Relakasi Rev

27
1 BAB 1. LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang keperawatan komplementer adalah cabang ilmu keperawaratan yang menerapkan pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang berfungsi sebagai terapi suportif untuk mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup, dan berkontribusi terhadap penatalaksanaan pasien secara keseluruhan, diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional. Terapi Komplementer merupakan metode penyembuhan yang caranya berbeda dari pengobatan konvensional di dunia kedokteran, yang mengandalkan obat kimia dan operasi, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Banyak terapi modalitas yang digunakan pada terapi komplementer mirip dengan tindakan keperawatan seperti teknik sentuhan, masase dan manajemen stress. Terapi komplementer merupakan terapi tambahan bersamaan dengan terapi utama dan berfungsi sebagai terapi suportif untuk mengontrol gejala, meningkatkan

description

relaksasi

Transcript of Relakasi Rev

Page 1: Relakasi Rev

1

BAB 1. LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

keperawatan komplementer adalah cabang ilmu keperawaratan yang

menerapkan pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif yang berfungsi sebagai terapi suportif untuk mengontrol gejala,

meningkatkan kualitas hidup, dan berkontribusi terhadap penatalaksanaan pasien

secara keseluruhan, diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas,

keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi

belum diterima dalam kedokteran konvensional.

Terapi Komplementer merupakan metode penyembuhan yang caranya

berbeda dari pengobatan konvensional di dunia kedokteran, yang mengandalkan obat

kimia dan operasi, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Banyak terapi

modalitas yang digunakan pada terapi komplementer mirip dengan tindakan

keperawatan seperti teknik sentuhan, masase dan manajemen stress. Terapi

komplementer merupakan terapi tambahan bersamaan dengan terapi utama dan

berfungsi sebagai terapi suportif untuk mengontrol gejala, meningkatkan kualitas

hidup, dan berkontribusi terhadap penatalaksanaan pasien secara keseluruhan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, definisi pengobatan komplementer

tradisional alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan

kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan

biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional. Dalam

penyelenggaraannya harus sinergi dan terintegrasi dengan pelayanan pengobatan

konvensional dengan tenaga pelaksananya dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan

Page 2: Relakasi Rev

2

lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer

tradisional-alternatif.

Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer

adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang

bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan

komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang

dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan

diturunkan secara turun-temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu

Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer. Bagi perawat yang

tertarik mendalami terapi komplementer dapat memulai dengan tindakan-tindakan

keperawatan atau terapi modalitas yang berada pada bidang keperawatan yang

dikuasai secara mahir berdasarkan perkembangan teknologi terbaru.

Perkembangan terapi komplementer saat ini sangat pesat dan bayak dilakukan

di masyarakat, diantaranya terapi relaksasi otot. Relaksasi progressif adalah metode

yang terdiri dan peregangan dan relaksasi sekelompok otot dan memokuskan pada

perasaan rileks. Hal ini dapat mengurangi ketegangan dan kejemuan otot yang

biasanya menyertai nyeri. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu jenis terapi

komplementer yang memiliki banyak manfaat untuk beberapa jenis masalah

kesehatan. Sehingga pada makalah ini penulis tertarik untuk membahas tentang

relaksasi otot.

1.2 Tujuan

1.2.1 Mahasiswa Mampu menjelaskan tentang sejarah relaksasi otot

1.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian relaksasi otot

1.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tujuan dan manfaat relaksasi otot

1.2.4 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang indikasi dan kontraindikasi relaksasi

otot

1.2.5 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang prosedur pelaksanaan relaksasi otot

Page 3: Relakasi Rev

3

BAB 2. PEMBAHASAN

1.1. Sejarah Singkat

Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi perilaku. Dalam sejarahnya

metode relaksasi mengalami dua fase yang berbeda. Fase pertama dimulai oleh

Jacobson pada tahun 1908. Hasil-hasil penelitiannya dilaporkan dalam jurnaljurnal

ilmiah dan pada tahun 1938 ia menulis buku yang berjudul “Progressive

Relaxation”. Fase kedua pengembangan metode relaksasi yang dilakukan oleh

Wolpe seorang profesor psikiatri pada Temple University of Eastern Pensylvania

Psychiatry Institute di Amerika, yaitu dengan memodifikasi prosedur metode

relaksasi yang sebelumnya

telah dikembangkan oleh Jacobson (Muhana, 1993 dalam Purwanto 2006)

