REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

114
REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik Reform Leader Academy (RLA) Angkatan III Connectivity for Better Synergy: Alignment Between Transportation, Logistics, Information Technology and Regional Development Lembaga Administrasi Negara 2015

Transcript of REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

Page 1: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Peningkatan Konektivitas melalui

Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan

Sistem Logistik

Reform Leader Academy (RLA) Angkatan III

Connectivity for Better Synergy: Alignment Between Transportation,

Logistics, Information Technology and Regional Development

Lembaga Administrasi Negara

2015

Page 2: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... .. i

DAFTAR PESERTA ................................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1. Diklat RLA III ....................................................................................................... 1

1.2. Rujukan Kebijakan bagi Proyek Perubahan (Breakthrough) ............................ 1

1.3. Tahapan Pelaksanaan Proyek Perubahan (Breakthrough) ............................... 3

1.4. Tujuan Proyek Perubahan .................................................................................. 5

1.5. Struktur Makalah Kebijakan .............................................................................. 6

BAB II. ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHAN ............................................................. 7

2.1. Latar Belakang Permasalahan ........................................................................... 7

2.2. Isu Strategis dan Permasalahan ......................................................................... 9

2.3. Upaya Peningkatan Keterkaitan antara Hinterland-Jaringan Logistik-

Pelabuhan yang Sudah dan Sedang Dilaksanakan ......................................... 14

2.3. Fokus Rekomendasi Perubahan ...................................................................... 19

BAB III. ALTERNATIF SOLUSI DAN REKOMENDASI ..................................................... 21

3.1. Alternatif Solusi ................................................................................................ 21

3.2. Rekomendasi .................................................................................................... 26

LAMPIRAN 1 ................................................................................................................ 39

LAMPIRAN 2 ................................................................................................................ 75

Page 3: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

ii

DAFTAR PESERTA DIKLAT RLA ANGKATAN III

NO NAMA INSTANSI

1. Agita Widjajanto, ST, M.Sc Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat

2. Agustin Arry Yanna, SS, MA BAPPENAS

3. Ainul Wafa, Ir, M.Si Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral

4. Alisda Amalia, Dr, Hj, M.Si BAPPEDA, Provinsi Sulawesi Selatan

5. Amirulloh, S.SIT, MMTr Kementerian Perhubungan

6. Amrani Samad Suhaeb, Ir, M.Si BAPPEDA, Provinsi Sulawesi Selatan

7. Bertiana Sari, SH, MBA Kementerian Komunikasi dan Informatika

8. Darmayani, SH, M.Si Dinas Pendapatann Daerah, Provinsi Sulawesi

Selatan

9. Dewi Chomistriana, ST, M.Sc Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat

10. Fadhilah Mathar, Dr, M.Pd Kementerian Komunikasi dan Informatika

11. Gusti Anindita Laksamana, ST,

MM

Kementerian Komunikasi dan Informatika

12. Hernadi Tri Cahyanto, Ir, MT Kementerian Perhubungan

13. Ignatius Wahyu Marjaka, Dr, Drs,

M.Eng

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan

14. Kimron Manik, Ir, M.Sc Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat

15. La Ode Tarfin Jaya, Dr, ST, MT Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral

16. Leonardo Adypurnama Alias

Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D

BAPPENAS

17. Mery Hadriyani Chairuddin, SE,

M.Si

Kementerian Lingk. Hidup dan Kehutanan

18. Mohamad Riffana, SE Badan Koordinasi Penanaman Modal

19. Oktorika, SE. Ak, MM BAPPENAS

20. Rini Susilawati, Ir, M.Si Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan,

Provinsi Kalimantan Timur

21. Siti Sugiyanti, SE, M.Si BAPPEDA, Provinsi Kalimantan Timur

22. Suci Wahyuningsih, Ir Badan Koordinasi Penanaman Modal

23. Triono Junoasmono, Dr, Ir, MT Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat

24. Ujang Rachmad, Ir, M.Si BAPPEDA, Provinsi Kalimantan Timur

25. Virgo Eresta Jaya, Ir, M.Eng.Sc Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan

Pertanahan Nasional

Page 4: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Diklat RLA III

Makalah kebijakan (policy paper) ini merupakan salah satu hasil dari

pelaksanaan proyek perubahan (breakthrough) dalam rangka pendidikan dan

pelatihan (Diklat) Reform Leader Academy Angkatan III (RLA III) yang diselenggarakan

oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) Tahun 2015. Diklat RLA diselenggarakan

dengan tujuan untuk membentuk pemimpin yang memiliki kompetensi untuk

melakukan inovasi, terobosan dan sinergi bagi perbaikan organisasi dan reformasi

birokrasi. Perbaikan birokrasi yang diciptakan oleh pemimpin perubahan diharapkan

dapat berkontribusi bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya

saing perekonomian.

Diklat RLA III dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur dan Reformasi Birokrasi No. 21 Tahun 2013 tentang Program Diklat

Kepemimpinan Reformasi Birokrasi dan Peraturan Kepala LAN No. 18 Tahun 2013

tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Reformasi Birokrasi.

Diklat RLA III diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 14 September sampai dengan 4

Desember 2015. Peserta Diklat RLA berasal dari Badan Koordinasi Penanamann

Modal, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian

Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah

Provinsi Kalimantan Timur, dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Tema strategis Diklat RLA III adalah Connectivity for Better Synergy:

Alignment Between Transportation, Logistics, Information Technology and

Regional Development. Tema ini menjadi fokus dalam penyampaian materi diklat,

pelaksanaan praktek kerja, baik pada tahap I maupun tahap II, serta benchmarking di

Singapura. Output atau keluaran utama dari Diklat RLA III ini adalah peningkatan

kompetensi peserta diklat dalam mengelola perubahan.

1.2. Rujukan Kebijakan bagi Proyek Perubahan (Breakthrough)

Salah satu bentuk perwujudan kompetensi peserta Diklat RLA III dituangkan

dalam proyek perubahan yang diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi

kebijakan dan rencana aksi perubahan sesuai tema strategis Diklat RLA III.

Berdasarkan tema strategis Diklat RLA III, peserta Diklat RLA III menyepakati topik

Peningkatan Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem

Page 5: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

2

Logistik untuk mengarahkan pelaksanaan proyek perubahan. Topik ini dipilih

berdasarkan pertimbangan, antara lain:

1. Penanganan isu konektivitas diharapkan dapat mendukung kelancaran aliran

orang, barang, jasa, dan informasi di berbagai wilayah di Indonesia;

2. Penanganan isu aksesibilitas dan sistem logistik dapat mendukung pencapaian

sasaran pembangunan nasional yang berkaitan dengan peningkatan daya saing

perekonomian, pemerataan, dan wawasan kebangsaan;

3. Ketersediaan akses data terkait aksesibilitas dan sistem logistik; dan

4. Kesesuaian dengan hasil yang diharapkan (expected output) dari pembelajaran

(benchmarking) di Singapura.

Landasan kebijakan terkait topik yang dipilih Peserta Diklat RLA III mengacu

pada Sembilan Agenda (Nawa Cita) Pembangunan di dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Tiga agenda yang berkaitan erat

dengan tema strategis Diklat RLA III dan topik proyek perubahan yaitu:

1. Agenda 3: Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat

daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan. Agenda ini

merupakan bentuk afirmasi Pemerintah untuk mendorong kegiatan ekonomi

yang selama ini kurang diprioritaskan pemerintah seperti di wilayah

perdesan/perbatasan/daerah tertinggal, sektor pertanian dan pelaku usaha

skala mikro dan kecil;

2. Agenda 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar

internasional. Agenda pembangunan di antaranya mencakup upaya-upaya

untuk meningkatkan konektivitas nasional, meningkatkan efektivitas dan

efisiensi pembangunan infrastruktur, menguatkan investasi, meningkatkan

kapasitas inovasi dan teknologi, meningkatkan daya saing tenaga kerja, dan

mengembangkan kapasitas perdagangan nasional.

3. Agenda 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan

sektor-sektor strategis ekonomi domestik, yang antara lain mencakup

upaya-upaya peningkatan kedaulatan pangan dan energi, peningkatan

ketahanan air, peningkatan kelestarian sumber daya alam, pengembangan

ekonomi maritim dan kelautan, yang didukung penguatan sektor keuangan

dan kapasitas fiskal negara.

Strategi pelaksanaan ketiga agenda pembangunan tersebut pada tahun 2015-

2019 yang menjadi rujukan bagi pelaksanaan proyek perubahan, di antaranya:

1. Membangun konektivitas simpul transportasi utama antara pusat kegiatan

strategis nasional dengan desa-desa di kecamatan lokasi prioritas perbatasan

dan kecamatan di sekitarnya, pusat kegiatan wilayah (ibukota kabupaten),

pusat kegiatan nasional (ibukota provinsi), yang didukung ketersediaan

jalan/moda dan sarana pendukung, serta pelayanan keperintisan;

2. Mengembangkan perekonomian masyarakat di daerah tertinggal, perdesaan

dan transmigrasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai keunggulan

Page 6: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

3

daerah, yang didukung perbaikan infrastruktur dasar dan aksesibilitas,

manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, distribusi dan pemasaran;

3. Mempercepat pembangunan sistem dan jaringan transportasi multimoda,

transportasi massal perkotaan, serta jaringan transportasi yang terintegrasi

untuk mendukung investasi pada Koridor Ekonomi, Kawasan Industri Khusus,

Kompleks Industri, dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-

koridor ekonomi;

4. Mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan

industri nasional untuk mendukung Sistem Logistik Nasional dan penguatan

konektivitas nasional dalam kerangka mendukung kerja sama regional dan

global;

5. Meningkatkan kualitas distribusi yang mencakup (i) pembangunan gudang

dengan fasilitas pengolahan pasca panen di tiap sentra produksi; (ii)

peningkatan penyediaan dan sinergi fasilitas transportasi seperti penyediaan

fasilitas kapal pengangkut ternak dan hasil pertanian lainnya, penguatan

sistem logistik nasional untuk input produksi dan produk pangan serta

perikanan, termasuk wilayah-wilayah terpencil; (iii) pengawasan gudang-

gudang penyimpanan, pemantauan perkembangan harga pangan dan

pengendalian fluktuasi harga antara lain melalui operasi pasar; (iv) pemetaan

dan membangun ketersambungan rantai pasok komoditi hasil pertanian

dengan industri pangan diantaranya melalui pembangunan pasar dan

memperkuat kelembagaan pasar; dan

6. Mentransformasi Kewajiban Pelayanan Universal menjadi broadband-ready,

mengoptimalisasi pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit

sebagai sumber daya terbatas, dan mendorong pembangunan fixed/wireline

broadband termasuk di daerah perbatasan negara.

1.3. Tahapan Pelaksanaan Proyek Perubahan (Breakthrough)

Pelaksanaan proyek perubahan mencakup tahap-tahapan (i) pengumpulan

informasi dan data dari berbagai sumber, (ii) kajian regulasi, dokumen perencanaan

dan literatur, (iii) diskusi, konsultasi dan kunjungan lapangan yang melibatkan

berbagai pemangku kepentingan, dan (iv) pembelajaran tentang produktivitas,

inovasi dan perubahan pelayanan publik di Singapura. Diskusi, konsultasi dan

kunjungan lapangan yang dilaksanakan peserta diklat RLA III yaitu:

1. Diskusi pada tanggal 5 Oktober 2015 di Bappenas dengan topik Pentingnya

Sistem Logistik Nasional (Sislognas) untuk Mendukung Konektivitas dan

Pengembangan Daya Saing Usaha Nasional, yang melibatkan narasumber (i)

Direktur Perdagangan, Investasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional,

Bappenas, dan (ii) Ketua Tim Pakar Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) sekaligus

Direktur Operasi dan Pengembangan PT Bhanda Ghara Reksa (BUMN Logistik).

Page 7: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

4

2. Diskusi pada tanggal 9 Oktober 2015 di Kementerian Komunikasi dan

Informatika (Kominfo) dengan topik Dukungan Teknologi Informasi dan

Komunikasi (TIK) untuk Konektivitas melalui Peningkatan Aksesibilitas dan

Perbaikan Sistem Logistik yang melibatkan narasumber (i) Direktur SDM dan

Umum/Plt. Direktur Teknologi dan Jasa Keuangan PT Pos Indonesia (Persero),

dan (ii) Direktur Telekomunikasi, Kementerian Kominfo.

3. Kunjungan lapangan pada tanggal 22 Oktober 2015 di Pusat Distribusi Regional

(PDR) Makassar yang dilanjutkan dengan diskusi di Bappeda Provinsi Sulawesi

Selatan dengan topik Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas

dan Sistem Logistik yang melibatkan narasumber (i) Kepala Bappeda Provinsi

Sulawesi Selatan, (ii) Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPTD) Balai Pelayanan

Logistik Perdagangan (BPLP), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi

Sulawesi Selatan, (iii) Wakil Kepala Divisi Regional Bulog Sulawesi Selatan, (iv)

Manager Operasi PT Pelindo IV (Persero) Cabang Makassar, (v) Kepala Dinas

Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan, dan (vi)

Kepala Dinas Perhubungan dan Kominfo Provinsi Sulawesi Selatan.

4. Kunjungan lapangan dan diskusi pada tanggal 26 Oktober 2015 di Cikarang Dry

Port, Kawasan Industri Jababeka, Bekasi dan di Terminal Peti Kemas Gede Bage,

Bandung dengan topik Peningkatan Kapasitas Jaringan Logistik dalam rangka

Mendukung Konektivitas dan Pengembangan Daya Saing Nasional, yang

melibatkan narasumber (i) Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanann Bea

Cukai Tipe Madya Pabean Cikarang, dan (ii) Manager Terminal Peti Kemas Gede

Bage.

5. Kunjungan lapangan dan diskusi pada tanggal 26 Oktober 2015 di Pelabuhan

Perak, Surabaya dan Terminal Teluk Lamong dengan melibatkan narasumber (i)

General Manager PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak, (ii) President Director

Teluk Lamong, dan (iii) Direktur Utama Terminal Peti Kemas Surabaya.

6. Benchmarking di Singapura pada tanggal 2-6 November 2015 untuk

mempelajari penerapan konsep Whole of Government, Masyarakat Ekonomi

ASEAN, pengembangan ekosistem untuk mendukung logistik, kebijakan

transportasi dan pengelolaan lalu lintas, peningkatan daya saing logistik, dan e-

government.

7. Diskusi pada tanggal 17 November 2015 di Bappenas dengan topik Konsep

Pengembangan Pusat Distribusi Regional yang melibatkan narasumber Kepala

Sub Direktorat Kerjasama Pengembangan Sistem Logistik, Direktorat Direktorat

Logistik dan Sarana Distribusi, Kementerian Perdagangan.

8. Kunjungan dan konsultasi pada tanggal 20 November 2015 berlokasi di Ditjen

Bea Cukai, Kementerian Keuangan dengan narasumber Direktur Informasi

Kepabeanan dan Cukai.

Page 8: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

5

Gambar 1.1. Diskusi, Konsultasi dan Kunjugan Lapangan Peserta Diklat RLA III

dalam rangka Pelaksanaan Breakthrough I dan II, serta Penyiapan Makalah

Kebijakan

1.4. Tujuan Proyek Perubahan

Proyek perubahan yang dilaksanakan peserta Diklat RLA Angkatan III

ditujukan untuk menyusun rekomendasi kebijakan dan rencana aksi perubahan

nyata untuk perbaikan aksesibilitas dan sistem logistik dalam rangka peningkatan

konektivitas nasional. Rekomendasi kebijakan dan rencana aksi tersebut diklasifikasi

berdasarkan kebutuhan pelaksanaannya dalam jangka pendek, jangka menengah

dan jangka panjang. Rekomendasi kebijakan dan rencana aksi tersebut dituangkan

dalam bentuk makalah kebijakan (policy paper).

Page 9: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

6

1.5. Struktur Makalah Kebijakan

Struktur makalah kebijakan mencakup penjelasan tentang (i) pendahuluan;

(ii) isu strategis dan permasalahan yang membutuhkan respon dari Pemerintah dan

pemangku kepentingan terkait; (iii) pilihan-pilihan respon/tindakan (alternatif solusi)

dan rekomendasi kebijakan yang dapat dilaksanakan Pemerintah dan pemangku

kepentingan lainnya untuk menyelesaikan permasalahan; dan (iv) lampiran yang

berisi rencana aksi perubahan yang dapat dilaksanakan pada tataran nasional,

melalui kerja sama antar Kementerian/Lembaga, oleh lembaga dari peserta Diklat

RLA III, dan oleh peserta Diklat RLA III di unitnya masing-masing.

Page 10: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

7

BAB II. ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHAN

2.1. Latar Belakang Permasalahan

Pembangunan yang dilaksanakan sampai saat ini telah mampu mendorong

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan rata-rata penduduk. Pertumbuhan ekonomi

pada tahun 2014 tercatat sebesar 5,1 persen dan produk domestik bruto per kapita

(tahun dasar 2010) mencapai Rp.43.403.000. Tingkat kemiskinan dan pengangguran

juga terus menurun menjadi masing-masing sebesar 10,96 persen (angka September

2014), dan 5,94 persen, meskipun tetap relatif tinggi.

Keberlanjutan dari capaian pembangunan menghadapi berbagai tantangan

yang makin beragam dan multidimenasi. Tantangan yang terbesar yaitu pemerataan

hasil-hasil pembangunan untuk menjangkau berbagai kelompok masyarakat dan

wilayah. Penanganan tantangan ini membutuhkan langkah-langkah terobosan untuk

memaksimalkan potensi sosial ekonomi di berbagai wilayah melalui penciptaan

stabilitas makro ekonomi, peningkatan investasi padat karya, penciptaan lapangan

kerja yang baik (decent work), dan peningkatan infrastruktur, yang disertai dengan

keberpihakan dan perhatian bagi usaha mikro, pekerja informal, masyarakat kurang

mampu, serta wilayah perdesaan, tertinggal dan perbatasan.

Salah satu langkah terobosan yang dilaksanakan melalui pengembangan

infrastruktur yaitu meningkatkan konektivitas nasional dalam rangka integrasi

domestik sehingga efisiensi ekonomi dan kelancaran arus barang dan jasa antar

wilayah di Indonesia dapat lebih ditingkatkan. Langkah terobosan ini menjadi agenda

penting untuk dilaksanakan dalam periode 2015-2019 mengingat fakta-fakta sebagai

berikut:

1. Kondisi geografis dan sosial ekonomi Indonesia yang memegang peranan

penting secara global. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di

dunia, yang terletak di antara dua benua, dengan jumlah pulau mencapai

17.508 pulau (Pusat Survei dan Pemetaan ABRI, 1987), dan luas wilayah

mencapai 1,9 juta km2 (95,1 persen daratan). Pada tahun 2015, Indonesia

merupakan perekonomian terbesar ke-16 di dunia dengan nilai PDB (harga

berlaku) sebesar $AS 873 miliar (IMF World Economic Outlook, Oktober

2015). Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan mencapai

hampir 255,5 juta jiwa (proyeksi BPS, 2015) yang terdiri dari 1.340 suku

bangsa (BPS, 2010). Sebaran geografis dan penduduk Indonesia tersebut

membawa konsekuensi kebutuhan jenis layanan dan sistem pengelolaan

aksesibilitas dan pemenuhan barang dan jasa yang beragam dengan

jangkauan yang luas.

2. Perserikatan Bangsa-bangsa (PPB) memperkirakan penduduk dunia akan

mencapai 8,8 miliar jiwa pada tahun 2030. Jumlah pendudukuk Indonesia

Page 11: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

8

pada tahun 2030 diperkirakan lebih dari 300 juta jiwa. Persebaran penduduk

dan pola pertumbuhan penduduk antar kawasan juga berubah. Kondisi ini

membawa konsekuensi bagi pola distribusi logistik dunia. Lloyde Register

memperkirakan kawasan ASEAN maupun Asia Timur ini akan menjadi basis

produksi utama dunia karena tingkat pertumbuhan penduduk yang rendah

atau cenderung stagnan di beberapa negara Asia. Pergerakan perdagangan

kontainer di kawasan ini dalam beberapa tahun ke depan tumbuh cukup

pesat. Bagi Indonesia, kondisi ini membawa tantangan berupa peningkatan

kemampuan produksi di dalam negeri dan kemampuan logistik untuk

berpartisipasi memanfaatkan peluang ekonomi dalam jaringan rantai pasok

global, serta daya tahan pasar domestik mengingat populasi Indonesia yang

besar merupakan target pasar dari produk negara-negara lain.

3. Kemampuan Indonesia untuk mengambil manfaat dari perkembangan

perekonomian global dapat dilihat dari daya saing perekonomian Indonesia

saat ini. Laporan Ease of Doing Business dari Bank Dunia menunjukkan bahwa

daya saing perekonomian Indonesia semakin meningkat dimana Kemudahan

Berusaha Indonesia pada tahun 2016 diperkirakan naik ke peringkat ke-109

dari peringkat ke-120 dari tahun 2015. Perbaikan kemudahan berusaha ini

utamanya didorong oleh perbaikan perizinan usaha, akses ke pembiayaan,

dan peningkatan pajak. Namun lingkungan usaha di Indonesia masih belum

cukup kondusif bagi tumbuhnya usaha-usaha baru, seperti yang ditunjukkan

dengan penurunan peringkat kemudahan memulai usaha.

4. Indeks Daya Saing Global Indonesia juga meningkat. Pada tahun 2014-2015

Indeks Daya Saing Global Indonesia mencapai 4,57 sehingga posisi Indonesia

berada di peringkat 34, atau meningkat dari posisi ke-38 pada tahun 2013-

2014 (Global Competitiveness Report, World Economic Forum, 2014).

Sementara itu indeks untuk pilar-pilar daya saing pada periode yang sama

menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki kelemahan dalam hal institusi

(ke-53), infrastruktur (ke-56), kesehatan dan pendidikan dasar (ke-74),

pendidikan tinggi dan pelatihan (ke-61), efisiensi pasar barang (ke-48), pasar

tenaga kerja (ke-110), dan kesiapan teknologi (ke-77). Keunggulan Indonesia

utamanya terdapat pada indeks ukuran pasar (ke-15), inovasi (ke-31),

stabilitas makroekonomi (ke-34) dan perkembangan dunia usaha (ke-34).

5. Meskipun daya saing perekonomian Indonesia secara global semakin tinggi

dalam dua tahun terakhir, peningkatan tersebut belum cukup tinggi apabila

dibandingkan dengan negara-negara lain. Peringkat kemudahan berusaha di

Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan Singapura (ke-1),

Malaysia (ke-18), Thailand (ke-49), Brunei Darussalam (ke-84), China (ke-84),

Vietnam (ke-90) dan Filipina (ke-103). Peringkat daya saing global Indonesia

juga masih lebih rendah dibandingkan dengan Singapura (ke-2), Malaysia (ke-

20), China (ke-28) dan Thailand (ke-31).

Page 12: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

9

6. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing perekonomian Indonesia

adalah infrastruktur dan efisiensi pasar barang. Hal ini ditunjukkan oleh

indeks kinerja logistik Indonesia sebesar 3,08 dengan peringkat ke-53 pada

tahun 2014 (Logistic Performance Index, Bank Dunia, 2014). Peringkat logistik

Indonesia sebenarnya meningkat yang ditandai dengan perbaikan

kepabeanan, infrastruktur, dan kompetensi logistik. Namun kinerja pilar-pilar

logistik lainnya seperti pengiriman internasional, serta penelusuran dan

ketepatan waktu pengiriman masih berfluktuasi.

7. Biaya logistik di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Annual Logistics Report,

(2014), biaya logistik di Indonesia mencapai 27 persen dari PDB. Biaya logistik

ini mencakup biaya transportasi (47,2 persen), biaya persediaan (35,4

persen), dan biaya administrasi (17,4 persen). Berdasarkan jenis transportasi,

struktur biaya logistik di Indonesia mencakup 72,2 persen biaya transportasi

darat, 19,7 persen biaya transportasi air, 1,4 persen biaya transportasi udara,

0,5 persen biaya transportasi kereta api dan 6,2 persen biaya jasa penunjang.

Sebagai perbandingan, biaya logistik di Singapura, Amerika Serikat, Jepang,

Malaysia dan Korea Selatan jauh lebih rendah yaitu masing-masing 8 persen,

10 persen, 11 persen, 13 persen, dan 16 persen dari PDB.

8. Indonesia merupakan negara yang rentan guncangan yang ditimbulkan krisis

ekonomi dan moneter, bencana alam dan dampak perubahan iklim. Berbagai

bentuk guncangan tersebut menyebabkan terputusnya transportasi sehingga

menganggu pergerakan orang, barang dan jasa, terhambatnya aliran

informasi, serta penurunan aktivitas ekonomi karena hilangnya aset atau

terganggunya produksi dan perdagangan, yang berakibat pada kelangkaan

pasokan dan fluktuasi harga bahan kebutuhan pokok. Kondisi ini

menyebabkan peningkatan kebutuhan terhadap logistik yang cepat tanggap,

dan hal ini akan sulit dipenuhi jika biaya logistik masih tinggi dan jaringan

logistik yang ada belum efisien. Tantangan untuk menyediakan logistik secara

cukup dalam kondisi krisis atau bencana semakin tinggi untuk daerah-daerah

yang terisolir dan pulau-pulau kecil.

Kedelapan fakta tersebut di atas menunjukkan bahwa kualitas infrastruktur

dan sistem logistik di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-

negara tetangga atau dengan perekonomian yang setara. Kondisi ini juga

menunjukkan bahwa efisiensi ekonomi di Indonesia masih perlu ditingkatkan.

2.2. Isu Strategis dan Permasalahan

Berdasarkan topik proyek perubahan peserta Diklat RLA III yaitu Peningkatan

Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik, maka

peningkatan efisiensi ekonomi dapat diwakili oleh peningkatan infrastruktur dan

kelancaran arus barang dan jasa. Aksesibilitas dalam hal ini menggambarkan tingkat

Page 13: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

10

konektivitas antar wilayah yang mencakup kapasitas dan kualitas infrastruktur,

kapasitas dan kualitas layanan transportasi, serta kapasitas masyarakat untuk

menjangkau layanan transportasi. Sementara itu sistem logistik mencakup

pengorganisasian barang dan jasa yang secara sistematik melibatkan berbagai

layanan transportasi, pengangkutan, distribusi, informasi dan komunikasi.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur dan sistem logistik

merupakan kendala utama bagi percepatan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan

kesejahteraan masyarakat. Kondisi infrastruktur yang tertinggal, keterbatasan

konektivitas antar pulau/wilayah, dan sistem logistik yang tidak efisien, termasuk

proses penanganan kegiatan ekspor impor serta distribusi barang secara nasional di

pelabuhan yang belum effisien, menimbulkan dampak dalam berbagai bentuk. Tarif

angkutan antar pulau yang tinggi menyebabkan ketersediaan dan harga bahan pokok

yang berfluktuasi. Kondisi ini selanjutnya mengakibatkan inflasi rata-rata yang lebih

tinggi di beberapa wilayah di Indonesia, dan mengurangi kapasitas masyarakat

miskin dan yang berada di wilayah perdesaan, tertinggal, perbatasan dan di

Indonesia Timur untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

Keterbatasan infrastruktur juga menyebabkan sektor industri pengolahan

yang umumnya terkonsentrasi di sekitar wilayah perkotaan tidak terintegrasi dengan

baik ke jaringan produksi di perdesaan. Bagi petani dan pengusaha skala mikro dan

kecil di perdesaan, jarak yang jauh dari pusat kegiatan ekonomi dan mahalnya biaya

angkut juga menyebabkan mereka tidak dapat memanfaatkan peluang usaha secara

optimal. Kondisi inflasi yang tinggi dan lemahnya rantai pasok mempengaruhi

kemampuan perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi dan sekaligus untuk

mengurangi kemiskinan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peningkatan efisiensi ekonomi merupakan

isu strategis yang akan menjadi fokus bagi peningkatan konektivitas di Indonesia.

Perbaikan efisiensi ekonomi tersebut dapat diukur salah satunya dari indikator biaya

distribusi. Informasi dan data dari Direktorat Logistik dan Sarana Distribusi, Ditjen

Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (2015) menunjukkan bahwa

biaya transportasi dan distribusi domestik yang tinggi merupakan salah satu faktor

yang menjadi penghambat (bottleneck) dalam peningkatan kelancaran arus barang

di Indonesia (Gambar 2.1). Biaya distribusi yang tinggi di Indonesia ditimbulkan oleh:

1. Keterbatasan sarana prasarana distribusi seperti jalan, jembatan, dermaga,

angkutan laut dan rel kereta api;

2. Volume pengiriman pasokan yang kecil sehingga proses konsolidasi

membutuhkan waktu yang lama dengan pelibatan kapal-kapal kecil yang

berkeliling (jalur lebih panjang) sebagai konsolidator sekaligus feeder bagi

kapal besar;

3. Biaya tunggu yang lebih tinggi bagi kapal besar, baik untuk menampung

pasokan dari kapal-kapal kecil, maupun dari biaya pelabuhan; dan

4. Kesiapan pelabuhan untuk mendukung layanan logistik yang efisien.

Page 14: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

11

Tabel 2.1. Perbandingan Biaya Distribusi di Dalam Negeri

Sumber: Ambarita (Dit. Logistik dan Sarana Produksi, Kemendag, 2015)

Keempat faktor yang menyebabkan biaya distribusi domestik yang tinggi di

Indonesia menunjukkan bahwa permasalahan utama dalam penanganan isu

efisiensi ekonomi dalam konteks konektivitas di Indonesia yaitu lemahnya

integrasi antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan. Hinterland dalam hal

ini dapat mencakup sentra-sentra produksi, baik produk primer maupun sekunder

(produk antara atau final yang siap dikonsumsi), yang terdapat di wilayah perdesaan,

perkotaan, dan kawasan industri. Jaringan logistik utamanya berkaitan dengan

sarana dan prasarana transportasi, pengangkutan (freight), pengiriman, kepabeanan,

terminal peti kemas, dermaga bongkar muat (stevedore), penelusuran (trace and

tracking), dan fasilitas ekspor-impor. Sementara itu peran pelabuhan terkait dengan

pengelolaan arus barang mencakup jasa peti kemas (bongkar muat, pengangkutan,

penyimpanan), jasas kepabeanan, dan pengiriman (ekspor-impor, domestik).

