Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
-
Upload
erlina-yuliani -
Category
Documents
-
view
348 -
download
9
Transcript of Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
1/355
Rekomendasi Teknolog
Kelautan Perikanan 2013
Badan P n litian dan P ng mbangan K lautan dan P rikanan
K m nt rian K lautan dan P rikanan
Rekomen
dasiTeknologiKelautanPer
ikanan
ITERBITKAN OLEH
Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Tahun 2013
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
2/355
i
Rekomendasi TeknologiKelautan dan Perikanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan PerikananKementerian Kelautan dan Perikanan
2013
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
3/355
ii
JUDUL BUKU
Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan
KATALOG DALAM TERBITAN
ISBN 978-979-3692-49-4
KONSEP BUKU
Tim Komisi Litbang
EDITOR
Fatuchri Sukadi Iin Siti Djunaidah Subhat Nurkhakim Ketut Sugama Endang Sri Heruwati Mulia Purba Aryo Hanggono
KONTRIBUTOR Direktorat Kesehatan Lingkungan, Ditjen Perikanan Budidaya Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Balitbang KP Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi KP, Balitbang KP Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Balitbang KP Balai Budidaya Air Payau, Ditjen Perikanan Budidaya Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Balitbang KP Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Balitbang KP Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Balitbang KP Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan, Balitbang KP Balai Penelitian Observasi Laut, Balitbang KP
Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut, Balitbang KP Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP
Hak Cipta buku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan
DITERBITKAN OLEH
Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan PerikananKementerian Kelautan dan PerikananTahun 2013
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
4/355
iii
SAMBUTANMENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Dengan memanjatkan Puji Syukur kepada Allah SWT, saya
menyambut dengan rasa senang dan mengucapkan selamat
atas terbitnya buku tentang Rekomendasi TeknologiKelautan dan Perikanan 2013. Saya kira masyarakat dan
khususnya para penyuluhpun telah lama menunggu terbitnya
buku semacam ini. Para penyuluh membutuhkannya karena
telah diamanatkan dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan.
Dalam persaingan global, masyarakat kelautan dan perikanan Indonesia sangat
haus akan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan inovasi yang mampu membantuusahanya dalam peningkatan produksi dan produktivitas dengan efisiensi dan
efektifitas yang tinggi. Harapannya adalah tersedia teknologi yang telah
direkomendasikan dapat membantu dalam mewujudkan peningkatan pendapatan
dan kesejahteraan para pelaku usaha.
Selaku Menteri Kelautan dan Perikanan yang bertanggung jawab atas keberhasilan
program pembangunan kelautan dan perikanan, mengharapkan agar teknologi yang
direkomendasikan sebagaimana terangkum dalam buku ini dapat disebarluaskan
oleh para penyuluh kepada Masyarakat Kelautan dan Perikanan untuk
melaksanakan kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan dengan konsep
Blue Economy. Kebijakan tersebut tidak lain adalah untuk meningkatkan nilai
tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan, dengan pengembangan
berbagai inovasi yang berorientasi pada pelestarian sumber daya untuk
memberikan manfaat secara ekonomi, sosial dan lingkungan secara berkelanjutan.
Ke depan masyarakat Indonesia masih banyak membutuhkan ilmu pengetahuan dan
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
5/355
iv
teknologi terkini dan akan terus menunggu banyak lagi inovasi hasil karya bangsa
sendiri terutama untuk peningkatan daya saing produk di pasar nasional dan
internasional.
Besar harapan saya, buku ini dapat dimanfaatkan secara luas oleh seluruh
masyarakat.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
Syarif C. Sutardjo
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
6/355
v
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, dengan rasa
senang dan bercampur bangga Badan Penelitian dan Pengembangan
Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) mempersembahkan buku
Rekomendasi Teknologi Kelautan Perikanan 2013. Buku ini untuk
pertama kalinya disusun dan diterbitkan oleh Balitbang KP yang
didedikasikan untuk mendukung program pembangunan kelautan dan
perikanan yang berkelanjutan yang melalui Industrialisasi, dan
sekaligus menindaklanjuti amanat dalam UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Dalam Industrialisasi Kelautan dan Perikanan, diharapkan teknologi dan inovasi yang ada dalam
buku ini memberikan dampak yang luas pada pengembangan dan pengelolaan sumberdaya
kelautan dan perikanan, baik keberlanjutannya maupun peningkatan nilai tambah dan daya saing,yang pada akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan di
Indonesia. Kami menyadari, masih banyak tantangan yang dihadapi dalam pembangunan di sektor
kelautan dan perikanan, baik aspek pengolahan sumberdaya, kehidupan nelayan, pembudidaya,
pengolah dan pemasar produk perikanan, maupun sumbangan sektor kelautan dan perikanan
dalam pembangunan nasional yang masih perlu ditingkatkan. Untuk tujuan itulah, seluruh peneliti
dan perekayasa di bidang kelautan dan perikanan dipacu untuk terus berkarya menghasilkan
inovasi dan teknologi yang tepat guna dan adaptif lokasi, mengingat bahwa bervariasinya tingkat
pendidikan, sosial, ekonomi dan kemampuan dalam penyerapan teknologi di setiap wilayah
Indonesia.
UU Nomor 16 Tahun 2006 menyatakan secara tegas pada pasal 28 ayat (1), bahwa materi
penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan
pelaku usaha harus mendapatkan rekomendasi. Oleh karena itu, Balitbang KP mengambil inisiatif
untuk menjawab amanat tersebut melalui Komisi Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan yang anggotanya terdiri dari Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, Pejabat dari Unit
Kerja Eselon I lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), perwakilan dari beberapa
kementerian/lembaga pemerintah, perguruan tinggi, pakar dan pelaku usaha. Disamping itu, juga
dimaksdukan sebagai bentuk tanggung jawab moral dalam memperbaiki teknologi bahan
penyuluhan yang ada saat ini.
KATAPENGANTARKEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKELAUTAN DAN PERIKANAN
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
7/355
vi
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota Komisi dan Subkomisi Litbang, Para
Editor dan tentunya para kontributor materi yang telah dengan sabar mengikuti dan melewati
seleksi dan presentasi, khususnya para Peneliti dan Perekayasa dari Satker lingkup Balitbang KP,
serta Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) yaitu Balai Budidaya Air Payau Takalar.
Penerbitan buku ini merupakan langkah permulaan yang tentunya akan dilanjutkan dengan
penerbitan teknologi baru lainnya di tahun-tahun berikutnya. Untuk pertama kalinya teknologi
yang masuk dalam buku ini merupakan hasil seleksi dari pengembangan teknologi yang dilakukan
hanya oleh Unit Kerja lingkup KKP. Itupun belum seluruhnya dapat diseleksi dan dimasukkan
dalam buku ini, oleh karena itu kedepan akan diterbitkan buku-buku lain untuk seri rekomendasi
teknologi kelautan dan perikanan. Bahkan dalam penerbitan berikutnya, diharapkan tidak hanya
berisi pengembangan/inovasi teknologi yang dihasilkan oleh unit kerja di lingkup KKP, tetapi juga
oleh para peneliti dan perekayasa diluar KKP yaitu; perguruan tinggi, masyarakat, swasta dan
lainnya.
Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan akan mendorong upaya memasyarakatkan inovasi
dan teknologi anak bangsa sendiri untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi-efektifitas usaha
masyarakat baik melalui penyuluhan, diseminasi maupun dengan cara lainnya, dan diharapkan
dapat meningkatkan kemudahan akses masyarakat terhadap hasil litbang Iptek maupun inovasi
yang dihasilkan dari dalam negeri.
Semoga bermanfaat.
Plt. Kepala Balitbang KP
DR. Achmad Poernomo, M.App.Sc
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
8/355
vii
Komisi Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Komisi Litbang KP) telah
berusaha keras untuk menerbitkan buku rekomendasi teknologi yang berasal dari institusi Badan
Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) serta institusi lainnya dilingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dengan rasa syukur ke hadirat Illahi pada
akhirnya terkumpul 36 Rekomendasi Teknologi. Sangat disadari bahwa rekomendasi teknologi ini
dituntut oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan, sehingga buku ini diharapkan dapat berguna untuk dijadikan bahan
materi penyuluhan. Walaupun demikian, rekomendasi teknologi ini tidak semata-mata ditujukan
untuk materi penyuluhan karena ada teknologi yang sangat berguna bagi institusi pengelola
maupun litbang untuk digunakan lebih lanjut dalam pengelolaan sumberdaya ikan.
Rekomendasi teknologi perikanan budidaya terkumpul paling banyak dalam buku ini dan terdiri
dari teknologi yang sangat menunjang program industrialisasi perikanan seperti yang terkait
dengan budidaya udang, bandeng dan rumput laut. Teknologi penerapan vaksin dan probiotik
dalam budidaya adalah contoh yang sangat direkomendasikan pada pengembangan industri
budidaya. Selain itu, teknologi perbenihan komoditas prospektif seperti abalon diangkat untuk
disebarluaskan kepada masyarakat. Teknologi yang bertujuan untuk penghematan penggunaan
air diangkat seperti teknologi resirkulasi perbenihan dan teknologi akuafonik.
Perikanan berbasis akuakultur atau Culture based Fisheries (CBF) sangat dianjurkan untuk
diterapkan di perairan umum dengan didukung oleh penerapan co-management. Teknologi ini
diangkat untuk direkomendasikan dengan mengemukakan contoh keberhasilan penebaran ikan
patin di waduk Wonogiri.
Dalam bidang pasca panen, untuk menjamin keamanan produk perikanan yang dipasarkan,
diperlukan alat yang sederhana tetapi bisa secara tepat menentukan ada tidaknya kandungan
formalin atau boraks dalam produk perikanan. Untuk itu kit Antilin dan Antitrax direkomendasikan
untuk dikembangkan penggunaannya secara luas ke masyarakat terutama pengawas keamanan
pangan. Teknologi kelautan telah memberikan beberapa teknologi untuk pengumpulan data dan
KATAPENGANTAR
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
9/355
viii
informasi serta teknologi untuk melindungi pantai dari abrasi dengan teknologi geotekstil,
demikian pula teknologi bioreeftek untuk rehabilitasi terumbu karang.
Semoga rekomendasi teknologi ini berguna bagi masyarakat terutama institusi yang menangani
penyuluhan dengan menjadikan rekomendasi ini sebagai materi penyuluhan.
Komisi Litbang KP mengucapkan terima kasih kepada para evaluator dan anggota sekretariat
Komisi Litbang KP atas dukungan dan kerja kerasnya, juga terima kasih kepada berbagai institusi
di KKP atas masukan bahan teknologi, semoga teknologi yang terbaik senantiasa dihasilkan bagi
penerbitan Rekomendasi Teknologi.