Penggunaan relaksasi dalam bidang klinis telah dimulai semenjak awal abad 20,

ketika Edmund Jacobson melakukan riset dan dilaporkannya dalam sebuah buku

Progressive Relaxation yang diterbitkan oleh Chicago University Press pada tahun

1938. Dalam bukunya Jacobson menjelaskan mengenai hal-hal yang dilakukan

seseorang pada saat tegang dan rileks. Pada saat tubuh dan pikiran rileks, secara

otomatis ketegangan yang seringkali membuat otot-otot mengencang- akan diabaikan.

Penelitian Jacobson ini dilanjutkan oleh para pengikutnya diantaranya Benson (dalam

Miltenberger, 2004), Benson dan Klipper (dalam Kazdin, 2001), kemudian Bernstein

and Borkovec (dalam Miltenberger, 2004).

Relaksasi ada beberapa macam. Miltenberger (2004) mengemukakan 4 macam

relaksasi, yaitu relaksasi otot (progressive muscle relaxation), pernafasan

(diaphragmatic breathing), meditasi (attention-focussing exercises), dan relaksasi

perilaku (behavioral relaxation training). Dalam relaksasi otot, individu akan diberi

kesempatan untuk mempelajari bagaimana cara menegangkan sekelompok otot

tertentu kemudian melepaskan ketegangan itu. Bila sudah dapat merasakan keduanya,

Page 4: Relakasi Rev

4

klien mulai belajar membedakan sensasi pada saat otot dalam keadaan tegang dan

rileks. Untuk mendapatkan manfaat maksimal, kemampuan membedakan tegang dan

rileks ini perlu dipelajari. Kazdin (2001) mengatakan pada awalnya individu belajar

satu persatu gerakan relaksasi yang diperlukan oleh sekelompok otot melalui petunjuk

tertulis maupun instruksi yang direkam melalui kaset. Setelah tiap gerakan dikuasai

dengan baik, relaksasi dapat dilakukan sehingga menghasilkan kondisi rileks yang

lebih dalam.

1.2. Definisi

Relaksasi progressif adalah metode yang terdiri dan peregangan dan relaksasi

sekelompok otot dan memokuskan pada perasaan rileks. Hal ini dapat mengurangi

ketegangan dan kejemuan otot yang biasanya menyertai nyeri. Menurut ahli fisiologis

dan psikologis Edmun Jacobson yang menjadi pelopor relaksasi progressif, Relaksasi

progressif adalah cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi kecemasan.

Jacobson percaya, jika kita bisa belajar mengistirahatkan otot-otot kita melalui suatu

cara yang tepat, maka hal ini akan diikuti relaksasi mental atau pikiran. Teknik yang

digunakan Jacobson terdiri dari peregangan dan pengenduran berbagai kelompok otot

di seluruh tubuh dalam sekuen yang teratur. Jacobson terus menyempurnakan dan

mengembangkan teknik relaksasi progressif ini, dan berbagai kalangan telah

menggunakan untuk mengatasi barbagai keluhan yang berhubungan dengan stress

seperti kecemasan, tukak lambung, hipertensi, dan insomnia. Latihan relaksasi

progressif yang dilaksanakan 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur selama satu

minggu cukup efektif dalam menurunkan insomnia. (Jacobson,1974 dalam Davis,

2005).

Menurut Edmun Jacobson dalam bukunya yang berjudul “Progresive Relaxation”

pada tahun 1929 menjelaskan bahwa teknik relaksasi progressif ini dirancang untuk

menghilangkan ketegangan otot dengan cara mengerutkan berbagai kelompok otot

ditubuh dan melepaskan tegangan secara perlahan- lahan. Teknik ini didasarkan pada

keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang, pikiran dan

Page 5: Relakasi Rev

5

kejadian dengan pengalaman subjektif terhadap stress/ ansietas (Davis, 2005).