Integrasi yang kuat antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan

diperlukan untuk memastikan volume pasokan yang memadai, serta pengelolaan

arus barang dan pengiriman barang untuk distribusi ke berbagai wilayah (domestik

dan internasional) yang efisien dalam biaya dan waktu. Namun kondisi yang ada saat

ini menunjukkan banyaknya kendala dan permasalahan yang masih dihadapi baik di

hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan.

Sentra-sentra produksi di Indonesia masih tersebar, dengan sebagian besar

produsen di sektor-sektor pertanian, perikanan, dan industri pengolahan merupakan

usaha skala mikro dan kecil. Konsolidator dari produk-produk yang dihasilkan

berbagai sentra tersebut di antara tengkulak, pedagang pengumpul, koperasi, dan

perantara yang berafiliasi dengan industri/pedagang skala menengah dan besar, baik

domestik maupun internasional. Konsolidator lokal ini bisa memiliki gudang-gudang

Page 15: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

12

penyimpanan produk untuk distribusi ke pasar yang lebih luas/industri/konsumen.

Konsolidasi pada umumnya dilaksanakan melalui mengumpulkan produk langsung

dari lokasi panen/produksi. Skala konsolidasi pada umumnya masih kecil karena

fluktuasi volume produksi yang ditentukan musim, dan kapasitas pengumpulan yang

terbatas. Kondisi ini menyebabkan volume pasokan masih di bawah skala ekonomi

dan dapat menimbulkan biaya tinggi karena proses konsolidasi dan distribusi produk

membutuhkan waktu yang lama.

Sementara itu jaringan logistik masih mengalami kendala utama terkait

keterbatasan sarana dan prasarana distribusi seperti jalan, jembatan, dermaga,

angkutan laut dan rel kereta api. Sebagian besar sarana transportasi yang tersedia

masih digunakan untuk pengangkutan penumpang karena permintaannya yang

tinggi. Sebagai gambaran, jaringan transportasi saat ini sekitar 75 persen digunakan

oleh mobil pribadi, 20 persen untuk logistik dan 5 persen untuk angkutan umum.

Kondisi ini menunjukkan kebutuhan yang mendesak untuk pengembangan

infrastruktur bagi jaringan distribusi. Faktor lain yang menjadi kendala dalam

jaringan logistik yaitu moda transportasi yang belum intergrasi dengan baik. Sampai

saat ini belum ada pemetaan yang terinci tentang keterhubungan simpul-simpul

logistik dengan jaringan logistik pendukungnya secara regional dan nasional. Selain

itu, belum terdapat regulasi yang secara spesifik menempatkan peran sentral

pelabuhan dalan jaringan logistik. Jaringan logistik yang terbatas juga menyebabkan

jangkauannya dalam mendukung konsolidasi produk-produk yang dihasilkan

hinterland menjadi terbatas. Berbagai kendala ini menyebabkan layanan jaringan

logistik antar wilayah di Indonesia masih berbiaya tinggi dan menghabiskan waktu

yang lebih lama, sehingga mempengaruhi kelancaran produk, dan daya saing

wilayah.

Dari sisi kesiapan pelabuhan untuk berperan sentral dalam sistem logistik,

sinkronisasi di berbagai jasa pelabuhan saat ini belum berjalan efektif. Informasi

mengenai jasa-jasa yang disediakan pelabuhan belum sepenuhnya dipahami

produsen. Pelabuhan juga belum menyediakan layanan yang efisien, seperti yang

ditunjukkan oleh pergantian kapal yang bersandar masih lambat sehingga

menyebabkan kerugian di perusahaan pengiriman barang. Infrastruktur pelabuhan

di Indonesia juga masih beragam dari segi umur, kapasitas dan kualitas.

Apabila integrasi antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan tidak

ditingkatkan, maka berberapa resiko yang akan timbul di antaranya:

1. Disparitas harga produk antar wilayah di Indonesia, yang menimbulkan

disinsentif bagi tumbuhnya sentra-sentra produksi pertanian dan industri

pengolahan lokal. Dari segi konsumsi, harga produk terutama bahan pokok

yang berfluktuasi dan tinggi menyebabkan daya beli masyarakat berkurang.

Lambatnya perkembangan kegiatan produktif lokal dan sulitnya pemenuhan

kebutuhan pokok selanjutnya dapat mendorong masyarakat yang memiliki

keterampilan untuk bermigrasi ke pusat-pusat pertumbuhan/kegiatan

Page 16: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

13

ekonomi di wilayah lain. Kondisi ini menunjukkan pengaruh disparitas harga

yang besar terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat

di suatu wilayah.

2. Disparitas harga produk yang tinggi berkaitan erat dengan tingginya biaya

logistik antar wilayah di Indonesia yang tinggi. Biaya logistik yang tinggi juga

menyebabkan pemasaran produk lokal terhambat karena posisi tawar petani

dan usaha mikro dan kecil terhadap jasa angkutan rendah. Dampak

lanjutannya yaitu petani dan usaha mikro dan kecil terhambat untuk dapat

memanfaatkan peluang peningkatan pendapatan dan keberlanjutan usaha

apabila mereka dapat berpartisipasi dalam jaringan produksi yang lebih luas

(nasional dan internasional). Kapasitas produksi yang rendah dan adanya

disinsentif harga produk juga menyebabkan volume pasokan yang dikirim

kembali dari satu wilayah ke wilayah lain kurang mencukupi sehingga

menimbulkan biaya konsolidasi produk dan transportasi yang tinggi. Data dari

Kementerian Perdagangan menjunjukkan bahwa biaya logistik di Kawasan

Timur Indonesia lebih mahal 2,5 kali dibandingkan dengan di Kawasan Barat

Indonesia sebagai akibat tidak adanya muatan balik dari kawasan timur

Indonesia.

3. Biaya logistik yang tinggi juga berkaitan dengan lamanya proses konsolidasi

pasokan produk dan belum terintegrasinya moda transportasi. Kondisi ini

menyebabkan tingkat kerusakan produk yang tinggi dalam proses pengiriman

karena pengemasan dan penanganan di kapal yang kurang baik, serta waktu

dan proses pengiriman yang lama. Akibatnya daya saing produk menjadi

rendah.

4. Rendahnya integrasi antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan juga

akan mempengaruhi daya saing produk, daya saing pelabuhan, daya saing

logistik, dan daya saing perekonomian nasional. Kondisi ini membawa

konsekuensi bahwa masyarakat di seluruh pelosok tanah air belum memiliki

kesempatan dan kapasitas yang sama untuk mendapat manfaat dari

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara umum.

5. Konektivitas yang rendah antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan

juga mengurangi kapasitas Pemerintah untuk cepat tanggap dalam merespon

kebutuhan rekonstruksi dan reviltasisasi perekonomian wilayah yang terkena

krisis atau bencana. Resiko peningkatan kemiskinan dan pengangguran, serta

penurunan kualitas penghidupan masyarakat di wilayah yang terkana krisis

atau bencana merupakan konsekuensi yang timbul dari keterbatasan respon

Pemerintah tersebut.

Page 17: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

14

2.3. Upaya Peningkatan Keterkaitan antara Hinterland-Jaringan Logistik-

Pelabuhan yang Sudah dan Sedang Dilaksanakan

Pemerintah sebenarnya telah memiliki rencana yang cukup lengkap untuk

meningkatkan interkoneksi antar wilayah di Indonesia. Dalam aspek logistik,

Pemerintah telah memiliki Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional

(Sislognas) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 26 Tahun 2012.

Cetak Biru Pengembangan Sislognas mencakup visi untuk mewujudkan kondisi

Locally Integrated, Globally Connected for National Competitiveness and Social

Welfare. Visi tersebut dilaksanakan melalui misi:

1. Memperlancar arus barang secara efektif dan efisien untuk menjamin

pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan peningkatan daya saing produk

nasional di pasar domestik, regional, dan global; dan

2. Membangun simpul simpul logistik nasional dan konektivitasnya mulai dari

pedesaan, perkotaan, antar wilayah dan antar pulau sampai dengan Pelabuhan

Hub Internasional melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, maka tujuan pengembangan Sislognas

yaitu:

1. Menurunkan biaya logistik, memperlancar arus barang dan meningkatkan

pelayanan logistik sehingga meningkatkan daya saing produk nasional di pasar

global dan pasar domestik;

2. Menjamin ketersediaan komoditas pokok dan strategis di seluruh wilayah

Indonesia dengan harga yang terjangkau sehingga mendorong pencapaian

masyarakat adil dan makmur, dan memperkokoh kedaulatan dan keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); dan

3. Mempersiapkan diri untuk mencapai target integrasi logistik ASEAN pada

tahun 2013, integrasi pasar ASEAN pada tahun 2015, dan integrasi pasar global

pada tahun 2020.

Dari enam kunci penggerak utama (six key drivers) dalam Sislognas, terdapat

tiga kunci penggerak yang berkaitan dengan interkoneksi antara hinterland, jaringan

logistik dan pelabuhan, yaitu:

1. Komoditas utama yang difokuskan pada (i) komoditas pokok dan strategis

untuk menjamin pasokan dan kelancaran arus penyaluran kebutuhan konsumsi

dan pembangunan dalam negeri; dan (ii) komoditas unggulan ekspor untuk

peningkatan daya saing produk nasional.

2. Infrasturktur logistik: aktivitas logistik membutuhkan dukungan infrastruktur

logistik pada simpul logistik (logistics node) seperti pelabuhan, bandara,

stasiun, terminal, gudang, dll., dan mata rantai logistik (logistics link) yang

mencakup jaringan distribusi, jaringan transportasi, jaringan informasi dan

jaringan keuangan.

3. Harmonisasi regulasi: penataan, penyusunan dan harmonisasi peraturan

perundang-undangan dan kebijakan logistik, terutama di bidang (i) usaha dan

Page 18: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

15

perdagangan; (ii) transportasi; (iii) ekspor dan impor; (iv) informasi dan

transaksi elektronik; dan (v) transportasi multi moda.

Ketiga kunci penggerak Sislognas tersebut juga telah dijabarkan melalui

rencana aksi di dalam RPJMN 2015-2019 serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

Pada bidang ekonomi, penanganan isu peningkatan efisiensi sistem logistik dan

distribusi diharapkan dapat (i) meningkatkan efisiensi jalur distribusi bahan pokok

dan strategis; (ii) meningkatkan sistem informasi pendukung efisiensi logistik; (iii)

meningkatkan sumber daya manusia (SDM) logistik; dan (iii) menurunkan waktu dan

biaya logistik pelabuhan. Pada bidang sarana dan prasarana, penanganan isu

konektivitas nasional diharapkan dapat meningkatkan keseimbangan pembangunan

khususnya: (i) menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan wilayah

sekitarnya; (ii) memperluas pertumbuhan ekonomi dari pusat-pusat pertumbuhan

ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland); dan (iii) menyebarkan manfaat

pembangunan secara luas. Rencana aksi yang disusun diarahkan untuk mewujudkan

target-target:

1. Penurunan rata-rata rasio biaya logistik terhadap PDB dari 23,6 persen menjadi

19,2 persen;

2. Penurunan rata-rata dwelling time pelabuhan dari 6-7 hari menjadi 3-4 hari;

3. Variasi harga kebutuhan pokok antarwaktu sebesar <9,0 persen;

4. Koefisien variasi harga kebutuhan pokok antarwilayah dari <14,2 persen

menjadi <13,0 persen;

5. Peningkatan daya saing logistik, yang didukung penurunan jumlah dokumen

untuk ekspor dan impor, waktu untuk ekspor dan impor, dan biaya impor.

Salah satu milestone dari kunci penggerak komoditas utama di dalam

Sislognas yaitu pengembangan Pusat Distribusi Regional (PDR) yang berfungsi

sebagai cadangan penyangga nasional, dan Pusat Distribusi Propinsi (PDP) yang

berfungsi sebagai cadangan penyangga provinsi dan penyangga jaringan distribusi

kabupaten/kota. PDR merupakan salah satu sub sistem jaringan logistik yang

berfungsi sebagai penyeimbang dan peyangga dari sistem rantai pasok komoditas

utama di beberapa kabupaten/kota. Fungsi yang dijalankan PDR antara lain:

1. konsolidator pengadaan komoditas untuk mencukupi kebutuhan di

wilayahnya;

2. penyangga persediaan komoditas untuk menanggulangi kekurangan di tingkat

regional dan nasional;

3. pelaksana pencatatan dan pengumpulan data kebutuhan komoditas di suatu

wilayah berdasarkan data-data PDP di bawahnya;

4. penyedia layanan pencatatan, pemilahan, pengecekan ulang, pengemasan,

dan penyimpanan komoditas impor yang dipesan oleh PDP dengan tingkat

harga yang lebih kompetitif dibandingkan jaringan distribusi umum; dan

Page 19: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

16

5. pelaksana standarisasi operasional dalam setiap aktivitas pusat distribusi di

bawahnya untuk mempermudah koordinasi, pengawasan dan pengambilan

keputusan.

Layanan yang disediakan oleh PDR yaitu layanan logistik, layanan

transportasi, dan layanan penunjang (perbankan, asuransi, pengelolaan penjaminan,

restoran, tempat istirahat dan lain sebagainya). Target yang ditetapkan yaitu PDR di

setiap koridor ekonomi yang mencakup wilayah Sumatera (Kuala Tanjung, Padang,

Palembang), Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya), Kalimantan (Banjarmasin),

Sulawesi (Makassar, Bitung), Nusa Tenggara (Larantuka) dan Papua (Sorong dan

Jayapura). PDR merupakan PDP yang ditingkatkan fungsinya, dan ditentukan

berdasarkan enam kriteria, yaitu jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen

(bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai konsolidator dan distributor,

berada pada wilayah dekat Pelabuhan Utama, dan berpotensi untuk dikembangkan

menjadi pusat perdagangan antar pulau. PDP direncanakan akan dibangun di 34

Provinsi. Pada periode 2012-2014, telah dibangun 3 PDP. Pengembangan PDR yang

terintegrasi dengan jaringan distribusi antar wilayah diharapkan dapat meningkatkan

efisiensi jaringan logistik penyangga dan pengelolaan rantai pasok.

Pengembangan PDR sebenarnya memberikan harapan bagi penguatan peran

hinterland, dimana PDR berperan sebagai penyangga bagi pasokan produk-produk

yang dihasilkan hinterland. Fungsi dan layanan yang dirancang untuk dilaksanakan

oleh PDR diharapkan dapat menjembatani antara kepentingan produsen dan pasar

(konsumen rumah tangga, konsumen non rumah tangga, industri pengolahan dan

ekspor). Namun pengembangan PDR saat ini masih belum efektif. Dari 12 PDR yang

direncanakan, dua sudah dibangun yaitu PDR Makassar dan PDR Bitung. Kedua PDR

ini belum berfungsi karena kendala penyerahan aset sarana prasarana dari

Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinsi (PDR Makassar) dan keterbatasan sarana

prasarana (PDR Bitung). Pembangunan PDR Banjarmasin sedang dilaksanakan pada

tahun 2015. Kendala utama dari pengembangan PDR adalah belum tersedianya

pedoman bagi PDR untuk menjalankan fungsinya (business process), termasuk

bentuk kelembagaan dan pola penyediaan layanan oleh PDR. Saat ini pengembangan

PDR merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 48/M-

DAG/PER/8/2013 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana

Distribusi Perdagangan. Pengembangan PDR juga menghadapi tantangan untuk

bersinergi dan bekerja sama dengan jasa-jasa logistik dan transportasi yang sudah

dijalankan oleh BUMN dan swasta. Pengelolaan aset, dukungan anggaran dan

kapasitas sumber daya manusia untuk mengelola PDR juga menjadi tantangan dalam

pengembangan dan operasionalisasi PDR.

Target Sislognas lainnya yang menjadi milestone kunci penggerak komoditas

utama berkaitan dengan peningkatan efektivitas pengoperasian dry port, yang

selanjutnya akan dikembangkan untuk mewujudkan inland free trade area dan

penanganan term of trade free on board (FOB) untuk impor dan cost insurance and

Page 20: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

17

freight (CIF) untuk ekspor. Dry port juga menjadi bagian dari milestone kunci

penggerak infrastruktur transportasi, khususnya terkait pembangunan interkoneksi

jaringan transportasi multimoda antar simpul-simpul logistik seperti pelabuhan hub

internasional, pelabuhan laut utama, bandar udara utama, pusat-pusat

pertumbuhan dan dry port. Rencana yang disusun mencakup pengembangan

angkutan kereta api dari/menuju pelabuhan/terminal peti kemas, dry port dan

sentra industri, serta mengembangkan beberapa dry port, seperti Cikarang Dry Port

(CDP) sebagai terminal multimoda.

Peningkatan efektivitas dry port merupakan kebutuhan karena dry port

memiliki potensi untuk menata sistem logistik melalui manfaat yang diciptakannya

antara lain:

1. Meningkatkan kapasitas dan produktivitas pelabuhan laut;

2. Mengurangi kemacetan di pelabuhan laut dan di jaringan perkotaan sekitar

pelabuhan laut;

3. Mengurangi risiko kecelakaan;

4. Mengurangi biaya perawatan jalan;

5. Mengurangi dampak lingkungan;

6. Dapat digunakan sebagai depot; dan

7. Meningkatkan aksesibilitas pelabuhan laut terhadap daerah di luar

hinterland.

Dua dry port yang menjadi perhatian dalam pengembangan Sislognas yaitu

Cikarang Dry Port (CDP) dan Terminal Peti Kemas Bandung (TPKB) Gede Bage. CDP

merupakan kawasan terpadu yang menawarkan layanan satu atap untuk

penanganan kargo serta solusi logistik untuk ekspor dan impor, serta distribusi

domestik. CDP juga menyediakan perusahaan logistik dan supply chain; seperti

eksportir, importir, pengangkut, operator terminal, stasiun kontainer, gudang,

transportasi, logistik pihak ketiga, depo kontainer kosong, serta bank dan fasilitas

pendukung lainnya. CDP kini membuka layanan pertama di Indonesia dengan

menghubungkan CDP dan pelabuhan lainnya di seluruh dunia yang akan mulai

dilayani dengan berpedoman pada Multimodal Transport Bill of Lading, beserta

dengan Maersk Line, MCC Transport dan Safmarine. Layanan ini mempermudah

penelusuran, kepastian, dan produktivitas dalam kegiatan supply chain.

Dalam perkembangannya, kapasitas CDP menghadapi tantangan berupa

pemanfaatannya yang belum optimal. Sampai saat ini, baru 10 persen dari kapasitas

CDP yang digunakan. Pemanfaatan lahan untuk tempat penimbunan sementara baru

sebesar 35 persen dari total lahan. Layanan keluar/masuk kontainer sudah

menerapkan sistem 24/7, sedangkan pemeriksaan karantina masih dilakukan hanya

dalam jam kerja. Mengingat kapasitas yang disediakan CDP masih belum optimal,

maka diperlukan dukungan yang lebih dari pemerintah agar para importir dan

eksportir dapat memanfaatkan fasilitas di CDP secara optimal.

Page 21: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

18

Sementara itu TPKB dikembangkan sebagai penyokong kelancaran angkutan

peti kemas melalui jaringan kereta api dari Bandung ke pelabuhan Tanjung Priok.

TPKB dilengkapi dengan sarana dan prasarana logistik dan menyediakan berbagai

moda angkutan barang untuk tujuan ekspor dan impor dengan pengemasan khusus

peti kemas. TPKB juga memfasilitasi penyelesaian dokumen ekspor dan impor secara

terpadu. Tantangan yang dihadapi TPKB saat ini yaitu penurunan jumlah peti kemas

karena jalur kereta api yang belum terintegrasi dari stasiun Pasoso ke Tanjung Priok.

Hal ini juga mengakibatkan tingginya biaya yang harus dikeluarkan bila

menggunakan jasa TPKB. Saat ini jalur kereta api baru tersedia sampai wilayah

Pasoso (kurang lebih 5 km ke Koja). Peti kemas selajutnya harus diangkut

menggunakan truk dengan tambahan biaya karena menggunakan jasa operator

pihak ke-3. Jumlah peti kemas yang dilayani TPKB menurun dari 55.000 Teus per

tahun pada tahun 1995 menjadi 5.000 Teus per tahun pada akhir tahun 2014.

Khusus berkaitan dengan distribusi barang di pelabuhan, salah satu rencana

aksi di dalam Cetak Biru Sislognas mencakup upaya peningkatan efektivitas

pelayanan Indonesia National Single Window (INSW) di pelabuhan dan kawasan

pelayanan pabean terpadu (Customs Advance Trade System/CATS). Penerapan INSW

merujuk pada Perpres No. 10/2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam

kerangka INSW sebagaimana diubah dengan Perpres No. 35/2012, Perpres No.

37/2008 tentang Pengesahan ASEAN Single Window (ASW) Agreement dan ASW

Protocol, serta Perpres No. 76/2014 tentang Pengelola Portal INSW.

Gambar 2.2. Pemangku Kepentingan dalam Penerapan Sistem INSW

Sumber: Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan (2015)

Page 22: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

19

INSW merupakan sistem yang menyediakan layanan publik yang terintegrasi

terkait proses kegiatan penanganan lalu lintas barang ekspor, impor dan transit.

INSW diharapkan dapat mensinergikan berbagai layanan seperti layanan keuangan,

perizinan, kepabeanan, transportasi, pergudangan, pengiriman, jasa kepelabuhan,

dll. secara terpadu sehingga peran dan tata kelola pelabuhan dapat ditingkatkan

dalam mendukung kelancaran distribusi dan logistik. Penerapan INSW di pelabuhan

diharapkan dapat meningkatkan efektivitas layanan pelabuhan sebagai hub

internasional, pelabuhan utama dan hub logistik, serta memperlancar dan

meningkatkan perdagangan internasional dan domestik.

Penerapan INSW diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penanganan

logistik di pelabuhan, seperti mempercepat penanganan arus barang di pelabuhan

dengan meningkatkan pemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK),

sebagai salah satu upaya untuk menurunkan biaya logistik. Pelaksanaan INSW masih

menghadapi beberapa tantangan. Efektivitas penerapan INSW ditentukan oleh

kebijakan penerapan perizinan dalam kegiatan ekspor dan impor, proses penelitian

larangan dan pembatasan melalui INSW, dan kesadaran importer. Penerapan INSW

juga melibatkan koordinasi, sinergi dan kerja sama 18 (delapan belas) K/L terkait

dalam kegiatan ekspor impor. Masing-masing institusi memiliki peran penting dalam

penyediaan layanan dalam sistem INSW (Gambar 2.2). Penerapan INSW juga

membutuhkan dukungan regulasi, kesiapan sumber daya manusia, dan kehandalan

sistem teknologi informasi dan komunikasi.

Untuk mendukung efektivitas sistem distribusi dan logistik, Pemerintah juga

mencanangkan sasaran untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia

melalui pengembangan “tol laut” untuk konektivitas domestik antar pulau. Sampai

dengan tahun 2019, upaya ini akan dilengkapi dengan pengembangan 24 pelabuhan

untuk menunjang tol laut, pengembangan dan penguatan 450 pelabuhan,

pengembangan 220 pelabuhan penyeberangan, pengembangan 275 dermaga

penyeberangan, dan pengembangan 104 unit kapal perintis. Pengembangan “tol

laut” ini diharapkan menjadi motor penggerak yang kuat bagi peningkatan efisiensi

pengelolaan sistem logistik serta daya saing perekonomian nasional.

2.3. Fokus Rekomendasi Perubahan

Berdasarkan isu dan permasalahan tersebut di atas, peningkatan konektivitas

melalui perbaikan pengelolaan aksesibilitas dan sistem logistik perlu difokuskan

untuk meningkatkan interkoneksi antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan.

Hasilnya diharapkan dapat menurunkan biaya logistik di Indonesia yang pada

akhirnya meningkatkan efisiensi dan daya saing perekonomian nasional.

Rekomendasi disusun berdasarkan analisis dan identifikasi terhadap alternatif solusi

dari masalah dan tantangan yang ada, serta untuk mengarahkan penguatan

hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan yaitu:

Page 23: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

20

1. Hinterland: peningkatan peran hinterland melalui penguatan pusat distribusi

sebagai penyangga distribusi dan logistik yang menghubungkan produsen

dengan konsumen;

2. Jaringan logistik: peningkatan kapasitas (jangkauan) dan efisiensi jaringan

logistik yang difokuskan pada jaringan transportasi dan efektivitas peran dry

port untuk mendukung kelancaran arus barang dari hinterland ke pelabuhan,

serta untuk menjadikan dry port sebagai terminal multimoda yang

menghubungkan simpul-simpul logistik seperti pelabuhan hub internasional,

pelabuhan laut utama, bandar udara utama, dan pusat-pusat pertumbuhan;

dan

3. Pelabuhan: peningkatan efektivitas layanan pelabuhan melalui streamlining

proses persetujuan dokumen pada proses clearance maupun percepatan

pemeriksaan fisik barang di lapangan untuk layanan logistik yang lebih cepat,

mudah dan murah; serta mendukung kelancaran dan peningkatan

perdagangan internasional dan domestik.

Page 24: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

21

BAB III. ALTERNATIF SOLUSI DAN REKOMENDASI

3.1. Alternatif Solusi

Alternatif solusi untuk meningkatkan interkoneksi antara hinterland, jaringan

logistik dan pelabuhan dirumuskan dengan memperhatikan perkembangan sosial

ekonomi domestik dan internasional, serta hasil-hasil pembelajaran dari berbagai

narasumber selama penyelenggaraan Diklat RLA III, narasumber diskusi, konsultasi

dan kunjungan lapangan selama pelaksanaan breakthrough, dan benchmarking di

Singapura. Aspek-aspek yang ditelaah dalam proses penyusunan alternatif solusi

atau rencana perubahan mencakup tidak hanya aspek-aspek teknis, namun juga

kerangka regulasi dan kelembagaan untuk menjamin efisiensi dan kelancaran proses

pelaksanaan rencana perubahan. Alternatif rencana perubahan juga memperhatikan

pentingnya pengembangan sumber daya manusia serta sinergi dan kerja sama di

antara pemangku kepentingan agar perubahan dapat dikelola sesuai kemampuan.

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi pilihan untuk

meningkatkan efektivitas pelaksanaan perubahan, termasuk untuk mendukung kerja

sama di antara pemangku kepentingan.

Secara umum, alternatif solusi atau rencana perubahan yang dapat

dilaksanakan untuk mengurangi biaya logistik melalui peningkatan interkoneksi

antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan adalah sebagai berikut.

3.1.1. Peningkatan peran hinterland melalui penguatan pusat distribusi

Efektivitas pusat distribusi akan sangat ditentukan oleh adanya kerangka

kelembagaan yang jelas, kerangka regulasi dan kebijakan yang lengkap dan harmoni

dengan regulasi dan kebijakan terkait, proses bisnis yang efektif, kesiapan sumber

daya manusia, dan kerja sama dengan pemangku kepentingan. Prasyarat ini perlu

menjadi pertimbangan untuk mengkaji ulang (review) kebutuhan pengembangan

pusat distribusi sebagai penyeimbang dan peyangga dari sistem rantai pasok

komoditas di suatu wilayah.

Kaji ulang pengembangan pusat distribusi terutama Pusat Distribusi Regional

(PDR) saat ini sedang dilaksanakan oleh Kementerian Perdagangaun yang didukung

Bappenas dan beberapa pemangku kepentingan terkait. Fokusnya untuk melengkapi

konsep pengembangan PDR yang difasilitasi melalui Cetak Biru Pengembangan

Sislognas dan Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi

Perdagangan yang masih difokuskan pada pembangunan fisik. Beberapa rencana

perbaikan konsep PDR mencakup (i) pengembangan konsep bisnis dan konsep

operasional PDR; (ii) pembagian peran dalam pembangunan dan pengelolaan PDR

yang melibatkan Pemerintah, BUMN dan swasta; (iii) mekanisme keterhubungan

antara PDR dan Pusat Distribusi Provinsi (PDP); dan (iv) kelembagaan untuk

Page 25: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

22

memayungi organisasi PDR. Proses kaji ulang pengembangan PDR sampai saat ini

belum diselesaikan dan masih membutuhkan masukan untuk penyempurnaan

konsep pengembangan PDR yang lebih lengkap.

Secara umum, alternatif solusi yang dapat menjadi masukan untuk

peningkatan peran PDR yang dapat melengkapi konsep pengembangan PDR antara

lain:

1. Pengembangan proses bisnis dan operasionalisasi PDR perlu memperhatikan

kelancaran konsolidasi data dan komoditas dari PDP. Kelancaran pasokan

data dan komoditas perlu mempertimbangkan (i) adanya alternatif

pendistribusian komoditas melalui jalur distribusi non PDR (BUMN dan

swasta); (ii) ketersediaan insentif atau nilai tambah dari pendistribusian

komoditas ke PDR dibandingkan dengan jalur distribusi lainnya; (iii)

kemampuan PDR untuk melakukan inovasi dan rekayasa pola distribusi yang

lebih efisien dibandingkan dengan pola distribusi sebelumnya; (iv)

aksesibilitas yang memadai dari wilayah produsen ke PDR; (v) penanganan

distorsi dalam sistem distribusi seperti pungutan liar dan lain-lain; serta (vi)

adanya skala ekonomi yang memadai yang ditunjukkan dari pasokan barang

yang mencukupi dalam jumlah dan kualitas, dan biaya transportasi yan

terjangkau. Keenam faktor tersebut menunjukkan bahwa pengembangan

PDR membutuhkan dukungan pasokan komoditas yang konsisten dari

wilayah produsen, aksesibilitas yang memadai, serta iklim usaha yang

kondusif seperti yang ditunjukkan dengan biaya transaksi yang rendah.