Jakarta, Agustus 2013
Redaksi,
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
10/355
ix
DAFTARISI
SAMBUTAN
Menteri Kelautan Republik Indonesia iii
KATA PENGANTAR Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan v Redaksi vii
DAFTAR ISI ix
Perikanan Tangkap
Introduksi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) 2
Culture Based Fisheries (CBF) Ikan Patin Siam(Pangasianodon hypophthalmus) 11
Perikanan Budidaya
Teknologi Pendederan Ikan Patin Pasupati 19 Teknologi Produksi Massal Larva Ikan Patin Pasupati 26 Peningkatan Produksi Udang Windu di Tambak Tradisional
Plus dengan Aplikasi Probiotik RICA 33 Teknologi Sistem Resirkulasi Untuk Pemeliharaan IndukUdang
Vannamei ( litopenaeus Vannamei) 44
Perakitan Alat Radiasi UV untuk Menekan Bakteri Pathogendalam Perikanan Budidaya 51
Teknologi pembenihan ikan hias laut ikan klown (Amphiprion
percula ) 58 Pendederan Kerapu Tikus Sistem Resirkulasi Skala Rumah
Tangga 66 Polikultur Rumput Laut Lawi-lawi (Caulerpa, sp ) dengan
Rajungan (Portunus pelagicus Linn) di Tambak 82 Teknologi Budidaya Sponge ( Haliclona sp dan Callispongia
sp ) pada Rakit Apung di Laut 94
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
11/355
Pembenihan Rajungan ( Portunus pelagicus ) 106 Teknologi Pembenihan Ikan Hias Botia ( Chromobotia
macracanthus bleeker) di Lingkungan Terkontrol 131 Teknologi Perbenihan Abalon ( Haliotis squamata ) 151
Produksi Bibit Unggul Rumput Laut Kappaphycus alvarezii 160 Penggunaan Vaksin HydroVac dan StreptoVac untuk
Pencegahan Penyakit Potensial pada Ikan Air Tawar 176 Teknologi Budidaya Ikan Air Tawar Sistem Akuaponik 188 Budidaya Rumput Laut dengan Kantong Rumput Laut (KRL)
Berkarbon 200
Pasca Panen Alginat sebagai Bahan Pasta Pengental pada Pencapan
Tekstil 224 Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar 228 Cetyl-pyridinium Chloride (CPC) sebagai Alternatif Pengganti
Klorin untuk Antimikroba pada Penanganan Udang di Unit
Pengolah Ikan (UPI) 233 Bubuk Kalsium dari Tulang Ikan 239 Refined Carrageenan (RC) Kualitas Food Grade dari
Euchema cottonii 246
Semi Refined Carrageenan (SRC) dari Euchema cottonii 252 Penyamakan Kulit Ikan 265 Pengulitan dan Pengawetan Kulit Ikan 275 Test Kit Histakit untuk Menguji Kandungan Histamin pada
Produk Perikanan 283 Pengawetan Ikan menggunakan Biji Picung Beku 289 Test Kit Antirax untuk Menguji Residu Boraks pada Produk
Perikanan 294 Test Kit Antilin untuk Uji Residu Formalin pada Produk
Perikanan 298
Teknologi Kelautan
Teknologi BIOREEFTEK 304 Teknologi Wahana Observasi Bawah Air Mini ROV 312 Kapal Katamaran Multiguna Tenaga Matahari 322 Perlindungan Pantai dengan Pemecah Gelombang Karung
Geotekstil Memanjang (KGM) 334x
Budidaya Rumput Laut Gracilaria verucossaMenggunakan BibitHasil Kultur Jaringan 206
Budidaya Ikan Nila Srikandi di Tambak 214
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
12/355
1
rekomendasiteknologi
perikanantangkap
1
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
13/355
2
Kontak Person
Endi Setiadi Kartamihardja,[email protected]
Unit Eselon I
Badan Penelitian dan PengembanganKelautan dan Perikanan
Satuan Kerja
Pusat Penelitian PengelolaanPerikanan dan Konservasi
Sumberdaya Ikan
Alamat
Gedung Balitbang KPJl. Pasir Putih, Ancol Timur
Jakarta Utara
Kategori TeknologiPerikanan Tangkap
Sifat Teknologi
Inovasi
Masa Pembuatan
2002-2013
Tim Penemu
Endi Setiadi Kartamihardja,Ahmad S. Sarnita (Alm)
Kunto Purnomo
P4KSIIntroduksi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis)
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
14/355
3
DESKRIPSI TEKNOLOGI
Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi
Ikan bilih (Mystacoleucus padangensisBleeker) adalah jenis ikan endemik yang hanya terdapat
di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Di Danau Singkarak, ikan ini menjadi andalan nelayan
sehingga usaha penangkapannya sangat intensif dengan menggunakan alat tangkap alahan
pada aliran sungai dengan target tangkapan induk ikan bilih yang akan memijah. Akibatnya hasil
tangkapan ikan bilih menurun tajam dan ukuran ikan yang tertangkap juga semakin kecil. Sebelum
tahun 2000, ikan bilih dari Danau Singkarak diekspor ke Negara tetangga seperti Malaysia dan
Singapura, akan tetapi dengan menurunnya hasil tangkapan, ekspor ikan bilih tidak bisa berlanjut.
Untuk menyelamatkan
populasi ikan bilih di Danau
Singkarak yang sudah
mula i menurun , te lah
dilakukan introduksi ikanbilih di Danau Toba dimana
hasil tangkapan ikan nya
masih rendah dibanding
potensi produksinya yang
cukup tinggi. . Disamping
itu, introduksi ikan bilih juga
d i l a k u k a n u n t u k
menggantikan keberadaan
ikan pora-pora (Puntius
binotatus) yang langka di
Danau Toba dan sejak
tahun 1995 jenis ikan
tersebut t idak pernah
tertangkap lagi.
Pengertian - Definisi
Introduksi ikan (fish introduction) adalah kegiatan penebaran ikan dari luar ke suatu badan air
dimana ikan yang ditebarkan tersebut bukan merupakan ikan asli di badan air yang bersangkutan.
Gambar 1. Peta Danau Toba, kawasan pemijahan ikan Bilih
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
15/355
4
I k a n y a n g d i t e b a r k a n
d i h a r a p k a n d a p a t
memanfaatkan habitat dan
makanan alami yang tersedia
serta dapat memijah secaraalami di perairan tersebut.
I n t r o d u k s i i k a n h a r u s
d i l a k u k a n d e n g a n
pendekatan kehati-hatian
(precautionary approach) agar
ikan yang diintroduksikan
aman dan tidak berdampak
negatif terhadap populasi ikan
asl i . Untuk menghindari
k e r a n c u a n d e n g a n
Restocking, perdefinisi Restocking adalah penebaran ikan ke suatu badan air dimana ikan yang
ditebarkan telah ada sebelumnya (merupakan ikan asli) di perairan tersebut. Restocking biasanya
dilakukan untuk menambah populasi ikan asli yang menurun atau langka yang hidup di perairan
tersebut.
Rincian dan Aplikasi Teknis
1. Persaratan Teknis Penerapan Teknologi introduksi ikan bilih sebagai berikut:
(1) Badan air yang akan digunakan untuk penerapan teknologi introduksi ikan bilih harus
memiliki: kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan bilih; air relatif jernih, suhu air rendaho(berkisar antara 26-28 C); terdapat sungai yang masuk danau dengan karakteristik
sebagai habitat pemijahan, yaitu: berair jernih, dasar berpasir atau kerikil, arus air antarao40-60 cm/detik, kedalaman air 20-40 cm, suhu air berkisar antara 26,0-28,0 C; sumber
daya makanan alami yang berupa plankton dan detritus tinggi dan belum optimal
dimanfaatkan oleh ikan asli.
(2) Ikan bilih yang akan ditebarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: bebas dari
hama dan penyakit; memiliki nilai ekonomis; disukai masyarakat sekitar; dapat
meman faa t kan sumbe r daya makanan a l am i yang t e r sed i a ; dapa t
memijah/berreproduksi secara alami; dan tidak bersifat invasif (tidak berdampak negatif)
terhadap jenis ikan asli.(3) Hasil tangkapan ikan di badan air yang akan ditebari masih rendah jauh di bawah potensi
produksi ikan lestarinya.
(4) Kelompok nelayan sebagai unsur pengelola perikanan utama sudah ada atau mudah
dibentuk; berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan perikanan.
2. Uraian lengkap dan rinci Prosedur Operasional Standar (POS), penerapan teknologi introduksi
ikan bilih adalah sebagai berikut:
(1) Identifikasi potensi badan air yang meliputi: kualitas air; jenis dan kelimpahan sumber
Gambar 2. Perbedaan Ikan Bilih, Wader dan Pora-pora
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
16/355
5
daya makanan alami; komposisi jenis ikan asli; estimasi potensi produksi ikan; terdapat
sungai yang bermuara ke danau yang sesuai sebagai kawasan pemijahan ikan bilih.
(2) Identifikasi sifat biologi ikan bilih yang meliputi: siklus hidup, reproduksi, makanan dan
kebiasaan makan dan distribusinya. Ikan bilih yang akan diintroduksi sebaiknya
ditangkap dari habitat aslinya, Danau Singkarak.(3) Identifikasi kegiatan perikanan yang meliputi: jumlah nelayan; jenis dan jumlah alat
tangkap, jenis, komposisi dan jumlah hasil tangkapan ikan.
(4) Identifikasi masyarakat sekitar badan air: jumlah atau ketersediaan kelompok nelayan;
kelompok pengawas; kelompok usaha perikanan lainnya.
(5) Identifikasi biaya yang diperlukan untuk kegiatan introduksi ikan dan peluang
keberhasilannya.
(6) Pelaksanaan penebaran ikan bilih yang berukuran 5 12 cm termasuk transportasi hidup
benih.
(7) Monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dilakukan pada perencanaan, selama dansetelah penerapan teknologi introduksi, dan dari hasil monitoring dilakukan evaluasi
untuk mengkaji keberhasilan ataupun kegagalan penerapan teknologinya.
3. Uraian dan jumlah kaji
t e r a p y a n g s u d a h
dilakukan di beberapa
daerah
Teknologi introduksi ikan
bilih yang didasarkan atas
has i l pene l i t i an dan
pengkajian belum pernah
diterapkan di badan a ir
l a i n n y a . N a m u n
berdasarkan informasi dari
beberapa Dinas Perikanan,
introduksi ikan bilih secara
trial and error telah
dilakukan di beberapa
badan air dan tidak menunjukkan hasil. Introduksi ikan bilih ini gagal karena persyaratan badan airuntuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak sesuai. Hasil penelitian dan pengkajian introduksi ikan
bilih di Danau Toba yang dilakukan pada tahun 2002 2003 dijadikan dasar dalam implementasi
introduksi ikan bilih di Danau Toba. Hasil introduksi ikan bilih di Danau Toba telah memberi manfaat
ekonomi, sosial dan lingkungan yang besar bagi masyarakat sekitar Danau Toba dan masyarakat
Sumatera Barat yang melakukan usaha pemasaran dan pengolahan ikan bilih. Pada tahun 2010
IPTEKMAS introduksi ikan bilih di Danau Toba telah dilaksanakan sebagai langkah nyata
desiminasi ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat yang membutuhkan.
Gambar 3. Siklus hidup ikan Bilih
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
17/355
6
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Uraian tentang teknologi yang baru
atau modifikasi
Teknologi introduksi ikan bilih ke Danau Toba
merupakan teknologi yang telah dimodifikasidisesuaikan dengan karakteristik perairan
dan karakteristik biologi dari ikan bilih di
habitat aslinya Danau Singkarak.
Keberhasilan teknologi introduksi
ikan bilih dengan teknologi yang
sudah ada
Teknologi introduksi ikan adalah teknologi yang telah lama diterapkan di perairan danau dan
waduk Indonesia. Sebagai contoh introduksi ikan mujair (Oreochromis mossambicus) di DanauToba telah dilakukan sejak jaman penjajahan Belanda. Introduksi ikan mujair di Danau Toba gagal
karena ikan mujair memerlukan daerah littoral untuk pemijahannya sedangkan Danau Toba
merupakan danau dalam (590 m), berpantai curam sehingga memiliki daerah littoral yang sempit.