Ketidaksadaran terhadap adanya ketegangan di otot dapat menurun keletihan otot,

peredaran darah yang buruk, kejang, dan kekakuan serta akan memperparah problem

nyeri (Neville, 1995). Relaksasi otot yang dalam menurunkan ketegangan fisiologis

dan berlawanan dengan ansietas sehingga akan menurunkan denyut nadi, tekanan

darah, dan frekuensi pernafasan. Respon relaksasi mempunyai efek penyembuhan

yang memberi kesempatan untuk beristirahat dan stress lingkungan eksternal dan

stress internal dan pikiran. Hal ini menghindari penggunaan semua tenaga vital saat

bereaksi terhadap stressor, respon relaksasi, mengembalikan proses fisik, mental dan

emosi (Davis, 2005).

Relaksasi otot progresif merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis yang

menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis dan

menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Masing-

masing saraf parasimpatis dan simpatis saling berpengaruh maka dengan

bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan

fungsi yang lain (Utami, 1991).

Relaksasi adalah teknik yang dapat digunakan semua orang untuk menciptakan

mekanisme batin dalam diri seseorang dengan membentuk pribadi yang baik,

menghilangkan berbagai bentuk pikiran yang kacau akibat ketidak berdayaan

seseorang dalam mengendalikan ego yang dimilikinya, mempermudah seseorang

mengontrol diri, menyelamatkan jiwa dan memberikan kesehatan bagi tubuh. Teknik

relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi yang dilakukan dengan cara fokus

pada kontraksi dan relaksasi otot-otot tubuh. Teknik relaksasi progresif adalah teknik

relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketakutan/sugesti.

Berdasarkan keyakinan bahwa tubuh manusia berespon pada kecemasan dan kejadian

yang merangsang pikiran dengan ketegangan otot (Davis, 2005).

1.3. Tujuan

Page 6: Relakasi Rev

6

menurut Jacobson & Wolpe (dalam Utami, 2002), teknik relaksasi semakin

sering digunakan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan,

membantu orang yang mengalami insomnia (Friedman et.al. 1991), dan asma

(Huntley, et.al., 2002). Di Indonesia, penelitian tentang relaksasi ini juga sudah cukup

banyak dilakukan. Prawitasari (1988) menjelasakan bahwa relaksasi bermanfaat

untuk mengurangi keluhan fisik, relaksasi otot progresif juga ini bermanfaat untuk

mengukur efektivitas latihan relaksasi dan terapi kognitif untuk mengurangi

kecemasan berbicara di muka umum, selanjutnya relaksasi juga efektif dalam

menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi ringan serta menurunkan

ketegangan pada siswa penerbang (Utami (1991), Karyono, (1994)).

Terapi otot progresif ini menurut Dewi (2011) relaksasi otot progresif memiliki

tujuan, antara lain:

a. Membuat individu lebih mampu menghindari reaksi berlebihan akibat stres

psikologi;

b. Menurunkan tekanan darak sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi;

c. Mengurangi tingkat kecemasan;

d. Mengurangi perilaku yang sering terjadi selama periode stres psikologinya,

misalnya naiknya jumlah rokok yang dihisap, konsumsi slkohol, pemakaian

onat-obatan, dan makan yang berlebihan;

e. Meningkatkan hubungan sosial dan ketegangan;

f. Meningkatkan hubungan interpersonal.

1.4. Manfaat

Manfaat terapi relaksasi telah dibuktikan menurut beberapa penelitian memliki

manfaat diantaranya:

a. Valentine, Rosalina, dan Saparwati (2014) menjelaskan bahwa ada pengaruh

teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada lansia

dengan hipertensi di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten

Semarang;

Page 7: Relakasi Rev

7

b. Autaryani, Widodo (Tanpa Tahun) menyebutkan bahwa setelah diberikan

terapi relaksasi otot progresif pada kelompok perlakuan lansia di Posyandu

Lansia Desa Gonilan, Kartasura mengalami penurunan tingkat insomnia;

c. Ari, dan Pratiwi (Tanpa Tahun) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh

relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pasien skizofrenia di RSJD

Surakarta;

d. Resti (2014) menyebutkan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat

menurunkan stres serta tingkat gejala keseringan stres pada penderita Asma.

e. Widyastuti, Henny, dan Surasta (Tanpa Tahun) menyebutkan bahwa

perbedaan yang signifikan antara terapi musik dengan teknik relaksasi

progresif terhadap kualitas tidur lansia di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja.

