem
bin
aan
P
HB
S p
ang
an
dan
Giz
i
3.
Jum
lah
t
enag
a p
eny
ulu
h
PH
BS
pad
a ti
ng
kat
kec
amat
an (
ora
ng
)
15
0
15
5
15
5
15
5
15
5
15
5
78
.9
78
.9
78
.9
78
.9
78
.9
AP
BN
P
rov
insi
(P
elat
Jafu
ng
Pen
yu
luh
1.
Jum
lah
kab
up
aten
dan
ko
ta
yan
g d
iad
vo
kas
i u
ntu
k
men
etap
kan
keb
ijak
an
yan
g b
erw
awas
an
kes
ehat
an (
Kab
/ko
ta)
10
1
0
10
1
0
10
1
0
29
.43
2
9.4
3
29
.43
2
9.4
3
29
.43
A
PB
N
Pro
vin
si
(Per
tem
uan
Pen
yu
sun
an
Str
ateg
i)
Pen
gem
ban
gan
k
ebij
akan
seh
at
bid
ang
pan
gan
d
an g
izi
2.
Mo
nit
ori
ng
dan
ev
alu
asi
P
HB
S l
evel
Kab
up
aten
/ko
ta(K
ab/k
ota
)
10
1
0
10
1
0
10
1
0
97
.46
9
7.4
6
97
.46
9
7.4
6
97
.46
A
PB
N
Pro
vin
si
(Mo
nit
ori
ng
& E
val
uas
i)
1.
Jum
lah
kab
/ko
ta
yan
g
mem
asan
g
rek
lam
e P
HB
S
(Kab
/ko
ta)
10
1
0
10
1
0
10
1
0
20
2
0
20
2
0
20
A
PB
N
Pro
vn
si d
&
Kab
/Ko
ta
2.
Lo
mb
a P
HB
S d
esa
tin
gk
at
Pro
vin
si (
Kab
/ko
ta)
10
1
0
10
1
0
10
1
0
- -
- -
-
Pro
v(m
sg2
S
ekto
r)
So
sial
isas
i d
an
pro
mo
si P
HB
S
3.
Fre
ku
ensi
pro
mo
si P
HB
S
di
med
ia t
elev
isi
(kal
i/ta
hu
n)
20
2
0
30
4
0
50
6
0
33
.5
33
.5
33
.5
33
.5
33
.5
AP
BN
T
V R
I &
Lb
. T
V
4
. P
erco
nto
han
PH
BS
(d
esa)
1
0
10
1
0
10
1
0
10
-
- -
- -
AP
BN
K
ab/K
ota
93
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Mat
rik R
enca
na A
ksi D
aera
h P
anga
n da
n G
izi P
rovi
nsi
NTB
Pila
r V.
: P
engu
atan
Kel
emba
gaan
Pan
gan
dan
Giz
i
Ta
rget
A
lok
asi
An
gg
ara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
2
01
1
20
12
2
01
3
20
14
2
01
5
20
11
2
01
2
20
13
2
01
4
20
15
Su
mb
er
dan
a
Pel
ak
san
a
A.
Pro
sen
tase
pem
bin
aan
k
elo
mp
ok
mas
yar
akat
(Po
km
as)
di
lok
asi
sasa
ran
1
72
1
72
1
89
1
89
1
89
8
,77
8
4,2
00
8
50
8
50
8
50
Kab
/Ko
ta/
Pro
vin
si
B.
Pem
bin
aan
k
elo
mp
ok
pad
a d
esa
man
dir
i p
ang
an y
ang
dik
emb
ang
kan
(d
esa)
C.
Pem
bin
aan
k
elo
mp
ok
p
ada
dae
rah
raw
an
pan
gan
(d
esa)
D.
Pem
bin
aan
k
elo
mp
ok
p
ada
des
a lo
kas
i
Per
cep
atan
P
eng
anek
arag
aman
Ko
nsu
msi
Pan
gan
(P
2K
P)
(des
a)
10
0
10
0
60
6
0
60
6
0
1,7
50
1
,20
3
1,2
03
.9
1,2
03
.9
1,2
03
.9
AP
BN
B
KP
Pro
v
NT
B
E.