2. Konsep pengembangan PDR akan lebih ideal jika difokuskan pada penguatan

sistem distribusi antar wilayah. Sistem ini dapat dibangun melalui

pengembangan fungsi PDR sebagai clearing house untuk data dan informasi

stok dan harga produk antar wilayah. Sebagai clearing house, PDR dapat

mengintegrasikan informasi arus dan stok barang antar wilayah dan antar

pelaku distribusi dan logistik. PDR dalam hal ini merupakan sistem yang

“menjahit” kepentingan dan peran dari berbagai pemangku kepentingan

(produsen, distributor, jasa logistik, dan konsumen) sehingga resiko disparitas

stok dan harga barang dapat diantisipasi dan ditangani. Infrastruktur

dan/atau organisasi pengelola PDR bisa disediakan melalui kerja sama

dengan berbagai pihak, seperti Bulog (pergudangan dan pengelolaan stok),

PT Bhanda Graha Reksa/BGR (pergudangan, transportasi, dan jasa logistik

lainnya) , PT Pos (jaringan nasional dan transportasi), PT Pelni (program Gerai

Maritim dan transportasi), Kementerian Pertanian/Pemda (terminal

agribisnis), perusahaan jasa logistik lainnya, pengelola kawasan industri, dan

asosiasi/sentra produksi.

3. Target pengembangan PDR perlu dikaji ulang dengan menganalisis kondisi

dan kebutuhan logistik di suatu wilayah dengan memperhatikan aspek-aspek

(i) ketersediaan dan kapasitas jaringan dan jasa logistik; (ii) efektivitas

Page 26: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

23

distribusi dan logistik termasuk integrasi jaringan dan jasa logistik; dan (iii)

ekosistem distribusi dan logistik yang ada, termasuk regulasi dan kebijakan

pendukung, pengaturan tata ruang, serta keterkaitan dengan program-

program pembangunan lainnya. Hasil analisis dapat digunakan untuk

mengkaji pola pengembangan pusat distribusi di berbagai daerah, termasuk

penetapan target-targetnya.

Gambar 3.1. Kontribusi Peningkatan Efisiensi Kapasitas Jaringan Jalan dalam

Mendukung Peningkatan Kapasitas Logistik

3.1.2. Peningkatan kapasitas dan efektivitas jaringan logistik

Peningkatan kapasitas dan efektivitas jaringan logistik untuk mendukung

kelancaran arus barang dari hinterland ke pelabuhan, dapat dilakukan dengan

pendekatan yang komprehensif dalam mengatur dan memberdayakan semua

pemangku kepentingan sebagaimana tersebut pada Gambar 3.1. Pilihan-pilihan

solusi yang dapat dipertimbangkan antara lain:

1. Peningkatan kapasitas jaringan logistik yang selaras dengan perbaikan

perencanaan perkotaan. Sebagai contoh, peningkatan kapasitas jaringan

transportasi perlu mempertimbangkan pengaturan pusat produksi, distribusi

dan konsumsi agar lebih efisien.

2. Perbaikan pola penggunaan jalan melalui penerapan kebijakan road pricing,

dan peninjauan ketentuan pajak progresif kepemilikan kendaraan bermotor.

Penerapan road pricing dapat bercermin dari pembelajaran di Singapura

dimana penerapan road pricing cukup efektif untuk mengurangi kepadatan

volume lalu lintas sampai dengan 45 persen. Hasil penerapan road pricing ini

juga cukup efisien bila dibandingkan dengan investasi yang dilakukan, yaitu

dengan nilai investasi sebesar S$20 juta didapat penerimaan sebesar S$100

Page 27: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

24

juta/tahun. Tambahan penerimaan tersebut dapat digunakan untuk

memelihara dan membangun jaringan infrastruktur baru. Dua kebijakan ini

merupakan pilihan untuk mengendalikan jumlah peredaran kendaraan

penumpang. Hasilnya dapat memberikan ruang yang lebih besar bagi

kendaraan angkutan barang dan memperlancar arus barang dan jasa di

perkotaan.

3. Peningkatan kapasitas infrastruktur yang diselaraskan dengan perkembangan

penduduk dan aktivitas social ekonomi, yang dilengkapi dengan kebijakan

pengembangan transportasi multimoda dan pengalihan penumpang dari

kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Pengurangan kapasitas infrastruktur

selama ini menyebabkan pada peningkatan waktu tempuh dan penurunan

volume pengangkutan. Mengingat kondisi kepadatan penduduk dan pola

pengembangan kawasan tumbuh yang tidak beraturan di daerah perkotaan

di Indonesia, maka upaya penambahan jaringan jalan tidak lagi menjadi solusi

ideal, dan bahkan perlu menjadi pilihan terakhir. Pemisahan jalur moda

transportasi yang berbeda untuk tujuan penggunaan yang berbeda juga

dapat menjadi opsi solusi untuk meningkatkan kapasitas jaringan logistik

terutama di perkotaan.

4. Kebijakan untuk mengendalikan kapasitas jaringan transportasi yang ada

seperti pengaruan kecepatan, pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor,

pembatasan penggunaan jalur transportasi tertentu pada waktu tertentu,

penyediaan insentif fiskal untuk mendorong orientasi perusahaan otomotif

kepada pasar ekspor, peningkatan industri yang berbasis ilmu pengetahuan,

penerapan konsep Global Value Chains yang lebih efisien, dan pemberian

intensif terhadap produksi dan penggunaan produk lokal.

5. Peningkatan efektivitas dry port (Cikarang Dry Port/CDP, dan Terminal Peti

Kemas Bandung/TPKB) melalui perbaikan proses bisnis, peningkatan kualitas

layanan, dan peningkatan efisiensi biaya layanan.

3.1.3. Peningkatan efektivitas pelayanan pelabuhan

Pada saat ini, hal yang menjadi perhatian berbagai pihak dalam peningkatan

efektivitas layanan pelabuhan perlu dilakukan melalui streamlining persetujuan

dokumen di pelabuhan, serta integrasi dan koordinasi diantara 18 institusi yang

bertranggung jawab dan terkait langsung dengan penerapan Indonesia National

Single Window (INSW). Terkait dengan hal tersebut Pemerintah melalui Perpres No.

76 Tahun 2014 telah membentuk Unit Kerja Pengelola Portal Indonesia National

Single Window (INSW), untuk menerapkan konsep Single Submission dalam INSW,

sebagaimana terlihat pada Gambar 3.2.

Page 28: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

25

Gambar 3.2. Pengembangan Portal INSW

Untuk penerapan konsep INSW Ideal sebagaimana gambar di atas, hal utama

yang perlu menjadi perhatian adalah interkoneksi lintas sektoral melalui tahapan

simplifikasi, harmonisasi, standarisasi, otomasi dan integrasi. Diharapkan penerapan

INSW yang ideal tersebut dapat memberikan manfaat antara lain mempercepat

proses custom realease dan clearance of cargo, serta sistem yang mudah, murah,

nyaman, aman dan menciptakan manajemen resiko yag lebih baik. Adapun manfaat

untuk dunia usaha adalah meningkatkan kecepatan pelayanan, sehingga

menurunkan biaya pengurusan eksport dan import, memberikan kepastian terkait

dengan waktu dan biaya, serta meningkatkan daya saing produk dalam negeri dan

memperluas akses pasar internasional.

Belajar dari pengalaman di Pelabuhan Tanjung Perak (khususnya Teluk

Lamong), perlu dilakukan beberapa perubahan, di antaranya:

1. Konsep sislognas yang dikembangkan perlu diperbaiki untuk mencapai target-

target Nawa Cita di dalam RPJMN 2015-2019, khususnya yang terkait dengan

Peningkatan Produktifitas Rakyat dan Daya saing di Pasar Internasional. Fokus

perlu diberikan pada penguatan konektifitas Regional, Nasional maupun

konektifitas Global melalui penerapan sistem internmoda dan otomatisasi

sistem komunikasi dan sistem informasi yang didesain di beberapa bagian

software maupun hardware dari proyek pengembangan pelabuhan.

Page 29: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

26

2. Desain Terminal Teluk Lamong sudah memenuhi harapan sistem pelabuhan

terintegrasi semi otomatis yang akan mereduksi beberapa permasalahan

yang ada di berbagai sistem pelabuhan di Indonesia seperti dwelling time dan

efisiensi sistem informasi. Namun adanya Teluk Lamong belum cukup untuk

mewujudkan efisiensi konektivitas, apabila pelabuhan lain belum

menerapkan sistem yang sama.

3. Sistem otomasi layanan pelabuhan juga membutuhkan integrasi dan

koordinasi diantara 18 institusi yang bertanggung jawab dan terkait langsung

dengan konektifitas dalam sislognas di Indonesia. Sinergi kedelapanbelas

institusi tersebut juga perlu melibatkan pemangku kepentingan lainnya, baik

sebagai pengguna maupun pendukung dari layanan pelabuhan, seperti

Maritime Cargo Handling Services, Storage and Warehousing Services, Freight

Transport Agency Services, Other Auxiliary Services, Courier Services,

Packaging Services, Custom Clearance Services, International Freight

Transportation (excluding cabotage), Rail Freight Services, Road Freight

Services, Port Labor, dan perusahaan atau perorangan pengguna layanan.

4. Penerapan INSW juga perlu dikembangkan dalam fungsi pengendalian necara

ekspor impor sebagai upaya untuk mendukung peningkatan kemandirian

bangsa melalui pengembangan sektor-sektor strategis (Nawa Cita ke-7). Hal

ini mengingat perubahan arus barang secara global ke depan akan berpusat

di wilayah Asia Pasifik. Dengan tren peningkatan penduduk Indonesia dan

tren pergerakan barang global, INSW dapat menjadi salah satu faktor yang

berpotensi meningkatkan jumlah barang masuk ke Indonesia untuk

memenuhi kebutuhan penduduk, dibandingkan barang yang keluar (ekspor).

Oleh karena itu, pengerapan INSW perlu ditingkatkan dengan

mengembangkan fungsi strategis untuk mendukung ekspor, sehingga

keseimbangan necara ekspor impor Indonesia dan kemandirian bangsa dapat

diwujudkan.

3.2. Rekomendasi

Berdasarkan berbagai alternatif solusi yang telah diuraikan secara terinci,

rekomendasi kebijakan dan rencana aksi yang dapat dilaksanakan untuk

meningkatkan interkoneksi antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan dalam

rangka menurunkan biaya logistik sekaligus meningkatkan efisiensi ekonomi adalah

sebagai berikut:

3.2.1. Peningkatan peran hinterland melalui penguatan pusat distribusi

Rekomendasi utama untuk peningkatan peran hinterland melalui penguatan

pusat distribusi yaitu menyelesaikan konsep pengembangan pusat distribusi

regional yang paripurna, yang didukung kajian atau evaluasi yang menyeluruh

terhadap kebutuhan pengembangan pusat distribusi regional di suatu wilayah.

Page 30: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

27

Kajian perlu dilakukan sebelum penetapan PDR di suatu wilayah dan sebaiknya tidak

hanya sebatas peningkatan peran PDP sesuai enam kriteria yang ada. Kajian ini

membawa konsekuensi bahwa penetapan target pengembangan PDR dapat direvisi.

Konsep pengembangan PDR yang paripurna dan hasil kajian diharapkan dapat

mengarahkan pengembangan PDR yang lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik

dan kebutuhan layanan logistik di suatu wilayah. Rekomendasi yang lebih spesifik

adalah sebagai berikut:

1. Skenario pengembangan PDR yang dapat disusun berdasarkan hasil kajian

tentang kebutuhan pengembangan PDR di suatu wilayah. Jika hasil kajian

menunjukkan bahwa kapasitas jaringan dan jasa logistik yang menjadi

tantangan terbesar dalam peningkatan efisiensi logistik di suatu wilayah,

maka pola pengembangan pusat distribusi dapat difokuskan pada

pengembangan sarana prasarana pusat distribusi, pengembangan usaha-

usaha lokal penyedia jasa logistik, dan integrasi jaringan logistik (termasuk

kerja sama dengan usaha jasa logistik yang ada). Jika efektivitas distribusi dan

logistik menjadi kendala utama di suatu wilayah, maka pola pengembangan

pusat distribusi dapat diarahkan untuk menjadi clearing house yang disertai

dengan penerapan sistem informasi yang handal dan integrasi jaringan

logistik. Selanjutnya, jika ekosistem distribusi dan logistik yang menjadi

masalah, maka solusi yang dapat dilakukan yaitu memperbaiki regulasi, tata

kelola kelembagaan pendukung, dan peningkatan pengawasan terhadap

praktek persaingan logistik yang tidak sehat, serta meningkatkan efektivitas

dan intergrasi PDP. Ketiga skenario dari hasil kajian tersebut membutuhkan

konsep proses bisnis PDR yang berbeda. Penerapan tiga skenario tersebut

juga tetap perlu dilengkapi dengan strategi kejelasan kelembagaan pengelola

PDR, dan penguatan sumber daya manusia.

2. Kriteria pengembangan PDR yang digunakan saat ini perlu disempurnakan.

Kriteria yang digunakan untuk menetapkan suatu PDP menjadi PDR yaitu

jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan daerah produsen),

berfungsi sebagai konsolidator dan distributor, berada pada wilayah dekat

Pelabuhan Utama, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat

perdagangan antar pulau. Keenam kriteria ini perlu dilengkapi dengan

rekomendasi dari hasil kajian terhadap kebutuhan pengembangan PDR di

suatu wilayah, adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah Provinsi untuk

mendukung operasionalisasi PDR, dan adanya konsep intergrasi atau

pembangunan kerja sama dengan pelaku dan jaringan logistik yang ada.

Tambahan kriteria yang terakhir ini penting agar pengembangan PDR tidak

kontra produktif (melemahkan, menimbulkan persaingan tidak sehat, atau

bahkan mematikan) usaha-usaha dan jaringan logistik yang ada.

Pengembangan PDR sudah semestinya secara konsisten diarahkan untuk

meningkatkan efisiensi distribusi dan jaringan logistik di suatu wilayah.

Page 31: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

28

3. Penguatan PDP. Pengembangan PDR yang efektif akan sangat tergantung

dari kesiapan PDP, sehingga secara logis, upaya penguatan PDP perlu

dilakukan terlebih dahulu sebelum PDP ditingkatnya fungsinya menjadi PDR.

Penguatan PDP ini dapat dilakukan melalui bimbingan teknis, diklat bagi

sumber daya manusia (SDM) pengelola PDP, pendampingan, fasilitasi

pengembangan sistem pendukung melalui penerapan teknologi informasi

dan komunikasi, dan pengembangan jaringan antar PDP. Penguatan PDP ini

dapat dilaksanakan melalui kerja sama dengan Pemda Kabupaten/Kota dan

pelaku logistik yang sudah maju (sebagai mentor dan mitra usaha potensial).

Upaya penguatan PDP juga menghapus persepsi bahwa kepentingan

pengembangan pusat distribusi masih berorientasi pada pembangunan fisik.

4. Bentuk kelembagaan. Review dari konsep pengembangan PDR yang saat ini

masih berlangsung mengarahkan PDR untuk berbentuk Badan Layanan

Umum (BLU). Bentuk BLU memiliki keunggulan karena dapat menjalankan

misi pemerintah, dan pada saat yang sama menciptakan pendapatan untuk

mendukung operasionalisasi dan perluasan layanannya. PDR dalam bentuk

BLU dapat membantu Pemerintah untuk mengintervensi pasar dalam rangka

meningkatkan kecukupan ketersediaan barang kebutuhan pokok, dan

mengurangi disparitas harga di suatu wilayah. Namun PDR, sebagaimana

pelaku logistik lainnya, membutuhkan izin usaha, dan bentuk BLU dalam hal

ini belum memiliki kesetaraan untuk dapat mengakses semua jenis perizinan

usaha sebagaimana usaha swasta/BUMN/BUMD. Sebagai contoh, izin usaha

yang terkait dengan perdagangan luar negeri belum memungkinkan untuk

diberikan bagi BLU. Kendala ini seharusnya dapat diselesaikan mengingat

sebagian izin usaha terkait distribusi dan logistik, serta pengembangan PDR

ditangani oleh satu kementerian, yaitu Kementerian Perdagangan.

5. Penyelesaian aset. Pengembangan PDR menggunakan mekanisme tugas

perbantuan (TP) untuk pembangunan fisik untuk bangunan kantor dan

sekretariat. Sementara itu pengembangan PDP menggunakan mekanisme

Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan gudang. Dalam pola

pembangunan seperti ini, maka kejelasan waktu dan prosedur penyerahan

aset dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah menjadi faktor penentu

dari operasionalisasi pusat distribusi. PDR Makassar menjadi contoh

bagaimana penyerahan aset menjadi kendala untuk pengelolaan PDR yang

efektif. Pembangunan pusat distribusi melalui mekanisme DAK dan TP juga

seharusnya dilengkapi dengan alokasi anggaran dekonsentrasi untuk

mendukung operasionalisasi pusat distribusi dalam masa-masa awal

pengembangan dan/atau transisi pengalihan aset dari Pemerintah Pusat ke

Pemerintah Daerah.

6. Kompetensi sumber daya manusia (SDM) pengelola PDR sangat menentukan

efektivitas pengembangan dan pengelolaan PDR. Upaya yang dapat dilakukan

Page 32: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

29

yaitu pengembangan kurikulum dan diklat khusus, bahkan dapat dilengkapi

dengan standar kompetensi SDM di bidang distribusi/logistik. Pendampingan

juga perlu disediakan untuk mengawal keterampilan yang baru diperoleh dari

diklat dalam penerapan/operasionalisasi PDR. Pendampingan dapat

melibatkan kerja sama dengan konsultan, asosiasi atau pelaku usaha logistik.

7. Sistem informasi yang handal dibutuhkan untuk mendukung fungsi PDR

sebagai clearing house, konsolidator dan distributor. Pengembangan sistem

informasi ini menjadi solusi bagi integrasi logistik yang mencakup:

a. Alur Informasi (information flow) yang menjadi nilai keunggulan PDR

dimana pergerakan barang-barang yang masuk, keluar, dan barang yang

tersedia (stock) dapat dipantau dan dikelola secara real time dan akurat.

Sistem aplikasi PDR yang terintegrasi secara nasional juga perlu dibangun

untuk menghubungkan sesama PDR, antara PDR dengan PDP, dan antar

PDP. Record pergerakan barang-barang dapat dikembangkan berdasarkan

jenis komoditas bahan-bahan pokok, asal pemasok atau produsen,

volume moda transportasi, lead time dari PDR ke konsumen, harga pokok

barang yang dibeli (cost), harga jual (price), siklus peak and low, barang

yang dikembalikan, barang yang rusak, dan lain-lain.

b. Analisis prakiraan permintaan dan penawaran dapat dikembangkan

berdasarkan basis data yang ada sehingga dapat memprediksi stock dari

waktu ke waktu secara akurat. Jika terjadi kekurangan atau kelebihan

stock maka PDR dapat menawarkan solusi melalui pengalihan atau

pengiriman barang antar wilayah yang kekurangan/kelebihan. Tantangan

dalam pengembangan sistem ini adalah aliran informasi yang perlu

konsisten dan mutakhir agar mampu mendukung respon PDR yang cepat

dan akurat.

c. Diseminasi informasi harga dalam rangka mengurangi masalah disparitas

harga. Produsen, pedagang dan konsumen memiliki akses yang sama

terhadap sistem informasi harga ini. Berdasarkan informasi harga ini, PDR

juga dapat menetapkan harga distribusi secara transparan dan

menyeimbangkan beban biaya distribusi antar wilayah berdasarkan jarak

dan volume pasokan, serta permintaan. Optimum route system

memungkinkan produsen memperoleh informasi mengenai biaya

minimum dengan cara meminimalisir jarak perjalanan ke distributor atau

konsumen dengan berbagai alternatif.

d. Sistem organisasi virtual yang dikembangkan untuk menghubungkan

antar wholesales (pedagang) besar dengan kecil sehingga terjalin efisiensi

dalam proses distribusi dimana perusahaan-perusahaan kecil

menghubungkan kebutuhan konsumer dengan produk yang tersedia di

perusahaan-perusahaan besar secara online.

Page 33: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

30

e. IP Tracking Technologies dikembangkan untuk setiap komputer yang

terhubung ke internet dengan berbasis Internet Protocol sehingga

dimungkinkan untuk menentukan negara atau kota dan

menghubungkannya ke situs web tertentu. Fitur ini memberikan

kesempatan bagi perusahaan untuk merancang sistem distribusi mereka

berdasarkan jumlah koneksi dari berbagai daerah. Program ini antara lain

dimanfaatkan untuk mensistematisir rute optimal dan volume truk untuk

pengiriman harian. Input ke sistem termasuk lokasi gudang, stasiun

transfer, penggunaan bahan bakar, pesanan pelanggan, moda

transportasi, dan biaya yang terkait.

f. Sinergi dengan INSW dalam rangka meningkatkan informasi tentang arus

barang masuk dan keluar, terutama dalam perdagangan internasional,

juga perlu dilaksanakan dalam rangka meningkatkan fungsi PDR dan PDP

sebagai penyangga distribusi dan logistik wilayah.

8. Pengembangan kerja sama yang sinergis dengan jaringan dan pelaku usaha

logistik yang sudah ada. Pengembangan kerja sama perlu diawali dengan

penetapan batasan peran dari masing-masing pihak yang akan bekerja sama.

Hal ini dapat didasarkan pada lingkup dari aktivitas logistik yang dapat

mencakup: (i) manajemen pergerakan barang dari pemasok ke manufaktur

(inbound logistics atau upstream), dan dari manufaktur ke konsumen

(outbound logistics atau downstream); dan (ii) manajemen logistik, yaitu

mengelola pengembalian barang (return/reverse logistics) dari konsumen ke

pengecer (retailer), dari retailer ke pedagang besar (wholesaler), dan dari

wholesaler ke perusahaan, dan dari perusahaan ke supplier (reverse logistics).

Fungsi dari masing-masing pihak juga perlu diharmonisasi apakah kerja sama

dalam hal penampungan, pemasaran, grosir , dan penyediaan jasa logistik.

Berdasarkan fungsi tersebut, saat ini dapat dipetakan potensi kerja sama

yang dapat dikembangkan PDR dengan jaringan/pelaku logistik, sebagai

berikut:

a. Penampung (collector):

No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA

1. Stasiun Terminal

Agribisnis

Pembelian langsung produk untuk

keberlanjutan pasokan barang, serta

penanganan pascapanen dan pengemasan.

2. Kelompok Tani/

Nelayan/Peternak

Pembelian langsung produk untuk

keberlanjutan pasokan barang

3. Badan Ketahanan

Pangan

Pengujian mutu dan kemananan produksi

pertanian yg masuk ke PDR (residu pupuk dan

pestisida)

4. Balai Karantina

Pertanian/Petenakan

Pengawasan hama dan penyakit tanaman/

ternak

Page 34: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

31

No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA

5. Dinas Pertanian

Tanaman Pangan dan

Hortikultura, Dinas

Peternakan, Dinas

Kelautan dan Perikanan

dan Dinas Perkebunan.

Koordinasi penyaluran hasil panen, pertukaran

informasi kebutuhan produk dipasar,

pengaturan produksi, pemasaran dan informasi

harga produk pertanian, serta penanganan

pascapanen dan pengemasan.

b. Pemasar (marketer):

No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA

1. Pasar tradisional Penjualan dan pertukaran data kebutuhan dan

harga komoditas di wilayahnya

2. Pasar induk Penjualan dan pertukaran data kebutuhan dan

harga komoditas di wilayahnya

3. Pasar modern Penjualan dan pertukaran data kebutuhan dan

harga komoditas di wilayahnya

4. Eksportir Penjualan

5. E-commerce Penjualan

6. Disperindagkop dan

UMKM

Pertukaran Informasi pasar dalam negeri

7. PDP/PDR lain Penjualan dan pertukaran data komoditas di

wilayahnya

8. Kadin Pertukaran informasi dan peluang pasar

c. Grosir (wholesaler):

No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA

1. Pabrik Pengadaan barang

2. Distributor Pengadaan barang

3. Koperasi Penyaluran barang

4. Kelompok tani, ternak

dan nelayan

Penyaluran barang

d. Penyedia jasa logistik

No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA

1. Perusahaan ekspedisi/

courier/kargo

Pengiriman barang

2. Asosiasi pengusaha

angkutan truk

Penyediaan jasa transportasi barang antar kota

antar provinsi

3. Peyedia jasa

pergudangan

Penyimpanan barang

Page 35: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

32

No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA

4. Perusahaan TIK

(Telkom)

Penyediaan jasa IT inventori dan telekomunikasi

5. Pelindo Akses jasa kepelabuhanan

6. Bulog Penyediaan stock komoditi strategis

8. Perusahaan Asuransi Jaminan asuransi pada pengiriman barang

9. Perusahaan Surveyor Penilaian dan Pengujian mutu barang/komoditi

10. Perbankan Penyediaan modal untuk pembelian barang

11. Dinas Perdagangan Informasi pasar dan stabilisasi harga melalui

penyelenggaraan pasar murah atau operasi

pasar

12. Tim Pengendali Inflasi

Daerah

Koordinasi/penyedia informasi penanganan dan

distribusi barang untuk pengendalian inflasi

13 Badan Ketahanan

Pangan

Koordinasi dan penyediaan informasi untuk

distribusi pangan daerah

9. Piloting atau pengembangan rintisan yang menerapkan konsep PDR yang

paripurna perlu dilaksanakan untuk dapat memberi pembelajaran dari

tantangan dan peluang yang dihadapi dalam pengembangan PDR secara riil.

Pengembangan rintisan ini dapat dilakukan secara sekaligus, atau bertahap,

namun dengan konsep pengembangan PDR yang sudah lengkap. Apabila

rintisan dikembangkan secara bertahap, maka keterhubungan antar PDP, dan

antara PDP dan PDR dapat menjadi prioritas pertama. Keterhubungan itu

dapat diawali dengan pembangunan sistem informasi inventory yang

diprioritaskan pada komoditas pokok. Pencatatan dan update informasi

dilakukan terhadap pergerakan arus barang dari pemasok atau produsen ke

setiap saluran distribusi (pasar grosir, pengecer, pasar tradisional, dan pasar

modern) dapat dipantau dan dipelajari. Penetapan lokasi rintisan juga telah

mempertimbangkan kriteria penetapan PDR yang lebih lengkap (lihat

rekomendasi ke-2).

10. Khusus untuk PDR di Makassar dan PDR lain yang sudah dan sedang

dikembangkan (Bitung dan Banjarmasin), upaya-upaya untuk mendorong

operasionalisasi PDR adalah (i) menetapkan lembaga penanggung jawab

pengembangan PDR yang diikuti dengan penetapan lembaga pengelola PDR;

(ii) mempercepat proses pengalihan aset sehingga Pemda dapat mengelola

dan menjalankan PDR dengan lebih efektif; (iii) menyediakan panduan

operasionalisasi PDR (proses bisnis); (iv) menyediakan pelatihan dan

pendampingan bagi SDM pengelola; dan (v) memfasilitasi kerja sama dan

pendampingan dari mitra-mitra di jaringan logistik yang sudah ada atau

beroperasi di wilayah PDR. Upaya-upaya ini tidak dapat dibebankan kepada

Page 36: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

33

satu lembaga saja; namun setidaknya Kementerian Perdagangan dapat

mendampingi Pemda untuk melaksanakan kelima rencana aksi tersebut

dalam rangka meningkatkan pemanfaatan sarana prasarana yang sudah

dibangun dan menjalankan fungsi PDR untuk mendukung kelancaran pasokan

dan kestabilan harga barang antar wilayah.

3.2.2 Peningkatan kapasitas dan efektivitas jaringan logistik

Berdasarkan beberapa alternatif solusi untuk peningkatan kapasitas dan

efektivitas jaringan logistik, rekomendasi kebijakan atau rencana tindak yang dapat

dilaksanakan antara lain:

1. Perbaikan perencanaan perkotaan dengan memperhatikan perencanaan

tata ruang yang mengatur lokasi pusat produksi dan distribusi sesuai

kapasitas jaringan infrastruktur yang ada. Disamping itu, kebijakan

pembatasan jarak antara produksi dan konsumsi dapat dilakukan untuk

mengurangi permintaan arus barang.

2. Perbaikan pola penggunaan jalan dalam rangka memberi ruang yang lebih

besar bagi kendaraan angkutan barang dan memperlancar arus barang dan

jasa di perkotaan. Salah satu kebijakan yang dapat dilaksanakan yaitu

penerapan road pricing sampai batas tertentu untuk membatasi

pertumbuhan transportasi barang. Alternatif ini juga dapat menciptakan

disinsentif untuk pengguna kendaraan penumpang yang selama ini

mendominasi penggunaan jalan di perkotaan, serta mengurangi beban biaya

dalam pengadaan lahan untuk jalan di perkotaan. Skema road pricing dapat

berupa peningkatan Tarif Tol Golongan I yang lebih mahal dibanding Non

Golongan I, serta peningkatan tarif Parkir dan Tarif memasuki kawasan

perkotaan (Electronic Road Pricing). Sebagaimana pembelajaran di Singapura,

penerapan road pricing yang efektif diharapkan selain untuk memperlancar

jalur logistik, juga menjadi sumber pendapatan negara yang dapat digunakan

untuk pemeliharaan jaringan transportasi yang ada. Peninjauan penentuan

pajak progresif kepemilikan kendaraan bermotor juga dapat menjadi pilihan

untuk mengendalikan jumlah peredaran kendaraan penumpang.