1.5. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi terapi relaksasi otot progresif yaitu pada pasien dengan klien dengan

darah tinggi/hipertensi, klien dengan stres/ketegangan/kecemasan, klien dengan asma

dan klien dengan insomnia. Kontraindikasi untuk terapi ini pada klien dengan

gangguan neuromuskuler, seperti fraktur, kelemahan otot wajah, ekstremitas.

1.6. Mekanisme Relaksasi Progresif

Relaksasi adalah teknik yang dapat digunakan semua orang untuk menciptakan

mekanisme batin dalam diri seseorang dengan membentuk pribadi yang baik,

menghilangkan berbagai bentuk pikiran yang kacau akibat ketidak berdayaan

seseorang dalam mengendalikan ego yang dimilikinya, mempermudah seseorang

mengontrol diri, menyelamatkan jiwa dan memberikan kesehatan bagi tubuh. Teknik

relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi yang dilakukan dengan cara fokus

pada kontraksi dan relaksasi otot-otot tubuh. Teknik relaksasi progresif adalah teknik

relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketakutan/sugesti.

Berdasarkan keyakinan bahwa tubuh manusia berespon pada kecemasan dan kejadian

yang merangsang pikiran dengan ketegangan otot (Davis, 2005). Teknik relaksasi

Page 8: Relakasi Rev

8

progresif adalah memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot, dengan

mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurun ketegangan dengan melakukan

teknik relaksasi, untuk mendapatkan perasaan relaksasi.

1.7. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1.8. Prosedur Pelaksanaan

Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan

cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Model diminta

membuat kepalan ini semakin kuat (gambar 2), sambil merasakan sensasi ketegangan

yang terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, model dipandu untuk merasakan rileks

selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga model

dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang

dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada

pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah

menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit (gambar 2).

Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot

besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 3). Gerakan ini

diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian

membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang.

Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk

mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua

bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua

telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu,

punggung atas, dan leher.

Page 9: Relakasi Rev

9

Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan

untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot

dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara

mengerutkan dahi dan alis sampai ototototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan

yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-

keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang

mengendalikan gerakan mata (gambar 5). Gerakan 7 bertujuan untuk mengendurkan

ketegangan yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang,

diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang.

Gerakan 8 ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir

dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.

Gerakan kesembilan (gambar 6) dan gerakan kesepuluh (gambar 7) ditujukan

untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali

dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Model

dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk

menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga model

dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas. Sedangkan

gerakan 10 bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan (lihat gambar 7). Gerakan

ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian model diminta untuk

membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah

leher bagian muka.

Gerakan 11 bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat

dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung

dilengkungkan, lalu busungkan dada sehingga tampak seperti pada gambar 6. Kondisi

tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan

tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas.

Gerakan berikutnya adalah gerakan 12, dilakukan untuk melemaskan otototot

dada. Pada gerakan ini, model diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi

paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama beberapa saat,

Page 10: Relakasi Rev

10

sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat

ketegangan dilepas, model dapat bernafas normal dengan lega. Sebagaimana dengan

gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan

perbedaan antara kondisi tegang dan rileks. Setelah latihan otot-otot dada, gerakan 13

bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik

kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dank

eras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan

awal untuk perut ini.

Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini

dilakukan secara berurutan. Gerakan 14 bertujuan untuk melatih otot-otot paha,

dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki (lihat gambar 7)

sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut

(lihat gambar 6), sedemikian sehingga ketegangan pidah ke otot-otot betis.

Sebagaimana prosedur relaksasi otot, model harus menahan posisi tegang selama 10

detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan dilakukan masing-masing dua

kali. Berikut SOP (Standart Operasional Procedure) dari teknik relaksasi otot

progresif.

Page 11: Relakasi Rev

11

1.9. Standar Operasional Prodedur (SOP)

Berikut ini SOP (Standart Operasional Procedure) dari teknik relaksasi otot

progresif.