Disamping itu, kelimpahan sumber daya makanan yang tersedia rendah. Ikan mujair malahan
disinyalir berdampak negatif terhadap punahnya populasi ihan batak (Neolissochillus
thienemanni) dengan cara memakan telurnya. Penerapan teknologi introduksi ikan bilih di Danau
Toba merupakan teknologi yang unggul dengan alasan sebagai berikut: (1) sangat efisien, karena
ikan bilih tumbuh hanya dengan memanfaatkan makanan alami yang tersedia dan sisa pakan yang
terbuang dari budidaya ikan dalam KJA, ikan bilih dapat mengisi daerah pelagis danau yang
selama ini belum terisi ikan, terdistribusi di seluruh perairan danau dan dapat berkembang biak
secara alami di sungai-sungai yang masuk danau; (2) ekonomis: pada kasus di Danau Toba
menunjukan produksi ikan bilih mencapai 45.000 ton pada tahun 2012 atau senilai 225 milyar
rupiah (bandingkan dengan produksi ikan lemuru di Selat Bali yang hanya mencapai 25.000
ton/tahun); produksi ikan bilih yang tinggi telah berdampak terhadap peningkatan pendapatan
nelayan; mudah dipasarkan karena pembeli (pedagang pengumpul terutama dari Sumatera Barat)
datang sendiri ke tempat produksi; dan ikan bilih menjadi komoditas unggulan masyarakat nelayan
setempat; (3) layak: teknologi introduksi ikan bilih layak untuk dikembangkan di perairan danau
dengan karakteristik yang sejenis.
Mudah diterapkan dalam sistem usaha kelautan dan perikanan
Teknologi introduksi ikan bilih sangat mudah diterapkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar
danau karena sangat sederhana dan praktis. Masyarakat nelayan sebagai ujung tombak
pelaksana pengelolaan cukup diarahkan untuk memahami persyaratan teknis penerapan
teknologi introduksi ikan bilih dan bagaimana melakukan pengelolaan dan monitoring serta
evaluasinya. Keberlanjutan pengelolaan sumber daya ikan bilih akan berhasil jika masyarakat
nelayan sudah membentuk kelompok sehingga semua peraturan yang dibuat dapat dipatuhi dan
dilaksanakan.
Gambar 4. Prototipe Alat tangkap yang digunakanuntuk koleksi ikan Bilih hidup yang akandiintroduksi ke Danau Toba
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
18/355
7
Ramah lingkungan
Teknologi introduksi ikan bilih ke danau Toba sangat ramah lingkungan karena ikan bilih tumbuh
dengan memanfaatkan sumber daya makanan alami (plankton, mikrobenthos dan detritus) yang
tersedia dan ikan bilih juga memanfaatkan sisa makanan dan kotoran ikan yang berupa limbah dari
budidaya ikan dalam KJA yang jika tidak dimakan ikan bilih akan mencemari danau. Ikan bilihsebagai ikan asing di Danau Toba tidak bersifat invasif terhadap ikan asli malahan menggantikan
peran ikan Pora-pora yang sejak tahun 1990-an sudah tidak tertangkap lagi.
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN, DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN
Gambaran lokasi dan waktu penelitian, pengkajian, dan pengembangan
Penelitian dilaksanakan di Danau Toba yang merupakan danau terbesar di Indonesia dengan luas
112.000 ha dan kedalaman maksimum 590 m. Danau berlereng curam kecuali di pantai Samosir
bagian Timur sehingga sebagian besar danau berupa daerah pelagis dan hanya sebagian kecil
berupa daerah littoral. Sungai yang bermuara ke Danau Toba ada 149 buah dan sebanyak 79 buah
tidak pernah kering. Danau berair jenih dengan kecerahan air lebih dari 12 m dengan kandunganooksigen terlarut yang tinggi dan suhu air antara 27-28 C. Sebelum tahun 1995, Danau Toba
termasuk perairan dengan tingkat kesuburan rendah (oligotrofik) dan kini kesuburannya
meningkat menjadi perairan dengan tingkat kesuburan sedang (mesotrofik). Karakteristik
limnologis Danau Toba tersebut serupa dengan karakteristik limnologis Danau Singkarak sebagai
habitat asli ikan bilih. Malahan perairan Danau Toba mempunyai keunggulan tersendiri karena
jumlah sungai yang masuk danau hampir 30 kali lipat dari jumlah sungai yang masuk Danau
Singkarak. Sungai-sungai ini umumnya berair jernih, berdasar pasir dan atau kerikil sehingga
sangat sesuai sebagai daerah pemijahan ikan bilih. Populasi ikan asli umumnya sudah menurun
atau langka dan menuju kepunahan seperti ihan batak yang digunakan sebagai ikan adat dan
pora-pora. Ikan introduksi terdiri dari ikan mujair, betutu, nilem, sepat, dan nila, ikan-ikan introduksi
tersebut umumnya tidak berkembang dengan baik karena habitatnya tidak sesuai.
Kegiatan penelitian, pengkajian, dan penerapan teknologi introduksi ikan bilih dapat dibagi
menjadi beberapa periode sebagai berikut:
(1) Tahun 2000-2002, penelitian tentang karakteristik limnologis danau Toba dan danau
Singkarak, aspek biologi ikan bilih (siklus hidup, makanan dan kebiasaan makan, biologi
reproduksi dan pertumbuhan) di habitat aslinya danau Singkarak serta aspek perikanan tangkap
ikan bilih di danau Singkarak. Bersamaan dengan itu juga dipelajari aspek biologi komunitas ikan
di Danau Toba. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa karakteristik limnologi Danau Singkarakserupa dengan Danau Toba
(2) Tahun 2003-2005, perancangan cara penangkapan dan transportasi hidup benih ikan bilih,
pelaksanaan penebaran ikan bilih di Danau Toba, yang dilanjutkan dengan monitoring
perkembangan ikan bilih yang diintroduksikan dan aspek biologinya. Hasil pengkajian
menyimpulkan bahwa ikan bilih dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik, distribusinya
mengisi seluruh perairan danau dan kawasan pemijahannya tersebar di hampir semua sungai yang
masuk danauSejak tahun 2005, hasil tangkapan ikan bilih mulai nampak dan berdasarkan hasil
pencatatan enumerator di beberapa tempat penangkapan nelayan tercatat sebesar 635,9 kg atau
senilai 3,89 milyar rupiah.
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
19/355
8
(3) Tahun 20010-2013, penerapan
IPTEK pengelolaan dan konservasi
i k a n b i l i h m e l a l u i k e g i a t a n
IPTEKMAS (Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi untuk Masyarakat) .Kegiatan IPTEKMAS ini ditujukan
untuk memberdayakan masyarakat
nelayan dalam rangka optimasi
pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya ikan bilih serta upaya
konservasinya. Melalui kegiatan
I P T E K M A S j u g a d i l a k u k a n
pemberdayaan masyarakat dalam
pengolahan produk dan pemasaran
ikan bilih. Pada tahun terakhir(2013), sedang disusun Naskah
A kadem i k Penge l o l aan dan
Konservasi Sumber Daya Ikan di
Danau Toba sebagai bahan
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang akan disampaikan ke Gubernur
Sumatera Utara.
Lokasi wilayah yang direkomendasikan untuk penerapan teknologi introduksi
Pada prinsipnya, introduksi ikan ke suatu badan air harus dilakukan dengan pendekatan kehati-
hatian (precautionary approach) karena keberadaan ikan asing di suatu perairan dapat berdampak
negatif terhadap keanekaragaman ikan asli dan lingkungan. Oleh karena itu, sebelum introduksi
ikan dilakukan harus dilakukan kajian yang mendalam terlebih dahulu baik aspek biologi ikan
introduksi dan habitat aslinya maupun biologi komunitas ikan dan habitatnya di perairan yang akan
ditebari. Introduksi ikan bilih dapat dilakukan di beberapa perairan danau yang mempunyai
karakteristik serupa dengan danau Singkarak dan di danau tersebut tidak terdapat ikan asli yang
endemik atau langka yang akan bersaing dengan ikan bilih. Beberapa danau yang dapat
diintroduksi ikan bilih antara lain: Danau Dibawah dan Diatas (Sumatera Barat), Danau Ranau
(Sumatera Selatan dan Lampung), dan Danau Kerinci (Jambi).
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Penerapan teknologi introduksi ikan bilih dapat berdampak negatif terhadap penurunan
keanekaragaman ikan asli jika ikan bilih berkompetisi dan mendesak populasi ikan asli. Apalagi jika
di badan air yang bersangkutan terdapat jenis ikan endemik atau jenis ikan langka yang perlu
dilindungi dan dilestarikan.
KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA
Dengan mengambil kasus penebaran ikan bilih di Danau Toba, ikan bilih yang ditebarkan, pada
tanggal 3 Januari 2003 (hanya dilakukan satu kali) sebanyak 2.850 ekor dari 3.500 ekor yang
Gambar 5. Penjualan Hasil Tangkapan Ikan Bilih di salah satuPendaratan Ikan di Danau Toba
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
20/355
9
ditangkap dari Danau Singkarak dengan ukuran panjang total antara 5-6 cm dan berat antara 0,9-
1,5 gram per ekor atau setara dengan 3,8 kg x 10.000 rupiah/kg = 38.000 rupiah. Biaya
transportasi dan fasilitas jaring penampung sebesar 3 juta rupiah, dan biaya tenaga kerja dan lain-
lain sehingga total biaya untuk introduksi ikan bilih sebesar 6 juta rupiah.
Hasil tangkapan nelayan mulai terlihat sejak tahun 2005 yang mencapai 653,6 ton atau 14,6%
dari total hasil tangkapan ikan pada tahun yang sama, yakni sebesar 4.462 ton dengan nilai
produksi sebesar 3,9 milyar rupiah. Hasil tangkapan ikan Bilih tersebut berada pada urutan ke tiga
setelah tangkapan ikan mujair dan nila. Pada tahun 2008, hasil tangkapan ikan bilih meningkat
mencapai 13.000 ton atau setara dengan nilai 65 milyar rupiah. Pada tahun 2012 mencapai
45.000 ton atau senilai 225 milyar rupiah. Secara umum, produksi ikan di Danau Toba meningkat
dari rata 15-20 kg/ha/th sebelum introduksi ikan bilih menjadi 350-400 kg/ha/th.
TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI
Ikan bilih adalah ikan endemik Danau Singkarak di Sumatera Barat. Demikian pula seluruh
komponen yang digunakan dalam penerapan teknologi introduksi ini adalah komponen dalam
negeri.