Pem
bin
aan
n k
elo
mp
ok
pen
dam
pin
g P
2K
P
(des
a)
1
00
6
0
60
6
0
60
Pen
ing
kat
an
kel
emb
agaa
n
pan
gan
dan
g
izi
di
ped
esaa
n
F.
Jum
lah
Kel
om
po
k
Mas
yar
akat
yan
g d
isu
luh
(po
km
as)
1
00
1
00
1
00
1
00
1
00
94
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r V.
: P
engu
atan
Kel
emba
gaan
Pan
gan
dan
Giz
i (la
njut
an)
95
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Pila
r V.
: P
engu
atan
Kel
emba
gaan
Pan
gan
dan
Giz
i (la
njut
an)
Ta
rget
A
lok
asi
An
gg
ara
n
(Rp
ju
ta)
Keg
iata
n
Ind
ika
tor
Ba
se
20
10
2011
2012
2013
2014
2015
2011
2012
2013
2014
2015
Su
mb
er
da
na
P
ela
ksa
na
A.
Jum
lah
pen
elit
ian
ten
tan
g
pan
gan
ola
han
1
1
1
1
1
1
A
PB
N
BK
P
Pen
ing
kat
an
ino
vas
i p
ang
an
ber
nb
asis
sum
ber
day
a d
an
kea
rifa
n l
ok
al
B.
Jum
lah
pen
elit
ian
ten
tan
g
zat
giz
i m
ikro
0
1
1
1
1
1
50
50
50
50
50
AP
BN
B
KP
1.
Ter
ben
tuk
ny
a d
an
ber
fun
gsn
iny
a se
kre
tari
at
Po
kja
Pan
gan
dan
Giz
i d
i
tin
gk
at p
rov
insi
0
0
1
1
1
1
50
50
50
50
50
AP
BN
B
KP
dan
BK
P
2.
Jum
lah
Ad
vo
kas
i p
ada
kab
/ko
ta (
kab
/ko
ta)
0
10
10
10
10
10
38
38
38
38
38
AP
BD
B
app
eda
&
BK
P
3.
Fre
ku
ensi
pem
anta
uan
imp
lem
enta
si R
AD
-PG
k
ab/k
ota
(k
ab/k
ota
)
0
40
40
40
40
40
150
150
150
150
150
AP
BD
B
app
eda
&
BK
P
Pem
ber
day
aan
kel
emb
agaa
n
yan
g m
enan
gan
i
RA
D-P
G
kab
/ko
ta
4.
Ad
any
a p
aket
Sis
tem
Info
rmas
i R
AD
-PG
b
erb
asis
IC
T (
pak
et
SIS
RA
D-P
G)
0
10
10
10
10
10
60
60
60
60
60
AP
BD
B
app
eda
&
BK
P
5
. F
rek
uen
si e
val
uas
i d
an
tin
dak
lan
jut
imp
lem
enta
si R
AD
-PG
k
ab/k
ota
ti
ap t
ahu
n
(kab
/ko
ta)
0
0
2
2
2
2
100
100
100
100
100
AP
BD
96
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
LAM
PIR
AN
2.