3. Peningkatan kapasitas infrastruktur melalui penerapan konsep push and pull

dimana Pemerintah dapat mengembangkan moda transportasi massal yang

dapat digunakan masyarakat, dan pada saat yang sama memaksa pengguna

kendaraan penumpang untuk dapat rela berganti moda menggunakan

transportasi umum. Penyediaan jaringan moda transportasi massal, misalnya

moda berbasis rel, diharapkan dapat berkompetisi dengan kemudahan yang

didapat bila menggunakan kendaraan penumpang. Upaya lain yang dapat

ditempuh yaitu pembangunan infrastruktur untuk menyediakan jalur moda

transportasi berbasis rel dan lajur khusus jalan untuk angkutan kontainer dari

kawasan industri ke kawasan pelabuhan.

Page 37: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

34

4. Rekayasa lalu lintas melalui pengaturan kecepatan, dimana volume

pengangkutan dapat dikontrol dengan menggunakan ukuran kecepatan.

Pembatasan kecepatan akan meningkatkan waktu tempuh yang berakibat

pada penurunan permintaan angkutan penumpang, meskipun hal ini belum

tentu berlaku pada angkutan barang. Kebijakan ini juga membutuhkan

dukungan penyesuaian dan investasi tambahan bagi perusahaan angkutan

kelas kecil dan menengah untuk selalu menyesuaikan mass power ratio

angkutan transportasinya agar dapat memenuhi kecepatan minimal tersebut.

5. Kebijakan lain yang dapat ditempuh untuk mengendalikan kapasitas jaringan

transportasi yang ada antara lain:

a. Meninjau kembali regulasi atas penetapan buka dan tutup pintu tol di

beberapa wilayah tertentu yang berpotensi untuk menghaambat

kelancaran distribusi logistik antara dry port ke pelabuhan ataupun antar

Pusat Distribusi Regional (PDR);

b. Pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor, meskipun kebijakan ini

kurang populer bagi industri otomotif, serta dapat berimplikasi kepada

pengurangan kesempatan kerja dan penurunan permintaan kepada

pasokan komponen otomotif yang saat ini banyak melibatkan industri

skala kecil dan menengah. Kebijakan ini membutuhkan analisis yang

cermat agar angka penciptaan lapangan kerja bersih secara nasional dan

produktivitas industri otomotif tetap dapat dipertahankan;

c. Pemberian intensif fiskal kepada industri otomotif untuk mendorong

melakukan ekspor dibandingkan melakukan penjualan di dalam negeri.

Kebijakan ini akan selaras dengan kebijakan pembatasan kepemilikan

kendaraan bermotor di dalam negeri;

d. Penyusunan peta jalan pengembangan industri yang berbasis ilmu

pengetahuan untuk mengurangi kebutuhan tranportasi dari pusat

produksi ke konsumen akhir;

e. Penerapan konsep Global Value Chains untuk mengurangi transportasi

barang jadi yang membutuhkan ruang yang lebih besar dibandingkan

dengan transportasi komponen barang yang kemudian dapat dirakit di

kawasan berikat yang terletak berdekatan dengan konsumen akhir; dan

f. Pemberian intensif terhadap produksi dan penggunaan produk lokal

agar dapat mengurangi kebutuhan transportasi pada wilayah dengan

skala luas.

7. Peningkatan efektivitas dry port (Cikarang Dry Port/CDP, dan Terminal Peti

Kemas Bandung/TPKB) melalui perbaikan proses bisnis dan peningkatan

kualitas layanan terutama yang berkaitan dengan penurunan dweling time,

harga satuan jasa, dan tingkat keamanan. Peningkatan efektivitas dry port

diharapkan dapat mendukung kelancaran jaringan logistik, terutama

Page 38: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

35

mengurangi kemacetan di pelabuhan laut yang digunakan untuk pengiriman

logistik antar wilayah/pulau.

a. CDP, misalnya, dapat mengoptimalkan penggunaan e-seal dan GPS untuk

pengawasan keluar masuk barang. Perluasan penggunaan e-seal perlu

didukung kemudahan pemberian izin dari Menkominfo dan Bea Cukai.

b. Terkait penurunan biaya jasa, CDP membutuhkan dukungan Pemerintah

untuk membangun jalur kereta api dari Cikarang ke Tanjung Priok (Koja),

yang saat ini baru tercakup sampai wilayah Pasoso (kurang lebih 5 km ke

Koja). Upaya yang sama juga dapat mendukung peningkatan peran TPKB.

Namun pembangunan jalur kereta belum tentu dapat menurunkan harga

karena keterbatasan kapasitas angkut, sehingga Pemerintah tetap perlu

mengupayakan adanya intergrasi dengan moda transportasi.

8. Meninjau ulang master plan agraria dan tata ruang (Perpres No. 36 Tahun

2011) dalam rangka untuk memecahkan hambatan terkait pengadaan lahan

dan pengaturan penggunaan ruang di simpul-simpul distribusi logistik

nasional. Langkah ini dapat dilakukan dengan melibatkan pemangku

kepentingan terkait sehingga pelaksanaannya mendapat dukungan penuh

dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan sektor terkait.

9. Meningkatkan kemampuan teknologi informasi untuk meningkatkan

mendukung rekayasa jaringan logistik sehingga lebih efisien, dan

meningkatkan efektivitas layanan logistik. Penerapan teknologi informasi

juga dapat memperpendek rantai pasok distribusi secara nasional.

3.2.2. Peningkatan efektivitas layanan pelabuhan

Berdasarkan hasil diskusi dengan para pemangku kepentingan di Pelabuhan

Tanjung Preak, Teluk Lamong dan Direktorat Kepabeanan dan Cukai, Ditjen Bea dan

Cukai, serta berdasarkan pengamatan di lapangan, untuk mewujudkan INSW yang

ideal, maka diperlukanm kerja sama dan komitmen dari berbagai pemangku

kepentingan sebagaimana tercantum pada Gambar 3.3, dalam rangka meningkatkan

efektivitas sistem INSW yang sudah ada, dan mengembangkan konektivitas dengan

pilar-pilar sistem INSW yang belum terintegrasi.

Dari Gambar 3.3, beberapa hal yang dapat direkomenasikan untuk

meningkatkan efektivitas dan konektivitas Sistem Logistik Nasional melalui

penerapan INSW antara lain:

1. Peningkatan konektivitas pilar-pilar sistem INSW, antara lain:

a. Manifest Respond antar pelabuhan dan dengan INSW perlu dibangun

dan diintegrasikan. Dengan kata lain, pelabuhan besar/induk dan

pelabuhan pendukungnya perlu menerapkan sistem yang sama.

b. Gate In/out Information (Discharge/Loading List) perlu menggunakan

satu format untuk mendukung aplikasi tunggal secara online, onsite dan

real time sehingga dapat memperpendek waktu operasi.

Page 39: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

36

Gambar 3.3. Fokus Peningkatan Efektivitas dan Konektivitas di INSW

c. Credit/debit advisory dari lembaga keuangan perlu diintegrasikan dengan

INSW dalam rangka meningkatkan pemenuhan kebutuhan layanan

keuangan yang setara dengan operasional pelabuhan yang sudah

menerapkan sistem 24/7.

2. Bagi pilar-pilar sistem INSW yang sudah terkoneksi, peningkatan efektivitas

dapat dilakukan melalui

a. Integrasi otorisasi dari 18 Kementerian/Lembaga khususnya perizinan

dalam operasi pelabuhan yang sudah terbangun saat ini. Kerja sama ini

perlu dilakukan karena selama ini masih ada “ego sektoral” dan ketidak

hadiran/representasi K/L di wilayah operasi kegiatan pelabuhan.

b. Peningkatan integrasi antara Custom and Manifest Declaration dengan

Custom/Manifest Respond dan layanan keuangan (payment) secara

online.

3. Dalam tataran kegiatan, beberapa upaya perbaikan aplikatif yang dapat

direkomendasikan adalah sebagai berikut:

a. Pengelolaan sistem informasi dimana sistem informasi tersebut dapat

direalisasikan dengan membentuk integrated portal akses tunggal bagi

pengguna jasa di pelabuhan.

b. Pembentukan single submission dan single entry bagi perizinan di bisnis

pelabuhan.

Page 40: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

37

c. Pengelolaan koordinasi dan harmonisasi proses bisnis melalui penerapan

standard operating procedures (SOP) dengan yang melibatkan seluruh

pemangku kepentingan yang disusun berdasarkan pemetaaan tugas dan

fungsi pelayanan masing-masing pemangku kepentingan dalam sistem

logistik nasional, serta didukung kriteria tercapainya harmonisasi

multistakeholder secara transparan dan akuntabel.

d. Peningkatan komitmen Pemerintah untuk mendukung integrasi dan

efektivitas pilar-pilar INSW dalam bentuk dukungan alokasi anggaran

yang memadai untuk mempercepat penerapan sistem tersebut di

seluruh pelabuhan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan informasi dari

paparan Bea dan Cukai dimana 75 persen dari proses interkoneksi lintas

sektoral (simplifikasi, harmonisasi, standarisasi) merupakan kewenangan

internal di 18 K/L. Dengan demikian “change management” merupakan

suatu keharusan yang dilaksanakan 18 K/L untuk mendukung

keberhasilan penerapan INSW yang ideal.

4. Pembentukan “Single Authority” untuk melakukan pemeriksaan fisik barang

di lapangan yang terkait dengan sistem INSW sebagaimana International best

practices yang telah dilakukan di beberapa negara seperti Singapura dan

negara-negara Eropa. Saat ini pemeriksaan fisik barang masih melibatkan

kewenangan dari 18 kementerian/Lembaga. Bersadarkan International best

practices dimaksud, maka Ditjen Bea dan Cukai dapat diusulkan sebagai

Single Authority dalam hal pemeriksaan fisik barang di lapangan.

5. Peningkatan fungsi INSW sebagai sistem buffer yang mendukung

keseimbangan neraca ekspor impor, yang didukung keterhubungan informasi

yang dikelola dengan layanan informasi yang dikembangkan oleh PDR dan

PDP.

Berbagai rekomendasi tersebut diharapkan dapat memperkuat konektivitas

antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan. Penguatan hinterland

dilaksanakan melalui pengembangan penyangga distribusi dan logistik dalam bentuk

pusat distribusi atau clearing house untuk informasi pasokan dan harga. Peran

hinterland juga sangat ditentukan oleh kapasitas (jangkauan) dan efisiensi jaringan

logistik terutama kapasitas jaringan transportasi, integrasi multimoda transportasi,

dan efektivitas peran dry port untuk mendukung kelancaran arus barang dari

hinterland ke pelabuhan. Peningkatan peran hinterland dan jaringan logistik

utamanya ditujukan untuk memperlancar arus barang antar wilayah di dalam negeri,

dan arus barang yang akan dikirim ke pasar internasional (ekspor). Sementara itu

penguatan efisiensi layanan pelabuhan melalui streamlining proses persetujuan

dokumen untuk layanan logistik (INSW) tidak saja mengakomodasi kelancaran arus

barang impor, namun juga yang lebih penting untuk mendukung kelancaran ekspor

melalui fungsi INSW sebagai sistem buffer.

Page 41: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

38

Rekomendasi yang disusun juga dijabarkan lebih lanjut dalam beberapa

rencana aksi perubahan yang dapat dilaksanakan pada tataran nasional, melalui

kerja sama antar Kementerian/Lembaga, oleh lembaga dari peserta Diklat RLA III,

dan oleh peserta Diklat RLA III di unitnya masing-masing. Rincian rencana aksi

perubahan dapat dilihat pada bagian Lampiran dalam Policy Paper ini.

Page 42: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

39

LAMPIRAN 1

PERUBAHAN YANG BERKAITAN DENGAN TEMA

Connectivity for Better Synergy: Alignment Between Transportation, Logistics,

Information Technology and Regional Development

1. PERUBAHAN PADA TATARAN NASIONAL

a. Perubahan kebijakan yang disarankan

1) Peningkatan peran hinterland melalui penguatan pusat distribusi yaitu

menyelesaikan konsep pengembangan pusat distribusi regional yang

paripurna, yang didukung kajian atau evaluasi yang menyeluruh tentang

kebutuhan dukungan distribusi dan logistik di suatu wilayah;

2) Peningkatan kapasitas dan efektifitas jaringan logistik secara

komprehensif melalui kebijakan pengaturan penggunaan jalan,

pengaturan industri transportasi, dan peningkatan efektivitas dry port;

dan

3) Peningkatan efektivitas layanan pelabuhan melalui peningkatan

efektivitas sistem Indonesia National Single Window (INSW) yang sudah

ada, dan pengembangan konektivitas antar pilar-pilar sistem INSW.

b. Pemangku kepentingan yang terkait antara lain:

1) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;

2) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman;

3) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan

Kebudayaan;

4) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;

5) Kementerian Hukum dan HAM;

6) Kementerian Keuangan;

7) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

8) Kementerian Perindustrian;

9) Kementerian Perdagangan;

10) Kementerian Pertanian;

11) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

12) Kementerian Perhubungan;

13) Kementerian Kelautan dan Perikanan;

14) Kementerian Ketenagakerjaan;

15) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

16) Kementerian Kesehatan;

17) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

18) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi;

19) Kementerian Sosial;

20) Kementerian Agama;

Page 43: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

40

21) Kementerian Kominfo;

22) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;

23) Kementerian Agraria dan Tata Ruang;

24) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas;

25) Badan Koordinasi Penanaman Modal;

26) Pemerintah Daerah;

27) BUMN; dan

28) Asosiasi dan Usaha-usaha Jasa Logistik.

c. Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan menyakinkan

pemangku kepentingan yaitu mengusulkan policy paper yang mencakup

rekomendasi kebijakan dan rencana aksi untuk meningkatkan aksesibilitas

dan efisiensi sistem logistik dalam rangka memperkuat konektivitas nasional.

d. Hasil jangka pendek yang diharapkan:

1) Tersedianya konsep pengembangan pusat distribusi yang paripurna

sebelum perluasan pembangunan fisik PDP dan PDR, dan berfokus pada

proses sistematis dan bertahap untuk pengembangan PDP sebelum

meningkatkan ke pengembangan PDR;

2) Harmonisasi Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kota;

3) Penyesuaian tarif tol dan parkir;

4) Pembangunan moda kereta api container antara Pasoso dan Priok;

5) Kebijakan pendukung untuk industri otomotif, rantai pasok dan produk

lokal; dan

6) Peningkatan compliance dari 18 K/L untuk sistem INSW.

e. Dampak positif yang diharapkan dari kebijakan yang diusulkan:

1) Efektivitas distribusi dan logistik intra dan antar wilayah;

2) Penurunan disparitas harga;

3) Penurunan biaya transportasi logistik;

4) Peningkatan aktivitas perekonomian di hinterland; dan

5) Peningkatan daya saing wilayah dan perekonomian nasional;

2. PERUBAHAN PADA TATARAN ANTAR K/L

a. Perubahan kebijakan yang disarankan:

1) Peningkatan peran kementerian/lembaga dalam pengembangan pusat

distribusi dalam skema keterpaduan antara program-program K/L untuk

pengembangan wilayah, pengembangan infrastruktur dan jaringan

logistik (transportasi dan jasa logistik), pengembangan sentra produksi

dan sarana pemasaran, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah

dan koperasi, pengembangan layanan akses keuangan dan informasi,

peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan pengembangan

industri;

Page 44: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

41

2) Peningkatan kapasitas dan efektifitas jaringan logistik secara

komprehensif melalui sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan

program antara pengembangan infrastrukur dan transportasi dengan

kebijakan dan program pembangunan perdesaan dan perkotaan dalam

rangka meningkatkan aksesibilitas dan memperlancar arus barang dan

jasa di desa, perkotaan maupun antar wilayah; dan

3) Peningkatan efektivitas layanan pelabuhan melalui peningkatan

efektivitas sinergi 18 K/L dalam implementasi sistem INSW.

b. Pemangku kepentingan yang terkait antara lain:

1) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;

2) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman;

3) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan

Kebudayaan;

4) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;

5) Kementerian Hukum dan HAM;

6) Kementerian Keuangan;

7) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

8) Kementerian Perindustrian;

9) Kementerian Perdagangan;

10) Kementerian Pertanian;

11) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

12) Kementerian Perhubungan;

13) Kementerian Kelautan dan Perikanan;

14) Kementerian Ketenagakerjaan;

15) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

16) Kementerian Kesehatan;

17) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

18) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi;

19) Kementerian Sosial;

20) Kementerian Agama;

21) Kementerian Kominfo;

22) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;

23) Kementerian Agraria dan Tata Ruang;

24) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas; dan

25) Badan Koordinasi Penanaman Modal.

c. Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan menyakinkan

pemangku kepentingan yaitu mengusulkan policy paper yang mencakup

rekomendasi kebijakan dan rencana aksi untuk meningkatkan aksesibilitas

dan efisiensi sistem logistik dalam rangka memperkuat konektivitas nasional.

d. Hasil jangka pendek yang diharapkan:

Page 45: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

42

1) Integrasi perencanaan dan pelaksanaan mulltisektor dan multi-KL dalam

pengembangan konektivitas, khususnya terkait sinkronisasi target, pola

pengembangan terpadu, sinergi pelaksanaan dan monev;

2) Konsep pengembangan pusat distribusi yang paripurna yang didukung

partisipasi K/L, dan diwujudkan dalam bentuk kesepakatan pilot/rintisan

pengembangan pusat distribusi pada tahun 2017 yang melibatkan kerja

sama antar K/L;

3) Kajian pengembangan skema pendanaan infrastruktur melalui Public

Private Partnership (PPP) yang melibatkan lintas K/L;

4) Harmonisasi Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kota; dan

5) Peningkatan compliance dari 18 K/L untuk sistem INSW.

e. Dampak positif yang diharapkan dari kebijakan yang diusulkan:

1) Efektivitas distribusi dan logistik intra dan antar wilayah;

2) Penurunan disparitas harga;

3) Penurunan biaya transportasi logistik;

4) Peningkatan aktivitas perekonomian di hinterland; dan

5) Peningkatan daya saing wilayah dan perekonomian nasional;

3. PERUBAHAN PADA TATARAN LEMBAGA PESERTA DIKLAT RLA III

a. Bappenas

1) Perubahan kebijakan yang disarankan untuk mendukung peningkatan

konektivitas nasional itu mengoptimalkan integrasi yang sudah dibangun

antara urusan perencanaan infrastruktur dengan urusan perencanaan

wilayah dan sektoral melalui:

• menyusun standar operating procedures (SOP) untuk harmonisasi

perencanaan tematik secara internal Bappenas yang didasarkan pada

kontribusi dari perencanaan di berbagai bidang dan wilayah;

• menyusun SOP harmonisasi perencanaan tematik yang melibatkan

perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah (restrukturisasi

dan revitalisasi musrenbangnas);

• membentuk tim harmonisasi yang akan mengawal proses

perencanaan tematik dengan sinkronisasi target, pendepatan dan

pola penganggaran;

• mengembangkan pilot/rintisan untuk membangun sinergi lintas

lembaga sekaligus pembelajaran untuk perbaikan proses perencanaan

tematik pada tahun-tahun berikutnya; dan

• mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi perencanaan

pembangunan yang difokuskan pada efektivitas perencanaan untuk

mewujudkan target-target Nawacita.

2) Pemangku kepentingan yang terkait: Unit Kerja Eselon I dan II,

Kementerian Keuangan, Pemda, DPR RI, dan Kantor Staf Presiden.

Page 46: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

43

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan yaitu:

• menyampaikan policy paper kepada unit-unit kerja terkait untuk

menjadi masukan bagi perbaikan materi perencanaan dan monitoring

dan evaluasi perencanaan, serta peningkatan efektivitas integrasi

perencanaan antar bidang/urusan sesuai dengan perencanaan

tematik, khususnya dalam rangka meningkatkan konektivitas; dan

• menyelenggarakan koordinasi dan diskusi untuk internalisasi dan

peningkatan pemahaman pemangku kepentingan terkait berbagai

rekomendasi di dalam policy paper.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu peningkatan kualitas dan

lingkup perencanaan tematik di bidang konektivitas yang disusun

berdasarkan integrasi dan harmonisasi dengan bidang-bidang terkait

seperti pengembangan wilayah, infrastruktur, informasi komunikasi,

sektoral, dll.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain mencakup peningkatan efektivitas perencanaan yang diwujudkan

dalam pencapaian sasaran dan target-target pembangunan yang

menciptakan manfaat yang merata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

b. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu kebijakan keterbukaan data

dan informasi yang mendukung INSW dan sistem logistik nasional.

2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu antar unit penyedia data dan

informasi dan unit pendukung lainnya:

• Unit Dirjen Planologi KLHK;

• Unit Sekretariat Jenderal khususnya Pusat Data dan Informasi;

• Unit Sekretariat Jenderal, Biro Perencanaan;

• Unit Dirjen Teknis terkait data dan Informasi Stock dan sumber daya

lainnya yang diperlukan untuk dukungan INSW dan perizinan; dan

• Unit Badan Litbang dan Inovasi, untuk dukungan kajian kajian yang

diperlukan untuk dukungan teknis kajian bagi INSW dan Perizinan.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan yaitu (i) rakornis dan sosialisasi

tentang Data dukung dan sistem Informasi untuk INSW; dan (ii)

koordinasi internal K/L untuk memastikan setiap kebijakan

terinternalisasi dalam kegiatan unit yang interkoneksi dan didukung

sistem penganggaran yang diperlukan.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu keterbukaan data dan

Informasi dan kemudahan akses Informasi untuk dukungan teknis INSW

dan perizinan yang diperlukan.

Page 47: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

44

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain yaitu (i) kecepatan akses data dan informasi terkait INSW,

kemudahan dan transparansi dapat terbentuk lebih baik, dan (ii) tingkat

daya saing meningkat signifikan.

c. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

a. Perubahan kebijakan yang disarankan:

i. Pembangunan lajur khusus kontainer antara pelabuhan dan kawasan

industri untuk memperlancar arus barang;

ii. Justifikasi tarif tol Golongan I versus Non Golongan I, untuk memaksa

Golongan I berganti moda ke angkutan massal; dan

iii. Inventarisasi lahan di sekitar ruang milik jalan tol/jalan dan juga

bantaran sungai untuk dapat dimanfaatkan sebagai lajur angkutan

massal.

b. Pemangku kepentingan yang terkait:

i. BPIW;

ii. Ditjen Sumber Daya Air;

iii. Ditjen Bina Marga;

iv. Ditjen Bina konstruksi;

v. BPJT;

vi. Balitbang PU PR;

vii. BPSDM;

viii. Kementerian Perhubungan;

ix. Pemda;

x. BUJT; dan

xi. YLKI.

c. Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan:

i. Komunikasi Publik selama sekurang-kurangnya 6 bulan, yang dapat

berupa sosialisasi di media massa dan dialog interaktif; dan

ii. Menyediakan unit khusus menangani pengaduan dan masukan dari

masyarakat.

d. Hasil jangka pendek yang diharapkan:

i. Adanya kebijakan atau pengaturan terhadap tarif tol;

ii. Pemakaian kendaraan pribadi berkurang; dan

iii. Peningkatan arus logistik.

e. Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

i. Lancarnya lalu lintas di jalan tol;

ii. Kapasitas arus barang meningkat;

Page 48: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

45

iii. Biaya logistik berkurang; dan

iv. Peningkatan PDRB.

d. Kementerian Komunikasi dan Informatika

1) Perubahan kebijakan yang disarankan adalah urgensi Government

Network yang mendukung International National Single Window (INSW)

untuk menjamin keamanan dan kehandalan jaringan tersebut serta

interface layanan dengan stakeholders.

2) Pemangku kepentingan yang terkait adalah Kementerian Komunikasi dan

Informatika, Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian PU,

Pemerintah Daerah, Kementerian Dalam Negeri.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan adalah penyusunan dan

penyampaian proposal terkait dengan Pembangunan Government

Network untuk Mendukung Pelaksanaan Fungsi Pemerintahan dengan

tahapan simplifikasi, harmonisasi, standarisasi, automasi, integrasi, dan

service level agreement.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Penyelesaian Proposal untuk rencana Pembangunan Government

Network untuk mendukung pelaksanaan fungsi pemerintahan

meliputi infrastruktur e-government, multi layer government

backbone network, interoperabilitas framework, Government Data

Center, Government internet gateway and exchange system, E-

government infrastructure services, dan Government communication

network); dan

• Menetapkan Key Performance Index (KPI) dari Kementerian/Lembaga

terkait.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain-jangka menengah dan jangka panjang yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Terbangunnya jaringan interkonektivitas yang terstruktur dengan

stakeholders luas;

• Meningkatkan efektivitas dan efesiensi kerja pemerintah sehingga

menghasilkan layanan yang lebih berkualitas dan lebih cepat dan

transparan;

• Menjamin percepatan dan kepastian layanan kepada masyarakat,

khususnya layanan yang memerlukan dukungan ICT;

• Efisiensi dana APBN yang diperlukan untuk pembangunan jaringan

pemerintah (Government Network);

• Memperbaiki efektivitas manajerial, dan dalam menghasilkan nilai-

nilai sosial-ekonomi serta memperbaiki mekanisme demokrasi; dan

Page 49: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

46

• Dalam kaitan dengan konektivitas, government network dilaksanakan

untuk menunjang implementasi (1) penyediaan broadband dan

jaringan telekomunikasi khusus sebagai bagian dari universal service

obligation yang dalam konteks konektivitas digunakan untuk IP

tracking system, information logistic flow, analisis permintaan dan

penawaran, dan informasi harga (2) pradefinisi fitur web dan layanan

manajemen yang menghubungkan organisasi dan warga negara; (3)

National Single Window: sistem workflow untuk pengurusan

perizinan, otorisasi, dan sebagainya secara digital; (4) koneksi sistem

informasi antar lembaga-lembaga negara untuk keperluan registrasi

seperti dalam integrasi pengurusan perizinan di pelabuhan, kartu

identitas penduduk (KTP), kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS), Kartu Pintar, dan lain-lain. Infrastruktur ini memungkinkan

application hosting service untuk memberikan platform hosting

aplikasi pemerintah berbasis web bagi layanan perizinan,

pembayaran online (host to host dengan bank), message

broadcasting, dan pertukaran data serta aplikasi antara pemerintah

dengan stakeholders-nya.

e. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu menyediakan informasi

pertanahan yang lebih terbuka.

2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu Dirjen tata ruang, Dirjen

hubungan hukum, dan Dirjen infrastruktur.

3) Tindakan yang akan dilakukan yaitu membuatkan perangkat/aplikasi

keterbukaan informasi ke publik.

4) Hasil yang diharapakan yaitu peningkatan akses informasi dari

masyarakat.

5) Dampak yang diharapkan yaitu informasi akan makin kaya dengan

adanya feedback dari masyarakat serta masyarakat ikut serta

mengendalikan tata ruang.

f. Kementerian Perhubungan

1) Perubahan kebijakan yang disarankan:

• Harmonisasi kebijakan antar direktorat teknis (perhubungan darat,

laut, udara dan perkeretaapian) untuk mendukung konektivitas;

• Sinergi antar unit eselon 1 dalam mewujudkan konektivitas yang

dapat menunjang peningkatan logistik melalui penguatan fungsi

masing-masing unit;

Page 50: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

47

• Penyiapan kebijakan antar K/L dan koordinasi antar K/L yang

mendukung logistik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi serta mempertimbangkan perkembangan regional;

• Peningkatan standar manajemen mutu melalui penerapan ISO

9001:2008 terhadap dukungan peningkatan logistik; dan

• Khusus Perhubungan Laut dan Udara, mendorong percepatan

penggunaan Sistem Kepelabuhanan/Kebandarudaraan

(InaPortNet/AirPortNet) untuk mendukung kelancaran arus barang

melalui pelabuhan/ bandara di seluruh Indonesia baik kelancaran arus

domestik maupun internasional.

2) Pemangku kepentingan yang terkait:

• Seluruh instansi internal kementerian perhubungan;

• Pemangku kepentingan terkait transportasi (Kementerian/Lembaga);

• Pemangku kepentingan terkait peningkatan manusia yang bersumber

daya;

• Pemangku kepentingan terkait harmonisasi regulasi nasional;

• Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota; dan

• Asosiasi terkait transportasi

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan:

• Melakukan rapat koordinasi dengan melibatkan pemangku

kepentingan;

• Sosialisasi konsep dan rencana konektivitas untuk meningkatkan

efektifitas dan efisiensi logistic; dan

• Monitoring dan Evaluasi secara periodic dengan melibatkan para

pemangku kepentingan sebagai bahan perumusan kebijakan sektor

logistic.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Simplifikasi proses bisnis melalui perbaikan standar operating

procedure (SOP);

• Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang

penyederhanaan proses bisnis serta peningkatan daya saing sektor

logistic; dan

• Berkurangnya hambatan-hambatan antar pemangku kepentingan dan

internal Kementerian Perhubungan

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Menurunnya disparitas harga;

• Biaya logistik yang semakin rendah;

• Meningkatnya LPI (Logistic Performance Index);

Page 51: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

48

• Terhubungkannya wilayah kepulauan Indonesia melalui peningkatan

jaringan transportasi;

• Menurunnya waktu penanganan barang di pelabuhan dan bandara;

dan

• Terselenggaranya system logistic yang efektif, efisien dan ekonomis.

g. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu penyederhanaan Perizinan

dan Pelimpahan wewenang perizinan sektor ESDM pada PTSP (Perizinan

Terpadu Satu Pintu) yang dikelola BKPM dan Indonesian National Single

Windows (INSW) yang dikelola oleh Kementerian Keuangan untuk

menunjang konektivitas sistem logistik nasional.

2) Pemangku kepentingan yang terkait:

• Pemangku Kepentingan Kunci (Menteri, Pejabat Eselon I, II, III, IV,

Pejabat Non Struktural);

• Pemangku Kepentingan Utama (KKKS, KK, PKP2B, BUMN Sektor ESDM,

K/L Lain dll); dan

• Pemangku Kepentingan Pendukung (LSM, Pers, Lembaga Donor).