Gambar 6. Distribusi Ukuran Ikan Bilih yang Ditebar dan Makanannya Gambar 7. Distribusi panjang IkanBilih yang tertangkap di DanauToba dan Danau Singkarak
Gambar 9. Sungai yang masuk Danau Tobasebagai Kawasan Suaka Ikan Bilih
Gambar 8. Perkembangan Produksi Tangkapan Ikan Bilih
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
21/355
10
Gambar 10. Bagan (Alat tangkap utama) ikan bilih Gambar 11. Alat tangkap Gill Net
Gambar 13. Peserta Diseminasi IPTEK Pengelolaandan Konservasi Sumber Daya Ikan Bilih
Gambar 12. Narasumber dalam Diseminasi IPTEKPengelolaan dan Konservasi Ikan Bilih
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
22/355
11
Kontak Person
Endi Setiadi Kartamihardja,[email protected]
Nurul [email protected]
Unit Eselon I
Badan Penelitian dan PengembanganKelautan dan Perikanan
Satuan Kerja
Pusat Penelitian PengelolaanPerikanan dan Konservasi
Sumberdaya Ikan
Alamat
Gedung Balitbang KPJl. Pasir Putih, Ancol Timur
Jakarta Utara
Kategori TeknologiPerikanan Tangkap
Sifat Teknologi
Inovasi
Masa Pembuatan
1999-2013
Tim Penemu
Endi Setiadi KartamihardjaKunto Purnomo
Chairulwan UmarSonny Koeshendrajana
Nurul Istiqomah
P4KSICulture Based Fisheries (CBF)
Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus)
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
23/355
12
DESKRIPSI TEKNOLOGI
Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi
Ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) adalah ikan ekonomis penting di perairan tawar
yang dapat dijadikan komoditas pangan baik untuk keperluan domestik maupun ekspor. Pulau
Jawa memiliki perairan waduk sekitar 90 persen dari luas total waduk di Indonesia. Populasi ikan
asli di perairan waduk yang berasal dari sungai yang dibendungnya pada umumnya akan
mengalami penurunan pada beberapa tahun setelah waduk terbentuk karena ikan asli sungai di
habitat mengalir tidak dapat beradaptasi dengan habitat baru yang berupa perairan tergenang
(waduk). Salah satu jenis ikan asli yang hilang dari Waduk Gajahmungkur adalah ikan patin jambal
(Pangasius djambal) karena jalur ruaya ikan ini ke habitat pemijahannya terputus oleh
pembendungan sungai Bengawan Solo. Oleh karena itu, peningkatan produksi ikan di waduk
dapat dilakukan melalui penerapan teknologi Culture Based Fisheries(CBF) yang tepat. Tujuan
penerapan teknologi CBF ikan patin siam ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi ikan di suatu badan air dengan cara memanfaatkan sumber daya makanan alami dan
habitat (niche ecology)y a n g m a s i h k o s o n g .
Peningkatan kualitas dan
kuantitas produksi ikan ini
akan bermanfaat dalam
rangka men ingkatkan
p e n d a p a t a n d a n
kesejahteraan masyarakat
nelayan dan masyarakat
sel ingkar di badan air
tersebut.
Pengertian - Definisi
Culture Based Fisheries(CBF) atau Perikanan Tangkap Berbasis Budidaya adalah kegiatan
perikanan tangkap dimana ikan hasil tangkapan berasal dari benih ikan hasil budidaya yang
ditebarkan ke dalam badan air, dan benih ikan yang ditebarkan akan tumbuh dengan
memanfaatkan makanan alami yang tersedia. Penebaran benih ikan umumnya dilakukan secara
rutin karena ikan hanya tumbuh dan tidak diharapkan berkembang biak. Oleh karena itu,
ketersediaan benih ikan patin siam dari hasil pembenihan merupakan salah satu kunci
Gambar 1. Ikan Patin Siam
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
24/355
13
keberhasilan dalam pengembangan CBF. CBF ikan patin siam di Waduk Gajahmungkur
mempunyai karakteristik tersendiri karena ikan patin yang ditebarkan selain tumbuh pesat dengan
memanfaatkan makanan alami juga dapat berkembang biak di muara Sungai Keduwang dan
Tirtomoyo yang masuk waduk karena menggantikan peran ikan patin jambal yang hilang.
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS
Persaratan Teknis Penerapan Teknologi CBF
(1) Badan air yang akan digunakan untuk penerapan CBF ikan patin siam harus
memiliki: kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan patin; sumber daya makanan
alami yang berupa plankton, benthos, detritus; potensi produksi ikan yang tinggi
(minimal 200 kg/ha/th); volume air tersedia sepanjang tahun, kedalaman air rata-
rata minimal 2 meter.
(2) Benih ikan patin siam yang akan ditebarkan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: kualitas dan kuantitasnya memadai (karena ada pembenih yang
menghasilkan benih patin dengan pertumbuhan lambat, jumlahnya tersedia untuk
penebaran dengan kepadatan antara 100-200 ekor/ha tergantung pada
sumberdaya makanan alami yang tersedia); dapat memanfaatkan sumber daya
makanan alami yang tersedia; dan tidak bersifat invasif (tidak berdampak negatif)
terhadap jenis ikan asli.
(3) Pembenihan ikan patin siam tersedia dengan jarak tempuh yang relatif dekat dengan
badan air yang akan ditebari dan telah berproduksi secara reguler serta
menghasilkan benih dengan kualitas baik bebas dari hama dan penyakit. Jika
pembenihan ikan patin belum tersedia maka perlu dibangun di sekitar lokasi badan
air yang akan ditebari. (4) Hasil tangkapan ikan di badan air yang akan ditebari masih rendah jauh di bawah
potensi produksi ikan lestarinya; alat tangkap yang digunakan (gill net) untuk
menangkap ikan patin ukuran konsumsi (>500 gram) berukuran mata jaring > 3,5
inci.
(5) Kelompok nelayan sebagai unsur pengelola perikanan utama sudah ada atau mudah
dibentuk; berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan perikanan.
Uraian lengkap dan rinci SOP
Tahapan yang harus dilakukan dalam penerapan teknologi CBF ikan Patin siam adalah sebagai
berikut: (1) Identifikasi potensi kesesuaian badan air untuk perkembangan ikan patin yang
meliputi: luasan dan volume air serta kedalaman air; kualitas air; jenis dan
kelimpahan sumber daya makanan alami; komposisi jenis ikan asli; estimasi potensi
produksi ikan.
(2) Identifikasi Pembenihan Ikan Patin Siam yang meliputi: jumlah dan kualitas benih
yang dihasilkan; waktu produksi; jarak tempuh ke badan air yang akan ditebari; dan
sarana pendukung lainnya, seperti: alat dan cara pengemasan benih serta alat
transportasinya. Jika pembenihan ikan patin siam belum tersedia dan jarak tempuh
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
25/355
14
ke lokasi badan aiar yang akan ditebari sangat jauh maka perlu dibangun
pembenihan ikan patin di sekitar lokasi badan air tersebut.
(3) Identifikasi kegiatan perikanan yang meliputi: jumlah nelayan; jenis dan jumlah alat
tangkap, jenis, komposisi dan jumlah hasil tangkapan ikan.
(4) Identifikasi biaya yang diperlukan untuk kegiatan penebaran ikan patin dan peluangkeberhasilannya.
(5) Identifikasi kelembagaan di mayarakat sekitar badan air: jumlah atau ketersediaan
kelompok nelayan; kelompok pengawas; kelompok usaha perikanan lainnya. Jika
kelompok belum terbentuk perlu diidentifikasi peluang keberhasilan
pembentukkannya.
(6) Perencanaan pengembangan pengelolaan perikanan secara bersama (ko-
manajemen). Pemerintah cq Dinas Perikanan setempat berperan sebagai fasilitator
dan regulator sedangkan kelompok nelayan berperan sebagai pelaksana
pengelolaan perikanan di badan air yang bersangkutan.
(7) Monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dilakukan pada perencanaan, selama
dan setelah penerapan teknologi CBF ikan patin, dan dari hasil monitoring dilakukan
evaluasi untuk mengkaji keberhasilan ataupun kegagalan penerapan teknologinya.
Monitoring hasil tangkapan dilakukan oleh kelompok nelayan sedangkan
evaluasinya dilakukan bersama antara pemerintah dengan kelompok pengelola
perikanan, khususnya kelompok nelayan.
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Teknologi CBF ikan patin siam adalah
teknologi yang baru diterapkan di beberapaperairan waduk (Waduk Ir. H. Djuanda di Jawa
Barat, Waduk Gajahmungkur dan Malahayu
di Jawa Tengah) di Pulau Jawa dengan benar,
berdasarkan pada hasil kajian ilmiah yang
memadai sejak tahun 1999. Pada prinsipnya
penerapan CBF d i waduk tersebut
didasarkan pada hasil penelitian mengenai
bio-ekologi sumberdaya ikan yang meliputi
relung makanan, kondisi habitat/lingkungan,
kesuburan perairan dan trophik level sumberdaya ikan serta aspek perikanan. Dari hasil penelitianini akan dihasilkan jenis ikan yang sesuai dan jumlah benih optimum yang harus ditebar serta ikan
tersebut tidak akan berdampak negatif terhadap jenis ikan asli. Jenis ikan yang sesuai untuk
diintroduksikan adalah ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus). Teknologi ini jika
diterapkan di badan air lain perlu dimodifikasi terlebih dahulu disesuaikan dengan persyaratan
teknis yang telah diuraikan pada bab terdahulu.
Kegiatan penebaran benih ikan di perairan waduk Indonesia telah lama dilakukan, pada umumnya
sama tuanya dengan selesainya pembangunan waduk tersebut. Namun hasil yang diperoleh dari
kegiatan tersebut umumnya masih sangat minim. Penerapan teknologi CBF ikan patin siam
Gambar 2. Penebaran Benih Ikan Patin Siam
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
26/355
15
merupakan teknologi yang unggul dengan
alasan sebagai berikut: (1) sangat efisien,
karena ikan patin tumbuh hanya dengan
memanfaatkan makanan alami yang tersedia
dan sisa pakan yang terbuang dari budidayaikan dalam KJA; (2) ekonomis: karena
pendapatan nelayan meningkat dengan
harga jual ikan patin lebih tinggi jika
dibandingkan dengan jenis ikan lainnya;
mudah d ipasarkan karena pembel i
(pedagang pengecer) datang sendiri ke
tempat pelelangan ikan; dan ikan patin
menjadi komoditas unggulan masyarakat
nelayan setempat; (3) layak: teknologi CBF
layak untuk dikembangkan di perairan wadukdengan karakteristik yang sejenis.
Mudah diterapkan dalam sistem
usaha kelautan dan perikanan
Teknologi CBF sangat mudah diterapkan
oleh masyarakat yang tinggal di sekitar
waduk (badan air) karena sangat sederhana
dan praktis. Masyarakat nelayan sebagai
ujung tombak pelaksana pengelolaan cukup
diarahkan untuk memahami persyaratanteknis pengembangan CBF dan bagaimana
melakukan pengelolaan dan monitoring serta
evaluasinya. Keberlanjutan pengelolaan
sumber daya ikan akan berhasil j ika
masyarakat nelayan sudah membentuk
kelompok sehingga semua peraturan yang
dibuat dapat dipatuhi dan dilaksanakan.
Ramah lingkungan
Teknologi CBF sangat ramah lingkungan
karena ikan yang ditebarkan hanya tumbuh
dengan memanfaatkan kesuburan perairan,
tidak ada makanan tambahan dari luar yang
berpotensi menyuburkan perairan, ikan patin
tidak bersifat invasif terhadap ikan asli. Ikan
patin juga ikut beriur dalam memanfaatkan
sisa makanan dari budidaya KJA yang jika
tidak dimakan ikan patin berpotensi terhadap
penurunan kualitas air waduk.
Gambar 3. Tagging Benih Ikan Patin Siam
Gambar 4. Pertumbuhan Ikan Patin Siam
Gambar 5. Jenis makanan Ikan Patin Siam
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
27/355
16
W A K T U D A N L O K A S I
PENELITIAN, DAERAH YANG
DIREKOMENDASIKAN
Penelitian terhadap CBF ikan patin
siam telah dilaksanakan di Waduk Ir. H.Djuanda (2000 2002), Gajah
Mungkur (1999 2003) dan Malahayu
(2009 2010). Pada ketiga waduk
tersebut ikan patin siam yang ditebar
menunjukkan pertumbuhan yang
positif serta memberikan peningkatan
pendapatan mata pencaharian nelayan
waduk. Keberhasilan lebih CBF ikan
patin siam terjadi di Waduk Gajah
Mungkur, dimana patin siam tersebutdapat memijah dengan baik.
