Refreshing Kejang Demam 2

16

Click here to load reader

description

kemam

Transcript of Refreshing Kejang Demam 2

Page 1: Refreshing Kejang Demam 2

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang adalah kegawatdaruratan neurologis yang sering dijumpai pada praktik

sehari-hari. Hampir 5% anak berumur dibawah 16 tahun minimal pernah mengalami

satu kali kejang.2 Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa

penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di

sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya akibat kelainan anatomi-fisiologi,

biokimia, atau gabungan keduanya. Dua jenis kejang yang paling sering terjadi pada

anak-anak adalah Kejang Infantil dan Kejang Demam.

Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering

dijumpai dan merupakan penyebab tersering seorang anak dibawa ke Unit Gawat

Darurat. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak usia 6 bulan-5 tahun dengan

insidens tertinggi pada usia 1-2 tahun.5 Biasanya setelah anak berumur di atas 6 tahun

bila panas tidak lagi menderita kejang, kecuali penyebab panas tersebut langsung

mengenai otak. Kejang demam berulang terjadi pada 30% sampai 50% anak dengan

kejang demam pertama dibawah usia 1 tahun dan 28% anak dengan kejang demam

pertama diatas usia 1 tahun. Sekitar 10% anak dengan kejang demam berulang tiga kali

atau lebih. Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama,

tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada anak

harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang

berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan

mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan kematian.

1

Page 2: Refreshing Kejang Demam 2

BAB II

PEMBAHASAN

I. Definisi

Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium,

terjadi pada anak di atas umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang sebelumnya.1

II. Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak dengan umur berkisar antara 6 bulan

sampai 5 tahun, insidensi tertinggi pada umur 1 sampai 2 tahun (usia rerata 22

bulan)5. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami

kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf

pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang pernah kejang

tanpa demam, kemudian kejang kembali disertai demam tidak termasuk dalam kejang

demam. Seorang anak yang mengalami kejang demam, tidak berarti dia menderita

epilepsi karena epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh

adanya demam.

III. Klasifikasi Kejang Demam

Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.6

1. Kejang Demam Sederhana

Adalah kejang yang terjadi pada umur antara 6 bulan sampai 5 tahun, berlangsung

singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang

bersifat umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang

dalam waktu 24 jam. Frekuensi kejang kurang dari 4x/tahun, dan biasanya kejang

timbul dalam 16 jam sesudah kenaikan suhu. Kejang demam sederhana

merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.

2

Page 3: Refreshing Kejang Demam 2

2. Kejang Demam Kompleks

Adalah kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit, atau berulang dalam

24 jam. Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

kejang parsial.

IV. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Faktor resiko

kejang demam yang penting adalah demam. Namun kadang-kadang demam yang

tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Selain itu terdapat faktor resiko lain,

seperti riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan

terlambat, masalah pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar

natrium rendah.

Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan

kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam. Dalam literatur

disebutkan bahwa infeksi oleh virus herpes simpleks manusia yang merupakan

penyebab dari Roseola sering menjadi penyebab pada 20 % pasien kejang demam

serangan pertama. Disentri karena Shigella juga sering menyebakan demam tinggi dan

kejang demam pada anak-anak. Dan pada sebuah studi dibicarakan mengenai adanya

hubungan antara kejang demam yang berulang dengan infeksi virus influenza A.

Demam dapat muncul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang

disebabkan oleh banyak macam agent, antara lain :

Bakteri

Penyakit pada Tractus Respiratorius :

Pharingitis

Tonsilitis

Otitis Media

Laryngitis

Bronchitis

Pneumonia

Pada Gastro Intestinal Tract :

Dysenteri Baciller, Shigellosis

Sepsis.

3

Page 4: Refreshing Kejang Demam 2

Pada tractus Urogenitalis :

Pyelitis

Cystitis

Pyelonephritis

Virus:

Terutama yang disertai exanthema :

Varicella

Morbili

Dengue

Exanthema subitung

V. Patofisiologi

Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu

senyawa glukosa yang

didapat dari proses

metabolisme sel. Sel-sel

otak dikelilingi oleh

membran yang dalam

keadaan normal membran

sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion

Kalium (K+) dan sangat

sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya

konsentrasi ion K+ di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah.

Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi

ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut

‘Potensial Membran Sel Neuron’. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan

enzim Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran sel

dipengaruhi oleh:

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologi dari membran karena penyakit atau faktor keturunan.

4

Page 5: Refreshing Kejang Demam 2

Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial

membran sel yang didahului dengan stimulus membran sel neuron. Saat depolarisasi,

channel ion Na+ terbuka dan channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari

ion Na+, sehingga menyebabkan potensial membran sel lebih positif, sehingga

terbentuklah suatu potensial aksi. Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron

repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan channel ion Na+ harus tertutup, agar

dapat terjadi efluks ion K+ sehingga mengembalikan potensial membran lebih negative

atau ke potensial membran istirahat.

Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel

neuron, terdapat celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron pre-

sinaps dan dendrite neuron post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps

ini, dibutuhkan peran dari suatu neurotransmitter.3

Ada dua tipe neurotransmitter, yaitu :

1. Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membrane lebih positif

dan mengeksitasi neuron post sinaps

2. Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih negative

sehingga menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai contoh : GABA

5

Page 6: Refreshing Kejang Demam 2

(Gamma Aminobutyric Acid). Dalam medis sering digunakan untuk

pengobatan epilepsi dan hipertensi.