SOP TEKHNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF

PROSEDUR

TETAP

NO DOKUMEN: - NO. REVISI: - HALAMAN:

TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:

1. PENGERTIAN Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik

relaksasi yang dilakukan dengan cara fokus pada

kontraksi dan relaksasi otot-otot tubuh.

2. TUJUAN Mengurangi ketegangan dengan cara

melemaskan badan.

3. INDIKASI Klien darah tinggi/hipertensi

klien dengan stres/ketegangan/kecemasan

klien dengan asma

klien dengan insomnia

4. KONTRAINDIKASI -

5. PERSIAPAN

KLIEN

1. Bina hubungan saling percaya

2. Jelaskan kepada klien tentang prosedur

tindakan yang akan dilakukan

3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya

6. PERSIAPAN ALAT

DAN BAHAN

1. Siapkan 1 kursi yang memiliki bantalan dan

tempat untuk bersandar

2. Siapkan 1 kursi sebagai penyangga kaki

7. TAHAP KERJA

1. Beri salam, perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat.

Page 12: Relakasi Rev

12

2. Panggil klien dengan nama kesukaan klien.

3. Jelaskan kepada klien tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.

4. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.

5. Jaga privasi klien.

6. Cuci tangan dengan air bersih

7. Langkah awal yang dilakukan adalah sebuah ruang (dapat tertutup

atau terbuka) yang memungkinkan udara bebas keluar masuk sangat

dianjurkan dalam latihan relaksasi. Kursi yang dapat fleksibel naik

dan turun.

a. Gerakan pertama

Ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara

menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien

diminta membuat kepalan ini semakin kuat.

b. Gerakan kedua

Adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan

ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada

pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang

dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit.

c. Gerakan ketiga

Adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot besar

yang terdapat di bagian atas pangkal lengan. Gerakan ini diawali

dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan

kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot

biceps akan menjadi tegang.

d. Gerakan keempat

Ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk

mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara

mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan

Page 13: Relakasi Rev

13

dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan

ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas,

dan leher.

e. Gerakan kelima

Adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot

diwajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata,

rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengancara

mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa dan kulitnya

keriput.

f. Gerakan keenam

Gerakan yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali

dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan

ketegangan disekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan

gerakan mata.

g. Gerakan ketujuh

Bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-

otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan

menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang.

h. Gerakan kedelapan

Ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir

dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan

di sekitar mulut.

i. Gerakan kesembilan

Ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun

belakang. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala

sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan

Page 14: Relakasi Rev

14

kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga

klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan

punggung atas.

j. Gerakan kesepuluh

Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher

bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala

ke muka, kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke

dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher

bagian muka.

k. Gerakan kesebelas

Bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat

dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi,

kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi

tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks.Pada saat

rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-

otot menjadi lemas.

l. Gerakan kedua belas

Dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Pada gerakan ini, klien

diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru

dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama

beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada

kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat

bernafas normal dengan lega. Sebagaimana dengan gerakan yang

lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan

perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.

m. Gerakan ketiga belas

Bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan

dengan cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian

Page 15: Relakasi Rev

15

menahannya sampai perut menjadi kencang dan keras. Setelah 10

detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan

awal untuk perut ini. Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan

untuk otot-otot kaki.Gerakan ini dilakukan secara berurutan.

n. Gerakan keempat belas

Bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara

meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa

tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut, sedemikian

sehingga ketegangan pidah ke otot-otot betis. Sebagaimana prosedur

relaksasi otot, klien harus menahan posisi tegang selama 10 detik

baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan dilakukan masing-

masing dua kali

11. Evaluasi respon klien.

12. Berikan reinforcement positif.

13. Lakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya.

14. Akhiri pertemuan dengan cara yang baik.

8. HASIL:

Klien akan merasa rileks dan tingkat stres menurun

9. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

jika klien tidak kuat untuk melakukan relaksasi sebaiknya tindakan

dihentikan atau diberikan waktu untuk istirahat

Page 16: Relakasi Rev

16

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada

cara kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis. Relaksasi dibagi menjadi 4

macam, yaitu relaksasi otot (progressive muscle relaxation), pernafasan

(diaphragmatic breathing), meditasi (attention-focussing exercises), dan relaksasi

perilaku (behavioral relaxation training). Teknik relaksasi semakin sering dilakukan

karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan, membantu orang

yang mengalami insomnia dan asma.