Pada tahun 2010 di laksanakan
IPTEKMAS CBF ikan patin siam di
Waduk Gajah Mungkur dan Malahayu
d e n g a n t u j u a n m e m b e r i k a n
pendampingan sekaligus diseminasi
IPTEK pengelolaan dan konservasi
sumberdaya ikan, serta penguatan
kapasitas kelembagaan.
Pada prinsipnya, penerapan teknologi
CBF dapat dilakukan di perairan waduk
dan danau di Indonesia. Namun
demikian, agar resiko dampak negatif
dari ikan yang ditebarkan terhadap
jenis ikan asli tidak ter jadi, maka
p e n e r a p a n t e k n o l o g i C B F
direkomendasikan untuk dilakukan di
perairan waduk terutama di Pulau Jawa dan perairan embung (waduk kecil) yang banyak tersebardi Nusa Tenggara dan Sulawesi yang jumlahnya mencapai lebih dari 800 buah dan sampai saat ini
merupakan lahan sub optimal yang belum dimanfaatkan untuk perikanan. Teknologi CBF ini tidak
direkomendasikan diterapkan di perairan danau atau waduk yang mempunyai keanekaragaman
jenis ikan asli yang tinggi dan terdapat jenis ikan endemik dan atau ikan langka yang perlu
dilindungi.
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Penerapan teknologi CBF ikan patin siam dapat berdampak negatif terhadap penurunan
keanekaragaman ikan asli jika ikan yang ditebarkan berkompetisi dengan ikan asli. Apalagi jika di
Gambar 6. Penjualan Hasil Tangkapan Patin Siam
Gambar 7. Produksi Tangkapan Ikan Patin Siam
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
28/355
17
badan air yang bersangkutan terdapat jenis
ikan endemik atau jenis ikan langka yang
perlu dilindungi dan dilestarikan.
K E L A Y A K A N F I N A N S I A L D A NANALISA USAHA
Contoh kelayakan financial dan analisis
usaha CBF ikan patin siam di Waduk
Gajahmungkur adalah sebagai berikut.
Jumlah benih ikan patin siam yang ditebarkan
sejak tahun 1999-2002 adalah 30.000 ekor.
Harga benih pada saat itu adalah 200 rupiah
per ekor, sehingga total biaya yang diperlukan
untuk pengadaan benih hanya 6.000.000
rup iah . I kan pa t i n tumbuh dengan
memanfaatkan makanan alami (plankton,
detritus, moluska) berkisar antara 8,7-13,1
gram per hari. Pada tahun 2004, hasil
tangkapan ikan patin siam mencapai
112.215 kg atau setara dengan 785,5 juta
rupiah. Hasil tangkapan ikan patin siam terus
meningkat dan pada tahun 2009 mencapai
191.210 kg atau senilai 2,1 milyar rupiah
(harga rata-rata patin 11.000 rupiah/kg)dimana hasil tangkapan patin menempati
urutan ke dua dari total hasil tangkapan ikan
di perairan waduk tersebut.
TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI
Ikan patin siam yang digunakan dalam penerapan teknologi ini semula didatangkan dari Thailand
pada tahun 1972 sebagai kandidat komoditas budidaya. Dewasa ini, pembenihan ikan patin siam
di Indonesia sudah berkembang baik sehingga benihnya mudah didapat dan benih patin siam yang
digunakan pada waktu penebaran di Waduk Gajahmungkur, Ir. H. Djuanda dan Malahayu
merupakan hasil pembenihan masyarakat di Sukamandi. Oleh karena itu, seluruh komponen yangdigunakan dalam penerapan teknologi CBF ini adalah komponen dalam negeri.
Gambar 8 Peta Zonasi Perikanan di W. Gajahmungkur
Gambar 9 Suaka Induk Patin Siam di Kawasan KJA
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
29/355
18
rekomendasiteknologi
perikananbudidaya
2
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
30/355
19
Kontak Person
Unit Eselon I
Badan Penelitian dan PengembanganKelautan dan Perikanan
Satuan Kerja
Balai Penelitian Pemuliaan Ikan
AlamatJl. Raya 2 Sukamandi Pantura,
Patokbeusi, Subang, Jawa Barat41263.Telepon (0260)520500
FAKSIMILI (0260) 520662, 520663
Kategori Teknologi
Perikanan Budidaya
Sifat Teknologi
Inovasi Baru
Masa Pembuatan
2003-2012
Tim Penemu
Eir. Retna Utami, M.Sc.Drs. Sularto, M.Si.
Ir. Evi TahapariR.R. Sri Pudji Sinarni Dewi, S.Pi., M.Si.
Didik Ariyanto, S.Pi.
Ir. Bambang Gunadi, M.Sc.Wahyu Pamungkas, S.Pi.Bambang Iswanto, S.Pi.
BPPITeknologi Pendederan Ikan Patin Pasupati
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
31/355
20
DESKRIPSI TEKNOLOGI
Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi
Ikan patin pasupati merupakan ikan hasil persilangan antara betina patin siam (Pangasianodon
hypopthalmus) dengan jantan patin jambal (Pangasius jambal) hasil seleksi. Ikan patin Pasupati
dirilis sebagai ikan budidaya unggul pada Agustus tahun 2006, salah satu ciri dari ikan ini adalah
berdaging putih (KEPMEN Kep.25/MEN/2006).
Tujuan penerapan teknologi pendederan adalah untuk menghasilkan dan menyediakan pasok
benih baik kualitas maupun kuantitas dan tahan terhadap perubahan lingkungan budidaya serta
untuk mempercepat peningkatan produksi dalam industrialisasi ikan patin
DEFINISI
Pasupati (Patin Super Harapan Pertiwi) merupakan ikan patin daging putih yang disukai
konsumen. Ikan pasopati merupakan hybrid patin siam (daging kuning) dan patin jambal (daging
putih).
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS
Benih sebar ikan patin pasupati merupakan hasil persilangan (hybrid) antara Induk Betina Patin
Siam dan Induk Jantan Patin Jambal dengan rangkaian penciptaan teknologi sebagai berikut:
1. Pemeliharaan Larva/benih ikan patin Pasupati indoor (Pendederan 1)
Wadah pemeliharaan larva dapat berupa akuarium atau bak-bak fiber yang dilengkapi dengan
aerasi untuk menjaga ketersediaan oksigen terlarut. Air yang digunakan dapat berasal dari air
tanah atau air sungai yang telah disaring. Penggunaan pemanas (heater) dapat dilakukan untuk
mempertahankan kestabilan suhu air pemeliharaan sehingga tidak terjadi fluktuasi suhu yang
tinggi. Penggunaan aerasi mutlak diperlukan pada pemeliharaan larva ikan patin sebagai
pensuplai oksigen terlarut dalam air. Aerasi dipasang pada setiap akuarium/bak pemeliharaan
larva.
Penebaran larva harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan stress dengan cara
memperhatikan kondisi air pemeliharaan. Penebaran yang optimal untuk larva patin pasupati
adalah 50 ekor/liter. Pakan awal larva Patin berupa naupli artemia yang diberikan setelah larva
berumur 30 - 36 jam dan diberikan selama 5 hari. Nauplii Artemia diberikan setiap 2 jam pada hari
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
32/355
21
pertama dan setiap 3 jam pada hari kedua sampai hari kelima. Pada hari kelima mulai dilatih makan
cacing sutera (Tubifek), Moina atau Daphnia. Pakan cacing sutera (Tubifek), Moina atau Daphnia
diberikan selama 5-7 hari. Dengan frekuensi pemberian pakan setiap 3 jam sekali. Saat larva
berumur 12 hari, pakan yang diberikan berupa pellet dengan kandungan protein kasar sekitar 38-
40%, ikan pada setiap diberi pakan hingga kenyang (ad satiation) . Frekuensi pemberian pakanminimal 5 kali per hari. Masa pemeliharaan larva selama 3 -4 minggu sampai ukuran 1 inci.
Penyiponan dilakukan setiap hari untuk membersihkan dasar wadah pemeliharaan. Pergantian air
sebanyak 30-50% dilakukan pada hari ketiga dengan air yang sesuai dengan kebutuhan hidup
larva. Sebelum dilakukan pemanenan terlebih dahulu ikan dipuasakan untuk mengosongkan isi
perut, sehingga tidak banyak kotoran yang dikeluarkan pada saat pengangkutan. Lamanya
pemuasaan disesuaikan dengan lamanya waktu tempuh dalam transportasi. Untuk waktu tempuh
10 jam diperlukan pemuasaan minimal 24 jam. Pengangkutan benih dapat dilakukan dengan 2
cara:
a. Sistem terbukaMenggunakan drum plastik berkapasitas 200 liter. Untuk mempertahankan kandungan
oksigen terlarut digunakan aerasi. Kapasitas angkut benih ikan patin adalah 100 g/ l air
dengan lama waktu tempuh 10 jam, apabila lebih dari 10 jam perlu dilakukan
penggantian air. Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok untuk benih ukuran relatif
besar (1 inchi).
b. Sistem tertutup
Menggunakan kantong plastik yang diberi tambahan oksigen. Perbandingan oksigen dan
air adalah 2 : 1. Kapasitas angkut 50 g/l air untuk waktu tempuh maksimum 10 jam.
Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok untuk benih ukuran kecil (maksimum 1
inchi).
Pencegahan Penyakit
Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan cara menerapkan biosecurity yang ketat denganomenjaga kebersihan wadah pemeliharaan, menjaga stabilitas suhu agar tetap panas antara 28 -
o31 C, pakan terbebas dari parasit dan jamur, dan menjaga kondisi air agar tetap baik yang selalu
bersih dari sisa pakan.
Target produksi dari kegiatan pendederan 1 sebanyak 120.000 benih ekor per siklus, dimana
dalam 1 tahun produksi sebanyak 960.000 ekor ( 8 siklus pemijahan).
Kaji Terap
1. Pendederan l benih patin Pasupati secara indoor
Kegiatan kaji terap teknologi pendederan I telah dilakukan secara indoor di Balai Benih Ikan (BBI)
Tanjung Putus Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir selama 28 hari. Pemeliharaan
larva/benih dilakukan pada wadah akuarium volume 400 liter dan fiberglass bulat volume 750 liter.
Setelah 28 hari pemeliharaan benih dipanen dengan rata-rata panjang standar 3,440,37 cm,
panjang total 4,130,48 cm dan bobot 0,720,24 gram. Jumlah benih yang dipanen sebanyak
400.000 ekor (Tingkat kelangsungan hidup 78,84 %).
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
33/355
22
2. Pendederan II benih ikan patin Pasupati secara outdoor di kolam
Dalam kegiatan pendederan ll ikan patin pasupati, aspek persiapan kolam sebelum penebaran
benih ikan merupakan hal yang harus diperhatikan, karena dapat berpengaruh terhadap hasil yang
akan diperoleh pada saat panen. Persyaratan untuk kolam pendederan ll antara lain berada di
kawasan bebas banjir dan bahan pencemar, tanah dasar stabil, sumber air mencukupi, tidaktercemar dan tersedia sepanjang tahun, konstruksi kolam tanah atau tembok dengan pematang
2yang kuat, luas kolam 200-1000 m (sesuai kebutuhan), kedalaman air kolam 60 - 100 cm.
Persyaratan kualitas air kolam pemeliharaan yang dibutuhkan antara lain oksigen terlarut minimal 3omg/l, pH berkisar antara 6,5 - 8,5, suhu berkisar antara 25-31 C, ammonia maksimal 0,02 mg/l,
dan nitrit maksimal 0,01 mg/l.