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah

fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan

patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung kepada lokasi lepas muatan yang

berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebri kemungkinan

besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya

tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa

fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan

apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.

Kelainan polarisasi ( polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam

repolarisasi ) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi

pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan

dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran

sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas

ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan

terjadilah kejang.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38o C

sudah terjadi kejang, Namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang

baru terjadi pada suhu diatas 40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi

pada anak dengan ambang kejang rendah.

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak

meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit)

biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk

kontraksi otot skeletal yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis

laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh

disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak.

6

Page 7: Refreshing Kejang Demam 2

Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (>1jam)

Meningkatnya kecepatan

denyut jantung

Menurunnya tekanan

darah

Hipotensi disertai

berkurangnya aliran darah

serebrum sehingga terjadi

hipotensi serebrum

Meningkatnya tekanan

darah

Menurunnya gula darah

Meningkatnya kadar

glukosa

Disritmia Gangguan sawar darah otak

yang menyebabkan edema

serebrumMeningkatnya suhu pusat

tubuh

Edema paru nonjantung

Meningkatnya sel darah

putihTabel 1. Efek Fisiologis Kejang

Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak

pada kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah

yang mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas

vaskular dan udem otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi

yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada

serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang

bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.

VI. Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di

luar sistem saraf pusat, misalnya karena Tonsillitis, Bronchitis atau Otitis Media Akut.

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung

singkat, dengan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik, klonik, tonik-klonik, fokal

atau akinetik.

Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak

memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan

terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.

7

Page 8: Refreshing Kejang Demam 2

Living Stone membagi kriteria kejang menjadi 2, yaitu:

1. Kejang Demam Sederhana / KDS

2. Epilepsi yang Diprovokasi oleh Demam

Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ditegakkan apabila kejang tidak memenuhi

salah satu atau lebih kriteria KDS. Kejang pada Epilepsi adalah merupakan dasar

kelainan, sedang demam adalah faktor pencetus terjadinya serangan.

Adapun kejang demam dibagi menjadi 2 bentuk (menurut Livingstone), yaitu :

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis

sebagai berikut :

Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

Kejang umum tonik dan atau klonik

Umumnya berhenti sendiri

Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala

klinis sebagai berikut :

Kejang lama > 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Gejala-gejala yang dapat timbul setelah kejang adalah, otot-otot menjadi lebih lunak,

dan dalam beberapa kejadian seseorang dapat menjadi bingung dan lupa akan

kejadian sebelumnya,  mengantuk dan sakit kepala.

VII. Pemeriksaan dan Diagnosis

8.1 Pemeriksaan 4,6,2

Anamnesis :

Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum / saat

kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP.

Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.

Riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga,

epilepsi dalam keluarga.

Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lain.

8

Page 9: Refreshing Kejang Demam 2

Pemeriksaan Neurologis :

Tidak didapatkan kelainan.

Pemeriksaan Laboratorium :

Pemeriksaan ini dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang

demam atau mengevaluasi sumber infeksi. Pemeriksaan dapat meliputi darah

perifer lengkap, gula darah, elektrolit serum (Kalsium, fosfor, magnesium),

ureum, kreatinin, urinalisis, biakan darah, urin, atau feses.

Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) :

Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan

atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis

meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan

ketentuan sebagai berikut :

1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.

2. Bayi antara 12 – 18 bulan : dianjurkan.

3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

8.2 Tatalaksana kejang demam

Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritma

tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermitten

pada saat demam berupa 6 :

- Antipiretik

Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari tidak lebih dari 5

kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.

- Anti kejang

Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal

dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh >38,50C. Terdapat efek

samping berupa ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39%

kasus.

- Pengobatan jangka panjang/rumatan

Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam menunjukan

ciri-ciri sebagai berikut (salah satu):

9

Page 10: Refreshing Kejang Demam 2

Kejang lama > 15 menit

Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis,

Paresis Todd, Palsi serebral, Retardasi mental, Hidrosefalus.

Kejang fokal

Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :

Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Obat unttuk pengobatan jangka panjang : fenobarbital (dosis 3-4

mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis ) atau asam valproat (dosis 15-40

mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Pemberian obat ini efektif dalam

menurunkan risiko berulangnya kejang (level I). Pengobatan diberikan

selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-

2 bulan.

VIII. Prognosis

Prognosis anak dengan kejang demam sederhana sangat baik. Banyak anak yang

akan mengalami kejang demam kembali, namun risiko epilepsi di kemudian hari tidak

lebih besar dibandingkan pada populasi umum (sekitar 1%). Anak dengan kejang

demam kompleks hanya memiliki risiko 7% untuk mengalami kejang demam

kembali.5

10

Page 11: Refreshing Kejang Demam 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Richard E.Behrman, Victor C. Vaughan alih bahasa, R.F Maulany; Editor, Caroline

Wijaya. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 3. 1992. Hal 337-338

2. H. Pudjiadi, Antonius,dkk. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Penerbit : Badan

Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2013. Hal 31-37

3. Matondang,Corry S,dkk. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta : PT Sagung

Seto; 2007. Hal 9-10

4. Marcdante, Karen J.dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi Keenam.

Penerbit : Elsevier; 2014. Hal 740-742

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Jakarta: Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 2011. Hal. 150-152

6. World Health Organization Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.

Jakarta : WHO Indonesia; 2008. Hal. 16

11