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan:

• Melakukan sosialisasi atas kebijakan yang dikeluarkan melalui acara

Coffee Morning; Media massa; dan

• Focus Group Discussion, One On One Meeting.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Semua Perizinan sudah disederhanakan dan dilimpahkan kepada PTSP

Nasional dan INSW;dan

• Sistem importasi Sektor KESDM sudah semuanya terintegrasi dengan

INSW (Importasi pelumas, Master list KK/PKP2B/KKKS)

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain-Jangka menengah dan jangka panjang- yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Indeks kepuasan pengguna layanan meningkat;

• Perbaikan Indeks Persepsi Korupsi; dan

• Perbaikan Tata Kelola Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral.

h. Badan Koordinasi Penanaman Modal

1) Perubahan kebijakan yang disarankan:

• Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan investasi khususnya

yang berkaitan dengan peningkatan konektivitas, pengembangan

logistik dan pembangunan daerah, dan infrastruktur pendukung

seperti teknologi informasi; dan

Page 52: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

49

• Penyempurnaan NSW dibidang investasi (NSWi) dalam rangka

mendukung implementasi Indonesia National Single Window (INSW).

2) Pemangku kepentingan yang terkait

• Pemangku kepentingan internal (pimpinan BKPM, pejabat struktural

dan Non-struktural)

• Pemangku kepentingan eksternal (investor, asosiasi dunia usaha, K/L

terkait, institusi lainnya)

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan adalah melalui berbagai rapat, FGD,

sosialisasi, dan media komunikasi lainnya.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Kebijakan dapat diimplementasikan dan memberikan kemudahan

berusaha; dan

• Komunikasi atau koordinasi yang lebih intens antara pengelola NSWi

dengan NSW nasional.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain-Jangka menengah dan jangka panjang- yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan adalah peningkatan koordinasi dan kerjasama

dengan K/L dan stakehorder terkait, peningkatan investasi, dan

perekonomian.

i. Bappeda Provinsi Kalimantan Timur

1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu pembangunan Pusat

Distribusi Provinsi Kaltim (PDP-Kaltim) dengan tahapan

menginternalisasikan dalam dokumen perencanaan (rentra SKPD dan

RPJMD Kaltim) yang saat ini dalam proses revisi, untuk menjadikan salah

satu indikator capaian program pada di Disperindagkop Provinsi Kaltim,

khususnya pada bidang perdangan dalam negeri.

2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu:

• K/L: Kementerian Perdagangan; dan

• Daerah adalah Disperindagkop Prov. Kaltim, Bappeda, Biro

Pemerintahan dan Organisasi.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan yaitu penjelasan Blueprint Sislognas

terutama penerapan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

No. 48/M-DAG/PER/8/2013 tentang Pedoman Pembangunan dan

Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan serta menjawab

permasalahan daerah terkait isu penyediaan pangan di daerah

perbatasan dan daerah terpencil dan upaya menekan tingkat inflasi yang

disebabkan oleh tingginya biaya distribusi.

Page 53: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

50

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Renstra SKPD Disperindagkop telah memasukan indikator

pembangunan PDP dan dalam selaras dengan RPJMD;

• Penyiapan lahan untuk pembangunan PDP;

• Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan PDP;

• Penyediaan anggaran dan pembangunan PDP dalam tahun 2017; dan

• Pembentukan Kelembagaan PDP sebagai SPKD otonom atau UPTD

yang menangani distribusi barang.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yaitu

adanya stabilitasi harga bahan kebutuhan pokok bagi masyarakat dan

pengembangan ekonomi dan menekan laju inflasi daerah. Mengingat

inflasi di Kaltim disebabkan karena jalur distribusi dan penyediaan bahan

pokok dari luar daerah.

j. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Provinsi Kalimantan

Timur

1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu menyediakan informasi

keamanan dan ketersediaan pangan untuk mendukung pembangunan

Pusat Distribusi Provinsi Kaltim (PDP-Kaltim).

2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu di tingkat pusat Kementerian

Perdagangan, dan di daerah Disperindagkop Prov. Kaltim.

Pengembangan kerjasama dengan instansi lainnya dapat dilakukan

sesuai fungsi PDP.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan yaitu sosialisasi keberadaan OKKPD

(Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah), terkait keamanan

pangan segar.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu terbangunnya PDP dalam

tahun 2017.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yaitu

adanya informasi keamanan dan ketersediaan pangan sehingga

konsumen dapat mengkonsumsi bahan pangan segar yang aman dengan

harga terjangkau.

k. Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan

1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu kebijakan konektivitas terkait

logistik merupakan kebijakan nasional yang telah menjadi kebijakan

yang harus tindaklanjuti secara keseluruhan oleh pemerintah daerah.

Kebijakan konektivitas logistik nasional yang menekankan pada upaya

Page 54: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

51

peningkatan pelayanan di pelabuhan-pelabuhan dapat didukung oleh

pemerintah daerah berupa dukungan administratif dan teknis. Kebijakan

ini merupakan penjabaran kebijakan nasional yang dituangkan didalam

dokumen perencanaan daerah yaitu RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan

dan RKPD Provinsi Sulawesi Selatan.

2) Pemangku kepentingan yang terkait:

• 18 K/L terkait penerapan INSW;

• DPRD;

• SKPD Lingkup Provinsi Sulawesi Selatan yaitu: Bappeda Prov. Sulsel,

Dinas Pendapatan Daerah Prov. Sulsel, Dinas Perhubungan dan

Komunikasi Prov. Sulsel, Dinas Tata Ruang danPermukiman Prov.

Sulsel, Dinas Bina Marga Prov. Sulsel, Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Prov. Sulsel, Dinas Koperasi dan UMKM Prov. Sulsel,

Dinas Pertanian dan TPH Prov. Sulsel, Dinas Perkebunan Prov. Sulsel,

Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Sulsel, Badan Koordinasi

Penanaman Modal Daerah Prov. Sulsel, Biro Bina Kerjasama Setda

Prov. Sulsel, Biro Asset Setda Prov. Sulsel; dan

• Instansi Vertikal yaitu: Badan Pertanahan, PT Bulog, PT Pelindo IV

Makassar, PT Kima Makassar, PT POS Indonesia, PT Pelni.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan yaitu:

• menyampaikan Policy Paper RLA Angkatan III dengan Tema

“Connectivity for Better Synergy : Aligment Between Transfortation,

Logistics, Technology and Regional Development” untuk menjadi

masukan bagi perbaikan kebijakan Konektivitas di Provinsi Sulsel; dan

• melaksanakan Pertemuan dengan Unsur Kepentingan dengan tujuan

menyampiakan Policy Paper RLA Angkatan III dengan Tema

“Connectivity for Better Synergy: Aligment Between Transfortation,

Logistics, Technology and Regional Development”.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu tercapainya kesepakatan

untuk mengadopsi rekomendasi dari Policy Paper RLA Angkatan III untuk

menjadi pertimbangan didalam penyusunan kebijakan daerah terutama

dalam rencana tahunan seperti RKPD dan rencana pembangunan daerah

untuk jangka waktu menengah seperti RPJMD.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain yaitu:

• terintegrasinya perencanaan konektivitas dengan urusan

pembangunan daerah yang lainnya;

• terciptanya efisiensi penganggaran;

• terciptanya peningkatan, efektivityas distribusi dan logistik di Provinsi

Sulawesi Selatan; dan

Page 55: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

52

• meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat di Provinsi Sulawesi

Selatan.

l. Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

1) Perubahan kebijakan yang disarankan:

• Menuangkan kebijakan optimalisasi efektivitas pengelolaan PDR Sulsel

di Makassar dalam kebijakan RKPD Pemprov Tahun 2016, atau

sekurang-kurangnya dalam Renja Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Provisi Sulawesi Selatan tahun 2016; dan

• Membuat kajian (atau semacam feasilbility study) kelembagaan PDR

dalam rangka peningkatan efektivitas fungsi PDR Sulsel.

2) Pemangku kepentingan yang terkait:

• Kementerian Perindustrian RI, khususnya bidang yang menangani

PDR;

• Bappeda Prov. Sulsel, Dinas Pendapatan Daerah Prov. Sulsel, Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Prov. Sulsel, Dinas Koperasi dan UKM

Prov. Sulsel, Dinas Pertanian dan TPH Prov. Sulsel, Dinas Perkebunan

Prov. Sulsel, Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Sulsel, Badan

Koordinasi Penanaman Modal Daerah Prov. Sulsel, Biro Bina

Kerjasama Setda Prov. Sulsel, Biro Asset Setda Prov. Sulsel, Biro

Hukum Setda Prov. Sulsel, Biro Organisasi Setda Prov. Sulsel; dan

• Instansi Vertikal yaitu: PT Bulog, PT Pelindo IV Makassar, PT Kima

Makassar.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan:

• Penyampaikan Rencana Aksi terkait “Connectivity for Better Synergy:

Aligment Between Transportation, Logistics, Technology and Regional

Development” yang dibuat dihadapan Pimpinan yang mana apa yang

dilakukan ini sudah sesuai dengan Tujuan dan Arah Kebijakan

Nasional; dan

• Melakukan Pertemuan dengan Unsur Kepentingan dengan tujuan

menyampiakan Rencana Aksi terkait “Connectivity for Better Synergy:

Aligment Between Transportation, Logistics, Technology and Regional

Development”.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah dapat di Implementasikan

dan tertuang didalam RKPD Masing2 SKPD terkait.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Meningkanya kelancaran arus distribusi barang dan jasa di Sulawesi

selatan dan ke luar dari Sulawesi Selatan;

Page 56: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

53

• Terjaminnya ketersediaan barang dan jasa sehingga harga lebih

terjaga;

• Terjaganya pertumbuhan ekonomi dan mencegah inflasi yang tinggi;

dan

• Meningkatkan kesejahteraan kelompok tani, UKM dan mendorong

kegiatan ekonomi kerakyatan.

4. PERUBAHAN DALAM UNIT KERJA PESERTA DIKLAT RLA III

a. Subdirektorat Pendanaan Multilateral IV, Direktorat Pendanaan Luar Negeri

Multilateral, Bappenas

1) Perubahan yang dilakukan:

• Membantu pimpinan dalam menyusun standar operating procedures

(SOP) untuk harmonisasi perencanaan tematik secara internal

Bappenas;

• Membantu pimpinan untuk melakukan harmonisasi yang akan

mengawal proses perencanaan tematik; dan

• Membantu pimpinan dalam mengembangkan rintisan untuk

membangun sinergi lintas lembaga sekaligus pembelajaran untuk

perbaikan proses perencanaan tematik pada tahun-tahun berikutnya.

2) Pemangku kepentingan yang terkait adalah Kementerian Teknis, United

Nations Agencies, Pemerintah Daerah.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan yaitu melalui FGD RLA, tindakan

yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan menyakinkan

pemangku kepentingan yaitu mengusulkan policy paper yang mencakup

rekomendasi kebijakan dan rencana aksi untuk meningkatkan

aksesibilitas dan efisiensi sistem logistik dalam rangka memperkuat

konektivitas nasional khususnya dirjen Bea dan Cukai dalam

mengupayakan kelancaran sistem logistik nasional.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah terlaksananya

pengembangan INSW yang secara efektif dan efisien.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Efektivitas distribusi dan logistik intra dan antar wilayah;

• Penurunan disparitas harga; dan

• Penurunan biaya transportasi logistik di Indonesia.

b. Subdirektorat Belanja Pemerintah Pusat, Direktorat Keuangan Negara dan

Analisa Moneter, Bappenas

1) Perubahan yang dilakukan:

Page 57: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

54

• Membantu pimpinan dalam menyusun standar operating procedures

(SOP) untuk harmonisasi perencanaan tematik secara internal

Bappenas yang didasarkan pada kontribusi dari perencanaan di

berbagai bidang dan wilayah;

• Membantu pimpinan dalam menyusun SOP harmonisasi perencanaan

tematik yang melibatkan perencanaan yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah (restrukturisasi dan revitalisasi musrenbangnas);

• Membantu pimpinan untuk melakukan harmonisasi yang akan

mengawal proses perencanaan tematik dengan sinkronisasi target,

pendepatan dan pola penganggaran; dan

• Membantu pimpinan dalam mengembangkan rintisan untuk

membangun sinergi lintas lembaga sekaligus pembelajaran untuk

perbaikan proses perencanaan tematik pada tahun-tahun berikutnya.

2) Pemangku kepentingan yang terkait adalah Kementerian Keuangan.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan yaitu mengusulkan policy paper

yang mencakup rekomendasi kebijakan dan rencana aksi untuk

meningkatkan aksesibilitas dan efisiensi sistem logistik dalam rangka

memperkuat konektivitas nasional khususnya Ditjen Bea dan Cukai

dalam mengupayakan kelancaran sistem logistik nasional.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah terlaksananya

pengembangan INSW yang secara efektif dan efisien.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Efektivitas distribusi dan logistik intra dan antar wilayah;

• Penurunan disparitas harga; dan

• Penurunan biaya transportasi logistik di Indonesia.

c. Subdirektorat Sistem dan Pendukung UKM, Direktorat Pemberdayaan

Koperasi dan UKM, Bappenas

1) Perubahan yang dilakukan yaitu:

• Reorientasi proses perencanaan dengan mempertimbangkan

interkoneksi rencana peningkatan daya saing usaha mikro, kecil,

menengah (UMKM) dan koperasi dengan rencana pembangunan di

berbagai bidang, termasuk infrastruktur, TIK, logistik dan

pengembangan wilayah; dan

• Menggunakan pendekatan konektivitas yang terkait dengan upaya

membangun dari pinggiran (perdesan/perbatasan/daerah tertinggal,

sektor pertanian) dalam menyusun rencana peningkatan peran

Page 58: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

55

UMKM dan koperasi dalam perekonomian dan peningkatan

produktivitas masyarakat.

2) Pemangku kepentingan terkait yaitu: unit-unit kerja terkait di Bappenas,

Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Keuangan, Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan,

Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian

Kelautan dan Perikanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika,

Pemda, Asosiasi, Gerakan Koperasi, Otoritas pelabuhan, dan perguruan

tinggi.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku

kepentingan:

• Menyampaikan policy paper kepada pimpinan untuk digunakan

sebagai salah satu masukan untuk perencanaan program dan kegiatan

terkait perkuatan peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)

dan koperasi dalam mendukung (i) peran pusat distribusi yang

diselaraskan dengan pengembangan koperasi distribusi dan UMKM

jasa logistik, dan (ii) peningkatkan efektivitas sistem informasi

konsolidasi kargo Koperasi dan UKM melalui pengembangan

interkoneksi dengan sistem INSW;

• Mendiskusikan dan membangun sinergi perencanaan dan

penganggaran dengan mitra K/L dan Pemda untuk peningkatan peran

UMKM dan koperasi dalam mendukung peningkatan efisiensi

distribusi dan logistik nasional; dan

• Membangun harmonisasi perencanaan pemerintah dengan peran

dunia usaha dan perguruan tinggi dalam rangka memperkuat

komitmen dukungan bagi peningkatan peran UMKM dan koperasi

dalam dalam mendukung peningkatan efisiensi distribusi dan logistik

nasional.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu peningkatan kualitas dan

lingkup rencana peningkatan daya saing UMKM dan koperasi yang telah

mempertimbangkan ketekaitannya dengan bidang-bidang pembangunan

lainnya, terutama dalam mendukung peningkatan konektivitas serta

efisiensi distribusi dan logistik nasional.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain yaitu peningkatan efektivitas rencana pembangunan yang dapat

dilaksanakan oleh K/L dan Pemda sehingga memberi manfaat yang

nyata, merata dan berkelanjutan terutama terkait peningkatan

produktivitas dan daya saing usaha-usaha masyarakat dalam skala

UMKM dan badan usaha koperasi di perbagai wilayah di Indonesia.

Page 59: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

56

d. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas Lab. Lingkungan, Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan

1) Perubahan yang dilakukan mencakup integrasi sistem akses, komunikasi

data dan Informasi yang diperlukan untuk dukungan INSW dan Perizinan.

2) Pemangku kepentingan terkait di antaranya bagian perencanaan dan

program, bagian unit teknis sumber data dan informasi, dan bagian

diseminasi kegiatan.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

yaitu (i) rapat internal perencanaan untuk memastikan kebijakan

perubahan dapat terintegrasi di setiap unit terkait di internal unit, (ii)

menyiapkan dukungan anggaran yang diperlukan untuk mendukung

kebijakan/program perubahan, dan (iii) memberikan arahan kebijakan

impelemtatif ke seluruh unit yang terlibat dalam program kegiatan

perubahan.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu (i) perubahan orientasi kinerja

seluruh stakeholder yang mendukung dan sejalan dengan kinerja

perubahan yang ditetapkan, dan (ii) peningkatan signifikan dukungan

pelayanan publik.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain mencakup (i) perubahan sistem pelayanan publik terkait dengan

INSW dan perizinan yang lebih terbuka, transparan dan berorientasi pada

output, dan (ii) perubahan mind-set publik terhadap pemerintah yang

lebih melayani dan transparan.

e. Bagian Organisasi dan Tata Laksana Biro Kepegawaian dan Organisasi

Sekretariat Jenderal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

1) Perubahan yang dilakukan adalah melakukan Integrasi Sistem Akses,

Komunikasi data dan Informasi yang terkait dengan INSW dan Perizinan.

2) Pemangku kepentingan terkait:

• Bagian Perencanaan: Sub Bagian Data dan Informasi; dan

• Bagian Organisasi dan Tata Laksana.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan:

• Memberikan arahan kebijakan impelemtatif ke seluruh unit yang

terlibat dalam program kegiatan perubahan;

• Menyiapkan dukungan anggaran yang diperlukan untuk mendukung

kebijakan/program perubahan; dan

• Rapat internal perencanaan untuk memastikan kebijakan perubahan

dapat terintegrasi di setiap unit terkait di internal Unit.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Perubahan orientasi kinerja seluruh stakeholder yang mendukung dan

sejalan dengan kinerja perubahan yang ditetapkan;

Page 60: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

57

• Peningkatan signifikan dukungan pelayanan publik; dan

• Memberikan layanan informasi publik.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Melakukan Inovasi penyederhanaan perizinan;

• Perubahan sistem pelayanan publik terkait dengan INSW dan

perizinan yang lebih terbuka, transparan dan berorientasi pada

output; dan

• Perubahan opini publik terhadap pemerintah yang lebih melayani dan

transparan.

f. Subdirektorat Teknologi Konstruksi dan Produksi Dalam Negeri, Direktorat

Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi, Kementerian PUPera

1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu penggunaan material,

peralatan dan teknologi konstruksi produk dalam negeri dan pelibatan

badan usaha jasa konstruksi nasional dan daerah dalam pembangunan

infrastruktur untuk peningkatan kapasitas transportasi.

2) Pemangku kepentingan terkait yaitu:

• K/L: Ditjen Bina Konstruksi PUPR, Ditjen Bina Marga PUPR, Ditjen

Kereta Api Perhubungan, Badan Litbang PUPR, Badan Litbang

Perhubungan dan LPJK;

• Asosiasi Perusahan Jasa Konstruksi dan Asosiasi Profesi Jasa

Konstruksi;

• Pemerintah Daerah;

• DPRD;

• Perguruan Tinggi;

• Produsen Material dan Peralatan Konstruksi; dan

• LSM.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

yaitu (i) sosialisasi tentang rencana pembangunan infrastruktur, dan (ii)

melakukan FGD yang dihadiri seluruh pemangku kepentingan dalam

menampung dan merumuskan seluruh ide, saran, masukan dan kritik

dari peserta FGD.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Adanya kebijakan atau pengaturan tentang penggunaan material dan

peralatan serta teknologi produksi dalam negeri dan pelibatan badan

usaha jasa konstruksi nasional dan daerah dalam pembangunan

infrastruktur; dan

• Adanya ketersediaan di pasaran sumber daya jasa konstruksi tersebut

di atas.

Page 61: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

58

5) Dampak Positif terhadap pemangku kepentingan yaitu (i) Industri

Material dan Peralatan Konstruksi semakin berkembang, (ii) Badan

Litbang atau instansi riset konstruksi semakin berkembang, dan (iii)

Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah semakin berkembang.

g. Subdirektorat Standar dan Materi Kompetensi, Direktorat Bina Kompetensi

Dan Produktivitas Konstruksi, KemenPUPera

1) Perubahan yang akan dilakukan:

• Membangun anchor of knowledge sektor konstruksi, terutama terkait

dengan Peningkatan Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan

Aksesibilitas dan Sistem Logistik;

• Menstrukturisasi kebutuhan kompetensi tenaga kerja konstruksi yang

dibutuhkan dengan membuat Body of Knowledge sektor konstruksi,

terutama terkait dengan Peningkatan Konektivitas melalui Perbaikan

Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik;

• Membuat road map kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk

sektor konstruksi, terutama terkait dengan Peningkatan Konektivitas

melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik;

• Melakukan evaluasi kekinian atas standar dan modul kompetensi

sektor konstruksi, terutama terkait dengan Peningkatan Konektivitas

melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik;

• Menginventarisir keinginan pemangku kepentingan dalam

pembangunan infrastruktur, terutama terkait dengan Peningkatan

Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem

Logistik; dan

• Melakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan pemangku

kepentingan terkait sebagai upaya mengefisienkan pemenuhan road

map kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk sektor

konstruksi, terutama terkait dengan Peningkatan Konektivitas melalui

Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik.

2) Pemangku kepentingan yang terkait:

• Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

• Kementrian Perhubungan;

• Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral;

• Kementrian Tenaga Kerja;

• LPJKN;

• Assosiasi Profesi;

• Assosiasi Industri;

• Assosiasi Badan Usaha;

• Akademisi; dan YLKI.

Page 62: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

59

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku

kepentingan:

• Membuat naskah akademis terkait road map kompetensi tenaga kerja

yang dibutuhkan untuk sektor konstruksi;

• Melakukan evaluasi kekinian atas standar dan modul kompetensi

pembangunan infrastruktur;

• Melakukan konsultasi publik terkait dengan kebutuhan dari pemangku

kepentingan; dan

• Melakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan pemangku

kepentingan terkait.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Road map kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk sektor

konstruksi;

• Body of Knowledge sektor konstruksi;

• Evaluasi kekinian atas standar dan modul kompetensi sektor

konstruksi; dan

• Harmonisasi dan sinkronisasi kebutuhan pemangku kepentingan

terkait.

5) Dampak positif terhadap pemangku kepentingan – jangka menengah dan

jangka panjang – yang diharapkan dari perubahan yang dilakukan:

• Terstrukturisasinya pembinaan kompetensi konstruksi sesuai dengan

kebutuhan pemangku kepentingan terkait;

• Terkuantifikasinya produktivitas kompetensi konstruksi sesuai dengan

standar industri terkait;

• Tenaga Kerja Konstruksi yang berdaya saing; dan

• Pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien.

h. Subdirektorat Keterpaduan Perencanaan dan Sistem Jaringan Jalan,

Direktorat Pengembangan Jaringan Jalan, KemenPUPera

1) Perubahan kebijakan yang disarankan adalah kebijakan melakukan

reformasi kelembagaan dan aparatur, penyiapan perencanaan

keterpaduan secara komprehensif, penyempurnaan sistem jaringan jalan

dan pembiayaan penggunaan pinjaman luar negeri.

2) Pemangku kepentingan yang terkait:

• Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

• Kementerian Perhubungan;

• Kementerian Keuangan;

• Kementerian Agraria dan Tata Ruang;

• Bappenas;

• Pemerintah Daerah;

Page 63: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

60

• Pihak Auditor seperti BPK, BPKP, dan KPK;

• Lembaga Pemberi Pinjaman/Donor seperti World Bank, JICA, ADB,

IDB, dan lainnya;

• Para penyedia jasa, baik BUMN dan swasta; dan

• Pemangku Kepentingan Pendukung seperti LSM, Pers.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan:

• Pernyataan komitmen aparatur untuk melakukan reformasi birokrasi

dalam melaksanakan pelayanan publik;

• Pelaksanaan FGD guna menampung dan update terhadap kebutuhan

perencanaan jaringan jalan secara komprehensif dan

berkesinambungan;

• Menyiapkan sasaran dan program jaringan secara jelas, terukur,

analisa dampak dan manfaat supaya dapat mengotimalisasi kinerja

yang yang telah dilaksanakan; dan

• Sosialisasi sasaran, program dan kegiatan termasuk evaluasi kinerja

secara periodik (setiap minimal 6 bulan sekali).

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Perubahan sikap dan komitmen aparatur dalam memberikan

pelayanan publik;

• Pemahaman dan komitmen bersama (internal dan external) terhadap

target dan program yang telah ditetapkan;

• Peningatan kualitas perencanaan dan program bidang infrastruktur

jalan yang menjamin peningkatan aksesibilitas dan konektifitas ;

• Peningkatan signifikan terhadap pelayanan publik khususnya terkait

penyediaan infrastruktur jalan; dan

• Optimalisasi penggunaan pinjaman luar negeri dalam rangka

mendukung pembangunan infrastruktur jalan.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain-Jangka menengah dan jangka panjang-yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Penyediaan infrastruktur yang diperlukan dalam meningkatkan

aksesibilitas dan jaringan jalan, serta memberikan manfaat yang

optimal;

• Perubahan budaya bekerja dalam melayani masyarakat;

• Peningkatan waktu tempuh pengguna jalan dan kualitas jalan; dan

• Peningkatan pendapatan bangsa (PDRB) dan efisiennya biaya logistik.

Page 64: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

61

i. Subdirektorat Sistem Penyelenggaraan Konstruksi, Direktorat Bina

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, KemenPUPera

1) Perubahan yang dilakukan:

• Harmonisasi pengaturan penyelenggaraan konstruksi antar lembaga;

• Pengembangan dan inovasi produk pengaturan penyelenggaraan

konstruksi dan pelaksanaan pilot project untuk penerapan project

delivery system yang inovatif;

• Pengembangan tools monitoring dan evaluasi penyelenggaraan

konstruksi, yang mendorong tidak terjadinya fragmentasi antara

seluruh tahapan dalam pemyelenggaraan konstruksi;

• Perkuatan pelaksanaan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan

konstruksi sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan; dan

• Pengembangan sistem pemeringkatan penyelenggaraan konstruksi

untuk badan usaha sebagai tools untuk proses prakualifikasi

pengadaan barang dan jasa konstruksi.

2) Pemangku kepentingan terkait:

• Bappenas;

• Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP);

• Direktorat Jenderal Bina Marga;

• Direktorat Jenderal Cipta Karya;

• Direktorat Jenderal Penyediaan Peumahahan;

• Direktorat Jenderal Sumber Daya Air;

• Lembaga Multilateral dan Bilateral;

• Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional;

• Asosiasi Kontraktor;

• Badan Usaha Jasa Konstruksi; dan

• Asosiasi Konsultan.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku

kepentingan:

• Penyampaian laporan hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan

konstruksi pada seluruh yang ada di lingkungan kementerian PUPR

kepada pimpinan puncak dan pemangku kepentingan terkait;

• Menyelenggarakan Focus Group Discussion sistem penyelenggaraan

konstruksi dengan pemangku kepentingan terkait; dan

• Presentasi konsep pengembangan sistem penyelenggaraan konstruksi.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Teridentiifkasinya produk pemgaturan penyelenggaraan konstruksi;

• Penyusunan tools monitoring dam evaluasi penyelenggaraan

konstruksi;

• Terlaksananya monitoring dan evaluasi penyelenggaraan konstruksi;

dan

Page 65: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

62

• Penyusunan kerangka sistem pemeringkatan penyelenggaraan

konstruksi.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Percepatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa;

• Percepatan pemyelenggaraan pembangunan infrastruktur;

• Sistem pengadaan barang dan jasa yang lebih transparan, efektif,

efisien dan akuntabel; dan

• Infratruktur yang handal dan dapat dioperasionalkan sesuai usia layan

yang direncanakan.

j. Biro Hukum Kementerian Kominfo

1) Perubahan yang akan dilakukan:

• Melakukan perubahan mindset dalam melaksana tugas, dengan lebih

mengedepankan keberhasilan bersama di tingkat unit kerja

khususnya, dan secara umum ditingkat kementerian;

• Melakukan upaya untuk memaksimalkan potensi diri (inside out)

dengan focus kepada perubahan yang berada pada circle of concern;

dan

• Menyampaikan ide/pendapat secara sistematik.

2) Pemangku kepentingan yang terkait:

• Pimpinan, para pejabat struktur dan non stuktural terkait dan staf di

lingkungan unit kerja;

• Kementerian, lembaga atau pemerintah pusat, pemerintah daerah

provinsi dan kabupaten/kota; dan

• Para stakeholders (penyelenggara telekomunikasi dan asosiasi

terkait).

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

yaitu:

• Melakukan sosialisasi mengenai pentingnya terkersediaan

government network kepada para pimpinan, rekan sejawat dan staf

terkait di lingkungan Kementerian Kominfo, untuk mendapatkan

dukungan dan komitmen dari Kementerian;

• Melakukan sosialisasi dan diskusi dengan unit kerja internal dan para

stakeholders terkait untuk menyiapkan rencana kegiatan dan rencana

aksi penyediaan government network; dan

• Melakukan identifikasi dukungan regulasi yang diperlukan untuk

implementasi penyediaan government network.

4) Hasil jangka pendek adalah identifikasi kebutuhan regulasi yang

diperlukan untuk penyediaan government network.

Page 66: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

63

5) Dampak positif terhadap pemangku kepentingan-jangka menengah dan

jangka panjang yang diharapkan dari perubahan yang dilakukan:

• Tersedianya jaringan yang handal dan aman untuk menunjang

kegiatan pemerintahan, seperti e-government, e-auction; dan

• Meningkatnya kwalitas layanan publik khususnya yang memerlukan

dukungan ICT dan transparansi layanan.

k. Subdirektorat Penataan Frekuensi Non Dinas Tetap Bergerak Darat,

Direktorat Penataan Spektrum Frekuensi, Kementerian Kominfo

1) Perubahan yang akan dilakukan:

• Melakukan pemetaan pekerjaan secara elektronik dan

mengintegrasikan kepada sistem yang telah ada: dan

• Melakukan pendekatan kepada berbagai pihak akan pentingnya

penyelesaian pekerjaan secara elektronik guna akuntabilitas publik.