Persiapan kolam dilakukan sebelum penebaran benih, diawali dengan pengeringan, pembersihan
predator dan kompetitor dengan Saponin (20-40 ppm). Pengolahan kolam dan pengapuran (50-2 2
100 g/m ), penebaran pupuk berupa kotoran ayam kering (250-500 g/m ) atau berupa kompos2 2 2(50-100 g/m ), urea (6 g/m ), TSP (3 g/m ) dengan cara ditebarkan di kolam. Pengisian air kolam
minimal kedalaman 80 cm.
Penebaran benih dilakukan pada hari ke-7 setelah pemupukan yang mana kelimpahan plankton2sudah relatif tinggi. Benih ditebar pada pagi atau sore hari dengan padat tebar 100 ekor/m .
Sebelum benih ditebar dilakukan aklimatisasi dengan mencampur air sedikit demi sedikit, sampai
suhu air pada wadah packing dengan wadah pemeliharaan relatif sama. Atau benih ikan dalam
kantung plastik pengangkutan dibiarkan mengapung diatas air selama 5-10 menit, kemudian
mencampur air sedikit demi sedikit. Benih yang akan ditebar dibiarkan keluar sendiri dari kantong
plastik wadah pengangkutan .
Pakan yang diberikan berupa pakan buatan jenis tenggelam, terapung maupun kombinasi
keduanya. Ukuran pakan yang diberikan disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut ikan. Misalnya;
untuk pakan tenggelam berbentuk crumbel ukuran 1mm. Kadar protein kasar pakan yang
diberikan mulai dari 32% - 40%, dengan teknik pemberian pakan sebagai berikut:
10 hari pertama pemberian pakan dengan kadar protein kasar 40%, jumlah pakan yang
diberikan 15% per biomas ikan per hari.
10 hari kedua pemberian pakan dengan kadar protein kasar 35-38% jumlah pakan yang
diberikan 12,5% per biomas ikan per hari 10 hari selanjutnya sampai dengan ukuran ikan siap ditebar untuk dibesarkan dengan kadar
protein kasar 32%, jumlah pakan yang diberikan 10% per biomas ikan per hari. Frekuensi
pemberian pakan 3 kali sehari (pagi, siang dan sore hari)
Pada kegiatan pendederan ll, pemanenan dilakukan secara bertahap. Sebelum dilakukan
pemanenan terlebih dahulu ikan dipuasakan untuk mengosongkan isi perut. Pemanenan dilakukan
dengan cara menjaring sebagian benih dengan menggunakan jaring ered. Setelah dipanen, benih
dipisahkan berdasarkan ukuran menggunakan grader. Benih yang memiliki ukuran benih tebar (4
5 inchi) dipisahkan dan siap sebagai benih tebar untuk dibesarkan.
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
34/355
23
Segala hal yang menyangkut kegiatan dari mulai persiapan hingga distribusi hasil panen harus
selalu dilakukan dengan tertib. Hal-hal yang perlu dicatat misalnya; waktu penebaran, bobot benih
yang ditebar, jumlah penebaran, jumlah pakan, waktu panen, jumlah hasil panen, harga benih,
harga pakan dan harga produk akhir. Informasi ini berguna untuk pedomam perbaikan usaha
budidaya berikutnya.
Target produksi dari kegiatan pendederan ll sebanyak 90.000 benih ekor per siklus, dimana dalam
1 tahun produksi sebanyak 540.000 ekor ( 6 siklus pemijahan).
Kegiatan kaji terap teknologi pendederan II dilakukan secara outdoor di BBI Tanjung Putus Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Ikan patin pasupati merupakan komoditas perikanan budidaya yang memiliki potensi pasar ekspor
yang dapat menjadi tulang punggung pengembangan ekonomi kerakyatan. Teknologi pendederan
I secara indoor merupakan teknologi pendederan yang paling efektif karena kapasitas produksi
dapat dilakukan secara maksimal, pengawasan dan pemeliharaan dapat dilakukan secara lebih
intens, dan proses pemanenan lebih mudah. Teknologi pendederan II secara outdoor memiliki
keunggulan antara lain perawatan benih lebih mudah, biaya produksi lebih murah, penggunaan airlebih efisien, penggunaan pakan buatan dapat dikurangi, konversi pakan cenderung lebih rendah
dan pertumbuhan benih dapat lebih cepat
LOKASI PENELITIAN DAN WILAYAH REKOMENDASI
Wilayah pengembangan usaha dalam rangka penerapan teknologi pendederan ikan patin
pasupati adalah lokasi yang memiliki kriteria sebagai berikut:o
Parameter kualitas air yang optimal untuk pemeliharaan antara lain: suhu 28 -30 C,
kandungan oksigen terlarut >5 ppm, pH 6,5 8,5, amoniak (NH3)
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
35/355
24
Lokasi kegiatan pendederan relatif tidak jauh dengan kawasan kegiatan pembesaran.
Wilayah pengembangan /penerapan teknologi yang diusulkan antara lain : Sumatera
Selatan (Palembang, Ogan Ilir, Banyu Asin), Jawa Timur (Tulung Agung), Kalimantan
Selatan (Banjar Baru).
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Ikan patin Pasupati ukuran benih tebar (4 5 inchi) mengeluarkan lendir relatif lebih banyak pada
saat pemanenan yang berakibat mudah stres sehingga diperlukan penanganan yang sangat hati
hati dan tetap dalam kondisi basah.
KELAYAKAN FINANSIAL
Dengan tingkat komponen dalam negeri mencapai 90% (ekonomis), berikut dilampirkan analisa
usaha yang terkait kegiatan produksi benih ikan patin pasupati:
Analisa Usaha Pemeliharaan Larva/benihikan patin Pasupati secara indoor
Analisa Usaha Pendederan II benihikan patin Pasupati secara outdoor di kolam
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
36/355
25
Pemeliharaan Larva/benih ikan patin Pasupati secara indoorFasilitas pemeliharaan benih dalam bentuk bak fiber bulat dan akuarium
Pendederan II benih ikan patin Pasupati secara outdoor di kolamKolam pemeliharaan pendederan II - Benih ukuran - 1 inci
Kegiatan panen dan penghitungan
Benih siap tebar ukuran 4 5 inchi
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
37/355
26
Kontak Person
Unit Eselon I
Badan Penelitian dan PengembanganKelautan dan Perikanan
Satuan Kerja
Balai Penelitian Pemuliaan Ikan
AlamatJl. Raya 2 Sukamandi Pantura,
Patokbeusi, Subang, Jawa Barat41263.Telepon (0260)520500
FAKSIMILI (0260) 520662, 520663
Kategori Teknologi
Perikanan Budidaya
Sifat Teknologi
Inovasi Baru
Masa Pembuatan
2003-2013
Tim Penemu
Ir. Retna Utami, M.Sc.Drs. Sularto, M.Si.
Ir. Evi TahapariR.R. Sri Pudji Sinarni Dewi, S.Pi., M.Si.,
Didik Ariyanto, S.Pi.
Ir. Bambang Gunadi, M.Sc.Wahyu Pamungkas, S.Pi.Bambang Iswanto, S.Pi.
BPPITeknologi Produksi Massal Larva Ikan Patin Pasupati
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
38/355
27
DESKRIPSI TEKNOLOGI
Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi
Permintaan pasar ekspor ikan patin daging putih semakin meningkat dan perlu segera
dimanfaatkan untuk meningkatkan devisa negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sebuah
terobosan teknologi telah dilakukan oleh Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan
Air Tawar (sekarang Balai Penelitian Pemuliaan Ikan) dengan menghasilkan patin hibrida yang
diberi nama patin Pasupati (Patin Super Harapan Pertiwi). Patin Pasupati merupakan persilangan
antara betina patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) dengan jantan patin jambal
(Pangasius djambal) hasil seleksi.
Kehadiran ikan patin Pasupati merupakan jawaban untuk memenuhi permintaan benih ikan patin
daging putih yang saat ini sangat dinantikan oleh para pembudidaya. Peluang ekspor patin daging
putih kini telah terbuka yang berdampak membuka lapangan kerja baru. Dengan adanya kegiatan
ekspor ikan patin daging putih ini selain menghasilkan produk utama berupa filet, juga akan
menghasilkan produk samping berupa kepala ikan, sebagai bahan soup di restoran, minyak ikan,tepung tulang ikan dan kulitnya dapat digunakan bahan baku colagen sebagai obat kulit terbakar.
Selama ini permintaan ekspor ikan patin daging putih terus meningkat. Peningkatan ekspor ini
bermanfaat untuk meningkatkan devisa negara dan peningkatan kesejahteraan pembudidaya.
Tujuan dari penerapan teknologi adalah penyediaan larva ikan patin pasupati yang terjamin secara
kualitas, kuantitas dan kontinuitas untuk mendukung peningkatan produksi ikan patin skala
industri. Diharapkan dari peningkatan produksi ini dapat memberikan manfaat terhadap
peningkatan nilai tambah dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya.
PENGERTIAN/DEFINISI
Pasupati : Patin Super Harapan Pertiwi
Hibridisasi : Suatu perkawinan silang antara berbagai jenis spesies ikan untuk
menghasilkan jenis ikan unggul sebagai benih sebar baik kualitas maupun
kuantitas
Kanulasi : Cara sampling telur dalam gonad dengan pipa plastik halus bergaris tengah 1,2
mm (kateter)
Papilla : Lubang kelamin berbentuk tonjolan kecil di bagian perut ikan sebagai tempat
pengeluaran telur atau sperma.
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
39/355
28
OSI : Ovi Somatic Index/ indeks yang menunjukkan perbandingan antara bobot telur
yang di ovulasikan dengan bobot tubuh induk betina.
Fekunditas : Jumlah telur yang diovulasikan per satuan bobot tubuh induk.
HCG : Human Chorionic Gonadotropin/ hormon sejenis Glikoprotein yang dihasilkan
oleh plasenta ibu hamil digunakan untuk memacu ovulasi
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS
Pemeliharaan dan Seleksi Induk
Larva patin pasupati dihasilkan melalui teknologi hibridisasi antara Induk Betina Patin Siam dan
Induk Jantan Patin Jambal. Pengelolaan atau manajemen induk sangat diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam usaha pembenihan serta menghasilkan benih
yang berkualitas baik. Larva yang sehat diperoleh dari induk yang dipelihara secara baik, yakni
mendapat pakan yang bermutu dan memenuhi syarat sebagai pakan induk dan dipelihara dalam
wadah dengan kualitas air yang baik.
Induk yang digunakan adalah induk jantan patin jambal dan induk betina patin siam. Induk betina
patin siam dapat dipijahkan setelah berumur minimal 2,5 tahun dengan bobot 2,5 3 kg/ekor.
Sedangkan induk jantan patin jambal dapat dipijahkan setelah berumur minimal 2 tahun dengan
bobot 2,0 2,5 kg/ekor.
oKisaran kualitas air yang disarankan adalah; pH air 6,5 8,5, suhu air 28 31 C, oksigen terlarut
diatas 3 mg/l, amoniak kurang dari 0,1 mg/l, nitrit kurang dari 1 mg/l. Ikan patin tidak
menghendaki air yang terlalu jernih, tingkat kecerahan yang ideal sekitar 30 cm. Beberapa wadah
pemeliharaan induk yang dapat digunakan antara lain: 2 a. Kolam (air tenang) dengan kontruksi tanah atau tembok, luas kolam 50 -200 m ,
kedalaman air 1,2 m, disarankan adanya pergantian air sebanyak 10%/hari. Kawasan2harus bebas banjir dan bebas dari pencemaran. Padat tebar 2 ekor/m untuk patin
2siam dan 0,5 ekor/m untuk patin jambal.
b. Konstruksi Karamba, bahan yang digunakan dapat dari kayu, bambu atau besi. Ukuran3 3minimal 3 m x 2m x 1,5 m. Padat tebar 3 ekor/m untuk patin siam dan 1 ekor/m untuk
patin jambal
c. Karamba jaring apung, konstruksi terbuat dari kerangka bambu, kayu atau besi. Ukuran
minimal 4m x 4m x 4m, jaring terbuat dari polyethylene, PE 210 D9 sampai D18,3ukuran mata jaring minimal 1 inch. Padat tebar 3 ekor/m untuk patin siam dan 1
2ekor/m untuk patin jambal.
