REGULASI PEMERINTAH TERKAIT PENERBANGAN NASIONAL.docx
-
Upload
bagus-noval-fitroni -
Category
Documents
-
view
11 -
download
3
Transcript of REGULASI PEMERINTAH TERKAIT PENERBANGAN NASIONAL.docx
BAGUS NAUFAL FITRONI (2513203202)
REGULASI PEMERINTAH TERKAIT PENERBANGAN NASIONAL
Pemerintah masih menarik-ulur mengenai tarif batas atas maskapai penerbangan. Tarif
batas atas yang berlaku saat ini dinilai cukup rendah dan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi
yang ada. Sementara itu dalam Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur tentang tarif
penerbangan, tarif batas atas akan dinaikkan jika nilai tukar mata uang sudah mencapai Rp
10.000 per dolar Amerika Serikat. Sekarang nilai tukar sudah Rp 12.000 per dolar Amerika
Serikat, tapi tarif masih ditahan. Ini yang menyebabkan maskapai penerbangan kesulitan. Di satu
sisi maskapai harus bersaing bebas, namun di sisi lain regulasi masih mengekang,
Saat ini Kementerian Perhubungan selaku regulator telah melakukan perhitungan
terhadap usulan kenaikan tarif batas atas, tapi hitungan itu berbeda dengan permintaan maskapai
penerbangan. Maskapai penerbangan yang tergabung dalam INACA meminta pemerintah
menaikkan tarif batas atas sebesar 25 persen dari angka yang sekarang, sedangkan Kementerian
Perhubungan menghitung berdasarkan asumsi kurs dolar Amerika Serikat dan harga avtur.
“Kami sudah mengajukan dua alternatif ke Pak Menteri (Menteri Perhubungan Evert Ernst
Mangindaan). Perhitungan kurs dolar Rp 12.000 dan Rp 13.000,” kata Direktur Lalu Lintas dan
Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Djoko
Murjatmojo.
Dalam hal kenaikan tarif batas atas ini Kementerian Perhubungan menyatakan sangat
berhati-hati. Menurut Kepala Bagian Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Kementerian Perhubungan Israfulhayat, sebanyak 70 persen penumpang pesawat di Indonesia
sangat sensitif terhadap harga. “Kalau harga tiket naik 10 persen, maka kami prediksi
penumpang pesawat akan turun sebanyak itu dan beralih ke moda transportasi lain,” katanya
seperti dilansirBisnis.
Saat ini maskapai penerbangan harus melakukan impor suku cadang karena suku cadang
pesawat itu tidak diproduksi di Indonesia. Seharusnya pemerintah membebaskan bea masuk suku
cadang pesawat ini. dan diharapkan bea masuk (suku cadang) maskapai bisa nol persen, karena
biaya untuk membeli komponen bisa mencapai 25 persen dari beban operasional maskapai,
sebenarnya pemerintah sejak 2007 telah mengeluarkan aturan yang membebaskan bea masuk.
BAGUS NAUFAL FITRONI (2513203202)
Berdasarkan aturan itu, cukai bea masuk ditanggung oleh pemerintah. Namun kenyataannya
aturan itu tidak direalisasikan di lapangan. Regulasi yang ada di Indonesia ini sangat berbeda
dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura yang sudah
membebaskan bea masuk suku cadang pesawat untuk menunjang pertumbuhan industri
penerbangan, sementara di Indonesia masih mengenakan bea masuk antara 5-7 persen.
Harga bahan bakar pesawat (avtur) di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan dengan di
negara-negara ASEAN lainnya. Salah satu pemicu mahalnya harga avtur di Indonesia adalah
keterbatasan kilang minyak. Indonesia juga harus mengimpor avtur dari negara lain, seperti
Singapura dan Korea Selatan, menyebabkan harga avtur semakin membengkak. “Mahalnya
harga avtur di Indonesia bisa mencapai 13 persen dibanding negara ASEAN lainnya lantaran
kondisi geografis Indonesia yang tersebar menjadi 62 lokasi dengan kilang minyak terbatas, Dan
menurut Arif Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia
National Air Carrier Association/INACA) juga menyayangkan adanya komponen biaya yang
tidak perlu saat membeli avtur dari Pertamina, seperti adanya fee untuk BPH Migas sebesar 0,3
persen. Padahal, menurut Arif, avtur ini diatur oleh Kementerian BUMN, bukan BPH Migas, jadi
sudah sepantasnya fee yang tidak perlu ini dihilangkan. “Kami mengharapkan biaya BPH Migas
untuk avtur dapat dihilangkan sehingga hal ini sangat membantu,” ujar Arif.
Jika pemerintah tidak memberikan regulasi yang mendukung berkembangnya industri
penerbangan, dikhawatirkan akan semakin banyak maskapai penerbangan yang gulung tikar.
Sepanjang tahun 2013-2014 ini saja sudah ada empat maskapai penerbangan besar yang menutup
kegiatan operasinya. Keempat maskapai penerbangan itu antara lain Batavia Air (Januari 2013),
Merpati Nusantara Airlines (Februari 2014), Sky Aviation (Maret 2014), dan Tigerair Mandala
(Juli 2014). Batavia Air dan Tigerair Mandala tidak memiliki rencana untuk beroperasi kembali,
sedangkan Sky Aviation masih berupaya agar bisa kembali terbang, dan Merpati Nusantara
Airlines masih menunggu keputusan nasib dari pemerintah selaku pemegang saham.ada empat
faktor yang menyebabkan industri penerbangan terpuruk, yakni kondisi makro ekonomi yang
tidak menentu, lemahnya regulasi, buruknya infrastruktur, dan banyaknya pungutan biaya yang
tidak jelas. “Pertumbuhan ekonomi nasional yang sangat lambat menyebabkan bisnis
penerbangan lesu. Pendapatan industri penerbangan biasanya mencapai dua kali lipat dari
persentase pertumbuhan ekonomi.