2) Pemangku kepentingan terkait:

• Melakukan pendekatan untuk meyakinkan pentingnya peranan sistem

elektronik dalam pekerjaan kepemerintahan; dan

• Menyusun proposal terkait yang mengarah kepada pengintegrasian

pekerjaan secara elektronik.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

adalah piloting skala kecil sistem elektronik yang mengarah kepada

platform yang bisa berlaku secara universal untuk lintas sektoral.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah manifestasi prototip sistem

elektronik setidaknya internal kementerian.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Penyelesaian prototip untuk rencana Pembangunan Government

Network untuk mendukung pelaksanaan fungsi pemerintahan

meliputi infrastruktur e-government, multi layer government

backbone network, interoperabilitas framework, Government Data

Center, Government internet gateway and exchange system, E-

government infrastructure services, dan Government communication

network);

• Penetapan Key Performance Index (KPI) yang terintegrasi dari

beberapa Kementerian/Lembaga terkait; dan

• Adanya Government Network dengan 1 (satu) platform yang sama

dapat menjamin interoperability antar jaringan pemerintah

memberikan dampak positif Terbangunnya jaringan interkonektivitas

yang terstruktur dengan stakeholders luas, meningkatkan efektivitas

Page 67: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

64

dan efisiensi kerja pemerintah sehingga menghasilkan layanan yang

lebih berkualitas dan lebih cepat dan transparan.

l. Bagian Perencanaan, Sekretariat Badan Litbang, Kementerian Kominfo (Bu

Indah)

1) Perubahan yang dilakukan adalah menyusun KPI bersama bidang dengan

indikator yang bersifat kolaboratif.

2) Pemangku kepentingan terkait adalah Kepala Badan Litbang, Sesbadan

Litbang, Kepala Biro Perencanaan.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

adalah meyakinkan bahwa egosektoral sangat merugikan Negara.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah penentuan KPI bersama.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan adalah semakin banyak kolaborasi pekerjaan

yang berujung pada efektivitas dan perbaikan proses bisnis birokrasi

sehingga menghasilkan layanan yang terbaik untuk masyarakat.

m. Bidang Pengelolaan Data dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang,

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

1) Perubahan kebijakan yang disarankan peningkatan keterbukaan

informasi mengenai pertanahan.

2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu seluruh staf Pusdatin.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

yaitu mengadakan workshop tentang megatrend dan kepemimpinan.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu memiliki roadmap unit kerja

yang lebih mengantisipasi trend masa depan.

5) Dampak yang diharapkan yaitu unit kerja akan lebih siap menghadapi

tantangan masa depan dengan didukung oleh seluruh staf yang memiliki

jiwa kepemimpinan dan pandangan masa depan yang lebih baik.

n. Bagian Pelaksanaan Anggaran, Biro Keuangan dan Perlengkapan

Kementerian Perhubungan

1) Perubahan yang akan dilakukan:

• Kebijakan yang fokus pada perbaikan dan standarisasi pelayanan:

Melakukan perbaikan dan standarisasi pelayanan pada Biro Keuangan

dan Perlengkapan baik untuk kegiatan Pelaksanaan Anggaran,

Penyusunan SAI, Penyusunan Laporan Keuangan (LK) dan

Penatausahaan Asset. Perbaikandan standarisasi dilakukan dengan

menerapkan Standar Manajemen Mutu ISO 9001:2008 terhadap

Page 68: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

65

proses bisnis yang menjadi tanggungjawab Biro Keuangan dan

Perlengkapan;

• Kebijakan Penerapan Reward and Punishment: Proses pekerjaan dan

output yang ada di Biro Keuangan dan Perlengkapan adalah pekerjaan

yang dibatasi oleh waktu. Sehingga dalam pelaksanaannya harus

memperhatikan periode waktu. Jika terjadi keterlambatan maka akan

timbul permasalahan-permasalahan. Selain itu informasi yang

disampaikan kepada pimpinan harus selalu up to date dan real time.

Oleh karena itu dalam pelaksanaan pekerjaan dituntut ketepatan

waktu dan data. Terhadap unit kerja dan pegawai/operator yang

menjadi mitra kerja dari Biro Keuangan dan Perlengkapan yang telah

melakukan tugas dan fungsinya dengan baik maka akan diberikan

Reward. Sebaliknya bagi mitra kerja yang memiliki kinerja tidak

maksimal akan diberikan Punishment; dan

• Kebijakan yang menuntun sinergi/konektifitas antar lembaga: Biro

Keuangan dan Perlengkapan memiliki peranan sebagai koordinator

dalam pelaksanaan fungsi Keuangan dan Perlengkapan di lingkungan

Kementerian Perhubungan. Untuk mewujudkan fungsi tersebut

sekaligus mengoptimalkan pencapaian tugas dan fungsiakan dibangun

sinergi/konektifitas baik secara internal terhadap seluruh unit kerja di

lingkungan Kementerian Perhubungan maupun secara eksternal

dengan unit kerja di luar Kementerian Perhubungan.

2) Pemangku kepentingan yang terkait:

• Internal adalah seluruh unit kerja yang ada di lingkungan Kementerian

Perhubungan; dan

• Eksternal adalah Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan, Direktorat Jenderal Anggaran,

Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan:

• Melakukan rapat koordinasi sebagai upaya membangun konektifitas

dengan pemangku kepentingan secara periodik;

• Melakukankegiatan monitoring dan evaluasi secara periodik dengaan

melibatkan para pemangku kepentingan baik internal maupun

eksternal;

• Menyiapkan sistem informasi e-monitoring dengan web base untuk

memantau seluruh kegiatan dilingkungan Kementerian Perhubungan

yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Keuangan dan

Perlengkapan; dan

• Melaksanakan seluruh standar yang berlaku dalam pelaksanaan tugas

dan fungsi yang berkaitan dengan para pemangku kepentingan.

Page 69: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

66

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Bahan laporan Keuangan dan Perlengkapan yang selalu up date dan

real time yang menjadi bahan pengambilan kebijakan dalam setiap

Rapat Pimpinan (rapim) setiap minggu; dan

• Berkurangnya hambatan-hambatan yang sebelumnya terjadi dalam

pelaksanaan tugas dan fungsi Keuangan dan Perlengkapan seperti

Pelaksanaan Anggaran, Penyusunan SAI, Penyusunan Laporan

Keuangan (LK) dan Penatausahaan Asset.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Terlaksananya pembangunan infrastruktur sektor Perhubungan yang

berkualitas;

• Terlaksananya pelayanan sektor Perhubungan yang aman, nyaman

dan selamat;

• Terlaksananya pelaksanaan anggaran sektor Perhubungan yang

efektif, efisien dan ekonomis; dan

• Terlaksananya pengelolaan anggaran sektor Perhubungan yang

professional dan akuntabel.

o. Bidang Lalu Lintas Dan Angkutan Laut, Operasi dan Usaha Kepelabuhanan,

Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak Surabaya, Kementerian

Perhubungan

1) Perubahan yang dilakukan:

• Harmonisasi SOP untuk mendukung kelancaran arus barang dan

penumpang di pelabuhan;

• Sinergi antar pemangku kepentingan di pelabuhan dalam

mewujudkan konektivitas yang dapat menunjang peningkatan logistik

melalui penguatan fungsi setiap seksi;

• Penyiapan SOP antar pemangku kepentingan;

• koordinasi antar pemangku kepentingan terkait kepelabuhanan; dan

• Mendukung terimplementasinya Sistem Kepelabuhanan InaPortNet

untuk kelancaran arus barang di pelabuhan Tanjung Perak baik

kelancaran arus domestik maupun internasional.

2) Pemangku kepentingan terkait:

• Internal unit di Kantor Otoritas Pelabuhan;

• Pemangku kepentingan terkait Pelabuhan di Jawa Timur;

• Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota; dan

• Asosiasi terkait Kepelabuhanan.

Page 70: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

67

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku

kepentingan:

• Melakukan koordinasi untuk membangun konektifitas dengan

pemangku kepentingan secara periodik;

• Melakukan kegiatan bersama pemangku kepentingan dalam

melakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik;

• Menyiapkan sistem pengolah data untuk memantau seluruh kegiatan

dilingkungan pelabuhan Tanjung Perak berkaitan dengan pelaksanaan

tugas dan fungsi Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Operasi dan Usaha

Kepelabuhanan; dan

• Melaksanakan standar yang berlaku dalam pelaksanaan tugas dan

fungsi yang berkaitan dengan para pemangku kepentingan.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Perampingan proses bisnis melalui perbaikan standar operating

procedure (SOP);

• Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang

penyederhanaan proses bisnis serta peningkatan daya saing sektor

logistik dengan mendukung penerapan InaPortNet; dan

• Berkurangnya hambatan-hambatan antar pemangku kepentingan dan

internal Otoritas Pelabuhan.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Terlaksananya pelayanan lalu lintas dan angkutan laut yang lancer

dengan mengawasi penyandaran kapal dan bongkar muat barang dari

dan ke kapal sesuai sistem dan prosedur;

• Terlaksananya pelayanan kapal, barang dan penumpang secara

terpadu menggunakan teknologi system informasi dan komunikasi

yang terintegrasi; dan

• Pengaturan, pengendalian, pembinaan dan pengawasan terhadap

kegiatan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan dan dengan

kepelabuhanan.

p. Unit Pengelola Reformasi Birokrasi (UPRB) Sekretariat Jenderal

Kementerian ESDM

1) Perubahan kebijakan yang disarankan adalah melakukan transformasi

Kelembagaan, Proses Bisnis dan aparatur lingkup KESDM.

2) Pemangku kepentingan yang terkait:

• Pemangku Kepentingan Kunci (Menteri, Pejabat Eselon I, II, III, IV,

Pejabat Non Struktural);

Page 71: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

68

• Pemangku Kepentingan Utama (KKKS, KK, PKP2B, BUMN Sektor ESDM,

K/L Lain dll); dan

• Pemangku Kepentingan Pendukung (LSM, Pers, Lembaga Donor).

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan:

• Pernyataan komitmen pimpinan KESDM untuk melakukan reformasi

birokrasi lingkup KESDM dengan circle of concern (Transformasi

Kelembagaan, Proses Bisnis, Aparatur);

• Internalisasi Value KESDM (Jujur, Profesional, Melayani, Inovatif dan

Berarti) dengan beragam metode misalnya: Kampanye, Spanduk,

Stikerisasi dll; dan

• Perbaikan pelayanan publik dengan mengembangkan budaya inovasi

layanan.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Perbaikan bisnis proses sektor ESDM; dan

• Peningkatan Health Index Organization Lingkup KESDM.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain-Jangka menengah dan jangka panjang-yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Saat ini sedang berlangsung peralihan paradigma dan pola pikir

(mind-set) dari pengelolaan energi dan sumber daya mineral yang

sebelumnya bersifat eksploitatif semata untuk penciptaan revenue

menjadi pengelolaan untuk pertumbuhan ekonomi, pemberian nilai

tambah serta mendukung penciptaan pembangunan berkelanjutan;

dan

• Perubahan budaya (culture-set) melayani dalam pengelolaan sektor

ESDM.

q. Bidang Analisis Kebutuhan Dan Penyusunan Program, Pusdiklat BKPM

1) Perubahan yang disarankan yaitu meningkatkan capacity building bagi

Aparatur Sipil Negara.

2) Pemangku kepentingan terkait yaitu semua unit kerja di lingkungan

BKPM, Badan Penanaman Modal Daerah baik Provinsi, Kabupaten dan

Kota.

3) Tindakan yang akan dilaksanakan yaitu memberikan informasi, sosialisasi

dan pelatihan.

4) Hasil yang diharapkan yaitu meningkatnya pemahaman yang terkait

penanaman modal.

5) Dampak positif yang diharapkan baik jangka pendek maupun jangka

panjang antara lain meningkatnya tunjangan kinerja bagi Apatur Sipil

Negara BKPM.

Page 72: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

69

r. Subdirektorat Kerjasama Intra Kawasan, Direktorat Kerjasama Regional,

BKPM

1) Perubahan kebijakan yang disarankan adalah peningkatan komnikasi,

koordinasi dan kerjasama dengan unit kerja, K/L dan stakeholder lainnya

terkait dengan penyusunan dan implementasi kebijakan kebijakan

investasi, dalam hubungannya dengan kerjasama regional di bidang

investasi.

2) Pemangku kepentingan yang terkait:

• Pemangku kepentingan internal (pimpinan BKPM, pejabat struktural

dan Non-struktural); dan

• Pemangku kepentingan eksternal (investor, asosiasi dunia usaha, K/L

terkait, organisasi kerjasama regional, stakeholder lainnya).

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan

meyakinkan pemangku kepentingan adalah melalui berbagai rapat, FGD,

sosialisasi, dan media komunikasi lainnya.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah peningkatan komunikasi dan

koordinasi yang lebih intens dengan unit kerja terkait baik internal

maupun eksternal berkaitan dengan implementasi kebijakan investasi

yang mendukung peningkatan konektivitas.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain-Jangka menengah dan jangka panjang- yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan adalah peningkatan kualitas informasi

mengenai implementasi kebijakan investasi terkait dengan kerjasama

regional.

s. Bidang Ekonomi, Bappeda Provinsi Kalimantan Timur

1) Perubahan yang akan dilakukan yaitu membangun kesepakatan bersama

dengan perencana di Dinas Perindagkop untuk mengevaluasi capaian

perdagangan dalam negeri serta permasalahan yang dihadapi serta

potensi pengembangan PDP di Kaltim.

2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu Kasubid Pengembangan dunia

usaha Bappeda Prov. Kaltim, Biro Ekonomi serta dinas Perindagkop

Kaltim khususnya bidang perdagangan dalam negeri.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

yaitu menjelaskan pentingnya memperbaiki sistim distribusi dan

mengevalusi biaya distribusi barang kebutuhan pokok.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu rancangan rentra SKPD dan

masukan terhadap review RPJMD/.

5) Dampak positif terhadap pemangku kepentingan yaitu meningkatnya

efisiensi efisiensi perdagangan dalam negeri.

Page 73: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

70

t. Bidang Pemerintahan dan Aparatur, Bappeda Provinsi Kalimantan Timur

1) Perubahan yang akan dilakukan yaitu membentuk kelembagaan dan

struktur organisasi tata kerja (SOTK) serta tugas pokok dan fungsi Pusat

Distribusi Daerah (PDP) Provinsi Kalimantan Timur kerja sama antara Biro

Organisasi dan Biro Pemerintahan yang menangani masalah

pembentukan kelembagaan dan masalah kewenangan Provinsi.

2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu Biro Organisasi dan Biro

Pemerintahan yang menangani masalah pembentukan kelembagaan dan

masalah kewenangan Provinsi Kalimantan Timur.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

yaitu menjelaskan pentingnya dibentuk kelembagaan PDP untuk

memperbaiki sistim distribusi dan mengevalusi biaya distribusi barang

kebutuhan pokok.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu rancangan Peraturan

Gubernur tentang pembentukan kelembagaan dan SOTK PDP.

5) Dampak positif terhadap pemangku kepentingan yaitu meningkatnya

efisiensi perdagangan dalam negeri

u. Sekretariat Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Provinsi

Kalimantan Timur

1) Perubahan yang akan dilakukan yaitu berkoordinasi dengan bidang-

bidang teknis di BKPP untuk mendukung potensi pengembangan PDP di

Kaltim.

2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu Bidang Ketersediaan,

Cadangan dan Kerawanan Pangan, Bidang Konsumsi dan Keamanan

Pangan, dan Subbag Perencanaan Program.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

yaitu memberi masukan pentingnya keberadaan PDP di Kaltim dalam

mendukung arus ketersediaan pangan.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu teralokasinya anggaran untuk

koordinasi dengan Disperindagkop dan UMKM Provinsi untuk

mendukung PDP nantinya.

5) Dampak positif terhadap pemangku kepentingan yaitu keberadaan BKPP

dapat direspon positif oleh masyarakat tani dan semakin kuatnya

koordinasi BKPP dengan lembaga lain di Provinsi untuk mewujudkan

ketahanan pangan.

Page 74: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

71

v. Bidang Perencanaan Makro dan Pembiayaan, Bappeda Provinsi Sulawesi

Selatan

1) Perubahan yang dilakukan yaitu:

• menyampaikan Policy Paper RLA Angkatan III dengan Tema

“Connectivity for Better Synergy: Aligment Between Transfortation,

Logistics, Technology and Regional Development” untuk menjadi

masukan bagi perbaikan kebijakan konektivitas logistik di Provinsi

Sulsel utamanya didalam perencanaan tahunan RKPD dan

perencanaan menengah RPJMD; dan

• melakukan pertemuan dengan unsur bidang perencana di Lingkup

Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan dengan tujuan menyampiakan

Policy Paper RLA Angkatan III.

2) Pemangku kepentingan terkait:

• Bidang Perencana Lingkup Bappeda Prov. Sulsel: Bidang Ekonomi,

Bidang Sumber Daya Alam, Bidang Perencanaan Makro dan

Pembiayaan, Bidang SDM dan Kelembgaan serta Bidang Statistik dan

EKP; dan

• SKPD Teknis yaitu Dinas Perhubungan dan Komunikasi Prov. Sulsel,

Dinas Tata Ruang dan Permukiman Prov. Sulsel, Dinas Bina Marga

Prov. Sulsel, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Sulsel, Dinas

Koperasi dan UMKM Prov. Sulsel, Dinas Pertanian dan TPH Prov.

Sulsel, Dinas Perkebunan Prov. Sulsel, Dinas Perikanan dan Kelautan

Prov. Sulsel, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Prov. Sulsel.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

yaitu:

• Melakukan Pertemuan dengan Unsur Bidang Perencana di Lingkup

Bappeda Prov. Sulsel dengan tujuan menyampaikan Policy Paper RLA

Angkatan III dengan Tema “Connectivity for Better Synergy: Aligment

Between Transfortation, Logistics, Technology and Regional

Development”;

• Melakukan Koordinasi dan Komunikasi dengan bidang-bidang

perencana di Lingkup Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan; dan

• Mengusulkan indikator pencapaian integrasi konektivitas untuk

digunakan didalam dokumen perencanaan agar memudahkan

pemantauan dan evaluasinya.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu:

• Fungsi Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan sebagai perencana dan

evaluasi serta fasilitasi tetap terwujud oleh karena dapat

mengarahkan kepeda SKPD teknis untuk melaksanakan program dan

kegiatan sesaui dengan perencanaan;

• Terimplementasinya kegiatan terkait pengembangan konektivitas; dan

Page 75: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

72

• Dilakukannya monitoring dan evaluasi untuk melihat kemajuan dan

kendala yang dihadipi serta memberikan solusi perbaikan selanjutnya.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain antara lain:

• Efektivitas perencanaan;

• Efektivitas pembangunan khususnya terkait dengan konektivitas; dan

• Menciptakan kerjasama yang efektif diantara bidang-bidang

perencanaan dilingkup Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan.

w. Bidang Statistika dan Evaluasi Kinerja Pembangunan, Bappeda Provinsi

Sulawesi Selatan

1) Perubahan yang dilakukan yaitu:

• menyampaikan Policy Paper RLA Angkatan III dengan Tema

“Connectivity for Better Synergy: Aligment Between Transfortation,

Logistics, Technology and Regional Development” untuk menjadi

masukan bagi perbaikan kebijakan konektivitas di Provinsi Sulsel

utamanya di dalam RPJMD; dan

• Melakukan pertemuan dengan unsur bidang perencana di Lingkup

Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan dengan tujuan menyampiakan

Policy Paper RLA Angkatan III.

2) Pemangku kepentingan terkait:

• Bidang Perencana Lingkup Bappeda Prov. Sulsel: Bidang Ekonomi,

Bidang Sumber Daya Alam, Bidang Perencanaan Makro dan

Pembiayaan, Bidang SDM dan Kelembgaan serta Bidang Statistik dan

EKP; dan

• SKPD Teknis yaitu Dinas Perhubungan dan Komunikasi Prov. Sulsel,

Dinas Tata Ruang dan Permukiman Prov. Sulsel, Dinas Bina Marga

Prov. Sulsel, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Sulsel, Dinas

Koperasi dan UMKM Prov. Sulsel, Dinas Pertanian dan TPH Prov.

Sulsel, Dinas Perkebunan Prov. Sulsel, Dinas Perikanan dan Kelautan

Prov. Sulsel, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Prov. Sulsel.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku

kepentingan, yaitu:

• Melakukan Pertemuan dengan Unsur Bidang Perencana di Lingkup

Bappeda Prov. Sulsel dengan tujuan menyampiakan Policy Paper RLA

Angkatan III dengan Tema “Connectivity for Better Synergy : Aligment

Between Transfortation, Logistics, Technology and Regional

Development”;

• Melakukan Koordinasi dan Komunikasi dengan bidang-bidang

perencana di Lingkup Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan; dan

Page 76: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

73

• Mengusulkan indikator pencapaian integrasi konektivitas untuk

digunakan didalam dokumen perencanaan agar memudahkan

pemantauan dan evaluasinya.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu:

• Fungsi Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan sebagai perencana dan

evaluasi serta fasilitasi tetap terwujud oleh karena dapat

mengarahkan kepeda SKPD teknis untuk melaksanakan program dan

kegiatan sesaui dengan perencanaan;

• Terimplementasinya kegiatan terkait “Connectivity for Better Synergy:

Aligment Between Transfortation, Logistics, Technology and Regional

Development”; dan

• Dilakukannya monitoring dan evaluasi untuk melihat kemajuan dan

kendala yang dihadipi serta memberikan solusi perbaikan selanjutnya.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain yaitu:

• Efektivitas perencanaan;

• Efektivitas pembangunan khususnya terkait dengan konektivitas;

• Menciptakan kerjasama yg efektif diantara bidang-bidang

perencanaan dilingkup Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan; dan

• Dapat menjalin hub kerjasama dan Net Working dengan baik.

x. Bidang Perencanaan Pendapatan Daerah, Dinas Pendapatan Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan

1) Perubahan yang dilakukan:

• Mendefinisikan kembali tujuan pembentukan PDR Sulsel di makassar

agar lebih menekankan pada tujuan pembentukan PDR yang

sesungguhnya;

• Penyusunan regulasi yang terkait dengan pengelolan sumber-sumber

pendapatan yang dapat dikelola oleh Pusat Distribusi Regional sebagai

salah satu sumber pembiayaan untuk mendukung peningkatan mutu

pelayanan PDR Sulawesi Selatan; dan

• Secara bertahap mendorong pembentukan PDR Provinsi Sulawesi

Selatan untuk menerapkan Pola Pengelolaan keuangan Badan

Layanan Umum Daerah (BLUD) agar penyelenggaraannya lebih efisien,

efektif dan berorientasi pada kepentingan pengguna jasa PDR,

terutama Koperasi dan UKM.

2) Pemangku kepentingan terkait adalah Bidang Retribusi dan pendapatan

Daerah Lainnya; Bidang Perencanaan pendapatan Daerah.

3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan

adalah menginisiasi pertemuan dengan seluruh pemangku kepentingan

untuk:

Page 77: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

74

• Memaparkan point-point penting materi tentang strategi

pengembangan dan peningkatan efektifitas pemanfaatannya sesuai

tujuan pembentukannya dan menjelaskan "perubahan yang perlu

dilakukan";

• Membuat action plan; dan

• Menyusun draft regulasi yang diperlukan dan melakukan pembahasan

dengan pemangku kepentingan yang terkait.

4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:

• Tersedianya dasar hukum pengelolaan PRD Sulsel di Makassar yang

menyediakan sarana dan prasarana transportasi/penyimpanan/

perawatan/pemasaran/distribusi komoditas unggulan di Sulawesi

Selatan; dan

• Termanfaatkannya kelembagaan dan asset milik PDR Sulsel yang

dikelola oleh UPTD Balai Pelayanan Logistik Perdagangan di Dinas

Perindag Prov. Sulsel.

5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang

lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari

kebijakan yang diusulkan:

• Masyarakat terlayani dengan baik; dan

• Meningkatkan PAD.

Page 78: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

75

LAMPIRAN 2

PERUBAHAN YANG BERKAITAN DENGAN PERILAKU KEPEMIMPINAN

A. Agita Widjajanto, ST.,M.Sc

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang dikembangkan:

1) Memperbaiki dan menjalin komunikasi dengan pemangku

kepentingan terkait untuk memastikan kebutuhan dan trend

teknologi serta keahlian yang dibutuhkan

2) Menambah dan mengupdate pengetahuan yang dibutuhkan untuk

mengefisien dan mengefektifkan mekanisme pelaksanaan tugas

yang dibutuhkan;

3) Mendorong dan memotivasi seluruh anggota untuk lebih percaya

diri dalam melaksanakan tugasnya;

4) Mempererat rasa kekeluargaan seluruh anggota dalam organisasi;

5) Memberikan tugas dan tantangan untuk mengembangkan pemikiran

dan memunculkan inovasi;

6) Menjadikan diri sendiri sebagai teladan bagi anggota;

7) Memberikan bimbingan kepada anggota untuk meningkatkan

kinerjanya; dan

8) Menciptakan budaya kerja yang positif dalam organisasi.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Menunda-nunda pekerjaan dan lambat merespon arahan pimpinan;

2) Menuntut kinerja anggota yang baik tanpa memberikan bimbingan;

3) Kurang melakukan koordinasi dengan seluruh anggota tim; dan

4) Mengerjakan pekerjaan sendiri dengan tanpa melakukan

pendelegasian kewenangan kepada bawahannya.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang–orang yang dipimpin:

1) Memperbaiki proses komunikasi;

2) Mencoba untuk mendengar;

3) Memberikan kewenangan tertentu dan berusaha untuk

mempercayainya;

4) Memberdayakan seluruh potensi anggota tim;

5) Mendorong rasa percaya diri anggota dalam mengeluarkan

pendapat dan mendapatkan solusi terhadap permasalahan; dan

6) Memberikan penghargaan kepada anggota yang berkinerja baik.

Page 79: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

76

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Melakukan koordinasi dan meningkatkan sinergi dalam

melaksanakan kegiatan organisasi;

2) Mempererat rasa kekeluargaan dan kebersamaan dengan teman

kerja yang setingkat;

3) Memperbaiki proses komunikasi;

4) Mencoba untuk mendengar; dan

5) Sharing pengalaman sebagai upaya untuk memperkaya analisa

kasus.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Merespon dan menindaklanjuti dengan segera dan tepat arahan dari

pimpinan;

2) Melaporkan segala hasil kegiatan organisasi dan pembelajaran yang

didapat kepada pimpinan;

3) Memperbaiki proses komunikasi;

4) Mencoba untuk memahami terhadap landasan kebijakan yang

diambil oleh pimpinan; dan

5) Mencoba untuk memberikan analisis secara komprehensif untuk

dapat memberikan pilihan alternatif solusi yang terbaik.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Memberikan layanan informasi yang lengkap dan terkini;

2) Melibatkan masyarakat dalam merumuskan suatu kebijakan atau

pengaturan sesuai dengan kapasitasnya;

3) Merespon dengan segera pertanyaan, pengaduan atau permintaan

masyarakat;

4) Menjalin proses komunikasi yang aktif;

5) Mencoba untuk mendengar; dan

6) Menyampaikan setiap pelaksanaan kegiatan yang berdampak bagi

masyarakat sebagai bagian dari akuntabilitas.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Menjalin proses komunikasi yang aktif antar K/L;

2) Berupaya melakukan proses harmonisasi dalam setiap pelaksanaan

kegiatan yang dirasa membutuhkan dukungan K/L lain;

3) Berupaya untuk melibatkan K/L lain dalam setiap kegiatan untuk

mendapatkan hasil yang lebih efektif dan efisien; dan

4) Melakukan pemantauan dan pengendalian terhadap kegiatan

bersama K/L lain dan bersama-sama mencari mekanisme

perbaikannya.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Lebih bertanggung jawab dalam memimpin organisasi;

Page 80: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

77

2) Lebih cepat, tanggap dan tepat dalam mengambil keputusan;

3) Lebih mengutamakan kepentingan organisasi;

4) Meningkatkan rasa percaya diri dalam menghadapi setiap tugas yang

dihadapi;

5) Memperbanyak jaringan sehingga akan mempermudah dalam

mendukung pelaksanaan tugas; dan

6) Memperbanyak kerjasama dalam menyelesaikan pekerjaan.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Memberikan suasana kerja yang kondusif; dan

2) Merasa sabagai teamwork dan saling mengisi dalam menyelesaikan

pekerjaan.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:

1) Hubungan antar lembaga yang cair memudahkan dalam melakukan

koordinasi; dan

2) Dukungan aktif lembaga lainnya dalam mendukung kegiatan

lembaga maupun bersama.

d. Perkembangan positif yang lain

1) Menciptakan budaya kerja positif;

2) Kontribusi positif dari setiap anggota organisasi dalam mewujudkan

tujuan bersama; dan

3) Hasil pekerjaan yang dihasilkan lebih komprehensif untuk

mengakomodir seluruh kepentingan pemangku kepentingan

sehingga dapat diperoleh win – win solution.