PE
RB
AN
DIN
GA
N P
EN
GH
IDU
PAN
DA
N K
ETA
HA
NA
N P
AN
GA
N T
IAP
KE
CA
MAT
AN
DI P
RO
VIN
SI N
TB P
AD
A TA
HU
N 2
030
DE
NG
AN
PE
TA
KE
TAH
AN
AN
DA
N K
ER
EN
TAN
AN
PA
NG
AN
TA
HU
N 2
010
Tabe
l 1. P
erba
ndin
gan
Pen
ghid
upan
dan
Ket
ahan
an P
anga
n Ti
ap K
ecam
atan
di P
rovi
nsi N
TB p
ada
Tahu
n 20
30 (R
anki
ng 6
= s
anga
t tin
ggi)
deng
an P
eta
Ket
ahan
an D
an K
eren
tana
n P
anga
n Ta
hun
2010
(Tin
ggi =
Prio
ritas
1, R
enda
h =
Prio
ritas
5)
97
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Tabe
l 2. P
erba
ndin
gan
Peng
hidu
pan
dan
Ket
ahan
an P
anga
n Ti
ap K
ecam
atan
di P
rovi
nsi N
TB p
ada
Tahu
n 20
30 (R
anki
ng 5
= ti
nggi
) den
gan
Peta
K
etah
anan
Dan
Ker
enta
nan
Pang
an T
ahun
201
0 (T
ingg
i = P
riorit
as 1
, Ren
dah
= Pr
iorit
as 5
)
98
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
Tabe
l 3. P
erba
ndin
gan
Peng
hidu
pan
dan
Ket
ahan
an P
anga
n Ti
ap K
ecam
atan
di P
rovi
nsi N
TB p
ada
Tahu
n 20
30 (R
anki
ng 4
= M
ediu
m ti
nggi
) de
ngan
Pet
a K
etah
anan
Dan
Ker
enta
nan
Pang
an T
ahun
201
0 (T
ingg
i = P
riorit
as 1
, Ren
dah
= Pr
iorit
as 5
)
99
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi | Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015
20.19.18.17.16.15.14.13.12.11.10.9.8.7. Elviyanti Martini (WFP-Jakarta)6. Mira Juwita, SP (BKP Provinsi NTB)5. Janu Tri Gunawan, SP (BKP Provinsi NTB)4. Siti Hajar (BKP Provinsi NTB)
Ni. G. A. N. Suarningsih (BP3AKB Provinsi NTB)
Nurwahidah (BKP Provinsi NTB)Galuh Marhaeni (B. BPOM Provinsi NTB)
Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana)Dra. Hj. Ratningdiah, MM (Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan,9.
Ir. H. Ihya Ulumudin, MM (Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTB)
Anthonius Rahardjo (WFP-Mataram)
I.Penanggung
Jawab
Gubernur Provinsi Nusa Tenggara BaratII.
Tim
Pengarah1.
Dr. Ir. H. Rosiyadi Sayuti, M. Sc (Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTB)
2.
Ir. Husnanidiaty Nurdin, MM (Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTB)
3.
dr. Moch. Ismail (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB )4.
Dra. Hj. Sri Utami Ekaningsih, Apt.,MM (Kepala Balai Besar POM Provinsi NTB)
5.
Ir. Abdul Maad, MM (Kepala Dinas Pertanian TPH Provinsi NTB)6.
Dr. Ir. Syamsul Hidayat Dilaga, MS (Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB)
7.
8.
Ir. H. Muhammad Ali Syahdan, MM (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB)
III.
Tim
Penyusun1.
Lalu Muhammad Zaki (BKP Provinsi NTB)2.
Lalu Sukariadi (BKP Provinsi NTB)3.
Lalu Manan (Bappeda Provinsi NTB)
Yane Rachma Bhirawati (WFP-Mataram) Putrawan Habibi (WFP-Mataram) Taufiq Hari S (Dinas Kesehatan Provinsi NTB) Budi Subagio (Dinas Pertanian TPH Provinsi NTB) Sahirman (Disnak Keswan Provinsi NTB)
Hikmah Linasari (Dislutkan Provinsi NTB) Ni Nyoman Retty Wimartini (Disbun Provinsi NTB) I.M.B Gerametra (B. BPOM Provinsi NTB)
Pokja
Ahli
Dewan
Ketahanan
Pangan
Provinsi
NTB
Robet Silas Kabanga (BKP Provinsi NTB)VI. Tim Pokja/Tenaga Ahli Dewan Ketahanan Pangan Provinsi NTB
Lampiran PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 14
TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2011-2015