3.2 Saran

3.2.1 saran bagi mahasiswa

Diharapkan mahasiswa menambah wawasan mengenai terapi komplementer

yang dapat diterapkan pada masyarakat sehingga dapat mengaplikasikan untuk

mengabdi kepada masyarakat demi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

3.2.2 saran bagi institusi pendidikan

Bagi institusi pendidikan diharapkan meningkatkan kurikulum atau

menambahkan terapi komplementer sebagai mata ajar, selain itu juga tenaga pendidik

diambilkan dari terapis yang telah berpengalaman sehingga dapat menularkan

ilmunya kepada peserta didik yang nantinya dapat mengembangkan keilmuan terapi

komplementer seperti melalui pendidikan dan penelitian

3.2.3 saran bagi tenaga kesehatan

Bagi tenaga kesehatan agar menerapkan dan mengembangkan terapi

komplementer sebagai alternative dalam memberikan asuhan keperawatan, karena

seiring perkembangan jaman terapi komplementer pun semakin diminati oleh

masyarakat.

Page 17: Relakasi Rev

17

DAFTAR PUSTAKA

Austaryani, Nessma Putri, dan Widodo, Arif. Tanpa Tahun. Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Perubahan Tingkat Insomnia pada Lansia di Posyandu Lansia Desa Gonilan, Kartasura. [serial online] http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3623/NESMA%20PUTRI-ARIF%20WIDODO%20Fix.pdf?sequence=1

Ari, Purwaningtyas Lisa Dwi, dan Pratiwi, Arum. Tanpa Tahun. Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. [serial online] http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3644/PURWANINGTYAS-ARUM%20PRATIWI%20fix%20bnget.pdf?sequence=1

Carlson, N. R., 1994, Physiology of Behavior. Edisi 5. Boston: Allyn & Bacon

Davis, Martha. 2005. Relaxation Therapy. [serial online] http://www.mayday.coh.org.

Dewi, Diahwati. 2001. Serba-serbi Manfaat dan GangguanTidur. Jakarta: Pionir Jaya.

Friedman, L., Bliwise, D.L., Yesavage, J.A., and Salom, S.R., 1991, A Peliminary Study Comparing Sleep Restriction Therapy and Relaxation Treatments for Insomnia in Older Adults, Journal of Gerontology, Vol 46, No. 1. pp. 1-8.

Huntley, A., White, A. R., and Ernst, E., 2002, Relaxation Therapies for Asthma: A Systematic Review, Thorax, Vol 57., No. 2., pp. 127-131.

Karyono. 1994. Efektivitas Relaksasi dalam Menurunkan Tekanan Darah pada Penderita Hypertensi Ringan. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM.

Kazdin, A. E., 2001, Behavior Modification in Applied Settings. Edisi 3. Belmont, CA: Wadsworth/Thompson Learning.

Miltenberger, R. G.(2004), Behavior Modification, Principles and Procedures. Edisi 3. Belmont, CA: Wadsworth/Thompson Learning.

Prawitasari. J.E. (1988), Pengaruh Relaksasi terhadap Keluhan Fisik. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Page 18: Relakasi Rev

18

Resti, Indriana Bil. 2014. Teknik Realaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stres Pada Penderita Asma. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 02, No. 01, Januari 2014. [serial online] http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/viewFile/1766/1854_umm_scientific_journal.pdf.

Utami, M.S. (1991), Efektivitas Relaksasi dan Terapi Kognitif untuk Mengurangi Kecemasan Berbicara di Muka Umum. Tesis, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Valentine, Dian Ary, Rosalina, dan Saparwati, Mona. 2014. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah pada Lansia Dengan Hipertensi di Kel.Pringapus, Kec. Pringapus Kab. Semarang. [serial online] http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3547.pdf

Widyastuti, Henny, Achjar, dan Surasta, Wayan. Tanpa Tahun. Perbedaan Efektifitas Terapi Musik dengan Teknik Relaksasi Progresif Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Lansia di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja. [serial online] http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/download/6127/4618