Induk ikan patin perlu mendapatkan asupan pakan dengan jumlah yang cukup serta mutu yang
baik. Pakan untuk induk ikan patin sebaiknya memiliki kadar protein kasar 36 38 % dan
diberikan sebanyak 1 % dari biomassa/hari dengan frekuensi pemberian 2 kali/hari. Namun jika
disekitar kawasan budidaya tidak tersedia pakan induk dengan kadar protein kasar 36 38 %,
induk ikan patin dapat diberi pakan dengan kadar protein kasar minimal 28 % sebanyak 2% dari
bobot biomas/hari dengan frekuensi pemberian 2 kali/hari.
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
40/355
29
Keberhasilan pemijahan induk ditentukan oleh kejelian pemilihan induk yang matang gonad. Ciri-
ciri induk betina ikan patin yang matang gonad ditunjukkan dengan organ papila membengkak dan
berwarna merah. Selain itu, ditunjukkan dengan perut membengkak ke arah belakang (ke arah
genital). Untuk mengetahui tingkat kematangan gonad induk betina secara akurat dapat dilakukan
melalui pemeriksaan oosit (sel telur) dengan cara mengambil sampel telur dengan alat kanulasi(Kateter) Kanulasi dilakukan dengan memasukan alat kanulasi ke dalam ovari melalui lubang
papila sedalam 8 10 cm. Agar mendapatkan sampel telur dari semua bagian ovari secara merata,
batang penyedot yang ada dibagian tengah kateter ditarik keluar bersamaan dengan menarik
kateter dari ovari. Induk ikan patin siam yang siap dipijahkan memiliki ukuran sel telur yang
seragam dengan diameter 1 mm (sedangkan untuk patin jambal berdiameter 1,6 mm) dan
berwarna kuning gading serta mudah dipisahkan, tidak menempel satu sama lain.
Sedangkan untuk mengetahui induk patin jantan yang matang gonad relatif mudah. Ciri induk
jantan yang matang gonad adalah papila menonjol berwarna merah, bila dipijit keluar cairan putihkental (sperma).
Induk yang terseleksi dan siap dipijahkan dipelihara di dalam wadah yang sempit sehingga induk
mudah untuk ditangkap dan mendapatkan kualitas air yang baik yakni oksigen yang cukup (3
ppm) serta suhu air relatif tinggi (28 C).
Pemijahan
Induk patin siam dan patin jambal yang dipelihara dalam wadah budidaya tidak dapat memijah
secara alami, sehingga pemijahannya dilakukan secara buatan melalui rangsangan hormonal.
Hormon yang digunakan adalah ekstrak kelenjar hipofisa, Gonadotropin, dan Ovaprim (campuran
LHRH-a dan domperidon). Penggunaan kelenjar hipofisa sudah jarang dilakukan karena kurang
praktis. Hormon yang umum digunakan adalah ovaprim (campuran LHRH dan domperidon) dan
HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Dosis penyuntikan yang biasa digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Penyuntikan dengan Ovaprim
Penyuntikan pertama sebanyak 0,3 ml/kg induk dan penyuntikan kedua sebanyak 0,6
ml/kg induk dengan selang waktu 12 jam
2. Penyuntikan dengan HCG dan Ovaprim
Penyuntikan pertama dengan HCG sebanyak 500 IU/kg induk dan penyuntikan keduadengan Ovaprim sebanyak 0,6 ml/kg induk
Selang waktu dari penyuntikan kedua sampai ovulasi (waktu laten/latensi time pada patin siam)
berkisar 10 - 12 jam pada kondisi suhu air 28C. Meskipun telah dilakukan rangsangan ovulasi
induk ikan patin siam maupun patin jambal di dalam wadah budidaya tidak bisa memijah secara
alami. Proses pembuahan (bercampurnya telur dan sperma) harus dilakukan secara buatan
(artificial). Pembuahan yang biasa dilakukan ada dua sistem:
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
41/355
30
Pembuahan Sistem
Kering
Dalam sistem kering ini
telur yang telah dikeluarkan
dan di tampung dalambaskom dicampur dengan
s p e r m a y a n g b a r u ,
langsung dikeluarkan dari
induk jantan kemudian
dicampur dengan bulu
ayam secara mera ta .
Kemudian untuk aktivasi ditambahkan air yang kaya oksigen sambil diaduk-aduk dengan bulu
ayam. Selanjutnya dibilas dan diberi larutan tanah untuk menghilangkan daya rekat telur
(Memisahkan telur yang biasanya melekat satu sama lain), kemudian dibilas lagi dengan air segar
beberapa kali, kemudian ditetaskan.
Pembuahan Sistem basah
Pada sistem basah ini, sperma induk jantan terlebih dahulu dikeluarkan dan ditampung dalam
wadah tabung atau gelas dan diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis (larutan infus NaCl).
Larutan tersebut selain berfungsi sebagai pengencer juga berfungsi sebagai pengawet.
Spermatozoa dapat tahan hidup dalam larutan tersebut selama 12 24 jam pada suhu 5 0C.
Penetasan telur dilakukan pada corong penetasan. Telur dimasukan ke dalam corong penetasan
yang dialiri air pada bagian dasar corong sehingga telur bergerak/ berputar secara pelan. Larvayang telah menetas dan sehat akan berenang ke atas mengikuti saluran pembuangan dan
ditampung dalam hapa, sedangkan telur yang tidak menetas serta larva yang abnormal akan tetap
berada di dasar corong. Resiko keracunan relatif rendah, karena kualitas air dapat mudah
diperbaiki dengan menambahkan air segar. Suhu air optimal untuk proses penetasan telur adalaho28 - 31 C dan akan menetas setelah 16 22 jam.
Larva yang tertampung dalam hapa harus segera dipanen agar tidak keracunan akibat
pembusukan sisa-sisa telur yang tidak menetas. Larva dipanen dengan menggunakan serokan
halus, kemudian dipindahkan ke dalam wadah bulat yang berisi air yang telah diaerasi agar
mendapatkan oksigen yangcukup. Penghitungan maupun
pengepakan larva sebaiknya
d i lakukan sebelum larva
berumur 5 jam. Karena pada
kondisi tersebut larva belum
aktif mengejar sinar sehingga
terdistribusi secara merata
p a d a s e m u a b a d a n a i r .
Gambar 1. Proses pengeluaran sperma ikan patin jambal (kiri), Prosespengeluaran telur ikan patin siam (kanan)
Gambar 2. Fertilisasi telur pembentuk patin pasupati (kiri),Fasilitas corong penetasan telur (kanan)
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
42/355
31
Penghitungan larva pada umumnya dilakukan secara volumetri.
Pengangkutan larva dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik dengan
penambahan oksigen. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada suhu dingin. Kepadatan larva
dalam setiap kantong plastik harus mempertimbangkan lama waktu transportasi. Perbandingan
volume antara air dan gas oksigen adalah 1 : 2. Kepadatan larva maksimum dalam setiap kantongplastik tertera pada Tabel berikut:
Tabel 1. Kepadatan larva dan waktu tempuh dalam transportasi tertutup
Pengangkutan lebih dari 12 jam dapat dilakukan dengan syarat dilakukan penggantian oksigen.
TARGET PRODUKSI
Target produksi dari kegiatan pemijahan dalam setiap siklus produksi sebanyak 1.000.000 juta
ekor, dimana dalam 1 tahun sebanyak 8.000.000 ekor ( 8 siklus pemijahan).
Kaji Terap
Kegiatan kaji terap teknologi produksi larva ikan patin pasupati sudah dilakukan melalui kegiatan
diseminasi/iptekmas yang berlokasi di UPPU Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Palembang
pada tahun 2012 dan kegiatan Iptekmas yang berlokasi di BBI Tanjung Putus Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir pada tahun 2013 dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Keragaan reproduksi pada produksi benih ikan patin pasupati
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Dari teknologi hybrid ini dihasilkan benih sebar Ikan patin pasupati yang bertumbuh cepat dan
berdaging putih. Bila membudidayakan patin siam, fekunditas cukup tinggi namun dagingnyaberwarna kining, sedangkan patin jambal fecunditas rendah dan beraging putih. Dengan
persilangan (hybrid) dihasilkan benih sebar berdaging putih dan bertumbuh lebih cepat. Daging
putih sangat diminati oleh konsumen dibandingkan daging berwarna kuning atau pink.
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN/ DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN
Wilayah pengembangan usaha dalam rangka penerapan teknologi produksi larva ikan patin
pasupati adalah lokasi yang dekat dengan sentra pengembangan budidaya Patin dan memilikioparameter kualitas air yang optimal untuk pemeliharaan adalah: suhu 28 -30 C, kandungan
oksigen terlarut 5 7 ppm, pH 6,5 8,5, amoniak (NH3)
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
43/355
32
Wilayah pengembangan /penerapan teknologi yang diusulkan antara lain : Sumatera Selatan
(Palembang, Ogan Ilir, Banyu Asin), Jawa Timur (Tulung Agung), Kalimantan Selatan (Banjar Baru).
Sangat diharapkan dalam pengembangan industri ikan patin harus terintegrasi, dan suply
chainnya semua tersedia (benih, pakan, obat-obatan, pengolahan) sehingga nir limbah (Zero
waste).
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Tidak ada dampak negatif dari usaha perbenihan, limbah yang dihasilkan relatif sangat kecil dan
dapat diatasi dengan memanfaatkan air limbah sebagai pupuk untuk menyiram tanaman sayuran
yang ditanam diatas diatas galengan kolam.