B. Agustin Arry Yanna, SS,MA

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Kerjasama untuk sinergi;

2) Lebih transparan;

3) Lebih disiplin dan tertib administrasi;

4) Melayani; dan

5) Berpikir strategis.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Ego sektoral; dan

2) Dilayani.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Mau mendengarkan;

2) Ing ngarso sun tulodho;

3) Ing madyo mbangun karso;

4) Tut wuri handayani;

Page 81: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

78

5) Percaya kepada staf; dan

6) Pemberdayaan staf.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Meningkatkan komunikasi dan koordinasi;

2) Sharing informasi dan data;

3) Membangun budaya kerjasama;

4) Membangun kepercayaan;

5) Melibatkan dalam kegiatan yang relevan; dan

6) Menyamakan persepsi dan tujuan.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Jujur, tidak ABS;

2) Inisiatif misalnya untuk mengusulkan perubahan atas pelaksanaan

program yang tidak berjalan baik; dan

3) Inovasi misalnya mengusulkan alternatif-alternatif penyelesaian

masalah yang muncul.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Pelibatan seluruh stakeholders;

2) Assessment termasuk blusukan dan public hearing;

3) Membuka akses bagi masyarakat untuk memberikan feedback

(komunikasi 2 arah); dan

4) Melakukan joint monitoring dan evaluasi.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Komunikasi yang lebih intensif;

2) Meningkatkan kerjasama tematik dan programatik;

3) Sharing informasi dan good practices; dan

4) Memperkuat koordinasi dan sinergi.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Perubahan mindset untuk lebih positif;

2) Bekerja dengan keyakinan untuk berhasil;

3) Mengupayakan breakthrough melalui inovasi perencanaan

kerjasama hibah; dan

4) Mengupayakan kontribusi untuk pencapaian tujuan organisasi.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Lebih perhatian pada staf;

2) Meningkatnya semangat melayani;

3) Menurunnya ego sectoral;

4) Sinergi yang lebih terarah; dan

5) Memuat kearifan lokal dalam menyusun kebijakan.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:

1) Mengganti kompetisi dengan sinergi;

Page 82: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

79

2) Mengupayakan peraturan supaya tidak tumpang tindih; dan

3) Menyusun program kerjasama dengan manfaat yang lebih jelas

untuk masyarakat.

d. Perkembangan positif yang lainnya:

1) Revolusi mental;

2) Ordinary people for extraordinary performance, pembelajaran dari

Singapore; dan

3) Openness, responsiveness, and involvement.

C. Ainul Wafa, Ir.,M.Si

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Responsif dalam mengambil tindakan demi pelaksanaan

transformasi/perubahan;

2) Mampu bekerjasama dalam sebuah team;

3) Jujur dan senantiasa berfikir cerdas;

4) Kedisplinan diri (Self Discipline); dan

5) Membangun Positive Self Esteem.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Menunda-nunda pekerjaan;

2) Tidak fokus; dan

3) Tidak memiliki skala prioritas.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Mengedepankan partisipasi staf;

2) Lebih terbuka dan mendengarkan saran dan pemikiran dari staf;

3) Memberikan semangat kepada staf; dan

4) Menjadi good drivers bagi staf.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Mengembangkan kerjasama dengan rekan kerja;

2) Saling berbagi pengetahuan dengan sesama rekan kerja; dan

3) Mampu memberikan inspirasi bagi orang lain.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Membangun loyalitas terhadap pimpinan dan mendukung gagasan-

gagasannya untuk mencapai hasil kerja yang optimal; dan

2) Mampu memberikan solusi alternatif kepada pimpinan melalui

dukungan data/informasi yang memadai dan terpercaya.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Memahami kebutuhan pemangku kepentingan; dan

2) Melayani stakeholder Sektor ESDM dengan sepenuh hati.

Page 83: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

80

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Mengembangkan koordinasi dan kerjasama untuk mencapai tujuan

nasional; dan

2) Menghilangkan ego sektoral dan menjalin sinergi antar K/L.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Optimistic;

2) Meningkatnya self dicipline;

3) Pribadi yang teguh dengan kejujuran; dan

4) Memiliki semangat untuk melayani masyarakat.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Menjadi sosok agent of change di lingkungan kerja; dan

2) Menjadi role model perubahan di lingkungan kerja.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga adalah mampu

membangun koordinasi dan sinergi antar K/L.

d. Perkembangan positif yang lain adalah dengan networking antar peserta

RLA yang berasal dari beragam K/L maka diharapkan dapat mengurai

“thebottlenecking” tentang eksekusi program-program prioritas nasional

yang menjadi kewenangan K/L.

D. Alisda Amalia, Hj.,Dr.,SP.,M.Si

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Mengutamakan umum daripada kepentingan pribadi;

2) Fokus kepada tujuan yang ingin dicapai;

3) Positif (berpikir positif);

4) Konsisten terhadap apa yang akan dilakukan; dan

5) Mendahulukan hal-hal yang lebih utama dan lebih tepat (tepat

waktu, tepat manfaat, tepat Sasaran).

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Menunda pekerjaan atau tugas;

2) Pikiran negatif;

3) Menghindari untuk melakukan hal-hal yang tidak penting; dan

4) Egois (mementingkan diri sendiri).

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Menciptakan sinergitas untuk mencapai tujuan yang sama;

2) Lebih terbuka dan menerima saran;

3) Mengayomi dan lebih bijaksana;

4) Diperlakukan sebagai sahabat dan keluarga;

Page 84: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

81

5) Lebih tepat dalam pengambilan keputusan;

6) Selalu melakukan dialog-dialog kecil; dan

7) Memberikan contoh yang baik dan saling mengingatkan.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Lebih sering berkomunikasi dan berkoordinasi;

2) Menciptakan hubungan saling memerlukan dan memiliki;

3) Saling memberikan saran dan solusi masalah yang dihadapi;

4) Saling menghargai tugas masing-masing; dan

5) Saling mengingatkan terhadap tugas atau kepentingan bersama.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Lebih tanggap dan memahami keinginan pimpinan dalam

melaksanakan tugas dan fungsi;

2) Mendukung tugas yang dipimpin yang sesuai aturan yang berlaku;

3) Menerima saran dan kritikan dari pimpinan;

4) Memberikan saran dan masukan terhadap suatu kegiatan; dan

5) Secapat mungkin melaporkan hal-hal yang telah dilakukan dan

menyampaikan rencana kedepan.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Memberikan informasi yang tepat dan terkini; dan

2) Melayani sebaik mungkin (misalnya senyum, sapa, dan lain-lain).

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Melakukan komunikasi dan koordinasi;

2) Menjalin sinergitas dan terintegrasi; dan

3) Membangun hubungan baik formal dan informal.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Menunjukkan sikap yang ramah dan sopan;

2) Lebih dewasa (lebih efektif dalam melakukan sesuatu);

3) Lebih berpikir positif dan tidak gampang menilai negatif; dan

4) Lebih tepat dan bijaksana dalam pengambilan keputusan.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Lebih memahami dan memaknai tugas yang diberikan;

2) Lebih mencintai tugas dan melakukan dengan senang hati untuk

mencapai tujuan; dan

3) Efektif dan kerjasama didalam mewujudkan tujuan dan sasaran.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:

1) Lebih efisien dalam melakukan kegiatan;

2) Lebih tepat melaksanakan suatu kegiatan;

3) Terciptanya hubungan saling membutuhkan; dan

4) Menemukan solusi permasalahan untuk perbaikan kegitan kedepan.

d. Perkembangan positif lainnya:

Page 85: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

82

1) Menambah semangat dan motivasi terhadap diri sendiri;

2) Lebih terarah dalam melaksanakan tugas dan dilakukan sesuai

dengan aturan; dan

3) Perubahan diri akan menjadi cermin untuk perubahan prilaku orang

lain.

E. Amirulloh, S.SIT.,,MMTR

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Kerjasama untuk sinergi;

2) Transparan;

3) Disiplin;

4) Melayani;

5) Berpikir strategis;

6) Menjadi teladan; dan

7) Menerapkanreward and punishment secara terukur.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Ego sektoral/kurangkoordinasi;

2) Dilayani;

3) Patron-client; dan

4) Menunda pekerjaan (kurang responsive).

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Mau mendengarkan;

2) Ing ngarso sung tulodo (menjadi suri tauladan/panutan);

3) Ing madyo mbangun karso (menggugah semangat/memberikan

inovasi);

4) Tut wuri handayani (memberi dorongan moral/semangat);

5) Pemberdayaan staf; dan

6) Mastering.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Membangun komunikasi;

2) Sharing informasi;

3) Meaning;

4) Membership;

5) Membangun hubungan kekeluargaan.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Tidak ABS (asal pimpinan senang);

2) Inisiatif untuk mengusulkan perubahan yang positif untuk organisasi;

3) Inovasi;

4) Responsif; dan

Page 86: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

83

5) Membangun hubungan kekeluargaan.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Pelibatan seluruh stakeholders;

2) Public hearing;

3) Uji publik;

4) Responsif;

5) Transparan; dan

6) Akuntabilitas.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Kerjasama tematik dan programatik serta kegiatan MONEV;

2) Sinergi seperti Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP); dan

3) Whole of Government.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Perubahan mindset untuk lebih positif; dan

2) Kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas dan kerja tuntas.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Lebih perhatian pada staf;

2) Meningkatnya semangat melayani;

3) Menurunnya ego sectoral;

4) Sinergi yang lebih terarah; dan

5) Memuat kearifan lokal dalam menyusun kebijakan.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga:

1) Mengurangi peraturan yang tumpang tindih; dan

2) Menyusun program dengan tujuan dan sasaran yang lebih jelas

manfaatnya untuk masyarakat.

d. Perkembangan positif yang lainnya:

1) Revolusi mental; dan

2) Ordinary people for extraordinary performance.

F. Amrani Samad Suhaeb, Ir.,M.Si

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan, senantiasa terus meningkatkan

kemampuan untuk melihat masalah melampaui kepentingan diri sendiri

dan dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda –

beda dari berbagai kelompok yang ada. Hal ini akan mempemudah

menilai situasi dan menentukan langkah apa yang akan diambil untuk

menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan, dengan memahami seluruh tugas

pokok dan fungsi dari organisasi akan mampu membagi waktu untuk

fokus pada aktifitas utama dan meninggalkan hal hal yang tidak perlu,

Page 87: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

84

dengan demikian akan ada waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas

dengan fokus pada kegiatan utama. Dengan hal ini akan mudah

mengenali apa yang penting dan yang tidak penting yang akan

dikerjakan.

2. Perubahan Perilaku kepemimpinan yang bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin,

membangun sinergitas bersama sebagai suatu tim, membangun empati

secara personal, mengenal keluarga setiap staf, dimana hubungan

hubungan yang bersifat personal perlu dikembangkan untuk menjaga

rasa persaudaraan dalam mencapai dan menghasilkan tugas-tugas

bersama.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat, dengan

membangun kebiasaan untuk melakukan diskusi bersama dalam

menjalankan tugas-tugas keseharian. Hubungan satu bagian dengan

bagian lain perlu selalu dikembangkan. Mempercayai informasi yang

disampaikan oleh teman sejawat dalam menentukan suatu kebijakan dan

sekat dalam suatu bagian senantiasa diminimalisir dalam menghasilkan

produk.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior, dengan membiasakan diri

untuk melakukan hal-hal berikut: menerima kritikan dari dengan pikiran

jernih, dimana hal ini sebagai nasehat, dimana ini menunjukan pimpinan

perduli dengan kita, dan dengan pikiran terbuka karena bisa saja kritikan

dari atasan tersebut mungkin ada benarnya, mengenali karakter atasan,

mengenali kebiasaan pada saat-saat tertentu, selalu bertegur sapa setiap

ada kesempatan untuk menciptakan keakraban sewajarnya dan tidak

berlebihan.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat, dengan mengetahui

posisi masing-masing baik sebagai bagian dari pemerintah atau bagian

dari masyarakat maka akan saling memahami keberadaan masing

masing. Setiap tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan

untuk dipenuhi, dimana dengan pemenuhan itu bisa saja merugikan

kelompok lain. Diperlukan kearifan bersama untuk melihat semua

tuntutan dan berupaya dapat mengakomidir secara proporsional hal

yang penting bagi setiap kelompok. Disinilah peran hukum mengatur

kepetingan - kepentingan tersebut agar kepentingan masing-masing

terlindungi, sehingga masing-masing mengetahui hak dan kewajiban.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L bahwa setiap organisasi

mempunyai tugas pokok masing-masing dan setiap tugas pokok tersebut

berkaitan dengan organisasi lain. Senantiasa memahami bersama setiap

persoalan organisasi akan menimbulkan empati bersama, Hal ini tentu

sangat bermanfaat bagi kelompok kerja atau organisasi tersebut dalam

Page 88: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

85

mencapai tujuan atau target-targetnya, sehingga produktivitas kelompok

kerja tersebut akan meningkat dari sisi kuantitas maupun kualitas.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah dengan selalu menunjukan

kecenderungan untuk menjalin hubungan yang menyenangkan, yang

menunjukkan kecenderung bersahabat, ramah, sopan, bijaksana, dan

diplomatis. Sensitif terhadap kebutuhan orang lain dan menunjukkan

perhatian atas kehidupan lingkungan sekitar tempat kerja, tempat

tinggal. Menularkan kepada staf akan rasa perhatian terhadap staf lain

dan selalu percaya diri dalam menghadapi persoalan.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja yaitu senantiasa membantu

perkembangan kelompok kerja yang berhubungan dengan manfaat

peningkatan produktivitas, dalam hubungannya sebagai anggota dari

suatu atau tim kerja, selalu membangun dan memiliki sikap positif dan

menjadi teladan bagi rekan anggota kelompok, selalu menularkan sikap

positif dengan berprilaku baik, disiplin kerja dan hal-hal kecil lain.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga, bahwa setiap

masalah pasti mempunyai jalan keluar dan bisa dipecahkan. Oleh karena

itu setiap kesulitan atau permasalahan yang terjadi akan dihadapi

bersama. Komunikasi antar lembaga akan lebih membuka informasi

antar lembaga sehingga dapat saling mengenali persoalan masing-

masing, selalu akan mengerahkan segala potensi yang dimiliki untuk

mencari jalan keluar dari masalah tersebut. Meminimalkan rasa superior

suatu lembaga terhadap lembaga lainnya, bahwa semua lembaga harus

saling bersinergi dalam kerangka Whole of Gavernment.

d. Perkembangan positif lain: tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan kerja

atau pergaulan amat besar pengaruhnya dalam mempengaruhi sikap

kerja, dimana jika yang berkembang di lingkungan kerja tersebut adalah

sikap positif, orang lain dalam kelompok kerja atau organisasi tersebut

lambat laun akan terpengaruh dan ikut bersikap positif dalam bekerja.

Hal lain yang menjadi perhatian bahwa setiap staf mempunyai potensi

masing-masing yang berbeda dengan staf lain dan berpotensi untuk

berkembang bila diarahkan secara benar dan baik. Hal ini tentu sangat

bermanfaat bagi kelompok kerja atau organisasi tersebut dalam

mencapai tujuan atau target-targetnya, sehingga produktivitas kelompok

kerja tersebut akan meningkat dari sisi kuantitas maupun kualitas.

G. Bertiana Sari, SH.,MBA

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Bekerja secara tim untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal;

Page 89: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

86

2) Share informasi khususnya kepada pejabat dan staf unit kerja;

3) Memberikan kesempatan terlibat dalam diskusi dan penyelesaian

tugas dan mendorong staf untuk meningkatkan potensi diri;

4) Melakukan evaluasi bersama secara berkala terkait tugas yang telah

dilaksana, termasuk mengidentifikasi permasalahan dan

merumuskan solusinya; dan

5) Bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, dan komitmen

dalam merespon penugaskan.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Kurang sabar menghadapi staf yang kurang/tidak komitmen

terhadap kedisiplinan secara kedinasan maupun pelaksanaan tugas;

2) Tidak fokus dalam menentukan skala prioritas terhadap beberapa

penugasan penting yang bersamaan;

3) Kurang memperhatikan pendekatan secara personal kepada staf;

dan

4) Terlalu fokus dengan pekerjaan, sehingga kurang memperhatikan

lingkungan di sekitar.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin adalah

memimpin dengan pendekatan bermitra dan memposisikan diri sebagai

teman, sehingga menciptakan suasana kerja yang lebih harmonis dan

kooperatif, serta lingkungan kerja yang kondusif.

b. Perubahan dalam hubungan teman kerja yang setingkat (peers) adalah

meningkatkan koordinasi, kerjasama dan saling bertukar informasi

khususnya mengenai tugas yang terkait, serta saling memberikan saran

dan koreksi untuk meningkatkan kinerja organisasi.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior adalah memberikan

dukungan yang maksimal kepada superior dengan proaktif memberikan

saran dan masukkan, khususnya mengenai tugas/permasalahan yang

memerlukan kajian dan pertimbangan di bidang hukum.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat adalah berupaya untuk

lebih mendengar dan memposisikan diri sebagai masyarakat agar dapat

memahami kebutuhan masyarakat dari perspektif masyarakat, sehingga

kebijakan dan regulasi dapat diimpelentasikan dengan baik karena in line

dengan yang diharapkan oleh masyarakat.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain adalah menyadari perlunya

mengedepankan kepentingan masyarakat, karenanya koordinasi dan

kerjasama antara K/L merupakan keharusan dengan meninggalkan ego

sektoral. Untuk memastikan kerjasama tersebut perlu diwujudkan

dengan perumusan Key Performance Indicator (KPI) bersama untuk

pekerjaan yang melibatkan lintas K/L.

Page 90: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

87

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah meyakini bahwa segala

perubahan dapat dilakukan dengan diawali perubahan mindset, perlunya

mengeksplore kemampuan diri karena kemampuan diri jauh melebih dari

yang kita terlihat, dan perubahan besar perlu diawali dengan perubahan

kecil yang berkelanjutan, serta perlunya berfikiran positif.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja adalah berupaya untuk

menjadi contoh positif dan katalisator untuk menciptakan perubahan

iklim kerja yang dapat meningkatkan kinerja organisasi.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga adalah

menjadikan koordinasi dan kerjasama antar K/L sebagai budaya

organisasi, dan menerapkan KPI bersama untuk tugas lintas K/L, sehingga

tugas yang melibatkan antar K/L lebih efektif dan efisien.

d. Perkembangan positif yang lain adalah dengan terciptanya hubungan

antar K/L dengan baik, fungsi Pemerintahan terwujud dan dapat hadir

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, hal tersebut mengubah

pandangan masyarakat terhadap stigma negative Pemerintahan.

H. Darmayani, SH.,M.Si

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Menjaga komitmen;

2) Membuat skala prioritas dalam penyelesaian tugas dan

menjalankannya secara konsisten;

3) Lebih fokus;

4) Disiplin; dan

5) Penyelesaian masalah berbasis kepentingan masyarakat (citizen

oriented).

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Tidak disiplin;

2) Sering ragu-ragu dalam membuat keputusan sehingga sering tidak

konsisten;

3) Menunda pekerjaan sampai deadline.

4) Tidak membuat skala prioritas; dan

5) Sering mengabaikan hal-hal yang bersifat administrasi, seremonial,

prosedural dan hanya fokus pada hal-hal yang substantif.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Lebih memberdayakan staf (mengurangi kebiasaan "mengambil

alih");

2) Meningkatkan komunikasi;

Page 91: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

88

3) Lebih rajin mengingatkan, membimbing, mengarahkan bahkan

menegur; dan

4) Memberi penghargaan dan teguran, minimal dalam bentuk lisan.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Lebih melibatkan; dan

2) Saling mengingatkan, saling membantu dan bekerja sama.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Menyiapkan data/informasi/laporan lebih cepat;

2) Memberi saran terkait TUPOKSI tanpa diminta; dan

3) Membekali diri lebih baik agar lebih siap setiap saat apabila dimintai

saran/pendapat.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat adalah lebih

meningkatkan interaksi dengan masyarakat agar dapat menyusun

rencana kebijakan yang people oriented.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Melakukan komunikasi dan koordinasi lebih awal untuk

menghasilkan kebijakan yang lebih baik;

2) Meningkatkan hubungan dan komunikasi informal; dan

3) Lebih membantu, memudahkan dan memfasilitasi.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1. Lebih profesional, berdedikasi, ikhlas dan jujur;

2. Memiliki kemampuan yang lebih baik dan lebih siap pakai; dan

3. Lebih kuat mental, karakter, dan spiritual.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1. Lebih menguasai dan mencintai tugas; dan

2. Menghadirkan lingkungan kerja yang nyaman dan memotivasi.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga adalah membantu

kelancaran tugas SKPD/lembaga lain yang pada akhirnya melancarkan

tugas internal SKPD sendiri. Hal ini menguntungkan masyarakat dan

Pemda.

d. Perkembangan positif lainnya adalah menumbuhkan perilaku yang baik

akan menularkan kebaikan pada orang lain.

I. Dewi Chomistriana, ST.,M.Sc

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Selalu memperbaharui pengetahuan;

2) Menyesuaikan gaya kepemimpinan sesuai dengan kondisi

lingkungan yang ada;

Page 92: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

89

3) Mengembangkan sistem komunikasi yang baik untuk dapat

mendengarkan masukan dari berbagai pihak termasuk pengguna,

guna pertimbangan dalam pengambilan kebijakan;

4) Memperkuat kerjasama tim untuk sinergi;

5) Transparan;

6) Disiplin;

7) Melayani;

8) Berpikir strategis;

9) Memberikan apresiasi kepada anggota yang telah melaksanakan

pekerjaan dengan baik; dan

10) Manajemen organisasi dengan lebih baik.

b. Kebiasaaan yang akan ditinggalkan:

1) Ego sektoral; dan

2) Menunda-nunda pekerjaan sampai dengan batas waktu yang

dientukan.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Mendorong kemampuan semua anggota tim untuk dapat

berkontribusi dalam mencapai tujuan organisasi;

2) Mau mendengarkan pendapat seluruh anggota tim;

3) Membangun dan memperkuat kerjasama tim; dan

4) Memperkuat monitoring dan evaluasi untuk perbaikan kinerja

organisasi.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Memperkuat koordinasi dalam mencapai tujuan organisasi bersama;

2) Membangun komunikasi dan budaya kerjasama; dan

3) Sharing informasi.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Mengembangkan kemampuan komunikasi dengan tipe pemimpin

yang berbeda-beda;

2) Inisiatif misalnya untuk mengusulkan perubahan atas pelaksanaan

program yang tidak berjalan baik; dan

3) Mengembangkan inovasi.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Mendorong transparansi dalam penyelenggaraan konstruksi;

2) Pelibatan seluruh stakeholders;

3) Public hearing; dan

4) Uji publik;

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Memperkuat jaringan dan koordinasi antara K/L dan

mengembangkan key performance indicator bersama;

Page 93: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

90

2) Kerjasama tematik dan programatik;

3) Sinergi seperti Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP); dan

4) Whole of Government sehingga meningkatkan kinerja pemerintah.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Perubahan mindset untuk lebih positif; dan

2) Lebih bertanggungjawab dalam memimpin organisasi.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Lebih perhatian pada staf;

2) Meningkatnya semangat melayani;

3) Menurunnya ego sectoral;

4) Sinergi yang lebih terarah; dan

5) Memuat kearifan lokal dalam menyusun kebijakan.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:

1) Mengurangi peraturan yang tumpang tindih;

2) Menyusun program dengan tujuan dan sasaran yan lebih jelas

manfaatnya untuk masyarakat; dan

3) Menyusun key performance indicator bersama antar lembaga.

d. Perkembangan positif yang lainnya:

1) Revolusi mental;

2) Menciptakan budaya kerja positif;

3) Sekecil apapun kontribusi terhadap organisasi harus dihargai; dan

4) Ordinary people for extraordinary performance, pembelajaran dari

Singapore.

J. Fadhilah Mathar, Dr.,M.Pd

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Fokus pada pekerjaan;

2) Sering membantu orang lain; dan

3) Tidak egois.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Tidak berpartisipasi dalam diskusi kelompok; dan

2) Mensosialisasikan ide dengan baik.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin adalah

akan lebih banyak memuji dan menghargai bawahan serta

menyemangati mereka.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)

adalah akan lebih banyak berkolaborasi dan saling mengisi.

Page 94: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

91

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior adalah akan lebih banyak

mengapresiasi dan menjadi kontrol.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat adalah akan lebih

banyak melayani tanpa pamrih.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain adalah mengurangi

egosektoral.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah menjadi lebih berwawasan

dan memiliki sikap serta integritas.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja adalah akan mengembangkan

budaya kolaboratif.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga adalah akan

mengembangkan budaya kolaboratif.

d. Perkembangan positif lainnya adalah memahami modal sosial bangsa

Indonesia.

K. Gusti Anindita Laksamana, ST.,MM

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Penyusunan rencana kerja untuk setiap pekerjaan unit kerja,

penetapan pola organisasi kerja di dalam unit kerja dilengkapi

dengan adanya saluran organisasi, saluran komunikasi, metode kerja

dan prosedur pencapaian tujuan yang jelas;

2) Kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada pada hubungan

kesejawatan, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh

kehangatan hubungan antara pemimpin dengan stafnya; dan

3) Mempengaruhi performansi kelompok dengan alat verbal atau

gestural yang dikomunikasikan melalui pengarahan, evaluasi, dan

sikap pemimpin terhadap anggota kelompok.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Bekerja secara individualis, tanpa memperdulikan keberadaan tim;

2) Bekerja tanpa prosedur pencapaian tujuan yang jelas;

3) Kerjasama tim tanpa memotivasi tim; dan

4) Bekerja berorientasi output tanpa mengukur indeks keberhasilan.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin adalah

melihat pimpinan tidak sebagai hanya pemimpin yang “ditakuti” tetapi

lebih kepada mitra kerja dan sosok yang diacu dalam upaya penyelesaian

setiap pekerjaan dalam unit kerja.

Page 95: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

92

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)

adalah sebagai mitra kerja untuk mencapai tujuan bersama dalam

lingkup unit kerja.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior adalah lebih berinisiatif

dalam memberi saran sumbang untuk kemajuan organisasi dan tidak

saling mengandalkan pada superior dalam situasi tertentu.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat adalah budaya “jemput

bola” untuk mencarikan segera solusi bagi permasalahan yang

bersumber dari masyarakat.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain adalah bersikap terbuka dan

lebih berinisiatif untuk membantu terutama apabila K/L bersangkutan

memerlukan bantuan secara spesifik dari unit kerja sendiri.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah menjadi individu yang

lebih berpikir positif dan berinisiatif dalam lingkungan unit kerja dan

organisasi

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja adalah menciptakan suasana

kompetitif dalam semangat memajukan organisasi.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga adalah saling

membantu dan mendukung antar lembaga untuk mencapai tujuan

bersama terutama terkait tujuan organisasi yang memang melibatkan

beberapa lembaga.

d. Perkembangan positif lainnya adalah menciptakan stigma positif

kepemerintahan dengan manifestasi kerjasama antar lembaga.

L. Hernadi Tri Cahyanto, Ir.,MT

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) memiliki keyakinan bahwa mampu menjadi penggerak sekaligus

pendorong pemecahan masalah yang dihadapi;

2) memberikan keteladanan (konsekuen dan mau memberikan

pengorbanan untuk kepentingan yang lebih besar) bagi staf;

3) bekerja lebih keras daripada staf dan sepenuh hati (mendorong

setiap staf untuk selalu keluar dari zona nyaman dan bekerja dalam

zona persaingan);

4) konsisten melakukan semua hal yang baik, tetap bersemangat

melakukannya di awal, tengah maupun akhir proses;

5) meningkatkan kualitas pelayanan melalui pemerintahan yang bersih

dan akuntabel;

6) meningkatkan kepekaan terhadap iklim lingkungan; dan

Page 96: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

93

7) terus belajar dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, sekalipun

gagasan itu datang dari mereka yang dari sisi hirarki berada di

bawah.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) mempertahankan situasi sebelumnya; dan

2) mempertahankan zona nyaman.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) menjalankan peran sebagai teladan perubahan; dan

2) menjalankan peran sebagai figur yang menginspirasi terjadinya

perubahan.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) membangun sinergi dalam melakukan perubahan;

2) membangun gambaran tentang perubahan yang diinginkan; dan

3) saling kompromi, saling melindungi.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) kreatif memikirkan sendiri dan komparatif; dan

2) mampu menularkan imajinasi sebagai sebuah mimpi bersama yang

harus diwujudkan bersama-sama.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) menempatkan agenda perubahan yang ingin dijalankan di atas nilai

hubungan pertemanan; dan

2) mampu menterjemahkan kerumitan konsep dalam bahasa yang

lebih sederhana dan mudah dipahami.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) siap untuk bertarung atau bertentangan dengan kultur yang selama

ini ada dalam birokrasi;

2) menciptakan indeks kinerja bersama antar K/L dan memberikan

perhatian pada setiap K/L yang terlibat;

3) mampu memposisikan dukungan setiap K/L sebagai aset bagi

pencapaian sebuah perubahan; dan

4) membangkitkan rasa memiliki (ownership) pada setiap K/L yang

terlibat dalam proses perubahan.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Memberi pelayanan terbaik sesuai aturan-aturan yang sudah

disepakati bersama;

2) Mampu bersikap profesional terhadap masyarakat dengan

memahami segala aturan di bidang tupoksi (tugas pokok dan fungsi);

dan

3) Mempelopori pelaksanaan paradigma baru.

Page 97: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

94

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Memberi pelayanan terbaik pada masyarakat sesuai aturan-aturan;

dan

2) Peningkatan transparansi proses kerja.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga:

1) Memimpin perubahan dengan keteladanan;

2) Pemahaman konsep dan hal teknis;

3) Mengerjakan beberapa tindakan yang harus dilakukan di lembaga

sendiri; dan

4) Membangun komunikasi yang intensif.

d. Perkembangan positif lainnya:

1) Ketekunan dalam menjalankan pemantauan dan evaluasi secara

obyektif;

2) Berbagi kepemilikan mengingat kepentingan perubahan itu menjadi

kepentingan bersama dan menjadi milik semua;

3) mampu mengembangkan pendekatan lain yang memungkinkan

tuntutan perubahan itu tetap bisa dijalankan;

4) memberi ruang pada bawahan untuk menyampaikan berbagai

persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan perubahan; dan

5) Memperlakukan bawahan sebagai teman dan mau turun ke

lapangan sekalipun tidak disorot media serta bersedia

menggerakkan tim di lapangan.