KELAYAKAN FINANSIAL
Berikut dilampirkan analisa usaha yang terkait kegiatan produksi benih ikan patin pasupati:
TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI
60 % (enam puluh persen)
A BIAYA INVESTASI VOLUME HARGA JUMLAH
1 2Bangunan berukuran 3 x 5 m 1 LS
2 Corong penetasan 5 buah 550.000 2.750.000
3 Pompa air 200 watt 1 unit 750.000 750.000
4 Kerangka corong penetasan 1 unit 1.000.000 1.000.000
5 Bak filter air resirkulasi berukuran 1,5 m x 3 m x 0,7 m 1 unit 2.000.000 2.000.000
6 Bak Fiber glass penampung larVa berukuran 1 ,25 m x 1,25 m x 0,7 m 2 uni t 1.750.000 3.500.000
7 Hiblow dan instalasi aerasi 1 unit 1.000.000 1.000.000
8 Genset 3000 watt 1 unit 3.000.000 3.000.000
9 Perlengkapan instalasi air 1 unit 1.250.000 1.250.000
10 Instalasi listrik 1 unit 1.250.000 1.250.000
11 Induk Betina siam 30 ekor 450.000 13.500.000
12 Induk iantan jambal 10 ekor 200.000 2.000.000
13 Jaring tangkap 1 buah 2.500.000 2.500.000
14 Jarina berok induk 2 unit 750.000 1.500.000
15Hapa penetasan 2 unit 200.000 400.000
16 Basket 5OOml 5 unit 5.000 25.000
17 Mangkok 2l 5 unit 10.000 50.000
18 Baskom 5l 5 unit 20.000 100.000
19 Handuk 3 unit 50.000 150.000
20 Sarung tangan 5 unit 20.000 100.000
21 Kateter 2 buah 250.000 500.000
22 Unit Pemanas air 1 set 750.000 750.000
TOTAL BIAYA INVESTASI 38.075.000
B BIAYA OPERASIONAL
1 Pakan induk 324 kg 12.500 4.050.000
2 Hermon 8 paket 800.000 6.400.000
3 NaCl Fisiologis 5 botol 20.000 100.000
4 Air mneral 2 galon 70.000 140.000
5 Spuit 10 unit 2.000 20.000
6 Tissu gulung 1 pak 25.000 25.000
7Obat-obatan 1 paket 150.000 150.000
8 Biava pengepakan 1 paket 300.000 300.000
9 Upah Tenaga Kerja (1.000.000,-/ bln) 0 siklus 250.000 -
10 Bahan bakar/BBM 8 siklus 200.000 1.600.000
TOTAL BIAYA OPERASIONAL 12.785.000
C TOTAL 50.860.000
D Biaya penyusutan (5 tahun) (8 siklus produksi per-tahun) 0.2 38.075.000 7.615.000
E Produksi (1.000.000 Iarva x 8 siklus) 8000000 5 40.000.000
F Keuntungan (prod-(opersnal+penystan) 19.600.000
G Bunga Bank (1%/bln) 12 45.690.000 5.482.800
H Keuntungan bersih 14.117.200
Target produksi 8.000.000 ekor pertahun
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
44/355
33
Kontak Person
Muharijadi [email protected]
Unit Eselon I
Badan Penelitian dan PengembanganKelautan dan Perikanan
Satuan Kerja
Balai Penelitian dan PengembanganBudidaya Air Payau
Alamat
Jalan Makmur Daeng Sitakka 129,Maros, Sulsel 90512.
Telp. (0411) 371544; Fax (0411)371545
Kategori Teknologi
Perikanan Budidaya
Sifat Teknologi
Inovasi Baru
Masa Pembuatan
2002-2012
Tim Penemu
Muharijadi AtmomarsonoMuliani
Nurbaya
EndangSusianingsihNurhidayah
Rachman Syah
BP2BAPPeningkatan Produksi Udang Windu di Tambak Tradisional Plus
dengan Aplikasi Probiotik RICA
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
45/355
34
DESKRIPSI TEKNOLOGI
Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi
Teknologi aplikasi probiotik RICA ditujukan untuk pencegahan penyakit udang windu melalui
perbaikan kualitas air, sehingga diharapkan bermanfaat dalam peningkatan sintasan dan produksi
udang windu di tambak. Aplikasi probiotik RICA secara nasional diharapkan dapat mendukung
program peningkatan produksi udang windu secara ramah lingkungan sebesar 30% dari kondisi
sekarang.
Pengertian/definisi
Yang dimaksud dengan Probiotik RICA
(Gambar 1) adalah bakteri yang memiliki
peranan positif (bermanfaat) dalam
memperbaiki kualitas air, dihasilkan oleh
Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Payau, Maros (singkatanbahasa Inggrisnya disebut RICA =
R esea rch I n s t i t u t e fo r Coas t a l
Aquaculture), sehingga sintasan dan
produksi udang windu di tambak dapat
dit ingkatkan. Selanjutnya bakteri
probiotik RICA tersebut diproduksi
massal oleh KPRI (Koperasi Pegawai
Republik Indonesia) Mina Lestari di
Maros.
Rincian dan Aplikasi Teknis
Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi
Mengingat bahwa teknologi aplikasi probiotik RICA hanya merupakan salah satu dari serangkaian
teknologi budidaya udang windu di tambak, maka keberhasilan penerapan teknologi ini sangat
tergantung pada segala aspek budidaya yang lainnya sejak pemilihan lokasi tambak, persiapan
tambak, pemberantasan hama, pengapuran (dasar tambak dan kapur susulan), pemupukan (dasar
dan susulan), pengisian air tambak, aklimatisasi benur, pemberian pakan (jika ada), pengelolaan
kualitas air, dan pemantauan pertumbuhan udang.
Gambar 1. Bakteri probiotik RICA-1, RICA-2, danRICA-3 produksi BRPBAP
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
46/355
35
Uraian lengkap tentang SOP Aplikasi Probiotik RICA
a. Rincian Teknologi
Hingga kini masih banyak pembudidaya udang tradisional yang melakukan usahanya hanya
berdasarkan feeling saja. Persiapan tambak dan berbagai cara pengelolaan tambak hanya
dilakukan seadanya. Kalaupun mereka melakukan perubahan, maka mereka hanya mengikuti apayang dilakukan oleh pembudidaya udang di sekitarnya yang kondisi tambaknya belum tentu sama,
sehingga seringkali diperoleh hasil berbeda. Oleh karena itu teknologi budidaya udang windu perlu
diperbaiki sejak persiapan tambak, pengisian air tambak, penebaran benur, dan cara
pengelolaannya.
Selain itu, selama ini juga telah banyak produk bakteri probiotik komersial di pasaran, baik produk
lokal maupun import. Namun demikian masyarakat pembudidaya udang masih banyak yang
kurang memahami tentang cara penggunaannya, baik cara kulturnya, penyimpanannya maupun
cara aplikasinya. Bakteri probiotik merupakan organisme hidup yang jumlahnya akan mengalamipenurunan dengan semakin lamanya disimpan. Jadi suatu produk probiotik komersial yang cara
pemakaiannya tanpa dilakukan kultur terlebih dahulu, cenderung akan tidak efektif untuk
pencegahan penyakit udang. Hal ini karena pada awal pembuatan probiotik dalam bentuk cair
dapat mencapai kepadatan bakteri hingga 1011 1012 CFU/mL, sedangkan dalam bentuk
padat (serbuk) biasanya hanya mencapai kepadatan bakteri sekitar 109 CFU/g. Produk probiotik
komersial tersebut akan mengalami penurunan kepadatan bakteri hingga tinggal 103 106
CFU/mL (CFU/g) setelah disimpan lebih dari tiga bulan. Oleh karena itu penggunaan probiotik
RICA harus dikultur/difermentasi 3-4 hari terlebih dahulu agar kepadatannya meningkat hingga
1011 CFU/mL. Dengan demikian bakteri tersebut dapat berfungsi lebih baik dalam memperbaiki
kualitas air (menurunkan kandungan bahan-bahan beracun di tambak, seperti bahan organik total,
amoniak, nitrit, dan hidrogen sulfida), menekan perkembangbiakan organisme patogen terutama
bakteri Vibrio harveyi, sehingga dapat meningkatkan sintasan dan produksi udang windu di
tambak.
b. Cara Penerapan Teknologi
Pemilihan Lokasi Tambak
Kematian udang di sekitar caren tambak pada awal musim penghujan diduga disebabkan oleh
jenis tanah tambak yang tergolong tanah sulfat masam (TSM). Hal ini banyak terjadi di daerah
pertambakan yang dibangun dari bekas lahan mangrove (terutama nipah) seperti di Aceh,Lampung Timur, Sulawesi Selatan bagian Timur, juga di wilayah Kalimantan. Pada pematang
tambak TSM biasanya dijumpai adanya bagian tanah yang berwarna kuning (jarosit). Bila tanah ini
tersiram air hujan, maka air yang turun ke tambak bersifat sangat masam, karena mengandung
H2SO4 (senyawa asam pekat yang digunakan untuk air aki). Senyawa inilah yang menyebabkan
sebagian kulit dan daging udang terkelupas dan akhirnya mati.
Tambak TSM sebaiknya direklamasi (pengeringan, perendaman, dan pembilasan tanah dasar
tambak) terlebih dahulu selama persiapan tambak dan bila memungkinkan pematang tambak
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
47/355
36
ditanami rumput yang bisa menahan peluruhan jarosit ke dalam tambak. Pengapuran dengan
dolomit di sekeliling pematang menjelang hujan deras terbukti cukup bermanfaat mengurangi
kematian udang di tambak.
Oleh karena itu, agar aplikasi probiotik RICA lebih efektif sebaiknya dilakukan di wilayahpertambakan yang tidak tergolong tanah sulfat masam (TSM), yaitu di pertambakan dengan pH
tanah dasar tambak normal (6,5-7,0).
Persiapan Tambak Udang Windu
Persiapan tambak meliputi penambalan bocoran tambak, keduk teplok (pengangkatan lumpur
hitam dari dasar tambak ke atas pematang tambak), pemberantasan hama, pengeringan tambak,
pengapuran dan pemupukan dasar tambak, serta pengisian air tambak.
Penambalan bocoran tambak selain diperlukan untuk mencegah habisnya air dalam tambak, juga
mencegah masukya predator (pemangsa udang) dan kontaminan berbagai penyakit (vibriosis oleh
bakteri Vibrio harveyi dan bintik putih oleh white spot syndrome virus). Keduk teplok dimaksudkan
untuk membuang lumpur hitam yang berbau busuk (mengandung hidrogen sulfida) yang biasanya
dilakukan pada saat tambak masih berair sekitar 10 cm (macak-macak) untuk memudahkan
pengangkatan lumpur.
Pemberantasan hama dilakukan dengan menggunakan saponin 15-30 ppm (15-30 kg saponin
per hektar tambak dengan kedalaman air sekitar 10 cm) dan kaporit 2-3 ppm (2-3 kg kaporit per
hektar tambak dengan kedalaman air sekitar 10 cm). Pada salinitas tinggi (di atas 25 ppt)
penggunaan saponin cukup 15-20 ppm, namun pada salinitas air tambak di bawah 5 pptdiperlukan saponin hingga 30 ppm. Pemberantasan hama dimaksudkan untuk membunuh ikan-
ikan liar (mujahir, gabus, kepala timah, bocci-bocci dan lain-lain) dan krustase liar (udang, kepiting,
jembret, dan sejenisnya). Setelah empat hari, air dibuang, kemudian tanah dasar tambak dibajak
dan dikeringkan secara sempurna hingga retak-retak agar limbah organik di dasar tambak
teroksidasi sempurna. Apabila masih dijumpai adanya ikan-ikan liar di bagian cekungan air,
pemberantasan hama diulangi di bagian tersebut.
Kemudian pengapuran dilakukan dengan menggunakan kapur bakar (CaO, yaitu kapur yang bila
direndam air akan mengeluarkan gelembung panas seperti air mendidih). Jumlah kapur bakar yang
digunakan tergantung pada kondisi kemasaman tanah dasar tambak tersebut. Makin masamtanah dasar tambak, maka diperlukan kapur bakar yang lebih banyak. Secara umum diperlukan
kapur bakar antara 1-5 ton per hektar tambak untuk mempercepat proses oksidasi bahan organik
dan peningkatan pH tanah dasar tambak. Setelah dilakukan pengapuran, sebaiknya dilakukan
pengecekan pH dan redoks potensial tanah dasar tersebut. Menurut Poernomo (2004), redoks
potensial tanah dasar tambak pada saat kering sebaiknya minimal +50 mv. Namun pada
kenyataannya hal ini seringkali sulit diperoleh di lapangan. Apabila pH tanah dan redoks
potensialnya masih rendah, maka, pengapuran perlu dilakukan kembali dengan kapur bakar
hingga pH tanah meningkat.
-
5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan
48/355
37
Setelah 1-2 minggu pengeringan da