M. Ignatius Wahyu Marjaka, Dr.,Drs.,M.Eng

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Disiplin dengan waktu pelaksanaan kegiatan;

2) Demokratif dan transparan dalam menjalankan garis koordinasi

atas-bawah dan horizontal;

3) Mendorong terwujudnya kejujuran dalam setiap pelaksanaan

kegiatan;

4) Mendorong partisipasi setiap personal dan staf dalam pelaksanaan

kegiatan; dan

5) Mendorong sistem pelayanan publik yang lebih baik sebagai bagian

penguatan kegiatan.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Menunda nunda pekerjaan;

2) Kurang fokus dalam penyelesaian setiap pekerjaan;

3) Pelaksaan pekerjaan tanpa perencanaan yang baik; dan

4) Kelemahan manajemen waktu dan seleksi prioritas pekerjaan.

Page 98: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

95

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Lebih mendengarkan aspirasi staf;

2) Akomodatif dan melayani;

3) Mendorong partisipasi staf lebih tinggi dalam keikutsertaan

pelaksanaan kegiatan; dan

4) Fleksibilitas yang memiliki akuntabilitas untuk pencapaian target

kinerja.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)

yaitu mengembangkan komunikasi efektif antar teman kerja sejawat

sehingga proses kordinasi berjalan lebih baik.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior yaitu mengembangkan

sistem komunikasi efektif dan peningkatan pelayanan untuk prioritas

pengambilan keputusan dan kebijakan.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat dilaksanakan dengan

mengembangkan sistem komunikasi yang lebih terbuka dan transparan

sehingga masyarakat mengenal dan merasakan kehadiran pemerintah.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L Lain dilaksanakan dengan

mengembangkan sistem koordinasi efektif antar K/L sehingga terjadi

sinkronisasi dalam pencapaian visi misi Pemerintah.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri yaitu kebih terbuka, transparan,

akomodatif dan demokratif terhadap inspirasi untuk mendukung

pencapaian kinerja dan pelayanan masyarakat yang lebih responsif dan

lebih baik.

b. Perkembangan positif di Lingkungan kerja yaitu tercapai lingkungan kerja

yang responsif dan kreatif untuk mendukung pencapaian target kinerja

yang berorientasi pada pelayanan masyarakat

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga yaitu sistem kerja

berorientasi pada pencapaian kinerja bersama dalam terminologi satu

entitas pemerintah yang melayani masyarakat

d. Perkembangan positif yang lain yaitu peningkatan kesejahteraan dan

sistem masyarakat yang demokratif, baik, dinamis dan keterbukaan.

N. Kimron Manik, Ir.,M.Sc

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Mendorong dan memotivasi seluruh anggota untuk lebih percaya

diri dalam melaksanakan tugasnya;

2) Memperat rasa kekeluargaan seluruh anggota dalam organisasi;

Page 99: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

96

3) Memberikan tugas dan tantangan untuk mengembangkan pemikiran

dan memunculkan inovasi;

4) Menjadikan diri sendiri sebagai teladan bagi anggota;

5) Memberikan penghargaan bagi anggota yang kinerjanya baik;

6) Memberikan bimbingan kepada anggota untuk meningkatkan

kinerjanya; dan

7) Menciptakan budaya kerja yang positif dalam organisasi.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Menunda-nunda pekerjaan dan lambat merespon arahan pimpinan;

2) Menuntut kinerja anggota yang baik tanpa memberikan bimbingan;

dan

3) Kurang melakukan koordinasi dengan selutuh anggota tim.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

- Memberdayakan seluruh potensi anggota tim;

- Mendorong rasa percaya diri anggota dalam mengeluarkan

pendapat dan mendapatkan solusi terhadap permasalahan; dan

- Memberikan penghargaan kepada anggota yang berkinerja baik.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Melakukan koordinasi dan meningkatkan sinergi dalam

melaksanakan kegiatan organisasi; dan

2) Mempererat rasa kekeluargaan dan kebersamaan dengan teman

kerja yang setingkat.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Merespon dan menindaklanjuti dengan segera dan tepat arahan dari

pimpinan; dan

2) Melaporkan segala hasil kegiatan organisasi dan pembelajaran yang

didapat kepada pimpinan.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Memberikan layanan informasi yang lengkap dan terkini;

2) Melibatkan masyarakat dalam merumuskan suatu kebijakan atau

pengaturan; dan

3) Merespon dengan segera pertanyaan, pengaduan atau permintaan

masyarakat.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Bersama-sama dengan K/L yang terkait menyusun suatu kebijakan

atau pengaturan;

2) Melakukan kerjasama dengan K/L dalam melakukan pelayanan

kepada masyarakat; dan

3) Melakukan monitoring dan evaluasi secara bersama-sama.

Page 100: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

97

3. Hasil (Perkembangan positif) yang diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Lebih bertanggungjawab dalam memimpin organisasi;

2) Lebih cepat dan tepat dalam mengambil keputusan; dan

3) Lebih mengutamakan kepentingan organisasi.

b. Perkembangan positif dilingkungan kerja:

1) Anggota dan pimpinan secara bersama-sama meningkatkan

kreatifitas, inovasi dan pemikiran dalam melakukan pekerjaan; dan

2) Seluruh anggota saling membantu dan mendukung dalam

melaksanakan tugas-tugas organisasi.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga

1) Lembaga lain mau terlibat dalam menyusun suatu kebijakan dan

pengaturan; dan

2) Lembaga lain mau melibatkan dan atau dilibatkan dalam

melaksanakan kegiatan bersama.

d. Perkembangan positif lain:

1) Sama-sama menciptakan budaya kerja positif; dan

2) Sama-sama merasakan pentingnya peran dan kontribusi masing-

masing anggota dalam mewujudkan tujuan bersama.

O. La Ode Tarfin Jaya, Dr.,ST.,MT

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan

1) Responsif dalam mengambil tindakan demi pelaksanaan

transformasi/perubahan;

2) Bekerja sebagai team;

3) Jujur dan senantiasa berfikir cerdas;

4) Kedisplinan diri (Self Discipline); dan

5) Membangun Positive Self Esteem.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Tidak fokus; dan

2) Tidak memiliki skala prioritas.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Lebih banyak mendengar staf;

2) Lebih terbuka untuk menerima saran dan pemikiran dari staf;

3) Melakukan encouragement kepada staf; dan

4) Menjadi good drivers bagi staf.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)

1) Mengembangkan budaya kerja kolaboratif dengan rekan kerja untuk

mencapai hasil bersama;

Page 101: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

98

2) Terbuka untuk melakukan “knowledge sharing” dengan sesama

rekan kerja; dan

3) Memecahkan masalah bersama, menginspirasi orang lain.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Senantiasa mendukung pimpinan dan loyal sepanjang pimpinan “on

the right track”; dan

2) Senantiasa berusaha memberi solusi alternatif kepada atasan

dengan dukungan data/informasi yang lengkap dalam mengambil

sebuah keputusan.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Lebih peka untuk mendengar dan memahami kebutuhan pemangku

kepentingan; dan

2) Melayani stakeholder Sektor ESDM dengan sepenuh hati.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Mengembangkan budaya kerja koordinatif dan kolaboratif untuk

mencapai tujuan nasional; dan

2) Menghilangkan ego sektoral antar K/L sehingga tidak terjadi

tumpang tindih kewenangan dan “silo-silo”.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Optimistic;

2) Meningkatnya self discipline;

3) Pribadi yang teguh dengan kejujuran; dan

4) Mental model melayani.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Menjadi sosok agent of change di lingkungan kerja; dan

2) Menjadi role model perubahan dilingkungan kerja.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga adalah adanya

Koordinasi yang lebih intens antar K/L.

d. Perkembangan positif yang lain diantaranya dengan adanya networking

antar peserta RLA yang berasal dari beragam K/L maka diharapkan dapat

mengurai “thebottlenecking” tentang eksekusi program-program

prioritas nasional yang menjadi kewenangan K/L.

P. Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP.,MS.,Ph.D

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan: integritas pekerjaan

berdasarkan kejujuran, kerja keras, dan orientasi kemajuan; bekerja

berdasarkan kecintaan dan loyalitas pada pekerjaan dan organisasi;

motivasi untuk berbuat lebih baik dari target yang ditetapkan;

memutakhirkan pengetahuan dan mengembangkan kompetensi

Page 102: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

99

sehingga dapat menjadi rujukan dan pembimbing; mengutamakan tujuan

organisasi di atas kepentingan pribadi; mengembangkan pola layanan

yang baik kepada mitra kerja terutama dalam rangka memperkuat visi

dan komitmen bersama; dan mengarahkan sumber daya manusia yang

ada berdasarkan potensi masing-masing yang diselaraskan dengan

pencapaian tujuan organisasi.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan: fokus lebih pada kecepatan hasil

tanpa melihat pentingnya keterlibatan dan pembelajaran bersama;

terlalu formal dan fokus pada pekerjaan tanpa melihat pentingnya

interaksi sosial (informal) yang seimbang terutama dengan mitra kerja;

dan kurang memberi kesempatan pada rekan kerja yang setingkat untuk

dapat berkontribusi sama besarnya terhadap pencapaian tujuan

organisasi.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin yaitu

meningkatkan interaksi sosial dalam rangka menyeimbangkan hubungan

kerja dan personal sehingga kerekatan tim kerja dapat ditingkatkan.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)

yaitu mendampingi rekan kerja untuk secara bertahap bisa berkontribusi

sama besarnya terhadap pencapaian tujuan organisasi.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior yaitu meningkatkan

efektivitas pengembangan kerja sama dengan mitra kerja dan pemangku

kepentingan lainnya melalui pelibatan superior yang lebih intensif.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat yaitu meningkatkan

ketersediaan informasi yang mudah dipahami masyarakat tentang

rencana nasional dalam meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain yaitu meningkatkan

interaksi dan kualitas komunikasi dalam rangka mendukung efektivitas

integrasi perencanaan lintas bidang.

3. Hasil (perkembangan positif) yang diharapkan yaitu:

a. Perkembangan positif pada diri sendiri: pribadi pemimpin yang mampu

menyeimbangkan antara kinerja pencapaian tujuan organisasi dengan

kerekatan dan komitmen kerja sama dengan bawahan dan mitra kerja.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja: terciptanya lingkungan kerja

yang memiliki budaya bahu membahu dan memberikan kesempatan bagi

bawahan dan mitra kerja untuk berkembang dan berkontribusi pada

pencapaian tujuan organisasi dan kerja sama lintas mitra kerja.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga: terciptanya

hubungan yang saling membangun dan melengkapi dalam rangka

meningkatkan kualitas rencana dan manfaat yang dihasilkan bagi

masyarakat.

Page 103: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

100

d. Perkembangan positif lainnya: peningkatan kualitas dan kinerja

organisasi sebagai hasil dari perbaikan kinerja dan tata hubungan di

internal unit kerja, antar unit kerja, dan antara unit kerja dengan mitra

kerja.

Q. Mery Hadriyani Chairuddin, SE.,M.Si

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Meningkatkan Kedisiplinan;

2) Keteladanan;

3) Berpikir positif, sistematis, dan Cerdas;

4) Memberikan Motivasi dan dukungan;

5) Berpikir global,terbuka dan semangat belajar yang tinggi;

6) Bertindak jujur, tegas dan bertanggung jawab;

7) Bekerja keras, dan ingin maju;

8) Membangun sinergi;

9) Melakukan Inovasi; dan

10) Semangat dan iklim kerja yang kondusif.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan adalah lebih disiplin dalam manajemen

waktu (kadangkala menunda target penyelesaian pekerjaan).

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Meningkatkan intensitas pertemuan/diskusi informal dengan

membangun komunikasi yang akrab (tidak kaku);

2) Meningkatkan kapasitas dan kompetensi yang dimiliki (tidak puas

dengan status quo);

3) Menerima aspirasi (kritik/saran); dan

4) Bertindak lebih bijaksana.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)

adalah membangun komunikasi yang intensif.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Memberikan ide/gagasan;

2) Melaksanakan petunjuk/instruksi; dan

3) Bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat adalah memberikan

pelayanan (bukan dilayani) yang optimal.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Membangun sinergitas; dan

2) Meningkatkan networking.

Page 104: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

101

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah membangkitkan semangat

dan menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja adalah

implementasi/Penerapan Manajemen POAC.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga adalah sinergitas

dan komitmen.

d. Perkembangan positif lainnya adalah komunikasi dan Koordinasi yang

berjalan (baik/kuat).

R. Mohamad Riffana, SE

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang dapat dikembangkan yaitu berlemah lembut dalam

menjalankan kepemimpinan, dan lebih banyak mendengarkan daripada

berbicara.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan yaitu bertele-tele, tidak fokus dan tidak

langsung ke permasalahan/pembahasan.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin yaitu

lebih terbuka dan membantu dalam tugas-tugas yang dikerjakan.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)

yaitu banyak melakukan komunikasi dan koordinasi serta bekerjasama.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior yaitu membantu

memberikan masukan dan saran serta bekerjasama.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat yaitu merubah pola pikir

birokrat menjadi pelayan masyarakat, dan mempermudah birokrasi.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain, yaitu melakukan

komunikasi dan koordinasi serta bekerjasama

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri yaitu lebih banyak melakukan

komunikasi dan koordinasi, dan mendengarkan daripada berbicara.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja yaitu saling membantu dalam

menyelesaikan tugas-tugas.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga yaitu melakukan

komunikasi dan koordinasi.

d. Perkembangan positif yang lain yaitu tidak bertele-tele dalam

menyampaikan sesuatu.

S. Oktorika, SE.,Ak, MM

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

Page 105: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

102

1) Peningkatan kerjasama dengan unit lain;

2) Orientasi pada pelayanan;

3) Tertib administrasi; dan

4) Lebih akuntabel dan transparan.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Ego sektoral; dan

2) Budaya dilayani.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Mendengarkan keluhan;

2) Memberdayakan; dan

3) Mendelegasikan tugas dengan kepercayaan tinggi.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Meningkatkan komunikasi;

2) Bertukar informasi dan data; dan

3) Membangun budaya kerja sama tim.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Jujur tidak ABS; dan

2) Berinisiatif dalam mengerjakan pekerjaan tim.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Melibatkan seluruh stakeholder terkait; dan

2) Melakukan monitorng program pelayanan.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Meningkatkan kerjasama tematik dan programatik;

2) Sinergi dalam penetapan target dan pola penganggaran; dan

3) Menyamakan persepsi atas strategi pengelolaan uang negara.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Befikir positif;

2) Meningkatkan inovasi pengelolaan keuangan negara; dan

3) Memberikan kontribusi yang optimal dalam pengelolaan keuangan

negara.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Memberikan perhatian agar dapat memberikan kontribusi optimal;

dan

2) Senantiasa meningkatkan semangat antara staf, rekan sejawat.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga:

1) Mengutamakan sinergi antar kementeian/lembaga;

2) Menciptakan iklim kerja yang kondusif; dan

3) Berkoordinasi lebih intensif untuk pencapaian target secara efektif

dan efisien.

Page 106: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

103

d. Perkembangan positif lainnya:

1) Memberikan pemahaman atas efisiensi dan efektifitas pengelolaan

keuangan negara; dan

2) Responsif dan transparan dalam pelaksanaan pekerjaan.

T. Rini Susilawati, Ir.,M.Si

1. Perubahan Perilaku Kepemimpian Umum

a. Kebiasan baik yang akan di kembangkan:

1) Melaksanakan pembinaan/pendampingan kepada staf secara

berkesinambungan;

2) Membangun etika pelayanan untuk “melayani”; dan

3) Meningkatkan disiplin kerja.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Mengurangi ‘knowing doing gap’; dan

2) Mengurangi tingkat emosional diri.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang bersifat spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Membangun iklim percaya;

2) Membangun semangat dan kerjasama tim; dan

3) Memberi motivasi yang positip.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Membangun komunikasi yang harmonis; dan

2) Meningkatkan sinergitas.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Tidak asal Bos ‘senang”; dan

2) Memberi masukan kepada pimpinan sesuai aturan.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Transparansi keterbukaan informasi; dan

2) Menjaga etika pelayanan dengan kesantunan.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Membangun Komunikasi yang berkesinambungan; dan

2) Meningkatkan jejaring kerja yang informatif.

3. Hasil (perkembangan positip) yang diharapkan

a. Perkembangan positip pada diri sendiri:

1) Lebih nyaman dalam bekerja;

2) Lebih semangat; dan

3) Sering tersenyum.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Terbangunnya komunikasi dan motivasi yang hangat; dan

2) Kerja tim lebih produktif.

c. Perubahan dalam hubungan dengan antar lembaga:

Page 107: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

104

1) Terbangunnya jejaring kerja yang efektif; dan

2) Koordinasi yang terbuka dan membangun.

d. Perkembangan positip yang lain adalah meningkatnya sinergitas antar

teman dan antar jejaring kerja.

U. Siti Sugiyanti, SE.,M.Si

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Kerjasama untuk sinergi;

2) Transparan;

3) Disiplin;

4) Melayani;

5) Berpikir strategis; dan

6) Bertanggung jawab.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Ego sektoral;

2) Dilayani;

3) Patron-client;

4) A-kultural; dan

5) A-historik.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Mau mendengarkan;

2) Bisa Memberi tauladan;

3) Memberi motivasi;

4) Memberi dukungan yang kuat terhadap staf; dan

5) Pemberdayaan staf.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Membangun komunikasi;

2) Sharing informasi;

3) Meaning (bermakna buat orang lain); dan

4) Membership (sama rasa dan sama rata dengan sesama anggota).

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Bekerja berdasarkan tugas pokok dan fungsi sebagai pelayan

masyarakat bukan melayani pimpinan;

2) Inisiatif untuk mengusulkan perubahan atas pelaksanaan program

yang tidak berjalan baik; dan

3) Inovasi untuk terus melakukan perubahan.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Semangat untuk selalu melayani masyarakat;

2) Pelibatan seluruh stakeholders;

Page 108: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

105

3) Mau mendengarkan keluhan dan mengerti akan kebutuhan

masyarakat; dan

4) Memiliki kepekaan yang tinggi.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:

1) Kerjasama tematik dan programatik;

2) Sinergi seperti Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP); dan

3) Whole of Government.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Punya cara pandang yang baru;

2) Keyakinan baru;

3) Perilaku baru;

4) Keterampilan baru; dan

5) Perubahan mindset untuk lebih positif.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Lebih perhatian pada staf;

2) Meningkatnya semangat melayani;

3) Menurunnya ego sektoral;

4) Sinergi yang lebih terarah; dan

5) Memuat kearifan lokal dalam menyusun kebijakan.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:

1) Sinergitas antar lembaga untuk tujuan melayani masyarakat;

2) Mengurangi peraturan yang tumpang tindih; dan

3) Menyusun program dengan tujuan dan sasaran yan lebih jelas

manfaatnya untuk masyarakat.

d. Perkembangan positif yang lainnya:

1) Memiliki visi global;

2) Berfikir global – bertindak lokal; dan

3) Revolusi mental.

V. Suci Wahyuningsih, Ir.,M.Si

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Berusaha lebih terbuka dan lebih mendengarkan masukan,

permintaan, saran dan nasehat, dan informasi lain;

2) Meningkatkan kepekaan dalam menghadapi situasi, dan kesigapan

dalam memberikan respon, khususnya yang berhubungan dengan

lingkungan terdekat (keluarga, tetangga, lingkungan kantor, dan

sebagainya);

3) Berusaha selalu jujur; bekerja keras, sabar dan gigih dalam

menyelesaikan tugas dan tanggungjawab; dan

Page 109: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

106

4) Menyeimbangkan tugas di keluarga dan lingkungan pekerjaan.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Kurang menyimak dan tidak peka terhadap masukan dan situasi

lingkungan;

2) Cenderung kurang disiplin; dan

3) Berbicara tidak efektif.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Berusaha lebih mendengarkan staf, terhadap permasalahan dan

permintaan arahan, masukan, saran, dan informasi lainnya;

2) Berusaha lebih jelas dalam memberikan arahan dan instruksi; dan

3) Berusaha menjadi contoh yang baik.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Meningkatkan kerjasama, komunikasi dan kolaborasi;

2) Mengembangkan budaya sharing informasi dan pengetahuan.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Berusaha lebih menyimak instruksi dan arahan pimpinan; dan

2) Berusaha lebih memahami arah kebijakan pimpinan, dan lebih baik

dalam melaksanakan tidak lanjut.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Berusaha mendengarkan dan lebih peka terhadap kebutuhan

masyarakat, khususnya yang berhubungan langsung dengan bidang

tugas; dan

2) Berusaha lebih sigap dalam melaksanakan pelayanan terhadap

masyarakat.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain adalah berusaha lebih

memahami tugas, peran dan kepentingan K/L lain dalam rangka

meningkatkan kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama

Pemerintah.

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah lebih disiplin, peka, dan

smart.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja adalah menjadi teladan sebagai

pribadi yang memiliki integritas dan bersedia melakukan perubahan

kearah yang lebih baik, khususnya di lingkungan kerja.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga adalah dapat

membantu terwujudnya koordinasi, kerjasama dan kolaborasi yang lebih

baik.

d. Perkembangan positif yang lain adalah setelah mengikuti RLA,

diharapkan mampu berfikir lebih terbuka, dan dapat mengambil

Page 110: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

107

keputusan dan melaksanakan tugas dengan lebih baik di lingkungan

keluarga, pekerjaan dan masyarakat.

W. Triono Junoasmoro, Dr.,Ir.,MT

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:

1) Meningkatkan koordinasi dan kerjasama internal dan external;

2) Berpikir dan bekerja secara out of the box guna meningkatkan

kinerja;

3) Mendengar, berpikir, dan bertindak secara bersama-sama untuk

kepentingan umum dan nasional;

4) Selalu menggunakan prisip melayani masyarakat dalam bekerja

5) Selalu berpikiran positif; dan

6) Konsisten terhadap apa yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Berpikiran negatif;

2) Bekerja secara sektoral; dan

3) Menunda suatu pekerjaan atau tugas.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Selalu mendengar dan terbuka atas segala masukan dan saran dari

para staf dan berupaya untuk menganalisa dan mendukung jika

masukan dan ususlan tersebut baik untuk organisasi dan kebijakan

yang akan diambil;

2) Menginspirasi dan membantu para staf untuk dapat bersama-sama

mewujudkan target atau cita-cita yang teah ditetapkan bersama;

3) Selalu membuka diri untuk berdiskusi atau membahas atas segala

hal guna mendukung suatu suksesnya suatu pekerjaan; dan

4) Memperlakukan para staf sebagai anggota keluarga dan sahabat.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Berupaya untuk selalu bersosialisasi dan berkoordinasi baik sesama

rekan kerja;

2) Memperlakukan para teman kerja sebagai partner kerja;

3) Sharring atau bertukar pikiran guna mendapatkan masukan dan

saran yang dapat kita gunakan untuk mendapatkan hasil yang

optimal; dan

4) Berbagi bersama atas informasi yang dimiliki.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Menghormati dan memberikan masukan secara obyektif; dan

2) Selalu loyal dan patuh atas keputusan atau kebijakan yang telah

ditetapkan oleh pimpinan.

Page 111: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

108

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Sharring dan berbagi termasuk sosialiasi program-program

pemerintah guna memberi gambaran ke masyarakat apa yang teah

pemerintah lakukan ke masyarakat; dan

2) Mendengarkan harapan dan masukan dari masyarakat terhadap

program-program pemerintah dan mengkolaborasikan hal-hal

tersebut dalam rencana ke depan.

e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain adalah selalu membuat

jaringan pertemanan dan berupaya untuk berbagi sesama serta berupaya

membuat suatu kreasi tindakan atau program yang dapat dilakukan

bersama dengan K/L lain

3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Selalu bersemangat dalam bekerja; dan

2) Selalu berpikiran positif.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Memiliki tanggung jawab bersama; dan

2) Mengetahui dan berupaya bersama-sama terhadap arah dan sasaran

organisasi.

c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:

1) Tidak adanya jarak atau perbedaan kepentingan antar lembaga; dan

2) Selalu berkoordinasi dan bekerja bersama dalam melaksanakan

suatu pekerjaan.

d. Perkembangan positif yang lain adalah keyakinan masyarakat atas

pemerintah atas pelayanan masyarakat

X. Ujang Rachmad, Ir.,M.Si

1. Perubahan Perilaku Kepemimpian Umum

a. Kebiasan baik yang akan di kembangkan:

1) Bertidak tidak lagi sebagai manajer namun sebagai leader;

2) Menganggap setiap rekan kerja benar-benar penting;

3) Membangun kekuatan diri untuk dapat mempengaruhi system di

sekeliling kita kearah yang lebih baik;

4) Mengembangkan kerja sama sinergik - Berfikir dan bertindak

komprehensif dengan pendekatan tindakan sinergis untuk mencapai

target yang dibangun dan disepakati bersama, dengan memandang

suatu keberhasilan sebagai hasil kinerja pribadi akan ditinggalkan

dan dirubah menjadi pandangan bahwa sesuatu keberhasilan

merupakan hasil kerja dari kelompok yang bersinergi; dan

5) Berfikir tenang - dengan menguji keadaan dan informasi dari semua

sisi, hati-hati dalam menyimpulkan dengan mempertimbangkan

Page 112: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

109

semua fakta secara objektif.

b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:

1) Berusaha menghilangkan kepentingan pribadi, menunjukkan

kepedulian pada anggota dan mampu mendengarkan persoalan yang

dihadapi anggota untuk memahami sudut pandang, kebutuhan,

pandangan anggota maupun pelanggan; dan

2) Melihat permasalahan dari sudut pandang sendiri.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang bersifat spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:

1) Memberikan contoh dan keteladanan pada perubahan dan tindakan

yang diharapkan dari orang yang dipimpin sekaligus membangkitkan

semangat untuk memberikan prestasi terbaik;

2) Mendorong dan menghargai upaya kerja keras dalam tim dan

perorangan, tanpa perlu melihat upaya tersebut besar atau kecil;

3) Memandang setiap orang adalah penting;

4) Memberikan kebebasan pada staf untuk mengembangkan inisiatif

dan memberikan kesempatan untuk mempertanyakan tindakan yang

sudah dilakukan untuk perbaikan lebih lanjut; dan

5) Menciptakan lingkungan kerja yang ceria, kondusif, dan membawa

kebahagiaan pagi orang orang yang di pimpin.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):

1) Membuka diri dan siap menolong dan berbagi informasi yang

dibutuhkan;

2) Membangun cara berfikir bahwa kita berada dalam organisasi yang

memiliki atau merupakan system yang satu, bukannya fungsi-fungsi

yang berjalan sendiri-sendiri;

3) Membangun keyakinan dan prinsip yang sama untuk diikuti oleh

orang orang yang dipimpin pada unit masing masing; dan

4) Menunjukan dan tujuan dan komitmen organisiasi pada level yang

dipimpin untuk mendapatkan dukungan dan kontribusi dari teman

kerja setingkat.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:

1) Peka terhadap kepentingan atasan dengan mengatisipasi keperluan

dan pemikirannya; dan

2) Berani mengatakan kesalahan dan ketidak setujuan atas tindakan

atasan yang memang salah.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:

1) Tumbuhnya semangat untuk memberikan pelayanan yang lebih baik

pada masyarakat; dan

2) Tumbuhnya perasaan bahwa kita ada dan bekerja karena mereka

ada.

Page 113: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

110

e. Perubahan dalam hubungan dengan SKPD lain:

1) Mengembangkan kerjasama sinergis antar SKPD untuk mencapai

sasaran pembangunan daerah; dan

2) Keinginan untuk membangun indikator bersama dan terjalinnya

pemahamam untuk bekerja sinergi.

3. Hasil (Perkembangan positif) yang diharapkan

a. Perkembangan positif pada diri sendiri:

1) Memahami makna pelayanan dan tugas pelayanan pada masyarakat;

dan

2) Munculnya semangat untuk membuat perubahan kearah yang lebih

baik di lingkungan terkecil dalam unit organisasi.

b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:

1) Tumbuhnya etika kerja dan terjadinya perubahan mindset untuk

bekerja lebih baik dalam melayani masyarakat; dan

2) Tumbuhnya inisiatif dan inovasi dalam penyelengaraan pemerintah

dan pelayanan publik menjadi lebih transparan, accountable.

c. Perkembangan Positif dalam hubungan antar lembaga adalah perubahan

mindset untuk bekerja dalam sistem yang sinergis sebagai satu kesatuan

d. Perkembangan positif yang lain adalah memahami kebutuhan untuk

terus maju dalam menghadapi tuntutan pelayanan publik yang semakin

menuntut.

Y. Virgo Eresta Jaya, Ir.,M.Eng.Sc

1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum

a. Kebiasan baik yang akan dikembangkan adalah jujur dalam melihat

kondisi/keadaan dan mau belajar untuk perbaikan.

b. Kebiaasaan yang akan ditinggalkan adalah kekurang perdulian terhadap

kebiasaan/budaya lingkungan atau hal-hal yang bersifat non teknis.

2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang bersifat spesifik

a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin: Lebih

banyak mendengarkan dan melibatkan staf dan membantu mereka

dalam merumuskan common KPI.

b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat: Mencari

tujuan bersama dan bersinergi mencapai tujuan tersebut.

c. Perubahan dalam hubungan dengan superior: Membantu meyakinkan

atasan untuk menjadi pemimpin perubahan dan mencapai tujuan unit

kerja bersama.

d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat: Lebih terbuka dalam

memberikan informasi tentang administrasi Pertanahan.

e. Perubahan dalam hubungan dengan KL lain: Terjadi pertukaran informasi

dan saling mengisi demi KPI bersama.

Page 114: REKOMENDASI KEBIJAKAN Peningkatan Konektivitas melalui ...

111

3. Hasil yang diharapkan:

a. Secara pribadi terus menerus melakukan perubahan dengan tetap

memperatikan kondisi sosial budaya saat ini.

b. Lingkungan kerja menjadi lebih bebas, disiplin dan tidak takut melakukan

perubahan.

c. Hubungan antar lembaga menjadi lebih erat dan produk yang dihasilkan

oleh masing-masing lembaga menjadi lebih bermanfaat bagi K/L lain.

d. Hal lain adalah: Masyarakat menjadi lebih baik kuallitasnya dengan

perubahan kebijakan dan pelayanan yang dilakukan pemerintah.